ANALISIS TREN JANGKA PANJANG CURAH HUJAN DAN DEBIT DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO
DILA PERACITRA SANDI
DEPARTEMEN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT DILA PERACITRA SANDI. Analysis Long-term Rainfall and Streamflow of Bengawan Solo Watershed. Under direction of MUH. TAUFIK. Bengawan Solo Watershed is classified as one of the most degraded watershed in Indonesia. The Watershed usually was utilized as water resource for irrigation, transportation and industry. The problems in the Bengawan Solo Watershed is deforestation, illegal logging and land conversion. This research aimed to find out trend of rainfall and streamflow in Bengawan Solo Watershed for period of 1980-2010. Twelve rainfall stations in the Watershed were chosen for rainfall trend analysis and calculating rainfall area. The trend analysis was divided into two parts that is before and after reformation era (year at 1998). Trend analysis was performed using Mann-Kendall test at 95% confidence interval (α= 5%). Research result showed that before reformation era we found there were no significantly trend for rainfall and annual streamflow. However, after reformation era we found that there was a significantly negative trend for rainfall at most stations, but significantly positive trend for average annual streamflow. Coefficient of runoff in Bengawan Solo Watershed range 0,4-0,81 and did not occur a significantly trend for this research. Keyword: trend, rainfall, streamflow, runoff coefficient, Mann-Kendall
ABSTRAK DILA PERACITRA SANDI. Analisis Jangka Panjang Curah Hujan dan Debit Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. Dibimbing olah MUH. TAUFIK. Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo salah satu DAS kritis di Indonesia. DAS tesebut biasa digunakan untuk sumber air bagi irigasi, transportasi dan industri. Permasalahan yang terjadi di DAS Bengawan Solo diantaranya deforestasi, ilegal logging dan konservasi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren curah hujan dan debit di DAS Bengawan Solo selama periode 1980-2010. Duabelas stasiun curah hujan dipilih untuk menganalisis tren curah hujan wilayah. Analisis tren dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum dan setelah era reformasi (tahun 1998). Analisis tren menggunakan metode Mann-Kendall dengan selang kepercayaan 95% (α= 5%). Penelitian ini menunjukkan sebelum era reformasi tidak terjadi tren yang signifikan untuk curah hujan wilayah dan rata-rata debit tahunan. Setelah era reformasi terjadi tren yang negatif dan signifikan untuk curah hujan hampir diseluruh stasiun tetapi terjadi tren yang positif serta signifikan untuk rata-rata debit tahunan. Koefisien limpasan di DAS Bengawan Solo berkisar 0,40,81 dan tidak mengalami tren yang signifikan selama tahun pengamatan. Keyword: tren, Curah hujan, Debit, koefisein limpasan, Mann-Kendall
ANALISIS TREN JANGKA PANJANG CURAH HUJAN DAN DEBIT DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO
DILA PERACITRA SANDI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Sarjana Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NRP
: Analisis Tren Jangka Panjang Curah Hujan dan Debit Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo : Dila Peracitra Sandi : G24080026
Disetujui, Pembimbing Skripsi
Muh Taufik.S.Si,M.Si NIP 19810303 200701 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika Dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati NIP 19600305 198703 2 002 Tanggal Lulus:
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Udang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Analisis Tren Jangka Panjang Curah Hujan dan Debit Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo”. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Sarjana Meteorologi Terapan. Tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini yaitu: 1. Ibunda R Eti Srimulyati, Ayahanda Nana Darna, dan kakak tersayang Melda Endriani Putri atas dukungan moril maupun materil 2. Keluarga besar atas doa dan semangat selama ini 3. Bapak Muh. Taufik S.Si, M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, nasehat dan semangat selama penulis melakukan penelitian. 4. Sahabat “GENGGONG” Fitra, Fatchah, Nia, Maria dan Mirna yang selalu menghibur dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.. 5. Sahabat sejati Maya, Desi, Dwi dan Hendri yang selalu ada dalam setiap suka dan duka. 6. Teman-teman GFM 45 Faiz, Fenika, Ketty, Dodi, Firman, Nadita, Putri, Selma, Aila, Ria, Mela, Pungki, Tiska, Ferdy, Diah, Ratna Dila, Nia, Akfia, Farrah, Fida, Diki, Erna, Iput, Yuda, Yoga, Fela, Hanifah, Adit, Asep,Dewi, Topik, Dewa, Fitri, Emod, Laode, Widya, Sintong, Sarah, Citra, Okta, Nisa, Dora, Fauzan, Geno, Aulia, Adi. Terima kasih telah menjadi teman dalam suka duka selama di GFM 45. 7. Teman-teman sepermainan Vallian, Fitri Galih, Desi, Adi, Siska, Alin, Bayu, Ammar, Dian, Ryan, Andri, Usup, Theon, Revy, Razip, Yana yang selalu memberi semangat selama ini. 8. Teman-teman Bextu 9. Teman-teman kostan Cantiq 10. Seluruh staf pengajar GFM yang telah memberi ilmu, pengalaman, dan pengetahuan yang diberikan selama perkuliahan . 11. Seluruh staf TU GFM atas bantuan administrasi selama ini. 12. Semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian tugas akhir ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan khususnya untuk penulis sendiri.
Bogor, September 2012 Dila Peracitra Sandi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 7 Oktober 1990 dari ayah Nana Darna dan Ibu R. Eti Srimuyati. Penulis merupakan putri kedua dari 2 bersaudara. Penulis pernah bersekolah di TK Merpati 1995, SD Negeri 4 Babakan (1996-2002), SMP Negeri 2 Pangandaran (2002-2005), dan SMA Negeri 1 Pangandaran (2005-2008), kemudian melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor dengan mengambil program studi Meteorologi Terapan Departeman Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Ciamis dan pernah menjabat sebagai bendahara pada periode 2009-2010 dan menjadi bendahara divisi internal Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) 2010-2011. Selain itu penulis juga pernah menjadi fotografer Koran Kampus 2008-2009, serta menjadi panitia pada beberapa acara FMIPA, IPB dan HIMAGRETO.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xii I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1 1.1 Latar belakang ................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 2.1 Siklus Hidrologi ................................................................................................................ 2.2 Daerah Aliran Sungai ....................................................................................................... 2.3 Curah Hujan....................................................................................................................... 2.4 Uji Mann-Kendall .............................................................................................................. 2.5 Curah Hujan Wilayah ....................................................................................................... 2.6 Koefisien Limpasan .......................................................................................................... 2.7 Kondisi Umum Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo ....................................................
1 1 2 2 2 3 3 3
III. METODOLOGI ..................................................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................... 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................................. 3.3 Metode Penelitian ............................................................................................................. 3.3.1 Pemilihan Stasiun Curah Hujan ............................................................................... 3.3.2 Perhitungan Curah Hujan Wilayah .......................................................................... 3.3.3 Perhitungan Koefisien Limpasan ............................................................................. 3.3.4 Periode Analisis Tren Curah Hujan dan Debit DAS Bengawan Solo ...................... 3.3.5 Analisis Tren Curah Hujan dan Debit Sungai ...........................................................
4 4 4 4 4 4 4 5 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 4.1 Tren Curah Hujan di DAS Bengawan Solo ...................................................................... 4.2 Tren Debit DAS Bengawan Solo ...................................................................................... 4.3 Tren Curah Hujan 12 Stasiun Curah Hujan DAS Bengawan solo .................................... 4.4 Koefisien Limpasan ..........................................................................................................
6 6 8 10 11
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 12 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 12 5.2 Saran .................................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 12
x
DAFTAR TABEL Halaman 1 Stasiun curah hujan pewakil di DAS Bengawan solo ............................................................. 5 2 Prediktor iklim dan hidrologi yang digunakan untuk analisis tren ......................................... 6 3 Frekwensi hari hujan dan hujan ekstrim pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo.......................................................................................................................................... 8 4 Prediktor curah hujan wilayah yang menunjukan tren (α = 5%) ............................................ 8 5 Curah hujan tahunan yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo .............................................................................................................. 10 6 Curah hujan maksimum harian yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo ................................................................................................. 11
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta DAS Bengawan Solo ....................................................................................................... 4 2 Curah hujan wilayah (■) dan debit sungai (─) DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 ................................................................................................................................ 7 3 Rata-rata curah hujan wilayah (■) dan rata-rata debit (●) bulanan periode 1980-2006 DAS Bengawan Solo ................................................................................................................ 7 4 Tren debit minimum (A), tren debit maksimum (B) dan tren debit tahunan rata-rata (C) sebelum (1) dan setelah (2) era reformasi ................................................................................ 9 5 Tren Koefisien Limpasan DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 ....................................... 12
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Curah hujan bulanan DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 ............................................. 15 2 Rata-rata debit tahunan dan debit maksimum DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 ............................................................................................................................... 16 3 Curah hujan ekstrim yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo ............................................................................................... 17 4 Frekwensi hari hujan yeng menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo ............................................................................................... 18 5 Koefisien limpasan DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 ............................................... 19 6 Uji tren prediktor curah hujan wilayah semua era (1980-2010) ............................................. 20 7 Uji tren curah hujan wilayah sebelum era reformasi (1980-1998) ......................................... 21 8 Uji tren curah hujan setelah era reformasi (1998-2010) ......................................................... 22 9 Uji tren curah hujan tahunan pada 12 stasiun curah hujan pewakil semua era (1980-2010) ............................................................................................................................ 23 10 Uji tren curah hujan tahunan pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1980-1998) ............................................................................................................ 24 11 Uji tren curah hujan tahunan pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998-2010) ............................................................................................................ 25 12 Uji tren hari hujan pada 12 stasiun curah hujan pewakil semua era (1980-2010) .................. 26 13 Uji tren hari hujan pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1998-2010) ............................................................................................................................ 27 14 Uji tren hari hujan pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998-2010) ............................................................................................................................ 28 15 Uji tren hujan ekstrim pada 12 staisun curah hujan pewakil semua era (1980-2010)............. 29 16 Uji tren hujan ekstrim pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1980-1998) ............................................................................................................................ 30 17 Uji tren hujan ekstrim pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998- 2010) ........................................................................................................................... 31 18 Uji tren curah hujan maksimum harian pada 12 stasiun curah hujan semua era (1980-2010) ............................................................................................................................ 32 19 Uji tren curah hujan maksimum harian pada 12 stasun curah hujan sebelum era reformasi (1980-1998) ............................................................................................................ 33 20 Uji tren curah hujan maksimum harian pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998-2010) ...................................................................................................... 34
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah watershed atau catchment area. Berdasarkan Undangundang No 7 Tahun 2004 mengenai sumberdaya air didefinisikan sebagai wilayah daratan yang memiliki satu kesatuan antara sungai dengan anak-anak sungai, memiliki fungsi menampung, menyimpan, dan meng-alirkan air secara alami yang berasal dari curah hujan ke danau kemudian ke laut. Selain memiliki fungsi alami DAS juga memiliki manfaat bagi ketersediaan air bagi manusia sekitar DAS seperti untuk kegiatan pertanian, transportasi dan kebutuhan air sehari-hari. Jumlah DAS kritis di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak tahun 1980-an, pada tahun 1984 terdapat 22 DAS kritis dan meningkat menjadi 62 DAS pada tahun 2005 (Pawitan et al. 2011). Ciri-ciri dari DAS kritis adalah nilai koefisien limpasan yang meningkat, debit minimum pada saat musim kemarau menurun dan rasio antara debit maksimum dengan debit minimum yang meningkat (Pawitan et al. 2011). Peningkatan DAS kritis tersebut dapat disebabkan oleh degradasi hutan dan perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman maupun pusat perindustrian. Pada periode 2000-2005 terjadi pengurangan luas hutan di Pulau Jawa sebesar 712.000 ha/tahun dengan laju penurunan sebesar 1,09 ha/tahun akibat deforestasi hutan sehingga menyebabkan lahan sekitar DAS menjadi kritis (Kemenhut 2008). Selain itu tekanan penduduk yang memerlukan lahan menyebabkan daya dukung lingkungan menurun sehingga menyebabkan masalah seperti banjir, kekeringan, erosi dan pencemaran air (Nugroho 2009). Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap perubahan karakteristik hidrologi debit sungai. Penelitian mengenai perubahan karakteristik hidrologi khususnya tren curah hujan dan debit belum banyak dilakukan. Penelitian tren curah hujan telah dilakukan oleh Aldrian dan Jamil (2008) untuk wilayah DAS Brantas, penelitian tersebut menunjukkan bahwa tren curah hujan bulanan dan tahunan di DAS
Brantas mengalami penurunan yang signifikan. Penelitian tren debit yang dilakukan Nugroho (2009) pada 8 hulu sungai di Pulau Jawa menunjukan penurunan debit yang signifikan untuk ke-8 sungai yang dikaji yaitu Sungai Ciujung, Sungai Cisadane, Sungai Citarum, Sungai Cimanuk, Sungai Citanduy, Sungai Serayu, Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Pengujian tren curah hujan dan debit di lintang tinggi salah satunya dilakukan oleh Lettenmaier (1994) di USA yang menunjukan bahwa terjadi kenaikan curah hujan pada bulan September sampai Desember dan peningkatan debit terjadi pada bulan November sampai April hampir di semua stasiun pengamatan, sedangkan penelitian uji tren untuk DAS Bengawan Solo belum banyak dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tren curah hujan DAS Bengawan Solo. 2. Menganalisis tren debit DAS Bengawan Solo. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan sirkulasi air yang tidak pernah berhenti, terjadi ketika air menguap ke udara dari permukaan tanah, laut maupun dari tumbuhan (transpirasi). Air yang menguap kemudian mengalami kondensasi dan memadat kemudian turun menjadi hujan atau menjadi salju. Air hujan yang turun tidak semuanya langsung sampai ke permukaan tanah, tetapi sebagian ada yang tertahan oleh kanopi tumbuhan yang disebut intersepsi dan air yang tertahan tersebut sebagian akan diuapkan kembali dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah sebagai infiltrasi, sebagian lagi akan terus menembus lapisan tanah yang jenuh yang akhirnya akan menjadi air tanah atau groundwater. Sebagian dari air yang berada dipermukaan akan menjadi limpasan yang mengisi cekungan-cekungan, masuk ke sungai-sungai yang disebut sebagai debit aliran (Sosrodarsono dan Takeda 2003).
2
Siklus hidrologi berlangsung terusmenerus sehingga menjadikan air sebagai sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (Rahayuningsih 2008). Unsur-unsur utama yang terjadi dalam proses siklus hidrologi adalah evaporasi, transpirasi, presipitasi, infiltrasi, perkolasi dan limpasan. Suhu, curah hujan dan aliran sungai merupakan elemen untuk memahami dasar dari siklus hidrologi. Sistem hidrologi tersebut bertindak secara ruang pada waktu tertentu, misalnya curah hujan dapat bertindak sebagai integrator pada suatu DAS, dan pengamatan aliran sungai dapat berfungsi sebagai sebuah indeks variabilitas interannual hidroklimat yang relevan baik skala lokal maupun regional (Coulibaly et al. 2004). 2.2 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah tata air yang terbentuk secara alami sehingga membentuk suatu kesatuan antara sungai dengan anak-anak sungai yang melaluinya. Fungsi dari sungai dan anak-anak sungai tersebut adalah untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan. DAS adalah air pada suatu wilayah yang mengalir ke sebuah outlet (Darghouth et al. 2008). Potter et al. (2010) mengatakan bahwa DAS adalah suatu daerah penangkapan air seperti sungai atau danau. DAS juga merupakan suatu ekosistem alami yang kompleks dengan interaksi antar komponennya. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia (Mustopa 2011). Perubahan yang terjadi pada suatu DAS dapat disebabkan oleh faktor alami maupun faktor antropogenik. Contoh dari faktor alami seperti erosi tanah, dan contoh faktor antropogenik misalnya perubahan dalam sistem pertanian, penggundulan hutan maupun polusi air. Kondisi hidrologi DAS dapat digunakan sebagai indikator kondisi DAS. Kondisi hidrologi DAS tidak seimbang apabila jumlah limpasan lebih besar dibandingkan air yang tersimpan
dalam kawasan DAS (Soekarno dan Rohmat 2006). Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003) DAS dapat dibedakan menjadi tiga bentuk berdasarkan debit banjir yang terjadi yaitu: 1. Bulu burung (Elongated type) DAS tersebut mempunyai jalur aliran di kanan dan kiri sungai utama, aliran dari anakanak sungai menuju ke sungai utama. DAS yang berbentuk bulu burung memiliki debit banjir kecil karena waktu tiba banjir dari masing-masing anak sungai tidak sama sehingga banjir yang terjadi berlangsung lama. 2. Bentuk radial (Radial pattern type) DAS tersebut memiliki jenis pengaliran berbentuk kipas atau lingkaran anak-anak sungai menuju satu titik secara radial, jenis DAS ini memiliki banjir yang besar di dekat titik pertemuan antara anak sungai yang satu dan anak sungai lainnya. 3. Bentuk Pararel (Divided subbasin type) DAS jenis ini mempunyai corak yang jalur daerah pengalirannya bersatu dibagian hilir dan banjir sering terjadi di daerah hilir pada titik pertemuan sungai. 2.3 Curah Hujan Hujan adalah jatuhnya air ke permukaan bumi akibat adanya kondensasi yang berasal dari partikel penyebab hujan (Endriyanto 2011). Curah hujan dapat dijadikan sebagai pengendali utama secara spasial maupun temporal dalam variabilitas neraca air. Terdapat tiga variabel utama dalam analisis curah hujan yaitu ketebalan hujan, durasi hujan dan distribusi hujan (Soekarno 2005). Intensitas hujan adalah kedalaman hujan persatuan waktu (mm/jam). Hubungan antara curah hujan dan intensitas hujan terdapat pada sifat umum hujan yaitu apabila hujan berlangsung singkat maka intensitas hujan akan meningkat (Handayani et al. 2007). Intensitas hujan dibedakan menjadi 3 yaitu: intensitas hujan rendah <13 mm/jam, intensitas hujan tinggi antara 13-38 mm/jam, intensitas hujan lebat >38 mm/jam (BMKG 2011).
3
2.4 Uji Mann-Kendall Uji Mann-Kendall merupakan uji statistika nonparametrik yang pertama kali diperkenalkan oleh Mann (1945), dan digunakan untuk menguji tren. Kendall (1975) menggunakan uji ini untuk pendistribusian data statistik (Lettenmaier et al. 1994). Uji Mann-Kendall secara umum banyak digunakan untuk mendeteksi tren dalam seri waktu misalnya untuk fluktuasi yang terjadi di alam (Nugroho 2009). Selain itu uji MannKendall dapat juga digunakan untuk menganalisis tren hidrometeologi ataupun variabilitas iklim (Turgay 2006). Kelebihan uji Man-Kendall tersebut adalah uji tren yang sederhana dan data tidak harus menyebar secara normal (Nugroho 2009). Selain itu uji Mann-Kendall juga digunakan untuk menganalisis signifikansi untuk semua tren secara statistik (Aldrian 2008). 2.5 Curah Hujan Wilayah Curah hujan wilayah adalah rata-rata curah hujan di seluruh daerah pengamatan, bukan curah hujan dari 1 titik pengamatan. Satu titik pengukuran curah hujan tidak dapat mewakili volume curah hujan yang jatuh pada suatu tempat. Cara perhitungan curah hujan wilayah dari pengamatan hujan di beberapa titik dibagi menjadi 5 yaitu cara rata-rata Aljabar, cara poligon Thiessen, cara garis isohiet, cara garis potongan antara dan cara dalam-elevasi (Sosrodarsono dan Takeda 2003). 2.6 Koefisien Limpasan Koefisien limpasan adalah rasio debit aliran dengan curah hujan (Indriatmoko 2010). Nilai koefisien limpasan akan semakin kecil apabila air yang menjadi limpasan juga kecil, begitu sebaliknya jika koefisiean limpasan besar maka jumlah aliran air juga akan semakin besar. Koefisien limpasan berpengaruh terhadap besarnya air yang akan melewati sungai (Kristijatno 2008).
Faktor yang dapat mempengaruhi besarnya nilai koefisien limpasan adalah faktor penggunaan lahan dan perbedaan bentuk penggunaan lahan. Suatu wilayah yang mengalami perubahan lahan, maka nilai koefisien limpasannya juga akan berubah (Indriatmoko 2010). 2.7 Kondisi Umum Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa dengan panjang 600 Km. DAS Bengawan Solo berada di dua provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah (26,1%) dan Provinsi Jawa Timur (27,5%), DAS Bengawan Solo juga memiliki tiga subDAS yang terdiri dari subDAS Bengawan Solo hulu, subDAS Kali Madiun dan subDAS Bengawan Solo hilir. Sumber aliran DAS Bengawan Solo hulu dan kali Madiun yaitu dari Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Gunung Lawu. Wilayah Sungai Bengawan Solo merupakan daerah yang beriklim tropis dengan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober dan musim hujan terjadi pada bulan November sampai April dengan kelembaban rata-rata 80%, suhu bulanan ratarata 26,70C, lama penyinaran bulanan ratarata 6,3 jam dan kecepatan angin bulanan 1,2 m/s (DPU 2008). Periode tahun 1998-2005 Terjadi penurunan luas hutan di wilayah Sungai Bengawan Solo sebesar 23% menjadi 18%. Hal tersebut disebabkan oleh penebangan liar dan konversi lahan (Sutadi 2008). Total lahan kritis di DAS Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat kritis kurang lebih 11.398 Km2 akibat proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi. Luas lahan kritis terbesar terdapat di Kab. Wonogiri (Jawa Tengah) seluas 128.662 ha, Kab. Pacitan seluas 129.598 ha dan Kab. Bojonegoro seluas 172.261 ha (Jawa Timur). Peta DAS Bengawan Solo dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1 Peta DAS Bengawan Solo III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Hidrometeorologi Departemen Geofisika dan Meterologi pada bulan Februari sampai September 2012. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi oleh microsoft word 2007 dan microsoft excel 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (i) data curah hujan DAS Bengawan Solo tahun 1980-2006, (ii) data debit DAS Bengawan Solo tahun 1980-2010. Data diperoleh dari PUSAIR Bandung. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap pemilihan stasiun curah hujan, (2) perhitungan curah hujan wilayah, (3) perhitungan koefisien limpasan, (4) pembagian periode analisis tren curah hujan dan debit DAS Bengawan Solo dan (5) analisis tren curah hujan dan debit DAS Bengawan Solo.
3.3.1 Pemilihan stasiun curah hujan Pemilihan stasiun curah hujan berdasarkan ketersediaan dan kelengkapan data pada stasiun curah hujan di DAS Bengawan Solo. Berdasarkan ketersediaan data yang mewakili daerah sepanjang DAS Bengawan Solo terpilih 12 stasiun curah hujan (Tabel 1). 3.3.2 Perhitungan Curah Hujan Wilayah Perhitungan hujan wilayah dilakukan menggunakan metode Poligon Thiessen: ∑ ................................. (1) R= ∑ Keterangan: R = Curah hujan rata-rata (mm) Ri = Curah hujan pada pos yang diamati (mm) Ai = luas yang dibatasi garis polygon (Km2). 3.3.3 Perhitungan Koefisien Limpasan Perhitungan koefisien limpasan dapat menggunakan rumus : Rc = ....................................... (2) Keterangan: Rc = Koefisien limpasan Q = Debit aliran sungai (mm) R = Curah hujan (mm)
5
Tabel 1 Stasiun curah hujan pewakil di DAS Bengawan Solo No Nama Stasiun Ketersediaan Data 1 Gondangwinangun 1975-2006 2 Wonogiri 1975-2009 3 Mojosragen 1975-2010 4 Jabung 1979-2006 5 Kebonharjo 1981-2006 6 Soko 1981-2006 7 Jatiblimbing 1982-2010 8 Karangnongko 1979-2010 9 Tretes 1979-2010 10 Tawangmangu 1975-2010 11 Bluluk 1980-2006 12 Purwantoro 1975-2006 3.3.4 Periode Analisis Tren Curah Hujan dan Debit DAS Bengawan Solo Periode analisis tren curah hujan dan debit DAS Bengawan Solo dibagi menjadi 3 yaitu periode tahun 1980-2010 (sebelum dan setelah reformasi), periode tahun 1980-1998 (sebelum reformasi), dan periode tahun 19982010 (setelah reformasi). 3.3.5 Analisis Tren Curah Hujan dan debit Sungai Pengujian tren curah hujan dan debit pada penelitian ini menggunakan uji MannKendall. Metode pengujian tren yang pernah dilakukan yaitu tren curah hujan di DAS Brantas Jawa Timur yang dilakukan oleh Aldrian dan Djamil (2008), tren debit di bagian hulu sungai-sungai di Pulau Jawa oleh Nugroho (2009) dan tren iklim dan ketersediaan air oleh Taufik di Palembang (2010). Dalam statistik uji tren Mann-Kendall dapat dihitung: ∑
∑
................ (3)
dengan xj dan xi adalah nilai data urut ke j dan i, dan sgn(xj-xi) adalah fungsi dari: 1 0 xj-xi) = 0 0 ....................... (4) 1 0 Sgn (xj-xi ) merupakan fungsi sign yang nilainya 1, 0 atau -1 dan nilai tersebut tergantung dari (xj-xi) yang positif, nol atau negatif (Lettenmaier 1993). Uji tren Mann-
Data kosong 1990, 1991, 2003, 2004 2003, 2004 2007, 2010 2007, 2010 2007, 2010 2005, 2007, 2008, 2009, 2010 -
Kendall mempunyai dua parameter yang penting dalam pendeteksian kecenderungan. Significance level yang menandai kekuatan tren dan slope menandai arah tren tersebut. Distribusi nilai S dapat menggunakan pendekatan distribusi normal untuk ukuran sampel yang besar n dengan mean dan varian (Hamed 1997). Ragam untuk Mann-Kendall test adalah: ...................... (5) pengujian hipotesis menggunakan uji Z dimana pada uji tersebut bila |Z| >Zα/2 maka terdapat tren untuk data yang di uji (Xu et al. 2002). ; S 0 0 ; S 0 ....................... (6) S ;S 0 nilai Z merupakan nilai standar sebaran normal dan α adalah tingkat kepercayaan. Penelitian ini tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%, dengan nilai signifikan Z dan 5%. Tingkat signifikan ditentukan dari nilai Z dan nilai α, bila nilai Z positif maka terjadi pergerakan kenaikan curah hujan atau debit sebaliknya bila nilai Z negatif telah terjadi penurunan curah hujan atau debit yang kuat dan jika Abs (Z) > 1,96 nilai tren akan signifikan (Nugroho 2009). Prediktor iklim dan hidrologi DAS Bengawan solo disajikan pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Prediktor iklim dan hidrologi yang digunakan untuk analisis tren Jenis Prediktor Simbol Unit Keterangan Curah hujan tahunan RannWil mm Jumlah curah hujan harian dalam suatu wilayah wilayah dalam satu tahun RannSt Curah hujan tahunan mm Jumlah curah hujan harian di suatu stasiun curah setiap stasiun curah hujan dalam satu tahun hujan Curah hujan maksimum RmaxWil mm Curah hujan maksimum harian pada tahun dan harian wilayah wilayah tertentu RmaxSt Curah hujan maksimum mm Curah hujan maksimum harian pada tahun dan harian stasiun curah stasiun curah hujan tertentu hujan Curah hujan bulanan RmWil mm Rata-rata curah hujan bulanan wilayah selama rata-rata wilayah tahun pengamatan RmSt Curah hujan bulanan mm Rata-rata curah hujan bulanan stasiun curah hujan rata-rata stasiun curah selama tahun pengamatan hujan Curah hujan ektrim RWil50mm mm Curah hujan harian > 50 mm pada suatu wilayah wilayah mm Curah hujan harian > 50 mm pada suatu stasiun Curah hujan ekstrim RSt50mm curah hujan stasiun curah hujan Frekwensi hari hujan HHWil Hari Jumlah hari hujan dalam satu tahun wilayah Hari Jumlah hari hujan dalam satu tahun pada stasiun Frekwensi hari hujan HHSt curah hujan stasiun curah hujan 3 Debit maksimum Qmax m /s Debit maksimum harian dalam satu tahun tahunan m3/s Rata-rata debit harian dalam satu tahun Debit tahunan Qann Debit minimum Qmin m3/s Debit minimum harian dalam satu tahun tahunan m3/s Rata-rata debit harian dalam bulan tertentu Rata-rata debit bulanan Qav IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tren Curah Hujan di DAS Bengawan Solo Hasil analisis data selama 27 tahun yaitu periode 1980-2006 curah hujan tahunan di DAS Bengawan Solo menunjukan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 2686 mm, sedangkan curah hujan terrendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 1387 mm (Lampiran 1). Rata-rata curah hujan bulanan wilayah tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 332 mm dan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan September sebesar 15 mm. Debit rata-rata tahunan pada DAS Bengawan Solo berkisar 279,42 m3/s – 609,80 m3/s dengan debit tertinggi terjadi pada tahun 2005 dan debit rata-rata tahunan terkecil terjadi pada tahun 1997. Debit mak-
simum terjadi pada tahun 1982 sebesar 2207 m3/s dan debit minimum sebesar 1202 m3/s pada tahun 1981 (Lampiran 2). Hubungan curah hujan dan debit DAS Bengawan Solo selama tahun pengamatan tidak selalu menunjukkan hubungan yang linear karena curah hujan yang kecil dapat menyebabkan debit sungai yang tinggi misalnya pada tahun 2000 sampai 2006 (Gambar 2). Terdapat jeda waktu (time-lag) satu bulan antara curah hujan maksimum atau minimum untuk menghasilkan debit maksimum maupun minimum (Gambar 3). Frekwensi hari hujan untuk 12 stasiun curah hujan DAS Bengawan Solo terbanyak terdapat pada Stasiun Tawangmangu dengan hasil 156 hari dan frekwensi hari hujan terkecil terjadi pada stasiun Karangnongko dengan rata-rata hari hujan 71 hari. Frek-
7
sering mengalami hujan ekstrim sedangkan Stasiun Jabung yang memiliki frekwensi hari hujan kecil lebih sering mengalami hujan ekstrim (Tabel 3).
wensi hujan ekstrim sering terjadi di Stasiun Gondangwinangun dengan jumlah hari hujan ekstrim rata-rata 15 hari selama tahun pengamatan. Meskipun Tawangmangu memiliki frekwensi hari hujan terbanyak tetapi tidak
0 1050 500 900 1000
1500
600
2000
450
300
2500
150
3000
0
3500
Curah hujan (mm)
Debit sungai (m 3/s)
750
1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006
Gambar 2 Curah hujan wilayah (■) dan debit sungai (─) DAS Bengawan Solo periode 1980 2006 0
1000 900
50
800 100
600
150
500 200
400 300
Curah hujan (mm)
Debit (m 3/s)
700
250
200 300
100 0
350 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nop
Des
Gambar 3 Rata-rata curah hujan wilayah (■) dan rata-rata debit (●) bulanan periode 1980-2006 DAS Bengawan Solo
8
Tabel 3 Frekwensi hari hujan dan hujan ekstrim 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo jumlah hari Hujan Stasiun hujan Ekstrim Tretes Jabung Karangnongko Jatiblimbing Soko Kebonharjo Wonogiri Mojosragen Gondangwinangun Tawangmangu Purwantoro Bluluk
101 77 71 101 83 75 93 110 122 156 109 76
9 12 5 9 11 6 10 7 15 5 9 7
Tabel 4 Prediktor curah hujan wilayah yang menunjukan tren (α = 5%) Semua periode Sebelum era reformasi Setelah era reformasi Prediktor N NT T N NT T N NT T RannWil √ √ √ RmaxWil √ √ √ Rwil50mm √ √ √ HHWil √ √ √ keterangan : Naik (N), Tidak ada tren (NT), Turun (T) Hasil pengujian tren prediktor curah hujan yang dilakukan menunjukkan sebelum era reformasi curah hujan tahunan wilayah tidak mengalami tren naik ataupun tren turun secara signifikan sedangkan setelah era reformasi terjadi tren curah hujan tahunan wilayah yang positif serta sigifikan dengan nilai α = 5%. Curah hujan maksimum harian wilayah sebelum era reformasi terjadi tren curah hujan maksimum wilayah yang positif serta signifikan, sedangkan setelah era reformasi sebaliknya tren curah hujan maksimum wilayah menunjukan tren negatif dan signifkan. Frekwensi hari hujan wilayah sebelum era reformasi tidak ada tren negatif atau positif yang signifikan, tetapi setelah era reformasi frekwensi hari hujan wilayah mengalami tren negatif serta signifikan, sedangkan untuk curah hujan ekstrim tidak menunjukkan tren yang positif ataupun negatif yang signifikan pada periode sebelum dan setelah terjadi penurunan luas hutan di DAS Bengawan Solo, sehingga
secara keseluruhan prediktor curah hujan mengalami tren yang turun setelah era reformasi (Tabel 4). 4.2 Tren Debit Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Analisis debit DAS Bengawan Solo menggunakan uji Mann-Kendall dengan selang kepercayaan 95%. Prediktor tren yang dianalisis terdiri dari tren debit tahunan, tren debit maksimum dan tren debit minimum. Pada periode 1980-2010 diperoleh tren debit tahunan rata-rata yang menunjukkan tren yang positif serta signifikan, artinya telah terjadi kenaikan debit di DAS Bengawan Solo selama selang waktu 31 tahun. Tren debit maksimum dan tren debit minimum selama periode 1980-2010 tidak menunjukan tren positif maupun tren negatif yang signifikan dengan selang kepercayaan 95%. Periode sebelum era reformasi terjadi tren negatif dan signifikan untuk debit
9
tren positif dan signifikan pada tahun 19982010. Debit maksimum tidak menunjukan tren positif maupun negatif yang signifikan pada periode sebelum dan setelah era reformasi (Gambar 4).
minimum dan pada era reformasi tren debit minimum tidak menunjukan tren yang positif maupun negatif yang signifikan. Debit tahunan rata-rata mengalami tren yang positif tetapi tidak signifikan pada periode tahun 1980-1998, tetapi mengalami (1)
210 180
180
150
150
120 90
120 90
60
60
30
30
0
0 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998
B
3500
1998
2006
2008
2010
2500
2000
debit (m3/s)
debit (m3/s)
2004
3000
1500
1000
2000
1500
1000
500
500
0
0 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998
1998
(1)
750
750
600
600
450
2000
2002
2004
2006
2008
2010
(2)
900
debit (m3/s)
debit (m3/s)
2002
3500
2500
900
2000
(2)
(1) (c)
3000
C
(2)
210
debit (m3/s)
Debit (m3/s)
A
450
300
300
150
150 0
0 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Gambar 4 Tren debit minimum (A), tren debit maksimum (B) dan tren debit tahunan rata-rata (C) sebelum (1) dan setelah (2) era reformasi
10
mengalami tren yang negatif serta signifikan yaitu stasiun curah hujan Karangnongko. Dari 12 stasiun curah hujan 8 stasiun mengalami tren yang negatif secara signifikan setelah era reformasi, sedangkan stasiun curah hujan yang tidak mengalami tren positif maupun negatif secara signifikan adalah stasiun curah hujan Kebonharjo, Tawangmangu, Tretes dan Wonogiri (Tabel 6). Untuk periode 1980-2010 stasiun curah hujan yang menunjukkan tren yang negatif serta signifikan diantaranya stasiun curah hujan Bluluk, Jabung, Jatiblimbing, Karangnongko, Soko, Tawangmangu dan Tretes.
4.3 Tren Curah Hujan Untuk 12 Stasiun Curah Hujan DAS Bengawan Solo a. Prediktor curah hujan tahunan Periode tahun 1980-2010 setiap stasiun curah hujan menunjukkan tren yang berbeda-beda, untuk stasiun curah hujan Bluluk, Karangnongko, Mojosragen, Purwantoro, Soko, Tawangmangu, Tretes dan Wonogiri menunjukkan tren yang negatif dan signifikan, sedangkan untuk stasiun curah hujan Gondangwinangun, Jatiblimbing, Jabung dan Kebonharjo tidak menunjukkan tren yang positif maupun tren yang negatif secara signifikan. Pada periode sebelum era reformasi 1980-1998 sebagian stasiun curah hujan tidak mengalami tren negatif signifikan seperti Stasiun curah hujan Bluluk, Gondangwinangun, Kebonharjo, Purwantoro, Soko, Tawangmangu, Tretes dan Wonogiri. Periode tahun 1998-2010 ke-12 stasiun curah hujan mengalami tren yang negatif serta signifikan. (Tabel 5).
c. Prediktor curah hujan ekstrim Periode 1980-2010 stasiun curah hujan yang menunjukkan tidak ada tren yang positif maupun tren negatif yang signifikan terjadi pada 5 stasiun curah hujan yang diamati pada yaitu stasiun curah hujan Gondangwinangun, Jatiblimbing, Kebonharjo, Soko dan Tretes, dan 7 stasiun lainnya yaitu Bluluk, Karangnongko, Mojosragen dan dan Tawangmangu mengalami tren yang negatif serta signifikan.
b. Prediktor curah hujan maksimum harian Periode sebelum era reformasi stasiun yang mengalami tren positif maupun tren negatif yang signifikan dengan selang kepercayaan 95% yaitu stasiun curah hujan Mojosragen dan 1 stasiun curah hujan yang
Tabel 5 Curah hujan tahunan yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo Semua era Sebelum reformasi Setelah reformasi Stasiun N NT T N NT T N NT T Bluluk √ √ √ Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
√
√
√
√ √
√ √
√
√
√ √ √ √ √ √ √
√
* Keterangan : Naik (N), Tidak ada tren (NT), Turun (T)
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11
Tabel 6 Curah hujan maksimum harian yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo Semua era Sebelum reformasi Setelah reformasi Stasiun N NT T N NT T N NT T Bluluk √ √ √ Gondangwinangun √ √ √ Jabung √ √ √ Jatiblimbing √ √ √ Karangnongko √ √ √ Kebonharjo √ √ √ Mojosragen √ √ √ Purwantoro √ √ √ Soko √ √ √ Tawangmangu √ √ √ Tretes Wonogiri
√
√
√
√
√ √
* Keterangan : Naik (N), Tidak ada tren (NT), Turun (T) Pada periode sebelum reformasi 19801998 terdapat tren yang positif serta signifikan untuk stasiun curah hujan Jatiblimbing, Mojosragen, Tawangmangu dan Tretes dan hanya stasiun curah hujan Karangnongko yang mengalami tren negatif serta signifikan dengan selang kepercayaan 95%. Setelah era reformasi stasiun curah hujan Bluluk, Gondangwinangun, Jabung, Jatiblim-bing, Karangnongko, Kebonharjo, Mojo-sragen, Purwantoro mengalami tren yang negatif serta signifikan, sedangkan stasiun curah hujan Soko, Tawangmangu, Tretes dan Wonogiri mengalami tren yang tidak signifikan untuk periode 1998-2010, secara keseluruhan untuk prediktor curah hujan ekstrim hampir semua stasiun curah hujan mengalami tren yang negatif dan signifikan setelah era reformasi (Lampiran 3). d. Prediktor frekwensi hari hujan Periode 1980-2010 terdapat 7 dari 12 stasiun curah hujan yang menunjukkan tren yang negatif serta signifian yaitu stasiun curah hujan Bluluk, Karangnongko, Kebonharjo, Mojosragen, Purwantoro, Soko, Tawangmangu, Tretes dan wonogiri, sedangkan untuk stasiun curah hujan Gondangwinangun, Jabung dan Jatiblimbing tidak mengalami tren yang positif maupun yang
negatif secara signifikan dengan selang kepercayaan 95%. Pada era sebelum era reformasi stasiun curah hujan yang mengalami tren positif serta signifikan dengan selang kepercayaan 95% adalah stasiun curah hujan Jatiblimbing sedangkan stasiun curah hujan yang mengalami tren negatif serta signifikan adalah stasiun curah hujan Karangnongko, Kebonharjo dan Soko. Terdapat 4 dari 12 Stasiun curah hujan pada era setelah reformasi yang mengalami tren yang negatif secara signifikan selang kepercayaan 95% (Lampiran 4). 4.4 Koefisien Limpasan Koefisien limpasan di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo berkisar 0,4-0,81 (Lampiran 5). Nilai koefisien limpasan terbesar terjadi pada tahun 2005 dan koefisien limpasan terkecil terjadi pada tahun 1981. Koefisien limpasan terus meningkat sejak tahun tahun 2000-2006 hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. Hubungan curah hujan, debit dan koefisien limpasan setelah era reformasi 1998-2010 menunjukkan curah hujan yang menurun berdampak terhadap debit yang meningkat karena daerah resapan yang berkurang sehingga koefisien limpasan juga akan meningkat, hal ini juga memperkuat penelitian Susilowati (2006) mengenai hubungan perubahan tata guna lahan dan koefisien limpasan yang positif.
12
Koefisien Limpasan [-]
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Gambar 5 Tren Koefisien Limpasan DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Analisis tren jangka panjang dari data curah hujan dan debit DAS Bengawan Solo 1980-2010 (era sebelum dan setelah reformasi) menghasilkan: 1. Terdapat perubahan secara signifikan pada penurunan curah hujan wilayah dan kenaikan debit. Semua prediktor curah hujan yaitu curah hujan tahunan, curah hujan maksimum harian, dan frekwensi hari hujan mengalami perubahan yang signifikan kecuali curah hujan ekstrim yang tidak megalami perubahan secara signifikan. 2. Hampir seluruh 12 stasiun curah hujan mengalami penurunan secara signifikan setelah era reformasi. 3. Nilai koefisien limpasan tidak mengalami perubahan yang signifikan sebelum ataupun setelah era reformasi. 5.2 Saran Penentuan tren curah hujan maupun debit dibutuhkan kelengkapan data dan parameter lain misalnya suhu serta faktor fisik yang mempengaruhi curah hujan dan debit agar analisis tren yang dihasilkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Aldrian E, Djamil Y. S. 2008. Spatiotemporal Climatic Change of Rainfall in East Java Indonesia. Int. J. Climatol. 28: 435-448. BMKG. 2011. Analisis Hujan Bulan Januari 2011 dan Prakiraan Hujan Bulan
Maret, April, dan Mei 2011 Provinsi DKI Jakarta. Terhubung berkala (http://jakarta.litbang.deptan.go.id) [16 Juli 2012] Burn DH, Elnur MAH. 2001. Detection Of Hydrologic Trends And Variability. J Hydrol 255:107-122 Coulibaly P, Burn DH. 2004. Wavelet Analysis Of Variability In Annual Canadian Streamflows. Water Resources Res 40 : 1-14 [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Profil Balai besar Wilayah Sungai Bengawan Solo [terhubung berkala] (http://www.pu.go.id)[ 1 April 2012]. Darghouth S, Ward C, Gambarelli G, Styger E, Roux J. 2008. Watershed Management Approaches, Policies, and Operations: Lessons For Scaling Up. Water Sector Board Discussion Paper Series. Endriyanto, Ihsan F. 2011. Teknik Pengamatan Curah Hujan Di Stasiun Klimatologi Kebon Percobaan Cukurgondang, Pasuruan. Bul Teknik Pertan 16: 61-63. Hamed KH. 1997. A Modified MannKendall Trend Test For Autocorrelated Data. J Hydrol 204: 182196. Handayani YL, Hendri A, Suherly H. 2007. Pemilihan Metode Intensitas Hujan Yang Sesuai Dengan Karakteristik Stasiun Pekanbaru. J. Teknik Sipil 8: 1-15. Indriatmoko RH. 2010. Penerapan Prinsip Kebijakan Zero Delta Q Dalam Pembangunan Wilayah. J Air Indonesia 6 (3): 77-83. [Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan 2008. Ter-
13
hubung berkala (www.dephut.go.id) [12 juni 2012]. Kristijatno C. 2008. Analisis Pengendalian Dan Perbaikan Sungai Kritis Haekto (Benenain) di Pulau Timor. Teknologi Sumber Daya Air 5 (3): 45-58. Lettenmaier DP, Wood EF, Wallis JR. 1993. Hydro-Climatological Trends in The Continental United States, 19481988. J. Climate 7: 586-607. Mustopa. 2011. Pengertian Seputar Daerah Aliran Sungai. Terhubung berkala (www.bpdassolo.net) [12 Juni 2012]. Nugroho PS. 2009. Perubahan Watak Hidrologi Sungai-sungai Bagian Hulu di Jawa. J. Air Indonesia 5 (2): 112118. Pawitan H, Haryani GS. 2011. Konsep Pendidikan Pasca Sarjana Dan Kebutuhan Ekohidrologi Di Indonesia. Prosidin Simposium Nasional Ekohidrologi; Jakarta, 24 Maret 2011. Hlm 45-60. Potter R, Beimes F, Krause P. 2001. The Importance Of Watershed Management In Protecting Ontario Drinking Water Supplies. Conservation Ontario. Rahayuningsih SK. 2008. Manfaatkan dan Selamatkan Air “Si Emas Biru, permata Dunia”. Warta Oseanografi 22: 13-19. Soekarno I, Rohmat D. 2005. Perbandingan Metoda Formulasi Intensitas Hujan Untuk Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai. J Geografi 5: 1-9 Soekarno I, Rohmat D. 2006. Kajian Koefisiean Limpasan Hujan Cekungan Kecil Berdasarkan Model Infiltrasi Empirik untuk DAS Bagian Hulu (Kasus pada Cekungan Kecil Cikumutuk DAS Cimanuk Hulu). J Teknik Sipil 13 (1): 23-32 Sosrodarsono S, Takeda K, editor. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita. Susilowati. 2006. Analisis Perubahan Tata Guna Lahan dan Koefisien Limpasan Terhadap Debit Drainase Perkotaan. Media Teknik Sipil: 27-34 Sutadi G. 2008. Profil Wilayah: DAS Bengawan Solo. Buletin Tata Ruang: Penataan Ruang dan Pemanasan Global Edisi Januari-Februari 2008:8-18.
Taufik M. 2010. Analisis Tren Iklim dan Ketersediaan Air. J. Agromet 24 (1): 42-49. Turgay P, Ercan K . 2006. Trend analysis Turkish Precipitation Data. Hydrol Process 20: 2011-2026. Xu Y, Tirus R, Holness SD, Zhang J, Tonder GJV. 2002. A hydrogeomorphological Approach To Quantification Of Groundwater Discharge To Streams In South Africa. J hydrol: 312-329.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Curah hujan bulanan DAS Bengawan Solo periode 1980-2006 Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Januari 283 318 310 323 439 383 379 368 410 284 385 296 299 409 400 376 235 322 283 395 370 338 318 246 327 243 223
Februari 331 265 307 295 361 349 340 307 235 302 235 269 291 209 261 377 375 273 398 310 221 302 241 331 255 239 351
Maret 206 268 257 272 274 345 356 233 281 193 181 162 261 242 446 327 212 171 373 344 316 384 236 206 352 248 193
April 214 147 240 230 217 203 241 95 117 197 179 259 231 225 159 234 131 156 267 239 278 173 155 59 95 197 164
Mei 40 130 17 236 98 86 44 69 129 134 113 36 120 58 20 111 49 63 101 87 147 83 35 75 144 43 224
Juni 38 99 13 13 27 99 163 30 52 198 50 5 42 103 0 171 31 16 148 15 79 132 39 13 43 111 3
Juli 95 99 6 5 32 52 75 11 20 117 74 0 25 15 0 42 29 5 145 45 13 45 24 20 48 42 1
Agustus 20 16 0 8 36 21 15 0 22 26 10 0 78 4 0 0 62 1 15 17 17 5 5 5 1 15 0
September 26 88 2 10 168 44 88 6 6 2 16 2 70 16 0 12 32 0 74 4 41 26 7 6 2 21 0
Oktober 97 66 5 167 128 124 109 8 173 75 29 11 191 40 13 122 141 8 246 224 220 193 3 67 11 100 2
November 264 202 53 345 193 216 240 201 205 126 74 272 233 230 131 361 260 83 338 354 306 212 155 190 169 101 52
Desember 265 229 265 252 302 214 238 299 277 192 335 285 334 244 257 220 326 329 301 317 147 189 251 171 221 307 335
Total 1878 1926 1476 2157 2275 2137 2288 1627 1926 1845 1683 1597 2176 1795 1687 2354 1882 1426 2689 2351 2154 2081 1470 1390 1668 1666 1548 15
16
Lampiran 2 Rata-rata debit tahunan dan debit maksimum DAS Bengawan Solo periode 1980- 2006 Tahun
Debit rata-rata
Debit maksimum
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
328.84 346.85 423.26 453.33 535.49 418.19 450.70 347.11 323.93 309.89 410.93 359.72 466.69 386.47 355.02 462.66 357.18 279.43 556.66 395.75 365.95 394.89 479.40 307.88 569.37 609.80 465.02
1588 1202 2207 1411 2154 1669 1853 1845 1601 1433 1570 1573 1442 1775 2054 1642 1470 1639 1748 1701 1334 1641 1583 1479.9 1702 1473 1901.74
17
Lampiran 3 Curah hujan ekstrim yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo Semua era Sebelum reformasi Setelah reformasi Stasiun N NT T N NT T N NT T Bluluk √ √ √ Gondangwinangun √ √ √ Jabung √ √ √ Jatiblimbing √ √ √ Karangnongko √ √ √ Kebonharjo √ √ √ Mojosragen √ √ √ Purwantoro √ √ √ Soko √ √ √ Tawangmangu √ √ √ Tretes √ √ √ Wonogiri √ √ √
18
Lampiran 4 Frekwensi hari hujan yang menunjukan tren (α = 5%) pada 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo Semua era sebelum reformasi setelah reformasi Stasiun N NT T N NT T N NT T Bluluk √ √ √ Gondangwinangun √ √ √ Jabung √ √ √ Jatiblimbing √ √ √ Karangnongko √ √ √ Kebonharjo √ √ √ Mojosragen √ √ √ Purwantoro √ √ √ Soko √ √ √ Tawangmangu √ √ √ Tretes √ √ √ Wonogiri √ √ √
19
Lampiran 5 Koefisien limpasan DAS Bengawan Solo 1980-2006 Tahun
Rt
Qt(mm)
Rc
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1878 1922 1475 2150 2274 2134 2287 1625 1926 1841 1679 1595 2176 1793 1687 2351 1882 1424 2686 2348 2154 2078 1469 1387 1668 1665 1541
729,9 769,9 939,5 1006,2 1188,6 928,2 1000,4 770,4 638,6 687,8 912,1 798,4 1035,8 857,8 788,0 1026,9 792,8 616,8 1235,5 878,4 812,3 876,5 1064,1 683,4 1263,8 1353,5 1032,1
39% 40% 64% 47% 52% 43% 44% 47% 33% 37% 54% 50% 48% 48% 47% 44% 42% 43% 46% 37% 38% 42% 72% 49% 76% 81% 67%
20
Lampiran 6 Uji tren prediktor curah wilayah dan debit sungai semua era (1980-2010) Prediktor RannWil RmaxWil HHwil Rwil50mm Qav Qmax Qmin
From
To
n
s
Z
Fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
31 31 31 31 31 31 31
-166 -80 -152 -5 172 40 87
-2,82 -1,36 -2,58 -0,08 2,92 0,68 1,48
1,00 0,91 1,00 0,53 1,00 0,75 0,93
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg but NS Neg and YS Neg but NS Pos and YS Pos but NS Pos but NS
21
Lampiran 7 Uji tren curah hujan wilayah dan debit sungai sebelum era reformasi (1980-1998) Prediktor RannWil RmaxWil HHwil Rwil50mm Qav Qmax Qmin
From
To
n
s
Z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
19 19 19 19 19 19 19
0 50 -15 17 2 0 -52
0 1,75 -0,52 0,59 0,07 0,00 -1,82
0,5 0,96 0,70 0,72 0,53 0,50 0,97
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
NT Pos and YS Neg but NS Pos but NS Pos but NS NT Neg and YS
22
Lampiran 8 Uji tren curah hujan wilayah dan debit sungai setelah era reformasi (1998-2010) Prediktor RannWil RmaxWil HHwil Rwil50mm Qav Qmax Qmin
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
13 13 13 13 13 13 13
-59 -45 -55 -5 43 15 24
-3,60 -2,75 -3,36 -0,31 2,62 0,92 1,46
1,00 1,00 1,00 0,62 1,00 0,82 0,93
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Pos and YS Pos but NS Pos but NS
23
Lampiran 9 Uji tren curah hujan tahunan pada 12 stasiun curah hujan pewakil semua era (1980-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31
-154 -62 -71 -61 -234 -35 -128 -188 -125 -142 -145 -142
-2,62 -1,05 -1,21 -1,04 -3,98 -0,59 -2,18 -3,20 -2,12 -2,41 -2,46 -2,41
1,00 0,85 0,89 0,85 1,00 0,72 0,99 1,00 0,98 0,99 0,99 0,99
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg but NS Neg but NS Neg but NS Neg and YS Neg but NS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS
24
Lampiran 10 Uji tren curah hujan tahunan pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1980-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
-14 14 51 83 -72 25 54 -10 -9 6 25 30
-0,49 0,49 1,78 2,90 -2,52 0,87 1,89 -0,35 -0,31 0,21 0,87 1,05
0,69 0,69 0,96 1,00 0,99 0,81 0,97 0,64 0,62 0,58 0,81 0,85
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg but NS Pos but NS Pos and YS Pos and YS Neg and YS Pos but NS Pos and YS Neg but NS Neg but NS Pos but NS Pos but NS Pos but NS
25
Lampiran 11 Uji tren curah hujan tahunan pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998-2010) Prediktor
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
-43 -43 -57 -55 -55 -51 -63 -49 -49 -47 -49 -49
-2,623 -2,623 -3,478 -3,355 -3,355 -3,111 -3,844 -2,989 -2,989 -2,867 -2,989 -2,989
0,996 0,996 1,000 1,000 1,000 0,999 1,000 0,999 0,999 0,998 0,999 0,999
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS
26
Lampiran 12 Uji tren hari hujan pada 12 stasiun curah hujan pewakil semua era (1980-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31
-112 -91 -93 -49 -188 -117 -230 -190 -232 -161 -184 -190
-1,90 -1,55 -1,58 -0,83 -3,20 -1,99 -3,91 -3,23 -3,94 -2,74 -3,13 -3,23
0,97 0,94 0,94 0,80 1,00 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg but NS Neg but NS Neg but NS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS
27
Lampiran 13 Uji tren hari hujan pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1998-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
28 17 26 58 -64 -60 -43 -10 -58 -5 10 24
0,98 0,59 0,91 2,03 -2,24 -2,10 -1,50 -0,35 -2,03 -0,17 0,35 0,84
0,84 0,72 0,82 0,98 0,99 0,98 0,93 0,64 0,98 0,57 0,64 0,80
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Pos but NS Pos but NS Pos but NS Pos and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Neg but NS Neg and YS Neg but NS Pos but NS Pos but NS
28
Lampiran 14 Uji tren hari hujan pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
-28 -54 -53 -50 -57 -42 -55 -53 1 -15 7 -8
-1,71 -3,29 -3,23 -3,05 -3,48 -2,56 -3,36 -3,23 0,06 -0,92 0,43 -0,49
0,96 1,00 1,00 1,00 1,00 0,99 1,00 1,00 0,52 0,82 0,67 0,69
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Pos but NS Neg but NS Pos but NS Neg but NS
29
Lampiran 15 Uji tren hujan ekstrim pada 12 stasiun curah hujan pewakil semua era (1980-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31
-157 -35 -172 -73 -290 22 -107 -117 -33 -150 -77 -145
-2,67 -0,59 -2,92 -1,24 -4,93 0,37 -1,82 -1,99 -0,56 -2,55 -1,31 -2,46
1,00 0,72 1,00 0,89 1,00 0,65 0,97 0,98 0,71 0,99 0,90 0,99
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg but NS Neg and YS Neg but NS Neg and YS Pos but NS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Neg and YS Neg but NS Neg and YS
30
Lampiran 16 Uji tren hujan ekstrim pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1980-1998) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
-4 -14 19 84 -92 38 74 9 53 15 55 30
-0,14 -0,49 0,66 2,94 -3,22 1,33 2,59 0,31 1,85 0,52 1,92 1,05
0,56 0,69 0,75 1,00 1,00 0,91 1,00 0,62 0,97 0,70 0,97 0,85
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg but NS Neg but NS Pos but NS Pos and YS Neg and YS Pos but NS Pos and YS Pos but NS Pos and YS Pos but NS Pos and YS Pos but NS
31
Lampiran 17 Uji tren hujan ekstrim pada 12 stasiun curah hujan pewaki setelah era reformasi (1998-2010) Prediktor Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
-57 -27 -50 -53 -36 -37 -64 -41 -18 -10 11 -10
-3,48 -1,65 -3,05 -3,23 -2,20 -2,26 -3,90 -2,50 -1,10 -0,61 0,67 -0,61
1,00 0,95 1,00 1,00 0,99 0,99 1,00 0,99 0,86 0,73 0,75 0,73
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Neg but NS Pos but NS Neg but NS
32
Lampiran 18 Uji tren curah hujan maksimum harian pada 12 stasiun curah hujan pewakil semua era (1980-2010) Prediktor
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
Bluluk Gondangwinangun Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31
-161 -59 -150 -156 -279 -65 -83 -49 -123 -104 -130 -87
-2,74 -1,00 -2,55 -2,65 -4,74 -1,10 -1,41 -0,83 -2,09 -1,77 -2,21 -1,48
1,00 0,84 0,99 1,00 1,00 0,87 0,92 0,80 0,98 0,96 0,99 0,93
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg but NS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Neg but NS Neg but NS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS
33
Lampiran 19 Uji tren curah hujan maksimum harian pada 12 stasiun curah hujan pewakil sebelum era reformasi (1980-1998) Prediktor Bluluk Gondang Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoro Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980 1980
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
-37 34 -30 5 -89 29 61 24 15 24 47 20
-1,29 1,19 -1,05 0,17 -3,11 1,01 2,13 0,84 0,52 0,84 1,64 0,70
0,90 0,88 0,85 0,57 1,00 0,84 0,98 0,80 0,70 0,80 0,95 0,76
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg but NS Pos but NS Neg but NS Pos but NS Neg and YS Pos but NS Pos and YS Pos but NS Pos but NS Pos but NS Pos but NS Pos but NS
34
Lampiran 20 Uji tren curah hujan maksimum harian pada 12 stasiun curah hujan pewakil setelah era reformasi (1998-2010) Prediktor Bluluk Gondang Jabung Jatiblimbing Karangnongko Kebonharjo Mojosragen Purwantoror Soko Tawangmangu Tretes Wonogiri
From
To
n
s
z
fz
SL
Trend
1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998
2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
-47 -34 -41 -55 -43 -25 -53 -34 -31 -11 16 -1
-2,87 -2,07 -2,50 -3,36 -2,62 -1,53 -3,23 -2,07 -1,89 -0,67 0,98 -0,06
1,00 0,98 0,99 1,00 1,00 0,94 1,00 0,98 0,97 0,75 0,84 0,52
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Neg and YS Neg and YS Neg and YS Neg but NS Pos but NS Neg but NS