Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
ANALISIS TINGKAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) PADA KONSULTAN PERENCANA DI KOTA SURABAYA Sylvia Nur Wahyuni1) dan Tri Joko Wahyu Adi2) 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya, 60264, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Manajemen Proyek, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Penerapan TQM merupakan suatu konsep perbaikan dalam rangka untuk mencapai kualitas yang terbaik, dengan mengimplementasikan TQM dalam perusahaan dapat meningkatkan produktifitas dan laba. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui tingkat penerapan yang terdapat pada perusahaan konsultan perencana untuk grade 2 dan grade 3 di Kota Surabaya, hal ini disebabkan karena konsultan Perencana dalam menghasilkan dokumen perencanaan banyak timbul permasalahan seperti pemborosan karena harus melakukan berbagai revisi dalam menghasilkan dokumen perencanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan TQM pada perusahaan konsultan perencana pada perusahaan grade 2 hanya sebesar 2,57 atau dalam tingkatan rendah, sedangkan hasil penelitian tingkat penerapan TQM pada perusahaan grade 3 memiliki nilai rata-rata sebesar 3,33 atau dalam tingkatan cukup tinggi. Kesimpulan akhir yang didapat dari penelitian ini adalah rendahnya penerapan TQM pada konsultan perencana di Kota Surabaya disebabkan karena faktor keterbatasan sumber daya seperti pergantian karyawan yang cukup sering serta keterbatasan dalam hal keuangan yang menyebabkan perusahaan cenderung untuk tidak melakukan investasi dalam peningkatan kemampuan karyawan menjadikan perusahaan cukup sulit untuk melakukan penerapan TQM. Kata kunci: Komitmen terhadap kualitas, Fokus pada pelanggan, Kerjasama tim, Cost of Quality, Pengawasan dan pengendalian, dan Perbaikan secara Berkesinambungan
PENDAHULUAN Perkembangan yang dinamis dalam dunia konstruksi saat ini telah berpengaruh pada level manajemen perusahaan, yang mana saat ini perusahaan mulai memberikan perhatian lebih terhadap optimasi manajemen yang telah dijalankan. Salah satu cara untuk mencapai optimasi manajemen yang paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan adalah Total Quality Management (TQM). Menurut Matoug (2011) TQM merupakan pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dari perusahaan. Konsep TQM banyak dikaitkan dengan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan peningkatan secara berkelanjutan (continous improvement). Konsep Total Quality Management (TQM) pertama kali dikembangkan pada tahun 1950-an (setelah berakhirnya Perang Dunia II) oleh seorang ilmuwan AS bernama Dr. W. Edwards Deming, dalam rangka memperbaiki mutu dari produk dan pelayanan yang dihasilkan oleh industri-industri di Amerika Serikat. Aplikasi TQM mulai diadopsi pada industri bisnis dan konstruksi di Jepang pada tahun 1970-an dan mulai diadopsi di Amerika pada tahun 1990-an. TQM sendiri sukses diadopsi pada industri manufaktur yang mana pada industri manufaktur untuk standar produk sudah jelas dan proses dilakukan berulang secara terus menerus, sedangkan pada industri konstruksi masih cukup sulit untuk dilakukan, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Nursetyo (2003) yang menemukan ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
bahwa sulitnya penerapan TQM pada industri kosntruksi disebabkan karena, para pelaku konstruksi sering menganggap TQM sebagai biaya tambahan, tetapi mereka tidak menyadari bahwa itu bukan kualitas yang menambah biaya, tetapi ketidaksesuaian terhadap kualitas tersebut yang menyebabkan biaya menjadi bertambah. Peningkatan Kualitas terutama pada konsultan perencana dapat dicapai jika kejelasan bidang yang dikerjakan, persyaratan dan spesifikasi merupakan prasyarat dalam proses pencapaian kualitas secara bersama. Menurut Deming (1996) dalam (Matoug, 2011) yang menyimpulkan bahwa konsep TQM tidak akan dapat diterapkan dengan baik pada perusahaan, jika pemimpin atau jajaran eksekutif perusahaan tidak ada komitmen untuk meningkatkan kualitas produknya, hal ini disebabkan karena pada jajaran pimpinan dan eksekutif perusahaan memiliki wewenang dalam membuat kebijakan serta dalam pengawasan kebijakan terutama yang bersifat untuk fokus pada peningkatan kualitas. Pendapat berbeda tentang konsep TQM disampaikan oleh F.W. Taylor dalam (Matoug, 2011), yang menekankan bahwa pentingnya tentang kejelasan scope pekerjaan untuk masing-masing proyek pekerjaan menjadi hal harus ditekankan dalam penerapan TQM. Menurut Matoug (2011) pencapaian kualitas untuk spesifikasi dan monitoring merupakan hal yang sangat sulit dicapai jika tidak dilakukan secara menyeluruh secara 100%. Dari hasil survei pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan serta mengetahui penerapan TQM pada konsultan perancanaan dalam menghasilkan dokumen perencanaan didapatkan, dua dari empat konsultan perencana tersebut mengetahui tentang konsep TQM, hanya saja dalam penerapannya pada konsultan perencana di Surabaya masih sulit untuk dilakukan, hal ini dikarenakan pada perusahaan konsultan perencana di Surabaya masih menganggap tidak ada manfaat dalam pelaksanaan TQM serta TQM masih dianggap sebagai biaya tambahan untuk perusahaan, selain itu mereka menganggap sulitnya penerapan TQM pada perusahaan mereka dikarenakan seringnya terjadi pergantian karyawan dalam perusahaan tersebut, sedangkan dari hasil survei awal (lampiran 2), ditemukan juga masalah yang sering dihadapi oleh konsultan perencana dalam menghasilkan dokumen perencanaan yaitu perusahaan konsultan perencana sering kali harus melakukan revisi terhadap hasil gambar karena terjadi perbedaan gambar dengan spesifikasi yang diharapkan oleh owner. Perbedaan itu meliputi ketidaksesuaian terhadap material, volume, bahkan perbedaan ukuran antara perencanaan dan kondisi lapangan yang ada. Kurang mampunya perencana dalam hal ini adalah arsitek dalam menerjemahkan keinginan owner sehingga menyebabkan adanya rework juga menjadi masalah dalam menghasilkan produk dokumen perencanaan, selain itu proyek yang saling tumpang tindih seringkali membuat penyelesaian gambar menjadi tidak tepat waktu. Adanya kesalahan yang terjadi cukup mempengaruhi kinerja seluruh aspek perusahaan dalam proyek selanjutnya. Sehingga melihat hal tersebut perlu dilakukan penelitian yang mengangkat topik tentang tingkat penerapan TQM mempengaruhi penerapan TQM dari sisi lain pelaku kontruksi, yaitu konsultan perencana. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengukur tingkat penerapan TQM oleh konsultan perencana di Kota Surabaya yang diharapkan dengan diketahuinya tingkat penerapan TQM diharapkan oleh para konsultan perencana dapat menjadi bahan evaluasi untuk terus berkomitmen dalam meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dalam hal ini adalah dokumen perencanaan yang sesuai dengan harapan para customer, yaitu owner dan kontraktor.
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
LITERATURE REVIEW Definisi dan Terminologi TQM TQM adalah suatu filosofi manajemen, paradigma, pendekatan perbaikan terusmenerus untuk melakukan bisnis melalui model manajemen baru. Filosofi TQM berkembang dari filosofi perbaikan terus-menerus dengan fokus pada kualitas sebagai dimensi utama bisnis, baik untuk industri yang menghasilkan produk atau jasa. Menurut Chase, Jacobs, & Aquilano (2006) TQM merupakan pengelolaan organisasi sehingga dapat unggul dalam semua dimensi produk dan jasa yang merupakan hal yang untama untuk mencapai customer satisfaction dimana kualitas dirancang melalui kesesuaian nilai yang melekat terhdap produk yang terdapat di pasar, dengan karateristik untuk pemenuhan kualitas terdapat 6 dimensi yang harus dipenuhi, yaitu: kinerja, fitur, kehandalan, kemampuan melayani, estetika dan persepsi tentang kualitas terhadap barang atau jasa yanng dihasilkan. TQM adalah filosofi manajemen yang mencoba mengintegrasikan semua fungsi organisasi (pemasaran, keuangan, desain, rekayasa, produksi, pelayanan konsumen, dsb), terfokus untuk memenuhi keinginan konsumen dan tujuan organisasi yang mana hasil yang dituju adalah untuk meningkatkan produktivitas organisasi (kinerja kuantitatif), meningkatkan kualitas (menurunkan kesalahan dan tingkat kerusakan), meningkatkan efektifitas pada semua kegiatan, meningkatkan efisiensi (memaksimalkan sumberdaya melalui peningkatan produktivitas), dan mengerjakan segala sesuatu yang benar dengan cara yang tepat (Chairany & Wahyuni, 2011). TQM Pada Industri Konstruksi Dalam industri konstruksi, masing-masing pihak yang terlibat pada proyek, yaitu owner, kontraktor, dan konsultan perencana, memainkan peran sebagai pelanggan dan pemasok jasa. Ide dari owner merupakan input untuk konsultan perencana, konsultan perencana menginput ide, rencana dan spesifikasi untuk kontraktor, dan output dari kontraktor merupakan hasil berupa bangunan yang diharapkan sesuai dengan rencana yang ada. Dalam industri konstruksi, ini berarti membuat upaya formal dalam hal peningkatan mutu untuk mengenali masalah selama fase perencanaan dan desain bukannya menemukan masalah selama konstruksi, sehingga dokumen perencanaan yang benar akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil yang dihasilkan oleh kontraktor. Mengidentifkasi setiap langkah dalam proses produksi dan melakukan perbaikan untuk meningkatkan produktivitas merupakan salah satu cara dalam melaksanakan perbaikan terus-menerus, hal ini juga termasuk inovasi teknologi. Perbaikan secara berkelanjutan merupakan langkah tepat untuk menuju peningkatan kualitas yang lebih baik dalam bidang konstruksi (Gunaydin & Arditi, 1997). Menurut Elghamrawy & Shibayama (2008) TQM dan Konstruksi gedung merupakan hasil dari komitmen oleh semua personil. komitmen ini harus dibentuk dari semua pihak terkait untuk proses pelaksanaan konstruksi di lapangan. Ini adalah suatu proses yang membutuhkan kerja sama tim secara proaktif, perlunya pelatihan dan penilaian diri tentang kemampuan dan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Variabel Penerapan TQM Sukses penerapan TQM ke konstruksi telah meningkatkan pengakuan sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas. TQM memiliki dua tujuan utama: kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) dan perbaikan terus-menerus (Continous Improvement). Dari literature review, maka dapat disimpulkan bahwa variabel untuk penerapan TQM adalah:
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Komitmen terhadap Kualitas Komitmen terhadap Kualitas yang mana, Menurut Huarng & Yao (2002), Komitmen terhadap kualitas (Commitment to Quality) yang memiliki pengertian kemampuan manajemen menerapkan dan memandu visi jangka panjang organisasi, menciptakan dan memelihara lingkungan internal agar karyawan terlibat dalam mencapai tujuan organisasi, ikut berpartisipasi, serta mengakui dan menghargai prestasi karyawan di bidang kualitas. Yang mana untuk indikatornya terbagi kedalam dua poin utama, yaitu: Kepemimpinan Visionary dan dukungan Manajemen. Hal serupa juga dikemukakan oleh Hassan, Mukhtar, Qureshi, & Sharif (2012) Komitmen manajemen puncak terhadap peningkatan kualitas yang dideskripsikan menjadi, perusahaan harus mencantumkan segala macam kebutuhan pelanggan yang dan adanya feedback dari supplier untuk meningkatkan proses produksi, masukan dari para ahli teknologi dan engginer, pelayanan dan produk selalu dilakukan peninjauan oleh tim, perusahaan melakukan benchmarking untuk meningkatkan produksi perusahaan. Fokus pada Pelanggan Fokus pada pelanggan menurut Hassan, Mukhtar, Qureshi, & Sharif (2012) Menurut Fokus terhadap konsumen yang dideskripsikan menjadi, adanya program untuk meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan, top management terlibat dalam perencanaan terkait kebijakan kualitas, memberikan pelatihan dan pendidikan karyawan yang terkait dengan keadaan nyata yang dibutuhkan perusahaan, melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan dengan melakukan: Dialog dengan pelanggan, Melakukan survei terhadap kepuasan pelanggan, melakukan survei pasar. Menurut Huarng & Yao (2002) Fokus terhadap konsumen (Customer Focus) yang memiliki pengertian Organisasi tanggap, memenuhi bahkan melampaui kebutuhan dan harapan konsumen, serta mengembangkan komunikasi dengan konsumen. Yang mana untuk indikatornya terbagi kedalam dua poin utama yaitu: (1) Tanggap dan memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. (2) Mengembangkan komunikasi dengan konsumen. Kerjasama Tim Kerjasama tim Menurut Goetsch dan Davis dalam Chairany & Wahyuni (2011) Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Sementara itu, dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya. Pendapat serupa juga dikemukakan Jung & Wang (2006) Teamwork erat kaitannya dengan hubungan antar karyawan, dimana hubungan tersebut terdiri dari komponen, seperti keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, komunikasi yang terbuka dan transparan. Indikator untuk Variabel kerjasama tim adalah, Adanya komunikasi yang baik antar anggota tim, Adanya pembagian atau porsi kerja yang jelas dalam tim, Keterbukaan dan keterlibatan tim dalam menyalurkan pendapat atau ide mereka Cost of Quality Cost of Quality Menurut Hendricks & Singhal (2000) Cost of Quality adalah segala bentuk investasi perusahaan dalam mengurangi hingga mencegah hasil produk yang gagal, baik dengan memberikan pelatihan terhadap karyawan yang sesuai dengan perkerjaan yang dihadapi maupun dengan berinvestasi terhadap alat atau teknologi untuk menunjang kualitas kearah yang lebih baik serta biaya yang dikeluarkan untuk melakukan review terhadap ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
kualiats. Sedangkan menurut Al-Tmeemy, Rahman, & Harun (2012) membagi Cost of Quality kedalam dua poin utama, poin yang pertama yaitu, biaya conformance (biaya pencegahan), yang terdiri dari biaya pelatihan, biaya perencanaan kualitas, biaya pemeliharaan peralatan, biaya penjaminan supplier, biaya pengujian, dan biaya untuk audit kualitas serta untuk poin kedua adalah, biaya kualitas non-conformance (biaya perbaikan), yang terdiri dari biaya tindakan koreksi, biaya pengerjaan kembali (rework), biaya proses, biaya inspeksi dan pengujian ulang. Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan pengendalian Menurut Hassan, Mukhtar, Qureshi, & Sharif (2012) yang mendefinisikan Proses pemantauan dan pengendalian adalah sebuah proses yang didasarkan pada fakta dan data yang ada pada perusahaan untuk mempermudah dilakukan review sehingga dapat mengetahui adanya aktifitas perusahaan yang tidak dibutuhkan. yang dideskripsikan menjadi, Melakukan pengecekan terhadap kualitas hasil akhir secara berkala, memantau dan mengevaluasi terhadap kinerja karyawan secara berkala, mengadopsi sistem untuk perbaikan dan pencegahan dari awal produksi sampai menghasilkan produk akhir, target kualitas selalu dipantau dan dilakukan evaluasi secara berkala serta Pengelolaan perusahaan berdasarkan data fakta yang ada yang dideskripsikan menjadi, melakukan brainstorming, control chart, melakukan analisa pareto, menganalisa dengan diagram sebabakibat, melakukan training kepada karyawan terkait dengan quality control dan penyelesaian masalah pada perusahaan, mengembangkan design untuk meningkatkan kualitas, pengembangan fungsi kualitas. Perbaikan secara Berkesinambungan Menurut Huarng & Yao (2002) Perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement) yang memiliki pengertian organisasi menetapkan target perbaikan berkelanjutan, menyelidiki potensi dan proaktif melakukan perbaikan berkelanjutan pada keseluruhan organisasi. Yang mana indikatornya terbagi kedalam tiga poin utama, yaitu: (1) Menggunakan Umpan Balik. (2) Menetapkan Target Perbaikan. (3) Proaktif melakukan dan menyelidiki peluang perbaikan berkelanjutan. Sedangkan menurut Hassan, Mukhtar, Qureshi, & Sharif (2012), Berorientasi pada perbaikan secara terus menerus yang dideskripsikan menjadi, secara berkala melakukan review untuk meningkatkan kualitas produk, melakukan review untuk mengurangi biaya karena kegagalan produk, melakukan sistem untuk memisahkan aktifitas yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, adanya review secara menyeluruh dari proses produksi untuk menghilangkan aktifitas yang tidak dibutuhkan. METODE Penelitian ini dilakukan secara garis besar terdiri dari atas empat tahap, yaitu penelitian pendahuluan untuk mengetahui permasalahan yang ada terkait proses menghasilkan dokumen perencanaan oleh konsultan perencana serta untuk mendapatkan data relevan terkait tingkat penerapan TQM, literatur review untuk mendapatkan indikator penerapan TQM dilakukan dengan meninjau dari penelitian terdahulu yang relevan, proses pengumpulan data dan proses analisa data. ANALISA DATA Populasi pada penelitian ini sebanyak 43 perusahaan konsultan perencana yang terdiri atas 25 perusahaan untuk grade 2 dan 18 perusahaan untuk grade 3, bedasarkan total 43 ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
kuisioner yang disebar, hanya sebanyak 20 kuisioner yang kembali, dengan sebanyak 12 perusahaan untuk grade 2 dan 8 perusahaan untuk grade 3, sehingga sebanyak 20 kuisioner yang dapat diolah lebih lanjut. Berikut adalah deskripsi jawaban pada perusahaan konsultan perencana grade 2 dan grade 3 di Kota Surabaya mengenai penerapan TQM yang akan di jabarkan pada Tabel 1. Deskripsi Jawaban Responden dibawah ini. Tabel 1. Deskripsi Jawaban Responden Variabel
Simbol
Nilai Rata-rata grade 2
grade 3
Komitmen terhadap Kualitas
X1
2,75
3,62
Fokus terhadap pelanggan
X2
2,90
3,95
Kerjasama tim
X3
2,73
3,62
Cost of Quality
X4
2,40
2,50
Pengendalian dan pengawasan
X5
2,66
3,33
Perbaikan yang berkesinambungan
X6
1,77
3,12
2,57
3,33
Rata-Rata Total Variabel
Bedasarkan uji validitas kuisioner terhadap kedua grade perusahaan, seluruh indikator benilai valid karena bernilai lebih tinggi dari nilai tabel r (tabel korelasi Pearson) dengan Alpha 0,05 dan nilai derajat bebas (df). Bedasarkan uji reliabilitas kuisioner terhadap kedua grade perusahaan, nilai cronbach’s alpha berada di atas 0,6 maka kuisioner dinyatakan reliabel. Deskripsi jawaban responden dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata (mean) jawaban responden terhadap masing-masing indikator dan secara keseluruhan interval kelas terbagi dalam 5 kategori, yang dapat dilihat pada Tabel 2 Interval Kelas dan Kategori Jawaban Responden dibawah ini. Tabel 2 Interval Kelas dan Kategori Jawaban Responden
Interval
Kategori
4,20 < mean ≤ 5,00
Selalu dilakukan/ Kriteria Sangat Tinggi
3,40 < mean ≤ 4,20
Sering dilakukan/ Kriteria Tinggi
2,60 < mean ≤ 3,40
Terkadang dilakukan/ Kriteria Cukup Tinggi
1,80 < mean ≤ 2,60
Jarang sekali dilakukan/ Kriteria Rendah
1,00 < mean ≤ 1,80
Tidak pernah dilakukan/ Kriteria Sangat Rendah
PEMBAHASAN Melihat dari nilai rata-rata untuk indikator penerapan TQM pada perusahaan konsultan perencana di Kota Surabaya pada grade 2 dan grade 3 yang memiliki nilai paling tinggi adalah variabel Fokus pada pelanggan (X2), hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Matoug (2011) yang menyatakan bahwa setiap perusahaan harus memenuhi keinginan pelanggan dengan menyediakan pelayanan terbaik dan memuaskan untuk customer dalam hal ini adalah owner, karena jika owner merasa puas dengan layanan yang diberikan, mereka lebih cenderung untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk menggunakan ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
pelayanan kontraktor atau konsultan yang sama, selain itu owner juga lebih cenderung untuk menggunakan kontraktor atau konsultan yang sama lagi pada proyek berikutnya. Dalam industri konstruksi yang dimaksud dengan memberikan pelayanan terbaik kepada customer adalah secara tepat mampu mengidentifikasi dan memenuhi segala keinginan owner, sedangkan dalam perusahaan konsultan perencana dengan menyelesaikan dokumen perencanaan secara tepat waktu dan dapat dengan tepat mengidentifikasi segala kebutuhan owner serta dokumen perencanaan yang dihasilkan dapat terkomunikasikan dengan baik kepada kontraktor. Pada hasil pengolahan data didapatkan nilai rata-rata keseluruhan pada perusahaan grade 3 lebih tinggi daripada perusahaan grade 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen mutu yang ada pada perusahaan grade 3 telah jauh lebih baik dan teratur dibandingkan pada perusahaan grade 2, hal ini dapat dilihat pada fakta yang ada pada perusahaan grade 3, dimana pada setiap proyek selalu dibentuk tim-tim kecil yang mengurus masing-masing proyek. Setiap tim tersebut selalu terdiri dari perencana, drafter, serta quantity surveyor (QS), sehingga dengan dibentuknya tim-tim kecil pada setiap proyek menyebabkan proses penyampaian serta pengawasan dan pengendalian kualitas menjadi lebih mudah, selain itu setiap tim proyek menjadi lebih fokus pada proyek yang dikerjakan tanpa harus merasa tumpang tindih dengan pekerjaan yang ada dan pembagian scope pekerjaan pada tim menjadi lebih jelas, hal ini sesuai dengan konsep TQM yang disampaikan oleh F.W. Taylor dalam (Matoug, 2011), yang menekankan bahwa pentingnya tentang kejelasan scope pekerjaan untuk masing-masing proyek pekerjaan menjadi hal yang harus ditekankan dalam penerapan TQM, karena dengan adanya kejelasan scope pekerjaan dapat meminimalisir tingkat kesalahan dalam menghasilkan dokumen perencanaan. Keterbatasan sumber daya perusahaan terutama keuangan juga menjadi indikasi kuat bahwa perusahaan konsultan perencana pada grade 2 memilih untuk jarang dalam menerapkan TQM, hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian pada variabel cost of quality pada perusahaan grade 2 dan grade 3 yang hanya memiliki nilai rata-rata dengan kategori rendah atau jarang sekali dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hendricks & Singhal (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa penerapan TQM yang telah efektif tidak selalu menjamin adanya peningkatan profit atau keuntungan secara financial pada perusahaan, karena TQM merupakan pondasi dasar untuk mengembangkan sistem manajemen mutu yang hanya dapat meningkatkan kemungkinan perusahaan dapat membuat keputusan yang tepat pada kegiatan bisnis perusahaan. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Asa, Abidin, & Latief (2008) yang menyebutkan bahwa TQM merupakan teknik manajemen mutu terbaik yang pernah diaplikasikan, pengaplikasian TQM dapat memberikan efek yang signifikan terhadap hasil dan dampak profit pada bisnis. Hanya saja pengaplikasian TQM merupakan efek jangka panjang dan membutuhkan komitmen yang kuat terhadap kualitas. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa perusahaan konsultan perencana yang memilih untuk tidak menerapkan TQM lebih tertarik untuk mengejar keuntungan jangka pendek dalam menjalankan bisnis. Keterbatasan sumber daya perusahaan terutama dalam hal keuangan serta kurangnya komitmen terhadap kualitas pada perusahaan juga berpengaruh terhadap proses inovasi oleh perusahaan grade 2 ini terlihat dari hasil penelitian yang mana pada variabel perbaikan secara berkesinambungan dengan kriteria sangat rendah, padahal penerapan TQM sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan memiliki dua tujuan utama, yaitu: kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) dan perbaikan terus-menerus (Continous Improvement). Hal ini sangat disayangkan karena dengan perusahaan melakukan perbaikan secara berkesinambungan maka perusahaan akan secara aktif melakukan pemecahan masalah dan inovasi untuk menuju ke sistem manajemen mutu yang efektifitas ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
dalam usaha pemenuhan kepuasaan pelanggan (customer satisfaction) yang akan berujung pada peningkatan keuntungan perusahaan, seperti penelitian yang dilakukan oleh (Linder, 2006) yang menyatakan bahwa perusahaan yang inovatif baik dalam sektor industri manufaktur, konstruksi, teknologi informasi, perusahaan jasa atau produk mampu memberikan dampak secara langsung terhadap pertumbuhan profit perusahaan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
Penerapan Total Quality Management pada perusahaan konsultan perencana di Kota Surabaya untuk perusahaan grade 2 termasuk dalam kategori rendah atau jarang sekali diterapkan dengan hanya memiliki nilai rata-rata sebesar 2,57, sedangkan untuk perusahaan grade 3 termasuk dalam kategori tinggi atau terkadang diterapkan dengan nilai rata-rata sebesar 3,33. Pada hasil penelitian juga ditemukan bahwa pada perusahaan grade 2 dan grade 3 variabel yang memiliki nilai rata-rata paling tinggi dan termasuk dalam kategori sering dijalankan adalah variabel fokus pada pelanggan. Selain itu untuk variabel yang memiliki nilai ratarata paling rendah dan termasuk dalam kategori tidak pernah dijalankan pada perusahaan grade 2 adalah variabel perbaikan secara berkesinambungan, sedangkan pada perusahaan garde 3 untuk variabel yang memiliki nilai rata-rata paling rendah dan termasuk dalam kategori jarang sekali dijalankan adalah variabel cost of quality.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: Pada penelitian ini hanya berfokus pada tingkat penerapan TQM tanpa mengkaitkan dengan faktor lain, sehingga saran pada penelitian berikutnya sebaiknya juga menukur tingkat penerapan TQM dengan faktor lain seperti pola kepemimpinan dan kinerja perusahaan terutama pada perusahaan konsultan perencana di Kota Surabaya, hal ini dikarenakan pola kepemimpinan merupakan langkah awal perusahaan untuk dapat menerapkan TQM pada perusahaan, dengan pola kepemimpinan yang baik maka akan dihasilkan kebijakan-kebijakan perusahaan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas yang mana nantinya dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Al-Tmeemy, S. M., Rahman, H. A., & Harun, Z. (2012). Contractors' perception of the use of costs of quality system in Malaysian building construction projects. International Journal of Project Management , 827–838. Chairany, N., & Wahyuni, L. (2011). Pengaruh TQM terhadap produktifitas kinerja. Skripsi. Makasar: Universitas Hasanudin. Chase, R. R., Jacobs, F. R., & Aquilano, N. J. (2006). Operations Management for Competitive Advantages. McGraw-Hill. Elghamrawy, T., & Shibayama, T. (2008). Total Quality Management Implementation in the Egyptian. Journal of Management in Engginering vol. 24, 156-161. Gunaydin, M. H & Arditi, D (1997). Total Quality Management in the Construction Process. International Journal of Project Management vol 15, No. 4, 235-243.
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Hendricks, K. B., & Singhal, V. R. (2000). Firm characteristics and total quality management. Journal of Operations Management, 1-17. Hassan, M. u., Mukhtar, A., Qureshi, S. U., & Sharif, S. (2012). Impact of TQM Practices on Firm’s Performance of Pakistan’s Manufacturing Organizations. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 232-259. Huarng, F., & Yao, T. (2002). Relationships of TQM philosophy, methods and performance: a survey in Taiwan. Industrial Management & Data Systems , 226–234. Jung, J. Y., & Wang, Y. J. (2006). Relationship Between TQM and Continous Improvement of International Project Management (CIIPM). Technovation, p. 716-722. Nursetyo, G. (2003). Pelaksanaan Manajemen Mutu Total di Perusahaan Konstruksi.
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-6-9