ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN RGEC PERIODE 2011-2015
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh Annisa Nasharuddin NIM. 1113081000092
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M / 1438 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Annisa Nasharuddin
Tempat/Tanggal lahir
: Bekasi / 13 Mei 1994
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Buluh Rt.006 Rw.001 No. 48 Balekambang Kramatjati, Jakarta Timur
Telpon/HP
: 085779755751
Nama Orang Tua Ayah
: H. Nasarudin
Ibu
: Hj. Teti Nurbaiti
Email
:
[email protected]
Pendidikan -
SDN Cililitan 04 pagi MTs Darunnajah Ulujami MA Darunnajah Ulujami CCIT-FTUI S1 Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2000-2006 2006-2009 2009-2012 2012-2014 2013-2017
-
ANALYSIS HEALTH OF ISLAMIC BANKS USING RGEC APPROACH PERIOD 2011-2015
ABSTRACT
This study aims to determine the health of Islamic Banks using the measurement method stipulated in Bank Indonesia Regulation PBI No.13 / 1 / PBI / 2011, On Rating Bank with RGEC method. Factors valuation on the method RGEC is the risk profile using a credit risk (NPF and financing low quality of the total funding) and liquidity risk (FDR, liquid assets of primary and secondary to total assets, and liquid assets of primary and secondary to short-term financing), earnings (ROA and NIM), and capital (CAR) .At using ratings of good corporate governance that have been processed and the data obtained from each islamic bank. The object of this study is 8 Islamic Banks (BSM, Muamalat, BNI Syariah, Syariah BRI, BCA Syariah, BJB Syariah, Panin Syariah Bukopin Syariah). Sampling in this study using purposive sampling. The study period was from 2011 to 2015. Data analysis techniques used in this research is quantitative descriptive. The results of this study indicate that banks have high levels of health in the healthy category the period 2011 to 2015 is the Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, Islamic BCA and BNI Syariah. Keywords: Health of Banks, RGEC,Composite Rating.
ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN RGEC PERIODE 2011-2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan Bank Umum Syariah dengan menggunakan metode pengukuran yang diatur pada Peraturan Bank Indonesia PBI No.13/1/PBI/2011, Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan metode RGEC. Faktor-faktor penilaian pada metode RGEC adalah risk profilemenggunakan risiko kredit (NPF dan pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan)dan risiko likuiditas (FDR, aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset,dan aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek), earnings (ROA dan NIM), dan capital (CAR).Pada penilaian Good Corporate Governance menggunakan data yang telah diolah dan diperoleh dari masing-masing bank syariah. Objek penelitian ini adalah 8 Bank Umum Syariah (BSM, Muamalat, BNI Syariah, BRI Syariah, BCA Syariah, BJB Syariah, Panin Syariah, Bukopin Syariah). Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Periode penelitian ini adalah 2011-2015.Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bank yang memiliki tingkat kesehatan dalam kategori sehat periode 2011 sampai 2015 adalah Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, BCA Syariah dan BNI Syariah. Kata kunci :Tingkat Kesehatan Bank, RGEC, Peringkat Komposit.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirabbil βalamiin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan curahan rahmat dan kasih sayangnya serta kemudahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tanda akhir dari studi S1 yang penulis tempuh dengan judul skripsi βAnalisis Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah Menggunakan Pendekatan RGEC Periode 2011-2015β. Salawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi besar umat Islam Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang telah merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman yang terang benderang seperti saat ini dengan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak yang membantu. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada : 1. Kepada motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, ayah H. Nasarudin dan mamah Hj. Teti Nurbaiti. Tanpa dukungan dan kasih sayang kalian tidak akan bisa seperti ini. Adik-adik penulis, Achmad Fathoni dan Afifa Siti Rahma, semoga ini menjadi dorongan bagi adik-adik penulisagar bisa lebih baik dari penulis. 2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Titi Dewi Warninda, SE.,M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen dan Ibu Ela Patriana, MM selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid dan Ibu Amalia, SE,. MSM, yang memberi penulis arahan untuk menyempurnakan skripsi ini.
Terimakasih atas ilmu yang bermanfaat dan solusi atas tiap permasalahan dalam penulisan skripsi. 5. Semua dosen yang telah dengan ikhlas membagi ilmunya yang bermanfaat selama masa perkuliahan, semoga amal diterima oleh Allah SWT. 6. Untuk teman-teman kelas MIPS. 7. Untuk semua teman-teman yang selalu ada disaat penulis butuh motivasi dan dukungan dalam mengerjakan skripsi. Khususnya untuk Dika, Teteh, Dindut, Citra, Sesa, Soraya S.I.A, Meri, Bela, Ela, Dedeh, Dewi, Sisjul,Tari, dan Rizky. 8.
Seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberi bantuan kepada penulis.
9. Serta seluruh pihak yang mendukung dan membantu baik materil maupun moril dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran maupun kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Januari 2017 Penulis,
Annisa Nasharuddin NIM. 1113081000092
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ABSTRACT ................................................................................................................... i ABSTRAK ................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii DAFTAR ISI ................................................................................................................ v DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A.
Latar Belakang Masalah................................................................................................ 1
B.
Batasan Masalah ........................................................................................................... 9
C.
Perumusan Masalah .................................................................................................... 10
D.
Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 11
E.
Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 13 A.
Landasan Teori............................................................................................................ 13
B.
Penelitian Terdahulu ................................................................................................... 33
C.
Kerangka Berpikir ....................................................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 43 A.
Ruang Lingkup Penelitian........................................................................................... 43
B.
Teknik Penentuan Sample........................................................................................... 45
C.
Teknik Pengumpulan Data .......................................................................................... 48
D.
Teknik Analisis Data................................................................................................... 49
E.
Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................................................... 50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................................ 56 A.
Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................................ 56
B.
Penilaian Kesehatan Bank Umum Syariah ................................................................. 67
C.
Analisis dan Interpretasi.............................................................................................. 94
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 101 A.
Kesimpulan ............................................................................................................... 101
B.
Saran - Saran ............................................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 103
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Pertumbuhan dari Sisi Kelembagaan Periode 2011-2015............................ 3 Tabel 1.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) BUS dan UUS .................................. 3 Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ...................................... 15 Tabel 2.2 Golongan Predikat Kesehatan Bank dengan CAMELS .............................. 21 Tabel 2.3 Matriks Pengukuran NPF ............................................................................ 24 Tabel 2.4 Matriks Pengukuran FDR ........................................................................... 26 Tabel 2.5 Matriks Pengukuran ROA........................................................................... 30 Tabel 2.6 Matriks Pengukuran NIM ........................................................................... 31 Tabel 2.7 Matriks Pengukuran CAR ........................................................................... 32 Tabel 2.9 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 33 Tabel 3.1 Populasi Penelitian ...................................................................................... 45 Tabel 3.2 Data yang Dibutuhkan Penelitian................................................................46 Tabel 3.3 Sampel Penelitian........................................................................................ 47 Tabel 3.4 Operasional Variabel .................................................................................. 51 Tabel 4.1 NPF Bank Umum Syariah 2011-2015 ........................................................ 68 Tabel 4.2 Pembiayaan Kualitas Rendah terhadap Total Pembiayaan Bank Umum Syariah 2011-2015 ...................................................................................................... 71 Tabel 4.3 Bank dalam Kategori Diragukan dan Tidak Sehat Melalui Indikator Pembiayaan Kualitas Rendah terhadap Total Pembiayaan ......................................... 74 Tabel 4.4 FDR Bank Umum Syariah 2011-2015 ........................................................ 75 Tabel 4.5 Bank dalam Kategori Diragukan dan Tidak Sehat Melalui Indikator FDR 77 Tabel 4.6 Aset Likuid Primer dan Sekunder terhadap Total Aset 2011-2015 ............ 78 Tabel 4.7 Aset Likuid Primer dan Sekunder terhadap Pembiayaan Jangka Pendek 2011-2015 ................................................................................................................... 81 Tabel 4.8 Good Corporate Governance Bank Umum Syariah 2011-2015.................84 Tabel 4.9 ROA Bank Umum Syariah 2011-2015 ....................................................... 86
Tabel 4.10 Bank dalam Kategori Diragukan dan Tidak Sehat Melalui Indikator ROA ..................................................................................................................................... 88 Tabel 4.11 NIM Bank Umum Syariah 2011-2015 ...................................................... 89 Tabel 4.12 CAR Bank Umum Syariah 2011-2015 ..................................................... 92 Tabel 4.13 Peringkat Kesehatan Bank Muamalat 2011-2015.....................................95 Tabel 4.14 Peringkat Kesehatan Bank Syariah Mandiri 2011-2015...........................95 Tabel 4.15 Peringkat Kesehatan BRI Syariah 2011-2015...........................................96 Tabel 4.16 Peringkat Kesehatan Bank Bukopin Syariah 2011-2015..........................97 Tabel 4.17 Peringkat Kesehatan Bank Panin Syariah 2011-2015...............................98 Tabel 4.18 Peringkat Kesehatan BCA Syariah 2011-2015.........................................98 Tabel 4.19 Peringkat Kesehatan BJB Syariah 2011-2015..........................................99 Tabel 4.20 Peringkat Kesehatan BNI Syariah 2011-2015........................................100
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rasio NPF Bank Umum Syariah 2011-2015 ............................................. 58 Grafik 4.2Pembiayaan Kualitas Rendah terhadap Total Pembiayaan 2011-2015 ...... 60 Grafik 4.3 Rasio FDR Bank Umum Syariah 2011-2015 ............................................ 63 Grafik 4.4 Aset Likuid Primer dan Sekunder terhadap Total Aset 2011-2015........... 65 Grafik 4.5 Aset Likuid Primer dan Sekunder terhadap Pembiayaan Jangka Pendek 2011-2015 ................................................................................................................... 67 Grafik 4.6 Rasio ROA Bank Umum Syariah 2011-2015............................................ 69 Grafik 4.7 Rasio NIM Bank Umum Syariah 2011-2015 ............................................ 71 Grafik 4.8 Rasio CAR Bank Umum Syariah 2011-2015 ............................................ 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir....................................................................................39
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Untuk memajukan perekonomian suatu negara, perbankan memiliki peranan penting yaitu untuk menilai apakah negara tersebut memiliki perekonomian yang baik atau tidak. Karena fungsi utama perbankan adalah mengelola dana yang dihimpun masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit ataupun produkproduk lainnya. Besarnya pengaruh industri perbankan di Indonesia dan melihat target pasar yang besar, kini banyak terdapat bank yang menggunakan prinsip syariah dalam menjalankan operasionalnya. Industri perbankan di Indonesia dimulai pada saat zaman penjajahan Hindia Belanda. Sistem perbankan barat yang dibawa oleh Belanda menjadi landasan yang digunakan oleh perbankan di Indonesia juga. Mayoritas umatIslam di Indonesiamasih meragukan sistem perbankan pada masa itu karena menggunakan bunga (riba) sebagai keuntungannya, sedangkan dalam ajaran agama Islambunga (riba) diharamkan. Dari kegelisahan itu Bank Muamalat yang pada masa itu adalah bank pertama di Indonesia yang menggunakan sistem perbankan dengan ajaran syariat Islam menjadi pilahan utama. Keunggulan Bank syariah pada masa itu terlihat saat terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 di Indonesia. Terjadi ketidakstabilan ekonomi karena kejadian tersebut. Satu-satunya bank yang tidak terkena dampak krisis moneter adalah Bank Muamalat yang 1
menggunakan prinsip Syariah sebagai sistem perbankan. Dari peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa prinsip perbankan syariah tidak terpengaruh signifikan dengan krisis global yang terjadi. Hal ini terjadi karena bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil dalam produknya dan tidak mengandalkan bunga (riba) seperti bank konvensional. Indonesia mendukung secara penuh perkembangan perbankan syariah yang terjadi. Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya peraturan perundang-undangan khusus oleh pemerintahan Indonesia yang mengatur perbankan syariah. Salah satunya ada pada Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah di
Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan Unit Usaha Syariah (UUS). Berkat dukungan penuh pemerintahan Indonesia dalam memajukan perbankan syariah
di
Indonesia,
saat
ini
perbankan
syariah
semakin
menunjukkan
kemampuannya dalam mengelola dana masyarakat. Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak mengalami perkembangan dari sisi kelembagaan, jumlah DPK, dan dari sisi aset. Berikut adalah tabel yang menunjukkan pertumbuhan perbankan syariah dari sisi kelembagaan di Indonesia pada periode 2011-2015.
2
Tabel 1.1 Pertumbuhan Dari Sisi Kelembagaan Periode 2011-2015 Perbankan syariah 2011 2012 2013 2014 2015 Bank Umum Syariah 11 11 11 12 12 Unit Usaha Syariah 24 24 23 22 22 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 155 158 163 163 162 Sumber : www.ojk.go.id Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa perkembangan perbankan syariah dari sisi kelembagaan mengalami perubahan yang fluktuatif, pada tahun 2011-2013 BUS di Indonesia berjumlah 11 Unit sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 bertambah satu unit menjadi 12 unit. Pada tahun 2011-2012 UUS di Indonesia berjumlah 20 unit sedangkan tahun 2013 menurun jumlahnya menjadi 23 unit dan mengalami penurunan lagi pada tahun 2014 dan 2015 menjadi 22 unit. Sedangkan BPRS juga mengalami fluktuatif hampir ditiap tahunnya. Pada tahun 2011 BPRS di Indonesia berjumlah 155 unit, 2012 meningkat menjadi 158 unit, 2013 dan 2014 tidak mengalami perubahan 163 unit, dan pada tahu 2015 mengalami penurunan menjadi 162 unit. Perubahan jumlah BUS, UUS dan BPRS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Peningkatan dan penurunan yang terjadi dapat disebabkan oleh perubahan status misalnya yang terjadi pada Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah (BTPNS). Bank Tabungan Pensiunan Syariah yang sebelumnya adalah UUS berubah menjadi BUS, begitupun sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga dipengaruhi oleh banyaknya nasabah yang mempercayakan keuangnnya untuk di kelola oleh bank syariah. Semakin banyak nasabah yang menabungkan dananya pada
3
bank syariah, semakin banyak pula investor yang akan melirik bank syariah dan menjadikannya pilihan untuk menanamkan modalnya. Pertumbuhan perbankan syariah juga dapat dilihat dari jumlah DPK. Hal ini dibuktikan oleh data yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan dalam Statistik Perbankan Syariah 2015. Statistik ini menggambarkan pertumbuhan DPK Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah pada periode tahun 2009 sampai Juni 2015. Tabel 1.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) BUS dan UUS 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Total DPK
52.271
76.036
115.415
147.512
183.534
217.858
2015 231.175
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, 2015 Tabel 1.2 di atas menjelaskan bahwa terjadi perubahan jumlah DPK tiap tahunnya. Perubahan yang signifikan terjadi pada tahun 2011 yaitu berjumlah 115.415 DPK. Meningkat 39.379 DPK dari tahun sebelumnya yaitu berjumlah 76.036. Tingkat DPK tiap tahunnya mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan perbankan syariah dari tahun 2009 sampai 2015. Seperti halnya pada tahun 2014 yang memiliki DPK 217.858 pada tahun 2015 bertambah menjadi 231.175 DPK. Selain dilihat dari sisi kelembagaan dan jumlah DPK, perkembangan perbankan syariah juga dapat dilihat dari sisi asetnya. Bersumber dari data Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2015 yang dikeluarkan Bank Indonesia, total aset perbankan syariah pada akhir tahun 2015 mencapai Rp 296,3 triliun, meningkat
4
Rp23,9 triliun atau 8,8% dari tahun 2014 (Laporan Perekonomian Indonesia : 2015). Dengan total aset tersebut, pangsa perbankan syariah terhadap perbankan nasional sebesar 4,8% menurun tipis dibanding dengan tahun sebelumnya. Ketatnya persaingan bisnis antar perbankan saat ini menjadi dorongan tiap perbankan syariah untuk terus berkembang karena masyarakat mulai teliti untuk memilih bank syariah mana yang kiranya dapat dipercayai untuk mengelola hartanya. Investor juga tidak akan memilih tanpa mempertimbangkan bank syariah mana yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar. Oleh karena itu, kesehatan bank adalah faktor penting dalam industri perbankan syariah. Para calon nasabah dan investor akan menilai kesehatan bank dari laporan keuangan atau laporan tahunan yang diterbitkan masing-masing perbankan. Semakin baik kondisi kesehatan bank, akan semakin banyak nasabah dan investor yang tertarik pada bank syariah tersebut. Selain dari laporan tahunan yang diterbitkan bank, penelitian terhadap rasio keuangan akan sangat berguna untuk menilai kondisi kesehatan perbankan syariah. Untuk mengetahui kesehatan bank syariah secara keseluruhan dapat dilihat dari ciri bank tersebut. Ciri dari bank yang sehat adalah dengan melihat apakah bank tersebut mampu melakukan kegiatan dan fungsi bisnis yang biasa bank dapat lakukan dengan semestinya. Untuk itu, diperlukan penilaian tingkat kesehatan bank untuk mengetahui apakah bank tersebut dalam keadaan sehat atau tidak.Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum menetapkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal (Capital), kualitas aset (Assets), kualitas 5
manajemen (Management), rentabilitas (Earnings), likuiditas (Liquidity), solvabilitas (Solvabilities), dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Penilaian Tingkat Kesehatan tersebut disebut juga dikenal dengan metode CAMELS (www.bi.go.id). Mengingat
pesatnya
perkembangan
sektor
perbankan
dan
perubahan
kompleksitas usaha serta profil risiko bank, dan juga adanya perubahan metode penilaian kondisi bank telah mendorong perlunya peningkatan efektifitas. Peningkatan efektifitas penilaian kesehatan bank tersebut dilakukan dengan menambahkan penerapan manajemen risiko dan good corporate governance pada bank. Dalam metode penilaian kesehatan bank menggunakan metode CAMELS belum mencakup penilaian tersebut. Sejalan dengan perkembangan pada sektor perbankan diatas, Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian kesehatan bank dengan memperbaharui Peraturan Bank Indonesia dengan yang sebelumnya PBI No.6/10/PBI/2004 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan metode CAMELS menjadi PBI No.13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank Rating/RBBR) yang dalam penelitian ini disebut dengan RGEC. Berdasarkan PBI No.13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat kesehatan Bank secara individual dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank Rating) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (3), dengan cakupan penilaian terhadap 4 faktor. Faktor tersebut ialah : faktorrisk profile (risiko bank), faktor Good Coorporate 6
Governance (GCG), faktor earnings (rentabilitas) dan faktor capital (permodalan). Masing-masing faktormemberikan hasil penilaian dari berbagai macam sisi dan sudut pandang di dalam perbankan syariah. Hal ini dapat memberikan gambaran kondisi perbankan secara keseluruhan dari beberapa aspek yang diukur. Dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum Pasal 7 Penilaian terhadap faktor profil risiko yang dimaksud pada pasal 6 huruf a yaitu : risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis, risiko kepatuhan. Setiap risiko diukur menggunakan metode dan penilaian yang berbeda-beda. Rasio yang digunakan oleh (Artyka : 2015) dalam melakukan penilaian faktor profil risiko pada risiko kredit adalah Non Performing Loan (NPL) dan pada risiko likuiditas menggunakan Loan Deposit Ratio (LDR). Faktor selanjutnya adalah pengukuran GCG pada penilaian tingkat kesehatan bank. Dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum Pasal 7 Penilaian terhadap faktor GCG yang dimaksud pada pasal 6 huruf b merupakan penilaian terhadap manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum Pasal 7 Penilaian terhadap faktor rentabilitas (earnings) yang dimaksud pada pasal 6 huruf c meliputi penilaian terhadap kinerja earnings, sumber-sumber earnings, dan sustainability earnings Bank. Peneliti sebelumnya (Artyka : 2015) Pada faktor rentabilitas menggunakan rasio Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM)
7
Dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum Pasal 7 Penilaian terhadap faktor permodalan yang dimaksud
pada pasal 6 huruf d
penilaian kesehatan pada faktor capital atau permodalan meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Pada Penelitian sebelumnya faktor permodalan menggunakan rasio Capital Adequecy Ratio (CAR) dalam pengukurannya. Dari keempat faktor yang terdapat pada metode RGEC tersebut maka dapat dilakukan penilaian dengan cara membandingkannya dengan standar atau yang disebut dengan Peringkat Komposit (PK) pada masing-masing rasio. Dalam PBI 13/1/PBI/2011 Tentang Tingkat Kesehatan Bank, Peringkat Komposit pada penilaian tingkat kesehatan bank memiliki lima peringkat penilaian, yaitu sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Dari peringkat komposit inilah yang menggambarkan tingkat kesehatan sebuah bank (www.bi.go.id). Dengan dilakukannya penelitian menggunakan metode RGEC ini, bank syariah dapat melakukan evaluasi dan perbaikan jika ditemukan kelemahan atau kesalahan dalam mengambil keputusan strategi pada bank syariah. Dengan begitu bank syariah dapat bersaing dengan bank konvensional dan bank syariah lainnya dalam meningkatkan mutu kesehatan bank syariah tersebut. Selain itu, para investor dapat mengetahui posisi bank yang di berikan modal dalam keadaan baik atau buruk dan para calon investor dapat lebih selektif dalam memberikan modal para bank syariah mana yang kiranya akan memberikan keuntungan yang lebih besar dilihat dari posisi kesehatan perusahaan tersebut. 8
Penilaian tingkat kesehatan bank juga dapat meningkatkan daya saing antar bank untuk lebih baik lagi dalam menjalankan aktifitas perbankan. Karena penilaian tingkat kesehatan bank juga dapat menjadi tolak ukur baik atau buruknya strategi yang diterapkan pada masing-masing bank. Persaingan antar bank ini akan lebih meningkatkan kualitas perbankan syariah di Indonesia. Penelitian sebelumnya tentang penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan RGEC yang dilakukan oleh Irma (2013) berjudul Assesing The Effect of Bank Performance on Profit Growth Using RGEC Approach. Penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh kinerja bank pada pertumbuhan profit menggunakan pendekatan RGEC. Dalam jurnal penelitian ini mengatakan bahwa dari keempat faktor RGEC yaitu profil risiko (risko profile), GCG (good corporate governance), rentabilitas (earnings), dan modal (capital) masing-masing berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan profit sebuah bank. Penelitian ini dilakukan pada bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013. Dari latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka penulis memandang layak untuk meneliti tingkat kesehatan bank umum syariah di Indonesia dengan mengambil tema tentang Analisis Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah Menggunakan Pendekatan RGEC Periode 2011-2015.
B. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak menyimpang dari konteks yang telah direncanakan, maka peneliti membatasi konteks penelitian sebagai berikut : 9
1. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Penilaian dengan metode RGEC pada penelitian ini mencakup risk profile (R), earnings (E), dan capital (C). Pada profil risiko yaitu mencakup risiko kredit dan risiko likuiditas, komponen penilaian pada risiko kredit yang digunakan adalah NPF dan pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan, sedangkan risiko likuiditas komponen penilaian yang digunakan adalah FDR, aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset, dan aset likuiditas primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek. Pada penilaianEarnings adalah menggunakan ROA dan NIM. Dan penilaianCapital menggunakan CAR. Penelitian hanya difokuskan pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Pada Good Corporate Governance (G) menggunakan data kualitatif yang telah diolah masing-masing bank. 2. Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan laporan keuangan pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2011-2015. 3. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah laporan keuangan atau laporan tahunan (annual report) bank umum syariah yang telah di publikasikan.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas , dapat dirumuskan permasalahan yang sesuai dengan konteks penelitian ini adalah menganalisis bagaimana tingkat kesehatan bank umum syariah dengan menggunakan pendekatan RGEC pada periode 2011-2015 ?
10
D. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah pada penelitian ini di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesehatan bank umum syariah menggunakan pendekatan RGEC pada periode 2011-2015.
E. Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis a.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan penulis tentang penilaian kesehatan bank syariah dengan menggunakan metode pendekatan RGEC.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen bank yang berkaitan dengan kesehatan bank.
c.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi di bidang penilaian kesehatan bank syariah dengan menggunakan metode RGEC.
2.
Manfaat Praktis a.
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi acuan pimpinan perusahaan dalam mengambil keputusan strategi yang sesuai dengan keadaan bank syariah. Kemudian menjadi informasi para investor dan calon investor bank syariah kondisi dari keuangan perusahaan yang akan diinvestasikan. 11
b.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu contoh penilaian kesehatan bank untuk selanjutnya digunakan oleh bank umum syariah.
c.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan penelitian lebih lanjut yang terkait oleh peneliti yang akan datang.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1.
Pengertian Bank Menurut (Dahlan : 2004) bank dalam menjalankan usahanya menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Bank dapat mempengaruhi jumlah uang beredar yang merupakan salah satusasaran pengaturan oleh penguasa moneter dengan menggunakan berbagai piranti kebijakan moneter yang dimiliki. Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut. Selain menghimpun dan menyalurkan dana pada masyarakat, fungsi pokok dari bank umum antara lain menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang 13
lebih efisien dalam kegiatan ekonomi, menciptakan uang, dan menawarkan jasajasa keuangan lainnya (Dahlan : 2004).
1.1 Perbankan Syariah Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan syariah, Pasal 1 Ayat (1) mengatakan bahwa Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam.Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang haram.Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin hal-hal tersebut. Menurut (Antonio : 2001) Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika Islam adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan alquran dan as-sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara non konvensional. Perkembangan bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang isinya mengatur dengan rinci 14
landasan
hukum
serta
jenis-jenis
usaha
yang dapat
dioperasikan
dan
diimplementasikan oleh bank syariah.
1.2 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Menurut (Antonio : 2001) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara Bank Syariah dan Bank Konvensional dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional Aspek Syariah Konvensional Akad dan Legalitas Dalam bank syariah, Dalam bank selain mengikuti aturan konvensional, aspek perundang-undangan legalitas sebagai aturan negara, akad dalam yang ditentukan oleh muamalah sangat perundang-undangan penting. Untuk negara. menentukan halal atau haram sesuatu hal ditentukan oleh akad. Akad yang digunakan berpedoman dari Alquran dan Hadits. Lembaga Penyelesai Lembaga yang mengatur Lembaga penyelesai Sengketa hukum materi dan atau sengketa pada bank berdasarkan prinsip konvensional adalah syariah di Indonesia peradilan negeri. dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan MUI.
15
Aspek Struktur Organisasi
Bisnis dan Dibiayai
Usaha
Syariah Pada bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional bank san produkproduknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Yang Bisnis dan Usaha yang dibiayai bank syariah harus jelas kehalalannya dan tidak mengandung unsur-unsur haram.
Lingkungan dan Budaya Corporate Culture yang Kerja (Corporate Culture) dimiliki bank syariah harus mencerminkan nilai-nilai Islam, misalnya dalam melayani nasabah, cara berpakaian, shalat berjamaβah, doa diawal dan akhir bekerja, dan sebagainya. Sumber : Antonio, 2001
2.
Konvensional Bank konvensional tidak memiliki struktur organisasi khusus seperti DPS.
Bank Konvensional tidak memandang penting jenis bisnis dan saha yang dibiayai. Selama bisnis dan usaha tersebut menghasilkan keuntungan untuk bank konvensional tersebut. Bank konvensional tidak menekankan pada penggunaan nilai-nilai Islam dalam corporate culture nya
Laporan Keuangan Menurut (Munawir : 2008) laporan keuangan adalah hasil dari proses
akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk komunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan data aktivitas perusahaan tersebut. Dengan kata lain laporan keuangan
16
adalah sebuah catatan yang sengaja dibuat untuk merekam seluruh transaksi yang terjadi disebuah perusahaan yang bertujuan untuk memberi informasi dan petunjuk apa yang harus dilakukan perusahaan kedepannya agar mendapat keuntungan. laporan keuangan juga bertujuan memberikan informasi penting lainnya yang relevan dengan kebutuhan pihak-pihak yang berkepentngan dengan perusahaan yang bersangkutan. Menurut (Hery : 2015) laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Urutan laporan keuangan berdasarkan promβses penyajiannya yang pertama adalah laporan laba rugi (Income Statement). Laporan laba rugi merupakan laporan yang sistematis tentang pendapatan dan beban perusahaan untuk satu periode waktu tertentu. Laporan laba rugi pada akhirnya memuat informasi mengenai hasil kinerja manajemen atau hasil kegiatan operasional perusahaan, yaitu laba atau rugi bersih yang merupakan hasil dari pendapatan dan keuntungan dikurangi dengan beban dan kerugian. Kedua adalah laporan ekuitas pemilik (Statement of ownerβs Equity) adalah sebuah laporan yang menajikan ikhtisar perubahan dalam ekuitas pemilik suatu perusahaan untuk periode waktu tertentu. Laporan ini sering dinamakan sebagai laporan perubahan modal. Selanjutnya adalah laporan Neraca (Balance Sheet). Neraca adalah sebuah laporan yang sistematis tentang posisi aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan per 17
tanggal tertentu. Tujuan dari laporan ini tidak lain adalah untuk mengetahui gambaran posisi keuangan perusahaan. Laporan yang terakhir adalah laporan arus kas (Statement of Cash Flows). Laporan arus kas adalah sebuah laporan yang menggambarkan arus kas masuk dan arus kas keluar secra terperinci dari masing-masing aktivitas. Laporan arus kas menunjukkan besarnya kenaikan atau penurunan bersih kas dari seluruh aktivitas selama periode berjalan serta saldo kas yang dimiliki perusahaan sampai dengan akhir periode. Menurut (Hery : 2015) tujuan dari dibuatnya laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan investasi dan kredit. Investor sangat membutuhkan laporan keuangan terutama dalam pembagian deviden, sedangkan kreditor berkepentingan dalam hal pengambilan jumlah pokok pinjaman berikut bunganya. Laporan keuangan juga bertujuan untuk memberikan informasi mengenai aset, kewajiban, dan modal perusahaan untuk membantu investor dan kreditor dan pihak lainnya dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan. Dalam hal ini, pada perusahaan dibidang perbankan juga membutuhkan laporan keuangan yang wajib di serahkan kepada Bank Indonesia secara periodik guna untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan masing-masing bank.
18
3.
Kesehatan Bank Untuk mendapatkan keuntungan dan menjaga perekonomian tetap baik dalam
menjalankan usahanya, bank wajib memelihara dan meningkatkan tingkat kesehatan bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usaha. Menurut (Kasmir : 2010) untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bankbank iidapat memberikan arahan dan petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 29, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran No. 26/5/BPPP Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran No. 23/21/BPPP. Metode atau cara penilaian tingkat kesehatan bank tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMEL. Dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan bank pada beberapa ketentuan khusus, metode tersebut akhirnya lebih dikenal dengan sebutan CAMEL Plus (Lukman : 2003). Analisa dengan menggunakan metode CAMELS memiliki beberapa indikator yaitu dari sisi aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan sensitifitas. Dengan melihat dari sisi aspek permodalan, yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. 19
Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequecy Ratio) yang telah ditetapkan BI (Kasmir : 2008). Perbandingan rasio tersebut adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (AMTR) dan sesuai ketentuan pemerintah CAR tahun 1999 minimal harus 8%. Indikator kedua yang dapat dinilai adalah aspek kualitas aset, yaitu untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan (Kasmir : 2008). Aspek penilaian yang ketiga adalah aspek kualitas manajemen, kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas (Kasmir : 2008). Indikator penilaian yang ke empat adalah pada Aspek likuiditas, yang dianalisis pada aspek ini adalah rasio kewajiban bersih Call Money terhadap akitva dan rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank seperti KLBI, giro, tabungan, deposito, dan lain-lain. Indikator penilaian kesehatan bank yang kelima adalah dengan melihat dari aspek rentabilitas, merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang
20
bersangkutan meningkat. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas terus meningkat. Indikator terakhir dalam penilaian menggunakan metode CAMELS adalah dengan aspek sensitifitas, sensitifitas terhadap risiko ini penting agar tujuan memperoleh laba dapat tercapai dan pada akhirnya kesehatan bank juga terjamin. Selanjutnya masing-masing aspek diberikan nilai, kemudian dijumlahkan secara keseluruhan dari komponen yang dinilai, hasil penilaian ditetapkan kedalam empat golongan predikat kesehatan bank sebagai berikut : Tabel 2.2 Golongan Predikat Kesehatan Bank dengan CAMELS Nilai kredit Predikat 81-100 Sehat 66-<81 Cukup sehat 51-<66 Kurang sehat 0-<51 Tidak sehat Sumber : Lukman, 2003 Seiring dengan perkembangan produk perbankan yang semakin kompleks, penilaian kesehatan bank mulai juga mengalami penyempurnaan. Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia baru tentang penilaian tingkat kesehatan bank untuk menyempurnakan peraturan sebelumnya yang menggunakan metode CAMELS. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yaitu tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank menggunakan Risk Based Banks Rating (RBBR) atau pada penelitian ini disebut juga RGEC. 21
4.
Pendekatan RGEC Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, bank umum diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank Rating) baik secara individual maupun secara konsolidasi. (www.bi.go.id) Tingkat kesehatan bank diukur melalui peringkat komposit yang diatur dalam PBI 13/1/PBI/2011 Tentang Kesehatan Bank. Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat tiap tiap faktor yang disebutkan sebelumnya. Peringkat komposit yang dimaksud dikategorikan sebagai berikut : 1.
Peringkat Komposit 1 (PK-1) mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
2.
Peringkat Komposit 2 (PK-2) mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
3.
Peringkat Komposit 3 (PK-3) mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
22
4.
Peringkat Komposit 4 (PK-4) mencerminkan kondisi bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
5.
Peringkat Komposit 5 (PK-5) mencerminkan kondisi bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentng Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian kesehatan bank dapat menggunakan beberapa faktor. Faktor β faktor penilaian kesehatan bank yang digunakan adalah sebagai berikut : a.
Profil Risiko Berdasarkan PBI Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum Pasal 7 yang berisi tentang penilaian terhadapa profil risiko terhadap delapan jenis risiko yaitu : risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Pada risiko kredit, risiko ini muncul akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi liabilitas kepada bank Islam sesuai kontrak. Risiko ini disebut juga risiko gagal bayar, risiko pembiayaan, risiko penurunan rating, dan risiko penyelesaian. Risiko ini timbul akibat terkonsentrasinya penyaluran dana kepada satu pihak atau kelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian yang cukup besar dan dapat mengancam kelangsungan bisnis bank syariah tersebut (Wahyudi, dkk : 2013). Dalam PBI No 23
13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum untuk mengukur risiko kredit dapat diketahui dengan mengukur proporsi pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan menggunakan rasio NPF (Non Performing Financing) dan kredit kualitas rendah dengan total pembiayaan. Matriks dalam pengukuran NPF adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Matriks Pengukuran NPF Peringkat Keterangan Kriteria 1 PK-1 <7% 2 PK-2 7% - <10% 3 PK-3 10% - <18% 4 PK-4 13% - <16% 5 PK-5 >16% Sumber : (Lampiran SK DIR BI No 30/12/KEP/DIR) Tabel matriks pengukuran NPF diatas menjelaskan tentang pengukuran tingkat kesehatan bank dengan melihat dari rasio NPF bank. Jika tingkat NPF kurang dari 2% maka bank dalam keadaan sangat sehat (PK-1). NPF bank antara 2% sampai dengan kurang dari 5% bank dalam keadaan sehat (PK-2). NPF bank pada posisi 5% sampai dengan kurang dari 8% maka bank dalam keadaan cukup sehat (PK-3). Jika NPF bank dalam posisi 8% sampai kurag dari 12% maka kesehatan bank kurang sehat (PK-4). Sedangkan jika NPF lebih dari 12% maka bank dalam keadaan tidak sehat (PK-5). Kredit kualitas rendah terhadap total pembiayaan adalah seluruh kredit kepada pihak ketiga bukan bank yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus,
24
kurang lancar, diragukan, dan macet termasuk kredit direstrukturisasi kualitas lancar terhadap total kredit kepada pihak ketiga bukan bank. Dalam risiko pasar, risiko ini muncul akibat adanya pergerakan pasar dari portofolio aset yang memiliki oleh bank dan dapat merugikan bank. Risiko ini hanya muncul jika bank memegang aset, namun tidak untuk dimiliki atau dipegang hingga jatuh tempo, melainkan untuk dijual kembali. Cakupan risiko pasar meliputi risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas. Pada bank konvensional, risiko pasar juga dipengaruhi oleh penentuan bunga (Wahyudi, dkk : 2013). Pada risiko likuiditas, risiko ini terjadi akibat ketidak mampuan bank syariah dalam memenuhi likuiditas yang jatuh tempo. Untuk memenuhi likuiditasnya, bank dapat menggunakan sumber pendanaan arus kas dan aset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakantanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini muncul sebagai konsekuensi logis dari ketidaksamaan waktu jatuh tempo antara sumber pendanaan bank, yakni DPK dan akad pembiayaan bank kepada debitur (Wahyudi, dkk : 2013). Dalam PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum untuk mengukur risiko likuiditas dapat diketahui dengan menggunakan rasio FDR (Financing Deposit Ratio), aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset, dan aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek. Matriks dalam pengukuran FDR adalah sebagai berikut :
25
Tabel 2.5 Matriks Pengukuran FDR Peringkat Keterangan Kriteria 1 PK-1 50% - <75% 2 PK-2 75% - <85% 3 PK-3 85% - <100% 4 PK-4 100% - <120% 5 PK-5 >120% Sumber : (Lampiran SEBI No 6/23/DNDP) Tabel matriks pengukuran FDR di atas menjelaskan tentang pengukuran tingkat kesehatan bank dengan melihat dari rasio FDR bank. Di jelaskan bahwa jika FDR berada diantara 50% sampai kurang dari 75% maka bank dalam keadaan sangat sehat (PK-1). FDR antara 75% sampai dengan kurang dari 85% maka bank dalam keadaan sehat (PK-2). Jika FDR bank antara 85% sampai dengan kurang dari 100% maka bank dalam posisi cukup sehat (PK-3). FDR bank antara 100% sampai dengan kurang dari 120% bank dalam keadaan kurang sehat (PK-4). Sedangkan jika FDR bank lebih dari 120% maka bank dapat dikatakan tidak sehat (PK-5). Selain FDR, aset likud primer dan sekunder terhadap total aset. Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuahan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari kas, penempatan kepada Bank Indonesia, surat berharga kategori tersedia untuk dijual, dan seluruh surat berharga pemerintah yang memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Aset likuid sekunder adalah jumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana 26
pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, terdiri dari surat berharga pemerintah kategori tradingyang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 1 tahun kurang dari 5 tahun, kategori HTM yang memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan jatuh waktu 1 tahun, dan kategori trading yang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun dengan nilai haircut 25%. Selanjutnya aset likuid primer dan sekunder terhadap pendanaan jangka pendek. Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuahan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari kas, penempatan kepada Bank Indonesia, surat berharga kategori tersedia untuk dijual, dan seluruh surat berharga pemerintah yang memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Aset likuid sekunder adalah jumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, terdiri dari surat berharga pemerintah kategori tradingyang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 1 tahun kurang dari 5 tahun, kategori HTM yang memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan jatuh waktu 1 tahun, dan kategori trading yang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun dengan nilai haircut 25%. Pendanaan jangka pendek adalah seluruh dana pihak ketiga yang tidak memiliki jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo 1 tahun atau kurang. Kerugian yang diakibatkan oleh pengendalian internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya
27
kejadian-kejadian eksternal yang memengaruhi operasional bank adalah risiko operasional bank (Wahyudi, dkk : 2013). Risiko hukum muncul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena adanya tuntutan secara hukum dan ketiadaan peraturanperundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna (Wahyudi, dkk : 2013). Risiko reputasi, adalah risiko yang terjadi akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Pemangku kepentingan bank meliputi nasabah, debitur, investor, regulator, dan masyarakat umum (Wahyudi, dkk : 2013). Risiko yang terjadi akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis adalah risiko strategis. Risiko ini timbul antara lain karena bank menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi misi bank, ketidaksesuaian rencana strategis lingkungan strategis yang tidak komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana strategis antar level strategis (Wahyudi, dkk : 2013). Pada risiko kepatuhan muncul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan, ketentuan yang berlaku, dan prinsip syariah (Wahyudi, dkk : 2013).
28
b.
Good Coorporate Governance (GCG) Pengertian good corporate governance menurut Bank Dunia (World Bank)
adalah sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yangberkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Effendi, 2009). Good Corporate Governance (GCG) adalah mekanisme penting yang diharapkan dapat mendorong praktik bisnis yang sehat. Penilaian faktor good coorporate governance (GCG) merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG(Mulazid : 2016). Penilaian pada faktor GCG berdasarkan PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian
Tingkat
KesehatanBank
Umum
yaitu
menggunakan
penilaian
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi kepatuhan bank, penerapan fungsi audit internal, penerapan fungsi audit ekstern, fungsi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal, penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar, transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal, dan rencana strategis bank.
29
c.
Rentabilitas (earnings) Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh hasil bersih
(laba) dengan modal yang digunakannya. Rentabilitas dapat dihitung dengan membandingkan laba usaha dengan jumlah modalnya. (Gilarso : 2003). Penilaian faktor rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Faktor rentabilitas ini meliputi evaluasi terhadap
kinerja
rentabilitas,
sumber-sumber
rentabilitas,
kesinambungan
rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Tujuan penilaian rentabilitas adalah untuk mengevaluasi
kemampuan
rentabilitas
operasional dan permodalan
bank
untuk
mendukung
kegiatan
bank (Pramana : 2015). Dalam PBI No
13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum untuk mengukur rentabilitas dapat menggunakan rasio ROA (Return On Asset) danNIM (Net Interest Margin). Matriks dalam pengukuran ROA dan NIM adalah sebagai berikut : Tabel 2.7 Matriks Pengukuran ROA Peringkat Keterangan Kriteria 1 PK-1 >1,45% 2 PK-2 1,25% - 1,45% 3 PK-3 0,99% - 1,25% 4 PK-4 0,765% - 0,99% 5 PK-5 <0,765% Sumber : (Lampiran SK DIR BI No 30/12/KEP/DIR) Tabel matriks pengukuran ROA di atas menjelaskan tentang pengukuran tingkat kesehatan bank dilihat dari rasio ROA bank. Dijelaskan jika ROA bank 30
lebih dari 1,45% maka bank dapat dikatakan sangat sehat (PK-1). ROA bank berkisar antara 1,21% sampai dengan kurang dari 1,45% maka bank dikatakan sehat (PK-2). Jika ROA antara 0,99% sampai dengan kurang dari 1,21% maka bank dikatakan cukup sehat (PK-3). Jika ROA antara 0,76% sampai dengan kurang dari 0,99% maka bank dalam keadaan kurang sehat (PK-4). Sedangkan jika ROA bank kurang dari 0,765% maka bank dikatakan tidak sehat (PK-5). Tabel 2.8 Matriks Pengukuran NIM Peringkat Keterangan Kriteria 1 PK-1 >2,5% 2 PK-2 2% - <2,5% 3 PK-3 1,5% - <2% 4 PK-4 1% - <1,5% 5 PK-5 <1% Sumber : (Surat Edaran Bank Sumut No 056/DIR/DPP-PC/SE/04) Tabel matriks pengukuran NIM diatas menjelaskan tentang pengukuran kesehatan bank dilihat dari rasio NIM. Bank dalam keadaan sangat sehat (PK-1) jika NIM lebih dari 2,5%. NIM bank berkisar antara 2% sampai dengan kurang dari 2,5% maka bank dikatakan sehat (PK-2). Jika NIM antara 1,5% sampai kurang dari 2% maka bank dikatakan cukup sehat (PK-3). Jika NIM antara 1% sampai dengan kurang dari 1,5% maka bank dikatakan kurang sehat (PK-4). Sedangkan jika NIM bank kurang dari 1% maka bank dikatakan tidak sehat (PK5).
31
d.
Permodalan (capital) Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan
permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. Bank juga harus memenuhi Rasio Kecukupan Modal yang disediakan untuk mengantisipasi risiko (Pramana : 2015). Untuk mengukur pada permodalan adalah dengan menggunakan rasio CAR (Capital Adequecy Ratio). Matriks yang digunakan dalam pengukuran CAR adalah sebagai berikut : Tabel 2.8 Matriks Pengukuran CAR Peringkat Keterangan Kriteria 1 PK-1 CAR >11% 2 PK-2 9,5%
32
Car antara 6,5% sampai dengan kurang dari 8%. Sedangkan bank dikatakan tidak sehat (PK-5) jika CAR kurang dari 6,5%
B. Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
Nama Peneliti dan Tahun Terbit Irma, Rini Dwiyani Hadiwidjaja ,Yeni Widiastuti(2 016)
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu Judul Persamaan Perbedaan Penelitian
Assessing The Effect of Bank Performance on Profit Growth Using RGEC Approach
Menggunak an variabel RGEC NPF, FDR, ROA.
Hasil Penelitian
Tidak menggunak an variabel GCG padapeneliti annya.
Rasio yang digunakan untuk mencari profil risiko NPL, PDN, LDR, LAR dan CASH. Perusahaan yang memiliki profil risiko yang rendah, memiliki pertumbuhan profit yang besar. hipotesis kedua yaitu bank yang dapat memenuhi minimum modal dapat tumbuh dan mencapai profit. Hipotesis ketiga yaitu hubungan antara GCG dengan pertumbuhan profit. Mekanisme pengimplementasian GCG pada perusahaan mempengaruhi pertumbuhan profit bank. Komang Analisis Tingkat Menggunak Studi kasus Hasil penelitian Mahendra Kesehatan Bank an metode dan periode penilaian kesehatan Pramana, (Pendekatan RGEC penelitian yang dilakukan pada Luh Gede RGEC) Pada PT. Bank Danamon Sri Artini PT. Bank Indonesia, Tbk pada 33
No
Nama Peneliti dan Tahun Terbit (2016)
Judul Penelitian
Danamon Indonesia Tbk
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
periode tahun 20112014 dengan menggnakan pendekatan RGEC secara keseluruhan mendapatkan predikat baik, didukung dengan data-data yang dihasilkan dari penelitian ini dari fakrot profil risiko, rasio LDR untuk risiko likuiditas periode 2011-2014 memperoleh predikatsehat. Penilaian dari faktor GCG dengan menggunakan self assesment yang tercantum pada laporan tahunan memperoleh kategori sehat mencerminkan manajemen bank telah melakukan GCG dengan baik. Penilaian faktor rentabilitas menggunakan rasio ROA dan NIM memperoleh predikat sangat sehat, dengan pencapaian target laba dan pertumbuhan permodalan bank. Terakhir pada faktor permodalan menggunakan rasio 34
No
3.
4.
Nama Peneliti dan Tahun Terbit
Melan Rahmaniah dan Hendro Wibowo (2015)
Judul Penelitian
Analisis Potensi Terjadinya Financial Distress pada Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia Lotus Mega Analisis Tingkat Fortania, Kesehatan Bank Ulfi Kartika Umum Syariah Oktaviana dan Unit Usaha (2015) Syariah Dengan Metode CAMELS dan RGEC
Persamaan
Studi kasus Bank Umum Syariah dan menggunak an metode RGEC Menggunak an metode RGEC
Perbedaan
Periode penelitian
Studi kasus BUS dan UUS dan tidak menggunak an metode CAMELS
CAR memperoleh Hasil Penelitian
predikat sangan sehat karena memiliki kualitas dan kecukupan modal yang sangat memadai relatif terhadap risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat kuat sesuai dengan karakteristik. Berdasarkan hasil penilaian menggunakan metode
Hasil penelitian ini dengan menggunakan metode pendekatan CAMELS mengalami peningkatan dalam perkembangan tingkat kesehatannya selama periode penelitian karena angka yang diperoleh adalah 81100. Metode pendektan RGEC juga mengalami RGEC, BSM dari tahun 2011 β 2013 mendapat nilai bobot yang sama sebesar 96,25% 35
No
5.
Nama Peneliti dan Tahun Terbit
Firda Maulidiyah Agustina (2014)
Judul Penelitian
Analisis Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode RGEC Pada PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk
Persamaan
Perbedaan
mengalami potensi Hasil Penelitian
low financial distress. BMI pada periode 2011-2013 mengalami low financial distress dan BNI Syariah mengalami low financial distress pada periode 2011-2013 karena pada periode tersebut berada di level 81-100 yang artinya tidak mengalami high financial distress. Yang artinya ketiga bank tersebut tidak mengalami financial distresspeningkatan tingkat kesehatannya karena mencapai predikat βsehatβ. Variabel Pengukuran Kesimpulan dari hasil pada risiko penelitian ini pada metode likuiditas profil risiko, risiko RGEC yang tidak kredit sudah cukup digunakan menggunak baik ditunjukkan dari NPL/NPF an liquidity rasio NPL yang risk mengalami pada studi penurunan. Pada kasus risiko pasar pengalami penurunan dan diperlukan perhatian lebih karena rasio IRR terjadi penurunan pada periode tersebut. Kemudian pada rasio likuiditas 36
No
Nama Peneliti dan Tahun Terbit
Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
menunjukkan Hasil Penelitian
penurunan tiap tahunnya menunjukkan kemungkinan kecil untuk mengalami kegagalan dalam melunasi kewajibannya. Dari faktor rentabilitas melalui ROA dan NIM mengalami penurunan tiap tahunnya, namun baik aset dan laba sebelum pajaknya selalu mengalami peningkatan sehinggadikatakan stabil. Dari permodalan dilihat melalui kecukupan modal, Bank BTN mengalami peningkatan terukti dari terus meningkatnya rasio CAR tiap tahunnya. Sumber : Kumpulan Penelitian Terdahulu Berdasarkan dari tabel diatas, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari periode yang diambil, yaitu laporan keuangan Bank Umum Syariah (BUS) dari tahun 2011 sampai 2015. Studi kasus yang digunakan pada penelitian ini menggunakan bank umum syariah karena dapat menggambarkan
37
kesehatan bank syariah secara keseluruhan di Indonesia. Profil risiko yang digunakan pada penelitian ini adalah risiko kredit dan risiko likuiditas variabel yang digunakan adalah NPF, pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan, FDR, aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset, dan aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek. Variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat rentabilitas adalah dengan ROA dan NIM.Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengukur pada aspek permodalan adalah CAR.
C. Kerangka Berpikir Bagi perusahaan di bidang keuangan seperti perbankan syariah sangat diperlukan penelitian untuk memberikan informasi mengenai posisi dan kondisi perusahaan serta kinerja keuangan perusahaan itu sendiri sehingga membantu dalam mengelola perusahaan dan pada pada saat pengambilan keputusan. Penelitian juga berguna untuk mengevaluasi sistem kerja perusahaan agar ada perubahan yang lebih baik untuk masa depan. Laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk rasio keuangan yang menjadi komponen dari pendekatan RGEC. Rasio keuangan dalam pendekatan RGEC antara lain :
38
Gambar2.1 Kerangka Berpikir
1. Risk Profile (Profil Risiko) : Berdasarkan PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum, pemilihan jenis risiko yang digunakan adalah Risiko Kredit dan Likuiditas dengan parameter penilaian yaitu: rasio Non Performing Finance (NPF), pembiayaan kualitas rendah dengan total pembiayaan, rasio Financing to Deposit Ratio (FDR), aset likuiditas primer dan sekunder dengan total aset, dan aset likuiditas primer dan sekunder dengan pembiayaan jangka pendek.
39
a.
Non Performing Financing
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara total pembiayaan yang diberikan dengan kategori non lancar dengan total pembiayaan yang diberikan. b. Kredit kualitas rendah terhadap total pembiayaan Kredit kualitas rendah adalah seluruh kredit kepada pihak ketiga bukan bank yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total pembiayaan. Total pembiayaan adalah total pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank. c.
Finance Deposit Ratio
Finance Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan dengan total dana pihak ketiga. d. Aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo yang terdiri dari kas, penempatan pada BI, surat berharga kategori tersedia untuk dijual, dan seluruh surat berharga pemerintah. Aset likuid sekunder adalah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. e. Aset likuiditas primer dan sekunder terhadap pendanaan jangka pendek Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo yang terdiri dari kas, penempatan pada BI, surat berharga kategori tersedia untuk 40
dijual, dan seluruh surat berharga pemerintah. Aset likuid sekunder adalah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. Pendanaan jangka pendek yaitu seluruh dana pihak ketiga yang tidak memiliki jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo kurang dar 1 tahun. 2.
Good Corporate Governance (GCG) : Penilaian pada faktor GCG berdasarkan PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yaitu menggunakan penilaian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi kepatuhan bank, penerapan fungsi audit internal, penerapan fungsi audit ekstern, fungsi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal, penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar, transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal, dan rencana strategis bank.
3.
Earnings : Berdasarkan PBI No 13/1/PBI/ 2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum, pengukuran earnings atau rentabilitas yang digunakan adalah rasio Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM). a. Return On Asset (ROA) ROAadalah laba sebelum pajak dibagi dengan rata-rata total aset. b. Net Interest Margin (NIM) Pendapatan margin bagi hasil bersih dengan rata-rata total earning aset.
41
4.
Capital : Berdasarkan PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum, pengukuran capital atau permodalan yang digunakan adalah rasio Capital Adequecy Ratio (CAR). CAR adalah perhitungan modal dan asset tertimbang menurut risiko (AMTR) berpedoman pada ketentuan yang berlaku mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bank umum berdasarkan prinsip syariah. Hasil akhir akan menunjukkan kondisi kesehatan bank umum syariah
menggunakan pendekatan RGEC apakah dalam predikat sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat.
42
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Sifat pada penelitian ini merupakan penilitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sempel tertentu (Sugiyono : 2013). Peneliti mengambil sifat penelitian kuantitatif pada penelitian ini karena data yang akan diolah pada penelitian adalah laporan keuangan bank yang berbentuk angka. Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah studi pustaka. Studi Pustaka adalah metode pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, majalah, koran dan literatur ilmiah lainnya yang bertujuan untuk membentuk sebuah landasan teori. Alasan peneliti mengambil jenis penelitian studi pustaka karena sumber informasi dan landasan teori yang menjadi dasar dari penelitian ini bersumber dari buku dan literatur terkait. Selain itu, Objek dari penelitian ini adalah Bank Umum Syariah. Pada Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran di Indonesia. Alasan peneliti mengambil Bank Umum Syariah sebagai ruang lingkup penelitian adalah karena Bank Umum Syariah dapat menjadi gambaran secara global tingkat kesehatan seluruh Bank Syariah di Indonesia. Peneliti
43
memandang penting untuk mengkaji lebih lanjut mengenai tingkat kesehatan bank pada Bank Umum Syariah. Periode penelitian ini adalah dari tahun 2011 sampai 2015. Alasan peneliti mengambil periode sampai 2015 tersebut karena laporan keuangan terbaru yang telah dipublikasikan masing-masing bank adalah tahun 2015. Sedangkan mengambil jangka waktu yang cukup lama, yaitu lima tahun dari 2011 sampai 2015 karena peneliti ingin melihat perubahan dan perkembangan yang terjadi selama jangka waktu tersebut apakah memiliki perbedaan yang besar atau tidak. Pendekatan keilmuan yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel. Data panel adalah gabungan antara data cross section (Bank Umum Syariah) dan time series (periode penelitian). Peneliti menggunakan pendekatan keilmuan data panel karena pada penelitian ini menilai tingkat kesehatan BUS di Indonesia pada periode 2011 sampai 2015. Dalam pengukuran kesehatan bank menggunakan RGEC, faktor profil risiko yang digunkan adalah risiko kredit dan risiko likuiditas. Karena dari semua jenis risiko yang ada, risiko kredit dan risiko likuiditas yang menggunakan pengukuran kuantitatif, sedangkan risiko lain menggunakan metode penilaian risiko yang berbeda. Selain itu bank tidak memberikan data pada laporan keuangan yang mencukupi untuk kebutuhan penelitian ini. Dalam penilaian pada faktor GCG peneliti menggunakan data yang telah tersedia pada laporan tahunan masing-masing bank, peneliti tidak melakukan pengolahan data pada faktor GCG.
44
B. Teknik Penentuan Sample 1.
Populasi Pada dasarnya populasi penelitian adalah totalitas objek atau keseluruhan item
psikologis yang dibatasi kriteria tertentu. Karenanya, dalam penelitian perlu ukuran populasi yang jelas. Ukuran populasi menunjuk pada banyaknya objek psikologis dalam populasi (Supriyanto : 2009). Populasi pada penelitian ini adalah semua Bank Umum Syariah di Indonesia yang berjumlah 12 Bank Umum Syariah, yaitu : Tabel 3.1 Populasi Penelitian NO NAMA BUS 1. Bank Syariah Mandiri 2. Bank Muamalat 3. Bank BNI Syariah 4. Bank BRI Syariah 5. Bank Mega Syariah 6. Maybank Syariah Indonesia 7. Bank Victoria Syariah 8. BCA Syariah 9. Bank Jabar Banten Syariah 10. Bank Panin Syariah 11. Bank Bukopin Syariah 12. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Sumber : www.ojk.go.id 2.
Sampel Dalam (Sekaran : 2009) sampel adalah subset atau sub kelompok populasi.
Yang artinya sampel adalah sebagian dari populasi yang telah masuk seleksi. Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Purposive samplingadalah pengambilan 45
sampel secara sengaja sesuai dengan kriteria sampel yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut. Kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian ini antara lain : a.
Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia.
b.
Secara teratur mempublikasikan Laporan Keuangan atau Laporan Tahunan (Annual Report) pada periode 2011 sampai 2015.
c.
Bank Umum Syariah memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian pada tabel dibawah ini :
No. 1.
2.
3. 4.
5.
6.
Tabel 3.2 Data yang Dibutuhkan Penelitian Variabel Data yang Dibutuhkan NPF - Pembiayaan yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet - Total pembiayaan Pembiayaan - Pembiayaan yang tergolong dalam perhatian kualitas khusus, tidak lancar, diragukan, dan macet rendah - Total pembiayaan terhadap total pembiayaan FDR - Total pembiayaan - Total Dana Pihak Ketiga (DPK) Aset likuid - Kas primer dan - Penempatan pada BI sekunder - Total aset terhadap total aset Aset likuid - Kas primer dan - Penempatan pada BI sekunder - Pembiayaan yang jangka waktu kudang atau terhadap sama dengan 1 tahun pembiayaan jangka pendek ROA - Laba sebelum pajak - Rata-rata total aset 46
7.
NIM
No. 8. 9.
Variabel GCG CAR
- Pendapatan margin bagi hasil bersih - Total aktiva produktif Data yang Dibutuhkan - Laporan GCG - Modal - ATMR
Sesuai dengan kriteria penelitian di atas, maka Bank Umum Syariah yang termasuk dalam sampel penelitian, yaitu :
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sumber : data telah diolah
Tabel 3.3 Sampel Penelitian NAMA BUS Bank Syariah Mandiri Bank Muamalat Bank BNI Syariah Bank BRI Syariah BCA Syariah Bank Jabar Banten Syariah Bank Panin Syariah Bank Bukopin Syariah
Dari populasi 12 Bank Umum Syariah, yang termasuk kedalam sampel penelitian adalah 8 Bank Umum Syariah. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah (BTPNS) tidak termasuk kedalam sampel karena pada periode tahun 2011 bank tersebut belum termasuk kedalam Bank Umum Syariah sedangkan periode penelitian ini adalah 2011-2015. Ketiga bank lainnya yang tidak termasuk kedalam sampel penelitian yaitu Bank Mega Syariah, Bank Victoria Syariah, dan Maybank Syariah karena tidak menyajikan data yang cukup untuk kebutuhan penelitian ini.
47
C. Teknik Pengumpulan Data Untuk melakukan penelitian keuangan pada bank syariah, sangat diperlukan data yang berfungsi untuk menjadi petunjuk dan diolah dalam melakukan penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang berguna bagi penerima informasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan penelitian pustaka. Penelitian pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang dibahas untuk dijadikan sebagai landasan teori. Selain menggunakan penelitian pustaka, penelitian ini juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi dokumentasi. Dokumentasi merupakan salah suatu teknik pengumpulan data dengan cara menelaah dan mengkaji dokumen-dokumen yang dipublikasikan perusahaan. Studi dokumentasi dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari website OJK, BI atau BUS yang berkaitan. Data yang diperoleh dari website tersebut dalam bentuk laporan keuangan BUS, regulasi dari BI dan OJK, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul penelitian. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah jenis data yang telah diolah dan secara tidak langsung dari nasarumbernya. Dalam penelitian ini akan menggunakan data laporan keuangan dari Bank Umum Syariah pada periode 2011-2015 yang telah di publikasi oleh masingmasing Bank tersebut. Laporan keuangan atau laporan tahunan (Annual Report) Bank Umum Syariah diperoleh dari website masing-masing Bank Umum Syariah. 48
D. Teknik Analisis Data Dalam melakukan riset penelitian keuangan pada Bank Syariah data yang diperlukan adalah dalam bentuk rasio keuangan yang diperoleh dari Bank Umum Syariah. Teknik analisis data digunakan yang adalah sebagai alat untuk menjawab permasalahan yang ada pada penelitian ini. Hasil dari analisis data ini akan menghasilkan data deskriptif kualitatif yang menjelaskan data berupa angka kemudian dijelaskan menggunakan kata-kata untuk memperjelas data. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode RGEC. Metode RGEC dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum menjelaskan bahwa bank umum diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (RiskBased Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Rasio yang digunakan sebagai variabel indikator penilaian kesehatan sebagai berikut : 1.
Risk Profile (Profil Risiko) a. Risiko kredit, indikator penilaian yang digunakan pada risiko kredit adalah rasio NPF dan pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan. b. Risiko Likuiditas, indikator penilaian kesehatan yang digunakan pada risiko likuiditas adalah rasio FDR, aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset dan aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek.
2. Good Corporate Governance (GCG) : Penilaian pada faktor GCG berdasarkan PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yaitu 49
menggunakan penilaian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi kepatuhan bank, penerapan fungsi audit internal, penerapan fungsi audit ekstern, fungsi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal, penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar, transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal, dan rencana strategis bank. 3. Earnings, indikator penilaian kesehatan pada rentabilitas menggunakan rasio ROA dan rasio NIM. 4. Capital, indikator penilaian yang digunakan untuk menilai permodalan adalah dengan menggunakan rasio CAR.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Profil risiko a. Risiko Kredit 1) Non Performing Finance (NPF)
πππΉ = πππππππ¦πππππππππ πππβ π½π’πππβπππππππ¦πππ 2) Pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan πππππππ¦πππkualitas rendah π½π’πππβπππππππ¦πππ
50
b. Risiko Likuiditas 1) Finance to Deposit Ratio (FDR)
FDR = Jumlah Pembiayaan Jumlah DPK
2) Aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset
Aset likuid primer dan sekunder Total Aset
3) Aset likuid primer dan sekunder terhadap pembayaan jangka pendek Aset likuid primer dan sekunder Pembiayaan jangka pendek
2. Earnings a. Return On Asset(ROA)
ROA = EBIT Total Asset
b. Net Interest Margin (NIM)
NIM = pendapatan bagi hasil bersih rata-rata toal earning aset
51
3. Capital : Pada pengukuran capial atau permodalan yang digunakan adalah rasio Capital Adequecy Ratio (CAR).
CAR =
Risk Profile
Variabel NPF
Pembiayaan Kualitas Rendah Total Pembiayaan
FDR
Aset Likuid Primer dan Sekunder Total Aset
Modal Bank Total AMTR
Tabel 3.4 Operasional Variabel Konsep Menunjukkan seberapa besar risiko pembiayaan yang akan ditanggung oleh pihak bank. Pembiayaan kualitas rendah adalah seluruh pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macer, termasuk kredit direstrukturisasi kualitas lancar. Total pembiayaan adalah pembiayaan kpada pihak ketiga Menunjukkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana dari pihak ketiga Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana
Indikator Pembiayaan bermasalah x 100% total pembiayaan Pembiayaan kualitas rendah x 100% total pembiayaan
Jumlah pembiayaan x 100% jumlah DPK Aset likuid primer dan sekunder total aset
52
pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari : - Kas - Penempatan pada Bank Indonesia berupa Fine Tune Operation (FTO), Fasbi, dan lainnya - Seluruh surat berharga kategori tersedia untuk dijual (trading) - Seluruh surat berharga pemerintah yg memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Aset likuid sekunder adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari: - Surat berharga milik pemerintah kategori trading dengan kualitas baik, memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun tapi kurang dari 5 tahun - Surat berharga pemerintah kategori HTM memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan 1 tahun - Surat berharga pemerintah kategori trading memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun dengan nilai 53
Aset Likuid Primer dan Sekunder Pembiayaan Jangka Pendek
GCG
Earning
-
ROA
haircut 25% Total aset (cukup jelas) Aset likuid primer dan sekunder seperti yang dijelaskan diatas. Pembiayaan jangka pendek adalah seluruh dana pihak ketiga yang tidak memiliki jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo 1 tahun atau kurang. - Penilaian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris - Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite Penanganan benturan kepentingan - Penerapan fungsi kepatuhan bank, penerapan fungsi audit internal - Penerapan fungsi audit ekstern - Fungsi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal - Penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal - Rencana strategis bank.
Aset likuid primer dan sekunder pembiayaan jangka pendek
-
Kemampuan perusahaan Laba sebelum pajak x 100% memenuhi kewajiban jangka rata-rata total aset panjang atau mengukur kemampuan permodalan perusahaan dalam 54
NIM
Capital
CAR
menanggung seluruh beban utangnya. Kemampuan bank dalam Pendapatan margin bagi hasil β menghasilkan pendapatan distribusi bagi hasil bagi hasil bersih dengan total aktiva produktif penempatan aktiva produktif Mengukur kecukupan modal Modal x 100% guna menutupi kemungkinan AMTR kegagalan dalam pemberian pembiayaan
55
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Profil Singkat BCA Syariah Perkembangan perbankan syariah yang tumbuh cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan minat masyarakat mengenai ekonomi syariah semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan layanan syariah, maka berdasarkan akta akuisisi No. 72 tanggal 12 Juni 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Dr. Irawan Soerodjo, S.H., Msi, PT. Bank Central Asia, Tbk (BCA) mengakuisisi PT Bank Utama Internasional Bank (Bank UIB) ynag nantinya menjadi PT Bank BCA Syariah. Selanjutnya berdasarkan Akta Persyaratan Keputusan di Luar Rapat Perseroan Terbatas PT bank UIB No. 49 yang dibuat dihadapan Notaris Pudji Rezeki Irawati, S.H., tanggal 16 Desember 2009, tentang perubahan kegiatan usaha dan perubahan nama dari PT Bank UIB menjadi PT Bank BCA Syariah. Akta perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No. AHU-01929, AH.01.02 tanggal 14 januari 2010. Pada tanggal yang sama telah dilakukan penjualan 1 lembar saham ke BCA Finance, sehingga kepemilikan saham sebesar 99,9997% dimiliki oleh PT Bank Central Asia Tbk, dan 0,0003% dimiliki oleh PT BCA Finance.
56
Perubahan kegiatan usaha bank dari ban k konvensional menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gurbenur Bank Indonesia melalui Keputusan Gurbenur BI No. 12/13/KEP.GBI/DpG/2010 tanggal 2 Maret 2010. Dengan memperoleh izin tersebut, pada taggal 5 April 2010, BCA Syariah resmi beroperasi sebagai bank umum syariah. (www.bcasyariah.co.id)
2. Profil Singkat BJB Syariah Pendirian BJB Syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. Pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan jasa perbankan syariah pada saat itu. Setelah 10 tahun operasonal Unit Usaha Syariah, manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. Berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk menjadikan Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah. Hingga saat ini BJB Syariah telah memiliki 8 kantor cabang, 44 kantor cabang pembantu, 54 jaringan anjungan tunai mandiri yang tersebar di daerah propinsi
57
Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta dan 49.630 jaringan ATM bersama. Pada tahun 2013 diharapkan bank BJB semakin memperluas jangkauan pelayanannya yang tersebar di daerah Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. (www.bjbsyariah.co.id)
3. Profil Singkat BNI Syariah Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem perbankan syariah. Prinsip syariah dengan tiga pilarnya, yaitu adil transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbnkan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang Undang No. 10 Tahun 1998, pada tanggal 28 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Bankarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 kantor cabang dan 31 kantor cabang pembantu. Berdasarkan
Keputusan
Gubernur
Bank
Indonesia
Nomor
12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2003 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif, yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat 58
Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Juni 2014 jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20 Payment Point. (www.bnisyariah.co.id)
4. Profil Singkat BRI Syariah Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya No. 10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi. Kemudian PT Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam. Dua tahun lebih PT Bank BRI Syariah hadir mempersembahkan sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Melayani nasabah dengan pelayanan prima dan menawarkan beragam produk yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah.
59
Aktivitas PT Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT Bank BRI Syariah (proses spin off) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan Bapak Venje Raharjo selaku Direktur Utama PT Bank BRI Syariah. Saat ini PT Bank BRI Syariah menjadi bank syariah ketiga terbesar berdasarkan aset. PT Bank BRI Syariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga dengan berfokus pada segmen menengah kebawah. (www.brisyariah.co.id)
5. Profil Singkat Bank Syariah Mandiri Nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas telah tertanam kuat pada segenap insan Bank Syariah Mandiri sejak kehadirannya sejak tahun 1999. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) terkena dampak krisis pada tahun 1997-1998. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan 60
menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandifi melakukan konsolidasi
serta
membentuk
Tim
Pengembangan
Perbankan
Syariah.
Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998, yang memberi peluang bank umum ntuk melayani transaksi syariah (dual banking sistem). Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gurbenur Bank Indonesia melalui SK Gurbenur BI No. 1/24/KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gurbenur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999. BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rogani inilah yang menjadi alah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
61
6. Profil Singkat Bank Bukopin Syariah PT Bank Syariah Bukopin sebagai bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang bermula masuknya konsorsium PT Bank Bukopin, Tbk diakuisisinya PT Bank Persyarikatan Indonesia oleh PT Bank Bukopin, Tbk., proses akuisisi tersebut berlangsung secara bertahap sejak 2005 hingga 2008, dimana PT Bank Persyarikatan Indonesia yang sebelumnya bernama PT Bank Swansarindo Internasional didirikan di Samarinda berdasarkan Akta Nomor 102 tanggal 29 Juli 1990 merupakan bank umum yang memperolah Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 1.659/ KMK.013/1990 tanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian Izin Peleburan Usaha 2 (dua) Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank Umum dengan nama PT Bank Swansarindo Internasional yang memperoleh kegiatan operasi berdasarkan surat Bank Indonesia (BI) nomor 24/1/UPBD/PBD2/Smr tanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Bank Umum dan Pemindahan Kantor Bank. Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 proses akuisisi oleh Organisasi Muhammadiyah dan sekaligus perubahan nama PT Bank Swansarindo Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia yang memperoleh persetujuan dari (BI) nomor 5/4/KEP. DGS/2003 tanggal 24 Januari 2003 yang dituangkan ke dalam akta nomor 109 Tanggal 31 Januari 2003. Dalam perkembangannya kemudian PT Bank Persyarikatan Indonesia melalui tambahan modal dan asistensi oleh PT Bank Bukopin, Tbk., maka pada tahun 2008 setelah memperolah izin kegiatan usaha bank umum yang beroperasi 62
berdasarkan prinsip syariah melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia nomor 10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Pemberian Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, dan Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi PT Bank Syariah Bukopin dimana secara resmi mulai efektif beroperasi tanggal 9 Desember 2008, kegiatan operasional Perseroan secara resmi dibuka oleh Bapak M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004 -2009. Sampai dengan akhir Desember 2014 Perseroan memiliki jaringan kantor, yaitu 1 (satu) Kantor Pusat dan Operasional, 11 (sebelas) Kantor Cabang, 7 (tujuh) Kantor Cabang Pembantu, 4 (empat) Kantor Kas, 1 (satu) unit mobil kas keliling, dan 76 (tujuh puluh enam) Kantor Layanan Syariah, serta 27 (dua puluh tujuh) mesin ATM BSB dengan jaringan Prima dan ATM Bank Bukopin. (www.bukopinsyariah.co.id)
7. Profil Singkat Bank Muamalat PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta 63
pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada
akhir
tahun
90an,
Indonesia
dilanda
krisis
moneter
yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba 64
berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni. Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 4,3 juta nasabah melalui 457 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 1996 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank inIndonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution inIndonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong). (www.bankmuamalat.co.id)
65
8. Profil Singkat Bank Panin Syariah PT Bank Panin Syariah Tbk berkantor pusat di Gedung Panin Life Center, Jl. Letjend S. Parman Kav. 91, Jakarta Barat, menjalankan usahanya di bidang perbankan sengan prinsip bagi hasil berdasarkan syariat Islam. Mendapatkan ijin usaha sebagai bank umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan syariat Islam dari Bank Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Gurbenur Bank Indonesia No. 11/52/KEP.GBI/DpG/2009 tanggal 6 Oktober 2009, dan mulai beroperasi sebagai bank umum syariah pada tanggal 2 Desember 2009. Sejak mengawali keberadaan di industri perbankan syariah di Indonesia, Panin Bank Syariah secara konsisten menunjukkan kinerja dan pertumbuhan usaha yang baik. Panin Bank Syariah berhasil mengembangkan aset dengan pesat berkat kepercayaan nasabah yang menggunakan berbagai produk pembiayaan dan menyimpan dananya. Dukungan penuh dari perusahaan induk PT Bank Panin Tbk sebagai salah satu bank swasta terbesar diantara sepuluh bank swasta terbesar lainnya di Indonesia serta Dubai Islamic Bank PJSC yang merupakan salah satu bank Islam terbesar di dunia, telah membantu tumbuh kembang Panin Bank Syariah. Panin Bank Syariah terus berkomitmen untuk membangun kepercayaan nasabah dan masyarakat melalui pelayanan dan penawaran produk yang sesuai dengan
prinsip-prinsip
syariah
serta
memenuhi
kebutuhan
nasabah.(www.paninbanksyariah.co.id)
66
B. Penilaian Kesehatan Bank Umum Syariah Penilaian bank syariah adalah suatu rangkaian penliaian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya secara normal serta kemampuan bank tersebut dalam memenuhi kewajibannya. Dalam Peraturan Bank Indonesia No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum penilaian kesehatan bank meliputi beberapa aspek, diantaranya : 1.
Profil Risiko (Risk Profile) Penilaian kesehatan bank dalam aspek profil risiko ini masing-masing
menggunakan rasio keuangan pada aspek risiko sebagai berikut : a.
Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko yang muncul karna kegagalan nasabah dalam
memenuhi liabilitas kepada bank sesuai kontrak (kredit macet). Rasio yang digunakan adalah Non Performing Financing (NPF) dan kredit kualitas rendah terhadap total kredit. a. Non Performing Financing (NPF) Untuk mengetahui total NPF suatu bank dengan pembiayaan bermasalah, yaitu pembiayaan bermasalah yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet. Pembiayaan bermasalah lalu dibagi dengan jumlah seluruh pembiayaan pihak ketiga. πππΉ = πππππππ¦πππππππππ πππβ π½π’πππβπππππππ¦πππ
67
Berikut adalah Non Performing Financing (NPF) beserta peringkat komposit masing-masing bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.1 NPF Bank Umum Syariah 2011-2015 NPF Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 2,99% 0,95% 2,12% 1,74% 0,82% 0,20% 0,41% 2,42%
2012 PK 2 1 2 1 1 1 1 2
(%) 3,63% 1,14% 1,84% 4,57% 0,19% 0,10% 2,10% 1,42%
PK 2 1 1 2 1 1 2 1
2013 (%) 3,46% 2,29% 3,26% 3,68% 0,77% 0,10% 1,16% 1,13%
PK 2 2 2 2 1 1 1 1
2014 (%) 4,85% 4,29% 3,65% 3,34% 0,29% 0,10% 3,93% 1,04%
PK 2 2 2 2 1 1 2 1
2015 (%) 4,20% 4,05% 3,89% 2,74% 1,94% 0,70% 4,45% 1,46%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan nilai NPF dan predikat komposit yang dimiliki bank umum syariah pada periode 2011 sampai 2015. Bank Syariah dapat dikatakan sangat sehat jika NPF kurang dari 2% (PK-1) dan akan semakin buruk jika nilai NPF mencapai lebih dari 12% (PK-5). Nilai NPF masing-masing bank menunjukkan hasil yang berbeda-beda. 1. Pada tahun 2011 bank umum syariah yang memiliki nilai NPF tinggi adalah Bank Muamalat Indonesia yaitu 2,99% sedangkan BCA Syariah memiliki NPF terendah yaitu 0,20%. 2. Pada tahun 2012 Bank Bukopin Syariah memiliki NPF tertinggi yaitu 4,57% dan bank yang memiliki NPF terendah adalah BCA Syariah yaitu 0,10%.
68
PK 2 2 2 2 1 1 2 1
3. Pada tahun 2013 Bank Bukopin Syariah memiliki NPF tertinggi yaitu 3,68% sedangkan NPF terendah pada tahun 2013 dimiliki oleh BCA Syariah yaitu 10% 4. Pada tahun 2014 bank yang memiliki NPF tertinggi adalah Bank Muamalat yaitu 4,85% sedangkan bank yang memiliki NPF terendah adalah BCA Syariah yaitu 0,10%. 5. Pada tahun 2015 bank yang memiliki tingkat NPF tertinggi adalah BJB Syariah yaitu sebesar 4,45% sedangkan NPF terendah dimiliki oleh BCA Syariah yaitu 0,10%. Dari ke delapan bank umum syariah, yang memiliki PK sangat sehat selama 5 tahun terakhir yaitu BCA Syariah. Hal ini menunjukkan sedikitnya kredit macet dan pembiayaan yang bermasalah oleh nasabah pada bank syariah tersebut. Tetapi kategori seluruh bank masih masuk dalam kategori sehat dan sangat sehat yang diartikan dalam posisi aman. Berikut adalah grafik yang menjelaskan posisi nilai NPF Bank Umum Syariah pada periode 2011-2015.
69
Grafik 4.1 Rasio NPF Bank Umum Syariah 2011-2015
Sumber : Data yang telah diolah Dari grafik diatas terlihat jelas bank yang memiliki rasio NPF tertinggi adalah Bank Muamalat yaitu 4,85% pada tahun 2014. Hal ini terjadi karena tingkat kredit macet atau pembiayaan bermasalah Bank Muamalat pada periode tersebut tinggi. Pada tahun 2011 sampai 2014 Bank Muamalat terjadi peningkatan pada rasio NPF hal ini dikarenakan kredit macet yang tinggi pada Bank Muamalat.Dalam penilaian kesehatan dilihat dari rasio NPF, secara keseluruhan bank umum syariah tidak ada yang termasuk dalam kategori kurang sehat dan tidak sehat. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak ada NPF yang lebih dari 11% yang sudah ditetapkan BI. b. Pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan Untuk mengetahui pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan perlu diketahui terlebih dahulu pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Total pembiayaan adalah jumlah pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank. 70
πππππππ¦πππkualitas rendah π½π’πππβπππππππ¦πππ
Tabel 4.2 Pembiayaan Kualitas Rendah terhadap Total Pembiayaan Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 208,97% 15,75% 2,31% 12,47% 0,00% 0,00% 5,66% 11,01%
Pembiayaan Kualitas Rendah / Total Pembiayaan 2012 2013 2014 PK (%) PK (%) PK (%) 5 110,87% 5 95,77% 5 65,10% 5 7,43% 3 6,27% 3 7,66% 2 1,47% 1 5,46% 3 7,67% 5 11,79% 5 9,93% 4 2,84% 1 0,00% 1 0,17% 1 0,53% 1 0,00% 1 0,00% 1 46,30% 3 2,49% 2 6,18% 3 8,49% 5 4,41% 2 1,66% 1 6,41%
PK 5 3 3 2 1 5 4 3
2015 (%) 41,91% 2,66% 21,34% 7,06% 6,15% 2,09% 7,10% 6,57%
PK 5 2 5 3 3 2 3 3
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Tabel 4.2 diatas menunjukkan kesehatan bank dilihat dari pembiayaan kualitas rendah dengan total pembiayaan. Pada pembiayaan kualitas rendah yang diukur adalah pembiayaan yang termasuk kedalam kategori kolektabilitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Semakin tinggi pembiayaan kualitas rendah menunjukkan banyaknya kredit macet yang dihadapi bank tersebut. Penilaian ini mengacu pada matriks penilaian rasio NPF. Dijelaskan pada tabel tersebut dilihat dari pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan tiap bank yaitu : 1. Pada periode tahun 2011 Bank Muamalat memiliki pembiayaan kualitas rendah paling tinggi yaitu 208,97%. Hal ini dikarenakan jumlah pembiayaan dana pihak ketiga yang termasuk kedalam kategori kolektabilitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet 71
pada periode tersebut sangat tinggi. Pada tahun yang sama pembiayaan kualitas rendah yang sedikit adalah Bank Panin Syariah dan BCA Syariah yaitu 0,00%. Hal ini disebabkan pada laporan keuangan kedua bank tersebut tidak menunjukkan kolektabilitas pembiayaan yang masuk kedalam kategori dalam perhatian khusus, tidak lancar, diragukan, dan macet pada laporan keuangannya. 2. Pada tahun 2012 bank yang memiliki pembiayaan kualitas rendah paling tinggi adalah Bank Muamalat yaitu 110,87%. Pada tahun 2012 Bank Panin Syariah dan BCA Syariah masih memiliki pembiayaan kualitas rendah paling kecil yaitu 0,00%. Hal ini dikarenakan kedua bank tersebut tidak menunjukkan data pembiayaan kualitas rendahnya di laporan keuangan. Sedangkan 3. Pada tahun 2012 bank yang memiliki pembiayaan kualitas rendah paling tinggi adalah Bank Muamalat. Pada tahun yang sama BCA Syariah memiliki pembiayaan kualitas rendah terendah yaitu 0,00%. 4. Pada tahun 2014 yang paling tinggi pembiayaan kualitas rendah masih Bank Muamalat yaitu 65,10%. Sedangkan bank yang memiliki Bank Panin Syariah yaitu 0,53%. 5. Dan di tahun 2015 bank yang memiliki pembiyaan kualitas rendah paling tinggi masih dimiliki oleh Bank Muamalat yaitu 41,91%. Dan bank yang memiliki pembiayaan kualitas rendah paing rendah adalah BCA Syariah 2,09%. 72
Grafik4.2 Pembiayaan Kualitas Rendah dengan Total Pembiayaan
Grafik 4.2 diatas menunjukkan dengan jelas pembiayaan kualitas rendah tiap bank. Dalam periode 2011-2015 Bank Muamalat memiliki pembiayaan kualitas rendah tertinggi. Hal ini diakibatkan pembiayaan Bank Muamalat yang temasuk kedalam kategori kolektabilitas dalam perhatian khusus sangat tinggi. Tetapi tiap tahun tingkat pembiayaan kualitas rendah Bank Muamalat menurun yang artinya tingkat pembiayaan yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet tiap tahunnya berkurang. Dalam penilaian kesehatan dilihat dari pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan menunjukkan ada beberapa bank yang masuk kedalam kategori kurang sehat dan tidak sehat, yaitu :
73
1.
2.
3.
4.
Tabel 4.3 Bank dalam Kategori Kurang Sehat dan Tidak Sehat Melalui Indkator Pembiayaan Kualitas Rendah Terhadap Total Pembiayaan 2011 2012 2013 2014 2015 Bank 1. Bank 1. Bank 1. Bank 1. Bank Muamalat Muamalat Muamalat Muamalat Muamalat (tidak sehat) (tidak sehat) (tidak sehat) (tidak sehat) (tidak sehat) Bank Syariah 2. Bank 2. Bank 2. BCA Syariah 2. BJB Syarah Mandiri Bukopin Bukopin (tidak sehat) (tidak sehat) (tidak sehat) Syariah Syariah 3. BJB Syariah Bank (tidak sehat) (kurang (kurang Bukopin sehat) sehat) Syariah (tidak sehat) BNI Syariah (tidak sehat) Sumber : data yang telah diolah b.
Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terjadi karena ketidakmampuan bank dalam memenuhi
likuiditas jatuh tempo. Risiko ini muncul akibat ketidaksesuaian waktu jatuh tempo antara sumber pendanaan bank dan akad pembiayaan bank terhadap debitur. Rasio yang digunakan untuk mengetahui likuiditas suatu bank adalah dengan menggunakan Finance Deposit Ratio (FDR), aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset dan aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek. 1) Financing Deposit Ratio (FDR) Untuk mengetahui FDR suatu bank yaitu dengan menggunakan total pembiayaan dibagi dengan total dana pihak ketiga.
74
FDR = Jumlah Pembiayaan Jumlah DPK
Berikut adalah hasil perhitungan FDR pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.4 FDR Bank Umum Syariah 2011-2015 FDR Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 76,76% 86,03% 90,55% 83,66% 162,97% 78,80% 79,61% 78,60%
2012 PK 2 3 3 2 5 2 2 2
(%) 94,15% 94,40% 100,96% 92,29% 123,88% 79,90% 87,99% 84,99%
PK 3 3 4 3 5 2 3 2
2013 (%) 99,99% 89,37% 102,70% 100,29% 90,40% 83,50% 97,40% 97,86%
PK 3 3 4 4 3 2 3 3
2014 (%) 84,14% 81,92% 93,90% 92,89% 94,04% 91,20% 93,69% 92,58%
PK 2 2 3 3 3 3 3 3
2015 (%) 90,30% 81,99% 84,16% 90,56% 96,43% 91,40% 104,75% 91,94%
PK 3 2 2 3 3 3 4 3
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Tabel 4.2 di atas menunjukkan rasio FDR dan peringkat komposit pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015. Tingkat rasio FDR yang tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan pembiayaan pada bank tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan sumber dana yakni dana pihak ketiga. Tingkat FDR yang tinggi dikhawatirkan dapat mengganggu berjalannya aktifitas penyaluran dana karena tidak tersedianya dana yang dapat disalurkan kepada nasabah. 1. Pada tahun 2011 nilai FDR terendah dimiliki oleh Bank Muamalat yaitu 76,76%sedangkan bank syariah yang memiliki FDR tinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 162,97%.
75
2. Pada tahun 2012 bank yang memiliki FDR terendah adalah BCA Syariah yaitu 79,90% sedangkan yang memiliki FDR tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 123,88%. 3. Pada tahun 2013 bank syariah yang memiliki terendah adalah BCA Syariah yaitu 83,50% sedangkan FDR tertinggi adalah BRI Syariah yaitu 152,87%. 4. Pada tahun 2014 FDR terendah adalah Bank Syariah Mandiri yaitu 81,14% dan FDR tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 94,04%. 5. Pada tahun 2015 FDR terendah adalah Bank Syariah Mandiri 81,99% sedangkan FDR tertinggi adalah BJB Syariah yaitu 104,75%. Grafik 4.3 Rasio FDR Bank Umum Syariah 2011-2015
Sumber : Data yang telah diolah Dari grafik di atas terlihat jelas bank umum syariah yang memiliki tingkat FDR paling tinggi pada tahun 2011 dan 2012 adalah Bank Panin Syariah berturutturut yaitu 162,97% dan 123,88%. Besarnya FDR di tiap bank pada periode 2011 sampai 2015 terlihat stagnan di dalam keadaan yang sehat dan cukup sehat. 76
Dalam penilaian kesehatan dilihat dari FDR menunjukkan ada beberapa bank yang masuk kedalam kategori kurang sehat dan tidak sehat, yaitu : Tabel4.5 Bank dalam Kategori Kurang Sehat dan Tidak Sehat Melalui Indkator FDR 2011 2012 2013 2014 2015 1. Bank Panin 1. BRI Syariah 1. BRI Syariah 1. BJB Syarah Syariah (kurang (kurangsehat (kurang (tidak sehat) sehat) ) sehat) 2. Bank Panin 2. Bank Syariah Bukopin (tidak sehat) Syariah (kurang sehat) Sumber : data yang telah diolah
2) Aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset Untuk mengetahui aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset, perlu diketahui terlebih dahulu aset likuid primer dan sekunder. Aset primer terdiri dari kas, penempatan kepada Bank Indonesia, surat berharga kategori tersedia untuk dijual, dan seluruh surat berharga pemerintah yang memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Aset likuid sekunder terdiri dari surat berharga pemerintah kategori tradingyang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 1 tahun kurang dari 5 tahun, kategori HTM yang memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan jatuh waktu 1 tahun, dan kategori trading yang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun dengan nilai haircut 25%. Jumlah seluruh aset likuid primer dan sekunder dibagi dengan total aset keseluruhan.
77
Aset likuid primer dan sekunder Total Aset
Berikut adalah hasil perhitungan aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.6 Aset Likuid Primer dan Sekunder terhadap Total Aset 2011
Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
(%) 23,92% 12,55% 1,38% 12,26% 9,44% 20,32% 23,43% 26,36%
PK 2 4 5 4 5 2 2 2
Aset Likuid Primer dan Sekunder/Total Aset 2012 2013 (%) PK (%) PK 17,17% 4 10,78% 4 7,91% 5 11,51% 4 16,68% 4 16,46% 3 13,46% 4 8,64% 5 20,68% 2 31,65% 1 20,14% 2 16,72% 3 19,02% 3 20,20% 2 7,71% 5 5,50% 5
2014 (%) 15,54% 18,41% 17,73% 15,91% 20,00% 23,52% 1,49% 10,45%
PK 4 3 3 3 3 2 5 5
2015 (%) 11,44% 10,43% 20,84% 16,14% 14,19% 13,85% 9,44% 10,63%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Tabel 4.4 diatas menunjukkan kesehatan bank dilihat dari aset likuiditas primer dan sekunder terhadap total aset. Rasio ini menunjukkan seberapa besar risiko yang dihadapi oleh bank karena mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajiban terhadap deposannya, dengan alat-alat likuid yang tersedia karena harus digunakan oleh bank untuk membayar kewajiban yang harus dilunasi. 1. Pada tahun 2011 yang memiliki aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset yang tertinggi adalah BNI Syariah yaitu 23,43% sedangkan di tahun yang sama BRI Syariah adalah yang paling rendah yaitu 1,38%.
78
PK 4 5 2 3 4 4 5 4
2. Pada tahun 2012 aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset tertinggi dimiliki oleh bank Panin Syariah yaitu 20,68% sedangkan yang terendah adalah BNI Syariah yaitu 7,71%. 3. Pada tahun 2013 aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset tertinggi adalah BJB Syariah yaitu 20,20% sedangkan yang terendah adalah BNI Syariah yaitu 5,50%. 4. Pada tahun 2014 aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 20,00% sedangkan yang terendah adalah BJB Syariah yaitu 1,49%. 5. Pada tahun 2015 aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset tertinggi adalah BRI Syariah yaitu 20,84% sedangkan yang terendah adalah BJB Syariah yaitu 9,44%. Grafik4.4 Aset Likuid Primer dan Sekunder dengan Total Aset 2011-2015
Sumber : Data yang telah diolah 79
Grafik 4.4 diatas dengan jelas menunjukkan aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset tertinggi dalam periode 2011 sampai 2015 adalah Bank Panin Syariah pada tahun 2013 yaitu 31,65%. Yang artinya aset likuid primer dan sekunder terhadap total aset pada Bank Panin Syariah sangat tinggi pada saat itu.
3) Aset likuiditas primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek Untuk mengetahui aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek, perlu diketahui terlebih dahulu aset likuid primer dan sekunder. Aset primer terdiri dari kas, penempatan kepada Bank Indonesia, surat berharga kategori tersedia untuk dijual, dan seluruh surat berharga pemerintah yang memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Aset likuid sekunder terdiri dari surat berharga pemerintah kategori tradingyang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 1 tahun kurang dari 5 tahun, kategori HTM yang memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan jatuh waktu 1 tahun, dan kategori trading yang memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun dengan nilai haircut 25%. Jumlah seluruh aset likuid primer dan sekunder dibagi dengan pembiayaan jangka pendek. Yang termasuk dengan pembiayaan jangka pendek yaitu seluruh dana pihak ketiga bukan bank yang tidak memiliki jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo 1 tahun atau kurang.
Aset likuid primer dan sekunder Pembiayaan jangka pendek
80
Berikut adalah hasil perhitungan aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.7 Aset Likuid Primer dan Sekunder Terhadap Pembiayaan Jangka Pendek Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 892,37% 396,17% 606,13% 100,49% 17,73% 178,11% 1,58% 1401,83%
Aset Likuid Primer dan Sekunder / Pembiayaan Jangka Pendek 2012 2013 2014 PK (%) PK (%) PK (%) PK 2 388,29% 3 170,51% 4 689,76% 2 2 138,89% 4 294,98% 3 434,68% 2 2 428,28% 2 178,62% 4 210,31% 3 5 205,99% 4 244,53% 3 653,61% 2 5 399,42% 3 389,88% 3 90,17% 5 4 175,01% 4 118,17% 5 46,24% 5 5 117,20% 5 318,17% 3 195,25% 4 1 276,87% 3 199,60% 4 407,97% 2
2015 (%) PK 165,10% 4 155,63% 4 275,59% 3 467,33% 2 134,43% 5 68,28% 5 17,34% 5 348,05% 3
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Tabel 4.5 diatas menjelaskan kesehatan bank dilihat dari aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank dalam memberikan kewajiban jangka pendeknya dengan aset likuid yang dimiliki. Aset likuid yang terlalu tinggi juga berdampak buruk karena setiap dana likuid yang berada di bank harus di asuransikan, dengan banyaknya aset likuid yang tersedia berdampak pada besarnya asuransi yang harus dikeluarkan oleh bank. Aset likuid yang rendah juga berdampak buruk bagi bank karena bank akan kesulitan dalam menjalani aktifitasnya karena tidak memiliki dana langsung yang tersedia. 1. Pada tahun 2011 bank yang memiliki nilai aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek tertinggi adalah BNI Syariah yang mencapai 1401,83%, hal ini diakibatkan pada tahun 2011 BNI Syariah memiliki pembiayaan jangka pendek yang sedikit. Sedangkan bank yang memiliki nilai terendah adalah BJB Syariah yaitu 1,58%. 81
2. Pada tahun 2012 bank yang memiliki nilai aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek tertinggi adalah BRI Syariah yaitu 428,28% sedangkan bank yang memiliki nilai terendah adalah BJB Syariah yaitu 117,20%. 3. Selanjutnya pada tahun 2013 nilai aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 389,88% sedangkan bank yang memiliki nilai terendah adalah BCA Syariah yaitu 118,17%. 4. Pada tahun 2014 bank yang memiliki nilai aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek tertinggi adalah Bank Muamalat yaitu 689,76% sedangkan bank yang memiliki nilai terendah adalah BCA Syariah yaitu 46,24%. 5. Pada tahun 2015 bank yang memiliki nilai aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek tertinggi adalah Bank Bukopin Syariah yaitu 467,33% dan yang memiliki nilai terendah adalah BJB Syariah yaitu 17,34%.
82
Grafik4.5 Aset Likuid Primer dan Sekunder Terhadap Pembiayaan Jangka Pendek
Sumber : Data yang telah diolah Dari grafik 4.5 diatas terlihat jelas pada tahun 2011 BNI Syariah memiliki aset likuid primer dan sekunder terhadap pembiayaan jangka pendek tertinggi dari lima periode terakhir yaitu sebesar 1401,83%. Hal ini terjadi karena pada tahun 2011 BNI Syariah memiliki pembiayaan jangka pendek yang rendah. Akan tetapi di tahun selanjutnya nilai tersebut jauh menurun dan lebih stabil.
2. Good Corporate Governance Untuk menilai faktor GCG pada bank syariah hal pertama yang harus di ketahui adalah indikator-indikator yang telah ditentukan Bank Indonesia. Penilaian pada faktor GCG berdasarkan PBI No 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yaitu menggunakan penilaian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite, penanganan benturan kepentingan, 83
penerapan fungsi kepatuhan bank, penerapan fungsi audit internal, penerapan fungsi audit ekstern, fungsi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal, penyediaan dana kepada pihak terkait dan debitur besar, transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal, dan rencana strategis bank. Berikut adalah hasil dari penilaian kesehatan dilihat dari faktor GCG adalah sebagai berikut : Tabel 4.8 Good Corporate Governance Bank Umum Syariah 2011-2015 Nama Bank
2011
Bank Muamalat sangat baik Bank Syariah Mandiri baik BRI Syariah baik Bank Bukopin Syariah baik Bank Panin Syariah baik BCA Syariah baik BJB Syariah baik BNI Syariah baik
PK 1 2 2 2 2 2 2 2
Good Corporate Governance 2012 2013 PK PK sangat baik 1 sangat baik 1 baik 2 baik 2 sangat baik 1 sangat baik 1 baik 2 baik 2 sangat baik 1 sangat baik 1 baik 2 baik 2 cukup baik 3 baik 2 sangat baik 1 sangat baik 1
2014 cukup baik baik sangat baik baik sangat baik sangat baik baik baik
2015 PK 3 2 1 2 1 1 2 2
cukup baik sangat baik baik baik baik baik cukup baik baik
PK 3 1 2 2 2 2 3 2
Sumber : Data yang telah diolah Data GCG diperoleh dari laporan tahunan tiap bank syariah yang telah dinilai oleh masing-masing bank syariah (self assessment). Tabel diatas menjelaskan tingkat kesehatan bank umum syariah dilihat dari faktor GCG : 1. Pada tahun 2011 bank yang memiliki predikat sangat baik adalah Bank Muamalat sedangkan bank umum syariah lain memiliki predikat baik. 2. Pada tahun 2012 bank yang memiliki predikat sangat baik yaitu Bank Muamalat, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, dan BNI Syariah, sedangkan bank yang memiliki predikat cukup baik adalah BJB Syariah. 84
3. Pada tahun 2013 bank yang memiliki predikat dangat baik adalah Bank Muamalat, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, dan BNI Syariah, sedangkan sisanya memiliki predikat baik. 4. Bank yang memiliki predikat sangat baik tahun 2014 adalah BRI Syariah, Bank Panin Syariah dan BCA Syariah, sedangkan bank yang memiliki predikat cukup baik adalah Bank Muamalat. 5. Pada tahun 2015 bank yang memiliki predikat sangat baik adalah Bank Syariah Mandiri sedangkan bank yang memiliki predikat cukup baik adalah Bank Muamalat dan BJB Syariah. Dari seluruh bank umum syariah tidak ada faktor GCG yang termasuk kedalah predikat kurang baik dan tidak baik.
3.
Profitabilitas (Earnings) Untuk menghitung penilaian kesehatan bank pada aspek rentabilitas dapat
menggunakan Ratio On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM). a. Ratio On Asset (ROA) Untuk mendapakan ROA, terlebih dahulu diketahui laba sebelum pajak dibagi dengan rata-rata total aset.
ROA = EBIT Rata-rata Total Asset
85
Informasi keuangan yang dibutuhkan untuk mengetahui ROA adalah dengan membagi laba sebelum pajak dengan rata-rata total asset. Berikut adalah hasil dari perhitungan ROA pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.9 ROA Bank Umum Syariah 2011-2015 ROA Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 1,13% 1,95% 0,20% 0,52% 1,75% 0,90% 1,23% 1,29%
2012 PK 3 1 4 3 1 3 3 2
(%) 0,20% 2,25% 1,19% 0,55% 3,29% 0,80% -0,59% 1,48%
PK 4 1 3 3 1 3 5 2
2013 (%) 0,27% 1,53% 1,15% 0,69% 1,03% 1,00% 0,91% 1,37%
PK 4 2 3 3 3 3 3 2
2014 (%) 0,17% -0,04% 0,08% 0,27% 1,99% 0,80% 0,69% 1,27%
PK 4 5 4 4 2 3 3 2
2015 (%) 0,20% 0,56% 0,76% 0,79% 1,14% 1,00% 0,25% 1,43%
PK 4 3 3 3 3 3 4 2
Sumber : data yang sudah diolah, 2016 Tabel 4.4 di atas menjelaskan tingkat kesehatan bank umum syariah dilihat dari rasio ROA pada periode 2011 sampai 2015. Bank umum syariah dapat dikatakan dalam kondisi sehat jika ROA lebih dari 1,45%. Perubahan rasio ROA tiap bank beragam. Rasio ROA dapat mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan kekayaan atau aset yang dimilikinya. Semakin tinggi ROA artinya bank dapat memanfaatkan aset yang dimilikinya dengan baik untuk mendapatkan laba. 1. Pada tahun 2011 tingkat ROA tertinggi adalah Bank Syariah Mandiri yaitu 1,95% sedangkan ROA terendah adalah BRI Syariah yaitu 0,20%. 2. Pada tahun 2012 tingkat ROA tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 3,29% dan ROA terendah adalah BJB Syariah yaitu -0,59%. 86
3. Pada tahun 2013 tingkat ROA tertinggi adalah Bank Syariah Mandiri yaitu 1,53%dan yang terendah adalah Bank Muamalat yaitu 0,27%. 4. Pada tahun 2014 tingkat ROA tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 1,99% dan ROA terendah adalah Bank Syariah Mandiri yaitu -0,04%. 5. Pada tahun 2015 tingkat ROA tertinggi adalah BNI Syariah yaitu 1,43% sedangkan ROA terendah adalah Bank Muamalat yaitu 0,20% Bank umum syariah yang konsisten berada di PK 1 (sangat sehat) dan PK 2 (sehat) adalah BNI Syariah. Hal ini menunjukkan BNI Syariah dapat menggunakan aset atau kekayaannya untuk menghasilkan keuntungan atau laba bagi bank tersebut. Grafik 4.6 Rasio ROA Bank Umum Syariah 2011-2015
Sumber : Data yang telah diolah Dari grafik di atas terlihat jelas bank umum syariah yang memiliki ROA paling rendah adalah BJB Syariah pada tahun 2012.Pada tahun 2011 BJB Syariah masih menempati peringkat sehat kemudian di tahun selanjutnya mengalami penurunan
87
yang drastis sampai -0,59% atau dalam peringkat tidak sehat. ROA pada Maybank Syariah menurun secara drastis yaitu mencapai 20,13%. Kebalikan dari BJB Syariah, pada tahun 2012 Bank Panin Syariah menempati peringkat ROA sangaat sehat yaitu 3,29%. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena pada tahun tahun berikutnya Bank Panin Syariah mengalami penurunan tingkat ROA. Dalam penilaian kesehatan bank dilihat dari ROA, bank yang masuk kedalam kategori kurang sehat dan tidak sehat yaitu : Tabel 4.10 Bank dalam Kategori Sehat dan Tidak Sehat Melalui Indkator ROA 2011 2012 2013 2014 2015 1. BRI Syariah 1. Bank 1. Bank 1. Bank 1. Bank Syariah (kurang Muamalat Muamalat Muamalat Mandiri (tidak sehat) (tidak sehat) (tidak sehat) (tidak sehat) sehat) 2. Bank Bukopin 2. Bank Bukopin 2. Bank Syariah 2. BRI Syariah Syariah (tidak Syariah (tidak Mandiri (kurang sehat) sehat) sehat) (tidak sehat) 3. Bank Bukopin 3. BCA Syariah 3. BJB Syariah 3. BRI Syariah Syariah (kurang sehat) (kurang sehat) (tidak sehat) (kurang sehat) 4. BJB Syariah 4. Bank 4. BJB Syariah (tidak sehat) Bukopin (tidak sehat) Syariah (tidak sehat) 5. BCA Syariah (kurang sehat) 6. BJB Syariah (tidak sehat) Sumber : Data yang telah diolah
88
b. Net Interest Margin (NIM) Untuk mendapatkan nilai NIM terlebih dahulu harus diketahui adalah pendapatan bagi hasil bersih dibagi dengan rata-rata total earning aset.
NIM = pendapatan bagi hasil bersih rata-rata toal earning aset Berikut adalah hasil perhitungan rasio NIM pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.11 Rasio NIM Kesehatan BUS Periode 2011-2015 NIM Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 6,55% 7,48% 6,99% 4,00% 7,00% 11,81% 6,89% 8,07%
2012 PK 1 1 1 1 1 1 1 1
(%) 4,64% 7,25% 7,15% 3,94% 6,67% 7,73% 6,44% 11,03%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
2013 (%) 4,66% 7,25% 6,27% 3,86% 4,26% 9,56% 7,96% 9,51%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
2014 (%) 3,40% 6,20% 6,04% 2,75% 4,38% 4,00% 6,79% 8,15%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
2015 (%) 4,09% 6,53% 6,66% 3,14% 3,84% 4,90% 6,32% 8,25%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Tabel 4.11 diatas menjelaskan tingkat kesehatan bank umum syariah pada periode 2011 sampai 2015 dilihat dari rasio NIM. Tingginya rasio NIM menunjukkan pendapatan bagi hasil bank yang tinggi dibandingkan dengan beban yang dikeluarkan bank. Jika NIM suatu bank tinggi mengindikasikan bahwa bank tersebut mendapatkan pendapatan bagi hasil yang besar dengan beban pokok yang dikeluarkan sedikit.
89
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
1. Pada tahun 2011 bank yang memiliki rasio NIM trtinggi adalah BCA Syariah yaitu 11,81% sedangkan NIM terendah pada tahun yang sama adalah Bank Bukopin Syariah yaitu 4,00%. 2. Pada tahun 2012 rasio NIM tertinggi dimiliki oleh BNI Syariah yaitu 11,03% dan NIM terendah adalah Bank Bukopin Syariah yaitu 3,94%. 3. Pada tahun 2013 bank yang memiliki rasio NIM tertinggi adalah BCA Syariah yaitu 9,56% sedangkan bank yang memiliki NIM terendah adalah Bank Panin Syariah yaitu 4,26%. 4. Pada tahun 2014 bank yang memiliki NIM tertinggi adalah BNI Syariah yaitu 8,15% sedangkan yang memiliki NIM terendah pada tahun yang samaadalah Bank Bukopin Syariah yaitu 2,75%. 5. Pada tahun 2015 bank ang memiliki NIM tertinggi adalah BNI Syariah yaitu 8,25% sedangkan bank yang memiliki NIM terendah adalah Bank Bukopin Syariah yaitu 3,14%.
90
Grafik4.7 Rasio NIM Kesehatan BUS Periode 2011-2015
Sumber : Data yang telah diolah Dari penilaian kesehatan bank dilihat dari NIM tidak terdapat bank yang masuk dalam kategori kurang sehat dan tidak sehat. Hal ini mengindikasikan bahwa dari ke delapan bank umum syariah ini memiliki margin bagi hasil yang tinggi. Bank yang memiliki NIM tertinggi adalah BCA Syariah pada tahun 2011 yaitu mencapai 11,81%.
4.
Permodalan (Capital) Rasio yang dibutuhkan untuk penilaian kesehatan bank pada aspek permodalan
adalah dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR berfungsi untuk mengetahui kemampuan bank dalam memenuhi cadangan permodalan dan kemampuan mengelola modal yang dimilikinya. Rumus dalam menghitung CAR adalah sebagai berikut :
91
CAR =
Modal Bank Total AMTR
Untuk menghitung CAR dibutuhkan informasi keuangan yaitu dengan membagi modal bank dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Berikut adalah hasil perhitungan CAR pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 : Tabel 4.12 CAR Bank Umum Syariah 2011-2015 CAR Nama Bank Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri BRI Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Panin Syariah BCA Syariah BJB Syariah BNI Syariah
2011 (%) 11,78% 14,57% 14,74% 15,29% 61,98% 45,90% 30,29% 20,75%
2012 PK 1 1 1 1 1 1 1 1
(%) 11,03% 13,88% 11,35% 12,78% 32,20% 31,50% 21,09% 14,22%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
2013 (%) 14,43% 14,12% 14,49% 11,10% 20,83% 22,40% 17,99% 16,23%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
2014 (%) 13,91% 14,81% 12,89% 14,80% 25,69% 29,60% 15,83% 18,42%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
2015 (%) 12,36% 12,85% 13,94% 16,31% 20,30% 34,30% 22,53% 15,48%
PK 1 1 1 1 1 1 1 1
Sumber : Data yang telah diolah, 2016 Tabel 4.12 di atas menjelaskan bahwa kondisi kesehatan semua bank umum syariah dalam keadaan sangat sehat. Bank umum syariah dikatakan sehat jika peringkat komposit CAR bank lebih dari 11% (PK-1). Hal ini menunjukkan tiap bank memiliki cadangan modal mencukupi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). 1. Pada tahun 2011 bank yang memiliki CAR tertinggi adalah Bank Panin Syariah yaitu 61, 98%, sedangkan yang memiliki CAR terendah pada tahun 2011 adalah Bank Muamalat yaitu 11,78%.
92
2. Pada tahun 2012 bank yang memiliki CAR tertinggi adalah Bank Pnin Syariah yaitu 32,20%, sedangkan bank yang memiliki CAR terendah adalah Bank Muamalat yaitu 11,03%. 3. Pada tahun 2013 bank yang memiliki CAR tertinggi adalah BCA Syariah yaitu 22,40%, sedangkan CAR terendah pada tahun 2013 adalah bank Bukopin Syariah yaitu 11,10%. 4. Bank yang memiliki CAR tertinggi pada tahun 2014 adalah BCA Syariah yaitu 29,60% sedangkan CAR terendah pada tahun yang sama adalah BRI Syariah yaitu 12,89% 5. Pada tahun 2015 bank yang memiliki CAR tertinggi adalah BCA Syariah yaitu 34,30% sedangkan CAR terendah oleh Bank Muamalat yaitu 12,36%.
Grafik 4.8 Rasio CAR Bank Umum Syariah 2011-2015
Sumber : Data yang sudah diolah Grafik di atas memperlihatkan bahwa bank umum syariah yang memiliki tingkat CAR tertinggi adalah Bank Panin Syariah pada tahun 2011 yaitu 61,98%. Tetapi hal 93
ini tidak ditingkatkan. CAR Bank Panin Syariah dalam periode penelitian 2011 sampai 2015 terus menurun walaupun tetap melebihi ketentuan yang telah di tetapkan dan dalam peringkat sangat sehat. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, CAR pada Bank Panin Syariah pada 2011 jauh lebih tinggi daripada bank umum syariah yang lainnya. Bank umum syariah yang memiliki tingkat CAR dengan tinggi relatif konsisten adalah BCA Syariah. Pada tahun 2011 sampai 2013 terjadi penurunan CAR berturut-turut yaitu 45,90%, 31,50%, dan 22,40%. Lalu mulai naik lagi di dua tahun terakhir pada periode 2014 dan 2015 masing-masing adalah 29,60% dan 34,30%. Sedangkan bank yang memiliki CAR terendah adalah Bank Muamalat pada tahun 2012 yaitu 11, 03%. CAR Bank Muamalat menurun dapat diakibatkan oleh nilai aset tertimbang menurut risiko (ATMR) meningkat namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan tingkat modal bank tersebut.
C. Analisis dan Interpretasi Berdasarkan analisis kesehatan bank menggunakan pendekatan RGEC dapat menghasilkan informasi bank yang termasuk dalam kondisi sangat sehat, sehat, cukup sehat, atau tidak sehat. Hasil analisis dari delapan Bank Umum Syariah yang menjadi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut :
94
Tabel 4.13 Peringkat Kesehatan Bank Muamalat 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 2 2 2 2 2
PKR/TP 5 5 5 5 5
FDR 2 3 3 2 3
Muamalat AL/PJP GCG 2 1 3 1 4 1 2 3 4 3
AL/TA 2 4 4 4 4
ROA 1 1 1 1 1
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 3 Cukup Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang digunakan dalam penilaian kesehatan, Bank Muamalat pada tahun 2011 sampai 2014 masuk kedalam peringkat sehat. Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Sedangkan pada tahun 2015 masuk kedalam peringkat cukup sehat. Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.Yang perlu diperhatikan, selama periode 5 tahun pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan Bank Muamalat masuk kedalam peringkat tidak sehat. Ini dikarenakan pembiayaan macet yang dimiliki Bank Muamalat sangat tinggi. Tabel 4.14 Tingkat Kesehatan Bank Syariah Mandiri 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 1 1 2 2 2
PKR/TP 5 3 3 3 2
FDR 3 3 3 2 2
AL/TA 4 5 4 3 5
Bank Syariah Mandiri AL/PJP GCG 2 2 4 2 3 2 2 2 4 1
ROA 1 1 2 5 3
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang digunakan dalam penilaian kesehatan, Bank Syariah Mandiri selama periode 2011 sampai 2015 secara keseluruhan memiliki peringkat 95
sehat.Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat beberapa variabel yang masuk kedalam kategori tidak sehat diantaranya pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan tahun 2011, aset likuid terhadap total aset tahun 2012 dan 2015, dan ROA pada tahun 2014. Namun hal ini tidak berpengaruh banyak terhadap peringkat Bank Syariah Mandiri secara keseluruhan. Tabel 4.15 Tingkat Kesehatan BRI Syariah 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 2 1 2 2 2
PKR/TP 2 1 3 3 5
FDR 3 4 3 3 2
AL/TA 5 4 3 3 2
BRI Syariah AL/PJP GCG 2 2 2 1 4 1 3 1 3 2
ROA 4 3 3 4 3
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank umum syariah, BRI Syariah secara keseluruhan memiliki peringkat sehat selama periode 2011 sampai 2015. Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat dua variabel yang termasuk kedalam peringkat 5 yaitu aset likuid terhadap total aset pada tahun 2011 dan pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan pada tahun 2015. Namun hal ini tidak berpengaruh banyak dengan peringkat BRI Syariah secara keseluruhan.
96
Tabel 4.16 Tingkat Kesehatan Bank Bukopin Syariah 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 1 2 2 2 2
PKR/TP 5 5 4 2 3
FDR 2 3 4 3 3
AL/TA 4 4 5 3 3
Bank Bukopin Syariah AL/PJP GCG 5 2 4 2 3 2 2 2 2 2
ROA 3 3 3 4 3
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 3 Cukup Sehat 3 Cukup Sehat 3 Cukup Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang diperoleh untuk menilai tingkat kesehatan bank umum syariah, Bank Bukopin Syariah pada tahun 2011 sampai 2013 termasuk kedalam peringkat cukup sehat. Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Pada tahun 2014 dan 2015 Bank Bukopin Syariah termasuk kedalam peringkat sehat. Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat beberapa variabel yang masuk kedalam peringkat tidak sehat yaitu pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan tahun 2011 dan 2012, aset likuid terhadap pembiayaan jangka pendek pada tahun 2011, dan aset likuid terhadap total aset pada tahun 2013. Hal ini mempengaruhi peringkat Bank Bukopin Syariah secara keseluruhan menjadi peringkat cukup sehat.
97
Tabel 4.17 Tingkat Kesehatan Bank Panin Syariah 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 1 1 1 1 1
PKR/TP 1 1 1 1 3
FDR 5 5 3 3 3
AL/TA 5 2 1 3 4
Bank Panin Syariah AL/PJP GCG ROA 5 2 1 3 1 1 3 1 3 5 1 2 3 2 3
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank umum syariah, Bank Panin Syariah pada tahun 2011 sampai 2015 secara keseluruhan memiliki peringkat sehat. Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat beberapa variabel yang masuk kedalam peringkat tidak sehat diantaranya adalah FDR pada tahun 2011 sampai 2012, aset likuid terhadap total aset 2011, dan aset likuid terhadap pembiayaan jangka pendek pada tahun 2014. Tabel 4.18 Tingkat Kesehatan BCA Syariah 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 1 1 1 1 1
PKR/TP 1 1 1 5 2
FDR 2 2 2 3 3
AL/TA 2 2 3 2 4
BCA Syariah AL/PJP GCG 4 2 4 2 5 2 5 1 5 2
ROA 3 3 3 3 3
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang digunakan dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah, BCA Syariah selama periode 2011 sampai 2015 menempati peringkat sehat. Hal ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai 98
mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat beberapa variabel yang masuk kedalam peringkat tidak sehat diantaranya aset likuid terhadap pembiyan jangka pendek tahun 2013 sampai 2015 dan pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan pada tahun 2014. Akan tetapi hal ini tidak mempengaruhi terhadap peringkat kesehatan bank secara keseluruhan. Tabel 4.19 Tingkat Kesehatan BJB Syariah 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 1 2 1 2 2
PKR/TP 3 2 3 4 3
FDR 2 3 3 3 4
AL/TA 2 3 2 5 5
BJB Syariah AL/PJP GCG 5 2 5 3 3 2 4 2 5 3
ROA 3 5 3 3 4
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata 2 3 2 3 3
Peringkat Sehat Cukup Sehat Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari seluruh variabel yang digunakan dalam penilaian kesehatan bank umum syariah, tingkat kesehatan BJB Syariah mengalami pasang surut. Pada tahun 2011 dan 2013 BJB Syariah masuk kedalam peringkat sehat. Hal ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Sedangkan pada tahun 2012, 2014 dan 2015 BJB Syariah masuk kedalam peringkat cukup sehat. Hal ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat beberapa variabel yang termasuk kedalam peringkat tidak sehat diantaranya aset likuid terhadap total 99
aset tahun 2014 dan 2015, aset likuid terhadap pembiayaan jangka pendek tahun 2011 dan 2012, dan ROA pada tahun 2012. Hal ini mempengaruhi peringkat kesehatan BJB Syariah secara keseluruhan. Tabel 4.20 Tingkat Kesehatan BNI Syariah 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
NPF 2 1 1 1 1
PKR/TP 5 2 1 3 3
FDR 2 2 3 3 3
AL/TA 2 5 5 5 4
BNI Syariah AL/PJP GCG 1 2 3 1 4 1 2 2 3 2
ROA 2 2 2 2 2
NIM 1 1 1 1 1
CAR 1 1 1 1 1
Rata-Rata Peringkat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat 2 Sehat
Sumber : Data yang telah diolah Dari semua variabel yang digunakan dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum syarah, secara keseluruhan BNI Syariah masuk kedalam peringkat sehat. Hal ini mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Terdapat beberapa variabel yang termasuk kedalam peringkat tidak sehat diantaranya pembiayaan kualitas rendah terhadap total pembiayaan pada tahun 2011 dan aset likuid terhadap total aset tahun 2012 sampai 2014. Tetapi hal ini tidak berpengaruh besar terhadap peringkat kesehatan BNI Syariah secara keseluruhan.
100
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil analisis dan penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian RGEC pada bank umum syariah periode 2011 sampai 2015 adalah sebagai berikut : 1.
Dari sampel Bank Umum Syariah yang diambil untuk penelitian ini, yang termasuk kedalam peringkat sehat pada periode 2011 sampai 2015 antara lain adalah Bank Syaiah Mandiri, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, BCA Syariah, dan BNI Syariah. Terdapat beberapa variabel yang termasuk kedalam peringkat tidak sehat, tetapi tidak mempengaruhi tingkat kesehatan bank secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan adanya variabel-variabel lain yang mendukung tingkat kesehatan bank.
2.
Bank Muamalat memiliki tingkat kesehatan bank yang sehat tahun 2011 sampai 2014 kemudian mulai menurun pada tahun 2015.
3.
Bank Bukopin Syariah pada tahun 2011 sampai 2015 memiliki tingkat kesehatancukup sehat. Tetapi hal ini terus membaik di tahun 2014 dan 2015 karena tingkat kesehatan Bank Bukopin Syariah masuk kedalam kategori sehat.
4.
Tingkat kesehatan BJB Syariah cukup berfluktuatif. Hal ini dibuktikan pada tahun 2011 BJB Syariah masuk kedalam peringkat sehat, kemudian pada tahun 101
2012 masuk kedalam peringkat cukup sehat. Kemudian membaik pada tahun 2013 masuk kedalam peringkat sehat dan terus menurun pada tahun 2014 sampai 2015 menjadi peringkat cukup sehat.
B. Saran - Saran Saran yang dapat diambil terkait dengan hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Pada penelitian ini tidak menggunakan seluruh indikator penilaian kesehatan, untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan indikator untuk mengukur penilaian kesehatan bank dapat ditambah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Untuk sampel objek penelitian, diharapkan dapat mengambil sampel objek penelitian yang lebih luas. Tidak hanya mengukur pada lingkup bank umum syariah, melainkan unit usaha syariah dan BPRS.
2.
Bagi bank umum syariah yang mendapatkan predikat yang buruk dapat memperbaiki tingkat kesehatan untuk kedepannya. Dan untuk bank umum syariah yang memiliki tingkat kesehatan yang baik agar dapat dipertahankan dan meningkatkan kualitas kesehatan bank.
102
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafiβi, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, FEUI, Jakarta, 2004. Effendi, Muh. Arief, The Power of Good Corporate Governance : Teori dan Implementasi, Salemba Empat, Jakarta, 2009. Gilarso, T. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, Kanisius, Yogyakarta, 2003. Hafidhuddin, Didin, Islam Aplikatif, Gema Insani, Jakarta, 2003. Hanafi, Mamduh M, Abdul Halim, Analisis Laporan Keuangan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2012. Hery, Analisis Kinerja Manajemen, PT Grasindo, Jakarta, 2015. Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014. Kasmir,Dasar-dasar Perbankan , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2011 Kasmir, Pemasaran Bank, Kencana, Jakarta, 2008 Lukman, Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Munawir, Analisis Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta, 2008. Rizal Yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, Salemba Empat, Jakarta, 2014 Sekaran, Uma. Research Methods for Business : Metedologi Penelitian untuk Bisnis, Salemba Empat, Jakarta, 2009. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung, 2013. Supriyanto, Metodologi Riset Bisnis, PT Indeks, Jakarta,2009 Wahyudi,Imam dkk, Manajemen Risiko Bank Islam, Salemba Empat, Jakarta, 2013 103
Zarkasyi, Moh. Wahyudin, Good Corporate Governance : pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya, Alfabeta, Bandung, 2008.
Internet http://bankvictoriasyariah.co.id/page/sub/profil http://bjbsyariah.co.id/laporan-keuangan/ http://maybanksyariah.co.id/pages/27/selayang-pandang http://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat http://www.bcasyariah.co.id/profil-korporasi/sejarah/ http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Default.aspx http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspx http://www.bnisyariah.co.id/profile-perusahaan http://www.brisyariah.co.id/?q=sejarah http://www.megasyariah.co.id/#.about-content1=about-us/about-mega-syariah http://www.syariahbukopin.co.id/id/tentang-kami/profil-perusahaan https://www.paninbanksyariah.co.id/index.php/mtentangkami https://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/profil-perusahaan/ Ilmam saiful aziz, Sejarah Perbankan di Indonesia, diakses dari http://caramita.com/sejarah perbankan-di-Indonesia.htm pada tanggal 25 Agustus 2016 pukul 20.37 WIB. Laporan Perekonomian Indonesia 2015, Bank Indonesia, 2015 Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2012, Bank Indonesia, 2012 Metadata Statistik Perbankan Syariah berdasarkan Laporan Stabilitas Moneter Keuangan dan Sistem Keuangan, Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, OJK, 2016. 104
Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Undang Undang Dasar No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Undang Undang Dasar No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Undang Undang Dasar No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Bank Umum Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Jurnal dan Skripsi Agustina, Firda Maulidiyah. 2014.Jurnal. Analisis Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode RGEC Pada PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. Universitas Negri Surabaya. Artyka, Nur. 2015. Skripsi. Penilaian Kesehatan Bank dengan Metode RGEC pada PT Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Periode 2011-2013. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Fortania, Lotus Mega dan Ulfi Kartika Oktaviana. 2015. Jurnal. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Dengan Metode CAMELS dan RGEC. Fakultas Ekonomi, UIN Malang. Irma, Rini Dwiyani Hadiwidjaja dan Yeni Widyastuti. 2016. Jurnal. Assesing The Effect of Bank Performance on Profit Growth Using RGEC Approach.
105
Mulazid, Ade Sofyan. 2016. Jurnal. Pelaksanaan Sharia Compliance pada Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri, Jakarta). Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pramana, Agita Putra dan Irni Yunita. 2015. Jurnal. Pengaruh Rasio-Rasio RiskBased Bank Rating (RBBR) terhadap Peringkat Oblogasi. Universitas Telkom. Pramana, Komang Mahendra dan Luh Gede Sri Artini. 2016. Jurnal. Analisis Tingkat Kesehatan Bank (Pendekatan RGEC) Pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Rahmaniah, Melan dan Hendro Wibowo. 2015. Jurnal. Analisis Potensi Terjadinya Financial Distress pada Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah. Risda, Iin Afriani. 2016. Skripsi. Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Model Risk Based Bank Rating dan Sharia Conformity and Profitability (SCnP) Model di Indonesia (Periode 2013-2015). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanudin, Makassar.
106