perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS TINGKAT EFISIENSI, EFEKTIVITAS PUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2001 - 2010
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi: Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh: SLAMET RIYANTO S4210092
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
HIDUP ADALAH PERJUANGAN DAN PENGABDIAN MAKA MENANGKANLAH PERJUANGAN DAN MENGABDILAH UNTUK BANGSA, NEGARA DAN SESAMA
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini dengan tulus dan penuh rasa syukur kepada : § Ibu beserta Ayah (Alm) tercinta yang selalu membaluriku dengan doa, Kakak-kakakku yang baik hati, Partai kebanggaanku yang telah “membesarkanku” dan yang selalu memotivasi, serta dia yang telah pergi dan dia yang akan datang. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
§ Kabupaten Ngawi yang telah memberi kepercayaan kepadaku. § Serta UNS, Almamater yang selalu Aku Banggakan.
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah serta pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Disamping itu, juga untuk mengetahui hubungan/korelasi antara tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan periode yang dianalisis dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Ngawi dan Satuan Kerja lainnya yang terkait. Alat analisis yang digunakan adalah analisis efisiensi, analisis efektivitas, analisis pertumbuhan ekonomi, dan analisis korelasi product moment. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi masih sangat efisien dari tahun ke tahun. Pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi dalam kurun waktu tahun 2001-2010 menunjukkan tingkat yang sangat efektif, hal ini terlihat bahwa realisasi Pajak Daerah dapat dicapai diatas 100%, kecuali pada tahun 2006. Tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2001 – 2010 di Kabupaten Ngawi mengalami laju pertumbuhan yang positif di semua sektor. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang erat dan positif dengan efisiensi pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan dengan efektifitas pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi. Kata Kunci: Efisiensi, Efektivitas, Pertumbuhan Ekonomi, Pajak Daerah.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the level of efficiency and effectiveness of local tax levies as well as economic growth in the District of Ngawi. In addition, also to determine the relationship / correlation between the level of efficiency and effectiveness of local tax levies to economic growth in the District of Ngawi. The data used in this study is secondary data are analyzed with the period from 2001 until 2010. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS), the Regional Development Planning Agency (Bappeda), Department of Revenue, Finance and Asset Management (DPPKA) District Ngawi and other related work units. Analysis tool used is the analysis of the efficiency, effectiveness analysis, analysis of economic growth, and product moment correlation analysis. The results of this study suggests that regional tax levies in the district of Ngawi still very efficient from year to year. Local Taxes Levied on Ngawi District in the period 2001-2010 shows a very effective, it is seen that the realization of regional tax can be achieved above 100%, except in 2006. Levels of economic growth in 2001 - 2010 in the District of Ngawi experienced positive growth rates in all sectors. Economic growth has a close and positive relationship with the efficiency of regional tax levies in the district of Ngawi. Economic growth has a negative and significant relationship with the effectiveness of regional tax levies in the district of Ngawi. Keywords: Efficiency, Effectiveness, Economic Growth, Regional Tax.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmadNya yang tiada terhitung nilainya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini tepat sesuai jadwal yang telah ditentukan. Tesis ini berjudul “ANALISIS TINGKAT EFISIENSI, EFEKTIVITAS PUNGUTAN
PAJAK
DAERAH
DAN
HUBUNGANNYA
DENGAN
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2001 - 2010”, disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai derajat magister pada Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada Tesis ini, ucapan terima kasih Penulis sampaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril maupun materiil. Ucapan terima kasih secara khusus Penulis haturkan kepada Ibunda tercinta, yang selalu memberikan doa restu dengan tulus ikhlas demi selesainya perjuangan Penulis. Rasa terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Partaiku yang telah “membesarkan”, serta sebagai motivator dan memberi kekuatan untuk menjadi lebih baik. Selain itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggitingginya kepada :
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id 1.
digilib.uns.ac.id
Dr. JJ. Sarungu, M.S selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan UNS;
2.
Dr. JJ. Sarungu, M.S selaku Dosen Pembimbing I dan Drs. Mulyanto, ME selaku Dosen Pembimbing II, atas segala masukan, saran, arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini;
3.
Ir. H. Budi Sulistyono selaku Bupati Ngawi beserta seluruh jajarannya;
4.
Bapak Dwi Rianto Jatmiko, SH selaku Ketua DPRD beserta seluruh Anggota DPRD Kabupaten Ngawi;
5.
Bapak ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada Penulis selama menuntut ilmu di Universitas Sebelas Maret Surakarta;
6.
Teman-teman Angkatan XIV/2010 yang berasal dari Kabupaten Ngawi, atas dukungan dan kebersamaannya yang tak pernah luntur;
7.
Teman-teman kelompok bimbingan Tesis, diantaranya; Dik Taufik, Mbak Kar, Mas Eko, Mbak Lina, Mbak Eny, Mbak Ita, Mas Romeli, dan Mas Yanto, atas kerjasama
dan
kekompakannya
selama
bimbingan
sampai
dengan
terselesaikannya Tesis ini; 8.
Semua pihak yang telah membantu penyusunan Tesis ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal terhadap
amal baik yang telah diberikan kepada Penulis demi terselesaikannya penyusunan Tesis ini. Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik yang commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konstruktif sebagai masukan demi perbaikan di masa yang akan datang sangat Penulis harapkan. Akhirnya, Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Atas segala kekurangan dalam Tesis ini Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.
Surakarta, Penulis
November 2011
Slamet Riyanto
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN
..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN
....................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS HALAMAN MOTTO
.................................
iv
................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT
................................................................
vi
..................................................................................................
vii
................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
................................................................................
ix
..............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
......................................................................................
xv
..................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I.
.............................................................................. xvii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
........................................................
1
B. Rumusan Masalah
..................................................................
11
C. Tujuan Penelitian
....................................................................
11
D. Manfaat Penelitian
..................................................................
12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis Tentang Pajak
.............................................
1. Pengertian Pajak dan Pajak Daerah
commit to user xiii
...................................
13 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pajak Sebagai Sumber Pendapatan
....................................
3. Peranan Pajak Dalam Pertumbuhan Ekonomi
...................
B. Pengertian Efisiensi, Efektifitas dan Pertumbuhan Ekonomi 1. Pengertian Efisiensi 2. Pengertian Efektivitas
14 17
.
17
...........................................................
18
........................................................
21
3. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
....................................
23
......................................
25
.............................................................
28
...................................................................
30
..........................................................................
30
C. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
D. Kerangka Konseptual
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain penelitian B. Unit Analisis
C. Jenis dan Sumber data
...........................................................
D. Definisi Operasional Variabel
30
................................................
31
.......................................................................
32
1. Analisis Efisiensi Pajak Daerah ……………….…… .........
32
2. Analisis Efektifitas Pajak daerah
………………….. .........
33
3. Analisis Pertumbuhan Ekonomi
…………………… ........
34
E. Teknis Analisis
4. Analisis Korelasi Product Moment
………………... .........
34
.......................................
38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
commit to user 1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi xiv
................................
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pemerintahan Kabupaten Ngawi
.......................................
41
3. Indikator Kinerja Pembangunan
........................................
45
a. Kondisi Sosial Kependudukan
......................................
45
b. Kondisi Perekonomian Daerah
.....................................
49
................................................
54
c. Pendidikan Masyarakat
d. Kondisi Sarana dan Prasarana 4. Hasil Dan Pembahasan
1. Analisis Efisiensi 2. Analisis Efektivitas
.......................................
55
..........................................................
58
..............................................................
58
............................................................
61
3. Analisis Korelasi Product Moment
....................................
64
............................................................................
68
.......................................................................................
69
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user xv
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1.1 Target dan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2000s/d 2010 ………………………………………….
6
Tabel 1.2 PDRB Kabupaten Ngawi Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2001 – 2010 (Juta Rupiah) ……………………………
9
Tabel 1.3 PDRB Kabupaten Ngawi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) …………………………………….
10
Tabel 3.1 Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi
…………………….
36
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006 ……………………………………………………
47
Tabel 4.2 Kesejahteraan Sosial Kabupaten Ngawi
………………………
48
Tabel 4.3 PDRB Kabupaten Ngawi Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) …………………………………………………
52
Tabel 4.4 PDRB Kabupaten Ngawi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) …………………………………....
53
Tabel 4.5 Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid
55
……………………….
Tabel 4.6 Panjang Jalan menurut Jenis, Kondisi dan Kelas Jalan di Kabupaten Ngawi Tahun 2010 (km) …………………………………….. 56 Tabel 4.7 Formula Efisiensi
……………………………………………..
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Efisiensi pajak Daerah Tabel 4.9 Formula Efektivitas
58
…………………….
59
………………………………………..
61
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Efektivitas Pajak daerah
………………....
62
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi
…………………..
64
Tabel 4.12 Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi
....………………..
65
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
………...……………………………….
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Ngawi Gambar 4.2 Komposisi Penggunaan Lahan (%)
……………………………..
39
…………………………...
40
Gambar 4.3 Perkembangan Efisiensi Pajak Daerah Gambar 4.4 Perkembangan Efektifitas Pajak Daerah
commit to user xvii
28
…..…………....………
60
…....………....………
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Penerimaan Dan Realisai Pajak Daerah Tahun 2000 – 2010
Lampiran 2.
Penghitungan Efisiensi Pajak Daerah Tahun 2001 – 2010
Lampiran 3.
Penghitungan Efektivitas Pajak Daerah Tahun 2001 – 2010
Lampiran 4.
Penghitungan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2001 – 2010
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAK
ANALISIS TINGKAT EFISIENSI, EFEKTIVITAS PUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2001 - 2010 SLAMET RIYANTO S4210092 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah serta pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Disamping itu, juga untuk mengetahui hubungan/korelasi antara tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan periode yang dianalisis dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Ngawi dan Satuan Kerja lainnya yang terkait. Alat analisis yang digunakan adalah analisis efisiensi, analisis efektivitas, analisis pertumbuhan ekonomi, dan analisis korelasi product moment. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi masih sangat efisien dari tahun ke tahun. Pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi dalam kurun waktu tahun 2001-2010 menunjukkan tingkat yang sangat efektif, hal ini terlihat bahwa realisasi Pajak Daerah dapat dicapai diatas 100%, kecuali pada tahun 2006. Tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2001 – 2010 di Kabupaten Ngawi mengalami laju pertumbuhan yang positif di semua sektor. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang erat dan positif dengan efisiensi pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan dengan efektifitas pungutan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi. Kata Kunci: Efisiensi, Efektivitas, Pertumbuhan Ekonomi, Pajak Daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the level of efficiency and effectiveness of local tax levies as well as economic growth in the District of Ngawi. In addition, also to determine the relationship / correlation between the level of efficiency and effectiveness of local tax levies to economic growth in the District of Ngawi. The data used in this study is secondary data are analyzed with the period from 2001 until 2010. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS), the Regional Development Planning Agency (Bappeda), Department of Revenue, Finance and Asset Management (DPPKA) District Ngawi and other related work units. Analysis tool used is the analysis of the efficiency, effectiveness analysis, analysis of economic growth, and product moment correlation analysis. The results of this study suggests that regional tax levies in the district of Ngawi still very efficient from year to year. Local Taxes Levied on Ngawi District in the period 2001-2010 shows a very effective, it is seen that the realization of regional tax can be achieved above 100%, except in 2006. Levels of economic growth in 2001 - 2010 in the District of Ngawi experienced positive growth rates in all sectors. Economic growth has a close and positive relationship with the efficiency of regional tax levies in the district of Ngawi. Economic growth has a negative and significant relationship with the effectiveness of regional tax levies in the district of Ngawi. Keywords: Efficiency, Effectiveness, Economic Growth, Regional Tax.
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memberikan keleluasaan kepada daerah kota/kabupaten dalam mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya. Otonomi luas bukanlah berarti kebebasan absolut bagi suatu daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonomi menurut kehendak daerah sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah lain atau nasional. Implikasi dari otonomi daerah adalah kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan urusan daerah. Daerah harus memiliki kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakannya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan sendiri yang cukup kuat untuk dapat melaksanakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Keberhasilan daerah menggali potensi sumber keuangan secara maksimal, akan berdampak positif terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam melaksanakan otonomi. Prinsip otonomi, daerah didorong untuk dapat berkreasi mencari sumber-sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Daerah commit to userbisa menjadi salah satu kekuatan
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 dalam pembangunan daerah, terutama potensi pendapatan yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai konsekuensi logis tanggung jawab negara terhadap wilayahnya. Argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu bahwa pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah akan sangat menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsinya, seperti : Fungsi Pelayanan Masyarakat (public service function); Fungsi Pelaksanaan Pembangunan (development function); dan Fungsi Perlindungan Kepada Masyarakat (protective function). Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang Nomor 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; bukan hanya bertujuan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
tetapi memiliki tujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 Undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah tersebut diatas, memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah. Penggalian sumbersumber pendapatan daerah tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dana pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Sumber-sumber
penerimaan
daerah
dalam
melaksanakan
desentralisasi, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 33/2004 diklasifikasikan menjadi 4 (empat), yaitu : (i) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (ii) Dana Perimbangan; (iii) Pinjaman Daerah; serta (iv) Lain-lain Penerimaan yang Sah. Khusus mengenai PAD dapat dikatakan bahwa peranan atau sumbangannya terhadap keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih relatif kecil. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa Pendapatan Daerah bersumber dari tiga kelompok, yaitu : 1. ”Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi : a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah; c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan d. Lain-lain PAD yang Sah. 2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 PAD
diprioritaskan
untuk
membiayai
kegiatan
operasi
dan
pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat. Oleh karenanya, penyediaan
dana
yang
bersumber
dari
PAD
seyogyanya
harus
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; sehingga tidak menurunkan standar pelayanan kepada masyarakat. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun dan melaksanakan APBD adalah meningkatkan pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
tanpa
penyederhanaan
harus
menambah
pemungutan,
beban
masyarakat,
memperkecil
jumlah
tetapi
melalui
tunggakan,
dan
menegakkan sanksi hukum bagi para penghindar pajak. Undang-undang Nomor 18/1997 yang kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah; diubah lagi menjadi UU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, memberi peluang yang sangat besar kepada pemerintah daerah untuk memungut Pajak/Retribusi Daerah dengan jenisnya yang sangat banyak dan beragam. Sebagai akibatnya, banyak jenis Pajak/Retribusi Daerah yang mempunyai biaya administrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang dicapai dan terdapat beberapa jenis pajak yang tidak memadai untuk dipungut pemerintah daerah. Akibat lainnya, sering terjadi tumpang tindih dalam mengklasifikasikan antara jenis Pajak dengan Retribusi Daerah dan sering terjadi pula pemungutan pajak yang tidak adil kepada wajib pajak sehingga dapat merugikan perekonomian karena akan menghambat efisiensi alokasi sumber daya ekonomi.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Studi ini akan mengajukan model pengkajian dan penghitungan obyek-obyek PAD yang potensial, terutama yang berasal dari unsur Pajak Daerah dengan berpedoman Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang merupakan pembaharuan dari Undang-undang Nomor 18/1997, dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Perlu dikemukakan di sini bahwa Kabupaten Ngawi masih menggunakan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah sebagai dasar pembuatan Peraturan Daerah untuk pemungutan Pajak Daerah, karena Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum berjalan efektif. Jadi ketiga produk hukum (UU, PP, PERDA) tersebut yang dijadikan landasan untuk menetapkan pungutan Pajak Daerah. Hal ini sejalan dengan tulisan (Mardiasmo: 2002) yang menyatakan bahwa ”fiskal menjadi alternatif jawaban dari tuntutan otonomi daerah, dan desentralisasi mengemban misi utama berupa pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah.“ Mengacu pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, Pemerintah Kabupaten Ngawi telah berhasil membuat beberapa macam Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah. Berdasarkan data to user Peraturan Daerah tersebut, total yang berhasil dikumpulkan, commit dari berbagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 pendapatan Pemerintah Kabupaten Ngawi dari sektor Pajak Daerah sejak tahun 2000 – 2010 sebagai berikut: TABEL 1.1 TARGET DAN REALISASI PAJAK DAERAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2000 S/D 2010
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
PENERIMAAN PAJAK DAERAH Target Realisasi 1.559.475.000 1.606.219.148 1.847.310.000 2.200.794.423 2.966.290.150 3.509.354.326 4.080.813.000 4.533.448.141 4.823.152.000 5.193.181.087 5.588.807.999 5.746.234.704 6.196.509.620 6.118.068.854 6.236.963.156 6.348.835.434 6.274.438.156 8.391.451.764 7.996.029.100 8.794.830.081 9.516.683.300 9.582.526.496
% 103,00 119,14 118,31 111,09 107,67 102,82 98,73 101,79 133,74 109,99 100,69
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi (diolah) Jika dilihat data pada Tabel 1.1 tersebut di atas penerimaan Pajak Daerah memang menunjukkan tren kenaikan realisasi. Namun jika diteliti secara mendalam kenaikan pendapatan Pajak Daerah yang sangat efektif terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 133,74%. Sedangkan pada tahun 2006 realisasi pendapatan Pajak Daerah menunjukan tidak terpenuhinya target, yang hanya mencapai 98,73 %. Tapi rata-rata disetiap tahun melebihi dari target. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan tujuan dari sebagian besar pemerintah di daerah. Namun, seringkali penggalian potensi dalam rangka pertumbuhan ekonomi menimbulkan masalah baru, yaitu kurang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 terperhatikannya masalah sosial (pendidikan dan kesehatan) serta masalah lingkungan. Dalam mencapai pembangunan ekonomi wilayah yang baik, diperlukan sumber daya manusia yang handal dan sehat. Selain itu, diperlukan ketersediaan sumber daya alam yang berkelanjutan guna memenuhi segala kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol dapat merusak tatanan sumber daya sebagai penyedia barang yang diperlukan oleh manusia. Bila hal tersebut terus dilakukan oleh suatu daerah tanpa memperhatikan lingkungan, maka akibat yang ditimbulkan adalah kerusakan lingkungan dan semakin langkanya sumber daya. Oleh karena itu, pembangunan sumber daya manusia dan kelestarian lingkungan merupakan konsep dari pembangunan yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Kondisi ini, menghadapkan kepada pemerintah daerah untuk lebih bijak dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik lokal (daerah) secara tepat. Perbedaan kondisi daerah akan membawa implikasi terhadap corak pembangunan yang akan diterapkan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah commit todan userberhasil pada suatu daerah, belum pola kebijakan yang pernah diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah lainnya. Begitu pula dengan Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam melaksanakan amanah pembangunan yang berdasarkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Ngawi harus fokus dalam melaksanakan kebijakan pembangunan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Langkah-langkah yang arif dalam melaksakan kebijakan adalah dengan pengalokasian anggaran secara efektif. Salah satu indikator yang digunakan dalam komposisi ekonomi Kabupaten Ngawi adalah dengan melihat data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010, produk yang mendominasi PDRB di Kabupaten Ngawi adalah sektor pertanian, karena pada sektor ini lebih dari 30% dari total PDRB. Hal ini relevan dengan visi Kabupaten Ngawi yang menjadikan pertanian menjadi sektor unggulan kabupaten. Sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor yang memberikan sumbangan PDRB paling kecil dengan nilai kurang 0,58% dari total PDRB. Sektor ini tidak menjadi sektor unggulan karena di wilayah Kabupaten Ngawi hanya memiliki pertambangan mineral dan penggalian golongan C. Untuk lebih jelas berikut Tabel 1.2 tentang PDRB Kabupaten Ngawi pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010.
commit to user
9 TABEL 1.2 PDRB KABUPATEN NGAWI ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2001 – 2010 (JUTA RUPIAH) No (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lapangan Usaha (Sektor) (2)
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa – Jasa Total
2001 Nilai (3) 943.901,33 13.438,73 145.763,59 12.682,15 99.146,81 586.906,13 52.283,76 128.031,58 328.612,08 2.310.766,16
% (8) 36,64 0,55 6,09 0,72 4,83 28,08 4,08
2010 Nilai (9) 2.654.359,37 36.518,40 455.258,87 60.369,81 360.181,25 2.076.707,35 207.931,40
% (10) 36,63 0,50 6,28 0,83 4,97 28,66 2,87
5,54 161.943,61 4,96 243.939,08 4,85 14,22 14,64 478.073,09 712.733,97 14,17 100,00 3.265.122,01 100,00 5.031.428,99 100,00
399.964,91 994.551,07 7.245.842,43
5,52 13,73 100,00
% (4) 40,85 0,58 6,31 0,55 4,29 25,40 2,26
2004 Nilai (5) 1.241.272,14 18.070,32 206.840,03 21.476,84 141.810,82 880.924,38 114.710,78
Keteterangan : % =Kontribusi/Share Sumber : BPS Kabupaten Ngawi (data diolah)
9
% (6) 38,02 0,55 6,33 0,66 4,34 26,98 3,51
2007 Nilai (7) 1.843.370,50 27.821,13 306.568,98 36.199,99 243.130,70 1.412.591,98 205.072,67
10 TABEL 1.3 PDRB KABUPATEN NGAWI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 (JUTA RUPIAH) No
Lapangan Usaha (Sektor)
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
(2)
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa – Jasa Total
Keterangan Sumber
2001 Nilai (3) 845.144,68 12.219,15 130.381,76 10.625,41 87.494,56 526.930,55 47.654,15 118.946,72 296.662,59 2.076.059,57
% (4) 1,35 4,23 2,06 6,26 2,27 1,87 6,52
2004 Nilai (5) 879.270,85 13.412,05 145.094,37 12.333,54 98.453,62 614.343,99 79.274,28
4,21 122.853,39 1,70 317.355,84 1,93 2.282.391,93
: % = Daya Tumbuh : BPS Kabupaten Ngawi (data diolah)
10
2007 Nilai (7) 985.007,46 15.442,31 162.859,61 14.673,00 116.758,32 745.925,20 92.497,17
-7,87 142.016,95 0,88 364.537,86 4,35 2.639.717,89
% (6) 4,24 -0,24 4,10 1,55 3,76 5,25 51,65
% (8) 4,67 7,21 4,80 6,87 5,74 6,95 5,82
2010 Nilai (9) 1.145.589,73 17.526,39 196.280,68 19.108,85 135.663,44 923.010,01 81.775,64
% (10) 4,87 3,19 6,22 7,24 6,77 8,82 8,09
3,51 3,25 5,16
190.048,43 412.818,32 3.121.821,49
5,28 3,40 6,09
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 Berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah, peran pemerintah daerah sangat diperlukan yaitu dalam membuat strategi dan perencanaan pembangunan daerah, dengan memperhatikan pergeseran sektor ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Pemerintah daerah harus mengetahui bagaimana pengaruh terjadinya perubahan struktur ekonomi pada pertumbuhan ekonomi daerah. (Arsyad,1999:139).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tingkat efisiensi pungutan pajak daerah di Kabupaten Ngawi selama periode 2001 - 2010 ? 2. Bagaimanakah tingkat efektivitas pungutan pajak daerah di Kabupaten Ngawi selama periode 2001 - 2010 ? 3. Bagaimanakah hubungan/korelasi antara tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi ?
C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai antara lain adalah untuk mengetahui : 1. Tingkat efisiensi pungutan pajak daerah di Kabupaten Ngawi selama commit to user periode 2001 - 2010.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 2. Tingkat efektivitas pungutan pajak daerah di Kabupaten Ngawi selama periode 2001 - 2010. 3. Hubungan/korelasi antara tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan dan bahan pertimbangan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah di masa yang akan datang. Manfaat dimaksud antara lain adalah: 1. Sebagai bahan kajian untuk mengevaluasi bagaimana kinerja keuangan daerah dilihat dari parameter kemampuan dan kemandirian keuangan daerah selama otonomi daerah di Kabupaten Ngawi. 2. Sebagai
bahan
kajian
untuk
mengevaluasi
keterkaitan
kebijakan
pengelolaan keuangan daerah selama ini terhadap perkembangan perekonomian daerah melalui indikator pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi daerah. 3. Sebagai bahan kajian untuk dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan lebih lanjut dalam pengembangan dan pengelolaan keuangan daerah secara optimal. 4. Sebagai bahan perbandingan dan penambahan referensi bagi penelitianpenelitian lebih lanjut dengan tema yang sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Tinjauan Teoritis Tentang Pajak 1.
Pengertian Pajak dan Pajak Daerah Menurut Mardiasmo (1997:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa timbul yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Kaho (1991:128) pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Perpajakan daerah menurut Davey (1988:39-40) dapat diartikan sebagai berikut: 1) Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri. 2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah. 3) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah. 4) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagikan dengan atau dibebani pungutan tambahan oleh pemerintah daerah. commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1) Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah; 2) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan; 3) Dalam pembayaran pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. 2. Pajak Sebagai Sumber Pendapatan Menurut Devas (1989:61-62), tolok ukur untuk menilai pajak daerah adalah : 1) Hasil (yield), yang berarti dapat menghasilkan penerimaan yang cukup, dalam arti jumlah penerimaannya lebih besar daripada biaya pemungutannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 2) Keadilan (equity), yaitu bahwa beban Pajak/Retribusi yang diterima oleh masyarakat seyogyanya fair dan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu untuk membayarnya. 3) Daya guna ekonomi (economic effiency), yakni mempunyai pengaruh yang minimum terhadap tingkat harga ataupun keputusan individu untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa. 4) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as local revenue source), dapat diterima secara ‘politis’ oleh masyarakat dan adanya kemampuan administratif bagi aparat Pemda. Oleh karena Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum dipergunakan dikarenakan Undang-undang tersebut belum berjalan efektif maka pemungutan Pajak Daerah di Pemerintah Kabupaten Ngawi masih menggunakan UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Menurut Undang-undang tersebut Pajak Daerah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1) Pajak Provinsi, yang terdiri dari : a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air b) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor d) Pajak pengambilan air bawah tanah dan air permukaan 2) Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : a) Pajak hotel
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 b) Pajak restoran c) Pajak hiburan d) Pajak reklame e) Pajak penerangan jalan f) Pajak parkir g) Pajak pengambilan bahan galian golongan C Dengan demikian pemungutan pajak daerah yang dilakukan oleh Kabupaten Ngawi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Pajak Hotel dan Restoran yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 14 Tahun 1998 Tentang Pajak Hotel dan Restoran. Pajak Hiburan yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Pajak Hiburan. Pajak Reklame yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Pajak Reklame. Pajak Penerangan Jalan yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Pajak Penerangan Jalan. Pajak Parkir yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Pajak Parkir. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Dari devinisi dan menurut ketentuan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 Retribusi Daerah diatas dapat diatrik kesimpulan bahwa penerimaan pajak Sebagai Sumber Pendapatan Pemerintah Daerah. 3.
Peran Pajak Dalam Pertumbuhan Ekonomi Peranan menurut Soekanto (1990:268) adalah : “Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan“. Sedangkan menurut Poerwadarminta (1991:735) memberikan defenisi bahwa peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa ). Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan Pajak Daerah adalah bahwa Pajak Daerah memberikan kedudukan yang cukup memberikan kontribusi terhadap penerimaan di Kabupaten Ngawi. Peran pajak menurut Soekanto (1990) adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sumber pembiayaan pembangunan ekonomi. 2. Sebagai alat regulasi kegiatan ekonomi untuk stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi. 3. Sebagai alat alokasi sumber-sumber daya ekonomi ke sektor produktif.
B. Pengertian Efisiensi, Efektivitas dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam rangka mendorong perkembangan ekonomi daerah yang commit to user nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab, pembiayaan pemerintah dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 pembangunan daerah yang bersumber dari Pendapatan Daerah, khususnya yang berasal dari Pajak Daerah pengaturannya lebih ditingkatkan lagi. Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Daerah yang hasilnya semakin meningkat pula. Upaya peningkatan penyediaan dana dari sumber-sumber tersebut antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutnya, penyempurnaan dan penambahan jenis pajak. Langkah-langkah tersebut diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pungutan Pajak Daerah serta mutu dan jenis pelayanan kepada masyarakat. Dua konsepsi utama untuk mengatur prestasi kerja manajemen adalah efisiensi dan efektivitas. Untuk lebih memahami tentang efisiensi dan efektivitas, maka dalam bagian ini akan diuraikan pengertian efisiensi dan efektivitas yang disampaikan beberapa ahli, yaitu : 1.
Pengertian Efisiensi Menurut Hani Handoko (1995:7) efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Ini merupakan perhitungan perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Suatu kerja organisasi dikatakan efisien apabila mencapai keluaran yang lebih tinggi berupa hasil, produktivitas, performance, dibanding masukan-masukan yang berupa tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu yang digunakan. Dengan kata lain, dengan meminimumkan biaya commitdaya to user pengguna sumber daya-sumber untuk mencapai keluaran yang telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 ditentukan (spending well). Atau sebaliknya disebut efisien apabila dapat memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas. Pengertian efisiensi menurut Abdul Halim (2000:72) efisiensi adalah perbandingan antara output dengan input. Ukuran efisiensi dapat dikembangkan dengan menghubungkan antara biaya yang sesungguhnya dengan biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya (misalnya anggaran). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa efisiensi adalah perbandingan antara output (keluaran) dengan input (masukan) yang digunakan (cost of output). Jadi dalam hal ini untuk mengetahui efisiensi pemungutan pajak daerah yaitu dengan membandingkan antara output (realisasi penerimaan pajak daerah) dan input (biaya pemungutan pajak daerah). Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan input atau dengan istilah lain output/unit input (Mahmudi: 2007). Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 1) Efisiensi pada sektor usaha swasta (private sector efficiency). Efisiensi pada sektor usaha swasta dijelaskan dengan konsep input output yaitu rasio dari output dan input; 2) Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan; 3) Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan memperhatikan aspek hubungan dan tata kerja antar instansi pemerintah
daerah
dengan
memanfaatkan
potensi
dan
keanekaragaman suatu daerah. Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran (output) dengan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya (input) minimal diperoleh hasil (output) yang diinginkan. Faktor penentu efisiensi adalah : a) Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan. b) Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatanjabatan baik itu struktural maupun fungsional. c) Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 d) Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaanya baik pimpinan maupun masyarakat. e) Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud. 4.
Pegertian Efektivitas Efektivitas dalam pengertian yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Efektifitas berfokus pada outcome atau hasil. Suatu organisasi program atau kegiatan dikatakan efektif apabila output yang dilaksanakan bisa memenuhi target yang diharapkan (Mahmudi: 2007).
Pengertian
efektivitas
berhubungan
dengan
derajat
keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 menurut Devas, dkk., (1989, 279-280) adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan
program
dapat
direncanakan
dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Menurut Hani Handoko (1995:7) efektivitas merupakan kemampuan memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, dikatakan efektif jika dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan. Efektivitas juga diartikan
melakukan
pekerjaan
yang
benar.
Definisi
yang
dikemukakan Abdul Halim (2000:72), efektivitas adalah hubungan antara output pusat tanggungjawabnya dan tujuannya. Makin besar kontribusi output terhadap tujuan makin efektiflah satu unit tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa efektivitas adalah perbandingan antara output (keluaran) dengan tujuan. Sehingga untuk mengetahui efektivitas pemungutan Pajak Daerah yaitu dengan membandingkan antara output (realisasi penerimaan Pajak Daerah) dengan tujuannya (target yang telah ditetapkan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 5.
Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Selanjutnya Todaro (1997)
menyatakan
bahwa, terdapat
beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Salah satu klasifikasinya adalah faktor fisik dan manajemen. Secara spesifik disebutkan terdapat 3 faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi yaitu, akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik. Namun ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan tambahan pekerja itu secara produktif. Faktor utama lainnya adalah kemajuan tehnologi. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Disini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Beberapa ahli ekonomi pembangunan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan, dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolyn, 1999). Perroux yang terkenal dengan teori kutub pertumbuhan menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul diberbagai daerah pada to userhanya terjadi dibeberapa tempat waktu yang bersamaan. commit Pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda (Perroux, 1988 dalam Mudrajat, 2002). Selanjutnya Kuznets (Todaro, 2000), yang telah berjasa dalam memelopori analisis polapola pertumbuhan historis di negara-negara maju mengemukakan bahwa, pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahapan berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang kemudian terkenal secara luas sebagai konsep kurva U- terbalik dari Kuznets. Disisi lain Hoover (1977), menerangkan bahwa teori pertumbuhan regional berbasis ekspor merupakan beberapa aktivitas disuatu daerah adalah basic, dengan kata lain pertumbuhannya menimbulkan serta menentukan pembangunan menyeluruh daerah tersebut.
Sedangkan
aktivitas-aktivitas
konsekwensi dari pembangunan
lain (non-basic)
merupakan
menyeluruhnya. Demikian pula
menurut Bendavid-Val (1991) menyatakan bahwa semua pertumbuhan regional ditentukan oleh sektor basic, sedangkan sektor non-basic hanyalah yang mencakup aktivitas pendukung, seperti perdagangan, jasa-jasa perseorangan, produksi input untuk produk-produk di sektor basic, melayani industri-industri di sektor basic maupun pekerjapekerja beserta keluarganya di sektor basic, atau menurut Bachrul (2004), dikatakatan bahwa kegiatan-kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa diluar batas perekonomian masyarakat yang to user bersangkutan, sedangkancommit kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal dalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Menurut model ini multiplier basis ekonomi dihitung menurut banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan.
C. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Fatchanie (2007) dalam Skripsi “Analisis Efisiensi Dan Efektivitas Hasil Pemungutan Pajak Parkir Di Kabupaten Sleman”, mengetahui karakteristik obyek Pajak Parkir sebagai dasar pertimbangan layak tidaknya setoran pajak ke pemerintah Kabupaten Sleman, mengetahui seberapa besar potensi Pajak Parkir sebenarnya di Kabupaten Sleman. Mengetahui kendala dan permasalahan dalam praktik pemungutan Pajak Parkir di Kabupaten Sleman serta mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas praktik pemungutan Pajak Parkir yang dilakukan oleh Badan Pengelola Kekayaan Dan Keuangan Daerah (BPKKD) Kabupaten Sleman selama ini. Hasil penelitian sebagai berikut: a. Tingkat efisiensi dari tahun pertama di jalankannya pemungutan Pajak Parkir yaitu tahun 2003 adalah 40,09% masuk pada kategori efisien. Pada tahun 2004 dengan besarnya biaya pemungutan yang sama Rp 35.954.000,-, realisasi penerimaan Pajak Parkir meningkat mencapai Rp 195.487.115,6 tingkat efisiensi menjadi 18,39% masuk pada kategori sangat efisien. Tahun 2005 tingkat efisiensi menjadi 13,52% (sangat efisien) dan tahun 2006 tingkat efisiensi menunjukkan rasio 12.04% commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 (sangat efisien). Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan di atas adalah bahwa pemungutan Pajak Parkir yang dijalankan oleh BPKKD Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun semakin efisien. b. Tingkat efektivitas pemungutan Pajak Parkir oleh BPKKD Kabupaten Sleman meningkat dari tahun 2003 sebesar 89,69% (tidak efektif) menjadi 121,72% (sangat efektif) pada tahun 2004. tingkat efektivitas turun pada tahun berikutnya yaitu tahun 2004 pada rasio 94,90% (tidak efektif) dan meningkat lagi menjadi 100,73% (efektif) pada tahun 2006. Kesimpulan yang dapat di ambil adalah tingkat efektivitas pemungutan Pajak Parkir tidak menunjukkan progress dalam artian berjalan fluktuatif dari tahun ke tahun. Syahelmi (2008) dalam Tesis ” Analisis Elastisitas, Efisiensi, Dan Efektifitas PAD Sumatera Utara Dalam Era Otonomi Daerah” menganalisis perkembangan posisi kemampuan keuangan daerah propinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Studi ini dibatasi pada sisi pendapatan dan berfokus pada aspek PAD provinsi. Hasil
kajian
ini
antara
lain
menyimpulkan bahwa: (1) posisi fiskal yang ditunjukkan oleh upaya pajak belum menunjukkan hasil yang signifikan dimana hasil perhitungan adalah bervariasi antara 5 sampai 9 kurang dari seratus (<100), (2) tingkat elastisitas PAD terhadap PDRB Sumatera Utara bisa dikatakan cukup tinggi yaitu sebesar 7.95 hal ini menunjukkan bahwa perubahan PDRB Sumatera Utara akan merespon perubahan yang signifikan terhadap PAD Sumatera Utara (Sebesar 7.95%).
to user (3)commit Tingkat efisiensi PAD Sumatera Utara masih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 rendah hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan yaitu bervariasi antara 79,79% sampai
81.57 masih dibawah seratus persen.
(4) Tingkat
efektifitas PAD Sumatera Utara bisa dikatakan sudah cukup efektif hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan yang lebih dari 100% kecuali untuk tahun 2001 yaitu sebesar 93.09%. Akny (2011) dalam Tesis “Analisis Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Di Kabupaten Ngawi” menganalisis bagaimana pertumbuhan dan efektivitas pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Ngawi, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis elastisitas pajak pengambilan bahan galian golongan C terhadap penerimaan pajak di Kabupaten Ngawi, serta untuk menganalisis bentuk dan keeratan hubungan antara PDRB sektor konstruksi dengan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara PDRB sektor konstruksi dalam peningkatan pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Ngawi. Pertumbuhan pajak pengambilan bahan galian golongan C terus mengalami peningkatan walaupun peranannya terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Ngawi masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan jenis pajak yang lain. elastisitas lebih besar dari 1 yang berarti PDRB sektor konstruksi elastis terhadap penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan efektivitas pajak pengambilan bahan galian golongan C selalu lebih dari commit to user 100%, merupakan modal utama dalam rangka meningkatkan penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 pajak daerah melalui pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Ngawi.
D. Kerangka Konseptual Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya pemerintah daerah adalah menyerap pendapatan dari sektor pajak. Hal demikian juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi sebagai upaya untuk peningkatan pajak daerah secara optimal guna mengisi kas daerah dalam membiayai pembangunan. Berdasarkan hal tersebut kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keuangan Daerah Kabupaten Ngawi
APBD Kabupaten Ngawi
Efektivitas Pemungutan Pajak Daerah Efisiensi Pemungutan Pajak Daerah Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran commit to user
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 Berdasarkan kerangka berpikir penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa Efisiensi dan Efektivitas pemungutan Pajak Daerah akan memberikan kontribusi positif kepada Keuangan Daerah Kabupaten Ngawi yang didalamnya berisi APBD. Maka pemungutan Pajak Daerah harus diupayakan seefisien dan seefektif mungkin. Demikian pula Pertumbuhan Ekonomi yang optimal akan mencerminkan PDRB yang baik bagi Pemerintah Kabupaten Ngawi. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi berhubungan erat terhadap efisiensi dan efektivitas penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian inferensial, dimana penelitian ini digunakan untuk membuktikan tingkat efisiensi, efektivitas pemungutan pajak daerah dan hubungannya dengan pertumbuhan perekonomian.
B. Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi Pemerintah Kabupaten Ngawi dengan kurun waktu tahun 2000 – 2010, karena bila dapat menyajikan data dalam kurun waktu yang lama maka akan dapat menyajikan hasil penelitian yang dijamin tingkat validitasnya.
C. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series selama tahun 2000 – 2010. Data penelitian ini merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari sumber-sumber: 1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi. a. PDRB Kabupaten Ngawi dan Propinsi Jawa Timur harga berlaku. b. PDRB Kabupaten Ngawi dan Propinsi Jawa Timur harga konstan. c. Ngawi Dalam Angka 2010 1). Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 2). Pemerintahan Kabupaten Ngawi. 3). Indikator Kinerja Pembangunan. 30 2. DPPKA Kabupaten Ngawi. a. Target pajak daerah tahun 2000-2010 b. Realisai pajak daerah tahun 2000-2010 3. SKPD/ Instansi terkait lainnya. Pengumpulan
data
penelitian
dilakukan
dengan
metode
pengumpulan data antara lain : a. Studi Kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen perencaan dan penganggaran Kabupaten Ngawi, b. Observasi dan Wawancana langsung yaitu melakukan kunjungan kepada nara sumber penelitian untuk melakukan observasi dan wawancara.
D. Definisi Operasional Variabel Untuk
menyamakan
persepsi
tentang
variabel-variabel
yang
digunakan dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi operasional sebagai berikut: 1. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Ini merupakan perhitungan perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). 2. Efektivitas pemerintahan adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 3. Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Disini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis.
E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Efisiensi Pajak Daerah Untuk melihat upaya mengoptimalkan kombinasi penggunaan input, atau untuk menghasilkan tingkat output tertentu dengan jumlah ongkos yang minimum, atau kemampuan untuk menghasilkan output sebesar mungkin dari jumlah input tertentu. Formula yang digunakan untuk menghitung efisiensi Pajak Daerah (Sidik, 1994:65) adalah: Biaya Pemungutan Efisiensi =
X 100%
.................. (3.1)
Realisasi Pendapatan Dimana, Biaya pemungutan = Biaya untuk memperoleh Pajak Daerah yang didekati melalui anggaran yang dialokasikan pada pendapatan daerah untuk kegiatan-kegiatan rutin. Realisasi Pendapatan = Hasil pemungutan Pajak Daerah. Dengan
mengetahui
hasil
pengeluaran dan realisasi penerimaan efisiensi
tersebut,
(Medi, 1966 dalam
perbandingan dengan
antara
menggunakan
realisasi ukuran
maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan Budiarto, 2007). Apabila kinerja keuangan diatas
commit to user 100% ke atas dapat dikatakan tidak efisien, 90% - 100% adalah kurang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 efisien, 80% - 90% adalah cukup efisien, 60% - 80% adalah efisien dan dibawah dari 60% adalah sangat efisien. 2. Analisis Efektivitas Pajak Daerah Untuk melihat efektivitas Pajak Daerah adalah dengan menghitung rasio realisasi dengan target pajak Daerah dengan rumus sebagai berikut (Devas, 1989:146): Realisasi PD Efektivitas =
x 100 %
..................
(3.2)
Target PD Dimana, PD
= Pajak Daerah Nilai efektivitas
diperoleh
dari
perbandingan
sebagaimana
tersebut diatas, diukur dengan kriteria penilaian kinerja keuangan (Medi, 1996 dalam Budiarto, 2007). Apabila persentase kinerja keuangan di atas 100% dapat dikatakan sangat efektif, 90% - 100 % adalah efektif, 80% 90% adalah cukup efektif, 60% - 80% adalah kurang efektif dan kurang dari 60% adalah tidak efektif. Faktor penentu efisiensi dan efektivitas (Budiarto, 2007) adalah: (a) faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan; (b) faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural maupun fungsional; (c) faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan; (d) faktor dukungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 kepada aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; (e) faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud. 3. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Untuk melihat Pertumbuhan Ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Widodo,1990:36): ∆X
Xt - X (t – 1) x 100 % ……...........................
(3.3)
X(t – 1) Dimana, -
∆ X adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (persen)
-
Xt adalah PDRB tahun/periode t
-
X(t – 1) adalah PDRB tahun sebelumnya.
4. Analisis Korelasi Product Moment Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih (Sugiono, 2010:224). Lebih lanjut Sugiono mengatakan bahwa arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif dan negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. Hubungan dua variabel atau lebih dikatakan hubungan positif, bila nilai suatu variabel ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel yang lain, dan sebaliknya bila suatu variabel diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain. Hubungan dua variabel atau lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 dikatakan hubungan negatif, bila nilai variabel dinaikkan, maka akan menurunkan variabel yang lain, dan sebaliknya bila suatu variabel diturunkan maka akan menaikkan nilai variabel yang lain. Teknik korelasi product moment digunakan untuk mencari hubungan secara parsial antara variabel X dengan variabel Y. Rumus korelasi product moment dari Pearson yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Sugiono, 2010:228):
n∑xy - ∑x∑y r =
................
(3.4)
√ {n∑x2 – ( ∑x )2} { n∑y2 – ( ∑y )2} Dimana: r
= koefisien korelasi
X
= Skor hasil variabel bebas
Y
= Skor hasil variabel terikat
N
= Jumlah Subyek Hasil uji ini akan diketahui koefisien korelasi product moment (r).
Setelah
r
diketahui,
untuk
menguji
taraf
signifikansi
tidaknya,
dikonsultasikan dengan harga r tabel product moment dengan taraf signifikansi 5 %. Jika harga koefisien r hitung sama dengan atau lebih besar dari harga r tabel, berati hipotesis dalam penelitian ini diterima, dan sebaliknya jika harga koefisien r hitung tidak sama dengan atau lebih kecil commitditolak. to user Kuatnya hubungan antar variabel dari harga r tabel, maka hipotesis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 dinyatakan dalam koefisien korelasi. Koefisien korelasi positif terbesar = 1 dan koefisien negatif terbesar = -1, sedangkan yang terkecil adalah 0. Bila hubungan dua variabel atau lebih tersebut mempunyai koefisien korelasi = 1 atau -1, maka hubungan tersebut sempurna (Sugiono, 2010:226). Menurut Sugiono (2010:231), untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan, maka dapat berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: TABEL 3.1 INTERPRETASI TERHADAP KOEFISIEN KORELASI INTERVAL KOEFISIEN (1)
TINGKAT HUBUNGAN (2)
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
0,20 – 0,339
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Sumber : Sugiono, 2010:231 Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan dari hubungan dua variabel. Sedangkan angka yang menunjukkan kuat tidaknya hubungan antara dua variabel disebut dengan koefisien korelasi yang dinotasikan dengan r. Nilai koefisien korelasi adalah -1 ≤ r ≤ 1. Jika r = -1, maka antara dua variabel mempunyai hubungan negatif sangat erat. Jika r = to user 1, maka antara dua variabelcommit mempunyai hubungan positif sangat erat. Jika r
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 = 0, maka antara dua variabel tidak mempunyai hubungan. Jika r semakin mendekati angka – 1 atau 1, maka antara dua variabel mempunyai hubungan yang kuat atau erat. Sedangkan jika r lebih mendekati ke angka 0, maka antara dua variabel mempunyai hubungan yang tidak kuat atau tidak erat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi secara geografis berada di Provinsi Jawa Timur bagian Barat, merupakan daerah penghubung Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.295,9851 km2 atau 129.598,51 Ha. Secara administratif pemerintahan terbagi kedalam : 19 kecamatan, 4 kelurahan, dan 213 desa. Secara astronomis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7021’ – 7031’ Lintang Selatan dan 111007’ – 111040’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara
: Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan (Provinsi Jawa
Tengah)
dan
Kabupaten
Bojonegoro
(Provinsi Jawa Timur), b. Sebelah barat
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen (Provinsi Jawa Tengah),
c. Sebelah selatan
: Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun (Provinsi Jawa Timur),
d. Sebelah timur
: Kabupaten Madiun (Provinsi Jawa Timur).
commit 38 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Ngawi Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010. Kondisi topografi wilayah cukup bervariasi, yaitu topografi datar, bergelombang, berbukit dan bahkan pegunungan tinggi, dengan ketinggian 40 meter hingga 3.031 meter di atas permukaan air laut. Tercatat 4 kecamatan terletak di dataran tinggi yaitu Kecamatan Sine, Kecamatan Ngrambe, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal. Komposisi penggunaan lahan untuk persawahan 57.911,19 Ha, perkebunan 1.551,04 Ha, tegalan 8.165,81 Ha, perkarangan 13.486,55 Ha, hutan Negara 45.428,60 Ha, waduk, bendungan dan lain-lain 3.054,32 Ha. Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada gambar berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Gambar 4.2 Komposisi Penggunaan Lahan (%) Sumber : BPS, Kabupaten Ngawi, 2010. Luas lahan pertanian mencapai 72 % dari luas wikayah Kabupaten Ngawi. Hal ini menggambarkan sektor pertanian merupakan sektor andalan bagi penduduk Kabupaten Ngawi. Dari 5 subsektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan), subsektor tanaman pangan khususnya komoditi padi penyumbang terbesar terhadap total nilai produksi pertanian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 2. Pemerintahan Kabupaten Ngawi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus disusun oleh pemerintah kabupaten adalah : a) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), yang memiliki jangka waktu perencanaan 20 tahun, b) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang memiliki jangka waktu perencanaan 5 tahun, c) Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD), yang memiliki jangka waktu perencanaan 1 tahun. Berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan daerah tersebut, masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah harus menyusun dokumen perencanaan pembangunan : a. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), memiliki jangka waktu perencanaan 5 tahun sebagai penjabaran dari RPJMD, b. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), memiliki jangka waktu perencanaan 1 tahun sebagai penjabaran dari Renstra SKPD dan RKPD. Kabupaten Ngawi diarahkan menjadi kabupaten yang unggul di bidang agraris yang dalam melaksanakan kegiatan pembangunannya agar lebih terarah, efektif dan efisien, semua kegiatan pembangunan harus commit to user mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 Tahun 2006 – 2010 yang didalamnya memuat Visi dan Misi Kabupaten Ngawi yang secara substansial memuat kebijakan, sasaran dan program lima tahunan di daerah. Dalam rangka mencapai visi dan misi tersebut, prioritas pembangunan diarahkan pada pengentasan kemiskinan dan kesenjangan,
pembangunan
pertanian,
kehutanan,
sosial
ekonomi,
pendidikan, kesehatan, prasarana dan sarana wilayah, penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan beragama. Visi Kabupaten Ngawi adalah "Terwujudnya Kabupaten Ngawi yang unggul di bidang agraris untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam suasana agamis". Visi tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Ngawi Tahun 2006-2010. Untuk mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut, maka ditetapkan misi yang merupakan pernyataan penetapan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi. Misi tersebut merupakan penjabaran dari visi pembangunan daerah yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh, yaitu: a. Mewujudkan sistem penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih transparan, partisipatif dan akuntabel demi terjamin dan tegaknya supremasi hukum dan hak azasi rakyat. b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 c. Memberdayakan dan memanfaatkan ketersediaan sumber daya alam dan manusia yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. d. Meningkatkan hubungan antar warga masyarakat yang harmonis untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Penyusunan rencana pembangunan tahunan (RKPD) Kabupaten Ngawi Tahun 2010, diawali dengan Musrenbang dari tingkat desa / kelurahan, tingkat kecamatan dan kabupaten dengan melibatkan perwakilan masyarakat dan representasi stakeholders ( Perguruan Tinggi, LSM, Dunia Usaha, Kalangan Profesi, Organisasi Masa dan DPRD). Proses perencanaan dilakukan melalui pendekatan participatory, comprehensiveness, dan proses bottom up dan top down. Proses top down planing merupakan langkahlangkah penyampaian batasan umum oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi yang diambil dari substansi dokumen RPJM mengenai prioritas-prioritas pembangunan di Kabupaten Ngawi Tahun 2010. Sedangkan proses bottom up planning berarti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diberi keleluasaan untuk merancang kegiatan-kegiatan pembangunan dengan pendekatan politik. Pendekatan politik merupakan rencana strategi dalam pemilihan elemen bahwa masyarakat dapat menentukan pilihan. Beberapa pendekatan yang dilakukan dijelaskan sebagai berikut : a. Pendekatan teknokratik Penyusunan dengan pendekatan teknokratik yaitu metode dengan menggunakan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai suatu to user hasil yang dapat diterimacommit para pihak terkait.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 b. Pendekatan partisipatif Penyusunan dengan pendekatan partisipatif yaitu dengan melibatkan semua pihak pelaku pembangunan (stakeholders) untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki sehingga dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dan berkesinambungan. c. Pendekatan atas-bawah (top-down) Pendekatan
atas-bawah
(top-down)
dalam
perencanaan
dilaksanakan melalui mekanisme birokrasi pemerintahan. d. Pendekatan bawah-atas (bottom-up) Pendekatan
bawah-atas
(bottom-up)
dilakukan
melalui
musyawarah baik tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, dan tingkat kabupaten. e. Prioritas dan Sinergisitas Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, terdistribusikan dengan mempertimbangkan prioritas dan menciptakan sinergisitas
antara
pemerintah
dan
masyarakat
melalui
forum
Musrenbang - SKPD (Musyawarah Perencanaan Pembangunan - Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kabupaten Ngawi. f. Mempertimbangkan Kemampuan Fiskal Daerah Proses penyusunan rencana tahunan di Kabupaten Ngawi merupakan proses penyatuan persepsi di antara SKPD mengenai prioritas pembangunan daerah di Kabupaten Ngawi Tahun 2008 dengan commitkeuangan to user daerah. mempertimbangan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 3. Indikator Kinerja Pembangunan a. Kondisi Sosial Kependudukan Masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kegiatankegiatan kemasyarakatan. Bidang sosial merupakan bidang yang terkait langsung dengan masyarakat sebagai pelaku dan penikmat pembangunan. Komposisi dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang bervariasi merupakan pencermatan secara khusus dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan konteks sosial kemasyarakatan, secara kuantitatif penduduk Kabupaten Ngawi mayoritas adalah pemeluk agama Islam (lebih dari 95%). Secara umum
pemeluk Islam tersebut mayoritas
memiliki kedekatan hubungan kultural dengan organisasi masyarakat (ormas) Nahdhatul Ulama. Hal tersebut dalam kenyataan sehari-hari cukup memberi pengaruh bagi interaksi antar penduduk dan antar kelompok masyarakat. Secara umum, interaksi antar warga masyarakat sehari-hari relatif aman dan damai. Jika terdapat benturan-benturan kecil antar warga masyarakat dapat diselesaikan secara musyawarah tanpa memperkeruh suasana. Kiranya hanya pada saat tumbangnya Orde Baru (tahun 19981999), sebagaimana kondisi berbagai wilayah Indonesia lainnya, terjadi gesekan antar kelompok yang cukup berarti dalam kehidupan sehari-hari, namun kini hal tersebut telah berlalu. Bahkan hikmah dari gesekan tersebut adalah terdapatnya warisan positif berupa tumbuh-kembangnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau sejenisnya yang cukup memberi warna baru dalam dinamika kehidupan sosial di Kabupaten Ngawi. Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir tahun 2006 adalah 879.193 jiwa, terdiri dari 429.921 jiwa penduduk laki-laki dan 449.272 jiwa penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin/sex ratio sebesar 96. Artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan tahun 2005 jumlah penduduk kabupaten Ngawi bertambah sebesar 3.039 jiwa atau meningkat 0,35 persen selama setahun. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Paron yaitu 90.516 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Kasreman yaitu 23.964 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2006 menurut jenis kelamin pada tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 TABEL 4.1 JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN NGAWI MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 2006 NO (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama Kecamatan (2) Sine Ngrambe Jogorogo Kendal Geneng Gerih Kwadungan Pangkur Karangjati Bringin Padas Kasreman Ngawi Paron Kedunggalar Pitu Widodaren Mantingan Karanganyar Jumlah
Pria (3) 22.605 21.914 20.146 23.821 27.555 18.278 14.188 13.687 23.550 15.029 16.576 11.674 37.791 44.475 34.136 14.023 35.307 19.730 15.436 429.921
% (4) 5,3 5,1 4,7 5,5 6,4 4,3 3,3 3,2 5,5 3,5 3,9 2,7 8,8 10,3 7,9 3,3 8,2 4,6 3,6 100
Penduduk Wanita % Jumlah (5) (6) (7) 23.673 5,3 46.278 23.255 5,2 45.169 21.167 4,7 41.313 25.525 5,7 49.346 27.959 6,2 55.514 18.604 4,1 36.882 14.484 3,2 28.672 14.496 3,2 28.183 24.721 5,5 48.271 15.626 3,5 30.655 16.908 3,8 33.484 12.290 2,7 23.964 40.790 9,1 78.581 46.041 10,2 90.516 35.655 7,9 69.791 14.143 3,1 28.166 36.864 8,2 72.171 21.844 4,9 41.574 15.277 3,4 30.665 449.272 100,0 879.193
% (8) 5,3 5,1 4,7 5,6 6,3 4,2 3,3 3,2 5,5 3,5 3,8 2,7 8,9 10,3 7,9 3,2 8,2 4,7 3,5 100
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010. (diolah) Kepadatan
penduduk
menunjukkan
rasio
antara
jumlah
penduduk dengan luas wilayah. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi tahun 2006 adalah 678 jiwa/Km2 , naik sekitar 2 jiwa untuk setiap kilometer persegi dari tahun sebelumnya. Tingkat kepadatan per kecamatan tertinggi di Kecamatan Ngawi (1.114 jiwa/Km2) dan tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Karanganyar (208 jiwa/Km2). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 Dilain pihak, menurut laporan Dinas Transmigrasi, Sosial dan Tenaga Kerja pada tahun 2008 terdapat 27.740 penduduk Kabupaten Ngawi tercatat sebagai pencari kerja (pengangguran terbuka). Sedangkan lowongan kerja yang tersedia sebanyak 2.683 orang dan jumlah penempatan kerja hanya untuk 1.892 orang. Berikut ini Tabel 4.2 untuk mengetahui tingkat kesejahteraan sosial di Kabupaten Ngawi pada tahun 2009 : TABEL 4.2 KESEJAHTERAAN SOSIAL KABUPATEN NGAWI No.
Jenis Data
Satuan
(1)
(2)
(3)
1.
Penduduk Rawan Sosial dan Sarana a. Keluarga fakir miskin
2.
4.
2008 (4)
% (5)
2009 (6)
% (7)
74.813
100
55.542
100
Jiwa
54.341
72,6
35.267
63,5
b.Balita terlantar
Jiwa
66
0,1
66
0,1
c. Anak terlantar
Jiwa
10.957
14,6
10.958
19,7
d. Lanjut usia terlantar
Jiwa
6.051
8,1
6.051
10,9
e. Gelandangan
Jiwa
17
0,02
17
0,03
f. Penyandang cacat
Jiwa
2.884
3,9
2.110
3,8
g.Korban bencana alam & korban lainnya h. Pengemis
Jiwa
452
0,6
1028
1,9
Jiwa
45
0,1
45
0,1
8
100
8
100
Buah
7
87,5
7
87,5
Buah
1
12,5
1
12,5
1395
100
1395
100
217
15,6
217
15,6
1.168
83,7
1.168
83,7
Buah
10
0,7
10
0,7
KK
82.572
100
82.572
100
Panti Asuhan a. Panti sosial asuhan yatim piatu b.Panti sosial tresna werda
3.
Tahun
Potensi Kesejahteraan Sosial a. Karang taruna
Buah
b. Tenaga kessos masyarakat c. Organisasi sosial
Orang
Penduduk Miskin Jumlah rumah tangga miskin
Sumber : BPS, Kabupaten Ngawi, commit to 2010. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 Sejalan
dengan
hal
tersebut,
indikator
keberhasilan
pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan tolok ukur tersebut dapat ditetapkan strategi pembangunan tahun 2008 dan mensinergikan seluruh program pembangunan agar tepat sasaran dan memiliki keluaran berfokus kesejahteraan masyarakat. IPM Kabupaten Ngawi mengalami fluktuasi. Pada tahun 1996 IPM Ngawi sebesar 65,00. Kemudian menurun sebesar 2,60 % menjadi 58,84 pada tahun 1999, dan pada tahun 2002 kembali naik menjadi 61,42. Sedangkan pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi 63,99. Mendasar data BPS Propinsi Jawa Timur pada tahun 2006, Angka Harapan Hidup 72,58; rata-rata lama sekolah adalah 6,30; Angka melek huruf 0 dan Paritas daya beli 54,50; dengan keseluruhan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ngawi sebesar 63,59. b. Kondisi Perekonomian Daerah Seiring
dengan
kemajuan-kemajuan
ekonomi
di
tingkat
nasional, perekonomian regional Jawa Timur juga menunjukkan stabilitas yang semakin mantap dan perkembangan yang semakin meningkat secara signifikan. Secara umum kinerja perekonomian Jawa Timur yang sampai dengan tahun 2004 cukup kondusif, hal ini direpresentasikan oleh indikator agregat pertumbuhan ekonomi yang sejak krisis tahun 1998 mengalami kontraksi hingga minus 16,12% terus mengalami percepatan sebesar 4,11% pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 5,43%. Pertumbuhan pada 2004 ini melebihi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 target pertumbuhan diakhir tahun 2004 yaitu sebesar 4,8%. Pertumbuhan tahun 2004 didorong oleh seluruh sektor yang semuanya mengalami pertumbuhan, terutama sektor industri yang sudah tumbuh sebesar 4,14%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,48%, dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 13,15%, sedangkan sektor konstruksi juga sudah mulai tumbuh sebesar 1,63%. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi pula, perekonomian di Kabupaten Ngawi menunjukkan stabilitas yang signifikan. Indikator perekonomian daerah Kabupaten Ngawi dapat dilihat dari kontribusi masing-masimg sektor perekonomian, yang meliputi 9 (sembilan) sektor/lapangan usaha, dengan komposisi pertumbuhan yang dituangkan dalam nominal dari tahun ke tahun. Indikator dari sektor pertanian dalam jumlah satuan rupiah merupakan sektor yang paling dominan serta mengalami peningkatan, akan tetapi apabila dikaji terhadap harga berlaku dan harga konstan sektor ini mengalami stagnasi, hal ini perlu disikapi dengan mengupayakan peningkatan pada sektor-sektor dominan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah. Sampai dengan tahun 2010 perekonomian Kabupaten Ngawi masih didominasi sektor pertanian. Sumbangan sektor ini terhadap total PDRB sampai dengan tahun 2010 sekitar 36,63 %. Tidaklah aneh apabila sektor ini menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 Ngawi. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (sesenas) 2004 sektor ini menyerap 64 % dari total jumlah penduduk yang bekerja. Namun demikian sumbangan sektor ini dari tahun ketahun mengalami penurunan
walaupun
sebenarnya
secara
produksi
mengalami
pertumbuhan. Sektor lainnya yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap perekonomian di Kabupaten Ngawi adalah sektor perdagangan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menyumbangkan lebih dari 36 % dari total PDRB. Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari PDRB merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Angka pertumbuhan menunjukan kenaikan pertumbuhan barang/jasa terhadap tahun sebelumnya, dengan tidak dipengaruhi variabel harga. Apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, maka apabila sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang tinggi secara langsung akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi secara total. PDRB menurut lapangan usaha berdasar harga berlaku tahun 2001-2010 menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Dimana tahun 2001 nilai PDRB itu sebesar Rp. 2.310.766,16 juta, meningkat menjadi sebesar Rp. 3.265.122,01 juta pada tahun 2004, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 meningkat lagi menjadi sebesar Rp. 5.031.428,99 juta pada tahun 2007 dan meningkat lagi menjadi sebesar Rp. 7.245.842,43 juta pada tahun 2010. Secara rinci PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.3. TABEL 4.3 PDRB KABUPATEN NGAWI ATAS DASAR HARGA BERLAKU (JUTA RUPIAH) Sek tor
2001
2004
2007
2010
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
%
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(1) 1.
943.901,33
40,85
1.241.272,14
38,02
1.843.370,50
36,64
2.654.359,37
36,63
2.
13.438,73
0,58
18.070,32
0,55
27.821,13
0,55
36.518,40
0,50
3.
145.763,59
6,31
206.840,03
6,33
306.568,98
6,09
455.258,87
6,28
4.
12.682,15
0,55
21.476,84
0,66
36.199,99
0,72
60.369,81
0,83
5.
99.146,81
4,29
141.810,82
4,34
243.130,70
4,83
360.181,25
4,97
6.
586.906,13
25,40
880.924,38
1.412.591,98
28,08
2.076.707,35
28,66
7.
52.283,76
2,26
114.710,78
3,51
205.072,67
4,08
207.931,40
2,87
8.
128.031,58
5,54
161.943,61
4,96
243.939,08
4,85
399.964,91
5,52
9.
328.612,08
14,22
478.073,09
14,64
712.733,97
14,17
994.551,07
13,73
2.310.766,16
100
3.265.122,01
100
5.031.428,99
100
7.245.842,43
100
26,98
Keterangan : Sektor 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air Bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan 9. Jasa-Jasa. Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010 (diolah) PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan tahun 2000
selama
tahun
2001-2010
juga
menunjukkan
mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 nilai PDRB menurut harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp. 2.076.059,57 commit to user
juta,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 meningkat menjadi sebesar Rp. 2.282.932,45 juta pada tahun 2004, meningkat menjadi sebesar Rp. 2.639.717,88 juta pada tahun 2007 dan meningkat menjadi sebesar Rp. 3.121.821,49 juta pada tahun 2010. Pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 laju pertumbuhan PDRB menurut harga konstan tahun 2000 adalah 6.09 %. Nilai PDRB Kabupaten Ngawi menurut harga konstan dapat dilihat pada Tabel 4.4. TABEL 4.4 PDRB KABUPATEN NGAWI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 (JUTA RUPIAH) Sek tor
2001
2004
2007
2010
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1.
845.144,68
1,35
879.270,85
4,24
985.007,46
4,67
1.145.589,73
4,87
2.
12.219,15
4,23
13.412,05
(0,24)
15.442,31
7,21
17.526,39
3,19
3.
130.381,76
2,06
145.094,37
4,10
162.859,61
4,80
196.280,68
6,22
4.
10.625,41
6,26
12.333,54
1,55
14.673,00
6,87
19.108,85
7,24
5.
87.494,56
2,27
98.453,62
3,76
116.758,32
5,74
135.663,44
6,77
6.
526.930,55
1,87
614.343,99
5,25
745.925,20
6,95
923.010,01
8,82
7.
47.654,15
6,52
55.667,82
6,49
66.037,18
7,31
81.775,64
8,09
8.
118.946,72
4,21
142.853,39
7,12
165.732,93
3,62
190.048,43
5,28
9.
296.662,59
1,70
321.502,82
2,20
367.281,87
3,11
412.818,32
3,40
2.076.059,57
1,93
2.282.932,45
4,37
2.639.717,88
5,16
3.121.821,49
6,09
Keterangan : Sektor 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air Bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan 9. Jasa-Jasa. Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010 (diolah) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 c. Pendidikan Masyarakat Salah satu faktor yang menentukan suksesnya penyelenggaraan pemerintahan adalah tingkat pendidikan masyarakatnya, yang akan berdampak pada cara berpikir, bertindak dan bersikap. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat pemahaman masyarakat pada bentuk-bentuk dan program-program
yang
akan
dilaksanakan
pemerintah,
sehingga
menjadikan mereka terpacu untuk mendukung kegiatan pemerintah. Kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Ngawi secara kasar dapat dilihat pada tingkat pendidikan penduduknya. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2001 jumlah penduduk Kabupaten Ngawi usia 10 (sepuluh) tahun ke atas yang hanya tamat SD = 346.536 jiwa (62%), hanya tamat SLTP = 113.839 jiwa (20%), hanya tamat SLTA = 84.498 jiwa (15%) dan tamat akademi/perguruan tinggi= 17.969 jiwa (3%). Jika pendidikan dasar yang dicanangkan pemerintah mencakup tingkat pendidikan SD sederajat dan SMP sederajat maka terdapat sekitar 82% yang berkualifikasi pendidikan dasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat pendidikannya, kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Ngawi masih kurang memadai. Sarana pendidikan dan jumlah murid serta lembaga sekolah di Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 TABEL 4.5 SARANA PENDIDIKAN DAN JUMLAH MURID No. (1) 1. 2. 3. 4.
5.
Indikator (2) Jumlah Murid Jumlah Lembaga Jumlah Guru Jumlah Gedung - Kondisi Rusak (RK) - Kondisi Baik (RK) Tingkat Kelulusan (%)
SD / MI (3) 86.082 703 4.367 / 679 715 2.122 / 263 1.290 / 289 96,55
SMP / MTs (4) 36.647 101 1.934 / 630 100 116 / 76 673 / 141 97,61
SMA/MAN/SMK (5) 21.988 54 561 / 208 / 696 49 33 / 10 / 26 144 / 53 / 178 96,88
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010. d. Kondisi Sarana dan Prasarana 1) Prasarana Jalan Panjang jalan kabupaten sampai dengan akhir tahun 2005 mencapai 597,96 Km kesemuanya masuk kategori kelas III C. Kondisi jalan dan kelas jalan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 TABEL 4.6 PANJANG JALAN MENURUT JENIS, KONDISI DAN KELAS JALAN DI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 (KM) No
Keadaan
(1) 1.
(2) Jenis Permukaan a. Di Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak dirinci Jumlah Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak Berat Jumlah Kelas Jalan a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas III A e. Kelas III B f. Kelas IIIC g. Tidak dirinci Jumlah
2.
3.
Jalan Negara (3)
Jalan Propinsi (4)
Jalan Kabupaten (5)
79,56 79,56
-
493,96 97,52 6,48 597,96
18,44 59,12 2,00 79,56
-
126,63 132,31 233,31 105,11 597,96
79,56 79,56
-
597,96 597,96
Sumber : BPS, Kabupaten Ngawi, 2010. 2) Prasarana Jembatan Panjang jembatan sampai dengan tahun 2005 mencapai 1.006,850 m (189 jembatan), dengan kondisi sebagai berikut: yang kondisi baik sepanjang 573,905 m (108 jembatan), yang kondisi sedang mencapai 251,713 m (20 jembatan) dan yang kondisinya rusak commit to user berat mencapai 70,479 m (13 jembatan).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 3) Sarana Irigasi Secara fungsional jaringan irigasi meliputi 4 ( empat) komponen, yaitu : bendungan, saluran pembawa, saluran pembuang dan petak sawah. Pengembangan sistem irigasi primer dan skunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan pengembangan sistem irigasi tersier menjadi wewenang dan tanggung jawab Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Kondisi jaringan irigasi dapat dilihat secara terperinci sebagai berikut : a) Saluran primer (induk); panjang 21.400 Km, kerusakan 30 % b) Saluran skunder; panjang 322.145 Km, kerusakan 25 % c) Saluran utama ; jumlah 412 buah, kerusakan 31,67 % d) Bangunan pendukung; jumlah 1.001 buah, kerusakan 27,5 %. Dua buah sungai besar yaitu Bengawan Solo dan Sungai Madiun merupakan pendukung sistem pengairan yang cukup besar. Disamping sejumlah anak-anak sungai yang menginduk pada dua sungai besar tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 B. Hasil Dan Pembahasan Berdasarkan tujuan penelitian diatas, untuk mengetahui tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutaan pajak daerah di Kabupaten Ngawi, serta untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi, hubungan/korelasi antara tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi, dapat di analisis sebagai berikut: 1. Analisis Efisiensi Analisis Efisiensi untuk melihat upaya mengoptimalkan kombinasi penggunaan input, atau untuk menghasilkan tingkat output tertentu dengan jumlah ongkos yang minimum, atau kemampuan untuk menghasilkan output sebesar mungkin dari jumlah input tertentu, yang dapat diformulasikan sebagai berikut: TABEL 4.7 FORMULA EFISIENSI NO (1)
PROSENTASE
KRETERIA
FORMULA
(2)
(3)
(4)
Efisiensi 1 2 3
< 20% 20% - 85% > 85%
Sangat Efisien Efisien Tidak Efisien
Biaya Pungut Pajak Efisiensi =
X 100% Realisasi Pajak
Sumber: Manajemen Kinerja Sektor Publik Pengukuran efisiensi penerimaan Pajak Daerah dilakukan dengan membagi biaya pemungutan yang terdiri dari biaya upah pemungutan dan biaya operasional dengan realisasi pemungutan Pajak Daerah. Secara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 lengkap data realisasi pemungutan dan biaya pemungutan Pajak Daerah dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dapat di lihat di Tabel 4.8. TABEL 4.8 HASIL PERHITUNGAN EFISIENSI PAJAK DAERAH
Tahun (1)
Biaya pemungutan (2)
Realisasi (3)
2001
144.509.721
2.200.794.423
6,57
2002
222.267.716
3.509.354.326
6,33
2003
279.748.407
4.533.448.141
6,17
2004
315.721.054
5.193.181.087
6,08
2005
361.163.835
5.746.234.704
6,29
2006
447.957.443
6.118.068.854
7,32
2007
526.841.772
6.348.835.434
8,30
2008
631.066.238
8.391.451.764
7,52
2009
657.998.004
8.794.830.081
7,48
2010
713.771.325
9.582.526.496
7,45
Sumber : Data diolah, 2011.
commit to user
efisiensi (4)
Ket (5) Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien Sangat Efisien
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Gambar 4.3 Perkembangan Efisiensi Pajak Daerah Sumber : Data diolah, 2011. Tingkat efisiensi dari tahun pertama dijalankannya pemungutan Pajak Daerah yaitu tahun 2001 adalah 6,57 % masuk pada kategori sangat efisien, karena tahun tersebut sosialisasi tentang kesadaran membayar pajak sangat digalakkan diseluruh Kabupaten Ngawi. Pada tahun 2002 dengan besarnya biaya pemungutan yang ditingkatkan Rp 222.267.716,-, realisasi
penerimaan
Pajak
Daerah
meningkat mencapai Rp
3.509.354.326,- tingkat efisiensi menjadi 6,33 % masuk pada kategori sangat efisien. Tahun 2003 tingkat efisiensi menjadi 6,17 % (sangat efisien)
dan seterusnya sampai dengan tahun 2010
tingkat
efisiensi
menunjukkan 7,45 % (sangat efisien). Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan di atas adalah bahwa pemungutan Pajak Daerah yang dijalankan oleh Kabupaten Ngawi masih sangat efisien dari tahun ke tahun. Pola perkembangan efisiensi pajak daerah cenderung meningkat dapat dilihat pada Gambar 4.3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 2. Analisis Efektivitas Analisis
Efektivitas
untuk melihat efektivitas pungutan Pajak
Daerah adalah dengan menghitung rasio realisasi dengan target Pajak Daerah yang dapat diformulakan sebagai berikut: TABEL 4.9 FORMULA EFEKTIVITAS NO (1)
PROSENTASE (2)
KRETERIA (3)
FORMULA (4)
Efektivitas 1 2 3
> 100% 100% < 100%
Sangat Efektif Efektif Tidak Efektif
Efektifitas =
Realisasi Pajak X 100% Target Pajak
Sumber: Manajemen Kinerja Sektor Publik Efektivitas
diartikan
sebagai
sejauh
mana
unit
yang
dikeluarkan mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Efektivitas digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2002). Data target dan realisasi pungutan Pajak Daerah selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 TABEL 4.10 HASIL PERHITUNGAN EFIKTIVITAS PAJAK DAERAH
TAHUN (1)
TARGET (2)
REALISASI (3)
FEKTIFITAS (4)
2001
1.847.310.000 2.200.794.423
119,14
2002
2.966.290.150 3.509.354.326
118,31
2003
4.080.813.000 4.533.448.141
111,09
2004
4.823.152.000 5.193.181.087
107,67
2005
5.588.807.999 5.746.234.704
102,82
2006
6.196.509.620 6.118.068.854
98,73
2007
6.236.963.156 6.348.835.434
101,79
2008
6.274.438.156 8.391.451.764
133,74
2009
7.996.029.100 8.794.830.081
109,99
2010
9.516.683.300 9.582.526.496
100,69
Sumber : Data diolah, 2011.
Gambar 4.4 Perkembangan Efektifitas Pajak Daerah Sumber : Data diolah, 2011. commit to user
KET (5) Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Kurang Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari tahun 2001 – 2005 tingkat efektivitas pemungutan Pajak Derah di Kabupaten Ngawi diatas 100 % (sangat efektif). Pada tahun 2006 tingkat efektivitas menurun menjadi 98,73 % ( kurang efektif ) dikarenakan adanya kenaikan BBM sehingga masyarakat kurang peduli dalam membayar pajak. Pada tahun 2007 – 2010 tingkat efektivitas sudah membaik lagi diatas 100 % (sangat efektif) itu dikarenakan sosialisasi kepada masyarakat ditingkatkan. Pola perkembangan efektivitas pajak daerah cenderung stabil dapat dilihat pada Gambar 4.4. Peningkatan pertumbuhan ekonomi harus diiringi peningkatan efektivitas penerimaan Pajak Daerah, sehingga pertumbuhan Pajak Daerah akan semakin meningkat dan terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Ngawi. Data pertumbuhan ekonomi selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.11.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 TABEL 4.11 HASIL PERHITUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI (2)
TAHUN (1) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1,93 2,26 3,03 4,37 4,50 5,21 5,16 5,52 5,65 6,09
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010. Tabel 4.11 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2001–2010 di Kabupaten Ngawi masih positif karena setiap tahunnya rata–rata mengalami kenaikan yang disebabkan tingkat efektivitas pemungutan Pajak Daerah diatas 100% (sangat efektif). Kecuali pada tahun 2007 terjadi penurunan karena di tahun 2006 tingkat efektifitas pemungutan Pajak daerah kurang efektif disebabkan realisasi tidak mencapai target. 3. Analisis Korelasi Product Moment Teknik korelasi ini digunakan untuk menguji hubungan secara parsial antara variabel X dengan variabel Y. Dasar pengambilan keputusan bisa dilihat pada Tabel 4.12 dibawah ini: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 TABEL 4.12 INTERPRETASI TERHADAP KOEFISIEN KORELASI
INTERVAL KOEFISIEN
TINGKAT HUBUNGAN
(1)
(2)
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
0,20 – 0,339
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Sumber : Sugiono, 2010:231 Untuk mempercepat perhitungan di dalam menganalisis data, maka dipergunakan bantuan komputer program SPSS 16. Hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut: a. Korelasi Efisiensi Pajak Daerah Dengan Pertumbuhan Ekonomi. Hasil dari analisis korelasi Pearson antara efisiensi pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi menggunakan aplikasi SPSS 16 adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 Hasil analisis korelasi Pearson di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi pearson adalah 0,676 yang berarti terdapat hubungan yang kuat dan positif antara efisiensi pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi. Analisis data dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara tingkat efisiensi pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Hal ini disebabkan oleh faktor manajerial Pemerintah Kabupaten Ngawi, yang berhasil menekan biaya pemungutan pajak daerah didukung oleh kemampuan petugas pemungut pajak daerah. Dengan demikian analisis tentang adanya hubungan antara tingkat efisiensi pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi adalah terbukti dan dapat diterima kebenarannya. b. Korelasi Efektifitas Pajak Daerah Dengan Pertumbuhan Ekonomi Hasil dari analisis korelasi Pearson antara efektivitas pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi menggunakan aplikasi SPSS 16 adalah sebagai berikut:
Hasil analisis korelasi Pearson di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi pearson adalah – 0,323 yang berarti terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 hubungan yang rendah dan negatif antara efektifitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi. Analisis data dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rendah dan negatif antara tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Hal ini disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan ekonomi wajib pajak untuk membayar pajak daerah, sehingga ketika dipaksakan untuk membayar pajak daerah maka dapat mengganggu perekonomian wajib pajak yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Dengan demikian analisis tentang adanya hubungan antara tingkat efektivitas pungutan pajak daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi adalah terbukti dan dapat diterima kebenarannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tingkat efisiensi, efektivitas pungutan pajak daerah dan hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Ngawi pada tahun 2001 sampai dengan 2010, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa pungutan Pajak Daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam kurun waktu tahun 2001-2010 terletak pada tingkat yang sangat efisien dengan pola perkembangan cenderung naik. Hal ini dapat ditunjukkan dari prasyarat tingkat efisiensi yang jauh dibawah 20%. 2. Bahwa pungutan Pajak Daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam kurun waktu tahun 2001-2010 terletak pada tingkat yang sangat efektif dengan pola perkembangan cenderung stabil. Hal ini ditunjukkan bahwa pungutan Pajak Daerah dapat terealisasi diatas target capaian yaitu diatas 100%, kecuali pada tahun 2006 hasil pungutan Pajak Daerah tidak efektif dikarenakan terjadinya kenaikan harga BBM. 3. Tingkat efisiensi pungutan pajak daerah memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. Tingkat efektivitas pungutan pajak daerah memiliki hubungan lemah dan negatif commit to user tidak signifikan dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi. 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada beberapa saran yang penulis ajukan, yaitu : 1. Pemerintah Kabupaten Ngawi hendaknya mempertahankan efesiensi tingkat pungutan Pajak Daerah tersebut dan diharapkan dapat terus menjaga konsistensinya, dibarengi dengan menaikkan target dan berupaya menekan biaya pungut/operasional serta harus selalu berkomitmen untuk selalu merealisasi target yang sudah ditetapkan. 2. Tingkat pungutan Pajak Daerah yang sudah sangat efektif tersebut diharapkan dapat terus dipertahankan, dibarengi dengan menaikkan target dan realisasi yang sudah ditetapkan. Apalagi dengan terbitnya banyak Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membawa konsekuensi untuk lebih meningkatkan efektivitas pungutan Pajak Daerah dengan secara intensif melakukan sosialisasi Perda-perda tersebut dalam rangka mempengaruhi kesadaran masyarakat/wajib pajak untuk memenuhi kewajiban membayar Pajak Daerah. 3. Untuk menunjang berbagai kegitan ekonomi di Kabupaten Ngawi, pemerintah daerah sebaiknya harus secara intensif mengadakan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana publik yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi daerah.
commit to user