ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT
Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2009
Gading Putra Hasibuan C64104081
RINGKASAN GADING PUTRA HASIBUAN. Analisis Surut Astronomis Terendah di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap dan Benoa Menggunakan Superposisi Komponen Harmonik Pasang Surut. Dibimbing oleh JOHN ISKANDAR PARIWONO dan PARLUHUTAN MANURUNG. Surut astronomis terendah yang selama ini digunakan sebagai chart datum seperti pada pemetaan, navigasi dan penetapan batasan wilayah ditentukan berdasarkan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasang surut (pasut) dalam selang waktu 18,6 tahun. Namun, sebenarnya saat ini belum ada ketentuan yang baku dalam menentukan surut astronomis terendah sehingga diharapkan melalui suatu analisis terhadap surut astronomis terendah yang selama ini digunakan maka dapat ditemukan suatu cara baru dalam menentukan surut astronomis terendah. Pertama menganalisis amplitudo setiap komponen harmonik pasut untuk memastikan bahwa pada saat surut astronomis terendah setiap komponen harmonik pasut berada dalam amplitudo minimum karena superposisi dari amplitudo minimum setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang bersamaan akan menghasilkan surut astronomis terendah yang maksimum. Kedua menganalisis selang waktu 18,6 tahun untuk memastikan bahwa pada saat surut astronomis terendah selang waktu 18,6 tahun berada dalam periode satu gelombang karena terdapat nilai terendah yaitu lembah dalam satu gelombang yang merupakan surut astronomis terendah. Data yang digunakan adalah data pasut satu tahun (2007) dari Bakosurtanal di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa yang kemudian diolah menggunakan perangkat lunak World tides (Matlab) dengan metode least squares sehingga menghasilkan komponen harmonik pasut M2, S2, N2, K2, K1, O1, dan P1. Ketujuh komponen ini dipilih berdasarkan persentase amplitudo terbesar dari 35 komponen harmonik pasut yaitu persentase amplitudo di atas 2% dengan kisaran persentase amplitudo kumulatifnya 82,34% sampai 86,40%. Melalui komponen tersebut kemudian dilakukan perkiraan perubahan pasut hingga 18,6 tahun dan 10.000.000 jam (1.140,77 tahun). Hasil analisis pertama menunjukkan bahwa amplitudo minimum setiap komponen harmonik pasut di lima lokasi tidak berada pada waktu yang bersamaan selama 18,6 tahun dan 1.140,77 tahun sedangkan hasil analisis kedua menunjukkan bahwa melalui cara visual terbentuk empat gelombang dalam selang waktu 18,6 tahun sehingga periode satu gelombang adalah 4,65 tahun. Jadi, surut astronomis terendah di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa ditentukan berdasarkan superposisi komponen harmonik pasut (M2, S2, N2, K2, K1, O1, dan P1) dalam selang waktu 4,65 tahun. Amplitudo dan waktu surut astronomis terendah tersebut adalah 0,213 m di Sabang (04/03/2007 22:00 WIB), 1,297 m di Sibolga (13/09/2007 07:00 WIB), 1,163 m di Padang (05/03/2007 19:00 WIB), 0,293 m di Cilacap (22/04/2008 19:00 WIB), dan -0,491 m di Benoa (21/04/2008 09:00 WITA).
ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
©Hak cipta milik Gading Putra Hasibuan, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
Judul
Nama NRP
: ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT : Gading Putra Hasibuan : C64104081
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. John Iskandar Pariwono NIP 130 536 686
Dr. Parluhutan Manurung NIP 370 000 662
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal Lulus: 3 Juli 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT”. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. John Iskandar Pariwono selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan masukannya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Parluhutan Manurung selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan saran dan arahan dalam skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T selaku Komisi Pendidikan Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. 4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, dorongan, inspirasi dan motivasi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi sumbangan yang berguna bagi pembacanya.
Bogor, Juli 2009
Gading Putra Hasibuan
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... ..
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xiv
1. PENDAHULUAN ......................................................................... ... 1.1. Latar belakang ......................................................................... 1.2. Tujuan .....................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1. Fenomena pasang surut ........................................................... 2.1.1. Gaya pembangkit pasang surut ....................................... 2.1.2. Teori pembentukan pasang surut .................................... 2.1.3. Sistem bumi, bulan dan matahari .................................... 2.1.4. Komponen harmonik pasang surut .................................. 2.1.4.1. Komponen harmonik pasut ganda .......................... 2.1.4.2. Komponen harmonik pasut tunggal ......................... 2.1.4.3. Komponen harmonik pasut periode panjang ............ 2.1.5. Posisi bulan dan matahari saat pasang surut .................... 2.2. Surut astromis terendah ........................................................... 2.3. Teori analisis pasang surut .......................................................
3 3 3 4 5 7 8 9 10 10 11 13
3. BAHAN DAN METODE .............................................................. 3.1. Lokasi dan waktu penelitian .................................................... 3.2. Alat pengukur pasut ................................................................ 3.3. Data pasut ............................................................................... 3.4. Pengolahan dan analisis data ................................................... 3.4.1. Penentuan komponen harmonik pasut ............................. 3.4.1.1. Analisis harmonik pasut ......................................... 3.4.1.2. Prinsip dasar analisis harmonik pasut dengan metode least squares .............................................. 3.4.1.3. Tahapan analisis harmonik pasut dengan metode least squares .............................................. 3.4.1.4. Pemisahan komponen harmonik pasut ................... 3.4.1.5. Pemilihan komponen harmonik pasut ..................... 3.4.2. Penentuan surut astronomis terendah .............................. 3.4.2.1. Penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun .............................................................. 3.4.2.2. Penentuan surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama ...................................................................... 3.4.2.3. Penentuan surut terendah dari superposisi
16 16 17 18 18 18 19 19 21 22 22 23
26
27
komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu .................................................................. 3.4.3. Penentuan posisi fase bulan ............................................ 3.5. Diagram alir penelitian ............................................................
30 30 31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1. Komponen harmonik pasut ...................................................... 4.2. Surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun ........................................ 4.3. Surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama ............................................................ 4.4. Surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu ........................................... 4.5. Surut astronomis terendah ....................................................... 4.6. Posisi fase bulan saat surut astronomis terendah ......................
32 32
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 5.2. Saran .......................................................................................
53 53 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
55
LAMPIRAN ......................................................................................
56
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................
66
33 40 44 47 48
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komponen harmonik pasut
.........................................................
7
2. Periode rekaman data pasut ...........................................................
18
3. Amplitudo ( H n ) dan persetanse amplitudo (% H n ) komponen harmonik pasut di Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa ...
32
4. Perbandingan amplitudo dari superposisi komponen harmonik pasut .............................................................................
42
5. Nilai Mean Sea Level (MSL) .........................................................
47
6. Waktu terjadinya fase bulan di stasiun pasut pada saat surut astronomis terendah .......................................................................
49
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan antara bidang ekuator dan bidang ekliptika ...................
6
2. Gaya tarik menarik bulan dan bumi yang menimbukan pasut ganda ............................................................................................
8
3. Deklinasi bulan yang menghasilkan pasut tunggal .........................
9
4. Pengaruh posisi bulan dan matahari terhadap pasut (fase bulan) .....
11
5. Datum pasang surut ......................................................................
12
6. Peta lokasi stasiun pasang surut ....................................................
16
7. Grafik ilustrasi surut terendah. (a) Setiap komponen harmonik pasut berada dalam kondisi amplitudo minimum. (b) Setiap komponen harmonik pasut tidak berada dalam kondisi amplitudo minimum ........................................................................................
24
8. Grafik ilustrasi periode satu gelombang dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun ...........
25
9. Grafik fungsi f(x) = cos x ..............................................................
27
10. Perhitungan waktu yang sama pada Microsoft Office Excel ...........
28
11. Diagram alir penelitian ..................................................................
31
12. Grafik waktu dan amplitudo surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun ...........
34
13. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Sabang ...............................................
35
14. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Sibolga ..............................................
36
15. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Padang ...............................................
37
16. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian
superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Cilacap ..............................................
38
17. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Benoa ................................................
39
18. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Sabang .....
41
19. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Sibolga ....
42
20. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Padang .....
42
21. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Cilacap ....
43
22. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Benoa .......
43
23. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Sabang ..........
44
24. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Sibolga ..........
45
25. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Padang ..........
45
26. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Cilacap ...........
45
27. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Benoa ............
46
28. Grafik waktu dan amplitudo surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 4,65 tahun ...........
46
29. Grafik amplitudo surut astronomis terendah ..................................
47
30. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Sabang ......................................................................................
50
31. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Sibolga .....................................................................................
50
32. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Padang ......................................................................................
51
33. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Cilacap ......................................................................................
51
34. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Benoa .......................................................................................
52
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Alat pengukur pasut ........................................................................
57
2. Amplitudo komponen harmonik pasut ............................................
58
3. Fase komponen harmonik pasut ......................................................
59
4. Data pasut stasiun Sabang ...............................................................
60
5. Data pasut stasiun Sibolga ..............................................................
61
6. Data pasut stasiun Padang ...............................................................
62
7. Data pasut stasiun Cilacap ..............................................................
63
8. Data pasut stasiun Benoa ................................................................
64
9. Perhitungan nilai u dan f .................................................................
65
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengetahuan mengenai kondisi pasang surut (pasut) di Perairan Indonesia dengan garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km sangat penting artinya bagi Indonesia karena pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk pemantauan peringatan tsunami, survei hidrografi, pemetaan, pertahanan keamanan, navigasi dan olah raga perairan laut. Salah satu pengetahuan mengenai kondisi pasut yang berperan penting dalam navigasi dan penetapan batasan wilayah adalah pengetahuan mengenai surut astronomis terendah (Lowest Astronomical Tide). Surut astronomis terendah merupakan permukaan laut terendah yang dapat diramalkan dan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata maupun kombinasi keadaan astronomi (Pugh, 1987). Menurut IHO (International Hydrographic Organization), surut astronomis terendah digunakan oleh Indonesia sebagai chart datum untuk berbagai keperluan seperti pemetaan, navigasi dan penetapan batasan wilayah (Bakosurtanal, 2006). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan chart datum tersebut diperlukan penentuan surut astronomis terendah. Surut astronomis terendah selama ini ditentukan berdasarkan surut terendah dari penjumlahan (superposisi) komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (Bakosurtanal, 2006). Melalui surut terendah tersebut akan dilakukan dua analisis yaitu: 1. Analisis pertama adalah analisis amplitudo setiap komponen harmonik pasut untuk memastikan bahwa pada saat surut terendah setiap komponen harmonik pasut berada dalam amplitudo minimum karena superposisi dari amplitudo
minimum setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang bersamaan akan menghasilkan nilai surut terendah maksimum untuk surut astronomis terendah. 2. Analisis kedua adalah analisis selang waktu 18,6 tahun untuk memastikan bahwa selang waktu 18,6 tahun berada dalam satu periode terbentuknya satu gelombang karena terdapat satu nilai terendah pada satu gelombang yaitu lembah yang merupakan surut astronomis terendah. Kedua analisis ini dilakukan karena penentuan surut astronomis terendah saat ini belum mempunyai ketentuan yang baku sedangkan selama ini surut astronomis terendah hanya ditentukan secara teoritis yaitu selama 18,6 tahun. Oleh karena itu, melalui kedua analisis tersebut diharapkan dapat ditemukan suatu cara baru dalam menentukan surut astronomis terendah. Adanya ketersediaan data pasut milik Bakosurtanal dari hasil pengukuran di stasiun pasut Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap dan Benoa adalah suatu modal yang mendukung dalam menganalisis surut astronomis terendah di lokasi tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menemukan cara baru dalam menentukan surut astronomis terendah di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa melalui hasil analisis surut astronomis terendah berdasarkan superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun sehingga dapat diketahui amplitudo dan waktu surut astronomis terendah pada lokasi tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fenomena pasang surut Secara umum persamaan gelombang pasang surut (pasut) yang terukur dari Data pengamatan pasut dalam suatu periode ( X t ) dapat dirumuskan sebagai berikut:
X t Zot T t S t
........... (1)
dimana, Zot adalah rata-rata permukaan air atau Mean Sea Level (MSL), T t adalah pasut yang disebabkan oleh faktor astronomi, dan S t adalah residu pasut atau komponen non pasut akibat faktor meteorologi (Pugh, 1987). Pasut yang disebabkan oleh faktor astronomi di atas adalah pengertian pasut sesungguhnya dimana pasut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh adanya gaya tarik menarik antara gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari benda-benda astronomis (Pond dan Pickard, 1983).
2.1.1. Gaya penggerak pasang surut Pasut terbentuk dan dipengaruhi oleh tiga gaya utama yang biasa disebut dengan gaya penggerak pasut. Ketiga gaya penggerak pasut tersebut adalah revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari, dan rotasi bumi terhadap sumbunya (Pond dan Pickard, 1983). Gaya penggerak pasut yang disebabkan oleh bulan mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan matahari, yaitu besarnya gaya penggerak pasut oleh matahari adalah sekitar 47% gaya penggerak pasut oleh bulan, hal ini disebabkan oleh jarak bulan ke bumi
lebih dekat dibandingkan jarak matahari ke bumi walaupun massa matahari lebih besar dari bulan (Gross, 1993).
2.1.2. Teori pembentukan pasang surut Untuk memahami proses terbentuknya pasut yang diakibatkan oleh gaya penggerak pasut maka perlu dipahami dua teori, yaitu (Defant, 1958): 1. Teori kesetimbangan oleh Newton yang menyatakan bahwa bumi berbentuk bola sempurna yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air, kemudian bumi dan air yang menutupinya dianggap dalam keadaan diam sampai ada gaya yang bekerja untuk menggerakkannya. Berdasarkan teori ini maka gaya penggerak pasut yang menyebabkan terjadinya pasut di bumi dapat diperhitungkan berdasarkan gerakan relatif bulan dan matahari terhadap bumi. Gerakan bulan dan matahari memiliki periode tertentu sehingga gerakan tersebut dapat dikembangkan menjadi berbagai komponen pasut yang periodik. Teori ini hanya dapat dikembangkan pada kondisi bumi ideal seperti yang dijelaskan pada teori kesetimbangan di atas sedangkan pada kondisi bumi sebenarnya sulit untuk dikembangkan. Pasut setimbang akan terjadi apabila kondisi permukaan bumi memenuhi syarat kondisi bumi ideal. Namun, permukaan bumi sebenarnya tidak menunjukkan kondisi bumi ideal, hal ini disebabkan oleh permukaan bumi yang tidak sepenuhnya ditutupi oleh air, adanya gaya gesekan antar massa air laut maupun massa air laut dengan dasar laut dan kedalaman air laut yang tidak merata di setiap bagian bumi. 2. Teori dinamis oleh Laplace yang menyatakan bahwa pasut merupakan masalah dinamik yaitu gerakan yang dibangkitkan oleh banyak gaya pasang secara periodik dimana seluruh permukaan bumi ditutupi air dengan
kedalaman yang bervariasi dan tergantung pada lintang bumi, kemudian teori ini memisahkan gerakan pasut ke dalam beberapa jenis, yaitu gerakan harian ganda, gerakan harian tunggal dan gerakan periode panjang. Selain itu, teori ini juga mengatakan bahwa apabila pada suatu massa air bekerja gaya secara periodik maka gerakan massa air akan menjadi periodik yang sama dengan gaya yang bekerja tadi, hal ini yang kemudian menjadi dasar dalam analisis harmonik pasut.
2.1.3. Sistem bumi, bulan dan matahari Menurut Pugh (1987), pada dasarnya terdapat dua sistem yang dapat mendefinisikan koordinat astronomis. Pertama adalah sistem ekuatorial dimana dalam sistem ini posisi bulan ditentukan oleh besarnya deklinasi dan parameter yang disebut ascencio recta. Deklinasi diukur dari arah utara maupun selatan dari bidang yang memotong bidang ekuator bumi. Jarak sudut deklinasi ini diukur dari satu titik di ekuator langit yang memiliki kedudukan relatif tetap terhadap kedudukan suatu lintang tertentu. Sebagai titik referensi adalah vernal equinox (Firsh Point of Aries) yaitu titik potong antara bidang ekliptika dengan bidang ekuator (titik dan sudut yang diukur dari arah timur titik sampai titik potong garis meridian yang melalui suatu benda langit pada bidang ekuator disebut ascencio recta. Bidang ekliptika sendiri adalah bidang orbit bumi terhadap matahari. Deklinasi dan ascencio recta merupakan pendefinisian dari posisi suatu benda langit P di bola langit (Gambar 1).
147 X 106 km
152 X 106 km
Sumber: Pugh (1987) dan Wright (1999) Gambar 1. Hubungan antara bidang ekuator dan bidang ekliptika
Sistem kedua menggunakan bidang revolusi bumi terhadap matahari sebagai referensinya. Titik vernal equinox merupakan titik dimana matahari memotong bidang ekuator langit dari arah selatan ke utara setiap tahunnya pada tanggal 21 Maret (Gambar 1). Posisi benda langit pada bola langit ditentukan oleh lintang ekliptika dan bujur ekliptikanya. Sudut antara bidang ekuator dan ekliptika disebut obliquity ecliptica ( matahari adalah 2327’). Proyeksi bulan di bola langit berhimpit membentuk sudut matahari 58’ dari bidang ekliptika. Titik potong antara bidang orbit bulan dengan bidang ekliptika disebut titik noda dimana bulan memotong bidang ekliptika dari arah selatan ke utara (ascending node) dan memotong bidang ekliptika dari arah utara ke selatan (descending node). Akibat adanya gaya tarik matahari maka bulan tidak
memotong ekliptika pada titik yang sama setiap kali mengorbit sehingga titik noda akan senantiasa berpindah. Titik ini bergerak ke barat sepanjang bidang ekliptika dengan periode 18,6 tahun. Ketika ascending node berimpit dengan vernal equinox maka sudut antara orbit bulan dan ekuator akan mencapai maksimum pada 2835’ (2327’ + 58’) dan 9,3 tahun kemudian titik descending node mencapai titik ini, dan sudut tadi mencapai harga minimum yaitu 1819’ (2327’ - 58’). Hal inilah yang kemudian menjadi dasar peramalan pasut selama 18,6 tahun.
2.1.4. Komponen harmonik pasang surut Posisi bulan dan matahari terhadap bumi tidaklah tetap akan tetapi berubahubah sehingga resultan gaya pasut yang dihasilkan dari gravitasi bulan dan matahari tidak sederhana. Namun, resultan tersebut dapat diuraikan sebagai gabungan sejumlah komponen harmonik pasut karena adanya rotasi bumi, revolusi bumi terhadap matahari dan revolusi bulan terhadap bumi yang sangat teratur (Defant, 1958). Komponen harmonik pasut secara umum dibagi menjadi tiga berdasarkan periodenya, yaitu komponen harmonik pasut ganda, komponen harmonik pasut tunggal dan komponen harmonik pasut periode panjang (Tabel 1). Tabel 1. Komponen harmonik pasut Nama komponen
Simbol
Pasut ganda (Semidiurnal)
M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 Mr
Pasut tunggal (Diurnal)
Pasut periode panjang
Sumber: Defant (1958)
Periode (jam) 12,42 12 12,66 11,97 23,93 25.82 24,07 327,86
Perbandingan relatif 100 46,6 19,1 12,7 58,4 41,5 19,3 17,2
2.1.3.1 Komponen harmonik pasut ganda Pasut ganda adalah pasut yang mempunyai periode setengah harian di mana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan air surut. Pasut ganda terbentuk akibat gravitasi bulan atau matahari terhadap bumi dan gaya sentrifugal (gaya yang disebabkan oleh perputaran bumi pada porosnya). Proses terbentuknya pasut ganda ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber: Hydrographic (1996) Gambar 2. Gaya tarik menarik bulan dan bumi yang menimbukan pasut ganda
Gravitasi bulan atau matahari (P) terhadap pusat bumi (B) adalah f di mana gravitasi pada titik A yang terletak lebih dekat ke P adalah (f + a) sedangkan gravitasi pada titik C yang lebih jauh ke P adalah (f - a). Perbedaan gaya yang dialami oleh titik A dan C menyebabkan bidang CBA akan sedikit meregang akibatnya titik A akan mendekati P sedangkan titik C bergerak menjauhinya. Pada titik D dan E besar gravitasi P adalah f dengan arah cenderung ke titik B yang mengakibatkan bidang DBE akan sedikit mengkerut sehingga apabila mengacu pada teori kesetimbangan dimana kondisi bumi diselimuti oleh air maka bentuk bumi sedikit berubah menyerupai bentuk jeruk (Hydrographic, 1996). Perputaran bumi pada porosnya meyebabkan air pasang akan selalu ditemui di daerah khatulistiwa (daerah sekitar titik A dan C) sedangkan kawasan perairan di khatulistiwa yang membentuk sudut 900 dengan titik A atau titik C akan mengalami air surut. Kondisi ini merupakan proses terbentuknya pasut ganda
karena di daerah tersebut akan mengalami dua kali air pasang dan surut setiap kali bumi berputar pada porosnya sedangkan di daerah kutub tidak akan ditemui air pasang tetapi air surut yang sifatnya tetap (Hydrographic, 1996).
2.1.4.2. Komponen harmonik pasut tunggal Pasut tunggal adalah pasut yang mempunyai periode satu hari di mana dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan air surut. Gaya utama yang menghasilkan komponen pasut tunggal adalah gaya tarik bulan. Proses terbentuknya pasut tunggal disebabkan oleh bidang lintasan bulan mengelilingi bumi membentuk sudut dengan bidang khatulistiwa semesta (Gambar 3).
Bulan
Sumber: Hydrographic (1996) Gambar 3. Deklinasi bulan yang menghasilkan pasut tunggal Posisi bulan yang berada pada deklinasi 200 membuat gaya tarik bulan berada di titik X dan Y sehingga menyebabkan air pasang sedangkan pada bidang AA’ akan terjadi air surut. Apabila bumi berputar pada sumbu NS dengan periode 24 jam maka pada titik A (700 LS) air akan surut sedangkan pada titik B yang terletak 1800 dari titik A akan mengalami air pasang. Kondisi ini merupakan proses terbentuknya pasut tunggal dimana perairan pada lintang yang lebih tinggi dari sudut deklinasi bulan akan mengalami satu kali pasang dan surut dalam sehari (Hydrographic, 1996).
2.1.4.3. Komponen harmonik pasut periode panjang Pasut periode panjang adalah pasut yang mempunyai frekuensi antara 0 hingga 0,5 siklus/hari atau komponen pasut berfrekuensi rendah. Gaya pembangkit komponen pasut periode panjang ini adalah bulan yang disebabkan oleh perubahan deklinasi bulan dan perubahan jarak bulan dan bumi (Hydrographic, 1996). Salah satu contoh komponen pasut periode panjang adalah Mm yang mempunyai periode 661 jam. Periode Mm adalah periode yang diperlukan bulan mengelilingi orbitnya dari titik perigee (titik terdekat bulan terhadap bumi) ke titik perigee dimana kecepatan bulan mengelilingi orbitnya tidak sama tergantung pada posisi bulan karena orbitnya berbentuk elips (Pond dan Pickard, 1983).
2.1.5. Posisi bulan dan matahari saat pasang surut Bulan dan matahari merupakan faktor astronomi yang paling berperan dalam proses terbentuknya pasut sehingga posisi bulan dan matahari akan mempengaruhi kekuatan dari gaya pembangkit pasut yang terjadi di permukaan bumi. Pengaruh posisi bulan dan matahari tersebut akan menghasilkan fase bulan seperti yang terlihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 maka pasut akan maksimum pada saat bulan purnama dan bulan baru atau saat terjadi pasang purnama (spring tide), dan pasut akan minimum pada saat kuartal pertama dan kuartal terakhir atau saat terjadi pasang perbani (neap tide). Hal ini disebabkan, pada bulan baru dan bulan purnama posisi bulan, matahari dan bumi berada pada garis lurus sehingga gaya tarik matahari memperkuat gaya tarik bulan untuk membangkitkan pasut, sedangkan pada kuartal pertama dan kuartal terakhir atau saat pasang perbani,
posisi bulan tegak lurus bumi-matahari sehingga gaya tarik matahari memperlemah gaya tarik bulan untuk membangkitkan pasut.
Bulan Purnama
Bulan Baru
Pasang Purnama Matahari
=
Kuartal Pertama
Pasang Perbani
= Matahari Kuartal Terakhir Pasut oleh bulan Pasut oleh matahari
Mean Sea Level Kombinasi Pasut
Sumber: Pugh (1987) Gambar 4. Pengaruh posisi bulan dan matahari terhadap pasut (fase bulan)
2.2. Surut astromis terendah Lowest Astronomical Tide (LAT) atau yang disebut surut astronomis terendah adalah permukaan laut terendah yang dapat diramalkan dan terjadi oleh pengaruh benda-benda astronomi maupun dalam kondisi meteorologis normal (Pugh, 1987). Surut astronomis terendah menurut definisi IHO (International Hydrographic Organisation) adalah sebagai chart datum, yaitu acuan bagi tinggi permukaan air yang berlaku untuk survei dan pemetaan, navigasi dan kegiatan oseanografi. Perhitungan surut astronomis terendah sebagai chart datum merupakan prediksi dari periode pengamatan yang panjang dan secara teoritis
memerlukan waktu 18,6 tahun. Namun, secara praktis surut astronomis terendah dapat dihitung dari peramalan satu tahun data pengamatan (Bakosurtanal, 2006). Surut astronomis terendah merupakan bagian dari datum pasut yang merupakan suatu acuan dalam melakukan pengukuran pasang surut. Posisi surut astronomis terendah dalam datum pasut dapat dilihat pada Gambar 5.
Laut Darat
Sumber: Pugh (1987) Gambar 5. Datum pasang surut Keterangan: 1. Highest Astronomical Tide (HAT) merupakan permukaan laut tertinggi yang dapat diramalkan oleh kombinasi benda-benda astronomis dan berada dalam pengaruh meteorologis normal. 2. Mean Higher High Water (MHHW) merupakan rata-rata dari air tinggi tetinggi pada saat pasang. 3. Mean High Water (MHW) merupakan rata-rata air tinggi pada saat pasang. 4. Mean Sea Level (MSL) merupakan rata-rata permukaan laut. 5. Mean Low Water (MLW) merupakan rata-rata air rendah pada saat surut.
6. Mean Lower Low Water (MLLW) merupakan rata-rata air rendah terendah pada saat surut.
2.3. Teori analisis pasang surut Tujuan utama dari studi mengenai pasang surut adalah sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, selain itu juga dimaksudkan untuk dapat meramalkan kondisi pasut di suatu tempat. Peramalan pasut yang baik diperlukan untuk berbagai keperluan navigasi, hidrografi dan perencanaan bangunan laut dan pantai. Selain itu, penentuan surut astronomis terendah juga berdasarkan pada peramalan pasut. Oleh karena itu, untuk meramalkan dengan tepat tinggi pasut di suatu tempat tertentu diperlukan informasi yang akurat mengenai berbagai komponen pasut di lokasi tersebut. Komponen pasut sendiri didapatkan dari suatu analisis pasut terhadap data pengamatan tinggi muka laut selama jangka waktu tertentu (Pugh, 1987). Menurut Pugh (1987), metode analisis pasut didasarkan pada perhitungan gerak sistem bumi, bulan dan matahari sebagai gaya penggerak pasutnya karena adanya hubungan yang erat antara gerak bulan dan matahari dengan hasil pengamatan pasut. Namun, kondisi pasut di suatu tempat umumnya berbeda dengan kondisi setimbangnya karena laut memberikan respon yang rumit terhadap pasut setimbang yang dihasilkan oleh adanya pantai dan kedalaman laut yang berbeda-beda. Ada tiga metode analisis pasut, yaitu metode non harmonik, metode harmonik, dan metode respons. Metode non harmonik didasarkan atas perhitungan hubungan antara waktu air tinggi dan air rendah dengan fase bulan dan berbagai parameter astronomis lainnya. Metode harmonik didasarkan pada
tinggi muka laut yang dianggap sebagai superposisi dari sejumlah gelombang komponen harmonik pasut yang kecepatan sudut serta fasenya dapat dihitung berdasarkan parameter astronomis. Metode respon didasarkan pada pengembangan konsep dari teknik elektronik dimana frekuensi tergantung pada sistem respon dari suatu mekanisme yang bergerak (Pugh, 1987). Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode harmonik karena metode ini telah digunakan secara luas untuk keperluan teknik maupun ilmiah. Hipotesa yang digunakan dalam analisis harmonik adalah hukum yang dikemukakan oleh Laplace, yaitu gelombang komponen pasut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang dilewati sehingga amplitudo akan mengalami perubahan dan fase mengalami keterlambatan, namun frekuensi (kecepatan sudut) setiap komponen adalah tetap. Jadi, tinggi muka laut di suatu tempat dapat dinyatakan sebagai superposisi dari berbagai gelombang komponen harmonik pasut. Oleh karena itu, tinggi muka laut T t dapat ditulis dalam persamaan berikut (Pugh, 1987): k
T (t ) Zo H n f n cos n t g n Vn u n
.......... (2)
n 1
dimana,
Hn Zo
t
= = = =
gn k fn
= = =
H n fn
=
n
amplitudo rata-rata komponen harmonik ke-n rata-rata tinggi permukaan laut (Mean Sea Level) kecepatan sudut dari komponen harmonik ke-n waktu yang dinyatakan dalam GMT (Greenwich Mean Time) fase komponen pasut ke-n jumlah komponen faktor koreksi nodal untuk komponen harmonik ke-n selama satu periode nodal (18,6 tahun) amplitudo sebenarnya dari komponen harmonik ke-n pada waktu t di tempat pengamatan data
Vn u n = argumen astronomi atau harga argumen dari pasut setimbang komponen ke-n pada saat t=0 dan dihitung di GMT Analisis harmonik pasut merupakan suatu metode untuk menghitung besarnya nilai H n dan g n dari data pengamatan terhadap muka air laut di lokasi tertentu. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan analisis harmonik pasut tersebut sehingga diharapkan dapat ditentukan nilai H n dan g n dari setiap lokasi penelitian untuk menentukan surut astronomis terendahnya.
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan waktu penelitian Lokasi stasiun pasut dapat dilihat pada Gambar 6, berada di Perairan Indonesia terluar bagian Barat hingga Selatan, yaitu stasiun pasut Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap dan Benoa. Posisi geografis dari masing-masing stasiun pasut tersebut adalah stasiun pasut Sabang terletak pada koordinat 5°50’ LU dan 95°20’ BT, Sibolga (1°45’ LU dan 98°46’ BT), Padang (0°57’ LS dan 100°22’ BT), Cilacap (7°45’ LS dan 109°01’ BT), dan Benoa (8°45’ LS dan 115°13’ BT).
Gambar 6. Peta lokasi stasiun pasang surut Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008 sampai bulan Maret 2009, penelitian dimulai dengan proses pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pemantauan Pasang Surut Indonesia, Bakosurtanal (Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional), kemudian dilanjutkan dengan analisis data dan penarikan kesimpulan di Laboratorium Oseanografi, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat pengukur pasut Alat pengukur pasut yang dioperasikan oleh Bakosurtanal dalam proses pencatatan data mempunyai tiga sensor utama, yaitu encoder, sensor pressure gauge dan radar gauge (Lampiran 1) serta satu sensor tambahan yaitu switch. Sensor encoder bekerja berdasarkan prinsip kontak langsung terhadap naik turunnya permukaan laut melalui pelampung. Sensor pressure gauge bekerja berdasarkan prinsip peningkatan tekanan yang menyebabkan peninggian pada permukaan laut. Sensor radar gauge bekerja berdasarkan prinsip pemantulan gelombang radar dan switch berfungsi untuk validasi data dimana naik dan turunnya permukaan laut akan melewati switch sehingga waktu saat permukaan laut melewati switch akan menghasikan data yang kemudian dikirim ke data logger. Adapun perangkat lunak komunikasi yang digunakan untuk menerima data tinggi permukaan laut dari data logger adalah Satlink Communicator (Bakosurtanal, 2006). Setelah proses pencatatan permukaan laut oleh alat pengukur pasut maka data akan dikirimkan ke satelit meteosat setiap 15 menit sekali, kemudian data dapat diakses melalui GTS (Global Telecomunication Satellite) penerima yang dilengkapi dengan dua penerima GPS untuk sinkronisasi waktu sensor dari data logger terhadap waktu GPS yang presisi. GTS penerima ini hanya dimiliki oleh
BMG (Badan Meteorologi Geofisika) yang merupakan anggota dari WMO (World Meteorological Organization) (Bakosurtanal, 2006). 3.3. Data pasut Periode rekaman data pasut pada lima stasiun pasut dapat dilihat pada Tabel 2. Data pasut yang digunakan yaitu data pasut 2007 dengan interval satu jam selama satu tahun dalam satuan mm (milimeter) (Lampiran 4, 5, 6, 7 dan 8). Data pada stasiun pasut Cilacap yang diperoleh hanya bulan Maret 2007 sampai Desember 2007, hal ini disebabkan oleh adanya sela (gap) karena alat pengukur pasut mengalami kerusakan sementara. Tabel 2. Periode rekaman data pasut Stasiun Sabang
Periode Rekaman Januari 2007 - Desember 2007
Sibolga
Januari 2007 - Desember 2007
Padang
Januari 2007 - Desember 2007
Cilacap
Maret 2007 - Desember 2007
Benoa
Januari 2007 - Desember 2007
Sumber: University of Hawai Sea Level Center (2007)
3.4. Pengolahan dan analisis data 3.4.1. Penentuan komponen harmonik pasut Proses penentuan komponen harmonik pasut dilakukan melalui dua tahapan, yaitu analisis harmonik pasut dan pemilihan komponen harmonik pasut. Analisis harmonik pasut dimaksudkan untuk mendapatkan amplitudo (dalam meter) dan fase (dalam derajat) dari setiap komponen harmonik pasut. Pemilihan komponen harmonik pasut dimaksudkan untuk memilih beberapa komponen harmonik pasut yang akan digunakan dalam penenentuan surut astronomis terendah berdasarkan pada nilai persentase amplitudo terbesar dari komponen harmonik pasut.
3.4.1.1. Analisis harmonik pasut Proses analisis harmonik pasut dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak World tides yang dijalankan dengan perangkat lunak Matlab 7.1. Prinsip kerja perangkat lunak World tides berdasarkan pada metode least squares yang merupakan metode analisis harmonik yaitu menguraikan gelombang pasut menjadi beberapa komponen harmonik pasut dimana ketinggian muka air laut yang disebabkan oleh gelombang pasut merupakan hasil penjumlahan dari komponen-komponen gaya pembangkit pasut. Proses analisis harmonik pasut diawali dengan merubah terlebih dahulu satuan data pasut dari milimeter (mm) menjadi meter, kemudian data pasut dikelompokkan berdasarkan urutan waktu pengamatan setiap jam dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel. Selanjutnya proses dilanjutkan dengan memasukkan data pasut yang telah dikelompokkan ke dalam perangkat lunak World tides sehingga didapatkan amplitudo (dalam meter) dan fase (dalam derajat) dari 35 komponen harmonik pasut serta Mean Sea Level (MSL) setiap stasiun pasut.
3.4.1.2. Prinsip dasar analisis harmonik pasut dengan metode least squares Prinsip dasar perangkat lunak World tides dalam menganalisis data pasut adalah berdasarkan pada metode analisis harmonik yang dirumuskan sebagai berikut (Boon, 2007): k
T (t ) Zo H n f n cos n t u n n
........... (3)
n 1
dimana,
Zo Hn
= rata-rata tinggi permukaan laut (Mean Sea Level) = amplitudo rata-rata komponen harmonik ke-n
n
= kecepatan sudut dari komponen harmonik ke-n
= waktu yang dinyatakan dalam GMT (Greenwich Mean Time) = jumlah komponen = faktor koreksi nodal untuk komponen harmonik ke-n selama satu periode nodal (18,6 tahun) = amplitudo sebenarnya dari komponen harmonik ke-n pada waktu t di tempat pengamatan data = nodal fase untuk komponen harmonik ke-n
t k fn Hn fn un
n
= fase dari komponen harmonik ke-n untuk waktu setempat (waktu tengah malam mulai 31 Desember 1899)
Untuk menyelesaikan persamaan (3) maka dimisalkan: Rn H n f n ; n n u n Sehingga persamaan (3) menjadi: k
T (t ) Zo Rn cos n t n
.......... (4)
n 1
Analisis harmonik melalui metode least squares dapat dilakukan dengan mengabaikan suku yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi sehingga persamaan (4) dapat ditulis dalam bentuk lain seperti berikut: k
T (t ) Zo Rn cos( n t ). cos n Rn sin n t . sin n ……… (5) n 1
Untuk menyederhanakan persamaan (5) maka dimisalkan: An Rn cos n ; Bn Rn sin n Sehingga persamaan (5) menjadi: k
k
n 1
n 1
T (t ) Zo An cos( n t ) Bn sin( n t )
Besarnya T (t ) hasil hitungan dari persamaan (5) akan mendekati elevasi pasut pengamatan ( Tt ) jika:
2
n
2
T (t ) T t
ti n
minimum
Fungsi 2 tersebut akan minimum bila memenuhi hubungan: 2 2 2 0 ; dengan n 1,...k ……… (6) Zo An Bn dari persamaan (6) diperoleh sebanyak 2k + 1 persamaan sehingga dapat ditentukan besaran Zo, An dan Bn .
3.4.1.3. Tahapan analisis harmonik pasut dengan metode least squares Berdasarkan prinsip dasar analisis harmonik pasut dengan metode least squares maka untuk mendapatkan amplitudo serta fase dari komponen harmonik pasut akan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (Boon, 2007): 1. Menentuan besaran Zo, An dan Bn melalui persamaan matrik sebagai berikut:
C SSX 1 SXY dimana C A0
A1 B1
SXY X Y , Y T1 1 1 X 1 .. 1
... Ak Bk dengan SSX X X , '
A2 B2 T2
cos( 1t1 )
……. (7)
.. Tn dan
T3
sin( 1t1 ) .. cos( k t1 )
cos( 1t 2 ) sin( 1t 2 ) .. cos( 1t 3 ) sin( 1t 3 ) .. ..
..
..
cos( 1t n ) sin( 1t n ) ..
sin( k t1 ) cos( k t 2 ) sin( k t 2 ) cos( k t 3 ) sin( k t 3 ) .. .. cos( k t n ) sin( k t n )
2. Menentukan amplitudo ( Rn ) dan fase ( n ) melalui persamaan berikut: Rn
A 2 2 An Bn ; n tan 1 n Bn
……. (8)
3. Menentukan amplitudo ( H n ) dan fase ( n ) melalui persamaan berikut:
Hn
Rn ; n n un fn
…….. (9)
Amplitudo dan fase dari setiap komponen harmonik pasut yang didapatkan dari perangkat lunak World tides adalah amplitudo ( H n ) dan fase ( n ) dimana digunakan nilai f n 1 dan u n 0 untuk komponen harmonik pasut secara umum.
3.4.1.4. Pemisahan komponen harmonik pasut Banyaknya komponen harmonik pasut yang didapatkan dari analisis harmonik pasut tergantung pada panjangnya data pengamatan. Salah satu kriteria yang digunakan untuk menentukan komponen apa saja yang dihitung adalah kriteria Rayleigh. Kriteria Rayleigh mampu memisahkan dua komponen harmonik pasut yang panjang datanya lebih dari periode tertentu atau disebut periode sinodik. Rumusan kriteria Rayleigh adalah (Wright, 1999):
1 2 T 360 dimana,
........ (10)
1 = kecepatan sudut komponen harmonik pertama 2 = kecepatan sudut komponen harmonik kedua T = periode sinodik
Periode sinodik adalah panjang data minimim yang digunakan untuk melakukan analisis agar dapat menghitung amplitudo dan fase dari dua komponen harmonik pasut. Jadi, komponen apa saja yang dihitung dengan analisis harmonik dibatasi oleh panjang data yang dianalisis.
3.4.1.5. Pemilihan komponen harmonik pasut Perangkat lunak World tides melalui analisis harmonik dengan metode least squares menghasilkan 35 komponen harmonik pasut, namun untuk kebutuhan
penelitian ini hanya menggunakan beberapa komponen harmonik pasut. Pemilihan komponen harmonik pasut dilakukan untuk mempermudah perhitungan dalam menentukan surut astronomis terendah dibandingkan menggunakan seluruh komponen harmonik pasut, selain itu beberapa komponen harmonik pasut yang digunakan berdasarkan persentase amplitudonya sudah mewakili amplitudo seluruh komponen harmonik pasut. Perhitungan persentase amplitudo untuk setiap komponen harmonik pasut ( H n ) tersebut adalah:
%H n
Hn x100% ........ (11) H 1 H 2 .... H 35
Setelah itu nilai persentase amplitudo dari setiap komponen harmonik pasut dipilih berdasarkan persentase dengan batasan persentase terkecil yang akan ditentukan setelah amplitudonya diketahui. Melalui komponen harmonik pasut yang terpilih kemudian dilakukan perkiraan perubahan pasut beberapa waktu kedepan hingga mencapai waktu yang sesuai untuk kebutuhan analisis.
3.4.2. Penentuan surut astronomis terendah Penentuan surut astronomis terendah yang selama ini dilakukan adalah berdasarkan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun ((14,6 tahun x 365 hari x 24 jam) + (4 tahun x 366 hari x 24 jam) = 163032 jam) seperti yang dilakukan oleh Bakosurtanal (2006), kemudian dilakukan dua analisis terhadap surut terendah yang didapatkan yaitu: 1. Analisis pertama Analisis amplitudo setiap komponen harmonik pasut yang bertujuan untuk memastikan bahwa amplitudo minimum setiap komponen harmonik pasut berada pada surut terendahnya (Gambar 7) karena superposisi dari
amplitudo minimum setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang bersamaan akan menghasilkan surut terendah maksimum untuk surut astronomis terendah. Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa pada surut terendah setiap komponen harmonik pasut berada dalam kondisi amplitudo minimumnya (Gambar 7 a) maka penentuan surut astronomis terendah akan mengacu pada hasil analisis kedua. Namun, apabila hasil analisis menunjukkan bahwa pada surut terendah setiap komponen harmonik pasut tidak berada dalam kondisi amplitudo minimumnya (Gambar 7 b) maka penentuan surut astronomis terendah akan ditentukan cara lain yaitu berdasarkan surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang bersamaan. Analisis pertama ini dilakukan dengan cara penggambaran grafik untuk setiap komponen harmonik pasut saat terjadinya surut terendah sehingga terlihat apakah seluruh komponen harmonik pasut berada dalam kondisi amplitudo minimumnya.
Amplitudo minimum
Surut terendah
(a)
Amplitudo minimum
Surut terendah
(b)
Gambar 7.
Grafik ilustrasi surut terendah. (a) Setiap komponen harmonik pasut berada dalam kondisi amplitudo minimum. (b) Setiap komponen harmonik pasut tidak berada dalam kondisi amplitudo minimum. 2. Analisis kedua Analisis selang waktu 18,6 tahun yang bertujuan untuk memastikan bahwa selang waktu 18,6 tahun berada dalam periode satu gelombang karena terdapat satu nilai terendah dalam satu gelombang yaitu lembah yang merupakan surut astronomis terendah (Gambar 8). Apabila hasil menunjukkan bahwa selang waktu 18,6 tahun merupakan waktu terbentuknya periode satu gelombang maka penentuan surut astronomis terendah akan mengacu pada hasil analisis pertama. Namun, apabila hasil analisis menunjukkan bahwa selang waktu 18,6 tahun bukan merupakan periode terjadinya satu gelombang maka penentuan surut astronomis terendah akan ditentukan dengan cara lain yaitu dengan menentukan terlebih dahulu selang waktu yang tepat digunakan dalam penentuan surut astronomis terendah berdasarkan dari superposisi komponen harmonik pasut. Analisis kedua dilakukan melalui cara visual yaitu grafik hasil superposisi komponen harmonik pasut dimana periode ditentukan berdasarkan waktu terbentuknya satu gelombang.
Lembah
Satu gelombang
Gambar 8.
Grafik ilustrasi periode satu gelombang dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun Melalui kedua analisis tersebut maka akan diketahui surut terendah yang
tepat digunakan untuk menentukan surut astronomis terendah yaitu dengan membandingkan hasil surut terendahnya, nilai surut yang lebih rendah merupakan nilai yang nantinya akan digunakan dalam penentuan surut astronomis terendah. Amplitudo surut astronomis terendah yaitu amplitudo surut terendah ditambah dengan nilai Mean Sea Level (MSL) untuk setiap stasiun pasutnya.
3.4.2.1. Penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun Penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun dimulai dengan menggunakan persamaan (4): k
T (t ) Zo Rn cos n t n n 1
melalui persamaan (4) maka didapatkan persamaan pasut akibat faktor astronomi atau persamaan superposisi komponen harmonik pasut yaitu: k
T (t ) Rn cos( n t n )
…….. (12)
n 1
sehingga persamaan (12) menjadi: T (t ) R1 cos( 1t 1 ) R2 cos( 2 t 1 ) ..... Rk cos( k t k )
… (13)
Berdasarkan persamaan (13) maka akan dihitung amplitudonya dari nilai t = 0 hingga t = 18,6 tahun, kemudian ditentukan surut terendahnya. Perhitungan superposisi komponen harmonik pasut dan penentuan surut terendah ini dilakukan melalui perangkat lunak Microsoft Office Excel.
3.4.2.2. Penentuan surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama Penentuan surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: 1. Penentuan persamaan waktu yang sama untuk setiap komponen harmonik pasut Persamaan untuk setiap komponen harmonik pasut berdasarkan persamaan (12) adalah: Rn cos( n t n n )
….. (14)
Berdasarkan persamaan fungsi trigonometri yaitu fungsi cosinus seperti terlihat pada Gambar 9 berikut:
-/2
0
/2
2
Sumber: Stewart (1999) Gambar 9. Grafik fungsi f(x) = cos x maka fungsi f(x) akan mencapai nilai minimum ketika memenuhi syarat persamaan berikut: f x cos x 1
........(15)
sehingga amplitudo minimum dari setiap komponen harmonik pasut akan berada pada kondisi seperti pada persamaan berikut: cos( n t n ) 1
.......... (16)
Untuk mencapai nilai minimum dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama maka persamaan (16) menjadi:
cos( n t n ) cos(2mn 1)
n t n 2mn 1 t
2mn 1 n n
.......... (17)
dimana mn adalah bilangan bulat untuk setiap komponen harmonik, sehingga surut astronomis terendah terjadi ketika nilai t sama pada setiap komponen harmonik pasut. 2. Perhitungan waktu yang sama untuk setiap komponen harmonik pasut Penentuan nilai t yang sama tidak dapat dilakukan melalui perhitungan sederhana karena selain nilai t ada variabel lain yaitu nilai m n yang nilainya tidak diketahui dan berbeda untuk setiap komponen harmonik pasut. Oleh karena itu, untuk memudahkan perhitungannya dapat dilakukan dengan merancangan suatu perhitungan melalui perangkat lunak Microsoft Office Excel seperti yang terlihat pada Gambar 10. Gambar 10 tersebut merupakan contoh untuk tujuh komponen harmonik pasut.
Gambar 10. Perhitungan waktu yang sama pada Microsoft Office Excel
Penjelasan rancangan perhitungan menentukan t yang sama berdasarkan Gambar 10 adalah sebagai berikut: a. Nilai dan pada setiap komponen harmonik pasut dimasukkan ke dalam kolom yang telah disediakan. b. Nilai dari 2m 1 adalah bilangan ganjil di mana nilainya digunakan hingga mencapai nilai waktu tertentu sesuai kebutuhan perhitungan. c. Untuk menentukan waktu dari amplitudo terendah setiap komponen harmonik pasut maka pada setiap kolom di bawah t1 hingga t7 digunakan rumusan persamaan (17) sehingga pada setiap kolom tersebut tertulis rumusan =ROUND(((nilai bilangan ganjil*180)+nilai )/(nilai );0). Perintah =ROUND(();0) pada Microsoft Office Excel berfungsi untuk membulatkan nilai yang didapat dengan bilangan desimal nol. Pembulatan nilai ini dilakukan berdasarkan dari data awal yaitu berada pada nilai waktu jam sehingga diharapkan surut astronomis terendah yang didapatkan berada sama dengan data awalnya. d. Untuk mencari nilai waktu yang sama dari setiap komponen harmonik pasut maka pada setiap kolom di bawah c1 hingga c7 digunakan rumusan =COUNTIF(nilai di bawah kolom t1 hingga t7;baris pertama pada setiap kolom). Perintah =COUNTIF(:;) pada Microsoft Office Excel berfungsi untuk mencari variabel yang sama dari suatu kumpulan variabel. 3. Perhitungan surut terendah Berdasarkan penentuan t yang sama pada Gambar 10 maka amplitudo surut astronomis terendah dapat dihitung dengan menjumlahkan semua
amplitudo dari setiap komponen harmonik pasut pada saat t yang sama dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel.
3.4.2.3. Penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu Penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: 1. Penentuan selang waktu Selang waktu ditentukan berdasarkan waktu terbentuknya satu gelombang dari superposisi komponen harmonik pasut. Hal ini dilakukan dengan cara visual yaitu dengan menggambar grafik superposisi komponen harmonik pasut selama waktu tertentu sampai terbentuk periode satu gelombang. Penggambaran grafik superposisi komponen harmonik pasut dilakukan melalui perangkat lunak Matlab. 2. Perhitungan surut terendah Surut terendah ditentukan melalui superposisi amplitudo terendah komponen harmonik pasut selama selang waktu yang telah ditentukan. Perhitungan superposisi komponen harmonik pasut dan penentuan surut terendah ini dilakukan melalui perangkat lunak Microsoft Office Excel.
3.4.3. Penentuan posisi fase bulan Penentuan posisi fase bulan saat surut astronomis terendah didapatkan dari perangkat lunak Mawaaqid 2001. Perangkat lunak Mawaaqid 2001 merupakan suatu perangkat lunak yang dapat meramalkan terjadinya fase bulan pada suatu lokasi dan waktu tertentu yang diinginkan.
Berdasarkan perangkat lunak Mawaaqid 2001 maka posisi fase bulan saat surut astronomis terendah dapat diketahui. Melalui penggabungan grafik terjadinya surut astronomis terendah dan posisi fase bulan maka dapat dilakukan visualisasi gambar untuk memperlihatkan kondisinya sehingga dapat memperjelas hasil yang didapatkan.
3.5. Diagram alir penelitian
Data pasut Perangkat lunak World tides (Matlab) Metode least squares T ( t ) Zo
k
H n 1
n
f n cos n t u n n
Amplitudo ( H n ) dan fase ( n ) 35 komponen harmonik pasut Pemilihan komponen harmonik pasut dengan persentase H n terbesar Surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun
Analisis pertama
Analisis kedua
Tidak
Tidak
Penentuan surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama
Ya
Penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu
Perbandingan surut terendah Surut astronomis terendah Gambar 11. Diagram alir penelitian
Ya
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komponen harmonik pasut Hasil analisis harmonik pasut di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa dengan metode least squares menunjukkan bahwa komponen harmonik pasut yang dipilih berdasarkan persentase amplitudo terbesar untuk menentukan surut astronomis terendah adalah persentase amplitudo di atas 2%, persentase amplitudo tersebut menunjukkan bahwa amplitudo yang didapatkan merupakan nilai yang terpilih dari 35 amplitudo komponen harmonik pasut (Lampiran 2 dan 3). Komponen harmonik pasut tersebut adalah M2, S2, N2, K2, K1, O1 dan P1 dengan amplitudo dan persentase amplitudo yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Amplitudo ( H n ) dan persentase amplitudo (% H n ) komponen harmonik pasut di Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa Stasiun
Nilai M2
Sabang Sibolga Padang Cilacap Benoa
Komponen Harmonik Pasut S2 N2 K2 K1 O1
Jumlah P1
H n (m)
0,488 0,233 0,093 0,066 0,100 0,044 0,032
1,057
% Hn
39,89 19,06
2,62
86,40
H n (m)
0,280 0,133 0,055 0,036 0,102 0,062 0,028
0,696
% Hn
33,13 15,72
3,26
82,34
H n (m)
0,351 0,148 0,076 0,041 0,124 0,072 0,033
0,846
% Hn
34,48 14,56
3,23
83,04
H n (m)
0,475 0,242 0,091 0,068 0,191 0,117 0,054
1,240
% Hn
33,06 16,86
3,78
86,24
H n (m)
0,644 0,373 0,116 0,106 0,252 0,160 0,071
1,721
% Hn
32,23 18,68
86,13
7,64 6,56 7,46 6,34 5,78
5,36 4,28 4,02 4,75 5,30
8,20 12,11 12,21 13,29 12,60
3,62 7,29 7,08 8,16 7,98
3,55
Persentase kumulatif dari ketujuh komponen harmonik pasut di Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa memiliki nilai kisaran 82,34% sampai 86,40% dari total amplitudo gelombang pasut. Hal ini menunjukan bahwa
ketujuh komponen harmonik pasut memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan gelombang pasut di lokasi tersebut. Melalui tujuh komponen harmonik pasut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1 dan P1 maka untuk melakukan peramalan pasut dalam hal ini surut astronomis terendah akan digunakan perhitungan nilai f
n
dan u n pada Lampiran 9.
4.2. Surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun Hasil perhitungan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun pada stasiun pasut Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa menujukkan bahwa setiap stasiun pasut mempunyai surut terendah yang beragam (Gambar 12). Adapun nilai terendah sampai tertinggi dari surut terendah secara berurutan dimiliki oleh stasiun pasut Benoa, Cilacap, Sabang, Padang, dan Sibolga. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh gaya pembangkit pasut dari yang terbesar sampai terkecil terhadap surut terendah secara berurutan adalah stasiun pasut Benoa, Cilacap, Sabang, Padang, dan Sibolga. Selain itu, perbedaan surut terendah yang terjadi pada kelima stasiun pasut disebabkan oleh keadaan geografis setiap stasiun pasut. Waktu terjadinya surut terendah dari waktu yang terjadi terlebih dahulu sampai akhir pada kelima stasiun pasut berdasarkan Gambar 12 secara berurutan adalah stasiun pasut Cilacap, Benoa, Sibolga, Sabang dan Padang. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan waktu terjadinya surut terendah pada kelima stasiun pasut disebabkan oleh perbedaan posisi lintang dan bujur dari stasiun pasut dimana besarnya gaya pembangkit pasut dalam mempengaruhi terbentuknya surut terendah adalah berbeda untuk setiap posisi lintang dan bujur.
Amplitudo (m)
Sabang (03/09/2020 10:00 WIB)
0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1 -1,2 -1,4 -1,6
Sibolga (01/10/2012 06:00 WIB)
-0,514 -0,914
Padang (04/09/2020 07:00 WIB)
Cilacap (31/10/2012 21:00 WIB)
Benoa (20/10/2012 21:00 WITA)
-0,639 -0,993 -1,384
Gambar 12. Grafik waktu dan amplitudo surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun
Surut terendah yang didapatkan dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun pada kelima stasiun pasut berdasarkan Gambar 12 merupakan surut yang biasanya digunakan oleh Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) untuk menentukan surut astronomis terendah. Surut terendah tersebut menunjukkan bahwa pada analisis pertama, tidak setiap komponen harmonik pasut berada dalam amplitudo minimumnya di waktu yang bersamaan dan pada analisis kedua, selang waktu 18,6 tahun bukan pembentukan satu gelombang. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 13,14, 15, 16 dan 17 yang menampilkan grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun. Oleh karena itu, akan dilakukan penentuan surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama dan penentuan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu dimana terlebih dahulu akan ditentukan selang waktunya berdasarkan terbentuknya periode satu gelombang.
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
1
A m p litu d o (m )
0 ,8
M2
Surut terendah
0 ,6
S2
0 ,4
N2
0 ,2 0
K2
-0 ,2
K1
-0 ,4
O1
-0 ,6 -0 ,8 -1 0 2 /0 9 /2 0 2 0
P1
03/09/2020 10:00 WIB 0 3 /0 9 /2 0 2 0
0 4 /0 9 /2 0 2 0
0 5 /0 9 /2 0 2 0
W a k tu
Gambar 13. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Sabang
Amplitudo (m)
Surut terendah
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
Surut terendah W a k tu (ja m )
0 ,6
A m p litu d o (m )
0 ,4
M2
Surut terendah
S2 0 ,2
N2 0
K2 -0 ,2
K1 -0 ,4 -0 ,6
O1
01/10/2012 06:00 WIB
P1 -0 ,8 3 0 /0 9 /2 0 1 2
0 1 /1 0 /2 0 1 2
0 2 /1 0 /2 0 1 2
0 3 /1 0 /2 0 1 2
W a k tu
Gambar 14. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Sibolga
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
0 ,8
A m p litu d o (m )
0 ,6
M2
Surut terendah
0 ,4
S2
0 ,2
N2
0
K2
-0 ,2
K1
-0 ,4 -0 ,6 -0 ,8 0 3 /0 9 /2 0 2 0
O1 04/09/2020 07:00 WIB 0 4 /0 9 /2 0 2 0
0 5 /0 9 /2 0 2 0
P1 0 6 /0 9 /2 0 2 0
W a k tu
Gambar 15. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Padang
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
1,5
A m p lit u d o ( m )
M2
Surut terendah
1
S2
0,5
N2
0
K2
-0,5
K1 O1
-1
P1
31/10/2012 21:00 WIB -1,5 3 0 /1 0 /2 0 1 2
3 1 /1 0 /2 0 1 2
0 1 /1 1 /2 0 1 2
0 2 /1 1 /2 0 1 2
W ak tu
Gambar 16. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Cilacap
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Surut terendah
W a k tu (ja m )
1,5
A m p lit u d o ( m )
M2
Surut terendah
1
S2
0,5
N2
0
K2
-0,5
K1 O1
-1
P1
30/10/2012 21:00 WITA -1,5 2 9 /1 0 /2 0 1 2
3 0 /1 0 /2 0 1 2
3 1 /1 0 /2 0 1 2
0 1 /1 1 /2 0 1 2
W ak tu
Gambar 17. Grafik surut terendah dari superposisi dan penguraian superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun (163032 jam) di Benoa
4.3. Surut terendah dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama Hasil perhitungan yang dilakukan selama 10.000.000 jam disebabkan oleh perangkat lunak Matlab yang hanya mampu menghasilkan data selama 10.000.000 jam, selain itu selama 10.000.000 jam sudah cukup menunjukkan hasil yang diinginkan dimana selama 10.000.000 jam (1.140,77 tahun) tidak ditemukan amplitudo minimum dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama di stasiun pasut Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa. Hal ini sebabkan oleh amplitudo dan fase dari setiap komponen harmonik pasut akan mengalami pengulangan dalam periode tertentu dimana dalam periode pengulangan tersebut tidak terdapat amplitudo minimum untuk setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama. Keadaan ini dapat ditunjukkan dari Tabel 4 dan Gambar 18 sampai 22 untuk kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut di stasiun Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa dalam waktu 10.000.000 jam, dimana dapat dilihat amplitudo kisaran surut terendah yang tercapai dari superposisi komponen harmonik pasut tersebut berada kurang dari amplitudo minimum apabila superposisi komponen harmonik pasut dihitung berdasarkan k
rumusannya yaitu,
R n 1
n
cos( n t n n ) minimum =
k
R n 1
n
sehingga amplitudo
minimum tidak akan pernah tercapai. Oleh karena itu, penentuan surut terendah pada kelima stasiun pasut akan menggunakan hasil dari analisis kedua yaitu berdasarkan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu.
Tabel 4. Perbandingan amplitudo dari superposisi komponen harmonik pasut Amplitudo (meter) Stasiun
Amplitudo (m)
Sabang Sibolga Padang Cilacap Benoa
Minimum (rumusan) -1,057 -0,696 -0,846 -1,24 -1,721
Kisaran surut terendah selama 10.000.000 jam -0,8 sampai -1,0 -0,4 sampai -0,6 -0,6 sampai -0,8 -0,8 sampai -1,0 -1,2 sampai -1,4
Kisaran surut terendah
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
W a k tu (ja m )
Gambar 18. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Sabang
Amplitudo (m)
Kisaran surut terendah
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Gambar 19. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Sibolga
Kisaran surut terendah
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
W a k tu (ja m )
Gambar 20. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Padang
Amplitudo (m)
Kisaran surut terendah
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Gambar 21. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Cilacap
Kisaran surut terendah
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
W a k tu (ja m )
Gambar 22. Grafik kisaran surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 10.000.000 jam di Benoa
4.4. Surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu Perhitungan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu tertentu dimulai dengan penentuan selang waktunya. Selang waktu ditentukan dengan cara visual dari terbentuknya satu gelombang baru yang terjadi secara berulang berdasarkan grafik superposisi komponen harmonik pasut. Grafik pada Gambar 18 sampai 22 menunjukkan nilai kisaran surut terendah yang konstan dimana kisaran tersebut terdapat juga pada selang waktu 18,6 tahun (163032 jam). Pada selang waktu 18,6 tahun terbentuk empat gelombang baru yang diperjelas dengan visual pada Gambar 23 sampai 27, sehingga selang waktu untuk menentukan surut terendah adalah 4,65 tahun (18,6 tahun dibagi 4). Jadi, penentuan surut astronomis terendah dilakukan berdasarkan surut terendah dari
Amplitudo (m)
superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 4,65 tahun.
W a k tu (ja m )
Gambar 23. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Sabang
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Gambar 24. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Sibolga
W a k tu (ja m )
Amplitudo (m)
Gambar 25. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Padang
W a k tu (ja m )
Gambar 26. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Cilacap
Amplitudo (m)
W a k tu (ja m )
Gambar 27. Grafik penentuan selang waktu dari superposisi komponen harmonik pasut selama 18,6 tahun (163032 jam) di Benoa
Hasil perhitungan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 4,65 tahun di Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa dapat dilihat pada Gambar 28. Secara berurutan pengaruh gaya pembangkit pasut dari yang terbesar sampai terkecil terhadap surut terendah berdasarkan Gambar 28 adalah stasiun pasut Benoa, Cilacap, Sabang, Padang, dan Sibolga. Kemudian waktu terjadinya surut terendah dari waktu yang terjadi terlebih dahulu sampai akhir pada kelima stasiun pasut secara berurutan adalah stasiun pasut Sabang, Padang, Sibolga, Benoa, dan Cilacap. Sabang (04/03/2007 22:00 WIB)
Sibolga (13/09/2007 07:00 WIB)
Padang (05/03/2007 19:00 WIB)
Cilacap (22/04/2008 09:00 WIB)
Benoa (21/04/2008 09:00 WITA)
0
Amplitudo (m)
-0,2 -0,4 -0,6
-0,512 -0,635
-0,8 -1 -1,2 -1,4 -1,6
-0,909
-0,99 -1,378
Gambar 28. Grafik waktu dan amplitudo surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 4,65 tahun
4.5. Surut astronomis terendah Surut astronomis terendah ditentukan dengan membandingkan surut terendah yang didapatkan dari hasil analisis pertama dan kedua. Surut yang digunakan untuk menentukan surut astronomis terendah adalah nilai terendah hasil perbandingan analisis tersebut. Namun, hasil analisis pertama tidak ditemukan amplitudo minimum dari setiap komponen harmonik pasut pada waktu yang sama di lima stasiun pasut sehingga surut astronomis terendah di Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa ditentukan menggunakan hasil dari analisis kedua yaitu berdasarkan surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 4,65 tahun. Untuk menentukan surut astronomis terendah pada kelima stasiun pasut maka surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 4,65 tahun ditambahkan dengan nilai Mean Sea Level (MSL) dari setiap stasiun pasut. Nilai MSL dan waktu serta amplitudo surut astronomis terendah pada kelima stasiun pasut dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 29. Tabel 5. Nilai Mean Sea Level (MSL) Stasiun MSL (meter)
Sabang 1,122
Sabang (04/03/2007 22:00 WIB)
Sibolga 1,809
Sibolga (13/09/2007 07:00 WIB)
Padang 1,798
Padang (05/03/2007 19:00 WIB)
Cilacap 1,283
Cilacap (22/04/2008 09:00 WIB)
Benoa 0,887
Benoa (21/04/2008 09:00 WITA)
Amplitudo (m)
1,5 1,297
1
1,163
0,5 0 -0,5
0,213
0,293
-0,491
-1
Gambar 29. Grafik waktu dan amplitudo surut astronomis terendah
Amplitudo surut astronomis terendah pada kelima stasiun pasut berdasarkan Gambar 29 menunjukkan bahwa amplitudo terendah terjadi di stasiun pasut Benoa dan berturut-turut diikuti oleh stasiun pasut Cilacap, Sabang, Padang, dan Sibolga. Hal ini menunjukkan bahwa gaya pembangkit pasut di stasiun pasut Benoa mempunyai pengaruh yang lebih besar untuk menghasilkan amplitudo surut astronomis terendah dibandingkan dengan stasiun pasut lainnya. Selain itu, kondisi geografis pada setiap stasiun juga menjadi penyebab perbedaan surut astronomis terendah pada kelima stasiun pasut. Waktu terjadinya surut astronomis terendah di setiap stasiun pasut berbedabeda, hal ini disebabkan oleh posisi lintang dan bujur dari stasiun pasut yang berbeda sehingga pengaruh gaya pembangkit pasut seperti bulan dan matahari juga akan berbeda karena bulan dan matahari mempunyai lintasan yang berbeda untuk setiap titik di permukaan bumi, penjelasan mengenai fase bulan akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Namun, waktu terjadinya surut astronomis terendah pada kelima stasiun pasut berada setiap 4,65 tahun sekali.
4.6. Posisi fase bulan saat surut astronomis terendah Posisi bulan dan matahari terhadap bumi menyebabkan terjadinya perbedaan fase bulan yang teramati dari bumi sehingga posisi tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi pasut di suatu lokasi tertentu. Posisi fase bulan terhadap pasut di suatu lokasi tertentu juga akan mempengaruhi surut astronomis terendahnya. Oleh karena itu, akan dibahas posisi fase bulan saat terjadinya surut astronomis terendah di setiap stasiun pasut. Posisi fase bulan yang dimaksud adalah posisi fase bulan purnama, bulan baru, kuartal pertama dan kuartal akhir yang waktu terjadinya tergantung pada posisi lintang dan bujur pengamatan bumi.
Waktu terjadinya fase bulan pada kelima stasiun pasut didapatkan dari perangkat lunak Mawaaqid 2001. Perangkat lunak Mawaaqid 2001 merupakan suatu perangkat lunak yang dapat menghitung terjadinya fase bulan di lokasi dan waktu tertentu yang diinginkan. Berdasarkan perangkat lunak Mawaaqid 2001 maka fase bulan pada setiap stasiun pasut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Waktu terjadinya fase bulan di stasiun pasut pada saat surut astronomis terendah Stasiun Sabang Sibolga Padang Cilacap Benoa
Bulan purnama 04/03/2007 06:17 WIB 27/09/2007 02:46 WIB 04/03/2007 06:17 WIB 20/04/2008 17:26 WIB 20/04/2008 18:26 WIB
Bulan baru 19/03/2007 09:43 WIB 11/09/2007 09:44 WIB 19/03/2007 09:43 WIB 06/04/2008 10:56 WIB 06/04/2008 11:56 WIB
Kuartal pertama 26/03/2007 01:16 WIB 19/09/2007 23:46 WIB 26/03/2007 01:16 WIB 13/04/2008 01:32 WIB 13/04/2008 02:32 WIB
Kuartal akhir 12/03/2007 10:54 WIB 04/09/2007 09:33 WIB 12/03/2007 10:54 WIB 28/04/2008 21:12 WIB 28/04/2008 22:12 WIB
Posisi surut astronomis terendah di Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap dan Benoa terjadi ketika pasang purnama (spring tide) dimana kedudukan bulan, matahari dan bumi berada pada garis lurus sehingga gaya tarik matahari memperkuat gaya tarik bulan untuk membangkitkan surut astronomis terendah. Posisi surut astronomis terendah di Sabang, Padang, Cilacap dan Benoa terjadi ketika fase bulan purnama seperti yang terlihat pada Gambar 30, 32, 33 dan 34 sedangkan posisi surut astronomis terendah di Sibolga terjadi ketika fase bulan baru seperti yang terlihat pada Gambar 31. Posisi tersebut terjadi karena amplitudo yang besar saat fase bulan purnama dan fase bulan baru dari gaya pembangkit pasang, yaitu bulan dan matahari berada dalam satu garis dengan stasiun pasut memiliki nilai pasang tertinggi dan surut terendah, sehingga surut
terendah tersebut yang merupakan surut astronomis terendah dan dapat terjadi ketika fase bulan purnama dan fase bulan baru.
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Surut astronomis terendah
-0,5 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Waktu (Maret 2007)
Keterangan :
: Bulan purnama
: Kuartal pertama
: Bulan baru
: Kuartal terakhir
Gambar 30. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Sabang
3 2,5 2 1,5 1
Surut astronomis terendah
0,5 0 -0,5 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Waktu (September 2007)
Keterangan :
: Bulan purnama
: Kuartal pertama
: Bulan baru
: Kuartal terakhir
Gambar 31. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Sibolga
3 2,5 2 1,5 1
Surut astronomis terendah 0,5 0 -0,5 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Waktu (Maret 2007)
Keterangan :
: Bulan purnama
: Kuartal pertama
: Bulan baru
: Kuartal terakhir
Gambar 32. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Padang
3 2,5 2 1,5 1 0,5
Surut astronomis terendah
0 -0,5
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Waktu (April 2008)
Keterangan :
: Bulan purnama
: Kuartal pertama
: Bulan baru
: Kuartal terakhir
Gambar 33. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Cilacap
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5
Surut astronomis terendah 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Waktu (April 2008)
Keterangan :
: Bulan purnama
: Kuartal pertama
: Bulan baru
: Kuartal terakhir
Gambar 34. Grafik posisi fase bulan saat surut astronomis terendah di Benoa
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Komponen harmonik pasut yang digunakan dalam menentukan surut astronomis terendah di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa adalah komponen harmonik pasut dengan persentase amplitudo di atas 2%, yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1 dan P1 dimana persentase kumulatifnya adalah 82,34% sampai 86,40% dari total amplitudo gelombang pasut. Persentase tersebut menunjukkan bahwa ketujuh komponen harmonik pasut memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan gelombang pasut di lokasi tersebut. Hasil analisis amplitudo setiap komponen harmonik pasut terhadap surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa menunjukkan bahwa amplitudo minimum setiap komponen harmonik pasut di lima lokasi tidak berada pada waktu yang bersamaan selama 18,6 tahun dan 10.000.000 jam (1.140,77 tahun). Hasil analisis selang waktu 18,6 tahun terhadap surut terendah dari superposisi komponen harmonik pasut dalam selang waktu 18,6 tahun di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa menunjukkan bahwa melalui cara visual terbentuk empat gelombang dalam selang waktu 18,6 tahun sehingga periode satu gelombang adalah 4,65 tahun. Jadi, surut astronomis terendah di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap, dan Benoa ditentukan berdasarkan superposisi komponen harmonik pasut (M2, S2, N2, K2, K1, O1, dan P1) dalam selang waktu 4,65 tahun dimana surut astronomis terendah terjadi setiap 4,65 tahun sekali. Secara berurutan amplitudo terendah sampai tertinggi dari surut
astronomis terendah terjadi di stasiun pasut Benoa (-0,491 m pada 21/04/2008 09:00 WITA), Cilacap (0,293 m pada 22/04/2008 19:00 WIB), Sabang (0,213 m pada 04/03/2007 22:00 WIB), Padang (1,163 m pada 05/03/2007 19:00 WIB), dan Sibolga (1,297 m pada 13/09/2007 07:00 WIB). Posisi surut astronomis terendah terjadi ketika pasang purnama (spring tide) dimana kedudukan bulan, matahari dan bumi berada pada garis lurus sehingga gaya tarik matahari memperkuat gaya tarik bulan untuk membangkitkan surut astronomis terendah, seperti pada fase bulan purnama di Sabang, Padang, Cilacap, dan Benoa dan fase bulan baru di Sibolga.
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai analisis surut astronomis terendah yang menggunakan superposisi seluruh komponen harmonik pasut dengan rekaman data pasut yang lebih panjang dari satu tahun untuk mengetahui perbandingannya terhadap surut astronomis terendah yang menggunakan superposisi tujuh komponen harmonik pasut dengan rekaman data pasut satu tahun.
DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. 2006. Prediksi Pasang Surut 2006. Bakosurtanal. Cibinong. Boon, J. D. 2007. World Tides User Manual. www.worldtidesandcurrents.com. (12 Mei 2008) Defant, A. 1958. Ebb and Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of Michigan Press. Michigan. Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in River and Coastal Waters. NorthHolland Publishing Company. Amsterdam. Gross, M. G. 1972. Oceanography. Prectice-hall, Inc. Englewoud Cliffts. New Jersey. Hydrographic Departement. 1996. Tides. Japan Maritime Safety Agency. Japan International Cooperation Agency. Japan. Pond, S and G.C. Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography. 2 th edition. Pergamon Press. New York. Pugh, D. T. 1987. Tides, Surges and Mean Sea Level. John Wiles and Sons. Chichester-New York-Brisbane-Toronto-Singapore. Stewart, J. 2001. Kalkulus. Erlangga. Jakarta. University of Hawai Sea Level Center. 2007. www.ilikai.soest.hawai.edu. (14 April 2008). Wright, J., D. Park and E. Brown. 1999. Wave, Tide and Shallow-Water Processes. 2 th edition. The Open University. England.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat pengukur pasut. (a) Stasiun pengamatan pasang surut, (b) Solar panel dan antena komunikasi , (c) Sensor pelampung, (d) Data logger, (e) Sensor radar (Bakosurtanal, 2006)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Lampiran 2. Amplitudo Komponen Harmonik Pasut Kompone Amplitudo (meter) n Harmonik Sabang Sibolga Padang Cilacap Q1 0,0078258 0,013298 0,015533 0,023834 RHO1 0,001052 0,0010056 0,003795 0,0057237 O1 0,04424 0,061562 0,072196 0,11729 M1 0,0026605 0,0044936 0,0055185 0,0078202 P1 0,032098 0,027546 0,032949 0,0532 S1 0,0090005 0,015202 0,016161 0,015047 K1 0,10035 0,1023 0,12438 0,188 J1 0,0065994 0,0082471 0,0097082 0,013886 OO1 0,0076096 0,0071406 0,0070751 0,0083093 MNS2 0,006788 0,0042039 0,0057897 0,0038107 2N2 0,013768 0,006233 0,007785 0,0085898 MU2 0,016559 0,011723 0,012381 0,011296 N2 0,09647 0,05741 0,078031 0,095088 NU2 0,018907 0,0099485 0,013602 0,019249 M2 0,48795 0,27991 0,352 0,47521 LAM2 0,0055625 0,0034504 0,0031183 0,0041859 L2 0,015286 0,0053254 0,0085062 0,017291 T2 0,010161 0,0086088 0,0073373 0,011045 S2 0,23208 0,13281 0,14835 0,24134 R2 0,0052187 0,0011682 0,003654 0,0066647 K2 0,065538 0,036127 0,040918 0,067314 2SM2 0,0034661 0,001592 0,00025977 0,0023889 2MK3 0,0020373 0,0014983 0,002302 0,004037 M3 0,0012226 0,0051515 0,0045371 0,0042262 MK3 0,00054617 0,0026218 0,002626 0,0032497 MN4 0,0048005 0,007346 0,0094313 0,0017899 M4 0,010392 0,015563 0,01858 0,0057466 MS4 0,010312 0,0061712 0,0069961 0,0041226 0,0008735 S4 0,0015399 0,0054638 0,0020704 5 2MN6 0,0015067 0,0010415 0,00072088 0,0024116 0,0004131 M6 0,0012985 4 0,0008908 0,0039388 0,0008343 2MS6 0,0010513 9 0,0020489 0,00538 0,0005043 0,0003865 S6 0,00079131 9 0,00099415 4 0,0006152 0,0006759 M8 0,00034826 5 0,00039925 6 3MS8 0,00008904 0,0003771 0,00092627 0,0018815
Benoa 0,035389 0,0051993 0,1595 0,0097676 0,071027 0,019588 0,25184 0,013663 0,0096431 0,0052816 0,0083042 0,019202 0,1193 0,025568 0,64422 0,011383 0,019692 0,020094 0,37324 0,0057947 0,10599 0,0045662 0,0054357 0,0049215 0,0031983 0,0046217 0,011433 0,01177 0,0043307 0,0024327 0,0031579 0,0065659 0,0004132 1 0,0016394 0,0041572
4
5
Lampiran 3. Fase Komponen Harmonik Pasut Fase (derajat) Komponen Harmonik Sabang Sibolga Padang Q1 0,0078 0,0133 0,0155 RHO1 0,0011 0,0010 0,0038 O1 0,0442 0,0616 0,0722 M1 0,0027 0,0045 0,0055 P1 0,0321 0,0275 0,0329 S1 0,0090 0,0152 0,0162 K1 0,1004 0,1023 0,1244 J1 0,0066 0,0082 0,0097 OO1 0,0076 0,0071 0,0071 MNS2 0,0068 0,0042 0,0058 2N2 0,0138 0,0062 0,0078 MU2 0,0166 0,0117 0,0124 N2 0,0965 0,0574 0,0780 NU2 0,0189 0,0099 0,0136 M2 0,4880 0,2799 0,3520 LAM2 0,0056 0,0035 0,0031 L2 0,0153 0,0053 0,0085 T2 0,0102 0,0086 0,0073 S2 0,2321 0,1328 0,1484 R2 0,0052 0,0012 0,0037 K2 0,0655 0,0361 0,0409 2SM2 0,0035 0,0016 0,0003 2MK3 0,0020 0,0015 0,0023 M3 0,0012 0,0052 0,0045 MK3 0,0005 0,0026 0,0026 MN4 0,0048 0,0073 0,0094 M4 0,0104 0,0156 0,0186 MS4 0,0103 0,0062 0,0070 S4 0,0015 0,0055 0,0021 2MN6 0,0015 0,0010 0,0007 M6 0,0013 0,0004 0,0009 2MS6 0,0011 0,0008 0,0020 S6 0,0008 0,0005 0,0010 M8 0,0003 0,0006 0,0004
Cilacap 0,0238 0,0057 0,1173 0,0078 0,0532 0,0150 0,1880 0,0139 0,0083 0,0038 0,0086 0,0113 0,0951 0,0192 0,4752 0,0042 0,0173 0,0110 0,2413 0,0067 0,0673 0,0024 0,0040 0,0042 0,0032 0,0018 0,0057 0,0041 0,0009 0,0024 0,0039 0,0054 0,0004 0,0007
Benoa 0,0354 0,0052 0,1595 0,0098 0,0710 0,0196 0,2518 0,0137 0,0096 0,0053 0,0083 0,0192 0,1193 0,0256 0,6442 0,0114 0,0197 0,0201 0,3732 0,0058 0,1060 0,0046 0,0054 0,0049 0,0032 0,0046 0,0114 0,0118 0,0043 0,0024 0,0032 0,0066 0,0004 0,0016
3MS8
0,0001
0,0004
0,0009
Lampiran 4. Data pasut stasiun Sabang Tahun Jam Ke01 Januari 2007 1 01 Januari 2007 2 01 Januari 2007 3 01 Januari 2007 4 01 Januari 2007 5 01 Januari 2007 6 01 Januari 2007 7 01 Januari 2007 8 01 Januari 2007 9 01 Januari 2007 10 01 Januari 2007 11 01 Januari 2007 12 01 Januari 2007 13 01 Januari 2007 14 01 Januari 2007 15 01 Januari 2007 16 01 Januari 2007 17 01 Januari 2007 18 01 Januari 2007 19 01 Januari 2007 20 01 Januari 2007 21 01 Januari 2007 22 01 Januari 2007 23 01 Januari 2007 24 dst dst 31 Desember 2007 21 31 Desember 2007 22 31 Desember 2007 23 31 Desember 2007 24 Keterangan: dst: dan seterusnya
0,0019
0,0042
Amplitudo (mm) 1191 1317 1295 1189 1014 805 646 565 594 736 955 1189 1435 1613 1655 1516 1317 986 690 476 370 400 551 773 dst 1491 1397 1293 1145
Lampiran 5. Data pasut stasiun Sibolga Tahun Jam Ke01 Januari 2007 1 01 Januari 2007 2 01 Januari 2007 3 01 Januari 2007 4 01 Januari 2007 5 01 Januari 2007 6 01 Januari 2007 7 01 Januari 2007 8 01 Januari 2007 9 01 Januari 2007 10 01 Januari 2007 11 01 Januari 2007 12 01 Januari 2007 13 01 Januari 2007 14 01 Januari 2007 15 01 Januari 2007 16 01 Januari 2007 17 01 Januari 2007 18 01 Januari 2007 19 01 Januari 2007 20 01 Januari 2007 21 01 Januari 2007 22 01 Januari 2007 23 01 Januari 2007 24 dst dst 31 Desember 2007 21 31 Desember 2007 22 31 Desember 2007 23 31 Desember 2007 24 Keterangan: dst: dan seterusnya
Amplitudo (mm) 1739 1617 1552 1485 1564 1741 1855 2037 2196 2323 2355 2305 2200 2006 1836 1690 1571 1525 1609 1657 1763 1848 1967 1957 dst 1897 1807 1759 1737
Lampiran 6. Data pasut stasiun Padang Tahun Jam Ke01 Januari 2007 1 01 Januari 2007 2 01 Januari 2007 3 01 Januari 2007 4 01 Januari 2007 5 01 Januari 2007 6 01 Januari 2007 7 01 Januari 2007 8 01 Januari 2007 9 01 Januari 2007 10 01 Januari 2007 11 01 Januari 2007 12 01 Januari 2007 13 01 Januari 2007 14 01 Januari 2007 15 01 Januari 2007 16 01 Januari 2007 17 01 Januari 2007 18 01 Januari 2007 19 01 Januari 2007 20 01 Januari 2007 21 01 Januari 2007 22 01 Januari 2007 23 01 Januari 2007 24 dst dst 31 Desember 2007 21 31 Desember 2007 22 31 Desember 2007 23 31 Desember 2007 24 Keterangan: dst: dan seterusnya
Amplitudo (mm) 1718 1577 1496 1510 1516 1673 1902 2118 2272 2451 2472 2421 2220 2031 1771 1589 1471 1442 1466 1535 1695 1831 1885 1936 dst 1992 1822 1708 1668
Lampiran 7. Data pasut stasiun Cilacap Tahun Jam Ke01 Maret 2007 1 01 Maret 2007 2 01 Maret 2007 3 01 Maret 2007 4 01 Maret 2007 5 01 Maret 2007 6 01 Maret 2007 7 01 Maret 2007 8 01 Maret 2007 9 01 Maret 2007 10 01 Maret 2007 11 01 Maret 2007 12 01 Maret 2007 13 01 Maret 2007 14 01 Maret 2007 15 01 Maret 2007 16 01 Maret 2007 17 01 Maret 2007 18 01 Maret 2007 19 01 Maret 2007 20 01 Maret 2007 21 01 Maret 2007 22 01 Maret 2007 23 01 Maret 2007 24 dst dst 31 Desember 2007 21 31 Desember 2007 22 31 Desember 2007 23 31 Desember 2007 24 Keterangan: dst: dan seterusnya
Amplitudo (mm) 1510 1560 1520 1429 1341 1247 1219 1235 1373 1536 1721 1852 1916 1914 1796 1545 1318 1036 862 783 814 935 1193 1440 dst 1767 1678 1460 1325
Lampiran 8. Data pasut stasiun Benoa Tahun Jam Ke01 Januari 2007 1 01 Januari 2007 2 01 Januari 2007 3 01 Januari 2007 4 01 Januari 2007 5 01 Januari 2007 6 01 Januari 2007 7 01 Januari 2007 8 01 Januari 2007 9 01 Januari 2007 10 01 Januari 2007 11 01 Januari 2007 12 01 Januari 2007 13 01 Januari 2007 14 01 Januari 2007 15 01 Januari 2007 16 01 Januari 2007 17 01 Januari 2007 18 01 Januari 2007 19 01 Januari 2007 20 01 Januari 2007 21 01 Januari 2007 22 01 Januari 2007 23 01 Januari 2007 24 dst dst 31 Desember 2007 21 31 Desember 2007 22 31 Desember 2007 23 31 Desember 2007 24 Keterangan: dst: dan seterusnya
Amplitudo (mm) 1050 1095 1032 901 730 675 690 833 1059 1358 1659 1919 2031 1979 1748 1417 992 537 179 32 69 226 463 744 dst 1520 1376 1173 951
Lampiran 9. Perhitungan nilai u dan f Komponen Kecepatan harmonik Argumen u (°) sudut () pasut (°/jam) 28,984104 (-2,14 sin N) M2 N2
28,4397295
(-2,14 sin N)
S2
30
K2
30,0821373
K1
15,0410686
P1
14,9589314
0 (-17,74 sin N + 0,68 sin 2N - 0,04 sin 3N) (-8,86 sin N + 0,68 sin 2N - 0,07 sin 3N) 0
O1
13,9430356
10,8 sin N -1,34 sin 2N + 0,19 sin 3N
Sumber: Hydrographic (1996) Keterangan (Pugh, 1987): s = 277,02 481267,89T 0,0011T 2 h = 280,19 36000,77T 0,0003T 2 p N T Y D
= 334,39 4069,04T 0,0103T 2 = 259,16 1934,14T 0,0005T 2 365Y 1900 ( D 1) e = , e Int Y 1901 / 4 36525 = Tahun pengamatan = Jumlah hari dari tanggal pengamatan
f 1,0004 - 0,0373 cos N + 0,0002 cos 2N 1,0004 - 0,0373 cos N + 0,0002 cos 2N 1 1,0241 + 0,2863 cos N + 0,0083 cos 2N - 0,0015 cos 3N 1,006 + 0,115 cos N 0,0088 cos 2N + 0,0006 cos 3N 1 1,0089 + 0,1871 cos N 0,0147 cos 2N +0,0014 cos 3N
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu, 26 Oktober 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Muslih Hasibuan, M.Si dan Ibu Dra. Rasmiwati. Pada tahun 2001-2004 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 (SMUN 5) Bengkulu. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten luar biasa mata kuliah Avertebrata Air 2006/2007 dan Koordinator Asisten luar biasa mata kuliah Avertebrata Air 2007/2008. Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Analisis Surut Astronomis Terendah di Perairan Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap dan Benoa Menggunakan Superposisi Komponen Harmonik Pasang Surut”.