J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
2016
ISSN: 2527-6271
J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016
ANALISIS SUBSTITUSI UBI JALAR ORANGE TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN NILAI GIZI MIE SAGU (Analysis of Substitution of The Orange Sweet Potato on The Organoleptic and The Nutritional Value of Sago Noodles)
1)Jurusan
Abdul Rahman1)*, Sri Wahyuni1), Ansharullah1) Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo *Penulis Korespondensi: Email:
[email protected] (Tel: 0823-4629-8210)
ABSTRACT Noodle is one of the products most favored by the public as a substitute for the daily staple food. Raw materials usually used in the making of noodles was plain flour. In the wheat flour has a very high gluten content, and when consumed continuously will cause the impact of negatife such as digestive disorders and autism. As an alternative to resolve this, it needs to be substitute sago and orange sweet potatoes in the making of noodles. This study used completely randomized design using a combination of the proportion of sago flour, wheat flour and sweet potato orange (20:35:45 pm), (25:35:40 pm), (1:35:30), (39:35:30), (39:35:25 pm), (00:35:20) and sago flour 50 g and 50 g wheat flour (control). The results showed that the assessment of the organoleptic elected by the panelists are present in the composition of the Sago flour 30 g, wheat flour 35 g and orange sweet potato 35 g with score assessment of color of 3.63% (Favored), the aroma of 3.77% (preferred), the texture of 3.82% (preferred), the 3.50% (Favored) and nutritional value: water content 11.01%, ash content 0.67%, fat content 1.29%, protein 2.17%, starch content 20.98% and crude fiber 4.23% . The result showed that the product substitution sago noodle and orange sweet potato favored and accepted by consumers so that helped reduce imports of wheat flour. Keywords: Sago noodle, organoleptic, nutritional value
ABSTRAK Mie merupakan salah satu produk yang paling disukai oleh masyarakat sebagai pengganti makanan pokok sehari-hari. Bahan baku yang biasanya digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Tepung terigu memiliki kandungan gluten yang sangat tinggi dan apabila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan dampak negatif seperti gangguan pencernaan dan autisme. Sebagai alternatif untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan subtitusi sagu dan ubi jalar orange dalam pembuatan mie. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan kombinasi proporsi tepung sagu, tepung terigu dan ubi jalar orange (20:35:45), (25:35:40), (30:35:30), (35:35:30), (40:35:25), (45:35:20) serta 50g tepung sagu dan 50g tepung terigu (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian organoleptik terpilih oleh panelis terdapat pada komposisi 30g tepung sagu, 35g tepung terigu dan 35g ubi jalar orange dengan skor penilaian terhadap warna 3.63% (Disukai), aroma 3.77% (Disukai), tekstur 3.82% (Disukai), rasa 3.50% (Disukai) dan nilai gizi: kadar air 11.01 (%bb) dan, kadar abu 0.67 (%bb), kadar lemak 1.29 (%bk), kadar protein 2.17 (%bk), kadar pati 20.98 (%bk) dan serat kasar 4.23(%bb). Hasil menunjukan bahwa produk mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange disukai dan diterima oleh konsumen sehingga membantu menekan impor tepung terigu. Kata kunci: Mie sagu, organoleptik, nilai gizi.
86
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2016 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016
PENDAHULUAN Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, selain itu keberadaannya juga cukup melimpah di Indonesia. Dengan potensi produksi sagu yang cukup tinggi tersebut maka sagu sebagai sumber karbohidrat sangat cocok untuk mengganti beras sebagai makanan pokok (Rahim, 2009). Pemanfaatan sagu sebagai bahan pangan sudah sejak lama dikenal oleh penduduk di daerah penghasil sagu, baik di Indonesia maupun di luar negeri seperti Papua Nugini. Produk-produk makanan sagu tradisional dikenal dengan nama papeda, sagu lempeng, sagu tutupala, sagu uha dan bagea. Selain itu sagu dapat digunakan untuk bahan pangan yang lebih komersial seperti roti, biskuit, mie, kerupuk, bihun, dan sebagainya (Lay et al., 1998). Mie pada umumnya terbuat dari tepung terigu yang berasal dari gandum dan keberadaanya masih harus impor dari luar negeri. Tepung terigu mengandung gluten. Gluten adalah suatu protein, memiliki karakteristik mirip lem yang menyatukan bulir-bulir gandum. Namun gluten memiliki dampak negatif apabila dikonsumsi secara terus menerus. Adapun gangguan yang biasa diakibatkan itu terjadi pada sistem metabolisme, seperti timbulnya penyakit lupus dan autisme (Harry, 2014). Probosari et al., (2015) mengatakan bahwa salah satu pemicu faktor hiperaktif pada penderita autis antara lain adalah penggunaan bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein. Asupan nutrisi gluten free - casein free sangat diperlukan sebagai salah satu bentuk terapi makanan bagi penderita autis. Ubi jalar orange memiliki kandungan vatamin C dan vitamin B serta mengandung betakaroten yang tinggi dibandingkan ubi jalar putih. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100% pengganti terigu (Suismono, 2001).
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sagu dan ubi jalar orange yang diperoleh di pasar panjang kota Kendari. Sedangkan tepung terigu kompas, telur ayam ras, air aqua dan garam dapur (kapal layar) diperoleh di supermarket Nusa Mart Anduonohu kota Kendari. Pembuatan produk mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange Prosedur pembuatan mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange adalah semua bahan ditimbang dengan formulasi yaitu : M1 = Tepung sagu 20 g, tepung terigu 35 g dan ubi jalar orange 45 g, M2 = Tepung sagu 25 g, tepung terigu 35 g dan ubi jalar orange 40 g, M3 = Tepung sagu 30 g, tepung terigu 35 g dan ubi jalar orange 35 g, M4 = Tepung sagu 35 g, tepung terigu 35 g dan ubi jalar orange 30 g, M5 = Tepung sagu 40 g, tepung terigu 35 g dan ubi jalar orange 25 g, M6 = Tepung sagu 45 g, tepung terigu 35 g dan ubi jalar orange 20 g dan M7 = Tepung sagu 50 g, tepung terigu 50 g. Kemudian masing-masing dilakukan pencampuran bahan air 15 ml, garam 1 g, telur 10 g dan CMC (Sigma Aldrich, Singapore) 0,1 g lalu dicampur sampai homogen atau merata. Setelah adonan kalis (tidak lengket) dilakukan pembentukan lembaran-lembaran. Lembaran tersebut kemudian 87
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
2016
ISSN: 2527-6271
J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016 dimasukkan ke dalam rol pencetak mie. Adonan kemudian digiling dengan ketebalan 1 mm. Adonan yang telah berbentuk mie kemudian dikukus selama 15 menit, setelah itu di oven (Memmert, USA) pada suhu 60°C selama 3 jam. Penilaian organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan empat parameter yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur karena tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh warna, aroma, rasa, dan ransangan mulut (Laksmi, 2012). Pengujian organoleptik yang dilakukan oleh panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk, adapun skor penilain panelis yaitu: 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = kurang suka dan 1 = sangat tidak suka. Nilai gizi Nilai gizi pada produk mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange yang paling disukai panelis dengan metode menggunakan metode AOAC (1990) kadar air 11,01%, kadar abu 0,67%, kadar lemak 1,29%, kadar protein 2,17%, kadar glukosa 20,98% dan kadar serat 4,23% (metode Sudarmadji et al., 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Organoleptik Warna Sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 2004). Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Suatu bahan makanan yang bernilai gizi, enak dan teksturnya sangat baik kurang disukai apabila memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya. Hasil analisis organoleptik warna ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis penerimaan organoleptik warna mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange Perlakuan Rerata DMRT0,05 M1 3.1125 abc M2 3.5000 a 2 = 0.5188 M3 3.6350 a 3 = 0.5446 M4 3.5900 a 4 = 0.5611 M5 2.9100 bc 5 = 0.5727 M6 2.7500 c 6 = 0.5812 M7 3.3400 ab 7 = 0.5878 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95%.
Warna mie yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna orange pudar atau kuning karena ditambahkan sagu dan terigu sehingga warna asli pada ubi jalar orange menjadi berkurang. Berdasarkan Tabel 1 hasil 88
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
2016
ISSN: 2527-6271
J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016 penilaian organoleptik memberikan informasi tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap warna mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange pada perlakuan M3 (komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35%). Aroma Tabel 2. Analisis penerimaan organoleptik aroma mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange Perlakuan Rerata DMRT0,05 M1 2.9550 b M2 3.2725 b 2 = 0.4201 M3 3.7700 a 3 = 0.4410 M4 3.3625 ab 4 = 0.4544 M5 2.9550 b 5 = 0.4637 M6 3.0450 b 3.0900 b 6 = 0.4707 M7 7 = 0.4760 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95%.
Berdasarkan Tabel 2 hasil penilaian uji organoleptik tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap aroma mie sagu terdapat pada perlakuan M3 (komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35%). Aroma yang dihasilkan pada uji organoleptik mie sagu masuk dalam kategori suka, hal ini diduga karena aroma yang terdapat pada ubi jalar orange memberikan aroma khas pada mie sagu yang dapat mempengaruhi penerimaan kesukaan panelis terhadap produk mie sagu. Semakin rendah presentase penggunaan ubi jalar orange dan semakin tinggi penggunaan sagu maka semakin rendah penerimaan kesukaan panelis terhadap produk mie sagu. Rasa Atribut rasa merupakan yang sangat penting dalam menentukan keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa dimulai melalui tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah) hingga akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa dan tekstur sebagai keseluruhan rasa makanan yang dinilai (Agustina, 2008). Hasil analisis organoleptik rasa ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis penerimaan organoleptik rasa mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange Perlakuan Rerata DMRT0,05 M1 2.5700 c M2 3.0900 b 2 = 0.3241 M3 3.5000 a 3 = 0.3403 M4 2.9100 bc 4 = 0.3506 M5 2.5925 c 5 = 0.3578 M6 2.6375 c 6 = 0.3631 M7 2.8650 bc 7 = 0.3672 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 Taraf kepercayaan 95%.
89
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
2016
ISSN: 2527-6271
J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016 Berdasarkan Tabel 3 hasil penilaian uji organoleptik tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange terdapat pada perlakuan M3 (komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35%). Hal ini diduga disebabkan karena mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange pada perlakuan M3 mampu menghasilkan terbentuknya rasa yang paling disukai oleh panelis. Semakin tinggi presentase penggunaan tepung sagu semakin menurun tingkat kesukaan panelis terhadap citarasa mie. Menurunnya kesukaan panelis terhadap rasa mie dengan semakin meningkatnya kandungan tepung sagu, karena diakibatkan terbentuknya rasa khas pati sagu yang kurang disukai oleh panelis. Tekstur Berdasarkan Tabel 4 hasil penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap tekstur mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange terdapat pada perlakuan M3 (komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35%). Hal ini disebabkan karena jumlah protein dalam komposisi mie terpilih mampu menghasilkan terbentuknya tekstur yang paling disukai oleh panelis. Tekstur juga dipengaruhi oleh amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilopektin suatu bahan pangan, akan menyebabkan daya kembang menjadi tinggi. Penampakan mie sagu tidak berbeda jauh dengan mie terigu, namun bila dilihat lebih seksama mie ini memiliki warna yang lebih mengkilap dan keras. Hasil pengolahan dari mie sagu memiliki tekstur yang lebih kenyal tapi tidak elastis dan licin ketika dimakan. Mie berbasis pati sangat berbeda dengan mie dari bahan terigu. Binder berfungsi seperti halnya gluten pada terigu sehingga dapat dibentuk adonan yang mudah ditangani (Purwani et al., 2004). Tabel 4. Analisis penerimaan organoleptik tekstur mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange Perlakuan Rerata DMRT0,05 M1 3.1825 c M2 3.6375 ab 2 = 0.3557 M3 3.8200 a 3 = 0.3734 M4 3.7050 ab 4 = 0.3847 M5 3.1575 c 5 = 0.3926 M6 3.3425 bc 6 = 0.3985 M7 3.4325 bc 7 = 0.4030 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95%.
Analisis Nilai Gizi Berdasarkan hasil uji organoleptik, maka dapat ditentukan bahwa mie sagu terpilih terdapat pada perlakuan M3 dengan komposisi (tepung sagu 30%, tepung terigu 35% dan ubi jalar orange 35%) karena panelis memberikan skor penilaian tertinggi terhadap warna sebesar 3,63 (Disuka), aroma 3,77(Disuka), tekstur 3,82 (Disuka) dan rasa 3,50 (Disuka). Dari perlakuan uji oraganoleptik produk mie sagu terpilih maka dapat dilakukan analisis proksimat. Adapun nilai proksimat yang didapatkan yaitu dapat dilihat pada Tabel 5.
90
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
2016
ISSN: 2527-6271
J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 5. Nilai proksimat produk mie terpilih (M3) dan perlakuan kontrol (M7) Jumlah (%) Komponen M3 M7 Kadar air 11.01 10.97 Kadar abu 0.67 0.59 Kadar lemak 1.29 1.23 Kadar protein 2.17 1.82 Kadar glukosa 20.98 16.35 Kadar serat 4.23 4.22 Keterangan: M3 = 30% sagu, terigu 35% dan ubi jalar orange 35%, M7 = 50% sagu dan 50% terigu
Kadar air Kandungan kadar air pada produk mie sagu yang dihasilkan dengan menggunakan formulasi komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35% sebesar 11,01%. Kadar air produk mie sagu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 14,5%bk (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Penelitian Ahrani (2013) mengatakan bahwa perbedaan kadar air mie sagu mentah kering dan mie sagu matang kering disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan, pada mie sagu matang kering diperoleh kadar air awal 10,4% dan mie matang kering diperoleh 11,49%. Kadar abu Berdasarkan hasil penelitian ini kandungan kadar abu pada mie sagu yang dihasilkan dengan menggunakan komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35% sebesar 0,67% lebih besar kadar abu pada perlakuan tanpa penambahan ubi sebesar 0,59%. Kadar abu produk mie pada perlakuan terbaik (M3) subtitusi tepung sagu dan ubi jalar orange sudah sesuai untuk mengganti terigu. Tepung sagu mengandung 0,5 % (b/k) kadar abu (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Mie sagu yang dihasilkan dari perlakuan terbaik pada penelitian ini masih memenuhi kriteria SNI yaitu maksimum 3% untuk mutu I dan mutu II. Kadar lemak Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan kadar lemak pada mie sagu yang dihasilkan dengan menggunakan formulasi komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35% sebesar 1,29%. Rendahnya kadar lemak pada perlakuan ini diduga karena rendahnya kadar lemak pada pati sagu yaitu 0,2% (Direktorat Gizi Depkes (1990) dan Kam (1992) dalam Alfons dan Rivaie, (2011)). Mie sagu yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai tekstur yang lembut dan rasa yang disukai panelis. Kadar protein Berdasarkan hasil penelitian dari perlakuan terbaik diperoleh kandungan protein pada produk mie sagu yang dihasilkan dengan menggunakan formulasi komposisi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35% sebesar 2,17%. Mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange memiliki kadar protein yang rendah namun kadar 91
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2016 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016
karbohidratnya tinggi. Hal ini sejalan dengan penjelasan Ahrani (2014) bahwa mie sagu mengalami penurunan sebesar 0,06% (berat kering) pada mie sagu mentah kering yaitu dari 0,31% (berat kering) menjadi 0,05% (bk), sedangkan untuk mie matang kering mengalami penurunan kadar protein sebesar 0,06%, yaitu dari 0,31% (bk) menjadi 0,25% (bk). Dapat disimpulkan rendahnya kadar protein dalam produk mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange karena kandungan protein pada tepung sagu, terigu dan ubi jalar orange sangat rendah. Kadar glukosa Kadar glukosa pada mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange terpilih yaitu dengan formulasi tepung sagu 30%, terigu 35% dan ubi jalar orange 35% sehingga diperoleh kadar sebesar 20,98%. Nilai gizi ini merupakan kadar yang paling tinggi dari analisis proksimat lainnya. Kemudian Kadar ini juga lebih besar dari perlakuan kontrol atau tanpa penambahan ubi jalar orange. Hal ini terjadi karena ubi jalar orange memiliki kandungan glukosa yang tinggi dibandingkan dengan sagu. Pati mempunyai peranan penting dalam menentukan karateristik bahan makanan misalnya warna, tekstur, rasa dan lain-lain. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% material antara. Pati merupakan homopolimer glukosa dalam ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α (1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang yang mengandung 94-96% ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan 4-6% ikatan α(1,6)-D-glukosa (Winarno, 2004). Kadar serat kasar Serat kasar adalah komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan selulosa sekitar 50% dan hemiselulosa 85%. Sementara itu serat makanan masih mengandung komponen yang hilang tersebut sehingga nilai serat makanan lebih tinggi daripada serta kasar. Hasil penelitian menunjukan kadar serat kasar produk mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange terpilih sebesar 4,23%.
KESIMPULAN Mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange berpengaruh baik terhadap penilaian organoleptik panelis dengan sampel yang disukai yaitu dengan komposisi 30% sagu, 35% terigu dan 35% ubi jalar orange. Sedangkan nilai gizi produk yang disukai panelis adalah kadar protein (2,17%), kadar lemak (1,29%), kadar glukosa (20,98%), kadar air (11,01%), serat kasar (4,23%), serta kadar abu (0,67%).
92
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2016 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 2, P. 86-93, Th. 2016
DAFTAR PUSTAKA Agustina, F., 2008, Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ahrani, J., 2013, Kajian Nilai Gizi dan Mutu Organoleptik Pada Mie Sagu, Skripsi, Jurusan MIPA, FKIP, Universitas Halu Oleo, Kendari. Alfons, J.B., dan Rivaie, A., 2011, Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Maluku. AOAC, 1990, Official Methods of Analysis, Washington, DC. Badan Standardisasi Nasional, 2000, Standar Nasional Indonesia. Mi kering (SNI No. 013551-2000. BSN. Jakarta. De Man J.M., 1979, Principles of Food Chemistry, Wadsworth, Inc. Belmont. Laksmi, R., 2012, Daya Ikat Air, Ph dan Sifat Organoleptik Chicken Nugget yang Disubstitusi Telur Rebus. Animal Agriculture Journal, 1 (1) : 453-460. Lay, A., Allorerung, D., Amrizal, Djafar, M., dan Barri, N,. 1998, Pengolahan Sagu Berkelanjutan, Prosiding Seminar Regional Kelapa dan Palma Lain, Balitka, Manado. Purwani, E.Y., Setiawati, Y., Setianto, H., Munarso, S.J., Richana, N., dan Widaningrum, 2004, Utilization Of Sago Starch for Transparent Noodle In Indonesia. Balai Besar (BB) Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu. Bogor. Probosari, R.M , Harlita, Asriani, S.R.D., dan Ramli, M,. 2015, Potensi Aneka Tepung Gluten Free-Casein Free Berbahan Dasar Umbi Sebagai Subtitusi Tepung Terigu Bagi Anak Autis. Seminar Nasional. UNS. Surakarta. Rahim, A., 2009, Sifat Fisikokimia dan Sensoris Sohun Instan dari Pati Sagu. Journal Argoland. 2 (16) : 124-129. Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 2003, Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suismono, 2001, Teknologi Pembuatan Tepung dan Pati Ubi-Ubian untuk Menunjang Ketahanan PanganMajalah Pangan. 37 (10) :37-49. Winarno, F.G., 2004, Kimia pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
93