-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK KUMPULAN CERPEN MENCURI KISAH DARI PEMBARINGAN KARYA SARWO M. DJANTUR Nur Al in Hidayati Program Doktor Pascasarjana Universitas Sebelas Maret nural
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pandangan dunia pengarang dalam kumpulan cerpennya, (2) mengetahui latar belakang sejarah atau peristiwa sosial masyarakat Bojonegoro yang mengondisikan terciptanya kumpulan cerpen tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan landasan teori strukturalisme genetik. Objek penelitian ini adalah kumpulan cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dalam bentuk literatur. Teknik yang digunakan dalam prosedur pengumpulan data yakni dengan studi kepustakaan/ dokumentasi.Teknik analisis data yang digunakan mengacu pada teori strukturalisme genetik yakni metode dialektika. Pengecekan keabsahan temuan penelitian dilakukan dengan langkah pengamatan terus menerus dengan membaca secara intensif terhadap isi cerpen, mendiskusikan temuan, serta menggunakan referensi yang relevan dengan data cerpen. Hasil penelitian ditemukan bahwa struktur dalam kumpulan cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan karya Sarwo M. Djantur memiliki pandangan dunia dan struktur sosio-kultural yang homolog dengan latar belakang pengarang dan peristiwa sosial atau masyarakat Bojonegoro serta berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis pada data penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum, pandangan dunia pengarang dalam Kumpulan Cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan didominasi oleh ekspresi pandangan dunia nasionalisme, humanisme, tradisionalisme, dan religius. Pandangan tersebut banyak tersebar dalam cerpen meskipun komposisi di dalamnya ada yang secara menyeluruh atau sebagian saja. Struktur setiap cerpen secara keseluruhan terbukti memiliki kesejajaran hubungan dengan struktur sosial masyarakat Bojonegoro atau pun Indonesia yang digambarkan pengarang dalam karyanya. Struktur sosial masyarakat inilah yang menjadi latar belakang dalam mengkondisikan pengarang untuk menciptakan sebuah karya. Kata Kunci: strukturalisme genetik, cerpen
Pendahuluan Karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat dialami pengarang sendiri maupun terinspirasi dari orang lain/lingkungan. Karena itu, sastra memiliki ‘dunia’ hasil dari pengamatan pengarang terhadap kehidupan yang diciptakannya, yakni dapat berupa prosa iksi (novel atau cerpen), puisi maupun drama yang berguna dan dapat dinikmati, dipahami, serta dimanfaatkan masyarakat. Menurut Sangidu (Aziiz, 2014) Luxemburg menyatakan bahwa karya sastra “merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya. Di dalam sastra terdapat pengalaman-pengalaman subjektif penciptanya, pengalaman kelompok masyarakat (fakta sosial)”. Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial yang ditulis pengarang pada kurun waktu tertentu, pada umumnya langsung berkaitan dengan norma-norma dan tradisi atau adat-istiadat pada zaman itu. Cerpen adalah salah satu prosa iksi yang melukiskan tokoh, gerak dari kehidupan nyata secara imajinatif melalui bahasa dengan alur yang pendek/singkat dan padat. Kumpulan cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan karya Sarwo M. Djantur, selanjutnya disingkat SMD, merupakan karya pengarang yang lebih dulu dimuat Radar Bojonegoro mulai tahun 2010 hingga 2013, dan Buletin Baca! Edisi 13 tahun 2012. Kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Gus Ris Foundation pada tahun 2013. Cerita di dalam kumpulan cerpen tersebut mempunyai beberapa sisi kelebihan yakni merepresentasikan permasalahan sosial/masyarakat yang didominasi oleh peristiwa di wilayah Bojonegoro yang merupakan daerah domisili pengarang. 282
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Adapun masalah sosial/masyarakat lainnya dapat dikaitkan dengan peristiwa di dalam maupun luar wilayah Bojonegoro. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat faktor genetik pengarang yang memengaruhi penciptaan kumpulan cerpen tersebut sesuai dengan pandangan teori strukturalisme genetik. Selain dipengaruhi oleh latar belakang pengarang yang berdomisili di Bojonegoro, pihak redaksi Radar Bojonegoro sebagai media publikasi menginginkan cerpencerpen yang dimuat diutamakan yang memiliki kesan lokal/daerah yang kuat sebagai ciri khas Bojonegoro seperti cerpen-cerpen karya SMD tersebut. Hal inilah yang meyakinkan peneliti terhadap isi atau bobot cerpen layak untuk diteliti. Pengarang (SMD) sebagai anggota masyarakat atau subjek sosial dapat dikatakan turut memantau dan mendokumentasikan kondisi sosio-kultural masyarakat Bojonegoro atas kesadaran diri, yang kemudian dipresentasikan melalui perantara pandangan dunia yang terstrukturisasi di dalam karangannya. Sepengetahuan peneliti, di Indonesia, khususnya di Bojonegoro, sastra lokal dan pedalaman cenderung tersisih. Sastra yang dianggap bernuansa terlalu kritis dengan permasalahan sosial sering dikesampingkan, yang mungkin justru menyuarakan fragmentasi sosial yang hebat. Kumpulan cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan ini ditujukan untuk remaja maupun masyarakat umum, seperti tujuan awalnya saat dimuat di media cetak, khususnya yang menuntut buku bacaan kritis namun tetap ringan penyampaiannya. Landasan Teori 1. Pengertian Cerpen Cerpen atau cerita pendek berdasarkan artinya dari terjemahan bahasa Inggris “short story”, dapat dipahami secara etimologi sebagai sebuah cerita yang pendek. Arti kata ‘pendek’ di sini bukanlah pendek halamannya melainkan pendek dalam penceritaan peristiwa pokoknya, penokohannya, maupun latar yang terjadi di dalamnya. Oleh karenanya sering muncul ungkapan bahwa cerita pendek itu adalah cerita yang habis dibaca sekali duduk, yang diartikan bahwa sebuah cerpen dapat dibaca sampai selesai dalam waktu singkat, pada umumnya hanya berkisar dalam hitungan menit. Cerpen, sebagai salah satu produk karya sastra yang dapat dikaji secara ilmiah, yang menurut Jabrohim (Nugroho, 2008) memiliki pengertian sebagai “cerita iksi berbentuk prosa yang singkat, padat, yang unsur-unsur ceritanya terpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas dan keseluruhan cerita memberikan kesan tunggal”. Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa umumnya cerita dalam sebuah cerpen hanyalah memiliki kesan tunggal kepada pembacanya. Sebab, penceritaannya begitu padat dan memusat pada satu peristiwa pokok, tidak seperti novel yang memiliki banyak kesan dikarenakan penceritaan peristiwanya yang memang beragam dan cukup panjang. Sejalan dengan pernyataan Jabrohim, secara lebih singkat cerpen mempunyai pengertian “karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dikisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan” (Kosasih, dkk, 2005: 431). Tentulah cerpen dikatakan hanya mengisahkan sepenggal kehidupan tokohnya, sebab alurnya memang singkat dan padat. Sehingga hanya sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang dapat diceritakan untuk memberikan efek cerita yang tidak mudah dilupakan pembacanya atau memiliki kesan tunggal terhadap pembaca. Catatan panjang dalam Encyclopedia Americana (Munsyi, 2012: 165) menyatakan pengertian cerita pendek atau short story sebagai berikut. SHORT STORY, a literary form, the nature of which is implicit in the word comprasing its name. As a story, it narrates a series of events or a singel incident involving individuals in mental or phsycal activity. Thus, like a iction, it portrays, and its success depens on the immediacy 283
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
achieved between the reader and the subject portrayed. As a short story, however, it cannot effect this immediacy by the means common to the novel, such as leisurely characterization, detailed description, an repetition. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa cerita pendek adalah bentuk sastra yang isinya bersifat tersirat dalam kata sesuai namanya. Sebagai cerita, cerpen menceritakan serangkaian peristiwa atau kejadian tunggal yang melibatkan individu dalam suatu akti itas mental atau isik. Hal ini layaknya iksi yang bersifaat menggambarkan, dan keberhasilannya tergantung pada kedekatan yang tercapai antara pembaca dan subjek yang digambarkan. Sebagai cerita pendek, bagaimanapun itu tidak sama dampak kedekatannya dengan novel secara umum, seperti pengkarakteran yang santai, deskripsi yang terperinci, sebagai bentuk pengulangan. 2. Strukturalisme Genetik Penelitian terhadap kumpulan cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan karya SMD ini merupakan penelitian sosiologi sastra dengan landasan teori strukturalisme genetik Goldmann. Ratna (2003: 2-3) menyatakan secara sederhana bahwa sosiologi sastra adalah penelitian sastra dari sisi ilmu dan humaniora. Dia mengungkapkan kemungkinan 15 de inisi sosiologi sastra, namun hanya lima yang dianggapnya paling mewakili, yaitu (1) pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya; (2) pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya; (3) pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya; (4) sosiologi sastra adalah hubungan dwiarah (dialektik) antara sastra dengan masyarkat; (5) sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdependensi antara sastra dengan masyarakat. Teori strukturalisme genetik dikembangkan Goldmann sebagai penolakan terhadap strukturalisme murni yang mengkaji unsur intrinsik atau struktur dalam karya sebagai fokus utama sehingga melupakan aspek ekstrinsiknya, yang pada kenyataannya memiliki peran besar dalam mempengaruhi penciptaan sebuah karya sastra. Meskipun meneliti pada unsur ekstrinsik karya, strukturalisme genetik tetap meneliti struktur teks sastra, sehingga dapat dilihat hubungan struktur dalam sastra dengan struktur luar sastra. Ratna (2010: 121) menyatakan, “strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang ilsuf dan sosiolog RumaniaPrancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and The Tragedies of Racine, dalam bahasa Prancis terbit kali pertama tahun 1956”. Goldmann memercayai bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang dinamis sebagai produk sejarah yang terus berlangsung di dalam komunitas masyarakat karya sastra yang bersangkutan. Selain mempunyai struktur, karya sastra juga mempunyai arti. Karena itu, untuk memahami arti tersebut dibutukan informasi dari luar karya atau sering disebut unsur ekstrinsik karya sastra yang patut dipertimbangkan dalam analisis strukturalisme genetik adalah berupa data sejarah yang berhubungan dengan karya dan masyarakatnya. Dengan demikian, strukturalisme genetik menggunakan marxisme yang diperdalam dengan teori psikologi struktural dari Piaget. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis dengan landasan teori strukturalisme genetik. Dasar iloso is pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: (a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, (b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, (c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam 284
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
masyarakat, dan (d) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2010: 60). Sedangkan strukturalisme genetik Goldmann secara de initif menganalisis struktur karya sastra dengan menitikberatkan terhadap asal-usulnya, sehingga pendekatan dilakukan dari sisi teks sastra, penulis, dan latar belakang sosial budaya masyarakatnya. Jenis penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, sehingga metode yang digunakan adalah metode kualitatif sebagai prosedur penelitan yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut Semi (Sa’diyah, 2010: 17) penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengikuti proses veri ikasi melalui pengukuran dan analisis yang dikuali ikasikan, menggunakan data yang tidak mengutamakan angka-angka tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Teknik analisis data penelitian ini disesuaikan dengan prinsip-prinsip teknik analisis data berdasarkan teori Strukturalisme Genetik. Sasaran penelitian dengan teori strukturalisme genetik adalah memahami pandangan dunia pengarang tentang masyarakat dalam teks karya sastranya, yang hubungan ketiga hal tersebut menurut Goldmann bersifat homologis. Penelitian ini memfokuskan pada aspek pandangan dunia pengarang yang berkait dengan latar belakangnya serta latar belakang sejarah/peristiwa sosial masyarakatnya. Teknik yang dilakukan adalah teknik dialektika, yaitu mengutamakan makna koheren. Prinsip dasar teknik dialektika adalah terdapatnya pengetahuan tentang fakta-fakta kemanusiaan yang dibuat konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam totalitas. Teknik tersebut mengembangkan dua macam konsep yaitu, “keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan.” Menurut Goldmann (Faruk, 2014b: 79), teknik pelaksanaan metode dialektik sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar bagian. Kedua, ia melakukan pengecekan terhadap model itu dengan mebandingkannya dengan keseluruhan dengan menentukan: (1) sejauh mana setiap unit yang dianalisis tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh; (2) daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi dalam model semula; (3) frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang diperlengkapi dalam model yang sudah dicek itu. Salah satu syarat dalam analisis data adalah data yang dimiliki valid dan reliabel. Untuk itu dalam kegiatan penelitian kualitatif pun dilakukan upaya validasi data dengan jalan pengecekan keabsahan temuan. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dapat dilakukan dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang ditemukan/diperoleh tersebut. Hasil dan Pembahasan 1. Cerpen Mbok Sri, Halaman, dan Dedaun Kering a. Struktur Cerpen Tokoh manusia yang diteliti di dalam cerpen meliputi: Narator (serba tahu), Mbok Sri, ibu, bapak tiri Mbok Sri, dan kedua putra Mbok Sri. Lingkungan alam: alam sebagai warisan sampai mati. Lingkungan sosial: orang menengah kebawah, keluarga, anak-anak, tetangga. Lingkungan kultural: tanah pusaka/warisan, dedaun kering, kayu bakar, tanggul, jalan raya, jembatan, Bengawan Solo, (sejarah) pemberontakan, maghrib (agama Islam), miras dan judi. b. Pandangan Dunia Pengarang Pengarang, sebagai subjek kolektif mengekspresikan pandangan dunianya di dalam cerpen Mbok Sri, Halaman dan Dedaun Kering mewakili komunitas masyarakatnya. Cerpen ini menggambarkan pandangan dunia pengarang mencintai dan mempertahankan tanah pusaka/ kelahiran sampai batas kemampuan diri. Pandangan dunia tragik direpresentasikan melalui 285
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
tokoh Mbok Sri sebagai representasi kelas sosial subordinat yang gigih mempertahankan tanah pusaka miliknya, meskipun, akhirnya dia harus pasrah pada berbagai kondisi yang memaksanya untuk rela kehilangan tanah tersebut. Pada kelas sosial itulah SMD tumbuh dan berkembang yang mempelajari dunia tulis secara otodidak berdasarkan realitas di sekitarnya. c. Sosio-Kultural Zaman SMD, sebagai pengarang dapat menulis cerpen, sebab, terinspirasi oleh suatu peristiwa di masyarakat serta budayanya. Pada masa cerpen dibuat, pengarang terinspirasi oleh pengalaman pribadinya, yakni ibu SMD sendiri. Cerpen tersebut dimuat Radar Bojonegoro pada tanggal 22 April 2010 yang merupakan bulan peringatan Hari Kartini, 21 April. Cerpen berisi kisah perjuangan perempuan (ibu) dalam mempertahankan tanah kelahirannya, yang secara struktural sama dengan perjuangan RA Kartini namun dia memperjuangkan hak-hak wanita, sehingga cerpen cocok dimuat pada bulan tersebut. 2. Cerpen Memaknai Entah Melupakan a. Struktur Cerpen Tokoh manusia yang diteliti dalam cerpen ini meliputi: Narator (Aku), Inem (Layla Ayhan da Costa), Mbah Darmo. Lingkungan alamnya adalah: alam yang bersejarah. Lingkungan sosialnya adalah: orang kampung, kaum muda (cucu-cicit). Kemudian lingkungan kulturalnya adalah: jembatan tua, Bengawan Solo, (sejarah) penjajahan, kereta api, mobil patroli, pedang, bambu runcing, rutinitas seremonial, ziarah. b. Pandangan Dunia Pengarang Struktur karya sastra di atas mengekspresikan pandangan dunia “nasionalis-religius”. Pengarang, melalui pandangan atau ideologi tersebut meyakini bahwa dalam mengenang jasa para pahlawan sebagai bagian sejarah yang menyedihkan sekaligus membanggakan, para ahli waris sejarah hendaknya benar-benar memaknai dengan penghayatan yang tulus, bukan sekadar melakukan rutinitas saja. Hal itu dapat dilakukan dengan “berperilaku” baik pada negeri sendiri, bukan seperti “parasit” yang lambat tapi pasti merusak negeri dari dalam. Salah satu perilaku paling sederhana ialah mendoakan para pejuang bangsa dengan hati yang tulus. c. Sosio-Kultural Zaman Masa pada saat cerpen dibuat, struktur sosial masyarakat Indonesia didominasi oleh perayaan hari kemerdekaan dengan upacara peringatan yang mewah, padahal banyak “anak bangsa” yang menjadi pejabat negara merusak negeri sendiri dengan tindakan korupsi. Sehingga, upacara peringatan terkesan hanya sebagai rutinitas tahunan tanpa penghayatan sesungguhnya dalam keseharian. Cerita dalam cerpen tersebut sesuai dengan bulan penyajian cerpen di harian Radar Bojonegoro pada 26 Agustus 2010, yang masih merupakan bulan kemerdekaan Indonesia. 3. Cerpen Kaleidoskop 2010 a. Struktur Cerpen Struktur cerpen Kaleidoskop 2010 memiliki 12 subjudul sesuai jumlah bulan dalam setahun, yang menceritakan kisah berbeda-beda. Namun, sudut penceritaan hanya terbagi menjadi dua, yakni tokoh manusia Narator (serba tahu) dan tokoh “Aku”. Lingkungan alam cerpen itu adalah: alam yang penuh warna kehidupan. Lingkungan sosialnya adalah: orang kampung, orang kota, orang mati, orang hidup. Lingkungan kulturalnya adalah: (lamaran) pernikahan, wayang kulit, ngepet, dukun beranak, dunia hukum, kerja, mencuri, perahu, judi, TKI, pembunuhan, dan warung kopi.
286
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
b. Pandangan Dunia Pengarang Struktur karya sastra cerpen Kaleidoskop 2010 di atas mengekspresikan pandangan dunia “introspeksi” diri setiap tahun, bahkan setiap hari. Pandangan tersebut ditujukan pada setiap orang, baik itu yang mendapatkan rezeki banyak maupun sedikit, yang berperilaku buruk atau baik sekalipun, yang mendapat pengalaman enak maupun tidak enak, hendaknya melakukan introspeksi diri. Sehingga, tidak hanya sekadar melewatinya begitu saja dan tidak merasakan ternyata tahun telah berganti. Pesta perayaan tahun baru pun menjelma menjadi sebuah tradisi, yang bila tidak merayakannya, terasa tidak meriah. Pesta tersebut cenderung hura-hura yang dipandang berlebihan tanpa dibarengi dengan introspeksi diri atas apa yang telah dikerjakan tahun-tahun sebelumnya. c. Sosio-Kultural Zaman Masa pada saat cerpen dibuat ditujukan untuk dimuat harian Radar Bojonegoro pada 13 Januari 2011 sebagai introspeksi tahun 2010 sebelumnya. Berbagai peristiwa di Bojonegoro banyak terjadi, seperti kecelakann, tindak kriminal, masalah keluarga, penambangan pasir, bunuh diri, dan sebagainya, dirangkum SMD menjadi sebuah cerpen yang dipaparkan sesuai urutan bulan dalam tahun 2010. Kenyataan bahwa kota Bojonegoro juga sering mengadakan perayaan tahun baru seperti kota besar lainnya, memunculkan ide kritis SMD yang diekspresikan melalui karyanya agar masyarakat Bojonegoro tidak hanya merayakannya dengan hura-hura, melainkan dibarengi dengan introspeksi diri. 4. Cerpen Ekspresi Merah Darah a. Struktur Cerpen Tokoh manusia yang diteliti dalam cerpen Ekspresi Merah Darah adalah: Narator (serba tahu), pemuda, dan sosok suara darah pemuda yang dihidupkan pengarang seperti manusia. Lingkungan alam cerpen adalah: alam yang berwarna merah dan biru. Lingkungan sosialnya adalah: kaum perupa (seniman). Lingkungan kultural cerpen adalah: dongeng dengan kenyataan, pameran, lukisan, cerpen, menulis, merah, biru. b. Pandangan Dunia Pengarang Struktur karya cerpen Ekspresi Merah Darah merepresentasikan pandangan dunia “surealis-religius”. Pandangan tersebut meyakini bahwa setiap orang terkadang mengalami pertentangan batin yang membuatnya seperti putus asa dan kehilangan akal dalam menyikapi suatu hal, namun, di sisi lain harus tetap berpegangan pada ajaran Tuhan yang menganugerahkan kemampuan kepada manusia untuk diolah dengan sebaik mungkin, bukan “mengambilnya” sendiri secara paksa. c. Sosio-Kultural Zaman Cerpen Ekspresi Merah Darah yang beraliran surealisme ini mengekspresikan struktur kelas sosial SMD yang juga sebagai seorang perupa. Nama Vincent Willem Van Gogh yang disebutkan dalam cerita sebagai tanda bahwa pengarang yang memiliki nasib serupa tidak ingin berakhir seperti dia. Hal yang serupa yakni sama-sama menderita sakit yang belum juga sembuh. Hal tersebut sejajar dengan struktur sosial masyarakat seniman di Indonesia yang banyak pula menderita sakit namun masih giat berkarya. Beberapa seniman itu diantaranya adalah Pipiet Senja dan Ratna Indraswari Ibrahim yang hampir merasa putus asa karena sakitnya, yang kemudian rasa sakit itu diolah menjadi sebuah tulisan yang menginspirasi banyak orang termasuk SMD. Sebagai perwakilan kelas sosialnya itulah dia tidak ingin berakhir seperti Vang Gogh.
287
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
5. Cerpen Lelaki Candhikala a. Struktur Cerpen Cerpen Lelaki Candhikala memiliki struktur yang terdiri dari tokoh manusia, meliputi: Narator (Aku), Kau, Narator (serba tahu), Narator (patung). SMD menggambarkan pula sosok ayah (pemangku), perawan ayu, dan pemuda. Lingkungan alam cerpen adalah: alam mistis yang empiris. Lingkungan sosialnya adalah: orang tradisional, orang modern, orang miskin, generasi penerus (pemuda). Kemudian lingkungan kulturalnya adalah: tradisi atau mitos Jawa, agama (Islam), dagelan, monumen, kereta api, seragam tempo dulu, alun-alun Bojonegoro. b. Pandangan Dunia Pengarang Struktur karya cerpen Lelaki Candhikala di atas menggambarkan pandangan dunia “transendental” dan “nasionalisme”. Pandangan ini menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian, gaib, atau abstrak seperti mitos orang Jawa tentang candhikala yakni, waktu sore mendekati malam atau saat maghrib, sebutan dalam agama Islam. Melalui pandangan tersebut SMD mengekspresikan rasa nasionalismenya dalam menghormati sejarah melalui simbol patung lelaki misterius yang dapat hidup layaknya manusia pada waktu candhikala tersebut. c. Sosio-Kultural Zaman Pada masa cerpen dibuat, tahun 2012, struktur sosial masyarakat Bojonegoro sedang mengalami degradasi rasa hormat dan menghargai pahlawan yang dalam hal ini diwujudkan melalui monumen patung pahlawan Lettu Suyitno yang dibangun di alun-alun kota Bojonegoro. SMD melihat realita, bahwa saat malam hari tiba, banyak orang mabuk-mabukan yang buang air kecil di pondasi monumen patung tersebut. Selain itu, banyak orang yang berkunjung ke alunalun untuk menikmati liburan atau sekadar bersantai bersama teman yang melihat patung tersebut hanya sebatas hiasan taman tanpa mencoba sedikit tertarik untuk mencari tahu patung siapa itu sebenarnya, meskipun telah dicantumkan pula sebuah catatan di monumen tersebut. Simpulan dan Saran Pandangan Dunia Pengarang dalam Kumpulan Cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan Karya Sarwo M. Djantur secara umum didominasi oleh eskspresi pandangan dunia nasionalisme, humanisme, tradisionalisme, dan religius. Pembaca kumpulan cerpen Mencuri Kisah dari Pembaringan dapat mengambil nilai positif dari pemaparan pandangan dunia dalam setiap cerpen, terlepas dari setuju atau tidak dengan pandangan tersebut. Pembaca juga dapat turut berpikir kritis dalam menanggapi struktur sosial masyarakat yang diekspresikan dalam setiap cerpen, sehingga dapat digunakan sebagai re leksi diri dalam bertindak selama ini.
Daftar Pustaka Djantur, Sarwo M. 2013. Mencuri Kisah dari Pembaringan: Seikat Cerpen. Bojonegoro: Gus Ris Foundation. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Caps. Faruk. 2014a. Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _____. 2014b. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-modernisme (edisi revisi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
288
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (edisi kedua). Jakarta: Penerbit Erlangga. Kosasih, E, dkk. 2005. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia: Ringkasan Materi Lengkap Disertai Contoh Soal-Jawab dan Latihan UNAS. Bandung: CV Pustaka Setia. Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. Lati i, Yulia N. 2012. Alumm Assuwisriyyah Alqatilah Karya Nawal as- sa’dawi dalam Strukturalisme Genetik Goldmann. Jurnal Sosiologi Islam, 2 (1), (online), (http://jsi.uinsby.ac.id/index. php/jsi/article/view/18/15), diakses 29 Oktober 2014. Munsyi, Alif D. 2012. Jadi Penulis? Siapa Takut!: Arahan Mudah Menulis Berita, Puisi, Prosa, dan Drama dalam Bahasa Indonesia yang Pas. Bandung: Kaifa. Nikmah, Khoirin. 2013. Analisis Struktural Genetik dalam Cerpen ‘Ahdu Asy-syaithaan Karya Tau iq Al Hakim. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang, (online), http://karya-ilmiah. um.ac.id/index.php/sastra-arab/article/ view/26311, diakses 21 April 2015.
289