ESENSI, Volume 8 No. 1/2005
Analisis Strategi Saluran Distribusi Produk Lampu “OE” di Jabodetabek Bernard E. Silaban, SE., MM.i dan Warisman, SE.ii
ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara saluran distribusi dengan penjualan Untuk mengetahui jenis salluran distribusi yang paling besar potensi penjualannya. Hasil temuan menunjukkan bahwa strategi penjualan dengan hanya memperhatikan banyaknya outlet atau dengan strategi distribusi secara horizontal saja ternyata belum cukup untuk mendongkrak penjualan sebagaimana diharapkan. Hipotesis awal penelitian ditolak, karena peningkatan atau penurunan total outlet tidak memiliki korelasi positip dan kuat terhadap peningkatan atau penurunan penjualan. Pada sisi lain, strategi distribusi “speading” dan “penetration”, yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penjualan tidak tergantung pada jenis outlet tertentu saja, tetapi bisa ditingkatkan lagi dengan jenis outlet lain.
I. PENDAHULUAN Kebutuhan akan lampu hemat energi terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama selama beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik, dimana terjadi peningkatan pasokan produk rata-rata 73,91 % per tahun. Tahun 2001 sebesar 9.702.306 unit, tahun 2002 sebesar 21.773.505 unit, tahun 2003 sebesar 35.692.438 unit, dan tahun 2004 sebesar 47.773.505 unit. Sayangnya peningkatan kebutuhan ini semuanya dipasok dari barang impor, dimana sekitar 87,6 % merupakan pasokan dari China. Data impor lampu hemat energi secara terperinci tertera di bawah ini:
Data Import Lampu Hemat Energi Tahun 2001 - 2004 ( dalam juta-an unit ) NO Negara 2001 2002 2003 2004 Total % 1 China 7,553 19,346 31,459 42,155 100,513 87.6% 2 Jerman 602 473 340 746 2,161 1.9% 3 Taiwan 536 476 50 2 1,064 0.9% 4 Hong Kong 177 328 141 973 1,619 1.4% 5 USA 15 241 3,004 4 3,264 2.8% 6 Jepang 87 170 98 11 366 0.3% 7 Korea 104 129 100 2,907 3,240 2.8% 8 Singapura 202 224 32 16 474 0.4% 9 Italia 210 101 75 0 386 0.3% 10 Thailand 12 37 33 550 632 0.6% 11 Negara Lainnya 205 36 361 409 1,011 0.9% 13 Total 9,703 21,561 35,693 47,773 114,730 100.0% (Sumber: BPS, 2001 – 2004, HS 85 39 31 900, SITC 77822190). i ii
Bernard E. Silaban, SE, MM. Lektor pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nusantara Warisman, SE, MM. Seorang praktisi bisnis tinggal di Jakarta.
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 84
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Tetapi dari data survei yang didapat Asosiasi Perlampuan Indonesia (Aperlindo) pada tahun 2002, jumlah lampu hemat energi yang beredar di pasaran jauh lebih besar lagi. Di pasaran banyak ditemukan barang illegal atau yang dipalsukan karena barang tersebut tidak disertai stiker atau sertifikat SNI 04.6504.2001 atau NPB dari Deperindag atau Bea Cukai. Kenaikan permintaan lampu hemat energi disebabkan oleh 3 (tiga) hal, pertama karena adanya kenaikkan TDL (Tarif Dasar Listrik), kedua karena kampanye hemat energi listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan pemerintah, serta terakhir karena dipromosikan oleh produsennya dan hasilnya masyarakat banyak yang berusaha menghemat penggunaan listrik dengan menggunakan lampu hemat listrik. Jumlah lampu hemat energi yang ada di pasaran saat ini lebih dari 80 merek, dimana ada yang sudah bersertifikat SNI 04.6504.2001, bersertifikat NPB dan bergaransi, tetapi ada juga yang belum. Beberapa merek yang menonjol antara lain: 1. Philips, merek ini dipasarkan oleh PT Philips Ralin Elektronik. 2. Chiyoda, merek ini dipasarkan oleh PT Sinar Angkasa Rungkut.. 3. Visicom, merek ini dipasarkan oleh PT Gunawan Elektrindo. 4. Osram Emax, merek ini dipasarkan oleh PT Osram Indonesia. 5. Sinyoku, dipasarkan oleh PT Pumaco 6. Merek yang lain: Fujilight, Focus, Hitachi, Luwi, Leuch’tech, Surya, Natonal/ Panasonic, Shukaku, dan lain-lain. Produk Osram Emax (OE) merupakan salah satu produk lampu hemat energi yang dikembangkan oleh PT Osram Indonesia melihat potensi pasar yang bisa dikembangkan sangat besar. Merek ini diharapkan bisa merperkuat atau bahkan menggantikan kontribusi lampu hemat energi yang sudah diluncurkan terlebih dahulu, serta dengan merek ini PT Osram Indonesia bisa meraih pangsa pasar lampu hemat energi yang lebih besar dari yang sudah dicapai saat ini. Distributor tunggal yang dipilih adalah PT Intermas Tata Trading (selanjutnya disebut dengan PT Intermas), sebuah distributor independen papan atas berskala nasional yang telah beroperasi lebih dari 10 tahun Masalah yang dihadapi adalah perkembangan hasil penjualan yang terjadi belum sesuai dengan yang diharapkan setelah produk tersebut diluncurkan sejak tahun 2002. Strategi pemilihan saluran distribusi mencakup apakah jumlah saluran distribusi saat ini sudah cukup atau belum. Kalau belum cukup, berapa lagi yang harus ditambah. Selain itu juga harus diketahui jenis outlet atau saluran distribusi mana yang potensial untuk dipilih dan yang paling besar pengaruhnya terhadap penjualan kepada konsumen akhir. Berdasarkan pada permasalahan yang sedang dihadapi serta bagaimana solusinya, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis strategi saluran distribusi produk OE di Jabodetabek “. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan hanya pada saluran distribusi dari distributor PT Intermas Jakarta kepada saluran distribusi Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 85
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 dibawahnya yang ada di area Jabodetabek. Penelitian ini hanya dilakukan di area Jabodetabek karena data-data yang bisa didapatkan hanya untuk area tersebut. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka permasalahan dan sekaligus tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah jumlah saluran distribusi berkorelasi positip dengan peningkatan penjualan? 2. Saluran distribusi seperti apa yang paling besar potensi penjualannya? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui korelasi antara saluran distribusi dengan penjualan. 2. Untuk mengetahui jenis salluran distribusi yang paling besar potensi penjualannya. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini, yaitu: 1. Bagi PT Osram Indonesia sebagai produsen dan Bagi PT Intermas Tata Trading sebagai distributor resmi, menjadi bahan masukan untuk menyusun strategi saluran distribusi agar penjualan Osram Emax bisa meningkat. 2. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan tambahan informasi tentang selukbeluk distribusi produk lampu sampai kepada konsumen di area Jabodetabek. Selain itu untuk memberi masukan agar penelitian selanjutnya bisa mendapatkan hasil yang lebih mendalam lagi.
II. LANDASAN TEORI Pemasaran Pemasaran (marketing) is societal process by which individuals and groups obtain what they needs and wants through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others. Atau sebagaimana didefinisikan oleh The American Marketing Association, marketing is the process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational goals (Philip Kotler, 2000, page 9). Agar pemasaran berjalan sesuai dengan harapan maka diperlukan cara untuk mengaturnya yang disebut manajemen pemasaran. Manajemen pemasaran adalah analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dengan maksud untuk mencapai sasaran organisasi (Philip Kotler dan Gary Armstrong, 1995, hal. 16). Kegiatan pemasaran yang dijalankan perusahaan merupakan kegiatan kolektif yang melibatkan banyak organisasi lainnya, dimana kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memaksimumkan konsumsi, memaksimumkan kepuasan konsumen, memaksimumkan pilihan, dan memaksimumkan mutu hidup (Philip Kotler dan Gary Armstrong, 1995, hal. 25). Sehingga proses pemasaran suatu produk kepada konsumen sasaran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari internal perusahaan yang meliputi produk itu sendiri, harga, promosi, dan distribusi, maupun faktor eksternal perusahaan yang meliputi Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 86
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro meliputi lingkungan yang dekat dan berhubungan langsung dengan perusahaan tersebut, yaitu pemasok, saluran pemasaran, pelanggan, pesaing, dan publik atau pelanggan. Sedangkan lingkungan makro meliputi lingkungan yang lebih luas dan tidak berhubungan langsung dengan perusahaan tersebut, yaitu demografi, ekonomi, alam, tehnologi, politik, dan kultural (Philip Kotler dan Gary Armstrong, 1995, hal. 110). Kempat faktor internal perusahaan semuanya bisa diolah dan dikendalikan dalam proses pemasaran oleh perusahaan bersangkutan, strategi untuk mengolah keempat faktor secara bersama-sama disebut bauran pemasaran atau marketing mix (Philip Kotler dan Gary Armstrong, 1995, hal. 74). Kegiatan distribusi dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu saluran distribusi yang terdiri dari grosir dan pengecer, dan logistik distribusi (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal 724). Produk, harga, promosi, dan distribusi terdiri dari beberapa atribut yang menyertainya. Atribut produk meliputi product variety, quality, design, features, brand name, packaging, sizes, services, warranties, and returns. Atribut harga meliputi list price, discount, allowances, payment period, and credit terms. Atribut promosi meliputi sales promotion, advertising, sales force, public relations, and direct marketing. Dan atribut distribusi meliputi channels, coverage, assortment, locations, inventory, and transport (Philip Kotler, 2000, page 16). Logistik Distribusi Logistik distribusi atau distribusi fisik bertugas mengkoordinasikan aktivitas produsen, agen pembelian, anggota distribusi, dan pelanggan, yang meliputi perencanaan, penerapan, dan pengendalian arus bahan dan produk akhir dari titik asal ke titik penggunaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan laba ( Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 761 ). Arus pasokan barang dapat digambarkan dengan alur sebagai berikut; Pemasok Pengadaan Manufaktur dan Distribusi Fisik Saluran Distribusi Pelanggan Akhir. Total biaya yang dikeluarkan oleh produsen untuk logistik distribusi sangat besar dan bisa mencapai 30 % sampai 40 % dari biaya produk yang dipasarkan, padahal biaya iklan biasanya kurang dari 3 % dari penjualannya. Bila biaya logistik distribusi bisa dikurangi, maka memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan laba margin lebih tinggi atau menjual produk tersebut kepada konsumen dengan harga lebih murah. Unsur utama biaya distribusi meliputi pengangkutan sebesar 37 %, penyimpanan persediaan sebesar 22 %, pergudangan sebesar 21 %, dan pemrosesan pesanan, pelayanan pelanggan, serta administrasi distribusi sebesar 20 % dari total biaya distribusi fisik ( Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal 762). Biaya logistik distribusi bisa dihitung dengan rumus, M = T + FW + VW + S (Philip Kotler, 2000, hal.555). Dimana M adalah total biaya logistik distribusi, T adalah biaya pengangkutan, FW adalah biaya tetap pergudangan, VW adalah biaya variabel pergudangan (termasuk persediaan), dan S adalah biaya total kehilangan penjualan karena penundaan pengiriman rata-rata. Saluran Distribusi Saluran distribusi atau organizations invoved
marketing
channels
are
sets
of
interdependent
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 87
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 in the process of making a product or serviced available for use or consumptions (Philip Kotler, 2000, page 505). Tingkatan saluran distribusi dapat dilihat pada gambar dibawah ini. (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 684): a.Tanpa Distributor. Produsen1 Konsumen1, Produsen1 Konsumen2, Produsen1 Konsumen3, Produsen2 Konsumen1, Produsen2 Konsumen2, Produsen2 Konsumen3, Produsen3 Konsumen1, Produsen2 Konsumen2, Produsen3 Konsumen3. Jadi bisa dilihat, apabila hanya ada 3 (tiga) produsen dan 3 (tiga) konsumen saja, maka akan terjadi 9 (sembilan) kontak. b.Dengan Distributor. Produsen1 Distributor, Produsen2 Distributor, Produsen3 Distributor, Distributor Konsumen1, Distributor Konsumen2, Distributor Konsumen3. Apabila ada 3 ( tiga ) produesn dan 3 ( tiga ) konsumen, dengan adanya distributor, maka hanya ada 6 ( enam ) kontak. Pemilihan tingkat saluran distribusi sangat tergantung pada produk yang dipasarkan, yaitu barang konsumsi atau barang industri. Barang konsumsi adalah barang yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi, sedangkan barang industri adalah barang yang dibeli oleh individu atau organisasi untuk diolah lebih lanjut atau digunakan dalam menjalankan suatu bisnis (Philip Kotler dan Gary Armstrong, 1995, hal. 449). Tingkat saluran distribusi yang digunakan bisa digambarkan seperti di bawah ini: a.Barang Konsumsi 1. Tingkat Nol : Produsen Konsumen Akhir 2. Tingkat Satu : Produsen Pengecer Konsumen Akhir 3. Tingkat Dua : Produsen Grosir Pengecer Konsumen Akhir 4. Tingkat Tiga : Produsen Grosir1 Grosir2 Pengecer Konsumen Akhir, dan seterusnya. b.Barang Industri 1. Tingkat Nol : Produsen Konsumen Industri 2. Tingakt Satu : Produsen Distributor Industri Konsumen Industri 3. Tingkat Dua : Produsen Perwakilan Produsen Distributor Industri Konsumen Industri Saluran distribusi untuk barang industri biasanya hanya sampai tingkat dua saja (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 687), karena sifat barang industri yang perlu penjelasan teknis yang lebih detail dalam penjualannya dan konsumennya sangat terbatas. Sedangkan barang konsumsi, biasanya saluran distribusi yang digunakan lebih dari dua tingkatan. Hal ini disebabkan barang tersebut lebih mudah dipahami dan konsumennya harus lebih banyak atau menyebar lokasi dan jenis pasarnya. Tipe Saluran Distribusi Setelah tingkat saluran distribusi ditetapkan, maka produsen juga harus menetapkan pada Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 88
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 tipe saluran distribusi apa produknya akan dijual. Tipe saluran distribusi dibedakan menjadi dua, yaitu grosir dan pedagang eceran atau pengecer atau retiler. Grosir adalah semua kegiatan penjualan barang dan jasa pada orangorang yang membelinya untuk dijual kembali atau untuk penggunaan bisnis (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 748). Beberapa sifat grosir adalah kurang memperhatikan promosi, kurang memperhatikan lingkungan atau lokasi karena tidak melayani transaksi dengan konsumen akhir, transaksinya lebih besar dibandingkan pedagang eceran, dan cakupan areanya lebih luas dibandingkan pengecer. Sedangkan pengecer atau pedagang eceran adalah semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan untuk kegiatan bisnis (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 724). Langkah terakhir yang dilakukan oleh produsen adalah menentukan berapa jumlah pada tiap saluran distribusi yang akan digunakan untuk menjual produknya. Ada 3 (tiga) strategi yang bisa dipakai untuk kegiatan pemilihan ini (Indryo Gitosudarmo, 1999, hal. 255). a.
Distribusi Eksklusif, strategi ini dilakukan oleh perusahaan dengan cara menyalurkan barangnya pada saluran distribusi yang sangat terbatas jumlahnya. Umumnya hanya satu penyalur tunggal untuk suatu wilayah tertentu dan saluran distribusi yang ditunjuk tidak boleh menjual merek produk yang lain. Contoh, hanya ada satu penyalur mobil BMW atau Mercedes Benz di daerah Yogyakarta. Strategi ini biasanya efektif untuk memasarkan barang mewah atau barang industri yang bersifat khusus.
b.
Distribusi Selektif, yaitu strategi yang umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan dengan cara menyalurkan barang yang dipasarkan pada beberapa penyalur saja yang dipilih secara selektif sehingga tidak semua orang atau perusahaan dapat menjadi penyalur. Strategi ini biasanya efektif untuk memasarkan barang konsumsi jenis barang shopping atau barang specialty. Contoh, komputer merek tertentu di wilayah tertentu hanya dijual oleh beberap penyalur saja.
c.
Distribusi Intensif, adalah strategi yang dijalankan dengan cara menyalurkan barang yang dipasarkan seluas-luasnya agar dapat menyebar ke banyak tempat sehingga dapat menjangkau ke semua lokasi konsumen sasaran. Saluran distribusi yang digunakan sangat banyak dan ada beberapa tingkatan. Barang-barang yang distribusikan dengan strategi ini biasanya adalah barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti beras, korek api, sabun, dan sebagainya.
Kesalahan dalam memilih saluran distribusi akan berakibat merusak kinerja perusahaan untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang untuk jangka pendek akan menguntungkan perusahaan tersebut. Pengalihan dari distribusi eksklusif menjadi distribusi intensif dalam jangka pendek memang akan memperbesar penjualan, tetapi untuk jangka panjang bisa merusak kinerja produk yang dijual. Citra merek produk akan menurun yang mengakibatkan penurunan harga atau barang rusak serta kadaluwarsa karena tidak terjual di saluran distribusi yang dipilih. Penjualan dan Saluran Distribusi Ada beberapa strategi yang bisa dijalankan oleh distributor untuk meningkatkan penjualan ke saluran distribusi di bawahnya, yaitu strategi penjualan vertikal dan horizontal (Force One Materi Training Diamond Selling Power, 2003, hal. 6). Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 89
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 d.
Peningkatan Penjualan Vertikal, dengan cara mengelola secara maksimal outlet atau saluran distribusi yang sudah dimiliki saat ini tanpa menambah outlet baru. Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah: meningkatkan total penjualan pada masing-masing outlet, meningkatkan jumlah produk yang dijual pada tiap faktur penjualan, meningkatkan nilai rupiah penjualan pada transaksi penjualan, dan meningkatkan frekuensi pemesanan.
e.
Peningkatan Penjualan Horisontal, dengan cara menambah jumlah outlet atau saluran distribusi baru dari yang sudah dimiliki saat ini. Langkah yang dapat dilakukan adalah: menambah kategori atau jenis saluran distribusi dari yang sudah ada, meningkatkan jumlah saluran distribusi pada kategori atau jenis tertentu yang sudah dimiliki, meningkatkan jumlah saluran distribusi yang aktif atau yang selalu bertransaksi, dan meningkatkan efektivitas waktu kunjungan salesman di saluran distribusi.
Selain kedua strategi di atas, peningkatan penjualan di saluran distribusi juga bisa dilakukan dengan cara: spreading, coverage, dan penetration, istilah tersebut disingkat dengan strategi S C P (Mindiarto Djugoraharjo, 2004, hal. 1). Ketiga strategi tersebut dapat dijelaskan, f.
Spreading, yaitu strategi peningkatan penjualan dengan cara menambah area baru dari yang sudah dikelola saat ini. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah menambah area baru, menambah tenaga penjual, menambah kantor cabang, mengubah route kunjungan tenaga penjual atau pengiriman, penambahan modal kerja, intensifikasi penagihan, dan pemberdayaan sumber daya manusia.
g.
Coverage, adalah strategi peningkatan penjualan dengan cara pencakupan kunjungan saluran distribusi lebih rapat lagi di suatu wialayah yang menjadi tanggung jawabnya. Cara-cara yang bisa dilakukan yaitu, memperbaiki waktu kunjungan salesman, mengoptimalkan jadual kunjungan salesman, mengoptimalkan prosedur kunjungan salesman, mengoptimalkan durasi kunjungan salesman, membuat stop call ratio, mengoptimalkan tatap muka dengan pelanggan, dan mengoptimalkan kepuasan pelanggan atau pelaksana.
h.
Penetration, adalah strategi peningkatan penjualan dengan cara menambah kategori atau jenis saluran distribusi baru yang saat ini belum dimiliki. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menambah kategori salesman atau pelanggan yang ada, yaitu ada 6 (enam) jenis saluran distribusi yang bisa dioptimalkan, 86 (delapan puluh enam) segmen pelanggan, dan 10 segmen salesman.
Pengelolaan Tenaga Penjual Tenaga penjual (sales force) adalah bagian dari program promosi, dimana mereka berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dengan pelanggan yang bertugas memberi pendidikan kepada pembeli, negoisasi, dan melakukan tahap penutupan penjualan (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 893). Secara spesifik tugas seorang tenaga penjual adalah salah satu atau lebih dari beberapa hal berikut ini yaitu: mencari calon pelanggan baru, menetapkan sasaran pelanggan, mengkomunikasikan produk atau layanan perusahaan kepada pelanggan, melayani pelanggan (bantuan, pengiriman, dll), mengumpulkan informasi pasar, dan mengalokasikan penjualan produk perusahaan. (Philip Kotler dan AB Susanto, 2001, hal. 894).
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 90
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan disini adalah peneliyian deskriptif dengan studi kasus. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui riset lapangan yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara ke pihak-pihak terkait, serta melalui riset kepustakaan yaitu dengan melakukan kajian teori– teori yang relevan dengan permasalahan penelitian termasuk mengumpulkan, menganalisis data dan/atau dokumen yang dimiliki oleh perusahaan.
IV. DATA, ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN PT Osram Indonesia PT Osram Indonesia merupakan cabang dari salah satu produsen lampu tiga besar dunia, Osram GmbH, yang berpusat di Munich Jerman. Pada tahun 1998/1999 Osram GmbH mempekerjakan lebih dari 30.000 karyawan di seluruh dunia, men-supply pelanggan lebih dari 140 negara, dan berproduksi di 52 tempat di 18 negara. Sedangkan Osram GmbH sendiri adalah salah satu anak perusahaan Siemens AG, sebuah perusahaan yang telah dikenal sebagai produsen lampu pijar, lampu halogen, lampu hemat energi (kapsul), lampu profesional (industri), lampu TL, sampai lampu mobil. Selain itu juga dikenal sebagai produsen photo/optical lighting, electronic control system, dan component. Pemasaran produk osram di Indonesia dimulai pada tahun 1997 oleh Siemens AG melalui Osram GmbH dengan cara membangun pabrik di daerah Tangerang bersama investor lokal. Osram GmbH membentuk PT Osram Indonesia dengan saham yang dimiliki sebesar 98 % dan 2 % sisanya milik mitra lokal. Total karyawan PT Osram Indonesia pada tahun 2000 sebesar 1.800 orang yang terdiri dari bagian produksi sampai bagian pemasaran, yang berpusat di lokasi pabriknya di Jl. Siliwangi KM 1 Desa Keroncong, Jatiuwung, Tangerang–Banten. Mengingat permintaan lampu di Indonesia yang besar, maka untuk memperlancar program pemasaran dan memudahkan akses ke pelanggan akhir dibentuk beberapa cabang di beberapa kota di Indonesia yaitu, Kantor Cabang Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makasar, dan Medan Produk Osram yang dijual di Indonesia sangat banyak jumlahnya dan variasinya lebih dari 300 jenis. Secara garis besar produk PT Osram Indonesia dikelompokkan menjadi 6 (enam) kelompok, yaitu lampu pijar, lampu tungsten halogen, lampu fluoresensi, lampu kompak fluoresensi, lampu discharge, dan lampu khusus. Distributor PT Osram Indonesia di area Jabodetabek yang menjadi objek penelitian ini adalah PT Intermas Tata Trading. PT Intermas Tata Trading Jakarta PT Intermas Tata Trading didirikan oleh PT Nusantara Suryamukti dan PT Marketama Intertata pada bulan Juni 1993 di Jakarta. Saat ini jumlah pelanggan yang dimiliki lebih dari 55.500 outlet yang tersebar di 16 cabang di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Salah satu cabang terbesarnya adalah cabang Jakarta yang membawahi area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya (biasa disebut dengan area Jabodetabek) yang jumlah outletnya sekitar 7.400 outlet (Sumber: Data internal PT Intermas Jakarta, bulan Mei 2005). Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 91
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Total outlet yang dimiliki dikelompokkan menjadi 10 jenis, yaitu: hypermarket, supermarket, minimarket, whole seller, retailer, toko listrik, toko bangunan, toko kosmetik, bakery, dan others. Jenis outlet others adalah selain ke sembilan jenis outlet di atas yang meliputi: koperasi, karyawan, pembeli perorangan, dan beberapa jenis pembeli yang lain. Dari kesepuluh jenis outlet atau saluran distribusi tersebut, toko kosmetik dan bakery tidak pernah menjual Osram Emax kepada konsumen lain, sehingga jenis ini penulis kelompokkan ke jenis others dalam pembahasan selanjutnya. Untuk memperlancar dan mengoptimalkan semua produk yang dijual, PT Intermas Jakarta didukung oleh 353 karyawan yang terdiri dari 92 tenaga penjual dan 261 tenaga operasional atau tim supporting. Fasilitas yang dimiliki adalah sarana penyimpanan dan penampungan barang yang kapasitas menampungannya sampai 7.500 m2, serta 90 truk untuk pengiriman ke pelanggan. Tenaga penjual PT Intermas Jakarta dibagi kedalam 3 (tiga) area, yaitu area Jabodetabek yang mencakup wilayah semua kota di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Karawang, area Tangerang yang mencakup semua wilayah propinsi Banten, dan area Bogor yang mencakup wilayah Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Strategi Pemasaran Produk OE yang dipasarkan oleh PT Osram Indonesia sejak tahun 2002 menggunakan strategi pemasaran yang mencakup 4 (empat) hal, yaitu: 1. Harga, harga jual ke konsumen termasuk pada golongan produk yang harganya menengah, yaitu produk dijual dengan harga berada diantara produk harga tinggi dan produk dengan harga jual rendah. 2.Produk, dibuat dengan kualitas tinggi. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sertifikat SNI 04.6504.2001, NPB, dan garansi pemakaian yang diberikan kepada konsumen selama minimal 1 (satu) tahun. 2. Promosi, aktivitas yang dilakukan lebih banyak bersifat “below the line“, antara lain berupa: leaflet di supermarket, sewa pajangan di toko, personal selling oleh SPG (sales promotion girl), pemberian gift kepada konsumen, dan pemberian bonus kepada pedagang yang membeli pada jumlah tertentu. 3. Kebijakan distribusi yang diterapkan adalah melalui distributor tunggal yang punya area jangkauan secara nasional dan outletnya banyak serta bervariasi. Produk OE hanya dijual distributor tersebut. Saluran Distribusi OE Untuk memasarkan produk OE di area Jabodetabek, PT Intermas Jakarta menyalurkan lagi produk tersebut kepada saluran distribusi dibawahnya. Saluran distribusi yang dipakai telah disepakati antara PT Osram Jakarta dengan PT Intermas Jakarta, yaitu hipermarket, supermarket, minimarket, wholeseller, retiler, toko listrik, toko bangunan, dan others. 1. Hipermarket, adalah pedagang eceran yang ditandai oleh ciri-ciri ; menyediakan segala macam keperluan rumah tangga ( bahan pangan, sandang, peralatan elektronik, dan lain-lain ), swalayan, umumnya memiliki mesin kasir lebih dari 15 buah, dan luas toko di atas 3.000 m2. Contoh, Carrefour, Giant, Makro, dan Hypermart. 2. Supermarket, adalah pedagang eceran yang ditandai oleh cirri-ciri: menyediakan bahan pangan dan beberapa keperluan rumah tangga, swalayan, jumlah mesin kasirnya antara 5 buah sampai 15 buah, dan luas Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 92
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 toko antara 300 m2 sampai 3.000 m2. Contoh, Matahri, Hero, Lion Superindo, dan Alfa. 3. Minimarket, adalah pedagang eceran yang mempunyai beberapa tanda: menyediakan beberapa bahan makanan dan keperluan rumah tangga, mempunyai mesin kasir yang jumlahnya antara 1 buah sampai 5 buah, dan luas tokonya kurang dari 300 m2. Contoh, Indomaret dan Alfamart. 4. Wholesaler, adalah bukan pedagang eceran tetapi grosir, karena outlet ini tidak langsung menjual produknya kepada pemakai akhir. Beberapa ciri-ciri outlet ini adalah : menjual bahan makanan dan keperluan rumah tangga, menjual lagi produk yang dibelinya kepada pedagang eceran ( umumnya retailer ) baik aktif maupun pasif, tidak mempunyai mesin kasir, dan umumnya dikelola oleh sebuah keluarga. Contoh, sebagian outlet di daerah Pasar Pagi Mangga Dua atau Glodok. 5. Retailer, adalah pedagang eceran yang biasanya mempunyai ciri-ciri seperti : menjual beberapa bahan makanan dan keperluan rumah tangga, tidak mempunyai mesin kasir, volume pembeliannya lebih kecil dibandingkan wholesaler, dan umumnya dikelola oleh sebuah keluarga. 6. Toko Listrik, adalah pedagang eceran atau grosir yang khusus menjual peralatan listrik dari kabel, stop kontak, lampu, dan sebagainya. Contohnya adalah toko yang ada di kawasan pasar Kenari Jakarta Pusat. 7. Toko Bangunan, adalah pedagang eceran yang khusus menjual peralatan atau perlengkapan bangunan, seperti pasir, cangkul, besi, cat, dan sebagainya. Toko ini biasanya terletak di dalam kawasan perumahan dan di daerah perkampunga. 8. Others, adalah outlet produk OE yang pernah membeli kepada PT Intermas Jakarta tetapi tidak rutin, hanya dipakai untuk keperluan sendiri atau anggotanya, dan tidak menjual lagi produk yang dibelinya kepada konsumen secra luas. Data penjualan produk lampu OE didapat dari distributor tunggal untuk area Jabodetabek, yaitu PT Intermas Jakarta. Data tersebut terdiri dari jumlah outlet yang membeli OE yang terdiri dari hypermarket, supermarket, minimarket, wholesaler, retailer, toko listrik, toko bangunan, dan others, selama 15 (lima belas) bulan, mulai dari bulan Januari 2004 sampai dengan bulan Maret 2005. Jenis outlet others adalah jenis pembeli selain dari ketujuh jenis outlet. Data yang didapat adalah data penjualan bersih hasil penjualan yang dilakukan oleh para salesman setiap hari yang terus dikumpulkan sampai sebulan melalui komputer dengan program IBA (Inteligence Business Analyses). Data penjualan selama 15 (lima belas) bulan pada tahun 2004-2005 adalah seperti di bawah ini: Tabel 4.1 Data Penjualan OE per unit selama 15 bulan Hyper M
Bulan
Januari 2004
Sup er M
6
Mini M
who le S
reta iler
23
65
42
Tk
Tk
Listr ik
Ba ng una n
Oth ers
83
92
3
Tot al out let 32
Penjualan
346
36351
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 93
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Februar i 2004
1
27
46
32
62
13 0
15
30
343
52316
Maret 2004
5
31
46
29
53
10 8
13
28
313
56789
April 2004
2
26
61
28
62
94
12
27
312
44322
Mei 2004
5
23
67
28
62
10 0
18
29
332
35234
Juni 2004
7
29
64
28
71
11 7
12
33
361
50722
Juli 2004
6
32
65
41
77
11 0
15
52
398
50777
Agustus 2004
5
36
51
39
57
12 0
14
46
368
37395
Septem ber 2004
6
29
50
24
56
10 6
14
34
316
27786
Oktober 2004
6
25
45
21
40
11 0
14
43
304
28972
Novem ber 2004
5
26
48
33
60
87
16
27
301
20421
Desemb er 2004
6
27
78
44
95
13 7
21
35
443
34709
Januari 2005
6
23
54
42
71
13 7
19
32
384
72709
Februar i 2005
7
25
54
45
63
15 4
19
34
401
45944
Maret 2005
7
25
62
29
81
18 8
25
35
452
22797
( Sumber : Data internal PT Intermas Jakarta, setelah diolah ) Analisa Jumlah Outlet dan Tingkat Penjualan Dari data penjualan tabel 4.1, apabila total outlet yang membeli yang terdiri dari 8 (delapan) jenis outlet dibandingkan dengan total penjualan pada periode waktu yang sama dan dibuat dalam suatu grafik seperti pada gambar grafik 4.1 di bawah ini:
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 94
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Grafik 4.1 Total outlet terhadap penjualan produk Osram
Dari gambar 4.1 kelihatan bahwa kesenjangan atau gap antara total outlet yang membeli lampu OE dengan penjualannya dari bulan ke bulan tidak sama atau tidak sejajar. Pada bulan Februari 2004 sampai April 2004 kesenjangannya terlihat lebar, tetapi pada bulan November 2004 sampai Januari 2005 kesenjangannya terlihat sangat smpit. Dari pengamatan secara sederhana tersebut bisa disimpulkan bahwa peningkatan atau penuruan total outlet yang membeli produk OE tidak selalu disertai atau sejajar dengan peningkatan atau penurunan penjualannya. Untuk menguji dan memastikan pendapat ini, penulis memakai alat uji korelasi Pearson. Dengan alat uji ini hubungan antara dua variabel, yaitu variabel penjualan (dependent) dan variabel bebas total outlet (independent). Dengan bantuan program SPSS, hubungan antara total outlet dengan penjualan didapat pada beberapa tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Correlations antara total outlet terhadap penjualan
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Penjualan
TotalOutlet
Penjualan
1.000
.075
TotalOutlet
.075
1.000
Penjualan
.
.395
TotalOutlet
.395
.
Penjualan
15
15
TotalOutlet
15
15
Dengan Pearson Correlations (r) terlihat bahwa hubungan yang terjadi antara total outlet dengan penjualan besarnya 0.075 atau 7,5 %, artinya hubungan tersebut sangat lemah. Hal ini diperkuat dengan signifikansi yang besarnya 0,395, dimana angka jauh lebih besar dibanding dengan signifikansi tabel yang besarnya hanya 0,05. Hali ini berarti tidak ada hubungan antara jumlah outlet dengan tingkat penjualan. Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 95
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Pengaruh kedua variabel yang digunakan bisa dilihat pada tabel 4.3, dimana rsquare atau koefisien determinasinya adalah 0,006 atau 0,6 %, artinya total outlet hanya mampu mempengaruhi atau menjelaskan penjualan sebesar 0,6 % saja, sedang 99,4 % lagi dipengaruhi oleh faktor selain total outlet. Table 4.3 Model Summary (b) Mo del
R
R Square
Adjusted Square
1
.075(a)
.006
-.071
a Predictors: (Constant), Total Outlet
R
Std. Error Estimate
of
the
14607.384 b Dependent Variable: Penjualan
Tabel 4.4 Casewise Diagnostics (a) Case Numbe r
Bulan
Std. Residual
Penjuala n
Predicted Value
Residual
1
1
-.310
36351
40883.42
-4532.420
2
2
.787
52316
40818.32
11497.679
3
1
-.310
36351
40883.42
-4532.420
4
2
.787
52316
40818.32
11497.679
5
3
1.138
56789
40167.34
16621.663
6
4
.286
44322
40145.64
4176.363
7
5
-.366
35234
40579.63
-5345.627
8
6
.651
50722
41208.91
9513.088
9
7
.600
50777
42011.79
8765.207
10
8
-.271
37395
41360.81
-3965.808
11
9
-.852
27786
40232.44
12446.435
12
10
-.753
28972
39972.04
11000.041
13
11
-1.334
20421
39906.94
19485.943
14
12
-.567
34709
42988.27
-8279.270
15
13
2.122
72709
41708.00
31001.000
a Dependent Variable: Penjualan Model persamaan regresi yang mewakili data di atas, hanya mampu merperkirakan hasil peramalan penjualan dengan nilai antara 39.906,94 sampai 43.183,57 saja. Padahal hasil sesungguhnya yang jauh lebih besar atau lebih kecil dari nilai tersebut.
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 96
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Analisa Jumlah Per Jenis Outlet Terhadap Penjualan Penulis mencoba untuk menganalisa hasil penelitian dengan persamaan regresi berganda. Variabel yang digunakan adalah besarnya pembeli dari tiap-tiap jenis outlet terhadap penjualan lampu OE di area Jabodetabek yang terdiri dari outlet: hypermarket (hyperm), supermarket (superm), minimarket (minim), wholesaler (wholes), pedagang kelontong (retailer), toko listrik (tlistrik ), toko bangunan (tbangunan), dan selain ketujuh outlet tersebut (others). Penjualan OE yang didapat dari kedelapan jenis outlet pembeli selama15 (lima belas) bulan, mulai dari Januari 2004 sampai Maret 2005. Apabila dibuat grafik akan tampak pada grafik 4.2. Grafik 4.2 secara sederhana dapat menjelaskan bahwa ada kesenjangan yang sama antara sebagian jenis outlet yang membeli OE dengan besarnya penjualan. Jenis outlet yang terlihat sejajar dengan penjualan adalah minimarket, wholesaler, retailer, dan toko listrik. Secara sederhana grafik 4.2 dapat menjelaskan bahwa dengan kenaikan jenis outlet tersebut maka penjualannya juga akan meningkat. Untuk memastikan apakah pendapat ini benar dan berapa besar hubungannya, maka penulis mengujinya dengan alat bantu program SPSS. Grafik 4.2 Pembeli Osram Emax per Jenis Outlet terhadap Penjualan
Pertama kali penulis ingin mengetahui berapa rata-rata per bulan penjualan yang terjadi, kemudian juga ingin mengetahui berapa rata-rata tiap jenis outlet yang membeli. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5, dimana penjualan per bulan rata-rata 41.149,60 unit. Jenis outlet yang paling membeli adalah toko listrik dengan jumlah rata-rata 119 outlet, dan yang sedikit adalah hypermarket dengan jumlah rata-rata 5 utlet saja, kemudian toko bangunan dengan jumlah 15 outlet. Tabel 4.5 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
Penjualan
41149.60
14115.885
15
HyperM
5.33
1.718
15
SuperM
27.13
3.701
15
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 97
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 MiniM
57.07
9.743
15
WholeS
33.67
7.807
15
Retailer
66.20
13.744
15
TListrik
119.33
26.658
15
TBangunan
15.33
4.967
15
Others
34.47
7.230
15
Pada tabel 4.6 terlihat variabel-variabel yang akan diolah.
Tabel 4.6 Variables Entered/Removed (b) Model
Variables Entered
Variables Removed
Method
1
Others, Retailer, TBangunan, HyperM, SuperM, WholeS, TListrik, MiniM(a)
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Penjualan Hubungan atau pengaruh dari pembelian tiap jenis outlet terhadap penjualan lampu OE terlihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Model Summary (b) Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.504(a)
.254
-.741
18625.267
a Predictors: (Constant), Others, Retailer, TBangunan, HyperM, SuperM, WholeS, TListrik, MiniM. b Dependent Variable: Penjualan Dari tabel ini dapat dijelaskan bahwa koefisien korelasi antara jumlah tiap jenis outlet terhadap penjualan sebesar 0,504. Koefisien determinasinya adalah 0,254 yang berarti bahwa perubahan jumlah pembelian tiap jenis outlet secara keseluruhan akan mempengaruhi penjualan sebesar 25,4 %. Sedangkan pengaruh dari variabel lainnya adalah 74,6 %, dan tidak dapat dijelaskan dengan dengan model penelitian ini. Dengan melihat hasil dari tabel 4.7, sudah bisa dibuat model persamaan regresi berganda untuk membuat perkiraan penjualan bila variabel pembeli tiap jenis outlet sudah diketahui.. Y=a+bX1+cX2+dX3+eX4+fX5+gX6+hX7+iX8, dimana a = 21.826,109, b = -1.710,236, c = 427,515, d = 257,556, e = 985,373, f = 452,229, g = 207,709, h = -859,907, dan I = -368,214. Bila nama variabelnya dimasukkan maka persamaan tersebut menjadi, Penjualan = 21.826,109 – 1.710,236 hypermarket + 427,515 supermarket + 257 minimarket + 985,373 wholesaler – 452,229 retailer + 207 toko listrik – 859,907 toko bangunan – 368,214 others. Tabel 4.8 Coefficients(a) Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 98
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
21826.109
59652.450
HyperM
-1710.236
3406.849
SuperM
427.515
MiniM
Model
1
t
Sig.
.366
.727
-.208
-.502
.634
1724.129
.112
.248
.812
257.555
1142.242
.178
.225
.829
WholeS
985.373
898.659
.545
1.096
.315
Retailer
-452.229
968.677
-.440
-.467
.657
TListrik
207.709
345.496
.392
.601
.570
TBanguna n
-859.907
1589.789
-.303
-.541
.608
Others
-368.214
963.740
-.189
-.382
.716
a Dependent Variable: Penjualan
Tabel 4.9 Casewise Diagnostics (a) Std.
Predicted
Case Number
Bulan
Residual
Penjualan
Value
Residual
1
1
-.558
36351
46736.04
-10385.040
2
2
.121
52316
50057.31
2258.693
3
3
.691
56789
43926.99
12862.007
4
4
.015
44322
44048.21
273.792
5
5
.038
35234
34530.67
703.327
6
6
.788
50722
36050.22
14671.784
7
7
.666
50777
38367.29
12409.708
8
8
-.698
37395
50401.93
-13006.927
9
9
-.260
27786
32623.79
-4837.787
10
10
-.132
28972
31422.41
-2450.405
11
11
-.864
20421
36507.02
-16086.016
12
12
-.343
34709
41102.28
-6393.281
13
13
1.492
72709
44918.09
27790.905
14
14
-.402
45944
53431.47
-7487.472
15
15
-.554
22797
33120.29
-10323.288
a Dependent Variable: Penjualan
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 99
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Persamaan regresi berganda yang digunakan hanya mampu menganalisa perkiraan data penjualan yang nilainya antara 31.422,40 sampai dengan 53.431,47 saja, dengan standar deviasi 7.113,421 Strategi Peningkatan Penjualan Di Saluran Distribusi Hasil analisa antara banyaknya saluran distribusi (total outlet) dengan penjualan yang dibantu program SPSS menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut sangat lemah karena nilai r atau korelasi Pearsonnya hanya 0,075 saja. Setelah diuji dengan uji signifikansi bahkan menunjukkan bahwa diantara total outlet dengan penjualan tidak ada hubungannya. Nilai koefisien determinasinya adalah 0,6 %, yang berarti peningkatan total outlet hanya mempengaruhi penjualan sebesar 0,6% saja, sedangkan sisanya yang 99,4 % dipengaruhi oleh faktor selain total outlet. Kesimpulan yang bisa diambil adalah peningkatan penjualan tidak perlu dengan menambah jumlah outlet atau dengan strategi distribusi horizontal. Apabila outlet yang dipilih adalah benar seperti yang telah terjadi, maka yang dilakukan pemasar sebaiknya menggunakan strategi distribusi vertikal. Jumlah total outlet tidak perlu diperbanyak lagi, tetapi yang diperbanyak adalah volume atau kuantitas pembeliannya. Untuk menentukan jenis outlet mana yang akan difokuskan, dari hasil analisa diketahui bahwa pemilihan jenis outlet akan menentukan penjualan OE sebesar 25,4 %. Tetapi apabila diuji dengan uji F dan uji signifikansi hasilnya menunjukkan bahwa data yang dipakai untuk penelitian tidak valid, sehingga data tersebut tidak bisa dipakai untuk menentukan jenis outlet mana yang paling berpengaruh terhadap besarnya penjualan. Untuk itu disimpulkan, bahwa jenis outlet yang dipilih untuk meningkatkan penjualan bisa mana saja, karena pengaruh tiap jenis outlet terhadap penjualan peluangnya sama besar. Yang dilakukan pemasar adalah meningkatkan penjualan secara vertikal di outlet yang punya potensi besar, bukan pada jenis outlet tertentu. Selain dengan strategi distribusi vertikal, perusahaan bisa memperbesar penjualannya dengan strategi distribusi “coverage”. Selain dengan strategi distribusi vertikal dan coverage, untuk mengoptimalkan penjualan di outlet, pemasar perlu melakukan survei terhadap outletnya. Datadata yang perlu diketahui secara detail oleh pemasar adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan outlet atau saluran distribusi mau membeli produk OE untuk menjualnya lagi kepada konsumen akhir. Survei atau penelitian dilakukan ditiap jenis outlet untuk mengetahui apakah faktor yang menyebabkan mereka membeli adalah sama atau berbeda. Dengan hasil survei ini pemasar bisa menentukan strategi yang akan dipilih untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki dan mempertahankan kekuatan yang sudah dilakukan sehingga penjualannya bisa meningkat lagi. V. PENUTUP Kesimpulan 1. Strategi penjualan dengan hanya memperhatikan banyaknya outlet atau dengan strategi distribusi secara horizontal saja ternyata belum cukup untuk mendongkrak penjualan sebagaimana diharapkan. Hipotesis awal penelitian ditolak, karena peningkatan atau penurunan total outlet tidak memiliki korelasi positip dan kuat terhadap peningkatan atau penurunan penjualan. 2. Dengan strategi distribusi “speading” dan “penetration”, yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penjualan tidak tergantung pada jenis outlet tertentu saja, tetapi bisa ditingkatkan lagi dengan jenis outlet lain. Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 100
ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Saran 1. Strategi distribusi yang telah dilakukan saat ini perlu di ubah, karena peningkatan penjualan tidak ada kaitannya dengan banyaknya total outlet. Strategi distribusi dapat dilakukan dengan strategi distribusi secara vertikal, bukan dengan strategi distribusi secara horisontal. 2. Pemasar sebaiknya lebih fokus hanya pada outlet kunci tertentu yang kontribusi pembeliannya lebih besar untuk menghemat biaya yang akan dikeluarkan. Strategi yang dilakukan adalah dengan fokus pada strategi coverage, karena dengan strategi spreading dan penetration yang telah dilakukan hasil penjualannya belum optimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Philip Kotler, 2000, “Marketing Management”, Millenium Edition, Prentice Hall 2. Suharyadi, dkk, 2004, “Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Moderen”, Salemba Empat, Jakarta 3. Wahid Sulaiman, 2002, “Jalan Pintas Menguasai SPSS”, Andi, Yogyakarta 4. Sub Direktorat Statistik Pertambangan, Energi dan Konstruksi, 2002, “Statistik Listrik PLN 1998-2002”, BPS, Jakarta 5. Sub Direktorat Statistik Rumah Tangga, 2004, “Statistik Kesejahteraan Rakyat 2004”, BPS, Jakarta 6. Sub Direktorat Impor, 2001-2004, “Import by Commodity and Country Origin”, BPS, Jakarta 7. Tim TDL 2001 PT PLN Persero Kantor Pusat, 2001, “Panduan Penjelasan Tarif Dasar Listrik 2001”, PT PLN Persero Kantor Pusat, Jakarta 8. Tim TDL 2002-2003 PT PLN Persero Kantor Pusat ,2002-2003, “Himpunan Informasi Seputar Tarif Dasar Listrik 2002-2003”, PT PLN Persero Kantor Pusat, Jakarta 9. Freddy Rangkuti, 2003, “Riset Pemasaran”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 10. Hussein Umar, 2002, “Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 11. Philip Kotler, dkk, 1995, Dasar-Dasar Pemasaran, Intermedia, Jakarta 12. Philip Kotler, dkk, 2001, Manajemen Pemasaran DI Indonesia, Salemba Empat, Jakarta 13. Richardus Eko Indrajit, dkk, 2003, Manajemen Persediaan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 14. PT Osram Indonesia, 2001, Katalog Produk Indonesia 2001, PT Osram Indonesia, Jakarta 15. www.osram.co.id 16. PT Intermas Tata Trading, 2005, Materi Presentasi, PT Intermas Tata Trading, Jakarta
Silaban dan Warisman: “Analisis Strategi Saluran...” 101