Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan Triwulan I 2017
Equity Tower Lt 20, 21 & 39 Sudirman Central Business District Jl. Jend. Sudirman Kav 52 - 53 (SCBD) Jakarta 12190
Ringkasan Laporan
Ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,1% pada 2017 dan 5,3% pada 2018, menurun dari proyeksi kami sebelumnya. Kami mempertahankan proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2017 dan 2018 di posisi Rp 13.450/US$ dan Rp 13.550/US$. Kami merevisi proyeksi defisit neraca berjalan menjadi US$ 19,7 miliar (1,9% PDB) pada 2017 dan US$ 24 miliar (2,1% PDB) pada 2018. Pasar keuangan global menunjukkan sentimen yang positif menyusul kenaikan Fed rate di bulan Maret 2017 yang sesuai ekspektasi pasar. Pergerakan di pasar obligasi dan pasar saham Indonesia masih menunjukkan adanya capital inflow seiring stabilnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Pertumbuhan laba bank menunjukkan peningkatan dari 2,9% dibulan Desember 2016 menjadi 3,9% dibulan Januari 2017. Meskipun pertumbuhan NPL diperkirakan masih cukup tinggi hingga beberapa kuartal kedepan, namun permodalan serta pencadangan yang dimiliki perbankan sangat memadai untuk menutup credit cost. Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Februari 2017 mengalami penurunan sebesar 5 bps, dari 99,17 di bulan Januari 2017 menjadi 99,12 di bulan Februari 2017. Sesuai kategori skala observasi Crisis Management Protocol (CMP) angka BSI saat ini masih berada pada kondisi “Normal”.
1
Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan
Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan Mochammad Doddy Ariefianto, Seto Wardono Ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,1% pada 2017 dan 5,3% pada 2018, menurun dari proyeksi kami sebelumnya. Kami mempertahankan proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2017 dan 2018 di posisi Rp 13.450/US$ dan Rp 13.550/US$. Kami merevisi proyeksi defisit neraca berjalan menjadi US$ 19,7 miliar (1,9% PDB) pada 2017 dan US$ 24 miliar (2,1% PDB) pada 2018. Hasil updating kami dengan data-data terbaru menunjukkan bahwa risiko perekonomian dan sistem keuangan Indonesia pada kuartal IV 2016 secara kualitatif masih berada dalam kondisi normal dan tidak berbeda dari kondisi di kuartal sebelumnya. Empat dari enam aspek yang kami pantau mengalami pelemahan kinerja pada kuartal tersebut. Meski demikian, hanya terdapat dua aspek yang kami pandang mengalami pelemahan prospek pada kuartal terakhir tahun 2016. Sistem perbankan adalah satu-satunya aspek yang mengalami perbaikan kinerja dan prospek. Sebaliknya, pasar keuangan menjadi satu-satunya aspek yang sekaligus mengalami pelemahan kinerja dan pelemahan prospek.
Normal
Waspada
Ditengarai Krisis
Siaga
6 Outlook
NPNT: Neraca Pembayaran & Nilai Tukar ABD: Aktivitas Bisnis Domestik HKM: Harga & Kebijakan Moneter KBF: Kebijakan Fiskal PKU: Pasar Keuangan SPB: Sistem Perbankan
5
4 PKU 3 HKM
NPNT
2 KBF
3Q16 4Q16
ABD
1 SPB Kinerja 0 0
1
2
3
4
5
6
Sumber: LPS Gambar 1. Peta Risiko Kualitatif Perekonomian dan Sistem Keuangan
3
Aktivitas Bisnis Domestik Performa aspek aktivitas bisnis domestik mengalami penurunan pada kuartal IV 2016, terutama dilatarbelakangi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi yang masih berlangsung. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% y/y pada kuartal itu, melambat dari 5,01% pada kuartal III 2016. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini terjadi seiring dengan melemahnya konsumsi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun dari 5,01% pada kuartal III menjadi 4,99% pada kuartal IV. Konsumsi pemerintah terkoreksi 4,05% y/y pada kuartal IV, menyusul kontraksi 2,95% pada kuartal sebelumnya. Pelemahan aktivitas ekonomi juga terlihat di sisi produksi, tercatat 11 dari 17 sektor ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan. Penurunan kinerja yang cukup signifikan dialami oleh sektor manufaktur yang mengalami perlambatan pertumbuhan dari 4,52% pada kuartal III menjadi 3,36% pada kuartal IV. Prospek aktivitas bisnis domestik dalam jangka pendek ke depan mengalami perbaikan. Hal ini didasari oleh pemulihan indikator bulanan investasi serta ekspektasi berlanjutnya perbaikan ekspor. Data terkini masih menunjukkan tren positif indikator investasi seperti konsumsi semen dan impor barang modal di tengah beberapa indikator konsumsi yang mulai melemah (Gambar 2). Sementara, prospek ekspor tampak membaik, didukung oleh ekspektasi kenaikan harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi beberapa mitra dagang utama Indonesia yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Dana Moneter Internasional (IMF) pada Februari lalu memperkirakan kenaikan indeks harga komoditas sebesar 17,86% pada tahun 2017, lebih tinggi dari proyeksi Desember 2016 yang sebesar 10,71%. Di sisi lain, publikasi Consensus Forecasts pada Maret ini menunjukkan proyeksi pertumbuhan tahun 2017 yang lebih baik dibandingkan tiga bulan sebelumnya untuk perekonomian Jepang, Inggris, Zona Euro, China, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. 100
80
3M Sum, % y/y
Penjualan Sepeda Motor
60
Penjualan Mobil
3M Sum, % y/y
% y/y
50
40
40
20
30
20
0
20
0
-20
10
-40
0
Penjualan Eceran 60
Impor Barang Konsumsi
Impor Barang Modal
Feb-17
Feb-16
Aug-16
Feb-15
Aug-15
Feb-14
Aug-14
Aug-13
Feb-13
Feb-12
Konsumsi Semen
Aug-12
Feb-11
Aug-07 Feb-08 Aug-08 Feb-09 Aug-09 Feb-10 Aug-10 Feb-11 Aug-11 Feb-12 Aug-12 Feb-13 Aug-13 Feb-14 Aug-14 Feb-15 Aug-15 Feb-16 Aug-16 Feb-17
-40
Aug-11
-20
Aug-10
40
Kredit Investasi (Kanan)
Sumber: BI, CEIC Gambar 2. Perkembangan Indikator Konsumsi dan Investasi Kami merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 5,3% menjadi 5,1%. Prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2018 juga diturunkan dari 5,5% menjadi 5,3%. Revisi ke bawah ini terutama dilatarbelakangi oleh pemulihan permintaan domestik yang tidak secepat perkiraan kami sebelumnya. Kami mencermati dua downside risk penting yang dapat membawa pertumbuhan PDB Indonesia ke bawah, yaitu kenaikan inflasi akibat penyesuaian administered price dan meningkatnya
4
ketidakpastian kebijakan di negara-negara maju. Perbaikan skema pemberian subsidi listrik dan liquified petroleum gas (LPG) 3 kg yang dilakukan pemerintah berdampak pada kenaikan biaya yang tidak kecil. Kenaikan biaya ini akan dihadapi oleh puluhan juta rumah tangga sehingga akan ikut menekan daya beli mereka. Sementara, ketidakpastian di negara maju bersumber dari kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) serta pergantian kepemimpinan di negara-negara utama Eropa. Di sisi lain, ekspektasi berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi global, kenaikan harga komoditas, dan normalisasi belanja pemerintah pasca penghematan di semester II 2016 menjadi upside risk bagi pertumbuhan ekonomi ke depan. Harga dan Kebijakan Moneter Penurunan inflasi dan policy rate menjelaskan perbaikan kinerja harga dan kebijakan moneter pada kuartal IV 2016. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) y/y mengalami penurunan dari 3,07% pada September 2016 menjadi 3,02% pada Desember 2016. Sejalan dengan inflasi headline yang bergerak ke bawah, inflasi inti y/y juga menurun, yakni dari 3,21% menjadi 3,07% pada periode yang sama. Ini adalah inflasi inti y/y yang paling rendah sejak Januari 2003. Selain di tingkat konsumen, pelemahan inflasi juga terjadi di tingkat pedagang. Inflasi indeks harga perdagangan besar (IHPB) tercatat turun dari 8,63% pada September 2016 ke 8% y/y pada Desember lalu. Inflasi Indeks Harga Konsumen 10
18
% y/y
% y/y
%
Bunga Deposit Facility
20
Bunga Lending Facility
15 8
16
BI Rate 12
6
12
4
8
2
4
0
0
BI 7-Day Reverse Repo Rate
9
Mar-17
Mar-16
Mar-15
Mar-14
Mar-13
Mar-12
Mar-11
Mar-10
Mar-09
0
Mar-08
Inflasi Volatile Food (Kanan)
Feb-17
Feb-16
Aug-16
Feb-15
Aug-15
Feb-14
Aug-14
Feb-13
Aug-13
Feb-12
Inflasi Headline
3
Mar-07
Inflasi Inti
Aug-12
Aug-11
Feb-11
Feb-10
Aug-10
6
Sumber: BI, BPS, CEIC, LPS Gambar 3. Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Kebijakan Aspek harga dan kebijakan moneter mengalami pelemahan prospek, dilatarbelakangi oleh potensi penguatan tekanan inflasi akibat berlanjutnya kenaikan administered price pada bulan-bulan mendatang. Pemerintah telah menaikkan tarif listrik non-subsidi untuk pelanggan rumah tangga berdaya 900 VA dengan rata-rata kenaikan sebesar 33,06% pada awal Januari dan 34,64% pada awal Maret 2017. Selama dua bulan pertama tahun ini, kenaikan tarif listrik telah memberi tambahan inflasi sebanyak 0,3 poin persentase (ppts). Pada Mei mendatang, tarif listrik di kelompok pelanggan tersebut masih akan meningkat 82,35%. Selain itu, pemerintah juga berencana menerapkan subsidi tertutup untuk LPG tabung 3 kg dan konsumen produk ini yang tergolong masyarakat mampu akan terbebani oleh kenaikan harga hingga ke level harga non-subsidi. Pada tahap awal, kebijakan ini akan diterapkan di empat pulau, yaitu Bangka, Bali, Batam, dan Lombok. Dengan berbagai perkembangan tersebut,
5
kami mempertahankan proyeksi rata-rata inflasi tahun ini dan tahun depan di level 4,7% dan 4,5%, dengan posisi akhir tahun masing-masing di 4,9% dan 4,5%. Penurunan inflasi yang terjadi di tengah stabilnya kondisi ekonomi makro pada kuartal IV 2016 mendorong Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Pada Oktober 2016, BI 7-day reverse repo rate dipangkas 25 bps menjadi 4,75% dan bunga acuan ini terus dipertahankan hingga saat ini. Kami memandang bahwa ruang untuk melanjutkan penurunan suku bunga di beberapa bulan ke depan sudah sangat terbatas akibat penguatan risiko inflasi yang disebabkan oleh penyesuaian administered price. Komponen ini masih akan menjadi pendorong inflasi di semester II 2016 dan di tahun 2017 karena kebijakan subsidi tertutup LPG 3 kg akan diimplementasikan pada tahun depan di pulau Jawa yang memiliki bobot inflasi besar. Memandang hal ini, kami masih meyakini bahwa pengetatan kebijakan moneter akan dilakukan sehingga BI 7-day reverse repo rate akan dinaikkan masing-masing sebesar 25 bps pada tahun 2017 dan 2018. Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Kinerja aspek neraca pembayaran dan nilai tukar sedikit melemah, merefleksikan penurunan surplus neraca pembayaran dan pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada kuartal IV 2016. Neraca pembayaran pada kuartal itu mengalami surplus US$ 4,51 miliar, turun dari US$ 5,71 miliar di kuartal III 2016. Penurunan surplus ini terjadi akibat pelemahan di neraca finansial, meskipun neraca berjalan mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Arus keluar investasi langsung di sektor pertambangan serta penjualan surat berharga negara (SBN) rupiah dan saham oleh investor asing menyebabkan surplus neraca finansial turun dari US$ 10,55 miliar pada kuartal III menjadi US$ 6,76 miliar pada kuartal IV. Pada saat yang sama, perbaikan neraca barang menjadi faktor utama yang memicu anjloknya defisit neraca berjalan dari US$ 4,68 miliar (1,92% PDB) ke US$ 1,81 miliar (0,75% PDB), terendah sejak Indonesia mengalami defisit neraca berjalan yang persisten mulai kuartal IV 2011. Neraca Pembayaran 16
15.000
Miliar US$
65 Rp/US$
14.000
12
13.000
8 4
0 -4
70
NEER (Kanan)
75
REER (Kanan)
12.000
80
11.000
85
10.000
90
9.000
95
8.000
100
7.000
105
Feb-17
Feb-16
Aug-16
Feb-15
Aug-15
Feb-14
Aug-14
Feb-13
Aug-13
Feb-12
Aug-12
Feb-11
4Q16
2Q16
4Q15
2Q15
4Q14
2Q14
4Q13
Neraca Finansial
2Q13
4Q12
4Q11
2Q12
Neraca Berjalan
-16
Aug-11
Neraca Pembayaran
Feb-10
Basic Balance
-12
Aug-10
-8
Sumber: BI, BIS, LPS Gambar 4. Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah melemah pada kuartal IV 2016, terutama disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 13.246/US$ pada kuartal itu, melemah dari Rp 13.135
6
/US$ pada kuartal III 2016. Secara point to point, rupiah juga mengalami depresiasi terhadap dolar AS, yaitu dari Rp 12.998 pada akhir September menjadi Rp 13.436 pada akhir Desember 2016. Naiknya ketidakpastian di pasar keuangan global berimbas pada arus modal keluar dari pasar SBN dan saham domestik. Kepemilikan asing atas SBN rupiah turun Rp 9,59 triliun pada kuartal IV, sedangkan investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) saham di pasar domestik sebesar Rp 18,29 triliun. Meski melemah terhadap dolar AS, rupiah sebenarnya mengalami penguatan terhadap sekelompok mata uang, sebagaimana terlihat dari kenaikan indeks nilai tukar efektif nominal (NEER) sebesar 3,18%. Sedangkan, indeks nilai tukar setelah memperhitungkan inflasi (nilai tukar efektif riil atau REER) menguat 3,84% pada kuartal IV 2017. Prospek neraca pembayaran dan nilai tukar mengalami perbaikan, didukung oleh ekspektasi perbaikan saldo neraca perdagangan serta berlanjutnya pemulihan harga komoditas dan aktivitas ekonomi global. Perbaikan neraca perdagangan terindikasi dari data Januari dan Februari 2017 yang menunjukkan surplus di atas US$ 1,3 miliar pada masing-masing bulan, padahal surplus perdagangan bulanan tidak pernah melebihi angka itu sejak Agustus 2015. Sementara, data IMF menunjukkan kenaikan indeks harga komoditas sebesar 3,84% pada dua bulan pertama tahun ini. Menurut IMF, harga beberapa komoditas ekspor Indonesia seperti minyak mentah, tembaga, nikel, kopi, dan kakao diperkirakan masih akan meningkat pada beberapa kuartal mendatang. Perekonomian berbagai mitra dagang Indonesia diperkirakan juga akan terus membaik. Hasil survei Consensus Forecasts terhadap para ekonom menunjukkan ekspektasi perbaikan aktivitas ekonomi di AS, Australia, India, Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand dalam beberapa kuartal ke depan.
Transaksi Berjalan Barang
2012
2013
2014
2015
2016
2017P
2018P
-24.418
-29.109
-27.510
-17.519
-16.347
-19.654
-23.984
8.680
5.833
6.983
14.049
15.390
16.176
15.722
Ekspor
187.347
182.089
175.293
149.124
144.441
148.302
153.374
Impor
-178.667
-176.256
-168.310
-135.076
-129.051
-132.126
-137.651
Jasa-Jasa
-10.564
-12.070
-10.010
-8.697
-6.486
-7.542
-7.801
Pendapatan Primer
-26.628
-27.050
-29.703
-28.379
-29.681
-32.867
-36.607
4.094
4.178
5.220
5.508
4.430
4.580
4.701
24.909
21.971
44.943
16.860
29.198
28.693
29.575
Investasi Langsung
13.716
12.170
14.733
10.704
15.121
15.918
16.254
Investasi Portofolio
9.206
10.873
26.067
16.183
18.872
16.418
22.562
Transaksi Modal dan Finansial Lain
1.986
-1.072
4.143
-10.027
-4.796
-3.642
-9.242
215
-7.325
15.249
-1.098
12.089
9.039
5.591
112.781
99.387
111.862
105.931
116.362
125.401
130.992
-2,7
-3,2
-3,1
-2,0
-1,8
-1,9
-2,1
Pendapatan Sekunder Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan Memorandum: Cadangan Devisa (akhir periode) Transaksi Berjalan (% PDB)
Sumber: BI, LPS Tabel 1. Neraca Pembayaran: Aktual dan Proyeksi (Juta US$) Kami merevisi proyeksi defisit neraca berjalan tahun 2017 dari US$ 24,2 miliar (2,4% PDB) menjadi US$ 19,7 miliar (1,9% PDB). Pada tahun 2018, neraca berjalan diprediksi masih mengalami defisit sebanyak US$ 24 miliar (2,1% PDB), juga lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya yang 7
sebesar US$ 27,5 miliar (2,4% PDB). Revisi ini dilatarbelakangi oleh realisasi defisit tahun 2016 yang jauh di bawah perkiraan serta prospek ekspor yang lebih baik. Defisit neraca berjalan berpotensi naik pada tahun ini antara lain akibat perkiraan kenaikan defisit neraca jasa dengan naiknya kebutuhan untuk membayar biaya transportasi di tengah peningkatan volume perdagangan. Sedangkan, neraca pembayaran diprediksi mengalami surplus US$ 9,04 miliar pada tahun 2017, turun dari US$ 12,09 miliar pada tahun 2016. Dengan perkembangan ini, cadangan devisa diperkirakan meningkat dari US$ 116,4 miliar pada akhir tahun lalu menjadi US$ 125,4 miliar pada akhir tahun 2017. Kami mempertahankan perkiraan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp 13.450 pada tahun 2017 dan Rp 13.550 pada tahun 2018 dengan posisi akhir tahun di level yang sama. Kami belum melihat adanya perubahan imbangan risiko terhadap nilai tukar pada saat ini dibanding pada tiga bulan sebelumnya. Rupiah masih menghadapi downside risk yang berasal dari potensi capital outflow akibat perilaku risk aversion investor global dalam menyikapi ketidakpastian di pasar finansial global yang tetap tinggi. Sebaliknya, upside risk bagi rupiah bersumber dari yield surat utang Indonesia yang masih relatif tinggi di tengah tren perbaikan sovereign rating yang tetap terjaga serta penguatan harga komoditas dan aktivitas ekonomi global yang akan memperbaiki kinerja neraca berjalan. Sistem Perbankan Perbaikan fungsi intermediasi, penurunan rasio kredit bermasalah (NPL), dan menguatnya permodalan mendasari perbaikan kinerja aspek sistem perbankan pada kuartal IV 2016. Pertumbuhan kredit bank umum membaik dari 6,47% y/y pada kuartal III menjadi 7,87% pada kuartal IV. Dana pihak ketiga (DPK) juga membaik secara signifikan, terlihat dari adanya lonjakan pertumbuhan menjadi 9,6% dari 3,15% pada periode yang sama. Dengan demikian, rasio kredit terhadap simpanan (LDR) turun dari 91,48% menjadi 90,5%. Sementara, kualitas kredit juga tampak membaik sebagaimana terlihat dari penurunan rasio NPL bruto dari 3,1% pada September 2016 menjadi 2,93% pada Desember 2016, yang terendah selama sembilan bulan. Pada periode serupa, rasio kecukupan modal (CAR) bank umum mengalami peningkatan dari 20,89% menjadi 21,19%.
% y/y
%
100
35
90
28
80
21
70
14
60
7
50
6
80
4
40
2
0
0
-40
Sumber: BI, CEIC, LPS Gambar 5. Kredit, DPK, dan NPL Perbankan
8
Jan-17
Jan-16
Jan-15
Jan-14
Jan-13
Jan-12
Jan-11
Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-17
Jan-16
Jan-15
Jan-14
Jan-13
Jan-12
Jan-11
Jan-10
Jan-09
Jan-08
Jan-07
40
Jan-06
120
NPL Nominal (Kanan)
LDR (Kanan)
0
Jan-05
160
Rasio NPL
8
Jan-07
DPK
% y/y
%
Jan-06
Kredit
10
Jan-05
42
Likuiditas perbankan yang membaik dan ekspektasi pemulihan ekonomi domestik mendukung perbaikan prospek aspek sistem perbankan. Data terkini masih menunjukkan perbaikan DPK yang terutama didukung oleh masuknya dana repatriasi program amnesti pajak ke sistem perbankan. Pada Januari 2017, DPK tumbuh 10,04% y/y, yang tertinggi selama 16 bulan. Dengan pertumbuhan kredit yang tetap tinggi (+8,28% y/y pada Januari 2017), LDR perbankan di bulan itu turun dan mencapai 89,38%, mencerminkan pelonggaran kondisi likuiditas yang dihadapi perbankan. Pada tahun ini, DPK dan kredit perbankan diprediksi tumbuh 7% dan 8,8%, lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya yang sebesar 7,2% dan 9,2%. Pada tahun 2018, DPK kami perkirakan naik 7,3% dengan pertumbuhan kredit sebesar 9,4%, juga lebih rendah dari perkiraan kami semula. Revisi terhadap angka proyeksi pertumbuhan DPK dan kredit ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Pasar Keuangan Penurunan harga saham serta kenaikan yield SBN dan credit default swap (CDS) Indonesia menjelaskan pelemahan kinerja pasar keuangan pada kuartal IV 2016. Indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat turun 1,27% pada periode Oktober–Desember lalu di tengah maraknya aksi jual yang dilakukan investor asing seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Faktor serupa juga mendorong penurunan harga SBN. Yield SBN rupiah bertenor 5 dan 10 tahun, misalnya, mengalami kenaikan sebesar 74 bps dan 91 bps pada kuartal IV lalu. Di saat yang sama, CDS Indonesia dengan tenor lima tahun naik 8,55 poin q/q menjadi 157,55 pada akhir Desember lalu, mencerminkan pelemahan persepsi investor dalam berinvestasi di pasar finansial Indonesia. Prospek pasar keuangan secara kualitatif juga melemah, dilatarbelakangi oleh rencana kenaikan lanjutan Fed rate dan ketidakpastian yang masih tinggi di pasar finansial global. Federal Reserve pada bulan Maret ini merilis proyeksi ekonomi makro AS yang dibuat oleh para anggota komite pembuat kebijakan (FOMC). Proyeksi tersebut menunjukkan median dari titik tengah Fed rate di posisi 1,375% pada akhir 2017, artinya bunga acuan AS itu akan berada di kisaran 1,25%–1,5%, 50 bps lebih tinggi dari posisi saat ini di kisaran 0,75%–1%. Selain bersumber dari kebijakan pemerintahan baru AS, ketidakpastian di pasar global juga berasal dari suksesi kepemimpinan di beberapa negara utama Zona Euro. Dari dalam negeri, potensi kenaikan inflasi menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi harga saham dan yield obligasi pada tahun ini. Kami masih mempertahankan proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 10 tahun di posisi 7,7% pada tahun 2017 dan 2018. Proyeksi rata-rata yield SBN bertenor lima tahun untuk dua tahun itu juga tak berubah di level 7,2%. Kebijakan Fiskal Kinerja aspek kebijakan fiskal melemah akibat turunnya penerimaan negara (secara y/y) dan munculnya defisit anggaran pada kuartal IV 2016. Penerimaan negara turun 8,7% y/y pada kuartal itu setelah mengalami pertumbuhan sebesar 38,88% pada kuartal III. Pada kuartal IV, belanja negara juga terpangkas 0,46% y/y, meski jauh lebih baik dari penurunan 11,45% pada kuartal sebelumnya. Dengan perkembangan ini, APBN mengalami defisit sebesar Rp 81,72 triliun (2,56% PDB) setelah mengalami surplus sebesar Rp 7,17 triliun (0,22% PDB) pada kuartal III. Di tengah pelemahan penerimaan negara, pemerintah masih sanggup menurunkan rasio utangnya terhadap PDB dari 28,34% pada kuartal III menjadi 27,94% pada kuartal IV. 9
Prospek kebijakan fiskal kami pandang sedikit membaik, didukung oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada dua bulan pertama tahun ini serta perkiraan inflasi yang berada di atas asumsi. Rata-rata ICP selama Januari–Februari 2017 mencapai US$ 52,18/barel, jauh di atas asumsinya yang sebesar US$ 45/barel. Menurut Kementerian Keuangan, jika realisasi ICP lebih tinggi US$ 1/barel dari asumsinya, defisit APBN 2017 akan berkurang Rp 1,3 triliun–Rp 1,4 triliun. Selain itu, realisasi inflasi yang mencapai 1% lebih tinggi dari asumsinya juga akan mengurangi defisit anggaran sebanyak Rp 8,7 triliun–Rp 8,8 triliun. Seperti yang kami ungkapkan sebelumnya, rata-rata inflasi tahun ini diperkirakan mencapai 4,7%, lebih tinggi dari asumsi APBN yang sebesar 4%.
10
Pasar Keuangan: Sentimen Positif Pasar Keuangan Indonesia
Sentimen Positif Pasar Keuangan Indonesia Dienda Siti Rufaedah Pasar keuangan global menunjukkan sentimen yang positif menyusul kenaikan Fed rate di bulan Maret 2017 yang sesuai ekspektasi. Pergerakan di pasar obligasi dan pasar saham Indonesia masih menunjukkan adanya capital inflow seiring stabilnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Federal Reserves Amerika Serikat (The Fed) pada FOMC tanggal 14-15 Maret 2017 sesuai ekspektasi menaikkan bunga acuan (Fed rate) sebesar 25 bps ke rentang 0,75%-1%. Kenaikan ini merupakan yang kedua kalinya setelah FOMC bulan Desember 2016. Ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin stabil telah meningkatkan confidence sehingga mendorong kenaikan Fed rate pertama kalinya di tahun 2017. Pada triwulan IV-2016 ekonomi AS tercatat tumbuh ke level 1,9%, meningkat dibandingkan pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2016 yang sebesar 1,7%. Selain itu, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan ke level 4,7%, terendah sejak triwulan IV-2007. Di tahun 2017, Fed rate diproyeksikan meningkat secara gradual sebanyak 2-3 kali. Kenaikan Fed rate yang sesuai ekspektasi mengkonfirmasi sentimen pasar yang mengindikasikan bahwa perekonomian mengalami perbaikan. Berbagai indikator sentimen pasar keuangan global seperti indeks VIX dan EMBI terlihat mengalami penurunan. Pada rentang periode pengamatan dari tanggal 28 Februari 2017 sampai dengan 16 Maret 2017, indeks VIX dan EMBI turun masing-masing sebesar 1,71 poin dan 4,38 poin ke level 11,21 dan 329,52. Menurunnya indeks VIX menunjukkan tingkat ketidakpastian yang lebih rendah serta tingkat kepercayaan yang membaik. Sementara itu, menurunnya EMBI, sebagai spread antara imbal hasil sovereign bond negara emerging market dengan imbal hasil obligasi yang dianggap bebas risiko (risk free) dalam hal ini adalah imbal hasil obligasi pemerintah AS, mengindikasikan adanya penurunan persepsi risiko dalam berinvestasi di emerging market, sehingga dapat mendorong investasi masuk ke pasar keuangan emerging market. 6.0
45.0
Perkembangan Bunga Acuan Fed
Perkembangan Indeks VIX dan EMBI
VIX (L)
EMBI (R)
5.0
37.5
550 500 450
4.0
30.0 400
3.0
22.5 350
2.0
15.0
1.0
300
7.5
250
Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 Mar-15 May-15 Jul-15 Sep-15 Nov-15 Jan-16 Mar-16 May-16 Jul-16 Sep-16 Nov-16 Jan-17 Mar-17
Jul-16
Mar-17
Nov-15
Jul-14
Mar-15
Nov-13
Jul-12
Mar-13
Nov-11
Jul-10
Mar-11
Nov-09
Jul-08
Mar-09
Nov-07
Mar-07
0.0
Sumber: Bloomberg Gambar 6. Perkembangan Bunga Acuan Fed dan Indikator Sentimen Pasar Global
12
Perbaikan sentimen pasar keuangan juga terlihat dari mayoritas mata uang negara berkembang yang menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Mata uang Rand Afrika Selatan merespon positif dengan penguatan tertinggi baik secara month-to-date (mtd) maupun year-to-date (ytd) masingmasing sebesar 2,76% dan 7,09%. Selain itu, kenaikan harga komoditas turut mendorong kinerja nilai tukar Rand yang sekitar 50% pendapatan valasnya disumbang oleh sektor tambang. Sejalan dengan penguatan Rand, nilai tukar Rubel Rusia juga menguat terhadap Dolar AS. Laporan penurunan ekspor Arab Saudi ke Amerika Serikat sebagai salah satu bentuk komitmen dari penurunan produksi minyak oleh negara-negara pengekspor minyak (OPEC) turut mendorong kenaikan harga minyak dunia dan berdampak pada naiknya nilai Rubel yang bergantung pada pergerakan dari harga minyak. Harga minyak mentah Brent dan WTI pada kontrak perdagangan bulan Mei 2017 masing-masing naik sebesar 0,49% dan 0,44% ke level US$ 50,8 per barel dan US$ 47,97 per barel. Nilai tukar Rubel telah menguat sebesar 6,06% sejak akhir tahun 2016. Dolar AS juga terpantau melemah dibandingkan mata uang negara maju: Euro (-2,37%), Yen (3,12%), dan Sterling (-0,16%). Prospek kenaikan bunga acuan Bank Sentral Eropa (ECB) mendorong penguatan Euro terhadap Dolar AS, di sisi lain ECB juga diperkirakan akan mengakhiri program stimulusnya di tahun 2018. Selain itu, perubahan kondisi politik di Pemilu Belanda dan Perancis turut menopang penguatan Euro. Pemilihan presiden di Belanda dimenangkan oleh petahana yang tidak mendukung pemisahan diri dari Zona Euro. Selain itu, dukungan terhadap calon presiden Perancis, Marine Le Pen, yang mengingingkan Perancis keluar dari Uni Eropa juga mengalami penurunan. Rilis data penjualan ritel Inggris yang menunjukkan kenaikan sebesar 1,4% pada bulan Februari 2017 mendorong penguatan Sterling sebesar 0,16% ke level 1,24 per Dolar AS. Namun, keputusan Perdana Menteri Theresa May untuk menjalankan Pasal 50 Perjanjian Lisbon pada akhir Maret 2017 dan proses formal Inggris meninggalkan Uni Eropa pada beberapa waktu mendatang diperkirakan akan menjadi potensi risiko bagi perekonomian Inggris yang dapat membebani kinerja mata uang Sterling.
-1.0%
1.80%
0.98% 1.92% 2.76% 0.05% 0.05%
0.0%
0.57% 0.17% 0.14% 1.0%
2.0%
Perkembangan Yield Obligasi Global
Perkembangan Indeks Saham Utama Dunia
Perkembangan Nilai Tukar Sejumlah Negara terhadap Dolar AS
EUR/USD USD/JPY -0.48% GBP/USD -0.16% USD/IDR -0.07% USD/BRL -0.28% USD/RUB USD/INR USD/CNY -0.45% USD/ZAR USD/MYR USD/THB USD/TRY USD/PHP USD/SGD
3.0%
Dow Jones (USA) S&P 500 (USA) Stoxx Europe 600 (Eropa) Nikkei 225 (Jepang) FTSE 100 (Inggris) IHSG (Indonesia) Ibovespa (Brazil) MICEX (Rusia) Sensex (India) Shanghai (China) Shenzhen (China) Hang Seng (China) JALSH (Afrika Selatan) KLCI (Malaysia) SET (Thailand) Borsa Istanbul (Turki) PCOMP (Filipina) FSSTI (Singapura)
0.59% 0.75%
Amerika Serikat
24
Jepang
2
Inggris
-1.32% -1.05%
-2.0%
15
Eropa
2.02% 2.46% 2.10% 2.44%
10
Indonesia 2.93% 0.84% 3.13% 2.56% -0.16% 3.19%
0.92% 1.0%
2.0%
3.0%
-3
China
1
Afrika Selatan -26 Malaysia
3
Thailand
2.16% 0.0%
0
India
2.25% 2.31%
-1.0%
27
Brazil
4.0%
8 -30
-20
-10
0
10
Sumber: Bloomberg Gambar 7. Perkembangan Kinerja Pasar Keuangan Global
13
20
30
Pergerakan mayoritas indeks saham yang kami pantau menunjukkan kenaikan dalam rentang periode tanggal 28 Februari 2017 hingga 16 Maret 2017. Wall Street terpantau hanya mampu menguat tipis di tengah rally indeks Dow Jones dan S&P 500 pasca belum adanya hasil voting UndangUndang kesehatan untuk menggantikan Obamacare. Indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing naik sebesar 0,59% dan 0,75% ke level 19.864,09 dan 2.278,87 di penutupan perdagangan tanggal 16 Maret 2017. Pemungutan suara terkait rencana Presiden Donald Trump untuk merevisi kebijakan Obamacare menjadi fokus di pasar saham global. Pelaku pasar cenderung wait and see menunggu implementasi dari kebijakan Trump sehingga mendorong pasar saham di negara-negara emerging market cenderung menguat. Indeks saham negara-negara emerging market tercatat menyentuh level tertinggi sejak Juli 2015 ke level 963,2. Indeks saham Borsa Istanbul Turki memimpin penguatan di bursa saham Asia. Ketegangan diplomatik antara Turki dan Belanda dapat menjadi faktor risiko bagi pasar keuangan global. Dikutip dari Reuters, pemerintah Belanda melarang menteri dan politikus Turki untuk memasuki Belanda menyusul rencana referendum yang akan digelar oleh pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan pada April 2017. Masuknya menteri dan politikus Turki tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan politik antara pro-Erdogan dan anti Erdogan di kelompok minoritas Turki di Belanda. Ketegangan ini bertambah pasca ancaman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu, sebagai pro-Erdogan untuk mengirimkan 15 ribu pengungsi ke Eropa. Pasalnya, pada tahun 2016 Turki dan Eropa telah menandatangani kesepakatan untuk mengurangi pengiriman pengungsi dari Timur Tengah ke Eropa. Pasar obligasi negara maju dan negara berkembang bergerak mixed: imbal hasil obligasi pemerintah negara maju tenor 10 tahun mengalami kenaikan sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah negara berkembang dengan tenor yang sama secara umum menunjukkan penurunan. Kenaikan Fed rate turut mendorong kenaikan pada imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sebesar 15 bps ke level 2,54%. Tidak hanya US Treasury, tekanan kenaikan imbal hasil obligasi global juga terjadi di negara maju lainnya: Eropa (+24 bps), Jepang (+2 bps), dan Inggris (+10 bps).
13,500
0
10% 0%
-10
Feb '17 USDIDR (eop) : Rp 13,338 Net Buy SBN : Rp +6.38 Tn
-20
14,000
14,500 15,000
3.5
450.0
3.0
375.0 300.0
2.5
225.0 150.0
2.0
75.0 0.0
1.5 2M16
13,000
x
525.0
Sumber: Bloomberg dan DJPPR Gambar 8. Perkembangan Kepemilikan Asing di SBN, Net Buy SBN, dan Bid to Cover Ratio
14
2M17
10
20%
Bid to Cover Ratio
2015
12,500
Bid Accepted
2016
12,000 20
Incoming Bid
2014
11,500
30
IDR Tn 600.0
2012
30%
11,000
2013
40%
Nilai Tukar (eop, RHS)
2010
% Foreign Ownership
40 (IDR Tn) Net Buy SBN (LHS)
2011
50%
Feb-14 Apr-14 Jun-14 Aug-14 Oct-14 Dec-14 Feb-15 Apr-15 Jun-15 Aug-15 Oct-15 Dec-15 Feb-16 Apr-16 Jun-16 Aug-16 Oct-16 Dec-16 Feb-17
Amount Foreign Ownership
Feb-13 Jun-13 Oct-13 Feb-14 Jun-14 Oct-14 Feb-15 Jun-15 Oct-15 Feb-16 Jun-16 Oct-16 Feb-17
800 (IDR Tn) 700 600 500 400 300 200 100 0
Dari dalam negeri, kinerja nilai tukar rupiah menguat sebesar 0,94% ke level 13.347 per Dolar AS. Beberapa sentimen positif dari dalam negeri masih mampu untuk menahan laju pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Realisasi inflasi di bulan Februari 2017 mengalami penurunan dari 0,97% (Januari 2017) menjadi 0,23%. Data cadangan devisa di bulan Februari 2017 yang meningkat turut menopang kinerja nilai tukar Rupiah. Per Februari 2017, cadangan devisa Indonesia naik sebesar US$ 2,97 miliar dari US$ 116,89 miliar (Januari 2017) menjadi US$ 119,86 miliar. Di sisi lain, adanya potensi kenaikan sovereign credit rating dari lembaga pemeringkat S&P diperkirakan dapat menambah sentimen positif terhadap kinerja Rupiah terhadap Dolar AS. Premi risiko Indonesia yang dicerminkan oleh Credit Default Swap (CDS) 5 tahun terus menunjukkan penurunan ke level 124,56 bps (turun 33,33 bps sejak akhir tahun 2016). CDS merupakan suatu bentuk proteksi atas risiko kredit surat utang negara (sovereign) yang mungkin timbul dengan membayar fixed premium oleh pembeli kepada penjual (disebut juga spread). Penurunan spread CDS ini mengindikasikan menurunnya risiko kredit yang dipengaruhi kuatnya kondisi fundamental ekonomi domestik sehingga mendorong penurunan biaya pinjaman. Apabila kita lihat dari volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, selama beberapa bulan terakhir volatilitas nilai tukar Rupiah relatif stabil di rentang 13.200-13.600 per Dolar AS. Berbeda pada kinerja Rupiah di bulan September 2013 dan September 2015 yang mengalami gejolak, namun memasuki tahun 2017 ini nilai tukar Rupiah diperkirakan bergerak stabil ditengah berbagai ketidakpastian global. Sekedar flashback, di bulan September 2013 pasar keuangan Indonesia mengalami gejolak yang dipicu pengurangan program stimulus Quantitative Easing (QE) dan berdampak pada melemahnya sejumlah mata uang terhadap Dolar AS, termasuk Rupiah. Berkurangnya likuiditas di pasar turut menambah tekanan dan mendorong capital outflow di pasar keuangan Indonesia. Di sisi lain, pelemahan Rupiah juga dipicu oleh melebarnya defisit current account. Bank Indonesia selaku otoritas moneter yang memiliki tugas untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terus memantau volatilitas dari pergerakan nilai tukar Rupiah. Di akhir bulan Agustus 2015, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan berupa peningkatan BI rate sebesar 50 bps ke level 7%. Sementara itu, pada bulan September 2015 pasar keuangan Indonesia kembali terkena sentimen negatif pasca rontoknya indeks saham di China yang kemudian direspon dengan kebijakan devaluasi mata uang yuan sebesar 1,86%. Kebijakan yang dilakukan Bank Sentral China (PboC) tersebut memberikan sentimen negatif serta meningkatkan risiko global dengan menimbulkan gejolak pada pasar keuangan dunia. Guna meredam gejolak tersebut, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Tahap I pada tanggal 9 September 2015 dan dilanjutkan dengan paket kebijakan ekonomi jilid 2 dan jilid 3 pada tanggal 29 September 2015 dan 7 Oktober 2015.
15
Sep-16
Mar-17
Sep-15
Mar-16
Sep-14
Mar-15
Mar-14
Mar-17
Mar-16
Mar-15
Mar-14
Mar-13
Mar-12
Mar-11
Mar-10
Mar-09
Mar-08
Mar-07
Mar-06
Mar-05
0
Sep-13
200
Mar-13
400
Sep-12
600
Mar-12
800
Sep-11
1,000
Mar-10
1,200
Sep-10
5 days Change Batas Atas Batas Bawah
7.50 6.50 5.50 4.50 3.50 2.50 1.50 0.50 -0.50 -1.50 -2.50 -3.50 -4.50 -5.50
Mar-11
1,400
Sumber: Bloomberg, data diolah Gambar 9. Perkembangan CDS Indonesia 5 Tahun dan Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Di pasar obligasi, investor asing terus mencatatkan pembelian bersih (net buy) dalam tiga bulan berturut-turut. Meskipun pada bulan Februari 2017, net buy oleh investor asing menurun dari Rp 19,7 triliun (Januari 2017) menjadi Rp 6,38 triliun namun pada rentang periode observasi 28 Februari 2017 hingga 16 Maret 2017 kepemilikan investor asing menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan mencapai Rp 7,26 triliun, dari Rp 691,89 triliun (37,47% dari total SBN yang dapat diperdagangkan) menjadi Rp 699,15 triliun (37,74% dari total SBN yang dapat diperdagangkan). Sejalan dengan peningkatan kinerja SBN, kurva imbal hasil obligasi pemerintah pada minggu kedua bulan Maret 2017 mengalami penurunan pada keseluruhan tenor. Dalam rentang periode 28 Februari 2017 hingga 16 Maret 2017, imbal hasil obligasi seri FR menurun di kisaran 13 bps sampai dengan 29 bps dengan imbal hasil obligasi seri FR0070 tenor 10 tahun yang mengalami penurunan paling tinggi ke level 7,24%. Sementara itu, harga obligasi pemerintah seri FR tenor pendek hingga tenor panjang relatif stabil di kisaran 6,78% (tenor 5 tahun) sampai dengan 7,94% (tenor 20 tahun). Lelang SBN dan SBSN yang diselenggarakan pemerintah selama bulan Februari 2017 masih mencatatkan oversubscribed terlihat dari tingginya total penawaran yang masuk. Meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan bulan Januari 2017 namun total penawaran yang masuk hingga mencapai Rp 96,83 triliun pada bulan Februari 2017 masih secara akumulasi masih menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp 156,76 triliun (Januari-Februari 2016) menjadi Rp 284,61 triliun (Januari-Februari 2017). Sementara itu, total dana yang dimenangkan pemerintah pada lelang bulan Februari 2017 mengalami peningkatan dari Rp 75,68 triliun: bid to cover ratio 2,07 kali (Januari-Februari 2016) menjadi Rp 118,6 triliun: bid to cover ratio 2,4 kali (JanuariFebruari 2017). Potensi peningkatan sovereign credit rating Indonesia ke level investment grade oleh S&P menjadi katalis positif yang dapat menambah capital inflow di pasar obligasi Indonesia. Saat ini, S&P memberikan predikat BB+ dengan outlook yang positif pada utang Indonesia. Solidnya kondisi fundamental Indonesia diharapkan dapat meningkatkan prospek peringkat utang Indonesia pada level investment grade.
16
3.0
IHSG (eop, RHS) 5,750
15
5,500 5,250
Feb '17 IHSG (eop) : 5,386.69 Net Buy Saham : Rp -0.81 Tn
-0.5
BR
-1.0
ID
-20
4,250
-1.5
UK
Feb-14 Apr-14 Jun-14 Agust-14 Okt-14 Des-14 Feb-15 Apr-15 Jun-15 Agust-15 Okt-15 Des-15 Feb-16 Apr-16 Jun-16 Agust-16 Okt-16 Des-16 Feb-17
-25
4,000
-2.0
JP
-2.5
EU Jan-16
RU
Jan-17
4,750
Jan-14
IN
0.0
Jan-15
CH
0.5
Jan-12
1.0
5,000
4,500
-15
SA
Jan-13
-10
2017F
-5.0%
1.5
Jan-10
-5
+5.0%
MY
Jan-11
0
-2.5%
2.0
Jan-09
5
+2.5%
2018F
TH
Jan-07
10
Z
2.5
Jan-08
Net Buy Saham (LHS) 20
US
13.6
11.9
15.0
15.1 15.3 14.6 13.6 13.6
16.8
6.1 5.5 10.7
19.0
12.6 15.2 13.6 14.8 13.6
17.6 16.7 14.9 13.9 17.3 15.7
Sumber: Bloomberg dan CEIC Gambar 10. Perkembangan Net Buy dan Valuasi Saham
Masuknya investor asing ke pasar saham Indonesia pasca capital outflow yang terjadi sejak bulan September 2016 memberikan sentimen positif bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Setelah pada bulan Februari 2017, investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 0,81 triliun, kepemilikan asing di pasar saham Indonesia tercatat meningkat mencapai Rp 3,57 triliun di rentang tanggal 28 Februari 2017 hingga 16 Maret 2017. IHSG naik cukup signifikan hingga mencapai 2,44% ke level 5.518,24 pada penutupan perdagangan tanggal 16 Maret 2017. Bila dilihat secara sektoral, penguatan IHSG tersebut ditopang oleh pertumbuhan positif pada mayoritas indeks sektoral dengan infrastruktur menjadi penopang utama laju penguatan IHSG (naik sebesar 4,19%). Sementara itu, sektor properti tumbuh negatif sebesar 3,36%. Jika dilihat dari harga wajarnya, posisi IHSG saat ini masih berada diatas rata-ratanya. Valuasi P/E ratio (PER) IHSG, yang dinormalisasi selama 20 tahun, menunjukkan posisi IHSG yang tercermin dari nilai PER-nya saat ini berada pada level 15,55 kali atau diatas rata-rata historis 20 tahun yang berkisar 12,11 kali. Namun, angka ini dapat dikatakan belum menunjukkan level yang eksesif (melebihi nilai wajarnya). Apabila dibandingkan dengan negara di peer-nya, PER Indonesia yang diproyeksikan berada di level 15,23 kali pada tahun 2017 dinilai memiliki valuasi saham yang lebih rendah dibandingkan India dengan PER yang diproyeksikan akan mencapai level 19,04 kali. .
17
Perbankan di Awal Tahun 2017 : Berlanjutnya Turn Around ?
Perbankan Di Awal tahun 2017: Berlanjutnya Turn Around ? Moch. Doddy Ariefianto, Ahmad Subhan
Pertumbuhan laba bank menunjukkan peningkatan dari 1.8% dibulan Desember 2016 menjadi 8.3% dibulan Januari 2017. Meskipun pertumbuhan NPL diperkirakan masih cukup tinggi hingga beberapa kuartal kedepan, namun permodalan serta pencadangan yang dimiliki perbankan sangat memadai untuk menutup credit cost.
Rentabilitas bank menunjukkan sinyal perbaikan dibulan Januari 2017 yang ditunjukkan dengan kenaikan profit (12M sum) sebesar 3,9% y/y. Keuntungan pada periode laporan ini lebih baik dari Desember 2016: 2,9% y/y dan Januari 2016 -8,1% y/y. Setelah meningkat sepanjang tahun 2016, beberapa bank besar memutuskan melakukan kitchen sinking atau merubah pos penyisihan penurunan kualitas kredit menjadi biaya penghapusan kredit.
Sumber: OJK & LPS Gambar 11. Perkembangan Rentabilitas Perbankan Strategi ini dilakukan agar neraca lebih mencerminkan nilai yang lebih realistis disamping itu saat ini perbankan umumnya masih memiliki pencadangan yang kuat dalam bentuk komponen modal yang besar. Hingga akhir Januari 2017 perbankan memiliki rasio modal (Capital Adequacy Ratio: CAR) sebesar 23%, dimana TIER 1 CAR mencapai hampir 22% (lihat gambar 11). Dengan posisi permodalan yang kuat tersebut langkah expensing merupakan suatu kebijakan yang cukup tepat dilakukan. Meskipun perkembangan diawal tahun 2017 ini menunjukkan adanya sinyal berlanjutnya “turn around” bagi kinerja bank, terdapat beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama adalah terkait dengan meningkatnya biaya kredit akibat penurunan kualitas kredit. Non Performing Loan (NPL)
19
sepanjang tahun 2016 masih tumbuh pada tingkat yang tinggi: kisaran 30% (lihat gambar 12). Dengan pertumbuhan kredit yang masih di single digit akibatnya rasio NPL masih bertahan diatas 3%. Dengan situasi ini maka tidak heran jika biaya penghapusan kredit non performing: credit cost (sebagai % total kredit) mencapai 2% atau lebih bagi sebagian besar bank. NPL diperkirakan masih tumbuh pada tingkat yang cukup tinggi: 20%-30% hingga beberapa kuartal kedepan (fase plateau) sejalan dengan prospek kinerja ekonomi makro yang belum optimal. Kedua, Net Interest Margin (NIM) perbankan telah kembali ke level mendekati normal: 5.4% pada bulan Januari 2017. Meskipun suku bunga DPK telah turun lebih dari 130 bps sepanjang tahun 2016, namun suku bunga kredit baru turun sebesar 80 bps. Akibatnya NIM kembali melebar setelah sempat turun dikisaran 4.5% pada awal tahun 2015. Meningkatnya NIM dapat digunakan sebagai buffer bagi profitabilitas dalam menghadapi tekanan dari biaya kredit sehingga profitabilitas bagi kebanyakan bank dapat dipertahankan pada teritori positif.
Sumber: OJK Gambar 12. Kolektibilitas Kredit dan Pencadangan Kredit Level NPL yang bertahan dikisaran 3% sebenarnya masih sangat manageable bagi bank. Disamping buffer dari permodalan yang cukup tinggi, bantalan juga datang dari ketersediaan pencadangan yang mencapai 115% (lihat gambar 12). Dengan perkataan lain, bank dalam hal ini telah melakukan persiapan yang sangat memadai jika kualitas kredit mengalami penurunan lebih lanjut. Permodalan dan pencadangan yang memadai terhadap kredit bermasalah yang sangat konservatif ini sebenarnya memungkinkan perbankan untuk tetap melakukan ekspansi ditahun 2017. Pertumbuhan kredit (y/y) pada bulan Januari 2017 mencapai 8.3% meningkat dari capaian bulan Des-16 yang mencapai 7.9%. Pertumbuhan kredit terjadi across the board pada kisaran 20 sampai dengan 100 bps lebih tinggi pada berbagai kategori kredit. Ini adalah sinyal yang baik dan sejalan
20
dengan rencana bisnis bank yang disampaikan kepada OJK bahwa pertumbuhan kredit akan berada pada kisaran 12-14% pada tahun ini.
Sumber: OJK Gambar 13. Perkembangan Aktivitas Intermediasi Perbankan Disisi lain pertumbuhan DPK juga meningkat dari 9.6% ke 10.0% pada periode yang sama. Pertumbuhan DPK telah meningkat tajam pasca akhir penerapan program Tax Amnesty fase pertama di bulan Oktober 2016. Implementasi Tax Amnesty diperkirakan akan meningkatkan funding base perbankan, melalui repatriasi sebesar 30-40% yang berkorespondensi dengan peningkatan +/- 3% pertumbuhan DPK tahunan. Pertumbuhan DPK diperkirakan akan relatif tinggi, akibat base effect, hingga menjelang kuartal ke tiga tahun ini. Pertumbuhan DPK yang relatif tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit menyebabkan posisi likuiditas perbankan meningkat. Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun dari 90.5% ke 89.4%, dimana LDR Rupiah bahkan menurun lebih signifikan lagi dari 91.3% ke 89.8%. Perkembangan diawal Januari secara seasonal adalah termasuk titik rendah (lihat gambar 13). Ekspansi kredit biasanya akan mulai kencang dikuartal 2 dan 4, sehingga pertumbuhan kredit bulan Januari yang cukup tinggi ini dapat digunakan sebagai sinyal kemungkinan permintaan akan loanable fund yang tinggi kedepan, yang berdampak kepada penurunan posisi likuiditas. Peningkatan likuiditas perbankan ini juga ditopang oleh perkembangan pasar uang antar bank (PUAB). Posisi penempatan dana bank umum di BI: Operasi Pasar Terbuka (OPT) mengalami peningkatan tajam ke level Rp. 365 Tn. Posisi OPT ini adalah yang tertinggi sejak akhir tahun 2012 yang menunjukkan aktivitas injeksi likuiditas oleh Bank Indonesia yang cukup intense.
21
450
Posisi Operasi Moneter, Triliun Rp
OPT SBI SDBI
360
Reverse Repo SBN Deposit Facility Rata-Rata OPT 2012-2016
270
180
90
Feb-17
Aug-16
Feb-16
Aug-15
Feb-15
Aug-14
Feb-14
Aug-13
Feb-13
Aug-12
Feb-12
0
Sumber: BI & Bloombergg Gambar 14. Kondisi Likuiditas Pasar Uang Antar Bank Akibat dari injeksi likuiditas yang signifikan oleh Bank Indonesia, suku bunga pinjaman antar bank mengalami penurunan yang drastic. Suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) untuk jangka waktu overnight (O/N) maupun 1 bulan menurun hampir 200 bps dari posisi akhir tahun 2016. Melimpahnya dana di PUAB ini tentu berdampak kepada pasar simpanan konvensional: deposito, tabungan dan giro. Sepanjang kuartal pertama tahun 2017, diluar dugaan semula, suku bunga dari 62 bank benchmark LPS mengalami penurunan. Rata-rata suku bunga deposito dana jumbo (lebih dari Rp. 2 Milyar) jangka waktu 1 dan 3 bulan (special rate) menurun 12 bps; sedangkan suku bunga counter menurun 7 bps. Penurunan suku bunga ini terutama bersumber dari bank-bank besar (BUKU 3 dan BUKU 4). Rata-rata suku bunga special rate bank-bank BUKU 4 mengalami penurunan sejak awal Februari 2017 sebesar 16 bps. Sedangkan suku bunga special rate bank-bank BUKU 3 telah mengalami penurunan sejak awal tahun 2017 sebesar 19 bps. Bank-bank BUKU 1 terlihat mengambil stance konservatif dimana suku bunga special rate-nya masih mengalami kenaikan sebesar 13 bps sepanjang Maret 2017. Meskipun berbagai indikator industri perbankan sebagaimana diuraikan diatas menunjukkan perkembangan yang positif, namun sejumlah tantangan menghadang sepanjang tahun 2017. Pertama adalah uncertainty dari luar negeri terutama kecepatan normalisasi kebijakan Federal Reserve AS dan perkembangan politik terkait kebijakan presiden Trump dan populisme di Eropa. Sebagai negara yang masih mengalami defisit neraca berjalan, capital inflow masih sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan dalam negeri terutama terkait nilai tukar.
22
Sumber: LPS Gambar 15. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Kedua, terdapat risiko pengetatan likuiditas yang bersumber terutama dari ekspansi kredit yang lebih agresif. Sektor-sektor ekonomi yang terkait dengan ekspor saat ini menunjukkan kenaikan permintaan kredit yang didorong oleh membaiknya harga komoditas (lihat gambar 16). Harga komoditas utama Indonesia seperti gas, batubara dan CPO dapat mempertahankan posisi setelah rebound diawal tahun 2016. Pendapat dari mayoritas analis mengindikasikan harga komoditas dapat mempertahankan pemulihannya; yang tentunya memberikan insentif bagi ekspansi bisnis produsen (serta industri terkait lainnya).
Sumber: OJK & LPS Gambar 16. Posisi Credit at Risk (CR) dan Harga Komoditas 23
Terakhir meskipun NPL berada dalam posisi yang manageable bagi perbankan, namun potensi risiko kredit masih signifikan. Hal ini terutama jika dilihat dari besarnya porsi Credit at Risk (CR) yang bersumber dari kredit Kolektibilitas (Kol) 2 dan kredit Kol 1 yang merupakan hasil restrukturisasi. Posisi CR yang merupakan jumlah dari NPL, kredit Kol 2 dan kredit Kol 1 restru mencapai 11.8% dari total kredit (lihat gambar 16). Posisi CR meskipun masih dapat ditutup dengan permodalan saat ini tetap merupakan risiko yang perlu dicermati oleh perbankan. Dengan aspek-aspek risiko tersebut, perbankan diperkirakan tetap berada dalam jalur pemulihannya. Pada tahun 2017, pertumbuhan kredit diperkirakan berada dalam rentang 9%-10%, tidak berubah dibandingkan proyeksi kami dibulan Desember 2016. Pertumbuhan laba tetap berada dalam area positif dengan kemungkinan mendekati double digit.
24
Update Indeks Stabilitas Perbankan
Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index) Hendra Syamsir Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Februari 2017 mengalami penurunan sebesar 5 bps, dari 99,17 di bulan Januari 2017 menjadi 99,12 di bulan Februari 2017. Sesuai kategori skala observasi Crisis Management Protocol (CMP) angka BSI saat ini masih berada pada kondisi “Normal”. Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Februari mengalami penurunan sebesar 5 bps, dari 99,17 di bulan Januari 2017 menjadi 99,12 di bulan Februari 2017. Penurunan pada BSI Februari dipicu oleh penurunan yang terjadi pada Sub Index Credit Pressure (CP) dan Sub Index Market Pressure (MP), sementara Sub Index Interbank Pressure mengalami kenaikan. Sub Index Credit Pressure (CP) mengalami penurunan sebesar 33 bps dari 99,55 pada Desember 2016 menjadi 99,22 pada Januari 2017, Market Pressure (MP) juga mengalami penurunan 24 bps dari 100,00 pada Januari 2017 menjadi 99,77 pada Februari 2017, dan Interbank Pressure (IP) mengalami kenaikan sebesar 26 bps dari 98.39 pada Desember 2016 menjadi 98.65 pada Januari 2017. Angka BSI pada bulan Februari 2017 yang berada pada level 99,12 menunjukkan kondisi risiko industri perbankan Indonesia berada dalam kondisi “Normal”.
Sumber: LPS Gambar 17. Banking Stability Index (BSI) dan Sub Indeks Credit Pressure (CP) Rasio Gross NPL pada bulan Januari 2017 mengalami kenaikan sebesar 16 bps dari 2,93% pada Desember 2016 menjadi 3,09% pada Januari 2017. Meski angka NPL ini mengalami kenaikan, namun angka tersebut masih di level yang aman atau masih di bawah batas NPL yakni 5%. Dari sisi likuiditas, LDR industry pada bulan Januari 2017 mengalami penurunan dari angka 90,70% di bulan Desember 2016 menjadi 89,59% di bulan Januari 2017. Pertumbuhan dana pihak ketiga Y/Y pada bulan Januari 2017 yang mencapai 9,68% lebih baik dari pertumbuhan Y/Y pada bulan Desember 2016 yang senilai 9,25%. Sementara itu pertumbuhan kredit Y/Y pada bulan Januari 2017 mencapai 8,03% lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Desember 2016 yang senilai 7,58%. Kemampuan perbankan menghasilkan keuntungan bersih yang dikaitkan dengan modal, saat ini berada dalam kondisi stabil di kisaran 13% sampai dengan 14%. Pada bulan Januari 2017, ROE perbankan berada pada level 14,79% meningkat bila dibandingkan dengan bulan Desember 2016 yang
26
berada pada level 12,92%. Suku bunga kredit pinjaman untuk semua jenis pinjaman mengalami penurunan. Suku bunga kredit modal kerja turun 2 bps dari 11,36% pada bulan Desember 2016 ke 11,34% pada bulan Januari 2017. Suku bunga kredit pinjaman untuk investasi juga mengalami penurunan sebesar 4 bps dari 11,21% pada bulan Desember 2016 menjadi 11,17% pada bulan Januari 2017, dan suku bunga kredit pinjaman untuk konsumsi juga mengalami penurunan 1 bps dari 13,59% pada bulan Desember 2016 menjadi 13,58% pada bulan Januari 2017. Penempatan dana antar bank riil pada bulan Januari 2017 mengalami penurunan dari 113,656.84 di bulan Desember 2016 menjadi 108,012.37, demikian hal nya dengan suku bunga JIBOR o/n juga relatif stabil pada level 4,2% an.
Sumber: LPS Gambar 18. Sub Indeks Interbank Pressure (IP) dan Market Pressure (MP) Pada akhir Februari 2017, Market Pressure Sub Index (MP) mengalami penurunan. Penurunan tekanan pada sisi pasar lebih disebabkan oleh meningkatnya performa indeks harga saham gabungan (IHSG) dan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun. Namun demikian nilai tukar rupiah terhadap dollar masih mengalami depresiasi. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, nilai kurs tengah rupiah terhadap dollar naik dari Rp 13.343 per dollar AS pada Januari 2017 menjadi Rp13.347 per dollar AS pada Februari 2017. Imbal hasil Obligasi Pemerintah bertenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar 11 bps dari 7,65% (mom) pada bulan Januari 2017 menjadi 7,54% (mom) pada bulan Februari 2017. Penurunan Imbal Hasil obligasi Pemerintah ini salah satunya disebabkan oleh dinaikkannya Outlook Sovereign Credit Rating Indonesia dari Moody's yang meningkatkan dari Stable menjadi Positive. IHSG pada penutupan akhir bulan Februari 2017 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan penutupan akhir bulan Januari 2017. Angka IHSG mengalami peningkatan sebesar 92.59 poin dari level 5.294,10 pada bulan Januari 2017 menjadi 5.386,69 pada bulan Februari 2017. Angka Indeks pada bulan Februari 2017 ini secara Y/Y naik 13% jika dibandingkan dengan Februari 2016. Salah satu penyebab kenaikan IHSG bersumber dari peningkatan volume transaksi yang naik 374 persen menjadi 22,5 miliar lembar saham pada akhir Februari tahun 2017, dari posisi 4,7 miliar lembar saham di akhir Februari 2016. Peningkatan volume transaksi ini salah satunya bersumber dari relaksasi margin sejak minggu pertama februari 2017 dimana jumlah saham yang bisa ditransaksikan secara margin mencapai 180 emiten. Sebelumnya transaksi margin hanya bisa dilakukan atas saham saham dalam kelompok indeks LQ45.
27
PENGARAH Fauzi Ichsan, Didik Madiyono KOORDINATOR Moch. Doddy Ariefianto, Hendra Syamsir, Seno Agung Kuncoro ANALIS Ahmad Subhan Irani, Seto Wardono, Dienda Siti Rufaedah
Laporan Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan ini dipublikasikan dalam rangka pelaksanaan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. Tujuan penerbitan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kewaspadaan publik terhadap berbagai potensi risiko perekonomian dan sistem keuangan ke depan. Laporan Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan ini memuat hasil monitoring dan analisis Lembaga Penjamin Simpanan mengenai perkembangan ekonomi makro, pasar keuangan, perbankan, dan indeks stabilitas perbankan.
Pendapat / Saran / Komentar dapat ditujukan kepada : Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko Equity Tower lantai 39 Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 9 Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190 Telp : +62 21 515 1000 ext 340 Email :
[email protected] Website : www.lps.go.id
28
Lampiran
Proyeksi Besaran Ekonomi Makro dan Perbankan Terpilih Variabel
2013
2014
2015
2016P
2017P
2018P
PDB Nominal (Triliun Rp)
9.546
10.570
11.532
12.407
13.864
15.391
PDB Nominal (Miliar US$)
916
890
861
933
1.032
1.137
PDB Riil (% y/y)
5,6
5,0
4,9
5,0
5,1
5,3
Inflasi (akhir periode, % y/y)
8,1
8,4
3,4
3,0
4,9
4,5
Inflasi (rata-rata, % y/y)
6,4
6,4
6,4
3,5
4,7
4,5
USD/IDR (akhir periode)
12.189
12.440
13.795
13.436
13.450
13.550
USD/IDR (rata-rata)
10.452
11.879
13.392
13.307
13.450
13.550
7,50
7,75
-
-
-
-
6,25
4,75
5,00
5,25
Variabel Kunci
BI Rate (akhir periode) BI 7-Day Reverse Repo Rate (akhir periode) Surplus/Defisit Fiskal (% PDB)
7,50 -
(2,2)
(2,2)
(2,5)
(2,5)
(2,5)
(2,5)
(2,8)
(3,7)
(14,9)
(3,1)
2,7
3,4
182,1
175,3
149,1
144,4
148,3
153,4
(1,3)
(4,5)
(19,7)
(4,5)
2,4
4,2
Impor (Miliar US$)
176,3
168,3
135,1
129,1
132,1
137,7
Neraca Berjalan (Miliar US$)
Sustainabilitas Eksternal Ekspor Barang (% y/y) Ekspor Barang (Miliar US$) Impor (% y/y)
(29,1)
(27,5)
(17,5)
(16,3)
(19,7)
(24,0)
Neraca Berjalan (% PDB)
(3,2)
(3,1)
(2,0)
(1,8)
(1,9)
(2,1)
Cadangan Devisa (Miliar US$)
99,4
114,3
105,9
116,4
125,4
131,0
Utang Luar Negeri (% PDB)
29,1
32,9
36,1
34,0
33,3
31,4
Konsumsi Swasta
5,5
5,3
4,8
5,0
5,1
5,2
Konsumsi Pemerintah
6,7
1,2
5,3
(0,1)
6,1
7,1
Pembentukan Modal Tetap Bruto
5,0
4,4
5,0
4,5
5,7
6,3
Ekspor Barang dan Jasa
4,2
1,1
(2,1)
(1,7)
2,4
3,0
Impor Barang dan Jasa
1,9
2,1
(6,4)
(2,3)
2,0
3,2
Sektor Primer
3,5
2,6
0,8
2,4
2,9
2,9
Sektor Sekunder
4,4
4,6
4,3
4,3
4,6
4,6
Sektor Tersier
6,3
6,2
5,5
5,5
5,9
6,3
1 Tahun
5,7
6,9
7,3
6,7
6,5
6,4
3 Tahun
5,9
7,6
7,9
7,4
7,2
7,0
5 Tahun
6,0
7,9
8,1
7,4
7,2
7,2
10 Tahun
6,5
8,2
8,2
7,6
7,7
7,7
20 Tahun
7,3
8,7
8,5
8,0
8,5
8,5
Pinjaman
21,6
11,6
10,4
7,9
8,8
9,4
Dana Pihak Ketiga
13,6
12,3
7,3
9,6
7,0
7,3
Loan to Deposit Ratio (%)
89,9
89,3
92,0
90,5
92,0
93,9
PDB Riil menurut Pengeluaran (% y/y)
PDB Riil menurut Industri (% y/y)
Yield SUN Rupiah (rata-rata, %)
Perbankan (% y/y)
30
Jadwal Rilis Data dan Peristiwa Penting 1 April - 30 April 2017 Negara
Tanggal
Indikator/Peristiwa
Amerika Serikat
6-April-17
Risalah Rapat FOMC
7-April-17
Tingkat Pengangguran Maret 2017
14-April-17
Inflasi Maret 2017
28-April-17
PDB 1Q17
3-April-17
Tingkat Pengangguran Februari 2017
6-April-17
Rapat Kebijakan Moneter
19-April-17
Inflasi Maret 2017
20-April-17
Neraca Perdagangan Maret 2017
27-April-17
Bunga Acuan Bank Sentral Jepang
28-April-17
Inflasi Maret 2017
3-April-17
Neraca Perdagangan Maret 2017
12-April-17
Bunga Acuan Bank Sentral Brazil
28-April-17
Tingkat Pengangguran Maret 2017
3-April-17
PDB 4Q16
5-April-17
Inflasi Maret 2017
11-April-17
Neraca Perdagangan Februari 2017
19-April-17
Tingkat Pengangguran Maret 2017
6-April-17
Bunga Acuan Bank Sentral India
10-April-17
Neraca Perdagangan Maret 2017
12-April-17
Inflasi Maret 2017
12-April-17
Inflasi Maret 2017
13-April-17
Neraca Perdagangan Maret 2017
17-Apr-17
PDB 1Q17
19-April-17
Inflasi Maret 2017
28-April-17
Neraca Perdagangan Maret 2017
3-April-17
Inflasi Maret 2017
17-April-17
Neraca Perdagangan Maret 2017
20-April-17
Bunga Acuan Bank Indonesia
Zona Euro
Jepang
Brazil
Rusia
India
China
Afrika Selatan Indonesia
Sumber: LPS
31
www.lps.go.id