ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: SITI NURJANAH NIM : 21411026
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
i
ii
iii
iv
MOTTO
“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah dirinya sendiri” (Qs. Al-ankabut : 6)
“Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putusnya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menentramkam amarah ombak dan gelombang itu.” (Marcus Aurelius)
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada : 1. Kedua Orang tuaku Bapak Nuruddin (Alm) dan Ibu Uwuh Fatonah tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku selama ini. 2. Kedua kakakku Istiyani dan Iis Tarwiyati, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini. 3. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani kehidupan. 4. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran. 5. Civitas akademika di Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
vi
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis
juga
bersyukur
atas
rizki
dan
kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabatsahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti. Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) dalam ilmu syari‟ah, Fakultas Syari‟ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul: “Analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN Salatiga.
vii
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan baik. 4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di IAIN Salatiga. 5. Bapak Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan. 6. Bapak Siswantoro selaku sekertaris desa Surojoyo yang telah berkenan memberikan izin penelitian di Desa Surojoyo serta memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi. 7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun. 8. Sahabat-sahabatku tercinta Afiatun Nadifah,
Intan Rahmani sandra, Indri
Kartika, Dina Amalia Hidayati, Munziroh, Suprihati, Nur Anisah, lilis Setiawati yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini. 9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga. viii
ix
ABSTRAK Nurjanah, Siti. Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulo Kabupaten Magelang. Jurusan Syariah. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pemimbing: Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat Desa Surojoyo melakukan jual beli tebasan, kemudian bagaimana pandangan para tokoh agama mengenai pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo dan bagaimana tinjauan Sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo tersebut. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kualitatif, metode penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau kalimat, serta menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi : internet, buku-buku pustaka, dan dari data yang mengenai letak geografi dan demografis di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Penilitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan secara langsung hasil wawancara dan mencari data mengenai jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Hasil penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan. Para pemuka agama di Desa Surojoyo memperbolehkan jual beli tebasan asalkan dalam jual beli tebasan tidak mengandung gharar, akan tetapi dalam prakteknya jual tebasan di Desa Surojoyo terdapat unsur gharar. Jual beli gharar dalam Islam itu dilarang. Akad yang digunakan dalam jual beli ini yaitu menggunakan sistem akad Down Payment (DP), dalam jual beli tebasan disebut dengan sistem panjar. Dalam transaksi jual beli ini tedapat jual beli ijon. Apabila diakitkan dengan studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit. Mereka sudah mengetahui hukumnya jual beli tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan, namun mereka masih melakukannya. Kata kunci : Sosiologi, Hukum Islam, Jual beli, tebasan
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN....................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................
iv
HALAMAN MOTO............................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
vii
ABSTRAK...........................................................................................................
x
DAFTAR ISI.......................................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...........................................................
1
B. Fokus Penelitian..........................................................................
3
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
4
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
4
E. Penegasan Istilah.........................................................................
5
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
6
G. Metode Penelitian........................................................................
9
1. Jenis penelitian......................................................................
9
2. Kehadiran penelitian.............................................................
9
xi
BAB II
BAB III
3. Lokasi penelitian..................................................................
10
4. Metodologi penelitian .........................................................
10
a. Wawancara/interview………………………………
10
b. Metode observasi…………………………………..
11
c. Analisa data………………………………………..
11
H. Sistematika Penulisan................................................................
11
LANDASAN TEORI........................................................................
14
A. Tinjauan Umum Jual Beli............................................................
14
1. Definisi Jual Beli………………………………………..
14
2. Rukun dan Syarat Jual Beli…………………………….
15
3. Macam-macam Jual Beli………………………………..
23
4. Dasar Hukum Jual Beli…………………………………
26
5. Larangan-larangan yang Merusak dalam Jual Beli……..
29
6. Prinsip-prinsip Jual Beli………………………………..
37
B. Jual Beli Ijon................................................................................
38
1. Pengertian Jual Beli…………………………………….
38
2. Dasar Hukum Jual Beli Ijon…………………………….
39
C. Sosiologi HukumIslam.................................................................
42
GAMBARAN UMUM PRAKTEK JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO……………………………………………….
50
A. Kondisi Masyarakat di Desa Surojoyo……...............................
50
xii
1. Letak Geografis……………….......................................
50
2. Demograf………………………………………………
51
B. Praktek Jual Beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan
BAB IV
Candimulyo Kabupaten Magelang……………………………..
59
ANALISIS........................................................................................
63
A. Analisis Praktek Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo
76
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang…………………
63
B. Pandangan Tokoh-tokoh Agama dalam Pelaksanaan Jual Beli Tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo……………………..
67
C. Pandangan Sosiologi hukum IslamTerhadap Jual Beli
BAB V
Tebasan…………………………………………........................
70
PENUTUP…………………………………………………………
73
A. Kesimpulan.................................................................................
73
B. Saran...........................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL LAMPIRAN LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan adanya perkembangan pesat dalam sektor perdagangan, para pengusaha berlomba-lomba untuk mencari ide dalam mengembangkan usaha. Usaha tersebut ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan. Jual beli adalah salah satu cara yang dilakukan manusia untuk mencari keuntungan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Didalam fiqh muamalah yang di maksud dengan jual beli yaitu akad mu‟awadhah yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak di mana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich, 2010:177). Apabila bicara mengenai jual beli, maka harus mengetahui hukum-hukum jual beli, apakah praktek jual beli yang dilakukan sudah sesuai dengan syari‟at Islam atau belum, oleh karena itu seorang yang menggeluti dunia usaha harus mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Islam mengajarkan, bahwa hubungan sesama manusia dalam masyarakat harus dilakukan atas dasar pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari madharat. Seperti firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah ayat 275:
1
َّ َوأَ َح َّل ۚ َّللاُ ْال َبي َْع َو َحرَّ َم الرِّ َبا “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Dalam masalah muamalat, Allah telah menetapkan undang-undang yang berlaku umum dan dasar-dasar yang bersifat umum pula.Hal ini agar hukum Islam tetap sesuai dengan situasi dan kondisi muamalat yang terus berkembang dan mengalami berbagai perubahan.Prinsip dasar yang ditetapkan jual beli adalah kejujuran,kepercayaan dan kerelaan, prinsip jual beli telah diatur demi menciptakan dan memelihara i‟tikad baik dalam suatu transaksi jual beli seperti takaran yang harus diperhatikan dan kejelasan barangnya. Sehubungan anggapan diatas, dalam kenyataannya, banyak orang yang beragama Islam melakukan kegiatan jual beli dalam rangka pencaharian dan usaha mereka, salah satunya yaitu kegiatan jual beli hasil bumi dengan sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.Hasil bumi yang diperjual belikan di Desa Surojoyo biasanya kacang tanah, buah durian, dan petai.Tergantung musim yang ada pada saat itu. Dalam jual beli tersebut taksiran yang dilakukan adalah dengan sistem tebasan yang dilakukan oleh pedagang dengan cara memborong hasil bumi, sebelum panen sebelum dipanen yang dilakukan dengan cara mengitari petakan sawah kemudian dengan hanya mengambil beberapa sampel hasil bumi yang akan ditebas untuk memperkirakan jumlah seluruh hasil panen tanaman. Cara ini memang memungkinkan terjadinya spekulasi dari kedua belah pihak, karena
2
kualitas dan kuantitas tanaman yang diperjual belikan belum tentu jelas keadaan dan kebenaran perhitungannya karena tanpa penakaran dan penimbangan yang sempurna.Dan kemudian dengan cara ini transaksi sudah bisa dilakukan. Sistem jual beli tebasan juga memungkinkan adanya jual beli yang mengandung gharar yang dilarang hukum Islam.Kemudian dalam akad perjanjian praktek jual beli dengan sistem tebasan ini hanya dilakukan dengan lisan, tanpa perjanjian tertulis, sehingga memungkinkan terjadinya ingkar janji yang mungkin dapat berakibat perselisihan. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan analisa yang akan disusun dalam skripsi dengan judul: “ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG”
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang? 2. Bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang? 3. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?
3
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mereka melakukan jual beli sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. 2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan. 3. Untuk mengetahui bagaimana analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
D. KEGUNAAN PENELITIAN Manfaat atau kegunaan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi sivitas akademika, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum Islam dan sebagai menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Bagi para ulama atau ahli agama, agar lebih memperkuat kondisi umat, khususnya mengenai mualamalat keseharian mereka, sebagaimana yang ada di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. 3. Untuk masyarakat di Desa Surojoyo Kecamatan candimulyo kabupaten Magelang sebagai pertimbangan dalam melakukan transaksi jual beli dengan sistem “tebasan”.
4
E. PENEGASAN ISTILAH Untuk mempermudah pemahaman serta menghindari kesalahpahaman terhadap judul, maka terlebih dahulu dijelaskan maksud istilah dalam judul tersebut. 1. Jual beli, adalah akad mu‟awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich, 2010: 177). 2. ”Tebasan” Dalam Kamus Lengkap Indonesia tebas menebas berarti memborong barang atau sesuatu untuk di beli seluruhnya. 3. Sosiologi hukum Menurut Soerjono Soekanto suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum itu mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap pembentukan hukum. 4. Hukum Islam Hukum Islam berarti Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam. Kata ”Seperangkat peraturan” menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah
5
peraturan yang dirumuskan secara terperici dan mempunyai kekuatan yang mengikat (Syarifudin, 1997: 5).
F. TELAAH PUSTAKA Penelitian yang berkaitan dengan masalah jual beli secara umum sebelumnya sudah banyak diteliti. Dari sepengetahuan dan pengamatan penulis belum ada karya ilmiah yang membahas tentang Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas tentang zakat diantaranya: Pertama, skripsi dariMiftachul Jannah (Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Jual Beli Tembakau (Studi Kasus Desa Morobonggo Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1) Bagaimana proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh masyarakat? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh masyarakat?. Hasil dari skripsi ini,pelaksanaan jual beli tembakau yng dilakukan oleh masyarakat di Desa Morobonggo, Kec. Jumo, Kab. Temanggung, seringkali terjadi pembatalan jual beli tembakau yang yang dilakukan oleh para pembeli (tengkulak) dan penjual (petani).Pembatalan tersebut 6
diketahui kebanyakan memang karena kesalahan petani sendiri. Dalam hal ini para petani berusaha mengelabui para tengkulak dengan berbagai cara, seperti mencampur tembakau yang kualitasnya kurang bagus kedalam tembakau yang kualitasnya bagus, dengan tujuan agar semua tembakau yang dimilikinya bisa terjual semua dengan harga yang tinggi pula. Dilihat dari kacamata hukum Islam pembatalan jual beli tembakau tersebut boleh dilakukan dengan alasan tembakau tersebut cacat atau rusak. Kedua,skripsi dari Nurudin (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek jual beli Ikan dengan Sistem Pancingan)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1) Bagaimana praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan?.Hasil dari skripsi ini,fenomena jual beli yang ada di masyarakat (khusunya penjual dan pembeli) dusun Ringinsari Maguwoharjo Kec. Depok Sleman.yaitu jual beli ikan dengan sistem pancingan. Dalam hukum Islam jual beli yang dilakukan masyarakat setempat adalah jual beli yang masih samar atau ada unsur ketidak jelasan dalam memperoleh barangnya. Ketiga, skripsi dari Anna dwi cahyani (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ) dengan judul ”Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem Tebasan di Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam)”.Skripsi ini memiliki fokus penelitian: 1) Bagaimana praktek jual beli bawang merah dengan sistem tebasan? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam 7
terhadap praktek jual beli bawang merah dengan sistem tebasan?.Hasil dari skripsi ini,jual beli bawang merah dengan sistem tebasan di desa sidapurna Kec.Dukuh Turi Kab. Tegal yang telah membudaya sampaisaat ini.Jual beli bawang dengan sistem tebasan jika dipandang dari segi hukum Islam sebagai jual beli yang tidak sesuai dengan syarat dan rukunnya karena memungkinkan terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli,dilihat dari kualitas dan kuantitas bawang merah belum tentu jelas keadaan dan kebenaran perhitungannya,dan tanpa adanya penakaran atau penimbangan yang sempurna.Namun cara seperti ini sudah lama diterapkan dan menjadi tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara pihak-pihak yang melakukan transaksi ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain: Penelitian pertama, lebih fokus pada proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh masyarakatDesa
Morobonggo
Kecamatan
Jumo
Kabupaten
Temanggung
kemudian ditinjau menurut hukum Islam.Penelitian kedua, lebih fokus pada praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan, laluditinjau menurut hukum Islam.Penelitian ketiga, lebih fokus pada praktek jual beli bawang merah dengan sistem tebasandi Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal, yang kemudianditinjau menggunakan sosiologi hukum Islam. Sedangkan penelitian ini fokus padaapa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, 8
serta bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah field Research, yaitu terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan fenomenologi yang berusaha memahami fenomena transaksi jual beli dengan sistim ”Tebasan”. Fakta-fakta yang ditemukan dilapangan sewaktu melakukan penelitian akan dikaji dan dianalisis. Kemudian fakta-fakta itu dicari titik kaitnya sehingga bisa menjadi kesimpulan umum. Penelitian dengan model seperti ini menuntut peneliti untuk terjun langsung ke lapangan untuk mencermati fenomena praktek jual beli dengan sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Candimulyo Kabupaten Magelang. 2. Kehadiran penelitian Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan instrumen atau alat penelitian yang aktif dalam pengumpulan data yang lain selain peneliti adalah dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian, alat bantu memahami masalah yang ada, serta hubungan dengan
9
informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang di dapat menjadi lebih jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak. 3. Lokasi penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan dilakukan. Penelitian tentang jual beli tebasan ini berlokasi di desa surojoyo dusun brojolepo kecamatan candimulyo kabupaten magelang. penelitian masihmenemukan jual beli dengan sistim Tebasan di desa tersebut. Maka dari itu peneliti memilih desa tesebut untuk lokasi penelitian. 4. Metodologi Pengumpulan Data Sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid tentang fenomena praktek jual beli dengan sistim ”Tebasan” dan bagaimana proses transaksi jual beli sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, penulis menggunakan metode sebagai berikut: a. Wawancara/interview Dalam metode ini penulis menggunkan teknik wawancara atau interviewyaitu suatu percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada suatu permaslahan tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (orang yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberi jawaban dari pertanyaan pewawancara). Data dikumpulkan dengan mewawancarai para pelaku penjual dan pembeli dengan sistem tebasan. Wawancara
ini
dimaksutkan
untuk 10
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi masyarakat desa surojoyo kecamatan candimulyo melakukan jual beli dengan sistem tebasan. b. Metode observasi Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung kepada objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kodisi lingkungan di Desa Surojoyo, Kecamatan Candimulyo, Kabupten Magelang. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan alat indera penglihatan dan pendengaran secara langsung terhadap objek yang diteliti. c. Analisa data Analisis data adalah suatu proses menata, menstrukturkan, dan memaknai data yang tidak beraturan (Daymon & Holloway,2008: 368). Data yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu menganlisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan jual beli dengan sistem tebasan di Desa surojoyo sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan yang dilakukan penulis dalam penelitin ini.
H. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan merupakan uraian singkat mengenai hal-hal yang akan dilaporkan secara sistematis, dengan tujuan agar mempemudah dalam memperoleh suatu gambaran secara meyeluruh mengenai Analisa Sosiologi 11
Hukum Islam terhadap sistem jual beli “Tebasan”di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Adapun sistematika penulisan proposal meliputi: BAB I
Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, tinjauan Pustaka dan Metode Penelitian.
BAB II
Bab ini merupakan yang berisi tentang Landasan Teori, membahas telaah pustaka yang berisi tentang yang berisi tentang pengertian jual beli, syarat dan rukun jual beli dan dasar hukum jual beli serta prinsipprinsip jual beli, pengertian jual beli ijon, dasar hukum jual beli ijon dan
BAB III
Bab ini merupakan yang berisi tentang pemaparan data dan Hasil penelitian, dalam bab ini berisi mengenai Lokasi Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, gambaran umum mengenai
Desa
Surojoyo
Kecamatan
Candimulyo
Kabupatn
Magelang. BAB IV
Bab ini merupakan yang berisi mengenai Hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi poses transaksi jual beli ”tebasan” dan faktor-faktorapa yang menjadi keputusan masyarakat memilih untuk menggunakan transaksi jual beli dengan sistim ”tebasan” di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
12
BAB V
Bab ini merupakan penutup, dalam bab ini berisi mengenai, Kesimpulan dan Saran-saran yang mungkin berguna bagi masyarakat Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
13
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Jual Beli 1. Definisi Jual Beli Jual beli (al-bay‟) secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan: Ba‟a asy-syaia jika dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia membelinya dan memasukkannya ke dalam hak miliknya, dan ini masuk dalam kategori namanama yang memiliki lawan kata jika disebut ia mengandung makna dan lawannya seperti perkataan ar-qur‟ yang berarti haid dan suci. Demikian juga dengan perkataan syara yang berarti menjual (Azzam,2010:23). Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran ). Dan kata Al Bai‟ (jual) dan Asy Syiraa (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut pengetian syari‟at, jual beli ialah: pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau: Memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Sabiq,1987:44-45). Menurut Ibnu Qadamah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk menjadikan miliknya. Nawawi menyatakan bahwa jual beli pemilikan harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan yang sesuai dengan ketentuan syariah. Pendapat lain dikemukakan oleh Al-Hasani,
14
iamengemukakan pendapat Mazhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (mal) dengan harta melalui system yang menggunakan cara tertentu. Sistem pertukaran harta dengan harta dalam konteks harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya. Yang dimaksud dengan cara tertentu adalah menggunakan ungkapan (Sighah ijab qabul) (Nawawi, 2012: 75). 2. Rukun dan Syarat Jual Beli a. Rukun Jual Beli Arkan adalah bentuk jamak dari rukn.Rukun sesuatu berarti sisinya yang paling kuat, sedangkan arkan berarti hal-hal yang harus ada untuk terwujudnya satu akad dari sisi luar. Rukun jual beli ada tiga: kedua belah pihak yang berakad („aqidah), yang diakadkan (ma‟qud alaih), dan shighat (lafal). Oleh sebab itu, ada di jual belikan yang didapati diluar, sebab akad akan terjadi dari luar yang mengatakan penanaman pihak yang berakad sebagai rukun bukan secara hakiki tetapi secara istilah saja, karena ia bukan bagian dari barang yang jika terpenuhi dua hal: yang pertama shighat yaitu ijab dan qabul. Shighat atau lafal yang menunjukan kepada barang yang diakadkan, maka huruf Kaf dalam ucapan seorang penjual “bi tuka” menunjukan kepada barang yang diakadkan sehingga dia menjadi rukun yang hakiki. Sebenarnya tidak ada perbedaan antara yang berakad dan barang yang diakadkan, karena
15
ta‟ mutakallim (yang berbicara) dalam ungkapan bi‟tu menunjukan kepada penjual seperti Kaf menunjukan kepada pembeli, oleh sebab itu tidak ada perbedaan antara keduanya secara mutlak. Penulis mengungkapkan rukunrukun ini dengan ucapannya dan syarat jual beli adalah ijab seperti ucapan bi‟tuka (saya jual kepadamu), dan mallaktuka (saya beri kamu hak milik) dan qabul seperti isyttaraitu (saya beli), tamallaktu (saya jadikan ia hak miliku), dan qabiltu (saya terima). Penulis menyebutnya disini sebagai syarat berbeda dengan apa yang diungkapkan dalam Syarh Al- Muhadzdzab dengan tiga hal ini dengan istilah rukun, mudah-mudahan maksud dari syarat yaitu setiap yang tidak boleh tidak agar dia sama dengan apa yang ada dalam Syarh Al-muhadzdzab dengan istilah rukun. Penulis mendahulukan shigat karena ia adalah rukun yang paling penting. Sementara Imam An-Nawawi dan Al- Mahalli mendahulukannya karena pihak yang berakad dan barang yang diakadkan tidak akan pernah terwujud dengan kriteria ini yaitu salah satunya yang berakad dan barang yang diakadkan tidak akan pernah terwujud dengan kriteria ini yaitu salah satunya yang berakad dan yang lain barang yang diakadkan kecuali jika ada shighat. Adapun zat keduanya, maka tidak ada keraguan bahwa keduanya lebih dahulu ada karena zat pihak yang berakad dan barang yang diakadkan lebih dahulu ada dari pada shighat.
16
1) Shighat Shighat adalah ijab dan qabul, dan ijab seperti yang diketahui sebelumnya diambil dari kata aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak Penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima hak milik. Jika Penjual berkata: “bi‟tuka” (saya jual kepadamu) buku ini dengan ini dan ini, maka ini adalah ijab, dan ketika pihak lain berkata: “qabiltu”( saya terima), maka inilah qabul. Dan jika Pembeli berkata: “Juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini” lalu Penjual berkata: “Saya jual kepadamu”, maka yang pertama adalah qabul dan yang kedua adalah ijab. Jadi dalam akad jual beli Penjual selalu menjadi uang berijab dan Pembeli menjadi penerima baik diawalkan atau diakhirkan lafalnya. 2) Permaslahan Furu‟ Pertama, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan penjual, seperti jika dia berkata: “Juallah kepadaku tanah ini dengan harga sekian,” tetapi jika dia berkata: “Saya terima”, maka ini tidak sah karena harus ada sesuatu sebelumnya dan tidak sah karena harus ada sesuatu sebelumnya dan tidak boleh dimulai dengan itu. Inilah yang ditegaskan oleh Imam Ahmad, dan tiga lagi bentuk shighat yang sah dalam lafal qabiltu seperti yang ditegaskan oleh dua syaikh dalam bab nikah, dan jual beli juga sama, yang ini sepadan dengan makna sedangkan yang pertama sepadan dengan lafalnya. 17
Kedua, jika dia berkata: “Jual Kepadaku”, lalu dijawab: “Saya jual kepadamu,” jual beli terjadi menurut pendapat kedua tidak sah karena ada kemungkinan ucapan jual kepadaku sebagai pertanyaan untuk mencari tahu apakah ada keinginan atau tidak, dan mazhab kami dalam bab nikah tetap sah. Bedanya, dalam bab nikah biasanya didahului oleh lamaran sehingga tidak perlu diluruskan lagi berbeda dengan pendapat yang lebih kuat. Penulis mengisyaratkan dengan Kaf Al-khitab dalam shighat ijab melihat kepada khitab itu sendiri, dan digabungkan dengan pihak mukhatab (yang diajak bicara), maka tidak cukup hanya di sandarkan kepada sebagiannya saja walaupun ia tidak bisa berdiri sendiri bahkan sekalipun ia ingin menjelaskan dengan cara sebagian saja sebagai satu bentuk kiasan, seperti ia berkata:”Saya jual tangan kamu,” dan ini pendapat Al-Asnawi. Adapun jika dia berkata: “Saya jual diri kamu” dan yang dia maukan adalah benda, maka sah akadnya. Pendapat yang unggul bahwa boleh menyandarkan sesuatu kepada sebagian jika yang dia maksudkan semuanya walaupun ia bisa hidup tanpa benda itu. Andai dia berkata: “Saya jual yang ada di tangan kamu”, dan yang dia mkasudkan adalah semuanya, maka jual beli sah, demikian juga dia berkata : “Saya jual semua yang ada padaku”, dan yang semisal itu. Dari sini jelas bahwa jual beli harus disandarkan kepada orang yang diajak bicara walaupun ia hanya wakil. Jika jual beli tidak disandarkan kepada orang kedua atau wakilnya, maka akad jual beli tidak 18
sah, contohnya jika pembeli berkata kepada penjual: “Saya jual barang ini dengan harga sepuluh junaih” umpamanya lalu berkata: “Saya jual”, atau dia berkata: “Saya jual wakil kamu” lalu dia menerima, maka akadnya tidak sah, berbeda dengan nikah, dia tetap sah bahkan tidak sah nikah kecuali dengan itu sebagaimana diterangkan dalam pembahasan tentang perwakilan. Dikecualikan darin penganggapan khitabsebagai jual beli yang mengandung kedua belah pihak, dan begitu juga dengan ucapannya “ya” jika pembeli berkata kepada penjual:”Jual baju ini dengan sepuluh junaih” dan penjual berkata:”ya”. 3) Sharih (Shighat yang jelas) dan Kinayah (Kiasan) Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual beli yang menggunakan shighat jual beli secara sharih (jelas dan lugas), seperti ucapan “saya jual kepadamu, saya jadikan hak milikmu, dan belilah dariku!”. Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata kiasan dalam jual beli.Menurut pendapat yang paling shahih, akad jual beli tetap sah dengan menggunakan kata-kata kiasan selama memang mengandung makna jual beli dan yang lainnya.Namun sebagian ulama mengatakan bahwa akad jual beli tidak sah jika menggunakan shighat kinayah (kiasan), karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah dia diajak bicara tentang jual beli atau yang lainnya.
19
b. Syarat Jual Beli Agar jual beli menjadi sah, diperlukan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut: Di antaranya yang berkaitan dengan orang yang berakad. Yang berkaitan dengan yang diakadkan atau tempat berakad. Artinya harta yang akan dipindahkan dari kedua belah pihak yang melakukan akad, sebagai harga atau yang dihargakan. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut: 1) Syarat orang yang berakad Untuk orang yang melakukan akad disyaratkan: Berakal dan dapat membedakan (memilih). Akad orang gila, orang mabuk, anak kecil yang tidak dapat membedakan (memilih) tidak sah. Jika orang gila dapat sadar seketika dan gila seketika (kadangkadang sadar dan kadang-kadang gila), maka akad yang dilakukannya pada waktu sadar dinyatakan sah, dan yang dilakukan ketika gila, tidak sah. Akad anak kecil yang sudah dapat membedakan baik ban buruknya sesuatu. dinyatakan valid (sah), namun kevalidannya tergantung kepada izin walinya.Apabila diizinkan oleh orang tuanya maka akad yang dilakukan anak kecil sah. 2) Syarat Barang yang diakadkan a) Bersihnya barang
20
Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan, tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan.Seperti bangkai, darah, daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia. b) Dapat dimanfaatkan. Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat adalah bahwa barang itu tidak berfungsi sebaliknya.Barang itu tidak memberikan madharat atau sesuatu yang membahayakan atau merugikan manusia. c) Milik orang yang melakukan akad. Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu benda, kecuali orang tersebut menjadi wali (wilayah) atau wakil.Yang dimaksud menjadi wali (wilayah) adalah bila benda itu dimiliki oleh seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak itu. d) Mampu menyerahkannya. Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah, karena tidak jelas apakah unta masih bisa ditemukan atau tidak.Demikian juga tidak sah menjual burung-burung yang terbang di alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik secara fisik maupun secara hukum.Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas di laut, tidak sah diperjual-belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa dipastikan penyerahannya. 21
e) Mengetahui. Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk diperjual-belikan,
kecuali
setelah
kedua
belah
pihak
mengetahuinya.Baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi kualitasnya. Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang dijual sudah dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara lain agar terjamin barang itu tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara ini tidak menghalangi terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Sehingga untuk mengetahui keadaan suatu produk yang seperti ini bisa dipenuhi dengan beberapa tehnik, misalnya: (1) Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap. Misalnya tertera di brosur atau kemasan tentang data-data produk secara rinci. Seperti ukuran, berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik dan lainnya. (2) Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan demo atasnya, seperti umumnya sample barang. (3) Garansi yang memastikan Pembeli terpuaskan bila mengalami masalah. f. Barang yang diakadkan ada di tangan. Barang harus tersedia, atau ada dan dapat dilihat bentuknya (Sabiq, 1987: 48-49). 22
3. Macam-Macam Jual Beli Dalam syari‟at Islam hukum jual beli pada dasarnya mubah, namun demikian dalam prakteknya dapat digolongkan menjadi 2 yakni jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang. a. Jual beli yang diperbolehkan a. Salam (pesanan), jual beli Salam adalah jual beli melalui pesanan yakni jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian barang diantar belakangan. b. Jual beli muqayyadah (barter), jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu. c. Jual beli muthlaq, jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar. d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar, jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham (Sabiq, 1987: ) b. Jual beli yang dilarang a. Jual beli barang yang diharamkan Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam.Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil Penjualannya.Seperti menjual sesuatu yang terlarang
23
dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syari‟at Islam. Begitu juga jual beli yang melanggar syar‟i yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang Penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya. b. Barang yang tidak ia miliki Misalnya, seorang Pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu.Kemudian kamu/ente dan Pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si Penjual.Kemudian ente pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si Pembeli. Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerenanya reseller. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku.Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada 24
padaku.Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
ْس ِع ْن اد اك اَل تابِ ْع اما لاي ا
“Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” [HR Tirmidzi]. 3) Jual beli Hashah Yang termasuk jual-beli Hashah ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah.Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan. 4) Jual beli Mulamasah Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon Pembeli.Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
25
5) Jual Beli Najasy Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi Penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa.Hal itu dilakukannya dihadapan Pembeli dengan tujuan memperdaya si Pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si Pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan. Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadist yang artinya: “Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas Penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya,” (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]). 4. DasarHukum Jual beli Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid).Ini dimaksudkan agar muamalat berjalan dengan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan. Tak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalat, mereka melalaikan aspek ini, sekalipun semakin hari usahanya semakin meningkat dan keuntungan semakin banyak.
26
Sikap seperti ini merupakan kesalahan besar yang harus diupayakan pencegahannya, agar semua irang agar semua orang yang terjun ke dunia ini dapat membedakan; mana yang boleh dan baik dan manjauhkan diri dari segala syuhbat sedapat mungkin. Jual beli dibenarkan oleh Al-qur‟an, As sunnah dan ijma‟ umat.
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S al-Baqarah (2): 275). Riba adalah haram dan jual beli adalah halal.Jadi tidak semua akad jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟ yang dapat dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras, bangkai, dan yang lainnya dari apa yang disebutkan dalam sunnah dan ijma‟ para ulama akan larangan tersebut( Azzam, 2010: 26).
27
Ditempat lain Allah juga berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (Q.S an-Nisaa‟ (4): 29).
Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara yang batil yaitu tanpa ganti dan hibah, ang demikian itu adalah batil berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad yang rusak seperti minuman keras, babi, dan yang lainnya dan jika yang diakadkan itu adalah harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualikan dalam ayat diatas adalah terputus karena harta perdgangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual belikan. Ada juga yang mengatakan istisna‟(pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya, akan tetapi, makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan antara perjualan dan pembelian. Adapun dalil sunnah diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah, beliau bersabda: “Sesungguhnya jul beli itu atas dasar saling ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama, Nabi menjawab: “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang mabur”. Jual beli yang mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan
28
khianat, sedangkan dusta itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual, dan peyamaran itu adalah menyembunikan aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun makna khianat iaa lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan dengan sifat yang tidak benar atau memberitahu harga yang dusta(Azzam, 2010: 27). 5. Larangan-Larangan yang Merusak dalam Jual Beli Larangan tidak selamanya membatalkan,namun terkadang ia juga dapat membatalkan. Larangan terakhir inilah yang dimaksud disini, dan ia dapat terwujud jika pengharaman itu ditujukan pada akad itu sendiri, seperti hilangnya satu rukun dari rukun yang ada mengarah kepada sesuatu yang berada diluar namun menjadi bagian dari akad seperti syarat dari syarat-syarat yang ada. a. Asbu Al-Fahl (Jual Beli Sperma Hewan) Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dari Ibnu Amru :
“Bahwasannya Nabi Saw melarang menjual sperma hewan jantan.” Yakni mengawinkan antara kuda jantan degan kuda betina, atau spermanya, atau upah mengawinkannya, jika mengikuti dua pendapat diatas berarti ada kalimat yang sandaran agar bisa dilihat larangan yang ada, lengkapnya: “Nabi Saw melarang mengambil ganti sperma kuda sebagai
29
bayaran
pengawinannya
atau
spermanya.”
Artinya
memberi
dan
mengambilnya sebab ia termasuk dosa besar yang tidak sedikit dosanya karena memakan hartaorang lain dengan cara batil. Larangan secara jelas juga terdapat dalam Riwayat Imam AsySyafi‟i dalam Al-Mukhtasar, karena hukum-hukum syar‟i terkait dengan perbuatan orang mukallaf dan mengawini kuda bukan termasuk perbuatan mukallaf dan air (sperma) satu jenis benda yang tidak berkaitan dengan satu hukum. Oleh sebab itu, haram mengambil bayaran pengawinan kuda dan harga spermanya sesuai dengan dalil yang melarang hal ini.Artinya bahwa sperma kuda jantan bukan termasuk harta yang bisa dinilai dan tidak diketahuidan tidak mampu untuk diserahkan karena sangat tergantung dengan pilihannya dan tidak bisadiserahkan kepada yang punya. Adapun yang mengatakan sah menyewanya untuk mendapatkan anaknya bisa berarti dia menyewakan untuk beberapa waktu sesuai dengan keinginannya., maka pada saat itu ia boleh melakukan percampuran ini, dan cara ini menjadi satu keharusan bagiyang punya karena keperluan mendesak orang pedalaman dan dengan makna inilah ditafsirkan ucapan sebagian yang mengatakan bahwa melarang proses perkawinan ini merupakan satu dosa besar. Saya katakana, yang punya tidak harus memberikannya secara gratis sebab mereka juga tidak bisa mengambilnya tanpa jual beli atau menyewa. b. Habl Al-Hablah 30
Termasuk jual beli yang dilarang adalah habl al-hablah dan hadist ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari ibnu umar dengan lafal: “Rasul Saw melarang menjual habl al-hablah.” Yaitu menjual anak hewan atau menjual sesuatu dengan bayaran ketika janin dalam perut melahirkan artinya sampai hewan ini melahirkan anak dan kemudian si anak ini melahirkan, maka akad jual beli batal karena tergantung dengannya.Kalimat habl tidak dipakai kecuali untuk manusia kecuali untuk majaz.Karena kata habl (hamil) khusus untuk manusia dan disini disebutkan untuk umum baik manusia atau yang lainnya. Batalnya akad jual beli ditetapkan berdasarkan penafsiran pertama terhadap larangan yang ada karena ia adalah bentuk jual beli terhadap sesuatu yang bukan hak milik, tidak diketahui, dan tidak mampu diserahkan. Dan menurut penafsiran kedua, karena menunda sampai waktu yang tidak diketahui. Jual beli dengan bayaran anaknya hewan yang masih ada adalam perut ibunya dan ini yang dianamakan oleh penduduk kampong dengan “muqawamah” yaitu menjual hewan tunggangan dengan harga yang diakhirkan sehingga ia bisa mengambilnya dari anaknya hewan tunggangan tadi, tidak ada masalah buat yang melakukannya karena termasuk yang tidak terlihat sehingga dimaafkan. Contohnya dia mengatakan: “Saya jual kepadamu apa yang akan dilahirkan oleh anaknya hewan tunggangan ini,” dan inilah yang dinamakan jual beli habl alhablah yang hakiki, atau menjual sesuatu dengan harga yang ada pada 31
barang yang dijual yaitu jual beli habl al-hablah secara toleransi dan inilah penafsiran Ibnu Umar dan pendapat inilah yang dipakai oleh Imam Asy-Syafi‟i. c. Larangan Jual Beli Malaqih dan Madhamin Al-Malaqih bentuk jamak dari malaquhah secara bahasa artinya janin unta secara khusus.Menurut istilah syara‟ lebih umum dari itu yaitu janin yang ada dalam perut hewan baik yang jantan maupun betina, pendapat ini kemudian dibantah karena yang menjadi tradisi ahli bahasa maknanya lebih khusus dari definisi menurut syar‟i walaupun yang masyhur adalah kebalikan dari itu, kecuali jika dikatakan yang masyhur ini yang lebih dominan, kalau tidak keduanya sama dan terkadang makna secara bahasa lebih khusus seperti dalam pembahasan ini. Al-Madhamin bentuk jamak dari madhamun seperti manshur atau midhman seperti miftah, artinya sperma yang ada dalam tulang punggung kuda.Al-Azhari berkata “Dinamakan demikian karena Allah menciptakan tulang punggungnya seakan ia adalah pengaman baginya.” Imam Malik meriwayatkan hadis tentang larangan ini secara mursal dan Imam Al-Bazzar secara musnad dan tidak sah nya akad jual beli dari segi makna dari
hadisnya Abu Hurairah “Rasulullah Saw
melarang menjual malaqih dan madhamin.” d. Larangan Jual Beli Mulamasah dan Munabadzah
32
Yaitu memegang baju yang dilipat atau dalam gelapnya malam lalu ia membelinya tanpa khiyar jika dia melihatnya, karena memegang sudah dianggap cukup dari melihat atau dia mengatakan “Jika kamu menyentuhnya, maka saya menjualnya kepadamu” cukup dengan menyentuh tanpa shighat atau menjual sesuatu dengan syarat kapan dia memegannya, maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar majlis dan yang lain. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa‟id hadis ini dengan lafal “Rasulullah Saw melarang munabadzah dan mulamasah dalam jual beli.” Imam Asy-Syafi‟i menjelaskan alasan batalnya akad karena ada penggantungan dan tidak memakai shighat syar‟i.dan Al-Asnawi menjelaskan bahwa jika dia menjadikan memegang (lams) sebagai syarat, maka batalnya akad karena ada penggantungan, dan jika dia menjadikan memegang sebagai jual beli, maka karena tidak ada shighat. Adapun ucapan: “Jika kamu memegangnya, maka saya telah menjualnya keapadamu ”kemudian diterima oleh pihak yang lain, walaupun ada ijab dan qabul namun ada syarat yang rusak yaitu memegang. Adapun munabadzah, menjadikan ”menjatuhkan” sebagai jual beli sudah dianggap cukup menggantikan shighat kemudian yang lain mengatakan:”Saya jatuhkan bajuku kepadamu dengan harga sepuluh”, lalu diambil oleh pihak kedua atau dia berkata: “Saya jual kepadamu baju ini dengan harga begini dengan syarat jika saya menjatuhkan 33
kepadamu,”maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar (memilih). Dan batal karena tanpa ru‟yah (melihat) atau karena tanpa shighat atau karena syarat yang rusak. e. Larangan Jual Beli Hushah (dengan kerikil) Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi melarang jual beli dengan hushah (kerikil). Yaitu jika dia melempar batu, maka jual beli menjadi wajib, dengan cara mengatakan “saya jual kepadamu dari baju-baju ini mana yang terkena lemparan batu” atau melempar dari jauh tanpa adanya shighat, kemudian pihak yang lain menjawab: “jika saya lempar batu kecil ini maka baju ini terjual darimu dengan harga sepuluh” atau dia berkata “Saya jual kepadamu dan bagimu khiyar sampai ia melempar”. Batalnya akad dalam jual beli ini karena barang yang dijual atau waktu khiyar tidak diketahui, atau karena tidak ada sighat.Pendapat ang terakhir dibantah bahwa ucapannya dalam mulasamah “Maka saya telah menjualnya kepadamu” sebagai bentuk pemberitahuan dan bukan pembuatan atau karena menganggap shighat tidak ada sebab tidak ada syarat yaitu tanpa penggantungan. f. Larangan Jual Beli Al-Urbun Al-Urbun adalah seseorang membali satu barang dan memberi Penjual sejumlah uang dengan syarat ia menjadi bagian dari harga barang kalau dia ridha dengan jual beli dan kalau tidak, maka hanya hadiah saja.Abu Dawud dan yang lainnya meriwayatkan dari Amru bin Syu‟aib 34
dari ayahnya dari kakeknya: “Bahwasanya Nabi melarang jual beli „urbun. Tidak sah nya jual beli ini karena mengandung syarat harus mengembalikan atau hibah jika Pembeli tidak ridha dengan barang jualan, dan jawaban
Asy-Syubramalisi karena mengandung dua syarat yang
merusak, syarat hibah, dan syarat mengembalikan barang dengan ketentuan jika dia tidak ridha. Haram hukumnya memisahkan antara ibu dan anak kecil sesuaidengan sabda Nabi “Siapa yan memisahkan anatara ibu dan anakanya, maka Allah akan memisahkanny dengan orang-orang yang disayanginya pada hari kiamat.” Dihasankan oleh oleh At-Tirmidzi dan disahihkan oleh al-hakim sama dengan syarat Muslim, baik memisahkan dalamhal jual beli atau hibah,maka akad menjadi batal menurut pendapat kedua, tidakoleh dipisahkan sebab bisa membahayakandan bukan karena ada cacat pada jual beli. Maksud dari pemisahan dalam hadist diatas adalah memisahkan antara ibu dan anaknya, adapun memisahkan antara hewan dengan anaknya, Asnawi berkata, ada perincian: tidak mengapa jika dengan cara keduanya disembelih atau salah satunya seperti ibunya atau anaknya dengn syarat si anak tidak tergantung lagi dengan ibunya, pada saat itu hukumnya makruh, dan diharamkan berbuat selain yang diatas, dan tidak boleh melakukan sesuatu ketika sudah diharamkan seperti menjual, seandainya dia menjual salah satunya kepada orang yang kemungkinan 35
besar akan menyembelihnya, maka hukumnya tidak sah,belum tentu dia menyembelihnya dan syarat harus menyembelihnya adalah tidak tepat. Pendapat yang unggul tidak sah jual beli secara mutlak baik si pembeliakan menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan menyembelih sesuai dengan hadis Nabi:”Dilaknat orang yang memisahkan antara ibu dan anaknya,” dengan begitu ini termasuk dosa besar sebab ada ancaman yang keras. Adapun yang kuat, bahwa perbuatan ini hanya dosa kecil berbeda dengan Ibnu Hajar yang mengatakan ini termasuk dosa besar seperti yang diakui oleh Syaikh Muhammad Abduh. g. Larangan Dua Jualan dalam Satu Akad Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya dari Abu Hurairah dan mengatakan hadist ini hasan sahih. Dengan mengatakan : “saya jual kepadamu rumah ini dengan seribu secara tunai atau dua ribu tahun depan dan ambil yang mana kamu suka” atau dia mengatakan : “saya jual kepadamu kuda ini dengan syarat kamu menjual rumahmu dengan harga seribu atau kamu membeli rumahku dengan harga sekian”. Batalnya akad karena bayaran tidak diketahui dan karena syarat yang rusak, sebenarnya satu akad dinamakan dua akad lebih karena ada unsur tardid (ragu-ragu) dalam menentukan harga. Ada beberapa bentuk jual beli dan syarat yang dikecualikan, diantaranya : 36
1) Jual beli dengan syarat khiyar, atau bebeas dari aib atau syarat harus dipetik dari pohon. 2) Jual beli dengan syarat penundaan tempo bayaran, gadai, jaminan terhadap barang yang ada dengan harga dalam tanggungan (Azzam, 2010: 66-76). 6. Prinsip-prinsip Jual Beli Pertama, setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridhadi antara dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau dizalimi.Kedua, menegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran, mata uang (kurs), dan pembagian keuntungan.Ketiga, prinsip larangan riba (interest free).Keempat,
kasih
saying,
tolong
menolong
dan
persaudaraan
universal.Diharamkan seperti usaha-usaha yan merusak mental misalkan narkoba dan pornograpi.Demikian komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan tayyib baik barang maupun jasa.Keenam, perdagangan harus terhindar
dari
praktek
spekulasi,
gharar,
tadlis
dan
maysir.Ketujuh,
perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan mengingat Allah.Kedelapan, dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang mupun bukan hendaklah dilakukan pencatatan yang baik (akutansi). Sedangkan dalam hukum perdata Jual beli dapat dilakukan walaupun salah satu pihak beli mengetahui dengan jelas barang atau benda yang akan
37
diperjual belikan. Jual beli harus mengunakan alat ukur yang sah atau mata uang yang berlaku dalam sebuah Negara (pambayunazzahra. 2013). B. Jual Beli Ijon 1. Pengertian jual beli ijon Maksud jual beli ijon disini adalah jual beli buah yang belum jelas kemanfaatanya, karena jual beli buah yang belum berbentuk (masih berupa bunga atau belum muncul sama sekali) adalah jual beli yang dilarang menurut para ulama‟ karena jual beli semacam itu termasuk dalam kategori jual beli yang belum dimiliki atau jual beli ghoror (penipuan karena pasti salah satu pelaku akan tertimpa kerugian). Berdasarkan hadits-hadits di atas kita bisa menyimpulkan bahwa jelas kemanfaatan dimana buah tersebut sudah bisa dimanfaatkan dapat dilihat dari dua perkara : a. Nampak tanda-tanda masak, sebagaimana riwayat pertama (memerah atau menguning) dan pada riwayat kedua (sampai menghitamnya anggur dan mengerasnya biji). b. Hilangnya gangguan atau penyakit, hal ini di dasarkan kepada kekuatan perkiraan bahwa buah tersebut tidak terserang penyakit, sebagaiman riwayat Ibnu Umar ketika Rosul ditanya tentang kemanfaatanya, beliau menjawab, sampai hilang penyakitnya. Sedangkan secara rinci, para ulama‟ menyebutkan tentang tanda-tanda kemanfaatan sebagai berikut:
38
1) Dengan perubahan warna 2) Dengan perubahan rasa 3) Dengan perubahan kematangan 4) Dengan keras atau kuat 5) Dengan panjang dan penuh 6) Dengan besar 7) Dengan memecah 8) Dengan mekar. Sehingga masing-masing buah haruslah dideteksi kemanfaatan sebagaimana jenis masing-masing, tentunya persyaratan ini tidak berlaku apabila buah tersebut memeang dibutuhkan dalam keadaan muda. 2. Dasar Hukum jual Beli Ijon Jual beli buah yang belum Nampak kemanfaatanya ( ijon ) tidak akan terlepas dari dua kemungkinan yaitu buah tersebut dijual tersendiri maupun dijual beserta pangkalnya (pohonya), jika dijual buahnya saja maka akan masuk kepada dua kemungkinan pula, yaitu adanya pensyaratan pemetikan langsung dan adanya pensyaratan dibiarkan menetap di pohon, atau tidak adanya syarat secara mutlak (bisa jadi dipetik sebagian dibiarkan sebagian yang lain). Adapun jual beli buah beserta pohonya, maka tidak ada perbedaan di kalangan para ulama‟ tentang kebolehanya, karena buah masuk dalam bagian dari pohon yang dijual belikan, sehingga dalam hal ini tidak terdapat unsur penipuan dan saling merugikan. 39
Demikian pula menjual buah secara terpisah dari pohonya (jual buahnya saja) dengan syarat segera dipetik, para ulama‟ juga membolehkan dengan syarat buah yang dibeli tersebut telah mendatangkan manfaat bagi pembelinya. Begitu pula jika pembeli merupakan pemilik asal ( pohon ), hukumnya adalah boleh secara mutlak menurut para fuqoha‟, hal ini dikarenakan terjadinya kepemilikan secara sempurna kepada pembeli, tidak ada alasan dalam hal ini meskipun penjual mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung, maka pembeli tidak harus melaksanakan. Namun sebagian ulama‟ berpendapat tetap tidak diperbolehkan berdasarkan keumuman dalil, serta masih adanya unsur goror dengan kemungkinan rusak sebelum dipetik. Jika penjualan buah secara tersendiri (tidak beserta pohonnya) dan pembeli mensyaratkan adanya ketetapan di pohon (tidak langsung dipetik) maka menurut jumhur fuqoha‟ jual beli seperti ini adalah haram.Apabila pembeli bukan merupakan pemilik asli (pohon) dan ia hanya membeli buahnya saja, dia tidak mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung atau pembiaran di pohon, jumhur ulama‟ mengatakan haram hukumnya disebabkan karena keumuman dalil, sedang menurut madzhab Hanafi, akad seperti ini boleh tetapi si pembeli harus segera memetiknya. a. Kedudukan Larangan
40
1) Jumhur ulama‟ Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah bersepakat bahwa jual beli ijon dengan system yang telah disebutkan di atas adalah batil dan hukumnya haram. 2) Menurut Hanafiyah : aqd seperti ini rusak tetapi tidak batal, yaitu apa bila pembeli bukan merupakan pemilik asli ( pohon ) kemudian ia mensyaratkan ketetapan di pohon. b. Buah Yang Sudah Nampak Kemanfaatanya Demikan tersebut di atas hukum yang berkaitan dengan jual beli buah yang belum nampak kemanfaatanya, sedangkan untuk buah yang telah Nampak kemanfaatanya para ulama‟ memberikan rambu-rambu diantaranya: 1) Apabila jual beli tersebut dengan syarat langsung dipetik maka diperbolehkan. 2) Apabila jual beli tersebut lepas dari berbagai persyaratan maka jual beli tersebut juga sah. 3) Apabila jual beli tersebut mensyaratkan pembiaran (dibiarkan tetap dipohon dalam jangka waktu tertentu) apabila pembiaran tersebut tidak menghalangi bertambah besar (buah yang diperjual belikan) maka jual beli tersebut rusak menurut jumhur, sedangkan apabila terjamin bahwa pembiaran tersebut menghalangi bertambah besar maka jual beli seperti itu dihukumi rusak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf dengan alasan pensyaratan tetap dipohon mengandung unsurmanfaat bagi pembeli.
41
Sedangkan jika pihak pembeli dengan sengaja membiarkan buah tersebut di atas pohonya maka dijelaskan sebagai berikut: a. Apabila pembiaran dipohon tidak menyebabkan bertambahanya buah baik dari segi ukuran dan yang lainya kecuali hanya bertambah kematangan, maka sipembeli tidak perlu bersedekah baik pembiaran dipohon tersebut atas dasar izin sipemilik pohon maupun tanpa izin darinya. b. Apabila pembiaran tersebut tidak mengahalangi bertambahanya ukuran buah, maka sipembeli harus bersedekah lantaran perubahan tersebut karena hal itu merupakan perkara yang jelek dan pemebersihanya adalah dengan bersedekah (ppialittihad, 2012). C. Sosiologi Hukum Islam Sosiologi hukum menurut Soerjono Soekanto adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum itu mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap pembentukan hukum (Tebba, 2003: 1). Studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentu saja adalah bagian dari sosiologi agama.Ada perbedaan tentang tema pusat sosiologi agama klasik dan modern.Dalam sosiologi agama klasik tema pusatnya adalah hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat, bagaimana agama mempengaruhi masyarakat dan sebaliknya bagaimana perkembangan masyarakat mempengaruhi pemikiran dan pemahaman keagamaan.Sedangkan dalam sosiologi agama modern, tema 42
pusatnya hanya pada satu arah yaitu bagaimana agama mempengaruhi masyarakat.Tetapi studi Islam dengan pendekatan sosiologi, nampaknya lebih luas dari konsep sosiologi agama modern dan lebih dekat kepada konsep sosiologi agama klasik, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat (Mudzhar, 1999: 6-7). Studi Islam dengan pendekatan sosiologi dapat mengambil beberapa tema: 1. Studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat. Perubahan masyarakat (sosial change) biasanya didefinisikan sebagai “Perubahan sosial adalah perubahan pola-pola budaya, struktur social, dan perilaku sosial dalam jangka waktu tertentu. 2. Studi tentang pengaruh sruktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran agama dan konsep keagamaan. 3. Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat. Studi Islam dengan pendekatan sosiologi juga dapat mengevaluasi pola penyebaran agama dan seberapa jauh agama itu diamalkan oleh masyarakat. 4. Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim. Studi Islam dengan pendekatan sosiologi juga dapat mempelajari pola-pola perilaku masyarakat muslim desa dan kota, pola hubungan antar agama dalam suatu masyarakat, dan lain-lain. 5. Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan beragama (Mudzhar, 1999: 6-7). 43
Apabila pendekatan ini diterapkan dalam kajian hukum Islam maka tinjauan hukum Islam secara sosiologis dapat dilihat pada pengaruh hukum Islam pada perubahan masyarakat muslim, dan sebaliknya pengaruh masyarakat muslim terhadap perkembangan hukum Islam(Tebba, 2003: 1). Mengacu pada perbedaan gejala studi Islam pada umumnya, maka hukum Islam juga dapat dipandang sebagai gejala budaya dan sebagai gejala sosial.Filsafat dan aturan hukum Islam adalah gejala budaya, sedangkan interaksi orang-orang Islam dengan sesamanya atau dengan non-Muslim disekitar persoalan hukum Islam adalah gejala sosial. Secara lebih rinci studi hukum Islam dapat dibedakan atas: 1. Penelitian hukum Islam sebagai doktrin azaz yang sasaran utamanya adalah dasar-dasar konseptual hukum Islam seperti masalah filsafat hukum, sumbersumber hukum, konsep qiyas, konsep „am dan khas, dan lain-lain. 2. Penelitian hukum Islam nomatif yang sasaran utamanya adalah hukum Islam sebagai norma atau aturan, baik yang masih dalam bentuk nas (ayat-ayat ahkam dan hadist-hadist ahkam) maupun yang sudah menjadi produk pikiran manusia (kitab-kitab fiqh, keputusan pengadilan, undang-undang, fatwa ulama, dan sebagainya). 3. Penelitian hukum Islam sebagai gejala social yang sasaran utamanya adalah perilaku hukum masyarakat muslim, baik antar sesama muslim maupun nonMuslim disekitar masalah-masalah hukum Islam. Ini mencakup masalahmasalah seperti politik perumusan dan penerapan hukum, perilaku penegak 44
hukum, dan lembaga-lembaga penerbitan atau pendidikan yang mengkhususkan diri atau mendorong studi-studi hukum Islam. Dari tiga bentuk studi hukum Islam diatas, dua bentuk studi yang ketiga melihat Islam sebagai gejala sosial (Mudzhar, 1999: 12-14).Seperti halnya penggunaan pendekatan sosiologis dalam studi hukum Islam dapat mengambil beberapa tema sebagai berikut: 1. Pengaruh hukum Islam terhadap masyarakat dan perubahan masyarakat. 2. Pengaruh perubahan dan perkembangan masyarakat terhadap pemikiran hukum Islam. 3. Tingkat pengalaman masyarakat. 4. Pola interaksi masyarakat di seputar hukum Islam. 5. Gerakan atau organisasi kemasyaraktan yang mendukung atau kurang mendukung hukum Islam (Mudzhar, 1999: 15-16). Penerapan hukum Islam dalam segenap aspek kehidupan merupakan upaya pemahaman terhadap agama itu sendiri. Dengan demikian, hukum Islam (fiqh, syari‟ah) tidak saja berfungsi sebagai nilai-nilai normatif, ia secara teoritis berkaitan dengan segenap aspek kehidupan, dan ia adalah salah satu pranata (intitusi) sosial dalam Islam yang dapat memberikan legitimasi terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki dalam penyelarasan antara ajaran Islam dinamika sosial (Tebba, 2003: 1-2).
45
Adat kebiasaan („Urf) dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting sebagai salah satu daliluntuk menetapkan hukum syara‟. „Urf bisa berupa perbuatan maupun perkatan, dan „Urf dibagi dua macam yaitu al-„Urf al-„Am(adat kebiasaan umum), dan al-„Urf al-Khas (adat kebiasaan khusus). Disamping itu „Urf dibagi pula kepada: 1. Adat kebiasaan yang benar, yaitu suatu hal yang baik yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat, namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak pula sebaliknya. 2. Adat kebiasan yang fasid (tidak benar), yaitu sesuatu yang menjadi adat kebiasaan yang sampai menghalalkan yang diharamkan Allah (Effendi dan Zein, 2008: 154). 3. Adat istiadat („Urf) yang digunakan sebagai hukum plaksanaan jual beli dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. „Urf tidak berlawanan dengan nas yang tegas. b. „Urf menjadi adat yang terus menerus berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Hukum yang dibina “Urf berubah menurut masa dan tempat, asal tetap dalam bidang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan. Para ulama telah menjadikan adat („Urf) sebagai dasar hukum asal tidak menimbulkan suatu kerusakan untuk merusak suatu kemaslahatan atau menyalahi nas (Ash-Shiddiqi,
46
1999: 479). Ada empat syarat utama yang harus dipenuhi agar suatu adat („Urf) dapat diterima sebagai landasan hukum, yaitu: 1. Adat „Urf itu bernilai maslahah dan dapat diterima akal sehat. 2. Adat „Urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dilingkungan adat atau dikalangan sebagian warganya. 3. Adat „Urf itu telah ada pada saat itu, bukan „Urf yang muncul kemudian. 4. Adat „Urf itu tidakbertentangan dengan prinsip yang pasti (Syarifudin, 1999: 367-377). „Urf menurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara‟ tersendiri. Pada umumnya, „Urf ditunjukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menunjang pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan „urf dikhususkan lafal yang „amm(umum) dan dibatasiyang mutlak.Karena itu sah, dalam hal ini(Syafe‟I, 2007: 131). Kemaslahatan yang dikemukakan oleh Abdul-Wahhab Khallaf adalah sesuatu yang dianggap maslahat namun tidak pula ada dalil tertentu baik yang mendukung maupun yang menolaknya, sehingga dapat disebut maslahah mursalah (maslahah yang lepas dari dalil secara khusus) (Effendi dan zein, 2008: 149). Selanjutnya, dalam buku Ushul Fiqh oleh Satria Effendi dan M.Zein, yang menjelaskan maslahah dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
47
1. Al-maslahah al-Mu‟tabarah, yaitu maslahah yang secara tegas diakui syari‟at dan telah ditetapkan ketentuan-ketentuan hukum untuk merealisasikannya. 2. Al-maslahah al-Mulghah, yaitu sesuatu yang dianggap palsu karena kenyataanya bertentangan dengan ketentuan syari‟at. 3. Al-Maslahah al-Mursalah, dan maslahah macam ini banyak terdapat dalam masalah masalah muamalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dan tidak pula ada bandingannya dalam al-Qur‟andan as-Sunnah (Effendi dan Zein, 2008: 149-150). Abdul-Wahhab Khallaf menjelaskan beberapa persyaratan dalam memfungsikan maslahah mursalah, yaitu: 1. Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkan. 2. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Sesuatu yang dianggap maslahah itu tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada ketegasan dalam al-Qur‟an atau as-Sunnah, atau bertentangan dengan ijma‟(Effendi dan Zein, 2008: 152-15).
48
BAB III GAMBARAN UMUM PRAKTEK JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO A. Kondisi Masyarakat di Desa Surojoyo 1. Letak Geografis Surojoyo adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Desa dengan luas 366 m2 dan jumlah peduduk kurang lebih 2.504 yang mayoritas beragama Islam.dan tipologi Desa Surojoyo termasuk dataran tinggi. Adapun batas-batas wilayah Desa Surojoyo yaitu: 1) sebelah utara berbatasan dengan Desa Surodadi; 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kembaran; 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sidomuyo; dan
4)
Sebelah timur berbatsan dengan Desa Purworejo. Meskipun desa Surojoyo termasuk desa pinggiran, namun desa ini cukup baik mulai dari penduduk, pembangunan, dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sudah meningkat. Hal ini terbukti dari sebagian besar penduduk di Desa Surojoyo yang berhasil di bidang usaha diantaranya: perdagangan, pertenakan, pertanian dan lain-lain. Adapun struktur organisasi pemerintahan Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten magelang yaitu:
49
Struktur organisasi pemerintahan di Desa Surojoyo
Kepala Desa Triyono Sekertaris Desa kasi pemerintahan dan Pembangunan Siswantoro
Kaur Keuangan Tuwarni
Kaur Umum Z Murtadlo kadus karen Ahmad Harianto
Kasi Kesra Khudlori
kadus Brojolepo Jamingin
kadus klumprit gumun
kadus suran Darmadi
kadus clepan Fauzan
kadus surojoyo Jamari
2. Demografi a. Penduduk Menurut laporan monografi tahun 2013/2014 jumlah seluruh penduduk Desa Surojoyo adalah 5069 jiwa, terdiri dari 2.558 orang laki-laki dan 2.511 orang perempuan. Dan penduduk dengan usia produktif yaitu antara 16-50 tahun sebanyak 2.782 orang. Jadi lebih dari setengah penduduknya adalah berusia produktif.Dari data ini bisa dilihat bahwa
50
prospek perkembangan Desa ini dalam hal SDM cukup baik. Seperti pada tabel berikut : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Umur Laki-laki perempuan Jumlah 0<4 84 85 169 5>9 98 94 192 10 > 14 100 110 210 15 > 19 96 102 198 20 > 24 98 100 198 25 > 29 77 76 153 30 > 34 94 95 189 35 > 39 99 101 200 40 > 44 89 92 181 45 > 49 80 102 182 50 > 54 90 64 154 56 > 59 70 69 139 60 > 64 53 54 107 65 > 69 51 52 103 70 > 74 39 44 82 74 keatas 28 26 54 Jumlah 1.245 1.266 2.511 Tabel: 3.1Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur(Sumber data: data primer diolah)
b. Pendidikan Tingkat pendidikan Masyarakat Desa Surojoyo menurut data monografi pada bulan November 2014, sudah mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.Masyarakat yang melanjutkan pendidikan sampai Perguruan Tinggi sudah cukup banyak.Adapun untuk masyarakat yang telah lulus sarjana keatas pun mencapai jumlah 142 orang. Namun tingkat masyarakat yang tidak sekolah juga tinggi, yangmencapai 890 orang yang
51
terdiri dari masyarakat yang telah usia lanjut. Sedangkan untuk saat ini kondisi pendidikan masyarakat untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut ini: No 1
Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah Tidak/belum pernah 375 373 746 sekolah 2 Tidak/belum tamat 70 74 144 sekolah dasar 3 Sekolah Dasar 400 426 826 4 SMP Umum/kejuruan 170 176 346 5 SMA Umum 105 105 210 6 SMA kejuruan 48 49 97 7 Diploma I,II,&III 24 25 49 8 Universitas/D IV,S1,S2 42 51 93 Jumlah 1.232 1.279 2.511 Tabel: 3.2Penduduk Menurut Pendidikan(Sumber data: data primer diolah) c. Mata pencaharian Ditinjau dari mata pencaharian penduduk Desa Surojoyo, banyak diantaranya adalah sejumlah 97 orang sebagi PNS, Pegawai Swasta 135 orang, buruh bangunan ada 288 orang, buruh pabrik mencapai jumlah 117 orang penduduk, kurang lebih 523 orang penduduk sebagai petani, dan sekitar 100 orang pedagang. Dari tingkat mata pencaharian masyarakat tentu sebagian besar masyarakatnya berada pada tingkat penghasilan menengah ke bawah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
52
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12
Jenis pekerjaan Laki-laki perempuan Jumlah PNS 55 21 76 TNI 10 10 POLRI 11 11 Pegawai swasta 130 105 135 Pensiunan 78 56 124 Pengusaha 75 38 113 Buruh bangunan 108 100 228 Buruh industry 46 71 117 Buruh tani 34 26 60 Petani 423 101 523 Lain-lain 234 98 332 Jumlah 1.213 516 1.729 Tabel: 3.3Penduduk Berdasarkan Pekerjaan(Sumber data: data primer diolah) d. Sosial dan Keagamaan Selain pada keadaan geografis dan kependudukan, yang tidak kalah penting adalah kondisi keagamaan di Desa Surojoyo, dari data yang ada sampai dengan bulan november 2014, dari 2.511 penduduk
ada 2.504
kurang lebihpenduduk Desa Surojoyo beragama Islam dan sisanya yaitu 7 orang penduduk beragama Kristen. Jadi penduduk yang non muslim di Desa Surojoyo hanya 0.7%. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel keagamaan pada tabel di bawah ini: No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Islam 1.250 1.254 2.504 2 Khatolik 3 Kristen 4 3 7 4 Hindu 5 Budha 6 Konghucu Jumlah 1.254 1.257 2.511 Tabel: 3.4Penduduk Berdasarkan Agama(Sumber data: data primer diolah) 53
Sedangkan untuk kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat ada bermacam-macam.diantaranya adalah : 1) Yasinan dan Tahlilan Yasinan dan Tahlilan adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan disetiap Rukun Tetangga(RT).Kegiatan ini dilaksanakan setiap kamis malam atau malam jum‟at di masjid masing-masing wilayah. Dengan rangkaian acara tahlil bersama dan dilanjutkan dengan membaca surat yasin. Kegiatan ini didatangi banyak warga disekitar masjid di Daerah tersebut mulai dari kalangan tua, remaja sampai anak-anak pun turut serta dalam kegiatan tersebut.Untuk setiap kali kegiatan, di masjid jamaah yang datang antara 30-40 orang, Dan di mushola jamaah yang dating antara 20-30 orang. 2) Tahfidz Al Qur‟an Tahfidz Al Qur‟an yang dilaksanakan setiap minggu pahing, yaitu pengajian dimana para hafidz dan hafidzah yang ada di Desa Surojoyo didatangkan dalam satu majelis dan menghafal Al Qur‟an dihadapan Masyarakat, sehingga kegiatan tersebut bisa menguntungkan berbagai pihak, dari pihak para hafidz dan hafidzah bisa melancarkan serta memperdengarkan (tasmi‟) bacaan Al Qur‟annya dan para pendengar bisa mendengarkan dan memperoleh semangat lebih untuk belajar Al Qur‟an.Kegiatan seperti ini biasanya didatangi oleh banyak
54
jama‟ah, yang pada umumnya adalah dari kalangan orang tua, Ada juga dari golongan muda namun hanya dari Remaja Masjid sekitar Masjid dimana kegiatan tersebut digelar.Jamaah yang hadir pada kegiatan ini rata-rata mencapai 150-200 jamaah. 3) Tafsir Al Qur‟an Tafsir Al Qur‟an adalah pengajian rutin setiap sehabis jama‟ah subuh yang pengajian itu berisi penjelasan mengenai ayat-ayat Al Qur‟an atau bisa dikatakan Tafsir Al Qur‟an.Pada pangajian jenis ini pada umumnya jama‟ah yang hadir dari golongan orang tua atau penduduk yang telah berusia lanjut, ada dari golongan remaja atau pemuda yang datang namun hanya dari Remaja Masjid (REMAS) yang berdomisili di dekat masjid dimana pengajian itu dilaksanakan. Menurut Yasin, M.Pd beliau mengatakan “pengajian seperti ini dilaksanakan karena kita dari pihak Ta‟mir dan Remaja Masjid menyadari banyaknya warga terutama para orang yang telah lanjut usia buta akan tulisan arab, jadi dengan kita mengadakan kegiatan seperti ini diharapkan bisa menambah pengertian mereka tentang isi Al Qur‟an walau hanya dengan mendengarkan saja, dengan begitu diharapkan juga mereka bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari”. Dari pernyataan beliau bisa dilihat adanya jiwa kepedulian terhadap sesama dalam berbagi ilmu.Serta tingkat praktek keagamaan di Desa ini bukan isapan jempol semata, namun ada wujud nyatanya. Tapi perlu di sadari bahwa masyarakat pedesaan khususnya penduduk yang 55
telah lanjut usia masih banyak yang percaya terhadap mitos yang ada, jadi apa yang mereka dapatkan tidak secara mudah bisa diterapkan. Karena mereka kadang masih berpegang teguh pada kepercayaan nenek moyang yang ada.Hal tersebut dirasa menjadi hal yang menjadi penghalang untuk memberikan ajaran Islam yang benar pada mereka. 4) Pengajian Rutin RT Pengajian yang dilakukan dengan tujuan menambah tali silaturahmi antar warga di masing-masing Rukun Tetangga(RT). Pengajian ini dilaksanakan oleh, Ibu-Ibu, Bapak-Bapak serta Remaja. Setiap kelompoknya acara yang dilaksanakan berbeda-beda.Untuk pengajian Ibu-Ibu rangkaian acaranya terdiri atas tahlil, yasin, diba‟ serta tausiyah yang diisi oleh tokoh agama di Desa Surojoyo.Begitu pula untuk pengajian bapak-bapak rangkaian acaranya pun tidak jauh berbeda dengan pengajian ibu-ibu.Sedangkan untuk pengajian rutin remaja ada tambahan acara berupa diskusi bersama.Pengajian rutin semacam ini dilakukan setiap 2 minggu sekali.Tempat dilaksanakannya acara ini bergilir dari rumah satu ke rumah lainnya. 5) Diba‟an Diba‟an adalah serangkaian acara shalawat yang dilaksanakan oleh warga masyarakat di Desa Surojoyo. Kegiatan ini dilaksanakan setiap minggu malam atau malam senin.Dilaksanakan di Masjid atau Mushola di masing-masing Dusun atau wilayah RT. Acara Diba‟an ini 56
biasanya dihadiri sekitar 20-30 jama‟ah di setiap Masjid atau Mushola, terdiri atas anak-anak sampai orang tua.Biasanya sebelum acara Diba‟an dimulai, didahului dengan Tahlilan bersama.
57
B. Praktek jual beli tebasan di Desa Surjoyo Kecamatan Candimulyo
negosiasi antara penebas dan petani
setuju
tidak setuju
penebas survey lapangan
perjanjian batal
setuju
tidak setuju
negosiasi harga antara petani dan penebas
perjanjian batal
setuju
tidak setuju
penebas memberikan uang muka (panjer )atau membayar secara lunas
perjanjian batal
setuju
tidak setuju
transaksi dan tanaman jadi milik penebas
perjanjian batal
58
Keterangan: Dari sekian jumlah penduduk Desa Surojoyo yang ada, tentu jual beli dengan sistem tebasan ini sudah menjadi adat kebiasaan bagi sebagian masayarakat Desa Surojoyo, baik dari pihak pembeli yaitu dari kalangan pedagang atau sering disebut dengan penebas ataupun dari pihak penjual yang berasal dari kalangan petani. Proses jual beli tebasan yang dilakukan di Desa surojoyo ini yang pertama dilakukan yaitu biasanya pembeli atau penebas menghubungi
petani
yang mau ditebas tanamannya dengan mendatangi rumah, lalu para petani dan penjual bernegosiasi setuju apa tidak bila ditebas. Kemudian jika setuju perjanjian dilanjutkan dengan survey lapangan, survey lapangan disini dilakukan agar penebas bisa menentukan kualitas dan kuantitas tanaman, bagus apa tidak tanaman dan dapat menentukan harga yang sebagaimana mestinya menurut kualitas dan kuantitas tanaman tersebut dengan cara mencabut sampel tanaman dan seberapa luas tanah yang ditanami, jika pada survey lapangan ini penebas tidak setuju karena sesuatu hal, apakah kualitas tanamannya buruk atau karena sesuatu hal lain yang menyebabkan penebas tidak setuju maka perjanjian batal. Setelah survey lapangan dilakukan, dilanjutkan dengan tawar menawar harga antara petani dan penebas, biasanya transaksi yang dilakukan di Desa Surojoyo ada dua macam, tergantung pihak yang membeli dan juga kebutuhan Penjual tanamannya.Ada pedagang yang membeli buah yang masih di pohon dengan membayarnya setengah dari harga seluruhnya, para petani biasa menyebutnya dengan istilah panjar, dan ada pula yang membayarnya secara penuh 59
pada saat transaksi dilakukan. Dan para petani lebih suka pembayaran dengan cara panjar karena dengan adanya panjar para petani sudah mantap bahwa hasil panen sudah terjual, panjar yang diberikanpun ada macam-macam, kadang Rp. 200.000,atau Rp. 500.000,- untuk setiap Pembelian tanaman yang ditebas, dan sisanya akan diberikan pada saat sudah dipanen, atau seminggu setelah kesepakata ada yang dilakukan selain itu juga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apabila dengan tawar menawar penebas dan petani setuju maka transaksi sah dan tanaman menjadi milik penebas, sebaliknya apabila dengan tawar menawar penebas dan petani tidak setuju maka perjanjian batal. Jenis tanaman yang ditebaskan di Desa Surojoyo biasanya yaitu tanaman kacang tanah, ketela, jagung, petai, durian, rambutan, duku, langsep.Yang sering ditebas yaitu tergantung musim panen pada saat itu.Dan di Desa Surojoyo pada saat ini sedang ini sedang musim panen jagung, kacang tanah dan ketela.Akad yang dilakukan di Desa Surojoyo hanya mengunakan lisan saja dan tidak tertulis, dikarenakan pelaku jual beli kebanyakan orang tua yang tidak bisa baca tulis. Jadi dengan menggunakan akad lisan saja, para pelaku jual beli sudah saling percaya dengan adanya jual beli tebasan tersebut.Faktor yang mempngaruhi masyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan mereka karena profesi mereka sebagai petani dan sudah menjadi adat kebiasaan dari nenek moyang terdahulu.Di dalam jual beli tebasan yang dilakukan di desa surojoyo pernah terjadi perselisihan akibat transaksi jualbeli tebasan yang dilakukan. Perelisihan yang sering terjadi yaitu perselisihan dikarenan transaksi 60
panjer atau uang muka, perjanjian diawal transaksi dengan cara panjer yaitu membayar setengah harga atau seperempat kemudian kurangan akan dibayarkan seminggu setelah panen. Namun nyatanya banyak para penebas mengulur waktu pembayaran tersebut sehimgga menyebabkan perselisihan akan tetapi perselisihan tersebut tidak terlalu sering, banyak juga penebas yang jujur dan tepat waktu dalam membayar. Masyarakat di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelangsebenarnya sudah mengetahui bahwa jual beli yang dilakukan itu tidak diperbolehkan akan tetapi masyarakat di Desa Surojoyo tetap melakukannya dengan alasan bahwa mereka melakukan jual beli dengan sistem tebasan dengan tepaksa karena dengan jual beli tebasan mereka bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan jual beli tebasan termasuk salah satu mata pencaharian
masyarakat
Desa
Surojoyo
Kecamatan
Candimulyo
untuk
mensejahterakan kahidupan. Pandangan para tokoh agama yang ada di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo tentang jual beli tebasan yaitu para tokoh agama memperbolehkan jual beli tebasan asalakan tidak ada yang dirugikan dari kedua belah pihak, yaitu dari penjual maupun penebas.(sumber data: wawancara dengan pak Sugeng pada taggal 30 Juni 2015).
61
BAB IV ANALISIS A. Analisis Praktek Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Kecamantan Candimulyo Praktek jual beli sistem tebasan yang terjadi di Desa Surojoyo adalah menjual atau membeli hasil panen yang masih muda dan masih berada di dalam pohon. Akad yang digunakan ada dua macam, seperti: 1. Down Payment (DP) atau uang muka, di dalam istilah jual beli tebasan sering disebut dengan panjar. 2. Dengan membayar secara lunas. Biasanya jenis tanaman yang diperjual belikan dengan sistem tebasan adalah tanaman kacang tanah, ketela, jagung, petai, durian, rambutan, duku, dan langsep.Jual beli tebasan seperti ini sering dilakukan petani pemilik sawah dengan para penebas.Jual beli yang dilakukan di Desa Surojoyo dikatakan jual beli Ijon.Sedangkan jual beli ijon itu sendiri di dalam hukum Islam tidak diperbolehkan bahkan hukumnya haram. Seperti telah dijelaskan pada hadis dibawah ini :
َّ َّللا صلى َّللا عليه و سلم َن َهى َعنْ َبيْع الث َم َر ِة َح َّتى ِ َّ أَنَّ َرسُو َل ِ َّ َُّللا َّ َف َقا َل إِ َذا َم َن َع. ُّ َتحْ َمر.ِى َقا َل الث َم َر َة َف ِب َم َ ِى َقالُوا َو َما ُت ْزه َ ُت ْزه متفق عليه.ِيك ِ َتسْ َت َ ح ُّل َما َل أَخ Artinya: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang Penjualan buahbuahan (hasil tanaman) hingga menua?” Para sahabat bertanya, "Apa maksudnya telah menua?"Beliau menjawab, "Bila telah berwarna
62
merah."Kemudian beliau bersabda, "Bila Allah menghalangi masa penen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang Pembeli)?"(HR. Bukhari no. 2198 dan Muslim no. 1555). Apabila diihat dari rukun Jual beli yaitu: barang harus suci, bermanfaat, dapat diserahkan, dan diketahui, milik orang yang berakad. Salah satu syarat barang yang diakadkan yaitu dapat diserahkan, Sedangkan jual beli tanaman yang masih muda atau belum masak atau bahkan masih dalam berbentuk bunga, tentu tidak ada barang yang bisa diserahkan. Jual-beli buah-buahan itupun belum jelas apakah akan tumbuh dengan baik sampai buah masak dan siap dipanen atau justru sebaliknya. Jika hasil tanaman tersebut ternyata rusak atau membusuk sebelum tua makahal itu tidak akan bermanfaat,padahal salah satu syarat barang yang diakadkan adalah barang yang bermanfaat. Syarat yang lain adalah diketahui, baik kuantitas dan kualitasnya, sedangkan hasil tanaman yang sudah dijual atau dibeli dalam keadaan muda atau bunga tentu banyak atau berat buah-buahan tersebut belum jelas, serta kualitas dari buah-buahan juga belum jelas apakah akan berkualitas baik sampai waktunya panen tiba ataukah tidak. Apabila kerusakan pada buah-buahan tersebut tersebut benar-benar terjadi tentuya akan merugikan pihak pembeli. Dalam transaksi yang dilakukan para Penjual dan Pembeli yang ada di Desa Surojoyo, mereka memberikan sejumlah uang sebagai DP (Down Payment) atau Panjer kepada Penjual. Dan uang sisanya akan diberikan pada saat padi
63
dipanen, dan Pembeli memanen tanaman hasil panen seminggu setelah pembeli memberikan uang panjer. Masyarakat memahami jual beli seperti ini sebagai jual beli yang efisien, karena masyarakat tidak perlu memikirkan bagaimana cara mereka untuk memanen hasil tanamannya.mereka hanya tinggal menerima uangnya saja. Menurut HR muslim : 1526
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, “Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan secara taksiran, maka Rasulullah melarang kami menjual lagi sampai kami memindahkannya dari tempat belinya. Sisi pengambilan hukum dari hadist ini, adalah bahwa jual beli sistem borongan itu merupakan salah satu sistem jual-beli yang dilakukan oleh para sahabat pada zaman Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan beliau tidak melarangnya.Hanya saja, beliau melarang untuk menjualnya kembali sampai memindahkannya dari tempat semula.Ini merupakan taqriri (persetujuan) beliau atas bolehnya jual-beli sistem tersebut.Seandainya terlarang, pasti Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam akan melarangnya dan tidak hanya menyatakan hal di atas.
64
Jual beli seperti yang dilakukan oleh masyarakat Surojoyo berupa taksiran, termasuk jual beli yang gharar atau tidak jelas. Yaitu terdapat pada ketidakpastian akan seberapa banyak tanaman hasil panen yang dihasilkandari setiap kotak sawah, kadang rugi, kadang untung. Hal ini bisa juga diQiyaskan dengan perjudian, yaitu mengundi nasib dengan perhitungan yang tidak pasti. Seperti sabda Rasulullah yang melarang jual beli gharar yaitu:
Artinya :Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar. Dari data yang saya peroleh alasan apa saja masyarakat Desa Surojoyo melakukan jual beli tebasan, yang diungkapkan oleh 10 orang informan kami dapatkan dapat diperoleh beberapa alasan yaitu sebagai berikut: 1. Dari pihak penjual (wawancara dengan pinto, parjo, uwuh, dolah, ari, wahono, ari, muji, pada tanggal 13/6/2015). a. Karena profesi mereka sebagai petani dan jual beli tebasan satu-satunya mata pencaharian saya untuk nafkah keluarga. b. Karena untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. c. Karena memang sudah terbiasa dngan jual beli tebasan. 2. Dari pihak Pembeli (wawancara dengan sugeng dan jilah pada tanggal 14/6/2015). a. Karena sudah menjadi mata pencaharian yang pasti.
65
b. Tanaman yang masih muda atau mentah bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah. Sehingga saat tanaman tersebut telah tua harga jualnya tinggi dan keuntungan yang mereka dapatkan akan lebih besar. c. Karena alasan menolong Penjual yang terdesak kebutuhan. Dari alasan yang disampaikan oleh informan pelaku jual-beli sistem tebasan, bisa dilihat ada faktor yang sama yaitu faktor kebiasaan dan jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo diakibatkan karena faktor ekonomi, karena profesi mereka sebagai petani mata pencahaian satu-satunya yaitu dengan melakukan jual beli tebasan. Walaupun karena alasan terdesak kebutuhan atau alasan menolong orang yang terdesak kebutuhan.Jual beli sistem tebasanyang dilakukan di Desa Surojoyo tetap saja dilarang karena jual beli tebasan disini mengandung jual beli ijon dan jual beli dalam Islam itu dilarang. B. Pandangan tokoh-tokoh agama dalam pelaksanaan jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo Pandangan para tokoh agamadi Desa Surojoyo tentang pelaksanaan jual beli tebasan mengungkapkan bahwa jual beli tebasan itu diperbolehkan asalkan tidak merugikan salah satu pihak antara petani dan penebas. Menurut Nasrodin, salah seorang tokoh agama di Desa Surojoyo, menyatakan bahwa jual beli tebasan itu diperbolehkan asalkan tidak merugikan salah satu pihak yaitu petani maupun penebas, Dan pelaksanan jual beli tersebut tidak ada kecurangan yang menimbulkan perselisihan.Akan tetapi jual beli yang dilakukan di Desa surojoyo mengandung jual beli gharar karena transaksi jual beli 66
yang dilakukan membeli tanaman hasil panen yang masih muda atau belum masak, dan jual beli tersebut termasuk jual beli
yang belum
pasti
kemanfaatannya.Didalam jual beli tebasan ini sebenarnya yang sering dirugikan yaitu pihak petani, tetapi banyak juga pedagang yang rugi apabila taksirannya dalam menebas meleset, dari peristiwa tersebut dapat terjadi kesenjangan sosial tetapi tidak terlalu banyak karena masing-masing dari kedua belah pihak samasama tahu harga pasar. Beliau juga setuju akan adanya jual beli tebasan yang dilakukan di lakukan di Desa Surojoyo dengan alasan proses jual beli yang mudah dan system tebasan juga menghemat biaya dan waktu. Dengan adanya jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo menimbulkan dampak dalam idang perekonomian bagi masyarakat, dampaknya yaitu masyarakat Di Desa Surojoyo lebih sejahtera karena selain di bidang bisnis secara tidak langung antara petani dan pedagang tercipta saling gotong royong dalam bidang materiil (wawancara padatanggal 14 juli 2015). Menurut turmudzi, salah seorang tokoh agama di Desa Surojoyo, berpendapat bahwa pelaksanaan jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Suroyo sudah menajadi adat kebiasaan turun temurun nenek moyang terdahulu sehingga praktek jual beli tebasan masih terlaksana sampai sekarang.Di dalam jual beli tebasan menurut beliau diperbolehkan asalkan di dalam pelaksanaannya tidak mengandung unsur gharar didalam jual beli tebasan tersebut.para petani maupun pedagang kebanyakan menyukai cara jual dengan sistem tebasan, karena dengan
67
jual beli yang petani dan penebas lakukan lebih efisien dalam masalah biaya maupun waktu. Dalam hukum Islam, lanjutan Turmudzi, jual beli tebasan itu diperbolehkan asalkan di dalam pelaksanaan tidak ada unsur gharar didalamnya. Dan beliau mengungkapkan bahwa di Desa Surojoyo tidak ada kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh jual beli tebasan, karena dari pihak petani maupun penebas atau penjual sudah sama-sama berpengalaman dan mengetahui harga pasar jadi secara tidak langsung mereka dapat memprediksikan harga yang nanti akan dijual. Dampak yang diakibatkan jual beli tebasan di Desa Surojoyo dalam bidang ekonomi baik petani maupun penebas atau penjual lebih bisa meningkatkan taraf hidup sehari-hari dari hasil jual beli yang mereka lakukan (wawancara pada tanggal 14 juli 2015). Dari pendapat para tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa praktek jual beli tebasan di Desa Surojoyo diperbolehkan dengan alasan dalam jual beli tebasan tidak mengandung unsur gharar, akan tetapi dalam prakteknya jual beli tersebut mengandung unsur gharar, sedangkan di dalam Islam jual beli yang mengandung unsur gharar tidak diperbolehkan. Para tokoh agama memperbolehkan jual beli tebasan demi kemaslahatan umat karena petani dan pedagang menyukai cara jual beli dengan tebasan ini dengan alasan pelaksanaan jual beli tebasan itu lebih efisien dalam masalah biaya maupun waktu. Namun demikian pengaruh kemaslahatan tersebut tidak seberapa yang terjadi pada masyarakat Desa Surojoyo, karena masih banyak yang dirugikan 68
salah satu pihak antara petani dan penjual yan diakibatkan jual beli tebasan. Proses jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo dipengaruhi oleh Islam dan budaya, sedangkan dalam hukum Islam jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak diperbolehkan karena mengandung gharar dan jual beli tebasan di Desa surojoyo mengandung ijon dan di dalam Islam jual beliijon dilarang. Apabila jual beli tebasan dikaitkan dengan studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit.Karena mereka sudah mengetaui hukumnya jual beli tebasanyang mereka lakukan tidak diperbolehkan, namun mereka masih melakukannya. Masyarakat Desa surojoyo belum siap melaksanakan hukum Islam yang ada, seperti dalam teori studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengalaman beragama masyarakat, juga dapat mengevaluasi pola penyebaran agama dan seberapa jauh agama itu diamalkan oleh masyarakat. C. Pandangan Sosiologi hukum Islam terhadap jual beli tebasan Dalam pelaksanaan jual beli sistem tebasan yang dilakukan di desa surojoyo jenis barang yang diperjual belikan yaitu umbi-umbian, biji-bijian dan buah-buhan.Akad yang digunakan dalamjual beli ini yaitu menggunakan sistem akad down payment (DP) yang sering disebut dengan sistem panjar dalam jual beli tebasan.
69
Sedangkan di dalam hukum Islam itu sendiri akad jual beli dengan system panjar itu tidak diperbolehkan, karena pada sistem ini, uang muka yang telah diserahkan kepada penjual tidak dikembalikan apabila jual beli itu batal.Jelas hal itu bisa merugikan pihak pembeli dan dapat menimbulkan konflik antar pembeli dan penjual. Selain itu penjual memakan harta yang tidak jelas asalnya seperti pada penggalan hadis di bawah ini :
ال إِ اذا امنا اع ه متفق عليه.يل ال أا ِخ ا َّللاُ الثه ام ارةا فابِ ام تا ْستا ِحلُّ ام ا فاقا ا Kemudian beliau bersabda, "Bila Allah menghalangi masa panen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang Pembeli)?" (HR. Bukhari no. 2198 dan Muslim no. 1555).
Jadi apabila buah-buahan atau padi yang telah dibayar oleh Penjual kepada Pembeli apabila rusak atau busuk sebelum masa panen.Pembeli mendapatkan barang yang tidak ada manfaatnya.Sedangkan Penjual mengambil harga tanpa memberikan barang kepada Pembeli. Dalam Al Qur‟an juga disebutkan bahwa memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil adalah dilarang. Jual-beli hanya sah dengan jalan perniagaan atas suka sama suka, seperti yang dijelaskan dalam Qur‟an Surat AnNisa‟:29, yang berbunyi :
70
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS An Nisa‟: 29) Jual beli tebasan adalah jual beli dengan cara memborong barang atau sesuatu untuk di beli seluruhnya. Dalam Praktek jual beli tebasan yang dilakukan di Desa surojoyo itu terdapat sistem jual beli ijon, pengertian jual beli ijon itu sendiri yaitujual beli buah yang belum jelas kemanfaatanya,sedangkan dalam hukum Islam jual beli sistem ijon itu dilarang oleh agama. Karena jual beli buah yang belum berbentuk (masih berupa bunga atau belum muncul sama sekali) adalah jual beli yang dilarang menurut para ulama‟, karena jual beli semacam itu termasuk dalam kategori jual beli yang belum dimiliki atau jual
beli gharar
(penipuan karena pasti salah satu pelaku akan tertimpa kerugian). Jadi jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak sesuai dengan syariat Islam dan hukumnya dilarang, karena jual beli tebasan di Desa Surojoyo mengandung jual beli dengan akad panjar dan jual beli dengan sistem ijon.
71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Jual beli sistem tebasan adalah menjual atau membeli hasil tanaman yang masih dalam keadaan muda dan belum siap panen.Sistem akad yang sering digunakan dalam jual beli sistem tebasan adalah akad Panjar, melakukan penghitungan dengan cara taksiran, dan membelinya dengan cara borongan. Dari penelitian yang kami lakukan, dapat daiambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanakan jual beli dengan sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang sudah menjadi tradisi. Adapun yang menjadi faktor-faktor penyebabmasyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu: a. Faktor kebiasaan, dikarenakan sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai petani maka salah satu mata pencahariannya adalah jual beli. Namun, jual beli yang dilakukan tidak sesuai dengan syarat dan rukunnya yaitu jual beli secara tebasan. b. Selain itu faktor yang menyebabkan mereka melakukan jual beli tebasan adalah faktor ekonomi, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. 2. Pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, mereka menyatakan bahwa jual
72
beli tebasandiperbolehkan demi kemaslahatan umat.Dan juga petani dan pedagang menyukai cara jual beli dengan tebasan ini, dengan alasan pelaksanaan jual beli tebasan itu lebih efisien dalam masalah biaya maupun waktu. Namun demikian pengaruh kemaslahatan tersebut tidak seberapa yang terjadi pada masyarakat Desa Surojoyo, karena masih banyak yang dirugikan dari salah satu pihak, baik petani atau penjual, yang diakibatkan jual beli tebasan. Proses jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak terlepas dari asimilasi antara Islam dan budaya. Sedangkan dalam hukum Islam jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak diperbolehkan karena mengandung gharar dan jual beli tebasan di Desa Surojoyo merupakan jual beli ijon dan di dalam Islam jual beli ijon dilarang. 3. Jual beli tebasan di Desa Surojoyo menggunakan akad panjar dan transaksi tersebut terdapat jual beli ijon karena transaksi tersebut memperjualbelikan tanaman yang masih muda dan belum jelas kemanfaatannya. Jual beli tebasan dikaitkan dengan studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit, karena Mereka sudah mengetahui hukumnya bahwa jual beli tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan dalam hukum Islam, namun mereka masih melakukannya.
73
B. Saran Untuk masyarakat Desa Surojoyo yang melakukan praktik jual beli tebasandiharapkan mendapatkansebuah solusi untuk menjual hasil panen dengan cara lain sesuai dengan Hukum Islam misalnya : 1. Petani dan pedagang diharapkan Menunggu sampai buah itu masak sehingga Penjual dan Pembeli sama-sama mendapatkan keuntungan yang maksimal. 2. Sebaiknya para penjual dan pembeli mengganti akad ijon yang dilakukan dengan akad jual beli Salam (pesan-memesan) yaitu dengan memberikan hasil uang pesanan secara tunai ataupun dengan ansuran tetapi jika buah yang dibeli itu melebihi uang yang diberikan maka Pembeli wajib membagi kelebihan dari buah yang dia beli dengan Penjual, sebaliknya jika buah yang dibeli itu lebih sedikit
dari
uang
yang diberikan
sebelumnya
maka
mengembalikan uang yang diberikan Pembeli kepada Penjual.
74
Penjual
wajib
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Al-Qur‟an Al-Karim. 2005. CV Penerbit J-ART. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ash-Shiddiqi, T.M Hasbi. 1999. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang Azzam,Abdul Aziz Muhammad.2010. Fiqh Muamalah Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam. Jakarta:Sinar Grafika Offset. Daymon, Christine & Holloway Immy. 2008. Metode-Metode Penelitian kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Bintang Faji,senja.tt. Kamus lengkap Indonesia, Ed.Revisi, : Diva Publisher Mudzhar, M Atho. 1999. Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi. Semarang: IAIN press. Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kotemporer, Bogor: Ghalia Indonesia Qardhawi, Yusuf. 2007. Halal Haram dalam Islam, Solo: Intermedia Sabiq,Sayyid.1987. Fikih Sunnah Jilid 12.Bandung: PT.Al Ma‟arif Syafe‟i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia Syarifudin, Amir. 1997. Ushul Fiqih 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu Tebba, Sudirman. 2003. Sosiologi Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press.
Zein, Muhammad & Effendi, Satria. 2008. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. INTERNET http://palupi-pambayunazzahra.blogspot.com/2013/02/makalah-fiqh-muamalah-iistudy-banding.html http://ppialittihad.blogspot.com/2012/02/jual-beli-ijon.html WAWANCARA Wawancara dengan Pinto, Parjo, Fatonah, Dolah, Ari, Wahono, Muji. warga Desa Surojoyo sebagai petani. tanggal 13 juli 2015. Wawancara dengan Sugeng dan Jilah. warga Desa Surojoyo sebagai pedagang. Tanggal 14 juli 2015. Wawancara dengan Nasrodin dan Turmudzi. Warga Desa Surojoyo sebagai pemuka agama. pada tanggal 15 juli 2015