MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
ANALISIS SITOGENETIKA PADA PASIEN DENGAN AMENORE PRIMER DI CENTERFOR BIOMEDICAL RESEARCH (CEBIOR) SEMARANG Pirsa Hatpri Nur Ira1, Sultana MH Faradz2, Mahayu Dewi Ariani2 1
Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2 Staf CEBIOR, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang -Semarang 50275, Telp. 02476928010
ABSTRAK Latar Belakang : Amenore primer bukan suatu penyakit tetapi gejala dari suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai sebab seperti kelainan differensiasi gonad, gangguan endokrin dan kelainan genetik spesifik. Amenore primer merupakan salah satu kelainan yang menjadi indikasi untuk dilakukan analisis kromosom guna mengetahui kelainan kromosom sebagai penyebab amenore primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil dan distribusi hasil analisis kromosom pada pasien dengan amenore primer di Laboratorium Pusat Riset Biomedik (CEBIOR) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Metode : Penelitian ini menggunakan desain deskriptif retrospektif dan prospektif. Penelitian ini dilakukan pada pasien amenore primer yang memeriksakan diri ke CEBIOR periode Januari 2005 sampai dengan April 2015. Hasil : Penelitian dilakukan pada 71 pasien pasien dengan amenore primer pada periode Januari 2005 sampai dengan April 2015 dan mengidentifikasi 47 (65,3%) pasien dengan kariotipe 46, XX, 9 (12,7%) pasien dengan kariotipe 46, XY dan 16 (22,2%) pasien dengan aberasi kromosom baik numerik maupun struktural seperti 45, X, 45, X/46, XX, 1Xq, 46, XX/ 45, X (2%) dan 46,XX (99%)/ 45, X (1%), 46,X, i(X)(q10)(85%)/45, X(15%), 45,X(76%)/46, X, i(X)(q10)(24%), 47, XY+21, 46, XX,del (9)(p23)->pter, 46, XX, t(1; X)(p34; q25), 46, XX, t(1; X)(p34; q25), dan 46, XX/46, XY(10%). Kesimpulan dan Saran : Pemeriksaan sitogenetika telah dilakukan pada 71 subjek dan mayoritas mempunyai kromosom 46, XX. Pemeriksaan sitogenetika sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan penanganan kelainan, meskipun terdapat beberapa kasus kelainan kromosom yang tidak dapat didiagnosis dengan pemeriksaan sitogenetika sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan molekuler. Kata Kunci : Amenore primer, Pemeriksaan Sitogenetika ABSTRACT Background : Primary amenorrhea is a symptom that may result from several quite different causes such as gonadal anomalies, endocrinnological imbalance and specific of genetic disorders. Primary amenorrhea is one of indications for cytogenetic analysis, which have shown the importance of chromosomal abnormalities as a cause of amenorrhea. The aim of this study is to know the distribution of karyotype in patients with primary amenorrhea in Center For Biomedical Research (CEBIOR) Medical Faculty of Diponegoro University, Semarang. Subject and Method : This study was a descriptive retrospective and prospective study design. The subjects are patients with primary amenorrhea who examined in CEBIOR Semarang since January 2005 to April 2015. Results : Cytogenetic analysis were carried out to 71 patients with primary amenorrhea during January 2005 to April 2015 and identified 47(65,3%) subjects with 46, XX; 9 (12,7%) 1751 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
subjects with 46, XY and 16 (22,2%) subjects with numerical and structural sex chromosome aberration such as 45, X,45, X/46, XX, 1Xq, 46, XX/ 45, X (2%) dan 46,XX (99%)/ 45, X (1%), 46,X, i(X)(q10)(85%)/45, X(15%), 45,X(76%)/46, X, i(X)(q10)(24%), 47, XY+21, 46, XX,del (9)(p23)->pter, 46, XX, t(1; X)(p34; q25), 46, XX, t(1; X)(p34; q25), and 46, XX/46, XY(10%). Conclusion : Cytogenetic analysis was done to 71 subjects and mostly subjects have 46, XX karyotype. Cytogenetic investigations are important to established the diagnoses and management for primary amenorrhea cases, although in some cases with cryptic chromosome aberrations should be investigated with molecular analysis. Keywords : Primary amenorrhea, Cytogenetic analysis PENDAHULUAN Amenore adalah tidak terjadinya atau abnormalitas siklus menstruasi seorang wanita pada usia reproduktif.1 Secara umum amenore dibedakan menjadi 2 yaitu amenore primer dan sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadinya menstruasi pertama kali (menarche) pada usia 13 tahun dengan pertumbuhan seks sekunder normal atau tidak terjadinya menarche dalam waktu lima tahun setelah pertumbuhan payudara, apabila terjadi sebelum usia 10 tahun.2,3Sedangkan, amenore sekunder adalah berhentinya siklus menstruasi yang teratur selama 3 bulan atau berhentinya siklus menstruasi yang tidak teratur selama 6 bulan.2,4 Berdasarkan data penelitian, insidensi amenore primer di Amerika < 1%.5 Sedangkan, di Indonesia menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri Indah Winarni pada tahun 2009, insidensi amenore primer di Semarang sebesar 11,83%.6 Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa persentase frekuensi penyebab amenore primer antara lain adanya abnormalitas gonadal (50,4%), abnormalitas hipotalamus dan kelenjar pituitari (27,8%), abnormalitas saluran genitalia (21,8%), dan hymen imperforata atau septum transversal vagina (3%-5%).5,7 Pada 50,4% pasien dengan amenore primer karena abnormalitas gonadal, disebabkan adanya kelainan kromosom.8 Faktor resiko terjadinya abnormalitas kromosom adalah usia maternal, lingkungan, nutrisi, perilaku individu, dan paparan bahan kimia.9 Usia maternal > 35 tahun mempunyai resiko sebesar 1,80% untuk melahirkan anak dengan abnormalitas kromosom dan subfertil.9-13 Berdasarkan urain tersebut, amenore primer merupakan suatu gangguan siklus menstruasi yang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi reproduksi wanita. Belum diketahuinya penyebab yang jelas menyebabkan kurangnya pemahaman dan keterlambatan penanganan kasus amenore primer. Hal tersebut, juga masih menyulitkan tenaga medis dalam konseling secara tepat dalam mengatasi kelainan amenore primer. Dengan demikian, peneliti 1752 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
bertujuan menganalisis kelainan kromosom pada pasien dengan amenore primer di laboratorium Center for Biomedical Research (CEBIOR) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) Semarang.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian dengan data yang bersifat retrospektif dan prospektif. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium CEBIOR FK Undip Semarang pada Februari 2015 – Juni2015 dengan sampel penelitiannya semua pasien amenore primer yang tercatat direkam medis CEBIOR FK Undip dari Januari 2005–April 2015. Salah satu penyebab terjadinya amenore primer adalah adanya kelainan kromosom. Pada penelitian ini mengidentifikasi distribusi kelainan kromosom pada pasien dengan amenore primer di CEBIOR FK Undip. Analisis data pada penelitian ini yaitu secara deskriptif dengan menggambarkan distribusi kelainan kromosom pada pasien dengan amenore primer. Semua subjek penelitian dilakukan pemeriksaan analisis kromosom dengan kultur 72 jam, dilanjutkan dengan proses pemanenan, lalu dianalisis dengan pengecatan G-banding.
HASIL Sebanyak 71 subjek dengan amenore primer tercatat di laboratorium CEBIOR sejak periode Januari 2005 sampai dengan April 2015. Setiap tahun mengalami variasi jumlah dengan jumlah pasien tertinggi pada tahun 2008.
Gambar 1. Jumlah pasien dengan amenore primer di CEBIOR. 1753 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa mayoritas usia pasien dengan amenore primer di CEBIOR berada pada kelompok 14 – 18 tahun (Grafik.2) sedangan untuk usia ibu berada pada kelompok 20 – 24 tahun.
Grafik 2. Persentase usia pasien amenore primer di CEBIOR Pada 71 subjek yang diperiksa di CEBIOR terdapat 47 subjek dengan kariotipe 46, XX, 9 subjek dengan 46, XY, dan 16 subjek dengan aberasi kromosom baik numerik maupun struktural, yaitu 1 subjek memiliki kariotipe 47, XY+21, 5 subjek dengan kariotipe 45, X, 1 subjek dengan delesi lengan pendek kromosom 9 (46, XX,del (9)(p23)->pter), 1 subjek dengan translokasi kromosom 1 ke kromosom X (46, XX, t(1; X)(p34; q25)), 1 subjek dengan isokromosom kromosom X (46, XX, i(X)(qter-> q10 :: q10-> qter)), serta sisanya memiliki kelainan mosaik. Berdasarkan hasil penelitian, penyebab terbanyak kasus amenore primer pada kariotipe 46, XX adalah adanya kelainan anatomis uterus ataupun vagina.
1754 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
Tabel 1. Distribusi diagnosis, jumlah pasien dan kariotipe pada pasien dengan amenore primer di CEBIOR. DIAGNOSIS
JUMLAH PASIEN
KARIOTIPE
MRKH
13
46, XX
UNKNOWN CAUSE
15
46, XX
KELAINAN
UTERUS
15
46, XX
ANATOMIS
VAGINA
4
46, XX
S.T. KLASIK
5
45, X 1
45, X/46, XX, 1Xq
1
46, XX/ 45, X(2%)
1
SINDROM S.T.
TURNER
VARIANTS
6
1 1
1
46, X, i(X)(q10)(85%)/45, X(15%) 46, XX (99%)/ 45, X(1%) 45, X(76%)/46, X, i(X)(q10)(24%) 46, XX, i(X)(qter-> q10 :: q10-> qter)
AIS
1
46, XY
PAIS
2
46, XY
CAIS
1
46, XY
CAH
1
46, XX
GONADAL DYSGENESIS
5
46, XY
1
47, XY+21
ABNORMALITAS
1
46, XX,del (9)(p23)->pter
KROMOSOM
1
46, XX, t(1; X)(p34; q25)
1
46, XX/46, XY(10%)
AIS
1755 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 71 kasus amenore primer yang diperiksa di CEBIOR FK UNDIP Semarang periode Januari 2005 sampai dengan April 2015 terdapat variasi jumlah kasus setiap tahunnya. Kasus tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebanyak 14 pasien dan terendah terjadi pada tahun 2005, yaitu 2 kasus. Mayoritas usia pasien amenore primer adalah 14 – 18 tahun, hal ini dikarenakan pasien akan memeriksakan diri apabila belum terjadi menstruasi pada usia pubertas. Salah satu penyebab terjadinya amenore primer adalah adanya kelainan kromosom, dimana salah satu faktor yang berperngaruh terhadap adanya kelainan kromosom adalah usia maternal >35 tahun akan mempunyai resiko 1,80% untuk melahirkan anak dengan abnormalitas kromosom dan subfertil.9-13 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang didapatkan, dimana mayoritas usia maternal berada pada kelompok 20 – 24 tahun. Berdasarkan frekuensi hasil analisis sitogenetika pasien dengan amenore primer ditemukan bahwa 47 subjek dengan kariotipe 46, XX , dengan penyebab terbanyak adalah adanya kelainan anatomis alat reproduksi, yaitu vagina atau uterus, sehingga diperlukan adanya pemeriksaan lanjutan pada kelainan tersebut. Pada subjek dengan kariotipe 46, XY, ditemukan adanya disgenesis gonad. Dimana pada kasus tersebut terjadi kelainan perkembangan lempeng gonad (gonadal streak) yang akan menghasilkan individu dengan kariotipe 46, XY dengan disgenesis gonad sempurna (Pure Gonadal Dysgenesis) yang disebut swyer syndrome.14 Individu dengan disgenesis gonad sempurna akan berkembang menjadi individu wanita dengan organ dalam seperti wanita, akan tetapi terdapat kelainan pada perkembangan alat genitalia eksterna dan kariotipenya (46, XY).15 Selain itu, penyebab amenore primer adalah Androgen Insensitivity Sydrome (AIS) yang disebabkan karena adanya defek pada reseptor androgen. Dimana pada PAIS tersebut akan terjadi virilisasi minimal sehingga individu mempunyai dismorfologi berupa terbentuknya genitalia eksterna dengan mild clitoromegaly, adanya fusi pada labia dan ditemukan adanya pubes pada saat pubertas.16,17 Sedangkan pada Complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS) menunjukkan genitalia eksterna wanita normal, akan tetapi pada beberapa kasus mungkin menujukkan short blind ending vagina dan tidak ditemukan adanya derivat dari duktus wolfii.18 Saat 1756 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
pubertas, akan terjadi perkembangan dari payudara akan tetapi tidak ditemukan adanya pertumbuhan dari rambut ketiak (axillary hair) dan rambut pubes (pubic hair).16 Adanya kelainan kromosom berupa kelainan numerikal maupun struktural juga menjadi penyebab terjadinya kasus amenore primer pada penelitian ini. Salah satunya adalah kelainan kromosom akibat aberasi
kromosom, yang mengakibatkan terjadinya sindrom
Turner pada pasien. Terdapat 5 subjek dengan kelainan sindrom Turner Klasik yang mempunyai kariotipe 45, X. Sedangkan 6 pasien yang lain mengalami sindrom Turner Variant, dengan kromosom mosaik yaitu 1 kasus terjadi delesi pada lengan panjang kromosom X dengan kariotipe 45, X/46, XX, 1Xq, 2 kasus dengan kariotipe mosaik 46, XX/ 45, X (2%) dan 46,XX (99%)/ 45, X (1%), 2 kasus terjadi duplikasi (isokromosom) pada lengan panjang kromosom X dengan kariotipe 46,X, i(X)(q10)(85%)/45, X(15%) dan 45,X(76%)/46, X, i(X)(q10)(24%), dan 1 kasus isokromosom pada kromosom X dengan kariotipe 46, XX, i(X)(qter-> q10:: q10-> qter). Kelainan struktur tersebut mengakibatkan terjadinya kelainan – kelainan pada gen yang mengatur gonad wanita, sehingga akan mengakibatkan terjadinya amenore primer.19 Terjadinya kasus amenore primer pada pasien dengan sindrom Turner dikarenakan adanya monosomi atau mosaik yang diakibatkannondisjunction selama proses meiosis gamet orang tua.20 Adanya kelainan tersebut mengakibatkan terjadinya disgenesis gonad. Kelainan struktural kromosom yang mengakibatkan terjadinya amenore primer antara lain adanya delesi pada lengan pendek kromosom 9 dengan kariotipe 46, XX, del (9)(p23)>pter. Apabila terjadi delesi pada lengan pendek kromosom 9 pada laki – laki, mungkin akan terjadi kelainan berupa hipospadia, sedangkan pada wanita akan terjadi hipoplasi dari labia mayor dan mungkin labia minor akan mengalami hiperplasi.21 Selain adanya delesi, adanya translokasi lengan pendek kromosom pada lengan panjang kromosom X dengan kariotipe 46, XX, t(1; X)(p34; q25) mengakibatkan terjadinya kelainan pada gen yang mengatur perkembangan gonad pada wanita.Sehingga adanya translokasi tersebut akan mengakibatkan terjadinya X – Chromosome Inactivtaion (XCI), yaitu suatu proses epigenetik yang mengatur gen – gen dalam pembentukan gonad wanita, sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan material genetik.,21,22 Terjadinya kelainan kromosom yaitu 46, XX/46, XY (10%), dimana pada kelainan ini pasien akan mengalami gonadal dysgenesis yang mengakibatkan terjadinya amenore primer. 1757 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
Selain kelainan numerikal maupun struktural kromosom, penyebab amenore primer adalah adanya Congenital Adrenal Hiperplasi (CAH). Adanya peningkatan hormon spesifik pada CAH yaitu 17- Hydroxyprogesteronakan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan pada HPO Axis.23 Akibat dari peningkatan progesteron yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi sekresi GnRH, dimana terjadinya peningkatan sekresi GnRH ini akan mengakibatkan terjadinya hipersekresi LH dari hipofisis.23Sehingga pada pasien CAH akan terjadi gangguan siklus menstruasi yaitu amenore primer.
SIMPULAN DAN SARAN Terdapat 71 kasus amenore primer pada periode Januari 2005 sampai dengan April 2015 di Laboratorium Pusat Riset Biomedik FK UNDIP Semarang dengan distribusi pasien yang bervariasi setiap tahunnya. Dimana jumlah pasien tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan terendah terjadi pada tahun 2005, mayoritas berusia 14 – 18 tahun dan mayoritas usia maternal adalah 20 – 24 tahun. Sedangkan derajat virilisasinya adalah Quigley stage 6 dan Tanner stage 1 dengan mayoritas kariotipe adalah 46, XX. Penyebab terjadinya amenore primer pada pasien dengan kariotipe 46, XX tertinggi adalah adanya kelainan anatomis uterus ataupun vagina, kemudian penyebab yang belum diketahui dan MRKHS. Sedangkan pada pasien dengan kariotipe 46, XY, 5 kasus diantaranya karena adanya gonadal dysgenesis dan 4 kasus karena adanya AIS. Penulis menyarankan perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengidentifikasi kelainan kromosom penyebab amenore primer. Hasil penelitian ini disarankan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam konseling serta penanganan pada kasus amenore primer.
UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Ahmad Zulfa Juniarto, Msi. Med, Sp. And, PhD, dr. Dimas Sindhu Wibisono Sp.U, seluruh staf CEBIOR Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, dan pihak – pihak lain yang telah membantu hingga penelitian dan penulisan artikel ini dapat terlaksana dengan baik.
1758 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
DAFTAR PUSTAKA 1.
Stedman’s Medical Dictionary 27th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000: 56.
2.
Practice Committee Of American Society For Reproductive Medicine. Current Evaluation Of Amenorrhea. Fertil Steril. 2008; 90(5): 219 – 225.
3.
Euling SY, Herman-Giddens ME, Lee PA. Examination of US Puberty Timing Data From 1940 to 1994 For Secular Trends: Panel Findings. Pediatrics. 2008; 12(3): 172 – 191.
4.
Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005: 400 – 464.
5.
Mohajertehran F, Ghodsi K, Hafizi L, Rezaee A. Frequency and The Type Of Chromosomal AbnormalitiesIn Patients With Primary Amenorrhea In Northeast Of Iran. Iran J Basic Med Sci. 2013; 16(4): 643 – 639.
6.
Tri Indah Winarni, Dwi Intan Puspitasari. Analisis Kromosom dan Profil Hormon Pada Pasien Amenore Primer di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009.
7.
Lori Homa, Semara Thomas, Joseph Sanfilippo. Primary Amenorrhea With Transverse Vaginal Septum and Scant Hematocolpos. Open Journal of Pediatrics. 2012; 2: 87 – 91.
8.
Achermann J, Huges IA. Disorders of Sex Development. In: Kronenberg HM editor. Williams’s Textbook of Endocrinology 11th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 811 – 822.
9.
Jan E. Dickinson. Increasing Maternal Age and Obstetric Outcomes. Australian and New Zealand Journal Of Obstetrics and Gynecology. 2012; 52: 217 – 219.
10. Young Joo Kim, Jee Eun Lee, Soo Hyun Kim, Sung Shin Shim, Dong Hyun Cha. Maternal Age Specific Rates Of Fetal Chromosomal Abnormalities In Korean Pregnant Women Of Advanced Maternal Age. Obstet Gynecol Sci. 2013; 56(3): 160 – 166. 11. DA Vaughan, BJ Cleary, DJ Murphy. Delivery Outcomes For Nulliparous Women At The Extremes Of Maternal Age. BJOG. 2014; 121: 261–268. 12. Chae Min Lee, Sun Hye Yang, Sun Pyo Lee, Byung Chul Hwang, Suk Young Min. Clinical Factors Affecting The Timing of Delivery In Twin Pregnancies. Obstet Gynecol. 2014; 57(6): 436 – 441.
1759 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Pirsa Hatpri Nur Ira, Sultana MH Faradz, Mahayu Dewi Ariani
13. Bobrowski R, Bottom. Underappreciated Risks Of The Elderly Multipara. Am J Obstet Gynecol. 1995; 172(6): 1764–1770. 14. Ostrer H. 46, XY Disorder of Sex Development and 46, XY Complete Gonadal Dysgenesis. In: Pagon RA, Adam MP, Ardinger HH, et al., editors. Gene Review. Seattle (WA): University of Washington, Seattle; 1993 – 2015. 15. Swyer
syndrome.
Genetics
Home
Reference.
2008.
Available
at:
http://ghr.nlm.nih.gov/condition/swyersyndrome. 16. Jirasek JE. Development Of The Genital System and Male Pseudohermaphroditism. In: Cohen MM editor. Baltimore Johns Hopkins Press; 1971. p. 30. 17. Hallberg L, Hogdahl AM, Nilsson L, Rybo G. Menstrual Blood Loss A Population Study: Variation At Different Ages And Attempts To Define Normality. Acta Obstet Gynecol Scand. 1966; 45(3): 320–351. 18. Kawano Y, Kamihigashi S, Nakamura S, et al,. Delayed Puberty Associated With Hyperprolactinemia Caused By Pituitary Microadenoma.Arch Gynecol Obstet. 2000; 264(2): 90 – 92. 19. Blank SK, Mc Cartney CR, Helm KD, Marshall JC: Neuroendocrine Effects Of Androgens In adult Polycystic ovary Syndrome and Female Puberty.Seminars in Reproductive Medicine. 2007, 25(5): 352-355. 20. Quincy Zhong, B.S, Lawrence C. Layman. Genetic Considerations In The Patient with Turner Syndrome 45,X With Or Without Mosaicism. Fertil Steril. 2012; 98(4): 775–779. 21. Lyon MF. Gene Action In The X-Chromosome Of The Mouse (Mus Musculus L.). Nature. 1961; 190(4773): 372–373. 22. Catherine E Cottrell, Annemarie Sommer, Gail D Wenger, Steven Bullard, Tamara Busch, Katherine Nash Krahn, et al. Atypical X-Chromosome Inactivation In An X;1 Translocation Patient Demonstrating Xq28 Functional Disomy. Am J Med Genet A. 2009; 149A(3): 408 – 414. 23. Blank SK, Mc Cartney CR, Helm KD, Marshall JC: Neuroendocrine Effects Of Androgens In adult Polycystic ovary Syndrome and Female Puberty.Seminars in Reproductive Medicine. 2007, 25(5):352-355.
1760 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 1751-1760