ANALISIS SISTEM PERPIPAAN UNTUK PENGISIAN AVTUR PADA HEADERLINE DPPU NGURAH RAI DENPASAR-BALI Swasta Adhitya ; Totok Soehartanto ; Gunawan Nugroho Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111 ABSTRAK Bukaan valve pada control valve PCV351 yang ada di DPPU Ngurah Rai terlalu kecil untuk operasi normal atau permintaan bahan bakar sebesar ±120 m3/jam. Hipotesa awal terjadinya keadaan tersebut yaitu adanya ketidaksesuaian antara sistem perpipaan dengan pemilihan control valve. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peristiwa bottle neck sehingga kemungkinan terjadinya kavitasi sangat tinggi. Kavitasi secara umum diketahui merugikan. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan analisis system perpipaan secara kesuluruhan dilakukan untuk mengetahui penyebab bukaan valve yang terlalu kecil untuk operasi normal. Analisis dilakukan menggunakan metode Hardy Cross. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui nilai head di setiap titik yang diinginkan dengan menggunakan nilai koefisien loss dari setiap pipa dan persamaan kesetimbangan massa untuk setiap titik yang saling berhubungan. Kemudian program simulasi dibuat untuk mendapatkan nilai head pada sisi inlet PCV351 yang kemudian nilai head tersebut digunakan untuk mengetahui nilai tekanan inlet PCV351. Nilai tekanan digunakan untuk mendapatkan variasi nilai Cv PCV351 dengan variasi 6 tangki, 6 pompa dan 11 besar laju lairan yang berbeda. Nilai Cv terbesar, Cv keadaan normal dan Cv terendah yang didapat berturut-urut sebesar 481.872757948698, 67.778662099881, dan 27.329171503530. Nilai Cv tertinggi yang didapat dari hasil perhitungan hanya sebesar 43.7% dari nilai Cv PCV 351. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan nilai Cv maksimum menjadi 70% atau 770 yaitu dengan menambah local loss. Nilai local loss yang didapatkan sebesar 24.396329817119. Nilai Cv terendah dan keadaan normal bila menggunakan tambahan local loss menjadi 27.355950045308 dan 70.7065937774641. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai sebelumnya. Hal ini mengindikasikan, penambahan local loss tidak efektif memperbesar nilai Cv. Alternatif terakhir yaitu penggantian control valve PCV 351 yang terpasang dengan control valve baru dengan nilai Cv 705. Hasil analisis menyebutkan range kerja control valve dengan Cv 705 berada dalam range proses. Kata kunci: bukaan valve, kavitasi, Hardy Cross , Sistem Perpipaan.
tidak sesuai dengan proses pada DPPU Ngurah Rai. Hal inilah yang dijadikan hipotesa pada tugas akhir ini. Untuk membuktikan hipotesa tersebut, diperlukan analisis terhadap sistem perpipaan untuk mendapatkan data proses.. Analisis dilakukan dengan mengetahui koefisien head loss seluruh komponen dan besaran fisis yang diperlukan (debit & tekanan) pada sistem perpipaan. Kemudian permodelan matematis dilakukan menggunakan metode Hardy Cross untuk mengetahui nilai dari laju aliran dan tekanan pada setiap cabang (A.M.G. Lopes, 2003)[8]. Metode Hardy Cross mengasumsikan kesetimbangan antara tekanan dan gaya pada keadaan steady dan incompressible flow (Dejan Brkic, 2008)[10]. Nilai head digunakan untuk menunjukkan nilai tekanan inlet pada control valve. Dari model yang didapatkan, dilakukan pemrograman yang akan digunakan untuk menganalisa sistem perpipaan mulai dari tangki sampai hydrant pit valve. Pemrograman yang dibuat harus mampu mensimulasikan proses pengisian avtur dengan variasi penggunaan 1 pompa sampai 5 pompa, 1 tangki yang sedang dibuka dari 6 tangki dan beberapa hydrant pit valve dari 16 hydrant pit valve. Dari simulasi tersebut diharapkan bisa menggambarkan proses pengisian avtur di DPPU Ngurah Rai dan mampu menunjukkan nilai laju aliran dan tekanan inlet control valve.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ngurah Rai merupakan unit usaha PT PERTAMINA (Persero) yang melayani pengisian bahan bakar pesawat udara berupa avtur di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Denpasar-Bali. Proses pengisian memerlukan pengendalian terhadap tekanan yang menuju tangki pesawat agar tekanan aliran avtur sesuai dengan yang dibutuhkan. Tekanan yang diinginkan sebesar 10,50 kg/m2. Proses pengendalian menggunakan mode PI (proporsional integral) dan menggunakan sensor dan pengendali akhir (control valve) dengan tag number PCV351. Pemilihan control valve ditentukan melalui karakter proses yang ada dengan menentukan kapasitas dari control valve(Cv) yang harus disediakan. Data proses yang dibutuhkan diantaranya laju aliran (normal), laju aliran (maksimal), tekanan masuk (p1), beda tekanan (normal), beda tekanan (maksimal), dan specific gravity. Control valve hanya membuka sedikit untuk laju aliran 120 m3/jam sebagai kondisi normal dari proses pengisian avtur yang sering dilayani DPPU Ngurah Rai. Bukaan valve yang kecil menyebabkan perbedaan tekanan upstream dan downstream besar sehingga terjadi kavitasi Pihak vendor menjelaskan penentuan control valve sudah sesuai dengan menggunakan data proses dari dari konsultan sebelumnya. Hasil perhitungan berupa nilai Cv. Nilai Cv yang didapat berdasar 531. Berdasarkan hasil tersebut, dipilih control valve dengan Cv sebesar 1100. Hal ini dikarenakan nilai Cv hasil perhitungan masih berada pada daerah kerja untuk control valve dengan Cv 1100. Hal ini bertentangan dengan keadaan di lapangan dimana bukaan yang sedikit menunjukkan ada kemungkinan control valve
1.2
Perumusan masalah
Berdasar hipotesa yang telah disebutkan, dilakukan perumusan masalah untuk membuktikan hipotesa tersebut. Permusan masalahnya yaitu bagaimana cara mengetahui karakteristik aliran fluida pada sistem perpipaan perpipaan di DPPU Ngurah Rai guna mengetahui penyebab bukaan valve yang sangat kecil untuk laju aliran 120 m3/jam. 1.3
Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah melakukan analisis karakterisitik aliran fluida pada sistem perpipaan di DPPU 1
dimana : f : faktor gesekan (friction factor) L : panjang pipa (m) D : diameter (m) v : kecepatan (m/s) g : gravitasi (9.8 m/s2) Q : debit (m3/s) A : luas penampang pipa (m2) KM : koefisien major loss
Ngurah Rai guna mengetahui penyebab bukaan valve yang sangat kecil untuk laju aliran 120 m3/jam. 1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: • Seluruh komponen dalam sistem perpipaan berkondisi baik. • Aliran pada sistem perpipaan dalam kondisi tunak • Incompressible fluid dan incompressible flow • berlaku hukum kekekalan massa
Minor Loss terjadi disebabkan oleh komponen lain selain gesekan dinding pipa. Minor Loss ditentukan melalui persamaan 2.4.
BAB II TEORI PENUNJANG
!
Fluida mengalir ketika terjadi perbedaan head pada dua buah titik yang berbeda. Head adalah energi per satuan berat pada fluida yang mengalir. Head terdiri dari tiga komponen yaitu tekanan, kecepatan, dan kedudukan sesuai dengan persamaan Bernoulli. dapat dilihat pada persamaan 2.1[14].
$%% $%% $%%
Penjelasan masing-masing komponen persamaan 2.1 yaitu yaitu head disebabkan oleh tekanan statis lokal (m) .
$%%
yaitu head ketinggian (m) yaitu jumlah head pada aliran (m).
Total head juga bisa disebut sebagai energy grade line (EGL). Nilai EGL tidak pernah berubah sepanjang aliran tanpa gesekan ketika tidak ada kerja yang diberikan. Sedangkan hydraulics grade line (HGL) merepresentasikan penjumlahan head tekanan statis dan head ketinggian, z+ρ/g. Persamaan Bernoulli berlaku untuk aliran tanpa gesekan.dan tidak diberikan kerja. Faktanya, faktor gesekan dalam pipa dan hampir semua sistem perpipaan menggunakan pompa untuk memindahkan fluida yang mempengaruhi perubahan nilai head dari titik awal pada titik selanjutnya. Sehingga persamaan 2.1 menjadi persamaan 2.4[2]. .
∑
2.2
(2.2)
Fenomena Head Loss
!#
2
(2.5)
Metode Hardy Cross
[G1] (G2) [HX] (G4) [G3]
Head Loss merupakan berkurangnya nilai head yang dimiliki fluida mengalir pada dua titik acuan. Head loss terbagi menjadi dua, yaitu major loss dan minor loss. Major loss terjadi karena adanya gesekan antara fluida mengalir dengan dinding pipa. Major Loss ditentukan melalui persamaan 2.3. !" #
!& # 2 !& )#2
!" # (!"
Metode Hardy Cross merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menganalisa distribusi fluida dengan menggunakan hubungan antar loop dan node pipa. Metode Hardy Cross memiliki kesamaan dengan hukum Kirchoff. Jika pada Hukum Tegangan Kirchoff menyatakan bahwa jumlah tegangan pada suatu loop rangkaian listrik bernilai nol, maka pada metode Hardy Cross-pun demikian dimana penjumlahan kerugian head (head loss) pada suatu loop perpipaan bernilai nol[10]. Hukum Arus Kirchoff yang menyatakan penjumlahan arus yang masuk dan keluar pada suatu titik percabangan bernilai nol, maka pada metode Hardy Cross-pun memiliki penjumlahan debit yang masuk dan keluar pada titik percabangan bernilai nol. Pada penelitian ini, titik percabangan pada DPPU Ngurah rai diasumsikan mempunyai 5 kondisi. Hal ini dapat dilihat pada lampiran Analogi Sistem Perpipaan. Kondisi pertama merupakan node yang memiliki aliran 1 input dan 2 output. Kondisi ini digambarkan pada Gambar 2.1 dan memiliki persamaan seperti persamaan 2.6.
∑ merupakan penjumlahan kerugian head antara titik 1 dan titik 2 yang disebabkan gesekan pada pipa. merupakan energi mekanik per satuan berat yang diberikan oleh mesin hidrolik.. Pompa menambahkan energi sehingga bernilai positif selanjutnya disebut . Turbin mengekstrak energi dari aliran sehingga bernilai negatif selanjutnya disebut . 2.1
(2.4)
dimana : hLoss : head loss dari node satu ke node lainnya (m) hf : major loss (m) hL : minor loss (m) KM : koefisien major loss Km : koefisien minor loss K : koefisien loss Q : debit (m3/s)
yaitu head disebabkan oleh tekanan dinamis lokal (m)
.
! #
dimana ! koefisien local loss dan Km koefisien minor loss. Berdasar persamaan 2.3 dan 2.4, besar head loss suatu pipa didapat dengan menjumlahkan mayor loss dan minor loss. Hubungan ini dapat dilihat pada persamaan 2.5.
(2.1)
.
!
(G6)
(2.3)
[G5] Gambar 2.1 Node 1 input dan 2 output 2
0 123
/
0
#*+ #
4
/
#$, #- #.
23105 0-
4
/
23106 0.
4
Gambar 2.4 dan memiliki persamaan seperti persamaan 2.9. Variabel pada persamaan 2.9 sama seperti persamaan 2.6.
0 (2.6)
dimana : Q2 : Debit pada pipa 2 (m3/s) Q4 : Debit pada pipa 4 (m3/s) Q6 : Debit pada pipa 6 (m3/s) G1 : Nilai head pada node 1 (m) G2 : Nilai koefisien loss pada pipa 2 G3 : Nilai head pada node 3 (m) G4 : Nilai koefisien loss pada pipa 4 G5 : Nilai head pada node 5 (m) G6 : Nilai koefisien loss pada pipa6 HX : Nilai head pada node X (m) Kondisi kedua merupakan node yang memiliki aliran 2 input dan 1 output. Kondisi ini digambarkan pada Gambar 2.4 dan memiliki persamaan seperti persamaan 2.7. Variabel pada persamaan 2.7 sama seperti persamaan 2.6.
0 123
/
0 123 0
4
/
05123 0-
4
/
23106 0.
0
/
4
23105 0-
4
0
(2.9)
Gambar 2.4 Node 1 input dan 1 output Kondisi kelima merupakan node yang memiliki aliran 0 input dan 2 output. Kondisi ini digambarkan pada Gambar 2.5 dan memiliki persamaan seperti persamaan 2.10. Variabel pada persamaan 2.10 sama seperti persamaan 2.6.
/ 4
#$, #-
[G1] (G2) [HX] (G4) [G3]
#*+ #$, # #- #.
/
0
#*+ #
#*+ 0
23105
(2.7)
0-
4
#$, #- #.
/
23106 0.
4
0
(2.10)
[G3] (G4) [HX] (G6) [G5]
[G1] (G2) [HX] (G4) [G3] Gambar 2.5 Node 0 input dan 2 output
(G6) 2.3 Control Valve Control valve PCV351 yang digunakan untuk mengendalikan tekanan memiliki nilai Cv sebesar 1100. Nilai Cv merupakan nilai yang menunjukkan kapasitas aliran dari sebuah control valve. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk besaran debit (US gpm) dari air murni (H2O) pada suhu 60°C ketika beda tekanan sebesar 1 psi. Variabel yang dibutuhkan untuk menghitung koefisien control valve yaitu debit maksimal, specific gravity , tekanan upstream, dan tekanan downstream. Nilai Cv bisa didapat dari persamaan 2.11[12].
[G5] Gambar 2.2 Node 2 input dan 1 output Kondisi ketiga merupakan node yang memiliki aliran 1 input dan 2 output. Akan tetapi, salah satu dari output-nya dinyatakan dalam besaran debit tidak seperti kondisi pertama yang menerjemahkan seluruh debit output sebagai hasil akar dari pembagian head loss dengan koefisien loss. Kondisi ini digambarkan pada Gambar 2.3 dan memiliki persamaan seperti persamaan 2.8. Variabel pada persamaan 2.8 sama seperti persamaan 2.6.
/
0 123 0
4
#*+ #
/
#$, #- #.
23105 0-
4
#
0
9:
1.17 =>
0 1
(2.11)
dimana : Cv : koefisien ukuran valve V : debit maksimal (m3/jam) G : specific gravity (0.83) P1 : tekanan upstream (kg/cm2) P2 : tekanan downstream (kg/cm2)
(2.8)
[G1] (G2) [HX] (G4) [G3]
Persamaan 2.11 digunakan untuk menentukan nilai Cv maksimal sesuai kebutuhan proses. Nilai Cv dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan nilai laju aliran dan nilai tekanan upstream control valve. Sedang nilai tekanan downstream bernilai tetap yaitu jumlah nilai tekanan set point (10.50 kg/cm2) dengan pressure loss yang diakibatkan loss yang terjadi antara outlet valve hingga sensor tekanan. Pernyataan tersebut dapat diutarakan dalam bentuk persamaan 2.12.
(QH)
Gambar 2.3 Node 1 input 2 output (QH)
dimana QH merupakan debit output (m3/s) pada pipa H. Kondisi keempat merupakan node yang memiliki
?2
aliran 1 input dan 1 output. Kondisi ini digambarkan pada 3
?%@
( . A. B. . C D )
(2.12)
Untuk kondisi kedua, dapat dilihat pada Gambar 3.2.
dimana : P2 : tekanan downstream control valve (Pa) Pset : tekanan set point (Pa) k : koefisien head loss P1-P2 ρ : massa jenis fluida (795.5266667 kg/m3) g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2) Q : laju aliran (m3/s) Nilai laju aliran pada proses pengisian avtur di DPPU Ngurah Rai bergantung pada jumlah dan kapasitas pesawat yang melakukan pengisian avtur di DPPU Ngurah Rai. Pada kondisi normal laju aliran avtur sebesar ±120 m3/jam. Namun pada kondisi puncak permintaan bisa mencapai 250 m3/jam. DPPU Ngurah Rai mampu melayani sampai 750 m3/jam. Perubahan nilai Cv ditunjukkan dengan perubahan bukaan valve. Hubungan nilai Cv dengan bukaan valve disebut karakteristik aliran control valve. Karakteristik aliran control valve ada tiga macam yaitu quick opening, linear, dan equal percentage. PCV 351 menggunakan karakteristik aliran equal percentage. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.6[12].
Gambar 3.2 Fungsi alih untuk kondisi kedua Untuk kondisi ketiga dapat dilihat pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Fungsi alih untuk kondisi ketiga Untuk kondisi keempat data dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 2.6 Grafik Hubungan nilai Cv dengan bukaan valve BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Perancangan Program Simulasi Simulasi pada Fluent dilakukan untuk mendapatkan profil aliran fluida yang terdapat pada duct Thermal Oxidizer Unit
Perancangan program didasarkan pada kelima kondisi sistem perpipaan seperti yang telah disebutkan. Setiap kondisi mempunyai fungsi alih berbeda-beda. Untuk kondisi pertama memiliki fungsi alih seperti Gambar 3.1. Fungsi alih tersebut menyatakan nilai head pada titik x dengan masukan G1, G2, G3,G4, G5 dan G6.
Gambar 3.4 Fungsi alih untuk kondisi keempat Untuk kondisi kelima dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Fungsi alih untuk kondisi kelima Fungsi alih yang telah disebutkan digunakan untuk menggambarkan hubungan tiap titik percabangan pada sistem perpipaan yang dapat dilihat pada lampiran Analogi Sistem Perpipaan. Program simulasi ini dirancang untuk mendapatkan nilai tekanan inlet control valve PCV351. Tekanan inlet control valve didapat dengan mengetahui nilai head, debit,
Gambar 3.1 Fungsi alih untuk kondisi pertama
4
dan ketinggian pada titik tersebut. Sehingga fungsi alih yang digunakan seperti pada Gambar 3.6.
Tabel 4.3 Kebutuhan pompa
Besar Debit (m3/jam) 0-140 140-290 290-440 440-590 590-750
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah Pompa Aktif 1 2 3 4 5
4.1
Hasil Simulasi Hasil simulasi dari program yang telah dibuat didapatkann nilai tekanan inlet control valve PCV351. Tekanan tersebut diolah kembali menggunakan persamaan 2.11 untuk mendapatkan nilai Cv. Nilai Cv digunakan untuk mengetahi range operasi control valve. Range operasi PCV351 diketahui dengan cara mengetahui nilai Cv tertinggi dan terendah secara keseluruhan. Nilai Cv terbesar terjadi ketika laju aliran bahan bakar besar dan delta tekanan inlet dan outlet PCV351 kecil. Berlaku sebaliknya, nilai Cv terkecil terjadi ketika laju aliran bahan bakar kecil dan delta tekanan inlet dan outlet PCV351 besar. Berdasar hasil perhitungan nilai Cv terbesar dan terkecil yaitu 481.872757948698 dan 27.329171503530. Nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4 dalam bentuk prosentase Cv. Selain mengetahui range operasi PCV351, nilai Cv pada operasi normal (120 m3/jam) didapati sebesar 67.778662099881.
Gambar 3.6 Fungsi alih tekanan inlet PCV351
BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI Simulasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik aliran fluida yang ditunjukkan melalui perubahan nilai tekanan inlet control valve PCV351 yang disebabkan variasi tangki penimbun yang dibuka, variasi pompa yang digunakan, dan variasi laju aliran avtur yang dilayani sesuai permintaan. Nilai tekanan tersebut digunakan untuk menyatakan nilai Cv dari PCV351 untuk setiap variasinya. Variasi nilai Cv yang didapat dapat menunjukkan apakah control valve yang digunakan sesuai dengan keadaan proses sesuai hipotesa yang diajukan pada BAB I. Simulasi dilakukan dengan melakukan kombinasi tangki, pompa dan debit fluida. Kombinasi tangki dilakukan berurutan. Urutan kombinasi dapat dilihat pada Tabel 4.1. Kombinasi pompa untuk menjalankan simulasi juga berurutan sesuai dengan urutan pada Tabel 4.2. Akan tetapi kombinasi tersebut juga ditambah dengan jumlah pompa yang aktif. Aturan pengaktifan jumlah pompa yang aktif dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sedangakan kombinasi besar laju aliran yaitu 50 m3/jam, 90 m3/jam, 120 m3/jam, 140 m3/jam, 150 m3/jam, 290 m3/jam, 300 m3/jam, 430 m3/jam, 450 m3/jam, 580 m3/jam, 600 m3/jam, dan 750 m3/jam.
Tabel 4.4. No. 1. 2. 3.
Cv(%) 43.806614358973 6.161696554535 2.484470136685
Bukaan valve(%) ±67% ± 25.9% ±9%
Berdasar perhitungan yang telah didapat, telah terbukti bahwa nilai Cv yang dari control valve PCV351 terlalu besar untuk proses pengisian avtur pada DPPU Ngurah Rai. Nilai Cv maksimal sebesar 481.872757948698. Nilai tersebut sangat jauh dengan nilai Cv dari control valve yang terpasang. Nilai Cv control valve yang terpasang sebesar 1100. Control valve dengan nilai 1100 mampu membuka ±67% untuk nilai Cv maksimum. Sedangkan untuk Cv normal dan terendah sebesar ±27% & ±9%. Untuk memperbesar bukaan valve, diperlukan upaya untuk memperbesar nilai Cv yaitu dengan cara mengurangi nilai selisih tekanan antara tekanan inlet PCV351 dan tekanan outlet PCV351. Sehingga perlu mengurangi tekanan inlet dengan cara menambahkan rintangan pada pipa sebelum masuk ke inlet. Nilai Cv yang dijadikan acuan untuk merancang perintang yaitu nilai Cv terbesar. Berdasar hasil simulasi, nilai Cv terbesar yaitu 481.872757948698 atau 43.806614358973. Nilai tersebut diubah menjadi 70% (770/1100) sehingga dapat diketahui nilai tekanan inlet PCV351 yang berdasar persamaan 2.11. dengan nilai P2 sebesar 10.59385, V sebesar 750, dan Cv sebesar 770 sehingga didapat nilai tekanan inlet sebesar 11.67178083 kg/cm2. Sedangkan nilai tekanan inlet untuk Cv maksimum sebesar 13.346228379458 kg/cm2 (1308817.90537412 Pa). Nilai tersebut harus direduksi hingga 11.67178083 kg/cm2 (1144610.694Pa) agar nilai Cv yang akan didapat sebesar 770 atau 70% dari Cv PCV351. Untuk mereduksi tekanan
Urutan Tangki T201 T202 T203 T251 T252 T253
Tabel 4.2 Urutan Pompa
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kategori Cv tertinggi Cv normal Cv terendah
4.2. Pembahasan
Tabel 4.1. Urutan Tangki
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Cv tertinggi dan terendah
Urutan Pompa P301A P301B P301C P351A P351B P351C 5
inlet yang ada, diperlukan suatu local loss yang mempunyai nilai koefisien minor loss sebesar 24.396329817119. Bila menggunakan local loss dengan nilai koefisien sebesar itu, pengaruh terhadap nilai Cv yang kecil tidak berarti. Dengan kata lain, bukaan valve untuk laju aliran yang kecil dengan perbedaan tekanan besar tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal tersebut dibuktikan untuk laju aliran sebesar 50 m3/jam dan 120 m3/jam menggunakan satu pompa aktif. Pembuktian pertama yaitu untuk laju aliran sebesar 50 m3/jam. Nilai Cv yang didapat sebesar 27.355950045308 atau 2.486904549573 %. Nilai Cv tersebut menyatakan bukaan valve sebesar ± 9 %. Sedangkan untuk kasus yang sama tanpa menggunakan local loss tambahan, bukaan yang didapati sebesar ± 9% juga dikarenakan nilai Cv sebesar 2.484470136685% atau 27.329171503530. Pembuktian kedua yaitu untuk laju aliran sebesar 120 m3/jam. Pembuktian dilakukan dengan cara yang sama Nilai Cv yang didapat sebesar 70.706593774641 atau 6.427872161331 %. %. Nilai Cv tersebut menyatakan bukaan valve sebesar ±26.8 %. Sedangkan untuk kasus yang sama tanpa menggunakan local loss tambahan, bukaan yang didapati sebesar ± 25.9% dikarenakan nilai Cv sebesar 6.161696554535% atau 67.778662099881. Penambahan local loss untuk debit 120 m3/jam dengan satu pompa aktif meningkatkan bukaan valve sebesar ± 0.9%. Perubahan sebesar itu tidak terlalu signifikan. Berdasarkan kedua pembuktian tersebut, penambahan local loss sebagai penghambat aliran avtur sebelum memasuki control valve PCV 351 tidak mampu memperbesar nilai Cv untuk laju aliran terkecil (50 m3/jam) dan operasi normal (120 m3/jam). Alternatif terakhir yaitu penggantian control valve PCV 351 yang semula mempunyai nilai Cv 1100 dengan control valve yang mempunyai nilai Cv 705. Pemilihan nilai Cv sebesar 705 didasari pada nilai terendah dan tertinggi Cv hasil simulasi yaitu sebesar 27.32917150353 dan 481.872757948698. Kedua nilai tersebut masih berada pada batas kerja control valve yang berada pada rentang 3−70 % atau 21.15−493.5. Bila digunakan untuk melayani permintaan debit avtur 120 m3/jam dengan Cv 67.778662099881, didapatkan nilai Cv dalam bentuk persen sebesar 9.613994623 %. Nilai tersebut menunjukkan bukaan valve sebesar ± 36%. Walaupun tidak mampu mencapai bukaan sebesar 58%, akan tetapi bukaan valve menjadi jauh lebih besar dibanding dengan menggunakan control valve yang saat ini terpasang.
4.
5.
6.
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12] [13]
BAB V KESIMPULAN
[14]
Kesimpulan Berdasarkan simulasi dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Nilai bukaan valve terbesar dan terkecil tanpa menggunakan tambahan local loss ±67% dan ±9%. Nilai bukaan untuk operasi normal ±25.9% 2. Nilai koefisien minor loss untuk mendapatkan Cv 770 atau bukaan valve 80% untuk nilai Cv tertinggi (481.872757948698) yaitu 24.396329817119. 3. Nilai Cv yang didapat untuk laju aliran 50 m3/jam dan 1 pompa aktif bila menggunakan tambahan local loss sebesar 27.355950045308 atau 2.486904549573% dengan bukaan valve ±9 %. Nilai ini tidak begitu berbeda dengan nilai Cv tanpa menggunakan tambahan local loss. Begitu pula untuk laju aliran 120 m3/jam
dengan 1 pompa aktif didapatkan nilai Cv sebesar 70.7065937774641 atau 6.427872161331% dengan bukaan valve ±26.8 %. Penambahan local loss tidak mampu memperbesar bukaan valve secara signifikan untuk laju aliran kecil 50m3/jam dan laju aliran kondisi normal 120 m3/jam. Penggantian control valve harus dilakukan dengan control valve yang memiliki nilai Cv 705 karena range kerja control valve mencakupi range nilai Cv yang dihasilkan simulasi. Bukaan valve untuk 120 m3/jam mencapai 36%. Hal ini jauh lebih baik disbanding sebelumnya walau belum bisa memenuhi bukaan valve sebesar 58 %. DAFTAR PUSTAKA Fox. R.W., “Introduction to Fluid Mechanic”, New York : John WILEY & Sons, Inc. 1994. Larock, B.W.,”Hydraulics of Pipeline Systems”.Boca Raton;CRC Press, 2000. Incropera, dkk., “Fundamental of Heat and Mass Transfer (Sixth edition)”.Wiley. White, Frank M. “Fluid Mechanic”. Boston : McGrawHill. Shaughnessy, Edward J. dkk. “Introduction to fluid mechanic”. New York : Oxford University Press, 2005. Lawson, Thomas B. “Fundamental of Aquacultural Engineering”. New York : Chapman & Hall. 1995 (http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x= 0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/mesn/20 09/jiunkpe-ns-s1-2009-24405025-12509-perpipaanchapter2.pdf), diakses tanggal 10 Desember 2010 Pukul 11.11 WIB) Lopes, A. M. G. 2003. “Implementation of the HardyCross Method for the Solution of Piping Networks”. Wiley InterScience. http://www.engineeringtoolbox.com/minor-pressureloss-ducts-pipes-d_624.html (diakses tanggal 6 May 2011) Brkic, Dejan. 2008. “An improvement of Hardy Cross method applied on looped spatial natural gas distribution networks”. Elsevier. Wheeler, W. D. Wood, R. J. K. 2003. “Erosion of hard surface coatings for use in offshore gate valves”. Elsevier. Anonim, How To Select Control valve : Instrumentation Data. Yamatake Corporation Anonim, 2005, Control Valve Handbook. USA:Fisher Control International. Sularso, 1983, Pompa & Kompresor, Jakarta : Pradnya Paramita, 1983.
5.1
Biodata Penulis: Nama : Swasta Adhitya NRP : 2407 100 090 TTL : Bekasi, 29 Januari 1990 Alamat Sby : Keputih Gg II C/16a Alamat asal : Pondok Tanah Mas D10/20, Bekasi. Email :
[email protected] Riwayat Pendidikan: • SDN Setia Darma 01 (1995-2001) • SMPN 1 Tambun Selatan (2001-2004) • SMK Telkom Sandhy Putra Jakarta (2004-2007) • Jurusan Teknik Fisika ITS (2007- skrg) 6
LAMPIRAN Analogi Sistem Perpipaan Jalur Perpipaan Sisi Depot
7
Jalur Perpipaan Sisi Bandara
8