ANALISIS SISTEM PERPAJAKAN DAN HUKUM DI NEGARA TAX HAVEN SERTA KAITANNYA DALAM PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK LINTAS NEGARA Desiyana Binus University, DKI Jakarta, 08989067791,
[email protected]
Maya Safira Dewi SE., Ak., M.Si. Abstrak Penelitian ini adalah bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai peran negara tax haven dalam praktek penghindaran pajak internasional. Menjadikan Singapura, Hongkong dan Belanda sebagai objek penelitian, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang jelas tentang praktek tax avoidance yang kerap kali ataupun berpeluang terjadi di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa 128 atau sebesar 27.29% dari 469 perusahaan Tbk. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perusahaan terafiliasi di luar negeri yang mana sebagian besar berkedudukan di negara dengan tarif pajak lebih rendah dari Indonesia. Penelitian menyimpulkan bahwa tax haven merupakan permasalahan yang serius bagi Indonesia, dan perlunya penetapan kebijakan yang lebih tegas dan lebih detail lagi mengenai tax haven. (D)
Kata Kunci : Tax Haven, Tax Avoidance, Penghindaran Pajak, Perpajakan
Pendahuluan Pajak dikenal di seluruh dunia dengan fungsi, peraturan dan tarif yang berbeda di tiap negara di dunia. Di Indonesia, fungsi pajak sangatlah dominan terhadap penerimaan negara. Di tahun 2012, pajak memberi sumbangsih sebesar 74,45% untuk penghasilan negara. Ditambah lagi dengan iklim ekonomi Indonesia yang kian maju, pajak terus memberi kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Walau perekonomian kian menguat, investasi meningkat, penghasilan masyarakat kian bertambah, yang berarti berbanding lurus dengan peningkatan pajak negara, keinginan pemerintah untuk memaksimalkan penghasilan dari sektor pajak tidaklah berjalan mulus. Menurut Danny dan Darussalam (Darussalam & Septriadi, 2008), banyak terjadi kebocoran penerimaan pajak yang secara langsung merugikan negara. Kebocoran tersebut terjadi di beberapa titik antara lain yang pertama, penghasilan dari shadow economy yaitu penghasilan yang tidak dilaporkan ke pemerintah sebagai penghasilan kena pajak karena berasal dari kegiatan usaha yang melanggar hukum ataupun dari kegiatan usaha yang belum terdaftar di pemerintah. Kedua, penghasilan dari aset yang disimpan di negara offshore sehingga tidak dapat
dikenakan pajak. Ketiga, penghasilan yang disimpan di negara lain. Keempat, kebocoran akibat tax competition. Tax competition adalah persaingan negara untuk menarik investasi asing dengan menurunkan tarif pajaknya. Kelima, pajak terutang namun dengan berbagai alasan tidak dibayarkan kepada negara. Pada penelitian ini, akan dibahas secara lebih mendalam mengenai kebocoran ketiga dan keempat. Kebocoran tersebut bisa terjadi dengan dilakukannya tax avoidance ke negara-negara tax haven. Tax avoidance yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah suatu bentuk penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dengan memanfaatkan loophole atau kelemahan yang ada di peraturan perpajakan yang berlaku. Sedangkan negara tax haven adalah negara yang menerapkan tarif pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali dan juga memiliki sistem kerahasiaan bank yang cukup ketat. Penelitian dengan tema tax avoidance sudah pernah dilakukan yaitu dengan judul Analisis Terhadap Ketentuan Anti Tax Avoidance dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 sebagai Upaya Pencegahan Penghindaran Pajak Internasional. Thesis ini ditulis oleh Falih Alhusnieka dalam memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Kekhususan Kajian Intelijen Stratejik pada tahun 2011. Dalam penulisan thesisnya, Falih Alhusnieka menemukan 4 metode yang paling sering digunakan dalam penghindaran pajak badan yaitu, Controlled Foreign Companies, Transfer Pricing, Thin Capitalization, Treaty Shopping (Alhusnieka, 2011). Namun pada penelitian saya ini, saya mengkritisi tidak hanya metode yang digunakan untuk melakukan tax avoidance tetapi juga ketentuan hukum di negara-negara tax haven yang menarik minat Wajib Pajak Indonesia untuk melakukan tax avoidance ke negara-negara tersebut.
Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Metode kualitatif berarti, data yang dikumpulkan berbentuk kata, gambar atau objek. Untuk memperoleh data penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang dianggap berkompeten dalam bidang perpajakan, terutama pajak internasional. Jenis penelitian deskriptif dipilih dengan tujuan menjelaskan karakteristik subjek yang diteliti dan mengkaji fenomena yang ada secara lebih mendalam untuk nantinya dianalisis untuk menemukan solusi yang kiranya sesuai dengan permasalahan yang ada. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara narasumber, Subagio Effendi – Staff Direktorat Peraturan Perpajakan II Kantor Direktorat Jenderal Pajak. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang posisi negara tax haven di mata pemerintah, pengaruh keberadaan tax haven bagi Indonesia, serta penanganan tax haven oleh pemerintah. Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah, publikasi dari berbagai organisasi, jurnal, artikel majalah, buletin, hasil-hasil studi, thesis dan sebagainya. Data sekunder yang diolah sendiri oleh peneliti berupa data publikasi Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Masuk Bursa oleh Bursa Efek Indonesia. Peneliti menggunakan data sekunder ini sebagai informasi yang digunakan untuk mendukung pendapat peneliti.
Hasil dan Bahasan Tax haven bukanlah suatu wacana baru di bidang perekonomian, ini merupakan masalah yang sudah lama terjadi namun hingga saat ini masih belum dapat diselesaikan secara tuntas. Permasalahan utama dalam memerangi negara tax haven adalah inkonsistensi citra dari negara tax haven. Tax haven seperti halnya mata uang, memiliki dua sisi. Bila dilihat dari sisi positif, tax haven sangat berguna sebagai tempat investasi dan pendanaan. Tax haven memberikan fasilitas pajak rendah atau bahkan suatu penghasilan tidak dijadikan objek pajak tentunya memberikan keuntungan berlipat ganda bagi pengusaha. Mereka bisa menginvestasikan uang tanpa harus dikurangi setoran pajak dalam jumlah besar. Di sisi yang lain, keberadaan tax haven merupakan bencana bagi pemerintah karena tidak bisa menarik pajak dari subjek atau objek pajak yang berada di tax haven. Selain itu, beragamnya daftar dan kriteria tax haven. Munculnya anggapan yang berbeda dari berbagai pihak mengenai tax haven mengakibatkan timbulnya ketidakpastian mengenai siapa sajakah yang layak dianggap sebagai tax haven. Ketidakpastian tersebut menjadi pemicu sulitnya menegakan kebijakan melawan tax haven.
Negara tax haven, pada umumnya merupakan negara kecil yang memiliki sumber daya alam yang sangat terbatas. Tidak adanya penghasilan yang memadai dari pengelolaan sumber daya alamnya sehingga membutuhkan fasilitas pendanaan lain untuk menjalankan roda pemerintahan. Pada umumnya, mereka memberikan fasilitas kenyamanan dan perlindungan dalam segala kegiatan investasi modal. Dengan begitu, banyak pihak yang tertarik untuk menanamkan investasinya di negara tersebut. Fenomena keberadaan tax haven ini terjadi ketika besarnya beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan begitu besar dibandingkan dengan biaya untuk melakukan tax avoidance di negara tax haven. Tax haven yang menawarkan tarif pajak rendah dianggap merupakan sarana yang tepat untuk penghindaran pajak. Prinsipnya, suatu perusahaan ingin meraih keuntungan sebanyak mungkin dari modal yang sesedikit mungkin. Prinsip ini tentu dimanfaatkan negara tax haven sebagai sumber penghasilan negaranya dengan menawarkan berbagai fasilitas kenyamanan bagi pihak yang ingin melakukan tax avoidance. Penghindaran pajak (tax avoidance), dalam hal ini yang dilakukan ke negara tax haven, pada umumnya dilakukan melalui beberapa media, holding company, intermediary dan subsidiary company. Holding company atau perusahaan induk merupakan suatu entitas yang memegang control yang besar dalam suatu perusahaan anak dikarenakan kepemilikan saham sebagian besar atau lebih atas perusahaan tersebut. Pada umumnya, suatu perusahaan yang ingin melakukan tax avoidance dengan media holding company akan membuka holding company di negara tax haven.
Gambar 1. Skema Holding Company
Pendirian intermediary sebagai sarana tax avoidance terdiri dari 3 skema. Skema yang pertama adalah penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia dengan memanfaatkan tax haven country. Skema ini dilakukan dengan membuka terlebih dahulu, intermediary company di negara tax haven kemudian baru membuat entitas anak di Indonesia.
Gambar 2. Skema Intermediary Company Luar Negeri -THC- Indonesia
Skema tax avoidance dengan intermediary company kedua terjadi bila sebuah perusahaan Indonesia, ingin mengembangkan bisnisnya dan membuka cabang di Indonesia sendiri namun ingin memanfaatkan tax haven.
Gambar 3. Skema Intermediary Company Indonesia -THC- Indonesia
Skema ketiga adalah penanaman modal dari Indonesia ke luar negeri dengan memanfaatkan intermediary company.
Gambar 4. Skema Intermediary Company Indonesia- THC-Luar Negeri
Subsidiary company atau perusahaan anak merupakan suatu entitas yang dapat dicontrol secara penuh oleh suatu perusahaan induk dikarenakan kepemilikan saham sebagian besar atau lebih atas perusahaan tersebut.
Gambar 5. Skema Subsidiary Company
Penghindaran pajak ke negara tax haven dapat dilakukan dengan menggunakan media yang telah disebutkan sebelumnya, pemanfaatan media tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode : 1) transfer pricing, 2) treaty shopping, 3) thin capitalization, 4) controlled foreign company. Transfer pricing sebagai sarana penghindaran pajak melalui tax haven sangat marak terjadi di kalangan perusahaan Internasional. Skema ini terindikasi karena adanya hubungan istimewa serta transaksi dilakukan di luar harga wajar. Transfer pricing dapat terjadi baik antara dua perusahaan di dalam grup yang sama (intercompany pricing) atau bahkan antara dua divisi perusahaan di dalam satu perusahaan yang sama. Adapun sebagai tolak ukur kewajaran dan kelaziman usaha adalah besar harga yang diberikan suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang tidak memiliki hubungan istimewa. Penetapan harga yang tidak sesuai dengan harga transaksi wajar ini dimanfaatkan perusahaan multinational untuk meraih keuntungan dari selisih harga wajar dengan harga transaksi pihak istimewa di negara bertarif pajak rendah atau tidak memungut pajak sama sekali. Dengan menggunakan harga transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, Dasar Pengenaan Pajak dari transaksi akan jauh lebih kecil dari DPP kepada pihak lain sehingga pajak yang harus dibayarkan juga lebih rendah. Treaty shopping dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari tax treaty antara dua negara dengan membuat perusahaan afiliasi di salah satu negara tempat tujuan praktek tax avoidance. Tarif tax treaty yang diterapkan tiap negara terhadap negara lainnya tentu menjadi pemicu terjadinya treaty shopping. Singapura, Belanda dan Hongkong memiliki tarif witholding tax yang cukup rendah dengan negara-negara mitranya. Dengan memiliki perusahaan afiliasi di ketiga negara tersebut, tentulah perusahaan Indonesia sudah selangkah lebih dekat dalam upaya treaty shopping. Pemanfaatan Controlled Foreign Company dilakukan dengan menunda pengakuan penghasilan dari modal yang berasal dari luar negeri oleh subsidiary company yang berada di tax haven country. Skema thin capitalization dapat terjadi bila adanya pemberian modal terselubung melalui pinjaman kepada perusahaan terafiliasi melebihi batas kewajaran. Pemberian pinjaman dipilih karena lebih menguntungkan dibanding penyertaan modal langsung. Pemberian pinjaman tentulah dibarengi dengan kewajiban membayar bunga, dimana bunga pinjaman dapat dibiayakan sebagai pengurang penghasilan di Indonesia.
Menurut data dari dari Bursa Efek Indonesia, terdapat perusahaan Indonesia yang memiliki hubungan afiliasi di negara tax haven. Tabel 1. Daftar Lokasi Entitas Anak atau Entitas Induk Perusahaan Tbk. Indonesia Negara Singapura Belanda Virgin Island Malaysia Mautirius Cayman Island AS China Dubai Jepang Hongkong Republic of Seychelles Australia Panama Inggris Liberia Vietnam Mauritania Thailand Filipina India Kamboja Timor Leste Brazil Brunei Jerman Luxembourg Perancis Samoa Selandia Baru Swiss Vanuatu Yaman Anguila Korea UEA
2012 134 62 39 24 18 18 12 12 10 10 9 9 9 8 5 5 5 4 4 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2011 133 62 38 24 18 18 12 12 10 10 9 9 9 8 5 5 5 4 4 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sumber : Bursa Efek Indonesia Tabel di atas merupakan daftar negara-negara yang menjadi lokasi kedudukan perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan data yang telah didapat dari laporan keuangan perusahaan Tbk. di bursa, dari 469 perusahaan yang terdaftar di bursa terdapat 128 perusahaan atau sebesar 27.29% yang memiliki entitas di luar negeri. Dari 128 perusahaan tersebut, tercatat total perusahaan afiliasi di luar negeri adalah sebesar 417 perusahaan di tahun 2012 dan 415 perusahaan di tahun 2011. Dan sebagian besar perusahaan cabang ataupun induk berlokasi di Singapura, Belanda, dan Hongkong. Begitu banyaknya perusahaan yang memiliki afiliasi di negara-negara tersebut
pasti dikarenakan adanya suatu keuntungan yang bisa didapatkan di sana. Suatu perusahaan pasti memilih lokasi penempatan perusahaan terafiliasi yang mendatangkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Dilihat dari ketentuan pajak yang ada di negara-negara tersebut, Singapura, Hongkong dan Belanda ketiganya memiliki tarif pajak badan yang lebih rendah dari Indonesia. Tabel 2. Tabel Perbandingan Tarif Pajak Badan Antar Negara Negara
Income tax
Singapura 17% Hongkong 16,5% Belanda 20% Indonesia 25% Sumber : PKF Worldwide Tax guide 2012 Bila menurut PER-34/PJ/2010, suatu negara baru dikatakan tax haven country bila tidak memungut pajak atau memungut pajak kurang dari 50% dari pajak Indonesia. Di tahun 2013 ini, pajak badan Indonesia sebesar 25%, berarti suatu negara baru akan dikatakan tax haven bila memiliki tarif pajak kurang dari 12,5%. Berdasarkan peraturan dan data besaran tarif pajak ketiga negara tersebut memang ketiganya tidak memenuhi syarat sebagai tax haven country bagi Indonesia. Namun di sisi lain, menurut hasil pengumpulan data, begitu banyak perusahaan yang didirikan di Singapura, Hongkong dan Belanda. Bila melihat lebih mendalam ke peraturan perpajakan negara tersebut, dimana begitu banyak tax incentive, rendahnya witholding tax dan juga ketentuan-ketentuan pengurangan tarif pajak, seperti selama tiga tahun pertama, suatu perusahaan yang baru menjadi resident di Singapura bisa mendapatkan tarif pajak 0% bagi SG$ 100.000 taxable income pertamanya, pemerintah harus lebih hati-hati lagi. Hal tersebut harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah karena tentu saja itu merupakan kesempatan yang cukup menggiurkan untuk melakukan tax avoidance ke Singapura. Disamping itu, witholding tax ketiga negara tersebut cenderung lebih rendah dari Indonesia, hal tersebut juga memicu terjadinya pemanfaatan tax treaty terutama dengan treaty shopping melalui ketiga negara tersebut. Tabel 3. Tabel Perbandingan Witholding Tax Indonesia-Singapura
INA Australia Belgia Canada China Denmark France Germany Hongkong Indonesia Jepang Korea Netherlands Singapore Swiss UK US
Dividen (%) SG
15 10 10 10 10 10 10 5/10 (c)
15 0 5 (d) 15 15 5 (a) 10 0 (a) 5 (9) 10 10 (d) /15 15 / 5 (c)
Bunga (%) INA SG 10 10 10 10 10 15/10 (b) 0 10
10 0 (b) 5 15 7 (b) 10 10 10 8
10 (a) 15 10 10 5 (e) /15 10 10 10 10 10 0 (a) /15 10 10 15/10 (c) 10 10 10 (a) /15 10 10 10 5 (d) /15 10 10 10 10 Sumber : PKF Worldwide Tax guide 2012
Royalti (%) INA SG 15 10 10 10 0 10 15/10/7,5 (a) 5 10 15 10 15 10 15 10
10 5 15 10 10 0 8 15 10 0 5 10
Tabel 4. Tabel Perbandingan Witholding Tax Indonesia-Hongkong Dividen (%) INA HK Australia Belgia Canada China Denmark France Germany Hongkong Indonesia Jepang Korea Netherlands Singapore Swiss UK US
15 10 10 10 10 10 10 5/10 (c)
Bunga (%) INA HK
0/5/15 (b) 5 10 (d) 10
10 10 10 10 10 15/10 (b) 0 10
5/10 (d) 5/10 (d)
Royalti (%) INA HK 15 10 10 10 0 10
10 6 10
5 6 10
15/10/7,5 (a) 5 0/10 (c) 0/10 (c)
10 10 10 10 10 0/10 (a) 10 15/10 (c) 10 10 10 10 15 10 10 10 Sumber : PKF Worldwide Tax guide 2012
10 15 10 15 10 15 10
5 5 3
3
Tabel 5. Tabel Perbandingan Witholding Tax Indonesia-Belanda Dividen (%) INA NED Australia Belgia Canada China Denmark France Germany Hongkong Indonesia Jepang Korea Netherlands Singapore Swiss UK US
15 10 10 10 10 10 10 5/10 (c)
15 15/5 (a) 15/5 (b) 10 0/15 (a) 5/15 (a) 0/10/15 (a) (b) 0 10 5 0/10/15(c)
Bunga (%) INA NED 10 10 10 10 10 15/10 (b) 0 10
-
10 10 10 10 10 10 15/10 (c) 0 10 10 0 /5 (d) 10 10 0/15 (a) 10 10 5/0 (e) 10 Sumber : PKF Worldwide Tax guide 2012
Royalti (%) INA NED 15 10 10 10 0 10
10 15 10
-
15 10 15 10
-
15/10/7,5 (a) 5
Dalam upaya menangkal beberapa skema tax avoidance yang telah dijelaskan sebelumnya, pemerintah Indonesia membentuk kebijakan khusus (Specific Anti Tax Avoidance/ SAAR) yang tertuang dalam UU PPh pasal 18. Kebijakan tersebut antara lain :
1.
Kebijakan Anti Transfer Pricing Dalam Pasal 18 ayat 3 UU PPh tertulis bahwa DJP selaku otoritas perpajakan di Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biayaplus, atau metode lainnya.
2.
Kebijakan Anti Treaty Shopping Dalam Pasal 18 UU PPh, tidak diatur mengenai treaty shopping, namun pemerintah mengeluarkan PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan pembaharuan di dalam PER-24/PJ/2010. Peraturan tersebut mengatur tentang beneficial owner dan syarat untuk menjadi beneficial owner adalah dengan dimilikinya Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Domicile (COD) yang berupa Form DGT 1 dan/ atau Form DGT-2. Surat Keterangan Domisili/SKD dimaksudkan untuk memastikan bahwa penerima hasil di luar negeri adalah penduduk negara mitra perjanjian (treaty partner). Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 tax treaty bahwa tax treaty tersebut hanya berlaku bagi penduduk (resident) negara yang mengikat perjanjian pajak (beneficial owner).
3.
Kebijakan Anti Thin Capitalization Pembiayaan dengan bunga (loan financing) memang lebih menguntungkan untuk perusahaan karena pada dasarnya, bunga dapat dibiayakan dan menjadi pengurang penghasilan sehingga besarnya keuntungan perusahaan berkurang dan DPP nantinya akan berkurang. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, maka pemerintah membuat peraturan yang tertuang di dalam Pasal 18 ayat 1, yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan Republik Indonesia diberi kewenangan untuk menentukan besarnya perbandingan antara hutang dengan modal (Debt Equity Ratio/DER). Tujuan ditentukannya DER adalah untuk menstimulasi investor untuk menginvestasikan dananya melalui kepemilikan saham.
4.
Kebijakan Anti Controlled Foreign Company Untuk mengantisipasi praktek CFC, pemerintah dalam Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa Menteri Keuangan Republik Indonesia diberi kewenangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek dengan ketentuan : • •
Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor atau Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.
WPDN yang memiliki CFC di luar negeri tidak memiliki celah untuk menunda pengakuan pajak atas dividen yang diterimanya karena Menteri Keuangan dapat menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri.
Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan disimpulkan bahwa:
penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya dapat
1.
2.
3. 4.
Penghindaran pajak cenderung dilakukan ke negara-negara tax haven karena negara tax haven (dalam pembahasan kali ini adalah Singapura, Hongkong dan Belanda) memiliki tarif pajak lebih rendah dari Indonesia dan/atau tidak memungut pajak sama sekali. Kedua, negara-negara tersebut memberi incentive yang sangat menguntungkan bagi investor. Di samping itu, minimnya pertukaran informasi juga menjadi pertimbangan utama dalam tax avoidance, kerahasiaan investor serta sumber dana investasi yang terjamin akan memberikan kenyamanan dalam praktek tax avoidance. Tax avoidance ke negara tax haven menggunakan media holding company, intermediary company serta subsidiary company bisa dilakukan dengan metode transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping dan controlled foreign company. Skema yang paling banyak terjadi adalah transfer pricing dan treaty shopping. Keberadaan negara tax haven tentunya memberi dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Upaya pemerintah dalam menangani tax avoidance di Indonesia masih harus ditingkatkan.
Saran Untuk dapat meningkatkan peelawanan terhadap tax avoidance di Indonesia, maka beberapa masukan diperlukan. Berikut saran yang dapat diberikan: 1. Direktorat Jenderal Pajak harus melihat lebih mendalam mengenai pemberian incentive bagi investor di negara Singapura, Hongkong dan Belanda. 2. DJP menyusun Specific Anti Tax Avoidance Rules (SAAR) untuk praktik tax avoidance yang saat ini sudah terindikasi secara lebih detail lagi dan membuat General Anti Tax Avoidance Rules (GAAR) untuk mengantisipasi praktik penghindaran pajak yang belum diatur secara mendetail dalam ketentuan yang bersifat khusus. 3. DJP bisa semakin tegas dalam menyusun perundang-undangan anti tax avoidance karena pajak memiliki andil yang besar dalam mendukung perekonomian Indonesia. 4. DJP bisa mengupayakan lebih lagi pertukaran informasi dengan negara tax haven dalam kasus tax avoidance.
Referensi Adonis, Irfano. (2008). Status Personal SPV dalam Kasus Penerbitan Surat Hutang PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk., 1. Alhusnieka, F. (2011). Analisis Terhadap Ketentuan Anti Tax Avoidance Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Sebagai Upaya Pencegahan Penghindaran Pajak Internasional. Universitas Indonesia. Alink, M., & van Kommer, V. (2009). The Dutch Approach. Amsterdam: IBFD. Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2013, Juni 16). Statistik. Diambil kembali dari BKPM.go.id: http://www.bkpm.go.id/contents/p16/statistics/17 Blue Clue Tax Solutions. (2012). Tax and Social Security in Netherlands. 8. Departemen Keuangan Republik Indonesia. (2013). Nota Keuangan dan APBN 2013. Jakarta: Departemen Keuangan Republik Indonesia. Diaz Priantara, A. S. (2012). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media. Effendi, S. (2012, Juni 7). (Desiyana, Pewawancara) Eicke, R. (2008). Tax Planning with Holding Companies-Repatriation of US Profits from Europe: Concepts, Strategies, Structurel. Kluwer Law International. EURAXESS The Nedherlands. (2010, November 8). Dutch Taxation System. Dipetik Juni 18, 2013, dari EURAXESS The Nedherlands: http://www.euraxess.nl/social-security-taxationhealth/copy_of_taxation/dutch-taxation-system-1 Henry, J. S. (2012). The Price Of Offshore Revisited. The Price Of Offshore Revisited, 19. Husein, Y. (2009, April 14). OECD dan Tax Havens Country. Dipetik Februari 5, 2013, dari http://economy.okezone.com: http://economy.okezone.com/read/2009/08/06/317/245451/oecddan-tax-havens-country IRAS Singapore. (2013, Mei 14). Singapore to Significantly Strengthen Framework for International Tax Cooperation. Diambil kembali dari Inland Revenue Autority of Singapore: http://www.iras.gov.sg/irasHome/page03a.aspx?id=14926 Irfansyah. (2010). Analisis Peran Tax Haven Dalam Melakukan Penghindaran Pajak Lintas Batas Negara . Indrianto, Nur. & Supomo D. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.
Janus. (2011). Singapore Corporate Tax Guide. Diambil kembali dari http://www.guidemesingapore.com/: http://www.guidemesingapore.com/taxation/corporate-tax/singapore-corporate-tax-guide Lawrence, N. W. (2003). Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon. Littlewood, M. (2010). The Hong Kong Tax System: its History, its Future and the Lessons it Holds for the Rest of the World. The Hongkong Tax System, 66. Mangonting, Y. (2009). Aspek Perpajakan dalam Praktek Transfer Pricing. Aspek Perpajakan dalam Praktek Transfer Pricing, http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/files/journals/345/articles/15668/public/15668-15666-1-PB.pdf. OECD. (2009). Tax Haven Criteria. Dipetik Februari 05, 2013, dari http://www.oecd.org: http://www.oecd.org/ctp/harmfultaxpractices/taxhavencriteria.htm Penerimaan Negara Detil 2009-2012. (2012, Maret 18). Dipetik Februari 4, 2013, dari http://www.pajak.go.id/content/penerimaan-negara-detil-2009-2012: http://www.pajak.go.id/content/penerimaan-negara-detil-2009-2012 PKF Worldwide Tax Guide 2012. (2012). Hongkong Tax Guide 2012. PKF UK. PKF Worldwide Tax Guide 2012. (2012). Indonesia Tax Guide 2012. PKF UK. PKF Worldwide Tax Guide 2012. (2012). Singapore Tax Guide 2012. PKF UK. PKF Worldwide Tax Guide 2012. (2012). The Netherlands Tax Guide 2012. UK: PKF UK. Rohatgi, R. (2007). Basic International Taxation. New Delhi: Taxmann Allied Services. Septiadi, D., & Darussalam. (2013). Tax Newsletter. Foreign Account Tax Compliance Act. Septiadi, D., & Darussalam. (2008). Konsep dan Aplikasi Cross-Border transfer Pricing untuk tujuan Perpajakan. Jakarta: PT. Dimensi Internasional Tax. Septriadi, D., & Darussalam. (2009, Januari 14). Tax Avoidance, Tax Planning, Tax Evasion, dan Anti Avoidance Rules. Surahmat, R. (2007). Bunga Rampai Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Surahmat, R. (2011). Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Zain, M. (2011). Tax Management Through Tax Havens Country, Transfer Pricing And Profit Shifting. 2nd International Conference On Business And Economic Research (2nd Icber 2011) Proceeding, 1982.
Riwayat Penulis Desiyana lahir di kota Jakarta pada 10 Desember 1991. Ia menamatkan pendidikan S1 jurusan Akuntansi dengan peminatan Perpajakan pada tahun 2013.