ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI
Oleh Sazili Musaqa A07400548
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN SAZILI MUSAQA. Analisis Sistem Pengadaan dan Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Batang hari, Provinsi Jambi (Dibawah bimbingan M. FIRDAUS). Benih memegang peranan yang sangat penting dalam budidaya pertanian, sehingga kondisi perbenihan mencerminkan kemajuan pertanian dalam suatu negara. Semakin maju teknologi pertanian, semakin maju pula perkembangan teknologi benih. Keadaan ini akan bertambah mantap apabila didukung oleh tersedianya benih padi yang cukup. Ketersediaan benih padi secara nasional masih jauh dari potensi kebutuhan benih secara nasional. Pada kurun waktu lima tahun terakhir persentase kecukupan kebutuhan benih semakin besar, tetapi masih jauh dari potensi yang ada. Misalnya pada tahun 2000/2001 pemenuhan kebutuhan benih padi hanya mencapai (54,36 persen) dari kebutuhan benih padi. Pemenuhan kebutuhan benih padi bersertifikat, diharapkan akan meningkatkan produksi beras baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara akumulatif kekurangan benih padi merupakan ancaman serius terhadap target produksi beras. Kaitan antara target produksi beras dan benih padi terletak pada penurunan pemakaian benih padi unggul yang berasal dari produsen benih padi yang resmi, sehingga secara keseluruhan di tingkat petani pemakain benih padi unggul menurun. Apabila pemakaian benih padi unggul secara umum menurun atau berkurang, maka target produksi beras juga akan terancam gagal. Kegiatan pemasaran yang dilakukan BBI harus seefisien mungkin mengigat BBI selaku penanggung jawab dalam pengadaan dan pemasaran benih padi. Koordinasi lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sangat diperlukan sehingga diharapkan benih padi dapat didistribusikan ke seluruh pelosok Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Batang Hari sesuai dengan prinsip enam tepat 6T dan harga dapat dijangkau oleh petani. Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani di Kabupaten Batang Hari,(2) Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari,(3) Menganalisis efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi pada bulan Januari 2005. Metode pengambilan contoh yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara penelusuran dan pemilihan secara sengaja (purposive) dengan tehnik sampel snowball yaitu penelusuran dan pemilihan responden dilakukan dengan mengikuti jalur pemasaran komoditi benih padi mulai dari petani padi sebagai konsumen sampai dengan BBI dan Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis tersebut dilakukan terhadap lembaga pemasaran menggunakan pendekatan fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar dan marjin pemasaran untuk mengetahui efisiensi pemasaran benih padi. Kebutuhan benih padi, terutama untuk benih padi unggul di Kabupaten Batang Hari dipenuhi oleh Balai Benih Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar. Sistem pengadaan dan distribusi benih padi dilakukan dengan cara kerjasama antara lembagalembaga yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam pengadaan dan distribusi benih padi. Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari merupakan lembaga yang mempunyai kewajiban untuk menjamin ketersediaan benih padi di Kabupaten Batang Hari. Penyaluran benih padi di Kabupaten Batang Hari dilakukan oleh KUD dan toko Pengecer. Lembaga tersebut berfungsi sebagai lembaga yang menyalurkan benih dari produsen sampai konsumen. Saluran pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari terdiri dari empat saluran pemasaran yaitu: (1) BBI → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi, (2) Kelompok Petani Penangkar → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi, (3) BBI → Toko Pengecer → Petani Padi, (4) Kelompok Petani Penangkar → KUD → Petani Padi. Analisis dari fungsi pemasaran dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran benih padi dimulai dari Balai Benih Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen sampai ke
konsumen (petani padi) memiliki fungsi yang berbeda. BBI dan kelompok petani penangkar dalam fungsi fasilitasnya di lapangan tidak memiliki informasi pasar, sedangkan pada KUD dan toko pengecer tersedia informasi pasar. Hal ini terjadi karena penentuan harga yang berlaku di pasaran di tetapkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. Selain dari pada fungsi tersebut diatas, pada fungsi pertukaran BBI dan kelompok petani hanya melakukan kegiatan penjualan, hal ini disebabkan karena BBI dan kelompok petani merupakan produsen benih padi sehingga fungsi pertukaran hanya terjadi pada kegiatan penjualan. Pada tingkat lembaga pemasaran KUD dan toko pengecer fungsi pertukaran dan fasilitas dilengkapi dengan kegiatan pembelian dan informasi pasar. Hal tersebut terjadi disebabkan KUD dan toko pengecer merupakan lembaga pemasaran perantara yang menghubungkan antara produsen dengan konsumen (petani padi). Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap pembelian dan penjualan yang dilakukan tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran. Sistem penentuan harga benih padi di tingkat KUD terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Sistem pembayaran atas pembelian kepada BBI ataupun Kelompok Petani Penangkar dilakukan secara tunai. Harga beli di tingkat BBI pada saat penelitian yaitu sebesar Rp 2750 per kg, sedangkan harga beli di tingkat Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 2500 per kg. KUD lebih banyak membeli benih padi dari Kelompok Petani Penangkar, hal ini dikarenakan jumlah benih padi yang dipasarkan oleh BBI sangat terbatas. Sistem penentuan harga di tingkat toko pengecer terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Pada umumnya harga jual produk di tingkat toko pengecer ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan komoditi benih padi. Harga beli yang dibayarkan toko pengecer ditambah dengan besarnya keuntungan yang akan diambil oleh toko pengecer, sehingga harga jual komoditi di tingkat toko pengecer terbentuk. Sistem pembayaran atas pembelian dari KUD dan BBI dilakukan secara tunai, begitu pula sistem pembayaran yang dilakukan oleh konsumen (petani padi). Harga beli benih padi di tingkat toko pengecer pada saat penelitian sebesar Rp 2750 sampai dengan Rp 3500 per kg. Sedangkan harga jual benih padi yang terjadi yaitu sebesar Rp 3750 sampai dengan Rp 4000 per kg. Saluran pemasaran benih padi yang paling efisien adalah saluran pemasaran tiga, karena memiliki total marjin pemasaran terkecil dari setiap saluran pemasaran sebesar Rp 1300 per kg atau 34,67 persen dari harga konsumen akhir. Apabila dilihat dari segi tingkat harga konsumen akhir, maka saluran empat merupakan saluran pemasaran menawarkan harga paling rendah yaitu sebesar Rp 3500 per kg. Harga konsumen akhir yang rendah akan menguntungkan petani padi sebagai konsumen akhir. Saluran pemasaran tiga merupakan saluran pemasaran yang paling efisien secara operasional. Hal tersebut dapat dilihat dari total biaya pemasaran yang paling kecil, sebesar Rp 270 per kg dan total rasio keuntungan-biaya yang terbesar, yaitu 3,81 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 381 per kg.
ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI
Oleh Sazili Musaqa A07400548
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Peratanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Sistem Pengadaan dan Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi”.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani, menganalisis struktur dan prilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi serta menganalisis efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga diperlukan saran-saran untuk perbaikan agar menjadi lebih baik.
Penulis juga mengucapkan terimah kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pembimbing atas saran-saran dan masukannya serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Bogor, Januari 2006
Penulis
PERNYATAAN DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL “ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DIKABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Januari 2006
Sazili Musaqa 07400548
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
: Sazili Musaqa
Nrp
: A07400548
Program Studi : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Judul
: Analisis Sistem Pengadaan Dan Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi
Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui Dosen Pembimbing
M. Firdaus, SP, MSi NIP : 132 158 758
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP : 130 422 698
Tanggal Kelulusan :
UCAPAN TERIMAH KASIH Puji syukur kepada allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dan juga kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1.
Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu mendorong dan mendo’akan serta memberikan perhatian, kasih sayang kepada penulis.
2.
Ir. M. Firdaus, SP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan, dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen layak uji yang telah mengkoreksi skripsi dan memberikan masukan.
4.
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku dosen evaluator pada saat kolokium dan memberikan kritikan dan saran.
5.
Febriantina Dewi, SE, MMA selaku dosen penguji utama pada saat ujian sidang yang telah memberikan kritikan dan saran.
6.
Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan pada saat ujian sidang yang telah memberikan kritikan dan saran.
7.
Keluarga besar di Jambi Nyai ku, Bang Juprijal dan Kak Santi, Surya dan Diah, Salmi, Sinta, serta keponakan”ku tersayang Siti Juliana Putri.
8.
Teman-teman seperjuangan Agp 34 Wahyu, Danu, Arief, Fika, Roni, Laila, Wati, Agung, Saepudin makasih atas kebersamaannya dari D3 hingga di ekstensi.
9.
Teman-teman seperjuangan di Ekstensi Roby, Abay, Qosim, Yuda, Dodi, TB, Agner, makasih atas kebersamaannya selama di ekstensi.
10.
Teman-teman di Holywood Bono, Nugie, Vino, Qibenk, Handoko, Eko, Paul, Yosef, Pavik dan anak2 kos’t gue Boenk, Mul, Pak Jul, Gomez, Udin, Mang Doel, Mang Ryan, Bang Dub2 and Teteh.
Bogor, Januari 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Ampelu pada tanggal 11 Desember 1979. Penulis adalah anak ke dua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Lukman Zakaria dan Ibu Hj. Sanimah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 121/1 Desa Ampelu pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan SMP Negeri II Kecamatan Muara Tembesi dan selesai pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SPP/SPMA Dati I Jambi dan selesai pada tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur umum pada Program Studi Agribisnis Peternakan dan selesai pada tahun 2000. Tahun 2000 penulis diterima di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor melalui jalur umum.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... vii
BAB I.
PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2.
Perumusan Masalah ......................................................................... 6
1.3.
Tujuan Penelitian............................................................................... 9
1.4.
Kegunaan Penelitian ......................................................................... 9
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian.................................................................. 9
BAB II. 2.1.
KERANGKA PEMIKIRAN................................................................. 11 Kerangka Pemikiran Teoritis............................................................. 11 2.1.1. Pengadaan dan Distribusi..................................................... 11 2.1.2. Pemasaran............................................................................ 12 2.1.3. Fungsi-fungsi Pemasaran ..................................................... 13 2.1.4. Lembaga dan Saluran Pemasaran ....................................... 14 2.1.5. Struktur dan Perilaku Pasar .................................................. 16 2.1.6. Marjin Pemasaran................................................................. 22 2.1.7. Efisiensi Pemasaran ............................................................. 25
2.2.
Tinjauan Penelitian Terhahulu .......................................................... 27
2.3.
Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 30
BAB III.
METODE PENELITIAN..................................................................... 33
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 33
3.2.
Metode Pengambilan Contoh............................................................ 33
3.3.
Metode Pengumpulan Data ............................................................. 34
3.4.
Metode Pengolahan dan Analisa Data ............................................. 35 3.4.1. Analisis Sistem Pengadaan dan Distribusi ........................... 35 3.4.2. Analisis Struktur Pasar ......................................................... 36 3.4.3. Analisis Perilaku Pasar ......................................................... 37 3.4.4. Analisis Efisiensi Pemasaran................................................ 38 3.4.5. Defenisi Operasional............................................................. 39
i
BAB IV.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................... 41
4.1.
Gambaran Umum Kabupaten Batang Hari ....................................... 41
4.2.
Karakteristik Responden................................................................... 42
4.3.
Gambaran Umum Usahatani Benih Padi.......................................... 44 4.3.1. Biaya Usahatani Benih Padi ................................................. 48
BAB V.
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 51
5.1.
Sistem Pengadaan dan Distribusi..................................................... 51
5.2.
Sistem Pemasaran............................................................................ 53 5.2.1. Sistem Pemasaran antara BBI dengan KUD ........................ 53 5.2.2. Sistem Pemasaran antara Kelompok Petani Penangkar dengan KUD ......................................................................... 53 5.2.3. Sistem Pemasaran antara BBI dengan Pedagang Pengecer ............................................................. 54 5.3.4. Sistem Pemasaran antara KUD dengan Pedagang Pengecer ............................................................. 54
5.3.
Saluran Pemasaran .......................................................................... 55 5.3.1. Saluran Pemasaran I ............................................................ 56 5.3.2. Saluran Pemasaran 2 ........................................................... 56 5.3.3. Saluran Pemasaran 3 ........................................................... 57 5.3.4. Saluran Pemasaran 4 ........................................................... 57
5.4.
Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran.................................................... 58 5.4.1. Fungsi Pertukaran................................................................. 60 5.4.2. Fungsi Fisik........................................................................... 61 5.4.2.1. Penyimpanan ......................................................... 61 5.4.2.2. Pengemasan.......................................................... 61 5.4.2.3. Pengangkutan........................................................ 62 5.4.3. Fungsi Fasilitas ..................................................................... 62 5.4.3.1. Informasi Pasar...................................................... 62 5.4.3.2. Penanggungan Resiko........................................... 63 5.4.3.3. Pembiayaan ........................................................... 64
5.5.
Analisis Sruktur Pasar....................................................................... 64 5.5.1. Balai Benih Induk (BBI)......................................................... 65 5.5.2. Kelompok Petani Penangkar ................................................ 65 5.5.2. Koperasi Unit Desa (KUD) .................................................... 65
ii
5.5.3. Pedagang Pengecer ............................................................. 66 5.6.
Perilaku Pasar................................................................................... 66 5.6.1. Sistem Penentuan Harga...................................................... 67 5.6.2. Sistem Penentuan Harga di Tingkat BBI .............................. 67 5.6.3. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Kelompok Petani Penangkar ................................................ 68 5.6.4. Sistem Penentuan Harga di Tingkat KUD............................. 68 5.6.5. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer ............................................................. 68
5.7.
Analisis Efisiensi Pasar..................................................................... 69 5.7.1. Margin Tataniaga .................................................................. 73 5.7.2. Rasio Keuntungan Biaya ...................................................... 78
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 82
6.1.
Kesimpulan ....................................................................................... 82
6.2.
Saran ................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85 LAMPIRAN ......................................................................................................... 87
iii
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Teks 1.
halaman
Perkembangan Tingkat Kebutuhan dan Realisasi Produksi Benih Padi Bersertifikat di Indonesia Tahun 1996/1997 – 2000/2001 .................................................. 2
Tabel
2.
Pemenuhan Kebutuhan Beras Dalam Negeri dan Konsumsi Per Kapita................................................................................... 3
Tabel
3.
Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Nasional ............................................................................. 3
Tabel
4.
Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Propinsi Jambi............................................................................ 4
Tabel
5.
Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Kabupaten Batang Hari dan Prosentasenya dibandingkan Propinsi Jambi............................................................................ 4
Tabel
6.
Karakteristik dan Struktur Sistem Pemasaran............................ 19
Tabel
7.
Pemilihan Responden Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari .......................................................... 34
Tabel
8.
Jarak Ibukota Kabupaten Batang Hari dengan Ibukota Kabupaten/Kotamadya lain dalam Propinsi ..............…………… 41
Tabel
9.
Jumlah Desa dan Kelurahan di Tiap Kecamatan, Kabupaten Batang Hari.......... …………………………………….. 42
Tabel
10.
Persentase Jumlah Rumah Tanggga Pertanian Terhadap Rumah Tangga Per Kecamatan di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004................................................................................. 42
Tabel
11.
Komposisi Bidang Usaha Utama Responden ............................. 43
Tabel
12.
Komposisi bidang Usaha Sampingan ......................................... 43
Tabel
13.
Tingkat Pendidikan Responden .................................................. 44
Tabel
14.
Biaya Usahatani yang dikeluarkan oleh Petani Penangkar pada Lahan 1 Ha dalam 1 Tahun ............................................... 49
Tabel
15.
Produksi Benih Padi BBI dan Kelompok Petani Penangkar di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004....................................... 52
Tabel
16.
Rencana Kebutuhan Benih Padi Kabupaten Batang Hari Tahun 2004................................................................................. 52
iv
Tabel
17.
Jumlah Penyaluran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004................................................................................. 53
Tabel
18.
Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran di Kabupaten Batang Hari........................................................... 59
Tabel
19.
Biaya Rata-rata Pemasaran Benih Padi yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga di Kabupaten Batang Hari ........................ 70
Tabel
20.
Marjin Pemasaran Benih Padi pada Saluran Pemasaran 1,2,3 dan 4 di Kabupaten Batang Hari........................................ 74
Tabel
21.
Rasio Keuntungan dan Lembaga Pemasaran Benih Padi (Rp/Kg)........................................................................................ 80
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
halaman
Gambar 1.
Marjin Pemasaran ...................................................................... 23
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................ 32
Gambar 3.
Saluran Pemasaran Benih Padi ................................................ 55
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
halaman
Lampiran 1.
Kuesioner Produsen Benih Padi (BBI) ......................................
88
Lampiran 2.
Kuesioner Produsen Benih Padi (Petani Penangkar) ...............
92
Lampiran 3.
Kuesioner Lembaga Pemasaran (KUD) ...................................
96
Lampiran 4.
Kuesioner Toko Pengecer ........................................................
99
Lampiran 5.
Kuesioner Petani Padi .............................................................. 102
vii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sejak awal Pembangunan Lima Tahun (Pelita), Pemerintah telah
berupaya meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan terutama beras, dalam rangka swasembada pangan.
Hal tersebut
terlihat pada tahun 1984, Indonesia berhasil menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, dan memperoleh penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Pemberian penghargaan tersebut berarti dunia mengakui Indonesia sebagai negara yang berswasembada pangan. Keberhasilan mencapai swasembada pangan, tidak lepas dari pelaksanaan program intensifikasi yang dilancarkan pemerintah Orde Baru, yang salah satunya adalah penggunaan bibit unggul bagi peningkatan produksi padi. Penggunaan bibit unggul tidak terlepas dari ketepatan pengadaan dan penyaluran atau distribusi benih unggul sampai ke tangan petani, sesuai dengan prinsip enam tepat (6T), yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat tempat, tepat harga dan tepat mutu. Benih memegang peranan yang sangat penting dalam budidaya pertanian, sehingga kondisi perbenihan mencerminkan kemajuan pertanian dalam suatu negara (Arsanti, 1995). Semakin maju teknologi pertanian, semakin maju pula perkembangan teknologi benih. Keadaan ini akan bertambah mantap apabila didukung oleh tersedianya benih padi yang cukup. Sebagai unsur utama dalam usaha peningkatan produksi pangan, benih yang digunakan harus berkualitas, karena baik tidaknya mutu benih sangat menentukan hasil produksi suatu komoditas. Penggunaan benih yang kurang bermutu
akan
mengakibatkan
produksi
tanaman
menjadi
tidak
bagus.
2
Ketersediaan benih unggul bermutu tinggi bagi petani dalam melakukan usaha tani, merupakan syarat yang penting dalam peningkatan hasil dan kualitas produksi. Ketersediaan benih padi secara nasional masih jauh dari potensi kebutuhan benih secara nasional.
Pada kurun waktu lima tahun terakhir
persentase kecukupan kebutuhan benih semakin besar, tetapi masih tetap jauh dari potensi yang ada. Misalnya pada tahun 2000/2001 pemenuhan kebutuhan benih padi hanya mencapai (54,36 persen) dari kebutuhan benih padi. Pemenuhan kebutuhan benih padi bersertifikat, diharapkan akan meningkatkan produksi beras baik secara kualitas maupun kuantitas. Perkembangan tingkat kebutuhan dan realisasi produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Tingkat Kebutuhan dan Realisasi Produksi Benih Padi Bersertifikat di Indonesia Tahun 1996/1997 – 2000/2001 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000/2001
Kebutuhan Benih Potensial (Ton) 277.823,00 250.453,00 308.427,78 321.235,00 313.235,00
Produksi Benih (Ton) 103.880,73 94.130,70 117.841,49 135.422,00 170.284,00
Kecukupan (%) 37,39 37,58 38,21 42,18 54,36
Sumber : Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2000
Kebutuhan nasional terhadap beras semakin meningkat, hal tersebut terlihat dari peningkatan kebutuhan terhadap beras dari 32.771.264 ton pada tahun 2001 menjadi 33.669.384 ton pada tahun 2004 (Tabel 2).
Peningkatan
produksi beras di dalam negeri masih relatif rendah, hal tersebut terlihat dari defisit antara kebutuhan dan konsumsi beras semakin menurun, tetapi penurunan tersebut sangat kecil yaitu 2.487.920 ton pada tahun 2001 dan pada tahun 2004 menjadi 2.468.443 ton. Antisipasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan defisit antara kebutuhan dan konsumsi beras adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan dan menurunkan tingkat kehilangan produksi padi. Hal tersebut perlu dilakukan
3
karena angka kehilangan produksi padi terus meningkat dari 2.254.342 ton pada tahun 2001 menjadi 2.322.65 ton pada tahun 2004 (Tabel 2). Tabel 2. Proyeksi Produksi, Ketersediaan, Konsumsi, Kebutuhan dan Defisit Beras Nasional Tahun 2001-2004 Ketersediaan untuk konsumsi
Produksi (Ton)
Kehilangan (Ton)
Padi (Ton)
Setara Beras (Ton)
Kebutuhan (Ton)
Defisit (Impor)
2001
50.096.486
2.254.342
46.589.732
30.283.326
32.771.264
2.487.920
2002
50.597.451
2.276.885
47.055.630
30.586.159
33.073.152
2.486.993
2003
51.103.425
2.299.654
47.526.185
30.892.021
33.372.463
2.480.442
2004
51.614.460
2.322.651
48.001.448
31.200.941
33.669.384
2.468.443
Tahun
Sumber : Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan, Departemen Pertanian 2002
Luas lahan pertanian khususnya padi yang terus menurun (Tabel 3), sedangkan kebutuhan akan beras terus meningkat dari tahun 2001 ke tahun 2004 (Tabel 2) menyebabkan meningkatnya kebutuhan nasional akan beras. Peningkatkan
produksi
beras
nasional
dapat
ditempuh
dengan
cara
meningkatkan produkstivitas lahan, hal tersebut harus dilakukan, karena untuk meningkatkan luas lahan pertanian sudah tidak memungkinkan. Secara nasional produksi padi mengalami kenaikan sebesar kurang lebih 1.000.000 ton dari tahun 1999 ke tahun 2000, walaupun luas lahan menurun. Dengan indikasi tersebut maka dapat dikatakan produkstivitas lahan secara umum meningkat.
Luas lahan, hasil per hektar dan produksi padi
nasional dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Nasional Tahun
Luas Lahan (Ha)
Hasil/Ha (Kuintal)
Produksi (Ton)
1999 2000 2001
11.963.204 11.793.475 11.499.997
42,52 44,01 43,88
50.866.387 51.898.852 50.096.486
Sumber : Survey Pertanian Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia, 1999-2001
Produksi padi provinsi Jambi pada tahun 2001, meningkat cukup signifikan sebesar 556.564 ton dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 536.779 ton. Peningkatan produksi tersebut dicapai dengan peningkatan produktivitas lahan yang meningkat cukup besar juga dari 31,32 kuintal/Ha pada
4
tahun 2000 menjadi 33,77 kuintal/Ha pada tahun 2001. Dengan demikian maka Provinsi Jambi berhasil meningkatkan produksi beras pada saat luas lahan semakin menurun. Luas lahan, hasil per hektar dan produksi padi provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Provinsi Jambi Tahun
Luas Lahan (Ha)
Hasil/Ha (Kuintal)
Produksi (Ton)
1999 2000 2001
178.307 171.395 164.826
31,05 31,32 33,77
553.641 536.779 556.564
Sumber : Survey Pertanian Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia, 1999-2001
Dilihat dari kontribusi produksi padi untuk Provinsi Jambi, Kabupaten Batang Hari menyumbang sekitar (5-6 persen) dari produksi total Provinsi Jambi. Hal tersebut sudah cukup bagus karena nilai prosentase luas lahan padi untuk Kabupaten Batang Hari di bawah prosentase produksi padi. Luas lahan, hasil
per hektar dan produksi padi Kabupaten Batang Hari dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Lahan, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Kabupaten Batang Hari dan Prosentasenya Dibandingkan Provinsi Jambi Tahun
Luas Lahan (Ha)
%
1999 2000 2001
10.478 9.063 9.070
5,88 5,29 5,50
Hasil/Ha (Kuintal) 34,67 33,09 34,18
Produksi (Ton) 36.332 29.988 31.001
% 6,56 5,59 5,57
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari, 1999-2001
Tingginya produksi padi Kabupaten Batang Hari, disebabkan oleh tingginya produktivitas lahan yang relatif lebih besar dari produktivitas lahan secara umum untuk Provinsi Jambi.
Salah satu faktor pendukung tingginya
produktivitas lahan adalah penggunaan benih padi secara tepat, baik tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat tempat, tepat harga dan tepat mutu. Kabupaten Batang Hari sebagai salah satu produsen beras di Provinsi Jambi, tidak tergantung kepada PT Sang Hyang Seri atau PT Pertani untuk pemenuhan kebutuhan benih padi. Hal tersebut dilakukan karena kondisi lahan
5
maupun iklimya khas, sehingga benih padi dari PT Sang Hyang Seri atau PT Pertani, kurang cocok ditanam di Kabupaten Batang Hari. Kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari dipenuhi oleh Balai Benih Induk dan Kelompok Petani Penangkar. Balai Benih Induk merupakan lembaga dibawah Dinas Tanaman Pangan provinsi Jambi yang bertugas melakukan penelitian dan memproduksi benih padi yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di Provinsi Jambi. Kelompok Petani Penangkar hanya bertugas membantu Balai Benih Induk untuk melakukan produksi benih padi, berdasarkan instruksi dan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. Balai
Benih
Induk
merupakan
satu-satunya
produsen
benih
di Kabupaten Batang Hari yang dalam produksinya dibantu oleh Kelompok Petani Penangkar. Mengingat perannya yang sangat penting untuk kelancaran usaha tani terutama padi, maka dituntut kemampuan Balai Benih Induk untuk menjamin benih selalu tersedia dan mudah diperoleh oleh petani di berbagai tempat yang diinginkan atau yang terdekat. Tugas berat yang harus dijalankan Balai Benih Induk adalah menjaga agar benih padi selalu berada di tempat yang paling dekat dengan pembeli dan tepat saat dibutuhkan dalam jumlah yang tepat oleh petani. Benih padi harus diangkut dari tempat produksi ke tangan petani saluran distribusi dengan jarak yang berbeda. Produksi harus dilakukan dalam jumlah yang cukup sehingga dapat menjamin kelancaran pengadaan dan distribusinya. Saluran distribusi merupakan sekelompok lembaga yang mengadakan kerjasama utuk mencapai suatu tujuan, adapun tujuannya adalah menyampaikan suatu produk dari produsen hingga konsumen (Maesaroh, 2000). Fungsi saluran distribusi adalah menjamin bahwa jenis, jumlah dan waktu sampainya benih padi ke tangan konsumen, dalam hal ini petani sesuai dengan kapan dan dimana dibutuhkan karena dengan demikian para petani akan merasa puas atas
6
pelayanan yang diberikan. Saluran distribusi yang dilalui oleh benih padi mulai dari Balai Benih Induk sampai ke tangan konsumen atau petani, antara lain Kelompok Petani Penangkar, KUD dan toko pengecer. 1.2.
Perumusan Masalah Benih padi merupakan salah satu faktor produksi yang sangat
mendukung keberhasilan swasembada pangan. Kebutuhan penggunaan benih padi bersifat musiman, sesuai dengan musim tanam yang ada di Indonesia. Dari data yang diperoleh, selama ini kebutuhan benih unggul padi di Kabupaten Batang Hari sebesar 120,02 ton. Kebutuhan benih padi tersebut dipenuhi oleh Kelompok Petani Penangkar sebesar 46 ton (38,31 persen), swadaya petani sebesar 21 ton (17,49 persen) dan Balai Benih Induk sebesar 23 ton (19,16 persen), sehingga kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari mengalami kekurangan sebesar 30 ton (24,98 persen) (Disperta Kabupaten Batang Hari, 2004).
Kekurangan benih padi disebabkan antara lain petani menggunakan
benih hasil produksi padi pada musim tanam tersebut. Penggunaan benih tersebut menyulitkan BBI dan Kelompok Petani Penangkar dalam membuat perencanaan kebutuhan benih. Kegiatan penyuluhan penggunaan benih Unggul perlu terus diupayakan sehingga perencanaan yang dilakukan dapat tepat dan produksi meningkat, selain itu di Kabupaten Batang Hari pada bulan Desember 2004 sampai bulan Februari 2005 mengalami kebanjiran yang mengakibatkan gagal panen (fuso). Secara akumulatif kekurangan benih padi merupakan ancaman serius terhadap target produksi beras. Kaitan antara target produksi beras dan benih padi terletak pada penurunan pemakaian benih padi unggul yang berasal dari produsen benih padi yang resmi, sehingga secara keseluruhan di tingkat petani pemakain benih padi unggul menurun. Apabila pemakaian benih padi unggul
7
secara umum menurun atau berkurang, maka target produksi beras juga akan terancam gagal. Selama ini data kebutuhan benih padi diperoleh dari perencanaan Departemen Pertanian dalam bentuk Data Sasaran Tanam, Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Padi. Apabila dari awal perencanaan tersebut meleset maka segala kemungkinan kekurangan maupun kelebihan produksi benih padi akan terjadi, sehingga mengakibatkan produksi padi akan terancam kelangsungannya. Kelebihan produksi benih padi akan berakibat pada pemborosan sumberdaya produsen benih padi, karena kelebihan produksi merupakan biaya yang harus ditanggung produsen. Sedangkan kekurangan produksi benih padi akan berakibat pada menurunnya produksi beras. Kegiatan pemasaran yang dilakukan BBI harus seefisien mungkin mengigat BBI selaku penanggung jawab dalam pengadaan dan pemasaran benih padi.
Koordinasi lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sangat
diperlukan sehingga diharapkan benih padi dapat didistribusikan ke seluruh pelosok Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Batang Hari sesuai dengan prinsip enam tepat 6T dan harga dapat dijangkau oleh petani. Secara umum petani padi di Kabupaten Batang Hari tidak mengalami kesulitan untuk mengakses pasar benih padi. Hal tersebut disebabkan terdapat beberapa saluran pemasaran yang dapat menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Batang Hari sampai ke tingkat kecamatan.
Saluran pemasaran
tersebut terdiri dari beberapa lembaga pemasaran, antara lain BBI, Kelompok Petani Penangkar, KUD dan Toko Pengecer. Permasalahan yang dihadapi petani padi di Kabupaten Batang Hari adalah tingkat harga yang dirasakan cukup tinggi dan perbedaan harga konsumen akhir pada setiap saluran pemasaran. Perbedaan dan tingkat harga tersebut mengindikasikan bahwa pada setiap saluran pemasaran terdapat
8
perbedaan baik dalam hal ; panjang atau pendeknya rantai pemasaran, biaya pemasaran,
keuntungan
lembaga
pemasaran
dan
marjin
pemasaran.
Perbedaan-perbedaan tersebut perlu dianalisa untuk menentukan efisiensi masing-masing saluran pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari, sehingga dapat ditentukan saluran pemasaran benih padi yang paling efisien baik dari segi operasional maupun ekonomi. Pemasaran yang tidak efisien diantara lembaga pemasaran yang terkait akan menyebabkan peningkatan biaya pemasaran sehingga akan meningkatkan harga yang akan diterima konsumen, dalam hal ini petani padi. Perbedaan lokasi dan aktivitas lembaga pemasaran dapat menyebabkan harga di tiap tingkat pemasaran menjadi berbeda, dengan demikian penyebaran marjin antar lembaga pemasaran tidak merata. Pemasaran yang tidak efisien tersebut juga akan menimbulkan ketidakpuasan pada tingkat konsumen sehingga bisa mempengaruhi tingkat permintaan terhadap produk yang diproduksi oleh perusahaan. Analisa terhadap efisiensi pemasaran di setiap saluran pemasaran akan memunculkan saluran pemasaran yang efisien maupun yang tidak efisien. Tingkat harga yang tinggi di tingkat konsumen akhir pada saluran pemasaran yang tidak efisien dapat diturunkan untuk menghasilkan tingkat harga konsumen akhir yang rendah, yaitu dengan menggunakan saluran pemasaran yang lebih efisien.
Hal tersebut diharapkan dapat menurunkan keluhan petani terhadap
tingginya harga benih padi di tingkat konsumen akhir. Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penelitian ini akan mengkaji sistem pengadaan dan pamasaran benih padi, bagaimana struktur, perilaku pasar dalam pengadaan dan proses pemasaran di Kabupaten Batang Hari, perumusan masalah ditetapkan sebagai berikut:
9
1. Bagaimana sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani di Kabupaten Batang Hari. 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari. 3. Bagaimana efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari. 1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi sistem pengadaan dan distribusi benih padi ke petani di Kabupaten Batang Hari. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada sistem pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari. 3. Menganalisis efisiensi pemasaran benih padi diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di Kabupaten Batang Hari. 1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk :
1. Pemerintah daerah Kabupaten Batang Hari sebagai acuan informasi dalam memenuhi ketersediaan benih padi. 2. Masyarakat umum sebagai informasi dalam menentukan usahatani. 3. Mahasiswa, sebagai tambahan informasi bagi penelitian lebih lanjut. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Pengkajian studi ini dilakukan di Kabupaten Batang Hari, Provinsi
Jambi. Dari hasil survei lapang, diketahui bahwa sistem pengadaan dan pemasaran benih padi sangat penting dalam memenuhi kebutuhan petani padi di Kabupaten Batang Hari. Penelitian ini hanya dititikberatkan pada pengadaan dan pemasaran benih padi yang telah lulus sertifikasi dari BPSB (Badan
10
Pengawas Sertifikasi Benih) dengan kelas benih konsumsi (BR). Dimana peneliti tidak membedakan varietas yang diproduksi oleh produsen benih yaitu BBI dan Kelompok Petani Penangkar.
BAB II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.1.1. Pengadaan dan Distribusi Distribusi merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam sistem pemasaran, sehingga suatu komoditi tersedia untuk dikonsumsi. Kegiatan distribusi terkait dengan penyampaian produk dari tangan produsen sampai ke tangan konsumen, melalui beberapa tahapan dengan melibatkan berbagai pihak atau lembaga yang berfungsi sebagai penyalur. Produsen yang mempunyai daerah distribusi luas, maka perusahaan tersebut
harus
menggunakan
lembaga
penyalur
atau
menyalurkan produknya sampai ke tangan konsumen.
perantara
untuk
Saluran distribusi
tersebut dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang tergantung satu sama lainnya yang terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 1993).
Saluran distribusi juga
merupakan sekelompok lembaga yang menjalankan semua kegiatan-kegiatan (fungsi-fungsi) dan berguna untuk memindahkan produk dan pemiliknya dari produsen ke konsumen. Menurut Kotler (1995), saluran distribusi adalah sekelompok lembaga yang menjalankan kegiatan-kegiatan (fungsi-fungsi) yang berguna untuk memindahkan produk dan pemiliknya dari produsen ke konsumen. Saluran distribusi mencakup oganisasi internal perusahaan maupun organisasi mandiri di luar perusahaan. Distribusi adalah arus fisik barang melalui suatu saluran, dan saluran tersebut adalah unit internal dan eksternal organisasi yang melaksanakan fungsi
12
untuk menambahkan kegunaan pada suatu produk atau jasa (Syamsuri, 1998). Sumber kegunaan utama yang diciptakan oleh saluran distribusi adalah : (1) lokasi atau ketersediaan suatu produk atau jasa di tempat yang sesuai dengan pelanggan potensial (2) waktu, atau ketersediaan suatu produk atau jasa pada saat memenuhi kebutuhan pelanggan, dan (3) informasi yang menjawab pertanyaan dan mengkomunikasikan pengetahuan terapan yang berguna tentang produk dan jasa kepada pelanggan potensial. David
A.
Revzan
dalam
Swastha,
Basu
dan
Irawan
(1997)
mendefinisikan saluran distribusi adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barangbarang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai.
Saluran distribusi juga merupakan suatu
struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, melalui mana sebuah komoditi, produk atau jasa dipasarkan. 2.1.2. Pemasaran Upaya untuk meningkatkan produksi harus didukung dengan upaya perbaikan dalam sistem pemasaran, karena kedua hal tersebut saling mempengaruhui.
Upaya tersebut tidak akan berhasil dengan baik tanpa
dukungan dari aspek pasar. demikian pula sebaliknya, fungsi-fungsi pemasaran tidak dapat berjalan dengan baik tanpa didukung oleh proses produksi yang baik (Kohl dan Uhl dalam Hidayati, 2000). Pemasaran merupakan suatau proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain (Kotler, 1993). Pemasaran ditinjau dari segi manajemen atau individu perusahaan merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan
13
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran adalah hal yang mendasar, bukan hanya suatu departemen penjualan suatu perusahaan.
Pemasaran tidak dimulai dengan
suatu produk atau penawaran tetapi dengan pencarian peluang dipasar (Kotler,1995). Pemasaran ditinjau dari aspek ekonomi merupakan keragaan dari kegiatan bisnis yang termasuk aliran produk dan jasa mulai dari titik awal sampai ke tangan konsumen (Kohl dan Uhl, 1985). Proses produksi yang berlangsung dengan efisien dan didukung oleh sistem pemasaran yang efisien pula akan menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara produsen, konsumen dan lembaga pemasaran yang menjadi penghubung diantara keduanya. 2.1.3. Fungsi-fungsi pemasaran Proses penyampaian barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen
memerlukan
berbagai
tindakan
untuk
memperlancar
proses
penyampaian barang dan jasa yang bersangkutan. Kegiatan tersebut merupakan fungsi-fungsi tataniaga atau fungsi-fungsi pemasaran.
Apabila fungsi-fungsi
pemasaran berperan sebagimana mestinya, pemasaran dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksi (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi-fungsi dalam pemasaran dapat dikategorikan menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas (Kotler, 1993). Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi fisik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu.
Fungsi fisik meliputi kegiatan pengolahan,
penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke
14
daerah pemasaran.
Selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa
tindakan untuk menjaga mutu, terutama bagi hasil-hasil pertanian mempunyai sifat busuk. Pada proses penyimpanan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang dilaksanakan adalah biaya penyimpanan termasuk biaya pemeliharaan fisik gudang, resiko kerusakan selama penyimpanan dan biayabiaya lainnya yang dikeluarkan selama barang tersebut masih disimpan. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkutan yang tidak sesuai dengan sifat barang yang akan diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu dari barang yang bersangkutan. Fungsi fasilitas adalah kegiatan yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen ke konsumen. Adapun fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai ukuran warna, bentuk, kadar air, kematangan, rasa dan kriteria lainnya. Sedangkan grading adalah tindakan menggolongkan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Fungsi dan grading memberikan manfaat dalam proses pemasaran yaitu mempermudah pelaksanaan jual-beli serta mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan. 2.1.4. Lembaga dan Saluran Pemasaran Sistem pemasaran, untuk menyampaikan barang dari tangan produsen ke
tangan
konsumen
akhir
melibatkan
beberapa
lembaga
pemasaran
membentuk berbagai saluran pemasaran sebagai saluran yang digunakan
15
produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari titik produsen. Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi pemasaran mulai titik produsen sampai ke konsumen akhir. Terdapat beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan seorang produsen apabila hendak memilih pola penyalur (Limbong dan Sitorus, 1987).
Pertimbangan
tersebut adalah : 1. Pertimbangan pasar, meliputi siapa konsumennya (rumah tangga, industri ataukah kedua-duanya), berapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2. Pertimbangan barang, meliputi berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar
atau
pesanan),
dan
bagaimana
dari
perusahaan,
luas
produk
perusahaan
sumber
permodalan,
bersangkutan. 3. Pertimbangan
segi
meliputi
kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan oleh penjual. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, meliputi pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam sebuah saluran pemasaran dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen akan mengakibatkan panjangnya rantai pemasaran serta banyaknya aktivitas bisnis yang dilakukan. Selain itu banyaknya lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran juga dipengaruhi oleh sifat komoditinya, apakah cepat rusak atau tidak, komoditi yang cepat rusak membutuhkan rantai pemasaran yang pendek dan harus dengan cepat diolah dan langsung diterima
16
oleh konsumen. Saluran pemasaran juga tergantung pula pada skala produksi, skala produksi yang kecil menyebabkan perlunya lembaga pemasaran, karena perusahaan tersebut membutuhkan pedagang perantara untuk menyalurkan suatu komoditi kepada konsumen.
Kekuatan modal dan sumberdaya yang
dimiliki juga berpengaruh bagi keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam saluran pemasaran karena produsen atau pedagang yang posisi modalnya kuat akan dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran, sehingga saluran dapat diperpendek (Senobua, 1997). 2.1.5. Struktur dan Perilaku Pasar Organisasi pasar yang mencakup semua aspek suatu sistem tataniaga tertentu, pada umumnya terdiri dari tiga komponen (Azzaino, 1982). Komponen tersebut terdiri dari struktur pasar (market structure), tingkah laku pasar (market conduct), dan keragaan pasar (market performance).
Struktur pasar paling
banyak dipergunakan dalam menganalisis suatu sistem pemasaran, otomatis di dalamnya akan dijelaskan perilaku partisipan yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku lembagalembaga yang ada dalam sistem pemasaran. Menurut Philips dalam Aditya K. (2002), studi-studi dalam pemasaran menggunakan beberapa pendekatan, dimana tipe-tipe perbedaan dari pasar digolongkan dalam market structure. Praktek-praktek bisnis dikelompokan dalam market conduct, sedangkan pengaruh-pengaruh terhadap harga dan output digolongkan dalam market performance. Keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel structure, conduct dan performance serta memperhitungkan waktu.
Pendekatannya
menunjukkan bahwa variabel tersebut dalam suatu waktu berada pada sistem dimana structure dan conduct ditentukan oleh performance. Hal ini menunjukkan
17
suatu
sistem
dinamis
yang
mengembangkan
respon
penyesuaian
dari
perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan. Pendekatan structure, conduct dan performance, mekanisme dalam penentuan harga terdiri dari lima kategori yaitu (1) negoisasi individual, (2) pasar terorganisir, (3) pengaturan harga, (4) negoisasi kolektif, (5) formula pricing. (Dahl dan Hammond, 1977).
Secara terinci mekanisme tersebut diuraikan
sebagai berikut : (1) Negoisasi Individu, adalah proses persetujuan dan pembelian pada setiap transaksi dalam betuk yang sempurna, kekuatan/kemampuan dan informasi pasar masing-masing partisipan adalah sama, dengan demikian termasuk ke dalam prosedurini adalah model pasar bersaing atau competitive market. (2) Pasar Terorganisir, pasar terorganisir mempunyai kegunaan yang luas untuk komoditas pertanian karena negoisasi individu tidak formal, membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.
Contoh-contoh pasar
terorganisasi ini antara lain pasar sentral dan terminal, bursa komoditi (commodity exchange) dan pasar lelang (auction market). Bursa komoditi adalah sangat efisien dalam pengertian mendapatkan market clearing prices untuk beberapa komoditas yang penting. Biaya proses penentuan harga sangat kecil dari total biaya pemasaran. Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi yaitu : (a) jumlah transaksi harus besar, (b) kualitas produk mudah didefenisikan melalui standarisasi dan grading, (c) jumlah pembeli atau penjual adalah besar sehingga masingmasing tidak dapat memanipulasi harga, (d) informasi yang tersedia lengkapdan tidak bisa untuk karakteristik permintaan dan penawaran komoditas, (e) pemerintah tidak terlibat dalam mematok harga. (3) Penentuan harga secara administrasi.
Untuk produk-produk yang
diferensiasinya tinggi, biasanya penentuan harga ditentukan secara sepihak
18
oleh penjual, agen atau pemerintah yang mencoba membedakan antara umum dan pribadi, menoba menggunakan skema penentuan harga secara administrasi.
Termasuk dalam skema ini adalah kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam penentuan harga beras, terigu dan lain-lain dalam harga dasar dan maksimal. (4) Formula Pricing, penentuan harga secara formula melibatkan jumlah dan biaya yang diperlukan dalam analisis sering disebut analisis titik impas (break even analysis) (5) Penentuan harga secara kolektif atau kelompok, ketidak puasan terhadap penentuan harga dalam pasar bebas bersaing, menyebabkan petani membuat kelompok untuk meningkatkan bargaining power, sehingga mereka mendapatkan harga secara kelompok-kelompok antar lain melalui koperasi Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi
perusahaan
menurut
berbagai
ukuran,
deskripsi
produk
atau
diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan sebagainya atau penguasan pangsa pasar.
Struktur pasar dicirikan oleh ; (1) konsentrasi pasar, (2)
diferensiasi produk, dan (3) kebebasan keluar masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Faktor penentu dari karakteristik struktur pasar terdiri atas ; (1) jumlah atau ukuran, (2) kondisi atau keadaan produk, (3) kondisi keluar masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh pastisipan dalam pemasaran, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan (Hammod dan Dahl, 1977). Kotler (1993) mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu (1) pasar bersaing sempurna dan (2) pasar tidak bersaing sempurna. Suatu pasar dapat digolongkan ke dalam
19
struktur pasar bersaing sempurna jika memenuhi ciri-ciri antara lain ; (1) terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, (2) pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang dan jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar (penjual dan pembeli berperan sebagai price taker, (3) barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta (4) penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar. Menurut Dahl and Hammond (1977), pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi pembeli dan penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistik, pasar monopoli, oligopoli, duopoli, dan sebagainya. Karakteristik masing-masing pasar dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa untuk karakteristik jumlah penjual dan pembeli yang banyak dan sifat produk yang homogen maka struktur pasar yang terjadi adalah persaingan murni, sedangkan untuk jumlah penjual dan pembelinya satu dan sifat produknya unik maka struktur pasar yang terjadi dari sudut penjual adalah monopoli sedangkan dari sudut pembeli adalah monopsoni. Tabel 6. Karakteristik dan struktur sistem pemasaran No. 1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik Jumlah Sifat Produk Perusahaan Banyak Homogen Banyak Diferensiasi Sedikit Homogen Sedikit Diferensiasi Satu Unik
Struktur Pasar Sudut Penjual Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopoli Murni Oligopoli diferensiasi Diferensiasi monopoli
Sudut Pembeli Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopsoni murni Oligopsoni diferensiasi Monopsoni
Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Perilaku
pasar
adalah
pola
tindak
mengantisipasi setiap keadaan pasar.
tanduk
pedagang
beradaptasi
dan
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa
perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar
20
yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan siasat pemasaran. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga-lembaga pemasaran tersebut (Azzaino, 1982). Kegiatan pemasaran dapat ditelaah dan dilakukan dari berbagai sudut pandang antara lain (Limbong dan sitorus, 1987) : 1. Pendekatan serba Fungsi Pendekatan ini terdiri atas tiga fungsi utama yaitu : fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri atas fungsi pembelian dan penjualan. fungsi fisik merupakan semua tindakan yang lansung berhubungan dengan barang dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri atas fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengolahan. Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antar produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri atas fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar. 2. Pendekatan Serba Lembaga Pendekatan ini menekankan pada segi organisasi lembaga-lembaga yang ikut serta dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen hingga konsumen. Pendekatan ini sangat penting karena lembaga-lembaga tersebut menjadi pusat pengambilan keputusan terhadap barang dan jasa yang dipasarkan. Untuk mencapai tingkat efisiensi pemasaran diperlukan pengkoordinasian antar lembaga-lembaga pemasaran tersebut.
21
3. Pendekatan Serba Barang Inti pendekatan serba barang yaitu pada kegiatan atau tindakan yang dilakukan terhadap barang ataupun jasa selama proses penyampaiannya dari tangan produsen ke konsumen. Dengan pendekatan ini, selama proses pemasaran akan diketahui kerusakan yang timbul, kualitas barang, cara pengangkutan dan penanganan barang yang benar dan yang salah. 4. Pendekatan Serba Manajemen Pendekatan ini difokuskan pada pendapat dan keputusan yang diambil oleh manajer tentang beberapa variabel yang dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol, misalnya jumlah produksi, saluran distribusi, keuangan perusahaan, persaingan dengan perusahaan lainmaupun permintaan di pasar. 5. Pendekatan Ekonomi Pendekatan ini menekankan pada sisi ekonomi dengan penerapan prinsip dan hukum-hukum ekonomi. masalah
penawaran,
Masalah yang dibahas umumnya berupa
permintaan,
elastisitas,
harga,
kompetisi
dan
sebagainya. 6. Pendekatan Serba Sistem Dalam Pendekatan ini ditekankan pada tiga aspek yaitu: proses ekonomi yang sedang berjalan dan mengkaji bagaimana kesinambungannya, mengidentifikasi pusat pengawasan dan aktivitas yang berjalan, serta mengidentifikasi mekanisme yang diintegrasikan dalam proses tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin pemasaran serta jumlah
komoditas
yang
diperdagangkan
(Hammond
dan
Dahl,
1977).
Sedangkan keragaan pasar sendiri adalah sampai sejauh mana pengaruh suatu keadaan sebagai akibat dari struktur pasar dalam kenyataan sehari-hari yang
22
ditunjukan dengan harga, biaya dan volume produksi yang pada akhirnya akan memberiakan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran (Azzaino, 1982). 2.1.6. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran mengacu pada perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen, dan dapat juga dinyatakan nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Dalam marjin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya pemasaran dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Marjin pemasaran dapat didefinisikan sebagai selisih antara harga pembelian dengan harga penjualan (Saefuddin, 1979).
Marjin pemasaran
merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan satuan yang sama.
Istilah lain dari marjin pemasaran adalah
merketing margin, price spread dan marketing bill (Hammond dan Dahl, 1977). Perbedaan rantai pemasaran dan perlakuan dari lembaga dalam sejumlah saluran pemasaran menyebabkan perbedaan harga jual.
Semakin
banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran komoditas maka semakin besar perbedaan harga yang harus dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen.
Konsep marjin pemasaran mengandung pengertian primary dan
derived demand/suply. Artinya fungsi permintaan di tingkat pengecer merupakan turunan fungsi permintaan di tingkat konsumen dan fungsi penawaran di tingkat pengecer merupakan fungsi penawaran di tingkat produsen.
23
Harga
Sr
Pr
Sf
Marjin Pf Dr Df Jumlah Qrf
Gambar 1. Marjin Pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977) Keterangan : Sr
=
Penawaran komoditas di tingkat pedagang pengecer
Sf
=
Penawaran komoditas di tingkat produsen
Dr
=
Permintaan komoditas di tingkat pedagang pengecer
Df
=
Permintaan komoditas di tingkat produsen
Pr
=
Harga komoditas di tingkat pedagang pengecer
Pf
=
Harga komoditas di tingkat produsen
Qrf
=
Jumlah komoditas di tingkat pedagang pengecer dan produsen
(Pr - Pf)
=
(Pr - Pf)xQrf =
Marjin pemasaran Nilai marjin pemasaran
Hammond dan Dahl (1977) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Sedangkan nilai marjin pemasaran (value of the marketing margin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan jumlah yang dipasarkan atau
24
(Pr-Pf)xQrf. Dalam hal ini asumsi yang digunakan adalah jumlah produk di tingkat produsen sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qf = Qr = Qrf. Gambar
1
memperlihatkan
besarnya
nilai
marjin
pemasaran
merupakan hasil perkalian antara selisih harga di tingkat produsen (Pf) dan harga di tingkat pengecer (Pr) dengan jumah komoditas yang dipasarkan (Qpf), yang merupakan nilai keseluruhan dan dapat dilihat berdasarkan marketing cost dan marketing charges. Marketing cost melihat nilai marjin pemasaran berdasarkan biaya faktor produksi yang dipakai, sedangkan marketing charges melihat nilai marjin pemasaran berdasarkan penerimaan yang diperoleh dari berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam suatu produk.
Besarnya Pr – Pf
menunjukan besarnya marjin pemasaran suatu komoditi per satuan atau per unit. Marjin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan lembaga pemasaran atau beban pemasaran (marketing charges). Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga niaga untuk pelaksanaan berbagai fungsi seperti pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan sebagainya. Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran merupakan penerimaan dari investasi akibat memperhitungkan opportunity cost-nya. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terkait dalam penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen maka semakin besar perbedaan harga yang diterima produsen dibandingkan harga yang dibayarkan konsumen. Wilayah pemasaran yang luas dan jauh dari pusat produksi membuat banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Kondisi tersebut membuat jasa pedagang pengecer maupun KUD tetap diperlukan. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat atau semakin panjang rantai pemasaran, maka biaya pemasaran akan semakin besar (Hidayati, 2000).
25
2.1.7. Efisiensi Pemasaran Nicholson (1999) membedakan efisiensi ekonomi dan efisiensi teknis. Efisiensi ekonomi didefinisikan sebagai penjelasan suatu situasi dimana sumbersumber dialokasikan secara optimal, situasi tersebut dikatakan efisien apabila lewat relokasi barang-barang, tidak seorang individu pun dapat memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan individu lain.
Efisiensi teknis
menggambarkan suatu keadaan dimana tidak ada suatu barang yang dapat diproduksi tanpa keharusan mengurangi produksi barang yang lainnya. Sistem pemasaran yang produktif dan efisien bersumber pada penggunaan sumberdaya yang efisien dalam proses penciptaan waktu, bentuk dan tempat dalam pergerakan barang dan jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen (Azzaino, 1982). Pemasaran tersebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen maupun konsumen akan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Perubahan yang mengurangi biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang atau jasa, menunjukan efisiensi.
Setiap fungsi pemasaran memerlukan biaya yang
selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk.
Lembaga pemasaran
menaikan harga per satuan kepada konsumen akhir atau menekan harga di tingkat produsen.
Dengan demikian efisiensi dalam sistem pemasaran perlu
diusahakan dengan mengurangi biaya pemasaran (Aditya K., 2002). Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Menurut Hammond dan Dahl (1977), efisiensi operasional menunjuk kepada pencapaian biaya yang minimum dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas.
Efisiensi harga menunjuk pada kemampuan
26
harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumberdaya produksi dalam dua sisi yaitu produksi dan pemasaran.
Pencapaian kedua efisiensi ini membutuhkan
keberadaan dan transmisi yang lengkap dan akurat dari informasi pasar. Dengan menggunakan konsep biaya pemasaran, suatu sistem pemasaran dikatakan efisien bila dilaksanakan dengan biaya terendah. Efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari rasio input dan output. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi. Sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi pemasaran. Raju dan Open dalam Aditya K. (2002) menyatakan bahwa efisiensi sistem pemasaran komoditi pertanian adalah perlu karena dapat meningkatkan pendapatan dan juga memajukan perekonomian suatu negara.
Selain itu
informasi dan efisiensi pemasaran sangat membantu untuk mengembangkan fasilitas pemasaran dan mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap pasar. Pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Efisiensi pemasaran akan terjadi bila ; (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersediannya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi pasar yang sehat. Umumnya di negara-negara berkembang, empat kriteria tersebut di atas umumnya digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran (Soekartawi et al., 1986).
27
2.2.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Handayaningrum
(1999)
melakukan
penelitian
tentang
analisis
pemasaran bibit kentang di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung dengan menganalisis marjin dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yang dilakukan untuk melihat efisiensi pemasaran bibit kentang unggul melalui jalur pemerintah. Hasil penelitiannya adalah sistem pemasaran yang ada belum efisien secara teknis (operasional). Hal ini ditunjukan oleh penyebaran marjin pemasaran dan rasio yang tidak merata, dimana Balai Benih Induk (BBI) kentang memperoleh nilai tertinggi yaitu Rp. 2075,00 per kilogram (68,88 persen dari marjin pemasaran total) demikian juga dengan nilai rasio keuntungan biaya (rasio K-B) sebesar 542 persen (79,47 persen dari nilai rasio K-B total). Penyebaran marjin pemasaran dan rasio tersebut menjdi indikator efisiensi kegiatan pemasaran suatu komoditas secara teknis (operasional). Penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran buah khas Sumatera Utara di Wilayah DKI Jakarta (komoditi Pisang Barangan dan Jeruk Medan) dengan pendekatan marjin pemasraan dan keterpaduan pasar dilakukan oleh Nellya (2000). Berdasarkan analisi marjin, secara umum pemasaran Pisang Barangan dan Jeruk Medan di DKI Jakarta belum efisien, karena meratanya keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran. Hal ini terlihat dari rasio keuntungan-biaya, dimana PAP selalu mendapatkan bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan grosir dan pengecer.
Sementara itu marjin pemasaran
yang terbesar berada pada saluran pemasaran dengan pasar tradisional sebagai pengecer untuk pisang Barangan dan pada saluran pemasaran dengan kios buah sebagai pengecer untuk jeruk Medan, sedangkan marjin terkecil berada pada saluran pemasaran dengan grosir sebagai pengecer untuk pisang Barangan dan pada saluran pemasaran dengan pedagang kaki lima sebagai pengecer untuk jeruk Medan.
Saluran kios buah pada pemasaran pisang
28
Barangan dan saluran pasar tradisional pada pemasarn jeruk medan adalah saluran yang lebih efisien, karena biaya pemasaran yang ditanggung saluran tersebut lebih rendah, penyebaran keuntungan antar lembaga pemasaran merata, dan saluran ini mampu menjual lebih banyak dibandingkan saluran lainnya. Hasil analisis keterpaduan pasar pada pemasaran jeruk Medan menunjukkan bahwa pemasaran jeruk Medan belum efisien, karena tidak adanya keterpaduan pasar baik jangka panjang maupun jangka pendek antara lembaga pemasaran.
Hal ini dikarenakan harga yang terbentuk dipasar lokal lebih
dipengaruhi oleh harga pasar itu sendiri dan belum adanya informasi harga yang transparan antar setiap lembaga pemasaran, akibatnya fluktuasi perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar tidak dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran dan perubahan yang sama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aditya (2002) tentang analisis efisiensi pemasaran akar wangi di Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Efisiensi pemasaran diukur dengan S-C-P, yaitu struktur, perilaku dan keragaan pasar serta keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar dihitung dengan model Autodistributedlag Regresion menggunakan metode Ordinary Least Suare dan alat pengolahan SAS for Windows 6.1. Berdasarkan analisis struktur pasar, lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga akar wangi adalah Petani, Penyuling, PPD, Tengkulak dan Eksportir.
Struktur pasar yang terbentuk mengarah pada struktur pasar
persaingan tidak sempurna, karena pada tingkat Petani menghadapi pasar bersaing murni, pada tingkat PPD dan Penyuling menghadapi pasar oligopoli, sedangkan pada tingkat Tengkulak dan Eksportir menghadapi pasar duopoli. Berdasarkan analisis perilaku pasar, pada praktek pembelian dan penjualan telah terjadi kerjasama vertikal untuk menjaga stabilitas pasar.
29
Berdasarkan analisis saluran pemasaran, terdapat dua saluran yang digunakan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga akar wangi.
Saluran
pemasaran satu yaitu Petani → PPD → Penyuling → Tengkulak → Eksportir, sedangkan saluran pemasaran dua yaitu Petani → Penyuling → Tengkulak → Eksportir. Marjin pemasaran pada saluran pemasaran satu adalah Rp 547,37 dan pada saluran pemasaran dua adalah Rp 522,37.
Sehingga saluran
pemasaran dua lebih efisien dari saluran pemasaran satu. Parwitasari (2004), menganalisis efisiensi pemasaran komoditas alpukat di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Efisiensi pemasaran diukur dengan analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. Saluran pemasaran alpukat di Desa tugu utara terdiri dari tiga buah saluran pemasaran yaiti saluran pemasaran 1 (petani → pedagang pengumpul → pedagang grosir → pedagang pengecer → konsumen), saluran pemasaran 2 (petani → pedagang pengumpul → pedagang pengecer → konsumen), saluran pemasaran 3 (petani → pedagang pengecer → konsumen). Berdasarkan perhitungan marjin pemasaran untuk komoditi alpukat, saluran pemasaran alpukat yang paling efesien adalah saluran pemasaran dua karena memiliki marjin pemasaran yang paling kecil, yaitu sebesar Rp 72,50/kg. Rasio keutungan dan biaya pemasaran alpukat tertinggi terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 5,22. Rasio keutungan dan biaya pemasaran sebesar 5,22 berarti bahwa setiap Rp 100/kg biaya pemasaran yang dikeluarkan, akan menghasilkan keutungan sebesar Rp 522/kg. Sedangkan bagian terbesar yang diterima petani (farmer’s share ) yaitu sebesar 42,86 persen. Efisiensi saluran pemasaran di Desa Tugu Utara, dapat tercapai jika saluran pemasaran yang digunakan adalah saluran pemasaran dua.Tetapi jika petani menginginkan peningkatan pendapatan petani maka saluran pemasaran yang dapat digunakan
30
adalah saluran pemasaran tiga, karena merupakan saluran pemasaran yang apling menguntungkan bagi petani. 2.3.
Kerangka Pemikiran Operasional Benih memegang peranan yang sangat penting dalam budidaya
pertanian, sehingga kondisi perbenihan mencerminkan kemajuan pertanian dalam suatu negara (Arsanti, 1995). Semakin maju teknologi pertanian, semakin maju pula perkembangan teknologi benih. Keadaan ini akan bertambah mantap apabila didukung oleh tersedianya benih padi yang cukup. Ketersediaan benih padi secara nasional masih jauh dari potensi kebutuhan benih secara nasional. Pada kurun waktu lima tahun terakhir persentase kecukupan kebutuhan benih semakin besar, tetapi masih tetap jauh dari potensi yang ada. Misalnya pada tahun 2000/2001 pemenuhan kebutuhan benih padi hanya mencapai (54,36 persen) dari kebutuhan benih padi (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2000). Secara akumulatif kekurangan benih padi merupakan ancaman serius terhadap target produksi beras. Kaitan antara target produksi beras dan benih padi terletak pada penurunan pemakaian benih padi unggul yang berasal dari produsen benih padi yang resmi, sehingga secara keseluruhan di tingkat petani pemakain benih padi unggul menurun. Apabila pemakaian benih padi unggul secara umum menurun atau berkurang, maka target produksi beras juga akan terancam gagal. Pemasaran benih padi merupakan kegiatan untuk menyalurkan (distribusi) benih padi dari BBI dan Kelompok Petani Penangkar ke tangan konsumen (petani padi). Kegiatan tersebut melibatkan lembaga pemasaran yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) dan Toko Pengecer. Pendekatan sistem pemasaran mengkaji keterkaitan antar berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam
31
distribusi benih padi melalui analisa pemasaran yang meliputi analisa S-C-P dan Fungsi-fungsi pemasaran. Analisa S-C-P melihat pasar dari sisi struktur, perilaku dan keragaan pasar, sedangkan analisa tentang fungsi-fungsi pemasaran, melihat
pasar
melalui
keterlibatan
lembaga-lembaga
pemasaran
dalam
menyampaikan benih padi ke tangan konsumen yang berasal dari produsen. BBI dan Kelompok Petani Penangkar maupun lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan kegiatan kegiatan yang dapat memperlancar sampainya benih padi ke tangan konsumen.
Kegiatan tersebut dinamakan
fungsi-fungsi pemasaran, yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas, kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memperlancar arus benih padi, tetapi juga dapat memberikan nilai tambah terhadap benih padi tersebut. BBI merupakan lembaga lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan distribusi benih padi di Provinsi Jambi khususnya di Kabupaten Batang Hari. Selain BBI, Kelompok Petani Penangkar juga merupakan produsen benih padi tetapi fungsinya hanya membantu BBI untuk memproduksi benih padi di Kabupaten Batang Hari. Pengetahuan tentang saluran pemasaran, jumlah lembaga pemasaran, mudah tidaknya keluar masuk pasar, jenis komoditi yang dipasarkan akan menentukan struktur pasar pemasaran benih padi.
Ciri struktur pasar dan
karakteristiknya dapat diketahui perilaku pasar yang dapat dikaji melalui praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Struktur pasar dan perilaku pasar akan mempengaruhi keragaan pasar yang dapat dianalisis melalui marjin pemasaran.
Marjin pemasaran dapat
menunjukan efisiensi saluran pemasaran, yaitu dengan cara menghitung marjin pemasaran lembaga pemasaran dan marjin pemasaran total.
Data yang
digunakan sebagai input adalah berupa data primer yang diperoleh dengan
32
menyebar kuesioner kepada pelaku pemasaran pada berbagai tingkatan pemasaran, yaitu BBI, Kelompok Petani Penangkar KUD dan toko Pengecer.
Pengadaan dan Distribusi Benih Padi
BBI (Balai Benih Induk)
Kelompok Petani Penangkar
Lembaga Pemasaran - KUD - Toko Pengecer
Analisis Pemasaran - Fungsi-fungsi Pemasaran - S-C-P Konsumen (Petani Padi) Efisiensi Pemasaran
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Konseptual
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi
pada bulan Januari 2005.
Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) karena
daerah tersebut merupakan wilayah yang terdekat dengan produsen benih padi untuk Provinsi Jambi yaitu Balai Benih Induk (BBI). Letak Balai Benih Induk yang berada di Kabupaten Batang Hari menyebabkan lokasi tersebut tidak tergantung kepada produsen benih padi yang besar seperti PT. Sang Hyang Seri maupun PT. Pertani. Selama ini kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari dipenuhi oleh Balai Benih Induk dan dibantu oleh Kelompok Petani Penangkar, disamping itu petani padi juga melakukan pengadaan benih padi secara swakelola. 3.2.
Metode Pengambilan Contoh Metode pengambilan contoh yang dipakai dalam penelitian ini adalah
secara sengaja (purposive) dengan tehnik sampel snowball yaitu penelusuran dan pemilihan responden dilakukan dengan mengikuti jalur pemasaran komoditi benih padi mulai dari petani padi sebagai konsumen sampai dengan BBI dan Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah petani padi, lembaga pemasaran dan produsen benih padi. Jumlah responden terpilih yaitu, Petani Padi 64 responden di 8 Kecamatan, Kelompok Petani Penangkar 3 responden di 2 Kecamatan, KUD 1 responden di Kecamatan Muara Bulian, Toko Pengecer 2 responden di 2 Kecamatan serta BBI di Kecamatan Maro Sebo Ulu. Jumlah dan pemilihan responden dapat dilihat pada Tabel 7.
34
Tabel 7. Pemilihan Responden Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari. No.
Responden
1.
Petani Padi
2.
KUD
3.
Toko Pengecer
4.
Kelompok Petani Penangkar
5.
Balai Benih Induk
3.3.
Wilayah Maro Sebo Ulu Mersam Muara Tembesi Batin XXIV Maro Sebo Ilir Muara Bulian Bajubang Pemayung Total Muara Bulian Muara Bulian Maro Sebo Ulu Total Batin XXIV Pemayung Total Pemayung
Jumlah 8 8 8 8 8 8 8 8 64 1 1 1 2 1 2 3 1
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan cara melalui pencatatan dan
wawancara langsung menggunakan kusioner dengan staf yang berwenang pada Balai Benih Induk maupun Kelompok Petani Penangkar, KUD, Toko Pengecer serta konsumen benih padi yaitu petani padi di Kabupaten Batang Hari. Data sekunder diperoleh dari laporan bagian pemasaran pada Balai Benih Induk. Sebagai data penunjang dilakukan pengumpulan data dan informasi dari beberapa lembaga seperti Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari dan Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Batang Hari. Data pendukung lainnya yaitu studi pustaka dari sumber-sumber lain seperti literatur dan hasil penelitian sebelumnya serta buku-buku yang relevan. Pendiskripsian pengadaan dan distribusi benih padi di wilayah Kabupaten Batang Hari, diperlukan data mengenai perkembangan jumlah produksi dan konsumsi benih padi, pola pengadaan dan penyaluran benih padi di tingkat Kabupaten sampai tingkat konsumen yaitu petani, serta kebijakan Balai
35
Benih Induk yang menyangkut masalah distribusi benih padi. Dalam mempelajari sistem penyaluran benih padi diperlukan data mengenai prosedur rencana sistem penyaluran benih padi berdasarkan kebijakan Balai Benih Induk dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat petani. 3.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif,
kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. pemasaran.
Analisis kuantitatif dilakukan untuk memperoleh marjin
Sesuai dengan tujuan penelitian maka data yang diperoleh
dianalisis dengan pendekatan struktur pasar, perilaku pasar dan efisiensi pemasaran dari pemasaran benih padi.
Analisis tersebut dilakukan terhadap
lembaga pemasaran menggunakan pendekatan fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar dan marjin pemasaran untuk mengetahui efisiensi pemasaran benih padi.
Hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk laporan
tertulis sebagai hasil analisis kualitatif dan kuantitatif dan dilakukan pembahasan secara deskriptif. 3.4.1. Analisis Sistem Pengadaan dan Distribusi Sistem pengadaan dan distribusi dapat dilihat dengan cara mengetahui pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pengadaan dan distribusi benih padi. Analisis tersebut ditekankan pada wewenang dan tanggung jawab lembagalembaga pemasaran baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Pihak yang bertanggung jawab kepada produksi dan distribusi benih padi adalah BBI dibantu oleh Kelompok Petani Penangkar dan KUD. Produsen benih padi dalam hal ini BBI bertanggung jawab kepada pemerintah daerah Provinsi Jambi dalam memenuhi kebutuhan benih padi di Provinsi Jambi,
36
khususnya Kabupaten Batang Hari. Petani penangkar, bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari dan berproduksi berdasarkan instruksi dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam distribusi benih padi di Kabupaten Batang Hari meliputi BBI, Kelompok Petani Penangkar, KUD dan Toko Pengecer. BBI merupakan balai penelitian benih dibawah lembaga Dinas Tanaman Pangan Provinsi Jambi.
Kelompok Petani Penangkar merupakan
kelompok tani yang ditunjuk oleh Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari untuk untuk memproduksi benih padi dan memenuhi kebutuhan petani di wilayah tertentu. KUD adalah badan usaha milik petani dalam suatu wilayah tertentu dan berfungsi membantu petani dalam penyaluran benih padi di wilayah tersebut. Toko Pengecer merupakan badan usaha milik perseorangan yang menjual benih padi di wilayah tertentu. 3.4.2. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dapat dilihat dengan cara mengetahui jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta informasi perubahan harga pasar. Analisis struktur pasar disajikan dalam bentuk deskriptif dan tabulasi. Jumlah penjual dalam suatu pasar benih padi dapat diketahui dengan menelusuri dari mana saja konsumen membeli benih padi.
Jumlah pembeli
dapat diketahui dengan menelusuri lembaga pemasaran menjual benih padi kepada siapa saja, sehingga dapat diketahui apakah pembeli komoditas benih padi satu, sedikit, atau banyak. Dari data tersebut maka dapat diketahui jumlah penjual benih padi dalam pasar benih padi di Kabupaten Batang Hari. Heterogenitas produk merupakan keanekaragaman dari komoditas yang dipasarkan, heterogenitas bisa berbentuk keanekaragaman kualitas
37
maupun jenis (varietas). Heterogenitas dapat diketahui dengan melihat komoditas yang dipasarkan dan melihat perbedaan dari komoditas yang dipasarkan, dalam hal ini adalah benih padi, sehingga dapat diketahui apakah komoditas benih padi homogen, terdiferensiasi atau unik. Kemudahan untuk keluar masuk pasar dapat dilihat melalui ada tidaknya peraturan bagi sebuah lembaga untuk ikut berpartisipasi dalam pasar benih padi. Selain itu harus dilihat apakah sebuah lembaga dapat keluar dari pasar secara bebas, ataukah perusahaan yang terlibat dalam pemasaran benih padi terikat oleh sebuah aturan sehingga tidak dengan bebas untuk meninggalkan pasar benih padi di Kabupaten Batang Hari. Informasi perubahan harga pasar dapat dilihat melalui penelusuran harga dari konsumen sampai dengan produsen. Untuk mengetahui apakah ada keterbukaan harga, maka diamati apakah masing-masing pihak yang terlibat mengetahui dengan pasti harga dasar dan harga jual untuk komoditi benih padi. Struktur pasar dari suatu komoditas ditentukan oleh pelaku yang terlibat, produk yang dipasarkan, serta informasi pasar.
Struktur pasar menunjukan
apakah suatu pasar tersebut merupakan pasar persaingan murni, persaingan monopolistik atau monopoli. 3.4.3. Analisis Perilaku Pasar Analisis struktur pasar dilakukan dengan mengamati penjualan dan pembelian oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran benih padi, praktek penentuan harga dan pembayaran harga tersebut, serta kerjasama antar lembaga pemasaran.
Pengamatan dilakukan mulai dari petani padi sebagai
konsumen, KUD dan Toko Pengecer sebagai penyalur benih padi sampai ke produsen yaitu BBI dan Kelompok Petani Penangkar.
38
Praktek penentuan harga benih padi dilihat dengan menentukan apakah harga yang berlaku di pasar ditentukan oleh masing-masing pelaku pasar yang terlibat, mekanisme pasar, atau peraturan tertentu misalnya peraturan daerah, karena BBI merupakan lembaga milik pemerintah daerah. Sistem pembayaran diamati dengan menentukan apakah pembayaran yang oleh pihak-pihak yang terlibat dilakukan secara kredit atau tunai.
Hal
tersebut juga menentukan hubungan antar lembaga yang terlibat dalam pemasaran benih padi.
Apabila pembayaran dilakukan secara kredit, maka
dapat ditentukan apakah terjadi kerjasama antar lembaga-lambaga tersebut. 3.4.4. Analisis Efisiensi Pemasaran Analisis efisiensi pemasaran dilakukan dengan menghitung marjin pemasaran dan penyebarannya. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis marjin pemasaran dilakukan dengan menghitung biaya-biaya pemasaran dan perbedaan harga pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran benih padi. Marjin pemasaran setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = Pri - Pfi Mi = Ci + Πi Sehingga : Pri - Pfi = Ci + Πi Dimana
: Mi = Marjin pemasaran pada pasar tingkat ke-i Pri = Harga jual pasar pada tingkat lembaga ke-i Pfi = Harga beli pasar pada tingkat lembaga ke-i
39
Ci = Biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i Πi = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i Sedangkan total marjin adalah penjumlahan marjin pemasaran di setiap lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
MT =
n
∑M i=1
Dimana
i
: MT = Marjin total i
= Tingkat lembaga pemasaran
Penyebaran marjin pemasaran benih padi dapat juga dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran.
Perhitungan persentase keuntungan terhadap biaya
pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Keuntungan − Biaya ( % ) = Dimana
∏i x 100 % Ci
: Πi = Keuntungan pemasaran lembaga ke-i Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i
3.4.5.
Definisi Operasional
1. BBI merupakan balai penelitian benih dibawah lembaga Dinas Tanaman Pangan Provinsi Jambi. 2. Kelompok Petani Penangkar adalah Kelompok tani yang memproduksi benih padi dibawah pengawasan Dinas Pertanian melalui KUD 3. KUD adalah lembaga pemasaran yang melakukan pembelian dari BBI dan Kelompok Petani Penangkar serta menyalurkan komoditi ke pedagang pengecer, atau langsung menjualnya ke konsumen benih padi.
40
4. Pedagang Pengecer adalah pedagang yang melakukan pembelian dari BBI dan KUD, dan menjualnya langsung ke konsumen benih padi. 5. Konsumen benih padi adalah petani padi yang menghasilkan padi untuk dikonsumsi
BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.
Gambaran Umum Kabupaten Batang Hari Kabupaten Batang Hari merupakan bagian dari wilayah provinsi Jambi
yang terletak di antara 1015 Lintang Selatan sampai dengan 202 Lintang Selatan dan di antara 102030 Bujur Timur sampai dengan 104030 bujur Timur. Daerah ini beriklim Tropis dan menurut ketinggian dari permukaan laut (elevasi) dataran di Kabupaten Batang Hari terdiri dari: 52,68% (0 – 10 meter), 25,34% (11 – 100 meter), 21,98% (101 – 500 meter). Dari gambaran tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Batang Hari adalah merupakan daerah dataran rendah dengan luas wilayah 5.180,35 Km2. Kabupaten Batang Hari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tebo. Jarak dan batas-batas Kabupaten Batang Hari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel
8.
Jarak Ibukota Kabupaten Batang Hari dengan Kabupaten/Kotamadya lain dalam Provinsi Jambi Ibukota
Jarak
Ma. Bulian – Jambi
65 km
Ma. Bulian – Sengeti
87 km
Ma. Bulian – Ka. Tungkal
190 km
Ma. Bulian – Ma. Bungo
191 km
Ma. Bulian – Bangko
266 km
Ma. Bulian – Sei Penuh
353 km
Ma. Bulian – Sarolangun
111 km
Ma. Bulian – Ma. Tebo
144 km
Ma. Bulian – Ma. Sabak
194 km
Sumber : BPS Kabupaten Batang Hari
Ibukota
42
Kabupaten Batang Hari merupakan salah satu daerah otonomi di Provinsi Jambi yang terdiri dari 96 desa dan 13 kelurahan yang terbagi ke dalam 8 kecamatan. Mengenai pembagian jumlah desa dan kelurahan berikut Ibukota kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Desa dan Kelurahan di Tiap Kecamatan, Kabupaten Batang Hari No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecamatan Muara Tembesi Batin XXIV Muara Bulian Bajubang Maro Sebo Ilir Pemayung Mersam Maro Sebo Ulu
Ibukota Muara Tembesi Muara Jangga Muara Bulian Bajubang Terusan Jembatan Mas Kmbg. Paseban Simp. Sei Rengas
Jml. Desa 10 13 15 8 7 16 14 13
Jml. Kelurahan 2 2 5 1 1 1 1
Sumber : BPS Kabupaten Batang Hari
Jumlah rumah tangga yang terdapat di Kabupaten Batang Hari sampai akhir tahun 2003 adalah 46.103 rumah tangga dengan jumlah rumah tangga tani sebesar 29.547. Mengenai jumlah rumah tangga dan jumlah rumah tangga tani berikut persentasenya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10.
Persentase Jumlah Rumah Tangga Pertanian Terhadap Rumah Tangga Per Kecamatan di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004
Kecamatan
Jumlah Rumah Tangga
Maro Sebo Ulu Mersam Batin XXIV Muara Tembesi Maro Sebu Ilir Muara Bulian Bajubang Pemayung Jumlah
4.833 5.977 4.876 4.922 2.692 10.227 7.244 5.332 46.103
Jumlah Rumah Tangga Tani 4.268 3.942 3.52 2.618 1.485 5.643 3.995 4.076 29.547
Persentase Rt. Tani 88,31 65,95 72,19 53,19 55,16 55,17 55,17 76,44 64,09
Sumber : BPS Kabupaten Batang Hari
4.2.
Karakteristik Responden Petani responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 64 orang
yang diambil dari setiap kecamatan di Kabupaten Batang Hari dengan jumlah responden 8 orang setiap kecamatan. Selain usahatani Padi, responden juga
43
mengusahakan komoditi lainnya seperti sawit, Karet, dan Sayur-sayuran. Diluar komoditi pertanian ada juga responden yang berprofesi sebagai pedagang, keramba ikan, dan nelayan. Dari keseluruhan jumlah responden, komoditi yang menjadi bidang usaha utama adalah yaitu usahatani padi sebanyak 76,56 persen dari total responden, Karet sebanyak 15,63 persen dari total responden , dan Sawit sebanyak 7,81 persen dari total responden. Bidang usaha utama responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Komposisi Bidang Usaha Utama Responden Bidang usaha utama Petani Padi Kebun Karet Kebun sawit Jumlah
Jumlah (Orang) 49 10 5 64
Persentase (%) 76.56 15.63 7.81 100.00
Sumber : Data Primer, diolah
Selain bidang usaha utama, responden juga mempunyai bidang usaha sampingan. Komposisi bidang usaha sampingan dapat di lihat pada Tabel 12. Tabel 12. Komposisi Bidang Usaha Sampingan Responden Bidang usaha Sampingan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Sadap Karet
50
78.12
Pedagang
10
15.63
Kebun Sayur
2
3.13
Keramba Ikanr
1
1.56
Nelayan
1
1.56
Jumlah
64
100.00
Sumber : Data Primer, diolah
Tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah, sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah tamatan SD yaitu sebanyak 27 orang atau sebesar 42,19 persen dari total responden. Sedangkan yang berpendidikan SMP berjumlah 21 orang atau sebesar 32,81 persen dari total responden. Sementara yang berpendidikan sampai SMA atau sederajat berjumlah 16 orang atau sebesar 25,00 persen dari total responden. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 13.
44
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase
27 21 16 64
42.19 32.81 25.00 100
Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA/sederajat Jumlah Sumber : Data Primer, diolah
4.3.
Gambaran Umum Usahatani Benih Padi Proses produksi benih padi terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan
pengolahan benih, pengeringan, pembersihan atau sortasi, penyimpanan benih, pengujian benih, pengemasan, dan pengendalian hama gudang. Persiapan yang perlu dilakukan untuk pengolahan benih padi atau setelah selesai pengolahan adalah pembersihan tempat penyimpanan/gudang, perbaikan mesin-mesin, dan peralatan. Pembersihan perlu dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi hama gudang dari musim sebelumnya, terutama jika terdapat penggantian varietas yang akan diolah. Kegiatan Kelompok Petani Penangkar di Kabupaten Batang Hari pada dasarnya meliputi kegiatan produksi yaitu kegiatan pengadaan bahan baku (proses produksi di lapang), kegiatan pengadaan bahan baku cadangan dan kegiatan pengolahan (proses produksi). Proses produksi di lapangan melalui beberapa tahap yaitu pengolahan tanah, persemaian, penanaman, pengairan, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Pengolahan tanah bertujuan untuk mencipatakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengolahan tanah dilakukan dengan dua cara yaitu pengolahan tanah cara kering (kemarau) dan pengolahan tanah cara basah (hujan). Pengolahan tanah cara kering dilakukan pada saat tanah kering atau menjelang akhir musim kemarau dimana hal tersebut ditujukan untuk penanaman pada musim penghujan. Sedangkan
45
pengolahan tanah cara basah adalah pengolahan tanah yang dilakukan pada saat tanah dalam keadaan tergenang air dan dilakukan untuk penanaman pada saat musim kemarau. Pengolahan tanah dilakukan setelah tanah digenangi air selama lima sampai tujuh hari kemudian tanah dibajak yang dilakukan dua sampai tiga kali untuk mengoptimalkan pembajakan. Luas lahan yang digunakan untuk persemaian adalah satu per 20 atau lima persen dari luas lahan yang ditanami, untuk setiap penanaman 1 Ha diperlukan persemaian seluas 0,05 Ha. Petak untuk persemaian dibuat bedengan dengan lebar 125 cm dan panjangnya menurut kebutuhan. Tinggi bedengan sekitar 20 cm dan jarak antara bedengan sekitar 30 cm, antar bedengan dibuat saluran irigasi. Persemaian diusahakan di tempat yang paling subur, permukaan tanah rata, air mudah masuk/keluar petakan, jauh dari sumber hama, jarak persemaian dekat dengan areal yang ditanami dan biasanya dipilih di tengah-tengah areal penanaman. Benih yang akan disemai direndam dalam air selama 24-36 jam sebelum disebar kemudian diangin-anginkan selama 12 jam sampai benih berkecambah kemudian benih ditabur/disebar agar merata. Kebutuhan benih untuk persemaian sebanyak 25-30 kg/ha dengan daya tumbuh 80 persen. Kegiatan penanaman dilakukan setelah persemaian berumur 20-25 hari, dengan terlebih dahulu menggenangi persemaian dengan air untuk mempermudah pencabutan. Alat yang sering dipakai adalah caplak kencak (tali) dan reng bambu. Cara caplak digunakan bila lahan berdrainase baik dan varietas yang ditanam berumur pendek (105-120 hari). Pada cara ini jarak tanam adalah 20 x 20 cm. Sedangkan cara caplak kencak dan reng bambu digunakan bila drainase baik dan varietas berumur panjang (120-145 hari), pada cara ini jarak tanamnya adalah 25 x 25 cm. Setiap lubang ditanami 1-3 tanaman tergantung dari kelas benih dengan kedalaman 5 cm.
46
Pemeliharan tanaman terdiri dari empat kegiatan yaitu penyulaman, penyiangan, pemupukan tanaman dan pengendalian hama dan penyakit. (1)
Penyulaman Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti bibit yang mati atau yang
terserang hama/penyakit, dengan bibit yang masih tersisa pada saat tanam. Bibit yang digunakan harus sesuai dengan jenis varietas yang ditanam. Penyulaman dilakukan pada umur tanam berkisar satu sampai dua minggu. (2)
Penyiangan Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut rumput-
rumput yang tumbuh di sekitar tanaman (manual) atau dengan menggunakan herbisida 2,4-Dalam dengan dosis 2 l/ha pada tiga hari sebelum tanam. Penyiangan manual dilakukan dua kali yaitu penyiangan pertama pada saat tanaman padi berumur tiga hari (pra tumbuh) dan penyiangan kedua setelah tumbuh pada umur 20 hari setelah tanam. (3)
Pemupukan Pemupukan merupakan upaya mempercepat pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan hasil produksi. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, KCL, dan SP-36 yang diberikan secara bertahap, selain itu juga diberikan Furadan apabila diperlukan. Pemupukan urea I diberikan lima sampai tujuh hari setelah tanam sebanyak 75 kg/ha. Pemupukan urea II diberikan tiga sampai empat minggu setelah tanam sebanyak 100 kg/ha bersamaan dengan pemupukan KCL I sebanyak 50 kg/ha. Pemupukan urea III dilakukan 6-7 minggu setelah tanam sebanyak 75 kg/ha, tergantung jenis umur tanaman. untuk tanaman berumur pendek dilakukan pada 55-60 hari setelah tanam dan untuk berumur panjang 6570 hari setelah tanam sebanyak 75 kg/ha bersamaan dengan pemupukan KCL II sebanyak 50 kg/ha. Sedangkan pemupukan SP-36 diberikan hanya satu kali
47
sebanyak 100 kg/ha, untuk pemberian Sp-36 pada saat awal penanaman yaitu tiga sampai lima hari setelah tanam dan air tidak banjir. (4)
Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara rutin dan berkala yaitu
seminggu sekali, kemudian baru ditentukan perlu atau tidaknya dilakukan penyemprotan pestisida. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan mengawasi
populasi
hama
dan
penyakit
tanaman
serta
melakukan
penyemprotan hama/penyakit. Tindakan pengawasan terhadap populasi hama dilaksanakan dengan pengamatan terhadap perkembangan hama dan penyakit serta peramalan terhadap populasi hama pada masa yang akan datang. Peramalan ini berdasarkan analisa kondisi populasi hama dan penyakit pada masa sekarang, agar bisa dipersiapkan tindakan-tindakan yang perlu pada musim tanam berikutnya. Pengamatan dilakukan pada luasan satu meter persegi pada jarak tanam 25 x 25 cm berisi 16 rumpun. Pengendalian mekanis juga penting untuk dilakukan dalam rangka pencegahan penyakit yaitu dengan cara mengendalikan sumber inokulum dan sanitasi lingkungan. Pengendalian mekanis dilakukan secara periodik dan kontinyu sebanyak tiga kali dalam satu musim tanam yaitu bersamaan dengan pemeliharaan tanaman, pada saat padi berbunga dan pada saat setelah panen. Sanitasi dilaksanakan dengan membersihkan dam dan walungan. Selain
cara
mekanis
dilakukan
pula
pengendalian
cara
kimiawi
menggunakan insektisida Karbofuran atau Oxin biasa, dan Karofun. Hama-hama yang sering menyerang tanaman padi adalah serangga penggerek batang, wereng coklat, walang sangit, keong mas, dan tikus. Pengendalian hama tikus dilaksanakan
dengan
cara
membersihkan
tempat
persembunyian
tikus.
Pengumpanan dengan Phosphit dan Klerat, atau pengemposan asap beracun belerang ke lubang-lubang tikus.
48
Pemanenan untuk keperluan konsumsi berbeda dengan pemanenan untuk menghasilkan benih. Waktu panen harus ditentukan secara teliti dan hati-hati karena akan mempengaruhi kualitas benih yang akan dihasilkan. Penentuan saat panen dilaksanakan dengan membuat petakan dalam satu blok areal pertanaman yang merupakan sampel panen berupa kotak berukuran 2,5 x 2,5 m yang dibuat secara acak pada lokasi yang akan dipanen. Tanaman padi yang berada dalam petakan disabit dan dirontokan lalu diambil benihnya sebanyak 100 gram sebagai sampel untuk pengujian. Hal-hal yang diperhatikan dari sampel mencakup Kadar Air (KA), jumlah butir hijau, jumlah butir tumbuh (gabah yang telah berkecambah), dan butir terbakar (gabah yang basah bersuhu tinggi dan berbau). Pemeriksaan lapang yang dilakukan biasanya dilakukan 7-10 hari sebelum panen, dan apabila telah dinyatakan lulus oleh petugas BPSB dalam dua kali pemeriksaan lapang sebelumnya yaitu fase vegetatif dan fase berbunga. kemudian petugas BPSB melakukan pemeriksaan lapang akhir, bila benih dinyatakan lulus maka lokasi tersebut siap dipanen. Benih yang dipanen diusahakan agar tidak melebihi kapasitas mesin pengolahan, hal ini bisa dilakukan dengan melakukan pemanenan secara bertahap yaitu melalui pengaturan waktu penanaman yang dibuat berjarak antara 3-7 hari antara satu areal pertanaman dengan pertanaman lainnya. 4.3.1. Biaya Usahatani Benih Padi Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani penangkar merupakan biaya produksi yang digunakan untuk pembelian bahan baku, pupuk kandang, pupuk kimia dan obat-obatan, serta upah tenaga kerja untuk pengolahan tanah, penanaman, dan pemeliharaan tanaman Biaya produksi dan faktor-faktor
49
produksi yang digunakan. Biaya Usahatani yang dikeluarkan oleh Petani Penangkar dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14.
Biaya Usahatani yang dikeluarkan oleh Petani Penangkar pada Lahan 1 Ha dalam 1 Tahun Komponen
Biaya Biaya Tunai Pembelian bibit (kg) Pembelian pupuk : Urea (kg) SP-36 KCL (kg) Total pembelian pupuk Insektisida (Lt) Biaya Panen (kg) Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) Biaya Lain-lain Total Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga (HOK) Penyusutan alat Biaya imbangan penggunaan lahan Total biaya Tidak Tunai Total Biaya Produksi
Jumlah fisik
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
60
6500
390.000,00
500 200 200
1050 1400 1500
525.000,00 280.000,00 300.000,00 1.105.000,00 94.000,00 511.670,00
46,4
15,000
696.000,00 127.833,34 2.924.503,34
447,4
15,000
6.711.000,00 188.233,10 3,000,000.00 9.899.233,10 12.823.736,44
Sumber : Data primer, diolah
Total biaya per musim tanam yang dikeluarkan oleh petani penangkar besarnya mencapai Rp. 12.823.736,44 yang terdiri dari 22,81 persen biaya tunai dan 77,19 persen biaya tidak tunai. Persentase biaya tidak tunai lebih besar dibandingkan dengan biaya tunai. Komponen penyusun biaya tidak tunai terbesar adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga, karena dalam usaha tani petani penangkar lebih memaksimalkan tenaga kerja dalam keluarga. Untuk penggunaan insektisida, data yang diperoleh dari petani penangkar tidak sama dalam hal satuan fisik yang digunakan. Oleh karena itu untuk penggunaan insektisida hanya dapat diketahui dari rataan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh setiap responden untuk pengeluaran insektisida.
50
Kegiatan usaha tani di daerah penelitian memerlukan tenaga kerja yang berasal dari tenaga kerja manusia (pria dan wanita), tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mesin. Tenaga kerja manusia berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperlukan dalam proses pembajakan, penyiangan, penanaman bibit, pengangkutan bibit, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria, sedangkan tenaga kerja wanita dibutuhkan saat pengambilan bibit, penanaman bibit dan penyiangan rumput dan gulma. Penggunaan tenaga kerja baik yang berasal dari dalam maupun dari luar keluarga dikonversikan ke dalam satuan hari orang kerja (HOK). Tenaga kerja pria dijadikan sebagai standar pokok bagi penentuan satu satuan HOK yang memiliki rata-rata jam kerja 6 jam per hari. Petani mulai bekerja dari pukul enam pagi sampai pukul dua belas siang.
Penggunaan tenaga kerja luar
keluarga rata-rata responden adalah sebesar 46,4 HOK. Penggunaan tenaga kerja dari dalam keluarga rata-rata responden adalah sebesar 447,4 HOK. Penggunaan tenaga kerja luar kelurga lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Kebutuhan benih padi, terutama untuk benih padi unggul di Kabupaten
Batang Hari dipenuhi oleh Balai Benih Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar. Sistem pengadaan dan distribusi benih padi dilakukan dengan cara kerjasama antara lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam pengadaan dan distribusi benih padi. Tanggung jawab lembagalembaga tersebut dapat digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu lembaga yang betanggung jawab atas ketersediaan benih padi, lembaga yang bertanggung jawab atas produksi benih padi serta lembaga yang bertanggung jawab atas penyaluran benih padi dari produsen sampai petani padi Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari merupakan lembaga yang mempunyai kewajiban untuk menjamin ketersediaan benih padi di Kabupaten Batang Hari. Ketersediaan benih padi tersebut tidak hanya dalam hal jumlah, tetapi ketersediaan benih padi harus sesuai dengan prinsip enam tepat 6T. Lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan produksi benih padi yaitu Balai Benih Induk (BBI) dan petani penangkar.
Kelompok Petani
Penangkar merupakan produsen benih terbesar di Kabupaten Batang Hari dengan produksi sebesar 46 ton.
Dalam melakukan produksinya petani
penangkar mendapatkan bantuan dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari berupa sarana produksi maupun bimbingan dan penyuluhan.
Hal tersebut
dilakukan oleh Dinas Pertanian untuk menjamin jumlah produksi dan kualitas benih yang dihasilkan oleh petani penangkar. Kelompok Petani Penangkar di Kabupaten Batang Hari berjumlah 3 kelompok tani yang berlokasi di dua kecamatan.
Produksi benih padi yang
52
terbesar adalah Kelompok Petani Penangkar Teluk Kramat yang berlokasi di Kecamatan Batin XXIV dengan produksi sebesar 27 ton. Produksi benih padi BBI dan Kelompok Petani Penangkar dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produksi Benih Padi BBI dan Kelompok Petani Penangkar di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004 No
Sumber Kelompok Tani Penangkar
1
Lokasi
Teluk Kramat Suka Tani Karya Bakti
2
BBI
Sukajaya
Kec. Batin XXIV Kec. Pemayung Kec. Pemayung Kec. Pemayung
Jumlah
Luas Lahan (Ha)
Produksi (ton)
20
27
15,95
12
10,35
7
19
23
65,30
69
Sumber : Disperta Kabupaten Batang Hari Dinas Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2005
Jumlah produksi benih padi yang dilakukan oleh Balai Benih Induk (BBI) adalah sebesar 23 ton. Jumlah tersebut masih belum dapat memenuhi kebutuhan benih padi di Kabupaten Batang Hari yaitu sebesar 120,06 ton. Adapun kebutuhan benih padi Kabupaten Batang Hari dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Kebutuhan Benih Padi Kabupaten Batang Hari Tahun 2004 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecamatan
Target Tanam (Ha)
Maro Sebo Ulu Mersam Muara Tembesi Batin XXIV Maro Sebo Ilir Muara Bulian Bajubang Pemayung Jumlah
2.370 2.660 1.301 522 500 1.750 175 1.175 10.453
Kebutuhan Benih (ton) Unggul Lokal 24,90 61,60 31,92 63,84 9,76 39,00 14,66 2,00 3,00 16,00 21,00 42,00 1,20 5,40 14,10 28,20 120,06 258,04
Sumber : Disperta Kabupaten Batang Hari
Penyaluran benih padi di Kabupaten Batang Hari dilakukan oleh KUD dan Toko Pengecer. Lembaga tersebut berfungsi sebagai lembaga yang menyalurkan benih dari produsen sampai konsumen. KUD merupakan lembaga
53
yang paling dominan dalam upaya penyaluran benih padi, yaitu sebesar 66 ton, sedangkan Toko Pengecer menyalurkan benih padi hanya sebesar 3 ton. Jumlah penyaluran Benih Padi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah penyaluran Benih Padi di Kabupaten Batang Hari Tahun 2004 No
Lembaga
1.
KUD
2. 3.
Toko Pengecer Toko Pengecer Jumlah
Sumber Benih -
BBI Petani Penangkar BBI KUD
Lokasi Kec. Muara Bulian Kec. Muara Bulian Kec. Marosebo Ulu
Jumlah (ton) 66 1 2 69
Sumber : Data Primer, diolah
5.2.
Sistem Pemasaran
5.2.1. Sistem Pemasaran antara BBI dengan KUD Sistem pemasaran antara BBI dengan KUD pada pemasaran produksi benih padi, hubungan yang terjadi adalah pada saat BBI sebagai produsen benih padi berhadapan lansung dengan pihak KUD sebagai lembaga pemasaran yang melakukan pembelian benih padi. Sistem penentuan harga jual benih padi di BBI ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No : 521.21/1340/Diperta/tahun 1999. Harga tersebut diolah berdasarkan subsidi dan disesuaikan dengan kemampuan petani padi. Dalam hubungan yang terjadi antara BBI pada tahapan pertama dengan KUD pada tahapan kedua pada saluran pemasaran benih padi satu, terdapat proses pengumpulan dan penyaluran benih padi dari BBI oleh KUD. 5.2.2. Sistem Pemasaran antara Kelompok Petani Penangkar dengan KUD Sistem pemasaran antara Kelompok Petani Penangkar dengan KUD pada pemasaran benih padi, hubungan yang terjadi adalah pada saat Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen benih padi di Kabupaten Batang Hari berhadapan langsung dengan KUD sebagai lembaga pemasaran yang melakukan pembelian benih padi. Penentuan harga jual benih padi ditentukan
54
oleh KUD dan sistem pembayaran antara KUD dengan Kelompok Petani Penangkar dilakukan secara tunai. Sedangkan dalam hubungan yang terjadi antara Kelompok Petani Penangkar pada tahapan pertama dengan KUD tahapan kedua pada saluran pemasaran benih padi dua, terdapat proses pengumpulan dan penyaluran benih padi dari Kelompok Petani Penangkar oleh KUD. 5.2.3. Sistem Pemasaran antara BBI dengan Toko Pengecer Sistem pemasaran yang terjadi BBI dengan Toko Pengecer pada pemasaran benih padi, hubungan yang terjadi adalah BBI selaku produsen benih padi berhadapan langsung dengan Toko Pengecer sebagai lembaga pemasaran yang melakukan pembelian benih padi. Untuk penentuan harga jual benih padi BBI berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No : 521.21/1340/Diperta/tahun 1999. Sistem pembayaran antara Toko Pengecer dengan BBI dilakukan secara tunai. Dalam hubungan yang terjadi antara BBI pada tahapan pertama dengan Toko Pengecer pada tahapan kedua pada saluran pemasaran benih padi tiga, terdapat proses pengumpulan dan penyaluran benih padi oleh BBI kepada Toko Pengecer dan proses penyaluran benih padi dari Toko Pengecer kepada petani padi. 5.2.4. Sistem Pemasaran antara KUD dengan Toko Pengecer Sistem pemasaran antara KUD dengan Toko Pengecer pada pemasaran benih padi, hubungan yang terjadi pada saat KUD berhadapan lansung dengan Toko Pengecer. Untuk penentuan harga jual benih padi ditetapkan oleh KUD dan sistem pembayaran kepada KUD dilakukan secara tunai. Dalam hubungan yang terjadi antara KUD pada tahapan kedua dan Toko Pengecer tahapan ketiga pada saluran pemasaran benih padi satu dan dua, terdapat proses pengumpulan dan penyaluran benih padi oleh KUD kepada Toko
55
Pengecer dan proses penyaluran benih padi dari Toko Pengecer kepada petani padi. 5.3.
Saluran Pemasaran Saluran
pemasaran
didefinisikan
sebagai
rangkaian
lembaga
pemasaran yang dilalui barang dari produsen hingga ke konsumen.
Suatu
saluran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut. Saluran pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari terdiri dari empat saluran pemasaran yaitu: Saluran Pemasaran 1: BBI → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi Saluran Pemasaran 2: Kelompok Petani Penangkar → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi Saluran Pemasaran 3: BBI → Toko Pengecer → Petani Padi Saluran Pemasaran 4: Kelompok Petani Penangkar → KUD → Petani Padi
Kelompok Petani Penangkar 46 Ton
Balai Benih Induk 23 Ton 95,70 % 22 Ton
100 % 46 Ton
Koperasi Unit Desa 68 Ton 4,30 % 1 Ton (3)
2.94 % 2 Ton (1) (2)
Toko Pengecer 3 Ton
97,06 % 66 Ton (4)
3 Ton
Gambar 3. Saluran Pemasaran Benih Padi
Petani Padi 66 Ton
56
5.3.1. Saluran Pemasaran I Saluran pemasaran satu terdiri dari tiga lembaga pemasaran yaitu BBI → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi. Kegiatan penjualan benih padi yang dilakukan BBI kepada KUD yaitu sebesar 95,70 persen (23 ton) dari total produksi, sedangkan KUD menjual benih padi kepada Toko Pengecer yaitu sebesar 2,94 persen (1 ton) dari total produksi.
Alasan Toko Pengecer
menggunakan saluran ini karena perbedaan geografis yang menyebabkan perbedaan biaya pengangkutan atau faktor wilayah. KUD pada saluran ini menentukan harga berdasarkan harga yang berlaku di BBI. Sistem pembelian antara KUD dengan BBI biasanya dilakukan secara tunai.
Setelah KUD membeli benih padi dari BBI maka dilakukan
pengemasan dengan ukuran kemasan 15 kg/kemasan, lalu melakukan kegiatan pengangkutan untuk menjual kembali benih padi yang telah dibeli. Kemudian KUD menjual benih padi tersebut kepada Toko Pengecer. Setelah sampai di Toko Pengecer maka petani padi dapat langsung membelinya. 5.3.2. Saluran Pemasaran 2 Saluran pemasaran dua juga terdiri dari empat lembaga pemasaran yaitu Kelompok Petani Penangkar → KUD → Toko Pengecer → Petani Padi. Dalam saluran pemasaran dua ini, yang menjadi produsen bukan BBI melainkan Kelompok Petani Penangkar. Kegiatan penjualan benih padi yang dilakukan Kelompok Petani Penangkar ke KUD yaitu sebesar 100 persen (46 ton) dari total produksi, kemudian KUD menjual benih padi kepada Toko Pengecer yaitu sebesar 2,94 persen (1 ton) dari total produksi dan Toko Pengecer lansung menjual benih padi ke petani padi. Benih padi yang dipasarkan adalah benih padi yang merupakan hasil produksi dari Kelompok Petani Penangkar sendiri. Kelompok Petani Penangkar
57
merupakan kelompok tani yang memproduksi benih padi untuk kebutuhan benih padi di kabupaten Batang Hari, berdasarkan instruksi dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. KUD langsung menjual benih padi yang telah dibeli dari Kelompok Petani Penangkar kepada Toko Pengecer yang ada di Kabupaten Batang Hari. KUD pada saluran pemasaran ini menentukan harga yang berlaku berdasarkan harga yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. Sistem pembayaran antara KUD dengan Kelompok Petani Penangkar biasanya dilakukan secara tunai, begitu pula cara yang terjadi antara KUD dengan Toko Pengecer. 5.3.3. Saluran Pemasaran 3 Saluran pemasaran tiga merupakan saluran pemasaran yang terdiri dari BBI → Toko Pengecer → Petani Padi. Kegiatan penjualan benih padi yang dilakukan BBI kepada Toko Pengecer yaitu sebesar 4,30 persen (1 ton) dari total produksi di tingkat BBI.
Alasan Toko Pengecer menggunakan saluran
pemasaran ini karena harga jual dari BBI lebih murah dibandingkan harga jual KUD pada saluran pemasaran satu, sehingga Toko Pengecer dapat lebih murah menjual benih padi pada petani padi tetapi tetap mendapat keuntungan yang lebih tinggi. Harga yang berlaku adalah harga yang sedang terjadi di pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang lainnya dan sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Toko Pengecer tidak hanya menjual benih padi saja akan tetapi menjual produk lain seperti pupuk, obat-obatan (alsintan). Toko Pengecer menjual produknya langsung kepada petani padi.
58
5.3.4. Saluran Pemasaran 4 Saluran pemasaran empat terdiri dari Kelompok Petani Penangkar → KUD → Petani Padi. Pada saluran pemasaran ini konsumen akhir langsung membeli ke KUD tanpa melalui Toko Pengecer. Harga beli petani padi pada saluran pemasaran ini lebih murah dibandingkan dengan harga jual yang ditawarkan Toko Pengecer.
Kegiatan penjualan benih padi yang dilakukan
Kelompok Petani Penangkar ke KUD yaitu sebanyak 100 persen dari total produksi. Artinya 46 ton benih padi yang diproduksi oleh Kelompok Petani Penangkar seluruhnya dijual ke KUD, kemudian KUD menyalurkan benih padi ke petani padi. Posisi KUD pada saluran pemasaran empat ini sama dengan saluran pemasaran dua dimana KUD yang menentukan harga yang berlaku berdasarkan harga yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. Harga jual Kelompok Petani Penangkar lebih murah dibandingkan dengan harga jual benih padi di BBI, hal ini disebabkan biaya pemasaran yang dikeluarkan Kelompok Petani Penangkar lebih sedikit dan benih padi yang dipasarkan oleh Kelompok Petani Penangkar tidak dalam bentuk kemasan. 5.4.
Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran merupakan kegiatan atau tindakan yang
diperlukan dalam pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran terdiri dari kegiatan pembelian dan penjualan. Analisis dari fungsi pemasaran dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pemasaran.
Berdasarkan (Tabel 18) dapat dilihat bahwa lembaga-
lembaga yang terlibat dalam pemasaran benih padi dimulai dari Balai Benih
59
Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen sampai ke konsumen (petani padi) memiliki fungsi yang berbeda. Fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. BBI dan Kelompok Petani Penangkar dalam fungsi pertukarannya di lapangan hanya melakukan kegiatan penjualan, sedangkan pada KUD dan Toko Pengecer dalam fungsi pertukarannya selain melakukan kegiatan penjualan juga melakukan kegiatan pembelian. Hal ini disebabkan karena BBI dan kelompok petani merupakan produsen benih padi sehingga fungsi pertukaran hanya terjadi pada kegiatan penjualan. Tabel 18.
Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran di Kabupaten Batang Hari
Lembaga Pemasaran
Fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik
Balai Benih Induk (BBI) Fasilitas
Kelompok Petani Penangkar
Pertukaran Fisik Fasilitas Pertukaran
Koperasi Unit Desa (KUD)
Fisik
Fasilitas Pertukaran Fisik Toko Pengecer Fasilitas
Kegiatan Penjualan Pengemasan Penyimpanan Informasi Pasar Penanggungan Resiko Pembiayaan Penjualan Penyimpanan Informasi Pasar Penanggungan Resiko Pembiayaan Pembelian Penjualan Pengemasan Penyimpanan Pengangkutan Informasi Pasar Penanggungan Resiko Pembiayaan Pembelian Penjualan Penyimpanan Pengangkutan Informasi Pasar Penanggungan Resiko Pembiayaan
Lembaga pemasaran dalam fungsi fisiknya hanya KUD dan BBI yang melakukan kegiatan pengemasan, sedangkan kegiatan pengangkutan dilakukan
60
oleh Toko Pengecer dan KUD. Kegiatan yang dilakukan oleh semua lembaga pemasaran dalam fungsi fisik yaitu kegiatan penyimpanan. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran benih padi dalam fungsi fasilitasnya melakukan kegiatan yang sama. Kegiatan dalam fungsi fasilitas tersebut yaitu, informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. 5.4.1. Fungsi Pertukaran Kegiatan pemasaran produk atau komoditas apapun tidak akan terlepas dari suatu proses transaksi penjualan-pembelian.
Begitu pula untuk
pemasaran benih padi maka tidak terlepas dari proses jual beli yang terjadi diantara dua pihak/lembaga pemasaran. Pada tingkat Balai Benih Induk (BBI) dan Kelompok Petani Penangkar fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu fungsi penjualan, sistem jual-beli yang terjadi bisa dalam bentuk tunai maupun kredit. Pada tingkat KUD, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dilakukan saat membeli benih dari BBI atau Kelompok Petani Penangkar yang dilakukan secara langsung. Sementara untuk fungsi penjualan terjadi pada saat KUD menjual benih padi kepada Toko Pengecer. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh Toko Pengecer tidak berbeda dengan lembaga-lembaga pemasaran lainnya yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian terjadi pada saat mereka membeli benih padi di KUD. Toko Pengecer yang telah menjadi langganan KUD secara kontinu akan mengirimkan benih padinya, sehingga Toko Pengecer tidak mengeluarkan biaya transportasi untuk membeli benih padi dari KUD. Untuk pembelian yang dilakukan secara langsung, Toko Pengecer mengeluarkan ongkos untuk mengangkut benih padi dari KUD. Sedangkan untuk fungsi penjualan terjadi pada saat Toko Pengecer menjual benih padi kepada konsumen (petani padi).
61
Toko Pengecer merupakan lembaga pemasaran terakhir dalam penyampaian barang dari produsen ke konsumen (petani padi). 5.4.2. Fungsi Fisik 5.4.2.1. Penyimpanan Benih yang sudah diolah, ditumpuk membentuk lot/kelompok benih maksimum 15 ton/lot. Penumpukan diatur sedemikian rupa agar memudahkan pengawasan
dan
mudah
mengambil
contoh
benih
serta
memudahkan
pemeliharaannya. Pada saat penyimpanan dilakukan fumigasi dengan phostoxin dan disemprot dengan pestisida. Setiap lot benih diberi kartu identitas yang memuat nomor lot benih, varietas, tanggal panen, jumlah, tanggal pengujian, tanggal kadaluarsa dan tanggal penyemprotan. Tumpukan tersebut diberi alas papan atau blok kayu agar karung benih tidak langsung ke lantai. Selama penyimpanan, kadar air, daya tumbuh dan kemungkinan serangan hama harus diperiksa secara teratur. Apabila kadar air meningkat lebih dari 13 persen harus segera dikeringkan kembali, bila terlihat ada serangan hama harus segera difumigasi. Disamping itu sanitasi gudang harus dilaksanakan secara teratur dan kontinyu. 5.4.2.2. Pengemasan Nilai jual suatu produk atau suatu komoditas pertanian ditentukan juga dalam proses pengemasan. Pengemasan dapat mempengaruhi terhadap daya tahan suatu produk. Pengemasan yang baik dapat menjaga suatu produk dari kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan pada akhirnya menurunkan nilai jual dari produk tersebut. Apabila suatu produk dikemas dalam bentuk yang menarik, maka konsumen akan tertarik untuk membelinya. Berbeda halnya jika dikemas dalam bentuk yang kurang baik dan tidak menarik, maka konsumen cenderung tidak tertarik untuk membelinya.
62
Pengemasan adalah kegiatan pembungkusan benih yang telah lulus sertifikasi yang menggunakan karung dengan ukuran 15 kg yang telah diberi label.
Pengemasan ditangani khusus oleh sub bagian simpan dan kemas yang
mempunyai tanggung jawab terhadap penanganan benih bersih. Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pengemasan adalah BBI dan KUD. 5.4.2.3. Pengangkutan Kegiatan pemasaran/pendistribusian suatu barang, unsur transportasi tidak dapat
diabaikan. Transportasi memegang peranan penting untuk
memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Gangguan maupun hambatan dalam kegiatan transportasi akan mengakibatkan keterlambatan barang ke tangan konsumen selain itu dapat juga menimbulkan peningkatan biaya pemasaran. Kegiatan pengangkutan dalam fungsi fisik hanya dilakukan oleh KUD dan Toko Pengecer. Kegiatan pengangkutan yang dilakukan oleh KUD yaitu, mengangkut benih dari BBI dan Kelompok Petani Penangkar, sedangkan Toko Pengecer melakukan kegiatan pengangkutan benih padi dari BBI dan KUD. Biaya yang ditimbulkan dari kegiatan pengangkutan yang terjadi akan dibebankan kepada pembeli, dalam hal ini KUD dan Toko Pengecer. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran berbeda tergantung dari skala usahanya. 5.4.3. Fungsi Fasilitas 5.4.3.1. Informasi Pasar Suatu proses pemasaran kebutuhan akan informasi pasar merupakan suatu hal yang pasti diperlukan oleh setiap lembaga yang terlibat di dalamnya. Informasi pasar diperlukan untuk mengetahui kondisi pasar, lokasi, jenis dan mutu produk, waktu, dan harga pasar.
63
Setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari melakukan kegiatan informasi pasar. Informasi pasar diperlukan untuk mengetahui secara pasti mengenai kapan musim panen terjadi untuk menjadi dasar bagi lembaga pemasaran dalam menyalurkan benih padi dari produsen ke konsumen (petani Padi). Konsumen
(petani
padi)
sangat
bergantung
kepada
lembaga
pemasaran untuk memperoleh benih padi. Oleh sebab itu lembaga pemasaran harus memperhatikan penyaluran benih padi tersebut karena, apabila penyaluran benih padi dapat bersifat berkelanjutan, maka petani padi tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh benih padi dan kepastian harga. 5.4.3.2. Penanggungan Resiko Suatu resiko dapat terjadi pada berbagai proses termasuk proses pemasaran benih padi. Resiko dapat dialami oleh setiap lembaga yang terlibat didalamnya seperti, BBI, Kelompok Petani Penangkar, KUD dan Toko Pengecer. Resiko yang terjadi biasanya berupa peningkatan dan penurunan mutu dan harga benih dipasar. BBI dan Kelompok Petani Penangkar harus menanggung resiko dari kenaikan dan penurunan harga banih padi, apabila terjadi penurunan tingkat harga, maka tingkat keuntungan yang diperoleh BBI dan Kelompok Petani Penangkar akan berkurang.
Resiko lainnya adalah keterlambatan produksi,
karena apabila produksi tidak tepat waktu maka benih padi beresiko untuk tidak laku di pasar. Penanggungan resiko oleh KUD adalah pada saat mengirimkan benih padi kepada Toko Pengecer. Jika volume timbang sebelum barang tiba di tempat Toko Pengecer tidak sama dengan volume timbang pada saat tiba di tempat Toko Pengecer, maka biaya penyusutan menjadi tanggung jawab KUD. Begitu
64
pula jika kemasan benih padi ada yang mengalami kerusakan, maka mereka juga bertanggung jawab menggantinya dengan benih padi yang baru. Sementara Toko Pengecer harus menanggung resiko pada saat benih padi yang belum habis terjual mengalami kerusakan yang disebabkan oleh kelalaian dalam proses penyimpanan ataupun gangguan hal-hal yang tidak diinginkan seperti dimakan tikus, terkena hama dan lain sebagainya. 5.4.3.3. Pembiayaan Modal mutlak diperlukan oleh semua lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari. BBI dan Kelompok Petani Penangkar memerlukannya untuk mengolah dan memproduksi benih padi. Untuk Kelompok Petani Penangkar, modal yang diperoleh adalah modal yang dipinjamkan dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh Toko Pengecer diantaranya berupa penyediaan modal. Pada tingkat Toko Pengecer dalam hal permodalan usahanya sebagian besar menggunakan modal pribadi tidak berasal dari pinjaman atau pemberian kredit. Toko Pengecer mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pembelian barang dan ditentukan oleh jumlah modal yang dimiliki. Berbagai fungsi pemasaran yang telah dijabarkan di atas dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyampaian barang dari produsen sampai kepada konsumen.
Beberapa
lembaga pemasaran ada yang dapat melakukan setiap fungsi pemasaran yang ada, tetapi tidak semua lembaga pemasaran dapat melakukan setiap fungsi pemsaran tersebut. Sehingga diperlukan suatu pengkoordinasian antar lembagalembaga pemasaran yang terlibat untuk mencapai suatu efiensi pemasaran.
65
5.5.
Analisis Struktur Pasar Produsen dan konsumen yang terlibat dalam proses pemasaran suatu
produk harus mengetahui dan memahami struktur pasar agar para pelaku pasar dapat bertindak secara efisien dalam pemasaran. Faktor yang perlu diketahui dalam menentukan suatu struktur pasar adalah jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, sifat produk yang dipasarkan, kondisi untuk keluar masuk pasar, dan informasi pasar berupa biaya, harga dan kondisi pasar. Produsen dan lembagalembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari menghadapi struktur pasar yang berbeda. 5.5.1. Balai Benih Induk (BBI) Struktur pasar yang
terjadi di tingkat BBI mengarah kepada
struktur pasar monopoli, karena jumlah BBI sebagai produsen benih padi di provinsi Jambi hanya satu, sifat komoditi terdiferensiasi. Penetuan harga benih padi dilakukan oleh pihak BBI berdasarkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No : 521.21/1340/Diperta/tahun 1999. Informasi harga yang dimiliki BBI didapatkan dari Dinas Tanaman Pangan Provinsi Jambi, sehingga informasi harga yang dimiliki BBI sudah cukup baik. 5.5.2. Kelompok Petani Penangkar Struktur pasar yang dihadapi mengarah kepada struktur pasar oligopoli, karena jumlah Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen di Kabupaten Batang Hari sedikit dan komoditi yang dijual bersifat homogen. Penetuan harga benih padi dilakukan oleh pihak KUD berdasarkan harga yang berlaku di pasaran. Informasi harga yang dimiliki Kelompok Petani Penangkar didapatkan dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari, sehingga informasi harga yang dimiliki Kelompok Petani Penangkar sudah cukup baik.
66
5.5.3. Koperasi Unit Desa (KUD) Struktur pasar yang terjadi ditingkat KUD mengarah kepada struktur pasar monopoli karena jumlah KUD di Kabupaten Batang Hari hanya satu dan komoditi yang dijual bersifat homogen. Harga benih padi ditentukan oleh pihak KUD, dan informasi harga didapatkan melalui survei pasar dan Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. KUD biasanya melakukan kegiatan pembelian dari BBI dan Kelompok Petani Penangkar.
Selanjutnya KUD melakukan kegiatan
penjualan kepada Toko Pengecer di wilayah sekitar Kabupaten Batang Hari. Hambatan untuk keluar dan masuk pasar di tingkat KUD termasuk tinggi.
Hal ini terjadi karena besarnya modal yang dibutuhkan untuk
memasarkan benih padi. Selain itu, pihak KUD harus mempunyai hubungan dengan Kelompok Petani Penangkar yang dapat memasok benih padi dalam jumlah yang besar dan berkelanjutan. 5.5.4. Toko Pengecer Struktur pasar yang terjadi di tingkat Toko Pengecer dilihat dari sudut penjual adalah oligopoli, karena jumlah Toko Pengecer sebagai penjual lebih sedikit daripada jumlah pembeli yaitu petani padi. Toko Pengecer tidak hanya menjual satu produk benih padi saja tetapi juga menjual produk lain (saprodi). Jumlah Toko Pengecer yang berhasil di wawancarai sebanyak dua orang di kecamatan Muara Bulian dan kecamatan Maro Sebo Ulu. Hambatan untuk memasuki pasar terdapat pada modal yang harus dimiliki Toko Pengecer.
Toko Pengecer memperoleh informasi harga melalui
survei atau dari pedagang lainnya. 5.6.
Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga
pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar di mana lembaga tersebut
67
melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk–bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap pembelian dan penjualan yang dilakukan tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran. 5.6.1. Sistem Penentuan Harga Penentuan harga suatu produk ditentukan oleh keseimbangan input dan output. Harga yang terjadi harus dapat melindungi produsen agar tetap dapat memperoleh keuntungan dan melindungi konsumen agar tidak dirugikan. Penentuan harga untuk komoditi pertanian dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Harga suatu komoditi pertanian berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Suatu daerah tidak mempunyai hubungan dagang dengan daerah lain dan mempunyai tingkat harga keseimbangan masing-masing. Perbedaan harga tersebut disebabkan oleh perbedaan geografis yang menyebabkan perbedaan biaya pengangkutan maupun kurva demand dan supply. 5.6.2. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Balai Benih Induk (BBI) Penetapan harga benih padi di BBI ditentukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. Penentuan harga yang dilakukan oleh Balai BBI juga didasarkan pada pertimbangan bahwa BBI sebagai agen pemerintah yang bertanggung jawab atas produksi dan distribusi benih padi di Provinsi Jambi khususnya Kabupaten Batang Hari. Total biaya dalam produksi benih padi di BBI pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 2450 per kg. Harga jual benih padi di tingkat BBI pada saat penelitian ini adalah sebesar Rp 2750 per kg. Harga jual tersebut lebih kecil dibandingkan dengan harga jual di tingkat KUD maupun Toko Pengecer. Harga benih padi cenderung
68
berfluktuasi meskipun harga padi di pasar menurun, BBI harus tetap memenuhi kebutuhan benih padi bagi petani di wilayah tersebut. 5.6.3. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Kelompok Petani Penangkar Sistem penentuan harga jual benih padi antara Kelompok Petani Penangkar dengan KUD dilakukan secara tunai. Pada umumnya, biaya produksi yang digunakan Kelompok Petani Penangkar merupakan pinjaman yang diberikan oleh KUD. Sehingga harga jual benih padi dari Kelompok Petani Penangkar ditentukan oleh KUD. Harga Jual di tingkat Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 2500 per kg. Harga jual di tingkat Kelompok Petani Penangkar tersebut lebih murah dibandingkan harga jual di tingkat BBI yaitu sebesar Rp 2750 per kg. Hal ini dikarenakan
Kelompok
Petani
Penangkar
tidak
melakukan
kegiatan
pengemasan. Kelompok Petani Penangkar bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan benih padi dan memproduksi berdasarkan instruksi dari Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari melalui KUD. Total biaya dalam produksi benih padi di tingkat Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 2050 per kg. 5.6.4. Sistem Penentuan Harga di Tingkat KUD Sistem penentuan harga benih padi di tingkat KUD terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Sistem pembayaran atas pembelian kepada BBI ataupun Kelompok Petani Penangkar dilakukan secara tunai. Harga beli di tingkat BBI pada saat penelitian yaitu sebesar Rp 2750 per kg, sedangkan harga beli di tingkat Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 2500 per kg. KUD lebih banyak membeli benih padi dari Kelompok Petani Penangkar, hal ini dikarenakan jumlah benih padi yang dipasarkan oleh BBI sangat terbatas.
69
5.6.5. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Toko Pengecer Sistem penentuan harga di tingkat Toko Pengecer terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Pada umumnya harga jual produk di tingkat Toko Pengecer ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan komoditi benih padi.
Harga beli yang dibayarkan Toko Pengecer ditambah dengan
besarnya skala keuntungan yang akan diambil oleh Toko Pengecer, sehingga harga jual komoditi di tingkat Toko Pengecer terbentuk. Sistem pembayaran atas pembelian dari KUD dan BBI dilakukan secara tunai, begitu pula sistem pembayaran yang dilakukan oleh konsumen (petani padi). Harga beli benih padi di tingkat pengecer pada saat penelitian sebesar Rp 2750 sampai dengan Rp 3500 per kg. Sedangkan harga jual benih padi yang terjadi yaitu sebesar Rp 3750 sampai dengan Rp 4000 per kg. 5.7.
Analisis Efesiensi Pasar Analisis utama yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran
suatu produk dari produsen sampai ke tangan konsumen adalah analisis marjin tataniaga.
Analisis marjin saluran pemasaran benih padi dimaksudkan untuk
melihat sejauh mana perbedaan harga yang terjadi di antara saluran pemasaran benih padi.
Marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan harga yang
harus dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang harus diterima oleh pihak produsen. Perbedaan rantai pemasaran pada setiap saluran pemasaran akan menyebabkan perbedaan harga jual pada setiap konsumen akhir. Hal itu disebabkan setiap lembaga yang terlibat dalam proses penyampaian barang dari produsen hingga konsumen melakukan fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi
pemasaran
yang
mereka
lakukan
dalam
sistem
pemasaran bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Semakin banyak lembaga yang terlibat di dalam sistem pemasaran, maka akan semakin banyak biaya
70
pemasaran yang harus dikeluarkan dan semakin besar pula perbedaan harga yang harus di bayar oleh konsumen dengan harga yang harus diterima oleh produsen.
Biaya rata-rata pemasaran benih padi pada setiap lembaga
pemasaran dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Rata-rata Pemasaran Benih Padi yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Lembaga Pemasaran
Balai Benih Induk (BBI)
Kelompok Petani Penangkar
Koperasi Unit Desa (KUD)
Toko Pengecer
keterangan :
*) **)
Jenis Biaya Tenaga Kerja Pengemasan Penyimpanan Penyusutan Lain-lain*) Total biaya Tenaga Kerja Penyimpanan Penyusutan Bongkar Muat Lain-lain*) Total biaya Tenaga Kerja Pengangkutan Pengemasan Penyimpanan Penyusutan Bongkar Muat Lain-lain**) Total biaya Tenaga Kerja Pengangkutan Penyimpanan Penyusutan Bongkar Muat Lain-lain**) Total biaya
Biaya rata-rata (Rp/kg) 50 20 20 10 20 120 50 40 45 35 30 200 50 100 40 25 25 10 10 260 10 90 25 20 10 10 165
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan biaya sortasi Retribusi
BBI dalam melakukan fungsinya sebagai salah satu lembaga pemasaran mengeluarkan biaya sebesar Rp 120 per kg benih padi.
Biaya
pemasaran tersebut terdiri atas biaya tenaga kerja sebesar Rp 50 per kg, biaya pengemasan Rp 20 per kg, biaya penyimpanan Rp 20 per kg, biaya penyusutan Rp 10 per kg serta biaya lain-lain sebesar Rp 20 per kg. Biaya lain-lain yang
71
harus ditanggung oleh BBI terdiri atas pajak pertambahan nilai (PPN) dan biaya sortasi. Kelompok Petani Penangkar mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 200 per kg benih padi, dalam malakukan fungsinya sebagai lembaga pemasaran benih padi.
Biaya pemasaran yang ditanggung Kelompok Petani
Penangkar terdiri atas biaya tenaga kerja sebesar Rp 50 per kg, biaya penyimpanan Rp 40 per kg, biaya penyusutan Rp 45 per kg, biaya bongkar muat Rp 35 per kg serta biaya lain-lain sebesar Rp 30 per kg. Biaya lain-lain yang harus ditanggung oleh BBI terdiri atas pajak pertambahan nilai (PPN) dan biaya sortasi. Sebagai
lembaga
penyalur
dalam
pemasaran
benih
padi,
menanggung biaya pemasaran sebesar Rp 120 per kg benih padi.
KUD Biaya
pemasaran tersebut terdiri atas biaya tenaga kerja sebesar Rp 50 per kg, biaya pengangkutan Rp 100 per kg, biaya pengemasan Rp 40 per kg, biaya penyimpanan Rp 25 per kg, penyusutan Rp 25 per kg, biaya bongkar muat Rp 10 per kg serta biaya lain-lain sebesar Rp 10 per kg. Biaya lain-lain yang harus ditanggung oleh KUD adalah biaya retribusi, karena KUD melakukan kegiatan pengangkutan. Toko Pengecer sebagai lembaga penyalur dalam pemasaran benih padi menanggung biaya pemasaran sebesar Rp 165 per kg benih padi.
Biaya
pemasaran yang harus ditanggung Toko Pengecer terdiri atas biaya tenaga kerja sebesar Rp 10 per kg, biaya pengangkutan Rp 90 per kg, biaya penyimpanan Rp 25 per kg, biaya penyusutan Rp 20 per kg, biaya bongkar muat Rp 10 per kg serta biaya lain-lain sebesar Rp 10 per kg. Biaya lain-lain yang ditanggung oleh Toko Pengecer adalah biaya retribusi karena Toko Pengecer melakukan kegiatan pengangkutan.
72
Biaya rata-rata tertinggi pada setiap lembaga pemasaran adalah untuk jenis biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 50 per kg.
Biaya tersebut sama
besarnya pada lembaga pemasaran BBI, Kelompok Petani Penangkar dan KUD, hal tersebut disebabkan tenaga kerja pada lembaga pemasaran tersebut khusus bekerja untuk pemasaran benih padi. Biaya tenaga kerja terkecil terdapat pada lembaga pemasaran Toko Pengecer sebesar Rp 10 per kg.
Hal tersebut
disebabkan tenaga kerja pada Toko Pengecer tidak secara khusus bekerja untuk pemasaran benih padi, tetapi juga bekerja untuk pemasaran barang-barang lain yang ada di Toko Pengecer. Biaya pengemasan terbesar ditanggung oleh KUD sebesar Rp 40 per kg, hal tesebut terjadi karena KUD harus membeli kantong berlabel dari BBI. Biaya pengemasan terkecil ditanggung oleh BBI sebesar Rp 20 per kg, karena BBI mengeluarkan biaya lebih kecil untuk kemasan berlabel. Kelompok
Petani
Penangkar
menanggung
biaya
penyimpanan
terbesar yaitu Rp 40 per kg. Hal tersebut disebabkan dalam penyimpanan benih padi Kelompok Petani Penangkar mengeluarkan biaya lebih untuk menyewa gudang. Sedangkan biaya penyimpanan terkecil ditanggung oleh BBI sebesar Rp 20 per kg, hal tersebut disebabkan BBI mempunyai gudang sendiri dengan kondisi yang baik untuk penyimpanan benih padi. Biaya
penyusutan
terbesar
ditanggung
oleh
Kelompok
Petani
Penangkar yaitu sebesar Rp 45 per kg. Hal tersebut disebabkan pada kegiatan penyimpanan, Kelompok Petani Penangkar menggunakan karung ukuran besar dengan kondisi yang kurang baik, sehingga kemungkinan karung bocor maupun kerusakan benih, relatif lebih besar. BBI merupakan lembaga pemasaran yang menanggung biaya penyusutan yang terkecil sebesar Rp 10 per kg. Hal tersebut disebabkan dalam proses penyimpanan BBI menggunakan kemasan kecil
73
berlabel sehingga kemungkinan kebocoran kecil sedangkan waktu penyimpanan singkat, selain itu kondisi gudang milik BBI relatif lebih bagus. Biaya bongkar muat untuk setiap lembaga pemasaran adalah sama karena kegiatan bongkar muat hanya dilakukan dari alat transportasi ke gudang dan sebaliknya yaitu sebesar Rp 10 per kg, kecuali untuk Kelompok Petani Penangkar.
Kelompok Petani Penangkar menanggung biaya bongkar muat
terbesar yaitu Rp 35 per kg. Hal tersebut disebabkan kegiatan bongkar muat untuk Kelompok Petani Penangkar dilakukan pada banyak tempat yang terpisah yaitu di setiap anggota Kelompok Petani Penangkar ke gudang. Biaya
pengangkutan
terbesar
ditanggung
oleh
KUD
sebesar
Rp 100 per kg, hal tersebut disebabkan selain KUD mengangkut benih padi dari produsen KUD juga mengangkut benih padi ke petani padi.
Toko Pengecer
menanggung biaya pengangkutan yang lebih kecil yaitu sebesar Rp 90 per kg, hal
tersebut
disebabkan
Toko
Pengecer
hanya
melakukan
kegiatan
pengangkutan pada saat pembelian benih padi dari BBI atau KUD. Biaya lain-lain yang terbesar ditanggung oleh lembaga pemasaran Kelompok Petani Penangkar, yaitu sebesar Rp 30 per kg. Biaya tersebut terdiri atas biaya sortasi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) antara BBI dan Kelompok Petani Penangkar besarnya relatif sama yang membedakan yaitu besarnya biaya sortasi. Kelompok petani penangkar masih melakukan sortasi secara manual tetapi untuk BBI dalam proses sortasi menggunakan bantuan mesin sehingga biaya sortasinya relatif lebih murah. Biaya lain-lain yang terkecil ditangung oleh KUD dan Toko Pengecer sebesar Rp 10 per kg.
Hal tersebut disebabkan KUD dan Toko Pengecer hanya
membayar biaya lain-lain berupa retribusi.
74
5.7.1. Marjin Tataniaga Besarnya marjin tataniaga merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan-keuntungan pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran suatu produk. Biaya pemasaran
terdiri
dari
biaya
pengemasan,
biaya
penyimpanan,
biaya
pengangkutan dan sebagainya. Sedangkan keuntungan pemasaran merupakan kepuasan dari lembaga pemasaran yang diukur dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atau diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam penyaluran suatu komoditi. Marjin pemasaran benih padi di Kabupaten Batang hari pada tiap saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20.
Marjin Pemasaran Benih Padi pada Saluran Pemasaran 1,2,3 dan 4 di Kabupaten Batang Hari, 2004
Uraian BBI Biaya produksi Biaya Pemasaran Keuntungan Marjin Harga Jual Kel. Petani Penangkar Biaya produksi Biaya pemasaran Keuntungan Marjin Harga Jual KUD Harga Beli Biaya pemasaran Keuntungan Marjin Harga Jual Toko Pengecer Harga Beli Biaya pemasaran Keuntungan Marjin Harga Jual Konsumen Akhir Harga Beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin
1 Nilai (Rp/kg) 2450 120 180 300 2750
Saluran Pemasaran 3 Nilai Nilai % (Rp/kg) (Rp/kg) 2
% 61.25 3 4.5 7.5 68.75
2450 120 180 300 2750
65.33 3.2 4.8 8 73.33 2050 200 250 450 2500
58.57 5.71 7.14 12.86 71.43
2500 260 740 1000 3500
71.43 7.43 21.14 28.57 100
2500 260 740 1000 3500
62.5 6.5 18.5 25 87.5
3500 165 335 500 4000
87.5 4.13 8.38 12.5 100
3500 165 335 500 4000
87.5 4.13 8.38 12.5 100
4000 13.63 25.13 38.76
%
51.25 5 6.25 11.25 62.5
68.75 6.5 12.25 18.75 87.5
545 1005 1550
4 Nilai (Rp/kg)
2050 200 250 450 2500 2750 260 490 750 3500
4000
%
625 1325 1950
2750 150 850 1000 3750
73.33 4 22.67 26.67 100
3750 15.63 33.12 48.75
270 1030 1300
3500 7.2 27.47 34.67
460 990 1450
13.14 28.29 41.47
75
Saluran pemasaran satu, dimana BBI merupakan produsen benih padi. Total biaya pemasaran pada saluran satu sebesar Rp 545 per kg, dan total keuntungan sebesar Rp 1005 per kg, sehingga total marjin pemasaran pada saluran satu sebesar Rp 1550 per kg. Biaya pemasaran terbesar pada saluran satu ditanggung oleh KUD sebesar Rp 260 per kg, sedangkan biaya pemasaran yang terkecil ditanggung oleh BBI sebesar Rp 120 per kg. Pada saluran satu keuntungan terbesar diperoleh oleh KUD sebesar Rp 490 per kg, sedangkan keuntungan terkecil diperoleh BBI sebesar Rp 180 per kg.
Marjin pemasaran
terbesar diperoleh KUD sebesar 750 per kg, sedangkan marjin terkecil diperoleh BBI sebesar 300 per kg (Tabel 20). Pada saluran pemasaran dua, dimana Kelompok Petani Penangkar sebagai produsen benih padi. Total biaya pemasaran pada saluran dua sebesar Rp 600 per kg dan total keuntungan sebesar Rp 1350 per kg, sehingga total marjin pemasaran pada saluran dua sebesar Rp 1950 per kg. Biaya terbesar pada saluran pemasaran dua ditanggung oleh KUD dengan biaya pemasaran sebesar Rp 260 per kg, sedangkan biaya pemasaran terkecil ditanggung oleh Toko Pengecer sebesar Rp 165 per kg. KUD merupakan lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar pada saluran pemasaran dua sebesar Rp 740 per kg, sedangkan Kelompok Petani Penangkar merupakan lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan terkecil pada saluran pemasaran dua sebesar Rp 250 per kg. Marjin pemasaran terbesar untuk saluran pemasaran dua diperoleh KUD sebesar Rp 1000 per kg, sedangkan marjin pemasaran terkecil diperoleh Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 450 per kg (Tabel 20). Pada saluran pemasaran tiga Toko Pengecer langsung membeli benih padi dari BBI sebagai produsen benih padi, tetapi tidak semua Toko Pengecer membeli benih padi dari BBI dikarenakan faktor willayah. Total biaya pemasaran pada saluran tiga sebesar Rp 270 per kg dan total keuntungan sebesar Rp 1030
76
per kg, sehingga total marjin pemasaran pada saluran tiga sebesar Rp 1300 per kg. Toko Pengecer merupakan lembaga pemasaran yang menanggung beban pemasaran terbesar pada saluran tiga sebesar Rp 150 per kg, sedangkan BBI menanggung biaya pemasaran terkecil pada saluran tiga sebesar Rp 120 per kg. Keuntungan terbesar pada saluran tiga diproleh Toko Pengecer sebesar Rp 850 per kg, sedangkan keuntungan terkecil pada saluran tiga diperoleh BBI sebesar Rp 180 per kg.
Marjin terbesar pada saluran tiga diperoleh Toko Pengecer
sebesar Rp 1000 per kg, sedangkan marjin terkecil pada saluran tiga diperoleh BBI sebesar Rp 300 per kg (Tabel 20). Pada saluran pemasaran empat, KUD langsung memasarkan benih padi ke konsumen akhir (petani padi) dan harga jual yang ditawarkan lebih murah dibandingkan harus membeli pada Toko Pengecer. Total biaya pemasaran pada saluran empat sebesar Rp 460 per kg dan total keuntungan sebesar Rp 990 per kg, sehingga total marjin pemasaran pada saluran empat sebesar Rp 1450 per kg.
Biaya pemasaran terbesar pada saluran empat ditanggung oleh KUD
sebesar Rp 260 per kg, sedangkan biaya terkecil pada saluran empat ditanggung oleh Kelompok Petani Penangkar sebesar Rp 200 per kg. Keuntungan terbesar pada saluran empat diperoleh KUD sebesar Rp 740 per kg, sedangkan Kelompok Petani Penangkar mendapatkan keuntungan terkecil pada saluran empat sebesar Rp 250 per kg. Marjin pemasaran terbesar pada saluran empat diperoleh KUD sebesar Rp 1000 per kg, sedangkan marjin pemasaran terkecil sebesar Rp 450 per kg diperoleh Kelompok Petani Penangkar (Tabel 20). Biaya pemasaran terbesar dari setiap saluran pemasaran ditanggung oleh KUD sebesar Rp 260 per kg, hal ini disebabkan benih padi yang dibeli dari Kelompok Petani Penangkar tidak dalam kemasan yang langsung dapat dipasarkan, sehingga KUD harus mengeluarkan biaya pengemasan agar benih padi siap untuk dikonsumsi petani padi. Keuntungan terbesar dari setiap saluran
77
pemasaran juga diperoleh KUD, kecuali pada saluran pemasaran tiga. Pada saluran pemasaran tiga keuntungan terbesar diperoleh Toko Pengecer, sebesar Rp 850 per kg, karena Toko Pengecer langsung membeli benih padai dari BBI. Pada saluran satu dan dua Toko Pengecer membeli benih padi dari KUD sebesar Rp 3500 per kg, sehingga pada saluran satu dan dua harga beli toko pengecer lebih mahal dibandingkan dengan harga pada saluran tiga sebesar Rp 2750 per kg. Keuntungan terbesar yang diterima KUD diperoleh dari saluran pemasaran dua dan empat yaitu sebesar Rp 740 per kg, sedangkan keuntungan terkecil berada pada saluran pemasaran satu yaitu sebesar Rp 490 per kg, hal ini dikarenakan harga beli pada saluran pemasaran satu yang ditawarkan Balai Benih Induk lebih besar dibandingkan harga beli yang ditawarkan Kelompok Petani Penangkar. Marjin pemasaran terbesar dari setiap lembaga pemasaran diperoleh KUD pada saluran pemasaran empat sebesar Rp 1000 per kg dan Toko Pengecer pada saluran tiga sebesar Rp 1000 per kg. Tetapi untuk Toko Pengecer biaya pemasaran yang ditanggung lebih kecil dibandingkan dengan KUD. Total biaya pemasaran terbesar untuk setiap saluran pemasaran benih padi ditanggung oleh saluran pemasaran dua sebesar Rp 600 per kg, sedangkan total biaya pemasaran terkecil ditanggung oleh saluran pemasaran tiga sebesar Rp 270 per kg. Total keuntungan terbesar dari setiap saluran pemasaran benih padi diperolah saluran dua sebesar Rp 1325 per kg, sedangkan saluran pemasaran empat memperoleh total keuntungan terkecil sebesar Rp 990 per kg. Total marjin pemasaran terbesar untuk setiap saluran pemasaran diperoleh saluran dua sebesar Rp 1950 per kg, sedangkan saluran tiga memperoleh total marjin pemasaran terkecil sebesar Rp 1300 per kg.
78
Saluran pemasaran benih padi yang paling efisien adalah saluran pemasaran tiga, karena memiliki total marjin pemasaran terkecil dari setiap saluran pemasaran sebesar Rp 1300 per kg atau 34,67 persen dari harga konsumen akhir. Apabila dilihat dari segi tingkat harga konsumen akhir, maka saluran empat merupakan saluran pemasaran menawarkan harga paling rendah yaitu sebesar Rp 3500 per kg.
Harga konsumen akhir yang rendah akan
menguntungkan petani padi sebagai konsumen akhir. 5.7.2. Rasio Keuntungan Biaya Analisis
rasio
keuntungan
terhadap
biaya
digunakan
untuk
mengetahui penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran. Saluran pemasaran satu, BBI memperoleh rasio keuntungan-biaya sebesar 1,50, KUD memperoleh rasio keuntungan-biaya sebesar 1,88 dan Toko Pengecer memperoleh rasio keuntungan-biaya sebesar 2,03. Rasio keuntunganbiaya terbesar diperoleh Toko Pengecer sebesar 2,03 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 103 per kg.
Sedangkan BBI memperoleh rasio keuntungan-biaya terkecil
sebesar 1,50 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 150 per kg. Saluran pemasaran dua, Kelompok Petani Penangkar memperoleh rasio keuntungan-biaya sebesar 1,25, KUD memperoleh rasio keuntungan-biaya sebesar 2,85 dan Toko Pengecer memperoleh rasio keuntungan biaya sebesar 2,57.
Rasio keuntungan-biaya terbesar diperoleh KUD sebesar 2,85 artinya,
setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 285 per kg. Rasio keuntungan-biaya terkecil diperoleh
79
Kelompok Petani Penangkar sebesar 1,25 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 125 per kg. Saluran pemasaran tiga, rasio keuntungan-biaya terbesar diperoleh Toko Pengecer sebesar 5,67 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 567 per kg. Sedangkan rasio keuntungan-biaya terkecil diperoleh BBI sebesar 1,50 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 150 per kg. Saluran pemasaran empat, rasio keuntungan-biaya terbesar diperoleh KUD sebesar 2,85 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 285 per kg. Sedangkan rasio keuntungan-biaya yang terkecil diperoleh Kelompok Petani Penangkar sebesar 1,25 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 125 per kg. Total rasio keuntungan-biaya pada saluran pemasaran satu sebesar 1,84 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan didapatkan keuntungan sebesar Rp 184 per kg. Total rasio keuntungan biaya pada saluran dua sebesar 2,12 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan didapatkan keuntungan sebesar Rp 212 per kg. Total rasio keuntungan-biaya pada saluran tiga sebesar 3,81 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 381 per kg. Total rasio keuntungan-biaya pada saluran empat sebesar 2,15 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan didapatkan keuntungan sebesar Rp 215 per kg. Rasio keuntungan biaya setiap lembaga pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari dapat dilihat pada Tabel 21.
80
Tabel 21. Rasio Keuntungan Biaya Lembaga Pemasaran Benih Padi (Rp per kg) Lembaga Pemasaran BBI Πi Ci Rasio Πi/Ci Kelompok Petani Penangkar Πi Ci Rasio Πi/Ci KUD Πi Ci Rasio Πi/Ci Toko Pengecer Πi Ci Rasio Πi/Ci Total Πi Ci Rasio Πi/Ci Keterangan : (%) *(%) πi Ci
: : : :
1
Saluran Pemasaran 2 3
4*
180 (4.5 %) 120 (3%) 1,50
-
180 (4.8 %) 120 (3.2%) 1,50
-
-
250 (5 %) 200 (6.25 %) 1,25
-
250 (7.14 %) 200 (5.71 %) 1,25
490 (12.25%) 260 (6.5%) 1,88
740 (18.5%) 260 (6.5%) 2,85
-
740 (21.14%) 260 (7.43%) 2,85
335 (8.38%) 165 (4.13%) 2,03
335 (8.38%) 165 (4.13%) 2,57
850 (22.67%) 150 (4%) 5,67
-
1005 (25.13%) 545 (13.63%) 1.84
1325 (33,12%) 625 (15.63%) 2.12
1030 (27.47%) 270 (7.2%) 3,81
990 (28.29%) 460 (13.14%) 2,15
persentase terhadap harga jual Toko Pengecer persentase terhadap harga jual KUD keuntungan lembaga pemasaran biaya pemasaran
Saluran pemasaran tiga merupakan saluran pemasaran yang paling efisien secara operasional. Hal tersebut dapat dilihat dari total biaya pemasaran yang paling kecil, sebesar Rp 270 per kg dan total rasio keuntungan-biaya yang terbesar, yaitu 3,81 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 381 per kg.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Sistem pengadaan dan distribusi benih padi dilakukan dengan cara kerjasama antara lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam pengadaan dan distribusi benih padi. Tanggung jawab lembagalembaga tersebut dapat digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu lembaga yang bertanggung jawab atas ketersediaan benih padi adalah Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari, lembaga yang bertanggung jawab atas produksi benih padi adalah BBI dan Kelompok Petani Penangkar, serta lembaga yang bertanggung jawab atas penyaluran benih padi dari produsen sampai konsumen adalah KUD dan pedagang pengecer. Pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari melalui empat saluran pemasaran yaitu : (1) BBI → KUD → Pedagang Pengecer → Konsumen, (2) Kelompok Petani Penangkar → KUD → Pedagang Pengecer → Konsumen, (3) BBI → Pedagang Pengecer → Konsumen, (4) Kelompok Petani Penangkar → KUD → Konsumen.
Saluran pemasaran di Kabupaten Batang Hari pada
umumnya tidak memiliki permasalahan yang cukup berarti dalam hal penjualan dan informasi harga. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga yaitu fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi fisik meliputi pengemasan, pengangkutan, bongkar muat dan penyusutan serta fungsi fasilitas meliputi informasi pasar, penanggungan, resiko, serta pembiayaan. Dari berbagai fungsi pemasaran tersebut ada yang semua fungsinya dapat dilakukan oleh suatu lembaga pemasaran namun ada yang beberapa saja yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasaran.
83
Produsen dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran benih padi di Kabupaten Batang Hari menghadapi struktur pasar yang berbeda, akan tetapi struktur pasar yang terjadi di Kabupaten Batang Hari mengarah kepada struktur pasar oligopoli karena jumlah penjual lebih sedikit daripada pembeli. Adapun untuk sifat komoditi benih padi yang diperjual belikan homogen. Berdasarkan perhitungan total marjin pemasaran, saluran pemasaran benih padi yang paling efisien adalah saluran pemasaran tiga, karena memiliki total marjin pemasaran terkecil dari setiap saluran pemasaran sebesar Rp 1300 per kg atau 34,67 persen dari harga konsumen akhir. Apabila dilihat dari segi tingkat harga konsumen akhir, maka saluran empat merupakan saluran pemasaran menawarkan harga paling rendah yaitu sebesar Rp 3500 per kg. Harga konsumen akhir yang rendah akan menguntungkan petani padi sebagai konsumen akhir. Berdasarkan analisa terhadap total rasio keuntungan-biaya, saluran pemasaran tiga merupakan saluran pemasaran yang paling efisien secara operasional. Hal tersebut dapat dilihat dari total biaya pemasaran yang paling kecil, sebesar Rp 270 per kg dan total rasio keuntungan-biaya yang terbesar, yaitu 3,81 artinya, setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100 per kg, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 381 per kg. 6.2.
Saran Saran yang dapat diberikan dari peneliti adalah sebagai berikut :
1. Perlu kerjasama dan koordinasi yang baik antar lembaga yang terlibat dalam penyediaan benih padi di Kabupaten Batang Hari, yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari sebagai perencana dan penentu keputusan atas penyediaan benih padi dengan BBI dan Kelompok Petani Penangkar sebagai
84
produsen benih padi serta KUD dan Toko Pengecer sebagai lembaga penyalur benih padi, sehingga ketersediaan benih padi sesuai dengan kebutuhan petani padi, baik dari segi jumlah maupun waktu produksi. 2. Untuk meningkatkan kepuasan petani padi di kabupaten Batang Hari, maka saluran empat layak dipergunakan karena menawarkan harga benih padi yang paling rendah, sehingga lebih menguntungkan petani padi. 3. Saluran tiga juga layak digunakan untuk menyalurkan benih padi karena merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dari segi operasional, walaupun tingkat harga konsumen akhir relatif lebih tinggi dibandingkan saluran empat. 4. Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari diharapkan lebih giat lagi dalam mensosialisasikan pentingnya penggunaan benih padi unggul bersertifikat di tingkat petani padi, sehingga diharapkan produksi beras akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Kurnia. 2002. Analisis Efisiensi Pemasaran Akar Wangi (Studi Kasus Desa Sukakarya Kecamatan Samarang Kabupaten Garut). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim.h2002. Rice Sheed Production and Distribution http://www.jbic.go.jp/english/oec/post/2002/pdf/062_full.pdf.
Project.
Anonim. 2002. Analisis Permintaan dan Produksi beras di Indonesia 2001-2004. http://www.deptan.go.id/HomePageBBKP/PSP/news.htm Arsanti, Idha Widi. 1995. Analisis Produksi dan Strategi Pemasaran Benih (Studi Kasus pada Perum Sang Hyang Seri, Cabang Jateng dan DIY, UPB Klaten II). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik, 2003. Kabupaten Batang Hari dalam Angka, Propinsi Jambi Dahl, Dale A. dan Jerome W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis. Mc. Graw Hill. New York. Dinas Pertanian Kabupaten Batang Hari. 2004. Kebutuhan dan Produksi Benih Padi Kabupaten Batang Hari. Jambi. Dinas Tanaman Pangan, 2004. Laporan Produksi Benih Padi BBI, Propinsi Jambi Handayaningrum, Sari Atun. 1999. Analisis Produksi dan Pemasaran Benih Kentang serta Analisis Pendapatan Usahatani Kentang (Studi Kasus di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayati, Asri. 2000. Analisis Kinerja Sistem Pemasaran dan Lembaga Penunjang Pemasaran Kaitannya dengan Pengembangan Produksi Rumput Laut di Kabupaten Lombik Timur. Tesis. Program Studi Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kohl, Richard L. dan Joseph N. Uhl. 1985. Marketing of Agricultural Products. Macmillan Publishing Company. New York. Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketujuh. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta. Kotler, Philip. 1995. Mnajemen Pemasaran. Edisi Kedelapan. Salemba Empat. Jakarta. Limbong dan Sitorus. 1997. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nellya, Moonlaighis. 2000. Analisis Efisiensi Pemasaran Buah Khas Sumatera Utara di Wilayah DKI Jakarta (Komoditi Pisang Barangan dan Jeruk Medan). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
86
Nicholson, Walter. 1999. Teori Ekonomi Mikro Prinsip Pengembangannya. Penerbit Grafindo Persada. Jakarta.
Dasar
dan
Saefudin, A. M. 1979. Efisiensi Pemasaran Hasil Pertanian Rakyat. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Senobua, R. R. 1997. Analisis Pemasaran Minyak Akar Wangi dan Prospeknya dalam Meningkatkan Ekspor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, A. Soeharjo, John L Dillon, dan J. Brian Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Swastha, Basu dan Irawan. 1997. Manajemen Pemasaran Modern. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Parwitasari, U. 2004. Analisis Efisiensi Pemasaran Komoditas Alpukat (Studi Kasus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
88
KUESIONER UNTUK PRODUSEN BENIH PADI (BBI) ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI Sazili Musaqa A07400548
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
1. Tanggal Wawancara :
...................................
2. Nomor Kuesioner
:
...................................
3. Nama Responden
:
...................................
4. Nama Badan Usaha :
...................................
5. Alamat
.........................................................................
:
......................................................................... 6. Usaha produksi benih padi Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Pelaksana
Upah (Rp/HOK)
7. Faktor produksi yang digunakan Faktor Produksi
Cara Mendapatkan
Harga (Rp)
Jumlah
Biaya (Rp)
89
8. Berapa luas lahan yang digunakan untuk produksi benih padi ? m2
.............................................
9. Apakah status lahan yang digunakan untuk usaha ? ............................................. 10. Berapa jumlah produksi dan varietas yang diproduksi ? Varietas
Jumlah Produksi (kg)
11. Apakah kegiatan produksi dipengaruhi perubahan harga
Ya, alasannya
:
.........................................................................
Tidak, alasannya :
.........................................................................
12. Bagaimanakah kegiatan penjualan yang dilakukan ? Lembaga Pemasaran
Harga Jual (Rp/kg)
Jumlah Penjualan (kg)
Sistem Pembayaran
Pasar yang Dituju
13. Bagaimana penentukan harga jual ? ................................................................................................................... ................................................................................................................... 14. Apakah dilakukan penyotiran sebelum benih padi dijual ?
Ya
Jika Tidak, alasannya
Tidak :
.....................................................................
15. Apakah Anda memberikan nilai tambah pada benih padi yang dijual ?
Ya
Jika Ya, alasannya
:
Tidak .........................................................................
16. Apakah diterapkan suatu standarisasi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, standarisasinya yaitu :
............................................................
90
17. Apakah diterapkan grading ?
Ya
Tidak
Jika Ya, benih padi dibagi menjadi : ......................................................... 18. Berapa besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan, untuk : -
Biaya Tenaga Kerja
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengangkutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengemasan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyimpanan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyusutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Bongkar Muat
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Sortasi
: ........................................................ Rp/kg
-
Retribusi
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Lain-lain
: ........................................................ Rp/kg
19. Apakah dilakukan kegiatan penyimpanan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Jumlah benih padi yang disimpan ......................
Kg
-
Lokasi Penyimpanan
..................................
-
Lama penyimpanan
......................
-
Cara Penyimpanan
..................................
hari
20. Apakah dilakukan kegiatan pengemasan?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Cara pengemasan benih padi
..................................
-
Ukuran kemasan
..................................
21. Dari mana Anda mendapat informasi mengenai harga diperoleh ? ................................................................................................................... 22. Apakah ada kebebasan untuk keluar-masuk pasar ?
Ya
Tidak
Jika tidak, apakah yang menjadi syarat/ketentuan untuk keluar-masuk pasar : ................................................................................................................... ................................................................................................................... 23. Apakah sumber modal perusahaan ? ................................................................................................................... Besarnya modal
: Rp ....................................................
91
24. Apakah Anda mendapat kesulitan dalam pemasaran benih padi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, kesulitan dalam bentuk : ................................................................................................................... 25. Berapa lama perusahaan bergerak dalam pemasaran benih padi ? .......................................
tahun
92
KUESIONER UNTUK PRODUSEN BENIH PADI (PETANI PENANGKAR) ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI Sazili Musaqa A07400548
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
1. Tanggal Wawancara
:
.................................
2. Nomor Kuesioner
:
.................................
3. Nama Responden
:
.................................
4. Nama Kelompok Tani
:
.................................
6. Jumlah Anggota
:
.................................
5. Alamat
:
....................................................................... .......................................................................
6. Usaha produksi benih padi Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Pelaksana
Upah (Rp/HOK)
7. Faktor produksi yang digunakan Faktor Produksi
Cara Mendapatkan
Harga (Rp)
Jumlah
Biaya (Rp)
93
8. Berapa luas lahan yang digunakan untuk produksi benih padi ? m2
.............................................
9. Apakah status lahan yang digunakan untuk usaha ? ............................................. 10. Berapa jumlah produksi dan varietas yang diproduksi ? Varietas
Jumlah Produksi (kg)
11. Apakah kegiatan produksi dipengaruhi perubahan harga
Ya, alasannya
:
.........................................................................
Tidak, alasannya :
.........................................................................
12. Bagaimanakah kegiatan penjualan yang dilakukan ? Lembaga Pemasaran
Harga Jual (Rp/kg)
Jumlah Penjualan (kg)
Sistem Pembayaran
Pasar yang Dituju
13. Bagaimana penentuan harga jual ? ................................................................................................................... ................................................................................................................... 14. Apakah dilakukan penyotiran sebelum benih padi dijual ?
Ya
Jika Tidak, alasannya
Tidak :
.....................................................................
15. Apakah Anda memberikan nilai tambah pada benih padi yang dijual ?
Ya
Jika Ya, alasannya
:
Tidak .........................................................................
16. Apakah diterapkan suatu standarisasi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, standarisasinya yaitu :
............................................................
94
17. Apakah diterapkan grading ?
Ya
Tidak
Jika Ya, benih padi dibagi menjadi : ......................................................... 18. Berapa besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan, untuk : -
Biaya Tenaga Kerja
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengangkutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengemasan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyimpanan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyusutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Bongkar Muat
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Sortasi
: ........................................................ Rp/kg
-
Retribusi
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Lain-lain
: ........................................................ Rp/kg
19. Apakah dilakukan kegiatan penyimpanan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Jumlah benih padi yang disimpan ......................
Kg
-
Lokasi Penyimpanan
..................................
-
Lama penyimpanan
......................
-
Cara Penyimpanan
..................................
hari
20. Apakah dilakukan kegiatan pengemasan?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Cara pengemasan benih padi
..................................
-
Ukuran kemasan
..................................
21. Dari mana Anda mendapat informasi mengenai harga diperoleh ? ................................................................................................................... 22. Apakah ada kebebasan untuk keluar-masuk pasar ?
Ya
Tidak
Jika tidak, apakah yang menjadi syarat/ketentuan untuk keluar-masuk pasar : ................................................................................................................... ................................................................................................................... 23. Apakah sumber modal perusahaan ? ................................................................................................................... Besarnya modal
: Rp ....................................................
95
24. Apakah Anda mendapat kesulitan dalam pemasaran benih padi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, kesulitan dalam bentuk : ................................................................................................................... 25. Berapa lama perusahaan bergerak dalam pemasaran benih padi ? .......................................
tahun
96
KUESIONER UNTUK LEMBAGA PEMASARAN (KUD) ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI Sazili Musaqa A07400548
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
1. Tanggal Wawancara :
...................................
2. Nomor Kuesioner
:
...................................
3. Nama Responden
:
...................................
4. Nama KUD
:
...................................
5. Alamat
:
......................................................................... .........................................................................
6. Bidang Usaha - Utama
:
.........................................................................
- Sampingan
:
......................................................................... ......................................................................... .........................................................................
7. Berapa jumlah sumber benih padi yang memasok responden
Satu sumber
Lebih dari satu
8. Kegiatan pembelian benih padi yang dilakukan Varietas
Produsen Benih
Harga Beli (Rp/kg)
9. Bagaimana sifat pembelian benih padi dilakukan
Borongan
Bertahap
Jumlah Pembelian
Sistem Pembayaran
97
10. Kegiatan penjualan benih padi yang dilakukan Varietas
Harga Jual (Rp/kg)
Pembeli
Jumlah Penjualan
Sistem Pembayaran
11. Apakah Anda menjual jenis komoditas lain ? ............................................. ............................................. 12. Berapa waktu yang dibutuhkan sampai benih padi terjual habis ? .............................................
hari
13. Apakah Anda melakukan kegiatan penyimpanan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Jumlah benih padi yang disimpan ......................
Kg
-
Lokasi Penyimpanan
..................................
-
Lama penyimpanan
......................
-
Cara Penyimpanan
..................................
hari
14. Apakah Anda melakukan kegiatan pengemasan?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Cara pengemasan benih padi
..................................
-
Ukuran kemasan
..................................
15. Berapa besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan, untuk : -
Biaya Tenaga Kerja
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengangkutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengemasan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyimpanan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyusutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Bongkar Muat
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Sortasi
: ........................................................ Rp/kg
-
Retribusi
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Lain-lain
: ........................................................ Rp/kg
98
16. Apakah Anda menerapkan suatu standarisasi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, standarisasinya yaitu :
............................................................
17. Apakah Anda menerapkan grading ?
Ya
Tidak
Jika Ya, benih padi dibagi menjadi :
....................................................
18. Apakah Anda menanggung biaya resiko dari kegiatan penjualan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, biaya resikonya yaitu :
............................................................ ............................................................
19. Bagaimana Anda menentukan harga jual ? ................................................................................................................... ................................................................................................................... 20. Dari mana Anda mendapat informasi mengenai harga diperoleh ? ................................................................................................................... 21. Apakah Anda bebas untuk keluar-masuk pasar ?
Ya
Tidak
Jika tidak, apakah yang menjadi syarat/ketentuan untuk keluar-masuk pasar : ................................................................................................................... ................................................................................................................... 22. Apakah anda memberikan bantuan kepada konsumen (petani padi) ?
Ya
Tidak
Jika ya, bantuan dalam bentuk
: ............................................................
Dalam jangka waktu
: ............................................................
23. Apakah sumber modal usaha ? ................................................................................................................... Besarnya modal
: Rp ....................................................
24. Apakah Anda mendapat kesulitan dalam pemasaran benih padi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, kesulitan dalam bentuk :
Menjual benih padi
Keterangan
:
Membeli benih padi
.............................................................................
25. Berapa lama Anda bergerak dalam pemasaran benih padi ? .......................................
tahun
99
KUESIONER UNTUK TOKO PENGECER ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI Sazili Musaqa A07400548
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
1. Tanggal Wawancara :
...................................
2. Nomor Kuesioner
:
...................................
3. Nama Responden
:
...................................
4. Nama Toko
:
...................................
5. Alamat
:
......................................................................... .........................................................................
6. Bidang Usaha - Utama
:
.........................................................................
- Sampingan
:
......................................................................... ......................................................................... .........................................................................
7. Berapa jumlah sumber benih padi yang memasok responden
Satu sumber
Lebih dari satu
8. Kegiatan pembelian benih padi yang dilakukan Varietas
Produsen Benih
Harga Beli (Rp/kg)
9. Bagaimana sifat pembelian benih padi dilakukan
Borongan
Bertahap
Jumlah Pembelian
Sistem Pembayaran
100
10. Kegiatan penjualan benih padi yang dilakukan Varietas
Harga Jual (Rp/kg)
Pembeli
Jumlah Penjualan
Sistem Pembayaran
11. Apakah Anda menjual jenis komoditas lain ? ............................................. ............................................. 12. Berapa waktu yang dibutuhkan sampai benih padi terjual habis ? .............................................
hari
13. Apakah Anda melakukan kegiatan penyimpanan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Jumlah benih padi yang disimpan ......................
Kg
-
Lokasi Penyimpanan
..................................
-
Lama penyimpanan
......................
-
Cara Penyimpanan
..................................
hari
14. Apakah Anda melakukan kegiatan pengemasan?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Cara pengemasan benih padi
..................................
-
Ukuran kemasan
..................................
15. Berapa besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan, untuk : -
Biaya Tenaga Kerja
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengangkutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Pengemasan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyimpanan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Penyusutan
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Bongkar Muat
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Sortasi
: ........................................................ Rp/kg
-
Retribusi
: ........................................................ Rp/kg
-
Biaya Lain-lain
: ........................................................ Rp/kg
101
16. Apakah Anda menerapkan suatu standarisasi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, standarisasinya yaitu :
............................................................
17. Apakah Anda menerapkan grading ?
Ya
Tidak
Jika Ya, benih padi dibagi menjadi :
....................................................
18. Apakah Anda menanggung biaya resiko dari kegiatan penjualan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, biaya resikonya yaitu :
............................................................ ............................................................
19. Bagaimana Anda menentukan harga jual ? ................................................................................................................... ................................................................................................................... 20. Dari mana Anda mendapat informasi mengenai harga diperoleh ? ................................................................................................................... 21. Apakah Anda bebas untuk keluar-masuk pasar ?
Ya
Tidak
Jika tidak, apakah yang menjadi syarat/ketentuan untuk keluar-masuk pasar : ................................................................................................................... ................................................................................................................... 22. Apakah anda memberikan bantuan kepada konsumen (petani padi) ?
Ya
Tidak
Jika ya, bantuan dalam bentuk
: ............................................................
Dalam jangka waktu
: ............................................................
23. Apakah sumber modal usaha ? ................................................................................................................... Besarnya modal
: Rp ....................................................
24. Apakah Anda mendapat kesulitan dalam pemasaran benih padi ?
Ya
Tidak
Jika Ya, kesulitan dalam bentuk :
Menjual benih padi
Keterangan
:
Membeli benih padi
.............................................................................
25. Berapa lama Anda bergerak dalam pemasaran benih padi ? .......................................
tahun
102
KUESIONER UNTUK KONSUMEN (PETANI PADI) ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI Sazili Musaqa A07400548
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
1. Tanggal Wawancara :
...................................
2. Nomor Kuesioner
:
...................................
3. Nama Responden
:
...................................
Formal
:
...................................
Non Formal
:
...................................
4. Pendidikan Terakhir
................................... 5. Alamat
:
......................................................................... .........................................................................
6. Bidang Usaha - Utama
:
.........................................................................
- Sampingan
:
......................................................................... .........................................................................
7. Kebutuhan benih padi yang digunakan untuk usaha tani Varietas Benih Padi
Kebutuhan Benih Padi (kg/tahun)
Cukup
Kurang
103
8. Pembelian benih padi Varietas Benih Padi
Harga Benih Padi (Rp/kg)
Tempat Pembelian
Sistem Pembayaran
9. Apakah Anda mengalami kesulitan dalam memperoleh benih padi ?
Ya
Jika Ya, alasannya
:
Tidak .........................................................................
10. Apakah tingkat harga benih padi memberatkan Anda ?
Ya
Jika Ya, alasannya
:
Tidak .........................................................................
Tingkat harga yang diinginkan
:
.......................................... Rp/kg
11. Apakah kegiatan pembelian benih padi dipengaruhi perubahan harga benih padi ?
Ya, alasannya
:
.........................................................................
Tidak, alasannya :
.........................................................................
12. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh benih padi ? ................................... Rp/kg 13. Apakah Anda melakukan kegiatan penyimpanan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, maka : -
Jumlah benih padi yang disimpan ......................
Kg
-
Lokasi Penyimpanan
..................................
-
Lama penyimpanan
......................
-
Cara Penyimpanan
..................................
hari
14. Dari mana Anda mendapat informasi mengenai harga diperoleh ? ................................................................................................................... 15. Apakah Anda bebas untuk keluar-masuk pasar ?
Ya
Tidak
Jika tidak, apakah yang menjadi syarat/ketentuan untuk keluar-masuk pasar : ...................................................................................................................
104
16. Apakah Anda ikut menentukan harga beli benih padi ?
Ya
Tidak
17. Apakah anda mendapat bantuan dari lembaga pemasaran ?
Ya
Tidak
Jika ya, bantuan dalam bentuk
: ............................................................
Dalam jangka waktu
: ............................................................
18. Berapa luas lahan yang digunakan untuk produksi benih padi ? .............................................
m2
19. Apakah status lahan yang digunakan untuk usaha ? ............................................. 20. Berapa produksi beras yang anda hasilkan ? .............................................
kg
20. Apakah sumber modal usaha ? ................................................................................................................... Besarnya modal
: Rp ....................................................
21. Berapa lama Anda membeli benih padi untuk usaha tani ? .......................................
tahun