Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi ………………….. Bambang Sunardi dkk
Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi Wilayah Nusa Tenggara Barat, Tahun 1973-2015 Seismotectonic and Earthquake Periodicity of West Nusa Tenggara, 1973-2015 Bambang Sunardi1*, Melinda Utami Istikomah2, Sulastri1 1
Puslitbang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No 2 Kemayoran, Jakarta 10720 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram 83125
2
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Naskah masuk : 28 Oktober 2016 Naskah diperbaiki : 2 Desember 2016 Naskah diterima : 13 Maret 2017
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tingkat kegempaan relatif tinggi. Oleh karena itu, penelitian tentang mitigasi bencana gempabumi penting dilakukan untuk wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan memetakan parameter seismotektonik serta periode ulang gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat. Data yang dipakai adalah katalog gempabumi dari USGS dan BMKG periode 1973 hingga 2015 dengan batasan koordinat 113o – 122o BT dan 4o – 13o LS. Penentuan dan pemetaan parameter seismotektonik dengan metode Gutenberg-Richter dilakukan dengan menggunakan software ZMAP serta ArcGIS versi 10. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai-b berkisar antara 0,972 – 1,44 serta nilai-a berkisar 6,67 – 9,1. Periodesitas gempabumi dengan magnitudo 6 berkisar 5 hingga 18 tahun, magnitudo 6.5 berkisar 16 hingga 67 tahun serta magnitudo 7 berkisar 54 hingga 304 tahun.
Kata kunci: Kegempaan Nusa Tenggara Barat Periodesitas Seismotektonik Gutenberg-Richter Maksimum likelihood
ABSTRACT Keywords: Seismicity West Nusa Tenggara Periodicity Seismotectonic Gutenberg-Richter Maximum likelihood
West Nusa Tenggara is one of Indonesian area which has a relatively high level of seismicity. Therefore, research on earthquake disaster mitigation is important to do in this region. This paper aimed to determine and plot seismotectonic parameters and earthquakes return periods in West Nusa Tenggara region. The data used are USGS and BMKG earthquake catalogs from 1973 to 2015 and limited by coordinate 113o- 122o E and 4o – 13o S. Determination and plotting seismotectonic parameters based on Gutenberg-Richter method by using ZMAP and ArcGIS version 10 softwares. The results showed that the b-values ranging between 0.972 and 1.44 as well as the a-values around 6.67 to 9.1. Earthquake periodecities of magnitude 6, 6.5 and 7 were around 5 to 18 years, 16 to 67 years and 54 to 304 years respectively. © 2017 Jurnal Riset Geofisika Indonesia
1. PENDAHULUAN
Wilayah Nusa Tenggara terbagi menjadi dua provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang terbagi menjadi dua wilayah zona tektonik besar yaitu busur kepulaun Sunda dan busur kepulauan Banda seperti ditunjukkan pada Gambar 1 [3]. Tingginya aktivitas seismik wilayah NTB disebabkan karena kawasan ini diapit oleh dua generator sumber gempabumi, yaitu dari arah selatan Sumbawa berupa desakan lempeng Indo-Australia, dan di sebelah utara Sumbawa terdapat sesar aktif busur belakang (Flores thrust). Penelitian tentang parameter seismotektonik di Indonesia antara lain pernah dilakukan oleh Rohadi [4] yang melakukan studi seismotektonik sebagai indikator potensi gempabumi di wilayah Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah FrequencyMagnitude Disribution (FMD) untuk mengetahui aktivitas kegempaan di suatu wilayah. Distribusi spasial seismotektonik yang relatif tinggi meliputi pantai timur
Sebagian besar wilayah Indonesia memiliki tingkat gempabumi yang relatif tinggi, salah satunya wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara tektonik, Nusa Tenggara Barat berada di wilayah Busur Sunda bagian timur, membentang dari Selat Sunda ke timur hingga Pulau Sumba [1]. Busur Sunda bagian timur memiliki beberapa karakteristik, yaitu penunjaman lempeng tektonik, busur gunung berapi dan jalur gempabumi. Seismisitas Nusa Tenggara Barat cukup rapat karena dipengaruhi aktivitas penunjaman lempeng Indo-Australia di sebelah selatan dan Flores back arc thrust fault disebelah utara, mengakibatkan daerah ini termasuk daerah rawan terhadap bahaya gempabumi [2].
Korespondensi penulis. Alamat e-mail:
[email protected]
23
JURNAL RISET GEOFISIKA INDONESIA VOL.1 NO. 1 – TAHUN 2017 : 23-28
Sumatera (Bengkulu) hingga bagian selatan Jawa Barat, sebelah selatan Jawa Timur dan selatan Bali - Nusa Tenggara, laut Banda dan utara Sulawesi. Untuk memahami proses yang mengontrol gempabumi besar memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik seismotektonik dan variasi spasialnya [4]. Untuk analisis seismotektonik lebih detail, perlu dilakukan penelitian pada wilayah yang lebih lokal. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis parameter seismotektonik wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang direpresentasikan dalam nilai-a dan nilai-b, relasi Gutenberg–Richter [5], serta menentukan periodesitas gempabumi dengan magnitudo tertentu. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya mitigasi bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat. Relasi Gutenberg-Richter dinyatakan dalam suatu hubungan yang sederhana sebagai :
log( n) bM a
magnitudo yang dipergunakan mengacu pada korelasi konversi antara beberapa magnitudo untuk wilayah Indonesia [8]. Distribusi frekuensi magnitudo menggambarkan distribusi katalog tentang bagaimana hubungan magnitudo dan jumlah gempa yang terjadi. Parameter paling penting dalam menentukan nilai-b dan nilai-a adalah magnitude completenes (Mc), dimana diperlukan deskripsi akurat dari Mc lokal karena Mc pada wilayah penelitian sangat bervariasi. Mc dilakukan untuk melihat kelengkapan data sehingga dapat diketahui kelengkapan magnitudonya. Mc ini dapat diperoleh dengan cukup akurat dari data observasi dengan mengasumsikan sebuah power-law distribution sehingga kehilangan data diujung katalog dapat dimodelkan. Besarnya Mc ini sangat berpengaruh terhadap penentuan nilai-b dengan metode maximum likelihood. Jika ditinjau dari jenisnya, data gempabumi dari USGS dan BMKG dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu gempabumi utama dan gempabumi susulan. Pemisahan gempabumi utama dari gempabumi susulan dilakukan untuk memperoleh data yang independen. Proses pemisahan ini sering juga disebut declustering. Langkah tersebut mengacu pada rumusan empiris dari Gardner dan Knopoff [9] dan pengolahan menggunakan software ZMAP [10].
(1)
dimana N merupakan jumlah gempabumi dengan magnitudo lebih besar atau sama dengan M. Nilai-a dan nilai-b merupakan suatu konstanta. Nilai-a menunjukkan aktivitas seismik dan bergantung pada periode pengamatan, luas daerah pengamatan, serta tingkat aktivitas seismik suatu wilayah. Nilai-b merupakan parameter tektonik yang bergantung pada karakter tektonik dan tingkat stress atau struktur material suatu wilayah yang menunjukkan jumlah relatif dari getaran yang kecil hingga besar dan secara teoritis tidak bergantung pada periode pengamatan tetapi hanya bergantung pada sifat tektonik dari gempabumi sehingga dapat dianggap sebagai suatu parameter karakteristik suatu gempabumi untuk daerah tektonik aktif.
2. METODE PENELITIAN Tahapan penelitian kuantitatif untuk mendapatkan nilai-a, nilai-b serta waktu periode ulang terjadi gempabumi dengan magnitudo tertentu di wilayah Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan menggunakan data sekunder yang bersumber dari data katalog USGS [6] dan BMKG [7] dari tahun 1973 sampai tahun 2015 dengan batasan koordinat 1130 – 1220 BT dan 40 – 130 LS. Sebelum pengolahan data, dilakukan seleksi data gempabumi untuk menghilangkan data yang tidak memiliki kelengkapan seperti waktu kejadian dan besarnya magnitudo gempabumi. Sedangkan penyeragaman magnitudo dilakukan karena data-data kejadian gempabumi yang dikumpulkan memiliki skala magnitudo yang berbeda-beda. Skala magnitudo yang terdapat pada data gempabumi antara lain adalah magnitudo gelombang permukaan (Ms), magnitudo gelombang badan (Mb), dan moment magnitudo (Mw). Skala-skala magnitudo tersebut dikonversi terlebih dahulu menjadi skala moment magnitude (Mw) sebelum digunakan dalam analisis data. Momen magnitude (Mw) merupakan skala magnitudo gempabumi yang terbaik dan konsisten dalam menunjukkan besar kekuatan gempabumi dan berhubungan langsung dengan sifat fisik dari sumber gempabumi. Dalam penelitian ini, konversi
Gambar 1. Peta setting tektonik Indonesia yang menunjukan batas antara Busur Sunda dan Busur Banda [3].
Analisis parameter seismotektonik di wilayah Nusa Tenggara Barat dilakukan dengan menggunakan salah satu metoda statistik kegempaan yaitu metode maximum likelihood yang dikemukakan oleh Utsu [11] sebagaimana persamaan 1.
b
log e 0.4343 M M min M M min
(2)
dimana M merupakan magnitudo rata-rata dan Mmin merupakan magnitudo minimum. Nilai standar deviasinya dapat ditentukan menggunakan formula dari Shi and Bolt [12] sebagaimana persamaan 2.
b 2.30b 2 24
M n
i 1
M / nn 1 2
i
(3)
Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi ………………….. Bambang Sunardi dkk Magnitude Histogram
Untuk menentukan parameter-parameter tersebut, wilayah penelitian dibagi menjadi grid-grid dan untuk tiap grid dalam suatu radius konstan mengandung sejumlah kejadian gempabumi. Dalam penelitian ini, dipilih kriteria yaitu jumlah gempa N=50 , radius konstan 110 km, dan grid pengolahan data yaitu 0,10 x 0,10. Nilai-a ditentukan dari persamaan 3.
100
Number
a log N (M M 0 ) log( b ln 10) M 0bˆ
150
(4)
50
(5) Jumlah gempabumi per tahun dihitung dengan membagi nilai-a dengan periode observasi (T).
0
atau untuk distribusi kumulatif
a ' a log(b ln10)
a1 a / logT
0
2
4 Magnitude
6
8
Gambar 2. Histogram magnitudo data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
a1' a / logT
Jumlah frekuensi kumulatif gempabumi per tahun ditentukan menggunakan persamaan 7.
Depth Histogram 800
N 1 M 10a1 bM '
(6) Kemungkinan terjadinya satu kali atau lebih gempabumi dengan magnitudo > M dalam periode T ditentukan dengan persamaan 8.
Number
600
P(M , T ) (1 e N ( M )T )
(7) Nilai rata-rata periode ulang gempabumi ditentukan berdasarkan persamaan 9.
1 tahun N1 (M )
400
200
0 0
(8)
200
400 Depth
600
Gambar 3. Histogram kedalaman data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Time Histogram
Wilayah Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya memiliki aktifitas seismik yang relatif tinggi akibat kondisi seismotektonik di wilayah tersebut. Dalam kurun waktu tahun 1973 - 2015 terjadi ribuan gempabumi di wilayah tersebut dengan magnitudo dominan ≥ 4 sebagaimana terlihat dalam Gambar 2. Distribusi gempabumi terhadap kedalaman dominan oleh gempabumi dengan kedalaman kurang dari 50 km bisa dilihat pada Gambar 3, sedangkan dari sisi waktu, gempabumi yang paling banyak terjadi yaitu pada tahun 2012 (Gambar 4). Perhitungan nilai-b dilakukan menggunakan estimasi maximum likelihood. Variasi spasial hasil perhitungan kemudian dipetakan menggunakan software ArcGis 10. Hasil perhitungan nilai-b untuk wilayah Nusa Tenggara Barat bervariasi dengan kisaran nilai 0,972 1,44, dan variasi spasial nilai-b wilayah Nusa Tenggara Barat ditunjukkan pada Gambar 5.
600 500
Number
400 300 200 100 0 1970
1980
1990 2000 Time
2010
2020
Gambar 4. Histogram waktu data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
Wilayah dengan nilai-b yang rendah berkorelasi dengan tingkat stress yang tinggi, sedangkan nilai-b tinggi berkorelasi dengan tingkat stress yang rendah. Wilayah dengan nilai-b yang rendah memiliki potensi yang relatif lebih tinggi untuk terjadi gempabumi dengan kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang memiliki nilai-b tinggi. Hal ini dapat dipahami karena wilayah dengan nilai-b rendah mengalami akumulasi stress yang belum dilepaskan. Selain itu, 25
JURNAL RISET GEOFISIKA INDONESIA VOL.1 NO. 1 – TAHUN 2017 : 23-28
wilayah dengan heterogenitas yang besar berkorelasi dengan nilai-b yang tinggi. Daerah yang memiliki nilai-b relatif tinggi berada di daerah Bima bagian timur yaitu berkisar 1,26 - 1,44. Daerah Bima dan sekitarnya terdapat dua generator gempabumi, yaitu di sebelah selatan terdapat zona subduksi dan di sebelah utara terdapat Patahan Busur Belakang Flores. Daerah dengan nilai-b relatif rendah berada di Pulau Lombok yaitu berkisar 0,972 - 1,16. Daerah Lombok terdapat generator gempabumi zona subduksi yang berada di sebelah selatan daerah tersebut. Daerah Bima bagian timur frekuensi terjadinya gempabumi relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya, yang berkorelasi dengan nilai-b yang tinggi. Variasi spasial nilai-a untuk wilayah Nusa Tenggara Barat berkisar antara 6,67- 9,1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Nilai-a merupakan parameter seismik yang besarnya bergantung pada banyaknya kejadian gempabumi. Wilayah Nusa Tenggara Barat yang memiliki nilai-a relatif lebih tinggi berada di daerah Bima bagian timur yaitu berkisar 8.14 - 9.1.
Sedangkan daerah yang memiliki nilai-a relatif rendah berada di daerah Lombok dan sekitarnya yaitu berkisar 6,67 - 7,64. Makin besar nilai-a di suatu daerah berarti daerah tersebut memiliki aktivitas seismik yang semakin tinggi, sebaliknya daerah yang memiliki nilai-a relatif kecil, aktivitas seismiknya akan relatif lebih rendah. Variasi spasial nilai-a ini mempunyai kemiripan pola dengan variasi spasial nilai-b, yaitu mempunyai nilai yang rendah di daerah Lombok, dan mempunyai nilai yang tinggi di daerah Bima. Periode ulang gempabumi dengan magnitudo 6 ditunjukkan pada Gambar 7. Daerah Dompu dan Bima bagian utara memiliki waktu periode ulang berkisar 5 - 8 tahun. Waktu periode ulang daerah tersebut relatif lebih cepat dibandingkan daerah lainnya. Sebaliknya Pulau Lombok cenderung memiliki periode ulang gempabumi yang relatif lebih lama yaitu berkisar 8 - 18 tahun berkorelasi dengan tingkat kegempaan di Pulau Lombok yang relatif lebih rendah.
Gambar 5. Variasi spasial nilai-b wilayah Nusa Tenggara Barat dari data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
Gambar 6. Variasi spasial nilai-a wilayah Nusa Tenggara Barat dari data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
Gempabumi dengan magnitudo 6,5 berpeluang lebih cepat terjadi di daerah Sumbawa bagian utara, Dompu bagian utara, dan Bima bagian utara dengan
estimasi waktu perulangan gempabumi berkisar 16 - 27 tahun (Gambar 6). Daerah Bima bagian timur laut, Sumbawa bagian barat dan sebagian besar Lombok 26
Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi ………………….. Bambang Sunardi dkk
memiliki waktu periode ulang relatif lebih lama dibandingkan dengan daerah lain disekitar Bima. Daerah Sumbawa dan sekitarnya memiliki aktivitas gempabumi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Lombok, namun gempabumi yang terjadi di daerah tersebut didominanasi oleh gempabumi dengan magnitudo yang kecil. Periode ulang terjadinya gempabumi dengan magnitudo 7 ditunjukkan pada Gambar 9. Daerah dengan waktu perulangan gempabumi lebih cepat meliputi Sumbawa bagian utara, Dompu bagian utara, dan Bima bagian utara dengan rentang waktu 54 - 104 tahun, sedangkan daerah Bima bagian timur laut, Sumbawa bagian barat dan sebagian besar Lombok memiliki waktu periode ulang relatif lebih lama berkisar 154 – 304 tahun. Daerah yang memiliki waktu periode ulang gempabumi dengan magnitudo 7.5 relatif lebih cepat yaitu daerah Sumbawa bagian utara dan Sumbawa bagian selatan, Dompu bagian utara, dan Bima bagian utara
dengan rentang waktu berkisar 178 - 419 tahun. Daerah Bima bagian timur memiliki rentang waktu periode ulang relatif lebih lama dibandingkan dengan wilayah lain disekitar Pulau sumbawa (Gambar 10).
4. KESIMPULAN Distribusi spasial seismotektonik wilayah Nusa Tenggara Barat, diketahui bahwa nilai-b berkisar antara 0.972 – 1.44. Variasi spasial nilai-a berkisar antara 6,679,1. Periode ulang gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat untuk magnitudo 6 SR berkisar 5 - 18 tahun, untuk magnitudo 6.5 SR berkisar 16 – 67 tahun, magnitudo 7 berkisar 54 – 304 tahun, magnitudo 7.5 berkisar 178 – 1.386 tahun. Daerah yang mempunyai periode ulang pada rentang magnitudo dari 6 - 7,5 dan rentang waktu paling cepat adalah Sumbawa bagian utara, Dompu bagian utara, dan Bima bagian utara.
Gambar 7. Periode ulang gempabumi magnitudo 6 SR wilayah Nusa Tenggara Barat dari data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
Gambar 8. Periode ulang gempabumi magnitudo 6.5 SR wilayah Nusa Tenggara Barat dari data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
27
JURNAL RISET GEOFISIKA INDONESIA VOL.1 NO. 1 – TAHUN 2017 : 23-28
Gambar 9. Periode ulang gempabumi magnitudo 7 SR wilayah Nusa Tenggara Barat dari data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
Gambar 10. Periode ulang gempabumi magnitudo 7.5 SR wilayah Nusa Tenggara Barat dari data gempabumi USGS dan BMKG 1973-2015.
[7]
USGS Earthquake Archives, http://earthquake. usgs.gov/earthquakes/search. [8] M. Asrurrifak, Peta Respon Spektra Indonesia untuk Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa dengan Model Sumber Tiga Dimensi dalam Analisis Probabilistik. Disertasi. Institut Teknologi Bandung. Indonesia (2010). [9] J. K. Gardner, and L. Knopoff, Is the Sequence of Earthquakes in Southern California, With Aftershocks Removed, Poissonian?, Bulletin of the Seismological Society of America, 64, 1 (1974), 363–1,367. [10] S. Wiemer, A Software Package to Analyze Seismicity: ZMAP, Seismological Research Letters, 72 (2001), 373-382. [11] T. Ustu, A method in determining the value of b in a formula logn=a-bM showing the magnitude frequency for earthquakes, Geophys. Bull. Hokkaido Univ., 13 (1965), 99-103. [12] Y. Shi, and B. A. Bolt, The standard error of the magnitude-frequency b value, Bull. Seismol. Soc. Am., 72 (1982), 1677-1687.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4]
[5]
[6]
N. T. Puspito, and K. Shimazaki, Mantel structure and seismotectonicsof the Sunda and Banda arcs, Tectonophysics, 251(1995), 215-228. Wandono, Analisis Hubungan FrekuensiMagnitudo Gempa Bumi di Bali dan Sekitarnya, Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9, 3 (2004), 273277. Wisnu, Bintoro, Laporan Survey Nusa Tenggara Barat, BMKG, Jakarta (2008). S. Rohadi. Studi Seismotektonik Sebagai Indikator Potensi Gempabumi Di Wilayah Indonesia, Jurnal Meteorologi dan Geofisika 10, 2 (2009), 111-120. R. Gutenberg, and C.F. Richter, Frequency of earthquakes in California, Bulletin of the Seismological Society of America, 34 (1944), 185188. BMKG earthquake repository, BMKG Data Repository, http://repogempa.bmkg.go.id/query. php. 28