ANALISIS DATA SEISMOGRAM UNTUK MENENTUKAN PARAMETER MAGNITUDE GEMPABUMI (Studi Kasus Gempabumi Padang 30 September 2009) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : FAUZI NIM : 108097000033
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
i
PENGESAHAN UJIAN Skripsi yang berjudul “Analisis Data Seismogram Untuk Menentukan Parameter Magnitude Gempabumi (Studi Kasus Gempabumi Padang 30 September 2009)” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakutas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin 2 Agustus 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu ( S1 ) Jurusan Fisika.
Jakarta, Agustus 2010
Tim Penguji,
Penguji I
Penguji II
Drs. Sutrisno, M.Si NIP :19590202 198203 1 005
Arif Tjahjono, M.Si NIP : 150 389 715 Mengetahui,
Dekan Fak. Sains dan Teknologi
Ketua Jurusan Fisika
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP : 19680117 200112 1 001
Drs. Sutrisno, M.Si NIP : 19590202 198203 1 005
ii
LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini merupakan karya tulis saya sendiri dan bukan merupakan tiruan, salinan atau duplikat dari Skripsi yang telah dipergunakan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik dilingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maupun diperguruan tinggi lain, serta belum pernah dipublikasikan. Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta bersedia menerima segala resikonya jika ternyata pernyataan diatas tidak benar.
Jakarta,
Juli 2010
FAUZI NIM. 108097000033
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Data Seismogram Untuk Menentukan Parameter Gempabumi (Studi Kasus Gempa Padang 30 September 2009)” dengan baik. Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat kelulusan menempuh perkuliahan jenjang Sarjana (S1) di Program Studi Fisika, Jurusan Geofisika - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan Laporan Tugas
Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah - yang telah memberikan izin penulisan Laporan Tugas Akhir. 2. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si. selaku Ketua Jurusan Program Studi Fisika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan izin, bimbingan dan arahan kepada penulis. 3. Bapak Rahmat Triyono, ST, M.Sc selaku Kepala Sub Bidang Informasi Gempa, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jakarta yang telah memberikan izin waktunya kepada penulis untuk kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah - Jakarta. 4. Bapak Benny Hendrawanto, MT. Selaku Dosen Pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna bagi kelancaran dan terselesaikanya penulisan laporan tugas akhir ini.
iv
5. Ibu Siti Ahmiatri Saptari, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberikan saran kepada penulis sampai selesai penulisan laporan tugas akhir ini. 6. Istriku, Bunga Ch. Rosha dan buah hatiku, Hilya Aisyah Robbani yang telah menginspirasi, memotivasi dan memberikan semangat dalam kuliah dan proses penulisan laporan tugas akhir ini hingga selesai. 7. Orang tua dan mertua beserta keluarga atas do’a dan dukunganya yang tak terhingga sehingga terselesaikanya laporan tugas akhir dan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Teman- teman kuliah dari BMKG Sirojudin, Novi dan Arif yang bersama sama dalam suka duka menjalani kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Teman - teman Fisika UIN angkatan 2006, 2007 dan 2008 yang tidak bisa disebutkan disini yang dengan kebersamaan dan
kekompakanya selama
dalam menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Teman - teman kantor kelompok 2 khususnya dan teman - teman staf operasional Gempabumi dan Tsunami BMKG yang tidak bisa disebutkan disini yang terus menyemangati dan memberikan toleransi selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 11. Teman - teman kajian di Mushola “Al-Hidayah” yang memotivasi dan memberikan semangat dalam menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari
bahwa
masih
banyak
kekurangan
yang
perlu
disempurnakan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik sebagai masukan agar dapat bermanfaat dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
Jakarta, 12 Juli 2009 Penulis v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………………. i LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………... ii LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI………………………………………….............. iii KATA PENGANTAR……………………………………………………………... iv DAFTAR ISI………………………………………………………………………..vi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………. x DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..xi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………..xii ABSTRAK…………………………………………………………………………. xiii ABSTRACT………………………………………………………………………... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1 1.2.Tujuan Penulisan….…………………………………………………….7 1.3.Manfaat Penulisan…………………………………………………........ 8 1.4. Batasan Masalah…………………………………………………….. 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………...9 1.6. Sistematika Penulisan…………………………………………............. 10
vi
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gempabumi………………………………………………………….... 9 2.2. Gelombang Seismik (Seismic wave)………………………………….. 14 2.2.1. Gelombang Badan (Body Wave)………………………………. 15 2.3.2. Gelombang Permukaan (Surface Wave)……………………….. 16 2.3. Magnitudo Gempabumi……………………………………………….. 17 2.3.1. Magnitudo Lokal (ML) ………………………………………... 18 2.3.2. Magnitude Bodywave (mb)………………………………......... 19 2.3.3. Bodywave Magnitude (mB)…………………………................ 21 2.3.4. Magnitudo Gelombang Permukaan (Ms) ……………............... 22 2.3.5. Magnitude Momen (Mw) ……………............... ………………23 2.3.6. Hubungan antar magnitude…………................. ………………25 2.4. Intensitas Gempabumi ………………………………………………... 26 2.5. Energi Gempabumi………………………………………………........ 29 2.6. Teori Tektonik Lempeng…………………………………………........ 29 2.7. Sesar (patahan)………………………………………………………. 30 2.8. Tatanan Tektonik Sumatera Barat…………………………………… 32
BAB III DATA DAN METODE PENELITIAN 3.1. Data Penelitian……………………………..………………………… 35 3.2. Metode Penelitian……………………………..…………………….. 37
vii
3.3. Peralatan Penelitian......................................................................
40
3.3.1. Perangkat Keras ( Hardware)...........................................
40
3.3.2. Perangkat Lunak (Software).............................................
40
3.4. Pengolahan Data............................................................................
41
3.4.1. Menentukan Magnitude Lokal (ML)...............................
41
3.4.2. Menentukan Magnitude Body (mb).................................
42
3.4.3. Menentukan Magnitude Body (mB).................................
43
3.4.4. Menentukan Magnitude Surface (Ms)..............................
44
3.4.5. Penentuan Seismik Moment (Mo) dan Magnitude moment (Mw)....................................................................
44
3.4.6. Menentukan Momen Seismik dan Mekanisme Focal..................................................
.......... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendekatan Rumus Empiris Magnitude…………………….... ……... 48 4.1.1. Magnitude Lokal (ML)………………………………………. 50 4.1.2. Magnitude Surface (Ms)……………………………………... 51 4.1.3. Body Magnitude (mB)……………………………………….. 53 4.1.4. Magnitude Body (mb)……………………………………….. 54 4.2. Hubungan Antara Magnitude Untuk Magnitude Momen (Mw)…….. 56 4.3. Moment Seismik dan Mekanisme Focal……………………………... 58 viii
4.4. Hasil Parameter Empiris dengan BMKG dan USGS……………….
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………... 66 5.2. Saran -saran…………………………………………………………… 67 DAFTAR PUSTAKA....................……………………………………………….. 68 LAMPIRAN………………………………………………………………………..69
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1.1.
Seismisitas wilayah Sumatra Barat (gempa merusak dan tidak merusak) Periode 2000 – 2009…………………… 2
Gambar 2.1.
Pemekaran dasar samudera……………………………….. 14
Gambar 2.2.
Pola rambatan gelombang P dan S………………………. 16
Gambar 2.3.
Pola rambatan gelombang permukaan (Surface Wave)…... 17
Gambar 2.4.
Ketetapan Richter dalam menentukan Magnitude Local (ML)……………………………………….. ………19
Gambar 2.5.
Grafik Guntenberg & Richter Q(∆, h) Untuk mb, mB…… 22
Gambar 2.6.
Penggunaan seismogram dalam penentuan mb, mB, Mw dan Ms……………………………………………….. 23
Gambar 2.7.
Kopel ganda dan equivalen kopel ganda............................. 24
Gambar 2.8.
Tatanan tektonik di Indonesia…………………………….. 33
Gambar 2.9.
Tektonik wilayah Indonesia bagian barat dan kecepatan pergerakan Lempeng Indo – Australia yang menunjam di bawah Lempeng Eurasia (Lasitha dkk., 2006)………… 34
Gambar 3.1.
Peta Sebaran sensor stasiun dari data seismogram……….. 36
Gambar 3.2.
Diagram Alir Penentuan Magnitude.................................... 39
Gambar 4.1.
Seismogram (waveform) dari masing – masing sensor stasiun……………………………………………... 49
Gambar 4.2.
Ketetapan pembacaan Amplitude dan Perioda…………… 50
Gambar 4.3.
Lokasi episenter gempabumi Padang……………………. 59
Gambar 4.4.
Mekanisme focal dan sebaran waveform………………… 60
Gambar 4.4.
Fungsi moment gempabumi Padang……………………… 61
Gambar 4.4.
Hasil parameter gempa Seiscomp3 – BMKG……………. 62
Gambar 4.4.
Hasil analisis mekanisme pergeseran sesar pada sumber
Gempa USGS...................................................................... 65
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Sebaran Data Seismogram dari sensor stasiun……………. 35
Tabel 4.1.
Sebaran nilai Magnitude Lokal (ML) yang diperoleh……... 50
Tabel 4.2.
Nilai Sebaran data xi – x untuk Magnitude Lokal (ML)….. 51
Tabel 4.3.
Sebaran nilai Magnitude Surface (Ms) yang diperoleh……. 52
Tabel 4.4.
Nilai Sebaran data xi – x untuk Magnitude Surface (Ms)…. 52
Tabel 4.5.
Sebaran nilai Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) Yang diperoleh …………………………………………. 53
Tabel 4.6.
Nilai Sebaran data xi – x untuk magnitude Body (mB)….. 54
Tabel 4.7.
Sebaran nilai magnitude body (mb) yang diperoleh……….. 54
Tabel 4.8.
Nilai Sebaran data xi – x untuk magnitude body (mb)……. 55
Tabel 4.9.
Sebaran nilai moment seismik (Mo) yang diperoleh……… 57
Tabel 4.10.
Sebaran nilai Magnitude moment (Mw) yang diperoleh…... 57
Tabel 4.11.
Nilai Sebaran data xi – x untuk Magnitude Moment (Mw)... 58
Tabel 4.12.
Parameter BMKG untuk gempa Padang 30 September…… 62 2009
Tabel 4.13.
Perbandingan parameter magnitude BMKG dengan Magnitude empiris Padang 30 September 2009…………… 64
Tabel 4.14.
Perbandingan parameter magnitude BMKG dan USGS….. 64
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Respon Data Seismogram………………………. 69 Lampiran 2 Hasil Pembacaan Perioda Berdasarkan Amplitude Maksimum Seismogram…………………………………… 77 Lampiran 3 Hasil Pembacaan Amplitude Berdasarkan Amplitude Maksimum Seismogram…………………………………… 78 Lampiran 4 Hasil Pembacaan Amplitude Berdasarkan Amplitude Maksimum Seismogram Gelombang P (mB)……………... 79 Lampiran 5 Hasil Pembacaan Perioda Seismogram Gelombang P(mB).. 80 Lampiran 6 Hasil Pembacaan Perioda Seismogram Gelombang P(mb).. 81 Lampiran 7 Hasil Pembacaan Amplitude Maksimum Seismogram Gelombang P (mb)…………………………………………. 82 Lampiran 8 Hasil Penghitungan Mo Berdasarkan Rumus Empiris Ms… 83
Lampiran 9 Hasil Penghitungan Magnitude Berdasarkan Nilai Amplitude dan Perioda……………………………………. 84 Lampiran 10 Data Phase Gelombang P untuk mB……………………… 85 Lampiran 11 Data Phase Gelombang P untuk mb……………………… 90 Lampiran 12 Data Phase Gelombang S untuk Ms, ML, Mw…………… 96
xii
ABSTRAK
Gempabumi Padang 30 September 2009 berdasarkan kekuatan gempa yang dirilis BMKG adalah 7.6 SR Mw(mB), termasuk dalam klasifikasi gempabumi besar (Hagiwara, 1964). Tingkat keakurasian kekuatan sebuah gempa sangat penting. Hal ini berkaitan erat dengan pengambilan keputusan dan antisipasi teknis yang harus dilakukan terhadap dampak yang terjadi. Seberapa besar magnitude yang tepat (stabil) pada suatu gempa perlu menjadi sebuah bahan kajian. Ditinjau rumus dasar beberapa magnitude dan bersumber analisa seismogram dari suatu gempa maka nilai mb, ML, Ms, mB dan Mw dapat diketahui besarnya. Parameter Magnitude pada event gempa padang berdasarkan rumus empiris dan pengujian tingkat kesalahan menggunakan metode RMS (Root Mean Square) diperoleh hasil dari nilai rata-ratanya dan besarnya RMS : Ms = 7.7 dengan RMS = 0.31, mB = 7.3 dengan RMS = 0.16, mb = 7.3 dengan RMS = 0.17, ML = 7.6 dengan RMS = 0.14, Mw = 7.7 dengan RMS = 0.31. Magnitude Lokal (ML) dianggap memiliki tingkat kestabilan yang baik karena nilai RMS relatife kecil, dimana nilai magnitudenya relatife sama dengan BMKG Mw=7.6 dan relatife mendekati dengan USGS Mw = 7.5. Besarnya energi Moment Seismic (Mo) berdasarkan data hitung rumus empiris 2.3269E+20 Nm sedangkan dari manual CMT
adalah Mo =
2.3000E+20 Nm dan Mw = 7.5. dan mekanisme focalnya adalah sesar mendatar (strike slip).
Kata Kunci : Seismogram, Gempabumi, Magnitude dan Rumus Empiris
xiii
ABSTRACT
Padang’s earthquake on
September 30, 2009 based on the strength of
earthquake is released BMKG SR 7.6 Mw(mB), including the classification of large earthquakes (Hagiwara, 1964). Accuracy level of strength of an earthquake is very important. This is closely related to technical decisions and to anticipate what to do with the impacts occured. How big is the precise magnitude of an earthquake should be a study object. Reviewed the basic formula of some magnitude and sourced by analysis of seismograms from an earthquake, then the value of mb, ML, Ms, mB and Mw can be known the magnitude. Magnitude parameters of Padang’s earthquake based on the empirical formula is obtained the result of average rating and the test error rate using the RMS (Root Mean Square) obtained from the average rating and the RMS magnitude: Ms = 7.7 with RMS = 0:31, mK = 3.7 with RMS = 0:16, mb = 3.7 with RMS = 0:17, ML = 7.6 with RMS = 0.14, Mw = 7.7 with RMS = 0:31. Local Magnitude (ML) is considered to have a good degree of stability for small relatife RMS values, where the magnitude value is equal relatife to BMKG Mw = 7.6 and relatife approached with USGS Mw = 7.5. The amount of Seismic Moment’s energy (Mo) based on count data of empirical formula Mo= 2.3269E+20 Nm, and by CMT’s manual is Mo= 2.3000E+20 Nm and Mw = 7.5. and the focal mechanisms is dextral (strike slip).
Keywords: Seismogram, Earthquake, Magnitude and Empirical Formula
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia sebagai benua maritim (maritime continent)
merupakan daerah rawan gempabumi karena dilaui oleh tiga pertemuan lempeng tektonik, yaitu: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Auastralia bergerak relatif kearah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng pasifik bergerak relatif ke arah barat. Wilayah kepulauan Indonesia menjadi daerah pertemuan atau tumbukan tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik yang tidak mungkin lepas dari bahaya tsunami. Tumbukan lempeng Eurasia dan IndoAustralia membentang dari ujung utara Aceh sampai NTT. Tumbukan dua lempeng dunia tersebut membentuk palung laut yang sangat dalam dan telah diketahui sejak zaman penjajahan Belanda, sehingga dinamakan Java Trench. Pergerakan atau tumbukan lempeng tektonik bisa terjadi akibat dipicu oleh panas diinti bumi. Secara teoritis, inti bumi sangat panas karena mencapai ribuan derajat celcius. Diatas inti bumi relatif dingin, yaitu antara 30 sampai 50 derajat celcius. Di Indonesia seperti yang terjadi di wilayah Sumatera Barat, pergerakan antar lempeng tektonik termasuk dalam jenis tumbukan. Mengenai jenis pergerakan lempeng tektonik, ada tiga macam. Selain bertumbukan dua lainnya adalah pembukaan (perpisahan) dan pergeseran. Gempa bumi yang terjadi di
1
Indonesia termasuk jenis tumbukan. Gempa jenis pembukaan, umumnya terjadi di Samudera Atlantik. Sedangkan gempa bumi jenis pergeseran terjadi di California, Amerika Serikat. Pulau Sumatera dan sekitarnya terletak pada jalur gempa Mediteranian, dimana di daerah ini merupakan bagian dari daerah pertemuan lempengan IndoAustralia di Utara dan lempengan Eurasia di Selatan yang menyerong ke arah Barat Laut mengarah ke Teluk Andaman. Disamping itu kota-kota di Pulau Sumatera juga dilalui Sesar Minor atau patahan-patahan lokal. Wilayah Sumatera Barat merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran lempeng aktif (active plate margin) dunia yang dicerminkan dengan tingginya frekuensi kejadian gempabumi di wilayah ini. Sebaran gempabumi di wilayah ini tidak hanya bersumber dari aktivitas zona subduksi, tetapi juga dari sistem sesar aktif di sepanjang Pulau Sumatera (Gambar I.1)
Gambar I.1: Seismisitas wilayah Sumatra Barat (gempa merusak dan tidak merusak) Periode 2000 – 2009
2
Musibah gempa bumi tektonik di Padang berdasarkan hasil data parameter BMKG, pusat gempa berada pada koordinat 0.81 LS – 99.97 BT atau terletak pada posisi ± 57 km barat daya kota Pariaman dengan kekuatan 7.6 SR Mw(mB) dengan kedalaman gempa 71 km. Berdasar parameternya, gempa bumi tersebut diklasifikasikan sebagai gempa bumi besar dengan aktivitas subduksi yang aktif (Hagiwara, 1964), sedangkan bila ditinjau dari sejarah gempa kuat dan merusak, wilayah Padang merupakan termasuk kawasan dengan kondisi tektonik seismik yang aktif dan kompleks. Gempa bumi Padang 30 September 2009 berdasarkan pendapat beberapa ahli dipicu oleh pelepasan energi di patahan Sumatera (sesar Semangko) yang melalui segmen Singkarak. Akibat desakan lempeng Indo-Australia menuju lempeng Eurasia yang pergerakanya diperkirakan 5-7 cm per tahun. Bagian barat bergerak ke selatan dan bagian timur bergerak ke utara. Jika pergerakan segmen itu sudah berlangsung cukup lama akan menjadi pemicu terjadinya gempa besar. Gempa yang terjadi di Padang berada pada lokasi di sebelah timur segmen Mentawai. Dimana, energi yang lepas masih di kawasan pinggir dari segmen mentawai. Segmen mentawai mulai dari pulau Siberut, pulau Sipora, sampai pulau Bagai. Menurut para ahli geologi secara historis pada segmen mentawai telah terjadi gempa besar dengan skala magnitudo lebih dari delapan, yaitu pada tahun 1833. dan gempa ini memiliki periode perulangan sekitar 200 tahunan. Diperkirakan pengumpulan energi pada segmen mentawai masih berlangsung hingga sekarang.
3
Bila membahas gempabumi tidak akan lepas dari apa yang disebut Magnitude atau kekuatan gempa. Dimana pengertian Magnitude itu sendiri adalah ukuran kekuatan gempabumi yang menggambarkan besarnya energi seismik yang dipancarkan oleh sumber gempa dan merupakan hasil pengamatan seismograf. Besaran ini akan berharga sama, meskipun dihitung dari tempat yang berbeda. Skala yang kerap digunakan untuk menyatakan magnitudo gempa ini adalah skala Richter (Richter Scale). Beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini menggunakan event gempabumi Padang antara lain : 1. Data magnitude gempabumi Padang 30 September 2009 yang dirilis BMKG mengalami perubahan (Updating) dari magnitude 7.6SR Mw(mB) berubah menjadi 7.9SR Mw(mB). Hal ini menarik untuk dikaji mengenai seberapa besar kekuatan gempa Padang yang dianggap stabil sehingga dianggap sepadan dengan dampak dari korban jiwa maupun fisik yang begitu besar. Gempabumi Padang berdasarkan kekuatan gempa (magnitude) yang pertama kali dirilis BMKG kekuatanya adalah 7.6 Mw(mB). Dampak goncangan yang ditimbulkan gempa padang ternyata begitu kuat, rambatan energinya terasa hingga Kepulauan Riau, Singapura bahkan sampai ke Malaysia. Dengan tingkat kekuatan tersebut mengakibatkan dampak kerusakan bangunan yang begitu hebat dan korban jiwa yang begitu banyak, tercatat sekitar 711 orang meninggal dan ribuan orang menderita luka-luka dan juga beberapa bangunan seperti hotel, sekolah, kantor pemerintah, tempat-tempat ibadah, rumah-rumah penduduk dan berbagai fasilitas publik lainya-pun ikut hancur dan roboh.
4
Bahkan ada satu perkampungan di daerah Pariaman yang tertimbun longsor yang ditimbulkan dari dampak sekunder sebuah gempa. 2. Lokasi gempabumi Padang berada pada jalur pertemuan antar dua lempeng dan
jalur sesar (patahan) yang melingkupinya. Dimana wilayah Provinsi
Sumatera Barat yang terletak di bagian barat Pulau Sumatera merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat dan relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm per tahun. Relatif berada di bagian barat provinsi ini, terdapat interaksi antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan mencapai 7 cm per tahun. Interaksi ini menghasilkan pola penunjaman atau subduksi menyudut (oblique) yang diperkirakan telah terbentuk sejak zaman kapur dan masih terus berlangsung hingga kini. Selain subduksi, interaksi kedua lempeng ini juga menghasilkan pola struktur utama Sumatera, yang dikenal sebagai Zona Sesar Sumatera dan Zona Sesar Mentawai. 3. Berdasarkan
pandangan
orang
awam,
bisa
membantu
memberikan
pemahaman bagaimana sebenarnya rumus – rumus yang dipakai dalam menentukan kekuatan gempa, khususnya Gempabumi Padang sehingga bisa diperoleh beberapa parameter magnitude dari sebuah gempa tersebut . Hal ini perlu diketahui lebih lanjut melalui sebuah penelitian tentang perhitungan parameter magnitude yang bersumber dari konstanta dari pembacaan seismogram dari event gempa, seperti gempabumi Padang.
5
Tingkat keakurasian (kestabilan) kekuatan sebuah gempa sangtlah begitu penting, Sebab hal ini berkaitan erat dengan pengambilan keputusan dan antisipasi teknis yang harus dilakukan terhadap dampak yang terjadi. Jika terjadi gempa berkekuatan kecil tetapi mengakibatkan tingkat kerusakan yang begitu parah, tentunya ini akan menjadi masalah dan tanda tanya besar dikemudian hari. Atau sebaliknya terjadi gempa dengan kekuatan yang dipublikasi begitu besar dan dampak kerusakan yang terjadi tidak terlalu signifikan, ini hanya mengurangi tingkat kepercayan publik terhadap kevalidan informasi yang telah beredar. Harapanya adalah keakurasian (kestabilan) data kekuatan magnitude selalu valid dan stabil, sehingga memiliki korelasi dengan dampak yang terjadi akibat gempa. Bila terjadi gempa dengan kekuatan yang besar, maka informasi ini akan dianggap sebagai gempa merusak atau bahkan berpotensi tsunami jika memang telah terpenuhi persyaratanya. BMKG sendiri menetapkan gempa berpotensi tsunami jika magnitudenya ≥ 7.5 dengan kedalaman gempa ≤70 km dan gempa berada dilaut. Jika syarat-syarat yang ada terpenuhi maka BMKG akan mengeluarkan warning tsunami yang dirilis ke media masa dan diteruskan ke aparat terkait. Informasi ini akan direspon masyarakat secara meluas. Daerah yang berpotensi tsunami akan dievakuasi demi menyelamatkan dan meminimalisir korban. Kalaupun tidak terjadi tsunami maka informasi ini akan bermanfaat sebagai dasar upaya penanganan pasca gempa. Tetapi disinilah permasalahanya, bagaimana magnitude atau kekuatan dari sebuah event gempa menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan dalam mempertimbangkan apakah gempa tersebut termasuk dalam kategori potensi tsunami atau tidak berpotensi.
6
Aktifitas pelepasan energi pada deformasi lempeng gempabumi di Padang 30 September 2009 yang memiliki kekuatan magnitude yang cukup besar, seberapa besar kekuatan magnitudenya perlu untuk dikaji lebih lanjut. Untuk mengawalinya akan dihitung seberapa besar kekuatan (magnitude) gempanya berdasarkan rumus empiris yang bersumber dari konstanta pembacaan seismogram dari event gempa. Sehingga dapat diperoleh seberapa besar kekuatan gempanya yang terdiri dari berbagai parameter magnitude seperti: ML, mb, mB, Ms, Mw dan Mo. Untuk melengkapi datanya menjadi parameter gempabumi dapat pula diketahui energi momen seismik dan mekanisme focalnya dengan menggunakan software CMT. Jika dalam perhitungan maupun menggunakan manual CMT dapat diperoleh seberapa kekuatan magnitude yang berupa ML, mb, mB, Ms, Mw dan Mo serta mekanisme focalnya dari gempa padang. Data ini akan menjadi
data
parameter
gempabumi.
Data
parameter
ini
dapat
pula
diperbandingkan dengan institusi kegempaan seperti BMKG dan USGS. Tentunya ini sangat bermanfat sebagai salah satu analisis pendahuluan mengenai tingkat keakurasian kekuatan gempa (magnitude) pada salah satu event gempabumi, khususnya pada event gempabumi Padang. 1.2.
Tujuan Penulisan Penelitian ini mempunyai tujuan diantaranya adalah 1.
Menentukan beberapa jenis parameter Magnitude event gempa berdasarkan
Rumus
Empiris
yang
bersumber
pada
data
seismogram gempabumi Padang.
7
2.
Menentukan tingkat keakurasian (kestabilan) perhitungan beberapa Magnitude berdasarkan
metode statistic RMS (Root Mean
Square). 3.
Membandingkan (mengkomparasikan) hasil parameter Magnitude gempabumi berdasarkan Rumus Empiris dengan dari Institusi lain seperti BMKG maupun USGS.
4.
Menentukan
besarnya energi Moment Seismic
(Mo) dan
mekanisme focal gempa padang dari hasil secara manual.
1.3.
Manfaat Penulisan Pada penelitian ini penulis berharap memberikan manfaat antara lain : 1.
Sebagai analisis pendahuluan terhadap tingkat keakurasian (kestabilan) Magnitude pada suatu event gempa .
2.
Sebagai evaluasi melalui informasi pembanding mengenai kekuatan gempa (Magnitude) yang memenuhi syarat potensi tsunami.
3.
Memberikan informasi data pembanding tentang
tingkat resiko
gempabumi berdasarkan data kekuatan Magnitude pada suatu event gempa. 4.
Dapat menentukan besarnya Magnitude moment (Mw) yang merupakan magnitude yang menggambarkan sebuah event gempa.
8
1.4.
Batasan Masalah Pada penelitian ini penulis membatasi bahwa dalam penentuan parameter
gempabumi hanya membahas penentuan parameter magnitudo gempa yang bersumber pada seismogram, atau parameter yang memiliki keterikatan erat dengan magnitudo seperti moment
sismik dan mekanisme focal yang akan
melengkapi data daripada energi gempanya. Parameter gempabumi lainya seperti lokasi gempa(epic), kedalaman(depth), Waktu gempa (Origin Time) tidak termasuk dalam Penelitian dan pembahasan ini. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penulisan ini adalah untuk menghitung besarnya
parameter magnitude gempabumi Padang 30 September 2009 berdasarkan rumus empiris dengan menggunakan data seismogram gempabumi padang. Sedangkan event gempabumi padang 30 September 2009 memiliki parameter episentrum berada pada koordinat 0.81 LS – 99.97 BT dengan kedalaman 71 km dan kekuatan gempanya adalah 7.6
SR Mw(mb) . Dengan mengambil data
seismogram dan ditentukan Amplitude P atau S maksimum dan periodanya, dicari pula jarak antara sensor stasiun ke pusat episentrum gempa. Kemudian dengan dengan nilai-nilai konstanta yang telah lengkap dimasukan ke rumus empiris masing-masing komponen magnitude sesuai persyaratan yang harus dipenuhi. Sehingga jika memenuhi syarat akan diperoleh nilai jenis berbagai magnitude tiap sensor stasiun, kemudian untuk mengetahui seberapa jauh kestabilan perhitungan Magnitude diuji tingkat kesalahnya dengan metode statistik RMS (Root Mean
9
Square) . Untuk melengkapi datanya menjadi parameter gempabumi dapat pula diketahui energi momen seismik dan mekanisme focalnya dengan menggunakan software CMT (Centroid Moment Tensor). Dengan cara manual dapatlah diperoleh moment seismik dan mekamisme focalnya. Setelah parameter yang dicari telah lengkap, dapat dibandingkan parameter yang ada dengan institusi lain baik BMKG maupun USGS sebagai studi dan analisis pendahuluan terhadap tingkat keakurasian Magnitude pada suatu event gempa .
1.6.
Sistematika Penulisan Pada sistematika penulisan dijelaskan bagaimana uraian dalam bab per-
babnya seperti di bawah yang telah diuraikan dibawah ini : BAB. I. Berisi tentang latar belakang masalah bagaimana ide awal penulisan ini ditulis. Serta tujuan penulisan yang menguraikan maksud dan arah tujuan penulisan ini. Manfaat penulisan yang menjelaskan mengenai kegunaan penulisan yang berguna sebagai analisis pendahuluan. Ruang lingkup penelitian menjelaskan bagaimana cakupan langkah-langkah dalam penulisan ini di tulis. Dan sistematika penulisan menjelaskan bagaimana tahapan-tahapan penulisan ini. Serta batasan masalah bagaimana dalam penulisan ini hanya dibatasi bebrapa hal pokok bahasan saja.
10
BAB. II. Menguraikan bagaimana tinjauan teori (pustaka) diambil yang akan melandasi dalam penulisan. Tinjauan pustaka meliputi ketetapan-ketetapan rumus dasar dan penjelasan yang akan melandasi pembahasan pada penelitian ini. BAB. III. Menjelaskan bagaimana proses pengambilan data, tahapan memilah-milah data dan kemudian adalah menjelaskan metode penelitian yang menguraikan penentuan mencari nilai hasil yang didasari dari rumus teoritisnya. BAB. IV. Menjelaskan bagaimana analisa data awal yang telah masuk sesuai teori dasarnya, kemudian dapat dihasilkan data yang diharapkan dalam penelitian ini. Tahap disini adalah menganalisis, membahas dan membandingkan dengan data yang telah ada, dimana hasilnya dapat menjadi koreksi atau menguatkan satu sama lain terhadap data yang telah ada. BAB. V. Terakhir berisi uraian tentang kesimpulan dari data yang telah dianalisis. Bagaimana kesimpulan data sebaiknya searah dengan tujuan penelitian ini. Hasil dalam penelitian ini tidaklah lepas dari kekurangan, maka sepantasnya dijelaskan bagaimana saran-saran terhadap penelitian ini sebagai studi dan analisis pendahuluan yang mudah-mudahan akan bermanfaat dikemudian hari.
11
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1.
Gempabumi Gempabumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi. Gempabumi
biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempabumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempabumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempabumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Menurut R. Hoernes, 1878, gempabumi dapat diklasifikan secara umum berdasarkan sumber kejadian gempa menjadi : 1.
Gempabumi runtuhan, merupakan gerakan diakibatkan oleh runtuhan dari lubang-lubang interior bumi. Sebagai contoh adalah runtuhnya dinding gua pada pertambangan bawah tanah.
2.
Gempabumi vulkanik, merupakan gerakan yang diakibatkan oleh aktivitas gunung berapi
3.
Gempabumi tektonik, merupakan gerakan yang diakibatkan oleh lepasnya sejumlah energi pada saat bergesernya lempeng.
12
Menurut Fowler (1990), gempabumi dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman fokus yaitu: 1. Gempa dangkal, jika kedalaman pusat gempa kurang dari 70 km 2. Gempa menengah, jika kedalaman pusat gempa kurang dari 300 km 3. Gempa dalam, jika kedalaman pusat gempa lebih dari 300 km Klasifikasi
besarnya
kekuatan gempa
menurut
Hagiwara
(1964)
berdasarkan magnitudenya terdiri atas : 1. Gempa sangat besar (Great Earthquake)
: M > 8.0
2. Gempa besar (Major Earthquake)
: 7.0 < M ≤ 8.0
3. Gempa Sedang ( Moderate Earthquake)
: 5.0 < M ≤ 7.0
4. Gempa Kecil ( Small Earthquake)
: 3.0 < M ≤ 5.0
5. Gempa Mikro (Micro Earthquake)
: 1.0 < M ≤ 3.0
6. Gempa Ultramikro (Ultramicro Earthquake)
: M ≤ 1.0
Gempabumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari plat tektonik (tektonik plate) plat tektonik menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Gempabumi tektonik memang unik. Peta penyebarannya mengikuti pola
13
dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi(gambar 2.1). Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempabumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik.
Gambar 2.1. Pemekaran dasar samudera 2.2. Gelombang Seismik (Seismic Wave) Secara sederhana dapat diartikan sebagai merambatnya energi dari pusat gempa atau hiposentrum (fokus) ke tempat lain di bumi. Gelombang ini terdiri dari gelombang badan dan gelombang permukaan. Gelombang badan adalah gelombang gempa yang dapat merambat di lapisan bumi, sedangkan gelombang permukaan adalah gelombang gempa yang merambat di permukaan bumi
14
Gerakan batuan yang tiba-tiba di sepanjang celah pada sesar bumi menimbulkan getaran (vibration) yang mentransmisikan energi dalam bentuk gelombang (wave). Gelombang yang merambat di sela-sela bebatuan di bawah permukaan bumi disebut dengan gelombang badan (body wave). Sedangkan gelombang yang merambat dari episenter ke sepanjang permukaan bumi disebut dengan gelombang permukaan (surface wave). 2.2.1. Gelombang Badan (Body Wave) Ada 2 macam gelombang badan, yaitu gelombang primer atau gelombang P (primary wave) dan gelombang sekunder atau gelombang S (secondary wave). Gelombang P atau gelombang mampatan (compression wave), adalah gelombang longitudinal yang arah gerakannya sejajar dengan arah perambatan gelombang. Ini merupakan gelombang seismik tercepat yang merambat di sela-sela bebatuan dengan kecepatan 6-7 km per/detik. Gelombang S atau gelombang rincih (shear wave), adalah gelombang transversal yang arah gerakannya tegak lurus dengan arah perambatan gelombang. Gelombang seismik ini merambat di sela-sela bebatuan dengan kecepatan sekitar 3,5 km/detik.
15
Gambar G 2.2. Pola rambaatan gelombaang P dan S Baikk gelombangg P maupun gelombang S dapat mem mbantu ahli seismologi untuk u mencari letak hipposenter dann episenter gempa. g Saatt kedua geloombang ini berjalan b di dalam dann permukaaan bumi, keduanya k m mengalami pemantulan p (reflection) ( dan pembia asan (refracction) atau membelok, persis sepeerti sebuah cahaya c yangg seolah mem mbelok saatt menembus kaca beningg. Para ahli seismologi memeriksa m p pembelokan ini untuk m menentukan darimana d suaatu gempa beerasal.
2.3.2. 2 Gelom mbang Perm mukaan (Su urface Wave)) Adaa 2 macam gelombang g ppermukaan, yaitu y gelombbang rayleig gh, diambil dari d nama fisikawan f Innggris Lord Rayleigh; dan d gelombaang love, diiambil dari nama n geofissikawan Ingggris A.E.H. Love. L Geloombang Rayyleigh meniimbulkan effek gerakann tanah yan ng sirkular. Hasilnya H tan nah bergerakk naik turunn seperti ombbak di laut. Sedangkan gelombang love l menim mbulkan efekk gerakan taanah yang horizontal, daan tidak meenghasilkan perpindahan p n vertikal. 16
Gambar 2.3. Pola rambatan gelombang permukaan (Surface Wave) Kecepatan merambat kedua gelombang permukaan ini selalu lebih kecil daripada kecepatan gelombang P, dan umumnya lebih lambat daripada gelombang S. 2.3. Magnitudo Gempabumi Magnitudo gempa adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya energi seismik yang dipancarkan oleh sumber gempa. Besaran ini akan berharga sama, meskipun dihitung dari tempat yang berbeda. Skala yang kerap digunakan untuk menyatakan magnitudo gempa ini adalah skala Richter (Richter Scale). Secara umum, magnitudo dapat dihitung menggunakan formula berikut: ∆,
.......................................................(2.1)
dengan M adalah magnitudo, a adalah amplitudo gerakan tanah (dalam mikrometer), T adalah periode gelombang, Δ adalah jarak pusat gempa atau 17
episentrum, h adalah kedalaman gempa, CS, dan CR adalah faktor koreksi yang bergantung pada kondisi lokal dan regional daerahnya. Selain Skala Richter diatas, ada beberapa definisi magnitudo yang dikenal dalam kajian gempabumi adalah MS yang diperkenalkan oleh Guttenberg menggunakan fase gelombang permukaan gelombang Rayleigh, mb (body waves magnitudo) diukur berdasar amplitudo gelombang badan, baik P maupun S. 2.3.1. Magnitudo Lokal (ML) Magnitudo lokal (ML) diperkenalkan oleh Richter untuk mengukur magnitudo gempa-gempa lokal, khususnya di California Selatan. Nilai amplitudo yang digunakan untuk menghitung magnitudo lokal adalah amplitudo maximum gerakan tanah (dalam mikron) yang tercatat oleh seismograf torsi (torsion seismograph) Wood-Anderson, yang mempunyai periode natural = 0,8 sekon, magnifikasi (perbesaran) = 2800, dan faktor redaman = 0,8. Jadi formula untuk menghitung magnitudo lokal tidak dapat diterapkan di luar California dan data amplitudo yang dipakai harus yang tercatat oleh jenis seismograph di atas. Magnitudo lokal dapat di hitung menggunakan formula berikut: ML = Log A + 2.76 Log ∆ - 2.48..........................................................(2.2) Dengan: A = Amplitude getaran tanah (mm) ∆ = Jarak Stasiun pencatat ke sumber gempabumi (km) dengan syarat ∆ ≤ 600 km.
18
Batasan Magnitude Lokal (ML) :
Nilai ML memenuhi ketika gempabumi cukup besar (M=6.5).
Pada gempabumi berjarak dekat, gelombang yang paling besar adalah gelombang S. Pada jarak lebih jauh (∆>650km) perioda gelombang permukaan menjadi lebih domonan. Peroide ini diluar daerah frekuensi dari geopon Woods Anderson. Contoh Ketetapan Magnitudo Lokal berdasarkan Richter
Gambar 2.4. Ketetapan Richter dalam menentukan Magnitude Local (ML) 2.3.2. Magnitude Bodywave (mb) Magnitudo gempa yang diperoleh berdasar amplitudo gelombang badan (P atau S) disimbulkan dengan mb. Magnitude ini didefinisikan sebagai magnitude yang didasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace T.C.). Dalam prakteknya (di USA), 19
amplitudo yang dipakai adalah amplitudo gerakan tanah maksimum dalam mikron yang diukur pada 3 gelombang yang pertama dari gelombang P (seismogram periode pendek (short period, komponen vertikal), dan periodenya adalah periode gelombang yang mempunyai amplitudo maksimum tersebut. Sudah tentu rumus yang dipakai untuk menghitung mb ini dapat digunakan disemua tempat (universal). Tapi perlu dicatat bahwa faktor koreksi untuk setiap tempat (stasiun gempa) akan berbeda satu sama lain. Magitudo gelombang badan diperkenalkan oleh Gutenberg dan Ricter (1956). mb = log (A/T) + Q(∆, h).....................................................................(2.3) Dimana T adalah perode dalam detik (dibatasi 0.1≤T≤3.0). A adalah amplitudo gerakan tanah (dalam prakteknya amplitudo yang dipakai adalah amplitudo gerakan tanah maksimum dalam mikron yang diukur pada 3 gelombang yang pertama dari gelombang P seismogram perode pendek komponen vertikal, sedang periodenya adalah periode gelombang yang mempunyai amplitudo maksimum tersebut. Q merupakan fungsi dari Jarak ∆ dan kedalaman (h). Magnitudo gelombang badan ini berlaku universal dengan tentu saja faktor koreksi yang berbeda untuk setiap tempatnya. Batasan dalam penggunaan mb :
mb dapat dipakai setelah jarak gempa lebih atau sama dengan 5°
mb saturate (memenuhi) pada magnitude 6.0
mb memiliki kecendrungan nilai yang tidak stabil
noise yang ada pada data akan sangat berpengaruh pada nilai mb
20
2.3.3. Bodywave Magnitude (mB) Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) diperkenalkan oleh Guntenberg dan Richter (1956). Magnitude body (mB) di definisikan berdasarkan catatan Amplitude dari gelombang P perioda panjang (long periode) broadband yang menjalar melalui bagian dalam bumi. mB kurang akurat nilainya bila M<6.0 mB = log (A/T) + Q(∆, h)......................................................................(2.4) Dengan :
A = Amplitude Maksimum Gelombang (æm) T = Perioda getaran (s) ∆ = Jarak stasiun ke episenter (km) h = Kedalaman (km)
Koreksi Jarak ∆ dan kedalaman h dicari sama seperti mb berasal dari pendekatan empris, dimana dalam penelitian ini parameter kedalaman gempa bisa digunakan sebagai nilai h dan jarak antara stasiun pencatat dengan pusat gempa dapat dipakai untuk nilai ∆. Perhitungan mB menggunakan amplitude maksimum gelombang P. Batasan dalam penggunaan mB :
Perhitungan mB terlalu tinggi bila gempabumi lebih kecil M~6.0 dari sampai dengan 0.5
Magnitude lebih teliti oleh gempa dengan jarak lebih jauh
Penentuan magnitude teliti 60-90 detik setelah waktu picking phase P. mB saturate(memenuhi) pada M~8.0
21
Gambar 2.5. Grafik Guntenberg & Richter Q(∆, h) Untuk mb, mB 2.3.4. Magnitudo Gelombang Permukaan (Ms) Magnitudo yang diukur berdasar amplitudo gelombang permukaan disimbolkan dengan MS. Dalam Prakteknya (di USA), amplitudo gerakan tanah yang dipakai adalah amplitudo maksimum gelombang permukaan, yaitu gelombang Rayleigh dalam mikron dari seismogram periode panjang (long periode) komponen vertikal dengan periode 20 ± 3 sekon dan periodenya diukur pada gelombang dengan amplitudo maksimum tersebut. Magnitude surface ditetapkan berdasarkan formula rumus Vanek et.al (1962) adalah : : Ms = Log (A/T) + 1.66 Log ∆ + 3.3............................................(2.5) Dimana T adalah periode (dalam detik). A amplitudo maksimum gerakan tanah (dalam mikron) gelombang permukaan seismogram komponen vertikal
22
dapat memiliki batasan 18≤T≤22 untuk hasil yang lebih teliti. D adalah jarak dalam geocentric degrees (stasiun ke episenter) dimana D≤160°.
Gambar 2.6. Penggunaan seismogram dalam penentuan mb, mB, Mw, Ms dan ML 2.3.5. Magnitude Momen (Mw) Seismik Moment(Mo) dianggap sebagai cara terbaik yang dapat dilakukan untuk memperoleh ukuran suatu gempabumi. Seismic moment Mo dirumuskan sebagai : Mo = æ D S............................................................................................(2.6) Dimana:
æ = harga rigiditas dibawah lapisan batuan D = nilai pergeseran dari rata-rata bidang sesar S = area bidang sesar.
23
Dengan Mo adalah momen gempa, µ adalah rock regidity dalam Pa, µ pada kerak bumi sebesar 32 GPa dan pada mantel 75 GPa. A adalah luas daerah sesar atau rupture area, dan d adalah pergeseran slip atau displacement. Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskaan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar kepermukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalaranya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi yang terjadi di hiposenter. Seperti halnya pada mekanika, dua gaya yang sama besar dan berlawanan arah menyebabkan suatu momen yang besarnya sama dengan gaya kali jarak antara kedua gaya tersebut. Dalam gempa bumi, sesuai dengan model dislokasi yang menyatakan bahwa gempa bumi disebabkan oleh adanya pergeseran yang diskontinu pada lapisan kulit bumi, ekivalen dengan kopel ganda (double couple).
( Aki, K and Richards, P. 1980., Rybicki, K. 1981., Aki, K.
1966 ). Bisa dikatakan pula bahwa moment gempa (seismic moment) adalah besarnya momen ekivalen dengan kopel ganda yang tersebar didalam bidang sesar.
Gambar 2.7. Kopel ganda dan equivalen kopel ganda
24
2.3.6. Hubungan antar magnitude Secara umum magnitude gempa dapat dicari dengan menggunakan rumus empirisnya, namun kadang-kadang dalam penerapanya kita terbentur dengan batasan persyaratan yang memaksa kita tidak dapat menggunakan rumus empirisnya. Dalam hal ini dapatlah digunakan menggunakan pencarian nilai magnitude berdasarkan hubungan antara magnitude. Penggunakan nilai rumus empiris ini telah ditetapkan formulanya oleh beberapa ahli, dimana disini nilai yang dicari adalah nilai derivatif dengan nilai magnitude lain yang telah didapat lebih dulu atau telah diketahui. Dalam menentukan magnitude, tidak ada keseragaman materi yang dipakai kecuali rumus umumnya, yaitu persamaan
(2.1) sampai dengan
persamaan (2.5). Untuk menentukan mb misalnya, orang dapat memakai data amplitudo gelombang badan (P dan S) dari sebarang fase seperti P, S, PP, SS, pP, sS (yang jelas dalam seismogram). Seismogram yang dipakaipun dapat dipilih dari komponen vertikal maupun horisontal (asal konsisten). Demikian juga untuk penentuan MS. Oleh karena itu, kiranya dapat dimengerti bahwa magnitude yang ditentukan oleh institusi yang berbeda akan bervariasi, walaupun mestinya tidak boleh terlalu besar. Namun demikian, tampaknya ada hubungan langsung antara Magnitude vang satu dengan yang lain secara empiris yang ditulis oleh Hirro Kanamori dan Tom Hanks sebagai berikut :
25
Hubungan magnitude moment(Mw) dengan moment seismik (Mo) dalam satuan Newton-meter menurut Kanamori dan Hanks (1979) adalah : Mw = 2/3 Log Mo – 10.7.......................................................................(2.7) Hubungan rumus empiris antara seismic moment Mo(Nm) dan magnitude surface (Ms) menurut Kanamori(1977) adalah : Log Mo = 1.5 Ms + 9.1..........................................................................(2.8) Berdasarkan
hubungan
rumus
empiris
diatas,
Kanamori
(1977)
mendefinisikan sebuah moment magnitude(energy Magnitude) Mw sebagai berikut : Mw = (Log Mo – 9.1)/1.5......................................................................(2.9) Berdasarkan hubungan rumus empiris antara mb dengan Ms, Kanamori (1977) juga mendefinisikan : mb = 0.56 Ms + 2.9..............................................................................(2.10)
2.4. Intensitas Gempabumi Intensitas adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa selain dengan magnitude. Intensitas dapat pula didefenisikan sebagai suatu besarnya kerusakan disuatu tempat akibat gempabumi yang diukur berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi. Dulu, sebelum manusia mampu mengukur magnitudo gempa, besarnya gempa hanya dinyatakan berdasarkan efek yang diberikan terhadap manusia, alam, struktur bangunan buatan manusia, dan reaksi hewan. Besarnya gempa yang ditentukan melalui observasi semacam ini dinamakan dengan intensitas gempa. Skala intensitas pertama kali diperkenalkan
26
pada tahun 1883 oleh seorang seismologis Italia M.S. Rossi dan ilmuwan Swiss F.A.Forel yang dikenal dengan skala Rossi-Forel. Skala ini kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1902 oleh seorang seismologis Itali Giuseppe Mercalli. Lalu pada tahun 1931, seismologis Amerika, H. O. Wood dan Frank Neuman mengadaptasi standar yang telah ditetapkan Mercalli untuk kondisi di California, dan menghasilan skala Modified Mercalli Intensity (MMI). Beberapa skala intensitas gempa yang lain adalah: 1.
Japan Meteorological Agency (JMA), ditemukan tahun 1951, hingga kini digunakan untuk mengukur kekuatan gempa di Jepang.
2.
Medvedev, Sponheuer, Karnik (MSK), ditemukan tahun 1960-an.
3.
European Microseismic Scale (EMS), ditemukan tahun 1990-an.
Skala gempabumi MMI sifatnya kualitatif,
skala intensitas ini sangat
subjektif dan sangat tergantung pada kondisi lokasi dimana gempa terjadi. Gempa dengan magnitudo yang sama, namun terjadi di dua tempat yang berbeda mungkin akan memberikan nilai intensitas yang berbeda. Namun demikian antara skala magnitudo dan skala intensitas dapat dibuat kesetaraannya, seperti contoh perbandingan skala Richter dan MMI di bawah ini :
27
Tabel 2.1. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) Intensitas
Gejala / Akibat yang ditimbulkan
I MMI : II MMI : III MMI : IV MMI : V
MMI
:
VI MMI : VII MMI : VIII MMI : IX MMI : X MMI
:
XI MMI : XII MMI :
Tidak terasa. Sangat sedikit yang merasakan. Cukup banyak yang merasa, namun tidak menyadari sebagai gempa. Di dalam ruang terasa, seperti ada truk yang menabrak gedung. Terasa oleh hampir setiap orang, yang tidur terjaga, pohon berayun, tiang bergoyang. Dirasakan oleh semua, orang-orang berlarian ke luar, perabotan bergerak, kerusakan ringan terjadi. Semua orang lari keluar, bangunan-bangunan berstruktur lemah rusak, kerusakan ringan terjadi dimana-mana. Bangunan² berstruktur terencana rusak, sebagian runtuh. Seluruh gedung mengalami kerusakan cukup parah, banyak Yg bergeser dari pondasinya, tanah mengalami keretakan. Sebagian besar struktur bangunan rusak parah, tanah Mengalami keretakan besar. Hampir seluruh struktur bangunan runtuh, jembatan patah, Retak pada tanah sangat lebar. Kerusakan total. Gelombang terlihat jelas di tanah, objekObjek berhamburan.
Tabel 2.2. Skala Richter (SR.) Magnitude
Gejala/akibat yang ditimbulkan
2.5
:
Secara umum tidak terasa, tapi tercatat pada seismograf.
3.5
:
Dirasakan oleh banyak orang.
4.5
:
Kerusakan lokal dapat terjadi.
6.0
:
Menimbulkan kerusakan hebat.
7.5
:
Gempa berkekuatan besar.
8.0 ke atas :
Gempa yg sangat dahsyat.
28
2.5. Energi Gempabumi Kekuatan gempa disumbernya dapat juga diukur dari energi total yang dilepaskan oleh gempa tersebut. Energi yang dilepaskan oleh gempa biasanya dihitung dengan mengintegralkan energi gelombang sepanjang deretan gelombang (wave train) yang dipelajari (misal gelombang badan) dan seluruh luasan yang dilewati gelombang (bola untuk gelombang badan, silinder untuk gelombang permukaan), yang berarti mengintegralkan energi keseluruh ruang dan waktu. Berdasar perhitungan energi dan magnitudo yang pernah dilakukan, ternyata antara magnitudo dan energi mempunyai relasi yang sederhana, yaitu: logE = 4,78 + 2,57Mb..........................................................................(2.11) Dengan satuan energi dyne cm atau erg. Berdasar persamaan tersebut, kenaikan magnitudo gempa sebesar 1 skala richter akan berkaitan dengan kenaikan amplitudo yang dirasakan disuatu tempat sebesar 10 kali, dan kenaikan energi sebesar 25 sampai 30 kali. 2.6. Teori Tektonik Lempeng Teori tektonik Lempeng merupakan suatu teori baru yang sangat berkembang. Dalam teori ini, kulit bumi digambarkan terdiri atas kepingankepingan atau lempeng-lempeng batuan atau litosfir, yang dapat bergerak satu terhadap lainnya dengan arah dan kecepatan yang berubah-ubah, selama astenosfer (upper mantle) yang menghasilkan sel-sel arus konveksi yang dapat menggerakkan lempeng-lempeng kulit bumi yang terdiri atas batuan yang bersifat
29
kaku. Sel-sel arus konveksi itulah yang merupakan mesin yang menciptakan sejumlah energi yang terkumpul dalam kulit bumi. Di Bumi terdapat sekitar tujuh lempeng besar dan beberapa lempeng kecil. Ketujuh lempeng besar tersebut adalah 1. Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua 2. Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua 3. Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu) - Lempeng benua 4. Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua 5. Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut - Lempeng benua 6. Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua 7. Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
2.7. Sesar (patahan) Batas lempeng dalam skala yang lebih kecil dikenal sebagai sesar yang merupakan suatu batas yang menghubungkan dua blok tektonik yang berdekatan. Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan bidang kontak antara blok tektonik. Pergeseran bidang sesar dapat berkisar dari antara beberapa
30
meter sampai mencapai ratusan kilometer. Sesar merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran, dapat berkisar dari gouge (suatu bahan yang halus/lumat akibat gesekan) sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa centimeter sampai ratusan meter (lebar zona hancuran sesar). Mekanisme sumber gempabumi atau biasa dikenal “mekanisme focal” adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan sifat penjalaran energi gempabumi dipusatnya, atau focus gempabumi itu terjadi. Patahan sering dianggap sebagai mekanisme penjalaran energi gelombang elastik pada fokus tersebut, sehingga dapat memperoleh arah gerakan patahan dan arah bidang patahan untuk suatu gempa diperoleh solusi bidang patahan. Terdapat dua unsur pada sesar yaitu hanging wall (atap sesar) dan foot wall (alas sesar). Hanging wall (atap sesar) adalah bongkah sesar yang terdapat di bagian atas bidang sesar, sementara itu foot wall (alas sesar) adalah bongkah sesar yang berada di bagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya rekahan yang mengalami pergeseran. Ditinjau dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan sekitarnya sesar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Sesar Strike, adalah sesar yang arah jurusnya sejajar dengan jurus batuan sekitarnya.
2.
Sesar Dip, adalah jurus dari sesar searah dengan kemiringan lapisan batuan sekitarnya
31
3.
Sesar diagonal atau Sesar Oblique, adalah sesar yang memotong struktur batuan sekitarnya.
4.
Sesar Longitudinal, adalah arah sesar paralel dengan arah utama struktur regional.
5.
Sesar Traverse, adalah sesar memotong tegak lurus/ miring terhadap struktur regional (biasanya dijumpai pada daerah terlipat, memotong sumbu terhadap antiklin)
Sementara itu apabila ditinjau dari gerakan, sesar dapat digolongkan menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut: 1.
Sesar Normal apabila hanging wall (atap sesar) bergerak relatif turun terhadap foot wall
2.
Sesar Naik/ sesar sungkup bila hanging wall (atap sesar) bergerak relatif naik terhadap foot wall (alas sesar).
3.
Sesar Mendatar/ Sesar Geser (Sesar Strike Slip), bagian yang terpisah bergerak relatif mendatar pada bidang sesar umumnya tegak (90o).
2.8. Tatanan Tektonik Sumatera Barat Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo Australia dan Lempeng Pasifik. Selain itu terdapat pula Lempeng mikro Filipina, yang bergerak kearah selatan di sebelah utara Sulawesi. Oleh karena itu wilayah kepulauan Indonesia menjadi wilayah yang rawan gempabum tektonik. Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan
32
Eurasia E terjadi di sepaanjang bagiaan barat leppas pantai Sumatera, S m menerus ke selatan Jawaa - Nusa Tennggara dan membelok m kee Laut Bandaa.
Gam mbar 2.8. Taatanan tektonnik di Indoneesia Perteemuan lempeng Indo-Auustralia denggan Eurasia di selatan Jaawa hampir tegak t lurus,, berbeda dengan d perttemuan lemppeng di wiilayah Sumaatera yang mempunyai m subduksi miiring dengann kecepatan 5-6 cm/tahuun (Bock, 20000). Wilaayah Provinnsi Sumateraa Barat yanng terletak di d bagian barat b Pulau Sumatera merupakan m baagian dari L Lempeng Eurrasia yang bergerak b san ngat lambat dan d relatif ke k arah tengggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm m/tahun. Rellatif berada di d bagian barat b provin nsi ini, terddapat interakksi antara L Lempeng Eurasia dan Lempeng L Saamudera Hinndia yang beergerak relattif ke arah uutara dengann kecepatan mencapai m 7 cm/tahun. Interaksi ini menghasilkaan pola penuunjaman ataau subduksi menyudut m (o oblique), yaang diperkirakan telah terbentuk t seejak Jaman Kapur dan masih m terus berlangsungg hingga kinii. Selain subbduksi, interaaksi kedua leempeng ini
33
juga menghasilkan pola struktur utama Sumatera, yang dikenal sebagai Zona Sesar Sumatera dan Zona Sesar Mentawai.
Gambar 2.9. Tektonik wilayah Indonesia bagian barat dan kecepatan pergerakan Lempeng Indo – Australia yang menunjam di bawah Lempeng Eurasia (Lasitha dkk., 2006). Wilayah barat Pulau Sumatera merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran lempeng aktif (active plate margin) dunia yang dicerminkan tingginya frekuensi kejadian gempabumi di wilayah ini. Sebaran gempabumi di wilayah ini tidak hanya bersumber dari aktivitas zona subduksi, tetapi juga dari sistem sesar aktif di sepanjang Pulau Sumatera.
34
BAB III DATA DAN METODE PENELITIAN
3.1.
Data Penelitian Dalam melakukan penelitian ini data diambil adalah data sekunder yang
berasal dari sistem jaringan seismograf broadband BMKG. Dimana data yang diambil dalam cakupan yang tersebar di wilayah Sumatera. Data yang diperoleh adalah berupa seismogram (waveform) yang terekam oleh sensor pada saat peristiwa Gempabumi Padang 30 September 2009. Dengan menggunakan Jopen System (sistem prosessing gempa China) yang sudah terpasang di BMKG pusat, data telah teraquisisi dan dapat dilakukan prosesing dalam mendapatkan parameter gempa. Kemudian data yang tersimpan dapat dibuka kembali lalu dieksport kedalam format seed data yang telah siap untuk dianalisis. Selanjutnya adalah membuka data seismogram, tahap ini tujuanya adalah menentukan hasil pembacaan konstanta-konstanta yang diperlukan dalam menentukan magnitude. Tabel 3.1. Sebaran Data Seismogram dari sensor stasiun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Stasiun GSI KLI PPI KSI KASI PDSI PMBI LHSI MDSI LHMI
Koordinat Stasiun 1.3039 LU‐97.5755 BT 2.0912 LS‐101.462 BT 0.45503 LS‐100.397 BT 3.6517 LS‐102.593 BT 5.5326 LS‐104.4971 BT 0.9118 LS‐100.462 BT 2.927 LS‐ 104.772 BT 3.827 LS‐ 103.523 BT 4.4861 LS‐104.178 BT 5.4964 LU‐ 95.2961 BT
Lokasi Gunungsitoli‐Nias Kotabumi‐Lampung Padang‐panjang‐Sumbar. Kepahiang‐Bengkulu Kota Agung‐Lampung Padang ‐ Sumbar Palembang‐Sumsel Lahat‐Sumsel. Muaradua, Sumut Lhoksumawe‐NAD
35
Pembacaan data yang telah disimpan dapat dilakukan melalui program SAC (Seismic Analys Code) yang harus terinstalasi menggunakan sistem operasi Linux. Setelah data dapat dibuka maka dapatlah ditentukan sensor stasiun mana yang memiliki kualitas data yang baik. Data yang memiliki kategori kualifikasi baik dapat mempengaruhi kualitas hasil konstanta-konstanta yang diperlukan nantinya. Syarat data yang baik adalah data seismogram yang terhindar dari noise, gaps data, maupun spike. Setelah dilakukan proses penentuan kualifikasi data dan telah terpilih data yang dalam kategori data yang baik (good data). Didapatlah 10 (sepuluh) data seismogram(waveform) dari stasiun sensor seismograp yang bisa dianalisis. 10 stasiun sensor tersebut antara lain adalah : PPI, PDSI, GSI, KSI, KASI, LHSI, MDSI, PMBI, KLI, LHMI.
Gambar 3.1. Peta Sebaran sensor stasiun dari data seismogram
36
3.2.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam perhitungan ini adalah mencari perhitungan
berbagai Magnitude dengan menggunakan rumus empiris Magnitude. Beberapa magnitude itu antara lain ML, mb, mB, Ms, Mw dan Mo. Dengan mengambil data seismogram dan ditentukan Amplitude P atau S maksimum dan periodanya, dicari pula jarak antara sensor stasiun ke pusat episentrum gempa. Kemudian dengan dengan nilai-nilai konstanta yang telah lengkap dimasukan ke rumus empiris masing-masing komponen magnitude sesuai persyaratan yang harus dipenuhi. Sehingga jika memenuhi syarat akan diperoleh nilai jenis berbagai magnitude tiap sensor stasiun. Untuk melengkapi datanya menjadi parameter gempabumi dapat pula diketahui energi momen seismik dan mekanisme focalnya dengan menggunakan software CMT (Centroid Moment Tensor). Dengan cara manual dapatlah diperoleh moment seismik dan mekamisme focalnya. Data seismik moment yang diperoleh dari manual CMT dapat pula dijadikan komparasi dari hasil perhitungan moment seismik. Setelah parameter yang dicari telah lengkap, dapat dibandingkan parameter yang ada dengan institusi lain baik BMKG maupun USGS sebagai analisis pendahuluan terhadap tingkat keakurasian Magnitude pada suatu event gempa . Tingkat keakurasian dalam Perhitungan beberapa Magnitude seperti ML, mb, mB, Ms, Mw perlu untuk diuji kebenaranya. Dalam hal ini dari 10 (sepuluh) sensor stasiun yang ada memberikan hasil data tiap-tiap nilai magnitude. Dengan metode statistik tentunya dapat dijelaskan tingkat kesalahan dalam perhitungan
37
beberapa magnitude yang ada. Salah satu metode statistik yang dipakai adalah metode Root Mean Square (RMS) dengan rumus : RMS =
∑(X − X ) n
2
.........................................................................(3.1)
Dengan data hasil magnitude dari 10 (sepuluh) sensor stasiun diasumsikan sebagai x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10 . Kemudian dicari nilai rata-ratanya ( X ).
Nilai data dari masing-nasing nilai x1 sampai dengan x10 dikurangkan
dengan nilai rata-ratanya ( X ) lalu dikuadratkan. Hasil dari pengoperasian nilai tersebut dijumlahkan, selanjutnya nilai hasilnya diakarkan dan dibagi dengan banyaknya frekuensi data (n). Nilai inilah yang disebut dengan RMS, dimana dapat menjelaskan seberapa jauh tingkat kesalahan dalam perhitungan beberapa magnitude.
38
Penjelasan tentang metode penelitian dapat diterangkan dengan diagram alir seperti dibawah ini :
Gambar 3.2. Diagram Alir Penentuan Magnitude
39
3.3. Peralatan Penelitian Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain berupa perangkat keras dan perangkat lunak komputer. Adapun penjelasan masingmasing perangkat sebagai berikut:
3.3.1 Perangkat Keras ( Hardware) Seperangkat komputer dengan spesifikasi Intel Pentium Dual-Core Processor T2390 (1.86 GHz, 533 Mhz FSB, 1MB L2 cache) dengan RAM 0.99 GB HDD. Sistem operasi menggunakan Microsoft Windows XP Professional Version 2002 service pack 2. Linux Image, linux ubuntu 9.10 (the Karmic Koala relased in oktober 2009)
3.3.2 Perangkat Lunak (Software) Perangkat lunak yang dipakai dalam penelitian ini adalah 1.
Microsoft Office Excel 2007, dipakai dalam perhitungan data secara empiris atau didalam rumus dasar Magnitude.
2.
Microsoft Encarta Premium 2009, kegunaanya adalah menentukan jarak antara dua koordinat lokasi suatu tempat.
3.
Seismic Analysis Code (SAC), relased 08/24/2009 version 101.3b copyright 1995 Regent of the University of California. Dipakai untuk membaca seismogram yang telah dieksport dalam format seed data.
40
4.
CMT (Centroid Moment Tensor) – BMG Inversi, dipakai untuk menentukan pusat gempa (source location), fungsi moment seismik (moment function) mekanisme focal dan waveform yang telah dipilih (focal mechanism and waveform fittings).
5.
Program ArcGIS 9.3, berfungsi sebagai sarana untuk membuat peta sebaran
data
seismogram
yang
digunakan
dalam
proses
perhitungan.
3.4. Pengolahan Data Untuk mengetahui besarnya nilai ML, mb, mB, Ms, Mw dan Mo saat terjadi gempa bumi dapat dihitung dengan rumus-rumus empirisnya. Penentuan ini berdasarkan pada pendapat
dan refrensi tulisan beberapa ahli gempa,
Pengolahan data seismogram dengan menggunakan rumus tersebut seperti yang dijelaskan dibawah ini antara lain :
3.4.1. Menentukan Magnitude Lokal (ML) Pada penghitungan magnitude lokal (ML) konstanta yang dipakai adalah Amplitude maksimum gelombang S dari komponen vertikal. Setelah
diperoleh
nilai
Amplitude
maksimum
berdasarkan
hasil
pembacaan gelombang (waveform) melalui program SAC didapatlah nilai Amaksimum dari beberapa seismogram stasiun. Kemudian dicari pula nilai jarak epicenter ke stasiun pencatat (∆). Cara mendapatkan nilai ∆ disini menggunakan software Microsoft Encarta Premium 2009, diperolehlah jarak dari masing-masing stasiun ke titik epicenternya. Lalu
41
konstanta A maks. dan ∆ bisa untuk disubstitusikan nilainya terhadap rumus Magnitude Lokal (ML). Magnitude Lokal memiliki rumus sebagai berikut : ML = Log A + 2.76 Log ∆ - 2.48..........................................................(3.2) Dengan:
A = Amplitude getaran tanah (mm) ∆ = Jarak Stasiun pencatat ke sumber gempabumi (km) dengan syarat ∆ ≤ 600 km.
3.4.2. Menentukan Magnitude Body (mb) Penentuan nilai Magnitude Body (mb) adalah dengan menentukan terlebih dahulu konstanta Amplitude Maksimum (A) dan Perioda (T). Pembacaan seismogram dengan SAC pada phase gelombang P komponen vertikal dari gelombang periode pendek (Short Periode). Pada pembacaan seismogram untuk Magnitude Body (mb) memiliki syarat khusus yaitu harus ada batasan filter yang menurut Weber Bernd (2007) adalah sebesar 0.7 s/d 2.0 Hz. Hal ini dikarenakan jenis waveform yang diambil adalah jenis broad band. Kemudian langkah berikutnya adalah menentukan nilai jarak stasiun ke pusat gempa atau epicenter (∆) dan menentukan konstanta kedalaman (h) yaitu dengan mengambil besarnya kedalaman dari gempa padang itu sendiri. Jika konstanta telah lengkap maka tingga tinggal mengoperasikan nilai konstanta tersebut kedalam rumus Magnitude Body (mb) yang secara umum dirumuskan dengan persamaan : mb = log (A/T) + Q(∆, h).......................................................................(3.3)
42
Dengan :
A = Amplitude Maksimum Gelombang (æm) T = Perioda getaran (s) ∆ = Jarak stasiun ke episenter (km) h = Kedalaman (km)
3.4.3. Menentukan Magnitude Body (mB) Penghitungan nilai Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) dimulai mencari nilai konstanta Amplitude Maksimum (A) dan perioda (T). Penentuan nilai konstanta A maupun T adalah dengan melakukan pembacaan seismogram dari gelombang P perioda panjang broad-band (long periode). Setelah nilai A dan T selesai didapatkan, lalu menentukan nilai jarak stasiun ke pusat gempa atau epicenter (∆) dan menentukan konstanta kedalaman (h). Nilai kedalamn (h) dapat diasumsikan dengan mengambil nilai kedalaman gempa Padang. Jika semua data konstanta telah lengkap, kemudian tinggal mengoperasikan nilai-nilai data kontanta kedalam rumus Broad-Band Bodywave Magitudo (mB). Dimana telah dirumuskan sebagai berikut : mB = log (A/T) + Q(∆, h).......................................................................(3.4) Dengan :
A = Amplitude Maksimum Gelombang (æm) T = Perioda getaran (s) ∆ = Jarak stasiun ke episenter (km) h = Kedalaman (km)
43
3.4.4. Menentukan Magnitude Surface (Ms) Penentuan untuk mencari nilai Magnitude Surface (Ms) adalah dengan mencari nilai konstanta Amplitude maksimum (A), perioda (T) dan jarak stasiun dengan pusat gempa (h). Nilai Amplitude maksimum dan perioda diperoleh dari pembacaan gelombang permukaan (surface wave) yaitu gelombang Rayleigh dari seismogram periode panjang (long perode) komponen vertikal. Atau secara praktis dilakukan pembacaan seismogram pada SAC berupa pembacaan phase gelombang S. Kemudian ditentukan pula konstanta jarak stasiun dengan pusat gempa (∆) yaitu dengan dengan menggunakan software Microsoft Encarta Premium 2009. Setelah lengkap semua konstanta baru dimasukan kedalam formula rumus Magnitude Surface (Ms), dimana rumusnya adalah : Ms = Log (A/T) + 1.66 Log ∆ + 3.3.......................................................(3.5) Dengan :
A = Amplitude Maksimum Gelombang (æm) T = Perioda getaran (s) ∆ = Jarak stasiun ke episenter (km)
3.4.5. Penentuan Seismik Moment (Mo) dan Magnitude moment (Mw) Seismik Moment (Mo) dianggap sebagai cara terbaik yang dapat dilakukan untuk memperoleh ukuran kekuatan suatu gempabumi. Seismik moment Mo dirumuskan sebagai : Mo = æ D S............................................................................................(3.6) Dimana:
æ = harga rigiditas dibawah lapisan batuan D = nilai pergeseran dari rata-rata bidang sesar S = area bidang sesar.
44
Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskaan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar kepermukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalaranya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi yang terjadi di hiposenter. Pada kenyataanya menentukan Seismik Moment (Mo) yang menggunakan data yang bersumberkan seismogram akan menemui kendala atau permasalahan. Karena harus menentukan harga rigiditas batuan di lokasi yang akan ditentukan dan juga harus menghitung luas pergeseran sesar dari bidang rata-ratanya. Penentuan Seismik Moment (Mo) salah satu cara yang mungkin adalah mencari dengan menggunakan formula rumus hubungan antar magnitude. Jika telah diketahui nilai Magnitude Surface (Ms) maka formula rumus hubungan antar magnitude, antara nilai Magnitude Surface (Ms) dengan Seismik Moment dapat dicari dengan formula rumus yang menurut Kanamori(1977) adalah : Log Mo = 1.5 Ms + 9.1..........................................................................(3.7) Jika dalam penentuan Mo yang telah didapat dari penrhitungan rumus empiris Ms maka dapat pula dicari nilai Magnitude Moment (Mw) dengan memakai rumus hubungan antara seismic moment Mo(Nm) dan magnitude moment (Mw) yang menurut menurut Kanamori dan Hanks (1979) adalah : Mw = 2/3 Log Mo – 10.7.......................................................................(3.8)
45
3.4.6. Menentukan Momen Seismik dan Mekanisme Focal Untuk melengkapi datanya menjadi parameter gempabumi dapat pula diketahui energi momen seismik dan mekanisme focalnya dengan menggunakan software CMT-BMG Inversi (Centroid Moment Tensor). Dengan cara manual dapatlah diperoleh moment seismik dan mekamisme focalnya. Data seismik moment yang diperoleh dari manual CMT dapat pula dijadikan komparasi (pembanding) dari hasil perhitungan moment seismik. Pada kasus gempa Padang telah dapat dicari moment seismik dan mekanisme focalnya dengan cara manual. Hasilnya dari program CMT adalah diperoleh informasi tentang parameter gempa, pusat gempa (source location), fungsi moment seismik (moment function) mekanisme focal dan waveform yang telah dipilih (focal mechanism and waveform fittings). Didalam program CMT data manual yang ada bila dapat dikerjakan proses penentuan inversi dengan baik maka akan menghasilkan parameter data yang baik pula ketepatanya.
46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan pada event gempabumi Padang 30 September 2009, berdasarkan hasil data parameter BMKG, pusat gempa berada pada koordinat 0.81 LS – 99.97 BT atau terletak pada posisi ± 57 km barat daya kota Pariaman dengan kekuatan 7.6 SR Mw(mB) dengan kedalaman gempa 71 km. Proses pengolahan data akan disajikan dari mulai tahap pembacaan data seismogram dari masing-masing stasiun untuk menentukan nilai konstanta amplitude maksimum pada phase gelombang P maupun gelombang S, juga dicari nilai periodanya baik pada phase gelombang P maupun S. Kemudian dicari pula jarak antara koordinat dari episentrum ke masing-masing stasiun. Dengan diketahui kedalaman gempa dapat ditentukan nilai konstanta kedalaman. Setelah hasil masing-masing konstanta baik Amplitude maksimum (A), perioda (T), Jarak (∆) dan kedalaman (h) terpenuhi dapat ditentukan nilai magnitude empiris pada setiap jenis masing-masing magnitude (mb, mB, Ms, ML, Mw dan Mo). Pertama adalah penghitungan dengan pendekatan empiris, yaitu menggunakan formula rumus magnitude untuk mendapatkan parameter magnitude berupa mb, mB, Ms, ML, Mw dan Mo. Kedua adalah pendekatan dengan rumus hubungan antara magnitude, langkah ini ditempuh jika rumus empiris tidak dapat digunakan, yaitu data kurang memenuhi syarat (batasan) dari formula rumus empirisnya. Ketiga adalah mencari nilai moment seismik dan mekanisme focal dengan menggunakan program CMT-BMG Inversi. Hasil data moment seismik bisa dikomparasikan
47
dengan hasil hitungan berdasarkan rumus empiris. Penentuan ini dapat dicari dengan cara manual, jika proses penentuan dilakukan dengan baik, termasuk pada pemilahan kualitas waveform inversi dari masing-masing stasiun. Maka hasil data yang diperoleh juga memiliki kualitas yang baik. Langkah keempat adalah mengkomparasikan parameter magnitude dengan data dari BMKG ataupun USGS.
4.1. Pendekatan Rumus Empiris Magnitude Pendekatan rumus empiris magnitude dari data seismogram gempa Padang 30 September 2009, didapatkan hasil pembacaan seismogram dari 10 sensor stasiun yang berupa konstanta Amplitudo maksimum (A) phase gelombang P maupun gelombang S dan nilai perioda (T) gelombang P maupun gelombang S. Seismogram (waveform) dari sensor stasiun itu antara lain dari PPI, PDSI, GSI, KSI, KASI, LHSI, MDSI, PMBI, KLI, LHMI. Jika Jarak antara sensor dan episenter gempa (∆) sudah didapatkan, kemudian kedalaman diambil dari kedalaman perameter gempa yang telah diketahui,
kemudian dicari nilai
magnitudenya sebagai berikut :
48
Gambar 4.1. Seismogram (waveform) dari masing – masing sensor stasiun Teknis pembacaan nilai Amplitude maksimum maupun perioda baik dari phase gelombang P maupun gelombang S. Menurut Akio Katsumata, amplitude dari ketetapan magnitude dapat diambil setengah dari total amplitude (gambar 4.2). Perioda (T) adalah nilai sebuah interval waktu diantara dua yang berdekatan antara puncak atau lembah dari gelombang (waveform) dari event gempa.
49
Gambar 4.2. Ketetapan pembacaan Amplitude dan Perioda
4.1.1. Magnitude Lokal (ML) Karena hampir semua parameter konstanta baik A maksimum, perioda (T) dari phase gelombang P, Jarak (∆) dan kedalaman (h) ataupun syarat batasanya terpenuhi, maka dapat dilakukan pengolahan data Magnitude Lokal (Tabel 4.1) Nilai Magnitude Lokal (ML) yang diperoleh setelah memasukan ke formula rumus empiris :
Tabel 4.1. Sebaran nilai Magnitude Lokal (ML) yang diperoleh : GSI
KLI
PPI
KSI
KASI
PDSI
PMBI
LHSI
MDSI
LHMI
7.6
7.6
6.6
7.9
8.1
6.8
7.7
7.8
7.8
7.8
Rata‐ rata 7.6
50
Sebagai contoh perhitungan Magnitude Lokal (ML) diambil sampel untuk stasiun PPI adalah : Dengan nilai Amplitude maksimum, A = 9.09588E+03 mm dan jarak, ∆= 70.4 km. Maka : ML = Log A + 2.76 Log ∆ - 2.48 ML = Log (9.09588E+03) + 2.76 Log (70.4) – 2.48 ML = 6.57815 ML ≈ 6.6 Nilai RMS dengan sebaran data xi ‐ x adalah :
Tabel 4.2. Nilai Sebaran data xi – x untuk Magnitude Lokal (ML) x1‐x
x2‐x
x3‐x
x4‐x
x5‐x
x6‐x
x7‐x
x8‐x
x9‐x
x10‐x
Σ(xi-X)
0.002 0.000 0.981 0.103 0.284 0.545 0.015 0.058 0.046 0.062 2.095
Setelah diperoleh hasil dari : Σ(xi-X) = 2.095, maka nilai RMS untuk hasil perhitungan ML adalah : RMS =
.
= 0.144735 ≈ 0.14
Jadi hasil RMS untuk Magnitude Lokal (ML) adalah 0.14
4.1.2. Magnitude Surface (Ms) Setelah diseleksi syarat batas untuk Magnitude Surface (Ms) hampir semua parameter konstanta baik A maksimum, perioda (T) dari phase gelombang S, Jarak (∆) dan kedalaman (h) memiliki syarat batas yang terpenuhi, maka dapat dilakukan pengolahan data Magnitude Surface (Tabel 4.2). Nilai Magnitude Surface (Ms) yang diperoleh setelah memasukan ke formula rumus empiris :
51
Tabel 4.3. Sebaran nilai Magnitude Surface (Ms) yang diperoleh GSI
KLI
PPI
KSI
KASI
PDSI
PMBI
LHSI
MDSI
LHMI
Rata‐ rata
7.9
7.3
7.7
8.1
8
8.2
7.3
7.7
7.7
7.4
7.7
Sebagai contoh perhitungan Magnitude Surface (Ms) diambil sampel untuk stasiun PPI adalah : Dengan nilai Amplitude maksimum, A = 9.09588E+00æm, perioda, T = 0.452 s dan jarak, ∆= 70.4 km. Maka : Ms = Log (A/T) + 1.66 Log ∆ + 3.3 Ms = Log
(
) + (70.4) + 3.3
. .
Ms = 7.67068 Ms ≈ 7.7 Nilai RMS dengan sebaran data xi ‐ x adalah :
Tabel 4.4. Nilai Sebaran data xi – x untuk Magnitude Surface (Ms) x1‐x
x2‐x
x3‐x
x4‐x
x5‐x
x6‐x
x7‐x
x8‐x
x9‐x x10‐x
Σ(xi-X)
0.033 0.191 0.002 0.166 0.073 0.201 0.177 0.001 0.001 0.121
0.965
Setelah diperoleh hasil dari : Σ(xi-X) = 0.965, maka nilai RMS untuk hasil perhitungan Ms adalah : RMS =
.
= 0.31057 ≈ 0.31
Jadi hasil RMS untuk Magnitude Surface (Ms) adalah 0.31
52
4.1.3. Body Magnitude (mB) Setelah diseleksi syarat batas untuk Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) hampir semua parameter konstanta baik A maksimum, perioda (T) dari phase gelombang P, Jarak (∆) berasal dari pusat gempa (episenter) dengan stasiun dan kedalaman (h) diambil dari kedalaman gempa yaitu 71 km. Memiliki syarat batas yang terpenuhi, maka dapat
dilakukan pengolahan data Broad-Band
Bodywave Magitudo (mB) (Tabel 4.3). Nilai Broad-Band Bodywave Magitudo (mB)yang diperoleh setelah memasukan ke formula rumus empiris :
Tabel 4.5. Sebaran nilai Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) yang diperoleh GSI
KLI
PPI
KSI
KASI
7.2
7.6
7.9
7.1
6.9
PDSI PMBI 8.3
6.8
LHSI MDSI LHMI 7
6.7
7.2
Rata‐ rata 7.3
Sebagai contoh perhitungan Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) diambil sampel untuk stasiun PPI adalah : Dengan nilai Amplitude maksimum, A= 7.37351E+00æm, perioda, T= 0.250 s dan Koordinat Q(∆, h) dengan jarak, ∆= 70.4 km dan h = 71 km, sesuai grafik Guntenberg dan Richter Koordinat Q adalah 6.5, Maka : mB = log (A/T) + Q(∆, h) mB = Log
(
. .
) + 6.5
mB = 7.96973 mB ≈ 7.9
53
Nilai RMS dengan sebaran data xi ‐ x adalah :
Tabel 4.6. Nilai Sebaran data xi – x untuk magnitude Body (mB) x1‐x
x2‐x
x3‐x
x4‐x
x5‐x
x6‐x
x7‐x
x8‐x
x9‐x
x10‐x Σ(xi-X)
0.008 0.120 0.473 0.036 0.134 1.097 0.223 0.099 0.303 0.010
2.504
Setelah diperoleh hasil dari : Σ(xi-X) = 2.504, maka nilai RMS untuk hasil perhitungan mB adalah : RMS =
.
= 0.158224 ≈ 0.16
Jadi hasil RMS untuk Broad-Band Bodywave Magitudo (mB) adalah 0.16
4.1.4. Magnitude Body (mb) Setelah diseleksi syarat batas untuk magnitude body (mb) hampir semua parameter konstanta baik A maksimum, perioda (T) dari phase gelombang P, Jarak (∆) dan kedalaman (h) ataupun syarat batasanya terpenuhi, maka dapat dilakukan pengolahan data Magnitude Body (mb) (Tabel 4.3). Khusus pada pembacaan phase gelombang P, pada magnitude body (mb) ada batasan filter yang menurut Weber Bernd (2007) adalah sebesar 0.7 s/d 2.0 Hz. Sehingga pembacaan hasil konstanta yang didapat akan berbeda dengan mB (BroadbandBody Magnitude).
Nilai Body Magnitude (mb) yang diperoleh setelah
memasukan ke formula rumus empiris :
Tabel 4.7. Sebaran nilai magnitude body (mb) yang diperoleh GSI
KLI
PPI
KSI
KASI
8.0
6.7
8.3
6.8
7.0
PDSI PMBI 7.9
6.7
LHSI MDSI LHMI 7.7
6.9
6.7
Rata‐ rata 7.3
54
Sebagai contoh perhitungan Magnitude Body (mb) diambil sampel untuk stasiun PPI adalah : Dengan nilai Amplitude maksimum, A= 5.48241E-01æm, perioda, T=0.300 s dan Koordinat Q(∆, h) dengan jarak, ∆= 70.4 km dan h = 71 km, sesuai grafik Guntenberg dan Richter Koordinat Q adalah 6.5, Maka : mb = log (A/T) + Q(∆, h) mb = Log
(
) + 6.5
. .
mb = 8.32747 mb ≈ 8.3 Nilai RMS dengan sebaran data xi ‐ x adalah :
Tabel 4.8. Nilai Sebaran data xi – x untuk magnitude body (mb) x4‐x
x5‐x
x6‐x
x7‐x
x8‐x
x9‐x x10‐x Σ(xi-X)
0.580 0.277 0.377 0.191
0.030
0.415
0.286
0.241
0.084
x1‐x
x2‐x
x3‐x
0.300
2.781
Setelah diperoleh hasil dari : Σ(xi-X) = 2.781, maka nilai RMS untuk hasil perhitungan mb adalah : RMS =
.
= 0.16677 ≈ 0.17
Jadi hasil RMS untuk Magnitude Body (mb) adalah 0.17
55
4.2. Hubungan Antara Magnitude Untuk Magnitude Momen (Mw) Penggunaan rumus magnitudo moment (Mw) selalu dikaitkan dengan hubungan nilai derivatif moment seismic (Mo). Pengertian Moment seismic (Mo) sendiri adalah besarnya moment gaya yang terdistribusi pada bidang sesar gempa. Seperti halnya pada mekanika, dua gaya yang sama besar dan berlawanan arah menyebabkan suatu momen yang besarnya sama dengan gaya kali jarak antara kedua gaya tersebut. Dalam gempa bumi, sesuai dengan model dislokasi yang menyatakan bahwa gempa bumi disebabkan oleh adanya pergeseran yang diskontinu pada lapisan kulit bumi, ekivalen dengan kopel ganda (double couple). ( Aki, K and Richards, P. 1980., Rybicki, K. 1981., Aki, K. 1966 ). Perhitungan dalam menentukan Magnitude moment (Mw) dengan rumus (3.6) akan menemui kendala, karena harus menentukan harga rigiditas batuan di lokasi yang akan ditentukan dan juga harus menghitung luas pergeseran sesar dari bidang rata-ratanya. Salah satu cara dalam menentukan Magnitude moment(Mw) lebih memungkinkan dengan menggunakan rumus hubungan antara magnitude moment(Mw) dengan moment seismik (Mo) dalam satuan Newton-meter menurut Kanamori dan Hanks (1979) adalah : Jadi rumus derivatif dari pada magnitudo moment (Mw) terhadap moment seismic (Mo) sesuai teori adalah : Mw =
itu sendiri
2
/3 Log Mo – 10.73
Hasil nilai Mw seperti hitungan rumus teoritik diatas dapat diperoleh hubungan nilai derivatife daripada Mo. Namun sebelumnya yang pertama kali ditentukan nilainya adalah moment seismik (Mo). Untuk mencari nilai moment seismik dicari pula nilai derivatif
hubungan rumus empiris antara seismic
56
moment (Mo, Nm) dan magnitude surface (Ms) yang menurut Kanamori(1977) adalah : Log Mo = 1.5 Ms + 9.1 Nilai moment seismik (Mo) yang diperoleh setelah memasukan ke formula rumus hubungan antar magnitude adalah :
Tabel 4.9. Sebaran nilai moment seismik (Mo) yang diperoleh GSI
KLI
PPI
KSI
KASI PDSI PMBI
2E+20 2E+20 2E+20 2E+20 2E+20 2E+20
LHSI MDSI LHMI
2E+20 2E+20
2E+20
Rata‐ rata
2E+20 2.32690E+20
Dari hasil nilai moment seismik (Mo) dapat diperoleh nilai Mw sebagai berikut :
Tabel 4.10. Sebaran nilai Magnitude moment (Mw) yang diperoleh
GSI
KLI
PPI
KSI
7.9
7.3
7.7
8.2
KASI PDSI PMBI 8.0
8.2
7.3
LHSI MDSI LHMI 7.7
7.7
7.4
Rata‐ rata 7.7
Sebagai contoh perhitungan Magnitude moment (Mw) diambil sampel untuk stasiun PPI adalah : Jika nilai Mo stasiun PPI yang diketahui sebesar 2.32195E+20 Nm dan hasil nilai dari Log Mo adalah 2.76060E+01. Maka hubungan antara magnitude moment (Mw) dengan moment seismik (Mo) dalam satuan Newton-meter menurut Kanamori dan Hanks (1979) adalah : Mw = 2/3 Log Mo – 10.7 Mw = 2/3 (Log 2.32195E+20)-10.7 Mw = 2/3 (2.76060E+01) – 10.7
57
Mw = 7.70401 Mw ≈ 7.7 Nilai RMS dengan sebaran data xi ‐ x adalah :
Tabel 4.11. Nilai Sebaran data xi – x untuk Magnitude Moment (Mw) x1‐x
x2‐x
x3‐x
x4‐x
x5‐x
x6‐x
x7‐x
x8‐x
x9‐x x10‐x
0.033 0.191 0.002 0.166
0.073
0.201
0.177
0.001
0.001
0.121
Σ(xi-X) 0.965
Setelah diperoleh hasil dari : Σ(xi-X) = 0.965, maka nilai RMS untuk hasil perhitungan Mw adalah : RMS =
.
= 0.310576 ≈ 0.31
Jadi hasil RMS untuk Magnitude Moment (Mw) adalah 0.31
4.3. Moment Seismik dan Mekanisme Focal Penentukan moment seismik dan mekanisme focal dilakukan melalui penggunaan program CMT-BMG Inversi (Centroid Moment Tensor) yang telah terinstal di BMKG pusat. Tiap-tiap event gempa besar dapat dilakukan pencarian dengan cara manual . Pada kasus gempa padang dapat diperoleh moment seismik dan mekanisme focalnya dengan cara manual. Data hasil manual ini bila dapat mengerjakan proses penentuan inversi dengan baik maka akan menghasilkan data yang baik pula ketepatanya. Hasil program CMT ini adalah dapat diperoleh informasi gempa, lokasi gempa dijelaskan koordinat lintang bujurnya sekaligus dengan petanya, mekanisme focal berisi jurus patahan gempanya, arah strike,
58
kemiringan bidang sesar (dip) dan sebaran waveform gelombang yang telah dipilih yang akumulasinya akan berpengaruh terhadap pola mekanisme focalnya. terakhir dapat ditentukan fungsi moment-nya, dimana dijelaskan rupture duration dan seismik momentnya. Berikut ini hasil pengoperasian program CMT gempa padang secara manual yang diperoleh Lokasi episenter gempabumi Padang adalah berada pada lokasi 1.00 LS - 99.50 BT dengan kedalaman gempanya 80 km, seperti yang dijelaskan dalam peta lokasi epicenter dari program CMT sebagai berikut :
Gambar 4.3. Lokasi episenter gempabumi Padang
59
Gambar dibawah ini estimasi yang dihasilkan oleh CMT berupa sebaran waveform dan Mekanisme focal. Waveform inversi yang diperoleh dari CMT setelah dilakukan pemilihan secara manual akan menentukan arah naik (compresi) untuk gelombang P dan turun (Tension) untuk gelombang S, hasilnya sebaran naik (compresi) dan turun (tension) akan mengestimasi bentuk mekanisme focalnya. Parameter focal mekanisme yang dihasilkan dibawah ini berupa symbol dari penampang bumi yang menjelasakan arah naik dan arah turun rambatan gelombang P ataupun S, dimana penampang gambar pensesaran dibawah ini jika disimpulkan adalah termasuk sesar strike slip (mendatar) berorientasi barat-laut. Parameter yang lain berupa parameter patahan pada saat terjadi gempabumi yaitu Dip = 52 °, Strike-nya = 63 ° dan seismic moment (Mo) sebesar 2,30e+20 Nm serta besarnya Magnitude momentnya, Mw = 7.5 SR.
Gambar 4.4. Mekanisme focal dan sebaran waveform
60
Hasil gambar berikutnya menjelaskan Fungsi Moment gempabumi, dimana dijelaskan bagaimana pergeseran sesar (rupture duration) pada saat terjadi gempa berada pada waktu sekitar 30 s. Hal ini digambarkan berupa representasi dari waveform yang telah dipilih (waveform fittings) dari proses inversi. Salah satu waveform tersebut adalah fungsi waktu penjalaran energi (source-time function) pada saat terjadi gempa. Kemudian bentuk waveform tersebut direkonstruksi lebih lanjut yang menjelaskan waktu pergeseran sesar (rupture duration) dan besarnya energi yang merambat pada saat pertama kali terjadi gempabumi.
Gambar 4.4. Fungsi moment gempabumi Padang
IV.4. Hasil Parameter Empiris dengan BMKG dan USGS Berdasarkan data parameter yang dirilis BMKG adalah data Gempabumi Padang, 29 September 2009 yang dianalisis menggunakan software Seiscomp3, dimana dihasilkan parameter gempanya sebagai berikut : 61
Gambar 4.4. Hasil parameter gempa Seiscomp3 – BMKG Atau jika di jelaskan lebih lanjut parameter gempa Seiscomp3 – BMKG adalah seperti tabel dibawah ini :
Tabel 4.12. Parameter BMKG untuk gempa Padang 30 September 2009 No.
Parameter
Keterangan
1
Hari/Tanggal
Rabu, 30 September 2009
2
Waktu (Origin Time)
17:16:11 WIB
3
Lokasi (Epic.)
0.81 LS ‐ 99.87 BT (57 km Barat Daya Pariaman‐ Sumbar)
Barat Daya Pariaman‐Sumbar)
4
Kedalaman (Depth)
71 km
5
Magnitude
7.6 SR
62
Konsata-konstanta Amaks. dan T yang di peroleh berdasarkan hasil Pembacaan Seismogram baik pada fase gelombang P maupun fase Gelombang S, diperoleh hasil dari nilai Rata-ratanya masing – masing magnitude dan besarnya RMS (tabel 4.1 s/d 4.5) adalah: Ms = 7.7 dengan RMS = 0.31, mB = 7.3 dengan RMS = 0.16, mb = 7.3 dengan RMS = 0.17, ML = 7.6 dengan RMS = 0.14, Mw = 7.7 dengan RMS = 0.31. Jika dilihat hasil RMS seperti pada pembahasan diatas maka sesuai seberapa besar tingkat kesalahan perhitungan magnitude dapat dijadikan indikator tingkat kestabilan perhitungan magnitude. Diantara urutan tingkat kestabilan magnitude adalah dari ML = 7.6 dengan RMS = 0.14, mB = 7.3 dengan RMS = 0.16, mb = 7.3 dengan RMS = 0.17, kemudian Ms = 7.7 dengan RMS = 0.31 dan Mw = 7.7 dengan RMS. Dengan demikian nila ML = 7.6 dengan RMS = 0.14 dianggap magnitude paling stabil diantara magnitude yang lain. Jika harga parameter magnitude BMKG dan parameter magnitude empiris dibandingkan, maka Harus dibuat asumsi bahwa harga ML yang ada pada magnitude teoritis dibandingkan dengan MLv pada magnitude seiscomp3 – BMKG, juga Mw pada magnitude teoritis dibandingkan pula dengan Mw(Mwp) dan Mw(mB) dan mb teoritis dibandingkan dengan mb seiscomp3-BMKG. Maka perbandinganya adalah seperti tabel dibawah ini, dilihat perbandingan harga magnitudenya nilainya masih relatif stabil, hal ini didasarkan pada selisih antara magnitu yang diperbandingkan nilai selisihnya relatife tidak terlalu besar.
63
Tabel 4.13. Perbandingan parameter magnitude BMKG dengan magnitude empiris Padang 30 September 2009
No.
Komponen Magnitude
Magnitude BMKG
Magnitude Empiris
1
MLv
7.4
7.6
2
Mw(MwP)
7.8
7.7
3
Mw(MwP)
7.6
7.7
4
Mb
7.1
7.3
Parameter magnitude yang dianggap paling stabil nilainya yaitu ML = 7.6 yang dapat merepresentasikan nilai magnitude dari hitungan empiris, jika lihat tabel parameter gempa dari istitusi gempa seperti BMKG dan USGS. Ternyata harga magnitude tersebut memiliki nilai yang sama dengan magnitude BMKG dan memiliki selisih sebesar 0.1 jika dibandingkan dengan USGS. Berdasarkan hitungan empiris yang dianggap paling stabil dan magnitude dari USGS bisa disimpulkan bahwa parameter Magnitude BMKG untuk event gempabumi Padang lebih stabil pada Magnitude = 7.6 Mw(mB).
Tabel 4.14. Perbandingan parameter magnitude BMKG dan USGS
No.
INSTITUSI
WAKTU GEMPA (WIB)
LOKASI
DEPTH
MAGNITUDE
1
BMKG
17:16:09
0.810 LS – 99.870 BT
71 km
7.6 SR (Mw(mB)
2
USGS
17:16:10
0.710 LS – 99.910 BT
79 km
7.5 SR (Mw)
64
Nilaii Mo berdassarkan data m manual CM MT adalah M Mo = 2.3e+220 Nm dan Mw M = 7.5. Sedangkan S n nilai Mo berddasarkan hituung rumus empiris e (tabeel Mo) Mo = 2.3269e+2 20 dengan Mw M = 7.7. Nilai N Mo daata manual C CMT dengann Mo hasil hitungan h em mpiris memilliki perbedaaan relative kecil, k Nilai M Moment Seiismik (Mo) berdasarkan b n empiris ju uga dianggaap relatife stabil. s Berddasarkan hassil analisis mekanisme m pada sumbeer gempa yaang dilakukaan berdasarkkan data maanual CMT dan d USGS, bahwa dari pembacaan mekanisme focal tersebbut didapat bahwa b dari data d manual CMT pennsesaran yanng terjadi addalah sesar mendatar berorientasi b Tenggara T – Barat Laut dengan d arahh strike 63 ° dan kemirinngan bidang sesar (dip) 52 5 °. Sedanggkan USGS S adalah sessar mendatarr berorientassi Barat Dayya – Timur Laut L dengann arah strike 70 ° dan kem miringan bid dang sesar 522 °.
Gambar 4.4. Hasil anaalisis mekaniisme pergeseeran sesar paada sumber gempa g USG GS
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1.
Parameter Magnitude event gempa berdasarkan rumus empiris diperoleh hasil dari nilai Rata-rata masing – masing magnitude dan besarnya RMS (Root Mean Square) adalah: Ms = 7.7 dengan RMS = 0.31, mB = 7.3 dengan RMS = 0.16, mb = 7.3 dengan RMS = 0.17, ML = 7.6 dengan RMS = 0.14, Mw = 7.7 dengan RMS = 0.31
2.
Tingkat kestabilan magnitude berdasarkan nilai RMS-nya adalah dari ML = 7.6 dengan RMS = 0.14, mB = 7.3 dengan RMS = 0.16, mb = 7.3 dengan RMS = 0.17, kemudian Ms = 7.7 dengan RMS = 0.31 dan Mw = 7.7 dengan RMS. Dengan demikian nila ML = 7.6 dengan RMS = 0.14 dianggap sebagai magnitude paling stabil diantara magnitude yang lain.
3.
Besarnya energi Moment Seismic (Mo) berdasarkan data manual CMT adalah Mo = 2.3000e+20 Nm dan Mw = 7.5. dan mekanisme focalnya adalah sesar mendatar (strike slip) dan berdasarkan rumus empiris Mo = 2.3269e+20 dengan Mw = 7.7
66
5.2. Saran - Saran 1.
Untuk penelitian selanjutnya agar hasil magnitude masing-masing komponenya harganya lebih akurat sebaiknyanya pengamatan parameter magnitude gempa memiliki data dari sensor yang lebih banyak dan mencakup sensor stasiun diluar dari wilayah Sumatera.
2.
Data parameter magnitude menggunakan rumus empiris tidak sepenuhnya memiliki tingkat kestabilan yang baik, maka untuk hasil yang lebih baik sebaiknya mengikuti batasan – batasan dan syarat yang telah ditentukan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Bernd Weber, 2007, Seiscomp-Introduction to Magnitude, German, Team GFZ Potsdam. BMKG, 2009, Laporan Gempabumi Sumatera Barat, Jakarta ; BMKG Bolt Bruce A, 1930. “Earthquakes” Fifth Edition. New York. W.H. Freeman and Company New York. Hara, Tatsuhiko, 2006, Determination of Broadband Moment Magnitude, Japan; IISEE/BRI. Kanamori H, 1977, Seismic and Aseismic Slib Along Subduction Zones and Their Tectonic Implication, Maurice Ewing Ser. 1. 162-174 Katsumata Akio, 1992, Discrimination by Mb-Ms, Meteorological Research Institute, Japan; Japan Meteorological Agency. Kuntadi Achmad, 1994 Energi dan Parameter Seismik Kawasan Selat Sunda dan Sekitarnya
( periode 1960-1993 ), Jakarta; Tugas Akhir Akademi
Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Lay, Thorne and Terry C Wallace, 1995, Modern Global Seismology, London; Academic Press United California Pranata Bayu, 2009, Magnitude Gempa Pada Seiscomp3, Jakarta; Buletin BMKG. Satuju Djoko, 1988
Hubungan Momen - Magnitudo Gempa dan Perhitungan
Pergeseran Relatif Bidang Sesar Palu dan Matano, Jakarta; Karya Tulis S 1 Fisika FMIPA – UI. Sugianto Dedi, 2006, Analisis Energi Gempabumi Aceh. Jakarta. Tugas Akhir Akademi Meteorologi dan Geofisika. Widyanto Tanto, 1997. “ Pemetaan Pola Mekanisme Sumber Gempabumi Daerah Sumatera dan Jawa Tahun 1990-1994” Jakarta, Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
68
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Instrumen Respon Data Seismogram # << IRIS SEED Reader, Release 4.8 >> # # ======== CHANNEL RESPONSE DATA ======== B050F03 Station: GSI B050F16 Network: IA B052F03 Location: ?? B052F04 Channel: BHZ B052F22 Start date: 2005,001,00:00:00 B052F23 End date: No Ending Time # ======================================= # + +-------------------------------------------+ + # + | Response (Poles & Zeros), GSI ch BHZ | + # + +-------------------------------------------+ + # B053F03 Transfer function type: A [Laplace Transform (Rad/sec)] B053F04 Stage sequence number: 1 B053F05 Response in units lookup: M/S - Velocity in Meters Per Second B053F06 Response out units lookup: V - Volts B053F07 A0 normalization factor: 63165 B053F08 Normalization frequency: 0.1 B053F09 Number of zeroes: 2 B053F14 Number of poles: 4 # Complex zeroes: # i real imag real_error imag_error B053F10-13 0 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 B053F10-13 1 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 # Complex poles: # i real imag real_error imag_error B053F15-18 0 -7.405000E-02 7.405000E-02 0.000000E+00 0.000000E+00
69
B053F15-18 1 -7.405000E-02 -7.405000E-02 0.000000E+00 0.000000E+00 B053F15-18 2 -1.777200E+02 1.777200E+02 0.000000E+00 0.000000E+00 B053F15-18 3 -1.777200E+02 -1.777200E+02 0.000000E+00 0.000000E+00 # # + +--------------------------------------+ + # + | Channel Gain, GSI ch BHZ | + # + +--------------------------------------+ + # B058F03 Stage sequence number: 1 B058F04 Gain: 2.000000E+03 B058F05 Frequency of gain: 1.000000E-01 HZ B058F06 Number of calibrations: 0 # # + +------------------------------------------+ + # + | Response (Coefficients), GSI ch BHZ | + # + +------------------------------------------+ + # B054F03 Transfer function type: D B054F04 Stage sequence number: 2 B054F05 Response in units lookup: V - Volts B054F06 Response out units lookup: COUNTS - COUNTS B054F07 Number of numerators: 89 B054F10 Number of denominators: 1 # Numerator coefficients: # i, coefficient, error B054F08-09 0 -2.842950E-08 0.000000E+00 B054F08-09 1 -7.090410E-08 0.000000E+00 B054F08-09 2 1.355920E-06 0.000000E+00 B054F08-09 3 3.498470E-06 0.000000E+00 B054F08-09 4 6.678490E-06 0.000000E+00 B054F08-09 5 1.088910E-05 0.000000E+00 B054F08-09 6 1.632600E-05 0.000000E+00 B054F08-09 7 2.314710E-05 0.000000E+00 B054F08-09 8 3.078350E-05 0.000000E+00 B054F08-09 9 3.830220E-05 0.000000E+00 B054F08-09 10 4.576910E-05 0.000000E+00
70
B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
5.071870E-05 3.989170E-05 1.822090E-05 -1.821190E-05 -7.042090E-05 -1.409530E-04 -2.310670E-04 -3.353380E-04 -4.447660E-04 -5.566050E-04 -6.473240E-04 -6.580860E-04 -5.965150E-04 -4.362890E-04 -1.620070E-04 2.470780E-04 8.029010E-04 1.488950E-03 2.272170E-03 3.136790E-03 3.983250E-03 4.644280E-03 5.091380E-03 5.213670E-03 4.919790E-03 4.104300E-03 2.688670E-03 6.652080E-04 -1.928830E-03 -5.080170E-03 -8.567870E-03 -1.208490E-02 -1.549410E-02 -1.851110E-02 -2.085480E-02 -2.220460E-02 -2.227480E-02 -2.088080E-02 -1.790200E-02 -1.319380E-02 -6.938780E-03 6.127650E-04 9.320790E-03 1.885070E-02 2.881870E-02
0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00
71
B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 # # B054F11-12 # # + # + # + # B057F03
56 3.875660E-02 0.000000E+00 57 4.820150E-02 0.000000E+00 58 5.675990E-02 0.000000E+00 59 6.407520E-02 0.000000E+00 60 6.975340E-02 0.000000E+00 61 7.372500E-02 0.000000E+00 62 7.592900E-02 0.000000E+00 63 7.628150E-02 0.000000E+00 64 7.486980E-02 0.000000E+00 65 7.186270E-02 0.000000E+00 66 6.752920E-02 0.000000E+00 67 6.217050E-02 0.000000E+00 68 5.608040E-02 0.000000E+00 69 4.956500E-02 0.000000E+00 70 4.298300E-02 0.000000E+00 71 3.649920E-02 0.000000E+00 72 3.032410E-02 0.000000E+00 73 2.465790E-02 0.000000E+00 74 1.961550E-02 0.000000E+00 75 1.525850E-02 0.000000E+00 76 1.158830E-02 0.000000E+00 77 8.576740E-03 0.000000E+00 78 6.179030E-03 0.000000E+00 79 4.326590E-03 0.000000E+00 80 2.913180E-03 0.000000E+00 81 1.896610E-03 0.000000E+00 82 1.191360E-03 0.000000E+00 83 7.161520E-04 0.000000E+00 84 4.075410E-04 0.000000E+00 85 2.151760E-04 0.000000E+00 86 1.029470E-04 0.000000E+00 87 4.278650E-05 0.000000E+00 88 1.306870E-05 0.000000E+00 Denominator coefficients: i, coefficient, error 0 1.000000E+00 0.000000E+00 +
+------------------------------+
+
|
+
+------------------------------+
Decimation,
Stage sequence number:
GSI ch BHZ
|
2
72
B057F04 B057F05 B057F06 B057F07 B057F08 # # ---+ # | # ---+ # B058F03 B058F04 B058F05 B058F06 # # ----+ # BHZ | # ----+ # B054F03 B054F04 B054F05 B054F06 B054F07 B054F10 # # B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09
Input sample rate: Decimation factor: Decimation offset: Estimated delay (seconds): Correction applied (seconds): +
2.000000E+03 10 0 0.000000E+00 0.000000E+00
+-----------------------------------+
+
|
Channel Gain,
GSI ch BHZ
+ +
+-----------------------------------+
Stage sequence number: Gain: Frequency of gain: Number of calibrations: +
2 6.293270E+05 1.000000E-01 HZ 0
+--------------------------------------+
+
|
Response (Coefficients),
GSI ch
+ +
+--------------------------------------+
Transfer function type: Stage sequence number: Response in units lookup: Response out units lookup: Number of numerators: Number of denominators: Numerator coefficients: i, coefficient, error 0 1.267630E-10 0.000000E+00 1 -9.622610E-10 0.000000E+00 2 2.699890E-09 0.000000E+00 3 -2.418500E-09 0.000000E+00 4 -3.106260E-09 0.000000E+00 5 5.881260E-09 0.000000E+00 6 5.921780E-09 0.000000E+00 7 -1.345990E-08 0.000000E+00 8 -1.262090E-08 0.000000E+00 9 2.770780E-08 0.000000E+00 10 2.840710E-08 0.000000E+00 11 -5.167820E-08 0.000000E+00
D 3 COUNTS - COUNTS COUNTS - COUNTS 133 1
73
B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
-6.378990E-08 8.687030E-08 1.376320E-07 -1.285730E-07 -2.800740E-07 1.569220E-07 5.331950E-07 -1.222290E-07 -9.453370E-07 -7.578410E-08 1.552630E-06 6.125060E-07 -2.338020E-06 -1.757670E-06 3.156820E-06 3.867260E-06 -3.626380E-06 -7.315120E-06 2.994090E-06 1.232400E-05 -2.458900E-08 -1.865390E-05 -7.005880E-06 2.514340E-05 2.008160E-05 -2.915690E-05 -4.083100E-05 2.610970E-05 6.939470E-05 -9.381640E-06 -1.027790E-04 -2.895540E-05 1.329040E-04 9.609830E-05 -1.449420E-04 -1.948050E-04 1.168990E-04 3.180050E-04 -2.179390E-05 -4.422330E-04 -1.656030E-04 5.220540E-04 4.557200E-04 -4.905640E-04 -8.272490E-04
0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00
74
B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09
57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
2.696600E-04 1.210640E-03 2.072710E-04 -1.478890E-03 -9.602390E-04 1.455710E-03 1.923020E-03 -9.442760E-04 -2.900960E-03 -2.032220E-04 3.563350E-03 1.997380E-03 -3.479270E-03 -4.215490E-03 2.218400E-03 6.331070E-03 4.715040E-04 -7.532790E-03 -4.453030E-03 6.863360E-03 8.992980E-03 -3.537800E-03 -1.269320E-02 -2.597440E-03 1.368150E-02 1.055610E-02 -1.022890E-02 -1.794940E-02 1.830630E-03 2.151780E-02 9.709500E-03 -1.913410E-02 -2.150090E-02 1.000880E-02 3.034490E-02 6.182200E-03 -3.056670E-02 -2.455430E-02 2.025010E-02 4.001130E-02 1.823590E-03 -4.330080E-02 -2.868400E-02 3.009870E-02 5.067950E-02
0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00 0.000000E+00
75
B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 B054F08-09 # # B054F11-12 # # + # + # + # B057F03 B057F04 B057F05
102 -1.086250E-03 0.000000E+00 103 -5.721510E-02 0.000000E+00 104 -3.720170E-02 0.000000E+00 105 3.789100E-02 0.000000E+00 106 6.731220E-02 0.000000E+00 107 5.551000E-03 0.000000E+00 108 -7.084210E-02 0.000000E+00 109 -5.916210E-02 0.000000E+00 110 3.334960E-02 0.000000E+00 111 9.229530E-02 0.000000E+00 112 3.808030E-02 0.000000E+00 113 -7.137500E-02 0.000000E+00 114 -1.058190E-01 0.000000E+00 115 -1.648340E-02 0.000000E+00 116 1.044750E-01 0.000000E+00 117 1.243980E-01 0.000000E+00 118 1.226050E-02 0.000000E+00 119 -1.307900E-01 0.000000E+00 120 -1.727120E-01 0.000000E+00 121 -6.943030E-02 0.000000E+00 122 1.101990E-01 0.000000E+00 123 2.559780E-01 0.000000E+00 124 3.021320E-01 0.000000E+00 125 2.563250E-01 0.000000E+00 126 1.693100E-01 0.000000E+00 127 8.912700E-02 0.000000E+00 128 3.731030E-02 0.000000E+00 129 1.214180E-02 0.000000E+00 130 2.921240E-03 0.000000E+00 131 4.677920E-04 0.000000E+00 132 3.786830E-05 0.000000E+00 Denominator coefficients: i, coefficient, error 0 1.000000E+00 0.000000E+00 +
+------------------------------+
+
|
+
+------------------------------+
Decimation,
Stage sequence number: Input sample rate: Decimation factor:
GSI ch BHZ
|
3 2.000000E+02 2
76
B057F06 B057F07 B057F08 # # ---+ # | # ---+ # B058F03 B058F04 B058F05 B058F06 # # ---+ # | # ---+ # B058F03 B058F04 B058F05 B058F06 #
Decimation offset: Estimated delay (seconds): Correction applied (seconds): +
0 0.000000E+00 0.000000E+00
+-----------------------------------+
+
|
Channel Gain,
GSI ch BHZ
+ +
+-----------------------------------+
Stage sequence number: Gain: Frequency of gain: Number of calibrations: +
3 1.000000E+00 1.000000E-01 HZ 0
+-----------------------------------+
+
|
Channel Sensitivity,
GSI ch BHZ
+ +
+-----------------------------------+
Stage sequence number: Sensitivity: Frequency of sensitivity: Number of calibrations:
0 6.291450E+08 1.000000E-01 HZ 0
77
Lampiran 2 : Hasil Pembacaan Perioda Berdasarkan Amplitude Maksimum Seismogram Nama
Koordinat
Jarak
Stasiun
Stasiun
(km)
1
GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
348
10:17:44.295
10:17:44.799 0.295 0.799 0.504
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
713
10:19:30.225
10:19:31.110 0.225 1.110 0.885
3
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
70.4
10:16:44.950
10:16:45.402 0.950 1.402 0.449
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
437
10:18:10.051
10:18:10.495 0.051 0.495 0.444
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
736
10:19:01.960
10:19:11.520 0.960 1.520 0.565
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
66.6
10:16:44.240
10:16:44.520 0.240 0.520 0.239
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
585
10:18:58.224
10:18:59.598 0.224 1.598 1.374
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
526
10:18:09.816
10:18:10.644 0.816 1.644 0.820
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
629
10:17:41.079
10:17:41.717 0.079 0.717 0.638
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
747
10:20:14.459
10:20:15.646 0.459 1.646 1.196
No.
t1
t2
t1(s) t3(s) T (s)
78
Lampiran 3 : Hasil Pembacaan Amplitude Berdasarkan Amplitude Maksimum Seismog No.
Nama
Koordinat
Jarak
Jarak
Stasiun
Stasiun
(km)
(Degre)
1
GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
348
3.127290426 7.82062E+05
‐1.58817E+06
3.96083E+05 1.18512E+06
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
713
6.407350786 1.44342E+05
‐1.61014E+05
6.81778E+04 1.52678E+05
3
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
70.4
0.632647259 8.98575E+06
‐9.20601E+06
6.94594E+06 9.09588E+06
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
437
3.927085966 1.53807E+06
‐8.78016E+05
7.89942E+05 1.20804E+06
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
736
6.614039521 4.25837E+05
‐5.07261E+05
2.77487E+05 4.66549E+05
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
66.6
0.598498685 2.15097E+07
‐1.64274E+07
7.03252E+06 1.89686E+07
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
585
5.257083043 2.73716E+05
‐4.10239E+05
3.54803E+05 3.41978E+05
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
526
4.726881506 6.02217E+05
‐5.99406E+05
1.19895E+05 6.00812E+05
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
629
5.65248758
4.29807E+05
‐2.62393E+05
1.82460E+05 3.46100E+05
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
747
6.712890655 2.09158E+05
‐2.56289E+05
2.31941E+04 2.32724E+05
A t1
A t2
A t3
Waktu Phase (UTC)
79
A(m)
Lampiran 4 : Hasil Pembacaan Amplitude Maksimum Seismogram Gelombang P (mB)
No.
Nama
Koordinat
Jarak
Jarak At1P
At2P
AP(m)
AP
Stasiun
Stasiun
(km)
(Degre)
1
GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
348
3.127290426 1.92205E+06
‐4.29087E+05
1.17557E+06 1.17557E+00
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
713
6.407350786 2.91337E+05
‐3.88818E+05
3.40078E+05
3
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
70.4
0.632647259 7.84660E+06
‐6.90041E+06
7.37351E+06 7.37351E+00
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
437
3.927085966 5.03015E+05
‐1.36295E+06
9.32983E+05
9.32983E‐01
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
736
6.614039521 4.64034E+05
‐2.99247E+05
3.81641E+05
3.81641E‐01
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
66.6
0.598498685 2.14225E+07
‐1.65146E+07
1.89686E+07 1.89686E+01
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
585
5.257083043 1.70193E+05
‐1.53782E+05
1.61988E+05
1.61988E‐01
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
526
4.726881506 4.84958E+05
‐1.81277E+05
3.33118E+05
3.33118E‐01
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
629
5.65248758
4.22987E+05
‐2.65888E+05
3.44438E+05
3.44438E‐01
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
747
6.712890655 1.40748E+05
‐2.13163E+05
1.76956E+05
1.76956E‐01
80
3.40078E‐01
Lampiran 5 : Hasil Pembacaan Perioda Seismogram Gelombang P (mB)
No.
Nama
Koordinat
Jarak
Jarak
t1
t2
t1P(s) t2P(s)
T P
Stasiun
Stasiun
(km)
(Degre)
1
GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
348
3.127290426
10:17:03.850
10:17:04.150
0.850
1.150
0.300
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
713
6.407350786
10:18:26.693
10:18:27.773
0.693
0.773
0.080
3
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
70.4
0.632647259
10:16:42.649
10:16:41.899
0.649
0.899
0.250
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
437
3.927085966
10:17:20.299
10:17:20.599
0.299
0.599
0.300
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
736
6.614039521
10:17:52.519
10:17:52.982
0.519
0.982
0.463
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
66.6
0.598498685
10:16:44.241
10:16:44.522
0.241
0.522
0.281
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
585
5.257083043
10:18:40.298
10:18:40.549
0.298
0.549
0.891
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
526
4.726881506
10:17:29.400
10:17:29.759
0.400
0.759
0.359
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
629
5.65248758
10:17:41.081
10:17:41.721
0.081
0.721
0.640
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
747
6.712890655
10:19:25.802
10:19:25.919
0.802
0.919
0.117
81
Lampiran 6 : Hasil Pembacaan Perioda Seismogram Gelombang P (mb)
No.
Nama
Koordinat
t1_P
t2_P(mb)
Stasiun
Stasiun
(mb)
(mb)
(mb)
(mb) (mb)
10:74:02.749
10:17:03.000
02.749
03.000
0.251
10:19:14.283
10:19:16.576
14.283
16.576
2.293
10:16:35.450
10:16:35.750
35.450
35.750
0.300
10:17:20.350
10:17:20.597
20.350
20.597
0.247
10:17:55.080
10:17:55.521
55.080
55.521
0.441
10:16:36.920
10:16:37.120
36.920
37.120
0.200
10:18:40.668
10:18:42.260
40.668
42.260
1.592
1
GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
3
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
t1P(s) t2P(s)
82
T_P
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
10:18:05.35
10:18:06.166
05.35
06.166
0.816
10:17:45.079
10:17:45.438
45.079
45.438
0.359
10:19:25.988
10:19:28.755
25.988
28.755
2.767
Lampiran 7 : Hasil Pembacaan Amplitude Maksimum Seismogram Gelombang P (mb) Nama
Koordinat
At1P
At2P
At3P
A_P(æm)
A_P(m)
Stasiun
Stasiun
(mb)
(mb)
(mb)
(mb)
(mb)
1
GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
8.87497E+05
‐4.55397E+05
1.57399E+05
6.71447E+05
6.71447E‐01
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
5.42741E+05
‐3.15596E+05
2.65922E+05
4.29169E+05
4.29169E‐01
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
5.08098E+05
‐5.88383E+05
4.55670E+06
5.48241E+05
5.48241E‐01
No.
3
83
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
1.35406E+05
‐7.42093E+05
2.19048E+05
4.38750E+05
4.38750E‐01
1.50116E+05
‐3.25538E+05
2.16283E+05
2.37827E+05
2.37827E‐01
9.30393E+05
‐2.12765E+05
7.34367E+06
5.71579E+05
5.71579E‐01
2.49542E+05
‐3.21569E+05
6.25036E+05
2.85556E+05
2.85556E‐01
9.56622E+05
‐1.00999E+06
6.53719E+05
9.83306E+05
9.83306E‐01
2.47464E+05
‐5.64466E+04
1.02692E+05
1.51955E+05
1.51955E‐01
5.32969E+05
‐3.87591E+05
5.94491E+05
4.60280E+05
4.60280E‐01
Lampiran 8 : Hasil Penghitungan Mo Berdasarkan Rumus Empiris Ms
No. 1
Nama Jarak Koordinat Stasiun Jarak(Degre) Stasiun (km) GSI
1.3039 LU‐97.5755 BT
348
3.127290426
Ms
logMo
Mo
7.89E+00
2.79E+01
2.350E+20
84
2
KLI
2.0912 LS‐101.462 BT
713
6.407350786
7.27E+00
2.70E+01
2.272E+20
3
PPI
0.45503 LS‐100.397 BT
70.4
0.632647259
7.67E+00
2.76E+01
2.322E+20
4
KSI
3.6517 LS‐102.593 BT
437
3.927085966
8.12E+00
2.83E+01
2.378E+20
5
KASI
5.5326 LS‐104.4971 BT
736
6.614039521
7.98E+00
2.81E+01
2.361E+20
6
PDSI
0.9118 LS‐100.462 BT
66.6
0.598498685
8.16E+00
2.83E+01
2.383E+20
7
PMBI
2.927 LS‐ 104.772 BT
585
5.257083043
7.29E+00
2.70E+01
2.274E+20
8
LHSI
3.827 LS‐ 103.523 BT
526
4.726881506
7.68E+00
2.76E+01
2.323E+20
9
MDSI
4.4861 LS‐104.178 BT
629
5.65248758
7.68E+00
2.76E+01
2.323E+20
10
LHMI
5.4964 LU‐ 95.2961 BT
747
6.712890655
7.36E+00
2.71E+01
2.283E+20
Rata‐rata(mean)
7.70987 27.665 2.327E+20
Lampiran 9 : Hasil Penghitungan Magnitude Berdasarkan Nilai Amplitude dan Perioda
85
No.
Nama MS
ML
mB
mb
Mw
Mo
Keterangan
Stasiun 1
GSI
7.89035E+00
7.60852E+00
7.19313E+00
7.31860E+00
7.92369E+00
2.350E+20
2
KLI
7.27296E+00
7.57830E+00
7.62849E+00
6.97286E+00
7.30630E+00
2.272E+20
3
PPI
7.67068E+00
6.57815E+00
7.96973E+00
7.19558E+00
7.70401E+00
2.322E+20
4
KSI
8.11790E+00
7.88981E+00
7.09275E+00
7.44602E+00
8.15123E+00
2.378E+20
5
KASI
7.97973E+00
8.10148E+00
6.91607E+00
7.36865E+00
8.01306E+00
2.361E+20
6
PDSI
8.15784E+00
6.83082E+00
8.32933E+00
7.46839E+00
8.19118E+00
2.383E+20
7
PMBI
7.28949E+00
7.69135E+00
6.80981E+00
6.98211E+00
7.32282E+00
2.274E+20
8
LHSI
7.67754E+00
7.80866E+00
6.96750E+00
7.19942E+00
7.71088E+00
2.323E+20
9
MDSI
7.68014E+00
7.78348E+00
6.73093E+00
7.20088E+00
7.71347E+00
2.323E+20
10
LHMI
7.36210E+00
7.81721E+00
7.17968E+00
7.02278E+00
7.39544E+00
2.283E+20
Rata‐ rata(mean)
7.709873541
7.568777169
7.281742153
7.217529183
7.743206874
2.327E+20
7.506359678
86
Lampiran 10 : Data Phase Gelombang P untuk mB
87
88
89
90
91
92
93
Lampiran 11 : Data Phase Gelombang P untuk mb
94
95
96
97