ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENENTUAN ARAH KIBLAT
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh : Susheri 083511028
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Susheri
NIM
: 083511028
Jurusan/Program Studi
: Tadris Matematika
menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 28 Mei 2012 Saya yang menyatakan,
Susheri NIM: 083511028
ii
PENGESAHAN Naskah skripsi dengan: Judul Nama NIM Jurusan
: : : :
Analisis Rumus Trigonometri dalam Penentuan Arah Kiblat Susheri 083511028 Tadris Matematika
Telah diujikan dalam sidang munaqosah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Matematika. Semarang, 27 Juni 2012 DEWAN PENGUJI
iii
iv
v
ABSTRAK Judul Penulis NIM
: Analisis Rumus trigonometri dalam penentuan arah kiblat : Susheri : 083511028
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui rumus-rumus trigonometri yang dipakai dalam teori penentuan arah kiblat dan mengetahui penerapan rumusrumus trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat. Adapun rumusan masalahnya; pertama, rumus apa sajakah yang digunakan dalam teori penentuan arah kiblat. Kedua, bagaimanakah aplikasi/penerapan rumus trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian ini menelaah konsep trigonometri dalam aplikasinya pada teori penentuan arah kiblat, yaitu teori trigonometri bola (Spherical Trygonometri), geodesi dan navigasi. Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi dengan melakukan penelusuran dan penelaahan dengan cara membaca buku-buku yang terkait dengan penelitian ini. Adapun dalam teknik analisis menggunakan logika induksi untuk memperoleh kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan dalam permasalahan ini. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan; pertama, Teori penentuan arah kiblat sampai saat ini yang sudah diketahui ada tiga, yaitu trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi. Dalam teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), aturan trigonometri yang dipakai adalah aturan trigonometri pada bidang lengkung. Lebih tepatnya bidang bola, karena teori yang digunakan adalah teori trigonometri bola. Sehingga rumus trigonometri yang ada juga bervariasi, mulai dari aturan sinus, cosinus, rumus tangen, secan, cosecan dan cotangen. Meskipun demikian, dalam praktik perhitungannya rumus yang digunakan tidaklah semua, tetapi lebih menyesuaikan kebutuhan. Sedangkan pada teori geodesi aturan trigonometri yang diterapkan lebih pada bidang lengkung, namun cenderung mendekati bentuk bola yang sebenarnya, yaitu elips. Rumus trigonometri yang digunakan dalam penentuan arah kiblat juga hampir sama, yaitu rumus sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan dan cotangen. Namun, dalam perhitungannya rumus yang dipakai juga tidak semuanya, menyesuaikan. Berbeda dengan teori navigasi, dalam teori ini aturan yang dipakai adalah aturan trigonometri pada bidang datar. Sebab, acuannya memang berdasar peta bidang datar. Meskipun demikian, rumus yang diterapkan dalam perhitungan arah kiblat juga tak jauh beda, yakni tetap memuat rumus sinus, cosinus dan tangen. Kedua, adapun aplikasi/penerapan rumus-rumus trigonometri tersebut, baik dalam teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi tidak terlepas dari alat bantu dalam perhitungan arah kiblat. Pada teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), supaya mempermudah perhitungan/penentuan arah kiblat maka bisa menggunakan alat bantu kalkulator. Sedangkan dalam teori geodesi, dalam penentuan/perhitungan arah kiblat bisa menggunakan metode vincenty. Adapun dalam teori navigasi, aplikasinya lebih mengacu pada konsep peta bidang datar.
vi
Adapun saran dari penelitian ini bahwa pada dasarnya, kajian konsep trigonometri terutama dalam aplikasinya pada ilmu falak tidak hanya terbatas penentuan arah kiblat saja. Melainkan ada yang lainnya, seperti penentuan awal tahun bulan komariyah, awal waktu sholat, dan kalender hijriyah. Oleh sebab itu, hendaknya penelitian ini memotivasi untuk mengkaji lagi konsep trigonometri tersebut. Penelitian seperti yang penulis lakukan ini masih jarang dijumpai pada rak buku koleksi jurusan tadris matematika. Oleh karena itulah, harapannya penelitian ini menjadi pelengkap koleksi buku jurusan tadris matematika. Di samping demikian, tentunya penelitian ini juga diharapkan menjadi inspirasi untuk menelaah konsep-konsep matematika lainnya.
Kata kunci: trigonometri, arah kiblat, geodesi, navigasi
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Rabb al-Izzati, Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hamba-Nya. Terlebih kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, Nabi akhir zaman dan pembawa rahmat bagi makhluk seluruh alam. Tidak ada kata yang pantas penulis ungkapkan kepada pihak-pihak yang membantu proses pembuatan skripsi ini, kecuali terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Dr. Suja’i, M.Ag. 2. Dosen pembimbing Minhayati Saleh M.Si, dan Dr. Hj. Sukasih, M.Pd, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penulisan skripsi. 3. Kajur Prodi Matematika, Bpk. Saminanto,M.Si yang selalu memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 4. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah yang telah membekali banyak pengetahuan kepada penulis dalam menempuh studi di Fakultas Tarbiyah. 5. Kedua orang tua (Bpk Kasmun, Alm dan ibu Sutini) dan saudara-saudaraku (Mukhlisin dan Ahmad Ulil) yang tidak henti-hentinya memberikan dorongan baik moril maupun materiil dan tidak pernah bosan mendoakan penulis dalam menempuh studi dan mewujudkan cita-cita. 6. Keluarga besar bapak Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag, yang selalu mendidik dan mengajar penulis dengan penuh kesabaran. 7. Keluarga bapak h. Ciptono hadi dan keluarga besar RT 10 RW 14 Perumnas Beringin Lestari yang telah banyak memberikan pelajaran kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat sejati seperjuangan (Mas Munif, S. H.I, Lutfi Adnan MZ dan Agus Sopar) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. 9. Seluruh teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan semangat. 10. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu, baik moral maupun materi dalam penyusunan skripsi ini.
viii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi, metodologi dan analisisnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah penulis berharap, semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang, 28 Mei 2012 Penulis
Susheri Nim: 083511028
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................
ii
PENGESAHAN .................................................................................................. iii NOTA PEMBIMBING I ................................................................................... iv NOTA PEMBIMBING II ..................................................................................
v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI
...................................................................................................
x
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................
3
D. Kajian Pustaka ..............................................................................
4
E. Metode Penelitian ..........................................................................
6
BAB II : TRIGONOMETRI DAN TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT A. Trigonometri . ................................................................................
9
1. Pengertian Trigonometri ...........................................................
9
2. Sejarah Trigometri .................................................................... 10 3. Konsep Dasar Trigonometri ...................................................... 14 B. Rumus-rumus Trigonometri . ....................................................... 19 1. Rumus Trigonometri untuk Jumlah dan Selisih Dua Sudut...... 25 2. Rumus Trigonometri Sudut Rangkap dan Tengahan ................ 28 3. Rumus Perkalian Sinus dan Cosinus......................................... 30 4. Rumus Penjumlahan dan Pengurangan Sinus dan Cosinus ...... 31 C. Aturan Sinus dan Cosinus .............................................................. 31 1. Aturan Sinus.............................................................................. 31 2. Aturan Cosinus.......................................................................... 32
x
D. Teori Penentuan Arah Kiblat ......................................................... 33 1. Teori Trigonometri Bola (Spherical Trigonometry) ................. 33 2. Teori Geodesi ............................................................................ 34 3. Teori Navigasi ........................................................................... 37
BAB III : PENERAPAN RUMUS TRIGONOMETRI DALAM TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT A. Pengertian Arah kiblat ................................................................... 39 B. Metode Penentuan Arah Kiblat ..................................................... 42 C. Rumus Trigonometri dalam Perhitungan Arah Kiblat .................. 53 D. Istilah-Istilah dalam Ilmu Falak ..................................................... 65
BAB IV : ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT A. Analisis Rumus Trigonometri dalam Penerapannya pada Teori Trigonometri Bola (Spherical Trigonometri) ............................... 67 B. Analisis Rumus Trigonometri Dalam Penerapannya Pada Teori Geodesi ......................................................................................... 76 C. Analisis Rumus Trigonometri Dalam Penerapannya Pada Teori Navigasi ......................................................................................... 82
BAB V : PENUTUP A. Simpulan ....................................................................................... 84 B. Saran ............................................................................................. 85 C. Penutup ......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Aplikasi ilmu matematika pada dasarnya sangatlah luas cakupannya. Hampir di setiap disiplin ilmu pengetahuan menggunakan aplikasi ilmu matematika. Dalam ilmu matematika sendiri juga banyak terdapat konsep dan teori yang sangat membantu dan berguna dalam kehidupan umat manusia. Sebagai contoh ialah konsep/rumus trigonometri yang sangat membantu dalam teori penentuan arah kiblat. Konsep trigonometri dalam sejarah perkembangan sains Islam sangat berperan sekali pada aplikasi ilmu falak. Hal ini dapat diketahui dengan banyaknya ilmuwan muslim yang turut mengembangkan ilmu falak, seperti AlKhawarizmi (305 H/917 M) dengan magnum opusnya dalam kitab alMukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Selain Al-Khawarizmi, tokoh Islam yang ikut membangun ilmu falak juga banyak sekali, diantaranya ialah, Abu Ma’syar al-Falaky (wafat 272 H/885 M) dengan karyanya yang berjudul Isbatul Ulum dan Haiatul Falak, Jabir Batany (wafat 319 H/931 M) dengan karyanya Kitabu Ma’rifati Mathli’il Buruj Baina Arbail Falak, Abu Raihan alBiruni (wafat 363 H-440 H/973 M-1048 M) dengan karyanya al-Qonun alMas’udi.1 Tokoh ilmwuan muslim yang berkontribusi dalam ilmu trigonometri ialah Abul Wafa Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Ismail al Buzjani yang lahir pada tahun 940 M. Abul Wafa Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Ismail al Buzjani dikenal sebagai peletak dasar dari rumus-rumus trigonometri2. Generasi berikutnya ialah ahli matematika bernama Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M – 1
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007 ), hlm. 7 2 Republika.co.id, “Al Buzjani, Peletak Dasar Rumus Trigonometri” dalam http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan-muslim/2-al-buzjani.html, diakses 28 September 2011.
1
1036M). Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur dikenal sebagai penemu hukum sinus3. Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu matematika, rumus-rumus trigonometri yang biasanya dipakai dalam ilmu matematika diantaranya ialah; rumus trigonometri jumlah dan selisih dua sudut, rumus trigonometri sudut rangkap dan sudut tengahan, rumus perkalian sinus dan kosinus, rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus, hukum/aturan sinus dan hukum/aturan kosinus4 Rumus-rumus trigonometri tersebut pada dasarnya memang terlihat sederhana, karena kebanyakan dipakai/telah dipelajari dalam jenjang pendidikan seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat. Tetapi lebih dari itu, trigonometri punya kelebihan
tersendiri
bukan
hanya
sekadar
untuk
pengetahuan
saja.
Trigonometri punya sisi lain yang menarik untuk dikaji secara lebih lagi, terutama terkait dalam aplikasinya pada teori penentuan arah kiblat. Sampai saat ini teori penentuan arah kiblat yang sudah diketahui diantaranya ialah;5 teori trigonometri bola (spherical trigonometry),teori geodesi, dan teori Navigasi. Dari ketiga teori tersebut dua diantaranya (teori trigonometri bola dan geodesi) mengacu pada tipologi makna arah sudut tetap/tidak konstan (ortodrom) dengan jarak tempuh terdekat. Namun keduanya memiliki perbedaan dalam hal perhitungannya. Masing-masing teori tersebut memiliki kriteria sesuai dengan dasar-dasar teorinya6. Kontribusi rumus trigonometri pada ilmu falak sangatlah besar, terlebih pada teori penentuan arah kiblat. Mengingat trigonometri berbicara masalah sudut, maka mustahil arah kiblat (ka’bah) suatu titik tertentu (tempat, kota, 3
Admin, “Abu Nasr Mansur, Sang Penemu Hukum Sinus”, dalam http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/abu-nasr-mansur-sang-penemu-hukum-sinus/, diakses 28 September 2011. 4 Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, (Jakarta: Gelora Aksara Pertama, 2006), hlm. 113-132. 5 Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya”, Disertasi (Semarang : Program Doktor IAIN Walisongo, 2011), hlm. 170-210. 6 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Peneltian Individual (Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2011), hlm.35-51.
2
wilayah) dapat ditentukan tanpa mengetahui sudut tempat dan sudut kiblatnya. Dari sinilah kemudian muncul korelasi mutualisme antara matematika khususnya bidang trigonometri) dan ilmu falak khususnya teori penentuan arah kiblat). Bangunan kerangka teoritis pada teori-teori penentuan arah kiblat tersebut tidak lepas dari konsep trigonometri, baik itu teori trigonometri bola, teori geodesi maupun teori navigasi. Sepengetahuan penulis, sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian yang membahas spesifikasi rumus trigonometri matematika dalam ilmu falak, yakni pada teknik penentuan arah kiblat. Baik itu mengacu pada rumus apa saja yang dipakai/digunakan dalam teori penentuan arah kiblat ataupun tentang bagaimana penerapan/aplikasi rumus trigonometri pada teori penentuan arah kiblat. Atas dasar alasan itulah penulis memberanikan diri untuk melakukan penelitian dengan judul penelitian “Analisis Rumus Trigonometri Dalam Penerapannya Pada Ilmu Falak (Telaah Atas Teori Penentuan Arah Kiblat)” . Harapannya penelitian ini nantinya menjadi acuan untuk penelitian berikutnya tentang kajian teori yang ada dalam ilmu matematika. Mengingat masih sedikit ditemukan penelitian yang mengkaji konsep/rumus-rumus yang ada dalam ilmu matematika.
B. Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1) Rumus trigonometri matematika apa sajakah yang dipakai dalam teori penentuan arah kiblat? 2) Bagaimana penerapan rumus trigonometri matematika dalam teori penentuan arah kiblat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut: 1) Tujuan
3
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini ialah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui rumus-rumus trigonometri yang dipakai dalam teori penentuan arah kiblat b) Untuk mengetahui penerapan rumus-rumus trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat 2) Manfaat Selanjutnya, setelah dilaksanakannya penelitian, peneliti berharap penelitian ini memiliki banyak manfaat. Baik bagi peneliti sendiri maupun bagi orang lain yang membaca penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut: a) Memberikan pengetahuan tentang rumus-rumus trigonometri yang dipakai dalam teori penentuan arah kiblat. b) Memberikan pengetahuan tentang penerapan
rumus-rumus
trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat.
D. Kajian Pustaka Seperti halnya pada penelitian-penelitian lainnya, dalam penelitian ini juga harus mempertimbangkan kajian pustaka. Terutama kajian pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Kajian pustaka dalam sebuah penelitian berfungsi untuk mendukung penelitian yang dilakukan oleh seseorang. Dalam kesempatan penelitian ini terdapat beberapa buku, skripsi dan disertasi yang masih relevan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dan acuan dalam proses penulisan ide-ide peneliti. Adapun buku, skripsi dan disertasi tersebut penjelasannya secara berturutturut ialah sebagai berikut: 1.
Disinggung juga teori penentuan arah kiblat, yakni teori trigonometri bola (spherical trigonometry) dalam bukunya Ahmad Izzuddin yang berjudul Fiqih Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.
2.
Dalam penelitian individual yang dilakukan oleh Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag dengan judul penelitian Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan
4
Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Penentuan Arah Kiblat), 2011 juga dijelaskan teori-teori penentuan arah kiblat yaitu teori trigonometri bola dan teori geodesi. Kedua teori tersebut dalam aplikasinya menggunakan rumus trigonometri, tetapi penjelasan tentang rumus trigonometri apa saja yang dipakai dan bagaimana penerapannya masih dibahas dalam garis besarnya. 3.
Disertasinya Dr. H. Ahmad Izzuddin dengan judul Kajian Terhadap MetodeMetode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya, 2011 juga membahas teoriteori penentuan arah kiblat. Dalam disertasinya itu, teori-teori penentuan arah kiblat dijelaskan secara detail. Namun pembahasannya masih belum mengarah pada spesifikasi rumus trigonometri apa saja yang dipakai dan bagaimana penerapannya. Dalam disertasi tersebut pembahasannya lebih fokus pada tingkat akurasinya dari ketiga teori penentuan arah kiblat yang ada yaitu teori trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi.
4.
Skripsi dengan judul “Konsep Trigonometri Pada Segitiga Bola Dan Aplikasinya Dalam Menentukan Arah Kiblat” karya Anis Oktriawardani dengan nomor induk mahasiswa (NIM) (01320108) Jurusan Pendidikan Matematika dan Komputasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2008. Dalam skripsi tersebut dibahas tentang konsep trigonometri dalam teori segitiga bola dan aplikasinya dalam penentuan arah kiblat. Hasil dari penelitian skripsi ini menunjukan bahwa konsep segitiga bola dapat digunakan dalam perhitungan menentukan arah kiblat.
5.
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry dan E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems yang menjelaskan tentang konsep trigonometri dan geometri. Meskipun demikian, keterangan-keterangan dari beberapa referensi yang
relevan di atas menurut penulis sangat membantu sekali dalam penelitian yang diangkat oleh penulis ini. Meskipun pembahasannya juga masih belum mengarah pada spesifikasi rumus-rumus trigonometri apa saja yang dipakai dan bagaimana penerapannya. Sehingga menurut penulis, hal ini layak diangkat sebagai penelitian.
5
Adpun posisi atau kedudukan daripada penelitian ini adalah sebagai tindak lanjut dari penelitian yang sudah ada. Lebih khusus, penelitian ini menindak lanjuti peneletian tentang trigonometri dalam penentuan arah kiblat. Harapannya nanti akan ditemukan korelasi antara matematika dan falak. Lebih khusus lagi, akan ditemukan rumus trigomometri apa saja yang dipakai dalam ilimu falak pada teori penentuan arah kiblat yaitu teori trigonometri bola (spherical trigonometry), teori geodesi dan teori navigasi.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reseach), sehingga penelitian ini berupaya melakukan pengkajian dan penelaahan terhadap literatur yang terkait dengan tema yang penulis angkat, yakni aplikasi rumus trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat yang meliputi teori trigonometri bola, geodesi dan navigasi. 2. Sumber penelitian Sumber penelitian dalam penelitian ini ialah berdasar dari data primer dan data sekunder. Data primer ialah data pokok dan utama meliputi referensi pokok yang mengacu pada judul penelitian ini yakni rumus-rumus trigonometri dan teori penentuan arah kiblat. Sumber primer yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diantaranya adalah; buku Geodesi Satelit (Hasanudin Zainal Abidin : 2001) yang membahas tentang teori geodesi dan Navigasi, E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry dan E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems yang menjelaskan tentang konsep trigonometri, disertasi DR. Ahmad Izzuddin yang berjudul Kajian Terhadap Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya yang membahas metode penentuan arah kiblat, perhitungannya dan keakurasiannya. Sedangkan data sekunder yaitu data pendukung yang melengkapi kajian-kajian dalam penelitian ini. Baik data primer maupun data sekunder diperoleh dari dokumentasi dan buku-buku yang berkaitan tentang penelitian ini.
6
Peneliti melakukan dokumentasi tentang sumber referensi yang berkaitan dengan penelitian. Baik itu berasal dari buku-buku, kitab-kitab, jurnal, artikel-artikel dan lain sebagainya. 3. Fokus Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu “analisis rumus trigonometri dalam penerapannya pada ilmu falak (telaah atas teori penentuan arah kiblat) maka fokus penelitian ini ialah tentang rumus-rumus trigonometri dan teori penentuan arah kiblat serta bagaimana aplikasinya/penerapannya dalam teori tersebut. 4. Teknik Pengumpulan data Dalam suatu penelitian terdapat banyak teknik pengumpulan data, diantaranya ialah teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, kuesioner atau angket, dokumentasi dan lain sebagainya. Namun dalam penelitian ini peneliti mengunakan teknik dokumentasi atau dokumenter. Teknik dokumenter ialah suatu metode atau cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori, pendapat, dalil atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian.7 5. Teknik Analisis Data Pada umumnya, metode kualitatif berorientasi dalam hal eksplorasi, pengungkapan dan logika induktif. Sedangkan pendekatan suatu evaluasi yang dipakai ialah bersifat induktif. Hal ini dimaksudkan bahwa evaluator (penganalisis) berupaya menyikapi dengan akal sehat suatu situasi tanpa mengedapankan harapan yang sudah diduga sebelumnya mengenai suatu program tertentu.8 Sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis induktif. Analisis induktif artinya bahwa pola, tema, dan kategori analisis
7
Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, hlm. 191 Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, penj. Budi Puspo Priyadi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 15-16. 8
7
datang dari data (mereka muncul keluar dari data).9 Data yang diperoleh dari proses dokumentasi dianalisis mengggunakan pola khusus ke umum. Sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat menjawab rumusan masalah pada peneletian ini.
9
Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, penj. Budi Puspo Priyadi, hlm. 261
8
BAB II TRIGONOMETRI DAN TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. Trigonometri 1.
Pengertian Trigonometri Trigonometri berasal dari bahasa Yunani yaitu trigonon yang artinya
tiga sudut dan metro artinya mengukur. Oleh karena itu trigonometri adalah sebuah cabang dari ilmu matematika yang berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigonometrik seperti sinus, cosinus, dan tangen. Sedangkan definisi dari trigonometri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu ukur mengenai sudut dan sempadan dengan segitiga (digunakan dalam astronomi).10 Istilah trigonometri11 juga sering kali diartikan sebagai ilmu ukur yang berhubungan dengan segitiga. Tetapi masih belum jelas yang dimaksudkan apakah itu segitiga sama kaki (siku-siku), segitiga sama sisi, atau segitiga sembarang. Namun, biasanya yang dipakai dalam perbandingan trigonometri adalah menggunakan segitiga sama kaki atau siku-siku. Dikatakan berhubungan dengan segitiga karena sebenarnya trigonometri juga masih berkaitan dengan geometri.12 Baik itu geometri bidang maupun geometri ruang. Trigonometri
sebagai
suatu
metode
dalam
perhitungan
untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan pada bangun geometri, khususnya dalam bangun yang berbentuk segitiga. Pada prinsipnya trigonometri merupakan salah satu ilmu yang berhubungan 10
KBBI, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 1487. Definisi trigonometri dari bahasa Inggris trigonometry, (lihat Kamus Inggris-Indonesia, John M. echols dan Hassan Shadily, Jakarta: PT Gramedia, 2003), hlm. 603. 12 Geometri disini adalah cabang dari ilmu matematika yang mempelajari tentang bidang atau disebut juga ilmu ukur bidang, Hamid, Farida, Kamus Ilmiyah Populer Lengkap, (Surabaya: Apollo, t.th), hlm. 172. 11
9
dengan besar sudut, dimana bermanfaat untuk menghitung ketinggian suatu tempat tanpa mengukur secara langsung sehingga bersifat lebih praktis dan efisien. Kesimpulan dari beberapa definisi di atas bahwa trigonometri adalah cabang dari ilmu matematika yang mengkaji masalah sudut, terutama sudut segitiga yang masih ada hubungannya dengan geometri. Sedangkan dalam aplikasinya, trigonometri dapat diaplikasikan dalam bidang astronomi. Dalam hal ini adalah ilmu falak, yaitu dalam praktik perhitungan arah kiblat.
2.
Sejarah Trigonometri Sejarah awal trigonometri dapat dilacak dari zaman Mesir Kuno,
Babilonia dan peradaban Lembah Indus, lebih dari 3000 tahun yang lalu. Matematikawan India adalah perintis penghitungan variabel aljabar yang digunakan untuk menghitung astronomi dan juga trigonometri. Lagadha adalah matematikawan yang dikenal sampai sekarang yang menggunakan geometri dan trigonometri untuk penghitungan astronomi dalam bukunya Vedanga, Jyotisha, yang sebagian besar hasil kerjanya hancur oleh penjajah India. Pelacakan lain tentang awal mula munculnya trigonometri adalah bersamaan dengan kemunculan tokoh matematikawan yang handal pada masa itu. Diantaranya matematikawan Yunani Hipparchus sekitar tahun 150 SM dengan tabel trigonometrinya untuk menyelesaikan segi tiga. Matematikawan Yunani lainnya, Ptolemy sekitar tahun 100 mengembangkan penghitungan trigonometri lebih lanjut. Disamping itu pula matematikawan Silesia Bartholemaeus Pitiskus menerbitkan sebuah karya yang berpengaruh tentang trigonometri pada tahun 1595 dan memperkenalkan kata ini ke dalam bahasa Inggris dan Perancis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ada banyak aplikasi trigonometri. Terutama adalah teknik triangulasi yang digunakan dalam astronomi untuk menghitung jarak ke bintang-bintang terdekat, dalam
10
geografi untuk menghitung antara titik tertentu, dan dalam sistem navigasi satelit. Bidang lainnya yang menggunakan trigonometri termasuk astronomi (dan termasuk navigasi, di laut, udara, dan angkasa), teori musik, akustik, optik, analisis pasar finansial, elektronik, teori probabilitas, statistika, biologi, pencitraan medis/medical imaging (CAT scan dan ultrasound), farmasi, kimia, teori angka (dan termasuk kriptologi), seismologi, meteorologi, oseanografi, berbagai cabang dalam ilmu fisika, survei darat dan geodesi, arsitektur, fonetika, ekonomi, teknik listrik, teknik mekanik, teknik sipil, grafik komputer, kartografi, kristalografi.13 Selanjutnya, penemuan-penemuan
tentang rumus dasar trigonometri
oleh para tokoh ilmuwan muslim adalah sebagai berikut : a. Al Buzjani Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al Buzjani, merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut mewarnai khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang ahli di bidang ilmu matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan, Nishapur, adalah tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun 940 M. Sejak masih kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Masa sekolahnya dihabiskan di kota kelahirannya itu. Konstruksi bangunan trigonometri versi Abul Wafa hingga kini diakui sangat besar kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan adanya teori relatif segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan memakai delapan desimal. Abul Wafa pun mengembangkan hubungan sinus dan formula 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2)14.
13
Wikipedia ensiklopesi bebas, “Trigonometri”, dalam www.wikipedia.com , diakses 16 Oktober 2011. 14 Republika.co.id, “Al Buzjani, Peletak Dasar Rumus Trigonometri”, diakses 28 September 2011.
11
b. Abu Nasr Mansur Nama lengkap dari Abu Nasr Mansur adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M – 1036 M). Abu Nasr Mansur terlahir di kawasan Gilan, Persia pada tahun 960 M. Hal itu tercatat dalam The Regions of the World, sebuah buku geografi Persia bertarikh 982M. Pada karya trigonometrinya, Abu Nasr Mansur menemukan hukum sinus sebagai berikut: 𝑎/𝑠𝑖𝑛 𝐴 = 𝑏/𝑠𝑖𝑛 𝐵 = 𝑐/𝑠𝑖𝑛 𝐶.15 Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu matematika, rumusrumus trigonometri yang biasa dipakai dalam ilmu matematika adalah sebagai berikut: 16 a) Rumus kosinus jumlah dan selisih dua sudut cos(A + B) = cos A cos B – sin A sin B cos(A – B) = cos A cos B + sin A sin B
b) Rumus sinus jumlah dan selisih dua sudut sin(A + B) = sin A cos B + cos A sin B sin(A – B) = sin A cos B – cos A sin B
c) Rumus tangen jumlah dan selisih dua sudut tan A tan B 1 tan A tan B tan A tan B tan(A – B) = 1 tan A tan B tan(A + B) =
d) Rumus sinus sudut rangkap sin 2A = 2 sin A cos A sin 3A = 3 sin A – 4 sin3A
e) Rumus kosinus sudut rangkap cos 2A = cos2A – sin2A = 1 – 2 sin2A = 2 cos2A – 1 cos 3A = 4 cos3A – 3 cos A
15
Admin, “Abu Nasr Mansur, Sang Penemu Hukum Sinus”. Noormandiri, Matematika SMA Jilid 2A, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 161-180, lihat juga (Sartono Wirodikromo, Matematika 2000, 2003) dan beberapa buku matematika SMA lainnya. 16
12
f)
Rumus tangen sudut rangkap 2 tan A 1 tan 2 A 3 tan A tan 3 A tan 3A = 1 3 tan 2 A tan 2A =
g) Rumus sudut tengahan
1 cos A 1 A= 2 2 1 1 cos A cos A 2 2 sin
1 1 cos A sin A A = 2 1 cos A 1 cos A 1 cos A sin A
tan
h) Rumus perkalian kosinus dan kosinus 2 cos A cos B = cos(A + B) + cos(A – B)
i)
rumus perkalian sinus dan sinus 2 sin A sin B = - cos(A + B) + cos(A – B)
j)
rumus perkalian kosinus dan sinus 2 cos A sin B = sin(A + B) – sin(A – B) 2 cos A cos B = cos(A + B) + cos(A – B)
k) Aturan/hukum sinus a b c = = sin A sin B sin C
l)
Aturan/hukum kosinus a2 = b2 + c 2 − 2bc cos A b2 = a2 + c 2 − 2ac cos B c 2 = a2 + b2 − 2ab cos C
13
m) rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus 1 1 (A + B) cos (A – B ) 2 2 1 1 sin A – sin B = 2 cos (A + B) sin (A – B) 2 2 1 1 cos A + cos B = 2 cos (A + B) cos (A – B) 2 2 1 1 cos A – cos B = -2 sin (A + B) sin (A – B) 2 2 sin A + sin B = 2 sin
Rumus-rumus trigonometri yang tersebut di atas adalah rumus hasil kombinasi dan relasi antara rumus trigonometri yang satu dengan rumus trigonometri yang lainnya. Dalam beberapa buku referensi yang berbeda namun masih pada bahasan yang sama yaitu trigonometri, ditemukan beberapa metode yang berbeda untuk mendapatkan rumus-rumus tersebut. Hal demikian sah-sah saja, karena masing-masing ahli matematika punya asumsi-asumsi yang berbeda dalam menafsirkan rumus itu. Namun demikian, tentunya mereka masih menggunakan kaidah-kaidah yang sama, yaitu aturan geometri, relasi dan kombinasi dalam menafsirkan rumus-rumus trigonometri. Namun, dalam kaitannya dengan penelitian ini peneliti hanya menyoroti relasi antara trigonometri dengan bidang astronomi atau ilmu falak. Diantaranya adalah dalam teori penentuan arah kiblatnya yaitu teori trigonometri bola (spherical trigonometry), teori geodesi dan teori navigasi. Adapun pembuktian dari rumus-rumus tersebut di atas adalah pada sub bab selanjutnya. 3.
Konsep Dasar Trigonometri Pada dasarnya, segitiga merupakan bentuk dasar dalam matematika
terutama trigonometri. Sebab, kata trigonometri sendiri mengandung arti ukuran tentang segitiga. Dimana pengetahuan tentang bumi, matahari dan benda-benda langit lainnya sebenarnya juga diawali dari pemahaman konsep tentang rasio (ratios) pada segitiga. Sebagaimana contoh pada zaman dahulu (sebelum istilah trigonometri populer) keliling bumi sudah bisa ditentukan dengan menggunakan konsep segitiga siku-siku, meskipun hanya sebatas masih
14
dalam perkiraan saja. Waktu itu keliling bumi diperkirakan mencapai 25.000 mil, sedangkan bila menggunakan metode modern keliling bumi adalah 24.902 mil.17 Meskipun dalam sejarah matematika aplikasi trigonometri berdasar pada konsep segitiga siku-siku, tetapi sebenarnya cakupan bidangnya sangatlah luas. Dan sekarang, trigonometri juga sudah mulai merambah pada bidang komputer, satelit komunikasi dan juga astronomi.18 Konsep dasar trigonometri tidak lepas dari bangun datar yang bernama segitiga siku-siku. Segitiga siku-siku didefinisikan sebagai segitiga yang memiliki satu sudut siku-siku19 dan dua sudut lancip20 pelengkap. Selanjutnya sisi dihadapan sudut siku-siku merupakan sisi terpanjang yang disebut dengan sisi miringnya (hypotenuse), sedangkan sisi-sisi dihadapan sudut lancip disebut kaki (leg) segitiga itu.21 Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini:
Keterangan: Hypotenuse: sisi miring Leg: sisi kaki segitiga
Gambar 1. Segitiga siku-siku, dengan C sebagai sudut penyiku. Pada gambar di atas terlihat jelas bahwa ∆𝐴𝐵𝐶 merupakan segitiga sikusiku dengan 𝐶 sebagai sudut siku-sikunya, dan 𝐴𝐵 merupakan sisi miringnya (hypotenuse). Sedangkan kaki-kakinya adalah 𝐵𝐶 yang posisinya di hadapan ∠𝐴, dan 𝐴𝐶 di hadapan ∠𝐵. 17
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, dalam www.amscopub.com, hlm. 353. Diakses pada 09-02-2011. 18 E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, dalam www.amscopub.com, hlm. 353 19 Sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 90°. 20 Sudut lancip adalah sudut yang besarnya kurang dari 90° (< 90°). 21 E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, hlm. 354.
15
Selanjutnya dapat dituliskan perbandingan (ratios) sebagai berikut: 𝐵𝐶 𝐴𝐶 𝐵𝐶 , cos 𝐴 = , 𝑑𝑎𝑛 tan 𝐴 = 𝐴𝐵 𝐴𝐵 𝐴𝐶 Versi lain untuk mendapatkan perbandingan fungsi trigonometri seperti sin 𝐴 =
𝑠𝑖𝑛, 𝑐𝑜𝑠, 𝑡𝑎𝑛, 𝑐𝑠𝑐, 𝑠𝑒𝑐 dan 𝑐𝑜𝑡 adalah sebagai berikut:22 𝐴 𝑃1 𝑃
𝜃
𝑂
𝐵 𝑄
𝑄1
Gambar 2 Pada gambar 2 di atas, 𝑂𝐴 dan 𝑂𝐵 membentuk sudut 𝜃, 𝑃 terletak pada 𝑂𝐴, 𝑄 tegak lurus dengan 𝑃 di 𝑂𝐵. Dari gambar tersebut, maka fungsi sin, cos, tan, csc, sec dan 𝑐𝑜𝑡 dapat didefinisikan sebagai berikut, dengan ketentuan 𝑃𝑄 menunjukan panjang garis 𝑃𝑄. sin 𝜃 =
𝑃𝑄 , 𝑂𝑃
cos 𝜃 =
𝑂𝑄 , 𝑂𝑃
tan 𝜃 =
𝑃𝑄 𝑂𝑄
csc 𝜃 =
𝑂𝑃 , 𝑃𝑄
sec 𝜃 =
𝑂𝑃 , 𝑂𝑄
ctn 𝜃 =
𝑂𝑄 𝑃𝑄
Di samping demikian, perlu juga ditunjukan bahwa fungsi tersebut telah didefinisikan oleh sudut 𝜃, bukan titik 𝑃. Dari gambar 2 di atas 𝑃1 juga merupakan titik di garis 𝑂𝐴, dan 𝑄1 tegak lurus 𝑃1 di garis 𝑂𝐵, sehingga jelas ∆𝑂𝑃𝑄 dan ∆𝑂𝑃1 𝑄1 sebangun karena itu juga diperoleh hubungan seperti 𝑃𝑄1
dan
𝑂𝑃1
𝑃𝑄 𝑂𝑃
. Oleh karena itulah, maka semua fungsi trigonometri telah
didefinisikan.
22
E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems, dalam www.birkhauser.com , hlm. 1-3. Diakses pada 11-02-2011.
16
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa sin 𝜃, cos 𝜃, dan tan 𝜃 merupakan perbandingan terbalik dengan csc 𝜃, sec 𝜃, dan cot 𝜃 secara beturutturut. Oleh sebab itu, dalam beberapa hal cukup mempertimbangkan sin 𝜃, cos 𝜃, dan tan 𝜃 saja. Dari hubungan tersebut, maka dapat diketahui pula: sin 𝜃 cos 𝜃
= tan 𝜃
dan
cos 𝜃 sin 𝜃
= cot 𝜃
Dengan menggunakan kaidah pada ∆𝐴𝐵𝐶 dengan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah panjang sisi-sisi 𝐵𝐶, 𝐶𝐴, dan 𝐴𝐵, ∠𝐴, ∠𝐵, dan ∠C secara berturut-turut adalah ∠𝐶𝐴𝐵, ∠𝐴𝐵𝐶, dan ∠𝐵𝐶𝐴. Sedangkan ∆𝐴𝐵𝐶 adalah segitiga siku-siku dengan sudut sikunya di 𝐶. Perhatikanlah gambar berikut: 𝐴
𝑐
𝐵
𝑏
𝑎
𝐶
Gambar 3 Gambar di atas dapat memberikan penjelasan tentang perbandingan trigonometri sebagai berikut: 𝑎 sin 𝐴 = , 𝑐 𝑏 sin 𝐵 = , 𝑐
𝑏 cos 𝐴 = , 𝑐 𝑎 cos 𝐵 = , 𝑐
𝑎 𝑏 𝑏 tan 𝐵 = 𝑎 tan 𝐴 =
Dari rumus tersebut diperoleh: 𝑎 = 𝑐 sin 𝐴,
𝑎 = 𝑐 cos 𝐵
𝑎 = 𝑏 tan 𝐴
𝑏 = 𝑐 sin 𝐵,
𝑏 = 𝑐 cos 𝐴
𝑏 = 𝑎 tan 𝐵
𝑐 = 𝑎 csc 𝐴
𝑐 = 𝑎 sec 𝐵
𝑐 = 𝑏 csc 𝐵
17
𝑐 = 𝑏 sec 𝐴
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep trigonometri pada dasarnya memang mengacu pada perbandingan segitiga sikusiku. Dari perbandingan tersebut maka diperoleh fungsi trigonometri seperti: sinus (𝑠𝑖𝑛), 𝑐𝑜𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 (𝑐𝑜𝑠), 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑡𝑎𝑛), 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑐𝑠𝑐), 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑠𝑒𝑐)
dan
𝑘𝑜𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑐𝑜𝑡). Namun, karena fungsi 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑐𝑠𝑐), 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑠𝑒𝑐) dan 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑐𝑜𝑡) merupakan perbandingan terbalik (reciprocal) dari fungsi 𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 (𝑠𝑖𝑛), 𝑐𝑜𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 (𝑐𝑜𝑠), 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑡𝑎𝑛) maka yang sering digunakan adalah fungsi 𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑠𝑖𝑛 , 𝑐𝑜𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑐𝑜𝑠 , 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑡𝑎𝑛). Supaya lebih jelas dalam memahami konsep trigonometri tersebut maka diberikan contoh sebagai berikut: 1) Dalam ∆PQR dengan 𝑅 sebagai sudut siku-sikunya, 𝑃𝑄 = 25 satuan, 𝑄𝑅 = 24 satuan, dan 𝑃𝑅 = 7 satuan, tentukan! 𝑎) sin𝑃,
𝑏) cos𝑃,
𝑐) tan𝑃
𝑑) sin𝑄,
𝑒) cos𝑄,
𝑒) tan𝑄
Jawab: Hipotenusa adalah 𝑃𝑄 karena merupakan sisi terpanjang yaitu 25 Gambarnya sebagai berikut: P 25 7
s a t u a n
R
24
𝑎) sin 𝑃 =
Q
𝑅𝑄 𝑃𝑄
𝑏) cos 𝑃 =
=
𝑃𝑅 𝑃𝑄
𝑐) tan 𝑃 = 𝑑) sin 𝑄 = 𝑒) cos 𝑄 =
𝑄𝑅 𝑃𝑅 𝑃𝑅 𝑃𝑄 𝑃𝑅 𝑃𝑄
24 25
=
7 25
=
= =
satuan satuan
24 7 7 25 24 25
satuan satuan satuan
18
𝑓) tan 𝑄 =
𝑃𝑅 𝑄𝑅
=
7 24
satuan
B. Rumus-Rumus Trigonometri Secara umum rumus-rumus trigonometri diperoleh dari hubungan atau relasi antara rumus yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini maka dapat juga dikatakan rumus trigonometri diperoleh dari derivasi rumus yang lain. Misalnya sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan dan cotangen antara yang satu dengan yang lain sebenarnya masih ada hubungannya. Dalam beberapa referensi yang penulis peroleh dari beberapa buku terutama yang menggunakan bahasa Indonesia rumus-rumus trigonometri dibedakan menjadi beberapa kategori. Diantaranya adalah sebagai berikut:23 1. Rumus trigonometri untuk jumlah dua sudut dan selisih dua sudut 2. Rumus trigonometri sudut rangkap dan tengahan 3. Rumus perkalian sinus dan kosinus 4. Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus Penjelasan dari beberapa rumus di atas akan dibahas secara berurutan, namun sebelum itu akan dijelaskan tentang sudut (angel) rotasi, koordinat titik pada lingkaran dengan pusat 0 dan jari-jari 𝑟, lingkaran satuan dan hasilhasil dari trigonometri itu sendiri sebagai pengantar. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a) Sudut (angle) dan rotasi Pembahasan sudut dan rotasi yang dimaksudkan di sini adalah dalam ruang lingkup suatu lingkaran sebagai permisalan. Artinya, sudut di sini adalah sudut yang terbentuk karena suatu rotasi pada lingkaran tersebut. Misalnya rotasi dari titik 𝐴 ke titik 𝐵, baik itu rotasi berlawanan arah jarum jam (counterclockwise) ataupun searah dengan arah jarum jam (clockwise direction). Dalam hal ini jika rotasinya searah dengan jarum jam maka sudut
23
Noormandiri, Matematika SMA Jilid 2A, hlm. 161-180, lihat juga (Sartono Wirodikromo, Matematika 2000, 2003) dan beberapa buku matematika SMA lainnya.
19
yang terbentuk adalah negatif, tetapi bila berlawanan dengan arah jarum jam maka sudut yang terbentuk adalah sudut positif.24 Ilustrasinya adalah pada gambar berikut: B O
O
A
A
B
Gambar 4 dan Gambar 5. Ilustrasi perputaran sudut searah dan berlawanan jarum jam Pada gambar 4 mengilustrasikan bahwa sudut yang dibentuk oleh ∠𝐴𝑂𝐵 adalah positif karena rotasinya berlawanan dengan jarum jam, yaitu dari titik 𝐴 menuju titik 𝐵. Sedangkan pada gambar 5 mengilustrasikan bahwa sudut yang dibentuk oleh ∠𝐴𝑂𝐵 adalah negatif karena rotasinya searah dengan jarum jam. Selanjutnya klasifikasi sudut berdasarkan letak kuadrannya dibedakan menjadi empat bagian, yaitu sudut yang terletak di kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV, untuk lebih jelasnya perhatikan penjelasan gambar berikut:25 1) Bila 0 < 𝜃 < 90°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran I. 𝑦
𝜃
𝑥
Gambar 6
24
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, hlm. 358 E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, 358.
25
20
2) Bila 90° < 𝜃 < 180°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran II. 𝑦
𝜃 𝑥
Gambar 7 3) Bila 180° < 𝜃 < 270°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran III. 𝑦
𝑥
𝜃
Gambar 8 4) Bila 270° < 𝜃 < 360°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran IV. 𝑦
𝑥 𝜃
Gambar 9
21
Selain sudut-sudut kuadran tersebut, terdapat juga sudut-sudut kelipatan dari 90°, yaitu 180° , 270°, dan 360°. Gambarnya adalah sebagai berikut: 𝑦 𝑦
90°
180°
𝑥
𝑂
Gambar 10 𝑦
270°
𝑥
𝑂
Gambar 11 𝑦
𝑥
𝑂
𝑂
gambar 12
𝑥 360°
Gambar 13
b) Koordinat titik pada lingkaran dengan pusat 𝟎 dan jari-jari 𝒓 Perhatikan gambar berikut: 𝑌
𝑟 𝐴 𝛽 −𝑟
0
𝐵
𝛼 𝑟
𝑋+
Gambar 14 −𝑟
22
Pada gambar 14 di atas, titik A dan B terletak pada lingkaran. Misalkan ∠𝑋 +0𝐴 = 𝛼 dan ∠𝑋 +0𝐵 = 𝛽, 𝛼 dan 𝛽 diukur berlawanan dengan perputaran arah jarum jam, maka diperoleh: 𝐴 = 𝑟 cos 𝛼 , 𝑟 sin 𝛼 𝐵 = 𝑟 cos 𝛽 , 𝑟 sin 𝛽 Dari sini maka dapat disimpulkan bahwa koordinat sembarang titik 𝑃 pada lingkaran dengan sudut ∠𝑋 +0𝑃 = 𝜃 adalah 𝑟 cos 𝜃 , 𝑟 sin 𝜃 . 26 c) Lingkaran satuan Lingkaran satuan adalah lingkaran yang berpusat di 0 dengan jari-jari 𝑟 = 1. Kemudian, misalkan koordinat sembarang titik 𝑃 pada lingkaran satuan sehingga ∠𝑋 +0𝑃 = 𝜃 adalah
𝑟 cos 𝜃 , 𝑟 sin 𝜃 = cos 𝜃 , sin 𝜃 .
𝛼
Panjang busur 𝐴𝐵 = 2𝜋 . 2𝜋𝑟 = 𝛼𝑟 = 𝛼 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 . Sedangkan panjang busur 𝛽
𝐴𝐶 = 2𝜋 . 2𝜋𝑟 = 𝛽𝑟 = 𝛽 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛. Maka diperoleh
panjang busur 𝐵𝐶 =
𝛽 − 𝛼 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛. Ilustrasi gambarnya adalah sebagai berikut: 1 𝐵
𝐶 𝛽 −1
𝛼
𝐴 1
𝑋+
−1
Gambar 15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat panjang sembarang busur, misalkan 𝑃𝑄 sehingga ∠𝑃0𝑄 = 𝜃, maka panjang busar 𝑃𝑄 adalah 𝜃 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛. 26
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 112.
23
d) Hasil-hasil dari trigonometri27 sin2 𝜃 + cos2 𝜃 = 1 sin 𝜃 = cos 90° − 𝜃 cos 𝜃 = sin 90° − 𝜃 sin 𝜃 = sin 180° − 𝜃 = − sin 180° + 𝜃 = − sin 360° − 𝜃 = − sin −𝜃 cos 𝜃 = −cos 180° − 𝜃 = − cos 180° + 𝜃 = cos 360° − 𝜃 = cos −𝜃 tan 𝜃 = −tan 180° − 𝜃 = tan 180° + 𝜃 = − tan 360° − 𝜃 Sudut-sudut istimewa: 0°
30°
45°
60°
90°
𝑆𝑖𝑛
0
1 2
1
𝑡𝑎𝑛
0
1 3 2 1 3 3
1 3 2 1 2
1
𝐶𝑜𝑠
1 2 2 1 2 2 1
3
0 ~
Tanda fungsi trigonometri dalam berbagai kuadran: Kuadran
I
Tanda positif Semua
II
III
IV
Sin
Tan
Cos
Selanjutnya penjelasan tentang rumus-rumus trigonometri adalah sebagai berikut:
27
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 112.
24
1. Rumus trigonometri untuk jumlah dua sudut dan selisih dua sudut a) Rumus untuk cos(𝛼 ± 𝛽) 28 𝑌 𝐶(cos 𝛼 + 𝛽 , sin(𝛼 + 𝛽))
−1
0
𝐵(cos 𝛼 , sin 𝛼)
𝛽 𝛼 −𝛽
𝐴(1,0) 𝑋 + 1 𝐷(cos 𝛽 , −sin 𝛽)
−1
Gambar 16 Pada gambar 16 di atas diperlihatkan sebuah lingkaran satuan, sehingga koordinat titik 𝐴 adalah (1,0). Misalkan ∠𝐴𝑂𝐵 = 𝛼, dan ∠𝐵𝑂𝐶 = 𝛽, maka ∠𝐴𝑂𝐶 = ∠𝐴𝑂𝐵 + ∠𝐵𝑂𝐶 = 𝛼 + 𝛽. Dengan mengambil sudut pertolongan ∠𝐴𝑂𝐷 = −𝛽, maka ∆𝐴𝑂𝐶 kongruen dengan ∆𝐵𝑂𝐷, akibatnya 𝐴𝐶 = 𝐵𝐷 atau 𝐴𝐶2 = 𝐵𝐷2 . Kita ingat bahwa koordinat kartesius sebuah titik dapat dinyatakan sebagai (𝑟 cos 𝛼 , 𝑟 sin 𝛼), sehingga koordinat titik 𝐵 adalah (cos 𝛼 , sin 𝛼), titik 𝐶 adalah cos 𝛼 + 𝛽 , sin 𝛼 + 𝛽 , dan titik 𝐷(cos 𝛼 , −sin 𝛽). Dengan menggunakan rumus jarak antara dua titik diperoleh:
Jarak titik A(0,1) dan 𝐶(cos 𝛼 + 𝛽 , sin(𝛼 + 𝛽)) adalah 𝐴𝐶 2 = cos 𝛼 + 𝛽 − 1 2 + {sin(𝛼 + 𝛽) − 0}2 = cos 2 𝛼 + 𝛽 − 2 cos(𝛼 + 𝛽) + 1 + sin2 (𝛼 + 𝛽) = cos 2 𝛼 + 𝛽 + sin2 (𝛼 + 𝛽) + 1 − 2 cos(𝛼 + 𝛽)
=1 𝐴𝐶 = 2 − 2 cos(𝛼 + 𝛽) Jarak titik 𝐵(cos 𝛼 , sin 𝛼) dan 𝐷(cos 𝛽, − sin 𝛽) adalah : 2
28
Sartono Wirodikromo, Matematika untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), hlm. 82-83.
25
𝐵𝐷2 = cos 𝛽 − cos 𝛼
2
+ − sin 𝛽 − sin 𝛼
2
= 𝑐𝑜𝑠 2 𝛽 − 2 cos 𝛼 cos 𝛽 + cos 2 𝛼 + 𝑠𝑖𝑛2 𝛽 + 2 sin 𝛼 sin 𝛽 + sin2 𝛼 = 𝑐𝑜𝑠 2 𝛽 + 𝑠𝑖𝑛2 𝛽 + (cos 2 𝛼 + sin2 𝛼) − 2 cos 𝛼 cos 𝛽 + 2 sin 𝛼 sin 𝛽 𝐵𝐷2 = 2 − 2 𝑐𝑜𝑠 𝛼 cos 𝛽 + 2 sin 𝛼 sin 𝛽 Karena 𝐴𝐶 2 = 𝐵𝐷2 , maka diperoleh hubungan 2 − 2 cos(𝛼 + 𝛽) = 2 − 2 𝑐𝑜𝑠 𝛼 cos 𝛽 + 2 sin 𝛼 sin 𝛽 cos(𝛼 + 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 − sin 𝛼 sin 𝛽 Jadi rumus untuk cos(𝛼 + 𝛽) adalah: cos(𝛼 + 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 − sin 𝛼 sin 𝛽 Sedangkan rumus untuk cos(𝛼 − 𝛽) dapat diperoleh dari rumus cos(𝛼 + 𝛽) dengan cara mengganti sudut 𝛽 menjadi – 𝛽.29 cos(𝛼 − 𝛽) = cos(𝛼 + (− 𝛽)) = cos 𝛼 cos(−𝛽) − sin 𝛼 sin(−𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 − sin 𝛼 (−sin 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 + sin 𝛼 sin 𝛽 Sehingga rumus untuk cos(𝛼 − 𝛽) adalah: cos(𝛼 − 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 + sin 𝛼 sin 𝛽 Dari kedua rumus di atas, maka dapat disederhanakan menjadi: cos(𝛼 ± 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 ± sin 𝛼 sin 𝛽 b) Rumus untuk 𝐬𝐢𝐧(𝜶 ± 𝜷) 30 Rumus sinus jumlah dua sudut dapat dicari dengan menggunakan rumus kosinus selisih dua sudut, yaitu sebagai berikut: sin(𝛼 + 𝛽) = cos
𝜋 2
− (𝛼 + 𝛽)
𝜋
= cos ( 2 − 𝛼) − 𝛽 29 30
Sartono Wirodikromo, Matematika untuk SMA Kelas XI, hlm. 82-83. Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 113-114.
26
= cos
𝜋 2
− 𝛼 cos 𝛽 + sin
𝜋 2
− 𝛼 sin 𝛽
= sin 𝛼 cos 𝛽 + cos 𝛼 sin 𝛽 Jadi, sin(𝛼 + 𝛽) = sin 𝛼 cos 𝛽 + cos 𝛼 sin 𝛽 Selanjutnya, untuk mencari rumus sin(𝛼 − 𝛽) dapat dicari dengan mengubah sin(𝛼 − 𝛽) menjadi sin(𝛼 + (−𝛽)). Dengan cara yang sama seperti di atas pada rumus sin(𝛼 + 𝛽) akan diperoleh; sin(𝛼 − 𝛽) = sin 𝛼 cos 𝛽 − cos 𝛼 sin 𝛽 Sehingga rumus untuk sin(𝛼 ± 𝛽) adalah: sin(𝛼 ± 𝛽) = sin 𝛼 cos 𝛽 ± cos 𝛼 sin 𝛽 c) Rumus untuk 𝐭𝐚𝐧(𝜶 ± 𝜷) 31 Rumus tangen jumlah dan selisih dua sudut dapat diturunkan dari rumus jumlah dan selisih dua sudut sinus dan kosinus. Penjelasannya adalah sebagai berikut: sin (𝛼+𝛽 )
tan 𝛼 + 𝛽 = =
cos (𝛼+𝛽 ) sin 𝛼 cos 𝛽 +cos 𝛼 sin 𝛽 cos 𝛼 cos 𝛽 −sin 𝛼 sin 𝛽
=
= =
sin cos cos cos
𝛼 cos 𝛼 cos 𝛼 cos 𝛼 cos
𝛽 cos + 𝛽 cos 𝛽 sin − 𝛽 cos
𝛼 sin 𝛼 cos 𝛼 sin 𝛼 cos
𝛽 𝛽 𝛽 𝛽
Bagi pembilang dan penyebut dengan cos 𝛼 cos 𝛽
sin 𝛼 sin 𝛽 + cos 𝛼 cos 𝛽 sin 𝛼 sin 𝛽 1−cos 𝛼 cos 𝛽
tan 𝛼+tan 𝛽 1−tan 𝛼 tan 𝛽
Dengan menggunakan cara yang sama, diperoleh: tan 𝛼 − 𝛽 =
31
tan 𝛼+tan 𝛽 1−tan 𝛼 tan 𝛽
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 116.
27
2. Rumus trigonometri sudut rangkap dan tengahan32 a) Sinus sudut rangkap Sinus sudut rangkap dinyatakan dengan sin 2𝛼. Rumus ini diperoleh dari rumus sinus jumlah dua sudut. Penjelasannya sebagai berikut: sin 2𝛼 = sin 𝛼 + 𝛼 = sin 𝛼 cos 𝛼 + cos 𝛼 sin 𝛼 = 2 sin 𝛼 cos 𝛼 b) Kosinus sudut rangkap Seperti pada sin 2𝛼, rumus cos 2𝛼 dapat diperoleh dari rumus kosinus jumlah dua sudut. Penjelasannya sebagai berikut: cos 2𝛼 = cos 𝛼 + 𝛼 = cos 𝛼 cos 𝛼 − sin 𝛼 sin 𝛼 = 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − sin2 𝛼 Dengan menggunakan identitas 𝑐𝑜𝑠2 𝛼 + 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 = 1, maka akan diperoleh bentuk lain dari cos 2𝛼. cos 2𝛼 = 𝑐𝑜𝑠2 𝛼 − sin2 𝛼 = 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − (1 − cos2 𝛼) = 2𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − 1 Selain itu cos 2𝛼 juga dapat dinyatakan dalam bentuk: cos 2𝛼 = 𝑐𝑜𝑠2 𝛼 − sin2 𝛼 = (1 − 𝑠𝑖𝑛2 𝛼) − sin2 𝛼 = 1 − 2sin2 𝛼 Dari beberapa rumus di atas, maka diperoleh: cos 2𝛼 = 𝑐𝑜𝑠2 𝛼 − sin2 𝛼 = 2𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 − 1 = 1 − 2sin2 𝛼
32
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 120.
28
c) Tangen sudut rangkap33 Rumus tan 2𝛼 dapat diperoleh dari rumus tan 𝛼 + 𝛽 dengan mensubtitusikan 𝛽 = 𝛼, sehingga diperoleh: tan 2𝛼 = tan 𝛼 + 𝛼 = =
tan 𝛼+tan 𝛼 1−tan 𝛼 tan 𝛼 2 tan 𝛼 1−𝑡𝑎𝑛 2 𝛼
d) Trigonometri sudut tengahan34 Rumus trigonometri sudut tengahan dapat diturunkan dari rumus trigonometri sudut rangkap. Penjelasannya adalah sebagai berikut; 1 + cos 2𝛼 … … … . . (1) 2 1 − cos 2𝛼 cos 2𝛼 = 1 − 2 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 → 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 = … … … . . (2) 2 Dengan menggunakan identitas tersebut dapat diturunkan tiga identitas cos 2𝛼 = 2 𝑐𝑜𝑠2 𝛼 − 1 → 𝑐𝑜𝑠2 𝛼 =
yang
baru.
2𝛼 = 𝜃,
Misalkan
disubtitusikan 𝛼 =
𝑐𝑜𝑠 2
𝜃
𝑠𝑖𝑛2
𝜃
2 2
𝜃 2
maka
𝜃
𝛼 = . Sehingga jika 2
ke persamaan (1) dan (2) akan diperoleh:
=
1+cos 𝜃
=
1−cos 𝜃
2 2
atau 𝜃
1+cos 𝜃
2
2
𝜃
1−cos 𝜃
2
2
𝑐𝑜𝑠 = ± 𝑠𝑖𝑛 = ±
33
Sartono Wirodikromo, Matematika untuk SMA Kelas XI, hlm. 91. Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 123.
34
29
Sedangkan untuk 𝑡𝑎𝑛
𝑡𝑎𝑛
𝜃 2
=
𝜃 2
diperoleh dengan menggunakan hubungan:
𝜃 2 𝜃 𝑐𝑜𝑠 2
𝑠𝑖𝑛
=±
1+cos 𝜃 1−cos 𝜃
3. Rumus perkalian sinus dan kosinus35 Rumus yang digunakan untuk mencari rumus perkalian sinus dan kosinus adalah rumus jumlah dan selisih dua sudut. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a) Perkalian kosinus dan kosinus cos(𝛼 + 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 − sin 𝛼 sin 𝛽 cos 𝛼 − 𝛽 = cos 𝛼 cos 𝛽 + sin 𝛼 sin 𝛽
+
cos 𝛼 + 𝛽 + cos 𝛼 − 𝛽 = cos 𝛼 cos 𝛽 + cos 𝛼 cos 𝛽 cos 𝛼 + 𝛽 + cos 𝛼 − 𝛽 = 2 cos 𝛼 cos 𝛽 Jadi, 2 cos 𝛼 cos 𝛽 = cos 𝛼 + 𝛽 + cos 𝛼 − 𝛽 atau 1
cos 𝛼 cos 𝛽 = 2 cos 𝛼 + 𝛽 +
1 2
cos 𝛼 − 𝛽
b) Perkalian sinus dan sinus cos(𝛼 + 𝛽) = cos 𝛼 cos 𝛽 − sin 𝛼 sin 𝛽 cos 𝛼 − 𝛽 = cos 𝛼 cos 𝛽 + sin 𝛼 sin 𝛽
-
cos 𝛼 + 𝛽 − cos 𝛼 − 𝛽 = − sin 𝛼 sin 𝛽 − sin 𝛼 sin 𝛽 cos 𝛼 + 𝛽 − cos 𝛼 − 𝛽 = −2 sin 𝛼 sin 𝛽 Jadi, −2 sin 𝛼 sin 𝛽 = cos 𝛼 + 𝛽 − cos 𝛼 − 𝛽 atau 1
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑠𝑖𝑛 𝛽 = 2 cos 𝛼 − 𝛽 −
35
1 2
cos 𝛼 + 𝛽
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 126.
30
4. Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus36 Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus dapat diperoleh dari rumus perkalian sinus dan kosinus. Penjelasannya adalah sebagai berikut; Seperti diketahui, rumus perkalian sinus dan kosinus adalah: 2 cos 𝛼 cos 𝛽 = cos(𝛼 + 𝛽) + cos(𝛼 − 𝛽) 2 sin 𝛼 sin 𝛽 = cos(𝛼 − 𝛽) − cos(𝛼 + 𝛽) = −(cos 𝛼 + 𝛽 − cos(𝛼 − 𝛽)) 2 sin 𝛼 cos 𝛽 = sin(𝛼 + 𝛽) + sin(𝛼 − 𝛽) 2 cos 𝛼 sin 𝛽 = sin(𝛼 + 𝛽) − sin(𝛼 − 𝛽) Misalkan A = 𝛼 + 𝛽 dan B = 𝛼 − 𝛽 maka: A + B = (𝛼 + 𝛽) + (𝛼 − 𝛽) = 2 𝛼 → 𝛼 = A - B = (𝛼 + 𝛽) - (𝛼 − 𝛽) = 2 𝛽 → 𝛽 =
𝐴+𝐵 2
𝐴−𝐵 2
Bila permisalan di atas disubtitusikan pada rumus perkalian sinus dan kosinus maka akan diperoleh rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus sebagai berikut: 𝐴+𝐵
cos 𝐴 + cos 𝐵 = 2 cos
𝐴+𝐵
cos 𝐴 − cos 𝐵 = −2 sin sin 𝐴 + sin 𝐵 = 2 sin sin 𝐴 − sin 𝐵 = 2 cos
2 𝐴+𝐵 2
2 𝐴−𝐵
sin
2
𝐴+𝐵
𝐴−𝐵
cos
2
2
cos
𝐴−𝐵
sin
𝐴−𝐵
2 2
C. Aturan Sinus dan Kosinus 1. Aturan Sinus37 Misalkan ada sebuah segitiga, katakanlah ABC, maka akan dapat dibuktikan bahwa [ABC] =
𝑎𝑏 sin 𝐶 2
yang secara simetri juga dapat diperoleh
rumus sebgai berikut: [ABC] =
𝑎𝑏 sin 𝐶 2
=
𝑏𝑐 sin 𝐴 2
=
𝑎𝑐 𝑠𝑖𝑛 𝐵 2
36
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 129.
37
E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems, hlm. 18
31
Jika rumus tersebut dibagi denga pembagi
𝑎𝑏𝑐 2
, maka akan menghasilkan
rumus sebagai berikut: sin 𝐴 𝑎
=
sin 𝐵 𝑏
=
sin 𝐶 𝑐
atau
𝑎 sin 𝐴
=
𝑏 sin 𝐵
=
𝑐 sin 𝐶
Rumus itulah yang kemudian dinamakan aturan atau hokum sinus. 2. Aturan Kosinus38 Ketika kita tahu dua ukuran sisi dan juga sudut suatu segitiga, maka ukuran dan bentuk segitiga tersebut dapat ditentukan. Oleh sebab itu, ketiga sisinya juga dapat ditentukan. Untuk lebih mudahnya maka segitiga tersebut diletakkan pada suatu bidang koordinat sebagai berikut;
Gambar 17 Pada gambar 17 di atas adalah ∆AABC dengan AB = c, BC = a, dan CA= b, koordinat A(0,0), B(c,0) dan C(b cos A, b sin A). Bila b, c dan sudut A diketahui ukurannya, lalu koordinat dari tiap-tiap vertex (ujung) juga 38
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, 552-553
32
diketahui, maka dapat pula ditentukan a, dan panjang ketiga sisi segitiga tersebut dengan menggunakan rumus jarak. Rumus jarak antara dua titik, misalkan P(𝑥1 , 𝑦1 ) dan Q(𝑥2 , 𝑦2 ) adalah: 𝑃𝑄 2 = 𝑥2 − 𝑥1
2
+ 𝑦2 − 𝑦1
2
Misalkan P(𝑥1 , 𝑦1 ) = B(c,0) dan Q(𝑥2 , 𝑦2 ) = C(b cos A, b sin A), dengan menggunakan rumus jarak tersebut akan diperoleh: 𝐵𝐶 2 = 𝑏 cos 𝐴 − 𝑐
2
+ 𝑏 sin 𝐴 − 0
2
= 𝑏 2 𝑐𝑜𝑠 2 𝐴 − 2 𝑏𝑐 cos 𝐴 + 𝑐 2 + 𝑏 2 𝑠𝑖𝑛2 𝐴 = 𝑏 2 𝑐𝑜𝑠 2 𝐴 + 𝑏 2 𝑠𝑖𝑛2 𝐴 + 𝑐 2 − 2 𝑏𝑐 cos 𝐴 = 𝑏 2 (𝑐𝑜𝑠 2 𝐴 + 𝑠𝑖𝑛2 𝐴) + 𝑐 2 − 2 𝑏𝑐 cos 𝐴 = 𝑏 2 (1) + 𝑐 2 − 2 𝑏𝑐 cos 𝐴 = 𝑏 2 − 2 𝑏𝑐 cos 𝐴 Karena BC = a, maka: 𝒂𝟐 = 𝒃𝟐 + 𝒄𝟐 − 𝟐 𝒃𝒄 𝐜𝐨𝐬 𝑨 rumus itulah yang kemudian dinamakan aturan kosinus. Dengan cara yang sama akan diperoleh pula rumus: 𝒃𝟐 = 𝒂𝟐 + 𝒄𝟐 − 𝟐 𝒂𝒄 𝐜𝐨𝐬 𝑩 𝒄𝟐 = 𝒂𝟐 + 𝒃𝟐 − 𝟐 𝒂𝒃 𝐜𝐨𝐬 𝑪
D. Teori Penentuan Arah Kiblat 1. Teori Trigonometri Bola (Spherical Trigonometry) Teori trigonometri bola dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat dengan menggunakan rumus segitiga bola untuk menentukan sudut yang dibentuk dari dua titik yang berada di atas bumi. Keberadaan bumi yang mendekati bentuk bola memudahkan penentuan perhitungan arah atau jarak sudut suatu tempat dihitung dari tempat lain. Oleh karena itu, teori trigonometri bola dapat digunakan dalam penentuan arah kiblat. Teori trigonometri bola berbeda dengan trigonometri bidang datar. Dalam trigonometri bola membahas sudut-sudut segitiga yang diaplikasikan pada bidang bola. Sedangkan trigonometri bidang datar membahas sudutsudut segitiga yang diaplikasikan pada bidang datar. Trigonometri bidang
33
datar hanya terbatas pada perhitungan segitiga siku-siku bidang datar. Sedangkan trigonometri bola lebih komplek karena banyak berkaitan dengan posisi bumi, matahari, bulan dan sebagainya. Saat ini teori trigonometri bola berkembang sangat pesat. Teori ini banyak digunakan untuk perhitungan arah kiblat, waktu sholat, awal bulan qamariyah dan lain-lain. Teori ini juga sangat bermanfaat sekali terkait dengan aplikasi dalam perhitungan ilmu falak dan astronomi. Rumus-rumus yang digunakan dalam penentuan arah kiblat dengan trigonometri bola adalah ssebagai berikut: a) 𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐂39 yang dapat disederhanakan menjadi: 𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐭𝐚𝐧 𝛗𝐦 𝐜𝐨𝐬 𝛗𝐱 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐬𝐢𝐧 𝛗𝐱 ÷ 𝐭𝐚𝐧 𝐂 Keterangan : 𝜑𝑚 = lintang Makkah 𝜑𝑥 = lintang tempat yang akan diukur b) 𝐜𝐨𝐭 𝑩 = 𝐜𝐨𝐭 𝒄 𝐬𝐢𝐧 𝒂 − 𝒑 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝒑 𝐭𝐚𝐧 𝒑 = 𝐭𝐚𝐧 𝒃 𝐜𝐨𝐬 𝒄 40 c) 𝐜𝐨𝐭 𝑩 =
d) 𝐭𝐚𝐧
𝐜𝐨𝐬 𝝋𝑩 𝐭𝐚𝐧 𝝋𝑨 −𝐬𝐢𝐧 𝝋𝑩 𝐜𝐨𝐬(𝑩−𝑨)41
(𝑨+𝑩) 𝟐
𝐬𝐢𝐧(𝑩−𝑨) (𝒂−𝒃)
=
𝐜𝐨𝐬 𝟐 (𝒂+𝒃) 𝐜𝐨𝐬 𝟐
𝐜𝐨𝐭
𝒄 𝟐
dan 𝐭𝐚𝐧
(𝑨−𝑩) 𝟐
(𝒂−𝒃)
=
𝐬𝐢𝐧 𝟐 (𝒂+𝒃) 𝐬𝐢𝐧 𝟐
𝐜𝐨𝐭
𝒄 𝟐
42
2. Teori Geodesi Disamping teori trigonometri bola (sperical trigonometry), teori geodesi juga sangat membantu dalam hal penentuan arah kiblat. Konsep dari teori geodesi juga mengacu pada bentuk bumi. Kalau pada teori trigonometri bola bentuk bumi diasumsikan bulat seperti bola, sedangkan dalam teori geodesi
39
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, hlm. 43. 40 A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 111. 41 A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 111. 42 A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 111.
34
bentuk bola diasumsikan tidak bulat seperti bola namun memakai pendekatan ellipsoida.43 Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), definisi geodesi adalah44 cabang dari geologi yang menyelidiki tentang ukuran dan bangun bumi. Geodesi juga didefinisikan sebagai ilmu mengukur tanah. Sedangkan definisi geodesi berdasarkan definisi klasik dan modern adalah sebagai berikut:45 a) Definisi klasik: Menurut helmert (1880), geodesi adalah ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Torge (1980) mendefinisikan, bahwa geodesi tak hanya mencakup permukaan bumi saja, tetapi juga mencakup permukaan dasar laut. Meskipun teori klasik tersebut sampai batas tertentu masih berlaku, tetapi ia tidak dapat menampung perkembangan ilmu geodesi yang terus berkembang dari waktu ke waktu. b) Definisi modern: Definisi geodesi menurut OSU (2001), geodesi adalah bidang ilmu inter-disipliner yang menggunakan pengukuran-pengukuran permukaan bumi serta dari wahana pesawat dan wahana angkasa untuk mempelajari bentuk dan ukuran bumi, planet-planet dan satelitnya, serta perubahan-perubahannya,
menentukan
secara
teliti
posisi
serta
kecepatan dari titik-titik ataupun objek-objek dari permukaan bumi atau yang mengorbit bumi dari planet-planet dalam suatu sistem referensi tertentu; serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan ilmu komputer. Menurut rinner (1997), geodesi adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dan perepresentasian dari bumi dan benda-benda langit lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu. 43
Ahmad Izzuddin, Abu Raihan Al-Biruni, hlm. 48. KBBI, hlm. 142. 45 Hasanuddin Z. Abidin, geodesi satelit, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 1. 44
35
Sedangkan vanisek dan Krakiwsky (1986) mengklarifikasikan tiga bidang kajian utama dari ilmu geodesi yaitu; penentuan posisi, penentuan medan gaya berat dan variasi temporal dan posisi medan gaya berat dimana domain spasialnya adalah bumi beserta benda-benda langit lainnya. Pada dasarnya setiap bidang kajian di atas mempunyai spektrum yang sangat luas, dari teoritis sampai praktis, dari bumi sampai benda-benda langit lainnya, dan juga mencakup matra darat, laut, udara, dan juga luar angkasa. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa definisi di atas adalah bahwa pada dasarnya geodesi merupakan ilmu ukur tanah atau bumi. Namun pada perkembangan selanjutnya geodesi tidak hanya terbatas pada permukaan bumi saja melainkan permukaan laut juga, bahkan planet-planet dan satelitnya. Di samping itu, geodesi juga dapat menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari titik-titik ataupun obyek-obyek dari permukaan bumi atau yang mengorbit bumi dari planet-planet dalam suatu sistem referensi tertentu serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan ilmu komputer. Perhitungan yang digunakan untuk menentukan arah kiblat dengan teori geodesi adalah metode vincenty yaitu perhitungan jarak yang menggunakan bentuk matematis bola berjari-jari irisan normal dan berazimuth.46 Sedangkan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝐜𝐨𝐭 𝑩 =
𝐜𝐨𝐭 𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝒂 − 𝐜𝐨𝐬 𝒂 𝐜𝐨𝐬 𝑪 𝐬𝐢𝐧 𝑪
46
Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya”, Disertasi , hlm. 156.
36
3. Teori Navigasi Navigasi merupakan seni dan ilmu perjalanan secara aman dan efesien dari suatu tempat ke tempat lain. Navigasi (navigation) berasal dari kata navis yang artinya kapal dan agire yang berarti pemandu. Sehingga menurut orang dahulu navigasi diartikan sebagai seni dan ilmu menuntun kapal laut dalam berlayar.47 Sedangkan definisi navigasi berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah:48 n 1. Pengetahuan (tentang posisi, jarak, dsb) untuk menjalankan kapal laut, pesawat dsb dari suatu tempat ke tempat yang lain. n 2. Tindakan menempatkan haluan kapal atau arah terbang. n 3. Pelayaran, penerbangan, navigasi kutub: himpunan teknik navigasi, khusus disesuaikan untuk daerah kutub yang berbeda dengan daerah lain sehingga memerlukan modivikasi dalam prinsip navigasi. Teori navigasi yang terkait dengan penentuan arah kiblat pada dasarnya difokuskan pada konsep peta yang ada dalam navigasi. Ini bisa diketahui dari peta khusus buatan Islam untuk mencari sudut kiblat. Ditemukan dalam salinan yang unik dari sebuah risalah pada astronomi rakyat oleh Siraj alDunya al-Din, yang disusun pada tahun 607 H. Dalam hal ini menghubungkan lokalitas seseorang ke Makkah dan ukuran kecenderungan untuk meredian lokal seseorang. Meskipun masih sederhana, sistem kerja ini masih cukup baik untuk daerah seperti Mesir dan Iran. Namun arah peta di sekitar Horizon terlihat kasar karena terkait dengan terbit surya. Peta tersebut merupakan contoh unik kombinasi antara kartografi, matematika dan astronomi. Teori navigasi pada aplikasinya juga merupakan teori yang digunakan untuk perjalanan menuju suatu tempat. Beberepa istilah yang erat dengan teori ini yakni tentang navigasi loxodromoc (mercartor navigation) yang memiliki arti jalur serong yang mengikuti arah tetap (misalnya merujuk pada
47
Muhammad Yunus hutasuhut, Mengenal Dunia Penerbangan, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), hlm. 112. 48 KBBI, hlm, 955.
37
utara sebenarnya) sehingga di peta mercator (peta datar) tampak jalurnya lurus, meskipun jalur sebenarnya dipermukaan bumi itu melengkung. Istilah lainnya adalah navigasi orthodromic yang memiliki arti jalur lurus yang mengikuti arah lurus dipermukaan bumi, walau sudut arahnya (relatif terhadap garis bujur, selalu berubah). Dalam trigonometri bola, jalur tersebut mengikuti lingkaran besar (lingkaran yang titik pusatnya di pusat bola, bumi).49
49
Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya”, Disertasi, hlm. 166-167
38
BAB III PENERAPAN RUMUS TRIGONOMETRI DALAM TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. Pengertian Arah Kiblat Kata al-Qiblah terulang sebanyak 4 kali di dalam al-Qur’an. Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata qobala-yaqbulu yang berarti menghadap. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kiblat diartikan arah ke Ka’bah di Makkah (pada waktu sholat) dan di dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai Ka’bah. Sementara itu, dalam ensiklopedi hukum Islam kiblat diartikan sebagai bangunan Ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah.50 Masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah Ka’bah di Makkah. Arah Ka’bah ini dapat ditentukan dari setiap titik atau tempat dipermukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah di Makkah itu dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi ini. Sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan ibadah sholat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujud selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.51 Arah kiblat setiap tempat itu berbeda-beda, tergantung pada letak tempat tersebut. Apakah tempat tersebut terletak di sebelah timur, selatan, barat, ataukah utara bangunan Ka’bah yang terletak di kota Makkah. Bila suatu tempat itu terletak di sebelah barat Ka’bah maka arah kiblatnya adalah mengahadap ke timur, bila terletak di sebelah timur Ka’bah maka arah kiblatnya adalah menghadap ke barat. Begitu juga dengan tempat yang terletak di sebelah utara dan selatan Ka’bah maka arah kiblatnya menghadap 50
Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern),
hlm.39. 51
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, (Yokyakarta: Buana Pustaka, 2004), hlm. 47.
39
ke selatan dan utara. Hal demikian didasarkan pada peta atau gambar bumi yang ada. Akan tetapi sebenarnya tidak mesti demikian. Salah satu contohnya adalah arah kiblat kota Sanfransisco (∅ = +37°45′ LU dan 𝜆 = −122°30" BB) sebesar 18°45′ 38.11" (U-T), artinya orang-orang di Sanfransisco ketika melaksanakan sholat menghadap ke arah utara serong ke timur sebesar 18°45′ 11". Padahal kota Sanfransisco berada di sebelah barat kota Makkah. Hal demikian dapat terjadi karena bentuk bumi yang tidak datar seperti di peta.52 Sementara yang dimaksud dengan arah kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Makkah (Ka’bah) dengan tempat kota yang bersangkutan. Dengan demikian tidak dibenarkan misalkan orang-orang Jakarta melakukan sholat menghadap ke arah timur serong ke selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai kota Makkah. Sebab jarak terdekat ke Makkah bagi orang yang di Jakarta adalah arah barat serong ke utara sebesar 24°12′ 39" (B-U).53 Persoalan arah kiblat erat kaitanya dengan letak geografis suatu tempat, berapa derajat jarak suatu tempat dari khatulistiwa yang lebih dikenal dengan istilah lintang (𝜑) dan berapa derajat letak suatu tempat dari garis bujur (λ). Lintang tempat (𝜑) diukur dari garis khatulistiwa ke arah kutub bumi (dari khatulistiwa sampai ke suatu tempat), lintang yang berada di sebelah utara khatulistiwa disebut lintang utara diberi tanda (+) yang berarti positif, Sedangkan yang berada di sebelah selatan khatulistiwa disebut lintang selatan dan diberi tanda (-) yang berarti negatif. Sementara garis khatulistiwa adalah 0° .54 Bujur tempat (λ) biasanya diukur dari meridian Greenwich di Inggris sebagai titik pusat garis bujur. Garis bujur dari kota Greenwich ke arah barat di sebut dengan bujur barat dan bertanda positif (+) dari 0° sampai dengan
52
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 48. Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 48. 54 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 109. 53
40
180° . Sebaliknya, garis bujur dari kota Greenwich ke arah timur di sebut bujur timur yang bertanda (-). Jadi garis bujur diukur dari 0° sampai dengan 1800 , baik ke arah barat maupun ke arah timur. Hal ini berarti bujur timur dan bujur barat yang diukur dari 0° berlawanan arah bertemu pada meridian 180° sebagai batas penanggalan (date line) internasional.55 Adapun beberapa dalil syar’i yang terkait dengan arah kiblat adalah sebagai berikut:56
Artinya: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. (Al-Baqarah : 149)
Artinya : “Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”.(AlBaqarah : 150)
Kesimpulan yang dapat diterik dari uraian di atas adalah bahwa definisi arah kiblat pada dasarnya adalah arah menghadap sebuah bangunan yang bernama Ka’bah yang berada di kota Makkah. Bagi orang muslim, ketika mereka sedang melaksanakan sholat maka wajib hukumnya menghadap kiblat. Sedangkan untuk menentukan arah kiblat tidak hanya sekadar ditentukan berdasarkan arah pada peta saja. Namun, perlu adanya perhitungan
55 56
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), hlm. 109. Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 49.
41
dan prosedur untuk menentukan arah kiblat tersebut. Teori untuk perhitungan arah kiblat yang sudah ada adalah trigonometri bola, geodesi dan navigasi.
B. Metode Penentuan Arah Kiblat Metode untuk menentukan arah kiblat ada yang secara alami dan ada pula yang menggunakan alat bantu. Secara alami biasanya adalah menggunakan cahaya matahari atau bintang. Sedangkan yang menggunakan alat bantu diantaranya adalah dengan menggunakan alat seperti kompas, theodolit, global positioning system (GPS), segitiga kiblat dan lain-lain. Metode penentuan arah kiblat juga mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi. Aplikasi modern yang digunakan sebagai metode untuk menentukan arah kiblat diantaranya adalah aplikasi google earth, qibla locator, mizwala dan lain sebagainya.
1. Metode melihat benda-benda langit Menggunakan benda langit sebagai pedoman penentuan arah kiblat sebenarnya sudah tampak pada masa nabi dan para sahabatnya. Pada zaman itu, ketika nabi berada di Madinah, nabi melaksanakan ibadah sholat dengan berijtihad menghadap ke arah selatan. Hal ini dikarenakan posisi atau letak kota Madinah yang berada di sebelah utara kota Makkah, sehingga arah kiblatnya menghadap ke selatan. Kemudian nabi mengatakan dalam salah satu haditsnya bahwa “antara timur dan barat terletak kiblat (Ka’bah)”. Acuan menghadap arah selatan inilah yang dijadikan patokan arah kiblat oleh kaum muslimin di berbagai wilayah. Tidak hanya di Andalusia, di Syiria dan Palestina, patokan arah selatan menjadi acuan utama arah kiblat, tapi juga Masjidil Aqsha (berdiri 715 M) yang dibangun hampir tepat menghadap selatan. Masjid ini bertahap selama beberapa abad. Bahkan melalui penelitian dan perhitungan praktisi falak
42
dengan sumbangsih data geografi, terbukti bahwa arah kiblat di Quds (Palestina) terletak sekitar 45 derajat bujut timur menuju barat.57 Adapula masjid Amru bin Ash, masjid yang pertama berdiri di Mesir dan terletak di Fushthath berpedoman pada arah terbitnya matahari pada solstice (titik balik matahari) musim dingin. Patokan ini berkembang dan bertahan selama kurun abad pertengahan. Masjid al-Khalifah al-Hakim dan masjid al-Azhar terhitung sebagai masjid pertama yang dibangun pada masa dinasti Fatimiyah yang ternyata melenceng 10 derajat. Kemudian ada seorang ahli falak Mesir yaitu Ibnu Yunus yang menemukan bahwa kiblat sebenarnya berada pada 37 derajat lintang selatan menuju timur berdasarkan hitungan matematika astronomi.58 Sedangkan di Iraq, masjid-masjid dibangun tepat menghadap arah terbenamnya matahari pada solstice musim dingin dengan menjadikannya searah dengan arah tembok utara-timur tiang Ka’bah dimana jika seseorang berdiri menghadap tiang tersebut, maka secara persis akan menghadap arah terbenamnya matahari di musim tersebut. Pada abad pertengahan, penentuan arah kiblat pada umumnya memakai empat pola pergerakan angin. Di samping itu juga menggunakan petunjuk arah munculnya bintang Canopus (najm suhayl) yang kebanyakan terbit di belahan bumi bagian selatan. Sedangkan di tempat lain, arah kiblat ditentukan melalui arah terbitnya matahari pada solstice musim panas.59 Pada zaman para sahabat, kedudukan bintang-bintang dan matahari dimanfaatkan sebagai petunjuk arah untuk menentukan arah kiblat. Di tanah Arab, bintang utama yang dijadikan rujukan dalam penentuan arah adalah bintang Qutbi/Polaris (bintang utara), yaitu satu-satunya bintang yang menunjuk tepat ke arah utara bumi. Dengan bantuan bintang ini dan beberapa bintang lain, arah kiblat dapat ditentukan dengan mudah. 57
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.52. 58 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.53. 59 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.55.
43
Rasi bintang yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat adalah rasi bintang orion. Pada rasi ini terdapat tiga bintang yaitu, mintaka alnilam alnitak. Arah kiblat dapat ditentukan dengan memanjangkan arah tiga bintang berderet ke arah barat. Rasi bintang orion ini akan berada di langit Indonesia ketika waktu subuh pada bulan Juli dan kemudian akan kelihatan lebih awal pada bulan Desember.60 Adapun bintang yang paling dekat dengan bumi adalah matahari. Bayangan dari bintang matahari ini dapat digunakan untuk penentuan titik koordinat (lintang dan bujur) suatu tempat yang berada di permukaan bumi ini. Di samping itu, bintang matahari juga digunakan untuk menentukan arah kiblat pada beberapa waktu yang diperhitungkan dengan metode rashdul kiblat61 dan penentuan posisi azimuth62 matahari untuk mengetahui arah kiblat dengan menggunakan berbagai alat bantu.
2. Metode dengan alat bantu Penentuan arah kiblat selain menggunakan metode melihat benda-benda langit juga dapat menggunakan metode dengan alat bantu. Setelah mengetahui azimuth kiblat, maka untuk aplikasi penentuan arah kiblat dapat digunakan alat bantu seperti kompas, astrolabe, rubu’ mujayyab, busur derajat, theodolit. a. Kompas Kompas adalah alat penunjuk arah mata angin oleh jarum yang ada padanya. Jarum kompas ini terbuat dari logam magnetis yang dipasang sedemikian rupa sehingga dengan mudah bergerak menujukkan arah utara. Hanya saja arah utara yang ditunjukan olehnya bukan arah utara sejati (titik 60
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.57. 61 Rashdul kiblat adalah posisi matahari persis atau mendekati persis pada titik zenith Ka’bah, lihat Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.96. 62 Azimuth sebuah benda langit adalah jarak dari titik utara ke lingkaran vertical yang dilalui oleh benda lagit tersebut, diukur sepanjang lingkaran horizon searah perputaran jarum jam; melalui titik timur, selatan sampai ke titik barat, lihat A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), hlm. 17.
44
kutub utara), sehingga untuk mendapatkan arah utara sejati perlu adanya koreksi deklinasi kompas terhadap arah jarum kompas. Deklinasi kompas sendiri juga selalu berubah-ubah tergantung pada posisi tempat dan waktu. Oleh karenanya, pengukuran arah kiblat dengan kompas seperti ini memerlukan ekstra hati-hati dan penuh kecermatan. Mengingat jarum kompas itu kecil dan peka terhadap daya magnet. Untuk mendapatkan informasi tentang deklinasi kompas dapat menghubungi BMG (Badan Metereologi dan Geofisika). 63 Kompas sebagai alat bantu untuk menentukan arah kiblat macamnya juga ada beberapa jenis. Di antaranya adalah kompas transparan, kompas magnet dan kompas kiblat. 1) Kompas transparan Langkah untuk menentukan arah kiblat dengan menggunakan kompas transparan adalah sebagai berikut: Kompas diletakan pada bidang datar yang telah ditentukan titik utara dan titik selatan. Titik pusat kompas berada di titik pusat perpotongan garis utara selatan dan timur barat, jarum kompas tepat mengarah utara, lalu kompas diputar sebesar sudut yang dicari atau yang dikehendaki. Setelah kompas diputar dan jarum jam kompas telah tepat pada derajat sudut yang dicari, diberi tanda atau titik katakanlah titik Q, dan itulah arah kiblat yang dicari. Dari titik Q, tarik garis ke titik pusat perpotongan garis utara selatan dan timur barat, itulah arah kiblat yang dicari. Selanjutnya dari titik utara, tarik garis lengkung ke titik Q maka akan membentuk sudut arah kiblat dan itulah arah kiblat.
63
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 59.
45
2) Kompas magnet Langkah untuk menentukan arah kiblat dengan menggunakan kompas transparan adalah sebagai berikut: Kompas diletakan pada bidang datar yang telah ditentukan titik utara dan titik selatan. Titik pusat kompas berada di titik pusat perpotongan garis utara selatan dan timur barat, jarum kompas tepat mengarah utara, lalu kompas diputar sebesar sudut yang dicari atau yang dikehendaki. Setelah kompas diputar dan jarum jam kompas telah tepat pada derajat sudut yang dicari, diberi tanda atau titik katakanlah titik P, dan itulah arah kiblat yang dicari. Dari titik P, tarik garis ke titik pusat perpotongan garis utara selatan dan timur barat, itulah arah kiblat yang dicari. Selanjutnya dari titik utara, tarik garis lengkung ke titik P maka akan membentuk sudut arah kiblat dan itulah arah kiblat. 3) Kompas kiblat Kompas kiblat merupakan alat yang sangat mudah digunakan untuk menentukan arah kiblat suatu tempat, sebab dengan meletakan kompas tersebut pada suatu tempat, maka jarumnya akan secara otomatis mengarah atau menunjukan arah kiblat yang dicari. Teknisnya sama dengan kompas transparan dan kompas magnetic. Bedanya hanya jika pada kompas kiblat tidak diputar dan caranya dimulai dari 10 tidak 0.64 Meskipun demikian, hasil yang diperoleh tetap merupakan perkiraan sebab pengaruh dari gravitasi dan gaya magnet sangat besar sehingga menyebabkan adanya penyimpangan yang relatif besar. Gambar berikut adalah ilustrasi dari penggunaan alat bantu kompas kiblat untuk menentukan arah kiblat:
64
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), hlm. 122.
46
U1
U2 B
64°43"
T
0
S
Gambar 18 Gambar di atas O adalah suatu tempat yang dicari arah kiblatnya. OU1 merupakan arah utara dari lokasi. O-U2 adalah arah kiblat yang dicari. Sedangkan U1-U2 adalah besar sudut arah kiblat yang dicari, yaitu 64°43". Contoh dari beberapa gambar kompas di antaranya adalah sebagai berikut:
Gambar 19. Gambar kompas
47
b. Astrolabe Astrolabe merupakan alat perhitungan yang penting pada abad pertengahan bertepatan dengan awal-awal renaisains. Asteolabe merupakan peralatan yang digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit. Alat ini diciptakan oleh orang Arab dan pada umumnya terdiri dari satu buah lubang pengintai dan dua buah piringan dengan skala derajat yang diletakan sedemikian rupa untuk menyatakan ketinggian dan azimuth suatu benda langit. Astrolabe berfungsi seperti computer analog, untuk memecahkan banyak masalah astronomi dan persoalan penentuan waktu. Selain untuk menentukan waktu sholat dan arah Makkah, astrolabe pada abad pertengahan dengan piringan yang dapat diganti-ganti, yang disesuaikan untuk penggunaan pada lokasi geografi yang berbeda, dapat dimanipulasi untuk memberikan berbagai bentuk data penentu waktu dan perputaran tahunan benda-benda langit, pengukuran di atas bumi, dan informasi astrologi. Adapun contoh gambar dari astrolabe di antaranya adalah sebagai berikut:
Gambar 20. Gambar astrolabe. c. Rubu’ Mujayyab (Kuadrant) Rubu’ mujayyab dibuat oleh seorang ahli falak Syiria bernama Ibnu AsySyatir pada abad ke 14. Melihat alat ini perputaran harian yang terlihat pada ruang angkasa dapat disimulasikan dengan gerakan benang yang terletak di pusat alat ini. Sebuah bandul yang bergerak pada benang ke posisi yang
48
berhubungan dengan matahari atau bintang tertentu dapat dibaca pada tandatanda dalam kuadrant. Alat ini jauh lebih mudah digunakan untuk memecahkan masalah-masalah standar pada astronomi ruang untuk garis lintang tertentu. Rubu’ mujayyab pada dasarnya digunakan untuk menentukan arah kiblat setelah diketahui arah utara dengan mengaplikasikan sudut kiblat yang sudah diperhitungkan. Alat ini mulai dikembangkan oleh kaum muslimin di mesir pada abad ke 11 dan 12. Sedangkan pada abad 16 alat ini telah menggantikan astrolabe di dunia muslim kecuali di Persia dan India.65 Contah gambar rubu’ mujayyab di antaranya adalah sebagai berikut:
Gambar 21. Gambar rubu’ mujayyab
d. Busur Derajat Busur derajat atau yang sering dikenal dengan nama busur merupakan alat pengukur sudut yang berbentuk setengah lingkaran (sebesar 180°). Busur juga bisa berbentuk lingkaran (sebesar 360°). Cara penggunaan busur hampir sama dengan rubu’ mujayyab, yaitu cukup dengan meletakkan pusat busur pada titik perpotongan garis utara-selatan dan barat-timur. Kemudian tandai berapa derajat sudut kiblat tempat yang dicari. Tarik garis dari titik pusat menuju tanda dan itulah arah kiblat.
65
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.72.
49
e. Theodolit Teodolit merupakan instrument optik survei yang digunakan untuk mengukur sudut dan arah yang dipasang pada tripod. Sampai saat ini theodolit dianggap sebagai alat yang paling akurat di antara metode-metode yang sudah ada dalam penentuan arah kiblat. Dengan bantuan pergerakan benda langit yaitu matahari, theodolit dapat menunjukan sudut hingga satuan detik busur. Dengan mengetahui posisi matahari yaitu memperhitungkan azimuth matahari, maka utara sejati ataupun azimuth kiblat dari suatu tempat akan dapat ditentukan secara akurat. Theodolit dilengkapi dengan teropong yang mempunyai pembesaran lensa yang bervariasi, juga ada yang sudah menggunakan laser untuk mempermudah dalam penunjukan garis kiblat. Oleh karena itu penentuan arah kiblat dengan menggunakan alat ini akan menghasilkan data yang akurat. Langkah-langkah pengukuran arah kiblat dengan menggunakan alat bantu theodolit adalah sebagai berikut: 1) Persiapan: Menentukan kota yang akan diukur arah kiblatnya. Menyiapkan data lintang tempat (𝜑) dan bujur tempat (λ). Melakukan
perhitungan
arah
kiblat
untuk
tempat
yang
bersangkutan. Data arah kiblat hendaklah diukur dari arah titik utara ke barat.66 Menyiapkan data astronomis, Ephimeris hisab rukyat pada hari atau tanggal pengukuran. Membawa jam penunjuk waktu yang akurat. Menyiapkan theodolit. 2) Pelaksanaan Pasang theodolit pada penyanggganya. Periksa waterpass yang ada padanya supaya theodolit benar-benar datar.
66
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 60.
50
Beri tanda atau titik pada tempat berdirinya theodolit. Misalkan titik T. Bidiklah matahari dengan theodolit. Kuncilah theodolitnya agar tidak bergerak-gerak. Tekan tombol “0-Set” pada theodolit, agar angka pada layar (HA; horizontal angel) menunjukan 0 (nol). Mencatat waktu kapan membidik matahari (W). Mengkonversi waktu yang dipakai GMT, misalnya WIB dikurangi 7 jam. Melacak nilai deklinasi matahari (𝛿0 ) pada waktu hasil konversi tersebut (GMT) dan nilai equation of time (e) pada saat matahari berkulminasi (misalnya pada jam 5 GMT) dari ephimeris. Menghitung waktu meridian pass (MP) pada hari itu dengan rumus: MP = ( 𝟏𝟎𝟓 − 𝝀 : 𝟏𝟓) + 12 - e)67 𝜆 = bujur tempat Ka’bah 𝑒 = equation of time Menghitung sudut waktu (t0) dengan menggunakan rumus; t0 = (MP - W) x 1568 Mengitung azimuth matahari (A0) dengan rumus: 𝒄𝒐𝒕 𝑨𝟎 =
𝒄𝒐𝒔 𝝋𝒕𝒂𝒏 𝜹𝟎 : 𝒔𝒊𝒏 𝒕𝟎 − (𝒔𝒊𝒏 𝝋: 𝒕𝒂𝒏 𝒕𝟎 )
69
Arah kiblat (AK) dengan theodolit adalah: i. Jika deklinasi matahari (𝜹𝟎 ) positif dan pembidikan dilakukan sebelum matahari berkulminasi maka; AK = 3600 – A0 – Q. Sedangkan jika matahari sudah berkulminasi maka; AK = 3600 – A0 – Q. ii. Jika deklinasi matahari (𝜹𝟎 ) negative dan pembidikan dilakukan sebelum matahari berkulminasi maka; AK = 3600 – (1800-A0 ) –
67
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 61. Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 62. 69 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 62. 68
51
Q. Sedangkan jika matahari sudah berkulminasi maka; AK = 1800 – A0 – Q. Bukalah kunci horizontal tadi (kendurkan skrup horizontal clamp). Putar
theodolit
sedemikian
rupa
hingga
layar
theodolit
menampilkan angka senilai perhitungan AK tersebut. Apabila theodolit diputar ke kanan (searah jarum jam) maka angkanya semakin membesar atau bertambah. Sebaliknya jika theodolit diputar ke kiri (berlawanan arah jarum jam) maka angkanya akan semakin mengecil atau berkurang. Turunkan sasaran theodolit sampai menyentuh tanah pada jarak sekitar 5 meter dari theodolit. Lalu berilah tanda atau titik tepat pada sasaran itu, misalnya titik Q. Hubungkan antara titik sasaran (Q) tersebut dengan tempat berdirinya theodolit (T) dengan garis lurus atau benang. Garis lurus itulah arah kiblat untuk tempat tersebut. Adapun contoh dari gambar theodolit di antaranya adalah sebagai berikut:
Gambar 22. Gambar theodolit
52
C. Rumus Trigonometri dalam Perhitungan Arah Kiblat 1. Rumus Trigonometri dalam Teori Trigonometri Bola Selama ini teori yang digunakan untuk menghitung sudut kiblat adalah teori trigonometri bola. Teori ini banyak digunakan untuk menghitung persoalan-persoalan yang terkait dengan ilmu falak seperti penentuan awal bulan qamariyah, waktu sholat, gerhana matahari dan bulan, arah kiblat dan lain sebagainya. Trigonometri bola merupakan ilmu ukur sudut bidang datar yang bisa diaplikasikan pada permukaan yang berbentuk bola seperti bumi. Sebab antara keduanya sama-sama berkaitan dengan polygon (khususnya bentuk segitiga) pada bola dan terdapat hubungan antara sisi dan sudut.70 Geometri bola menunjukan bentuk geometri pada permukaan sebuah bola, yaitu sebuah geometri dua dimensi. Geometri sebuah bola terdiri dari lingkaran besar (great circle), lingkaran kecil (small circle), dan busur di permukaan. Jarak sepanjang lingkaran utama umumnya dinyatakan sebagai derajat di mana radius bola sering dianggap sama dengan satu. Lingkaran besar (great circle) adalah lingkaran yang berpusat di titik pusat bola dan didefinisikan sebagai sebuah titik dengan jarak yang sama ke seluruh permukaan. Sedangkan lingkaran yang titik tengahnya bukan titik pusat bola atau tidak melalui titik pusat bola disebut sebagai lingkaran kecil (small circle). Sebuah lingkaran yang memotong tegak lurus lingkaran besar disebut kutub lingkaran besar.71 Suatu tempat yang berada di permukaan bumi dapat digambarkan dengan titik-titik. Titik tersebut didefinisikan oleh dua koordinat, yaitu bujur dan lintang. Bujur (λ) menggambarkan lokasi sebuah tempat yang berada di sebelah timur dan barat bumi dari sebuah garis utara selatan yang disebut meridian utama (Greenwich). Nilai bujur dihitung berdasarkan pengukuran
70
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.36. 71 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.37.
53
sudut yang berkisar antara 00 di Greenwich sampai +1800 arah timur dan 1800 arah barat. Bujur di sebelah barat Greenwich disebut bujur barat (BB), dan bujur di sebelah timur Greenwich disebut bujur timur (BT). Sedangkan lintang (𝜑) merupakan garis khayal yang menggambarkan lokasi sebuah tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa (utara atau selatan). Nilai lintang dihitung berdasarkan perhitungan sudut dari 00 di khatulistiwa sampai ke +1900 di kutub utara dan -1900 di kutub selatan. Lintang yang terletak di sebelah utara khatulistiwa dinamakan lintang utara (LU), dan lintang yang terletaj di sebelah selatan khatulistiwa disebut lintang selatan (LS).72 Penentuan arah kiblat pada dasarnya adalah menghitung sudut yang dibentuk dari titik daerah yang diukur arah kiblatnya dari titik Ka’bah. Sehingga dalam penentuan arah kiblat ini ada beberapa titik yang digunakan yaitu titik utara sejati, titik koordianat Ka’bah (21025’21,17” LU dan 39049’34,56” BT73), dan titik koordinat tempat yang akan diukur. Setiap tempat mempunyai arah kiblat yang berbeda tergantung pada posisinya. Gambar berikut mengilustrasikan sudut kiblat suatu tempat atau daerah tertentu terhadap titik Ka’bah yang berada di kota Makkah: U 900 - 𝜑 X
900 - 𝜑 M M
X
S
Gambar 23. Gambar sudut kiblat suatu tempat Gambar 23 di atas menunjukan arah kiblat kota X, di mana X adalah kota yang diukur arah kiblatnya. Sedangkan M adalah kota Makkah (posisi Ka’bah berada). Arah kiblat kota X ditunjukan oleh garis XM . 72
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.39. 73 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.41.
54
Garis itu merupakan busur lingkaran besar yang melalui kedua tempat tersebut. Dari situ juga dapat diketahui sebuah segitiga bola XMU. Jika posisi kota X dinyatakan dengan (𝜑 X, λX) dan untuk kota Makkah dinyatakan dengan (𝜑 M, λM), maka sisi MU = 900 - 𝜑 M dan sisi XU = 900 - 𝜑 X . Selain itu juga sudut U juga dapat diketahui yaitu (λX - λM). dalam hal ini sudut U biasa juga disebut dengan sudut C.74 Rumus penentuan arah kiblat dengan trigonometri bola tersebut adalah sebagai berikut: 𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐭𝐚𝐧 𝜑 𝐌 𝐜𝐨𝐬 ∅𝐗 : 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐬𝐢𝐧 𝜑 𝐗 : 𝐭𝐚𝐧 𝐂 75 Persamaan atau rumus tersebut biasanya digunakan untuk mengetahui sudut kiblat kota X dihitung dari utara ke barat. Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa sudut X akan bernilai positif bila (λX - λM) positif, yaitu untuk tempat-tempat yang berada di sebelah barat kota Makkah. Sebaliknya, sudut X bernilai negatif manakala (λX - λM) bernilai negatif, yaitu untuk wilayah atau kota yang terletak di sebelah timur kota Makkah. Rumus trigonometri yang digunakan dalam perhitungan (hisab) arah kiblat selain rumus tersebut di atas masih ada rumus lain seperti rumus : 𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 – 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜
76
. Adapun contoh
perhitungan arah kiblat dengan menggunakan rumus tersebut adalah sebagai berikut: a. Persiapan 1) Tentukan kota atau tempat yang akan dicari arah kiblatnya. 2) Siapkan data geografis yang diperlukan. 3) Ambil data yang diperlukan. 4) Tentukan rumus yang akan digunakan. 5) Mencari nilai sisi a, b, dan c. 74
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.42. 75 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.42. 76 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 111.
55
6) Mencari arah kiblatnya (cotan B). b. Pelaksanaan (hisab arah kiblat kota Bantul, Yogyakarta)77 1) Data yang diperlukan: 𝜑B = -07056’ 𝜑A = 21025’ λB = 110020’ timur λA = 39050’ timur 2) Rumus yang digunakan 𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 – 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜 3) Mencari nilai sisi a, b, dan sudut c a = 900 - 𝜑B = 900 – (- 07056’) = 97056’ b = 900 - 𝜑A = 900 – (21025’) = 68035’ c = (λB - λA) = 110020’ – 39051’ = 70030’ 4) Mencari arah kiblat Bantul dengan rumus : 𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ∶ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 − (𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜) cot 68° 35′ = 0, 39922 × sin 97° 56′ = 0, 9904 ÷ sin 70° 30′ = 0, 9426 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 =
𝟎, 𝟒𝟏𝟐𝟏
cos 97° 56′ = −0, 1380 × cot 70° 30′ = 0, 3541 = 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜 =
−𝟎, 𝟎𝟒𝟖𝟗 –
𝐜𝐨𝐭 𝐁 =
𝟎. 𝟒𝟔𝟏𝟎
𝐁 = 𝟔𝟓° 𝟏𝟓′ (𝐔 − 𝐁) Dengan demikian, arah kiblat kota Bantul daerah istimewa yogyakarta sebesar ;65° 15′ dari utara ke barat atau 24° 45′ dari barat ke utara.
77
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 113.
56
2. Rumus Trigonometri dalam Teori Geodesi Pada dasarnya ada tiga macam system referensi koordinat yang banyak digunakan dalam bidang geodesi satelit yaitu:78 CIS (Conventional Inertial System) CTS (Conventional Terrestrial System) Sistem Ellipsoid Sistem CIS umumnya digunakan untuk mendefinisikan posisi dan pergerakan satelit. Sedangkan sistem-sistem CTS dan sistem Ellipsoid dipakai untuk mendefinisikan posisi dan pergerakan titik di permukaan bumi. Permukaan bumi dapat didekati secara baik dengan suatu ellipsoid putaran, yaitu ellips meridian yang diputar mengelilingi sumbu pendeknya. Oleh sebab itu secara geometrik, koordinat titik-titik di permukaan bumi juga dapat dinyatakan koordinatnya dalam sistem referensi ellipsoid. Seperti halnya dengan sistem CTS, sistem referensi ellipsoid ini berotasi dengan bumi dan juga berevolusi bersama dengan bumi mengelilingi matahari. Karakteristik dari sistem referensi ellipsoid adalah sebagai berikut: Titik nol sistem koordinat adalah pusat ellipsoid. Sumbu X berada dalam bidang meridian nol dan terletak pada bidang ekuator ellipsoid. Sumbu Z berimpit dengan sumbu pendek ellipsoid. Sumbu Y tegak lurus dengan sumbu-usmbu X dan Z, dan membentuk sistem koordinat tangan-tangan (right-handed system). Dalam sistem referensi ellipsoid koordinat suatu titik umumnya dinyatakan sebagai (φ, λ, h) dimana φ adalah lintang geodetik, λ adalah bujur geodetik, dan h adalah tinggi ellipsoid. Dalam hal ini koordinat juga dapat dinyatakan dengan besaran-besaran jarak (X, Y, Z). kedua koordinat ini dapat saling ditranformasikan satu dengan yang lainnya dengan menggunakan formulasi matematis. Illustrasinya dapat dilihat pada gambar berikut:79
78 79
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, (Jakarta : PT Pradnya paramita, 2001), hlm. 31. Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, (Jakarta : PT Pradnya paramita, 2001), hlm. 36.
57
P
Sumbu Z
Permukaan bumi
h Garis normal
Meridian nol
Pusat ellipsoid
Sumbu Y
φ
λ Bidang ekuator ellipsoid
Sumbu X
Gambar 24. Sistem koordinat referensi ellipsoid Formulasi matematis yang dapat diperoleh dari gambar tersebut adalah sebagai berikut:80 (𝑅𝑛 + ℎ). cos φ . cos 𝜆 (𝑅𝑛 + ℎ). cos φ . sin 𝜆 1 − 𝑒 2 𝑅𝑛 + φ . sin ∅
𝑋 𝑌 = 𝑍
……………. (1)
Rumus di atas, di mana 𝑅𝑛 dan e adalah jari-jari kelengkungan vertikal dan eksentrisitas ellipsoid referensi yang keduanya juga dapat dihitung sebagai berikut:
𝑅𝑛 =
𝑎 1−𝑒 2 𝑠𝑖𝑛 2 φ
,
𝑒2 =
𝑎 2 −𝑏 2 𝑎2
………. (2)
Dimana a dan b adalah setengah sumbu panjang dan setengah sumbu pendek dari ellipsoid referensi yang digunakan. Dari rumus tersebut terlihat jelas bahwa transformasi dari (X, Y, Z) ke (φ, λ, h) tidak dapat dilakukan secara langsung. Demikian pula sebaliknya, transformasi dari (φ, λ, h) ke (X, Y, Z) juga tidak bisa dilakukan secara langsung, karena kedua persamaan tersebut tidak linear.81
80 81
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, (Jakarta : PT Pradnya paramita, 2001), hlm. 36. Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 36.
58
Adapun perhitungan arah kiblat dengan teori geodesi rumus yang digunakan adalah bentuk matematis ellipsoid metode vincenty. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:82 α1 = arc. tan2(cos U2 . sin λ , cos U1. sin U2 − sin U1. cos U2. cos λ) α2 = arc. tan2(cos U1 . sin λ , − sin U1. cos U2 + cos U1. sin U2. cos λ) Penentuan arah kiblat dalam teori geodesi tidak lain berbicara tentang penentuan azimuth dua titik yang diketahui titik koordinatnya. Berikut merupakan contoh perhitungan penentuan azimuth dengan menggunakan metode inverse geodetise geodetic problem vincenty untuk menentukan azimuth satu titik ke titik lain dalam wilayah yang lebih luas. Contoh perhitungan menggunakan metode Vincenty adalah sebagai berikut: 83 cot B
cot b sin a cos a cosC .......................................................... (1.1) sin C
Ellipsoid referensi : WGS 1984 a = 6 378 137 m b = 6 356 752,3142 m84
L = λB- λA = BL – BK = 110⁰ 26’ 15,2” - 39⁰ 49’ 34,05” = 70,6114305555556 derajat. L = 1,23240195273777 radian U1
=
Atan((1−f
).tan
φA)
=
0,372752906463265
radian
…………………..(1.2)
82
Guna Putri Widyati, Perbandingan Penentuan Arah Kiblat antara Bentuk Matematis Bola dengan Bentuk Matematis Ellipsod, dalam majalah Zenit edisi V/tahun III/ Desember 2010, (Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2010), hlm.25 83 Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya”, Disertasi (Semarang : Program Doktor IAIN Walisongo, 2011), hlm. 160. 84 Parameter ellipsoida tersebut diperoleh dari (www.latlong-vicenty.com)
59
U2
=
Atan((1−f
).tan
φB)
=
-0,122731525362272
radian
………………….. (1.3) λ = Lamda = 1,23636882231941 radian, hasil ini diperoleh dari proses iterasi. Penjabaran rumus dapat dilihat pada lampiran sinσ = Sin_Sigma = √[ (cosU2.sinλ)² + (cosU1.sinU2 − sinU1.cosU2.cosλ)² ] = 0,965929665703138 radian …………(1.4) cosσ = Cos_Sigma = sinU1.sinU2 + cosU1.cosU2.cosλ = 0,258804715788999 radian ……………………………..(1.5) σ
=
Sigma
=
atan2(sinσ,
cosσ)
=
1,30901177376323radian
……..………..(1.6) sinα = Sin_Alpha = cosU1.cosU2.sinλ / sinσ = 0,903910349918506 radian ………….……….....………... (1.7) cos²α = CosKuadrat_Alpha = 1 − sin²α = 0,182946079310204 radian….………………..……… (1.8) cos2σm = Cos2Sigma_m = cosσ − 2.sinU1.sinU2/cos²α = 0,746208687025363 radian ……..………….. (1.9) C = C_Vin = f/16.cos²α.[4+f.(4−3.cos²α)] = 0,000153789486625063 radian ……………..… (1.10) λ′ = Lamda Aksen = L + (1−C).f.sinα.{σ+C.sinσ.[cos2σm+C.cosσ.(−1+2.cos²2σm)]} =1,23636882231902 radian, hasil ini diperoleh dari proses iterasi. (1.11) u²= u_VinKuadrat = cos²α.(a²−b²)/b² = 0,00123296450814141 radian ……………....………… (1.12) A = A_Vin = 1+u²/16384.{4096+u².[−768+u².(320−175.u²)]} =1,00030816990417 radian ...…………...(1.13)
60
B = B_Vin = u²/1024.{256+u².[−128+u².(74−47.u²)]} = 0,000308051237195886 radian …………............... (1.14) Δσ = Delta_Sigma = B.sinσ.{cos2σm+B/4.[cosσ.(−1+2.cos²2σm) – B/6.cos2σm.(−3+4.sin²σ).(−3+4.cos²2σm)]} = 0,000222039418695096 rad …………………..…............... (1.15) α1 = AZ1 = atan2(cosU2.sinλ, cosU1.sinU2 − sinU1.cosU2.cosλ) = 103,93718718721 derajat = 103⁰ 56’ 13,8738739569214” .............. (1.16) α2 = AZ2 = atan2(cosU1.sinλ, −sinU1.cosU2 + cosU1.sinU2.cosλ) = 114,389249806233 derajat = 114⁰ 23’ 21,2993024” ............ (1.17) Arah Kiblat = α2 + 180⁰ = 294⁰ 23’ 21,2993024”
3. Rumus Trigonometri dalam Teori Navigasi a) Sistem Navigasi GPS GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan satelit navigasi yang dimiliki dan dikelola oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System). Sistem ini digunakan untuk memberikan informasi mengenai posisi, waktu dan kecepatan kepada siapa saja secara global tanpa ada batasan waktu dan cuaca. Satelit GPS pertama diluncurkan pada tahun1978 dan secara resmi sistem GPS dinyatakan operasional pada tahun 1994.
61
b) Segmen Penyusun Sistem GPS Sistem GPS tediri atas tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (space segment), segmen sistem kontrol (control system segment), dan segmen pengguna (user segment).85 1. Segmen Angkasa Segmen angkasa terdiri dari 24 buah satelit GPS yang secara kontinyu memancarkan sinyal – sinyal yang membawa data kode dan pesan navigasi yang berguna untuk penentuan posisi, kecepatan dan waktu. Satelit-satelit tersebut ditempatkan pada enam bidang orbit dengan periode orbit 12 jam dan ketinggian orbit 20.200 km di atas permukaan bumi. Keenam orbit tersebut memiliki jarak spasi yang sama dan berinklinasi 55o terhadap ekuator dengan masing-masing orbit ditempati oleh empat buah satelit dengan jarak antar satelit yang tidak sama. 2. Segmen Sistem Kontrol Segmen sistem kontrol terdiri dari Master Control Station (MCS), Ground Station, dan beberapa Monitor Station (MS) yang berfungsi untuk mengontrol dan memonitor pergerakan satelit. 3. Segmen Pengguna Segmen pengguna terdiri dari para pengguna satelit GPS baik yang ada di darat, laut maupun udara Dalam hal ini receiver GPS dibutuhkan untuk menerima dan memproses sinyal-sinyal dari GPS untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan, dan waktu. 9
85
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 171.
62
c) Sinyal GPS Sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit-satelit GPS menggunakan band frekuensi L pada spektrum gelombang elektromagnetik. Setiap satelit GPS memancarkan dua (2) gelombang pembawa yaitu L1 dan L2 yang berisi data kode dan pesan navigasi. Pada dasarnya sinyal GPS terdiri dari tiga komponen, yaitu: penginformasi jarak (kode), penginformasi posisi satelit (navigation message) dan gelombang pembawanya (carrier wave). d) Penginformasi Jarak Penginformasi jarak yang dikirimkan oleh satelit GPS terdiri dari dua buah kode PRN (Pseudo Random Noise) yaitu kode-C/A (Coarse Acquisition/Clear Access) yang dimodulasikan pada gelombang pembawa L1 dan kode-P(Y) (Private) yang dimodulasikan baik pada gelombang pembawa L1 maupun L2. Kedua kode tersebut disusun oleh rangkaian kombinasi bilangan-bilangan biner (0 dan 1). Setiap satelit GPS mempunyai struktur kode yang unik dan berbeda antara satu satelit dengan satelit lainnya yang memungkinkan receiver GPS untuk membedakan sinyal-sinyal yang datang dari satelit-satelit GPS yang berbeda. Sinyalsinyal tersebut dapat dibedakan oleh receiver dengan menggunakan teknik yang dinamakan CDMA (Code Division Multiple Accsess). e) Penginformasi Posisi Pesan navigasi yang dibawa oleh sinyal GPS terdiri dari informasi ephemeris (orbit) satelit yang biasa disebut broadcast ephemeris yang terdiri dari parameter waktu, parameter orbit satelit dan parameter perturbasi dari orbit satelit. Parameter – parameter tersebut digunakan untuk menentukan koordinat dari satelit. Disamping broadcast ephemeris , pesan navigasi juga berisi almanac satelit yang memberikan informasi tentang orbit nominal satelit yang berguna bagi receiver dalam proses akuisasi awal data satelit maupun bagi para pengguna dalam perencanaan waktu pengamatan yang optimal. Informasi lain yang dibawa oleh pesan navigasi adalah koefisien koreksi jam satelit, parameter koreksi ionosfer, status konstelasi satelit dan informasi kesehatan satelit.
63
f) Gelombang Pembawa Kode dan pesan navigasi agar dapat mencapai pengamat harus dimodulasikan terlebih dahulu pada gelombang pembawa. Gelombang pembawa yang digunakan terdiri atas dua gelombang , yaitu gelombang L1 dan L2. Gelombang L1 (1575.42 Mhz) membawa kode-P(Y) dan kode-C/A sedangkan gelombang L2 (1227.60 Mhz) hanya membawa kode-P(Y) saja. Teknik modulasi yang digunakan dalam sinyal GPS adalah BPSK (Binary Phase Shift Keying) yang menggunakan modulasi. g) Penentuan Posisi Absolut dengan GPS Penentuan posisi dengan GPS adalah penentuan posisi tiga dimensi yang dinyatakan dalam sistem koordinat kartesian (X,Y,Z) dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Untuk keperluan tertentu, koordinat kartesian tersebut dapat dikonversi ke dalam koordinat geodetik (φ,λ,h). Titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static
positioning)
maupun
bergerak
(kinematic
positioning).
Penentuan posisi absolut merupakan metode penentuan posisi yang paling mendasar dan paling banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang idak memerlukan tingkat ketelitian posisi yang tinggi dan tersedia secara instant real-time) seperti pada aplikasi navigasi wahana bergerak (darat, laut dan udara). h) Prinsip Penentuan Posisi Absolut dengan GPS. Prinsip dasar penentuan posisi absolut dengan GPS adalah dengan reseksi jarak ke beberapa satelit GPS sekaligus yang koordinatnya telah diketahui. Pada penentuan posisi absolut dengan data pseudorange, jarak pengamat (receiver) ke satelit GPS ditentukan dengan mengukur besarnya waktu tempuh sinyal GPS dari satelit ke receiver pengamat. Waktu tempuh ditentukan dengan menggunakan teknik korelasi kode (code correlation technique) dimana sinyal GPS yang datang dikorelasikan dengan sinyal replika yang diformulasikan dalam receiver. Jarak dari receiver ke pengamat kemudian dapat ditentukan
64
dengan mengalikan waktu tempuh dengan kecepatan cahaya. Karena ada perbedaan waktu pada jam satelit dan jam receiver maka data jarak yang diperoleh bukan merupakan jarak yang sebenarnya melainkan jarak pseudorange.
D. Istilah-istilah dalam Ilmu Falak 1) Meridian Meridian adalah lingkaran vertikal yang menghubungkan titik utara, selatan, zenith, nadir melalui kutub utara dan kutub selatan.86 2) Lintang Lintang (𝜑) adalah jarak dari khatulistiwa ke kutub, diukur melalui lingkaran kutub ke arah utara disebut lintang utara diberi tanda pofitif (+) dan ke arah selatan yang diberi tanda negatif (-).87 3) Bujur Bujur adalah jarak suatu tempat dari kota Greenwich di Inggris yang diukur melalui lingkaran meridian. Ke arah timur di sebut dengan bujur timur dan bertanda negatif (-), dan ke arah barat yang disebut dengan bujur barat dan diberi tanda positif (+). Baik bujur timur ataupun bujur barat diukur melalui lingkaran meridian dari kota Greenwich di Inggris, yaitu pada bujur (00) sampai dengan bujur (1800).88 4) Horizon Horizon adalah lingkaran pada bola langit yang menghubungkan titik utara, titik timur, titik selatan dan titik barat samapi ke titik utara. Horizon merupakan batas pemisah antara belahan langit yang tampak dan tidak tampak.89
86
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 8 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 9 88 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 10 89 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 11 87
65
5) Deklinasi Deklinasi matahari atau Maylus Syams adalah sepanjang lingkaran deklinasi dihitung dihitung dari equator sampai matahari. Dalam astronomi dilambangkan dengan (𝛿0 ).90 6) Azimuth Azimuth atau as-Samtu adalah arah, yaitu harga suatu sudut untuk matahari atau bulan dihitung sepanjang horizon atau ufuk. Biasanya diukur dari titik utara ke timur (searah dengan jarum jam) sampai titik perpotongan antara lingkaran vertical yang melewati matahari atau bulan itu dengan lingkaran horizon.91
90
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 65. Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 135.
91
66
BAB IV ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA
TEORI
TRIGONOMETRI
BOLA
(SPHERICAL
TRIGONOMETRY). Trigonometri bola (Spherical Trigonometry) sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab II dan bab III adalah ilmu ukur sudut bidang datar yang bisa diaplikasikan pada permukaan yang berbentuk bola seperti bumi. Dalam hal ini maka berbeda pula antara segitiga pada bidang datar dan segitiga bidang bola. Sisi-sisi pada segitiga bidang datar berupa garis-garis lurus, Sedangkan sisi-sisi segitiga pada bidang bola berupa garis-garis yang melengkung. Praktik perhitungan arah kiblat sebenarnya juga bisa menggunakan segitiga pada bidang datar, yaitu pada metode segitiga kiblat dan metode segitiga siku-siku dari bayangan matahari setiap saat. Pada metode-metode tersebut rumus yang digunakan dalam perhitungannya tidak lain adalah menggunakan konsep trigonometri pada bidang datar. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Segitiga kiblat Segitiga kiblat digunakan setelah pengguna mengetahui azaimuth kiblat atau sudut kiblat. Cara ini digunakan untuk memudahkan penerapan sudut kiblat di lapangan. Dasar yang digunakan dalam segitiga kiblat ini adalah perbandingan rumus trigonometri pada bidang datar. Artinya ketika diketahui panjang salah satu sisi segitiga, misalkan sisi a, maka sisi b dihitung sebesar sudut kiblat (U-B), kemudian ujung kedua sisi ditarik membentuk garis kiblat. Contohnya misalkan sudah diketahui sudut kiblat di suatu tempat, misalnya Semarang yaitu sebesar 65029’28,07” dari utara ke barat (U-B). Kemudian dibuat garis utara selatan (U-S) atau sisi a sepanjang 100 cm. Dengan menggunakan konsep trigonometri bidang datar maka garis UB atau sisi b dapat ditentukan
67
dengan rumus tangen. Garis UB atau sisi b dapat diperoleh dengan perhitungan 100 cm x tan 65029’28,07”, sehingga diperoleh sisi b sebesar 219,3 cm. Secara lebih rinci perhitungannya adalah sebagai berikut: Diketahui : sudut kiblat kota Semarang dilambangkan dengan 𝜃 sebesar 65029’28,07”, garis bantu utara selatan (U-S) dilambangkan dengan sisi a. Ditanyakan : garis utara barat (U-B) dilambangkan dengan sisi b Penyelesaian : Untuk lebih jelasnya maka dibuat gambar terlebih dahulu, 𝑏…?
𝐵
𝑈
Keterangan: U : titik utara sejati 𝑎 Arah Kiblat
B : letak kiblat S : letak kota Semarang
𝜃
Gambar 25. Segitiga kiblat 𝑆
Dengan menggunakan konsep trigonometri pada bidang datar diperoleh rumus tangen, yaitu: 𝑏
𝑡𝑎𝑛 𝜃 = , karena yang dicari adalah b maka, 𝑎
𝑏 = tan θ × a 𝑏 = tan 65°29’28,07” × 100 cm 𝑏 = 219,3 cm Metode perhitungan arah kiblat dengan menggunakan metode segitiga kiblat syarat yang diperlukan adalah sudut kiblat suatu tempat, sisi bantu utara selatan (U-S) atau sisi utara barat (U-B). Bila salah satu sisi bantu sudah diketahui, maka sisi yang lain juga dapat dihitung atau ditentukan dengan bantuan konsep trigonometri pada bidang datar. Biasanya rumus yang dipakai pada konsep perbandingan trigonometri dalam bidang datar adalah rumus sin, cos, dan tangen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam metode segitiga kiblat rumus yang digunakan adalah rumus 𝐬𝐢𝐧, 𝐜𝐨𝐬, dan 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐞𝐧.
68
Maksudnya adalah jika pada perhitungan arah kiblat kota Semarang tersebut menggunakan rumus 𝑡𝑎𝑛 𝜃 𝑏 𝐵−𝑆
dan rumus
adalah
𝑐𝑜𝑠 𝜃 =
= 𝑎
𝐵−𝑆
𝑏 𝑎
, maka dapat pula diperoleh rumus 𝑠𝑖𝑛 𝜃 =
. Namun dalam masalah ini rumus yang dipakai
𝑏
𝑡𝑎𝑛 𝜃 = . 𝑎
Metode segitiga kiblat pada dasarnya memang harus menentukan atau mengetahui sudut kiblat terlebih dahulu. Namun arah kiblatnya belum diketahui. Sehingga dengan metode segitiga kiblat arahnya dapat diketahui, yaitu dengan konsep trigonometri pada bidang datar. 2. Segitiga siku-siku dari bayangan matahari Metode segitiga siku-siku dari bayangan matahari ini pada dasarnya menggunakan bayangan matahari. Secara garis besar langkah-langkah dalam penentuan arah kiblat dengan metode segitiga kiblat yang menggunakan bantuan dari bayangan matahari adalah sebagai berikut: a) Menghitung arah kiblat dan azimuth kiblat. Arah kiblat dihitung dengan rumus 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐵 = tan 𝜑 𝑘 . cos 𝜑 𝑘 ÷ sin 𝐶 − sin 𝜑 𝑘 ÷ tan 𝐶.92 Menghitung azimuth kiblat dengan rumus B = UT (+), maka azimuth kiblat = B. Jika B = ST (-), maka azimuth kiblat 1800 + B. Jika B = SB (-), maka azimuth kiblat = 1800 – B. Jika B = UB (+), maka azimuth kiblat = 3600 – B. b) Menghitung sudut waktu matahari, arah matahari dan azimuth matahari dengan rumus t = (LMT + e-(BTL-BTX)/15-12)x15. Menghitung sudut waktu matahari
dengan
rumus
𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐴 = tan 𝛿 𝑚 . cos 𝜑 𝑥 ÷ sin 𝑡 − sin 𝜑 𝑥 ÷
tan 𝑡. Dan menghitung azimuth matahari dengan rumus A = UT (+) maka azimuth matahari = A. jika A = ST (-), maka azimuth matahari 1800 + A. Jika A = SB (-), maka azimuth matahari = 1800 – A. Sedangkan jika A = UB (+), maka azimuth matahari = 3600-A.93
92
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, hlm. 91. 93 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, hlm. 92.
69
c) Menghitung sudut kiblat dari bayangan matahari misalkan dilambangkan dengan titik Q, sehingga rumus untuk Q = azimuth kiblat – azimuth matahari. Dengan catatan jika nilai Q positif (+) maka kiblat berada di sebelah kanan bayangan matahari, dan jika negatif (-) maka arah kiblat di sebelah kiri bayangan matahari. d) Membuat segitiga segitiga siku-siku dari bayangan matahari. Ada dua tawaran yaitu dengan menggunakan satu segitiga siku-siku atau dengan dua segitiga siku-siku. Rumus yang digunakan pada metode segitiga siku-siku dengan bantuan bayangan matahari adalah rumus cotangen. Dimana dalam rumus tersebut juga memuat rumus sinus, cosinus dan tangen. Adapun rumusnya adalah 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐵 = tan 𝜑 𝑘 . cos 𝜑 𝑘 ÷ sin 𝐶 − sin 𝜑 𝑘 ÷ tan 𝐶
dan
𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐴 = tan 𝛿 𝑚 . cos 𝜑 𝑥 ÷
sin 𝑡 − sin 𝜑 𝑥 ÷ tan 𝑡. Konsep perbandingan trigonometri pada bidang datar khususnya segitiga siku-siku sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu bab II diperoleh rumus perbandingan sinus, cosinus, tangen, secan, cosecant dan cotangen. Dalam aplikasi perhitungan arah kiblat seperti pada metode segitiga kiblat dan segitiga siku-siku dengan bantuan matahari pada prinsipnya juga memakai konsep tersebut. Baik rumus sinus, cosinus, tangen, secan, cosecant dan cotangen terlibat di dalam perhitungannya. Untuk mempermudah perhitungannya biasanya menggunakan alat bantu kalkulator. Adapun rumus-rumus dasar segitiga baik pada bidang datar maupun bidang lengkung atau permukaan bola yang sering digunakan dalam penentuan arah kiblat terutama dalam teori trigonometri bola (spherical trigonometry) adalah sebagai berikut:
70
1) Segitiga pada bidang datar C
Gambar di samping ini adalah gambar segitiga ABC dengan sudut B sebagai sudut siku-siku. Sisi a (sisi di depan sudut A) sebagai sisi siku-
b
a
siku. Sisi b (sisi di depan sudut B) sebagai sisi miring. Sisi c (sisi di depan sudut C) sebagai sisi
A
c
┘ B
alas atau sisi siku-siku pengapit. Gambar
segitiga
siku-siku
di
samping
menghasilkan perbandingan rumus trigonometri Gambar 26. Segitiga siku-siku
sebagai berikut:
a : b = sin A
c : b = sin C
c : b = cos A
a : b = cos C
a : c = tan A
c : a = tan C
c : a = cotan A
a : c = cotan C
a : sin A = b
c : sin C = b
c : cos A = b
a : cos A = b
a : tan A = c
c : tan C = a
c : cotan A = a
a : cotan C = c
b x sin A = a
b x sin C = c
b x cos A = c
b x cos C = a
c x tan A = a
a x tan C = c
a x cotan A = c
c x cotan C = a
2) Segitiga pada permukaan bola Segitiga pada permukaan bola yang dikenal dengan segitiga bola adalah tidak datar, melainkan cembung sesuai dengan permukaan bola, dimana sisi-sisinya terdiri dari busur yang melewati lingkaran-lingkaran besar pada bola itu.94 Segitiga bola ini ada dua macam, yaitu segitiga siku-siku (tegak) dan segitiga serong. Segitiga bola siku-siku adalah segitiga bola yang 94
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 15.
71
salah satu sisinya terdiri dari busur yang melewati kedua kutub lingkaran besar pada bola itu. Sedangkan segitiga bola serong adalah segitiga bola yang sisinya tidak melewati kedua kutub limgkaran besar pada bola itu.95 Dengan bantuan gambar segitiga ABC di atas yang kemudian dipindah ke permukaan bola, sehingga menjadi segitiga bola ABC di permukaan bola. Gambar ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Gambar 27. Gambar segitiga pada permukaan bola Gambar di atas adalah gambar segitiga pada permukaan bola. Dari gambar tersebut dapat diperoleh perbandingan rumus trigonometri sebagai berikut:96 sin b x sin A = sin a
sin c x tan A = tan a
sin b x sin C = sin c
sin a x tan C = tan c
sin a x sin C = cos a
cotan C x cotan A = sin b
cos c x sin A = cos C
cos A : sin C = cos a
cos b x tan C = cotan A
cos C : sin A = cos c
tan b x cos C = tan a
cos b : cos c = cos a
tan b x cos A = tan c
cos b : cos a = cos c
Dalil sinus sin a sin A
95 96
=
sin b sin B
=
sin c sin C
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 15. Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 16.
72
Dalil cosinus cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A cos b = cos a cos c + sin a sin b cos B cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C Konsep trigonometri dalam segitiga bola mempersoalkan hubunganhubungan di antara unsur-unsur dalam segitiga bola tersebut. Namun, hukum yang terpenting yang biasa dipakai adalah hukum sinus dan kosinus, 97 rumus yang biasa digunakan adalah: rumus kosinus cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A rumus sinus sin a sin A
=
sin b sin B
=
sin c sin C
Adapun ilustrasi dari kedua rumus tersebut adalah sebagai berikut: Rumus kosinus O titik pusat sebuah bola, dan ABC segitiga bola pada permukaan bola itu, untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:
Gambar 28. Ilustrasi segitiga ABC pada permukaan bola yang dibagi empat
97
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 56.
73
Dari titik sembarang P pada OB dibuat garis tegak lurus pada bidang OCA yang jatuh pada titik Q. Dari Q dibuat garis tegak lurus pada OC dan OA, yaitu garis QR dan QS. Sudut ACO yang besarnya adalah b dibagi dua oleh garis OQ menjadi dua bagian, masing-masing besarnya adalah d dan (bd)2.
Dalam segitiga siku-siku OQS: Cos d = QS/OQ
atau
OQ = QS/cos d……. (i)
Dalam segitiga siku-siku ORQ: Cos (b-d) = OR/OQ
atau
OQ = OR/cos (b-d)…… (ii)
atau
OS cos (b-d) = OR cos d
Dari (i) dan (ii) diperoleh : OS/cos d = OR/cos (b-d)
Dalam segitiga OPS : OS = OP cos c Dalam segitiga OPR : OR = OP cos a Persamaan (iii) dapat ditulis sebagai berikut : OP cos c cos (b-d)
= OP cos a cos d atau
Cos c cos (b-d)
= cos a cos d
Cos c (cos b + sin b sin d)
= cos a cos d atau
Cos a cos d
= cos c cos b cos d + cos c sin b sin d
Cos a
= cos c cos b + cos c sin b tan d
Dalam segitiga OQS/tan d = QS/OS = PS cos A/OP cos c OP sin c cos A/OP cos c = sin c cos A/cos c = tan c cos A Jika persamaan (iii) disubtitusikan dalam persamaan (iv) diperoleh: Cos a = cos b cos c + sin b cos c tan c cos A Cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
Rumus sinus Rumus sinus diturunkan dari rumus kosinus Cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A Cos A = cos a – cos b cos c/ sin b sin c Jika kedua bagian dikuadratkan maka diperoleh;
74
cos 2 A =
(cos a−cos b cos c)2 sin 2 b sin 2 c
1 − sin2 A = sin2 A = 1 − = = =
(cos a−cos b cos c)2 sin 2 b sin 2 c (cos a−cos b cos c)2 sin 2 b sin 2 c
sin 2 b sin 2 c−(cos a−cos b cos c)2 sin 2 b sin 2 c (1−cos 2 b) 1−cos 2 c −(cos a−cos b cos c)2 sin 2 b sin 2 c 1−cos 2 a−cos 2 b−cos 2 c+2 cos a cos b cos c sin 2 b sin 2 c
Dan sin 2 A sin 2 a
=
1−cos 2 a−cos 2 b−cos 2 c+2 cos a cos b cos c sin 2 a sin 2 b sin 2 c
Bagian kedua persamaan ini bentuknya bersifat simetris , karena a, b, dan c timbul dalam keadaan serupa, sehingga : sin 2 A sin 2 a
=
sin 2 B sin 2 b
=
sin 2 C sin 2 c
Oleh karena sudut dan sisi-sisi sebuah segitiga bola selalu kurang dari 1800 maka nilai sin a, sin b, sin c, sin A, sin B, dan sin C bernilai positif, sehingga dapat dituliskan .98 sin A sin a
=
sin B sin b
=
sin C sin c
Paparan di atas baik dari metode segitiga kiblat, segitiga siku-siku dengan bantuan bayangan matahari, konsep segitiga pada bidang datar dan konsep segitiga pada bidang bola pada dasarnya tidak lepas dari konsep trigonometri bidang datar dan bidang bola. Hampir semua rumus terlibat di dalamnya yaitu aturan sinus, kosinus, tangen, kosekan, kotangen dan secan. Namun tidak semua rumus digunakan atau dipakai dalam penentuan arah kiblat terutama pada teori trigonometri bola. Literatur
yang terkait dengan teori itu juga menjelaskan demikian.
Bahwa rumus yang digunakan tidaklah semuanya. Dalam bukunya Ahmad 98
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 58.
75
Izzuddin, rumus yang dipakai adalah 𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐂
yang
kemudian
disederhanakan
menjadi
𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐭𝐚𝐧 𝛗𝐦 𝐜𝐨𝐬 𝛗𝐱 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐬𝐢𝐧 𝛗𝐱 ÷ 𝐭𝐚𝐧 𝐂 dengan menyesuaikan keadaan lintang dan bujur masing-masing daerah yang akan ditentukan arah kiblatnya. Berbeda dengan bukunya A. Jamil, rumus yang dipakai/digunakan dalam menentukan arah kiblat ditawarkan ada beberapa rumus sebagaimana yang dibahas dalam bab II dan bab III. Namun pada dasarnya adalah sama yaitu mengacu pada konsep trigonometri. Baik pada bidang datar ataupun bidang bola.
B. ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA TEORI GEODESI. Konsep trigonometri atau rumus trigonometri juga dipakai dalam teori geodesi. Terutama dalam hal penentuan arah kiblat. Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab II dan bab III, bahwa pada dasarnya antara konsep trigonometri bola hampir sama dengan teori geodesi. Terutama dalam hal perhitungan arah kiblat. Kalau pada teori trigonometri bola, bumi diasumsikan bulat seperti bentuk bola pada umumnya. Namun pada teori geodesi lebih pada bentuk bumi yang sebenarnya. Dimana bentuk bumi itu tidak rata karena banyak terdapat gunung-gunung, lereng, jurang dan tebing. Istilah yang digunakan dalam teori geodesi yang terkait dengan bentuk bumi yang sebenarnya adalah ellipsoid. Artinya bumi itu tidak bulat seperti bola pada umumnya, namun lebih pepat di kedua kutubnya. Adapun rumus trigonometri yang dipakai dalam perhitungan arah kiblat dalam teori geodesi adalah sebagai berikut: α1 = arc. tan2(cos U2 . sin λ , cos U1. sin U2 − sin U1. cos U2. cos λ) α2 = arc. tan2(cos U1 . sin λ , − sin U1. cos U2 + cos U1. sin U2. cos λ) Rumus tersebut memperhatikan beberapa hal sebagai berikut; lintang ka’bah
(𝜑𝐴)
sebesar
21°25′ 05"
LU,
bujur
ka’bah
(𝜆𝐴)
sebesar
39°49′ 34,05"BT, lintang lokasi (𝜑𝐵), bujur lokasi (𝜆𝐵). Di samping demikian
76
parameter ellipsoid juga diperhatikan, yaitu dengan menggunakan parameter ellipsoid referensi WGS 1984. Di mana a sebagai ellipsoida sumbu panjang sebesar 6378137 m dan b ellipsoida sumbu pendek sebesar 6356752.3142 m.99
1. Sistem Koordinat Posisi suatu titik dapat dinyatakan secara kuantitattif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif posisi suatu titik dinyatakan dengan koordinat, baik dalam ruang satu, dua, tiga, maupun empat dimensi (1D, 2D, 3D, maupun 4D). Perlu diketahui bahwa koordinat tidak hanya memberikan deskripsi kuantitatif tentang posisi, tetapi juga pergerakan suatu titik seandainya titik yang bersangkutan bergerak. Oleh karena itu untuk menjamin adanya konsistensi dan standarisasi perlu adanya suatu sistem dalam menyatakan koordinat. Sistem ini disebut dengan sistem referensi koordinat, atau secara singkat sistem koordinat dan secara umum untuk realisasinya dinamakan kerangka referensi koordinat. Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sedangkan kerangka referensi koordinat dimaksudkan sebagai realisasi praktis dari sistem referensi, sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi (kerangka terestris) ataupun di luar bumi (kerangka selestia atau ekstraterestris).100 Kerangka
referensi
biasanya
direalisasikan
dengan
melakukan
pengamatan-pengamatan geodetik dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek (seperti bintang dan benda langit lainnya). Sistem referensi koordinat dapat dikatakan
99
Guna Putri Widyati, Perbandingan Penentuan Arah Kiblat antara Bentuk Matematis Bola dengan Bentuk Matematis Ellipsod, dalam majalah Zenit edisi V/tahun III/ Desember 2010, (Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2010), hlm.25 100 Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 15.
77
sebagai suatu idealisasi dari sistem koordinat dan kerangka referensi koordinat merupakan realisasi sistem koordinat. Dalam bidang geodesi satelit, untuk pendefinisian sistem referensi koordinat dan perealisasian kerangka referensi koordinat yang optimal bagi titik-titik di permukaan bumi maupun di luar bumi (seperti satelit), pemahaman tentang bentuk dan dinamika bumi sangatlah diperlukan. Secara tiga dimensi bentuk bumi secara matematis mendekati ellipsoid biaksial yaitu penampang ekuatorialnya berupa lingkaran dan penampang merediannya berupa ellips. Dalam hal ini bumi diwakili oleh geoid global, dimana geoid sendiri adalah bidang ekuipotensial gaya berat bumi yang mendekati muka laut rata-rata secara global. Berkaitan
dengan
ukuran
ellipsoid
yang
digunakan
untuk
merepresentasikan bumi, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari pengamatan bumi, telah dikenal beberapa ellipsoid referensi. Adapun ellipsoid referensi tersebut adalah sebagai berikut:101 Tahun
Nama
a (m)
b (m)
1/f
1830
Airy
6377563
6356257
299,325
1830
Everest
6377276
6356075
300,802
1841
Bessel
6377397
6356079
299,153
1856
Clarke
6378294
6356618
294,261
1866
Clarke
6378206
6356584
294,978
1880
Clarke
6378249
6356515
293,466
1907
Helmert
6378200
6356818
298,300
1909
Hayford
6378388
6356912
297,000
1927
NAD-27
6378206,4
6356912
294,9786982
1948
Krassovsky
6378245
6356863
298,300
1960
Hough
6378270
6356794
297
1960
Fischer
6378155
6356773
298,3
1966
WGS-66
6378145
6356760
298,35
101
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 17.
78
Tahun
Nama
a (m)
b (m)
1/f
1967
IUAG
6378160
6356775
298,247
1969
S. American
6378160
6356774
298,25
1972
WGS-72
6378135
6356751
298,26
1973
Smithsonia
6378140
6356755
298,256
1980
International
6378137
6356752
298,257
1980
GRS-80
6378137.0
6356752
298,257222101
1981
GEM-10B
6378138
6356753
298,257
1984
WGS-84
6378137
6356752
298,257223563
1990
PZ-90
6378136
6356751
298,257839303
1992
GEM-T3
6378137
6356752
298,257
Pada tabel di atas, a adalah sumbu panjang ellipsoid dan b adalah sumbu pendek ellipsoid, sedangkan f adalah penggepengan dari ellipsoid yang dihitung dari a dan b dengan rumus 𝑓 =
𝑎−𝑏 𝑎
. Dari tabel tersebut juga terlihat
bahwa secara umum untuk ellipsoid referensi yang merepresentasikan bumi adalah, a = 6378 km, b = 6357 km dan f = 1/298. Adapun bentuk secara umum dari deviasi ellipsoid geosentrik permukaan geoid (MSL= Mean Sea Level) lebih kecil dari 100 m. Sedangkan deviasi permukaan geoid sendiri dengan permukaan bumi lebih kecil dari 10 km. adapun tabelnya adalah sebagai berikut:102
Permukaan
Deviasi maksimum
Rasio terhadap sumbu
(m)
Panjang bumi (a = 6378 km) 1.6.10-3
bumi- 10000
geoid (MSL) Geoid-ellipsoid
100
1.6.10-5
10000
1.6.10-3
(geosentrik) Ellipsoid-bola
102
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 18.
79
(geosentrik)
2. World Geodetic System 1984 (WGS 84) WGS 84 pada prinsipnya adalah sistem koordinat CTS (Conventional Terrestrial System) yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh NIMA (National Imagery And Mapping) Amerika Serikat (AS). WGA 84 adalah sistem yang saat ini digunakan oleh sistem satelit navigasi GPS (Global Positioning System). Adapun karakteristik dari WGS 84 adalah seperti CTS, dengan karakteristik spesifik lainnya sebagai berikut:103 Sistem geosentrik, dimana pusat massanya didefinisikan untuk seluruh bumi, termasuk lautan dan atmosfer. Skalanya adalah kerangka lokal bumi, dalam konteks teori relativitas gravitasi. Evolusi waktu dari orientasi sistem koordinat tidak menyebabkan adanya residual dari rotasi global terhadap kerak bumi. Kerangka referensi WGS 84 direalisasikan pertama kalinya pada 1987 dengan sekumpulan titik koordinatnya diamatai dengan sistem satelit navigasi TRANSIT (Doppler). Pada waktu itu kerangka direalisasikan dengan memodifikasi kerangka referensi yang digunakan oleh sistem satelit Doppler (NSWC 9Z-2), yaitu parameter titik pusat (titik nol) sistem koordinat dan skalanya, serta merotasikannya sehingga merediannya berimpit dengan meridian nol yang didefinisikan oleh BIH (Bureau International De I’Heure). Dalam hal ini nilai tranformasi dari datum NSWC 9Z-2 ke WGS 84 adalah translasi dalam arah sumbu Z sebesar ∆Z = 4,5 m, rotasi dalam bujur ∆λ = 0,814”, dan perubahan faktor skala ∆S = -0,6 x 10-6.104 Sejak Januari 1987, Defense Mapping Agency (DMA) Amerika Serikat mulai menggunakan WGS 84 dalam menghitung orbit teliti (Precise Ephemeris) untuk satelit TRANSIT (Doppler). Orbit teliti selanjutnya bersama-sama dengan pengamatan Doppler digunakan untuk menentukan posisi dari 12 stasiun penjejak GPS milik DoD. 103 104
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 45. Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 46.
80
Keduabelas stasiun ini selanjutnya digunakan untuk menjejak satelit GPS dalam rangka menentukan parameter orbit (Broadcast Ephemeris) dari satelit Dalam rangka menyelaraskan sistem koordinat WGS 84 dengan sistem ITRF yang lebih teliti serta banyak digunakan untuk aplikasi-applikasi geodetic pada saat ini, DoD telah menentukan kembali koordinat dari 12 stasiun penjejak tersebut pada epok 1994.0. Penentuan kembali koordinat dikakukan dengan menggunakan data GPS yang diamati di sepuluh stasiun tersebut serta di beberapa stasiun penjejak IGS (Internation GPS Service for Geodynamics), yang dalam perhitungan ini koordinatnya dalam system ITRF 91 dianggap tetap. Selanjutnya kerangka koordinat WGS 84 yang telah ditingkatkan kualitasnya dinamakan WGS 84 (G730). Namun pada tahun 1996, diganti lagi dengan nama WGS 84 (G873).105 Pada sistem koordinat WGS 84 yang merupakan sistem koordinat kartesian tangan kanan, ellipsoid yang digunakan adalah ellipsoid geosentrik WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter utama. Adapun parameter tersebut adalah sebagai berikut:106 Parameter
Notasi
Nilai
Sumbu panjang
a
6378137,0 m
Penggepengan
1/f
298,257223563
Kecepatan sudut bumi
𝜔
7292115,0 x 10-11 rad s-1
Konstanta
gravitasi
3986004,418 x 108 m3 s-1
bumi GM
(termasuk massa atmosfer) Itulah sekilas paparan tentang sistem koordinat referensi dan WGS 1984 yang digunakan dalam teori geodesi. Adapun aplikasi yang digunakan untuk perhitungan arah kiblat adalah metode Vincenty sebagaimana yang dibahas pada bab III. Dari perhitungan arah kiblat tersebut, dapat diketahui bahwa rumus yang digunakan juga tidak lepas dari aturan trigometri. Meskipun dalam perhitungannya metode Vincenty sudah menggunakan program tertentu, namun pada prinsipnya rumus dasar yang dipakai adalah 105 106
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 47. Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 47.
81
rumus trigonometri. Di antaranya adalah rumus cotan, tangen, sin dan cos. Akan tetapi atuaran trigonometri yang diterapkan dalam teori geodesi adalah aturan trigonometri pada bidang lengkung. Lebih tepatnya, aturan trigonometri berdasarkan pada bentuk bumi yang sebenarnya, yaitu ellipsoid. Adapun perhitungannya menggunakan metode vincenty dengan sistem koordinat WGS 84.
C. ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA TEORI NAVIGASI. Prinsip navigasi pada dasarnya adalah menggambarkan lokasi suatu tempat di bidang datar. Dalam hal ini dapat dikatakan semacam peta bidang datar. Sistem navigasi yang terkenal saat ini adalah sistem navigasi GPS. Adapun penjelasan sistem navigasi GPS adalah sebagaimana yang dibahas pada bab III. Dengan kecanggihan teknologi, sistem navigasi GPS telah membantu mempermudah menentukan lokasi suatu tempat di permukaan bumi ini. Termasuk lokasi ka’bah di kota Makkah yang notabennya sebagai pusat arah mengahadap ketika orang muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah sholat. Di sini, dalam teori navigasi ini, perhitungan/penentuan arah kiblat bisa dilakukan dengan menggunakan konsep peta pada bidang datar. Misalkan saja ingin menentukan arah kiblat kota Semarang, maka tinggal dicari saja letak kota Semarang pada peta kemudian ditarik benang menuju kota Makkah letak ka’bah. Supaya lebih mudah, maka dibuatkan illustrasi gambar berikut ini: U
K S
S
82
Gambar 29. Ilustrasi arah kiblat kota Semarang pada peta bidang datar. Teori
navigasi
dalam
perhitungan
arah
kiblat
pada
prinsipnya
menggunakan konsep trigonometri pada bidang datar. Hal ini sama halnya dengan penentuan arah kiblat dengan metode segitiga kiblat sebagaimana yang dibahas pada subbab sebelumnya. Diantara syarat yang diperlukan adalah sudut kiblat, kemudian garis bantu utara-selatan (U-S) atau utara-barat (U-B) atau mungkin menyesuaikan lokasinya. Rumus yang digunakan tentunya juga tidak jauh beda yaitu, sinus, kosinus, tangen, cosecant, secan dan kotangen. Karena memang aturan yang digunakan adalah sama yaitu trigonometri pada bidang datar. Teori navigasi pada aplikasinya lebih cenderung pada penetuan letak posisi lokasi saja. Bila sudah diketahui masing-masing titik lokasi, maka tinggal dihubungkan kedua titik tersebut dengan alat bantu benang ataupun sejenisnya. Adapun sudut kiblat masing-masing lokasi sudah diketahui terlebih dahulu. Sehingga memudahkan untuk perhitungannya. Akan tetapi bila ditinjau dari rumus trigonometri yang digunakan, maka mayoritas hampir sama dengan teori lainnya yaitu trigonometri bola dan geodesi. Yang sedikit membedakan hanyalah aplikasinya pada bidang datar dan lengkung.
83
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Penjelasan dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Teori penentuan arah kiblat sampai saat ini yang sudah diketahui ada tiga, yaitu trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi. Dalam
teori
trigonometri
bola
(Spherical
Trigonometry),
aturan
trigonometri yang dipakai adalah aturan trigonometri pada bidang lengkung. Lebih tepatnya bidang bola, karena teori yang digunakan adalah teori trigonometri bola. Sehingga rumus trigonometri yang ada juga bervariasi, mulai dari aturan sinus, kosinus, rumus tangent, secan, kosecan dan kotangen. Meskipun demikian, dalam praktik perhitungannya rumus yang digunakan tidaklah semua, tetapi lebih menyesuaikan kebutuhan. Sedangkan pada teori geodesi aturan trigonometri yang diterapkan lebih pada bidang lengkung, namun cenderung mendekati bentuk bola yang sebenarnya, yaitu elips. Rumus trigonometri yang digunakan dalam penentuan arah kiblat juga hampir sama, yaitu rumus sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan dan cotangen.
Namun, dalam perhitungannya rumus yang dipakai juga tidak
semuanya, menyesuaikan. Berbeda dengan teori navigasi, dalam teori ini aturan yang dipakai adalah aturan trigonometri pada bidang datar. Sebab, acuannya memang berdasar peta bidang datar. Meskipun demikian, rumus yang diterapkan dalam perhitungan arah kiblat juga tak jauh beda, yakni tetap memuat rumus sinus, cosinus dan tangen.
84
2. Rumusnya adalah: Trigonometri bola : 𝐜𝐨𝐭 𝑩 = 𝐜𝐨𝐭 𝒄 𝐬𝐢𝐧 𝒂 − 𝒑 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝒑 𝐭𝐚𝐧 𝒑 = 𝐭𝐚𝐧 𝒃 𝐜𝐨𝐬 𝒄, 𝐜𝐨𝐭 𝑩 =
𝐭𝐚𝐧
(𝑨+𝑩) 𝟐
=
𝐜𝐨𝐬 𝝋𝑩 𝐭𝐚𝐧 𝝋𝑨 −𝐬𝐢𝐧 𝝋𝑩 𝐜𝐨𝐬(𝑩−𝑨) 𝐬𝐢𝐧(𝑩−𝑨)
(𝒂−𝒃) 𝟐 (𝒂+𝒃) 𝐜𝐨𝐬 𝟐
𝐜𝐨𝐬
Geodesi : 𝐜𝐨𝐭 𝑩
=
𝐜𝐨𝐭
𝒄 𝟐
dan 𝐭𝐚𝐧
(𝑨−𝑩) 𝟐
=
(𝒂−𝒃) 𝟐 (𝒂+𝒃) 𝐬𝐢𝐧 𝟐
𝐬𝐢𝐧
dan
𝐜𝐨𝐭
𝒄 𝟐
𝐜𝐨𝐭 𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝒂−𝐜𝐨𝐬 𝒂 𝐜𝐨𝐬 𝑪 𝐬𝐢𝐧 𝑪
3. Adapun aplikasi/penerapan rumus-rumus trigonometri tersebut, baik dalam teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi tidak terlepas dari alat bantu dalam perhitungan arah kiblat. Pada teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), supaya mempermudah perhitungan/penentuan arah kiblat maka bisa menggunakan alat bantu kalkulator. Sedangkan dalam teori geodesi, dalam penentuan/perhitungan arah kiblat bisa menggunakan metode vincenty. Adapun dalam teori navigasi, aplikasinya lebih mengacu pada konsep peta bidang datar.
B. Saran 1. Pada dasarnya, kajian konsep trigonometri terutama dalam aplikasinya pada ilmu falak tidak hanya terbatas pada teori penentuan arah kiblat saja. Melainkan ada yang lainnya, seperti penentuan awal tahun bulan komariyah, awal waktu sholat, dan kalender hijriyah. Oleh sebab itu, hendaknya penelitian ini memotivasi untuk mengkaji lagi konsep trigonometri tersebut. 2. Penelitian seperti yang penulis lakukan ini masih jarang dijumpai pada rak buku koleksi jurusan tadris matematika. Oleh karena itulah, harapannya penelitian ini menjadi pelengkap koleksi buku jurusan tadris matematika. Di samping demikian, tentunya penelitian ini juga diharapkan menjadi inspirasi untuk menelaah konsep-konsep matematika lainnya.
85
C. Penutup Alhamdulillah wa syukurillah ‘ala ni’amillah, puji syukur atas segala nikmat Allah SWT. Sebab karena nikmat Allah SWT itulah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan mudah dan lancar. Penulis juga ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi penulis juga tidak lupa bahwa manusia adalah tempatnya salah. Demikian pula dengan penulis, pasti dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis terbuka sekali untuk menerima masukan dan kritikan demi kebaikan skripsi ini. Akhirnya, dengan memohon ridlo Allah SWT penulis sangat berharap skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat, baik bagi penulis maupun orang lain.
86
Daftar Pustaka Ali, Muhammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993. Azhari, Susiknan, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern), Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007. ______, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Best, John W, research in Education 4th edition, the United State of America: Library of Congress in Publication Data, 1959. Chotim, Moch, Kalkulus 2 (Hand Out Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang), Semarang: Universitas Negeri Semarang (UNNES), 2005. Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. E-book, Algebra 2 and Trigonometry, dalam www.amscopub.com. Diakses pada 09-02-2011. E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems, dalam www.birkhauser.com , hlm. 1-3. Diakses pada 11-02-2011. Furchan, Arief, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan (Karya Donald Ary, Luchy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Cetakan Ketiga ), Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2007. H.G. Den Hollander, Ilmu Falak untuk Sekolah Menengah di Indonesia, terj. Imade Sugita, Jakarta: J. B Wolters, 1951. Hutasuhut, Muhammad Yunus, Mengenal Dunia Penerbangan, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.
Hutahaean, Lethold, Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik, edisi Kelima, Jilid 1(alih bahasa: Drs. E. Hutahaean, Departemen Matematika Institut Teknologi Bandung ), Bandung: Penertbit Erlangga, 1986. Izzuddin, H. Ahmad, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo Press, 2010. ______________, “Materi Hisab Praktis Arah Kiblat”, dalam Pelatihan Hisab Rukya, Semarang: Lembaga Hisab Rukyat Independent “Al-Miiqaat”, 16 Februari 2011. _____________, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya”, Disertasi (Semarang : Program Doktor IAIN Walisongo, 2011). ______________, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Peneltian Individual (Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2011). ______________, et. All, Studi Komparatif Aplikasi Penentuan Arah Kiblat di Indonesia dan Singapura, Penelitian mendapat bantuan dari Dipa (Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2011). Jaelani, Ahmad, et. All. Hisab Rukyat Menghadap Kiblat (Fiqh, Aplikasi Praktis, Fatwa dan Software), (Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2011). Jamil, Ahmad, Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi)Arah Kiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun (Hisab Kontemporer), Jakarta: Amzah, 2009. John M. echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 2003. Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif , Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda, 2002.
KBBI, Jakarta: PT Gramedia, 2008 Khazin, Muhyidin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik Perhitungan Arah Kiblat, Waktu Salat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004 Kusni, Geometri Dasar, Semarang : Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam Unnes, 2008 Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan (cetakan kelima), Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. Quinn Patton, Michael, Metode Evaluasi Kualitatif, penj. Budi Puspo Priyadi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Romadiastri, Yulia, Kalkulus 1 (Hand Out Jurusan Tadris Matematika IAIN Walisongo Semarang), Semarang: Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2007. Sulistiyono, dkk, Matematika SMA untuk Kelas XI Program Ilmu Alam, Jakarta: Gelora Aksara Pertama, 2006. William Wiersma, Research Methodes in Education an Introduction, Amerika: Library of Congress Cataloging, 6th ed. 1995. Zuriah, Nurul Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Teori-Aplikasi). Jakarta: PT Bumi Aksara2006. 2006. Majalah Zenit, edisi V/tahun III/Desember 2010.
Republika.co.id,
“Al
Buzjani,
Peletak
Dasar
Rumus
Trigonometri”
dalam
http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan-muslim/2-al-buzjani.html, diakses 28 September 2011.
Stefan Titscher, et. all, Methods of Text and Discourse Analysis, terj. Ghozali, et. all. Metode Analisis Text dan Wacana, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2007. Zainal Abidin, Hasnuddin, Geodesi Satelit, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Susheri
TTL
: Kudus, O6 Oktober 1987
Alamat asal
: Kandangmas, Rt 01, Rw 06, Kec. Dawe, Kab. Kudus
Pendidikan Formal 1. TK Kandangmas 03
lulus th 1994
2. SD Kandangmas 03
lulus th 2000
3. MTs. Wachid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus
lulus th 2005
4. SMAN 1 Bae Kudus
lulus th 2008
5. IAIN Walisongo Semarang
angkatan th 2008
Pendidikan Non Formal 1. TPQ (Dusun Sintru Desa Kandangmas, Dawe, Kudus) 2. Madrasah Diniyyah Matholi’ul Falah 3. Ponpes Sirojul Hannan Kudus (3th) 4. Ponpes Daarun Najaah jerakah, Semarang
Pengalaman Organisasi 1. Pramuka 2. Pengurus Ikatan Remaja 3. PMII Tarbiyah 4. Pengurus Ponpes Daarun Najaah
Semarang, 29 Juni 2012
Susheri 083511028