166 AGRIVITA VOLUME 31 No. 2
JUNI-2009
ISSN : 0126-0537
ANALISIS RATA-RATA GENERASI HASIL PERSILANGAN TOMAT LV 6123 DAN LV 5152 (ANALYSIS OF MEAN GENERATIONS OF CROSSING BETWEEN LV 6123 AND LV 5152 TOMATO LINES) *)
Farah Metha Masruroh, Nasrullah, dan Rudi Hari Murti
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada *) Jl Sosiojustisia Bulaksumur Yogyakarta, e-mail :
[email protected] ABSTRACT Aimed of the research was to study the gene action, genetic variance and heritability of fruit number per bunch, fresh weight of fruit, fruit size, and loculus number of fruit. Two tomato cultivars LV 6123 and LV 5152 differing in fruit size and branching type were crossed to produce an F1 hybrid, F2, F3 and selfed backcrosses (BC1.is) progenies. The F3, F2, selfed backcross families and both parents had been evaluated in Temanggung, Central of Java since May until December 2005. Fruit characters were recorded from the three of first bunch at all plants. The result showed that the fruit number per bunch, fruit fresh weight and fruit size controlled by additive-dominant effect, while the epitasis also affected the length and diameter fruit and loculus number. The additive variance was higher than the dominance variance in all characters except of the fruit number per bunch. Keywords: tomato (Lycopersicum esculentum Mill.), gene action, genetic variance, heritability ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mempelajari pewarisan sifat dari jumlah buah per tandan, berat buah, ukuran buah dan jumlah rongga buah yang meliputi aksi gen yang terkait dan menduga varians genetik serta heritabilitasnya.Dua buah tomat cultivars LV. 6123 dan LV. 5152 dengan ukuran buah dan bentuk tandan yang berbeda disilangkan untuk menghasilkan keturunan F1, F2, F3 dan selfed backcross dengan kedua tetuanya. Sembilan belas galur F3 dievaluasi bersama dengan F2, selfed backcross dan kedua tetuanya. Jumlah Terakreditasi B, SK No. : 65a/DIKTI/Kep/2008
buah per tandan diamati dari tiga tandan pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah buah per tandan, berat buah dan ukuran buah mengikuti model aditif-dominan sedangkan pada panjang, diameter dan jumlah rongga buah juga terdapat pengaruh epistasis. Nilai duga varians aditif lebih besar dari pada varians dominan pada semua karakter kecuali untuk jumlah buah per tandan. Kata kunci:
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.), aksi gen, varians genetik, heritabilitas PENDAHULUAN
Usaha memperoleh varietas baru melalui persilangan antar individu merupakan salah satu metode untuk dapat memperbesar variabilitas genetik. Dari persilangan tersebut akan memperbanyak pilihan dalam kombinasi baru dari gen-gen yang diturunkan dari kedua tetuanya (Allard, 1960). Penelitian mengenai pewarisan karakter kuantitatif memerlukan perluasan dari suatu individu menjadi populasi yang terdiri atas banyak keturunan dan memerlukan pengukuran (Soemartono et al., 1992). Pola pewarisan, variabilitas genetik dan heritabilitas suatu karakter merupakan parameter genetik penting yang berkaitan dengan proses seleksi dan penggabungan karakter-karakter penting dalam suatu genotipe (Alia et al., 2004). Pendugaan dilakukan dengan pendekatan analisis genetiknya, yakni aksi gen yang terjadi. Metode tersebut lebih menekankan pada efek-efek genetik yang muncul (Hallauer dan Miranda, 1981).Pola pewarisan tersebut dapat dikaji dengan perhitungan aksi gen untuk mengetahui adanya sifat aditif-dominan dan sifat
167 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
epistasis antar gen pengendali karakter (Tenaya et al., 2003). Di samping aksi gen, pendugaan heritabilitas juga penting untuk dilakukan. Pendugaan heritabilitas akan mengantarkan pada suatu kesimpulan apakah sifat-sifat tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varians genetik besar dan varians lingkungan kecil (Crowder, 1993), sedangkan evaluasi terhadap variasi genetik yang besar akan memberikan keleluasaan dalam pemilihan suatu genotipe unggul (Meddy et al., 1990). Penelitian menggunakan dua kultivar tomat yang mempunyai sifat berbeda. Kultivar tomat LV 6123 memiliki karakter jumlah buah per tandan sedikit dengan ukuran buahnya yang besar, sedangkan tomat LV 5152 memiliki karakter yang sebaliknya. Persilangan antar kultivar tomat yang digunakan ialah kultivar LV 6123 dan LV 5152 memiliki tujuan utama untuk merakit kultivar tomat baru yang memiliki jumlah bunga tiap tandan yang banyak dengan ukuran buah yang lebih besar (Kurniawan, 2004). Penelitian tentang keragaman genetik dengan bahan F1, F2 dan backcrossed telah dilakukan oleh Kurniawan (2004). Pada penelitian, populasi yang digunakan lebih luas lagi yaitu dengan penambahan generasi F3 dan populasi keturunan menyerbuk sendiri tanaman BC1.1 dan BC1.2. Penelitian bertujuan mempelajari aksi gen karakter kuantitatif tanaman tomat dan menduga keragaman genetik serta nilai duga heritabilitasnya. Uraian hasil penelitian akan memberikan informasi awal bentuk-bentuk aksi gen yang terjadi beserta variabilitas genetik dan heritabilitasnya, sehingga berguna dalam penentuan strategi pemuliaan sifat kuantitatif untuk perakitan tanaman tomat. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung pada bulan Mei sampai Desember 2005, dengan dua tahap yaitu pengembangan populasi bahan penelitian dan evaluasi enam populasi. Penelitian merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan Kurniawan (2004) dengan penambahan generasi yaitu F3 dan keturunan tanaman backcross pertama (BC1.is). Kultivar tomat LV 6123 (tomat apel) dan LV 5152 (tomat cherry)
sebagai P1 dan P2, sedangkan F2 dan,F3,merupakan keturunan menyerbuk sendiri (selfed) tanaman F1 dan F2. BC1.1 dan BC1.2 secara berurutan merupakan keturunan persilangan F1 dengan tetua LV 6123 (tomat apel) dan F1 dengan LV 5152 (tomat cherry), selanjutnya BC1.1s dan BC1.2s berturut-turut ialah keturunan hasil menyerbuk sendiri tanaman BC1.1 dan BC1.2 Bahan lain yang digunakan ialah alkohol 95%, pupuk kandang, pupuk NPK 15-15-15 dan pestisida. Pelaksanaan di lapangan sebagai berikut: 1. Penanaman kembali P1, P2, F1, F2, BC1.1 dan BC1.2 Semua tetua ditanam (sesuai standar) untuk memperbaharui bahan tanam berikutnya, sedangkan penanaman F1, F2, BC1.1 dan BC1.2 berturut-turut untuk menghasilkan populasi F2, F3, Self BC1.1 dan Self BC1.2. Jarak tanam yang digunakan ialah 70 cm antar baris dan 50 cm dalam baris. Pupuk kandang ayam diberikan seminggu sebelum tanam sebanyak 30 ton/ha dan pupuk susulan berupa pupuk buatan diberikan dua kali selama pertumbuhan tanaman tomat. Semua tanaman tomat tersebut dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri (selfing). Penanaman antar kelompok dipisah agar tidak terjadi kontaminasi serbuksari pada saat selfing. Pada saat buah sudah masak fisiologi yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah, dipilih buah yang sehat dan bentuknya bagus dari setiap tanaman sebanyak 5 buah untuk diproses menjadi benih. Prosesing benih dilakukan dengan mengektraksi biji dan dibersihkan dari pulp dengan kain kasa kemudian dijemur selama tiga hari pada kondisi terik o matahari. Biji disimpan dalam suhu 16 C sebelum digunakan. 2. Penanaman tujuh populasi yaitu P1, P2, F2, BC1.1s, BC1.2s dan F3 Biji ketujuh populasi yang telah dipanen pada penanaman pertama disemaikan dalam media semai berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Penyiraman dilakukan setiap hari, sedangkan pemupukan dengan pupuk daun menggunakan konsentrasi rendah. Bibit tomat dipindah tanam ke lapangan pada umur tiga minggu, dimana telah terbentuk 2-4 daun. Lahan disiapkan dengan diolah agar gembur dan tidak banyak gulma. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam
168 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
sebanyak 30 ton/ha bersamaan dengan pupuk buatan dengan menggunakan dosis rekomendasi Balitsa yaitu 100-180 kg N/ha, 50-150 kg P2O5/ha dan 50-100 kg K2O/ha atau menggunakan pupuk NPK 15-15-15 sebanyak 600-1000 kg/ha (Nurtika, 1997 dalam. Kurniawan, 2004). Lahan yang telah diolah kemudian dibuat bedengan dengan lebar 90 cm dan tinggi 25 cm serta ditutup dengan mulsa plastik. Enam populasi dengan sebaran sebanyak 5 nomor untuk masing-masing tetua (P1 dan P2), F2 dan BC (BC1.1s dan BC1.2s); dan 19 galur (F3), secara acak ditanam dalam petak percoban yang berupa bedeng dan ditutup mulsa plastik. Satu blok terdiri atas 13 bedeng, dimana setiap bedeng ditanami dua baris. Tiap nomor atau galur ditanam dalam satu baris dengan 10 tanaman tiap baris. Jarak tanam yang digunakan ialah 70 cm x 50 cm. Pupuk susulan berupa pupuk buatan (NPK) diberikan dua kali (20 dan 45 hari setelah tanam) selama pertumbuhan tanaman tomat. Pemeliharaan berupa pengairan, perompesan, penyiangan, pemupukan, dan penanggulangan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada awal tanam dan selanjutnya dua hari sekali. Penyulaman dilakukan tujuh hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan terhadap seluruh populasi tanaman meliputi jumlah buah per tandan, dilakukan dengan cara menghitung jumlah buah per tandan pada tiga tandan pertama dari setiap tanaman. Karakter buah yang diamati meliputi panjang buah, diameter buah, rata-rata ukuran buah, berat buah, jumlah rongga buah masing-masing diamati dari tiga buah sampel. Data yang diperoleh dianalisis untuk menghitung nilai tengah dan nilai varians famili dari masing-masing populasi yang diuji yaitu P1, P2, F2, F3, BC1.1s dan BC1.2s, selanjutnya dilakukan pengujian sebagai berikut: 1. Joint Scaling Test Prosedur uji skala gabungan merupakan analisis regresi tertimbang akibat ketidak homogenan varians. Pendugaan dilakukan secara bertahap. Pertama varians masingmasing generasi diduga terlebih dahulu. Nilai varians yang diperoleh digunakan sebagai pembobot dimana pembobot merupakan kebalikan dari varians (Steel dan Torrie, 1995).
Jika varians populasi i S i dan karena pada penelitian pengamatannya berupa rata2
rata dengan ni data sehingga pembobot (
i
menjadi
=
i )
ni s i2
Selanjutnya prosedur uji skala gabungan dalam penelitian disajikan dalam notasi matrik dengan cara : a. Menghitung penduga parameter genetik :
X ' WX
1 X ' WY
dimana :
= Vektor parameter genetik
Y = Vektor rata-rata genetik W = Matrik dengan elemen pada diagonal
X =
1
ialah pembobot Matrik expected value merupakan koefisien komponen genetik dalam uji skala gabungan (Tabel 1).
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
4
0
0
0
0
5
0
6 0 0 0 0 0 b. Standard error dari setiap parameter genetik yang dicari merupakan akar dari elemen
diagonal pada matriks X 'WX . c. t hitung merupakan pembagian antara parameter genetik m, d dan h (jika model aditif dominan diterima) dan juga melibatkan i, j dan l (jika menghendaki epistasis) dengan standard error-nya. Jika t hitung < t tabel maka parameter genetik tersebut tidak berpengaruh nyata. Tingkat signifikansi yang digunakan pada setiap pengujian ialah 95%. d. Nilai h yang nyata diuji derajat dominansinya dengan hipotesis nol (Ho): dominan 1
169 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
sempurna (nilai h = d). Pengujian dengan menghitung
t hitung
hd
d2 h2
Tabel 1. Nilai tengah generasi yang diharapkan (Mather dan Jinks, 1982) (Tabel 1. The expected of means generation (Mather dan Jinks, 1982))
1 2
Generasi (Generations) P1 P2
3
No
m
[d]
[h]
i
j
l
1 1
-1 1
0 0
1 1
0 0
0 0
F2
1
0
½
0
0
¼
4
F3
1
0
¼
0
0
1 16
5
B1S
1
-½
¼
¼
18
1 16
6
B2S
1
½
¼
¼
1
1 16
8
Keterangan m = [d] = [h] = [i] = [j] = [l] =
e.
nilai tengah (mean) nilai genotipe pengaruh aditif (additive value effect) nilai genotipe pengaruh dominan (dominance value effect) interaksi homosigot x homosigot (interaction of homozygote x homozygote) interaksi homosigot x heterosigot (interaction of homozygote x hoterozygote) interaksi heterosigot x heterosigot (interaction of hoterozygot x hoterozygot)
Pengujian nilai harapan dan rata-rata pengamatan masing-masing generasi 2 dengan Chi-kuadrat ( ) (Mather dan Jinks, 1982), dimana derajat bebasnya sebanyak nilai tengah generasi yang tersedia dikurangi banyaknya parameter yang diestimasi.
Varians lingkungan dengan diperoleh dari :
ˆ
E
2
s
P1
s
2 P2
2
Varians aditif dan varians dominan melalui subtitusi dari dua persamaan :
ˆ ˆ ˆ s dengan ˆ ˆ ˆ s diperoleh: ˆ s s ˆ dan ˆ 2s s ˆ 3
2. Pendugaan Komponen Varians Genetik dan Nilai Heritabilitas Varians aditif dan dominan dapat diduga dengan menggunakan 4 populasi meliputi generasi P1, P2, F2, dan F3. Persamaan untuk menduga varians aditif dan varians dominan didasarkan pada koefisien komponen varians genetik yang diuraikan pada Tabel 2. Perhitungan heritabilitas sebagai berikut :
2
2
2
2
A
D
E
2
2
3
A
2
A
4
4
3
2
D
E
2
F3
2
D
F2
F2
2
2
2
2
1
F2
2
4 3 F 3
2 3
2
F3
2
3
E
2
E
Heritabilitas dalam arti sempit:
ˆ ˆ ˆ ˆ 2
h2
2
A 2
2
A
D
E
, Mangoendidjodjo (2003)
170 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
Tabel 2. Nilai duga varians genetik dari masing-masing generasi (Table 2. The estimated value of genetics variance of each generation) No
Generasi (Generation)
1
P1
2
P2
3
s s s
F2
4
s s s
F3
Keterangan:
1
A A 2
2 2 A 2 E
dan
1
Varians (Variance)
D D 2
4
2
2 A
2 D
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
¼
1
½
½
1
1½
3
1
2 E
P1
2 P2 2 F2
2 F3 Among 2 F 3Within 2
4
F 3 Total
(Hallauer dan Miranda, 1981).
= varians aditif (Additive variance);
2 D
= varians dominan (dominance variance);
= varians lingkungan (environment variance)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3 menunjukkan bahwa tetua cherry memiliki rerata buah per tandan lebih banyak dari pada tetua apel sedangkan tanaman pada generasi F2 dan F3 menghasilkan rerata jumlah buah pertandan berada diantara kedua tetuanya. Pada keturunan BC1.1s juga menunjukkan nilai rata-rata yang berada diantara kedua tetuanya sedangkan pada keturunan BC1.2s menunjukkan nilai rata-rata yang hampir sama dengan tetua berulang (LV 5152). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tetua LV 5152 lebih kuat dibandingkan tetua LV 6123. Ada kemungkinan bahwa gen tetua LV5152 dominan untuk karakter jumlah buah per tandan, seperti hasil penelitian Murti et al. (2004) yaitu jumlah buah pada persilangan GM3xGH dipengaruhi oleh efek dominan, dengan nisbah genetik 3:1. Hasil uji χ² untuk model aditif-dominan disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
model aditif-dominan pada karakter jumlah buah per tandan dapat diterima. Kecuali nilai duga aksi gen dominan yang dapat disamakan dengan nol, maka nilai m dan d dapat memberikan gambaran aksi gen yang terjadi pada karakter jumlah buah per tandan untuk keenam generasi yang diamati. Hasil pengujian diperoleh aksi gen aditif yang mempengaruhi karakter jumlah buah per tandan sebesar 1.27 dan mengarah kepada tetua yang mempunyai jumlah buah lebih banyak yakni tomat LV 5152. Pada karakter tersebut tidak terdapat dominansi dengan nilai h yang tidak nyata. Derajat dominansi dapat dilihat dari perbandingan antara nilai duga dominan dengan nilai duga aditifnya (Mather dan Jinks, 1982). Hal tersebut menunjukkan sifat jumlah buah per tandan sepenuhnya dikendalikan oleh aksi gen aditif. Ilustrasi keberadaan masing-masing nilai duga parameter genetik diperlihatkan pada Gambar 1.
171 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
Tabel 3. Nilai rata-rata dan varians karakter buah (Table 3. Means and variance of fruit characters) Karakter (Characters)
Generasi (Generations) LV 6123
Jumlah buah/tandan (Fruit number/bunch) Panjang buah (Length of fruit) Diameter buah (Fruit diameter) Berat buah (Fruit weight) Ukuran buah (Fruit size) Jumlah rongga (Loculus numbers)
X 2 X (cm) 2 X (cm) 2 X (g) 2 X (cm) 2 X 2
LV 5152
F2
BC1.1S
BC1.2S
F3
3.5
6.2
4.5
4.6
6.0
4.8
1.03
2.32
2.95
0.57
1.53
2.27
3.3
2.7
3.
3.4
3.3
3.3
0.09
0.06
0.13
0.38
0.1
0.25
3.6
1.9
3.1
4.0
2.4
3.0
0.32
0.03
0.23
0.75
0.05
0.3
28.4
6.7
19.8
35.8
11.4
19.5
89.59
1.65
51.69
488
6.2
66.9
3.4
2.3
3.0
3.7
2.8
3.2
0.17
0.04
0.17
0.51
0.05
0.21
3.6
2
2.3
4.0
2
2.6
1.9
0
0.23
2.19
0
0.53
Keterangan : BC1.1S=Selfed backcross pertama dengan LV 6123 (Selfed first backcross to LV 6123); BC1.2S= Selfed backcross pertama dengan tetua LV 5152 (Selfed first backcross to LV 5152),
.
.
.
,
.
.
.
,
A B Gambar 1. Ilustrasi jarak parameter genetik m, [d] dan [h] pada karakter jumlah buah pertandan (A) dan diameter buah (B) (Figure 1. Ilustration of genetics parameter distance m, d, h in the fruit numbers/bunch (A) and the fruit diamater (B))
172 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
Tabel 4. Nilai duga tiga parameter genetik hasil uji skala gabungan karakter buah (Table 4. The joint scale test estimates of three genetics parameters of fruit characters) Karakter (Characters)
Nilai Duga (Estimates)
β m
Jumlah buah per tandan (Fruits numbers/bunch)
[d] [h]
4.94 *
[d] [h]
3.07 *
[d] [h]
2.96 *
Ukuran buah (Fruit Size)
Rongga buah (Fruit luculus)
[d] [h]
±
0.08
19.97 *
±
1.22
-13.26 *
± 1.21 χ² = 7.2 ns -3.81 ns ± 4.07 Derajat Dominansi (Degree of dominance) [h]/[d] = 0.3
m
2.97 *
±
[d]
-0.62 *
±
[h]
0.06
-1.00 * ± 0.08 χ² = 8.9 * 0.28 ns ± 0.29 Derajat Dominansi (Degree of dominance) [h]/[d] = 0.3
m Berat buah (Fruit weight)
±
-0.32 * ± 0.06 χ² = 11.4 * 0.91 * ± 0.23 Derajat Dominansi (Degree of dominance) [h]/[d] = 2.8
m Diameter buah (Fruit diameter)
0.23
1.27 * ± 0.21 χ² = 5.9 ns -0.02 ns ± 0.96 Derajat Dominansi (Degree of dominance) [h]/[d] = 0
m Panjang buah (Fruit lenght)
±
χ² (0,05; 3)
0.07 0.06
χ² = 7.06 ns
0.86 * ± 0.25 Derajat Dominansi (Degree of dominance) [h]/[d] = 1.4
m 3.26 * ± 0.10 [d] -1.26 * ± 0.10 χ² = 9.65 * [h] -2.52 * ± 0.20 Derajat Dominansi (Degree of dominance) [h]/[d] = 2.0
Keterangan : * = nyata (significant) =5%; ns = tidak nyata (non significant)
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umumnya ukuran buah tomat cherry lebih kecil dari pada tomat apel. Hal tersebut juga tampak dari panjang buah tomat cherry yang lebih pendek dari pada tomat apel. Panjang buah pada F2 dan F3 berada diantara tetua apel dan cherry. Generasi BC1.1s mempunyai panjang buah lebih besar (lebih panjang dan lebar) dari pada tetuanya, dengan variasi panjang buah yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan generasi yang lainnya, demikian juga pada generasi BC1.2s namun variansnya setara. Hasil uji χ² pada Tabel 4 untuk karakter panjang buah menunjukkan bahwa model aditifdominan tidak dapat diterima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada karakter yang dikaji terdapat interaksi gen antar lokus atau epistasis,
sehingga perlu penambahan generasi untuk mengkaji efek epistesis. Pendugaan adanya pengaruh epistasis memerlukan perluasan komponen genetik yang digunakan dengan penambahan generasi. Epistasis terendah melibatkan tiga model meliputi [i], [j] dan [l ]. Tabel 5 memuat nilai duga parameter genetik untuk enam model, kecuali m dan [d], nilai duga parameter yang lain dapat dianggap sama dengan nol. Hal tersebut berbeda dengan hasil pengujian sebelumnya. Penolakan bentuk epistasis terendah (nilai duga dalam penelitian) mengindikasikan kemungkinan bentuk epistasis yang lebih tinggi yakni dapat berupa pengaruh epistasis dari tiga gen atau lebih. Namun dalam kaitan nilai duga untuk enam model yang diperoleh tidak dapat diuji kelayakannya karena ketersediaan generasi tidak mencukupi untuk
173 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
pendugaan epistesis yang melibatkan 3 gen atau lebih. Tomat cherry mempunyai diameter buah lebih kecil dari pada tetua tomat apel (Tabel 3). F2 dan F3 mempunyai diameter buah berada diantara kedua tetuanya sedangkan generasi BC1.1s (BC dengan tomat apel) mempunyai diameter lebih besar dari pada tetuanya dengan variasi diameter buah yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan generasi yang lainnya. BC1.2s mempunyai diameter yang dekat dengan tetua berulangnya meskipun tidak sedekat BC1.1s dengan tetua berulangnya. Fenomena tersebut berbeda dengan panjang buah, dimana BC1.2s lebih dekat ke tetua tomat apel. Hal tersebut diduga karena diameter buah lebih dikendalikan oleh efek aditif. Informasi yang disajikan dalam Tabel 4 menunjukkan adanya epistasis seperti halnya panjang buah, namun berlainan dengan panjang buah. Pengujian lebih lanjut pada diameter buah memperoleh nilai duga enam parameter genetik yang disajikan pada Tabel 5 dengan masing-masing nilai duga berpengaruh nyata untuk parameter m, [d], [j] sedangkan parameter lainnya tidak nyata. Munculnya pengaruh [j] yang nyata mengindikasikan bahwa pada pewarisan sifat karakter tersebut terdapat pengaruh digenik epistasis dengan model tersebut. Pendugaan
model dilakukan kembali dengan empat parameter genetik m [d], [h], dan [j] dan dilakukan 2 uji dengan tanpa melibatkan epistasis [i] dan [l]. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa model dapat diterima dan nilai duga masing-masing parameter genetik menunjukkan berpengaruh nyata. Informasi tersebut disajikan pada Tabel 6. Hasil pengujian diperoleh aksi gen aditif yang mempengaruhi karakter diameter buah sebesar 0.89 dan mengarah kepada tetua berdiameter lebih kecil yakni tomat cherry. Aksi gen dominan memperlihatkan nilai 0.83 yang mengarah kapada tetua apel dengan derajat dominansi 0.94 yang mendekati 1 atau terdapat dominansi sempurna. Pengaruh epistasis mengikuti model [j] dimana terdapat interaksi antara gen aditif dengan gen dominannya. Tanda negatif menunjukkan bahwa gen aditif yang berperan dalam interaksi merupakan pasangan alel yang homosigot resesif. Ilustrasi keberadaan masing-masing nilai duga parameter genetik diperlihatkan pada Gambar 2. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Murti et al. (2004) yaitu diameter buah merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan banyak gen.
. .
,
,
.
.
,
,
A
B
Gambar 2. Ilustrasi jarak parameter genetik m, [d] dan [h] pada karakter berat buah (A) dan ukuran buah (B) (Figure 2. The ilustration of genetics parameter distance m, d, h in the fruit weight (A) and the fruit size (B))
174 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
Tabel 5.
Nilai duga enam parameter genetik hasil uji skala gabungan untuk karakter panjang dan diameter buah (Table 5. The joint scale test estimates of six genetics parameters of fruit length and diameter) β
Nilai Duga (Estimates) Diameter buah (Fruit diameter) Panjang buah (Fruit lenght)
m [d] [h] [i] [j] [l]
2.83 * -0.33 * 3.17 ns 0.21 ns 0.97 ns -4.85 ns
± ± ± ± ± ±
0.46 0.06 2.66 0.45 0.88 3.65
2.01 * -0.86 * 6.10 ns 0.82 ns -3.16 * -7.53 ns
± ± ± ± ± ±
0.60 0.10 3.51 0.59 1.19 4.84
Keterangan : * = nyata (significant) =5%; ns = tidak nyata (non significant)
Tabel 6. Nilai duga empat parameter genetik hasil uji skala gabungan untuk karakter ukuran buah (Table 6. The joint scale test estimates of four genetics parameters of fruit size) β
Nilai Duga (Estimates)
m
2.86 *
±
0,09
[d]
-0.89 *
±
0,09
[h]
0.83 *
±
0,36
[j]
-1.60 *
±
0,63
χ² (0,05; 2)
2,4 ns
Derajat Dominansi (Degree of dominance) ( [h]/[d] = 0,94
Keterangan: * = nyata (significant) =5%; ns = tidak nyata (non significant) Tabel 3 memperlihatkan bahwa tomat cherry memiliki rata-rata ukuran buah lebih rendah dari pada tetua tomat apel. F2 dan F3 memiliki nilai rerata berada diantara kedua tetuanya. Generasi selfed backcross terhadap tetua tomat apel memiliki ukuran buah yang lebih besar dari pada tetuanya dengan variasi ukuran buah yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan generasi yang lainnya. Generasi BC1.2s juga menunjukkan nilai rerata yang lebih tinggi dari tetuanya. Model pewarisan sifat pada karakter berat buah mengikuti model aditif-dominan (Tabel 4). Nilai duga parameter genetik m dan [d] memberikan pengaruh yang nyata. Hasil pengujian diperoleh aksi gen aditif yang mempengaruhi karakter berat buah sebesar 13.26 dan mengarah kepada tetua yang mempunyai berat buah lebih ringan (tanda negatif) yakni tetua tomat cherry. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kurniawan dan Budiarto (2008) yang menunjukkan bahwa berat segar dikendalikan oleh banyak gen. Pada karakter tersebut terdapat dominansi sebagian
yang mengarah kepada tetua cherry dengan derajat dominansi sebesar 0,3, namun pengaruh aksi gen tersebut tidak nyata memberikan kontribusi terhadap pewarisan sifat. Ilustrasi keberadaan masing-masing nilai duga parameter genetik diperlihatkan pada Gambar 2. Karakter ukuran buah menunjukkan ukuran buah lonjong atau gepeng. Pewarisan ukuran buah mengikuti model aditif-dominan (Tabel 4) yang masing-masing nilai duga parameter genetiknya nyata. Hasil penelitian Murti et al. (2004) juga menunjukkan adanya dominansi bentuk gepeng yang dikendalikan dua lokus dengan interaksi antar lokus epistasis dominan. Dari pengujian diperoleh aksi gen aditif yang mempengaruhi karakter ukuran buah sebesar 0.62 dan mengarah kepada tetua yang mempunyai ukuran buah lebih kecil yakni tetua tomat cherry. Tabel 4 menunjukkan terdapat over dominan dengan derajat dominansi sebesar 1.4 namun hasil dari pengujian terhadap Ho : [h] = [d] menunjukkan nilai 0,93 dan diterima. Berdasarkan pengujian tersebut terdapat aksi gen dominan sempurna, dimana
175 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
dengan adanya dominan maka heterosis dapat diperoleh (Falconer, 1960). Mather dan Jinks (1982) mengemukakan bahwa heterosis positif yang muncul dalam model pewarisan sifat aditif-dominan dapat dilihat dari pengurangan [h] terhadap [d] dimana [h] bernilai positif dan lebih besar daripada [d]. Dengan ketentuan adanya over dominansi dan distribusi gen diantara dua keturunan (rd) harus kurang dari satu dan mendekati 0. Dalam pemuliaan tanaman heterosis dapat dimanfaatkan dalam pengembangan varietas hibrida. Pengujian dengan jumlah generasi lebih sedikit yang dilakukan oleh Kurniawan (2004) menunjukkan bahwa karakter ukuran buah tomat dipengaruhi adanya interaksi gen non alelik. Seperti yang diungkapkan oleh Hallauer dan Miranda (1981) tentang varians genetik bahwa komponen varians genetik tergantung pada frekuensi gen dari populasi yang dipelajari. Perubahan frekuensi gen pada populasi akan berpengaruh pada pendugaan komponen varians genetik. Untuk menduga besarnya komponen varians ada beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya tidak ada tautan gen dan seleksi pada generasi sebelumnya sehingga tidak akan mengubah frekuensi gen. Jumlah rongga buah tomat cherry lebih sedikit dari pada tomat apel (Tabel 3). Jumlah rongga buah F2 dan F3 berada diantara kedua tetuanya. Jumlah rongga buah generasi BC1.1s lebih banyak dari pada tetuanya dengan variasi jumlah rongga buah yang lebih beragam, dibandingkan dengan generasi yang lainnya. Rongga buah generasi BC1.2s tetuanya dan pada keduanya tidak ada variasi jumlah rongga buah. Berdasarkan hukum Mendel II mengenai pemisahan dan pengelompokan secara bebas, generasi selfed backcross masih mengindikasikan adanya proporsi generasi yang bergenotipe heterozigot. Adanya kesamaan jumlah rongga buah antara tetua cherry dengan selfing backcross-nya menunjukkan adanya dominan sempurna pada backcrossnya. Tidak adanya variasi yang muncul pada dua generasi yakni P2 dan Selfed bakcross-nya menyebabkan perhitungan dalam mencari nilai duga parameter genetik memerlukan batasan. Batasan yang diberikan merupakan subtitusi
persamaan komponen genetik untuk generasi P2 dan persamaan komponen genetik Selfed backcross-nya kedalam persamaan komponen genetik generasi yang lainnya. Nilai duga parameter genetik m, [d] dan [h] batasannya 1 1 berupa 2 d 4 h B2 S P2 dan nilai duga parameter genetik m, [d], [h], [i], [j] dan [l] yang merupakan bentuk epistasis terendah batasannya berupa 3
m 1 d 1 h 1 j 1 l B 2 S 1 P2 4 4 8 16 4
. Informasi yang disajikan Tabel 4 selain menampilkan adanya pengaruh aksi gen aditif dan aksi gen dominan pada karakter yang dikaji juga terdapat pengaruh epistasis. Dari pengujian lebih lanjut diperoleh nilai duga 6 parameter genetik yang disajikan pada Tabel 7 dengan nilai duga parameter genetik m, [h] dan [j] berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata. Munculnya pengaruh [j] yang nyata mengindikasikan adanya pengaruh epistasis antara dua gen, namun pembuktian model tidak dapat dilakukan dikarenakan keterbatasan generasi.Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murti et al. (2004) pada keturunan hasil persilangan GM3 dengan Gondol Putih dan Gondol Hijau yaitu jumlah rongga buah dipengaruhi oleh efek epistasis dominan dan ada interaksi antar alel pada lokus yang berbeda dengan nisbah genetik 12:3:1. 4
Tabel 7. Nilai duga enam parameter genetik hasil uji skala gabungan untuk jumlah rongga buah (Table 7. The joint scale test estimates of six genetics parameters of the luculus number) β m [d] [h] [i] [j] [l] Keterangan:
Nilai Duga (Estimates) 1.32 * ± 0.4 -0.83 ns ± 1.1 6.19 * ± 0.1 1.5 ns ± 1.6 0.1 -4.93 * + -3.4 ns ± 108.6 * = nyata (significant) =5%; ns = tidak nyata (non significant)
176 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
Tabel 8. Nilai duga Varians Genetik dan Heritabilitas (Table 8. The estimates of genetics variance and heritability) Karakter (Characters) Jumlah buah pertandan (Fruits number/bunch)
2 A
2 D
2 E
2
-0.48
1.75
1.68
0%
Rendah (Low)
Panjang buah (Fuit lenght)
0.17
-0.12
0.08
72%
Tinggi (High)
Diameter buah (Fruit diameter)
0.11
-0.05
0.17
56%
Tinggi (High)
Jumlah rongga buah (Luculus number)
0.17
-0.89
0.95
54%
Tinggi (High)
Berat buah (Fruit weight)
22.32
-16.24
45.62
39%
Sedang (Medium)
Ukuran buah (Fruit Size)
0.08
-0.01
0.10
53%
Tinggi (High)
h
Keterangan (note)
Keterangan : Varians yang bernilai negatif dianggap nol (The negative variance is similar with zero value)
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Tabel 8 nilai duga varians aditif sebesar 0.48 dan nilai duga varians dominan sebesar 1.75. Di dalam pendugaan varians, apabila diperoleh nilai negatif pada nilai duga varians genetik terhadap sifat yang diamati, maka nilai negatif tersebut dianggap 0 (Singh dan Chaudhary, 1979). Karakter dengan nilai heritabilitas dalam arti sempit yang tinggi yakni pada karakter panjang buah, diameter buah, jumlah rongga buah dan ukuran buah menunjukkan besarnya pengaruh aditif terhadap penampilan fenotipe dan hal tersebut menguntungkan dalam proses seleksi karena kemungkinan terjadi perbaikan terhadap sifat-sifat tersebut besar. Fehr (1987) dalam. Tenaya et al. (2003) mengemukakan enam faktor yang mempengaruhi nilai duga heritabilitas meliputi karakteristik populasi yang di uji, jumlah genotipe yang dievaluasi, metode evaluasi, keefektifan penilaian, adanya ketidak seimbangan lingkage dan rancangan penelitian yang digunakan dilapangan. Dalam penelitian menggunakan populasi yang cukup luas dalam komposisi genetik dengan berbagai model aksi gen yang bisa terjadi sehingga hasil pendugaan dinilai cukup meyakinkan. Oleh sebab hal tersebut diatas, hasil nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa keragaman sifat tersebut dikendalikan oleh efek aditif.
panjang buah, diameter buah dan jumlah rongga buah juga terdapat pengaruh epistasis. Diameter buah dan jumlah rongga buah mengikuti model dua gen dan terdapat efek epistasis, sedangkan panjang buah diduga mengikuti bentuk epistasis yang lebih tinggi. Tidak ada dominansi pada jumlah buah per tandan dan berat buah, sedangkan dominansi terdapat pada diameter buah dan ukuran buah. Karakter panjang buah, diameter buah, ukuran buah dan jumlah rongga buah memiliki nilai heritabilitas (arti sempit) tinggi. SARAN Pemuliaan galur murni dapat dilakukan pada karakter panjang buah, diameter buah, ukuran buah dan jumlah rongga buah, sedangkan karakter jumlah buah per tandan dan berat buah dapat dilakukan pemuliaan hibrida. Perlu populasi yang lebih banyak dalam mempelajari pewarisan sifat panjang buah dan jumlah rongga buah persilangan LV 6123 dan LV 5152. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Helmi Kurniawan, S.P., M.P. dari Balai Penelitian Sayur, Lembang, Bandung yang telah menyediakan benih untuk penelitian. DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Model pewarisan sifat untuk semua karakter mengikuti model aditif-dominan, kecuali karakter
Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati dan Y. Yuwariah. 2004. Pola Pewarisan Karakter Jumlah Berkas Pembuluh Kedelai. Zuriat. 15 (1) 24- 31.
177 Farah Metha Masruroh et al.: Analisis Rata-Rata Generasi Hasil Persilangan ……………………………………………..
Allard, R. W. 1960. Principles of Plant Breeding (Pemuliaan Tanaman jilid 1 alih bahasa Manna dan Mulyani). Bina Aksara. Jakarta. pp.336. Crowder, L.V. 1993. Plant Genetics (Genetika Tumbuhan alih bahasa L. Kusdiarti dan Soetarso). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. pp. 499. Falconer, D.S. 1960. Introduction to Quantitative Genetics. Ronald Press. New York. pp.365. Hallauer, A.R. and J.B. Miranda. 1981. Quantitative Genetic in Maize Breeding. Iowa State University Press. Ames. Iowa. pp.468. Kurniawan, H. 2004. Pewarisan Sifat Jumlah Bunga Tiap Tandan dan Ukuran Buah Tomat. Fakultas Pertanian. Universitas Gadajah Mada. Tesis. Tidak dipublikasikan. Kurniawan, H and K. Budiarto. 2008. Hereditary Pattern of Fruit Fresh Weight on Tomato (Lycopersicon esculentum Mill). J. Agrivita 30(2):112-117. Mangoendidjodjo,W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman.Kanisius.Yogyakarta. pp.182. Mather, K., and J.L. Jinks. 1982. Biometrical Genetics. Thrid Edition. Great Britain University Press. Cambridge. pp.396.
Meddy, R., N. Hermiati, A. Baihaki dan R. Setiamihardja. 1990. Varian Genetik dan Heritabilitas Komponen Hasil dan Hasil Galur Harapan Kedelai. Zuriat.1 (1): 48-51. Murti, R.H., T. Kurniawati, dan Nasrullah. 2004. Segregasi dan Korelasi Sifat Buah Tomat. Zuriat. 15(2). Singh, R. K., and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methode in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publ. New Delhi. pp.304. Soemartono, Nasrullah dan H. Hartiko. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. pp.374. Steel, R. G.D., and J.H Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics (Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa: Bambang Sumantri) 2 ed. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. pp.772. Tenaya, I.M.N., R. Setiamihardja., A. Baihaki., dan S. Natasamita. 2003. Heritabilitas dan Aksi Gen Kandungan Fruktosa, Kandungan Kapsaisin dan Aktivitas Enzim Peroksidase Pada Hasil Persilangan Antar Spesies Cabai Rawit x Cabai Merah. Zuriat. 14(1) : 26-34.