ANALISIS RANTAI PEMASARAN BERAS IR-42 (Distribusi dari Kabupaten Subang Ke DKI Jakarta)
NANDA FEBYANA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Rantai Pemasaran Beras IR-42 (Distribusi dari Kabupaten Subang Ke DKI Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Nanda Febyana NRP H34090043
ABSTRAK NANDA FEBYANA. Analisis Rantai Pemasaran Beras IR-42 (Distribusi dari Kabupaten Subang Ke DKI Jakarta). Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI. Subang di Pasar Induk Beras Cipinang, Provinsi DKI Jakarta, terkenal sebagai penghasil Beras IR-42. Beras IR-42 merupakan beras premium dengan harga yang tinggi jika dibandingkan beras lainnya. Namun, keuntungan dari tingginya harga beras tersebut tidak dinikmati secara merata oleh seluruh pelaku dalam rantai pemasaran beras jenis IR-42. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik rantai pemasaran beras IR-42 dari wilayah Kabupaten Subang ke Pasar Induk Beras Cipinang dan menganalisis tingkat efisiensi rantai pemasaran berasnya. Karakteristik rantai pemasaran akan dianalisis dengan menggunakan rangka kerja rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006). Sedangkan analisis efisiensi pemasaran digunakan karena tidak memungkinkan mengukur kinerja dengan rantai pasok, karena tidak terdapat jaringan rantai pasok dalam rantai pemasaran ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rantai pemasaran yang terintegrasi lebih efisien jika dibandingkan dengan rantai lainnya. Mengembangkan rantai pasok sangat penting, terutama terkait dengan koordinasi dan kolaborasi antar setiap pelaku dalam rantai pemasaran ini. Kata kunci :
Beras IR-42, Rantai Pemasaran, Efiensi Rantai Pemasaran
ABSTRACT NANDA FEBYANA. IR-42 Rice Marketing Chain Analysis (Distribution from Subang to DKI Jakarta). Supervised by ANDRIYONO KILAT ADHI. Subang in Pasar Induk Beras Cipinang, DKI Jakarta, is known as the supplier of IR-42 rice. IR-42 is one of premium rice ini Indonesia that the price of this rice is higher than the other. However, benefits of the high price of this rice is not earned equally by all actors in the marketing chain. In the other hand, the benefit of the high price of the rice is not The objective of this study is to analiyze the caharacteristics of the IR-42 rice marketing chain from Subang Region to DKI Jakarta, and also to analyze the marketing efficiency rate of the rice marketing chain from Subang to Pasar Induk Beras Cipinang. The characteristics of this marketing channel is analyzed by the supply chain frame work developed by Vorst (2006). While, the analysis of the marketing efficiency is used because it is not possible to measure its performance by the supply chain performance, because there is no supply chain network in this marketing chain.The result of this study indicates that the integrated channel is more efficient than any channel. Developing this marketing channel is important, especially related to its coordination and collaboration among all the actor in this marketing channel. Key word :
IR-42 Rice, Marketing Chain, Marketing Efficiency
ANALISIS RANTAI PEMASARAN BERAS IR-42 (Distribusi dari Kabupaten Subang Ke DKI Jakarta)
NANDA FEBYANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Rantai Pemasaran Beras IR-42 (Distribusi dari Kabupaten Subang Ke DKI Jakarta) Nama : Nanda Febyana NIM : H34090043
Disetujui oleh
Dr Ir Andriyono Kilat Adhi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi ini berjudul Analisis Rantai Pemasaran Beras IR-42 (Distribusi dari Kabupaten Subang Ke DKI Jakarta). Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Andriyono Kilat Adhi selaku pembimbing. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji sidang, Dr. Ir. Suharno, M. Adev dan Dr. Amzul Rifin, Sp., atas saran yang telah diberikan demi perbaikkan skripsi penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak H. Ade selaku pemilik penggilingan Karya Mas IV, Bapak Jali dan Bapak H. Abdul Rajik selaku pegawai lapangan penggilingan Karya Mas dan Karya Mas IV, Bapak H. Casnaim selaku pemilik penggilingan Karya Muda, Bapak Eri Muhtarsyid selaku Humas dalam Pasar Induk Beras Cipinang, serta seluruh responden baik petani, tengkulak, maupun pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang yang tidak dapat seluruhnya disebutkan. Ungkapan terimasih juga disampaikan kepada Papap (Bapak Tatang Muchtadin), Mama (Ibu Euis Purnama Alam), serta seluruh keluarga (Ka Novi, Teh Fitri, Ka Fahmi, A Budi, Shabara, dan Kanaya), Bani Shidek, dan teman Agrbisnis 46, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013 Nanda Febyana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Beras
4
Rantai Pemasaran dan Rantai Pasok Komoditi Beras
6
KERANGKA PEMIKIRAN
7
Kerangka Pemikiran Teoritis
7
Kerangka Pemikiran Operasional
9
METODOLOGI PENELITIAN
11
Lokasi dan Waktu Penelitian
11
Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
11
Metode Penentuan Sampel
11
Metode Pengolahan Data
12
KARAKTERISTIK RANTAI PEMASARAN BERAS
14
Struktur Rantai Pemasaran
14
Manajemen Rantai Pemasaran
24
Proses Bisnis Rantai Pemasaran
26
Sumber Daya Rantai Pemasaran
31
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN
35
Analisis Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade Super 35 Analisis Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 1 38 Analisis Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 2 40
EVALUASI RANTAI PEMASARAN
42
SIMPULAN DAN SARAN
43
Simpulan
43
Saran
44
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
50
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Spesifikasi Persyaratan Mutu Beras Besaran Susut dan Konversi Kegiatan Pasca Panen Padi Sebaran Usia Petani Responden Sebaran Luas Lahan Petani Responden Penjabaran Saluran Rantai Pemasaran Beras Kabupaten Subang ke DKI Jakarta Nilai Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade Super Nilai Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 1 Nilai Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 2
4 5 18 22 35 37 39 41
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Struktur Rantai Pasok Pertanian Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Kerangka Analisis Deskriptif Rantai Pasok Struktur Rantai Pemasaran Beras Distribusi dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta Struktur Rantai Pemasaran Beras yang Dikelola oleh Penggilingan Sawah Milik Petani Proses Penjemuran di Penggilingan Bagang Penyaluran Beras Pasar Induk Beras Cipinang Struktur Rantai Pemasaran Beras yang Dikelola oleh Tengkulak Penyimpanan Gabah Milik Tengkulak Aliran Produk dalam Rantai Pemasaran Beras Distribusi dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta Aliran Finansial dalam Rantai Pemasaran Beras Distribusi dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta Aliran Informasi dalam Rantai Pemasaran Beras Distribusi dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta Bangunan Gudang karya Mas IV Truk Pengangkut Milik Karya Mas Bangunan Kantor Karya Mas IV Kios di Pasar Induk Beras Cipinang
9 10 12 14 16 17 19 20 22 23 27 28 29 32 33 33 34
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
43 Rantai Pemasaran Beras dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta Nilai Marjin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Setiap Pelaku 44 dalam Rantai Pemasaran Beras
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sejak dahulu telah dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Negara ini memiliki potensi pertanian yang cukup besar, yakni sumber daya alam yang melimpah terutama sumber daya lahan. Tercatat dalam Balitbang (2011), lahan pertanian yang tersedia di Indonesia sebagian besar digunakan untuk tanaman tahunan dalam sektor perkebunan. Sedangkan untuk tanaman semusim, lahan sebagian besar diarahkan untuk produksi padi, sebagai bakal calon komoditi beras. Komoditi tersebut merupakan komoditi yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena beras merupakan bahan pokok dari nasi sebagai makanan utama bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Ironisnya pemenuhan kecukupan permintaan beras nasional pemerintah masih melalui impor. Menjadikan salah satu komoditi sebagai makanan utama masyarakat dapat menjadi masalah. Terutama apabila pertanian nasional tidak dapat menyediakan komoditi tersebut. Menurut Nainggolan (2007), masalah perberasan nasional yang utama adalah masalah fluktuasi harga. Dengan mengikuti hukum permintaan, ketika panen raya tiba harga beras akan merosot tajam, sedangkan sebaliknya ketika musim paceklik tiba harga akan meningkat tajam. Sebagai komoditi utama, hal tersebut dapat menjadi isu nasional yang cukup besar dan menyebabkan keresahan di masyarakat. Produksi padi di Indonesia tidak merata, di mana ada wilayah yang sangat tinggi produksi padinya namun ada juga yang sangat rendah produksinya. Tahun 2011 tercatat dalam BPS (2012), provinsi dengan produksi beras rendah adalah Provinsi Kep. Riau yakni 1 223 ton dan Provinsi DKI Jakarta sebanyak 9 516 ton. Sedangkan, provinsi dengan produksi beras tinggi adalah Jawa Barat sebesar 11 636 ton dan Jawa Timur dengan produksi sebesar 10 576 543 ton. Penyebaran produksi padi di setiap daerah di Indonesia sangat tidak merata. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah harus bekerja keras untuk memenuhi seluruh permintaan beras di seluruh provinsi di Indonesia. Kekurangan persediaan beras di satu wilayah dapat dipenuhi dapat dipenuhi dengan cara dipasok dari wilayah lain. Provinsi DKI Jakarta rendah dalam produksi berasnya, namun di provinsi ini terdapat pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia yakni Pasar Induk Beras Cipinang. Provinsi DKI Jakarta hanya mampu menghasilkan beras 9 516 ton, padahal rata-rata setiap bulannya pasar induk beras ini membutuhkan pasokan beras minimal 60 000 ton. PT Food Station Tjipinang Jaya selaku pihak pengelola PIBC harus dapat mengatur pasokan beras dari wilayah lain agar dapat memenuhi permintaan di PIBC. Salah satu wilayah yang mampu memasok kekurangan supply di wilayah DKI Jakarta adalah Provinsi Jawa Barat. Di antara wilayah Jawa Barat terdapat beberapa sentra produksi beras yakni Cianjur, Karawang, Indramayu, Subang dan Cirebon (BPS, 2012). Berdasarkan data bulan Oktober 2012- Februari 2013 yang diperoleh dari pihak pengelola pasar, Subang menyumbangkan sekitar 5,67% setiap bulannya dari keseluruhan jumlah pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang. Subang
2
juga menjadi salah satu penyuplai beras ke wilayah DKI Jakarta. Kegiatan distribusi penyaluran beras dari Kabupaten Subang menuju Provinsi DKI Jakarta melalui suatu rantai pemasaran tertentu. Kegiatan distribusi tersebut harus dikelola dengan sebaik mungkin agar tingkat efektivitas dan efisiensi rantai pemasaran tersebut tinggi serta tidak ada pihak yang merasa dirugikan terutama petani. Perumusan Masalah Pasar Induk Beras Cipinang yang merupakan salah satu pusat perdagangan beras terletak di DKI Jakarta yang produksi berasnya hanya 0,014% dari total produksi nasional (BPS,2012). Pasar ini menurut pihak pengelola PIBC, setiap bulannya membutuhkan pasokan beras sebesar 60 000 ton. Pasokan beras diperoleh dari wilayah lain serta didistribusikan tidak hanya untuk wilayah DKI Jakarta melainkan juga ke wilayah lain di seluruh Indonesia. Provinsi Jawa Barat merupakan pemasok terbesar ke pasar ini. Salah satu sentra penghasil beras di Jawa Barat adalah Kabupaten Subang (BPS, 2012). Beras yang didistribusikan dari Kabupaten Subang menurut pihak pengelola adalah beras kualitas terbaik. Beras yang didistribusikan ke pasar ini adalah beras IR-64 dan beras IR-42. Namun, beras IR-42 dari Kabupaten Subang lebih terkenal jika dibandingkan jenis IR-64, karena pasokan IR-64 dengan kualitas sama lebih besar berasal dari Kabupaten Karawang. Masyarakat di Desa Rancasari, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang sebagian besar memproduksi beras jenis ini. Harga beras jenis ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan beras jenis IR-64 di pasaran karena tidak banyak yang menanam beras jenis ini. Akan tetapi, kenaikan harga lebih dinikmati oleh pedagang besar seperti di Pasar Induk Beras Cipinang. Petani seringkali mengeluhkan bahwa harga beras yang diterima oleh petani masih cukup rendah. Padahal risiko yang mungkin dihadapi oleh petani juga besar, salah satunya adalah rendahnya tingkat produktivitas yang diharapkan. Pada tahun 2010 misalnya, petani di Kecamatan Pamanukan mengalami gagal panen dari yang biasanya hasil lebih dari 8 ton per ha hanya mencapai 3-3.5 ton per ha. Risiko kerugian terbesar lainnya juga seringkali dialami oleh penggilingan ataupun tengkulak. Karena, tidak seluruh hasil gilingan merupakan beras kualitas super melainkan dapat juga beras dengan kualitas rendah dan harganya akan jatuh. Bahkan, tak jarang pendapatan dari menjual beras tidak mencukupi modal dan harus ditutupi dengan hasil sampingan berupa penjualan gabah untuk pakan ternak. Berbeda dengan pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, pedagang beras dapat menentukan harga beli beras sehingga pedagang dapat menambahkan keuntungan yang diharapkan. Pedagang beras di pasar ini tidak banyak melakukakn aktivitas umumnya penjual akan langsung datang ke kios di PIBC, begitu pula pembeli. Tingginya harga beras premium ini tidak dipengaruhi dengan sebaran keuntungan yang diperoleh oleh setiap pelaku dalam struktur rantai pemasaran. Berdasarkan uraian di atas, maka didapat perumusan masalah dari penelitian ini, yakni sebagai berikut : Bagaimana karakteristik rantai pemasaran komoditi beras saluran 1. distribusi dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta?
3
2.
3.
Bagaimana kinerja rantai pemasaran komoditi beras saluran distribusi dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan analisis efisiensi pemasaran? Hal apa sajakah yang perlu dievaluasi untuk pengembangan rantai pemasaran ini? Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis karakteristik rantai pemasaran komoditi beras saluran distribusi dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta. 2. Menganalisis tingkat efisisensi rantai pemasaran komoditi beras saluran distribusi dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta. 3. Menganalisis evaluasi yang perlu dilakukan untuk pengembangan rantai pemasaran berdasarkan hasil analisis karakteristik deskriptif rantai pemasaran dan nilai efisiensi pemasarannya. Manfaat Penelitian 1.
2.
3.
Manfaat dari penelitian ini adalah : Bagi praktisi. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat membantu dalam terciptanya peningkatan efisiensi rantai pemasaran. Sehingga tingkat kesejahteraan yang diperoleh setiap pihak yang terkait dalam penelitian ini dapat meningkat. Bagi instansi pemerintahan terkait. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan masalah pemasaran beras jenis IR-42 terutama bagi wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Subang. Bagi akademisi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penenlitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan manajemen rantai pemasaran komoditi beras. Batasan Penelitian
Penelitian ini menganalisis rantai pemasaran komoditi beras distribusi dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif rantai pemasaran dengan menggunakan 4 elemen dalam kerangka kerja rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006) yang terdiri atas Struktur rantai, Manajemen Rantai, Proses Bisnis Rantai dan Sumber Daya Rantai. Analisis kinerja dalam Food Supply Chain Networking (Vorst, 2006) tidak digunakan karena dalam analisis rantai pemasaran belum terdapat jaringan rantai pasok sehingga hanya dihitung menggunakan efisiensi pemasaran. Responden penelitian ini terdiri atas petani, tengkulak, penggilingan, dan pedagang beras Pasar Induk Beras Cipinang. Petani yang menjadi responden adalah petani yang masa panen berasnya berada dikisaran Bulan Oktober 2012-Bulan Februari 2013.
4
TINJAUAN PUSTAKA Beras Beras merupakan komoditi yang berasal dari tanaman padi. Badan Standar Nasional (2008) mendefinisikan beras sebagai hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Beras digolongkan dalam lima kelas mutu yaitu I, II, III, IV dan V. Syarat mutu beras dapat dibedakan menjadi dua yakni syarat mutu beras secara umum dan khusus. Syarat umum mutu beras antara lain : (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya; (3) bebas dari campuran dedak dan bekatul; (4) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Sedangkan, syarat khusus mutu beras terdiri atas beberapa indikator. Syarat khusus inilah yang mengklasifikasikan beras menjadi lima kelas (BSN, 2008). Tabel 1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Berasa No
Komponen Mutu
Satuan
Mutu I
Mutu II
Mutu III
Mutu IV
Mutu V
1 2 3 4 5 6 7
Derajat sosoh (min) Kadar air (maks) Butir kepala (min) Butir patah (maks) Butir menir (maks) Butir merah (maks) Butir kuning/rusak (maks) Butir mengapur (maks) Benda asing (maks) Butir gabah (maks)
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
100 14 95 5 0 0 0
100 14 89 10 1 1 1
95 14 78 20 2 2 2
95 14 73 25 2 3 3
95 15 60 35 5 3 5
(%) (%) (butir/100g )
0 0 0
1 0,02 1
2 0,02 1
3 0,05 2
5 0,20 3
8 9 10 a
Sumber : BSN (2008)
Padi sebelum menjadi beras akan mengalami serangkaian proses pasca panen. Kegiatan dimulai dari panen, kemudian proses perontokkan selanjutnya adalah proses pengeringan. Proses pengeringan gabah terdapat dua tahap yakni gabah basah menjadi gabah kering panen selanjutnya menjadi gabah kering giling. Setelah gabah telah melalui proses pengeringan tahap akhir gabah dapat digiling menjadi beras. Proses pasca panen padi menjadi beras yang cukup panjang membuat gabah atau padi yang telah dirontokkan mengalami penurunan bobot. Adapun susut bobot selama kegiatan pasca panen dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 Besaran Susut dan Konversi Kegiatan Pasca Panen Padia No
Kegiatan Pasca Panen
1. 2. 3.
Pemanenan Perontokan Pengeringan Konversi GKP dan GKG
4.
Penggilingan Konversi GKP dan GKG (rendemen)
5. 6.
Penyimpanan Pengangkutan Total
a
Besaran Susut dan Konversi (%) 1,201) 0,181) 3,272) 86,02 3,252) 62,74 1,39 1,53 10,82
Sumber : Kementrian Pertanian Indonesia
Sedangkan, rendemen gabah kering giling menjadi beras berdasarkan hasil penelitian Balai Besar pengembangan Mekanisasi Pertanian tahun 2003 terhadap 87 penggilingan padi di dapat bahwa rendemen masing-masing penggilingan padi adalah sebagai berikut : 1. Penggilingan padi kecil (PPK) yang memiliki konfigurasi husker (pecah kulit) dan polisher (pemutih) saja memiliki rendemen rata-rata sebesar 55,71% dengan kualitas beras kepala 74,25% dan beras patah 14,99%. 2. Penggilingan padi menengah (PPM) yang memiliki konfigurasi mesin cleaner (pembersih gabah), husker (pecah kulit), separator (pemisah gabah dan beras pecah kulit) dan polisher (mesin pemutih) sebanyak 2 unit (phase) memiliki rendeman rata-rata 59,69% dengan kualitas beras kepala 75,73% dan beras patah sebesar 12,52%. 3. Penggilingan padi besar (PPB) yang memiliki konfigurasi mesin dryer (pengering), cleaner (pembersih gabah), hushker (pecah kulit), sparator (pemisah gabah dan beras pecah kulit), polisher (mesin pemutih) sebanyak 34 unit (3-4 phase) dan shifter (pemisah beras kepala dan menir) memiliki rendemen rata-rata sebesar 61,48% dengan kualitas beras kepala 82,45% dan beras patah 11,97%.(Ditjen PPHP, 2013) Penelitian ini menggunakan angka konversi dari Gabah Kering Giling menjadi beras sebesar 65%. Hal tersebut berdasarkan hasil yang didapatkan oleh tengkulak dan penggilingan responden. Grade beras yang digunakan pun menggunakan grade beras yang didasarkan pada hasil turun lapang, yakni kesepakatan antara pedagang daerah dengan pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang. Adapun berdasarkan kesepekatan kedua belah pihak tersebut didapatkan ketentuan grade beras sebagai berikut : 1. Grade super. Beras berwarna putih dengan maksimal patahan dan kotoran sebesar maksimal 10%. 2. Grade 1. Beras berwarna putih dengan maksimal patahan dan kotoran sebesar 15%. 3. Grade 2. Beras berwarna agak kekuningan dengan maksimal patahan dan kotoran sebesar 15%.
6
Rantai Pemasaran dan Rantai Pasok Komoditi Beras Penggunaan kata saluran pemasaran seringkali bersamaan dengan tataniaga. Sedangkan, istilah rantai pasok lebih umum digunakan untuk rantai perdagangan yang lebih kompleks dan modern. Kedua konsep tersebut digunakan untuk menjelaskan rantai perdagangan dari suatu komoditi, meskipun dalam analisisnya terdapat beberapa perbedaan. Umumnya, sistem tataniaga atau rantai pemasaran diketahui dengan menganalisis Structure, Conduct, dan Performance (S-C-P), seperti yang dilakukan oleh Kusumah (2011), Aditama (2011), Sutrisno (2012), dan Gandhi (2012). Keempatnya menganalisis mengenai rantai pemasaran beras hanya Gandhi (2012) yang juga menganalisis usaha taninya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh keempatnya, struktur rantai pemasaran beras umumnya oligopolistik di mana petani berjumlah banyak namun tengkulak ataupun penggilingan berjumlah jauh lebih sedikit. Sehingga, kendali harga di tingkat petani ditentukan oleh tengkulak. Selain dengan menggunakan analisis S-C-P keempat peneliti juga menggunakan tiga pendekatan lain yang terdiri atas pendekatan fungsi, pendekatan kelembagaan, dan pendekatan perilaku. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam rantai pemasaran beras umunya adalah petani, pedagang pengumpul, kelompok tani, pedagang luar daerah, pedagang grosir, pedagang ritel, dan konsumen. Fungsi yang umum dilakukan antara lain fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan, fungsi fisik ( penyimapan, pengolahan dan pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading). Petani umumnya merupakan pelaku yang dinilai paling lemah posisinya. Analisis rantai pasok beras dilakukan oleh Sari (2012), analisis deskriptif rantai pasok beras dilakukan dengan menggunakan analisis Food Supply Chain Networking yang dikembangkan oleh Vorst (2006). Anggota rantai pasok yang terlibat dalam rantai pasok tersebut terdiri atas petani mitra, Tani Sejahtera Farm, dua ritel produk organik, dan konsumen akhir. Hasil analisis menunjukkan bahwa Tani sejahtera Farm merupakan penggerak dalam rantai pasok tersebut. Hal yang membedakan antara analisis rantai pemasaran dan rantai pasok adalah pada analisis rantai tataniaga aliran informasi tidak menjadi point utama. Selain itu, dalam rantai pasok dibutuhkan kolaborasi dan koordinasi, oleh karena analisis sistem kemitraan juga ditekankan pada rantai pasok. Analisis deskriptif rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006), terdiri atas analisis sasaran rantai pasok, struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, proses bisnis rantai pasok, sumber daya rantasi pasok, dan kinerja rantai pasok. Analisis terhadap kelima penelitian tersebut menunjukan bahwa baik rantai pasok maupun rantai pemasaran ukuran kinerja keduanya dapat dianalisis menggunakan efisiensi pemasaran yang terdiri atas analisis margin, farmer’s share, dan keuntungan dan biaya. Hanya saja pada analisis rantai pasok yang dilakukan oleh Sari (2012), analisis kinerja dilakukan dengan analisis nilai tambah serta analisis efisiensi pengelolaan aset. Hasilnya beragam, namun umunya saluran rantai pemasaran yang paling efisien adalah saluran dengan rantai terpendek, meskipun pada teorinya panjang pendek rantai pasok tidak selalu mempengaruhi tingkat efisiensi.
7
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka yang telah dilakukan, penelitian ini mengadaptasikan beberapa analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya adalah lokasi, objek penelitian, serta rangka kerjanya. Selain itu, ada beberapa analisis yang tidak digunakan ataupun ditambah oleh peneliti agar hasil penelitian ini menjadi lebih sempurna. Alat analisis yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan keragaan rantai pemasaran adalah yang diadaptasi dari kerangka kerja rantai pasok dikembangkan oleh Vorst (2006). Keluaran yang diharapkan adalah gambaran umum karakteristik rantai pasok secara deskriptif yang terdiri atas struktur rantai pemasaran, manajemen rantai pemasaran, proses bisnis rantai pemasaran, dan sumber daya rantai pemasaran. Sedangkan alat analisis yang digunakan untuk mengukur kinerja rantai pemasaran ini adalah efisiensi pemasaran.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Pemasaran Tataniaga (pemasaran) produk agribisnis merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang atau jasa dari petani produsen (usaha tani) sampai ke konsumen akhir (Kohls dan Uhl, 2002). Limbong dan Sitorus (1985), mendefinisikan tataniaga pertanian sebagai semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Sedangkan, menurut Asmarantaka (2012), pemasaran dari aspek manajemen merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan untuk dikonsumsi (Kotler, 2002). Limbong dan Sitorus (1987) mendefenisikan saluran tataniaga sebagai saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produksinya kepada konsumen akhir. Saluran pemasaran merupakan lembaga yang berfungsi mendistribusikan barang untuk mendukung transaksi dengan konsumen potensial. Saluran tataniaga terdiri dari empat komponen utama yaitu produk, pelaku pasar, aktivitas dan input (Boyd, Walker and Larreche, 2000). Konsep Efisiensi Pemasaran Menurut Limbong dan Sitorus (1987) suatu rantai tataniaga disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen,
8
lembaga-lembaga tataniaga maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Indikator efisiensi pemasaran produk agribisnis dapat dikelompokan ke dalam dua jenis yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga (Purcell, 1979; Kohls dan Uhl, 2002 dalam Asmarantaka, 2012). Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Analisis yang sering digunakan dalam kajian efsiensi operasional adalah analisis margin pemasaran dan farmer’s share. Sedangkan efisiensi harga menekankan pada kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses pemasaran sehingga efisien yang sesuai dengan keinginan konsumen. Rantai Pasok Pertanian Chopra dan Meindl (2007) dalam bukunya menjelaskan suatu rantai pasok terdiri atas seluruh pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam upaya memenuhi permintaan konsumen. Tujuan dari setiap rantai pasok adalah untuk memaksimumkan keseluruhan nilai yang dihasilkan. Nilai tersebut didapatkan dari selisih antara harga barang konsumen akhir dengan biaya yang terjadi di rantai pasok. Supply Chain Management atau Manajemen Rantai Pasok didefinisikan sebagai jaringan fisik, yakni perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke ke pemakai akhir, manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Menajemen rantai pasok menginginkan pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi (Pujawan,2005). Austin (1992) dan Brown (1994) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), memaparkan bahwa manajemen rantai pasok produk pertanian dapat berbeda dengan manajemen rantai pasok produk masnufaktur karena : (1) produk pertanian bersifat mudah rusak; (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim; (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi; (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sangat sulit ditangani. Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian. Sehingga, rantai pasok produk pertanian menjadi lebih kompleks, probalistik, dan dinamis. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), struktur hubungan pemain rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manufaktur. Produk pertanian memiliki perbedaan karakter dengan produk manufaktur sehingga memiliki struktur rantai pasok yang unik. Struktur hubungan pemain rantai pasok produk pertanian tidak selalu mengikuti urutan rantai, melainkan seperti pada Gambar 1.
9
Supplier Manufacturer Distributor
Retailer Consumer Gambar 1 Struktur Rantai Pasok Pertanian Sumber : Marimin dan Maghfiroh (2010)
Pada gambar 1 terlihat bahwa petani dapat langsung menjual produk pertaniannya ke pasar selaku retail, sehingga telah memutus rantai tengkulak, manufaktur, dan distributor. Manufaktur juga tidak harus memasok produk lewat distributornya ke retail tetapi dapat langsung ke pelanggan. Umumnya pelanggan yang dimaksud adalah sebuah badan usaha lagi seperti rumah sakit atau hotel. Kerangka Pemikiran Operasional Subang di Pasar Induk Beras Cipinang, Provinsi DKI Jakarta, terkenal sebagai penghasil Beras IR-42. Beras IR-42 merupakan beras premium dengan harga yang tinggi jika dibandingkan beras lainnya. Namun, keuntungan dari tingginya harga beras tersebut tidak dinikmati secara merata oleh seluruh pelaku dalam rantai pemasaran beras jenis IR-42. Berangkat dari permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik rantai pemasaran beras IR-42 dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta serta menganalisis kinerja dari rantai pemasarannya. Analisis yang dilakukan diawali dengan menganalisis rantai pemasaran secara deskriptif dengan menggunakan kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN) yang diadaptasi dari kerangka kerja rantai pasok dikembangkan oleh Vorst (2006). Kerangka ini menganalisis struktur rantai pemasaran, manajemen rantai pemasaran, proses bisnis rantai pemasaran, dan sumber daya rantai pemasaran. Pemilihan alat analisis tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dari pelaku dalam rantai pemasaran. Tidak adanya koordinasi antar setiap pelaku telah mengakibatkan kerugian bagi para pelaku yakni ketidakpastian pasar. Bagi petani dan penggilingan ataupun tengkulak, ketidakpastian harga seringkali terjadi. Sedangkan, bagi pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang adalah ketidakpastian barang atau kuantitas, akibat penggilingan dan tengkulak tidak mau mengeluarkan barang karena harga yang relatif rendah.
10
Selanjutnya, adalah menilai kinerja rantai pemasaran melalui efisiensi pemasaran. Alasan penggunaan analisis efisiensi ini adalah dikarenakan tidak terdapatnya jaringan rantai pasok dalam rantai pemasaran ini. Sehingga, analisis kinerja dari kerangaka kerja yang dikembangkan oleh Vorst (2006) diganti dengan analisis efisiensi pemasaran. Pada analisis suatu rantai pasok terdapat analisis pemasaran, meskipun pada analisis ini kompleksitas dari pemasarannya berbeda dengan rantai pemasaran konvensional. Adapun kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Subang di Pasar Induk Beras Cipinang, Provinsi DKI Jakarta, terkenal sebagai penghasil Beras IR-42. Beras IR-42 merupakan beras premium dengan harga yang tinggi jika dibandingkan beras lainnya. Namun, dikarenakan tidak adanya koordinasi antar setiap pelaku, keuntungan dari tingginya harga beras tersebut tidak dinikmati secara merata oleh seluruh pelaku dalam rantai pemasaran beras jenis IR-42.
Analisis Rantai Pemasaran Komoditi Beras IR-42 Distribusi Kabupaten Subang - Provinsi DKI Jakarta.
Analisis Karakteristik Rantai Pemasaran : Struktur Rantai Manajemen Rantai Proses bisnis Rantai Sumber Daya Rantai
Analisis Efisiensi Rantai Pemasaran : Margin Farmer’s Share Biaya dan Keuntungan.
Evaluasi Arah Pengembangan Rantai Pemasaran Komoditi Beras Saluran Distribusi Kabupaten Subang - Provinsi Jakarta.
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
11
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah Desa Rancasari, Kecamatan Pamanukan yang mewakili Kabupaten Subang Serta Pasar Induk Beras Cipinang yang mewakili wilayah Provinsi DKI Jakarta. Desa Rancasari, Kabupaten Subang dipilih karena memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pengadaan beras IR-42 ke Pasar Induk Beras Cipinang. Sedangkan, Desa Rancasari dipilih berdasarkan keterangan dari pedagang beras dan tengkulak. Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2013. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data Jenis data berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui metode pengumpulan data tertentu untuk menjawab pertanyaan penelitian oleh peneliti. Sedangkan, data sekunder adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan berdasarkan hasil studi pustaka dalam rangka tidak menjawab pertanyaan penelitian. Data primer yang dihimpun adalah data karakteristik responden, kondisi rantai pemasaran beras, harga di setiap setiap pelaku dalam rantai pemasaran beras, nilai output dan input pada setiap anggota rantai pemasaran beras. Datadata tersebut diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara yang dipandu oleh kuisioner dengan maksud agar dapat memperoleh informasi yang mendukung penelitian. Pengamatan langsung dilakukan untuk menganalisis kondisi rantai pemasaran beras secara deskriptif. Kuisioner yang digunakan berisikan pertanyaan-pertanyaan relevan dengan tujuan penelitian. Kuisioner tidak diberikan kepada responden secara langsung, tetapi peneliti akan menggunakan kuisioner pada saat mewawancarai responden agar tidak terjadi salah paham dalam pemahaman pertanyaan. Seluruh data primer diperoleh dari pelaku rantai pemasaran beras dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta, yakni petani, tengkulak, penggilingan dan pemilik kios dalam Pasar Induk Beras Cipinang. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data yang diperoleh melalui penelusuran literatur dan data-data relevan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah atau instansi terkait guna membantu mendukung ketersediaan data. Seluruh data sekunder digunakan untuk melihat bagaimana kondisi pertanian di Indonesia dan perkembangan pertanian terutama mengenai perberasan. Data tersebut menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan. Metode Penentuan Sampel Penentuan sampel dilakukan untuk mempersempit area penelitian namun tetap dapat mewakili populasi sebenarnya dalam penentuan kesimpulan penelitian. Penentuan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling, yaitu metode yang tidak memberikan peluang yang sama terhadap seluruh anggota
12
populasi untuk dijadikan sampel. Penentuan sampel pertama kali dalam analisis rantai pasok beras dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu Pasar Induk Beras Cipinang. Pasar ini dipilih karena merupakan pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia. Kabupaten Subang terpilih dalam penelitian ini karena menyumbang pasokan yang cukup besar untuk pasar ini. Kabupaten Subang terkenal akan hasil beras berkualitas tinggi terutama beras jenis IR-42. Sampel selanjutnya ditentukan dengan metode snowball sampling dimana sampel diperoleh berdasarkan informasi dari responden sebelumnya yaitu pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang dengan mengikuti alur pasok beras. Sampel terdiri dari atas 25 petani padi di Kabupaten Subang, dua komisioner, lima tengkulak, dua penggilingan besar dan empat pemilik kios pada Pasar Induk Beras Cipinang. Desa ini juga merupakan sentra penghasil beras dari Kabupaten Subang. Metode Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif untuk mengolah seluruh data. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kondisi rantai pemasaran dan analisis kinerja rantai pemasaran. Kondisi rantai pemasaran beras secara deskriptif dengan menggunakan kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN). Kerangka FSCN tersebut diadaptasi dari kerangka kerja rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006). Kinerja rantai pemasaran diukur dengan pendekatan efisiensi pemasaran yang terdiri atas margin, farmer’s share, dan struktur biaya dan keuntungan. Pengolahan kinerja rantai pasok dilakukan dengan kalkulator dan software komputer, Microsoft Excel. Analisis Deskriptif Rantai Pemasaran Analisis deskriptif rantai pemasaran dilakukan dengan menggunakan kerangka kerja Food Supply Chain Networking (FSCN) yang merupakan rangka kerja rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006). Analisis ini merupakan analisis yang digunakan untuk menganalisis suatu rantai pasok produk pertanian. Pada suatu rantai pasok terdapat suatu sistem pemasaran yang terintegrasi dan terkoordiansi dengan baik. Kondisi rantai pemasaran dapat diketahui dengan dengan menganalisis struktur rantai, manajemen rantai, sumber daya rantai, dan proses bisnis rantai. Adapun kerangka kerja FSCN yang dikembangkan oleh Vorst (2006) dapat dilihat dalam Gambar 3.
13
Struktur Rantai Sasaran Rantai
Manajemen Rantai
Proses Bisnis Rantai
Kinerja Rantai Pasok
Sumber Daya Rantai Gambar 3 Kerangka Analisis Deskriptif Rantai Pasok Sumber : Vorst (2006)
Dalam FSCN sejumlah karakteristik yang khas dapat diidentifikasi. Sejalan dengan rangka kerja yang dikembangkan oleh Lambert dan Cooper (2000) empat unsur dalam kerangka kerja tersebut dapat digunakan untuk menganalisis suatu rantai pasok. Penjelasasan mengenai keempat rantai pasok tersebut adalah sebagai berikut : 1. Struktur rantai menjelaskan batas-batas jaringan rantai pasokan dan memberikan gambaran mengenai pelaku utama dalam rantai, peran mereka dalam rantai, serta peranan dari kelembagaan lain yang terkait. Kuncinya adalah untuk memilah-milah mana anggota sangat penting untuk keberhasilan perusahaan dan rantai pasokan sejalan dengan tujuan bersama dengan memperhatikan alokasi manajerial dan sumber daya. 2. Rantai Proses Bisnis adalah sekumpulan aktivitas bisnis yang terstruktur dan terukur yang dirancang untuk menghasilkan output tertentu (yang terdiri dari barang fisik, layanan dan informasi) untuk pelanggan atau pasar. 3. Manajemen rantai menggambarkan koordinasi dan manajemen struktur dalam jaringan yang memfasilitasi kelembagaan dan proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pelaku, memanfaatkan sumber daya rantai dengan tujuan untuk mewujudkan tujuan kinerja yang diformulasikan dalam FSCN. 4. Sumber rantai yang digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya ke pelanggan, termasuk orang-orang, mesin dan ICT (informasi, sistem informasi dan infrastruktur informasi). Analisis Efisiensi Pemasaran Analisis efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan menganalisis margin, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Analisis ini terutama akan sangat berpengaruh pada saluran yang memiliki bagian pasar atau market share yang terbesar. Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan margin tataniaga sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Analisis margin pemasaran dipergunakan untuk menganalisis sistem pemasaran dari perspektif makro, yaitu menganalisis pemasaran produk mulai dari petani produsen sampai di tangan konsumen (Asmarantaka, 2012).
14
Rumus yang dapat dipergunakan untuk ukuran efisiensi yang berkaitan dengan sebaran margin, adalah : MT= Pr – Pf = Biaya-biaya + π lembaga = Mi F’s = { Pr / Pf} x 100% Profit / Biaya = π / c Dimana : MT Pr Pf F’s Π lembaga C Π Mi
= Margin total. Mi adalah margin di tingkat lembaga ke-i = Harga di tingkat retail (tingkat konsumen akhir) = Harga di tingkat petani produsen = Persentase bagian yang diterima petani (farmer’s share) = Profit lembaga pemasaran akibat adanya sistem pemasaran = Cost (biaya) dari adanya pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran = Keuntungan dari biaya-biaya pemasaran = Margin di tingkat pemasaran ke-i, di mana i = 1, 2, ..., n Mi = Pji - Pbi
Pji Pbi
= Harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i = Harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i
Sumber : Asmarantaka (2012)
Harus hati-hati dalam menginterpretasikan besaran margin dan farmer’s share. Besaran tersebut dapat bergantung dari proses pengolahan dan bentuk produk. Artinya, harus memperhitungkan bentuk, fungsi, dan atribut-atribut produk hingga sampai ke konsumen akhir, serta kepuasan yang diperoleh oleh konsumen (Asmarantaka, 2012).
KARAKTERISTIK RANTAI PEMASARAN BERAS Pemasaran beras dari wilayah Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta dapat digolongkan sebagai rantai pasok yang masih sangat tradisional. Hal tersebut dikarenakan rendahnya integrasi dan kolaborasi antara setiap pelaku pada rantai pemasaran ini. Padahal, setiap pelaku menyadari benar bahwa manajemen rantai pemasaran yang baik bagi mereka sangat dibutuhkan. Karakteristik rantai pemasaran beras dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta akan dianalisis menggunakan kerangka pengembangan rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006). Struktur Rantai Pemasaran Rantai pemasaran beras dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta melalui suatu tahapan rantai yang tidak pendek. Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai ini tidak sedikit dan memiliki peran yang berbeda-beda. Keterlibatan setiap pihak dalam rantai ini tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung.
15
Struktur rantaai pemasaran beras dari Kabupaten Subang menuju Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4.
Pemerintah
Tengkulak vvvvva
Petani
Komisioner
Tengkulak ab
Penggilingan
Penggilingan Karya Muda Tengkulak b
Pengelola PIBC (PT FSTJ)
Pedagang Beras di PIBC
Koperasi Pedagang Beras di PIBC Keterangan : Keterlibatan aliran barang secara langsung dalam rantai pemasaran Keterlibatan aliran barang secara tidak langsung dalam rantai pemasaran Gambar 4 Struktur Rantai Pemasaran Beras dari Kabupaten Subang Menuju Provinsi DKI Jakarta
Setiap pelaku dalam rantai ini memiliki peranan masing-masing yang berbeda-beda. Pada setiap simpul dalam rantai ini tidak hanya aliran produk dan finansial saja yang terjadi melainkan terdapat juga aliran informasi. Aliran informasi yang berjalan baik sangat dibutuhkan demi kelancaran aliran produk dan finansial antar setiap pelaku. Tengkulak ab merupakan tengkulak yang membeli gabah langsung dari petani kemudian menjual langsung ke pedagang PIBC dalam bentuk beras. Tengkulak a merupakan tengkulak yang membeli gabah langsung dari petani kemudian dijual ke tengkulak b dalam bentuk beras. Sedangkan, tengkulak b merupakan tengkulak yang membeli beras dari tengkulak a kemudian menjual ke tengkulak. Struktur rantai pemasaran beras yang dikelola oleh penggilingan dapat dilihat pada Gambar 5.
16
Pemerintah
Petani
Penggilingan Pengelola PIBC (PT FSTJ) Pedagang Beras di PIBC Koperasi Pedagang Beras di PIBC Keterangan : Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi Aliran bantuan dan informasi (pelaku terlibat secara tidak langsung dalam aliran barang) Gambar 5 Struktur Rantai Pemasaran Beras yang Dikelola oleh Penggilingan
Petani Pada rantai pemasaran beras, petani merupakan pelaku rantai pasok yang berperan dalam proses budidaya padi, mulai dari pembenihan, pemeliharaan hingga proses pemanenan. Jenis padi yang ditanam di wilayah ini sebagian besar adalah padi jenis IR-42. Proses budidaya padi jenis IR-42 adalah selama 130 hari mulai dari proses tandur hingga tiba waktu panen. Proses pembenihan berlangsung selama satu bulan. Tidak seluruh petani di desa ini hanya menanam padi jenis IR-42 karena beras jenis ini menghasilkan nasi yang tidak disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Nasi yang berasal dari beras jenis ini umumnya disukai oleh masyarakat yang berasal dari Pulau Sumatera. Beras jenis ini lebih sering diolah menjadi makanan ringan, bihun, ataupun olahan lain yang berasal dari bahan baku beras. Namun, petani langganan dari penggilingan menanam seluruh lahannya dengan beras jenis IR-42, berbeda dengan petani langganan tengkulak. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini berjumlah 25 petani. Petani-petani tersebut terdiri atas sepuluh petani langganan penggilingan Karya Mas IV, lima petani langganan penggilingan Karya Mas, sedangkan sepuluh petani sisanya merupakan petani langganan lima tengkulak. Seluruh petani di Desa Rancasari memiliki tenaga kerja tetap yang pekerjaannya adalah memupuk, menyiramkan pestisida, serta mengontrol keadaan irigasi sawah. Rata-rata petani responden di Desa Rancasari memiliki luas lahan sebesar 4.56 ha yang digunakan untuk menanam beras jenis IR-42, baik petani langganan penggilingan maupun tengkulak.
17
Gambar 6 Sawah Milik Petani
Proses budidaya diawali dengan membajak sawah, umumnya petani di daerah ini menggunakan traktor tangan untuk membajak sawah. Setelah tanah sudah dibajak dan siap ditanami, tahap selanjutnya adalah penyemaian benih padi. Apabila penyemaian telah selesai dilakukan dapat dilanjutkan dengan penanaman padi yang biasa dikenal dengan istilah tandur (tanam mundur). Setelah itu, dapat dilakukan pemupukan dan penyemprotan pestisida, herbisida dan fungisida secara berkala. Pemupukan dan penyemprotan umumnya dilakukan selama tiga kali dalam satu musim tanam. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan lebih dari tiga kali dalam satu musim tanam. Di Desa ini petani mengeluhkan banyaknya hama dan gulma di daerah tersebut sehingga penyemprotan dapat dilakukan sampai enam kali. Pemanenan padi di daerah ini umumnya dilakukan dengan cara manual menggunakan arit. Kemudian, gabah diperoleh dengan cara digebot (dipukul) pada alat perontok padi manual. Beberapa petani ada yang telah menggunakan mesin perontok di daerah ini. Gabah dapat langsung dijual setelah dipanen dalam keadaan basah maupun dapat dijemur terlebih dahulu selama beberapa hari. Petani yang menjual hasil panen ke penggilingan dapat menjual dalam bentuk gabah basah maupun kering tergantung permintaan. Hasil panen petani langsung dijual tanpa melalui proses grading dan sortasi. Petani responden di kedua desa memborongkan pekerjaan bajak dan panen pada tenaga kerja lepas. Petani memberikan upah tertentu untuk setiap hektar pekerjaan yang dilakukan. Sebaran luas lahan petani responden di Desa Rancasari yang merupakan langganan penggilingan dapat dilihat dalam Tabel 3.
18
Tabel 3 Sebaran Luas Lahan Petani Langganan Penggilingan di Desa Rancasari Luas Lahan (ha)
Jumlah Petani
Persentase (%)
5-6 6.1-7 7.1-8 Jumlah
11 2 2 15
73,33 13,33 13,33 100
Lahan sawah yang digunakan oleh petani responden seluruhnya merupakan kepemilikan pribadi. Lahan sawah sering kali dimiliki secara turun-temurun dari warisan orangtua. Usaha tani padi adalah usaha utama para petani responden. Produktivitas di Desa Rancasari dapat mencapai rata-rata delapan ton gabah kering giling per hektar. Dalam satu tahun biasanya terdapat dua kali musim tanam bagi petani. Penggilingan Beberapa penggilingan ada yang hanya menyewakan alat penggilingannya ke tengkulak, contohnya adalah penggilingan Karya Muda. Penggilingan ini menyewakan 2 set mesin penggiling gabah untuk digunakan oleh para tengkulak. penggilingan ini juga menyewakan alat lain seperti truk dan kendaraan lainnya. Tengkulak juga dapat menyewa gudang dan tempat penjemuran gabah. Penggilingan Karya Mas dan Karya Mas IV merupakan penggilingan gabah yang bersifat sekaligus sebagai pedagang seperti halnya tengkulak. Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya penggilingan Karya Mas dan Karya Mas IV dengan tengkulak juga akan disebut istilah yang sama yakni pedagang daerah. Penggilingan ini memperkerjakan tengkulak layaknya karyawan lain. Pekerjaan yang dilakukan oleh tengkulak adalah menghubungi petani langganan dan mengambilkan gabah yang dihasilkan oleh petani ke penggilingan. Setelah itu, ketika beras telah siap dikirim tengkulaklah yang akan mengirimkan ke tempat tujuan. Pada pembahasan selanjutnya istilah penggilingan saja menunjuk pada Penggilingan Karya Mas dan Karya Mas IV, sedangkan Penggilingan Karya Muda akan tetap disebut demikian. Jumlah tengkulak yang dimiliki masing-masing penggilingan totalnya enam tengkulak. Selain tengkulak, karyawan lain yang dipekerjakan ada enam orang karyawan. Setiap karyawan memiliki tugasnya masing-masing, satu karyawan yang bekerja dikantor melakukan pembukuan dan mengatur pesanan, satu karyawan yang bertugas mengecek keadaan mesin penggilingan, satu karyawan lapangan seperti mandor, dan tiga karyawan lain bertugas menjemur gabah dan menggiling gabah. Penggilingan ini umumnya membeli gabah dari petani dalam bentuk gabah kering panen. Kemudian penggilingan harus menjemur terlebih daulu berasnya. Penggilingan ini memiliki mesin pemroses beras dengan kapasitas 10 ton/ giling. Setelah gabah digiling menjadi beras, kemudian dikemas dalam karung 50 kg dan dijual.
19
Gambar 7 Proses Penjemuran di Penggilingan Kedua penggilingan ini terletak di Desa Rancasari, penggilingan Karya Mas IV lahan seluas 8 000 m2, sedangkan luas lahan penggilingan Karya Mas sedikit lebih sempit. Di dalam penggilingan Karya Mas IV terdapat beberapa bangunan yang terdiri atas kantor, satu tempat penggilingan yang terdiri atas empat set alat penggilingan, tiga gudang penyimpanan, tempat penjemuran, gudang, dan garasi. Setiap set alat penggilingan terdiri atas molen sebagai alat pemecah kulit padi, ici sebagai alat pemoles beras dan alat penggerak kedua mesin tersebut. Penggilingan ini juga memiliki alat oven yang digunakan sebagai pengganti penjemuran gabah dengan matahari. Alat ini hanya digunakan ketika matahari cuaca cerah karena biaya operasional yang tidak rendah. Alat dan bangunan yang dimiliki oleh Karya Mas tidak berbeda jauh dengan yang dimiliki Karya Mas. Hanya saja, pada penggilingan Karya Mas tidak terdapat bangunan kantor. Serta bangunanbangunannya terlihat lebih usang jika dibandingkan dengan penggilingan Karya Mas. Penggilingan tersebut mampu menggiling puluhan ton setiap harinya. Namun, terkadang pasokan gabah tidak selalu ada setiap harinya. Sehingga, dalam satu bulan tidak setiap hari penggilingan beroperasi. Bahkan, dalam satu tahun penggilingan dapat hampir tidak beroperasi selama dua bulan. Beras yang dihasilkan hanyalah beras berjenis IR-42. Permintaan terbesar berasal dari pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang. Sisanya penggilingan mengirimkan ke Pasar Johar di Karawang, Bogor, Bandung, PT Indofood, dsb. Permintaan dari Bandung, Bogor dan PT Indofood umumnya dari pabrik pengolahan makanan. Penggilingan Karya Mas telah terkenal akan kualitas beras IR-42 yang dihasilkan. Penggilingan Karya Mas IV di antara penggilingan Karya Mas lainnya, penggilingan ini yang paling terkenal di Kecamatan Pamanukan. Penggilingan Karya Mas dimiliki oleh orang tua dari pemilik penggilingan Karya Mas IV. Pemilik penggilingan ini tidak hanya memiliki usaha penggilingan saja. Beliau juga memiliki usaha lain yakni usaha jasa sewa truk dan usaha tani padi.
20
Pedagang Beras di Pasar Induk Beras Cipinang Tengkulak atau pun penggilingan beras dari Kabupaten Subang tepatnya di Desa Rancasari, Kecamatan Pamanukan sebagian besar menjual beras hasil gilingannya ke pedagang beras di PIBC. Alasan mereka menjual berasnya ke PIBC adalah karena pedagang beras di PIBC mampu membeli beras dengan jumlah yang cukup banyak. Sedangkan, meskipun di beberapa tempat lain harga yang ditawarkan relatif lebih tinggi namun permintaannya tidak terlalu tinggi. Jenis beras yang banyak diminta oleh pedagang beras adalah beras jenis IR64. Beras jenis ini yang terbaik umumnya didapatkan dari daerah Karawang dan Subang. Namun, pasokan beras jenis ini dari wilayah Kabupaten Subang terbilang cukup sedikit jika dibandingkan dengan pasokan dari daerah Karawang. Pasokan beras yang paling terkenal dari wilayah Kabupaten Subang adalah beras jenis IR42. Menurut pedagang beras di PIBC jenis beras tersebut memang paling terkenal dihasilkan oleh penggilingan dari Wilayah Subang, terutama penggilingan Karya Mas IV. Beras ini tidak hanya diperdagangkan disekitar DKI Jakarta melainkan ke tempat juga ke tempat lainnya di luar Pulau Jawa.
Gambar 8 Bagan Penyaluran Beras Pasar Induk Beras Cipinang Pedagang beras di PIBC membeli beras dari tengkulak yang menawarkan barangnya. Setiap pagi ada tempat khusus bagi para tengkulak untuk menjual barang dagangannya kepada para pedagang beras dengan sistem seperti lelang. Ketika kesepakatan telah tercapai maka beras akan berpindah tangan. Namun, tidak selalu cara berjualan seperti yang dilakukan. Terkadang para pedagang daerah akan menawarkan dari kios ke kios sampai ada pedagang yang mau membeli. Akan tetapi cara tersebut dinilai pedagang daerah sangat tidak efektif
21
karena dapat mengakibatkan harga beras menjadi turun, sehingga tengkulak merugi. Pedagang beras mampu menilai sendiri beras yang ingin dibelinya. Kecocokan antara kualitas dan harga yang menjadi dasar bagi para pedagang untuk membeli beras dari tengkulak. Semakin tinggi kualitas maka akan semakin tinggi pula harganya. Namun, terkadang pedagang beras juga tidak selalu meminta barang dengan kualitas tertinggi. Adakalanya pedagang menginginkan beras dengan kualitas yang sedikit rendah dengan harga yang juga lebih rendah, sesuai dengan pesanan barang yang diinginkan oleh konsumen. Pedagang dapat menjual langsung beras yang telah dikarungkan oleh tengkulak maupun dapat membungkus ulang beras sesuai dengan pesanan. Beras seringkali dijual langsung tanpa dikemas, hanya sekitar 5% dari keseluruhan output beras yang dikemas ulang oleh pedagang. Beras ini mudah laku dijual dalam ukuran 50 kg karena konsumen dari beras ini bukanlah rumah tangga. Berbeda dengan beras lainnya seperti beras jenis IR-64 yang dikemas ulang oleh pedagang dengan ukuran 5 Kg, 10 Kg dan 25 Kg sesuai dengan permintaan. Beras yang akan dikemas ulang dapat dicampurkan sesuai dengan kualitas. Contohnya, beras dari Kabupaten Karawang seringkali dicampur dengan beras dari Kabupaten Subang karena kualitas beras yang dihasilkan oleh kedua beras hampir sama. Pedagang yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 4 responden. Salah satu responden pedagang sedang menjajaki kemitraan dengan penggilingan Karya Mas. Namun, belum ada perjanjian tertulis dan hanya sekedar kepastian kuantitas saja. Padahal, pedagang daerah mengharapkan adanya kepastian pasar tidak hanya kuantitas saja. Rantai pemasaran beras jenis IR-42 dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta tidak hanya melalui struktur rantai tersebut saja. Melainkan, ada juga struktur rantai yang aliran barangnya tidak melalui penggilingan secara langsung. Rantai tersebut digerakkan oleh tengkulak, adapun struktur rantai pemasaran beras tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Pada struktur ini, penggilingan tidak mengalirkan barang secara langsung dari petani ke pedagang beras. Penggilingan dalam struktur ini hanya berperan menyewakan alat penggilingan ke tengkulak. Tengkulaklah yang berperan sebagai pedagang perantara dalam struktur ini. Jumlah tengkulak di desa ini cukup banyak dengan berbagai tipe. Tidak semua tengkulak membeli gabah langsung dari petani kemudian menyalurkan ke pedagang beras. Tengkulak dapat membeli melalui informasi komisioner maupun membeli dari tengkulak lain yang membeli langsung dari petani. Perbedaanya, jika membeli dari komisioner maka tengkulak akan memberikan upah ke komisioner dan membeli dalam bentuk gabah. Sedangkan, bila melalui tengkulak lain maka komoditi sudah berbentuk beras dan tengkulak ini hanya tinggal menyalurkan ke pedagang beras tanpa perlu mengolah lebih lanjut.
22
Pemerintah
Tengkulak a
Petani
Komisioner
Tengkulak ab
Penggilingan Karya Muda
Tengkulak b
Pengelola PIBC (PT FSTJ)
Pedagang Beras di PIBC
Koperasi Pedagang Beras di PIBC Keterangan : Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi Aliran bantuan dan atau informasi (pelaku terlibat secara tidak langsung dalam aliran barang) Gambar 9 Struktur Rantai Pemasaran Beras yang Dikelola oleh Tengkulak Petani Petani yang terlibat dalam rantai pemasaran beras ini umumnya tidak khusus menanam beras IR-42 saja. Melainkan, petani ini juga menanam beras jenis IR-64. Tengkulak yang membeli gabah dari petani pun tidak selalu mencari gabah dari jenis IR-42 saja. Sehingga luasan lahan yang ditanam untuk beras jenis ini tidak sebesar petani langganan penggilingan, karena umumnya lahan dibagi dua untuk kedua jenis beras. Adapun luasan lahan petani langganan tengkulak yang digunakan petani dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran Luas Lahan Petani Langganan Tengkulak di Desa Rancasari Luas Lahan (ha)
Jumlah Petani
Persentase (%)
2-2.5 2.6-3 3.1-3.5 3.6-4 Jumlah
7 1 1 1 10
70,00 10,00 10,00 10,00 100,00
Luasan lahan petani yang merupakan langganan tengkulak jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan luas lahan yang dimiliki oleh penggilingan. Hal tersebut
23
dikarenakan penggunaan lahannya tidak hanya untuk menanam beras jenis IR-42 melainkan juga untuk menanam beras jenis IR-64 dengan proporsi yang umumnya sama. Tengkulak di wilayah ini tidak hanya menggiling beras jenis IR-42 berbeda dengan penggilingan. Komisioner Komisioner tidak berperan secara langsung dalam aliran beras rantai pemasaran ini. Komisioner hanya berperan memberikan informasi bagi tengkulak tentang keberadaan barang dan harga yang diinginkan petani. Komisioner mendapatkan imbalan dari kedua belah pihak. Biasanya upah yang diberikan sebesar Rp50 per kilogram dari masing-masing pelaku. Tidak seluruh petani dan tengkulak menggunakan jasa komisioner ini. Komisioner tidak menanggung risiko apa pun, sehingga pekerjaan menjadi seorang komisioner dapat sangat menguntungkan. Tengkulak Terdapat banyak tengkulak di Desa Rancasari, Kecamatan Pamanukan. Umumnya setiap tengkulak memiliki lima sampai sepuluh petani langganan di satu desa. Meski demikian, karena tidak saling terikat kontrak atau perjanjian petani dapat menjual hasil panen ke tengkulak manapun. Kelemahan tidak adanya kontrak dapat berakibat ketidakpastian harga dan pasar. Beberapa petani memang memiliki jadwal panen yang berbeda antar petani lainnya. Namun, karena tidak adanya koordinasi antar setiap pelaku baik antar tengkulak dan petani ataupun antar sesama petani dan tengkulak, telah mengakibatkan dalam satu tahun ada beberapa bulan yang banjir hasil panen. Bulan Maret-April merupakan bulan yang melimpah hasil panen pada musim tanam pertama. Bulan Agustus-Oktober merupakan bulan yang melimpah hasil panen pada periode kedua. Ketidakpastian pasar mengakibatkan tengkulak cenderung senang menimbun beras.
Gambar 10 Penyimpanan Gabah Milik Tengkulak
24
Tengkulak memiliki petani langganan yang tersebar di banyak desa dan kecamatan. Tengkulak responden dalam penelitian ini sebagian besar petani langganannya tersebar di Desa Rancasari. Apabila, pasokan dari petani tersebut kurang maka barulah tengkulak akan mencari di tempat lain. Tengkulak dapat mencari petani sampai ke luar daerah Kabupaten Subang, bahkan ada yang sampai ke wilayah Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Tengkulak membeli gabah dari petani dalam keadaan gabah kering giling. Namun tidak jarang tengkulak tetap harus menjemur kembali gabah karena jika gabah kurang giling maka hasil beras akan kurang baik. Tengkulak mendatangi langsung petani, dengan seluruh biaya angkut ditanggung oleh tengkulak. Kemudian tengkulak menggiling gabahnya di penggilingan Karya Muda. Setiap minggunya satu tengkulak dapat menjual beras minimal sepuluh ton. Tengkulak biasa mengirimkan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, jika ada permintaan dari pasar lain baru dipenuhi jika tengkulak mampu mendapatkan beras melebihi permintaan pasar induk. Meskipun tengkulak telah lama menjadi pemasok di PIBC, namun tengkulak belum mampu untuk bermitra dengan pedagang manapun. Mekanisme jual beli disana memang seperti lelang, harga yang berlaku pun sangat berfluktuasi. Sehingga, tengkulak sering merasa seperti dirugikan. Terdapat dua tipe tengkulak di Desa Rancasari, tipe pertama adalah tengkulak bebas dan yang kedua adalah tengkulak yang digaji. Tengkulak yang dikaji dalam penelitian ini adalah tengkulak bebas. Tengkulak yang digaji umumnya dipekerjakan oleh penggilingan beras. Penggilingan beras tipe ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan tengkulak. Sehingga, dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai tengkulak yang digaji melainkan akan dibahas penggilingannya saja. Tipe tengkulak bermacam-macam, ada yang membeli langsung dari petani kemudian langsung menjual ke pasar dalam bentuk beras. Ada juga yang membeli gabah langsung dari petani kemudian menjual ke tengkulak lain yang akan menjual ke pasar. Tengkulak bebas tidak menggiling gabah di tempat penggilingan padi yang juga bertindak seperti tengkulak. Tengkulak responden menggiling gabahnya ditempat lain yakni di penggilingan Karya Muda. Tengkulak dapat meminjam seluruh peralatan yang ada di sini dengan membayar sewa sejumlah tertentu. Pedagang Beras di Pasar Induk Beras Cipinang Pedagang beras di Pasar ini tidak mempermasalahkan jika membeli beras dari penggilingan ataupun tengkulak selama harga cocok dengan kualitas beras yang dijual. Akan tetapi, bagi salah satu pedagang beras yang ingin bermitra baik dengan penggilingan sejak dulu jauh lebih suka bertransaksi dengan penggilingan jika dibandingkan dengan tengkulak. hal tersebut dikarenakan beras yang dijual oleh penggilingan auh lebih terjamin kualitasnya. Selain itu, kontinuitas barang dari penggilingan juag lebih terjamin, karena tidak seperti tengkulak yang hanya menyediakan beras sedikit setiap minggunya. Manajemen Rantai Pemasaran Setiap pelaku dalam rantai tataniaga ini memiliki fungsi dan perannya masing-masing yang berbeda-beda. Sehingga dibutuhkan manajemen yang baik
25
agar tujuan setiap pelaku dapat terlaksana tanpa ada yang merasa dirugikan. Manajemen rantai pemasaran yang baik sangat dibutuhkan untuk meningkat nilai tambah setiap pelaku. Namun dalam kenyataannya membangun sistem manajemen terpadu sangat sulit terutama dengan semakin ketatnya persaingan antar setiap individu. Sistem Pemilihan Pemasok Pemilihan pemasok yang tepat sangat dibutuhkan demi kelancaran seluruh aliran barang uang dan informasi suatu rantai pemasaran. Rantai pemasaran beras di wilayah ini umumnya para pelaku tidak melakukan sistem kemitraan. Membangun kemitraan bagi seluruh pelaku sangat sulit karena semakin ketatnya persaingan yang terjadi di setiap tingkatan struktur rantai pemasaran. Petani tidak memiliki kriteria khusus dalam memilih input, petani membeli benih dapat di mana saja asalkan sesuai harga dan jenis benih padi yang ingin ditanam, begitu pula dalam membeli pupuk. Petani juga tidak memiliki kriteria khusus dalam memilih tengkulak dan penggilingan, menurut petani asalkan harga cocok maka tengkulak dan penggilingan dari mana saja diterima. Hal sebaliknya juga terjadi pada tengkulak dan penggilingan, petani yang menawarkan harga terendah adalah petani yang akan dipilih sebagai pemasok. Dahulu, pemilihan pemasok didasarkan pada hubungan kedekatan antar setiap pelaku, namun kini sudah tidak terjadi lagi. Budaya kedekatan sudah mulai bergeser dengan materi. Penawar yang tertinggilah yang akan mendapatkan barang. Meskipun demikian, petani langganan yang akan dilayani dahulu begitu pula sebaliknya. Namun tetap saja keadaan demikian dirasa kurang efektif. Hal serupa juga dilakukan oleh pedagang beras, pedagang di kios dapat menahan belanja demi turunnya harga dan karena ketatnya persaingan, pedagang daerah mau saja menjual barang dengan harga agak murah karena takut barang tidak diambil oleh pedagang. Keinginan membangun kemitraan sudah sejak lama diinginkan oleh para pelaku, namun diakui mereka membangun kemitraan tidaklah mudah. Bahkan bagi penggilingan sekelas Karya Mas saja yang sudah mampu memasok beras langsung ke perusahaan Indofood mengaku sulit untuk membangun kemitraan baik hulu maupun hilir. Persaingan yang semakin ketat serta sifat material individu menjadi kendala dalam pembentukan kemitraan. Selain tengkulak, pedagang beras pun ada yang menginginkan adanya kemitraan. Sistem kemitraan dapat mengurangi risiko kekurangan pasokan ataupun kenaikkan harga. Namun, komoditi ini bukanlah suatu komoditi yang dapat dipastikan kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga, walaupun sudah 1 tahun mulai menjajaki untuk mengarah ke kemitraan dengan pemasok, terwujudnya sistem kemitraan yang diinginkan masih belum dapat menjadi nyata. Sistem Transaksi Tengkulak dan penggilingan membeli hasil pertanian dari petani dengan cara cash and carry. Tengkulak dan penggilingan tidak pernah menghutangi petani karena memang perjanjian dengan petani selalu seperti itu. Petani tidak terikat hutang piutang dengan tengkulak dan penggilingan sehingga memiliki daya tawar menawar yang cukup tinggi. Kendati demikian tidak menutup
26
kemungkinan petani mendapatkan harga yang agak rendah. Sedangkan rentang harga beras jenis IR-42 adalah Rp4 000-Rp5 000. Tengkulak dan penggilingan mengambil sendiri beras dari petani. Sehingga, segala ongkos angkut ditanggung oleh keduanya. Ketika barang sudah berpindah tangan dari petani maka segala risiko kerugian akan ditanggung oleh tengkulak atau pun penggilingan. Pedagang beras pun cenderung membeli beras dengan sistem cash. Pedagang beras jarang membeli dengan cara berhutang, karena tidak disenangi oleh pedagang daerah. Pedagang beras pun tidak suka menghutangi pedagang daerah karena tidak mau mengambil risiko pengembalian yang sulit oleh tengkulak. Sistem jual beli yang diterapkan seperti lelang, barang akan berpindah kepemilikan jika ada kecocokan. Biaya angkut dari tengkulak sampai ke pedagang beras ditanggung oleh tengkulak, pedagang beras tidak menanggung biaya angkut. Begitu pula ketika beras dibeli oleh pembeli, ongkos angkut ditanggung oleh pembeli. Dukungan Pemerintah Beras merupakan bahan makanan pokok hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia belum memakan nasi sama saja artinya dengan belum makan kendati telah mengganti menu menjadi mie ataupun roti. Oleh karena itu, masalah perberasan di tanah air sangat menjadi perhatian bagi pemerintah. Bagi petani dalam penelitian ini kebijakan dan bantuan dari pemerintah sudah cukup dapat dirasakan. Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk perbaikan infrastruktur pematang sawah dan irigasi. Selain itu pemerintah juga kerap kali mengontrol harga minimum gabah agar petani tidak merasa dirugikan oleh tengkulak. Meskipun demikian kontrol harga tetap agak sulit untuk diterapkan pada saat musim panen raya tiba. Kontrol harga oleh pemerintah di tingkat pedagang di Pasar Induk juga dilakukan namun terkadang tidak ada koordinasi antar pedagagang di daerah dengan pasar. Akibatnya, penurunan maupun kenaikkan harga tidak terjadi berbarengan. Sehingga, seringkali merugikan beberapa pelaku. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, harga gabah sedang tinggi namun harga beras sedang turun. Hal tersebut daat berakibat tengkulak merugi ataupun kurangnya pasokan beras. Proses Bisnis Rantai Pemasaran Pola Distribusi Pola distribusi suatu rantai pemasaran modern tidak hanya menjelaskan aliran produk dan finansial saja, melainkan juga aliran informasi antar setiap pelaku. Suatu rantai pemasaran yang terintegrasi pola distribusi ketiga alirannya harus tergolong lancar. Oleh karena itu, mengkaji pola distribusi dalam rantai pemasaran menjadi cukup penting untuk melihat keragaan dari suatu rantai pemasaran. 1. Aliran Produk Aliran produk yang terjadi dalam rantai ini adalah beras berjenis IR-42. Distribusi beras dalam rantai ini dimulai dari petani yang menghasilkan gabah. Proses menghasilkan gabah dimulai dengan membajak sawah, kemudian dilakukan pembenihan. Setelah benih padi ditanam, akan muncul bibit yang
27
kemudian akan ditanam kembali disawah dengan cara tandur (tanam mundur). Setelah padi mulai menguning, padi dapat dipanen dengan menggunakan alat sabit. Proses menanam padi sejak tandur sampai panen dapat berlangsung selama 130 hari untuk padi berjenis IR-42. Selanjutnya setelah dipanen, gabah akan dirontokkan dari tangkai padi dengan cara manual manual maupun menggunakan alat perontok. Kemudian, gabah yang telah dirontokkan akan dijemur selama beberapa hari. Setelah itu, padi akan diangkut oleh tengkulak ke penggilingan. Di penggilingan, gabah yang telah dijemur oleh petani dapat dijemur kembali apabila gabah masih kurang kering, dapat langsung digiling, ataupun dapat disimpan terlebih dahulu dalam gudang selama beberapa waktu. Gabah disimpan umumnya ketika panen raya tiba, karena gabah yang dibeli tengkulak agak sedikit melimpah. Apabila hasil panen sedang melimpah dikhawatirkan harga jual akan jatuh sehingga, gabah disimpan terlebih dahulu ketika ada pesanan barulah gabah digiling menjadi beras kemudian dijual. Tengkulak menjual beras ke pedagang ataupun penjual lain dengan cara diantarkan. Beras yang telah dijual oleh tengkulak kemudian dapat dijual langsung oleh pedagang beras di PIBC atau dikemas ulang sesuai dengan permintaan konsumen. Pedagang beras umumnya menjual beras IR-42 ke restoran padang, pabrik bihun, pabrik ciki, dsb. Hanya sedikit beras ini yang dijual ke konsumen rumah tangga.
Tengkulak Petani
Pedagang Beras di PIBC
Penggilingan Karya Mas Keterangan :
aliran produk dalam rantai pemasaran berjalan lancar aliran produk dalam rantai pemasaran berjalan kurang lancar Gambar 11 Aliran Produk dalam Rantai Pemasaran Beras dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta
Aliran produk dari petani ke tengkulak dianggap lancar karena ketika petani sudah selesai proses pasca panen tengkulak akan langsung mengambil gabah dari petani. Petani hanya tinggal menghubungi atau tengkulak yang langsung menghampiri petani. Sedangkan, aliran produk dari tengkulak ke pedagang beras dianggap kurang lancar karena terkadang tengkulak melakukan stok ketika gabah melimpah. Tengkulak menunggu harga telah meninggi barulah akan menjual barangnya. 2. Aliran Finansial Aliran finansial berupa aliran uang yang mengalir dari setiap pelaku kepada seluruh pemasoknya. Aliran uang setiap pelaku dalam rantai ini dapat dikatakan sangat lancar, karena tidak terjadi panjer ataupun hutang piutang. Setiap kali barang telah berpindahtangan maka uang pun langsung mengalir secara cash.
28
Pedagang beras tidak mau memberi pinajaman modal bagi para tengkulak karena dikhawatirkan terdapat risiko dalam pengembalian. Begitu pula tengkulak kepada petani dan sebaliknya, sistem pembayaran selalu dilakukan secara cash. Jika pinjam-meminjam terjadi antara petani dan tengkulak tidak akan mempengaruhi jalannya distribusi beras antar setiap pelaku. Pinjaman dikatakan sebagai pinjaman pribadi bukan modal usaha.
Komisioner Tengkulak Petani Penggilingan Karya Mas
Pedagang Beras di PIBC
Keterangan : aliran finansial dalam rantai pemasaran berjalan lancer Gambar 12 Aliran finansial dalam Rantai Pemasaran Beras dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta.
3. Aliran Informasi Aliran informasi terjadi secara timbal balik antar setiap pelaku. Kelancaran aliran informasi sangat penting dalam rantai pemasaran modern karena berpengaruh dalam aliran barang dan finansial. Kelancaran komunikasi dalam suatu rantai pemasaran juga dapat menjaga kepercayaan antar setiap pelaku. Informasi yang terjadi antara petani dan tengkulak umumnya hanyalah ketersediaan barang dan harga. Tidak terjadi aliran informasi lain karena tidak terjadi penelitian kolaboratif antar setiap pelaku. Informasi mengenai proses budidaya ataupun kendala hanya sebatas sharing saja. aliran yang terjadi tidaklah begitu lancar. Begitu pula aliran informasi yang terjadi antara tengkulak dan pedagang beras. Fluktuasi permintaan (baik kuantitas dan harga) terhadap beras terkadang tidak jelas informasinya. Kesepakatan juga tidak cukup hanya melalui telepon atau media lainnya, karena seringkali dapat berubah-ubah. Hal tersebutlah yang seringkali dikeluhkan oleh para tengkulak. Tengkulak seperti masuk dalam perangkap bubu, di mana bila menjual dengan harga yang tiba-tiba berubah merugi namun apabila tidak jadi menjual akan lebih merugi lagi. Aliran informasi yang terjadi tidak hanya terjadi pada pelaku yang terlibat secara langsung. Aliran informasi juga terjadi antar lembaga pendukung terkait seperti aliran informasi dari pemerintah ke petani ataupun sebaliknya. Petani menginformasikan mengenai kendala proses budidaya kemudian pemerintah akan mencoba membantu memberikan solusi kepada petani. Aliran informasi antar pelaku pendukung juga terjadi di pedagang beras. Informasi mengenai harga gabah disampaikan oleh pemerintah melalui koperasi pedagang beras di PIBC. Selain itu pedagang beras juga dapat mengajukan
29
keluhan mengenai kios dan gudang yang mereka tempati kepada pihak pengelola yakni pihak PT. FSTJ.
Pemerintah
Petani
Komisioner
Penggilingan Karya Muda
Tengkulak
Penggilingan
Koperasi Pedagang Beras di PIBC Pedagang Beras di PIBC Pengelola PIBC (PT FSTJ) Keterangan : Keterlibatan secara langsung dalam rantai pemasaran, aliran informasi dalam rantai pemasaran lancar Keterlibatan secara langsung dalam rantai pemasaran, aliran informasi dalam rantai pemasaran kurang lancar Keterlibatan secara tidak langsung dalam rantai pemasaran, aliran informasi dalam rantai pemasaran lancer Keterlibatan secara tidak langsung dalam rantai pemasaran, aliran informasi dalam rantai pemasaran kurang lancar Gambar 13 Aliran informasi dalam Rantai Pemasaran Beras dari Kabupaten Subang ke Provinsi DKI Jakarta
Layanan Dukungan antar Pelaku, Perencanaan, dan Penelitian Bersama Setiap pelaku dalam rantai ini dapat dikatakan sangat individualis. Kesadaran untuk membangun kemitraan masih sangat kurang, karena dinilai tidak ada manfaat dalam jangka pendek. Padahal setiap pelaku dalam rantai ini mengaku mengalami ketidakpastian pasar yang cukup besar. Petani misalnya, kendati pun pemerintah telah melakukan kontrol harga gabah. Petani tetap saja dapat menerima harga beras yang cukup rendah mencapai Rp4 000 per kilogram dari rata-rata harga gabah yang umum Rp4 300 per kilogram.
30
Kerugian yang dirasakan oleh pedagang daerah disebabkan karena harga beli gabah yang tinggi dari petani sedangkan harga jual kepada pedagang beras dapatkan dikatakan agak rendah. Tidak adanya kontrak tertulis antara pedagang daerah dengan pedagang beras adalah penyebab utama kerugian yang dialami oleh tengkulak. Kesepakatan jual beli antara tengkulak dengan pedagang beras hanya dilakukan melalui telepon sehingga tidak terikat dan kesepakatan dapat cepat berubah. Kerjasama antar pelaku terkadang dilakukan oleh petani dan tengkulak dalam hal perolehan modal. Petani dan tengkulak dapat saling meminjamkan uang ketika salah satu membutuhkan. Namun, pinjaman tersebut tidak mempengaruhi penjualan barang. Baik petani maupun tengkulak dapat menjual dan membeli gabah dari dan ke siapa pun. Salah satu responden pedagang beras di PIBC mengaku ke depannya ingin membentuk kemitraan dengan pemasok agar jaminan kualitas dan kuantitas dari pedagang daerah dapat dipastikan. Keinginan tersebut masih sulit untuk direalisasikan karena karakteristik komoditi pertanian yang sulit untuk diprediksi hasilnya. Namun, pedagang beras yakin bahwa kemitraan tersebut dapat diwujudkan nanti. Jaminan Identitas Merek Tengkulak atau pun penggilingan beras dapat membeli karung beras yang telah dicetak spesifikasi beras di pasar terdekat maupun pedagang eceran. Karung beras IR-42 umumnya telah diberi merek dengan tulisan Karya Mas. Penggilingan tersebut memang telah terkenal sebagai penggilingan beras yang menjual beras IR-42 yang berkualitas. Namun, peredaran karung beras bertuliskan Karya Mas yang bebas di pasaran dapat mengurangi kepercayaan pembeli terhadap perusahaan penggilingan tersebut. Mengatasi hal tersebut penggilingan Karya Mas dan Karya Mas IV menambahkan suatu kartu pada karung beras, yang mana kartu tersebut hanya boleh dikeluarkan oleh perusahaan Karya Mas. Namun, cara tersebut belum dapat dikatakan efektif karena tidak adanya hak paten penggunaan kartu. Sehingga, perusahaan tetap harus melakukan kontrol. Sistem Traceability dan Trust Building Tidak terdapat sistem traceability pada rantai ini. Tidak ada permintaan pencatatan oleh para pembeli, sehingga tengkulak ataupun penggilingan tidak meminta petani untuk melakukan pencatatan usaha taninya. Sistem yang diberlakukan pembeli adalah kecocokan harga dan kualitas. Sedangkan, tengkulak umumnya membeli gabah dari petani dengan dasar kecocokan harga. Meskipun tengkulak dan penggilingan tidak bermitra dengan petani namun mereka memiliki petani langganan tersendiri untuk menjamin kualitas gabah yang dibelinya. Akan tetapi sistem langganan tersebut belum dapat terjamin, karena petani tetap bebas menjual barang ke mana pun. Ketika petani tidak memiliki barang barulah tengkulak mulai mencari dari tempat lain. Setiap pelaku harus jujur dan bertanggung jawab dalam menjual produkproduknya agar dapat menjadi pemasok yang terpercaya. Kualitas barang harus dijaga sesuai dengan harga yang ditawarkan. Sistem jual beli yang tidak terikat membuat para pelaku harus dapat bersaing dengan pelaku yang lain. Pedagang
31
beras yang ingin bermitra memilih pemasok mitranya berdasarkan pengalamannya membeli barang. Tengkulak ataupun penggilingan yang memiliki track record yang kurang baik menurutnya tidak akan terpilih sebagai pemasok. Sumber Daya Rantai Pemasaran Sumber daya sangat dibutuhkan oleh setiap pelaku demi kelancaran usahanya. Seluruh sumber daya yang dimiliki mampu membantu para pelaku demi terciptanya efektifitas dan efisiensi. Sumber daya yang dimiliki tidak hanya berupa sumber daya yang fisik yang terlihat saja, ada juga sumber daya lain seperti sumber daya manusia, teknologi, dan sumber daya modal. Petani Sumber daya fisik yang dimiliki oleh petani antara lain adalah lahan sawah. Rata-rata kepemilikan lahan sawah petani di Desa Rancasari, Kecamatan Pamanukan adalah sekitar 4.56 ha yang ditanami beras jenis IR-42. Sumber daya lain yang dimiliki oleh petani antara lain cangkul, kored, traktor tangan, alat semprot, ember. Sumber daya fisik lainnya untuk kebutuhan usaha tani adalah infrastruktur jalan dan irigasi. Petani tidak ada yang mengeluhkan buruknya infrastruktur jalan dari sawah sampai ke jalan raya. Irigasi sendiri diakui oleh petani sudah sangat baik dibangun oleh pemerintah. Sehingga sumber air untuk sawah mereka sangat mudah didapatkan. Teknologi penanaman padi yang digunakan oleh petani adalah padi sawah anorganik. Hal itu terlihat dari sistem penanaman yang masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Dosis penggunaannya pun dapat dikatakan cukup besar yakni enam kali penyemprotan pestisida dalam satu musim tanam. Kualitas sumber daya manusia yang baik sangat dibutuhkan demi kelancaran suatu rantai pemasaran. Jumlah pekerja yang digunakan oleh petani berkisar antara 2-5 pekerja tetap. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tetap adalah kegiatan membajak sawah, pembenihan dan pemeliharaan seperti memupuk dan menyemprot. Pekerja tetap juga harus menjaga sawah dari ancaman hama serta memastikan sawah tidak kering. Sedangkan pekerjaan menandur dilakukan oleh pekerja tidak tetap yang biasa disebut sebagai pekerja borongan. Upah yang diberikan tidak bergantung pada jumlah pekera melainkan berdasarkan luasan lahan. Seluruh modal yang digunakan petani merupakan modal pribadi. Modal tersebut didapatkan dari penambahan modal dari perputaran usaha. Sedangkan, modal awal untuk menjalankan usahatani pada umumnya merupakan warisan dari orangtua. Seperti misalnya, lahan yang digunakan oleh petani. Tengkulak dan Komisioner Tengkulak tidak memiliki sumber daya fisik untuk menunjang kegiatannya. Tengkulak hanya membutuhkan alat komunikasi, agar dapat berhubungan dengan petani dan pembeli. Tengkulak juga kerap kali menghubungi para komisioner dengan bantuan alat komunikasi begitu pula sebaliknya. Sedangkan alat-alat penunjang lainnya biasanya tengkulak akan menyewa di tempat penggilingan. Penggilngan Karya Muda memiliki sumber daya fisik antara lain lahan seluas satu hektar yang berisi bangunan tempat menggiling, tempat untuk menjemur, gudang,
32
tempat penggilingan khusus untuk petani beserta satu set alatnya, dua set alat penggilingan yang terdiri atas dua molen, dua ici, dan dua mesin penggerak puso, timbangan serta beberapa mobil pengangkut dan truk. Tengkulak memiliki satu hingga dua orang pekerja dapat berupa supir dengan kuli ataupun hanya seorang kuli atau kendek saja. Sama halnya dengan petani, modal yang dimiliki oleh tengkulak juga merupakan kepemilikan pribadi. Meskipun banyak terdapat bank yang mau menawarkan modal bagi mereka namun mereka tetap tidak suka berhutang pada lembaga keuangan. Penggilingan Sumber daya fisik yang dimiliki oleh penggilingan Karya Mas IV adalah lahan seluas 8 000 m2 yang berisi gudang, kantor, tempat menjemur padi, tempat menggiling beserta tiga set alat penggilingan dan satu buah oven sebagai alat pengering padi jika tidak ada matahari, timbangan, dan halaman parkir truk. Penggilingan Karya Mas IV jauh terlihat lebih modern jika dibandingkan dengan penggilingan Karya Mas dan Karya Muda. Pada penggilingan Karya Mas tidak terdapat bangunan kantor dan bangunan terlihat lebih tradisional dan tidak seluas penggilingan Karya Mas IV. Sedangkan, pada penggilingan Karya Muda luas lahan yang dimiliki lebih luas tetapi tidak terdapat kantor, sehingga biasanya para pekerja, pemilik dan tengkulak akan berkumpul di warung dekat penggilingan. Penggilingan Karya Mas maupun Karya Mas IV memiliki truk yang bertuliskan Karya Mas. Sehingga, ketika akan mengirim beras ke pedagang beras penggilingan ini tidak perlu menyewa truk.
Gambar 14 Bangunan Gudang Karya Mas IV
33
Gambar 15 Truk Pengangkut Milik Karya Mas
Gambar 16 Bangunan Kantor Karya Mas IV Teknologi yang digunakan oleh penggilingan dapat dikatakan belum modern. Penggunaan mesin penggiling masih yang berkapasitas sedang. Diakui oleh pemilik penggilingan belum adanya pergeseran ke teknologi modern disebabkan takutnya terjadi inefisiensi karena penggunaan alat masih di bawah kapasitas. Penggilingan belum berani meningkatkan output karena harga beras yang masih rendah dan pasokan yang belum banyak. Selain tengkulak, teknologi sedarhana juga masih dterapkan olah pedagang beras. Penggilingan Karya Mas dan Karya Mas IV sekaligus bertindak sebagai tengkulak. Tengkulak dalam penggilingan merupakan pekerja yang digaji oleh penggilingan. Jumlah karyawan yang dimiliki penggilingan ini jumlah enam orang. Setiap karyawan dalam penggilingan ini memiliki keahlian khusus dalam menjalankan pekerjaannya. Contohnya, teknisi mesin yang bekerja untuk membetulkan atau mengganti komponen mesin penggilingan yang rusak harus menguasai bidangnya.
34
Pedagang Beras di Pasar Induk Beras Cipinang Sumber daya fisik yang dimiliki oleh pedagang beras di PIBC adalah timbangan, dan alat pemintal karung. Kios serta gudang yang digunakan bukan hak kepemilikan pedagang, melainkan hanya hak guna bangunan yang diberikan oleh pihak pengelola dengan membayarkan uang sewa sejumlah tertentu. Pedagang sering kali mengeluhkan infrastruktur jalan di sekitar pasar karena apabila sedang terjadi hujan, maka jalanan akan mengalami kebanjiran. Selain itu, ketika musim hujan tiba gudang penyimpanan beras akan kebanjiran sehingga pedagang dapat merugi.
Gambar 17 Kios di Pasar Induk Beras Cipinang
Pemilik kios di PIBC rata-rata memiliki karyawan berjumlah lima orang. Pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan adalah membantu menurunkan beras dari truk tengkulak, menyusun karung beras dalam gudang atau kios, serta mengemas beras ke dalam karung yang diinginkan oleh konsumen. Beras yang telah dimasukkan ke dalam karung yang diinginkan akan dijahit dengan menggunakan alat. Berbeda dengan petani dan tengkulak, pedagang beras kerap kali melakukan pinjaman ke bank seperti Bank BRI dan BNI. Biasanya pinjaman dilakukan oleh pedagang untuk modal menyewa kios di Pasar Induk Beras Cipinang. Biaya sewa satu kios di pasar induk ini memang tinggi yakni sebesar Rp200 000 000 satu kali periode untuk 15-20 tahun tergantung fasilitas yang diberikan. Serta Rp20 000 000 untuk setiap satu petak gudang per satu periode.
35
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN Analisis margin, farmer’s share, biaya dan keuntungan digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemasaran. Pada analisis rantai pemasaran ini tidak digunakan pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Vorst. Alasanya, pada analisis karakteristik dari rantai pemasaran beras tersebut tidak terdapat jaringan seperti yang dikemukakan oleh Vorst. Proses bisnis dari rantai pemasaran menunjukkan tidak adanya integrasi dan kolaborasi antar setiap pelaku yang digerakkan oleh penggilingan. Pada umumnya, pada pengukuran tingkat efisiensi suatu rantai pemasaran, semakin pendek rantai maka akan semakin efisien pula rantai pemasarannya. Namun hal tersebut tidak dapat selalu dipastikan karena banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi. Margin, farmer’s share, biaya dan keuntungan yang diterima oleh setiap pelaku dalam rantai pemasaran beras dari Kabupaten Subang sampai ke Provinsi DKI Jakarta yang diwakili oleh Pasar Induk Beras Cipinang dibahas dalam penelitian ini. Distribusi margin, farmers’share, biaya dan keuntungan rantai pemasaran juga dikaji dalam penelitian ini. Terdapat lima saluran dalam rantai pemasaran beras ini. Kelima saluran tersebut terdiri atas tiga grade beras berbeda yang dialirkan, sehingga dalam penelitian setiap analisis margin, farmer’s share, biaya dan keuntungan akan dibagi menjadi tiga sesuai dengan grade beras yang dialirkan. Penjabaran kelima saluran rantai pemasaran dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5 Penjabaran Saluran Rantai Pemasaran Beras Saluran Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5
Pelaku yang Terlibat Petani Penggilingan Pedagang PIBC Langganan Petani Penggilingan Pedagang PIBC bukan langganan Petani Tengkulak ab Pedagang PIBC Petani Komisioner Tengkulak Pedagang PIBC Petani Tengkulak a Tengkulak b Pedagang PIBC
Tengkulak ab merupakan tengkulak yang membeli gabah langsung dari petani kemudian menjual langsung ke pedagang PIBC dalam bentuk beras. Tengkulak a merupakan tengkulak yang membeli gabah langsung dari petani kemudian dijual ke tengkulak b dalam bentuk beras. Sedangkan, tengkulak b merupakan tengkulak yang membeli beras dari tengkulak a kemudian menjual ke tengkulak. Analisis Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade Super Grade beras dalam rantai pemasaran ini dapat ditentukan oleh tengkulak maupun pedagang beras dengan standar yang sama. Berdasarkan kesepakatan grade super didefinisikan dengan beras yang berwarna putih bersih, dengan kadar
36
patahan, kadar air dan kotoran maksimal sepuluh persen. Beras dengan grade inilah yang paling banyak mengalir dalam rantai pemasaran beras ini. Harga beras kualitas tertinggi memperoleh harga yang tertinggi juga. Harga rata-ratanya mencapai Rp8 700 per kilogram di pedagang beras. Bahkan pedagang beras langganan mau membeli dengan harga yang lebih tinggi yakni Rp8 900 per kilogram. Namun, hanya penggilingan Karya Mas saja yang diizinkan untuk menjual beras jenis IR-42 ke kios pedagang ini. Pada kasus dalam penelitian ini panjang pendek rantai tataniaga cukup mempengaruhi. Hal tersebut dikarenakan cakupan wilayah rantai pemasaran yang sama yakni dimulai dari petani yang berasal dari Kabupaten Subang dan berakhir di Pasar Induk Beras Cipinang, Provinsi DKI Jakarta. Biaya rantai pemasaran tertinggi didapat pada saluran 5 yakni sebesar Rp2 105.62 per kilogram. Artinya, saluran ini secara struktur biaya kurang efisien jika dibandingkan dengan saluran lain. Sedangkan biaya terendah Rp1 552.68 per kilogram didapat pada saluran 1 dan 2. Biaya yang rendah dari saluran 1 dan 2 karena produksi penggilingan dalam jumlah yang terbilang cukup besar. Apabila dilihat dari sisi margin tataniaga maka dapat dilihat bahwa margin terbesar terdapat pada saluran 4. Dimana pada saluran tersebut gabah sebelum dialirkan harus melewati harus melewati komisioner terlebih dahulu, sehingga margin yang terjadi sangat tinggi. Oleh karena itu, dapat dikatakan rantai pemasaran ini kurang efisien. Margin terendah didapatkan pada saluran 2 yakni sebesar Rp2 267.82. Namun, saluran 2 belum dapat dikatakan terfisien, karena pada saluran ini sering terjadi fluktuasi harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan saluran 1. Harga beli pedagang beras yang lebih tinggi pada saluran 1 disebabkan karena adanya perjanjian secara lisan dengan penggilingan. Pedagang beras mau memberikan harga yang sedikit lebih tinggi, untuk memastikan penggilingan tetap mengirimkan barang meskipun produksi beras agregat sedang menurun. Karena seringkali pelaku pedagang perantara akan menahan barang saat produksi sedang rendah agar mendapatkan harga yang lebih tinggi pada pedagang. Total keuntungan tertinggi diperoleh pada saluran 1 yakni sebesar Rp947.14 per kilogram. Sedangkan, keuntungan terendah diperoleh oleh saluran 5 yakni sebesar Rp489.78. Meskipun harga beli gabah tengkulak dari petani lebih murah jika dibandingkan dengan penggilingan, namun karena kurangnya efisiensi mengakibatkan tingginya biaya. Sehingga, keuntungan yang diperoleh pun tidak setinggi yang dihasilkan penggilingan. Rasio B/C di tingkat pedagang daerah dan tingkat pedagang beras sangat berbeda jauh, penyebabnya adalah pada tingkat pedagang daerah terjadi perubahan bentuk dari gabah menjadi beras. Sehingga, meskipun keuntungan pada tingkat pedagang daerah cukup tinggi namun biaya yang harus dikeluarkan relatif besar.
37
Tabel 6
Nilai Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade Super
Pelaku 1. Petani a. Biaya (Rp/Kg) b. Harga Jual (Rp/Kg) 2. komisioner a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Marjin (Rp/Kg) 3. Tengkulak a a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio 4. Pedagang Daerah a) a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio 5. Pedagang Beras b) a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio Total Biaya (Rp/Kg) Total Keuntungan (Rp/Kg) Rasio B/C Total Marjin (Rp/Kg) Farmer's Share (%)
Saluran 1
Saluran 2
Saluran 3
82 82 80 6 632.18 6 632.18 6 384.60
Saluran 4
Saluran 5
80 80 6 331.65 6 384.60
100 100 6 384.60 689.62 125.78 7 200 815.40 0.18 6 632.18 6 632.18 6 384.60 1 445.68 1 445.68 1 984.62 822.1 622.1 330.78 8 900 8 700 8 700 2 267.82 2 067.82 2 315.40 0.57 0.43 0.17
6 331.65 1 983.29 385.06 8 700 2 368.35 0.19
7 200 1 315 185 8 700 1 500 0.14
8 900 8 700 8 700 25 21 21 125 179 179 9 050 8 900 8 900 150 200 200 5 8.52 8.52 1 552.68 1 552.68 2 085.62 947.14 797.14 509.78 0.61 0.52 0.24 2 417.82 2 267.82 2 515.40 73.28 74.52 71.74
8 700 8 700 21 21 179 179 8 900 8 900 200 200 8.52 8.52 2 084.29 2 105.62 664.06 489.78 0.32 0.23 2 668.35 2 515,40 71.14 71.14
Sumber : Data primer (diolah); a) Pada saluran 1 dan 2 bertindak sebagai penggilingan, pada saluran 3 dan 4 bertindak sebagai tengkulak ab, pada saluran 5 bertindak sebagai tengkulak b; b) Pada saluran 1 merupakan pedagang beras langganan (mitra) penggilingan.
Analisis farmer’s share menunjukkan bagian yang diterima petani terhadap konsumen akhir. Konsumen akhir dalam penelitian ini adalah pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang. Sehingga, perbandingan dilakukan antara harga di
38
tingkat petani dengan di tingkat pedagang beras. Farmer’s share tertinggi didapat pada saluran 2 yakni sebesar 74.52%. Harga yang diterima petani pada saluran 1 dan 2 lebih tinggi. Penggilingan mampu membeli dengan harga lebih tinggi jika dibandingkan tengkulak. Farmer’s share terendah didapat pada saluran 4 karena harga yang diterima petani rendah akibat menggunakan jasa komisioner. Analisis Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 1 Pedagang tidak selalu menginginkan beras IR-42 dengan kualitas super, karean harga yang lebih tinggi serta adanya permintaan dari pembeli. Berdasarkan kesepakatan grade 1 didefinisikan dengan beras yang berwarna putih bersih, dengan kadar patahan maksimal 14 persen, serta kadar air dan kotoran maksimal 15%. Beras dengan grade ini dialirkan tidak sebanyak grade super dalam rantai pemasaran ini, hanya sekitar 30-35% sedangkan beras grade super dapat mengalir antara 50-60%. Sama halnya dengan rantai pemasaran beras grade super, perolehan margin terendah didapat pada saluran 2 yakni sebesar Rp2 067.82 per kilogram. Saluran 1 dan 2 memiliki karakteristik yang hampir sama, hanya pada pelaku di tingkat pedagang, pada saluran 2 pedagang hanya merupakan pedagang bebas yang tidak terikat. Sedangkan pada saluran 1 pedagang berasnya mengaku telah mencoba untuk melakukan kemitraan oleh karena itu harga yang ditawarkan cukup tinggi karena jaminan kualitas dan kontinuitas dari kuantitasnya. Margin tertinggi diperoleh oleh saluran 4 sama seperti grade super, yakni sebesar Rp2 468.35 per kilogram. Seperti halnya margin dan biaya rantai pemasaran beras grade super, keuntungan tertinggi juga diperoleh oleh saluran 1 sebesar Rp797.14 per kilogram, serta keuntungan terendah diperoleh oleh saluran 5 sebesar Rp289.78 per kilogram. Biaya terendah diperoleh saluran 1 dan 2 seperti halnya grade super. Sedangkan biaya pemasaran terbesar terdapat pada saluran 5 yakni sebesar Rp5 335.5. Hal tersebut dikarenakan saluran ini melalui dua tengkulak yang samasama ingin mencari keuntungan, sehingga yang terjadi adalah kurangnya tingkat efisiensi. Farmer’s share tertinggi juga diperoleh saluran 2 yakni sebesar 76.23%. Harga beli di tingkat petani yang cukup tinggi dan harga jual yang tidak setinggi saluran 1, membuat farmer’s share saluran ini menjadi lebih tinggi. Farmer’s share terendah juga diperoleh saluran 4, seperti halnya rantai pemasaran beras grade super. Adanya komisioner yang mencari keuntungan diantara petani dan tengkulak membuat kinerja saluran ini menjadi kurang efisien jika dibandingkan saluran lain.
39
Tabel 7. Nilai Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 1 Pelaku 1. Petani a. Biaya (Rp/Kg) b. Harga Jual (Rp/Kg) 2. komisioner a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Marjin (Rp/Kg) 3. Tengkulak a a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio 4. Pedagang Daerah a) a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio 5. Pedagang Beras b) a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio Total Biaya (Rp/Kg) Total Keuntungan (Rp/Kg) Rasio B/C Total Marjin (Rp/Kg) Farmer's Share (%)
Saluran 1
Saluran 2
Saluran 3
Saluran 4
Saluran 5
82 82 80 6 632.18 6 632.18 6 384.60
80 6 331.65
80 6 384.60
100 100 6 384.60 689.62 -74.22 7 000 615.40 -0.11 6 632.18 6 632.18 6 384.60 1 445.68 1 445.68 1 984.62 622.14 422.14 130.78 8 700 8 500 8 500 2 067.82 1 867.82 2 115.40 0.43 0.29 0.07
6 331.65 1 983.29 185.06 8 500 2 168.35 0.09
7 000 1 315 185 8 500 1 500 0.14
8 700 8 500 8 500 25 21 21 175 179 179 8 900 8 700 8 700 200 200 200 7 8.52 8.52 1 552.68 1 548.68 2 085.62 797.14 601.14 309.78 0.51 0.39 0.15 2 267.82 2 067.82 2 315.40 74.52 76.23 73.39
8 500 21 179 8 700 200 8.52 2 084.29 364.06 0.17 2 468.35 72.78
8 500 21 179 8 700 200 8.52 2 105.62 289.78 0.14 2 315.40 73.39
Sumber : Data primer (diolah); a) Pada saluran 1 dan 2 bertindak sebagai penggilingan, pada saluran 3 dan 4 bertindak sebagai tengkulak ab, pada saluran 5 bertindak sebagai tengkulak b; b) Pada saluran 1 merupakan pedagang beras langganan (mitra) penggilingan.
40
Analisis Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 2 Beras dengan grade 2 berharga cukup rendah jika dibandingkan dengan beras grade 1 dan super. Harga yang rendah membuat tengkulak atau pun penggilingan tidak ingin gabahnya ketika telah digiling menjadi beras dengan kualitas ini. Turunnya kualitas dapat disebabkan oleh tingginya kadar air akibat penjemuran yang kurang sempurna ataupun penyimpanan gabah yang terlalu lama. Tengkulak terkadang akan menyimpan gabah atau pun berasnya ketika harga sedang jatuh agar harga beras kembali meningkat. Namun, kegiatan penimbunan tersebut justru akan dapat merugikan tengkulak manakala kualitas gabah menjadi menurun. Kegiatan penimbunan tersebut juga dapat berakibat harga beras menjadi tidak stabil di pasaran. Analisis keuntungan pada rantai pemasaran ini cukup menarik karena seluruh saluran memperoleh keuntungan negatif. Kerugian pada seluruh rantai pemasaran hanya dialami oleh pedagang perantara saja. Meskipun mengalami kerugian, baik tengkulak maupun penggilingan tetap harus menjual berasnya jika tidak ingin merugi lebih besar. Selain itu persentase hasil dengan kualitas ini tidaklah tinggi, hanya maksimal 15% dari keseluruhan beras yang dijual. Kerugian tertinggi didapat pada saluran 5 dengan penanggung kerugian adalah tengkulak yang membeli hasil gabah langsung dari petani untuk dijual ke tengkulak lain. Sedangkan kerugian terendah didapat pada saluran 2, kerugian yang didapat sebesar Rp198.86 per kilogram. Saluran 5 memiliki tingkat biaya yang tertinggi jika dibandingkan dengan saluran lain. Sehingga, kerugian yang diperoleh saluran ini yang tertinggi diantara yang lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa saluran 5 sangat tidak efisien jika dibandingkan dengan saluran lain berdasarkan struktur biaya. Pada setiap saluran, pedagang beras tidak mendapati keuntungan yang negatif. Pedagang beras dapat menambahkan margin atau keuntungan sendiri, berbeda dengan di tingkat pedagang daerah. Namun, pada saluran 5 tengkulak b tidak mengalami kerugian. Proses sortasi telah dilakukan oleh pelaku di tingkat sebelumnya. Sehingga, sama seperti pedagang tengkulak ini juga dapat memperhitungkan keuntungan yang diharapkan. Akan tetapi ada sedikit perbedaan diantara keduanya, yakni pada tengkulak b harga beli saja yang dapat diatur. Sedangkan pedagang dapat mengatur keduanya, meskipun tetap ada mekanisme penentuan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saluran 4 merupakan saluran yang tidak efisien jika dibandingkan dengan saluran lain sama halnya dengan saluran 5. Terlihat margin yang tertinggi selalu berasal dari saluran 4 pada setiap kualitas beras yang dihasilkan. Serta, farmer’s share yang rendah juga didapat pada saluran ini. Sedangkan saluran 1 dan 2 memperolah margin yang rendah sebesar Rp1 267.82 per kilogram dan farmer’s share yang tinggi yakni 83.95%. Hal tersebut menandakan bahwa kedua saluran tersebut merupakan saluran yang efisien.
41
Tabel 8. Nilai Margin, Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Rantai Pemasaran Beras Grade 2 Pelaku 1. Petani a. Biaya (Rp/Kg) b. Harga Jual (Rp/Kg) 2. komisioner a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Marjin (Rp/Kg) 3. Tengkulak a a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio 4. Pedagang Daerah a) a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio 5. Pedagang Beras b) a. Harga Beli (Rp/Kg) b. Biaya (Rp/Kg) c. Keuntungan (Rp/Kg) d. Harga Jual (Rp/Kg) e. Marjin (Rp/Kg) f. B/C Ratio Total Biaya (Rp/Kg) Total Keuntungan (Rp/Kg) Rasio B/C Total Marjin (Rp/Kg) Farmer's Share (%)
Saluran 1
Saluran 2
Saluran 3
82 82 80 6 632.18 6 632.18 6 384.60
Saluran 4
Saluran 5
80 80 6 331.65 6 384.60 100 100 6 384.60 689.62 -724.22 6 350 -34.60 -1.05
6 632.18 6 632.18 6 384.60 1 445.68 1 445.68 1 984.62 -377.86 -377.86 -669.22 7 700 7 700 7 700 1 067.82 1 067.82 1 315.40 -0.26 -0.26 -0.34
6 331.65 1 983.29 -614.94 7 700 1 368.35 -0.31
6 350 1 315 35 7 700 1 350 0.03
7 700 7 700 7 700 25 21 21 175 179 179 7 900 7 900 7 900 200 200 200 7 8.52 8.52 1 552.68 1 548.68 2 085.62 -202.86 -198.86 -490.22 -0.13 -0.13 -0.24 1 267.82 1 267.82 1 515.40 83.95 83.95 80.82
7 700 7 700 21 21 179 179 7 900 7 900 200 200 8.52 8.52 2 084.29 2 105.62 -435.94 -510.22 -0.21 -0.24 1 668.35 1 515.40 80.15 80.82
Sumber : Data primer (diolah); a) Pada saluran 1 dan 2 bertindak sebagai penggilingan, pada saluran 3 dan 4 bertindak sebagai tengkulak ab, pada saluran 5 bertindak sebagai tengkulak b; b) Pada saluran 1 merupakan pedagang beras langganan (mitra) penggilingan.
42
EVALUASI RANTAI PEMASARAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, pada rantai pemasaran ini tidak terdapat manajemen rantai pasok yang baik. Sistem jual beli yang terjadi berupa sistem pasar bebas. Tidak terjadi kesepakatan harga, kuantitas maupun kualitas pra transaksi. Hanya terdapat salah satu saluran saja yang melakukan kontrak secara lisan dalam rantai pemasaran. Sebaran margin, farmer’s share dan rasio b/c setiap pelaku sangat tidak merata. Pada saluran yang melakukan kontrak secara lisan dalam saluran pemasaran sebaran agak lebih merata, meskipun masih tetap jauh dari efisien. Harga yang diterima oleh pelaku pun lebih stabil jika dibandingkan dengan saluran lainnya. Saluran 1 dalam rantai pemasaran ini, memang sedikit lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran lainnya. Namun, saluran ini masih belum dapat dikatakan efisien seutuhnya. Kontrak kerjasama yang dilakukan oleh pelaku masih perlu untuk ditingkatkan lagi agar membentuk suatu jejaring rantai pasok. Berdasarkan Food Supply Chain Networks yang dikembangkan oleh Vorst (2006) ada beberapa hal poin penting yang harus diperhatikan untuk membentuk suatu jejaring rantai pasok yang baik, antara lain : Struktur Rantai 1. Struktur rantai ini menjelaskan siapa saja pelaku dalam rantai, batasan mereka, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh setiap pelaku baik pelaku yang terlibat secara langsung maupun yang lembaga-lembaga yang tidak terkait secara langsung. Inti dari struktur rantai ini adalah untuk memilah pelaku yang sangat penting dalam manajemen rantai tersebut. 2. Manajemen Rantai Poin ini menjelaskan koordinasi dan manajemen struktur dalam jaringan yang memfasilitasi kelembagaan dan proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pelaku, memanfaatkan sumber daya rantai dengan tujuan untuk mewujudkan tujuan kinerja yang diformulasikan dalam FSCN. 3. Proses Bisnis Rantai Poin-poin yang dijelaskan dalam proses bisnis misalnya pengembangan produk baru, manajemen pemasaran, keuangan dan manajemen hubungan dengan pembeli. 4. Sumber Daya Rantai Sumber daya dalam rantai ini tidak hanya sumber daya fisik saja, namun seluruh sumber daya yang dapat memperlancar kegiatan bisnis, yang terdiri atas sumber daya manusia, mesin-mesin, serta sumber daya informasi. Kajian mengenai rantai pasok produk pertanian pernah dilakukan sebelumnya oleh Astuti (2012). Produk yang dikaji dalam penelitian ini adalah manggis segar. Pada penelitian ini manajemen rantai dikelola oleh salah satu pelaku pada rantai pasok, yakni koperasi. Koperasi ini mengelola kontrak antar petani dengan eksportir agar tercapai suatu manajemen yang terkoordinasi. Sedangkan, dalam analisis rantai pemasaran ini tidak terdapat penggerak sehingga seluruh pelaku dapat bebas bertransaksi. Kekurangan dari sistem transaksi yang berlaku di rantai ini adalah ketidakpastian pasar yang mungkin terjadi. Penggerak dalam rantai pemasaran ini dapat diambil alih oleh penggilingan dan tengkulak ataupun pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang. Penggerak
43
dalam rantai ini mengatur kerjasama yang dapat meningkatkan efisiensi rantai, seperti misalnya pengaturan kontrak kesepakatan harga, kuantitas, dan kualitas beras serta konsep pemilihan mitra yang akan diberlakukan. Adanya kontrak kerjasama yang saling menguntungkan dapat meningkatkan efektivitas dari rantai pemasaran. Pada analisis proses bisnis rantai pemasaran ini, tidak terdapat pengembangan produk baru. Para pelaku beranggapan bahwa rantai pemasaran yang ada belum cukup menguntungkan bagi pelaku sehingga, bagi mereka sebelum melakukan pengembangan produk baru perlu diadakan perbaikan dalam struktur manajemen terlebih dahulu. Setelah pembenahan struktur manajemen telah dilakukan maka dapat dirumuskan tujuan atau pun sasaran pengembangan dari rantai pasok ataupun rantai pemasaran ini. Analisis kinerja rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst (2006) tidak dapat dilakukan dalam rantai pemasaran. Sehingga, analisis yang dilakukan dalam rantai pemasaran ini adalah analisis efisiensi pemasaran. Alasannya adalah pada rantai pasok maupun rantai pemasaran maksimisasi nilai yang diterima oleh seluruh pelaku merupakan ukuran kesuksesan suatu rantai pasok. Akan tetapi, dalam analisis kinerja rantai maksimisasi nilai tidak selalu identik dengan finansial saja melainkan juga aspek finansialnya seperti nilai sosial dan lingkungannya. Sehingga, dengan pengkajian rantai pemasaran ini nantinya keuntungan yang diterima oleh pelaku tidak hanya diukur secara finansial saja, melainkan juga secara non finansial.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Rantai pemasaran beras dalam penelitian ini sangat tradisional, tidak terdapat koordinasi dan kolaborasi antar setiap pelaku. Sehingga aliran barang dapat menjadi kurang lancar akibat aliran informasi yang tidak sempurna, meskipun aliran finansial sangat lancar. Petani masih menggunakan cara tradisional dalam menghasilkan gabahnya, serta jadwal tanam antar setiap petani seringkali bersamaan yang dapat berakibat pada ketidakpastian harga. Tidak terdapat kesepakatan kontraktual antar setiap pelaku, jika pun ada pada saluran 1 hanya berupa kesepakatan secara lisan. 2. Sortasi tidak terjadi di tingkat petani, sortasi terutama dilakukan di tingkat tengkulak dan penggilingan. Pedagang daerah dan pedagang beras di PIBC memiliki standar yang sama dalam menentukan grade beras. Saluran yang memiliki nilai margin terendah dengan pangsa pasar dan farmer’s share yang tinggi adalah saluran 2 untuk grade super dan 1. Sedangkan untuk beras grade 2 saluran 1 dan 2 yang terefisien. Namun saluran 1 lebih efektif karena harga yang ditawarkan lebih stabil dibandingkan dengan saluran 2, serta rasio b/c saluran 1 pada setiap grade selalu lebih unggul. Saluran 1 dan 2 memberikan biaya yang lebih rendah dan keuntungan yang lebih tinggi
44
3.
meskipun harga beli gabah lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan secara operasional saluran ini jauh lebih efisien di tingkat penggilingan. Saluran 1 lebih unggul dari segi pedagang karena memberikan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan saluran 2. Pengembangan rantai pemasaran pada saluran satu dapat dimulai dengan memperbaiki struktur manajemen dari rantai pemasaran tersebut. Penggerak dalam struktur rantai perlu untuk ditentukan agar manajemen seperti pengaturan kontrak dan sistem pemilihan mitra dapat dibentuk. Jika struktur manajemen telah dibentuk maka, koordinasi dalam rantai pemasaran dapat tercipta. Sehingga, harapannya tingkat efisiensi rantai pemasaran ini dapat meningkat baik secara finansial dan non finasial. Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para pelaku untuk pengembangan rantai pemasaran ini adalah sebagai berikut : 1. Setiap pelaku dapat saling berkoordinasi dan berkolaborasi untuk menciptakan rantai pemasaran yang lebih terintegrasi, sehingga akan tercipta kestabilan pasar. 2. Petani memiliki jadwal tanam yang berbeda-beda, sehingga harga gabah akan lebih stabil. Selain dapat menguntungkan petani, dapat menguntungkan pelaku lainnya. 3. Tengkulak dapat saling bergabung dan berkoordinasi dengan tengkulak lainnya agar memiliki keunggulan secara skala ekonomi. Sehingga biaya pemasaran dapat lebih ditekan lagi, hal tersebut tidak hanya meningkatkan keuntungan bagi tengkulak melainkan juga petani dan pedagang beras. Terutama bagi tengkulak di saluran 3. 4. Sistem kemitraan pada saluran 1 perlu dikembangkan agar tingkat integrasi rantai pemasaran lebih baik lagi. Serta saluran-saluran yang lain perlu mengembangkan sistem kemitraan agar rantai pemasaran menjadi lebih terintegrasi. Langkah awal pengembangan adalah dengan menentukan penggerak dalam struktur manajemen rantai.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Astuti, Retno. 2012. Pengembangan Rantai Pasok Buah Manggis di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aditama, Pandu. 2011. Analisis Tataniaga Beras di Desa Keduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asmarantaka, Ratna Winandi. 2012. Pemasaran Agribisnis. Bogor (ID): Departemen Agribsinis, Institut Pertanian Bogor. Badan Standar Nasional. 2008. Beras. SNI 6128:2008. Jakarta (ID): Badan Standar Nasional.
45
Balitbang Deptan. 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Rangkuman Kebutuhan Investasi. Jakarta (ID): Balitbang. Balitbang. 2011. Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Indonesia [internet]. [diunduh 2012 November 3] tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id Boyd, H W, Walker O C, Larreche J C. 2000. Manajemen Pemasaran. Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Ed 2. Jakarta (ID): Erlangga. Chopra S, Meindl P. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. USA : Pearson Prentice Hall. Ditjen PPHP. 2013. Peningkatan Susut dan Peningkatan Rendemen Beras/Gabah. [internet] [diunduh 2013 Mei 20] tersedia pada: http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/674/penekanan_susut_dan_penin gkatan_rendemen_gabah_beras.html Gandhi P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga padi Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jaya, Untung. Mengendalikan Wereng Coklat dan Virus [internet]. (diunduh 2013 Juni 20) tersedia pada :http://www.agrinaonline.com/show_article.php?rid=7&aid=2641 Irianto, Gatot. 2008. Indonesia Menjadi Eksportir Beras? Jakarta (ID): Balitbang. Kementrian Pertanian Indonesia. 2009. Penekanan Susut dan Peningkatan Rendemen Gabah/beras. [internet] [diunduh 2012 April 2] tersedia pada: http://pphp.deptan.go.id/mobile/?content=informasi_mobile&id=1&sub=1&kat =0&fuse=674. Kohls RL dan Uhls JN. 1985. Marketing Of Agricultural Products. New York: MacMillian Publishing Company. Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Ed 11. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Limbong, W. H dan Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanain. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marimin, Nurul Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Nainggolan, K. 2007. Perberasan Sebagai Bagian Dari Ketahanan Pangan Nasional. Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2. Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Surabaya (ID): Guna Widya. Sari, Prisca Nurmala. 2012. Analisis Network Supply Chain dan Pengendalian Persediaan Beras Organik (Studi Kasus : Rantai Pasok Tani Sejahtera Farm, Kab. Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutrisno, Sigit. 2012. Analisis Sistem Tataniaga Beras ( Kasus : Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Vorst, G.A. dan J. Van Der. Performance Measurement in Agri-Food Supply Chain Networks-an Overview. Springer. Netherlands [internet]. [diunduh 2012 April 2] tersedia pada: http://edepot.wur.nl
4646
LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Rantai Pemasaran Beras dari Kabupaten Subang ke DKI Jakarta
47
Lampiran 2. Biaya Pemasaran Seluruh Pelaku dalam Rantai Pemasaran Berasa Pelaku
Saluran 1 Super
1
Saluran 2 2Super
Saluran 3 1
2Super
1
Saluran 4 2Super
1
Saluran 5 2Super
1
2
1. Petani Harga (Rp/Kg)
4 451.72
4 451.72
4 451.72
4 451.72 4 451.72 4 451.72 4 285.54 4 285.54 4 285.54
4 250
4285.54 4 285.54
4 285.54
Harga Konversi (Rp/Kg) Biaya (Rp/Kg)
6 632.18
6 632.18
6 632.18
6 632.18 6 632.18 6 632.18 6 384.60 6 384.60 6 384.60 6 331.65 6 331.65 6 331.65
4 250
4 250
6384.60 6 384.60
6 384.60
82
82
82
82
82
82
80
80
80
80
80
80
80
80
80
Tenaga Kerja
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
Pengemasan
22
22
22
22
22
22
20
20
20
20
20
20
20
20
20
Harga Beli (Rp/Kg)
4285.54 4 285.54
4 285.54
Harga konversi (Rp/Kg)
6384.60 6 384.60
6 384.60
2. Tengkulak
Biaya (Rp/Kg)
689.62
689.62
689.62
Biaya Angkut (Rp/Kg)
400
400
400
Tenaga Kerja (Rp/Kg)
130
130
130
Penggilingan (Rp/Kg)
159.62
159.62
159.62
Keuntungan (Rp/Kg)
232.22
32.22
-617.78
Beras (Rp/Kg)
125.78
-74.22
-724.22
Dedak (Rp/Kg)
106.44
106.44
106.44
7 200
7 000
6 350
815.40
615.40
-34.60
Pengemasan (Rp/Kg) Pengiriman (Rp/Kg)
Harga Jual (Rp/Kg) Marjin (Rp/Kg)
47
48 48
Lampiran 2. Biaya Pemasaran Seluruh Pelaku dalam Rantai Pemasaran Berasa (Lanjutan) Pelaku
Saluran 1 Super
3. Pedagang Daerah
1
Saluran 2 2Super
Saluran 3 1
2Super
1
Saluran 4 2Super
1
Saluran 5 2Super
1
2
b
Harga Beli (Rp/Kg)
4 451.72
4 451.72
4 451.72
4 451.72 4 451.72 4 451.72 4 285.54 4 285.54 4 285.54
4 250
4 250
Harga konversi (Rp/Kg)
6 632.18
6 632.18
6 632.18
6 632.18 6 632.18 6 632.18 6 384.60 6 384.60 6 384.60 6 331.65 6 331.65 6 331.65
Biaya (Rp/Kg)
1 445.68
1 445.68
1 445.68
1 445.68 1 445.68 1 445.68 1 984.62 1 984.62 1 984.62 1 983.29 1 983.29 1 953.29 1 315
Biaya Angkut (Rp/Kg)
343.26
343.26
343.26
343.26
343.26
343.26
400
400
400
400
400
400
Tenaga Kerja (Rp/Kg)
11.42
11.42
11.42
11.42
11.42
11.42
130
130
130
130
130
130
Penggilingan (Rp/Kg)
23
23
23
23
23
23
159.62
159.62
159.62
158.29
158.29
158.29
Pengemasan (Rp/Kg)
40
40
40
40
40
40
30
30
30
30
30
0
1 028
1 265
7 000
6 350
1 315
1 315
20
20
20
30
30
30
1 265 1 265
Pengiriman (Rp/Kg)
1 028
1 028
1 028
1 028
1 028
1 265
1 265
1 265
1265
1 265
Keuntungan (Rp/Kg)
940
728.58
-271.42
728.58
528.58 -271.42
437.22
237.22 -562.78
491.50
291.50 -478.50
185
185
35
Beras (Rp/Kg)
833.56
622.14
-377.86
622.14
422.14 -377.86
330.78
130.78 -669.22
385.06
185.06 -584.94
185
185
35
Dedak (Rp/Kg)
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
106.44
8 700
8 500
7 700
8 700
8 500
7 700
8 700
8500
7 700 8 700
8 500
7 700
1 500
1 350
Harga Jual (Rp/Kg) Marjin (Rp/Kg)
8 900
8 700
7 700
2 267.82
2 067.82
1 067.82
1 265
4 250 7 200
106.44
2 067.82 1 867.82 1 067.82 2 315.40 2 115.40 1 315.40 2368.35 2 168.35 1 368.35
1500
49
Lampiran 2. Biaya Pemasaran Seluruh Pelaku dalam Rantai Pemasaran Berasa (Lanjutan) Pelaku
Saluran 1 Super
4. Pedagang Beras
2Super
1
Saluran 3 2Super
1
Saluran 4 2Super
1
Saluran 5 2Super
1
2
c
Harga Beli (Rp/Kg)
8 900
8 700
7 700
8 700
8 500
7 700
8 700
8 500
7 700
8 700
8 500
7 700
8 700
8 500
7 700
Biaya (Rp/Kg)
25
25
25
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
Tempat (Rp/Kg)
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Tenaga Kerja (Rp/Kg)
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Pengemasan (Rp/Kg)
4
4
4
Keuntungan (Rp/Kg)
125
175
175
179
179
179
179
179
179
179
179
179
179
179
179
9 050
8 900
7 900
8 900
8 700
7 900
8 900
8 700
7 900
8 900
8 700
7 900
8 900
8 700
7 900
150
200
200
200
200
200
200
200
200
200
200
200
200
200
200
Harga Jual (Rp/Kg) Marjin (Rp/Kg) a
1
Saluran 2
b
Sumber : Data primer (diolah); Pada saluran 1 dan 2 bertindak sebagai penggilingan, pada saluran 3 dan 4 bertindak sebagai tengkulak ab, pada saluran 5 bertindak sebagai tengkulak b; c Pada saluran 1 merupakan pedagang beras langganan (mitra) penggilingan.
49
50
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 1991 dari ayah (papap) Tatang Muchtadin dan Ibu (mama) Euis Purnama Alam. Penulis adalah putri ketiga dar tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agrisbisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten responsi mata kuliah Ekonomi Umum pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi HIPMA sebagai sekretaris divisi D’SOUL (Division of Soul and Our Environment Life). Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan dalam acara One Day No Rice sebagai ketua divisi PDD dan Agricareer sebagai ketua divisi konsumsi.