ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN) JAGUNG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Eka Widayat Julianto NIM. 12020110120017
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015
i
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
: Eka Widayat Julianto
Nomor Induk Mahasiswa
: 12020110120017
Fakultas/ Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Judul Skripsi
: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan
Dosen Pembimbing
: Darwanto, S.E., M.Si
Semarang, 9 Juli 2015 Dosen Pembimbing,
(Darwanto, S.E., M.Si) NIP. 197808112008121002
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN SKRIPSI
Nama Penyusun
: Eka Widayat Julianto
Nomor Induk Mahasiswa
: 12020110120017
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/IESP
Judul Skripsi
: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 31 Juli 2015
Tim Penguji 1. Darwanto, SE., M.Si
(…………………………………)
2. Wahyu Widodo, SE, M.Si., Ph.D
(…………………………………)
3. Prof. Dr. H. Purbayu Budi Santoso, MS
(…………………………………)
Mengetahui Pembantu Dekan I,
Anis Chariri, SE., M.Com., Ph.D., Akt. NIP. 19670809 199203 1001
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Eka Widayat Julianto, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung Di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan adalah tulisan saya sendiri. Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolaholah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan universitas batal saya terima.
Semarang, 9 Juli 2015 Yang Membuat Pernyataan,
(Eka Widayat Julianto) NIM. 12020110120017
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Awali setiap tindakan dalam hidupmu dengan niat dan doa yang baik Taruhlah mimpimu tepat di depan matamu maka kau setiap hari akan selalu melihat mimpi itu untuk diraih Man jadda wa jadda Man shabara zhafira Man sara ala darbi washala “orang – orang yang berilmu kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain) akan lebih baik dari seribu orang yang beribadah atau ahli ibadah. (H.R AD – Dailami)” “Carilah ilmu sekalipun di negeri Cina, karena sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi seorang muslim laki – laki dan perempuan. dan sesungguhnya para malaikat menaungkan sayapnya kepada orang yang menuntut ilmu karena ridho terhadap amal perbuatanya. (H.R Ibnu Abdul Barr)”
Persembahan Skripsi ini kupersembahkan kepada…… Ibu, Bapak (Alm.), Adik ku tersayang dan semua keluarga maupun orang terdekatku yang selama ini selalu memberikan motivasi, semangat dan kasih sayang.
v
ABSTRACT Agriculture is one of the sectors has substantial contribution to Gross Domestic Product (GDP), in which one of the subsectors is seeded crops. Corn became a crop that accounts for a large enough area, One of the largest corn producer in central Java is Grobogan so corn is becoming the icon area. This study aimed to analyze Maize Value Chain in Grobogan, and formulate strategies to grow corn. The data used in this study are primary data and secondary data. This study used a descriptive statistical analysis to describe the profile of the respondents in the study area, and using Value Chain Analysis (Value Chain), as well as the coping strategies maize value chain using in-depth interviews (in - depth interview) with the key-person ABGC competent to corn farming development with determination key - person using purposive sampling method. Keywords: Food Crops, Maize, Value Chain Analysis (VCA).
vi
ABSTRAK Pertanian menjadi salah satu sektor yang menyumbang terbesar untuk PDB. Salah satu subsektor yang menjadi unggulan adalah tanaman pangan. Jagung menjadi salah satu tanaman pangan yang menyumbang cukup besar, salah satu daerah yang menjadi penghasil jagung terbesar di Jawa Tengah adalah Kabupaten Grobogan sehingga jagung menjadi ikon daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rantai nilai jagung di Kabupaten Grobogan, serta merumuskan strategi untuk mengembangkan jagung. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini digunakan analisis statistik deskriptif untuk mendeskripsi profil responden di daerah penelitian, dan menggunakan metode Analisis Rantai Nilai (Value Chain), serta dalam strategi mengatasi masalah rantai nilai jagung menggunakan metode wawancara mendalam (in – depth interview) dengan keyperson A-B-G-C yang berkompeten terhadap pengembangan usahatani jagung dengan penentuan key – person menggunakan metode purposive sampling. Kata Kunci: Tanaman Pangan, Jagung, Analisis Rantai Nilai (VCA).
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program S-1 pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan, bimbingan, bantuan, saran, serta doa dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih pada: 1. Ibu, Bapak (Alm.) tercinta yang telah mendoakan, mendidik, memberikan yang terbaik buat kami anak-anakmu, kalian adalah orang tua yang luar biasa yang selalu sabar dan tidak pernah lelah berjuang demi kami dengan sekuat tenaga dan kemampuan yang kalian punya. Terimakasih untuk semua kasih sayang dan pengorbanan yang tidak ternilai harganya. Buat Bapak (Alm) InsyaAllah diterima segala amal dan ibadahnya dan diampuni segala dosa-dosanya. Semoga ibu panjang umur, sehat dan diberikan berkah yang indah oleh-Nya. Terimakasih untuk setiap doa, cinta dan kasih sayang, terimakasih atas segala kepercayaan, dukungan dan
telah
membimbing
dan
mengajariku
sesungguhnya, dan mengajarkan arti hidup.
viii
bagaimana
arti
sabar
2. Bapak Dr. Suharnomo, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. 3. Bapak Dr. Hadi Sasana, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan. 4. Bapak Darwanto, S.E., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan kemudahan dengan sangat sabar dan telaten dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Alfa Farah, S.E., M.Sc, selaku dosen wali yang telah mengarahkan penulis selama masa menempuh studi di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro. 6. Ibu Mayanggita Kirana, S.E., M.Si, yang telah memberikan ilmu dan nasihatnya. 7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro. 8. Kekasih tercinta Berti Nevada yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan kepada penulis. 9. Adik dan keluarga tersayang yang selalu memberikan cinta, motivasi, semangat, dan kasih sayang yang menjadikan aku yakin untuk mengejar dan mewujudkan setiap impian, yang telah mengajari aku tentang makna dibalik “pendewasaan”, tempat belajar arti sebuah kepercayaan, pengertian
ix
dan memaafkan, terimakasih atas segala waktu, doa, pengorbanan dan dukungan yang tak terbatas. 10. Teman-teman satu angkatan IESP Reguler 1 angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis. 11. Teman – teman takmir Masjid LPPU Undip yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. 12. Teman – teman lingkungan tempat kerja yang selalu memberikan masukan kepada penulis untuk kelancaran penulisan skripsi. 13. Warga Kecamatan Toroh khususnya Desa Depok, Desa Krangganharjo, Desa Plosoharjo, Desa Boloh, Desa Tunggak, Desa Tambirejo yang telah bekerja sama selama proses penelitian. 14. Pegawai dinas terkait yang telah membantu dalam penulisan skripsi. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dan kuliah penulis dari awal sampai akhir. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan. Semarang, 9 Juli 2015
Eka Widayat Julianto 12020110120017
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................................................... ii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................................................ iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v ABSTRACT........................................................................................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi BAB IPENDAHULUAN................................................................................. 1 1.1Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 19 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 23 1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................... 23 BAB IITINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 25 2.1. Landasan Teori.................................................................................... 25 2.1.1. Pemasaran..................................................................................... 25 2.1.1.1. Saluran Pemasaran Kentang .................................................. 27 2.1.2. Rantai Nilai................................................................................... 27 2.1.2.1 R/C Ratio ................................................................................ 33 2.1.3. Nilai Tambah ................................................................................ 34 2.1.4. Margin Pemasaran ........................................................................ 35 2.1.5. Kelembagaan ................................................................................ 36 2.2 Penelitian terdahulu.............................................................................. 39 BAB IIIMETODE PENELITIAN ................................................................. 44 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ....................... 44 3.2. Populasi dan Sampel ........................................................................... 45 3.2.1 Sampel Petani jagung .................................................................... 46
xi
3.3. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 48 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 49 3.5. Metode Analisis .................................................................................. 51 3.5.1. Analisis Rantai Nilai .................................................................... 51 BAB IVPEMBAHASAN .............................................................................. 53 4.1. Gambaran Umum ................................................................................ 53 4.1.1. Gambaran Umum Penelitian ........................................................ 53 4.1.1.1. Kecamatan Toroh................................................................... 54 4.1.2. Gambaran Umum Tanaman Jagung ............................................. 55 4.1.2.1. Tahapan Penanaman Jagung sampai Panen........................... 56 4.1.3 Gambaran Umum Responden........................................................ 57 4.1.3.1. Pendidikan ............................................................................. 60 4.1.3.2. Pengalaman............................................................................ 61 4.1.3.3. Pekerjaan Responden............................................................. 61 4.1.3.4. Organisasi Yang Ada dalam Usahatani Jagung..................... 62 4.1.3.5. Akses Usaha Melalui Bantuan Kredit.................................... 63 4.1.3.6. Akses Pasar ............................................................................ 63 4.2. Peta Rantai Nilai (Value Chain) Jagung ............................................. 64 4.3. Fungsi dan Pelaku Peta Rantai Nilai (Value Chain) Jagung............... 66 4.4 Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung ........................................ 69 4.5. Peran Kelembagaan............................................................................. 78 BAB VPENUTUP ......................................................................................... 90 5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 90 5.2. Saran.................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1.1PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 - 2013 (Miliar Rupiah) ................................................................................... 2 Tabel 1.2PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Sektor Pertanian Tahun 2009 - 2013 (Miliar Rupiah) ............................................ 3 Tabel 1.3PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013 (Juta Rupiah)................................................. 4 Tabel 1.4PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Sektor Pertanian di Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013 (juta Rupiah)...................... 5 Tabel 1.5PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Grobogan Tahun 2009 - 2013 (Jutaan Rupiah) .................................... 5 Tabel 1.6PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Sektor Pertanian di Kabupaten Grobogan Tahun 2009 - 2013 (Jutaan Rupiah)..... 6 Tabel 1.7Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Jagung Di Indonesia Tahun 2007 – 2013 ................................................................................................. 9 Tabel 1.8Produksi Jagung Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2007 – 2013 (Ton)...................................................................................................................... 10 Tabel 1.9Luas Panen, Produksi, Dan Produktivitas Tanaman Jagung Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2013.......................................................................... 10 Tabel 1.10Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2013 (Ton) ..................................................................................... 11 Tabel 1.11Luas Panen Dan Produksi Tanaman Jagung Di Kabupaten Grobogan Tahun 2007 – 2011 ............................................................................................... 12 Tabel 1.12Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Jagung Dirinci Per Kecamatan Di Kabupaten Grobogan 2007 – 2011 ............................................... 13 Tabel 1.13Konsumsi Perkapita Per Minggu Beberapa Bahan Makanan Tahun 1996, 1999, 2002, 2005, 2008............................................................................... 16 Tabel 1.14Konsumsi Rata - Rata Per Kapita Seminggu Beberapa Bahan Makanan Menurut Jenis Bahan Makanan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002, 2005, 2008,Dan 2011 ...................................................................................................... 16 Tabel 3.1Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian di Kecamatan Toroh tahun 2008 – 2010................................................................................................. 46 Tabel 3.2Daftar Keyperson ................................................................................... 48 Tabel 4.1Komposisi Nutrisi Jagung Muda Termasuk Tongkol ............................ 56 xiii
Tabel 4.2Karakteristik Responden ........................................................................ 58 Tabel 4.3Analisis Rantai Nilai Jagung Segar........................................................ 71 Tabel 4.4Analisis Rantai Nilai Jagung Segar........................................................ 73 Tabel 4.5Analisis Rantai Nilai Jagung Olahan ..................................................... 75 Tabel 4.6Konsumsi Jagung dikabupaten Grobogan Tahun 2009 – 2013 ............. 77 Tabel 4.7Lembaga Petani di Desa Karangganharjo, Desa Tunggak, Desa Boloh, Desa Plosoharjo, Desa Tambirejo, Desa Depok ................................................... 81 Tabel 4.8Permasalahan Value Chain Jagung ........................................................ 86 Tabel 4.9Strategi Value Chain Jagung.................................................................. 88
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Konsep Rantai Pemasaran................................................................. 25 Gambar 2.2Elemen – Elemen Strategi Pemasaran................................................ 26 Gambar 2.3Kerangka Pemikiran........................................................................... 43 Gambar 4.1Rantai Nilai ........................................................................................ 65
xv
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A KUESIONER .............................................................................. 97 LAMPIRAN B DAFTAR RESPONDEN........................................................... 100
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang dianugrahi dengan berbagai macam kelebihan, dengan luas wilayah menurut data statistik Indonesia tahun 2012 mencapai 1.910.931,32 km2. Secara geografis Indonesia berbatasan dengan beberapa negara dan samudra, batas utara dengan Malaysia, Filipina, Singapura dan Laut Cina Selatan, batas selatan dengan Australia dan Samudra Hindia, batas barat dengan Samudra Hindia, batas timur dengan Papua Nuigini, Timor Leste dan Samudra Pasifik. Indonesia dianugrahi berbagai kelebihan. Kelebihan yang dimiliki Indonesia salah satunya adalah kekayaan alam yang berlimpah, baik di lautan dan daratan. Selain kekayaan alam Indonesia memiliki sumber daya manusia yang banyak. Kekayaan tersebut apabila dikelola secara baik dan benar secara ekonomi Indonesia merupakan pasar yang potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan dari pendapatan negara. Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah dalam hasil pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia dan menjadi prioritas pembangunan nasional, peranan tersebut dijelaskan oleh Rejeki (2006) antara lain: 1. Katalisator pembangunan. 2. Stabilisator harga dalam perekonomian. 3. Sumber devisa non – migas.
1
Pendekatan pertanian yang tepat untuk dimanfaatkan adalah melalui agribisnis. Akhir-akhir ini pembahasan tentang agribisnis (agribusiness) telah berkembang sedemikian rupa sehingga menarik perhatian banyak orang, baik dari kalangan
yang
biasa
mempelajari
bidang
pertanian
maupun
kalangan
nonpertanian. Tabel 1.1 PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 - 2013 (Miliar Rupiah) No. 1
2 3 4 5 6
7 8
9
Lapangan Usaha
2009
%
2010
%
2011
%
2012
%
2013
%
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi
295.883,8
13,58
304.777,1
13,17
315.036,8
12,78
328.279,7
12,53
339.890,2
12,27
180.200,5
8,27
187.152,5
8,09
190.143,2
7,72
193.115,7
7,38
195.708,5
7,06
570.102,5
26,17
597.134,9
25,8
633.781,9
25,72
670.190,6
25,59
707.457,8
25,53
17.136,8
0,79
18.050,2
0,78
18.899,7
0,77
20.080,7
0,77
21.201,0
0,76
140.267,8
6,44
150.022,4
6,48
159.122,9
6,46
170.884,8
6,52
182.117,9
6,57
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengankutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
368.463,0
16,91
400.474,9
17,3
437.472,9
17,75
473.110,6
18,06
501.158,4
18,09
192.198,8
8,82
217.980,4
9,42
241.303,0
9,8
265.383,7
10,13
292.421,5
10,56
209.163,0
9,6
221.024,2
9,55
236.146,6
9,58
253.022,7
9,66
272.151,9
9,82
205.434,2
9,43
217.842,2
9,41
232.659,1
9,44
244.869,9
9,35
258.237,9
9,32
2.178.850,4
100
2.314.458,5
100
2.464.566,1
100
2.618.938,4
100
2.770.345,1
100
Jumlah
Sumber: Statistik Indonesia (2014), diolah Tabel 1.1 menunjukkan PDB tahun 2009 – 2013 terlihat bahwa kontribusi terbesar di Indonesia terdapat pada sektor industri pengolahan kemudian sektor perdagangan dan sektor pertanian menempati posisi berikutnya. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa adanya peningkatan pada tiap sektor yang berkontribusi dari tahun 2009 - 2013. Sektor pertanian menjadi perlu mendapatkan perhatian agar bisa lebih optimal dalam menyumbang pada perekonomian sehingga akan
2
berdampak atau manfaat petani maupun pemerintah karena mengingat Indonesia kaya akan kekayaan alam sehingga bisa lebih digali lagi potensi alamnya. Tabel 1.2 PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Sektor Pertanian Tahun 2009 - 2013 (Miliar Rupiah) Subsektor Pertanian
Kontribusi di Sektor Pertanian 2009
%
2010
%
2011
%
2012
%
2013
%
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan
149.057,8
50,38
151.500,7
49,71
154.153,9
48,93
158.910,1
48,41
161.969,5
47,65
45.558,4
15,4
47.150,6
15,47
49,260,4
15,64
52.325,4
15,94
54.903,0
16,15
36.648,9
12,87
38.214,4
12,54
40.040,3
12,71
41.918,6
12,77
43.914,0
12,92
Kehutanan
16.843,6
5,69
17.249,6
5,66
17.395,5
5,52
17.423,0
5,31
17.442,5
5,13
Perikanan
47.775,1
16,15
50.661,8
16,62
54.186,7
17,2
57.702,6
17,58
61.661,2
18,14
295.883,8
100
304.777,1
100
315.036,8
100
328.279,7
100
339.890,2
100
Jumlah
Sumber: Statistik Indonesia (2014), diolah Tabel 1.2 menunjukan untuk sektor pertanian di Indonesia yang menyumbang terbesar adalah subsektor tanaman pangan dari tahun 2009 – 2013 menunjukan peningkatan. Sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam (pertanian) salah satu yang menjadi hasil terbesar adalah tanaman pangan karena memang Indonesia banyak terdapat lahan petanian. Tanaman pangan sendiri terdiri dari berbagai macam salah satunya adalah jagung. Tabel 1.1 menunjukan sektor pertanian tidak menjadi penyumbang terbesar akan tetapi justru sektor industri meskipun negara Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah terutama pada sektor pertanian, permasalahan yang terjadi seperti ini tidak hanya terjadi pada tingkatan nasional tetapi juga pada tingkat provinsi. Salah satunya adalah Provinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu provinsi dengan sektor pertanian cukup andil besar.
3
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2009 – 2013 (Juta Rupiah) No. 1 2 3 4
5 6
7
8
9
Lapangan Usaha Pertanian
2009
%
2010
%
2011
%
2012
%
2013
%
34.101.148,13
19,3
34.956.425,39
18,69
35.399.800,56
17,85
36.712.340,43
16,93
37.513.957,62
16,81
1.952.866,70
1,1
2.091.257,42
1,12
2.193.964,23
1,12
2.355.848,88
1,09
2.504.980,10
1,12
57.444.185,45
32,51
61.387.556,40
32,83
65.439.443,00
33,01
69.012.495,82
31,83
73.092.337,30
32,76
1.489.552,65
0,83
1.614.857,68
0,86
1.711.200,96
0,86
1.820.436,99
0,84
1.973.195,73
0,88
10.300.647,63
5,83
11.014.598,60
5,89
11.753.387,92
5,93
12.573.964,87
5,8
13.449.631,46
6,03
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
37.766.356,61
21,38
40.054.938,34
21,42
43.159.132,59
21,77
46.719.025,28
21,54
50.209.544,03
22,51
9.192.949,90
5,2
9.805.500,11
5,24
10.645.260,49
5,37
11.486.122,63
5,3
12.238.463,10
5,49
6.701.533,13
3,79
7.038.128,91
3,76
7.503.725,18
0,94
8.206.252,08
3,78
9.073.225,04
4,07
17.724.216,37
10,03
19.029.722,65
10,18
20.464.202,99
10,32
21.961.937,06
10,13
23.044.405,96
10,33
Jumlah
176.673.456,57
100
186.992.985,50
100.00
198.270.117,92
100.00
216.848.424,06
100.00
223.099.740,34
100
Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka (2014), diolah
Tabel 1.3 menunjukan sektor industri pengolahan masih menjadi sektor dengan distribusi tertinggi dan dari tahun 2009 – 2011 mengalami kenaikan pada PDRB Provinsi Jawa Tengah, namun berbeda dengan data PDRB Indonesia yang posisi kedua di tempati oleh sektor pertanian. Pada PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor pertanian menempati posisi ketiga. Sektor pertanian menempati posisi ketiga penyumbang terbesar pada PDRB kondisi ini perlu ditingkatkan karena mengingat Jawa Tengah sendiri masih banyak lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi pertanian, tentunya peran serta semua elemen dibutuhkan untuk dapat meningkatkan peran sektor pertanian.
4
Tabel 1.4 PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Sektor Pertanian Tahun 2009 – 2013 (juta Rupiah) Subsektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Jumlah
Kontribusi di Sektor Pertanian % 2011 % 2012 70,34 24.559.128,85 69,38 25.427.512,90
2009 23.912.094,91
% 70,12
2010 24.587.491,51
3.251.610,00
9,54
3.147.265,36
9
3.276.056,48
9,25
4.408.535,28 579.230,53 1.949.677,41 34.101.148,13
9,54 1,7 5,72 100
4.665.006,67 630.780,66 1.925.881,19 34.956.425,39
13,35 1,8 5,51 100
4.905.554,99 652.913,15 2.006.147,09 35.399.800,56
13,86 1,84 5,67 100
% 69,26
2013 25.777.283,67
% 68,71
3.411.458,
9,29
3.559.549,75
9,49
5.107.200,13 645.799,07 2.120.369,38 36.712.340,43
13,91 1,76 5,78 100
5.391.172,08 647.386,14 2.138.565,98 37.513.957,62
14,37 1,73 5,7 100
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka (2014), diolah Tabel 1.4 menunjukkan sumbangan terbesar untuk subsektor pertanian di tingkat Jawa Tengah adalah dari sisi tanaman pangan. Tanaman pangan memiliki potensi yang lebih untuk dikembangkan lagi baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk siap konsumsi dengan begitu akan memberikan manfaat nilai tambah pada setiap pelaku yang berperan dalam pertanian tanaman pangan. Tabel 1.5 PDRB Kabupaten Grobogan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 - 2013 (Jutaan Rupiah) No.
Lapangan Usaha
2009
%
2010
%
2011
%
2012
%
2013
%
1.288.180,93
41,59
1.337.687,16
41,12
1.347.492,62
39,98
1.415.220,85
39,55
1.424.795,32
38,07
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Galian
45.395,47
1,47
48.173,67
1,48
51.519,06
1,53
58.638,99
1,64
63.411,04
1,69
3
Industri Pengolahan
102.486,39
3,31
108.826,28
3,35
114.916,31
3,41
121.375,89
3,39
129.002,6
3,45
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
43.893,62
1,42
46.595,07
1,43
48.743,1
1,45
51.679,2
1,44
55.483,93
1.48
5
Bangunan
142.604,64
4,6
152.515,66
4,69
160.231,19
4,75
171.783,86
4,8
184.029,35
4,92
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
561.256,27
18,12
591.809,07
18,19
616.880,74
18,30
660.165,83
18,45
706.008,61
18,87
100.209,91
3,24
105.911,23
3,26
113.047,74
3,35
122.174,96
3,41
130.841,78
3,5
287.195,88
9,27
302.685,71
9,3
321.041,81
9,53
342.809,94
9,58
375.921,31
10,05
525.870,14
16,98
559.194,71
17,19
596.471,13
17,7
634.213,27
17,73
672.755,86
17,98
3.097.093,25
100.00
3.253.398,56
100.00
3.370.343,7
100.00
3.578.062,78
100.00
3.742.249,81
100.00
7
8
9
Jumlah
Sumber: Grobogan Dalam Angka (2013), diolah
5
Tabel 1.5 menunjukkan sektor pertanian di Kabupaten Grobogan yang menyumbang terbesar berbeda pada tingkat nasional maupun di Jawa Tengah. Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar karena memang lahan persawahan di daerah Kabupaten Grobogan masih sangat luas selain itu mayoritas masyarakatnya masih banyak yang bekerja di bidang pertanian. Hasil unggulan pertanian di Kabupaten Grobogan antara lain padi, kedelai dan jagung. Tabel 1.6 PDRB Kabupaten Grobogan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Sektor Pertanian Tahun 2009 - 2013 (Jutaan Rupiah) Kontribusi di Sektor Pertanian Subsektor Pertanian
2009
%
2010
%
2011
%
2012
%
2013
%
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan
1.120.933,93
87,02
1.163.080,48
86,95
1.161.316,62
86,18
1.224.840,81
86.55
1.227.751,32
86,17
49.907,69
3,87
52.008,8
3,89
53.858,63
4.00
56.109,92
3,96
58.945,17
4,14
79.723,11
6,2
83.996,27
6,28
92.025,81
6,83
93.166,93
6,58
95.484,33
6,7
Kehutanan
32.802,73
2,55
33.563,75
2,51
34.927,59
2,59
35.510,88
2,51
36.728,44
2,58
Perikanan
4.814,01
0,37
5,037,86
0,38
5.363,81
0,4
5.592,31
0,4
5.885,78
0,41
1.288.180,93
100.00
1.337.687,16
100.00
1.347.492,62
100.00
1.415.220,85
100.00
1.424.795,32
100.00
Jumlah
Sumber: Grobogan Dalam Angka (2013), diolah Tabel 1.6 menunjukkan subsektor yang menyumbang terbesar adalah tanaman pangan, hal ini dikarenakan daerah Kabupaten Grobogan memang masih terdapat lahan pertanian yang begitu luas, dengan keunggulan lahan pertanian yang masih luas seharusnya bisa dimanfaatkan lebih optimal oleh pemerintah Kabupaten Grobogan. Sektor pertanian juga semakin tergeser oleh sektor industri, ataupun sektor yang lain. Mubyarto (1989) menjelaskan ada beberapa karakteristik komoditas pertanian, antara lain: 1. Musiman 6
2. Segar dan mudah rusak 3. Volume besar tapi nilainya relatif kecil 4. Tidak dapat ditanam pada semua daerah 5. Harga berfluktuasi 6. Lebih mudah diserang hama dan penyakit 7. Kegunaan beragam 8. Memerlukan keterampilan khusus 9. Dapat dipakai sebagai bahan baku produk lain 10. Produk pertanian dapat dipakai sebagai bahan baku produk lain 11. Berfungsi sebagai produk sosial Produk pertanian yang memiliki sifat segar dan mudah rusak menyebabkan pendistribusian terkendala, selain juga dari kondisi infrastruktur yang kurang mendukung. Petani umumnya menjual hasil pertanian dalam bentuk yang fresh, sehingga harga jualnya pun terbilang masih rendah, hal ini membuat para petani sulit untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Produk pertanian yang bisa diolah lebih lanjut akan memberikan nilai ekonomis lebih tinggi dan jangka waktu konsumsi produk lebih lama. Pengolahan pertanian adalah proses Agroindustri yang merupakan subsistem dari Agrobisnis. Saragih (2001) strategi pembangunan pertanian yang menggabungkan subsektor agribisnis hulu (up – stream agribusiness). Pertama, kegiatan ekonomi (industri, perdagangan) yang menghasilkan sarana produksi (input) bagi pertanian primer. Kedua, sub – sektor pertanian primer (on – farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi untuk menghasilkan produk
7
pertanian primer. Ketiga, sub-sektor agribisnis hilir (down – stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan (industri hasil pertanian/agroindustri) beserta kegiatan perdagangan. Firdaus (2008) membagi kegiatan agribisnis menjadi beberapa subsistem, antara lain: a. Subsistem pembuatan, pengadaan, dan penyaluran dari berbagai produk pertanian dan kebutuhan pertanian. b. Subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan berbagai produk pertanian baik dari hasil pertanian sendiri, perkebunan, peternakan, maupun perikanan. c. Subsistem pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyaluran dari hasil produksi usahatani yang akan diperuntukan konsumen. Dari beberapa subsistem tersebut saling terkait sehingga apabila terjadi gangguan pada salah satu subsistem maka akan berdampak pada subsistem yang lain. Salah satu produk pertanian yang cukup diunggulkan sebagai tanaman pangan adalah jagung. Jagung merupakan tanaman yang bisa digunakan hampir pada setiap bagiannya untuk berbagai keperluan. Warisno (1998) menjelaskan beberapa manfaat lain dari jagung selain sebagai tanaman pangan, antara lain: 1. Pupuk hijau dan pupuk kompos; 2. Pakan ternak; 3. Media lanjaran (turus) tanaman lain; 4. Alternatif bahan pembuat kertas;
8
5. Bahan makanan; Jagung sebagai salah satu tanaman pangan selain dari beras tentulah cukup andil besar dalam
pertanian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada sisi
produksinya dan produksitivitasnya. Tabel 1.7 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Jagung Di Indonesia Tahun 2007 – 2013 Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun Ha % Ton % Kuintal/Ha 2007 3.630,30 18,34 13.287,50 15,97 36,60 2008 4.001,70 20,22 16.317,30 19,61 40,78 2009 4.160,70 21,02 17.629,70 21,19 42,37 2010 4.131,70 20,88 18.327,60 22,03 44,36 2011 3.864,70 19,53 17.643,30 21,2 45,65 Sumber: Statistik Indonesia (2014), diolah Tabel 1.7 menunjukkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia dari tahun 2007 – 2011 jagung dilihat dari sisi luas panen, produksi dan produktivitas
mengalami
fluktuasi,
namun
pada
umumnya
mengalami
peningkatan dari tahun ketahun. Data tahun 2010 – 2011 luas lahan panen jagung mengalami penurunan berturut – turut oleh karena itu berdampak pada produksinya, akan tetapi dari sisi produktivitasnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti, walaupun mengalami penurunan akan tetapi tidak berarti produktivitas akan berpengaruh kondisi tersebut masih dalam kondisi ideal untuk penurunan tersebut. Peningkatan dalam produksi dan produktivitasnya tanaman jagung mengindikasikan jagung merupakan tanaman pangan yang potensial untuk lebih dikembangkan lagi lebih optimal.
9
Tabel 1.8 Produksi Jagung Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2007 – 2013 (Ton) Provinsi
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
804.850
1.098.969
1.166.548
1.377.718
1.294.645
1.347.124
1.183.011
Lampung
1.346.821
1.809.886
2.067.710
2.126.571
1.817.906
1.760.275
1.760.126
Jawa Barat
577.513
639.922
787.599
923.962
945.104
1.028.653
1.101.997
Jawa Tengah
2.233.992
2.679.914
3.057.845
3.058.710
2.772.575
3.041.630
2.930.911
Jawa Timur
4.252.182
5.035.107
5.266.720
5.587.318
5.443.705
6.295.301
5.760.959
NTT
514.360
673.113
638.899
653.620
524.638
629.386
707.642
Gorontalo
572.785
753.598
569.110
679.167
605.782
644.754
669.904
Sulawesi Selatan
969.955
1.195.691
1.395.742
1.343.044
1.420.154
1.515.329
1.250.202
Sumatra Utara
Sumber: Statistik Indonesia (2014) Tabel 1.8 menunjukkan dari tahun 2007 – 2013 produksi jagung mengalami peningkatan. Hasil produksi yang menempati posisi kedua, Jawa Tengah bisa menjadi penghasil jagung dan penyumbang yang cukup besar di Indonesia sehingga kebutuhan jagung nasional selain dari Jawa Timur juga didukung oleh Jawa Tengah. Tabel 1.9 Luas Panen, Produksi, Dan Produktivitas Tanaman Jagung Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2013 Luas Panen
Produksi
Produktivitas
Tahun Ha
%
Ton
%
Kuintal/Ha
2007
571.013
18,57
2.233.992
16,18
39,12
2008
639.354
20,79
2.679.914
19,41
41,92
2009
661.706
21,52
3.057.845
22,15
46,21
2010
631.816
20,55
3.058.710
22,16
48,41
2011
571.013
18,57
2.772.575
20,09
53,30
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka (2014), diolah Sama seperti di Indonesia yang mengalami penurunan luas panen dan produktisi jagung. Tabel 1.9 menunjukkan Jawa Tengah sebagai salah Provinsi yang menjadi daerah kedua terbesar dalam produksi jagung dapat dilihat adanya
10
peningkatan terus dalam produksinya dari tahun 2007 – 2010 namun terjadi penurunan pada tahun 2011. Hal ini dikarenakan jumlah lahan yang berkurang sehingga produksinya pun turun akan tetapi masih bisa diimbangi dengan produktivitasnya yang terus naik dengan begitu penurunan tersebut masih ideal. Tabel 1.10 Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2013 (Ton) Tahun Kabupaten/Kota
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Kab. Banjarnegara Kab. Wonosobo
94.264
92.647
94.594
101.788
89.491
78.133
75.076
97.648
114.708
115.769
64.364
124.123
114.929
115.101
Kab. Boyolali
103.468
125.778
123.512
163.543
111.713
128.530
123.126
Kab. Wonogiri
287.595
311.300
327.317
375.762
260.641
315.841
267.973
Kab. Grobogan
434.930
605.004
669.209
663.795
505.396
559.835
559.543
Kab. Blora
249.029
258.251
313.194
273.231
227.859
268.664
228.428
Kab. Rembang
90.449
103.656
148.972
137.760
99.616
116.269
122.720
Kab. Temanggung Keb. Kendal
140.858
138.913
125.600
143.325
74.880
137.556
111.327
78.581
96.704
160.597
147.484
186.061
189.162
195.565
Kab. Tegal
75.910
95.090
122.150
102.774
105.427
101.723
103.130
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka, 2014
Tabel 1.10 menunjukkan bahwa Kab. Grobogan menjadi Kabupaten yang menjadi penyumbang terbesar di Jawa Tengah. Kabupaten Grobogan menjadi daerah yang potensial untuk dikembangkan lagi, banyaknya hasil produksi ini juga didukung oleh karakter alam Kabupaten Grobogan yang memang cocok untuk ditanami jagung.
11
Tabel 1.11 Luas Panen Dan Produksi Tanaman Jagung Di Kabupaten Grobogan Tahun 2007 – 2011 Luas Panen
Tahun
Produksi
Ha
%
Ton
%
2007
105.297
17,78
518.676
16,42
2008
133.137
22,48
723.747
22,91
2009
132.302
22,34
705.691
22,34
2010
131.103
22,14
708.013
22,42
2011
90.348
15,26
502.212
15,90
Sumber: Kabupaten Grobogan dalam Angka (2012), diolah Pada Tabel 1.11 menunjukkan bahwa produksi jagung di Kabupaten Grobogan pada tahun 2007 – 2010 mengalami peningkatan, tapi masih dengan kejadian sama yang tergambar pada Tabel 1.9 pada tahun 2011 mengalami penurunan yang cukup tinggi, hal ini karena luas panennya mengalami pengurangan, namun pengurangan lahan dan produksi tidak lantas mengurangi dari produktivitasnya. Hal ini dikarenakan sudah membaiknya dari sisi petani maupun dinas terkait sehingga terjadi sinergi dengan begitu berdampak pada produktivitasnya. Sebagai salah satu hasil pertanian yang menyumbang cukup tinggi di Kabupaten Grobogan jagung menjadi pilihan utama untuk ditanam pada beberapa kecamatan di Kabupaten Grobogan karena daerah Kabupaten Grobogan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga muncul beberapa kecamatan yang menjadi penghasil jagung terbesar. Jagung yang ditanam di Kabupaten Grobogan mayoritas berjenis hibrida dan hasilnya untuk kebutuhan pakan ternak.
12
Tabel 1.12 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Jagung Dirinci Per Kecamatan Di Kabupaten Grobogan 2007 – 2011 No. 1 2 3 4 5
Kecamatan Toroh Geyer Pulokulon Gabus Wirosari
Panen Ha 11.611 14.061 10.010 10.120 12.070
2007 2008 2009 2010 Kw / Produksi Panen Kw / Produksi Panen Kw / Produksi Panen Kw / Produksi Panen Ha Ton Ha Ha Ton Ha Ha Ton Ha Ha Ton Ha 50,64 58.798 15.435 57,39 88.583 14.917 53,45 79.724 15.080 53,83 81.171 10.628 46,12 64.849 20.154 50,55 101.879 23.247 52,95 123.082 23.099 54,27 125.356 10.605 50,03 50.080 10.309 54,67 56.357 10.283 52,48 53.965 11.321 53,28 60.319 6.592 49,54 50.134 7.672 54,51 41.819 7.861 52,93 41.609 6.749 53,74 36.268 4.227 49,21 59.396 17.342 56,37 97.757 9.566 51,23 49.004 15.818 54,03 85.460 10.765
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan (2012)
13
2011 Kw / Ha 55,83 56,27 54,92 54,74 58,83
Produksi Ton 59.336 59.674 36.203 23.139 63.330
Tabel 1.12 menunjukkan salah satu kecamatan yang menjadi penghasil jagung terbesar adalah Kecamatan Toroh yang mana menempati posisi ketiga, oleh karena itu daerah Toroh bisa dikembangkan lagi agar lebih optimal dari segi produksi dan produktivitas jagung. Selain itu Toroh juga menjadi kecamatan percontohan yang menjadi penghasil jagung terbesar. Kecamatan Toroh menjadi salah satu daerah penghasil jagung terbesar ketiga karena memiliki beberapa potensi di bidang pertanian yaitu pertanian dan peternakan. Hasil pertanian yang menjadi unggulan di Kecamatan Toroh adalah padi dan jagung walaupun pada kenyataannya ada hasil lain mulai dari tanaman palawija, buah – buahan seperti semangka dan melon juga kacang – kacangan. Toroh dalam angka (2013) luas wilayah yang mencapai 119,31 km2 sehingga lahan pertanian yang ada di Kecamatan Toroh juga masih luas yang terdiri dari lahan teknis, tadah hujan dan lahan hutan dengan keberadaan lahan yang beragam tersebut memungkinkan untuk adanya keragaman dari hasil pertanian salah satu yang cukup diandalkan adalah jagung. Penduduk Kecamatan Toroh yang mayoritas sebagai petani sehingga hasil utama perekonomian Kabupaten Grobogan disumbang dari sektor pertanian. Berdasar pada jenis lapangan pekerjaan utama yang dijelaskan pada Grobogan dalam angka tahun 2013 di Kabupaten Grobogan pekerjaan utama yang menjadi mayoritas adalah pada pertanian. Kegiatan bertani sudah menjadi tumpuan utama untuk masyarakat Kabupaten Grobogan karena memang sudah menjadi pekerjaan turun temurun selain itu jumlah lahan pertanian (lahan teknis,
14
lahan tadah hujan, lahan hutan) menjadi nilai tambah untuk bisa mendukung hasil pertanian di Kabupaten Grobogan. Keberadaan kelembagaan di Kabupaten Grobogan untuk menunjang pertanian jagung yang berdasarkan hasil wawancara sudah didukung oleh beberapa kalangan, antara lain: dari Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Badan Ketahanan Pangan (BKP), organisasi pertanian (kelompok tani dan gapoktan). Hasil wawancara dengan lembaga tersebut menjelaskanperan dari lembaga sudah terbagi sesuai porsinya Dinas Pertanian membantu dalam peningkatan kualitas jagung, BKP membantu dalam memberikan nilai tambah dengan pemberian pelatihan olahan jagung dan kelompok tani/gapoktan menjadi media tukar informasi antara sesama petani maupun dari dinas kepada petani. Peran dari lembaga tersebut memang sudah bisa dirasakan petani sebagai pelaku awal yang berperan besar dalam rantai nilai akan tetapi untuk penetapan harga petani masih belum mendapatkan fasilitas yang memadai sehingga perlu untuk lebih ditingkatkan lagi dengan begitu petani akan mendapatkan hasil yang proporsional. Jagung sebagai salah satu tanaman pangan yang bisa menggantikan padi sebenarnya bisa lebih dikembangkan potensinya sehingga produksinya bisa naik lagi. Agribisnis jagung menjadi hal yang penting untuk masyarakat setempat karena bisa memberikan keuntungan lebih pada masyarakat daerah sekitar. Salah satu usaha untuk dapat meningkatkan nilai dari agribisnis jagung bisa dengan melihat rantai nilai dari jagung, dalam rantai nilai tersebut merupakan suatu proses identifikasi dan analisis dari hulu hingga hilir dari agribisnis jagung.
15
Tabel 1.13 Konsumsi Perkapita Per Minggu Beberapa Bahan Makanan Tahun 1996, 1999, 2002, 2005, 2008 No .
Jenis Bahan Makanan
Satuan
1996
1999
2002
2005
2008
1
Beras Lokal/ Ketan
Kg
2,138
1,991
1,931
1,872
1,797
2
Jagung Basah Berkulit
Kg
0,023
0,014
0,023
0,018
0,024
3
Jagung Pocetan/ Pipilan
Kg
0,044
0,057
0,054
0,047
0,044
4
Ketela Pohon
Kg
0,151
0,187
0,163
0,161
0,147
5
Ketela Rambat
Kg
0,057
0,054
0,052
0,06
0,051
Sumber: Statistik Indonesia, 2012 Tabel 1.13 menunjukkan konsumsi jagung di Indonesia pertiga tahunan dari tahun 1996 - 2008 mengalami fluktuasi. Jagung yang dikonsumsi di Indonesia umumnya dalam bentuk segar ataupun dalam bentuk pipilan yang bisa diolah. Akan tetapi walaupun sebagai jenis tanaman pangan konsumsi jagung di Indonesia masih kalah dengan tanaman pangan lainnya yang menunjukkan perlu adanya pengembangan lebih lanjut untuk potensi tanaman jagung. Tabel 1.14 Konsumsi Rata - Rata Per Kapita Seminggu Beberapa Bahan Makanan Menurut Jenis Bahan Makanan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002, 2005, 2008,Dan 2011 No. 1 2 5 6 19 23 24 25
Jenis Bahan Makanan Beras Jagung Pipilan Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Panjang Kacang Tanah Tanpa Kulit Kacang Kedelai Kacang Hijau
Satuan Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg
2002 1,649 0,068 0,173 0,059 0,088 0,005 0,003 0,005
2005 1,596 0,051 0,163 0,037 0,08 0,004 0,002 0,004
2008 1,61 0,029 0,013 0,027 0,077 0,003 0,001 0,004
2011 1,52 0,016 0,09 0,022 0,083 0,002 0,001 0,002
Sumber: Statistik Indonesia, 2012 Pada Tabel 1.14 menunjukkan bahwa konsumsi jagung untuk tingkat Jawa Tengah mengalami penurunan tidak jauh berbeda dengan tanaman pangan lain. Jagung sebagai salah satu hasil pertanian tanaman pangan di Jawa Tengah
16
seharusnya bisa mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah karena bisa meningkatkan perekonomian daerah. Pertanian merupakan suatu rangkaian kegiatan dari hulu – hilir yang memiliki keterkaitan antar pelakunya. Produk pertanian yang beragam mulai dari tanaman pangan, buah – buahan, dll menjadikan kegiatan ini memiliki banyak sekali potensi yang bisa dikembangkan karena bisa memberikan manfaat pada tiap tingkatannya mulai dari tingkatan produksi yang berperan adalah petani maupun sampai pemasaran penyaluran produk ke konsumen. Pemanfaatan yang optimal dan tepat sasaran pada pertanian secara langsung akan berimbas pada pendapatan daerah. Kabupaten Grobogan merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki potensi pertanian yang bisa dikembangkan. Kekayaan alamnya dan mayoritas penduduknya sebagai petani menjadikan pertanian bisa berkembang, salah satu hasil pertanian di Kabupaten Grobogan adalah jagung. Jagung di Kabupaten Grobogan umumnya dikonsumsi dalam bentuk pipilan akan tetapi ini diperuntukan untuk konsumsi hewan sedangkan untuk konsumsi manusia masih belum optimal oleh karena itu untuk menunjang hal tersebut mulai di lakukan pengolahan untuk hasil jagung, dengan begitu dalam pertanian jagung di Kabupaten Grobogan terdapat banyak pelaku yang saling berkesinambungan sehingga membentuk rantai nilai. Mengkaji peningkatan rantai nilai yang perlu diperhatikan adalah tata kelola dalam rantai nilai. Tata kelola dalam suatu rantai nilai mengacu pada struktur hubungan dan mekanisme
17
koordinasi yang terjadi antar pelaku dalam rantai nilai dari hulu sampai dengan hilir. Rantai nilai dapat membantu mengetahui sejauh apa peran dari setiap tokoh yang berkecimpung didalamnya yang berkaitan langsung dengan keuntungan yang diterima setiap pelaku maka hal itu akan dapat membantu dalam membuat langkah atau kebijakan yang dapat diambil untuk memperbaiki rantai nilai yang dianggap tidak sesuai. Solihin dalam Monzery (2014) menjelaskan analisis rantai nilai merupakan alat analisis strategi yang digunakan untuk memahami secara baik terhadap keunggulan kompetitif untuk mengidentifikasikan dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau diturunkan atau penurunan biaya untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pamasok atau supplier pelanggan dan perusahaan lain dalam industri. Sukayana (2013) menyatakan dalam suatu kegiatan pertanian perlu diperhatikan dalam hal sistem produksi mulai dari tanam sampai dengan perawatan kemudian setelah itu dalam hal sistem panen kemudian dalam serangkaian kegiatan rantai nilai pemasaran menjadi kegiatan yang penting untuk melihat seberapa efektifkah rantai yang tercipta baru setelah itu akan terlihat margin harga antar pelaku dalam rantai nilai. Irianto (2013) menemukan dalam rangkaian kegiatan rantai nilai tiap pelaku yang berperan di dalamnya akan mendapatkan keuntungan yang proporsional akan tetapi petani kurang mendapatkan hasil yang proporsional karena petani kurang mendapatkan informasi baik dari harga, sistem pemasaran,
18
maupun dalam hal kualitas tanaman yang dihasilkan, apabila sudah tercipta suatu rangkaian kegiatan yang baik akan membentuk rantai yang efisien. Olukunle (2013) menemukan untuk peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan bisa dilakukan dengan pengembangan rantai melalui perluasan produk industriketela. Substitusi hasil olahan ketela terutama yang bisa dikonsumsi oleh manusia akan membuka peluang untuk ekspansi produksi baik lokal dan pasar untuk ketela. Hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya keterkaitan antara produksi pertanian dengan pengolah dan industri berbasis ketela melalui penguatan dalam rantai nilai ketela. Petani yang menjadi pelaku utama dalam hal ini umumnya tidak mendapatkan keuntungan yang optimal karena semakin panjang atau tidak efisiennya rantai nilai maka akan memperlemah posisi tawar petani selain itu petani juga menjadi pihak yang kurang diuntungkan karena selain keterbatasan lahan, petani juga kurang menguasai informasi harga dan pengetahuan yang kurang menjadi faktor pendukung posisi tawar petani kurang. Semakin lemahnya posisi tawar petani membuat petani tidak dapat menentukan harga komoditas tanaman (Parining dalam Sukayana, 2013). 1.2 Rumusan Masalah Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang bisa menjadi pengganti dari beras, dan dilihat dari sisi hasil produksinya cukup banyak di Indonesia. Salah satu provinsi penghasil jagung terbesar kedua di Indonesia adalah Provinsi Jawa Tengah hal ini menjadikan Jawa Tengah masih bisa menjadi daerah potensial untuk lebih dikembangkan, salah satu daerah penghasil jagung
19
terbesar di Jawa Tengah adalah di Kabupaten Grobogan. Kabupaten Grobogan sangat berpotensi karena pada daerah tersebut masih memiliki luas lahan pertanian yang cukup dan mayoritas penduduk bekerja pada sektor pertanian sehingga selain dari padi, jagung menjadi hasil pertanian yang cukup tinggi di Kabupaten Grobogan. Kecamatan yang menyumbang terbesar untuk produksi jagung adalah Kecamatan Toroh yang secara geografis cocok untuk ditanami tanaman pangan baik padi maupun jagung karena memiliki beberapa karakteristik lahan. Jagung yang merupakan tanaman pangan terbesar kedua di Kabupaten Grobogan pada Tabel 1.11 terlihat untuk produksi dan luas panennya mengalami peningkatan terus menerus dari tahun 2007 – 2010 akan tetapi terjadi penurunan pada tahun 2011 yang disebabkan oleh kurangnya minat petani untuk menanam jagung selain juga jumlah lahan yang untuk ditanam juga berkurang. Berkurangnya minat petani untuk menanam jagung karena harga dari jual jagung yang kurang menjanjikan sehingga petani mulai beralih ke tanaman tembakau dan palawija. Petani di Kabupaten Grobogan khususnya Kecamatan Toroh mengalami kendala dalam hal produksi antara lain harga pupuk yang mahal selain itu juga kurangnya informasi untuk produksi jagung yang baik dan kurangnya mendapatkan bantuan modal. Kendala jagung di Kabupaten Grobogan tidak hanya terdapat pada sisi produksi akan tetapi juga pada sisi pemasaran. Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya jagung merupakan tanaman yang renta akan hama salah satu hama yang menyerang jagung setelah panen adalah hama bubuk, untuk menekan
20
hama bubuk tersebut petani harus melakukan pengeringan sampai pada kadar air tertentu dan teknik penyimpanan yang benar, sedangkan petani umumnya tidak memiliki lahan yang cukup untuk penjemuran dan gudang untuk penyimpanan. Permasalahan inilah yang dimanfaatkan para pedagang ataupun aktor lain dalam rantai nilai untuk menekan harga jagung. Berdasarkan hasil wawancara prasurvei harga jagung Rp 2.250,- tergantung pada kualitas jagung, sedangkan ditingkat tengkulak bisa mencapai Rp 2.800 kemudian bisa lebih mahal lagi di pelaku rantai nilai berikutnya hingga jagung diterima oleh konsumen harga tersebut bisa berubah tergantung ketersediaan jagung di pasaran walaupun untuk jagung sendiri di Kabupaten Grobogan surplus, dengan begitu perlu dilihat rantai nilai dari jagung dengan begitu bisa lebih memperbaiki dari sisi harga sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang proporsional. Petani sebagai aktor utama dalam kegiatan pertanian jagung dalam hal penentuan harga hanya bersifat sebagai price taker, sedangkan pedagang berperan sebagai price maker sehingga akan berpengaruh pada lemahnya posisi tawar petani. Permasalahan yang dihadapi petani tidak hanya sebatas dalam hal keterbatasan lahan penjemuran dan gudang penyimpanan akan tetapi petani juga tidak mengetahui informasi harga dan pasar dengan begitu akan merugikan maka akan berdampak pada rantai pemasaran yang berdampak rantai pemasaran yang tidak efisien. Adanya lembaga yang menjadi wadah para petani pun seperti gapoktan belum menunjukan perannya yang optimal dalam hal peningkatan kesejahteraan petani, padahal apabila peran gapoktan sudah dikelola dengan baik
21
diharapkan bisa membantu dalam mengefisienkan rantai pemasaran jagung sehingga harga yang diterima petani pun bisa lebih baik. Jagung sebagai tanaman pangan pengganti beras nyatanya di Kabupaten Grobogan justru lebih besar peruntukannya untuk konsumsi ternak oleh karena itu perlu adanya pengolahan jagung untuk konsumsi manusia sehingga bisa memberikan nilai tambah. Petani tidak hanya pelaku yang perlu mendapatkan perhatian akan tetapi ada pelaku lain yaitu home industry jagung karena petani juga bisa merangkap peran sebagai home industry. Para pelaku home industry memiliki kendala dalam hal pemasaran karena ini selain itu juga masalah teknologi. Pemasaran hasil olahan jagung masih sebatas mulut – ke mulut atau hanya sedikit orang yang mengetahui adanya hasil olahan jagung keberadaan Dinas atau lembaga terkait masih belum bisa memberikan solusi. Keadaan seperti inilah penting untuk mengetahui rantai nilai aktivitas aktor yang terlibat dalam lembaga pemasaran jagung dari hulu sampai ke hilir. Rantai nilai bisa membantu untuk memahami bagaimana membentuk kembali rantai nilai yang efisien, melakukan identifiaksi siapa aktor yang berperan mendapatkan keuntungan dari rangkaian aktivitas rantai nilai. Memperbaiki
kemampuan
industri
lokal
untuk
mampu
berkompetisi,
meningkatkan kualitas produk yang diterima konsumen, membuat kebijakan tentang peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan petani serta mendorong petani jagung untuk bisa menjadi petani yang lebih berwawasan atau berilmu di Kabupaten Grobogan.
22
Berdasar uraian penjelasan kondisi aktual pertanian jagung di Kecamatan Toroh di rumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana Rantai Nilai Jagung di Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan? 2. Bagaimana strategi untuk mengatasi masalah Rantai Nilai jagung di Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Manganalisis Rantai Nilai jagung di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. 2. Merumuskan strategi untuk mengembangkan Jagung sebagai upaya ketahahanan pangan di Kabupaten Grobogan. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebaga berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang mengenai kontribusi sektor pertanian yang rendah walaupun penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tertinggi menandakan adanya ketidakifisienan. Selain itu, jagung yang merupakan produk unggulan di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan memiliki potensi agribisnis yang masih bisa dioptimalkan lagi. Oleh karena itu, untuk melihat nilai tambah dari agribisnis jagung digunakan pendekatan rantai nilai. Rumusan masalah penelitian ini terkait bagaimana rantai nilai jagung.
23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan landasan teori, kerangka pemikiran dan penelitian terdahulu. Teori Utama dalam penelitian ini adalah rantai nilai. Selain itu teori pendukungnya antara lain, nilai tambah, biaya dan agribisnis. Kerangka pemikiran berisi mengenai roadmap penelitian dan penelitian terdahulu berisi mengenai ringkasan penelitian terdahulu mengenai Value Chain Analysis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi mengenai diskripsi objek penelitian yaitu Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.Jenis dan sumber data. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling. Serta terdapat alat analisis yang digunakan adalah Value Chain Analysis. BAB IV PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang pembahasan dari penelitian yaitu point utamanya adalah rantai nilai jagung permasalahan dan strateginya. BAB V PENUTUP Pada bab ini membahas mengenai simpulan dan saran terkait hasil pembahasan penelitian. Selain itu dalam bab ini juga dicantumkan keterbatsan penelitian
sehingga
pembaca
dapat
24
memahami
keterbatasan
penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pemasaran Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengukur seberapa besar pasar akan dilayani, menentukan pasar sasaran mana yang paling baik dilayani oleh organisasi dan menentukan berbagai produk, jasa, dan program yang tepat untuk melayani pasar tersebut. Pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial yang mana seseorang atau kelompok memperoleh yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara pertukaran produk dan nilai. Pemasaran bisa berarti seseorang yang mencari sumber daya orang lain dan bersedia manawarkan sesuatu yang bernilai sebagai imbalannya. Kotler (1993) menjelaskan dalam rantai pemasaran memiliki beberapa konsep: Gambar 2.1 Konsep Rantai Pemasaran Kebutuhan, keinginan dan permintan
Produk
Pertukaran, Transaksi, dan Hubungan
Utilitas, Nilai, dan Kepuasan
Pasar
Pemasaran dan Pemasar
Sumber: Kotler, 1993 Dari konsep terjadinya rantai pemasaran diatas dapat dilihat bahwa pemasaran pada kondisi awal terjadi karena adanya kebutuhan dan keinginan akan suatu barang yang mana berang tersebut memberikan suatu kepuasan atau manfaat
25
kemudian antar individu yang saling memiliki kebutuhan tersebut melakukan transaksi sehingga terjadi suatu pemasaran. Swastha dan Irawan (1990) menjelaskan arti pemasaran merupakan suatu kegiatan – kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pelaku usaha dalam usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup, untuk dapat berkembang dan mendapatkan laba sesuai yang diinginkan, dengan begitu dapat diartikan kegiatan pemasaran menjadi ujung tombak untuk keberhasilan dari suatu kegiatan usaha dengan juga diimbangi aspek yang lain. Swastha dan Irawan (1990) menjelaskan berhasil atau tidaknya suatu pemasaran tentunya tidak lepas dari strategi yang diterapkan. Oleh karena itu, ada tiga hal yang harus diperhatikan antara lain: 1. Konsumen 2. Kepuasan 3. Marketing Mix Berdasarkan tiga hal di atas Swastha dan Irawan (1990) menjelaskan ada beberapa elemen penting dalam pemasaran: Gambar 2.2 Elemen – Elemen Strategi Pemasaran Memilih konsumen yang dituju
Menentukanm arketing mixnya
Mengidentifikasikan keinginan mreka
Produk
Harga
Distribusi Promosi Faktor-faktor lingkungan
Riset pemasaran
Pasar
Organisasi
Sumber: Swastha dan Irawan, 1990
26
2.1.1.1. Saluran Pemasaran Produk pertanian yang dihasilkan oleh petani yang berjalan sampai ke tangan konsumen baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan melalui proses pemasaran hasil pertanian menciptakan suatu bentuk rangkaian yang dinamakan saluran pemasaran. Panjang pendeknya suatu saluran pemasaran dapat dilihat dari seberapa banyak lembaga-lembaga pemasaran yang ikut berperan dalam kegiatan penyaluran produk pertanian sampai tiba ke tangan konsumen akhir (konsumen rumah tangga maupun konsumen industri). Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjajakan atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler 2002 dalam Sukayana 2013). 2.1.2. Rantai Nilai Rantai nilai adalah suatu metode penilaian dimana bisnis dilihat sebagai rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Nilai bagi pelanggan berasal dari tiga sumber dasar: aktivitas yang membedakan produk, aktivitas yang menurunkan biaya produk, dan aktivitas yang dapat segera memenuhi kebutuhan pelanggan (Pearce dan Robinson 2008). Porter (1985) menjelaskan analisis rantai nilai dapat digunakan sebagai alat analisis strategi yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, dimana perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah maupun penurunan biaya sehingga membuat usaha lebih kompetitif. Rantai nilai adalah jenis rantai pasokan, tetapi satu-satunya perbedaan adalah bahwa dengan rantai pasokan, tidak ada yang mengikat atau dicari
27
hubungan formal atau informal kecuali barang, jasa atau perjanjian keuangan ditransaksikan (Kit et al., 2006 dalam Dzanjal 2013). Kaplinsky dan Morris (2000) dalam Dzanjal (2013) mendefinisikan rantai nilai sebagai berbagai kegiatan yang diperlukan untuk membawa produk atau layanan dari konsepsi, melalui fase yang berbeda dari produksi, pengiriman ke konsumen akhir dan pembuangan akhir setelah digunakan. Ahmed (2007) dalam Dzanjal (2013) menyebutnya sebagai struktur fisik, ekonomi dan sosial transaksi antara individu dan organisasi yang terlibat dalam transformasi bahan baku menjadi produk akhir. Analisis rantai nilai (Value Chain Analysis -VCA) berguna untuk memahami bagaimana suatu bisnis menciptakan nilai bagi pelanggan dengan memeriksa kontribusi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam bisnis terhadap nilai tersebut. VCA menekankan pada proses, analisis ini membagi bisnis menjadi kelompok-kelompok aktivitas yang terjadi dalam bisnis tersebut; diawali dengan input yang diterima oleh perusahaan dan berakhir dengan produk atau jasa perusahaan dan layanan purna jual bagi pelanggan. VCA berupaya melihat biaya lintas rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh bisnis tersebut untuk menentukan dimana terdapat keunggulan biaya rendah atau kelemahan biaya. VCA melihat pada atribut - atribut dari setiap aktivitas yang berbeda untuk menentukan dengan cara bagaimana setiap aktivitas yang terjadi antara pembelian input dan layanan purna jual dapat membedakan produk dan jasa perusahaan. Analisis rantai nilai sebagai alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk, rantai nilai ini berasal dari aktivitas – aktivitas yang dilakukan mulai dari bahan baku dari pemasok hingga produk akhir sampai ke
28
tangan konsumen termasuk juga pelayanan purna jual, dapat juga diartikan rantai nilai mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (supplier linkages) dan hubungan dengan konsumen (costumer linkages). Tujuan dari analisis rantai nilai adalah mengidentifikasikan tahap – tahap rantai nilai dimana pelaku rantai nilai dapat meningkatkan nilai produk untuk konsumen atau menurunkan biaya dan mengefisienkan kerja. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (value added) dapat membuat suatu usaha atau industri lebih kompetitif. Rantai nilai merupakan semua aktivitas yang dilakukan sampai pada distribusinya pada konsumen akhir (Campbell 2008 dalam Sukayana 2013). Porter (1985) menjelaskan rangkaian kegiatan dalam rantai nilai dari produsen ke konsumen dibagi menjadi beberapa aktivitas digolongkan menjadi dua: 1. Aktivitas utama: Inbound logistics, persediaan bahan baku untuk proses produksi Operation, proses pengolahan bahan baku menjadi produk yang siap digunakan Outbound logistics, pengiriman barang / produk ke sepanjang alur suplai menuju konsumen akhir Marketing and sales, meliputi kegiatan promosi maupun pelayanan produk, purna jual, penanganan keluhan dan lain sebagainya 2. Aktivitas pendukung: Procurement, mencakup kegiatan penanganan pembelian barang Technology development, pemanfaatan teknologi untuk penghematan
29
biaya dan meningkatkan keuntungan Human resource management, penanganan rekruitmen dan seleksi pelatihan dan pengembangan SDM Firm infrastructure, pengelolaan sistem informasi, perencanaan, maupun pengawasan. Kaplinsky and Morris (2001) dalam Irianto (2013) berpendapat dalam rangkaian analisis rantai nilai ada tujuh tahapan: 1. Identifikasi pelaku (entry point), penelusuran pelaku; 2. Value chain mapping, pembuatan bagan pelaku utama dirunut baik kedepan maupun ke belakang; 3. Penentuan segmen produk dan faktor kunci penentu keberhasilan pasar tujuan yang mencakup identifikasi pihak yang dapat dilibatkan dalam perbaikan rantai nilai (analysis of governance structure); 4. Analisis metode produsen untuk mengakses pasar untuk menentukan kunci sukses (critical success factors); Perkembangan sistem produksi saat ini cenderung bergeser dari pola tarikan pemasok (supplier push) ke arah dorongan pasar (market pulled), yang berarti orientasi keberhasilan suatu produk bukan ditentukan oleh kekuatan perusahaan untuk memasok sejumlah produk namun ditentukan oleh kemampuan perusahaan (jaringan, teknologi, produksi, dll) untuk memenuhi kebutuhan pasar baik dalam kuantitas maupun kualitas yang sesuai. Maka perlu memperhatikan karakteristik pasar produk akhir di setiap rantai yang terdapat beberapa komponen:
30
a. Pasar terbagi dalam beberapa segmen, setiap pasar memiliki karakteristik yang beda dan kemudian akan menciptakan segmen pasar kemudian akan memunculkan ukuran dan pertumbuhan pasar. b. Karakter pasar 5. Melakukan bencmarking dengan competitor atau bisnis yang sejenis Membandingkan kinerja bisnis rantai nilai obyek dengan obyek sejenis yang mempunyai kinerja lebih baik/ sebagai alat acuan analisis efisisensi produksi pihak – pihak yang terlibat dalam value chain. 6. Mengkoordinasikan rantai nilai dengan jejaring yang terkait 7. Perbaikan rantai nilai (Upgrading Value Chain) a. Perbaikan dalam proses dapat terjadi dalam perusahaan maupun antar pelaku karena prose interaksi b. Perbaikan produk baik dalam perusahaan maupun antar pelaku c. Perubahan posisi melalui penyesuaian aktivitas dalam hubungan (link) antar pelaku atau menggeser hubungan untuk mengkaitkan antar pelaku lain d. Penarikan suatu rantai nilai kemudian mengkaitkan dengan rantai nilai baru. Analisis rantai nilai merupakan alat stategik yang digunakan untuk memahami
secara
lebih
baik
terhadap
keunggulan
kompetitif,
untuk
mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau diturunkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan
31
dengan pemasok atau supplier, pelanggan dan perusahaan lain dalam industri (Solihin 2012 dalam Monzery 2014). Analisis rantai nilai memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Analisis rantai nilai membantu manajer untuk memahami posisi perusahaan pada rantai nilai produk untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Pendekatan Analisis Value Chain dan Value Coalitions merupakan pendekatan terbaik dalam membangun nilai perusahaan kearah yang lebih baik. Analisis Value Chain dan Value Coalitions lebih sering berhubungan dengan aktivitas luar perusahaan (Weiler 2003). Para pendukung VCA berpendapat bahwa analisis ini memungkinkan manajer untuk dapat mengidentifikasikan secara lebih baik keunggulan kompetitif perusahaan dengan melihat perusahaan sebagai suatu proses rantai aktivitas yang betul-betul terjadi dalam bisnis dan bukan hanya pembagian organisasi atau protokol akuntansi historis. Kerangka rantai nilai membagi aktivitas dalam perusahaan menjadi dua kategori umum yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer atau fungsi lini yaitu aktivitas yang terlibat dalam penciptaan fisik produk, pemasaran dan transfer ke pembeli, serta layanan purna jual. Aktivitas pendukung atau fungsi staf membantu perusahaan secara keseluruhan dengan menyediakan infrastruktur atau input yang memungkinkan aktivitas-aktivitas primer dilakukan
32
secara berkelanjutan. Value Chain dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis manajemen biaya untuk pengambilan keputusan strategis dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat (Widarsono 2005). Rantai nilai mencakup margin laba karena markup diatas biaya perusahaan untuk menyediakan aktivitas bernilai tambah umumnya merupakan bagian dari harga yang dibayar oleh pembeli. 2.1.2.1 R/C Ratio Tingkat efisiensi suatu usaha bisa ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan total biaya produksinya. Untuk mengukur efisiensi suatu usaha digunakan R/C Ratio. R/C Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya untuk mengetahui besaran keuntungan atau kerugian dan kelayakan suatu proyek agribisnis. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: ࢀࡾ
R/C = ࢀ
Dimana : TR
= Total penerimaan (Rp)
TC
= Total biaya produksi (Rp) Total biaya meliputi semua perbelanjaan atas faktor-faktor produksi yang
digunakan meliputi faktor produksi yang tetap jumlahnya dan yang dapat berubah dari total produksi yang dihasilkan masing-masing oleh petani dan penepung bila dikalikan dengan harga jual maka dapat diketahui penerimaan yang diterima oleh masing-masing aktor dalam rantai nilai komoditas. Terdapat tiga kriteria dalam R/C Ratio yaitu: 33
R/C ratio> 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan; R/C ratio = 1, maka usaha tersebut BEP; R/C ratio< 1, maka usaha tersebut tidak efisien atau merugikan. 2.1.3. Nilai Tambah Konsep nilai tambah adalah salah satu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu. Sudiyono (2004) menjelaskan terdapat dua cara menghitung nilai tambah. Pertama nilai untuk pengolahan dan kedua nilai tambah untuk pemasaran. Faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis adalah kapasitas produk, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Faktor pasar adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Dasar perhitungan dari analisis nilai tambah adalah per kg hasil, standar harga yang digunakan untuk bahan baku dan produksi ditingkat pengolah / produsen. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, dan dapat dinyatakan sebagai berikut: Nilai Tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditi mengalami proses pengolahan, pengangkutan, dan penyimpanan dalam suatu proses produksi (penggunaan/pemberian input fungsional). Besarnya nilai
34
tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor non teknis. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis nilai tambah adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai tambah, marjin dan balas jasa yang diterima oleh pemilik-pemilik faktor produksi (Sudiyono 2004). 2.1.4. Margin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran (Daly dan Fane dalam Sukayana 2013). Pearce dan Robinson (2008) mendefinisikan margin pemasaran sebagai selisih harga dari dua atau lebih dari tingkat rantai pemasaran, atau ditingkat produsen dan eceran ditingat konsumen. Margin didefinisikan dengan dua cara yaitu pertama, margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, margin pemasaran yaitu biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat dari permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Selisih harga di suatu titik rantai pemasaran dengan harga di titik lainnya biasa disebut dengan marjin kotor atau marjin pemasaran, sedangkan marjin keuntungan atau marjin bersih adalah marjin kotor dikurangi biaya – biaya rantai pemasaran. Komponen margin pemasaran terdiri dari 1) biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional; dan 2) keuntungan lembaga pemasaran. Margin pemasaran juga merupakan selisih harga ditingkat konsumen dan harga ditingkat produsen. Zein dalam Monzery (2013) menjelaskan untuk menghitung margin dari setiap lembaga pemasaran, digunakan rumus:
35
Mp = Pr – Pf
(2.1)
Keterangan Mp = Margin Pemasaran (Rp/kg) Pr = Harga ditngkat konsumen (Rp/kg) Pf = Harga ditingkat produsen (Rp/kg) Menghitung besarnya nilai tambah yang diterima setiap pelaku dilakukan dengan menghitung marjin keuntungan menurut Zein dalam Monzery (2014), digunakan rumus: Dij = Hjj – Hbj – Cij
(2.2)
Keterangan: Dij = keuntungan lembaga pemasaran ke – j Hjj = harga jual lembaga pemasaran Hbj = harga jual lembaga pemasaran ke – j Cij = biaya melakukan fungsi pemasaran ke – I oleh lembaga pemasaran ke- J 2.1.5. Kelembagaan Rantai nilai merupakan kegiatan yang saling berhubungan antar pelakunya tak terkecuali untuk peran dari lembaga yang ikut dalam proses rantai nilai. Peran kelembagaan pertanian dalam mendukung keberlanjutan pertanian sangat diperlukan untuk memberikan masukan dan pertimbangan bagi pelaku pembangunan dalam rangka pengembangan ekonomi lokal dalam hal ini khususnya pertanian. Bentuk dari kelembagaan bisa diartikan sebagai suatu aturan atau adat istiadat yang telah turun temurun selain itu bisa berarti sebagai lembaga itu sendiri
36
yang bisa terdiri dari akademisi, pemerintah maupun lembaga internal desa seperti kelompok tani atau gapoktan, dll. Setiap lembaga pertanian memiliki tugas dan fungsinya (peran) masing – masing dalam menjalankan perannya setiap lembaga pertanian memiliki perbedaan dalm hal kemampuan atau kinerjanya. Wariso (1998) dalam Wahyuni (2003) membagi kelembagaan ke dalam dua pengertian, yaitu institut yang menunjuk pada kelembagaan formal misalnya: organiasasi, badan dan yayasan mulai dari tingkat keluarga, rukun keluarga, desa sampai pusat, sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan norma – norma atau nilai – nilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kelembagaan petani yang dimaksud adalah kelembagaan formal (organisasi) atau institusi (norma – norma) yang berkaitan dengan petani. Kelembagaan petani (perkebunan, peternakan, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan) adalah lembaga yang ditumbuh kembangkan diri oleh dan untuk pelaku utama. Pelaku utama yang dimaksud adalah masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan beserta keluarga intinya (UU No. 16 Tahun 2006). UU No. 16 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Pertanian merupakan seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang pengelolaan SDA hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan dengan bantuan teknologi, modal tenaga kerja dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar – besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
37
Peran kelembagaan petani yang mendukung keberlanjutan pertanian diberikan kriteria (Nurmala dkk, 2012): 1. Subsistem sarana Perencanaan,
pengolahan,
pengadaan
sarana
produksi
yang
memungkinkan penerapan suatu teknologi usahatani dan pemanfaatan SDA secara optimal. 2. Subsistem Usahatani Pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka peningkatan produksi pertanian, baik usahatani pertanian rakyat maupun usahatani besar. 3. Subsistem Pengolahan Pengolahan hasil secara sederhana di tingkat petani dan penanganan pasca panen komoditi pertanian yang dihasilkan sampai pada tingkat pengolahan lanjut selam bentuk, susunan dan citarasa komoditi tersebut tidak berubah. 4. Subsistem Pemasaran Pemasaran hasil usahatani yang masih segar atau hasil olahannya mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran di dalam negeri dan ekspor. 5. Subsistem Pelayanan atau Pendukung (Departemen Pertanian 2011 dan Zakaria 2003) jasa perbankan, jasa angkutan, asuransi, penyimpanan dan lain – lain. Sesuai dengan fungsi beberapa lembaga petani sebagai kelas belajar dan unit
produksi/usaha
(Pemertan
nomor
273/kpts/OT.160/4/2007)
dapat
disimpulkan terdapat dua jenis peran lembaga yang penting dalam sistem
38
agribisnis yaitu sebagai penyedia informasi dan sebagai penyedia fisik/jasa pada masing – masing subsistem. 2.2 Penelitian terdahulu Ministry of Agriculture and Cooperatives Nepal (2008) penelitian ini mendasarkan permasalahan utama pada tingkat produksi bawang bombay di Nepal yang padat karya mengakibatkan tingginya biaya produksi yang diterima petani. Sehingga penting untuk menerapkan teknologi tepat guna pada pertanian, terutama pada penyimpanan dan perbaikan kualitas produk. Kegiatan tersebut dapat berjalan apabila ada peran pada bidang kelembagaan dalam membantu terwujudnya peningkatan produksi. Peningkatan kualitas dan efisiensi dalam produksi akan mampu mengurangi harga di semua tingkatan dalam rantai nilai dan konsumen akan diuntungkan. Sukayana (2013) penelitian ini menjelaskan mengenai sistem produksi yang dilakukan petani kentang mulai dari penyediaan lahan untuk produksi sampai dengan pasca panen. Permasalahan utama yang dihadapi oleh sebagian besar petani hortikultura adalah memiliki mata rantai pemasaran yang cukup panjang, memiliki kendala dalam penyediaan bibit, ketidakmampuan untuk memenuhi konsumen, lemahnya infrastruktur, keadaan cuaca yang tidak menentu, barang dagang yang mudah rusak, dan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Mata rantai yang terlalu panjang juga menjadikan posisi tawar petani lemah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86,67% petani menjual hasil panen ke pedagang pengepul, total marjin pemasaran terbesar dalam penelitian ini diperoleh saluran pertama dengan rantai pemasaran paling panjang (petani-
39
pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen) sebesar Rp 7.750,00. Perlu diadakan pendampingan yang dilakukan di setiap mata rantai terkait dengan budidaya dan perlakuan pasca panen, sehingga diharapkan terbentuk rantai nilai yang berkelanjutan. Sewando (2012) penelitian ini fokus pada permasalahan peningkatan peran petani kecil di Desa Morogoro, Tanzania. Kurangnya koordinasi horizontal dan vertikal di tingkat petani dan kurangnya penggunaan teknologi menyebabkan margin keuntungan yang diperoleh lebih rendah dibanding pelaku lain dalam rantai nilai singkong. Peningkatan nilai pada komoditas singkong masih terbatas pada diversifikasi daun, singkong segar dan singkong goreng atau panggang sehingga jika petani ingin memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya maka dapat dengan meningkatkan nilai tambah singkong melalui proses pengolahan. Olukunle (2013) penelitian ini menganalisis mengenai upaya peningkatan pendapatan dan jumlah penyerapan untuk mengetahui kapasitas rantai nilai dari ketela untuk pertimbangan menciptakan lapangan atau lowongan pekerjaan dan menaikkan pendapatan masyarakat, sebagai salah satu jurnal tentang value chain yang diteliti pada jurnal tersebut adalah biaya, harga, upah dan gaji output per kg. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah pada rantai nilai ketela meningkatkan pendapatan dan jumlah lapangan kerja dapat disediakan melalui pembangunan produksi, proses pengolahan dan industri pengolahan produk ketela. Irianto dan Widiyanti (2013) merupakan salah satu penelitian value chain yang menggunakan analisa menggunakan value chain selain itu juga
40
menggunakan analisis efisiensi pemasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis rantai nilai agribisnis dan upaya memperbaikinya (Upgrading) dengan kasus pada bisnis jamur kuping di wilayah Kabupaten Karanganyar. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini pelaku dalam rantai nilai jamur kuping di Kabupaten Karanganyar terdiri dari delapan pelaku yaitu pembibit, pembaglog, petani produsen, pengepul, pedagang besar, pedagang antar kota, pengecer dan konsumen akhir yang membentuk 9 pola saluran pemasaran yang tersebar di Tawangamangu, Ngargoyoso, Karangapandan, Pongpongan dan Polokarto (Sukoharjo). Taringan dkk (2013), penelitian ini memfokuskan pada pola rantai nilai komoditas jeruk dan share keuntungan yang diperoleh pada tiap saluran distribusi pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rantai penelitian di daerah penelitian sudah cukup baik, hal ini ditunjukkan oleh ringkasnya pola saluran pemasaran. Menzory dkk (2014) membahas tentang penggunaan susu bubuk kedelai SGN dan Melilea. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pola perilaku konsumen untuk permintaan susu dengan pendekatan rantai nilai tersebut sehingga dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan permintaan susu tersebut. Rheza dan Karlinda (2013), menemukan pada aspek kelembagaan dalam rantai nilai pemasaran kakao yang tidak berjalan dengan baik pada akhirnya semakin memperlemah posisi tawar petani, dengan pemasaran kolektif diharapkan mampu membuka akses pasar petani kakao di Majene yang selama ini
41
bergantung pada pedagang pengepul yang merangkap sebagai penyedia saprodi. Kurangnya kesadaran petani untuk menjual kakao dengan standar kekeringan tertentu juga berdampak pada rendahnya kualitas dan harga yang diterima oleh petani, sehingga perlu adanya regulasi yang mengatur mengenai standar biji kakao yang diterapkan oleh Pemda Majene. Dzanjal dkk (2013) penelitian ini dilakukan di Malawi dengan obyek penelitian adalah daging dan hasil pertanian. Pemilihan Malawi sebagai penelitian karena Malawi memliki hasil pertanian yang bagus akan tetapi sekarang mengalami penuruan permintaan baik domestik maupun ekspor sehingga membuat petani kecil tidak dapat banyak berkutik sebagai langkah penanganan masalah tersebut perlu ditingkatkan kinerja petani kecil baik dalam hal produktivitas, pemasaran, pendampingan.
42
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran e\
Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Tanaman Jagung di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tujuan Penelitian 1. Menganalisis rantai nilai pada komoditas tanaman jagung di Keecamatan Toroh, identifikasi aktor, fungsi dan hubungan antar actor terkait mulai dari produksi sampai ke pemasaran, R/C ratio dan marjin
Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, BPS
Potensi Pertanian di Grobogan: Pertanian Jagung di Grobogan
Jagung Olahan
Jagung Segar Petani Kelembagaan Tengkulak/ pedagang Kecamatan
Pedagang Kecil
Petani
Pedagang Kecil
Pengepul Besar
Pengolah
Penelitian terdahulu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Value Chain Analysis
- Diskripsi Statistik - In – depth Interview - VCA Mapping
7. 8.
2. Menentukan strategi peningkatan rantai nilai jagung di Kecamatan Toroh
9.
Strategi Peningkatan Rantai NIlai Jagung 43
In – depth Interview
Full Bright Concultacy, 2008 I Made Sukayana, 2013 Oni Timothy, 2013 Sewando, 2012 Heru Irian dan Emy Widiyanti, 2013 Rina Juliana Taringan, dkk, 2013 Hedom Asfira Menzory, dkk, 2014 Boedi Rheza dan Elizabeth Karlinda, 2013 Joseph Dzanjal, dkk, 2013
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa variabel penelitian untuk menjadi bahan pertimbangan dalam dilakukannya penelitian, antara lain: 1. Benih jagung yang dimaksud pada penelitian ini adalah benih jagung yang siap ditanam oleh petani jagung. Satuan untuk mengukurnya adalah Rp/kg. 2. Biaya transportasi adalah biaya yang digunakan untuk pengangkutan hasil panen jagung. Satuan untuk mengukurnya adalah Rp/kg. 3. Harga jual jagung adalah harga jual dari hasil panen jagung yang diterima oleh petani jagung. Satuan untuk mengukurya adalah Rp/kg. 4. Rantai nilai adalah alat untuk memahami serangkaian aktivitas yang dilakukan pelaku mulai dari sisi produksi bahan baku jagung segar sampai dengan sisi pemasaran produk yang telah melalui penambahan nilai yaitu tepung tapioka dan ampas onggok. 5. Jagung adalah tanaman pangan yang berbentuk biji - bijian tropis dan subtropis yang dikonsumsi sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat. 6. Beras jagung adalah salah satu hasil olahan jagung dalam bulir beras yang telah melalui proses pemadatan dari tepung jagung. 7. Petani jagung adalah petani yang pekerjaan pokoknya mengusahakan usahatani jagung. 8. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran selama periode tertentu dalam satuan rupiah. 44
9. Biaya produksi adalah biaya variabel penentu pengeluaran-pengeluaran petani yang terdiri dari : a. Biaya pupuk adalah banyaknya pupuk urea, NPK, ZA dan organik yang diberikan untuk pertumbuhan dan kesuburan tanaman jagung dikalikan dengan harga yang diukur dalam satuan rupiah per musim tanam (4 bulan). b. Biaya tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dikali dengan nilai upah yang diberikan diukur dalam nilai upah tenaga kerja yang dinyatakan dalam nominal rupiah per hari. 10. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan secara periodik dan besarannya selalu konstan atau tetap yang tidak berpengaruh oleh besar kecilnya volume usaha atau proses bisnis yang terjadi pada periode tertentu. 11. Biaya tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang besarnya selalu berubah, tergantung pada volume usaha pertanian , misalnya, biaya pupuk, biaya obat-obatan. 3.2. Populasi dan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi merupakan jumlah dari anggota (sampel) secara keseluruhan, sedangkan sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang terpilih sebagai objek pengamatan (Soekartawi, 2002). Sebagian objek yang diambil dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai keseluruhan objek itu sendiri dinamakan sampel.
45
Penelitian ini mengambil kasus di Kabupaten Grobogan dengan fokus di Kecamatan Toroh untuk responden petani. 3.2.1 Sampel Petani Jagung Populasi yang diambil dalam penelitian adalah petani jagung yang berlokasi di Kecamatan Toroh, namun karena berbagai keterbatasan waktu, dana dan tenaga dalam penelitian ini, maka diambil sampel yang dianggap dapat mewakili populasi petani jagung. Pemilihan sampel yang dianggap dapat mewakili dari populasi petani jagung di Kecamatan Toroh dilakukan pada enam desa, yaitu antara lain Desa Depok, Desa Krangganharjo, Desa Tambirejo, Desa Plosoharjo, Desa Tunggak dan Desa Boloh. Pemilihan lokasi tersebut karena tanaman jagung yang ditanam di Kecamatan Toroh terbagi menjadi tiga tipe lahan yang berbeda yaitu lahan teknis, lahan tadah hujan dan lahan hutan dari lokasi penelitian tersebut sudah mewakili dari jagung yang ditanam di tipe lahan yang berbeda. Tabel 3.1 Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian di Kecamatan Toroh tahun 2008 – 2010 Tahun Jumlah Penduduk 2008
38.649
2009
37.906
2010
41.298
Sumber: Kabupaten Grobogan Dalam Angka 2010 Banyaknya responden pada penelitian ini sejumlah 100 yang ditentukan dengan menggunakan pendekatan purpusive sampling dengan tujuan untuk memperoleh sampel yang representatif berdasarkan kriteria yag ditentukan selain
46
itu juga pemilihan berdasarkan kriteria seseorang yang memiliki kekayaan informasi dan merupakan petani jagung. Penentuan jumlah sampel 100 karena dari jumlah tersebut sudah bisa mewakili dari populasi yang ada dan karena karakteristik petani yang cenderung homogen. Selain untuk penentuan responden (petani) dalam penelitian ini juga ditentukan aktor yang menjadi pelaku dalam kegiatan rantai nilai. Sampel informan channel dalam penelitian rantai nilai komoditas jagung selain petani jagung yang dijadikan sampel penelitian, terdapat aktor lain yang dijadikan sampel yaitu tengkulak/pedagang kecamatan, pedagang kecil, pengepul besar, dan pengolah jagung, namun karena populasi dari ketiga aktor tersebut menyebar dan tidak dapat diketahui, maka teknik pegambilan sampel pada masing-masing aktor tersebut dengan menggunakan metode Snowball Sampling, dimana berdasarkan keadaan di lapangan sehingga sampel yang terpilih pada saluran pemasaran akan disesuaikan dengan pola pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian. Pengumpulan sampel dimulai dari kelompok terkecil yang kemudian diminta untuk menunjukkan responden berikutnya sesuai dengan aktor yang dibutuhkan yang berkembang jumlahnya lalu berhenti jika dirasa data yang didapat oleh peneliti telah sampai pada titik jenuh atau homogen. Penelitian analisis rantai nilai jagung di Kabupaten Grobogan mengambil lima jenis responden dalam pelaku rantai nilai jagung yaitu petani jagung, tengkulak/ pedagang kecamatan, pengepul besar, pengolah dan pedagang kecil. Strategi pemberdayaan menggunakan responden kunci (key-person) yang berkompeten terhadap pengembangan usaha tani jagung diperoleh berdasarkan
47
pendekatan A-B-G-C (Akademisi, Bussines, Government, Community). Keyperson yang digunakan dalam penelitian ini berjumah enam yang terdiri dari: Tabel 3.2 Daftar Keyperson Bidang Instansi Akademisi Dosen Universitas Diponegoro Dosen Universitas Wahid Hasyim Pebisnis Pedagang Jagung Kasi Tanaman Pangan Dinas Pemerintah Pertanian PPL Komunitas Ketua Kelompok Tani Sumber: Data Primer, 2014
Lokasi Semarang Semarang Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Kecamatan Toroh Kecamatan Toroh
Jumlah 1 1 1 1 1 1
Untuk sampel key-person ditentukan secara purposive sampling. Sebanyak 6 key-person telah diwawancarai secara mendalam dengan menggunakan pendekatan In deep Interview untuk menentukan strategi pengembangan usaha tani Jagung. Adapun alasan mengapa Kecamatan Toroh dijadikan sebagai daerah penelitian yaitu karena kecamatan tersebut menjadi daerah penghasil jagung yang masuk dalam lima besar di Kabupaten Grobogan dan menjadi salah satu kecamatan percontohan untuk jagung organik yang dikonsumsi manusia. 3.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. a. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan saat melakukan wawancara dengan Petani jagung di Kecamatan Toroh Tengkulak, Pedagang, dan key-person untuk unsur ABGC. Menurut Arsyad, 1993 data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah 48
oleh organisasi yang menerbitkan atau menggunakannya. Sumber data primer diperoleh dari wawancara pada para Petani jagung di Kecamatan Toroh, Tengkulak, Pedagang Pengepul, Pedagang Kecil dan Pedagang Besar serta key-person dari unsur ABGC (Academy, Government, Business, Community). b. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan melalui studi pustaka dan selain itu dari lembaga atau instansi terkait. Nawawi, 2001 data sekunder adalah data yang mengutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat autentik karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan selanjutnya. Data sekunder sendiri diperoleh dari beberapa lembaga atau instansi terkait seperti BPS Provinsi Jawa Tengah, BPS Kabupaten Grobogan, Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, DISPERINDAG Kabupaten Grobogan, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Grobogan dan Balai Penelitian Pertanian Kecamatan Toroh. Selain dari beberapa instansi tersebut data sekunder juga diperoleh dari buku serta jurnal publikasi sesuai yang terkait. 3.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, studi pustaka dan observasi. 1. Wawancara Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden. Wawancara
49
terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden. Pertanyaan peneliti dan jawaban responden dalam penelitian ini dikemukakan secara tertulis melalui suatu kuesioner disebut juga wawancara berstruktur. Kuesioner yang diajukan kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan semi tertutup yaitu: responden menjawab pertanyaan yang ada sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman responden serta ada beberapa pertanyaan yang dibuat pilihan jawaban dimana responden tinggal memilih
salah
satu
jawaban
yang
dirasa
tepat.
Kuesioner
ini
didistribusikan kepada responden dengan menjawab langsung dibawah pengawasan peneliti. Melalui hasil kuesioner dapat diketahui informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa pilihan alternatif kebijakan dan prioritas-prioritas yang diperlukan untuk pengelolaan perikanan. 2. Studi Pustaka Studi pustaka yaitu dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, antara lain: buku, jurnal, laporan dari lembagalembaga yang terkait dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengobservasi orang atau peristiwa dalam lingkungan kerja dan mencatat informasi (Sekaran, 2006). Penelitian ini melakukan kegiatan observasi secara langsung mendokumentasikan objek penelitian dengan foto.
50
3.5. Metode Analisis 3.5.1. Analisis Rantai Nilai Kaplinsky and Morris (2001) berpendapat dalam rangkaian analisis rantai nilai ada tujuh tahapan: 1. Identifikasi pelaku (entry point), penelusuran pelaku; 2. Value chain mapping, pembuatan bagan pelaku utama dirunut baik kedepan maupun ke belakang; 3. Penentuan segmen produk dan faktor kunci penentu keberhasilan pasar tujuan yang mencakup identifikasi pihak yang dapat dilibatkan dalam perbaikan rantai nilai (analysis of governance structure) 4. Analisis metode produsen untuk mengakses pasar untuk menentukan kunci sukses (critical success factors) Perkembangan sistem produksi saat ini cenderung bergeser dari pola tarikan pemasok (supplier push) ke arah dorongan pasar (market pulled), yang berarti orientasi keberhasilan suatu produk bukan ditentukan oleh kekuatan perusahaan untuk memasok sejumlah produk namun ditentukan oleh kemampuan perusahaan (jaringan, teknologi, produksi, dll) untuk memenuhi kebutuhan pasar baik dalam kuantitas maupun kualitas yang sesuai. Maka perlu memperhatikan karakteristik pasar produk akhir di setiap rantai yang terdapat beberapa komponen: a. Pasar terbagi dalam beberapa segmen, setiap pasar memiliki karakteristik yang beda dan kemudian akan menciptakan segmen pasar kemudian akan memunculkan ukuran dan pertumbuhan pasar.
51
b. Karakter pasar 5. Melakukan bencmarking dengan competitor atau bisnis yang sejenis Membandingkan kinerja bisnis rantai nilai obyek dengan obyek sejenis yang mempunyai kinerja lebih baik/ sebagai alat acuan analisis efisisensi produksi pihak – pihak yang terlibat dalam value chain. 6. Mengkoordinasikan rantai nilai dengan jejaring yang terkait 7. Perbaikan rantai nilai (upgrading value chain) a. Perbaikan dalam proses dapat terjadi dalam perusahaan maupun antar pelaku karena prose interaksi. b. Perbaikan produk baik dalam perusahaan maupun antar pelaku. c. Perubahan posisi melalui penyesuaian aktivitas dalam hubungan (link) antar pelaku atau menggeser hubungan untuk mengkaitkan antar pelaku lain. Penarikan suatu rantai nilai kemudian mengkaitkan dengan rantai nilai baru.
52