ANALISIS PROSES QUALITY CONTROL DIVISI PROGRAMMING O CHANNEL DALAM MENSELEKSI MATERI TAYANG Mega Herlina PT. OMNI INTIVISION (O CHANNEL) Jl. Asia Afrika Lot. 19 SCTV Tower Lt. 16 - Senayan City 021-72782200
[email protected] (Mega Herlina, Wira Respati S.S, M.Si)
ABSTRAK TUJUAN PENELITIAN ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan proses quality control dalam menseleksi materi tayang pada stasiun televisi O Channel dan mengetahui sejauh mana sub divisi quality control memiliki kewenangan dalam menentukan kelayakan suatu program untuk tayang. METODE PENELITIAN yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan, dengan metode analisis data deskriptif dan coding. Sementara untuk metode validasi digunakan metode triangulasi data. HASIL PENELITIAN yang diperoleh adalah untuk dapat melaksanakan proses quality control dengan baik diperlukan pemahaman akan konsep quality control dan ketelitian staff dalam melaksanakan proses pengawasan, penilaian, dan penentuan kelayakan pada konten program. Selain itu, proses quality control harus selalu mengacu pada P3SPS, dan yang tidak kalah penting adalah perlunya department quality control untuk memiliki kewenangan yang mutlak. SIMPULAN yang diperoleh adalah pelaksanaan proses quality control dalam menseleksi materi tayang pada stasiun televisi O Channel telah berjalan dengan baik. Terkait dengan kewenangan yang dimiliki, sub divisi quality control memiliki kewenangan yang mutlak dalam menentukan status kelayakan suatu program, namun mereka tidak memiliki kewenangan dalam menentukan apakah suatu program yang dinyatakan revisi dapat ditayangkan atau tidak. (MH) Kata Kunci: Materi Tayang, O Channel, Programming, Proses, Quality Control ABSTRACT THE PURPOSE of this research is to know how the implementation of quality control process in selecting on air material in O Channel television station and determine how far quality control sub-division has the authority to determine the feasibility of a program for broadcast. RESEARCH METHOD that used is a qualitative research method with a descriptive research. Method of data collection was conducted through in-depth interviews, observation, and study of literature, with the descriptive data analysis method and coding. While the validation method is used data triangulation. RESEARCH RESULTS that have been obtained is to being able to perform the process of quality control nicely is required an understanding of the concept of quality control and staff accuracy in implementing the process of monitoring, evaluation, and determining the feasibility of the program content. In addition, the process of quality control must always refer to P3SPS, and that is no less important is the
1
2
need for quality control department to have an absolute authority. CONCLUSION obtained was the implementation of quality control process in selecting on air material on O Channel television station has been going well. Associated with the authority that owned, a sub division of quality control has an absolute authority in determining the eligibility status of a program, but they do not have the authority to determine whether a program stated a revised program can be streamed or not.(MH) Key Word: O Channel, On Air Material, Programming, Process, Quality Control
PENDAHULUAN Secara umum, bisa dipastikan jika alasan sebagian besar audience menonton tv adalah untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Kebutuhan audience akan informasi dan hiburan inilah yang kemudian mempengaruhi jenis-jenis program yang ditayangkan oleh stasiun tv, dimana banyak stasiun tv yang bersaing untuk menciptakan suatu program yang sesuai dengan keinginan audience dan dapat menarik minat mereka. Keinginan audience yang variatif kemudian menyebabkan munculnya berbagai program yang juga variatif, dan kemunculan berbagai program yang variatif kemudian membawa dampak tersendiri bagi stasiun tv, dimana stasiun tv harus dapat menseleksi materi tayang setiap program yang akan ditayangkan. Adapun kegiatan menseleksi materi program ini lebih dikenal dengan sebutan quality control. Secara umum, quality control merupakan suatu kegiatan yang umumnya dilakukan pada tahap post produksi, yang bertujuan untuk memastikan jika isi program yang akan disiarkan telah aman dan sesuai dengan aturan dan undang-undang penyiaran yang berlaku. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti permasalahan penelitian, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana analisis proses quality control divisi programming O Channel dalam menseleksi materi tayang.” Untuk kajian pustaka, tidak ada kajian pustaka yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, karena peneliti tidak menemukan adanya penelitian lain yang memiliki topik yang sama dengan topik yang peneliti angkat. Oleh karenanya, diharapkan hasil penelitian yang peneliti peroleh dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih jauh tentang proses quality control pada suatu stasiun tv. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori gatekeeping dan juga quality control untuk menggambarkan tentang bagaimana proses seleksi pesan dilakukan, mengapa quality control perlu dilakukan, dan keterkaitan antara gatekeeping dengan quality control. Rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan proses quality control dalam menseleksi materi tayang pada stasiun televisi O Channel? 2. Sejauh mana sub divisi quality control memiliki kewenangan dalam menentukan kelayakan suatu program untuk tayang? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan proses quality control dalam menseleksi materi tayang pada stasiun televisi O Channel. 2. Mengetahui sejauh mana sub divisi quality control memiliki kewenangan dalam menentukan kelayakan suatu program untuk tayang.
METODE PENELITIAN PENDEKATAN PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Alasan mengapa peneliti memilih metode ini adalah karena peneliti ingin melakukan penelitian secara mendalam terhadap masalah atau topik yang diteliti, sehingga peneliti dapat menjabarkan hasil penelitian secara mendalam pula.
JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif, dimana peneliti menggambarkan variabel-variabel yang sedang diteliti. Selain itu, melalui penelitian deskriptif ini, peneliti juga mengemukakan konseptualisasi yang lebih jelas dan memiliki definisi konseptual dari gejala yang diriset. Definisi konseptual ini diperoleh setelah peneliti membuat kerangka konsep atau landasan teori, dimana konsep dalam penelitian deskriptif ini bersifat tunggal, karena tidak ada upaya untuk mencari analisis hubungan antar konsep. Dengan kata lain, perumusan masalah pada penelitian ini akan terdiri dari satu konsep, yaitu terkait dengan proses quality control, dimana tugas utama peneliti adalah
3
membuat penjelasan teoritis mengenai proses quality control pada stasiun televisi O Channel.
OBJEK PENELITIAN Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah sub divisi quality control yang berada di bawah divisi programming. Adapun alasan mengapa peneliti memilih sub divisi quality control sebagai objek penelitian adalah karena peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proses quality control, sehingga secara otomatis, sub divisi quality control inilah yang menjadi objek utama penelitian.
INFORMAN Dalam penelitian ini, yang dijadikan informan adalah staff dan head quality control yang bekerja di dalam sub divisi quality control di bawah divisi programming. Informan merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76). Adapun alasan mengapa peneliti memilih staff dan head quality control sebagai informan adalah karena staff dan head quality control merupakan pihak yang terjun secara langsung pada bagian quality control, sehingga secara otomatis, mereka pasti mengetahui berbagai hal mengenai proses quality control, dan hal itu akan memudahkan peneliti dalam mendeskripsikan tentang proses quality control. Selain staff dan head quality control, subjek lain yang juga dijadikan informan pada penelitian ini adalah Programming Services Department Head yang masih memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan sub divisi quality control, karena Programming Services Department Head membawahi head dan juga staff quality control.
METODE PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga jenis metode pengumpulan data, yaitu dengan wawancara mendalam (depth interview), observasi partisipan, dan studi kepustakaan. Menurut Berger (Berger, 2000:111 dalam Kriyantono, 2012:100) wawancara adalah percakapan antara periset – seseorang yang berharap mendapatkan informasi – dan informan – seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek. Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam (Kriyantono, 2012:102). Alasan mengapa peneliti memilih wawancara mendalam sebagai salah satu metode pengumpulan data adalah, karena melalui wawancara mendalam, peneliti dapat memperoleh berbagai informasi terkait masalah yang diteliti. Peneliti dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai informan yang memang memiliki kedekatan ataupun keterkaitan dengan masalah yang diteliti, sehingga tidak hanya satu sudut pandang yang bisa peneliti peroleh, melainkan beberapa sudut pandang. Observasi merupakan kegiatan mengamati secara langsung – tanpa mediator – sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut (Kriyantono, 2012:110). Alasan mengapa peneliti memilih observasi partisipan sebagai salah satu metode pengumpulan data adalah karena peneliti dapat terjun secara langsung dalam sistem yang ingin diteliti, peneliti dapat mengamati secara langsung proses dan pola interaksi yang terjadi dalam sistem yang diteliti, serta peneliti dapat menggali informasi secara lebih mendalam dengan berinteraksi secara langsung dengan para informan. Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari berbagai materi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Alasan mengapa peneliti memilih studi kepustakaan sebagai salah satu metode pengumpulan data adalah karena melalui studi kepustakaan, peneliti dapat menemukan data-data yang dapat mendukung hasil penelitian, yang mungkin tidak dapat peneliti peroleh dari wawancara mendalam ataupun observasi partisipan. Selain itu, studi kepustakaan juga merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dapat dilakukan oleh peneliti tanpa harus bersinggungan secara langsung dengan objek penelitian.
LANGKAH-LANGKAH PENGUMPULAN DATA Wawancara Mendalam : a. Menentukan siapa informan yang akan diwawancara terkait topik penelitian yang diteliti. b. Menghubungi informan untuk membuat janji wawancara. c. Mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan ketika wawancara berlangsung. d. Bertemu dengan informan pada waktu dan lokasi yang telah disepakati bersama dan memulai wawancara. e. Melakukan proses perekaman pada wawancara yang dilakukan, dan menanyakan pertanyaan pada daftar yang telah dibuat sebelumnya. f. Menggali informasi secara lebih mendalam dengan cara menanyakan hal-hal spesifik sebagai respon atas jawaban yang diberikan oleh informan. g. Mencatat informasi-informasi penting yang dapat digunakan sebagai data hasil penelitian. h. Mengakhiri wawancara dan mengucapkan terima kasih kepada informan.
4
Observasi Pastisipan : a. Menentukan siapa objek penelitian yang akan diteliti. Dalam penelitian ini adalah staff dan head quality control pada divisi programming. b. Berperan sebagai bagian dari kelompok dan melakukan pengamatan secara langsung. c. Mempelajari proses dan pola interaksi yang berlangsung di dalam sistem. d. Mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan melalui kegiatan observasi yang dilakukan. e. Mempelajari data hasil observasi yang diperoleh, menghubungkan data hasil observasi dengan masalah yang diteliti, dan melakukan analisis data. Studi Kepustakaan : a. Mencari data-data yang berhubungan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, berbagai data yang berkaitan dengan kegiatan quality control. b. Mengumpulkan data-data yang diperoleh, untuk kemudian dibaca dan dikelompokkan sesuai dengan sub topik dari masalah yang diteliti. c. Melakukan pengelompokkan atas data yang telah diperoleh, dengan melakukan pembagian berdasarkan data-data yang menguatkan dan yang melemahkan hasil penelitian. d. Melakukan analisis secara mendalam terhadap seluruh data yang telah diperoleh.
SUMBER DATA Dalam penelitian ini, digunakan dua jenis data yang dibagi berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2012:41). Data primer ini termasuk data mentah (row data), yang masih harus diproses lagi oleh peneliti, sehingga dapat menjadi informasi yang bermakna. Dalam penelitian ini, data primer yang digunakan merupakan data hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan. Data ini sendiri berbentuk teks hasil catatan peneliti atas informasi-informasi yang penting ataupun rekaman video hasil wawancara. Selain itu, data hasil observasi peneliti secara langsung juga digunakan sebagai data primer dalam penelitian ini. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder (Kriyantono, 2012:42). Data ini bisa berupa teks, gambar, suara, ataupun gabungan antara ketiganya, yang sudah tersedia dan dapat diperoleh peneliti dengan cara membaca, melihat, atau mendengarkan. Data ini juga bisa diperoleh dari data primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya, sehingga bisa berbentuk tabel, grafik, ataupun diagram. Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari perusahaan, yang berupa data seputar kegiatan quality control. Selain itu, peneliti juga menggunakan buku acuan terkait kegiatan quality control dan regulasi penyiaran yang telah peneliti peroleh sebagai data sekunder dalam penelitian ini.
METODE ANALISIS DATA Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah metode analisis deskriptif, dimana peneliti mendeskripsikan data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam, observasi pertisipan, dan studi kepustakaan secara mendetail. Selain itu, metode analisis data yang juga digunakan adalah metode coding, dimana peneliti mengkategorikan hasil penelitian yang diperoleh ke dalam tiga jenis coding, yaitu open coding, axial coding, dan selective coding. Open coding (pengodean terbuka) adalah bagian analisis yang berhubungan khususnya dengan penamaan dan pengkategorian fenomena melalui pengujian data secara teliti, dimana data dipecah ke dalam bagian-bagian yang terpisah, diuji secara cermat, dibandingkan untuk persamaan dan perbedaannya, dan pertanyaan-pertanyaan diajukan tentang fenomena sebagaimana tercermin dalam data (Emzir, 2012:139). Open coding merupakan tahap dimana peneliti berupaya untuk menemukan selengkap dan sebanyak mungkin variasi data yang ada, termasuk di dalamnya perilaku subjek penelitian dan situasi sosial lokasi penelitian, baik situasi sosial yang sudah terpola dalam kehidupan sehari-hari maupun yang bersifat insidental (Basrowi & Suwandi, 2008:206-207). Axial coding (pengodean berporos) merupakan tahap dimana analisis hubungan antarkategori dilakukan. Jadi, hasil yang diperoleh dari open coding akan diorganisasi kembali berdasarkan kategori-kategori, untuk kemudian dikembangkan ke arah proposisi-proposisi (Basrowi & Suwandi, 2008:207). Selective coding (pengodean selektif) merupakan tahap dimana peneliti menggolongkan kategori menjadi kriteria inti dan pendukung, serta mengaitkan antara kategori inti dan pendukungnya, dimana kategori ini ditemukan melalui perbandingan hubungan antarkategori dengan menggunakan model paradigma. Setelah itu, peneliti akan memberikan hubungan antarkategori dan akhirnya menghasilkan simpulan yang kemudian diangkat menjadi general design (Basrowi & Suwandi, 2008:208). Dalam penelitian ini, open coding merupakan proses dimana peneliti menjabarkan seluruh jawaban yang diberikan oleh informan. Jadi, semua yang disampaikan oleh informan akan dijabarkan secara
5
keseluruhan oleh peneliti dalam bentuk tulisan dan dilampirkan pada bagian transkrip. Axial coding merupakan proses dimana peneliti melakukan perbandingan pada jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan, dimana jawaban-jawaban informan ini dikategorikan dan dipisahkan dalam sebuah tabel perbandingan untuk kemudian dianalisis. Adapun axial coding ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan apakah terdapat kesesuaian atau tidak antara jawaban informan yang satu dengan informan yang lainnya, dimana jawaban-jawaban ini, baik yang sesuai ataupun tidak, kemudian akan dianalisis oleh peneliti. Selective coding merupakan proses dimana peneliti memisahkan atau menghighlight apa yang penting dari hasil wawancara untuk kemudian digunakan pada analisis hasil penelitian. Adapun highlight pada selective coding ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang ada, serta untuk memperkuat bab empat yang merupakan analisis hasil penelitian, dimana peneliti akan mengutip atau memparafrasekan jawaban-jawaban paling inti yang diberikan oleh informan.
METODE VALIDASI DATA Metode validasi data merupakan salah satu tahap akhir yang umumnya dilakukan dalam sebuah penelitian. Tahap ini bertujuan untuk menguji kevalidan atau keabsahan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Dalam penelitian ini, metode validasi data yang digunakan oleh peneliti adalah metode triangulasi data. Triangulasi data merupakan metode menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia. Jadi, jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan akan di cross-check dengan dokumen yang ada (Kriyantono, 2012:72). Teknik triangulasi juga merupakan teknik pengumpulan data hingga mencapai titik jenuh (redundancy of data gathering) yang menggunakan prosedur-prosedur yang beragam untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi (Denzin, 1989; Goertz & LeCompte, 1984 dalam Denzin & Lincoln, 2009:307). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga jenis metode triangulasi untuk menganalisis data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi waktu, dan triangulasi metode. Triangulasi sumber merupakan proses membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Jadi, dalam penelitian ini, akan dilakukan proses pengumpulan data pada beberapa orang informan. Triangulasi waktu merupakan proses membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi dengan mengadakan observasi lebih dari satu kali. Oleh karena itu, dalam triangulasi waktu ini, peneliti melakukan penelitian berkaitan dengan perubahan suatu proses dan perilaku manusia, dalam hal ini objek penelitian, karena perilaku objek penelitian dapat berubah setiap waktu. Sementara triangulasi metode merupakan proses mengecek keabsahan data atau temuan riset dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini, triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam pada beberapa orang informan, yang meliputi tiga orang staff quality control, head quality control, beserta dengan Programming Services Department Head selaku pimpinan yang membawahi sub divisi quality control. Triangulasi waktu dilaksanakan dengan melakukan proses observasi lebih dari satu kali dan membandingkan hasil pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lainnya. Sementara triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan tiga jenis metode pengumpulan data, yaitu dengan wawancara mendalam, observasi partisipan, dan studi kepustakaan.
HASIL DAN BAHASAN PEMAHAMAN AKAN KONSEP QUALITY CONTROL Secara keseluruhan, peneliti dapat menyimpulkan jika staff quality control telah memiliki pengetahuan dan pemahaman konsep yang baik, dimana staff quality control dapat menjabarkan dengan jelas mengapa quality control perlu dilakukan sebelum suatu program ditayangkan, seperti apa definisi dari proses quality control yang baik, apa saja job desk yang dimiliki oleh staff quality control, dan apa fungsi quality control bagi suatu stasiun tv. Dengan adanya pemahaman konsep yang baik, staff quality control dapat lebih terbantu dalam melaksanakan proses quality control.
PROSES PENGAWASAN & MODIFIKASI KONTEN Terkait dengan proses pengawasan dan modifikasi konten, dapat disimpulkan jika staff quality control memiliki kewenangan untuk menentukan apakah status suatu program dinyatakan ‘oke’ atau ‘revisi’. Jika suatu program dinyatakan revisi, maka staff quality control juga memiliki kewenangan untuk menambah, mengurangi, ataupun memodifikasi konten dari program yang bersangkutan, dimana kewenangan yang ada sifatnya mutlak. Dalam artian, jika suatu program dinyatakan revisi, maka program tersebut pasti akan dikembalikan ke editing untuk direvisi.
6
PROSES PENILAIAN & PENENTUAN KELAYAKAN Terkait dengan proses penilaian dan penentuan kelayakan, peneliti dapat menyimpulkan jika dalam pelaksanaannya, proses penilaian dan penentuan kelayakan sudah berlangsung dengan baik, karena ketika staff quality control menemui kendala, mereka akan mendiskusikannya satu sama lain untuk mencari alternatif solusi. Tidak hanya itu, jika setelah berdiskusi mereka masih merasa ragu, maka staff quality control akan meminta atasan untuk mengambil keputusan. Namun, meski demikian, masih terdapat satu kekurangan dalam proses penilaian dan penentuan kelayakan, yaitu tidak adanya aturan yang jelas, karena aturan yang ada masih bersifat abu-abu.
P3 & SPS Berdasarkan pemaparan baik dari staff maupun head quality control, peneliti dapat menyimpulkan jika P3 dan SPS selalu menjadi dasar bagi pelaksanaan quality control, karena P3 dan SPS merupakan regulasi yang bersifat hukum, sehingga sifatnya tegas, dimana jika P3 dan SPS dilanggar, maka akan ada sanksi yang dikenakan. Terkait dengan jenis pelanggaran program televisi, dapat disimpulkan jika pornografi menduduki posisi pertama untuk jenis pelanggaran program televisi yang paling sering ditemui saat ini.
KEWENANGAN IDEAL Berdasarkan pernyataan baik dari staff quality control maupun dari head quality control, maka peneliti dapat menyimpulkan jika dalam pelaksanaan quality control, baik staff maupun head quality control sebagai bagian dari department quality control perlu memiliki kewenangan yang mutlak. Hal ini karena kewenangan yang mutlak dapat memudahkan mereka dalam mengambil keputusan. Di samping, kewenangan mutlak memang seharusnya berada di tangan department quality control karena memang fungsi department quality control yang dibentuk untuk mengawasi, menseleksi, dan menentukan materi tayang suatu program.
PELAKSANAAN KEWENANGAN DI O CHANNEL Terkait dengan pelaksanaan kewenangan di O Channel, peneliti dapat menyimpulkan jika pelaksanaan kewenangan di O Channel tidak berjalan seperti yang seharusnya, karena masih terdapat banyak campur tangan atasan di dalamnya. Hal ini sungguh disayangkan mengingat seharusnya department quality control dapat bertindak sebagai pemegang kewenangan yang mutlak. Hal lain yang juga patut disayangkan adalah seringnya terjadi kasus dimana program yang menurut staff quality control revisi, namun ternyata dapat ditayangkan dengan kewenangan pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya, jika dilihat dari segi kewenangan pengambilan keputusan, peneliti dapat menyimpulkan jika pelaksanaan quality control yang berlangsung di O Channel masih belum ideal, karena kewenangan department quality control sifatnya masih terbatas.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Sebagai pembahasan hasil penelitian, ada beberapa hal yang peneliti jabarkan disini. 1. Quality control dan Gatekeeping Yang pertama, terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh staff quality control untuk memodifikasi konten program, dimana dalam hal ini, terlihat dengan jelas keterkaitan antara proses quality control yang dilakukan oleh staff quality control, dengan proses gatekeeping yang dilakukan oleh gatekeeper. Yang dimaksud dengan keterkaitan dalam hal ini adalah adanya kewenangan yang dimiliki, baik oleh staff quality control maupun oleh gatekeeper, untuk dapat menambahkan, mengurangi, ataupun memodifikasi pesan ataupun konten dari suatu program sebelum program tersebut ditayangkan. Hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Ardianto, Komala & Karlinah, bahwa fungsi gatekeeper adalah untuk mengevaluasi isi media agar sesuai dengan kebutuhan khalayaknya, dimana gatekeeper mempunyai wewenang untuk tidak memuat berita yang dianggap akan meresahkan khalayak (2012:36). Meskipun konsep yang dikemukakan lebih mengacu kepada proses gatekeeping, namun ternyata, konsep yang sama juga berlaku dalam proses quality control, dimana staff quality control juga berfungsi untuk mengevaluasi isi media, dengan wewenang untuk dapat membuang konten program yang dianggap dapat meresahkan masyarakat. Dalam prosesnya, berdasarkan pesan-pesan yang diterimanya, gatekeeper akan melakukan seleksi untuk menentukan pesan-pesan yang akan dikomunikasikan, dimana pesan-pesan yang diterima akan dipilah sesuai dengan keinginan gatekeeper. Setelah pesan dianggap matang, pesan ini baru kemudian akan disampaikan secara luas kepada penerima pesan. Hal yang sama juga berlaku dalam pelaksanaan quality control, dimana ketika menerima program-program yang masuk, staff quality control juga akan melakukan seleksi dengan cara mem-preview konten program. Baru setelah konten program dianggap matang dan layak tayang, konten program tersebut akan disiarkan kepada masyarakat luas. Lebih lanjut lagi, menurut John R. Bittner (1996), gatekeeper merupakan “individu-individu atau
7
2.
3.
4.
kelompok orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi (massa)”, dimana yang dapat disebut sebagai gatekeeper antara lain reporter, editor berita, bahkan editor film atau orang lain dalam media massa yang ikut menentukan arus informasi yang disebarkan (Nurudin, 2009:119). Terkait dengan hal ini, staff quality control juga dapat disebut sebagai bagian dalam perusahaan yang juga memiliki keterkaitan yang erat dengan proses gatekeeping, karena staff quality control juga memiliki peranan dalam menentukan arus informasi yang akan disebarkan melalui media massa. Akhirnya, terkait dengan keterkaitan antara proses gatekeeping dengan proses quality control, peneliti dapat menyimpulkan jika hampir sama seperti proses gatekeeping, proses quality control dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjaga materi tayang. Dengan kesamaan fungsi diantara keduanya, proses gatekeeping dan quality control sama-sama bertujuan untuk menentukan boleh atau tidaknya konten suatu program, yang berupa kata-kata, dialog, ataupun gambar, untuk ditayangkan. Hal ini sesuai dengan penekanan mengenai keterkaitan antara proses gatekeeping dengan quality control yang dikemukakan oleh Ardianto, Komala & Karlinah dalam bukunya Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, yang menyatakan bahwa staff quality control memiliki hubungan yang erat dengan gatekeeper, karena staff quality control dapat dianggap sebagai pihak yang membantu gatekeeper dalam menseleksi isi pesan (2012:36). Sehingga, karena sama seperti proses gatekeeping, proses quality control juga dapat diartikan sebagai proses dimana staff quality control menambahkan, mengurangi, memodifikasi, atau melakukan pemilahan atas konten program yang mereka saksikan, sebelum akhirnya program tersebut disiarkan secara luas kepada audience. Pentingnya Quality Control Hal kedua berkaitan dengan pelaksanaan quality control di stasiun tv, dimana seperti yang telah dijabarkan, department quality control memegang peranan penting dalam mengawasi konten program dan menentukan status kelayakan suatu program. Hal ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Ardianto, Komala & Karlinah, yang menyatakan bahwa pada umumnya, setiap stasiun televisi pasti memiliki tim quality control untuk menseleksi isi pesan komunikasi (2012:36). Pernyataan ini sendiri secara tidak langsung menekankan quality control sebagai salah satu kegiatan yang memegang peranan penting dalam suatu stasiun tv. Oleh karenanya, dapat disimpulkan jika quality control merupakan salah satu proses yang wajib dan penting untuk dilakukan, karena dapat mempengaruhi program yang akan disiarkan dan stasiun televisi yang terkait. Pemahaman akan Konsep Quality Control Hal yang ketiga berkaitan dengan pemahaman staff dan head quality control mengenai konsep quality control. Pada prinsipnya, karena staff dan head quality control mempunyai tugas utama untuk mem-preview program, maka pemahaman akan konsep quality control dapat dikategorikan sebagai suatu hal yang penting. Hal ini berkaitan erat dengan pelaksanaan quality control yang berlangsung, dimana jika staff dan head memiliki pemahaman yang baik, maka dapat dipastikan jika pelaksanaan quality control pasti akan lebih terstuktur dan tertata, karena mereka telah memiliki patokan atau dasar yang dapat digunakan dalam menjalankan proses quality control. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan jika staff dan head quality control telah memiliki pemahaman yang baik akan konsep quality control, dimana mereka mengetahui dengan pasti mengapa quality control perlu dilakukan sebelum suatu program ditayangkan, seperti apa definisi proses quality control yang baik, serta apa fungsi dari proses quality control bagi suatu stasiun televisi. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil pengamatan, peneliti juga menemukan jawaban yang sama, dimana dalam praktek kerjanya sendiri, baik staff maupun head quality control memahami dengan pasti apa tujuan dibentuknya sub divisi quality control di O Channel, sehingga mereka selalu berusaha untuk menjalankan tanggung jawab mereka dengan sebaik-baiknya. Proses Pengawasan dan Modifikasi Konten Hal keempat yang dijabarkan berkaitan dengan proses pengawasan dan modifikasi konten. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, proses pengawasan dan modifikasi konten merupakan salah satu job desk yang dimiliki oleh staff quality control, karena fungsi utama dari proses preview program adalah untuk menjaga atau mengawasi konten program. Terkait dengan hal ini, untuk melengkapi proses pengawasan yang dilakukan, staff quality control memiliki kewenangan untuk memodifikasi konten program. Dalam artian, staff quality control dapat menambah, mengurangi, ataupun mengubah konten ketika mereka menemukan adanya konten yang tidak layak. Kewenangan untuk memodifikasi konten yang dimiliki oleh staff quality control pun dapat dikatakan mutlak, dimana ketika staff quality control menyatakan konten ‘A’ harus dibuang, maka konten ‘A’ benar-benar harus dibuang. Terkait pengambilan keputusan untuk modifikasi program, dapat disimpulkan jika
8
5.
6.
keputusan yang dibuat oleh staff quality control sifatnya mutlak dan tidak bisa diganggu gugat oleh editor ataupun Production Assistant yang bertanggung jawab atas program. Proses Penilaian dan Penentuan Kelayakan Hal yang selanjutnya berkaitan dengan proses penilaian dan penentuan kelayakan. Sama seperti proses pengawasan dan modifikasi konten, proses penilaian dan penentuan kelayakan juga merupakan salah satu job desk yang dimiliki oleh staff quality control. Terkait dengan hal ini, ada dua hal yang digunakan oleh staff quality control untuk melakukan penilaian pada program, yaitu menggunakan acuan berupa P3SPS serta menggunakan common sense, jika terdapat konten yang membingungkan. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan, peneliti dapat menggambarkan jika dalam pelaksanaan quality control, staff dituntut untuk saling berinteraksi satu sama lain. Hal ini tercermin dari diskusi yang dilakukan oleh para staff ketika mereka merasa ragu untuk mengambil keputusan atas suatu adegan. Meskipun diskusi yang berlangsung antar sesama staff dapat menghasilkan jawaban yang dibutuhkan, namun tidak jarang, untuk memastikan keputusan yang dibuat, staff akan melakukan komunikasi dengan head. Diskusi dengan head inilah yang kemudian menghasilkan keputusan atas program, apakah suatu program dinilai layak untuk ditayangkan atau tidak. Intinya, dalam proses penilaian dan penentuan kelayakan, staff quality control dituntut untuk teliti dan harus dapat memastikan bahwa konten program yang dinilai layak merupakan konten yang sesuai dengan P3SPS. Pelaksanaan Quality Control Hal keenam berkaitan dengan pelaksanaan quality control yang berhubungan erat dengan P3SPS. Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti dapat menyimpulkan jika pelaksanaan quality control harus selalu mengacu pada P3SPS, karena seperti jawaban yang diberikan oleh salah seorang informan, P3SPS merupakan landasan yang menggambarkan apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan dalam suatu program siaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Morissan dalam bukunya Manajemen Media Penyiaran, yang menyatakan jika Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) merupakan panduan tentang batasan-batasan mengenai apa yang diperbolehkan dan/atau tidak diperbolehkan berlangsung dalam proses pembuatan (produksi) program siaran, sementara Standar Program Siaran (SPS) merupakan panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan/atau yang tidak diperbolehkan ditayangkan dalam program siaran (2011:356). Lebih lanjut lagi, menurut Morissan, P3SPS merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi acuan bagi stasiun penyiaran dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selaku pembuat aturan, untuk menyelenggarakan dan mengawasi sistem penyiaran nasional di Indonesia. Hal serupa juga dikemukakan oleh salah seorang informan yang menyatakan bahwa P3SPS merupakan aturan yang dibuat oleh negara dan bersifat hukum, sehingga pelanggaran terhadap P3SPS dapat menyebabkan stasiun tv terkait dikenakan sanksi oleh KPI. Oleh karenanya, P3SPS ini harus dipatuhi oleh setiap stasiun penyiaran, karena pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi, mulai dari sanksi ringan hingga berat. Sehingga, menurut Morissan, stasiun penyiaran wajib mensosialisasikan isi P3SPS kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, dan pendanaan program siaran lembaga penyiaran bersangkutan (2011:356). Pernyataan terkait P3SPS yang serupa dengan pernyataan informan ternyata dikemukakan juga oleh Saor Simanjuntak, selaku Ketua Advokasi IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) dalam bukunya Jurnalisme Televisi Indonesia Tinjauan Luar Dalam, dimana menurutnya, P3SPS menjadi acuan bagi pelaku atau praktisi penyiaran di lembaga penyiaran dalam memproduksi atau menyiarkan program, baik yang bersifat fakta (jurnalistis) atau non fakta (drama, non-drama, sitcom, dsb), dimana pelanggaran atas P3SPS akan mendapat sanksi, mulai dari teguran lisan, tertulis, hingga pencabutan izin siaran televisi (2012:110). Masih terkait dengan P3SPS, berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan jawaban jika jenis pelanggaran yang paling sering ditemukan dalam program televisi adalah pornografi dan sensualitas. Baru kemudian diikuti oleh kekerasan yang berada di posisi kedua, dan juga makian yang berada di posisi ketiga. Hal ini agak sedikit berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Afifi dalam jurnalnya yang berjudul Tayangan Bermasalah dalam Program Acara Televisi Indonesia, yang termuat dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, nomor 3 (2010: 254), dimana Afifi menggambarkan jenis-jenis pelanggaran program televisi yang mendapat teguran dari KPI, dengan kekerasan dan sadisme yang menduduki posisi pertama, serta seksualitas yang menduduki posisi kedua. Meskipun terdapat perbedaan peringkat antara hasil penelitian yang peneliti peroleh dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Afifi, namun, peneliti dapat menyimpulkan jika dua jenis pelanggaran paling utama yang paling sering ditemukan dalam berbagai jenis program televisi adalah kekerasan dan juga pornografi. Oleh karena itu, melalui bukunya Infotainmen Proses
9
7.
8.
Produksi dan Praktik Jurnalistik, Hartono kembali menegaskan mengenai pentingnya quality control, dimana menurutnya, dengan maraknya program-program televisi yang disiarkan kepada audience pada saat ini, maka quality control harus dilakukan guna memastikan bahwa materi yang ada telah sesuai dengan standar broadcast dan kebijakan stasiun televisi tersebut (2012:40). Kewenangan Ideal Hal ketujuh yang dijabarkan berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang ideal, dimana menurut head quality control, pelaksanaan kewenangan yang ideal adalah ketika department quality control menduduki posisi pertama sebagai pemegang kewenangan. Hal ini karena department quality control merupakan bagian yang bertugas untuk mem-preview program sekaligus bertanggung jawab atas konten program, sehingga untuk pelaksanaan kewenangannya, department quality control haruslah menjadi pemegang kewenangan tertinggi. Selain itu, pelaksanaan kewenangan juga disebut ideal ketika kewenangan yang dimiliki oleh department quality control sifatnya mutlak, sehingga tidak bisa diganggu gugat oleh pihak lain dalam perusahaan. Pelaksanaan kewenangan di O Channel Hal terakhir yang dijabarkan adalah hal yang juga menarik perhatian peneliti, yaitu terkait dengan pelaksanaan kewenangan di O Channel yang tidak sesuai dengan birokrasi yang seharusnya. Terkait dengan bagaimana pelaksanaan kewenangan yang seharusnya, peneliti memang tidak menemukan teori ataupun konsep yang dapat dijadikan landasan ataupun patokan untuk dijadikan perbandingan yang lebih lanjut. Namun demikian, penjabaran yang peneliti lakukan bukanlah tanpa acuan, karena peneliti menjadikan hasil wawancara yang peneliti peroleh sebagai acuan dalam diskusi ini. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti peroleh, peneliti menemukan jika terdapat suatu sistem yang berbeda di O Channel, dimana pelaksanaan kewenangan di O Channel tidak sesuai dengan birokrasi yang seharusnya. Disebut tidak sesuai karena berdasarkan penuturan dari para informan, dalam pelaksanaan kewenangan di O Channel, masih terdapat banyak campur tangan atasan, dimana atasan dapat dikatakan memegang peranan yang cukup besar. Hal ini lantas menyebabkan ruang gerak sub divisi quality control menjadi lebih sempit, karena kewenangan mereka yang juga terbatas. Lebih lanjut lagi, menurut para informan, jika harus dilihat secara legalnya, hal seperti ini sesungguhnya tidak diperbolehkan, karena dalam suatu stasiun tv, yang seharusnya memegang kewenangan tertinggi dalam urusan penentuan kelayakan program adalah department quality control. Namun sayangnya, untuk pelaksanaan di O Channel sendiri, dapat dikatakan jika atasan lah yang memegang kewenangan tertinggi, sehingga tidak jarang keputusan yang dibuat oleh sub divisi quality control masih dapat diubah oleh atasan. Adanya campur tangan atasan dalam pelaksanaan kewenangan di O Channel pun tidak jarang menyebabkan berbagai jenis program yang seharusnya revisi, baik secara teknis maupun konten, ternyata dapat ditayangkan dengan kewenangan dari atasan. Satu hal yang kemudian amat sangat peneliti sayangkan adalah masih belum terdapat aturan yang tegas di dalam perusahaan, yang berguna untuk melindungi staff beserta dengan head quality control, karena ternyata, meskipun staff dan head quality control telah melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, staff beserta dengan head quality control pasti akan menjadi salah satu pihak yang disalahkan, jika pada suatu waktu terjadi masalah pada konten program yang ditayangkan. Itulah mengapa menurut para informan, pelaksanaan kewenangan departement quality control di suatu stasiun tv seharusnya mutlak, dan mereka juga berharap jika pelaksanaan kewenangan di O Channel sendiri dapat berlangsung dengan mutlak, karena dengan kewenangan yang mutlak itulah staff beserta dengan head quality control dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, tanpa ada beban pikiran bahwa mereka akan menjadi pihak yang selalu disalahkan, atau tanpa ada beban pikiran akan segala sesuatu yang disebut dengan ‘politik kantor’.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Secara keseluruhan dapat diperoleh simpulan: a) Pelaksanaan proses quality control dalam menseleksi materi tayang pada stasiun televisi O Channel telah berjalan dengan baik. b) Terkait dengan kewenangan yang dimiliki, sub divisi quality control memiliki kewenangan yang mutlak dalam menentukan status kelayakan suatu program, apakah itu “oke” atau “revisi”, namun mereka tidak memiliki kewenangan dalam menentukan apakah suatu program yang dinyatakan revisi dapat ditayangkan atau tidak.
10
SARAN Saran akademis : Diharapkan melalui penelitian selanjutnya, dapat dihasilkan alternatif solusi, yang dapat dimanfaatkan oleh O Channel dan stasiun tv lainnya untuk menangani permasalahan terkait pelaksanaan kewenangan di dalam perusahaan. Saran Praktis : 1. Diharapkan pimpinan O Channel dapat mengeluarkan aturan internal baru yang tidak lagi bersifat ‘abu-abu’, yang dapat digunakan oleh staff dan head quality control dalam melaksanakan proses quality control. 2. Melalui hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan pimpinan O Channel dapat memberikan perhatian lebih pada sub divisi quality control, terutama terkait dengan pelaksanaan kewenangan yang berlangsung, sehingga sub divisi quality control dapat berperan sebagai pemegang kewenangan tertinggi dalam proses penentuan kelayakan di dalam perusahaan. 3. Sistem kerja yang teliti dan fokus dalam mem-preview program harus terus dipertahankan oleh staff dan head quality control, atau bahkan jika memungkinkan, sistem kerja yang berlangsung harus lebih ditingkatkan
REFERENSI Ahyari, Agus. (1992). Manajemen Produksi : Perencanaan Sistem Produksi. Yogyakarta : BPFE. Ardianto, Elvinaro, L. Komala dan S. Karlinah. (2012). Komunikasi Massa : Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Arifin, Eva. (2010). Broadcasting : to be broadcaster. Yogyakarta : Graha Ilmu. Assauri, Sofjan. (1980). Management Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Baksin, Askurifai. (2009). Jurnalistik Televisi : Teori dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Basrowi & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta. Blake, R. H. & E. O. Haroldsen. (2009). Taksonomi Konsep Komunikasi. Surabaya : Papyrus. Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana. Denzin, N.K & Yvonna S. Lincoln. (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Djamal, Hidajanto & A. Fachruddin. (2011). Dasar-Dasar Penyiaran : Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta : Kencana. Emzir. (2012). Analisis Data : Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers. Hartono, Dudi Iman. (2012). Infotainmen : Proses Produksi dan Praktik Jurnalistik. Jakarta : Akademia. Haryatmoko. (2007). Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi. Yogyakarta : Kanisius. Komisi Penyiaran Indonesia. (2012). Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Kriyantono, Rachmat. (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. Luwarso, Lukas dkk. (2008). Mengelola Kebebasan Pers. Jakarta : Dewan Pers. Mabruri, Anton. (2011). Manajemen Produksi Program Acara Televisi : Format Acara Televisi Nondrama, News & Sport. Depok : Mind 8 Publishing House. Mabruri, Anton. (2011). Penulisan Naskah TV Program Acara Televisi : Format Acara Televisi Nondrama, News & Sport. Depok : Mind 8 Publishing House. Morrisan. (2011). Manajemen Media Penyiaran : Strategi Mengelola Radio & Televisi. Jakarta : Kencana. Nurudin. (2009). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Rajawali Pers. Rahardjo, Turnomo. (2012). Memahami Literasi Media (Perspektif Teoritis). Dalam Darmastuti, Rini & Fajar Junaedi (Eds.), Literasi Media & Kearifan Lokal : Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta : Mata Padi Pressindo. Reksohadiprodjo, Sukanto & I. Gitosudarmo. (2000). Manajemen Produksi : Edisi 4. Yogyakarta : BPFE. Ridlo ‘Eisy, M. (2007). Peranan Media dalam Masyarakat. Jakarta : Dewan Pers. Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu. Simanjuntak, Saor. (2012). KPI dan Masa Depan Industri Televisi. Dalam Jauhari, Haris (Ed.), Jurnalisme Televisi Indonesia : Tinjauan Luar Dalam. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia. Soemanagara, Rd. (2006). Strategic Marketing Communication : Konsep Strategis dan Terapan. Bandung : Alfabeta.
11
Yamit, Zulian. (1998). Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta : Ekonisia.
JURNAL : Afifi, Subhan. (2010). Tayangan Bermasalah dalam Program Acara Televisi di Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, No. 3. Kriyantono, Rachmat. (2007). Pemberdayaan Konsumen Televisi melalui Ketrampilan Media Literacy dan Penegakan Regulasi Penyiaran. Jurnal Penelitian Komunikasi, Media Massa dan Teknologi Informasi, Volume 10, No. 21. Lubis, Mazdalifah. (2011). Televisi dan Anak-anak : Tantangan dalam Mewujudkan Televisi Sehat bagi Anak-anak Indonesia. Jurnal Semai Komunikasi, Volume 1, No. 2.
WEBSITE: http://repository.upnyk.ac.id diakses pada 9 April 2013 http://rachmatkriyantono.lecture.ub.ac.id/ diakses 9 April 2013 http://jurnal.komunikasi.stikomsemarang.ac.id `1 diakses 9 April 2013
RIWAYAT PENULIS Mega Herlina lahir di kota Cirebon pada tanggal 13 February 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu komunikasi, khususnya broadcasting, pada tahun 2013.