perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL
SKRIPSI
Oleh: Yohanes Don Bosco B. K3208056
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL 3
SKRIPSI
Oleh: Yohanes Don Bosco B. K3208056
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013
commiti to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitii to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL
Oleh: Yohanes Don Bosco. B K3208056
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013
commitiiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitv to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Bukan karena mudah, kita menjadi yakin bisa. Tapi karena kita yakin bisa, semua menjadi mudah. (Seorang Sahabat) Jangan patah semangat dengan apa yang terjadi pada beberapa percobaan awal. (John Kehoe)
commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis dedikasikan untuk: Bapak, Ibu, Kakak, dan keluarga besar penulis yang selalu ada dan mendukung penulis selama ini. Keluarga Komunitas Senthong Gedheg dan teman-teman Dipan
yang selalu memberi
semangat dan dukungan kepada penulis. Almamater
Fakultas
Pendidikan UNS.
viito user commit
Keguruan
dan
Ilmu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Yohanes Don Bosco. ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL. Skripsi, Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) sejarah dan perkembangan kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (2) Unsur-unsur rupa apa sajakah yang terdapat pada kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (3) Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip desain pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (4) Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip souvenir pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Sumber data yang digunakan memanfaatkan dokumen arsip, sumber informan, tempat dan peristiwa. Pengumpulan data diperoleh melalui : wawancara mendalam, observasi, studi pustaka dan analisis dokumen arsip. Uji keabsahan data dicapai dengan menggunakan triangulasi dan review informan. Analisis Data yang digunakan adalah model interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) keberadaan loro blonyo diproduksi sebagai souvenir di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul mulai ada tahun 1973 dan terus berkembang hingga saat ini, (2) souvenir loro blonyo yang diproduksi telah memperhatikan unsur-unsur rupa yang menyangkut warna, bentuk, ukuran, dan tekstur, namun untuk kreasi komposisi unsur rupa yang menonjol belum nampak, (3) sebagai produk kerajinan, souvenir loro blonyo juga telah menerapkan prinsip-prinsip desain tentang keharmonisan, kontras, keseimbangan, kesatuan, kesederhanaan, pusat perhatian, dan proporsi, namun dalam penerapannya kurang memperhatikan prinsip desain lainnya(4) sebagai souvenir, produk kerajinan loro blonyo juga telah menerapkan aspek ciri khas daerah, keterampilan tangan, bersifat benda seni, mudah dibawa, dan harga yang relatif terjangkau . Kata kunci: kerajinan, souvenir, loro blonyo, desain
viiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Yohanes Don Bosco. B. ANALYSIS PRINCIPLES IN PRODUCT DESIGN AND CRAFT SOUVENIR LORO BLONYO IN BOBUNG, PUTAT, PATUK, GUNUNG KIDUL.Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University Surakarta. The purpose of this study was to determine: (1) the history and development of handicrafts as a souvenir statue of Loro Blonyo Bobung tourism, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (2) elements form what are contained in the craft as a souvenir statue of Loro Blonyo tourism in Bobung, Putat, Patuk, Gunungkidul, (3) How does the application of the principles of design to craft products Loro Blonyo in Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, (4) How does the application of the principles of souvenir at Loro Blonyo handicraft products in Bobung , Putat, Patuk, Gunung Kidul. Kind of research is qualitative. Source of data used utilizing archival documents, source informant, places and events. Data collection was obtained through: in-depth interviews, observation, literature and archival document analysis. Test the validity of the data is achieved by using triangulation and reviews informant. Analysis of data used is an interactive model. Based on these results it can be concluded: (1) the existence of Loro Blonyo produced as a souvenir in Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul started there in 1973 and continues to thrive to this day, (2) Loro Blonyo produced souvenirs have noticed elements form a regarding color, shape, size, and texture, but for the creation of the elemental composition of a prominent way not visible, (3) as a product of craft, souvenir Loro Blonyo has also applied the design principles of harmony, contrast, balance, unity, simplicity, center attention, and proportion, but in its application less attention to other design principles (4) as a souvenir, handicraft products Loro Blonyo has also implemented typical aspects of the region, ambidexterity, nature art, portable, and affordable prices. Keywords: handicrafts, souvenirs, Loro Blonyo, design
commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus, atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
ANALISIS PRINSIP DESAIN DAN SOUVENIR PADA
PRODUK KERAJINAN LORO BLONYO DI BOBUNG, PUTAT, PATUK, . Penulisan skripsi merupakan salah satu tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Program Studi Seni Rupa pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan baik moril maupun materiil serta doa dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan masukan, pengarahan, dan dukungan kepada penulis sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Nanang Yulianto, S.Pd. M.Des, selaku Pembimbing Akademik dan pembimbing skripsi yang selalu memberikan masukan, pengarahan, dan dukungan kepada penulis sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Bapak, Ibu, Mbak Danis, Pakdhe Ari, dan Budhe Anik yang selalu memberi doa,semangat, dan dukungan yang tidak pernah berhenti kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai.
commitx to user
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Teman-teman mahasiswa Pendidikan Seni Rupa UNS dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna baik
segi substansi isi maupun teknis penulisan. Untuk itu sumbangsih saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan selanjutnya. Demikian semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, 28 Desember 2012
Penulis
commitxito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ ii PENGAJUAN ................................................................................................
iii
PERSETUJUAN ............................................................................................... iv PENGESAHAN ................................................................................................ v MOTTO ............................................................................................................ vi PERSEMBAHAN ............................................................................................. vii ABSTRAK ........................................................................................................ viii ABSTRACK ........................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ....................................................................................... x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii DAFTAR BAGAN ............................................................................................xvii DAFTAR TABEL ..............................................................................................xviii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xxii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN RELEVAN A. Kajian Teori .................................................................................. 1. Tinjauan tentang Kerajinan....................................................... 8 2. Tinjauan tentang Souvenir ........................................................ 9 3. Tinjauan tentang Pariwisata ...................................................... 11 4. Tinjauan tentang Prinsip Desain ............................................... 13 5. Tinjauan tentang Patung Loro Blonyo ...................................... 14
xiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian Yang Relevan ............................................................... 15 C. Kerangka Berpikir......................................................................... 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 17 B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................... 17 C. Data dan Sumber Data ................................................................ 17 1. Nara Sumber (Informan) .......................................................... 18 2. Peristiwa dan Aktivitas ............................................................. 18 3. Tempat atau Lokasi Penelitian ................................................. 18 4. Dokumen dan Arsip................................................................ 18 D. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 19 E. Pengumpulan Data ........................................................................ 19 1. Observasi .................................................................................. 19 2. Wawancara ............................................................................... 19 3. Studi Pustaka ............................................................................ 20 4. Analisis Dokumen dan Arsip .................................................. 20 F. Keabsahan Data ............................................................................ 20 1. Triangulasi................................................................................ 20 2. Review Informan ...................................................................... 21 G. Analisis Data ................................................................................. 22 1. Reduksi Data ............................................................................ 22 2. Display Data ............................................................................. 22 3. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi ................................
22
H. Prosedur Penelitian ....................................................................... 23 1. Tahap Pra Lapangan ................................................................ 24 2. Tahap Observasi Lapangan ...................................................... 24 3. Tahap Analisis Data ................................................................ 24 4. Tahap Penyusunan Laporan ..................................................... 24
xiiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Perkembangan Kerajinan Souvenir Loro Blonyo di Bobung .......................................................................... 25 1. Deskripsi lokasi Bobung, Putat, Patuk Gunung Kidul ...................................................................................... 25 2. Sejarah Loro
Blonyo
diproduksi
Sebagai
Souvenir ................................................................................. 28 3. Pengaruh Loro Blonyo Sebagai Souvenir Terhadap Masyarakat Bobung ............................................... 40 B. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Unsur Rupa .............................................................................................. 42 1. Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 45 2. Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 47 3. Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik ........................................................................ 49 4. Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 53 5. Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 55 6. Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 58 7. Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 60 8. Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 63 9. Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan
xivto user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teknik Finishing Cat .............................................................. 65 10. Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 68 11. Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 70 C. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Desain ............................................................................... 73 1. Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 76 2. Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 78 3. Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 80 4. Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 83 5. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat .............................................................. 85 6. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik ........................................................... 87 D. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip
Souvenir......................................................................... 90
1. Memiliki Ciri Khas Daerah..................................................... 90 2. Hasil Keterampilan Tangan .................................................... 105 3. Bersifat Benda Seni ................................................................ 108 4. Harga yang Relatif Terjangkau ............................................... 109 5. Mudah Dibawa ........................................................................ 110 E. Pembahasan ................................................................................. 113 1. Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Unsur Rupa ...................113
xvto user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Desain .................................................................................... 116 3. Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Souvenir ................................................................................. 120 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ...................................................................................... 123 B. Implikasi ...................................................................................... 125 C. Saran ............................................................................................ 126 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 127
xvito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN Halaman
Bagan
2.1. Bagan Kerangka Berpikir............................................................................ 16 3.1. Bagan Triangulasi Data .............................................................................. 21 3.2. Bagan Model Analisis Interaktif ................................................................ 23
xviito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Keprabon
dengan Teknik Finishing Cat ...................................................................... 45 2 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ....................................................................... 47 3 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik .................................................................... 50 4 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik .................................................................... 51 5 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ....................................................................... 53 6 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ....................................................................... 56 7 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ..................................................................... 58 8 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ..................................................................... 61 9 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat ....................................................................... 63 10 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat ....................................................................... 66 11 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik ..................................................................... 68 12 Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Basahan Teknik Finishing Batik ................................................................................. 71 13 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ........................................................................ 76
xviii commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik ..................................................................... 78 15 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ........................................................................ 80 16 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ..................................................................... 83 17 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Cat ..................................................................................... 85 18 Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik ..................................................................... 87 19 Analisis Bentuk pada Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon .................... 92 20 Analisis Bentuk pada Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian .................... 94 21 Analisis Bentuk pada Souvenir Loro Blonyo Model Basahan...................... 95 22 Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon..................... 98 23 Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian..................... 99 24 Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Basahan.......................100 25 Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon..................... 102 26 Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian..................... 103 27 Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Basahan.......................104 28 Alat yang Digunakan ..................................................................................... 106
xixto user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar
1 Peta Kecamatan Patuk ................................................................................... 26 2 Peta Dusun Bobung ....................................................................................... 26 3 Contoh Desain Loro Blonyo Model Basahan................................................ 31 4 Bahan yang digunakan .................................................................................. 32 5 Proses Memotong Kayu ................................................................................ 33 6 Proses Membelah Kayu................................................................................. 34 7 Proses Bakali ................................................................................................ 34 8 Proses Pembentukan Detail ........................................................................... 35 9 Proses Penghalusan ....................................................................................... 35 10 Proses Penyambungan ................................................................................... 36 11 Pengeringan dengan Tungku ......................................................................... 37 12 Proses Pendhempulan ................................................................................... 38 13 Proses Pengamplasan .................................................................................... 38 14 Finishing........................................................................................................ 39 15 Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ............... 45 16 Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat ............... 47 17 Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik ............ 49 18 Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ............... 53 19Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat ........... 55 20 Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ............ 58 21 Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik ....... 60 22 Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat ................. 63 23 Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat ............ 65 24 Loro Blonyo Pria Model Basahan Teknik Finishing Batik .......................... 68 25 Loro Blonyo Wanita Model Basahan Teknik Finishing Batik..................... 70 26 Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon ....................................................... 92
xxto user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian ....................................................... 93 28 Souvenir Loro Blonyo Model Basahan ......................................................... 95 29
..........................................................109
30 Ukuran Souvenir Loro Blonyo Tipe 25 cm ...................................................111 31 Ukuran Souvenir Loro Blonyo Tipe 20 cm ...................................................112
xxito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran
1 Instrumen Wawancara ...................................................................................130 2 Lampiran Foto ............................................................................................... 135 3 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi..................................................... 146 4 Surat Ijin Menyusun Skripsi .......................................................................... 147 5 Surat Permohonan Ijin Research / Try Out ...................................................148 6 Keadaan Wilayah Monografi ........................................................................ 150
xxiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang budaya Indonesia dengan berbagai jenis budaya yang ada dan masih memegang kuat nilai-nilai normatif tentu tidak akan cukup apabila hanya menyimak aspek yang nampak (terindera) saja. Segala produk budaya mulai dari produk bendawi dan non-bendawi merupakan bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri perlu mendapatkan perhatian guna mempertahankan eksistensinya. Seni sebagai salah satu produk budaya, yang dominan dan sering juga ditempatkan sebagai applied art adalah seni kerajinan, terutama kerajinan kayu. Kerajinan kayu sebagai hasil olahan manusia didalam memenuhi kebutuhan akan benda terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, kebutuhan manusia akan benda tidak hanya terpaku pada benda fungsional saja, namun juga telah sampai pada kebutuhan akan benda dekoratif yang memiliki nilai kekenang (kenangan). Budaya bendawi yang turut memberi andil dan menjamin akan kelangsungan hidup manusia bukanlah sekedar upaya manusia dalam sesaat (Soegeng TM, 2007:49). Keadaan ini juga cukup berperan dalam proses perubahan yang dapat memungkinkan terjadinya kebaruan pada posisi kerajinan kayu. Kerajinan kayu yang pada awalnya banyak difungsikan sebagai perabot kini mulai menduduki posisi sebagai benda kekenang. Perkembangan selanjutnya tampak lebih mencerminkan sebagai aset penghidupan, kemudian hadir sebagai bagian dari industri pariwisata, bahkan menjadi andalan produk ekspor mancanegara (Soegeng TM, 2007:47). Dunia pariwisata
merupakan
sektor
yang
sangat
potensial
untuk
digali
dan
dikembangkan lebih dalam. Dalam dunia pariwisata, keberadaan souvenir sangat dicari oleh wisatawan dan menjadi komponen penting dalam industri pariwisata. Seperti yang dikemukakan George McIntrye (1993) dalam Wardiyanto (2011), komponen dasar pariwisata salah satunya adalah sesuatu yang merupakan hasil budaya berupa produk fisik sebagai atraksi wisata. Dalam bidang ekonomi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
dengan semakin berkembangnya sektor pariwisata akan meningkatkan pula pendapatan yang masuk. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi untuk digali dan dikembangkan lebih dalam demi mencapai tujuan negara. Sesuai dengan Pembukaan UUD 45, tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia,
untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia maka dalam rangka mewujudkannya bisa dicapai melalui beberapa sektor. Sektor pariwisata mengambil peran penting dalam mewujudkan cita-cita negara, banyak sekali dampak positif yang bisa diambil dari sektor pariwisata ini mulai dari bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam bidang ekonomi salah satu sektor yang mempunyai potensi cukup besar untuk
dikembangkan
adalah kerajinan,
mengingat
potensi-potensi
penunjang yang cukup besar sebagai potensi nasional Indonesia. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi bahan baku atau sumber daya alam yang tersebar di seluruh Indonesia dan potensi tenaga manusia yang bersumber pada kelompok tenaga tradisional, dan kelompok budaya terdidik, serta potensi yang bersifat budaya (Anas, 2000:181). Minat pasar dunia terhadap barang-barang kerajinan Indonesia cukup besar, melalui berbagai pameran di dalam maupun luar negeri, atau melalui kegiatan pariwisata yang telah berlangsung cukup lama, barangbarang kerajinan Indonesia sudah cukup dikenal dan diminati di luar negeri. Menurut Biranul Anas (2000:182) ada empat kelompok kecenderungan permintaan pasar untuk komoditas produk-produk kerajinan, yaitu kelompok komponen atau perlengkapan bangunan dan interior yang terkonstruksi pada bagunnan, kelompok peralatan dan aksesori interior yang tidak terkonstruksi pada bangunan, kelompok busana dan aksesori busana, dan kelompok cindera mata atau gift items. Fokus perhatian yang menarik untuk diangkat adalah kelompok cindera mata (souvenir) atau gift items karena pada kelompok ini melibatkan aspek pariwisata, pasar, pengrajin, dan konsumen. Namun, sistem atau disiplin pasar dan perdagangan menuntut berbagai persyaratan. Faktor yang menjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
penghambat untuk memenuhi minat tersebut antara lain kapasitas produksi tertentu, kualitas produksi yang kurang kuat dan kurang halus serta disain yang belum matang dikembangkan, ketepatan waktu pengiriman yang belum bisa dijamin serta teknik pengepakan yang belum memenuhi syarat keamanan barang, harga produksi dan transportasi yang terlalu tinggi, dan kontinuitas yang belum terjamin (Anas, 2000:182). Bercermin pada potensi ekonomi yang membawa kemajuan bagi daerah penghasil pada khususnya dan bagi negara pada umumnya, tidak heran apabila saat ini kerajinan banyak dikembangkan dan telah banyak dijadikan sebagai sentra industri
kerajinan.
Sehingga
secara
umum
produk
kerajinan
sangat
memungkinkan untuk dijadikan unggulan yang mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Keadaan ini membuka peluang yang cukup menjanjikan, namun memerlukan kinerja yang optimal serta pengelolaan manajeman yang tertata dan terstruktur. Apabila ditarik kesimpulan, disatu sisi pemerintah menginginkan tercapainya tujuan negara dengan dasar memiliki potensi nasional di bidang kriya, namun disisi lain kalangan pengrajin dan pengusaha kerajinan belum sepenuhnya memanfaatkan dan mendayaguanakan potensi-potensi nasional yang telah ada dan belum bisa memenuhi persyaratanpersyaratan pasar serta disiplin perdagangan di dunia internasional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, dinyatakan bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam menunjang pembangunan nasional, diperlukan keterpaduan peranan Pemerintah, badan usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan kepariwisataan, maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata Indonesia tidak bisa berdiri sendiri dan perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak. Oleh sebab itu tidak heran apabila perkembangan pariwisata di Indonesia terjadi ketidakseimbangan antar daerah. Salah satu daerah yang memiliki potensi pariwisata cukup baik namun belum tergali secara maksimal adalah desa wisata Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Daerah tersebut merupakan sentra industri kerajinan kayu, khususnya kerajinan topeng kayu dan patung loro blonyo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Ada berbagai pandangan tentang loro blonyo dalam pemaknaannya, namun apabila ditarik satu gari lurus akan diperoleh satu struktur yang sama yakni berpasangan. Keduanya adalah pasangan yang berlawanan, berbeda satu dengan lainnya namun saling berelasi, melengkapi satu sama lain. Maka makna patung loro blonyo menurut pandangan orang Jawa bila dipahami lebih dalam adalah konsep tentang loroning atunggal (Subiyantoro, 2009:213). Sepasang patung tersebut pada hakekatnya satu (manunggal, bulat, utuh) simbol keutuhan dan kemanunggalan pria dan wanita, walau keduanya beda setelah dilulur dengan warna sama maka mereka menyatu (Endraswara, 2006:207-208). Seiring dengan perkembangan jaman, keberadaan dan fungsi loro blonyo juga mengalami mobilisasi dalam pemaknaannya. Loro blonyo yang semula ditempatkan di tempat peristirahatan raja dan permaisuri yang terletak di senthong tengah, kini banyak dijumpai di tempat yang lebih umum, seperti di ruang tamu, kamar hotel, dan ruang tamu. Loro blonyo yang menjadi simbol kemakmuran, keharmonisan, dan kesatuan kini mengalami difusi makna sebagai hiasan atau pajangan dengan tujuan membuat suasana lebih indah dan memiliki nilai estetis nan tradisi. Dalam perkembangannya pula, loro blonyo kini juga banyak dijumpai dalam berbagai ukuran. Para pengrajin di Bobung semua membuat loro blonyo sebagai souvenir dalam berbagai ukuran. Untuk ukuran 25 cm memiliki panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm pada patung pria, sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Untuk ukuran 20 cm memiliki panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm pada patung pria, sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo sebagai salah satu kerajinan kayu dan sebagai produk budaya juga perlu dikaji lebih dalam, tidak hanya semata-mata dinikmati dari segi estetis namun juga dari segi struktur luar (fisik) dan struktur dalam (nilai luhur budaya). Kaitannya dengan seni, seni merupakan kebutuhan manusia, walaupun bukan kebutuhan pokok. Bukan saja dalam bentuk hal-hal yang indah, tetapi lebih-lebih lagi dalam konsep-konsep seni yang sekarang dimana seni telah memasuki semua kegiatan manusia (Soedarso , 2006:4). Apabila mengacu pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
definisi kebudayaan Malinowski dalam Soedarso Sp (2006:60), yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan akan hal-hal yang indah umumnya jatuh pada kesempatan terakhir, maka seniman pembuatnya (dalam hal ini pengrajin) harus memperhatikan dua macam kualifikasi dalam penciptaan, perencanaan, dan eksekusinya, yakni cocok dipakai dan indah bentuknya. Oleh sebab itu, perlu ditegaskan bahwa bentuk perupaan pada loro blonyo dalam mewujudkan bentuk seni rupa perlu memperhatikan hukum atau asas penyusunan untuk menghindari kesan monoton dan tidak terstrukur. Desain dapatlah dikatakan sebagai bagian kebudayaan manusia, dengan demikian desain bukan hanya sebagai karya saja melainkan meliputi proses dan aktivitas yang ikut merumuskan dan membentuk kebudayaan itu sendiri (Agus Sachari (ed), 1986:186:). Proses desain souvenir tidak bisa lepas dari pertimbangan ekonomi dan itu merupakan tujuan estetik yang diperhitungkan secara ekonomi, karena estetik yang tercipta juga tuntutan pasar, dalam hal ini itulah estetik dalam desain yang kadang-kadang dipergunakan sebagai daya pikat agar konsumen terjerat untuk membeli (Agus Sachari, 1989:82). Sebagai souvenir, pembuatan loro blonyo juga sangat memperhatikan asas penyusunan yang kemudian dikenal sebagai struktur rupa, yang terdiri atas unsur desain, prinsip desain, dan asas desain. Unsur-unsur tersebut tidak hadir secara terpisah dalam sebuah karya, tetapi diciptakan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mewujudkan citra tertentu yang ingin dikemukakan (R.M. Soedarsono, 1992:167). Selain itu, dalam souvenir juga terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi, yaitu berciri khas tradisional, merupakan hasil kerajinan tangan, mudah dibawa, dan tentunya berbentuk benda seni. Pengkomposisian unsur rupa yang mencakup tentang warna, bentuk, ukuran dan tekstur harus mempertimbangkan beberapa aspek lain yang saling mendukung. Oleh sebab itu, perlu dianalisis mengenai unsur-unsur rupa sajakah yang terdapat dalam kerajinan souvenir loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Selain unsur rupa, perlu juga dianalisis mengenai penerapan prinsip desain pada souvenir ini. Karena sebagai salah satu produk kesenian, loro blonyo sebagai souvenir juga memperhatikan prinsip desain dalam penciptaannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Tidak terlepas sebagai souvenir ada kriteria-kriteria yang harus terpenuhi, dan untuk mengetahuinya perlu dianalisis juga mengenai penerapan prinsip souvenir pada kerajinan loro blonyo ini. Sehingga dengan mengetahui unsur-unsur rupa yang ada, penerapan prinsip desain pada penciptaannya, dan penerapan prinsip souvenir diharapkan mampu menghasilkan produk souvenir loro blonyo yang berkualitas.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitikberatkan pada rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah sejarah dan perkembangan kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?
2.
Unsur-unsur rupa apa sajakah yang terdapat pada kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?
3.
Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip desain pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?
4.
Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip souvenir pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul?
C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1.
Mengetahui sejarah dan perkembangan kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.
2.
Menganalisis unsur-unsur rupa yang terdapat pada kerajinan patung loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.
3.
Menganalisis penerapan prinsip-prinsip desain pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.
4.
Menganalisis penerapan prinsip-prinsip souvenir pada produk kerajinan loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan mampu menambah wawasan tentang kerajinan patung loro blonyo. b. Hasil penelitian dan penulisan ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian dan penulisan lain yang sejenis. 2) Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dan terlibat, terutama dalam bidang pariwisata dan kebudayaan. b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pariwisata dalam mengembangkan sektor pariwisata dengan memaksimalkan potensi loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Desa Bobung. c. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri dengan memaksimalkan potensi loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Desa Bobung. d. Memberikan inovasi dan pengembangan khususnya untuk desain loro blonyo sebagai souvenir pariwisata bagi pengrajin di Desa Bobung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN RELEVAN A. KAJIAN TEORI 1. Tinjauan tentang Kerajinan Definisi kerajinan dalam Wikipedia dituliskan bahwa kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan). Kerajinan yang dibuat biasanya terbuat dari berbagai bahan. Dari kerajinan ini menghasilkan hiasan atau benda seni maupun barang pakai. Biasanya istilah ini diterapkan untuk cara tradisional dalam membuat barang-barang. Tentang kerajinan disebutkan bahwa kerajinan menghasilkan barang-barang perabotan, barang-barang hiasan, atau barang- barang anggun yang masing-masing bermutu kesenian (Ensiklopedia Indonesia dalam Achmad Junaedi, 2004:27). The Principal of Art mengemukakan ciri-ciri kerajinan sebagai berikut: a.
Kerajinan selalu melibatkan adanya perbedaan antara peralatan dan tujuan, istilah peralatan secara bebas melekat pada benda-benda yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya alat-alat, mesin, dan bahan bakar. Istilah peralatan dalam konteks di atas tidak hanya tertuju pada bendanya, melainkan juga pada perbuatan-perbuatan yang ada hubungannya dengan alat-alat tersebut atau penggunaan alat-alat produksi, mesin-mesin, atau pembakaran bahan bakar, dengan kata lain melalui pengoperasian alat-alat tersebut.
b.
Kerajinan itu melibatkan suatu perbedaan antara perbedaan perencanaan dan pelaksanaan manusia. Hasil yang diperoleh sudah dipikirkan sebelum perencanaan dan pelaksanaannya. Perajin tahu apa yang akan dibuat sebelum ia memulai apa yang dibuatnya, misalnya: karakter bahan yang digunakan sebagai bahan baku kerajinan, karakter bahan tersebut harus jelas, desain yang digunakan sebagai pedoman harus tegas dan jelas, baik dari bentuk maupun ukuran.
c.
Alat dan tujuan dalam proses perencanaan berhubungan searah (sejalan), sedang dalam proses pelaksanaan berlainan arah. Dalam perencanaan, tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
lebih dulu ada dari pada alat. Tujuan harus dipikir terlebih dulu, setelah itu baru alat. Sedang dalam pelaksanaan, alat ada terlebih dahulu dan tujuan dicapai melalui alat-alat tersebut. d.
Ada perbedaan antara bahan dasar dengan produk jadi, kerajinan selalu dibuat dan bertujuan untuk mengubah bentuk itu menjadi bentuk lain, perubahan itu bermula dari bahan dasar dan berakhir pada produk jadi.
e.
Ada perbedaan antara bentuk dan materi, materi adalah apa yang ada dalam bahan dasar dan pada produk jadi sama, dan bentuk adalah apa yang berbeda atau lain, bentuk dari kerajinan yang berubah. Untuk menguraikan bahan dasar itu sebagai sesuatu yang mentah bukanlah bermaksud utnuk mengatakan bahwa bahan itu belum lagi mempunyai bentuk seperti yang akan didapat nanti bila sudah menjadi produk jadi lewat tranformasi bentuk atau perubahan bentuk. Buchori dalam Achmad Junaedi (2004:34) membagi kerajinan kedalam
empat kategori, yakni: a.
Bermakna budaya, yaitu barang yang di buat sebagai simbol budaya.
b.
Bermakna apa atau kepercayaan, yaitu barang-barang yang berbentuk totem, arca, topeng, perahu untuk upacara kelahiran, perkawinan dan persembahan, atau medium lain yang mempunyai nilai spiritual atau kualitas metafisis.
c.
Bermakna adat istiadat setempat, barang-barang terap yang dibuat mempunyai nilai praktis yang bersifat universal, namun dapat dimodifikasi.
d.
Bermakna ekonomi yang mengarah pada industri, barang-barang yang dibuat untuk dijual-belikan.
Dari beberapa pengertian di atas, loro blonyo sebagai souvenir merupakan hasil buatan
tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan
melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan).
2. Tinjauan tentang Souvenir Seseorang yang melakukan kunjungan ke suatu tempat atau dalam rangkaian perjalanan pariwisata tentu menginginkan suatu kenangan berupa kejadian atau benda tertentu. Terkait dengan motivasi tersebut, keberadaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
cinderamata banyak menjadi buruan bagi wisatawan yang berkunjung.Souvenir adalah benda yang diperoleh di tempat kunjungan yang disimpan sebagai tanda kenang-kenangan mengenai seseorang, tempat, objek atau peristiwa yang dikunjunginya (Soekarsono, 1981:1). Kata souvenir dalam bahasa Inggris berarti tanda mata; oleh (John M.Echols dan Hasan Shadily, 1992:542). Kamus Bahasa Indonesia menjelask diberikan sebagai kenang-kenangan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991:1530). Berdasarkan beberapa definisi mengenai souvenir diatas, disimpulkan bahwa souvenir merupakan benda yang dibawa oleh wisatawan dari daerah yang telah dikunjungi sebagai kenang-kenangan dari perjalanannya. Souvenir sebagai benda yang memiliki nilai kenang-kenangan haruslah memiliki kriteria-kriteria tertentu yang mampu memberikan kesan, minat, dan memberikan daya tarik untuk membelinya. Agung Indarto (2001:36) menuliskan tentang hasil penelitian Direktorat Jendral Industri Kecil yang didasarkan pada riset pasar yang dilakukan melalui Proyek Balai Pengembangan Industri Kecil pada tahun 1997 sebagai berikut: Menurut kategori souvenir benda-benda yang banyak digemari oleh para pembeli (dalam dan luar negeri) adalah benda-benda hiasan yang berbentuk benda seni serta mempunyai motif tradisional. Benda-benda souvenir yang banyak disenangi oleh wisatawan asing adalah benda-benda yang proses pembuatannya melalui keterampilan tangan dan seni kerajinan tradisional dengan peralatan yang sederhana. Pada intinya, souvenir merupakan benda yang berciri khas tradisional daerah tertentu dan merupakan hasil kerajinan tangan. Proses pembuatannya harus memperhatikan tehnik-tehnik penghalusan dalam penyelesaian akhirnya dan benda tersebut dibuat dengan kualitas bagus dan indah, dengan demikian wisatawan akan tertarik dan tetap membelinya sekaligus sebagai promosi kepariwisataan kita (Oka A. Yoeti, 1986:15). Terkait dalam dunia pariwisata, barang-barang souvenir buatan Indonesia dapat disajikan kepada para wisatawan dalam kemasan yang menarik dan mengandung nilai-nilai seni budaya tinggi, asli, dan harganya tidak mahal (Nyoman S. Pendit,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
1981:25). Souvenir pada umumnya yang sesuai dengan selera wisatawan adalah barang yang mudah dibawa dan memiliki harga murah. Berdasar beberapa pengertian diatas, dapat dianalisis bahwa souvenir memiliki beberapa prinsip dalam penciptaannya yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis kerajinan loro blonyo sebagai suatu produk souvenir, yakni: a.
Memiliki ciri khas daerah tertentu, hal ini sangat penting karena souvenir tersebut menjadi kenangan dari tempat yang telah dikunjungi.
b.
Merupakan hasil keterampilan tangan, sehingga keberadaan souvenir bisa menarik minta wisatawan untuk membelinya.
c.
Memiliki bentuk benda seni, karena souvenir merupakan hasil dari kebudayaan daerah setempat yang tertuang kedalam suatu produk kerajinan, dalam hal ini kerajinan kayu.
d.
Harga yang relatif terjangkau, diharapkan dengan harga yang relatif murah dapat dijangkau wisatawan dari semua kalangan yang berkunjung.
e.
Mudah dibawa, wisatawan yang berkunjung tentu tidak semua menyediakan tempat yang luas, sehingga souvenir haruslah tidak memakan banyak tempat dan ringan bobotnya.
3. Tinjauan tentang Pariwisata Di Indonesia, kata pariwisata pertama kali dikemukakan secara resmi oleh Prof.Priyono (Alm) pada Munas Pariwisata di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958 (Wardiyanto, 2011:3). Kata pariwisata kemudian disyahkan oleh Presiden Soekarno, dan sejak saat itu istilah tourisme sudah diganti dengan pariwisata. Hal ini juga berpengaruh pada digantinya Dewan Tourisme Indonesia menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI). Pada tahun 1960, Dewan Pariwisata Indonesia ditetapkan sebagai satu-satunya penanggung jawab dan menyelenggarakan segala jenis pariwisata (Wardiyanto, 2011:3). Semua tentang pariwisata telah diatur dalam Peraturan Republik
Indonesia
Nomor
67
Tahun
1996
Kepariwisataan yang menyatakan bahwa:
commit to user
tentang
Pemerintah
Penyelenggaraan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
a.
b. c.
d. e.
f. g.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata; Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut; Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata; Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut; Objek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata; Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan Pengertian mengenai pariwisata juga sangat identik dengan istilah travel
dalam bahasa Inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkalikali dari satu tempat ke tempat lain. Pernyataan ini didukung oleh pengertian pariwisata berikut: Pariwisata merupakan kegiatan bersenang-senang yang melibatkan banyak orang, ditandai dengan adanya perpindahan (mobilisasi) dari satu tempat yang merupakan tempat tinggalnya ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya, dimana perpindahan ini tidak bertujuan untuk menetap, mencari nafkah (Wardiyanto, 2011:4). Berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dan didukung dengan berbagai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata merupakan sebuah rangkaian perjalanan individu maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata dalam rangkai pencapaian kebahagiaan sosial, budaya, alam, dan ilmu. Dari beberapa pendapat di atas, kaitan antara loro blonyo sebagai souvenir dan pariwisata adalah souvenir loro blonyo merupakan objek dan daya tarik wisata kategori budaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
4. Tinjauan tentang Prinsip Desain designo (Italy) yang berarti gambar (Jervis, 1984 dalam Agus Sachari, 2004:3). Kaitannya dengan konteks gambar, Webster Dictionary disebutkan bahwa desain merupakan sketsa gagasan yang memuat konsep bentuk yang akan dikerjakan (Agus Sachari, 2004:8). Bruce Archer (1976) dalam Agus Sachari (2004:6) menyatakan bahwa desain adalah salah satu bentuk kebutuhan badani dan rohani manusia yang dijabarkan melalui berbagai bidang pengalaman, keahlian, dan pengetahuannya yang mencerminkan perhatian pada apresiasi dan adaptasi terhadap sekelilingnya, terutama yang berhubungan dengan bentuk, komposisi, arti, nilai, dan berbagai tujuan benda buatan manusia. Pendapat Archer tersebut didukung dengan pengertian desain yang tertulis dalam Encyclopedia Britanica (dalam Agus Sachari, 2004:8) yang dimana desain merupakan susunan garis atau bentuk yang menyempurnakan rencana kerja seni dengan memberikan penekanan khusus pada aspek proporsi, struktur, gerak, dan keindahan secara terpadu. Dalam mewujudkan desain tidak bisa terlepas dari empat unsur desain (Sachari, 2004:71), yakni unsur konsep, unsur rupa, unsur pertalian, dan unsur peranan. Lebih detail, Wucius Wong (1986:3) menjelaskan bahwa: 1.
Unsur Konsep, meliputi titik, garis, bidang, dan gempal (volume)
2.
Unsur Rupa, meliputi raut (bentuk), ukuran, warna, barik (tekstur)
3.
Unsur Pertalian, meliputi arah, kedudukan, ruang, gaya berat
4.
Unsur Peranan, meliputi imba (gaya), makna, tugas Proses desain juga menuntut wawasan yang luas dalam berbagai ilmu dan
menggunakan nalar dalam proses penciptaan desain dan harus peka terhadap lingkungan dan unsur-unsur rupa serta mampu mengolahnya berdasarkan prinsip desain (R.M. Soedarsono, 1992:186). Adapun prinsip
dalam mengkomposisi
desain adalah harmoni, kontras, unity, balance, balance, simplicity, aksentuasi, dan proporsi (Dharsono, 2004:113). Dengan mengetahui prinsip desain diatas dapat digunakan dalam menganalisis loro blonyo sebagai souvenir berdasar prinsip desain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
a.
Harmoni, merupakan perpaduan unsur-unsur yang berbeda dekat (selaras).
b.
Kontras, merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda tajam.
c.
Unity (kesatuan), merupakan kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, dan isi pokok dari komposisi sehingga menampilkan tanggapan secara utuh.
d.
Balance (keseimbangan), keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual.
e.
Simplicity (kesederhanaan), merupakan penyederhanaan yang selektif dan kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik.
f.
Aksentuasi, merupakan titik berat untuk menarik perhatian (centre of interest).
g.
Proporsi, merupakan skala yang mengacu antara bagian dengan keseluruhan.
5. Tinjauan tentang Patung Loro Blonyo Patung loro blonyo pada dasarnya merupakan cerminan sepasang temanten Jawa yang mengenakan busana tradisi Jawa. Beberapa definisi loro blonyo dalam Slamet Subiyantoro (2011), antara lain: a.
b.
c.
d.
Rajiman menyatakan Roro Blonyo adalah perwujudan sepasang pengantin yang diletakkan di depan ruang penganten, keduanya bersikap; perempuan duduk simpuh, dan laki-laki duduk bersila dengan pakaian penganten basahan (dalam Subiyantoro, 2011:17) Edy Tri Sulistyo menyatakan patung loro blonyo terbuat dari tanah liat, kayu, logam, tembaga, atau kuningan dan dirias sperti pengantin putra dan pengantin putri, ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan), boneka pengantin putra di kanan dan boneka pengantin putri di sebelah kirinya (dalam Subiyantoro, 2011:27). Agus Nur Setyawan mendefinisikan patung loro blonyo adalah sepasang patung pengantin Jawa dalam posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan (dalam Subiyantoro, 2011:41). Slamet Subiyantoro menuliskan bentuk patung loro blonyo merupakan pasangan patung laki-laki dan perempuan mengenakan busana adat Jawa gaya basahan (Subiyantoro, 2011:144).
Dari beberapa definisi dan penggambaran tentang patung loro blonyo diatas, disimpulkan bahwa patung loro blonyo adalah pasangan patung laki-laki dan perempuan yang terbuat dari kayu, tanah liat atau perunggu atau benda lain, dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan dan ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan).
B. PENELITIAN RELEVAN Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dalam upaya penyusunan skripsi ini adalah: Indarto, Agung. 2001. Kajian Desain Souvenir Golek Kayu Temanten Jawa di Sanggar Pelita Kasih, Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni Indonesia. Desain souvenir berpedoman pada kriteria-kriteia souvenir yang keberadaannya berhubungan dengan kepariwisataan yang bersifat komersial. Benda-benda tradisional yang sebelumnya berfungsi sebagai benda budaya berubah fungsi sebagai souvenir karena adanya motivasi yang bersifat komersial dan berorientasi pada nilai ekonomis (2001: 27).
C. KERANGKA BERPIKIR Potensi yang bisa digali dan dikembangkan untuk menjadi sentra industri salah satunya adalah kerajinan. Karena pada kerajinan tidak hanya sebagai benda pakai, namun keberadaannya juga telah dipergunakan sebagai benda kekenang atau souvenir. Bobung, sebagai salah satu sentra industri kerajinan loro blonyo sangat potensial untuk lebih dikembangkan. Produk kerajinan loro blonyo dari Bobung sudah banyak diterima masyarakat umum. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain faktor alam, sumber daya manusia, dan beberapa pelatihan yang berkaitan dengan kerajinan loro blonyo. Produk kerajinan loro blonyo yang dihasilkan tidaklah monoton, hal ini tidak terlepas dari penerapan prinsip desain dan prinsip souvenir oleh para pengrajinnya. Produknya tidak hanya memperhatikan segi estetis saja, namun juga memperhatikan pertimbangan sebagai benda souvenir. Keberadaan loro blonyo sebagai souvenir akan memberi pengaruh pada segi sosial, budaya, dan ekonomi. Kerangka pemikiran ini dibuat dengan maksud supaya lebih mudah penelitian dalam alur pemikiran yang didasarkan pada tema penerapan prinsip desain dan souvenir pada produk kerajinan patung loro blonyo di Bobung, Putat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Patuk, Gunung Kidul. Adapun penggambaran dari kerangka berpikir ini sebagai berikut:
Sejarah Bobung sebagai Sentra Kerajinan Loro Blonyo
Proses Produksi Kerajinan Loro Blonyo
Loro Blonyo
Produk Kerajinan Loro Blonyo
Konteks
Souvenir
Unsur Rupa: Warna, Bentuk, Ukuran, Tekstur
Prinsip Desain:
Prinsip Souvenir:
Harmoni, Kontras, Kesatuan, Keseimbangan, Kesederhanaan, Aksentuasi, Proporsi
Ciri khas, Harga, Benda Seni, Mudah dibawa, Hasil Keterampilan Tangan
Bagan 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
BAB III METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di sentra industri kerajinan kayu di desa Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena daerah tersebut merupakan sentra kerajinan kayu, khususnya kerajinan patung loro blonyo yang sesuai dengan kajian yang penulis angkat. Sedangkan untuk waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2012. Mulai dari proses pengajuan judul, penyusunan proposal, penelitian, penyusunan hasil laporan penelitian hingga menjadi bentuk skripsi. Namun apabila data-data yang diperlukan dirasa penulis belum mencukupi, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan penelitian ini diperpanjang waktu penelitiannya hingga data-data terlengkapi.
B. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena dengan pendekatan kualitatif bisa mendapatkan data yang sesuai dengan fakta dan kenyataan terjadi di lapangan (natural setting) tanpa ada rekayasa. Untuk itu peneliti harus turun ke lapangan, mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha mendalami dan memahami dunia sekitarnya (Nasution. 1988:5). Jenis penelitian dalam penulisan ini menggunakan analisis isi, data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif dikelompokkan berdasarkan pola, tema atau kategori yang kemudian dianalisis berdasar sudut pandang peneliti (Nasution, 1988:126). Kategori dalam penelitian ini adalah berdasarkan unsur rupa, prinsip desain, dan souvenir.
C. DATA DAN SUMBER DATA Data yang dikumpulkan
bersifat verbal dan non-verbal, dimana data
verbal kaya akan informasi, sedang data non-verbal kaya akan konteks (Nasution,1988:69-70). Sumber data dari penelitian ini meliputi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
1.
Nara Sumber (Informan) Sumber data yang berupa manusia dikenal sebagai responden, dimana memiliki pengertian bahwa posisi responden sekedar memberikan respond atau tanggapan berdasar apa yang dilontarkan peneliti (Sutopo, 2002:57). Dalam hal ini, nara sumber yang dimaksud penulis adalah pengrajin atau masyarakat sekitar, pengurus Koperasi, pihak dari dinas terkait, dan orang yang ahli dalam bidang desain. Pengrajin yang dijadikan key informan adalah Bapak Sujiman (53 tahun) dan Bapak Tukiran (60 tahun) selaku perintis Bobung sebagai sentra kerajinan loro blonyo. Untuk memperkuat data yang diperoleh, penulis menambahkan beberapa informan, yakni Bapak Ismandi (38 tahun) selaku ketua Koperasi KOPRINKA, Bapak Kemiran (51 tahun) selaku Kepala Dusun Bobung, Bapak Suroso (35 tahun) selaku Ketua Badan Pengelola Desa Wisata (BPDW), dan beberapa pengrajin yang ada di Bobung.
2.
Peristiwa dan Aktivitas Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikannya sendiri (Sutopo, 2002:58). Dalam penelitian ini, peristiwa dan aktivitas yang dimaksud adalah peristiwa dan aktivitas pengrajin di lokasi penelitian, kegiatan koperasi dan dinas terkait lainnya.
3.
Tempat atau Lokasi Penelitian Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas, bisa dilakukan dengan menggali sumber lokasi yang berupa tempat atau lingkungan (Sutopo, 2002:59). Tempat atau lokasi dalam penelitian ini adalah di sentra industri kerajinan loro blonyo di desa Bobung.
4.
Dokumen dan Arsip Dokumen dan arsip merupakan sebuah rekaman (tulisan atau gambar) yang terkait dengan suatu peristiwa atau aktivitas. Secara lebih khusus, arsip merupakan rekaman yang memiliki sifat lebih formal dan terencana yang dimiliki oleh organisasi (Sutopo, 2002:61). Dalam penelitian ini, sumber data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
yang termasuk dalam dokumen dan arsip adalah foto sampel produk kerajinan loro blonyo sebagai souvenir, katalog, arsip koperasi dan arsip BPDW.
D. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL Teknik ini merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan yang mengarah pada seleksi. Dalam penelitian ini, teknik yang dipakai penulis dalam pengambilan sampel atau cuplikan adalah teknik purposive sampling. Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa dalam purposive sampling kecenderungan yang terjadi adalah peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara mendalam (Sutopo, 2002:63-64). Dengan demikian diharapkan bahwa informan nantinya bisa memberikan informasi yang tepat sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Selain informan, penulis juga menggunakan teknik yang sama dalam menentukan sampel kerajinan loro blonyo yang akan dianalisis. Loro blonyo model basahan, kasatrian, dan keprabon adalah sampel produk yang diambil oleh penulis. Karena ketiga model inilah yang diproduksi oleh para pengrajin di Bobung. Sehingga dalam proses analisis penulis bisa memusatkan perhatian pada produk mana yang dijadikan sampel.
E. PENGUMPULAN DATA Proses pengumpulan data merupakan proses yang sangat penting, karena terkait langsung dengan data yang nantinya akan diperoleh. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yakni: 1.
Observasi Observasi atau pengamatan yang dipakai adalah observasi berperan pasif, artinya peneliti mengenali perilaku dan kondisi lingkungan penelitian secara formal maupun non formal tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif (Sutopo, 2002:57).
2.
Wawancara Teknik wawancara atau tanya jawab ditujukan untuk menggali informasi dari narasumber atau informan. Dalam wawancara terdapat dua jenis wawancara,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
yakni wawancara terstruktur dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam digunakan penulis dalam mengumpulkan data, karena dengan teknik ini mengarah pada kedalaman informasi guna mendapatkan data yang rinci, sejujurnya, dan mendalam (Sutopo, 2002:67). 3.
Studi Pustaka Pengumpulan data melalui studi pustaka berarti mengumpulkan data-data yang terkait dengan kajian penelitian yang terdapat pada media cetak maupun media elektronik berupa internet.
4.
Analisis Dokumen dan Arsip Dalam hal ini peneliti tidak hanya mencatat isi penting yang ada dalam dokumen atau arsip, tetapi juga memahami secara mendalam apa yang tertera didalamnya (Yin dalam Sutopo, 2002:78). Dokumen yang terkait dalam hal ini berupa foto sampel produk kerajinan loro blonyo sebagai souvenir, katalog, arsip koperasi dan arsip BPDW.
F. KEABSAHAN DATA Validitas merupakan proses pembuktian bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan sebenarnya ada atau terjadi (Nasution,1988:105). Ditambahkan pula bahwa dalam penelitian kualitaitf terdapat dua macam validitas, yakni validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal menggambarkan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada partisipan, sedang validitas eksternal memungkinkan perbandingan dengan hasil-hasil studi lain dan agar dapat diadakan perbandingan oleh peneliti lain. Dalam menentukan validitas bisa dengan cara triangulasi data dan review informan. 1.
Triangulasi Patton (1984) menyatakan bahwa ada empat macam teknik triangulasi, yaitu triangulasi data (data triangulation), triangulasi peneliti (investigator triangulation), triangulasi metodologis (methodological triangulation), dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
triangulasi teori (theoretical triangulation). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik tirangulasi yang pertama, yakni triangulasi data. Teknik triangulasi data menurut istilah Patton ini juga sering disebut sebagai triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar didalam pengumpulan data menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Data yang sama atau sejenis akan lebih mantab kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Atau bisa juga menggunakan satu jenis sumber data, namun beberapa informan atau sumber data yang digunakan harus berbeda (Sutopo, 2002:88-89). Informan 1 DATA
Wawancara
Informan 2 Informan 3
atau
DATA
Wawancara
Informan
Content Analysis
Dokumen atau arsip
Observasi
Aktivitas
Bagan 3.1. Bagan Triangulasi Data (Sutopo, 2002:89)
2.
Review Informan Review Informan merupakan usaha dari pengembangan validitas data dalam penelitian kualitatif pada umumnya. Pada waktu peneliti dirasa sudah mendapatkan data yang cukup, lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun masih belum utuh dan menyeluruh maka unit-unit laporan yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Namun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
terkadang suatu pernyataan bisa tidak disetujui oleh informan karena berkaitan dengan jaminan rasa aman. Oleh sebab itu peneliti wajib memberikan jaminan rasa aman bagi informan (Sutopo, 2002:93-94).
G. ANALISIS DATA Proses analisis merupakan proses mengolah data kualitatif sehingga dapat diambil kesimpulan yang valid. Dalam analisis terdapat tiga komponen penting yang meliputi reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan dan verifikasi. Menurut Nasution (1988:129-130), yang dimaksud dengan: 1.
Reduksi Data Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan tersebut kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya.
2.
Display Data Agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks, dan chat.
3.
Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi Kesimpulan atau hipotesis sering timbul dalam pengumpulan data, namun kesimpulan tersebut masih kabur dan meragukan. Oleh sebab itu kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru, atau juga dengan lebih mendalam dalam penelitian sehingga bisa mencapai persetujuan bersama. Untuk model analisis yang digunakan adalah model analisis interaktif.
Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen analisis selama proses kegiatan pengumpulan data
berlangsung (Sutopo, 2002:107). Supaya
mempermudah dalam pemahaman tentang model analisis interaktif, berikut ilustrasi model analisis interaktif:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan (Verifikasi) Bagan 3.2. Bagan Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2002:108)
Reduksi data dan sajian data harus disusun pada waktu peneliti sudah mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Data yang berupa catatan lapangan disusun menjadi rumusan pengertian dari peneliti yang berupa pokok-pokok temuan (reduksi data). Kemudian diikuti sajian data yang berupa cerita yang sistematis dan logis. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti melakukan proses untuk menarik simpulan dan verifikasi. Namun apabila simpulan dirasa masih kurang mantap dikarenakan kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian data, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (Sutopo, 2002:108).
H. PROSEDUR PENELITIAN Prosedur penelitian adalah tahap-tahap atau langkah-langkah yang harus ditempuh seorang peneliti agar penelitian yang akan dilakukannya berjalan dengan sistematis, sehingga dapat mencapai tujuan. Sedangkan prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Tahap pra lapangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
a. Menyusun proposal penelitian. b. Mengurus perijinan. c. Mengadakan pra survey. d. Memilih dan memanfaatkan informasi yang bersifat informal. e. Menyiapakan perlengkapan penelitian. 2.
Tahap observasi lapangan a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri. b. Mendapatkan data selengkap mungkin, dengan terlibat langsung dalam kancah.
3.
Tahap analisis data. a. Memantapkan analisis awal pada data-data yang sudah masuk. b. Melaksanakan analisis pada kasus tunggal sesuai dengan teknik analisisnya sehingga diperoleh simpulan dan saran-saran. c. Menyusun simpulan akhir sebagai hasil penelitian dan saran-saran keseluruhan dari proses pengumpulan data dan analisis.
4.
Tahap penyusunan laporan. a. Mengatur data serta memeriksa kembali kelengkapannya. b. Menulis laporan lengkap. c. Memeriksa kesatuan laporan. d. Memperbanyak laporan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN KERAJINAN SOUVENIR LORO BLONYO DI BOBUNG
1.
Deskripsi Lokasi Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul Bobung merupakan Dusun yang secara administratif terletak di Desa Putat,
Kecamatan Patuk. Wilayah Dusun ini memiliki luas 78.100 Ha, dengan tata guna lahan sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, ladang, dan pekarangan. Dusun Bobung terletak sekitar 7 Km dari Kecamatan Patuk, atau 12 Km dari kota Wonosari. Topografi lahan di Dusun Bobung ini didominasi oleh perbukitan yang memiliki kemiringan agak curam, dengan jenis tanahnya adalah tanah merah dan berpasir sehingga tanah tersebut memiliki tingkat daya serap tanah yang baik (tidak mudah erosi). Di sebelah Barat Dusun terdapat anak sungai yang berasal dari sungai Blumbungan dengan kondisi debit air yang relatif minim. Lahan disekitar sungai banyak dimanfaatkan untuk areal pertanian sawah maupun palawija.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Patuk (Sumber: Penyusunan Site Plan Desa Wisata Bobung, 2008)
Gambar 4.2 Peta Dusun Bobung (Sumber: Penyusunan Site Plan Desa Wisata Bobung, 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Secara administratif, Dusun Bobung memiliki batas untuk sebelah Barat berbatasan dengan desa Blumbungan, sebelah Utara berbatasan dengan dusun Batur, kecamatan Patuk, sebelah Timur berbatasan dengan desa Nglegi, kecamatan Nglegi, dan sebelah Selatan berbatasan dengan desa Bunder, kecamatan Bunder. Sedangkan untuk batas alam Dusun Bobung sebelah Barat dibatasi oleh sungai Blumbungan, sebelah Utara dibatasi oleh sungai Nglegi, sebelah Timur juga dibatasi sungai Nglegi, dan sebelah Selatan dibatasi oleh sungai Bunder. Kondisi sarana dan prasarana yang ada di Dusun Bobung masih relatif minim, seperti yang dijabarkan berikut ini: a.
Jalan Aksesbilitas yang yang ada memiliki klasifikasi jalan lokal dengan kelas jalan
IIIc. Hampir semua jalan yang ada di Dusun Bobung sudah beraspal, namun beberapa kondisinya masih memprihatinkan. Seluruh permukiman Bobung sudah mendapatkan akses ke jalan ini, sehingga aktivitas sosial-ekonomi masyarakat relatif tidak mengalami kendala. Akses jalan menuju dusun Bobung bisa ditempuh melalui ruas jalan Sambipitu-Nglipar yang memiliki panjang 10.79 Km dengan kondisi jalan baik. Akses lain juga bisa ditempuh melalui ruas Wonosari-Nglipar yang memiliki panjang 10.00 Km dengan kondisi jalan sedang. b.
Transportasi Jalur trayek angkutan umum belum dapat menjangkau permukiman penduduk
yang berada di Dusun Bobung, hal ini dikarenakan belum cukup tingginya intensitas penumpang yang melalui Dusun Bobung. Namun pemerintah Kabupaten Gunung Kidul telah menetapkan jalur trayek yang melalui kawasan Sambipitu. c.
Listrik Dusun Bobung sudah mendapatkan jaringan listrik yang tersebar keseluruh
permukiman warga. Selain dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari juga digunakan dalam pengerjakan industri kerajinan kayu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
d.
Telekomunikasi Saluran telekomunikasi masih menggunakan telepon selular, mengingat
jaringan telekomunikasi kabel masih belum menjangkau Dusun Bobung. Sedangkan apabila ada gangguan atau bahaya seketika masyarakat menggunakan kenthongan atau pengeras suara. e.
Air Bersih Kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat Bobung selama ini dipenuhi dari
sumber air tanah yang ada disekitar permukiman. Jaringan instalasi air dari PDAM belum dapat menjangkau kawasan ini dikarenakan area Dusun Bobung yang mempunyai kemiringan lahan yang lumayan curam.
2.
Sejarah Loro Blonyo diproduksi Sebagai Souvenir Desa Bobung memang sudah identik dengan kerajinan kayunya, terutama
kerajinan topeng dan patung loro blonyo. Dari hasil penelitian, menurut Pak Tukiran (60 thn) kerajinan kayu di desa Bobung mulai terkenal sejak tahun 1973. Sedangkan untuk loro blonyo mulai diproduksi massal sebagai souvenir sejak tahun 1985. Loro blonyo diproduksi sebagai souvenir adalah semakin tertariknya wisatawan yang berkunjung ke Keraton Jogja terhadap patung loro blonyo yang dipajang di museum keraton. Berhubung patung tersebut tidak boleh dibeli, maka Romo Asmo memiliki inisiatif untuk menciptakan loro blonyo yang dibuat sebagai souvenir. Pada tahun 1985 Romo Asmo kemudian memilih Pak Tukiran untuk membuat loro blonyo sebagai souvenir dan mengajarkan cara untuk membuatnya. Hingga sekarang desa Bobung terkenal tidak hanya kerajinan topeng saja, namun juga kerajinan loro blonyo. Berkaitan dengan posisi loro blonyo sebagai souvenir, ada berbagai respon yang menanggapi hal tersebut. Respon positif dan kurang mendukung muncul dikarenakan sudut pandang yang berbeda. Loro blonyo pada dasarnya merupakan cerminan sepasang temanten Jawa yang mengenakan busana tradisi Jawa. Beberapa definisi loro blonyo dalam Slamet Subiyantoro (2011:17, 27, 41, 144), antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
e.
f.
g. h.
Rajiman menyatakan Roro Blonyo adalah perwujudan sepasang pengantin yang diletakkan di depan ruang penganten, keduanya bersikap; perempuan duduk simpuh, dan laki-laki duduk bersila dengan pakaian penganten basahan (dalam Subiyantoro, 2011:17) Edy Tri Sulistyo menyatakan patung loro blonyo terbuat dari tanah liat, kayu, logam, tembaga, atau kuningan dan dirias sperti pengantin putra dan pengantin putri, ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan), boneka pengantin putra di kanan dan boneka pengantin putri di sebelah kirinya (dalam Subiyantoro, 2011:27). Agus Nur Setyawan mendefinisikan patung loro blonyo adalah sepasang patung pengantin Jawa dalam posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan (dalam Subiyantoro, 2011:41). Slamet subiyantoro menuliskan bentuk patung loro blonyo merupakan pasangan patung laki-laki dan perempuan mengenakan busana adat Jawa gaya basahan (Subiyantoro, 2011:144).
Dari beberapa definisi dan penggambaran tentang loro blonyo diatas, disimpulkan bahwa loro blonyo adalah pasangan patung laki-laki dan perempuan yang terbuat dari kayu, tanah liat atau perunggu atau benda lain, dalam posisi duduk bersimpuh, yang mengenakan busana gaya basahan dan ditempatkan di depan pedaringan atau di depan petanen (krobongan). Persepsi loro blonyo sebagai souvenir menurut beberapa tokoh masyarakat mendapat respon yang sedikit beragam. Dari pihak yang tidak sepaham dengan posisinya sebagai souvenir beranggapan bahwa loro blonyo seharusnya sesuai pakem, mulai dari bahan, teknik penecatan, dan motif batik (Pak Kemiran, 51 tahun). Namun dengan adanya dorongan kebutuhan ekonomi dan semakin banyaknya pesanan loro blonyo, maka eksistensi loro blonyo sebagai souvenir tetap terjaga walaupun makna sebenarnya dari loro blonyo mulai kurang dipahami oleh kaum awam. Menurut Kepala Dusun Bobung ini, loro blonyo memiliki makna yang sangat dalam pada kehidupan berumah tangga. Dua insan menjadi satu dan untuk selamanya, merupakan nilai dapat ditampilkan oleh loro blonyo. Di pihak lain, salah satu perintis kerajinan kayu di desa Bobung, Pak Sujiman berpendapat bahwa dengan adanya loro blonyo sebagai souvenir akan menambah penghasilan, baik untuk pengrajin dan untuk pemerintah desa. Tidak hanya menambah penghasilan pengrajin, dengan adanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
industri ini mampu menciptakan sentra industri kerajinan kayu dan mendukung terwujudnya desa wisata kerajinan kayu Bobung. Perkembangan selanjutnya, pada pola kehidupan yang materialistis ini anggapan terhadap keberadaan loro blonyo sering diposisikan sebagai barang hiasan interior. Maka melalui souvenir, loro blonyo diharapkan mampu menjadi pengingat akan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Makna loro blonyo menurut salah satu pengrajin di Dusun Bobung, Pak Slamet Riyadi (43 tahun) adalah simbol sepasang suami-istri yang tidak dapat dipisahkan. Pada posisi loro blonyo sebagai souvenir, memiliki fungsi sebagai pengingat sepasang suami-istri akan pentingnya kesatuan dalam manjalin rumah tangga. Seperti yang dikemukakan Endraswara dalam Subiyantoro (2009:214), sepasang patung tersebut pada hakekatnya satu (manunggal, bulat, utuh) simbol keutuhan dan kemanunggalan pria dan wanita, walau keduanya beda setelah dilulur dengan warna sama maka mereka menyatu. Untuk perlakuan loro blonyo sebagai fungsi pengingat juga tidak ada perbedaan, dipajang di kamar atau tempat berkumpulnya keluarga. Dan dengan semakin majunya jaman, pemaknaan terhadap loro blonyo juga mengalami perkembangan. Loro blonyo yang secara tradisi ditempatkan di senthong tengah dan disakralkan, berkembang menjadi hiasan ruangan yang menambah nilai estetik. Menurut pengrajin lainnya, loro blonyo sebagai souvenir sangat mendukung kelangsungan usaha mereka. Order semakin meningkat karena tidak hanya sebatas ahun). Loro blonyo sendiri
topeng,tapi juga loro blonyo
Motif dan desain semua tergantung pesanan. Menurut Pak Sujiman, dalam order ada tiga macam desain, yakni desain buyer, desain pengrajin, dan desain paduan. Prospek loro blonyo sebagai souvenir sudah mampu menembus pasar ekspor luar negeri. Jepang, Kanada, Amerika, Arab, Cina, dan Timur Tengah merupakan beberapa negara tujuan ekspor loro blonyo. Untuk negara-negara Timur karakteristik yang diminati lebih mengarah dari segi bahan, yakni kayu utuh. Sedang untuk negara-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
negara Barat tidak begitu bermasalah dengan bahan, karena mereka lebih tertarik pada batik yang ada. Adapun tahapan pembuatan kerajinan patung loro blonyo adalah sebagai berikut (Subiyantoro, 2009:162-174): a.
Menentukan Desain
Gambar 4.3. Contoh Desain Loro Blonyo Model Basahan (Sumber: Yohanes,2012) Menentukan desain, yakni membuat rencana bentuk dengan cara mendesain. Penentuan desain bisa berasal hasil kreatifitas pengrajin, namun dalam konteks sebagai souvenir tidak menutup kemungkinan desain berasal dari konsumen. Berdasarkan penelitian, menurut Pak Sujiman (53 tahun) desain patung loro blonyo ada tiga macam, yakni desain dari pengrajin, desain dari konsumen, dan desain campuran antara ide pengrajin dan konsumen. Dengan demikian diharapkan mampu memberikan kepuasan terhadap bentuk yang diinginkan konsumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
b.
Penyediaan Bahan dan Alat
Gambar 4.4. Bahan yang digunakan (Sumber: Yohanes,2012) Penyediaan bahan baku dan alat. Bahan kayu yang biasa digunakan dalam pembuatan loro blonyo adalah kayu sengon, pule, puso, dan jati. Kayu sengon memiliki sifat yang lunak dan mudah dibentuk, awet, dan sangat baik untuk finishing dengan menggunakan cat. Namun kayu jenis ini mudah retak, terutama apabila terkena sinar matahari secara langsung. Kayu pule memiliki sifat yang mudah dibentuk dan sangat baik untuk finishing dengan teknik batik. Hanya saja kayu jenis ini mudah lapuk yang disebabkan oleh rayap. Selain itu, kayu pule tidak ditemukan disekitar Yogyakarta, tetapi didatangkan dari daerah Purworeja dan Wonosobo sehingga diperlukan modal tambahan untuk mendatangkan kayu pule ini. Sedangkan untuk kayu puso memiliki sifat lebih halus dari kayu sengon dan pule. Kekurangan kayu ini adalah lebih keras dan bekas daunnya masih ada, sehingga untuk finishing hasilnya kurang memuaskan. Kayu yang paling bagus untuk membuat loro blonyo adalah kayu jati, meskipun keras tapi mudah dibentuk dan lebih awet. Namun harga patung dengan kualitas kayu jati tidaklah murah, sehingga pengrajin hanya membuatnya jika ada pesanan saja. Alat yang digunakan antara lain gergaji dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
berbagai ukuran, kapak, pengot (untuk meghaluskan), bubut, pisau ukir, dan pisau cecek (untuk detail). c.
Memotong Kayu
Gambar 4.5. Proses Memotong Kayu (Sumber: Yohanes,2012) Memotong kayu, dengan menggunakan gergaji besar (xinsaw) untuk memotong kayu glondhongan atau yang masih utuh. Gergaji kecil digunakan untuk memberi batas bagian kayu yang akan dihilangkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
d.
Membelah Kayu
Gambar 4.6. Proses Membelah Kayu (Sumber: Yohanes,2012) Membelah kayu, proses ini dilakukan dengan menggunakan circle diesel atau circle listrik. e.
Bakali
Gambar 4.7. Proses Bakali (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Bakali, proses membentuk patung secara global dari potongan kayu dengan menggunakan kapak. f.
Pembentukan Detail
Gambar 4.8. Proses Pembentukan Detail (Sumber: Yohanes,2012) Pembuatan bentuk secara detail mulai dari bagian atas hingga bawah. g.
Penghalusan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Gambar 4.9. Proses Penghalusan (Sumber: Yohanes,2012) Penghalusan, menggunakan pengot yang berfungsi untuk menghaluskan bagian yang sudah dibentuk. Sedangkan untuk membuat bagian anggota tubuh seperti tangan menggunakan bubut. h.
Penyambungan
Gambar 4.10. Proses Penyambungan (Sumber: Yohanes,2012) Penyambungan, dengan cara menekan paku sebagai penyatu dengan menggunakan martil dan pemberian lem perekat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
i.
Pengeringan
Gambar 4.11. Pengeringan dengan Tungku (Sumber: Yohanes,2012) Pengeringan, agar terhindar dari hama yang masih menempel pada kayu biasanya dilakukan langkah pengawetan dengan direndam air yang sudah dicampur PK (potosium permanganat) selama empat jam. Perbandingan campuran air dengan obat pengawet adalah 1 liter banding 75 liter, sebagai gambaran obat pengawet bisa mengawetkan seratus pasang patung dengan ukuran 25cm. Setelah direndam kemudian dikeringkan, namun untuk kayu yang mudah retak cukup diangin-anginkan saja. Ada dua alternatif unutk proses pengeringan, yakni dengan sinar matahari langsung dan menggunakan tungku kayu. Proses pemanasan menggunakan tungku dengan kekuatan panas sekitar 50o selama 24 jam. Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk menetralkan kandungan air dari kayu bisa keluar sehingga tidak pecah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
j.
Pendhempulan
Gambar 4.12. Proses Pendhempulan (Sumber: Yohanes,2012) Pendhempulan, tujuan dari proses ini adalah untuk menutupi bagian kayu yang cacat supaya tidak terlihat. Bahan yang digunakan adalah serbuk grajen yang sudah diayak dan dicampur dengan lem kayu. k.
Pengamplasan
Gambar 4.13. Proses Pengamplasan (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Pengamplasan, merupakan penyempurnaan penghalusan yang masih kasar terutama pada bagian yang terkena dhempul. l.
Finishing
Gambar 4.14. Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012) Finishing, tahap akhir (pewarnaan) yang memberi kesan bahwa patung sudah selesai dibuat. Ada dua teknik dalam pewarnaan, teknik cat dan teknik batik. Pada umunya teknik cat lebih banyak dilakukan karena lebih murah dan awet. Alat-alat seperti kuas dan bahan bisa digunakan berulang-ulang. Untuk teknik ini diawali dengan diolesi warna dasar kemudian diamplas, diulang sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk menghilangkan bekas goresan kuas supaya tampak lebih rapi dan halus. Selanjutnya memberi warna pada tiap bagian tubuh dan ornamen untuk memunculkan detail bentuk. Langkah terakhir dalam teknik cat ini adalah penyemprotan dengan menggunakan melamin. Tujuannya supaya cat tidak luntur ketika terkena air. Tampak lebih halus, dan mengkilat. Pada teknik finishing dengan batik sama dengan batik pada umunya. Alat dan bahan yang digunakan sama, yakni canthing, malam, wajan kecil, dan kompor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Tahapan teknik batik diawalai dengan pembuatan sketsa, mencanthing, pewarnaan, dan melorod. Warna yang digunakan adalah naptol karena warna yang muncul lebih cerah, sementara bahan warna indigosol jarang digunakan karena warna yang muncul kurang cerah. Untuk warna cerah dilakukan dengan cara dicelup, dan untuk warna yang lebih gelap dilakukan dengan cara colet. Jika menghendaki warna lain, prosesnya diulang-ulang hingga sesuai warna yang diinginkan. Jika sudah selesai, tahap terakhir adalah proses lorod dengan menggunakan abusoda. Khusus untuk teknik finishing batik tidak selalu dikerjakan di bengkel pengrajin setempat, namun tidak jarang dilemparkan ke pengrajin lainnya.
3.
Pengaruh Loro Blonyo Sebagai Souvenir Terhadap Masyarakat Bobung Loro blonyo sebagai souvenir memiliki dampak kepada mayarakat Dusun
Bobung, baik secara sosial, ekonomi, budaya, maupun infrastruktur dan lainnya. Ada dua sisi dampak loro blonyo sebagai souvenir, segi positif dan negatif. Segi positif dapat terlihat dari semakin banyaknya pesanan ke pengrajin yang tentu akan meningkatkan ekonominya. Selain itu, dengan semakin tersebarnya loro blonyo sebagai souvenir secara tidak langsung telah mengenalkan kebudayaan Jawa ke berbagai daerah dan berbagi negara lain. Untuk desa Bobung sendiri, akan bisa mewujudkan desa wisata sentra kerajinan kayu yang akan meningkatkan kualitas dan nama baik desa Bobung dan akan meningkatkan pendapatan desa. Sementara itu, sisi negatif yang akan muncul dengan loro blonyo sebagai souvenir adalah potensi terjadinya platgiat. Hal ini sangat memungkinkan apabila melihat dengan banyaknya workshop dan sistem magang kerja yang secara tidak langsung telah membuka jalan bagi orang luar untuk mencuri ide dan keterampilan dapat membuat kerajinan kayu ini, terutama loro blonyo. Selain itu, dengan semakin banyaknya produksi secara besar-besaran akan berpengaruh pada kondisi lingkungan alam. Kalau tidak ada antisipasi untuk hal ini akan sangat besar kemungkinan terjadinya kesulitan pengadaan bahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Sebagai souvenir, loro blonyo tentu tidak hanya berkaitan dengan permasalahan penjualan produk saja tetapi juga sangat berkaitan dengan pariwisata. Hal ini karena souvenir merupakan salah satu unsur yang terdapat pada dunia pariwisata. Wardiyanto (2011:14-18), mengelompokkan dampak pariwisata menjadi tiga, yakni dampak sosial, dampak budaya, dan dampak ekonomi. a.
Dampak Sosial Dampak sosial yang muncul cukup luas dan tidak mudah dideteksi. Mekanismenya dapat dideteksi dari konteks hubungan yang terjadi antara wisatawan dan masyarakat lokal, antara lain: wisatawan membeli barang-barang (loro blonyo) dan menggunakan jasa-jasa yang ditawarkan oleh penduduk lokal, wisatawan dan penduduk secara kebetulan berdampingan satu sama lain, dan mereka saling bertemu untuk bertukar informasi. Dalam hal ini, sangat jelas bahwa adanya kontak budaya antara wisatawan dan penduduk lokal terjadi. Latar belakang budaya berbeda membuat local genius yang dimiliki Bobung menjadi kunci tetap bertahannya budaya asli penduduk lokal, jika tidak bisa menimbulkan goncangan sosial budaya.
b.
Dampak Budaya Wood (1984) dalam Wardiyanto (2011:16), selama ini banyak peneliti yang menghantam objek diam (kebudayaan daerah), atau melalui objek perantara (broker kebudayaan). Dalam hal ini tersirat juga asumsi bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diam, tidur, atau pasif, dan seolah-olah kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang homogen. Dari ilustrasi diatas jelas digambarkan bahwa benturan budaya terjadi menyebabkan mobilitas terhadap kebudayaan itu sendiri. Selanjutnya Wood (1984) menganjurkan didalam melihat pengaruh wisata terhadap kebudayaan masyarakat setempat, harus disadari bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang paling memungkinkan adalah dengan menganggap bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
pariwisata adalah pengaruh luar yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat, dimana masyrakat mengalami proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang disebut sebagai tourisfication (turisfikasi). Urry (1990) dalam Wardiyanto (2011:17) menjelaskan bahwa kebudayaan memang selalu mengalami proses adaptasi, termasuk dalam menghadapi pariwisata, dan didalam proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas akan hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan antar budaya. c.
Dampak Ekonomi Keberadaan loro blonyo sebagai souvenir pariwisata diharapkan mampu menambah kekuatan disektor ekonomi masyarakat Bobung. Untuk mendukung hal tersebut telah diadakan palatihan-pelatihan yang membawa dampak pada semakin pahamnya masyarakat Bobung akan home stay, pengadaan tracking, pengadaan
sistem
paket wisata,
keterampilan berbahasa
Inggris,
dan
pengembangan desain produk.
B. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Unsur Rupa Suatu gagasan rupa dapat dituangkan dengan unsur rupa, sehingga dapat dimengerti oleh penafsir (Sachari, 2005:71). Sebelum masuk kedalam unsur rupa, unsur konsep merupkan hal dasar dalam sebuah perancangan. Unsur konsep sebenarnya tidak ada, namun keberadaannya terasa (Wong, 1986:3). Adapun yang termasuk dalam unsur konsep adalah titik, garis, bidang, gempal (volume). Wong (1986:3) menjelaskan bahwa, titik tidak memiliki panjang dan lebar, tidak mengambil daerah atau ruang, merupakan pangkal dan ujung sepotong garis, dan merupakan perpotongan atau pertemuan antara dua garis Jika sebuah titik bergerak, jalan yang dilalui membentuk garis. Garis mempunyai panjang tanpa lebar, mempunyai kedudukan dan arah, kedua ujungnya berupa titik. Garis juga merupakan batas sebuah bidang. Jalan yang dilalui seutas garis yang bergerak (ke arah yang bukan arah dirinya) membentuk sebuah bidang. Bidang mempunyai panjang dan lebar, tanpa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
tebal, mempunyai kedudukan dan arah, dibatasi oleh garis dan menentukan batas terluar sebuah gempal (volume). Sedangkan jalan yang dilalui bidang bergerak (ke arah yang bukan arah dirinya) membentuk gempal. Gempal mengambil tempat dalam ruang dan terbungkus oleh bidang. Unsur yang berupa konsep menjelma sebagi wujud yang terlihat, wujud itu mempunyai raut (bentuk), ukuran, warna, dan barik (tekstur). Unsur rupa merupakan komponen dasar dalam perancangan karena benar-benar dapat dilihat (Wong, 1986:3). Secara lebih jelas, Wong (1986:3) menuliskan tentang raut (bentuk), ukuran. warna, dan barik (tekstur) sebagai berikut: 1.
Bentuk Suatu bidang yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya perbedaan warna yand berbeda oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur (Dharsono, 2004:102). Bentuk bisa berupa menyerupai wujud alam (figur), dan tidak sama sekali menyerupai wujud alam (non figur).
2.
Ukuran Semua bentuk mempunyai ukuran. Ukuran bergantung dari yang lain (nisbi) jika berbicara tentang besar dan kecil, tetapi dapat juga diukur dengan pasti (Wong, 1986:3). Ukuran dapat diukur dengan menghitung panjang, lebar, dan tinggi.
3.
Warna Warna merupakan kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata (Soegeng TM dalam Dharsono, 2004:108), karena secara alami mata dapat menagkap cahaya yang dipantulkan dari permukaan benda melalui retina dan menembus kesadaran untuk selanjutnya menagkap benda yang berwarna. Warna sebagai salah satu elemen atau medium seni rupa merupakan unsur yang sangat penting, baik pada bidang seni murni atau seni terapan.
4.
Tekstur Tekstur adalah unsur rupa yang menunjukkan rasa permukaan bahan, yang sengaja dibuat dan dihadirkan dalam susunan untuk mencapai bentuk rupa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang. Terdapat dua jenis tekstur, artificial texture (tekstur buatan) yang sengaja dibuat atau hail penemuan dan nature texture (tektur alami).yang merupakan wujud rasa permukaan bahan yang sudah ada secara alami (Dharsono, 2004:107).
Loro blonyo sebagai salah satu produk seni rupa juga tidak terlepas dari unsur-unsur rupa di atas. Di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul ada tiga model loro blonyo, yakni model keprabon, kasatrian, dan basahan. Setiap model menggunakan dua teknik finishing, yaitu teknik cat dan teknik batik. Setiap teknik pasti memiliki unsur rupa yang berbeda-beda, berikut unsur-unsur rupa yang terdapat pada loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
1.
Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat Kuluk
Beskap
Keris
Lontong
Sabuk Jarik
Gambar 4.15. Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Putih pada bagian kulit Merah pada kuku, bibir, lontong dan sabuk
Warna
Emas pada kontur kuluk , mahkota, dan motif beskap Hitam pada rambut, alis, mata, kumis Biru pada beskap Coklat tua pada jarik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Coklat muda dan putih pada motif jarik dan lontong Tinggi 25 cm dan 20 cm Ukuran
Panjang 18 cm dan13,5 cm Lebar 13cm dan 10 cm
Tekstur
Halus pada permukaan beskap, jarik, dan lontong Timbul pada aksesoris, detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.1. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin pria dengan gaya Yogyakarta model keprabon. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Kehadiran warna diharapkan mampu mendukung perwujudan figur seperti sosok aslinya. Penggunaan warna putih diterapkan pada bagian kulit, sedangkan merah diterapkan pada kuku dan bibir. Warna hitam dengan garis kontur emas ada pada kuluk (mahkota). Pada rambut, alis, mata, dan kumis diberi warna hitam dengan menggunakan garis dan tidak detail seperti aslinya. Warna biru pada beskap dengan perpaduan warna emas pada motif beskap. Sedangkan pada lontong dan sabuk diberi warna merah. Coklat tua diterapkan pada jarik dengan warna coklat muda dan putih pada motif jarik dan lontong. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran besar 25 cm dan kecil 20 cm. Untuk ukuran 25 cm terdiri dari panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm. Dan untuk ukuran 20 cm terdiri dari panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (kuluk,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
keris) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian. 2.
Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat
Paes
Gelung
Kebaya
Lontong
Jarik
Gambar 4.17. Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk Warna
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Putih pada bagian kulit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Merah pada kuku, bibir,dan lontong Hitam pada rambut, alis, mata, gelung Emas pada paes rambut dan motif kebaya Biru pada kebaya Coklat tua pada jarik Coklat muda dan putih pada motif jarik dan lontong Tinggi 22 cm dan 18 cm Ukuran
Panjang 11 cm dan8,5 cm Lebar 13 cm dan 11cm
Tekstur
Halus pada kebaya, gelung, jarik, dan lontong Timbul pada aksesoris, paes, rambut, detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.2. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model keprabon. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu
pada lutut,
sehingga berkesan
seperti
penggambaran pengantin
sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Warna putih diterapkan pada bagian kulit, sedangkan untuk kuku dan bibir menggunakan warna merah. Warna hitam untuk rambut, alis, mata, dan gelung. Pada paes rambut menggunakan warna emas yang kontras ketika dipadukan dengan warna hitam. Untuk warna biru terdapat pada kebaya dengan warna emas pada motifnya. Warna merah digunakan pada lontong, sedangkan warna coklat tua digunakan pada jarik. Coklat muda dan putih digunakan pada motif jarik dan lontong. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 22 cm dan 18 cm. Untuk ukuran 22 cm terdiri dari panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
untuk ukuran 28 cm terdiri dari panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana, paes) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian. 3.
Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik Kuluk
Paes
Beskap
Kebaya
Lontong
Jarik
Gambar 4.18. Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Putih pada bagian kulit, motif isian kuluk , motif beskap, motif jarik , dan motif lontong Merah pada kuku dan bibir
Warna
Coklat tua pada beskap, pada kuluk jarik, dan motif lontong Coklat muda pada kuluk , mahkota, motif beskap, motif jarik Hitam pada rambut, alis, mata, dan kumis Kuning pada motif lontong Tinggi 25 cm dan 20 cm
Ukuran
Panjang 18 cm dan13,5 cm Lebar 13 cm dan 10 cm
Tekstur
Halus pada kuluk, jarik, dan lontong Timbul pada aksesoris dan detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.3. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin pria dengan gaya Yogyakarta model keprabon. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Penggunaan warna putih pada bagian kulit, warna merah pada kuku dan bibir. Sedangkan untuk warna coklat muda dan coklat tua pada kuluk (mahkota). Warna putih untuk motif isian pada kuluk. Warna hitam pada rambut, alis, mata, kumis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Pada beskap menggunakan warna coklat tua, dan untuk motif pada beskap menggunkan warna coklat muda dan putih. Penerapan warna coklat tua terdapat pada jarik dengan warna coklat muda dan putih pada motifnya. Untuk bagian lontong menggunakan warna kuning, sedangkan warna putih dan coklat tua untuk motifnya. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 25cm dan 20cm. Untuk ukuran 25cm terdiri dari panjang 18cm, lebar 13cm, dan tinggi 25cm. Dan untuk ukuran 20cm terdiri dari panjang 13,5cm, lebar 10cm, dan tinggi 20cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (kuluk, keris) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Putih pada bagian kulit, motif isian kuluk , motif kebaya, motif jarik , dan motif lontong Merah pada kuku dan bibir
Warna
Coklat tua pada kebaya, pada kuluk jarik, dan motif lontong Coklat muda pada kuluk , mahkota, motif kebaya, motif jarik Hitam pada rambut, alis, dan mata Kuning pada motif lontong Emas pada paes
Ukuran
Tinggi 22 cm dan 18 cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Panjang 11 cm dan8,5 cm Lebar 13 cm dan 11 cm Tekstur
Halus pada kebaya, jarik, lontong Timbul pada aksesoris, rambut, detail wajah, dan telapak tangan
Tabel 4.4. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model keprabon. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu
pada lutut,
sehingga berkesan
seperti penggambaran
pengantin
sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Warna putih pada bagian kulit dengan menggunakan warna merah untuk kuku dan bibir. Warna emas pada paes yang dipadukan dengan warna hitam pada rambut, alis, mata. Pada kebaya memakai warna coklat tua. Sedangkan warna coklat muda dan putih terdapat pada motif kebaya. Penerapan warna coklat tua ada pada jarik dengan coklat muda dan putih untuk motifnya. Warna kuning pada lontong dengan perpaduan warna putih dan coklat tua untuk motifnya. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 22 cm dan 18cm. Untuk ukuran 22 cm terdiri dari panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Dan untuk ukuran 28 cm terdiri dari panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, rambut, aksesoris, busana, paes) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian. 4.
Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat
Blangkon Beskap
Kolong keris
Kalung
Warangka
Lontong
Jarik
Sabuk
Gambar 4.19. Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Posisi tangan ngapurancang Putih pada bagian kulit, isian blangkon, kolong kerisi, motif jarik , motif beskap, dan lontong
Warna
Merah pada kuku, bibir, dan beskap Emas pada jarik, isian blangkon, aksesoris kalung, motif jarik dan lontong Hitam pada rambut, alis, mata, kumis, sabuk, dan blangkon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Merah muda pada motif beskap Kuning pada motif beskap Hijau muda pada kolong keris (roncean bunga) Coklat muda pada warangka Biru muda pada lontong, sabuk Tinggi 25 cm dan 20 cm Ukuran
Panjang 18 cm dan13,5 cm Lebar 13 cm dan 10 cm Halus pada blangkon, beskap, jarik, dan lontong
Tekstur
Timbul pada aksesoris dan detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.5. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin pria dengan gaya Yogyakarta model kasatrian. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, posisi tangan ngapurancang. Dalam posisi demikian menimbulkan kesan kesopanan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang selalu menampilkan posisi sopan dan menghormati. Penerapan warna putih pada bagian kulit, dan warna merah pada kuku serta pada bibir. Warna hitam untuk blangkon dengan perpaduan warna emas dan putih untuk isian blangkon. Pada bagian rambut, alis, mata, dan kumis menggunakan warna hitam. Untuk warna merah digunakan pada beskap, sedangkan untuk motif isiannya menggunakan warna merah muda, kuning, dan putih. Warna emas terdapat pada aksesoris kalung. Untuk warna putih dan hijau muda digunakan pada kolong keris (roncean bunga). Pada bagian sabuk menggunakan warna hitam yang dipadukan dengan warna biru muda. Warna coklat muda pada keris dan warangka. Sedangkan warna biru muda digunakan pada lontong. Untuk jarik menggunakan warna hitam dan warna emas dan putih digunakan pada motif jarik dan lontong.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm terdiri dari panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm. Dan untuk ukuran 20 cm terdiri dari panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (blangkon, kalung, keris, kolong keris, warangka, sabuk) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
5.
Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat
Sisir gunungan Paes Anting
Kalung Kebaya
Tusuk kondhe
Lontong
Jarik Gambar 4.20. Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Putih pada bagian kulit, motif kebaya, motif lontong, dan motif jarik Merah pada kuku, bibir, kebaya, anting, motif lontong
Warna
Emas pada paes rambut, tusuk kondhe, dan sisir gunungan Hitam pada rambut, alis, mata, jarik Kuning dan merah muda pada motif kebaya Biru pada lontong Coklat muda pada motif jarik Tinggi 22 cm dan 18 cm
Ukuran
Panjang 11 cm dan8,5 cm Lebar 13 cm dan 11 cm
Tekstur
Halus pada kebaya, jarik, dan lontong Timbul pada aksesoris, paes, detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.6. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model kasatrian. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu
pada lutut,
sehingga berkesan seperti penggambaran
pengantin
sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan semakin menguatkan kesan tenang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Penerapan warna putih pada bagian kulit, sedangkan warna merah diterapkan pada kuku, bibir, dan anting. Warna emas terdapat pada paes, tusuk kondhe, dan sisir gunungan. Untuk warna hitam terdapat pada rambut, alis, mata. Kebaya menggunkan warna merah, dan untuk motif isiannya menggunakan warna kuning, putih, dan merah muda. Sedangkan untuk bagian lontong menggunakan warna biru, dan warna merah dan putih untuk motifnya. Warna hitam pada jarik dikombinasikan dengan warna coklat muda dan putih pada motifnya. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 22 cm dan 18 cm. Untuk ukuran 22 cm terdiri dari panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Dan untuk ukuran 28 cm terdiri dari panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (tusuk kondhe, sisir gunungan, kalung) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana, paes) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
6.
Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik Blangkon
Sinthingan
Kalung
Kolong keris
Beskap Sabuk
Jarik
Lontong
Warangka
Gambar 4.21. Loro Blonyo Pria Model Kasatrian Teknik Finishing Batik (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak
Bentuk
Posisi tangan ngapurancang Kuning pada bagian kulit Merah pada kuku, bibir, kolong keris, motif beskap, dan motif jarik
Warna
Hitam pada blangkon, rambut, alis, mata, kumis, lontong Putih pada motif blangkon Hijau pada sinthingan dan coklat muda pada motifnya motif jarik, motif beskap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Coklat tua pada beskap, jarik Coklat muda dan hitam pada sabuk, motif blangkon, motif lontong, motif jarik, motif beskap Tinggi 25 cm dan 20 cm Ukuran
Panjang 18 cm dan13,5 cm Lebar 13 cm dan 10 cm
Tekstur
Halus pada blangkon, beskap, jarik, lontong Timbul pada aksesoris dan detail wajh dan telapak tangan
Tabel 4.7. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin pria dengan gaya Yogyakarta model kasatrian. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, posisi tangan ngapurancang. Dalam posisi demikian menimbulkan kesan kesopanan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang selalu menampilkan posisi sopan dan menghormati. Warna kuning digunakan pada bagian kulit, warna merah pada kuku dan bibir. Warna hitam duterapkan pada blangkon dengan warna coklat muda dan putih pada motifnya. Sedangkan pada sinthingan menggunakan warna hijau dan menggunakan warna coklat muda pada motifnya. Penerapan warna hitam terdapat pada rambut, alis, mata, dan kumis. Untuk warna coklat tua digunakan pada beskap. Warna erah, hijau, dan coklat muda digunakan untuk motif yang terdapat pada beskap. Kolong keris menggunakan warna merah, sedangkan warna coklat muda dan hitam digunakan pada sabuk. Warna hitam juga terdapat pada lontong dengan warna coklat muda pada motifnya. Untuk warna coklat tua digunakan pada jarik dengan perpaduan warna coklat muda, merah, dan hijau pada motif jarik. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm terdiri dari panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm. Dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
untuk ukuran 20 cm terdiri dari panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (blangkon, kalung)dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
7.
Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik
Paes Kalung
Gelung
Kebaya
Lontong
Jarik Gambar 4.22. Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Kuning pada bagian kulit Merah pada kuku, bibir, motif kebaya, dan motif kebaya Hitam pada rambut, alis, mata, paes, lontong
Warna
Coklat tua pada kebaya, jarik, gelung Hijau pada motif kebaya, motif jarik, motif gelung Coklat muda pada motif jarik motif lontong, motif kebaya, motif gelung Tinggi 22 cm dan 18 cm
Ukuran
Panjang 11 cm dan8,5cm Lebar 13 cm dan 11 cm Halus pada gelung, kebaya, jarik, lontong
Tekstur
Timbul pada aksesoris, rambut, detail wajah, dan telapak tangan
Tabel 4.8. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model kasatrian. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan
seperti penggambaran pengantin
sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Penerapan warna kuning terdapat pada bagian kulit, dan untuk warna merah diterapkan pada kuku dan bibir. Warna coklat tua digunakan pada gelung dengan coklat muda dan hijau pada motifnya. Untuk warna hitam diterapkan pada rambut,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
alis, mata, paes. Pada kebaya menggunakan warna coklat tua. Sedangkan untuk motif pada kebaya emnggunakan warna merah, hijau, dan coklat. Warna hitam juga terdapat pada bagian lontong denagn perpaduan warna coklat muda pada motifnya. Warna coklat tua digunakan pada jarik dengan perpaduan warna coklat muda, merah, dan hijau pada motif jarik. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 22 cm dan 18 cm. Untuk ukuran 22 cm terdiri dari panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Dan untuk ukuran 28 cm terdiri dari panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (kalung) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, rambut, aksesoris, busana, paes) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
8.
Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat Sumping
Kalung
Kolong keris
Kelat bahu
Sabuk Kampuh Warangka Jarik Slope Gambar 4.23. Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Coklat pada bagian kulit Merah pada kuku, bibir, sabuk, sumping, slope Hitam pada rambut, alis, mata, kumis, kuluk, gelang, kalung,
Warna
kelat bahu Emas pada kontur kuluk, sumping, gelang, kalung dan kelat bahu Coklat tua pada jarik Putih pada motif jarik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Merah muda untuk motif sabuk, motif slope Coklat muda pada motif jarik, keris dan warangka Hijau tua pada kolong keris Orange pada kolong keris Biru pada kampuh Tinggi 25 cm dan 20 cm Ukuran
Panjang 18 cm dan13,5 cm Lebar 13 cm dan 10 cm Halus kuluk, slope, jarik, dan kampuh
Tekstur
Timbul pada aksesoris dan detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.9. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model basahan. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Warna coklat digunakan pada bagian kulit, sedangkan warna merah digunakan pada kuku dan bibir. Perpaduan warna hitam dengan garis kontur emas terdapat pada kuluk (mahkota). Warna emas dipadukan dengan warna merah digunakan pada sumping. Sementara
pada rambut, alis, mata, dan kumis juga
menggunakan warna hitam. Perpaduan warna emas dan hitam juga digunakan pada kalung dan kelat bahu. Warna merah pada selop dipadukan dengan warna coklat tua pada jarik . Untuk motif pada jarik menggunakan warna coklat muda dan putih. Untuk warna merah terdapat pada sabuk, dan warna merah muda pada motifnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Warna coklat muda juga terdapat pada keris dan warangka, sedangkan warna hijau tua dan orange diterapkan pada kolong keris. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm terdiri dari panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm. Dan untuk ukuran 20 cm terdiri dari panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (kuluk, sumping, gelang, kelat bahu, kalung, keris, kolong keris, warangka) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian. 9.
Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat
Paes
Sisir gunungan Tiba dada
Anting
Kemben
Kelat bahu Sabuk Gelang Lontong Kampuh Jarik
Gambar 4.24. Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Coklat pada bagian kulit Merah pada kuku, bibir, lontong Hitam pada rambut, alis, mata, kemben Emas pada paes kalung, kelat bahu, sisir gunungan, dan motif isian kemben
Warna
Orange pada motif isian kemben, motif bunga pada gelung Putih motif isian kemben, motif bunga pada gelung, motif jarik Hitam pada jarik Coklat muda pada motif jarik Merah muda untuk motif lontong Tinggi 22 cm dan 18 cm
Ukuran
Panjang 11 cm dan8,5 cm Lebar 13 cm dan 11 cm
Tekstur
Halus pada gelung, kemben, jarik, lontong, dan kampuh Timbul pada aksesoris, paes, rambut, tiba dada, detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.10. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model basahan. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan semakin menguatkan kesan tenang. Warna coklat diterapkan pada bagian kulit dengan warna merah pada kuku dan bibir. Warna hitam digunakan untuk bagian rambut, alis, dan mata. Penerapan warna emas terdapat pada paes dan sisir gunungan. Sedangkan warna orange dan putih terdapat pada motif bunga di gelung. Pada kemben menggunakan warna hitam dengan isian warna orange, putih, dan emas. Warna emas digunakan pada kalung dan kelat bahu. Warna hitam pada jarik dipadukan dengan warna coklat muda dan putih pada motif jarik . Dan warna merah pada lontong dipadukan dengan warna merah muda untuk motifnya. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 22 cm dan 18 cm. Untuk ukuran 22 cm terdiri dari panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Dan untuk ukuran 28 cm terdiri dari panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (sisir gunungan, anting, tiba dada, kelat bahu, kalung, gelang) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana, paes) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
10. Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik Kuluk Sumping
Kalung Kelat bahu
Warangka
Sabuk Jarik
Slope Kolong keris Gambar 4.25. Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Coklat alami kayu pada bagian kulit Merah pada kuku dan bibir Coklat tua pada kuluk (mahkota) dengan biru muda dan putih
Warna
pada motifnya Hitam pada rambut, alis, mata, kumis, sabuk, selop Coklat tua pada kalung, gelang, kelat bahu, jarik, keris, kolong keris, warangka, motif slope, motif sabuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Coklat muda pada kalung, gelang, kelat bahu, kolong keris, motif jarik, motif slope, motif sabuk Kuning pada kolong keris, motif jarik Tinggi 25 cm dan 20 cm Ukuran
Panjang 18 cm dan13,5 cm Lebar 13 cm dan 10 cm
Tekstur
Halus pada kuluk, jarik, dan slope Timbul pada aksesoris detail wajah dan telapak tangan
Tabel 4.11. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Pria Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model basahan. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Warna coklat alami kayu digunakan pada bagian kulit. Sedangkan warna merah digunakan pada bagian kuku dan bibir. Untuk warna coklat tua diterapkan pada kuluk (mahkota) dengan biru muda dan putih pada motifnya. Warna hitam digunakan pada rambut, alis, mata, dan kumis. Penggunaan warna coklat tua terdapat pada kalung dan kelat bahu dengan coklat muda pada motifnya. Untuk warna hitam terdapat pada bagian sabuk dengan coklat tua dan coklat muda pada motifnya. Warna hitam juga terdapat pada selop dengan coklat tua dan coklat muda pada motifnya. Sedangkan warna coklat tua digunakan pada jarik dengan coklat muda dan kuning pada motifnya. Warna coklat tua juga terdapat pada keris dan warangka. Warna coklat tua, coklat muda, dan kuning diterapkan pada kolong keris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm terdiri dari panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25cm. Dan untuk ukuran 20 cm terdiri dari panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (kuluk, sumping, kelat bahu, kalung, gelang keris, warangka, kolong keris) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, aksesoris, busana) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian.
11. Loro Blonyo Wanita Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik Sisir gunungan Paes
Gelung Kalung
Kelat bahu
Kemben
Sabuk Gelang Kampuh Lontong Jarik Gambar 4.26. Loro Blonyo Wanita Model Basahan Teknik Finishing Batik (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Tabel Analisis Unsur Rupa Unsur Rupa Bentuk
Keterangan Posisi duduk dengan badan tegak Kedua telapak tangan bertumpu pada lutut Coklat alami pada bagian kulit Merah pada kuku, bibir Coklat tua pada sisir gunungan, kalung, kelat bahu, sabuk, jarik, dan lontong Coklat muda pada motif sisir gununga kalung, kelat bahu,
Warna
sabuk, dan jarik Hitam pada rambut, alis, mata, Kuning pada motif sabuk, motif jarik Putih pada motif jarik, motif pada kampuh, motif pada lontong Hijau tua pada kampuh Tinggi 22 cm dan 18 cm
Ukuran
Panjang 11 cm dan8,5 cm Lebar 13 cm dan 11 cm
Tekstur
Halus pada kemben, jarik, lontong, lontong Timbul pada aksesoris, paes, rambut, detail wajah dan telapak tangan Tabel 4.12. Analisis Unsur Rupa pada Loro Blonyo Wanita Model Basahan Teknik Finishing Batik
Pada loro blonyo jenis ini merupakan perwujudan dari bentuk manusia yang mengenakan busana pengantin wanita dengan gaya Yogyakarta model basahan. Figur tersebut dalam posisi duduk dengan badan tegak, kedua telapak tangan bertumpu pada lutut, sehingga berkesan seperti penggambaran pengantin sesungguhnya yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
tetap pada keadaan tenang selama prosesi pernikahan. Pandangan mata lurus kedepan sehingga semakin menguatkan kesan tenang. Penggunaan warna coklat alami terdapat pada bagian kulit, dan untuk warna merah terdapat pada kuku dan bibir. Warna coklat tua digunakan pada sisir gunungan dengan coklat muda pada motifnya. Untuk warna hitam digunakan pada rambut, alis, dan mata. Warna coklat tua diterapkan pada bagian kalung dan kelat bahu dengan coklat muda pada motifnya. Warna coklat tua pada sabuk dengan kuning dengan perpaduan warna coklat muda pada motifnya. Warna coklat tua juga terdapat pada jarik dengan coklat muda, putih, dan kuning pada motifnya. Sedangkan warna hijau tua terdapat pada kampuh dengan putih pada motifnya. Warna coklat tua juga digunakan pada bagian lontong dengan putih pada motifnya. Untuk ukuran terdapat dua macam ukuran, yakni ukuran 22 cm dan 18 cm. Untuk ukuran 22 cm terdiri dari panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Dan untuk ukuran 28 cm terdiri dari panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 18 cm. Loro blonyo ini dibuat dari bahan kayu, sehingga setelah proses finishing selesai adalah memiliki tekstur halus. Efek halus tersebut dihasilkan oleh proses penghalusan dengan menggunakan amplas. Sedangkan untuk bagian aksesoris (sisir gunungan, kalung, gelang, kelat bahu) dan detail (wajah, mata, hidung, bibir, rambut, aksesoris, busana, paes) memiliki perbedaan kedalaman antar bagian yang dihasilkan oleh pahat dan ukir, sehingga permukaan yang dihasilkan sedikit timbul. Dengan demikian tekstur secara keseluruhan adalah halus dengan perbedaan kedalaman antar bagian. Berdasarkan hasil analisis dari sampel produk kerajinan souvenir loro blonyo di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Unsur bentuk pada semua model loro blonyo yang dijadikan sampel menunjukkan dalam posisi duduk dengan badan tegak. Terkait posisinya sebagai souvenir¸ seharusnya ada variasi bentuk lain sehingga memberikan konsumen pilihan untuk bentuk yang sesuai dengan seleranya.
2.
Unsur warna yang digunakan untuk teknik finishing cat cenderung dominan pada warna primer yang masih mentah dan coklat tua. Warna primer yang muncul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
kebanyakan adalah warna biru dan merah, sedangkan untuk warna coklat tua hadir bagian jarik yang dikenakan pada semua model loro blonyo. Pemilihan penggunaan warna seharusnya bisa lebih beragam dan tidak hanya menggunakan warna primer saja, supaya menghilangkan kesan mentah yang sangat nampak pada penggunaan warna teknik finishing cat ini. Sedangkan pada souvenir loro blonyo dengan teknik finishing batik, terjadi kesamaan penggunaan warna pada semua model loro blonyo, yakni menggunakan warna coklat yang sangat dominan. Warna coklat muncul pada hampir seluruh bagian, mulai bagian atas sampai bawah dan pada aksesoris yang dikenakan. Dengan demikian, untuk finishing batik terkesan monoton dan masih terikat kuat pada nuansa tradisi. 3.
Unsur ukuran sebagai souvenir sudah memenuhi syarat mudah dibawa, yakni dengan ukuran tipe 25cm dan 20cm. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dibuat souvenir loro blonyo dengan ukuran yang lebih kecil.
4.
Unsur tekstur pada semua model adalah halus, sedangkan pada bagian detail dan aksesoris teksturnya timbul akibat perbedaan kedalaman yang dihasilkan oleh pemahatan dan ukir.
C. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Desain Seni rupa sebagai salah satu cabang kesenian memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Malinowski dalam Soedarso Sp (2006:60), yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan akan akan hal-hal yang indah umumnya jatuh pada kesempatan terakhir. Seni rupa mengacu pada bentuk visual atau bentuk perupaan yang merupakan susunan atas komposisi atau satu kesatuan dari unsur-unsur rupa (Dharsono, 2004:100). Loro blonyo sebagai salah satu produk seni (seni kerajinan) juga tidak lepas dari hakikat diatas. Dalam mewujudkan desain loro blonyo tidak bisa terlepas dari empat unsur desain (Sachari, 2004:71), yakni unsur konsep, unsur rupa, unsur pertalian, dan unsur peranan. Lebih detail, Wucius Wong (1986:3) menjelaskan bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
5.
Unsur Konsep, meliputi titik, garis, bidang, dan gempal (volume)
6.
Unsur Rupa, meliputi raut (bentuk), ukuran, warna, barik (tekstur)
7.
Unsur Pertalian, meliputi arah, kedudukan, ruang, gaya berat
8.
Unsur Peranan, meliputi imba (gaya), makna, tugas Menyusun unsur-unsur tersebut diperlukan proses desain untuk mewujudkan
bentuk yang indah. Prinsip-prinsip desain yang dimaksud adalah harmoni, kontras, unity, balance, simplicity, aksentuasi, dan proporsi (Dharsono, 2004:113). 1.
Harmoni (selaras), prinsip yang pertama adalah harmoni atau selaras. Untuk prinsip ini terlihat dari susunan yang konservatif dan tertata. Jika unsur-unsur desain dipadukan secara berdampingan maka akan menimbulkan kombinasi dan keselarasan (Dharsono, 2004:113).
2.
Kontras, merupakan perpaduan yang berbeda tajam, namun kontras yang berlebihan justru merusak kompoisisi. Kehadiran perbedaan yang kontras (kelainan)
memiliki
tujuan
tertentu,
yakni
untuk
menarik
perhatian,
menghilangkan kebosanan, mengubah keteraturan, dan memecah keteraturan (Wong, 1985:57). 3.
Unity (kesatuan), kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang merupakan isi pokok dari kompisisi. Kesatuan dari kompisisi antara keseluruhan unsur akan menampilkan kesan tanggapan secara utuh. Berhasil tidaknya pencapaian bentuk ditandai oleh menyatunya keseluruhan unsur dan ditentukan oleh kemampuan memadukan keseluruhan (Dharsono, 2004:117).
4.
Balance (keseimbangan), keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual. Bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, dan warna dengan memperhatikan keseimbangan.
5.
Simplicity (kesederhanaan), kesederhanaan dlam desain pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif dan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain. Kesederhanaan tersebut tercakup dalam tiga aspek, yakni aspek unsur, aspek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
struktur, dan aspek teknik (Dharsono, 2004:121). Kesederhaan unsur dalam artian unsur-unsur dalam desain hendaklah sederhana, karena unsur yang terlalu rumit sering menjadi bentuk yang mencolok dan menyendiri, sehingga tidak akan mencapai prinsip kesatuan (untity). Kesederhanaan struktur artinya suatu komposisi yang baik dapat dicapai melalui penerapan struktur yang sederhana, sesuai dengan pola, fungsi, dan efek yang dikehendaki. Sedangkan aspek kesederhaan teknik dapat dicapai dengan teknik yang sederhana, dan tidak ditentukan oleh kecanggihan. 6.
Aksentuasi, desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interest). Ada berbagai cara untuk untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dapat dicapai melalui perulangan ukuran serta kontras antara tekstur, warna, garis, ruang, bentuk, atau motif (Dharsono, 2004:121). Namun yang perlu diperhatikan adalah penerapan titik berat yang terlalu banyak justru akan menghilangkan titik berat itu sendiri dan akan menghilangkan prinsip kesatuan. Dengan menggunakan semua unsur artistik dan prinsip desain untuk mengarahkan mata menuju pusat perhatian, dapat menghasilkan wujud desain yang merupakan suatu kesatuan yang utuh.
7.
Proporsi, proporsi dan skala mengacu kepada hubungan antara bagian dari suatu desain dan hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Loro blonyo sebagai souvenir tidak bisa dianalisis hanya salah satu saja
melainkan sebagai pasangan. Adapun penerapan prinsip-prinsip desain pada souvenir loro blonyo yang diproduksi oleh para pengrajin di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
1.
Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat Loro Blonyo Model Keprabon Teknik Finishing Cat
Prinsip Desain
Harmoni
Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna
Kontras
Perpaduan warna merah dengan biru dan coklat pada lontong (semacam selendang, yang berwarna merah) Pemunculan warna merah pada bibir
Unity
Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna pakaian, jarik, lontong
Balance
Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok (untuk pria) Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, pakaian dan aksesoris
Simplicity
Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia
Aksentuasi
Segi warna terlalu mencolok pada paduan antara merah dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
biru dan coklat Proporsi
Bagian kepala terkesan lebih besar Jarak antar mata terlalu dekat Lengan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan telapak tangan
Tabel 4.13. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo model keprabon dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model keprabon. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiaptiap bagian sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang bertumpu pada lutut memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi badan juga mendekati kesan realis, walaupun pada bagian kepala dan tangan belum sempurna. Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada busana yang dikenakan. Beskab dan kebaya hanya dimunculkan dengan cat warna biru dan pemberian warna emas dengan menggunakan trekpen . Tidak adanya aksesoris selain kuluk dan keris (mahkota) semakin menguatkan prinsip kederhanaan pada model keprabon ini. Pada bagian jarik dan lontong (selendang) pemunculan motif batik bisa menarik perhatian mata,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
karena bagian ini menjadi bagian yang penggarapannya lebih detail dibandingkan bagian lainnya. Namun yang lebih menjadi pusat perhatian adalah pada perpaduan warna merah (lontong) dengan warna biru (beskap dan kebaya) yang sangat terlihat kontras dan mencolok. Sedangkan pada tata rias juga terjadi penyederhanaan. Alis, garis mata, dan kumis disederhanakan menjadi goresan garis saja. Secara tampilan visual keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain, loro blonyo model keprabon dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.
2.
Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik Loro Blonyo Model Keprabon Teknik Finishing Batik
Prinsip Desain
Harmoni
Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna
Kontras
Penggunaan warna merah pada bibir
Unity
Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna pakaian, jarik, lontong (semacam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
selendang, yang berwarna kuning) Balance
Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok (untuk pria) Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, pakaian dan aksesoris
Simplicity
Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia
Aksentuasi
Motif batik pada bagian bawah (jarik dan lontong)
Proporsi
Bagian kepala terkesan lebih besar Jarak antar mata terlalu dekat Lengan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan telapak tangan
Tabel 4.14. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik Pada loro blonyo model keprabon dengan teknik finishing batik juga tidak jauh berbeda, hanya saja perbedaan yang paling menonjol tentu pada teknik finishingnya. Keharmonisan nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model keprabon. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
keseluruhan ,meskipun untuk bagian kepala dan tangan belum sempurna. Selain itu, pada busana yang dikenakan juga diberi motif batik dan tidak sekedar polos seperti pada teknik cat. Sedangkan pada tata rias terjadi penyederhanaan, yakni alis, garis mata, dan kumis hanya berupa goresan garis saja. Pada teknik finshing batik, tentu warna yang digunakan cenderung menggunakan warna coklat dan tidak berani memberi warna yang jauh berbeda dari coklat. Sehingga efeknya tidak ada warna yang kontras, dan terkesan monoton. Namun hadirnya motif batik pada bagian bawah (jarik dan lontong) menjadi pusat perhatian mata karena pada bagian ini terkesan detail. Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Dari segi desain, tidak munculnya prinsip kontras secara menonjol membuat souvenir model ini terkesan datar.
3.
Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat Loro Blonyo Model Kasatrian Teknik Finishing Cat
Prinsip Desain
Harmoni
Keserasian dalam penggunaan warna
Kontras
Perpaduan warna biru dengan merah dan hitam
Unity
Kesamaan dari warna pakaian, aksesoris,
commit to user
jarik, lontong
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
(semacam selendang, yang berwarna biru) Balance
Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi pakaian dan aksesoris
Simplicity
Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia
Aksentuasi
Segi warna kontras pada warna biru Pemunculan aksesoris kalung dengan warna emas Posisi tangan ngapurancang (untuk pria)
Proporsi
Jarak antar mata terlalu dekat Telapak tangan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan lengan Kaki terkesan terlalu lebar (untuk pria)
Tabel 4.15. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model kasatrian. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan blangkon yang ukurannya kecil apabila dibandingkan dengan posisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
kaki, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara keseluruhan meskipun pada bagian kaki dan tangan belum sempurna. Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada busana yang dikenakan. Beskab dan kebaya dimunculkan dengan cat warna merah dan pemberian warna emas dengan menggunakan trekpen untuk aksesoris yang dikenakan (kalung). Sedangkan pada tata rias juga terjadi penyederhanaan. Alis, garis mata, dan kumis disederhanakan menjadi goresan garis saja. kehadiran aksesoris kalung bisa menjadi pusat perhatian, karena aksesoris tersebut diberi warna emas yang mencolok. Selain itu, posisi tangan yang menunjukkan dalam keadaan ngapurancang juga menjadi perhatian tersendiri bagi mata yang melihat.
Namun yang lebih menjadi pusat perhatian adalah pada
perpaduan warna biru muda (lontong) dengan warna merah (beskap dan kebaya) yang sangat terlihat kontras dan mencolok. Secara tampilan visual keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain, loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
4.
Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik Loro Blonyo Model Kasatrian Teknik Finishing Batik
Prinsip Desain
Harmoni
Keserasian penggunaan warna
Kontras
Pemunculan warna merah pada bibir Pemunculan motif pada beskap
Unity
Kesamaan dari warna pakaian, aksesoris,
jarik, lontong
(semacam selendang, yang berwarna coklat tua) Balance
Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi pakaian dan aksesoris Keseimbangan pada pemilihan warna
Simplicity
Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia
Aksentuasi
Pemunculan motif pada beskap
Proporsi
Jarak antar mata terlalu dekat Perbandingan antara badan dengan kaki tidak seimbang (untuk pria)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Tabel 4.16. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Batik Pada loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing batik juga tidak jauh berbeda, hanya saja perbedaan yang paling menonjol tentu pada teknik finishingnya. Keharmonisan nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model kasatrian. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan blangkon yang ukurannya kecil apabila dibandingkan dengan posisi kaki, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara keseluruhan, namun perbandingan antara badan dengan kaki tidak seimbang. Kaki terlalu pendek, sedangkan badan terlalu panjang. Pada tata rias terjadi penyederhanaan, yakni alis, garis mata, dan kumis hanya berupa goresan garis saja. Pada teknik finishing batik, tentu warna yang digunakan cenderung menggunakan warna coklat dan tidak berani memberi warna yang jauh berbeda dari coklat. Sehingga efeknya tidak ada warna yang kontras, dan terkesan monoton. Hadirnya motif batik pada beskap dan kebaya menjadi pusat perhatian mata karena pada bagian ini sangat mencolok dengan ukuran motif yang cukup besar. Dengan ukuran yang demikian, terasa kurang seimbang antara ukuran beskap dan kebaya dengan ukuran motif dan terlihat kontas. Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.
5.
Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Cat
Prinsip Desain
Harmoni
Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna
Kontras
Perpaduan warna biru dengan merah dan coklat
Unity
Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna kampuh, jarik, lontong (semacam selendang, yang berwarna merah)
Balance
Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok (untuk pria) Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, busana, dan aksesoris
Simplicity
Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias Perwujudan figur manusia
Aksentuasi
Perpaduan biru dengan merah dan coklat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
Pemunculan aksesoris kalung (pria) Pemunculan aksesoris tiba dada (wanita) Proporsi
Proporsi perut terlalu kecil apabila dibandingkan dengan paha
Tabel 4.17. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Cat Pada loro blonyo model basahan dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model basahan. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Namun kesan kurang seimbang muncul pada loro blonyo wanita, yakni adanya tiba dada di salah satu sisi badan. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara keseluruhan, meskipun pada bagian perut terjadi ketidakseimbangan dengan paha. Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada aksesoris yang dikenakan. Penggunaan warna emas yang dipadukan dengan warna hitam pada semua aksesoris menimbulkan kesan sederhana. Hampir tidak ada perbedaan antara aksesoris satu dengan lainnya. Namun yang lebih menjadi pusat perhatian adalah pada kehadiran aksesoris kalung pada loro blonyo pria, dan kehadiran tiba dada untuk wanita .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
Sedangkan pada tata rias juga terjadi penyederhanaan. Alis, garis mata, dan kumis disederhanakan menjadi goresan garis saja. Secara tampilan visual keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain, loro blonyo model basahan dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.
6.
Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Batik
Prinsip Desain
Harmoni
Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna
Kontras
Tidak muncul
Unity
Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna kampuh, jarik, lontong (semacam selendang, yang berwarna coklat tua)
Balance
Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah karena ukuran paha yang terlalu besar (untuk pria)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, busana, dan aksesoris Keseimbangan dalam penggunaan warna Simplicity
Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias Perwujudan figur manusia
Aksentuasi
Pemunculan aksesoris
Proporsi
Jarak antar mata terlalu dekat Paha terlalu lebar sehingga terkesan tidak seimbang dengan bagian atas (untuk pria)
Tabel 4.18. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik Pada loro blonyo model basahan dengan teknik finishing batik juga tidak jauh berbeda, hanya saja perbedaan yang paling menonjol tentu pada teknik finishingnya Pada loro blonyo model basahan dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model basahan. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
badan juga mendekati kesan realis, namun pada pria terjadi ketidakseimbangan antara bagian bawah dengan bagian atas. Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada aksesoris yang dikenakan. Penggunaan warna emas yang dipadukan dengan warna hitam pada semua aksesoris menimbulkan kesan sederhana. Hampir tidak ada perbedaan antara aksesoris satu dengan lainnya. Sedangkan pada tata rias juga terjadi penyederhanaan. Alis, garis mata, dan kumis disederhanakan menjadi goresan garis saja. Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Dari segi desain, tidak munculnya prinsip kontras secara menonojol membuat souvenir model ini terkesan datar. Berdasarkan analisis penerapan prinsip desain pada sampel kerajinan loro blonyo sebagai souvenir di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Prinsip harmoni terlihat pada keserasian posisi duduk dan penggunaan warna. Setiap pasangan pada tiap model memiliki kesamaan pada posisinya, yakni dengan sikap duduk dan badan tegak. Begitu pula pada penggunaan warna, kesamaan juga terjadi pada warna yang digunakan pada tiap-tiap bagian.
2.
Prinsip kontras muncul pada semua model loro blonyo, hanya saja intensitasnya yang berbeda-beda. Ada model yang menggunakan warna sebagai sisi kontras dan ada juga model yang menggunakan motif batik atau pemunculan aksesoris sebagai kontrasnya.
3.
Prinsip kesatuan terlihat pada posisi duduk dan penggunaan warna, dimana pada sikap duduk sama-sama dalam posisi duduk dengan badan tegak. Sedangkan penggunaan warna juga terjadi kesamaan pada penerapannya untuk tiap-tiap bagian.
4.
Prinsip keseimbangan dalam penerapannya nampak untuk bagian kanan dengan bagian kiri yang sama, namun untuk bagian atas dengan bagian bawah terjadi ketidakseimbangan dimana dimana bagian atas terkesan lebih kecil daripada bagian bawah. Selain itu, bagian atas juga kuat untuk aksesoris yang dikenakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
sedangkan untuk bagian bawah terkesan datar karena tidak dimunculkan aksesoris yang kuat. 5.
Prinsip kesederhanaan terlihat dari perwujudan figur manusia yang mendekati realis dan penyederhanaan pada bentuk aksesoris, tata rias, dan busana yang dikenakan.
6.
Prinsip aksentuasi muncul berbeda-beda sebagai pusat perhatian pada tiap model loro blonyo. Sebagai pusat perhatian ada yang dengan menggunakan perpaduan warna yang kontras atau dengan pemunculan motif batik dan aksesoris yang mencolok.
7.
Prinsip proporsi tekesan kurang sempurna, walaupun secara garis besar sudah menunjukkan kesan figur manusia yang mendekati realis.
D. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Souvenir 1.
Memiliki Ciri Khas Daerah Setiap kali mengadakan kunjungan dalam rangka pariwisata atau lainnya,
kerap kali yang dicari oleh pengunjung adalah souvenir. Karena dengan membeli souvenir akan memiliki kenangan selama mengadakan kunjungan ataupun dengan suatu peristiwa yang telah dilalui selama kunjungan. Selain memberikan kenangan, souvenir juga turut andil dalam mengenalkan budaya daerah setempat kepada pengunjung. Oleh sebab itu, souvenir sangat lekat dengan nilai kekhasan daerah setempat. Tidak berbeda dengan loro blonyo yang mencerminkan budaya Jawa dalam tampilan visualnya. Berikut ini hal-hal yang menyangkut ciri kekhasan daerah yang terdapat pada loro blonyo kaitannya sebagai souvenir: a.
Bentuk Tampilannya sebagai bentuk budaya, loro blonyo bukan semata-mata sebagai sesuatu yang terikat dengan bentuk-bentuk saja, tetapi ada pesan atau nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
intristik yang diproyeksikan kedalam bentuk objek tersebut, sehingga harus diungkap dan dihadirkan supaya bisa dipahami sebagai kesatuan totalitas yang bermakna (Subiyantoro, 2009:159). Pesan atau nilai yang dimaksudkan adalah kesan ketenangan pada penggambaran figur pasanganan pengantin Jawa seperti kondisi sebenarnya pasangan pengantin Jawa delama prosesi pernikahan. Selain kesan ketenangan, sebagai penggambaran pasangan pengantin juga memiliki nilai luhur budaya Jawa tentang keharmonisan dan kesatuan (kemanunggalan). Pada dasarnya, model loro blonyo yang dihasilkan oleh pengrajin di Bobung ada tiga model, yakni model keprabon, model kasatrian, dan model basahan. 1) Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
Gambar 4.27. Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon (Sumber: Yohanes,2012)
Tabel Analisis berdasarkan Bentuk Analisis Bentuk Posisi
Bagian Atas (Kepala)
Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon Loro Blonyo Pria
Loro Blonyo Wanita
Sikap badan tegak, posisi
Sikap badan tegak, posisi
duduk
duduk
Memakai kuluk gaya
Tata rias gaya
Yogyakarta
Yogyakarta, memakai gelung berbentuk setengah bulat
Bagian Tengah (Badan) Mengenakan beskap atau surjan, tidak terdapat
Mengenakan kebaya, tidak mengenakan aksesoris
aksesoris Bagian Bawah (Kaki)
Posisi duduk timpuh,
Posisi duduk timpuh,
telapak tangan di atas
telapak tangan di atas
paha, mengenakan jarik
paha, mengenakan jarik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
dan cindhe (sabuk),
dan cindhe (sabuk)
aksesoris berupa keris Tabel 4.19. Analisis Bentuk pada Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon
Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa souvenir loro blonyo model ini lebih bersifat sederhana. Hal ini terlihat dari minimnya pemakaian aksesoris pada loro blonyo pria maupun wanita. Namun souvenir loro blonyo model keprabon ini memiliki bentuk yang kuat dalam mencerminkan budaya pengantin gaya Yogyakarta. Dari model pakaian dan tata rias jelas menggambarkan pasangan pengantin gaya Yogyakarta. 2)
Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian
Gambar 4. 28. Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Tabel Analisis berdasarkan Bentuk Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian
Analisis Bentuk
Loro Blonyo Pria Posisi
Bagian Atas (Kepala)
Loro Blonyo Wanita
Sikap badan tegak, posisi
Sikap badan tegak, posisi
duduk
duduk
Memakai blangkon gaya
Tata rias gaya
Yogyakarta
Yogyakarta, memakai gelung berbentuk setengah bulat
Bagian Tengah (Badan) Mengenakan beskap atau surjan, aksesoris karset
Mengenakan kebaya, aksesoris karset (kalung)
(kalung), aksesoris keris Bagian Bawah (Kaki)
Posisi duduk sila, posisi
Posisi duduk sila, telapak
tangan ngapurancang,
tangan di atas paha,
mengenakan jarik dan
mengenakan jarik dan
cindhe (sabuk)
cindhe (sabuk)
Tabel 4.20. Analisis Bentuk pada Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian Berdasarkan tabel di atas, nuansa pengantin gaya Yogyakarta bisa dilihat dari pakaian dan tata rias. Dibandingkan souvenir loro blonyo model keprabon, model kasatrian ini lebih memunculkan aksesoris yang dikenakan. Hadirnya kalung atau karset memberi kesan yang lebih menarik dan menghilangkan kesan kosong pada bagian badan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
3) Souvenir Loro Blonyo Model Basahan
Gambar 4.29. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan (Sumber: Yohanes,2012) Tabel Analisis berdasarkan Bentuk Souvenir Loro Blonyo Model Basahan Analisis Bentuk Posisi
Bagian Atas (Kepala)
Loro Blonyo Pria
Loro Blonyo Wanita
Sikap badan tegak, posisi
Sikap badan tegak, posisi
duduk
duduk
Memakai kuluk gaya
Tata rias gaya
Yogyakarta, rambut
Yogyakarta, memakai
panjang terikat, aksesoris
gelung berbentuk setengah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
sumping pada telinga
bulat, aksesoris sisir
kanan-kiri
gunungan
Bagian Tengah (Badan) Telanjang dada, aksesoris
Bagian Bawah (Kaki)
Mengenakan kebaya,
karset (kalung), aksesoris
aksesoris karset (kalung),
keris, pada lengan terdapat
pada lengan terdapat
aksesoris kelat bahu dan
aksesoris kelat bahu dan
gelang
gelang
Posisi duduk sila, telapak
Posisi duduk sila, telapak
tangan di atas paha,
tangan di atas paha,
mengenakan jarik dan
mengenakan jarik dan
cindhe (sabuk)
cindhe (sabuk)
Tabel 4.21. Analisis Bentuk pada Souvenir Loro Blonyo Model Basahan
Berdasarkan tabel di atas, souvenir loro blonyo model basahan ini tetap mengacu pada gaya pengantin Yogyakarta. Namun apabila dibandingkan dengan model keprabon dan kasatrian, loro blonyo model basahan ini yang paling terkesan nyata dan mendekati wujud pasangan pengantin yang sebenarnya. Hal ini Nampak dari pemunculan aksesoris yang lengkap. Mulai dari aksesoris kepala, bahu, dada, pinggang, dan kaki semuanya diusahakan menyerupai wujud aslinya.
b.
Gaya dan Busana Seperti yang tertera pada tabel analisis bentuk, souvenir loro blonyo
menggambarkan pasangan pengantin dengan gaya Yogyakarta. Unsur kuat gaya Yogyakarta melekat pada segi tata rias dan aksesoris. Hadirnya kuluk yang ada nyamat (benjolan kecil di atas kuluk yang menyerupai bentuk segitiga) adalah ciri khas gaya Yogyakarta yang terdapat pada model keprabon dan basahan. Sedangkan pada model kasatrian, ciri khas gaya Yogyakarta terdapat pada blangkonnya yakni dengan adanya mondholan (benjolan pada bagian belakang blangkon) dan terdapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
sinthingan (seperti tali yang ada pada kanan-kiri mondholan) pada bagian belakang blangkon. Untuk tata rias pada loro blonyo wanita juga mencerminkan gaya Yogyakarta. Hal ini muncul pada model paes, terutama bentuk pangapit yang berbentuk lancip. Dengan demikian, ketiga model souvenir loro blonyo di atas adalah penggambaran pasangan pengantin gaya Yogyakarta. Sedangkan untuk busana yang dikenakan, semuanya mengenakan busana pengantin adat Jawa dalam hal ini dengan gaya Yogyakarta. Hampir tidak ada perbedaan yang mencolok dengan busana
adat Jawa pada umumnya, yang
membedakan hanya bentuk beskap saja. Untuk busana gaya Yogyakarta, beskap yang dikenakan berbentuk sogok upil (membentuk lancip) pada bagian bawah. Sedangkan untuk busana model basahan tidak ada perbedaan kecuali pada riasan saja.
c.
Warna Sebagai salah satu elemen rupa, merupakan unsur yang sangat penting bahkan
lebih dari itu, warna sangat berperan dalam bidang seni murni atau seni terapan (Dharsono,2004:104). Sebagai salah satu seni terapan, souvenir loro blonyo juga tidak terlepas dari unsur warna ini. Untuk pewarnaan, pengrajin di Bobung menggunakan dua teknik, yaitu teknik cat dan teknik batik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
1) Teknik Cat Tabel Analisis berdasarkan Warna Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon
Analisis Warna
Bahan
Alat Teknik Warna
Cat tembok, dhempul,
Cat tembok, dhempul, melamin
melamin Kuas, adonan cat, trekpen, Kuas, adonan cat, trekpen, silet, silet, amplas
amplas
Kuas
Kuas
Hitam, putih, merah, emas, Hitam, putih, merah, emas, biru, biru, coklat
coklat
Tabel 4.22. Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
Tabel Analisis berdasarkan Warna Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian
Analisis Warna
Bahan
Alat
Cat tembok, dhempul,
Cat tembok, dhempul, melamin
melamin Kuas, adonan cat, trekpen, Kuas, adonan cat, trekpen, silet, silet, amplas
amplas
Teknik
Kuas
Kuas
Warna
Hitam, putih, merah, emas, Hitam,
putih,
merah, biru, kuning, merah merah, biru, muda
merah,
emas,
kuning,
merah
muda
Tabel 4.23. Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
Tabel Analisis berdasarkan Warna Souvenir Loro Blonyo Model Basahan
Analisis Warna
Bahan Alat Teknik Warna
Cat tembok, dhempul, melamin
Cat tembok, dhempul, melamin
Kuas, adonan cat, trekpen, Kuas, adonan cat, trekpen, silet, amplas
silet, amplas
Kuas
Kuas
Hitam, emas, coklat, merah, Hitam, emas, coklat, merah, biru
biru
Tabel 4.24. Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Basahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
Pada umumnya teknik cat lebih banyak digunakan, karena dengan teknik cat lebih murah dan awet, selain itu alat dan bahan bisa digunakan berulang-ulang. Dalam teknik cat ini, langkah awal dalam proses pewarnaan adalah memberi dasaran warna dengan menggunakan kuas ukuran besar. Warna dasar yang digunakan adalah warna putih, namun apabila ada cacat pada kayu, sebelum diberi warna dasar akan didhempul terlebih dahulu untuk menutupi cacat pada kayu. Setelah diberi warna dasar, ditunggu hingga kering kemudian diamplas dan diberi warna dasar lagi. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk membuat supaya benar-benar halus dan menghilangkan bekas sapuan kuas agar pengecatan selanjutnya lebih rapid an halus. Proses selanjutnya adalah pewarnaan untuk bagian kulit, rambut, busana, dan jarik. Bagian-bagian tersebut dicat lebih awal dengan pertimbangan supaya lebih mudah dalam pewarnaan untuk bidang yang lebih kecil atau isian. Setelah selesai, bagian-bagian tersebut diberi isian berupa detail wajah dan tata rias, motif batik dan aksesoris dengan menggunakan kuas kecil dan trekpen. Apabila terjadi kesalahan pada pengecatan, bagian yang salah atau rusak catnya akan dibersihkan dengan menggunakan silet dan kembali diberi warna yang benar. Setelah proses pewarnaan selesai, proses selanjutnya adalah memberi lapisan melamin. Proses ini dimaksudkan agar cat tidak luntur apabila terkena air dan tampak lebih mengkilat dan halus. Dari segi bahan, alat, dan teknik ketiga model loro blonyo diatas adalah sama, yang membedakan adalah pemilihan dan penggunakan jenis warna. Hal ini tergantung dari permintaan dan selera pasar menginginkan warna apa yang digunakan. Sehingga untuk pemilihan warna tidak kaku harus dengan jenis warna diatas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
2) Teknik Batik Tabel Analisis berdasarkan Warna Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon
Analisis Warna
Bahan
Malam, naptol
Malam, naptol
Canting, kompor, wajan
Canting, kompor, wajan
kecil, ember, kuas
kecil, ember, kuas
Teknik
Canting, colet, celup
Canting, colet, celup
Warna
Coklat muda, coklat tua
Coklat muda, coklat tua
Alat
Tabel 4.25. Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
Tabel Analisis berdasarkan Warna Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian
Analisis Warna
Bahan
Malam, naptol
Malam, naptol
Canting, kompor, wajan
Canting, kompor, wajan
kecil, ember, kuas
kecil, ember, kuas
Teknik
Canting, colet, celup
Canting, colet, celup
Warna
Coklat muda, coklat tua,
Coklat muda, coklat tua,
hijau, merah
hijau, merah
Alat
Tabel 4.26. Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
Tabel Analisis berdasarkan Warna Souvenir Loro Blonyo Model Basahan
Analisis Warna
Bahan
Malam, naptol
Malam, naptol
Canting, kompor, wajan
Canting, kompor, wajan
kecil, ember, kuas
kecil, ember, kuas
Teknik
Canting, colet, celup
Canting, colet, celup
Warna
Coklat muda, coklat tua,
Coklat muda, coklat tua,
kuning muda
kuning muda
Alat
Tabel 4.27. Analisis Warna pada Souvenir Loro Blonyo Model Basahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
Tahapan awal pada teknik batik adalah membuat sketsa yang kemudian ditutup malam dengan cara dicanting. Tujuan dari pencantingan adalah untuk membatasi warna satu dengan warna yang lain dan untuk menutupi bagian yang memang tidak ingin tertutup oleh warna. Selain itu, dengan adanya batas antara warna satu dengan warna lainnya akan memunculkan garis kontur, sehingga antar bagian dan antar warna dapat terpisah. Setelah pencantingan selesai, proses selanjutnya adalah memberi warna. Pewarna yang digunakan adalah jenis naptol seperti yang biasa digunakan pada batik tulis di kain. Teknik mewarna dimulai justru dari warna yang paling gelap dengan cara dicolet menggunakan kuas. Untuk warna yang lebih muda cukup dilakukan dengan cara dicelup. Proses selanjutnya, setelah selesai mewarna kemudian diangin-anginkan lalu diplorod. Proses melorod adalah menghilangkan malam yang menempel dengan cara direbus air panas yang sudah diberi campuran abusoda. Setelah malam dirasa sudah bersih dan tidak ada sisa-sisa malam yang menempel, kemudian diangin-anginkan untuk pengeringan. Namun teknik batik ini tidak digunakan pada bagian kulit dengan pertimbangan
bahan.
Sehingga
untuk
bagian
kulit
digunakan
cat
untuk
pewarnaannya.
2.
Hasil Keterampilan Tangan Souvenir loro blonyo merupakan salah satu produk kerajinan kayu yang
dalam proses pembuatannya menggunakan keterampilan tangan dari pengrajinnya. Teknik keterampilan tradisional yang sudah ada dan diwariskan secara turun temurun merupakan dua hal saling berkaitan erat. Dengan demikian keunikan dari produk kerajinan yang dihasilkan juga tetap menonjol. Salah satu unsur yang membuat nilai dari souvenir loro blonyo unggul dari produk massal yang dibuat dengan mesin adalah proses pembuatannya yang satu-satu dan bertahap. Seperti yang sudah dipaparkan diawal, bahwa proses pembuatan loro blonyo sebagai souvenir ada beberapa tahap, yakni menentukan desain, penyediaan bahan dan alat, pemotongan kayu, pembelahan kayu, bakali, detail, penghalusan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
penyambungan, pengeringan, pendhempulan, pengamplasan, dan finishing. Adapun peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan loro blonyo sebagai souvenir adalah sebagai berikut: Tabel Alat dan Fungsinya Tahap Persiapan
Alat yang
Fungsi
Digunakan Tidak ada
Menentukan desain loro blonyo dan menyiapkan bahan dan alat
Pemotongan
Gergaji besar
Kayu
Memotong kayu glondhongan atau kayu utuh
Gergaji kecil
Memberi batasan kayu yang dihilangkan dan membentuk pola
Senso
Memotong kayu ukuran besar
Circle diesel
Untuk membelah kayu
Pembentukan
Kapak (pecok)
Membentuk secara global
dan detail
Pengot
Menghaluskan bagian yang sudah dibentuk
Bubut
Membuat bagian tangan
Pahat ukir
Membuat lubang antara badan dan lengan dan menghaluskan bagian kepala
Pisau ukir
Menghaluskan, membuat bagian hidung, mata, bibir, kesan rambut, dan aksesoris
Pisau cecek
Menggores bagian yang kecil
Martil
Menekan paku dalam penyambungan
Tang
Mencabut paku dan bagian yang tidak sesuai
Ungkal gosok
Mengasah pahat dan pisau
Amplas
Menghaluskan permukaan kayu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Finishing teknik Dhempul
Menutup bagian kayu yang cacat
cat
Memberi cat dasaran dan pewarnaan pada
Kuas besar
bidang luas Kuas kecil
Pewarnaan bidang sempit
Adonan cat
Tempat cat dan mancampur cat
Trekpen
Membuat garis kontur
Silet
Menghapus cat apabila ada kesalahan
Amplas
Menghaluskan permukaan
Finishing teknik Canting
Memberi batas antar warna
batik
Wajan kecil
Wadah malam ketika dipanaskan
Kompor
Memanaskan malam di wajan kecil
Kuas
Pewarnaan
Ember
Tempat pewarna naptol dan mencuci setelah dilorod Tabel 4.28. Alat yang Digunakan
Dengan banyaknya alat yang digunakan, tentu keterampilan tangan dari pengrajin sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produk kerajinan loro blonyo sebagai souvenir yang maksimal. Di Bobung untuk setiap proses pembuatan tidak semua dilakukan di satu tempat saja. Biasanya setiap pengrajin memiliki bidangnya sendiri-sendiri, mulai bidang pembentukan dan finishing. Hal ini dikarenakan tidak semua pengrajin memiliki skala besar dalam usahanya. Sehingga pemerataan tenaga kerja bisa tercapai dengan cara demikian. Dengan sistem yang demikian, keterampilan tangan yang berbeda-beda dari setiap pengrajin justru menghasilkan produk yang unik dan berbeda dari produk massal pabrik. Keterampilan tangan dari pengrajin juga turut menjaga eksistensi dan kualitas produk kerajinan loro blonyo sebagai souvenir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
3.
Bersifat Benda Seni Thomas Munro dalam Soedarso Sp (2006:68) menyatakan bahwa seni adalah
alat buatan manusia yang dibuat untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Tidak ada satupun segi kehidupan manusia yang tidak dapat diungkapkan dalam seni (Dharsono, 2004:25). Sebagai benda seni, souvenir loro blonyo memiliki nilai seni yang merupakan suatu cita yang berkaitan dengan
Dalam nilai seni, dibagi menjadi dua golongan yakni nilai intristik dan ekstrinsik. Nilai intristik adalah nilai yang hakiki dan bersifatnya mutlak. Nilai ekstrinsik sendiri merupakan nilai yang tidak langsung menentukan suatu karya seni, melainkan berfungsi mendukung, memperkuat kehadiran karya seni itu dan bersifat melengkapi (Dharsono, 2004:21). Bercermin dari pendapat tersebut, loro blonyo sebagai souvenir memang sengaja dibuat untuk menyampaikan pesan atau makna tentang pandangan orang Jawa terhadap konsep kemanunggalan (kesatuan) dan keharmonisan. Maka makna loro blonyo menurut pandangan orang Jawa bila dipahami lebih dalam adalah konsep tentang loroning atunggal (Subiyantoro, 2009:213). Sepasang patung tersebut pada hakekatnya satu (manunggal, bulat, utuh) simbol keutuhan dan kemanunggalan pria dan wanita, walau keduanya beda setelah dilulur dengan warna sama maka mereka menyatu (Endraswara, 2006:207-208). Dari segi visual, souvenir loro blonyo menggambarkan pasangan pengantin Jawa dengan gaya Yogyakarta. Sebagai benda seni yang memiliki nilai seni, souvenir loro blonyo berperan secara psikologis menjadi suatu kenang-kenangan yang dikomunikasikan melalui kualitas keindahan dengan bentuk, gaya, dan warna yang khas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebagai benda seni, nilai intristik dari souvenir loro blonyo adalah konsep kesatuan dan keharmonisan menurut pandangan orang Jawa. Sedang untuk nilai ekstrinsik tercermin dalam tampilan visual yang menggambarkan pasangan pengantin Jawa dengan gaya khas Yogyakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
4.
Harga yang Relatif Terjangkau Souvenir pada umumnya yang sesuai dengan selera wisatawan adalah barang
yang mudah dibawa dan memiliki harga murah. Terkait dalam dunia pariwisata, barang-barang souvenir buatan Indonesia dapat disajikan kepada para wisatawan dalam kemasan yang menarik dan mengandung nilai-nilai seni budaya tinggi, asli, dan harganya tidak mahal (Nyoman S. Pendit, 1981:25). Hal ini atas pertimbangan bahwa kalangan yang berkunjung tidak semua dari kalangan atas, namun dari semua kalangan mulai kalangan menengah-bawah sampai kalangan menengah-atas. Untuk harga souvenir loro blonyo sendiri memiliki harga yang relatif terjangkau.
Gambar 4.30 (Sumber: Yohanes,2012)
Dari harga yang tercantum pada katalog tersebut menunjukkan bahwa harga yang ditawarkan memang relatif terjangkau. Namun di Bobung juga menyediakan souvenir loro blonyo dengan bahan kayu jati dan kayu pule. Souvenir loro blonyo dengan bahan kayu jati tidak diproduksi secara regular, mengingat harganya yang mahal. Untuk souvenir loro blonyo ukuran 70cm bisa mencapai harga enam sampai delapan juta. Oleh sebab itu, souvenir loro blonyo hanya dibuat apabila ada pesanan saja. Bahan yang biasa digunakan untuk membuat loro blonyo adalah kayu jenis sengon, pule, dan puso. Kayu sengon memiliki kelebihan dari sifatnya yang lunak dan mudah dibentuk, awet, dan sangat baik untuk teknik finishing dengan menggunakan cat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Namun kayu jenis ini memiliki kekurangan, yakni mudah retak terutama apabila terkena panas matahari secara langsung. Oleh sebab itu, proses pengeringan kayu dilakukan dengan cara diangin-anginkan saja. Sedangkan untuk bahan kayu jenis pule memiliki tingkat kehalusan yang lebih bagus dibandingkan kayu jenis sengon. Kayu pule mudah dibentuk dan hasilnya sangat baik dengan teknik finishing batik. Hanya saja kekurangan dari kayu jenis pule adalah mudah lapuk oleh rayap. Agar terhindar dari hama yang merusak kayu, biasanya dilakukan langkah pengawetan dengan direndam di air yang sudah diberi obat PK (potosium permanganate) selama empat jam. Bahan kayu lainnya adalah jenis puso, yang memiliki sifat lebih halus dibandingkan sengon dan pule. Kayu puso mudah dibentuk, namun lebih keras dibanding kayu pule dan juga bekas daunnya masih ada, sehingga untuk finishing cocok menggunakan teknik cat. Namun hasil finishing dari kayu jenis ini kurang memuaskan, dikarenakan sifatnya yang berminyak. Sehingga kayu yang paling sering digunakan sebagai bahan pembuatan souvenir loro blonyo adalah kayu sengon dan pule. Selain mudah dibentuk, untuk finishing bisa maksimal, dan tentu yang terpenting harga bisa terjangkau oleh pengunjung dari semua kalangan.
5.
Mudah Dibawa Sebagai benda souvenir haruslah mudah dibawa, tidak memakan tempat, dan
tentunya tidaklah berat bobotnya sehingga praktis ketika dibawa dalam perjalanan. Mengingat bahwa souvenir adalah benda yang diperoleh di tempat kunjungan yang disimpan sebagai tanda kenang-kenangan mengenai seseorang, tempat, objek atau peristiwa yang dikunjunginya (Soekarsono, 1981:1), sehingga aspek praktis dirasa juga merupakan hal yang penting dalam membuat souvenir. Di Bobung, souvenir loro blonyo yang dihasilkan memiliki dua ukuran yang umum digunakan yakni:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
a. Ukuran 25 cm
Gambar 4.31. Ukuran Souvenir Loro Blonyo Tipe 25 cm (Sumber: Yohanes,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
b. Ukuran 20 cm
Gambar 4.32. Ukuran Souvenir Loro Blonyo Tipe 20 cm (Sumber: Yohanes,2012)
Pengrajin di Bobung membuat loro blonyo dengan ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm memiliki panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm pada patung pria. Sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Untuk ukuran 20 cm memiliki panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm pada patung pria. Sedangkan untuk patung wanita memiliki panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 20 cm. Dengan ukuran demikian, souvenir loro blonyo mudah dibawa dan tidak memakan tempat. Selain ukuran, bobot dari souvenir loro blonyo juga tidak berat. Dengan menggunakan bahan dari kayu, souvenir loro blonyo dengan ukuran 25cm memiliki bobot 2-3 ons, sedangkan untuk ukuran 20cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
memiliki bobot 1-1,5 ons. Selain mudah dibawa dan ringan, souvenir ini juga tidak mudah rusak ketika dibawa. Dengan demikian souvenir loro blonyo tidak merepotkan pengunjung yang membelinya. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk penerapan prinsip souvenir: 1.
Memiliki ciri khas daerah nampak dari perwujudan sepasang pengantin Jawa dengan mengenakan gaya Yogyakarta. Hal ini nampak dari bentuk aksesoris, tata rias yang digunakan, dan busana yang dikenakan menunjukkan gaya pengantin Yogyakarta.
2.
Hasil keterampilan tangan terlihat dari proses pembuatannya yang hand made dan bukan diproduksi secara missal dengan mesin. Karena pembuatannya yang satu-satu dan bertahap menjadikan souvenir loro blonyo memiliki keunikan yang berbeda-beda tiap pengrajin.
3.
Bersifat benda seni melalui kualitas keindahan pada bentuk, gaya, dan warna yang khas dalam penerapannya.
4.
Harga yang relatif terjangkau mulai dari Rp. 50.000,00 sampai Rp. 75.000,00 memungkinkan konsumen dari semua kalangan bisa membelinya.
5.
Mudah dibawa dengan ukuran yang tidak memakan tempat, yakni tipe ukuran 25 cm dan 20 cm. Selain itu, bobotnya yang ringan karena dari bahan kayu juga membuat souvenir loro blonyo mudah dibawa.
E. Pembahasan Sebagai souvenir, kerajinan loro blonyo harus memperhatikan komposisi unsur-unsur rupa, penerapan prinsip desain, dan juga penerapan prinsip souvenir. Berdasarkan analisis di atas, dapat dijelaskan bahwa: 1.
Souvenir loro blonyo ditinjau dari unsur rupa yang meliputi: a. Unsur Bentuk Semua model loro blonyo yang dijadikan sampel menunjukkan dalam posisi duduk dengan badan tegak. Terjadi kemonotonan dalam bentuk loro
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
blonyo model keprabon, kasatrian, dan basahan. Semua model dalam posisi duduk dengan badan tegak, tidak ada variasi bentuk lain. Terkait posisinya sebagai souvenir¸ seharusnya ada variasi bentuk lain sehingga memberikan konsumen pilihan untuk bentuk yang sesuai dengan seleranya. Misalnya; loro blonyo dalam posisi berdiri, jengkeng, atau saling berhadapan. Posisi tangan juga tidak selalu bertumpu pada paha, bisa dibentuk posisi tangan yang berbeda. Selain posisi, aspek fungsinya juga bisa dibuat variasi lainnya yang tidak hanya berfungsi sebagai hiasan saja. Misalnya; bisa berfungsi sebagai tempat bullpen, pajangan foto, atau vas bunga ditengahnya. Dengan adanya variasi yang banyak, konsumen semakin memiliki pilihan souvenir loro blonyo yang sesuai dengan selera dan kebutuhannya. b. Unsur Warna Warna yang digunakan untuk teknik finishing cat cenderung dominan pada warna primer yang masih mentah dan coklat tua. Kecenderungan menggunakan warna mentah dikarenakan cat yang digunakan sudah berwarna, sehingga tidak mencampur cat dengan warna yang lebih matang. Dengan demikian terkesan warna yang diterapkan masih mentah dan sangat mencolok. . Sedangkan pada souvenir loro blonyo dengan teknik finishing batik, terjadi kesamaan penggunaan warna pada semua model loro blonyo, yakni menggunakan warna coklat yang sangat dominan pada setiap bagian. Kesan yang ditimbulkan sangat monoton dan masih terikat nuansa tradisi. Sebagai souvenir tidak harus terikat dengan tradisi, bisa dibuat lebih variasi pada pemilihan warna. Dengan menggunakan warna yang lebih kekinian pada finishing batik juga akan memberikan pilihan bagi konsumen untuk membeli souvenir loro blonyo yang sesuai dengan seleranya. c. Unsur Ukuran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
Souvenir loro blonyo yang ada dibuat dengan ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm memiliki panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm pada patung pria. Sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 22 cm. Untuk ukuran 20 cm memiliki panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm pada patung pria. Sedangkan untuk patung wanita memiliki panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 20 cm. Dengan menggunakan bahan dari kayu, souvenir loro blonyo dengan ukuran 25 cm memiliki bobot 2-3 ons, sedangkan untuk ukuran 20 cm memiliki bobot 1-1,5 ons. Sehingga selain tidak memakan tempat, souvenir ini juga tidak berat dan memudahkan konsumen untuk membawanya. Untuk saat ini belum ada souvenir loro blonyo yang dibuat dengan ukuran yang kecil sebagai gantungan kunci. Akan lebih menarik minat konsumen apabila ada souvenir loro blonyo yang dibuat dengan ukuran sebagai gantungan kunci. Sebagai gantungan kunci bisa dibawa kemanamana, dan tidak hanya dipajang sebagai hiasan saja. Selain itu, dengan ukurannya yang memungkinkan dibawa kemana-mana juga memiliki peluang yang sangat besar untuk mempromosikan loro blonyo produksi Bobung. Dengan demikian, tidak sebagai penghias saja namun juga bisa sebagai media promosi yang semakin mengenalkan loro blonyo dan Bobung sebagai sentra industrinya. d. Unsur Tekstur Sebagai produk yang sudah finish proses pembuatannya, souvenir loro blonyo memiliki tektur yang halus. Untuk bagian detail dan aksesoris sedikit timbul, karena perbedaan kedalaman setelah melalui proses pemahatan dan pengukiran. Dengan demikian secara keseluruhan teksturnya halus dengan sedikit timbul pada bagian detail dan aksesoris. Tidak menutup kemungkinan memunculkan kesan draperi pada pakaian yang dikenakan, karena pakaian yang dikenakan masih terkesan datar dan tidak muncul volume seperti pakaian asli. Sehingga kesan realis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
bisa semakin tercapai dengan hadirnya draperi pada pakaian yang dikenakan. Secara keseluruhan unsur rupa yang terdapat pada souvenir loro blonyo sudah dikomposisikan dengan baik, namun belum berani memunculkan kesan yang berbeda. Sebagai souvenir, kebebasan bagi pengrajin untuk mengolah souvenir loro blonyo kurang terlihat. Produk yang dihasilkan semua sama dengan loro blonyo klasik yang dulu diajarkan oleh Romo Asmo (1985). Padahal pada saat itu loro blonyo yang dibuat demi kepentingan keraton Yogyakarta, sehingga kuat dengan nuansa yang tradisi. Kini loro blonyo sudah diproduksi sebagai souvenir, sehingga kreasi-kreasi baru harusnya muncul dari para pengrajin di Bobung.
2.
Souvenir loro blonyo ditinjau dari penerapan prinsip desain yang meliputi: a. Harmoni Prinsip harmoni terlihat pada keserasian posisi duduk dan penggunaan warna. Perpaduan posisi duduk dan warna yang tidak jauh beda terdapat pada setiap pasangan loro blonyo dengan model keprabon, kasatrian, dan basahan. Sehingga apabila dilihat, patung loro blonyo pria dan wanita nampak serasi. Dengan posisi dan warna yang sama, di sisi lain terkesan kaku dan monoton. Sebenarnya tidak masalah dengan posisi dan warna yang demikian, namun akan lebih bervariasi apabila salah satu patung memiliki warna yang berbeda pada salah satu bagiannya sehingga bisa terkesan dinamis dan tidak terlalu statis. b. Kontras Setiap model memiliki sisi kontras yang berbeda-beda, ada model yang menggunakan warna sebagai sisi kontras dan ada juga model yang menggunakan motif batik atau pemunculan aksesoris sebagai kontrasnya. Namun pada penggunaan warna yang kontras juga menimbulkan kesan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
mencolok dimana warna yang lain bisa kalah dan tenggelam oleh keberadaan warna yang terlalu mencolok. Sedangkan aksesoris dan motif batik yang terlalu mencolok justru menimbulkan kesan yang kurang seimbang. Terdapat bagian yang seakanakan sangat dominan akibat keberadaan motif batik atau aksesoris yang menonjol. Akan lebih nyaman apabila penggunaan warna dan pemunculan aksesoris ataupun motif batik juga memperhatikan sisi lainnya, sehingga penerapan prinsip kontras tidak mematikan aspek lainnya. c. Unity (Kesatuan) Penerapan prinsip kesatuan nampak dari tampilan secara keseluruhan pasangan patung loro blonyo. Mulai dari posisi duduk, penggunaan warna, aksesoris, gaya busana, dan tata rias. Dengan demikian seluruh aspek yang terdapat pada souvenir loro blonyo bisa terikat pada satu kesatuan dan tidak terpisah satu sama lain. Prinsip kesatuan ini sangat penting kaitannya dengan desain souvenir loro blonyo, karena dengan kesatuan produk ini bisa hadir secar utuh dan tidak terpisah-pisah. Kesamaan pada patung pria dengan patung wanita membuat loro blonyo hadir sebagai perwujudan pasangan pengantin Jawa dengan gaya Yogyakarta model kepraboni kasatrian, dan basahan lengkap dengan busana, tata rias, dan aksesoris yang dikenakan. d. Balance (Keseimbangan) Penerapan
prinsip keseimbangan
belum
sepenuhnya
tercapai,
khususnya untuk bagian atas dengan bagian bawah. Bagian atas terkesan lebih kecil dari pada bagian bawah. Hal ini dikarenakan pada bagian atas terdapat kuluk atau blangkon yang membuat bagian atas terkesan lebih kecil, sedangkan pada bagian bawah lebih lebar karena posisi kaki yang bersila. Selain itu, untuk pemunculan detail dan aksesoris bagian atas dengan bagian bawah juga kurang seimbang. Pada bagian atas, detail pada wajah dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
aksesoris yang dikenakan lebih mengena pada kesan realis, sedangkan pada bagian bawah masih terkesan datar. Untuk bagian kanan dengan bagian kiri sudah terkesan seimbang, karena bagian kanan dibuat sama dengan bagian kiri. Secara keseluruhan, prinsip keseimbangan dalam penerapannya sudah baik, hanya saja perlu dipertimbangkan untuk porsi keseimbangan pada bagian atas dengan bagian bawah. e. Simplicity (Kesederhanaan) Prinsip kesederhanaan dalam penerapannya secara keseluruhan bisa terlihat dari penyederhanaan figur manusia pria dan wanita yang mengenakan pakaian pengantin Jawa dengan gaya Yogyakarta model keprabon, kasatrian, dan basahan. Selain pnyederhanaan figur manusia, aksesoris, busana, dan tata rias yang dikenakan juga disederhanakan. Penyederhanaan tidak saja hanya pada detail dan bentuknya, tapi juga pada pembuatannya. Apabila pada loro blonyo yang asli milik keratin mengenakan aksesoris yang asli, maka pada loro blonyo sebagai souvenir aksesoris yang dikenakan hanya sekedar tempelan dan pembentukan langsung dengan cara diukir membentuk aksesoris. Selain itu, pada loro blonyo yang asli aksesorisnya semua asli dari bahan kuningan, sedangakan yang untuk souvenir semua terbuat dari bahan kayu. Penggunaan warna juga disederhanakan, hal ini nampak dari tidak adanya gradasi warna yang membuat kesan volume. Warna yang digunakan masih terkesan datar. Akan lebih menimbulkan kesan realis apabila penggunaan warna juga mempertimbangkan aspek gelap-terang, sehingga walaupun dari segi bentuk tidak dibuat secara realis tapi dengan pewarnaan yang lebih matang bisa memunculkan kesan realis. f. Aksentuasi (Pusat Perhatian) Untuk menarik perhatian mata, maka setiap model loro blonyo memiliki titik yang mampu menjadi pusat perhatian. Pusat perhatian bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
dimunculkan dengan memadukan warna yang berbeda tajam (kontras) atau bisa juga dengan memunculkan aksesoris dan motif batik yang mencolok. Dalam penerapan prinsip aksentuasi ini muncul berbeda-beda pada tiap model loro blonyo, ada yang dengan menggunakan perpaduan warna yang kontras atau dengan pemunculan motif batik dan aksesoris yang mencolok. Namun dalam penempatan aksentuasi apabila kurang memperhatikan aspek lainnya justru bisa menimbulkan kesan ketidakseimbangan atau bisa mematikan unsur yang lain. Misalnya; perpaduan warna merah dengan biru dan coklat yang justru mematikan warna merah itu sendiri. Sehingga dalam penerapannya perlu mempertimbangan unsur lainnya. Pemebrian aksesoris ataupun motif batik yang mencolok juga akan menimbulkan kesan kurang seimbang. Misalnya; motif batif yang ukurannnya terlalu besar justru akan menimbulkan kesan pakaian yang dikenakan terlalu kecil
dan
sempit
untuk
pemberian
motif
batik.
Sehingga
selain
mempertimbangkan unsur yang lain dalam penerapannya, aksentuasi juga harus mempertimbangkan prinsip lainnya. g. Proporsi Secara garis besar, souvenir loro blonyo sudah memunculkan kesan realis namun belum sempurna. Misalnya; perbandingan lengan yang kurang seimbang apabila dibandingkan dengan telapak tangan.selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah posisi kaki ketika duduk. Secara sepintas terlihat sudah proporsi, namun apabila dicermati posisi duduk yang demikian tidak bisa dilakukan oleh manusia asli. Misalkan; kaki yang terlalu lebar dan datar pada posisi duduk bersila, manusia asli tidak bisa duduk sampai sedemikian. Hal ini berarti proporsi kaki yang dibuat belum pas dan belum sesuai proporsi kaki aslinya. Apabila dibayangkan patung tersebut dalam posisi berdiri, proporsi tangan, kaki, dan kepala tidak seimbang. Sebagai souvenir, hal tersebut tidak menjadi masalah karena souvenir lebih bersifat bebas. Namun akan lebih baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
dan lebih nyaman dilihat apabila proporsi yang dibuat sesuai dengan proporsi tubuh manusia asli. Sehingga tidak hanya terkesan realis, tapi memang sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Ditinjau dari penerapan prinsip desain, souvenir loro blonyo yang diproduksi sudah menerapkan ketujuh prinsip desain. Namun akan lebih baik apabila ketujuh prinsip desain tersebut diperhatikan semuanya, sehingga tidak ada salah satu aspek yang terlalu menonjol atau bahkan bisa mengalahkan aspek lainnya.
3.
Souvenir loro bonyo ditinjau dari penerapan prinsip souvenir yang meliputi: a. Memiliki Ciri Khas Daerah Penerapan prinsip ini nampak dari perwujudan sepasang pengantin Jawa dengan mengenakan gaya Yogyakarta model keprabon, kasatrian, dan basahan.
Aksesoris
yang
dikenakan
menunjukkan
gaya
pengantin
Yogyakarta. Misalnya; kuluk yang ada sumping, blangkon yang terdapat sinthingan adalah ciri khas daerah Yogyakarta. Selain aksesoris, paes pada pengantin wanita juga menunjukkan gaya Yogyakarta. Hal ini didukung oleh Bobung yang terletak di Yogyakarta, sehingga pengantin yang diwujudkan melalui loro blonyo juga sangat kuat dengan gaya Yogyakarta. Penggambaran pengantin gaya Yogyakarta, souvenir loro blonyo telah memiliki ciri khas daerah penghasilnya, yakni Yogyakarta. Namun pengrajin di Bobung tidak kaku pada pembuatan souvenir loro blonyo yang hanya menunjukkan gaya Yogyakarta. Produk yang dihasilkan juga ada yang merupakan perwujudan pengantin daerah lain (Solo), tapi tergantung pesanan yang diminta. b. Hasil Keterampilan Tangan Berbeda dengan mass product yang dibuat dengan mesin, souvenir loro blonyo dibuat dengan keterampilan tangan pengrajinnya. Pengerjaannya bertahap dan satu per satu, sehingga keunikan dari skill pengrajin yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
berbeda-beda memberi sentuhan yang berbeda pula pada produk yang dihasilkan. Kemampuan membuat loro blonyo sebagai souvenir diperoleh secara turun-temurun hingga saat ini, sehingga kualitasnya tetap terjaga. Dengan pembelajaran secara turun-temurun, maka tidak mengherankan apabila desain yang ada saat ini masih sama dengan desain yang sudah ada sejak dulu. Sebagai pengaruhnya, kreasi desain masih kurang berkembang dan cenderung mempertahankan desain yang lama.
c. Bersifat Benda Seni Souvenir loro blonyo sebagai benda seni memiliki nilai instrinsik dimana memang sengaja dibuat untuk menyampaikan pesan atau makna tentang pandangan orang Jawa tentang konsep kemanunggalan dan keharmonisan. Selain itu, nilai ekstrinsik terlhat dari tampilan visual souvenir loro blonyo yang menggambarkan perwujudan pasangan pengantin Jawa dengan gaya khas Yogyakarta. d. Harga yang Relatif Terjangkau Souvenir loro blonyo memiliki harga yang relatif terjangkau, mulai dari Rp. 50.000,00 sampai dengan Rp. 75.000,00. Dengan demikian, diharapkan konsumen dari semua kalangan bisa membelinya. Namun tidak menutup kemungkinan souvenir loro blonyo dibuat dengan harga yang lebih mahal atau lebih murah. Untuk harga yang lebih mahal biasanya diproduksi dengan bahan kayu jati, atau untuk tingkat detail yang lebih sulit. Namun jenis ini tidak diproduksi secara rutin hanya ketika ada konsumen yang menginginkannya saja. Sedangkan untuk harga yang lebih murah juga belum diproduksi, karena belum ada desain yang memungkinkan untuk harga yang lebih murah. Apabila ada desain dengan ukuran yang lebih kecil atau dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
bahan lain yang lebih murah, maka souvenir loro blonyo bisa dipato dengan harga yang lenih murah. e. Mudah dibawa Aspek ini ditentukan oleh ukuran dan bobot dari souvenir loro blonyo yang diproduksi. Souvenir loro blonyo yang ada dibuat dengan ukuran 25 cm dan 20 cm. Dengan menggunakan bahan dari kayu, souvenir loro blonyo dengan ukuran 25 cm memiliki bobot 2-3 ons, sedangkan untuk ukuran 20 cm memiliki bobot 1-1,5 ons. Sehingga selain tidak memakan tempat, souvenir ini juga tidak berat dan memudahkan konsumen untuk membawanya. Selain itu, bahan kayu yang digunakan juga memungkinkan souvenir loro blonyo tidak mudah rusak ketika dibawa. Dengan demikian, souvenir ini tidak makan tempat, memiliki bobot ringan, dan memiliki resiko rusak yang kecil ketika dibawa. Namun selama ini souvenir loro blonyo belum hadir dengan kemasan. Apabila dikemas dalam sebuah kotak dari bahan kaca atau dengan kemasan lainnya, akan menambah nilai keindahan dan nilai ekonomisnya. Berdasarkan penerapan prinsip souvenir, loro blonyo hadir dengan kriteria sebagai benda souvenir. Souvenir loro blonyo di Bobung telah mencerminkan ciri khas daerah Yogyakarta yang merupakan hasil keterampilan tangan dari pengrajin. Selain itu, souvenir loro blonyo sebagai benda seni juga memiliki harga yang relatif terjangkau dan mudah ketika dibawa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang sudah penulis lakukan, beberapa pokok yang bisa disimpulkan antara lain: 1.
Potensi dari Kerajinan Kerajinan memiliki peran dan potensi yang cukup besar dalam pemenuhan
kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan benda tidak hanya terpaku pada benda fungsional saja, namun juga telah sampai pada kebutuhan akan benda dekoratif
yang memiliki nilai kekenang (kenangan). Bercermin pada potensi
ekonomi yang membawa kemajuan bagi daerah penghasil pada khususnya dan bagi negara pada umumnya, tidak heran apabila saat ini kerajinan banyak dikembangkan dan telah banyak dijadikan sebagai sentra industri kerajinan. Salah satu daerah yang memiliki potensi pariwisata cukup baik namun belum tergali secara maksimal adalah desa wisata Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Daerah tersebut merupakan sentra industri kerajinan kayu, khususnya kerajinan topeng kayu dan patung loro blonyo. Perwujudan pada loro blonyo perlu mempertimbangkan unsur rupa dan prinsip atau asas penyusunan untuk menghindari kesan monoton dan tidak terstrukur. 2.
Berdasarkan Unsur Rupa Bentuk, warna, ukuran, dan tekstur merupakan unsur rupa yang terdapat pada
souvenir loro blonyo di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Unsur-unsur rupa tersebut oleh para pengrajin diproses dengan mendasarkan pada prinsip desain yang diantaranya memperhatikan tentang keharmonisan, kontras, kesatuan, keseimbangan, kesederhanaan, aksentuasi, dan proporsi. Selain itu, sebagai souvenir juga harus memiliki kriteria-kriteria yang mencakup tentang ciri khas tradisional, hasil kerajinan tangan, mudah dibawa, dan tentunya berbentuk benda seni.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
3.
Penerapan Prinsip Desain Penerapan prinsip desain untuk prinsip harmoni terlihat dari keserasian sikap
duduk dan penggunaan warna. Prinsip kontras terdapat pada perpaduan warna, khususnya warna merah pada bibir dan warna merah yang dipadukan warna biru dan coklat. Selain itu, prinsip kontras juga terdapat pada pemunculan motif batik yang mencolok dan penggunaan aksesoris yang juga mencolok. Untuk prinsip kesatuan terlihat pada kesamaan sikap duduk dan warna, sedangkan untuk prinsip keseimbangan untuk bagian atas dengan bawah terkesan kurang imbang dan untuk bagian kanan dengan kiri sudah imbang. Prinsip kesederhanaan nampak pada penyederhanaan bentuk aksesoris, tata rias, busana, dan perwujudan figur manusia. Warna merah yang mencolok pada bibir , paduan warna merah dengan biru dan coklat, pemunculan motif batik dan akesosoris yang mencolok menjadi pusat perhatian pada loro blonyo sebagai souvenir ini. Untuk prinsip proporsi sudah mendekati realis, namun belum sempurna. Terlihat pada bagian kepala yang terkesan lebih besar, jarak antar mata terlalu dekat, dan ukuran lengan tangan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan telapak tangan. 4.
Penerapan Prinsip Souvenir Untuk penerapan prinsip souvenir, loro blonyo sebagai souvenir memiliki ciri
khas daerah yang terlihat pada gaya, tata rias, dan busana yang menggambarkan pasangan pengantin gaya Yogyakarta. Loro blonyo sebagai souvenir merupakan hasil keterampilan tangan dari pengrajin di Bobung yang bersifat benda seni. Sebagai benda seni yang memiliki nilai seni, souvenir loro blonyo berperan secara psikologis menjadi suatu produk kenang-kenangan yang dikomunikasikan melalui kualitas keindahan dengan bentuk, gaya, dan warna yang khas. Sebagai souvenir, loro blonyo memiliki harga yang relatif terjangkau mulai Rp. 50.000,00 sampai Rp. 75.000,00 sesuai dengan ukuran, bahan, dan teknik finishing. Untuk penerapan prinsip souvenir yang terakhir, loro blonyo sebagai souvenir diproduksi dengan ukuran yang tidak terlalu besar sehingga mudah dibawa. Pengrajin di Bobung membuat loro blonyo dengan ukuran 25 cm dan 20 cm. Untuk ukuran 25 cm memiliki panjang 18 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 25 cm pada patung pria. Sedangkan pada patung wanita memiliki panjang 11 cm, lebar 13 cm, dan tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
22 cm. Untuk ukuran 20 cm memiliki panjang 13,5 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 20 cm pada patung pria. Sedangkan untuk patung wanita memiliki panjang 8,5 cm, lebar 11 cm, dan tinggi 20 cm. Dengan menerapkan prinsip desain yang memperhatikan keharmonisan, kontras, kesatuan, keseimbangan, kesederhanaan, proporsi, dan pusat perhatian serta prinsip souvenir yang memperhatikan aspek ciri khas daerah, hasil ketrampilan tangan, bersifat benda seni, harga yang relatif terjangkau, dan mudah dibawa, maka produk loro blonyo yang dihasilkan tidak hanya indah dari segi estetis saja, namun juga telah memenuhi syarat sebagai produk souvenir.
B. IMPLIKASI Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi: 1.
Bagi Dinas Pariwisata Gunung Kidul Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pariwisata dalam mengembangkan sektor
pariwisata dengan memaksimalkan potensi loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Desa Bobung. Hal ini bisa ditempuh dengan mengangkat loro blonyo sebagai maskot Gunung Kidul dan menjadikan loro blonyo sebagai souvenir dalam setiap kegiatan pariwisata maupun paket wisata di Gunung Kidul. 2.
Bagi Dinas Perindustrian Sebagai bahan masukan bagi Dinas Perindustrian dalam mengembangkan
sektor industri dengan memaksimalkan potensi loro blonyo sebagai souvenir pariwisata di Desa Bobung. Pengembangan potensi bisa didukung dengan pengadaan dan pemberian pinjaman modal kepada pengrajin di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul, karena selama ini permodalan baru didukung oleh Koperasi dan pihak swasta saja. Selain permodalan, perlu juga diadakan pelatihan dan pendampingan bagi para pengrajin dalam hal desain loro blonyo sebagai souvenir supaya terdapat variasi desain. Pelatihan dan pendampingan dalam hal pemasaran juga perlu diadakan supaya pemerataan usaha bisa tercapai. Karena untuk usaha produksi loro blonyo sebagai souvenir masih terjadi kesenjangan antara pengrajin yang sudah memiliki skala produksi besar dengan pengrajin dengan skala yang tidak terlalu besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
3.
Bagi Pengrajin Meningkatkan keragaman desain, inovasi, dan pengembangan khususnya
untuk desain loro blonyo sebagai souvenir pariwisata bagi pengrajin di Desa Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul. Dengan menerapkan prinsip-prinsip desain dan souvenir kedalam patung loro blonyo diharapkan mampu menghasilkan produk yang tidak hanya indah secara estetis, namun juga sesuai dengan kriteria souvenir.
C. SARAN Dalam penerapan prinsip desain maupun souvenir, para pengrajin di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul telah mengaplikasikannya pada loro blonyo sebagai souvenir. Namun semua loro blonyo sebagai souvenir terjadi keseragaman, khususnya pada posisi dan fungsinya. Terkait dengan hal tersebut, penulis memberi saran tentang posisi loro blonyo dapat dibuat lebih bervariasi apabila ada souvenir loro blonyo dalam posisi berdiri atau dalam posisi saling berhadapan. Dengan demikian konsumen memiliki alternatif dalam memilih model loro blonyo yang sesuai dengan seleranya. Selain itu, souvenir loro blonyo yang dihasilkan juga masih terbatas untuk hiasan saja, akan lebih menarik minat konsumen untuk membeli loro blonyo apabila souvenir tersebut bisa berfungsi selain sebagai hiasan. Souvenir loro blonyo bisa dikemas menjadi satu dengan menggunakan pusteg dan ditengahtengah loro blonyo pria dan wanita terdapat space untuk menaruh foto. Sehingga seakan-akan loro blonyo tersebut mengapit foto yang ada ditengahnya. Seiring berjalannya waktu, inovasi-inovasi baru pada souvenir loro blonyo bisa terwujud demi menjaga eksistensinya dalam pasar souvenir dan pariwisata. Karena pada dasarnya selera konsumen beragam, ada yang memiliki selera tradisi dan selera kontemporer (kekinian).
commit to user