ANALISIS POTENSI KETERSEDIAAN AIR SUB DAS SUBAYANG KAMPAR KIRI (*)
Joleha(*), Bochari, Trimaijon Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Riau Email:
[email protected]
ABSTRAK Fungsi hidrologi daerah aliran sungai secara tidak langsung dapat berubah akibat pola penggunaan lahan, yaitu sebagai transmisi air, fungsi penyangga dan fungsi pelepasan air secara bertahap. Perubahan alih fungsi lahan yang tidak terkendali dengan baik, akan menyebabkan gangguan keseimbangan hidrologi DAS yang ditandai dengan perbedaan debit air sungai yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim kemarau. Peningkatan debit air sungai pada musim penghujan dan penurunan debit air sungai pada musim kemarau berpengaruh terhadap ketersediaan air. Analisis ketersediaan dan kebutuhan air suatu DAS sangat diperlukan guna menunjang perencanaan pengelolaan DAS yang lebih baik, sehingga dapat ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyeimbangkan antara ketersediaan dan kebutuhan, bahkan diharapkan mampu meningkatkan cadangan air DAS tersebut. Kuantitas ketersediaan air di daerah penelitian sangat bervariasi setiap bulan pada masing-masing tahun disepanjang tahun. Hasil penelitian ketersediaan air menggunakan metode Thornthwaite Mather, diperoleh nilai ketersediaan air selama setahun mencapai 83 juta m3 pada tahun 2006 dengan rata-rata per bulan mencapai 16 juta m3. Dua tahun pertama pada bulan Desember-Januari ketersediaan air dalam kondisi surplus, tetapi di tahun berikutnya kondisi ketersediaan air mengalami defisit sepanjang tahun, namun ketersediaan air tetap tersedia karena pasokan air pada bulan-bulan sebelumnya menjadi air permukaan. Kata Kunci: ketersediaan air, DAS, thornthwaite-mather, ABSTRACT Watershed hydrology function indirectly subject to change due to land-use patterns, ie as the transmission of water, buffer function and the water gradually release function. Changes in land use are not well-controlled, it will cause the hydrological balance disorders are characterized by differences in water flow of the river is very high between the rainy season and dry season. Increased discharge of river water in the rainy season and decreased river flows in the dry season affect the availability of water. Analysis of the supply and demand of water in a watershed is needed to support watershed management planning better, so it can be determined activities that can balance between supply and demand, and even expected to increase water reserves basins. The quantity of water availability in the study area vary widely each month in each year throughout the year. The results of the study of water availability using the Thornthwaite Mather, the value of water availability during the year to reach 83 million m3 in 2006 with an average per month reached 16 million m3. The first two years in December-January availability of water in surplus, but in the next year in deficit conditions of water availability throughout the year, but the availability of water remains available for water supply in the months prior to water surface Key Words: neraca air, thornthwaite-mather, ketersediaan air
PENDAHULUAN Sekitar 45% wilayah Indonesia berupa dataran tinggi perbukitan dan pegunungan yang dicirikan oleh topo-fisiografi yang sangat beragam, sehingga praktek budidaya pertanian di lahan dataran tinggi memiliki posisi strategis dalam pembangunan pertanian nasional. Selain memberikan manfaat bagi jutaan petani, lahan dataran tinggi juga berperan penting dalam menjaga fungsi lingkungan daerah aliran sungai (DAS) dan penyangga daerah di bawahnya (Departemen Pertanian, 2006). Keberadaan Sub DAS Kampar Kiri di kecamatan Kampar Kiri memiliki sumberdaya hutan yang cukup luas yakni seluas 36.577,5 ha atau 40 %
dari luas Wilayah Kecamatan (Anjasari R, 2009). Hutan ini dimanfaatkan sebagai bahan baku oleh perusahaan industri pulp dan kertas di Provinsi Riau terutama PT. IKPP dan PT. RAPP yang merupakan dua perusahaan pulp dan kertas terbesar di Indonesia yang menguasai 62% dari seluruh kapasitas pulp nasional sehingga menyebabkan kebutuhan bahan bakunya semakin meningkat (Forest Watch Indonesia dalam Anjasari R, 2009). Sumber daya air suatu wilayah terdapat dalam berbagai bentuk, berupa genangan dan aliran air, air tanah, es, atau kelembapan atmosfer. Di daerah tropis, sumber daya air berasal dari air hujan, baik yang jatuh setempat maupun jatuh di hulunya.
JURNAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
31
Secara teoritis jumlah dan fluktuasi keterdapatan air suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan besar curah dan kerap waktu hujannya. Sementara faktorfaktor hidrologi lainnya, seperti bentuk wilayah, geologi, tanah dan tutupan serta penggunaan lahan, akan menentukan distribusi dan kecepatan aliran serta kualitas air. Setiap pemanfaatan air atau perubahan salah satu faktor hidrologi akan mempengaruhi jumlah keterdapatan air di tempat tersebut atau di wilayah sebelah hilirnya (Djuwansah dan Rusydi, 2012). Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat pada periode tertentu. Neraca air dapat digunakan untuk mengetahui kelebihan (surplus) dan kekurangan (defisit) air. Manfaat mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit adalah untuk mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula mendayagunakan air sebaik-baiknya. Pola penggunaan lahan, secara tidak langsung merubah fungsi hidrologi daerah aliran sungai (DAS) yaitu sebagai transmisi air, fungsi penyangga dan fungsi pelepasan air secara bertahap. Perubahan alih fungsi lahan yang tidak terkendali dengan baik, akan menyebabkan gangguan keseimbangan hidrologi DAS yang ditandai dengan perbedaan debit air sungai yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim kemarau. Peningkatan debit air sungai pada musim penghujan dan penurunan debit air sungai pada musim kemarau berpengaruh terhadap ketersediaan air. Informasi Ketersediaan dan kebutuhan air suatu DAS sangat penting untuk menunjang perencanaan pengelolaan DAS yang lebih baik, sehingga dapat ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyeimbangkan antara ketersediaan dan kebutuhan, bahkan diharapkan mampu meningkatkan cadangan air DAS tersebut. Untuk mengetahui DAS yang memiliki potensi ketersediaan air tercukupi, atau kekurangan dapat diketahui berdasarkan Neraca Keseimbangan Air. Perhitungan Neraca air merupakan salah satu kunci untuk mengatasi permasalahan yang ada pada DAS. Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk, yang tersedia, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan (Harto, 2000). I = O ± ΔS (1)
dengan : I = masukan (inflow) O = keluaran (outflow) ΔS= Perubahan cadangan air ( Perubahan kadar lengas tanah) Masukan adalah semua air yang masuk ke dalam sistem, sedangkan keluaran adalah semua air yang keluar dari sistem. Perubahan cadangan air adalah perbedaan antara jumlah semua kandungan air (dalam berbagai sub sistem) dalam satu unit waktu yang ditinjau, yaitu antara waktu terjadinya masukan dan waktu terjadinya keluaran. Persamaan ini tidak dapat dipisahkan dari konsep dasar yang lainnya (siklus hidrologi) karena pada hakikatnya, masukan ke dalam sub sistem yang ada adalah keluaran dari sub sistem yang lain dalam siklus tersebut (Harto, 2000). Konsep neraca air (water balance) merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari siklus hidrologi. Pada proses presipitasi, hujan yang jatuh kepada suatu daerah menyebar pada empat arah, dapat menjadi runoff permukaan (surface runoff) yang mengalir di atas permukaan daratan, dapat terinfiltrasi dalam tanah melalui aliran air di bawah permukaan tanah, melakukan perkolasi secara vertical ke dalam air tanah yang dalam, dan juga dapat melakukan evaporasi kembali dari berbagai permukaan dan transpirasi dari daun-daun (evapotranspirasi). Karena volume total dari air hujan adalah sama dengan keempat komponen tersebut maka hubungan ini dikenal sebagai neraca air atau water balance (Rahman, 2008). Adapun neraca air secara spesifik dirumuskan dengan (Handayani, 2010); P = Q + E ± ΔS (2) Dimana P = prespitasi (mm) Q = Debit (m3 /s) E = evapotranspirasi (mm) ΔS = perubahan cadangan air (dalam tanah atau batuan dasar) (mm) Berdasarkan pada persamaan 1 dan 2 dapat diperlihatkan bahwa Prespitasi berperan sebagai Masukan (inflow) sedangkan debit dan evapotranspirasi sebagai keluaran (outflow). Subiyakto dalam Wijayanti at al (2015) mengemukakan bahwa dalam perkembangannya timbul banyak persamaan neraca air, salah satu diantaranya dan yang paling banyak digunakan adalah persamaan neraca air oleh Thornthwaite dan Mather dalam Sengkarang at al (2012).
JURNAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
32
Penaksiran potensi air bulanan dengan metode Thornthwaite-Mather ini sudah pernah diteliti oleh Pramono at al (2010), di Sub DAS Wuryanto, Wonogiri dan hasil penaksiran debit bulanan mempunyai korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran. Maka metode penaksiran potensi air bulanan ini sangat cocok diterapkan di Sub DAS Subayang mengingat di Sub DAS Subayang yang terletak di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar yang mempunyai luas 64.592,8 Ha dengan panjang Sungai utama 61,5 km belum memiliki stasiun hidrologi. Komponen neraca air Thornthwaite Mather terdiri dari: 1. Analisa Data Suhu, digunakan cara Mock (1973), dengan rumus; ΔT = 0,006 (Z1-Z2) (3) 2. Evapotranspirasi Potensial, Thornthwaite mengusulkan metode empiris menghitung evapotranspirasi potensial dari data suhu ratarata bulanan, standar bulan 30 hari dan jam penyinaran 12 jam. Adapun persamaannya (dalam Widiyono, 2016) adalah sebagai berikut; Pex = 16 (10T/I)a (4) Dimana; T = temperatur bulanan a = 0,000000675.I3 – 0,000077112. I2 + 0,017921.I + 0,49239 I = indeks panas tahunan, yang diperoleh dengan cara; 𝐼 = ∑𝑖 Dimana ; 𝑖 = (𝑇⁄5)1.514 3.
4.
Kapasitas Tanah dalam Menyimpan Air (Water Holding Capacity), merupakan adalah jumlah air maksimum yang dapat disimpan di dalam lapisan tanah yang besarnya ditentukan oleh porositas tanah dan kedalaman akar. Petak kapasitas tanah dalam menyimpan air diturunkan dari peta satuan lahan dengan memberikan nilai Water Holding Capacity (WHC) kepada setiap satuan lahan atas dasar jenis tutupan lahan dan permeabelitas tanah. Nilai WHC dapat diperoleh dengan bantuan tabel pendugaan yang dikombinasikan dengan kedalaman perakaran pada berbagai tekstur tanah. Akumulasi Potensi Kehilangan Air Tanah (Accumulation Potential Water Loss), Nilai
akumulasi potensi kehilangan air tanah adalah nilai akumulatif bulanan dari selisih presipitasi dan evapotranspirasi potensial (P-PE). Menghitung APWL dilakukan dengan cara menjumlahkan angka pada bulan yang negatif, yaitu menjumlahkan nilai APWL bulan sebelumnya dengan nilai P-PE pada bulan ke-i. 5. Kelengasan Tanah, menghitung kelengasan tanah dengan cara menghitung jumlah bulan basah dan bulan kering, pada bulan-bulan basah (P>PE), maka nilai ST untuk tiap bulannya sama dengan WHC, sedankan pada bulan-bulan kering (P
−(
𝐴𝑃𝑊𝐿 ) 𝑆𝑡𝑜
(5)
6.
Perubahan Kelengasan Tanah, yaitu cara perhitungan penambahan air (ΔST) yang dilakukan dengan cara mengurangi nilai ST pada bulan yang bersangkutan dengan nilai ST pada bulan sebelumnya. 7. Evapotranspirasi Aktual, Nilai Evapotranspirasi aktual bisa didapat dengan memperhitungkan bulan basah dan bulan kering dimana, untuk bulan-bulan basah (P>PE), maka nilai AE=PE dan untuk nilai bulan-bulan kering (P
JURNAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
33
METODE PENELITIAN Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sub DAS Subayang terletak di Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan luas wilayah 64.592,8 Ha dan panjang Sungai utama 61,5km, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian Sumber : BPDAS Indragiri Rokan (2014)
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah; 1. Data curah hujan, digunakan data curah hujan di stasiun Gema selama 9 tahun pengamatan (2006-2014), diperoleh dari BPDAS Indragiri Rokan. 2. Data klimatologi, meliputi data temperatur udara tahun data curah hujan di stasiun Pasar Kampar selama 9 tahun pengamatan (20062014), diperoleh dari BPDAS Indragiri Rokan. 3. Peta jenis tanah dan tekstur tanah tahun 2009, diperoleh dari BPDAS Indragiri Rokan. Tahap pelaksanaan studi adalah menganalisa/menghitung komponen neraca air Thornthwaite Mather, yang terdiri dari perhitungan sebagai berikut: -T : Suhu udara (°C) - PE : evapotranspirasi potensial (mm/bulan) - WHC : Kapasitas tanah dalam menyimpan air (mm) - APWL : Jumlah kumulatif defisit curah hujan (mm/bulan) - ST : Kandungan lengas tanah dalam zona perakaran (mm) - Sto : Kandungan lengas tanah dalam zona perakaran pada field capacity (mm) - Δ𝑆𝑇 : perubahan kadar lengas dalam zona perakaran (mm) - AE : evapotranspirasi aktual (mm/bulan) -D : defisit lengas tanah (mm/bulan) -S : surplus lengas tanah (mm/bulan)
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Thornthwaite Mather dapat digunakan untuk mengetahui kondisi air secara kuantitas pada tiap bulannya dalam satu tahun, dalam hal ini kondisi air mengalami surplus atau defisit air, demikian juga dapat mengetahui run off bulanan, untuk mengetahui kehilangan air melalui limpasan permukaan. Perhitungan menggunakan metode Thornthwaite mempertimbangkan curah hujan, suhu udara, indeks panas bulanan, Water Holding Capacity dan faktor koreksi lama penyinaran matahari berdasarkan kondisi lintang. Suhu udara menggunakan metode Mock, karena stasiun curah hujannya tidak memiliki data suhu udara. Cara Mock menggunakan ketinggian sebagai korelasi untuk menghitung selisih suhu antara stasiun.
Curah Hujan 400.0 300.0 200.0 100.0 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Gambar 2 Grafik rata-rata curah hujan bulanan stasiun Gema untuk Wilayah studi tahun 2006 -2014 Rata-rata curah hujan bulanan stasiun Gema untuk wilayah penelitian ini berkisar antara 83 mm – 537 mm (Gambar 2), sedangkan rata-rata curah hujan tahunan dari tahun 2006 – 2014 berkisar antara 164,6 – 303,6 mm. Rata-rata temperatur berkisar antara 26,3 oC – 28,2 oC. Berdasarkan hasil data curah hujan tahun 2006 maka diperoleh hasil perhitungan potensi air dan perhitungan run off bulanan tahun 2006 seperti dalam Tabel 1. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa curah hujan yang menjadi aliran permukaan (run off), setelah dikurangi evapotranspirasi, dan air yang meresap kedalam tanah. Nilainya pada bulan Januari adalah 29,99 m3/det, Februari 16,60 m3/det, Maret 7,50 m3/det, April 3,87 m3/det, Mei 1,87 me/det, Juni 0,97 m3/det, Juli 0, 47 m3/det, Agustus 0,23 m3/det, September 0,12 m3/det, Oktober 0,06 m3/det, November 0,03 m3/det dan Desember 13,04 m3/det.
JURNAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
34
Tabel 1 Hasil Perhitungan Potensi Air Sub DAS Subayang Kiri
Sumber: Hasil Perhitungan Curah Hujan
Surplus
Defisit
Evapotranspirasi
Gambar 3 Hubungan Curah hujan dan Evapotranspirasi di Sub DAS Subayang Kampar Kiri
JURNAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
35
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari jumlah hujan yang rata-rata 2843 mm/tahun, mengalami evapotranspirasi melebihi 100% yaitu sebesar 116%. Perbedaan bulan-bulan yang surplus dan defisit dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan perbandingan antara curah hujan dengan evapotranspirasi di wilayah studi. Dari hasil perhitungan defisit air terjadi di sepanjang bulan dari bulan Februari sampai bulan November. Namun demikian ketersediaan air masih tersedia dikarenakan pasokan air pada bulan-bulan sebelumnya menjadi air permukaan/tanah, sehingga sepanjang bulan masih terdapat air walaupun kecil. REKOMENDASI Pendugaan potensi ketersedian air pada penelitian ini menggunakan asumsi-asumsi karena keterbatasan data. Untuk penelitian yang lebih detil sebaiknya membandingkan data debit sungai dari pengukuran di lokasi dengan hasil perhitungan untuk mengetahui keakuratan metode Thornthwaite Mather. DAFTAR PUSTAKA BPDAS Indragiri Rokan, 2014 Pramono, I. B., Adi, R. N. 2010. Perbandingan Hasil Estimasi Potensi Air Bulanan dan Hasil Pengukuran Langsung di Sub DAS Wuryanto, Wonogiri. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol.VII No. 2. 127-137, Balai Penelitian Kehutanan, Solo. Sengkarang, Ig. L. Setyawan Purnama, Sutanto Trijuni, Fahrudin Hanafi, Taufik Aulia, dan Rahmad Razali, 2012, Analisis Neraca Air Di Das Kupang, Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) Program S-2 Geografi , Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Sosrodarsono, S., Takeda, Kenzaku., 2003, Hidrologi Untuk Pengairan, Cetakan ke 9, Pradnya Paramita, Jakarta.
Subiyakto dalam Wijayanti at al (2015) Widiyono, Mg., 2016, Analisis Neraca Air Metode Thornthwaite Mather Kaitannya Dalam Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik Di Daerah Potensi Rawan Kekeringan Di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, Swara Bhumi. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2016 Wijayanti, Rita Noviani, Gentur Adi Tjahjono, 2015, Dampak Perubahan Iklim Terhadap Imbangan Air Secara Meteorologis Dengan Menggunakan Metode Thornthwaite Mather Untuk Analisis Kekritisan Air Di Karst Wonogiri, Geomedia Volume 13 Nomor 1 Mei. Djuwansah, M.R., dan Rusydi, A.F., Daya Dukung Sumber Daya Air (DDSA) Kota Cirebon Dan Sekitarnya, Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology), Vol. 22 No. 1 April 2012 : 35 – 48. Handayani, W. 2010. Pentingnya Pendekatan Neraca Air Dalam Pembangunan Hutan Rakyat yang Produktif dan Berwawasan Lingkungan. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Rahman, H. 2008. Aplikasi ‘Water Balance Model’ Untuk Manajemen Air Hujan Perkotaan (Urban Rainwater Management). Jakarta. Harto, S. BR. 2000. Hidrologi: Teori, Masalah, Penyelesaian. Yogyakarta: Nafiri. Purnama, S. Ig.L., dkk. 2012, Analisis Neraca Air di DAS Kupang dan Sengkarang. Program S-2 Geografi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Departemen Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 47/Permentan/OT. 140/ 10/ 2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
JURNAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
36