ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya
Dewi Masitoh R.0013035
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2016
ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya
Dewi Masitoh R.0013035
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2016
i
ii
iii
ABSTRAK ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG Dewi Masitoh1, Sumardiyono2 Latar belakang : Pekerjaan welding memerlukan sikap ergonomis dalam bekerja. Apabila postur kerja tidak ergonomis dapat menyebabkan gangguan sistem musculoskeletal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui postur pekerja pada aktivitas welding area sub assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang berdasarkan metode RULA. Metode : Jenis penelitian observasional dengan metode deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung ke lapangan dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode RULA, kemudian perolehan grand score dikategori berdasarkan action level dari RULA. Hasil : Dari enam aktivitas yang dilakukan oleh empat orang, empat aktivitas memperoleh skor akhir 7, satu aktivitas memperoleh skor akhir 6, dan satu aktivitas memperoleh skor akhir 4. Kemudian hasil dari NBM sesudah bekerja 3 orang memiliki tingkat risiko rendah dan satu orang memiliki tingkat risiko sedang. Simpulan : Postur tubuh pekerja welding pada area sub assy PT. Fuji Technica Indonesia empat aktivitas masuk kategori action level 4 yang berarti diperlukan adanya penyelidikan dan perbaikan segera mungkin. Satu aktivitas masuk kategori action level 3 yang berarti diperlukan investigasi dan perbaikan sikap segera. Satu aktivitas masuk kategori action level 2 yang berarti diperlukan adanya perubahan untuk perbaikan sikap kerja. Kata Kunci : Postur Tubuh, Rapid Upper Limb Assessment, Nordic Body Map 1. 2.
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dosen Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
iv
ABSTRACT ANALYSIS OF WELDING WORKERS POSTURE WITH RULA IN SUB ASSY AREA OF PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG Dewi Masitoh1, Sumardiyono2
Background: Works welding requires ergonomic posture at work. If it was ergonomic it was cause musculoskeletal disorders system. This study is aimed at knewing workers posture at welding activities in area sub assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang by using RULA method. Methods: This research observational using descriptive method. Incollecting the data the researcher applied techniques including observation and interview. The data were analyzed by using RULA methods, then the score was categorized based on the action level of RULA method. Results: According six activities was done by four persons, there were four activities got 7, one activity got 6, and one activity got 4. Then the results of NBM after working three persons got low level risk, and one person got middle risk. Conclusion: : The research finding are described, there were four activities as fol lows: four activities were categorized in level 4, it means that was need investigat e and repair as soon as possible. One activity was categorized in level 3, it means that it was need to investigate and repair their attitude. One activity was categoriz ed in level 2, it means that it was need to change the work attitude.
Keywords: Posture, Rapid Upper Limb Assessment, Nordic Body Map 1. 2.
Industrial Hygiene, Occupational Health and Safety Program, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University. Lecturer of Industrial Hygiene, Occupational Health and Safety Program, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University.
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas berkat, rahmat, karunia kesehatan, keselamatan, kekuataan, dan kemudahan dalam pelaksanaan magang serta penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Postur Tubuh Pada Pekerja Welding di Area Sub Assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang Menggunakan Metode Rula”. Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan studi di Program Studi D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hartono,dr., M.Si., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Ibu Yeremia Rante Ada’, S.Sos., M.Kes., selaku Kepala Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku penguji yang memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 3. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 4. PT. Fuji Technica Indonesia khususnya tim EHS dan karyawan area Sub Assy yang telah banyak membantu observasi, pengambilan data dan wawancara. 5. Keluarga Penulis Bapak dan Ibu serta Kakak- kakakku yang telah merawat penuh kasih sayang, mendukung, dan selalu mendoakan penulis. 6. Kurnia Septiyanto, yang telah mendampingi dan memberikan motivasi serta semangat kepada penulis untuk terus maju. 7. Keluarga Bapak Sukimin, Mas Adnan, dan teman-teman Kos Ceria Solo serta Kos Bunga Karawang yang selalu ada untuk membantu penulis. 8. Sahabat – sahabat terbaik yang telah mewarnai kehidupan penulis dan seluruh Angkatan 2013 Diploma III Hiperkes dan KK Universitas Sebelas Maret Surakarta. Besar harapan penulis agar laporan ini dapat bermanfaat dan penyusun mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan laporan ini. Surakarta, Juni 2016 Penulis
Dewi Masitoh vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................. ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ....................................................................................................... PRAKATA ....................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang Masalah................................................................ B. Rumusan Masalah ......................................................................... C. Tujuan Penelitian........................................................................... D. Manfaat Penelitian ........................................................................ BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... A. Jenis Penelitian.............................................................................. B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... C. Subyek Penelitian .......................................................................... D. Sumber Data .................................................................................. E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ F. Instrumen Penelitian ...................................................................... G. Analisis Data ................................................................................. BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... BAB V PEMBAHASAN ............................................................................... BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. A. Simpulan ....................................................................................... B. Saran .............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN
vii
i ii iii iv v vi vii viii ix x x 1 1 3 4 4 7 7 48 49 49 49 49 50 51 51 52 53 90 118 118 119 120
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kisaran Sudut Gerakan Lengan Atas ........................................... Gambar 2. Posisi yang Dapat Mengubah Skor Postur Lengan Atas .............. Gambar 3. Kisaran Sudut Gerakan Lengan Bawah ....................................... Gambar 4. Posisi yang dapat Mengubah skor Postur Lengan Bawah ........... Gambar 5. Kisaran Sudut Gerakan Pergelangan Tangan ............................... Gambar 6. Deviasi Pergelangan ..................................................................... Gambar 7. Perputaran Pergelangan Tangan ................................................... Gambar 8. Kisaran Sudut Pergerakan Leher .................................................. Gambar 9. Posisi yang Dapat Mengubah Skor Postur Leher ......................... Gambar 10. Kisaran Sudut Gerakkan Batang Tubuh (Trunk) ....................... Gambar 11. Posisi yang dapat memodifikasi Nilai Postur Batang Tubuh (Trunk) ....................................................................................... Gambar 12. Posisi kaki .................................................................................. Gambar 13. Lembar Kerja Kuisioner Individu Nordic Body Map ................ Gambar 14. Kerangka Pemikiran ................................................................... Gambar 15. Postur Tubuh Proses Spot Welding Enam belas Titik Pos 4 ..... Gambar 16. Postur Tubuh Respot Dua Titik Menggunakan Stand Gun Pos 4 ........................................................................................... Gambar 17. Postur Tubuh Proses Spot Welding Enam belas Titik Pos 5 ..... Gambar 18. Postur Tubuh Respot Dua Titik Menggunakan Stand Gun Pos 5 ........................................................................................... Gambar 19. Postur Tubuh Proses Spot Welding Sebelas Titik Pos 3 ........... Gambar 20. Postur Tubuh Proses Spot Welding Sebelas Titik Pos 6 ........... Gambar 21. Grafik Hasil Skor Nordic Nody Map.......................................... Gambar 22. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Dodi R. N. F. .......... Gambar 23. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Isrofil ...................... Gambar 24. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map M. Deni. I.S. ........... Gambar 25. Data Hasil Pengukuran Nordic Bodi Map Jafar Sodiq............... Gambar 26. Data Hasil Pengukuran Nordic Bodi Map Sebelum Bekerja ..... Gambar 27. Data Hasil Pengukuran Nordic Bodi Map Sesudah Bekerja ......
viii
34 35 35 36 37 37 38 39 39 40 41 41 47 48 58 62 66 70 74 78 83 84 85 86 87 88 89
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Postur Untuk Lengan Atas ........................................................ Tabel 2. Modifikasi Untuk Skor Postur Lengan Atas ..................................... Tabel 3. Skor Postur Untuk Lengan Bawah ..................................................... Tabel 4. Modifikasi Nilai Postur Untuk Lengan yang Lebih Rendah ............. Tabel 5. Skor Postur Untuk Pergelangan Tangan ........................................... Tabel 6. Modifikasi Nilai Postur Pergelangan Tangan ................................... Tabel 7. Skor Postur Untuk Memutar Pergelangan Tangan ........................... Tabel 8. Skor Postur Untuk Leher ................................................................... Tabel 9. Modifikasi Nilai Postur Untuk Leher ................................................ Tabel 10. Skor Postur Nilai Untuk Batang Tubuh (Trunk) .............................. Tabel 11. Modifikasi Skor Postur Untuk Batang Tubuh ................................. Tabel 12. Skor Postur Untuk Posisi Kaki......................................................... Tabel 13. Skor Postur Grup A ......................................................................... Tabel 14. Skor Postur Grup B ......................................................................... Tabel 15. Nilai Penggunaan Otot dan Beban atau Kekuatan ........................... Tabel 16. Grand Score ..................................................................................... Tabel 17. Hasil Penilaian Postur Tubuh Pekerja Pada Pos 4 dan Pos 5 .......... Tabel 18. Hasil Penilaian Postur Tubuh Pekerja Pada Pos 3 dan Pos 6 .......... Table 19. Skor Postur Grup A .......................................................................... Tabel 20. Skor Postur Grup B .......................................................................... Tabel 21. Grand Score ..................................................................................... Tabel 22. Skor Postur Grup A .......................................................................... Tabel 23. Skor Postur Grup B .......................................................................... Tabel 24. Grand Score ..................................................................................... Tabel 25. Skor Postur Grup A .......................................................................... Tabel 26. Skor Postur Grup B .......................................................................... Tabel 27. Grand Score ..................................................................................... Tabel 28. Skor Postur Grup A .......................................................................... Tabel 29. Skor Postur Grup B .......................................................................... Tabel 30. Grand Score ..................................................................................... Tabel 31. Skor Postur Grup A .......................................................................... Tabel 32. Skor Postur Grup B .......................................................................... Tabel 33. Grand Score ..................................................................................... Tabel 34. Skor Postur Grup A .......................................................................... Tabel 35. Skor Postur Grup B .......................................................................... Tabel 36. Grand Score ..................................................................................... Tabel 37. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Sebelum Bekerja .......... Tabel 38. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Sesudah Bekerja ...........
ix
34 35 36 36 37 37 38 39 40 40 41 42 43 44 45 46 56 57 59 60 61 63 64 65 67 68 69 71 72 73 75 76 77 79 80 81 82 83
DAFTAR SINGKATAN
APD FTI K3 K3L KIIC NBM RULA SA STP
: Alat Pelindung Diri : Fuji Technica Indonesia : Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan : Karawang International Industrial City : Nordic Body Map : Rapid Upper Limb Assessment : Sub Assy : Stamping
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat Magang Lampiran 2. Hasil Kuisioner Nordic Body Map Sebelum Bekerja Lampiran 3. Hasil Kuisioner Nordic Body Map Sesudah Bekerja
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ergonomi adalah studi mengenai interaksi antara manusia dengan objek/peralatan yang digunakan dan lingkungan tempat mereka berada. Ergonomi juga dapat didefinisikan secara praktis sebagai perancangan untuk digunakan oleh manusia (Pulat, 1992). Perkembangan teknologi saat ini tumbuh dengan sangat pesat, hal itu membuat banyak perusahaan yang menggunakan mesin dalam proses produksinya dapat meningkatkan kecepatan kerja. Akan tetapi hal itu justru menjadikan pekerjaan bersifat monoton. Di sisi lain, banyak pula pekerjaan yang harus dilakukan secara manual yang menuntut tekanan secara fisik lebih besar. Tuntutan kerja fisik tersebut dapat berakibat meningkatnya terjadinya keluhan maupun kelelahan pada pekerja (Tarwaka, 2011). Keluhan pada sistem musculoskeletal adalah keluhan pada bagianbagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan dalam waktu yang lama. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan statis berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon. Keluhan hingga kerusakan
inilah
yang
biasanya
diistilahkan
dengan
keluhan
musculoskeletal disorder (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal (Granjean, 1993; Lemasters, 1996). 1
2
Proses industrialisasi dan modernisasi kehidupan disertai semakin meluasnya aplikas teknologi maju mendorong kian bertambahnya penggunaan beragam mesin dan peralatan kerja semakin canggih dengan banyak modifikasi untuk menunjang efisiensi dan kenyamanan dalam proses produksi. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 poin m yang menyebutkan bahwa “salah satu syarat keselamatan kerja adalah memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan kerja dan prosesnya” dimana dalam bekerja keselamatan menjadi prioritas utama namun keserasian atau kenyamanan beristeraksi dengan instrumen pekerjaan menjadi salah satu kunci peningkatan produktivitas kerja. PT. Fuji Technica Indonesia adalah industri manufaktur penyediaan dies, master models, jig, checking fixtures ( C/F ), press part / stamping part komponen dan Sub Assembling part untuk komponen otomotif kendaraan roda empat yang tergabung dalam group PT. Astra Internasional, Tbk yang melakukan joint venture dengan PT. Fuji Technica Miyazu Inc. Proses produksi berlangsung 40 jam seminggu atau 8 jam kerja perhari. Dalam proses produksi tersebut sudah menggunakan mesin-mesin modern. Namun tetap membutuhkan SDM untuk menjalankan seluruh proses produksi tersebut. SDM yang paling banyak dibutuhan berada di bagian Sub Assembling Part atau sub assy. Dimana di bagian tersebut salah satunya pekerjaan welding.
3
Pekerjaan welding dilakukan dengan posisi kerja berdiri secara terus menerus dengan pembebanan pada saat memegang part, menahan gun,dan mengendalikan gun dengan pencapaian target 240 parts perhari. Di lihat dari sudut pandang ergonomi pekerjaan tersebut menimbulkan beberapa masalah seperti, kelelahan kerja sampai terjadi keluhan musculoskeletal. Supaya masalah tersebut tidak timbul dikemudian hari diperlukan analisis yang mendalam terhadap beberapa masalah egonomi salah satu dengan melakukan penilaian terhadap postur kerja pada saat bekerja dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA). Dari uraian latar belakang diatas telah diambil judul “Analisis Postur Tubuh dengan Metode RULA Pada Pekerja Welding di Area Sub Assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut: “Bagaimana postur tubuh pekerja pada saat aktivitas welding di area sub assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang berdasarkan metode RULA?.”
4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui postur pekerja pada saat melakukan aktivitas welding pada area sub assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang berdasarkan metode RULA. Sehingga dapat diketahui tingkat keergonomisan pekerja dalam melakukan pekerjaan di area sub assy. 2. Tujuan Khusus a.
Mengetahui analisis data dari action level yang diperlukan berdasarkan hasil pengukuran data grand score menggunakan metode RULA
b.
Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pekerjaan welding terhadap gangguan atau cedera pada otot - otot skeletal dengan mengidentifikasi menggunakan kuisioner Nordic Body Map.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat bagi perusahaan a. Membantu perusahaan untuk melakukan salah satu penilaian musculoskeletal pada aktivitas welding sehingga dapat diketahui potensi bahaya dari aktivitas tersebut. b. Memberikan masukan atau rekomendasi terhadap postur kerja sehingga dapat ditindak lanjuti sebagai tahap perbaikan.
5
c. Sebagai pengetahuan perusahaan terkait data – data penilaian ergonomi dan analisis dampak yang ditimbulkan. 2. Manfaat bagi Program Studi Hiperkes dan Keselamatan Kerja a.
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berlatih dan mengembangkan bidang keilmuan yang dimiliki.
b.
Menambah
literatur
kepustakaan
yang
bermanfaat
untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan program belajar mengajar diperkuliahan, serta dapat memberikan informasi pengetahuan tentang pengukuran ergonomi di lingkungan kerja. c.
Membawa nama baik
prodi sehingga terjalin hubungan baik
dengan perusahaan, yang diimplementasikan sebagai bentuk kerjasama antar institusi yakni PT. Fuji Technica
Indonesia
dengan Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja. 3. Manfaat bagi mahasiswa a. Memberikan pengalaman kepada mahasiwa terkait dengan keterlibatan diri pada kondisi lingkungan kerja. b. Memahami dasar-dasar ilmu ergonomi khususnya dalam hal penilaian musculoskeletal menggunakan metode RULA c. Melatih berfikir, kritis, inovatif, kreatif, dalam menyelesaikan beragam masalah dilingkungan kerja. d.
Dapat menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Postur Kerja aktivitas welding
6
Menggunakan Metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) Pada Area Sub Assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang.”
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi a. Definisi Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan
nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat
didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan (Nurmianto, 2004) Ergonomi adalah ilmu seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik (Tarwaka, 2011). Menurut
Internasional
Ergonomi
Association, ergonomi
merupakan studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain.
Pada prinsipnya disiplin ergonomi akan
mempelajari apa saja akibat jasmani, kejiwaan dan sosial dari teknologi dan produk-produknya terhadap manusia melalui pengetahuan tersebut 7
8
pada jenjang mikro maupun makro. Karena yang dipelajari adalah akibat dari teknologi dan produk-produknya maka pengetahuan khusus yang dipelajari akan berkaitan dengan teknologi seperti biomekanika, anthropometri, teknologi produksi, lingkungan fisik dan lain-lain b. Tujuan ergonomi Secara umum tujuan ergonomi adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka, 2011) c. Ruang lingkup Ergonomi adalah suatu sistem yang berorientasi kepada disiplin ilmu yang terkait, tentunya dengan mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain: faktor fisik, kognitif, sosial, organisasi, lingkungan dan faktor-faktor yang relevan lainnya. Dewasa ini, para ahli ergonomi sudah tersebar bekerja diberbagai sektor industri, dan mereka terus
9
saling berevolusi secara terus-menerus. (Tarwaka, 2011). 1) Lingkup kajian ergonomi fisik Kajian ergonomi secara fisik utamnya berkaitan dengan disiplin ilmu tentang anatomi manusia, antropometri, fisiologi dan karakteristik biomekanis karena hal tersebut selalu berkaitan dengan aktivitas manusia. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi fisik termasuk; posisi dan postur kerja, penanganan material secara manual atau manual material handling, gerakan berulang-ulang, pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan sistem muskuloskeletal, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, dan lain-lain. 2) Lingkup kajian ergonomi kognitif Ergonomi kognitif umumnya berkaitan dengan proses mental, seperti; persepsi, memori, penalaran, dan respons motor, karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi manusia dan interaksi diantara unsur-unsur lain dari suatu sistem kerja. Topik-topik kajian yang relevan dan ergonomi kognitif antara lain mencakup; beban kerja mental, pengambilan keputusan, pekerjaan yang memerlukan keterampilan, interaksi manusia-mesin dan komputer, keandalan dan kemampuan manusia, stress kerja dan pelatihan kerja, hal – hal tersebut mungkin berkaitan erat dengan desain sistem manusia.
10
3) Lingkup kajian ergonomi organisasi kerja Kajian ergonomi terhadap organisasi kerja berkaitan dengan optimalisasi sistem sosio-teknik, termasuk juga kajian tentang struktur organisasi, kebijakan, dan proses kerja. Topik-topik yang relevan dari kajian ini meliputi; komunikasi, pengelolaan sumber daya manusia, desain pekerjaan atau tugas-tugas, desain waktu kerja dan istirahat, pembentukan tim kerja, desain pendekatan partisipatif, ergonomi dalam kehidupan masyarakat secara luas, kerjasama tim kerja, paradigma tentang pekerjaan baru, budaya organisasi, organisasi virtual, dan manajemen mutu. 4) Lingkup kajian ergonomi lingkungan kerja Kajian ergonomi lingkungan kerja adalah berkaitan dengan masalah-masalah
faktor
fisik
lingkungan
kerja,
seperti;
pencahayaaan atau penerangan, temperatur atau iklim kerja, kebisingan, dan getaran. Kajian ergonomi lingkungan kerja juga meliputi faktor kimia dan faktor biologi. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi lingkungan antara lain meliputi; perancangan ruang kerja, sistem akustik, house keeping, kenyamanan pemakaian Alat Pelindung Diri, dan lain-lain (Tarwaka,2011). d. Prinsip ergonomi Menurut Bridger (2003), ergonomi berfokus kepada desain dari satu sistem dimana manusia bekerja. Semua sistem kerja tersebut terdiri atas komponen manusia, komponen mesin, dan lingkungan yang saling
11
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Fungsi dasar dari ergonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia akan desain kerja uang memberikan keselamatan efisiensi kerja bagi manusia yang bekerja didalamnya. Terdapat enam kategori interaksi antar manusia, mesin, dan lingkungan. Interaksi tersebut yaitu: 1) Human machine 2) Human environment 3) Environment human 4) Environment machine. 2. Welding / Pengelasan Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Menurut Deustche Industry Normen (DIN), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang terjadi dalam keadaan lumer atau cair, dengan kata lain pengelasan adalah penyambungan setempat dari dua logam dengan menggunakan energi panas. Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses manufaktur. Pengelasan adalah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Wiryosumarto, 1996). Las titik (spot welding) adalah pengelasan yang dilakukan dengan mengaliri benda kerja dengan arus listrik melalui elektroda, karena terjadi
12
hambatan diantara kedua bahan yang disambung, maka timbul panas yang dapat melelehkan permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi sambungan. 3. Postur dan Pergerakan Pekerja a. Postur Kerja Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera muskuloskeletal. Kenyamanan tercipta bila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja (Tarwaka, 2004). Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan organ tubuh tersebut meliputi (Tayyari, 1997): 1) Flexion, yaitu gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan. 2) Extension, yaitu gerakan merentangkan (stretching) dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang. 3) Abduction, yaitu pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the median plane) tubuh. 4) Adduction, yaitu pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane).
13
5) Rotation, yaitu pergerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan. 6) Pronation, yaitu perputaran bagian tengah (menuju ke dalam) dari anggota tubuh. 7) Supination, yaitu perputaran ke arah samping (menuju ke luar) dari anggota tubuh. Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari (Bridger, 2003) : 1) Postur Netral (Neutral Posture), yaitu postur dimana seluruh bagian tubuh berada pada posisi yang sewajarnya atau seharusnya dan kontraksi otot tidak berlebihan sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, penekanan, ataupun kontraksi yang berlebih. 2) Postur Janggal (Awkward Posture), yaitu postur dimana posisi tubuh
(tungkai,
sendi
dan
punggung)
secara
signifikan
menyimpang dari posisi netral pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka. Selain itu, postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru untuk
14
menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal, maka
semakin
banyak
energi
yang
dibutuhkan
untuk
mempertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin kuat. Beberapa bentuk postur janggal antara lain : a) Postur janggal pada tulang belakang (1) Membungkuk (bent forward), yaitu punggung dan dada lebih condong ke depan membentuk ≥ 20° terhadap garis vertikal. (2) Berputar (twisted), yaitu posisi tubuh yang berputar ke kanan dan dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan beberapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan (3) Miring (bent sideway), yaitu setiap deviasi bidang median tubuh dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk. Terjadi fleksi pada bagian tubuh, biasanya ke depan atau ke samping. b) Postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan (kiri dan kanan) Faktor risiko pada tangan dan pergelangan tangan adalah melakukan pekerjaan dengan posisi memegang benda dengan cara mencubit (pinch grip), tekanan pada jari terhadap objek (finger press), menggenggam dengan kuat (power grip), posisi
15
pergelangan tangan yang fleksi dan ekstensi dengan sudut ≥45°, serta posisi pergelangan tangan yang deviasi selama lebih dari 10 detik dan frekuensi > 30/ menit (Humantech, 1989). c) Postur janggal pada bahu (kiri dan kanan) Postur bahu yang merupakan kator risiko adalah melakukan pekerjaan lengan atas membentuk sudut ≥45° ke arah samping atau ke arah depan terhadap badan selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi lebih dari atau sama dengan 2 kali per menit dan beban ≥45 kg (Humantech, 1995). d) Postur Janggal Pada Lengan Bawah (Kiri dan Kanan) Postur lengan bawah yang menjadi faktor risiko adalah posisi siku sebesar 135° dan jika menggunakan gerakan penuh dalam bekerja (Humantech, 1995). e) Postur Janggal Pada Leher Postur leher yang menjadi faktor risiko adalah melakukan pekerjaan (membengkokkan leher ≥20° terhadap vertikal), menekukkan kepala atau menoleh ke samping kiri atau kanan, serta menengadah (Humantech, 1995).
16
f) Postur janggal Pada Kaki (1) Jongkok (squatting), yaitu posisi tubuh dimana perut menempel pada paha dimana terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut, pangkal paha, dan tulang lumbal. (2) Berlutut (kneeling), yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut menekuk, permukan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh bertumpu pada lutut dan jari-jari kaki. (3) Berdiri pada satu kaki (stand on one leg), yaitu posisi tubuh dimana tubuh bertumpu pada satu kaki. Sedangkan berdasarkan pergerakan postur kerja dalam ergonomi terdiri dari : 1) Postur Statis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur satis dalam jangka waktu lama sehingga otot berkontraksi secara terusmenerus dan dapt menyebabkan tekanan atau stress pada bagian tubuh (Bridger, 2003). Pergerakan otot statis menyebabkan aliran darah ke otot berkurang dan glikogen otot diubah menjadi asam laktat yang mengakibatkan rasa lelah (Humantech, 1995). Berikut ini contoh postur statis, yaitu : a) Berdiri, yaitu kepala, punggung dan kaki tegak lurus sejajar dengan sumbu vertikal. b) Duduk, yaitu pantat menyentuh suatu permukaan dan terjadi fleksi pada lutut 90°. Posisi duduk memerlukan lebih sedikit
17
energi daripada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki (Nurmianto, 2004). Pada posisi duduk, jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga menyebabkan kesakitan (Bridger, 1995). Selain itu, sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang (Nurmianto, 2004). c) Berbaring, yaitu kepala, punggung dan kaki sejajar dengan sumbu horizontal. 2) Postur dinamis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota tubuh bergerak. Jenisnya adalah : a) Carrying, yaitu aktivitas mengangkat beban sambil berjalan. b) Pulling, yaitu tarikan pada benda agar benda bergerak. c) Pushing, yaitu memindahkan benda dengan memberikan gaya agar benda berpindah. b. Frekuensi Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa melakukan relaksasi (Bridger, 2003).
18
Secara umum, semakin banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja, maka akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah dengan gaya atau beban dan postur janggal (OHSCO, 2007) c. Durasi Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dlihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja terpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai pajanan faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya. Durasi diklasifikasikan sebagai berikut (Kroemer & Grandjean, 1997) : 1) Durasi singkat : < 1 jam/hari 2) Durasi sedang : 1-2 jam/hari 3) Durasi lama : > 2 jam Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari kekuatan maksimum tidak dapat bertahan lebih dari satu menit, jika kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan maksimum maka konsentrasi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu. Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan kapasitas aerobik sebelum beristirahat.
19
d. Force atau beban Force merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan. Pekerjaan yang menuntut penggunaan tenaga besar, maka akan memberikan beban pada otot, tendon, ligamen, dan sendi. Objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Beban maksimum yang diperolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. Bentuk dan ukuran objek juga ikut mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar yang dapat membebani otot pundak/bahu adalah lebih dari 300-400. Cara menangani beban yang baik yaitu, (Suma’mur, 1989) : 1) Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan penuh dan memegangdengan
hanya
beberapa
jari
dapat
menyebabkan
ketegangan statis lokal pada jari dan pergelangan tangan. 2) Lengan harus berada di dekat tubuh dengan posisi lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkat dan membawa menyebabkan ketegangan otot statis pada lengan yang melelahkan. 3) Punggung harus diluruskan. Posisi deviasi punggung membebani tulang belakang. Untuk menghindari punggung membungkuk, mulamula lutut harus bengkok (fleksi) sehingga tubuh tetap berada pada posisi dengan punggung lurus. 4) Posisi leher tegak sehingga seluruh tulang belakang diluruskan.
20
5) Posisi kaki dibuat sedemikian rupa agar mampu mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat dan menurunkan. Kedua kaki ditempatkan untuk membantu mendorong tubuh. 6) Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan. 7) Beban yang ditangani diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikalatau pusat gravitasi tubuh. Posisi tubuh yang menahan beban cenderung mengikuti beban sedangkan posisi tubuh yang menjauhi pusat gravitasi t ubuh lebih berisiko MSDs. 4. Musculoskeletal Disorder (MSDs). a.
Pengertian Muskuloskeletal Gangguan muskuloskeletal atau yang biasa disebut dengan MSDs adalah serangkaian sakit pada otot, tendon, dan syaraf. Aktivitas dengan tingkat pengulangan yang tinggi dapat menyebabkan kelelahan pada otot, merusak jaringan hingga kesakitan dan ketidaknyamanan. Ini bisa terjadi walaupun tingkat gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja memuaskan (OHSCO, 2007). Menurut NIOSH (1997), gangguan muskuloskeletal adalah sekumpulan kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral.
21
b. Anatomi Musculoskeletal System Seseorang akan memberikan performa yang baik terhadap aktivitas pekerjaan yang dilakukan ketika desain kerja atau perancangan produk dan peralatan yang digunakan sesuai dengan kemampuan kerja yang dimiliki. Oleh karena itu, segala komponen kerja yang berhubungan dengan aktivitas pekerjaan harus didesain dengan baik. Sehingga pengetahuan tentang karakteristik otot dan rangka manusia terutama dimensi serta kapasitasnya mutlak diperlukan dalam rangka penyesuaian terhadap perancangannya. Beberapa diantaranya meliputi : 1) Sistem Rangka Sistem rangka berfungsi untuk menggambarkan dasar bentuk tubuh, penentuan tinggi seseorang, perlindungan organ tubuh yang lunak, sebagai tempat melekatnya otot, mengganti sel-sel yang telah rusak, memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali, dan menyerap reaksi dari gaya serta beban kejut (Nurmianto, 2004). Sistem rangka terdiri dari rangka atau tulang-tulang ekstremitas atas, tulang-tulang ekstremitas bawah, dan lengkung kaki. Tulang-tulang ekstremitas atas terdiri dari skapula dan klavikula yang membentuk gelang bahu, humerus, radius, dan ulnar yang membentuk lengan bawah, 8 tulang karpal, 5 tulang metakarpal, serta 14 falanges. Tulang-tulang ekstremitas bawah terdiri dari tulang pinggul yang membentuk sebagian dari panggul
22
(pelvis), femur, patella, tibia, dan fibula yang membentuk tungkai bawah, 7 tulang tarsalia, 5 tulang metatarsal, serta 14 fallanges. Lengkung kaki terdiri dari lengkung medial yang sangat elastis, lengkung lateral yang kuat dan terbatas gerakannya, serta terdapat sejumlah lengkung transversal (Waston, 1997). Panjang tulang untuk menentukan tinggi badan seseorang, sedangkan batas jangkauan dapat menentukan ruang gerak atau aktivitas. Selain dari itu, dimensi ruang yang terbentuk tersebut penting untuk penempatan pengendali dan desain stasiun kerja. Sifat masing-masing sambungan tulang pada pergerakan sangat kompleks. Contoh sambungan tulang yang sederhana ada pada siku dan lutut. Siku dan lutut merupakan sambungan yang membatasi gerakan fleksi. Tangan manusia mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam gerakannya. Akan tetapi jika ada gerakan berulang (repetitive), maka harus mempertimbangkan hal yang lebih penting, misalnya seperti efisiensi penggunaan otot dan konsumsi energinya (Nurmianto, 2004). 2) Sistem Otot
Sistem otot (muskular) terdiri dari sejumlah besar otot yang bertanggung jawab atas gerakan tubuh (Waston, 1997). Otot terbentuk atas fiber yang berukuran panjang dari 10 hingga 400 mm dan berdiameter 0,01 hingga 0,1 mm. Pengujian mikroskopis menunjukkan bahwa fiber terdiri dari myofibril yang tersusun atas
23
sel-sel filament dari molekul myosin yang saling tumpang tindih dengan filament dari molekul aktin. Serabut otot bervariasi antara satu otot dengan yang lainnya. Beberapa diantaranya mempunyai gerakan yang lebih cepat dari yang lainnya dan hal ini terjadi pada otot yang dipakai untuk mempertahankan kontraksi badan, seperti otot pembentuk postur tubuh (Nurmianto, 2004). 3) Jaringan Penghubung
Jaringan-jaringan penghubung yang terpenting dari sistem kerangka otot adalah ligamen, tendon, dan fasciae. Jaringan ini terdiri dari kolagen dan serabut elastis dalam beberapa proporsi. Tendon berfungsi sebagai penghubung antara otot dan tulang terdiri dari sekelompok serabut kolagen yang letaknya paralel dengan panjang tendon. Ligamen berfungsi sebagai penghubung antara tulang dengan tulang untuk stabilitas sambungan. Ligamen tersusun atas serabut yang letaknya tidak paralel. Oleh karena itu, tendon dan ligamen bersifat inelastis dan berfungsi pula untuk deformasi. Adanya tegangan yang konstan akan dapat memperpanjang ligamen dan menjadikannya kurang efektif dalam menstabilkan sambungan. Sedangkan jaringan fasciae berfungsi sebagai pengumpul dan pemisah otot, yang terdiri dari sebagian besar serabut elastis dan mudah sekali terdeformasi (Nurmianto, 2004).
24
c. Keluhan Muskuloskeletal Keluhan muskuloskletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang dinamakan dengan keluhan muskulosletal disorders (MSDs) atau keluhan pada sistem muskulosletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1) Keluhan sementara (reversible) Yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. 2) Keluhan menetap (persistent) Yaitu keluhan otot
yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada ummnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan muskuloskeletal adalah sikap kerja yang tidak alamiah. Di Indonesia, postur kerja yang tidak alami ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja denga ukuran
25
tubuh pekerja maupun tingkah laku pekerja itu sendiri. Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut: 1) Peregangan Otot Yang Berlebihan Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengarahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peragangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengarahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal. 2) Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti besar, angkat-angkut
pekerjaan
mencangkul,
membelah
kayu
dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena
otot menerima tekanan akibat beban kerja secar terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3) Sikap Kerja Tidak Alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat
26
gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan satasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh tidak adanya kesesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran
tubuh pekerja. Sebagai negara berkembang,
sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada perkembangan teknologi negara-negara maju, khususnya dalam pengadaan peralatan industri. Mengingat bahwa dimensi peralatan tersebut didesain tidak berdasarkan ukuran tubuh orang Indonesia, maka pada saat pekerja orang Indonesia harus mengoperasikan peralatan tersebut, terjadilah sikap kerja tidak alamiah. Hal tersebut disebabkan karena negara produsen didalam mendesain mesin-mesin tersebut hanya didasarkan antropometri dari populasi pekerja negara yang bersangkutan, yang pada kenyataannya ukuran tubuhnya lebih besar dari pekerja Indonesia. Sudah dapat dipastikan, bahwa kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada waktu pekerja mengoperasikan mesin. Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot.
27
4) Faktor Penyebab Sekunder 1) Tekanan Terjadinya tekanan langung pada jaringan otot yang lunak, Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka
jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. 2) Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot. 3) Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan
suhu tubuh yang
terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang
ada dalam
tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke
28
otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot (Suma’mur, 1982;Grandjean,1993 dalam Tarwaka, 2011). 5) Penyebab Kombinasi Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat dengan tugas yang semakin berat oleh tubuh. Beberapa hal yang mempengaruhi faktor kombinasi tersebut adalah : a) Umur Chaffin (1979) dan Guo et al (1995) 1993 dalam Tarwaka, dkk, 2004 menyatakan bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami orang pada usia kerja, yaitu 24-65 tahun. Biasanya keluhan pertama dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. b) Jenis Kelamin Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya, Astarnd dan Rodahl (1977) 1993 dalam Tarwaka, dkk, 2004 menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria. Namun pendapat ini masih diperdebatkan oleh para ahli. c) Kebiasaan Merokok Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari
29
penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. d) Kesegaran Jasmani Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan menongkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik. e) Kekuatan Fisik Chaffin dan Park (1977) 1993 dalam Tarwaka ,dkk, 2004 seperti yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya dan pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah berisiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih diperdebatkan. f) Ukuran Tubuh (Antropometri) Walaupun pengaruhnya relatif kecil, ukuran tubuh juga menyebabkan keluhan otot skeletal. Vessy et al (1990) dalam
30
Tarwaka 2011 menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Temuan lain menyatakan bahwa tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan
tangan.
Apabila
dicermati,
keluhan
sistem
muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka didalam menerima beban, baik beban berat maupun beban tambahan lainnya. 5. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) a. Definisi RULA RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomis). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993 (Lueder, 1996). RULA adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak memerlukan piranti khusus dalam memberikan suatu pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas, sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh. Penilaian dengan menggunakan
31
RULA membutuhkan waktu sedikit untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan adanya pengurangan risiko yang diakibatkan pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukkan pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993). Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan atau aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive strain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor risiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan risiko yang besar untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomi hazard. Oleh sebab itu, RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996). b. Perkembangan RULA RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai berikut : 1) Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara cepat, terutama pemeriksaan paparan terhadap risiko gangguan bagian tubuh atas yang disebabkan karena bekerja. 2) Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan postur kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan repetitif yang mengakibatkan kerja otot.
32
3) Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau pengukuran ergonomi yang mencakup faktor-faktor fisik, epidemiologis, mental, lingkungan dan faktor organisional dan khususnya mencegah terjadinya gangguan pada tubuh pada bagian atas akibat bekerja. Penilaian menggunakan RULA merupakan metode yang telah dilakukan oleh McAtemey dan Corlett (1993). Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah : 1)
Tahap 1: Tahap pengembangan metode untuk pencatatan postur bekerja. Untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi 2 bagian yang membentuk 2
kelompok,
yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, badan, dan kaki. Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan. Kisaran gerakan untuk setiap bagian tubuh dibagi menjadi bagian-bagian menurut kriteria yang berasal dari interpretasi literatur yang relevan. Bagian-bagian ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada kisaran gerakan atau postur kerja dimana risiko faktor merupakan terkecil atau minimal. Sementara angka-
33
angka yang lebih tinggi diberikan pada bagian-bagian kisaran gerakan dengan postur yang lebih ekstrim yang menunjukkan adanya faktor risiko yang meningkat yang menghasilkan beban pada struktur bagian tubuh. Sistem penskoran (scoring) pada setiap postur bagian tubuh ini menghasilkan urutan angka yang logis dan mudah untuk diingat. Agar memudahakan identifikasi kisaran postur dari gambar setiap bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital. Pemeriksaan atau pengukuran dimulai dengan mengamati operator selama beberapa siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan mungkin dilakukan pada postur dengan siklus kerja terlama dimana beban terbesar terjadi. Karena RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran dapat dilakukan pada setiap postur pada siklus kerja. Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan. Kisaran lengan atas diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang dilakukan oleh Tichauer, Caffin, Herbert et al, Hagbeg, Schuld dan Harms Ringdalh dan Shuldt Mc Atamney, (1993).
34
a)
Postur bagian lengan atas
Gambar 1. Kisaran Sudut Gerakan Lengan Atas Sumber : Tarwaka, 2011 Jangkauan gerakan untuk lengan bagian atas (upper arm) dinilai dan diberi skor berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Tichauer, Chaffin, Herberts et al, Schuldt et al, dan Harms-Ringdahl & Schuldt dalam Mc Atamney, (1993). Skornya sebagai berikut : Tabel 1. Skor Postur Untuk Lengan Atas Skor Jarak/kisaran 1
Ekstensi 20° sampai fleksi 20°
2
Ekstensi > 20° atau fleksi 20°-45°
3
Fleksi 45°-90°
4
Fleksi > 90°
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 Skor postur lengan tersebut dapat dimodifikasi, baik ditingkatkan atau diturunkan. Masing-masing keadaan akan menghasilkan peningkatan atau penurunan nilai postur asli untuk lengan atas. Ketika tidak ada situasi di atas berlaku, skor postur untuk lengan atas adalah nilai dalam Tabel 1, tanpa modifikasi lebih lanjut.
35
Gambar 2. Posisi yang Dapat Mengubah Skor Postur Lengan Atas Sumber : Tarwaka, 2011 Tabel 2. Modifikasi Untuk Skor Postur Lengan Atas Skor Posisi +1 +1
Jika bahu diangkat atau atau lengan diputar atau dirotasi Jika lengan diangkat menjauh dari badan
-1
Jika berat lengan ditopang
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 b) Postur bagian lengan bawah
Gambar 3. Kisaran Sudut Gerakan Lengan Bawah. Sumber : Tarwaka, 2011
Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari peneliti Granjean dan Tichauer dalam Mc Atamney, 1993. Skor tersebut adalah:
36
Tabel 3. Skor Postur Untuk Lengan Bawah Skor
Kisaran
1
Fleksi 60°-100°
2
Fleksi <60° atau >100°
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 Postur untuk lengan bawah dapat ditingkatkan jika lengan bawah bekerja di garis tengah tubuh atau ke samping. Karena kedua kasus yang eksklusif sehingga skor sikap awal hanya dapat meningkat nilai +1.
Gambar 4. Posisi yang dapat Mengubah Skor Postur Lengan Bawah Sumber : Tarwaka, 2011 Tabel 4. Modifikasi Nilai Postur Untuk Lengan yang Lebih Rendah Skor
Posisi
+1
Jika lengan bawah bekerja pada luar sisi tubuh.
+1
Jika lengan bawah bekerja menyilang dari garis tengah tubuh
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 c) Postur pergelangan tangan Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut :
37
Gambar 5. Kisaran Sudut Gerakan Pergelangan Tangan Sumber : Tarwaka, 2011 Tabel 5. Skor Postur Untuk Pergelangan Tangan Skor Posisi 1
Jika dalam posisi netral.
2
Fleksi atau ekstensi : 0º sampai 15º
3
fleksi atau ekstensi : >15º
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 Skor sikap untuk pergelangan tangan akan meningkat nilai +1 jika pergelangan tangan berada dalam salah satu ulnaris atau radial.
Gambar 6. Deviasi Pergelangan Sumber : Tarwaka, 2011 Tabel 6. Modifikasi Nilai Postur Pergelangan Tangan Skor Posisi +1
Pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami deviasi baik ulnar maupun radial Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 Setelah memperoleh skor untuk pergelangan tangan, untuk perputaran pergelangan tangan (wirst twist) akan
38
dinilai. Skor baru ini menjadi independen dan tidak akan ditambahkan dengan nilai sebelumnya, melainkan akan digunakan untuk memperoleh nilai global untuk Kelompok A. Putaran pergerakan tangan pronasi dan supinasi (pronation and supination) yang dikeluarkan oleh Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer dalam McAtamney, 1993. Skor tersebut adalah :
Gambar 7. Perputaran Pergelangan Tangan Sumber : Tarwaka, 2011 Tabel 7. Skor Postur Untuk Memutar Pergelangan Tangan Skor Posisi 1 Jika pergelangan tangan berada dalam kisaran putaran 2
Jika pergelangan tangan berada pada atau dekat ujung jangkauan twist
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993
Setelah penilaian ekstremitas atas selesai, kami akan melanjutkan dengan evaluasi kaki, batang dan leher mereka yang terdiri dari kelompok B yaitu Leher, punggung dan kaki. Jangkauan postur untuk leher (neck) didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al dalam Mc Atamney, (1993). Skor dan jangkauannya sebagai berikut:
39
(4) Postur leher
Gambar 8. Kisaran Sudut Gerakan Leher Sumber : Tarwaka, 2011 Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al dalam Mc Atamney, 1993. Skor dan kisaran tersebut adalah: Table 8. Skor Postur Untuk Leher Skor Kisaran 1
Fleksi : 0 º -10 º.
2
Fleksi : 10 º - 20 º.
3
Fleksi: > 20 º.
4
Jika leher pada posisi ekstensi
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 Skor Postur untuk leher dapat ditingkatkan jika leher dalam sisi-membungkuk atau memutar, seperti yang ditunjukkan gambar sebagai berikut :
Gambar 9. Posisi yang Dapat Mengubah Skor Postur Leher Sumber : Tarwaka, 2011
40
Tabel 9. Modifikasi Nilai Postur Untuk Leher Skor Posisi +1
Posisi leher berputar
+1
Jika leher dibengkokan
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 e.
Postur batang tubuh (trunk)
Gambar 10. Kisaran Sudut Gerakan Batang Tubuh (Trunk). Sumber : Tarwaka, 2011 Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al dalam Mc Atamney, (1993) : Tabel 10. Skor Postur Nilai Untuk Batang Tubuh (Trunk) Skor Posisi 1
Pada saat duduk dengan kedua kaki dan telapak kaki tertopang dengan baik dan sudut antara badan dan tulang pinggul membentuk sudut ≥90° 2 Fleksi: 0º-20º. 3 Fleksi: 20º-60º 4 Fleksi: 60º atau lebih Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993
41
Postur skor untuk batang tubuh dapat ditingkatkan jika trunk dalam posisi memutar atau menekuk. Posisi ini tidak eksklusif, skor dapat ditingkatkan menjadi 2 jika kedua postur terjadi secara bersamaan.
Gambar 11. Posisi yang dapat Memodifikasi Nilai Postur Batang Tubuh (Trunk). Sumber : Tarwaka, 2011 Tabel 11. Modifikasi Skor Postur Untuk Batang Tubuh Skor Posisi +1
Badan memuntir atau membungkuk
+1
Jika bagian batah tubuh menekuk
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 f.
Postur kaki
Gambar 12. Posisi Kaki Sumber : Tarwaka, 2011
42
Tabel 12. Skor Postur Untuk Posisi Kaki Skor Posisi 1
Kaki dan telapak kaki tertopang dengan baik pada saat duduk 1 Berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi 2 Kaki dan telapak kaki tidak tertopang dengan baik atau berat badan tidak terdistribusi dengan seimbang Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 2) Tahap 2: Perkembangan sisten untuk pengelompokkan skor postur bagian tubuh. Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Kelompok A dan B yang dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian tubuh. Hasil penjumlahan skor penggunaan otot (muscle) dan tenaga (force) dengan Skor Postur A menghasilkan Skor C. Sedangkan penjumlahan dengan Skor Postur B menghasilkan Skor D. a) Nilai postur untuk bagian tubuh dalam kelompok A.
43
Tabel 13. Skor Postur Grup A Lengan
Lengan
Atas
Bawah
1
2
3
4
5
6
Pergelangan Tangan 1
2
3
4
Pergelangan tangan memuntir
Pergelangan tangan memuntir
Pergelangan tangan memuntir
Pergelangan tangan memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
3
4
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993
b) Nilai postur untuk bagian tubuh dalam kelompok B. Tabel 14. Skor Postur Grup B Badan (Trunk) 1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
kaki
kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Leher
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993 c)
Nilai penggunaan otot dan beban atau tenaga Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan. Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Durry dalam Mc Atamney (1993), yaitu sebagai berikut : (1) Skor untuk penggunaan otot : + 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit. (2) Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan Stevenson dan Baaida, yaitu sebagai berikut :
44
45
Tabel 15. Nilai Penggunaan Otot dan Beban atau Kekuatan Skor Kisaran 0 pembebanan sesekali atau tenaga < 2kg dan ditahan 1 Pembebanan sesekali 2-10 kg 2 Pembebanan statis 2-10 kg atau berulang. 2 Pembebanan sesekali namun >10 kg. 3 Pembebanan dan pengerahan tenaga secara repetitive atau statis ≥10kg 3 Pengerahan tenaga dan pembebanan yang berlebihan dan cepat Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel A dan B, yaitu sebagai berikut : (a) Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = skor C. (b) Skor B + skor pengguanaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B = skor D. 3) Tahap 3 : Pengembangan grand score dan daftar tindakan. Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan Skor C dan Skor D menjadi suatu grand score tunggal yang dapat memberikan panduan terhadap prioritas penyelidikan/ investigasi berikutnya. Tiap kemungkinan kombinasi Skor C dan Skor D telah diberikan peringkat, yang disebut grand score dari 1-7 berdasarkan estimasi risiko cidera yang berkaitan dengan pembebanan muskuloskeletal.
46
Tabel 16. Grand Score Skor D Skor C 1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : McAtamney, L & Corlett E.N, 1993
Berdasarkan table grand score, maka tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut : (a) Action Level 1 : Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama. (b)
Action Level 2 : Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.
(c) Action Level 3 : Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. (d) Action Level 4 : Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak). 6. Nordic Body Map (NBM) Salah satu alat ukur ergonomi sederhana yang dapat digunakan
47
untuk mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal adalah nordic body map. Melalui nordic body map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai dengan sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner nordic body map terhadap segmen-segmen tubuh dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 13. Lembar Kerja Kuisioner Individu Nordic Body Map Sumber : Tarwaka, 2011
48
B. Kerangka Pemikiran
PENILAIAN: 1. Grup A - Lengan atas - Lengan bawah - Pergelangan tangan - Perputaran tangan 2. Grup B - Leher - Badan - Kaki
C. Fuji Technica Indonesia PT.
Proses Produksi
Proses spot welding
Nordic Body Postur kerja
Map
Metode RULA
(NBM) Tingkat aksi Ergonomis
Tidak Ergonomis
1. 2. 3. 4.
1. Kelelahan kerja 2. Muskuloskeletal Disorder (MSDs)
Nyaman Aman Sehat Selamat
Gambar 14. Kerangka Pemikiran
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian observasional metode deksriptif., yaitu suatu jenis penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo,2010). Dalam penelitian ini memberikan gambaran untuk menganalisis postur kerja pekerja welding menggunakan metode RULA di area sub assy PT.Fuji Technica Indonesia. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Proses praktek kerja lapangan dilakukan di PT. Fuji Technica Indonesia Karawang yang berlokasi di Karawang International Industrial City (KIIC) Toll Jakarta –Cikampek Km.47, Jln. Maligi Raya Lot A-7 Karawang Barat (41361), Jawa Barat, Indonesia. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 2016- 31 Maret 2016 selama dua bulan (2) bulan. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian dari penulisan laporan ini adalah menganalisis postur kerja tenaga kerja saat bekerja menggunakan metode RULA pada area sub assy PT. Fuji Technica Indonesia. Populasi dari penelitian ini adalah 8 orang dari dari pos 1 sampai pos 8. Setiap pos terdapat 1 orang pekerja welding. Untuk
49
50
sampel 4 orang yang terdiri dari, pos 3, pos 4, pos 5, dan pos 6. Bagian tubuh yang akan diamati, yaitu: 1. Grup A meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan 2. Grup B meliputi leher, badan, dan kaki.
D. Sumber Data Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan data-data sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer diperoleh dari melakukan observasi langsung ke tempat kerja atau lapangan dan konsultasi dengan pembimbing lapangan selama melakukan praktek kerja lapangan. 2. Data Sekunder Data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen perusahaan, buku referensi lain yang berhubungan dengan objek penelitian. Data sekunder perusahaan ini meliputi: a. Dokumen perusahaan, berupa data dan dokumentasi perusahaan sebagai data pendukung (support). b. buku referensi dan literatur sumber kepustakaan yang berisi materi yang masih relevan terhadap objek yang sedang diteliti. c. Kumpulan jurnal publik, artikel, maupun informasi dari media elektronik yang sesuai dengan objek yang diteliti.
51
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas tenaga kerja yang melakukan aktivitas pengepressan di area sub assy. 2. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan Tanya jawab kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan objek penelitian untuk memperoleh informasi mengenai objek yang diteliti. 3. Dokumentasi yaitu teknik untuk memperoleh data dengan mengambil gambar sikap dan postur tubuh pekerja pada saat bekerja.
F. Instrumen Penelitian 1. Kamera, untuk mengambil gambar/foto atau video postur pekerja saat melakukan aktivitas pekerjaan. 2. Alat tulis, untuk mencatat hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan terhadap objek postur kerja tenaga kerja. 3. Alat ukur (busur), untuk mengukur derajat kemiringan postur tubuh pekerja saat bekerja. 4. Kuisioner Nordic Body Map (NBM), untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari pekerjaan yang dilakukan. Kuisioner ini dibagikan kepada pekerja saat sebelum bekerja dan setelah bekerja.
52
G. Analisis data Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan melakukan pengolahan data menggunakan analisis metode Rapid Upper Limb Assement (RULA). Kemudian dilanjutkan dengan metode Nordic Body Map (NBM).
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi penelitian 1. Deskripsi pekerjaan Penelitian postur kerja ini dilakukan pada karyawan perusahaan area Sub Assy pada pekerjaan welding. Pada area ini pekerjaan yang dilakukan yaitu menggabungkan parts sesuai dengan model desain yang telah direncanakan. Pada proses welding sendiri memiliki 8 pos yang alur prosesnya berbeda-beda namun beberapa saling berkaitan. Proses sub assy sendiri merupakan kelanjutan dari proses stamping yaitu pengepresan parts dan sub count. Pada sub assy khususnya welding bagian-bagian part akan digabungkan sesuai dengan model dan desain yang telah dirancang sebelumnya. Pekerja pada area welding ini bertugas melakukan penggabungan part yang terdiri dari beberapa titik yang telah ditentukan. Parts tersebut berasal dari sub count dan proses stamping yaitu proses pengepresan part menjadi bentuk yang telah didesain sesuai pesanan. Komponen dari stamping ini kemudian di angkut dengan forklift ke area produksi sub assy. Pada penelitian ini dari 8 pos yang tersedia di satu grup proses diambil sampel penelitian sebanyak 4 pos yaitu, di pos 3, pos 4, pos 5, dan pos 6 . Pada pekerjaan welding dalam satu pos dilakukan oleh satu orang sesuai dengan instruksi kerja. Target pencapaian pekerja welding sebanyak 240 53
54
part per hari dan jika over time target pencapaian sebanyak 360 parts per hari. Berikut rincian aktivitas setiap parts yang dilakukan proses spot welding: a.
Pos 3 sebanyak 11 titik spot welding
b.
Pos 4 sebanyak 16 titik spot welding dan respot sebanyak 2 titik
c.
Pos 5 sebanyak 16 titik spot welding dan respot sebanyak 2 titik
d.
Pos 6 sebanyak 11 titik spot welding. Aktivitas tersebut dilakukan dengan posisi berdiri dalam waktu 8
jam kerja dengan waktu istirahat setiap 2 jam sekali selama 10 menit. Berat part 2,5 kg dan berat peralatan kerja Portabel Spot Welding Gun 5 kg peralatan kerja telah dilakukan rekayasa engineering balancer. Hasil pengamatan ini diukur menggunakan metode RULA yaitu dengan dokumentasi postur tubuh pekerja saat melakukan pekerjaan spot welding di pos 3, pos 4, pos 5, pos 6. Dokumentasi gambar tersebut kemudian dinilai menggunakan skor penilaian dan grand score. Kemudian ditentukan tingkat aksinya atau action level. Sehingga dapat diketahui langkah yang harus diambil terkait dengan perolehan grand score pada pekerjaan welding. Pada pos 4 dan pos 5 urutan pekerjaan dan parts yang dilakukan titik spot welding sama. urutan pekerjaaan pada pos 4 dan pos 5sebagai berikut: a. Mengambil part dari lori pos sebelumnya kemudian dipasangkan ke jig.
55
b. Melakukan spot welding 16 titik, pada tahap ini pekerja mengambil PSW yang tergantung diatas area kerja dan menahannya selama peralatan tersebut digunakan. c. Mengambil part yang telah selesai pada tahap spot welding pertama untuk beralih ke proses respot welding . d. Melakukan respot welding menggunakan stand gun sebanyak 2 titik, pada tahap ini titik berat beban pada part yang dilakukan respot. e. Part kemudian diletakkan
pada meja check. Untuk dilakukan
pemeriksaan sebelum diletakkan pada proses palleting. Pada pos 3 dan 6 memiliki urutan kerja yang sama sebagai berikut: a. mengambil part dari lori kemudian dipasangkan ke jig. b. Proses spot welding 16 titik menggunakan gun. c. meletakan kembali part yang telah dilakukan proses spot welding ke lori proses selanjutnya untuk pos 3 diletakkan pada lori pos 4, untuk pos 6 diletakkan pada lori pos 5. 2. Deskripsi Data Responden a. Pos 3 Nama Pekerja
: Dodi R. N. F.
Umur
: 19 tahun
Masa kerja
: 4 (empat) bulan
b. Pos 4 Nama Pekerja
: Isrofil
Umur
: 20 Tahun
56
Masa Kerja
: 3 (tiga) bulan
c. Pos 5 Nama Pekerja
: M. Deni I. S.
Umur
: 29 tahun
Masa Kerja
: > 5 tahun
d. Pos 6 Nama Pekerja
: Jafar Sodiq
Umur
: 20 Tahun
Masa Kerja
: 1 (satu) bulan
B. Hasil Pengukuran Data Berdasarkan
hasil
pengamatan
dan
pengambilan
dokumentasi
pekerjaan welding yang dilakukan diarea Sub Assy. Tahap selanjutnya yaitu melakukan penilaian dan dianalisis menggunakan metode RULA. Berikut data hasil pengukuran postur tubuh pekerja pada pos 4 dan pos 5: Tabel 17. Hasil Penilaian Postur Tubuh Pekerja Pada Pos 4 dan Pos 5 Aktivitas Penilaian Pos Proses spot Proses respot 2 welding 16 titik titik Lengan Atas (º)
4 5
75º 50º
38º 26º
Lengan Bawah (º)
4 5 4 5 4 5
66º 100º 0º 0º 15º 25º
29º 60º 0º 0º 25º 59º
Pergelangan tangan (º) Leher (º)
Bersambung
57
Sambungan……… Badan (º) Kaki (skor)
4 5 4 5
0º 0º 0º 0º
20º 5º 0º 0º
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
Hasil pengukuran postur tubuh pekerja pada pos 3 dan pos 6 Tabel 18. Hasil Penilaian Postur Tubuh Pekerja Pada Pos 3 dan Pos 6 Aktivitas Penilaian Pos Proses spot welding 11 titik Lengan Atas (º) 3 29º 6 46º Lengan Bawah (º) 3 120º 6 120º Pergelangan tangan (º) 3 0º 6 0º Leher (º) 3 34º 6 20º Badan (º) 3 0º 6 0º Kaki (º) 3 0º 6 0º Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
C. Analisis Data 1.
Analisis Postur Kerja Pos 4 Data hasil pengukuran yang telah dijabarkan diatas kemudian dilakukan analisis menggunakan metode RULA. Pada pos 4 ini pekerjaan welding dilakukan oleh Isrofil. Berikut analisis dari pos 4:
58
a.
Proses spot welding enam belas titik
Gambar 15. Postur Tubuh Proses Spot Welding Enam belas Titik Pos Sumber: PT. Fuji Technica Indonesia, 2016
1) Penilaian Skor Postur Group A a) Lengan atas
: fleksi 75º skor : 3, Bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi (+1) skor akhir 4
b) Lengan bawah
: fleksi 66º skor : 1
c) Pergelangan tangan
: fleksi 0º skor : 1
59
Tabel 19. Skor Postur Group A Pergelangan tangan 1 Lengan
Lengan
Atas
Bawah
1
2
3
4
5
6
2
3
4
Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan tangan
tangan
tangan
tangan
memuntir
memuntir
memuntir
memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
3
4
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
60
2) Penilaian Skor Postur Group B :fleksi 15º skor :2
a) Leher
Posisi leher menekuk atau memuntir (+1) skor akhir 3 b) Badan
: fleksi 0º skor : 2
c) Kaki
: berdiri dengan berat badan terdistribusi
dengan Rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi skor 1 Tabel 20. Skor Postur Group B Badan ( Trunk)
Leher
1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 3) Penilaian grand score RULA Penilaian grand score RULA ini berdasarkan tabel Skor Postur Group A yaitu memperoleh skor 4 dan tabel Skor Postur Group B = memperoleh skor 3. Kemudian untuk pembebanan dan pengerahan tenaga diberi 2 karena pembebanan statis sebesar 5 kg.
61
Skor C = skor A + skor penggunaan otot atau pembebanan, maka diperoleh skor C adalah 4 + 2 = 6, sedangkan skor D = skor B + skor penggunaan otot pembebanan, maka skor D adalah 4 + 2 = 6 Tabel 21. Grand Score Skor D Skor C
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 Berdasarkan hasil analisis grand score diatas, skor akhir yang diperoleh yaitu 7. Dimana dalam tingkat aksi dari pekerjaan tersebut adalah 4 yang berarti diperlukan investigasi dan perbaikan secepat mungkin.
62
b.
Proses respot dua titik menggunakan stand gun
Gambar 16. Postur Tubuh Proses Respot Dua Titik Menggunakan Stand Gun Pos 4 Sumber: PT. Fuji Technica Indonesia, 2016
1) Penilaian Skor Postur Group A a) Lengan atas
: fleksi 38º skor : 2
b) Lengan bawah
: fleksi 29º skor : 2 Lengan bawah bekerja menyilang dari garis tengah tubuh (+1) skor akhir 3
c) Pergelangan tangan
: fleksi 0º skor : 1
63
Tabel 22. Skor Postur Group A Pergelangan tangan 1
2
3
4
Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Atas
1
2
3
4
5
6
Bawah
tangan
tangan
tangan
tangan
memuntir
memuntir
memuntir
memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
3
4
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
64
2) Penilaian Skor Postur Group B : fleksi 25º skor : 3
a) Leher
Posisi leher menekuk (+1) skor akhir 4 b) Badan
: fleksi 20º skor : 2
c) Kaki
: berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi skor 1
Tabel 23. Skor Postur Group B Badan ( Trunk)
Leher
1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
Kaki
kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 3) Penilaian grand score RULA Penilaian grand score RULA ini berdasarkan tabel Skor Postur Group A yaitu memperoleh skor 4 dan tabel Skor Postur Group B = memperoleh skor 3. Kemudian untuk pembebanan dan pengerahan tenaga diberi 1 karena pembebanan dan pengerahan
65
tenaga secara tidak menentu antara 2 – 10 kg, berat part tersebut 2,5 kg. Skor C = skor A + skor penggunaan otot atau pembebanan, maka diperoleh skor C adalah 3 +1 = 4, sedangkan skor D = skor B + skor penggunaan otot pembebanan, maka skor D adalah 5 + 1 = 6. Tabel 24. Grand Score Skor D Skor C
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 Berdasarkan hasil analisis grand score diatas, skor akhir yang diperoleh yaitu 6. Dimana dalam tingkat aksi dari pekerjaan tersebut adalah 3 yang berarti diperlukan investigasi dan perbaikan sikap segera.
66
2. Analisis Postur kerja Pos 5 Data hasil pengukuran yang telah dijabarkan diatas kemudian dilakukan analisis menggunakan metode RULA. Berikut analisis pada pos 5: a. Proses spot welding enam belas titik
Gambar 17. Postur Tubuh Proses spot welding enam belas titik Pos 5 Sumber: PT. Fuji Technica Indonesia, 2016 1) Penilaian Skor Postur Group A a) Lengan atas
: fleksi 50º skor : 3, Bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi (+1) skor akhir 4
b) Lengan bawah
: fleksi 100º skor : 1
c) Pergelangan tangan : fleksi 0º skor : 1
67
Tabel 25. Skor Postur Group A Pergelangan tangan 1 Lengan
Lengan
Atas
Bawah
1
2
3
4
5
6
2
Pergelangan Pergelangan
3
4
Pergelang
Pergelang
tangan
tangan
an tangan
an tangan
memuntir
memuntir
memuntir
memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
3
4
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
68
2) Penilaian Skor Postur Group B d) Leher
:fleksi 25º skor :3
e) Badan
: fleksi 0º skor : 2 Badan memuntir (+1) skor akhir 3
f) Kaki
: berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi skor 1
Tabel 26. Skor Postur Group B Badan ( Trunk)
Leher
1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 3) Penilaian grand score RULA Penilaian grand score RULA ini berdasarkan tabel Skor Postur Group A yaitu memperoleh skor 5 dan tabel Skor Postur Group B = memperoleh skor 4. Kemudian untuk pembebanan dan pengerahan tenaga diberi 2 karena pembebanan statis sebesar 5 kg.
69
Skor C = skor A + skor penggunaan otot atau pembebanan, maka diperoleh skor C adalah 3 +2 = 5, sedangkan skor D = skor B + skor penggunaan otot pembebanan, maka skor D adalah 4 + 2 = 6 Tabel 27. Grand Score Skor D Skor C
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 Berdasarkan hasil analisis grand score diatas, skor akhir yang diperoleh yaitu 7. Dimana dalam tingkat aksi dari pekerjaan tersebut adalah 4 yang berarti diperlukan investigasi dan perbaikan secepat mungkin.
70
b.
Proses respot dua titik menggunakan stand gun
Gambar 18. Postur Tubuh Proses Respot Dua Titik Menggunakan Stand Gun Pos 5 Sumber: PT. Fuji Technica Indonesia, 2016
1) Penilaian Skor Postur Group A d)
Lengan atas
: fleksi 26º skor : 2 Bahu diangkat dan lengan diputar atau dirotasi (+1) skor akhir 3
e)
Lengan bawah
: fleksi 60º skor : 1 Lengan bawah bekerja menyilang dari garis tengah tubuh (+1) skor akhir 2
f)
Pergelangan tangan
: fleksi 0º skor : 1
71
Tabel 28. Skor Postur Group A Pergelangan tangan 1
2
3
4
Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Atas
1
2
3
4
5
6
Bawah
tangan
tangan
tangan
tangan
memuntir
memuntir
memuntir
memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
3
4
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
72
2) Penilaian Skor Postur Group B d) Leher
: fleksi 59º skor : 3
e) Badan
: fleksi 5º skor : 2
f) Kaki
: berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi skor 1
Tabel 29. Skor Postur Group B Badan ( Trunk) Leher
1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
Kaki
kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 3) Penilaian grand score RULA Penilaian grand score RULA ini berdasarkan tabel Skor Postur Group A yaitu memperoleh skor 4 dan tabel Skor Postur Group B = memperoleh skor 3. Kemudian untuk pembebanan dan pengerahan tenaga diberi 1 karena pembebanan dan pengerahan tenaga secara tidak menentu antara 2 – 10 kg, berat part tersebut 2,5 kg.
73
Skor C = skor A + skor penggunaan otot atau pembebanan, maka diperoleh skor C adalah 3 + 1 = 4, sedangkan skor D = skor B + skor penggunaan otot pembebanan, maka skor D adalah 3 + 1 = 4 Tabel 30. Grand Score Skor D Skor C
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 Berdasarkan hasil analisis grand score diatas, skor akhir yang diperoleh yaitu 4. Dimana dalam tingkat aksi dari pekerjaan tersebut adalah 2 yang berarti diperlukan adanya perubahan untuk perbaikan sikap kerja.
74
3. Analisis Postur Kerja Pos 3 Pada pos 3 ini pekerjaan welding dilakukan oleh Dodi R. N. F. Berikut hasil penilaian postur kerja pada proses spot welding sebelas titik pada pos 3:
Gambar 19. Postur Tubuh Proses Spot Welding 11 Titik Pos 3 Sumber: PT. Fuji Technica Indonesia, 2016 a. Penilaian Skor Postur Group A 1) Lengan atas
: fleksi 29º skor : 2 Bahu diangkat dan lengan diputar atau dirotasi (+1) skor akhir 3
2) Lengan bawah
: fleksi 120º skor : 2 Lengan bawah bekerja menyilang dari garis tengah tubuh (+1) skor akhir 3
3) Pergelangan tangan : fleksi 0º skor : 1
75
Tabel 31. Skor Postur Group A Pergelangan tangan 1
2
3
4
Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Atas
1
2
3
4
5
6
Bawah
tangan
tangan
tangan
tangan
memuntir
memuntir
memuntir
memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
3
4
4
4
5
5
5
6
6
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
76
b. Penilaian Skor Postur Group B : fleksi 34º skor : 3
1) Leher
Posisi leher menekuk atau memutar ( +1) skor akhir 4 2) Badan
: fleksi 0º skor : 2
3) Kaki
: berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi skor 1
Tabel 32. Skor Postur Group B Badan ( Trunk)
Leher
1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 c. Penilaian grand score RULA Penilaian grand score RULA ini berdasarkan tabel Skor Postur Group A yaitu memperoleh skor 4 dan tabel Skor Postur Group B = memperoleh skor 5. Kemudian untuk pembebanan dan pengerahan tenaga diberi 2 karena pembebanan statis sebesar 5 kg.
77
Skor C = skor A + skor penggunaan otot atau pembebanan, maka diperoleh skor C adalah 4 +2 = 5, sedangkan skor D = skor B + skor penggunaan otot pembebanan, maka skor D adalah 5 + 2 = 7 Tabel 33. Grand Score Skor D Skor C
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 Berdasarkan hasil analisis grand score diatas, skor akhir yang diperoleh yaitu 7. Dimana dalam tingkat aksi dari pekerjaan tersebut adalah 4 yang berarti diperlukan adanya investigasi dan perbaikan secepat mungkin.
78
4. Analisis Postur Kerja Pos 6 Pada pos 6 ini pekerjaan welding dilakukan oleh Jafar Sodiq. Berikut hasil penilaian postur kerja pada proses spot welding 11 titik pada pos 6:
Gambar 20. Postur Tubuh Proses spot welding 11 titik pos 6 Sumber: PT. Fuji Technica Indonesia, 2016
a. Penilaian Skor Postur Group A 1) Lengan atas
: fleksi 46º skor : 3 Bahu diangkat (+1) skor akhir 4
2) Lengan bawah
: fleksi 120º skor : 2 Lengan bawah bekerja menyilang dari garis tengah tubuh (+1) skor akhir 3
3) Pergelangan tangan
: fleksi 0º skor : 1
79
Tabel 34. Skor Postur Group A Pergelangan tangan 1
2
3
4
Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Atas
Bawah
tangan
tangan
tangan
tangan
memuntir
memuntir
memuntir
memuntir
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
1
2
3
3
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
5
5
1
3
3
4
4
4
4
5
5
2
3
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
4
4
4
5
5
5
1
4
4
4
4
4
5
5
5
2
4
4
4
4
4
5
5
5
4
3
4
4
4
5
5
5
6
6
5
1
5
5
5
5
5
6
6
7
2
5
6
6
6
6
7
7
7
3
6
6
6
7
7
7
7
8
1
7
7
7
7
7
8
8
9
2
8
8
8
8
8
9
9
9
3
9
9
9
9
9
9
9
9
1
2
3
6
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
80
b. Penilaian Skor Postur Group B : fleksi 20º skor : 2
1) Leher
Posisi leher menekuk atau memutar (+1) skor akhir 3 : fleksi 0º skor : 2
2) Badan
Badan membungkuk kesamping (+1) skor akhir 3 3) Kaki
: berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi skor 1
Tabel 35. Skor Postur Group B Badan ( Trunk)
Leher
1
2
3
4
5
6
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
Kaki
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
3
2
3
3
4
5
5
6
6
7
7
2
2
3
2
3
4
5
5
5
6
7
7
7
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
5
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
6
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016
81
c. Penilaian grand score RULA Penilaian grand score
RULA ini berdasarkan tabel Skor
Postur Group A yaitu memperoleh skor 4 dan tabel Skor Postur Group B = memperoleh skor 4. Kemudian untuk pembebanan dan pengerahan tenaga diberi 2 karena pembebanan statis sebesar 5 kg. Skor C = skor A + skor penggunaan otot atau pembebanan, maka diperoleh skor C adalah 4 +2 = 6, sedangkan skor D = skor B + skor penggunaan otot pembebanan, maka skor D adalah 4 + 2 = 6. Tabel 36. Grand Score Skor D Skor C
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8
5
5
6
7
7
7
7
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 14 Maret 2016 Berdasarkan hasil analisis grand score diatas, skor akhir yang diperoleh yaitu 7. Dimana dalam tingkat aksi dari pekerjaan tersebut adalah 4 yang berarti diperlukan adanya investigasi dan perbaikan secepat mungkin.
82
D. Identifikasi Dampak muskuloskeletal Berdasarkan hasil pengamatan dan dokumentasi gambar yang telah dianalisis menggunakan metode RULA. Tahap selanjutnya yaitu mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dengan menggunakan kuisioner Nordic Body Map. Berdasarkan hasil kuisioner yang telah diisi pekerja Spot Welding pos 3, pos, 4 pos, 5, dan pos 6 hasil kuisioner sebelum bekerja terlihat pada tabel 37. Tabel 37. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sebelum bekerja No. Nama Pekerja Jumlah Tingkat Tingkat Tindakan skor skor Risiko perbaikan 1 Dodi R. N. F 35 1 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan 2
Isrofil
38
1
Rendah
Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan
3
M. Deni. I. S
27
1
Rendah
Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan
4
Jafar Sodiq
42
1
Rendah
Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan
Sumber: Hasil pengolahan pada tanggal 14 Maret 2016
83
Tabel 38. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja No. Nama Jumlah Tingkat Tingkat Tindakan Pekerja skor skor Risiko perbaikan 1 Dedi R. N. F 46 1 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan 2 Isrofil 41 1 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan 3 M. Deni. I. S 32 1 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan 4 Jafar Sodiq 51 2 sedang Mungkin diperlukan adanya tindakan perbaikan Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 14 Maret 2016
Hasil Jumlah Skor Nordic Body Map 60 50 40 30 20 10 0 Dodi R. N. F.
Isrofil
M. Deni I. S.
Jafar Sodiq
Hasil skor Nordic Body Map Sebelum bekerja Hasil skor Nordic Body Map Sesudah bekerja
Gambar 21. Grafik Hasil Jumlah Skor Nordic Nody Map Sumber : Hasil pengolahan data pada tanggal 17 Juni 2016
84
a. Data hasil pengukuran Nordic Body Map Dody R. N. F Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Dodi R. N . F 4
3
2
leher atas leher bawah bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri lengan atas kanan punggung pinggang bokong pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan kanan jari - jari tangan kiri jari - jari tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan jari - jari kaki kiri jari - jari kaki kanan
1
Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sebelum bekerja Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja
Gambar 22. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Dodi R. N. F Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 26 Juni 2016 Hasil pengukuran pada subjek Dodi R. N. F mengalami kenaikan jumlah skor sesudah bekerja. Kenaikan jumlah skor ini di bagian tubuh yang semula tidak merasakan sakit sebelum bekerja dengan skor 1, setelah bekerja mengalami keluhan agak sakit dengan skor 2 pada bahu kiri dan pergelangan tangan kiri. Selain itu, mengalami keluhan sakit dengan skor 3 pada paha kanan, jari – jari tangan kiri dan kanan, lutut kanan, pinggang, bokong, dan lutut kiri.
85
b. Data hasil pengukuran Nordic Body Map Isrofil Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Isrofil 4
3
2
leher atas leher bawah bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri lengan atas kanan punggung pinggang pinggul pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan kanan jari - jari tangan kiri jari - jari tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan jari - jari kaki kiri jari - jari kaki kanan
1
Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sebelum bekerja Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja
Gambar 23. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Isrofil Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 26 Juni 2016 Hasil pengukuran pada subjek Isrofil mengalami kenaikan jumlah skor sesudah bekerja. Kenaikan jumlah skor ini di bagian tubuh yang semula tidak merasakan sakit sebelum bekerja dengan skor 1, setelah bekerja mengalami keluhan agak sakit dengan skor 2 pada paha kiri, paha kanan, pergelangan kaki kiri, dan pergelangan kaki kanan. Selain itu, mengalami keluhan sakit dengan skor 3 pada pergelangan tangan kanan, jari-jari tangan kanan, dan jari – jari kaki kanan.
86
c. Data hasil pengukuran Nordic Body Map M. Deni. I.S Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map M. Deni I. S. 4
3
2
leher atas leher bawah bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri lengan atas kanan punggung pinggang pinggul pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan kanan jari - jari tangan kiri jari - jari tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan jari - jari kaki kiri jari - jari kaki kanan
1
Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sebelum bekerja Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja
Gambar 24. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map M. Deni I.S. Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 26 Juni 2016 Hasil pengukuran pada subjek M. Deni I.S. sebelum bekerja dalam keadaan sehat dan tidak mengalami keluhan apapun namun setelah bekerja mengalami kenaikan jumlah skor sesudah bekerja. Sesudah bekerja mengalami keluhan agak sakit dengan skor 2 pada paha kanan, paha kiri, pergelangan kaki kanan, dan pergelangan kaki kiri.
87
d. Data hasil pengukuran Nordic Body Map Jafar Sodiq Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Jafar Sodiq 4
3
2
leher atas leher bawah bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri lengan atas kanan punggung pinggang pinggul pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan kanan jari - jari tangan kiri jari - jari tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan jari - jari kaki kiri jari - jari kaki kanan
1
Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sebelum bekerja Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja
Gambar 25. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Jafar Sodiq Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 26 Juni 2016 Hasil pengukuran pada subjek Jafar Sodiq mengalami kenaikan jumlah skor sesudah bekerja. Kenaikan jumlah skor ini di bagian tubuh yang semula tidak merasakan sakit dan agak sakit saat sebelum bekerja. Setelah bekerja subjek mengalami keluhan agak sakit dengan skor 2 lengan atas kanan, punggung, paha kiri, betis kiri, betis kanan, pergelangan kaki kiri, jari-jari kaki kiri, jari- jari kaki kanan. Selain itu, mengalami keluhan sakit dengan skor 3 pada lengan atas bagian kiri, pinggang, pergelangan tangan kiri dan pergelangan tangan kanan.
88
e. Data seluruh hasil pengukuran Nordic Body Map sebelum bekerja
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
leher atas leher bawah bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri lengan atas kanan punggung pinggang bokong pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan… jari - jari tangan kiri jari - jari tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan jari - jari kaki kiri jari - jari kaki kanan
Data Hasil Pengukuran Nordic Body map Sebelum Bekerja
presentase sebelum bekerja tidak sakit
presentase sebelum bekerja agak sakit
presentase sebelum bekerja sakit
presentase sebelum bekerja sangat sakit
Gambar 26. Data Hasil Pengukuran Nordic Body Map Sebelum Bekerja Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 26 Juni 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data sebelum bekerja diketahui pada keempat pekerja welding tersebut yang ditunjukkan pada grafik, banyak yang belum mengalami keluhan sakit. Beberapa keluhan dirasakan sebelum bekerja paling tinggi 50 persen pada tubuh bagian pinggang, lengan bawah kiri, lengan bawah kanan, dan pergelangan tangan kanan.
89
f. Data seluruh hasil pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja
leher atas leher bawah bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri lengan atas kanan punggung pinggang pinggul pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan… jari - jari tangan kiri jari - jari tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan jari - jari kaki kiri jari - jari kaki kanan
Data hasil Pengukuran Nordic Body Map sesudah bekerja 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
persentase sesudah bekerja tidak sakit
persentase sesudah bekerja agak sakit
persentase sesudah bekerja sakit
persentase sesudah bekerja sangat sakit
Gambar 27. Data Hasil Pengkuran Nordic Body Map Sesudah Bekerja Sumber: Hasil pengolahan data pada tanggal 26 Juni 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data sesudah bekerja diketahui keluhan sakit pada keempat pekerja welding tersebut yang ditunjukkan pada grafik warna hijau yaitu, pinggang, jari-jari tangan kiri, jari – jari tangan kanan, dan pergelangan tangan kanan. Kemudian persentase agak sakit yang memiliki angka lebih lebih dari atau sama dengan 50 persen yaitu, pergelangan tangan kiri, paha kiri, paha kanan, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan, jarijari kaki kiri dan jari-jari kaki kanan. Untuk keluhan paling banyak pada bagian paha kiri, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan.
BAB V PEMBAHASAN
Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan otot skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (Upper Limb Disorder), seperti : adanya gerakan repetitif, pekerjaan diperlukan pengerahan pengerahan kekuatan, aktivitas otot statis pada otot skeletal, dll. Penilaian dengan metode RULA ini merupakan penilaian yang sistematis dan cepat terhadap risiko terjadinya gangguan dengan menunjuk bagian anggota tubuh pekerja yang mengalami gangguan tersebut. Analisis dapat dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yang diberikan akan dapat menurunkan risiko cedera (Tarwaka, 2011). Berdasarkan hasil pengolahan data analisis postur tubuh pekerja welding di PT. Fujitechnica Indonesia area Sub Assy dengan menggunakan metode RULA, maka akan dijabarkan analisis hasil tersebut terkait dengan kemungkinan terjadinya risiko yang ada. Penulis melakukan identifikasi pada empat pos dimana dalam satu pos terdapat satu pekerja yang melakukan aktivitas pekerjaan. Pos 3 dan pos 6 memiliki satu aktivitas welding menggunakan gun, sedangkan pos 4 dan pos 5 memiliki dua aktivitas welding menggunakan gun dan standing gun. Sehingga total aktivitas yang diamati sebanyak enam aktivitas welding dengan sampel postur pekerja empat orang. Dari keenam aktivitas tersebut akan didapat hasil penjabaran sesuai dengan ojek yang diamati.
90
91
A. Deskripsi Analisis Gerakan Postur Tubuh 1.
Pos 4 a. Proses spot welding 16 titik 1) Lengan atas Pekerjaan pertama saat melakukan proses welding pos 5, yaitu mengambil part dari lory pos sebelumnya yaitu pos 6. Meletakkan pada jig setelah itu clamp jig. Kemudian dimulai tahap welding 16 titik pada parts. Tahap yang mendominasi dari pekerjaan ini yaitu posisi lengan saat menggunakan gun. Posisi lengan kiri mengangkat keatas menyesuaikan pegangan pada gun, posisi tersebut juga berlaku pada lengan atas sebelah kanan. Selama pekerjaan berlangsung pengerahan tenaga di titik beratkan pada bahu untuk memindahkan dan menahan gun saat dilakukan welding pada titik yang telah ditentukan. Selain itu, bahu diangkat keatas untuk menarik gun, mendekatkan pada titik part yang akan di welding yang dilakukan berulang dalam mengerjakan satu part welding. Sudut yang terbetuk dari lengan atas terhadap tubuh yaitu 75°. Kemudian skor yang diperoleh
3. Berdasarkan uraian
deskripsi pekerjaan dan skor yang diperoleh. Posisi tangan tersebut cukup memungkinkan terjadi risiko musculoskeletal disorder. Kelelahan pada bahu yang bertumpuk – tumpuk setiap harinya memungkinkan terjadinya akumulasi risiko.
92
2) Lengan bawah Pada saat proses welding berlangsung. Lengan bawah membantu proses penahanan gun saat proses berlangsung. Lengan bawah mengarah keatas untuk menyesuaikan dengan pegangan mesin gun. Mengendalikan gun dari spot ke spot yang lain. Selain itu, lengan bawah juga ikut dalam pengerahan tenaga
menarik gun. Pada proses welding
lengan bawah
menyeimbangkan antara pegangan beban pada pergelangan tangan atau jari jari tangan dengan lengan atas sebagai penumpu beban gun. Sudut yang terbentuk pada lengan bawah sebesar 66°. Skor yang diperoleh sebesar 1. Berdasarkan dari skor yang dinilai dan sudt yang terbentuk pada lengan bawah proses welding 16 titik ini pada probandus Isrofil tidak dirasakan keluhan apapun. Dapat disimpulkan risiko yang ditimbulkan pada lengan bawah tidak terlalu besar. 3) Pergelangan tangan Posisi pergelangan tangan pada posisi spot welding tidak banyak melakukan perubahan. Posisi yang mendominasi yaitu pergelangan tangan sejajar dengan lengan bawah. Pergelangan tangan membantu telapak tangan dan jari – jari tangan dalam mengendalikan gun.
93
Posisi pergelangan tangan dengan lengan bawah yang sejajar ini membentuk sudut 0° dengan skor penilaian sebesar 1. Berdasarkan anlisis posisi pergelangan tangan wajar dan tidak menimbulkan risiko. Namun karena pembebanan yang ditahan dan digerakkan selama bekerja dapat mempengaruhi timbulnya risiko nyeri pada pergelangan tangan. 4) Leher Posisi leher pada saat bekerja cenderung lebih banyak menunduk. Karena letak objek part weding
yang letaknya
rendah. Selain itu, jarak objek dengan posisi tubuh saat berdiri cenderung dekat. Sehingga menimbulkan posisi leher menunduk terlalu lama setiap bekerja. Selain itu part welding yang diproses terkadang pandangannya tidak secara jelas dan terhalang gun. sehiingga
menimbulkan
gerakan
tambahan
leher
untuk
kesamping maupun kedepan atau kebelakang. Posisi leher yang menunduk ini setelah diambil sudut dari badan yang tegap sebesar 15°. Skor yang diperoleh sebesar 2. Karena sifat leher tersebut kadang kesamping, kedepan, maupun kebelakang yang menyebabkan leher terpuntir maka skor yang diperoleh ditambah dengan 1. Sehingga skor akhir yang diperoleh sebesar 3. Skor tersebut termasuk perolehan skor sedang. Sehingga dapat terjadi kemungkinan memiliki risiko. Risiko
94
semakin besar karena postur tubuh tersebut dilakukan selama 8 jam kerja untuk mencapai target part welding setiap harinya. 5) Badan Posisi badan jika pada saat melakukan pekerjaan tersebut tegap tidak mengalami fleksi. Walaupun tidak mengalami fleksi namun tubuh tetap menerima pembebanan saat menahan gun. Posisi badan tersebut tegap tidak mengalami fleksi menghasilkan 0° dengan perolehan skor 2. Kendati tidak terlalu berisiko posisi tersebut berdasarkan perhitungan. Namun, dikarenakan posisi badan yang statis inilah dapat memunculkan risiko pada pinggang dan punggung area badan. 6) Kaki Pekerjaan spot welding keseluruhannya dikerjakan dengan posisi berdiri. Lantai kerja yang rata denga berat badan terdistribusi dengan baik oleh kedua kaki, terdapat ruang gerak yang cukup untuk merubah posisi. Pada posisi tubuh tersebut kaki terbuka lebar untuk menyembangkan tubuh yang berdiri tegap. Skor penilaian kaki sebesar 1. Titik pembebanan terletak pada kedua lutut probandus, dikarenakan berdiri dengan kaki melebar.
95
b. Proses respot 2 titik menggunakan stand gun 1) Lengan atas Pada pekerjaan welding stand gun ini. Pekerja membawa dan membalikan sisi-sisi part untuk titik-titik yang akan dilakukan proses welding menggunakan peralatan kerja stand gun. Peralatan kerja stand gun
yang lebih rendah
menyebabkan posisi tubuh agak membungkuk. Namun, posisi tersebut makin memperkecil beban kerja. Karena beban yang dibawa untuk di welding pada stand gun lebih kecil risikonya. Sedangkan sudut yang lengan atas dari tubuh sebesar 38°. Dari hasil analisis memperoleh skor 2. Berdasarkan dari gambar dan hasil analisis tidak menimbulkan masalah pada kondisi lengan atas
pekerja.
Namun,
tidak
menutup
kemungkinan
menyebabkan nyeri dikarenakan beban kerja yang tidak merata antar lengan atas sebelah kiri dan sebelah kanan. Pada gambar tersebut beban dititk beratkan pada lengan atas sebelah kiri. 2) Lengan bawah Lengan bawah tidak mengalamai fleksi yang berlebih. Karena menyeimbangkan lengan atas. Posisi lengan bawah menjauh dari badan. Sehingga pada proses tersebut pekerja menahan part dengan mengerahkan tenaga pada lengan bawah. Pada posisi tersebut diperoleh sudut untuk lengan bawah sebesar 29°. Kemudian memperoleh skor sebesar 2. Namun dalam
96
rangka proses welding menggunakan stand gun. Posisi tangan tersebut melewati garis tengah tubuh untuk mencapai titik- titik yang berada disisi – sisi pinggir part. Sehingga pembebanan dalam memindahkan dan menahan part tidak merata. Untuk itu memperoleh tambahan skor sebesat 1. Skor akhir untuk lengan bawah sebesar 3. Memungkinkan terjadinya risiko pada lengan bawah. 3) Pergelangan tangan Saat part dilakukan spot welding pergelangan tangan paling banyak berperan. Untuk memindahkan sisi-sisi part. Selain itu, pergelangan tangan diposisikan untuk menahan part agar proses welding
pada
part terbentuk sempurna.
Pergelangan tangan pada posisi ini tidak mengalami fleksi dengan sudut yang dibentuk sebesar 0°. Dengan skor perolehan sebesar 1. Sehingga posisi ini tidak mengalami risiko yang besar atau dalam posisi pergelangan tangan yang wajar. 4) Leher Posisi leher menunduk menyesuaikan alat kerja yang lebih pendek dari tubuh pekerja. Sehingga selama proses kerja pada posisi tersebut. Leher harus menunduk untuk memastikan ketelitian part di welding secara benar dan sempurna. Posisi ini mempengaruhi rasa tidak nyaman dan berakibat rasa sakit yang tidak tertahan karena secara terus – menerus harus menunduk
97
selama proses kerja dalam mencapai ketetapan target yang dicapai perharinya. Leher mengalami fleksi sebesar 25°. Skor yang diperoleh sebesar 3. Selama proses welding tersebut karena perbedaan ketinggian alat kerja dengan pekerja dan titik pandangan mengharuskan pekerja menunduk dengan posisi leher agak menekuk, skor yang diperolehpun ditambah satu. Sehingga skor akhir yang diperoleh sebesar 4. Skor tersebut membahayakan bagi pekerja. Skor 4 dalam keadaan tidak ada penambahan posisi leher sama dengan dengan posisi leher ekstensi. Dimana dalam ergonomi posisi tersebut harus dihindari. 5) Badan Ketidaksesuaian peralatan kerja dengan antropometri pekerja menyebabkan posisi tubuh yang tidak nyaman saat melakukan pekerjaan welding menggunakan
stand gun.
Berdasarkan analisis gambar karena peralatan kerja lebih pendek mengharuskan pekerja tersebut membungkukkan badan. Hal tersebut dapat menyebabkan keluhan musculoskeletal disorder. Sudut yang dibentuk badan dari posisi standar yaitu 20°. Memperoleh skor 2. Kendati tidak terlalu besar namun intensitas yang sering dan berulang dapat menyebabkan keluhan. Terutama untuk pegawai baru yang belum terbisaa dengan pekerjaan tersebut.
98
6) Kaki Posisi kaki tidak berdiri tegak. Beban tubuh dititik beratkan pada kedua lutut. Peralatan kerja mengharuskan posisi badan agak memendek. Sehingga dapat menggunakan peralatan kerja untuk mendapatkan hasil welding
yang benar dan
sempurna. Meskipun begitu, area kerja memiliki lantai yang rata dan memiliki ruang gerak untuk merubah posisi kaki. Skor yang diperoleh 1. Risiko terbesar pada lutut pekerja karena harus memposisikan tubuh sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil benar dan sempurna. 2. Pos 5 c. Proses spot welding 16 titik 1) Lengan atas Lengan atas pada posisi diatas mengalami pengerahan tenaga untuk mengendalikan dan menahan gun. Posisinya yang menjauhi badan membutuhkan pengerahan tenaga cukup besar. Kemudian didukung dengan beban gun membebani lengan atas. Posisi tersebut menghasilkan sudut lengan atas sebesar 50°. Perolehan skor sebesar 3. Karena pada pekerjaan tersebut bahu turut berperan penting dalam mengendalikan gun, pada posisi menganggat gun, memutar gun, dan menahan gun saat spot welding pada pergerakan tersebut bahu ikut terangkat berulang kali untuk itu ditambahkan nilai 1. Sehingga skor akhir dari
99
lengan
atas
sebesar
4.
Skor
yang
diperoleh
dapat
mengindikasikan posisi tubuh membahayakan perlu dilakukan perbaikan
sehingga
dapat
mengurangi
dampak
yang
ditimbulkan. 2) Lengan bawah Posisi lengan atas yang mengalami fleksi yang cukup besar mempengaruhi pergerakan lengan bawah. Hal tersebut juga dikarenakan letak beban yang berada diatas tubuh pekerja yang menggantung kemudian harus ditarik terlebih dahulu sebelum digunakan. Lengan bawah pada gambar 19 tersebut mengalami pengerahan tenaga saat menarik dan menahan beban melakukan spot welding. Sudut yang dihasilkan dari posisi lengan bawah tersebut sebesar 100°. Skor yang diperoleh sebesar 1. Posisi lengan bawah termasuk wajar dan memiliki tingkat risiko yang kecil. 3) Pergelangan tangan Posisi pergelangan tangan sejajar dengan lengan bawah. Tidak mengalami fleksi. Pergelangan tangan mengalami pengerahan tenaga untuk menahan dan mengendalikan gun saat digunakan dalam proses welding. Karena tidak mengalami fleksi skor yang diperoleh sebesar 1. Posisi tersebut dalam batas wajar. Belum menimbulkan risiko yang besar.
100
4) Leher Pergerakan leher mengikuti arah pandangan objek. Objek yang berada dibawah sejajar dengan perut pekerja. Untuk itu posisi leher menunduk untuk memastikan titik spot welding sesuai. Selain itu, karena pandangan pada proses spot welding tersebut terhalang sedikit oleh gun. Leher yang menunduk ini mengalami fleksi sebesar 25°. Skor yang diperoleh berdasarkan analisa sebesar 3. Posisi tersebut memiliki skor cukup tinggi. Risiko yang mungkin timbul juga tinggi mengingat pekerjaan tersebut berlangsung secara terus – menerus. 5) Badan Tertopang sempurna dengan posisi tubuh tegap sehingga tidak mengalami fleksi. Sehingga skor yang diperoleh sebesar 2. Namun pada saat melakukan pekerjaan tersebut posisi tubuh menyesuaikan pandangan serta gerakan tangan melakukan spot welding. Pada gambar tersebut tubuh sedikit memuntir sehingga skor ditambah 1. Sehingga perolehan skor akhir sebesar 3. Meskipun dari analisis gambar posisi tersebut tidak berisiko. Namun, dari perolehan skor perlu diwaspadai risiko yang mungkin terjadi.
101
6) Kaki Posisi kaki lurus dengan pembebanan yang merata pada kedua kaki. Sehingga skor yang diperoleh 1. Pada posisi kaki ini pada posisi wajar dan tidak mengalami risiko yang berarti. Namun menyebabkan kelelahan karena harus berdiri secara terus – menerus selama proses kerja tersebut dilakukan. d.
Proses respot 2 titik menggunakan stand gun 1) Lengan atas Posisi lengan atas mendekati tubuh. Posisi tersebut memungkinkan risiko yang ditimbulkan kecil. Selain itu beban part dibebankan pada lengan atas sebelah kiri dan penampang welding. Sudut yang terbentuk sebesar 26°, dengan perolehan skor 2. Karena pada proses ini pekerja juga melibatkan pengerahan tenaga pada bahu maka nilai ditambah 1 sehingga skor akhir 3. Menurut analisis gambar risiko terbilang kecil. Namun, dari hasil perolehan skor perlu diwaspadai terkait dengan kemungkinan risiko yang terjadi. 2) Lengan bawah Pergerakan lengan bawah pada tahap ini aktif untuk menggerakan part pada sisi-sisi part yang telah ditentukan. Selain itu, juga menahan part agar tidak bergeser atau kurang sesuai saat di welding. Sudut yang mendominasi pada aktivitas ini adalah 60°. Perolehan skor sebesar 1. Karena pada aktivitas
102
ini lengan bawah bergerak aktif hingga posisis menyilang dari garis tengah tubuh. Untuk itu penilaian skor ditambahkan 1. Maka, diperoleh skor akhir sebesar 2. Posisi lengan bawah pada aktivitas ini masih wajar dan cenderung tidak menampakkan potensi risiko. 3) Pergelangan tangan Posisi pergelangan tangan dengan lengan bawah sejajar. Tidak mengalami fleksi pada aktvitas tersebut. Maka. Skor yang diperoleh 1. Posisi pergelangan tangan ini tidak menimbulkan risiko pada aktivitas ini. 4) Leher Posisi leher pada aktivitas ini menunduk karena. Stand gun lebih pendek dari pada tinggi pekerja. Tidak seperti halnya gun yang ketinggiannya dapat menyesuaikan pekerja dan lebih fleksibel. Aktivitas ini kepala pekerja harus menunduk untuk dapat melihat objek part yang di welding. Hal tersebut menyebabkan fleksi sebesar 59°. Skor yang diperoleh sebesar 3. Skor cukup besar. Mengingat pekerjaan ini berlangsung selama jam kerja dapat menimbulkan risiko jika tidak dilakukan perubahan ukuran alat kerja yang cenderung statis dan tidak dapat menyesuaikan ukuran antropometri pekerja.
103
5) Badan Permasalahan pada penilaian aktivitas ini beberapa pekerja yang melakukan welding menggunakan peralatan stand gun cenderung posisi tubuh merunduk. Karena peralatan lebih rendah dari pada tubuh. Pada aktifitas ini posisi badan tidak mengalami fleksi yang begitu besar dengan sudut yang dibentuk hanya 5°. Maka, skor yang diperoleh sebesar 2. Risiko pada badan tidak terlalu besar. Sehingga dapat dikatakan posisi bdan masih dalam tahap wajar, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya risiko pada badan area bawah. Karena berdasarkan anaalisis gambar pebebanan pada badan lebih dititikbertkan pada badan bagian bawah. 6) Kaki Posisi kaki agak menekuk untuk menyesuaikan ketinggian objek welding sehingga tubuh bagian atas tidak melakukan pengerahan tenaga yang terlalu besar. Pada aktivitas beban dititikberatkan pada kedua lutut untuk menopang seluruh tubuh. Meskipun begitu berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki. Maka skor yang diperoleh sebesar 1. Posisi kaki yang seperti ini meskipun memiliki nilai skor yang rendah namun jika dilakukan terus menerus menimbulkan masalah pada lutut kaki.
104
3. Pos 3 a. Proses spot welding sebelas titik 1) Lengan atas Pada aktivitas tersebut posisi lengan atas mendekati tubuh. Sehingga lengan atas tidak mengalami fleksi yang begitu besar dengan sudut yang terbentuk sebesar 29°. Skor yang diperoleh 2. Karena pada aktivitas tersebut lengan atas juga menarik dan mendorong gun. Maka bahu juga berperan dengan posisi terangkat untuk menarik gun.
sehingga nilai skor
ditambah satu menjadi 3. Perlu diwaspadai menimbulkan risiko. 2) Lengan bawah Posisi
lengan
mengendalikan gun. mendekati
tubuh
bawah
mengarah
keatas
untuk
Posisi alat kerja dan lengan bawah yang
dapat
mengurangi
risiko
dari
pembebanan alat kerja. Lengan bawah mengalami fleksi sebesar 120°. Memperoleh skor 2. Dalam mengoperasikan gun sering melewati garis tengah tubuh atau menyilang dari garis tengah tubuh. Untuk itu, penilaian skor ditambahkan 1 dengan hasil skor akhir sebesar 3. Berdasarkan analisis dapat terjadi risiko pada lengan bawah.
105
3) Pergelangan tangan Posisi pergelangan tangan sejajar dengan lengan bawah. Bersinergi mengendalikan gun, menarik gun, dan mendorong gun. pergelangan tangan tidak mengalami fleksi. Sehingga perolehan skor sebesar 1. Berdasarkan analisis hasil skor potensi risiko yang ditimbulkan kecil. 4) Leher Posisi leher selalu menunduk pada aktivitas kerja welding. Leher mengalami fleksi sebesar 34°. Perolehan skor sebesar 3 pada aktivitas ini selain leher yang mengalami fleksi, posisinya juga menekuk kearah samping untuk mengarahkan pandangan pada objek yang di lakukan proses
welding.
Sehingga skor akhir yang diperoleh sebesar 4. Untuk posisi leher ini termasuk memiliki potensi risiko tinggi, dimana jika berkelanjutan akan menimbulkan risiko yang membahayakan pekerja. 5) Badan Posisi badan menempel pada jig. Sehingga tidak mengalami fleksi. Skor yang diperoleh 2. Posisi badan tersebut hanya kemungkinan kecil terjadinya risiko. Jika berlangsung secara terus-menerus hanya akan menimbulkan kelelahan.
106
6) Kaki Posisi kaki walaupun pada gambar tidak terlihat dengan jelas dipastikan tertopang dengan sempurna dengan distribusi berat badan yang rata. Pekerja welding ini berada pada satu area yang sama. Dengan kondisi lantai yang ratai dan tidak bergelombang. Skor yang diperoleh adalah 1. 4. Pos 6 a. Proses spot welding sebelas titik 1) Lengan atas Posisi lengan atas menjauhi tubuh untuk mengendalikan gun. susut yang dibentuk untuk lengan atas atas sebesar 46°. Skor yang diperoleh sebesar 1. Bahu terangkat saat berpindah dari titik satu ke titik yang yang lain untuk dilakukan spot welding. Untuk itu ditambahkan nilai satu. sehingga skor akhir yang diperoleh untuk lengan atas sebesar 4. Nilai skor yang lumayan tinggi dan ikuti potensi risiko yang tinggi pula. 2) Lengan bawah Posisi lengan bawah terangkat mengarah atas untuk ikut mengendalikan gun. posisi gun yang dapat fleksibel diarahkan mempermudah pergerakan lengan bawah. Untuk sudut yang dibentuk lengan bawah sebesar 120°. Perolehan skor sebesar 2. Pada aktivitas tersebut lengan bawah menyilang dari garis tengah tubuh sehingga ditambahkan 1 skor, sehingga perolehan
107
skor akhir sebesar 3. Perolehan hasil skor dapat menimbulkan potensi risiko pada pekerja. 3) Pergelangan tangan Posisi pergelangan tangan sejajar dengan lengan bawah mengendalikan gun melakukan spot welding pada posisi yang yang tidak mengalami fleksi. Sehingga skor yang diperoleh pada pergelangan tangan sebesar 1. Hal ini masih dalam posisi wajar yang dimungkinkan tidak menimbulkan risiko. 4) Leher Leher pada aktivits ini menunduk karena objek yang sejajar dengan tinggi perut pekerja. Selain itu leher mengikuti arah pandang objek. Sudut pada leher sebesar 20°. Perolehan skor sebesar 2. Pekerjaan welding menuntut pekerja harus terus menunduk dalam melakukan spot welding. Aktivitas pekerjaan yang setiap hari selama jam kerja berlangsung dapat diperhitungkan dapat menimbulkan potensi risiko pada leher. 5) Badan Posisi badan sejajar dan dalam posisi tegap. Tidak mengalami fleksi. Sehingga skor yang diperoleh sebesar 2. Namun, posisi badan agar membungkuk kesamping untuk itu ditambah 1. Sehingga skor akhir yang diperoleh sebesar 3. Berdasarkan hasil skor akhir tingkat risiko mungkin dapat
108
terjadi. Untuk perlu perbaikan sikap tubuh agar dapat memiliki postur kerja yang nyaman dan benar. 6) Kaki Beban tubuh dilihat pada gambar analisis tidak rata. Seolah-olah beban tubuh dititikberatkan pada posisi kaki yang lurus dan berdiri tegak. Namun keadaan lantai yang rata dan ruang kerja yang memungkinkan pekerja merubah posisi kaki sehingga beban tubuh berganti tumpuan. Maka skor yang diperoleh 1. Posisi kaki mungkin tidak memungkinkan terjadi risiko jika sering berganti posisi.
B. Deskripsi Hasil Pengukuran Data Enam aktivitas welding yang telah dianalisis diatas berdasarkan hasil pengukuran menggunakan metode RULA. Menghasilkan hasil akhir yang berbeda. Dikarenakan setiap pekerja dalam melakukan pekerjaan memiliki postur tubuh yang berbeda. Tergantungan dengan kemampuan pekerja mengendalikan peralatan kerja sesuai dengan kenyamanan bekerja. Selain itu jumlah titik spot welding yang berbeda, letak titik – titik yangberbeda pula yang menyebabkan postur tubuh pada keempat pekerja tersebut. Metode RULA membagi penilaian menjadi dua. Penilaina pertama pada grup A terdiri dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Untuk penilaian pada skor B terdiri dari leher, badan, dan kaki. Penilaian berdasarkan pada kisaran sudut yang terbentuk dari postur tubuh pekerjaan
109
yang dilakukan. Kemudian mengahasilkan penilaian skor pada grup A dan grup B. Dari hasil penilaian skor grup A inilah yang memunculkan skor C. Kemudian untuk skor D didapar dari hasil hasil pengukuran skor B. Skor C dan skor D masing- masing masing ditambahkan dengan penggunaan tenaga kerja mengangkat beban statis sebesar 2-10 kg. Untuk beban gun sebesar 5kg, untuk beban part sebesar 2,5 kg. skor beban sebesar 2. Kemudian setelah itu dari skor C dan D dihubungkan menggunakan tabel perhitungan grand score. Berdasarkan penilaian postur tubuh pekerja pada aktivitas welding berbeda setiap posnya. Namun untuk pekerjaan yang menggunakan gun memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi, dibandingkan dengan menggunakan stand gun. menggunakan gun pada pos 3 dan pos 4 proses welding sebelas titik memperoleh grand score 7 dengan tingkat aksi 4. Untuk pos 4 dan pos 5 proses welding enam belas titik menggunakan gun juga memperoleh grand score 7 dengan tingkat aksi 4. Pos 4 dan pos 5 yang juga melakukan respot 2 titik menggunakan stand gun untuk skor pos 4 memperoleh 6 dengan tingkat aksi 3, sedangkan untuk pos 5 memperoleh grand score 4 dengan tingkat aksi 2. Untuk tindakan selanjutnya berdasarkan tingkat aksi dibedakan menjadi 4 action level sebagai berikut (MCAtamney, 1993) 1. Action level 1: skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur kerja dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang unutk waktu yang lama 2. Action level 2: skor 3 atau skor 4 menunjukkan bahwa penyelidikan jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.
110
3. Action level 3: skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. 4. Action level 4: skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin ( mendesak). Hasil pengukuran postur tubuh pekerja welding pada area Sub Assy yang menggunakan gun memperoleh skor 7 dengan action level 4. Dapat diambil kesimpulan perlu penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin. Jika keadaan ini terus berlangsung secara terus – menerus dapat menimbulkan potensi risiko nyeri pada anggota tubuh bagian atas.
Untuk
pekerjaan yang menggunakan stand gun memiliki tingkat risiko yang lebih rendah pada action level 2 perlu dilakukan penyelidikan lebih jauh dan mungkin saja perubahan diperlukan. Untuk action level
3 diperlukan
penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. Dengan perubahan postur kerja dan perbaikan perlatan kerja dapat meningkatkan produktivitas dan cedera atau rasa tidak nyaman saat bekerja.
C. Analisis Waktu Postur Kerja Postur kerja pada area welding ini berlangsung selama 8 jam kerja atau 40 jam seminggu. PT. Fuji Technica Indonesia memiliki waktu kerja seperti dibawah ini: a.
Hari Senin - Kamis a. Masuk
: 07.25 WIB
b. Break 1
: 10.00 - 10.10 WIB
111
c. Istirahat
: 12.00 – 12.30 WIB
d. Break 2
: 14.30 – 14.40 WIB
e. Selesai
: 16.15 WIB
b. Hari Jumat mulai dari pukul 07.25 – 16.30 WIB a. Masuk
: 07.25 WIB
b. Break 1
: 10.00 – 10.10 WIB
c. Istirahat
: 11.45 – 13. 00 WIB
d. Break
: 14.30 – 14.40 WIB
e. Selesai
: 16.30 WIB.
Target pencapaian setiap harinya 240 part dengan intensitas waktu istirahat tiga kali. Dalam waktu kerja tersebut yang berkisar 2 – 2,5 jam dapat ditargetkan merata mencapai 80 part. Target tersebut bisa lebih besar atau kecil tergantung tingkat kemampuan pekerja dan bila ada masalah terkait dengan mesin yang digunakan. Jika mesin yang digunakan mengalami trouble otomatis pekerja welding harus mengejar target setelah mesin diperbaiki. Ini menyebabkan pekerja mengalami pergerakan tubuh lebih banyak dari pergerakan tubuh normal saat mesin tidak mengalami trouble. Dalam mengerjakan satu part welding membutuhkan waktu 2 - 3 menit. Tergantung titik yang dilakukan proses welding. Ini berlangsung secara terus – menerus dan akan berhenti pada waktu istirahat tiba.
112
D. Analisis Berdasaran Hasil kuisioner Nordic Body Map dan Hasil Wawancara Analisis didasarkan pada hasil kuisioner NBM dan wawancara secara langsung kepada pekerja pada pos 3, pos 4, pos 5, dan pos 6. Berikut uraian hasil analisis. 1. Dodi R.N.F ( Pos 3) Dodi R.N.F adalah pekerja yang bertugas di pos 3. Pekerja baru pada saat penilaian masa kerjanya baru 4 bulan. Pekerja ini belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya dibidang kerja manapun dan FTI merupakan perusahaan pertamanya untuk bekerja. Berdasarkan hasil kuisioner NBM sebelum dan sesudah bekerja memiliki risiko yang rendah. Sehingga belum diperlukan adanya tindakan perbaikan. Pekerja mengalami kenaikan keluhan pada kuisioner NBM agak sakit setelah bekerja pada bahu kiri dan pergelangan tangan kiri saat bekerja, postur tubuh pekerja tersebut mengalami banyak gerakan diarea bahu sampai tangan. Kemudian mengeluhkan sakit pada bagian jari-jari tangan kanan maupun kiri dikarenakan jari-jari tangan paling banyak bekerja untuk menekan tombol pada gun saat melakukan spot welding. Kemudian rasa sakit juga dirasakan pada paha kanan, lutut kanan, pinggang, dan bokong dikarenakan saat bekerja pekerja tersebut dalam keadaan berdiri, selain itu berdasarkan pengamatan kadang kala pekerja tidak mendistribusikan berat tubuh secara merata atau dititikberatkan pada kaki kanan.
113
Keluhan tersebut paling terasa pada hari akhir kerja dan dapat kembali dalam kondisi prima pada hari Senin. Keluhan yang dirasakan pekerja tersebut dipengaruhi aktivitas yang berulang setiap harinya, penyebab kombinasi lain dipengaruhi oleh umur yang memiliki pengalaman kerja untuk pertama kalinya, dan ukuran antropometri pekerja tersebut yang cenderung lebih kecil dibandingkan rekan-rekan kerjanya. Penyebab-penyebab lain tidak mempengaruhi. Karena waktu istirahat pekerja cukup dan tidak memiliki kebisaaan merokok. 2. Isrofil (Pos 4) Isrofil bertugas pada pos 4. Masa kerja di FTI baru terhitung tiga bulan. Namun, sudah memiliki pengalaman kerja dua tahun ditempat kerja sebelumnya. Pekerjaan welding baru pertama dilakukan di FTI. Berdasarkan hasil kuisioner NBM sebelum dan sesudah bekerja memiliki risiko yang rendah. Sehingga belum diperlukan adanya tindakan perbaikan. Namun dari kusioner NBM mengalami kenaikan keluhan agak sakit setelah bekerja pada paha kiri, paha kanan, pergelangan kaki kiri dan pergelangan tangan kanan saat bekerja, postur tubuh pekerja tersebut mengalami banyak gerakan diarea pergelangan tangan dikarenakan pekerjaan yang dilakukan ada dua aktivitas welding yang menggunakan gun dan memindahkankan serta menyesuaikan parts agar letaknya sesuai dengan spot welding yang telah ditentukan, selain itu untuk pergelangan kaki kiri pekerja untuk menyeimbangkan berat badan pada kaki kanan yang menjadi tumpuan berat badan. Kemudian mengeluhkan sakit pada
114
bagian jari-jari tangan kanan, pergelangan kaki kanan, dan jari – jari kaki kanan dikarenakan jari-jari tangan kanan dan pergelangan tangan kanan paling banyak bekerja untuk menekan tombol pada gun saat melakukan spot welding, dan memegang part pada saat melakukan respot welding menggunakan stand gun. pada jari – jari kaki kanan menopang berat badan yang dititikberatkan pada tubuh bagian kanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan-keluhan pada NBM tersebut didasarkan pada aktivitas yag berulang-ulang. Kemudian untuk faktor kombinasi yang lain tidak ada masalah. Hanya ukuran antropometri tubuhnya yang tinggi saat melakukan pekerjaan welding lebih sering menunduk dan sedikit membungkuk dengan posisi kaki menekuk untuk menyesuaikan tinggi stand gun. 3. M. Deni I. S. (Pos 5) M. Deni bertugas di pos 5. Masa kerja yang sudah lebih dari lima tahun, sudah berpengalaman dalam pekerjaan welding. Selain itu, sudah menyesuaikan anatar pekerjaan dan tempat kerja. Sehingga jumlah skor kuisioner NBM sebelum dan sesudah bekerja paling sedikit, dan memiliki risiko yang rendah. Sehingga belum diperlukan adanya tindakan perbaikan. Meskipun skor yang diperoleh sangat sedikit namun setelah bekerja pekerja tersebut juga mengalami keluhan agak sakit pada tubuh bagian paha kanan dan kiri serta pergelangan kaki kanan dan kiri. Setelah diamati pekerja tersebut memiliki postur tubuh yang tinggi namun kurus. Sehingga tidak mengalami hambatan dalam melakukan pekerjaan yang
115
mendominasi tubuh bagian tangan. Permasalahannya mungkin pada penyesuaian alat kerja stand gun yang cenderung lebih pendek dari tinggi pekerja sehingga tubuh bagian kaki sedikit menekuk untuk menyesuaikan stand gun. Faktor kombinasi lain tidak mempengaruhi keluhan tersebut karena semuanya sudah tercukupi dan sesuai dengan sikap tubuh yang aman dan pengerahan tenaga yang efektif. 4. Jafar Sodiq (Pos 6) Jafar Sodiq bertugas pada pos 6. Pekerja yang memiliki masa kerja baru satu bulan di FTI. Sebelumnya sudah memiliki pengalaman dibidang yang berbeda di tempat kerja sebelumnya selama 2 tahun. Berdasarkan hasil kuisioner NBM sebelum bekerja memiliki risiko yang rendah, sesudah bekerja memiliki risiko sedang. Sehingga mungkin diperlukan adanya tindakan perbaikan. Sesudah bekerja bagian tubuh yang semula tidak sakit menjadi agak sakit pada bagian lengan atas kanan, punggung, paha kiri, betis kiri, betis kanan, pergelangan kaki kiri, jari-jari kaki kanan dan kiri. Kemudian mengeluhkan sakit pada bagian tubuh yang agak sakit menjadi sakit pada tubuh bagian lengan atas kiri, pingang, pergelangan tangan kiri dan kanan. Saat diamati postur tubuh pekerja tersebut memiliki antropometri dan postur tubuh paling ideal dibandingkan dengan ketiga pekerja welding yang dibahas sebelumnya. Namun, berdasarkan perolehan Kuisioner NBM paling banyak merasakan keluhan.
116
Berdasarkan hasil NBM kemungkinan paling besar yaitu dikarenakan masih dalam tahap penyesuaian dengan pekerjaan dan tempat kerja karena aktivitas berulang dengan posisi berdiri secara terus- menerus. Pekerjaan Welding merupakan pengalaman pertama pekerja tersebut. Untuk penyebab kombinasi lain tidak terdapat masalah. 5. Pengukuran Nordic Body Map Sebelum Bekerja Sebelum bekerja keempat pekerja tersebut rata- rata memiliki skor yang rendah hanya beberapa bagian tubuh yang merasa agak sakit namun persentasenya kurang dari atau sama dengan 50 persen. Sebanyak 50 persen pekerja mengeluhkan agak sakit pada pinggang, lengan bawah kiri, lengan bawah kanan, dan pergelangan tangan kanan. Hal tersebut bisa disebabkan karena aktivitas lain diluar jam kerja. Selain itu, juga dapat disebabkan karena masih tahap penyesuaian terhadap alat kerja dan pekerjaannya. Dilihat dari riwayat masa kerja pekerja pada keempat pekerja tersebut tiga pekerja terhitung masih baru dan yang paling banyak merasakan keluhan. Menurut wawancara dari keempat pekerja tersebut mereka akan mengalami keluhan sakit pada saat jam kerja Senin-Jumat, namun setelah istirahat libur keluhan tersebut sudah tidak dirasakan. Sehingga pada hari Senin pada saat mereka kembali bekerja kondisi tubuh sudah dalam keadaan sehat bugar tidak merasakan sakit.
117
6. Pengukuran Nordic Body Map Sesudah Bekerja Sesudah bekerja grafik lebih bervariatif dan mulai bemunculan keluhan-keluhan agak sakit dirasakan pada tubuh bagian pergelangan tangan kiri, paha kiri, paha kanan, pergelangan kaki kiri, pergelangan pergelangan kaki kanan, jari-jari kaki kiri dan jari-jari kaki kanan. Disebabkan postur tubuh saat bekerja berdiri secara terus-menerus. Kemudian keluhan sakit meningkat pada tubuh bagian pinggang, jari-jari tangan kiri, jari-jari tangan jari – jari tangan kanan, dan pergelangan tangan kanan dengan presentase 50 persen paling tinggi. Karena pekerjaan welding banyak melibatkan pergerakan anggota tubuh bagian atas maka saat sebelum bekerja belum merasakan keluhan apapun setelah bekerja dapat merasakan keluhan pada tubuh bagian atas. keluhan yang paling banyak yaitu pada bagian paha kiri, pergelangan kaki kiri, dan pergelangan kaki kanan. Tubuh pada bagian bawah cenderung lebih sering mengalami keluhan disebabkan saat bekerja saat tubuh bagian atas bergerak tubuh bagian bawah menopang beban berat badan dan menyeimbangkan posisi badan tubuh bagian atas mengendalikan beban.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan uraian hasil pengolahan data dan pembahasan dari laporan analisis postur tubuh pekerja pada aktivitas welding terhadap 6 aktivitas yang dilakukan 4 orang pada area Sub Assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil skor akhir berdasarkan metode RULA a. Empat aktivitas, yaitu pada pos 3 dan pos 6 proses spot welding 11 titik dengan aktivitas pada pos 4 dan pos 5 proses spot welding 16 titik memperoleh hasil skor akhir sebesar 7 dengan action level 4. b. Satu aktivitas Pada pos 4 proses respot 2 titik memperoleh skor akhir 6 dengan action level 3. c. Satu aktivitas Pada pos 5 proses respot 2 titik memperoleh skor akhir 4 dengan action level 2. 2. Hasil dari Nordic Body Map a. Sebelum bekerja keempat pekerja memperoleh tingkat skor 1 yang berarti memiliki tingkat risiko rendah. b. Sesudah bekerja tiga pekerja memperoleh tingkat skor 1 yang berarti memiliki tingkat risiko rendah sedangkan satu pekerja memperoleh tingkat skor 2 yang berarti memiliki tingkat risiko sedang.
118
119
c. Keluhan yang paling banyak pada tubuh bagian paha kiri, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan.
B. Saran Berdasarkan uraian laporan analisa postur tubuh pekerja pada aktivitas welding pada pos 3, pos 4, pos 5, dan pos 6. Sebagai bahan pertimbangan dilakukan perbaikan penulis memberikan saran sebagai berikut:, 1. Saran berdasarkan action level RULA: a. Empat aktivitas, dengan
action
level
4 yang menunjukkan
penyelidikan dan perbaikan diperlukan sesegera mungkin b. Satu aktivitas action level 3. yang berarti diperlukan investigasi dan perbaikan sikap segera. c. Satu aktivitas action level 2. diperlukan adanya perubahan untuk perbaikan sikap kerja. 2. Postur tubuh a. Melakukan penyesuaian tinggi jig dan stand gun dengan pekerja yang bertugas, agar saat pekerja melakukan spot welding
tidak terlalu
menunduk, posisi badan tidak terlalu membungkuk, dan beban tubuh pada kaki dapat terdistribusi merata tidak dititikberatkan pada tumit. b. Mengendalikan gun lebih mendekat kebadan agar posisi badan lebih tegap dan tidak membungkuk, serta memuntir. 3. Diperlukan kualifikasi untuk pekerja welding terkait dengan persyaratan antropometri tertentu supaya antara alat kerja dan penggunannya tercipta keselarasan dan kesesuaian sehingga dapat memperkecil risiko ergonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, A. 2015. Analisis Postur Tubuh Mitra Kerja PT. Sankyu Indonesia Internasional Pada Area PVC Ware House Menggunakan Metode Rapid Limb Assessment di PT. Asahimas Chemical Cilegon Banten. Laporan Tugas Akhir. Surakarta : Program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamtan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bridger, K.S. 2003. Introduction to Ergonomics 2nd Edition. Londonand New York: Taylor&Francis. Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th ed, Taylor & Francis INC, London. Lueder, R. 1996. A proposed RULA for Computer Users. Procendings of the Ergonomics Summer Workshop, UC Berkeley Center for Occupational&Enviroment Health Continuing Education Program, San Francisco, August 8 -9, 1996 Humantech 1989, 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd Edition. Australia: Berkeley Vale. McAtamney, L. and Corlett, E. N., 2004. RULA: A Survey Based Method for The Investigation of Work Related Upper Limb Disorders. Applied Ergonomics. 24 (2), 91-92.
NIOSH.1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: Acritical Review of Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disorder. NIOSH : Cemters for Disease Control and Prevention.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nurmianto, E. 2004. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi Ke-2. Surabaya. Guna widya.
120
121
Occupational Health and Safety Council of Ontorio (OHSCO). 2007. Prevention Muskuloskeletal Tool Box. Ontorio, USA. Pulat, B. M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey : prentice Hall. Englewood Cliffs. Suma’mur, 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : CV. Haji Masagung. Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta. UNIBA press. Tarwaka. 2011. Ergonomi Industri. Surakarta. Harapan Press. Tayyari, 1997. Occupational Ergonomics, Principles and Application. London: Chapman&Hall. Watson, R. 1997. Anatomi dan Fisiologi, Edisi 10. Jakarta : EGC. Wiryosumarto, H. 1996. Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan ke-7. Jakarta. PT. Pradnya Paramitha.