ANALISIS PERILAKU TIDAK SELAMAT MAHASISWA DALAM MELAKUKAN AKTIVITAS DI LABORATORIUM KIMIA KUANTITATIF FAKULTAS FARMASI UI Neni Julyatri Sagala1, Hendra2 1
Mahasiswa Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
2
Staff Pengajar Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
ABSTRAK Penelitian pendahuluan yang dilakukan di Fakultas Farmasi UI menunjukkan bahwa pada saat melakukan praktikum di laboratorium di Fakultas Farmasi terkadang terjadi beberapa kejadian seperti mahasiswa mengalami pusing-pusing akibat menghirup bahan kimia, tumpahan bahan kimia, percikan bahan kimia, dan kejadian lainnya yang tidak dilaporkan. Pada bulan Oktober 2012 telah terjadi kecelakaan yang diakibatkan oleh bahan kimia pada seorang mahasiswa farmasi angkatan 2009. Pada saat melakukan praktikum mata kuliah Analisis Sediaan Farmasi di Laboratorium Kuantitatif Fakultas Farmasi UI, mata seorang mahasiswa Fakultas Farmasi terpercik bahan kimia HClO4 4M yang disebabkan karena kelalaian saat bekerja. Penelitian ini membahas tentang analisis perilaku tidak selamat mahasiswa dalam melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif Fakultas Farmasi UI. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan melalui wawancara mendalam dan juga Focus Group Discussion kepada 8 orang informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Fakultas Farmasi masih berperilaku tidak selamat dalam melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Faktor yang mempengaruhi perilaku tidak selamat mahasiswa saat melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif adalah iklim kerja (pengawasan), faktor pekerjaan, peer group, dan pelatihan. Sedangkan faktor iklim kerja berupa suasana kerja dan komunikasi serta faktor motivasi kerja tidak mempengaruhi perilaku mahasiswa. Kata Kunci: Perilaku tidak selamat, perilaku tidak aman, perilaku berisiko ABSTRACT Preliminary research conducted at Faculty of Pharmacy UI indicates that during laboratory experiments at the Faculty of Pharmacy sometimes occur several events such as undergraduate student experiencing dizziness from inhaling chemicals, chemical spills, splashes of chemicals, and other events that are not reported. On October 2012, there had been an accident to an undergraduate student of Pharmacy Faculty UI class of 2009. When the student was doing an experiments in Quantitative Chemical Laboratory, HCLO4 4M splashed to the student’s eye because of negligence. This study is analyzing unsafe behavior of University of Indonesia’s under-graduate students in conducting activities at Quantitative Chemical Laboratory of Pharmacy Faculty. This study use descriptive qualitative design through in depth interview and focus group discussion as well. The result show that majority of under-graduate students of Pharmacy Faculty still behave unsafely in conducting activities at Quantitative Chemical Laboratory. The contribute factors of that behavior are job climate (supervision), job factors, peer group, and training. Whereas job climate factors such as work situation, communication and job motivation factors are not influencing under-graduate student’s behavior. Key words: Unsafe behavior, unsafe act, at risk behavior
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
PENDAHULUAN Laboratorium akademis merupakan sarana penting dalam kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Laboratorium akademis banyak digunakan oleh para pelajar dan peneliti untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menghasilkan penemuan baru yang berguna bagi kehidupan. Laboratorium akademis, khususnya laboratorium kimia menggunakan berbagai macam bahan-bahan kimia dan berbagai peralatan khusus dalam proses kerjanya. Penggunaan bahan kimia yang beragam dan peralatan khusus ini tentunya akan menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan laboratorium. Kecelakaan laboratorium yang terjadi dapat berupa terpotong, tersayat, terbakar, dermatitis contact, kecelakaan mata, chemical splillage, kebakaran dan ledakan, dan gangguan kesehatan yang diakibatkan karena menghirup gas kimia. Data dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menyatakan bahwa terjadi hampir sepuluh ribu kasus kecelakaan (accident) di laboratorium penelitian selama tahun 2005, melukai dua dari 100 ilmuwan (Coghlan, 2008). Data lain menyatakan bahwa rata-rata tingkat kejadian kecelakaan (accident) di laboratorium akademis sepuluh hingga lima puluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di laboratorium industri (Furr dalam Leggett, 2012). Pada tahun 2010, US Chemical Safety Board mengadakan pertemuan American Chemical Society di Boston untuk me-review keselamatan laboratorium akademis. Ketua US Chemical Safety Board, Rafael Mure Eraso mengatakan bahwa dewan CSB telah mengumpulkan laporan media tentang sekitar 120 kasus kecelakaan di laboratorium akademis sejak tahun 2001 dan menyimpulkan bahwa safety practices di universitas di US memerlukan perhatian besar (Noordeen, 2011). Survei yang dilakukan di Texas pada pertengahan tahun ajaran 2000/2001, dilaporkan terjadinya 460 kasus kecelakaan minor di laboratorium sekolah (Fuller et al., 2001). Survei lain yang dilakukan oleh Hongkong Education Bureau pada 459 sekolah menengah pada tahun ajaran 2008/2009, melaporkan terjadinya 502 kasus kecelakaan laboratorium, dimana 419 siswa dan 8 staff laboratorium cedera (Education Bureau, 2010). Kecelakaan laboratorium berakibat pada terjadinya kerusakan, cedera, bahkan dapat menimbulkan fatality. Sebagai contoh, kasus yang terjadi pada tanggal 8 April 2005 di Ohio State University. Pada hari itu, terjadi ledakan dan kebakaran di gedung Newman Wolfrom Laboratory yang disebabkan oleh penanganan bahan kimia yang tidak baik oleh para mahasiswa. Kejadian ini menyebabkan kerusakan yang cukup berat pada fasilitas laboratorium (Schulz, 2005).
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
Sementara itu, di University of California Los Angeles (UCLA) dilaporkan terjadi beberapa kasus kecelakaan di laboratorium. Pada November 2007, seorang mahasiswa mengalami luka bakar tingkat dua di tangan dan dadanya yang disebabkan karena cairan etanol terpercik ke bajunya lalu tersulut oleh Bunsen burner. Dalam hal ini UCLA didenda sebanyak $23.900 (Christensen, 2010). Setahun kemudian, pada Desember 2008, di universitas yang sama, kecelakaan terjadi pada seorang asisten ilmuwan Sherbano Sangji karena terjadi kebakaran saat bekerja dengan bahan kimia pyrophoric. Menurut laporan, saat terjadi kebakaran, api langsung menyambar baju peneliti sampai membuat 40% tubuhnya terbakar dan meninggal 18 hari kemudian (Benderly, 2010) mengakibatkan UCLA didenda $31.000 (Christensen, 2010). OSHA menemukan bahwa ketidakpatuhan dalam menggunakan APD, dalam hal ini jas laboratorium, memperparah dampak yang terjadi pada kedua kecelakaan di atas. Kasus kecelakaan yang terjadi pada 23 Juli 2001 di University of California Irvine (UCI), mengakibatkan cedera pada mahasiswa doktoral dan kebakaran yang menimbulkan kerugian sekitar $3.500.000 (University of California Irvine, 2002). Angka tersebut tentunya bukan angka yang kecil untuk suatu kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kecelakaan. Dari beberapa contoh kasus di atas, dijelaskan bahwa kecelakaan laboratorium disebabkan atau diperparah oleh faktor kelalaian mahasiswa saat bekerja di laboratorium. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kecelakaan laboratorium yang terjadi di Ohio State University disebabkan oleh penanganan bahan kimia yang tidak baik. Sementara itu, dua kasus kecelakaan yang terjadi di UCLA diperparah dampaknya karena kelalaian dalam pemakaian alat pelindung diri berupa jas laboratorium. Sementara itu, pada bulan Oktober 2012 telah terjadi kecelakaan yang diakibatkan oleh bahan kimia pada seorang mahasiswa farmasi angkatan 2009. Pada saat melakukan praktikum mata kuliah Analisis Sediaan Farmasi di Laboratorium Kuantitatif Fakultas Farmasi UI, mata seorang mahasiswa Fakultas Farmasi terpercik bahan kimia HClO4 4M yang disebabkan karena kelalaian saat bekerja. Berdasarkan keterangan beberapa mahasiswa Fakultas Farmasi juga disebutkan bahwa pada saat praktikum juga pernah terjadi beberapa kejadian seperti pusing-pusing akibat menghirup bahan kimia, tumpahan bahan kimia, percikan bahan kimia, dan kejadian lainnya yang tidak dilaporkan. Saat kegiatan praktikum di laboratorium, mahasiswa juga sering mengabaikan safety practice. Terjadinya kasus kecelakaan di laboratorium merupakan suatu masalah yang harus segera ditanggulangi. Penentuan upaya penanggulangan memerlukan data mengenai faktor yang mempengaruhi masalah ini agar tindakan penanggulangan yang dilakukan sesuai dan
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
mampu menurunkan tingkat kecelakaan laboratorium.Sesuai dengan beberapa kasus kecelakaan yang telah dipaparkan sebelumnya, kelalaian menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan laboratorium. Kelalaian erat kaitannya dengan perilaku tidak selamat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap perilaku tidak selamat mahasiswa dalam melakukan aktivitas di laboratorium. TINJAUAN TEORITIS Laboratorium kimia harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya. Keadaan aman yang dimaksud adalah aman dari segala kemungkinan kecelakaan maupun sakit atau gangguan kesehatan. Keadaan laboratorium yang aman dapat tercipta apabila ada komitmen dari setiap pekerja atau kelompok pekerja untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan adanya kesadaran bahwa kecelakaan dapat berakibat pada dirinya sendiri maupun orang lain serta lingkungan. Selain itu, disiplin setiap individu terhadap peraturan juga memberikan andil dalam keselamatan kerja. (Imamkhasani, 1991). Sikap dan perilaku pekerja yang lalai dan menganggap remeh setiap kemungkinan bahaya dan enggan memakai APD menempati urutan pertama sebagai penyebab kecelakaan. Dalam dunia pendidikan, hal demikian sering terjadi pada praktikum-praktikum mahasiswa tingkat pertama dan kedua bahkan mungkin pula pada tingkat yang lebih tinggi (Imamkhasani, 1991). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan tindakan atau aktivitas manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Geller (2001), perilaku mengacu pada tindakan individu yang dapat diamati oleh orang lain. Pada tahun 1971, Peterson mencetuskan motivation reward satisfaction model yang menjelaskan bahwa perilaku kerja dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi, dimana keduanya dipengaruhi oleh berbagai faktor lain (Wiegmann, 2005). Motivasi sangat penting untuk mengoptimalkan kinerja dari mana pun motivasi itu berasal, apakah dari pekerjaan, peer group, union, atau secara internal terbentuk. Tapi motivasi dan ability saja tidak dapat sepenuhnya menjelaskan bagaimana orang berperilaku. Memang landasan model Peterson adalah sejauh mana individu merasa puas tentang kinerja mereka, yang juga tergantung pada reward yang diterima. Rasa ingin berprestasi dan rasa bangga akan pekerjaan yang dilakukan dengan baik dapat dianggap sebagai reward yang dengan demikian mempengaruhi kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu akan memotivasi individu untuk melakukan tindakan yang sama lagi dan lagi (Wiegmann, 2005).
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
Model perilaku Peterson menjelaskan tentang bagaimana faktor-faktor seperti motivasi, reward, dan pengalaman masa lalu mempengaruhi kinerja dan keselamatan. Ketika individu kekurangan motivasi untuk bekerja dengan aman, atau kondisi lebih mendukung tindakan yang tidak aman daripada tindakan yang aman, maka kecelakaan akan mungkin terjadi. Terlebih lagi, tindakan yang aman jarang memberikan reward yang nyata secara langsung, tetapi hanya berfungsi untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak menyenangkan. Jadi, pekerja cenderung membelokkan, atau malah lebih buruk lagi, melanggar aturan (Wiegmann, 2005). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Indonesia pada bulan Mei 2013 dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan penelitian berjumlah 6 orang mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah praktikum kuantitatif dengan 2 orang informan kunci yaitu dosen mata kuliah sekaligus kepala Laboratorium Kimia Kuantitatif dan asisten laboratorium. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tidak selamat dilihat dari faktor motivasi berupa iklim kerja, faktor pekerjaan, faktor motivasi kerja, dan peer group; serta dari faktor ability berupa pelatihan sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku tidak selamat. Pengambilan data dilakukan melalui focus group discussion yang dilakukan kepada informan mahasiswa dan wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan kunci yaitu dosen dan asisten laboratorium. Teknik pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan metode triangulasi. Triangulasi yang dilakukan meliputi triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari informan dengan data dari key informan. Triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Selain menggunakan metode wawancara mendalam terhadap key informan, dilakukan juga FGD pada beberapa mahasiswa. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecelakaan kerja cukup sering terjadi saat melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Kecelakaan kerja yang paling sering terjadi adalah kecelakaan minor berupa luka-luka ringan akibat terkena percikan bahan kimia. Saat wawancara, didapatkan bahwa kecelakaan yang berhubungan dengan api sudah tidak pernah terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kecelakaan seperti ini pernah
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
terjadi sebelumnya. Namun, tidak didapatkan data yang adekuat mengenai kasus kecelakaan baik yang berhubungan dengan api maupun tidak yang sebelumnya pernah terjadi di laboratorium diakibatkan karena belum dilakukannya pencatatan kecelakaan oleh laboratorium maupun fakultas farmasi. Kecelakaan yang paling berdampak yang baru-baru ini terjadi adalah kecelakaan yang terjadi pada mahasiswa yang matanya terpercik bahan kimia asam saat melakukan titrasi. Kecelakaan ini terjadi karena kelalaian mahasiswa saat melakukan titrasi dengan posisi buret di atas kepala sehingga ketika larutan tumpah, mengenai mata mahasiswa dan mengiritasi mata mahasiswa tersebut. Berdasarkan gambaran kecelakaan yang pernah terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif, disimpulkan bahwa penyebab utama kecelakaan kerja yang terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif adalah perilaku tidak selamat mahasiswa dalam melakukan aktivitas di laboratorium yang tidak mengutamakan keselamatan dalam bekerja. Dari hasil wawancara diketahui bahwa kebanyakan mahasiswa belum menerapkan perilaku selamat dalam melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Berdasarkan keterangan informan, mahasiswa tidak menunjukkan kepedulian terhadap keselamatan kerja. Kebanyakan mahasiswa malas membaca peraturan keselamatan dan tata cara menangani bahan-bahan kimia. Mahasiswa juga tidak menunjukkan kepedulian terhadap penggunaan APD. Perilaku tidak selamat yang sering dilakukan mahasiswa saat melakukan aktivitas laboratorium adalah sebagai berikut. 1. Menangani zat asam tidak dilemari asam. 2. Menangani bahan kimia tidak menggunakan sarung tangan. 3. Bekerja di lemari asam tidak menggunakan sarung tangan. 4. Berlarian di laboratorium. 5. Makan dan minum di laboratorium. 6. Menuangkan cairan saat posisi buret di atas kepala. 7. Tidak menggunakan sepatu tertutup. 8. Tidak menggunakan masker saat menangani bahan kimia mudah menguap dan pelarut organik. 9. Menggunakan telepon seluler saat melakukan praktikum. 10. Tidak mengikat rambut panjang. 11. Tidak memakai jas laboratorium. 12. Kalau untuk mempersiapkan bahan untuk praktikum, seringnya tidak memakai jas laboratorium dan memakai sandal. 13. Kalau mencuci alat, tidak sampai bersih. Cuma dibilas-bilas saja.
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
PEMBAHASAN Kecelakaan kerja cukup sering terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif Fakultas Farmasi. Namun, belum dilakukan pencatatan terhadap kasus kecelakaan laboratorium di Fakultas Farmasi sehingga tidak diperoleh data yang adekuat dan akurat mengenai jumlah dan jenis kecelakaan yang terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif Fakultas Farmasi. Menurut data yang diperoleh, kecelakaan laboratorium yang paling sering terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif adalah kecelakaan minor seperti melepuh akibat terkena bahan kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai gambaran kecelakaan yang pernah terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif, disimpulkan bahwa penyebab utama kecelakaan kerja yang terjadi di Laboratorium Kimia Kuantitatif adalah perilaku tidak selamat mahasiswa dalam melakukan aktivitas di laboratorium yang tidak mengutamakan keselamatan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Herbert W. Heinrich terhadap 75.000 kasus kecelakaan dan menemukan bahwa 88% kecelakaan terjadi karena perilaku tidak selamat (Colling, 1990) Analisis Iklim Kerja Terhadap Perilaku Tidak Selamat Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sedikit keluhan mengenai lingkungan kerja laboratorium yang terkadang agak panas. Penyebabnya adalah karena tidak dipasangnya air conditioner
di ruang kerja Laboratorium Kimia Kuantitatif. Laboratorium Kimia
Kuantitatif merupakan tempat penyimpanan berbagai bahan kimia dan menjadi tempat merekasikan berbagai bahan kimia yang mudah menguap sehingga tidak disarankan ruang laboratorium dipasang air conditioner. Namun telah dilakukan pengendalian berupa sistem ventilasi di laboratorium. Jadi, secara keseluruhan suasana kerja Laboratorium Kimia Kuantitatif cenderung nyaman. Suasana kerja yang nyaman cenderung tidak mempengaruhi perilaku tidak selamat mahasiswa dalam melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Dari segi aspek komunikasi, diperoleh data bahwa komunikasi kerja antara mahasiswa, asisten laboratorium, dan dosen sudah cukup komunikatif dengan asisten laboratorium sebagai penengah alur komunikasi antara mahasiswa dengan dosen. Status asisten laboratorium yang merupakan mahasiswa tingkat akhir yang sedang melakukan penelitian skripsi di Laboratorium Kimia Kuantitatif menyebabkan komunikasi antara mahasiswa dengan asisten laboratorium menjadi lebih komunikatif karena mahasiswa merasa tidak ada kesenjangan. Pengkomunikasian bahaya berupa instruksi-instruksi verbal yang dilakukan diawal perkuliahan. Selain itu, telah dipasang safety label di bahan kimia. Keterangan tentang
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
safety label dijelaskan di dalam safety poster yang ditempel di dinding di dalam laboratorium. Namun, tulisan di dalam satu safety poster terlalu banyak dan berukuran sangat kecil sehingga membuat mahasiswa malas membaca safety poster tersebut. Jadi, sama halnya dengan suasana kerja, komunikasi kerja yang cukup baik juga tidak mempengaruhi perilaku tidak selamat mahasiswa dalam melakukan aktivitas di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Dari segi aspek pengawasan, ditemukan bahwa telah dilakukan kegiatan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Namun,
tindakan
pengawasan yang telah dilakukan masih kurang baik. Pengawasan yang dilakukan lebih kepada pengawasan terhadap kesesuaian tahapan cara kerja praktikum sedangkan pengawasan terhadap keselamatan kerja masih belum dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan tindakan pengawas yang cenderung pasif dalam memeriksa perilaku tidak selamat mahasiswa. Pengawas asisten laboratorium yang menemukan pelanggaran terhadap prosedur keselamatan tidak mengambil tindakan apapun bahkan cenderung diam saja dan membiarkan mahasiswa saja. Tindakan pengawas yang cenderung tidak peduli menstimulasi mahasiswa untuk berperilaku tidak selamat dan menyebabkan mahasiswa untuk melakukan tindakan tidak selamat tersebut secara berulang-ulang. Berdasarkan keterangan yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor iklim kerja yang paling mempengaruhi perilaku tidak selamat mahasiswa saat melakukan aktivitas laboratorium adalah aspek pengawasan yang kurang baik. Sementara itu, aspek suasana kerja yang cukup nyaman dan komunikasi kerja yang cukup komunikatif tidak mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku tidak selamat. Analisis Faktor Pekerjaan Terhadap Perilaku Tidak Selamat Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas informan menyatakan bahwa beban kerja aktivitas Laboratorium Kimia Kuantitatif cenderung berat. Mahasiswa merasa terbeban oleh waktu kerja praktikum karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam sekali praktikum sementara praktikum harus selesai saat jam mata kuliah praktikum berakhir. Hal ini menyebabkan mahasiswa menjadi terburu-buru terutama di akhir waktu praktikum sehingga mengurangi kewaspadaan dan kehati-hatian sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kelalaian. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa beban kerja yang dianggap cukup berat mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku tidak selamat. Faktor pekerjaan lainnya adalah peraturan. Menurut Notoatmodjo (1993), salah satu strategi perubahan perilaku adalah dengan menggunakan kekuatan atau kekuasaan seperti peraturan dan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah terdapat peraturan dan prosedur kerja di Laboratorium Kimia Kuantitatif. Namun, belum terdapat
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
peraturan khusus terkait keselamatan kerja. Peraturan dan prosedur kerja di tempel di pintu laboratorium dan di buku pedoman praktikum. Namun, mahasiswa menyatakan mereka sama sekali tidak pernah membaca peraturan dan prosedur terkait keselamatan kerja baik yang terdapat di pintu laboratorium maupun di buku pedoman praktikum. Dalam menegakkan peraturan, diperlukan adanya objektivitas dan konsistensi. Konsistensi berarti hukuman diberikan kepada setiap pelanggaran (Goestch, 1996). Namun, penegakan peraturan di Laboratorium Kimia Kuantitatif dianggap masih belum konsisten terutama dalam hal pemberian sanksi terhadap pelanggaran peraturan. Asisten laboratorium yang menemukan pelanggaran tidak memberi sanksi. Tidak adanya sanksi yang tegas menyebabkan mahasiswa masih tetap melakukan pelanggaran dan terus mengulangi perilaku tidak aman. Hal ini menunjukkan, penegakan peraturan yang belum konsisten mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku tidak selamat. Terkait dengan APD di laboratorium, APD wajib yang harus digunakan di Laboratorium Kimia Kuantitatif terdiri dari jas laboratorium, sepatu, masker, dan sarung tangan. Pemakaian alat pelindung berupa kaca mata masih belum diwajibkan. Padahal pada tahun 2012 pernah terjadi kecelakaan yang diakibatkan karena percikan bahan kimia yang mengenai mata salah seorang mahasiswa. Kecelakaan ini tergolong cukup parah sehingga tidak cukup dengan hanya dilakukan pertolongan pertama, tetapi juga perlu dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat UI dan kemudian dirujuk ke salah satu rumah sakit di depok. Penyediaan APD dilakukan oleh mahasiswa sendiri. Mahasiswa membeli APD masingmasing dengan dikoordinir oleh senat mahasiswa dan dana usaha. Laboratorium tidak memberi standar khusus terkait penyediaan APD. Perilaku penggunaan APD mahasiswa masih sangat tidak disiplin. Alat pelindung diri yang hampir selalu digunakan mahasiswa saat berada di laboratorium adalah jas laboratorium. Namun, pada saat mempersiapkan reagen untuk kegiatan praktikum, mahasiswa sering tidak menggunakan jas laboratorium. Penggunaan sepatu tertutup terkadang masih diabaikan. Beberapa mahasiswa menggunakan sepatu tertutup hanya di awal praktikum. Sementara di akhir-akhir praktikum mahasiswa tidak lagi menggunakan sepatu tertutup karena tidak pernah dilakukan pemeriksaan kelengkapan APD. Bahkan mahasiswa terkadang hanya memakai sandal saja. Penggunaan sarung tangan juga masih tidak disiplin. Beberapa mahasiswa terkadang tidak menggunakan sarung tangan sementara beberapa mahasiswa lain sama sekali tidak pernah menggunakan sarung tangan saat menangani bahan kimia. Beberapa mahasiswa bahkan tidak menggunakan sarung tangan saat menangani bahan kimia di lemari asam.
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
Padahal bahan kimia yang ditangani di lemari asam merupakan bahan kimia berbahaya yang memiliki konsentrasi pekat. Beberapa mahasiswa hanya menggunakan sarung tangan karet tipis yang tidak sesuai digunakan dalam penanganan bahan kimia. Sarung tangan yang seharusnya digunakan untuk menangani bahan kimia adalah sarung tangan berbahan natural rubber, eoprene, atau nitril (OSHA, 2003). Sementara itu, masker hampir tidak pernah digunakan saat melakukan aktivitas laboratorium karena dianggap tidak nyaman. Mahasiswa hanya menggunakan masker saat bahan kimia yang sedang ditangani sangat bau. Beberapa mahasiswa hanya menggunakan masker debu. Menurut OSHA (2003), masker debu tidak cocok digunakan untuk melindungi pekerja dari bahan kimia. Menurut mahasiswa, masker merupakan APD yang paling jarang digunakan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya contoh dampak nyata yang disebabkan oleh tidak memakai masker yang pernah terjadi diantara mereka sebelumnya. Sementara efek kronis akibat menghirup bahan kimia tidak terlalu diperhatikan oleh mahasiswa. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Faktor pekerjaan mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku tidak aman baik dari aspek beban kerja, peraturan, maupun APD. Analisis Faktor Motivasi Kerja Terhadap Perilaku Tidak Selamat Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa harus bertanggung jawab terhadap setiap praktikum dan peralatan yang digunakan. Mahasiswa juga bertanggung jawab terhadap proses dan hasil dari praktikumnya. Kecelakaan yang terjadi akibat praktikum juga merupakan tanggung jawab mahasiswa. Namun, fakultas juga bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan untuk pertolongan pertama kecelakaan dan membawa mahasiswa yang celaka ke media pelayanan kesehatan jika diperlukan. Namun, seorang mahasiswa yang pernah mengalami kecelakaan menyatakan bahwa saat terjadi kecelakaan, asisten laboratorium memberikan mahasiswa yang mengalami kecelakaan obat luka bakar yang sudah kadaluarsa. Meskipun mahasiswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan praktikum, namun rasa tanggung jawab ini tidak dapat memicu mahasiswa untuk berperilaku selamat. Mahasiswa cenderung hanya peduli pada hasil praktikum dan tidak memperhatikan keselamatan kerja pada prosesnya. Perilaku kerja mahasiswa dipengaruhi oleh keinginan berprestasi. Mahasiswa menyatakan mereka berperilaku selamat dipicu oleh rasa takut diberi nilai jelek oleh asisten laboratorium yang dapat mengakibatkan mereka tidak lulus mata kuliah praktikum tersebut. Namun, pada kenyataannya, penilaian perilaku mahasiswa secara individu sulit dilakukan
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
karena jumlah mahasiswa yang cukup banyak sehingga dosen dan asisten laboratorium kesulitan mengingat nama mahasiswa satu per satu. Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh mahasiswa tidak memicu mahasiswa untuk berperilaku selamat. Sama halnya dengan aspek keinginan berprestasi, dalam kasus ini, keinginan berprestasi mahasiswa tidak memicu mahasiswa untuk berperilaku selamat karena kebanyakan temannya juga berperilaku tidak selamat. Selain itu, sikap asisten laboratorium yang cenderung acuh menyebabkan mahasiswa tidak terlalu memperhatikan aspek penilaian dalam berperilaku. Analisis Peer Group Terhadap Perilaku Tidak Selamat Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa lebih suka melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh temannya, padahal perilaku temannya tersebut belum tentu benar. Secara umum, mahasiswa masih malas membaca tata cara dan prosedur kerja terutama yang berhubungan dengan keselamatan kerja dan lebih suka bertanya. Menurut mahasiswa, mereka lebih sering bertanya kepada sesama temannya. Mahasiswa Fakultas Farmasi menyatakan bahwa mereka berperilaku tidak selamat karena dipengaruhi oleh perilaku teman-temannya. Melihat temannya yang berperilaku tidak selamat memicu mereka untuk melakukan hal yang sama. Menurut mereka, melakukan perilaku tidak selamat saat kebanyakan temannya berperilaku sama membuat mereka merasa didukung untuk berperilaku demikian. Berdasarkan keterangan yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor peer group mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku tidak selamat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Geller (2001) yang menyatakan bahwa perilaku seorang pekerja terbentuk karena mengikuti apa yang dilakukan oleh pekerja lainnya. Menurut Geller, pekerja seringkali berperilaku tidak selamat karena rekannya juga berperilaku demikian. Analisis Pelatihan Terhadap Perilaku Tidak Selamat Salah satu cara untuk mempromosikan keselamatan di tempat kerja adalah dengan memberikan pelatihan kepada pekerja (Goestch, 1996). Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman pekerja tentang bahaya dan risiko (Leamon, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fakultas Farmasi belum memberikan pelatihan maupun mata kuliah khusus terkait keselamatan kerja di laboratorium kepada mahasiswanya. Pelatihan keselamatan kerja yang diberikan Fakultas Farmasi hanya ditujukan kepada dosen, analis, dan laboran saja. Pelatihan keselamatan kerja juga tidak diberikan kepada asisten laboratorium sebagai pembimbing dan pengawas utama kegiatan praktikum di laboratorium. Pengetahuan asisten laboratorium dalam membimbing mahasiswa hanya diperoleh dari mata
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
kuliah yang sama yang sebelumnya pernah diambil oleh asisten laboratorium.Menurut keterangan mahasiswa, mahasiswa pernah mendapatkan kuliah umum terkait keselamatan bahan kimia pada saat orientasi kegiatan kampus. Namun, kuliah umum tersebut dianggap belum cukup oleh mahasiswa. Pengetahuan tentang keselamatan kerja dan keselamatan mahasiswa diperoleh dari pengarahan-pengarahan di minggu pertama perkuliahan serta dari peraturan dan prosedur kerja yang ada. Namun, hal ini juga dianggap belum cukup karena mahasiswa cenderung malas membaca peraturan dan prosedur terkait keselamatan kerja. Pengetahuan mahasiswa mengenai keselamatan kerja dinilai masih sangat minim. Seluruh informan mahasiswa menyatakan tidak pernah membaca MSDS bahan kimia sebelum
menggunakannya.
Mahasiswa bahkan tidak mengetahui apa itu MSDS dan mengaku sama sekali belum pernah melihat MSDS. Hal ini mungkin disebabkan oleh keadaan laboratorium yang tidak memiliki, tidak menyimpan, dan tidak menyediakan MSDS bahan kimia yang ada di laboratorium. Pengetahuan mahasiswa terhadap first aid apabila terjadi kecelakaan atau percikan bahan kimia juga dinilai masih sangat minim. Tindakan pertama yang selalu dilakukan mahasiswa saat terjadi kecelakaan adalah mencuci anggota tubuh yang terkena bahan kimia dengan air. Padahal tidak semua bahan kimia dapat ditanggulangi dengan air. Misalnya, jika terkena bahan kimia yang reaktif terhadap air sebaiknya tidak ditanggulangi dengan mencuci dengan air. Kepedulian mahasiswa terhadap efek kronis bahan kimia juga masih rendah. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tidak mengenal dan tidak membaca MSDS bahan kimia sebelum menggunakannya. Berdasarkan
keterangan yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak
dilakukannya pelatihan terkait keselamatan kerja mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku tidak selamat. Mahasiswa berperilaku tidak selamat karena ketidaktahuan mereka tentang bahaya dan risiko serta cara mencegahnya. Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman pekerja tentang bahaya dan risiko. Dengan adanya peningkatan kesadaran terhadap bahaya dan risiko, pekerja dapat menghindari kondisi tersebut dengan mengikuti prosedur kerja yang lebih aman. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mahasiswa masih cenderung berperilaku tidak selamat saat melakukan aktivitas di laboratorium. Perilaku tidak selamat mahasiswa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu iklim kerja yang berupa pengawasan yang tidak baik,
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
faktor pekerjaan (beban kerja berat, peraturan yang tidak konsisten, dan APD yang tidak sesuai), pengaruh peer group, dan pelatihan yang kurang memadai. Suasana kerja, komunikasi, dan faktor motivasi kerja tidak mempengaruhi perilaku mahasiswa. Suasana kerja yang cenderung nyaman dan komunikasi yang cukup komunikatif tidak mempengaruhi mahasiswa untuk berperilaku selamat. Sementara itu, faktor motivasi kerja (rasa tanggung jawab dan keinginan berprestasi) tidak dapat memicu mahasiswa untuk berperilaku selamat. Selain itu, ada beberapa alasan lain mengapa mahasiswa berperilaku tidak selamat yaitu sikap mahasiswa yang kurang aware, mahasiswa malas membaca tentang tata cara menangani bahan kimia yang baik dan benar sehingga menyebabkan minimnya pengetahuan mahasiswa mengenai hal tersebut, serta kesadaran mahasiswa yang rendah akan dampak perilaku tidak aman karena belum pernah melihat langsung kecelakaan yang berdampak cukup parah dan tidak memperhitungkan efek kronis yang tidak dapat dirasakan langsung dampaknya. SARAN 1. Memberikan mata kuliah khusus kepada mahasiswa terkait keselamatan kerja di laboratorium untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mahasiswa terhadap potensi bahaya dan dampaknya. Mahasiswa harus memahami label bahan kimia, MSDS, tata cara penanganan bahan kimia, dan penanggulangan ketika terjadi kecelakaan dengan baik sebelum diperbolehkan memasuki laboratorium. Pengetahuan mengenai efek kronis bahan kimia harus lebih ditekankan lagi agar mahasiswa menyadari bahaya dan dampak kronis bahan kimia. 2. Memberikan pelatihan khusus kepada asisten laboratorium terkait prosedur dan tata cara menangani bahan kimia dengan benar dan sesuai dengan prinsip keselamatan kerja. Asisten laboratorium harus mengetahui tata cara pertolongan pertama pada kecelakaan terkait bahan kimia berbahaya. 3. Menyediakan laboratory safety sytem guidelines di laboratorium. 4. Menyediakan MSDS bahan kimia yang digunakan di laboratorium. 5. Memperbaharui prosedur dan peraturan agar lebih spesifik terutama yang berhubungan dengan keselamatan yang ditegakkan dengan konsisten. Pelaksanaan prosedur dan peraturan dimasukkan ke dalam kriteria penilaian mahasiswa dan penilaian dilakukan dengan tegas.
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
6. Pengawasan tidak diserahkan sepenuhnya kepada asisten laboratorium. Pengawasan harus dilakukan dengan ketat oleh tenaga pengawas yang terlatih dan setiap pelanggaran harus diberi sanksi yang sesuai. 7. Berikan peringatan dan pesan keselamatan di setiap awal praktikum. Peringatan keselamatan sebaiknya diulang-ulang. Pesan keselamatan sebaiknya ditulis dengan huruf yang lebih besar, dengan tulisan dan warna menarik dan mudah dilihat, dan berisi gambargambar menarik. 8. Penyediaan APD dilakukan oleh UI agar seluruh APD mahasiswa dapat dipastikan lengkap dan sesuai standar. 9. Sebelum kegiatan praktikum, dilakukan pemeriksaan kelengkapan APD agar semua mahasiswa memakai APD secara lengkap dan dipakai dengan benar. 10. Dilakukan pencatatan kecelakaan yang terjadi di masing-masing laboratorium di Fakultas Farmasi untuk melihat tren kecelakaan laboratorium sehingga dapat dibuat program pencegahan kecelaan yang lebih efektif dan tepat sasaran. 11. Obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan harus diperiksa secara berkala. Obat yang sudah kadaluarsa harus diganti dengan obat baru. 12. Melengkapi sarana untuk emergency response preparedness seperti eye wash dan shower. KEPUSTAKAAN Benderly, Beryl Lieff. 2010. Danger in School Labs: Accidents Haunt Experimental Science. http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=danger-in-school-labs Christensen, K., 2010. Serious Lab Accident at UCLA in 2007 Was Not Reported. http://articles.latimes.com/2010/mar/13/local/la-me-ucla13-2010mar13/2 Coghlan,
Kevin.
2008.
Investigating
Laboratory
Accidents.
Highbeam
Research.
http://www.highbeam.com/doc/1P3-1479856801.html
Colling, David A. 1990. Industrial Safety Management and Technology. New York: Prentice Hall Inc. Education Bureau. 2010. Results of The Survey on Laboratory Accidents 2008/2009. http://www.edb.gov.hk/en/curriculum-development/kla/science-edu/ref-and-resources/labsafety-and-management.html Fuller, Edward J. 2001. An Analysis of Laboratory Safety in Texas.
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.
Geller, E. Scott. 2001. The Phsycology of Safety Handbook. Lewis Publisher. Boca Raton London New York Washingtong DC. Goestsch, David. L. 1996. Occupational Safety and Health in the Age of High Technology. New Jersey: Prentice Hall Inc. Henderson, Drew., Everett Rosenfeld, dan Danny Serna. 2011. Michelle Dufault’11 Dies in Sterling Chemistry Laboratory Accident. http://yaledailynews.com/blog/2011/04/13/micheledufault-11-dies-in-sterling-chemistry-laboratory-accident/ Imamkhasani, Soemanto dan Milos Nedved. 1991. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan Pengendalian Bahaya Besar. Jakarta: ILO. Noorden,
Richard
Van.
2011.
A
Death
in
Lab.
http://www.nature.com/news/2011/110418/full/472270a.html. Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta. OSHA. 2003. Personal Protective Equipment. US Department of Labor. Schulz, W.G., 2005. Fighting lab fires: explosion and fire at an Ohio State University chemistry lab highlight safety issues in academia. Chemical & Engineering News. Wiegmann, Douglas. N, et. al. 2005. A human Error Approaches To Aviation Accident Analysis. Great Britanian: MPG Books Ltd
Analisis perilaku..., Neni Julyatri Sagala, FKM UI, 2013.