Linguistika Akademia Vol.3, No.1, 2014, pp. 90~103 ISSN: 2089-3884
ANALISIS PERGESERAN MAKNA PADA NOVEL TERJEMAHAN WUTHERING HEIGHTS Deby Rahmayanti e-mail:
[email protected] ABSTRACT Translation is a process of switch between source language (SL) to the target language (TL), so that people can understand a text that written in a different language. Translation is needed because languages are different to each other, the differences of language is caused by cultural differences. Cultural differences lead to large distances between one culture with another culture. This study aims to analyze the shift of meaning that occurs in the translation from English to Bahasa. The method that used in this study is translational equivalent because it is focused on two different languages. In the translation process, sometimes it includes the word or sentence that can not to be translated as it is like in the SL. Therefor, it needs proper translation method so that the message which is contained in the SL can be delivered to the TL. This translation method causes the shift of meaning between SL with TL. The study also analyzed this paper using an aesthetic function, that is foregrounding and automatization. Foregrounding is a stimulus that is culturally not expected to appear in social situations. While automatization is a stimulus that normally expected in social situations. By using the theory of aesthetics and translation method, the writer can analyze a translation. Key words: automatization, foregrounding, translation, meaning shift, Wuthering Heights. ABSTRAK Penerjemahan merupakan proses pengalih bahasaan antara bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) agar orang lain dapat dengan mudah memahami suatu teks walaupun dengan bahasa yang berbeda. Penerjemahan sangat dibutuhkan karena adanya bahasa yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, perbedaan bahasa ini dikarenakan adanya perbedaan kebudayaan. Perbedaan kebudayaan menyebabkan adanya jarak yang berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pergeseran makna yang terjadi pada terjemahan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan traslational karena analisisnya mengenai dua bahasa yang berbeda. Pada proses penerjemahan terkadang terdapat kata atau kalimat yang tidak dapat diterjemahkan apa adanya seperti pada bahasa sumber. Hal ini membutuhkan metode penerjemahan yang tepat supaya pesan yang
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
91
terdapat pada BSu tersampaikan dengan baik ke BSa. Metode penerjemahan ini menyebabkan adanya pergeseran makna antara BSu dengan BSa. Penelitian ini juga dianalisis dengan menggunakan fungsi estetika. Di dalam fungsi estetika terdapat dua macam penerjemahan yaitu foregrounding dan automatization. Foregrounding merupakan stimulus yang secara kultural tidak diharapkan muncul dalam situasi sosial. Sedangkan automatization merupakan stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Dengan menggunakan teori fungsi estetika dan mengetahui metode penerjemahan, penulis dapat menganalisis suatu terjemahan. Kata kunci: automatization, foregrounding, penerjemahan, pergeseran makna, Wuthering Heights.
A. PENDAHULUAN Bahasa memegang peranan penting dalam sistem komunikasi antar manusia di muka bumi ini. Bahasa yang digunakan oleh setiap orang di tempat yang satu dan di tempat yang lain tidaklah sama. Seperti yang diungkapkan oleh Finocchiaro, “Language is a system of arbitrary, vocal symbols which permits all people in a given culture, or other people who have learned the system of that culture, to communicate or to interact.” Bahasa adalah satu sistem simbol vokal yang arbitrer, memungkinkan semua orang dalam satu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan tersebut, untuk berkomunikasi atau berinteraksi (Alwasilah, 1989: 2). Kebudayaan di muka bumi ini ada beraneka ragam dan banyak macamnya. Karena banyaknya kebudayaan yang ada di muka bumi ini, muncul berbagai jenis bahasa yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan bahasa ini menjadi hambatan utama apabila ada seseorang ingin membaca sebuah teks yang menggunakan bahasa yang berbeda dan berasal dari kebudayaan yang sama sekali berbeda. Untuk menjembatani perbedaan bahasa ini, seseorang membutuhkan penerjemahan untuk memahami perbedaan bahasa yang ada. Menurut Catford, penerjemahan adalah pengalihan wacana dalam bahasa sumber (BSu) dengan wacana padanannya dalam bahasa sasaran (BSa). Di sini, Catford menekankan bahwa wacana alihan haruslah sepadan dengan wacana aslinya. Karena padanan merupakan kata kunci dalam proses terjemahan, dengan sendirinya pesan dalam wacana alihan akan sebanding dengan pesan pada wacana asli (Djuharie, 2005: 11). Menurut Newmark, penerjemahan adalah menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)
92
dengan yang dimaksudkan pengarang. Sedangan menurut Machali, penerjemahan adalah upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekadar kegiatan penggantian, karena penerjemahan dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks), tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial ketika teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun “jembatan makna” antara produsen teks sumber dan pembaca teks sasaran. (Machali, 2000: 5-6) Dalam praktek menerjemahkan diterapkan berbagai jenis penerjemahan. Hal ini disebabkan oleh empat faktor, yaitu: 1) sistem bahasa sasaran, 2) adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan, 3) adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi, dan 4) adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks. Dalam kegiatan menerjemahkan yang sesungguhnya, ke empat faktor tidak selalu berdiri sendiri dalam artian bahwa ada kemungkinan penerjemah menerapkan dua atau tiga penerjemahan sekaligus dalam menerjemahkan sebuah teks (Nababan, 2003: 29). Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan pada 1) pergeseran makna yang ada dalam terjemahan novel Wuthering Heights dalam bahasa Indonesia, 2) apa yang menyebabkan pergeseran makna tersebut terjadi, serta 3) termasuk ke dalam metode yang manakah terjemahan ini. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode padan translational karena penelitiannya mengacu pada bahasa lain dan mengenai penerjemahan. B. LANDASAN TEORI Teori linguistik aliran Praha atau The Prague School pertama kali diperkenalkan oleh lembaga non formal Prague Linguistic Circle yang diprakarsai oleh Vilem Matheius di Universitas Caroline, Cekoslowakia pada 6 Oktober 1926. Sejak pertemuan tersebut, Prague Linguistic Circle melakukan pertemuan rutin untuk membahas isu-isu linguistik yang diterbitkan dalam serial Travaux du Linguistika Akademia Vol. 3, No. 1, 2014: 90 – 103
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
93
Cercle Linguistique de Prague. Aliran ini dikenal dunia sejak mengikuti Kongres Internasional di Jenewa, Swiss, 1931, yang membahas tentang fonologi dan menghasilkan Asosiasi Fonologi Internasional yang diketuai oleh Nikolai Sergeyevich Trubetzkoy (Svoboda, 1990: 1-8; Sampson, 103-107; Ubaidillah, 2013: 27). Salah satu bidang yang ada pada aliran Praha ini adalah yang menyangkut konsep fungsi estetika dari bahasa. Konsep ini pertama kali lahir pada tahun 1930-an dan awal 1940-an dan tokoh utamanya merupakan Jan Mukarovsky. Konsep ini kurang lebih berbunyi, bahwa setiap obyek tindakan, termasuk bahasa, bisa memiliki fungsi praktisnya. Bahasa misalnya mempunyai fungsi praktis komunikasi. Manakala obyek atau tindakan itu yang menjadi fokus perhatian dan untuk obyek atau tindakan itu sendiri , bukan untuk fungsi praktisnya—nilai praktisnya sudah ditinggalkan, maka obyek atau tindakan tersebut dikatakan mempunyai nilai estetis. Dalam pengertian ini maka fungsi estetik tidak terbatas hanya pada karya kesusasteraan saja tetapi hadir dalam hubungannya dengan obyek atau tindakan apapun. Hal ini karena kita mendekati dengan apa yang disebut foregrounding of the utterance sebagai sebaliknya automatization. Automatization mengacu kepada stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial. Automatization dapat dikatakan juga sebagai terjemahan bahasa. Seperti yang dapat dilihat pada kalimat bade ka mana dalam bahasa Sunda. Ungkapan ini lebih merupakan salam sewaktu bertemu di jalan, dan sejajar dengan ungkapan Hello! dalam bahasa Inggris. Sebaliknya foregrounding (dalam bahasa ceko: aktualisace) mengacu pada stimulus yang secara kultural tidak diharapkan muncul dalam situasi sosial, hingga ia menarik perhatian. Foregrounding dapat dikatakan juga sebagai terjemahan harafiah (literal translation). Foregrounding dapat dilihat pada terjemahan harafiah dalam bahasa Inggris where are you going? dari kalimat bade ka mana dalam bahasa Sunda sewaktu bertemu dengan orang asing dari kultur yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan rasa kaget baginya, mungkin dia akan menjawab, “It’s my own business” (Alwasilah, 1989: 41-42). Penulis juga akan meneliti termasuk ke dalam metode yang manakah penerjemah menerjemahkan novel ini. Newmark mengajukan metode terjemahan berasas penekanan penggunaan bahasa—baik BSu maupun BSa, yaitu Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)
94
1. Penerjemahan Kata Demi Kata Penerjemahan ini dilakukan secara interlinear, susunan kata dalam kalimat dipertahankan dan kosakatanya diterjemahkan satu demi satu, dengan arti yang paling umum, tanpa mempertimbangkan konteks. Contoh: I go to school. Saya pergi ke sekolah. 2. Penerjemahan Harfiah Dalam terjemahan ini, konstruksi tata bahasa diubah sedekat mungkin dengan padanannya dalam BSa, tetapi kata-katanya diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan konteks. Contoh: The thief was sent to the prison. Pencuri itu dikirim ke penjara. (harfiah) Pencuri itu dipenjarakan. 3. Penerjamahan Setia Penerjemahan setia berusaha menghasilkan makna kontekstual yang tepat pada teks asal dengan keterbatasan struktur tata bahasa BSu. Penerjemahan diusahakan agar betul-betul setia pada maksud dan realisasi teks dari penulis BSu. Contoh: Born without arms, he was sent to special schools. Lahir tanpa lengan, dia dikirim ke sekolah khusus. (harfiah) Karena dilahirkan tanpa lengan, dia bersekolah di sekolah khusus. (bukan karena lahir... disekolahkan...) 4. Penerjemahan semantik Penerjemahan semantik lebih mempertahankan nilai estetika (bunyi yang indah dan alamiah) teks BSu dan menyesuaikan ‘makna’ bilamana jika diperlukan. Terjemahan ini lebih lentur dan membolehkan kreatifitas dengan tidak mengikuti 100% kesetiaan pada teks BSu. 5. Adaptasi Ini merupakan bentuk penerjemahan yang paling ‘bebas’ dan terutama digunakan dalam penerjemahan drama (komedi) dan puisi. Tema dan karakter, dan alur biasanya dipertahankan, tetapi kultur BSu diubah ke dalam kultur BSa dan teksnya ditulis kembali. Linguistika Akademia Vol. 3, No. 1, 2014: 90 – 103
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
95
6. Penerjemahan bebas Penerjamahn bebas mereproduksi masalah (matter) tanpa cara (manner), atau isi tanpa bentuk asli. Biasanya terjemahan ini merupakan parafrase yang jauh lebih panjang dari bahan aslinya. 7. Penerjemahan idiomatis Penerjemahan idiomatis mereproduksi ‘pesan’ asli tetapi cenderung mengubah nuansa arti dengan lebih banyak menggunakan bahasa sehari-sehari (kolokual) dan idiom yang tidak ada dalam BSu. 8. Penerjemahan komunikatif Penerjemahan komunikatif berusaha mengalihkan makna kontekstual yang tepat dari teks BSu sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya mudah diterima dan dapat dipahami oleh pembaca (Djuharie, 2005: 18-20). Dalam tulisan ini, teori di atas akan digunakan untuk menganalisis pergeseran makna yang ada pada terjemahan bahasa Indonesia pada novel Wuthering Heights. C. HASIL PENELITIAN Data 1 BSu: Go to the deuce. (hal. 6) BSa: Enyah saja kau. (hal. 6) Kata the deuce dari kalimat go to the deuce dapat diartikan sebagai kurang ajar atau gerangan atau dapat juga diartikan sebagai kata yang digunakan untuk mengekspresikan kemarahan atau keterkejutan. Jika kata ini diterjemahkan secara foregrounding, maka akan menjadi pergilah ke kurang ajar. Hal ini akan membuat orang yang membacanya merasa aneh dan kurang lazim jika dibaca oleh orang Indonesia. Sedangkan dalam novel Wuthering Heights, kata itu diterjemahkan sebagai enyah saja kau yang merupakan terjemahan automatization. Terjemahan ini sesuai dengan konteks bacaan yaitu Heathcliff mempersilahkan Mr. Lockwood untuk masuk namun dia terlihat tidak senang dengan kedatangan Mr. Lockwood dan terdengar seperti mengusir Mr. Lockwood dari rumahnya. Metode yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan kalimat ini yaitu penerjemahan idiomatis. Data 2 BSu: The Lord help us! (hal. 6) Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)
96
BSa: Ya Tuhan! (hal. 6) Kalimat the Lord help us jika diterjemahkan secara foregrounding, maka akan berbunyi Tuhan tolong kami. Jika diterjemahkan secara automatization maka akan menjadi ya Tuhan. Terjemahan foregrounding akan kurang cocok dengan konteks yang ada di dalam novel itu, yaitu Joseph berseru dengan sebal karena disuruh memasukkan kuda Mr. Lockwood serta diperintahkan untuk mengambilkan anggur oleh Heathcliff. Metode yang digunakan oleh penerjemah untuk menerjemahkan kata the Lord help us yaitu penerjemahan komunikatif dan juga kalimat ini diterjemahkan demikian supaya fungsi estetika dari kalimat ini tidak hilang. Data 3 BSu: I sat still. (hal. 8) BSa: Aku pun duduk tak bergerak. (hal. 11) Tak bergerak merupakan terjemahan automatization dari kata still. Jika kata still diterjemahkan secara foregrounding, maka kata ini akan bermakna masih atau tetap. Jika kalimat i sat still diartikan secara foregrounding, maka kalimat ini akan berbunyi aku duduk tetap. Pembaca tentu akan merasa aneh jika membaca kalimat ini karena penggunaan kata yang kurang cocok dengan konteks bacaan, yaitu Mr. Lockwood, yang merasa hidupnya terancam, hanya bisa duduk tak bergerak karena dia dikelilingi oleh anjing-anjing galak Heathcliff dan dia tidak mau kena gigit dari anjing-anjing itu. Oleh karena itu penerjemah menggunakan terjemahan automatization untuk kalimat ini yaitu aku pun duduk tak bergerak. Terjemahan automatization ini membuat kalimat ini memiliki fungsi estetika yang lebih cocok untuk bahasa novel. Terjemahan ini merupakan parafrase yang lebih panjang dari kalimat i sat still, kasus ini termasuk dalam metode terjemahan bebas. Data 4 BSu: Take a glass of wine? (hal. 8) BSa: Mau minum anggur? (hal. 12) Take a glass of wine disini diterjemahkan sebagai mau minum anggur yang merupakan terjemahan automatization. Jika diterjemahkan secara foregrounding, maka kalimat ini akan berbunyi mengambil segelas anggur. Apabila terjemahan foregrounding Linguistika Akademia Vol. 3, No. 1, 2014: 90 – 103
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
97
dipakai pada kalimat ini, maka pembaca akan bertanya-tanya mengapa Heathcliff berkata demikian pada Mr. Lockwood. Lagipula, pada kalimat itu Heathcliff sedang menawarkan segelas anggur pada Mr. Lockwood yang ditolak olehnya. Jika diterjemahkan apa adanya seperti dalam bahasa sumber, pembaca akan bingung dengan maksud dari kalimat tersebut, oleh karena itu penerjemah menggunakan metode penerjemahan komunikatif supaya pembaca dapat memahami maksud dari kalimat ini dengan lebih mudah. Data 5 BSu: Rough weather! (hal. 9) BSa: Cuaca buruk! (hal. 16) Buruk merupakan terjemahan automatization dari kata rough. Jika diterjemahkan secara harafiah, kata rough berarti kasar. Terjemahan foregrounding dari rough weather adalah cuaca kasar. Hal ini tentu akan membuat pembaca tertawa atau merasa aneh jika membaca kalimat ini. Apa yang ada di benak mereka jika mereka membaca kalimat cuaca kasar. Pada saat itu Mr. Lockwood sedang mengunjungi Wuthering Heights untuk bertemu dengan Heathcliff, namun dia hanya bertemu dengan Catherine. Catherine hanya diam saja sambil menatap tamunya dengan dingin dan sama sekali tidak memulai pembicaraan dengan Mr. Lockwood. Oleh karena itu, Mr. Lockwood berusaha untuk berbasa-basi dengan Catherine, dia berusaha memulai obrolan dengan mengatakan tentang cuaca pada saat itu. Namun yang dia dapatkan adalah tatapan dingin dari Catherine dan tidak adanya tanggapan dari lawan bicaranya, membuat Mr. Lockwood malu. Metode penerjemahan yang digunakan yaitu penerjemahan komunikatif. Data 6 BSu: What a vain weathercocks we are! (hal. 22) BSa: Betapa mudahnya kita berubah pikiran! (hal. 49) Kata weathercocks jika diterjemahkan secara harafiah maka akan berbunyi penunjuk arah angin. Penunjuk arah angin seperti yang kita tahu, dapat dengan mudah berubah-ubah arahnya berdasarkan arah angin yang berhembus. Hal ini diandaikan bagi manusia yang mudah berubah-ubah pikirannya. Jika diterjemahkan secara foregrounding, maka kalimat ini akan berbunyi apa sebuah sia-sia penunjuk arah angin kita. Pembaca tentu akan bingung jika Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)
98
membaca kalimat ini karena mereka tidak akan bisa menangkap maksud dari pengandaian ini. Hal ini juga dikarenakan oleh perbedaan kebudayaan antara budaya asal novel ini ditulis dengan budaya dimana novel ini diterjemahkan. Kasus ini menggunakan penerjemahan idiomatis untuk menerjemahkan idiom yang terdapat di kalimat ini. Data 7 BSu: In the course of time Mr. Earnshaw began to fail. (hal. 26) BSa: Dengan berlalunya waktu, kesehatan Mr. Earnshaw mulai memburuk. (hal. 60) Dengan berjalannya waktu, Mr. Earnshaw mulai gagal merupakan terjemahan foregrounding dari kalimat in the course of time Mr. Earnshaw began to fail. Terjemahan foregrounding dari kalimat ini tentu akan membuat pembaca kebingungan karena tibatiba membicarakan mengenai kegagalan Mr. Earnshaw, sedangkan konteks pada saat itu sedang membicarakan mengenai kesehatan Mr. Earnshaw. Kalimat ini diterjemahkan secara komunikatif untuk menangkap maksud dari kalimat itu. Data 8 BSu: By no means! (hal. 62) BSa: Tidak bisa! (hal. 153) Kalimat by no means jika diterjemahkan secara foregrounding maka akan berbunyi dengan tidak makna. Jika penerjemah memilih untuk menerjemahkan kalimat ini secara foregrounding, maka pembaca akan kebingungan dengan maksud dari kalimat ini. Selain itu, kalimat ini merupakan kalimat seruan yang diserukan oleh Mrs. Linton atau Catherine Earnshaw pada Isabella Linton karena Isabella meminta agar Catherine berhenti untuk membuat gurauan kejam mengenainya di hadapan Heathcliff. Penerjemahan kalimat ini menggunakan metode komunikatif untuk memahami maksud dari kalimat yang diserukan oleh Catherine Earnshaw.
Linguistika Akademia Vol. 3, No. 1, 2014: 90 – 103
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
99
Data 9 BSu: But I have a fancy to try my hand at rearing a young one. (hal. 107) BSa: Tapi aku ingin mencoba membesarkan seorang anak. (hal. 270) Dalam kalimat ini, mencoba membesarkan seorang anak merupakan automatization dari to try my hand at rearing a young one. Penerjemah memilih untuk menggunakan terjemahan automatization untuk menghindari keanehan pada kalimat ini jika diterjemahkan secara foregrounding. Terjemahan foregrounding dari kalimat ini yaitu tapi aku memiliki keinginan untuk mencoba tanganku untuk membesarkan seseorang yang masih muda. Pembaca tentu akan merasa aneh jika membaca terjemahan foregrounding dari kalimat itu. Di dalam kalimat ini juga terdapat idiom yang membutuhkan penerjemahan idiomatis untuk memahami maksud dari kalimat ini. Selain itu, penerjemah juga harus memperhatikan fungsi estetika dalam menerjemahkan kalimat tersebut, karena fungsi estetika merupakan suatu hal yang wajib ada dalam sebuah karangan fiksi, atau dalam kasus ini novel. Data 10 BSu: The hind was enough to bind our hands. (hal. 108) BSa: Sindiran ini cukup untuk membuat kami tak berdaya. (hal. 270) Kata hind jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maka akan berbunyi bagian belakang tubuh binatang. Menurut kamus elektronik Cambridge, hind dapat juga diartikan sebagai rusa betina. Jika diartikan secara foregrounding maka kalimat ini akan berbunyi Bagian belakang tubuh binatang sudah cukup untuk mengikat tangan kita. Kalimat ini merupakan sebuah peribahasa yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia maka akan bermakna Sindiran ini cukup untuk membuat kami tak berdaya. Pada novel terjemahan Wuthering Heights, penerjemah menggunakan terjemahan automatization untuk kalimat ini karena jika menggunakan terjemahan foregrounding, maka kalimat ini akan terdengar sangat aneh bagi pembaca. Selain itu, dengan memperhatikan fungsi estetika dari kalimat ini, penerjemah menerjemahkan kalimat ini menggunakan metode penerjemahan idiomatis, supaya fungsi estetika yang terdapat pada kalimat ini tidak hilang dan supaya Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)
100
pembaca dapat memahami makna idiom yang terdapat pada kalimat tersebut. Data 11 BSu: They are thrown away on me. (hal. 125) BSa: Mubazir kalau untukku. (hal. 311) Mereka membuang kesempatan padaku merupakan terjemahan foregrounding dari They are thrown away on me. Throw away merupakan frase kata kerja yang jika diartikan maka akan berbunyi membuang kesempatan. Sedangkan terjemahan automatization dari kalimat ini yaitu mubazir kalau untukku dipilih oleh penerjemah dalam menerjemahkan kalimat ini. Metode yang digunakan untuk menerjemahkan kalimat ini yaitu penerjemahan idiomatis. Data 12 BSu: That’s your father’s tale. (hal. 138) BSa: Itu bisa-bisanya ayahmu. (hal. 343) Tale jika diartikan sebagai mana adanya maka akan berarti kisah atau dongeng. Jika kalimat that’s your father’s tale diartikan secara foregrounding, maka akan berbunyi itu merupakan dongeng ayahmu. Hal ini akan terbaca aneh oleh pembaca karena tidak cocok dengan konteks pada bacaan yaitu Catherine Linton sedang bertengkar dengan Linton Heathcliff. Pada saat itu Linton mengatakan sesuatu tentang ayah dan ibu Catherine, namun Catherine tidak percaya atau lebih tepatnya memilih untuk tidak percaya dengan apa yang Linton katakan mengenai orang tuanya dan Catherine mengatakan bahwa apa yang diketahui oleh Linton merupakan kebohongan yang Heathcliff katakan pada anaknya, Linton. Untuk menerjemahkan kalimat ini, dibutuhkan penerjemahan komunikatif supaya pembaca dapat memahami makna dari kalimat tersebut. Data 13 BSu: Stay one minute. (hal. 158) BSa: Tunggu sebentar. (hal. 399) Stay one minute jika diartikan secara foregrounding maka akan menjadi tinggal satu menit. Hal ini akan membuat pembaca Linguistika Akademia Vol. 3, No. 1, 2014: 90 – 103
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
101
bingung jika diartikan secara foregrounding karena kalimat itu tidaklah sesuai dengan konteks dari kalimat itu, yaitu Mrs. Dean menahan Hareton untuk pergi meninggalkannya karena dia ingin berbicara pada Hareton, namun Hareton menolak untuk berbicara pada Mrs. Dean. Metode yang digunakan untuk menerjemahkan kalimat di atas yaitu penerjemahan komunikatif. Data 14 BSu: No books! (hal. 171) BSa: Tak punya buku! (hal. 434) Tidak buku-buku merupakan terjemahan foregrounding dari kalimat no books. Jika terjemahan foregrounding yang digunakan, dan bukan terjemahan automatization, pembaca akan merasa bingung jika membaca kalimat itu. Mereka mungkin akan berpikir “Apa yang dimaksud dengan tidak buku-buku?”. Terjemahan automatization lah yang digunakan oleh penerjemah karena terjemahan ini lebih cocok dengan konteks bacaan. Pada saat itu, Mr. Lockwood sedang mengunjungi Wuthering Heights dan dia dititipi oleh Mrs. Dean untuk memberikan surat darinya untuk Catherine. Catherine ingin membalas surat dari Mrs. Dean namun dia tidak memiliki alat tulis dan buku. Hal ini membuat Mr. Lockwood terkejut karena Catherine tidak memiliki buku. Oleh karena itu dia menyerukan kalimat Tidak punya buku! pada Catherine. Penerjemahan kalimat ini menggunakan penerjemahan komunikatif supaya bahasanya mudah diterima dan dipahami oleh pembaca. Data 15 BSu: You’d better hold your tongue, now. (hal. 172) BSa: Sebaiknya kau tutup mulutmu, sekarang. (hal. 437) Tutup mulutmu merupakan terjemahan automatization dari hold your tongue. Hold your tongue merupakan kata-kata pengandaian yang dapat diartikan sebagai perhatikan apa yang kau bicarakan atau jaga kata-kata yang kau bicarakan. Namun pada terjemahan Wuthering Heights, penerjemah menerjemahkan kata itu sebagai tutup mulutmu yang merupakan kalimat perintah yang diucapkan oleh Hareton yang sedang tersulut emosinya karena pada saat itu Catherine mencemooh Hareton karena dia berusaha untuk membaca buku untuk meningkatkan pengetahuannya. Di dalam kalimat tersebut terdapat idiom, oleh karena itu penerjemahan Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)
102
idiomatis digunakan dalam kalimat ini untuk memahami maksud dari kalimat ini. D. KESIMPULAN Dari analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penerjemahan novel bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, Wuthering Heights, terjadi pergeseran makna dari foregrounding ke automatization. Pergeseran ini terjadi dikarenakan struktur BSu dan BSa sangat berbeda. Perbedaan ini juga berdasarkan pada budaya yang sama sekali berbeda antara budaya BSu dengan budaya BSa. Di dalam novel ini juga terdapat fungsi estetika yang menjadikan bahasa yang digunakan dalam novel ini menjadi indah. Supaya fungsi estetika dalam novel ini tidak hilang, penerjemahan secara automatization diperlukan untuk menerjemahkan novel ini. Penerjemahan juga dianalisis menggunakan metode yang digunakan oleh penerjemah untuk menerjemahkan novel ini. Dikatakan di atas bahwa ada kemungkinan penerjemah menerapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dlaam menerjemahkan sebuah teks. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa metode yang digunakan untuk menerjemahkan novel ini. Metode penerjemahan yang digunakan yaitu penerjemahan bebas, komunikatif dan idiomatis. E. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 1989. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Penerbit Angkasa. Bronte, Emily. 19th. Wuthering Heights. PDF. Cambridge Advanced Learner’s Third Edition. Electronic Dictionary. Software. Djuharie, O. Setiawan. 2005. Teknik dan Panduan Menerjemahkan Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Echolas, John M. dan Shadily, Hassan. 2006. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Linguistika Akademia Vol. 3, No. 1, 2014: 90 – 103
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
103
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemahan. Jakarta: PT Grasindo. Nababan, M. Rudolf. 2003. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ubaidillah. 2013. Diktat Mata Kuliah Teori Linguistik. Yogyakarta: Fakultas Adab adn Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Press. Wijaya, Lulu. 2011. Wuthering Heights (Terjemahan). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Analisis Pergeseran Makna pada Novel Terjemahan Wuthering Heights… (Deby R)