ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARANEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA Deny Wijaya Email:
[email protected]
Dosen Pembimbing: Fany Inasius, S.E., M.M., M.B.A, BKP ABSTRAK
Kondisi Ekonomi yang tidak menentu mengakibatkan negara menawarkan para pelaku industri untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Pemerintah membuat kebijakan untuk menarik investor dari dalam ataupun luar negeri . salah satu kebijakan tersebut adalah insentif pajak, dimana insentif pajak adalah pengurangan atau penghapusan pajak bagi wajib pajak. Insentif pajak dapat membantu pelaku industri untuk bersaing di dalam ataupun luar negeri. Analisis insentif pajak yang dilakukan dengan cara studi literatur terhadap penerapan insentif pajak di negara-negara kawasan Asia Tenggara, diantaranya Indonesia, Singapura, Malaysia, China, dan Vietnam. Penerapan insentif pajak ini akan dibandingkan dengan negara lain guna menilai perlakuan pajak didalam negeri sehingga dapat memaksimalkan pendapatan negara dari sektor pajak. Kata Kunci: Insentif Pajak, Investasi Industri, Industri
ABSTRACT Economic conditions resulted in an uncertain state offers the industrialists to invest in the country. Government policy to attract investors from within or outside the country. one such policy is the tax incentive, which is a tax incentive reduction or elimination of taxes for taxpayers. Tax incentives can help the industry to compete in or outside the country. Analysis of tax incentives which is done by the study of literature on the application of tax incentives in the countries of Southeast Asia, including Indonesia, Singapore, Malaysia, China, and Vietnam. The application of this tax incentive will be compared with other countries in order to assess the tax treatment in the country so as to maximize revenues from the tax sector. Keywords: Tax Incentives, Investment Industry, Industry
PENDAHULUAN Kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat menjadi salah satu aspek penting untuk suatu negara. Kesejahteraan dan kemakmuran menjadi salah satu tujuan utama dari tiap-tiap negara di dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kemakmuran di suatu negara, namun secara garis besar jika suatu negara dapat memenuhi dan mencukupi kebutuhan ekonominya, maka dapat dikatakan negara tersebut juga dapat mensejahterakan memakmurkan masyarakatnya. Negara Indonesia saat ini sedang memfokuskan untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, hal ini terlihat dari semakin pesatnya pembangunan diberbagai sektor yang ada. Saat ini pergerakan perekonomian Indonesia mulai menunjukkan pergerakan yang naik, ini terlihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia mencapai 6,8% dan menjadi peringkat ke 16 di dunia pada tahun 2013 dengan pendapatan perkapita sebesar 3660 dolar AS pada tahun 2013. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Pada tahun 2013 APBN yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 6,5%, namun hasil yang diperoleh menunjukkan pendapatan negara Indonesia kurang dari yang ditetapkan oleh APBN yaitu sebesar 6,23%. Pendapatan tersebut sebesar Rp1529,7 T dengan rincian Rp4,5 T diperoleh dari penerimaan hibah Rp332,2 T dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Rp1193,0 T diperoleh dari sektor pajak. Dilihat dari kinerjanya, penerimaan dari sektor pajak mulai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, ini bisa dilihat dari pendapatan negara dari sektor pajak pada tahun 2012 sebesar 914,2 T. Ini menunjukkan meningkatnya pendapatan negara dari sektor pajak. Namun meningkatnya pendapatan negara dari sektor pajak, tidak dibarengi dengan pertumbuhan industri yang ada, terutama pada industri alas kaki dan industri furnitur. Pertumbuhan industri manufaktur nasional pada tahun 2013 mencapai 6% atau jauh lebih rendah yang ditargetkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yaitu sebesar 7,1%. Di Indonesia kedua industri tersebut belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Banyaknya faktor-faktor yang memberatkan para pengusaha industri alas kaki dan furnitur di Indonesia, diantaranya sulitnya mendapatkan bahan baku didalam negeri, besarnya tarif yang dibebankan, serta perlakuan administrasi perpajakannya, khususnya insentif pajak membuat kedua pelaku industri ini tidak melakukan industri di Indonesia. Oleh karena itu, melalui penulisan skripsi ini, peneliti akan menganalisa kebijakan insentif pajak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian dalam hal insentif pajak, maka diperlukan acuan yang dapat dijadikan sebagai pembanding dalam penulisan skripsi ini. Acuan tersebut diambil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh salah satu pihak mengenai tema dari permasalahan yang diangkat yaitu insentif pajak industri. Dalam penelitian ini, peneliti melihat hasil penelitian terdahulu sebagai berikut: a. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Frydolin Siagian (2012), yang berjudul “ANALISIS DATA PERBANDINGAN INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA ASIA PASIFIK”. Menurut penelitian tersebut banyak negara-negara yang memberikan insentif pajak kepada investor baik dalam negeri ataupun asing dengan tujuan agar negara tersebut memperoleh efek positif dari adanya kegiatan investasi asing langsung, seperti peningkatkan pembangunan dan perekonomian dalam negeri. Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan yang diberikan pemerintah Indonesia belum berjalan secara maksimal. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkadang masih tergoncang oleh kondisi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga kebijakan yang diberlakuan belum mencapai titik sasaran yang diharapkan. Maka dari itu pemerintah harus membuat kebijakan terkait insentif pajak yang dapat merangsang para investor dalam negeri maupun investor asing menanamkan modalya di dalam negeri. Hal yang menjadi pembeda antara penelitian yang dibuat oleh peneliti dengan peneliti sebelumnya adalah peneliti sebelumnya meneliti dan membandingkan insentif pajak industri kreatif dan industri garmen di Indonesia dengan negara Asia Pasifik, sedangkan peneliti sendiri meneliti dan membandingkan insentif pajak industri alas kaki dan industri furnitur di Indonesia dengan negara dikawasan Asia Tenggara. Dari uraian yang telah dikemukakan di latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Peraturan perpajakan apa yang mendorong industri di Indonesia? b. Perlakuan insentif pajak apa yang perlu diberikan terhadap pelaku industri? c. Seberapa besar pemberian insentif pajak dapat mempengaruhi industri di Indonesia?
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. dalam melakukan pengumpulan data ini dilakukan dari studi literatur dengan membaca buku yang terkait dengan topik yang diangkat. Bacaan yang digunakan terkait dengan Undang Undang perpajakan khususnya mengenai intensif pajak yang berlaku pada saat ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa situs pajak antara lain www.Pajak.go.id, www.Ortax.com, Undang Undang Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK), dan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perlakuan insentif pajak dan beberapa faktor lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan peraturan-peraturan yang terkait dengan pengenaan insentif pajak di beberapa Negara sehingga dapat mengetahui keuntungan dan kerugian mengenai kebijakan insentif pajak tersebut. Hasil yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan literatur yang disesuaikan dengan sub judul penelitian dengan mencerminkan informasi untuk tercapainya tujuan penelitian ini yaitu mengungkapkan hal-hal berkaitan dengan insentif pajak.
HASIL DAN BAHASAN Keadaan Industri Alas Kaki di Indonesia Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan industri alas kaki merupakan andalan industri manufaktur Indonesia dengan menyumbang nilai ekspor sebesar US$ 3,6 miliar pada tahun 2012 lalu. Dengan nilai ekspor tersebut, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dunia sebesar 1,8 persen untuk produk alas kaki. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang terserap juga cukup banyak yaitu 700 ribu orang pekerja sehingga dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Tabel 4.1 Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Alas Kaki dan Kulit Tahun 2008-2012. No
Tahun
2008 1 2009 2 2010 3 2011 4 2012 5 Sumber data: www.bps.go.id
Ekspor (USD Juta) 2.043,81 1.856,11 2.624,75 3.439,83 3.659,93
Pertumbuhan (%) 13,89 -9,18 41,41 31,05 6,40
Impor (USD Juta) 329,29 348,85 595,34 808,07 799,38
Surplus (USD Juta) 1.714,52 1.507,26 2.029,41 2.631,76 2.860,55
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat perkembangan ekspor industri alas kaki dan kulit mengalami kenaikan yang cukup signifikan, ini dapat dilihat dari tahun ke tahun adanya kenaikan yang cukup meskipun pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun 2008. Dilihat dari persentase pertumbuhannya, industri alas kaki dan kulit pada tahun 2009 persentase mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dari 13,89% menjadi 9,18%. Namun pada tahun berikutnya persentase pertumbuhannya mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu 41,41%. Jika dilihat dari jumlah impor industri alas kaki dan kulit dapat dilihat pada tahun 2008 jumlah impor cukup sedikit yaitu sekitar 329,29 USD Juta, namun pada tahun 2011 jumlah impor mengalami peningkatan yang ckup besar yaitu 808,07 USD Juta.
Keadaan Industri Furnitur di Indonesia Perkembangan industri furnitur di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah diantaranya kemudahan dalam berinvestasi dan perolehan bahan baku kayu, sehingga mendorong industri furnitur ini semakin berkembang, bahkan industri furnitur yang sempat terpuruk dimasa krisis kini mulai bangkit kembali. Sementara itu kebutuhan furnitur di dalam negeri juga cenderung meningkat seiring dengan membaiknya bisnis properti di Indonesia. Salah satu perlengkapan rumah tangga yang dibutuhkan antara lain adalah furnitur, baik berupa perlengkapan ruang tamu, ruang tidur, ruang dapur, dan ruang belajar. perlengkapan furnitur untuk kebutuhan rumah tangga umumnya terbuat dari bahan dasar kayu, dimana kayu menjadi bahan baku dasar dalam pembuatan furnitur di Indonesia. Selain rumah tangga, perkantoran, hotel serta bangunan komersial lainnya juga membutuhkan furnitur dengan pemanfaatan yang relatif sama hanya berbeda dalam hal kualitas saja.
Menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan AMKRI (Asosiasi Mebel Kerajinan Rotan Indonesia) pada tahun 2013 industri furnitur mencatat nilai ekspor mebel sebesar1,8 miliar USD untuk mebel dan sekitar 800 juta USD untuk produk kerajinan, dengan rincian ekspor mebel kayu mencapai 1,2 miliar USD, mebel rotan 217,9 juta USD, mebel bambu 1,8 juta USD, mebel berbahan metal 43,7 juta USD, mebel berbahan plastik 49,7 juta USD, dan produk furnitur lainnya 311 juta USD, sehingga menempatkan Indonesia di posisi ke13 dunia. Sementara data terakhir yang diperoleh sepanjang Sembilan bulan pertama bulan 2014 ekspor mebel sebesar 1,79 miliar USD, dengan target sebesar 2 milliar USD pada tahun 2014 lalu. Dalam hal kebutuhan, industri mebel Indonesia baru dapat memenuhi kebutuhan 1-2% dari kebutuhan mebel dunia. Analisis Perbandingan Insentif Pajak di Negara Indonesia, Singapura, dan Malaysia Dengan Perhitungan dan Penilaian Investasi PV Tabel 4.3 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Alas Kaki Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Indonesia Nilai dalam $(000) Tahun Ke-1 75.000 Asumsi Pendapatan 37.500 Asumsi Pendapatan sebelum pajak 25% Tarif Pajak (%) 50% Insentif Pajak (%) 32.812,5 Pendapatan setelah pajak Sumber data: hasil perhitungan penulis
Tahun Ke-2 60.000 30.000
Tahun ke-3 95.000 47.500
Tahun ke-4 110.000 55.000
Tahun ke-5 125.000 62.500
25% 50% 26.250
25% 50% 41.562,5
25% 50% 48.125
25% 50% 54.687,5
Dari perhitungan simulasi pengenaan pajak pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat industri alas kaki di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik dengan adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah. Dengan asumsi pendapatan sebesar 75.000 dan biaya kurang lebih 20%-50% dari asumsi pendapatan sebagai pengurangnya, diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500. hasil pendapatan sebelum pajak kemudian dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku di Indonesia yaitu sebesar 25%, Wajib Pajak (WP) wajib membayar sebesar 9.375. dari jumlah tersebut Wajib Pajak memperoleh pemotongan pajak sebagai insentif dan/atau kebijakan yang diberikan oleh pemerintah sebesar 50% dari jumlah terutang pajak, sehingga Wajib Pajak hanya menyetorkan pajaknya sebesar 4.687,5 dari jumlah terutang pajak sebesar 9.375. perhitungan tahun ke-2 dan seterusnya juga tetap menggunakan cara diatas. Tabel 4.4 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Alas Kaki Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Singapura Nilai Dalam $(000) Asumsi Pendapatan Asumsi pendapatan Sebelum Pajak Insentif Pajak (%)
Tahun ke-1 75.000 37.500
Tahun ke-2 60.000 30.000
Tahun ke-3 95.000 47.500
Tahun ke-4 110.000 55.000
Tahun ke-5 125.000 62.500
50%
75% 50% 12.500*
75% 50% 21.250
75% 50% 25.000
75% 50% 28.750
18% 50.500
18% 57.325
18.750 Penghasilan Kena Pajak 18% 18% 18% Tarif Pajak (%) 34.125 27.750 43.675 Pendapatan setelah Pajak *30.000-[(10.000 x 75%) + (20.000 x 50%)]=30.000-(7.500+10.000)=12.500 Sumber data: hasil perhitungan penulis
Dari perhitungan simulasi pengenaan pajak pada tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa industri alas kaki di negara Singapura mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Ini terlihat dari adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah Singapura menggunakan 2 mekanisme perhitungan antara perusahaan yang baru berdiri atau startup dan perusahaan yang sedang berkembang. Untuk perusahaan baru pemerintah Singapura memberikan insentif pajak dengan mengurangi 50% dari pendapatan sebelum pajak. Berdasarkan asumsi perhitungan diatas, asumsi pendapatan sebesar 75.000 dengan perkiraan biaya 20%-50% dari pendapatan kotor sehingga diperoleh
pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500. setelah diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500 dikurangi dengan insentif pajak yang diberikan pemerintah sebesar 50%, diperoleh penghasilan kena pajak sebesar 18.750 yang kemudian dikalikan dengan tarif pajak di Singapura sebesar 18% sehingga tahun pertama perusahaan tersebut hanya membayar pajak sebesar 3.375, dan memperoleh pendapatan setelah pajak sebesar 34.125. Pada tahun ke-2 sampai tahun ke-5 perhitungan nya sedikit berbeda dibandingkan dengan tahun ke-1. Pada tahun ke-2 pendapatan 10.000 pertama yang diperoleh dikenakan pembebasan pajak sebesar 75% dan sisanya 20.000 dikenakan pembebasan pajak sebesar 50%. Pada tahun ke-2 besarnya penghasilan kena pajak yang ditanggung oleh pengusaha industri tersebut sebesar 12.500 yang dikalikan dengan tarif pajak di Singapura sebesar 18% sehingga besaran pajak yang harus dibayarkan Wajib pajak sebesar 2.250 sehingga penghasilan setelah pajak pada tahun ke-2 sebesar 27.750. perhitungan ini berlaku hingga tahun ke-5. Besaran pengurangan tarif yang dikenakan bagi pengusaha dengan penghasilan masih dibawah SGD 300.000 bertujuan untuk memberikan daya dorong serta daya saing untuk mengembangkan industri di Singapura. Tabel 4.5 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Alas Kaki Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Malaysia Nilai Dalam Tahun ke-1 Tahun ke-2 $(000) 75.000 60.000 Asumsi Pendapatan 37.500 30.000 Asumsi Pendapatan sebelum pajak 28% 28% Tarif Pajak (%) 0% 0% Insentif Pajak (%) 37.500 30.000 Pendapatan Setelah Pajak Sumber data: hasil perhitungan penulis
Tahun ke-3
Tahun ke-4
Tahun ke-5
95.000
110.000
125.000
47.500
55.000
62.500
28%
28%
28%
0%
0%
0%
47.500
55.000
62.500
Dari perhitungan simulasi pengenaan pajak pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa industri alas kaki di negara Malaysia diberikan pembebasan pajak selama kurun waktu 5 tahun yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga dengan asumsi pendapatan sebesar 75.000 dikurangi biaya 20%-50% maka diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500 yang kemudian dikalikan dengan tariff 0% yang diberikan oleh pemerintah Malaysia. Maka besaran pajak yang harus dibayar adalah 0 sehingga pengusaha memperoleh pendapatan penuh setelah dikurangi biaya tanpa adanya potongan pajak. Pengurangan tarif ini dimaksudkan untuk mengembangkan sektor industri di Malaysia. Tabel 4.6 Simulasi Pendapatan Setelah 5 tahun Pada Industri Alas Kaki di Negara Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Pendapatan Setelah Pajak $ Indonesia 32.812,5 Tahun ke-1 26.250 Tahun ke-2 41.562,5 Tahun ke-3 48.125 Tahun ke-4 54.687,5 Tahun ke-5 203.437,5 Total Pendapatan Setelah 5 Tahun 165.048 Total Pendapatan Setelah dihitung Dengan PV Sumber data: hasil perhitungan penulis
Singapura 34.125 27.750 43.675 50.500 57.325 213.375
Malaysia 37.500 30.000 47.500 55.000 62.500 232.500
173.088
188.623
Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan dalam melakukan investasi di industri alas kaki, negara Malaysia menjadi negara pilihan yang baik dalam pertumbuhan investasi di industri alas kaki. Malaysia memberikan insentif pajak bagi pelaku industri alas kaki berupa pembebasan pajak selama 5 tahun yang terbukti efektif untuk membantu pertumbuhan ekonomi Malaysia. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah Malaysia
memberi dukungan penuh bagi pelaku industri ini untuk membangun dan mengembangkan industri tersebut. Singapura juga menjadi pilihan investasi setelah negara Malaysia dengan nilai investasi setelah 5 tahun sebesar 213.375 dan setelah dihitung dengan menggunakan rumus PV nilai investasinya menjadi 173.088. insentif yang diberikan oleh pemerintah Singapura antara lain pengurangan nilai penghasilan kena pajak yang dibagi 2 dengan rincian untuk awal dipotong 50% dan pada bulan berikutnya 75% dari 10.000 dan tambahan 50% sisanya. Sementara hasil perhitungan untuk negara Indonesia lebih kecil dibandingkan Singapura dan Malaysia dalam hal industri alas kaki ini. Meskipun telah mendapat insentif pajak dari pemerintah antara lain pengurangan besaran pajak yang harus dibayar, penyusutan atau amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian, dan pembebasan pajak ekspor ternyata belum mampu membangun industri alas kaki di Indonesia untuk tumbuh dan berkembang. Salah satu faktor yang menghambat tumbuh dan berkembangnya industri ini adalah sistem administrasi yang merepotkan, faktor politik, tingkat keamanan yang masih kurang, serta sarana dan prasarana umum yang masih kurang mendukung untuk berkembangnya industri ini. Analisis Perbandingan Insentif Pajak di Negara Indoneisa, China, dan Vietnam Dengan Perhitungan dan Penilaian Investasi PV Tabel 4.7 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Furnitur Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Indonesia. Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 150.000 100.000 230.000 250.000 290.000 Asumsi Pendapatan 37.500 35.000 57.500 62.500 72.500 Asumsi Pendapatan Sebelum Pajak 30% 30% 30% 30% 30% Insentif Pajak (%) 25% 25% 25% 25% 25% Tarif Pajak (%) 30.937,5 28.875 47.437,5 51.562 59.812,5 Pendapatan Setelah Pajak Sumber data: hasil perhitungan penulis Pada tabel 4.7 dapat dilihat industri furnitur di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik dengan adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah. Dengan asumsi pendapatan sebesar 150.000 dan biaya sebesar 75% dari pendapatan kotor, maka diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500. hasil pendapatan sebelum pajak kemudian dikalikan dengan insentif pajak yang diberikan, karena yang dibebaskan insentif pajak sebesar 30% maka hasil pendapatan sebelum pajak dikalikan 70% sehingga memperoleh hasil sebesar 26.250 yang kemudian dikalikan dengan tarif pajak sebesar 25% maka diperoleh hasil sebesar 6.562,5. Sehingga pendapatan bersih setelah pajak yang diterima sebesar 30.937,5. Perhitungan tahun ke-2 dan seterusnya juga tetap menggunakan cara diatas. Tabel 4.8 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Furnitur Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di China. Nilai Dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 150.000 100.000 230.000 250.000 290.000 Asumsi pendapatan 37.500 35.000 57.500 62.500 72.500 Asumsi Pendapatan Sebelum pajak 24% 24% 24% 24% 24% Tarif pajak (%) 13% 13% 13% 13% 13% Insentif Pajak (%) 32.625 30.450 50.025 54.375 63.075 Pendapatan Setelah Pajak Sumber data: hasil perhitungan penulis Pada tabel 4.8 dapat dilihat simulasi pengenaan pajak di negara China. Di China besarnya tarif pajak yang berlaku disana adalah sebesar 24% yang kemudian mendapatkan insentif pajak sebesar 13% maka dari jumlah besaran asumsi pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500 dikalikan 13% sehingga memperoleh hasil sebesar 4.875 yang menjadi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan pada tahun pertama. Perhitungan tahun ke-2 sampai ke-5 masih menggunakan perhitungan yang sama.
Tabel 4.9 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Furnitur Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Vietnam. Nilai Dalam $ Tahun ke-1 150.000 Asumsi Pendapatan 37.500 Asumsi Pendapatan Sebelum Pajak 25% Tarif Pajak (%) 17.5% Insentif Pajak (%) 30.937,5 Pendapatan Setelah Pajak Sumber data: hasil perhitungan penulis
Tahun ke-2 100.000
Tahun ke-3 230.000
Tahun ke-4 250.000
Tahun ke-5 290.000
35.000
57.500
62.500
72.500
25% 17.5% 28.875
25% 17.5% 47.437,5
25% 17.5% 51.562,5
25% 17.5% 59.812,5
Pada tabel 4.9 dapat dilihat simulasi pengenaan pajak di negara Vietnam mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di Vietnam besarnya tarif pajak yang berlaku disana sebesar 25% yang kemudian mendapatkan insentif pajak sebesar 17.5% maka dari jumlah besaran asumsi pendapatan sebelum pajak sebesar 37.500 dikalikan 17.5% sehingga memperoleh hasil sebesar 6.562,5 yang menjadi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan pada tahun pertama. Perhitungan tahun ke-2 sampai ke-5 masih menggunakan perhitungan yang sama. Tabel 4.10 Simulasi Pendapatan Setelah 5 tahun Pada Industri Furnitur di Negara Indonesia, China, dan Vietnam. Pendapatan Setelah Pajak $ Indonesia 30.937,5 Tahun ke-1 28.875 Tahun ke-2 47.437,5 Tahun ke-3 51.562,5 Tahun ke-4 59.812,5 Tahun ke-5 218.625 Total Pendapatan Setelah 5 Tahun 176.835 Total Pendapatan Telah Dihitung Dengan PV Sumber data: hasil perhitungan penulis
Cina 32.625 30.450 50.025 54.275 63.075 230.450
Vietnam 30.937,5 28.875 47.437,5 51.562,5 59.812,5 218.625
186.481
176.835
Industri furnitur di negara China menjadi pilihan negara dalam melakukan investasi di industri ini karena insentif pajak yang diberikan terhadap para pelaku industri ini sangat menjanjikan antara lain pemotongan tariff pajak 9%-17% dari besaran tarif, keringanan bunga kredit yang rendah, pembebasan pajak ekspor, dan diberlakukannya tax spaning credit. Ini membuktikan jika pemerintah China sangat membantu dan mengembangkan industri furnitur untuk semakin berkembang. Sementara jika dilihat dari tabel 4.10 total pendapatan setelah 5 tahun pada industri furnitur di Indonesia dan Vietnam menunjukkan hasil yang sama. Namun jika dilihat dari sisi pemberian insentif pajaknya, negara Indonesia memberikan insentif berupa pemotongan tarif pajak sebesar 30% dari tarif yang dikenakan, kemudian amortisasi atau penyusutan yang dipercepat, penurunan tarif pajak, kompensasi kerugian, dan pembebasan pajak bagi impor barang-barang tertentu. Dan negara Vietnam insentif pajak yang diberikan oleh pemerintahnya berupa pemotongan tariff 5%10% dari besaran tarif pajak yang berlaku, penurunan tarif pajak sebesar 50% bagi Pengusaha Kena Pajak, dan pembebasan pajak ekspor.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan antara lain : 1.
Berdasarkan analisis terhadap peraturan perpajakan yang ada di Indonesia khususnya kebijakan insentif pajak terhadap industri alas kaki dan industri furnitur, tidak semua industri mendapat dukungan penuh dalam insentif pajak dari pemerintah. Dalam industri alas kaki kurang mendapat perhatian dalam mengembangkan industri alas kaki ini di dalam negeri karena kurangnya dukungan dari pemerintah dan juga faktor lainnya, maupun kurangnya daya beli masyarakat terhadap produk-produk lokal. Dalam Industri furnitur bentuk insentif pajak yang diberikan pemerintah sudah cukup menjanjikan dengan pemberian kebijakan pengurangan nilai penghasilan kena pajak.
2.
Berdasarkan analisis terhadap peraturan insentif pajak antar negara luar dengan Indonesia dapat dilihat pada Industri alas kaki negara Indonesia masih perlu meningkatkan kualitas maupun kuantitas bagi dari segi peraturan dan juga dari segi penyediaan bahan baku yang lebih baik, karen industri ini sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Pada furnitur negara Indonesia cukup mendapat kualitas peraturan pajak yang cukup memadai namun dengan nilai investasi yang menjanjikan membuat negara Indonesia ini cukup mendapat perhatian dari para investor lokal ataupun asing.
3.
Setelah membandingkan kebijakan pemerintah dari sektor pajak negara Indonesia dengan negara lain dapat ditarik kesimpulan bahwa, kebijakan yang diberikan pemerintah Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkadang masih terpengaruh oleh kondisi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga kebijakan yang diberlakukan belum mencapai sasaran yang diharapkan. Kebijakan pajak ini memang akan menjadi salah datu daya tarik bagi para pelaku industri di tanah air. Dengan penerapan kebijakan pajak yang efektif akan lebih meningkatkan nilai investasi yang signifikan. Khususnya bagi pelaku maupun industri yang baru ataupun sedang berkembang.
Dari analisis terhadap kedua industri alas kaki dan industri furnitur dapat dilihat bahwa dalam pertumbuhan industri yang baik disuatu negara perlu dukungan yang baik dari pemerintah. Guna mendukung industri itu berjalan dengan optimal. Tumbuhnya industri-industri yang baru di dunia ini menuntut pemerintah berperan aktif untuk mengembangkan industri tersebut di dalam negerinya guna mencukupi kebutuhan barang dan/atau jasa dari sektor industri tersebut. Kebijakan dalam bentuk peraturan perpajakan menjadi salah satu faktor penting dalam mengembangkan dan mempertahankan industri di dalam negeri. Kebijakan pajak ini dapat terlihat dimana dalam industri furnitur mendapat dukungan baik dari sektor perpajakan. Kebijakan yang baik dari pemerintah akan meningkatkan iklim investasi yang baik pula. Peran serta daya beli masyarakat sebagai konsumen akhir dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa yang dihasilkan industri tersebut memiliki sektor yang cukup penting konsumsi yang baik dan penerapan pajak yang jelas tidak akan membebani masyarakat yang dikenal sebagai pengguna akhir produk tersebut.
Saran Setelah melakukan penelitian ini, maka penulis memberikan saran bagi para pelaku industri, yaitu : 1) Banyak industri yang berkembang dan tumbuh pada saat dikarenakan semakin banyak kebutuhan manusia sebagai konsumen barang dan jasa. Investasi di suatu industri bukan hanya didasarkan apakah industri itu bagus atau tidak tapi juga nilai investasi yang dapat menjadi salah satu faktor penting. Industri alas kaki dan furnitur merupakan salah satu industri yang cukup baik. Industri alas kaki dan furnitur menjadi pilihan industri yang cukup menjanjikan dengan melihat pertumbuhan serta nilai investasi yang cukup baik. 2) Sehubungan dengan analisis peraturan insentif perpajakan industri alas kaki dan furnitur di Indonesia perlu dilakukan evaluasi ulang terutama untuk industri alas kaki. Industri ini perlu dukungan yang lebih dikarenakan industri tersebut masih kurang berkembang di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh, penulis mempertimbangkan akan lebih baik dalam memberikan insentif pajak dengan penghapusan pajak seperti yang dilakukan oleh negara Malaysia, dengan pemberian insentif akan penghapusan pajak diharapkan semakin meningkatkan investor dalam menanamkan investasi di Indonesia. Selain itu pemberian kredit pajak yang sesuai dan tepat akan banyak membantu dalam mengembangkan industri alas kaki di Indonesia. Bagi furnitur, Indonesia sudah melakukan insentif pajak yang tepat, tambahan
yang perlu dilakukan dengan peningkatan kerjasama dengan beberapa negara untuk semakin meningkatkan industri furnitur dalam sektor perpajakanya. 3) Setiap investasi memiliki risikonya masing-masing yang sesuai dengan tingkat investasi. Investor sebaiknya menyesuaikan investasi terhadap sektor industri dengan profil dan resiko yang diinginkannya. Selain mempertimbangkan profit semata investor haruslah melihat kondisi sekitar dan kondisi di negara tersebut. Penulis merekomendasikan untuk melihat kondisi dari sosial, politik, kondisi alam yang diantaranya juga adalah pajak di negara tersebut dan faktor lainya sebelum melakukan investasi disuatu industri tertentu.
REFERENSI Anwar Y, Mulyadi MS (2012). Analysis of income tax incentive in Indonesia. Global Business and Economic Research Journal, 1(2): 81-92. Blom, M. (2014). Industry Specific Tax Incentives In Singapore. RetrivedNovember27,2014,Fromwww.guidemesingapore.com: http://www.guidemesingapore.com/taxation/corporate-tax/industry-specific-tax-incentive. Mardiasmo. (2011). Perpajakan edisi revisi 2011. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta. Renjaan, Damius H. Analisis Makro Atas Dampak Penerapan Kebijakan Tax Holiday (kebebasan pajak) di Indonesia (2010:5) Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) No. 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian. Siagian, F. (2012). Analisis Data Perbandingan Insentif Pajak Di Indonesia Dengan Negara-Negara Di Kawasan Asia Pasifik. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Universitas Bina Nusantara. Suandy, Erly.2011.Perencanaan Pajak.Edisi 5.Salemba Empat, Jakarta. Waluyo.2010. Perpajakan Indonesia Edisi 9.Buku 2. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo.2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10. Buku 1. Salemba Empat, Jakarta. Warsono. (2002). Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid I, edisi ke-2. Malang: UMM Press Wirawan B Ilyas.2010. Hukum Pajak.Edisi 5. Salemba Empat, Jakarta. www. CountryStudies.us/China www. CountryStudies.us/Indonesia www. CountryStudies.us/Malaysia www. CountryStudies.us/Singapura www. CountryStudies.us/Vietnam www. Kemenkeu.go.id www.bps.go.id www.businessdictionary.com www.kemenperin.go.id www.Ortax.com www.pajak.go.id www.tuition.com Zolt, Eric M. (2014). Tax Incentive: Protecting the Tax Base. UCLA School of Law: United Nation.
RIWAYAT PENULIS Deny Wijaya lahir di kota Jakarta pada 3 Desember 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2015.