ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG HARTONO PURNOMO1, YUNITA ANWAR2 Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969,
[email protected]
ABSTRACT The purposive of this research is to compare how the implementation and regulation of a Permanent Establishment in Indonesia, especially in asian countries, such as Singapore, Malaysia, and Japan and how its taz treatment. The method used in this research with a qualitative approach with interviews in the office of the Directorate General of Taxes Regulation Division II and also also perform data processing of Indonesian Taxation official website. The conclusion of this research are Permanent Establishment in Indonesia imposed a tax rate of return Branch Profit Tax of predefined and regulations such as the Income Tax Act with P3B still less appropriate.
Keywords: Permanent Establishment, Income Tax Act, Double Taxation Avoidance Agreement, Branch Profit Tax ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan bagaimana penerapan dan peraturan suatu Bentuk Usaha Tetap yang ada di Indonesia, terutama untuk negara-negara Asia, seperti Singapura, Malaysia, dan Jepang dan bagaimana perlakuan perpajakan nya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan wawancara di Kantor Direktorat Jenderal Pajak-Divisi Peraturan Perpajakan II dan juga melakukan pengolahan data dari website resmi Perpajakan Indonesia. Hasil penelitian yang dicapai adalah mengetahui perbedaan peraturan yang diatur di dalam UU PPh dengan P3B yang sudah dibuat dan mengetahui masih banyak permasalahan yang timbul di dalam penerapan Bentuk Usaha Tetap. Simpulan dari penelitian ini adalah Bentuk Usaha Tetap yang ada di Indonesia dikenakan tarif pajak kembali berupa Branch Profit Tax yang sudah ditetapkan dan peraturan seperti UU PPh dengan P3B masih kurang sesuai. Kata kunci: Bentuk Usaha Tetap, UU PPh, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Branch Profit Tax.
PENDAHULUAN Anggaran pendapatan dan belanja negara indonesia sangat didominasi oleh pendapatan atas pajak. Dominasi anggaran pendapatan pajak dikarenakan tingginya realisasi atas pendapatan pajak negara. Pendapatan pajak dapat digolongkan menjadi beberapa yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak atas Bea dan Cukai serta Pajak atas Bea dan Materai. Terdapat salah satu cara meningkatkan perekenomian atau pendapatan negara selain pajak yaitu dengan menarik investor untuk melakukan penanaman modal di negara tersebut, karena selain untuk memajukan perekonomian, bisa juga negara tersebut telah terbantu dalam hal pembangunan negaranya. Di negara-negara yang sedang berkembang seperti Amerika Tengah dan Latin serta sebagian wilayah di daratan Asia, investasi merupakan motor penggerak bagi pembangunan di negaranya, karena negara tidak mampu secara materi untuk membiayai kebutuhan negara yang mayoritasnya tidak memiliki kekayaan alam yang melimpah dan kurangnya kualitas sumber daya manusia serta teknologi yang masih kurang
1
dari negara-negara maju, sehingga penanaman modal cukup penting bagi negara-negara tersebut. Di lain pihak yaitu Investor, dalam perkembangan globalisasi ekonomi, bisnis dan investasi sekarang justru mempersubur tumbuh dan berkembangnya perusahaan-perusahaan multinasional untuk memperkokoh pijakan usaha globalnya. Perusahaan-perusahaan tersebut di beberapa negara di luar tempat kedudukannya, mengoperasikan cabang atau anak perusahaan atau instrumen bisnis lain dalam berbagai bentuk. Dari uraian yang telah dibahas diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut (1) Hubungan Istimewa sering bisa terjadi di dalam Bentuk Usaha Tetap. Jelaskan apa yang dimaksud dan bagaimana untuk menghindari transaksi-transaksi yang tidak wajar dalam hubungan istimewa tersebut ; (2) Apakah penerapan pajak atas Bentuk Usaha Tetap di beberapa negara Asia terhadap Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan ?; (3) Bagaimana peraturan yang diterapkan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Malaysia, Singapore, dan Jepang ?; (4) Apakah Bentuk Usaha Tetap yang di Indonesia mendukung perekonomian Indonesia? Dalam penulisan skripsi ini, diskusi akan diarahkan atau akan menganalisis penerapan pajak penghasilan pada beberapa Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment) yang berada di Indonesia terutama Jakarta. Penjelasan ini akan membahas secara penuh tentang Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari beberapa negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan Perjanjian International (tax treaty) dan berlaku mulai tahun 1983 untuk Jepang, tahun 1987 untuk Malaysia, tahun 1992 untuk Singapura dan juga akan membahas perlakuan pajak penghasilan ( PPh ) terhadap Bentuk Usaha Tetap tersebut.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang dimana dengan cara mengumpulkan data-data informasi tentang penelitian masalah yang akan diolah, sehingga penulis dapat menjelaskan dengan jelas dan kemudian ditarik kesimpulan yang sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta karakter dari masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penyusunan tulisan ini dilakukan secara primer, yaitu dengan cara melakukan wawancara kepada Staff Direktorat PP II Jenderal Pajak dan dengan cara sekunder, yang dilakukan dengan mengakses situs resmi pajak dan perjanjian antar negara/Tax Treaty. Objek dalam penelitian yang penulis teliti yaitu tiga negara yang terkait dengan Tax Treaty dan yang mempunyai kaitan Bentuk Usaha Tetap dengan Indonesia, yaitu Malaysia, Singapura, dan Jepang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk Usaha Tetap yang diatur di P3B artikel 5 dengan Indonesia yaitu Bentuk Usaha Tetap yang harus Fixed, Use for Business, dan Under the Custody of Tax payer. Fixed yaitu penghasilan yang tetap dan mempunyai usaha yang tetap. Use For Business yaitu mendirikan sebuah tempat yang berguna untuk bisnis atau tempat terjadinya transaksi untuk mendapatkan penghasilan. Under the Custody of Tax payer yaitu suatu perusahaan yang didirikan harus taat dan patuh terhadap pajak yang diatur di Indonesia. Di Indonesia diterapkan ketiga prinsip atau syarat tersebut. Dan Jika dari antara salah satu syarat atau prinsip tidak terpenuhi maka dianggap tidak bisa menjadi Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Dalam penjelasan UU PPh Pasal 2, disebutkan bahwa Bentuk Usaha tetap mempunyai pengertian sebagai berikut :
a. Adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan b. c.
gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan; Tempat usaha tersebut bersifat permanen; dan Digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
2
Di Indonesia sendiri masih kurang konsisten dalam menentukan suatu orang atau badan dari luar negeri itu dianggap sebagai Bentuk Usaha Tetap atau bukan. Indonesia masih memakai konsep antara kedua definisi yang dijelaskan di P3B atau Tax Treaty dan juga UU PPh Pasal 2. Dan sedangkan konsep yang diterapkan didalam P3B tidak semua cocok dengan konsep yang dijelaskan didalam UU PPh. Contoh tidak sesuai antara definisi dari P3B dan UU PPh Pasal 2 yaitu Penetapan status Kantor Perwakian Dagang Asing (KPDA) sebagai BUT yang dianggap tidak spesifik atau tidak sesuai karena Kantor Perwakilan Dagang Asing hanya tempat perwakilan kantor saja dan tidak mendapat penghasilan karena tidak melakukan penjualan atau hal-hal yang menghasilkan pendapatan di negara Indonesia. Ada satu test atau alat bantu yang bisa menentukan terjadinya Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, yaitu Time Test. Time Test adalah suatu alat bantu untuk menentukan apakah suatu badan yang ada di Indonesia bisa dijadikan sebuah Bentuk Usaha Tetap dengan menggunakan batas waktu yang telah disepakati antara kedua negara. Ini adalah beberapa batas waktu atau time test yang diambil dari sesuai obyek penelitian yang dibahas. Tabel 4.1 Tabel Time Test
No 1 2 3
Negara Jepang Malaysia Singapura
Saat berlaku efektif 1/1/1983 1/1/1987 1/1/1992
Tes Waktu Konstruksi 6 Bulan 6 Bulan 183 Hari
Instalasi Perakitan 6 Bulan Tidak ada 6 Bulan 6 Bulan 183 Hari 183 Hari
Kegiatan Pengawasan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan
Jasa Lainnya 6 Bulan/Tahun Pajak 3 Bulan/12 Bulan 90 Hari/12 Bulan
Sumber : www.pajak.go.id Ada tiga konsep pengakuan penghasilan Bentuk Usaha Tetap yang diatur di Pasal 5 UU PPh, yaitu :
a. Factual Attribution Penghasilan Bentuk Usaha Tetap yang ada di Indonesia yang berasal dari penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia.
b. Force of Attraction Prinsip pemajakan atas penghasilan dimana bila kantor pusat menyediakan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen di negara tertentu yang kantornya pun juga memiliki Bentuk Usaha Tetap yang juga bergerak dibidang yang sama, maka profit yang diperoleh oleh kantor pusat secara langsung bisa dipajaki sebagai profit yang terkait dengan Bentuk Usaha Tetap.
c. Effectively connected income Penghasilan yang merupakan penghasilan pasif seperti bunga atau royalty yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha Bentuk Usaha Tetap nya di Indonesia dan akan dianggap sebagai penghasilan Bentuk Usaha Tetap nya di Indonesia. Tidak semua konsep pengakuan penghasilan akan dikenakan ke negara yang terkait. Terdapat dua model perjanjian di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, yaitu OECD Model dan UN Model. Di OECD Model tidak semua konsep pengakuan penghasilan dikenakan, hanya dua konsep saja yang akan dikenakan yaitu Factual Attribution dan Effectively connected income. Dan sedangkan di UN Model akan dikenakan ketiga semua konsep pengakuan penghasilan yaitu Factual Attribution, Force of Attraction, dan Effectively connected income.
3
Branch Profit Tax adalah pajak tambahan dikenakan pada Bentuk Usaha Tetap yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan yang terutang dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Besarnya tarif atas Branch Profit Tax diatur atas dasar UU PPh yang dikenakan tarif sebesar 20% atau jika terdapat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda maka akan dikenakan tarif yang sesuai perjanjian telah dibuat. Branch Profit Tax bisa tidak dikenakan atau dikecualikan bila laba tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat sebagai berikut (Kepmen No. 113/KMK.03/2002) :
1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak 2. 3.
Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut; Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersial.
Permasalahan yang timbul atas dikenakannya Branch Profit Tax itu berakibat atas protesnya beberapa negara yang berasal dari negara maju atau negara dari perjanjian OECD Model yang menganggap dikenakan Branch Profit Tax sebagai hal yang diskriminatif. Terutama di Bentuk Usaha Tetap bidang perminyakan karena akan bentrok dengan Production Sharing Contract sehingga perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan banyak mengutarakan protes dan ketidaksetujuan atas Branch Profit Tax yang akan dikenakan. Tarif Branch Profit Tax yang sudah diatur dalam perjanjian P3B yang diambil sesuai dengan obyek penelitian yang dibahas. Tabel 4.2 Tarif Branch Profit Tax
No 1 2 3
Negara Jepang Malaysia Singapura
Tarif Branch Profit Tax 10% 12.5% 15%
Sumber : www.pajak.go.id Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, bahwa tarif Branch Profit Tax yang akan dikenakan Indonesia terhadap negara-negara yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia berbeda-beda sesuai dengan ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang sudah dibuat dan alat bantu Time Test yang diterapkan dalam menentukan suatu badan itu merupakan Bentuk Usaha Tetap atau tidak itu mempunyai perbedaan waktu dalam konstruksi, instalasi, dan perakitan. Hal ini ditetapkan berdasarkan dilihatnya dari masing-masing Undang-Undang domestik peraturan PPh negara tersebut dan melakukan negosiasi antara kedua negara yang terkait untuk menentukan hal tersebut. Salah satu penerimaan pajak terbesar di Indonesia yaitu penerimaan pajak yang berasal dari Bentuk Usaha Tetap yang dibangun di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari luar negeri itu terdiri dari berbagai industri-industri, antara lain : a. Sektor Perminyakan dan Gas Bumi b. Sektor Penerbangan dan Pelayaran c. Sektor Perwakilan Dagang Asing d. Sektor Otomotif e. Sektor Asuransi atau Keagenan Dan salah satu penyumbang untuk pendapatan pajak negara yang cukup signifikan yaitu di sektor perminyakan dan gas bumi. Dan itu sangat membantu dan meningkatkan penerimaan kas atau pemasukkan kas negara yang sangat signifikan.
4
Tax Treaty Indonesia – Jepang Menurut Tax treaty/Perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dan Jepang, terdapat di Pasal 2 (dua) yang menjelaskan ada pajak-pajak yang tunduk dalam perjanjian tersebut, yaitu : 1.
Di Indonesia : a. Pajak Pendapatan b. Pajak Perseroan Termasuk setiap pajak yang dipungut pada sumbernya, pembayaran dimuka atau pembayaran terlebih dahulu terhadap pajak-pajak tersebut diatas; c. Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti ( Selanjutnya disebut “Pajak Indonesia” ) 2. Di Jepang : a. Pajak Pendapatan ( the income tax ); b. Pajak Perseroan ( the corporation tax ) (Selanjutnya disebut “Pajak Jepang”) Dan di Pasal 4 (Empat), tertuang tulisan tentang penjelasan istilah “penduduk dari suatu negara” yang bermaksud bahwa setiap orang atau badan yang menurut perundang-undangan negara itu dapat dikenakan pajak berdasarkan tempat tinggal, tempat kediaman, kantor pusat atau kantor besar, tempat ketatalaksanaan atau patokan lainnya yang serupa. Dan berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari kedua Negara, maka untuk persetujuan ini pejabat yang berwenang dari masing-masing negara, berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang atau badan tersebut. Pasal 5 (Lima) yang tertuang di perjanjian adalah tentang Bentuk Usaha Tetap atau Permanent Establishment yang berarti suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. Bentuk Usaha Tetap itu meliputi : a. Suatu tempat kedudukan manajemen; b. Suatu cabang; c. Suatu kantor; d. Suatu pabrik; e. Suatu bengkel; f. Suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat penambangan sumber alam lainnya termasuk kayu atau hasil hutan lainnya; g. Suatu pertanian atau perkebunan; h. Suatu lokasi bangunan atau suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan yang berlangsung untuk lebih dari 6 bulan; i. Pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh suatu perusahaan melalui karyawan-karyawannya atau orang lainnya (daripada suatu agen yang berdiri sendiri sesuai yang dimaksud dalam ayat(6) dimana kegiatan berlangsung terus-menerus di satu Negara pihak pada persetujuan untuk waktu lebih dari 3 bulan. Yang tidak meliputi sebagai Bentuk Usaha Tetap adalah : a. Penggunaan fasilitas semata-mata untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan; b. Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan; c. Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya; d. Pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk maksud membeli barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan keterangan, untuk kepentingan perusahaan; e. Pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk tujuan menjalankan, untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan perusahaan. f. Pengurusan tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam sub ayat (a) sampai (c), asal saja keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat persiapan atau penunjang.
5
Orang atau badan disuatu negara selain agen yang berdiri sendiri yang bertindak untuk kepentingan suatu perusahaan dari negara lain, maka perusahaan itu akan dianggap mempunyai pendirian tetap di negara itu sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk perusahaan tersebut, apabila ; a. Orang atau badan untuk memiliki kuasa untuk menutup kontrak atas nama perusahaan dan biasa menjalankan kuasa itu di negara tersebut kecuali bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan terbatas pada yang disebut dalam ayat 4, atau; b. Orang atau badan itu mengurus di negara tersebut persediaan barang-barang atau barang kepunyaan perusahaan, dimana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau nama perusahaan dimaksud. Tax Treaty Indonesia – Singapura Dalam perjanjian yang dibuat Indonesia dengan Singapura, Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh setiap Negara pihak pada persetujuan, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut. Pajak-pajak yang dianggap sebagai pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau bagian-bagian penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak dan pajak-pajak atas jumlah keseluruhan gaji atau upah yang dibayarkan oleh perusahaan. Pajak-pajak yang berlaku atas persetujuan ini,yaitu : 1. 2.
Di Singapura : a. Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut sebagai “pajak Singapura”); Di Indonesia : a. Pajak Penghasilan, dan sepanjang dinyatakan dalam pajak penghasilan tersebut, pajak perseroan dan pajak atas bunga, dividend an royalty (selanjutnya disebut sebagai “Pajak Indonesia”). Dalam Pasal 4 (empat) di perjanjian ini, terdapat penjelasan tentang istilah “Penduduk dari suatu Negara pihak pada persetujuan” dimana bearti setiap orang atau badan, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pada persetujuan untuk kepentingan pajak Negara pihak pada persetujuan tersebut. Istilah ini tidak mencakup bentuk usaha tetap (BUT) dari perusahaan asing yang diperlakukan sebagai penduduk bagi kepentingan pajak.
Status seseorang yang menurut ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk di kedua negara pihak, maka akan ditentukan menurut sebagai berikut :
a. Ia akan dianggap sebagai penduduk negara pihak pada persetujuan dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok); b. Jika negara pihak pada persetujuan di mana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia biasanya berdiam; c. Jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua negara pihak pada persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu negara pihak pada persetujuan tersebut maka pejabatpejabat yang berwenang dari negara pihak pada persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama. Seperti dengan Perjanjian lainnya, Perjanjian ini pun terdapat pembahasan tentang Bentuk Usaha Tetap yang diatur di Pasal 5 (lima) yang berarti suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. Bentuk Usaha Tetap di perjanjian ini meliputi :
a. b. c. d. e. f.
Suatu tempat kedudukan manajemen; Suatu cabang; Suatu kantor; Suatu pabrik; Suatu bengkel; Suatu pertanian atau perkebunan;
6
g. Suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian sumber daya alam; h. Suatu lokasi bangunan konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan yang berlangsung untuk suatu masa yang melebihi 183 hari;
i. Pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui seorang pegawai atau pegawai-pegawai lain (selain daripada seorang agen yang bertindak bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat 7) dimana kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di suatu Negara pihak pada persetujuan dalam suatu masa yang melebihi 90 hari dalam dua belas bulan. Dan yang bukan termasuk Bentuk Usaha Tetap di dalam perjanjian ini adalah :
a. Penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
b. Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
c. Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
d. Pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan;
e. Pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk tujuan periklanan,atau untuk memberikan keterangan-keterangan untuk penelitian ilmiah atau untuk kegiatan yang sejenis yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan. Tax Treaty Indonesia – Malaysia Seperti setiap Tax Treaty yang diatur di setiap negara, perjanjian yang dibuat Indonesia dengan Malaysia dalam hal perpajakan itu mengatur tentang pajak-pajak apa saja yang bisa dikenakan oleh kedua negara pihak yang berkaitan, antara lain : 1.
2.
Di Malaysia : a. Pajak Penghasilan dan Excess Profit Tax; b. The supplementary income tax, development tax dan; c. Pajak Penghasilan minyak; (Selanjutnya disebut “Pajak Malaysia”) Di Indonesia : a. Pajak Penghasilan; (Selanjutnya disebut “Pajak Indonesia”)
Dan Untuk kepentingan persetujuan ini, terdapat istilah “Penduduk suatu negara pihak pada persetujuan” yang memiliki arti sebagai berikut : a.
Di Malaysia, orang atau badan yang merupakan penduduk Malaysia untuk kepentingan pajak Malaysia. b. Di Indonesia, orang atau badan yang merupakan penduduk Indonesia untuk kepentingan pajak Indonesia. Di pasal 2 (dua) status kependudukan antara kedua Negara pihak, akan ditentukan oleh ketentuan-ketentuan berikut : a.
b.
c.
Ia akan dianggap sebagai penduduk negara pihak pada persetujuan dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk negara di mana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok); Jika negara pihak pada persetujuan di mana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia biasanya berdiam; Jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua negara pihak pada persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara pihak pada persetujuan tersebut maka pejabatpejabat yang berwenang dari Negara pihak pada persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.
7
Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, orang atau badan,selain dari orang pribadi, merupakan penduduk di kedua negara pihak pada persetujuan, maka pejabat berwenang dari negara pihak pada persetujuan akan menyelesaikan masalahnya dengan persetujuan bersama mengingat kepada kegiatan manajemen sehari-hari, tempat dimana badan tersebut didirikan atau dibentuk dan faktor-faktor relevan lainnya. Pasal 5 (lima) menjelaskan tentang bagaimana suatu Bentuk Usaha Tetap ditetapkan. Dijelaskan bahwa sesuai persetujuan ini, istilah Bentuk Usaha Tetap bearti suatu tempat kedudukan tetap dimana seluruh atau sebagian usaha perusahaan dijalankan. Bentuk Usaha Tetap di persetujuan ini meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
a. b. c. d. e.
Suatu tempat kedudukan manajemen; Suatu cabang; Suatu kantor; Suatu pabrik; Suatu bengkel; Suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat penambangan sumber alam lainnya termasuk kayu atau hasil hutan lainnya; Suatu pertanian atau perkebunan; Suatu lokasi bangunan atau suatu proyek kontruksi, instalasi atau proyek perakitan yang berlangsung untuk lebih dari 6 bulan; Pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh suatu perusahaan melalui karyawan-karyawannya atau orang lainnya (daripada suatu agen yang berdiri sendiri sesuai yang dimaksud dalam ayat 6) dimana kegiatan berlangsung terus-menerus di satu negara pihak pada pesetujuan untuk waktu lebih dari 3 bulan. Dan suatu perusahaan tidak dianggap Bentuk Usaha Tetap, jika : Penggunaan fasilitas semata-mata untuk bermaksud menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan; Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan; Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya; Pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk maksud membeli barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan keterangan, untuk kepentingan perusahaan; Pengurusan suatu tempat tetap semata-mata untuk tujuan menjalankan, untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan perusahaan.
Suatu perusahaan dari suatu negara pihak pada persetujuan dianggap mempunyai Bentuk Usaha Tetap di negara persetujuan lainnya, jika : a. Menjalankan kegiatan pengawasan di negara lainnya lebih dari 6 bulan sehubungan dengan suatu proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan yang sedang dikerjakan di negara lain tersebut, atau b. Peralatan utama yang berada di negara lainnya yang digunakan atau dipasang oleh, untuk atau yang sedang dikontrak dengan perusahaan. Orang atau badan (selain makelar, agen konsumsi umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri dimana berlaku ayat 6) bertindak di negara pihak pada persetujuan lainnya, akan dianggap mempunyai Bentuk Usaha Tetap di negara yang disebut pertama jika : a. Ia memiliki kuasa dan biasa menjalankan wewenangnya untuk menutup kontrak di negara lain yang disebut pertama atas nama perusahaan, kecuali kegiatannya terbatas pada pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan; atau b. Ia mengurus di negara pihak yang disebut pertama persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan dan secara teratur menyerahkan atas nama perusahaan tersebut; atau c. Ia menghasilkan atau mengolah di negara pihak yang disebut pertama untuk perusahaan barangbarang atau barang dagangan milik perusahaan. Suatu perusahaan dari suatu negara pihak pada persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di negara pihak pada persetujuan lainnya semata-mata karena perusahaan itu
8
menjalankan usaha di negara pihak pada persetujuan lainnya tersebut melalui makelar, komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri sepanjang orang dan badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Walaupun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan tu, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri dalam ayat ini. Jika suatu perseroan yang merupakan wajib pajak dalam negeri suatu negara pihak pada persetujuan, yang menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk negara pihak pada persetujuan lainnya, atau menjalankan usaha di negara pihak pada persetujuan lainnya (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan cara lainnya) maka hal itu tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan Bentuk Usaha Tetap dari perseroan lainnya. Tabel 4.3 Perhitungan Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap
Pajak Penghasilan 26 Total Jepang Malaysia Singapura Jepang Malaysia Singapura
Penghasilan Kena Pajak 25% *
25,000,000,000
Branch Profit Tax 10% * 18,750,000,000 12.5% * 18,750,000,000 15% * 18,750,000,000 Total Pajak yang dikenakan 6,250,000,000 + 1,875,000,000 6,250,000,000 + 2,343,750,000 6,250,000,000 + 2,812,500,000
25,000,000,000 6,250,000,000 18,750,000,000 1,875,000,000 2,343,750,000 2,812,500,000 8,125,000,000 8,593,750,000 9,062,500,000
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan atas penelitian penerapan Bentuk Usaha Tetap yang ada di Indonesia, maka bisa diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa penetapan atas Bentuk Usaha Tetap yang didirikan di Indonesia masih kurang konsisten. Penetapan status perusahaan luar negeri menjadi suatu Bentuk Usaha Tetap bisa ditetapkan atas definisi dari Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Artikel 5 atau bisa ditetapkan melalui definisi dari UU PPh Pasal 5. 2. Terjadi ketidak cocokan atau ketidak sesuaian antara definisi dari perjanjian P3B artikel 5 dengan definisi dari UU PPh Pasal 5 untuk menentukan status perusahaan menjadi Bentuk Usaha Tetap atau tidak. Salah satu contohnya yaitu penetapan status Kantor Perwakilan Dagang Asing (KPDA) di Indonesia. 3. Penerapan alat bantu dalam menentukan suatu perusahaan itu dianggap Bentuk Usaha Tetap atau tidak yaitu Time Test. Didalam perjanjian P3B terdapat jangka waktu yang sudah dinegosiasikan antara kedua negara yang terkait. Batas jangka waktu tersebut bervariasi tergantung kesepakatan antar dua negara terkait. Contoh : Masa atau jangka waktu konstruksi untuk Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari jepang untuk masa konstruksi nya sekitar 6 Bulan saja. Sedangkan Jangka waktu konstruksi untuk Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari Malaysia sekitar 183 hari saja. 4. Pengakuan penghasilan Bentuk Usaha Tetap diatur di dalam UU PPh Pasal 5 terdiri dari tiga konsep, yaitu Factual Attribution, Force of Attraction, dan Effectively Connected Income. Tidak semua konsep akan digunakan oleh negara-negara terkait untuk mengakui penghasilan dari Bentuk Usaha Tetapnya. Negara-negara yang berasal dari negara perjanjian OECD Model hanya menggunakan dua konsep saja, yaitu Factual Attribution, dan Effectively Connected Income. Dan negara-negara yang berasal dari negara perjanjian UN model, mereka menggunakan ketiga konsep tersebut. 5. Pajak yang dikenakan atas Bentuk Usaha Tetap oleh Indonesia tidak hanya Pajak Penghasilan saja, tetapi akan dikenakan Branch Profit Tax sebesar 20 % sesuai UU PPh atau sesuai tarif yang
9
6.
7.
disetujuin oleh kedua negara dalam perjanjian P3B. Branch Profit Tax ini digunakan untuk bertujuan memajaki perusahaan Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan penanaman kembali ke Indonesia dari hasil penghasilan usahanya di Indonesia. Branch Profit Tax ini menimbulkan protes dari negara-negara maju atau negara yang berasal dari perjanjian OECD Model. Karena hal tersebut dianggap diskriminatif apalagi bagi perusahaan yang bergerak di bidang Perminyakan dan Gas Bumi karena adanya Production Sharing Contract yang dimana hasil dari penghasilannya diserahkan ke Pemerintah sebesar 80%. Tax Treaty atau Perjanjian P3B yang disusun atas negara-negara luar baik Asia maupun Eropa itu berbeda-berbeda sesuai negosiasi atau kesepakatan antar kedua negara. Seperti obyek penelitian yang diambil yaitu Jepang, Malaysia, dan Singapura. Ketiga negara tersebut memiliki perbedaan didalam setiap Perjanjian P3B yang sudah dibuat atau disepakati oleh Indonesia, seperti Pajak apa saja yang bisa dikenakan di masinh-masing negara terkait, dan tarif-tarif yang akan dikenakan ke masingmasing negara terkait.
Saran 1.
2.
3.
4.
Di dalam menentukan suatu perusahaan itu bisa menjadi suatu Bentuk Usaha Tetap, terutama di dalam menentukan status Kantor Perwakilan Dagang Asing (KPDA). Saran yang terbaik untuk KPDA mungkin untuk menentukan status Bentuk Usaha Tetap nya dilihat dari Perjanjian P3B saja sehingga bisa terasa lebih adil karena KPDA hanya kantor perwakilan saja dan tidak melakukan halhal yang menghasilkan penghasilan. Untuk Pemerintah atau Direktorat Jenderal Pajak mungkin harus lebih tegas dalam memperlakukan Bentuk Usaha Tetap yang ada di Indonesia dan juga harus lebih memperlakukan dengan adil ke setiap Bentuk Usaha Tetap sehingga bisa menarik lebih banyak investor atau perusahaan luar negeri untuk mendirikan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dan bisa membuat perekonomian Indonesia di sektor perpajakan semakin meningkat. Dalam hal pengakuan penghasilan yang dijelaskan dalam UU PPh Pasal 5 terdapat tiga konsep, seperti yang sudah dijelaskan. Sedangkan dalam Tax Treaty tidak semua konsep akan digunakan, hanya dua saja yang digunakan seperti Factual attribution dan Effectively Connected Income. Saran yang terbaik mungkin didalam Tax Treaty boleh digunakan konsep Force of Attribution untuk mengakui penghasilan dalam Bentuk Usaha Tetap, supaya tidak terjadi ketidakadilan atau protes dari perusahaan-perusahaan yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap. Dalam hal Branch Profit Tax yang diterapkan masih banyak permasalahan yang terjadi di sektor industry Perminyakan dan Gas Bumi sehingga mungkin lebih baik dinegosiasikan kembali dengan perusahaan luar negeri yang bergerak di bidang tersebut. Atau mengecilkan tarif Branch Profit Tax agar tidak terlalu berat pemajakan yang akan dikenakan, sehingga mungkin dengan tarif yang sudah dikecilkan, bisa mengundang investor atau perusahaan luar negeri untuk membangun Bentuk Usaha Tetapnya tanpa memikirkan Branch Profit Tax yang akan dikenakan.
REFERENSI Darusallam, Hutagaol, J., & Septriadi, D. (2010). Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional. Jakarta: Danny Darusallam. Gunadi (2009). Akuntansi Pajak. Edisi Revisi 2009. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indinesia. Mardiasmo (2009). Perpajakan. Edisi Revisi 2009.Yogyakarta: Andi. Muljono, D. (2011). Pajak Berganda ? Tidak Lagi !. Yogyakarta: Andi. OECD (2010). Model Tax Convention on Income and on Capital. Edisi 8. Priantara, D (2012). Perpajakan Indonesia. Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media. Resmi. Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6. Jakarta : Salemba Empat. Wirawan, Burton, R. (2011). Hukum Pajak. Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat.
10
Sumber lain Internet www.pajak.go.id/content/seri-pph-bentuk-usaha-tetap www.dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/bentuk-usaha-tetap.html www.alvin.blog.fisip.uns.ac.id/2011/02/04/hukum-pajak/ http://www.pajak.go.id/treaty_tkb http://finance.detik.com/read/2013/04/22/123851/2226828/4/jepang-geser-singapura-jadi-negara-palingbanyak-investasi-di-indonesia http://www.nusahati.com/2013/01/bentuk-usaha-tetap-sektor-minyak-dan-gas-bumi-di-indonesia/ http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=812
RIWAYAT PENULIS Hartono Purnomo lahir di kota Jakarta pada tanggal 15 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2013.
11