ANALISIS PENGGUNAAN CAMPUR KODE DALAM CERAMAH Y.M. BHIKKHU UTTAMO
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh Eko Mandala Putra NIM E1C 008 016
UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH 2012 1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI Jln. Majapahit No. 62 Telpon (0370) 623873 Fax 634918 Mataram NTB
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini Disusun oleh
: Eko Mandala Putra
NIM
: E1C 008 016
Judul Skripsi
: Analisi Penggunaan Campur Kode dalam Ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
Skripsi ini telah memenuhi syarat dan diajukan untuk diuji Tanggal :
Juli 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum. NIP. 196212311989031024
Ahmad Sirulhaq, M.A. NIP. 1998006212005011003
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Drs. Mar’i, M.Si. NIP. 196412311993031014
2
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI Jln. Majapahit No. 62 Telpon (0370) 623873 Fax 634918 Mataram NTB
LEMBAR PENGESAHAN ANALISI PENGGUNAAN CAMPUR KODE DALAM CERAMAH Y.M. BHIKKHU UTTAMO Oleh Eko Mandala Putra NIM E1C008016 Skripsi ini telah dipertahankan di depan dosen penguji dan dinyatakan lulus pada tanggal 26 Juli 2012. Dosen Penguji Ketua,
Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum. NIP. 196212311989031024 Anggota,
Anggota,
Ahmad Sirulhaq, M.A. NIP. 1998006212005011003
Drs. Kaharuddin, M.Hum. NIP. 195902281986021003
Mengetahui, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram
Prof. Dr. H. Mahsun, M.S. NIP. 195909251986031004 3
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto: Jangan terlena dalam kelengahan. Jangan terikat pada kesenangan-kesenangan indera Selalu waspada dan terus berusaha. Dan percaya bahwa pada akhirnya kebahagiaan pasti akan datang. Persembahan Karya ini kupersembahkan untuk: Bapak dan Ibuku tersayang (Suartadi dan Kartini) yang tiada henti selalu menyayangi kami anak-anaknya serta tiada tara selalu berjuang demi kami. Terima kasih atas do’a yang selalu engkau panjatkan. Atas usaha yang bapak ibu lakukan serta dukungan yang selalu engkau berikan semoga keluarga kita selalu berbahagia. Kepada saudara-saudaraku tercinta, adikku David dan Ade. Aku sayang sama kalian semua, terima kasih atas motivasi dan dukungan yang kalian berikan. Teruslah berjuang dan bahagiakanlah kedua orang tua kita. Buat mereka selali tersenyum. Dosen pembimbing saya dalam penulisan skripsi ini (Bapak I Nyoman Sudika, M.Hum. dan Bapak Ahmad Sirulhaq, M.A.) yang selalu bersabar dalam membimbing saya hingga terselesainya sekripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan transfer ilmu yang bapak berikan. Teman-teman susah dan senang di “HIKMAHBUDHI” (Adit, Ume, Lia, Gatya, fitri, dan yang lainya) berjuanglah kawan, mari kita raih mimpimimpi kita dan buatlah orang tua kita selalu bangga. Appamadena Sampadetha. Temen-temen PPL ku (Sri, Abduh, Dina, dan Atiek) dan temen-temen KKN ku (Dani, Opie, Ayu, Ariz, Irma, Ani, Desi, Dewi, Imam, dan Galang) kalian tidak akan aku lupakan, kalian teman susah dan senang. Hadapilah hidup ini dengan senyuman kawan.
4
Temen-temen seperjuanganku anak-anak “B-gank Comunity” (BB, Devi, Edhie, Ana, Indra, Bahri, dan Sujiz) serta teman-temen sekelas yang selalu mensuport aku. Selamat berjuang teman-teman, jangan pernah menyerah. Temen-temen seperjuangan BASTRINDO angkatan 2008. Kawan raih mimpi-mimpimu dan buat orang-orang disekitarmu selalu tersenyum. Semangat.....!!!
5
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha), karena berkat rahmat dan karma baik penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Campur Kode dalam Ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo” sesuai dengan rencana. Bantuan dan dukungan tidak pernah lepas dalam pelaksanaan, baik dalam penulisan ataupun dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph. D. selaku rektor Universitas Mataram. 2. Bapak Prof. Dr. H. Mahsun, M.S. selaku Dekan FKIP UNRAM. 3. Bapak Drs. Kamaluddin, M.A., Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 4. Bapak Drs. Mar’i, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. 5. Bapak Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I 6. Bapak Ahmad Sirulhaq, S.Pd., M.A. selaku dosen pembimbing II 7. Bapak Drs. Kaharuddin, M.Hum. selaku dosen penetral. 8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini sangat sederhana dan masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun dari uraiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan akan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaannya dimasa-masa yang akan datang. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Mataram, Juli 2012
Penulis 6
ANALISIS PENGGUNAAN CAMPUR KODE DALAM CERAMAH Y.M. BHIKKHU UTTAMO Oleh Eko Mandala Putra
ABSTRAK Penelitian ini merupakan kajian tentang peristiwa campur kode bahasa yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk, jenis, fungsi, serta faktor penyebab campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, kemudian dilanjutkan dengan teknik sadap, teknik rekam, dan teknik catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode deskriftif kualitatif. Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo ada tiga yaitu: penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk klausa. (2) Jenis campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo merupakan campur kode keluar (outer code-mixing), karena bahasa yang dicampurkan merupakan bahasa asing yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris. (3) Fungsi campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yaitu: sebagai perulangan, sebagai penyisip kalimat, dan sebagai kutipan. Adapun (4) faktor penyebab terjadinya campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yaitu: faktor penutur sendiri dan faktor kebiasaan. Kata kunci: campur kode, ceramah
7
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii MOTO DAN PERSEMBAHAN...................................................................... iv KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5 1.5 Definisi Operasional .......................................................................... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 8 2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................... 8 2.2 Landasan Teori .................................................................................. 13 2.2.1 Kedwibahasaan ......................................................................... 15 2.2.2 Campur Kode ........................................................................... 19 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 30 3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 30 3.2 Data Penelitian dan Sumber Data ...................................................... 31 3.3 Instrumen Penelitian .......................................................................... 31 3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 31 3.5 Metode Analisis Data ........................................................................ 32 3.6 Metode Penyajian Data ..................................................................... 34 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 35 4.1 Bentuk Campur Kode ........................................................................ 35
8
4.1.1 Campur Kode Berupa Kata ...................................................... 36 4.1.2 Campur Kode Berupa Frasa ..................................................... 51 4.1.3 Campur Kode Berupa Klausa ................................................... 57 4.2 Jenis Campur Kode ........................................................................... 64 4.3 Fungsi Campur Kode......................................................................... 66 4.4 Faktor Penyebab Campur Kode ........................................................ 70 BAB V PENUTUP ............................................................................................ 73 5.1 Simpulan ............................................................................................ 73 5.2 Saran .................................................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN
9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat yakni sebagai sarana komunikasi. Tanpa bahasa dapat dipastikan bahwa segala macam kegiatan berinteraksi dalam masyarakat akan lumpuh. Mengingat pentingnya bahasa dalam menjalankan segala aktivitas sehari-hari, tentu setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator (pembicara) maupun sebagai komunikan (penyimak). Peristiwaperistiwa komunikasi yang berlangsung tersebut dapat dijadikan tempat atau media untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Dengan demikian, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau maksud pembicara kepada pendengar (Nababan, 1984:66). Bahasa menjadi salah satu media yang paling penting dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulis.
Kepandaian dalam berbicara merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang disukai bahkan disegani oleh orang lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti kualitas suara, struktur bahasanya yang bagus, dan resonansi yang menyenangkan dan fleksibel yang digunakan oleh pembicara tersebut. Selain hal tersebut pemilihan kata-kata yang tepat pada waktunya dan dapat mengekspresikan idenya dengan jelas dan dengan contoh
10
menarik atau analogi yang tepat akan menimbulkan perhatian atau daya tarik untuk orang lain.
Setiap orang secara konkret memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam berbahasa (berbicara atau menulis). Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan sintaksis, dan penggunaan unsur-unsur bahasa lainnya (Chaer dan Agustina, 2010: 34).
Salah satu sarana yang digunakan menyampaikan pesan kepada orang lain adalah melalui ceramah atau pidato. Sebab Melalui ceramah ataupun pidato seseorang dapat menyampaikan gagasan, pikiran atau informasi kepada orang banyak secara lisan. Dalam pelaksanaanya antara pidato dan ceramah tidak dapat dibedakan, keduanya sama-sama menyampaikan suatu gagasan atau pesan kepada khalayak. Hanya saja yang membedakan keduanya adalah situasi, tempat, waktu (kesempatan), tema dan sumbernya. Ceramah lebih bersifat khusus untuk masalah keagamaan. Aristoteles (dalam E. Kuswandi, 2011) menyatakan bahwa baik pidato maupun ceramah keduanya merupakan seni membujuk atau mempersuasi (The Art of Persuation). Kata mempersuasi tersebut dapat diartikan menjadikan orang lain mengetahui, memahami, serta menerima maksud yang disampaikan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini kedua istilah tersebut digunakan secara bergantian atau bersamaan.
Peranan pidato atau ceramah penyajian penjelasan lisan kepada kelompok massa merupakan suatu hal yang sangat penting, baik pada waktu sekarang maupun pada waktu-waktu yang akan datang. Mereka yang mahir
11
berbicara dengan mudah dapat menguasai massa dan berhasil memasarkan gagasan mereka dengan baik sehingga mudah diterima oleh orang lain. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pembicara atau penceramah guna menyampaikan gagasannya kepada pendengar. Salah satunya adalah penggunaan aspek kebahasaan berupa campur kode (code mixing) guna meyakinkan pendengarnya mengenai gagasan yang disampaikan. Oleh karena itu, sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari banyak pembicara atau penceramah yang menggunakan dua bahasa atau lebih dalam ceramahnya. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai penggunaan campur kode dalam ceramah atau pidato. Namun dalam hal ini penulis menganalisis penggunaan campur kode yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo sebagai fokus kajiannya.
Y.M. Bhikkhu Uttamo merupakan seorang penceramah yang memiliki kemampuan yang baik dalam berceramah sehingga beliau memiliki banyak penggemar di kalanggan umat Buddha. Apabila diperhatikan dengan cermat, materi ceramah yang disampaikannya menggunakan bahasa Indonesia seharihari. Namun terkadang dicampur dengan bahasa Pali dan bahasa Inggris. Sehingga apa yang disampaikan dapat dengan mudah dimengerti oleh para pendengarnya.
Y.M. Bhikkhu Uttamo memiliki kekhasan tersendiri dalam berpidato (ceramah), baik dari segi volume suara, intonasi, gaya bahasa, dan sebagainya. Selain itu juga, beliau memiliki kemahiran dalam menggunakan bahasa
12
(retorik). Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan namanya terkenal dan banyak disegani oleh kalangan umat Buddha.
Bahasa-bahasa yang digunakan dalam berpidato tidak terkesan monoton, karena beliau memanfaatkan berbagai aspek kebahasaan. Salah satunya adalah campur kode (code mixing). Tetapi sebenarnya masih banyak aspek-aspek kebahasaan yang dimanfaatkan oleh Y.M. Bhikkhu Uttamo dalam pidato-pidatonya seperti gaya bahasa yang baik, penataan kalimat, dll. Akan tetapi dalam penelitian ini, hanya difokuskan pada penggunaan aspek kebahasaan berupa campur kode (code mixing), mengingat aspek kebahasan tersebut relatif sering ditemukan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikemukakan yaitu mengenai penggunaan campur kode yang digunakan oleh Y.M. Bhikkhu Uttamo dalam ceramah atau pidatonya. Oleh karena itu dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo? 2. Bagaimanakah jenis campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo? 3. Bagaimanakah fungsi campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo?
13
4. Faktor apakah yang menyebabkan campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo?
1.3 Tujuan Penelitian Setiap melakukan kegiatan penelitian tentu mempunyai tujuan, demikian pula halnya dengan penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. mendeskripsikan bentuk campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo; 2. mendeskripsikan jenis campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo; 3. mendeskripsikan fungsi campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo; 4. mendeskripsikan faktor penyebab campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya serta masyarakat secara keseluruhan. Tulisan ini juga sebagai bukti bahwa aspek kebahasan berupa campur kode masih relevan dengan
14
kebutuhan berbahasa (berkomunikasi) dalam masyarakat terutama dalam berceramah atau berpidato.
1.4.2
Manfaat Praktis Secara
praktis,
tulisan
ini
diharapkan
dapat
memberi
pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan campur kode (code mixing) yang dapat digunakan dalam berpidato kepada peneliti dan pembaca pada umumnya.
1.5 Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini perlu dijelaskan sebagai berikut : 1. Campur Kode (code mixing) Campur kode (code mixing) adalah penggunaan unsur-unsur bahasa, dari satu bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa yang lain. Nababan (1984:32) mengatakan campur kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain, ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Kemudian kaitannya dengan penelitian ini, peristiwa campur kode merupakan fokus kajian utama dalam penelitian ini. Sebab yang akan diteliti adalah peristiwa campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
15
2. Ceramah Ceramah atau pidato merupakan salah satu bentuk dari keterampilan berbicara. Antara ceramah dan pidato sesungguhnya memiliki makna yang sama, yakni menyampaikan gagasan di depan orang banyak. Hanya saja yang membedakan keduanya adalah, bahwa ceramah lebih identik mengenai persoalan keagaamaan, sedangkan berpidato sifatnya lebih umum. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa kata “ceramah” memiliki makna pidato yang disampaikan oleh pembicara di depan audiens (banyak orang). Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ceramah adalah penyampaian gagasan atau pikiran pembicara di depan audiens (orang banyak) yang isinya lebih ke arah masalah keagamaan. Kaitannya dengan penelitian ini, ceramah dijadikan sebagai sumber data atau objek yang diteliti. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Sehingga isi ceramahnya pun berisi persoalan tentang agama. Khususnya mengenai agama Buddha.
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan penelitian penggunaan campur kode sudah sering dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Sebagai bahan perbandingan, penelitian-penelitian tersebut memberikan arahan yang cukup berarti dalam proses penelitian ini.
Penelitian yang relevan tentang peristiwa campur kode ini antara lain dilakukan oleh Anwar (2006) dalam skripsinya yang mengkaji mengenai “Bentuk Peristiwa Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia pada Pengajian Tuan Guru Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.)”. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2006) meneliti tentang peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Tuan Guru Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.) dalam memberikan pengajian yang menggunakan dua bahasa. Penelitian tersebut menguaraikan bentuk campur kode yang dilakukan yaitu mencampur bahasa Indonesia dengan Bahasa Sasak karena jamaah pengajian pada umumnya berbahasa ibu bahasa Sasak.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kusdiratin, Nirwanto, Paridi, dan Sudika (1992) yang berjudul “Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Komunikasi Lisan di Kalangan Pegawai FKIP Universitas Mataram”. Penelitian yang dilakukan itu,
mengacu pada gejala kebahasaan. Secara
umum penelitian tersebut membahas komunikasi lisan di kalangan pegawai
17
FKIP Unram. Tentu saja komunikasi lisan yang diamati dalam penelitian tersebut tidak terlepas dari individu yang bilingual. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Rosalia (2006) tentang “Pijinitasi dalam Masyarakat Etnis Sasak di Kelurahan Ampenan Tengah”. Dalam penelitian ini Rosalia (2006) meneliti bagaimana peristiwa pijinisasi itu terjadi di wilayah Ampenan Tengah tersebut sehingga mempengaruhi masyarakat etnis Sasak yang berada disana. Istilah Pijin berarti bahasa yang tumbuh sebagai akibat hubungan antara berbagai bangsa, biasanya terbentuk pencampuran bahasa-bahasa (Alwasih, 1985: 74). Peristiwa Pijinasi yang terjadi di wilayah Ampenan Tengah tersebut merupakan perpaduan antara bahasa Indonesia, Bahasa Sasak, bahasa Arab dan bahasa Cina.
Fadjri dkk. (1992) melakukan penelitian yang berjudul “Alih Kode Pemakaian
Bahasa
Indonesia
oleh
Dosen-Dosen
FKIP
Universitas
Mataram”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang terjadinya peristiwa alih kode, serta faktor penyebabnya, khusus di kalangan dosen. Penelitian lain juga yakni, “Korelasi Antara Penguasaan Bahasa Daerah Dengan Penguasaan Bahasa Inggris Mahasiswa S1 dan D3 Bahasa Inggris FKIP Universitas Mataram”, Oleh Nurachman Hanafi dkk, (1993). Penelitian tersebut mengkaji tentang korelasi (keterkaitan) penguasaan bahasa daerah dengan penguasaan bahasa Inggris pada mahasiswa jurusan bahasa Inggris. Penelitian tersebut hanya terbatas pada tingkat korelasi penguasaan bahasa daerah dan bahasa Inggris saja tanpa menelusuri lebih jauh faktorfaktor penyebab atau indikasi dari korelasi itu sendiri. Penelitian yang
18
dilakukan Nurachman Hanafi, dkk, secara langsung memiliki keterkaitan disipliner dengan penelitian mengenai campur kode yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
Selain penelitian di atas penelitian lain yang patut untuk dikemukakan disini berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Khaerul Paridi dan Sribagus (1998) dengan judul “Interferensi Bahasa Inggris dalam Bahasa Indonesia di Daerah Pariwisata Pulau Lombok”. Penelitian yang dilakukan itu, mengacu pada gejala kebahasaan, yakni interferensi. Dalam penelitian tersebut Paridi dan Sribagus meneliti bagaimana wujud interferensi di daerah pariwisata Pulau Lombok dan faktor apa saja yang menyebabkan munculnya interferensi, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Al Idrus (2009) mengkaji tentang “Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Telaga Mas Ampenan Utara”. Dalam penelitian tersebut Al Idrus meneliti bagaimana bentuk, jenis dan fungsi campur kode dalam pemakaian bahasa Indonesia beserta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode. Kedudukan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Al Idrus (2009) dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Karena Al Idrus melakukan penelitian di lingkungan orang-orang yang memang keturunan Arab dan senantiasa hidup bersama dalam kehidupannya. Sedangkan dalam penelitian ini, yang diteliti adalah gejala bahasa berupa campur kode yang terdapat pada ceramah atau pidato.
19
Penelitian berikutnya yang relevan yakni dilakukan oleh Vika Aprilia (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Lirik Lagu Baby Don’t Cry oleh Namie Amuro” pada penelitian ini mengkaji peristiwa kebahasaan berupa alih kode dan campur kode pada sebuah lirik lagu. Adapun permasalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai jenis alih kode dan campur kode serta penggunaanya dalam lirik lagu Baby Don’t Cry. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Vika Aprilia (2009) dengan penelitian ini terletak pada objek penelitiannya. Vika melakukan penelitian pada sebuah lirik lagu sedangkan dalam penelitian ini yang diteliti berupa rekaman ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Selain itu juga dalam penelitian ini tidak hanya mengkaji mengenai jenis dan penggunaannya saja, tetapi mengenai jenis, bentuk, faktor penyebab, maksud dilakukannya campur kode.
Tidak hanya beberapa penelitian di atas yang relevan dengan penelitian ini. Berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Alih Kode dan Campur Kode Guru Kelas 2 SDN Sumberejo
II Rengen Tuban”. Dalam penelitian ini mengkaji mengenai
peristiwa kebahasaan tentang alih kode dan campur kode yang terjadi pada guru SD dalam proses belajar mengajar. Karena peneliti menemukan beberapa kode yang dipakai oleh guru tersebut dalam mengajar. Oleh karena itu dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan yang dibahas yakni mengenai jenis dan faktor penyebab alih kode dan campur kode yang terdapat pada guru SD Sumberejo II Rengen Tuban dalam pembelajaran. Lalu kedudukan dan
20
perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2005) dengan penelitian ini yakni objek kajiannya dan permasalahannya berbeda meskipun keduaanya meneliti mengenai campur kode. Dalam penelitian ini objek yang dikaji adalah ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo dan permasalah yang dikaji lebih kompleks yakni mulai bentuk, jenis, faktor penyebab dan maksud dilakukannya campur kode.
Penelitian berikutnya yakni “Campur Kode Bahasa Arab dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Majelis Taklim Al-khafi FKIP Unram”, penelitian ini dilakukan oleh Fadli Afandi (2009). Pada penelitian ini mengkaji tentang peristiwa campur kode Bahasa Arab dalam pemakaian Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh aktivis UKMF majelis Taklim Al-Khafi. Dalam penelitian tersebut mendeskripsikan bagaimana bentuk, jenis, dan fungsi campur kode dalam pemakaian bahasa Indonesia serta faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode.
Dari beberapa penelitian yang relevan di atas, dapat digambarkan bagaimana persitiwa kebahasaan khususnya mengenai campur kode itu terjadi, akan tetapi dari penelitian sebelumnya belum ada yang meneliti peristiwa campur kode yang terdapat pada ceramah seorang rohaniwan Buddhis, yang dalam penelitian ini yakni Y.M. Bhikkhu Uttamo. Menjadikan rekaman ceramah sebagai objek kajian dalam penelitian. Selain itu juga belum ada penelitian yang mengkaji tentang peristiwa campur kode yang terjadi pada bahasa Indonesia dengan Bahasa Pali (bahasa dalam kitab suci agama
21
Buddha). Tidak hanya dengan bahasa Pali tetapi juga ditemukan campur kode dengan bahasa Inggris. Penelitian ini juga akan mengkaji mengenai bentuk, jenis, fungsi, serta faktor penyebab terjadinya campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Inilah yang membedakan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian ini. Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian kali ini merupakan penelitian lanjutan atau perkembangan dari penelitianpenelitian sebelumnya.
2.2 Landasan Teori Dalam penelitian ini dibutuhkan teori-teori yang dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk mendukung penelitian ini. Adapun teori yang dibutuhkan yakni mengenai kedwibahasaan ataupun multibahasa dan peristiwa campur kode (code mixing) ataupun teori-teori lain yang relevan dengan penelitian ini.
Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan lazimnya dibagi atas bidangbidang bawahan atau cabang. Demikian pula ilmu linguistik juga lazimnya dibagi menjadi bidang bawahan yang bermacam-macam. Misalnya saja, ada linguistik antropologis, yaitu cara menyelidiki linguistik yang dimanfaatkan oleh para ahli antropologi budaya; ada juga linguistik sosiologis, atau (lebih lazim) sosiolinguistik, untuk meneliti bagaimanakah dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Akan tetapi, bidang-bidang bawahan tadi semuanya mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasarinya. Adapun bidang-bidang dalam ilmu lingustik yakni struktur kata yang disebut morfologi, struktur antar kata dalam kalimat 22
yang disebut sintaksis dan masalah makna yang disebut dengan semantik (Verhaar, 2004: 9).
Salah satu kajian ekstralinguistik adalah sosiolinguistik yang berasal dari kata sosiologi dan linguistik. Chaer (2010: 2) mengatakan sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian dapat dikatakan sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu sendiri dalam masyarakat.
Alih kode dan campur kode adalah salah satu kajian dalam sosiolinguistik. Lebih lanjut Apple (dalam Chaer dan Agustina, 2010:107) mengatakan, alih kode yaitu gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Sedangkan Thealander (dalam Chaer
dan Agustina,
2010:115) mendefinisikan campur kode sebagai peristiwa tutur yang terdapat frase-frase campuran dari frase bahasa lain yang masing-masing frase tidak mendukung fungsi sendiri-sendiri.
Alih kode biasanya digunakan secara sengaja atau secara sadar. Hal ini dikarenakan alih kode sebagian besar digunakan untuk menghormati lawan bicara dan ingin membuat percakapan tersebut menjadi lebih mendalam. Berbeda halnya dengan campur kode. Sebagian besar peristiwa campur kode
23
dilakukan seseorang secara tidak sengaja atau tidak sadar. Hal ini dikarenakan sikap kemultibahasaan orang tersebut yang membuat ia mencampur beberapa frase bahasa asing ke bahasa asli. Walaupun begitu, peristiwa campur kode juga dapat dilakukan dengan sengaja, yakni karena alasan akademis, keterbatasan istilah dalam bahasa asli dan sebagainya.
Dalam penelitian ini peristiwa kebahasaan yang akan dibahas adalah campur kode. Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2011:115) mengatakan : “Apabila didalam suatu peristiwa tutur terdapat klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa dan frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi ini adalah campur kode.” Kemudian aspek kebahasaan berupa campur kode yang digunakan oleh Y.M. Bhikkhu Uttamo dalam ceramahnya yang terdiri atas sepuluh file rekaman merupakan bagian dari ilmu-ilmu yang ada dalam linguistik. Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa salah satu peristiwa kebahasaan yang terdapat dalam ceramah oleh Y.M. Bhikkhu Uttamo adalah peristiwa campur kode (code mixing).
2.2.1
Kedwibahasaan Istilah kedwibahasaan oleh para ahli bahasa, dianggap mengandung pengertian yang relatif, oleh karena batasan seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbitrer dan hampir tidak dapat ditentukan secara pasti. (Anwar, 2006 : 11).
24
Bloomfield (1995: 54) menegaskan, penguasaan bahasa asing yang baik, tidak disertai kehilangan bahasa ibu, akan menghasilkan bilingualisme atau kedwibahasaan. Penguasaan dua bahasa seperti penutur asli, Bloomfield (1995 : 54) menganggap kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur (native like control of two language). Pendapat ini menurut persyaratan bahwa setiap bahasa dapat dipergunakan dalam setiap keadaan dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penggunaan oleh penutur asli dari setiap bahasa itu. Kedwibahasaan seperti yang dirumuskan oleh Bloomfield ini, oleh Halliday (dalam Fishman, 1964: 141) disebut dengan istilah Amblingualism.
Dalam perkembanganya, menurut Suwito (dalam Anwar, 2006 : 12). Pengertian kedwibahasaan seperti ini, kurang dapat diterima oleh para ahli bahasa lain yang muncul sesudah mereka, oleh karena untuk menentukan sejauh mana seseorang penutur menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya, tidak mempunyai dasar sehingga sukar diukur. Oleh sebab itu, pengertian Native Like Control Of Two Language ini hanya dapat dipandang sebagai salah satu jenis kedwibahasaan.
Adapun batas kedwibahasaan menurut Wenrich (dalam Anwar, 2006: 12), adalah peristiwa pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang penutur atau kebiasaan menggunakan dua
25
bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain (Nababan, 1984 : 27), sedangkan kemampuan atau kesanggupan seseorang memakai dua bahasa disebut dwibahasawan atau bilingual.
Pengertian kedwibahasaan yang diberikan pada dua definisi di atas, tidak mempersyaratkan pengetahuan yang sama tentang dua bahasa atau lebih yang diketahui oleh dwibahasawan. Menurut Hangen, seorang dwibahasawan, tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, cukuplah dia tahu bahasa saja (knowledge two language), atau mengetahui secara pasif dua bahasa (a complate passive bilingualism, understanding without speaking agen dalam Suwito, 1985:
41).
Batas
terendah
untuk
menyebutkan
seseorang
dwibahasawan adalah kesanggupan memproduksikan tuturan yang bermakna lengkap (to produce complete heaningful utterances in other language).
Berkenaan dengan ini, Machey (1968) dalam Suwito (1985 : 55), membagi adanya tingkat kedwibahasawan yang dimaksud untuk membedakan tingkat kemampuan seseorang dalam penguasaan bahasa kedua. Tingkat-tingkat kemampuan demikian dapat dilihat dari penguasaan penutur terhadap segi gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat ketercapaian bahasanya, yaitu mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Makin banyak unsur tersebut dikuasai oleh seorang penutur, makin tinggi tingkat
26
penguasaannya, sebaliknya, makin sedikit penguasaan terhadap unsurunsur itu, makin rendah pula tingkat kedwibahasaannya.
Lebih lanjut lagi berbicara mengenai kedwibahasaan tidak terlepas dari yang namanya Masyarakat multibahasa. Masyarakat multibahasa muncul karena masyarakat tutur tersebut mempunyai atau menguasai lebih dari satu variasi bahasa yang berbeda-beda sehingga mereka dapat menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam kegiatan berkomunikasi. Hal tersebut bisa jadi karena dampak kemajuan zaman yang terus berkembang, sehingga ilmu pengetahuan tentang kebahasaan pun turut berkembang.
Dalam kajian sosiolinguistik terdapat beberapa pilihan-pilihan bahasa yang kemudian dibahas karena hal ini merupakan aspek terpenting yang dikaji dalam suatu ilmu kebahasaan. Lebih lanjut Sumarsono (2004:201) mengatakan ada tiga jenis pilihan bahasa yang dikenal dalam kajian sosiolinguistik, yaitu alih kode (code switching), campur kode (mixing code) dan variasi dalam bahasa yang sama (variation within the same language).
Dari ketiga jenis pilihan bahasa tersebut, dalam penelitian terbatas hanya membahas satu jenis pilihan bahasa, yaitu campur kode (mixing code). Dialek atau bahasa yang dipilih dalam suatu pembicaraan biasa disebut kode (Wardaugh dalam Chaer dan Agustina, 2010). Dalam suatu masyarakat minimal orang meguasai
27
satu kode saja. Akan tetapi, pada kenyataanya banyak orang yang menguasai banyak bahasa atau minimal dua bahasa (bilingual). Jadi, masyarakat yang multi bahasa muncul karena masyarakat tutur tersebut mempunyai atau menguasai lebih dari satu variasi bahasa yang berbeda-beda sehingga mereka dapat menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam kegiatan berkomunikasi. Dengan demikian, orang harus menentukan untuk memilih, beralih atau bercampur kode ketika berinteraksi dengan orang lain. Termasuk ketika seseorang berpidato atau ceramah.
2.2.2
Campur Kode a. Pengertian Campur Kode Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu yang menuntut pencampuran bahasa itu, disebut campur kode (Nababan, 1984 : 32). Campur kode terjadi karena ketergantungan penutur terhadap pemakaian bahasa. Lebih lanjut, Nababan juga menjelaskan ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, peristiwa campur kode
kurang mendominasi. Kalaupun terdapat campur kode
dalam keadaan demikian, itu disebabkan tidak adanya ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga
28
perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan
ingin
memamerkan
“keterpelajarannya”
atau
“kedudukannya”.
Dalam masyarakat multitingkat atau bilingual seperti halnya di masyarakat Indonesia sebagian besar mengenal dan memahami dua bahasa dalam berkomunikasi, sering kita jumpai orang mengganti bahasa atau ragam bahasanya sehingga hal ini menjadi suatu kebiasaan dalam berkomunikasi.
Campur kode merupakan salah satu aspek tentang ketergantungan
bahasa
(language
dependency)
di
dalam
masyarakat multilingual, hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa yang lain (Anwar, 2006: 16). Dalam campur kode, penggunaan dua bahasa atau lebih, itu ditandai oleh : 1) masing-masing bahasa tidak lagi mendukung fungsi tersendiri melainkan mendukung satu fungsi, dan 2) fungsi masing-masing bahasa ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Dalam masyarakat multilingual, terdapat terdapat juga gejala
lain yang disebut
Alih
Kode
(code
swithcing).
29
Chaer (1994 : 69) membedakan Alih Kode (code switching) dengan Campur Kode (code mixing). Apabila di dalam alih kode fungsi konteks dan relevansi situasi merupakan ciri-ciri ketergantungan, sedangkan di dalam campur kode, ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Kalau di dalam alih kode, masing-masing unsur bahasa tetap mempertahankan fungsinya sendiri-sendiri, maka di dalam gejala campur kode, unsur-unsur bahasa yang disisipkan oleh seorang penutur (dwibahasawan) disela-sela tuturannya, tidak lagi mendukung fungsi tersendiri, melainkan unsur-unsur yang merupakan gejala campur kode tersebut mendukung satu fungsi, sehingga alih kode dibedakan dari campur kode. Alih kode terjadi karena bersebab, sedangkan campur kode terjadi tanpa alasan.
Lebih lanjut Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 115) menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode. Bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi, apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausaklausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases) dan masingmasing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendirisendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Lebih
30
lanjut Nababan (dalam Aslinda dan Leni Syafyahya, 2007: 24) menyatakan bahwa campur kode terjadi bilamana seseorang mencampurkan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa.
Contoh alih kode misalnya: Ryanto dan Adi berasal dari Sumbawa dan keduanya bercakap-cakap dengan bahasa ibunya (bahasa Sumbawa). Beberapa saat kemudian datanglah Indra orang Sasak yang tidak bisa berbahasa Sumbawa, seketika itu Ryanto dan Adi pun beralih menggunakan bahasa Indonesia sehingga terjadilah percakapan dalam bahasa Indonesia antara ketiganya. Sedangkan campur kode di dalam sebuah pembicaraan ditandai dengan adanya kata atau frase yang disisipkan pada bahasa utama, misalnya dalam bahasa Indonesia disisipkan bahasa Inggris, bahasa Pali, bahasa Arab, dan bahasa daerah. Misalnya dalam suatu diskusi terdapat seorang narasumber yang menguasai beberapa bahasa. Awalnya ia menyajikan materinya menggunakan
bahasa
Indonesia,
tetapi
di
sela-sela
penyampaiannya ada beberapa kata atau frase dalam bahasa Inggris. Inilah yang disebut dengan campur kode.
Fasold
(dalam
Chaer
dan
Agustina,
2010:
115)
menawarkan bahwa kriteria gramatika untuk campur kode dari
31
alih kode. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari suatu bahasa, berarti ia telah melakukan campur kode.
Campur kode memiliki ketergantungan yang ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi bahasa. Dalam gejala campur kode unsur-unsur bahasa yang disisipkan oleh penutur (dwibahasawan) di sela-sela tuturan yang digunakan itu tidak lagi mendukung fungsi tersendiri, melainkan unsur-unsur yang merupakan gejala campur kode tersebut mendukung suatu fungsi (Rusdiawan, dkk. dalam Fadjri, dkk, 1992: 10).
b. Bentuk Campur Kode Dalam penelitian ini, akan dibahas pula tentang bentukbentuk dari peristiwa campur kode. Adapun bentuk campur kode tersebut adalah berupa kata dasar, frase, serta klausa yang kesemuannya merupakan unsur yang terdapat dalam analisis sintaksis, yaitu analisis tentang hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau analisis tentang makna atau arti dalam bahasa (Chaer, dalam Anwar 2006 : 15).
Kata dasar adalah kata yang belum mendapat tambahan yang berupa imbuhan (afiks) yang termasuk jenis morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3)
32
adjektiva atau kata sifat, (4) adverbia atau kata keterangan (Alwi dkk, 2003: 36). Frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang (Verhaar, 2004: 291). Sedangkan menurut Alwi (2003: 312) frase adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur predikasi. Selanjutnya terdapat bentuk klausa yang merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang mengandung unsur predikasi (Alwi dkk, 2003: 312). Selanjutnya Alwi (2003 : 39) juga menjelaskan istilah klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu.
c. Jenis Campur Kode Campur kode merupakan suatu proses pencampuran dari kode bahasa yang satu dengan kode bahasa yang lain dengan disertai
tujuan
tertentu,
Soepomo
(1978) dalam Pranowo
(1996 : 13).
Campur kode dapat dibedakan menjadi dua, yakni (a) campur kode sementara dan (b) campur kode tetap. Campur kode sementara terjadi apabila pemakai bahasa sedang menyitir kalimat B2 kertika sedang ber-B1, atau sebaliknya. Campur kode tetap terjadi karena perubahan relasi antara pembicara dengan mitra
33
bicara, misalnya, mitra bicara semula sebagai teman akrab, tetapi mitra bicara itu sekarang menjadi atasan, biasanya pembicara mengganti kode bahasa yang dipakainya secara permanen, karena adanya perubahan status sosial dan relasi pribadi yang ada. Tidak hanya kedua jenis yang telah disebutkan di atas, tetapi juga terdapat jenis lain, yakni campur kode ke luar dan campur kode ke dalam.
Lebih lanjut dalam
http://anaksastra.blogspot.com/2009
/02/alih-kode-dan-campur-kode.html campur kode dibagi menjadi dua, yaitu campur kode ke luar (outer code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing). 1. Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing) Yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa asli yang bercampur dengan bahasa asing.
Contohnya bahasa Indonesia – bahasa
Inggris – bahasa Jepang, dll 2. Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing) Yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Contohnya bahasa Indonesia– bahasa Jawa–bahasa Batak– Bahasa Minang (lebih ke dialek), dll. Dalam bahasa Jepang percampuran variasi bahasa dapat berupa penggunaan katakana sebagai bahasa
34
serapan, dialek (osaka ben, kansai ben), ragam bahasa keigo ke futsu go dsb.
d. Fungsi Campur Kode Peristiwa campur kode terjadi pula karena adanya beberapa fungsi, antara lain : 1) Sebagai Perulangan Sering kali pesan dalam suatu bahasa (kode) diulangi dengan kode lain, baik secara literal atau dengan sedikit perubahan.
Perulangan
berfungsi
untuk
memberikan
penekanan pada sebuah pesan atau menjelaskan apa yang telah dikatakan. 2) Sebagai Penyisip Kalimat Campur kode dapat berfungsi sebagai penyisip kalimat atau penyempurna kalimat sehingga kalimat itu menjadi kalimat yang utuh, yang bisa berbentuk kata, frasa, atau ungkapan. Maksud utuh disini, pencampuran utuh bukan dalam hal kaidah, namun menyangkut penggabungan dua bahasa. Penyisipan kalimat di sini dimaksudkan bahwa dalam peristiwa tutur yang terjadi kalimat-kalimat yang disampaikan merupakan perpaduan antara dua bahasa atau lebih yang mengisyaratkan terjadinaya peristiwa campur kode.
35
3) Sebagai Kutipan Dalam
banyak
hal,
campur
kode
dapat
diidentifikasikan baik sebagai kutipan langsung maupun sebagai laporan seorang penutur bilingual, dalam sela-sela pembicaraannya
kadang-kadang
menggunakan
kode
(bahasa) lain yang telah dinyatakan oleh seseorang.
4) Sebagai Fungsi Spesifikasi Lawan Tutur Penutur bermaksud menyampaikan pesan dengan kode lain kepada salah satu dari beberapa kemungkinan lawan tutur yang mengerti bahasa penutur.
5) Unsur Mengkualifikasi Isi Pesan Bentuk
lain
dari
campur
kode
adalah
pengelompokkan isi-isi pesan dalam bentuk kalimat, kata kerja, kata pelengkap atau predikat dalam konstruksi bahasa lain. (Gumpers, dalam Suwito, 1985: 71).
e. Faktor-Faktor Penyebab Campur Kode Campur kode disebabkan oleh masyarakat tutur yang multilingual
yang
artinya
memiliki
kemampuan
untuk
berkomunikasi dengan menggunakan lebih dari satu bahasa. Namun, tidak seperti alih kode, campur kode tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur
36
kode digunakan biasanya tidak disadari oleh pembicara atau dengan kata lain refleks pembicara atas pengetahuan bahasa asing yang diketahuinya.
Kemudian latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sikap (attitudinal type) yakni latar belakang sikap penutur, dan kebahasaan (linguistic type) yakni latar
belakang
keterbatasan
bahasa,
sehingga
ada
alasan
identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Campur kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosiostuasional. Menurut Suwito (1985: 72), beberapa
faktor
yang biasanya merupakan penyebab terjadinya campur kode antara lain : 1) Penutur Seorang bawahan menghadap atasannya di kantor dalam situasi resmi. Pada awalnya mereka menggunakan bahasa Indonesia. Namun, karena atas kesadarannya sendiri, si bawahan ingin mengubah situasi resmi menjadi tak resmi dengan mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa
37
daerahnya. Dengan situasi tak resmi tersebut, diharapkan masalah-masalah yang sedang dibicarakan akan lebih mudah dipecahkan.
2) Lawan Tutur Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya. Di dalam masyarakat multilingual, itu berarti bahwa seorang penutur, mungkin beralih kode sebanyak kali lawan tutur yang dihadapinya. Dalam hal ini, lawan tutur dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (a) Yang berlatar belakang kebahasaan yang sama dengan penutur (b) Yang berlatar belakang kebahasaanya berlainan dengan penutur.
3) Situasi Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi formal peristiwa campur kode kurang mendominasi.
4) Kebiasaan Oleh karena seringnya dalam berceramah selalu menggunakan atau mencampurkan bahasa Pali atau lainya. Hal ini menyebabkan kebiasaan pada Y.M. Bhikkhu Uttamo untuk bercampur kode dalam setiap ceramahnya.
38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif atau disebut juga penelitian deskriptif. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini disebabkan karena data yang terkumpul dan dianalisis dipaparkan secara deskriptif.
Metode penelitian deskriptif memiliki beberapa ciri, antara lain (1) tidak mempermasalahkan benar atau salah objek yang dikaji, (2) penekanan pada gejala aktual atau pada yang terjadi pada saat penelitian dilakukan, dan (3) biasanya tidak diarahkan untuk menguji hipotesis.
Senada dengan pendapat Arikunto (2006: 194) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Dalam penelitian ini, data yang terkumpul berupa katakata dan bukan dalam bentuk angka. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan lain bahwa penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif adalah (1) penyajian hasil penelitian ini berupa penjabaran tentang objek, (2) pengumpulan data dengan latar alamiah, (3) peneliti menjadi instrument utama.
39
3.2 Data Penelitian dan Sumber Data Data penelitian ini berupa data tertulis yakni kata yang digunakan dalam berpidato oleh Y.M. Bhikkhu Uttamo. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini bersumber dari ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
3.3 Instrumen Penelitian Peneliti disebut sebagai human interest mana kala peneliti tersebut berperan sebagai sebagai instrumen’ utama. Di dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai peneliti utama. Sebagai instrumen’ tambahan atau pelengkapnya, peneliti dibantu
dengan perlengkapan laptop dan CD atau
rekaman ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
3.4 Metode Pengumpulan Data Sebagaimana dikatakan Arikunto (2006) bahwa metode penelitian adalah cara yang dilakukan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya. Oleh karena itu, keberhasilan dalam melakukan sebuah penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh metode yang digunakan.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak, karena cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2011: 92). Dalam hal ini yang disimak adalah penggunaan bahasa secara lisan yang bersumber dari ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
40
Selanjutnya untuk memperoleh data yang representatif dari metode simak ini digunakan beberapa teknik yakni sebagai berikut : 1. Teknik dasar : Teknik Sadap Teknik dasar yang digunakan pada penelitian ini meliputi teknik sadap, yaitu penyimakan dengan meyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang. Teknik sadap cara memperoleh data dengan menyadap dan menyimak penggunaan bahasa yang digunakan Y.M. Bhikkhu Uttamo dalam ceramahnya. 2. Teknik Lanjutan I : Teknik Rekam Agar data yang diperoleh lebih akurat dibutuhakn teknik rekam dengan cara merekam tuturan dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Kemudian berdasarkan hasil rekaman tersebut dilakukan transkripsi data. 3. Teknik Lanjutan II : Teknik Catat Di samping kegiatan perekaman penulis juga melakukan pencatatan. Pencatatan dilakukan langsung pada saat teknik kedua selesai digunakan dan pada saat perekaman sudah dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data.
3.5 Metode Analisis Data Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang menggambarkan suatu keadaan, hal-hal atau peristiwa
41
secara sistematis, aktual, dan akurat. Seperti yang diungkapkan oleh Djadjasudarma (1993: 8) yaitu “metode deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi, merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri.
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka analisisnya fokus pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan
data
pada
konteksnya
masing-masing
dan
sering
kali
melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka (Mahsun, 2011: 257). Lebih lanjut dalam (Moleong dan Aminudin,1990:14) Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang dengan perilaku yang dapat diamati.
Menurut Moleong (2012 :280) langkah-langkah atau proses analisis data secara umum dapat digunakan sebagai berikut : “Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari beberapa sumber, kemudian langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis ini adalah pemeriksaan keabsahan data, stelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam mengelola hasil sementara menjadi teori subtansif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.” Berdasarkan pendapat Moleong di atas dapat dispesifikan langkahlangkah yang digunakan dalam analisis data penelitian ini yakni dimulai dengan mengklasifikasikan data dan kemudian mendekripsikan data tersebut
42
sesuai dengan permasalahan yang dibahas, khususnya dalam penelitian ini mengenai peristiwa campur kode (code Mixing). Kemudian setelah itu akan disimpulkan berdasarkan hasil analisis data tersebut.
3.6 Metode Penyajian Data Penyajian hasil penelitian ini menggunakan metode informal. Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data berupa perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis (Mahsun, 2011: 224). Karena dalam penelitian ini, peneliti akan menyajikan hasil analisis data dengan menggunankan kata-kata.
Dengan menggunakan metode di atas, peneliti dapat menentukan bentuk campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Pali dan bahasa Inggris yang terjadi secara lebih praktis yakni melalui analisis sintaksi yang kemudian dilanjutkan dengan analisis semantik sehingga data yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dengan mudah dimengerti.
43
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai permasalahanpermasalahan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah penelitian ini, yakni mendeskripsikan tentang bentuk campur kode, jenis campur kode, fungsi campur kode dan faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa utama yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Keempat permasalahan tersebut akan dibahasa secara lebih rinci di bawah ini :
4.1 Bentuk Campur Kode Peristiwa campur kode terjadi karena ketergantungan penutur terhadap pemakaian bahasa. Demikian pula yang terjadi dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Beliau sering mencampurkan beberapa bahasa pada setiap ceramahnya, baik itu pencampuran berupa bahasa Pali maupun bahasa Inggris ke dalam bahasa utama yakni bahasa Indonesia.
Berdasarkan data yang ditemukan, bentuk campur kode dalam pemakaian bahasa Indonesia pada ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yaitu berupa kata, frasa, serta klausa. Berikut ini akan dijelaskan bentuk-bentuk campur kode tersebut.
44
4.1.1
Campur Kode Berupa Kata Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Berikut penulis akan menguraikan beberapa contoh bentuk campur kode yang menggunakan kata berupa nomina atau kata benda, verba atau kata kerja, dan adjektiva atau kata sifat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. A. Kata Benda (Nomina) 1. Kata sila /sila/ artinya “moralitas” Tabel 1 No.
Data
Campur Kode
1
Saudara-saudara, sesungguhnya kehidupan sebagai umat awam paling tidak harus berusaha menjalankan lima sila dalam kehidupan seharihari, karena dengan merawat sila akan timbul kebahagiaan baik dalam kehidupan saat ini maupun kehidupan berikutnya.
........Sila.......
Pembahasan : Pada tabel 1 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata dasar sila yang artinya adalah ‘moralitas’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali.
45
2. Kata caga /caga/ artinya “dermawan” Tabel 2 No.
Data
Campur Kode
2
Dipandang dari sudut lain, memberi dapat diidentifikasi sebagai sifat pribadi yang dermawan atau caga.
........caga.
Pembahasan : Pada tabel 2 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata dasar caga yang artinya adalah ‘dermawan’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 3. Kata muditta /muditta/ artinya “simpati” Tabel 3 No.
Data
Campur Kode
3
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temukan kasus ketika ada orang lain mengalami kesusahan, misalnya tetangga kita kecelakaan jatuh dari sepeda motor, ada orang yang malah tertawa melihat tetangganya mengalami musibah bahkan ia berkata tu rasain tu, gaya sekali sih lho bawa motor banyak gaya, dimana rasa mudittanya orang seperti ini.
......muditta.....
Pembahasan : Pada tabel 3 data di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan 46
berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata muditta yang artinya adalah ‘simpati’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 4. Kata dukkha /du?kha/ artinya “penderitaan” Kata sukkha /su?kha/ artinya “kebahagiaan” Tabel 4 No.
Data
Campur Kode
4
Saudara-saudara kadang-kadang Anda juga melihat di dalam Dhamma atau melihat orangorang yang mungkin kurang mempelajari Dhamma. Mengatakan bahwa Dhamma ini adalah ajaran yang pesimis, karena isinya ngomong dukkha dukkha terussss. Kenapa tidak ngomong sukha sukha terussss?.
........dukkha.... .. & ........sukha......
Pembahasan : Pada data tabel 4 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata dukkha yang artinya adalah ‘penderitaan’ dan kata sukha yang berarti ‘kebahagiaan’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 47
5. Kata moha /moha/ artinya “kebodohan” Tabel 5 Campur Kode
No.
Data
5
Kalau manusia yang bermental hewan itu lebih menonjol mohanya, keodohan batin yang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar.
........mohanya. .....
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 5 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata moha yang artinya adalah ‘kebodohan’. Sedangkan yang lainnya merupakan kata-kata berbahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 6. Kata tanha /tanha/ artinya “nafsu keinginan” Tabel 6 No. 6
Data Penyebab dari penderitaan keinginan, tanha itu sendiri .
adalah
nafsu
Campur Kode ........tanha......
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 6 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata tanha yang artinya adalah ‘nafsu
48
keinginan’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 7. Kata avijja /awijja/ artinya “kebodohan batin” Tabel 7 Campur Kode
No.
Data
7
Jangan jadikan karena Avijja penyebab Anda melakukan perbuatan buruk, tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.
........avijja......
Pembahasan : Pada tabel 7 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan sebuah kata berbahasa Pali yakni berupa kata avijja yang artinya adalah ‘kebodohan
batin’.
Sedangkan
kata-kata
yang
lainnya
merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 8. Kata problem /problem/ artinya “masalah” Tabel 8 No. 8
Data Jadi anda boleh sukses, anda boleh kaya, tidak ada problem wajar sekali bekerja mencari kekayaan adalah wajar.
Campur Kode ........problem.... ..
49
Pembahasan : Pada tabel 8 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Inggris yakni berupa kata dasar problem yang artinya adalah ‘masalah’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. 9. Kata action /aeksyen/ artinya “gaya atau aksi” Tabel 9 No.
9
Data Di dalam mobil disetel musik kemudian langsung begini (Bhikkhu Uttamo memeragakan sebuah ekspresi tertentu) itu juga lemah mental kita, cuma gayanya yang kuat, tidak perlulah action di dalam mobil.
Campur Kode ........action......
Pembahasan : Pada tabel 9 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Inggris yakni berupa kata dasar action yang artinya adalah ‘gaya’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.
50
10. Kata ending /endiɳ/ artinya “akhir” Tabel 10 No.
20
Data Karena memang jadi Bhikkhu kan pelayanan sosial, orang yang stress sama mertua. yah cerita mertua yang stress sama menantu, yah cerita anak stress sama orang tua, yah cerita orang tua stress punya anak juga cerita, nah endingnya jadi bhikkhu khan mencoba memberi solusi.
Campur Kode
........ending......
Pembahasan : Pada tabel 10 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Inggris yakni berupa kata dasar ending yang artinya adalah ‘akhir’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. B. Kata Kerja (Verba) 1. Kata namaskara /namaskara/ artinya “sujud” Tabel 11 No.
11
Data Seandainya ada dalam agama Buddha yang mengatakan sebelum kamu bernamaskara atau bersujud di depan patung Buddha kamu belum umat Buddha, nanti ga saya kasih pelajaran agama Buddha, saya malah ga ikut agama Buddha. Tapi justru seninya di agama Buddha ini adalah walaupun kita ga ngerti patung Buddha, walaupun kita ga ngerti upacara dhamma, tapi apabila kita mau melaksanakan dan mau berubah itu sebetulnya kita sudah Buddhis dan ini yang membuat bagi saya agama Buddha memang layak untuk menjadi jalan hidup kita.
Campur Kode
...bernamaskara ...
51
Pembahasan : Pada data tabel 11 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata
berimbuhan
bernamaskara
yang
artinya
adalah
‘bersujud’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 2. Kata dana /dana/ artinya “memberi” Tabel 12 No.
12
Data Sebagai contoh praktek dana akan mengikis kencedrungan kita terhadap keserakahan. Oleh karena itu, belajarlah untuk terbiasa melepas atau memberi kepada orang lain, pada lingkungan kita.
Campur Kode ........dana......
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 12 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata dana yang artinya adalah ‘memberi’. Sedangkan
kata-kata
yang
lainnya
merupakan
bahasa
Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah
52
di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 3. Kata kataññu /katanyu/ “bersyukur” Tabel 13 No.
Data Hidup tanpa katannu adalah hidup tanpa keceriaan.
13
Campur Kode ........katannu......
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 13 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata katannu yang artinya adalah ‘bersyukur’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali.
C. Kata Sifat (Adjektiva) 1. Kata lobha /lobha/ artinya “serakah” Tabel 14 No.
Data
Campur Kode
14
Nah...berdana memiliki nilai yang luar biasa pentingnya dalam skema Buddhis untuk pemurnian mental, karena berdana merupakan senjata yang ampuh untuk melawan yang namanya lobha.
..........lobha
53
Pembahasan : Pada data tabel 14 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata lobha yang artinya adalah ‘serakah’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 2. Kata hiri /hiri/ artinya “malu” Arti yang dipahami oleh komunitas Buddhis adalah malu berbuat jahat. Tabel 15 No.
15
Data Tanamkan dalam diri masing-masing rasa Hiri itu saudara, rasa malu berbuat jahat. Mengapa kalau nonton berita TV sudah menjadi kebiasaan mendengar berita ada pembunuhan, ada pencurian, dan sebainya. Banyak korupsi dan lain-lain. Itu semua karena sudah tidak rasa malu berbuat jahat tersebut. Inilah harta batin yang pertama.
Campur Kode
........hiri......
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 15 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata hiri yang artinya adalah ‘malu’. Tetapi arti yang dipahami oleh umat Buddha adalah malu berbuat
54
jahat. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 3. Kata metta /mEtta/ artinya “cinta kasih” Tabel 16 No.
16
Data Mereka yang mempunyai mental dewa, walaupun fisiknya sebagai manusia. Merasa malu berbuat jahat, takut akan akibat perbuatan jahatnya, mengembangkan metta kepada semua mahluk, mengharapkan semuanya berbahagia.
Campur Kode ........metta......
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 16 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata metta yang artinya adalah ‘cinta kasih’. Sedangkan
kata-kata
yang
lainnya
merupakan
bahasa
Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali.
4. Kata otappa /otappa/ artinya “takut” Arti yang dipahami oleh komunitas Buddhis adala takut akan akbiat perbuatan jahat.
55
Tabel 17 No.
Data
17
Kalau kita sudah punya harta batin, maka kita akan tahu bagaimana caranya mencari pekerjaan yang sesuai dengan Dhamma sehingga kita mendapat kekayaan juga sesuai Dhamma karena ada rasa malu, itu nomor satu. Kalau kita sudah punya rasa malu berbuat jahat, kita tingkatkan yang kedua yaitu otappa, rasa takut, takut akan akibat perbuatan jahat kita.
Campur Kode
........otappa......
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 17 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata otappa yang artinya adalah ‘takut’. Tetapi kalangan umat Buddha memahami makna kata tersebut menjadi “rasa takut akan perbuatan jahat”. Sedangkan katakata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali.
5. Kata pañña /panya/ artinya “kebijaksanaan” Tabel 18 No.
18
Data Terkadang kita harus menggunakan kebijaksanaan dalam menentukan mana yang menjadi keinginan dan mana yang menjadi kebutuhan. Sehingga akhirnya menganggap kebutuhan sebagai kebutuhan. Bukan kebutuhan dijadikan keinginan. Dan menganggap keinginan sebagai keinginan. Dan tahu kebutuhanlah yang harus dipenuhi
Campur Kode
........pañña......
56
terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahann dikemudian hari. Jadi gunakanlah kebijaksanaan anda, dan kembangkanlah pañña tersebut dalam kehidupan.
Pembahasan : Pada data yang terdapat pada tabel 18 di atas, terlihat terjadinya proses pembentukan campur kode (code mixing) dengan ditandai adanya penyisipan berwujud kata berbahasa Pali
yakni
berupa
kata
pañña
yang
artinya
adalah
‘kebijaksanaan’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali.
6. Kata anicca /anicca/ artinya “tidak kekal” Tabel 19 No.
19
Data Saudara-saudara,,,Anda tahu bahwa segala sesuatu yang terkondisi itu bersifat anicca, makanya janganlah terlelalu melekat dengan apa yang anda miliki karena pasti semua itu akan berubah.
Campur Kode ........anicca......
Pembahasan : Pada tabel 19 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Pali yakni berupa kata dasar anicca yang artinya adalah ‘tidak kekal’. Sedangkan kata-kata yang lainnya
57
merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali. 7. Kata happy /haepi/ artinya “bahagia atau senang” Tabel 20 No. 20
Data Bhikkhu kontrak aja ga’ bisa. Tapi khan hidupnya happy, karena ini yang disebut cukup dalam Dhamma.
Campur Kode ........happy......
Pembahasan : Pada tabel 20 data di atas terdapat proses pembentukan campur kode dilakukan dengan menyisipkan sebuah kata berbahasa Inggris. Campur kode tersebut berupa kata happy yang artinya ‘bahagia’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. 8. Kata enjoy /Enjoi/ artinya “menikmati” Tabel 21 No. 21
Data Menggunakan kesadaran itulah kita bermeditasi, tidak hanya enjoy dengan keheningan, kenyamana, ketenangan.
Campur Kode ........enjoy......
58
Pembahasan : Pada tabel 21 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Inggris yakni berupa kata dasar enjoy yang artinya adalah ‘menikmati’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. 9. Kata wisdom /wisdem/ artinya “kebijaksanaan” Tabel 22 No. 22
Data Dengan wisdom kita menyadari bahwa pusing ada sebabnya, sesuatu apakah karena ada pikiran, kurang tdur, kecapekan, maka barulah rasa pusing bisa diatasi.
Campur Kode ........wisdom.... ..
Pembahasan : Pada tabel 22 data di atas, terdapat proses pembentukan campur kode yang dilakukan dengan penyisipan berwujud kata berbahasa Inggris yakni berupa kata dasar wisdom yang artinya adalah ‘kebijaksanaan’. Sedangkan kata-kata yang lainnya merupakan bahasa Indonesia. Jadi dapat dikatakan bahwa pada kutipan ceramah di atas terdapat peristiwa campur kode, yakni pencampuran dua bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.
59
Dari beberapa contoh campur kode kode di atas, dapat dilihat adanya pengaruh penggunaan bahasa asing yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris pada ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Maka dari itu, peristiwa tutur yang terjadi dapat dikualifikasikan ke dalam peristiwa campur kode, karena terjadi pencampuran antara kode bahasa Indonesia dengan bahasa Pali dan bahasa Inggris.
4.1.2
Campur Kode Berupa Frasa Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Menurut Alwi (2003: 312) Frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur prediksi. Adapun beberapa contoh campur kode berupa frasa dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo akan diuraikan di bawah ini : 1. Dhamma sakacca /dhamma sakacca/ artinya “diskusi dhamma” Tabel 23 No. 23
Data Ada yang memang bertujuan untuk mendengarkan atau menikuti dhamma sakacca dengan baik.
Campur Kode ........dhamma sakacca......
Pembahasan : Pada tabel 23 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali yakni frasa dhamma sakacca yang berarti ‘diskusi dhamma’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa
60
karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata dhamma dan sakacca ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia.
2. Dhamma savana /dhamma sawana/ artinya “dengar dhamma” Tabel 24 No. 24
Data Ada juga yang datang ke tempat ini dengan tujuan ya ikut dhamma savana lah, tetapi ada juga yang bertujuan hanya datang numpang Ac di hotel ini, misalnya begitu.
Campur Kode ........dhamma savana......
Pembahasan : Pada tabel 24 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali yakni frasa dhamma savana yang berarti ‘dengar dhamma’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata dhamma dan savana ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia.
3. Kamma vipaka /kamma wipaka/ artinya “akibat perbuatan” Tabel 25 No. 25
Data Di dalam dhamma akibat dari perbuatan itu disebut kamma vipaka entah itu berakibat baik atau buruk, semua itu akibat dari perbuatan kita.
Campur Kode ........kamma vipaka......
61
Pembahasan : Pada tabel 25 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali yakni frasa kamma vipaka yang berarti ‘akibat perbuatan’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata kamma dan vipaka ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia. 4. Kalyana mitta /kalyana mitta/ artinya “sahabat sejati” Tabel 26 No.
26
Data Teman itu banyak tipenya, sahabat itu banya jenisnya tetapi yang namanya teman sejati adalah teman yang selalu senang tiasa di samping kita dikala kita bahagia ataupun susah nah ini yang namanya kalyana mitta itu saudara.
Campur Kode ........kalyana mitta......
Pembahasan : Pada tabel 26 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali yakni frasa kalyana mitta yang berarti ‘sahabat sejati’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata kalyana dan mitta ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia.
62
5. Miccha ditthi /miccha ditthi/ artinya “pandangan keliru” Tabel 27 No. 27
Data Sering kali orang bertanya apakah yang dimaksud dengan pandangan keliru atau miccha ditthi di dalam ajaran agama Buddha.
Campur Kode ........miccha ditthi......
Pembahasan : Pada tabel 27 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali yakni frasa miccha ditthi yang berarti ‘pandangan keliru’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata miccha dan ditthi ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia. 6. Panca sila /panca sila/ artinya “lima sila” Tabel 28 No.
28
Data Hari Minggu menjalankan panca sila Buddhis, hari lain marilah kita banayakbanyak pesan kepiting rebus karena ini bukan hari kebaktian, jadi langsung tunjuk kepiting berangkat. Dengan saya tunjuk siapa tahu kepiting lahir di surga, siapa tahu. Sayangnya ga ada yang tahu dan endingnya kepiting malah masuk neraka ini khan kamma buruk.
Campur Kode
........panca sila......
Pembahasan : Pada tabel 28 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali
63
yakni frasa panca sila yang berarti ‘lima sila’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata panca dan sila ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia. 7. Atta sila /atta sila/ artinya “delapan sila” Tabel 29 No. 29
Data Tapi dengan sebulan penghayatan dhamma ini, anda tidak melakukan itu, apalagi dalam atta sila. Atta sila itu delapan sila lho jadi jangan nontol tukul dan sebaginya.
Campur Kode ........atta sila......
Pembahasan : Pada tabel 29 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Pali yakni frasa atta sila yang berarti ‘delapan sila’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata atta dan sila ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia. 8. Self promotion /self promsyen/ artinya “promosi diri” Tabel 30 No.
30
Data Banyak cewek mengatakan lho bhante saya sudah nunggu pacar saya, koq ga bisa datangdatang juga? Nunggunya di kamar teruss bagaimana? Khan harus ada self promotion donk, promosi diri.
Campur Kode ........ self promotion......
64
Pembahasan : Pada tabel 30 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Inggris yakni frasa self promotion yang berarti ‘promosi diri’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata self dan promotion ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia. 9. All size /ol siz/ artinya “semua ukuran” All Sex /ol seks/ artinya “semua jenis kelamin” Tabel 31 No.
31
Data Nah ini yang lebih saya tekankan, kenapa kita memilih agama Buddha? Karena agama Buddha bisa digunakan oleh siapapun juga, itu kalau pakaian yang all size, all sex lah. Siapa aja bisa pakai.
Campur Kode ........ all size Dan All sex......
Pembahasan : Pada tabel 31 data di atas termasuk ke dalam proses pembentukan campur kode yang berbentuk frasa. Campur kode yang terdapat pada kalimat di atas yaitu dalam frasa bahasa Inggris yakni frasa all size yang berarti ‘semua ukuran’ dan frasa all sex yang berarti ‘semua jenis kelamin’. Dikatakan ke dalam proses penyisipan yang berwujud frasa karena yang disisipkan merupakan kelompok kata yang terdiri dari dua kata, yaitu kata
65
all dan size kemudian kata all dan sex ke dalam struktur bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia.
Dari contoh frasa di atas, dapat dilihat bahwa dalam peristiwa campur kode yang terjadi dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo terdapat juga bentuk frasa dalam bahasa Pali dan bahasa Inggris yang dipadukan dengan kata dalam bahasa Indonesia sehingga membentuk suatu kalimat tidak baku yang sering dipakai dalam peristiwa tutur disana.
4.1.3
Campur Kode Berupa Klausa Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang mengandung unsur predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu (lihat Alwi 2003). Dari peristiwa campur kode dalam pemakaian bahasa Indonesia pada ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo ini, terdapat pula beberapa contoh campur kode dalam bentuk klausa, antara lain : 1. Silena bhogasampada /silena bogasampada/ artinya “mendapatkan kekayaan lahir dan batin di dunia” Tabel 32 No. 32
Data Kalau di dalam tuntunan sila itu akan disebut silena bhogasampada, ya kecukupan di dalam kehidupan sehari-hari.
Campur Kode ........ silena bhogasampada......
66
Pembahasan : Pada tabel 32 data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “silena bhogasampada” yang artinya mendapatkan kekayaan lahir dan batin di dunia. Klausa tersebut merupakan klausa keterangan, yakni klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi meluaskan atau mematasi makna subjek atau makna predikat. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. 2. Silena sugatiṁ yanti /silena sugatiɳ yanti/ artinya tercapai alam bahagia.” Tabel 33 No.
33
Data Kalau di dalam tradisi Buddhis kita ini, kita bisa selalu mengikuti tujuan yang kedua memberikan yang terbaik, maka kita akan tercapai tujuan yang kedua silena sugatiṁ yanti. Tercapailah alam kebahagiaan kerena di alam surga setelah kehidupan ini bukan di capai dengan mendapat tetapi dengan memberi.
Campur Kode
........ silena sugatiṁ yanti......
Pemahasan : Pada tabel 33 data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “silena sugatiṁ yanti” yang artinya tercapai alam bahagia. Klausa tersebut merupakan klausa
67
keterangan, yakni klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi meluaskan atau mematasi makna subjek atau makna predikat. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. 3. Silena nibbutiṁ yanti /silena nibutiɳ yanti/ artinya “tercapai padamnya kekotoran batin” Tabel 34 No. 34
Data Setelah tujuan yang pertama dan kedua tercapai maka selanjutnya tujuan yang ketiga yakni silena nibutiṁ yanti.
Campur Kode ........ silena nibutiṁ yanti
Pembahasan : Pada tabel 34 data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “silena nibutiṁ yanti” yang artinya tercapai padamnya kekotoran batin. Klausa tersebut merupakan klausa keterangan, yakni klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi meluaskan atau membatasi makna subjek atau makna predikat. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa.
4. Sabbe satta bhavantu sukhitatta /sabbE satta bhawantu sukhitatta/ artinya “semoga semua mahluk berbahagia”
68
Tabel 35 No.
Data Semoga dengan tiga tujuan ini, anda sekarang bisa jadi jelas arah kemana dhamma dalam kehidupan anda. Semoga anda berbahagia di dalam dhamma, semoga semua mahluk baik yang tampak maupun tidak tampak memperoleh kebaikan dan kebahagian sesuai dengan kondisi kammanya masing-masing, sabbe satta bhavantu sukkhitatta.
35
Campur Kode
........ sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Pembahasan : Pada tabel 35 data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “sabbe satta bhavantu sukhitatta” yang artinya semoga semua mahluk hidup berbahagia. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa.
5. Kiccho
manussapatilabho
/kiccho
manussapatilabo/
artinya
“sungguh sulit dapat terlahir sebagai manusia” Tabel 36 No.
36
Data Hidup itu di dalam persaingan. Coba anda lahir, jadi bayi. Itu anda sudah memenangkan persaingan, melawan beberapa ratus juta, dua ratus juta. Sperma itu disemprotkan sekali semprot dua ratus juta sperma yang bergerak mencari satu sel telur. Itu sudah ndak gampang. Saudara atau calon dalam tanda petik calon saudara kembar anda yang 200 juta itu anda sikuti semua untuk anda bisa lahir. Ndak gampang ini, karena itu di dalam dhamma dikatakan kiccho manussapatilabho, lahir sebagai manusia susah.
Campur Kode
........ kiccho manussapatilabho ......
69
Pembahasan : Pada tabel (36) data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “kiccho manussapatilabho” yang artinya sungguh sulit dapat terlahir sebagai manusia. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. 6. Kicchaṁ maccana jivitaṁ /kicchaɳ maccana jiwitaɳ/ artinya “sungguh sulit hidup sebagai manusia” Tabel 37 No.
37
Data Tetapi dunia tidak seperti itu, bukan hanya mencapai tujuan hidup ini yang harus melalui banya penderitaan tetapi hidup sebagai manusia juga susah, dan di dalam dhamma dikatakan kicchaṁ maccana jivitaṁ.
Campur Kode ........ kicchaṁ maccana jivitaṁ
Penjelasan : Pada tabel (37) data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “kicchaṁ maccana jivitaṁ” yang artinya sungguh sulit hidup sebagai manusia. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa.
7. Kicchaṁ
saddhammasavanaṁ
/kicchaɳ
saddhammasawanaɳ/
artinya “sungguh sulit untuk mendengarkan ajaran benar”
70
Tabel 38 No.
38
Data Lahirnya susah, harus memenangkan persaingan, hidup sebagai manusia juga susah. Tapi untungnya dalam dhamma ada kicchaṁ saddhammasavanaṁ. Sulit juga mendengar dhamma tapi anda sudah mulai dengar dikitdikit.
Campur Kode ........ kicchaṁ saddhammasavan aṁ
Pembahasan : Pada tabel (38) data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Pali yakni “kicchaṁ saddhammasavanaṁ” yang artinya sungguh sulit untuk dapat mendengarkan ajaran benar. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. 8. Kiccho buddhanaṁuppado /kiccho buddhanaɳuppado/ artinya “sungguh sulit munculnya buddha” Tabel 39 No.
39
Data Nah...kiccho buddhanaṁuppado, lahir seorang buddha juga susah. Kita sekarang sudah melewati empat hal ini, sudah terlahir sebagai manusia, sudah hidup sebagai manusia, sudah mendengar dhamma, sudah mengenal sang Buddha. Nah tinggal kita jalani di dalam kehidupan.
Campur Kode ........ kiccho buddhanaṁuppado. ........
Pembahasan : Pada tabel (39) data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa
71
dalam bahasa Pali yakni “kiccho buddhanaṁuppado” yang artinya sungguh sulit munculnya Buddha. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. 9. Anakula ca kammanta ettaṁmaṅgalamuttamaṁ /anakula ca kammanta ettaɳmanggalamuttamaɳ/ artinya “bekerja dengan sungguh-sungguh itulah berkah utama” Tabel 40 No.
40
Data Kekayaan batin dan kekayaan materi bisa anda dapatkan, bahkah ini akan mendukung apa yang kita baca di dalam manggala sutta yakni Anakula ca kammanta ettaṁmaṅgalamuttamaṁ, bekerja dengan sungguh-sungguh adalah berkah utama.
Campur Kode ........ Anakula ca kammanta ettaṁmaṅgalamuttam aṁ.........
Pembahasan : Pada tabel (40) data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam
bahasa
Pali
yakni
“Anakula
ca
kammanta
ettaṁmaṅgalamuttamaṁ” yang artinya bekerja dengan sungguhsungguh itulah berkah utama. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. 10. Say hello /sai helou/ artinya “katakan halo” Tabel 41 No. 41
Data Ya..kalau ketemu ya say hello aja. Jadi ketemu muka sama ketemu muka, selesai. Tapi aku sibuk, selesai.
Campur Kode ........ say hello........
72
Pembahasan : Pada tabel (41) data di atas termasuk pembentukan campur kode dengan memasukkan bagian kalimat yang lebih kompleks yaitu berupa klausa. Klausa pada tabel di atas merupakan klausa dalam bahasa Inggris yakni “say hello” yang artinya katakan halo. Klausa tersebut merupakan klausa keterangan, yakni klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi meluaskan atau mematasi makna subjek atau makna predikat. Jadi campur kode pada tabel data diatas merupakan campur kode berbentuk klausa. Dari contoh klausa di atas, dapat dilihat peristiwa campur kode yang terjadi dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yang berbentuk klausa.
4.2 Jenis Campur Kode Campur kode dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) campur kode ke luar (outer code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing). Berikut akan dijelaskan kedua jenis campur kode tersebut. 4.2.1
Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing) Campur kode ke luar (outer code-mixing) yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa asli yang bercampur dengan bahasa asing. Misalnya bahasa Indonesia – bahasa Inggris – bahasa Jepang, dll. Adapun contohnya dapat dilihat di bawah ini:
73
1) “Saudara-saudara, sesungguhnya kehidupan sebagai umat awam paling tidak harus berusaha menjalankan lima sila dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan merawat sila akan timbul kebahagiaan baik dalam kehidupan saat ini maupun kehidupan berikutnya.” Sila artinya ‘moralitas’ (bahasa Pali) 2) “Bhikkhu kontrak aja ga’ bisa. Tapi khan hidupnya happy, karena ini yang disebut cukup dalam Dhamma.” Happy artinya “senang atau bahagia” (bahasa Inggris) 3) “Sering kali orang bertanya apakah yang dimaksud dengan pandangan keliru atau miccha ditthi di dalam ajaran agama Buddha.” Miccha ditthi artinya “pandangan keliru” (bahasa Pali) 4) “Nah ini yang lebih saya tekankan, kenapa kita memilih agama Buddha? Karena agama Buddha bisa digunakan oleh siapapun juga, itu kalau pakaian yang all size, all sex lah. Siapa aja bisa pakai.” All size artinya ‘semua ukuran’ dan all sex artinya ‘semua jenis kelamin. (bahasa Inggris) 5) “Kalau di dalam tuntunan sila itu akan disebut silena bhogasampada, ya kecukupan di dalam kehidupan seharihari.” Silena bhogasampada artinya ‘mendapatkan kekayaan lahir dan batin di dunia”. Dari beberapa contoh di atas, dapat dilihat bahwa terdapat penggunaan tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia – bahasa Pali, bahasa Indonesia – bahasa Inggris dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Hal ini dapat dikualifikasikan dalam jenis campur kode ke luar (outer code-mixing), karena dalam peristiwa campur kode tesebut Y.M. Bhikkhu Uttamo mencampurkan bahasa Indonesia
74
sebagai bahasa utama dengan bahasa asing, yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris. 4.2.2
Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing) Campur kode ke dalam (inner code-mixing) yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Contohnya bahasa Indonesia – bahasa Jawa – bahasa Batak – bahasa Sasak (lebih ke dialek), dll. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis tidak menemukan data yang tergolong ke dalam jenis campur kode ke dalam, karena semua data yang ditemukan merupakan jenis campur kode ke luar.
4.3 Fungsi Campur Kode Berdasarkan data yang diperoleh, dalam peristiwa campur kode yang terjadi dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo memiliki beberapa fungsi dalam pemakaiannya, yaitu : a. Campur kode sebagai perulangan Contoh : 1) “Dipandang dari sudut lain, memberi dapat diidentifikasi sebagai sifat pribadi yang dermawan atau caga.” Caga artinya ‘dermawan’ 2) “Tanamkan dalam diri masing-masing rasa Hiri itu saudara, rasa malu berbuat jahat. Mengapa kalau nonton berita TV sudah menjadi kebiasaan mendengar berita ada pembunuhan, ada pencurian, dan sebainya. Banyak korupsi dan lain-lain. Itu semua karena sudah
75
tidak rasa malu berbuat jahat tersebut. Inilah harta batin yang pertama.” Hiri artinya ‘malu berbuat jahat’ 3) “Penyebab dari penderitaan adalah nafsu keinginan, tanha itu sendiri” . Tanha artinya ‘ nafsu keinginan’ 4) “Banyak cewek mengatakan lho bhante saya sudah nunggu pacar saya, koq ga bisa datang-datang juga? Nunggunya di kamar teruss bagaimana? Khan harus ada self promotion donk, promosi diri.” Self promotion artinya ‘promosi diri’ 5) “Teman itu banyak tipenya, sahabat itu banya jenisnya tetapi yang namanya teman sejati adalah teman yang selalu senang tiasa di samping kita dikala kita bahagia ataupun susah nah ini yang namanya kalyana mitta itu saudara.” Kalyana mitta artinya ‘sahabat sejati’ 6) “Kalau di dalam tradisi Buddhis kita ini, kita bisa selalu mengikuti tujuan yang kedua memberikan yang terbaik, maka kita akan tercapai tujuan yang kedua silena sugatiṁ yanti. Tercapailah alam kebahagiaan kerena di alam surga setelah kehidupan ini bukan di capai dengan mendapat tetapi dengan memberi.” Silena sugatiṁ yanti artinya ‘tercapai alam bahagia’ Dari beberapa contoh di atas terdapat fungsi campur kode sebaggai perulangan, yaitu pada kutipan (1) pengulangan terjadi pada makna kata dermawan oleh bentuk yang dicampur kode yaitu kata caga yang juga berarti ‘dermawan’. Pada kutipan (2) penguangan yang terjadi pada makna kata malu oleh bentuk yang dicampur kode yaitu kata hiri yang juga berarti ‘malu’. Akan tetapi dalam hal ini komunitas buddhis mengartikan kata hiri tersebut menjadi ‘malu berbuat jahat’.
76
Pada kutipan (3) pengulangan makna kata nafsu keinginan yang merupakan istilah oleh bentuk yang dicampur kode yaitu kata tanha yang juga berarti ‘nafsu keinginan’. Begitu pula halnya pada kutipan (4), (5), dan (6) berfungsi perulangan dengan tujuan untuk mempertegas kembali apa yang telah disebutkan.
b. Campur kode sebagai penyisip kalimat Contoh : 1) “Saudara-saudara, sesungguhnya kehidupan sebagai umat awam paling tidak harus berusaha menjalankan lima sila dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan merawat sila akan timbul kebahagiaan baik dalam kehidupan saat ini maupun kehidupan berikutnya.” Sila artinya ‘moralitas’ 2) “Nah...berdana memiliki nilai yang luar biasa pentingnya dalam skema Buddhis untuk pemurnian mental, karena berdana merupakan senjata yang ampuh untuk melawan yang namanya lobha.” Lobha artinya ‘serakah’ 3) “Hari Minggu menjalankan panca sila Buddhis, hari lain marilah kita banayak-banyak pesan kepiting rebus karena ini bukan hari kebaktian, jadi langsung tunjuk kepiting berangkat. Dengan saya tunjuk siapa tahu kepiting lahir di surga, siapa tahu. Sayangnya ga ada yang tahu dan endingnya kepiting malah masuk neraka ini khan kamma buruk.” Panca sila artinya ‘lima sila’ 4) “Nah ini yang lebih saya tekankan, kenapa kita memilih agama Buddha? Karena agama Buddha bisa digunakan oleh siapapun juga, itu kalau pakaian yang all size, all sex lah. Siapa aja bisa pakai.” All size berarti ‘semua ukuran’ dan all sex berarti ‘semua jenis kelamin’. 5) Setelah tujuan yang pertama dan kedua tercapai maka selanjutnya tujuan yang ketiga yakni silena nibbutiṁ yanti.
77
Silena nibbutiṁ yanti artinya ‘tercapai padamnya kekotoran batin’ Dari beberapa contoh di atas, terdapat fungsi campur kode sebagai penyisip kalimat atau penyempurna kalimat sehingga kalimat itu menjadi kalimat yang utuh. Seperti yang terlihat pada kutipan (1) kata sila merupakan penyisip pada kutipan ceramah tersebut. Selanjutnya pada kutipan (2) kata lobha merupakan penyisip pada kutipan ceramah tersebut. Begitu pula yang terjadi pada kutipan (3), (4) dan (5) yakni kata-kata panca sila, all size, all sex dan silena nibbutiṁ yanti merupakn penyisip dalam kutipan ceramah tersebut.
c. Campur kode sebagai kutipan Contoh : 1) “Hidup itu di dalam persaingan. Coba anda lahir, jadi bayi. Itu anda sudah memenangkan persaingan, melawan beberapa ratus juta, dua ratus juta. Sperma itu disemprotkan sekali semprot dua ratus juta sperma yang bergerak mencari satu sel telur. Itu sudah ndak gampang. Saudara atau calon dalam tanda petik calon saudara kembar anda yang 200 juta itu anda sikuti semua untuk anda bisa lahir. Ndak gampang ini, karena itu di dalam dhamma dikatakan kiccho manussapatilabho, lahir sebagai manusia susah.” Kiccho Manussapatilabho berarti ‘sungguh sulit dapat terlahir sebagai manusia’ 2) “Tetapi dunia tidak seperti itu, bukan hanya mencapai tujuan hidup ini yang harus melalui banya penderitaan tetapi hidup sebagai manusia juga susah, dan di dalam dhamma dikatakan kicchaṁ maccana jivitaṁ.” Kicchaṁ maccana jivitaṁ berarti ‘sungguh sulit hidup sebagai manusia.
78
Dari beberapa contoh di atas terlihat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo melakukan campur kode dengan bahasa Pali yang berupa sebuah kutipan dari Dhamma.
4.4 Faktor Penyebab Campur Kode Ada beberapa faktor penyebab terjadinya campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo, antara lain sebagai berikut : a. Penutur Y.M Bhikkhu Uttamo merupakan penutur dari campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Pali dan bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan Y.M. Bhikkhu Uttamo sering menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Pali maupun kata-kata dalam bahasa Inggris dalam berceramah, sehingga terjadila peristiwa campur kode. Di samping itu, buku-buku yang kerap dibaca pun mengambil referensi dari buku-buku yang berbahasa Pali, sehingga menimbulkan campur kode dalam ceramahnya. Contoh : 1) “Mereka yang mempunyai mental dewa, walaupun fisiknya sebagai manusia. Merasa malu berbuat jahat, takut akan akibat perbuatan jahatnya, mengembangkan metta kepada semua mahluk, mengharapkan semuanya berbahagia.” 2) “Jangan jadikan karena Avijja penyebab Anda melakukan perbuatan buruk, tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.” 3) “Saya lupa karena sudah agak tua, jadi membuthkan memori baru sebenarnya diupdate”
79
Dari contoh di atas, dapat dilihat jenis peristiwa tutur yang terjadi dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo merupakan campur kode. Karena Y.M. Bhikkhu Uttamo sebagai penutur, ia senantiasa mencampurcampur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Pali dan bahasa Inggris dengan kesadarannya sendiri.
b. Kebiasaan Oleh karena seringnya Y.M. Bhikkhu Uttamo mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Pali dan bahasa Inggris, menyebabkan terjadinya kebiasaan pada beliau dalam berkomunikasi sehingga kebiasaan ini berpengaruh dalam berceramah yang dilakukan oleh Y.M. Bhikkhu Uttamo. Contoh : 1) “Saudara-saudara kadang-kadang Anda juga melihat di dalam Dhamma atau melihat orang-orang
yang mungkin kurang
mempelajari Dhamma. Mengatakan bahwa Dhamma ini adalah ajaran yang pesimis, karena isinya ngomong dukkha dukkha terussss. Kenapa tidak ngomong sukha sukha terussss?” 2) “Jadi anda boleh sukses, anda boleh kaya, tidak ada problem wajar sekali bekerja mencari kekayaan adalah wajar.” 3) “Tapi dengan sebulan penghayatan dhamma ini, anda tidak melakukan itu, apalagi dalam atta sila. Atta sila itu delapan sila lho jadi jangan nontol tukul dan sebaginya.”
80
4) “Semoga dengan tiga tujuan ini, anda sekarang bisa jadi jelas arah kemana dhamma dalam kehidupan anda. Semoga anda berbahagia di dalam dhamma, semoga semua mahluk baik yang tampak maupun tidak tampak memperoleh kebaikan dan kebahagian sesuai dengan kondisi kammanya masing-masing, sabbe satta bhavantu sukkhitatta.” Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa penutur dalam hal ini Y.M. Bhikkhu Uttamo merupakan penutur yang biasa menggunakan campur kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Pali maupun bahasa Inggris dalam setiap ceramahnya.
81
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai penggunaan campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bentuk campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yakni berupa kata, frasa serta klausa. 2. Jenis campur kode (code mixing) yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo merupakan campur kode ke luar (outer code-mixing),
karena
bahasa
yangg
dicampurkan
dalam
ceramahnya merupakan bahasa asing yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris. Sedangkan campur kode ke dalam tidak ditemukan satu pun data dalam penelitian ini. 3. Ada beberapa fungsi campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yakni sebagai perulangan, sebagai penyisip kalimat dan sebagai kutipan. 4. Faktor penyebab terjadinya campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo disebabkan oleh beberapa faktor yakni pertama, karena penutur sendiri dalam hal ini Y.M. Bhikkhu Uttamo dengan sengaja melakukan campur kode dalam ceramahnya guna meyakinkan pendengar tentang apa yang disampaikan. Selain itu juga karena Y.M. Bhikkhu Uttamo sebagai seorang rohaniawan
82
Buddhis tentu sering membaca buku-buku Dhamma yang didalamya terdapat banya istilah bahasa Pali sehingga hal ini pula penyebab dilakukannya campur kode. Kedua, karena kebiasaan penutur dalam menggunakan bahasa lain dalam ceramahnya. Hal ini dikarenakan beliau menguasai lebih dari satu bahasa, yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian pada ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo, kepada Y.M. Bhikkhu Uttamo ataupun pembaca, penulis menyetujui diterapkannya campur kode bahasa Pali ataupun bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dalam ceramahnya. Para pendengar dapat memperkaya kosakata dalam bahasa Pali ataupun bahasa Inggris. Akan tetapi pemakaian bahasa Indonesia jangan sampai diabaikan, apabila terdapat padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia, penulis menyarankan lebih baik menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang campur kode dilihat dari sudut pandang yang lain dari penelitian ini.
83
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta : Balai Pustaka. Al Idrus, Hadijah. 2009. Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Telaga Mas Ampenan Utara. Skripsi- FKIP: Universitas Mataram. Anwar, Kasyaful. 2006. Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia pada Pengajian Tuan Guru Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.). Skripsi-FKIP: Universitas Mataram. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama. Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie.2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Depdikbud. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fadli Afandi, Muhammad. 2009. Campur Kode Bahasa Arab dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Majelis TaklimAl-Khafi FKIP Unram. Skripsi- FKIP: Universitas Mataram. http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers. Moleong, Loxy L..2012. Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
84
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Gramedia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Bandung : CV. Yrama Widya. Suwito. 1985. Mengkaji Awal Sosiolinguistik Teori dan Problem. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret. Verhaar, J.W.M.. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
85
LAMPIRAN KARTU DATA PENELITIAN Kutipan Ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo
NO. 1
JUDUL CERAMAH Tujuan Hidup Dalam Agama Buddha
BENTUK CAMPUR KODE Ada
yang
memang
bertujuan
untuk
mendengarkan atau mengikuti Dhamma sakacca dengan baik Ya...Walaupun tidak tahau artinya Dhamma sakacca. Apa yaaa? Tapi ya ikut ajalah siapa tahu ada happy-happy di sana. Ada juga yang datang ke tempat ini dengan tujuan ya ikut dhamma savana lah, tetapi ada juga yang bertujuan hanya datang numpang AC di hotel ini, misalnya begitu? Saudara-saudara
kadang-kadang
Anda
juga
melihat di dalam Dhamma atau melihat orangorang
yang
mungkin
kurang
mempelajari
Dhamma. Mengatakan bahwa Dhamma ini adalah ajaran yang pesimis, karena isinya ngomong Dukkha Dukkha terusssss. Kenapa tidak ngomong Sukha Sukha terussssss. Bhikkhu kontrak aja ga bisa. Tapi khan hidupnya happy. Karena ini yang disebut cukup dalam Dhamma. Nah....berdana memiliki nilai yang luar biasa pntingnya
dalam
skema
Buddhis
untuk
pemurnian mental, karena berdana merupakan senjaa yang ampuh untuk melawan yang
86
namanya lobha Kalau di dalam tuntunan sila itu akan disebut silena bhogasampada. Ya kecukupan di dalam kehidupan sehari-hari. Saudara-saudara kalau di dalam pemberian sila para
bhikkhu
bhogasampada,
itu
biasanya
menjual
ada surga
silena dulu,
mengenalkan surga dulu, karena biasanya itu orang senang agama, mati masuk surga. Maka kita kasih silena sugatiṁ yanti, tapi kalau surga Anda
tidak
kepengin.
Okeylah
silena
bhogasampada mencapai kebahagiaan duniawi. Akhirnya silena nibutiṁ yanti. Kalau didalam tradisi Buddhis kita ini, kita bisa selalu mengikuti tujuan yang kedua memberikan yang terbaik, maka kita tercapailah tujuan yang kedua silena sugatiṁ yanti. Tercapailah alam kebahagiaan karena di alam surga setelah kehidupan ini, buka dicapai dengan mendapat tetapi dengan memberi. Mendapat itu hanya kebahagiaan duniawi, silena bhogasampada. Setelah tujuan yang pertama dan kedua tercapai maka selanjutnya adalah tujuan yang ketiga yakni silena nibutiṁ yanti Semoga dengan tiga tujuan ini, Anda sekarang bisa jelas arah kemana Dharma di dalam kehidupan anda. Semoga anda berbahagia didalam Dharma. Semoga semua mahluk baik yang tampak maupun tidak tampak memperoleh
87
kebaikan dan kebahagiaan sesuai dengan kondisi karmanya masing-masing. Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitatta. Maka didalam perkawinan beberapa kali saya sudah menawarkan kepada anda. mana yang paling happy? Tentu kita kepengin saling mencintai. Banyak cewek mengatakan lho Bhante saya sudah nunggu pacar saya, koq ga bisa datangdatang
juga?
Nunggunya
di
kamar
teruss.....Bagaimana? ya khan harus ada Self Promotion donk. Promosi diri. Ya....kalau ketemu ya say hello aja. Jadi ketemu muka sama ketemu muka, selesai. Tapi aku sibuk, selesai. Hidup itu di dalam persaingan. Coba anda lahir, jadi
bayi.
Itu
anda
sudah
memenangkan
persaingan, melawan beberapa ratus juta, dua ratus juta. Sperma itu disemprotkan, sekali semprot dua ratus juta sperma yang bergerak mencari satu sel telur. Itu sudah ndak gampak. Saudara atau calon dalam tanda petik calon saudara kembar anda yang 200 juta itu, Anda sikuti semua itu untuk anda bisa lahir. Ndak gampang ini. Karena itu di dalam Dhamma di katakan
Kiccho
Manussapatilabho.
Lahir
sebagai manusia susah. Tetapi dunia tidak seperti itu, bukan hanya mencapai tujuan hidup ini yang harus melalui banyak penderitaan tetapi hidup sebagai manusia
88
juga, dan di dalam Dhamma dikatakan Kicchaṁ maccana Jivitaṁ. Lahirnya susah, memenangkan persaingan, hidup sebagai manusia susah. Tapi untungnya dalam Dhamma ada kicchaṁ saddhammasavanaṁ. Sulit juga mendengar Dhamma tapi anda sudah mulai dengar dikit-dikit. Nah...Kiccho buddhanaṁuppado. Lahir seorang Buddha juga susah. Kita sekarang sudah melewati empat hal ini, sudah lahir sebagai manusia, sudah hidup sebagai manusia, sudah mendengar dhamma, sudah mengenal sang Buddha. Nah tinggal kita jalani di dalam kehidupan. Hilang ketamakan, hilang kebencian, hilang kegelapan batin. Happy hidupnya. Hidupnya Happy, semangat kerja meningkat tentu kesuksesan jadi ada. 2
Mengembangkan Kekayaan
Jadi anda boleh sukses, anda boleh kaya, tidak
Spiritual
ada problem. Wajar sekali, bekerja mencari kekayaan adalah wajar. Orang yang nyebrang ini di pangsen. Jangan di doain trus ditabrak. Kasihan sudah tua jalannya saja susah. Sabbe satta bhavantu sukhitata. Sabbe
satta
Tabrakkk....begitu
bhavantu dipanggil
sukhitatat. polisi
untuk
pengadilan. Knapa kamu tabrak? Lho Pak saya khan menolong dia. Daripada badannya sudah renta model sakit-sakitan gini. Kalau saya tabrak khan lahir lagi jadi bayi sehat. Ini kan karma
89
baik khan pak polisi. Langsung pak polisi ambil pukulan langsung pukul kepalannya. Lho knapa pukul? Ini khan karma baik menyadarkan kamu dari pikiran salah. Di
dalam
mobil
disetel
musik
kemudian
langsung begini. Itu juga lemah mental kita, cuma gayanya yang kuat. Tidak perlulah action di mobil. Mereka
yang
mempunyai
mental
dewa,
walaupun fisiknya sebagai manusia. Merasa malu berbuat jahat, takut akan akibat perbuatan jahatnya, mengembangkan Metta kepada semua mahluk, mengharapkan semuanya berbahagia. Saudara-saudara,,,Anda
tahu
bahwa
segala
sesuatu yang terkondisi itu bersifat anicca, makanya janganla terlalu melekat dengan apa yang anda miliki karena pasti semua itu akan berubah. Dalam
kehidupan
temukan
kasus
sehari-hari ketiga
ada
banyak
kita
orang
lain
mengalamikesusahan, misalnya tetangga kita kecelakaan jatuh dari sepeda motor. Ada orang yang
malah
tertawa
melihat
tetangganya
mengalami musibah bahkan ia berkata tu rasain tu, gaya sekali sich lho bawa motor banyak gaya, di mana rasa mudittanya orang seperti itu. Dipandang dari sudut lain, memberi dapat diidentifikasi
sebagai
sifat
pribadi
yang
dermawan atau caga. 3
Mendapatkan Kekayaan
Kekayaan batin dan kekayaan materi bisa anda
90
Sesuai Dhamma
dapatkan, bahkan ini akan mendukung apa yang kita baca di dalam manggala sutta yakni Anakula ca kammanta ettaṁmaṅggalamuttamaṁ, Bekerja sungguh-sungguh adalah berkah utama. Harta batin kita yang pertama yang perlu, sangat perlu kita miliki adalah hiri atau rasa malu. Kalau kita sudah punya harta batin, maka kita akan
tahu
bagaimana
carannya
mencari
pekerjaan yang sesuai dhamma sehingga kita mendapatkan kekayaan juga sesuai dhamma karena ada rasa malu, itu nomor satu, kalau kita sudah punya rasa malu kita tingkatkan yang kedua yaitu otapa, rasa takut, takut akan akibat perbuatan jahat kita. Tanamkan dalam diri masing-masing rasa hiri itu saudar, rasa malu berbuat jahat. Mengapa kalau nonton berita di TV sudah menjadi kebiasaan mendengar berita pembunuhan, ada pencurian, dan sebagainya. Banyak korupsi dan lain-lain. Itu semua karena sudah tidak ada rasa malu berbuat jahat tersebut. Inilah harta batin yang pertama. Menggunakan kesadaran itulah kita bermeitasi, tidak
hanya
enjoy
dengan
keheningan,
kenyamana, ketenangan. Teman itu banyak tipenya, sahabat itu banyak jenisnya tetapi yang namanya teman sejati adalah teman yang selalu senang tiasa di samping kita dikala kita bahagia ataupun susah. Nah ini yang namanya Kalyana Mitta itu saudara.
91
Kalau manusia yang bermental hewan itu lebih menonjolkan mohanya, kebodohan bantin yang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Kalau kita sudah punya harta batin, maka kita akan tahu bagaimana cara mencari pekerjaan yang sesuai dengan Dhamma sehingga kita mendapatkan kekayaan juga sesuai dengan Dhamma karena ada rasa malu, itu nomor satu. Kalau kita sudah punya rasa malu berbuat jahat, kita tingkatkan ke yang kedua yaitu otappa, rasa takut, takut akan akibat perbuatan jahat kita. 4
Lapar Mental
Tapi dengan sebulan penghayatan dhamma ini, anda tidak melakukan itu, apalagi dalam athasila. Atta sila itu delapan sila lho jadi jangan nonton tukul dan sebagainya. Umat disarankan athasila dalam kurung tidak makan setelah jam 12. Kemudian saya bilang ini atasila atau ekasila. Ini baru salah satu sila. Athasila itu delapan sila. Saudara-saudara, sesungguhnya kehidupan sebagai umt awam paling tidak harus berusaha menjalankan lima sila dalam kehidupan seharihari, karena dengan merawat sila akan timbul kebahagiaan baik dalam keidupan saat ini maupun kehidupan berikutnya. Jangan jadikan karena avijja penyebab anda melakukan perbuatan buruk, tidak tahu mana yang benar dan mana yang sala. Di dalam dhamma akibat dari perbuatan itu disebut kamma vipaka entah itu berakibat baik atau buuk, semua itu akibat dari perbuatan kita. Sering kali orang bertanya apakah yang dimaksud dengan pandangan keliru atau miccha ditthi di dalam ajaran agama Buddha. Hari Minggu menjalankan panca sila Buddhis,
92
5
Kebutuhan VS Keinginan
hari lain marilah kita banyak-banyak pesan kepiting rebus kaena bukan hari kebaktian, jadi langsung tunjuk kepiting berangkat. Dengan saya tunjuk siapa tahu kepitingnya lahir di surga, siapa tahu. Sayangnya ga ada yang tahu dan endingnya kepiting malah masuk neraka. Ini khan karmma buruk. Pikiran adalah pelopor segalannya, sukka dan dukkha adalah hasil pikiran sendiri Saudara-saudara Para umat Buddha, dalam banyak kasus yang ada didalam
masyarakat,
kadang-kadang
permasalahan timbul, problem-problem timbul. Yang kalau kita hadapi setiap hari. Itu kadangkadang
karena
kita
kurang
memiliki
kebijaksanaan dalam menentukan permasalahan. Karena saya yakin anda pasti sering ketemu masalah, entah masalah rumah tangga, entah masalah ekonomi, entah masalah keluarga. Tapi pasti ada problem problem yang anda hadapi. Namun
berbagai
macam
problem
itu
sesungguhnya kalau kita urai, dia endah seruet, tidak
separah,
tidak
seberat,
yang
kita
bayangkan. Di Bondowoso, nah ini koq mendadakan ketemu orang Bondowoso koq di sini ya, membuat saya bercerita jadi agak terganggu ini. Tapi tidak terganggu saya malah merasa happy karena ini ada satu bukti nyata. Saudara di Bondowoso ada yang terkenal dengan namanya tape. Nah...Orang sibuk sebulan dalam dhamma, nah dia pusingnya kursi tamu belum kebeli. Ssya
93
mengatakan ini problem yang kamu buat sendiri. Lah yo malu bhante. Ini kan hari waisak. Hari rayanya umat Buddha. Nah apa ini problem yang menimbulkan masalah ini apa? Koq kamu jadi sulit-sulit ini. Karena kamu tidak bisa membedakan antara keinginan dengan kebutuhan. Sebetulnya kamu butuh ga beli kursi tamu? Ya butuh Bhante butuh sekali. Apa sudah ga da kursi yo di rumahmu? Ya masih ada, tapi kan malu. Kalau begitu ini bukan kebutuhan, ini keinginan. Lha kalau perkawinan itu kebutuhan ndak terpenuhi.
Wah..Bhikkhu-Bhikkhu
langsung
kelihatan kurus kering stress setress semua itu, tapi ternyata Bhikkhu-Bhikkhu Happy. Malah beberapa umat iri. Jadi Bhante enak ya bisa jalan sana sini. Dalam banyak masalah sebetulnya problem kita ini hanya keinginan, keinginan, keinginan, keinginan. Oleh karena itu di dalam Dhamma disampaikan sesungguhnya Sukka dukkha karena keinginan, karena pikiran sendiri. Karena kalau pakaian anda cukup. Saya yakin anda punya satu stel pakaian, malah lebih dari satu stel. Ga ada problem koq anda dengan pakaian. Tapi kalau anda berpikir ini sudah aku pakai ke pesta kemarin. Kalau aku pakai lagi. Malu. Itu keinginan. Setelah kebutuhan sandang, pangan, papan, obatobatan. Kemudian pendidikan, keamanan bisa
94
anda penuhi. Oleh karena itu saudara-saudara, tiap adan ketemu masalah dalam hidup ini, masalah rumah tangga, maslah ekonomi, maslah kesehatan, masalah apa saja. Renungkan ini keinginan atau kebutuhan. Dari situ nanti anda akan jelas bahwa ternyata sumber masalah karena kekeliruan kita mengenali keinginan sebagai kebutuhan. Kalau kita sudah mengerti itu keninginan yang kita mengerti slah ini, kita singkirkan, kita utamakan dulu yang kebutuhan maka ini kita menjadi yang bijaksana. Tahu yang penting sebagai yang penting yang tidak penting sebagai yang tidak penting karena sesungguhnya pikiran pelopor segalannya, sukka dukkha dari pikiran kita. Karena itu saudara-saudara bedakan kenginan dengan kebutuhan. Dengan wisdom kita menyadari bahwa pusing ada sebabnya, sesuatu apakah karena ada pikiran, kurang tidur, kecapekan, maka barulah rasa pusing bisa diatasi. Penyebab
dari
penderitaan
adalah
nafsu
keinginan, tanha itu sendiri. Hidup tanpa kataññu adalah hidup tanpa keceriaan. Terkadang
kita
harus
menggunakan
kebijaksanaan dalam menentukan mana yang menjadi keinginan dan mana yang menjadi kebutuhan.
Sehingga
akhirnya
menganggap
kebutuhan sebagai kebutuhan. Bukan kebutuhan dijadikan keinginan. Dan menganggap keinginan
95
sebagai keinginan. Dan tahu kebutuhanlah yang harus dipenuhi terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan
permasalahan-permasalahan
dikemudian hari. Jadi gunakanlah kebijaksanaan anda, dan kembangkanlah pañña tersebut dalam kehidupan. Semoga anda selalau berbahagian, semoga anda selalu bersemangat dalam melaksanakan dharma untuk membedakan kebutuhan dan keinginan. Semoga semua mahluk baik yang tampak maupun tidak tampak memperoleh kebahagian sesuai kondisi karmanya masing-masing. Sabbe satta bhavantu sukkhitata. 6
Alasan Bhikkhu Uttamo
Nah ini yang lebih saya tekankan, kenapa kita
Memilih Agama Buddha
memilih agama Buddha? Karena agama Buddha bisa di gunakan oleh siapapun juga, itu kalau pakaian yang all size, all sex lah. Siapa saja bisa pakai. Seandainya ada dalam agama Buddha yang mngatakan, sebelum kamu bernamaskara atau bersujud di depan patung Buddha kamu belum umat Buddha, nanti ga saya kasih pelajaran agama Buddha, saya malah ga ikut.” Tapi justru seni nya di agama Buddha ini adalah walaupun kita ga ngerti patung Buddha, walaupun kita ga ngerti upacara dhamma, tapi apabila kita mau melaksanakan dan mau berubah itu sebetulnya kita sudah Buddhis dan ini yang membuat bagi saya agama Buddha memang layak untuk menjadi jalan hidup kita.
96
Tetapi ketika saya berniat menjadi bhikkhu itu yang problem, karena di keluarga kami tidak ada sejarah orang yang tidak kawin. Karena memang jadi bhikkhu kan pelayanan sosial, orang yang stress sama mertua yah cerita, mertua yang stress sama menantu yah cerita, anak yang stress sama orang tua yah cerita, orang tua stress punya anak juga cerita, nah endingnya
jadi
bhikkhu
kan
mencoba
memberikan solusi.
97