ANALISIS PENGETAHUAN, PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA (TPB) IPB DALAM PEMBELIAN NADA SAMBUNG
RHEZA ARDIANSYAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iv
ABSTRACT RHEZA ARDIANSYAH. Analysis of Knowledge, Perception and Ring Back Tone Purchasing Behavior by First Year Students of IPB. Supervised by M.D. DJAMALUDIN and TIN HERAWATI Music pyracy is one problem that cannot be totally fixed yet. The existance of Ring Back Tone (RBT) gives a new hope for better way of music appreciation. RBT is substituter of the standard tone shows that calling proccess is waiting for an answer. A huge number of RBT’s usage as a telecommunication service misused by some tricky producer. YLKI (Indonesian consumer board foundation) said that telecommunication service is a topic that complained by many consumers. The aim of this research was to analyze the knowledge, perception and ring back tone’s purchasing behavior by first year student of IPB. This crosssectional study designed research was located in Bogor Agricultural University on March until Juli 2011. The amount of sample in this study is 36 IPB’s first year (TPB) students who were activated ring back tone at the time user’s survey was held. Result showed that sample’s knowledge about ring back tone is in a peak stage. Meanwhile, perception toward ring back tone rate is in a less agree level. Ring back tone’s purchasing behavior is influenced by sample’s perception toward it (p<0,01). Keywords: consumer’s knowledge, perception toward product, purchasing behavior ABSTRAK RHEZA ARDIANSYAH. Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung. Dibimbing oleh M.D. DJAMALUDIN dan TIN HERAWATI Pembajakan terhadap karya musik yang merugikan banyak pihak, hingga saat ini belum secara total diberantas. Kemunculan Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung menjadi titik terang peningkatan nilai apresiasi masyarakat terhadap karya musik. Nada sambung adalah nada pengganti nada standar yang digunakan sebagai tanda bahwa proses pemanggilan sedang dalam kondisi menunggu jawaban dari nomor yang dipanggil. Besarnya pangsa pasar produk nada sambung sebagai bagian dari jasa telekomunikasi terkadang dimanfaatkan oleh beberapa produsen untuk berbuat curang. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam pembelian nada sambung. Penelitian dengan desain cross-sectional study ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret hingga Juli 2011. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 36 orang mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB yang mengaktifkan nada sambung saat survey pengguna nada sambung dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan contoh ada di tingkat tertinggi. Sementara itu, persepsi terhadap nada sambung berada pada tingkat ”kurang setuju”. Perilaku pembelian nada sambung contoh dipengaruhi oleh persepsinya terhadap nada sambung (p<0,01). Kata kunci: pengetahuan konsumen, persepsi, perilaku pembelian
v
RINGKASAN RHEZA ARDIANSYAH. Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung. Dibimbing oleh M.D. DJAMALUDIN dan TIN HERAWATI Pembajakan terhadap karya musik yang merugikan banyak pihak, hingga saat ini belum secara total diberantas. Kemunculan Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung seakan menjadi titik terang peningkatan nilai apresiasi masyarakat terhadap karya musik. Nada sambung adalah nada pengganti dari nada standar yang digunakan sebagai tanda bahwa proses pemanggilan sedang dalam kondisi menunggu jawaban dari nomor yang dipanggil. Seluruh lagu yang dijadikan nada sambung tersimpan dalam server milik operator seluler yang mustahil ditembus oleh pembajak. Angka konsumsi nada sambung terus meningkat, namun besarnya pangsa pasar produk nada sambung sebagai bagian dari jasa telekomunikasi terkadang dimanfaatkan oleh beberapa produsen untuk berbuat curang. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam pembelian nada sambung. Tujuan Khusus penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik keluarganya (jumlah anggota keluarga, pekerjaan kepala keluarga, dan pendapatan keluarga), 2) mengidentifikasi kelompok acuan rersponden dalam hal perilaku pembelian nada sambung, 3) menganalisis pola penggunaan nada sambung 4) menganalisis pengetahuan dan persepsi contoh tentang nada sambung, 5) menganalisis perilaku pembelian nada sambung contoh, 6) menganalisis pengaruh pengetahuan dan persepsi contoh terhadap perilaku pembelian nada sambung. Penelitian dengan desain cross-sectional study ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret hingga Juli 2011. Contoh dipilih secara purposif setelah dilakukan survey sebelumnya. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 36 orang mahasiswa TPB IPB yang mengaktifkan nada sambung saat survey. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner berupa data diri contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga), pola penggunaan nada sambung contoh, kelompok acuan contoh, pengetahuan dan persepsi contoh tentang nada sambung, serta perilaku contoh dalam pembelian nada sambung. Data sekunder berupa jumlah total mahasiswa TPB IPB serta usia mahasiswa TPB IPB diperoleh dari Direktorat Tingkat Persiapan Bersama IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (58,3%) contoh berusia 19 tahun dan masuk ke dalam golongan remaja akhir (usia 16-19 tahun). Tiga perempat contoh berjenis kelamin perempuan. Seperempat contoh berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Lebih dari setengah (52,8%) contoh memiliki uang saku antara Rp 500.000,00–Rp 750.000,00. Persentase tertinggi contoh (47,2%) menulis Indosat sebagai penyedia layanan ponsel yang diaktifkan saat ini. Persentase tertinggi contoh (61,1%) tergolong keluarga sedang yang jumlah anggota keluarganya 5-6 orang. Jenis pekerjaan ayah cukup bervariasi dengan persentase hampir separuhnya (41,7%) berprofesi sebagai PNS. Setengah contoh memiliki ibu yang tidak bekerja atau menjalani profesi sebagai
vi
ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari setengah contoh (55,6%) memiliki pendapatan keluarga antara Rp 600.000,00–Rp 4.400.000,00 dengan pendapatan rata-rata Rp 4.232.888,5. Menurut hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kebanyakan contoh (39,5%) menjadikan temannya sebagai kelompok acuan yang mempengaruhi konsumsi nada sambung. Lebih dari separuh contoh memiliki tingkat pengetahuan tentang nada sambung yang tinggi (55,6%) dan menyatakan kurang setuju terhadap keberadaan nada sambung (55,6%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir separuh (47,2%) contoh memilki perilaku pembelian dalam kategori “jarang”. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi perilaku pembelian nada sambung secara nyata adalah persepsi konsumen (β=0,503 & p=0,006). Persepsi konsumen berpengaruh positif nyata (p<0,01) terhadap perilaku pembelian nada sambung. Uji itu juga menyatakan bahwa sebanyak 25,4 persen perilaku pembelian nada sambung dipengaruhi oleh kelima variabel bebas yang diteliti (usia, uang saku, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pengetahuan konsumen dan persepsi konsumen). Sebanyak 74,6% variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak diteliti. Kata kunci: pengetahuan konsumen, persepsi, perilaku pembelian
iii
ANALISIS PENGETAHUAN, PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA (TPB) IPB DALAM PEMBELIAN NADA SAMBUNG
RHEZA ARDIANSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung adalah karya saya pribadi dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Oktober 2011
Rheza Ardiansyah I24070020
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
viii
Judul : Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung Nama : Rheza Ardiansyah NIM : I24070020
Disetujui,
Tin Herawati, SP, M.Si. Pembimbing II
Ir. M. D. Djamaludin, M.Sc Pembimbing I
Mengetahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal ujian : 29 September 2011
Tanggal lulus :
ix
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga penelitian berjudul ”Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada sambung” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan hingga menyelesaikan tugas akhir di IPB, banyak orang yang telah berperan khusus bagi penulis. Melalui media ini, penulis ingin menghantarkan ucapan terima kasih kepada: 1. Ir. M. D. Djamaludin, M.Sc selaku pembimbing skripsi serta pembimbing hidup yang telah membekali banyak hal kepada penulis. 2. Tin Herawati, SP, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran memberi arahan dan bimbingan kepada penulis. 3. Bapak Ahmad Rifai dan mama Yati Yuniarti, orang tua yang telah membuat penulis merasa menjadi anak paling beruntung sedunia. Ungkapan terima kasih juga terhantar untuk dik Rizki Ihsan Febrian serta Sofi Nurhayati Latifah atas doa dan dukungannya. Tak lupa penulis juga haturkan terima kasih kepada Widyastuti Utami atas kebersamaanya. 4. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulis menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 5. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen penguji dan Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi hingga skripsi ini menjadi lebih baik. 6. Dosen-dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah mewariskan banyak ilmu dan pengetahuan kepada penulis. 7. Responden penelitian, responden uji coba kuesioner serta rekan-rekan anggota UKM Music Agriculture X-pression!! (MAX!!) Angkatan 7 yang telah membantu pelaksanaan penelitian. 8. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen angkatan 44 atas kebersamaan, kerja sama dan dukungannya. 9. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga penelitian ini terlaksana.
x
Demikian ucapan terima kasih ini penulis sampaikan dari lubuk hati yang paling dalam. Bogor, Oktober 2011
Rheza Ardiansyah
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................. Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................ Kegunaan Penelitian ...........................................................................
1 1 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... Perilaku Konsumen ............................................................................. Pengetahuan Konsumen ......................................................... Persepsi Konsumen ................................................................ Perilaku Pembelian ................................................................. Nada Sambung ................................................................................... Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................
7 7 9 11 12 14 17
KERANGKA PEMIKIRAN ...............................................................................
21
METODE PENELITIAN .................................................................................. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ Contoh dan Teknik Penarikan Contoh ................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... Analisis Data ....................................................................................... Definisi Operasional ............................................................................
23 23 23 24 25 28
HASIL ............................................................................................................. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………....................... Karakteristik Contoh ............................................................................ Jenis Kelamin .......................................................................... Usia ......................................................................................... Uang Saku ............................................................................... Daerah Asal ............................................................................. Penyedia Layanan Ponsel ....................................................... Karakteristik Keluarga Contoh ............................................................ Jumlah Anggota Keluarga ....................................................... Pekerjaan Orang Tua .............................................................. Pendapatan Keluarga .............................................................. Pola Penggunaan Nada Sambung ...................................................... Lama Pengaktifan Nada Sambung ......................................... Jumlah Ponsel yang Digunakan Contoh.................................. Sumber Informasi .................................................................... Jenis Nada Sambung .............................................................. Prioritas Pengeluaran Contoh ................................................. Kelompok Acuan ................................................................................. Pengetahuan Konsumen ..................................................................... Persepsi Konsumen ............................................................................ Perilaku Pembelian .............................................................................
31 31 32 32 32 32 33 33 34 34 34 35 35 35 35 36 36 36 37 37 38 39
xii
Pengaruh jenis kelamin, usia, uang saku, pengetahuan dan persepsi contoh terhadap nada sambung terhadap perilaku pembelian nada sambung...............................................................................
40
PEMBAHASAN ............................................................................................... Keterbatasan Penelitian ......................................................................
41 48
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
51
LAMPIRAN ......................................................................................................
53
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara penarikan data penelitian ………………………………………………………………………..
24
2. Sebaran contoh menurut jenis kelamin ……………………………………...
32
3. Sebaran contoh menurut usia ………………………………………………...
32
4. Sebaran contoh menurut uang saku per bulan ……………………............
33
5. Sebaran contoh menurut daerah asal …………………………………….....
33
6. Sebaran contoh menurut penyedia layanan ponsel ………………….........
33
7. Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga ………………….........
34
8. Sebaran pekerjaan orang tua contoh ………………………………………..
34
9. Sebaran contoh menurut pendapatan keluarga per bulan ………………..
35
10. Sebaran contoh menurut lama pengaktifan nada sambung ………...…….
35
11. Sebaran contoh menurut jumlah ponsel yang digunakan ………………...
35
12. Sebaran contoh menurut sumber informasi tentang nada sambung…….
36
13. Sebaran contoh menurut jenis nada sambung ………………………........
36
14. Sebaran contoh menurut urutan prioritas pengeluaran untuk penggunaan berbagai layanan ponsel ………………………………………
36
15. Sebaran contoh menurut kelompok acuan dalam pengaktifan nada sambung …………………………………………………………………
37
16. Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan nada sambung …………………………………………………
37
17. Sebaran contoh menurut tingkat pengetahuan tentang nada sambung....
38
18. Sebaran contoh menurut persepsi tentang nada sambung ………………
38
19. Sebaran contoh menurut perilaku pembelian nada sambung …………….
39
20. Pengaruh jenis kelamin, usia, uang saku per bulan, pengetahuan dan persepsi contoh terhadap nada sambung terhadap perilaku pembelian nada sambung……………………………………………………..
40
21. Sebaran contoh berdasarkan kategori penilaian atas masing-masing pertanyaan mengenai persepsi terhadap nada sambung …………………
60
22. Sebaran contoh berdasarkan kategori penilaian atas masing-masing pertanyaan mengenai perilaku pembelian nada sambung ………………..
61
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Komponen yang mempengaruhi perilaku konsumen ………………………
8
2. Perbedaan antara konsumen yang tidak menggunakan nada sambung dan konsumen yang menggunakan nada sambung .................................
15
3. Kerangka pemikiran antara pengetahuan konsumen, persepsi konsumen dan tindakan pembelian nada sambung ……………………….
22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner penelitian …………………………………………………………..
55
2. Sebaran contoh berdasarkan kategori penilaian atas masing-masing pertanyaan mengenai persepsi terhadap nada sambung…………………
60
3. Sebaran contoh berdasarkan kategori penilaian atas masing-masing pertanyaan mengenai perilaku pembelian nada sambung………………..
61
PENDAHULUAN Latar Belakang Musik adalah salah satu produk yang terus mengalami dinamika. Salah satu aspek yang terus mengalami perkembangan adalah bentuk produk itu. Jika pada tahun 1950-an musik dapat dinikmati dalam bentuk piringan hitam, maka era 1970-an mulai dikenal teknologi kaset pita. Lain dengan dekade sebelumnya, awal periode 1980-an adalah masa saat musik banyak dinikmati melalui cakram CD. Memasuki abad ke-21, seiring meningkatnya inovasi bentuk produk musik, kemasan fisik produk musik perlahan mulai ditinggalkan. Sementara media penyimpanan musik mengalami perkembangan, salah satu musuh industri musik belum bisa seluruhnya dikalahkan. Pembajakan terhadap karya musik yang merugikan banyak pihak, hingga saat ini belum secara total diberantas. Menurut data yang dipaparkan Direktur Teknologi Informasi Telkom Indra Utoyo, dari total nilai bisnis musik Rp 6,5 triliun selama tahun 2010, pembajakan musik di Indonesia bisa mencapai Rp 4,5 triliun atau 69% di antaranya. 1 Bahkan menurut Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), total penjualan musik legal dalam bentuk CD, kaset, dan VCD pada tahun 2007 mencapai angka 19,4 juta keping, menurun sekitar 4,3 juta keping dari 2006 yang sebesar 23,7 juta. ASIRI juga membeberkan data yang menyatakan bahwa total penjualan rekaman fisik tahun 2006 pun mengalami penurunan 21% jika dibandingkan dengan 2005. Total penjualan unit kaset, CD, dan VCD tahun 2006 tercatat sebesar 23.736.355 keping di seluruh Indonesia. Jika di tahun 1996 ASIRI mencatat 20 juta keping album bajakan beredar, maka dua belas tahun kemudian atau di tahun 2008 jumlahnya
mencapai 550 juta keping (Putranto 2010). Seperti dikutip
kabarbisnis.com, diperkirakan omset pembajakan tahun 2009 mencapai Rp 4,3 triliun. Dari jumlah sebesar itu, industri musik pada tahun 2009 diprediksi merugi Rp 3 triliun, sisanya adalah kerugian negara dari pajak yang seharusnya mencapai Rp 1,3 triliun. 2 Jika dibandingkan antara penjualan musik legal dan bajakan, maka dapat disimpulkan bahwa musik bajakan telah menguasai 95,7% pasar musik Indonesia, sementara musik legal penjualannya tinggal 4,3% di Indonesia. Laporan ASIRI juga mencatat bahwa sepanjang tahun 2006 negara 1 http://www.detikinet.com/read/2010/08/18/083523/1422198/319/musik-indonesia-belum-merdekadari-pembajakan 2
http://www.kabarbisnis.com/makro/Indepth/2882722009_omset_pembajak_musik_capai_Rp4_3_ triliun.html
2
mengalami kerugian lebih dari Rp 1,122 triliun yang seharusnya diperoleh dari penerimaan pajak. Menteri Perdagangan RI saat itu, Mari Pangestu, bahkan menyatakan angka kerugian akibat berbagai kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia pada tahun 2009 mencapai Rp 3 triliun (Putranto 2009). Di tengah terpuruknya kondisi apresiasi musik Indonesia, muncul alternatif lain bentuk produk musik yang bebas pembajakan. Kemunculan Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung menjadi titik terang peningkatan nilai apresiasi masyarakat terhadap karya musik. Nada sambung adalah suara yang diaktifkan
seorang
konsumen
operator
seluler
sehingga
orang
yang
menghubungi akan mendengarnya saat melakukan panggilan telepon. Seluruh lagu yang dijadikan nada sambung tersimpan dalam server milik operator seluler yang mustahil ditembus oleh pembajak. Nada sambung pertama kali diperkenalkan kepada konsumen ponsel seluruh Indonesia pada September 2004 oleh Telkomsel yang bekerja sama dengan
Sony
BMG
Indonesia.
Setelah
Telkomsel,
kemudian
Indosat
meluncurkan iRing, XL memproduksi Nada Tungguku, Mobile-8 memasarkan RingGo dan Flexi menjual Flexi Tone. Angka konsumsi nada sambung terus meningkat, bahkan sepanjang tahun 2009 keuntungan yang diraih industri telekomunikasi dan industri musik dari nada sambung mencapai lebih dari 1,5 triliun rupiah (Putranto 2010). Seperti dikutip dalam Putranto (2010), Bambang Arbiantoro selaku Digital Bussiness Manager Sony BMG Music Indonesia mengungkapkan bahwa penjualan nada sambung pada rentang tahun 20052006 meningkat hingga 15%. Padahal, pada 2004 angka pertumbuhannya masih di bawah 10%. Selain itu animo masyarakat yang menyukai penggunaan nada sambung terus bertambah menjadi 6,7 juta pengguna di tahun 2010. Peningkatan minat beli nada sambung juga dirasakan oleh SK Telecom sebagai penggagas teknologi ini. Fitchard (2003) menyatakan bahwa dalam rentang waktu delapan bulan sejak peluncuran layanan itu, lima juta pelanggan telah terdaftar. Vice President Musik Digital dan Manajemen Konten Telkomsel, Krishnawan Pribadi menyatakan bahwa loyalitas konsumen musik yang paling tinggi adalah mereka yang berusia 18 hingga 25 tahun. 3 Data itu senada dengan pernyataan Torlak (2011) bahwa di seluruh dunia, teknologi-teknologi baru menjadi hal penting bagi konsumen yang berusia 18-24 tahun. 3
http://www.inilah.com/read/detail/1058792/URLKARIKATUR
3
Besarnya pangsa pasar produk nada sambung sebagai bagian dari jasa telekomunikasi terkadang dimanfaatkan oleh beberapa produsen untuk berbuat curang. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada 2010, ada 590 pengaduan konsumen, di mana 101-nya adalah pengaduan jasa telekomunikasi. 4 Ketidakpuasan yang dialami konsumen adalah salah satu risiko yang mungkin dihadapi akibat perilaku pembeliannya. Perilaku pembelian nada sambung adalah akhir dari proses pengambilan keputusan untuk mengonsumsi produk
itu.
Menurut
Sumarwan
(2004),
pengetahuan
konsumen
akan
mempengaruhi keputusan pembelian. Seorang konsumen yang memiliki pengetahuan lebih banyak akan melakukan pengambilan keputusan yang baik, sehingga lebih efisien dan efektif dalam melakukan pengambilan keputusan. Studi mengenai pengetahuan perlu dilakukan karena komponen tersebut adalah hal penting untuk dimiliki seorang konsumen yang bijak. Selain pengetahuan, persepsi konsumen juga merupakan komponen lain yang dilalui dalam proses pembelian suatu produk. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa persepsi konsumen sangat penting untuk diteliti dan dimengerti oleh pemasar atau produsen karena konsumen sering memutuskan membeli suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Seorang konsumen juga perlu mengetahui persepsi konsumen lain agar kesan suatu produk dapat diamati dari berbagai pendapat. Engel, Blackwell dan Miniard (1994) menyatakan bahwa memahami perilaku konsumen bukanlah pilihan, karena hal itu merupakan kebutuhan mutlak untuk kelangsungan hidup kompetitif. Pada akhirnya, konsumen memegang kendali atas pembelian suatu produk, sementara pemasar dikatakan berhasil bila produk atau jasanya dipandang memberikan manfaat yang riil bagi konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan studi mengenai pengetahuan, persepsi dan tindakan pembelian nada sambung agar posisi dan tindakan konsumen terhadap produk itu dapat diketahui. Jarva (2010) menyatakan bahwa tantangan-tantangan baru telah hadir sebagai efek dari berbagai perubahan pada berbagai sistem di dunia. Tantangan itu sangat besar sehingga muncullah kebutuhan untuk mengevaluasi ulang pendidikan konsumen dan mengakui bahwa bidang itu merupakan jenis 4
http://www.ylki.or.id/pencurian-pulsa-dominasi-pengaduan-konsumen-ke-ylki.html
4
pendidikan di masa depan yang relevan. Pemahaman mendalam juga perlu diketahui mengenai bagaimana dan kenapa konsumen mengonsumsi sebuah produk, apa yang terjadi dalam benaknya dan kenapa mereka bersikap demikian.
Perumusan Masalah Keberadaan nada sambung merupakan sebuah titik cerah bagi para musisi karena produk legalnya bisa kembali dikonsumsi, namun keluhan yang dirasakan konsumen tentang salah satu produk jasa telekomunikasi itu juga tidak berjumlah sedikit. Keluhan itu muncul sebagai risiko dari tindakan pembelian nada sambung yang diduga dipengaruhi beberapa hal, diantaranya pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap produk itu. Permasalahan muncul saat pengetahuan, persepsi dan perilaku pembelian nada sambung tidak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian agar upaya peningkatan pengetahuan konsumen serta pembentukan persepsi terhadap produk dan pembelian produk bisa
diupayakan
sehingga
keluhan
yang
dirasakan
konsumen
dapat
diminimalisasi. Dengan mengetahui pengetahuan, persepsi, perilaku pembelian konsumen, serta aspek lain yang berkaitan dengannya, produsen dapat mengetahui citra produknya di mata konsumen sehingga inovasi produk berikutnya bisa dirumuskan. Sementara itu konsumen juga bisa menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk pengambilan keputusan mengonsumsi nada sambung. Oleh karena itu, kajian utama dalam penelitian ini adalah mengetahui pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam konsumsi nada sambung. Dengan demikian, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), dan karakteristik keluarganya (jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga)? 2. Siapa kelompok acuan contoh dalam hal perilaku pembelian nada sambung? 3. Bagaimana pola penggunaan nada sambung konsumen? 4. Bagaimana pengetahuan dan persepsi contoh tentang nada sambung? 5. Bagaimana perilaku pembelian nada sambung contoh? 6. Bagaimana pengaruh pengetahuan dan persepsi contoh terhadap perilaku pembelian nada sambung?
5
Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Menganalisis pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam pembelian nada sambung. Tujuan Khusus: 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik keluarganya (jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga) 2. Mengidentifikasi kelompok acuan rersponden dalam hal perilaku pembelian nada sambung 3. Menganalisis pola penggunaan nada sambung konsumen 4. Menganalisis pengetahuan dan persepsi contoh tentang nada sambung 5. Menganalisis perilaku pembelian nada sambung contoh 6. Menganalisis pengaruh pengetahuan dan persepsi contoh terhadap perilaku pembelian nada sambung
Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana berlatih untuk mempelajari fenomena yang ada di masyarakat sehingga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah sehingga berguna bagi masyarakat luas. 2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai penyedia informasi agar sebelum membeli nada sambung, calon konsumen dapat mengetahui pengetahuan, persepsi dan perilaku pembelian konsumen lain. 3. Bagi
produsen,
penelitian
ini
dapat
berguna
untuk
mengetahui
pengetahun konsumen, persepsi serta perilaku pembelian produk yang mereka pasarkan. 4. Bagi institusi, penelitian ini dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan referensi studi tentang pengetahuan, persepsi dan perilaku pembelian konsumen, sehingga memperkaya keilmuan pertanian yang tidak hanya berfokus pada objek pertanian itu, namun juga manusia sebagai aktor yang melakoni perkembangan pertanian.
6
5. Penelitian ini pun dapat berguna bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi serta tindakan pembelian produk nada sambung.
7
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Dalam upaya peningkatan nilai guna suatu produk, konsumen adalah ujung dari perjalanan yang ditempuh oleh suatu produk. Memahami perilaku konsumen adalah sebuah hal yang penting. Menurut Sumarwan (2004), terdapat tiga dimensi yang melingkupi pentingnya mempelajari perilaku konsumen, yaitu bagi bidang pemasaran, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen dan pembentukan kebijakan masyarakat yang mencakup pembuatan undangundang perlindungan konsumen. Para pemasar harus memahami alasan mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Selain para pemasar atau produsen, lembaga pendidikan atau lembaga sosial dan pemerintah juga berkepentingan untuk mengetahui dan mempengaruhi perilaku konsumen. Lembaga pendidikan dan lembaga sosial bisa membantu konsumen memilih produk dan jasa yang benar, terhindar dari penipuan serta menjadi konsumen yang bijaksana. Selain pemasar dan lembaga sosial, pihak lain yang sangat berkepentingan terhadap konsumen adalah pemerintah. Praktik bisnis yang merugikan konsumen bukan tidak mungkin terjadi. Tanpa adanya pedoman, konsumen tidak akan bisa membedakan produk yang layak ia konsumsi. Di lain pihak, lembaga sosial tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi produsen. Dalam situasi seperti ini, maka pemerintah melalui kebijakan publik dan undang-undangnya harus melakukan intervensi untuk melindungi konsumen (Sumarwan 2004). Agar undang-undang itu tepat sasaran, maka pemerintah juga perlu memahami perilaku konsumen. Asosiasi pemasaran Amerika (The American Marketing Association) dalam Peter dan Olson (1996) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan kejadian-kejadian yang mengarah pada pertukaran berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Sementara itu menurut Umar (2003), perilaku konsumen adalah suatu tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu
8
organisasi
yang
dipengaruhi
oleh
aspek
eksternal
dan
internal
yang
mengarahkan mereka untuk memilih dan mengonsumsi barang dan jasa yang diinginkan. Solomon (2002) menyatakan bahwa studi perilaku konsumen mencakup bidang yang luas. Perilaku konsumen meliputi studi tentang proses yang ditunjukkan saat seorang individu atau kelompok membeli, menggunakan atau menghabiskan sebuah produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk pemenuhan kepuasan. Berdasarkan definisi diatas, menurut Peter dan Olson (1996) terdapat tiga ide utama, yaitu bahwa perilaku konsumen bersifat dinamis, perilaku konsumen mencakup interaksi antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan kejadian-kejadian. Selain itu, ide lain perilaku konsumen juga mencakup interaksi antar sesama manusia. Studi perilaku konsumen yang bersifat dinamis berarti bahwa satu implikasi tentang perilaku konsumen terkadang harus dibatasi waktu, jenis produk dan konsumen tertentu, sehingga generalisasi berlebih terhadap sebuah temuan perlu diwaspadai. Menurut Peter dan Olson (1996), terdapat empat elemen dalam menganalisis konsumen. Keempat elemen itu adalah perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), perilaku, lingkungan dan strategi pemasaran. Perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi) merujuk pada respon psikologis konsumen terhadap stimulus dari lingkungan. Afeksi berperan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap sebuah produk. Kognisi menyatakan proses mental dan struktur pengetahuan yang digunakan untuk merespon lingkungan. Perilaku berarti tindakan yang diperlihatkan konsumen yang terlihat dan bisa diamati langsung. Lingkungan merujuk pada stimulus fisik dan sosial di sekitar konsumen. Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi dan psikologis (Kotler & Armstrong 2008). Penyusun keempat komponen
Kelas Sosial
Kelompok referensi Keluarga Peran dan status
Usia dan tahap siklus hidup Situasi ekonomi Gaya hidup Kepribadian dan konsep diri
Psikologis
Subbudaya
Pribadi
Budaya
Sosial
Budaya
itu terlihat pada Gambar 1. Motivasi Persepsi Pembelajaran Kepercayaan dan Sikap
Gambar 1 Komponen yang mempengaruhi perilaku konsumen Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)
Pembeli
9
Pengetahuan Konsumen Proses pengambilan keputusan konsumen berawal dari pengenalan kebutuhan. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa pengenalan kebutuhan ditentukan melalui tiga hal, yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individu dan pengaruh lingkungan. Setelah mengenali kebutuhannya, seorang konsumen akan melakukan pencarian internal untuk menentukan apakah cukup banyak hal yang diketahui tentang pilihan yang tersedia. Pencarian internal adalah peneropongan ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Jika peneropongan ini mengungkapkan informasi yang memadai untuk memberi arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal tidak diperlukan. Oleh karena itu, pengetahuan konsumen berperan khusus dalam perjalanan pengambilan keputusan pembelian sebuah produk. Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Peter dan Olson (1996) membagi pengetahuan konsumen menjadi dua jenis, yaitu pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan pengetahuan prosedural tentang cara melakukan sesuatu. Pengetahuan umum menyatakan interpretasi konsumen terhadap informasi yang relevan dengan lingkungan mereka, seperti pembentukan pengetahuan umum tentang penggolongan produk, pengetahuan tentang tempat pembelian, dan lain-lain. Konsumen juga memiliki pengetahuan prosedural tentang bagaimana caranya untuk melakukan sesuatu. Seperti pengetahuan umum, pengetahuan prosedural konsumen relevan dalam berbagai situasi sehari-hari. Beberapa produsen melakukan penyederhanaan produk yang mereka buat untuk mengurangi pengetahuan prosedural yang mereka butuhkan sehingga produk itu mudah dikonsumsi. Kedua jenis pengetahuan itu memiliki peran yang penting. Pengetahuan konsumen mempengaruhi proses interpretasi yang akan menentukan keputusan pembelian. Mowen dan Minor (1995) sebagaimana dikutip Sumarwan (2004) juga melakukan klasifikasi pengetahuan konsumen menjadi tiga jenis, yaitu pengetahuan
objektif,
pengetahuan
subjektif
dan
informasi
mengenai
pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar
10
mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang dia ketahui mengenai kelas produk. Konsumen juga mungkin mengetahui informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga macam, yaitu pengetahuan produk, pengetahuan pembelian dan pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Pengetahuan produk meliputi berbagai informasi yang diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan ini terdiri atas pengetahuan tentang dimana seorang konsumen membeli produk dan kapan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Suatu produk akan memberi manfaat kepada konsumen jika produk itu dapat dikonsumsi. Pengetahuan tentang cara mengonsumsi suatu produk dinamakan pengetahuan pemakaian. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk akibat kurangnya pengetahuan akan menyebabkan konsumen kecewa, sehingga memungkinkan berkurangnya intensitas pembelian produk. Oleh karena itu pengetahuan pemakaian produk juga penting untuk dimiliki konsumen. Pengetahuan konsumen merupakan salah satu aspek penting untuk dipelajari, karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli sebuah produk dan kapan membelinya akan bergantung pada pengetahuan konsumen mengenai produk yang akan ia konsumsi. Pengetahuan didefinisikan sebagi informasi yang disimpan dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel, Blackwell dan Miniard 1994). Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar. Kedua pengetahuan itu adalah pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif yang sudah diketahui, sementara pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua kategori, yaitu pengetahuan episodik dan pengetahuan semantik. Pengetahuan episodik melibatkan pengetahuan yang dibatasi lintasan waktu. Sebaliknya, pengetahuan semantik mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan dan
11
memberi arti bagi dunia seseorang. Selain kategorisasi pengetahuan diatas, pemasar kerap akan merasakan manfaat pemeriksaan pengetahuan konsumen dalam tiga bidang umum, yaitu pengetahuan produk (product knowledge), pengetahuan pembelian (purchase knowledge) dan pengetahuan pemakaian (usage knowledge).
Persepsi Konsumen Solomon (2002) menyatakan bahwa stimulus eksternal dapat diterima melalui berbagai macam saluran. Masukan yang diterima kelima indera manusia adalah data mentah yang mengawali proses perseptual. Engel, Blackwell dan Miniard (1996) memaparkan model pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh William McGuire. Menurut model itu, pengolahan informasi yang diterima konsumen akan melalui lima tahap, yaitu pemaparan (exposure), perhatian (attention), pemahaman (comprehension), penerimaan (acceptance) dan retensi (retention). Mowen (1998) seperti dikutip dalam Sumarwan (2004) menyatakan bahwa tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman disebut juga persepsi. Respon langsung yang ditunjukkan konsumen setelah menerima sebuah stimulus disebut dengan sensasi. Solomon (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilalui saat sebuah sensasi seperti tampilan, suara, dan bau dipilih, diatur serta diterjemahkan. Pomerantz (2003) dalam Kikulwe (2011) juga menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilalui saat seorang konsumen menyadari
atau
memahami
lingkungannya
dengan
mengatur
dan
menginterpretasikan berbagai informasi yang diterimanya. Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mendeteksi, mengumpulkan dan menginterpretasi stimulus yang diterima oleh alat indera menjadi arti tertentu yang bermakna. 5 Sutisna (2001) juga menyatakan bahwa persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh isi memorinya. Timbulnya persepsi dimulai dari pemaparan stimulus yang kemudian diterima konsumen. Pemaparan dengan kadar stimulus yang tepat akan mengaktifkan indera seorang konsumen sehingga stimulus itu akan diterima. Beberapa stimulus yang dirasa penting kemudian akan mendapat alokasi pemrosesan dalam proses berikutnya. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mendefinisikan alokasi kapasitas untuk memproses stimulus baru itu sebagai
5
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/ji unkpe/s1/hotl/2008/jiunkpe-ns-s1-2008-33404118-9640-makanan_organik-chapter2.pdf
12
perhatian.
Terdapat
dua
faktor
yang
mempengaruhi
kualitas
perhatian
konsumen, yaitu determinan pribadi dan determinan stimulus. Determinan pribadi mengacu pada karakteristik individu yang mempengaruhi perhatian. Determinan pribadi yang dimaksud meliputi motivasi/kebutuhan konsumen saat stimulus diberikan, sikap konsumen, tingkat adaptasi dan rentang perhatian. Selain determinan pribadi, determinan stimulus juga turut mempengaruhi tingkat perhatian konsumen. Determinan stimulus itu terdiri dari ukuran, warna, intensitas, kontras, posisi, penunjukan arah, gerakan, keterpencilan, aktualitas, juru bicara yang menarik, serta perubahan adegan. Tahap ketiga dalam pemrosesan informasi berkaitan dengan penafsiran suatu stimulus. Makna atau arti sebuah stimulus akan bergantung pada bagaimana ia dikategorikan dan diuraikan berdasarkan pengetahuan yang telah didapat sebelumnya. Tahap pemaknaan ini disebut dengan tahap pemahaman. Seperti halnya perhatian, pemahaman yang merupakan tahap terakhir dalam terbentuknya persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor stimulus. Faktor pribadi terdiri dari motivasi, pengetahuan dan harapan konsumen terhadap interpretasi stimulus yang
diterimanya.
Sementara
itu
faktor
stimulus
yang
mempengaruhi
pemahaman adalah aspek linguistik, efek urutan dan konteks atau situasi sekeliling saat sebuah stimulus diterima. Setelah melalui tahap ini, konsumen telah memiliki makna yang berasal dari proses persepsi terhadap stimulus yang diterimanya. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Oleh karena itu, memahami persepsi konsumen penting bagi para pemasar dan produsen.
Perilaku Pembelian Menurut Solomon (2002), luaran dari proses pengambilan keputusan konsumen berupa pembelian produk diperoleh melalui beberapa tahap. Fase pertama yang dilalui dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan timbul saat konsumen menyadari bahwa terdapat perbedaan nyata antara kondisi ideal dengan kondisi aktualnya. Setelah mengetahui kebutuhannya, seorang konsumen akan melakukan pencarian informasi tentang alternatif pemenuhan kebutuhannya. Pencarian informasi ini dilakukan untuk memperoleh data yang layak sehingga keputusan konsumen nanti beralasan. Tahap berikutnya dalam proses pengambilan
13
keputusan konsumen adalah evaluasi alternatif. Di tahap ini konsumen melakukan penijauan tentang kriteria penting yang diutamakan dalam pemilihan produk. Setelah kriteria utama dipilih, konsumen akan melakukan pengambilan keputusan tentang produk mana yang akan dibeli, hingga akhirnya proses itu akan menghasilkan tindakan pembelian. Menurut Peter & Olson (1996), aktivitas pemecahan masalah konsumen yang dilakukan melalui proses pengambilan keputusan, dipengaruhi tiga aspek, yaitu tujuan konsumen, pengetahuan konsumen tentang alternatif pilihan dan tingkat keterlibatan konsumen. Tujuan utama konsumen dapat mempengaruhi jenis pembelian konsumen. Konsumen yang memiliki tujuan utama konsumsi produk untuk memaksimalkan kepuasan, akan mencari produk dengan konsekuensi kepuasan yang maksimum pula. Begitu pula dengan konsumen yang tujuan akhir konsumsi produknya bertujuan untuk pencegahan, pemecahan konflik, penyembuhan dan pemeliharaan. Tujuan yang berbeda itu akan mengarahkan konsumen ke jenis produk yang mendukung pencapaian tujuan konsumen
itu.
Proses
pemecahan
masalah
dipengaruhi
oleh
tingkat
pengetahuan konsumen yang mereka dapat dari pengalaman masa lalu. Selain itu keterlibatan konsumen terhadap sebuah produk juga mempengaruhi proses pemecahan masalah. Tindakan pembelian adalah tahap terakhir dalam perilaku konsumen. Dalam tahap ini, konsumen harus mengambil tiga keputusan, yaitu keputusan mengenai kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana melakukan pembayaran sebuah produk. Tindakan pembelian merupakan fungsi dari dua determinan. Kedua determinan itu adalah niat dan pengaruh lingkungan. Niat seorang konsumen untuk mengonsumsi sebuah produk menentukan jenis pembelian yang dilakukan seorang konsumen. Pembelian produk yang dilakukan konsumen digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu pembelian yang terencana sepenuhnya, pembelian yang separuh terencana dan pembelian yang tidak terencana (Engel, Blackwell & Miniard 1995). Pembelian terencana sepenuhnya dilakukan jika konsumen telah mengetahui pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan. Pembelian separuh terencana dilakukan jika konsumen telah mengetahui jenis produk yang ingin dibeli namun belum memutuskan merek yang akan dibeli. Pembelian yang tidak terencana adalah pembelian suatu produk yang dilakukan konsumen tanpa direncanakan sebelumnya (Sumarwan 2004).
14
Kotler dan Armstrong (2008) melakukan empat klasifikasi jenis perilaku keputusan pembelian yang dilakukan konsumen. Jenis perilaku keputusan pembelian yang pertama adalah perilaku pembelian kompleks. Jenis perilaku pembelian ini menuntut keterlibatan konsumen yang tinggi dan banyak perbedaan merek produk yang akan dibeli. Jenis kedua adalah perilaku pembelian pengurangan disonansi. Perilaku pembelian ini juga perlu dilakukan dengan keterlibatan tinggi agar informasi tentang sebuah produk didapat secara utuh. Namun dalam perilaku pembelian ini, keragaman merek produk yang dipilih tidak tinggi. Perilaku pembelian selanjutnya adalah perilaku pembelian kebiasaan yang tidak menuntut keterlibatan tinggi dan keragaman merek yang juga tidak tinggi. Jenis perilaku pembelian terakhir adalah perilaku pembelian mencari keragaman. Dalam jenis perilaku pembelian ini, banyak terdapat perbedaan merek, namun keterlibatan untuk memilih produk mana yang akan dikonsumsi tidak bernilai tinggi. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa untuk mengetahui konsumsi produk atau penggunaan produk atau penggunaan produk (product usage) yang lebih mendalam, maka perlu diketahui tiga hal, yaitu frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi dan tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menyatakan kuantitas produk yang digunakan konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar terhadap suatu produk. Konsumen juga mengonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan. Tujuan konsumsi sering menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen.
Nada Sambung Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung adalah nada pengganti dari nada standar yang digunakan sebagai tanda bahwa proses pemanggilan sedang dalam kondisi menunggu jawaban dari nomor yang dipanggil. Nada sambung pertama kali ditemukan dan diperdagangkan di Korea pada 2002 oleh sebuah perusahaan bernama WiderThan yang bekerja sama dengan sebuah operator seluler bernama SK Telecom (Putranto 2009). Nada sambung pertama kali diperkenalkan ke konsumen ponsel seluruh Indonesia pada September 2004 oleh Telkomsel yang bekerja sama dengan Sony BMG Indonesia. Setelah Telkomsel, kemudian Indosat meluncurkan iRing, XL memproduksi Nada Tungguku, Mobile-8 memasarkan RingGo dan Flexi menjual Flexi Tone.
15
Perbedaan nada panggil antara konsumen yang tidak menggunakan nada sambung dan konsumen yang menggunakan nada sambung dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbedaan antara konsumen yang tidak menggunakan nada sambung dan konsumen yang menggunakan nada sambung Sumber: Sunarno (2005) Sunarno (2005) membagi nada sambung ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Basic RBT. Layanan ini memungkinkan konsumen yang berlangganan nada sambung untuk dapat memperdengarkan nada sambung seperti musik atau rekaman suara lain ke penelepon yang menghubunginya. 2. Gift RBT. Layanan ini memungkinkan konsumen memberikan nada sambung kepada nomor telepon orang lain, sehingga nada sambung itu akan aktif di nomor telepon orang lain tersebut. 3. Recorded RBT. Layanan ini memungkinkan sesorang untuk merekam suara untuk kemudian rekaman itu dijadikan sebagai nada sambung. 4. Advertising RBT. Layanan ini memungkinkan sebuah lagu atau jingle dari sebuah perusahaan untuk dijadikan nada sambung sebagai salah satu cara promosi. Dalam sumber yang sama, Sunarno (2005) juga menyatakan bahwa beberapa cara untuk mengaktifkan nada sambung adalah: 1. Akses melalui IVR (Interactive Voice Response). Dengan cara ini, konsumen akan mengaktifkan nada sambung melalui petunjuk yang terdengar setelah memanggil nomor tertentu. 2. Akses melalui SMS. Melalui cara ini, konsumen mengaktifkan nada sambung dengan mengirimkan SMS ke provider nada sambung dengan format tertentu. 3. Akses melalui internet. Untuk mengaktifkan nada sambung dengan metode ini, konsumen melakukan pendaftaran nada sambung melalui petunjuk yang diberikan pada situs internet provider tertentu.
16
Nada sambung adalah produk audio yang dibeli seorang konsumen operator seluler sehingga orang yang menghubunginya akan mendengarkan suara itu saat melakukan panggilan telepon. Meski tidak didengar pembelinya, angka penjualan nada sambung tetap menunjukan angka tinggi. Sepanjang tahun 2009, keuntungan yang diraih industri telekomunikasi dan industri musik dari nada sambung pribadi mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun (Putranto 2010). Selain itu animo masyarakat yang menyukai penggunaan RBT terus bertambah menjadi 6,7 juta pengguna di tahun 2010.65 Dengan hadirnya teknologi nada sambung ini, efek negatif aksi pembajakan yang marak terjadi dan merugikan banyak pihak dalam industri musik dapat dikurangi. Lain halnya dengan produk bajakan, sistem distribusi keuntungan penjualan nada sambung mengakui keberadaan musisi dan penggubah lagu dengan menyertakan mereka sebagai penerima laba. Dalam Hidayat (2010), Ade dari Alfa Records menyatakan bahwa berapapun nilai jual sebuah nada sambung, rata-rata pihak operator seluler sebagai pemilik teknologi itu menerima bagi hasil sebesar 50 persen, sisanya dibagi untuk label rekaman, musisi, publisher dan produser. Yanti Noer, istri dari penyanyi Chrisye, mengatakan bahwa biasanya dalam pembagian hasil sebuah aktivasi nada sambung, keuntungan dibagi ke dalam lima komponen, yaitu artis, pencipta, label rekaman, produser, dan operator seluler. Rosana Listanto, manajer Iwan Fals menyatakan bahwa pembagian keuntungan nada sambung untuk musisi, publisher dan pencipta berkisar antara 10 hingga 15 persen. Perbedaan itu muncul karena memang belum ada standar baku tentang hal itu. Selain dilatarbelakangi perkembangan teknologi, kemunculan nada sambung juga memiliki sisi positif tersendiri bagi penurunan nilai kerugian yang diderita industri musik karena pembajakan. Manurut Putranto (2010), seorang pencipta lagu dengan jumlah penjualan lagunya yang mencapai dua juta hit (satuan penjualan nada sambung), bisa menerima royalti hingga 980 juta rupiah. Nominal itu ia peroleh dengan rincian sebagai berikut. Dari total penjualan dua juta nada sambung itu, pihak operator Telkomsel berhasil meraup 18 milyar rupiah dengan harga satuan Rp 9.000,00. Setelah dipotong biaya operasional dan hak operator sebesar Rp 6.550,00, tersisa keuntungan bersih sebesar Rp 2.450,00 yang kemudian dibagi antara pihak label rekaman dan artis. Menurut perjanjian sebelumnya, artis menerima 20 persen sisa keuntungan itu, sehingga 6
http://www.inilah.com/read/detail/1058792/URLKARIKATUR
17
tersisa Rp 490,00 menjadi hak artis/kelompok musik. Karena sebelumnya juga terdapat perjanjian bahwa pencipta lagu menerima keuntungan 100 persen, maka akumulasi Rp 490,00 senilai 980 juta rupiah yang didapat dari dua juta pembeli nada sambung itu menjadi hak sang penggubah. Rincian dana diatas adalah keuntungan yang diperolah dari operator Telkomsel. Lain halnya dengan Telkomsel, XL yang memasang biaya aktivasi bulanan Rp 5.000,00, membagi hasil keuntungan untuk operator sebesar Rp 4.000,00 (80%), kemudian Rp 1.000,00 sisanya dibagi penerbit dan pencipta Rp 125,00 (1,25%), label dan penyedia konten (content provider) sebesar Rp 750,00 (15%), serta artis mendapatkan Rp 125,00 (2,5%). Sementara itu Mobile 8 dengan harga jual Rp 8.000,00 pembagian untuk operatornya Rp 5.130 (64,13%), dan sisanya dibagi ke penerbit dan pencipta Rp 359 (4,48%), label dan penyedia konten (content provider) sebesar Rp 2.153 (26,9%), dan artis mendapatkan Rp 359,00 (4,48%).76 Dengan demikian, menurut Vitalia Ramona yang menjabat sebagai manajer duo musisi Ratu dalam Putranto (2010), royalti nada sambung mengobati rasa sakit hati musisi atas maraknya pembajakan CD dan kaset. Nada sambung pribadi juga menjelma menjadi alat untuk menyatakan identitas diri. Hal itu dinyatakan Ari Lasso dalam wawancara yang dimuat dalam Putranto (2009). Ia menyatakan bahwa membeli CD untuk dimiliki seumur hidup mereka malas, tapi membeli nada sambung yang tidak mereka dengar sendiri, konsumen sampai setengah mati gonta-gantinya. Senada dengan Ari Lasso, Rudolf Dethu yang juga praktisi musik tanah air dalam Putranto (2009) menyatakan bahwa membeli album adalah murni untuk kesukaannya terhadap musik atau artis tersebut, sementara kecenderungan orang ingin mengunduh nada sambung sebenarnya karena ingin ditebak karakter pribadinya.
Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian tentang persepsi nada sambung pernah dilakukan oleh Adyia Fatmasari. Dalam skripsinya yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap Layanan Ring Back Tone Band Flora di PT Malta Music Indonesia, alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran itu melakukan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukannya adalah dengan wawancara mendalam, dokumentasi, catatan lapang dan studi kepustakaan. Contoh yang diikutsertakan dalam penelitian itu berjumlah 10 7
http://tekno.kompas.com/read/2009/08/04/17314598/ini.lho.jatah.mbah.surip.di.bisnis.rbt
18
orang. Pemilihan contoh dilakukan secara purposif dengan syarat contoh adalah pengguna nada sambung band Flora. Penelitian dilakukan di PT Malta Music Indonesia, Jalan Seruni IV nomor 43 Taman Yasmin Bogor pada tanggal 20 Januari 2010 hingga 20 April 2010. PT Malta Music Indonesia adalah perusahaan profesional yang memberikan jasa layanan mastering. Flora band adalah sebuah kelompok musik asal Bogor yang beranggotakan lima orang dan memainkan musik beraliran classical brit pop rock progressive. Hasil penelitian itu menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap nada sambung Band Flora dideskripsikan dengan pernyataan bahwa lagu yang dijadikan nada sambung sesuai dengan selera, liriknya menyentuh, aransemen lagu yang baik, lagu itu adalah lagu yang sedang menjadi tren dan band yang membawakannya adalah band favorit para contoh. Selain persepsi, peneliti juga mendalami alasan konsumen dalam pembelian nada sambung Band Flora. Latar belakang pembelian nada sambung oleh para contoh adalah agar penelepon tidak merasa bosan, hanya iseng, agar tidak merasa ketinggalan jaman, untuk mengungkapkan
isi
hati,
dan
mengikuti
konsumen
lain.
Peneliti
juga
menggolongkan kesepuluh contoh ke dalam dua kategori konsumen, konsumen aktif dan konsumen pasif. Konsumen aktif adalah konsumen yang mencari sendiri informasinya, sedangkan konsumen pasif adalah konsumen yang terpapar informasi namun sebelumnya tidak berniat untuk mendapat informasi itu. Dalam penelitian itu terdapat enam konsumen aktif dan empat konsumen pasif. Keenam konsumen aktif mendapatkan informasi untuk penggunaan nada sambung dari internet. Sementara itu dua dari empat konsumen pasif memperoleh informasi melalui pesan singkat (SMS) yang dikirim oleh provider, sedangkan dua konsumen pasif lainnya mendapat informasi dari pamflet. Seluruh contoh menyatakan mudah untuk mengaktifkan nada sambung Band Flora. Tujuh dari sepuluh contoh menyatakan bahwa mereka memperpanjang aktivasi nada sambung Band Flora. Penelitian yang berjudul “Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung” ini sama-sama menjadikan persepsi tentang nada sambung atau Ring Back Tone (RBT) sebagai objek yang dikaji. Dalam penelitian Fatmasari (2010) diatas, persepsi contoh diketahui menurut variabel kemudahan contoh untuk mengaktifkan nada sambung, sikap contoh, harga dan kegunaan yang dirasakan contoh. Sementara itu dalam penelitian ini, persepsi adalah faktor internal
19
konsumen yang diduga mempengaruhi perilaku mahasiswa TPB IPB dalam pembelian produk nada sambung. Metode penelitian yang digunakan adalah poin perbedaan lain kedua penelitian diatas. Metode kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian Fatmasari (2010), sedangkan penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip penelitian kuantitatif dengan analisis statistika berupa uji deskriptif dan uji regresi linier berganda.
21
KERANGKA PEMIKIRAN Industri musik yang diserbu serangan pembajakan mulai terselamatkan sejak adanya sebuah inovasi dengan nama nada sambung. Lain halnya dengan produk bajakan, sistem distribusi keuntungan penjualan nada sambung mengakui keberadaan musisi dan penggubah lagu dengan menyertakan mereka sebagai penerima laba. Jumlah keuntungan yang didapat dari bisnis itu pun tidak sedikit. Selain karena perkembangan teknologi informasi yang pesat, peran lingkungan sosial juga turut mendorong tingginya angka pembelian musik yang tidak didengar oleh pembelinya itu. Nada sambung ditujukan untuk didengar seorang penelepon yang menghubungi ponsel pembeli produk itu. Tindakan pembelian nada sambung diantaranya dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap produk itu. Tindakan
pembelian
nada
sambung
melibatkan
persepsi
dan
pengetahuan. Persepsi dipengaruhi pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seorang konsumen. Pengetahuan dan persepsi merupakan unsur psikologis konsumen yang pembentukannya dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang membentuk kedua komponen itu adalah perkembangan teknologi informasi yang pesat, situasi sosial-budaya lingkungan, karakteristik keluarga konsumen, sumber informasi dan kelompok yang dijadikan acuan oleh konsumen untuk mengonsumsi produk nada sambung tersebut. Karakteristik keluarga yang mempengaruhi persepsi dan pengetahuan adalah jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Sementara itu kelompok acuan juga memainkan peran penting dalam perilaku pembelian
nada
sambung.
Perilaku
pembelian
nada
sambung
diduga
dipengaruhi persepsi dan pengetahuan konsumen tentang produk itu. Selain faktor eksternal, faktor internal juga berpengaruh dalam pembentukan persepsi dan pengetahuan konsumen. Faktor internal tersebut adalah umur konsumen, jenis kelamin dan uang saku. Bagan kerangka pemikiran hubungan antara faktor eksternal, faktor internal, persepsi, pengetahuan konsumen dan tindakan pembelian nada sambung disajikan pada Gambar 3.
22
Faktor Eksternal: • Karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga) • Kelompok acuan • Sumber informasi
Faktor Internal: • Karaktersitik contoh (usia, jenis kelamin dan besar uang saku)
Persepsi Proses Mental Pengetahuan
Persepsi
Tindakan Pembelian Nada Sambung
Keterangan: Hubungan antar variabel yang diteliti Variabel yang diteliti Gambar 3
Kerangka pemikiran antara pengetahuan konsumen, persepsi konsumen dan tindakan pembelian nada sambung
23
MET TODE PEN NELITIAN empat dan Waktu Pen nelitian Desain, Te De esain yang digunakan dalam pene elitian ini ad dalah crosss sectional study. s Desain crross section nal study adalah salah h satu cara a pengumpu ulan data dalam d waktu terrtentu dan tidak berke elanjutan. Penelitian P ini dilaksan nakan di In nstitut Pertanian Bogor ya ang berloka asi di Keca amatan Drramaga Ka abupaten Bogor. B n dilaksanakkan selama a empat bulan, terhitun ng mulai bu ulan Maret 2011 Penelitian hingga Juli 2011.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh Po opulasi pada a penelitian n ini adalah mahasiswa a TPB IPB ttahun 2010 yang sedang mengaktifka m n nada sam mbung. Subjek penelitian dipilih secara purposif dengan pertimbanga p an bahwa mahasiswa m ada dalam tahap t tingkat perrtama bera perkemba angan remajja akhir yan ng masih melakukan proses pecarian identita as diri dan relatiif mudah terpengaruh h, sehingga a kondisi in ni dimanfaa aftkan prod dusen untuk dija adikan targe et pasar. Survey S pend dahuluan dilakukan un ntuk menge etahui jumlah se erta identita as mahasiswa TPB yang mengonsumsi nada samb bung. Berdasarkkan hasil survey, diketahui d bahwa b 78 orang m mahasiswa TPB mengaktiffkan nada sambung s sa aat dilakuka an survey. Setelah S dip peroleh kera angka populasi tersebut, sebanyak 36 orang contoh bisa b diikutssertakan dalam d engambilan contoh pe enelitian dip perlihatkan pada penelitian. Tahapan proses pe 4 Gambar 4. Sebanya ak 2433 mah hasiswa ikut serta surveyy pengguna nada sambu ung
Seba anyak 78 orang mahasisw wa menyatakkan sedang mengaktifkan m n nada sambung sa aat survey
Seban nyak 36 mahasiswa menjjadi nden respon
Gambar 4 Tahapan proses peng gambilan co ontoh penellitian
24
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner berupa karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, pekerjaan kepala keluarga, dan pendapatan keluarga), kelompok acuan contoh, pola penggunaan nada sambung, pengetahuan, persepsi tentang nada sambung, serta perilaku contoh dalam pembelian nada sambung. Data sekunder berupa jumlah total mahasiswa TPB IPB serta usia mahasiswa TPB IPB diperoleh dari Direktorat TPB IPB. Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara perolehan data disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara penarikan data penelitian Skala Cara Variabel No. Data Dalam Kategori Data Perolehan Penelitian Kuesioner Data Menurut Cobb (2001) Pengisian 1. Usia contoh Data rasio Remaja akhir Kuesioner (16-19 tahun) Jenis kelamin Data 0: Laki-laki Pengisian 2. contoh nominal 1: Perempuan Kuesioner Uang saku Pengisian contoh per 3. Data rasio Kuesioner bulan 1: Orang tua 2: Rekan sekolah/bekerja 3: Pacar Pengisian Kelompok Data 4. 4: Tokoh idola Kuesioner Acuan Contoh nominal 5: Teman bermain 6: Guru/pakar 7: Rekan di internet 8: Lain-lain Berdasarkan kategori BKKBN Pengisian Jumlah anggota 5. Data rasio Kecil: ≤ 4 orang Kuesioner keluarga Sedang: 5-6 orang Besar: ≥7 orang 1: PNS 2: Pegawai Swasta 3: TNI/Polri Pengisian Pekerjaan Data 6. 4: Wiraswasta Kuesioner kepala keluarga nominal 5: Ibu Rumah Tangga (IRT) 6: Lain-lain Pendapatan Pengisian 7. Data rasio keluarga Kuesioner
25
Tabel 1 (Lanjutan) No.
Variabel Penelitian
Skala Data Dalam Kuesioner
8.
Pengetahuan contoh tentang nada sambung
Data ordinal
9.
Persepsi contoh terhadap nada sambung
Data ordinal
10.
Perilaku pembelian nada sambung
Data ordinal
Cara Perolehan Data
Kategori Data 1: Rendah (skor antara 033,3) 2: Sedang (skor antara 33,4-66,6) 3: Tinggi (skor antara 66,7-100) 1: Sangat tidak setuju (skor antara 16-28,8) 2: Tidak setuju (skor antara 28,9-41,6) 3: Kurang setuju (skor antara 41,7-54,4) 4: Setuju (skor antara 54,5-67,2) 5: Sangat setuju (skor antara 67,3-80) 1: Tidak pernah (skor antara 17-34) 2: Jarang (skor antara 35-51) 3: Sering (skor antara 52-68) 4:Selalu (skor antara 69-85)
Pengisian Kuesioner
Pengisian Kuesioner
Pengisian Kuesioner
Analisis Data Analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh adalah uji deskriptif dan uji regresi linier berganda. Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku) dan karakteristik keluarganya (jumlah anggota keluarga, pekerjaan kepala keluarga, dan pendapatan keluarga) dianalisis dengan menggunakan analisis statistika deskriptif untuk memberikan makna terhadap data yang diperoleh. 2. Kelompok acuan yang mempengaruhi contoh untuk mengonsumsi nada sambung dianalisis dengan menggunakan analisis statistika deskriptif. 3. Pola
penggunaan
nada
sambung
konsumen
dianalisis
dengan
menggunakan analisis statistika deskriptif untuk memberikan makna terhadap data yang diperoleh. 4. Aspek pengetahuan konsumen dianalisis dengan menggunakan analisis statistika
deskriptif.
Aspek
ini
diukur
dengan
pertanyaan
yang
26
menghasilkan data nominal dengan pilihan jawaban benar dan salah. Jawaban benar diberi bobot satu, sedangkan jawaban salah diberi poin nol.
Setelah
itu
contoh
digolongkan
berdasarkan
tiga
kategori
berdasarkan perolehan skor pengetahuan. Pembagian tiga kategori itu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut (Umar 2003):
Berdasarkan rumus diatas, diperoleh rentang interval untuk kategori rendah (0-33,3), sedang (33,4-66,6) dan tinggi (66,7-100). 5. Persepsi contoh terhadap nada sambung dianalisis dengan analisis statistika deskriptif. Pengukuran persepsi contoh ini dilakukan dengan pertanyaan yang menggunakan skala Likert yang terdiri dari lima peringkat. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi bobot satu, “tidak setuju” diberi bobot dua, “kurang setuju” diberi bobot tiga, “setuju” diberi nilai empat dan “sangat setuju” memiliki poin lima. Persepsi contoh terhadap nada sambung kemudian dibagi menjadi lima kategori, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “kurang setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Penentuan kelas interval persepsi contoh dilakukan dengan rumus berikut (Umar 2003):
Berdasarkan rumus diatas dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 16, diperoleh interval skor untuk kategori “sangat tidak setuju” sebesar 1628,8, “tidak setuju” sebesar 28,9-41,6, “kurang setuju” sebesar 41,7-54,4, “setuju” sebesar 54,5-67,2 dan “sangat setuju” sebesar 67,3-80. 6. Persepsi contoh terhadap tiap butir pernyataan yang mengukur tingkat persepsi contoh dilakukan dengan pertanyaan yang menggunakan skala Likert dengan lima peringkat. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi bobot satu, “tidak setuju” diberi bobot dua, “kurang setuju” diberi bobot tiga, “setuju” diberi nilai empat dan “sangat setuju” memiliki poin lima. Persepsi contoh terhadap tiap poin pernyataan dinyatakan dalam lima kategori, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “kurang setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Penentuan kelas interval persepsi contoh dilakukan dengan rumus berikut (Umar 2003):
27
Berdasarkan rumus diatas dengan nilai tertinggi 5 dan nilai terendah 1, diperoleh rataan untuk kategori “sangat tidak setuju” sebesar 0-1,8, “tidak setuju” sebesar 1,9-2,6, “kurang setuju” sebesar 2,7-3,4, “setuju” sebesar 3,5-4,2 dan “sangat setuju” sebesar 4,3-5. 7. Variabel perilaku konsumsi nada sambung diukur dengan menggunakan pertanyaan berskala Likert yang memiliki empat peringkat. Jawaban “tidak pernah” diberi bobot satu, “jarang” bernilai dua, “sering” berbobot tiga, sedangkan “selalu” diberi nilai empat. Perilaku konsumsi nada sambung kemudian dibagi menjadi empat kategori, yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “sering”, dan “selalu”. Pembagian kategori itu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut (Umar 2003):
Berdasarkan rumus diatas dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 17, diperoleh interval skor untuk kategori “tidak pernah” sebesar 17-34, “jarang” sebesar 35-51, “sering” sebesar 52-68, dan “selalu” sebesar 6985. 8. Tiap poin pernyataan tentang perilaku konsumsi nada sambung diukur dengan menggunakan pertanyaan berskala Likert yang memiliki empat peringkat. Jawaban “tidak pernah” diberi bobot satu, “jarang” bernilai dua, “sering” berbobot tiga, sedangkan “selalu” diberi nilai empat. Perilaku konsumsi nada sambung kemudian dibagi menjadi empat kategori, yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “sering”, dan “selalu”. Pembagian kategori itu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut (Umar 2003):
Berdasarkan rumus diatas dengan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 1, diperoleh interval skor untuk kategori “tidak pernah” sebesar 1-1,75, “jarang” sebesar 1,76-2,5, “sering” sebesar 2,6-3,25, “selalu” sebesar 3,26-4. 9. Pengaruh usia, uang saku, jenis kelamin, kelompok acuan, pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap perilaku pembelian nada sambung dianalisis dengan uji regresi. Persamaan regresi yang digunakan adalah: y = α + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + β5x5 + β6x6 + e
28
Keterangan: Y = Perilaku pembelian nada sambung α = Konstanta regresi β = Koefisien regresi x1 = Pengetahuan konsumen x2 = Persepsi konsumen x3 = Usia x4 = Uang saku x5 = Jenis kelamin x6 = Kelompok acuan e = Kesalahan
Definisi Operasional Karakteristik individu adalah ciri-ciri individu yang meliputi usia, jenis kelamin, dan uang saku. Ciri-ciri individu tersebut dijabarkan di bawah ini: •
Usia adalah umur contoh yang dinyatakan dalam tahun
•
Jenis kelamin adalah perbedaan contoh berdasarkan ciri biologis dengan kategori laki-laki dan perempuan
•
Uang saku adalah nilai uang yang dinyatakan dalam rupiah dan menggambarkan pengeluaran dan perolehan uang berupa pemberian orang tua/saudara, upah kerja dan/atau beasiswa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai mahasiswa selama satu bulan.
Kelompok acuan adalah orang-orang yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan contoh. Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga contoh yang meliputi jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. •
Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga inti contoh yang dinyatakan dalam jumlah orang. Jumlah anggota keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (anggota keluarga ≤ 4 orang), keluarga sedang (anggota keluarga 5-6 orang), dan keluarga besar (anggota keluarga ≥ 7 orang).
•
Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua untuk mendapatkan nafkah dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Kode satu untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), kode dua untuk pegawai swasta, kode tiga untuk TNI/Polri, kode empat untuk wiraswasta, kode
29
lima untuk tidak bekerja/ibu rumah tangga, dan kode enam untuk jenis pekerjaan lain. •
Pendapatan keluarga adalah total seluruh pendapatan anggota keluarga yang bekerja.
Nada sambung adalah rekaman suara yang dibeli seorang konsumen operator seluler sehingga orang yang menghubunginya akan mendengarkan rekaman itu saat melakukan panggilan telepon. Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki contoh tentang produk nada sambung dan disimpan dalam memori jangka panjang. Persepsi konsumen adalah penilaian seorang konsumen terhadap nada sambung berdasarkan stimulus yang diterima dan pengetahuan yang telah didapatnya di masa lalu. Perilaku pembelian adalah tahap akhir dari proses pengambilan keputusan konsumen yang ditunjukkan dalam tingkat frekuensi pembelian nada sambung.
31
HASIL
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa IPB selama tahun pertama. Program TPB dibentuk pada tahun 1973. Untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi akademik dan kemahasiswaan, Program Pendidikan TPB berkantor di Jalan Ulin Wing U Gedung TPB IPB Kampus IPB Darmaga dengan didukung oleh beberapa tenaga administrasi. Saat penelitian dilaksanakan, Program Pendidikan TPB dipimpin direktur yang dijabat oleh Dr. Ir. Ibnul Qayim. Sebelum tahun 2010, Program Pendidikan TPB menggunakan ruangan seperti auditorium, kelas besar, ruang seminar atau kelas kecil untuk proses perkuliahan. Ruangan tersebut tersebar di Kampus IPB Darmaga, yang sebagian besar juga diperuntukkan bagi proses belajar mengajar fakultas. Saat ini mahasiswa TPB sudah menempati gedung tersendiri. Mahasiswa tingkat pertama IPB tinggal di asrama TPB yang dikelola oleh Badan Pengelola Asrama (BPA). Beberapa program yang digelar BPA diantaranya adalah: apel pagi, pengajian lorong, dan lain-lain.Mahasiswa pria menempati Asrama Putra TPB yang terdiri dari empat gedung, yaitu gedung C1, C2, C3, dan Asrama Silva Lestari. Mahasiswa wanita menempati enam gedung, yaitu gedung A1, A2, A3, Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa), Asrama Putri Darmaga dan Asrama Silvasari. Berbagai fasilitas yang terdapat di asrama yaitu kantin, cafeteria, rumah makan, rental komputer dan toko untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aktivitas mahasiswa di asrama dilakukan di bawah bimbingan Senior Residence (SR) yang merupakan mahasiswa non TPB. Mahasiswa IPB melewati beberapa jalur untuk mendaftar masuk. Jalur masuk tersebut adalah Undangan Saringan Masuk IPB (USMI), Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Prestasi Internasional-Nasional (PIN)/Beasiswa Utusan Daerah (BUD), Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan mahasiswa asing. Jalur masuk IPB yang paling banyak dilalui adalah USMI. Sebanyak 69,4 persen mahasiswa TPB pada tahun 2010 masuk IPB melalui jalur itu. Buku TPB Dalam Angka 2009/2010 menyatakan bahwa pada tahun 2010, jumlah mahasiswa TPB mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2009
32
jumlah mahasiswa TPB adalah 3.210 orang, maka setahun setelahnya jumlah itu mengalami penambahan 544 orang sehingga menjadi 3.754 orang mahasiswa. Lebih dari separuh (58,9%) mahasiswa TPB tahun 2010 berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar (86,2%) mahasiswa TPB 2010 berasal dari SMA negeri, sementara 13,2 persen berasal dari SMA swasta dan 0,6 persen sisanya berasal dari luar negeri. Hampir sepertiga (31,5%) orang tua mahasiswa IPB tahun 2010 berprofesi sebagai pengawai negeri. Lebih dari sepertiga (36,4%) orang tua mahasiswa memiliki penghasilan antara Rp 2.500.000,00 hingga Rp 5.000.000,00.
Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan (75%) dan sisanya (25%) adalah contoh laki-laki. Sebaran contoh menurut jenis kelamin disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Sebaran contoh menurut jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 9 27 36
Persentase 25.0 75.0 100
Usia Sebanyak lebih dari separuh (58,3%) contoh berusia 19 tahun. Tabel 3 juga menyatakan bahwa lebih dari sepertiga (36,1%) contoh berusia 18 tahun. Tabel 3 Sebaran contoh menurut usia Usia (tahun) 17 18 19 20 Total Rata-rata ± Standar deviasi
Jumlah Persentase 1 2,8 13 36,1 21 58,3 1 2,8 36 100,0 18,6 ± 0,6
Uang Saku Hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari setengah (52,8%) contoh memiliki uang saku antara Rp 500.000,00–Rp 750.000,00. Rata-rata uang saku contoh adalah sebesar Rp 741.515,2.
33
Tabel 4 Sebaran contoh menurut uang saku Uang saku (rupiah) 500,000 – 750,000 750,001 – 1,000,000 1,000,001 – 1,200,000 Total Rata-rata ± Standar deviasi
Jumlah 19 8 9 36
Persentase 52,8 22,2 25,0 100,0
741.515,2 ± 205.549,9
Daerah Asal Hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa seperempat contoh (25%) berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Jakarta dan Banten menempati urutan kedua sebagai daerah asal contoh dengan persentase 13,9 persen. Wilayah lain yang menjadi asal bagi kurang dari 10 persen contoh adalah Sumatera, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi. Tabel 5 Sebaran contoh menurut daerah asal Daerah asal Bali Banten Jawa Barat Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Sumatera Total
Jumlah 1 5 9 5 3 9 1 3 36
Persentase 2,8 13,9 25,0 13,9 8,3 25,0 2,8 8,3 100,0
Penyedia Layanan Ponsel Persentase tertinggi contoh (47,2%) seperti yang tersaji dalam Tabel 6 menunjukkan Indosat sebagai penyedia layanan ponsel yang paling banyak diaktifkan. Sebanyak lebih dari sepertiga (38,9%) contoh juga mengaktifkan XL sebagai penyedia layanan ponselnya. Penyedia layanan posel lain yang digunakan kurang dari 10 persen contoh adalah Telkomsel, Tri dan Esia. Tabel 6 Sebaran contoh menurut penyedia layanan ponsel Penyedia layanan ponsel Esia Indosat Telkomsel Tri XL Total
Jumlah 1 17 2 2 14 36
Persentase 2,8 47,2 5,6 5,6 38,9 100,0
34
Karakteristik Keluarga Contoh Jumlah anggota keluarga Persentase tertinggi contoh (61,1%) tergolong keluarga sedang yang jumlah anggota keluarganya 5-6 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 4,9 orang atau hampir 5 orang. Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang) Keluarga besar (≥ 7 orang) Total Rata-rata ± Standar deviasi
Jumlah Persentase 12 33,3 22 61,1 2 5,6 36 100,0 4,9 ± 1,0
Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan ayah cukup bervariasi dengan persentase pekerjaan tertinggi (41,7%) sebagai PNS. Profesi lain yang dijalani ayah contoh adalah wiraswasta (27,8%), pegawai swasta (13,9%), TNI/Polri (5,6%), dan pensiunan (5,6%). Selain itu pada Tabel 8 ditemukan pula bahwa 5,6 persen contoh memiliki ayah yang tidak bekerja. Setengah dari total contoh memiliki ibu yang tidak bekerja atau menjalani profesi sebagai ibu rumah tangga. Profesi lain yang ditekuni ibu contoh adalah PNS (37,1%), wiraswasta (5,7%), dan pensiunan (2,9%). Tabel 8 Sebaran pekerjaan orang tua contoha Total Jumlah Persentase Ayah PNS 15 41,7 Pegawai swasta 5 13,9 TNI/Polri 2 5,6 Wiraswasta 10 27,8 Tidak bekerja 2 5,6 Pensiunan 2 5,6 Total 36 100,0 Ibu PNS 13 37,1 Pegawai swasta 1 2,9 Wiraswasta 2 5,7 Tidak bekerja 18 51,4 Pensiunan 1 2,9 Total 35 100,0 a Satu orang contoh memiliki ibu yang sudah meninggal Pekerjaan
35
Pendapatan Keluarga Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji dalam Tabel 9, lebih dari setengah contoh (55,6%) memiliki pendapatan keluarga antara Rp 600.000,00– Rp 4.400.000,00 dengan pendapatan rata-rata Rp 4.232.888,5. Pendapatan terkecil keluarga contoh adalah Rp 600.000,00 sedangkan pendapatan tertinggi Rp 12.000.000,00. Tabel 9 Sebaran contoh menurut pendapatan keluarga per bulan Pendapatan keluarga contoh per bulan (Rp) 600,000 – 4,400,000 4,400,001 – 8,200,000 8,200,001 – 12,000,000 Total Rata-rata ± Standar deviasi Min (Rp) Max (Rp)
Jumlah persentase 20 55,6 13 36,1 3 8,3 36 100,0 4.232.888,5 ± 2.691.895,8 600.000 12.000.000
Pola Penggunaan Nada Sambung Lama Pengaktifan Nada Sambung Sebanyak hampir tiga perempat (72,2%) contoh telah mengaktifkan nada sambung selama 1-20 bulan. Sebanyak masing-masing kurang dari seperlima contoh telah mengaktifkan nada sambung selama 21-40 bulan (13,9%), 41-60 bulan (5,6%), dan 61-80 bulan (8,3%). Sebaran contoh menurut waktu pengaktifan nada sambung disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh menurut lama pengaktifan nada sambung Lama pengaktifan nada sambung (bulan) 1-20 21-40 41-60 61-80 Total
Jumlah 26 5 2 3 36
Persentase 72,2 13,9 5,6 8,3 100,0
Jumlah Ponsel yang Digunakan Contoh Hasil penelitian menyatakan bahwa lebih dari setengah contoh (66,7%) menggunakan satu ponsel, sementara 33,33 persen lainnya menggunakan dua ponsel dengan dua ponsel berbeda. Sebaran contoh menurut jumlah ponsel yang digunakan tersaji dalam Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh menurut jumlah ponsel yang digunakan Jumlah ponsel yang digunakan contoh (unit) 1 2 Total
Jumlah
Persentase
24 12 36
66,7 33,3 100,0
36
Sumber Informasi Tabel 12 memperlihatkan bahwa separuh pilihan sumber informasi contoh terkumpul di sumber publik (televisi dan radio). Sebanyak satu pertiga pilihan sumber informasi contoh berasal dari sumber komersial (iklan di internet dan SMS dari penyedia layanan). Sumber pribadi (teman dan keluarga) sebagai sumber informasi memiliki persentase 16,7 persen. Tabel 12 Sebaran contoh menurut sumber informasi tentang nada sambung Sumber informasi Sumber pribadi Sumber komersial Sumber publik
Jumlah 8 16 24
Persentase 16,7 33,3 50,0
Jenis Nada Sambung Jenis nada sambung berupa rekaman suara diaktifkan oleh satu orang contoh (2,7%). Sebagian besar contoh (86,5%) mengaktifkan musik pop sebagai nada sambung mereka. Sebaran contoh menurut jenis nada sambung yang diaktifkan dapat disimak di Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh menurut jenis nada sambung Jenis nada sambung Musik rock Musik pop Rekaman percakapan Musik RnB
Jumlah 2 32 1 2
persentase 5,4 86,5 2,7 5,4
Prioritas Pengeluaran Contoh Fitur yang menjadi prioritas pertama dan kedua untuk dibiayai paling banyak contoh adalah SMS (52,8% & 47,2%). Internet dipilih oleh lebih dari separuh contoh (52,8%) sebagai fitur yang berada pada prioritas ketiga untuk didahulukan pembiayaannya, dan nada sambung dipilih sebagai prioritas terakhir oleh lebih dari tiga perempat (77,8%) contoh (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran contoh menurut urutan prioritas pengeluaran untuk penggunaan berbagai layanan ponsel SMS Telepon Internet Nada sambung Urutan prioritas n % n % n % n % Prioritas pertama 19 52,8 13 36,1 4 11,1 0 0 Prioritas kedua 17 47,2 12 33,3 7 19,4 0 0 Prioritas ketiga 0 0 9 25,0 19 52,8 8 22,2 Prioritas keempat 0 0 2 5,6 6 16,7 28 77,8 Jumlah 36 100 36 100 36 100 36 100
37
Kelompok Acuan Kelompok acuan contoh dalam penggunaan nada sambung disajikan dalam Tabel 15. Menurut data dalam tabel itu, diperoleh informasi bahwa kebanyakan contoh (39,5%) menjadikan temannya sebagai kelompok acuan yang mempengaruhi konsumsi nada sambung. Tabel 15 Sebaran contoh menurut kelompok acuan dalam pengaktifan nada sambung Kelompok acuan Teman Pacar Tokoh idola Promosi dari operator Tidak memiliki kelompok acuan
Jumlah 15 3 4 7 9
Persentase 39,5 7,9 10,5 18,4 23,7
Pengetahuan Konsumen Tabel 16 menampilkan sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan tentang nada sambung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh memiliki tingkat pengetahuan paling baik tentang definisi nada sambung dan cara mengaktifkan nada sambung. Hal itu terlihat dari tingginya persentase (94%) contoh yang menjawab benar poin pertanyaan yang mengukur aspek itu. Tingkat pengetahuan paling rendah yang dimiliki contoh adalah pengetahuan tentang wilayah jangkauan aktivasi nada sambung. Hanya 33,3 persen contoh yang menjawab benar poin pertanyaan tentang wilayah jangkauan itu. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan nada sambung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pernyataan Nada sambung bukan jenis produk musik karena tidak disajikan dalam bentuk kaset/CD Cara membeli/mengaktifkan nada sambung adalah dengan mendatangi kios khusus kemudian meminta petugas melakukan pengaktifan Jenis file nada sambung adalah .wav Nada sambung adalah lagu yang tidak akan didengar oleh pembelinya Masa berlaku nada sambung adalah satu bulan Harga nada sambung sama untuk semua jenis operator ponsel Prosedur untuk memperpanjang penggunaan nada sambung sama seperti prosedur aktivasi pertama kali Aktivasi nada sambung bisa dilakukan melalui internet Aktivasi nada sambung untuk suatu nomor ponsel bisa dilakukan melalui nomor ponsel lain Nada Sambung Pribadi (NSP) adalah salah satu nama merek Ring Back Tone Aktivasi nada sambung hanya bisa dilakukan saat jam kerja karena sistemnya seperti costumer service
Jawaban benar n % 34
94,4
34
94,4
19
52,8
20
55,6
16 33
44,4 91,7
26
72,2
23
63,9
20
55,6
26
72,2
31
86,1
38
Tabel 16 (Lanjutan) No. 12. 13. 14. 15.
16.
Jawaban benar n %
Pernyataan Fasilitas nada sambung pertama kali diperkenalkan oleh operator Indosat Durasi pemutaran nada sambung sama di semua operator, yaitu 30 detik Nada sambung untuk beberapa operator ponsel hanya bisa digunakan di pulau Jawa Harga aktivasi nada sambung pada operator Telkomsel adalah yang termurah dibanding biaya aktivasi operator lain karena pengguna nada sambung terbanyak di Indonesia adalah konsumen Telkomsel Nada sambung akan aktif jika penggunanya memiliki saldo pulsa minimal untuk melakukan panggilan telepon
17
47,2
26
72,2
12
33,3
26
72,2
19
52,8
Berdasarkan Tabel 17 dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh contoh (55,6%) memiliki pengetahuan tentang nada sambung yang tinggi. Tidak ada contoh yang memiliki tingkat pengetahuan rendah. Tabel 17 Sebaran contoh menurut tingkat pengetahuan tentang nada sambung Tingkat pengetahuan Pengetahuan rendah (skor 0-33,3) Pengetahuan sedang (skor 33,4-66,6) Pengetahuan tinggi (skor 66,7-100) Total Min-Max Rata-rata ± Standar deviasi
Jumlah Persentase 0 0,0 16 44,4 20 55,6 36 100,0 43,8 - 87,5 66.3 ± 10.4
Persepsi Konsumen Persepsi contoh terhadap nada sambung dibagi menjadi lima kategori, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “kurang setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Berdasarkan Tabel 18, lebih dari separuh contoh (55,6%) menyatakan kurang setuju terhadap keberadaan nada sambung. Tabel 18 Sebaran contoh menurut persepsi tentang nada sambung Persepsi contoh Sangat tidak setuju (skor 16-28,8) Tidak setuju (skor 28,9-41,6) Kurang setuju (skor 41,7-54,4) Setuju (skor 54,5-67,2) Sangat setuju (skor 67,3-80) Total Min-Max Rata-rata ± Standar deviasi
Jumlah 0 6 20 10 0 36
Persentase 0,0 16,7 55,6 27,8 0,0 100,0
34-65 49,9 ± 7,8
Hasil penelitian yang ditunjukan pada Lampiran 2 menyatakan bahwa contoh memiliki tingkat persepsi paling baik tentang harga nada sambung yang sudah terjangkau, promosi dengan kualitas iklan yang baik, penggunaan nada sambung oleh tokoh figur publik, manfaat nada sambung sebagai penyelamat
39
industri musik dari pembajakan, keberadaan musik rock dalam wujud nada sambung, dan keberadaan kode nada sambung di sleeve CD. Hal itu terlihat dari tingginya skor rata-rata (kisaran skor 3,5-4,2) contoh yang menyatakan setuju dengan pernyataan-pernyataan itu. Tingkat persepsi paling rendah yang dimiliki contoh adalah persepsi bahwa semua pengguna ponsel pasti membutuhkan nada sambung. Rata-rata contoh juga tidak setuju dengan pernyataan bahwa produk musik dalam bentuk nada sambung lebih bagus dibanding musik dalam wujud lain. Selain itu contoh juga merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan bahwa mereka merasa kurang percaya diri saat nada sambungnya sudah tidak aktif dan belum diaktifkan ulang. Ketiga poin pertanyaan tentang persepsi itu masing-masing meraih skor antara 1,9-2,6.
Perilaku Pembelian Hasil penelitian menunjukkan hampir separuh (47,2%) contoh memilki perilaku pembelian dalam kategori “jarang” (rentang skor 35-51) dengan skor rata-rata sebesar 40,5. Sebaran contoh menurut perilaku pembelian nada sambung dapat disimak di Tabel 19. Tabel 19 Sebaran contoh menurut perilaku pembelian nada sambung Perilaku pembelian Jumlah Persentase Tidak pernah (skor 17-34) 12 33.3 Jarang (skor 35-51) 17 47.2 Sering (skor 52-68) 7 19.4 Selalu (skor 69-85) 0 0.0 Total 36 100,0 Min-Max 23-63 Rata-rata ± Standar deviasi 40,5 ± 10,4
Lampiran 3 memperlihatkan bahwa rata-rata contoh sering merasa nyaman saat mendengarkan nada sambung yang diaktifkan oleh nomor yang dihubunginya. Rata-rata contoh juga merasa jarang mengaktifkan nada sambung dengan alasan menyukai lagunya. Begitu pula dengan motif pengaktifan nada sambung.
Rata-rata
contoh
jarang
mengaktifkannya
dengan
tujuan
mengekspresikan perasaan. Beberapa aspek perilaku pembelian nada sambung yang tidak pernah dilakukan rata-rata contoh adalah membeli CD atau kaset musisi yang nada sambungnya diaktifkan, mengaktifkan nada sambung karena temannya juga mengaktifkan, mengganti nada sambung meski nada sambung sebelumnya masih aktif dan konsumen juga tidak pernah membeli CD atau kaset setelah mendengar suatu nada sambung.
40
Pengaruh jenis kelamin, usia, uang saku, pengetahuan dan persepsi contoh terhadap nada sambung terhadap perilaku pembelian nada sambung Faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian nada sambung secara nyata adalah persepsi konsumen (β=0,561 & p=0,002). Persepsi konsumen berpengaruh positif nyata (p<0,01) terhadap perilaku pembelian nada sambung konsumen. Koefisien regresi untuk variabel ini adalah 0,561. Hal itu berarti bahwa jika persepsi konsumen mengalami peningkatan satu satuan, maka perilaku pembelian nada sambung juga akan meningkat sebesar 0,561. Tabel 20 Pengaruh jenis kelamin, usia, uang saku, pengetahuan dan persepsi contoh terhadap nada sambung terhadap perilaku pembelian nada sambung Variabel bebas Karakteristik contoh Usia Uang saku Jenis kelamin Kelompok acuan (1=Teman; 0=Bukan Teman) Pengetahuan konsumen Persepsi konsumen N F R2 Adj. R2
Perilaku pembelian nada sambung β T Sig. -.088 -.055 .324 .074 .005 .561
-.562 .578 -.354 .726 1.991 .056 .431 .670 .029 .977 3.388 .002* 36 2.753 (p=.030) .363 .231
Keterangan: * = Nyata pada p<0,01
Hasil uji regresi linier berganda yang ditunjukkan pada Tabel 20 memperlihatkan bahwa nilai Adjusted R2 adalah 0,231, artinya sebanyak 23,1 persen perilaku pembelian nada sambung dipengaruhi oleh keenam variabel bebas yang diteliti (usia, uang saku, jenis kelamin, kelompok acuan, pengetahuan konsumen dan persepsi konsumen). Sebanyak 76,9% variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak diteliti.
41
PEMBAHASAN Tiga perempat jumlah contoh penilitian ini berjenis kelamin perempuan. Sementara itu lebih dari separuh (58%) contoh berusia 19 tahun. Menurut Cobb (2001) usia tersebut termasuk ke dalam golongan remaja akhir. Solomon (1992) menyatakan, jenis kelamin merupakan komponen penting dalam pembentukan konsep diri konsumen. Konsumen selalu menyesuaikan diri dengan produk yang dikonsumsinya agar sesuai dengan konsep budayanya tentang jenis kelamin. Hawkins et al (2001) menyatakan bahwa usia seseorang akan menentukan media
apa
yang
digunakan,
tempat
belanja
yang
dituju,
bagaimana
menggunakan produk, dan bagaimana konsumen merasakan dan berpikir tentang aktivitas pemasaran. Kotler dan Armstrong (2008) mengidentifikasi lima segmen tahap kehidupan konsumen. Segmen pertama adalah pemuda yang meliputi konsumen yang berusia lebih muda dari 18 tahun. Segmen kedua adalah konsumen mulai dewasa yang memiliki rentang usia 18-35 tahun yang melewati berbagai pengalaman pertamanya, seperti kelulusan, kartu kredit pertama, mobil pertama, pinjaman pertama, pernikahan dan anak pertama. Segmen ketiga dihuni para konsumen yang berusia antara 35-50 tahun yang sedang berada dalam tahun pendapatan puncak mereka. Segmen akumulator adalah konsumen yang berusia 50-60 tahun. Mereka khawatir dengan tabungan pensiunnya dan melakukan investasi dengan bijak. Segmen terakhir adalah segmen lanjut usia. Konsumen
ini
ingin
memaksimalkan
pendapatan
pensiunnya
untuk
mempertahankan gaya hidup yang ia inginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan contoh tergolong segmen kedua. Berdasarkan informasi diatas, konsumen dengan rentang usia ini akan bersikap hati-hati dengan pengeluarannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar contoh penelitian berada pada interval uang saku terkecil, yaitu antara Rp 500.000,00 – Rp 750.000,00. Pendapatan seorang konsumen adalah salah satu aspek yang digunakan untuk mengidentifikasi status sosial. Uang saku bagi mahasiswa bertindak sebagai salah satu pendapatan yang akan menentukan kelas sosialnya. Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa kelas sosial berguna untuk mengidentifikasi kecenderungan pembelian konsumen, karena konsumen yang berada pada kelas sosial yang sama akan melakukan perilaku pembelian
42
yang sama. Uang saku juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi situasi ekonomi konsumen. Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk yang dibelinya. Sebanyak 61,1 persen keluarga contoh tergolong keluarga sedang yang jumlah anggota keluarganya 5-6 orang. Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembelian. Dengan banyaknya jumlah anggota keluarga, maka makin banyak pula peluang seorang konsumen dipengaruhi anggota keluarga lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari setengah contoh (55,6%) memiliki pendapatan keluarga antara Rp 600.000,00 – Rp 4.400.000,00 dengan pendapatan rata-rata Rp 4.232.888,5. Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan berjenjang yang anggotanya memiliki nilai, minat, dan perilaku yang sama. Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa kelas sosial dapat diidentifikasi menurut satu atau beberapa variabel demografis seperti pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Konsumen yang berada pada satu kelas sosial yang sama cenderung memperlihatkan perilaku pembelian yang sama. Dalam penelitian ini, kelas sosial diidentifikasi dari pekerjaan dan pendapatan. Sebaran pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa jenis pekerjaan terbanyak ayah (41,7%) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara itu separuh contoh memiliki ibu yang tidak bekerja atau menjalani profesi sebagai ibu rumah tangga. Nada
sambung
merupakan
salah
satu
produk
musik,
sehingga
keterangan diatas sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa kebanyakan (58,3%) contoh yang merupakan konsumen nada sambung berusia 19 tahun. Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa fokus produk untuk konsumen yang berusia antara 18 hingga 29 tahun adalah musik, busana dan bahasa. Menurut hasil penelitian, lebih dari setengah contoh menggunakan satu ponsel, sementara contoh lainnya menggunakan dua ponsel dengan dua nomor berbeda. Earlyanti (2010) menyatakan bahwa barang komplementer adalah barang yang melengkapi fungsi barang lainnya. Keberadaan nada sambung dapat melengkapi fitur yang disediakan telepon seluler sehingga nada sambung dan ponsel adalah pasangan barang komplementer. Hubungan antara nada sambung dan ponsel sebagai barang komplementer menyatakan bahwa keberadaan satu barang saja dari keduanya tidak akan membuahkan manfaat
43
yang sebenarnya diinginkan konsumen. Keberadaan ponsel yang lebih banyak memungkinkan bertambah pula nada sambung yang diaktifkan seorang konsumen. Oksman dan Rautianinen (2001) dalam Torlak (2011) juga menyatakan bahwa diantara kebanyakan remaja, penggunaan telepon seluler menjadi mekanisme penting untuk menghubungkannya dengan keluarga dan teman. Kotler dan Armstrong (2008) melakukan penggolongan sumber informasi yang bisa diperoleh konsumen. Sumber-sumber itu meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga), sumber komersial (iklan, wiraniaga, situs web, penyalur, kemasan, tampilan), sumber publik (media massa, organisasi pemeringkat
konsumen,
pencarian
internet)
dan
sumber
pengalaman
(penanganan, pemeriksaan, pemakaian produk). Kotler dan Armstrong (2008) juga menyatakan bahwa pada umumnya, konsumen menerima informasi tentang sebuah produk dari sumber komersial, meski sumber pribadi dinilai paling efektif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sumber publik (televisi, surat kabar dan radio) ada di urutan pertama sebagai sumber informasi mahasiswa tentang nada sambung. Sumber informasi pribadi paling sedikit dipilih contoh sebagai sumber informasi tentang nada sambung. Solomon
(1992)
menyatakan
bahwa
mahasiswa
mulai
kesulitan
mengakses televisi. Mahasiswa juga dinilai kurang memiliki akses yang baik menuju surat kabar. Solomon (1992) juga menyatakan bahwa strategi terbaik untuk mencapai konsumen mahasiswa adalah dengan menggunakan produk personal yang dekat dengan kesehariannya serta melakukan pengenalan produk di pusat informasi mahasiswa dan asrama. Meski demikian, Solomon (1992) menyatakan bahwa komunikasi verbal (word of mouth communication) tetap menjadi media penyebaran informasi yang baik bagi konsumen mahasiswa. Paparan Solomon (1992) diatas bertentangan dengan hasil penelitian. Hal itu diduga terjadi karena akses ke sumber publik (televisi) di asrama tidak sulit. Televisi selalu tersedia di setiap lobi asrama TPB IPB, sehingga mudah disaksikan mahasiswa. Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa pemaparan informasi di televisi yang kaya dengan petunjuk simbol visual dan durasi yang pendek dapat membentuk loyalitas terhadap merek. Sebagian besar contoh (86,5%) mengaktifkan musik pop sebagai nada sambung mereka. Musik pop adalah jenis musik yang mudah ditemui dan
44
biasanya tema asmara menjadi topik sentral. Topik ini menurut Solomon (1992) memang digemari konsumen remaja. Selain
penggunaan
nada
sambung,
berbagai
fitur
ponsel
juga
memerlukan dana aktivasi agar bisa digunakan. Fitur lain tersebut adalah layanan SMS, panggilan telepon, dan internet. Lebih dari tiga perempat contoh memilih nada sambung sebagai prioritas terakhir dalam pengalokasian dana untuk ponselnya. Hal itu menunjukkan bahwa nada sambung bukan aspek prioritas dalam daftar pengeluaran contoh. Posisi pertama fitur ponsel yang diutamakan lebih dari separuh (52,8%) contoh adalah Short Message Service (SMS).
Menurut
Solomon
(1992),
konsumen
mahasiswa
selalu
memperhitungkan pengeluarannya untuk keperluan pribadi. Oleh karena itu SMS adalah fitur yang didahulukan oleh contoh sebab lebih dekat dengan keperluan pribadi contoh. Temuan bahwa SMS menjadi layanan utama dalam penggunaan sebuah ponsel juga senada dengan hasil penelitian yang dipaparkan Torlak (2011). Menurutnya, penggunaan ponsel sudah sedemikian populer di kalangan remaja. Penelitian cross-cultural mengungkap ketertarikan dan penggunaan ponsel yang sama oleh remaja dari beberapa negara berbeda. Saat berpikir tentang bagaimana remaja berinteraksi melalui telepon selulernya, interaksi sosial dengan temannya adalah hal yang utama. Dalam sebuah penelitian di Universitas Yunani (Greek University) yang melibatkan 416 mahasiswa peserta survey penggunaan telepon seluler, terungkap hasil yang mengindikasikan bahwa kebanyakan para responden menggunakan ponsel untuk tujuan panggilan telepon dan SMS. Sementara itu dalam studi lain di Norwegia dengan topik yang sama, peneliti menemukan bahwa 99,4 persen konsumen wanita paling
banyak
menggunakan
ponselnya
untuk
fungsi
SMS,
sementara
persentase contoh pria sebesar 97,5 persen. Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyaknya kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan menjadi tempat seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Kelompok yang sering langsung membentuk sikap dan bertindak sebagai referensi langsung seorang konsumen disebut kelompok referensi. Kelompok referensi ini menurut Sumarwan (2004) disebut kelompok acuan. Kelompok yang terpengaruh oleh berbagai hal terkait kelompok acuan disebut kelompok asosiasi. Kotler dan Armstrong (2008) menambahkan bahwa
45
konsumen sering dipengaruhi oleh kelompok referensi yang tidak dimasukinya sebagai anggota. Namun menurut Solomon (1992), konsumen yang ada di usia remaja akan mencari referensi bersikap dari teman sebayanya dan iklan agar terlihat dan bersikap dengan “baik”. Schiffman dan Kanuk (2004) memperkuat pernyataan itu dengan menyatakan bahwa opini dan preferensi teman adalah sumber pengaruh yang penting dalam menentukan produk yang akan dipilih. Solomon (1992) juga menyatakan bahwa remaja sering kali terpangaruh oleh keputusan orang tuanya. Hasil penelitian menyatakan kebalikan dari kedua informasi itu. Contoh justru menjadikan kelompok yang ia tempati sebagai kelompok acuannya. Contoh juga tidak menjadikan keluarga sebagai kelompok acuan seperti yang dinyatakan Solomon (1992), melainkan temannya. Hal ini terjadi karena contoh adalah remaja yang berada di tingkat akhir fase transisi, sehingga sudah masuk ke fase dewasa awal, karenanya pengaruh orang tua sebagai acuan pembelian tidak lagi berpengaruh besar. Menurut hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa kebanyakan contoh (39,5%) menjadikan temannya sebagai kelompok acuan yang mempengaruhi konsumsi nada sambung. Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Mowen dan Minor (1995) sebagaimana dikutip Sumarwan (2004) melakukan klasifikasi pengetahuan konsumen menjadi tiga jenis, yaitu pengetahuan objektif, pengetahuan
subjektif
dan
informasi
mengenai
pengetahuan
lainnya.
Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan objektif inilah yang diukur dengan 16 pertanyaan. Sebanyak lebih dari separuh contoh (55,6%) memiliki pengetahuan tentang nada sambung yang tinggi. Tidak ada contoh yang memiliki tingkat pengetahuan rendah. Keterjangkauan contoh terhadap sumber informasi adalah salah satu faktor yang diduga berkontribusi dalam tingginya tingkat pengetahuan. Solomon (1992) menyatakan bahwa komunikasi verbal (word of mouth communication) menjadi media penyebaran informasi yang baik bagi konsumen mahasiswa. Kedekatan dengan teman hingga menjadi kelompok acuan juga merupakan faktor lain yang diduga mempengaruhi tingginya
46
pengetahuan contoh, karena peluang terjadinya pertukaran informasi secara verbal lebih besar. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Solomon (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilalui saat sebuah sensasi seperti tampilan, suara, dan bau dipilih, diatur serta diterjemahkan. Timbulnya persepsi dimulai dari pemaparan stimulus yang kemudian diterima konsumen. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari separuh contoh (55,6%) menyatakan kurang setuju dengan keberadaan nada sambung. Sutisna (2001) menyatakan bahwa konsumen mengembangkan inferensi atau kesimpulan mengenai suatu produk. Hal itu disebut dengan inferensi perseptual. Inferensi itu merupakan kepercayaan mengenai suatu objek dari asosiasi masa lalu. Sutisna (2001) juga menggolongkan inferensi ke dalam tiga tipe, yaitu inferensi yang didasarkan pada evaluasi (evaluation based), evaluasi yang didasarkan pada kesamaan (similarity based) dan inferensi yang didasarkan pada korelasional. Inferensi
yang
didasarkan
pada
evaluasi
yaitu
penilaian
yang
menimbulkan evaluasi positif atau negatif yang konsisten terhadap suatu merek. Artinya, jika pada awalnya konsumen sudah memperoleh informasi bahwa sebuah produk berkualitas baik, maka ketika konsumen itu membeli produk yang dikabarkan berkualitas baik dan penilaian baik itu disetujui, maka telah terjadi inferensi positif secara konsisten. Inferensi yang didasarkan pada kesamaan yaitu kepercayaan atas suatu objek yang didasarkan pada kesamaan dengan objek lain. Konsumen mengembangkan inferensi terhadap merek yang tidak diketahuinya dengan menghubungkan dengan merek lain yang dikenalnya. Inferensi korelasional didasarkan pada asosiasi dari hal umum kepada hal yang spesifik. Misalnya, konsumen percaya bahwa harga yang lebih mahal menunjukkan kualitas yang lebih baik. Berdasarkan tiga klasifikasi inferensi perseptual diatas, pembentukan persepsi contoh terjadi melalui inferensi yang didasarkan pada evaluasi. Persepsi kurang setuju yang terbentuk terjadi sebagai lanjutan dari penerimaan stimulus tentang produk dari berbagai media. Berdasarkan klasifikasi perilaku pembelian menurut Kotler dan Armstrong (2008), perilaku pembelian konsumen nada sambung tergolong perilaku pembelian mencari keragaman. Jenis ini ditandai dengan rendahnya keterlibatan
47
konsumen untuk memperoleh informasi tentang produk yang sama dengan merek berbeda, padahal merek untuk produk ini tidak berjumlah sedikit. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memilki perilaku pembelian dalam kategori “pernah” dengan skor rata-rata sebesar 48,4. Informasi tentang perilaku pembelian contoh bisa digunakan untuk memprediksi perilaku pembelian berikutnya, sebagaimana yang Sutisna (2001) nyatakan bahwa penentu akhir tindakan konsumen di masa yang akan datang adalah pengalaman dengan penggunaan produk. Kotler dan Armstrong (2008) melakukan empat klasifikasi jenis perilaku keputusan pembelian yang dilakukan konsumen. Jenis perilaku keputusan pembelian yang pertama adalah perilaku pembelian kompleks. Jenis perilaku pembelian ini menuntut keterlibatan konsumen yang tinggi dan banyak perbedaan merek produk yang akan dibeli. Jenis kedua adalah perilaku pembelian pengurangan disonansi. Perilaku pembelian ini juga perlu dilakukan dengan keterlibatan tinggi agar informasi tentang sebuah produk didapat secara utuh. Namun dalam perilaku pembelian ini, keragaman merek produk yang dipilih tidak tinggi. Perilaku pembelian selanjutnya adalah perilaku pembelian kebiasaan yang tidak menuntut keterlibatan tinggi dan keragaman merek yang juga tidak tinggi. Jenis perilaku pembelian terakhir adalah perilaku pembelian mencari keragaman. Dalam jenis perilaku pembelian ini, banyak terdapat perbedaan merek, namun keterlibatan untuk memilih produk mana yang akan dikonsumsi tidak bernilai tinggi. Menurut
Earlyanti
(2008),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pola
konsumsi adalah tingkat pendidikan konsumen, selera konsumen yang ditunjukkan dengan persepsi, harga barang, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga dan kondisi lingkungan yang ditempati konsumen. Berdasarkan uji regresi linear berganda, dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap perilaku pembelian nada sambung oleh mahasiswa TPB IPB adalah persepsi konsumen. Persepsi konsumen juga berbanding lurus dengan variabel terikat (perilaku pembelian). Perolehan itu senada dengan paparan Earlyani (2008) diatas, meski kelima variabel independen lain yang diteliti (pengetahuan, usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga dan uang saku) tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku pembelian nada sambung oleh mahasiswa TPB IPB. Pernyataan Verbeke (2002) dalam Gellynck (2009) juga
48
sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa persepsi konsumen menentukan preferensi, sikap, pilihan serta perilaku pembelian konsumen itu.
49
Keterbatasan Penelitian Rentang waktu pemilihan contoh dan pengambilan data terpaut jarak satu bulan, sehingga kemungkinan perubahan variabel yang diteliti saat pemilihan contoh dan pengambilan data dapat terjadi. Selain itu jumlah contoh dalam penelitian ini juga terlalu kecil sehingga mempengaruhi tingkat generalisasi hasil penelitian.
50
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan jenis kelamin, tiga perempat contoh berjenis kelamin perempuan. Lebih dari separuh contoh berusia 19 tahun, memiliki uang saku antara Rp 500.000,00 – Rp 750.000,00, tergolong keluarga sedang dan memiliki pendapatan keluarga antara Rp 600.000,00 – Rp 4.400.000,00 dengan pendapatan rata-rata Rp 4.232.888,5. Persentase terbesar pekerjaan ayah contoh adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar contoh menjadikan teman sebagai kelompok acuan. Sebanyak lebih dari separuh contoh memiliki pengetahuan tentang nada sambung yang tinggi dan memiliki persepsi kurang setuju terhadap keberadaan nada sambung. Tingkat persepsi mempengaruhi perilaku pembelian nada sambung. Sebagian besar contoh memiliki perilaku pembelian dalam kategori pernah. Berdasarkan uji regresi linier berganda, persepsi konsumen berpengaruh positif nyata (p<0,01) terhadap perilaku pembelian nada sambung konsumen.
Saran 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan contoh menjadikan temannya sebagai kelompok acuan. Oleh karena itu, penyampaian pesan dalam iklan akan memiliki peluang lebih besar untuk diaplikasikan konsumen remaja akhir jika dikemas dalam suasana pertemanan serta tema kekompakan dan kebersamaan dengan teman. 2. Sebanyak lebih dari separuh contoh memiliki persepsi kurang setuju terhadap keberadaan nada sambung. Beberapa hal yang diduga mempengaruhi tidak positifnya persepsi contoh terhadap nada sambung adalah kualitas serta nilai guna dari nada sambung. Hal itu terlihat dari rendahnya skor persepsi untuk kedua variabel tersebut, sehingga produsen bisa menambah kualitas audio nada sambung. Selain itu positioning produk juga perlu ditingkatkan agar konsumen merasakan nilai tambah baru dalam penggunaan nada sambung. Cara yang bisa ditempuh untuk meningkatkan positioning produk adalah dengan melakukan beberapa inovasi, misalnya lagu baru seorang musisi hanya bisa didapat melalui nada sambung, tokoh tertentu menggunakan nada sambung, dan lain-lain. 3. Persepsi adalah variabel yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian nada sambung. Sementara itu perilaku pembelian nada sambung contoh
51
masih tergolong “jarang”. Oleh karena itu untuk meningkatkan perilaku pembelian konsumen, perlu ada upaya peningkatan tingkat persepsi konsumen, diantaranya dengan melakukan promosi melalui opinion leader yang dapat mempengaruhi konsumen dengan usia remaja akhir. 4. Calon konsumen hendaknya cermat mengalokasikan pengeluaran dananya agar pembelian produk dapat tepat guna. Untuk itu, peran keluarga sangat penting dalam proses pendampingan. 5. Penelitian lanjutan untuk mengetahui pengetahuan dan persepsi konsumen saat sebelum dan setelah mengonsumsi nada sambung disarankan untuk dilakukan agar perubahan kedua variabel diatas dapat diketahui.
52
DAFTAR PUSTAKA Cobb NJ. 2001. Adolescene: Continuity, Change and Diversity. California (US): Mayfield Publishing Company Earlyanti NI. 2008. Konsumsi [internet]. [Diacu 2011 Juli 11]. Tersedia pada: http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/ Materi%20Pokok/view&id=216&uniq=2393 Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta (ID): Binarupa Aksara Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta (ID): Binarupa Aksara Fatmasari A. 2010. Persepsi Konsumen Terhadap Layanan Ring back tone Band Flora di PT. Malta Music Indonesia [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran Fitchard, Kevin. A Familiar Ring. Wireless Review, 20, 8. Gellynck X., Kuhne B., Van Bockstaele F., Van de Walle D., Dewettinck K., Consumer perception of bread quality. Appetite, 53, 16–23 Haryani M. 2008. Motif dan Prinsip Ekonomi [internet]. [Diacu 2011 Juli 11]. Tersedia pada: http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan %20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=217 Hawkins et al. 2001. Consumer Behavior: Building Market Strategy (Eight Edition). New York (US): McGraw-Hill Hidayat A. 2010 Maret. Digital Kills The Superstars. Rolling Stone. Edisi 59: 38 Kikulwe E.M., Wesseler J., Falck-Zepeda J. Attitudes, perceptions, and trust. Insights from a consumer survey regarding genetically modified banana in Uganda. Appetite, 57, 401–413 Kotler P, Armstrong G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Ke-12. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Peter JP, Olson JC. 1996. Consumer Behavior and Marketing Strategy Fourth Edition. United States of America: Times Mirror Higher Education Group Pragiwaksono P. 2008. How I Sold 1000 CD’s In 30 Days [ebook]. [Diacu 2011 Mei 4]. Tersedia pada: http://www.pandji.com/for-you/how-i-sold-1000-cdsin-30-days/ Putranto W. 2009. Rolling Stone Music Biz. Yogyakarta (ID): B-First Putranto W. 2010 Maret. Era Baru Musik Digital. Rolling Stone. Edisi 59: 23 Schiffman LG, Kanuk LL. 1983. Consumer Behavior Second Edition. New Jersey (US): Prentice-Hall Inc.
53
Schiffman LG, Kanuk LL. 1994. Consumer Behaviour Fifth Edition. New Jersey (US): Prentice-Hall, Inc. Schiffman LG, Kanuk LL. 2004. Consumer Behavior Eighth Edition. New Jersey (US): Pearson Education Inc. Solomon MR. 1992. Consumer Behaviour: Buying, Having and Being. Massachusetts (US): Allyn and Bacon Solomon MR. 2002. Consumer Behavior. New Jersey (US): Prentice-Hall Inc. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): PT Ghalia Indonesia Sunarno R. 2005. Personalisasi Ring Back Tone pada Jaringan PSTN [Internet]. [Diacu 2011 Mei 21]. Tersedia pada: http://www.ristinet.com/index.php? ch=8&lang=&s=73e3a5a32766e4f660490ac24a8fcfe0&n=295 Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya Torlak, Ö., Spillan, J.E., & Harcar T. Young Consumers' Cell Phone Usage in Developing Market: The Case of Turkish Youth Market. Journal of Marketing Development and Competitiveness, 5, 47-67. Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama Vuokko Jarva. Consumer education and everyday futures work. Futures, 99-111.
54
LAMPIRAN
55
56
Lampiran 1
KUESIONER
ANALISIS PERSEPSI, PENGETAHUAN DAN PERILAKU MAHASISWA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA (TPB) IPB DALAM PEMBELIAN NADA SAMBUNG Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai Analisis Persepsi, Pengetahuan dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB Dalam Pembelian Nada Sambung oleh Rheza Ardiansyah (I24070020), Mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap. Kerahasiaan responden terjamin. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Anda.
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Karakteristik Responden
Nama Jenis kelamin Umur Fakultas Kota asal Nomor ponsel Provider ponsel yang digunakan Uang saku per bulan
: …………………………………………………….. : a. Laki-laki b. Perempuan : …………………………………………………….. : …………………………………………………….. :………………………………………………………. :…………………………………………………….. :…………………………………………………….. : ……………………………………………………...
B. Karakteristik Keluarga Responden 1. Jumlah anggota keluarga
: ……………………………………………………
2. Pekerjaan orang tua
: Ayah : a. PNS
d. Wiraswasta
b. Pegawai Swasta
e. Lainnya, sebutkan:
c. TNI/Polri Ibu
:
a. PNS
d. Wiraswasta
b. Pegawai Swasta
e. Ibu rumah tangga
c. TNI/Polri
f. Lainnya, sebutkan:
3. Penghasilan keluarga per bulan (jumlah penghasilan ayah, ibu & anggota keluarga lain yang bekerja) dalam rupiah: …………………………………………………………
C. Penggunaan Nada Sambung 1. Apakah sekarang Anda menggunakan nada sambung? a. Ya
b. Tidak, tapi pernah menggunakannya
2. Jika jawaban Anda “Ya”, sejak kapan Anda menggunakan nada sambung? (bulan & tahun) …………………………………………………………………………………………
57
3. Jika jawaban Anda “Ya”, kenapa Anda menggunakan nada sambung? ……….………………………………………………………………………………………… 4. Jika jawaban Anda “Tidak”, kapan Anda mengaktifkannya? (bulan & tahun) ………………………………………………………………………………………………… 5. Jika jawaban Anda “Tidak”, kapan Anda berhenti menggunakannya? (bulan & tahun) ……..…………………………………………………………………………………………. 6. Jika jawaban Anda “Tidak”, kenapa Anda tidak lagi mengaktifkan nada sambung? ………………………………………………………………………………………………… 7. Berapa jumlah nomor ponsel yang Anda aktifkan? ……………………………………… 8. Jika Anda mengaktifkan lebih dari satu nomor ponsel, berapa nomor ponsel yang mengaktifkan layanan nada sambung? ……................................................................ 9. Dari mana Anda memperoleh informasi tentang nada sambung? a. Televisi d. Internet b. Rekan sekolah/bekerja e. Surat kabar/majalah c. Iklan di dalam CD original f. Lain-lain, sebutkan ……………………………. 10. Siapa orang yang paling mempengaruhi Anda untuk menggunakan nada sambung? a. Orang tua e. Teman bermain b. Rekan sekolah/bekerja f. Guru/pakar c. Pacar g. Teman di internet d. Tokoh idola h. Lain-lain, sebutkan …………………………… 11. Apa jenis nada sambung yang Anda aktifkan: a. Musik rock d. Musik etnis b. Musik dangdut e. Bukan musik (rekaman percakapan) c. Musik pop f. Lain-lain, sebutkan 12. Dari uang yang Anda gunakan, beri peringkat urutan prioritas pengeluaran Anda untuk penggunaan layanan ponsel berikut: Jenis pengeluaran Panggilan telepon SMS Internet Aktivasi nada sambung Lain-lain, sebutkan ……………………… D.
Urutan prioritas
Pengetahuan Responden Terhadap Nada Sambung
Beri tanda centang (3) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapat Anda. Beri tanda pada kolom benar jika menurut Anda pernyataan itu benar dan beri tanda centang pada kolom salah jika menurut Anda pernyataan itu salah Jawaban No. Pernyataan Benar Salah Nada sambung bukan jenis produk musik karena tidak 1. disajikan dalam bentuk kaset/CD Cara membeli/mengaktifkan nada sambung adalah dengan 2. mendatangi kios khusus kemudian meminta petugas melakukan pengaktifan 3. Jenis file nada sambung adalah .wav Nada sambung adalah lagu yang tidak akan didengar oleh 4. pembelinya 5. Masa berlaku nada sambung adalah satu bulan
58
No. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Jawaban Benar Salah
Pernyataan Harga nada sambung sama untuk semua jenis operator ponsel Prosedur untuk memperpanjang penggunaan nada sambung sama seperti prosedur aktivasi pertama kali Aktivasi nada sambung bisa dilakukan melalui internet Aktivasi nada sambung untuk suatu nomor ponsel bisa dilakukan melalui nomor ponsel lain Nada Sambung Pribadi (NSP) adalah salah satu nama merek Ring Back Tone Aktivasi nada sambung hanya bisa dilakukan saat jam kerja karena sistemnya seperti costumer service Fasilitas nada sambung pertama kali diperkenalkan oleh operator Indosat Durasi pemutaran nada sambung sama di semua operator, yaitu 30 detik Nada sambung untuk beberapa operator ponsel hanya bisa digunakan di pulau Jawa Harga aktivasi nada sambung pada operator Telkomsel adalah yang termurah dibanding biaya aktivasi operator lain karena pengguna nada sambung terbanyak di Indonesia adalah konsumen Telkomsel Nada sambung akan aktif jika penggunanya memiliki saldo pulsa minimal untuk melakukan panggilan telepon
E. Persepsi Responden Terhadap Nada Sambung Beri tanda centang (3) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapat Anda. Beri tanda pada kolom STS jika anda sangat tidak setuju, kolom TS jika anda tidak setuju, kolom KS jika anda kurang setuju, kolom S jika anda setuju, dan kolom SS jika anda sangat setuju No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pernyataan Harga aktivasi nada sambung dibuat sedemikian rupa sehingga terjangkau oleh semua kalangan konsumen Dengan menggunakan nada sambung saya lebih percaya diri Semua pengguna ponsel pasti membutuhkan nada sambung Variasi musik nada sambung sudah beragam dan lengkap sehingga saya tidak perlu bingung mencari informasi jenis nada sambung mana yang akan diaktifkan Musik dalam bentuk nada sambung lebih bagus dibanding dalam kemasan lain Saya percaya bahwa uang yang saya keluarkan untuk nada sambung seimbang dengan kepuasan yang saya dapatkan Saya yakin nada sambung akan terus menjadi tren Menurut saya promosi nada sambung sudah didukung dengan kualitas iklan yang baik Saya yakin para selebritis juga menggunakan produk nada sambung
STS
TS
Ukuran KS S
SS
59
No. 10. 11.
12. 13. 14.
15.
16.
Pernyataan
STS
TS
Ukuran KS S
SS
Menurut saya nada sambung adalah teknologi mutakhir yang sangat bermanfaat Saya setuju dengan pernyataan bahwa nada sambung menyelamatkan industri musik Indonesia dari kiamat akibat pembajakan Menurut saya nada sambung bisa menurunkan kreativitas musisi karena musisi hanya terpacu membuat musik yang menarik di bagian lagu tertentu Saya yakin musik metal ada dalam bentuk nada sambung meskipun kurang komersil Saya percaya bahwa pengamen sebenarnya dibayar oleh produsen nada sambung untuk menyanyikan sebuah lagu sambil berpromosi agar lagunya familiar Pencantuman kode nada sambung di kertas CD atau kaset (sleeve) tidak mengurangi kualitas seni sleeve itu meskipun warna dan desainnya berbeda dengan model dominan (warna, font, dll) sleeve itu Saya merasa kurang percaya diri saat nada sambung saya sudah tidak aktif dan belum diaktifkan ulang
F. Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Nada Sambung Beri tanda centang (3) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapat Anda. Beri tanda pada kolom TP jika anda sangat tidak pernah, kolom P jika anda pernah, kolom J jika anda jarang, kolom Sr jika anda sering, dan kolom Su jika anda selalu Jawaban No. Pernyataan TP P J Sr Su Selain mengaktifkan nada sambung seorang artis, saya juga membeli CD/kaset artis yang nada 1. sambungnya saya aktifkan karena nada sambung saja belum mewakili kegemaran saya kepada artis itu Saya mengaktifkan nada sambung karena teman 2. saya mengaktifkannya juga Saya selalu mengaktifkan nada sambung di awal 3. bulan Saya selalu mengaktifkan nada sambung lagu 4. terbaru Saya selalu mengaktifkan nada sambung artis 5. yang sama Saya menggunakan nada sambung untuk 6. menunjukkan selera musik saya Saya menggunakan nada sambung untuk 7. menunjukkan suasana hati saya Masa aktif nada sambung sesuai dengan 8. kebutuhan saya Saya menggunakan nada sambung untuk 9. menunjukkan bahwa saya tidak ketinggalan zaman Saya selalu senang mendengar nada sambung 10. orang yang saya telepon
60
No. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Pernyataan
TP
Saya mengaktifkan nada sambung yang sama dengan orang-orang terdekat Meskipun masa berlaku sebuah nada sambung belum habis, saya sering menggantinya dengan nada sambung lain Setelah mendengar nada sambung yang disukai, saya membeli kaset/CD artis itu Saya menggunakan nada sambung untuk mendukung artis yang saya suka Saya menggunakan nada sambung karena menyukai lagu itu Saya menggunakan nada sambung karena RBT itu populer Saya menggunakan nada sambung untuk mengikuti perkembangan jaman
TERIMA KASIH ☺☺☺
P
Jawaban J Sr
Su
61
Lampiran 2 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori penilaian atas masing-masing pertanyaan mengenai persepsi terhadap nada sambung No.
Pernyataan
5
21
4
3,5
8 16 11
14 7 14
7 1 5
1 0 1
2,7 1,9 2,6
7
3
12
14
0
2,9
0
10
14
10
2
3,1
Menurut saya promosi nada sambung sudah didukung dengan kualitas iklan yang baik
0
2
6
23
5
3,9
9 10
Saya yakin para selebritis juga menggunakan produk nada sambung
0
3
12
17
4
3,6
Menurut saya nada sambung adalah teknologi mutakhir yang sangat bermanfaat
1
11
14
10
0
2,9
11
Saya setuju dengan pernyataan bahwa nada sambung menyelamatkan industri musik Indonesia dari kiamat akibat pembajakan Menurut saya nada sambung bisa menurunkan kreativitas musisi karena musisi hanya terpacu membuat musik yang menarik di bagian lagu tertentu Saya yakin musik metal ada dalam bentuk nada sambung meskipun kurang komersil
1
1
7
21
6
3,8
1
9
14
9
3
2,9
0
1
6
25
4
3,9
7
9
15
5
0
2,5
2 3 5 6 7 8
12 13 14
Saya percaya bahwa pengamen sebenarnya dibayar oleh produsen nada sambung untuk menyanyikan sebuah lagu sambil berpromosi agar lagunya familiar
4
2
6 12 5
Rata-rataa
5
Harga aktivasi nada sambung dibuat sedemikian rupa sehingga terjangkau oleh semua kalangan konsumen Dengan menggunakan nada sambung saya lebih percaya diri Semua pengguna ponsel pasti membutuhkan nada sambung Musik dalam bentuk nada sambung lebih bagus dibanding dalam kemasan lain Saya percaya bahwa uang yang saya keluarkan untuk nada sambung seimbang dengan kepuasan yang saya dapatkan Saya yakin nada sambung akan terus menjadi tren
2
Skor 3
4
1
1
62
Tabel 21 (Lanjutan) No.
Pernyataan
15
Pencantuman kode nada sambung di kertas CD atau kaset (sleeve) tidak mengurangi kualitas seni sleeve itu meskipun warna dan desainnya berbeda dengan model dominan (warna, font, dll) sleeve itu Saya merasa kurang percaya diri saat nada sambung saya sudah tidak aktif dan belum diaktifkan ulang Total
16
Skor
Rata-rataa
1
2
3
4
5
0
3
9
22
2
3,6
14
15
5
2
0
1,9
59
106
161
225
40
3,2c
Keterangan: ∑
a
Rata-rata =
b
Skor rata-rata 0-1,8 Skor rata-rata 1,9-2,6 Skor rata-rata 2,7-3,4 Skor rata-rata 3,5-4,2 Skor rata-rata 4,3-5
c
Rata-rata total =
= Sangat tidak setuju = Tidak setuju = Kurang setuju = Setuju = Sangat setuju
∑
Lampiran 3 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori penilaian atas masing-masing pertanyaan mengenai perilaku pembelian nada sambunga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pernyataan Selain mengaktifkan nada sambung seorang artis, saya juga membeli CD/kaset artis yang nada sambungnya saya aktifkan karena nada sambung saja belum mewakili kegemaran saya kepada artis itu Saya mengaktifkan nada sambung karena teman saya mengaktifkannya juga Saya selalu mengaktifkan nada sambung di awal bulan Saya selalu mengaktifkan nada sambung lagu terbaru Saya selalu mengaktifkan nada sambung artis yang sama Saya menggunakan nada sambung untuk menunjukkan selera musik saya Saya menggunakan nada sambung untuk menunjukkan suasana hati saya
Skor
Rata-ratab
1
2
3
4
24
10
1
1
1,4
0 15 12 11 8 9
7 16 16 23 21 13
7 2 6 1 4 8
22 3 2 1 3 6
3,4 1,8 1,9 1,8 2.1 2,3
63
Tabel 22 (Lanjutan) No. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Pernyataan Masa aktif nada sambung sesuai dengan kebutuhan saya Saya menggunakan nada sambung untuk menunjukkan bahwa saya tidak ketinggalan zaman Saya selalu senang mendengar nada sambung orang yang saya telepon Saya mengaktifkan nada sambung yang sama dengan orang-orang terdekat Meskipun masa berlaku sebuah nada sambung belum habis, saya sering menggantinya dengan nada sambung lain Setelah mendengar nada sambung yang disukai, saya membeli kaset/CD artis itu Saya menggunakan nada sambung untuk mendukung artis yang saya suka Saya menggunakan nada sambung karena menyukai lagu itu Saya menggunakan nada sambung karena RBT itu populer Saya menggunakan nada sambung untuk mengikuti perkembangan jaman Total
Keterangan: ∑
a
Rata-rata =
b
Skor rata-rata 0-1,8 Skor rata-rata 1,9-2,6 Skor rata-rata 2,7-3,4 Skor rata-rata 3,5-4,2 Skor rata-rata 4,3-5
c
Rata-rata total =
∑
= Sangat tidak setuju = Tidak setuju = Kurang setuju = Setuju = Sangat setuju
Skor
Rata-rataa
1 8 24 0 17 18
2 23 11 17 15 15
3 4 1 12 2 3
4 1 0 7 2 0
25 15 2 15 17
10 15 14 15 14
1 4 10 3 5
0 2 10 3 0
1,3 1,8 2,8 1,8 1,7
220
255
74
63
1,9c
1,9 1,4 2,7 1,7 1,6
64
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 7 September 1989.
Penulis
merupakan
anak
sulung
dari
tiga
bersaudara buah hati pasangan Ahmad Rifai dan Yati Yuniarti. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SDN Limbangan Timur 1. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan studi ke SMPN 1 Limbangan dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2004. Penulis lalu menempuh pendidikan lanjutan di SMAN 1 Tarogong Kidul (sekarang SMAN 1 Garut). Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi salah satu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) di tahun 2008-2009. Pada tahun 2010 penulis menjabat sebagai Koordinator Divisi Riset Koran Kampus dan General Manager Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture X-pression!! (UKM MAX!!). Selama tahun 2010 hingga 2011 penulis juga menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Perilaku Konsumen dan Riset Konsumen.