ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA
Oleh : WAWAN KURNIAWAN A14105620
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN WAWAN KURNIAWAN. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. (Di bawah bimbingan JOKO PURWONO) Kecap merupakan hasil dari perkembangan teknologi pengolahan kedelai, yaitu melalui proses fermentasi 1 sampai 2 minggu. Dilihat dari kandungan gizinya kecap kedelai ternyata masih memilki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994). Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap menyebabkan persaingan semakin meningkat di antara perusahaan kecap, terutama dampak persaingan ini dirasakan sekali bagi perusahaan kecap yang masih kecil, sehingga keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi melalui manajemen produksi dan persediaan. Perusahaan Kecap Segitiga merupakan salah satu produsen kecap yang sedang berkembang. Adanya perubahan permintaan konsumen terhadap kecap seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu, kebijakan perusahaan menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan kajian terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan. (2) menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat diterapkan pada perusahaan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga yang berlokasi di Jalan Raya Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka, pada bulan februari 2007– Maret 2008 melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan karyawan, manajer, dan kepala divisi yang berkaitan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta literatur lainnya. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel . Untuk menganalisis metode pengendalian persediaan bahan baku perusahaan periode Maret 2007-Februari 2008 akan digunakan model MRP teknik LFL, EOQ, dan POQ. dipilih kemudian akan dipilih satu model alternatif untuk dijadikan sebagai bahan rekomendasi dalam pengendalian persediaan bahan baku perusahaan Segitiga. Data pembelian bahan baku perusahaan seringkali berfluktuasi, dengan tingkat persediaan yan cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan tingkat pembelian yang melebihi dari kebutuhan bahan baku untuk produksi kecap untuk setiap periodenya.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu Biaya yang ditanggung perusahaan untuk biaya persediaan bahan baku sebesar Rp 14 106 009.43 dengan biaya pembelian bahan baku selama periode Maret 2007-Februari 2008 sebesar Rp 1 340 203 482.00. Sedangkan dengan teknik LFL, EOQ dan POQ biaya persediaan perusahaan masing-masing Rp 27 659 748.70 , Rp 9 365 809.48, Rp 8 278 409.65. Sistem pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku kecap belum optimal dari segi biaya persediaan bahan baku. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya persediaan yang dihasilkan perusahaan, dibandingkan dengan biaya persediaan menggunakan metode MRP teknik EOQ dan teknik POQ. Sedangkan dari hasil analisis dengan Metode MRP teknik POQ yang menghasilkan penghematan biaya paling besar di antara teknik yang lainnya, yaitu menghasilkan biaya persediaan sebesar Rp 8 278 409.65 atau perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 41.3 persen. Biaya pembelian bahan baku dengan teknik POQ sebesar Rp 1 228 478 728.50 atau perusahaan mengalami penghematan biaya pembelian bahan baku sebesar 8.3 persen. Oleh karena itu metode MRP teknik POQ direkomendasikan sebagai model alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat dari biaya persediaan bahan bakunya. Penggunaan metode MRP teknik POQ dapat dijadikan alternatif bagi pengendalian persediaan perusahaan karena metode ini menghasilkan periode gabungan yang akan meminimumkan biaya persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) serta biaya pembelian bahan baku.
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : WAWAN KURNIAWAN A14105620
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka Nama : Wawan Kurniawan NRP : A14105620
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Joko Purwono, MS NIP:131 578 844
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr, NIP. 131 124 019
Tanggal lulus : 3 Mei 2008
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
PENGENDALIAN
PERSEDIAAN
BAHAN
BAKU
DI
PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA ” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, April 2008 Wawan Kurniawan A14105620
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1982 di Majalengka, Jawa Barat. Penulis yang bernama lengkap Wawan Kurniawan adalah anak ketujuh dari enam bersaudara pasangan ayahanda Abu sufyan dan ibunda Yayah Khususiah. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Maja tahun 1990 hingga tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Maja hingga tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 1 Majalengka, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Diploma III Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan hingga tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan ke program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2004-2005 sebagai staf Departemen Pertanian. Sebagai pengurus Keluarga Muslim Ekstensi (KAMUS X10C) dan terakhir menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Majalengka 2002-2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. Penelitian ini membahas tentang pengendalian persediaan bahan baku kecap khususnya bahan baku Kedelai, Gula Aren, Gula kelapa dan garam. Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode alternatif bagi perusahaan dalam pengadaan bahan baku, dengan memberikan tingkat persediaan dan biaya persediaan yang optimal, serta dapat menghemat biaya pembelian bahan baku. Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah model Material Requirement Planning (MRP) teknik Lot For Lot (LFL), Teknik Economic Order Quantity (EOQ) dan Teknik Period Order Quantity (POQ). Model pengendalian persediaan tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan perusahaan untuk mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku yang menghasilkan biaya persediaan minimum. Besar harapan penulis agar hasil penelitian ini mendapatkan berkah dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Terima kasih.
Bogor, April 2008 Wawan Kurniawan
UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat, Berkah dan Ridho kepada penulis sepanjang hayat ini. 2. Bapak dan ibu tercinta, Teteh-tetehku dan Aa-Aaku atas daya upaya selalu mendoakan, member kasih sayang, dorongan dan kesabarannya dalam membimbing penulis dari kecil hingga sekarang. 3. Ir.Joko Purwono, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah begitu banyak memberi bimbingan, saran, dan masukannya selama proses penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian. 5. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 6. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini. 7. Pak Dhany sebagai pembimbing lapang penulis, terima kasih atas bantuan data-datanya, serta Bapak Deden Herdian selaku Pimpinan perusahaan dan seluruh staf Perusahaan Kecap Segitiga yang telah banyak memberi bimbingan dan motivasi selama penelitian di Perusahaan
8. Daeng Iksal atas segala bantuannya dan kebersamaannya yang memberikan semangat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan Bu Mia atas pinjaman buku-bukunya, selamat atas kelahiran buah hatinya. 9. Dr. Arisman Adnan dan Mas Yuri atas dorongan semangat dan Do’anya. 10. Teman-teman seperjuangan (Asep, Hery, Hayya, Guna, Usman, Erfan, Iyan) atas keceriaan dan kebersamaan kita dalam perjuangan tidak lupa juga untuk mas Way. Sungguh suatu nikmat yang indah bisa mengenal kalian semua saudaraku ;-) 11. Semua teman-teman ekstensi 13(esp :Pengurus KAMUS,dan Tim Pelopor : Husni, Rudy, Husen, dan Abdul, Sol, dan Akhwatnya) atas kebersamaan kita, semoga silaturahim kita tidak terputus. 12. Teman-teman satu atap (Arif, Aris, Fajar, Jam’an, Sudar, Ubay) atas kebersamaan dan semangat kalian yang turut memotivasiku dalam menyelesaikan skripsi ini. Selamat berjuang untuk kehidupan selanjutnya dan teman-teman yang setia bersama (TIP 39 : Solihin, Sisca, Dizy). 13. Teman-teman Bogor Tengah, terus semangat perjuangan kita belum berakhir, karena harapan itu masih ada. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v I.
II.
III.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................ 1.5 Ruang LingkupPenelitian ...................................................................
1 4 9 9 9
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecap................................................................................................... 2.2 Bahan Baku .......................................................................................... 2.3 Persediaan ........................................................................................... 2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ................................................ 2.3.2 Jenis-jenis Persediaan fisik ........................................................ 2.3.3 Biaya-biaya Persediaan ............................................................ 2.3.4 Pengendalian Persediaan............................................................ 2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP) ............................................... 2.4.1 Lot For Lot ............................................................................... 2.4.2 Economic Order Quantity......................................................... 2.4.3 Part Periode Balancing ........................................................... 2.4.4 Period Order Quantity .............................................................. 2.5 Persediaan Pengaman .......................................................................... 2.6 Titik Pemesanan Kembali .................................................................... 2.7 Hasil Penelitian Terdahulu...................................................................
11 13 14 14 15 16 19 19 22 22 25 27 27 28 28
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Identifikasi Kebijakan Perusahaan Dalam Pegadaan bahan Baku....... 31 3.2 Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................... 31 3.3 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan baku.................................... 33
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................ 4.3 Metode Analisis Data.......................................................................... 4.3.1 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan ............................. 4.3.2 Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku .. 4.3.3 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu .............................. 4.3.4 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku...... 4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan........................
36 36 37 37 38 39 39 44
4.4Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan Data Historis ................................................................. 44 4.5 Definisi Operasional ............................................................................. 45 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan..................................................... 5.2 Lokasi Perusahaan .............................................................................. 5.3 Aspek Pemasaran ................................................................................ 5.4 Aspek Teknis/Produksi ....................................................................... 5.4.1 Proses Produksi ......................................................................... 5.5 Aspek Sumberdaya Manusia .............................................................. 5.6 Fasilitas Pabrik dan Kantor ................................................................
46 47 48 49 49 53 53
VI. SISTEM PENANGANAN DAN PENGADAAN BAHAN BAKU KECAP PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA 6.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ................................................................ 55 6.1.1 Kacang Kedelai ......................................................................... 56 6.1.2 Gula Aren .................................................................................. 57 6.1.3 Gula Kelapa ............................................................................... 57 6.1.4 Garam ........................................................................................ 57 6.2 Prosedur Pengadaan Bahan Baku....................................................... 58 6.3 Waktu Tunggu Bahan Baku(Lead Time) Pada Perusahaan Segitiga.. 59 6.4 Proses penanganan Bahan Baku......................................................... 60 6.5 Volume Penanganan Bahan Baku ...................................................... 60 6.6 Biaya-Biaya Persediaan...................................................................... 62 6.6.1 Biaya Pemesanan....................................................................... 62 6.6.2 Biaya Penyimpanan ................................................................... 64 VII.ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA 7.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ............................ 66 7.2 Metode Material Requirement Planning (MRP)................................ 70 7.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ................................... 71 7.2.2 Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) .......... 73 7.2.3 Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ................ 75 7.3 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan.................. 77 7.4 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Data Historis perusahaan Periode Maret 2007-Februari 2008.................................................................. 80 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan......................................................................................... 82 8.2 Saran ................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 84 LAMPIRAN ..................................................................................................... 86
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Hal
1.
Produksi Tanaman Sekunder Indonesia Tahun 2003-2007 ..................
1
2.
Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Seminggu untuk Komoditas Kecap di Indonesia..............................................................
2
3.
Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal) ........................
4
4.
Daftar Industri Kecap Kabupaten Majalengka Tahun 2007 .................
5
5.
Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-rata Bahan BakuKacang Kedelai Berdasarkan kondisi Aktual Perusahaan Tahun 2007 .............
7
6.
Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr) .........................................
12
7.
Penentuan Lot dengan Teknik PPB ......................................................
26
8.
Penelitian Terdahulu .............................................................................
30
9.
Format Rencana MRP...........................................................................
40
10. Komponen Bahan-bahan Pembentuk Keca pada Perusahaan Kecap Segitiga..................................................................................................
55
11. Volume Pemakaian Bahan Baku Kecap Perusahaan Kecap Segitiga Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................
62
12. Biaya Pemesanan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Periode Maret 2007-Februari 2008 (Rupiah/pesanan)
64
13. Biaya Penyimpanan Bahan Baku PerusahaanKecap Segitiga ..............
65
14. Persediaan Kacang Kedelai, Gula Aren, Gula Kelapa dan Garam Selama Periode Maret 2007-Februari 2008 (kg)...................................
67
15. Biaya Persediaan Bahan Baku per Tahun Periode Maret 2007Februari 2008 Menggunakan Kondisi Aktual Perusahaan....................
68
16. Biaya Pembelian Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ......
69
17. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 ...................................
72
18. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 .....................................................................
73
19. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008……. .… 74 20. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 75 21. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Teknik Period Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 ................................ 76 22. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Period Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 77 23. Perbandingan Frekuensi Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ..................................... 78 24. Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan MRP Teknik LFL, EOQ dan POQ................................................................................. 79
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Hal
1. Biaya Persediaan ...............................................................................................
23
2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
35
3. Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................................
59
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perindustrian merupakan
sektor yang cukup diandalkan dalam
perekonomian Indonesia, terutama dari sektor industri pengolahan hasil pertanian. Hal tersebut menjadikan industri pengolahan hasil produk pertanian sangat berperan dalam pertumbuhan perekonomian, karena sektor pertanian masih menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai masyarakat agraris. Indonesia sebagai negara agraris, yang mempunyai luas lahan pertanian yang cukup luas, masih mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan produksi industri pengolahan hasil pertanian. Data produksi beberapa komoditas pertanian di Indonesia menunjukkan produksi hasil pertanian yang tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa produksi pada tahun 2007 untuk komoditas jagung
menduduki peringkat terbesar, yaitu
sebesar
11.609.463 ton; kedelai sebesar 808 353 ton pada tahun 2005; kacang tanah sebesar 838 096 ton pada tahun 2006; singkong sebesar 19.986 640 ton pada tahun 2006; ubi jalar sebesar 1 991 478 ton pada tahun 2003. Tabel 1. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia tahun 2003-2007 (Ton) Tahun
Jagung
Kedelai
2003 2004
10 886 442 11 225 243
671 600 723 483
2005
12 523 894
2006
11 609 463 13 279 794
808 353 747 611
2007*
Sumber: BPS. 2007 Keterangan : * Data sementara
608 263
Kacang tanah 785 526 837 495 836 295
Singkong
Ubi jalar
18 523 810 19 424 707
1 991 478 1 901 802
19 321 183
1 856 969
838 096
19 986 640
1 854 238
789 327
18 950 274
1 874 036
Produksi produk pertanian untuk tahun 2007, pada Tabel 1 menunjukkan penurunan dalam produksi yaitu untuk komoditas kedelai, kacang tanah dan singkong. Hal ini menimbulkan kenaikan harga beberapa komoditas pertanian, khususnya
yang terjadi pada tahun 2007 adalah kenaikan harga komoditas
kedelai, sehingga berdampak pada melambungnya harga produk-produk olahan kedelai.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu
Krisnamurthi, menyatakan bahwa harga komoditas pangan naik sebesar 10%-35% selama enam bulan terakhir. Peningkatan harga itu dipicu kenaikan harga minyak mentah dunia. Komoditas pangan yang dimaksud seperti jagung, kedelai, daging, dan terigu.1 Salah satu industri
pengolahan
hasil
pertanian yang menggunakan
komoditas kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya adalah industri kecap.
Kecap sebagai salah satu hasil olahan kedelai, telah lama
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Industri kecap sangat berperan dalam meningkatkan nilai tambah
komoditas kedelai. Industri kecap juga berperan
dalam penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi pabrik dan meningkatkan permintaan kedelai nasional. Tabel 2. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata per Kapita Seminggu untuk Komoditas Kecap di Indonesia (Rp/14ml) Tahun 1996 1999 2002 2003
Konsumsi (Liter) 0.064 0.063 0.083 0.078
Pertumbuhan (%) -1.6 31.8 -6.0
Nilai (Rp) 37.00 79.00 124.00 127.00
Sumber : BPS (1996, 1999, 2002, dan 2003)
1
http://www.wartaekonomi.com/search_detail.asp?aid=9948&cid=2&x=kedelai
Pertumbuhan (%) 113.5 57.0 2.4
Apabila ditinjau dari aspek konsumsi, masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi kecap yang cukup tinggi. Data pengeluaran dan konsumsi kecap di Indonesia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata–rata konsumsi dan pengeluaran untuk kecap per kapita per minggu pada tahun 2002 mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 31.8 persen, dengan tingkat konsumsi per kapita per minggu sebanyak 0.083 liter, nilai pengeluaran Rp 124.00 serta pertumbuhan nilai pengeluaran sebesar 57 persen. Meskipun pada tahun 2003 dalam tingkat konsumsi mengalami penurunan menjadi 0,078 liter per kapita per minggu, dengan tingkat pertumbuhannya sebesar – 6,0 persen, tetapi dengan nilai pengeluaran yang
mengalami peningkatan menjadi Rp 127.00, tentunya ini
menjadi pendorong bagi pelaku bisnis kecap untuk meningkatkan produksinya. Industri kecap berlomba-lomba menghasilkan kecap dengan berbagai rasa, ukuran, dan kemasan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam. Peningkatan tingkat konsumsi ini tentunya mendorong perusahaan untuk meningkatkan jumlah produksi. Peningkatan produksi ini memerlukan perhatian yang cukup serius dari pihak perusahaan, mulai dari manajemen sistem pengadaan bahan baku baku kecap; manajemen sistem produksi; manajemen persediaan bahan baku kecap. Masing-masing komponen tersebut menimbulkan biaya dari setiap unit bahan baku kecap yang dibeli perusahaan. Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan bahan baku sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan bahan baku dapat ditekan secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan
efektivitas optimal dalam penyediaan bahan baku. Dalam pengadaan dan penyimpanan bahan baku diperlukan biaya besar, baik itu untuk perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Biasanya biaya yang paling besar adalah nilai inventory dan biaya penyimpanannya. Biaya penyimpanan ini setiap tahun pada umumnya mencapai
sekitar
20
persen
sampai
40
persen
dari
harga
barang
(Indrajit, 2003). Oleh karena itu, perlu ditempuh strategi atau manajemen tertentu yang bertujuan menjaga agar tingkat persediaan barang dapat ditekan seminimal mungkin, namun di lain pihak harus diusahakan agar penjualan dan operasi perusahaan tidak terganggu. Berikut ini dapat dilihat susunan aset tipikal dari suatu perusahaan manufaktur pada Tabel 3. Tabel 3. Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal) No 1 2 3 4 5 6
Susunan Aset Kas Piutang Aset cair lain Persediaan barang Aset tetap Aset lain
Persentase (%) 4 26 6 31 27 6
Sumber : Indrajit, 2003.
Berdasarkan Tabel di atas terlihat jelas bahwa aset berupa barang merupakan kelompok yang paling besar dari seluruh aset perusahaan, sehingga perlu mendapat perhatian yang besar dari manajemen perusahaan. 1.2. Perumusan Masalah Industri kecap merupakan salah satu subsistem agribisnis dalam bidang industri pengolahan hasil pertanian. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), tercatat sebanyak 24 perusahaan yang bergerak dalam industri kecap.
Hal ini menyebabkan tingkat persaingan
yang cukup tinggi dalam aspek pemasaran dan harga, dimana sebagian besar dipasarkan di wilayah Kabupaten Majalengka. Tabel 4. Daftar Industri Kecap di Kabupaten Majalengka Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Perusahaan/Pengrajin Segi tiga Maja menjangan Cap Sate Anton Yuliyanto Potret Matahari Terbit dan Merak Ijoh Andon T3 Roda Bersayap H. Santana Panggang Ayam Potret Matahari Kambing Ikan mas koki Ayam jago Moh. Suherman Tohri Iyah dasiyah Oman Sari Sapyudin Saroni Dua bintang Cap Matahari
Jumlah Produksi
Satuan
860 000 624 175 183 000 108 000 180 000
Botol Botol Botol Botol
960 750 180 000 144 000 250 000 45 000 15 100 20 000 225 000 7000 240 750 5 1000 950 240 000 84 000 15
Botol Krat Botol Botol Botol Botol Ton Krat Botol Botol Botol Botol Ton Botol Krat Botol Botol Ton
Jumlah Tenaga Kerja 40 12 7 15 5 2 2 13 10 4 3 5 4 11 10 3 2 3 2 2 2 4 4 5
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), diolah
Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi kecap adalah Perusahaan Kecap Segitiga, yang merupakan perusahaan kecap terbesar di Kabupaten Majalengka yang telah dirintis sejak tahun 1958. Bahan baku utama kecap di Perusahaan Kecap Segitiga terdiri dari kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, garam. Bahan baku tersebut diperoleh dari distributor yang sudah menjadi pemasok perusahaan, yaitu berasal dari Bandung,
Banjar, Cianjur, Cirebon dan Majalengka.
Kondisi aktual yang terjadi di
perusahaan selama ini adalah perusahaan tidak melakukan perhitungan berdasarkan metode pengendalian bahan baku tertentu dalam menentukan jumlah bahan baku yang dipesan. Perusahaan hanya melakukan pemesanan berdasarkan kondisi aktual persediaan bahan baku di gudang sehingga sering terjadi pemesanan bahan baku yang tidak terjadwal dan jumlah pesanannya jauh lebih besar dari rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini mengakibatkan tingginya persediaan bahan baku perusahaan yang menyebabkan besarnya biaya kesempatan (opportunity cost) yang harus ditanggung perusahaan. Contohnya dapat dilihat pada Tabel 5 yang menjelaskan perbandingan antara kuantitas pesanan dan kebutuhan pemakaian bahan baku kacang kedelai, berdasarkan kondisi aktual perusahaan. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat persediaan bahan baku kacang kedelai cukup besar. Bahkan pada bulan Mei sampai dengan bulan November angkanya melebihi kebutuhan produksi. Hal ini menunjukan bahwa cadangan persediaan bahan baku pada bulan tersebut melebihi rata-rata kebutuhan bahan baku perbulannya. Besarnya tingkat persediaan ini terjadi karena pemesanan bahan baku yang dilakukan perusahaan tidak teratur, dimana kuantitas pemesanan perbulan sangat bervariasi. Besarnya kuantitas pemesanan yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan produksi. Pada bulan-bulan tertentu pemesanan bahan baku melebihi kebutuhan produksinya, tetapi kemudian kuantitas
pemesanan
dapat jauh lebih kecil dari kebutuhan produksi. Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap di Kabupaten Majalengka menyebabkan persaingan semakin meningkat sehingga
keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi melalui manajemen produksi dan persediaan. Tabel 5.
Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Bahan Baku Kacang Kedelai Berdasarkan Kondisi Aktual Perusahaan Tahun 2007
Bulan Januari
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Kuantitas Stok Pesanan Awal (kg) (kg) 1800 840 1650 600 2185 1000 1625 8223 1625 8337 7663 3429 10589 6000 7737 8408 6488 2684 7006 5010 1597 39 927 54 569 3 327.25 4 547.42
Pemakaian (kg) 150 305 1160 1000 2185 5411 6281 5329 5724 2166 5409 3946 39 066 3 255.5
Stok Akhir (kg) 1650 2185 1625 1625 7663 10589 7737 8408 2684 7006 1597 2661 55 430 4 619.17
Persediaan Rata-Rata (kg) 1725 1917.5 1905 1625 4644 9126 9163 8072.5 5546 4845 4301.5 2129 55 059.5 4 588.29
Sumber : Data perusahaan (2007), diolah
Untuk
menghadapi
persaingan
dalam
industri
kecap,
Perusahaan Kecap Segitiga merasa perlu menciptakan keunggulan kompetitif. Salah satunya melalui manajemen produksi dan persediaan yang optimal, yaitu melalui pengendalian
persediaan bahan baku kecap. Hal ini didasari dari
beberapa permasalahan dalam manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi Perusahaan Kecap Segitiga, diantaranya: perubahan permintaan konsumen akan produk kecap pada saat menjelang hari raya serta keterlambatan kedatangan bahan baku dari pemasok. Selain itu dengan semakin banyaknya perusahaan kecap perlu diperhatikan juga mengenai persaingan dalam mendapatkan vahan baku.
Perubahan permintaan konsumen terhadap kecap seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu kebijakan perusahaan menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem pengendalian
persediaan
yang
optimal
sehingga
perusahaan
mampu
meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya. Persediaan bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting karena menunjang kelancaran dan kesinambungan dalam proses produksi. Persediaan bahan bahan baku yang melebihi maupun yang persediaan bahan baku yang kurang akan merugikan perusahaan. Kekurangan persediaan akan menyebabkan terganggunya proses produksi, yaitu tidak tercapainya target produksi
sesuai
dengan
permintaan
konsumen.
Kelebihan
persediaan
mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan, di samping dengan tingginya resiko kerusakan bahan baku akibat proses penyimpanan bahan baku yang terlalu lama, yang dapat merugikan perusahaan secara keseluruhan. Dengan melihat kondisi tersebut perusahaan memerlukan sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dapat menjaga ketersediaan bahan baku, serta dapat meminimalkan biaya persediaan. Oleh karena itu permasalahan yang akan dianalisis adalah : 1.
Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan ?
2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan kajian terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan. 2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat diterapkan pada perusahaan. 1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam
menentukan alternatif
teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya, serta sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pengadaan dan pengendalian persediaan, yang sesuai
bagi pelaksanaan kegiatan
produksi perusahaan. 2. Sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh, dan bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat berguna sebagai informasi yang berkenaan dengan pengendalian persediaan bahan baku. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi gambaran umum, sistem pengadaan dan penanganan bahan baku perusahaan, serta analisis pengendalian persediaan
bahan baku. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada perusahaan mengenai teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga, Kabupaten Majalengka.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecap Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa
penambahan gula dan bumbu. Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994). Dengan demikian mengkonsumsi kecap bukanlah sekedar menikmati rasa asin atau manis, akan tetapi kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya. Pada umumya bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah kacang kedelai (Glycine max merr). Hal ini didasarkan kandungan nilai gizi kedelai yang cukup tinggi, terutama kandungan protein dan kandungan karbohidratnya sehingga memungkinkan perkembangbiakan mikroorganisme yang menghasilkan enzim pemecah substrat pada kedelai (Yokotsuka dalam Ramdhan, 2002).
Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman
polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur Jauh seperti kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G.max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena
kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia. Jenis kedelai yang digunakan
untuk pembuatan kecap adalah kedelai
hitam dan kedelai kuning (Judoamidjojo, dalam Ramdhan, 2002). Komposisi kimia antara kedelai hitam dengan kedelai kuning tidak begitu berbeda. Selain itu perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh pada efektifitas fermentasi. Kedelai hitam lebih banyak digunakan oleh kalangan industri dalam pembuatan kecap, namun beberapa perusahaan
menggunakan kedelai kuning, dan hasil
samping dari pembuatan kecap tersebut dijadikan tauco (Judoamidjojo dalam Ramdhan, 2002). Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Zat Gizi Energi Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Besi Vitamin B1 Vitamin B2
Kecap
Satuan 86.00 57.40 5.50 0.60 15.10 0.60 21.40 85.00 4.40 0.04 0.17
Sumber : Direktorat Gizi Dep. Kesehatan RI dalam Santoso, 1994
kalori gram gram gram gram gram gram mg mg mg mg
Secara umum kecap di Indonesia dikelompokan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dapat diproduksi dengan tiga metode produksi, yaitu fermentasi kedelai, hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya. Kecap hidrolisa kurang populer dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi dari segi rasa dan aroma yang kurang baik. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisa, beberapa asam amino dan gula rusak, serta timbul senyawa off flavour seperti asam levulinat, H2S dan beberapa komponen lainnya yang ada pada kecap fermentasi tidak terbentuk. Di Indonesia pembuatan kecap pada umumnya dilakukan secara fermentasi. 2.2
Bahan Baku Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari
produk jadi. Tanpa bahan baku suatu industri tidak dapat menghasilkan output produksinya. Masalah yang sering dihadapi produsen adalah ketersediaan bahan baku, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Masalah lainnya adalah penanganan bahan baku yang berasal dari produk pertanian yang bersifat mudah rusak dalam penyimpanannya. Menurut Assauri (1999) pengertian bahan baku meliputi semua bahan yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang secara fisik akan digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan pabrik tersebut. Perusahaan yang memiliki penguasaan atas produksi bahan baku sendiri lebih menjamin ketersediaan bahan baku dibandingkan bila pengadaan bahan baku tersebut dilakukan melalui pembelian (Gaspersz, 2002). Menurut Webster dan Wind dalam Kotler (1997), pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan akan
barang dan jasa, mengidentifikasikan, menilai, dan memilih berbagai alternatif merek dan pemasok. 2.3
Persediaan Persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan manufaktur,
dalam menjaga keberlangsungan proses produksi. Karena persediaan dalam hal ini adalah bahan baku, maka persediaan memiliki persentase terbesar dari modal kerja. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat. Istilah persediaan (iventory) adalah istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya dalam pemenuhan permintaan (Handoko, 1997). 2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan Menurut Heizer dan Render (1999), persediaan memiliki beberapa fungsi untuk dapat menciptakan fleksibilitas pada kegiatan operasi perusahaan. Efisisensi operasional perusahaan dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan (Handoko, 1997). Fungsi penting persediaan adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Decoupling. Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal memiliki kebebasan.
Persediaan ”decouples” ini memungkinkan perusahaaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. 2. Fungsi Economic Lot Sizing adalah fungsi yang memungkinkan perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumberdaya-sumberdaya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Fungsi Lot Size ini perlu mempertimbangkan penghematan biaya. Penghematan dari potongan pembelian, biaya pengangkutan, dan sebagainya. Penghematan ini timbul karena perusahaan membeli dalam kuantitas yang lebih besar. 3. Fungsi Antisipasi merupakan persediaan untuk mengahadapi permintaan yang dapat diramalkan dan menjaga kemungkinan kesulitan memperoleh bahan baku. Fungsi ini untuk menanggulangi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan penerimaan bahan baku selama periode pemesanan kembali. Fungsi ini sangat penting untuk menjaga kelancaran proses produksi 2.3.2
Jenis-Jenis Persediaan Fisik Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara
pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan fisik dibedakan menjadi (Handoko, 1977): 1. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan persediaan barang-barang
berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen
lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari suplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/component), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim ke pelanggan. 2.3.3
Biaya-Biaya Persediaan Dalam pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya
jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan, diantaranya (Handoko, 1997): a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs) Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-
rata persediaan semakin tinggi. Biaya -biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: 1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau pendingin) 2. Biaya modal (oportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan) 3. Biaya keusangan 4. Biaya penghitungan fisik dan kondisi laporan 5. Biaya asuransi persediaan 6. Biaya pajak persediaan 7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan b. Biaya Pemesanan (Pembelian) Merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan sejak
pemesanan bahan sampai bahan tersedia di gudang.
Setiap kali barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (ordercosts atau procurement costs). Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi : 1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi 2. Upah 3. Biaya telepon 4. Pengeluaran surat menyurat 5. Biaya pengepakan dan penimbangan 6. Biaya pemeriksaan penerimaan 7. Biaya pengiriman kegudang 8. Biaya hutang lancar dan sebagainya.
Secara normal biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. c. Biaya penyiapan (manufacturing). Bila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri ”dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya- biaya ini terdiri dari : 1. Biaya mesin-mesin menganggur 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung 3. Biaya scheduling 4. Biaya ekspedisi dan sebagainya. d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) Merupakan biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedia bahan pada waktu diperlukan, bukan biaya nyata melainkan biaya kehilangan kesempatan. Biaya ini merupakan biaya yang sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : 1. Kehilangan penjualan 2. Kehilangan langganan 3. Biaya ekspedisi 4. Selisih harga 5. Biaya pemesanan khusus
6. Terganggunya operasi 7. Tambahan pengeluaran manajerial dan sebagainya. 2.3.4
Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat
dan komposisi persediaan komponen rakitan (part), bahan baku dan barang hasil/produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelajaran perusahaan dengan efektif dan efisien (Assauri, 1999). Tujuan dari pengendalian dinyatakan sebagai usaha untuk: 1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi. 2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga
biaya-biaya yang timbul akibat persediaan
bahan baku tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar 2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning/MRP) Material
Requirement
Planning
(MRP)
merupakan
suatu
sistem
perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi, yang memerlukan beberapa tahapan/fase, atau dengan kata lain merupakan suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen), yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Sehingga
dapat
ditentukan
kapan
dan
berapa
banyak
masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.
pesanan
untuk
Sistem
ini
memainkan
peranan
penting
dalam
menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang bahan-bahan dan komponen-komponen apa yang harus dibuat atau dibeli, berapa jumlah yang dibutuhkan, dan kapan dibutuhkan. Menurut Heizer dan Render (1999), untuk mengetahui model persediaan terikat, maka manajer harus mengetahui : 1. Jadwal produksi master (master production schedule) Master production schedule (MPS) menjabarkan apa yang harus dibuat dan penjadwalan yang harus sesuai dengan jadwal produksi. Rencana produksi diturunkan dari teknik perencanaan agregat (agregat planning techniques). Rencana agregat ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan, permintaan pelanggan, kemampuan teknik, ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi persediaan, keragaan pemasok, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dari rencana produksi inilah jadwal dibangun MPS yang memberi informasi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi rencana permintaan. 2. Spesifikasi dari daftar bahan (bill of material) Spesifikasi dari bahan material merupakan daftar kualitas komponen, kandungan,
dan
kebutuhan
bahan
untuk
membuat
produk
yang
menggambarkan struktur produk. Bill of materials ini tidak hanya menjabarkan kebutuhan tetapi juga pertimbangan dalam pembiayaannya dan dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atau dirakit. 3. Ketersediaan barang persediaan (inventory avaibilty) Catatan persediaan ini menjadi landasan untuk memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku.
Catatan ini juga mendukung
penyusunan MRP yang tepat untuk merencanakan jumlah dan waktu pesanan bahan baku yang tepat agar proses produksi tidak terhambat. 4. Posisi pesanan, pembelian (purchase order outstanding) Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesan terjadi, catatan tentang persediaan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia, sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi dan melakukan sistem MRP dengan baik. 5. Waktu ancang-ancang (lead time) Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan waktu produk tersebut dibutuhkan. Langkah selanjutnya adalah membuat rencana kotor kebutuhan bahan (gross material requirement planning). Langkah ini mengkombinasikan jadwal produksi master dan jadwal tingkatan waktu (time phased schedule). Rencana kebutuhan kotor memperkirakan jadwal yang menunjukkan kapan suatu barang harus dipesan dari pemasok, jika tidak ada persediaan di tangan atau ketika produksi barang harus dimulai untuk masing-masing produksi, manejemen harus menyiapkan sebuah jadwal induk produksi. Menurut Heizer dan Render (1999) metode MRP dalam pengelolaannya akan
lebih
komplek,
tetapi
dapat
menghasilkan
banyak
keuntungan.
Keuntungannya antara lain dapat mengurangi persediaan dan biaya gabungan (inventory holding cost) karena biaya itu hanya sebesar materi dan komponen
yang dibutuhkan dan kalau bias tidak ada biaya sama sekali. Kelebihan MRP lainnya dalam menangani barang-barang, yaitu : 1) Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan 2) Meningkatkan kegiatan, fasilitas, dan tenaga kerja 3) Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik 4) Respon yang cepat terhadap perubahan pasar 5) Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan terhadap pelanggan 2.4.1
MRP Teknik Lot for lot Teknik Lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dengan
memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut, prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah, dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin,1999). Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan bahan yang disimpan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat, teknik ini juga tidak dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan. 2.4.2
MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum
dikenal. Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan atau pembelian optimal
dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Tujuan dari sebagian model persediaan adalah meminimalkan biaya total. Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/ carrying cost). Biaya- biaya lain seperti biaya satuan ini sendiri adalah konstan. Sehingga dengan meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1. Pada Gambar 1 menunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan (holding/carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set up cost), dalam bentuk grafik. Kuantitas pesanan tetap yang meminimumkan biaya tersebut terjadi pada saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan, yaitu pada saat total biaya pemesanan sama dengan total biaya penyimpanan. Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan nol (Buffa, 1996; Herjanto, 1999; Rangkuti, 2004). Biaya Total
Biaya Total
Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan
EOQ
Q (kuantitas)
Gambar 1. Biaya Persediaan Sumber: Rangkuti, 2004
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penentuan kuantitas yang optimal dengan menggunakan model EOQ dapat dirumuskan sebagai berikut : Total biaya per tahun (TC) = Biaya Penyimpanan + Biaya Pemesanan TC =
HQ 2
SD Q
+
Dimana: TC
= Total biaya tahunan
H
= Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun
S
= Biaya pemesanan (ordering cost) Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama
dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan 0. TC min :
dTC =0 dQ dTC H SD = − dQ 2 Q2 0=
H SD − 2 Q2
H SD = 2 Q2 2 SD Q2 = H Sehingga rumus dasar dari EOQ adalah:
EOQ =
2SD H
Dimana : D = Penggunaan dan Permintaan yang diperkirakan per periode waktu (kg) S = Biaya pemesanan per pesanan (Rp) H = Biaya penyimpanan per unit per tahun (Rp) Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini dapat dipenuhi (Handoko,2000) :
1.
Permintaan akan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui (deterministik).
2.
Harga per unit adalah konstan
3.
Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan
4.
Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan
5.
Waktu antara pesanan pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time) adalah konstan
6.
Tidak terjadi kekurangan barang atau back order.
Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini adalah memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan teknik Lot for lot. 2.4.3
MRP Teknik Part Periode Balancing (PPB)
Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Menurut Herjanto (1999), metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. EPP dihitung dengan rumus : EPP =
Cp Ch
Keterangan : EPP : Economic Part Period
Cp : Biaya pemesanan Per pesanan Ch : Biaya penyimpanan per periode Prinsip dari teknik ini adalah mencoba menggabungkan suatu periode dengan periode berikutnya kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut serta kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode diperoleh dengan mengakumulasikan perkalian kebutuhan suatu periode dengan periode tambahan yang ditanggung. Tabel 7 menunjukkan penentuan ukuran lot dengan menggunakan PPB. Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP merupakan gabungan periode yang dipilih (Herjanto, 1999). Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi, dengan harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan digunakan selama periode gabungan. Kelemahan teknik
PPB apabila diterapkan perusahaan, yaitu adanya
kemungkinan kerusakan persediaan bahan baku akibat penyimpanan bahan baku di gudang. Teknik PPB tidak dapat dilakukan apabila nilai EPP-nya lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan kotornya. Tabel 7. Penentuan Lot dengan Teknik PPB
Periode yang digabungkan
Kebutuhan bersih kumulatif
Kumulatif bagian periode
1
a
a x (1-1)
1,2
a+b
b X (2-1)
1,2,3
a+b+c
b X (2-1) + c x (3-1)
Sumber: Buffa dan Sarin, 1999
2.4.4
MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)
Ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam teknik POQ ini. Dengan demikian jumlah sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan teknik POQ adalah dibandingkan dengan teknik EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan kebutuhan tidak uniform (seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut : Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata 2.5
Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Dalam kondisi aktual, perusahaan sering dihadapkan dengan fluktuasi permintaan. Persediaan penyangga merupakan tindakan penanggulangan yang logis dalam mengatasi permintaan yang flluktuatif. Ada beberapa pendekatan dalam menentukan persediaan pengaman : 1) Pendekatan kemungkinan kehabisan bahan baku. Asumsi yang digunakan adalah waktu tunggu yang terjadi konstan, dan seluruh barang yang dipesan diserahkan kepada pemasok pada waktu yang sama. 2) Pendekatan tingkat pelayanan. Hal ini ditentukan dan diukur dengan tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh adanya persediaan pengaman. Persediaan pengaman merupakan persediaan minimum yaitu batas jumlah persediaan yang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan baku. Persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kekurangan bahan baku. Sedangkan persediaan maksimum dimaksudkan untuk
menghindari kerugian, karena kelebihan bahan baku yang akan menimbulkan pemborosan biaya. 2.6
Titik Pemesanan Kembali
Titik pemesanan kembali merupakan suatu titik atau batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pesanan harus diadakan kembali. Titik ini menunjukkan kepada bagian pembelian untuk mengadakan pesanan kembali bahan-bahan pesanan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan. Dalam penentuan titik ini harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan baku selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima, ditentukan oleh dua faktor yaitu lead time dan tingkat penggunaan ratarata. Jadi besarnya penggunaan bahan baku selama bahan baku dipesan belum diterima adalah hasil perkalian antara waktu yang dibutuhkan untuk memesan (lead time) dan jumlah penggunaan rata-rata bahan tersebut (Assauri,1999). 2.7
Hasil Penelitian Terdahulu
Sofyan (2004) menganalisis persediaan bahan baku Roti di PT. Maja Sary bakery, Majalengka. Bahan baku yang dianalisis yaitu tepung terigu, mentega, telur, gula pasir, dan ragi. Teknik pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah teknik MRP. Hasil analisis menunjukkan bahwa biaya persediaan bahan baku metode perusahaan tidak menghasilkan biaya yang efisien dibanding empat metode alternatif lainnya (metode MRP teknik Lot for lot, teknik EOQ teknik POQ, dan teknik PPB). Hasil penghematan dari analisis yang dilakukan, Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan
biaya tertinggi untuk pengendalian persediaan bahan baku gula pasir. Untuk keempat bahan baku lainnya yaitu bahan baku terigu, mentega, ragi, dan kelapa metode MRP teknik PPB menghasilkan penghematan biaya terbesar. Berdasarkan analisis perbandingan metode perusahaan dengan metode alternatif lainnya, metode MRP teknik PPB adalah teknik yang mampu menghasilkan penghematan biaya persediaan tertinggi untuk kumulatif kelima bahan baku. Widyastuti (2001) melakukan penelitian dengan judul sistem pengandalian persediaan bahan baku susu kental manis, studi kasus PT. Indolakto, Sukabumi. pada penelitiannya menggunakan analisis dengan teknik EOQ, persediaan pengaman (safety stock), dan titik pemesanan kembali (reorder point). Bahan baku yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah susu segar, gula, skimmed milk powder (SMP). Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan perusahaan terhadap pengendalian persediaan belum optimal dan perusahaan perlu mengurangi persediaan pengaman untuk ketiga bahan tersebut. Okristian (1999) menganalisis persediaan bahan baku dengan teknik ABC yang mengelompokkan bahan baku berdasarkan urutan nilai pembelanjaan tahunan. Urutannya adalah tepung terigu cakra, tepung terigu segitiga, shortening, telur ayam kampung, ragi roti, susu bubuk full cream, dan gula pasir. Alat analisis yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode MRP. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih tinggi dibandingkan dengan metode perusahaan. Walaupun dari aspek biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih tinggi, namun metode ini lebih tepat digunakan, karena metode yang diterapkan pada perusahaan, menyebabkan terjadinya kekurangan bahan baku relatif lebih besar yang
menyebabkan timbulnya biaya kekurangan bahan baku berupa biaya pemesanan mendadak, dan berupa biaya imbangan (opportunity cost). Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa umumnya model analisis untuk persediaan bahan baku adalah metode MRP. Metode MRP teknik Lot For Lot cocok digunakan pada perusahaan yang melakukan pemesanan hanya sejumlah kebutuhan bersih tanpa adanya persediaan. Metode MRP teknik POQ cocok untuk perusahaan yang memilki kebutuhan bahan baku yang tiap periodenya tidak seragam. Tabel 8. Penelitian Terdahulu No Peneliti 1 Sofyan M
Tahun 2004
Komoditas
2
Widyastuti
2001
Susu segar, gula, skimmed milk powder (SMP)
3
Okristian
1999
Tepung terigu cakra, epung terigu segitiga, shortening, telur ayam kampung, ragi roti, susu bubuk full cream, dan gula pasir.
Tepung terigu, mentega, telur, gula pasir, dan ragi
Topik Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Majasari bakery Majalengka Sistem Pengandalian Persediaan Bahan Baku Susu kental manis, Studi Kasus PT. Indolakto, Sukabumi. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT. Purnama Bakery, Jakarta.
Alat Analisis MRP (Teknik LFL, EOQ, POQ,PPB)
Teknik EOQ, Persediaan pengaman (safety stock), dan Titik pemesanan kembali (reorder point). Metode MRP.
III. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh upaya perusahaan dalam meningkatkan keuntungannya. Dalam upayanya tersebut sering kali perusahaan terkendala dengan tingginya persediaan bahan baku, ini dikarenakan biaya pengendalian bahan baku yang dikeluarkan belum efisien. Hal ini dapat diketahui dari besarnya penyimpanan bahan baku yang dibebankan pada perusahaan, sebagai konsekuensi dari tingginya tingkat persediaan bahan baku. Dari permasalahan perusahaan ini dapat dianalisis, yang diawali dengan mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam pengadaan bahan baku, kemudiaan dilakukan analisis prosedur pembelian, dan terakhir dengan menganalisis pengendalian persediaan bahan baku. 3.1
Identifkasi Kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku
Dalam mengidentifikasi kebijakan yang diterapkan perusahaan untuk pengadaan bahan baku, maka sebelumnya perlu diketahui jenis dan asal bahan baku, prosedur pembelian, dan proses penanganan bahan baku. Selain itu perlu juga diketahui sistem pesanan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemasok, fasilitas perusahaan dalam penyimpanan, dan proses pencatatan bahan baku yang dilakukan. Hal terpenting yang perlu diketahui juga adalah perlu dipelajari sejarah kekurangan bahan baku yang mungkin pernah dialami oleh perusahaan. 3.2
Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku
Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam prosedur pembelian bahan baku mencakup kebutuhan bahan baku pada tiap periode produksi, waktu tunggu yang diperlukan dalam setiap pengadaan persediaan bahan baku, biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam pengadaan persediaan bahan baku, harga bahan baku, dan kebijakan bahan baku yang diterapkan perusahaan. Contoh dari kebijakan bahan baku misalnya stok minimum dan maksimum persediaan bahan baku untuk persediaan pengaman. Dalam analisis ini akan banyak digunakan data volume pemakaian bahan baku, sebab volume pemakaian bahan baku akan menentukan besarnya permintaan bahan baku, yang merupakan salah satu variabel dalam penentuan kuantitas optimal. Volume pemakaian bahan baku ini didasarkan pada catatan historis perusahaan. Waktu tunggu digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan sampai bahan baku diterima perusahaan. Waktu tunggu diperoleh berdasarkan catatan-catatan historis perusahaan. Biaya persediaan bahan baku meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku utama.
Biaya ini meliputi seluruh biaya yang
menyangkut penyimpanan barang di tempat penyimpanan akhir di perusahaan. Perhitungan biaya-biaya ini akan menentukan kuantitas pesanan optimal pada analisis pengendalian persediaan. Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan yang berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian, biaya ini tidak tergantung dari jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang dikeluarkan. Komponen biaya pemesanan ini terdiri dari biaya administrai penerimaan dan penempatan order, dan biaya penempatan pesanan (biaya telepon, surat menyurat, faximile), biaya pengangkutan dan bongkar muat (yang ditanggung perusahaan).
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul karena adanya bahan baku yang disimpan perusahaan. Biaya penyimpanan meliputi biaya gudang, biaya upah dan gaji pengawas, biaya peralatan penanganan bahan baku di gudang (listrik, air, dan lain-lain), dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam investasi tersebut sebagai komponen opportunity cost. Dalam keadaan aktual di lapangan biaya-biaya ini didasarkan pada catatan-catatan historis perusahaan atas biaya tersebut. Harga dari bahan baku sangat diperlukan dalam menentukan besarnya beban bunga atas modal (opportunity cost) dalam penentuan biaya penyimpanan. Harga bahan baku ini merupakan harga rata-rata pembelian bahan baku oleh perusahaan selama periode pencatatan. Selain itu pengetahuan atas besarnya suku bunga bank sangat diperlukan dalam menentukan bunga atas modal ini. Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga rata-rata tabungan deposito pada bank umum (komersial). 3.3
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis prosedur pembelian bahan baku, maka perlu dicari tingkat persediaan bahan baku yang optimal, baik dari segi tingkat pesanan ataupun kuantitas pembeliannya dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP). Metode MRP yang digunakan sebagai perbandingan dengan metode yang digunakan perusahaan adalah metode MRP teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ). Komponen yang dibandingkan dalam analisis model pengendalian persediaan bahan baku tersebut meliputi : frekuensi pemesanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya total persediaan, dan biaya
pembelian total bahan baku. Hasil yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut kemudian akan dibandingkan dengan metode pengendalian yang dijalankan perusahaan, untuk mengetahui besarnya penghematan biaya yang dihasilkan masing-masing teknik. Dari analisis ini akan menentukan kebijakan bahan baku yang optimal sehingga perusahaan dapat merumuskan suatu strategi alternatif dalam pengendalian persediaan bahan bakunya. Kerangka penelitian operasional peneltian dapat dilihat pada Gambar 2.
Visi Perusahaan: Meningkatkan Keuntungan Perusahaan
Masalah Perusahaan: Biaya pengendalian persediaan bahan baku belum efisien.
Identifikasi kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku
Volume Pemakaian Bahan Baku
Biaya Persediaan Bahan Baku
Harga Bahan Baku
Waktu Tunggu Bahan Baku
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Kondisi Aktual Perusahaan
Metode MRP teknik LFL Metode MRP teknik EOQ Metode MRP teknik POQ
Analisis Perbandingan dan Penghematan Antar Metode Pengendalian Persediaan
Tingkat Persediaan dan Kebijakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Optimal
Rekomendasi model Alternnatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
IV. 4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga, Jalan Raya Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Majalengka terdapat banyak industri kecap dimana dengan banyaknya industri tersebut menyebabkan persaingan dalam mendapatkan bahan baku. Adapun waktu pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2008. 4.2
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga, yang terdiri atas: gambaran umum perusahaan, data produksi dan penjualan produk kecap, kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, jumlah kebutuhan bahan baku, waktu tunggu (lead time) pembelian bahan baku, pemasok, sistem pemesanan dan penyimpanannya. Data primer dikumpulkan melalui hasil pengamatan, pencatatan langsung di lapang dan wawancara dengan pihak perusahaan. Wawancara langsung dilakukan kepada karyawan, manajer produksi, dan pihak perusahaan yang berkaitan. Pemilihan responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan pertimbangan bahwa responden mengetahui dan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi perusahaan dengan baik, khususnya mengenai kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dan pelaksanaan pengendalian persediaan bahan baku di perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari (bahan pustaka) buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan-catatan yang dimiliki perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta internet. 4.3
Metode Analisis Data
Hasil perolehan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Output data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara narasi. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif dengan gambar dan tabel agar mudah dipahami. 4.3.1
Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan
Perhitungan-pehitungan yang dilakukan dalam
menentukan kuantitas
optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh sebab itu dalam perhitungannya perlu ditentukan terlebih dahulu komponenkomponen biaya-biaya persediaan yang terjadi. Biaya-biaya ini meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan merupakan semua biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan baku. Biaya ini meliputi biaya administrasi penempatan dan penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faximile, surat menyurat). Biaya pemesanan setahun diperoleh dengan cara : Tc =f x C
Dimana : Tc = Biaya pemesanan setahun f = Frekuensi pemesanan selama setahun C = Biaya pemesanan per pesanan Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan jumlah persediaan yang ada di gudang. Termasuk didalamnya biaya gudang, upah dan gaji pegawai gudang, biaya administrasi gudang, dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam investasi. Biaya penyimpanan dihitung dengan cara: TH = ∑ tHi tHi = Qi x h Maka : TH = ∑ { Qi x h} Dimana : TH = biaya penyimpanan setahun (Rp/kg) tHi = biaya penyimpanan harian (Rp/kg) h = biaya penyimpanan perunit per hari (Rp/kg) Qi = tingkat persediaan ditangan harian (kg) 4.3.2
Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku
Jumlah pemakaian bahan baku akan banyak digunakan dalam analisis ini. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian bahan baku menunjukkan jumlah permintaan akan bahan baku.
4.3.3
Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu Pengendalian Persediaan
Waktu tunggu berguna dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan, sehingga pesanan dapat diterima pada saat tepat waktu tunggu bahan baku utama didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan. 4.3.4
Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan atas beberapa model tersebut sehingga akan didapat alternatif pilihan model yang tepat bagi perusahaan. Tujuan dari analisis kuantitatif ini adalah untuk menentukan waktu pesanan yang tepat dan kuantitas pesanan yang optimal. Dengan demikian diharapkan tingkat persediaan di tangan menjadi lebih optimal dan biaya persediaan bahan baku dapat ditekan. Model yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku adalah model perencanaan kebutuhan bahan (Material Requirement Planning system = MRP). MRP adalah sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Masalah yang dihadapi perusahaan adalah inefisiensi dalam menentukan ukuran lot yang akan dipesan. Metode MRP akan membantu perusahaan dalam menentukan waktu pemesanan dan ukuran lot yang akan dipesan, sekaligus dapat memberikan model yang dapat menurunkan biaya persediaan minimum bagi perusahaan. Format perhitungan dengan sistem MRP adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Format Rencana MRP
Uraian 1
2
3
4
Periode 5 6
7
8
9
10
Kebutuhan kotor (kg) Sediaan di tangan (kg) Penerimaan terjadwal (kg) Kebutuhan bersih (kg) Pesanan yang direncanakan (kg) Sumber : Elwood, 1996
Langkah-langkah pengisian tabel MRP (Tabel 9) yaitu sebagai berikut: 6) Menentukan kebutuhan kotor Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi. 7) Menghitung persediaan di tangan Persediaan di tangan adalah persediaan awal yang ada di tangan pada suatu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak terdapat rencana penerimaan pada periode sebelumnya, maka besarnya proyeksi persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode sebelumnya, tetapi tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan terjadwal pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar penerimaan terjadwal periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan penerimaan pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode sebelumnya dikurangi dengan kebutuhan bersih periode sebelumnya.
3) Kebutuhan bersih Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan ditangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor periode tersebut, maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan kotor periode tersebut, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah kebutuhan kotor dikurangi dengan jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan periode tersebut. 4) Rencana penerimaan pesanan Rencana penerimaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu periode. Besar rencana penerimaan pesanan ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot (lot sizing technique) yang digunakan. 5) Rencana pelaksanaan pesanan Rencana pelaksanaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pesanan sama dengan rencana penerimaan pesanan, hanya saja periode pelaksanaannya adalah lebih besar waktu tunggu (lead time) pesanan.
Ukuran lot adalah jumlah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang minimum. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem MRP, diantaranya Lot for lot, Teknik EOQ, teknik POQ. Berikut ini beberapa teknik yang digunakan dalam penentuan lot (lot sizing technique), yaitu: a. Teknik Lot for lot (LFL) Hal yang pertama kali dilakukan dalam metode MRP teknik Lot For Lot adalah menentukan kebutuhan kotor, apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup besar, maka perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih dahulu, sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai diperkirakan persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selama waktu tunggu dan tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya. Pada saat persediaan bahan baku suatu periode tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan kotor, maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanan tepat sebesar kebutuhan bersih, sehingga proyeksi persediaan di tangan dapat ditekan sampai sebesar nol. Besar dan waktu pemakaian bahan baku dalam menjalankan teknik ini perlu diketahui secara akurat, serta didasarkan pada jadwal produksi master dan waktu tunggu bahan baku. b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik EOQ yang sering digunakan dalam persediaan barang-barang bebas, dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot sistem MRP. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka
dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for lot, besar pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Biaya-biaya yang signifikan dalam penentuan optimal dengan teknik EOQ adalah biaya pemesanan (ordering) dan biaya penyimpanan (holding atau carrying), sehingga dengan meminimalkan kuantitas pesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total. Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan tidak perlu melakukan rencana permintaan bahan baku sampai persediaan tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah dan jumlah yang mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya. c. Teknik Period Order Quantity (POQ) Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian
jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut : Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata
e. Metode Perusahaan Metode ini disesuaikan dengan kondisi yang dijalankan perusahaan. Biaya persediaan dihitung berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya tersebut meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. 4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan
Dari hasil analisis biaya persediaan bahan baku untuk setiap model yang digunakan, akan dibandingkan besarnya pesanan, banyaknya pesanan, dan biaya persediaan yang timbul. Selain melakukan perbandingan antar teknik juga dilakukan perbandingan antar teknik-teknik tersebut dengan sistem pengendalian persediaan yang selama ini dilakukan perusahaan, kemudian dilakukan perhitungan penghematan biaya bahan baku. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif sistem pengendalian yang tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan persentase penghematan terbesar dengan biaya persediaan yang paling minimum akan direkomendasikan untuk digunakan perusahaan sebagai alat metode pengendalian persediaan bahan bakunya. 4.4
Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan Data Historis
Berdasarkan analisis perbandingan biaya dan penghematan akan dipilih suatu model alternatif yang memberikan tingkat biaya persediaan yang paling rendah dan tepat bagi perusahaan. Model alternatif ini tentunya harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan mengenai pengendalian persediaan bahan baku.
4.5 Definisi Operasional
1.
Waktu tunggu (lead time) adalah selang antara pemesanan bahan baku dengan saat datang dan diterimanya bahan baku di gudang persediaan. Waktu tunggu ini diukur dalam satuan hari, minggu atau bulan, tergantung dari sifat dan kebutuhan bahan yang diperlukan perusahaan. Untuk bahan baku SMP dan gula dihitung dalam satuan bulan.
2.
Frekuensi pembelian adalah banyaknya (kali) pembelian yang dilakukan perusahaan selama satu tahun produksi.
3.
Biaya pemesanan bahan baku yaitu biaya yang dikeluarkan setiap kali melakukan pemesanan dan penerimaan pesanan. Biaya pemesanan diukur dalam rupiah per pesanan (Rp/pesanan). Besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan.
4.
Biaya penyimpanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan selama satu tahun produksi karena penyimpanan persediaan bahan baku. Biaya penyimpanan bahan baku diukur dalam satuan rupiah per kilogram per tahun (Rp/kg/th).
V. 5.1.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perkembangan Perusahaan
Perusahaan Kecap Segitiga merupakan perusahaan perseorangan yang bergerak di bidang usaha industri kecap. Perusahaan ini mulai dirintis sejak tahun 1958 oleh Bapak H. Lukman. Pada awal beroperasinya perusahaan hanya menggunakan peralatan-peralatan sederhana atau hanya diproduksi dalam skala rumah tangga.
Pemberian Lambang atau nama SEGITIGA ini diilhami karena
pada awal pendirian perusahaan ini terdapat kesepakatan diantara tiga orang bersaudara, yaitu Bapak H. Lukman sebagai penanam modal, Bapak Endek sebagai tanaga ahli dalam bagian produksi kecap, dan Bapak Aman sebagai tenaga ahli dalam bidang pemasaran produk. Pada awal produksinya, sarana dan peralatan yang digunakan adalah sebuah dapur pemasakan yang kecil, dan cara penjualannya dilakukan dengan cara berjalan kaki serta memakai sepeda. Produk ditawarkan dari rumah ke rumah atau dari toko ke toko yang terletak di sekitar lokasi perusahaan. Pada saat itu produk yang dijual hanya kecap rasa asin dan manis sedang yang dikemas dalam botol kecil yang berukuran 250 ml. Mulai tahun 1964, proses legalitas perusahaanpun dilakukan, yaitu dengan melakukan pendaftaran perusahaan, sesuai SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan tanggal 28 Juli tahun 1964 No. 207/SK/VII/64. Pada tahun 1978 perusahaan memperoleh Surat Izin Usaha (SIU) No. 503. U/Perek/I-TU/SK/1978 dari Pemerintah Tingkat II Kabupaten Majalengka. Berbekal semangat dan kerja keras pengelola perusahaan, perusahaan ini mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Mulai tahun 1980 kelengkapan
administrasi perizinan dilengkapi oleh perusahaan, yaitu dengan diterbitkannya Surat
Tanda
Pendaftaran
Industri
Kecil
No.50/Kandep.1.207/I/VII/1980.
berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 157/M/SK/4/1980. Pada tahun 1987 ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Standar Industri Indonesia (SII) No. 0032-74.1089/M/9/1987. Kelengkapan perizinan usaha yang terakhir dilakukan adalah dengan diterimanya surat izin yang diperbaharui dan berlaku selama perusahaan itu berdiri yaitu SIUP Nomor : 517/0025/PK-P/KPP/XI/2001; Tanda Daftar Perusahaan Nomor:
Nomor : 102351500113; Tanda Daftar Industri
530/047/TDI/KOPERINDAG/IX/2002;
Surat
Ijin
Gangguan
Nomor: 536/61.SK.KPP/VIII/IG/02; Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Nomor : P-IRT NO.115321007012; Sertifikat Penggunaan Tanda SNI Nomor : 0729/Bd/SNI/IV/1995. Mutu dan kualitas produk juga sangat diperhatikan oleh perusahaan, langkah yang ditempuh dalam menjaga kualitas mutu dari aspek higienis produknya adalah dengan mengikuti penyuluhan dari Departemen Kesehatan, dan diperoleh Sertifikat Penyuluhan (SP) No. SP 005/10.15/1988 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02192/B/SK/IX/1986. Pada tahun 2002 perusahaan telah mengantongi sertifikat halal dari LPPOM MUI Jawa Barat No. MUI-JB 100250. 5.2
Lokasi Perusahaan
Penentuan Lokasi Perusahaan Kecap Segitiga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana transportasi, serta daerah pemasaran. Perusahaan Kecap Segitiga berlokasi di Jalan Raya Tonjong No. 54. Kecamatan Cigasong,
Kabupaten Majalengka,
Propinsi Jawa Barat. Lokasi ini sangat strategis karena terletak di tepi jalan raya, dekat dengan lintasan yang menghubungkan lintasan jalan utama Kabupaten Majalengka dengan Kabupaten Cirebon. Sehingga mendukung bagi kelancaran sarana transportasi bahan baku dan pemasaran produk. Letak yang strategis ini juga memudahkan penyerapan tenaga kerja. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan, karena konsumen dapat langsung mendatangi perusahaan karena lokasi yang mudah dijangkau. 5.3
Aspek Pemasaran
Pada saat ini Perusahaan Kecap SEGI TIGA tengah mempersiapkan diri untuk merubah sifat produksi dari MTO (Make To Order) menjadi MTS (Make To Stock). Pada dasarnya hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang semakin meningkat dari lokal menjadi antar daerah dalam satu propinsi yang pada akhirnya direncanakan pula untuk tingkat pasar nasional atau internasional. Daerah pemasaran Perusahaan
Kecap Segitiga meliputi daerah : Kabupaten
Majalengka; Kabupaten Subang; Kabupaten Indramayu; Kabupaten Sumedang; Kabupaten Kuningan; Bandung; Tangerang; Bekasi. Perusahaan juga menjalin kerjasama dengan beberapa mitra yaitu : Pesantren Al-Zaitun; PT. CNA (Ummul Quro) Bandung dan PT. MQ Bandung untuk memasarkan produk dengan sistem multi level yang dipasarkan secara nasional. Sasaran pasar untuk tahap awal ini pihak perusahaan lebih menekankan masyarakat konsumen tingkat menengah ke bawah. Selanjutnya tidak menutup kemungkinan pemasaran dan jaringan pasar perusahaan akan dikembangkan secara bertahap untuk memenuhi tingkat konsumen lain seperti diantaranya
mensuplai ke atau untuk super market, hotel, tempat wisata, Restoran asing / fast food. 5.4
Aspek Teknis/Produksi
5.4.1
Proses produksi
Perusahaan Kecap Segitiga memproduksi tiga jenis produk kecap, yaitu kecap manis, kecap asin, dan kecap manis sedang. Ketiga jenis kecap tersebut dikemas dalam beberapa ukuran dan
merek yang berbeda. Produksi kecap
perusahaan Kecap Segitiga dari tahun ketahun mengalami peningkatan, seiring dengan tingkat penjualan yang meningkat dari tahun ke tahun. Proses produksi kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan bahan baku, tahapan kedua adalah proses produksi dan tahapan terakhir adalah tahap pengemasan. Berikut ini akan dijelaskan ketiga tahapan proses produksi tersebut. Proses persiapan bahan baku dimulai dari bahan baku yang berupa kacang kedelai hitam, segera dikeluarkan dari gudang. Kedelai terlebih dahulu diperiksa apakah ada kerusakan dalam proses penyimpanan. Setelah bahan baku kedelai siap maka dilakukan proses produksi. Proses produksi atau proses pembuatan kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga, melalui tahap-tahap sebagai berikut, yaitu proses pengolahan kecap yang pertama, adalah tahap pencucian kedelai. Kedelai yang telah memenuhi syarat diolah
selanjutnya
dicuci
dengan
menggunakan
air
bersih.
Pencucian
dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada kedelai, seperti tanah, dan pasir. Kemudian dilakukan pengadukan agar kotoran yang menempel dapat terlepas dari kedelai. Setelah selesai proses pencucian,
kedelai kemudian ditiriskan dengan tujuan untuk mengurangi kandungan air sisa pencucian dengan menggunakan bakul. Selanjutnya dilakukan perebusan kedelai, perebusan dilakukan selama tiga jam, sampai keempukan kedelai mencapai tingkat yang diinginkan. Perebusan ini untuk menyiapkan kedelai sebagai media pertumbuhan jamur yang baik. Proses perebusan dilakukan dilakukan di atas tungku pembakaran. Kacang kedelai yang telah ditiriskan dari hasil perebusan selama 15 menit. selanjutnya dilakukan penjemuran dalam wadah (tampah) dengan ketebalan 2 cm, dibawah terik sinar matahari selama 2 hari, tergantung intesintas cahaya matahari sampai tingkat kadar air tertentu (setengah kering). Kedelai yang telah kering, kemudian ditebar di atas tampah-tampah dengan ketebalan dua sampai tiga cm dan disimpan dalam rak-rak penyimpanan di ruang fermentasi selama dua hari dua malam, sampai tumbuh jamur. Kemudian tumpukan kedelai dibalik supaya pertumbuhan jamur merata, dan didiamkan lagi selama tiga hari tiga malam. Untuk mempercepat fermentasi kedelai dilakukan penutupan tampah agar suhu menjadi hangat dan stabil. Setelah proses fermentasi
kedelai sempurna, kemudian dilakukan
penjemuran kedua untuk menghentikan proses fermentasi. Penjemuran dilakukan kurang lebih satu hari, dengan sesekali dilakukan pengadukan dan penggosokan, untuk membersihkan kedelai dari jamur-jamur yang menempel. Tahap pengolahan berikutnya adalah perendaman dalam larutan garam. Pembuatan larutan garam yaitu dengan mencampurkan air bersih dengan garam lalu direbus sampai mendidih. Larutan garam yang digunakan adalah hasil pelarutan 37 kg garam dalam 140 liter air, dan dapat digunakan untuk merendam
100 kg kedelai. Proses perendaman (pembelengan) adalah proses pencampuran larutan garam dengan kedelai hasil dari fermentasi. Perendaman dilakukan dalam tong –tong kayu selama 15 hari. Makin lama proses perendaman semakin baik kecap yang dihasilkan, karena pada proses ini bertujuan agar sari-sari makanan pada kedelai terserap dalam larutan. Pengadukan dilakukan seminggu sekali, dengan menggunakan pengaduk, agar proses perendaman merata. Pengaturan suhu dilakukan dengan cara membuka tutup tong pada siang hari, dan ditutup pada malam hari. Proses perendaman ini juga bertujuan agar mikroorganisme yang hanya bertahan dalam larutan garam saja yang dapat tumbuh, sehingga mikroorganisme yang merugikan dapat dihilangkan. Setelah proses perendaman selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka kedelai yang ada dalam tong-tong kayu kemudian diangkat, sehingga yang tertinggal adalah air rendaman saja (wedang). Penyaringan dilakukan selama 15 menit dengan menggunakan saringan ayakan. Kedelai hasil perendaman masih harus direbus kembali dengan air tawar biasa sampai mendidih, agar sari-sari kedelai dapat terserap sempurna ke dalam air rebusan. Perebusan ini dilakukan selama 2 jam, dengan menggunakan kancah di atas tungku pembakaran. Setelah perebusan selesai, kedelai dipisahkan dari air rebusannya dengan cara disaring memakai kain halus, hasilnya dinamakan ampas kecap. Sedangkan air rebusan dicampurkan dengan air dari hasil rendaman. Campuran air rebusan dan air rendaman kemudian dimasak selama empat jam hingga mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan. Pada proses ini dilakukan pencampuran dengan gula aren dan gula kelapa, yang terlebih dahulu
telah melalui proses pemasakan, guna memisahkan kotoran yang terdapat pada gula, yaitu dengan penyaringan larutan gula. Kecap yang telah dimasak kemudian disaring dengan menggunakan kain halus. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk memisahkan kecap dari gumpalan-gumpalan yang terbentuk pada saat pemasakan. Penyaringan ini berlangsung selama 30 menit. Kecap kemudian dimasukan ke dalam tong-tong kayu yang telah disiapkan. Untuk dilakukan proses pendinginan. Proses pendiaman kecap ini dilakukan selam 2-3 hari, agar kecap benar-benar dingin sebelum dimasukan kedalam botol. Tahapan terakhir adalah pengemasan atau pembotolan. Kecap yang telah melalui proses pendinginan kemudian dimasukan ke dalam botol dengan berbagai ukuran, kemudian ditutup serta diberi segel. Kecap yang telah selesai dikemas dimasukan dalam kemasan peti dan kardus. Satu peti berisi 30 botol kecap. Petipeti kecap disimpan di gudang dan siap untuk dipasarkan. Apabila dilihat dari proses produksi yang dilakukan oleh Perusahaan Kecap Segitiga, maka dapat dikategorikan ke dalam pembuatan kecap dengan teknologi tradisional. Hampir semua kegiatan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Perusahaan berpendapat bahwa teknologi yang dipakai saat ini akan tetap dipertahankan, karena hal itu telah menjadi ciri tersendiri Perusahaan Kecap Segitiga. Alasan pemilihan penggunaan teknologi tradisional dikarenakan, Perusahaan Kecap Segitiga telah memiliki pasar tersendiri, yaitu melayani konsumen yang mengkonsumsi kecap yang diolah secara tradisional.
5.5
Aspek Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang harus dimilki perusahaan. Sumberdaya di sini adalah tenaga kerja yang digunakan perusahaan dalam melaksanakan usahanya. Tenaga kerja yang ada pada Perusahaan Kecap Segitiga terdiri dari dua macam tenaga kerja produksi dan tenaga kerja non produksi. Tenaga kerja produksi adalah tenaga kerja yang melakukan proses produksi kecap, sedangkan tenaga kerja non produksi adalah tenaga kerja yang menangani masalah administari, pemasaran dan keuangan. Tenaga kerja pada Perusahaan Kecap Segitiga merupakan tenaga kerja yang berasal dari lingkungan sekitar perusahaan, sehingga dapat mengurangi pengangguran di daerah sekitar perusahaan. Saat ini tenaga kerja pada Perusahaan Kecap Segitiga berjumlah 40 orang yang dibagi dalam tiga divisi, yaitu divisi produksi terdiri dari 9 orang lulusan SD, 14 orang lulusan SMP dan 7 orang lulusan SMA. Divisi pemasaran terdiri dari 3 orang lulusan SMP, 3 orang lulusan SMA, 1 orang lulusan D3, dan 2 orang lulusan S1. Untuk divisi keuangan dan SDM terdiri dari 1 orang lulusan S1. Menurut pernyataan manajer jumlah tenaga kerja pada Perusahaan Kecap Segitiga bersifat fleksibel artinya dapat berubah sewaktu-waktu khususnya untuk bagian produksi. Hal ini dikarenakan permintaan konsumen yang fluktuatif. Apabila terjadi kenaikan permintaan, perusahaan akan menambah tenaga kerja bagian produksi sebagai tenaga kerja kontrak. 5.6
Fasilitas Pabrik dan Kantor
Perusahaan Kecap Segitiga mempunyai areal seluas 2086 m2 dengan luas bangunan 1275 m2. Area perusahaan terbagi dua, karena terpisah oleh jalan raya.
Sarana yang dimiliki perusahaan terdiri dari bangunan pabrik dan kantor. Bangunan pabrik terdiri dari beberapa bagian, yang diperuntukkan untuk proses produksi kecap. Bangunan pabrik terdiri dari gudang penyimpanan bahan baku, area produksi, ruang fermentasi, tempat penjemuran, mushola, toilet. Untuk tempat penjemuran kedelai dan botol kemasan dilakukan di tempat terbuka, yaitu di area pekarangan pabrik yang cukup luas. Bangunan kantor terdiri dari ruangan pimpinan perusahaan, ruang staf administrasi dan keuangan, ruang tamu serta tempat penjualan secara langsung. Peralatan kantor perusahaan telah cukup lengkap, mulai alat tulis, komputer, telepon dan lemari-lemari tempat penyimpanan berkas. Untuk menunjang kelancaran transportasi kecap ke tempat pemasaran, perusahaan mempunyai tiga unit kendaraan mobil box, dan satu unit kendaraan mobil operasional.
VI. SISTEM PENANGANAN DAN PENGADAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
6.1
Jenis dan Asal Bahan Baku
Perusahaan Kecap Segitiga dalam memproduksi kecapnya memerlukan berbagai bahan baku dalam proses pembuatannya. Bahan baku tersebut meliputi kacang kedelai hitam, gula kelapa dan gula aren, garam, serta beberapa bahan pembantu yang diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil. Ketersediaan bahan baku dalam jumlah dan waktu yang tepat akan mempengaruhi produktifitas perusahaan dalam memproduksi kecap. Bahan baku tersebut diperoleh perusahaan dengan membeli melalui supplier yang telah menjadi mitra perusahaan dalam pengadaan bahan bakunya, dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan perusahaan. Berdasarkan wawancara dengan bagian produksi, diperoleh keterangan mengenai bahan baku kecap Segitiga. Gula aren merupakan bahan baku utama yang berkontribusi paling besar terhadap keseluruhan proses pembuatan kecap yaitu sebesar 35 persen. Secara berurutan, bahan baku yang digunakan dalam membuat kecap adalah gula kelapa kedelai hitam, garam . Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Komponen Bahan-Bahan Pembentuk Kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga Jenis Bahan Baku
Kacang Kedelai Hitam Gula Aren Gula kelapa Garam Lain-lain Sumber : Perusahaan Kecap Segitiga, 2008
Persentase (%)
23 35 30 10 2
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, diperoleh keterangan bahan baku yang vital bagi perusahaan dalam memproduksi kecap yaitu kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, garam. Tingkat kepentingan bahan baku ini didasarkan pada tingkat pemakaian bahan baku tersebut dalam proses produksi, dimana keempat bahan baku tersebut memiliki kontribusi yang besar terhadap biaya pengadaan bahan baku yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, garam termasuk bahan baku utama Perusahaan Kecap Segitiga. 6.1.1
Kacang Kedelai
Kacang kedelai merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan kecap, karena dari sari kedelai inilah kecap dihasilkan. Melalui proses fermentasi dari kacang kedelai ini akan dihasilkan sari kedelai, yang merupakan bahan pembentuk kecap. Kacang kedelai yang digunakan pada Perusahaan
Kecap Segitiga
merupakan kacang kedelai hitam lokal, yang diperoleh langsung dari distributor kacang kedelai dari Kabupaten Cirebon. Alasan perusahaan memilih kacang Kedelai hitam lokal dikarenakan menurut perusahaan bahwa kacang kedelai lokal memiliki pati yang tinggi sehingga dapat menghasilkan sari kedelai yang berkualitas, selain itu perusahaan pernah mencoba satu kali menggunakan kacang kedelai hitam impor, tetapi ampas dari sisa pembuatan kecap yang dapat dijual kembali sebagai bahan makanan, tidak laku dipasaran dikarenakan kurang disukai oleh konsumen.Kacang kedelai ini dibeli dalam kemasan karung dengan berat 50 kg, dengan harga Rp 5 092.00 per kg .
6.1.2
Gula Aren
Gula aren adalah gula merah yang terbuat dari sari air tandan buah aren. Pemilihan jenis gula ini dikarenakan gula aren merupakan gula merah yang cukup digemari masyarakat sebagai pemanis, serta memiliki aroma yang harum dan warna gula yang gelap. Gula aren ini diperoleh perusahaan dengan cara memesan melalui distributor di daerah Kabupaten Bandung, dengan harga Rp 5 625.00 per kg. 6.1.3
Gula Kelapa
Gula kelapa merupakan gula yang dibuat dari sari air tandan buah kelapa. Gula ini digunakan sebagai pemanis tambahan dari gula aren, pemilihan gula ini karena gula kelapa memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan gula aren. Tetapi gula kelapa memiliki kekurangan yaitu tidak tahan terhadap penyimpanan dan suhu lembab atau panas. Gula ini diperoleh perusahaan dengan cara memesan dari distributor di daerah Banjar Kabupaten Ciamis, harga gula kelapa Rp 4 928.00 per kg. 6.1.4
Garam
Garam ini digunakan sebagai pembuatan air garam dalam proses perendaman kacang kedelai hitam hasil fermentasi, dan pemberi rasa asin pada produk kecap. Garam ini diperoleh dari distributor garam di daerah Kabupaten Cirebon. Garam ini dibeli dalam kemasan karung dengan berat 60 kg dengan harga Rp 459.00 per kg.
6.2
Prosedur Pengadaan Bahan Baku pada Perusahaan Kecap Segitiga
Sistem pengadaan bahan baku utama yang diterapkan oleh Perusahaan Kecap Segitiga dalam memperoleh bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, dan garam adalah dengan cara melakukan pembelian melalui sistem jatuh tempo. dengan tambahan biaya upah pada setiap pengiriman masingmasing bahan baku. Hal ini juga dilakukan karena lokasi distributor bahan baku yang relatif jauh. Waktu jatuh tempo untuk bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, dan garam memiliki waktu jatuh tempo selama satu bulan semenjak bahan baku diterima perusahaan. Pembelian bahan baku penolong dilakukan secara tunai. Prosedur pembelian dan pemesanan bahan baku pada Perusahaan Kecap Segitiga adalah dimulai dari bagian pemasaran yang memberikan perkiraan jumlah permintaan berdasarkan jadwal rencana produksi kepada bagian produksi. Kemudian bagian produksi akan mencatat jumlah permintaan tersebut dan memperhitungkan kebutuhan bahan baku produksi, dan menyerahkan ke bagian gudang. Bagian gudang akan melihat stok bahan baku yang tersedia, kemudian mencatat jumlah bahan baku yang harus dibeli. Catatan tersebut akan diberikan kepada bagian keuangan kemudian bagian keuangan yang akan melakukan pemesanan bahan baku kepada distributor sesuai dengan jumlah yang diminta oleh bagian gudang. Secara sistematis prosedur pembelian bahan baku terlihat pada
Gambar 3.
Bagian Pemasaran
Bagian Produksi
Bagian Gudang
Distributor
Bagian Keuangan
Gambar 3 . Prosedur Umum Pembelian Bahan Baku Perusahaan Kecap Segitiga
Dalam prosedur pemesanan bahan baku,
bagian keuangan akan
mengirimkan Purchasing Order (PO) dengan menelepon atau cukup dengan mengirimkan SMS kepada pemasok bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, dan garam. Hal ini dilakukan karena sudah terciptanya kepercayaan antara kedua belah pihak. Ketika bahan baku yang dipesan diterima di gudang, kemudian dilakukan pemeriksaan sampel bahan baku yang meliputi kondisi kemasan, label segel, kuantitas bahan baku. Sampai saat ini syarat dan
mutu bahan baku yang
diterapkan perusahaan kepada pemasok selalu terpenuhi dengan baik, sehingga pengembalian bahan baku dapat dihindarkan. 6.3
Waktu Tunggu Bahan Baku ( Lead Time) pada Perusahaan Kecap Segitiga
Waktu tunggu bahan baku merupakan waktu yang dibutuhkan bahan baku semenjak dipesan kepada distributor sampai bahan baku diterima perusahaan. Waktu tunggu yang diperlukan dalam proses pemesanan untuk bahan baku kacang
kedalai hitam, gula aren, dan gula kelapa adalah satu minggu dan sedangkan garam memiliki waktu tunggu selama dua minggu. 6.4
Proses Penanganan Bahan Baku
Proses penanganan bahan baku meliputi proses penyimpanan bahan baku di gudang penyimpanan dan pengeluaran bahan baku dari gudang untuk dilakukan proses produksi. Penyimpanan bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa dan garam serta bahan baku lainnya ditempatkan di gudang tertutup, serta tanpa ada perlakuan khusus. Pemeriksaan bahan baku hanya dilakukan pada saat bahan baku tiba di perusahaan untuk dilakukan pengecekan mutu bahan baku. Penempatan bahan baku pada perusahaan dilakukan di gudang yang berbeda, Perusahaan Kecap Segitiga memiliki tiga gudang bahan baku. Penyusunan bahan baku kacang kedelai, gula aren , gula kelapa dan garam ditempatkan di atas papan kayu agar tidak terjadi kontak langsung antara bahan baku dengan lantai. Lokasi gudang bahan baku ditempatkan di area pabrik, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengambilan bahan baku dalam proses produksi. Pengeluaran bahan baku dalam proses produksinya mengikuti sistem First In First Out (FIFO), bahan baku yang pertama kali masuk akan digunakan terlebih dahulu untuk proses produksi. Hal tersebut dilakukan karena bahan baku tersebut memiliki daya simpan yang terbatas dan menghindari kerugian atas penyimpanan bahan baku yang terlalu lama. 6.5
Volume Pemakaian Bahan Baku
Pemakaian bahan baku kacang kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam dalam proses produksi kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga disesuaikan dengan
rencana produksi yang telah disusun oleh bagian produksi. Penentuan rencana produksi berdasarkan pesanan para sales-sales dan kapasitas produksi perusahaan. Berdasarkan rencana prduksi tersebut perusahaan dapat memperkirakan kebutuhan bahan baku yang akan digunakan. Pemakaian tertinggi untuk bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, dan garam terjadi pada bulan Juli 2007 yaitu sebesar 6 281.0 kg untuk kacang kedelai hitam, gula aren sebesar 16 395.0 kg pada bulan Agustus 2007, gula kelapa sebesar 17 800.0 kg pada bulan Januari 2008, serta garam sebesar 3 776.0 kg pada bulan Agustus 2007. Untuk pemakaian bahan baku terendah untuk kacang kedelai hitam terjadi pada bulan April 2007 yaitu sebesar 1 000.0 kg, gula aren sebesar 500.0 kg pada bulan Februari 2008, gula kelapa sebesar 2 711.0 kg pada bulan September 2007, serta garam sebesar 1 585.0 kg terjadi pada bulan Maret 2007. Pemakaian tertinggi dan terendah bahan baku berbeda-beda untuk tiap bulannya, tergantung dari permintaan jenis kecap di pasaran. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada bulan Agustus 2007 permintaan tertinggi untuk produk jenis kecap manis sedang, pada bulan Januari dan Februari 2008 permintaan tertinggi untuk jenis kecap manis. Volume pemakaian bahan baku kecap di Perusahaan Kecap Segitiga dapat dilihat pada Tabel 11. Volume pemakaian bahan baku menunjukkan adanya variasi antara bulan yang satu dengan bulan yang lainnya. Peningkatan dan penurunan pemakaian bahan baku sejalan dengan tingkat penjualan kecap.
Tabel 11.
Volume Pemakaian Bahan Baku Preusan Kecap Segitiga Periode Maret 2007-Februari 2008 (kg)
Bulan
Kacang Kedelai Hitam
Maret 2007 April 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Agustus 2007 September 2007
Oktober 2007 November 2007 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Jumlah Rata-rata
1 160.0 1 000.0 2 185.0 5 411.0 6 281.0 5 329.0 5 724.0 2 166.0 5 409.0 3 946.0 4 245.0 2 126.0 44 982.0 3 788.5
Gula Aren
4 431.0 10 623.0 8 167.0 10 014.0 11 933.0 16 395.0 15 494.0 10 856.0 6 272.0 1 500.0 700.0 500.0 95 389.0 7 949.1
Gula Kelapa 5 241.0 5 663.0 9 266.0 4 334.0 0.0 4 763.0 2 711.0 3 568.0 9 836.0 14 085.0 17 800.0 13 875.0 91 142.0 7 595.2
Garam
1 585.0 3 194.0 3 247.0 3 672.0 3 517.0 3 776.0 3 165.0 3 569.0 3 754.0 2 560.0 2 935.0 2 276.0 37 250.0 3 106.2
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
6.6
Biaya-Biaya Persediaan
Biaya persediaan Perusahaan Kecap Segitiga secara umum dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan terdiri dari biaya telepon, biaya administrasi dan biaya upah. Untuk biaya penyimpanan hanya terdiri dari biaya opportunity cost. Hal ini dikarenakan sebagai perbandingan jika uang yang digunakan untuk pengadaan bahan baku disimpan dalam bentuk tabungan, yang menghasilkan opportunity cost berupa bunga bank 6.6.1
Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, berkenaan dengan dilakukannya pembelian bahan baku yang tidak dipengaruhi oleh kuantitas bahan baku yang dipesan. Total biaya pemesanan
adalah hasil dari perkalian antara frekuensi pemesanan dengan biaya per pesanan. Komponen biaya pemesanan untuk berbagai jenis bahan baku terdiri dari biaya telepon, biaya administrasi dan biaya transportasi. Biaya pemesanan bersifat konstan dimana besarnya biaya yang muncul tidak dipengaruhi besarnya kuantitas bahan baku yang dipesan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan bahan baku kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, dan garam dapat diuraikan sebagai berikut: (a) Biaya administrasi, meliputi biaya pembuatan catatan atau dokumen pemesanan dan penerimaan bahan baku. Total biaya administrasi per pesanan perusahaan Segitiga untuk bahan baku kedelai adalah Rp 2 000.00 per pesanan, total biaya administrasi pemesanan gula aren adalah sebesar Rp 1 500.00 per pesanan, total biaya administrasi pemesanan gula kelapa sebesar Rp 1 500.00 per pesanan dan total biaya administrasi pemesanan garam sebesar Rp 1500.00 per pesanan. (b) Biaya telepon adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan pemesanan kepada pemasok bahan baku. Total biaya telepon per pesanan Perusahaan Kecap Segitiga untuk bahan baku kedelai adalah Rp 9 500.00, Rp 10 000.00 untuk pemesanan gula aren, Rp 8 000.00 untuk pemesanan gula kelapa dan Rp 8 000.00 untuk pemesanan garam. (c) Biaya upah adalah biaya tambahan dari distributor kepada perusahaan dalam setiap pengiriman bahan baku. Biasanya biaya ini digunakan sebagai uang lelah supir yang membawa bahan baku, dan digunakan pula sebagai upah bongkar muat bahan baku. Besarnya biaya transportasi untuk bahan baku kedelai adalah sebesar Rp 250 000.00, biaya transportasi
untuk bahan baku gula aren, gula kelapa dan garam masing-masing sebesar Rp 100 000.00. Komponen
besarnya biaya pemesanan per
pesanan untuk setiap jenis bahan baku Perusahaan Kecap Segitiga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12.
Biaya Pemesanan Bahan Baku Preusan Kecap Segitiga Periode Maret 2007 – Februari 2008 (Rupiah/pesanan)
Jenis Biaya -Biaya telepon -Biaya administrasi -Biaya upah
Total
Kacang Gula Aren Kedelai Hitam 9 500.00 10 000.00 2 000.00 1 500.00 250 000.00 100 000.00 261 500.00 111 500.00
Gula Kelapa 8 000.00 1 500.00 100 000.00 109 500.00
Garam
8 000.00 1 500.00 100 000.00 109 500.00
Sumber: wawancara dengan pihak perusahaan, 2008
6.6.2
Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang dikeluarkan karena perusahaan menyimpan bahan baku di gudang. Biaya penyimpanan adalah hasil perkalian dari tingkat persediaan rata-rata dengan biaya penyimpanan bahan baku per unit.. Biaya penyimpanan yang dibahas adalah biaya yang berubah karena adanya bahan baku yang disimpan. Biaya listrik, biaya fasilitas, biaya penyusutan gudang dan biaya lain-lain termasuk biaya tetap, maka dibebankan pada biaya overhead perusahaan. Biaya tetap tidak tergantung dengan jumlah bahan baku yang disimpan, oleh karena itu tidak diperhitungkan dalam pengendalian persediaan. Komponen biaya penyimpanan untuk keempat bahan baku hanya terdiri dari biaya kesempatan (opportunity cost). Opportunity cost adalah biaya yang dikorbankan karena adanya persediaan sehingga perusahaan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan apabila dana tersebut disimpan di bank. Besarnya biaya ini tergantung dari lamanya
barang disimpan dan tingkat suku bunga yang berlaku. Opportunity cost tahunan merupakan perkalian dari rata-rata tingkat suku bunga deposito per tahun dengan rata-rata harga bahan baku. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah rata-rata tingkat suku bunga simpanan berjangka rupiah bank umum (12 bulan) periode bulan Maret 2007sampai dengan Februari 2008, yaitu sebesar 8.38 persen. Opportunity
cost
untuk
bahan
baku
kedelai
sebesar
Rp 426.71/kg (Rp 5 092.00 x 8.38%) per tahun, gula aren sebesar Rp 448.50/kg (Rp 5 352.00 x 8.38%) per tahun, gula kelapa sebesar Rp 412.97/kg (Rp 4 928.00 x 8.38%) per tahun, dan garam sebesar Rp 38.46/kg (Rp 459.00 x 8.38%) per tahun. Semakin banyak persediaan di gudang, maka akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap biaya penyimpanan. Tabel 13. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Perusahaan Kecap Segitiga Bahan Baku Kedelai Gula aren Gula kelapa Garam
Komponen Biaya Opportunity cost Opportunity cost Opportunity cost Opportunity cost
Nilai (Rp/kg/Tahun) 426.71
Nilai Nilai (Rp/kg/bulan) (Rp/kg/minggu) 35.56 8.21
448.50
37.38
8.63
412.97
34.41
7.94
38.46
3.21
0.74
Sumber: Data Perusahaan (diolah), 2008
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa biaya penyimpanan untuk setiap bahan baku berbeda. Biaya penyimpanan untuk bahan baku gula aren merupakan biaya penyimpanan terbesar yaitu sebesar Rp 8.63 per minggu, dan biaya penyimpanan terkecil adalah untuk bahan baku garam yaitu sebesar Rp 0.74 per minggu.
VII. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA 7.1
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan
Pengendalian persediaan dilakukan
oleh perusahaan bertujuan untuk
memperlancar proses produksi dan melindungi perusahaan agar tidak terjadi kekurangan bahan baku, yang dapat menghambat kegiatan produksi perusahaan. Pengendalian persediaan juga berguna untuk mengantisipasi kelebihan bahan baku yang dapat meningkatkan biaya penyimpanan. Sehingga diharapkan metode pengendalian persediaan yang dilakukan ini dapat lebih mengefisienkan biaya yang yang harus dikeluarkan perusahaan, terkait dengan pengadaan bahan baku serta dapat menjamin kontinuitas kegiatan produksi perusahaan. Biaya pengadaan bahan baku tersebut meliputi biaya pemesanan bahan baku, biaya penyimpanan bahan baku dan biaya pembelian bahan baku. Pada Perusahaan Kecap Segitiga sendiri telah memiliki metode sendiri dalam pengadaan bahan baku, dimana pemesanan bahan baku didasarkan pada kebutuhan produksi dan kondisi persediaan bahan baku di gudang. Penelitian ini untuk mencari alternatif metode pengendalian bahan baku yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
metode
perencanaan
bahan
baku
(Material
Requirement
Planning/MRP). Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), dan Period Order Quantity (POQ). Komponen biaya merupakan komponen yang menjadi acuan, dalam mencari teknik mana yang tepat untuk digunakan sebagai teknik pengendalian persediaan bahan baku kacang kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam. Metode
tersebut haruslah dapat meminimumkan total biaya persediaan dan biaya pembelian bahan baku. Dalam pembahasan metode pengendalian persediaan ini digunakan lembaran MRP. Contoh penggunaan lembaran MRP untuk bahan baku kacang kedelai akan dilampirkan pada lampiran 9, 11 dan 13 sedangkan untuk bahan baku lainnya tidak dilampirkan karena pada prinsipnya penggunaan lembaran MRP sam untuk semua bahan baku. Sistem pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan pada dasarnya bertujuan untuk melakukan pemesanan sejumlah kebutuhan untuk beberapa waktu tertentu (sesuai lead time). Lead time untuk bahan baku kacang kedelai, gula aren, gula kelapa adalah satu minggu, dan garam adalah selama dua minggu.pemesanan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk kacang kedelai setiap satu bulan sekali, untuk gula aren dan gula kelapa setiap 2-3 kali perbulan, hal ini dilakukan karena untuk mengurangi tingkat kerusakan bahan baku gula. Sedangkan untuk garam dilakukan setiap 2-3 bulan sekali. Tabel 14. Persediaan Kacang Kedelai, Gula Aren, Gula Kelapa dan Garam Selama Periode Maret 2007- Februari 2008 (Kg) Bulan Kedelai Maret 2007 8 290.0 April 2007 7 150.0 Mei 2007 31 164.0 Juni 2007 51 473.0 Juli 2007 37 126.0 Agustus 2007 46 065.0 September 2007 19 142.0 Oktober 2007 32 319.0 November 2007 14 839.0 Desember 2007 15 966.0 Januari 2008 20 148.0 Februari 2008 13 697.0 Total 297 379.0 Rata-rata 24 781.58 Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
Gula aren 3 367.0 9 595.0 12 790.0 10 423.0 9 660.0 11 257.0 18 841.0 31 340.0 9 516.0 4 385.0 39 640.0 44 798.0 205 612.0 17 134.33
Gula Kelapa 5 597.0 12 438.0 13 490.5 6 399.0 2.0 5 961.5 5 386.0 17 023.5 21 396.0 33 217.0 37 964.5.0 23 097.0 181 972.0 15 164.33
Garam 26 804.5 24 448.0 14 859.0 21 725.0 12 131.0 14 587.0 20 691.0 16 263.0 4 028.0 23 992.0 27 083.5 11 278.0 217 890.0 181 57.50
Persediaan bahan baku kacang kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam setiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa selama periode Maret 2007 sampai periode Februari 2008, total persediaan yang tersimpan di gudang untuk kacang kedelai adalah sebesar 297 379.0 kg, gula aren sebesar 205 612.0 kg, gula kelapa sebesar 181 972.0 kg, dan garam sebesar 217 890.0 kg. Adanya persediaan bahan baku akan berpengaruh terhadap biaya penyimpanan perusahaan. Semakin besar tingkat persediaan bahan baku yang disimpan, maka semakin besar biaya penyimpanannya. Tabel 15. Biaya Persediaan Bahan Baku Periode Maret 2007–Februari 2008 Menggunakan Kondisi Aktual Perusahaan Bahan Baku
Biaya Pemesanan/tahun Rp/pesan
Kedelai Gula aren Gula kelapa Garam
Frek
Biaya Penyimpanan/tahun
Biaya total persediaan (Rp/tahun)
261 500.00 111 500.00
11 21
Total biaya Rp/kg Jumlah Total Biaya Pemesanan persediaan Penyimpanan Per tahun (Kg/tahun) Per tahun (Rp/tahun) (Rp/tahun) 2 876 500.00 8.21 297 379.0 2 441 481.59 2 341 500.00 8.63 205 612.0 1 774 431.56
109 500.00
22
2 409 000.00
7.94
181 972.0
109 500.00
6
657 000.00
0.74
217 890.0 161 238.60 818 238.60 Total Biaya Persediaan 14 106 009.43
1 444 857.68
5 317 981.59 4 115 931.56 3 853 857.68
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
Total biaya persediaan bahan baku per tahun adalah total biaya antara pemesanan bahan baku dan biaya penyimpanan bahan baku. Pada Tabel 15 biaya pemesanan perusahaan pada periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008 adalah sebesar Rp 2 876 500.00 untuk bahan baku kedelai dengan frekuensi pemesanan sebanyak 11 kali, dan merupakan biaya pemesanan terbesar yang harus dikeluarkan perusahaan. Sedangkan biaya pemesanan terkecil yaitu untuk bahan baku garam sebesar Rp 675 000.00 dengan frekuensi pemesanan sebanyak 6 kali. Biaya penyimpanan bahan baku perusahaan terbesar pada periode yang
sama yaitu untuk bahan baku kedelai sebesar Rp 2 441 481.59 karena bahan baku kedelai merupakan bahan baku dengan tingkat persediaan terbesar pada perusahaan, sedangkan biaya penyimpanan terendah adalah untuk bahan baku garam sebesar Rp 161 238.60. Biaya persediaan total perusahaan terbesar adalah untuk biaya persediaan bahan baku kedelai yaitu sebesar Rp 5 317 981.59 dan biaya persediaan terendah adalah sebesar Rp 818 238.60 untuk bahan baku garam. Total Biaya persediaan untuk keempat bahan baku yang harus ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 14 106 009.43. Pada Tabel 15 terlihat bahwa biaya pemesanan lebih besar dari biaya penyimpanan, hal ini dikarenakan tingginya biaya per pesanan yang harus ditanggung perusahaan. Sehingga perusahaan perlu menurunkan frekuensi pemesanan dengan tanpa menggangu proses produksi, agar biaya persediaan bahan baku dapat ditekan. Kuantitas pemesanan yang dilakukan perusahaan berbeda-beda setiap periode pemesanan, hal ini tergantung dari perkiraan permintaan konsumen akan produk kecap. Perusahaan saat ini memiliki empat pemasok untuk bahan baku gula kelapa, pembelian dilakukan secara bergiliran untuk tiap pemasok dan untuk pemasok kedelai, gula aren, dan garam masing-masing satu pemasok. Tabel 16. Biaya Pembelian Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 Bahan Baku
Kuantitas (kg) Kedelai 45 988 Gula Aren 107 886 Gula Kelapa 97 394.5 Garam 41 860 Total Biaya Pembelian
Harga beli (Rp/kg) 5 092.00 5 625.00 4 928.00 459.00
Biaya Pembelian Total (Rp/tahun) 234 170 896.00 606 858 750.00 479 960 096.00 19 213 740.00 1 340 203 482.00
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
Pada Tabel 16 dapat dilihat rincian biaya pembelian bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam yang ditujukan untuk produksi kecap pada
periode produksi Maret 2007 sampai dengan Februari 2008. Biaya pembelian terbesar yaitu untuk bahan baku gula aren yang mencapai Rp 606 858 750.00 dan merupakan bahan baku dengan kuantitas pemesanan yang terbesar dari ketiga bahan baku lainnya. Sedangkan biaya pembelian terkecil yaitu untuk bahan baku garam yaitu sebesar Rp 19 213 740.00 dan biaya pembelian total Rp 1 340 203 482.00 untuk keempat bahan baku. 7.2
Metode Material Requirement Planning (MRP)
MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan persediaan untuk barang-barang dengan sifat permintaan dependent (terikat). Keempat bahan baku yang digunakan oleh perusahaan merupakan bahan baku untuk produksi kecap yang bersifat terikat. Oleh karena itu metode MRP ini dapat digunakan sebagai alternatif bagi perusahaan untuk merencanakan kebutuhan bahan baku, terutama dalam hal ukuran lot pemesanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, besarnya tingkat persediaan dan kuantitas pembelian kumulatif bahan baku. Teknik MRP yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu mengkaji Teknik LFL, Teknik EOQ, dan Teknik POQ. Rencana pelaksanaan pesanan merupakan perhitungan waktu mundur dari rencana penerimaan pesanan. Dalam hal ini, rencana pelaksanaan pesanan sangat bergantung dari lead time pengadaan bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam. Oleh karena itu perusahaan harus memesan kedelai, gula aren, gula kelapa seminggu sebelum adanya kebutuhan bersih persediaan bahan baku tersebut, sedangkan untuk garam perusahaan harus memesan dua minggu sebelum timbulnya kebutuhan bersih.
7.2.1
Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL)
Penggunaan
metode
LFL
mengharuskan
perusahaan
melakukan
pemesanan bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam sebesar kebutuhan bersih keempat bahan baku tersebut, tanpa menghendaki adanya persediaan. Dengan menggunakan teknik LFL, perusahaan melakukan pemesanan bahan baku untuk setiap periode, teknik ini memiliki kelemahan bila bahan baku mengalami keterlambatan, dimana proses produksi akan terganggu dikarenakan perusahaan tidak memiliki persediaan.dalam teknik ini sebanyak 44 kali untuk bahan baku kedelai, 51 kali untuk bahan baku gula aren, 47 kali untuk gula kelapa, dan 48 kali untuk pembelian bahan baku garam. Frekuensi pemesanan pada teknik LFL ini lebih besar dari frekuensi yang dilakukan perusahaan, sehingga berdampak pada melambungnya biaya pemesanan. Jumlah persediaan di tangan pada periode tersebut dengan metode LFL adalah sebanyak 7 640 kg untuk bahan baku kedelai, adanya persediaan pada bahan baku kedelai ini adalah karena adanya persediaan pada awal periode. Jumlah persediaan untuk bahan baku gula aren dan gula kelapa sebesar nol, karena perusahaan tidak memiliki persediaan pada awal periode tersebut, sehingga perusahaan hanya melakukan pemesanan sebesar kebutuhan bersih untuk setiap periodenya. Sedangkan untuk bahan baku garam, persediaan perusahaan sebesar 2 735.5 kg hal ini disebabkan juga karena adanya persediaan pada awal periode. Adanya persediaan tersebut mengakibatkan perusahaan menanggung biaya penyimpanan untuk kedelai sebesar Rp 62 724.40 dan Rp 2 024.27 untuk biaya penyimpanan garam. Biaya total persediaan untuk keempat bahan baku teknik LFL lebih tinggi dari teknik perusahaan yaitu sebesar Rp 27 659748.70 dengan
bahan baku dengan biaya persediaan terbesar adalah bahanbaku kedelai sebesar Rp 11 568 724.40. Biaya persediaan yang tinggi ini disebabkan karena dalam teknik LFL frekuensi pemesanan bahan baku menjadi lebih sering karena pemesanan bahan baku berdasarkan pada kebutuhan bersih tiap periode. Secara rinci mengenai biaya persediaan bahan baku dengan teknik LFL dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Kecap Segitiga dengan Teknik Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 Bahan Baku
Biaya Pemesanan/tahun Rp/pesan
Kedelai Gula aren Gula kelapa garam
Frek
Biaya penyimpanan /tahun
Biaya Total Persediaan
(Rp/tahun) Total biaya Rp/kg Jumlah Total Biaya pemesanan per persediaan Penyimpanan tahun setahun Pertahun (Rp/tahun) (Kg/tahun) (Rp/tahun) 11 506 000.00 8.21 7 640.0 62 724.40 11 568 724.40 5 686 500.00 8.63 0.0 0.00 5 686 500.00
261 500.00 111 500.00
44 51
109 500.00
47
5 146 500.00
7.94
109 500.00
48
5 256 000.00
0.74
0.0
0.00
5 146 500.00
2 735.5 2 024.27 5 258 024.30 Total Biaya Persediaan 27 659 748.70
Sumber: Data perusahaan (diolah), 2008
Kuantitas pembelian bahan baku untuk produksi kecap pada periode yang sama, dengan teknik LFL untuk ke empat bahan baku lebih kecil dari kuantitas yang dibeli dengan teknik perusahaan, karena dalam melakukan pesanan bahan baku didasarkan pada jumlah kebutuhan bersih pada setiap periode. Kuantitas pembelian bahan baku terbesar dalam teknik ini yaitu untuk pembelian bahan baku gula aren sebesar 96 874.0 kg dengan biaya pembelian sebesar Rp 544 916 250.00, dan kuantitas pembelian terkecil yaitu untuk pemesanan bahan baku garam sebesar 35 579.0 kg, dengan biaya pembelian sebesar Rp 16 330 761.00. Rincian Biaya pembelian untuk ke empat bahan baku secara rinci dalam Tabel 18.
Tabel 18. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 Bahan Baku kedelai gula aren gula kelapa garam Total biaya pembelian
Kuantitas (Kg) 42 797.0 96 874.0 91 139.0 35 579.0
Harga beli (Rp/kg) 5 092.00 5 625.00 4 928.00 459.00
Biaya pembelian total (Rp/tahun) 217 922 324.00 544 916 250.00 449 132 992.00 16 330 761.00 1 228 302 327.00
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
7.2.2
Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Penggunaan
teknik
EOQ
mengharuskan
perusahaan
melakukan
pemesanan kacang kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam sebesar tingkat EOQnya atau kelipatan dari EOQ pada setiap kali melakukan pemesanan bahan baku, apabila kebutuhan bersih melebihi dari tingkat EOQ-nya. Nilai EOQ untuk kacang kedelai adalah 7 423.18 kg, untuk gula aren sebesar 6 938.23 kg, gula kelapa sebesar 6 952.91 kg, dan EOQ garam sebesar 14 560.25 kg untuk setiap kali pemesanan bahan baku. Dengan menggunakan teknik EOQ perusahaan melakukan pemesanan bahan baku yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik yang dilakukan perusahaan. Teknik ini memungkinkan perusahaan dapat menekan biaya pemesanan dengan penghematan yang cukup besar. Pada teknik ini perusahaan melakukan pemesanan sebanyak 6 kali pemesanan untuk kacang kedelai, untuk gula aren sebanyak 13 kali pemesanan, gula kelapa sebanyak 12 kali pemesanan, dan 3 kali pemesanan untuk bahan baku garam. Jumlah persediaan bahan baku yang paling besar untuk teknik ini yaitu untuk bahan baku gula kelapa sebanyak 195 614.7 kg per tahun dengan biaya persediaan sebesar Rp 3 095 014.50 dan untuk jumlah persediaan yang paling rendah yaitu untuk bahan baku gula aren
sebesar 155 462.6 kg dengan biaya persediaan sebesar Rp 2 791 142.24. Biaya persediaan total untuk keempat bahan baku dengan menggunakan teknik EOQ adalah sebesar Rp 9 365 809.48. Penghematan dari teknik ini hampir setengahnya dari biaya
persediaan yang ditanggung perusahaan. Secara rinci biaya
peresediaan bahan baku dengan teknik EOQ dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Kecap Segitiga Teknik Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 Bahan baku
Kedelai Gula aren Gula kelapa Garam
Biaya Pemesanan/tahun Rp/pesan Frek Total Biaya Pemesanan Per tahun (Rp/tahun) 261 500.00 6 1 569 000.00
Biaya Total Persediaan Biaya Penyimpanan/tahun Jumlah Total Biaya (Rp/tahun) Rp/kg persediaan Penyimpanan setahun per tahun (kg/tahun) (Rp/tahun) 8.21 185 872.7 1 526 014.50 3 095 014.50
111 500.00
13 1 449 500.00
8.63
155 462.6
1 341 642.24 2 791 142.24
109 500.00 109 500.00
12 1 314 000.00 3 328 500.00
7.94 0.74
195 614.7 1 553 180.90 2 867 180.90 383 742.0 283 969.10 612 471.10 Total Biaya Persediaan 9 365 809.48
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
Kuantitas pembelian bahan baku gula kelapa untuk produksi kecap pada periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008 menempati urutan terbesar dalam pembelian bahan baku, yaitu sebesar 97 340.7 kg, dengan biaya pembelian sebesar Rp 479 694 969.60. Sedangkan kuantitas pembelian bahan baku terendah yaitu untuk bahan baku garam sebesar 43 630.8 kg, dengan biaya pembelian sebesar Rp 20 049 487.20 kuantitas tersebut masih lebih rendah daripada yang dibeli perusahaan. Perusahaan melakukan pembelian dengan kuantitas yang lebih besar, karena dalam pembelian bahan baku, perusahaan tidak melihat kebutuhan bersih yang dapat dipenuhi oleh persediaan di tangan. Biaya pembelian total untuk keempat bahan baku dengan teknik EOQ adalah Rp 1 272 921 929.00. Rincian biaya pembelian bahan baku dengan teknik EOQ dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Kuntitas Pembelian Bahan Baku Teknik Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 Bahan Baku kedelai gula aren gula kelapa garam Total biaya pembelian
Kuantitas (Kg) 44 539.1 97 135.0 97 340.7 43 680.8
Harga beli (Rp/kg) 5 092.00 5 625.00 4 928.00 459.00
Biaya pembelian total (Rp/tahun) 226 793 097.20 546 384 375.00 479 694 969.60 20 049 487.20 1 272 921 929.00
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
7.2.3
Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)
Dalam teknik POQ, ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, kelebihan persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dapat ditekan. Keunggulan teknik POQ dibandingkan dengan teknik EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform, karena sediaan yang berlebihan dapat dihindari. Kebutuhan akan bahan baku perusahaan dalam produksi kecap memiliki kebutuhan yang tidak seragam tiap periodenya, oleh karena itu teknik POQ cocok diterapkan dalam menganalisis persediaan ke empat bahan baku pada Perusahaan Kecap Segitiga. Hasil perhitungan jumlah periode yang harus dipenuhi menghasilkan nilai POQ untuk kedelai adalah 9 periode, yang berarti kebutuhan untuk sembilan periode atau sembilan minggu harus dipenuhi oleh satu kali pemesanan bahan baku kedelai. Untuk bahan baku gula aren dan gula kelapa nilai POQ-nya sebesar 4 periode, sedangkan untuk garam memiliki nilai POQ yang cukup besar yaitu, sebesar 20 periode. Dengan menggunakan teknik POQ ini tingkat persediaan bahan baku perusahaan lebih rendah dibanding dengan teknik LFL dan teknik EOQ, sehingga
dengan teknik ini perusahaan dapat menekan biaya persediaan dari biaya penyimpanan. Pemesanan bahan baku yang dilakukan dalam teknik ini untuk bahan baku kedelai sebanyak 5 kali, bahan baku gula aren 12 kali, bahan baku gula kelapa 12 kali, dan bahan baku garam 3 kali. Tabel 21. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Kecap Segitiga Teknik Period Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 Bahan baku
Biaya Pemesanan/tahun Biaya Penympanan/tahun Rp/pesan Frek Total Biaya Rp/kg Jumlah Total Biaya Pemesanan persediaan Penyimpanan Per tahun setahun per tahun (Rp/tahun) (kg/tahun) (Rp/tahun) Kedelai 261 500.00 5 1 307 500.00 8.21 167 086.0 1 371 776.06 Gula aren 111 500.00 12 1 338 000.00 8.63 141 267.0 1 219 134.21 Gula Kelapa 109 500.00 12 1 314 000.00 7.94 140 495.0 1 115 530.30 Garam 109 500.00 3 328 500.00 0.74 383 742.0 283 969.08 Biaya Total Persediaan Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
Biaya Total Persediaan (Rp/tahun)
2 679 276.06 2 557 134.21 2 429 530.30 612 469.08 8 278 409.65
Tingkat persediaan bahan baku yang tertinggi dalam teknik ini yaitu, untuk bahan baku garam sebesar 383 742.0 kg, tetapi karena biaya opportunity cost nya rendah maka biaya penyimpanan untuk bahan baku garam menjadi yang paling rendah diantara keempat bahan baku yang lain. Sedangkan tingkat persediaan yang paling rendah yaitu untuk bahan baku gula kelapa sebesar 140 495.0 kg, dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 1 115 530.30. Total biaya persediaan untuk keempat bahan baku dalam teknik ini yang harus ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 8 278 409.65. Secara rinci biaya persediaan bahan baku yang ditanggung perusahaan dengan menggunakan teknik POQ, dapat dilihat dalam Tabel 21. Kuantitas pembelian bahan baku dalam teknik POQ, lebih rendah dibandingkan dengan teknik LFL dan EOQ. Perusahaan melakukan pembelian
bahan baku kedelai sebesar 42 822.0 kg, gula aren sebesar 96 874.0 kg, gula kelapa sebesar 91 141.0 kg, dan garam sebesar 35 664.5 kg. Biaya pembelian terbesar adalah untuk bahan baku gula aren, yaitu mencapai Rp 544 916 250.00 dan biaya pembelian terendah yaitu untuk bahan baku garam sebesar Rp 16 370 005.50. Secara lebih rinci biaya pembelian untuk bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa dan garam dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Period Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008
Bahan Baku kedelai gula aren gula kelap garam Total biaya pembelian
Kuantitas (Kg) 42 822.0 96 874.0 91 141.0 35 664.5
Harga beli (Rp/kg) 5 092.00 5 625.00 4 928.00 459.00
Biaya Pembelian total (Rp/tahun) 218 049 624.00 544 916 250.00 449 142 848.00 16 370 005.50 1 228 478 728.50
Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
7.3
Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan
Berdasarkan
hasil
perhitungan
metode
pengendalian
persediaan
perusahaan dengan teknik LFL, EOQ, dan POQ selama periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008, dapat dilakukan perbandingan diantara teknikteknik tersebut. Ringkasan perhitungan disajikan
pada Tabel 23. Dari hasil
perhitungan diperoleh hasil bahwa metode MRP menghasilkan biaya persediaan yang lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, hal ini dikarenakan Metode MRP dapat menekan tingkat persediaan, sehingga biaya penyimpanan yang lebih rendah. Selain itu metode MRP juga dapat menghasilkan frekuensi pemesanan yang lebih rendah dari frekuensi yang dilakukan oleh perusahaan. Kecuali metode MRP teknik LFL yang menghasilkan biaya persediaan yang lebih besar dari biaya perusahaan, hal ini dikarenakan dalam
teknik LFL menghasilkan frekuensi yang lebih banyak, sehingga berdampak pada biaya penyimpanan yang melonjak naik. Tabel 23. Perbandingan Frekuensi, Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 Uraian Frekuensi Pemesanan
Perusahaan 11 kali Kedelai 21 kali gula aren 22 kali gula kelapa 6 kali garam
LFL 44 kali kedelai 51 kali Gula aren 47 kali Gula kelapa 48 kali garam
Biaya persediaan Kedelai (Rp) 5 317 981.59 11 568 724.40 Biaya Persediaan Gula Aren (Rp) 4 115 931.56 5 686 500.00 Biaya Persediaan Gula Kelapa (Rp) 3 853 857.68 5 146 500.00 Biaya persediaan Garam (Rp) 818 238.60 5 258 024.30 Biaya Persediaan Total (Rp) 14 106 009.43 27 659 748.70 Biaya Pembelian Kedelai (Rp) 234 170 896.00 217 922 324.00 Biaya Pembelian Gula Aren (Rp) 606 858 750.00 544 916 250.00 Biaya Pembelian Gula Kelapa (Rp) 479 960 096.00 449 132 992.00 Biaya Pembelian Garam (Rp) 19 213 740.00 16 330 761.00 Biaya Pembelian Total (Rp) 1 340 203 482.00 1 228 302 327.00 Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
EOQ 6 kali Kedelai 13 kali Gulaaren 12 kali Gula kelapa 3 kali garam
POQ 5 kali Kedelai 12 kali Gula aren 12 kali Gula Kelapa 3 Kali Garam
3 095 014.50
2 679 276.06
2 791 142.24
2 557 134.21
2 867 180.90
2 429 530.30
612 471.10
612 469.08
9 365 809.48
8 278 409.65
226 792 995.20
218 049 624.00
546 384 375.00
544 916 250.00
479 694 969.60
449 142 848.00
20 049 487.20
16 370 005.50
1 272 921 929.00
1 228 478 728.50
Dalam metode MRP teknik POQ menghasilkan biaya persediaan total dan juga biaya pembelian total untuk keempat bahan baku yang paling rendah dibanding dengan yang dilakukan oleh perusahaan, tenik LFL dan EOQ. Penghematan yang dihasilkan dengan metode POQ tersebut adalah yang terbesar. Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa penghematan biaya persediaan untuk keempat bahan baku dengan metode POQ mampu menghemat sebesar 41.3 persen dibanding dengan yang dilakukan oleh perusahaan. Biaya persediaan kedelai memiliki persentase terbesar dalam penghematan dengan metode POQ, yaitu sebesar 49.6 persen.
Tabel 24. Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan MRP Teknik LFL, EOQ dan POQ Uraian
EOQ (Rp)
LFL
(Rp)
(%)
Biaya persediaan Kedelai -6 250 742.81 Biaya persediaan Gula aren -1 570 568.44 Biaya Persediaan Gula Kelapa -1 292 642.32 Biaya persediaan Garam -4 439 785.67 Biaya Persediaan Total -13 553 739.27 Biaya Pembelian Kedelai 16 248 572.00 Biaya pembelian Gula aren 61 942 500.00 Biaya Pembelian Gula Kelapa 30 827 104.00 Biaya Pembelian Garam 2 882 979.00 Biaya Pembelian Total 111 901 155.00 Sumber : Data Perusahaan (diolah), 2008
(%)
POQ (Rp)
(%)
-117.5
2 222 967.09
41.8
2 638 705.53
49.6
-38.2
1 324 789.32
32.2
1 558 797.35
37.8
-33.5
986 676.78
25.6
1 424 327.38
37.0
-542.6
205 767.50
25.1
205 769.52
25.1
-96.1
4 740 199.95
33.6
5 827 599.78
41.3
6.9
7 377 900.80
3.1
16 121 272.00
6.9
10.2
60 484 375.00
10.0
61 942 500.00
10.2
6.4
265 126.40
0.1
30 817 248.00
6.4
15.0
-835 747.20
-4
2 843 734.50
14.8
8.3
67 281 555.00
5.0 111 724 755.50
8.3
Sedangkan untuk penghematan terhadap biaya pembelian metode POQ juga menghasilkan penghematan terbesar yaitu 8.3 persen, penghematan ini sama besarnya dalam teknik LFL. Apabila dilihat dari persentase penghematan pembelian teknik POQ, bahan baku garam memeliki kontribusi dalam biaya penghematan yaitu sebesar
14.8 persen. Tetapi apabila dilihat dari nominal,
bahan baku gula aren memiliki kontribusi yang besar dalam penghematan biaya pembelian yaitu sebesar Rp 61 942 500.00 atau sebesar 10.2 persen dari biaya pembelian yang harus ditanggung perusahaan.
7.4
Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Data Historis Peerusahaan Periode Maret 2007Februari 2008
Berdasarkan hasil analisis perbandingan biaya persediaan dan biaya pembelian bahan baku serta penghematan metode MRP terhadap kebijakan perusahaan periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008, maka dapat direkomendasikan suatu model alternatif pengendalian persediaan bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam Perusahaan Kecap Segitiga. Metode alternatif
ini
diharapkan
dapat
menghemat
biaya
perusahaan,
melalui
penghematan biaya persediaan bahan baku yang terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku, serta melalui penghematan biaya pembelian bahan baku. Hasil analisis perbandingan biaya persediaan dan penghematan metode MRP terhadap kebijakan perusahaan periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008, menunjukan bahwa kebijakan pengendalian persediaan kedelai, gula aren, gula kelapa dan garam perusahaan belum optimal, artinya biaya persediaan masih dapat ditekan lebih rendah. Biaya persediaan bahan baku yang ditanggung perusahaan pada periode tersebut mencapai Rp 14 106 009.43 dengan biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1 340 203 482.00. Sementara metode MRP teknik EOQ dan teknik POQ memungkinkan perusahaan melakukan penghematan terhadap biaya persediaan, terutama teknik POQ. Sedangkan
teknik LFL tidak dapat digunakan dalam model alternatif
pengendalian persediaan, hal ini dikarenakan teknik LFL menyebabkan meningkatnya biaya persediaan, sebagai akibat frekuensi pemesanan yang menjadi lebih banyak. Tingginya biaya pembelian bahan baku yang ditanggung
perusahaan disebabkan oleh kuantitas selama periode tersebut, bahan baku yang dibeli perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan metode MRP teknik LFL, EOQ dan POQ. Hasil analisis dengan metode POQ dalam penelitian ini dapat memberikan alternatif bagi perusahaan untuk menghasilkan penghematan terhadap biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Penghematan biaya persediaan perusahaan dengan teknik POQ untuk keempat bahan baku, yaitu sebesar Rp 5 827 599.78 (41.3%) serta penghematan terhadap biaya pembelian sebesar Rp 111 724 755.50 atau dapat menghemat biaya pembelian perusahaan sebesar 8.3 persen. Penghematan biaya pembelian ini terutama terhadap biaya pembelian gula aren yang menghasilkan penghematan sebesar Rp 61 942 500.00. Metode POQ digunakan untuk menentukan ukuran lot yang ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kelebihan sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Teknik ini dapat mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform, karena sediaan yang berlebihan dapat dihindari. Oleh karena itu metode MRP teknik POQ dapat direkomendasikan sebagai metode pengendalian persediaan bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam pada Perusahaan Kecap Segitiga. Dimana nilai POQ untuk kacang kedelai sebanyak sembilan periode, gula aren dan gula kelapa nilai POQ-nya 4 periode dan garam dengan nilai POQ sebanyak 20 periode. Nilai POQ ini sesuai dengan batas lama penyimpanan bahan baku yang perusahaan terapkan, yaitu untuk kacang kedelai batas penyimpan selama 12 minggu, gula aren dan gula kelapa selama 8 minggu, dan garam lebih dari 20 minggu.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan
1. Biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan kecap segitga untuk persediaan sebesar
Rp
14
106
009.43
dengan
biaya
pembelian
sebesar
Rp 1 340 203 482.00 sedangkan dengan teknik POQ biaya persediaan perusahaan sebesar Rp 8 278 409.65 atau perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar Rp 5 827 599.78 atau sebesar 41.3 persen dari biaya aktual yang dikeluarkan oleh Perusahaan Kecap Segitiga. Biaya pembelian dengan teknik POQ sebesar Rp 1 228 478 728.00 atau perusahaan mengalami penghematan biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 111 724 755.00 atau sebesar 8.3 persen. 2. Sistem pengadaan dan
pengendalian persediaan bahan baku kecap di
Perusahaan Kecap Segitiga belum optimal dari segi biaya persediaan. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
biaya persediaan yang dihasilkan
perusahaan, dibandingkan dengan sistem pengendalian menggunakan metode MRP teknik EOQ dan POQ. Sedangkan dengan menggunakan teknik LFL biaya persediaan yang akan ditanggung perusahaan mengalami peningkatan sebagai akibat dari tingginya frekuensi pemesanan. Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan terbesar dibanding dengan dengan kondisi aktual perusahaan saat ini, baik dari penghematan biaya persediaan maupun dari biaya pembelian bahan baku. 3. Metode MRP teknik POQ dapat dijadikan model alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat dari biaya persediaan bahan baku. Penghematan terhadap biaya persediaan
perusahaan adalah 41.3 persen dan 8.3 persen terhadap biaya pembelian bahan baku kedelai, gula aren, gula kelapa, dan garam. 8.2
Saran
1. Metode MRP teknik POQ yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan dapat direkomendasikan sebagai model alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku perusahaan, dengan harapan dapat lebih menghemat biaya persediaan, sehingga penghematan yang diperoleh perusahaan, dapat dialokasikan untuk kebutuhan yang lain. 2. Perusahaan perlu memperhatikan kebutuhan bersih dari bahan baku, sehingga persediaan bahan baku perusahaan dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. BPS. 2007. Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia. BPS. Jakarta. Buffa, E. S dan Sarin, R. K. 1999. Manajemen Operasi dan Produksi Moderen. Jilid 1. Bina Rupa aksara. Jakarta. Gaspersz, V. 2002. Production Planning and Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem Integrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Edisi Revisi dan Perluasan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Handoko, T. H. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi ke1. BPFE. Yogyakarta. Heizer, J and Render. 2005. Operation Management (Manajemen Operasi). Edisi ke-7.Salemba Empat. Jakarta. Herjanto, Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Grasindo. Jakarta. Indrajit, R.E. dan R. Djokopranoto. 2005. Manajemen Persediaan. Grasindo. Jakarta. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. Edisi Revisi jilid 1. Prenhalindo. Jakarta. Munawar, S. 2006. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT. Maja Sari Bakery, Majalengka. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Okristian, 1999. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT. Purnama Bakery. Jakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ramdhan, Asep M. 2002. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Produk Kecap Untuk Pengembangan Perusahaan (Studi Kasus di Perusahaan kecap Segitiga, Kabupaten Majalengka). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. PT. Raja Grafindo persada. Jakarta. Santoso, B. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Kanisius. Jakarta.
Situs Bank Indonesia. 2008. Tingkat Suku Bunga Pinjaman Berjangka Rrupiah Menurut Kelompok Bank. Bank Umum-12 Bulan. http://www.bi.go.id/utama/datastatistik/.(20 Maret 2008) Situs BPS. 2007. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia tahun 2003-2007. http;/www. BPS.go.id/agriculture. (21 Desember 2007) Widyastuti, M. 2001. Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Kental Manis (studi kasus : PT. Indolakto, Sukabumi). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Daftar Produk Kecap Produksi Perusahaan Kecap Segitiga Pada Bulan Maret 2008 No
Kode
Nama Barang
Unit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
01-001 01-002 01-003 01-004 01-005 01-006 01-007 01-008 01-009 01-010 01-011 01-013 01-015 01-033 01-034 01-035 01-040 01-041 01-042 01-043 01-044
Kecap Segitiga Asin 140 ml Kecap Segitiga Asin 250 ml Kecap Segitiga Asin 300 ml Kecap Segitiga Asin 500 ml Kecap Segitiga Asin 600 ml Kecap Segitiga Manis Sedang 140 ml Kecap Segitiga Manis Sedang 250 ml Kecap Segitiga Manis Sedang 300 ml Kecap Segitiga Manis Sedang 500 ml Kecap Segitiga Manis Sedang 600 ml Kecap Segitiga Manis 140 ml Kecap Segitiga Manis 300 ml Kecap Segitiga Manis 600 ml Kecap Segitiga Asin 300 ml Plastik Kecap Segitiga M.S 300 ml Plastik Kecap Segitiga Manis 300 ml Plastik Sachet Segitiga Asin 15 ml Sachet Segitiga Manis Sedang 15 ml Sachet Segitiga Manis 15 ml Sachet Samara Manis Sedang 15 ml Sachet Samara Manis 15 ml
Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pcs Pak Pak Pak Pak Pak
HARGA Pabrik (Rp) 2 400.00 2800.00 5 250.00 5 600.00 10 000.00 2 650.00 3 400.00 5 500.00 6 800.00 10 500.00 2 900.00 5 750.00 11 000.00 5 000.00 5 300.00 5 700.00 3 500.00 3 500.00 4 000.00 3 000.00 3 000.00
Lampiran 2. Daftar Pembelian Bahan Baku Perusahaan Periode Maret 2007-Februari 2008 (kg) Bulan Maret 2007 April 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Agustus 2007 September 2007 Oktober 2007 November 2007 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Total
Kedelai 600 1 000 8 223 8 223 3 429 6 000 0 6 488 0 5 010 5 015 2 000 45 988
Gula Aren 4 613 10 480 8 128 10 014 11 949 16 368 17 469 11 697 3 471 2 000 11 697 0 107 886
Gula Kelapa 5 239 6 888.5 8 061 4 313 0 4 824 2 980 5 200 14 466 14 006 15 259 16 158 97 394.5
Garam 8 023 0 0 8 078 0 6 941 0 7 658 0 2 600 8 560 0 41 860
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Kecap Perusahaan Kecap Segitiga 2008
Pencucian Kedelai Penirisan I Perebusan I Penirisan II Penjemuran I
Fermentasi Jamur Penjemuran II Pembuatan air Garam Pembelengan
Penyaringan I
Perebusan II Penyaringan II
Pemasakan I
Pamasakan II Penyaringan
Ampas Kecap
Pemasakan Gula
Lampiran 4. Struktur Organisasi Perusahaan Kecap Segitiga Direktur
Wakil Direktur
Marketing
Lampiran 5.
Produksi
Keuangan
Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum (12 Bulan) Maret 2007-Februari 2008 (%)
Bulan
Suku Bunga Simpanan Berjangka 9.00 9.00 8.75 8.50 8.25 8.25 8.25 8.25 8.25 8.00 8.00 8.00 8.38
Maret 2007 April 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Agustus 2007 September 2007 Oktober 2007 November 2007 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Rata-rata
Lampiran 6. Data Penjualan Perusahaan Kecap Segitiga Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
Penjualan (Botol) 353 210
358 712 376 122 426 974 497 851 Pertumbuhan Rata-rata
Pertumbuhan (%)
1.6 4.9 13.5 16.6 7.3
Lampiran 7. Perhitungan EOQ Bahan Baku
EOQ Kedelai = 2 SD H
=
2 x 261500 x865.01 8.21
= 7 423.18kg
2 SD = H
2 x111500 x1862.96 8.63
= 6 938.23 kg
EOQ Gula Kelapa = 2 SD = 2 x109500 x1752.73 H 7.94
= 6 952.91 kg
EOQ Gula Aren =
EOQ Garam =
2 SD H
=
2 x109500 x716.35 0.74
= 14 560.25 kg
Lampiran 8. Perhitungan POQ Bahan Baku
POQ Kedelai
= EOQ/Permintaan Rata-rata (per periode) = 7 423.18 kg / 865.01 = 9 Periode
POQ Gula Aren
= EOQ/Permintaan Rata-rata (per periode) = 6 938.23 / 1 862.96 = 4 Periode
POQ Gula Kelapa
= EOQ/Permintaan Rata-rata (per periode) = 6 952.91 / 1 752.73 = 4 Periode
POQ Garam
= EOQ/Permintaan Rata-rata (per periode) = 14 560.25 / 716.35 = 20 Periode
Lampiran 9. MRP dengan Teknik LFL untuk Bahan Baku Kedelai
Lead Time 1 Minggu Periode (Minggu)
Komponen 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
280
300
250
330
200
250
250
300
437
450
420
430
448
1905
1605
1355
1025
825
575
325
25
0
0
0
0
0
Kebutuhan bersih
412
450
420
430
448
Rencana Penerimaan Pesanan
412
450
420
430
448
450
420
430
448
950
Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan 2 185 kg
Rencana pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan
412 14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
950
1250
1350
1861
1500
1500
1320
1961
1069
1100
1065
1065
1030
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kebutuhan bersih
950
1250
1350
1861
1500
1500
1320
1961
1069
1100
1065
1065
1030
Rencana Penerimaan Pesanan
950
1250
1350
1861
1500
1500
1320
1961
1069
1100
1065
1065
1030
Rencana pelaksanaan Pesanan
1250
1350
1861
1500
1500
1320
1961
1069
1100
1065
1065
1030
1250
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Kebutuhan Kotor
1250
1600
1400
1474
433
450
425
435
423
1000
1400
1560
1449
Persediaan di tangan Kebutuhan bersih
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1250
1600
1400
1474
433
450
425
435
423
1000
1400
1560
1449
Rencana Penerimaan Pesanan
1250
1600
1400
1474
433
450
425
435
423
1000
1400
1560
1449
Rencana pelaksnaan Pesanan
1600
1400
1474
433
450
425
435
423
1000
1400
1560
1449
1100
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1100
950
900
996
850
835
849
849
862
645
550
450
481
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kebutuhan bersih
1100
950
900
996
850
835
849
849
862
645
550
450
481
Rencana Penerimaan Pesanan
1100
950
900
996
850
835
849
849
862
645
550
450
481
Rencana pelaksnaan Pesanan
950
900
996
850
835
849
849
862
645
550
450
481
Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan
Lampiran 10 . Persediaan di Tangan, Pembelian dan Frekuensi Pembelian Komponen Persediaan di tangan (kg) Frekuensi pemesanan (kali) Pembelian (kg)
Total 7 640 44 42 797
Lampiran 11 .MRP dengan Teknik EOQ untuk Bahan Baku Kedelai
Lead Time 1 Minggu Periode (Minggu)
Jenis Komponen Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan 2185 kg
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
280
300
250
330
200
250
250
300
437
450
420
430
448
1905
1605
1355
1025
825
575
325
25
7011.18
6561.18
6141.18
5711.18
5263.18
Kebutuhan bersih
412
Rencana Penerimaan Pesanan
7423.18
Rencana pelaksnaan Pesanan Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan
7423.18 14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
950
1250
1350
1861
1500
1500
1320
1961
1069
1100
1065
1065
1030
4313.18
3063.18
2063
202
6125.18
4625.18
3305.18
1694
625
6948.18
5883.18
4818.18
3788.18
37
38
39
Kebutuhan bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana pelaksnaan Pesanan
Persediaan di tangan
28
30
31
32
34
35
36
1600
1400
1474
433
450
425
435
423
1000
1400
1560
1449
938.18
6961.36
5487.36
5054.36
4604.36
4179.36
3744.36
3321.36
2321.36
921.36
6784.54
5335.54
461.82
638.64
7423.18
Rencana pelaksnaan Pesanan
7423.18
7423.18 40
41
7423.18 42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
1100
950
900
996
850
835
849
849
862
645
550
450
481
4235.54
3285.54
2385.54
1389.54
539.54
7127.72
6278.72
5429.72
4567.72
3922.72
3372.72
2922.72
2441.72
Kebutuhan bersih Rencana Penerimaan Pesanan
7423.18
Rencana pelaksnaan Pesanan
7423.18
Lampiran 12. Persediaan di Tangan, Pembelian dan Frekuensi Pembelian Komponen Persediaan di tangan (kg) Frekuensi pemesanan (Kali) Pembelian (kg)
33
1250
Rencana Penerimaan Pesanan
Persediaan di tangan
29
7423.18
2538.18
Kebutuhan bersih
Kebutuhan Kotor
475 7423.18
7423.18 27
Kebutuhan Kotor
1298 7423.18
Total 185 873 6 44 539.1
Lampiran 13. MRP dengan Teknik POQ untuk Bahan Baku Kedelai
Lead Time 1 Minggu Periode (Minggu) Jenis Komponen Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan 2 185 kg
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
280
300
250
330
200
250
250
300
437
450
420
430
448
1905
1605
1355
1025
825
575
325
25
7184
6734
6314
5884
5436
Kebutuhan bersih
412
Rencana Penerimaan Pesanan
7596
Rencana pelaksnaan Pesanan Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan
7596 14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
950
1250
1350
1861
1500
1500
1320
1961
1069
1100
1065
1065
1030
4486
3236
1886
25
10135
8635
7315
5354
4285
3185
2120
1055
25
Kebutuhan bersih
1475
Rencana Penerimaan Pesanan
11610
Rencana pelaksnaan Pesanan
11610
7890
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Kebutuhan Kotor
1250
1600
1400
1474
433
450
425
435
423
1000
1400
1560
1449
Persediaan di tangan
6665
5065
3665
2191
1758
1308
883
448
25
9230
7830
6270
4821
49
50
51
52
Kebutuhan bersih Rencana Penerimaan Pesanan
975 7890
10205
Rencana pelaksnaan Pesanan
10205 40
41
42
43
44
45
46
47
48
Kebutuhan Kotor
1100
950
900
996
850
835
849
849
862
645
550
450
481
Persediaan di tangan
3721
2771
1871
875
25
4711
3862
3013
2151
1506
956
506
25
Kebutuhan bersih
810
Rencana Penerimaan Pesanan
5521
Rencana pelaksnaan Pesanan
5521
Lampiran 14. Persediaan di Tangan, Pembelian dan Frekuensi Pembelian Komponen Persediaan di tangan (kg) Frekuensi pemesanan (kali) Pembelian (kg)
Total 167 006 5 42 822