ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X
Oleh : ENY PUJIHASTUTI A14105541
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
ENY PUJIHASTUTI. Analisis Kebijakan Perusahaan Dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT X. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA. Perusahaan harus mempertahankan kelangsungan operasionalnya untuk mempertahankan konsistensinya di pasar dengan memperhatikan ketersediaan faktor- faktor produksi seperti bahan baku, bahan kemas, maupun tenaga kerja. Kajian mengenai persediaan baik persediaan dari faktor- faktor produksi maupun persediaan produk jadi menjadi suatu kebutuhan sekalipun pada akhirnya akan meningkatkan biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengelola persediaan secara efektif dan efisien. Permasalahan yang terjadi di PT X adalah seringnya perusahaan mengalami kegagalan produksi akibat dari kurangnya pasokan bahan baku di gudang. Hal ini kemudian menjadi permasalahan karena perusahaan pada akhirnya mengalami kerugian baik kerugian material maupun non material. Kerugian material yang dialami perusahaan berupa keuntungan yang hilang sedangkan keuntungan non material berupa kehilangan konsumen loyal. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis sistem persediaan yang telah dilakukan PT X, 2) Menentukan decoupling point yaitu suatu kondisi dimana perusahaan dapat melakukan aktivitas tanpa menunggu permintaan langsung dari supplier dalam rantai produksi perusahaan sehingga dapat diketahui strategi yang dapat digunakan dalam persediaan, 3) Menentukan safety stock persediaan optimum bahan baku skim dari leadtime pemasok yang bervariasi, 4) Menentukan kebijakan terbaik yang mungkin dilakukan dalam persediaan. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder baik. Analisis data dilakukan dengan tahapan pene ntuan decoupling point, identifikasi biaya persediaan, peramalan persediaan menggunakan minitab dan Excel, penentuan safety stock , reorder point, dan analisis biaya yang dikeluarkan serta kerugian yang mungkin timbul. Decoupling point PT X saat ini berada pada aktivitas pengadaan bahan baku. Bahan baku yang saat ini berada dalam titik kritis adalah bahan baku skim dengan tingkat kebutuhan yang meningkat pesat. Metode peramalan yang digunakan adalah moving average karena cepat, mudah dan mampu mengakomodasi perubahan informasi yang cepat. Dari hasil peramalan diperoleh proyeksi penjualan tahun 2008 untuk keseluruhan produk PT X adalah sebanyak 574.380 box dengan tingkat penggunaan skim sebesar 448.932,28 Kg. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan PT X adalah sebesar Rp 9.051,95 per Kg, sedangkan biaya pemesanan sebesar Rp 3,089,950 setiap kali pesan. Berdasarkan perhitungan perusahaan dengan menggunakan economic order quantity diperoleh hasil jumlah pemesanan ekonomis yang dilakukan perusahaan adalah sebesar 17.506,95 Kg yang dilakukan sebanyak 25 kali dalam satu tahun. Namun kondisi ini tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian permintaan produk jadi dan leadtime supplier. Simulasi pertama yang dilakukan peneliti untuk mengantisipasi ketidakpastian adalah menyiapkan sejumlah safety stock untuk ditempatkan jika sewaktu-waktu terjadi kekurangan pasokan. Berdasarkan
perhitungan diperoleh safety stock sebanyak 37.500 Kg dengan tingkat kebutuhan selama leadtime sebanyak 132.650 Kg. Namun jumlah ini pada akhirnya akan memenuhi gudang dan menyulitkan sistem FIFO yang dilakukan. Untuk itu peneliti melakukan simulasi 2 dengan melakukan pemesanan berkala dari jumlah yang dipesan. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil untuk pemesanan berdasarkan EOQ diperoleh jumlah pemesanan sebanyak 9.600 Kg sedangkan berdasarkan efisiensi kontainer diperoleh hasil 24.000 Kg. Jika dibandingkan simulasi kedua ini tidak berbeda jauh dengan kondisi yang dilakukan perusahaan, namun secara implisit, metode ini menunjukkan bahwa ada bahan baku yang ditempatkan sebagai safety stock sebesar 6.500 Kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan safety stock meningkatkan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan per tahun menjadi Rp 950,276,067.87 dari biaya semula sebesar Rp 158.474.010,57. Dengan pemesanan yang berulang biaya persediaan tersebut dapat ditekan menjadi Rp 505,870,668.99. Tingkat biaya persediaan yang dihasilkan dari ketiga simulasi ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan dengan metode yang digunakan saat ini. Namun jika dibandingkan dengan kemungkinan kehilangan penjualan akibat kurangnya pasokan bahan baku, biaya persediaan dari simulasi ini jauh lebih kecil. Penggunaan simulasi ini mampu menjawab permasalahan yang saat ini dihadapi oleh perusahaan mengenai turunnya service level perusahaan akibat kurangnya pasokan bahan baku.
ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X
Oleh : ENY PUJIHASTUTI A14105541
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X Nama : Eny Pujihastuti NRP : A14105541
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131918053
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131124019
Tanggal Lulus Ujian :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ”ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2008
Eny Pujihastuti A14105541
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri pertama dari pasangan Bapak Suyat dan Ibu Tati Setiawati yang lahir pada tanggal 28 Januari 1982 di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1988, penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-kana di TK Tunas Rimba I Bogor, dan pada tahun 1994 menamatkan pendidikan dasar di SDN Panaragan II Bogor. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 4 Bogor serta menamatkan pendidikan SMU di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis juga diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur seleksi raport di Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada Program Diploma Analisis Lingkungan angkatan 38 dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima bekerja di sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang food and beverage, dan di tahun yang sama penulis melanjutkan kegiatan perkuliahan ke Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih sayang, melimpahkan berkah dan rahmat-Nya yang Maha Luas dan tiada terbatas. Atas izin Allah SWT pula penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam waktu yang telah ditentukan. Sripsi yang ditulis mengambil topik mengenai ”Analisis Kebijakan Perusahaan dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT X”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sistem persediaan terbaik yang dapat diambil perusahaan dalam rangka mengatasi permasalahan ketidakpastian permintaan dan leadtime pemasok. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan serta dapat memperkaya khasanah pembaca. Penelitian ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis.
Bogor, September 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi robbil ’alamin, atas berkah, rahmat dan izin dari Allah SWT akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penyelesaian skripsi ini tak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Dwi Rachmina, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan solusi sehingga penulis diberi kemudahan dalam melakukan dan menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Muhammad Firdaus, PhD, selaku dosen penguji utama. Terima kasih atas ilmu, kritik serta masukan berharga bagi kesempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen Komisi Pendidikan dan dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan dan arahan dalam proposal penelitian. Terima kasih atas waktu yang diluangkan bagi berjalannya proses sidang dengan lancar. 4. Andri Camus, STP selaku manajer Quality Control yang telah mengizinkan dan membantu penulis untuk melakukan penelitian di PT X. 5. Sekretariat Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah membantu penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu. 6. Bapak, Ibu dan Adik tercinta, yang telah menjadi sumber kekuatan terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan doa, cinta, kasih saya ng, pengorbanan dan kerja keras yang tiada henti. 7. Alfredo Zebua, atas kesediaannya menjadi pembahas pada seminar penulis.
8. A. Galih N, atas kasih sayang, kesabaran dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya, semoga amal baik Bapak/Ibu serta rekan-rekan sekalian mendapat kebaikan dari Allah SWT. Amin.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL.............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v BAB I.
PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian...........................................................
1 1 4 7 7 8
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 9 2.1. Supply Chain Management ......................................................... 9 2.2. Pengendalian Persediaan............................................................ 10
BAB III.
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 3.1.1. Konsep Persediaan........................................................... 3.1.1.1. Definisi Persediaan ............................................ 3.1.1.2. Klasifikasi Persediaan........................................ 3.1.1.3. Fungsi Persediaan .............................................. 3.1.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan. 3.1.1.5. Biaya-Biaya Persediaan ..................................... 3.1.2. Konsep Make to Order dan Make to Stock...................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................. 3.3. Hipotesis .....................................................................................
12 12 12 12 13 16 18 19 22 23 26
BAB IV.
METODE PENELITIAN................................................................ 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 4.2. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 4.3. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 4.4. Metode Analisis ......................................................................... 4.4.1. Analisis Deskriptif ........................................................... 4.4.2. Peramalan Produksi ......................................................... 4.4.3. Economic Order Quantity (EOQ) ................................... 4.4.4. Model Probabilistik ......................................................... 4.4.5. Analisis Kebijakan...........................................................
27 27 27 28 29 29 29 30 31 34
BAB V.
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ........................................... 5.1. Sejarah Singkat Perusahaan ....................................................... 5.2. Struktur Organisasi Perusahaan ................................................. 5.3. Produk PT X .............................................................................. 5.4. Ketenagakerjaan.........................................................................
35 35 35 36 38
i
5.5. Mekanisme Proses Produksi ...................................................... 39 5.6. Jaringan Pemasaran Produk ....................................................... 40 BAB VI.
SISTEM PENGADAAN BAHAN BAKU PT X ........................... 6.1. Gambaran Umum Proses Manufaktur PT X .............................. 6.1.1. Perencanaan Produksi PT X ............................................ 6.1.2. Pengadaan Bahan Baku ................................................... 6.1.3. Proses Produksi ............................................................... 6.1.4. Distribusi ......................................................................... 6.2. Decoupling Point ....................................................................... 6.3. Manajemen Penggudangan ........................................................
41 41 41 43 45 45 46 49
BAB VII. OPTIMALISASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU SKIM ........... 7.1. Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Skim Tahun 2008 .............. 7.2. Biaya Persediaan Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 ............ 7.2.1. Biaya Pemesanan Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 ..................................................................... 7.2.2. Biaya Penyimpanan Persediaan Bahan Baku PT X Tahun 2008 ..................................................................... 7.2.2.1. Biaya Utilitas Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 ........................................................ 7.2.2.2. Biaya Modal Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 ........................................................ 7.2.2.3. Biaya Upah Karyawan PT X Tahun 2008 ......... 7.3. Sistem Pembelian Bahan Baku Skim yang Dilakukan Perusahaan ................................................................................. 7.4. Simulasi 1 : Penggunaan Sistem Safety Stock dalam Pengendalian Persediaan ........................................................... 7.4.1. Penentuan Safety Stock .................................................... 7.4.2. Penentuan Kebutuhan Selama Leadtime ......................... 7.4.3. Penentuan Reorder Point ................................................. 7.5. Simulasi 2 : Pemesanan Kebutuhan Selama Leadtime Secara Berkala ....................................................................................... 7.6. Analisis Biaya Persediaan.......................................................... 7.7. Perbandingan Biaya Persediaan dengan Tingkat Keuntungan yang Hilang ........................................................... 7.8. Analisis Kebijakan Sistem Persediaan Bahan Baku Skim.........
53 53 57 57 59 59 60 61 62 64 64 66 67 68 73 74 78
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 81 8.1. Kesimpulan ................................................................................ 81 8.2. Saran........................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 83
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Tingkat Konsumsi dan Produksi Susu di Indonesia Tahun 2000 - 2007 ...... 1
2.
Laju Pertumbuhan Impor Susu di Indonesia Tahun 2003 – 2006................. 2
3.
Service level Produk Jadi PT X Periode Juli 2007 - Desember 2007 ........... 4
4.
Persentase Pembatalan Jadwal Produksi Periode Januari 2007 – Desember 2007.............................................................................................. 5
5.
Persentase rata-rata Faktor Penyebab Kegagalan Produksi Periode Januari 2007 – Desember 2007 ..................................................................... 6
6.
Persentase Kesesuaian Leadtime Pemasok Bahan Baku Skim Periode Januari 2007 – Desember 2007 ..................................................................... 6
7.
MSE untuk 5 Model Peramalan Penjualan PT X Periode Tahun 2008 ....... 54
8.
Proyeksi Penjualan Produk Jadi PT X Tahun 2008 ..................................... 56
9.
Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 ........... 58
10. Komponen Biaya Penyimpanan Persediaan Bahan Baku PT X Tahun 2008................................................................................................... 61 11. Jumlah Pemesanan Ekonomis Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 .......... 62 12. Tingkat Safety Stock Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 ............................................................................ 66 13. Kebutuhan Selama Leadtime Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 .......................................................................................... 66 14. Reorder Point Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 ................................................................................................................... 67 15. Sistem Pengadaan Bahan Baku Simulasi 2 dengan Perumusan EOQ Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 .................................................................................................................................................... 70 16. Sistem Pengadaan Bahan Baku Simulasi 2 dengan Efisiensi Kontainer Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 .................................................................................................................................................... 72 17. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Skim Antara Sistem Perusahaan dengan Simulasi Peneliti di PT X Tahun 2008 ................................... 73 18. Perbandingan Kemungkinan Total kerugian yang Dikeluarkan Perusahaan Akibat Variasi Leadtime Periode Tahun 2008……………….. 77
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional................................................................. 25
2.
Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ .............................................. 31
3.
Berbagai Variasi Permintaan Harian (d) dan Leadtime (L) ......................... 32
4.
Interaksi antara Permintaan dan Leadtime pada Penentuan Safety Stock..... 33
5.
Proses Manufaktur PT X .............................................................................. 46
6.
Sistem Persediaan Perusahaan dengan Tingkat Fluktuasi Kebutuhan Bahan Baku Skim ......................................................................................... 63
7.
Simulasi Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock (Simulasi 1) .................................................................................................. 68
8.
Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock dengan Pemesanan Berkala EOQ (Simulasi 2a) ....................................................... 71
9.
Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock dengan Pemesanan Berkala Efisiensi Kontainer (Simulasi 2b)................................ 72
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Struktur Organisasi PT X ............................................................................. 85
2.
Peramalan data sales dengan metode Simple Average menggunakan Microsoft Excel ............................................................................................ 86
3.
Peramalan data sales dengan metode Moving Average menggunakan Minitab ......................................................................................................... 87
4.
Peramalan data sales dengan metode Double Moving Average menggunakan Microsoft Excel ..................................................................... 88
5.
Peramalan data sales dengan metode Single Exponential Smoothing menggunakan Minitab .................................................................................. 89
6.
Peramalan data sales dengan metode Double Exponential Smoothing menggunakan Minitab .................................................................................. 90
7.
Kebutuhan Bahan Baku Skim Periode Tahun 2007..................................... 91
8.
Leadtime Kedatangan Skim Periode Tahun 2007 ........................................ 92
9.
Standar Deviasi Kebutuhan Skim dan Leadtime.......................................... 94
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk agribisnis yang saat ini sudah dianggap sebagai kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat. Kandungan gizi yang tinggi dalam susu menjadi alasan mengapa produk ini dibutuhkan. Tingkat konsumsi susu dan produk olahannya di Indonesia hingga tahun 2007 mengalami laju peningkatan sebesar 7,59 persen pertahun (Tabel 1). Namun, peningkatan konsumsi ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi susu dalam negeri. Data Departemen
Pertanian
(2008)
menggambarkan bahwa
rata-rata
tingkat
pertumbuhan produksi dalam negeri hanya mencapai 3.87 persen per tahun (Tabel 1).
Tabel 1 Tingkat Konsumsi dan Produksi Susu di Indonesia Tahun 2000 - 2007 Tahun Konsumsi (Kg) 2000 1.332.287 2001 1.102.539 2002 1.021.802 2003 1.237.986 2004 1.291.294 2005 1.354.235 2006 1.332.287 2007*) 1.984.875 Pertumbuhan rata – rata
Pertumbuhan (%) -17,24 -7,32 21,16 4,31 4,87 -1,62 48.98 7.59
Produksi (Kg) 495.660 479.950 493.370 553.470 549.940 615.170 616.380 -
Pertumbuhan (%) -3.17 2.80 12.18 -0.64 11.86 0.20 3.87
Sumber : Departemen Pertanian, 2008 Ket : *) Data sementara
Kesenjangan yang tinggi ini cukup ironis karena ketika kesadaran masyarakat akan pentingnya susu semakin meningkat, hal ini tidak ditunjang dengan peningkatan produksi susu dalam negeri serta peningkatan teknologi terutama dalam pembuatan susu bubuk. Kondisi ini pada akhirnya diminimalisasi oleh
pengusaha dengan melakukan impor bahan baku susu dari luar negeri. Kecenderungan ini terlihat dari meningkatnya impor Indonesia sampai dengan 45 persen pada tahun 2003 hingga 2005 (Tabel 2). Pada rentang waktu yang sama (Januari – September) terjadi kenaikan sebesar 5,65 persen pada periode tahun 2005 hingga 2006. Peningkatan ini juga turut didukung oleh kebijakan perusahaan yang tidak memberikan bea masuk untuk impor produk susu.
Tabel 2 Laju Pertumbuhan Impor Susu di Indonesia Tahun 2003 – 2006 No Tahun Volume (Kg) 1. 2003 117.318.145 2. 2004 165.411.493 3. 2005 173.084.444 4. 2005* 133.486.409 5. 2006* 141.025.464 Laju pertumbuhan (% per tahun)
Perubahan (%) 40.99 4.64 5.65 22.82
Nilai (US$) 207.475.321 329.382.793 399.165.422 301.699.107 314.874.602
Perubahan (%) 58.76 21.19 4.37 39.97
Sumber : Biro Pusat Statistik, 2008 Ket : * Data kumulatif sampai dengan bulan September
Seiring dengan pasar yang semakin luas dan munculnya teknologi informasi, persaingan di dunia bisnis menjadi semakin ketat. Hal ini menuntut perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya. Tuntutan yang semakin tinggi dari pelanggan baik dari segi kualitas ataupun kuantitas menjadi hal yang pada akhirnya harus mampu diwujudkan perusahaan. Hal ini yang kemudian menjadi fokus dari suatu rantai pemasaran yaitu bagaimana perusahaan mampu untuk menyediakan produk tepat waktu dan berkualitas sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar. PT X sebagai salah satu perusahaan yang sedang tumbuh di industri susu berkomitmen untuk menjadi perusahaan yang semakin kompetitif. Hal ini dilakukan dengan terus meningkatkan kapasitas, kualitas dan kontinuitas dalam memproduksi produk susu. Karakteristik produk yang bersifat fungsional
2
ditambah dengan keunggulan produk yang ditawarkan menjadikan produk ini hampir sebagai kebutuhan pokok bagi konsumennya. Produk-produk dengan karakteristik seperti ini tentu saja membutuhkan konsistensi baik yang berasal dari mutu produk, harga maupun kontinuitas di pasar. Perusahaan harus mempertahankan kelangsungan operasionalnya dengan tujuan untuk mempertahankan konsistensinya di pasar. Namun hal ini juga perlu ditunjang dengan ketersediaan faktor- faktor produksi seperti bahan baku, bahan kemas, maupun tenaga kerja. Perkembangan perusahaan mengakibatkan kebutuhan akan faktor-faktor produksi semakin besar. Hal ini yang kemudian harus menjadi perhatian dari internal perusahaan. Kajian mengenai persediaan baik persediaan dari faktor-faktor produksi maupun persediaan produk jadi menjadi suatu kebutuha n. Namun persediaan pada akhirnya juga akan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap biaya yang dikeluarkan perusahaan. Perusahaan yang memiliki persediaan yang berlebih tentu saja akan dapat memberikan kerugian bagi perusahaan karena biaya penyimpanan yang meningkat. Risiko kerusakan persediaan yang meningkat juga akan menambah beban biaya. Namun sebaliknya jika persediaan tidak mencukupi maka dikhawatirkan tidak akan dapat memenuhi permintaan konsumen dan pada akhirnya konsumen menjadi tidak loyal dan beralih ke produk sejenis yang diproduksi oleh perusahaan kompetitor. Oleh karena itu, perusahaan harus menerapkan manajemen persediaan bahan baku yang tepat sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan persediaan bahan baku. Persediaan merupakan aspek yang cukup besar nilainya dalam sebuah perusahaan manufaktur untuk
3
menjamin efisiensi penggunaan modal sehingga dapat menguntungkan perusahaan secara keseluruhan.
1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang terjadi di PT X adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan ketika terjadi permintaan yang fluktuatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data service level PT X semester terakhir tahun 2007. Service level adalah ukuran kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan spesifikasi dan ketepatan waktu. Data service level PT X semester terakhir tahun 2007 untuk lima distributor di pulau Jawa menunjukkan bahwa service level yang dicapai perusahaan rata – rata mencapai 95 – 99 persen (Tabel 3). Namun dari tiga puluh kali servis terdapat lima kali servis pada bulan April hingga Juni yang berada di bawah 95 persen. Hal ini tidak sesuai dengan service level minimum yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 95 persen untuk masing- masing distributor di masing- masing wilayah dalam setiap periode. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan pada kondisi tertentu belum maksimal. Data ini diperoleh dari hasil pendistribusian produk jadi dari manufaktur ke distributor utama.
Tabel 3 Service level Produk Jadi PT X Periode Juli 2007 - Desember 2007 Distributor Juli 07
November 07
Desember 07
98.7
95.3
97.5
97.7
95.3
97.5
EMS – Tangerang
100.0
97.5
98.6
99.6
96.6
91.9
ESJ – Bandung EBM – Semarang
98.7 99.4
97.1 93.0
99.4 99.2
99.8 99.5
93.6 93.3
92.3 98.8
NX – Surabaya
99.9 99.3
97.8 96.1
98.9 98.7
98.7 99.1
96.5 95.1
97.4 95.6
NX – Ciawi
RATA – RATA
Agustus 07
Service level (%) September 07 Oktober 07
Sumber : Departemen PPIC PT X, 2008
4
Hal ini terjadi karena penerapan sistem make to order dalam proses produksi yang kurang sesuai. Sistem ini akan berjalan jika semua faktor produksi dapat tersedia tepat waktu dan jumlah. Namun kenyataannya, perusahaan sering mengalami pembatalan produksi yang mengakibatkan perusahaan mengalami kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan dalam penjualan maupun keuntungan potensial lainnya. Kondisi ini terlihat dari rata-rata persentase produksi yang dibatalkan pada periode Januari 2007 hingga Desember 2007 sebesar 8,13 persen (Tabel 4). Rencana produksi ini diukur dalam satuan batch.
Tabel 4 Persentase Pembatalan Jadwal Produksi Periode Januari 2007 – Desember 2007 Bulan Januari 07 Februari 07 Maret 07 April 2007 Mei 2007 Juni 07 Juli 07 Agustus 07 September 07 Oktober 07 November 07 Desember 07
Rencana Produksi (batch)
Realisasi produksi (batch)
422 565 757 518 239 260 482 474 552 397 321 370 Rata – rata
417 562 703 466 231 234 443 423 521 360 278 303
Persentase Pembatalan Produksi (%) 1.18 0.53 7.13 10.04 3.35 10.00 8.09 10.76 5.62 9.32 13.40 18.11 8.13
Sumber : Departemen Produksi PT X, 2008
Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kerusakan mesin, keterlambatan realisasi jadwal, suhu ruang produksi yang tidak sesuai, serta keterlambatan ketersediaan bahan baku (Tabel 5). Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Produksi menunjukkan bahwa bahan baku stock out merupakan faktor terbesar yang menjadi penyebab batalnya rencana produksi. Untuk itu perusahaan perlu meninjau kembali penggunaan metode make to order
5
dalam kondisi bahan baku yang tidak aman. Alternatif yang dapat digunakan adalah menggunakan sistem make to stock. Namun penggunaan metode ini otomatis akan meningkatkan biaya karena persediaan baik dalam bentuk bahan baku maupun barang jadi akan memerlukan space dalam perusahaan.
Tabel 5 Persentase rata-rata Faktor Penyebab Kegagalan Produksi Periode Januari 2007 – Desember 2007 Faktor Frekuensi (kali) Persentase (%) Bahan baku skim stock out 247 59.38 Suhu ruangan 86 20.67 Kerusakan mesin 43 10.34 Keterlambatan jadwal (reprocess) 27 6.49 Lain- lain 13 3.13 Total 416 100.00 Sumber : Departemen Produksi PT X, 2008
Kondisi bahan baku stock out ini sebagian besar diakibatkan karena ketidakmampuan pemasok dalam memenuhi permintaan akan bahan baku (dalam hal ini permasalahan terjadi untuk bahan baku skim sebagai bahan baku utama) tepat waktu. Hal ini dapat terlihat dari data leadtime pemasok dalam memenuhi permintaan perusahaan. Dari 68 kali order, ada sebanyak 60,29 persen pesanan bahan baku skim tidak sesuai dengan leadtime yang ditetapkan perusahaan yaitu 60 hari.
Tabel 6 Persentase Kesesuaian Leadtime Pemasok Bahan Baku Skim Periode Januari 2007 – Desember 2007 Kesesuaian Frekuensi (kali) Persentase (%) Sesuai 27 39.71 Tidak Sesuai 41 60.29 Total 68 100 Sumber : Departemen PPIC PT X, 2008
6
Berdasarkan kondisi di atas maka dapat dirumuskan permasalahan khusus penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistem persediaan skim yang telah dilakukan PT X dalam menunjang keberlanjutan proses produksi di PT X agar dapat diperoleh produk tepat waktu dan tepat jumlah? 2. Bagaimana kebijakan pengendalian persediaan bahan baku skim yang optimal bagi perusahaan dalam menyediakan produk?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sistem persediaan yang telah dilakukan PT X. 2. Menentukan decoupling point dalam rantai produksi perusahaan sehingga dapat diketahui strategi yang dapat digunakan dalam persediaan. 3. Menentukan safety stock persediaan optimum bahan baku skim dari leadtime pemasok yang bervariasi. 4. Menentukan kebijakan terbaik yang mungkin dilakukan dalam persediaan.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan untuk : 1.
Perusahaan sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional perusahaan dan melakukan perencanaan strategi di masa yang akan datang sehingga perusahaan dapat menjadi lebih kompetitif.
2.
Peneliti-peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi dan informasi dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan persediaan.
7
3.
Penulis sebagai wahana penerapan ilmu dan persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis kebijakan persediaan yang dilakukan oleh PT X dalam penyediaan produk jadi bagi konsumen. Penelitian dilakukan hanya di lingkungan internal manufaktur dimulai dari perencanaan penjualan, pengadaan bahan baku, hingga produk didistribusikan ke distributor. Untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut mengenai industri hulu dan hilir yang mendukung manufaktur. Selain itu penelitian ini hanya terfokus pada satu bahan baku yaitu skim yang dianggap major dengan asumsi bahwa jika ada peningkatan penggunaan pada bahan baku ini maka penggunaan bahan baku lain juga meningkat tetapi peningkatan ini masih dapat dipenuhi oleh pemasok. Biaya yang digunakan pada penelitian ini hanya mencakup biaya penyimpanan dan biaya pemesanan yang dilakukan perusahaan tidak termasuk biaya asuransi kehilangan bahan baku dalam gudang.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Supply Chain Management Studi tentang manajemen rantai suplai dilakukan oleh Aini (2005) dan Usman (2007). Aini (2005) dengan judul penelitian Analisis Sistem Pasokan Sayuran ke Ritel menggunakan pendekatan analisis deskriptif untuk menyatakan bahwa alokasi penggunaan biaya terbesar dalam pengadaan barang (procurement) dan distribusi adalah pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit dan tunai serta biaya transportasi. Untuk itu perusahaan perlu melakukan efisiensi biaya dengan melakukan penghematan di sektor lain seperti biaya pemesanan (ordering cost) yang berkurang setelah beralih pada media elektronik. Selain itu perusahaan juga akan berusaha meningkatan pendapatan penjualan karena diharapkan dapat mengurangi biaya tetap perusahaan. Faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan adalah minimisasi persentase jumlah barang yang kembali dari pasar (return). Jika presentase jumlah produk atau barang yang dikembalikan dari konsumen semakin rendah maka kinerja perusahaan dalam melakukan penanganan distribusi produk dikatakan baik, sebaliknya ketika presentase jumlah produk return banyak maka kinerja distribusi produk yang dilakukan oleh perusahaan rendah. Analisis kinerja manajemen rantai suplai dilakukan oleh Usman (2007) dalam penelitian yang berjudul Analisis Kinerja Supply Chain Management Susu Cair UHT Full Cream (Studi Kasus di PT Ultrajaya Milk Industry and Trading). Penelitian ini menganalisis mengenai mekanisme procurement bahan baku susu
segar, tingkat persediaan akhir dan tingkat perputaran persediaan serta menganalisis mengenai jaringan kerja supply chain management yang terlibat dalam bisnis ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Critical Path Method (CPM) yang menghasilkan waktu optimum, waktu pesimistis, waktu realistis dan waktu rata – rata dari jaringan kerja supply chain.
2.2. Pengendalian Persediaan Zein (2004) dengan judul penelitian Kajian Pengendalian dan Pengadaan Bahan Baku Pada PT Petrokimia Gresik membandingkan penggunaan metode MRP teknik lot for lot dan teknik part period dari sisi biaya yang dikeluarkan untuk persediaan dalam proses pengendalian dan perencanaan produksi. Dalam penelitiannya, Zein menyatakan bahwa penggunaan teknik part period menghasilkan biaya persediaan yang lebih rendah dibandingkan teknik lot for lot. Putra (2005) dengan judul penelitian Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Ban Pada PT Goodyear Indonesia Tbk menggunakan metode EOQ sebagai bahan pembanding dengan metode persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara metode perusahaan dengan metode EOQ yang digunakan penulis. Namun untuk bahan lokal, kebijakan yang dilakukan perusahaan telah optimal. Purwani (2006) dengan judul penelitian Kajian Persediaan Bahan Baku Kulit Sintetik di Perusahaan Sumber Karya Indah dengan Metode Simulasi mengkaji tentang sistem persediaan yang telah dilakukan perusahaan dan membuat model dan biaya persediaan dengan metode simulasi. Nurfitriyah (2007) dengan judul penelitian Kajian Persediaan Bahan Baku Di PT Goodyear Indonesia, Tbk dengan Metode Simulasi mengkaji tentang sistem
10
persediaan bahan baku di PT Goodyear. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode simulasi yang dilakukan peneliti telah berhasil menghemat biaya persediaan sebesar 4,25 persen pertahun untuk bahan baku lokal sedangkan untuk bahan baku impor sebesar 2,98 persen. Penggunaan metode simulasi ini cocok diterapkan untuk menghadapi ketidakpastian permintaan ataupun leadtime. Penelitian yang akan dilakukan ini bermaksud untuk melihat sistem pengelolaan persediaan di PT X serta menganalisis kebijakan penggunaan sistem make to order dan make to stock dalam penyediaan produk. Perbedaan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya adalah tujuan serta metode yang digunakan untuk analisis. Penelitian ini akan menggunakan decoupling point untuk menentukan strategi yang digunakan dan EOQ sebagai alat analisis untuk melihat stok optimal dari bahan baku yang harus disediakan perusahaan agar dapat mendukung kontinuitas produksi. Penulis akan mendeskripsikan sistem persediaan yang dilakukan PT X dan menganalisis tingkat persediaan optimal yang harus disediakan oleh perusahaan untu memenuhi kebutuhan produksi. Penulis akan mencoba memberikan rekomendasi mengenai tingkat minimum safety stock dan reorder point dari bahan baku yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menunjang kontinuitas produksi. Metode yang akan digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif untuk menggambarkan sistem persediaan serta model persediaan probabilistik dengan EOQ sebagai alat analisis.
11
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Seiring dengan pasar yang semakin global, perusahaan semakin dituntut untuk menyediakan produk berkualitas dengan harga murah dan tingkat ketersediaan yang cukup tinggi. Untuk itu perusahaan harus terus menerus melakukan efisiensi dan efektivitas sehingga kinerja perusahaan menjadi maksimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah menerapkan sistem rantai suplai yang saling berintegrasi.
3.1.1. Konsep Persediaan 3.1.1.1. Definisi Persediaan Persediaan adalah istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Handoko, 2000). Permintaan akan sumber daya ini bisa internal ataupun eksternal yang meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan – bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen – komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan. Persediaan merupakan material yang ditempatkan di sepanjang jaringan proses produksi dan jalur distribusi (Render dan Heizer, 2005). Persediaan merupakan suatu aktiva yang terdiri dari barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barangbarang yang masih dalam proses pengerjaan atau proses produksi, ataupun
persediaan bahan baku yang masih menunggu penggunaannya dalam proses produksi (Ma’arif, 2006). Jadi persediaan merupakan bahan-bahan, bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu (Rangkuti, 2004). Persediaan merupakan unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus menerus diperoleh, diubah yang kemudian dijual kembali.
3.1.1.2. Klasifikasi Persediaan Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan (Handoko, 2000). Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin ketersediaan sumber daya yang tepat pada waktu yang tepat. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan menjadi 5 bagian berdasarkan pada posisinya, yaitu : a. Persediaan bahan mentah (raw materials) Persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam produksi. Bahan mentah ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para pemasok dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components) Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
13
c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. d. Persediaan barang dalam proses (work in process) Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. e. Persediaan barang jadi (finished goods) Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. Menurut Pujawan (2005), jenis-jenis persediaan berdasarkan fungsinya, dibagi empat yaitu : 1. Pipeline/transit inventory Persediaan ini muncul karena leadtime pengiriman dari satu tempat ke tempat lain. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman panjang. Jadi persediaan tipe ini dapat dikurangi dengan mempercepat pengiriman. 2. Cycle Stock Ini adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi. Persediaan ini mempunyai siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit-demi sedikt berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis atau jampir habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi. 3. Persediaan pengaman (safety stock) Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari yang
14
diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu. Penentuan besarnya persediaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit karena terkait dengan biaya persediaan dan service level. 4. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman dalam menghadapi penggunaan, penjualan atau permintaan yang meningkat. Persediaan juga bisa diklasifikasikan berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item lainnya (Pujawan, 2005). Item- item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan dependent demand item. Sebaliknya, kebutuhan independent demand item tidak tergantung pada kebutuhan item lain. Klasifikasi ini dilakukan karena pengelolaan kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat produk jadi. Kebutuhan bahan baku dan komponen tersebut ditentukan oleh banyaknya jumlah produk jadi yang akan dibuat dengan menggunakan komponen atau bahan baku tersebut. Ketergantungan permintaan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk struktur/komposisi produk atau bill of materials (BOM). Produk jadi biasanya tergolong dalam independent demand item karena kebutuhan akan satu produk jadi tidak langsung mempengaruhi kebutuhan produk jadi lain.
15
3.1.1.3. Fungsi Persediaan Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Fungsi – fungsi persediaan menurut Handoko (2000) terbagi atas tiga bagian, yaitu : 1. Fungsi Decoupling Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai “kebebasan” (independence). Persediaan “decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen tanpa tergantung pada pemasok. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya baik jumlah ataupun waktu pengiriman. Persediaan barang diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari konsumen. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Persediaan “lot size” ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan.
16
3. Fungsi Antisipasi Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu. Untuk itulah persediaan diperlukan untuk mengisi kekosongan yang ada pada saat-saat
tertentu.
Selain
itu
perusahaan
juga
sering
menghadapi
ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety inventories). 4. Fungsi Transit Stock (Persediaan dalam pengiriman) Transit Stock adalah persediaan yang masih dalam pengiriman atau transit yang sering pula disebut work in process stock. Terdapat dua jenis persediaan dalam pengiriman : a. External Transit Stock Persediaan yang masih berada dalam truk, kapal, dan kereta api. b. Internal Transit Stock Persediaan yang masih menunggu untuk diproses atau menunggu sebelum dipindahkan. Ma’arif (2006),
menyatakan
bahwa
persediaan
yang
dilakukan
perusahaan memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang. Jika barang yang dipesan terlambat datang sedangkan proses produksi berjalan terus, maka persediaan akan dikeluarkan dan dipakai untuk keperluan produksi. Hal ini akan terus-menerus berlangsung sampai barang yang dipesan datang. Untuk pemasok yang tidak menepati waktu pengiriman pesanan barang, maka dapat
17
digunakan taktik ”memperpanjang masa perkiraan datangnya barang” sehingga persediaan yang dilakukan lebih besar daripada yang dilakukan terhadap pemasok yang baik. 2. Menghilangkan risiko dari material yang dipesan tidak baik. Jika barang yang dipesan cacat, rusak atau ditolak (reject), maka persediaan dapat digunakan sampai barang yang baik dikirimkan. Barang yang dipesan hendaknya mencapai kualitas yang diinginkan. Jika tidak sesuai dengan kualitas yang disepakati, maka perusahaan dapat menolak barang. 3. Untuk menumpuk barang-barang yang dihasilkan secara musiman. Ini berlaku bagi produk-produk pertanian karena sifatnya musiman maka ketika musim panen, persediaan dilakukan dalam jumlah besar. Sedangkan jika tidak musim, maka persediaan tadi dapat digunakan untuk memenuhi stok yang kosong. 4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan. Pada akhirnya, persediaan memiliki kegunaan untuk mempertahankan agar produksi terus berjalan. Jika produksi berhenti, maka stabilitas operasi perusahaan akan terganggu. 5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. 6. Memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi. Jaminan perusahaan ini menjadi sangat penting, hal ini disebabkan karena image konsumen terhadap perusahaan. Jika tidak ada jaminan barang jadi selalu tersedia, maka konsumen tidak akan pernah loyal dengan produk yang dihasilkan.
3.1.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Persediaan muncul karena faktor waktu, ketidakpastian waktu datang, ketidakpastia n penggunaan dalam perusahaan, faktor ekonomis dan faktor teknis.
18
Faktor waktu yaitu faktor yang menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat jadwal produksi, memotong bahan baku, produksi dan pengiriman barang jadi ke pedagang besar atau konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (leadtime). Faktor
ketidakpastian
waktu
datang
menyebabkan
perusahaan
memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen (Indrajit, 2002). Penyebab timbulnya persediaan adalah ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produksi dengan produk yang akan dibuat, waktu tenggang (leadtime) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.
3.1.1.5. Biaya-Biaya Persediaan Menurut Handoko (2000), untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya
jumlah
persediaan,
biaya-biaya
variabel
dibawah
ini
harus
dipertimbangkan antara lain : 1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost) Biaya penyimpanan yaitu terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas bahan yang dipesan. Semakin banyak persediaan yang disimpan maka biaya penyimpanan akan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :
19
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan dan sebagainya) b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan c. Biaya keusangan d. Biaya perhitungan fisik e. Biaya asuransi persediaan f. Biaya pajak persediaan g. Biaya pencarian, pengrusakan atau perampokan h. Biaya penanganan persediaan Biaya-biaya tersebut merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat persediaan. Apabila fasilitas penyimpanan (gudang) bukan variabel tetapi tetap, maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang untuk perusahaan-perusahaan manufacturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen. 2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost) Biaya-biaya ini meliputi : a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi b. Upah c. Biaya telepon d. Pengeluaran surat menyurat e. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerima f. Biaya pengiriman ke gudang
20
g. Biaya uang lancar dan sebagainya Pada umumnya biaya perpesanan (di luar biaya bahan dan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka pemesanan biaya total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. 3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set up cost Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari : a. Biaya mesin- mesin menganggur b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung c. Biaya penjadwalan d. Biaya ekspedisi dan sebagainya Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode. Selain itu juga dikenal adanya biaya shortage. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : a. Kehilangan penjualan b. Kehilangan pelanggan c. Biaya pemesanan khusus
21
d. Biaya ekspedisi e. Selisih harga f. Terganggunya operasi g. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya. Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara obyektif.
3.1.2. Konsep Make to Order dan Make to Stock Sistem make to order digunakan oleh perusahaan yang hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem persediaan (Gasperz, 2005). Aktivitas proses pembuatan produk bersifat khusus yang disesuaikan dengan setiap pesanan pelanggan. Siklus pesanan dimulai ketika pelanggan menspesifikasikan produk yang dipesan, dalam hal ini produsen dapat membantu pelanggan untuk menyiapkan spesifikasi sesuai pesanan pelanggan tersebut. Dalam strategi make to order, perusahaan mempunyai resiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi inventori. Fokus operasionalnya adalah pesanan spesifik dari pelanggan dan bukan pada parts. Perusahaan industri yang memilih strategi make to stock akan memiliki persediaan yang terdiri dari produk akhir (finished product) untuk dapat dikirim dengan segera apabila ada permintaan dari pelanggan (Gasperz, 2005). Dalam strategi make to stock , siklus waktu dimulai ketika produsen menspesifikasikan produk, memperoleh bahan baku, dan memproduksi produk akhir untuk disimpan dalam stok. Dalam strategi make to stock, perusahaan industri memiliki risiko yang tinggi berkaitan dengan investasi inventori, karena pesanan pelanggan secara
22
aktual tidak dapat diidentifikasikan dalam proses produksi. Berkaitan dengan hal ini perusahaan industri yang memilih strategi make to stock harus membangun sistem informasi pasar yang andal agar secara lebih akurat dapat meramalkan permintaan aktual dari konsumen. Fokus operasional dari perusahaan industri yang memiliki strategi make to stock terarah pada pengisian kembali persediaan, dimana sistem produksi menetapkan tingkat persediaan berdasarkan pada antisipasi pesanan yang akan datang dan bukan berdasarkan pesanan yang ada sekarang.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional PT X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pangan terutama di industri susu bubuk. Produk-produk yang diproduksi oleh PT X merupakan produk yang memiliki konsumen yang sangat loyal terhadap mutu produk. Untuk itu perusahaan harus benar-benar menjaga eksistensinya di pasar. Untuk menunjang tujuan tersebut, perusahaan harus menjaga kontinuitas produk di pasar sehingga konsumen tidak berpaling ke produk lain. Kebijakan perusahaan saat ini adalah menggunakan sistem make to order dalam seluruh sistem pembuatan produk. Penggunaan sistem ini bertujuan untuk mengurangi biaya persediaan. Namun kelemahan dari sistem ini adalah perusahaan harus senantiasa memiliki bahan baku yang digunakan dalam produksi. Untuk itu perusahaan harus memiliki pemasok yang mampu memenuhi kebutuhan bahan baku kapanpun dibutuhkan. Selain itu perusahaan harus menjalin kerja sama yang solid dengan pemasok. Namun kendala yang ada saat ini adalah seringnya pemasok tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku tepat waktu, terutama bahan baku skim sebagai bahan baku mayor.
23
Alternatif yang dapat dilakukan adalah penggunaan sistem make to stock ataupun menggabungkan sistem make to stock dan make to order. Hal ini berarti perusahaan menyiapkan persediaan dalam bentuk bahan baku dan baru berproduksi ketika sudah ada permintaan langsung dari konsumen. Persediaan ini penting untuk menghadapi dua resiko yaitu kehilangan keuntungan dari penjualan atau tingginya jumlah pemesanan yang mengakibatkan tingginya biaya pemesanan. Selain itu penyimpanan dilakukan juga untuk mengantisipasi permintaan output yang semakin meningkat dan harga bahan baku yang memiliki kecenderungan meningkat. Hal pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan decoupling point dari keseluruhan proses produksi. Penentuan decoupling point dapat digunakan sebagai acuan untuk memilih waktu yang tepat untuk menerapkan sistem make to order atau make to stock . Penggunaan sistem make to stock pada akhirnya akan meningkatkan biaya persediaan yang sejalan dengan meningkatnya biaya produksi sehingga harga jual menjadi semakin tinggi. Untuk itu diperlukan penelaahan lebih lanjut mengenai jumlah stok yang optimal untuk memenuhi kebutuhan produksi tanpa meningkatkan biaya produksi lebih tinggi. Penelaahan ini juga dibutuhkan untuk mengetahui jumlah safety stock untuk mengantisipasi tingkat leadtime pemasok yang bervariasi. Untuk menentukan jumlah kebutuhan safety stock digunakan metode EOQ dengan berbagai variasi leadtime yang berbeda. Indikator keberhasilan penggunaan kebijakan ini dapat dilihat dengan membandingkan kedua kebijakan ini baik dari segi biaya maupun jumlah persediaan yang dibutuhkan. Semakin
24
kecil biaya ataupun jumlah persediaan yang dibutuhkan maka penggunaan sistem ini dapat dikatakan berhasil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
PT X harus menjaga eksistensi di mata konsumen dengan cara menjaga kontinuitas produk di pasaran.
Permasalahan : pemasok tidak bisa mendukung sistem make to order yang digunakan (bahan baku tidak tersedia tepat waktu, leadtime pemasok bervariasi)
Peninjauan kembali sistem manufaktur yang digunakan
Penentuan decoupling point untuk penentuan sistem persediaan
Optimalisasi fungsi persediaan dalam penggunaan sistem make to stock dengan variasi leadtime
Perusahaan
Simulasi Penelitian
Analisis biaya
Analisis jumlah
- Biaya Penyimpanan - Biaya Pemesanan - Biaya kemungkinan kehilangan penjualan
- EOQ - Safety Stock
Perbandingan kedua kebijakan
Rekomendasi ke perusahaan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
25
3.3. Hipotesis 1.
Penggunaan sistem safety stock dapat mengatasi permasalahan ketidakpastian permintaan dan leadtime.
2.
Persediaan akan meningkatkan biaya produksi tetapi nilainya lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kemungkinan kehilangan penjualan karena kurangnya pasokan.
26
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT X pada bulan Mei 2008 sampai dengan Juli 2008. Pemilihan lokasi ini diambil dengan pertimbangan bahwa PT X merupakan perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dengan karakteristik produk yang fungsional dan beragam. Bahan baku yang digunakan PT X dalam proses produksinya adalah susu yang merupakan produk agribisnis.
4.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1.
Observasi Langsung Proses observasi langsung dilakukan untuk mengetahui mekanisme pengadaan bahan baku yang dilakukan PT X, proses produksi dan sistem distribusi produk.
2.
Wawancara Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung dengan pihak perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh keterangan sesuai denga n penelitian serta menganalisis data yang diberikan perusahaan seperti data persediaan, data produksi, penjualan, dan data permintaan.
3.
Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data sekunder diantaranya diperoleh dari Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, internal perusahaan, serta berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini.
4.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara denga n pihak manajemen. Data yang dikumpulkan dari pihak manajemen perusahaan antara lain data gambaran umum perusahaan, data persediaan tahun 2007, data leadtime kedatangan bahan baku tahun 2007, dan data permintaan konsumen tahun 2007. Data bulanan persediaan, leadtime dan data permintaan konsumen diperoleh dari hasil wawancara dengan manajer Production Planner Inventory Control (PPIC). Data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 (periode Januari-Desember 2007) karena data tersebut merupakan data terbaru di PT X. Data sekunder diperoleh dari berbagai studi kepustakaan diantaranya, Departemen Pertanian (data produksi dan konsumsi), Badan Pusat Statistik (data impor susu di Indonesia), Perpustakaan Lembaga Sumber daya Informasi (LSI) IPB (data penelitian terdahulu), Internet (jurnal penelitian internasional), laporan persediaan, laporan produksi PT X dan literatur lain yang relevan dengan penelitian ini.
28
4.4. Metode Analisis Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah Economic Order Quantity. Program komputer yang digunakan adalah Minitab dan Microsoft Excel. Data yang tidak dianalisis dengan menggunakan instrument tersebut akan dianalisis secara deskriptif.
4.4.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan sistematik a proses produksi yang telah dilakukan oleh PT X dari mulai penyediaan bahan baku hingga dihasilkan produk jadi. Analisis ini juga digunakan untuk menentukan decoupling point dari sistem penyediaan produk secara keseluruhan, sehingga dapat ditentukan strategi dalam hal persediaan.
4.4.2. Peramalan Produksi Peramalan digunakan untuk memproyeksikan volume produksi pada periode berikutnya. Alat yang digunakan untuk meramalkan produksi ini adalah Moving Average. Moving Average merupakan suatu model peramalan kuantitatif dengan menggunakan rataan nilai- nilai masa lalu untuk memuluskan fluktuasi. Asumsi teknik ini adalah fluktuasi data masa lalu yang menggambarkan unsur keacakan suatu series. Dalam bentuk yang paling sederhana, formula untuk teknik perataan adalah sebagai berikut : n
∑ ytttt t y t+1 = y =
t =1
n Dimana :
y t+1 yt n
= = =
Peramalan setelah waktu t data aktual periode sebelumnya ordo
29
4.4.3. Economic Order Quantity (EOQ) Model EOQ ini digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan, yaitu biaya penyimpanan (holding atau carrying costs) dan biaya pemesanan (ordering atau set up costs). Model ini mempertimbangkan dua biaya persediaan yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan yang dimaksud adalah biaya-biaya tetap yang keluar setiap kali pemesanan dilakukan dan tidak tergantung pada ukuran dan volume pesanan. Sedangkan biaya penyimpanan adalah biaya yang terjadi akibat perusahaan menyimpan barang tersebut selama suatu periode tertentu. Model EOQ dibuat dengan asumsi bahwa permintaan terhadap suatu item bersifat kontinyu dengan tingkat yang seragam atau bervariasi namun variasinya tidak terlalu besar (Gambar 2). Model EOQ ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
EO Q = Dimana :
EOQ C0 D h
2 × C0 × D h
= jumlah pesanan (unit) = Biaya pemesanan per periode (Rp/periode) = kebutuhan item per periode (unit/periode) = Biaya penyimpanan per periode (Rp/ periode)
30
Tingkat persediaan (dalam unit) Pesanan diterima Q
Pesanan dilakukan
Economic Order Quantity
d
Reorder R Point
R = dl Waktu
L
L
Gambar 2 Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ sumber : Handoko, 2000 Keterangan :
R = reorder point (Kg) Q = jumlah persediaan (Kg) L = leadtime (Hari) d = permintaan rata – rata harian (Kg)
4.4.4. Model Probabilistik Model probabilistik digunakan ketika permintaan produksi atau variabel lain tidak diketahui, tetapi dapat ditetapkan melalui sebuah distribusi kemungkinan.
Dalam
pengadaan,
faktor
yang
dianggap
mengandung
ketidakpastian tinggi adalah leadtime pemasok dan tingk at kebutuhan akan bahan baku. Permintaan dan leadtime yang tidak pasti mengakibatkan perusahaan harus menentukan waktu pemesanan kembali atau reorder point (ROP) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ROP = permintaan selama leadtime + safety stock
Untuk mengurangi kosongnya persediaan, perusahaan harus menyimpan sejumlah unit tambahan tertentu dalam persediaan atau yang biasa dikenal sebagai
31
safety stock . Safety stock menyediakan sejumlah persediaan selama leadtime. Besarnya safety stock (SS) secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
SS = Z x sdl Dimana :
SS = Safety stock Z = nilai korelasi dengan probabilitas tertentu Sdl = standar deviasi permintaan selama leadtime
Besarnya safety stock tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili dengan standar devisi leadtime dari pemasok, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan biasanya diwakili dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Kalau permintaan per periode maupun leadtime sama-sama konstan maka tidak diperlukan safety stock karena bahan baku datang tepat pada saat persediaan di gudang sama dengan nol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Kuantitas (unit)
Persediaan Teoritik
Persediaan nyata
Tingkat pemesanan kembali Persediaan pengaman Waktu
L1
L2
Gambar 3 Berbagai Variasi Permintaan Harian (d) dan Leadtime (L) sumber : Handoko, 2000
32
Nilai sdl bisa dicari dengan mengumpulkan langsung permintaan selama leadtime untuk suatu periode yang cukup panjang, atau diperoleh dengan terlebih dahulu mendapatkan data rata-rata dan standar deviasi dari dua komponen penyusunnya, yaitu permintaan per periode dan leadtime. Dengan mendapatkan empat parameter tersebut maka nilai sdl bisa dihitung sebagai berikut : s dl = ( d 2 × st + l × s d ) 2
Dimana :
Sdl sl sd d l
= = = = =
2
standar deviasi permintaan selama leadtime standar deviasi leadtime standar deviasi permintaan per periode permintaan rata-rata harian (unit) leadtime (hari)
Dengan patokan rumus tersebut maka terdapat empat kondisi seperti yang ditunjukan Gambar 4. Variabel
S dl = s d × (l ) Safety stock ditentukan oleh ketidakpastian permintaan Permintaan
konstan
Tidak diperlukan safety stock, situasi deterministik Sdl = 0 konstan
s dl = ( d 2 × st + l × s d ) Safety stock ditentukan oleh interaksi dua ketidakpastian 2
2
Sdl = d x sl Safety stock ditentukan oleh ketidakpastian leadtime
Leadtime
Variabel
Gambar 4 Interaksi antara Permintaan dan Leadtime pada Penentuan Safety Stock Sumber : Pujawan (2005)
33
4.4.5. Analisis Kebijakan Analisis kebijakan dilakukan dengan cara membandingkan biaya yang dibutuhkan dari kebijakan make to stock dan make to order. Biaya total persediaan dapat dihitung dengan menggunakan perumusan sebagai berikut : D Q TC b = × Cb + × hb 2 Q Dimana : TC(b) D Q Cb hb
= = = = =
Biaya total persediaan per periode (Rp) Kebutuhan bahan baku per periode (unit/periode) ukuran pesanan (unit) ongkos pesan per periode (Rp/periode) ongkos simpan per tahun (Rp/periode)
Kebijakan terbaik dalam hal ini adalah kebijakan yang mampu memberikan solusi terbaik bagi perusahaan dalam hal persediaan dan memberikan biaya persediaan seefisien mungkin sehingga pada akhirnya akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kebijakan tersebut juga harus memperhatikan kapasitas dan kemampuan perusahaan baik kemampuan secara finansial maupun kemampuan sarana dan prasarana perusahaan.
34
BAB V KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT X didirikan pada bulan Februari 1979. Perusahaan ini berkantor pusat di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur sedangkan lokasi pabrik berada di Bogor.
Perusahaan ini adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di
industri makanan dan minuman khususnya makanan dan minuman yang memberikan manfaat untuk kesegaran, kesehatan, dan appearance. Saat ini PT X sebagai sebuah perusahaan swasta nasional telah berhasil mengembangkan pasarnya bukan hanya di pasar lokal namun juga ke pasar ekspor yaitu pasar negara-negara berkembang lain.
5.2. Struktur Organisasi Perusahaan PT X dipimpin oleh seorang President Director dan dibantu oleh seorang Vice President dan seorang Chief Operating Officer. Dalam hal sistem keorganisasian,
PT
X
menerapkan
sistem
organisasi
mendatar
(Flat
Organization), yaitu President Director dan Vice President langsung membawahi para Managing Director SBU dan Director SSU, kecuali untuk 4 unit kerja yang berada dalam koordinasi Chief Operating Officer. Managing Director SBU dan Director SSU
langsung
membawahi
manajer- manajer departemen
yang
mempunyai tanggungjawab dan wewenang penuh dalam merencanakan dan melaksanakan
program
kerja
departemen
masing- masing.
Manajemen
menerapkan prinsip kerjasama tim (team work) dalam pengambilan keputusan.
Kemajuan perusahaan ditopang oleh proses inovasi dan perbaikan terus menerus yang dicapai melalui konsep Total Quality Management (TQM). Dalam hal pengelolaan Sistem Manajemen Mutu, perusahaan menganut sistem manajemen mutu yang sesuai dengan ISO 9000 dan food safety ISO 22000. Pelaksanaan sistem manajemen mutu dikoordinir oleh Departemen QA (Quality Assurance). Sistem ini selalu ditinjau dan diperbaiki oleh Tim QA. Peninjauan dan penilaian di tiap SBU dan SSU dilakukan oleh SSU System yang berkoordinasi dengan QA masing- masing SBU/SSU. Penentuan Visi, Misi, Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis menjadi tanggung jawab President Director. President Director membentuk suatu tim untuk mereview dan memperbaharui Visi Misi, Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis perusahaan. Menyadari selalu terjadi peningkatan tuntutan kepuasan pelanggan, PT X bertekad untuk selalu memenuhinya. Untuk itu peningkatan kemampuan karyawan dan pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu fokus utama manajemen puncak.
5.3. Produk PT X Produk-produk yang dihasilkan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu kelompok minuman berbentuk serbuk, kelompok ready to drink dan kelompok makanan dan minuman untuk kesegaran, kesehatan, dan appearance. Pengembangan produk baru akan tetap diarahkan pada produkproduk makanan dan minuman. Produk yang dihasilkan adalah produk-produk untuk kesehatan antara lain:
36
1.
Diet Food Diet Food yaitu produk yang menawarkan program penurunan berat badan dengan gizi lengkap dan kalori yang cukup. Produk ini terdiri dari makanan diet utama (MDU) dan makanan diet pelengkap (MDP). Produk MDU untuk makan pagi dan malam, sedangkan produk MDP merupakan makanan selingan untuk mengatasi rasa lapar tanpa kalori yang berlebihan. Produk ini terdiri atas berbagai rasa yaitu Chocolate Hazelnut, Chococereal, Chococino Honey Dew, coklat, mocca, kopi, dan strawberry dan produk makanan diet pelengkap (MDP) yang berupa Cookies dengan rasa coklat.
2.
High Protein Food High Protein Food merupakan produk yang dikhususkan bagi pria untuk membentuk tubuh menjadi lebih atletis dan berotot. Produk dengan brand ini antara lain Gain Mass yang berfungsi untuk menaikkan berat badan, LoseWeight, untuk kosumen ya ng ingin mengurangi berat badan, Nutritious Drink yang terdiri dari basic, daily, regular dan advance formula untuk membentuk otot dan Six Pack, merupakan sweetener sebagai pengganti gula untuk membantu membentuk perut yang terpahat.
3.
Susu Tanpa Lemak Susu tanpa lemak yaitu produk susu rendah lemak, rendah kolesterol, serta rendah kalori, tinggi akan protein dan ada juga yang dilengkapi dengan serat fitosterol dan Omega. Produk ini baik bagi konsumen yang diet rendah kalori dan penderita diabetes. Ada lima rasa, yaitu plain, strawberry, kopi, mocca, dan coklat.
37
4.
Susu Rendah Lemak Low Fat Milk, merupakan susu rendah lemak yang tinggi kalsium Produk ini dibuat untuk semua golongan usia dari mulai remaja hingga dewasa dengan 3 macam rasa yaitu coklat, green tea, kacang hijau, cereal banana, plain dan vanila.
5.
Produk Diabetes, yang terdiri atas: a. Diabetetic Cookies b. Diabetetic Sweet Soy Sauce c. Diabetetic Nutritious Drink
6.
Produk Non Susu, yang terdiri atas: a. Sweetener, yaitu pemanis rendah kalori yang digunakan sebagai pengganti gula dan umumnya sebagai pemanis pada teh, kopi dan baik untuk penderita diabetes. b. Syrup c. Sugar Free Drink d. Corn Oil, yaitu minyak goreng non kolesterol yang berasal dari minyak jagung dan mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi, sehingga aman bagi kesehatan jantung. e. Dietetic Jam
5.4. Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat menentukan dalam suatu sistem organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hingga akhir tahun 2007, perusahaan memiliki 789 orang karyawan yang ditempatkan di bagian produksi, distribusi dan pemasaran, dan bagian administrasi dan umum. Tingkat
38
pendidikan karyawan pun beraneka ragam dari mulai Sekolah Menengah Umum, Diploma, Sarjana, dan Pasca Sarjana. Status karyawan dalam perusahaan dikelompokkan berdasarkan pada sifat dan jangka waktu ikatan kerja, yaitu karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap adalah karyawan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh perusahaan, dipekerjakan dan mendapat upah secara bulanan serta terikat dalam hubungan kerja dengan perusahaan yang waktunya tidak tertentu dan atau dapat ditentukan oleh perusahaan. Karyawan tidak tetap atau karyawan kerja waktu tertentu (KWT) adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan didasarkan perjanjian kerja waktu tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Karyawan bekerja selama 40 jam seminggu (kecuali lembur) dengan pembagian waktu kerja shift dan non shift yang waktunya diatur berdasarkan pada kebutuhan departemen. Beberapa fasilitas dan tunjangan kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan tetap dan tidak tetap, meliputi penyediaan tempat ibadah (musholla) dan fasilitas kantin. Fasilitas lain yang diberikan kepada karyawan tetap meliputi koperasi, fasilitas transportasi, soft loan, cuti dan ijin, tunjangan hari raya, bonus tahunan, pengobatan, asuransi kesehatan, jamsostek (jaminan hari tua, kecelakaan kerja dan kematian) serta sumbangan sukacita/dukacita dan fasilitas lain sesuai dengan kebijakan perusahaan.
5.5. Mekanisme Proses Produksi Proses produksi yang berjalan di PT X merupakan Dry Mixing Process. Bahan baku berupa bubuk dicampur merata sesuai formulasi setiap produk jadi yang ditetapkan tanpa melewati proses apapun dalam fase cair ataupun gas. Campuran
39
berbagai bubuk bahan baku yang telah merata lalu difilling ke dalam kemasan setelah lolos uji kesesuaian mutu. Produk hasil filling kemudian dikemas dan siap untuk didistribusikan.
5.6. Jaringan Pemasaran Produk PT X menjual produk-produknya ke pasar nasional maupun pasar internasional (ekspor) melalui distributor-distributor yang telah ditunjuk. Distributor-distributor tersebut yang akan menyalurkan produk sampai ke outlet. Distributor (agen) yang mendistribusikan produk ditunjuk dan disetujui oleh Managing Director. Saat ini distributor (agen) yang ditunjuk adalah National Sales untuk penjualan dalam negeri dan Global Sales untuk penjualan luar negeri (ekspor).
40
BAB VI SISTEM PENGADAAN BAHAN BAKU PT X
6.1. Gambaran Umum Proses Manufaktur PT X 6.1.1. Perencanaan Produksi PT X Produksi diartikan sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Perencanaan produksi merupakan perencanaan tentang jenis produk yang akan diproduksi serta jumlah yang akan diproduksi pada periode yang akan datang. Produk yang akan segera diproduksikan ini belum tentu merupakan jumlah total dari semua produk yang dapat diproduksikan. Proses pembuatan produk di PT X dimulai dari proses peramalan penjualan mendatang berdasarkan pada penjualan periode lalu. Secara internal perusahaan, peramalan dilakukan dengan mempertimbangkan konsolidasi perkiraan penjualan distributor (sales forecast distributor), sejarah penjualan produk dan rencana pemasaran (marketing plan) tahun berjalan. Brand manager masing- masing produk akan merevisi perkiraan penjualan jika memperkirakan ada perubahan kondisi pasar atau kegiatan marketing yang dianggap akan mengubah rencana penjuala n (dinamika). Sales forecast ini kemudian dikirim ke departemen PPIC. PPIC menggunakan data sales forecast marketing sebagai acuan dalam membuat perencanaan produksi tahunan. Pembuatan rencana produksi tahunan ini dibuat dengan mempertimbangkan saldo tiap item produk pada awal bulan, target saldo akhir bulan depan, kapasitas produksi terpasang dan leadtime (waktu tenggang) produksi. Setelah itu perencana produksi pada departemen PPIC akan
menyusun RPS atau rencana produksi semesteran setelah menerima perbaikan peramalan terakhir. Perencana produksi menerbitkan RPS paling lambat satu bulan setelah diterimanya peramalan. RPS yang telah disetujui oleh manajer PPIC kemudian didistribusikan kepada pihak terkait yaitu penyelia gudang dan administrasi. Pembuatan RPS ini harus sesuai dengan peramalan yang ada sehingga jika terjadi perbaikan pada peramalan maka RPS dapat direvisi kembali. RPS yang telah dibuat kemudian dicocokkan dengan kapasitas produksi dan jumlah hari kerja yang tersedia. Bila kapasitas produksi dan hari kerja cukup untuk melakukan rencana produksi perbulan, maka proses pembuatan RPS dianggap selesai. Namun bila kapasitas produksi dan jumlah hari kerja tidak cukup untuk melakukan rencana produksi perbulan (peak season, biasa terjadi sebelum natal dan lebaran), maka tingkat saldo awal bulan disesuaikan sehingga didapatkan rencana produksi yang sesuai dengan kapasitas. Setiap akhir bulan, perencana produksi membuat rencana produksi bulanan untuk bulan berikutnya. Pertama-tama perencana produksi memb uat suatu peramalan permintaan untuk bulan tersebut dari data-data histori yang telah ada dengan mempertimbangkan kondisi kapasitas produksi dan urutan proses. Setelah itu baru dihitung jumlah total produksi per item produk pada bulan tersebut dan melakukan pembagian jumlah produksi per hari dan per minggu. RPB yang telah dibuat selanjutnya dimintakan persetujuan ke departemen produksi. Perencana produksi mengeluarkan rencana produksi mingguan untuk periode satu minggu ke depan pada setiap akhir minggu. Perencana produksi melihat rencana transaksi produk jadi pada minggu tersebut serta melihat besarnya economic of stock melalui aplikasi Baan (nama sebuah program perangkat lunak
42
komputer). Data tersebut digunakan oleh perencana produksi untuk mengevaluasi proses produksi pada minggu yang sama dan membuat Order Kerja Mingguan (OKM) yang telah dibagi menjadi per hari. Draft OKM ini kemudian direalisasikan dengan melakukan proses produksi sesuai dengan urutan proses tiap-tiap produk yaitu mulai dengan permintaan bahan baku dan kemasan sampai dengan proses pengemasan (Packing).
6.1.2. Pengadaan Bahan Baku Permintaan barang jadi yang digambarkan melalui peramalan penjualan sangat berpengaruh terhadap permintaan bahan baku dan kemasan yang digambarkan melalui rencana produksi. Rencana produksi yang telah dibuat akan dijabarkan menjadi komponen bahan baku dan kemasan yang dibutuhkan menurut formula yang ada. Penjabaran tersebut menghasilkan rencana kebutuhan bahan dengan lebih terperinci. Rencana
order
dibuat
dari
rencana
kebutuhan
bahan
setelah
mempertimbangkan minimum order dan leadtime dari pemasok. Minimum order adalah jumlah minimal untuk memesan barang tertentu. Leadtime adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan barang sejak purchase order diterima oleh pemasok sampai barang itu datang ke gudang pemesan. Setiap awal tahun PPIC dalam hal ini inventory controller membuat perhitungan kebutuhan bahan baku dan kemas (PKB) untuk periode satu tahun. PKB dibuat berdasarkan rencana produksi tahunan yang telah dibuat oleh production planner berdasarkan forecast penjualan, formula terbaru dan kondisi stok awal tahun. Selain itu PKB juga mempertimbangkan informasi mengenai
43
parameter order tiap-tiap bahan baku dan bahan kemas seperti minimum order, safety time, leadtime, kemasan terkecil, dan safety stock. PKB ini kemudian dikirim ke departemen purchasing untuk dilengkapi dengan harga tiap-tiap item barang. Dengan demikian didapatkan rencana pembelian barang dalam rupiah yang seterusnya dikirim ke departemen finance untuk perencanaan keuangan perusahaan. Pada proses ini kebutuhan aktual akan bahan baku di update setiap bulan bersamaan dengan perencanaan produksi bulanan. Bahan baku yang sudah dipesan kemudian disimpan dalam gudang bahan baku dengan kondisi yang disesuaik an dengan karakteristik bahan baku, sebelum akhirnya dapat digunakan untuk produksi. Sistem pembelian bahan baku dilakukan perusahaan berdasarkan jumlah kebutuhan bahan baku dan leadtime pemasok. Perubahan yang cepat dalam permintaan akan produk akhir mengakibatkan perusahaan selalu memperbaharui peramalan yang telah dilakukan. Perubahan ini otomatis akan mengubah jumlah penggunaan bahan baku dalam setiap periode peramalan. Permasalahan yang timbul kemudian adalah lamanya leadtime kedatangan bahan baku yaitu selama 60 hari. Untuk mengatasi hal itu perusahaan melakukan pemesanan selama 60 hari sebelum bahan baku tersebut digunakan. Sebagai contoh, untuk kebutuhan minggu pertama bulan Januari 2008, maka perusahaan akan melakukan pemesanan pada minggu pertama bulan November 2007 atau minggu terakhir bulan Oktober 2007. Jumlah bahan baku yang dipesan disesuaikan dengan jumlah pemesanan ekonomis yang telah diperhitungkan sebelumnya. Frekuensi pemesanan didasarkan pada tingkat kebutuhan yang akan digunakan. Jika kemudian kebutuhan perusahaan yang telah diperhitungkan sebelumnya tidak
44
mencukupi maka perusahaan akan kembali melakukan pemesanan kembali sebanyak tingkat pemesanan ekonomis yang telah diperbaharui. Hal ini menyebabkan jumlah pemesanan perusahaan menjadi sangat banyak karena dalam 1 periode perusahaan dapat memesan lebih dari yang diperhitungkan sebelumnya.
6.1.3. Proses Produksi Alur proses produksi yang dilakukan adalah berupa dry mixing process. Proses ini terdiri dari tiga tahapan utama yaitu mixing, filling dan packing. Mixing adalah proses pencampuran bahan baku sesuai formula produk dalam lindoor mixer. Hasil mixing yang sudah homogen kemudian diuji secara organoleptik oleh quality control untuk mengukur tingkat kerataan produk. Jika dinyatakan lolos QC, maka hasil mixing tersebut dimasukkan ke dalam kemasan primer. Proses ini dinamakan filling. Hasil filling kemudian dianalisis secara mikrobiologi untuk memastikan produk dalam kondisi higienis. Hasil filling yang lolos uji mikrobiologi kemudian diberi kemasan sekunder untuk menambah nilai estetika produk. Proses selanjutnya adalah packing yaitu memasukkan produk yang telah diberi kemasan sekunder ke dalam kemasan tersier berupa box. Produk kemudian didistribusikan langsung ke distributor utama yang telah ditunjuk perusahaan.
6.1.4. Distribusi Manufaktur sebagai penyedia produk tidak secara langsung menjual produknya ke tangan konsumen. Perusahaan telah menunjuk distributordistributor resmi yang bertugas untuk mendistribusikan produk jadi yang diproduksi ke gerai-gerai atau outlet-outlet. Distributor ini yang kemudian
45
mendistribusikan produk ke sampai ke outlet-outlet sehingga akhirnya sampai ke tangan konsumen. Untuk lebih jelasnya proses manufaktur perusahaan dapat dilihat pada Gambar 5.
4
Purchasing
Pemasok
Order input
Order input
Marketing
Pengiriman Input
3
5
2 Perhitungan kebutuhan input
Forecast penjualan PPIC 1
Warehouse Persiapan Produksi
8
Permintaan spesifik Update data 6 9
Persiapan input
7
Distribusi produk jadi Production
Distributor 10
Gambar 5 Proses Manufaktur PT X
Ket :
1,2 = Alur Perhitungan Kebutuhan Input 3,4,5 = Alur Pembelian Input 6,7,8,9,10 = Alur Proses Produksi
6.2. Decoupling Point Keputusan sampai dimana suatu aktivitas produksi bisa dilakukan tanpa menunggu permintaan definitif dari pelanggan merupakan keputusan yang sangat penting bagi suatu sistem rantai supplai. Hal ini akan secara langsung
46
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menciptakan efisiensi fisik maupun kecepatannya dalam merespon pasar. Produk-produk yang dijadikan bahan baku pembuat produk lainnya bisa dibuat oleh pabrik hanya dengan dasar peramalan permintaan tanpa menunggu permintaan definitif dari pelanggan. Hal ini berbeda dengan perusahaan manufaktur, produksi biasanya dilakukan ketika datang pesanan dari konsumen. Namun tidak berarti bahan baku yang dibutuhkan harus didatangkan hanya ketika ada pesanan. Bahan baku tersebut dapat dibeli terlebih dahulu oleh perusahaan tanpa menunggu pesanan dari konsumen. Titik temu dimana aktivitas produksi dapat dilakukan tanpa menunggu permintaan definitif dari pelanggan dinamakan decoupling point. Proses produksi yang dilakukan oleh PT X merupakan suatu proses pemberian nilai tambah dari bahan baku menjadi suatu produk dengan karakteristik fungsional tertentu. Secara garis besar proses pemberian nilai tambah ini terdiri atas 2 proses utama yaitu pengadaan input dan produksi. Dalam hal ini perusahaan tidak melakukan pendistribusian ke konsumen karena proses ini dilakukan oleh distributor yang ditunjuk langsung oleh perusahaan. Proses pengadaan input dilakukan perusahaan tanpa harus menunggu permintaan spesifik dari konsumen melalui distributor. Hal ini dilakukan manufaktur untuk mendukung kelancaran proses produksi karena produksi tidak mungkin berjalan tanpa ada salah satu input produksi. Pada aktivitas ini, pengadaan input bisa dilakukan dengan menggunakan strategi make to stock yang didasarkan pada kebutuhan bahan baku yang diturunkan melalui forecast penjualan tahunan yang telah dilakukan oleh marketing. Sementara untuk waktu pemesanannya dapat disesuaikan dengan tingkat pemesanan paling ekonomis
47
yang dapat dilakukan perusahaan dan dengan memperhatikan kondisi perusahaan pada tahun berjalan. Aktivitas produksi dilakukan ketika manufaktur memperoleh pesanan dari konsumen melalui distributor. Hal ini dilakukan karena variasi dari produk yang dihasilkan perusahaan sangat tinggi dan masing- masing variasi memiliki tingkat permintaan yang berbeda. Jika perusahaan melakukan produksi tanpa melihat permintaan aktual konsumen maka perusahaan akan menyimpan persediaan dalam bentuk produk jadi dalam jumlah dan jenis yang sangat banyak. Gambaran ini memperlihatkan bahwa decoupling point atau titik temu dimana suatu aktivitas dapat dijalankan tanpa harus menunggu proses berikutnya terletak pada proses pengadaan input. Untuk itu sebaiknya persediaan disimpan dalam bentuk input dibandingkan dalam bentuk produk jadi karena perusahaan memiliki keragaman produk yang cukup besar. Jika persediaan dalam bentuk barang setengah jadi (belum filling) maka kemungkinan kerusakan bahan akan semakin besar, karena kondisi bahan yang masih mudah kontak dengan udara. Jika persediaan ada dalam bentuk produk jadi, maka keuntungan yang hilang akibat barang tidak terjual menjadi lebih besar dibanding kehilangan input yang tidak terpakai, karena dalam produk jadi sudah mencakup biaya produksi didalamnya. Selain itu persediaan dalam bentuk input memiliki tingkat ketidakpastian yang relatif rendah karena input bahan baku dapat digunakan tidak hanya untuk satu macam produk tetapi juga dapat digunakan untuk produk lain. Input yang digunakan perusahaan terdiri atas input bahan baku, bahan kemas dan tenaga kerja. Untuk tenaga kerja, perusahaan menggunakan sistem lembur dan memperkerjakan karyawan kontrak untuk mengatasi permintaan yang
48
fluktuatif. Hingga saat ini sistem ini masih berjalan dengan baik dan tidak ada masalah yang berarti. Untuk bahan kemas, perusahaan juga tidak mengalami hambatan karena leadtime dari pemasok bahan kemas masih sesuai dengan kesepakatan antara perusahaan dengan pemasok. Untuk bahan baku terutama skim, perusahaan perlu untuk menyiapkan persediaan karena saat ini perusahaan masih mengalami kesulitan karena bahan baku ini sering sekali stock out. Hal ini tentu saja dapat menghambat produksi yang sudah direncanakan dan pada akhirnya perusahaan akan mengalami kerugian. Untuk itu keberadaan persediaan pengaman sangat diperlukan. Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku (out of stock) di saat perusahaan mengalami lonjakan permintaan yang tinggi dan leadtime yang tidak pasti. Secara teoritis, jumlah barang yang disediakan unt uk keperluan
persediaan
pengaman
ini
haruslah
ditentukan
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menahan sejumlah barang tertentu akan sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan akibat stock out ini.
6.3. Manajemen Penggudangan Untuk mengatur arus bahan secara sistematis sehingga tidak ada keterlambatan dibutuhkan suatu sistem penggudangan yang baik. Penggudangan di PT X bertanggung jawab dalam menjamin kualitas dan kuantitas dari bahan baku dan produk jadi. Penggudangan di PT X terbagi atas empat bagian yang mempunyai fungsi masing- masing yang khas, yaitu gudang bahan baku, gudang
49
barang jadi, gudang kemas dan gudang pengembalian. Dalam hal ini yang akan dijabarkan lebih lanjut adalah gudang bahan baku. Gudang bahan baku mempunyai tiga fungsi utama yaitu penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku dan persiapan produksi. Masing- masing fungsi tersebut dilaksanakan pada kawasan atau area tertentu. Area di gudang baku ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu area umum, area persiapan dan area karantina. Area umum adalah daerah tempat menyimpan barang-barang secara umum, baik yang sudah diperiksa maupun yang belum diperiksa oleh Quality Control (QC). Area persiapan adalah daerah khusus untuk menyimpan barang yang akan dipakai untuk suatu order tertentu. Pada area ini barang-barang yang disimpan sudah melalui proses pemeriksaan oleh QC. Area karantina adalah daerah tempat menyimpan barang-barang yang menunggu hasil pemeriksaan dengan berstatus tahanan sementara. Pada saat bahan baku datang, pengendali persediaan menerima surat jalan dari pemasok untuk kemudian diperiksa kesesuaian jenis dan jumlah barang yang dikirim dengan yang dipesan. Jika barang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi atau jumlahnya, pengendali persediaan memberikan informasi pada penyelia ol gistik untuk segera dikembalikan ke pemasok. Jika barang diterima, pengendali persediaan akan menandatangani surat jalan sebagai tanda barang diterima. Barang tersebut kemudian diturunkan dan selanjutnya diletakkan di atas palet yang bersih, kokoh dan kering dan disusun dengan rapi terkecuali untuk bahan baku yang disimpan dalam drum, rak dan freezer. Bahan baku yang telah diterima kemudian diberi label identitas pada kemasannya masing- masing. Label identitas menyebutkan kode komputer dan
50
tanggal kedatanga n untuk memudahkan telusur bahan. Bahan baku juga akan diambil sampel untuk diperiksa oleh QC. Berdasarkan status pemeriksaan diberikan label status oleh QC untuk membedakan bahan baku yang belum diperiksa, ditahan, dan ditolak. Bahan baku yang telah diterima dari pemasok disimpan di dalam area umum sesuai dengan karakteristik bahan baku tersebut. Untuk bahan baku yang membutuhkan tingkat suhu dan kelembaban tertentu akan disimpan di dalam ruang AC dimana suhu dan kelembabannya dapat diatur. Untuk bahan ya ng berada dalam ruangan ini dilakukan pencatatan suhu dan kelembaban ruangan dalam form yang telah disediakan untuk memantau agar suhu dan kelembaban yang dibutuhkan tetap terjaga. PT X memerlukan kurang lebih 160 jenis bahan baku untuk menghasilkan produk nya. Untuk itu perlu kecermatan dan kerapihan dalam penyimpanan sehingga lokasi penyimpanan barang menjadi jelas dan mudah dicari. Penempatan bahan baku flavour dan non flavour dipisahkan ruang penyimpanannya untuk menghindari kontaminasi antar bahan baku. Bahan baku ini diperiksa secara berkala untuk menjamin kondisi barang dan umur penyimpanan tetap dalam keadaan yang diinginkan. Dalam inventory flow proses, sistem yang digunakan adalah first in first out (FIFO). Bahan yang masuk terlebih dahulu akan digunakan untuk kebutuhan produksi. Dengan menggunakan sistem ini proses kerusakan bahan dapat diminimalisasi karena bahan baku tidak sempat tersimpan lama dalam gudang ditambah dengan asumsi barang yang terakhir datang merupakan produksi terbaru
51
dari pemasok. Namun penggunaan sistem ini membutuhkan layout gudang yang baik yang dapat memudahkan bahan baku keluar masuk. Untuk persiapan produksi, bahan baku dipersiapkan di area persiapan yaitu daerah khusus untuk menyimpan barang yang akan dipakai untuk suatu pemesanan tertentu. Dalam ruang persiapan ini dilakukan pemisahan bahan baku yang digunakan untuk pembuatan satu produk dengan produk lainnya. Bahan baku ini kemudian ditimbang sesuai dengan formula untuk kemudian diserahkan ke bagian produksi. Selain gudang baku, PT X juga memiliki gudang kemas, gudang retur, dan gudang produk jadi. Gudang kemas digunakan untuk menyimpan bahan kemas, baik bahan kemas primer, sekunder dan tersier yang terdiri atas roll, dus dan box. Gudang retur diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan produk-produk jadi yang tidak terjual selama periode penyimpanannya. Gudang jadi adalah gudang yang digunakan distributor untuk menyimpan produk-produk jadi yang akan dijual ke konsumen.
52
BAB VII OPTIMALISASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU SKIM
7.1 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Skim Tahun 2008 Peramalan kebutuhan bahan baku ini diturunkan dari peramalan produk jadi yang dilihat melalui data penjualan periode satu tahun sebelumnya. Keragaman produk yang ditawarkan mengakibatkan perusahaan harus melakukan peramalan untuk masing- masing item produk jadi. Hal ini disebabkan karena permintaan antara satu produk dengan produk yang lain tidak sama. Data yang digunakan untuk peramalan hanyalah data satu tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena sifat permintaan produk yang tidak tetap dan cenderung berfluktuatif. Daur hidup produk dapat dijadikan salah satu penyebab berfluktuatif tingkat permintaan konsumen. Produk yang berada pada fase perkenalan akan memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Hal ini karena pada tahap ini produk baru memasuki tahapan penetrasi pasar sehingga keberadaannya di pasaran harus selalu tersedia. Promosi yang dilakukan pada produk baik dengan menggunakan media cetak ataupun elektronik semakin meningkatkan penjualan. Hal yang sama juga berlaku untuk fase pertumbuhan. Sementara untuk produk yang berada pada fase dewasa akan cenderung memiliki tingkat permintaan yang stabil karena konsumen yang mulai loyal dengan produk tersebut. Hal yang berbeda akan terjadi pada produk yang memiliki fase penurunan. Produk dengan kondisi decreasing tentu akan memiliki tingkat permintaan yang rendah bahkan cenderung mati. Pengambilan data satu tahun
diharapkan tidak mengakibatkan tingkat kesalahan peramalan yang besar karena adanya produk-produk yang sudah mati. Untuk melakukan proyeksi ke depan digunakan beberapa metode untuk meramalkan permintaan dari produk PT X. Pemilihan teknik peramalan ini didasarkan pada pemilihan teknik yang lebih sederhana, cepat dan tidak membutuhkan banyak biaya dan waktu. Hal ini dilakukan karena perusahaan harus meramalkan permintaan puluhan produk yang dihasilkan.
Untuk
mengakomodasi itu maka metode yang dipilih unt uk dibandingkan adalah simple average, moving average, double moving average, single exponential smoothing dan double exponential smoothing. Kelima metode ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa fluktuasi data masa lalu menggambarkan unsur keacakan suatu series. Teknik ini menggunakan rataan nilai masa lalu untuk memuluskan fluktuasi tersebut. Dari 5 metode yang digunakan dalam peramalan, single exponential smoothing (a = 0.0750949) memiliki tingkat error yang relatif lebih kecil dibandingkan empat metode lainnya (Tabel 7). Hasil peramalan dengan menggunakan kelima metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 6. Penentuan metode ini hanya dilakukan pada satu produk yaitu produk F yang memiliki tingkat penjualan tertinggi.
Tabel 7 MSE untuk Lima Model Peramalan Penjualan PT X Periode Tahun 2008 No
Model Peramalan
MSE
1
Simple average
69135759.5
2
Simple Moving Average (MA=3)
67790008.0
3
Double Moving Average (MA=3)
74855578.3
4
Single Exponential Smoothing (a=0.0750949)
49155113.6
5
Double Exponential Smoothing (a=0.2)
54034904.7
54
Metode single exponential smoothing membutuhkan nilai alpha dalam setiap peramalannya. Nilai alpha ini ditetapkan berdasarkan pada tingkat kepercayaan perusahaan terhadap data terbaru. Semakin percaya pada data terbaru maka nilai alpha yang ditetapkan semakin tinggi. Pemilihan nilai alpha ini juga dapat dibantu dengan mekanisme penentuan MSE terkecil. Namun penggunaan metode ini dianggap tidak sesuai dengan sistem kerja dari perusahaan yang cepat, tepat dan fleksibel. Produk yang diproduksi oleh PT X memiliki tingkat variasi yang cukup tinggi dengan tingkat permintaan yang beragam serta mudah berubah setiap periodenya. Untuk itu perusahaan memerlukan suatu model peramalan yang mendekati kenyataan namun tidak membutuhkan banyak waktu untuk proses peramalannya, mudah dan fleksibel. Secara teoritis penggunaan single exponential smoothing jauh lebih baik dibandingkan metode lainnya karena tingkat error yang dihasilkan jauh lebih kecil. Asumsi data yang boleh digunakan untuk peramalan time series adalah data yang stasioner sedangkan data penjualan tahun lalu bersifat acak. Oleh karena itu tingkat kesalahan yang dimiliki oleh metode moving average dapat dikurangi dengan menggunakan metode ini karena pada prosesnya metode ini telah terlebih dahulu memuluskan data. Namun pada praktiknya hal ini tidak dapat dilakukan karena
pesatnya
perkembangan
perusahaan
mengakibatkan
perusahaan
mengalami perubahan yang sangat cepat terutama dalam tingkat permintaan konsumen. Untuk itu perusahaan membutuhkan sistem cepat dan fleksibel yang mampu mengimbangi perubahan yang terjadi. Penggunaan metode single exponential smoothing ini dianggap tidak sederhana dan tidak mampu mengimbangi perubahan yang cepat yang terjadi di lapangan.
55
Peramalan yang dilakukan oleh perusahaan adalah metode moving average. Selain praktis, penggunaan model ini juga hanya didasarkan pada nilai permintaan tiga bulan terakhir sehingga dianggap datanya lebih terbaru dan akan lebih mendekati kenyataan. Peramalan ini mampu mengatasi perubahan informasi yang cepat karena setiap ada informasi terbaru, nilai ramalan terbaru akan diperoleh dengan menghilangkan informasi terlama dan memasukkan informasi terbaru. Untuk itu penulis juga akan menggunakan metode peramalan yang sama karena sistem perusahaan tidak menggunakan metode single exponential smoothing dengan alasan yang telah disebutkan sebelumnya. Hasil peramalan dengan menggunakan metode moving average ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Proyeksi Penjualan Produk Jadi PT X Tahun 2008 Forecast Kebutuhan Demand 1 skim per tahun tahun (box) (Kg)
No
Nama Produk
1
A
1,156.00
13,872.00
18,133.33
68.69
2
B
1,437.33
17,248.00
23,774.67
90.06
3
C
3,696.00
44,352.00
50,232.00
190.27
4
D
3,453.33
41,440.00
47,029.55
178.14
5
E
678.33
8,140.00
9,262.54
35.09
6
F
11,352.00
136,224.00
71,744.13
271.76
7
G
8,358.00
100,296.00
50,827.90
192.53
8
H
2,442.00
29,304.00
21,950.62
83.15
9
I
5,874.00
70,488.00
58,097.25
220.07
10
J
5,970.00
71,640.00
62,205.29
235.63
11
K
332.00
3,984.00
2,203.20
8.35
12
L
2,186.67
26,240.00
21,196.80
80.29
13
M
273.33
3,280.00
2,246.40
8.51
14
N
164.00
1,968.00
1,728.00
6.55
15
O Total
492.00 47,865.00
5,904.00 574,380.00
8,301.31 448,932.98
31.44 1,700.50
Demand 1 bulan (box)
Kebutuhan skim per hari (Kg)
56
Dari Tabel 8 diketahui bahwa proyeksi penjualan tahun 2008 untuk keseluruhan produk PT X adalah sebanyak 574.380 box dengan tingkat penggunaan skim sebesar 448.932,28 Kg. Dengan demikian maka perharinya perusahaan membutuhkan 1.700,50 Kg dengan asumsi hari kerja per bulan adalah 22 hari kerja. Produk A hingga O merupakan produk-produk yang dihasilkan oleh PT X yang menggunkan skim sebagai bahan baku.
7.2. Biaya Persediaan Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 Biaya yang diperhitungkan dalam biaya persediaan terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dari mulai perusahaan memesan barang hingga barang sampai di gudang perusahaan. Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menyimpan bahan baku dari mulai datang hingga bahan baku digunakan untuk produksi.
7.2.1. Biaya Pemesanan Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 Bahan baku skim merupakan bahan baku yang diimpor langsung dari Denmark. Pemilihan bahan baku ini didasarkan pada kualitas bahan baku yang jauh lebih baik dari pemasok lain. Penggunaan bahan baku impor tentu saja akan meningkatkan harga bahan baku yang dipesan. Hal ini terjadi karena tingginya biaya transportasi yang dibutuhkan untuk mengantar bahan baku sampai ke gudang manufaktur terutama jika jarak antar negara berbeda jauh. Namun perusahaan tetap mempertahankan suplier skim yang berasal dari Denmark ini karena konsistensi dari kualitas produk ini tetap terjaga.
57
Biaya pemesanan untuk bahan baku skim ini terdiri dari biaya administrasi dan biaya clearence. Biaya administrasi pesan timbul karena perusahaan mengeluarkan dana untuk pembuatan dokumen-dokumen pesanan termasuk didalamnya biaya telpon dan biaya upah. Biaya clearence adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menyelesaikan semua permasalahan administrasi di pelabuhan Indonesia tanpa melibatkan perusahaan. Hal ini dilakukan dengan asumsi jika perusahaan mengurus sendiri administrasi di pelabuha n, perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk merekrut sumber daya manusia di bidang itu. Biaya clearence dikeluarkan setiap kali perusahaan melakukan pemesanan. Untuk produk susu, perusahaan tidak dikenakan ijin impor oleh bea cukai sehingga biaya ini tidak masuk ke dalam perhitungan biaya pemesanan. Biaya administrasi dan clearence merupakan biaya tetap yang nilainya tidak bergantung pada jumlah bahan baku yang dipesan. Semakin banyak jumlah yang dipesan maka biaya yang dikeluarkan akan semakin ekonomis. Namun nilai dari biaya ini akan sejalan dengan jumlah kali pemesanan yang dilakukan. Senakin sering memesan maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Datadata untuk biaya pemesanan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 Komponen Biaya pemesanan A. Biaya Administrasi
Nilai Per 1x pesan (Rp) 100,000.00
B. Biaya Clearence
2,989,950.00
Total Biaya pemesanan
3,089, 950.00
Berdasarkan observasi di lapanga n diperoleh hasil biaya administrasi yang harus dikeluarkan oleh PT X setiap kali melakukan pemesanan adalah sebesar Rp
58
100.000. Biaya clearence yang dikeluarkan perusahaan setiap kali memesan bahan baku adalah Rp 2.989.950. Biaya total yang dikeluarkan perusahaan setiap kali memesan bahan baku adalah sebesar Rp 3.089.950.
7.2.2. Biaya Penyimpanan Persediaan Bahan Baku PT X Tahun 2008 Perusahaan juga mengeluarkan biaya untuk menyimpan bahan baku selain biaya pemesanan. Biaya penyimpanan ini terdiri dari biaya utilitas, biaya modal, dan biaya upah. Biaya utilitas terdiri atas biaya penyusutan gedung, biaya listrik untuk pencahayaan maupun pendingin dan biaya maintenance gudang. Biaya upah merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dalam mengelola bahan baku di gudang. Sedangkan biaya modal adalah biaya opportunity cost yang dikeluarkan perusahaan yang dihitung sebagai alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
7.2.2.1. Biaya Utilitas Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 Biaya penyusutan gedung yang dilakukan perusahaan menggunakan metode garis lurus. Biaya yang dikeluarkan perusahaan setiap tahun selama umur gedung adalah hasil pembagian total biaya yang dikeluarkan untuk investasi gedung dengan umur gedung yang diperkirakan. Biaya ini kemudian dibebankan kepada bahan baku yang menggunakan fasilitas tersebut. Pembebanan biaya ini didasarkan pada jumlah palet yang dipakai dan jumlah Kg setiap paletnya. Dengan demikian akan diperoleh biaya penyusutan gedung yang dibebankan kepada bahan baku setiap Kg. Gudang baku yang dimiliki PT X memiliki luasan area simpan sebesar 1.104 m2 . Gudang baku ini bisa diisi oleh 766 palet yang masing- masing palet
59
mampu mengangkut bahan baku sebanyak 1.500 Kg dengan asumsi seluruh luasan gudang ini digunakan untuk menampung skim. Biaya yang dibebankan untuk 1 palet adalah sebesar Rp 56.691. Dengan demikian maka biaya yang dibebankan pada setiap Kg bahan baku skim adalah sebesar Rp 37,79/Kg/Tahun. Dengan cara yang sama, maka diperoleh biaya listrik sebesar Rp 28,27/Kg/Tahun dan biaya maintenance sebesar Rp 3,94/Kg/Tahun. Dengan demikian maka total biaya utilitas adalah sebesar Rp 70,01/Kg/Tahun.
7.2.2.2. Biaya Modal Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 Biaya modal atau disebut juga biaya opportunity cost of capital merupakan alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan. Biaya modal ini masuk ke dalam perhitungan untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan modal ini. Tujuan utama suatu perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecilnya. Penggunaan biaya modal ini dilakukan sebagai pembanding apakah keputusan perusahaan dalam menggunakan modal ini untuk persediaan lebih menguntungkan dibandingkan jika disimpan dalam bank atau menggunakannya untuk investasi lain. Biaya modal ini dihitung dari harga bahan baku dikalikan dengan tingkat kemungkinan
keuntungan
yang
diperoleh
perusahaan
jika
perusahaan
menginvestasikan modal ke tempat lain. Tingkat keuntungan yang mungkin diperoleh perusahaan berdasarkan hasil perhitungan perusahaan yaitu sebesar 12 persen dengan asumsi 12 persen adalah tingkat bunga kredit manufaktur. Biaya modal ini dihitung sebagai biaya keuntungan yang hilang dari perusahaan untuk tiap Kg bahan baku yang dibeli jika modal diinvestasikan ke tempat lain. Harga
60
bahan baku yang digunakan adalah harga bahan baku termasuk dengan biaya pengiriman dari gudang pemasok hingga gudang perusahaan sesuai dengan kesepakatan antara pemasok dengan perusahaan. Berdasarkan perhitungan terlihat bahwa perusahaan mengeluarkan biaya modal Rp 8,593.20 dalam setiap Kg bahan baku skim. 7.2.2.3. Biaya Upah Karyawan PT X Tahun 2008 Biaya upah yang dibebankan dalam biaya persediaan ini adalah biaya yang diberikan untuk karyawan yang mengurus baha n baku dari mulai pembongkaran, penyusunan hingga bahan baku siap untuk digunakan dalam produksi, termasuk biaya pengamanan bahan baku selama ada di gudang. Besarnya biaya upah yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 388.74 /Kg. Besarnya biaya penyimpanan bahan baku per Kg dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Komponen Biaya Penyimpanan Persediaan Bahan Baku PT X Tahun 2008 Komponen Biaya penyimpanan
Satuan
Nilai
A. Biaya Utilitas 1. Biaya Gudang
Rp/Kg
37.79
2. Biaya listrik
Rp/Kg
28.27
3. Biaya Maintenance
Rp/Kg
3.94
Rp/Kg
70.01
Rp/Kg
71,610.00
Total Biaya Utilitas B. Biaya Modal Harga skim Suku bunga bank Total biaya modal C. Biaya Upah Total Biaya penyimpanan
%
0.12
Rp/Kg
8,593.20
Rp/Kg
388.74
Rp/Kg
9,051.95
Berdasarkan perhitungan diperoleh total biaya penyimpanan yang dibebankan pada bahan baku setiap Kg-nya adalah sebesar Rp 9.051,95. Nilai ini akan meningkat linier sesuai dengan banyaknya bahan baku yang disimpan.
61
Semakin banyak bahan baku yang dipesan maka tingkat biaya yang dikeluarkan pun akan semakin besar.
7.3. Sistem Pembelian Bahan Baku Skim yang Dilakukan Perusahaan Dalam sistem yang dilakukan pada tahun 2007, perusahaan telah menghitung jumlah pesanan ekonomis dengan menggunakan EOQ. Hal ini bertujuan untuk meminimumkan biaya persediaan. Asumsi perusahaan saat itu adalah pemasok masih mampu memberikan performance terbaiknya dengan mengirimkan bahan baku skim tepat waktu dan tepat jumlah. Namun sepanjang tahun 2007, perusahaan mengalami peningkatan penjualan yang pesat dan tentu saja membutuhkan bahan baku yang lebih banyak sehingga perusahaan saat itu lebih sering berada dalam kondisi shortage. Hal ini terutama dikarenakan pemasok tidak mampu memberikan bahan baku sesuai dengan leadtime yang ditetapkan sebelumnya yaitu 60 hari. Penggunaan EOQ dalam perhitungan ini dengan asumsi bahwa permintaan terhadap bahan baku bersifat kontinyu dengan tingkat yang seragam. Dengan kata lain item tersebut dibutuhkan dengan jumlah yang relatif sama dari tahun ke tahun. Dalam hal ini perusahaan beranggapan bahwa kebutuhan skim selama ini di perusahaan relatif stabil dan berkelanjutan.
Tabel 11 Jumlah Pemesanan Ekonomis Bahan Baku Skim PT X Tahun 2008 Data Biaya penyimpanan
Satuan Rp/Kg
biaya pemesanan
Rp/Kg
Nilai 9,051.95 3,089,950.00
EOQ
Kg
17,506.95
jumlah pesanan
Kg
448,932.98
frekuensi pesan
kali
25.00
Waktu
hari kerja
264.00
selang waktu pemesanan
hari kerja
10.00
62
Berdasarkan pada perhitungan biaya penyimpanan dan biaya pesan diperoleh hasil nilai EOQ yaitu 17.506,95 Kg yang dipesan setiap 10 hari kerja sebanyak 25 kali dalam setahun (Tabel 11). Asumsi yang digunakan untuk jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah 22 hari. Tetapi untuk pengiriman tetap dilakukan sebanyak 60 hari kalender dengan asumsi bahwa pada hari sabtu dan minggu distribusi bahan baku dari pemasok ke gudang manufaktur tidak berhenti. Pada perencanaan ini perusahaan berasumsi bahwa leadtime pemasok dan permintaan konsumen akan produk jadi adalah stabil sehingga perusahaan tidak membutuhkan
adanya
stok
skim
sebagai
bahan
baku
mayor.
Namun
perkembangan perusahaan yang meningkat pesat mau tidak mau harus didukung oleh sistem yang juga berkembang. Penggunaan sistem ini menjadi tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang mengakibatkan perusahaan sering mengalami stock out bahan baku skim. Untuk itu perusahaan saat ini perlu memiliki sejumlah bahan baku skim untuk ditempatkan sebagai safety stock. Sistem pengadaan bahan baku yang telah dilakukan perusahaan dapat dilihat pada Gambar 6.
35,000.00 30,000.00 25,000.00
Jumlah(Kg)
20,000.00 15,000.00 10,000.00 5,000.00 0.00 -5,000.00
0
60
120
-10,000.00 Waktu (Hari Ke-) Persediaan Teoritis
Persediaan Real
Gambar 6 Sistem Persediaan Aktual Perusahaan dengan Tingkat Fluktuasi Kebutuhan Bahan Baku Skim Periode Tahun 2007
63
7.4. Simulasi 1 : Penggunaan Sistem Safety Stock dalam Pengendalian Persediaan Penggunaan sistem safety stock dalam perusahaan akan berimplikasi besar terhadap komponen biaya terutama biaya yang terkait dengan persediaan. Untuk itu diperlukan perhitungan yang cermat tentang jumlah safety stock yang optimal dan waktu pemesanan serta jumlah bahan baku yang dipesan sehingga biaya dapat dikeluarkan seefisien mungkin. Pada simulasi ini langkah yang dilakukan adalah penentuan safety stock, penentuan reorder point, dan jumlah yang dipesan.
7.4.1. Penentuan Safety Stock Leadtime merupakan salah satu penghambat arus produk sehingga menghambat produktivitas. Fokus terpenting manajemen adalah menjaga tingkat pelayanan terhadap konsumen sekalipun terkendala oleh datangnya bahan baku yang tidak pasti. Waktu tunggu datangnya pesanan bahan baku akan meningkatkan kemungkinan kosongnya persediaan. Hal ini yang kemudian akan menurunkan tingkat pelayanan terhadap konsumen karena ada permintaan konsumen yang tidak terpenuhi. Kondisi ini dapat ditanggulangi dengan menyediakan safety stock. Safety stock adalah sejumlah barang yang disimpan perusahaan untuk dikeluarkan sewaktu-waktu dalam mengatasi permasalahan kekurangan pasokan barang. Safety stock ini dapat dihitung berdasarkan pada data peramalan perusahaan tahun 2008, yaitu dari data bahan baku yang dibutuhkan untuk memenuhi produksi tahun 2008. Besarnya safety stock ini tergantung pada ketidakpastian pasokan (leadtime) maupun permintaan yang selama ini dialami perusahaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili dengan standar deviasi
64
leadtime dari pemasok yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan diwakili dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Untuk itu pada perhitungan ini perusahaan juga membutuhkan data-data pemakaian bahan baku tahun sebelumnya untuk menentukan standar deviasi leadtime dan standar deviasi pemakaian bahan baku. Besarnya safety stock dihitung dengan mengalikan standar deviasi permintaan selama leadtime dengan nilai korelasi dari probabilitas tertentu. Probabilitas yang diambil adalah 95 persen yang berarti hanya 5 persen dari 100 persen kemungkinan perusahaan mengalami stock out yang dapat ditoleransi oleh perusahaan. Standar deviasi permintaan diturunkan berdasarkan pada data kebutuhan skim tahun 2007 (Lampiran 9). Dengan menggunakan Microsoft Excel, diperoleh hasil standar deviasi kebutuhan skim aktual adalah sebesar 770,23 dengan rata-rata permintaan hasil forecast tahun 2008 sebesar 1.700,50 Kg per hari. Standar deviasi leadtime diturunkan dari data leadtime kedatangan bahan baku tahun 2007 (Lampiran 9). Dari hasil perhitungan diperoleh standar deviasi leadtime sebesar 13 dengan rata-rata leadtime sebesar 65 hari. Namun leadtime yang digunakan dalam perhitungan safety stock adalah 52 hari (batas bawah leadtime)
dengan
pertimbangan
bahwa
angka
ini
cukup
aman
dalam
menanggulangi tingkat ketidakpastian leadtime suplier yang tinggi. Berdasarkan data diatas diperoleh safety stock sebesar 37.495,48 Kg. Data dapat dilihat pada Tabel 12.
65
Tabel 12 Tingkat Safety Stock Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 Data Demand per hari
Satuan
Nilai
Kg
1,700.50
Standar deviasi Leadtime
Hari
13.00
Standar Deviasi Demand
Kg
770.23
Hari
52.00
-
1.645
Leadtime Z-Score 95 % Safety stock
Kg
37,495.48
7.4.2. Penentuan Kebutuhan Selama Leadtime Penentuan kebutuhan selama leadtime dilakukan dengan mengalikan kebutuhan perhari dengan leadtime yang telah ditetapkan. Leadtime yang digunakan dalam perhitungan ini adalah batas atas dari perhitungan standar deviasi variasi leadtime aktual kedatangan bahan baku selama tahun 2007 yaitu 78 hari. Hal ini dikarenakan rentang leadtime pemasok yang cukup panjang antara 46 – 104 hari sedangkan kesepakatan yang dibuat oleh perusahaan dengan pemasok adalah 60 hari. Jika waktu kedatangan bahan baku mundur dari jadwal yang sudah ditetapkan, jumlah yang dipesan dapat sedikit menutupi kebutuhan selama kemunduran leadtime. Sedangkan jika kedatangan bahan baku lebih cepat dari yang sudah dijadwalkan maka jumlah yang dipesan masih mampu ditampung oleh kapasitas gudang.
Tabel 13 Kebutuhan Selama Leadtime Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 Data Demand per hari Leadtime Kebutuhan selama leadtime
Satuan
Nilai
Kg
1,700.50
Hari
78.00
Kg
132,639.29
66
Berdasarkan perhitungan, kebutuhan perusahaan selama leadtime akan bahan baku skim selama 78 hari adalah sebesar 132.639,29 Kg (Tabel 13). Dengan jumlah ini perusahaan masih mampu mengatasi kemunduran leadtime selama 18 hari dari leadtime yang disepakati yaitu 60 hari. Jika bahan baku datang lebih cepat dari yang direncanakan maka perusahaan akan memiliki stok bahan baku lebih banyak sehingga waktu pemesanan kembali yang dihitung kemudian bisa lebih lama dibandingkan perencanaan sebelumnya.
7.4.3. Penentuan Reorder Point Reorder point merupakan titik dimana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku lagi sehingga bahan baku yang dipesan tersebut datang tepat pada saat safety stock sama dengan nol. Penentuan reorder point ini diperoleh dengan menjumlahkan kebutuhan selama leadtime dengan safety stock perusahaan. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil reorder point berada pada saat stok di gudang sejumlah 170.134,77 Kg yang berarti pemesanan dilakukan setiap kali stok bahan baku berada pada titik 170 Ton (Tabel 14).
Tabel 14 Reorder Point Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Ta hun 2008 Data Leadtime
Satuan
Nilai
Hari
78.00
Kebutuhan selama leadtime
Kg
132,639.29
Safety stock
Kg
37,495.48
Reorder Point
Kg
170,134.77
Kapasitas gudang saat ini dengan luasan 1.104 m2 mampu menampung bahan baku sebanyak 1.149 ton dengan asumsi semua luasan digunakan untuk menampung skim. Dengan mengacu pada data tersebut maka diasumsikan gudang
67
mampu menampung bahan baku di atas jumlah reorder point yaitu 170 ton. Dengan kata lain tidak ada permasalahan dengan kapasitas gudang saat ini. Sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan pada simulasi 1 dapat dilihat pada Gambar 7.
Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock
c
250,000.00
Jumlah (Kg)
200,000.00
EOQ
L
a
150,000.00 100,000.00
b 50,000.00 0.00 0
60
120
180
240
300
360
Waktu (Hari Ke-)
Persediaan Bahan Baku
Safety Stock
ROP
Gambar 7 Simulasi Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock (Simulasi 1) Keterangan :
EOQ a b c L
= Economic Order Quantity = reorder point = jumlah persediaan minimum = saat kedatangan bahan baku = leadtime
7.5. Simulasi 2 : Pemesanan Kebutuhan Selama Leadtime Secara Berkala Pada simulasi ini peneliti menggabungkan dua metode yaitu safety stock dengan metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ memiliki sejumlah asumsi yang berbeda dengan metode safety stock . EOQ mengedepankan
68
kestabilan, kontinuitas dan kepastian sedangkan konsep safety stock muncul ketika manufaktur mengalami ketidakpastian dalam permintaan dan leadtime. Perusahaan saat ini mengalami permasalahan dalam hal ketidakpastian baik ketidakpastian leadtime maupun permintaan konsumen akan produk jadi. Pada simulasi ini, ketidakpastian dari permintaan dan leadtime diatasi dengan menggunakan konsep safety stock yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kebutuhan selama leadtime yang dipesan ketika perusahaan memiliki bahan baku sejumlah reorder point. Namun pembelian persediaan sebanyak kebutuhan selama leadtime dalam sekali pesan tentu saja akan meningkatkan biaya persediaan yang tinggi. Selain itu persediaan akan menyebabkan perputaran modal menjadi lebih lambat karena modal dalam bentuk persediaan merupakan modal tidak bergerak. Untuk itu diperlukan sistem pengadaan bahan baku yang mampu memberikan biaya yang lebih rendah namun tetap dapat menutupi permasalahan yang ada. Simulasi pertama yaitu dengan menggunakan sistem safety stock dapat menutupi permasalahan yang ada karena kebutuhan selama leadtime dan reorder point kini sudah didukung oleh safety stock. Pada simulasi kedua, perusahaan akan memesan bahan baku secara berkala dengan menyisipkan konsep EOQ pada tingkat kebutuhan selama leadtime. Konsep yang digunakan adalah dengan mengefisienkan biaya pemesanan dan penyimpanan. Pada simulasi ini jumlah bahan baku yang dipesan akan dihitung menggunakan modifikasi dari perumusan EOQ. Model simulasi ini dibagi atas dua simulasi yaitu penentuan jumlah pemesanan berdasarkan nilai yang paling ekonomis dengan menggunakan perumusan EOQ dan penentuan jumlah pemesanan dengan melihat efisiensi
69
penggunaan transportasi. Hal ini dilakukan agar bahan baku yang datang tetap fresh, tidak menumpuk terlalu banyak dan terlalu lama di gudang dan sistem FIFO dapat berjalan dengan baik. Pengiriman barang yang dilakukan bertahap juga bertuj uan agar biaya penyimpanan yang dihasilkan akan lebih kecil dan modal perusahaan yang dialokasikan untuk persediaan dapat digunakan untuk investasi lain. Simulasi penggabungan dua metode ini dilakukan dengan dua cara. Simulasi pertama dilakukan dengan menghitung jumlah pemesanan yang dilakukan berdasarkan
perumusan
Economic
Order
Quantity.
Simulasi
dengan
menggunakan cara pertama dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Sistem Pengadaan Bahan Baku Simulasi 2 dengan Perumusan EOQ Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 Data
Satuan
Nilai
Biaya penyimpanan
Rp/Kg
9,051.95
Biaya pemesanan
Rp/Kg
3,089,950.00
EOQ
Kg
9,516.03
jumlah pesanan
Kg
132,639.29
frekuensi pesan
Kali
13.00
Waktu
Hari
78.00
selang waktu pemesanan
Hari
6.00
Pada simulasi ini yang akan dipesan berkala adalah kebutuhan selama leadtime dengan waktu pemesanan (leadtime) adalah 78 hari. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil jumlah pemesanan sebesar 9.516,03 Kg dengan frekuensi pemesanan dalam 78 hari adalah sebanyak 13 kali. Selang waktu pemesanan berdasarkan perhitungan ini adalah setiap 6 hari sekali. Jumlah pemesanan ini dibulatkan menjadi 9.600 Kg karena pembelian dilakukan dalam
70
satuan sak dimana 1 sak adalah 25 Kg. Sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan pada simulasi ini dapat dilihat pada Gambar 8.
280,000.00
L
240,000.00
Jumlah (Kg)
200,000.00
EOQ 1
a
160,000.00 120,000.00
EOQ 2
80,000.00 40,000.00 0.00 0
60
120
180
240
300
360
Waktu (Hari Ke-) Persediaan Bahan Baku
Safety Stock
ROP
Simulasi 1
Gambar 8 Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock dengan Pemesanan Berkala EOQ (Simulasi 2a) Keterangan :
EOQ 1 EOQ 2 a L
= Economic Order Quantity Simulasi 1 = Economic Order Quantity Simulasi 2a = reorder point (memulai pemesanan berkala) = leadtime
Penentuan jumlah pemesanan pada simulasi kedua dilakukan dengan memperhatikan kuantitas kontainer sebagai alat transportasi. Satu kontainer mampu menampung bahan baku skim sebanyak 960 sak atau sekitar 24.000 Kg. Hasil perhitungan simulasi dengan menggunakan cara kedua dapat dilihat pada Tabel 16.
71
Tabel 16 Sistem Pengadaan Bahan Baku Simulasi 2 dengan Efisiensi Kontainer Untuk Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Skim PT X Periode Tahun 2008 Data
Satuan
Nilai
Biaya penyimpanan
Rp/Kg
9,051.95
Biaya pemesanan
Rp/Kg
3,089,950.00
Jumlah Sekali Pesan
Kg
24,000.00
jumlah pesanan
Kg
132,639.29
frekuensi pesan
Kali
5.00
Waktu
Hari
78.00
selang waktu pemesanan
Hari
15.00
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan jumlah pemesanan sebesar 24.000 Kg diperoleh frekuensi pemesanan dalam 78 hari adalah sebanyak 5 kali. Selang waktu pemesanan berdasarkan perhitungan ini adalah setiap 15 hari sekali. Penggunaan sistem ini mampu menekan jumlah frekuensi pesan sebanyak 50 persen atau setengah dari pemesanan dengan sistem EOQ. Sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan pada simulasi ini dapat dilihat pada Gambar 9.
280,000.00 240,000.00
L
Jumlah (Kg)
200,000.00
a
EOQ 1 160,000.00 120,000.00 80,000.00
EOQ 2
40,000.00 0.00 0
60
120
180
240
300
360
Waktu (Hari Ke-) Persediaan Bahan Baku
Safety Stock
ROP
simulasi 1
Gambar 9 Sistem Persediaan Bahan Baku Menggunakan Safety Stock dengan Pemesanan Berkala Efisiensi Kontainer (Simulasi 2b)
72
Keterangan :
EOQ 1 = Economic Order Quantity Simulasi 1 EOQ 2 = Economic Order Quantity Simulasi 2b a = reorder point (memulai pemesanan berkala) L = leadtime
7.6. Analisis Biaya Persediaan Berdasarkan hasil perhitungan pada simulasi 1 dan 2, maka biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dapat dianalisis dengan menjumlahkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dari tiap simulasi. Hasil perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan tanpa menggunakan safety stock. Hasil perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Skim Antara Sistem Perusahaan dengan Simulasi Penelitian di PT X Tahun 2008 Q max (Kg)
Demand rata-rata (Kg)
Safety stock (Kg)
Biaya penyimpanan (Rp)
Biaya Pesan (Kg)
Jumlah Pemesanan (Kg)
Biaya Persediaan Total (Rp)
Perusahaan 448,932.98
1,700.50
0.00
9,051.95
3,089,950.00
24,000.00
166,422,576.08
3,089,950.00
132,650.00
950,276,067.87
9,600.00
527,395,414.67
24,000.00
505,870,668.99
Simulasi 1 448,932.98
1,700.50
37,500.00
9,051.95
Simulasi 2a 448,932.98
1,700.50
37,500.00
9,051.95
3,089,950.00
Simulasi 2b 448,932.98
1,700.50
37,500.00
9,051.95
3,089,950.00
Jumlah pemesanan yang dilakukan merupakan hasil pembulatan karena pembelian dilakukan dalam satuan sak dengan jumlah bahan baku per sak adalah 25 Kg. Berdasarkan perhitungan diatas terlihat bahwa tanpa menggunakan safety stock, perusahaan hanya mengeluarkan biaya sejumlah Rp 166.422.576,08. Biaya ini lima kali lebih murah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan ketika
73
perusahaan menggunakan sistem safety stock yang dipesan sekaligus yaitu sebesar Rp 950.276.067,87. Besarnya biaya ini disebabkan oleh meningkatnya biaya modal yang dikeluarkan seiring bertambahnya jumlah bahan baku yang dibeli perusahaan. Untuk itu kemudian disimulasikan kembali untuk membagi pemesanan menjadi beberapa titik pemesanan (tidak sekaligus) dengan menggunakan EOQ yang dimodifikasi. Hasilnya diperoleh biaya yang jauh lebih rendah dari simulasi pertama yaitu sebesar Rp 527.395.414,67 dengan jumlah pemesanan sebanyak 9.600 Kg sekali pesan. Selanjutnya simulasi berlanjut berdasarkan pada pesanan ekonomis namun kali ini mempertimbangkan efisiensi dari kontainer yang digunakan yaitu 24.000 Ton. Penggunaan simulasi ini mampu menurunkan biaya persediaan menjadi Rp 505.870.668,99 dengan tingkat efisiensi sebesar 4 persen.
7.7. Perbandingan Biaya Persediaan dengan Tingkat Keuntungan yang Hilang Variabel yang digunakan dalam analisis biaya persediaan mencakup biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Namun selain itu analisis mengenai keuntungan yang hilang akibat kurangnya persediaan juga perlu untuk diperhitungkan. Hal ini dilakukan untuk menilai tingkat imbangan antara biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan keuntungan yang mungkin diperoleh. Metode perusahaan yang dilakukan selama ini tidak mampu mengatasi adanya variasi leadtime yang diberikan oleh pemasok karena perusahaan tidak menghitung kemungkinan habisnya persediaan bahan baku karena mundurnya leadtime pemasok. Kurangnya pasokan bahan baku mengakibatkan perusahaan tidak bisa berproduksi sehingga perusahaan mengalami kerugian. Kerugian ini
74
disebabkan karena perusahaan kehilangan penjualan dan kemungkinan beralihnya konsumen ke produk kompetitor. Pada akhirnya konsep persediaan dengan menggunakan sistem safety stock akan mampu mengurangi kerugian perusahaan sekalipun biaya yang dikeluarkan lebih besar. Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya terlihat bahwa sistem pembelian yang dilakukan oleh perusahaan jauh lebih efisien dibandingkan dengan sistem pembelian yang dilakukan oleh peneliti. Namun biaya tersebut belum termasuk dengan tingkat kerugian perusahaan jika perusahaan mengalami kehilangan penjualan karena stock out bahan baku. Untuk itu perlu dihitung kembali mengenai kemungkinan keuntungan yang hilang karena perusahaan tidak mampu berproduksi
akibat
kurangnya
pasokan
bahan
baku.
Perhitungan
dari
kemungkinan kehilangan keuntungan karena kurangnya pasokan dapat dilihat pada Tabel 18. Perhitungan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat kerugian yang dikeluarkan perusahaan menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya persediaan simulasi. Nilai kerugian terendah yang dapat dihadapi perusahaan adalah sebesar Rp 387.459.313 dengan tingkat kemunduran leadtime 1 hari. Jika nilai ini ditambahkan dengan biaya persediaan yang telah dikeluarkan perusahaan, hasilnya menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya persediaan dari simulasi peneliti yaitu sebesar Rp 505.870.669. Nilai kerugian ini akan menjadi lebih
besar
jika
ditambahkan
faktor
kehilangan
konsumen
karena
ketidaktersediaan produk di pasaran saat dibutuhkan. Namun pada kenyataannya nilai ini sangat sulit untuk diukur.
75
Hasil perhitungan di atas memperkuat hipotesis peneliti yang pertama yang mengatakan bahwa sistem safety stock mampu mengatasi permasalahan ketidakpastian permintaan akan produk jadi dan leadtime perusahaan yang bervariasi. Adanya persediaan ini tentu saja akan meningkatkan biaya terutama biaya persediaan karena adanya persediaan mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan biaya penyimpanan. Namun setelah diperhitungkan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan ini lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan adanya keuntungan yang hilang karena perusahaan kekurangan pasokan. Penggunaan safety stock meningkatkan biaya persediaan menjadi tiga kali lebih besar dibandingkan dengan sistem yang dilakukan perusahaan yaitu sebesar Rp 505,870,669. Tetapi sistem safety stock dapat menekan kemungkinan perusahaan kehilangan keuntungan penjualan sebesar Rp 387,459,313 jika supplier terlambat mengirimkan bahan baku selama satu hari. Jika keuntungan yang hilang kemudian ditambahkan dengan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan maka nilainya akan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan jika perusahaan melakukan safety stock . Hal ini menjawab hipotesis peneliti kedua yang mengatakan bahwa persediaan akan meningkatkan biaya terutama biaya persediaan tetapi nilainya lebih kecil dibandingkan dengan total biaya yang dihasilkan perusahaan jika perusahaan mengalami kerugian akibat adanya penjualan yang hilang karena kurangnya pasokan.
76
Tabel 18 Perbandingan Kemungkinan Total Kerugian yang Dikeluarkan Perusahaan Akibat Variasi Leadtime Periode Tahun 2008 No.
delivery leadtime (Hari)
kemunduran leadtime (Hari)
Modus
Probabilitas (%)
1
61
1
4
9.76
387,459,313
553,881,889
2
62
2
3
7.32
774,918,625
941,341,201
3
63
3
3
7.32
1,162,377,938
1,328,800,514
4
64
4
1
2.44
1,549,837,250
1,716,259,826
5
65
5
2
4.88
1,937,296,563
2,103,719,139
6
66
6
1
2.44
2,324,755,875
2,491,178,451
7
67
7
1
2.44
2,712,215,188
2,878,637,764
8
69
9
4
9.76
3,487,133,813
3,653,556,389
Lost Profit (Rp)
Total biaya Perusahaan (Rp)
9
70
10
2
4.88
3,874,593,126
4,041,015,702
10
71
11
2
4.88
4,262,052,438
4,428,475,014
11
72
12
1
2.44
4,649,511,751
4,815,934,327
12
73
13
1
2.44
5,036,971,063
5,203,393,639
13
74
14
3
7.32
5,424,430,376
5,590,852,952
14
75
15
3
7.32
5,811,889,688
5,978,312,264
15
76
16
1
2.44
6,199,349,001
6,365,771,577
16
77
17
2
4.88
6,586,808,314
6,753,230,890
17
81
21
1
2.44
8,136,645,564
8,303,068,140
18
83
23
2
4.88
8,911,564,189
9,077,986,765
19
84
24
1
2.44
9,299,023,501
9,465,446,078
20
89
29
1
2.44
11,236,320,064
11,402,742,640
21 22
92
32
1
2.44
12,398,698,002
12,565,120,578
104
44
1
2.44
17,048,209,753
17,214,632,329
Peneliti (Rp)
505,870,669
7.8. Analisis Kebijakan Sistem Persediaan Bahan Baku Skim Sistem persediaan yang digunakan perusahaan saat ini dengan tidak menggunakan safety stock bahan baku menyebabkan pasokan bahan baku menjadi rentan untuk stok out. Hal ini karena leadtime dari pemasok yang digunakan sering tidak sesuai dengan kesepakatan. Kondisi ini menjadi lebih kritis mengingat permintaan konsumen akan produk akhir juga fluktuatif dan cenderung meningkat. PT X bukan merupakan konsumen utama dari pemasok sehingga PT X tidak memiliki bargaining power yang cukup kuat dalam pengadaan bahan baku ini. Pada awal perjanjian perusahaan dan pemasok telah sepakat untuk melakukan hubungan kerja sama dalam pengadaan bahan baku skim. Dalam perjanjian ini, pemasok telah menyepakati leadtime kedatangan bahan baku yang dijanjikan yaitu selama 60 hari. Jika dalam jangka waktu 60 hari pemasok tidak mampu memenuhi pesanan dari PT X maka pemasok bersedia untuk membayar biaya pinalti sebesar 20 persen dari tingkat kerugian yang dialami perusahaan. Biaya pinalti yaitu biaya penggantian kerugian dari kemungkinan penjualan yang bisa diperoleh. Namun karena PT X bukan merupakan konsumen utama dari pemasok ini, biaya pinalti yang diberikan perusahaan dianggap tidak sebanding dengan kerugian jika pemasok tidak memasok ke pihak lain. Dalam kondisi ini perusahaan bisa saja mencari pemasok lain untuk mensupplai bahan baku skim yang dibutuhkan perusahaan. Namun bahan baku skim yang dijual oleh pemasok ini memiliki kualitas yang baik dan tingkat harga yang relatif stabil dan kompetitif. Untuk itu salah satu cara yang dapat digunakan perusahaan untuk
78
mengatasi permasalahan ini adalah menyediakan safety stock dalam bentuk persediaan bahan baku skim. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, simulasi 1 yaitu memesan
barang
sesuai
dengan
kebutuhan
selama
leadtime sekaligus
menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp 950.276.067,87. Sedangkan simulasi 2 yaitu memesan bahan baku sesuai dengan kebutuhan selama leadtime dengan pengiriman secara berkala sepanjang leadtime menghasilkan biaya persediaan yang jauh lebih kecil. Simulasi 2 dengan menggunakan EOQ untuk menghitung jumlah pesanan paling ekonomis menghasilkan biaya persediaan sebanyak Rp 527.395.414,67 sedangkan simulasi 2 dengan mengefisie nkan kapasitas angkut kontainer menghasilkan biaya sebesar Rp 505.870.668,99. Perbedaan tingkat biaya ini disebabkan karena besarnya biaya simpan yang dikeluarkan bergantung pada jumlah bahan baku yang akan disimpan. Tingkat biaya yang dihasilkan dari ketiga simulasi ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan metode yang digunakan saat ini. Namun jika dibandingkan dengan kemungkinan kehilangan penjualan akibat kurangnya pasokan bahan baku, biaya simulasi ini jauh lebih kecil. Penggunaan simulasi ini mampu menjawab permasalahan yang saat ini dihadapi oleh perusahaan mengenai turunnya service level perusahaan akibat kurangnya pasokan bahan baku. Penggunaan sistem ini akan berimplikasi pada jumlah penyimpanan barang sebagai harta perusahaan yang perlu dijaga. Namun dari histori perusahaan, faktor eksternal yang dapat membahayakan bahan seperti kebakaran, bencana alam, pencurian dan huru-hara tidak pernah terjadi sampai saat ini. Perusahaan berada di
79
daerah pemukiman yang tidak cukup padat dengan layout gedung yang tidak saling berdekatan satu sama lain. Selain itu dalam sistem penggudangan, perusahaan tidak menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar. Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya kebakaran, baik yang terjadi di lingkungan perusahaan maupun yang terjadi di luar lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan yang bukan merupakan pusat pemerintahan juga memperkecil adanya kemungkinan terjadinya kerusuhan. Perusahaan saat ini tidak melakukan asuransi pada bahan baku karena tingkat turn over bahan baku yang sangat cepat dan kemungkinan kerusakan bahan akibat faktor eksternal kecil. Namun perusahaan tetap mengasuransikan bangunan gudang baku untuk resiko tersebut. Perhitungan biaya asuransi tersebut sudah masuk ke dalam perhitungan biaya maintenance. Konsekuensi lain dari penerapan kebijakan ini adalah perusahaan perlu membuat kebijakan manajerial baru yaitu membuat sistem pengadaan bahan baku yang baru, tata cara pembelian bahan baku serta pembuatan perjanjian pembelian yang baru dengan supplier baik prosedur maupun intruksi kerja termasuk form- form yang dibutuhkan dalam sistem tersebut. Penggunaan simulasi ini dapat menghindarkan perusahaan dari kerugian karena perusahaan kehilangan konsumen akibat ketidaktersediaan barang. Produk yang dihasilkan PT X merupakan produk fungsional yang dapat disubstitusi oleh produk kompetitor yang memiliki fungsi yang sama.Keunggulan yang ditonjolkan tidak dapat membuat konsumen tetap loyal jika produk tidak tersedia karena fungsi tetap menjadi faktor utama terjadinya keputusan pembelian oleh konsumen.
80
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan 1.
Sistem pengendalian persediaan yang dilakukan PT X didasarkan pada nilai EOQ dari kebutuhan bahan baku satu tahun. Kebutuhan bahan baku ini diturunkan dari peramalan permintaan konsumen terhadap produk PT X selama satu tahun terakhir. Peramalan ini menggunakan metode moving average karena penggunaan metode ini cukup praktis dan efisien serta sesuai dengan kondisi perusahaan yang memiliki variasi produk dan bahan baku yang tinggi.
2.
Aktivitas produksi yang dilakukan PT X terdiri atas tiga bagian yaitu pengadaan bahan baku, produksi dan distribusi ke distributor. Aktivitas produksi dan distribusi baru dapat dilakukan setelah perusahaan mendapatkan permintaan dari konsumen, sedangkan pengadaan bahan baku dapat dilakukan tanpa harus menunggu permintaan dari konsumen. Dengan demikian decoupling point pada PT X terletak pada aktivitas pengadaan bahan baku.
3.
Sistem pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PT X menghasilkan total biaya persediaan yang jauh lebih rendah dari sistem pengendalian persediaan yang disimulasikan oleh peneliti. Namun biaya ini tidak mampu menutupi tingkat kemungkinan kehilangan keuntungan akibat kurangnya pasokan bahan baku.
4.
Sistem pengendalian persediaan yang disimulasikan jauh lebih memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan dan layak untuk diterapkan mengingat kondisi perusahaan yang semakin berkembang dan meningkatkan service level perusahaan.
8.2. Saran 1.
PT X sebaiknya menyediakan safety stock dalam rantai persediaan yang diterapkan agar mampu mengatasi variasi leadtime yang diberikan pemasok.
2.
PT X sebaiknya menggunakan single exponential smoothing dalam meramalkan kebutuhan bahan baku mengingat data penjualan yang dimiliki perusahaan memiliki sifat acak dan tidak stasioner.
3.
PT X sebaiknya memperhitungkan kembali tingkat kebutuhan yang akan dipesan bukan hanya berdasarkan pada kesepakatan leadtime yang disepakati dengan pemasok tapi juga mempertimbangkan kemungkinan mundurnya leadtime. Dalam hal ini dapat digunakan batas atas dari rata-rata leadtime tahun sebelumnya yang mampu dipenuhi pemasok.
4.
Pengiriman bahan baku sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan efisiensi daya angkut kontainer yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mencegah menumpuknya bahan baku di gudang yang mengakibatkan
kerusakan
pada
bahan
baku
serta
kemungkinan
mengendapnya modal perusahaan dalam bentuk barang.
82
DAFTAR PUSTAKA
Gasperz, V. 2005. Production Planning Inventory Control. Berdasarkan pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 21. Vincent foundation dan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Handoko, T. H. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta. Indrajit, R. E. dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain : Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Grasindo, Jakarta. Ma’arif, M. S. dan H. Tanjung. 2006. Manajemen Operasi. PT Grasindo, Jakarta Nurfitriyah, E. 2007. Kajian Persediaan Bahan Baku Ban di PT GoodYear Indonesia, Tbk dengan Metode Simulasi. Skripsi Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pujawan, I. N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya. Purwani, A. 2006. Kajian Persediaan Bahan Baku Kulit Sintetik di Perusahaan Sumber Karya Indah dengan Metode Simulasi. Skripsi Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, T. A. 2005. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Ban di PT Dankos Laboratories, Tbk. Skripsi Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rangkuti, F. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Render, B dan Heizer, J. 2005. Manajemen Operasi. Salemba Empat, Jakarta. Usman, A. 2007. Analisis Kinerja Supply Chain Management Susu Cair Ultra High Temperature Full Cream (Studi Kasus di PT Ultra Jaya Milk Industri & Trading Kabupaten Bandung). Skripsi Pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Zein, D. R. 2004. Kajian Pengendalian dan Pengadaan Bahan Baku Pada PT Petrokimia Gresik. Skripsi Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
84
Lampiran 1 Struktur Organisasi PT X
Lampiran 2 Peramalan data sales dengan metode Simple Average menggunakan Microsoft Excel
Periode
2
Predict
e
e
1 2
8910
-14652
214681104
3 4
16236 20130
-11682 2112
136469124 4460544
5 6
19602 16355
16236 2891
263607696 8356724.64
7 8
15873 15585
2013 339
4052169 115211.755
9 10
15543 16412
-7821 3542
61168041 12545764
11 12
16058 15606
4970 5508
24698912 30338064
13
15147 MSD
69135759
86
Lampiran 3 Peramalan data sales dengan metode Moving Average menggunakan Minitab
Data Length NMissing
F 12 0
Moving Average Length
3
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
95 6409 67790008
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
MA * * 20130 23166 16434 11616 10230 14190 17490 17160 15774 11352
Predict Error * * * * * * 20130 -2112 23166 -19800 16434 -2970 11616 2244 10230 5016 14190 9174 17490 -4620 17160 -6072 15774 -5676
Forecasts Period 13
Forecast 11352
Lower -4785.30
Upper 27489.3
87
Lampiran 4 Peramalan data sales dengan metode Double Moving Average menggunakan Microsoft Excel
Periode
Predict
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
20130 23166 16434 11616 10230 14190 17490 17160 15774 11352
Double MA
19910 17072 12760 12012 13970 16280 16808 14762
a
12958 6160 7700 16368 21010 18040 14740 7942 MSD
b
-3476 -5456 -2530 2178 3520 880 -1034 -3410
a+bp
9482 704 5170 18546 24530 18920 13706 4532
2
e
e
-3982 -13156 -10076 -4818 11660 7832 3608
15856324 173080336 101525776 23213124 135955600 61340224 13017664
74855578
88
Lampiran 5 Peramalan data sales dengan metode Single Exponential Smoothing menggunakan Minitab
Data Length
F 12
Smoothing Constant Alpha
0.0750949
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
56 5479 49155114
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Smooth Predict 13480.2 13851.2 14237.3 13480.2 15264.6 14237.3 15471.4 15264.6 14562.3 15471.4 14479.8 14562.3 14433.3 14479.8 14494.3 14433.3 15160.4 14494.3 14988.4 15160.4 14695.5 14988.4 14350.2 14695.5
Error -4941.2 10081.8 13680.7 2753.4 -12105.4 -1098.3 -619.8 812.7 8869.7 -2290.4 -3900.4 -4597.5
Forecasts Period 13
Forecast 14350.2
Lower 926.250
Upper 27774.2
89
Lampiran 6 Peramalan data sales dengan metode Double Exponential Smoothing menggunakan Minitab
Data Length
F 12
Smoothing Constants Alpha (level) Gamma (trend)
0.2 0.2
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
64 5533 54034905
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Smooth 16080.6 16893.5 18681.8 18501.8 15408.1 14471.1 13760.3 13472.9 14937.6 14347.5 13459.9 12457.0
Predict 17873.3 15226.4 16372.7 18622.8 18418.7 14722.8 13735.4 13029.7 12830.9 14716.9 14052.9 13046.8
Error -8963.3 8335.6 11545.3 -604.8 -15052.7 -1258.8 124.6 2216.3 10533.1 -1846.9 -2964.9 -2948.8
Forecasts Period 13
Forecast 11925.9
Lower -1629.47
Upper 25481.3
90
Lampiran 7 Kebutuhan Bahan Baku Skim Periode Tahun 2007 Kebutuhan skim per bulan (kg)
No
Nama Produk
1
A
1,333.33
1,333.33
2,133.33
2,133.33
1,333.33
2
B
1,080.67
1,350.83
2,701.67
1,350.83
3
C
3,139.50
2,691.00
5,382.00
4,485.00
4
D
3,359.25
1,889.58
3,779.16
4,828.93
5
E
1,473.59
842.05
1,684.10
1,894.61
842.05
6
F
4,692.57
12,409.23
14,703.37
9,489.41
1,772.75
7
G
5,849.24
10,084.90
10,790.84
4,437.36
4,941.60
8
H
2,521.36
6,970.81
4,301.14
3,856.19
1,779.78
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
1,333.33
3,200.00
1,891.17
540.33
2,915.25
2,018.25
2,729.39
1,889.58
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
800.00
2,933.33
2,933.33
533.33
1,066.67
3,512.17
270.17
2,431.50
2,971.83
1,621.00
1,350.83
7,400.25
1,345.50
2,691.00
6,503.25
3,588.00
2,466.75
2,729.39
3,779.16
2,939.35
5,458.79
2,729.39
3,569.21
631.54
421.02
1,263.07
1,894.61
631.54
1,052.56
631.54
7,090.99
7,299.55
8,029.50
12,304.95
6,778.15
5,839.64
5,318.24
1,210.19
4,538.21
5,647.54
8,168.77
4,336.51
3,832.26
4,538.21
741.58
3,262.93
3,114.62
5,042.71
2,076.41
1,186.52
2,224.73
9
I
5,711.81
9,791.67
12,729.17
8,159.73
2,284.72
7,017.36
3,753.47
7,180.56
9,628.48
4,895.84
4,406.25
5,222.22
10
J
9,849.17
10,885.93
19,179.96
6,393.32
5,356.57
4,492.60
7,257.28
10,021.96
11,058.72
6,738.91
3,455.85
5,356.57
11
K
826.20
183.60
367.20
459.00
183.60
0.00
459.00
459.00
275.40
91.80
275.40
183.60
12
L
3,709.44
3,179.52
3,179.52
3,047.04
1,059.84
662.40
1,457.28
2,384.64
1,854.72
1,589.76
1,589.76
2,119.68
13
M
1,010.88
224.64
673.92
786.24
224.64
0.00
224.64
786.24
449.28
0.00
224.64
336.96
14
N
864.00
432.00
864.00
576.00
288.00
0.00
432.00
864.00
1,008.00
0.00
0.00
432.00
15
O
2,997.70
922.37
2,997.70
1,844.74
0.00
922.37
461.18
1,383.55
1,152.96
461.18
922.37
691.78
48,418.70
63,191.46
85,467.08
53,741.73
27,602.69
28,550.52
46,408.38
47,329.52
63,833.78
45,467.30
31,256.98
35,508.97
2,200.85
2,872.34
3,884.87
2,442.81
1,254.67
1,297.75
2,109.47
2,151.34
2,901.54
2,066.70
1,420.77
1,614.04
Total skim per bulan Total skim per hari
Lampiran 8 Leadtime Kedatangan Skim Periode Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sales Order Number 450331 450348 450349 450350 450351 450332 450353 450354 450355 450356 450358 450363 450357 450360 450361 450362 450365 450406 450367 450407 450368 450408 450370 450371 450371 450373 450377 450378 450379 450395 450394 450393 450396 450397 450398 450409 450399 450400 450401 450402 450403 450453 450404 450452 450454 450456 450455
Part Name Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00
Customer Order Date 10-Nov-06 20-Nov-06 20-Nov-06 20-Nov-06 21-Nov-06 21-Nov-06 22-Nov-06 23-Nov-06 25-Nov-06 21-Dec-06 23-Dec-06 25-Dec-06 26-Dec-06 26-Dec-06 26-Dec-06 26-Dec-06 4-Jan-07 6-Jan-07 6-Jan-07 9-Jan-07 2-Feb-07 2-Feb-07 3-Feb-07 3-Feb-07 3-Feb-07 5-Feb-07 17-Feb-07 17-Feb-07 1-Mar-07 17-Mar-07 17-Mar-07 17-Mar-07 23-Apr-07 23-Apr-07 25-Apr-07 28-Apr-07 28-Apr-07 29-Apr-07 10-May -07 10-May -07 11-May -07 11-May -07 24-May -07 24-May -07 15-Jul-07 3-Aug-07 4-Aug-07
Actual Oder Delivery Date 23-Jan-07 13-Jan-07 13-Jan-07 13-Jan-07 14-Jan-07 18-Feb-07 28-Jan-07 28-Jan-07 29-Jan-07 10-Feb-07 11-Feb-07 26-Feb-07 11-Feb-07 24-Feb-07 24-Feb-07 25-Feb-07 8-Mar-07 7-Mar-07 8-Mar-07 21-Mar-07 28-Mar-07 19-Apr-07 21-Mar-07 23-Mar-07 30-Mar-07 19-Apr-07 3-May -07 3-May -07 23-May -07 30-May -07 31-May -07 6-Jun-07 8-Jun-07 9-Jun-07 14-Jun-07 21-Jun-07 22-Jun-07 21-Jun-07 27-Jun-07 5-Jul-07 5-Jul-07 11-Aug-07 18-Jul-07 5-Sep-07 14-Sep-07 27-Sep-07 21-Sep-07
Delivery Leadtime 74 54 54 54 54 89 67 66 65 51 50 63 47 60 60 61 63 60 61 71 54 76 46 48 55 73 75 75 83 74 75 81 46 47 50 54 55 53 48 56 55 92 55 104 61 55 48
92
Lampiran 8. Leadtime Kedatangan Skim Periode Tahun 2007 (Lanjutan) No. 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Sales Order Number 450458 450467 450468 450457 450469 450459 450470 450472 450473 450471 450492 450474 450489 450475 450476 450403 450477 450478 450479 450495 450490
Part Name Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00 Skim 04-00
Customer Order Date 4-Aug-07 16-Aug-07 16-Aug-07 18-Aug-07 18-Aug-07 1-Sep-07 2-Sep-07 14-Sep-07 14-Sep-07 15-Sep-07 29-Sep-07 29-Sep-07 3-Oct-07 3-Oct-07 3-Oct-07 13-Oct-07 13-Oct-07 27-Oct-07 27-Oct-07 27-Oct-07 28-Oct-07
Actual Oder Delivery Date 26-Oct-07 1-Nov-07 1-Nov-07 18-Oct-07 10-Nov-07 10-Nov-07 15-Nov-07 23-Nov-07 24-Nov-07 23-Nov-07 22-Nov-07 7-Dec-07 6-Dec-07 7-Dec-07 14-Dec-07 21-Dec-07 21-Dec-07 28-Dec-07 28-Dec-07 29-Dec-07 29-Dec-07
Delivery Leadtime 83 77 77 61 84 70 74 70 71 69 54 69 64 65 72 69 69 62 62 63 62
93
Lampiran 9 Standar Deviasi Kebutuhan Skim dan Leadtime Statistik Kebutuhan Skim per hari Mean Standard Error Median Mode Standard Deviation Sample Variance Kurtosis Skewness Range Minimum Maximum Sum Count
2,184.76 222.34 2,130.41 #N/A 770.23 593,247.19 0.74 0.83 2,630.20 1,254.67 3,884.87 26,217.14 12.00
Statistik Leadtime Mean Standard Error Median Mode Standard Deviation Sample Variance Kurtosis Skewness Range Minimum Maximum Sum Count
64.19117647 1.476811896 62.5 54 12.17810288 148.3061896 0.554620156 0.717262424 58 46 104 4365 68
94