ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA NEGERI 2 DEMAK
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh: AHMAD MUNIF NIM: S.810908326
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
HALAMAN PENGESAHAN
TESIS ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA NEGERI 2 DEMAK Oleh : AHMAD MUNIF NIM: S.810908326
Tesis ini disetujui dan disyahkan oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D
Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd.
NIP. 130344454
NIP. 130345741
Mengetahui : Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan
Prof. Dr. H. Mulyoto, M.Pd NIP. 130367766
3
PENGESAHAN TIM PENGUJI ANALISIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MULTIMEDIA DI SMA NEGERI 2 DEMAK
Disusun Oleh : AHMAD MUNIF NIM: S.810908326
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada tanggal : .......... Januari 2010 Jabatan
Nama
Tanda tangan
Ketua
:
Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. NIP. 19430712 197301 1 001
...........................
Sekretaris
:
Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. NIP. 19661108 199003 2 001
............................
Anggota Penguji : 1. Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D. NIP. 130344454 2. Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd NIP. 130345741
............................
............................
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana UNS
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan
Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. NIP. 19430712 197301 1 001
4
PERNYATAAN
Nama : NIM :
Ahmad Munif S.810908326
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
Desember 2009
Yang membuat pernyataan,
Ahmad Munif
5
MOTTO Janganlah anda menyesali kegagalan yang anda alami dengan menuduh atau menyalahkan orang lain, akan tetapi akuilah sungguh-sungguh bahwa kegagalan itu adalah akibat perbuatannya sendiri. Ikhlaslah menjadi diri sendiri agar hidup penuh dengan ketenangan dan keamanan Jangan mengukur kebijaksanaan seseorang hanya kerana kepandaiannya berkata-kata tetapi juga perlu dinilai buah fikiran serta tingkah lakunya
6
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada: ⇥ Istriku Tercinta ⇥ Anakku Tersayang ⇥ Almamaterku
7
ABSTRAK
Ahmad Munif, S. 810908326, 2009, Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak, Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui penggunaan multimedia oleh guru IPA Yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak. (2) Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak. (3) Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak, (4) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dan cara mengatasi dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Demak dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan logika deduksi. Hasil penelitian (1) Penggunaan multimedia oleh Guru IPA yunior dan senior di SMA Negeri 1 mempunyai karakter yang bebeda, guru senior lebih cenderung kurang tertarik dengan penggunaan multimedia, bagi guru senior multimedia dianggapnya hal baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Keengganan guru senior untuk tidak menggunakan multimedia disebabkan oleh kurangnya pengetahuan guru senior dalam mengoperasikan komputer (2) perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak diawali dengan penyusunan RPP, persiapan sarana komputer dan perangkat lunak. (3) pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media multimedia di SMA Negeri 2 Demak dilakukan sebatas powerpoint, yang penayangannya dibantu dengan LCD, (4) hambatan dalam penggunaan media multimedia antara lain: (a) tidak semua guru dapat menggunakan komputer, (b) belum tersedianya mata program pembelajaran interaktif mata pelajaran IPA. Untuk mengatasi kendala tersebut kepala sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti pelatihan komputer dan mewajibkan guru untuk menggunakan powerpoint untuk proses belajar mengajar.
Kata kunci: Pembelajaran IPA dan Multimedia
8
ABSTRACT Ahmad Munif, S. 810908326, 2009, Multimedia Learning Mangement Analysis in SMA Country 2 Demak, Thesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Research has purposes to know (1) Multimedia using by SMA Country 2 Demak junior and senior teachers. (2) Scince learning planning by using multimedia media in SMA Country 2 Demak . (3) Science learning execution by using multimedia media in SMA Country 2 Demak . (4) The resistance and solving factor in science learning by using multimedia media in SMA Country 2 Demak. Research has done in SMA Country 2 Demak by using qualitative approach. Data gathering technique used in research is detail review, observation and documentation. Analysis technique by using deduction logic. Research results (1) Multimedia using by SMA Country 2 Demak junior and senior teachers have different characteristics, the senior teachers less attracted to multimedia using, they consider multimedia is a new thing which is never been learned before. This attitude caused by senior teachers’ less knowledge in computer operation. (2) Science learning planning by using multimedia media in SMA Country 2 Demak is started with RPP arrangement, computer media preparation and software. (3) Science learning execution by using multimedia media in SMA Country 2 Demak is limited to powerpoint, which is showed by using LCD. (4) resistances in using multimedia media such as: (a) only some teachers able to use computer, (b) there is not science interactive learning program yet. To solve those problems headmaster gives chances to teachers to joint computer training and they should use powerpoint in teaching learning process. Keywords: science learning and multimedia
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................
iii
PERNYATAAN...............................................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii ABSTRACT .......................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv KATA PENGANTAR ..................................................................................... xv BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................
3
C. Tujuan Penelitian .................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
4
LANDASAN TEORI ..................................................................
5
A. Kajian Pustaka ....................................................................
5
1. Kurikulum ....................................................................
5
2. Perencanaan Pembelajaran ...........................................
7
3. Proses Pembelajaran..................................................... 23 4. Evaluasi Pembelajaran ................................................. 28 5. Prestasi Belajar ............................................................. 32 6. Media Pembelajaran ..................................................... 40 7. Media Pembelajaran Multimedia ................................. 47 8. Peran Guru ................................................................... 49 9. Peran Kapala Sekolah .................................................. 58 10. Sarana dan Prasarana.................................................... 63
10
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 64 BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................... 66 A. Jenis dan Desain Penelitian.................................................. 66 B. Lokasi Penelitian ................................................................. 68 C. Data dan Sumber Data/Informan ......................................... 68 D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 72 E. Teknik Analisis Data .......................................................... 74 F. Keabsahan Data ................................................................... 78
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 80 A. Hasil Penelitian .................................................................... 80 1. Penggunaan Multimedia oleh Guru IPA Yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam Pembelajaran IPA 80 2. Perencanaan Pembelajaran IPA dengan menggunakan Media Multimedia di SMA Negeri 2 Demak .............. 85 3. Pelaksanaan
Pembelajaran
IPA
dengan
Media
Pembelajaran Multimedia ........................................... 95 4. Faktor
Hambatan
dan
Cara
Mengatasi
dalam
Pembelajaran IPA dengan menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak .................................................. 104 B. Pembahasan ......................................................................... 107 1. Penggunaan Multimedia oleh Guru IPA Yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam Pembelajaran IPA 107 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak ... 111 3. Pelaksanaan
Pembelajaran
IPA
dengan
Media
Pembelajaran Multimedia ............................................ 115 4. Faktor
Hambatan
dan
Cara
Mengatasi
dalam
Pembelajaran IPA dengan menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak .................................................. 119
11
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN.................................. 121 A. Simpulan .............................................................................. 121 B. Implikasi .............................................................................. 123 C. Saran-saran .......................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 127 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 130
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
Kerangka Pemikiran ........................................................................
65
Gambar 2
Foto Kegiatan Persiapan Pembelajaran Multimedia ........................ 149
Gambar 3
Foto Kegiatan Guru Melengkapi Gambar dengan Audio ................ 149
Gambar 4
Foto Kegiatan Guru Mencoba dengan LCD Proyektor Sebelum digunakan di kelas ............................................................. 150
Gambar 5
Kegiatan Guru Merancang Media Pembelajaran dengan Menggunakan Power Point .............................................................. 150
Gambar 6
Kegiatan Guru Mengatur Animasi ................................................... 151
Gambar 7
Kegiatan Guru Mencoba Tampilan sebelum digunakan di kelas..... 151
Gambar 8
Persiapan Guru di Kelas Sebelum Pelajaran dimulai ....................... 152
Gambar 9
Guru Mengajar dengan Multimedia ................................................. 152
Gambar 10
Suasana Kelas dalam Pembelajaran dengan Multimedia ................. 153
Gambar 11
Evaluasi Pembelajaran dengan Multimedia ..................................... 153
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Catatan Lapangan 1 ......................................................................... 130
Lampiran 2
Catatan Lapangan 2 ......................................................................... 132
Lampiran 3
Catatan Lapangan 3 ......................................................................... 135
Lampiran 4
Catatan Lapangan 4 ......................................................................... 137
Lampiran 6
Catatan Lapangan 6 .......................................................................... 140
Lampiran 7
Catatan Lapangan 7 .......................................................................... 141
Lampiran 8
Catatan Lapangan 8 .......................................................................... 142
Lampiran 9
Catatan Lapangan 9 .......................................................................... 145
Lampiran 10
Catatan Lapangan 10 ........................................................................ 146
Lampiran 11
Fokus Penelitian ............................................................................... 147
Lampiran 12
RPP................................................................................................... 154
14
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tesis yang berjudul Analisis Pengelolaan Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak. Penulis juga mengucapkan banyak berterimakasih kepada: 1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. H. Mulyoto, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Drs. H. Haris Mudjiman, MA. Ph.D, selaku Pembimbing I yang memberikan arahan dalam penulisan tesis secara terinci, tertib dan disiplin. 4. Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah memberikan petunjuk dan saran-saran serta pengarahan hingga selesainya penulisan tesis ini. 5. Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Teknologi Pendidikan yang telah memberikan ilmu selama perkuliahan. 6. Seluruh Staf dan Karyawan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran administrasi. 7. Rekan-rekan sesama mahasiswa yang telah memberikan dukungan doa, bantuan dan semangat bagi penulis; 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
15
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran akan dapat menyempurnakan Tesis ini. Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Surakarta,
Desember 2009
Penulis
16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia Indonesia merupakan kebutuhan mutlak, terutama menghadapi perubahan dan perkembangan yang demikian pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan tersebut akan lebih terasa lagi dalam memasuki era pasar bebas. Pada era pasar bebas semua aspek kehidupan mempersyaratkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia relatif jauh tertinggal dibanding dengan Malaysia, Philipina, Tailand dan Singapura. Dalam suatu penelitian oleh suatu badan internasional yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nation Development Programme) tahun 2000 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 109 dari 174 negara. Dalam hal indeks pembangunan SDM (Human Development Index) seperti yang dilaporkan oleh UNDP dalam Human Development Report 2003 menempatkan Indonesia diurutan ke 112 dari 174 negara. Laporan yang sama pada tahun 2005 melorot ke urutan 117 dari 177 negara. Di sisi lain dari laporan WEF (World Economy Forum) tahun 2000 Indonesia hanya berada diurutan 44 dari 59 negara dalam daya saing ekonomi (Rosyada, 2004: 3). Demikian pula peringkat daya saing sumber daya manusia Indonesia menempati nomor paling buncit di arena internasional. Masyarakat dunia, terutama Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah semakin melebarnya kesenjangan antara kelompok negara maju yang memiliki penguasaan IPTEK dan kelompok negara yang masih tertinggal
17
dalam penguasaan IPTEK. Bagi Indonesia, salah satu upaya untuk mengantisipasinya adalah melalui pembangunan di bidang pendidikan, yakni melalui peningkatan kualitas pendidikan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Upaya peningkatan kualitas pendidikan bukan merupakan masalah yang sederhana, tetapi memerlukan penanganan yang multidimensi dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. Dalam konteks ini, kualitas pendidikan bukan hanya terpusat pada pencapaian target kurikulum semata, akan tetapi menyangkut semua aspek yang secara langsung maupun tidak langsung turut menunjang terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh sekolah khususnya dalam pembelajaran IPA yang menjadi pusat perhatian penelitian adalah dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, dengan penggunaan media pembelajaran dengan multimedia, diharapkan peserta didik dapat termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Penggunaan media pembelajaran multimedia di sekolah hingga saat ini telah banyak digunakan, namun tentunya hal tersebut tidak berarti semua sekolah telah menggunakan media tersebut untuk pelajaran IPA.
Berbagai permasalahan dalam
penggunaan media antara lain: guru belum siap sebagai pengguna, sebagian sekolah belum memiliki sarana untuk penggunaan media tersebut, dan kemampuan guru dalam membuat aplikasi yang menarik masih perlu ditingkatkan.
18
Dengan hadirnya perangkat komputer sebagai sarana pembelajaran multimedia, tentunya hal tersebut dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran, namun pada kenyataan sebagian siswa justru tidak termotivasi untuk mengikuti isi pelajaran, lebih tertarik dengan proses pembuatan animasi, dan penggunaan animasi dari media yang digunakan oleh guru. SMA Negeri 2 Demak, merupakan Sekolah Ketegori Mandiri (SKM) yang saat ini dipersiapkan untuk Rintisan Sekolah Berstandart Internasional (RSBI) telah dilengkapi dengan media pembelajaran multimedia, sehingga setiap guru diharapkan dapat
menggunakan
media
pebelajaran
multimedia
untuk
membantu
proses
pembelajaran. Dikarenakan adanya perbedaan pembekalan yang dimiliki oleh guru, khususnya guru yang senior dan yunior, maka tidak semua guru menyambut baik multimedia tersebut, bahka beberapa guru hal tersebut merepotkan bagi guru. Kenyataan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang penggunaan multimedia di SMA Negeri 2 Demak dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya dalam pembelajaran IPA.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Netgeri 2 Demak? 2. Bagaimana perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak?
19
3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak? 4. Faktor apa yang menjadi hambatan dan cara mengatasi dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Netgeri 2 Demak. 2. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak. 3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak. 4. Untuk mengetahui Faktor yang menjadi hambatan dan mengatasi dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan multimedia di SMA Negeri 2 Demak. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak atau instansi yang terkait pada dunia pendidikan dalam pengambilan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu atau kualitas pendidikan melalui penggunaan media pembelajaran multimedia. 2. Secara Praktis Bagi sekolah penyelenggara dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk peningkatan prestasi belajar IPA melalui penggunaan media pembelajaran multimedia.
20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Kurikulum Kurikulum berasal dari bahasa dari bahasa latin, yakni ”Curriculae”, artinya
jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu,
pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstrakurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum. Kurikulum memiliki lima definisi yaitu (Joko Muhammad Susilo, 2007: 77) Kurikulum sebagai suatu program kegiatan terencana (program
of
planned activities) memiliki rentang yang cukup luas, hingga membentuk suatu pandangan yang menyeluruh. Di suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai suatu dokumen tertulis dan di lain pihak, kurikulum dipandang sebagai rencana tidak tertulis yang terdapat dalam pikiran pihak pendidik. Menurut Morrison, Gary R., Steven M. Ross, & Jerrold E. Kemp (2001: 2) menjelaskan tentang pengertian kurikulum adalah The term curriculum refers to the subject content and skills that make up an educational program. Curriculum design is a process of formulating a specific educational platform that defines the beliefs, of what should be in the curriculum.
21
(Kurikulum adalah isi dan keterampilan yang membenahi program pendidikan. Desain
kurikulum dalah proses pembentukan dasar-dasar pendidikan
yang
spesifik, menetapkan keyakinan apa yang harus ada dalam kurikulum). Gary Borich (1998: 182) menjelaskan bahwa ”Curriculum guides at the grade,
departement, and school district level
content must be covered in what
usually clearly specify what
period of time”. (Kurikulum merupakan
panduan untuk tingkat, tingkat departemen dan tingkat wilayah sekolah secara jelas menspesifikasikan isi-isi pengajaran yang harus diberikan pada periode tertentu). Kurikulum juga diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi dan pengalaman belajar dan penilaian yang berbasis potensi kondisi peserta didik (Sisdiknas, 2003 : 3). Kurikulum suatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan tentang manusia atau warga negera yang akan dibentuk. Kurikulum merupakan serangkaian pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak (potential Curriculum) (Nasution, 2003 : 8). Made Pidarta (2004: 129) menyatakan bahwa “kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan”. Rencana nilai pengetahuan dan keterampilan yang hendak ditransfer kepada peserta didik selanjutnya dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal harus
dikuasai
seorang
peserta
didik
di
sekolah
yang
bersangkutan
menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan. 2. Perencanaan Pembelajaran
22
a. Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu proses hubungan mengajar dan belajar antara peserta didik dan guru. Tugas dan tanggung jawab utama seorang pengajar adalah mengelola pembelajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara guru dan peserta didik. Menurut Ahmad Rohani (2004: 1) menyatakan: Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistimatis yang terdiri atas banyak komponen. Masing-masing komponen pembelajaran tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan
secara
teratur,
saling
bergantung,
komplementer,
dan
berkesinambungan, untuk itu diperlukan pengelolaan pembelajaran yang baik. Menurut Smaldino, at all (2005: 6) menyatakan bahwa: Learning is the development of new knowledge, skills, or attitudes as an individual interacts with information and the environment. The learning environment in cludes the physical facilites, the psychological atmosphere, intructional technology, media, and methods. (Pembelajaran adalah perkembangan dari pengetahuan baru, ketrampilan atau perilaku sebagai interaksi individu dengan informasi dan lingkungan. Lingkungan pembalajaran meliputi fasilitas fisik, suasana psikologi, teknologi instruksional, media dan metode.) Menurut Hamzah. B. Uno (2007: 34) menyatakan bahwa: Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Dilihat dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh
23
B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (behavorial science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert mager yang menulis buku yang berjudul “preparing instructional objective” pada tahun 1962. selanjutnya diterapkan secara meluas pada tahun 1970 diseluruh lembaga pendidikan termasuk di Indonesia. Penuangan tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan belajar, tetapi dari segi efisiensi diperoleh hasil maksimal. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui penuangan tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: 1). Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat. 2). Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit. 3). Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya disajikan dalam setiap jam pelajaran. 4). Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat.
Artinya,
peletakan
masing-masing
materi
pelajaran
akan
memudahkan siswa dalam mempelajari isi pelajaran. 5). Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar mengajar yang paling cocok dan menarik. 6). Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun bahan dalam keperluan belajar. 7). Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar. 8). Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas. Banyak pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan pembelajaran, yang satu sama lain memiliki kesamaan di samping ada perbedaan sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F. Mager (1962
24 dalam Hamzah B. Uno, 2007: 35) memberikan pengertian ”tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu”. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang konkrit serta dapat dilihat dan fakta yang tersamar. Definisi ketiga oleh Fred Percival dan Hery Elington (Hamzah B. Uno, 2007: 35) yakni ”tujuan pembelajaran adalah suatu pertanyaan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar”.
b. Desain Pembelajaran Menurut Ella Yulaelawati (2004: 48) menyatakan bahwa: Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang misalnya disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi dan serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaanya. Sebagai
ilmu,
desain
pembelajaran
merupakan
ilmu
untuk
menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan
25
pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Desain pembelajaran sebagai proses, merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran. Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampainnya. Proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan dengan efektif dana efisien dengan adanya desain pembelajaran, hal ini seperti dikemukakan oleh Morrison, at all (2001: 2) yang menyatakan: Learning must be more effective and efficient. This need has given rise to the instructional design process, a systematic planing method that results in successful learning and performance. (Pembelajaran seharusnya lebih efektif dan efisien, kebutuhan ini telah memunculkan proses design instruksional yaitu sebuah metode perencanaan sistematik yang berhasil dalam pembelajaran dan hasil kerja yang sukses). c. Silabus Menurut Ella Yulaelawati (2004: 123) yang menyatakan bahwa: Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan, dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat. Silabus merupakan seperangkat rencana serta pengaturan pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang disusun secara sistematis
26
memuat komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai penguasaan kompetensi dasar. Silabus
bermanfaat
sebagai
pedoman
dalam
pengembangan
pembelajaran, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian. Silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu kompetensi dasar. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat bermanfaat
untuk
mengembangkan
sistem
penilaian,
yang
dalam
pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, sistem penilaian selalu mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan pembelajaran yang terdapat di dalam silabus. Proses
pengembangan
silabus
berbasis
kompetensi
menurut
Depdiknas 2004 yang menyatakan bahwa: Secara umum proses pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri dari tujuh langkah utama sebagaimana tercantum dalam Buku Pedoman Umum Pengembangan Silabus yaitu: (1) penulisan identitas mata pelajaran; (2) perumusan standar kompetensi; (3) penentuan kompetensi dasar; (4) penentuan materi pokok dan uraiannya; (5) penentuan pengalaman belajar; (6) penentuan alokasi waktu; dan (7) penentuan sumber bahan. Standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok, sudah disiapkan
oleh
pemerintah.
Oleh
karena
itu
tugas
guru
adalah
27
mengembangkan setiap kompetensi dasar tersebut dengan jalan menentukan materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu dan sumber bahan. Untuk implementasi di kelas, silabus perlu dijabarkan lagi ke dalam bentuk persiapan mengajar, baik dalam bentuk satpel maupun rencana pembelajaran. Secara rinci langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut: 1) Penulisan Identitas Mata Pelajaran Pada bagian identitas mata pelajaran perlu dituliskan dengan jelas nama mata pelajaran, jenjang sekolah/madrasah, kelas, dan semester. Dengan informasi tersebut guru akan mendapatkan kejelasan tentang tingkat pengetahuan prasyarat, pengetahuan awal dan karakteristik siswa yang akan diberi pelajaran. 2) Penentuan Standar Kompetensi Standar kompetensi mata pelajaran dapat didefinisikan sebagai pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. Standar kompetensi mata pelajaran juga merupakan fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap pada bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal.
28
Dengan demikian standar kompetensi mata pelajaran diartikan sebagai kemampuan siswa dalam: (a) Melakukan suatu tugas atau pekerjaan
berkaitan
dengan
mata
pelajaran
tertentu;
(b)
Mengorganisasikan tindakan agar pekerjaan dalam matapelajaran tertentu dapat dilaksanakan; (c) Melakukan reaksi yang tepat bila terjadi penyimpangan dari rancangan semula; dan (d) Melaksanakan tugas dan pekerjaan berkaitan dengan mata pelajaran dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Penentuan standar kompetensi hendaknya dilakukan dengan cermat dan hati- hati, karena jika setiap sekolah/madrasah atau setiap kelompok sekolah/madrasah mengembangkan standar kompetensi sendiri tanpa memperhatikan standar nasional, maka pemerintah pusat akan kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah/ madrasah. Akibatnya kualitas sekolah/madrasah akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan antara kualitas sekolah/madrasah yang satu dengan kualitas sekolah/ madrasah yang lain. 3) Penentuan Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang minimal harus dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang ditetapkan. Untuk memperoleh perincian tersebut kita perlu melakukan analisis standar kompetensi. Caranya dengan jalan mengajukan
29
pertanyaan: Kemampuan dasar apa saja yang harus dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi? Jawaban atas pertanyaan tersebut berupa daftar lengkap pengetahuan, keterampilan, dan atau sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi. Kompetensi dasar untuk setiap standar kompetensi dapat berkisar antara 5 sampai 6 butir. Kompentensi dasar dirumuskan dengan menggunakan kata- kata kerja operasional, yaitu kata kerja yang dapat diamati dan diukur, misalnya
membandingkan,
menghitung,
menyusun,
memproduksi.
Setelah diperoleh daftar perincian tersebut, kemudian daftar tersebut diurutkan. Komponen lain yang harus diperhatikan dalam menyusun silabus adalah penentuan materi pokok. Materi pokok harus disusun sedemikian rupa agar dapat menunjang tercapainya kompetensi. Materi pokok adalah pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana
pencapaian
kompetensi
dan
yang
akan
dinilai
dengan
menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indikator pencapaian belajar. Karena standar materi pokok telah ditetapkan secara nasional, maka materi pokok tinggal disalin dari buku Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Sementara tugas para pengembang silabus adalah memberikan jabaran/materi pokok tersebut ke dalam uraian materi pokok atau biasa
30
disebut materi pembelajaran untuk memudahkan guru, sekaligus memberikan arah serta cakupan materi pembelajarannya. d. RPP Mulyasa (2006: 213) menyatakan bahwa: Rencana Pelaksanaan yang menggambarkan
Pembelajaran (RPP) adalah rencana
prosedur
dan manajemen
pembelajaran
untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP
merupakan
komponen
penting
dari
kurikulum
yang
dipergunakan pada program percepatan belajar yang mengacu pada KTSP. RPP pengembangannya harus dilakukan secara profesional. Tugas guru yang paling utama terkait dengan RPP adalah menjabarkan silabus ke dalam RPP yang lebih operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman atau skenario dalam pembelajaran. Dalam pengembangan RPP, guru diberi kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan
menyesuaikan
silabus
dengan kondisi sekolah dan daerah, serta dengan karakteristik peserta didik. Hal ini harus dipahami dan dilakukan tempatnya mengajar tidak
guru,
mengembangkan
terutama kalau silabus
sekolah
sendiri,
tetapi
menggunakan silabus yang dikembangkan oleh Depdiknas atau silabus dari sekolah lain. Rencana
pelaksanaan
pembelajaran
(RPP)
adalah
rancangan
pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan
31
pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Rencana pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan kontekstual dirancang oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas yang berisi skenario sehubungan topik
tentang apa yang akan dilakukan siswanya
yang akan dipelajarinya. Secara teknis rencana
pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut (Masnur Muslich, 2008: 53): 1). Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar; 2). Tujuan pembelajaran; 3). Materi pembelajaran; 4). Pendekatan dan metode pembelajaran; 5). Langkah-langkah kegiatan pembelajaran; 6). Alat dan sumber belajar; 7). Evaluasi pembelajaran. Menurut Masnur Muslich (2008: 54) adapun langkah-langkah yang dilakukan guru dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut: 1). Ambillah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan ditetapkan dalam pembelajaran. 2). Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut. 3). Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut 4). Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut. 5). Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut 6). Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/ dikenakan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan 7). Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan pembelajaran
32
8). Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. 9). Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2 (dua) jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/tipe/ jenis materi pembelajaran. 10). Sebutkan sumber/media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran secara konkret dan untuk setiap bagian/ unit pertemuan 11). Tentukan teknik penilaian, bentuk dan contoh instrumen penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian berbentuk tugas, rumuskan tugas tersebut secara jelas dan bagaimana rambu-rambu penilaiannya. Jika instrumen penilaian berbentuk soal, cantumkan soal-soal tersebut dan tentukan rambu-rambu penilaiannya dan atau jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses, susunlah rubriknya dan indikator masing-masingnya. Standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan arah
dan
landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian merancang
kompetensi
kegiatan pembelajaran
untuk penilaian. Sedangkan dalam dan penilaian
perlu memperhatikan
standar proses dan standar penilaian. Tugas utama guru dalam pembelajaran kontekstual adalah menjabarkan, menganalisis, mengembangkan indikator, dan menyesuaikan
standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan
karakteristik dan perkembangan peserta didik, situasi dan kondisi sekolah, serta kondisi dan kebutuhan daerah. Selanjutnya mengemas hasil analisis terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut
ke dalam
pembelajaran kontektual, yang di dalamnya mencakup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (E. Mulyasa, 2006: 109). 1). Hakikat Perencanaan
33
Rencana pembelajaran dimulai dari pemahaman tujuan, seperti halnya dikemukakan oleh Borich, D.Gary (1998: 180) menyatakan: ”Unit planning begins with an understanding of the alternative goals, learning needs, content, and methods that are involved in writing lesson plans”. (Perencanaan dimulai dengan pemahaman tentang tujuan alternatif, kebutuhan pembelajaran, isi, dan metode yang dibutuhkan dalam penulisan perencanaan pelajaran). Menurut Mulyasa (2006: 213) “Rencana pelaksanaan pembelajaran pada
hakekatnya
merupakan
perencanaan
jangka
pendek
untuk
memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran”. Dengan demikian, RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP perlu dikembangkan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yakni: kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar; dan penilaian. Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan
pontesi peserta didik;
materi standar berindikator hasil belajar berfungsi menunjukkan keberhasilan pembentukan kompetensi peserta didik; sedangkan penilaian berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau belum tercapai. Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan oleh mereka
34
sebagai bagian dari kehidupannya dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang
ingin mereka miliki dan diperoleh
melalui
kegiatan
pembelajaran; (2) Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar (3) Peserta didik dibantu untuk mengenal
dan
menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajarnya, baik yang datang dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Kedua, Identifikasi Kompetensi. Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh peserta didik, dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran, yang memiliki peran penting dan menentukan arah pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberikan petunjuk yang jelas pula terhadap materi
yang harus
dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Oleh karena itu, setiap kompetensi harus merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (thinking
skill). Uraian di atas mengisyaratkan bahwa pembentukan kompetensi melibatkan
Intellegence quoteont (IQ), Emotional Quotient
(EI),
Creativity Intellegence (CI), yang secara keseluruhan harus tertuju pada pembentukan spiritual intelegensi (SI). Dengan demikian terdapat
35
hubungan (link) antara sekolah
tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di
dan untuk hidup bermasyarakat. Untuk itu,
pengembangan
silabus ke dalam bentuk RPP yang efektif menuntut kerja sama yang baik antara sekolah/satuan pendidikan dengan masyarakat dan dunia usaha/dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang perlu dipelajari dan dimiliki oleh peserta didik. Kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. Penilaian pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objekatif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap suatu kompetensi sebagai hasil belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan
kompetensi, penilaian tidak dilakukan
berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif. 2). Penyusunan program pembelajaran Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran, sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi dasar,
36
materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya. Dengan demikian rencana pelaksanaan pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu sistem, yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berhubungan serta berinteraksi satu sama lain, dan memuat
langkah-langkah pelaksanaannya, untuk
mencapai tujuan atau membentuk kompetensi. 3). Fungsi RPP Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu perkiraan atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun
peserta didik, terutama dalam kaitannya
dengan
pembentukan kompetensi. Dalam RPP harus jelas kompetensi dasar yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai atau memiliki kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara minimal harus ada dalam setiap RPP sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran dan membentuk kompetensi peserta didik. Menurut Mulyasa (2006: 217) ”Fungsi RPP dibedakan menjadi dua yaitu fungsi perencanaan dan fungsi pengembangan RPP”. 4). Cara Pengembangan RPP Cara pengembangan RPP dalam garis besarnya dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengisi kolom identitas; (2) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
37
ditetapkan; (3) Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun; (4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan; (5)
Mengidentifikasi
materi
standar
berdasarkan
materi
pokok/pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi standar merupakan uraian dari materi pokok/ pembelajaran; (6) Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan; (7) Merumuskan langkahlangkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir; (8) Menentukan sumber belajar yang digunakan; dan (9) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan. Masnur Muslich (2008: 53) menyatakan bahwa ”Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas”. Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya.
3. Proses Pembelajaran
38
Pengertian pengelolaan pembelajaran menurut (Ahmad Rohani, 2004: 1) adalah Suatu upaya untuk mengatur (mengelola dan mengendalikan) aktivitas pembelajaran berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran untuk mensukseskan tujuan pembelajaran agar tercapai secara lebih efektif, efisien, dan produktif yang diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan, diakhiri dengan penilaian. Penilaian tersebut pada akhirnya akan dapat dimanfaatkan sebagai feedback (umpan balik) bagi perbaikan pembelajaran lebih lanjut.
39 Abin Syamsudin Makmun (2000: 220) menyatakan bahwa “Pendekatan secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan”. Menurut Nana Sudjana (2000: 147) menyatakan bahwa: Pendekatan adalah cara atau upaya yang dilakukan untuk mencapai sasaran
tertentu.
Pendekatan
pembelajaran
adalah
tindakan
guru
melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi) agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan adalah cara menyikapi sesuatu dan cara pandang seseorang terhadap sesuatu yang menjadi landasan untuk tindak lanjutnya. Menurut Atwi Suparman (2000: 157) menyatakan bahwa: Pendekatan pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan dan cara pengorganisasian materi pelajaran, siswa, peralatan, bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pendekatan pembelajaran sebagai suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga sasaran didik dapat menguasai isi pelajaran atau tujuan yang diharapkan. Salah satu keterampilan dalam mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah dapat memilih berbagai pendekatan dalam mengajar dan menggunakan pendekatan tersebut sesuai dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Tujuan dan materi yang baik belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan dari materi tersebut. Pendekatan pembelajaran
40
mengandung kegiatan-kegiatan siswa yang belajar dan kegiatan guru yang mengajar. Dimyati & Mudjiono (2006: 185) menyatakan bahwa: Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu. Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dari padanya. Guru profesional
memerlukan
pengetahuan
dan
keterampilan
pendekatan
pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat. Pendekatan pembelajaran berusaha
meningkatkan
dapat berarti
anutan
kemampuan-kemampuan
pembelajaran yang
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat (1) pengorganisasian siswa, (2) posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan (3) pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran
dengan
pengorganisasian
siswa
dapat
dilakukan dengan (1) pembelajaran secara individual, (2) pembelajaran secara kelompok, dan (3) pembelajaran secara klasikal. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran, dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut seyogianya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan informasi pada masa kini.
41
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2006: 37), menyatakan bahwa: Konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan. Pandangan semacam ini masih umum digunakan di kalangan pengajar. Hasil penelitian dan pendapat para ahli sekarang ini lebih menyempurnakan konsep tradisional. Mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pengajaran. Dalam proses belajar mengajar guru memiliki peran yaitu: (1) tahap sebelum pengajaran, (2) tahap pengajaran, dan (3) tahap setelah pengajaran. Penilaian terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian integral dari pangajaran itu sendiri. Artinya, penilaian harus tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pengajaran. Penilaian proses bertujuan menilai efektivitas dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Obyek dan sasaran penilaian proses adalah komponen-komponen sistem pengajaran itu sendiri, baik yang berkenaan dengan
masukan proses maupun dengan keluaran, dengan
semua dimensinya (Ahmad Rohani, 2004: 168). Komponen masukan dapat
dibedakan
menjadi dua kategori, yakni
masukan mentah (raw input), yaitu peserta didik, dan masukan alat (instrumental input), yakni unsur manusia dan non manusia yang mempengaruhi terjadinya proses. Komponen proses adalah interaksi semua komponen pengajaran seperti bahan pengajaran, metode dan alat, sumber belajar, sistem penilaian, dan lainlain. Komponen keluaran adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah menerima proses pengajaran. Penilaian keluaran lebih banyak dibahas dalam penilaian hasil.
42
Penilaian terhadap masukan mentah, yakni peserta didik sebagai subyek belajar, mencakup aspek-aspek berikut: a. Kemampuan peserta didik Penilaian terhadap kemampuan peserta didik idealnya menggunakan pengukuran intelegensia atau potensi yang dimilikinya. Namun, mengingat sulitnya alat ukur tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan mempelajari dan menganalisis
kemajuan-kemajuan
belajar yang ditunjukkannya. b. Minat, Perhatian, dan Motivasi Belajar Peserta didik Keberhasilan belajar peserta didik
tidak semata-mata
ditentukan oleh
kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga ditentukan oleh minat, perhatian, dan motivasi belajarnya. Sering ditemukan peserta didik yang mempunyai kemampuan yang tinggi gagal dalam belajarnya disebabkan oleh kurang minat, perhatian, dan motivasinya. Minat, perhatian, dan
motivasi
hakikatnya merupakan usaha peserta didik dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Oleh sebab itu, studi mengenai kebutuhan peserta didik dalam proses pengajaran menjadi bagian penting dalam menumbuhkan minat, perhatian, dan motivasi belajar peserta didik dapat digunakan: pengamatan terhadap kegiatan belajar peserta didik, wawancara kepada peserta didik, studi data pribadi peserta didik, kunjungan rumah, dialog dengan orang tuanya, dan sebagainya. c. Kebiasaan belajar Kebiasaan belajar baik dari segi cara belajar, waktu belajar, keteraturan belajar, suasana belajar, dan lain-lain
merupakan faktor penunjang
keberhasilan belajar peserta didik. Kebiasaan ini perlu diketahui oleh guru bukan hanya untuk menyelesaikan pengajaran
dengan
kebiasaan
yang
menunjang prestasi atau sebaliknya. Kebiasaan belajar yang salah harus diperbaiki dan ditinggalkan dan guru mencoba mengembangkan kebiasaan belajar baru yang lebih bermakna. Untuk memperoleh informasi mengenai
43
kebiasaan belajar peserta didik, guru menggunakan teknik observasi atau pengamatan terhadap cara belajar. d. Pengetahuan Awal dan Prasyarat Pengajaran akan berhasil bila dimulai dari apa yang telah diketahui oleh peserta didik. Ini berarti bahwa guru harus mengetahui terlebih dahulu pengetahuan dan tingkah laku yang telah dimiliki oleh peserta didik, baik pengetahuan dan pengalaman dalam pengertian luas maupun pengetahuan dan tingkah laku prasyarat bagi bahan pengajaran
berikutnya. Penilaian
terhadap pengetahuan awal dan prasyarat dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sebelum pengajaran diberikan. Pertanyaan ini berkenaan dengan bahan sebelumnya atau pengetahuan lain yang telah ada padanya, yang relevan dengan bahan pengajaran yang akan diberikan. Jika ternyata pengetahuan prasyaratnya belum dikuasai, sangat bijaksana bila guru menjelaskan terlebih dahulu sebelum memberikan bahan pengajaran baru yang telah dirancangnya. e. Karakteristik peserta didik Karakteristik pribadi peserta didik satu sama lain berbeda yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang keluarganya, kemampuannya, pengalaman, lingkungan
yang membentuknya, dan sebagainya. Karakteristik
ini
mempengaruhi peserta didik dalam proses belajarnya. Sikap dan pendekatan guru dalam menghadapi peserta didik harus memperhitungkan karakteristik tersebut. Untuk mengetahui informasi mengenai karakteristik peserta didik, guru perlu mengamati tingkah laku peserta didik dalam berbagai situasi, melakukan analisis, data pribadi, melakukan wawancara, dan memberikan kuesioner atau daftar isian mengenai sifat dan karakter peserta didik (Ahmad Rohani, 2004: 169). 4. Evaluasi Pembelajaran Menurut Oemar Hamalik (2007: 253) menyatakan bahwa ”Evaluasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati
44 dan dapat dipertanggungjawabkan”. Dalam buku The
School Curriculum,
evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan semula. Adapun dalam buku Curriculum Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum. Di dalamnya terdapat tiga makna, yaitu: a. Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai; b. Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang dilakukan, dan; c. Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu. Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum
adalah sebagai berikut (Oemar
Hamalik, 2007: 255): a. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuantujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam
proses
pelaksanaan evaluasi kurikulum; b. Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen yang andal; c. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus
45
mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan. d. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, pemilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan. e. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasil evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil yang digunakan. f. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu, peran guru dan kepala sekolah sangatlah penting, karena mereka yang paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum. Dimyati dan Mudjiono (2006: 200) ”Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar”. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai
oleh siswa setelah mengikuti
suatu kegiatan
pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan sebagai berikut: a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Yang dimaksud dengan hasil dari kegiatan evaluasi untuk diagnostik dan pengembangan adalah penggunaan hasil dari kegiatan
evaluasi hasil belajar sebagai
dasar pendiagnosisan
46
kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya berdasarnya pendiagnosisan
inilah
guru
mengadakan
pengembangan
kegiatan
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. b. Untuk seleksi, hasil dari kegiatan evaluasi hasil seringkali digunakan sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan untuk seleksi. c. Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran
yang telah
disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku. d. Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai. Untuk
menempatkan
penempatan siswa pada kelompok, guru dapat menggunakan
hasil dari
kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005: 107) yang menyatakan bahwa setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf.
47
Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut: a. Istimewa/maksimal :
Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
b. Baik sekali/optimal
:
Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran
yang diajarkan
dapat dikuasai
oleh
siswa. c. Baik/minimal
:
Apabila bahan pelajaran
yang diajarkan
hanya
60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa d. Kurang
:
Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
5. Prestasi Belajar Hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar (Sukmadinata, 2007: 102). Menurut Rohani (2004: 179) penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan yaitu: a.
Sasaran penilaian. Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang.
b. Alat penilaian. Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang obyektif. Penilaian hasil belajar hendaknya dilakukan secara berkesinambungan agar
48
diperoleh hasil yang menggambarkan
kemampuan peserta didik yang
sebenarnya di samping sebagai
untuk meningkatkan
alat
motivasi
belajarnya. c. Prosedur pelaksanaan tes. Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam bentuk formatif dan sumatif. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melihat program mana yang belum dikuasai oleh peserta didik sampai di mana
kemampuan peserta didik
dalam penguasaan
materi yang telah
diberikan dalam kurun waktu tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 456) prestasi diartikan sebagai capaian hasil dari suatu yang telah dikerjakan sebelumnya istilah prestasi ini masih bersifat umum, yang secara luwes dapat dirangkai dengan istilah lain sebagai penjelasan pencapaian prestasi tertentu. Prestasi kerja berarti capaian kerja, prestasi belajar capaian belajar. Selanjutnya secara khusus prestasi belajar mengandung pengertian penguasaan pengetahuan
atau
ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Tinjauan leksikal tersebut senada dengan pendapat para pakar pendidikan. Umumnya para pakar
pendidikan
menjelaskan
prestasi
belajar
dengan
menunjukkan pada cakupan makna belajar. Winkerl (1996: 161) mendefinisikan prestasi sebagai bukti usaha yang dicapai dalam belajar. Prestasi belajar sebagai perolehan berbagai kemampuan, keterampilan dan sikap. Tiga komponen tersebut merupakan ranah atau kawasan yang populer sering disebut sebagai taksonomi Bloom. Hasil
belajar merupakan
salah satu
aspek
dari hasil
49
pembelajaran. Dari dua pakar tersebut kemudian menyebutkan tiga jenis hasil pembelajaran yaitu, keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran, ketiganya dapat diukur dengan taraf prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Lebih khusus, belajar yang dilakukan secara formal di sekolah, prestasi belajar memiliki ukuran metode dan pelaporan yang khas. Umumnya prestasi belajar di sekolah dinyatakan dalam bentuk angka atau lebih yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu tes yang dilakukan setelah program pembelajaran selesai dikerjakan, angka atau nilai tersebut merupakan simbol atau lambang sebagai informasi perubahan tentang pengalaman dan keterampilan yang telah diperoleh siswa. Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Depdikbud (1996: 700) merupakan pemberian batasan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang ditujukan dengan nilai yang diberikan oleh guru. Pemberian batasan dengan hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajarnya dinyatakan dalam
nilai-nilai yang dituangkan dalam rapor.
Memberikan batasan dengan menunjukkan waktu
tertentu
yaitu hasil yang
dicapai atau ditunjukkan oleh murid-murid sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka-angka, atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai dalam perihal tertentu dan dalam periode tertentu. Prestasi
belajar merupakan
pencerminan tingkat keberhasilan
siswa
dalam menguasai konsep materi pelajaran yang telah dipelajari. Prestasi belajar dapat diketahui melalui alat ukur berupa butir tes yang telah dirancang sesuai dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) pada setiap mata
50
pelajaran. Melalui
pengukuran dan penilaian dalam pembelajaran
diketahui
keberhasilan peserta didik, karena dengan pengukuran
tingkat
akan
tersebut dapat diketahui kemajuan dan keberhasilan suatu program pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang merupakan faktor dalam individu maupun dari luar individu. Adapun dua faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut: a. Faktor eksternal, adalah faktor yang terdapat di luar individu meliputi faktor non sosial yang terdiri dari keadaan sekitar, keadaan tempat dan alatalat yang dipakai untuk belajar, sedangkan faktor sosial yang terjadi dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar. b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi faktor fisiologis yang terdiri dari perhatian, minat, kepribadian, motif, dan sebagainya. Menurut Nana Sudjana (2008: 56) penilaian terhadap proses belajar dan mengajar sering diabaikan setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan penilaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut: a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siwa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan siswa akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong
51
untuk meningkatkan, setidak-tidaknya
mempertahankan, apa
yang telah
dicapainya. b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, siswa tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa siswa punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila siswa berusaha sebagaimana harusnya. Siswa juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dapat dicapai apabila siswa berusaha sesuai dengan kesanggupannya. c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya. d. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan, atau wawasan, ranah afektif atau sikap dan apresiasi, serta ranah psikomotoris, keterampilan, atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak direncanakan dalam pengajaran. e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
52
Menurut Nana Sudjana (2008: 3) penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Ciri-ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatau perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program, ada kriteria, dan ada interpretasi/judgment. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasi belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang
53
diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuantujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan efisiennya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil merupakan akibat dari proses (Nana Sudjana, 2008: 3). Menurut Nana Sudjana (2008: 8) pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian. Adapun prinsip penilaian yang dimaksudkan antara lain: a. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. Sebagai patokan atau rambu-rambu
dalam
merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakannya. b. Penilaian hasil belajar
hendaknya menjadi bagian integral
dari proses
belajar mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. ”Tiada proses belajar mengajar tanpa penilaian”, hendaknya dijadikan semboyan bagi setiap guru. Prinsip ini mengisyaratkan pentingnya penilaian formatif sehingga dapat bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru.
54
c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya,
penilaian harus
menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif. d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Demikian juga data hasil penilaian harus dapat ditafsirkan sehingga guru dapat memahami para siswanya terutama
prestasi dan
kemampuan yang dimilikinya.
6. Media Pembelajaran Pengertian media seperti dinyatakan oleh Smaldino, Russel, Heinich, & Molenda (2005: 9) bahwa “A medium (plural, media) is a means of communication and source of information. Derived from the Latin word meaning “between” the term refers to anything that carries information between a source and a receiver”. (Media adalah alat komunikasi dan sumber informasi, diambil dari bahasa latin yang berarti antara, istilah ini mengacu kepada segala hal yang mengantarkan informasi dari sumber kepada penerima). Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Robinson Situmorang, dan Atwi Suparman, 2000: 1). Media diartikan sebagai alat komunikasi yang membawa pesan dari sumber ke penerima. Media adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelaskan materi atau mencapai
55
tujuan pembelajaran tertentu. Media pembelajaran adalah alat yang dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan materi pelajaran kepada pembelajar (Suwarno Pringgawidagda, 2002: 145). Informasi yang terdapat dalam media dapat berupa sejumlah keterampilan maupun pengetahuan yang perlu dikuasai dan dipahami oleh siswa. Menurut Sri Anitah (2008: 2) menyatakan bahwa ”media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan,
keterampilan, dan
sikap”. Dengan pengertian itu, guru atau dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah media pembelajaran. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Informasi ini mungkin didapatkan dri buku-buku, rekaman, internet, film, dan mikrofilm. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari
56
ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik (Akhmad Sudrajat 2208: 1). Brown (1973, dalam Akhmad Sudrajat, 2008: 1) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 1) Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya : a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
57 model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial; b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik; c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya; d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan; e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis; f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru; g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar; h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006: 120) media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh
pengetahuan
dan
keterampilan. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahwa yang
58
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai Kerumitan
bahan yang akan
disampaikan
perantara.
kepada anak didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabtrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media. Menurut Smaldino, Russel, Heinich, dan Molenda (2005: 141) yang menyatakan bahwa: ”Multimedia sistem terdiri dari media tradisional dalam kombinasi atau digabungkan dalam komputer sebagai gambaran teks, gambar, grafik, suara dan video. Istilah multimedia kembali pada tahun 1950 an dan didiskripsikan sebagai penerapan untuk mengkombinasikan berbagai media untuk mempengaruhi tingkat pendidikan”. Media dilihat dari daya liputnya, yaitu (1) media dengan daya liput luas dan serentak, yaitu penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama; (2) media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat, yaitu media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus; (3) media untuk pengajaran individual, yaitu media ini penggunaannya hanya untuk
seorang
diri, termasuk
media ini adalah modul berprogram dan
pengajaran melalui komputer (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 125). Media dilihat dari bahan pembuatannya, yaitu: (1) media sederhana, yaitu media
dengan bahan dasarnya
diperoleh dan
harganya
murah, cara
pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit; dan (2) media kompleks,
59
yaitu media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 126). Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa. Alat ini bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar. Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, media mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 134):
a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. b. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa
media pengajaran
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru. c. Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran. d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekadar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa. e. Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang dibeirkan guru. f. Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan terjadi jika penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sangat kurang.
60
Pemanfaatan media dengan maksud mengulur-ulur waktu tidak dibenarkan. Karena kegiatan belajar mengajar bukan untuk hal itu. Apabila pemanfaatan media dengan maksud untuk memperkenalkan kekayaan sekolah. Semua itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan pencapaian tujuan pengajaran. Karena itu, pemanfaatan media hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan pengajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 135). Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua ini akan dijelaskan pada pembahasan berikut (Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 212):
a. Media Auditif yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran. b. Media Visual yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun. c. Media Multimedia yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang dibedakan menjadi 2 yaitu:
pertama dan yang kedua. Media ini
61
1). Multimedia diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara.
62
2). Multimedia gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette. Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam empat kelompok besar yaitu : media cetak, media Realita (obyek nyata atau benda yang sesungguhnya), dan model.
7. Media Pembelajaran Multimedia Smaldino, Sharon, James D.Russel, Robert Heinich, Michael Molenda (2005: 141) menyatakan bahwa: Multimedia systems may consist of traditional media in combination or they may in-corporate the computer as a display device for text, pictures, graphics, sound, and video. The term multimedia goes back to the 1950s and describes early attempts to combine various still and motion media for heightened educational effect. (Multimedia sistem terdiri dari media tradisional dalam kombinasi atau digabungkan dalam komputer sebagai gambaran teks, gambar, grafik, suara dan video. Istilah multimedia kembali pada tahun 1950 an dan didiskripsikan sebagai penerapan untuk mengkombinasikan berbagai media untuk mempengaruhi tingkat pendidikan). Menurut Yudi Munadi (2008: 148) ”Multimedia pembelajaran adalah media yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran berlangsung”. Multimedia merupakan kombinasi dari komputer dan video, atau multimedia merupakan
kombinasi dari suara,
gambar, dan teks.
Multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari
63
data, media ini dapat berupa audio, animasi, video, teks, grafik, dan gambar. Multimedia merupakan alat yang menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video. Menurut Sri Anitah (2008: 60) mengatakan bahwa “multimedia digunakan untuk mendeskripsikan
penggunaan
berbagai media secara terpadu dalam
menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran”. Multimedia merupakan kegiatan interaktif yang sangat tinggi, mengajak pebelajar untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memilih dan mengendalikan layar di antara jendela informasi dalam penyajian media. Dengan multimedia, berbagai gaya belajar pebelajar
terakomodasi, seperti
pebelajar yang
auditori, visual, maupun
kinestetik, sehingga pebelajar dapat memilih media yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing. Tujuan penggunaan multimedia dalam pendidikan dan pelatihan adalah melibatkan pebelajar dalam pengalaman multi sensori untuk meningkatkan kegiatan belajar. Pada masa lalu, pengalaman yang paling dominan adalah katakata tertulis dan lisan
melalui teks
dan ceramah. Saat ini, dimanfaatkannya
multimedia dan berbagai sumber informasi serta metode pembelajaran, pencapaian hasil
pembelajaran diharapkan
lebih meningkat.
Multimedia
komputer
menggunakan komputer untuk menyusun penggunaan informasi yang disimpan dalam berbagai bentuk, termasuk tesk, gambar diam, grafis, video, suara, musik, efek suara (sound effect). Pemanfaatan multimedia dengan berbasis komputer yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran multimedia presentasi. Multimedia presentasi
64
digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoritis digunakan dalam pembelajaran klasikal, baik untuk kelompok kecil maupun besar. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projector (LCD) yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Pemanfaatan multimedia dalam presentasi ini biasanya menggunakan perangkat lunak yang paling tersohor, yakni powerpoint. Menurut Yudhi Munadi (2008: 150), ada beberapa kelebihan penggunaan multimedia presentasi yaitu: 1) Mampu menampilkan objek-objek yang sebenarnya tidak ada secara fisik atau diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran. 2) Memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik, dan sound menjadi satu
kesatuan
penyajian yang terintegrasi. 3) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai dengan modalitas
belajarnya
terutama bagi
mereka yang memiliki tipe visual,
auditif, kinestetik atau yang lainnya. 4) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan mendengarkan secara mudah 8. Peran Guru Guru dalam proses pembelajaran memiliki peran dalam menerapkan konsep pembelajaran dan pengertian yang benar dari ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik. Peran guru dalam penerapan konsep pembelajaran tersebut (Madsen, 2004: 328): Began to change the way many faculty members at institutions of higher education viewed their role as educators. He argued that current teaching practices were not fully effective in producing meaningful and
65
long-term learning. He wrote that only through engaging the student in the learning process (an approach now termed the scholarship of engagement) would instructors enable student’s retention of course concepts and understanding of the true application of pertinent knowledge and skills. In addition, Boyer challenged members of the faculty to become reflective practitioners “who move back and forth between theory and practice to bring into the university classroom the daily problems of real people in real neighborhoods. (Berbagai dosen di lembaga pendidikan tinggi menunjukkan peran mereka sebagai pendidik. Tingkat praktis dari pengajar tidak sepenuhnya efektif dalam pembelajaran yang bermakna. Hanya melalui ilmu pendidikan peserta didik dalam proses pembelajaran, pendidik dapat dengan mudah menerapkan konsep pembelajaran dan pengertian dalam aplikasi yang benar dari ilmu pengetahuan dan keterampilan yang bersangkutan. Boyer mengajak para dosen praktisi yang bersifat reflektif, bolak-balik antara teori dan praktek, membawa kelas ke dalam masalahnya itu yang dihadapi masyarakat sehari-hari). Guru memiliki peran penting dalam menentukan kualitas sekolah dan pembelajaran peserta didiknya, hal ini seperti dinyatakan oleh Levy (2002: 176) menyatakan: “A major role of school quality and students learning are depend on the teacher role” (Peran utama dalam kualitas sekolah dan pembelajaran peserta didiknya tergantung pada peran guru). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, guru memiliki berbagai tantangan, terutama yang berkaitan dengan tuntutan peserta didik yang memiliki kemampuan akademik yang tidak merata, seperti disampaikan oleh Mulrine (2007: 38) sebagai berikut: Among the many diverse challenges being faced by the general education teacher, one challenge is particullary perplexing. How does one
66
address both the special needs of students with extraordinary academic ability and the needs of those students who are not as advanced. (Di antara berbagai tantangan berbeda oleh guru suatu tantangan adalah bagian yang membingungkan. Bagaimana kebutuhan murid dengan kemampuan akademik yang luar biasa dan kebutuhan peserta didik yang biasa saja?). Guru menemukan cara yang kreatif untuk merangsang pikiran dan menciptakan kesempatan belajar yang lebih tinggi untuk peserta didik terutama untuk peserta didik yang
mempunyai kemampuan lebih. Guru dari peserta didik yang
berkemampuan lebih butuh untuk menjadi kreatif dan bekembang secara efektif atau memodifikasi pogram dan kurikulum untuk peserta didik mereka). Betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta menyejahterakan
masyarakat, kemajuan
negara, dan bangsa. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan
kemudahan
belajar
bagi seluruh peserta didik, agar
dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri (Mulyasa, 2006: 36) sebagai berikut : (a) orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya, (b) teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik, (c) fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya (d) memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran
67
pemecahannya, (e) memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab, (f) membiasakan peserta didik untuk saling
berhubungan (bersilaturahmi)
dengan orang lain secara wajar, (g) mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya, (h) mengembangkan kreativitas, dan (i) menjadi pembantu ketika diperlukan. Untuk memenuhi tuntutan di atas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Peran guru
dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Mulyasa, 2006: 38): (1) sebagai Pendidik; (2) sebagai pelajar; (3) sebagai pembimbing; (4) sebagai pelatih; (5) sebagai penasehat; (6) sebagai pembaharu (innovator); (7) sebagai model dan teladan; (8) sebagai pribadi; (9) sebagai peneliti; (10) sebagai pendorong kreativitas; (11) sebagai pembangkit pandangan; (12) sebagai pekerja rutin; (13) sebagai pemindah kemah; (14) pembawa cerita; (15) sebagai aktor; (16) sebagai emansipator; (17) sebagai evaluator; (18) sebagai pengawet; dan (19) sebagai kulminator. Dari pendapat Mulyasa (2006: 38) tentang peran guru dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Peran Guru sebagai Pendidik adalah guru yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
68
b. Peran guru sebagai Pelajar yaitu sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. c. Peran guru sebagai pembimbing harus dapat merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu
dilakukan
berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya. d. Peran guru sebagai pelatih, yaitu proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing. e. Peran guru sebagai penasehat, yaitu guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini.
69
f. Peran guru sebagai pembaharu (innovator), adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisah, dan bagaimana menjembataninya secara efektif. Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika caracara dipergunakan. Bahasa memang merupakan alat untuk berpikir, melalui pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman
sebagai hasil
belajar. Hal tersebut selalu
mengalami perubahan dalam setiap generasi, dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif. g. Peran guru sebagai model dan teladan, yaitu guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai
guru. Terdapat kecenderungan
yang besar untuk
menganggap
bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstruktif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hari akan memperkaya arti pembelajaran. h. Peran guru menjadi pribadi yaitu sebagai
individu yang berkecimpung
dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian
sebagai pendidik kadang-
kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya.
70
i. Peran guru sebagai peneliti, yaitu pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang di dalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia sendiri merupakan subyek pembelajaran. j. Peran guru sebagai pendorong
kreativitas merupakan
hal yang sangat
penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreativitas tersebut. Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses pendidikan. k. Peran guru sebagai pembangkit pandangan yaitu guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengemban fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu bahwa ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya. l. Peran guru sebagai pekerja rutin, yaitu guru bekerja dengan keterampilan, dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik,
71
maka
bisa mengurangi atau merusak keefektifan
guru pada semua
peranannya. Di samping itu, jika kegiatan rutin tersebut tidak disukai, bisa merusak dan mengubah sikap umumnya terhadap pembelajaran. m. Peran guru sebagai pemindah kemah yaitu hidup ini selalu berubah, dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan, dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk
mengetahui
masalah peserta didik, kepercayaan, dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhi dan meninggalkannya
untuk
mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. n. Peran guru sebagai pembawa cerita, yaitu guru, dengan
menggunakan
suaranya, memperbaiki kehidupan melalui puisi, dan berbagai cerita tentang manusia. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentan kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya
bahwa cerita itu sangat
bermanfaat bagi manusia, dan ia berharap bisa menjadi pembawa cerita yang baik. o. Peran guru sebagai aktor yaitu setiap individu memiliki banyak peran untuk dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kebanyakan
menolak
anggapan bahwa guru adalah seorang aktor. Untuk mengajar, guru harus memiliki gagasan dan pengalaman, serta harus menyadari bahwa orang lain pun berkesempatan untuk memilikinya. Untuk dapat mentransfer gagasan, ia harus
mengembangkan
pengetahuan
yang
telah
dikumpulkan
serta
mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan pengetahuan itu.
72
p. Peran guru sebagai emansipator yaitu dalam hal ini, guru harus mampu melihat sesuatu yang tersirat di samping yang tersurat serta mencari kemungkinan pengembangannya. Untuk memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tersirat perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja, ketekunan, kesabaran dan tentu saja kemampuan menganalisis fakta yang dilihatnya, sehingga guru mampu mengubah keadaan peserta didik dari status “terbuang” menjadi “dipertimbangkan” oleh masyarakat. q. Peran guru sebagai evaluator, yaitu evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan kontek yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik. r. Peran guru sebagai pengawet yaitu untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu, dikembangkan salah satu sarana pendidikan yang disebut kurikulum, yang secara sederhana diartikan sebagai program pembelajaran. Dengan kurikulum, maka jaminan pengetahuan
yang telah ditemukan
dan disusun oleh para
pemikir
pendidikan lebih kuat. Untuk dapat mengawetkan pengetahuan sebagai salah satu komponen kebudayaan, guru harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang harus diawetkan.
73
s. Peran guru sebagai kulminator yaitu Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran sebagai kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
9. Peran Kepala Sekolah Menurut Mulyasa (2007: 98) dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator, dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM) dengan uraian sebagai berikut: a. Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik) Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi (accelration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal. b. Kepala sekolah sebagai Manajer Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan
74
tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan
kepada
para
tenaga
kependidikan
untuk
meningkatkan
profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. c. Kepala sekolah sebagai Administrator Kepala sekolah
sebagai administrator
memiliki hubungan yang
sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk
mengelola
kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah. d. Kepala sekolah sebagai Supervisor Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas sebagai supervisor,
kepala sekolah
adalah
yaitu mencupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kependidikan. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pangawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. e. Kepala sekolah sebagai Leader
75
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. f. Kepala sekolah sebagai Innovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model
pembelajaran yang inovatif.
Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstuktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel. g. Kepala sekolah sebagai Motivator Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).
76
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa peran Kepala sekolah pembelajaran KTSP adalah sebagai sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor,
leader,
innovator,
dan
motivator
terhadap
warga
sekolah
(EMASLIM). Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar mengajar, tempat
terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.
Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan
sekolah adalah
keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah (Wahjosumidjo, 2007: 81). Kepala sekolah sebagai pejabat formal. Di dalam lingkungan organisasi, kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan organisasi jabatan ororitas formal terjadi apabila di lingkungan organisasi orangorang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi. Sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh
77
orang-orang yang muncul dan berpengaruh
terhadap orang lain karena
kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan (Wahjosumidjo, 2007: 84). Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapa pun yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat, dan integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui
suatu proses dan
prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku (Wahjosumidjo, 2007: 85).
10. Sarana dan Prasarana Mulyasa (2003: 49) sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang
proses pendidikan,
khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang
dimaksud dengan prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
menunjang jalannya
proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
78
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi dan penghapusan serta penataan.
B. Kerangka Pemikiran Perencanaan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran mutlimedia merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, dengan
perencanaan
pembelajaran
yang
baik
dimungkinkan
guru
dapat
melaksanakan mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif. Penggunaan media pembelajaran multimedia memungkinkan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa, sehingga
dengan
menggunakan
media
pembelajaran
multimedia
dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2008: 1). Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang dilaksankaan oleh guru, yang didukung oleh kepala sekolah, sarana prasarana yang memadai, dan dukungan masyarakat, serta respon positif dari siswa. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan implementasi perencanan yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah perencanaan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran multimedia. Prestasi belajar siswa merupakan hasil dari proses pembelajaran yang dicapai oleh siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran multimedia diharapkan siswa dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya motivasi
79
belajar sebagai akibat dari penggunaan media pembelajaran multimedia diharapkan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Penggunaan media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak, tentunya tidak lepas dari adanya berbagai hambatan, hambatan tersebut dimungkinkan timbul dari faktor guru maupun dari faktor sarana prasarana yang belum memadai, media
dengan diketahuinya hambatan oleh guru dalam penggunaan
pembelajaran
tersebut
dapat
digunakan
sebagai
masukan
untuk
penyempurnaan persiapan guru pada pembelajaran berikut. Dari uraian di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti diagram berikut:
Kualitas penggunaan media multimedia dalam pembelajaran
Persiapan guru
Hambatanhambatan
perencanaan
pelaksanaan
Guru senior
evaluasi
Guru yunior
Kurikulum (pembekalan media multimedia)
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
80
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena dalam mengkaji masalah, peneliti tidak membuktikan atau menolak hipotesis yang dibuat sebelum penelitian tetapi mengolah data dan menganalisis suatu masalah secara non numerik. Berdasarkan rangkaian teori tentang penelitian kualitatif tersebut, karena jenis penelitian ini memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimatkalimat yang memiliki arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku yang diamati. Dalam penelitian kualitatif, data yang diambil adalah berupa kata-kata tertulis atau lisan serta perilaku yang diamati dari objek penelitian. Data yang dikumpulkan harus dapat menggambarkan atau melukiskan objek yang diteliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Data yang dikumpulkan harus berbentuk kalimat yang memiliki arti luas, berasal dari transkip wawancara, catatan, wawancara lapangan, catatan-catatan resmi dan sebagainya. Penelitian kualitatif merupakan suatu bentuk penelitian yang mengubah dan menganalisis suatu masalah secara non numerik. Jadi fakta muncul dan telah diolah menjadi data, dikomunikasikan dalam laporan berbentuk narasi sehingga hasilnya lebih mendalam sesuai dengan ketajaman analisis peneliti. Penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi aslinya, bahwa datanya dinyatakan pada keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya sesuai dengan yang ada di lapangan,
81
sehingga peneliti dapat membuat penafsiran berdasarkan data di lapangan dari hasil wawancara serta hasil telaah pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. 2. Desain Penelitian Desain penelitian adalah etnografi. Penelitian etnografi adalah rekonstruksi budaya sekelompok manusia atau hal-hal yang dianggap budaya dalam berbagai kancah kehidupan manusia. Etnografi adalah budaya tentang perian (deskripsi) kebudayaan (Mantja, 2005: 2). Penelitian etnografi lebih dipertegas oleh pendapat (Mantja, 2005: 7) yang menyatakan bahwa: Penelitian atau kajian etnografi bersifat holistik, artinya bahwa penelitian ini tidak hanya mengarahkan perhatian pada salah satu atau beberapa variabel tertentu yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu pengkajian. Bentuk holistik ini didasarkan pada pandangan bahwa budaya merupakan keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam penelitian kualitatif, etnografi merupakan bentuk yang menonjol, sehingga dalam banyak kepustakaan istilah etnografi digunakan sebagai salah satu bentuk penelitian (di samping sebagai disain atau rancangan penelitian) yang meliputi penelitian kualitatif, penelitian studi kasus, penelitian kancah, ataupun penelitian antropologi. Desain penelitian adalah rencana suatu studi atau kajian yang merupakan hasil (produk) pentahapan rencana suatu penelitian. Desain itu kemudian diimplementasikan di dalam kegiatan penelitian selanjutnya data yang telah dikumpulkan dianalisis, kemudian dituangkan ke dalam laporan penelitian. Didalam desain penelitian tecakup pula banyak hal yang harus dikerjakan oleh peneliti, seperti waktu yang diperlukan untuk tinggal atau menetap di lapangan pada saat peneliti mengumpulkan data. Penetapan disain penelitian dalam penelitian kualitatif dikerjakan sepanjang masa penelitian, bahkan sampai
82
penelitian berakhir, walaupun keputusan disainnya telah ditetapkan pada awal penelitian. Namum, perlu diperhatikan bahwa walaupun disainnya telah ditetapkan sebelum penelitian dikerjakan, sesuai dengan hakikat penelitian kualitatif, disain tersebut masih bersifat sementara.
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Demak., dengan alasan di SMA 2 Demak merupakan SMA Negeri
yang telah menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan multimedia dengan fasilitas yang baik, selain itu guru yang ada di SMA Negeri 2 Demak, khususnya guru mata pelajaran IPA, terdiri dari guru senior dan guru yunior.
C. Data dan Sumber Data /Informan 1. Data Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun angka. Dari sumber SK Menteri P dan K No. 0259/U/1977 tanggal 11 Juli 1977 disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, yaitu data yang berkaitan dengan kualitas. Penelitian kualitatif yang menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis kualitatifnya (Sutopo, 2002: 48). 2. Sumber Data Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 107) yang dimaksud dengan “Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh”.
83
Sedangkan menurut Lofland and Lofland yang dikutip Lexy J. Moleong (2007: 157) bahwa “Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Peran dari sumber data sangatlah penting, karena berkaitan dengan bisa tidaknya data penelitian diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan sumber data sebagai berikut: a. Nara sumber (informan) Jenis sumber data yang berupa data yang berupa manusia pada umumnya dikenal sebagai responden. Istilah tersebut sangat akrab digunakan dalam penelitian kualitatif, dengan pengertian bahwa peneliti memiliki posisi yang lebih penting. Responden posisinya sekedar memberikan tanggapan (respon) pada apa yang diminta atau ditentukan penilitinya. Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (nara sumber) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan nara sumber disini memiliki posisi yang sama dan nara sumber bukan memberikan sekedar tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia lebih bisa memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Nara sumber yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru di SMA Negeri 2 Demak yaitu: Ali Askhadi (kepala sekolah), Muslikah, Suharto, Herwati, Suharwati, Budi Rahayu, Clara Pangestuti, Agung Heni, Eko Nuryati, Reni, Sunardi, Sisi Muslikah (guru), Anton Nugroho, dan Fatimah (siswa)
2. Peristiwa atau aktivitas Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya.
84
Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau yang hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja. Berbagai permasalahan memang memerlukan pemahaman lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam aktifitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Bukan hanya lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Bukan hanya lewat informan yang diberikan oleh seseorang atau dari catatan-catatan yang ada mengenai aktivitas tertentu. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua peristiwa bisa diamati secara langsung, kecuali ia merupakan aktivitas yang masih berlangsung pada saat penelitian dilakukan. Banyak peristiwa yang hanya terjadi satu kali, atau hanya berjalan dalam jangka waktu tertentu dan tidak terulang kembali. Dalam hal semacam ini, kajian lewat peristiwanya secara langsung tidak bisa dilakukan, kecuali lewat cerita narasumber, atau dokumen rekaman dan gambar bila ada. Peristiwa atau aktivitas yang diamati dalam penelitian ini berupa, proses penyusunan RPP, proses pembelajaran, dan proses pelaksanaan evaluasi pembelajaran yang sedang berlangsung di SMA Negeri 2 Demak
85
3. Dokumen dan Arsip Dokumen dan arsip merupakan data tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tertulis (tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu). Bila ia merupakan catatan lapangan yang bersifat formal dan terencana dalam organisai, ia cenderung disebut pasif. Namun keduanya bisa dikatakan sebagai suatu rekaman atau sesuatu yang berkaian dengan suatu peristiwa tertentu, dan dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data dalam penelitian. Dokumen dan arsip yang digunakan dalam penelitian ini berupa: program tahunan, program semester, kalender pendidikan, kurikulum, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan foto-foto tentang peristiwa yang terjadi di SMA Negeri 2 Demak.
86
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara mendalam Dalam penelitian kualitatif wawancara dilakukan secara bebas terkontrol artinya wawancara dilakukan secara bebas sehingga diperoleh data yang luas dan mendalam, tetapi masih memperhatikan unsur terpimpin pada persoalanpersoalan yang diteliti dalam hal inilah pedoman wawancara digunakan. Menurut Bogdan dan Biklen (1985 dalam Mantja, 2005: 57) menyatakan bahwa: Pedoman wawancara pada umumnya memberikan kesempatan timbulnya respon terbuka dan cukup luas bagi pengamat atau pewawancara untuk memperhatikan dan mengumpulkan data mengenai dimensi dan topik yang tak terduga oleh peneliti. Seperti halnya dalam teknik pengumpulan data dengan observasi, maka dalam wawancara inipun hasilnya dicatat dan direkam untuk menghindari terjadinya kesesatan recording. Di samping itu peneliti juga menggunakan teknik recall (ulangan) yaitu manggunakan pertanyaan yang sama tentang sesuatu hal guna memperoleh kepastian jawaban dari responden. Apabila hasil jawaban pertama dan selanjutnya sama maka dapat dijadikan data yang sudah final.
2. Dokumentasi Dalam penelitian kualitatif data dokumen biasanya dianggap sebagai data sekunder, karena data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tangan pertama, yaitu subyek penelitian, partisipasi, atau informan. Dengan demikian, maka penelitian tidak hanya dilakukan dengan mengumpulkan data melalui teknik pengumpulan dan wawancara, melainkan juga dengan teknik dokumentasi, walaupun kedua teknik itu dianggap sebagai teknik utama yang merupakan teknik yang paling dominan dipergunakan. Berbagai jenis informasi
87
juga dapat diperoleh melalui dokumentasi, seperti surat-surat resmi, catatan rapat, lapora-laporan, artikel media, klipping, proposal, agenda, memoranda, laporan perkembangan (progress report) yang dipandang relevan bagi penelitian yang sedang dikerjakan. Di bidang pendidikan dokumen itu dapat berupa buku induk, rapor, studi kasus, model satuan pelajaran guru, dan sebagainya. Salah satu dokumen yang juga dianggap penting sangat pribadi, yang berupa pengalaman, curahan perasaan dan pikiran tentang berbagai hal, baik yang menyangkut dirinya maupun orang lain dan lingkungannya. Menurut Moleong (2007: 160): ”Analisis dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong serta dokumentasi bersifat alamiyah sesuai dengan konteks lahiriyah tersebut. Pengumpulan data melalui teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Dengan analisis dokumentasi ini diharapkan data yang diperlukan benar-benar valid. Metode ini dipergunakan untuk mencari data jumlah karyawan, data pendafatar, data kelulusan, data saranaprasarana dan catatan-catatan lain yang relevan dengan permasalahan penelitian”. 3. Observasi Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda,
serta rekaman gambar.
Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada observasi langsung dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan (Sutopo, 2002: 64). Observasi tak berperan adalah observasi dimana peneliti sama sekali kehadirannya dalam melakukan observasi tidak diketahui oleh subjek yang diamati. Sedangkan observasi berperan adalah observasi yang dilakukan dengan
88
mendatangi peristiwanya, kehadiran peneliti di lokasi sudah menunjukkan peran yang paling pasif, sebab kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh yang diamati, dan bagaimanapun hal itu membawa pengaruh pada yang diamati. Oleh karena itu bilamana peneliti ingin mengamati dan mencatat hal yang berlangsung menurut
apa adanya (kondisi aslinya), maka ia sebaiknya jangan berbuat
apapun atau membuat
catatan dalam
jangka waktu
tertentu. Berdasarkan
pendapat di atas, maka peneliti mengambil teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi berperan.
E. Teknik Analisis Data Proses analisis dalam penelitian kualitatif, kegiatannya pada dasarnya dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Hal ini sangat berbeda dengan proses analisis di dalam penelitian kuantitatif, yang memisahkan secara tegas antara proses pengumpulan data dengan proses analisisnya, yaitu analisis dilakukan setelah proses pengumpulan data telah lengkap dan selesai dilaksanakan. Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, tiga komponen analisis tersebut saling berkaitan dan berinteraksi, tak bisa dipisahkan dari kegiatan pengumpulan data. Proses analisis dilakukan di lapangan bersamaan dengan proses pengmpulan data, sebelum peneliti meninggalkan lapangan studinya. Secara sederhana oleh Sutopo (2002: 94) dinyatakan bahwa: ”terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitaatif, yaitu (1) model analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) dan (2) model analisis interaktif”. Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan dengan verifikasinya. Proses analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin dan dilakukan secaara terus menerus di dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, merupakan model analisis jalinan. Reduksi data sebagai komponen pertama, bahkan sudah dilakukan sejak awal sebelum kegiatan pengumpulan data dilakukan, yaitu sejak penyusunan proposal penelitian. Dengan membatasi permasalahan penelitian dan juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam penelitian, sebenarnya peneliti sudah mulai melakukan reduksi. Kemudian proses tersebut dilanjutkan pada waktu pengumpulan data, dan secara erat saling menjalin dengan dua komponen analisis yang lain, yaitu sajian data dan penarikan simpulan dan verifikasinya. Tiga komponen tersebut masih aktif bertautan dalam jalinan dan
89
masih tetap dilakukan pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, dan dilanjutkan sampai pada waktu proses penulisan laporan penelitian berakhir. Untuk menganalisis data dalam masalah ini penulis menggunakan logika deduksi, dengan membandingkan teori yang melatar belakangi permasalahan. Data yang diperoleh dari lapangan akan diolah dengan cara mengumpulkan semua data yang ada. Data yang ada dikelompokkan, diseleksi dan selanjutnya dianalisis. Metode yang digunakan dalam analisis data kualitatif yaitu menganalisis data yang didasarkan pada kualitas data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan pokok penelitian, kemudian diuraikan dalam bentuk bahasa deskriptif. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, artinya mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian berdasarkan kualitas kebenarannya kemudian menggambarkan dan menyimpulkan hasilnya untuk menjawab permasalahan yang ada. Penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus (Sutopo, 2002: 96) Model analisis interaktif seperti yang dikemukakan Sutopo terlihat seperti gambar berikut: Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan simpulan/ verifikasi Gambar 2 : Model analisis interaktif Dengan memperhatikan gambar 1 di atas, maka proses dapat dilihat pada waktu pengumpulan data, penulis selalu membuat reduksi data dan sajian data. Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat. Dari dua bagian data tersebut penulis menyusun rumusan pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting dalam arti pemahaman segala peristiwanya yang disebut reduksi data. Kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa kalimat sistematis dengan suntingan penelitinya supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas dipahami. Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu penulis sudah mendapatkan unit kata dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada
90
waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik simpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Bila simpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian data, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman. Dalam keadaan ini tampak bahwa penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam siklus. Biasanya sebelum penulis mengakhiri proses penyusunan penulisan, kegiatan pendalaman data ke lapangan studinya dilakukan untuk menjamin mantapnya hasil penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penarikan simpulan secara deduktif, yaitu penarikan simpulan dari data-data yang bersifat umum untuk mendapatkan simpulan yang bersifat khusus.
91
F. Keabsahan Data Untuk menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data digunakan teknik triangulasi data. Triangulasi yang digunakan adalah: 1. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan data dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orangorang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, dan (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2005: 330). 2. Triangulasi metode, terdapat dua strategi, yaitu (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik triangulasi jenis ketiga adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Cara lain adalah dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya (Moleong, 2005: 330). 3. Perpanjangan pengamatan, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk selalu mengamati proses pelaksanaan pelatihan yang berlangsung. Dengan
92
demikian, peneliti dapat memperhatikan segala kegiatan yang terjadi dengan lebih cermat, aktual, terinci dan mendalam. Di samping itu, peneliti mengumpulkan hal-hal yang bermakna untuk lebih memahami gejala yang terjadi. Pengamatan secara terus menerus ini dilakukan selain untuk menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kriteria reliabilitas data yang diperoleh (Moleong, 2005: 327)
93
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam pembelajaran IPA Guru IPA di SMA Negeri 2 Demak, sebanyak 9 orang yang masingmasing mempunyai latar belakang yang berbeda, dilihat dari tahun kelulusan para guru tersebut 6 orang merupakan lulusan S1 Keguruan sesudah tahun 1994, dan 3 orang lulusan sebelum tahun 1994, bahkan 1 orang lulus tahun 1979
sehingga
bagi guru yang lulus sebelum tahun 1994. Dengan adanya perbedaan tahun kelulusan tersebut, menimbulkan sikap yang berbeda terhadap penggunaan multimedia, hal ini seperti dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) sebagai berikut: Di SMA Negeri 2 Demak ada 3 orang yang kami anggap senior, sudah menjadi guru lebih dari 20 tahun, sedangkan saya dan teman-teman yang diangkat menjadi guru baru antar atahun 1998 – 2005 menganggap beliau lebih senior dari kami, sehingga kami harus menghormatinya (catatan lapangan 01) Menrut Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) dijelaskan memang di kalangan guru khususnya di SMA Negeri 2 Demak, perbedaan waktu yang cukup lama tersebut menimbulkan istilah senior dan yunior, walaupun istilah tersebut sebatas anggapan di lingkungan SMA Negeri 2 Demak, dan merupakan bentuk penghargaan kepada guru yang lebih berpengalaman. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan:
94
Walaupun saya sendiri tidak menganggap bahwa saya senior, tetapi teman-teman yang tergolong muda, menganggap saya, Ibu Budi Rahayu, dan Ibu Clara Pangestuti yang nota bene diangkat tahun sembilan puluhan tergolong guru senior, karena kami dianggap senior tentunya teman-teman yang baru diistilahkan guru yunior, tetapi itu hanya di kalangan SMA Negeri 2 Demak (catatan lapangan 04) Dari data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah yunior dan senior terbatas pada lingkungan SMA Negeri 2 Demak, dimana tiga guru yang diangkat pada tahun sembilan puluhan, lulus sebelum tahun 1994, dianggap oleh kalangan guru dianggap sebagai guru senior, sedangkan guru dengan lulusan lebih dari tahun 1994 dianggap guru yunior. Permasalahan guru yunior dan senior tersebut, ternyata mempunyai dampak yang nyata terhadap sikap guru dalam penggunaan multimedia, dimana dalam penerapan multimedia di SMA Negeri 2 Demak khususnya dalam pembelajaran IPA. Guru senior cenderung kurang menyukai multimedia, dan rasa ingin tau terhadap penggumaan multimedia cenderung rendah, hal ini seperti dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) mengatakan: Guru-guru yang sudah berpengalaman mengajar lama, dan kami anggap senior justru jarang sekali menggunakan multimedia, mungkin beliau sudah merasa terbiasa dengan cara beliau mengajar, tetapi bagi kami yang muda-muda multimedia sangat membantu dan kami dapat berkreasi (catatan lapangan 02) Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) sebagai berikut: Kalau saya lebih senang menggunakan multimedia, karena hal tersebut sangat membantu saya dalam melaksanakan pembelajaran, telebih IPA, anak-anak lebih tertarik bila guru menggunakan multimedia, soal keengganan guru-guru yang senior menggunakan multimedia mungkin
95
disebabkan kebiasaan beliau yang sudah lama mengajar, sehingga dengan cara seperti itupun dianggapnya sudah baik (catatan lapangan 01)
Menurut Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009), keengganan guru dalam menggunakan multimedia, disebabkan oleh kebiasaan yang selama ini digunakan, selain itu pada saat kuliah guru tidak pernah memperoleh mata kuliah multimedia, sehingga kehadiran multimedia dianggapnya hal yang baru (catatan lapangan 04) Senada dengan pernyataan tersebut, Budi Rahahu (wawancara, Kamis 3 September 2009) mengatakan: Bukannya saya tidak suka dengan multimedia, jujur saja waktu kuliah dulu tidak pernah ada mata kuliah multimedia, sehingga kalupun mau menggunakan saya mesti harus belajar dulu, saya justru malah takut ditertawakan siswa, kan sekarang siswa lebih pintar-pintar soal komputer (catatan lapangan 05) Demikian halnya dengan pernyataan Clara Pangestuti (wawancara, Kamis, 3 September 2009) mengatakan: Sebenarnya saya suka menggunakan multimedia, tetapi saya belum siap untuk mengoperasikan dengan baik, sehingga takut nanti malah ditertawakan siswa, dan bagi saya multimedia tersebut merupakan hal yang baru, sehingga saya harus belajar, dulu waktu kuliah tidak ada mata kuliah multimedia tersebut (catatan lapangan 06)
Adanya multimedia sebagai media pembelajaran IPA bagi guru senior dianggapnya menjadi beban, seperti yang dikemukakan oleh Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009) sebagai berikut: Adanya multimedia, saya merasa terbebani, karena siswa memang lebih senang bila guru menggunakan multimedia, tetapi saya sendiri belum siap untuk menggunakan, dan saya masih merasa sulit untuk mengoperasikan komputer, walau berkali-kali diajari sama teman-teman,
96
tetapi ya masih bingung, maka saya lebih senang tidak menggunakan multimedia (catatan lapangan 04)
Dari informasi tersebut di atas dapat diketahui bahwa penggunaan multimedia di SMA Negeri 2 untuk pembelajaran IPA, hingga saat ini masih terbatas pada guru-guru yang yunior, sedangkan guru-guru yang senior belum memanfaatkan dengan baik, keengganan guru senior dalam penggunaan multimedia tersebut disebabkan oleh kebiasaan yang telah berjalan lama, dan pembekalan guru pada saat kuliah tidak memperoleh mata kuliah multimedia, selain itu kemauan guru untuk menguasai multimedia masih kurang. Bagi guru yunior penggunaan multimedia dianggapnya sangat membangu dalam pembelajaran, hal ini seperti dikemukakan oleh Umi rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) sebagai berikut: Dengan adanya multimedia saya merasa terbantu dalam mengajar IPA, karena selain mudah dalam penyampaian informasi, siswa cenderung lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, selain itu dengan multimedia saya tidak perlu berulangkali menulis di papan tulis (catatan lapangan 03) Senada dengan pernyataan tersebut Agung Heni (wawancara, Kamis 3 September 2009) mengemukakan: Saya hanya sekali membuat persiapan dengan multimedia, selanjutnya saya tinggal pakai, kalaupun ada penyempurnaan, saya tinggal ngedit, sehingga saya sangat terbantu, selain itu siswa lebih antusias dalam mengikuti pelajaran (catatan lapangan 07)
97
Guru yunior berusaha untuk mengajak guru senior untuk menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran, hal ini seperti dikamukakan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan: Saya dan teman-teman mengajak guru yang senior untuk mencoba menggunakan multimedia, bahkan saya dan teman-teman bersedia untuk melatih dan menjelaskan bila teman-teman merasa kesulitan, tetapi Ibu-Ibu yang sudah senior kurang respon, bahwa ada kecenderungan tetap mempertahankan cara mengajar yang selama ini digunakan (catatan lapangan 08)
Himbauan penggunaan multimedia sering disamapiakan oleh kepala sekolah, seperti dikemukakan oleh Reni (wawancara, Selasa 8 September 2009) sebagai berikut: Setiap kali ada pertemuan, kepala sekolah mengingatkan agar guru menggunakan multimedia dalam mengajar, tetapi hingga saat ini belum semua guru menggunakannnya, tertutama guru-guru yang senior, … ya maklum mungkin sudah terbiasa dengan cara yang selama ini digunakan….(catratan langan 10)
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Eko Nuryadi (wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan: Mestinya semua guru di sini sudah saatnya menggunakan multimedia untuk pembelajaran, karena sekolah direncanakan menjadi Sekolah Berbasis Internasional (SBI) sehingga sangat disayangkan kalau nanti sudah SBI tetapi guru masih ada yang belum siap menggunakan multimedia (catatan lapangan 09) Menurut guru senior Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009), mengemukakan: Seperti yang pernah saya sampaikan bahwa sebenarnya, saya juga senang menggunakan multimedia untuk pembelajaran, tetapi bagaimanalagi saya sudah berusaha untuk mencoba tapi terasa sulit, apalagi kalau sudah samapi rumah tentunya pekerjaannya sudah lain,
98
sehingga waktu untuk mempersiapkan dengan multimedia tidak banyak (catatan lapangan 04) Pernyataan senada dikemukakan oleh Budi Rahayu (wawancara, Kamis, 3 September 2009) mengatakan: Banyaknya pekerjaan di rumah, membuat saya tidak sempat mempersiapkan pembelajaran dengan multimedia, sebenarnya temanteman menyurun untuk mencopy yang sudah ada, tetapi saya sendiri tidak mahir dalam mengoperasikan komputer (catatan lapangan 05) Dari informasi tersebut di atas dapat diketahui bahwa penggunaan multimedia oleh guru yunior dipandang sebagai hal yang penting dalam persiapan menuju sekolah berbasis internasional (SBI), namun bagi guru senior penggunaan multimedia justru menjadi beban.
2. Perencana Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Media Multimedia di SMA Negeri 2 Demak a. Rencana Pembelajaran Tidak jauh berbeda dengan rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata palajaran lainnya, dan dengan media non multimedia pada dasaranya penyusunan RPP merupakan kebutuhan pokok sebelum pelaksanaan pembelajaran, RPP IPA dengan menggunakan media multimedia merupakan pengembangan kurikulum yang diprogramkan pemerintah yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan utnuk mengembangan berbagai ranah pendidikan. Guru IPA SMA Negeri 2 Demak dalam merencanakan pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran
99
multimedia, tertuang dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) yang mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Penggunaan media pembelajaran merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru, hanya dalam RPP penggunaan media pembelajaran tersebut tidak disertai dengan perencanaan secara detail, hal ini seperti dikemukakan oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) sebagai berikut: Sebenarnya untuk merencanakan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia sama saja dengan perencanaan pembelajaran mapel lain dengan media lain, hanya perbedaannya terledak pada media pembelajaran yang nantinya akan digunakan guru (catatan lapangan 01) Sebelum menyusun RPP mata pelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia guru diwajibkan memahami cara mengisi identitas yang meliputi mata pelajaran, kelas, semester, tahun ajaran. Identitas tersebut perlu dipahami oleh guru agar guru dapat menjabarkan silabus yang ada ke dalam RPP sesuai dengan mata pelajaran, kelas, semester serta dipergunakan untuk tahun ajaran berapa. Dalam menentukan identitas tersebut, seperti dituturkan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) mengatakan bahwa: penyusunan RPP didahului dengan identifikasi, yang meliputi: mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun ajaran, dengan mengetahui mata pelajaran yang akan diuraikan dalam RPP maka dapat dirinci dalam satuan-satuan acara pelajaran yang sesuai, kejelasan mata pelajaran, kelas, semester dan tahun ajaran tersebut dapat membantu guru dalam membuat
100
RPP secara rinci, dan sesuai dengan tujuan kurikulum (catatan lapangan 02). Senada dengan pernyataan tersebut Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) menyatakan bahwa: ”Penentuan identitas mata pelajaran, kelas, semester dan tahun ajaran tersebut mutlak ditetapkan oleh guru sebelum menyusun RPP lebih jauh, karena hal tersebut merupakan patokan bagi guru untuk menyusun RPP.” (catatan lapangan 08) Dari informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menyusun RPP IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, terlebih dahulu harus ditetapkan identitas mata pelajaran, kelas, semester dan tahun ajaran dengan memahami identitas, dan menetapkan identitas maka RPP mata pelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia dapat dibuat dengan terarah sesuai dengan mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun ajarannya. Langkah berikut dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, adalah melakukan pemahaman terhadap kurikulum dengan standar nasional pendidikan (SNP), pemahaman tersebut sangat penting dalam menyusun RPP, hal ini seperti disampaikan oleh Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) sebagai berikut: sebelum menyusun RPP, terlebih dahulu kami mencoba memahami standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikn dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan, karena dengen mamahami standar tersebut kemungkinan RPP yang dikembangkan dapat sesuai dengan kompetensi yang diharapkan (catatan lapangan 01)
101
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) menyatakan: Sebenarnya untuk menyusun RPP pembelajaran IPA dengan menggunakan media multimedia seperti yang diharapkan dalam KTSP tidaklah sulit, yang terpenting bagi guru adalah memahami standar yang diinginkan dalam kurikulum serta target kompetensi yang diharapkan, dengan mengetahui standar pendidikan, guru akan dapat menjabarkan dan mengembangkan kurikulum dalam silabus yang tepat (catatan lapangan 02)
Pernyataan akan pentingnya pemahaman guru terhadap standar isi tersebut dipertegas oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan Sebelum guru IPA menyusun RPP dengan media pembelajaran multimedia, sebagai pengembangan dari kurikulum dan silabus seperti yang diharapkan dalam KTSP, kami memberikan pengarahan terlebih dahulu tentang standar nasional pendidikan dalam suatu rapat, setelah guru memahami keseluruhan standar nasional pendidikan tersebut, baru guru-guru di sini mulai menyusun silabus dan RPP, dan multimedia saya arahkan agar dimanfaatkan oleh semua guru agar pembalajaran dapat hidup dan bervariasi (catatan lapangan 08) Dengan telahd diketahuinya standart kompetensi dan standar isi, maka langkah selanjutnya dalam menyusun rencana pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia adalah dengan menetapkan tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran ditentukan setelah ditentukan
standar
dan
kompetensi
kompetensi
dasar,
serta
indikator,
tujuan
pembelajaran berisikan target yang akan dicapai dalam proses pembelajaran, tujuan pembelajaran merupakan hasil yang akan dicapai setelah dilakukan proses pembelajaran dalam satu tatap muka.
102
Menurut Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) mengatakan bahwa: Pebyusunan RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia setelah indentifikasi dan menentukan kompetensi, langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran merupakan hasil yang akan dicapai dalam setiap tatap muka, sehingga dalam menentukan tujuan tentunya disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai (catatan lapangan 03) Senada dengan pernyataan tersebut berdasarkan dokumentasi yang ada di SMA Negeri 2 Demak diketahui bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA, telah ditentukan tujuan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu dan standart kompetensi. Tujuan pembelajaran yang telah dibuat terdiri dari tujuan pembelajaran pertemuan I dan II tergantung dari alokasi waktu yang disediakan. Perencanaan lainnya selain pengembangan silabus kedalam RPP adalah perencanaan kegiatan pembelajaran, rencakan kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan multimedia, penentuan rencana kegiatan pembelajaran tersebut seperti dituturkan oleh Herwati (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) mengatakan: Rencana kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk langkahlangkah pembelajaran dari pertemuan I, sampai dengan pertemuan berikutnya disertai dengan alokasi waktu, rencana tersebut merupakan gambaran kegiatan yang akan dilakukan oleh guru di dalam kelas, rencana tersebut disusun dengan sistematika: pendahuluan dengan alokasi waktu 5 – 10 menit, kegiatan inti dengan alokasi waktu 35 menit, dan penutup 5 – 10 menit (catatan lapangan 03) Dari data dokumentasi yang diperoleh dari SMA Negeri 2 Demak dapat diketahui bahwa guru IPA dalam merencanakan pembelajaran dengan
103
media pembelajaran multimedia telah melengkapi langkah pembelajaran disertai dengan alokasi waktu yang disesuaikan dengan kompetensi, tujuan pembelajaran dan alokasi waktu yang tersedia. Berdasarkan data di atas, baik dari hasil wawancara maupun dokumnentasi dapat disimpulkan bahwa RPP IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia yang disusun oleh guru di SMA Negeri 2 Demak telah dilengkapi dengan rencana kegiatan pembelajaran dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran yang berisikan pendahuluam, kegiatan inti, dan penutup. Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh guru dalam menyusun RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia adalah menentukan metode dan teknik
pembelajaran,
multimedia ternyada
walaupun
menggunakan
media
pembelajaran
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan
hampir semua guru IPA menggunakan metode ceramah bervariasi, metode penugasan dan metode diskusi. Informasi mengenai metode pembelajaran tersebut diperoleh dari pernyataan Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) mengatakan bahwa: Untuk mata pelajaran IPA dengan menggunakan multimedia, metode yang paling tepat adalah ceramah bervariasi, artinya guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah, yang terkadang disisipkan tanya jawab, disertai dengan tayangan gambar atau teks pada layar peraga yang disertai dengan animasi, karena dengan metode tersebut dainggap paling tepat bila alat peraga yang digunakan multimedia, namun demikian sesekali memang guru di sini mengajak siswa untuk diskusi memecahkan permasalah tertentu (catatan lapangan 01)
104
Informasi tentang metode yang digunakan oleh guru IPA di SMA Negeri 2 Demak tersebut dikatakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) menyatakan bahwa: mengajar anak-anak SMA, terlebih di klas X memang membutuhkan pengalaman tertentu, terutama dalam penggunaan metode, untuk menyampaikan materi pelajaran anak-anak lebih suka dengan metode yang kontekstual, disertai dengan alat peraga yang nyata langsung bisa dilihat oleh siswa, kalau kebanyakan ceramah maka siswa akan jenuh, maka solusinya sangat tepat bila digunakan media pembelajaran yang menarik, yaitu komputer (catatan lapangan 02). Dilihat dari dokumen RPP IPA, ternyata semua metode pembelajaran yang direncanakan oleh guru adalah menggunakan metode ceramah bervariasi, metode penugasan, dan metode diskusi, tidak satupun ditemukan guru yang menggunakan metode demonstrasi, walaupun ada beberapa standart kompetensi yang direncanakan dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual.
Dari informasi yang diperoleh baik dari
wawancara maupun dari dokumentasi dapat disimpulkan bahwa rencana metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia adalah menggunakan metode ceramah bervariasi, penugasan, dan diskusi Perencanaan media pembelajaran multimedia merupakan salah satu pilihan dari beberapa media yang ada, pemeilihan media pembelajaran dipilih oleh guru IPA, karena hal tersebut dianggap mudah untuk dibuat dan cukup menarik perhatian siswa, hal ini seperti dikemukakan oleh Umi Rohmah (wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan: Saya selalu merencanakan media pembelajaran multimedia, karena membuatnya nggak repot, untuk menerangkan pada siswa juga gampang,
105
dan siswa lebih tertarik dibanding bila kita menulis di papan tulis, atau menggunakan media chart, dengan animasi yang sederhanapun anak-anak cukup senang memperhatikan (catatan lapangan 04)
Media pembelajaran multimedia juga direncakan oleh guru IPA lainnya yaitu Herwati (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) mengatakan: Saya memilih multimedia, karena pengalaman saya siswa lebih banyak memperhatikan bila yang ditampilkan merupakan hal yang baru, maka dengan program yang sederhana saya dapat menampilkan beberapa materi pokok, sehingga siswa lebih tertarik, dengan multimedia saya dapat berkreasi untuk menarik perhatian siswa (catatan lapangan 03) Menurut pengakuan Budi Rahayu (wawancara, Kamis 3 September 2009) mengatakan: Untuk menentukan media pembelajaran, saya memilih media yang sesuai dengan mata pelajaran dan materi standar, khusus untuk mata pelajaran IPA, sebagian besar guru disini memilih media multimedia, karena dianggapnya hal tersebut hal yang baru, sehingga siswa lebih tertarik (catatan lapangan 05 Senada dengan pernyataan tersebut Clara Pangestuti (wawancara, Kamis 3 September 2009) menyatakan: ”untuk membantu proses pembelajaran saya memilih multimedia sebagai media pembelajaran, karena siswa lebih tertarik, dan membuatnyapun juga tidak sulit, selain itu, dengan sekali membuat saya bisa menggunakan terus dan menyempurnakan (catatan lapangan 06) Adanya multimedia sebagai media pembelajaran, ternyata ada beberapa guru yang belum siap untuk mengoperasikan, hal ini seperti dikamukakan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum Eko Nuryadi (wawancara, Senin 7 September 2009) mengatakan: Beberapa guru memang belum siap untuk menggunakan media pemelajaran multimedia, sebagian guru-guru tersebut adalah guru-guru
106
yang sudah tua-tua menjelang pensiun, ya mungkin karena faktor usia dan sudah menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk diubah (catatan lapangan 09) Pernyataan tersebut dipertegas oleh kepala sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan: Memang tidak semua guru memanfaatkan komputer untuk media pembelajaran, walaupun sekolah sudah berupaya memenuhi jumlahnya, hal tersebut karena menyangkut SDM, khususnya teman-teman yang sudah tua dan menjelang pensiun sulit untuk mengubah cara-cara yang sudah biasa dilakukan (catatan lapangan 08) Dari data tersebut dikatahui bahwa rencana media pembelajaran multimedia yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA terbatas pada pengganti media papan tulis, dan media lain, dengan memanfaatkan program powerpoint dengan animasi yang sederhana. Namun hal tersebut terbukti lebih menarik perhatian siswa dan banyak membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran IPA
b. Rencana Penggunaan sarana Media Multimedia Banyaknya guru yang menginginkan penggunaan media pembelajaran multimedia dengan sarana komputer dan LCD yang dilengkapi dengan layar display, mengharuskan kepala sekolah mengadakan sarana tersebut, sekolah sampai akhir tahun 2009, telah memiliki 6 unit LCD lengkap dengan layar display, sedangkan untuk perangkat komputer, saat ini sekolah sudah tidak menyediakan, karena banyak para guru yang telah memiliki laptop secara pribadi dan digunakan untuk perlengkapan mengajar, hal ini seperti dikemukakan oleh kepala sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) sebagai berikut:
107
Sebelum guru membawa laptop sendiri-sendiri, sekolah menyediakan komputer 4 unit, tetapi nampaknya hal tersebut cukup merepotkan bila dipindah-pindah, akhirnya atas inisiatif guru sendiri, ya... mungkin guru beranggapan untuk berpenampilan lain, selain itu kan sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok, akhirnya sekolah cukup menyediakan LCD, sedangkan komputer yang ada dijadikan satu di lab komputer untuk menambah jumlah komputer praktek yang sudah ada (catatan lapangan 08) Bagi guru laptop sangat membantu untuk mengajar, pertama mudah dibawa kemana-mana dan karena hanya dipakai pribadi resiko kerusakan sangat kecil, lain halnya dengan komputer yang dipakai oleh orang banyak, terkadang komputer ngga bisa dipakai, atau mungkin riskan terhadap virus, hal ini seperti dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) mengatakan: Ya Alhamdulillah.... sekarang banyak teman-teman yang sudah punya laptop sendiri, sehingga resiko kegagalan dalam menggunakan media pembelajaran multimedia mulai berkurang, bahkan hampir tidak pernah ada masalah, selain untuk mengajar saya sangat membutuhkan laptop untuk kegiatan lain seperti membuat PTK, dan menyusun bahan ajar, yang berkaitan dengan tugas saya (catatan lapangan 02) Persiapan sarana pembelajaran dengan media multimedia membutuhkan peralatan LCD dab layar displya, yang jumlahnya 8 unit, jumlah tersebut masih sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah kelas yang ada, idealnya setiap kelas tersedia satu LCD dengan 1 layar display, hal ini seperti dikemukakan oleh wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana Reni. S (wawancara, selasa tanggal 8 September 2009) sebagai berikut: Prasarana untuk pembelajaran media multimedia masih kurang, dari 24 klas yang ada baru ada 8 LCD dan 8 layar display, sehingga, pemakaiannya harus terjadwal, dan guru merencanakan terlebih dahulu, memang tidak semua guru menggunakan multimedia, tetapi sebagian besar sudah menggunakan, sehingga dalam menjadwalkan saya sering kewalahan (catatan lapangan 10)
108
Berdasarkan data tersebut di atas dapat diartikan bahwa dalam merencakan prasana pembelajaran dengan media pembelajaran multimedia guru telah merencanakan sendiri dalam laptop pribadinya, sehingga guru telah menyusun peragaan pembelajaran sendiri-sendiri sesuai dengan inisiatif guru, sedangkan sekolah menyediakan LCD dengan layar disply, keterbatasan LCD dan layar display mengharuskan wakil kepala sekolah membagi dan menjadwalkan penggunaan LCD dan layar display.
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas XI, pada pelajaran ke 4 dan 5, tanggal 3 September terlihat Muslikah sedang menjelaskan pelajaran biologi yang merupakan bagian dari pelajaran IPA. Sebelum menyampaikan materi pembelajaran guru terlebih dahulu menyampaikan salam kepada siswa, dengan menayangkan tayangan ”selamat datang di mata pelajaran biologi” yang dibuat dengan animasi yang menarik dan bigraound warna-warni. Selanjutnya guru menjelaskan rencana pembelajaran tentang ”alat eskresi” Kegiatan berikutnya yang dilakukan oleh guru adalah bercerita sedikit tentang ”alat-alat eskresi” yang sudah disinggung pada pertemuan sebelumnya, selanjutnya guru mengaitkan materi tersebut dengan materi yang akan diajarkan. Selanjutnya guru menjelaskan ”alat-alat eskresi pada tubuh manusia”, dalam penjelasannya guru menayangkan gambar-gambar alat eksresi, seperti kulit, hati, ginjal, dan paru-paru. Setiap gambar ditayangkan guru menjelaskan dan sesekali tayangan dilanjutkan dengan teks tentang eskresi manusia, siswa menyimak gambar dan mendengarkan ceramah guru dengan seksama, siswa sesekali
109
mencatat naskah yang ada di layar display.
Dalam proses pembelajaran
terkadang guru mematikan display untuk mengulang kembali apa yang sudah dijelaskan dan memberikan pertanyaan kepada siswa. Menurut beberapa siswa diantara Siti Muslikah (wawancara, Kamis tanggal 3 September 2009) mengatakan: Dengan digunakan komputer maka saya lebih tertarik, dan lebih terkesan, daripada guru menulis di papan tulis, selain menghabiskan waktu, kadang saya gak bisa baca tulisan pak Guru, terus terang saya lebih bersemangat bila Pak Guru menerangkannya pakai laptop dan LCD, lebih gaya gitu lo...(catatan lapangan 12) Dalam menyampaikan materi pembelajaran tersebut guru menggunakan metode ceramah, siswa kelas XI yang berjumlah 38, mendengarkan dengan seksama, mereka memperhatikan ceramah yang disampaikan oleh gurunya. sesekali guru memberikan pertanyaan kepada siswa, pada saat dilakukan observasi, guru memberikan pertanyaan lisan kepada salah seorang siswa yang bernama Anoton Nugroho Guru
Anton Guru Siswa Guru Anton Guru Guru Anton Guru Anton Guru Anton
: Anton...... coba sebutkan beberapa tokoh alat ekskresi pada tubuh manusia yang kamu ketahui (Guru memberikan waktu beberapa menit untuk memberikan kesempatan kepada Anton untuk berpikir) : (Setelah 2 menit Anton tidak menjawab) : coba kamu maju ke depan (selanjutnya Anton maju ke depan) : huuu............(serempak) : (sambil menghidupkan laptop dan membuka beberapa gambar) ini gambar apa? : Hati... : ya... : (sambil menunjukkan gambar lain) ini gambar apa? : paru-paru : ya bagus (sambul melanjutkan gambar lain) ini gambar apa? : Kulit : Ya.. bagus,.... sudah kembali ke tempat duduk : (sambil tersenyum) terimakasih Pak
110
Guru melanjutkan pembelajaran dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan, pertanyaan dibuat dalam bentuk teks ditayangkan dalam bentuk powerpoint, siswa mencata pertanyaan dan selanjutnya mendiskusikan dengan kawan-kawannya. Selang 10 menit kemudian guru minta diskusi untuk dihentikan, dan memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari bab berikutnya yaitu organ tubuh manusia, dan diharapkan siswa membuat resum untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Menurut pengakuan Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) dengan menggunakan multimedia ternyata siswa lebih tertarik, sehingga siswa jarang ngantuk bila guru menggunakan komputer dalam proses belajar mengajar, selain animasinya berbeda-beda, siswa lebih senang karena dapat menyaksikan tampilan yang berbeda-beda, apalagi kalau guru pandai dalam mengatur animasi disertai dengan suara, hanya sayangnya sekolah belum menyediakan sound untuk tiap-tiap ruang. Proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia hingga saat ini baru digunakan sebatas pengganti papan tulis, atau peraga lainnya, sehingga guru baru menggunakan program prowerpoint, yang oleh guru dianggap hal tersebut mudah dipelajari, hal ini seperti dikemukakan oleh Suharwati (wawancara, Rabu 2 September 2009) sebagai berikut: Untuk membantu mengajar, saya menyiapkan powerpoint untuk presentasi, dengan teks maupun gambar, tetapi yang penting background dan animasinya harus menarik, karena siswa lebih senang dengan warnawarna kombinasi yang menarik, dan tampilan yang macam-macam, sesekali harus ditampilkan pula tampilan yang lucu-lucu, bila perlu
111
gambar-gambar kartun yang lucu agar siswa lebih terkesan dengan pelajaran yang disamapaikan (catatan lapangan 04) Selain mudah membuatnya, sewaktu-waktu guru dapat menyempurnakan dengan menambah atau mengurangi tampilan, bila perlu guru mengambil rekaman CD untuk ditampilkan guna menambah pengetahuan siswa, diakui oleh guru bahwa dengan multimedia banyak kelebihan yang didapat, hal ini seperti dikemukakan oleh Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) sebagai berikut: Dengan menggunakan multimedia ternyata lebih memperjelas pengetahuan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa, selain itu dengan multimedia setiap siswa dapat melihat secara menyeluruh tidak terhalang oleh siswa yang ada di depannya, hal ini berbeda bila guru menggunakan papan tulis, tentunya siswa yang ada di belakang tidak akan dapat melihatnya (catatan lapangan 02) Dalam proses pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia guru melakukan beberapa tahapan yaitu tahapan sebelum pengajaran, tahapan pengajaran, dan tahap sesudah pengajaran. SMA Negeri 2 Demak
Tahap sebelum pengajaran guru
telah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
dengan memilih media pembelajaran multimedia..
Menurut Ali Askhadi
(wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan: Setiap guru telah menyusun RPP sebelum melaksanakan pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan implementasi dari skenario yang disusun dalam RPP, demikian pula dengan penggunaan media pembelajaran multimedia yang digunakan oleh guru, merupakan sarana bantu yang telah direncanakan sebelumnya (catatan lapangan 08).
Sedangkan dalam tahap pengajaran IPA SMA Negeri 2 Demak berlangsung interaksi
guru
dengan
siswa,
dalam
kegiatan
pengajaran
IPA
guru
112
mempertimbangkan berbagai aspek, seperti dituturkan oleh Clara Pengertusi (wawancara, Kamis 3 September 2009) mengatakan bahwa: dalam proses pengajaran IPA, baik biologi, fisika maupun kimia guru mempertimbangakan berbagai aspek antara lain pengelolaan dan pengendalian kelas, penyampaian informasi, keterampilan, konsep, dan sebagainya, ketrampilan bertanya, demonstrasi, dan penggunaan model, gerak guru, mencari umpan balik, mendiagnosa kesulitan siswa dan mengevaluasi kegiatan (catatan lapangan 06) Diakui oleh Budi Rahayu (wawancara, Kamis, tanggal 3 September 2009), bahwa dalam melakukan pembelajaran IPA guru mempertimbangkan faktor lingkungan dan faktor perilaku guru. Selain pertimbangan aspek sebelum, dalam proses, dan sesudah pengajaran, guru kelas dalam penyampaian materi IPA mempertimbangkan pula aspek lingkungan, karena lingkungan dapat menentukan keberhasilan dalam pembelajaran (Catatan lapangan 05) Setiap akhir pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan halhal yang belum jalas, namun ada pula beberapa guru yang mengabaikan hal tersebut, seperti disampaikan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) menyatakan bahwa: Setiap akhir pembelajaran IPA guru saya tekankan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya di akhir pembelajaran, atau bahkan disela-sela pembelajaran demikian halnya untuk pembelajaran yang lainnya, namun siswa di sini rata-rata tidak mau bertanya, salah satu jalan ya... guru yang harus memancing pertanyaan kepada siswa agar siswa mau bertanya”. Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia digunakan oleh sebagian besar guru dengan memanfaatkan program powerpoint untuk membantu
113
guru menjelaskan berbagai pelajaran, tampilan dibuat dalam bentuk gambar dan teks, yang disertai dengan background yang menarik dan animasi yang berbedabeda sesuai dengan kreativitas guru. Adanya powerpoint tersebut ternyata membantu guru dalam memperjelas pengetahuan siswa, dan memberikan motivasi kepada siswa, selain itu dengan adanya powerpoint yang dibuat dan dimiliki oleh guru, guru dapat menyempurnakan setiap saat, dan guru dapat berkrasi melalui pembuatan animasi yang ada pada program powerpoint. Evaluasi pembelajaran
IPA dengan media pembelajaran multimedia
dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai (pre test) hal ini dimaksudkan agar guru mengetahui sejauh mana materi pembelajaran sebelumnya dapat ditangkap oleh siswa, hal ini seperti dinyatakan oleh informan Suharto (wawancara, Selasa tanggal 1 September 2009) menyatakan bahwa: Sebelum melakukan pembelajaran saya selalu menanyakan kepada siswa tentang materi-materi sebelumnya baik itu materi sejarah, ekonomi, maupun geografi. Harapan saya, saya dapat mengetahui sejauh mana siswa dapat menyerap materi yang pernah saya berikan (catatan lapangan 02) Namun demikian terkadang ada pula guru yang kurang memperhatikan pre test, dengan pertimbangan muatan materi yang terlalu padat sehingga guru cenderung untuk mengabaikan hal tersebut, hal ini seperti diungkapkan oleh Umi Rohmah (wawancara, Rabu tanggal 2 September 2009) menyatakan bahwa: Sebenarnya saya sangat senang mengetahui kemampuan siswa sebelumnya, tapi terkadang muatan materi terlampau padat, sehingga dengan pertimbangan waktu, pre test sering saya abaikan, untuk mengetahui kemampuan siswa, saya kadang-kadang menyisipkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya pada saat memberikan ceramah (catatan lapangan 03)
114
Menurut Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) menyatakan bahwa: saya selalu menekankan kepada setiap guru untuk memberikan pertanyaan kepada siswa sebelum memulai inti pembelajaran, baik melalui lisan maupun tertulis, agar siswa mempunyai kebiasaan menyiapkan diri dan belajar terus menerus, jika setiap pertemuan ditanya terus, mau tidak mau siswa akan berusaha untuk belajar. Di sisi lain dengan pretest tersebut guru dapat menjajagi sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang diberikan”. Sistim evaluasi
pembelajaran
IPA dengan
menggunakan media
pembelajaran multimedia pada prinsipnya sama dengan evaluasi mata pelajaran lainnya, dilakukan oleh guru meliputi ulangan harian, ulangan mid semester. Dalam satu semester guru memberikan ulangan harian minimal sebanyak 2 kali, dalam sebulan, soal dibuat dalam bentuk essei hal ini seperti dituturkan oleh bahwa: Ulangan harian diberikan kepada siswa rata-rata sebulan 2 kali, dengan pemberian ulangan harian, siswa lebih rajin belajar, maklum siswa di sini sebagian besar anak-anak desa yang sebagian besar anak-anak di sini memiliki kesibukan untuk membantu orang tuanya bertani, dan berternak saat pulang sekolah, sehingga kalau tidak diberikan ulangan dan tugas, mereka tidak mau belajar Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) Untuk meningkatkan belajar siswa, saya menganjurkan kepada guru untuk sering memberikan ulangan, dan tugas-tugas di rumah, karena kalau tidak diberikan tugas, dan diberikan ulangan harian anak-anak tidak mau belajar, mungkin mereka sudah capek, karena pulang sekolah sebagian anak membantu orang tuanya (catatan lapangan 04)
115
Selain evaluasi harian, ulangan dilakukan pada tengah semester (mid semester), dan ulangan umum atau ulangan blok, yang dilaksanakan setiap akhir semester, dan khusus kleas XII selain ulangan-ulangan tersebut, siswa harus mengikuti ujian nasional. Ulangan-ulangan harian yang disampaikan kepada siswa biasanya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar siswa selalu siap menghadapi ulangan dan mau belajar setiap hari, hal ini terungkap dalam wawancara dengan Suharwati (wawancara, Rabu 2 September 2009) mengatakan bahwa: Selain ulangan mid semester, ulangan semester, dan ujian nasional, ulangan harian sering dilakukan, dan dalam melakukan ulangan harian tersebut biasanya siswa tidak diberitahu terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar siswa mempunyai kebiasaan belajar, selain itu dengan adanya ulangan yang mendadak biasanya siswa bisa menghargai waktu untuk belajar lebih baik (catatan lapangan 04)
Seluruh hasil ulangan tersebut disampaikan kepada orang tua dalam bentuk rapor, dan disampaikan kepada orang tua setiap akhir semester, hal ini seperti diungkapkan oleh Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) sebagai berikut: Hasil semua ulangan-ulangan tersebut disampaikan kepada orang tua setiap semester, walaupun terkadang orang tua kurang memperhatikan hasil prstasi anaknya, ya maklum..... sebagian orang tua masih buta huruf, yang dia tau rapornya ada nilai merah atau tidak. Maka setiap memberikan rapor, untuk nilai yang kurang agar diberikan nilai dengan warna merah, sehingga orang tua dapat mengetahui walaupun orangtuanya buta huruf sekalipun (catatan pangan 08)
116
Hasil evaluasi prestasi siswa disampaikan kepada orang tua melalui rapor setiap satu semester sekali, hal ini seperti diungkapkan oleh informan Eko Nuryadi (wawancara, Senin 7 September 2009) menyatakan bahwa: Sekolah selalu menyampaikan hasil belajar anak saya melalui rapor setiap semester sekali, dengan rapor tersebut saya bisa mengetahui kekurangan dan kelebihan anak saya, maka saya berharap kepada pihak sekolah agar nilai yang ada tersebut benar-benar murni, apa adanya. Dari hasil observasi dan wawancara tersebut di atas, dapat diketahui bahwa evaluasi pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia sama dengan evaluasi yang dilakukan dengan penggunaan media pembelajaran lainnya,
dilakukan oleh guru dalam bentuk ulangan harian, ulangan mid
semester, ulangan semester dan khusus klas XII ditambah dengan ujian nasional. Ulangan harian dilaksanakan oleh guru tanpa pemberitahuan kepada siswa minimal dilakukan 2 kali dalam sebulan.
Hasil prestasi siswa disampaikan
kepada orang tua pada setiap semester dalam bentuk rapor.
4. Faktor Hambatan dan cara Mengatasi dalam Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak Hambatan yang timbul dalam pembelajaran IPA dengan multimedia diantaranya adalah kurangnya prasarana yang dimiliki oleh sekolah, hal ini seperti dikemukakan oleh Sunardi (wawancara, Rabu 9 September 2009) menyatakan bahwa: Jumlah LCD dan layar display yang hanya 8 unit memang menyulitkan guru dalam menggunakan multimedia, bagaimanapun juga LCD merupakan satu paket untuk pembelajaran dengan multimedia di dalam kelas, lain halnya kalau dalam pembelajaran dengan multimedia menggunakan program interaktif, sehingga satu siswa satu komputer, kalau
117
baru sekedar sebagai alat peraga dalam mengajar, tentunya dibutuhkan LCD agar semua siswa dapat melihat tayangan (catatan lapangan 11) Kurangnya peralatan tersebut diakui oleh wakil kepala bidang sarana dan prasarana yang menyatakan sebagai berikut: Dengan jumlah kelas 24 dan jumlah LCD hanya 8 memang tidak memadai, padahal sekarang maunya semua guru menggunakan laptop untuk mengajar, ya... memang lebih enak daripada susah-susah nulis di papan tulis, tapi dengan adanya jumlah yang sangat sedikit dibanding jumlah kelas tersebut, ya.. hanya sebagian guru yang menggunakan multimedia, akhirnya penggunaannya harus diprioritaskan mana yang lebih penting berdasarkan musyawarah (catatan lapangan 10) Keterbatasan peralatan tersebut bukannya tidak beralasan, menurut kepala sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) mengatakan: Menang prasarana untuk pembelajaran multimedia masih sangat minim, mesinya selain LCD dan layar display, harus disediakan pula sound yang membantu agar suaranya lebih keras, tetapi untuk itu sekolah belum menyediakan, sedangkan jumlah LCD saat ini baru 8 buah, tentunya itu sangat kurang, kurangnya peralatan tersebut, karena hampir setiap guru sekarang maunya kalau ngajar pakai laptop (catatan lapangan 08) Selain keterbatasan prasarana yang berupa perangkat keras tersebut, ternyata program untuk pembelajaran IPA dengan multimedia ternyata masih terbatas pada program powerpoint, sehingga multimedia yang dimaksudkan hingga saat ini baru sebatas alat peraga untuk membantu guru mengajar, belum dapat digunakan sebagai media interaktif, hal ini disebabkan belum adanya program-program interaktif untuk pembelajaran IPA,
kalaupun ada sekolah
masih kesulitan untuk mencarinya, hal ini seperti dikemukakan oleh kepala sekolah Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) sebagai berikut: Saat ini penggunaan komputer sebagai media pembelajaran baru sebatas dengan pemanfaatan program powerpoint, sehingga peralatan tersebut baru baru dapat digunakan sebagai sarana bantu dalam mengajar,
118
belum dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran interaktif, hal tersebut disebabkan sekolah belum memiliki program-program interaktif khsusnya IPA (catatan lapangan 08) Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan dalam pembelajaran IPA dengan multimedia adalah keterbatasan sarana LCD dan layar display, dan keterbatasan kemampuan guru dalam membuat program-program aplikasi. Sehingga multimedia yang ada baru dimanfaatkan sebagai alat peraga pengganti papan tulis dengan menggunakan program powerpoint. Untuk mengatasi hambatan tersebut beberapa langkah telah ditempuh oleh kepala sekolah seperti pernyataan Ali Askhadi (wawancara, Senin tanggal 7 September 2009) sebagai berikut: Saya telah memberikan kesempatan kepada semua guru untuk ikut pelatihan komputer di lembaga lain, bila perlu biayanya dibantu oleh sekolah, sehingga saya berharap semua guru nantinya menggunakan media multimedia dalam mengajar, terkait dengan keterbatasan prasarana saya memerintahkan kepada wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana untuk sementara waktu mengatur jadwal penggunaan, tahun depan baru diusulkan penambahan prasarana tersebut (catatan lapangan 08) Demikian halnya dengan Muslikah (wawancara, Selasa, tanggal 1 September 2009) menyatakan bahwa: Kepala sekolah memberikan peluang kepada setiap guru untuk memanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran multimedia sehingga siswa lebih tertarik, bagi guru yang mau diberi kesempatan untuk kursus komputer di lembaga lain, sedangkan kekurangan alat kepala sekolah mengusahakan pengadaan tahun depan, sedangkan sementara waktu penggunaannya dijadwalkan oleh wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana (catatan lapangan 01) Dari data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa langkah kepala sekolah dalam mengatasi hambatana tersebut adalah dengan meningkatkan kemampuan guru dalam pengoperasian komputer, dan mengusahakan penambahan sarana
119
LCD untuk tahun anggaran mendatang, selain itu guna mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran multimedia kepala sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasara mengatur penggunaan LCD dan layar display dalam pembelajaran IPA. Penggunaan media pembelajaran multimedia oleh guru hingga saat ini baru digunakan sebatas penggunaan powerpoint, sedangkan pembelajaran interaktif melalui software pembelajaran belum diterapkan, hal ini disebabkan oleh belum tersedianya software interaktif. Penggunaan pembelajaran e-learning melalui internet hingga saat ini baru sebatas pada pencarian bahan ajar sebagai tugas tambahan.
B. Pembahasan 1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam pembelajaran IPA Berdasarkan hasil wawancara seperti disebutkan di atas, diketahui bahwa guru di SMA Negeri 2 Demak terbagi dalam dua kelompok yaitu guru senior dan guru yunior, kriteria guru senior yang berlaku di SMA Negeri 2 adalah guru yang diangkat pada tahun sembilan puluhan yang lulus sebelum tahun 1994, sedangkan guru yunior adalah guru yang diangkat pada tahun dua ribuah dengan lulusan setelah tahun 1994. Penglompokan guru senior dan yunior tersebut hanya berlaku untuk lingkungan SMA Negeri 2 Demak, sebagai bentuk penghargaan guru yang lebih muda dengan pengalaman yang belum banyak terhadap guru yang sudah
120
bepengalaman dan diangkat lebih dulu. Perbedaan nyata antara guru senior dan guru yunior adalah terletak pada sikap guru terhadap penggunaan multimedia. Multimedia bagi guru senior dianggap hal yang baru, dimana dalam bangku kuliah yang pernih diikutinya guru tersebut belum memperoleh pengetahuan tentang multimedia.
Tidak diperolehnya pengetahuan tentang multimedia
tersebut merupakan hal wajar, karena pada tahun itu multimedia belum banyak diperkenalkan sebagai media pembelajaran,
hal ini berbeda dengan lulusan
sesudah tahun 1994, dimana beberapa guru telah memperoleh pengetahuan komputer minimal dasar-dasar pengoperasian komputer. Guru senior merasa enggan untuk menggunakan multimedia sebagai mdia pembelajaran disebabkan oleh lemahnya pengetahuan guru terhadap multimedia, sehingga guru takut untuk menjadi bahan tertawaan siswa karena kekurang mahiran dalam mengoperasikan komputer.
Kebiasaan guru senior dengan
menggunakan metode dan teknik-teknik pembelajaran yang sudah berjalan beratahun-tahun telah membudaya, sehingga bagi guru senior menanggap dengan cara yang dipergunakan guru senior lebih percaya diri, daripada menggunakan multimedia yang meropotkan dan harus belajar lagi. Sikap guru senior tersebut menunjukkan sikap yang tidak mendidik bagi guru yunior, karena hal tersebut dipandang sebagai sikap guru yang tidak mau belajar untuk mengenal dan menguasai teknologi. Guru merasa terbebani bila menggunakan multimedia merupakan sikap guru
yang pesimis, tidak
bersemangat dan kurang mempunyai motivasi. Selain itu tidak digunakannya multimedia sebagai media pembelajaran menunjukkan bahwa guru tidak
121
melibatkan banyak indera dalam proses pembelajaran.
Hal ini bertentangan
dengan teori yang dikemukakan oleh Yudi Munadi (2008: 148), yang menyatakan: ”Multimedia pembelajaran adalah media yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran
berlangsung.
Multimedia merupakan kombinasi dari komputer dan video, atau multimedia merupakan
kombinasi dari suara,
gambar, dan teks. Multimedia
adalah
kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa
audio, animasi, video,
teks, grafik, dan gambar. Multimedia
merupakan alat yang menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video” Keengganan guru senior tersebut sangat beralasan, karena latar belakang pendidikan guru senior dengan kurikulum sebelum tahun 1994, tentunya belum diperkenalkan dengan media pembelajaran multimedia, sehingga guru senior memang tidak memiliki pengetahuan tentang multimedia yang cukup. Pengetahuan guru senior yang diperoleh pada saat mengikuti kuliah tentunya sesuai dengan kurikulum yang ada pada saat itu. Peraturan standar pendidikan pada era sebelum kurikulum 1994, belum menyentuh pada standar penguasaan media pembelajaran multimedia, sehingga materi dan pengalaman belajar guru senior tentunya belum sampai pada media pembelajaran multimedia. Hal ini sejalan pengertian kurikulum dalam Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3) yang mengatakan bahwa: Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dari sikap, materi
122
dan pengalaman belajar dan penilaian yang berbasis potensi kondisi peserta didik (Sisdiknas, 2003 : 3) Berbeda dengan guru yunior yang memang telah memiliki latar belakang pengetahuan tentang media pembelajaran multimedia, walaupun pada saat mengikuti perkuliahan guru yunior belum memahami sepenuhnya namun setelah terjun di lapangan, guru yunior mampu mengembangkan pengetahuan yang telah ditransfer oleh guru/dosen pada saat kuliah, sehingga pengetahuan dan ketrampilan tentang media pembelajaran multimedia dapat dikuasai dengan baik. Hal ini seseuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zamroni (2003: 129), yang mengatakan bahwa kurikulum merupakan rencana nilai pengetahuan dan keterampilan yang hendak ditransfer kepada peserta didik selanjutnya dikembangkan berdasarkan kemampuan dasar minimal harus dikuasai seorang peserta didik di sekolah yang bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa perbedaan penggunaan media pembelajaran multimedia guru senior dan guru yunior tersebut disebabkan oleh perbedaan ketentuan kurikulum pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah, dimana kurikulum yang digunakan oleh guru senior pada saat belajar yaitu kurikulum sebelum 1994, belum ditentukan standar kompetensi tentang media pembelajaran multimedia,
sedangkan guru yunior pada saat belajar telah
menggunakan kurikulum 1994, dimana pada kurikulum tersebut telah diperkenalkan media pembelajaran multimedia.
123
Adanya perbedaan kurikulum pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah tersebut ternyata berdampak pada perilaku guru yang enggan menggunakan media pembelajaran multimedia, karena guru senior tidak mempunyai basic penggunaan multimedia, selain itu guru senior menganggap dengan metode pembelajaran yang digunakan sudah dianggap cukup. Dengan adanya perbedaan penggunaan media pembelajaran multimedia tersebut sudah seharusnya kepala sekolah mengambil sikap tegas, agar semua guru menggunakan media pembelajaran multimedia, karena penggunaan media pembelajaran multimedia dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan hal tersebut tentunya akan berakibat pada peningkatan prestasi belajar siswa. Sikap tegas kepala sekolah tersebut akan dapat mendorong guru berusaha dengan berbagai cara agar menguasai penggunaan media pembelajaran multimedia.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia di SMA Negeri 2 Demak Penyusunan RPP IPA dengan multimedia oleh Guru SMA Negeri 2 Demak, dimulai dari kesiapan guru sebelum melaksanakan pembelajaran dengan terlebih dahulu memahami identitas, standar kompetensi dan standart isi dengan pemahaman tersebut, maka guru dapat melakukan pengembangan silabus dalam bentuk RPP. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap informan seperti dalam sajian data dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia Guru terlebih menentukan identifikasi terhadap mata pelajaran yang meliputi: nama sekolah, mata pelajaan, kelas/semester, dan alokasi waktu. Dengan mengetahui identitas khususnya mata
124
pelajaran, kelas/semester dan alokasi waktu, maka guru dapat dengan mudah untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, menentukan metode dan teknik pembelajaran, dan merencanakan penilaian sesuai dengan kondisi sekolah Langkah
selanjutnya
adalah
mengkaji
dan
menganalisis
standar
kompetensi, setiap mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Urutan RPP tidak harus sesuai dengan urutan dalam standar isi, melainkan berdasar hirarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan bahan b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dibuat oleh guru SMA Negeri 2 Demak sesuai dengan mata pelajaran masing-masing, yang pada dasarnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian, RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dibuat merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran
IPA.
RPP
IPA
perlu
dikembangkan
untuk
mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yaitu: kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian.
Kompetensi dasar berfungsi
mengembangkan potensi siswa, materi standar berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan
125
keberhasilan pembentukan kompetensi siswa, sedangkan penilaian berfungsi mengukur pembentukan kompetensi, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau belum tercapai. Rencana pelaksnanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia yang disusun oleh guru di SMA Negeri 2 Demak telah mencakup tiga kegiatan yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. Penentuan identitas dalam RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia merupakan syarat mutlat, karena dengan diketahuinya identitas, maka tujuan dari perencanaan untuk merencanakan suatu desain pembelajaran dapat dibuat dengan tepat. Kegiatan guru menentukan identifikasi terhadap mata pelajaran sebelum melakukan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia tersebut sesuai dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, sesuai pendapat Susilo (2007: 94) yang menyatakan bahwa: ”KTSP memberikan keleluasaan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar, KTSP merupakan hasil kreasi dari guru-guru di sekolah berdasarka standar isi dan standar kompetensi”. Pilihan guru dalam menentukan media pembelajaran multimedia tersebut merupakan langkah guru untuk memudahkan siswa dan guru menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dan guru dalam melakukan proses belajar mengajar dengan mudah, siswa memberikan pengetahuan dan siswa menerima
126
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri Anitah (2008: 2) menyatakan bahwa ”media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat
menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan
pebelajar
menerima
pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Penyusunan RPP IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dilakukan oleh guru guru tersebut merupakan implementasi dari desentralisasi pendidikan, dimana sekolah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulum. Kebebasan guru dalam mengembangakan kurikulum tersebut sejalan dengan tujuan desentralisasi, menurut Susilo (2007: 94) hal tersebut merupakan konsep yang indah karena dengan desentralisasi pendidikan berarti memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk berkembang. Dengan desentralisasi, seluruh potensi setempat diharapkan dapat didayagunakan demi pembangunan setempat.
Dalam lingkup satuan pendidikan atau sekolah,
paradigma yang sama juga ingin diberlakukan, yakni satuan pendidikan menjadi mandiri, dan diberi kesempatan mengerahkan seluruh potensi demi kemajuan pendidikan yang kontekstual, meski harus disadari, hal ini tidak mudah dilaksanakan. Adanya kebebasan guru dalam menyusun RPP dengan media pembelajaran multimedia tersebut tentunya dapat mendorong guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal penggunaan multimedia, namun demikian pada kenyataannya tidak semua guru telah merencanakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran multimedia, selain itu keterbatasan guru
127
dalam memanfaatkan media pembelajaran masih terbatas pada menyusun peragaan denan program power point yang masih sederhana,
sehingga
pemanfaatan media multimedia tersebut belum dapat dikatakan maksimal. Untuk mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran multimedia sudah selayaknya kepala sekolah meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan media pembelajaran multimedia, misalnya melalui diklat atau kurus-kursus untuk mendesain presentasi, sehingga guru dapat membuat perencanaan pembelajaran dengan multimedia lebih baik lagi.
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran Multimedia Dari hasil observasi diketahui bahwa dalam melaksanakan pembelajaran IPA dengan multimedia guru telah melakukan rangkaian kegiatan yang meliputi pendahuluan yaitu dengan menjelaskan rencana pembelajaran dan mengaitkan dengan materi sebelumnya. Pola pelaksanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia tersebut guru telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPP yang dibuat, yaitu telah melakukan langkah apersepsi, kegiatan inti, dan melakukan evaluasi. Apersepsi berdasarkan data yang diperoleh dilakukan oleh guru dengan mengungkapkan kembali materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Kegiatan apersepsi tersebut merupakan usaha guru untuk mengetahui bekal bawaan. yang ada pada siswa seperti yang disampaikan oleh Moedjiono (2006: 39) yang mengatakan bahwa: Tahap sebelum pengajaran perlu dipertimbangakan aspek-aspek yang berkaitan dengan: (1) bekal bawaan yang ada pada siswa; dan (2) perumusan tujuan pelajaran.
128
Pada tahap pengajaran, Guru telah melakukan pengembangan konsep dalam melakukan proses pengajaran IPA. Dalam tahap ini telah berlangsung interaksi antara guru dengan siswa dimana guru menjalaskan materi IPA, dan siswa mendengarkan dengan seksama, dan siswa dengan siswa dimana sesekali guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tentunya siswa diberi kesempatan untuk diskusi. Kegiatan pembelajaran yang berpusan pada guru tersebut dilaksanakan sesuai dengan RPP IPA yang telah dibuat oleh guru. Pola pelaksanaan pembelajaran IPA di SMA Negeri 2 Demak tersebut sesuai dengan pendapat Moedjiono (2006: 39), yang mengatakan bahwa: dalam tahap pengajaran berlangsung interaksi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa group atau siswa secara individual. Rentangan interaksi ini berada di antara dua kutub yang eksterm, yakni suatu kegiatan yang berpusat pada guru dan kegiatan yang berpusat pada siswa. Tahap sesudah pengajaran IPA yang dilakukan oleh guru adalah melakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh guru meliputi evaluasi lisan dan evaluasi tertulis. Kegiatan melakukan evaluasi tersebut merupakan strategi dasar seperti yang disampaikan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2006) yaitu merupakan strategi menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan patokan oleh guru dalam melakukan evaluasi hasi belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyermpurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
129
Kegiatan apersepsi, melakukan kegiatan inti, dan melakukan evaluasi tersebut merupakan strategi pembelajaran IPS, seperti yang dikatakan oleh pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2006: 5) bahwa: ”strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan” Dari observasi dan wawancara terhadap guru di SMA Negeri 2 Demak, ternyata sebagian guru belum semuanya menggunakan media pembelajaran multimedia, hal tersebut disebabkan adanya beberapa guru yang enggan menggunakan teknologi dengan alasan menjelang pensiun, dengan tidak dimanfaatkannya media pembelajaran multimedia tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran, yang akhirnya dapat menurunkan prestasi belajar IPA. Berkurangnya motivasi siswa tersebut merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi turunnya kualitas pembelajaran, hal ini seseuai dengan teori Depdikbud (1996: 700), yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi faktor fisiologis yang terdiri dari perhatian, minat, kepribadian, motif, dan sebagainya. Evaluasi yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak meliputi 2 tahap yaitu pre test dan post test, pre test selalu dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran
130
dimulai dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan lisan, maupun tertulis. Pre test dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk mengatahui sejauh mana pembahaman siswa terhadap materi yang pernah diberikan pada hari-hari sebelumnya. Sedangkan post test, dilakukan oleh guru secara berkala, mulai dari ulangan harian sampai semester. Post test di SMA Negeri 2 Demak diberikan dalam bentuk ulangan harian, ulangan mid semester/blok, dan ulangan umum, ulangan tersebut dibuat oleh guru kelas masing-masing dengan menyusun kisi-kisi. Bentuk soal untuk ulangan harian, mid semester atau ulangan blok adalah berbentuk essei, sedangkan ulangan umum semester berbentuk pilihan ganda dan uraian. Norma penilaian pembelajaran IPA yang dilaksanakan di SMA Negeri 2 Demak, menggunakan standar angka puluhan, nilai hasil penilaian disampaikan kepada orang tua murid dalam bentuk rapor setiap semester. Evalusi merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran/ pendidikan, hal ini berarti, evaluasi merupakan kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap proses pembelajaran. Kegiatan evaluasi baik pre test maupun post test yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia merupakan bagian intgral yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia tersebut sesuai dengan pernyataan Davies yang dikutip oleh Dimyati (2006: 190) yang menyatakan bahwa: evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, kepustakaan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain.
131
Dengan ditetapkannya nilai hasil evaluasi dalam pembelajaran IPA tersebut memiliki arti bahwa pelaksanaan evaluasi pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia ersebut telah dilakukan dengan menggunakan pengukuran
berdasarkan
standar
yang
telah
ditetapkan,
dimana
guru
membandingkan antara prestasi siswa yang dicapai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran IPA tersebut sesuai dengan pendapat Wand dan Brown yang dikutip oleh Dimyati (2006: 191) yang mengatakan bahwa: ”evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Pengertian evaluasi lebih dipertegaskan lagi, dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu”.
4. Faktor Hambatan dan cara Mengatasi dalam Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Multimedia di SMA Negeri 2 Demak Adanya faktor hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran IPA yang berupa tidak siapnya beberapa guru dalam mengoperasikan media pembelajaran multimedia tersebut menunjukkan bahwa tidak semua guru dapat menerima multimedia sebagai media pembelajaran yang membantu dalam proses pembelajaran. Guru yang tidak mampu mengoperasikan dengan baik media pembelajaran multimedia justru akan menjadi tertawaan siswa, karena kemunginan siswa lebih pandai dalam mengoperasikannya. Ketidak siapan guru dalam mengoperasikan media pembelajaran tersebut merupakan satu kelemahan yang harus diperbaiki oleh guru, karena guru seharusnya menyadari bahwa
132
dengan multimedia guru dapat mendiskripsikan berbagai media secara terpadu, dan multimedia mempunyai kegiatan interaktif yang tingggi, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sri Anitah (2008: 60) mengatakan bahwa “multimedia digunakan untuk mendeskripsikan
penggunaan berbagai media
secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran”. Multimedia merupakan pebelajar
kegiatan interaktif
untuk mengikuti
mengendalikan
proses
yang sangat
tinggi, mengajak
pembelajaran dengan memilih
layar di antara jendela informasi
dan
dalam penyajian media.
Dengan multimedia, berbagai gaya belajar pebelajar
terakomodasi, seperti
pebelajar yang auditori, visual, maupun kinestetik, sehingga pebelajar dapat memilih media yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing.
133
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan 1. Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan Senior di SMA Negeri 2 Demak dalam pembelajaran IPA Penggunaan multimedia oleh guru IPA yunior dan senior di SMA Negeri 1 mempunyai karakteristik yang berbeda, guru senior lebih cenderung kurang tertarik dengan penggunaan multimedia, bagi guru senior multimedia dianggapnya hal baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Keengganan guru senior untuk tidak menggunakan multimedia disebabkan oleh kurangnya pengetahuan guru senior dalam mengoperasikan komputer. Bagi guru yunior multimedia merupakan media pembelajaran sangat membantu, sehingga guru yunior lebih menyukai multimedia untuk pembelajaran IPA.
Pertimbangan guru yunior untuk menggunakan multimedia tersebut
disebabkan guru merasa terbantu dan memudahkan guru dalam menstrafer pengetahuan, selain itu siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran bila guru menggunakan multimedia.
2. Perencanaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Media Multimedia di SMA Negeri 2 Demak Perencanaan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak, guru melakukan dua perencanaan yaitu perencanaan pembelajaran, dan perencanaan sarana dan prasarana. Perencanaan pembelajaran
134
dilakukan oleh guru yunior disusun dalam bentuk RPP dengan media pembelajaran multimedia, sedangkan perencanaan sarana dan prasarana dilakukan oleh guru berupa perencanaan perangkat keras dan perangkat lunak, perencanaan perangkat keras berupa laptop, LCD layar display. Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru senior khususnya dalam hal penggunaan media pembelajaran, guru senior cenderung merencanakan media pembelajaran selain multimedia antara lain menggunakan OHP, dan gambar-gambar. Dalam menyusun RPP baik guru senior maupun yunior sama-sama melakukan penjabaran standar kompetensi setiap mata pelajaran. Perencanaan prasarana media pembelajaran yang dilakukan oleh guru yunior berupa perangkat keras (laptop) merupakan milik pribadi guru, sedangkan program yang dibuat disesuaikan dengan bahan ajar yang akan disampaikan. Pertimbangan guru menggunakan laptop pribadi tersebut agar guru lebih leluasa dalam menggunakan, mengubah, dan menyempurnakan media yang digunakan. Sedangkan guru senior merencanakan sarana dan prasarana berupa OHP dan transparan.
3. Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Media Pembelajaran Multimedia Pelaksanakan pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak yang dilakukan oleh guru yunior maupun guru senior dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dengan memperhatikan berbagai aspek. Pembelajaran IPA dengan media pembelajaran multimedia yang dilakukan di SMA Negeri 2 Demak dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi
135
dan penugasan. Pada tahap awal pembelajaran guru guru menjelaskan rencana pembelajaran, mengaitkan dengan materi lalu. Kegiatan inti guru menyampaikan materi-materi dalam pembelajaran dan pada kegiatan akhir, guru melakukan kegiatan evaluasi. Semua kegiatan tersebut oleh guru yunior disertai dengan tampilan powerpoint sebagai media belajar yang dibuat dengan backgroud dan animasi yang menarik. Namun untuk guru senior tidak menggunakan tampilan. Evaluasi dan monitoring terhadap pembelajaran IPA dengan media pemelajaran multimedia di SMA Negeri 2 Demak dilakukan baik, evaluasi awal (pre test) maupun evaluasi akhir (post test) dalam bentuk lisan maupun tertulis, namun untuk pre test masih terdapat beberapa guru yang kurang memperhatikan hal tersebut dengan pertimbangan waktu. Post test dilakukan oleh guru melalui ulangan harian minimal 2 kali dalam sebulan, evaluasi tengah semester dan evaluasi semester. Hasil analisis evaluasi disampaikan kepada orang tua murid setiap semester.
B. Implikasi Adanya perbedaan penggunaan multimedia guru senior dengan guru yunior tersebut memberikan implikasi bahwa, terdapat perbedaan pandangan antara guru senior dan yunior tentang multimedia, dengan adanya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa guru IPA di SMA Negeri 2 Demak belum mempunyai kesepakatan dalam penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran. Dari kesimpulan tersebut di atas dapat diimplikasikan bahwa guru SMA Negeri 2 Demak dalam mengembangkan dan menyusun rencana pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembelajaran multimedia tetap mengacu pada Standar
136
Nasional Pendidikan yang dibuat oleh BSNP, walaupun dalam mengembangkan dan menyusun rencana tersebut guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan sesuai dengan kondisi sekolah dan kebutuhan masyarakat, dengan pengembangan dan menyusun rencana pembelajaran secara detail dan merencanakan prasarana yang akan digunakan dalam proses pembealajaran oleh guru maka guru dapat mengajar sesuai dengan yang diinginkan dan kemungkinan hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan lebih baik. Pelaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan media pembealajran multimedia telah dilakukan dengan mempersiapkan sebelum mengajar, pada saat mengajar, dan sesudah mengajar, dalam pelaksanaan pembelajaran guru memulai dengan penjelasan rencana pembelajaran, mengaitkan dengan materi lalu, menggunakan metode dan media pembelajaran, dan mengevaluasi siswa. Dengan demikikan dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut telah terjadi interaksi antara guru dan siswa yang memungkinkan siswa dapat menyerap pengetahuan dan ketrampilan yang disampaikan oleh guru Pelaksanakan evaluasi dan monitoring telah dilaksanakan dengan pre test dan post test, post test dilakukan oleh guru melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan semester, hal tersebut memberikan implikasi bahwa guru telah melaksanakan tugasnya sebagai evaluator, dengan adanya evaluasi yang dilakukan oleh guru tersebut sekaligus guru dapat mengetahui kekurangan dalam pembelajaran dengan multimedia yang nantinya dapat digunakan sebagai masukan guru untuk memperbaiki rencana berikutnya
C. Saran-saran
137
Agar semua guru IPA menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran, disarankan agar kepala sekolah membuat keputusan atas kesepakatan guru tentang penggunaan multimedia, dengan adanya kesepakatan tersebut diharapkan semua guru dapat memanfatkan multimedia sebagai media pembelajaran IPA. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa disarankan agar setiap guru menggunakan media pembelajaran multimedia dengan baik, dan tidak terbatas pada pemanfaatan powerpoint sebagai alat bantu mengajar, tetapi dapat ditampilkan gambar-gambar hidup berupa rekaman kejadian yang ada kaitannya dengan standar kompetensi. Selain itu disarankan agar sekolah melengkapi kelas dengan LCD yang telah terpasang secara permanen, sehingga setiap guru mengajar tinggal datang dan peralatan sudah siap untuk digunakan. Untuk mengantisipasi tingkat kejenuhan anak dalam mengikuti pembelajaran dengan multimedia yang baru sebatas penggunaan powerpoint, maka disarankan agar sekolah mengupayakan CD-CD pembelajaran interaktif, sehingga siswa dapat langsung belajar di lab Komputer, bila perlu menyediakan fasilitan on-line, sehingga sesekali siswa perlu diarahkan pada pencarian pengetahuan melalui internet. Untuk meningkatkan penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran disarankan agar SMA Negeri 2 meningkatkan palatihan-pelatihan dalam bentuk in House Training, agar segiap guru nantinya mampu menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran. Dengan adanya kegitan pelatihan tersebut guru yang sudah menguasai penggunaan media pembelajaran multimedia dapat melatih guru lain yang belum bisa.
138
DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsudin Makmun. 2000. Psikologi Kependidikan.. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Akhmad
Sudrajat 2008. Kompetensi Guru http://akhmadsudrajat.wordpress.com
dan
Peran
Kepala
Sekolah.
Atwi Suparman. 2000. Desain Instruksional. Jakarta. PAU-PPAI Universitas Terbuka. Briggs, Leslie J., 2001. Instructional Design Principles and Applications. Englewood Chiffs New Jersey Education, London: Harvard University Press Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta Djamarah Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan teoritis Psikologis. Jakarta: PT. Rineka Cipta Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya. Hamzah B. Uno, 2007, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hasibuan dan Moedjiono. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. HB. Sutopo. 2002. Metodologi University Press.
Penelitian
Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret
Joko Muhammad Susilo. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Levy, Jack. 2002. Diagnosing and improving the quality of teachers’ interpersonal behaviour, The International Journal of Educational Management, pg. 176. Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya. Made Pidarta. 2004. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: Rinneka Cipta. Madsen, Susan R. 2004. “Academic Service Learning in Human Resource Management”. Education Journal of Education for Business. Vol 49. edisi 4
139
Mantja, W. 2005. Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan. Malang. Penerbit Wineka Media. Morrison, Gary R., Steven m. Ross, Jerrold E. Kemp, 2001, Designing Effective Instruction, John Wiley & Sons, Inc., New York; Mulrine, Christopher, F. 2007. Creating A Virtual Learning Environment for Gifted and Talented Learners. Gifted Child Today. Academic Research Library, pg. 37. Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Rosdakarya Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Rosdakarya
Bandung: PT. Remaja
Guru. Bandung: PT. Remaja
Muslich. Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Smaldino, Sharon, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda, 2005, Instructional Technology and Media for Learning, Pearson Merrill Prentice Hall. Upper Saddle river. Ohio: New Jersey colomcus. Sri Anitah. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS Press Nana Syaodih Sukmadinata. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Suwarno Pringgawidagda. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Jakarta: Adicita Karya Nusa. Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan Permsasalahannya.. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Winkel. 2001. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. PT. Gramedia. Jakarta.
140
Yudhi Munasi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Perss. Gary, Borich. D. 1998. Effective Teaching Methods Third Edition. Ohio: New Jersey Columbus. Menril. an imprint of Prentice Hall. Englewood Cliffs.
141
National Education Association, 1969 Rosyada, 2004 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 Depdikbud, 1996 Depdiknas, 2004,
Sri Anitah, 2008 Winkerl, 1996 Yudhi Munadi, 2008 Briggs, 1977 Suwarno Pringgawidagda, 2002