ANALISIS PENGARUH VARIASI KOMPOSISI FILLER KENAF SHORT FIBER TERHADAP SIFAT FISIS-MEKANIS BIOKOMPOSIT PADA PENERAPAN HELM SEPEDA MOTOR
JUMIARTI ANDI LOLO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh Variasi Komposisi Filler Kenaf Short Fiber terhadap Sifat Fisis-Mekanis Biokomposit pada Penerapan Helm Sepeda Motor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2017 Jumiarti Andi Lolo NIM G751150081
RINGKASAN JUMIARTI ANDI LOLO. Analisis Pengaruh Variasi Komposisi Filler Kenaf Short Fiber terhadap Sifat Fisis-Mekanis Biokomposit pada Penerapan Helm Sepeda Motor. Dibimbing oleh SITI NIKMATIN, NARESWORO NUGROHO dan HUSIN ALATAS. Pengembangan rekayasa material khususnya dalam bidang komposit serat alam di Indonesia memiliki prospek yang sangat potensial karena ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Kenaf (Hibiscus cannabinus) merupakan salah satu sumber serat yang cukup potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pengisi dalam suatu komposit. Acrylonitrile Butadiene Styrene merupakan polimer yang banyak digunakan dalam industri karena memiliki sifat mekanik yang unggul. Penelitian ini memanfaatkan serat kenaf sebagai bahan penguat dalam biokomposit bermatriks polimer ABS. Karakteristik filler, parameter proses, dan sifat antarmuka filler dengan matriks merupakan faktor yang mempengaruhi sifat biokomposit. Selain itu, sifat material biokomposit juga ditentukan oleh struktur internal material. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat serat sebagai bahan pengisi, mengkaji sifat permukaan, sifat fisis-mekanis biokomposit dan menghitung head injury criterion (HIC) pada helm sepeda motor. Sintesa serat kenaf dilakukan dengan metode mechanical milling dan pengayakan. Granular biokomposit disintesa dengan metode extruder. Hasil indeks alir leleh yang tinggi menunjukkan bahwa biokomposit dapat di cetak ulang dengan metode injeksi. Hasil pengujian menunjukkan sifat polar dari kelompok biokomposit meningkatkan nilai energi polar permukaan biokomposit. Komposisi filler juga mempengaruhi nilai tensile strength. Nilai impact strength dan Rockwell Hardness Number tidak berbeda secara signifikan, baik yang menggunakan polimer ABS original maupun polimer ABS recycle. Pencitraan granular biokomposit menunjukkan bahwa filler telah berikatan dengan matrik. Hal ini didukung dengan hasil Fourier Transform Infrared (FTIR) yang menunjukkan adanya ikatan baru yang terbentuk dalam biokomposit. Dari pengujian impact yang dilakukan pada helm biokomposit diperoleh nilai Head Injury Criterion (HIC) yang memenuhi SNI 1811:2007.
Kata kunci: ABS, biokomposit, head injury criterion, serat kenaf, sifat mekanik
SUMMARY JUMIARTI ANDI LOLO. Effect of Kenaf Short Fiber Loading Analysis on Physical-Mechanical Properties of Biocomposites on Application of Motorcycle Helmet. Supervised by SITI NIKMATIN, NARESWORO NUGROHO and HUSIN ALATAS. Development of material engineering especially in the field of natural fiber composites in Indonesia has potential prospects because of the availability of natural resources are abundant. Kenaf (Hibiscus cannabinus) is one source of fiber that enough potential to be developed and optimally utilized as a filler in a composite. Acrylonitrile Butadiene Styrene is a polymer which was widely used in industry because it has superior mechanical properties. This study utilizing kenaf fiber as a reinforcement material biocomposite with a matrix polymer ABS. The properties of biocomposites can be influenced by several factors such as filler characteristics, process parameters and interface properties of filler in a matrix. In addition, material properties are determined by internal structure of material. The purpose of this study was to identified the nature of the fiber as filler, examine the surface properties, physical-mechanical properties of biocomposites and calculated head injury criterion (HIC) on motorcycle helmets. Synthesis of kenaf fiber made by the method of mechanical milling and sieving. Granular biocomposite was synthesized by the method extruder. The result of a high melting flow index showed that biocomposites can be reprinted with the injection method. Result showed the polar nature of the group biocomposite, increase polar surface energy values of biocomposites. Filler composition also affect the value of tensile strength. Impact strength value and Rockwell Hardness Number not different significantly, both of which use polymer ABS original or polymer ABS recycle. Imaging granular biocomposite showed filler has binds to the matrix. This is supported by the results of Fourier Transform Infrared (FTIR) showing their new bond formed in biocomposites. Impact testing conducted on the helmet biocomposites obtained value Head Injury Criterion (HIC) that meets SNI 1811: 2007.
Keywords: ABS, biocomposites, head injury criterion, kenaf fiber, mechanical properties
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PENGARUH VARIASI KOMPOSISI FILLER KENAF SHORT FIBER TERHADAP SIFAT FISIS-MEKANIS BIOKOMPOSIT PADA PENERAPAN HELM SEPEDA MOTOR
JUMIARTI ANDI LOLO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Fauzi Febrianto, MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala pertolonganNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah rekayasa material biokomposit, dengan judul Analisis Pengaruh Variasi Komposisi Filler Kenaf Short Fiber terhadap Sifat Fisis-Mekanis Biokomposit pada Penerapan Helm Sepeda Motor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Ibu Dr Siti Nikmatin, MSi, Bapak Dr Ir Naresworo Nugroho, MS, dan Bapak Dr Husin Alatas, MSi selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Fauzi Febrianto, MS sebagai dosen Penguji luar komisi yang berkenan memberikan masukan dan saran sehingga memperdalam pemahaman penulis tentang karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr Mersi Kurniati, MSi sebagai ketua program studi Biofisika IPB serta dosen pengajar dan staff di Departemen Fisika FMIPA IPB atas pelayanan yang diberikan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis. Penelitian ini merupakan bagian dari projek penelitian “Peningkatan Kualitas Fisis-Mekanis Helm Sepeda Motor dengan Substitusi Short Fiber Kenaf pada Polimer ABS” dengan nomor kontrak 079/SP2H/LT/DRPM/II/2016, tertanggal 17 Februari 2016 yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas nama Dr Siti Nikmatin, MSi selaku ketua tim peneliti. Berkaitan dengan hal tersebut maka penggandaan atau pengambilan segala sesuatu dari penelitian ini atas seijin Dr Siti Nikmatin, MSi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT MUB Jaya Cibinong, PSTBM BATAN Serpong, Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB, Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika IPB, Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika IPB, Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Holtikultura IPB sebagai penyedia sarana dan jasa pengujian bahan yang membantu pelaksanaan penelitian sehingga tesis ini dapat selesai sesuai dengan perencanaan. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Papa, Mama, Kakak, Adik-adik, serta seluruh keluarga atas dukungan dan doa yang tiada henti. Terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan Biofisika angkatan 2015, teman-teman MIPA UNHAS dan semua pihak yang telah banyak membantu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan berkontribusi positif dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, April 2017 Jumiarti Andi Lolo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 3 3 4
2 KARAKTERISASI TANAMAN KENAF DAN PEMBUATAN KENAF SHORT FIBER Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
4 7 8 10 12
3 KAJIAN SIFAT PERMUKAAN, SIFAT FISIS-MEKANIS DAN SIFAT TERMAL BIOKOMPOSIT BERPENGUAT KENAF SHORT FIBER Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
12 15 15 22 38
4 RESPON IMPACT DAMAGE PADA HELM BIOKOMPOSIT Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
38 39 39 40 43
5 PEMBAHASAN UMUM
43
6 SIMPULAN DAN SARAN
45
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
62
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Ukuran mikrofibril dan kandungan kimia kenaf (Akil et al. 2015) Karakteristik tensile dari serat kenaf (Akil et al. 2015) Komposisi kimia serat kenaf Data fisik polimer ABS (Scaffaro et al. 2012) Variasi komposisi biokomposit dengan polimer ABS Massa jenis granular biokomposit Komponen energi bebas permukaan pada biokomposit
Nilai indeks alir leleh biokomposit Pengelompokan Tensile Strength (MPa) dengan metode Fisher LSD Pengelompokan Modulus Young (MPa) dengan metode Fisher LSD Pengelompokan Impact strength (kJ/m) dengan metode Fisher LSD Pengelompokan Rockwell Hardness Number (HRR) dengan metode Fisher LSD 13 Nilai HIC Helm Biokomposit
5 6 10 13 16 22 23
25 31 32 33 34 41
DAFTAR GAMBAR
1 (a) Tanaman Kenaf (b) Serat Kenaf 2 Mikrograf SEM dar (a) serat tanpa perlakuan (b) serat dengan perlakuan NaOH 6% (Edeerozey et al. 2007) 3 Skema selulosa (Akil et al. 2011) 4 Unit dasar penyusun lignin (Vanholme et al. 2010) 5 Senyawa-senyawa penyusun hemiselulosa (Muladi S, 2013) 6 Diagram alir penelitian bagian 1 7 Serat pendek kenaf (a) hasil mechanical milling (b) pengamatan dengan mikroskop cahaya 8 Spektrum FTIR serat kenaf 9 Struktur kimia polimer ABS (Mao et al. 2016) 10 Struktur kimia MAH 11 Alat uji melt flow index 12 Sudut kontak dan energi permukaan tetes cairan pada permukaan padat 13 Alat uji pengukuran sudut kontak biokomposit 14 Spesimen uji tensile properties 15 Alat uji tensile properties 16 Spesimen uji impact strength 17 Alat uji impact strength 18 Alat dan spesimen uji Rockwell Hardness Number 19 Diagram alir penelitian bagian 2 20 Hasil sintesis ekstrusi granular biokomposit 21 Hasil penangkapan gambar tetesan senyawa polar (air) pada biokomposit menggunakan software surfaceware 8. A KSF 10%, B KSF 15, KSF-R 10%, D KSF-R 15%
4 5 6 7 7 9 11 11 13 14 17 17 18 18 19 19 20 20 21 22 24
22 Hasil penangkapan gambar tetesan senyawa polar (air) pada biokomposit menggunakan software surfaceware 8. A KSF 10%, B KSF 15, KSF-R 10%, D KSF-R 15% 23 Kurva DSC (a) Serat Kenaf (b) Polimer ABS (c) KSF 15% (d) KSF-R 15% 24 Kurva Stress-Strain biokomposit KSF 5% 25 Kurva Stress-Strain biokomposit KSF-R 5% 26 Kurva stress-strain biokomposit dengan polimer ABS original 27 Kurva stress-strain biokomposit dengan polimer ABS recycle 28 Tensile strength biokomposit 29 Hasil pengamatan granular biokomposit menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 4x 30 Modulus Young biokomposit 31 Impact strength biokomposit 32 Rockwell Hardness Number biokomposit 33 Spektrum FTIR (a) serat kenaf (selulosa), (b) polimer ABS original, (c) biokomposit KSF 10%, (d) biokomposit KSF 15% 34 Spektrum FTIR (a) serat kenaf (selulosa), (b) polimer ABS recycle, (c) biokomposit KSF-R 10%, (d) biokomposit KSF-R 15% 35 Diagram alir penelitian bagian 3 36 Grafik Nilai Head Injury Criterion Helm Biokomposit pada suhu 50 °C 37 Grafik Nilai Head Injury Criterion Helm Biokomposit pada suhu 20 °C
24 26 28 28 29 29 30 30 31 32 34 36 37 40 41 42
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sintesis Serat Kenaf Proses Sintesis Biokomposit Dimensi Serat Kenaf Data Tensile Strength Data Modulus Young Data Impact Strength Data Hardness Data Sudut Kontak
52 53 54 55 56 58 60 61
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini rekayasa material semakin berkembang pesat. Hal ini di dorong oleh kebutuhan bahan yang dapat memenuhi karakteristik tertentu yang di kehendaki. Salah satunya dalam bidang komposit. Kemampuan untuk mudah dibentuk mendorong penggunaan komposit sebagai bahan pengganti material logam pada berbagai produk. Komposit serat alam menarik perhatian dalam aplikasinya karena memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan serat sintetis, seperti kepadatan rendah, biaya yang lebih murah, ketersediaan dan biodegradasi (Salleh et al. 2014, Nordin et al. 2013). Komposit serat alam juga memiliki spesific strenght dan modulus yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat sintetis (Bledzky et al. 1999). Kandungan serat alam umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dari serat alam memiliki struktur yang tersusun dalam micro-fibrils dilingkupi oleh dua komponen utama, yaitu : hemiselulosa dan lignin (Purwanto et al. 2014). Salah satu tanaman yang memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi adalah kenaf. Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) adalah jenis tanaman yang mudah dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia dengan masa tanam yang singkat (3-4 bulan) dengan panjang batang kurang lebih 4 meter. Serat kenaf juga merupakan bahan penyerap minyak yang baik dengan daya serap sebesar 35 kali beratnya (Marjani et al. 2009). Pemanfaatan serat kenaf di Indonesia masih sangat terbatas hanya digunakan sebagai bahan pembuat tali tambang dan karung goni yang saat ini sudah mulai tergantikan oleh bahan plastik sehingga kurang meningkatkan nilai ekonominya. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi dari serat kenaf adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan pengisi (filler) dalam suatu komposit. Sejak tahun 1930 Henry Ford telah menggunakan serat kenaf sebagai bahan penguat komposit untuk salah satu komponen mobil BMW dan Mercedes (Mwaikambo, 2006). Biokomposit adalah komposit yang terbentuk dari kombinasi polimer buatan dan polimer alam (Nikmatin, 2012). Gabungan dari serat alam dan polimer memberikan dampak positif terhadap lingkungan seperti mengurangi pelepasan gas karbon yang digunakan, meningkatkan penggunaan material yang dapat diperbaharui, dan mengurangi dampak lingkungan dari material non-biodegradable. Saat ini, material termoplastik banyak digunakan untuk serat alami (Ku et al. 2011). Acrylonitrile butadiene styrene (ABS) salah satu polimer termoplastik yang penting dalam rekayasa material karena memiliki sifat mekanik yang unggul, ketahanan kimia, mudah diproses dan dapat didaur ulang (Chen et al. 2011). ABS terdiri atas tiga monomer pembentuk. Acrylonitrile bersifat tahan terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas. Butadiene memberi perbaikan terhadap sifat ketahanan pukul dan sifat liat (toughness). Sedangkan styrene menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses. Sifat mekanik biokomposit meningkat dengan terbentuknya ikatan kimia antara polimer buatan dengan serat alam. Pengikatan polimer buatan yang bersifat non polar dan selulosa dari serat alam yang bersifat polar memerlukan senyawa penggandeng untuk mengikat serat dan polimer. Pembentukan jaringan yang lebih besar dalam biokomposit akan lebih meningkatkan sifat mekanik.
2
Kim et al. (2005) membuat komposit polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi atau serbuk kayu secara proses metode lebur menggunakan internal mixer dihasilkan suatu biokomposit yang biodegradable dan sifat mekaniknya meningkat. Suharty et al. (2008) melakukan sintesis biokomposit polipropilena (PP) dengan bahan pengisi serbuk bambu (SB) secara reaktif menggunakan metode proses larutan yang dapat meningkatkan sifat mekanik serta kemampuan biodegradasi biokomposit. Edeerozey et al. (2007) melaporkan bahwa perlakuan alkalisasi meningkatkan sifat mekanik serat kenaf secara signifikan dibandingkan dengan serat kenaf yang tidak di beri perlakuan. Nosbi et al. (2011), dalam penelitian mereka juga melaporkan sifat tensile dari bundle kenaf. Sifat standar tensile serat kenaf menunjukkan hasil yang baik, sehingga membuktikan bahwa kenaf dapat digunakan sebagai bahan penguat dalam komposit. Di Indonesia, sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang cepat dan efisien, akan tetapi memiliki tingkat risiko paling tinggi dalam kecelakaan lalu lintas dan memiliki tingkat proteksi yang paling rendah terhadap pengendaranya, khususnya kepala. Helm bukan hanya sebagai alat proteksi, tetapi juga harus memberikan kenyamanan dan perlindungan maksimal bagi pemakainya dalam mengantisipasi dan mengurangi cidera kepala akibat benturan dalam kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Republik Indonesia, angka kecelakaan lalu lintas menunjukkan 87 % terjadi pada sepeda motor dan 67 % mengalami luka kepala akibat benturan pada pria berusia 22-50 tahun dengan tingkat kematian 94 %. Salah satu penyebabnya adalah kualitas helm yang tidak dapat menyerap energi tumbukan untuk melindungi kepala dari benturan. Helm yang dimiliki pengendara sepeda motor di Indonesia memiliki standar SNI 1811-2007 yang terbuat dari polimer ABS (Nikmatin, 2012). Pengembangan biokomposit berbasis serat kenaf dengan menggunakan polimer ABS sebagai matriks dan serat kenaf sebagai pengisi (filler) merupakan kajian yang sangat menarik untuk diteliti dan dikembangkan karena serat kenaf memiliki sifat fisis-mekanik yang lebih baik dari serat alam lainnya sehingga dapat melindungi ABS dari keretakan pada aplikasi helm (Ibrahim et al. 2009, Nordin et al. 2013) dan dapat mengganti material helm yang ada di Indonesia serta diharapkan mampu meningkatkan sifat mekanik dari helm tersebut. Selain itu, material komposit menunjukkan kemampuan untuk menyerap jumlah energi yang lebih besar serta menawarkan kekakuan dan kekuatan spesifik yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan resin termoplastik murni. Sehingga pada penelitian ini akan dihitung nilai head injury criterion (HIC) helm sepeda motor. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat biokomposit diantaranya karakteristik filler, variasi komposisi filler, parameter proses, dan sifat antarmuka filler dengan matriks. Jumlah kandungan serat (filler) dalam komposit merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Variasi komposisi serat serta karakteristik dari serat merupakan salah satu elemen kunci dalam analisis mikromekanik dari komposit (Schwartz 1984). Fabrikasi biokomposit juga melibatkan peran panas, yaitu dalam proses milling, ekstrusi dan injection molding. Oleh karena itu, analisis termal dilakukan untuk mengetahui kemampuan biokomposit terhadap beban panas. Perlakuan pada permukaan biokomposit untuk mendukung estetika seperti pelapisan juga mempengaruhi sifat
3
adhesi material biokomposit. Energi bebas permukaan merupakan kriteria dalam menentukan sifat adhesi biokomposit. Pengukuran terhadap energi permukaan memudahkan untuk memprediksi kecocokan dari material (Chandrabakty, 2010), sehingga sifat permukaan biokomposit merupakan parameter yang penting untuk dikaji. Selain itu, sifat material juga ditentukan oleh struktur internal material. Setiap molekul memiliki vibrasi alami tergantung pada jenis dan ikatan kimianya. Vibrasi alami dari molekul merupakan penanda untuk identifikasi molekul yang terkandung pada suatu material. Fourier Transform Infrared (FTIR) menyajikan vibrasi molekul dalam bentuk peak. Oleh karena itu, kajian vibrasi molekul biokomposit beserta material penyusunnya penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap sifat fisis-mekanis, sifat permukaan biokomposit dan menghitung nilai head injury criterion (HIC) helm sepeda motor. Biokomposit yang dihasilkan diharapkan memiliki sifat yang lebih unggul dan dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti komposit serat sintetis. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh variasi filler terhadap sifat permukaan dan sifat fisismekanis biokomposit? 2. Bagaimana pengaruh filler terhadap nilai head injury criterion helm sepeda motor yang dihasilkan? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat serat kenaf sebagai filler dalam biokomposit, menganalisis pengaruh variasi filler terhadap sifat permukaan, sifat fisis-mekanis biokomposit serta menghitung nilai Head Injury Criterion (HIC) pada helm sepeda motor. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya mampu menghasilkan produk biokomposit yang ramah lingkungan dengan mengunakan filler serat alam yaitu serat kenaf dan matrik polimer ABS, diharapkan biokomposit berpenguat serat kenaf menggunakan polimer ABS dapat memberikan motivasi untuk memunculkan inovasi-inovasi baru dalam pembuatan komposit khususnya serat kenaf sehingga meningkatkan nilai jual serat kenaf dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Polimer yang digunakan dalam pembuatan biokomposit adalah polimer ABS original dan polimer ABS daur ulang. 2. Penggunaan mechanical-milling untuk menghasilkan short fiber kenaf 3. Penggunaan metode extruder untuk pembuatan granular biokomposit dan metode moulding untuk pembuatan spesimen uji 4. Penggunaan perangkat lunak MATLAB untuk melakukan finite element analysis 5. Karakterisasi biokomposit meliputi indeks alir leleh menggunakan melt flow indexer, uji sifat mekanik berupa Tensile properties (ASTM D-638), Rockwell hardness Number (ASTM D-785), Notched Izod Impact (ASTM D-256A), perubahan gugus fungsi dengan spektroskopi infrared (FTIR), serta sifat permukaan dengan menghitung energi bebas permukaan melalui pengukuran sudut kontak biokomposit.
2 KARAKTERISASI TANAMAN KENAF SERTA PEMBUATAN KENAF SHORT FIBER Pendahuluan Indonesia merupakan daerah tropis yang subur sehingga banyak ditemukan tumbuhan yang dapat menghasilkan serat. Serat tumbuhan yang baik digunakan sebagai bahan pengisi adalah serat tanaman dengan kandungan selulosa yang tinggi. Salah satu tanaman yang mengandung selulosa cukup tinggi adalah kenaf, dengan kandungan selulosa yang relatif tinggi yaitu 57% (Mwaikambo, 2006). Tanaman kenaf merupakan tanaman herba semusim dengan tipe pertumbuhan berbentuk semak tegak. Termasuk dalam tanaman hari pendek dan akan cepat berbunga bila panjang penyinaran matahari kurang dari 12 jam. Pada keadaan normal, pertumbuhan optimal kenaf berkisar pada umur 60 – 90 hari dan bisa mencapai tinggi 4 m untuk tanaman yang tumbuh subur, namun tergantung dari varietas, kesuburan tanah, serta teknik budidayanya (http://ditjenbun.pertanian.go.id).
a b Gambar 1 (a) Tanaman Kenaf (http://ditjenbun.pertanian.go.id) (b) Serat Kenaf
5
Tanaman kenaf merupakan tanaman dikotil, batangnya memiliki tiga lapisan, lapisan jaringan kortikal luar (bast), lapisan jaringan bagian dalam (core) dan pusat lapisan tipis saripati yang terdiri dari sponge seperti jaringan pada sebagian besar sel non-ferrous (Nordin et al. 2013). Edeerozey et al. (2007) dan Nosbi et al. (2011) melaporkan beberapa gambar mikrostruktur serat kenaf untuk memeriksa morfologi permukaan serat kenaf. Analisis mikroskopis morfologi permukaan serat sangat penting dalam menggambarkan perubahan struktural yang terjadi pada perlakuan.
Gambar 2 Mikrograf SEM dari (a) serat tanpa perlakuan dan (b) serat dengan perlakuan NaOH 6% (Edeerozey et al. 2007) Edeerozey et al. (2007) memperlihatkan morfologi permukaan serat kenaf yang tidak diberi perlakuan dan di beri perlakuan melalui perbedaan dalam hal tingkat kehalusan dan kekasaran permukaan. Mikrograf Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan adanya impuritas pada permukaan serat yang diberi perlakuan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 (a). Di sisi lain gambar 2 (b) menunjukkan mikrograf SEM dari serat kenaf yang diberi perlakuan 6 % NaOH dimana hampir semua impuritas telah dihapus dari permukaan serat. Topografi permukaan serat dapat memberikan informasi penting tentang tingkat adhesi antar muka antara serat dan matriks, sehingga serat dapat digunakan sebagai penguat, baik dengan perlakuan ataupun tanpa perlakuan (Akil et al. 2015). Tabel 1 Ukuran mikrofibril dan kandungan kimia dari tanaman kenaf (Akil et al. 2015) Bark Core Panjang fibril, L (mm) 2.22 0.75 Lebar fibril, W (mm) 17.34 19.23 L/W 128.00 39.00 Diameter lumen (mm) 7.50 32.00 Ketebalan dinding sel (mm) 3.60 1.50 Selulosa (%) 69.20 32.10 Lignin (%) 2.80 25.21 Hemiselulosa (%) 27.20 41.00 Kadar abu(%) 0.80 1.80
6
Jonoobi et al. 2009 melakukan karakterisasi pada nanofiber kenaf menggunakan Environmental Scanning Electron Microscopy (ESEM) and Transmission Electron Microscopy (TEM) yang diperoleh dari isolasi unbleached dan bleached pulp dengan kombinasi perlakuan kimia dan mekanik. Analisis Thermal Gravimetric Analysis (TGA) menunjukkan bahwa kedua jenis pulp dan nanofiber memiliki stabilitas termal yang tinggi dibandingkan dengan kenaf baku. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) juga menunjukkan bahwa kandungan lignin dan hemiselulosa menurun selama proses pembuatan pulp dan lignin hampir hilang selama proses bleaching. Batang yang tidak bercabang dan lurus terdiri dari lapisan luar (kulit) dan inti (Ibrahim et al. 2009). Inti bersifat isotropik dan pola hampir amorf, sedangkan kulit menunjukkan pola orientasi serat yang membentuk kristal (Nishino, 2003; Saba et al. 2013). Ukuran mikrofibril dan kandungan kimia dari batang kenaf dapat dilihat pada Tabel 1. rata-rata serat kenaf mengandung 60-80% selulosa, 520% lignin dan kelembaban sampai 20% (Balittas, 2013). Edeerozey et al. (2007) melaporkan bahwa perlakuan alkalisasi meningkatkan sifat mekanik serat kenaf secara signifikan dibandingkan dengan serat kenaf yang tidak diberi perlakuan. Nosbi et al. (2011) juga melaporkan sifat tensile dari bundle kenaf. Sifat standar tensile serat kenaf menunjukkan hasil yang baik, sehingga kenaf dapat digunakan sebagai bahan penguat dalam sistem komposit. Hasil uji sifat tensile bundle serat kenaf ditunjukkan pada Tabel 2 (Akil et al. 2015). Tabel 2 Karakteristik tensile dari serat kenaf (Akil et al. 2015) Serat kenaf Standar
Tensile strength (MPa) Mean Std. Dev. 118.30 25.54
Failure Strain Young’s Modulus (%) (Mpa) Mean Std. Dev. Mean Std. Dev. 8.31 1.22 2416.50 460.14
Kenaf merupakan material yang tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan α-1,4-glikosida (gambar 4). Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah monomer di dalam polimer (derajat polimerisasi/DP). DP selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 200-27.000 unit. Selulosa memiliki 3 fasa yaitu α-Cellulose, β-Cellulose dan γ-Cellulose. α-Cellulose adalah selulosa yang berantai panjang, tidak larut dalam NaOH dan digunakan sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. β -Cellulose merupakan selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH dan dapat mengendap bila dinetralkan sedangkan γ Cellulose adalah selulosa dengan derajat polimerisasi lebih kecil dari β-Cellulose (Pari, 2011; Nikmatin, 2012).
Lignin merupakan subunit polimer aromatik yang berasal dari feni Gambar 3 Skema selulosa (Akil et al. 2011)
7
Lignin merupakan subunit polimer aromatik yang berasal dari fenilalanin. Polimer ini terendap dalam dinding sel sekunder yang membuatnya kaku dan sulit di tembus air. Lignin melindungi polisakarida sel dari degradasi mikroba (Vanholme et al. 2010).
Gambar 4 Unit Dasar Penyusun Lignin (Vanholme et al. 2010) Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polosakarida heterogen yang terbentuk jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakrida, hemiselulosa merupakan heteropolisakirda. Hemiselulosa berfungsi sebgai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel dan mempunyai derajat polimerisasi 50-200 unit (Siqueira et al. 2010).
Gambar 5 Senyawa-senyawa penyusun Hemiselulosa (Muladi, 2013) Tujuan Tujuan penelitian pada tahap ini adalah untuk membuat short fiber kenaf dan melakukan karakterisasi seperti menghitung dimensi dan densitas serta mengidentifikasi gugus fungsi pada serat yang akan digunakan sebagai filler pada biokomposit.
8
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika IPB, Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika IPB, dan Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Holtikultura IPB. Waktu Penelitian pada bulan Mei-Agustus 2016. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah batang segar kenaf yang diperoleh dari perkebunan kenaf di PT Global Agrotek Nusantara Pekanbaru, Riau. Alat yang digunakan adalah mechanical milling (Model MDY1000, FOMAC, China), ayakan 20 mesh, drying oven (Model YNC-OV, YENACO, China), timbangan digital (Tipe PW-254, Adam Equipment, USA) spatula, dan kontainer. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kualitas serat yang dihasilkan adalah Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) (ABB, model MB300, Canada), Light Microscope (Model BX51, Olympus, Japan). Tahap Penelitian Batang kenaf yang berukuran panjang (± 4 meter) diekstrak selulosanya dengan metode perendaman dinamis selama 2 minggu menggunakan air, diambil kulitnya kemudian dilakukan pengeringan matahari hingga kering. Selanjutnya serat kenaf di potong dengan ukuran panjang yang seragam, yaitu ± 1 cm dan dilakukan pengeringan oven 60 ˚C selama 24 jam hingga berat keringnya konstan. Sampel kenaf yang kering hasil pengeringan oven di masukkan kedalam mechanical-milling dan digiling hingga cukup halus. Setelah itu sampel di ayak dengan menggunakan ayakan 20 mesh. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel yang lolos 20 mesh (short fiber). Pengujian komposisi kimia awal sampel menggunakan standar Technical Association of the Pulp and Paper Industry (TAPPI), yaitu TAPPI T222 om-88 dengan modifikasi oleh Dence untuk lignin, TAPPI T203 OS-61 untuk 𝛼 -selulosa, TAPPI T9m-54 untuk holoselulosa, dan TAPPI T204 om-88 untuk ekstraktif etanol-benzena. Densitas serat diuji dengan pendekatan Archimedes. Alat yang digunakan untuk melakukan pengujian adalah neraca digital dan air sebagai media pembanding. Berat kering serat dicatat, kemudian berat air yang berada dalam gelas ukur ditimbang untuk mencari nilai densitas air. Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi air hingga tidak ada gelembung udara dan keseluruhan permukaan sampel tercelup dalam air. Berdasarkan Hukum Archimedes : 𝑊 # = 𝑊 − 𝐹( 𝑚# 𝑔 = 𝑚𝑔 − (𝜌-./ 𝑉1 𝑔)
9
𝑚# = 𝑚 − (1 𝑉1 ) 𝑉1 = 𝑚 − 𝑚′
(1)
Dimana FA adalah gaya Archimedes, W adalah berat benda di udara, W’ adalah berat benda di medium zat cair, m adalah massa benda dimedium udara, m’ adalah massa benda di medium zat cair, g adalah percepatan gravitasi , 𝜌-./ adalah densitas air (1g/cm3) dan 𝑉1 adalah volume sampel (cm3). Setelah diketahui volume sampel maka densitas sampel dihitung dengan persamaan: 𝜌1
𝑚1 (𝑔) 𝑔 = 6 𝑐𝑚 𝑉1 𝑐𝑚6
(2)
Dimensi rata-rata serat diukur menggunakan Light Microscope (Model BX51, Olympus, Japan). Pengujian dengan menggunakan spektrofotometer infrared (FTIR) untuk menentukan gugus fungsi molekul.
Gambar 6 Diagram alir penelitian bagian 1
10
Hasil dan Pembahasan Komponen karbohidrat pada serat alam yang utama adalah selulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif (Muladi, 2013). Table 3 menunjukkan komponen karbohidrat pada serat dengan menggunakan metode standar TAPPI. Selulosa sebagai komponen utama memberikan pengaruh positif pada sifat mekanik dan sifta-sifat lain dari material biokomposit seperti mengurangi koefisien ekspansi atau penyusutan termal. Lignin umumnya membuat produk menjadi lemah, mudah terbakar pada pemrosesan dan mengeluarkan CO2 dan gasgas lain, membuat kerapatan produk lebih rendah, dan mempercepat pemudaran Wood Plastic Composite (WPC) setelah pencahayaan pada luar ruangan (outdoor). Hemiselulosa mudah terdekomposisi pada temperatur leleh plastik terutama perubahan tajam pada tekanan dan membentuk asam asetat sedangkan zat ekstraktif menghasilkan produk organik yang mudah menguap sehingga kerapatan produk menjadi lebih rendah (Klyosov 2007; Saheb dan Jog 1999). Dengan kandungan selulosa yang besar dan lignin yang kecil menandakan serat kenaf memiliki keuletan yang cukup tinggi dan tidak getas (Aji et al. 2009; Davoodi et al. 2010). Table 3 Komposisi kimia serat kenaf Kandungan Selulosa Lignin Holoselulosa Hemiselulosa Ekstraktif
(%) 66.47 2.39 75.43 9.43 2.11
Massa jenis merupakan suatu besaran fisis yaitu perbandingan massa dengan volume benda. Pengujian massa jenis serat kenaf didasarkan pada hukum Archimedes dimana benda yang berada sebagian atau seluruhnya di dalam fluida selalu mendapat gaya ke atas sebesar berat fluida yang dipindahkan. Hasil dari pengujian massa jenis menunjukkan bahwa massa jenis serat kenaf yang dihasilkan sebesar 1.008 g/cm3. Material dengan densitas kecil akan memiliki volume yang besar sehingga akan membawa dampak positif pada aplikasi serat sebagai filler komposit dan pada aplikasi produk komposit yang dihasilkan. Serat kenaf sebagai penguat ABS menempati posisi interstitial dan vacancy pada susunan atom lattice ABS di setiap unit sel. Berdasarkan klasifikasi panjang serat menurut International Association of Wood Anatomy, panjang serat bervariasi mulai dari serat pendek (0-900 mikron), serat sedang (900-1600 mikron), dan serat panjang (cukup panjang = 1600-2200 mikron, sangat panjang = 2200-3000 mikron, dan teramat panjang > 3000 mikron). Sampel serat kenaf yang digunakan dalam penelitian ini berdimensi rata-rata panjang dan diameter yaitu 897.07 µm dan 66.38 µm dengan aspect rasio 13.5, sehingga serat yang dihasilkan termasuk dalam kategori short fiber (Lampiran 3).
11
Gambar 7 Serat pendek kenaf (a) hasil mechanical milling (b) pengamatan dengan mikroskop cahaya Selulosa merupakan penyusun utama serat alami. Molekul-molekul selulosa yang berada dalam mikrofibril memiliki ikatan hidrogen yang kuat antar rantai selulosa, sehingga menghasilkan struktur kristal yang kuat (Fan et al. 2012) (Gambar 3). Ikatan hidrogen adalah interaksi antar atom hidrogen dengan atom elektronegatif, seperti nitrogen, oksigen atau flour yang berasal dari molekul lain. Gugus hidroksil pada rantai karbon C2, C3, dan C6 berkontribusi dalam berbagai pembentukan jenis ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Pembentukan ikatan hidrogen antara intra dan intermolekul dalam selulosa tidak hanya memiliki pengaruh yang kuat pada sifat fisis selulosa, termasuk kelarutan, reaktivitas hidroksil, dan kristalinitas, tetapi juga memiliki peran penting pada sifat mekanik selulosa (Kondo, 1997b). Menurut perhitungan Tashiro dan Kobayashi (1991) menunjukkan bahwa ikatan hidrogen berkontribusi sekitar 20% pada energi strain selulosa.
O-H
C-H O-H
C=O
CH2
C=C
C-O-C C-O
Gambar 8 Spektrum FTIR Serat Kenaf Spektrum FTIR yang terdapat pada gambar 8 menunjukkan serapan inframerah pada serat kenaf. Vibrasi stretching kelompok hidroksil (OH) pada selulosa, hemiselulosa dan lignin terjadi pada panjang gelombang 3410 cm-1 yang
12
memiliki puncak sangat lebar dan panjang gelombang 3780 cm-1 (Fan et al. 2012 ; Kumar 2014). Panjang gelombang 1728 cm-1 merupakan vibrasi stretching kelompok asetil (C=O) dari hemiselulosa, panjang gelombang 2901 cm-1 merupakan symmetrical stretching CH pada polisakarida, vibrasi bending CH2 ditemukan pada panjang gelombang 1443 cm-1 (selulosa), panjang gelombang 1628 cm-1 dan 1636 cm-1 mengindikasikan vibrasi stretching kelompok C=C (lignin) serta panjang gelombang 1057 cm-1 mengidentifikasikan vibrasi kelompok C-O atau C-O-C pada selulosa (Stuart 2004; Suharty et al. 2008; Fan et al. 2012; Nazir et al. 2013; Kumar 2014). Simpulan Serat pendek kenaf dihasilkan dengan proses mechanical milling, memiliki komposisi selulosa 66.47%, lignin 2.39%, hemiselulosa 9.43% dan ekstraktif 2.11%. Densitas serat dihasilkan sebesar 1.008 g/cm3 dan dimensi rata-rata serat kenaf untuk panjang dan diameter berturut-turut yaitu 897.07 µm dan 66.38 µm dengan aspect rasio 13.5. Material dengan densitas kecil akan memiliki volume yang besar sehingga akan membawa dampak positif pada aplikasi serat sebagai filler komposit dan pada aplikasi produk komposit yang dihasilkan.
3 KAJIAN SIFAT PERMUKAAN, SIFAT FISIS-MEKANIS DAN SIFAT TERMAL BIOKOMPOSIT BERPENGUAT KENAF SHORT FIBER Pendahuluan Komposit merupakan kombinasi dua material atau lebih yang di gabung secara makro atau mikro yang berbeda dalam bentuk dan komposisi kimia, sedangkan biokomposit adalah komposit yang terbentuk dari kombinasi polimer buatan dan polimer alam (Malvern, 2012). Material komposit terdiri dari dua ikatan yang dikenal dengan filler yang berperan sebagai penahan sebagian gaya yang bekerja dan bahan pengikat filler yang disebut dengan matrik. Bahan komposit mempunyai sifat yang berbeda dengan sebagian besar material konvensional seperti baja dan aluminium. Bahan komposit tidak homogen dan non-isotropik, berarti sifat-sifatnya tidak sama di semua tempat dan segala arah. (Wiyono et al. 2014). Material komposit akan bersinergi dalam sifaf fisis dan mekanik bila memiliki sebuah sistem yang mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah sifat material yang baru. Aspek penting yang menunjukkan karakteristik dari komposit tersebut adalah optimasi dari ikatan antar muka filler dan matrik, dimana antara keduanya tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain (Nikmatin, 2012). Karakteristik matrik sebagai bahan penyusun utama dari komposit harus dapat mengikat dan kompatibel dengan serat sehingga beban yang diterima bahan dapat diteruskan ke serat secara maksimal sehingga diperoleh komposit yang optimal dan stabil selama proses manufaktur (Salleh et al. 2013).
13
Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) termasuk kelompok engineering thermoplastic yang berisi tiga monomer pembentuk. Acrylonitrile bersifat tahan terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas. Butadiene memberi perbaikan terhadap sifat ketahanan pukul dan sifat liat (toughness). Sedangkan styrene menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses. Sifat lainnya dapat diperoleh dengan penambahan aditif sehingga diperoleh grade ABS yang bersifat menghambat nyala api, transparan, tahan panas tinggi, tahan terhadap sinar UV (Mujiarto, 2005). ABS dapat diproses dengan teknik cetak injeksi, ekstrusi, thermoforming, cetak tiup, roto moulding dan cetak kompresi. ABS bersifat higroskopis, oleh karena itu harus dikeringkan dulu sebelum proses pelelehan.
Gambar 9 Struktur Kimia Polimer ABS (Mao et al. 2016) Penggunaan aditif dalam industri polimer sangat penting. Selain berguna menjaga kondisi plastik itu sendiri, aditif juga dapat mengubah sifat-sifat plastik yang ingin diproses lebih lanjut. Secara fisik, aditif dapat berupa padatan, rubber, cairan dan gas (Mujiarto, 2005). Aditif yang digunakan dalam penelitian ini adalah antioksidan dan compatibilizer. Antioksidan merupakan aditif yang berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh oksigen yang dapat menyebabkan polimer terdegradasi. Degradasi ini disebabkan adanya pelepasan radikal bebas akibat panas, radiasi, mechanical shear, metallic impurities, dan residu katalis yang dengan mudah teroksidasi oleh oksigen. Antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antioksidan primer, yang berfungsi mencegah terjadinya tahap propagasi dengan mendonasikan hidrogen ke reaksi radikal bebas peroksi. Tabel 4 Data Fisik Polimer ABS (Scaffaro et al. 2012) Data fisik polimer ABS Rentang suhu pemrosesan Densitas Kekuatan tensile Elongation at yield stress Break elongation Modulus elastis Kekuatan dielektrik
180-220 ˚C 1.02-1.07 g cm-3 32-45 N mm-2 2.5-3.5% 20-30% 1.5 – 3 kN mm-2 350 / 500 kV cm-1
Compatibilizer merupakan zat yang menghubungkan setiap konstituen sehingga terbentuk suatu sistem yang melarutkan. Asam maleat anhidrida (MAH) merupakan senyawa vynil tidak jenuh yang berperan dalam reaksi adisi karena adanya ikatan etilenik dan gugus anhidrida. Asam anhidrida bereaksi dengan alkohol membentuk gugus ester dan membentuk gugus asam karboksilat. Gugus
14
inilah yang akan membantu dalam proses pengikatan antara penguat dengan matriks pada komposit.
Gambar 10 Struktur Kimia Asam Maleat Anhidrida Sifat mekanik material merupakan salah satu faktor yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk karakterisasi sifat mekanik suatu material, terutama komposit polimerik, seperti pengujian tensile, impact, dan hardness. Pengujian tensile dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu material terhadap gaya tarik yang diberikan, pengujian impact untuk mengetahui kemampuan material terhadap beban kejut yang diberikan secara tiba-tiba sedangkan pengujian hardness dilakukan untuk melihat deformasi tekan pada suatu material. Selain itu , karakteristik filler, variasi komposisi filler, parameter proses, dan sifat antarmuka filler dengan matriks merupakan faktor yang mempengaruhi sifat biokomposit. Fabrikasi biokomposit melibatkan peran panas, yaitu dalam proses milling, ekstrusi dan injection molding. Oleh karena itu, analisis termal dilakukan untuk mengetahui kemampuan biokomposit terhadap beban panas. Perlakuan pada permukaan biokomposit untuk mendukung estetika seperti pelapisan juga mempengaruhi sifat adhesi material biokomposit. Hal yang paling berpengaruh dalam tahap fabrikasi komposit, dimana matriks seringkali berada dalam kondisi dapat mengalir dan perilakuya mendekati perilaku cairan adalah kemampubasahan (wettability). Kemampubasahan adalah kemampuan matriks pada saat dapat mengalir untuk tersebar merata kepermukaan suatu padatan, dalam hal ini serat. Jika matriks memiliki kemampubasahan yang sangat baik, maka matriks tersebut dapat menutupi seluruh kontur permukaan yang kasar pada serat tanpa meninggalkan lubang maupun rongga udara. Energi bebas permukaan merupakan kriteria dalam menentukan sifat adhesi biokomposit. Pengukuran terhadap energi permukaan memudahkan untuk memprediksi kecocokan dari material (Chandrabakty, 2010), sehingga sifat permukaan biokomposit merupakan parameter yang penting untuk dikaji. Selain itu, sifat material juga ditentukan oleh struktur internal material. Setiap molekul memiliki vibrasi alami tergantung pada jenis dan ikatan kimianya. Vibrasi alami dari molekul merupakan penanda untuk identifikasi molekul yang terkandung pada suatu material. Identifikasi gugus fungsi pada polimer dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer infrared dan dihasilkan data dalam bentuk spektra. Umumnya serapan C-H regangan aromatik berada di daerah 3100-3000 cm-1. Serapan ikatan rangkap berada pada 1680-1580 cm-1 (C=C stretching) dan sekitar 1416 cm-1 (bending), ikatan rangkap pada cincin aromatik berada pada 1600-1585 cm-1 (Kumar 2014). Gugus hidroksil memberikan serapa melebar (adanya ikatan hidrogen) pada 3550-3200 cm-1. Fourier Transform Infrared (FTIR) menyajikan vibrasi molekul dalam bentuk
15
peak. Oleh karena itu, kajian vibrasi molekul biokomposit beserta material penyusunnya penting untuk dilakukan. Tujuan Tujuan penelitian pada tahap ini adalah untuk membuat biokomposit dengan metode injeksi moulding, menganalisis sifat permukaan, sifat fisismekanis, sifat termal dan perubahan gugus fungsi biokomposit. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika IPB, Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika IPB, Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Holtikultura IPB, PT MUB Jaya Cibinong Bogor, dan Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB. Waktu Penelitian pada bulan Juli - Oktober 2016. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah short fiber kenaf sebagai filler, coupling agent maleic anhydride (MAH) (Darmstadt,Jerman), antioksidan primer (Zaozhuang, Cina) dan polimer ABS original yang diimport dari Malaysia serta polimer ABS daur ulang yang diperoleh dari PT. MUB Jaya Cibinong, Bogor sebagai matriknya. Alat yang digunakan untuk sintesis biokomposit adalah single screw extruder (SSE) (Model HXSJ-125/125, Kai Xin, Cina) dan injeksi molding (Model HC-250, Hwa Chin, China). Adapun alat pengujian kualitas biokomposit yang dihasilkan menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) (Model MB3000, ABB, Canada), Melt Flow Indeks (MFI) (Model XNR-400D, Jinan Hensgrand Instrument, Cina), Differential Scanning Calorimerty (DSC) (Model JADE, Perkin Elmer, USA), Contact Angle Analyzer (Phoenix 300, Surface Electro Optics, Korea), Light Microscope (Model BX51, Olympus, Japan) serta alat uji mekanik yang digunakan adalah untuk pengujian tensile didasarkan pada standar baku ASTM D-638 menggunakan Computer Control Electronic Universal Testing Machine (Model WDW-20, Jinan Hensgrand Instrument, China), pengujian impact didasarkan pada standar baku mutu ASTM D-256A menggunakan alat Izod Impact Testing Machine (Model XJU-22, Jinan Hensgrand Instrument, China) dan pengujian hardness didasarkan pada standar baku ASTM D-785 menggunakan alat Rockwell Hardness Tester (Model XHRD-150, Jinan Hensgrand Instrument, Cina).
16
Tahap Penelitian Pembuatan granular biokomposit menggunakan variasi komposisi yang ditunjukkan dalam Tabel 5, KSF merupakan sampel biokomposit yang menggunakan polimer ABS original dan KSF-R merupakan sampel biokomposit yang menggunakan polimer ABS Recycle. Selanjutnya campuran bahan dimasukkan ke dalam single screw extrusion (Model HXSJ-125/125, Kai Xin, China) dengan massa total 20 kg. Gradien temperatur yang digunakan adalah 195/215/220/220/220/225/225/225 ˚C. Tabel 5 Variasi Komposisi bahan campuran biokomposit dengan Polimer ABS Komposisi Sampel KSF 0% KSF-R 0% KSF 5% KSF-R 5% KSF 10% KSF-R 10% KSF 15% KSF-R 15%
Serat Kenaf (Short Fiber) % 0 0 5 5 10 10 15 15
g 0 0 1000 1000 2000 2000 3000 3000
Polimer ABS % 100 100 92 92 87 87 82 82
g 20000 20000 18400 18400 17400 17400 16400 16400
Aditif Antioksidan Compatibilizer Maleic Acid Primer % g % g 0 0 0 0 0 0 0 0 1 200 2 400 1 200 2 400 1 200 2 400 1 200 2 400 1 200 2 400 1 200 2 400
Granular biokomposit yang dihasilkan akan diuji massa jenisnya dengan pendekatan Archimedes, pengujian menggunakan FTIR untuk menentukan gugus fungsi molekul, pengujian termal menggunakan DSC serta indeks alir leleh berdasarkan standar baku mutu ASTM D-1238 dengan melt flow indexer pada suhu 220 ˚C. Selanjutnya membuat spesimen uji standar ASTM dengan metode injeksi molding. Sampel granular biokomposit dimasukkan pada hopper injeksi moulding dengan massa 5 kg dan pemanasan awal 80 ˚C. Pemanasan barel injeksi moulding dilakukan dengan gradien temperatur 170-185-220 ˚C. Spesimen yang dihasilkan merupakan hasil cetakan yang akan diuji sifat mekaniknya dengan 5 pengulangan untuk setiap sampel berdasarkan standar baku mutu ASTM. Pengujian spektra infrared dilakukan dengan mengukur transmitansi dari bahan menggunakan spektroskopi FTIR pada radiasi elektromagnetik dengan rentang frekuensi 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Pengukuran spesimen uji dilakukan dengan membentuk granular biokomposit menjadi film tipis, diletakkan pada alat kemudian dilakukan pengukuran secara otomatis. Untuk elusidasi struktur, daerah dengan bilangan gelombang 4000 cm-1 - 1400 cm-1 merupakan daerah yang khusus digunakan untuk identifikasi gugus-gugus fungsional, yang merupakan absorbsi dari vibrasi ulur. Sedangkan daerah yang berada disebelah kanan bilangan gelombang 1400 cm-1 disebut daerah sidik jari (fingerprint region), karena setiap senyawa organik memiliki absorbsi yang karakteristik pada daerah ini.
17
Gambar 11 Alat uji Melt Flow Index Pengukuran sudut kontak digunakan sebagai metode acuan dalam mengukur kerja yang dilakukan untuk memperbesar atau menambah luas permukaan cairan (energi bebas permukaan) melalui metode sessile droplet menggunakan Phoenix 300 Contact Angle Analyzer. Metode yang digunakan untuk menghitung energi bebas permukaan suatu padatan (𝛾1 ) dari pengukuran sudut kontak ( 𝜃 ) didasarkan pada persamaan Young yang dituliskan (Young,1805): 𝛾9 𝑐𝑜𝑠𝜃 = 𝛾1 − 𝛾19
(3)
dengan 𝛾9 adalah energi bebas cairan yang diteteskan pada sampel padat dan 𝛾19 adalah energi antar muka sampel dengan cairan. Untuk menyelesaikan persamaan ini diperlukan persamaan tambahan yang berkorelasi dengan 𝛾19 , 𝛾9 , dan 𝛾1 . Pada permukaan benda padat, saat setetes cairan jatuh, maka akan terjadi kesetimbangan energi permukaan pada kontak antara keduanya. Energi permukaan yang terlibat (Gambar 13) merupakan energi permukaan padat-cair (𝛾19 ). Agar terjadi pembasahan maka harus ada pengurangann energi permukaan (Matthews dan Rawlings, 1994). Owens dan Wendt (1969) berpendapat bahwa komponen polar dapat dihitung menggunakan aturan yang sama untuk interaksi energi dipsersi. Jika sudut kontak 2 jenis cairan (cairan yang bersifat polar dan cairan yang bersifat non = = polar) diukur, dengan parameter 𝛾9< dan 𝛾9 diketahui, maka parameter 𝛾1< dan 𝛾1 pada padatan dapat dihitung (Grundke, 2005).
Gambar 12 Sudut kontak (𝜃) dan energi permukaan tetes cairan pada permukaan padat Sehingga Owens dan Wendt memberikan persamaan sebagai berikut (Cwikel, 2010) :
18
𝛾19 = 𝛾1 + 𝛾9 − 2 𝛾1< 𝛾9<
@/B
= = @/B
− 2 𝛾1 𝛾9
(4)
Jika dilakukan substitusi persamaan (4) ke persamaan (3), maka akan didapatkan persamaan berikut : (1 + cos 𝜃) 𝛾9 = 2 𝛾1< 𝛾9<
F G
F
= = G
+ 2 𝛾1 𝛾9
(5)
Cairan uji yang digunakan adalah air dan heksana. Penentuan sudut kontak dan perhitungan energi bebas permukaan dilakukan melalui penangkapan gambar tetesan menggunakan software Surfaceware 8 dan sistem analisis sudut kontak berbasis kamera.
Gambar 13 Alat uji pengukuran sudut kontak biokomposit Untuk pengujian tensile didasarkan pada standar baku mutu ASTM D-638 menggunakan Computer Control Electronic Universal Testing Machine dengan kecepatan perpindahan 50 mm/min. Spesimen uji yang digunakan ditunjukkan gambar 14.
Gambar 14 Spesimen uji tensile properties Spesimen ditempatkan pada grip Movable Cross Head dan Fix Cross Head, kemudian tuas grip ditekan agar spesimen tercengkram kuat. Penarikan spesimen dilakukan secara otomatis oleh alat dengan memberi pada komputer yang terhubung. Pengujian dilakukan hingga spesimen putus. Nilai tensile strength dan modulus young dianalisis dari data hasil pengujian. Pengujian tensile dilakukan untuk mencari tegangan dan regangan (stress strain test). Hasil dari pengujian ini adalah grafik beban versus perpanjangan. Beban dan perpanjangan dapat dirumuskan (Mattos et al. 2009; Tusi 2013): Engineering stress (𝜎) 𝜎 = 𝐹/𝐴J
(6)
19
dimana F adalah beban yang diberikan (N), A0 adalah luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2). Engineering strain (𝜀) 𝜀 = ∆𝐿/𝐿J
(7)
dimana 𝐿J adalah panjang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m), ∆𝐿 adalah pertambahan panjang (m). Dari pengujian ini dapat diketahui sifat material yang dibutuhkan dalam rekayasa material. Model analisis untuk modulus young di turunkan dari Hukum Hooke, yang dituliskan dalam persamaan berikut (Mattos et al. 2009): 𝐸 =
𝜎 𝐹/𝐴J 𝐹𝐿J = = ∆𝐿/𝐿J 𝐴J ∆𝐿 𝜀
(8)
dengan E adalah modulus young (MPa). Variabel F dan ∆𝐿 diperoleh dari data eksperimen. Dimensi spesimen konstan, 𝐿J (gauge length = 50 mm) dan 𝐴J = w.h, dengan w adalah lebar plat = 13.05 mm dan h adalah tebal plat = 4.02 mm.
Gambar 15 Alat uji Tensile Properties Pengujian impact didasarkan pada standar baku mutu ASTM D-256A menggunakan alat Izod Impact Testing Machine. Semua spesimen diberi notched sebelum diuji. Spesimen uji ditunjukkan gambar 16.
Gambar 16 Spesimen uji impact strength
20
Spesimen dipasang pada alat uji kemudian menekan tombol pada alat sehingga pendulum akan lepas dan berayun hingga membentur spesimen. Pergerakan pendulum akan menggeser jarum pada alat dan nilai energi tumbukan diperoleh dari skala yang ditunjukkan oleh alat. Kecepatan impact sebesar 3.5 m/s, panjang lengan pendulum 0.322 m, massa bandul 0.5 kg, tebal sampel (notched) 4.02 x 10-3 m. Nilai impact strength dihitung dari energi impact. Energi impact dapat dihitung menggunakan persamaan : ∆𝐸 = 𝑊𝑙 (cos 𝛽 − cos 𝛼)
(9)
dengan ∆𝐸 adalah total energi yang diserap (kJ), W adalah berat pendulum (N), 𝛼 adalah sudut awal (°) dan 𝛽 adalah sudut akhir (°). Untuk menetukan impact strength (Is) total energi yang diserap dibagi dengan luas cross-sectional dari specimen (A), yang digambarkan dalam persamaan berikut :
𝐼1 =
∆𝐸 𝑊𝑙 (cos 𝛽 − cos 𝛼) = 𝐴 𝐴
(10)
𝐼1 adalah impact strength (kJ m-1).
Gambar 17 Alat uji Impact Strength Pengujian hardness didasarkan pada standar baku ASTM D-785, spesimen bahan ditunjukkan gambar 18. Spesimen uji dipasang pada alat uji kemudian ditekan oleh indentor dengan beban minor.
Gambar 18 Alat dan spesimen uji Rockwell Hardness Number
21
Pengujian mekanik seluruhnya dilakukan dengan lima kali pengulangan dan dianalisis secara statistik dengan One-way ANOVA menggunakan Minitab 17 Statistical Software. Uji Fisher least significant difference (LSD) dilakukan untuk menentukan perbedaan yang signifikan secara statistik antara masing-masing sampel.
Gambar 19 Diagram alir penelitian bagian 2
22
Hasil dan Pembahasan Sintesis Biokomposit dengan Metode Ekstrusi dan Analisis Densitas Proses ekstrusi merupakan suatu proses dimana bahan termoplastik dibentuk dengan cara menekannya melalui rongga cetakan. Mesin yang digunakan pada penelitian ini adalah single screw extruder yang hanya memiliki satu ulir ditempatkan pada barrel. Gambar 20 merupakan granular yang dihasilkan dari pencampuran (mixing) dan extruder. Penggunaan coupling agent dalam penelitian ini sebagai penghubung matrik dan filler yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda, sedangkan antioksidan berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh oksigen yang dapat menyebabkan polimer terdegradasi. Coupling agent berperan sebagai interfase yang mempengaruhi adhesi interfasial dan tegangan interfasial.
Gambar 20 Hasil sintesis ekstrusi granular biokomposit Massa jenis merupakan ukuran kepadatan suatu material. Pengujian massa jenis granular biokomposit juga didasarkan pada pendekatan Archimedes dimana neraca dan air digunakan sebagai media pembanding. Analisa densitas berdasarkan pengukuran sampel yang tercelup dalam fluida (air) akan mengalami gaya keatas (Fapung) yang besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan (Persamaan 2). Tabel 6 Massa jenis granular biokomposit Sampel KSF 0% KSF 5% KSF 10% KSF 15% KSF-R 0% KSF-R 5% KSF-R 10% KSF-R 15%
Massa Jenis (g/cm3) 1.021 1.042 1.067 1.098 1.072 1.002 0.948 0.986
23
Sampel yang diukur merupakan granular yang dihasilkan dari proses ekstrusi. Hasil pengujian densitas granular biokomposit ditunjukkan pada Tabel 6 dimana nilai densitas masing-masing sampel menunjukkan perbedaan. Nilai densitas meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah filler dalam biokomposit yang menggunakan polimer ABS original sedangkan pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS recycle bervariasi dengan nilai KSF-R 10% menurun dengan meningkatnya filler dalam biokomposit. Homogenitas merupakan sifat fisis material (intrinsik), merupakan bagian dari densitas material. Dengan tingkat homogenitas tinggi maka akan terbentuk material yang mempunyai densitas yang lebih padat, sehingga ketika material diberi uji mekanik akan memberikan dampak kerusakan yang semakin kecil, begitupun sebaliknya. Analisis Energi Bebas Permukaan Surface free energy merupakan salah satu besaran termodinamika yang menggambarkan keadaan kesetimbangan atom pada lapisan permukaan material (Rudawska dan Jacniacka 2009). Energi permukaan adalah energi asosiasi dengan permukaan antara dua fase. Permukaan padat terdiri atas molekul hidrokarbon. Energi bebas permukaan biokomposit dan komponennya dihitung dari nilai sudut kontak menggunakan metode Owens-Wendt dan hasilnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Komponen energi bebas permukaan pada biokomposit
Sampel KSF 10% KSF 15% KSF-R 10% KSF-R 15%
Sudut Kontak (˚) Air
Heksana
Komponen Dispersi 𝐦𝐉 (𝛄𝐝𝐬 ) ( 𝟐 )
80.71 94.85 69.47 68.92
14.04 16.28 15.10 17.55
17.85 17.67 17.77 17.55
𝐦
Komponen Polar 𝐦𝐉 𝐩 (𝛄𝐬 ) ( 𝟐 )
Energi Bebas Permukaan (𝛄𝐬 = 𝛄𝐝𝐬 + 𝐦𝐉 𝐩 𝛄𝐬 ) ( 𝟐 )
10.73 4.03 18.20 18.75
28.58 21.70 35.97 36.30
𝐦
𝐦
\
Keterangan : γZ = energy bebas permukaan solid, γ[Z = komponen dispersi, γZ = komponen polar
Tabel 7 menunjukkan nilai sudut kontak air dan heksana meningkat pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original seiring dengan meningkatnya jumlah filler dan nilai energi bebas permukaannya semakin menurun, sedangkan nilai sudut kontak air pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS daur ulang sedikit menurun dan nilai sudut kontak heksana meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah filler. Peningkatan sudut kontak menunjukkan kenaikan sifat hidrofobik dari biokomposit. Peningkatan sudut kontak juga dapat dibandingkan dengan meningkatnya kekasaran permukaan biokomposit. Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan hasil penangkapan gambar tetesan cairan uji pada biokomposit. Komponen polar dan komponen dispersi (non-polar) pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original menurun dengan meningkatnya kandungan filler, sedangkan komponen polar ditemukan meningkat dan komponen dispersi (non-polar) menurun seiring dengan meningkatnya filler pada biokomposit
24
dengan polimer ABS daur ulang. Karena sifat polar dari kelompok fungsional penyusun biokomposit sehingga meningkatkan nilai energi polar permukaan bikomposit. Untuk kasus KSF 15%, energi permukaan polar menurun karena perkolasi dari filler. Hidrofobik ditunjukkan dengan sudut kontak yang lebih tinggi dan energi bebas permukaan yang lebih kecil (Zenkiewich 2007).
Gambar 21 Hasil penangkapan gambar tetesan senyawa polar (air) pada biokomposit menggunakan software Surfaceware 8. A KSF 10%, B KSF 15%, C KSF-R 10%, D KSF-R 15%
Gambar 22 Hasil penangkapan gambar tetesan senyawa polar (air) pada biokomposit menggunakan software Surfaceware 8. A KSF 10%, B KSF 15%, C KSF-R 10%, D KSF-R 15% Material yang bersifat hidrofobik akan menguntungkan pada aplikasi biokomposit terutama pada pelapisan material yang bersifat nonpolar. Nilai komponen energi bebas permukaan biokomposit yang ditunjukkan dalam Tabel 7 juga merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan pelapisan yang tepat pada permukaan biokomposit sebagai estetika produk ke market. Adapun jenis pelapis yang dapat digunakan pada produk biokomposit yang dihasilkan adalah wiping thinner, NC, MKM clear dan T0378 (Cerafine 0331 thinner), dimana ketiga material ini memiliki karakteristik yang mendekati cairan uji heksana. Analisis Sifat Termal Biokomposit Analisis termal dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat spesifik dari suatu material seperti entalpi dan perubahan berat material saat mengalami dekomposisi akibat pemanasan. Melt Flow Index (MFI) merupakan ukuran kemampuan lelehan material untuk mengalir dibawah tekanan. Sifat dasar yang diukur pada pengujian
25
MFI adalah viskositas lelehan pada tegangan shear (Moseley et al. 2011). Biokomposit diuji dengan melt flow indexer untuk mendapatkan MFI (dalam g/10 menit). Biokomposit yang memiliki MFI menandakan bahwa material tersebut bersifat termoplastik (dapat dibentuk ulang dengan cara dipanaskan). Spesimen biokomposit yang dihasilkan dan masih bersifat termoplastis, diuji sifat mekaniknya untuk menentukan kekuatan biokomposit. Tabel 8 Nilai indeks alir leleh biokomposit Melt Flow Index (g/10 menit)
KSF 10% 6.5
KSF 15% 9.5
KSF-R 10% 11
KSF-R 15% 19.5
Tabel 8 menunjukkan bahwa MFI meningkat dengan meningkatnya jumlah filler dalam biokomposit. Hal ini bertolak belakang dengan literatur dan nilai densitas yang diperoleh (Tabel 7), dimana nilai MFI akan menurun dengan meningkatnya jumlah filler dalam biokomposit atau dengan kata lain aliran polimer akan semakin kental karena filler akan menghambat kemampualiran polimer (Kazayawoko et al. 1999; Moseley et al. 2010). Chevali et al. 2015 menyatakan bahwa keseimbangan MFI dipengaruhi oleh komponen selulosa dari serat. Nilai MFI yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur karena granular yang dihasilkan masih memiliki void (Gambar 29) yang disebabkan oleh kurang optimalnya proses pengovenan dan proses compounding. Menurut Kazayawoko et al. 1999 proses compounding harus dilakukan di thermokhinetic mixer selama 10 menit dan pada temperatur 50 ˚C, sementara pada penelitian ini dilakukan di mixer biasa dan pada temperatur kamar. Sedangkan lama pengovenan seharusnya dilakukan lebih dari 24 jam, hal ini berakibat kandungan kadar air pada filler tidak hilang atau berkurang secara signifikan. Akan tetapi sampel biokomposit yang terbentuk memiliki nilai MFI yang menandakan biokomposit yang terbentuk masih berada dalam koridor termoplastis dan memenuhi kriteria untuk dapat dicetak melalui proses injeksi. Pengujian sifat termal biokomposit pada penelitian ini menggunakan alat DSC. Prinsip pengujian DSC ialah membandingkan sampel dengan sampel referensi, dimana keduanya terisolasi secara termal dan dipanaskan secara linear. Gambar 24 menunjukkan kurva termogram hasil uji DSC pada (a) Serat Kenaf (b) polimer ABS (c) KSF 15% (d) KSF-R 15%. Puncak endotermik pertama pada serat kenaf terjadi pada rentang 36.68 – 125.88 ˚C, dengan puncak 74.97 ˚C, terjadi penyerapan panas yang digunakan untuk penguapan air. Pada fase ini terjadi penyerapan energi per satuan massa sebesar +93.80 J/g, yang disebut dengan perubahan entalpi (∆H). Endotermik merupakan reaksi yang memerlukan energi atau menyerap energi dari lingkungan ketika reaksi terjadi, sedangkan ∆H adalah jumlah energi internal dari suatu sistem yang digunakan untuk melakukan kerja. Puncak endotermik kedua pada serat terjadi pada rentang 346.59 – 394.61 ˚C, dengan puncak 375.29 ˚C dan perubahan entalpi sebesar +78.00 J/g yang menunjukkan terjadinya reaksi pirolisis (Yang et al. 2007).
26
a
b
c
d
Gambar 23 Kurva DSC (a) Serat Kenaf (b) Polimer ABS (c) KSF 15% (d) KSF-R 15%
27
Pada biokomposit KSF dan KSF-R 15% (Gambar 23 (c) dan (d) ) dari rentang suhu 50 ˚C hingga 100 ˚C tidak terdapat puncak endotermik yang menandakan bahwa sampel tidak mengalami proses penyerapan panas yang digunakan untuk penguapan air karena biokomposit yang digunakan sudah melewati pengeringan alami dan pemanasan di hopper injeksi molding sehingga kadar air pada sampel relatif rendah. Marc et al. (2015) juga menyatakan bahwa matrik polimer ABS tidak memiliki puncak endoterm sehingga pada suhu tersebut diindikasikan sebagai dehidrasi karena tidak adanya kadar air pada polimer ABS seperti yang ditunjukkan pada Gambar 23 (b). Gambar 23 (c) dan (d) tidak memperlihatkan fase titik leleh, yang menunjukkan bahwa sampel memiliki kristalinitas yang rendah karena tidak melibatkan energi laten spesifik, sehingga tidak memunculkan puncak pelelehan kristal ataupun suhu transisi gelas pada termogram DSC. Hal ini juga didukung dari data MFI yang dilakukan pada suhu 220 ˚C, dimana material masih bersifat rubbery sebelum mencapai suhu tersebut. Setelah suhu 330 ˚C, terjadi eksotermik yaitu proses dekomposisi termal pada biokomposit. Puncak endotermik menjelaskan dekomposisi biokomposit pada rentang suhu 400-450 ˚C. Puncak dekomposisi termal pada KSF 15% dan KSF-R 15% masing-masing adalah 425.88 ˚C dan 424.91 ˚C dengan perubahan entalpi (∆H) masing-masing biokomposit adalah 57.60 J/g dan 61.02 J/g, memperlihatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Dekomposisi termal pada polimer ABS ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tong (2008) dan Marc et al. (2015) yang menyatakan bahwa hanya satu tahap dekomposisi pada polimer ABS, yaitu pada rentang suhu 350-500 ˚C. Analisis Sifat Mekanik Biokomposit Dalam biokomposit, filler dan matrik menghasilkan kombinasi sifat mekanik yang berbeda dengan sifat dasar dari masing-masing matrik maupun filler karena adanya interface antara kedua komponen tersebut. Interface merupakan daerah antar permukaan matrik dan filler yang mengalami kontak dengan keduanya (Diharjo et al. 2007). Interaksi filler matrik tidak terjadi pada level atomik dimana filler lebih keras dan kaku dibandingkan dengan matrik sehingga sifat mekaniknya tergantung pada kekuatan interface filler dan matrik. Penambahan coupling agent juga merupakan salah satu metode kimia yang penting untuk meningkatkan adhesi interface. Dalam metode ini permukaan filler diberi perlakuan dengan senyawa yang mampu membentuk ikatan kimia sebagai jembatan antar filler dan matriks (Anuar H dan Zuraida A 2011). Salah satu faktor penting yang mempengaruhi sifat mekanik adalah komposisi kimia serat. Menurut Habibi et al. 2008 kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin memiliki pengaruh pada sifat mekanik serat itu sendiri. Diantara ketiga komponen serat yang memiliki pengaruh signifikan adalah selulosa (Ishak et al. 2010). Tensile strength merupakan salah satu sifat dasar dari bahan. Pada tahap awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang sampel. Kurva pertambahan panjang versus beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain)
28
adalah konstan. Gambar 24 dan Gambar 25 merupakan kurva stress-strain untuk biokomposit dengan filler 5%. Gambar 26 dan Gambar 27 merupakan kurva stress-strain dengan variasi komposisi filler pada biokomposit. Pada Gambar 26 dapat diamati bahwa tensile strength menurun seiring dengan bertambahnya filler pada biokomposit, sedangkan pada Gambar 27 menunjukkan nilai tensile strength yang bervariasi dengan meningkatnya filler pada biokomposit. Namun, untuk menentukan perbedaan yang signifikan maka dilakukan pengulangan dan pengolahan data secara statistik.
Gambar 24 Kurva Stress-Strain biokomposit KSF 5%
Gambar 25 Kurva Stress-Strain biokomposit KSF-R 5%
29
Gambar 26 Kurva Stress-Strain biokomposit dengan polimer ABS original
Gambar 27 Kurva Stress-Strain biokomposit dengan polimer ABS recycle
30
45
Tensile Strength (MPa)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 KSF 0% KSF 5% KSF 10% KSF 15%
KSF-R 0%
KSF-R 5%
KSF-R 10%
KSF-R 15%
Gambar 28 Tensile Strength biokomposit Gambar 28 menunjukkan pengaruh komposisi filler terhadap kekuatan tarik biokomposit dan hasil analisis statistik ANOVA dengan pengujian lanjut metode Fisher dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan nilai tensile strength biokomposit berbeda secara signifikan. Nilai tensile strength pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original menurun seiring dengan meningkatnya jumlah filler, sedangkan nilai tensile strength pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS recycle bervariasi seiring dengan meningkatnya filler dalam biokomposit.
Void yang muncul akibat udara yang terperangkap
Gambar 29 Hasil pengamatan granular biokomposit menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 4x
31
Tabel 9 Pengelompokan Tensile Strength (MPa) dengan metode Fisher LSD Faktor KSF-R 0% KSF 0% KSF 5% KSF 10% KSF-R 5% KSF 15% KSF-R 15% KSF-R 10%
Rataan 37.892 25.611 24.675 22.408 19.659 19.332 14.814 13.186
Grup A B C D E E F G
Orientasi juga berpengaruh pada nilai tensile stength dimana filler yang berorientasi acak memiliki penguatan filler yang kecil sehingga tidak ada stress transfer (Yahaya et al. 2016). Selain itu, secara alami komposit serat bersifat anisotropik yang tinggi, sifat maksimum akan tercapai jika seluruh serat diluruskan dalam arah sumbu serat (Aji et al. 2011). Perbedaan polaritas pada matriks dan filler juga menyebabkan gaya ikat antar muka lemah sehingga menimbulkan kerusakan pada beberapa sisi biokomposit dan stress transfer yang tidak efisien berdampak pada menurunnya nilai tensile strength (Sarifuddin N et al. 2013).
900
Modulus Young (MPa)
800 700 600 500 400 300 200 100 0 KSF 0% KSF 5% KSF 10% KSF 15% KSF-R 0%
KSF-R 5%
KSF-R 10%
KSF-R 15%
Gambar 30 Modulus Young biokomposit Regangan dan tegangan memiliki hubungan yang mencirikan sifat bahan untuk tingkat pembebanan dalam batas tertentu dan terdapat hubungan yang proposionalitas. Proposionalitas hubungan tersebut dicerminkan oleh sifat elastisitas linear bahan yang disebut dengan modulus young (Simon, 1971). Gambar 30 menunjukkan nilai modulus young pada sampel. Menurunnya nilai Modulus Young pada KSF 15% dipengaruhi oleh filler yang tidak menyebar
32
secara rata pada biokomposit dan adanya void/lubang (Gambar 29) pada biokomposit yang menyebabkan kerusakan yang lebih dahulu sebelum terjadi pengujian. Berdasarkan analisis statistik ANOVA yang dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 10, nilai modulus young untuk KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 10% dan KSF-R 15% tidak berbeda nyata. Tabel 10 Pengelompokan Modulus Young (MPa) dengan metode Fisher LSD Faktor KSF-R 15% KSF-R 10% KSF 10% KSF 15% KSF 5% KSF 0% KSF-R 5% KSF-R 0%
Rataan 733.0 721.3 716.01 698.15 623.3 621.7 496.7 479.3
Grup A A A A B B C C
Pengujian impact strength merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut (Aznizam 2003). Dasar pengujian impact adalah penyerapan energi kinetik dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk spesimen uji sehingga spesimen uji mengalami deformasi. Spesimen uji sebelumnya telah di beri notched.
100,000
Impact Strength (kJ/ m)
90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000 KSF 0%
KSF 10%
KSF 15%
KSF-R 0% KSF-R 10% KSF-R 15%
Gambar 31 Impact Strength biokomposit Hasil impact strength dengan ASTM D265 terhadap sampel biokomposit dapat dilihat pada Gambar 31. Nilai impact strength paling rendah diperoleh pada polimer ABS tanpa penambahan filler, baik biokomposit yang menggunakan polimer ABS original (KSF 0%) maupun biokomposit yang menggunakan
33
polimer ABS recycle (KSF-R 0%). Akan tetapi, terlihat pada gambar bahwa dengan penambahan filler maka kemampuan material biokomposit untuk menyerap energi impak cenderung meningkat. KSF 15% memiliki nilai impact strength paling tinggi di antara semua sampel biokomposit yaitu 84.58 kJ/m. Gambar 31 menunjukkan nilai impact strength pada masing-masing biokomposit dengan pengelompokan berdasarkan analisis statistik ANOVA yang telah dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 11. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak energi yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada spesimen uji biokomposit baik yang menggunakan polimer ABS original maupun yang menggunakan polimer ABS recycle. Dalam biokomposit serat berperan sebagai media transfer stress sehingga keberadaan serat memberikan pengaruh terhadap nilai impact strength. Selain itu, vibrasi atom juga berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut dari luar sehingga kecepatan pendulum dan durasi kontak dengan spesimen uji sangat penting (Agrawal et al. 2014). Untuk biokomposit dengan variasi filler 5% diperoleh nilai impact strength KSF 5% sebesar 175.96 kJ/m dan KSF-R 5% sebesar 159.75 kJ/m. Tabel 11 Pengelompokan Impact strength (kJ/m) dengan metode Fisher LSD Faktor KSF 15% KSF-R 15% KSF-R 10% KSF 10% KSF 0% KSF-R 0%
Rataan 84.58 77.61 76.12 68.66 38.40 32.46
Grup A A B A B B C C
Pengujian kekerasan pada spesimen uji ini dapat digolongkan sebagai uji dekstruktif karena merusak spesimen dan uji skala makroskopis karena efek perubahan uji dapat dilihat secara langsung. Pengujian dilakukan pada tiga titik untuk masing-masing sampel dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Kekerasan murupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tekan. Deformasi yang terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Efek deformasi tergantung pada kekerasan permukaan material. Nilai yang ditunjukkan oleh penyimpangan pada jarum menunjukkan adanya pembebanan yang diberikan melalui indenter setelah gaya yang diberikan dilepaskan. Semakin besar penyimpangan jarum menunjukkan material tersebut memiliki kekerasan yang cukup tinggi. Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan tarik. Hal ini disebabkan selama identasi biokomposit mengalami deformasi sehingga terjadi regangan dengan persentasi tertentu (El-Sheikel et al. 2012). Gambar 32 menunjukkan hasil Rockwell Hardness Number biokomposit dimana KSF 15% memiliki nilai paling tinggi yakni sebesar 111.33 HRR.
34
Rockwell Hardness Number (HRR)
140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 KSF 0%
KSF 10%
KSF 15%
KSF-R 0% KSF-R 10% KSF-R 15%
Gambar 32 Rockwell Hardness Number biokomposit Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai kekerasan dari biokomposit tidak berbeda secara nyata, hal ini menunjukkan bahwa variasi komposisi filler tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan pada biokomposit, baik yang menggunakan polimer ABS original maupun polimer ABS recycle. Untuk biokomposit dengan komposisi filler 5% menggunakan standar nilai kekerasan yang berbeda, dimana biokomposit ini menggunakan metode Vickers untuk menentukan nilai kekerasannya dengan nilai berturut-turut, KSF 5% sebesar 52.56 HVN dan KSF-R 5% sebesar 39.83 HVN. Tabel 12 Pengelompokan Rockwell Hardness Number (HRR) dengan metode Fisher LSD Faktor KSF 15% KSF 0% KSF 10% KSF-R 0% KSF-R 10% KSF-R 15%
Rataan 111.33 105.53 104.03 103.06 102.93 102.37
Grup A A A A A
B B B B B
Analisis Gugus Fungsi Biokomposit dengan Fourier Transform Infrared Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi dalam pembentukan biokomposit. Jika suatu molekul menyerap radiasi inframerah, maka molekul akan tereksitasi ke tingkatan yang lebih tinggi. Atom-atom dalam molekul selalu mengalami vibrasi, frekuensi getaran digambarkan dalam tingkat energi vibrasi. Molekul selulosa berbentuk
35
linear dan mempunyai kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Selulosa memiliki gugus polar yang berbentuk gugus hidroksil pada rantai karbon C2, C3, C6 dan dua gugus C-O pada ikatan glikosidik yang berikatan antar monomernya. Spektrum FTIR yang terdapat pada Gambar 33 (a) dan Gambar 34 (a) menunjukkan serapan pada serat kenaf (filler) yang terdapat puncak lebar –OH ikatan hidrogen pada 3410 cm-1, serapan –CH2- pada 1443 cm-1, serta gugus fungsi C-O-C atau C-O pada serapan 1057 cm-1 (Stuart 2004 ; Nazir et al. 2013 ; Kumar et al. 2014). Serapan C-H stretching terjadi pada 2901 cm-1. Gambar 33 (b) dan 34 (b) menunjukkan serapan inframerah pada polimer ABS original dan polimer ABS recycle. Puncak penanda monomer Acrylonitrile (C≡N) ditunjukkan pada bilangan gelombang 2237 cm-1, cincin aromatik stryrene pada bilangan gelombang 1643 cm-1, ikatan rangkap dari butadiene 964 cm-1 trans dan 910 cm-1 vynil (Nishikida dan Coates 2003; Polli et al. 2009). Spektrum FTIR pada biokomposit didominasi oleh puncak-puncak dari matrik polimer ABS. Tidak terjadi perubahan transmitansi yang signifikan pada puncak penanda monomer Acrylonitrile, cincin aromatik styrene mengalami perubahan transmitansi seiring dengan bertambahnya jumlah filler pada biokomposit, dan perubahan transmitansi puncak OH pada biokomposit diindikasikan terjadi karena reaksi antara gugus hidroksil dari filler yang berikatan dengan gugus polar karboksil hidroksil dari maleic anhydride. Ma et al. (2006) menyatakan bahwa MAH berhasil dicangkokkan pada rantai butadiene dari backbone ABS. Berdasarkan spektrum FTIR yang diperoleh, intensitas butadiene pada biokomposit berubah jika dibandingkan dengan polimer ABS, karena double bond dari butadiene (C4 dan C5) telah berikatan dengan C2 dan C3 dari MAH secara ikatan kovalen. Gambar 33 dan 34 menunjukkan perubahan intensitas transmitansi pada serapan Trans 1,4 dan Vynil 1,2 dimana serapan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah filler dalam biokomposit. Bilangan gelombang 1728 cm-1 pada biokomposit KSF 10% (Gambar 33 (c) ), 1751 cm-1 pada biokomposit KSF 15% (Gambar 33 (d) ), 1790 cm-1 pada biokomposit KSF-R 10% (Gambar 34 (c) ), 1736 cm-1 pada biokomposit KSF-R 15% (Gambar 34 (d) ) merupakan karbonil ester (C=O) yang menunjukkan terjadinya ikatan antara serat kenaf dengan asam maleat dengan dua langkah utama yaitu copolymer dikonversi menjadi anhidrida yang lebih reaktif sehingga proses esterifikasi berlangsung pada permukaan serat selulosa (Mwaikambo 2002 ; Fan et al. 2012). Esterifikasi selulosa dengan turunan karboksilat terjadi melalui mekanisme anhidrida siklik dari turunan karboksilat akibat pemanasan pada temperature 170 ˚C (Yang 2005). Reaksi yang terjadi sesuai dengan penelitian Suharty et al. 2008. Analisis terhadap gugus fungsi pada biokomposit tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran dan perubahan dari gugus fungsi bahan awal. Pergeseran dan perubahan gugus fungsi pada sintesis biokomposit menunjukkan terjadinya perubahan ikatan kimia yang sekaligus menunjukkan perubahan struktur jaringan matrik polimer baru dalam sintesis biokomposit (Suharty et al. 2008).
36
O-H
C-H
C=O
O-H
CH2
C-O-C C-O
a
C-H
b
C=C C≡N
O-H
Trans-1,4
Vynil-1,2
C=O Trans-1,4 C=O C=C
C-H
C≡N
c
Vynil-1,2
C=O O-H
C=O C=C Trans-1,4
C-H d
C≡N
Vynil-1,2
Wavenumber (cm-1)
Gambar 33 Spektrum FTIR (a) Serat kenaf (selulosa) (b) KSF 0% (c) biokomposit KSF 10% (d) biokomposit KSF 15%
37
O-H
C-H
CH2
C=O
O-H
C-O-C C-O
a
C-H
C=C
Trans-1,4 Vynil-1,2
b
C≡N
O-H
C-H
C=C Trans-1,4 Vynil-1,2
C=O C≡N
c
C=O
O-H d
C-H C≡N Wavenumber (cm-1)
C=C
Trans-1,4
Vynil-1,2
Gambar 34 Spektrum FTIR (a) Serat kenaf (selulosa) (b) KSF-R 0% (c) biokomposit KSF-R 10% (d) biokomposit KSF-R 15%
38
Simpulan Granular biokomposit disintesa dengan metode extruder. Hasil indeks alir leleh yang tinggi menunjukkan bahwa biokomposit, baik yang menggunakan polimer ABS original maupun polimer ABS recycle dapat di cetak ulang dengan metode injeksi. Dari pengukuran sudut kontak diperoleh komponen polar dan komponen dispersi (non-polar) pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original menurun dengan meningkatnya kandungan filler, sedangkan komponen polar ditemukan meningkat dan komponen dispersi (non-polar) menurun seiring dengan meningkatnya filler pada biokomposit dengan polimer ABS daur ulang. Karena sifat polar dari kelompok fungsional penyusun biokomposit sehingga meningkatkan nilai energi polar permukaan biokomposit. Analisis termal pada biokomposit KSF dan KSF-R 15% menunjukkan adanya dehidrasi pada polimer ABS serta sampel mengalami dekomposisi hemiselulosa dan dekomposisi polimer. Komposisi filler juga mempengaruhi nilai tensile strength. Nilai tensile strength pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original menurun seiring dengan meningkatnya filler, sedangkan nilai tensile strength pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS recycle bervariasi seiring dengan meningkatnya filler dalam biokomposit. Nilai impact strength dan Rockwell Hardness Number tidak berbeda secara signifikan, baik yang menggunakan polimer ABS original maupun polimer ABS recycle. Pencitraan granular biokomposit menunjukkan bahwa filler telah berikatan dengan matrik. Hal ini didukung dengan hasil FTIR yang menunjukkan adanya ikatan baru yang terbentuk dalam biokomposit.
4 RESPON IMPACT DAMAGE PADA HELM BIOKOMPOSIT Pendahuluan Sepeda motor sebagai alat transportasi yang cepat dan efisien sudah tidak dapat dipisahkan lagi dari keseharian sebagian besar masyarakat di Indonesia. Sementara itu, sepeda motor adalah alat transportasi yang memiliki tingkat resiko paling tinggi dalam kecelakaan lalu lintas dan memiliki tingkat proteksi paling rendah terhadap pengendaranya, khususnya kepala. Adanya usaha untuk meningkatkan kualitas keamanan pengendara, khususnya helm menjadi hal yang sangat penting dan harus mendapat perhatian khusus. Helm bukanlah sekedar alat proteksi, tetapi juga harus dapat memberikan kenyamanan dan perlindungan maksimal bagi pemakainya dalam mengantisipasi dan mengurangi cidera kepala akibat benturan dalam kecelakaan lalu lintas. Fitur utama dari bahan komposit yang membuatnya ideal untuk produksi helm pengaman adalah kemampuan untuk meminimalkan kerusakan yang luas tanpa mengorbankan integritas struktur. Material komposit menunjukkan kemampuan untuk menyerap jumlah energi yang lebih besar dari bahan isotropik termoplastik konvensional. Di samping itu, material komposit menawarkan
39
kekakuan dan kekuatan spesifik yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan resin termoplastik murni. Kombinasi yang berbeda dari bahan penguat yang digunakan memberikan karakteristik penyerapan energi yang berbeda (Kostopoulus et al. 2002). Banyak penelitian yang telah menguji dampak pada performa helm sepeda motor akibat benturan langsung. Tingkat kompresi yang konstan dan uji benturan digunakan untuk menyelidiki kontribusi masing-masing komponen pada performa helm sepeda motor. Tingginya minat peneliti untuk meningkatkan performa helm dan penyelesaian masalah pada material helm sepeda motor, maka pada tahun 1998 Lin dan Fan memperkenalkan model simulasi finite element untuk meneliti mengenai respon helm sepeda motor akibat benturan (Mills et al. 2009). Metode finite element pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950. Sejak saat itu terus menerus dikembangkan. Sekarang metode finite element sudah menjadi alat canggih yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan teknik dan dipakai secara luas serta di terima oleh banyak industri. Metode finite element merupakan prosedur numerik untuk menyelesaikan permasalahan fisik yang di atur dengan persamaan diferensial. Pada penelitian ini metode finite element digunakan untuk menghitung nilai head injury criterion (HIC) helm sepeda motor. Tujuan Tujuan penelitian pada tahap ini adalah menghitung nilai head injury criterion sebagai respon impact damage pada helm biokomposit dengan metode finite element menggunakan perangkat lunak MATLAB. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Fisika Teori IPB. Waktu penelitian pada bulan Oktober-Desember 2016. Bahan dan Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set komputer dengan sistem operasi dan perangkat Lunak Matlab version 7.9.0 (R2015a). Tahap Penelitian Simulasi sifat mekanik helm biokomposit menggunakan model isotropic linear-elastic (hukum Hooke) pada data hasil uji impact helm biokomposit. Uji impact dipilih karena selama terjadi benturan, cangkang terluar yang akan menahan penyebaran konsentrasi beban benturan (energi tumbukan) terhadap
40
kepala (Fernandes et al. 2013). Kemudian menghitung Head Injury Criterion (HIC) menggunakan persamaan berikut pada perangkat lunak MATLAB:
𝐻𝐼𝐶 =
1 𝑡B − 𝑡@
B.e
cG
𝑎 𝑡 𝑑𝑡
(𝑡B − 𝑡@ )
cF
(11)
Dengan a(t) adalah profile percepatan dalam g s, t1 dan t2 adalah interval waktu maksimum terjadinya benturan
Gambar 35 Diagram alir penelitian bagian 3
Hasil dan Pembahasan Head injury criterion (HIC) merupakan toleransi cidera kepala yang timbul dari mechanical impact. Cidera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury, baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Scheneider, 2011). William Haddon (1970) menyatakan bahwa kuantitas energi yang dikeluarkan mencerminkan variasi cidera kepala yang dialami dalam suatu kecelakaan. Teori ini dikenal dengan teori pengeluaran energi (energi release theory). HIC digunakan untuk menilai keamanan suatu material yang berkaitan dengan kendaraan dan peralatan perlindungan diri. Pengujian impact merupakan pengujian ketahanan suatu material terhadap beban kejut yang diberikan secara tiba-tiba. Pengujian impact pada helm sepeda motor dilakukan untuk mengetahui respon helm terhadap benturan. Nilai HIC mencakup dampak percepatan terhadap kepala dan durasi percepatan terjadinya benturan. Durasi waktu maksimum benturan, t2-t1 adalah 36 ms. Percepatan diukur dalam g s (percepatan gravitasi standar). Tabel 13 menunjukkan nilai HIC yang telah dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian impact.
41
Tabel 13 Nilai HIC Helm Biokomposit Suhu Helm -20 °C 50 °C
HIC 904.38 1112.07 833.66 591.21 595.24
Waktu (ms) 12 9.5 9.6 11 11.8
Berdasarkan SNI 1811:2007 helm harus mampu menyerap energi kejut pasca benturan < 3000 HIC dan standarisasi ASTM F1292-04 < 1000 HIC dengan durasi waktu maksimum 15 ms. Menurut energi realese theory tingkat keparahan cedera kepala yang dialami akan sangat variatif dan tergantung pada jumlah energi yang diterima saat mengalami kecelakaan atau benturan. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai HIC yang diperoleh kecil, sehingga helm biokomposit yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasad dan Mertz (1982). Prasad dan Mertz mengembangkan Head Injury Risk Curve (HIRC) pada kepala cadaver untuk menguji data impact. Untuk nilai HIC antara 0 dan 3000, persentase orang yang mempertahankan hidup akibat cidera dihitung. Berdasarkan HIRC, nilai HIC 1400, kemungkinan mengalami cidera otak 50%, sedangkan nilai HIC 1000 resikonya sekitar 18%. Prediksi ini terbatas pada nilai HIC dengan durasi waktu maksimum 15 ms. Gambar 34 dan 35 menunjukkan grafik nilai HIC helm biokomposit pada suhu 20 °C dan 50 °C, dimana pada grafik dapat dilihat bahwa semakin besar nilai G maka nilai HIC pun semakin besar.
Gambar 36 Grafik Nilai Head Injury Criterion Helm Biokomposit pada suhu 50 °C
Unit Gravitasi (G)
42
Unit Gravitasi (G)
Time (ms)
Unit Gravitasi (G)
Time (ms)
Time (ms)
Gambar 37 Grafik Nilai Head Injury Criterion Helm Biokomposit pada suhu -20 °C
43
Simpulan Helm biokomposit yang dihasilkan telah memenuhi SNI 1811:2007. Nilai HIC yang diperoleh baik pada suhu dingin maupun suhu panas < 1400 dengan durasi waktu benturan maksimum 12 ms.
5 PEMBAHASAN UMUM Kenaf (Hibiscus cannabinus) merupakan salah satu sumber serat yang cukup potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Acrylonitrile butadiene styrene merupakan polimer yang banyak digunakan dalam industri karena memiliki sifat mekanik yang unggul. Penelitian ini memanfaatkan serat kenaf sebagai filler dan polimer ABS sebagai matrik. Matrik secara umum berperan membentuk dan mengikat serat dalam satu kesatuan struktur komposit sehingga beban yang diterima bahan dapat diteruskan ke serat secara maksimal sehingga diperoleh komposit yang optimal. dan melindungi seat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan. Karakteristik umum yang harus dipenuhi filler agar sebuah komposit dapat optimal adalah mampu menerima perubahan gaya dari matrik dan mampu menerima gaya yang bekerja pada filler. Biokomposit berpenguat (filler) serat merupakan jenis komposit yang dapat disusun secara acak maupun dengan orientasi. Komposit berpenguat serat pendek merupakan komposit yang digunakan dalam penelitian ini. Serat pendek kenaf diperoleh dengan metode mechanical milling dan pengayakan. Berdasarkan pengujian terhadap komposisi kimia serat kenaf diperoleh kandungan selulosa 66.47%, lignin 2.39%, holoselulosa 75.43%, hemiselulosa 9.43% dan ekstraktif 2.11 %. Densitas serat diperoleh sebesar 1.008 gr/cm3 menggunakan hukum Archimedes yang menyatakan benda yang berada sebagian atau seluruhnya di dalam fluida selalu mendapat gaya ke atas sebesar fluida yang dipindahkan. Serat kenaf memiliki panjang 897.07 µm dan diameter 66.38 µm dengan aspect rasio 13.50. Material dengan densitas kecil akan memiliki volume yang besar sehingga akan membawa dampak positif pada aplikasi serat sebagai filler komposit dan pada aplikasi produk komposit yang dihasilkan. Pembuatan granular biokomposit dilakukan dengan metode single screw extruder, dimana pemanasan pada barrel dilakukan secara bertahap yaitu 160 ºC – 200 ºC. Sampel terdiri atas 8 variasi yakni KSF 0%, KSF 5%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-R 5%, KSF-R 10% dan KSF-R 15% yang merupakan gabungan antara serat kenaf (0, 5, 10 dan 15%), polimer ABS original dan polimer ABS recycle serta zat aditif. Serat dan polimer memiliki sifat polaritas yang berbeda. Pengikatan polimer yang bersifat non polar dengan serat yang bersifat polar memerlukan senyawa penggandeng. Senyawa penggandeng memiliki gugus fungsi yang dapat mengikat serat maupun polimer, sehingga biokomposit yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dari komponen penyusunnya. Untuk penggabungan awal ketiga komponen utama biokomposit digunakan alat mixing tanpa pemanasan dengan tujuan menghasilkan
44
sampel yang homogen. Pengeringan sampel yang telah dicampur dilakukan dengan hooper pada injeksi molding dengan suhu 80 ºC. Nilai indeks alir leleh dari granular biokomposit menunjukkan bahwa granular dapat dicetak kembali dengan metode injeksi molding. Hasil pengujian densitas granular menunjukkan nilai yang berbeda untuk setiap sampel. Hal ini dipengaruhi oleh homogenitas biokomposit. Dengan tingkat homogenitas tinggi maka akan terbentuk material yang mempunyai densitas yang lebih padat, sehingga ketika material diberi uji mekanik akan memberikan dampak kerusakan yang semakin kecil, begitupun sebaliknya. Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi dalam pembentukan biokomposit. Komposisi atomik dan molekuler dari permukaan filler dan matrik berbeda. Saat permukaan serat dan matrik berikatan maka akan membentuk ikatan kimia. Dari hasil pengujian FTIR menunjukkan bahwa biokomposit yang dihasilkan memiliki ikatan baru yang ditandai dengan pergeseran bilangan gelombang pada biokomposit, sehingga sifat mekanik biokomposit lebih baik. Reaksi yang terjadi antara serat dengan coupling agent ditunjukkan dengan berkurangnya gugus hidroksil, sedangkan reaksi antara polimer dan coupling agent terjadi pada backbone monomer butadiene (C=C) ditunjukkan dengan berubahnya transmitansi butadiene. Pencitraan light microscope menunjukkan adanya voidvoid yang masih terdapat pada biokomposit karena adanya udara yang terjebak pada saat ekstrusi dalam sintesis biokomposit. Pembuatan spesimen uji standarisasi ASTM menggunakan metode injeksi molding. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa variasi filler memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap nilai tensile strength dan modulus young. Nilai modulus young pada KSF 15% mengalami sedikit penurunan, dipengaruhi filler yang tidak terdistribusi secara rata. Nilai impact strength dan Rockwell Hardness Number untuk masing-masing variasi filler tidak berbeda secara signifikan, akan tetapi memberikan nilai yang baik sehingga membuktikan bahwa filler memberikan dampak pada sifat mekanik biokomposit baik yang menggunakan polimer ABS original maupun polimer ABS recycle. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran sudut kontak untuk mengukur kerja yang dilakukan dalam memperbesar atau menambah luas permukaan cairan yang dikenal dengan energi bebas permukaan. Metode yang digunakan adalah metode Owens-Wendt yang membandingkan dua senyawa yakni senyawa polar (air) dan senyawa non-polar (heksana). Kedua jenis cairan uji ini akan diteteskan pada biokomposit dengan metode sessile droplet. Nilai sudut kontak air dan heksana meningkat pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original seiring dengan meningkatnya jumlah filler dan nilai energi bebas permukaannya semakin menurun, sedangkan nilai sudut kontak air pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS recycle sedikit menurun dan nilai sudut kontak heksana meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah filler. Peningkatan sudut kontak menunjukkan kenaikan sifat hidrofobik dari biokomposit. Pengujian impact pada helm biokomposit dilakukan untuk mengetahui nilai Head Injury Criterion (HIC). Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh bahwa helm biokomposit yang dihasilkan memiliki nilai HIC yang berada dalam rentangan SNI 1811:2007.
45
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Serat pendek kulit kenaf yang dibuat dengan perendaman dinamis memiliki kandungan selulosa yang tinggi sebesar 66.47% dengan densitas sebesar 1.008 g/cm3. Granular biokomposit di sintesa dengan metode single screw extruder dan menghasilkan nilai indeks alir leleh yang tinggi sehingga granular dapat dicetak kembali melalui injeksi molding. Dari pengukuran sudut kontak diperoleh nilai sudut kontak air dan heksana meningkat pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS original seiring dengan meningkatnya jumlah filler dan nilai energi bebas permukaannya semakin menurun, sedangkan nilai sudut kontak air pada biokomposit yang menggunakan polimer ABS daur ulang sedikit menurun dan nilai sudut kontak heksana meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah filler. Peningkatan sudut kontak menunjukkan kenaikan sifat hidrofobik dari biokomposit. Komposisi filler juga mempengaruhi nilai tensile strength. Nilai impact strength dan Rockwell Hardness Number tidak berbeda secara signifikan, baik yang menggunakan polimer ABS original maupun polimer ABS recycle. Selain itu, analisis FTIR menunjukkan terjadinya ikatan antara serat dan asam maleat yang menyebabkan perubahan struktur ikatan matrik polimer baru dalam sintesis biokomposit. Helm biokomposit yang dihasilkan memiliki nilai head injury criterion (HIC) yang memenuhi SNI 1811:2007. Saran Penelitian selanjutnya disarankan untuk menentukan tingkat biodegrabilitas biokomposit serta diperlukan kajian lebih lanjut mengenai komposisi aditif optimum terhadap variasi komposisi filler dalam biokomposit dan pengaruhnya terhadap sifat fisis-mekanis serta perubahan gugus fungsi biokomposit. Pada helm biokomposit berpenguat serat kenaf sebaiknya dilakukan pengujian SNI lengkap. Selain itu, pada sintesis biokomposit sebaiknya menggunakan twin screw extruder untuk mendapatkan homogenitas biokomposit yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Agrawal S, Singh KK, Sarkar PK. 2014. Impact damage on fibre reinforced polymer matrix composite : a review. Journal of Composite Materials. 48(3):317-332. Aji IS, Sapuan SM, Zainuddin ES, and Abdan K. 2009. Kenaf fiber as reinforcement for polymeric composites : a review. Internasional Journal of Mechanical and Materials Engineering (IJMME). 4(3) : 239-248.
46
Aji IS, Zainuddin ES, Khalina A, Sapuan SM and Khairul MD. 2011. Studying the effect of fiber size and fiber loading on the mechanical properties of hybridized kenaf/PALF-reinforced HDPE composite. Journal of Reinforced Plastics and Composites. doi : 10.1177/0731684411399141. Akil H, Zamri MH and Osman MR. 2015. The use of kenaf fibers as reinforcements in composites. Elsevier Ltd. doi : 10.1533/978178242127 6.1.138. Akil H, Omar FM, Mazuki AAM, Safiee S, Ishak ZAM, Abu Bakar A. 2011. Kenaf fiber reinforced composites : A review. Materials and Design. 32: 4107- 4121. Anuar H and Zuraida. 2011. Improvement in mechanical properties of reinforced thermoplastic elastomer composite with kenaf bast fiber. Composites : Part B. 42: 462-465. Aznizam AB and Azman H. 2003. Impact properties of oil palm empty fruit bunch filled impact modified unplasticised poly(vynil chloride) composites. Jurnal Teknologi. 39(A): 73-82. [Balittas] Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (ID). 2013. Tanaman Serat Kenaf. [Internet]. [diunduh 2016 Feb 16]; Tersedia pada : http://digilib.litbang.pertanian.go.id/repository Bledzki AK, Gassan J. 1999. Composites reinforced with cellulose based fibres. Progress in Polymer Science. 24:221-274. Chandrabakty S. 2010. Sifat mampu basah (wettability) serat batang melinjo sebagai penguat komposit matrik epoxy-resin. Jurnal Mekanikal. 1(1) : 14-22. Chen S, Liao W, Hsieh M, Chien R, Lin S. 2011. Influence of recycled ABS added to virgin polymers on the physical, mechanical properties and molding characteristics. Polym. Plast. Technol. Eng. 50(3):306-311. Chevali VS, Brent AN, Chad AU, Everson K. 2015. Mechanical properties of hybrid lignocellulosic fiber-filled acrylonitrile butadiene styrene (ABS) biocomposites. Polymer-Plastics Technology and Engineering. 54(4):375382. doi: 10.1080/03602559.2014.961078 Cwikel D, Zhao Q, Liu C, Su X, Marmur A. 2010. Comparing contact angle measurements and surface tension assessments of solid surfaces. Langmunir. 26:15289-15294. Davoodi MM, Sapuan SM, Ahmad D, Ali A, khalina A and Jonoobi M. 2010. Mechanical properties of hybrid kenaf/glass reinforced epoxy composite for passenger car bumper beam. Materials and Design. 31: 4927- 4932. Diharjo K, Jamasri S, Rochardjo HSB. 2007b. Effect of core thickness on impact properties of kenaf-polyester sandwich composite panel with albizzia wood core.Proceeding of the 3th International Conference on Product Design and Development 2007 (IPDD 2007), Department of Mechanical and Industrial Engineering, Engineering Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 2007 December 12-13. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan [Direktorat Tanaman Semusim] (ID). 2014. Mengenal Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dan Bahan Tanamnya. [Internet]. [diunduh 2016 Feb 26]; Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id Edeerozey AMM, Akil HMd, Azhar AB, Ariffin Z. 2007. Chemical modification of kenaf fibers. Materials Letters. 61:2023-2025.
47
El-Sheikel YA, Sapuan SM, Abdan K, Zainuddin ES. 2012. Influence of fiber content on the mechanical and thermal properties of kenaf fiber reinforced thermoplasic polyurethane composites. Materials and Design. 40:299-303 Fan M, Dai D, and Huang B. 2012. Fourier Transform Infrared spectroscopy for natural fibre, FourierTransform-Material Analysis, Dr Salih (Ed). ISBN:978953-51-0594-7, InTech, Avalaible from : http://www.intechopen.com/books /fourier-transform-materials-analysis/fourier-transform-infrared spectroscopyfor-natural-fibres Fernandes FAO, Alves de Sousa RJ, Williner R, Deck C. 2013. Finite element analysis of helmeted impact and injury evaluation with a commercial road helmet. IRC:13-48. Grundke K. 2005. Molecular interfacial phenomena of polymers and biopolymers. Chapter 10. Cambridge (GB): Woodhead Publishing. Habibi Y, El-Zawawy W, Ibrahim MM, Dufresne A. 2008. Processing and characterization of reinforced polyethylene composites made with lignocellulosic fibres from Egyptian agro industrial residues. Journal of Composites Science and Technology. 68:1877-1885. Haddon W. 1980. Advances in the epidemology of injuries as a basisi for public policy. Public Health Rep. 95(5) : 411-421. [IAWA] International Association of Wood Anatomists. 1989. IAWA List of microscopic features for hardwood identification; by an IAWA Committee. Eds. Wheeler EA, Baas P, Gasson PE. IAWA Bull. n.s. 10(3):219-332. Ibrahim NA, Wan M, Maizathulnisa O. 2009. Poly(Lactic Acid) (PLA)Reinforced kenaf bast fiber composites : The effect of triacetin. Journal Reinforced Plastics and Composites. 29(7): 1099-1111. Ishak MR, Leman Z, Sapuan SM, Edeerozey AMM, and Othman IS. 2010. Mechanical properties of kenaf bast and core fibre reinforced unsaturated polyester composites. IOP Conf. Series : Materials Science and Engineering. doi : 10.1088/1757-899X/11/1/012006. Jonoobi M, Harun J, Shakeri A, Misra M, Oksman K. 2009. Chemical composition, crystallinity, and thermal degradation of bleached and unbleached kenaf bast (Hibiscus cannabinus) pulp and nanofibers. BioResources. 4(2):629-639. Kazayawoko M. 1999. Surface modification and adhesion mechanism in woodfiber-polypropylene composite. Journal of Material Sciences. 61896198. Kim HS, Yang HS and Kim HJ. 2005. Biodegradability and mechanical properties of agro-flour-filled polybutylene succinate biocomposite. Journal of Applied Polymer Science. 97 : 1513-1521. doi : 10.1002/app.21905. Klyosov AA. 2007. Wood plastic composite (WPC). Wiley Interscience. 79:95105 Kostopoulos V, Markopoulos YP, Giannopoulos G, Vlachos DE. 2002. Finite element analysis of impact damage response of composite motorcycle safety helmets. Composites :Part B. 33:99-107. Kondo T. 1997b. The relationship between intermolecular hydrogen bonds and certain physical properties of regioselectively substituted cellulose derevatives. Journal of Polymer Science part B : Polymer Physics. 35(4):717723
48
Ku H, Wang H, Pattarachaiyakoop N, Trada M. 2011. A review on the tensile properties of natural fiber reinforced polymer composites. Composites Part B : Eng. 42(4):856-873. Kumar A, Negi YS, Choudhary V and Bhardwaj NK. 2014. Characterization of cellulose nanocrystals produced by acid-hydrolysis from sugarcane bagasse as agro-waste. Journal of Materials Physics and chemistry. 2(1):1-8. Ma H, Xu Z, Tong L, Gu A. Fang Z. 2006. Studies of ABS-graft-maleic anhydride/clay nanocomposites: Morphologies, thermal stability and flammability properties. Polym. Degrad. Stab. 91 : 2951-2959. Mao ND, Thanh TD, Thuong NT, Grillet AC, Kim NH, Lee JH. 2016. Enchanced mechanical and thermal properties of receycled ABS/Nitrile rubber/Nanofill N15 nanocomposites. Composites Part B. doi: 10.1016/j.compositesb. 2016.03.039. Marc M, Formela K, Klein M, Namiesnik J, Zabiegala B. 2015. The emissions of monoaromatic hydrocarbons from small polymeric toys placed in chocolate food products. Sci. Total Environ. 530-531: 290-296. doi: 10.1016/j. scitotenv.2015.05.105. Marjani, Sudjindro, Purwati RD. Daya hasil galur-galur kenaf di lahan podsolik merah kuning. Jurnal Littri; 2009 Jun; Malang, Indonesia. ISSN 0853-8212 (Balai Penelitian Tanaman Tembaku dan Serat). Matthews FL and Rawlings RD. 1994. Composite materials : engineering and science. London : Chapman and Hall. page : 12-14, 59-64, 118-119, 125-133. Mattos HSC, Minak G, Gioacchino FD, Solda A. 2009. Modeling the superplastics behavior of Mg alloy sheets under tension using a continuum damage theory. Materials and Design. 30: 1674-1679 Mills NJ, Wilkes S, Derler S, Flisch A. 2009. FEA of oblique impact tests on a motorcycle helmet. International Journal of Impact Engineering. 36:913-925. Moseley JM, David CM, Michael DK, Sarah RK, Keiichiro S. 2011. Use of melt flow rate test in reliability study of thermoplastic encapsulation materials in photovoltaic Modules.[Internet]. [diunduh 2016 Okt 20]; Tersedia pada : http://www.nrel.gov/docs/fy12osti/52586.pdf Mujiarto I. 2005. Sifat dan Karakteristik material plastik dan bahan aditif. Traksi. 3(2). Muladi S. 2013. Teknologi Kimia Kayu Lanjutan. [diktat kuliah]. Samarinda (ID) : Universitas Mulawarman Samarinda. Mwaikambo, L.Y. 2006 . Review of History, Properties, and Application of Plant Fibres . African Journal of Science and Technology. 7(2) :120 – 133. Nazir MS, Wahjoedi BA, Yussof AW, Abdullah MA. 2013. Eco-friendy extraction and characterization of cellulose from oil palm empty fruit bunches. BioResources.8(2):2161-2172. Nikmatin S, Syafiuddin A, Kueh ABH, Purwanto YA. 2015. Effects of nanoparticle filler on thermos-physical properties of rattan powder-filled polypropylene composites. Jurnal Teknologi. 77(16):181-187. Nikmatin, S. 2012. Bionanokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan sebagai material pengganti komposit sintesis fiber glass pada komponen kendaraan bermotor. [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
49
Nishikida K and Coates J. Infrared and raman analysis of polymers. In : Lobo H, Bonilla V, editor. Handbook of plastics analysis. New York (US): Taylor & Francis Inc. page 95-114. Nishino T, Hirao K, Kotera M, Nakamae K, Inagaki H. 2003. Kenaf reinforced biodegradable composite. Composite Science and Technology. 63:1281-1286. Nordin NA, Yussof FMd, Kasolang S, Salleh Z, Ahmad MA. 2013. Wear rate of natural fibre : long kenaf composite. Procedia Engineering. 68:145-151. Nosbi N, Akil HMd, Ishak ZAM, Bakar AA. 2011. Behavior of kenaf fibers after immersion in several water conditions. BioResources. 62:950-960. Owens DK and Wendt RC. 1969. Estimation of the surface free energy of polymers. J. Appl. Polym. Sci. 13:1741-1747. Pari G. 2011. Pengaruh selulosa terhadap struktur karbon arang. J penelitian Hasil Hutan. 29 : 33-45. Polli H, Pontes LAM, Araujo AS, Joana MF, Barros, Fernandes Jr VJ. 2009. Degradation behavior and kinetic study of ABS polymer. J. Therm. Anal. Calorim. 95(1):131-134. Prasad P, Mertz H. 1982. The position of the United States delegation to the ISO working group 6b on the use HIC in the automotive environment, SAE Paper 821246. Purwanto, Astuti WD, Sosiati H, Triyana K. Karakteristik morfologi dan strukturmikro serat kenaf (Hibiscus Cannabinus L.) akibat perlakuan kimia dalam Prosiding pertemuan ilmiah XXVIII HFI ; 2014 Apr 26; Yogyakarta, Indonesia. ISSN :0853-0823. Rudawska A and Jacniacka E. 2009. Analysis for determining surface free energy uncertainty by the Owen-Wendt method. International Journal of Adhesion and Adhesives. 29:451-457 Saba N, Paridah MT, Jawaid M. 2015. Mechanical properties of kenaf fibre reinforced polymer composite : a review. Construction and Building Materials. 76 : 87 – 96. Saheb DN, Jog JP. 1999. Natural fiber polymer composites: A review. Adv. Polym. Technol. 18(4):351-363. Salleh Z, Berhan MN, Hyie KM, Taib YM, Kalam A, Roselina NRN. 2013. Open hole tensile properties of kenaf composite and kenaf/fiberglass hybrid composite laminates. Procedia Engineering. 68:399-404. Salleh Z, Hyie KM, Berhan MN, Taib YMD, Latip ENA, Kalam A. 2014. Residual tensile strees of kenaf polyester and kenaf hybrid under post impact and open hole tensile. Procedia Technology. 15:856-861. Sarifuddin N, Ismail H and Ahmad Z. 2013. Effect of fiber loading on properties of thermoplastic sago starch/kenaf core fiber biocomposites. BioResources. 7(3):4294-4306. Scaffaro R, Botta L, Di Benedetto G. 2012. Physical properties of virgin-recycled ABS blends: Effect of post-consumer content and of reprocessing cycles. European Polymer Journal. 48: 637- 648. Schneider WH. 2011. Examination of factors determining fault in two-vehicle motorcycle crashes. Accident Analysis and Prevention. 45:669-676. Schwartz MM. 1984. Composite materials handbook. McGraw Hill Inc. New York.
50
Simon KR. 1971. Mechanics 3rd edition. Addison Wesley Publising Company. Inc. Philippines. Page 301-312. Siqueira G, Bras J, Dufresne A. 2010. Cellulosic bionanocomposites: A review of preparation, properties and applications. Polymers. 2:728-765. Stuart BH. 2004. Infrared spectroscopy : Fundamentals and applications. Chicester (GB): John Wiley & Sons Ltd. Suharty NS, Wirjosentono B, Firdaus M, Handayani DS, Sholikhah and Maharani YA. 2008a. Synthesis of degradable bio-composites based on recycle polypropylene filled with bamboo powder using reactive process. Journal Physical Science. 19(2):105-115. Tashiro K and Kobayashi M. 1991. Theoritical eveluation of three-dimensional elastic constants of native and regenerated celluloses : role of hydrogen bonds. Polymer. 32(8) : 1516-1526 Thiruchitrambalam M, Alavudeen A, Venkateshwaran N. 2012. Review on kenaf fiber composites. Rev.Adv.Mater.Sci. 32:106-112. Tong L, Ma H, Fang Z. 2008. Thermal decomposition and flammability of Acrylonitrile butadiene styrene/Multi-walled carbon nanotubes composites. Chinese J. Polym. Sci. 26(3):331-339. Tusi A. 2013. Sifat Material [Internet]. [diunduh 2016 Okt 14]; Tersedia pada: http://staff.unila.ac.id/atusi/files/2013/03/Sifat-Material.pdf. Vanholme R, Demedts B, Morreel K, Ralph J, Boerjan W. 2010. Lignin Biosynthesis and Structure. Plant Physiology. 153 : 895-905. Wiyono T, Sunaryo, Supardi. 2014. Sifat mekanik komposit serat kelapa dengan perekat resin polyester. Politeknosains. 13(2). Yahaya R, Sapuan SM, Jawaid M, Leman Z, Zainuddin ES. 2016. Effect of fibre orientations on the mechanical properties of kenaf-aramid hybrid composites for spall-liner application. Defence Technology. 12 : 52-58. Yang HS, Wolcott MP, Kim HS and Kim HJ. 2005. Thermal properties of lignocellulosic filler-thermoplastic polymer bio-composites. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. 82:157-160. Yang H, Yan R, Chen H, Zheng C. 2007. Characteristic of hemicellulose, cellulose and lignin pyrolysis. Fuel : 86 (12-13) : 1781-1788. Young T. 1805. An essay on the cohesion of fluids. Philos Trans Royal Soc. 95:65-87. Zenkiewich M. 2007. Methods for the calculation of surface free energy of solids. J. Achiev. Mater. Manuf. Eng. 24(1):137-145.
51
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Sintesis Serat Kenaf
53
Lampiran 2 Proses Sintesis Biokomposit
54
Lampiran 3 Dimensi Serat Kenaf Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Panjang (nm) 904668.19 826574.37 885336.52 913164.92 892452.71 943315.2 903695.61 972351.19 883498.23 845673.8 897073.074
Sampel
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Rata-rata
Diameter (nm) 90653.46 94251.5 87142.86 49756.27 46893.21 43174.6 59609.88 61058.11 56087.45 45997.32 73665.21 56789.12 84920.63 80780.2 88765.87 89023.87 90346.9 76982.08 56789.23 45897.32 59009.88 84142.86 82023.87 71058.11 42997.32 56989.12 45756.27 54087.45 56756.27 60058.11 66382.145
55
Lampiran 4 Data Tensile Strength Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
KSF 0% 25,733 25,523 25,79 25,731 25,28 25,6114
KSF-R 0% 38,18 38,1 37,78 37,36 38,04 37,892
KSF 5% 24,68 24,09 24,67
24,48
KSF-5% 19,12 18,33 21,52
19,66
KSF 10% 22,302 22,454 22,492 22,454 22,34 22,4084
KSF-R 10% 13,25 13,31 13,24 13,13 13 13,186
KSF 15% 19,31 19,46 19,44 19,33 19,12 19,332
KSF-R 15% 15,02 14,83 14,98 14,75 14,49 14,814
Outlier Test: KSF 0%, KSF 5%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-5%, KSF-R 10%, KSF-R 15% Outlier Variable KSF 5%
Row 2
Outlier 24.0868
One-way ANOVA: KSF 0%, KSF 5%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-5%, KSF-R 10%, KSF-R 15% Analysis of Variance Source Factor Error Total
DF 7 27 34
Adj SS 2041.21 6.48 2047.69
Adj MS 291.601 0.240
F-Value 1214.22
P-Value 0.000
56
Fisher Pairwise Comparisons
Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 95% Confidence Factor KSF-R 0% KSF 0% KSF 5% KSF 10% KSF-5% KSF 15% KSF-R 15% KSF-R 10%
N 5 5 2 5 3 5 5 5
Mean 37.892 25.6114 24.6750 22.4084 19.659 19.3320 14.8140 13.1860
Grouping A B C D E E F G
Means that do not share a letter are significantly different.
Lampiran 5 Data Modulus Young
Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
KSF 0% 626,28 611,2 643,48 576,42 651,18 621,712
KSF 5% 560,00 780,00 530,00
Ulangan
KSF-R 0%
KSF-R 5%
1 2 3 4 5 Rata-rata
497,42 463,45 479,16 508,58 447,85 479,292
450,00 510,00 530,00
623,33
496,67
KSF 10% 715,56 740,47 729,34 705,27 689,4 716,008
KSF 15% 694,8 711,67 699,97 683,8 700,53 698,154
KSF-R 10% 734,71 696,31 748,58 736,8 689,98 721,276
KSF-R 15% 752,22 716,17 764,96 700,52 731,24 733,022
57
Outlier Test: KSF 0%, KSF 5%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-R 5%, KSF-R 10%, KSF-R 15% * NOTE * No outlier at the 5% level of significance
One-way ANOVA: KSF 0%, KSF 5%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-R 5%, KSFR 10%, KSF-R 15% Analysis of Variance Source Factor Error Total
DF 7 28 35
Adj SS 314586 54195 368781
Adj MS 44941 1936
F-Value 23.22
P-Value 0.000
Fisher Pairwise Comparisons
Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 95% Confidence Factor KSF-R 15% KSF-R 10% KSF 10% KSF 15% KSF 5% KSF 0% KSF-R 5% KSF-R 0%
N 5 5 5 5 3 5 3 5
Mean 733.0 721.3 716.01 698.15 623.3 621.7 496.7 479.3
Grouping A A A A B B C C
Means that do not share a letter are significantly different.
58
Lampiran 6 Data Impact Strength Sampel
KSF 0%
KSF 10%
KSF 15%
KSF-R 0%
KSF-R 10%
KSF-R 15%
Ulangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Energi Impact (kJ) 0,167 0,172 0,172 0,168 0,167 0,216 0,231 0,209 0,231 0,231 0,231 0,261 0,261 0,261 0,261 0,164 0,134 0,174 0,148 0,148 0,246 0,216 0,201 0,277 0,277 0,261 0,261 0,216 0,246 0,216
Impact Strength (kJ/m) 40,031 36,045 38,56 40,371 37,012 64,677 72,139 62,189 72,139 72,139 72,139 84,577 84,577 84,577 84,577 35,078 30,756 32,452 34,126 30,013 74,627 62,189 59,701 92,040 92,040 94,527 94,527 62,189 74,627 62,189
Rata-rata
38,4038
68,657
82,090
32,485
76,119
77,612
59
Outlier Test: KSF 0%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-R 10%, KSF-R 15% Outlier Variable KSF 15%
Row 1
Outlier 72.1393
One-way ANOVA: KSF 0%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-R 10%, KSF-R 15% Analysis of Variance Source Factor Error Total
DF 5 23 28
Adj SS 11614 2156 13770
Adj MS 2322.79 93.75
F-Value 24.78
P-Value 0.000
Fisher Pairwise Comparisons
Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 95% Confidence Factor KSF 15% KSF-R 15% KSF-R 10% KSF 10% KSF 0% KSF-R 0%
N 4 5 5 5 5 5
Mean 84.58 77.61 76.12 68.66 38.404 32.485
Grouping A A B A B B C C
Means that do not share a letter are significantly different.
60
Lampiran 7 Data Hardness Rockwell Hardness Number Sampel
KSF 0%
KSF 10%
KSF 15%
KSF-R 0%
KSF-R 10%
KSF-R 15%
Ulangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Rokcwell Hardness Number (HRR) 112,5 105,33 103,33 102,167 104,33 104,00 106,67 100,67 105,33 103,50 98,33 109,67 127,67 97,33 123,67 103,33 103,00 102,83 105,33 100,83 103,67 95,67 106,67 99,67 106,17 101,83 100,00 104,67 107,50 100,67
Rata-rata
105,5314
104,03
111,33
103,06
102,37
102,93
61
One-way ANOVA: KSF 0%, KSF 10%, KSF 15%, KSF-R 0%, KSF-R 10%, KSF-R 15% Analysis of Variance Source Factor Error Total
DF 5 24 29
Adj SS 281.0 1009.0 1289.9
Adj MS 56.19 42.04
F-Value 1.34
P-Value 0.283
Fisher Pairwise Comparisons
Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 95% Confidence Factor KSF 15% KSF 0% KSF 10% KSF-R 0% KSF-R 15% KSF-R 10%
N 5 5 5 5 5 5
Mean 111.33 105.53 104.03 103.064 102.93 102.37
Grouping A A B A B A B A B B
Means that do not share a letter are significantly different.
Lampiran 8 Data Sudut Kontak
Nama Sampel KSF 10% KSF 15% KSF-R 10% KSF-R 15%
Nama Fluida Aquades Heksana Aquades Heksana Aquades Heksana Aquades Heksana
1 85.27 14.09 78.42 16.49 79.45 16.94 68.83 16.38
Ulangan 2 77.18 14.8 103.69 15.15 67.95 17.14 66.31 17.31
3 79.67 13.22 102.43 17.21 61 11.23 71.62 18.95
Rata-rata 80.71 14.04 94.85 16.28 69.47 15.10 68.92 17.55
62
RIWAYAT HIDUP Jumiarti Andi Lolo dilahirkan di Makale pada tanggal 13 Maret 1992 sebagai anak pertama dari pasangan Mus Palimbongan dan Debora R. Desen. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Makassar, lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2015, penulis diterima di Program Studi Biofisika pada Program Pascasarjana IPB. Sebelum melanjutkan studi S2, penulis bekerja sebagai guru Mata Pelajaran Fisika selama 2 tahun (2013-2015) di SMA Katolik Rajawali Makassar. Selama menjalani program S2, penulis mengikuti seminar nasional “Semirata 2016 Bidang MIPA” BKS-PTN Barat di Graha Sriwijaya, Universitas Sriwijaya Palembang, 22-24 Mei 2016 dan seminar internasional “International Conference on Biomass (ICB)” di Salak Tower Hotel Bogor, 10-11 Oktober sebagai penyaji oral. Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan yang terkait riset serat alam yakni “Pekan Riset Sawit Indonesia 2016” di IPB International Convention Centre Bogor, 13-15 Desember 2016.