Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
Analisis Pengaruh Suhu Pengolahan dan Derajat Brix terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Gula Kelapa Cair dengan Metode Pengolahan Vakum Analysis of Processing Temperature and Brix Degree Effect to the PhisicoChemistry and Sensory characteristics of Liquid Coconut Sugar using Vacuum Processing Method Agung Sukoyo*, Bambang Dwi Argo, Rini Yulianingsih Jurusan Keteknikan Pertanian Minat Teknik Bioproses - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK Gula kelapa hasil pengolahan secara konvensional umumnya berbentuk padat dan cukup keras, yang mengharuskan para konsumen untuk mengiris dan melarutkannya terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal ini dinilai sebagai sesuatu yang tidak efisien bagi konsumen dan para produsen gula merahtradisional, maka dari itu perlu dikembangkan produk gula kelapa dalam bentuk cair. Adanya produk gula kelapa yang dimodifikasi dalam bentuk cair merupakan trobosan baru yang nantinya diharapkan dapat lebih memudahkan konsumen dari segi penggunaanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pemasakan dan derajat brix terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris gula kelapa cair, serta mengetahui perlakuan terbaik dalam pengolahan gula kelapa cair. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri dari dua level dan faktor kedua terdiri empat level. Faktor I variasi suhu pemasakan vakum60 dan 70 0C. Faktor II pengaturan derajat brix 60, 65, 70, 750Brix. Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai perlakuan terbaik terdapat pada gula kelapa cair yang diolah dengan menggunakan evaporator vakum pada suhu 600C dan derajat brix 75. Pada perlakuan ini nilai viskositas 3696.67 Cp, gula pereduksi 6.44 %, pH 5.90, parameter warna R 109, G 55,33, dan B 49,33, organoleptik rasa 5,65 (agak menyukai), tekstur 5,35 (agak menyukai), aroma 5,10 (agak menyukai) dan warna 5,20 (agak menyukai). Kata kunci: Gula kelapa cair, nira kelapa, evaporator vakum. ABSTRACT Coconut sugar as the product of conventional processing commonly has a solid form; thus, it should be sliced and melted before using it. That is not efficient for consumers and traditional producers, therefore the new liquid product of coconut sugar need to be produced. A new kind product of coconut sugar in liquid form is a kind of breakthrough that is expected to facilitate consumers in using it. This research is intended to find the effect of processing temperature and Brix Degree to Psycho-Chemistry and sensory characteristics of liquid coconut sugar. Moreover, this research also designed to find the proper formula in processing liquid coconutsugar. The research method was randomized complete design arranged in a factorial with two factor. The first factor consists of two levels, while the second factor consists of four levels. First factor (factor I) use vacuum 60 0 and 70 0 C as the processing variation degree. Second Factor (Factor II) is Brix degree in 600, 650, 700,750 Brix.The result shows that the value of the most proper treatment are on liquid coconut sugar treated by using evaporator vacuum at 60 0C and brix degree of 75. At this treatment the value of viscosity is 3696.67 Cp, reduction sugar of 6.44 %, pH 5.90, color parameter of R 109, G 55,33, and B 49,33, organoleptik taste is 5,65 (approximately like), texture of 5,35 (approximately like), aroma on 5,10 (approximately like) and color on 5,20 (approximately like). Key words: Liquid coconut sugar, coconut sap, evaporator vacuum.
170
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
PENDAHULUAN Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa (Cocos nusifera L) terbesar di dunia yakni 3,712 juta Ha, sebagian besar merupakan perkebunan rakyat (96,6%) sisanya milik negara (0,7%) dan swasta (2,7%) (ICN, 2011). Kelapa merupakan tanaman perkebunan dengan bermacam-macam kegunaan. Hampir semua bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam produk, salah satu bagian yang dapat dimanfaatkan adalah nira kelapa. Nira kelapa adalah salah satu bagian dari tanaman kelapa yang banyak dikembangkan sebagai produk olahan antara lain sebagai gula kelapa. Gula kelapa hasil pengolahan secara konvensional berbentuk padat dan cukup keras yang mengharuskan para konsumen untuk mengiris dan melarutkannya terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak efisien bagi konsumen sekaligus bagi para produsen gula tradisional, maka dari itu perlu dikembangkan produk gula kelapa dalam bentuk cair. Adanya produk gula kelapa yang dimodifikasi berbentuk gula cair merupakan trobosan baru yang nantinya diharapkan dapat lebih memudahkan konsumen dari segi penggunaanya. Selain itu bagi para produsen akan dapat mengurangi bahan bakar karena waktu pengolahan yang menjadi lebih singkat dibandingkan ketika gula kelapa dibuat dalam bentuk padatan. Salah satu metode pengolahan yang dapat digunakan untuk membuat gula cair adalah dengan menggunakan metode vakum. Metode vakum dipilih karena prosesnya tertutup, sehingga dapat menghasilkan gula cair dengan kualitas yang lebih baik daripada diolah dengan metode tradisional menggunakan wajan atau panci yang terbuka. Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu ada penelitian tentang pembuatan gula kelapa cair dengan menggunakan metode pengolahan vakum serta karakteristik fisikokimia dan sensoris gula kelapa cair dengan bahan baku nira kelapa.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yangyang digunakan untuk memproduksi gula cair meliputi evaporator vakum, kain saring dan ember. Untuk keperluan analisa digunakan hand refractometer, pH meter, gelas ukur, pipet tetes, color reader, Spectrofotometer, viskometer, beaker glass dan timbangan digital. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama: nira kelapa, air kapur, minyak goreng. Bahan baku nira kelapa diperoleh dari petani kelapa di Desa Bangsri, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor yaitu suhu pengolahan vakum dan variasi derajat brix, selanjutnya dianalisis menggunakan ANOVA yang disertai dengan standar deviasi dan diuji lanjut dengan menggunakan uji BNT. Pengaturan suhu pengolahan vakum dan variasi derajat brix yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Pengaturan Suhu Pengolahan Vakum (60 dan 70 0C) dan Variasi Derajat Brix (60, 65, 70, 750Brik) Pengaturan Suhu Variasi Konsentrasi Tepung Porang (B) Pemasakan Vakum 0 B1 (60 Brix) B2 (650Brix) B3 (700Brix) B4 (750Brix) (A) A1 (600C) A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2 (700C) A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 Proses persiapan bahan baku nira kelapa Nira kelapa yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Bangsri, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar hasil penyadapan pagi hari. Sebelum memulai penyadapan timba tempat penampungan nira telah ditambahkan air kapur sebanyak ± 10 ml. Dalam proses penyadapan, timba penyadap akan ditutup dengan menggunakan kain untuk mencegah kotoran dan air hujan yang masuk ke dalam timba selama proses penyadapan. Nira kelapa hasil penyadapan selanjutnya akan disaring terlebih dahulu untuk memisahkan nira dari kotoran. Sebelum diolah dengan meneggunakan evaporator vakum nira kelapa dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 1 jam sampai nira mendidih dan mengeluarkan buih.
171
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
Pemanansan disini berfungsi untuk mengurangi kandungan mikroorganisme yang terkandung didalam nira dan untuk membersihkan nira dari kotoran (buih) yang timbul selama pemanansan. Proses pembuatan gula kelapa cair dengan evaporator vakum Tahapan kedua dalam penelitian ini adalah menggolah nira kelapa yang telah melalui proses pemanasan terlebih dahulu dengan menggunakan evaporator vakum. Suhu pemasakan vakum dikontrol pada suhu 600C dan 700C, masing- masing suhu pengolahan akan digunakan untuk mengolah 6 liter nira kelapa. Selama dalam proses pengolahan gula kelapa cair akan dipantau derajat brixnya hingga mencapai derajat brix 60, 65, 70 dan 75. Pengukuran derajat brix dilakukan dengan menggunakan refractometer, dengan menggambil sampel pada saat pengolahan. Ketika gula cair telah mencapai derajat brix yang telah ditetapkan, gula cair akan langsung dimasukan ke dalam botol untuk selanjutkan akan dilakukan analisa yang meliputi pH, viskositas, gula pereduksi, indeks warna (R, G, B), serta uji sensoris yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur. Parameter Pengamatan Parameter yang diukur meliputi derajat brix, pH, viskositas, gula pereduksi, dan intensitas warna (R, G, B), uji organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur) dan perlakuan terbaik. Pelaksanaan pengamatan terhadap parameter – parameter tersebut dilaksanakan dengan menggunakan cara sebagai berikut : Pengukuran intensitas warna menggunakan color reader menurut Yuwono dan Susanto (1998), pengukuran pH menggunakan pH meter, viskositas menggunakan viscometer dan derajat brix menggunkan refractometer menurut AOAC (1999), penentuan gula peredruksi menggunakan metode nelson simogyi menurut sudarmaji dkk., (1997). Uji organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur) menggunakan metode Hedonic Scale (tingkat kesukaan) menurut Soekarto (2002) dengan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 20 orang. Perlakuan terbaik dipilih menggunakan metode De Garmo, et al., (1984) dalam Purwanto (2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisikokimia 1. pH Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perlakuan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix, serta interaksi diantara keduanya (AxB) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pH gula kelapa cair. Pengaruh suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix terhadap pH disajikan pada gambar 1. 6.20
pH
6.10 6.00 5.90 5.80 5.70 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 1. Rerata pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap pH gula kelapa cair. Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 1 terlihat bahwa antara pengolahan dengan suhu 60 0C dan 70 C menggunakan evaporator vakum dan pengaturan derajat brix tidak berdampak pada kenaikan dan penurunan pH secara drastis dengan nilai rerata pH yang diperoleh adalah 5.87-6. Menurut Diniyah dkk., (2012), perlakuan pengaruran derajat brix tidak memberikan sumbangan ion H + atau pegaruh reaksi kimia karena pengaturan derajat brix hanya bersifat fisik yaitu pemekatan atau penguapan air dari larutan gula saja. 0
172
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
2. Viskositas Rerata viskositas dari gula kelapa cair akibat perbedaan suhu pengolahan vakum dan perbedaan derajat brix berkisar antara 166.67 (Cp) sampai 3713.33 (Cp). Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan suhu pengolahan vakum memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, sedangkan pengaturan derajat brix memberikan pengaruh yang sangat nyata ( P > 0.01 ) sedangkan interaksi antara kedua perlakuan (AxB) tidak berbeda nyata terhadap viskositas gula kelapa cair. Pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap viskositas gula kelapa cair disajikan pada gambar 2. .
Viskositas (Cp)
5000.00 4000.00 3000.00
Suhu 60 C
2000.00
Suhu 70 C
1000.00
Control
0.00 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 2. Grafik rerata pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap viskositas gula kelapa cair. Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi nilai derajat brix akan menyebabkan kenaikan viskositas. Menurut Diniyah dkk., (2012), semakin lama waktu penguapan akan dapat menyebabkan kenaikan viskositas. Hal ini disebabkan karena air yang menguap akan semakin banyak dan total padatan terlarut semakin meningkat, sehingga viskositas akan meningkat. Sedangkan dari perbedaan suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata diduga karena selisih suhu yang digunakan tidak terlalu besar, sehingga menghasilkan produk dengan viskositas yang hampir sama. 3. Total Gula Pereduksi Besar kecilnya kadar gula pereduksi sangat ditentukan oleh besar kecilnya kadar gula pereduksi dalam bahan dan tingkat inversi selama proses pemasakan. Rerata hasil analisis total gula pereduksi gula kelapa cair akibat perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix berkisar antara 5.28 sampai dengan 6.74. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perlakuan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix, serta interaksi diantara keduanya (AxB) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap total gula pereduksi gula kelapa cair. Pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap total gula pereduksi gula kelapa cair disajikan pada gambar 3.
Gula Reduksi (%)
8.000 6.000 4.000
Suhu 60
2.000
Suhu 70 Control
0.000 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 3. Grafik rerata pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap total gula pereduksi gula kelapa cair. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dalam pengolahan gula kelapa cair maka akan meningkatkan total gula reduksi pada gula kelapa cair. Menurut Desrosier (1997), besarnya kadar gula pereduksi dipengaruhi oleh adanya dekomposisi sukrosa oleh
173
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
mikroba menjadi glukosa dan fruktosa pada nira. Semakin rendah pH dan semakin tinggi suhu penguapan, laju inversi semakin tinggi. Pengamatan total gula reduksi terhadap parameter kontrol juga menunjukan nilai total gula reduksi yang lebih besar dibandingkan dengan nilai setiap perlakuan. Hal ini diduga karena suhu yang digunakan pada parameter kontrol lebih besar, sehingga laju inversi semakin tinggi dan total jula reduksi menjadi semakin besar.
Indeks Warna R
4. Indeks Warna R Hasil analisa menunjukan bahwa rerata indeks warna R gula kelapa cair akibat perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix berkisar antara 103,00 sampai dengan 130,67. Pengaruh perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan pada gambar 4. 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Suhu 60 Suhu 70 Control 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 4 . Grafik rerata pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap indeks warna R (red) gula kelapa cair. Pada gambar 4 terlihat bahwa semakin tinggi derajat brix gula kelapa cair, maka akan menyebabkan penurunan nilai kemerahan (R) dari gula kelapa cair. Semakin kecil angka yang ditunjukan oleh color reader maka hal itu menyatakan tingkat warna yang lebih gelap dibandingkan dengan ketika color reader menunjuk ke angka yang lebih besar. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perlakuan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix, serta interaksi diantara keduanya (AxB) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap total gula pereduksi gula kelapa cair. Pengaruh tidak nyata tersebut disebabkan karena hasil dari analisa warna menggunakan colour reader tidak memberikan selisih yang sangat besar diantara berbagai perlakuan, selain itu dari pengamatan secara visual tampak bahwa perbedaan warna dari brix yang rendah menuju brix yang tinggi tidak terlalu terlihat secara jelas. 5. Indeks Warna G Hasil analisa menunjukkan bahwa rerata indeks warna G gula kelapa cair akibat perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix berkisar antara 55.33 sampai dengan 73.63. Pengaruh perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan pada gambar 5.
Indeks Warna G
80.00 60.00 40.00
Suhu 60
20.00
Suhu 70 Control
0.00 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 5 . Grafik rerata pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap indeks warna G (green) gula kelapa cair.
174
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
Pada gambar 5 terlihat bahwa semakin naiknya derajat brik maka indeks warna hijau akan mengalami penurunan, penurunan ini menandakan bahwa semakin naiknya derajat brik warna gula cair yang dihasilkan juga semakin gelap. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perbedaan suhu pengolahan vakum dan kenaikan derajat brix memberikan pengaruh yang tidak nyata (ɑ = 0.05). Pengaruh tersebut karena pengolahan vakum dengan menggunakan suhu 60 0C dan suhu 700C menghasilkan gula cair dengan warna yang hampir mirip, sedangkan dari segi kenaikan derajat brix menunjukan terdapat penurunan indek warna G pada gula kelapa cair dengan penurunan yang kecil.
Indeks Warna R
6. Indeks Warna B Hasil analisa menunjukkan bahwa rerata indeks warna B gula kelapa cair akibat perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix berkisar antara 45,67 sampai dengan 69.67. Pengaruh perbedaan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan pada gambar 6. 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Suhu 60 Suhu 70 Control 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 6 . Grafik rerata pengaruh suhu pengolahan vakum dan derajat brix terhadap indeks warna B (blue) gula kelapa cair. Pada gambar 6 terlihat bahwa semakin naiknya derajat brik akan menyebabkan penurunan pada indeks warna biru, penurunan ini menandakan bahwa semakin naiknya derajat brik warna gula cair yang dihasilkan akan semakin gelap. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perbedaan suhu pengolahan vakum memberikan pengaruh yang tidak nyata (ɑ = 0.05), sedangkan kenaikan derajat brix memberikan pengaruh yang sangat nyata (ɑ = 0.01) terhadap penurunan indeks warna biru. Menurut Ozdemir (1997), menyatakan bahwa pencoklatan yang terjadi pada proses pengolahan dikarenakan terjadinya reaksi maillard dan karamelisasi, yang disebabkan oleh keberadaan gula pereduksi, protein, dan lemak dalam nira. Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara asam amino dengan gula pereduksi apabila dipanaskan bersama-sama. Sedangkan reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi pada pemanasan gula dalam asam, basa, dan pemanasan tanpa air. Hal itulah yang memungkinkan menjadi penyebab timbulnya perbedaan warna pada gula kelapa sehingga memberikan pembacaan indeks warna R, G, B yang berbeda-beda, walaupun perbedaan tersebut tidak berbeda nyata menurut analisa statistik. Menurut Santoso (1995), adanya keragaman warna dan kekerasan pada produk gula merah di pasaran Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu rendahnya teknologi pengolahan, adanya fariasi bahan baku (kondisi nira), maupun proses pengolahan yang tidak konsisten. B. Uji Organoleptik 1. Tingkat Kesukaan Rasa Rasa merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk menerima atau menolak makanan. Rerata nilai kesukaan rasa gula kelapa cair dari 20 panelis berkisar antara 5,65 (agak menyukai) sampai 4,7 (netral). Nilai rata – rata penilaian panelis terhadap rasa gula kelapa cair hasil pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan pada gambar 7.
175
Rerata Kesukaan Rasa
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
6 5 4 3
Suhu 60 C
2
Suhu 70
1
Control
0 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 7. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa gula kelapa cair hasil pengolahan dengan evaporator vakum dan pengaturan derajat brix. Dari gambar 7 diketahui bahwa rerata kesukaan panelis tertinggi terdapat pada gula cair dengan brix yang tinggi yaitu pada brix 75 yang diolah dengan suhu 60 0C, walaupun tingkat kesukaan panelis hampir sama pada setiap perlakuan. Rerata kesukaan para panelis terhadap rasa gula kelapa cair dengan pengolahan vakum lebih besar dibandingkan dengan parameter kontrol, hal itu menunjukan penerimaan yang baik dari para panelis terhadap rasa gula kelapa cair. Dari hasil uji tingkat kesukaan menunjukan bahwa perlakuan suhu pengolahan dan derajat brix tidak berbeda nyata (α = 0,05). Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa gula kelapa cair dari berbagai perlakuan memiliki rasa yang hampir sama. Rasa gula cair sangat dipengaruhi oleh bahan – bahan pembuatanya. Bahan baku pembuatan gula kelapa cair didapatkan dari tempat yang sama sehingga juga memiliki kesamaan dalam rasanya. Menurut Nurhayati (1996), gula kelapa memiliki rasa manis dan sedikit asam. Rasa asam disebabkan adanya kandungan asam-asam organik di dalamnya. Adanya asam-asam organik ini menyebabkan gula kelapa mempunyai aroma yang khas, sedikit asam dan berbau karamel. Rasa karamel pada gula kelapa diduga adanya reaksi karamelisasi akibat panas selama pemasakan. Santoso (1995), menambahkan bahwa gula merah mempunyai nilai kemanisan 10% lebih manis dibandingkan dengan gula pasir. Adanya bahan-bahan dari berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan maltosa menyebabkan rasanya manis. 2. Tingkat Kesukaan Aroma Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak dari suatu produk. Konsumen akan menerima suatu bahan pangan jika mempunyai aroma yang tidak menyimpang dari aroma normal. Rerata nilai kesukaan aroma gula kelapa cair berkisar antara 4,7 (netral) sampai 5,1 (agak menyukai). Nilai rata – rata penerimaan panelis terhadap aroma gula kelapa cair hasil pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan Gambar 8. Rerata Kesukaan Aroma
6 5 4 3
Suhu 60 C
2
Suhu 70 C Control
1 0 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 8. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma gula kelapa cair hasil pengolahan dengan vaporator vakum dan pengaturan derajat brix.
176
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
Gambar 8 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma gula kelapa cair hasil pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix. Hasil uji tingkat kesukaan terhadap aroma, menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (α = 0,05). Dari situ berarti bahwa aroma gula cair dari berbagai perlakuan tidak terdapat perbedaan, aroma gula kelapa cair sama-sama beraroma seperti gula kelapa dalam bentuk cetakan padat. Menurut Diniyah dkk., (2012), aroma pada gula cair dihasilkan oleh keberadaan komponen voletil. Hal ini didukung oleh penelitian Ho et al., (2006) yang menyatakan bahwa komponen volatil gula nira adalah 5-methyl-6, 7-dihydro-5H-cyclopenta pyrazine dan 4-hydroxy-2,5dimetil-3(2H) furanone yang akan mempengaruhi aroma gula dan manisnya karamel.
Rerata Kesukaan Warna
3. Tingkat Kesukaan Warna Warna merupakan komponen sensoris yang penting, karena warna merupakan aspek yang pertama kali dinilai oleh konsumen pada saat melihat produk. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna gula kelapa cair berkisar antara 4,45 (netral) sampai 5,25 (agak menyukai). Nilai rata – rata penerimaan panelis terhadap warna gula kelapa cair hasil pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan padagambar 9. 6 5 4 3
Suhu 60 C
2
Suhu 70 C
1
Control
0 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 9. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna gula kelapa cair hasil pengolahan dengan evaporator vakum dan pengaturan derajat brix. Gambar 14 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna gula kelapa cair hasil pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix. Hasil uji tingkat terhadap warna, menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengolahan dan derajat brix tidak berpengaruh nyata (α = 0,05). Hal ini disebabkan setiap perlakuan menghasilkan warna gula kelapa cair yang hampir sama yaitu kuning kecoklatan, sehingga para panelis kesulitan untuk membedakan warna gula kelapa cair dari berbagai perlakuan. Menurut Nengah (1990), perbedaan warna pada gula merah terbentuk karena adanya reaksi pencoklatan (browning) selama pengolahan, baik melalui reaksi Maillard maupun reaksi karamelisasi. Kandungan asam dan gula pereduksi yang tinggi akan mempercepat penggosongan pada proses pembuatan gula merah, sehingga produk yang dihasilkan akan mempunyai warna yang gelap. Dari gambar 9 tersebut juga diketahui bahwa rarata kesukaan panelis terhadap gula cair hasil pengolahan vakum lebih tinggi daripada gula cair kontrol yang diolah dengan menggunakan wajan yang terbuka, hal itu dikarenakan dari segi penampakan gula cair yang diolah menggunakan vakum memberikan warna yang lebih cerah dibandingkan apabila gula cair tersebut diolah dengan menggunakan wajan ataupun alat- alat pengolahan taradisional yang lain. 4. Tingkat Kesukaan Tekstur Konsumen umumnya menilai suatu produk selain dari penampakan dan warna adalah dari tekstur produk tersebut. Tekstur yang baik diharapkan halus dan tidak mengandung butiran- butiran kristal sukrosa. Rerata nilai kesukaan tekstur gula kelapa cair berkisar antara 3.15 (agak tidak menyukai) sampai 5,35 (agak menyukai). Nilai rata – rata penerimaan panelis terhadap tekstur gula kelapa cair hasil pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix disajikan Gambar 10.
177
Rerata Kesukaan Tekstur
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
6 5 4 3
Suhu 60 C
2
Suhu 70 C
1
Control
0 60
65
70
75
Derajat Brix Gambar 10. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur gula kelapa cair hasil pengolahan dengan evaporator vakum dan pengaturan derajat brix. Dari grafik diatas diketahui bahwa rerata kesukaan panelis tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan dengan suhu 600C dan derajat brix 75, sedangkan rerata kesukaan terendah terdapat pada perlakuan pengolahan dengan suhu 700C dan derajat brix 60. Dari pengujian tersebut para panelis lebih menyukai terksture yang kental (brix 75) daripada teksture yang kurang kental (brix 60). Hasil uji tingkat kesukaan terhadap teksture, menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengolahan vakum dan pengaturan derajat brix berpengaruh sangat nyata (α = 0,01). Hal ini dikarenakan tekstur yang lebih kental pada gula cair lebih bagus dibandingkan tesktur yang tidak kental berdasarkan penilaian panelis. Menurut Diniyah dkk., (2012), semakin naiknya derajat brix maka kekentalan gula cair juga akan meningkat , karena air sebagai pelarut mengalami penguapan sehingga dengan semakin naiknya derajat maka total padatan akan meningkat dan kekentalan gula cair juga akan meningkat. C. Analisa Perlakuan Terbaik Pemilihan perlakuan terbaik pada penelitian kali ini menggunakan metode indeks efektifitas (De Garmo et al., 1984) dalam Purwanto (2012), yaitu dengan memberikan bobot berdasarkan tingkat kepentingan setiap parameter dalam mempengaruhi konsumen yang diwakili panelis. Untuk parameter dengan rerata besar semakin baik, maka nilai terendah sebagai salah satu nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik. Hasil parameter perlakuan terbaik dan terjelek disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Parameter Perlakuan Terbaik dan Terburuk Perlakuan Terbaik Kontrol Perlakuan Terburuk Parameter (A1B4) (A2B1) Sifat Fisikokimia pH 5.90 6.1 5.87 Viskositas 3563.33 3830 226.67 Gula Reduksi 6.64 7.13 5.36 R 109 83 118 G 55.33 44 65 B 49.33 38 170 Organoleptik Rasa 5.65 3.2 4.55 Aroma 5.1 4 4.8 Warna 5.2 4.3 4.75 Tekstur 5.35 4 3
Kontrol 6 320 5.47 105 57 53 3.3 4.25 3.65 3.25
KESIMPULAN Perlakuan pengolahan gula kelapa cair dengan menggunakan evaporator vakum dan pengaturan derajat brix memberikan pengaruh terhadap sifat fisikokimia dan sensoris gula kelapa cair. Parameter yang dihasilkan yaitu pH berkisar antara 5.87 sampai 5.97, Viskositas berkisar antara 166.67 -3713.33 (Cp). Gula pereduksi berkisar antara 5.28-6.74 %, Indeks warna R berkisar antara 103.00 - 130.67, indeks
178
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No.2, Nopember 2014
warna G berkisar antara 55.33 -73.63, indeks warna B berkisar antara 45.67- 69.67. Parameter sensoris yang dihasilkan yaitu rasa berkisar antara 4.7 (netral) sampai 5.65 (agak menyukai), aroma berkisar antara 4,7 (netral) sampai 5,1 (agak menyukai), warna berkisar antara 4,45 (netral) sampai 5,25 (agak menyukai), tekstur berkisar antara 3.15 (agak tidak menyukai) sampai 5,35 (agak menyukai). Dari berbagai perlakuan yang telah didapatkan kebanyakan didapatkan hasil tidak berbeda nyata, hal itu dikarenakan perbedaan faktor A (suhu pemasakan vakum) yang hanya berbeda 10 0C dan sifat fisikokimia antara kedua perlakuan yang hampir mirip. Hasil perlakuan terbaik pengolahan gula kelapa cair pada penelitian ini terdapat pada gula kelapa cair yang diolah dengan menggunakan evaporator vakum pada suhu 600C dan derajat brix 75 . Pada perlakuan ini nilai viskositas 3696.67 Cp, gula pereduksi 6.44 %, pH 5.90, parameter warna R 109, G 55,33, dan B 49,33, organoleptik rasa 5,65 (agak menyukai), tekstur 5,35 (agak menyukai), aroma 5,10 (agak menyukai) dan warna 5,20 (agak menyukai).
DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1999. Official Method of Analysis. 16th edition. As sociation of Official Analytical Chemist International. USA. Desrosier, N. W. 1997. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: Muchji Muljodiharjo. UI-Press. Jakarta. Diniyah, N., Wijanarko, S. B. & Purnomo, H. 2012. Teknologi Pengolahan Gula Coklat Cair Nira Siwalan. (Borassus flabellifer L.). Jurnal Teknologi dan Industri PanganVolXXIII No 1. Tahun 2012. Ho CW, Wan Aida WM, Maskat MY, Osman H. 2006. Changes in volatile compound of palm sap (arenga pinnata) during the heating process for production of palm sugar. Jfood Chem 102: 1156-1162. ICN. 2011. http://www.datacon.co.id/Sawit-2011kelapa.html. Diakses Tanggal 2 Januari 2014. Nengah, I, K, P. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal Pada Proses Pembuatan Gula Merah Dari Nira Aren. Tesis. Program Studi Ilmu Pangan. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Nurhayati. 1996. Mempelajari Kontribusi Flavor Gula Merah pada Pembentukan Flavor Kecap Manis. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Ozdemir, M. 1997. Food Browning and its Control. Okyanus. Danismanlik. http:www.okyanusbigimbari.com/bilim/okyanus-browninginfood.pdf . Diakses 29 juni 2014. Purwanto, R. O. 2012. Pengaruh Komposisi Sirup Glukosa dan Variasi Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan Inderawi Dodol Rumput Laut (Eucheuma spinosium). Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Santoso, H.B. 1995. Pembuatan Gula Kelapa. Kanisius. Yogyakarta. Soekarto. 2002. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudarmadji, S. Haryono, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Yuwono, S. S. dan Susanto, T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
179