ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Listing di Bursa Efek Indonesia)
Disusun oleh: FAKHRUDIN ALI RAFI 0510223084
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN MANAJEMEN KONSENTRASI BIDANG MANAJEMEN KEUANGAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fakhrudin Ali Rafi
Tempat & tanggal lahir
: Pasuruan, 16 Januari 1987
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kaliurang I No. 18, Tembok Rejo, Pasuruan, 67118
Telepon
: (0343) 411 465
Riwayat Pendidikan 1. 1992-1999 : Sekolah Dasar Negeri Pekuncen I, II, III Pasuruan 2. 1999-2002 : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Pasuruan 3. 2002-2005 : Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Pasuruan 4. 2005-2011 : Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Brawijaya Malang
Pengalaman Organisasi 1. Anggota OSIS SLTPN 2 Pasuruan Periode 1999-2001 2. Anggota OSIS SMUN 1 Pasuruan Periode 2002-2004 3. Anggota FORSTILING FE Unibraw
Pengalaman Lain 1. Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa Tahun 2000 dan 2001 2. Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa Tahun 2003 dan 2004
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada segenap hambanya, sehingga dapat diselesaikan dengan baik skripisi ini dengan judul: ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Listing di Bursa Efek Indonesia). Adapun tujuan dari penulisan skripsi adalah untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Saya menyampaikan sanjungan, penghargaan, dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dra. Juni Herawati, MM sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan terbaik kepada penulis. 2. Bapak Dr. Djumahir, SE, MM selaku penguji 1 yang telah memberikan masukan berarti kepada penulis. 3. Bapak Drs. Harlendro, MM selaku penguji 2 yang telah memberikan masukan yang berarti kepada penulis. 4. Bapak Dr. Fatchur Rohman, SE, Msi selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. 5. Bapak Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. 6. Orang tua, keluarga, serta orang yang selama ini mendukung dengan sebaik-baiknya demi kesuksesan skripsi ini. Akhir kata, semoga hasil skripsi ini bisa memberikan guna dan manfaat yang berarti bagi kita semua. Atas segala bantuan, dukungan dan kerja samanya yang telah diberikan semua pihak dalam penyusunan skripsi ini kami sampaikan terima kasih.
Malang,
Pebruari 2011
Fakhrudin Ali Rafi
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................
i
Daftar Isi..........................................................................................
ii
Daftar Tabel....................................................................................
v
Daftar Gambar................................................................................
vi
Daftar Lampiran.............................................................................
vii
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang…………………………………………
1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………………..
7
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………
8
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………….
8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu …………………………………..
10
2.2. Kajian Pustaka …………………………………………
12
2.2.1. Analisis Penilaian Saham...…………..............
12
2.2.2. Definisi dan Konsep Manajemen Keuangan…
13
2.2.3. Evaluasi Kinerja Keuangan …………………
16
2.2.4. Analisa Rasio Keuangan …………………….
22
2.2.5. Hubungan Rasio Keuangan dengan Harga Saham… 32 2.3. Kerangka Konsep Berpikir …………………................
35
2.4. Hipotesis ……………………………..……..................
36
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ……………………………………….
38
3.2. Populasi dan Sampel …………………………………
38
3.2.1. Populasi ……………………………………..
38
3.2.2. Sampel ………………………………………
39
3.3. Jenis dan Sumber Data ……………………………….
ii
40
3.3.1. Jenis Data ………………………………….
40
3.3.2. Sumber Data ………………………………
40
3.4. Teknik Pengumpulan Data ………………………….
40
3.5. Identifikasi dan Definisi Variabel …………………..
41
3.5.1. Identifikasi Variabel …………………..…..
41
3.5.2. Definisi Variabel ………………………….
41
3.6. Metode Analisa Data ………………………………..
44
3.6.1. Uji Asumsi Klasik …………………………
45
3.6.2. Koefisien Determinasi ……………………..
47
3.7. Teknik Pengujian Hipotesis …………………………
47
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia......................
50
4.2. Gambaran Umum Perusahaan-Perusahaan Sampel.......
53
4.3. Hasil Penelitian dan Pembahasan..................................
61
4.3.1. Harga Saham..................................................
61
4.3.2. Return On Equity (ROE).................................
62
4.3.3. Earning Per Share (EPS).................................
64
4.3.4. Price Earning Ratio (PER)................................
65
4.3.5. Book Value (BV).................................................
67
4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik.....................................................
68
4.4.1. Uji Normalitas......................................................
69
4.4.2. Uji Multikolinearitas............................................
70
4.4.3. Uji Heteroskedastisitas.........................................
71
4.4.4. Uji Autokorelasi....................................................
73
4.5. Koefisien Determinasi...........................................................
73
4.6. Model Persamaan Regresi.....................................................
74
4.7. Hasil Pengujian Hipotesis......................................................
76
4.7.1. Hasil Uji Hipotesis Pertama....................................
76
4.7.2. Hasil Uji Hipotesis Kedua (Uji t)...........................
76
4.7.3. Hasil Uji Hipotesis Ketiga (Variabel Bebas yang Dominan............................................................
iii
77
4.8. Pembahasan dan Implikasi Hasil Penelitian.....................
77
BAB V: KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan...........................................................................
81
5.2. Saran......................................................................................
81
Daftar Pustaka.........................................................................................
83
Lampiran..................................................................................................
86
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Sejarah Perkembangan PT. Excelcomindo Pratama, Tbk......... 55 Tabel 4.2. Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 20072009............................................................................................ 61 Tabel 4.3. Return On Equity Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009................................................................................... 63 Tabel 4.4. Earning Per Share Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009................................................................................... 64 Tabel 4.5. Price Earning Ratio Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009..................................................................................
65
Tabel 4.6. Book Value Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 20072009............................................................................................ 67 Tabel 4.7. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov Test........... 70 Tabel 4.8. Hasil Uji Multikolinearitas......................................................... 71 Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Linier Berganda............................................. 74 Tabel 4.10. Hasil Analisis Parsial (Uji t)..................................................... 76
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Berpikir..............................................
35
Gambar 4.1. Hasil Uji Normalitas..........................................................
69
Gambar 4.2. Grafik Scatterplot Hasil Uji Heteroskedastisitas...............
72
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengumpulan Data.......................................................... 86 Lampiran 2. Analisis Regresi dan Asumsi Klasik........................................ 87
vii
“Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham” (Studi Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia).
Oleh : Fakhrudin Ali Rafi Pembimbing : Dra. Juni Herawati, MM. ABSTRAK Harga saham merupakan indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan, di mana kekuatan pasar ditunjukkan dengan terjadinya transaksi perdagangan di pasar modal. Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh rasio keuangan terhadap harga saham perusahaan telekomunikasi yang listing di BEI periode penelitian tahun 2007–2009. Rasio keuangan tersebut antara lain: Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan Book Value (BV). Sampel penelitian adalah sebanyak 5 perusahaan telekomunikasi dengan periode pengamatan tahun 2007-2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Untuk mendapatkan hasil regresi yang baik, maka sebelum dilakukan uji regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisita, dan uji autokorelasi. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan keenam variabel bebas di atas memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Pengujian secara parsial memberikan kesimpulan bahwa Earning Per Share dan Book Value memiliki pengaruh positif signifikan terhadap harga saham, dan Earning Per Share memiliki pengaruh dominan terhadap harga saham. Sedangkan Return On Equity dan Price Earning Ratio tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan telekomunikasi pada periode penelitian tahun 2007-2009. Dari Uji Determinasi (R2) diperoleh hasil sebesar 0,914 artinya 91,4 % perubahan harga saham dapat dijelaskan oleh perubahan dari semua variabel bebas (ROE, EPS, PER, BV). Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bukti empiris yang dapat dijadikan sebagai pijakan gagasan kearah penelitian yang lebih mendalam tentang pengaruh rasio keuangan terhadap harga saham.
Keyword : Harga Saham, Return On Equity, Earning Per Share, Price Earning Ratio, dan Book Value.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kegiatan investasi merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang perekonomian suatu negara. Semakin banyak kegiatan investasi pada suatu negara, maka perekonomian negara tersebut juga akan semakin kuat. Oleh karena itu, setiap negara berusaha meningkatkan kegiatan investasi di segala bidang. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Dalam melakukan investasi, para investor selalu dihadapkan pada dua hal, yaitu keuntungan dan risiko. Oleh karena itu, setiap investor menganggap bahwa dua variabel tersebut sebagai variabel utama dan sangat penting dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi. Salah satu bentuk investasi/penanaman modal adalah dengan cara membeli saham. Investasi dalam bentuk saham (common stock) memerlukan informasi yang akurat sehingga investor tidak terjebak pada kondisi yang merugikan, karena investasi di Bursa Efek merupakan jenis investasi dengan risiko yang relatif tinggi, meskipun menjanjikan keuntungan yang relatif besar. Sebelum melakukan investasi saham di pasar modal, seorang investor perlu mempertimbangkan dua faktor, yaitu tingkat keuntungan (return) yang diharapkan dan risiko yang mungkin terjadi. Tujuan utama seorang investor dalam menanamkan modalnya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang setinggitingginya dengan tingkat risiko. Akan tetapi pada kenyataannya return yang
1
2
diinginkan menciptakan risiko yang sebanding, sehingga para investor selalu dihadapkan pada tingkat risiko yang sebanding dengan expected return di setiap investasi. Para investor
sangat membutuhkan informasi-informasi yang relevan dan
akurat mengenai kinerja perusahaan, sehingga para investor dapat menilai dan memilih saham-saham mana yang akan dapat memberikan keuntungan yang optimal bagi dana yang akan diinvestasikannya. Oleh karena itu, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) mewajibkan para emiten untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan. Hal ini dilakukan agar tercipta pasar modal yang transparan dan fair, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis surat berharga, diantaranya dengan menggunakan analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Pendekatan ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan, antara lain; harga saham, volume perdagangan saham, indeks harga saham, serta faktor-faktor lain yang bersifat teknis. Sedangkan dalam analisis fundamental, yang dijadikan dasar perkiraan harga (intrinsic value) adalah faktor-faktor fundamental seperti laporan keuangan, informasi penting lain yang sewaktu-waktu harus diumumkan perusahaan publik, perkembangan ekonomi makro, maupun berita-berita dalam bidang lain seperti politik dan sosial.
3
Kerangka kerja pendekatan fundamental meliputi tiga analisis, yaitu analisis ekonomi, analisis industri, dan analisis perusahaan. Analisis ekonomi bertujuan untuk
mengetahui
prospek
bisnis
sebuah
perusahaan.
Apabila
tingkat
pertumbuhan ekonomi rendah maka pada umumnya tingkat laba yang dicapai perusahaan rendah. Analisis industri berfungsi untuk mengidentifikasikan kelemahan dan kekuatan sebuah industri perusahaan yang bersangkutan. Dalam melakukan analisis perusahaan, pelaku pasar harus mendasarkan kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental yaitu laba per lembar saham (earnings per share) dan rasio harga-laba (price earning ratio). Earning per share (EPS) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang berhubungan dengan kepentingan bagi pemegang saham dan manajemen di saat ini maupun di saat yang akan datang. EPS ini juga menunjukkan jumlah dollar yang dihasilkan oleh setiap lembar saham (Gitman, 2006:68). EPS yang lebih besar menandakan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam menghasilkan keuntungan bersih bagi pemegang saham sehingga meningkatkan harga saham. Price earning ratio (PER) merupakan salah satu rasio pasar. PER menerangkan perbandingan harga pasar saham dari setiap lembar saham terhadap EPS. Rasio ini mengindikasikan derajat kepercayaan investor terhadap kinerja masa depan perusahaan. Semakin tinggi PER, investor semakin percaya terhadap emiten (Gitman, 2006:70). Penelitian lain tentang analisis fundamental yang mempengaruhi harga saham dilakukan oleh Elva Zainani S,Einde Evana dan Rindu Rika Gamayuni pada tahun 2003 dengan pembahasan tentang Analisis Pengaruh Informasi Akuntansi Terhadap Perubahan Harga Saham Perusahaan-Perusahaan yang Tergabung
4
dalam Indeks LQ 45 Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunjukkan bahwa EPS berpengaruh negatif tidak signifikan, BVS berpengaruh positif tidak signifikan, PER berpengaruh positif tidak signifikan, OPS berpengaruh negatif tidak signifikan, sedangkan PBV berpengaruh positif signifikan sebanyak 81,7% terhadap perubahan harga saham perusahaan yang tergabung dalam LQ 45. Semakin tinggi rasio PER menunjukkan bahwa investor mengharapkan pertumbuhan dividen yang tinggi, saham memiliki risiko yang rendah dan investor puas
dengan
pendapatan
yang
tinggi
serta
perusahaan
mengharapkan
pertumbuhan dividen daripada proporsi laba yang tinggi. Bagi investor, rasio ini berguna untuk memilih saham dalam sebuah industri. Investor dapat memilih PER saham yang lebih rendah karena PER yang lebih rendah mengindikasikan harga saham yang lebih murah. Price Earning Ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER merupakan indikasi penilaian pasar modal terhadap keuntungan potensial perusahaan di masa yang datang (Agus Sartono, 2008:124). Nilai Buku (Book Value) adalah merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara membagi total ekuitas dengan jumlah total saham biasa yang beredar. Book Value ini digunakan untuk melihat apakah harga dari suatu saham termasuk overpriced atau underpriced. Overpriced terjadi jika saham memiliki harga pasar yang lebih tinggi dari nilai buku saham (book value), sebaliknya jika suatu saham memiliki harga pasar yang lebih rendah dari nilai bukunya maka disebut underpriced. Nilai buku perlembar saham (BV) menunjukkan nilai aktiva bersih per lembar saham yang dimiliki oleh investor dan selanjutnya nilai buku per lembar
5
saham (book value pershare) dapat mencerminkan berapa besar jaminan yang akan diperoleh oleh pemegang saham apabila perusahaan penerbit saham (emiten) dilikuidasi. Perusahaan yang dijadikan obyek penelitian kali ini adalah perusahaanperusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi. Peneliti memilih obyek penelitian ini karena perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam industri telekomunikasi memiliki peranan yang penting bagi masyarakat, mengingat bahwa untuk saat ini kebutuhan komunikasi modern telah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Seiring dengan semakin derasnya arus globalisasi, yang didalamnya dituntut adanya pertukaran informasi yang semakin cepat antar daerah dan negara, membuat peranan telekomunikasi menjadi sangat penting. Di satu sisi, industri telekomunikasi sebagai wahana bagi komunikasi dan pertukaran informasi secara lambat laun akan semakin memperhatikan aspek kualitas jasa. Masyarakat dunia informasi menyadari hal tersebut sehingga mereka berupaya keras menciptakan infrastruktur yang mampu menyalurkan informasi secara cepat, artinya mereka sangat membutuhkan jaringan telekomunikasi yang memiliki kualifikasi sebagai information superhighway. Industri telekomunikasi di dalam negeri dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terus mengalami pertumbuhan yang pesat, hal ini juga dilatarbelakangi oleh bangkitnya perekonomian setelah dihantam badai krisis moneter pada tahun 19971998. Namun karena tekanan krisis keuangan global akan menghambat para vendor telekomunikasi meningkatkan perannya di pasar domestik. Sebenarnya banyak pihak yang belum dapat memperkirakan perkembangan industri
6
telekomunikasi pada saat krisis keuangan global muncul lagi di akhir tahun 2008 hingga awal 2009. Kondisi krisis keuangan akan mendorong pengurangan seseorang bepergian ke suatu tempat. Artinya, efisensi akan dilakukan setiap orang. Hal yang perlu dijadikan pertimbangan para vendor telekomunikasi berikutnya adalah krisis keuangan tahun 2008 berbeda dengan 10 tahun sebelumnya. Pada 1998 lalu industri telekomunikasi dinilai mengalami pertumbuhan walaupun krisis moneter melanda Indonesia. Meski demikian industri telekomunikasi di dalam negeri masih menjanjikan. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta orang merupakan pasar potensial bagi perkembangan industri telekomunikasi
apalagi industri ini
merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Pelanggan industri telekomunikasi di dalam negeri hingga tahun 2009 diperkirakan sebanyak 90 juta pelanggan. Pasar industri telekomunikasi di dalam negeri sejak beberapa tahun lalu tumbuh dengan pesat, karena para vendor telekomunikasi aktif mengembangkan usahanya. Persaingan layanan & kualitas akan mendominasi, menggantikan era perang tarif murah. Ke depan, industri ini bakal menghadapi persaingan lebih berat karena dalam pasar dengan pertumbuhan minimal, situasi yang terbentuk mengarah ke “pembunuhan kartu”, bukan lagi generated new subscriber dengan menjual perdana. Industri telekomunikasi yang bersandar pada ‘kartu perdana’ akan mengalami kondisi yang sulit untuk mempertahankan kartunya tetap di slot RUIM pengguna. Kenaikan harga BBM yang beberapa kali banyak memberikan kesan negatif bagi masyarakat. Karena para investor beranggapan bahwa kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan biaya operasional yang cukup besar. Sedangkan
7
pendapatan perusahaan belum tentu mengalami peningkatan. Melihat kenyataan ini, bukannya tidak mungkin kinerja keuangan perusahaan akan mengalami penurunan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga sahamnya. Bagus atau buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan, dapat kita lihat dari rasio-rasio keuangannya. Periode waktu yang diambil dalam penelitian ini yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Hal ini dilakukan karena peneliti ingin membandingkan kinerja perusahaan (berupa rasio keuangan) industri telekomunikasi antara tahun 2007 - 2009. Dengan melihat laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan oleh masing-masing perusahaan, kita dapat mengetahui kondisi perusahaan yang sebenarnya, yang tentunya kondisi perusahaan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan pengaruh rasio-rasio keuangan (seperti ROE, PER, BV, dan EPS) terhadap harga saham. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul : “ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM” (Studi Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Listing di Bursa Efek Indonesia). 1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan berikut: 1. Apakah variabel Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), serta Book Value (BV), mempunyai pengaruh baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap perubahan harga saham
8
perusahaan telekomunikasi yang listing di Bursa Efek Indonesia (periode penelitian tahun 2007 - 2009) ?
2. Dari variabel ROE, EPS, PER, dan BV, mana yang memiliki pengaruh dominan terhadap harga saham ? 1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin yang dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh variabel ROE, EPS, PER, dan BV, baik secara simultan maupun parsial terhadap harga saham perusahaan telekomunikasi. 2. Untuk mengetahui mana diantara variabel ROE, EPS, PER, BV yang dominan mempengaruhi harga saham. 1.4.
Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak berikut: 1. Bagi Peneliti Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti baik dari segi teoritis maupun konseptual mengenai pemahaman investasi di pasar modal, khususnya mengetahui pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap harga saham. 2. Bagi Investor dan Calon Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada investor dan calon investor mengenai signifikansi pengaruh beberapa rasio keuangan terhadap harga saham. Sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam kegiatan investasi dalam bentuk saham.
9
3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pembanding untuk penelitian sebelumnya, dan dapat juga dipakai sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam tentang harga saham. 4. Bagi kalangan akademis, Hasil penelitian ini dapat memperkuat studi empiris sebelumnya, serta menambah referensi bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang manajemen investasi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu
Analisis industri berfungsi untuk mengidentifikasikan kelemahan dan kekuatan sebuah industri perusahaan yang bersangkutan (Sunariyah, 2004, 179). Dalam melakukan analisis perusahaan, pelaku pasar harus mendasarkan kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental (Tandelilin, 2002, 232) yaitu laba per lembar saham (earnings per share) dan rasio harga-laba (price earning ratio). Earning per share (EPS) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang berhubungan dengan kepentingan bagi pemegang saham dan manajemen di saat ini maupun di saat yang akan datang. EPS ini juga menunjukkan jumlah dollar yang dihasilkan oleh setiap lembar saham (Gitman, 2006, 68). EPS yang lebih besar menandakan kemampuan perusahaan yang lebih besar dalam menghasilkan keuntungan bersih bagi pemegang saham sehingga meningkatkan harga saham. Price earning ratio (PER) merupakan salah satu rasio pasar. PER menerangkan perbandingan harga pasar saham dari setiap lembar saham terhadap EPS. Rasio ini mengindikasikan derajat kepercayaan investor terhadap kinerja masa depan perusahaan. Semakin tinggi PER, investor semakin percaya terhadap emiten (Gitman, 2006, 70). Bagi investor, rasio ini berguna untuk memilih saham dalam sebuah industri. Salim (2003, 150) menyatakan investor dapat memilih PER saham yang lebih rendah karena PER yang lebih rendah mengindikasikan harga saham yang lebih murah.
10
11
Pada tahun 2003, Erina dan Ghozali melakukan penelitian tentang pengaruh variabel fundamental dan teknikal terhadap harga saham. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitiannya antara lain ROE, EPS, suku bunga deposito berjangka, dan harga saham masa lalu, dengan menggunakan metode analisis multiple regression logaritma natural. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel ROE tidak memiliki berpengaruh secara signifikan, sedangkan variabel EPS, suku bunga deposito berjangka, dan harga saham masa lalu mempunyai pengaruh nyata terhadap fluktuasi harga saham. Variabel EPS merupakan variabel bebas yang dominan dalam mempengaruhi fluktuasi harga saham. Penelitian lain yang dilakukan oleh Elva Zainani S,Einde Evana dan Rindu Rika Gamayuni pada tahun 2003 tentang Analisis Pengaruh Informasi Akuntansi Terhadap Perubahan Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Yang Tergabung Dalam Indeks LQ 45 Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunjukkan bahwa EPS berpengaruh negatif tidak signifikan, BVS berpengaruh positif tidak signifikan, PER berpengaruh positif tidak signifikan, OPS berpengaruh negatif tidak signifikan, sedangkan PBV berpengaruh positif signifikan sebanyak 81,7% terhadap perubahan harga saham perusahaan yang tergabung dalam LQ 45. Penelitian yang akan dilaksanakan memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Persamaan tersebut adalah metode analisis yang digunakan yaitu regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel yang dijadikan dasar penelitian dan periode penelitian. Variabel yang dijadikan sebagai dasar penelitian adalah ROE, PER, BV, dan EPS. Variabel ini dipilih karena dapat menggambarkan secara umum
12
kecenderungan kinerja perusahaan dan aktivitas saham perusahaan dalam periode penelitian. Periode waktu penelitian tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.
2.2. Kajian Pustaka 2.2.1. Analisis Penilaian Saham Analisis investasi saham merupakan hal penting yang harus diketahui dan dimengerti oleh para investor untuk menentukan perkiraan harga saham yang wajar. Keputusan membeli saham terjadi bila nilai perkiraan suatu saham di atas harga pasar. Sebaliknya, keputusan menjual saham terjadi bila nilai perkiraan suatu saham berada di bawah harga pasar. Tujuan dari analisis saham itu sendiri adalah untuk menilai apakah penetapan harga saham suatu perusahaan ditawarkan secara wajar atau tidak. Pergerakan harga saham di bursa efek umumnya diramalkan pemodal dan pialang dengan menggunakan 2 (dua) analisis, yaitu: 1. Analisis Teknikal Analisis teknikal merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Pendekatan ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan, seperti; harga saham, volume perdagangan saham, indeks harga saham, serta faktor-faktor lain yang bersifat teknis (Sunariyah, 2004:88). Sasaran yang ingin dicapai dari pendekatan ini adalah ketepatan waktu dalam memprediksi pergerakan harga saham jangka pendek dari suatu saham. Beberapa kesimpulan menyangkut pendekatan analisis teknikal ini, (Sunariyah, 2004:88) adalah sebagai berikut: a. Analisis teknikal didasarkan pada data pasar yang dipublikasikan. b. Fokus dari analisis teknikal ini adalah ketepatan waktu dan perubahan harga .
13
c. Para analis teknikal cenderung lebih berkonsetrasi pada jangka pendek, karena teknik analisis teknikal ini dirancang untuk mendeteksi pergerakan harga saham dalam jangka waktu yang relatif pendek. 2. Analisis Fundamental Dalam analisis fundamental, yang dijadikan dasar perkiraan harga (intrinsic value) adalah faktor-faktor fundamental seperti laporan keuangan, informasi penting lain yang sewaktu-waktu harus diumumkan perusahaan publik dan perkembangan ekonomi makro, maupun berita dalam bidang-bidang lain seperti politik dan sosial. Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitikberatkan pada rasio finansial dan kejadian-kejadian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Sebagian pakar berpendapat bahwa teknik analisis fundamental lebih cocok untuk membuat keputusan dalam memilih saham perusahaan mana yang dibeli untuk jangka panjang. (http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_fundamental) Analisis fundamental menganggap bahwa harga saham merupakan refleksi dari nilai perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian suatu saham melalui pendekatan fundamental, dapat digunakan informasi akuntansi dengan teknik analisis rasio keuangan yang merupakan hasil perhitungan lebih lanjut dari laporan keuangan. 2.2.2. Definisi dan Konsep Manajemen Keuangan Konsep manajemen keuangan pada suatu perusahaan menekankan pada fungsi keuangan di dalam perusahaan, tugas spesifik yang dibebankan pada para manajer keuangan, alat dan teknik yang tersedia bagi mereka dana bagaimana prestasi
14
mereka dinilai (Block & Hirt, 1993, 7). Pengelolaan sumber-sumber dana tercermin dalam bentuk berbagai jenis modal asing (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang) dan modal sendiri. Walaupun rinciannya bervariasi diantara organisasi-organisasi, fungsi manajemen keuangan yang utama adalah dalam hal keputusan investasi, pembiayaan, dan pengembalian investasi sebagai imbalan kepada para investor atas penggunaan dana mereka. (Brealy & Stewart, 2006, 7). Manajemen keuangan adalah pengelolaan keuangan suatu perusahaan berkaitan dengan pengelolaan penggunaan dana (pembelanjaan aktif) dan pengelolaan
sumber-sumber
dana
(pembelanjaan
pasif)
untuk
tujuan
meningkatkan nilai perusahaan (Weston & Copeland, 2010, 5). Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian keuangan (Husnan, Suad &.Enny Pudjiastuti, 2009, 4). Banyak keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan dan berbagai kegiatan yang harus dijalankan mereka. Meskipun dimikian kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kegiatan utama, yaitu kegiatan menggunakan dana dan mencari pendanaan. Kegiatan utama (fungsi) tersebut disebut sebagai fungsi keuangan. Pengelolaan penggunaan tercermin dalam bentuk berbagai aktiva dalam neraca, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap. Semakin tepat pengalokasian dana ke berbagai aktiva, maka semakin besar kesempatan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Dengan kata lain, semakin efisien penggunaan dana semakin baik perusahaan. Idealnya, setiap keputusan yang dibuat oleh manajer keuangan harus berdampak pada peningkatan kekayaan bagi para pemegang saham biasa (Warsono, 2004, 8). Untuk mencapai arah tersebut, ada lima aktivitas khusus yang
15
harus dijalankan oleh manajer keuangan. Pertama, peramalan dan perencanaan (forecasting and planning). Manajer keuangan harus berinteraksi dengan eksekutif lain seperti mereka melihat ke depan dan membuat perencanaan yang akan membentuk masa depan perusahaan. Kedua, keputusan-keputusan investasi dan pembelanjaan utama (major invesment and financing decisions). Perusahaan yang sukses biasanya mempunyai pertumbuhan yang cepat dalam penjualannya. Pertumbuhan penjualan yang cepat ini jelas mensyaratkan investasi dalam pabrik, peralatan, dan persediaan. Manajer keuangan harus membantu menentukan tingkat pertumbuhan penjualan yang optimal, dan ia harus membuat keputusan tentang asset spesifik apa yang akan dibeli dan bagaimana membelanjai aset-aset ini. Ketiga, koordinasi dan pengendalian (coordination and control). Manajer keuangan harus berinteraksi dengan eksekutif-eksekutif lain untuk menjamin bahwa perusahaan beroperasi secara efisien. Semua keputusan bisnis mempunyai implikasi keuangan, dan semua manajer yang ada berkepentingan terhadap perhitungan ini. Misalnya, keputusan pemasaran yang berkaitan dengan pertumbuhan penjualan, jelas akan berpengaruh terhadap kebutuhan investasi. Keempat, persetujuan dengan pasar-pasar keuangan (dealing with the financial market). Manajer keuangan harus bernegosiasi dengan pasar-pasar uang dan modal. Setiap perusahaan dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pasar-pasar keuangan umum, yang menerbitkan dana dan memperdagangkan sekuritas. Dalam pasar keuangan ini para investor menanamkan atau mengambil uang. Kelima, manajemen resiko (risk management). Semua bisnis berhadapan dengan resiko, resiko-resiko ini dapat dikurangi dengan pemebelian asuransi atau
16
dengan
hedging
dalam
pasar
derivatif.
Manajer
keuangan
biasanya
bertanggungjawab terhadap semua program manajemen resiko, yang meliputi pengidentifikasian resiko yang akan di hedging, dan kemudian meng-hedging-nya dengan cara yang paling efisien. Manajer keuangan perlu memperoleh dana dari pasar keuangan atau financial market. Pasar keuangan menunjukkan pertemuan antara demand dan supply akan dana. Dana tersebut dipisahkan menjadi dana jangka pendek (diperoleh dari pasar uang atau money market) dan jangka panjang (diperoleh dari pasar modal atau capital market). Dana yang diperoleh kemudian diinvestasikan pada berbagai aktiva perusahaan, untuk mendanai berbagai kegiatan perusahaan. Selanjutnya dari kegiatan investasi tersebut, perusahaan mengharapkan untuk memperoleh laba. Laba yang diperoleh perlu diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik dana (pasar keuangan), atau diinvestasikan kembali ke perusahaan. 2.2.3. Evaluasi Kinerja Keuangan 2.2.3.1.Pengertian Evaluasi Kinerja Keuangan Evaluasi kinerja keuangan adalah suatu ilmu pengetahuan dan suatu seni. Hal yang menyangkut mengenai ilmu pengetahuan didapat dari pendalaman ilmu pengetahuan itu sendiri, sedangkan bagian seni muncul melalui praktek dan pengalaman pengambilan berbagai keputusan manajemen keuangan (Weston & Copeland, 2010, 232).. Kebijakan akan datang dari pengalaman dan dari kesalahan yang dibuat selama menjalaninya. Weston & Copeland (2010:237) menyatakan bahwa ukuran kinerja dianalisis dalam tiga kelompok rasio, yaitu: a. Rasio Profitabilitas (profitability Ratio) Rasio ini mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi.
17
b. Rasio Pertumbuhan (growth ratio) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industri. c. Ukuran Penilaian (valuation measures) Rasio ini mengukur kemampuan manajemen untuk mencapai nilai-nilai pasar yang melebihi pengeluaran kas.
Laporan keuangan tahunan merupakan jenis-jenis informasi yang mudah didapat dan dikembangkan sebagai langkah awal untuk memulai sebuah evaluasi kinerja keuangan. Pendekatan modern terhadap evaluasi kinerja keuangan juga memerlukan deskripsi tentang produk dan saingan perusahaan akan dilakukan untuk memberikan suatu setting bisnis untuk membantu menafsirkan analisis keuangan yang akan dibuat. Hingga saat ini, metode analisis laporan keuangan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah analisis rasio keuangan. Hal ini dapat dilihat dari Indonesian Capital Market Directory, yang semakin luas sebagai dasar untuk melihat kinerja keuangan perusahaan-perusahaan yang tercatat di pasar modal Indonesia. Hasil analisis rasio ini dinyatakan dalam suatu angka rasio, yaitu suatu besaran yang merupakan perbandingan antara nilai suatu rekening tertentu dalam laporan keuangan dengan nilai rekening yang lainnya. Dengan penggunaan yang masih cukup luas, terutama jika dikaitkan dengan pengguna (stokeholders) yang sudah dijelaskan sebelumnya, bukan berarti bahwa analisis rasio keuangan tanpa kritik dan keterbatasan. Ada enam kelemahan penting yang dapat ditemukan dari analisis rasio keuangan (Warsono, 2004, 25). Pertama, kadang sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dengan perusahaan berada jika perusahaan beroperasi dalam beberapa bidang usaha. Kedua, angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan saja
18
dan hanya memberikan panduan umum, karena bukan merupakan hasil penelitian ilmiah dari seluruh perusahaan dari industri maupun sampel yang cocok dari beberapa perusahaan dalam industri. Ketiga, perbedaan praktek akuntansi pada tiap-tiap perusahaan dapat menghasilkan perbedaan rasio yang dihitung. Keempat, rasio keuangan dapat menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Misalnya rasio lancar yang melebihi norma industrinya menyiratkan adanya kelebihan likuiditas dan ini menyebabkan penurunan laba bagi perusahaan. Kelima, rata-rata industri mungkin tidak memberikan target rasio atau norma yang diinginkan. Rata-rata industri hanya dapat memberikan panduan atas posisi keuangan perusahaan ratarata dalam industri. Keenam, banyak neraca dan rasionya akan berbah sepanjang tahun saat laporan disiapkan. Untuk menghindari permasalahan ini, maka metode saldo rata-rata haruslah digunakan (untuk beberapa bulan atau kuartal, sepanjang tahun) dan bukan saldo total pada akhir tahun. Rasio-rasio keuangan yang digunakan tidak dapat ditafsirkan tanpa membandingkan dengan beberapa standar seperti data historis dari perusahaan itu sendiri dan data dari industri sebagai satu kesatuan. Dalam penerapannya, analisis rasio keuangan ini sebaiknya digunakan secara bersama-sama, karena masingmasing kriteria rasio keuangan ini mempunyai sasarn yang berbeda. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa di antara dua atau lebih hasil analisis rasionya menghasilkan kesimpulam yang berbeda. Dengan hasil analisis kesimpulan kinerja yang berbeda antara suatu kriteria rasio keuangan tertentu dengan yang lainnya akan membawa implikasi tertentu dalam pengambilan keputusan keuangan. Implikasi atas fenomena ini dalam pengambilan keputusan keuangan selanjutnya berupa prioritas kondisi keuangan
19
seperti apa yang diinginkan oleh perusahaan. Biasanya setiap pengguna hasil analisis rasio keuangan berkepentingan hanya terdapat aspek/rasio tertentu saja, bergantung pada tujuan yang ingin dicapainya. 2.2.3.2.Tujuan Evaluasi Kinerja Keuangan. Salah satu tugas dari manajer keuangan adalah menganalisa dan merencanakan laporan keuangan (Terry S, Maness, 1998, 55). Hal tersebut mensyaratkan manajer keuangan harus memahami kondisi keuangan perusahaan pada saat ini dan mampu merencanakan kondisi keuangan perusahaan dimasa depan pada berbagai skenario keadaan ekonomi yang berbeda-beda Pada saat ini evaluasi kinerja keuangan tidak hanya menganalisa kinerja operasi. Analisa kinerja keuangan sebagai alat pengendalian juga harus mencakup pertimbangan tentang perkembangan strategis dan ekonomis yang harus diikuti oleh perusahaan demi keberhasilan jangka panjangnya. Selain itu, kategorikategori pemegang andil (stock holder) harus diperluas. Sebelumnya analisis rasio dilaksanakan dari sudut pandang pemilik dan kreditur perusahaan. Dalam lingkungan politis dan sosial sekarang, para pemegang andil harus diperluas untuk mencakup
karyawan,
konsumen,
pertimbangan-pertimbangan
sosial
dan
lingkungan, serta kepentingan-kepentingan pengaturan pemerintah lainnya. Secara lebih mendalam pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil evaluasi kinerja keuangan maupun perkembangan perusahaan adalah: pemilik perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, banker, para investor dan pemerintah tempat perusahaan berdomisili, karyawan serta pihak-pihak lainnya. (Munawir S, 2007, 2).
20
Pemilik perusahaan sangat berkepentingan terhadap hasil evaluasi kinerja keuangan perusahaannya, terutama jika pengelolaan perusahaan diserahkan kepada orang lain seperti pada perusahaan perseroan, karena dengan laporan tersebut pemilik perusahaan dapat menilai sukses tidaknya manajer dalam memimpin perusahaannya dan kesuksesan seorang manajer biasanya diukur atau dinilai dengan laba yang diperoleh oleh perusahaan. Karena laba yang dihasilkan, kestabilan pertumbuhan laba, serta kelangsungan perusahaannya tergantung dari cara kerja atau efisiensi manajemen, maka jika hasil-hasil yang dicapai oleh manajemen tidak memuaskan maka para pemilik perusahaan mungkan akan mengganti manajemennya atau bahkan menjual saham-saham yang dimiliki tersebut. Keputusan untuk mengganti manajemennya, mempertahankan saham yang dimiliki atau menjual saham-saham tergantung dari hasil evaluasi kinerja keuangan perusahaan tersebut. Manajer atau pimpinan perusahaan dengan mengetahui posisi keuangan perusahaannya periode yang baru lalu akan dapat menyusun rencana yang lebih baik. Bagi manajemen, yang penting adalah laba yang dicapai cukup tinggi, cara kerja yang efisien, struktur permodalan sehat dan perusahaan mempunyai rencana yang baik mengenai hari depan, baik di bidang keuangan maupun di bidang operasi. Hal penting lainnya bagi manajemen adalah bahwa laporan keuangan tersebut merupakan alat untuk mempertanggungjawabkan kepada pemilik perusahaan aas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Disamping itu laporan keuangan akan dapat digunakan oleh manajemen untuk: 1. Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan.
21
2. Untuk menentukan efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. 3. Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diberi wewenang dan tanggungjawab. 4. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang baik. Para investor berkepentingan terhadap prospek keuntungan di masa mendatang dan
perkembangan
perusahaan
selanjutnya,
untuk
mengetahui
jaminan
investasinya dan untuk mengetahui kondisi kerja atau kondisi keuangan jangka pendek perusahaan tersebut. Dari hasil analisa tersebut para investor akan dapat menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh. Para kreditur sebelum mengambil keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit, perlu mengetahui terlebih dahulu posisi keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. Keadaan keuangan perusahaan dapat diketahui melalui penganalisaan kinerja keungan perusahaan tersebut. Hal ini akan dilakukan baik oleh kreditur jangka pendek maupun jangka panjang. Kreditur jangka panjang, disamping ingin mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dan beban-beban bunganya, juga untuk mengetahui apakah kredit yang diberikan itu cukup untuk mendapatkan jaminan dari perusahaan tersebut, yang digambarkan atau terlihat pada kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Pemerintah di mana perusahaan tersebut berdomisili, sangat berkepentingan dengan laporan keuangan tersebut, disamping untuk menentukan besarnya pajak
22
yang harus ditanggung oleh perusahaan juga diperlukan oleh Biro Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Tenaga Kerja untuk dasar perencanaan pemerintah. Karyawan yang biasanya diwakili oleh organisasinya akan berusaha untuk memperoleh tingkat gaji yang layak dan terselenggaranya jaminan sosial yang lebih baik. Dengan mengetahui kinerja keuangan perusahaan di mana mereka bekerja, maka akan mengetahui kemampuan perusahaan untuk memberikan gaji dan jaminan sosial yang lebih baik tersebut. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi perusahaan, pengukuran tersebut antara lain dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan. Dalam menilai kinerja keuangan perusahaan yang nantinya akan dihubungkan dengan harga saham, dapat digunakan rasio keuangan. Rasio keuangan digunakan untuk mengukur prestasi operasional perusahaan. Prestasi kinerja perusahaan dapat dilihat dalam laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik yang meliputi; neraca, laporan laba/rugi, dan laporan perubahan modal. Pada umumnya penilaian kinerja keuangan perusahaan yang digunakan di Indonesia adalah analisis rasio keuangan. 2.2.4. Analisis Rasio Keuangan 2.2.4.1. Pengertian Analisis Rasio Keuangan Analisis Rasio Keuangan pada dasarnya adalah perhitungan rasio-rasio keuangan untuk menilai keadaan perusahaan (neraca, laporan laba rugi dan laporan perubahan modal) dimasa lalu, dan saat ini. Analisis rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak dipakai dalam mengevaluasi kondisi dan prestasi keuangan perusahaan. Rasio sendiri merupakan angka atau prosentase yang menunjukkan hubungan antara variabel tertentu dengan variabel lainnya. Alat analisis yang berupa rasio
23
tersebut akan dapat menggambarkan suatu keadaan atau posisi keuangan sebuah perusahaan serta menunjukkan area-area yang memerlukan penanganan atau pembenahan (Munawir, 2007:47). Pada umumnya para investor menggunakan rasio-rasio tersebut untuk membuat perbandingan yang berarti antara lain yaitu membandingkan rasio keuangan perusahaan dari waktu ke waktu untuk mengamati kecenderungan (trend) yang sedang terjadi, atau membandingkannya dengan jenis industri yang sama pada periode tertentu. Tujuan dari analisis laporan keuangan khususnya rasio keuangan adalah untuk membantu kita dalam memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam suatu perusahaan berdasarkan informasi yang tersedia (biasanya berupa laporan keuangan). Hasil dari analisis rasio keuangan tergantung dari kemampuan para analis dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi posisi keuangan. 2.2.4.2. Jenis-Jenis Rasio Keuangan Merangkum dari beberapa literatur yang ada, rasio keuangan dapat digolongkan menjadi 6 (lima), yaitu: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio pertumbuhan , dan rasio penilaian (investasi). 1) Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya (Agus Sartono; 2008:120). Rasio ini membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber dana jangka
24
pendek. Rasio-rasio yang digunakan dalam rasio likuiditas ini ada 2, yaitu: current ratio dan quick ratio. a. Current Ratio Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar. Current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar, untuk memperhatikan keamanan pemberi hutang. b. Quick Ratio Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya tanpa terlalu bergantung pada persediaannya. Quick ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan hutang lancar. 2) Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menunjukkan kapasitas perusahaan dalam memenuhi kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio yang digunakan dalam rasio solvabilitas ada 2, yaitu: debt to equity ratio dan time interest earned ratio. a. Debt to Equity Ratio Rasio ini digunakan untuk mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Manfaat dari perhitungan debt to equity ratio adalah dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan dan dapat mengetahui tingkat tidak tertagihnya hutang tersebut.
25
b. Time Interest Earned Ratio Rasio ini digunakan untuk menghitung besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban tetap bunga. 3) Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana efisiensi dari perusahaan dalam menggunakan asset-asset untuk memperoleh penjualan. Manfaat dari perhitungan dengan rasio ini adalah menentukan seberapa besar efisiensi investasi pada berbagai aktiva. Rasio yang digunakan dalam rasio aktivitas ada 5 yaitu: perputaran total aktiva (total asset turn over), perputaran aktiva tetap (fixed asset turn over), periode pengumpulan piutang (receivables collection period), perputaran piutang (receivables turn over), perputaran persediaan (inventory turn over). a. Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turn Over) Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana tingkat efektifitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva untuk menciptakan penjualan guna mendapatkan laba. Jika hasil dari perhitungan ini menunjukkan nilai rasio yang besar, maka hal ini menunjukkan manajemen yang baik. Sebaliknya rasio yang rendah membuat manajemen harus mengevaluasi kembali strategi pemasarannya, dan penggunaan modalnya. b. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turn Over) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara penjualan dengan aktiva tetap.
Rasio
ini
juga
menggambarkan
bagaimana
perusahaan
menggunakan aktiva tetapnya, seperti gudang, mesin-mesin, dll. Semakin
26
tinggi nilai rasio ini berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetap tersebut. c. Periode Pengumpulan Piutang (Receivables Collection Period) Merupakan rata-rata hari yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi kas, biasanya ditentukan dengan mambagi piutang dengan ratarata penjualan harian. Semakin besar jumlah hari pengumpulan piutang berarti kebijaksanaan kredit terlalu bebas, tetapi kalau terlalu kecil berarti kebijaksanaan kredit terlalu ketat. d. Perputaran Piutang (Receivables Turn Over) Merupakan perbandingan antara penjualan dengan piutang. Semakin cepat perputaran piutang maka current ratio dan quick ratio yang dimiliki akan semakin bagus dalam analisis keuangannya. e. Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) Likuiditas dari persediaan di dalam perusahaan diukur dengan tingkat perputaran (turn over) dari persediaan tersebut. Perputaran persediaan yang tinggi, menandakan efektifitas manajemen pengendalian persediaan perusahaan. Sebaliknya, perputaran persediaan yang rendah menandakan kurangnya pengendalian persediaan yang efektif. 4) Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan total aktiva, modal sendiri (total ekuitas), maupun penjualan. Manfaat dari rasio ini adalah menunjukkan seberapa baik perusahaan telah beroperasi selama tahun itu dan
27
membantu investor dalam perhitungan laba serta mengetahui seberapa banyak laba yang diinvestasikan kembali dan yang dibayarkan sebagai dividen. Dalam rasio ini ada 3 rasio yang digunakan, yaitu net profit margin, return of investment, dan return on equity. a. Net Profit Margin (NPM) NPM ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. NPM yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Secara umum rasio NPM yang rendah menunjukkan ketidakefisienan manajemen. Menurut Agus Sartono (2008:130) formulasi NPM dinyatakan sebagai berikut:
Rumus :
Net Profit Margin
Laba Setelah Pajak Penjualan
b. Return On Investment (ROI) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan laba setelah pajak. ROI menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dananya (total aktiva) untuk menghasilkan laba, dengan membandingkan laba setelah pajak terhadap total aktiva. ROI yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen suatu perusahaan. Menurut Agus Sartono (2008:131) formulasi ROI dinyatakan sebagai berikut:
28
Rumus :
ROI
Laba Setelah Pajak Total Aktiva
c. Return On Equity (ROE) Rasio ini mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengelola modal sendiri dan mengukur tingkat keuntungan dari suatu investasi yang telah ditanamkan oleh pemilik modal atau pemegang saham. ROE dapat juga diartikan sebagai suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen). Rasio ini menggunakan modal sendiri dengan asumsi bahwa operasi yang menguntungkan akan menambah modal pemegang saham dalam tahun berjalan. Menurut Agus Sartono (2008:131) formulasi ROE dinyatakan sebagai berikut:
Rumus :
ROE
Laba Setelah Pajak Modal Sendiri
5) Rasio Pertumbuhan Menurut Weston dan Copeland (2010: 237) rasio pertumbuhan (growth ratio) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industrinya. Rasio pertumbuhan dapat dikategorikan kedalam Earning Per Share (EPS). EPS merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor untuk setiap lembar sahamnya. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan para pemegang saham, karena hal
29
tersebut menunjukkan semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham. Earning Per Share (EPS) merupakan angka yang sering digunakan karena banyak yang beranggapan bahwa EPS mengandung informasi yang dapat digunakan untuk memprediksi besarnya. Menurut Deanto (2003:168) formulasi EPS dinyatakan sebagai berikut:
Rumus :
EPS =
Laba bersih setelah pajak – Dividen saham preferen Jumlah Saham yang Beredar
Kelemahan dalam perhitungan ini adalah saham yang beredar dalam satu tahun itu bervariasi pada banyak perusahaan, yang disebabkan oleh penerbitan baru, atau oleh penarikan saham lain yang beredar. Sehingga digunakan jumlah rata-rata saham yang beredar dalam satu tahun dalam perhitungan ini. 6) Rasio Penilaian (Investasi) Menurut Weston & Copeland (2010:244) Rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan risiko. Rasio penilaian pasar ini menghubungkan harga saham perusahaan dengan pendapatan (laba) dan nilai buku per lembar saham biasa. Rasio ini memberikan masukan bagi manajemen untuk mengetahui apa yang dipikirkan para investor mengenai kinerja perusahaan di masa lalu dan prospek di masa mendatang.
30
Rasio-rasio penilaian yang sering digunakan dalam mengukur kinerja suatu perusahaan dan rasio ini digunakan dalam penelitian ini, yaitu; PER (price earning ratio), dan PBV (Price to Book Value). a. Price Earning Ratio (PER) Menurut Sri Hendaru Yuliati (2005:135) pengertian PER adalah sebagai berikut: “Price Earning Ratio (PER) merupakan salah satu indikator yang banyak digunakan dalam menilai harga saham. PER sering dipakai untuk mengelompokkan saham berdasarkan tingkat pertumbuhannya. Saham dengan nilai pertumbuhan yang tinggi umumnya memiliki PER yang tinggi pula. Investor bersedia membeli saham dengan PER yang tinggi karena mengharapkan aliran Cash Flow yang lebih besar di masa yang akan datang”.
Price Earning Ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER merupakan indikasi penilaian pasar modal terhadap keuntungan potensial perusahaan di masa yang datang (Agus Sartono, 2008:124). PER dihitung dalam satuan kali. Menurut Deanto (2003, 168) formulasi PER dinyatakan sebagai berikut:
Rumus:
PER =
Harga pasar saham biasa Eearning Per Share
b. Price Book Value (PBV) Price Book Value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut (Tjiptono & Hendy, 2008:141). Secara formulasi dinyatakan sebagai berikut:
31
Rumus :
Harga Saham
PBV =
Nilai Buku Saham Nilai buku = (book value)
Total Ekuitas Jumlah Saham Biasa yang Beredar
(Tjiptono & Hendy, 2008:141)
Nilai
Buku
(Book
Value)
adalah
merupakan
angka
yang
menunjukkan perbandingan antara membagi total ekuitas dengan jumlah total saham biasa yang beredar. Book Value ini digunakan untuk melihat apakah harga dari suatu saham termasuk overpriced atau underpriced. Overpriced terjadi jika saham memiliki harga pasar yang lebih tinggi dari nilai buku saham (book value), sebaliknya jika suatu saham memiliki harga pasar yang lebih rendah dari nilai bukunya maka disebut underpriced. 2.2.4.3. Keunggulan Analisis Rasio Keuangan Sofyan S. Harahap (2009:298) menjelaskan mengenai beberapa keunggulan analisis rasio keuangan, yaitu: 1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. 3. Mengetahui posisi perusahaan di dalam industri. 4. Sangat bermanfaat sebagai bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi. 5. Menstandardkan ukuran perusahaan. 6. lebih mudah dalam membandingkan perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya, serta lebih mudah melihat perkembangan perusahaan secara periodik. 7. lebih mudah dalam melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
32
2.2.4.4. Kelemahan Analisis Rasio Keuangan Tidak dapat dipungkiri bahwa analisis rasio keuangan telah memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak, akan tetapi analisis ini juga memiliki beberapa kelemahan. Sofyan S. Harahap (2009:299) mengidentifikasikan kelemahan-kelemahan tersebut, diantaranya: 1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya. 2. Keterbatasan yang dimiliki laporan keuangan akan menjadi keterbatasan teknik, seperti: 3. Jika data yang digunakan untuk menghitung rasio tidak tersedia, maka akan menimbulkan kesulitan dalam menghitung rasio. 4. Sulit menghitung rasio jika data yang tersedia tidak sinkron. Bisa saja dua perusahaan memakai teknik dan standard akuntansi yang berbeda, sehingga jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan satu sama lain, maka dapat menimbulkan kesalahan. 2.2.5. Hubungan Rasio Keuangan Dengan Harga Saham Dalam melakukan investasi, seorang investor pastinya akan memilih perusahaan yang dalam jangka panjang akan memberikan return yang tinggi. Investor dapat menilai kemampuan perusahaan berdasarkan informasi kinerja keuangannya yang didapat laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan tersebut. Dari analisis laporan keuangan yang dipublikasikan tersebut, akan didapat rasio keuangan yang berguna untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan, serta dapat menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada periode waktu tertentu. Rasio keuangan yang di dapat dari analisis laporan keuangan akan dipergunakan oleh para investor untuk mengambil keputusan, apakah akan membeli saham suatu perusahaan atau justru akan menjualnya. Berikut dijelaskan
33
hubungan antara rasio keuangan (yang digunakan dalam penelitian ini) dengan harga saham. 1. Hubungan Return On Equity (ROE) dengan harga Saham Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa ROE digunakan untuk mengukur tingkat laba yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan modal sendiri. Semakin tinggi nilai rasio ini maka akan semakin baik. Secara teoritis ROE memiliki pengaruh positif (searah) terhadap harga saham. Setiap kenaikan ROE pastinya akan meningkatkan kepercayaan dari para investor kepada perusahaan. Dengan begitu para investor akan tertarik untuk membeli saham yang diterbitkan perusahaan, sehingga menyebabkan harga saham mengalami kenaikan. Sebaliknya, bila perusahaan memiliki tingkat ROE yang rendah maka minat investor terhadap saham perusahaan akan turun, sehingga menyebabkan turunnya harga saham. 2. Hubungan Earning Per Share (EPS) dengan harga Saham Salah satu keberhasilah perusahaan dapat dilihat dari perolehan EPS. Rasio earning per share (EPS) yang cukup tinggi menunjukkan semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham. EPS yang tinggi juga menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen dalam jumlah yang besar pula kepada para pemegang saham. Pertumbuhan EPS ini menjadi gambaran atas perkembangan perusahaan di suatu kawasan industri tertentu. Hal ini akan menjadi daya tarik bagi para investor dan mendorong mereka untuk memiliki saham tersebut, sehingga menyebabkan harga sahamnya naik.
34
3. Hubungan Price Earning Ratio (PER) dengan harga Saham PER menunjukkan perbandingan antara harga saham di pasar yang ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa investor mengharapkan pertumbuhan dividen yang tinggi, saham memiliki risiko yang rendah dan investor puas dengan pendapatan yang tinggi serta perusahaan mengharapkan pertumbuhan dividen daripada proporsi laba yang tinggi (Sofyan S. Harahap, 2009:310). Semakin tinggi rasio PER maka makin tinggi harga saham yang akan kita beli. Untuk mengetahui apakah nilai PER terlalu tinggi atau tidak, yaitu dengan membandingkan nilai PER perusahaan tersebut dengan perusahaan lain yang sejenis atau nilai PER pada industri tersebut. 4. Hubungan Book Value (BV) dengan harga Saham Saham dengan harga yang tinggi biasanya mencerminkan kualitas kinerja perusahaan yang baik serta tingkat pertumbuhannya yang cukup pesat. Saham yang seperti ini akan banyak diminati investor. Nilai buku perlembar saham (book value per share) dihitung berdasarkan total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. Nilai buku perlembar saham (book value pershare) menunjukkan nilai aktiva bersih per lembar saham yang dimiliki oleh pemegangnya. Sebenarnya nilai buku per lembar saham (book value pershare) tidak menunjukkan ukuran kinerja saham yang penting. Tetapi nilai buku per lembar saham (book value pershare) dapat mencerminkan berapa besar jaminan yang akan diperoleh oleh pemegang saham apabila perusahaan penerbit saham (emiten) dilikuidasi.
35
2.3.
Kerangka Konsep Berpikir
Gambar.2.1 Kerangka Pikir Investor saham
Analisis Harga Saham
ANALISIS FUNDAMENTAL
Analisis Rasio Keuangan Perusahaan Telekomunikasi Yang Terdaftar di BEI antara Tahun 2007-2009
Model Regresi Berganda: Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4
Uji Hipotesis: (Uju F dan Uji T)
Hasil Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan
ANALISIS TEKNIKAL
36
2.4.
Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara atas permasalahan penelitian
dimana diperlukan data untuk menguji kebenaran dugaan tersebut (Ronny Kountur, 2005:93). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Hipotesis Pertama: Terdapat pengaruh antara Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Book Value (BV) secara bersama-sama terhadap harga saham perusahaan telekomunikasi yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. a. H0 = tidak terdapat pengaruh signifikan (nyata) antara Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Book Value (BV) secara bersama-sama terhadap harga saham. b. H1 = terdapat pengaruh yang signifikan (nyata) Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Book Value (BV) secara bersama-sama terhadap harga saham. 2. Hipotesis Kedua: Terdapat pengaruh antara Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Book Value (BV) secara parsial terhadap harga saham perusahaan telekomunikasi yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. a. H01 = tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Return On Equity (ROE) terhadap harga saham. H11 = terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Return On Equity (ROE) terhadap harga saham.
37
b. H02 = tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Earning Per Share (EPS) terhadap harga saham. H12 = terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Earning Per Share (EPS) terhadap harga saham. c. H03 = tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Price Earning Ratio (PER) terhadap harga saham. H13 = terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Price Earning Ratio (PER) terhadap harga saham. d. H04 = tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Book Value (BV) terhadap harga saham. H14 = terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara Book Value (BV) terhadap harga saham. 3. Hipotesis Ketiga: Bahwa Earning Per Share (EPS) berpengaruh paling dominan terhadap harga saham perusahaan telekomunikasi yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk menganalisis pengaruh beberapa rasio keuangan terhadap harga saham, maka jenis penelitian yang digunakan disini adalah jenis penelitian penjelasan atau yang sering disebut dengan explanatory research. Singarimbun dan Effendi (2006:5) mendefinisikan penelitian eksplanatori (explanatory research) sebagai suatu penelitian yang dilakukan dengan maksud memberikan penjelasan tentang hubungan variabel-variabel penelitian yang disertai dengan langkah pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data melalui hipotesis. Sedangkan penelitian penjelasan adalah penelitian yang dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel yang dihipotesiskan.
3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi Anto Dajan (1994:110) mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan unsurunsur yang memiliki satu atau beberapa ciri dan karakteristik yang sama. Sedangkan menurut Ronny Kountur (2005:137) populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti. Obyek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda-benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang termasuk dalam industri telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
38
39
3.2.2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi. Dari semua populasi (perusahaan industri telekomunikasi),
selanjutnya
dilakukan
pengambilan
sampel
dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan tipe pengambilan sampel secara tidak acak, yang informasinya diperoleh dengan menggunakan berbagai pertimbangan tertentu umumnya disesuaikan dengan tujuan penelitian. Purposive sampling terkadang sangat penting digunakan dalam mencari informasi sasaran yang spesifik karena tipe-tipe khusus dari obyek penelitian dapat memberikan informasi yang diperlukan. Kriteria perusahaan yang dapat dijadikan sebagai sampel penelitian adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. 2. Mempublikasikan laporan keuangan selama periode penelitian yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Gambar 3.1 Sampel Penelitian Mempublikasikan Laporan
Terdaftar di BEI No.
Keuangan
Perusahaan Telekomunikasi Th.
Th.
Th.
Th.
Th.
Th.
2007
2008
2009
2007
2008
2009
1
Bakrie Telecom Tbk
√
√
√
√
√
√
2
Excelcomindo Pratama Tbk
√
√
√
√
√
√
3
Infoasia Teknologi Global Tbk
√
√
×
√
√
×
4
Indosat Tbk
√
√
√
√
√
√
5
Telekomunikasi Indonesia
√
√
√
√
√
√
6
Mobile 8 Telecom Tbk
√
√
√
√
√
√
7
Inovisi Infracom Tbk
×
×
√
×
×
√
40
Berdasarkan kriteria tersebut, peneliti menggunakan objek penelitian sebanyak 5 (lima) perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut yaitu tahun 2007 – 2009.
3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang berupa data-data laporan keuangan yang dipublikasikan dari perusahaan sampel dan data statistik per semester yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia, serta angka-angka pada laporan keuangan dan data rutin, kemudian diolah guna menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. 3.3.2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari pojok BEI, yang meliputi: 1.
IDX Statistics, yang memuat data harga saham dan rasio-rasio perusahaan sampel.
2.
Indonesian Capital Market Directory Bursa Efek Indonesia, yang memuat laporan keuangan tahunan perusahaan sampel.
3.
3.4.
Laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasikan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data perusahaan yang berupa laporan keuangan tahunan yang telah dipublikasikan beserta harga
41
saham dari perusahaan sampel pada saat tutup tahun (closing price) selama periode penelitian (tahun 2007 - 2009).
3.5. Identifikasi dan Definisi Variabel 3.5.1. Identifikasi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu: variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable), yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dependent Variable Variabel ini selanjutnya disebut sebagai variabel terikat (Y). variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah harga saham. 2. Independent Variable Variabel ini selanjutnya disebut sebagai variabel bebas (X). Variabel bebas merupakan variabel-variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini variabel bebas (X) terdiri dari: X1
= Return on Equity (ROE)
X2
= Earning Per Share (EPS)
X3
= Price Earning Ratio (PER)
X4
= Book Value (BV)
3.5.2. Definisi variabel Mengacu pada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diteliti adalah:
42
1. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat pada penelitian ini adalah harga saham. Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham pada saat tutup tahun (closing price) dari masing-masing perusahaan sampel, dengan periode waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Peneliti menggunakan harga tutup tahun, karena peneliti menganggap bahwa harga saham pada saat tutup tahun (closing price) dapat mewakili fluktuasi harga saham yang terjadi dalam satu periode. 2. Variabel Bebas (X) Variabel-variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain: a) Return on Equity (X1) Rasio ini mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengelola modal sendiri dan mengukur tingkat keuntungan dari suatu investasi yang telah ditanamkan oleh pemilik modal atau pemegang saham. Return on Equity yang dimaksud dalam penelitian ini adalah total laba bersih setelah pajak dibagi dengan modal sendiri perusahaan sampel selama periode penelitian, yaitu mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Formulasi ROE dinyatakan sebagai berikut: Rumus :
ROE
Laba Setelah Pajak Modal Sendiri
(Agus Sartono, 2008:131) b) Earning Per Share (X2) EPS
merupakan rasio
yang menunjukkan
seberapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh investor untuk setiap lembar
43
sahamnya. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan para pemegang saham, karena hal tersebut menunjukkan semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham. Earning per share yang dimaksud dalam penelitian ini adalah total laba bersih dibagi jumlah saham yang beredar dari masing-masing perusahaan sampel selama periode penelitian, yaitu mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Secara formulasi dinyatakan sebagai berikut:
Rumus
:
EPS =
Laba bersih setelah pajak – Dividen saham preferen Jumlah Saham yang Beredar
(Deanto, 2003:168) c) Price Earning Ratio (X3) PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER dihitung dalam satuan kali. Price earning ratio yang dimaksud dalam penelitian ini adalah harga per lembar saham dibagi earning per share perusahaan sampel selama periode penelitian, yaitu mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Formulasi PER dinyatakan sebagai berikut:
Rumus :
PER =
Harga pasar saham biasa Eearning Per Share
(Deanto, 2003:168) d) Book Value (X4) Nilai buku per lembar saham (book value pershare) dapat mencerminkan berapa besar jaminan yang akan diperoleh oleh
44
pemegang saham
apabila
perusahaan
penerbit
saham
(emiten)
dilikuidasi. Nilai Buku (Book Value) adalah merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara membagi total ekuitas dengan jumlah total saham biasa yang beredar dari perusahaan sampel selama periode penelitian, yaitu mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Secara formulasi dinyatakan sebagai berikut:
Rumus :
BV =
Total Ekuitas Jumlah Saham Biasa yang Beredar
(Tjiptono & Hendy, 2008:141)
3.6.
Metode Analisis Data
Model analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan perhitungan SPSS 16.0. Model analisis ini dipilih karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Persamaan model regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 Keterangan: Y
= Harga saham
b0
= Konstanta
b1-b4 = Koefisien regresi X1
= Return on Equity (ROE)
X2
= Earning Per Share (EPS)
X3
= Price Earning Ratio (PER)
45
X4
= Book Value (BV)
Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis data, yaitu Uji Asumsi Klasik, dan Koefisien Determinasi (R2). 3.6.1. Uji Asumsi Klasik Model regresi linier berganda dengan perhitungan SPSS 16.0 dapat dijadikan sebagai alat estimasi yang tidak bias, jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best, linier, unbiased, estimator). Oleh karena itu, model regresi ini harus memenuhi uji asumsi klasik, antara lain: 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah variabel dependent dan variabel independent berdistribusi normal ataukah tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan normal probability plot. Dasar pengambilan keputusan dalam mendeteksi normal atau tidaknya sebaran data yang akan dianalisis yaitu dengan melihat tampilan grafik histogram maupun normal plot, yaitu: a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal serta mengikuti arah garis diagonal tersebut, dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat terpenuhi. b) Tetapi jika data menyebar jauh dari garis diagonal serta tidak mengikuti arah garis diagonal tersebut, dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas tidak dapat terpenuhi. 2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi korelasi antar variabel bebas. Model regresi linier yang baik
46
adalah yang tidak terjadi multikolinieritas. Adanya multikolinieritas dapat terdeteksi dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF), dimana jika nilai VIF di bawah 10 (VIF<10) berarti tidak terjadi multikolinieritas, sebaliknya jika nilai VIF di atas 10 (VIF>10) atau nilai tolerance >0,1 maka telah terjadi multikolinieritas. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasititas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians residual dari satu pengamatan satu ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, sebaliknya jika varians residualnya berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah regresi bersifat homoskedastisitasi. Cara untuk mendeteksi terjadinya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik, yaitu; (1)
Jika ada titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, atau menyempit) maka mengindikasikan telah terjadinya heteroskedastisitas.
(2)
Jika titik-titik tidak membentuk pola yang jelas, atau titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi linier terdapat korelasi antara variabel pengganggu pada periode t dengan periode t-1. Autokorelasi juga dapat didefinisikan sebagai korelasi antara
47
anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa menggunakan cara statistik d dari Durbin-Watson (D W). Adapun kaidah keputusan dari uji DW adalah -2 < X < +2 3.6.2. Koefisien Determinasi (R2) Untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas bisa menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (R2), dalam hal ini digunakan adjusted R2. Batasan dari nilai koefisien determinasi ini adalah 0
3.7.
Teknik Pengujian Hipotesis
Untuk melakukan pengujian hipotesis dilakukan uji stastistik sebagai berikut: 1. Uji Hipotesis Pertama -
Uji F Uji ini merupakan pengujian terhadap koefisien regresi baik secara bersama-sama (simultan), yakni melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : H0 =
tidak terdapat pengaruh signifikan (nyata) dari seluruh
variabel bebas (X1, X2, X3, dan X4) terhadap variabel terikat (Y).
48
H1 = terdapat pengaruh yang signifikan (nyata) dari seluruh variabel bebas (X1, X2, X3, dan X4) terhadap variabel terikat (Y). Selanjutnya untuk mengambil keputusan harus didasarkan pada kriteria berikut ini: o Fhitung > dari Ftabel , maka H0 ditolak dan hipotesis H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X) secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat (Y). o Fhitung < Ftabel , maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh nyata secara simultan dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk menentukan nilai Ftabel digunakan taraf signifikan sebesar 5% dan derajat kebebasan df = V1 dan V2, dimana V1= (k) dan V2= (n-k-1); k = jumlah variabel dan n = jumlah penelitian. Cara lain yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan adalah membandingkan nilai signifikansi Fhitung (hasil pengujian) dengan taraf signifikansi = 5% atau 0,05. Jika Sig. > 0,05 maka H0 diterima, dan menolak H1, atau jika Sig. < 0,05 maka H0 ditolak, dan menerima H1. 2. Uji Hipotesis Kedua -
Uji t Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebas terhadap variabel terikat, dimana hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H0i = tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y).
49
H1i = terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel bebas (Xi) dengan variabel terikat (Y). Dimana:
i = 1,2,3,4
Untuk menentukan ttabel , taraf signifikan yang digunakan sebesar 5% (karena uji dua sisi, maka masing-masing = 2,5%) dengan derajat kebebasan df = (n – 1). Sedangkan thitung diperoleh dengan rumus berikut: thitung = koefisien regresi bi standard deviasi bi Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan membandingkan nilai probabilitas (signifikansi) masing-masing variabel dengan = 5%. Jika nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak, dan menerima H1 Jika nilai Sig. > 0,05 maka H0 diterima, dan menolak H1 3. Uji Hipotesis Ketiga Untuk menentukan variabel bebas yang paling dominan berpengaruh terhadap variabel terikat, maka digunakan koefisien beta (beta coefficient). Setelah semua koefisien regresi dari variabel bebas yang mempunyai pengaruh signifikansi terhadap variabel terikat diubah menjadi koefisien beta, baru kemudian menentukan koefisien beta yang terbesar. Variabel bebas yang memiliki koefisien beta yang paling besarlah yang merupakan variabel bebas yang paling dominan dalam mempengaruhi variabel terikat.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
1925 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di
50
51
Semarang dan Surabaya
Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT. Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing dan aktivitas bursa terlihat
52
meningkat.
2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
53
4.2.Gambaran umum Perusahaan-Perusahaan Sampel 1. PT. Bakrie Telecom Tbk. PT Bakrie Telecom adalah perusahaan operator telekomunikasi berbasis CDMA di Indonesia. Bakrie Telecom memiliki produk layanan dengan nama produk Esia serta Wifone. Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Ratelindo, yang didirikan pada bulan Agustus 1993, sebagai anak perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk yang bergerak dalam bidang telekomunikasi di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat berbasis Extended Time Division Multiple Access (ETDMA). Pada bulan September 2003, PT Ratelindo berubah nama menjadi PT Bakrie Telecom, yang kemudian bermigrasi ke CDMA2000-1x, dan memulai meluncurkan produk Esia. Pada awalnya jaringan Esia hanya dapat dinikmati di Jakarta, Banten dan Jawa Barat, namun sampai akhir 2007 telah menjangkau 26 kota di seluruh Indonesia dan terus berkembang ke kota-kota lainnya.Pada tahun 2006, Bakrie Telecom telah go-public dengan mendaftarkan sahamnya dalam Bursa Efek Jakarta. Pada 17 September 2007, pemerintah Indonesia memberikan lisensi atas jaringan tetap sambungan langsung internasional Indonesia kepada Bakrie Telecom. Sebagai bagian dari lisensi ini, Bakrie Telecom diharuskan membangun jaringan tetap untuk sambungan langsung internasional. Pada 5-tahun pertama, Bakrie Telecom diharuskan membangun jaringan yang menghubungkan Batam, Singapura, dan Amerika Serikat. Jika target ini tidak terpenuhi, pemerintah akan mendenda Bakrie Telecom. 2. PT. Excelcomindo Pratama, Tbk. PT Excelcomindo Pratama Tbk. (“XL” atau “Perseroan”) didirikan pada tanggal 6 Oktober 1989 dengan nama PT Grahametropolitan Lestari, bergerak di
54
bidang perdagangan dan jasa umum. Enam tahun kemudian, Perseroan mengambil suatu langkah penting seiring dengan kerja sama antara Rajawali Group – pemegang saham PT Grahametropolitan Lestari – dan tiga investor asing (NYNEX, AIF, dan Mitsui). Nama Perseroan kemudian berubah menjadi PT Excelcomindo Pratama dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan teleponi dasar. Pada tahun 1996, XL mulai beroperasi secara komersial dengan fokus cakupan area di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Hal ini menjadikan XL sebagai perusahaan tertutup pertama di Indonesia yang menyediakan jasa telepon dasar bergerak seluler. Bulan September 2005 merupakan suatu tonggak penting untuk Perseroan. Dengan mengembangkan seluruh aspek bisnisnya, XL menjadi perusahaan publik dan tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia). Kepemilikan saham XL saat ini mayoritas dipegang oleh TM International Berhad melalui Indocel Holding Sdn Bhd (83,8 %) dan Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat) melalui Etisalat International Indonesia Ltd (16,0%). XL pada saat ini merupakan penyedia layanan telekomunikasi seluler dengan cakupan jaringan yang luas di seluruh wilayah Indonesia bagi pelanggan ritel dan menyediakan solusi bisnis bagi pelanggan korporat. Layanan XL mencakup antara lain percakapan, data dan layanan nilai tambah lainnya (value added services). Untuk mendukung layanan tersebut, XL beroperasi dengan teknologi GSM 900/DCS 1800 serta teknologi jaringan bergerak seluler sistem IMT-2000/3G. XL juga telah memperoleh Ijin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup, Ijin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Services Protocol/ ISP), Ijin Penyelenggaraan Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (Voice over
55
Internet Protocol/VoIP), dan Ijin Penyelenggaraan Jasa Interkoneksi Internet (“NAP”).
Tahun
1996
Tabel 4.1 Sejarah perkembangan PT. Excelcomindo Pratama, Tbk. Peristiwa Memperoleh ijin seluler sistem GSM 900 dan resmi beroperasi secara komersial dengan fokus di area Jakarta, Bandung dan Surabaya.
1997
Membangun jaringan microcell terpadu di kawasan segitiga emas Jakarta.
1998
Meluncurkan merek proXL untuk produk layanan prabayar.
1999
Mulai memasuki pangsa pasar di Sumatera dan Batam. Mendapatkan alokasi spektrum DCS 1800 dan menyelesaikan pembangunan
2001
jaringan utama serat optik. Menghadirkan layanan M-banking dan M-Fun.
2002
Memperluas cakupan jaringan ke daerah Kalimantan dan Sulawesi. Meluncurkan layanan leased line dan IP (Internet Protocol).
2004
Melakukan logo XL dan merubah merek proXL dengan produk-produk baru, yaitu:jempol (prabayar), bebas re-branding (prabayar) dan Xplor (pasca bayar).
2005
Menjadi anak perusahaan TM Group dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (dahulu Bursa Efek Jakarta) dengan kode saham EXCL.
2006
Menghadirkan layanan XL 3G “Pertama Terluas dan Tercepat”. Menjadi pelopor dalam penerapan tarif Rp 1/detik.
2007
ETISALAT menjadi pemegang saham XL. ETISALAT adalah perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Timur Tengah. Memulai konsolidasi bran menjadi prabayar XL dan pasca bayar XL.
TM Group mengumumkan penyelesaian proses demerger TM International Berhad 2008
(TMI), di mana Indocel Holding Sdn Bhd, anak perusahaan TMI, mengakuisisi seluruh kepemilikan saham XL yang dimiliki oleh Khazanah Nasional Berhad, sehingga kepemilikan Indocel Holding Sdn Bhd menjadi 83,8%.
Sumber: PT. Exelcomindo Pratama, 2009
56
3. PT Indosat Tbk PT Indosat Tbk didirikan oleh Pemerintah pada tanggal 10 November tahun 1967 sebagai perusahaan investasi asing untuk menyediakan jasa telekomunikasi internasional di Indonesia dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan September 1969 untuk membangun, mentransfer dan mengoperasikan Satelit Telekomunikasi Internasional Organisasi, atau Intelsat, stasiun bumi dalam Indonesia untuk mengakses Intelsat satelit Samudra Hindia Daerah untuk jangka waktu 20 tahun. Sebagai sebuah konsorsium global organisasi satelit komunikasi internasional,
Intelsat
memiliki
dan
mengoperasikan
sejumlah
satelit
telekomunikasi. Menyusul perubahan regulasi di industri telekomunikasi Indonesia pada tahun 1999 dan 2000, perusahaan ini mulai menerapkan strategi yang dirancang untuk mengubah diri dari operator telekomunikasi utama internasional Indonesia menjadi terkemuka, telekomunikasi terpadu jaringan dan layanan providerin Indonesia. Pada tahun 2000, pengenalan Pemerintah tentang UU Telekomunikasi, yang mendorong liberalisasi industri, secara langsung mempengaruhi bisnis perusahaan. Pada tahun 2001, sebagai bagian dari inisiatif Pemerintah untuk merestrukturisasi industri telekomunikasi, Indosat mengadakan perjanjian dengan Telkom untuk menghilangkan crossshareholdings pada anak perusahaan masingmasing. Setelah perjanjian dengan Telkom, Indosat mengakuisisi bunga 45,0% efektif kepemilikan di Satelindo, melalui akuisisi PT Bimagraha Telekomindo, atau Bimagraha, pada tahun 2001 dan memperoleh 25,0% sisa kepemilikan di Satelindo dari DeTe Asia pada bulan Juni 2002. Untuk memperkuat struktur permodalan Satelindo dan menghapus beberapa pembatasan tertentu yang timbul
57
dari utang Satelindo, Indosat membuat kontribusi tambahan modal kepada Satelindo sebesar US $ 75,0 juta pada bulan Juli 2002. Pada Agustus 2002, Indosat memasuki sektor telekomunikasi dalam negeri dengan mendapatkan lisensi untuk menyediakan layanan jaringan tetap lokal di wilayah Jakarta dan Surabaya. Perusahaan mengerahkan sekitar 13.000 baris di daerah-daerah untuk menyediakan layanan lokal telepon tetap dan mengumumkan tujuan strategis perusahaan untuk menjadi jaringan telekomunikasi dan operator seluler terkemuka di Indonesia. Pada tahun 2002, Pemerintah melakukan divestasi 517.500.000 lembar saham, mewakili sekitar 50,0% dari saham Seri B yang beredar. Pada bulan Mei 2002, Pemerintah menjual 8,1% saham yang beredar melalui tender global dipercepat. Pada Desember 2002, Pemerintah melakukan divestasi 41,9% dari saham Seri B untuk mantan anak perusahaan STT. Pada tanggal 31 Maret 2009, Pemerintah memiliki 14,29% saham, termasuk salah satu saham Seri A, dan ICLM dan ICLS dimiliki sekitar 65,0% dari yang beredar saham Seri B. ICLM dan ICLS dimiliki oleh Qtel. The 20,71% sisa saham Seri B dimiliki oleh pemegang saham publik pada tanggal 31 Maret, 2009. 4. PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8) PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8) didirikan pada tanggal 16 Desember 2002 yang menggunakan nama merek Fren (Fast Reliable Menyenangkan Jaringan). Mobile-8 meluncurkan layanan prabayar pada tanggal 8 Desember 2003 dan layanan pascabayar nya pada tanggal 8 April 2004. Mobile-8 menawarkan berbagai layanan nilai tambah dan program dengan menggunakan teknologi CDMA 2000-1x yang menyediakan kejernihan suara yang lebih baik, lebih
58
rendah menjatuhkan panggilan dan lebih cepat mengakses data. Melalui jaringan nasional sendiri yang CDMA 800 MHz, area cakupan Mobile-8 saat ini meluas ke seluruh kota besar dan sebagian besar kota-kota sekunder serta beberapa daerah pedesaan di Jawa dan Bali. Mobile-8 mentargetkan lebih dari 80% cakupan nasional pada tahun 2010, dan akan mulai melakukan ekspansi ke Sumatera (termasuk Medan, Lampung dan Palembang), Kalimantan (termasuk Banjarmasin, Balikpapan, Palangkaraya, Pontianak dan Samarinda), Sulawesi dan di tempat lain di Indonesia pada awal kuartal pertama tahun 2007. Selain itu, Mobile-8 juga menyediakan layanan internasional, melalui mitra roaming internasional di 22 negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, Jepang, Korea Selatan, Cina, Taiwan, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Iran, Bangladesh , Brasil, Mesir, India, Yordania, Kuwait, Macao, Mexico, Sri Lanka dan Thailand. Pada tanggal 2 Mei 2006 Mobile-8 menjadi operator seluler CDMA pertama di Indonesia untuk meluncurkan layanan internet berkecepatan tinggi 3G mobile di Jakarta berdasarkan CDMA 2000-1x Evolution Data Optimized (EVDO) platform yang dapat memberikan akses data kecepatan tinggi sebesar 2,4 Mbps. Program ini meliputi pengenalan TV MOBI, yang memungkinkan semua pelanggan Fren untuk menikmati berbagai-macam isi multimedia streaming berbasis siaran langsung dari channel TV dan video on demand, didukung oleh kelompok MNC, yang memiliki pengalaman puluhan tahun dalam memberikan informasi dan hiburan berkualitas tinggi. Untuk saat ini, Mobile-8 adalah perusahaan telekomunikasi keempat terbesar dan operator CDMA-seluler nasional didasarkan pada spektrum 800 MHz pada CDMA 2000 1X platform. Pada 30 Juni 2006 Mobile-8 telah memiliki sekitar 1,3
59
juta pelanggan yang terdiri 98,3% dari pelanggan prabayar dan 1,7% pelanggan pasca bayar. Poin layanan Mobile-8 pelanggan telah siap dan tersedia untuk membantu pelanggan yaitu diberikan melalui 18 perusahaan Points of Charging, 30 Mobile-8 pusat dan gerai penjualan, distributor independen dan outlet, Mobile8 sales force, bank jaringan ATM, serta Mobile- 8 Customer Care Line beroperasi 24 jam call centre yang dapat diakses oleh pelanggan melalui sebuah nomor bebas pulsa 888 "dengan memiliki kemampuan empat bahasa" yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Korea dan Mandarin. 5. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) merupakan perusahaan penyelenggara bisnis T.I.M.E (Telecommunication, Information, Media and Edutaiment) yang terbesar di Indonesia. Pengabdian TELKOM berawal pada 23 Oktober 1856, tepat saat dioperasikannya layanan telekomunikasi pertama dalam bentuk pengiriman telegraf dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor). Selama itu pula TELKOM telah mengalami berbagai transformasi. Transformasi terakhir sekaligus yang disebut dengan NEW TELKOM Indonesia adalah transformasi dalam bisnis, transformasi infrastruktur, transformasi sistem dan model operasi dan transformasi sumber daya manusia. Transformasi tersebut resmi diluncurkan kepada pihak eksternal bersamaan dengan New Corporate Identity TELKOM pada tanggal 23 Oktober 2009, pada hari ulang tahun TELKOM yang ke 153. TELKOM juga memiliki tagline baru, The World in Your Hand.
Sampai dengan 31 Desember 2008 jumlah pelanggan TELKOM tumbuh 37% dari tahun sebelumnya sebanyak 68,6 juta pelanggan yang terdiri dari pelanggan telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8,6 juta, pelanggan telepon tidak bergerak
60
nirkabel sejumlah 12,7 juta pelanggan dan 65,3 juta pelanggan jasa telepon bergerak. Sejalan dengan lahirnya NEW TELKOM Indonesia, berbekal semangat positioning baru Life Confident manajemen dan seluruh karyawan TELKOM berupaya mempersembahkan profesionalitas kerja, serta produk dan layanan terbaik bagi pelanggan dan stakeholders. Sepanjang Tahun 2008, berbagai penghargaan dan sertifikasi telah diterima oleh TELKOM, baik dari dalam maupun luar negeri antara lain, Sertifikasi ISO 9001:2000 dan ISO 9004:2000 untuk Divisi Enterprise Service dari TUV Rheinland International Indonesia; Penghargaan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan Kecelakaan Nihil 2008 dari Wakil Presiden RI; The Best Corporate Image category dalam ajang Most Admired Companies Awards ke 8 dari Frontier Consulting Group; Juara Umum 2007 Annual Report Award dari Menteri Keuangan RI; Juara Umum Anugerah Media Humas 2008 dari Bakorhumas CIO of The Year 2008 dalam Hitachi Data System IT Inspiration Awards; dan Penghargaan CEO dan Perusahaan Idaman dari Majalah Warta Ekonomi.
Saham TELKOM per 31 Desember 2008 dimiliki oleh pemerintah Indonesia (52,47%) dan pemegang saham publik (47,53%). Saham TELKOM tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), New York Stock Exchange (NYSE), London Stock Exchange (LSE) dan Tokyo Stock Exchange, tanpa tercatat. Harga saham TELKOM di BEI pada akhir Desember 2008 sebesar Rp 6.900. Nilai kapitalisasi pasar saham TELKOM pada akhir tahun 2008 mencapai Rp 139,104 miliar atau 12,92 % dari kapitalisasi pasar BEI. Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh TELKOM, penguasaan pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya
61
kinerja keuangan, serta potensi pertumbuhannya di masa mendatang, TELKOM menjadi model korporasi terbaik Indonesia.
4.3.Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.3.1. Harga Saham Harga saham yang dimaksud dalam penelitian ini adalah harga saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di bursa saham. Semakin besar permintaan terhadap saham tersebut maka harga saham akan semakin tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan harga saham, investor dapat menganalisis tentang profitabilitas dan kondisi perusahaan. Saham yang berasal dari perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi biasanya lebih diminati oleh para investor karena saham tersebut dipastikan memberikan deviden yang cukup tinggi dan teratur setiap tahun.
No.
Tabel 4.2 Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009 Dalam satuan Rp 2007 2008 2009 Nama perusahaan Semester Semester Semester I II I II I II
Ratarata
1.
PT. Bakrie Telecom Tbk.
400
420
250
51
141
147
234,833
2.
PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.
2075
2175
1925
950
1290
1930
1724,17
3.
PT Indosat Tbk
7700
8650
6100
5750
5450
4725
6395,83
4.
PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8)
285
260
74
50
59
50
129,667
7150
6900
8650
9450
8883,33
PT Telekomunikasi Indonesia, 11000 10150 Tbk. (TELKOM) Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Desember 2010 5.
Berdasarkan tabel 4.2 ada beberapa hal yang dapat diamati, diantaranya: Perusahaan yang memiliki rata-rata harga saham yang paling tinggi adalah PT Telekomunikasi Indonesia dengan harga Rp.8883,33 per lembar sahamnya.
62
Sedangkan perusahaan yang memiliki rata-rata harga saham paling rendah adalah PT Mobile-8 Telecom dengan harga Rp.129,667 per lembar saham. Hal ini dikarenakan PT TELKOM pada awalnya adalah satu-satunya perusahaan yang menguasai telekomunikasi di Indonesia dan juga merupakan perusahaan telekomunikasi pertama di Indonesia. Sehingga pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan ini adalah pangsa pasar yang terbesar dibandingkan dengan perusahaan yang lain dan hal ini tentu saja akan berdampak terhadap profitabilitas perusahaan. Dengan adanya kondisi dari PT TELKOM yang cukup menjanjikan maka permintaan terhadap saham perusahaan ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi salah satu faktor tingginya harga per lembar saham dari PT TELKOM. Sedangkan PT Mobile 8 Telecom merupakan perusahaan telekomunikasi yang masih cukup baru di Indonesia, karena hingga saat ini produk yang diluncurkan hanyalah ponsel CDMA dan juga produk terbarunya Smart-Fren yang merupakan gabungan dari ponsel CDMA dengan modem internet. Jenis produk yang terbatas ini menjadikan salah satu faktor rendahnya permintaan pasar terhadap saham perusahaan ini, karena pangsa pasar yang dimiliki perusahaan ini secara otomatis akan terbatas pula. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa harga saham perusahaan ini adalah yang paling rendah dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lainnya di Indonesia. 4.3.2. Return On Equity (ROE) Return on equity yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah rasio yang menunjukkan tingkat kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan laba dengan menggunakan atau memanfaatkan modal sendiri. Semakin tinggi nilai
63
rasio dari ROE maka menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan modal sendiri yang dimiliki adalah cukup baik, hal tersebut juga menunjukkan seberapa besar profitabilitas yang dimiliki perusahaan terkait. Rasio ini juga akan membantu para investor untuk menaksirkan berapa besar laba yang akan diperoleh dari hasil dana yang diinvestasikan ke suatu perusahaan yang dibayarkan dalam bentuk deviden. Tabel 4.3 Return On Equity Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009 Dalam satuan desimal 2007 2008 2009 Nama perusahaan Semester Semester Semester I II I II I II
No.
Ratarata
1.
PT. Bakrie Telecom Tbk.
0,028
0,077
0,012
0,027
0,014
0,019
0,03
2.
PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.
0,067
0,056
0,127
-0,003
0,140
0,218
0,101
3.
PT Indosat Tbk
0,055
0,123
0,143
0,108
0,058
0,081
0,095
4.
PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8)
0,027
0,028
0,059
-1,470
-0,590
-1,531
-0,58
0,207
0,309
0,177
0,248
0,259
PT Telekomunikasi Indonesia, 0,231 0,381 Tbk. (TELKOM) Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Desember 2010 5.
Berdasarkan Tabel 4.3, terdapat beberapa hal yang dapat diamati, diantaranya: Perusahaan yang memiliki rata-rata rasio tingkat pengembalian modal sendiri dalam bentuk laba yang paling besar adalah PT TELKOM dengan nilai 0,259, seperti halnya ulasan sebelumnya bahwa PT TELKOM adalah pemain pasar yang pertama di pasar telekomunikasi di Indonesia dan memiliki pangsa pasar yang paling besar. Sehingga tidak mengherankan jika perusahaan ini memiliki kinerja yang paling efektif dibandingkan perusahaan yang lain karena pengalaman yang dimiliki.
64
Sedangkan perusahaan yang memiliki rata-rata rasio tingkat pengembalian modal sendiri dalam bentuk laba yang paling rendah adalah PT Mobile-8 Telecom dengan nilai -0,58. PT Mobile-8 Telecom ini masih memfokuskan produknya untuk produk CDMA, selain itu produk yang diluncurkan harus bersaing dengan produk CDMA dari provider yang lain, hal ini menyebabkan PT Mobile-8 hanya menguasai sedikit pangsa pasar dengan tingkat penjualan yang tidak terlalu besar. 4.3.3. Earning Per Share (EPS) EPS yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah seberapa besar keuntungan yang diperoleh para investor dari setiap lembar saham yang dibeli. Semakin besar nilai EPS maka kemampuan per lembar saham tersebut untuk menghasilkan laba semakin besar dan hal ini menjadi salah satu factor penting yang mempengaruhi investor untuk membeli saham tertentu.
No.
Tabel 4.4 Earning Per Share Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009 Dalam satuan Rp 2007 2008 2009 Nama perusahaan Semester Semester Semester I II I II I II
1.
PT. Bakrie Telecom Tbk.
2.
Ratarata
4,51
7,61
4
4,8
5
5
4,627
PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.
84
35,37
178
-2,13
199
188
129,374
3.
PT Indosat Tbk
311
375,79
226
345,7
371
356
316
4.
PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8)
4
2,49
-10
-52,82
-27
-18
-20,764
5.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM)
657
637,75
625
526,76
600
615
624,25
Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Desember 2010
Berdasarkan tabel 4.4 ada beberapa hal yang dapat diamati diantaranya: Perusahaan yang memiliki nilai rata-rata EPS yang paling besar adalah PT TELKOM dengan nilai sebesar Rp.624,25. Hal ini menunjukkan bahwa saham
65
dari PT TELKOM memiliki nilai yang paling tinggi karena mampu memberikan keuntungan yang paling besar kepada para investornya. Tidak mengherankan jika semakin banyak investor yang tertarik untuk membeli saham dari TELKOM. Sedangkan perusahaan yang memiliki nilai rata-rata EPS yang paling rendah adalah PT Mobile-8 Telecom dengan nilai Rp.-20,764. Hal ini menunjukkan bahwa hingga saat ini saham dari PT Mobile-8 belum dapat memberikan kepuasan kepada para investornya, sehingga perusahaan harus bekerja lebih keras lagi agar dapat memperoleh keuntungan atau laba yang lebih besar sehingga dapat membagikan deviden sesuai dengan harapan para pemegang saham. 4.3.4. Price Earning Ratio (PER) PER yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat apresiasi atau tanggapan pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER termasuk salah satu rasio penilaian investasi dimana sebagian besar peneliti mengatakan bahwa rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling lengkap dalam melihat pengembalian dan resiko yang akan dihadapi suatu perusahaan. Semakin tinggi nilai PER menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mendapat sambutan yang baik dari pasar atau memiliki tingkat permintaan yang besar.
No.
Tabel 4.5 Price Earning Ratio Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009 Dalam satuan desimal 2007 2008 2009 Nama perusahaan Semester Semester Semester I II I II I II
Ratarata
1.
PT. Bakrie Telecom Tbk.
88,61
52,62
57,1
10,62
27,59
32,26
57,767
2.
PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.
24,72
61,49
10,81
-445,79
6,47
10,25
-100,948
3.
PT Indosat Tbk
24,75
24,39
27
16,63
14,7
13,28
22,15
4.
PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8)
65,01
104,5
-7,5
-0,95
-2,21
-2,82
10,306
66
5.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM)
16,74
15,63
11,44
14,05
14,43
15,36
14,2033
Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Desember 2010
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diamati beberapa kondisi diantaranya: Perusahaan yang memiliki rata-rata nilai PER paling tinggi adalah PT Bakrie Telecom dengan nilai sebesar Rp.57,767. Walaupun dilihat dari nilai ROE perusahaan ini memiliki nilai yang rendah namun pasar masih menaruh harapan yang cukup besar terhadap perusahaan ini karena para investor tersebut meyakini bahwa perusahaan ini akan mendapatkan keuntungan potensial di masa yang akan datang. Salah satu harapan terbesar para investor adalah terletak pada salah satu produk Bakrie Telecom yaitu ESIA, yang diproyeksikan mampu menyaingi penggunaan pesawat telepon kabel yang sampai saat ini masih dimonopoli oleh PT Telekomunikasi Indonesia. Di sebagian daerah, persaingan antara provider ESIA dengan pesawat telepon kabel begitu tinggi, banyak pengguna pesawat telepon kabel di rumah beralih menggunakan produk ESIA, karena lebih nyaman dan murah. Sedangkan perusahaan yang memiliki rata-rata nilai PER paling rendah adalah PT Excelcomindo Pratama dengan nilai Rp.-100,948. Hal ini menunjukkan apresiasi dari pasar terhadap saham perusahaan ini kurang begitu baik. Salah satu faktor yang menyebabkan apresiasi dari para investor cenderung negatif terhadap perusahaan ini adalah karena saham mayoritas di dalam perusahaan ini masih dikuasai oleh TM International Berhad melalui Indocel Holding Sdn Bhd (83,8 %) dan Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat) melalui Etisalat International Indonesia Ltd (16,0%). Sehingga para investor baru hanya akan mendapatkan common stock bukan perrefed stock dan hal ini menyebabkan
67
sebagian investor yang ada di bursa saham lebih tertarik untuk membeli saham dari perusahaan telekomunikasi yang lain. 4.3.5. Book Value (BV) Book Value (BV) yang dimaksud di dalam penelitian ini menunjukkan nilai aktiva bersih per lembar saham yang dimiliki oleh pemegangnya. Nilai buku per lembar saham (book value pershare) dapat mencerminkan berapa besar jaminan yang akan diperoleh oleh pemegang saham apabila perusahaan penerbit saham (emiten) dilikuidasi.
No.
Tabel 4.6 Book Value Perusahaan-Perusahaan Sampel Periode 2007-2009 Dalam satuan Rp 2007 2008 2009 Nama perusahaan Semester Semester Semester I II I II I II
Ratarata
1.
PT. Bakrie Telecom Tbk.
81
98,94
178
178,43
177
180
154
2.
PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.
636
629,73
699
607,6
707
648
672,5
3.
PT Indosat Tbk
2824
3044.71
3158
3203,87
3215
3296
3123,25
4.
PT Mobile-8 Telecom (Mobile-8)
81
88,76
84
35,94
23
9
49,25
5.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM)
1425
1674,04
1507
1702,09
1692
1860
1621
Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Desember 2010
Berdasarkan Tabel 4.6 maka ada beberapa hal yang dapat diamati, diantaranya: Perusahaan yang memiliki nilai rata-rata BV paling tinggi adalah PT Indosat dengan nilai sebesar Rp.3.123.25. Hal ini disebabkan pertumbuhan dari PT Indosat terus menunjukkan nilai yang positif. Secara periodik perusahaan ini meluncurkan produk terbaru dan tawaran terbaru. Bahkan saat ini perusahaan juga
68
membuat suatu komunitas para pengguna produk Indosat yang disebut Indosat community untuk menjaga loyalitas pelanggannya. Sedangkan perusahaan yang memiliki nilai rata-rata BV paling rendah adalah PT Mobile-8 Telecom dengan nilai Rp.49,25. Hal ini menunjukkan bahwa jaminan atas investasi yang diberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan perusahaan yang lain, sehingga para investor akan kurang mempercayai apakah saham yang mereka investasikan akan memberikan keuntungan.
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik Model regresi yang digunakan akan benar-benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif atau disebut BLUE (Best linier Unbiased Estimator), jika model regresi tersebut telah memenuhi persyaratan asumsi klasik, antara lain: a. Data berdistribusi normal. Artinya, data dalam variabel (baik dependent maupun independent) yang akan digunakan dalam penelitian harus berdistribusi normal. b. Non-Multikolinieritas. Artinya, tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas yang digunakan dalam penelitian. c. Non-Heteroskedastisitas. Artinya, varians residual dari satu pengamatan satu ke pengamatan yang lain tetap, atau sering disebut dengan homoskedastisitas d. Non-Autokorelasi. Artinya, tidak ada korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel sebelumnya. Proses pengujian asumsi klasik dilakukan bersama dengan proses uji regresi linier berganda sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi
69
klasik menggunakan kotak kerja yang sama dengan uji regresi linier berganda. Berikut hasil dari pengujian asumsi klasik. 4.4.1 Uji Normalitas Uji normalitas data sebaiknya dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model statistik parametrik. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dari variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan normal probability plot. Hasil dari uji normalitas (gambar 4.1) adalah sebagai berikut: Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: harga_saham
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: Data Sekunder, diolah Januari 2011
Dari tampilan grafik Normal P-P Plot of Regression di atas, sebaran data (titik-titik) dapat dikatakan berada di sekitar garis diagonal serta mengikuti arah garis diagonal, sehingga bisa disimpulkan bahwa asumsi Normalitas bisa
70
dipenuhi, artinya data dari semua variabel dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal. Metode lain yang digunakan untuk menguji normalitas adalah dengan uji Kolomogorov Smirnov. Apabila nilai signifikansi lebih tinggi daripada nilai 0,05 (5%), maka Ho diterima, dengan demikian data menyebar normal dan sebaliknya apabila nilai signifikansi lebih rendah daripada nilai 0,05 (5%) maka Ho ditolak atau data tidak menyebar normal. Apabila nilai signifikansi dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov > 0.05 (5%), maka asumsi normalitas terpenuhi. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov disajikan pada tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual 30 0.790 0.561
Sumber: Data Sekunder, diolah Januari 2011.
Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov di atas dapat disimpulkan bahwa data menyebar normal karena memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0.05. 4.4.2. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel bebas yang digunakan dalam penelitian. Model regresi linier yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya (non-multikolinieritas). Setelah dilakukan pengujian multikolinieritas, diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam bentuk tabel 4.9 berikut ini:
71
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas
Varibel ROE EPS PER BV
Nilai VIF 1,305 2,105 1,008 1,866
Nilai Tolerance 0,767 0,475 0,992 0,536
Keterangan Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas
Sumber: Data Sekunder, diolah Januari 2011.
Dari Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. 4.4.3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas dapat diartikan sebagai ketidaksamaan varians pada semua pengamatan. Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi linier terjadi perbedaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Jika varians residual pengamatan satu ke pengamatan lain adalah tetap (sama) maka tidak terjadi terjadi heteroskedastisitas atau disebut dengan homoskedastisitas. Sebaliknya, jika varians residualnya berbeda maka telah terjadi heteroskedastisitas. Cara mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika titik-titik pada grafik membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, atau menyempit) maka mengindikasikan telah terjadinya heteroskedastisitas. Akan
72
tetapi, jika titik-titik memiliki pola yang tidak teratur atau titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.2 Grafik Scatterplot Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot
Dependent Variable: harga_saham
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2 -3
-2
-1
0
1
2
Regression Studentized Residual
Sumber: Data Sekunder, diolah Januari 2011
Gambar 4.2 di atas merupakan hasil uji heteroskedastisitas, dimana hasil tersebut menggambarkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Selain itu titik-titik data menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dari pengamatan tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa model regresi linier pada penelitian kali ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas, sehingga syarat non-multikolinieritas telah terpenuhi. Heteroskedastisitas dapat juga diuji dengan menggunakan Uji Spearman’s rho yaitu dengan meregresikan nilai absolut residual analisis regresi dengan nilai variabel bebas regresi. Apabila koefisien regresi antara nilai absolut residual dengan nilai variabel bebas regresi signifikan yaitu lebih kecil dari 0,05 (5%),
73
maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedastisitas dan sebaliknya berarti non-heteroskedastisitas atau homoskedastisitas. Dari hasil pengujian didapatkan nilai signifikansi sebesar 0.051 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.4.4. Uji Autokorelasi Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan periode sebelumnya. Autokorelasi sering terjadi pada data time series, tetapi untuk data yang sampelnya crossection jarang terjadi autokorelasi karena variabel pengganggu yang satu dengan yang lain berbeda. Regresi yang terdeteksi autokorelasi dapat berakibat pada biasnya interval kepercayaan dan ketidaktepatan pada uji F dan uji t. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji = 5%. Apabila D-WDurbinWatson (D-W), dengan tingkat kepercayaan terletak antara -2 sampai +2 maka tidak ada autokorelasi. Nilai D-W di dalam penelitian ini adalah sebesar 1.445 sehingga penelitian ini tidak ada autokorelasi. 4.5. Koefisien Determinasi (R2) Pada uji regresi sederhana dan regresi berganda, R Square digunakan sebagai koefisien determinasi. Sedangkan untuk regresi berganda (lebih dari dua variabel bebas), digunakan Adjusted R Square sebagai koefisien determinasi. Besarnya koefisien determinasi dari hasil pengujian dapat dilihat pada tabel model summary, dimana nilai Adjusted R Square yaitu sebesar 0,914. Hal ini menunjukkan bahwa 91,4% variasi harga saham dapat dijelaskan oleh kelima
74
variabel bebas, yaitu; ROE, EPS, PER, dan BV. Sedangkan sisanya (100% 91.4% = 8.6%) variasi harga saham dijelaskan oleh faktor-faktor lain. 4.6. Model Persamaan Regresi Analisis regresi berganda digunakan untuk memprediksi besarnya hubungan antara variabel terikat Harga Saham (Y) dengan variabel bebas. Adapun variabel yang diteliti adalah ROE (X1), EPS (X2), PER (X3), dan BV (X4) sebagai variabel bebas dan Harga Saham (Y) sebagai variabel terikat. Hasil uji regresi berganda ditunjukkan pada tabel 4.9 berikut ini:
Variabel (Constant)
Tabel 4.9 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Unstandardized Standardized t hitung Sig. t Coefficients (B) Coefficients (B) 104.684 0.343 0.734
Keterangan
ROE (X1)
-250.357
-0.029
-0.469
0.643
Tidak signifikan
EPS (X2) PER (X3) BV (X4) R R Square F hitung F tabel Sign. F
12.409 -0.169 0.691
0.815 -0.004 0.218
10.330 -.075 2.928 = 0.962 = 0.926 = 78.215 = 2.758 = 0.000* = 0.05
0.000 0.941 0.007
signifikan Tidak signifikan signifikan
Sumber : Data Sekunder, diolah Januari 2011
Berdasarkan hasil regresi linier berganda di atas, maka diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut: Y= 104,684 – 250,357 X1 + 12,409 X2 – 0,169 X3 + 0,691 X4 Dari model persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a) bo = 104,684 Nilai ini menunjukkan bahwa apabila tidak terdapat ROE, EPS, PER, dan BV (dimana X1, X2, X3, dan X4 = 0), maka dalam model persamaan ini harga saham adalah sebesar Rp.104,684. Dalam arti kata harga saham akan sebesar
75
Rp.104,684 sebelum atau tanpa adanya variabel ROE, EPS, PER, dan BV (dimana harga X1, X2, X3, dan X4 = 0). b) b1 = -250,357 Nilai koefisien dari ROE yaitu sebesar -250,357. Artinya, jika variabel ROE mengalami kenaikan sebesar 1 satuan nilai, maka harga saham akan turun sebesar Rp 250,357, dengan asumsi variabel bebas yang lain tetap (X2, X3, dan X4 = 0) atau Cateris Paribus. c) b2 = 12,409 Nilai koefisien dari variabel EPS yaitu sebesar 12,409. Karena nilai koefisien tersebut bertanda positif (+) maka variabel EPS mempunyai hubungan yang searah dengan harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa setiap variabel EPS meningkat sebesar Rp.1, maka harga saham akan meningkat sebesar Rp.12,409, dengan asumsi variabel bebas yang lain tetap (X1, X3, dan X4 = 0) atau Cateris Paribus. d) b3 = -0,169 Nilai koefisien dari variabel PER yaitu sebesar -0,169. Hal ini berarti dalam keadaan ceteris paribus (semua variabel bebas lainnya tetap), nilai parameter atau koefisien regresi b3 ini menunjukkan setiap variabel PER meningkat sebesar 1 satuan nilai, maka harga saham akan turun sebesar Rp.0,169. e) b4 = 0,691 Nilai parameter atau koefisien regresi b4 yaitu sebesar 0,691. BV memiliki hubungan positif dengan harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa setiap variabel BV meningkat sebesar Rp.1, maka harga saham akan meningkat
76
sebesar Rp.0,691, dengan asumsi variabel bebas yang lain tetap (X1, X2, dan X3 = 0) atau Cateris Paribus.
4.7. Hasil Pengujian Hipotesis 4.7.1 Hasil Uji Hipotesis Pertama Uji hipotesis 1 adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat. Hasil analisis ini dapat diperoleh dengan melihat tingkat signifikansi dan F hitung dibandingkan dengan F tabel. Hasil analisis uji simultan dari penelitian ini adalah besarnya Sig = 0,000 dan besarnya F hitung = 78,215 . Sedangkan F tabel = 2,758 (yang diperoleh F tabel dengan jumlah data 30). Oleh karena itu dengan tingkat signifikansi 0,000 dan F hitung > F tabel (78,215 > 2,758), maka data dalam penelitian ini signifikan dan variabel bebas berpengaruh secara simultan kepada variabel terikat. 4.7.2 Hasil Uji Hipotesis Kedua (Uji t) Uji hipotesis 2 adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Hasil analisis ini dapat diperoleh dengan melihat nilai uji t. Tabel 4.10 Hasil Analisis Parsial (Uji t)
Variabel bebas
Uji t
ROE (X1)
-0.469
EPS (X2)
10.330
PER (X3)
-.075
BV (X4)
2.928
Variabel terikat : harga saham Sumber : Data Sekunder , diolah Januari 2011
77
Berdasarkan tabel 4.10, untuk mengetahui pengaruh secara parsial maka t hitung harus dibandingkan dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel maka variabel tersebut berpengaruh secara parsial. t tabel dalam penelitian ini adalah sebesar 2,045. Sehingga berdasarkan tabel diatas dapat dikemukakan bahwa diantara 4 variabel bebas yang memiliki pengaruh secara parsial adalah EPS dan BV. Hal ini disebabkan nilai koefisien variabel tersebut lebih besar dari 2,045. 4.7.3 Hasil Uji Hipotesis Ketiga (Variabel Bebas yang Dominan) Uji hipotesis 3 adalah untuk mengetahui variabel bebas yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap variabel terikat. Berdasarkan persamaan regresi diatas maka variabel bebas yang memiliki pengaruh paling dominan adalah variabel EPS dengan tingkat koefisien 0,815.
4.8. Pembahasan dan Implikasi Hasil Penelitian Beberapa hal yang harus dipahami oleh seorang pembuat keputusan dalam menentukan harga saham perusahaan antara lain: 1. Variabel ROE (X1) Dari sudut pandang calon investor, indikator yang paling banyak dipakai adalah return on equity (ROE) yang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham. ROE berpengaruh terhadap harga saham perusahaan, Semakin tinggi nilai ROE menunjukkan semakin tinggi laba bersih dari perusahaan yang bersangkutan. Namun berdasarkan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel ROE tidak signifikan terhadap harga saham dan pengaruhnya berbanding terbalik dengan harga saham. Hal ini membuktikan bahwa pada industri
78
telekomunikasi rasio ini tidak diperhatikan secara baik oleh investor. Para investor tidak akan terlalu terpengaruh oleh kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba jika dibandingkan dari besarnya modal yang diberikan oleh investor. Laba yang meningkat karena peningkatan ekuitas pemegang saham justru membuat investor pesimis, karena besarnya laba sangat bergantung pada modal yang mereka investasikan. 2. Variabel EPS (X2) Pada prinsipnya para investor akan mau menanamkan modalnya apabila tingkat return yang dicapai sesuai yang diharapkan. EPS yang diharapkan oleh para investor adalah EPS yang semakin tinggi, semakin tinggi EPS yang diterima maka harga saham akan meningkat. Bagi perusahaan-perusahaan hendaknya meningkatkan EPS nya agar saham-saham dari perusahaan tersebut menjadi prioritas investor dalam membeli sahamnya sehingga harga saham perusahan tersebut dapat meningkat. Berdasarkan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel EPS pengaruhnya sebanding dan dominan dengan harga saham. EPS menjadi pertimbangan para investor karena mereka menginginkan agar setiap dana yang diinvestasikan memperoleh hasil yang maksimal. Tingkat deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham merupakan salah satu faktor utama dalam menarik minat investor. Hal lain yang bisa dilihat dari nilai EPS adalah besarnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan laba yang semakin besar, maka akan menarik investor untuk berinvestasi lebih besar lagi dan selanjutnya akan meningkatkan harga saham. 3. Variabel PER (X3)
79
PER merupakan salah satu indikator yang banyak digunakan dalam menilai harga saham. Semakin tinggi rasio PER menunjukkan bahwa investor mengharapkan pertumbuhan dividen yang tinggi, saham memiliki risiko yang rendah dan investor puas dengan pendapatan yang tinggi. Price Earning Ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER merupakan indikasi penilaian pasar modal terhadap keuntungan potensial perusahaan di masa yang dating. Berdasarkan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel PER pengaruhnya tidak signifikan dan berbanding terbalik dengan harga saham. Yang perlu diperhatikan dari variabel PER adalah rasio ini memberikan gambaran seberapa besar keuntungan yang bisa diperoleh oleh investor dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk per lembar saham. Para investor tentunya menginginkan keuntungan yang maksimal dengan modal yang rendah. Semakin tinggi nilai PER dapat mengindikasikan bahwa laba per lembar saham yang diterima oleh investor semakin kecil, dengan asumsi harga saham tetap. Maka yang diinginkan oleh investor adalah penurunan dari nilai PER, sehingga investor kemudian akan tertarik untuk membeli saham. Para calon investor cenderung melihat variabel yang lain dalam memutuskan untuk membeli saham tertentu. 4. Variabel BV (X4) Nilai Buku (Book Value) adalah merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara membagi total ekuitas dengan jumlah total saham biasa yang beredar. Nilai buku perlembar saham (BV) menunjukkan nilai aktiva bersih per lembar saham yang dimiliki oleh pemegangnya. nilai buku per lembar saham (book value pershare) dapat mencerminkan berapa besar jaminan yang akan
80
diperoleh oleh pemegang saham apabila perusahaan penerbit saham (emiten) dilikuidasi. Berdasarkan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel BV pengaruhnya sebanding dengan harga saham. BV menjadi acuan para investor mengenai seberapa besar rupiah yang bisa didapatkan sebagai jaminan atas saham yang mereka investasikan jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Semakin tinggi nilai bukunya maka rupiah yang bisa didapatkan oleh investor jika perusahaan dilikuidasi akan semakin besar. Hal ini menjadi pertimbangan para investor karena mereka menginginkan agar setiap dana yang diinvestasikan mendapatkan jaminan maksimum dari perusahaan.
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham pada perusahaan telekomunikasi yang listing di BEI , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh variabel ROE, EPS, PER, dan BV terhadap harga saham adalah berpengaruh secara simultan dan signifikan. Hal ini berdasarkan dari hasil uji F yang dilakukan kepada variabel tersebut. 2. Diantara variabel ROE, EPS, PER, dan BV, yang memiliki pengaruh secara parsial dan signifikan terhadap harga saham adalah EPS dan BV. Hal ini berdasarkan dari hasil uji t yang dilakukan kepada variabel tersebut. 3. Diantara variabel ROE, EPS, PER, dan BV yang mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham adalah variabel EPS. Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil dari persamaan regresi linear berganda dimana nilai pengaruh variabel EPS bertanda positif dan bernilai paling besar dibandingkan variabel yang lain.
5.2 Saran Adapun saran yang dapat disampaikan peneliti berkenaan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menurut hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel EPS mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham. Oleh karena
80
81
itu dalam rangka melakukan peningkatan dan menjaga tingkat EPS, perusahaan harus lebih memperhatikan kualitas produk dan layanan yang diberikan kepada konsumen, sehingga penjualan tetap stabil bahkan mengalami peningkatan. Diharapkan pada masa yang akan datang dapat meningkatkan jumlah investor asing dan perusahaan-perusahaan ini tumbuh menjadi perusahaan telekomunikasi berskala internasional. 2. Perusahaan harus lebih berkomitmen untuk melakukan perbaikan dalam semua tahapan/proses perusahaan di semua lini untuk menjaga kestabilan perusahaan agar tercipta hasil yang menguntungkan semua pihak. 3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna maka untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan yang sama hendaknya perlu memperhatikan faktor-faktor lain dan kajian empiris yang lebih variatif sehingga mendukung penemuan faktor yang berbeda dan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sartono, 2008, Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi, BPFE, Yogyakarta. Anto Dajan, 1994, Pengantar Metode StatistikJilid II, LP3S, Jakarta. Block, Stanley B. Hirt, Geoffrey A, 1993, Foundation of Financial Management, Irwin Publisher, Homewood Brealey, Richard & Myers, Stewart, 2001, Prinsip-prinsip Keuangan Perusahaan, Erlangga, Jakarta Brief, Richard P. and Zarowin, P., 2006, The value relevance of dividends, book value and earnings, New York University, New York. Budi Rahardjo, 2005, Laporan Keuangan Perusahaan; Membaca, Memahami, dan Menganalisis, Cetakan Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Deanto, 2003, Aplikasi Excel dalam Perencanaan, Pengendalian, dan Analisa Kinerja Keuangan Bisnis, Elex Media Komputindo, Jakarta Erina Kharisma, dan Ghozali Maski, 2003, Analisis Pengaruh Variabel Fundamental dan Teknikal Terhadap Harga Saham (Studi di Bursa Efek Surabaya), Jurnal, Lintas Ekonomi Volume XX, Nomor 2, Juli. Fabozzi, Frank J. 1999, Manajemen Investasi. Buku Satu, Salemba Empat, Jakarta. Gitman, Lawrence J. 2006. Principle of Managerial Finance. Eleventh Edition. Boston: Pearson Addison-Wesley. Helfert, Erich A, 1997, Teknik Analisis Keuangan, Edisi Kedelapan, Erlangga Jakarta. Husnan, Suad dan Enny Pujuastuti, 2009, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis: untuk Akutansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta Indriyo G., Basri, 1995, Manajemen Keuangan, Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta.
82
83
J.Keown, Arthur, et all, 2000, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Buku Dua, Diterjemahkan oleh Chaerul D. Djakman dan Dwi Sulistyorini, Salemba Empat, Jakarta. Jaya, Wahana Kirana, & Heri Setiarsono, 1993, Manajemen Keuangan, Metode Penilaian Investasi, BPFE, Yogyakarta Joko Santoso, 2003, Analisis Beberapa Variabel Fundamental yang Berpengaruh Terhadap Harga Saham, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang. Jones, Charles.P, 2000, INVESTMENT: Analysis And Management 7th Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York. Moh. Nazir Ph. D., 2003, Metode Penelitian, Graha Indonesia, Jakarta Ronny Kountur, 2005, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Penerbit PPM, Jakarta. S. Munawir, 2010, Analisa Laporan Keuangan, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Singarimbun, Masri dan Soffian Effendi, 2006, Metodologi Penelitian Survai, Edisi Revisi, PT. Pustaka LP3ES, Jakarta. Singgih Santoso, 2005, Menguasai Statistik di Era Informasi Dengan SPSS 12, Elex Media Komputindo, Jakarta. Sofyan Syafri Harahap, 2009, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Cetakan Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sri Hendaru Yuliati, 2005, Manajemen Portofolio dan Analisis Investasi, Andi Offset, Yogyakarta. Sunariyah, 2004, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Sundjaja, Ridwan S, & Inge Barlian, 2003, Manajemen Keuangan Satu, Literata Lintas Media, Jakarta Tandelilin, Eduardus. 2002. The Impact of Financial Crisis on Stock’s Behavior: Evidence from Jakarta Stock Exchange. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 17 No.4: 361-371. Terry S, Maness., 1998, Introduction to Corporete Finance, Mc-Graw Hill, New York Tjiptono Darmadji, dan Hendy M Fakhrudin, 2008, Pasar Modal Di Indonesia, Pendekatan Tanya jawab, Salemba Empat, Jakarta.
84
Van Horne, James. C, Machowicz, John. M., 1997, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan, Buku Dua, Edisi Kesembilan, Salemba Empat, Jakarta. Warsono, 2003, Manajemen Keuangan Perusahaan: Disertai dengan Beberapa Contoh Artikel Konseptual, Bayumedia, Malang. Weston, J Fred, & Thomas E. Copeland, 2010, Managerial Finance 9th ed., Manajemen Keuangan Edisi Kesembilan Jilid I, Penerjemah A. Jaka Wasana MSM & Kibrandoko MSM, 1995, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta Weston, J Fred, & Thomas E. Copeland, 2010, Managerial Finance 9th ed., Manajemen Keuangan Edisi Kesembilan Jilid II, Penerjemah A. Jaka Wasana MSM & Kibrandoko MSM, 1995, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta (http//www.idx.co.id/) (http://id.wikipedia.org) (http://www.bakrietelecom.com) (http://www.xl.co.id) (http://www.indosat.com) (http://www.Mobile-8.com) (http://www.telkom.co.id)
Kode Tahun Semester prshn 2007
BTEL
2008
2009
2007
EXCL
2008
2009
2007
ISAT
2008
2009
2007
FREN
2008
2009
2007
TLKM
2008
2009
Total aktiva
Total ekuitas
Laba bersih
Jml shm beredar
Hrg Shm
ROE
EPS
PER
BV
I
2,356E+12
1,538E+12
43000000000
22056817511
400
0,027958388
4,51
88,61
81
II
4,66416E+12
1,87521E+12
1,44269E+11
29578000000
420
0,076934891
7.61
52.62
98.94
I
7,98E+12
5,071E+12
62000000000
11111014014
250
0,012226385
4
57,1
178
II
8,54597E+12
5,08205E+12
1,36813E+11
25642000000
51
0,026920819
4.8
10.62
178.43
I
1,0565E+13
5,052E+12
73000000000
88056006639
141
0,014449723
5
27,59
177
II
1,12422E+13
5,12533E+12
97330000000
1,07161E+11
147
0,018989993
5
32.26
180
I
1,5843E+13
4,512E+12
2,98E+11
1687828800
2075
0,066046099
84
24,72
636
II
1,88273E+13
4,46481E+12
2,5078E+11
2831000000
2175
0,056168174
35.37
61.49
629.73
I
2,3033E+13
4,954E+12
6,31E+11
1222658140
1925
0,127371821
178
10,81
699
II
2,89117E+13
4,3079E+12
-15109000000
1224000000
950
-0,00350728
-2,13
-445,79
607.6
I
2,9123E+13
5,014E+12
7,06E+11
1304500
1290
0,140805744
199
6,47
707
II
2,8887E+13
5,509E+12
1,202E+12
3897000
1930
0,218188419
188
10.25
648
I
3,9726E+13
1,5343E+13
8,45E+11
1842641473
7700
0,055073975
311
24,75
2824
II
4,53051E+13
1,65447E+13
2,04204E+12
2492000000
8650
0,123425586
375.79
24.39
3044.71
I
4,6459E+13
4,269E+12
6,14E+11
2631738218
6100
0,143827594
226
27
3158
II
5,16933E+13
1,74096E+13
1,87852E+12
3334000000
5750
0,107901372
345.7
16.63
3203.87
I
5,4319E+13
1,747E+13
1,007E+12
4535548597
5450
0,057641671
371
14,7
3215
II
5,48174E+13
1,7911E+13
1,44991E+12
4730776136
4725
0,080950854
356
13.28
3296
I
3,264E+12
1,635E+12
44000000000
14794583297
285
0,026911315
4
65,01
81
II
4,53674E+12
1,79619E+12
50345000000
16011000000
260
0,028028834
2.49
104.5
88.76
I
4,758E+12
1,696E+12
1E+11
12892695375
74
0,058962264
-10
-7,5
84
II
4,79789E+12
7,27318E+11
-1,06887E+12
14406000000
50
-1,469602017
-52,82
-0,95
35.94
I
4,71E+12
4,58E+11
-2,7E+11
22756906700
59
-0,589519651
-27
-2,21
23
II
5,22749E+12
2,87368E+11
-4,3995E+11
33767014141
50
-1,530963782
-18
-2,82
9
I
8,0017E+13
2,8737E+13
6,625E+12
4926755049
11000
0,230539026
657
16,74
1425
II
8,20588E+13
3,37486E+13
1,2857E+13
7215000000
10150
0,380964722
637.75
15.63
1674.04
I
8,5836E+13
3,0386E+13
6,298E+12
5833570778
7150
0,207266504
625
11,44
1507
II
9,12563E+13
3,43141E+13
1,06195E+13
7768000000
6900
0,309478581
526.76
14.05
1702.09
I
9,4171E+13
3,4111E+13
6,044E+12
4304705341
8650
0,177186245
600
14,43
1692
II
9,52159E+13
3,75067E+13
9,30046E+12
5523327089
9450
0,247968228
615
15.36
1860
ANALISIS REGRESI DAN ASUMSI KLASIK ANALISIS REGRESI Regression Model Summaryb
Model 1
R .962a
R Square .926
Adjusted R Square .914
Std. Error of the Estimate 1089.39203
DurbinWatson 1.445
a. Predictors: (Constant), BV, PER, ROE, EPS b. Dependent Variable: harga_saham
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 3.7E+008 29669375 4.0E+008
df 4 25 29
a. Predictors: (Constant), BV, PER, ROE, EPS b. Dependent Variable: harga_saham
Mean Square 92823234.14 1186774.992
F 78.215
Sig. .000a
Coefficients
Model 1
(Constant) ROE EPS PER BV
Unstandardized Coefficients B Std. Error 104.684 305.139
Standardized Coefficients Beta
a
t .343
Sig. .734
Collinearity Statistics Tolerance VIF
-250.357 12.409 -.169
533.736 1.201 2.255
-.029 .815 -.004
-.469 10.330 -.075
.643 .000 .941
.767 .475 .992
1.305 2.105 1.008
.691
.236
.218
2.928
.007
.536
1.866
a. Dependent Variable: harga_saham
1. UJI ASUMSI NORMALITAS NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Unstandardiz ed Residual 30 .0000000 887.13516964 .120 .120 -.103 .658 .779
Histogram
Dependent Variable: harga_saham 10
Frequency
8
6
4
2 Mean =7.29E-17 Std. Dev. =0.928 N =30
0 -2
-1
0
1
Regression Standardized Residual
2
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: harga_saham
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
0.8
1.0
2. ASUMSI MULTKOLINIERITAS Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error 104.684 305.139
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics Tolerance VIF
.343
Sig. .734
533.736 1.201 2.255
-.029 .815 -.004
-.469 10.330 -.075
.643 .000 .941
.767 .475 .992
1.305 2.105 1.008
.691 .236 a. Dependent Variable: harga_saham
.218
2.928
.007
.536
1.866
(Constant) ROE EPS PER BV
-250.357 12.409 -.169
t
3. UJI HETEROSKEDASTISITAS Scatterplot
Dependent Variable: harga_saham
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-3
-2
-1
0
Regression Studentized Residual
Regression
1
2
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2788284 3354894 6143179
df 5 24 29
Mean Square 557656.845 139787.269
F 3.989
Sig. .059a
a. Predictors: (Constant), PBV, BV, PER, ROE, EPS b. Dependent Variable: abs_res
4. UJI AUTOKORELASI Model Summaryb
Model 1
R .962a
R Square .926
Adjusted R Square .914
Std. Error of the Estimate 1089.39203
a. Predictors: (Constant), BV, PER, ROE, EPS b. Dependent Variable: harga_saham
DurbinWatson 1.445