ANALISIS PENGARUH PENUNDAAN PEMAKAIAN DAN PELAPORAN KERUSAKAN PRODUK TERHADAP PROFITABILITY ITEM RECOVERY Rosa Rozita Rachman, Maria Anityasari, Nani Kurniati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Sustainable Manufacturing merupakan konsep yang menuntut perubahan pada sistem produksi pada industri manufaktur. Dalam penerapannya terdapat tiga strategi, yaitu reuse, remanufacturing, dan recycling. Ketiga strategi tersebut disebut juga item recovery. Ketepatan dalam penentuan keputusan recovery pada suatu item adalah sangat penting karena kesalahan keputusan recovery akan berpengaruh terhadap profit produsen. Fenomena yang dapat mempengaruhi kesalahan keputusan recovery adalah penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk. Sejauh ini, belum ada penelitian terkait yang mempertimbangkan fenomena tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis pengaruh penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk terhadap keputusan item recovery dan pengaruhnya terhadap profitability item recovery. Analisis yang dilakukan yaitu dengan membandingkan baseline data t1 dan TTF dengan data t1 dan TTF yang mempertimbangkan penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk. Karakteristik penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk diketahui melalui survey. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahan keputusan (misclasification) atau error yang disebabkan adanya waiting period dan delay period yang berpengaruh terhadap profitabilitas item recovery. Kata kunci : recovery, reuse, remanufacturing, recycling, delay period, waiting period, profit
ABSTRACT Sustainable manufacturing is a concept that demands change on the production system of manufacturing industry. There are three strategies in its implementation, which are reuse, remanufacturing and recycling. These strategies also called as item recovery. The accuracy in making recovery decision is important, because any mistake in making recovery decision will affect company’s profit. The phenomena which could affect recovery decision making are waiting period and delay period. So far, there is no research that concerns these phenomena. Therefore, an analysis on waiting delay period towards item recovery decision and its effect on item recovery profitability is needed. The analysis will be conducted by comparing the baseline data of t1 and TTF with the t1 and TTF data which considers the waiting and delay period. The characteristic of waiting and delay period is acquired through survey. According to the research, it is found that there is misclassification or error caused by waiting period and delay period of which affect the item recovery profitability. Key word : recovery, reuse, remanufacturing, recycling, delay period, waiting period, profit
1.
Pendahuluan Sustainable Manufacturing merupakan konsep yang menuntut perubahan pada sistem produksi pada industri manufaktur, mulai dari perancangan produk hingga penanganan produk ketika berada di akhir siklus hidupnya. Ada tiga aspek yang diperhatikan dalam konsep ini, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam penerapannya terdapat tiga strategi yaitu reuse, remanufacturing, dan recycling. Ketiga strategi tersebut dilakukan untuk mengolah kembali item atau komponen dari suatu produk. Oleh karena itu, ketiga strategi tersebut disebut juga item recovery. Berdasarkan penelitian terdahulu, strategi reuse adalah strategi yang dianggap paling
efektif dan efisien dari sisi dampak lingkungan dan pertimbangan ekonomi karena treatment yang dilakukan hanyalah cleaning dan sorting sehingga energi yang dibutuhkan cenderung lebih sedikit dan pengaruh terhadap lingkungan pun sedikit. Namun, tidak semua item bisa menggunakan strategi reuse. Bila item perlu diproses ulang atau diperbaiki, maka strategi yang digunakan adalah strategi remanufacturing. Dengan menggunakan strategi ini, fungsi item bekas dikembalikan seperti ketika item masih baru sehingga menjadi as good as new. Namun, energi yang dibutuhkan untuk melakukan manufaktur ulang cukup besar karena prosesnya cukup panjang. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan pada saat
1
proses manufaktur ulang juga cenderung lebih besar dibandingkan dengan penerapan reuse. Bila item sudah tidak dapat di-treatment untuk mendapatkan fungsi awalnya, maka item harus di-recycling. Jadi, item harus diubah ke dalam bentuk raw material sehingga proses pembuatan item recycling-nya seperti proses pembuatan item baru. Namun, seringkali hasil atau output dari proses recycling yang didistribusikan ke pasar berupa raw material, bukan item. Proses yang dilalui dari ketiga strategi tersebut berbeda, sehingga kebutuhan akan teknologi dan resources-nya juga berbeda. Hal itu yang menyebabkan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan masing-masing proses recovery tersebut berbeda pula. Perbedaan biaya juga akan mempengaruhi profit yang diperoleh oleh produsen. Oleh karena itu, ketepatan dalam penentuan proses recovery pada suatu item adalah sangat penting. Dalam penelitian sebelumnya oleh Anityasari (2008), telah dikembangkan penentuan keputusan recovery. Penentuan keputusan recovery dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah reliability , reliability threshold (batas ambang reliability) , time threshold (batas ambang waktu) , dan failure atau tackback time . Faktor-faktor inilah yang menjadi dasar pengelompokkan jenis recovery-nya. Bila waktu terjadinya kerusakan di kehidupan pertama , waktu terjadinya kerusakan di kehidupan kedua , reliability di akhir kehidupan pertama , dan reliability di akhir kehidupan kedua masih berada di dalam batas ambang atau threshold { , , , dan }, maka item sebaiknya di-reuse. Bila waktu terjadinya kerusakan di kehidupan pertama dan reliability di akhir kehidupan pertama masih berada di atas batas ambang atau threshold, sedangkan waktu terjadinya kerusakan di kehidupan kedua dan reliability di akhir kehidupan kedua berada di luar batas ambang atau threshold dan masih di dalam kurva reliability { , , , dan }, maka item sebaiknya di-remanufacturing. Sedangkan bila waktu terjadinya kerusakan di kehidupan pertama , waktu terjadinya kerusakan di kehidupan kedua , , reliability di akhir kehidupan pertama dan reliability di akhir kehidupan kedua
berada di luar batas ambang atau threshold dan masih di dalam kurva reliability { , , , dan }, maka item sebaiknya direcycling. Di luar kondisi tersebut atau berada di luar kurva reliability, berarti item sudah tidak layak untuk digunakan kembali (disposal). Kesalahan dalam pengidentifikasian faktor-faktor tersebut, dapat mengakibatkan kesalahan dalam keputusan recovery. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap profit produsen. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu keputusan recovery, perlu diketahui kondisi penggunaan produk yang item penyusunnya akan di-recovery. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah ketika produk berada di tangan konsumen. Produsen tidak mengetahui secara pasti kapan produk digunakan dan kapan produk mengalami kerusakan. Produsen beranggapan bahwa produk langsung digunakan sesaat setelah pembelian. Selain itu, biasanya produsen hanya bergantung pada pelaporan kerusakan dari konsumen, sehingga ketika konsumen melapor, saat itulah dianggap sebagai waktu kerusakan produk, kecuali konsumen memberi keterangan lengkap tentang kondisi produk sebenarnya. Padahal tidak semua konsumen yang memakai produknya sesaat setelah pembelian produk, ada yang menunda penggunaannya, sehingga terdapat waktu tunda pemakaian (waiting period). Selain itu, tidak semua konsumen melaporkan kerusakannya sesaat setelah terjadi kerusakan, ada yang menunda pelaporannya atau bahkan tidak melaporkan sama sekali, sehingga terdapat waktu tunda pelaporan (delay period) (Anityasari, 2008). Penundaan pemakaian (waiting period) dan pelaporan produk (delay period) tersebut dapat mempengaruhi data take back time dan , serta time to failure TTF yang reliability te-record pada data perusahaan (produsen). Hal ini akan berpengaruh terhadap penentuan keputusan recovery yang akan dilakukan oleh perusahaan. Ketidaktepatan penentuan keputusan recovery nantinya dapat mempengaruhi profit yang diperoleh perusahaan. Sejauh ini, penelitian terkait yang telah dilakukan biasanya menggunakan asumsi bahwa penggunaan produk dilakukan sesaat setelah pembelian dan waktu pelaporan merupakan waktu kerusakan atau disebut kondisi ideal. Salah satu penelitian yang membahas tentang 2
kondisi penundaan pemakaian dan pelaporan adalah penelitian yang dilakukan oleh Anityasari (2008). Dalam penelitian tersebut dijelaskan secara garis besar tentang penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk, yang nantinya digunakan sebagai dasar penelitian ini. Kondisi penundaan pemakaian produk juga dijelaskan dalam penelitian Nowlis et al. (2004) bahwa kondisi waiting dapat terjadi ketika konsumen membeli produk, produk tidak dapat langsung digunakan karena harus menunggu produk dikirim oleh produsen atau distributor. Jadi terjadinya penundaan pemakaian tersebut disebabkan oleh pengiriman atau delivery produk dari produsen atau distributor ke konsumen. Pada penelitian tersebut kondisi waiting ini disebut dengan delay between choice and consumption. Dalam penelitiannya, Nowlis et al. (2004) menunjukkan bahwa adanya kondisi waiting berpengaruh terhadap kenyamanan konsumen dalam menggunakan produk. Sedangkan kondisi penundaan pelaporan kerusakan produk juga dijelaskan oleh Stuart et al. (1998). Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa kondisi penudaan pelaporan kerusakan produk terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran konsumen untuk melakukan pelaporan dan take back saat terjadi kerusakan dan kurang adanya faktor untuk mendorong konsumen melakukan take back ketika terjadi kerusakan, seperti pemberian insentif. Waktu penundaan pelaporan kerusakan atau delay period dalam penelitian Stuart et al. (1998) disebut dengan storage product life. Dari ketiga penelitian tersebut, belum dilakukan analisis mengenai pengaruhnya terhadap profit produsen. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis pengaruh penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk terhadap profitability item recovery. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk terhadap profitability item recovery. Berikut ini adalah beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, yaitu: 1. Mengetahui karakteristik waiting period dan delay period oleh konsumen melalui survey. 2. Mengidentifikasi pengaruh penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk terhadap keputusan item recovery.
3. Menganalisis pengaruh penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk terhadap profitability item recovery. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada produsen mengenai pengaruh penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk oleh konsumen terhadap keputusan untuk me-recovery item dan mengenai pengaruh kesalahan pengambilan keputusan recovery terhadap profit yang diterima produsen, sehingga produsen dapat memikirkan cara untuk meminimalkan penundaan tersebut. Adapun batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah distribusi kegagalan mengikuti distribusi Weibull dua parameter, waktu pemakaian dan waktu terjadinya kegagalan atau kerusakan serta waktu pelaporan kerusakan adalah ketika produk berada di first life-nya (produk baru), analisis dilakukan hanya untuk single item dengan pola pemakaian continuous, kebijakan garansi yang digunakan adalah MBW (Money Back Warranty), Renewing Free Replacement Warranty (Renewing FRW), dan Non-renewing Free Replacement Warranty (Non-renewing FRW), serta survey dilakukan pada dua lokasi, yaitu Lumajang dan Surabaya. Sedangkan asumsi yang digunakan yaitu waktu terjadinya antarkegagalan adalah independen, waktu take back adalah ketika konsumen melaporkan kerusakan produknya, dan environmental cost tidak dipertimbangkan, serta merk dan tipe produk tidak dipertimbangkan. 2.
Metodologi Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan metodologi selama proses penelitian berlangsung. Metodologi penelitian disusun sebagai pedoman pelaksanaan penelitian agar tetap berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut ini adalah tahap-tahap yang dilalui selama proses penelitian berjalan: 2.1
Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah Tahap identifikasi dan perumusan masalah merupakan tahap awal dari pelaksanaan penelitian, yang meliputi studi literatur, pengidentifikasi dan perumusan masalah, penentuan tujuan dan manfaat serta penentuan batasan dan asumsi yang akan digunakan selama proses penelitian.
3
2.2
Tahap Identifikasi Kondisi Waiting Period dan Delay Period Pada tahap identifikasi kondisi waiting period dan delay period, langkah yang dilakukan adalah pengidentifikasian kondisi penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk serta pengaruhnya terhadap take back time dan time to failure TTF terkait dengan keputusan recovery. 2.3
Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Tahap ini terbagi menjadi lima bagian, yaitu survey karakteristik waiting period dan delay period, pengolahan baseline data, dan TTF yang pengolahan data mempertimbangkan waitingperiod dan delay period, perbandingan baseline data dan data serta TTF yang mempertimbangkan waiting period dan delay period, serta replikasi eksperimen . Tahap pertama adalah survey karakteristik waiting period dan delay period. Pada tahap ini, dilakukan survey pada pengguna lemari es untuk mengetahui selang penundaan (waiting period dan delay period) yang dilakukan oleh konsumen. Tahap ini dilakukan karena belum ada literatur atau penelitian yang membahas mengenai selang penundaan yang dilakukan oleh konsumen, khususnya untuk produk lemari es. Pada penelitian ini survey dilakukan di dua lokasi, yaitu Lumajang dan Surabaya. Tahap kedua adalah pengolahan baseline data. Pada tahap ini, akan di-generate random sejumlah data (sesuai jumlah data dari data survey) yang digunakan sebagai data take back time yang seharusnya dilakukan oleh konsumen ( ideal). Tahap ini dilakukan karena belum ada data take back di lapangan. Setelah di-generate data , selanjutnya nilai tersebut dievaluasi menggunakan kurva reliability yang dibentuk dari β dan η kompresor lemari es yang diperoleh dari studi literatur. Selanjutnya β dan η ini disebut dengan β0 dan η0, sedangkan kurva reliability-nya disebut . Hasil evaluasi data ini adalah keputusan recovery yang digunakan sebagai dasar perbandingan. Tahap ketiga adalah pengolahan data dan TTF yang mempertimbangkan waiting period dan delay period. Pada tahap ini, nilai dan TTF akan ditambahkan dengan nilai waiting period dan delay period, serta rata-rata nilai waiting period dan delay period. dari
pengolahan data pada tahap ini akan diperoleh keputusan recovery. Tahap keempat adalah perbandingan baseline data dan data serta TTF yang mempertimbangkan waiting period dan delay period. Pada tahap ini, akan dibandingkan keputusan recovery yang dihasilkan dari pengolahan pada dua tahap sebelumnya. Tahap yang terakhir adalah replikasi . Pada tahap ini dilakukan eksperimen perulangan pengolahan data dengan maksud untuk melihat konsistensi data yang diolah. 2.4
Tahap Analisis Data Pada tahap ini dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah analisis pengaruh waiting period dan delay period terhadap dan TTF berdasarkan perbandingan data yang telah diolah. Tahap kedua adalah perhitungan profit item recovery dari baseline data, dan tahap ketiga adalah perhitungan profit item recovery dari data dan TTF yang mempertimbangkan waitingperiod dan delay period. Tahap yang terakhir adalah analisis perbandingan profit yang telah dihitung pada tahap sebelumnya. 2.5
Tahap Penarikan Kesimpulan dan Pemberian Saran Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian. penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Pengambilan kesimpulan di sini bertujuan untuk menjawab tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, juga diberikan beberapa saran yang berguna sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya. 3.
Pengumpulan dan Pengolahan data Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini. 3.1
Survey Karakteristik Penundaan Pemakaian dan Pelaporan Kerusakan Produk amatan dalam penelitian ini adalah lemari es sehingga dilakukan survey pada pengguna lemari es. Lemari es dipilih sebagai produk amatan karena merupakan salah satu contoh produk rumah tangga yang memiliki pola penggunaan continuous dan produk ini berpotensi untuk di-recovery. Namun, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada salah satu komponen atau item dari lemari es, yaitu kompresor. Komponen ini (kompresor) 4
memiliki fungsi yang penting dalam sistem kerja lemari es, yaitu memompa bahan pendingin ke seluruh bagian kulkas. Selama ini belum pernah ada penelitian yang meninjau perilaku penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan oleh konsumen. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memilih mpendekatan terhadap kondisi riil dengan melakukan survey untuk mengetahui karakteristik penundaan oleh konsumen. Selain itu, dari survey ini juga dapat diperoleh informasi tentang faktor-faktor penyebab terjadinya penundaan. Survey ini tidak mengarah pada merk, tipe produk, produsen, atau distributor tertentu karena untuk mengetahui secara umum penundaan pemakaian dan pelaporan kerusakan produk yang dilakukan oleh konsumen. Survey ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Lumajang dan Surabaya. 3.2
Pengaruh Waiting Period dan Delay Period terhadap Take Back Time ( ) Pada penelitian Anityasari (2008), telah dijelaskan bahwa take back time merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan keputusan untuk me-recovery produk yang sudah berada pada akhir hidupnya (end of life) dan telah di-take back. Jadi, adanya kondisi waiting dan delay dapat mengakibatkan pergeseran keputusan item recovery. Pergeseran keputusan item recovery yang mungkin terjadi disajikan pada Tabel 1 berikut.
R3 = recycling D = disposal 3.2.1 Pembangkitan Bilangan Random Pada pembangkitan bilangan random , langkah pertama yang dilakukan adalah mengenerate data . Random data dibatasi hingga 3650 hari (10 tahun) karena pada penelitian Anityasari (2008) dijelaskan bahwa rata-rata umur hidup lemari es adalah 10 tahun. yang di-generate ini, diasumsikan sebagai yang seharusnya dilakukan oleh konsumen (kondisi ideal). Selanjutnya dibuat kurva reliability seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 yang digunakan untuk mengevaluasi . Kurva tersebut dibentuk dari β dan η kompresor lemari es yang diperoleh dari penelitian Anityasari (2008), dengan nilai β = 3.0268 dan η = 29.779 (tahun) atau dalam satuan hari sebesar 10869.335. Selanjutnya β dan η ini disebut dengan β0 dan η0, sedangkan kurva reliability yang terbentuk disebut dengan kurva .
Tabel 1 Pergeseran keputusan recovery Gambar 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 5.17 5.18 5.19 5.20 5.21 5.22 5.23 5.24 5.25 5.26 5.27
Pengaruh Delay Delay Delay Delay Waiting Waiting Waiting Waiting Delay & Waiting Delay & Waiting Delay & Waiting Delay & Waiting Delay Delay Delay Waiting Waiting Waiting Delay & Waiting Delay & Waiting Delay & Waiting Delay Delay Waiting Waiting Delay & Waiting Delay & Waiting
Keputusan ideal R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R2 R2 R2 R2 R2 R2 R2 R2 R2 R3 R3 R3 R3 R3 R3
Keterangan : R1 = reuse R2 = remanufacturing
Keputusan yang diambil R1 R2 R3 D R1 R2 R3 D R1 R2 R3 D R2 R3 D R2 R3 D R2 R3 D R3 D R3 D R3 D
Gambar 1 Kurva Dari kurva diketahui bahwa nilai adalah 5168 hari, pada 0.9. Selanjutnya nilai t1 dievaluasi dengan kurva , serta dan tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi t1, diperoleh keputusan recovery untuk data seperti yang disajikan pada table 2. Tabel 2 Keputusan recovery untuk data random keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0
5
3.2.2 Pengaruh Waiting Period (WP) dan Delay Period (DP) terhadap ( +WP+DP) Dalam pengolahan ini dilakukan pengolahan data take back time yang mempertimbangkan adanya waiting period (WP) dan delay period (DP). Jadi, nilai yang di-generate pada bagian 3.2.1 akan ditambahkan dengan nilai waiting period (WP) dan delay period (DP) yang dilakukan oleh konsumen berdasarkan survey sehingga diperoleh nilai +WP+DP untuk tiap lokasi survey. Selanjutnya nilai tersebut dievaluasi menggunakan kurva sehingga diperoleh keputusan item recovery untuk masing-masing lokasi survey, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut. Tabel 3 Keputusan recovery untuk data +WP+DP (Lumajang) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 10 ∑remanufacturing = 22 ∑recycling = 0 ∑disposal = 18 Tabel 4 Keputusan recovery untuk data +WP+DP (Surabaya) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 13 ∑remanufacturing = 24 ∑recycling = 0 ∑disposal = 13 3.2.3 Pengaruh Waiting Period (WP) ratarata dan Delay Period rata-rata terhadap ( + + ) Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengaruh waiting period rata-rata dan delay period rata-rata untuk setiap lokasi survey terhadap take back time . Alur pengolahan data pada bagian ini sama dengan pengolahan pada bagian 3.2.2, tetapi nilai yang ditambahkan bukan nilai waiting period dan delay period, melaikan waiting period rata-rata dan delay period rata-rata , sehingga diperoleh nilai + + untuk masing-masing lokasi survey dan rata-rata data gabungan kedua lokasi. Selanjutnya nilai tersebut dievaluasi menggunakan kurva sehingga diperoleh keputusan item recovery untuk masing-masing
lokasi survey, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 berikut. Tabel 5 Keputusan recovery untuk data (Lumajang) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0
-
Tabel 6 Keputusan recovery untuk data + + (Surabaya) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0 Tabel 7 Keputusan recovery untuk data + + (gabungan) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0 3.4
Pergeseran Keputusan Item Recovery Berdasarkan Time To Failure (TTF) Waiting period dan delay period tidak hanya berpengaruh terhadap take back time ( ), melainkan juga berpengaruh terhadap time to failure (TTF) yang membentuk kurva reliability. Dengan adanya perubahan bentuk kurva pada reliability, maka akan berubah pula tertentu, seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbedaan
pada
tertentu
Perubahan threshold dapat mengakibatkan perubahan hasil evaluasi take back time produk sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan
6
keputusan item recovery antara kondisi yang seharusnya dan kondisi yang terlapor. 3.3.1 Pengaruh Waiting Period (WP) dan Delay Period (DP) terhadap TTF (TTF+WP+DP) Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengaruh waiting period (WP) dan delay period (DP) terhadap TTF, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap keputusan recovery suatu item. Pengolahan data ini diawali dengan mengenerate nilai TTF dari parameter β0 dan η0 diperoleh dari penelitian Anityasari (2008). Kemudian dihitung nilai TTF yang terlapor, yaitu dengan menambahkan TTF yang telah digenerate dengan waiting period (WP) dan delay period (DP) yang diperoleh dari survey, sehingga dihasilkan nilai TTF terlapor (TTF+WP+DP). Dari TTF+WP+DP tersebut diperoleh parameter β dan η baru, yang selanjutnya disebut β1-n dan η1-n. Kemudian β1-n dan η1-n tersebut digunakan untuk membentuk kurva reliability , seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4. Lalu ditentukan nilai threshold dan . Selanjutnya nilai yang digenerate pada bagian 3.2.1 dievaluasi dengan kurva reliability tersebut, sehingga diperoleh keputusan recovery yang seharusnya dipilih oleh produsen.
Gambar 3 Kurva reliability (Lumajang) Pada kurva di atas diperoleh bahwa nilai adalah 5646 hari, pada 0.9. sehingga keputusan recovery-nya adalah sebagai berikut.
Tabel 8 Keputusan recovery untuk data TTF+WP+DP (Lumajang) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 23 ∑remanufacturing = 27 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0
Gambar 4 Kurva reliability (Surabaya) Pada kurva di atas diperoleh bahwa nilai adalah 6012 hari, pada 0.9, sehingga keputusan recovery-nya adalah sebagai berikut. Tabel 9 Keputusan recovery untuk data TTF+WP+DP (Surabaya) keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 31 ∑remanufacturing = 19 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0 3.3.2 Pengaruh Waiting Period (WP) dan Delay Period (DP) terhadap TTF (TTF+WP+DP) Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengaruh waiting period rata-rata dan delay period rata-rata untuk setiap lokasi survey terhadap time to failure TTF. Alur pengolahan data pada bagian ini sama dengan pengolahan pada bagian 3.3.1, tetapi nilai yang ditambahkan bukan nilai waiting period dan delay period, dan delay melaikan waiting period rata-rata period rata-rata , sehingga diperoleh nilai + + untuk masing-masing lokasi survey dan rata-rata data gabungan kedua lokasi. Berikut gambar yang menunjukkan kurva reliability dan tabel hasil keputusan recovery untuk masing-masing lokasi.
7
Gambar 7 Kurva reliability Gambar 5 Kurva reliability (Lumajang) Pada kurva di atas diperoleh bahwa nilai adalah 5165 hari, pada 0.9. sehingga keputusan recovery-nya adalah sebagai berikut. Tabel 10 Keputusan recovery untuk data + (Lumajang) TTF+ keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0
Gambar 6 Kurva reliability
Pada kurva di atas diperoleh bahwa nilai adalah 5164 hari, pada 0.9. sehingga keputusan recovery-nya adalah sebagai berikut. Tabel 12 Keputusan recovery untuk data + TTF+ keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0 3.5
Replikasi Eksperimen Pada penelitian ini dilakukan perulangan pengolahan data . Replikasi eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi data yang telah diolah. Berikut grafik perbandingan proporsi keputusan recovery sepuluh set data.
(Surabaya)
Pada kurva di atas diperoleh bahwa nilai adalah 5164 hari, pada 0.9. sehingga keputusan recovery-nya adalah sebagai berikut. Tabel 11 Keputusan recovery untuk data + (Surabaya) TTF+ keputusan recovery jumlah item ∑reuse = 17 ∑remanufacturing = 33 ∑recycling = 0 ∑disposal = 0
Gambar 8 Perbandingan proporsi keputusan recovery sepuluh set data 4
Analisis Data Pada bagian ini akan dianalisis perbandingan keputusan recovery dari pengolahan data, kemudian akan dihitung serta dianalisis profit untuk setiap keputusan recovery.
8
4.1
Analisis Perbandingan Keputusan Item Recovery Berdasarkan Take Back Time ( ) Pada subbab ini akan dianalisis mengenai hasil keputusan recovery untuk masing-masing pengolahan. Berikut Tabel 13 yang menyajikan perbandingan keputusan recovery berdasarkan take back time ( ). Tabel 13 Perbandingan keputusan recovery berdasarkan take back time ( ) t1 ∑reuse = ∑remanufacturing = ∑recycling = ∑disposal =
17 33 0 0
t1+WP+DP t1+WP+DP t1+WPrata+DPrata t1+WPrata+DPrata t1+WP+DP (Lumajang) (Surabaya) (Lumajang) (Surabaya) gabung 10 22 0 18
13 24 0 13
17 33 0 0
17 33 0 0
17 33 0 0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan keputusan recovery pada pengolahan t1+WP+DP, baik data Lumajang maupun data Surabaya dengan baseline data. Pada hasil keputusan t1+WP+DP Lumajang dan Surabaya terdapat keputusan disposal akibat adanya penundaan yang dilakukan oleh konsumen. Keputusan ini tidak memberikan keuntungan apa-apa pada produsen, hanya saja produsen kehilangan kesempatan karena sebenarnya item berpotensi untuk di-recovery. Waiting period dan delay period berpengaruh terhadap take back time t1 dan mengakibatkan terjadinya error type I, yaitu menolak keputusan yang benar (tolak H0, padahal H0 benar). Error type I ini merugikan bagi produsen, tetapi menguntungkan bagi konsumen. 4.2
Analisis Perbandingan Keputusan Item Recovery Berdasarkan Time To Failure (TTF) Pada subbab ini akan dianalisis mengenai hasil keputusan recovery untuk masing-masing pengolahan. Berikut Tabel 14 yang menyajikan perbandingan keputusan recovery berdasarkan time to failure (TTF). Tabel 14 Perbandingan keputusan recovery berdasarkan time to failure (TTF) t1 ∑reuse = ∑remanufacturing = ∑recycling = ∑disposal =
17 33 0 0
TTF+WP+DP TTF+WP+DP (Lumajang) (Surabaya) 23 27 0 0
31 19 0 0
TTF+WPrata TTF+WPrata TTF+WP+DP +DPrata +DPrata gabung (Lumajang) (Surabaya) (Surabaya) 17 17 17 33 33 33 0 0 0 0 0 0
Pada hasil keputusan TTF+WP+DP Lumajang dan Surabaya terdapat perbedaan
keputusan akibat adanya penundaan yang dilakukan oleh konsumen. Namun, pada keputusan ini, berbeda dengan pergeseran keputusan yang terjadi pada t1. Kesalahan keputusan yang dilakukan oleh produsen ini justru memberikan keuntungan pada produsen karena produsen menganggap item yang di-recovery memiliki kondisi yang lebih baik dari yang sebenarnya. Jadi, kesalahan pada kasus ini disebut error type II, yaitu menerima keputusan yang salah. Error type II ini memberikan keuntungan dalam hal profitabilitas, tetapi dapat merugikan produsen dari segi kepercayaan konsumen terhadap item yang diproduksi. 4.3
Perhitungan Estimasi Profit dan Analisis Perbandingan Profit Setelah diketahui keputusan recovery dari setiap pengolahan data, selanjutnya dihitung estimasi profit yang diperoleh produsen. Sebelum dihitung profitnya, perlu dihitung estimasi biayanya. Rincian biaya recovery dan market price diperoleh dari penelitian Anityasari (2008). Untuk estimasi biaya garansi, digunakan tiga kebijakan, yaitu Money Back Warranty, Free Replacement Warranty-renewing, dan Free Replacement Warranty-nonrenewing. Setelah diketahui estimasi biayanya, maka dapat dihitung profit yang diperoleh produsen. Rekap total profit untuk masing-masing pengolahan data dari sisi take back time t1dapat ditunjukkan pada Tabel 15 berikut. Tabel 15 Rekap total profit t1 t 1 +WP+DP Lumajang t 1 +WP+DP Surabaya t 1 +WPrata+Dprata Lumajang t 1 +WPrata+Dprata Surabaya t 1 +WP+DP gabungan
MBW ($) FRW ren ($) FRW nonren ($) 7369.5008 7394.6239 7398.1668 4717.2535 4730.9946 4732.6142 5452.8940 5472.7294 5476.6412 7365.2016 7391.3622 7395.1113 7365.2542 7391.4023 7395.1486 7365.2318 7391.3852 7395.1327
Berdasarkan rekap data di atas, dapat diketahui bahwa waiting period dan delay period sangat berpengaruh terhadap profit perusahaan, yaitu mengurangi atau menghilangkan profit yang seharusnya dapat dimiliki oleh perusahaan. Perbedaan profit antara baseline data dan data t1+WP+DP Lumajang, yaitu 35,99% (MBW) dan 36% (FRW renewing dan FRW nonrenewing). Perbedaan profit antara baseline data dan data t1+WP+DP Surabaya, yaitu 26% (MBW), 25,99% (FRW renewing), dan 25,97% (FRW nonrenewing). Sedangkan profit antara baseline 9
+ + (untuk data data dan data Lumajang, Surabaya, dan gabungan) tidak berbeda secara signifikan. Sedangkan rekap total profit untuk masing-masing pengolahan data dari sisi Time To Failure dapat ditunjukkan pada Tabel 16 berikut. Tabel 16 Rekap total profit t1 TTF+WP+DP Lumajang TTF+WP+DP Surabaya TTF+WPrata+Dprata Lumajang TTF+WPrata+Dprata Surabaya TTF+WP+DP gabungan
MBW ($) 7369.5008 7393.648185 7490.899518 7287.635709 7287.496498 7287.519086
FRW ren ($) 7394.6239 7428.23583 7520.79503 7331.647556 7331.54017 7331.557857
FRW nonren ($) 7398.1668 7431.597154 7523.564324 7345.771818 7346.935242 7343.698781
Berdasarkan rekap data di atas, dapat diketahui bahwa waiting period dan delay period sangat berpengaruh terhadap profit perusahaan. Perbedaan profit antara baseline data dan data TTF+WP+DP Lumajang, yaitu 0,33% (MBW), 0,46% (FRW renewing), dan 0,45% (FRW nonrenewing). Perbedaan profit antara baseline data dan data TTF+WP+DP Surabaya, yaitu 1,65% (MBW), 1,71% (FRW renewing), dan 1,7% (FRW nonrenewing). Sedangkan profit antara baseline data dan data + (untuk data Lumajang, TTF+ Surabaya, dan gabungan) tidak berbeda secara signifikan. Pada kasus ini, dapat dilihat bahwa secara profitabilitas produsen diuntungkan, tetapi segi image item produsen akan dirugikan. 5
Kesimpulan dan Saran Pada bagian ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan selama penelitian. 5.1
Kesimpulan Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis penelitian: 1. Penelitian ini menganalisis pengaruh waiting period dan delay period terhadap dua hal, yaitu take back time dan time to failure TTF. Waiting period dan delay period berpengaruh terhadap pergeseran keputusan, yaitu pergeseran negatif (pergeseran ke keputusan recovery yang membutuhkan biaya yang lebih besar) terhadap t1 dan pergeseran positif (pergeseran ke keputusan recovery yang membutuhkan biaya yang lebih kecil) terhadap TTF.
2. Dari sisi take back time , waiting period dan delay period dapat menggeser sehingga mengakibatkan kesalahan keputusan (misclassification) atau error. Error yang terjadi adalah error type I. 3. Dari sisi time to failure TTF, waiting period dan delay period dapat mengakibatkan perubahan parameter β dan η sehingga menghasilkan kurva reliability yang berbeda dan yang berbeda pula (pada yang sama). Akibat perubahan tersebut adalah terjadi kesalahan keputusan (misclassification) atau error. Error yang terjadi adalah error type II. 4. Dari sisi take back time , waiting period dan delay period dapat mengakibatkan profit yang diperoleh produsen berkurang. Pada data Lumajang, perbedaan profit mencapai 36%, sedangkan pada data Surabaya perbedaan profit mencapai 26%. 5. Dari time to failure TTF, waiting period dan delay period dapat mengakibatkan penambahan profit yang diperoleh produsen, tetapi tidak terlalu signifikan. Pada data Lumajang perbedaan profit 0,46%, sedangkan pada data Surabaya mencapai 1,71%. 5.2
Saran Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya: 1. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengenai pengembangkan model kegagalan secara matematis yang mempertimbangkan adanya waiting period dan delay period. 2. Penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan profit yang hilang akibat adanya waiting period dan delay period. 6 Daftar Pustaka Anityasari, M. 2008. Reuse of Industrial Products – a Technical and Economic Model for Decision Support. Doctoral Thesis. The University Of New South Wales, Sydney, Australia. Artana, K. B. 2006. Handbook Mata Kuliah Keandalan, Surabaya: Teknik Sistem Perkapalan. Beullens, P. 2005, Reverse Logistic in Effective Recovery of Products from Waste 10
Transactions on Components, Packaging, and Manufacturing Technology-Part C, Vol. 21, No. 3, pp. 225-232.
Materials, Reviews in Environmental Science & Bio/Technology, diakses tanggal 24 Februari 2011. Ijomah, W. L., Childe, S. & Mcmahon, C. 2004. Remanufacturing : a Key Strategy for Sustainable Development. in : The Third International Conference on Design and Manufacture for Sustainable Development 2004, Loughborough, UK. Ijomah, W. L., Mcmahon, C. A., Hammond, G. P. & Newman, S. T. 2007. Development of Design for Remanufacturing Guidelines to Support Sustainable Manufacturing. 712-719. Kaebernick, H., Anityasari, M. & Kara, S. 2008. The Role of Warranty in The Reuse Strategy. Life Cycle Engineering and Management Research Group. Kang, H. Y. & Schoenung, J. M 2004, Electronic Waste Recycling : a Review of U.S. Infrastructure and Technology Options, Journal of Resources Conservation & Recycling, Department of Chemical Engineering and Materials Science, University of California, USA.
Sundin,
E. & Bras, B. 2004. Making Functional Sales Environmentally and Economically Beneficial through Product Remanufacturing. Journal of Cleaner Production, 913-925.
Walpole, R. E. 1988, Pengantar Statistika Edisi Ketiga (Terjemahan), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wikipedia 2011, Recycling, diakses tanggal 7 Maret 2011,
. Windiani, S. 2009. Pengembangan Model Perhitungan Periode Garansi dan Analisis Biaya Garansi untuk Produk Reuse Menggunakan Kebijakan Free Replacement Warranty (FRW) dengan Berbagai Jenis Rektifikasi. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Klausner, M., Grimm, W. M., & Hendrickson, C. 1998, Reuse of Electronic Motors in Consumer Products, Jurnal of Industrial Ecology, Massachusetts Institute of Technology and Yale University. Nowlis, S. M., Mandel, N., McCabe, D. B., 2004, The Effect of a Delay between Choice and Consumption on Consumption Enjoyment, Journal of Consumer Research, Vol.31, No.3, pp. 502-510. Recycling Guide. Org 2011, How to Recycle Different Materials, diakses tanggal 10 Maret 2011, . Stuart, J. A., Low, M. K., Williams, D. J., Turbini L. J., Ammons, J. C. 1998. Challenges in Determining Electronics Equipment Take-Back Levels. IEEE 11