ANALISIS PENGARUH NORMA SUBYEKTIF DAN KARAKTERISTIK ENDORSER TERHADAP MINAT MEMILIH DALAM PEMILU PRESIDEN 2009 (STUDI PADA PARA PEMILIH PEMULA DI WILAYAH KOTA MAGELANG)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas–tugas dan Memenuhi Syarat–syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Asriani Hendaryati F.0205048
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada tahun 2009, bangsa Indonesia telah melaksanakan kembali pesta demokrasi rakyat yaitu Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu kesepuluh dalam perspektif sejarah kehidupan politik negara kita akan diselenggarakan pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sedangkan pada 8 Juli 2009 untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Banyaknya partai politik yang lolos verifikasi faktual KPU menggambarkan semakin progresnya kehidupan demokrasi di Republik ini. KPU telah menetapkan tahapan masa yang harus dilalui oleh para kandidat calon presiden dan wakil presiden, yaitu masa kampanye, masa tenggang, dan masa pelaksanaan Pemilu. Pada masa kampanye inilah, para kandidat memanfaatkan waktu untuk mencari dukungan. Banyak hal yang dilakukan oleh mereka, antara lain melalui iklan, debat capres dan cawapres, kampanye terbuka, spanduk, maupun melalui media massa. Sebut saja iklan partai demokrat yang mencoba menonjolkan keberhasilan Susilo Bambang Yudhoyono dalam menurunkan harga BBM. Begitu juga PDI Perjuangan mencoba menawarkan program beras murah. Demikian juga partai Golkar, Jusuf Kalla seakan mendeklarasikan partainya sebagai ikon perdamaian konflik di wilayah nusantara.
Azwar, 2008 (dalam Maulana, 2009) membagi pemilih di Indonesia menjadi tiga kategori. Pertama, pemilih yang rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kaum muda (pemilih pemula) menurut UU Pemilu adalah mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudah/pernah menikah, yang telah memiliki hak suara dalam Pemilu (dan Pilkada), yang diperkirakan jumlahnya mencapai 30-40 persen total jumlah pemilih, terutama kalangan pelajar dan remaja. Pemilih pemula dapat dikatakan unik, seringkali memunculkan kejutan, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan, dan tipis akan kadar polusi pragmatisme. Keputusan pilihan para pemilih pemula dalam Pemilu, seringkali dipengaruhi oleh orang terdekat seperti keluarga, teman, lingkungan sekitar (subjective norms). Selain mereka, keputusan pilihan pemilih pemula juga dipengaruhi oleh celebrity endorser yang turut serta dalam kampanye para calon kandidat (Wood dan Herbst, 2007). Norma subyektif merupakan kecenderungan yang dipelajari dari konsumen melalui keyakinannya bahwa referen berpikir tentang sesuatu yang akan dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1997). Referen merupakan
kelompok
di
sekitar
konsumen
ketika
konsumen
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut, sehingga konsumen
mengambil banyak nilai, sikap, atau perilaku para anggota kelompok. Karena itu referen dapat berupa anggota keluarga, teman, sahabat, atasan, bawahan, dan seorang ahli. Banyak calon berkampanye lewat media massa maupun media elektronik. Spanduk, iklan dan gambar caleg ataupun calon presiden dan wakilnya menjadi ornamen disepanjang ruas jalan protokol sampai pelosok daerah terpencil sekalipun yang dikemas agar mudah dimengerti oleh masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk promosi yang ada di dalam metode dan konsep aplikasi pemasaran dalam konteks politik, yang dimaksudkan memberikan informasi kepada masyarakat (Firmanzah, 2007). Pengertian periklanan menurut Kotler dan Susanto (2001: 774) adalah semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dengan mendapat bayaran. Tujuan dari periklanan yang utama adalah menjual atau meningkatkan penjualan barang, jasa atau ide. Dalam hal ini, iklan yang disampaikan berfungsi untuk mengenalkan caleg atau calon presiden dan wakilnya. Salah satu cara kreatif dalam beriklan adalah dengan menggunakan endorser. Endorser adalah sebagai opinion leader yang menyampaikan pesan hingga sampai konsumen mengenai merek produk. Opinion Leader berperan dalam memberikan informasi pada orang lain, pelaku persuasi, dan pemberi informasi. Shimp (2003) menyebutkan bahwa endorsement dalam periklanan umum harus memiliki atribut dasar yang berpengaruh terhadap efektivitas endorsement, maka karakteristik seorang endorser menurut Shimp (2003)
yaitu; attractiveness (daya tarik), daya tarik dari seorang endorser bukan hanya daya tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak. Expertise mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan seorang endorser
yang
berhubungan
dengan
topik
iklannya.
Serta
trustworthiness yang mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang endorser. Pesan iklan yang disampaikan oleh seorang endorser dapat mempengaruhi minat seseorang. Kredibilitas endorser memiliki peran penting dalam iklan, yakni sebagai atribut yang menuntun audience sampai ke tahap yakin (conviction) akan produk yang diiklankan dan mendorong minat membeli. Minat beli akan timbul setelah konsumen menerima informasi yang berupa pesan iklan yang disampaikan, kemudian pesan iklan ini akan memberi pengaruh yang dimulai dengan pengenalan merek oleh konsumen (Howard, 1994 dalam Durianto, 2004). Minat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap pada tindakan dan norma subyektif (Ajzen, 1991). Norma subyektif adalah determinan dari niat atau kehendak berperilaku. Pada tahun 2007, Wood dan Herbst dalam penelitiannya, meneliti seberapa besar pengaruh celebrity endorsement pada keputusan para pemilih pemula dalam pemilihan Presiden U.S tahun 2004. Dalam penelitian tersebut, responden yang digunakan sebanyak 506 mahasiswa yang baru pertama kali mengikuti pemilu di United States yang berasal dari salah satu universitas di United States. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam menentukan keputusan pilihan, seluruh responden dipengaruhi oleh subjective norms yang
dalam hal ini adalah keluarga. Sedangkan pengaruh celebrity endorser dengan kredibilitas yang didasarkan expertise, trustworthiness, dan attractiveness tidak berpengaruh sepenuhnya dalam keputusan para pemilih pemula. Melihat fenomena diatas, ditambah dengan bergantinya sistem pemilihan pada Pemilu 2009, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan meneliti hal-hal yang mempengaruhi minat memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Obyek penelitian ini adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009. Subyek penelitian ini adalah para pemilih pemula yang sesuai dengan Undang-Undang Pemilu No. 42 tahun 2008 yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah Kota Magelang. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil judul ”Analisis Pengaruh Norma Subyektif dan Karakteristik Endorser Terhadap Minat Memilih dalam Pemilu Presiden 2009 (Studi Pada Para Pemilih Pemula di Wilayah Kota Magelang)”
B. PERUMUSAN MASALAH 1. Apakah subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009? 2. Apakah karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009?
3. Karakteristik endorser apakah yang paling berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009?
C. BATASAN PENELITIAN 1. Penelitian ini dibatasi hanya melihat pengaruh norma subyektif dan karakteristik endorser terhadap minat memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009 (Wood dan Herbst, 2007). 2. Dalam penelitian ini pengaruh norma subyektif hanya dibatasi berasal dari faktor keluarga, teman, dan lingkungan sekitar yang mempengaruhi tindakan para pemilih pemula terhadap minat pilih pada Pemilu Presiden 2009. 3. Karakteristik endorser yang mempengaruhi pemilih pemula terhadap minat memilih yaitu attractiveness, daya tarik bukan hanya berarti daya tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri endorser. Expertise mengacu pada pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang dimiliki seorang endorser yang berhubungan dengan topik iklannya. Trustworthiness mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang endorser (Shimp, 2003). Endorser dalam penelitian ini adalah para calon Presiden dan Wakil Presiden yang terdaftar sebagai kandidat dalam Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan pada 8 Juli 2009.
4. Dalam penelitian ini, dibatasi hanya memfokuskan pada cara pandang dan tanggapan para pemilih pemula dalam menilai kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden selama masa kampanye berlangsung yang dapat dilihat dari iklan televisi, debat capres dan cawapres, atau program kampanye terbuka yang dilakukan untuk menarik simpati masyarakat.
D. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk menguji apakah subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009. 2. Untuk menguji apakah karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009. 3. Untuk menguji karakteristik endorser apakah yang paling berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2009.
E. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan memilih dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada pemilih pemula. Faktor tersebut dapat digunakan dalam rangka meningkatkan
pendidikan politik pada para pemilih pemula, sehingga nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi dalam memberikan pendidikan politik di masa yang akan datang. 2. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya dengan topik penelitian sejenis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI 1. Perilaku Konsumen Dharmmestha dan Handoko (2000: 10) menyatakan bahwa consumer behavior atau perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatankegiatan tersebut. Perilaku konsumen bagi para remaja seringkali dipengaruhi oleh berbagai macam ketertarikan dari pengaruh luar saat diadopsi oleh mereka untuk self-image, lifestyle, dan pola konsumsi mereka. Dari konsep definisi peran model, dijelaskan bahwa orang tua, guru, teman sebaya, atau lainnya dapat dijadikan pertimbangan, dan dalam beberapa penelitian baru-baru ini dijelaskan bahwa orang tua dan/atau teman sebaya mempengaruhi dalam perilaku konsumsi dari konsumen individual (Bush et al, 1999). Kotler dan Susanto (2000: 223) menyatakan bahwa keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis dari pembeli. Faktor budaya adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang..
Faktor sosial terdiri dari kelompok acuan yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang, dan keluarga yang merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh, serta peran dan status seseorang dalam kelompok masyarakat. Faktor pribadi terdiri dari usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, dan gaya hidup dan kepribadian seseorang berdasarkan kelas sosial mereka masing-masing yang diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Faktor psikologis terdiri dari motivasi dan persepsi seseorang dalam menyeleksi, mengatur, dan menginterprestasikan informasi yang didapat.
2. Model atau Pendukung Iklan (Endorser) a. Pengertian Periklanan Salah satu tahapan promosi yang terdapat dalam bauran pemasaran adalah iklan yang termasuk kegiatan dalam aspek promosi. Produk barang dan jasa itu sendiri, baik penamaannya, pengemasan, penetapan harga, dan distribusinya, semua tercermin dalam kegiatan periklanan. Iklan merupakan salah satu strategi yang digunakan perusahaan untuk mempromosikan produk mereka demi menarik minat konsumen. Umumnya tujuan periklanan dapat digolongkan menurut sasarannya apakah itu untuk menginformasikan, membujuk, atau mengingatkan.
Menurut Kasali (1995: 9), iklan adalah bagian dari bauran promosi, dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran. Secara sederhana, iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Jefkins
(1996)
mendefinisikan
periklanan
sebagai
pesan-pesan
penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murahnya. Periklanan mempunyai banyak manfaat antara lain pembentukan citra organisasi berjangka panjang (iklan produk), penyebaran informasi tentang penjualan, jasa, dan peristiwa (iklan klasifikasi), pengumuman penjualan khusus (iklan penjualan), dan anjuran untuk melakukan sesuatu (iklan anjuran) (Kotler, 2000).
b. Pengertian Endorser Perusahaan harus memiliki cara kreatif dalam beriklan agar dapat menarik perhatian konsumen dan menciptakan preferensi terhadap merek. Salah satu cara kreatif dalam beriklan adalah dengan menggunakan endorser. Endorser adalah sebagai opinion leader yang menyampaikan pesan hingga sampai konsumen mengenai merek produk. Opinion leader berperan dalam memberikan informasi pada orang lain, pelaku persuasi, dan pemberi informasi. Sosok endorser dapat berasal dari kalangan selebriti dan orang biasa/non selebriti.
Penggunaan narasumber (source) sebagai figur penarik perhatian dalam iklan merupakan salah satu cara kreatif untuk menyampaikan pesan (Kotler dan Keller, 2006: 506). Pesan yang disampaikan oleh narasumber yang menarik akan lebih mudah dan menarik perhatian konsumen. Maka dari itu, perusahaan harus memilih endorser yang cocok untuk menyampaikan pesan iklan yang diinginkan kepada target audience, sehingga pesan tersebut sampai kepada konsumen yang dapat membentuk opini, dan mereka akan meneruskan opini tersebut sesuai persepsi
masing-masing,
dengan
demikian
diharapkan
akan
bertambahnya kesadaran terhadap produk baik barang ataupun jasa. Shimp (2003) membagi endorser ke dalam dua tipe, yaitu celebrity endorser dan typical-person endorser. Typical-person endorser biasanya digunakan sebagai bentuk promosi testimonial untuk meraih kepercayaan konsumen. Typical-person endorser dapat lebih diakrabi oleh konsumen karena mereka merasa memiliki kesamaan konsep diri yang aktual (actual-self concept), nilai-nilai yang dianut, kepribadian, gaya hidup (life styles), karakter demografis, dan sebagainya. Menurut Cohen (dalam Jajuk, 2003) mendefinisikan endorser sebagai individu yang dipercaya untuk mendukung suatu produk, menyampaikan pesan dalam iklan, dimana disebut sebagai sumber yang dapat dipercaya dan berbicara atas dasar pengalamannya menggunakan
produk
barang
atau
jasa
dan
berjuang
untuk
mempengaruhi konsumen sasaran. Model iklan (endorser) adalah
seseorang atau sebuah karakter yang terdapat dalam iklan untuk menampilkan keuntungan dari sebuah merek. Model iklan (endorser) dipilih sebagai pengirim pesan sebuah merek atau informasi dalam iklan.
c. Karakteristik Endorser Tugas utama endorser adalah untuk menciptakan asosiasi yang baik antara endorser dengan produk yang diiklankan sehingga timbul sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan citra yang baik pula di mata konsumen. Iklan merupakan elemen yang penting dan saling berpengaruh dalam menanamkan brand image kepada konsumen, seiring dengan ciri fisik dan kualitas produk yang mengikuti suatu brand tertentu (Temporal & Lee, 2001:39 dalam Hapsari, 2008). Beberapa
faktor
dapat
diidentifikasi
untuk
mengukur
keefektivitas dari celebrity endorser. Dholakia dan Sternthal, 1997 (dalam Grace dan Furuoka, 2007) mengidentifikasi terdapat tiga dimensi kredibilitas yaitu trustworthiness, expertise, dan attractiveness. Beberapa karakteristik endorser juga digunakan sebagai sumber yaitu familiarity, similarity, liking, dan physical attractiveness. Shimp (2003) menyebutkan bahwa endorsement dalam periklanan umum harus memiliki
atribut
dasar
yang
berpengaruh
terhadap
efektivitas
endorsement, maka karakteristik seorang endorser menurut Shimp (2003) yaitu:
1) Daya tarik (attractiveness) Daya tarik bukan hanya berarti daya tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri endorser. Konsep umum dari daya tarik terdiri dari tiga ide yang berhubungan: persamaan (similarity), pengenalan (familiarity), dan penyukaan (liking). 2) Kredibilitas (credibility) Dalam pengertiannya yang paling dasar, kredibilitas mengacu pada kecenderungan untuk percaya kepada seseorang. Dua sifat penting dari kredibilitas pendukung adalah keahlian (expertise) dan kepercayaan
(trustworthiness).
Expertise
mengacu
pada
pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang dimiliki seorang pendukung (endorsement) yang berhubungan dengan topik iklannya. Trustworthiness mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang sumber. Endorser yang digunakan dalam penelitian ini adalah para calon presiden dan wakil presiden yang terdaftar sebagai kandidat dalam Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan pada 8 Juli 2009. Masingmasing
faktor
memiliki
mekanisme
yang
berbeda
di
dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen, yaitu (Belch dan Belch, 2001 : 172 dalam Hapsari 2008): 1) Source credibility, menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian, pengetahuan, dan pengalaman yang relevan yang dimiliki
endorser mengenai merek produk yang diiklankan serta kepercayaan konsumen terhadap endorser untuk memberikan informasi yang tidak biasa dan objektif. Kredibilitas memiliki dua sifat penting, yaitu: a) Expertise, merupakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dimiliki endorser berkaitan dengan produk yang diiklankan. Masyarakat sekarang memerlukan pemimpin yang memiliki konsep perekonomian yang kuat. Pemimpin yang berpengalaman dan memiliki visi dan misi yang mampu menyejahterakan rakyat. b) Trustworthiness, mengacu kepada kejujuran, integritas, dapat dipercayainya seorang sumber. Pemilih sekarang mencari sosok pemimpin yang dapat dipercaya membawa perubahan-perubahan yang signifikan menjadi lebih baik, serta jujur dalam melakukan tugasnya. 2) Source attractiveness, endorser dengan tampilan fisik yang baik dan/atau karakter non-fisik yang menarik dapat menunjang iklan dan dapat menimbulkan minat audiens untuk menyimak iklan. Daya tarik endorser mencakup: a) Similarity, merupakan persepsi khalayak berkenaan dengan kesamaan yang dimiliki dengan endorser, kemiripan ini dapat berupa karakteristik demografis, gaya hidup, kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada iklan, dan sebagainya. Pemilih akan lebih memilih calon presiden
karena adanya kesamaan visi dan misi, berasal dari daerah yang sama, atau jenis kelamin yang sama (khususnya untuk calon yang wanita), dan berbagai macam variabel lainnya. b) Familiarity, adalah pengenalan terhadap nara sumber melalui exposure. Sebagai contoh, penggunaan celebrity endorser dinilai berdasarkan tingkat keseringan tampil di publik, sedangkan penggunaan
typical-person
endorser
dinilai
berdasarkan
keakraban dengan sosok yang ditampilkan karena sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Pemilih cenderung memilih calon yang sudah dikenalnya, dengan ekspektasi calon yang mereka pilih dapat menjalankan kepemimpinan sesuai yang diharapkan masyarakat. c) Likability, adalah kesukaan audiens terhadap nara sumber karena penampilan fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter personal lainnya. Masyarakat lebih menyukai pemimpin dengan kepribadian yang berwibawa dan bersahaja. Pemilih cenderung enggan memilih calon yang banyak mengeluarkan uang hanya untuk berkampanye (Agustino, Harian Pikiran Rakyat 2009). 3) Source power, adalah karisma yang dipancarkan oleh narasumber sehingga dapat mempengaruhi pemikiran, sikap, atau tingkah laku konsumen karena pernyataan atau pesan endorser tersebut.
3. Marketing Politik Marketing dapat bermanfaat bagi partai politik dan calon presiden untuk membangun hubungan dengan pemilih. Penerapan metode dan konsep marketing dalam dunia politik disebut sebagai marketing politik. Marketing politik merupakan metode dan konsep aplikasi pemasaran dalam konteks politik. Politik dilihat sebagai aktivitas untuk mengintegrasikan orang-orang dalam suatu komunitas dengan ide dan gagasan yang spesifik tentang cara yang seharusnya dipergunakan dalam interaksi dan dinamika sosial (Bauer et al, 1996 dalam Firmanzah, 2007). Dunia politik terdiri dari produsen dan konsumen. Sebagai produsennya adalah partai-partai atau kontestan individu yang menjadi pihak penghasil produk politik. Di pihak lain, masyarakat dalam hal ini adalah pihak yang menjadi konsumen politik yang menentukan dan memilih partai politik serta produk politik. Masyarakat akan mencari dan memilih partai politik dan kontestan yang menawarkan produk politik yang paling memuaskan kebutuhan mereka. Kebutuhan konsumen yang dimaksudkan adalah pemecahan dan solusi yang segera atas permasalahan yang mereka sedang hadapi. Marketing politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus-menerus oleh sebuah partai politik atau kontestan dalam membangun kepercayaan dan image publik (Butler dan Collins, 2001 dalam Firmanzah, 2007). Marketing politik dilakukan dengan melibatkan media TV, radio, koran, dan pamflet yang mencoba menyampaikan semua hal yang perlu
disampaikan kepada publik. Marketing politik sangat berkaitan dengan media massa. Marketing politik menekankan pada penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat baik dari kontak fisik selama periode kampanye sampai dengan komunikasi tidak langsung melalui pemberitaan di media massa. Menurut Lock dan Harris, 1996 (dalam Firmanzah, 2007) terdapat beberapa karakteristik mendasar yang membedakan marketing politik dengan marketing dalam dunia bisnis. Perbedaan ini berasal dari kenyataan bahwa kondisi pemilihan umum memang berbeda dengan konteks dunia usaha pada umumnya. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah: a. Pada setiap pemilihan umum, semua pemilih memutuskan siapa yang mereka pilih pada hari yang sama. b. Tidak terdapat harga langsung maupun tidak langsung yang terkait dengan pencoblosan. c. Pemilih harus setuju dengan pilihan kolektif, meskipun kandidat atau partai yang memenangkan bukan pilihan mereka d. Produk politik atau kandidat individu adalah produk yang tidak nyata (intangible) yang sangat kompleks. e. Terdapat kesulitan dalam mengeluarkan brand politik yang baru, karena brand dan image politik pada umumnya sudah melekat dengan keberadaan partai tersebut.
f. Pemenang pemilu akan mendominasi dan memonopoli proses pembuatan kebijakan publik. g. Dalam kasus marketing di dunia bisnis, brand yang memimpin pasar cenderung untuk tetap menjadi pemimpin dalam pasar. Sedangkan dalam politik, pihak yang berkuasa akan dapat dengan mudah jatuh menjadi partai yang tidak popular. Marketing berkontribusi besar terhadap partai politik dalam cara mengemas pesan politik yang berbentuk iklan (Rothscild, 1978; Jamieson et al, 1999), dalam cara mentransfer pesan politik ke publik. Di samping itu, marketing berkontribusi besar terhadap pemilihan media yang paling efektif berdasarkan kondisi sosio-budaya sebuah negara, sehingga pesan politik yang disampaikan oleh partai politik dapat tepat sasaran. Marketing politik berusaha meyakinkan pemilih bahwa kandidat layak untuk dipilih.
4. Pemilih Pemula (First Vote) Azwar, 2008(dalam Maulana, 2009) membagi pemilih di Indonesia menjadi tiga kategori. Pertama, pemilih yang rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kaum muda (pemilih pemula) menurut UU Pemilu adalah mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudah/pernah menikah, yang telah
memiliki hak suara dalam Pemilu (dan Pilkada). Pemilih pemula terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, sering kali memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Hal ini dikatakan unik sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan, dan tipis akan kadar polusi pragmatisme. Para generasi muda saat ini mempunyai kesempatan untuk melakukan pemilihan pada pemilu baik itu pemilu legislatif ataupun untuk pemilu presiden. Dalam Undang-Undang Pemilu No.42 Tahun 2008 dijelaskan juga tentang hak memilih dalam Pasal 27 dan 28 yang berbunyi seperti berikut: Pasal 27 (1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar pemilih. Pasal 28 Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih. Antusiasme pemilih pemula, yaitu pemilih yang akan mengikuti Pemilu 2009 untuk pertama kalinya, terangkum dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 25-27 November 2008. Dari sejumlah pemilih pemula yang diwawancarai, diketahui bahwa mayoritas (86,4 persen) menyatakan akan menggunakan hak suara mereka dalam
pemilu. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal. Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orangtua hingga kerabat. Hasil jajak pendapat pasca-pemungutan suara (exit poll) pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (8 Agustus 2007), menunjukkan orangtua yang paling mempengaruhi pilihan para pemilih pemula. Teman dan saudara juga ikut mempengaruhi namun dengan persentase yang lebih kecil (Litbang, Kompas, 2007). Pemilih pemula banyak memiliki peran di dalam pemilu baik pilkada maupun pemilu legislatif dan presiden. Sebagian besar pemilih pemula memiliki peran yang sangat besar secara kualitas dan kuantitas. Rata-rata memiliki usia yang cukup muda dan memiliki dinamika yang cukup tinggi. Partisipasi pemilih pemula sebagian besar adalah berupa pemilih aktif dan bukan pemilih pasif (Dumadia, 2009). Oleh karena itu, pemilih pemula terutama kalangan pelajar dan remaja, perlu diberikan pendidikan politik menjelang Pemilu.
5. Pendidikan Politik Remaja a. Pengertian Remaja Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.
Rentang usia remaja ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2004: 9). Sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja merupakan karakteristik umum perkembangan mereka. Karakteristik-karakteristik itu adalah sebagai berikut: 1) Kegelisahan Fase ini adalah fase perkembangan dimana remaja memiliki idealisme angan-angan, atau keinginan yang kelak diwujudkan di masa akan datang. Namun angan-angan ini terganjal oleh kemampuan mereka yang masih belum cukup memadai. 2) Pertentangan Arnett menarik tiga tantangan tipikal secara general yang biasa dihadapi oleh remaja, yaitu perilaku beresiko, perubahan suasana hati yang cepat, dan konflik dengan orang tua (Laugesen, 2003). Hubungan yang kurang baik antara remaja dan orang tua terjadi pada periode ini karena remaja mulai ‘menggeser’ peran orang tua dengan teman sebaya sebagai kelompok referensi. 3) Menghayal Keinginan untuk melakukan hal yang remaja inginkan tidak semuanya dapat terlaksana. Khayalan dapat membantu remaja menumbuhkan ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
4) Aktivitas Berkelompok Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi secara bersama-sama (Singgih, 1980). 5) Keinginan Mencoba Segala Sesuatu Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity) (Ali & Asrori, 2004). Rasa ingin tahu ini menyebabkan remaja ingin mencoba hal-hal yang belum pernah dialaminya.
b. Pengertian Pendidikan Politik Remaja Pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa mentransfer budaya politiknya dari generasi yang satu ke generasi kemudian (Panggabean, 1994 dalam Suhartono, 2008). Sedangkan, budaya politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empirik, dan lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi di tempat kegiatan politik terselenggara. Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga remaja diharapkan ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan. Proses pendidikan politik remaja bukan hanya dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal seperti sekolah tetapi juga meliputi pendidikan dalam arti yang sangat luas melibatkan keluarga dan juga lingkungan sosial. Terdapat tiga tingkat materi yang perlu ditanamkan dalam kurikulum pendidikan berkaitan dengan sosialisasi pemilu
melalui kurikulum pendidikan. Ketiga materi tersebut adalah (1) penanaman hakikat pemilu yang benar sehingga memunculkan motif yang kuat bagi pemilih pemula untuk mengikuti pemilu, (2) pemahaman mengenai sistem pemilu, dan (3) pemahaman tentang posisi tawar politik. Perilaku politik (political behavior) dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku aktor politik dan warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. Menurut Mulyasa (2007: 255), kondisi sosial ekonomi seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah remaja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi remaja sebagai pemilih pemula untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Selain itu, pengetahuan remaja sebagai pemilih pemula terhadap proses pengambilan keputusan akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil. Perilaku pemilih yang lebih rasional semakin meningkat di tengah semangat keterbukaan yang berkembang selama 10 tahun terakhir. Masyarakat saat ini sudah lebih mampu melihat performa pimpinan dan partai politik. Melalui berbagai media yang jauh lebih terbuka dan mudah diakses saat ini, publik bisa menilai kelompok elite dan partai politik yang akan bertarung dalam dunia politik. Meningkatnya kekritisan masyarakat berdampak pada perilaku pemilih
yang lebih rasional dalam menentukan pilihannya. Karakter pemilih yang seperti ini lebih banyak mendominasi kelompok pemilih muda (Kompas, 2008).
6. Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior adalah teori tentang perilaku manusia (Ajzen, 1991). Theory of planned behavior merupakan teori perilaku yang dapat mengidentifikasi keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas apa yang akan terjadi dari hasil perilaku itu, yang membedakan antara perilaku seseorang yang berkehendak dan yang tidak berkehendak. Theory of planned behavior merupakan alat yang dapat digunakan untuk memprediksi perilaku individu ketika individu tersebut tidak memiliki kontrol kemauan sendiri
secara
penuh.
Artinya,
individu
tersebut
memiliki
halangan/hambatan sehingga perilakunya tidak bisa semaunya sendiri. Theory of planned behavior merupakan perluasan dari theory of reasoned action (Ajzen, 1991). Ajzen dan Fishbein dalam theory of reasoned action menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk berperilaku hanya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sikap seseorang terhadap perilaku (attitude toward behavior) dan norma subyektif (subjective norm). Menurut theory of reasoned action dari Fishbein dan Ajzen, tindakan seseorang adalah realisasi dari keinginan atau niat seseorang untuk bertindak. Faktor yang mempengaruhi niat adalah sikap pada tindakan dan norma subyektif menyangkut persepsi seseorang, apakah orang lain yang dianggap penting
akan mempengaruhi perilakunya (Dharmmesta, 1998). Ajzen (1991) menyatakan bahwa pada theory of planned behavior ditambahkan satu konsep yang menentukan keinginan berperilaku yaitu variabel persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control), sehingga theory of planned behavior adalah teori yang menyatakan bahwa perilaku manusia terdiri dari tiga unsur utama, yaitu pertimbangan (considerations), kehendak (intention), dan perilaku itu sendiri (behavior). Norma subyektif merupakan kecenderungan yang dipelajari dari konsumen melalui keyakinannya bahwa referen berpikir tentang sesuatu yang akan dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1997). Referen merupakan
kelompok
di
sekitar
konsumen
ketika
konsumen
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut, sehingga konsumen mengambil banyak nilai, sikap, atau perilaku para anggota kelompok. Karena itu referen dapat berupa anggota keluarga, teman, sahabat, atasan, bawahan, dan seorang ahli. Norma subyektif adalah determinan dari niat/kehendak berperilaku. Norma adalah suatu konvensi sosial yang mengatur kehidupan manusia. Norma subyektif adalah suatu fungsi keyakinan individu dalam hal menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tertentu (Refiana, 2002, dalam Sriraharso, 2008), dan untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu perilaku, kondisi tersebut didasari oleh suatu keyakinan yang dinamakan dengan keyakinan normatif. Faktor lingkungan keluarga (ayah, ibu, saudara) merupakan orang yang dapat mempengaruhi tindakan individu.
Seorang individu akan melakukan atau berperilaku tertentu apabila persepsi orang lain terhadap perilaku tersebut bersifat positif. Artinya, orang lain mempersepsikan bahwa perilaku individu tersebut diperbolehkan atau sebaiknya dilakukan. Norma subyektif dapat ditentukan dan diukur sebagai suatu kumpulan keyakinan normatif mengenai kesetujuan/ketidaksetujuan acuan yang signifikan terhadap suatu perilaku (Refiana, 2002, dalam Sriraharso, 2008). Seperti yang diasumsikan Fishbein dan Ajzen, individu biasanya cukup rasional dan mampu menggunakan informasi yang mereka miliki secara sistematis. Jadi, apabila individu merasa dia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk melakukan sesuatu, maka individu tersebut tidak akan melakukan perilaku yang memerlukan sumber daya tersebut (bahkan dalam situasi dimana individu memiliki sikap positif dan norma subyektif yang menyetujui perilaku tersebut). Norma subyektif memiliki pengaruh yang lebih besar pada perilaku memilih para pemilih pemula dibandingkan pengaruh lain dalam pemilihan pemimpin, seperti media dan bintang idola iklan (celebrity endorser) (Wood dan Herbst, 2007).
7. Minat Beli Minat membeli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001).
Pengertian minat beli menurut Howard (1994: 41) merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Menurut Chapman dan Wahlers, 1999 (dalam Hartono, 2000), minat beli didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk membeli suatu produk, konsumen akan memutuskan produk yang akan dibeli berdasarkan persepsi merek terhadap produk tersebut berkaitan dengan kemampuan produk tersebut, sehingga konsumen cenderung akan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya dan mampu memberikan kepuasan. Menurut Howard, 1994: 3 (dalam Durianto, 2004) minat beli akan timbul setelah konsumen menerima informasi yang berupa pesan iklan yang disampaikan, kemudian dari pesan iklan ini akan memberi pengaruh yang dimulai dengan pengenalan merek oleh konsumen. Pengenalan merek adalah seberapa besar pengetahuan pembeli akan ciri atau keistimewaan produk dibanding produk sejenis lainnya. Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat memilih para pemilih pemula terhadap Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan pada 8 Juli 2009. Minat memilih berarti keinginan pemilih untuk memilih satu kandidat calon presiden dan wakilnya, pemilih akan memutuskan calon mana yang akan dipilih berdasarkan persepsi mereka terhadap kandidat yang mencalonkan sebagai presiden dan wakil berkaitan dengan
kemampuan dan kredibilitas calon, sehingga pemilih cenderung akan memilih yang sesuai dengan kebutuhannya dan mampu memberikan kepuasan. Minat pilih akan timbul setelah pemilih menerima informasi yang berupa pesan iklan yang disampaikan oleh kandidat calon itu sendiri, kemudian dari pesan iklan ini akan memberi pengaruh yang dimulai dengan pengenalan calon oleh pemilih.
B. Penelitian Terdahulu Ohanian (1990) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hanya selebriti yang dipersepsikan dengan keahlian di bidangnya, yang secara signifikan mempengaruhi responden untuk membeli suatu produk, dengan cara membagi tiga faktor yang ada pada selebriti bintang iklan yang bisa mempengaruhi responden untuk membeli, yaitu daya tarik fisik, dapat dipercaya, dan keahlian (expertise). Hasilnya, efek daya tarik fisik dan trustworthiness sangat kecil pengaruhnya. Sedangkan efek persepsi expertise yang paling signifikan. Expertise juga signifikan di dalam penelitian Ohanian (1991), dijelaskan bahwa selebriti yang dipersepsikan dengan keahlian dibidangnya yang secara signifikan mempengaruhi responden untuk membeli suatu produk. Terdapat tiga faktor yang ada pada selebriti yang bisa mempengaruhi responden untuk membeli, yaitu daya tarik fisik, trustworthiness, dan expertise. Daya tarik fisik dan trustworthiness sangat kecil pengaruhnya. Martin dan Bush (2000) melakukan penelitian dengan mengukur pengaruh yang mempengaruhi minat beli dan perilaku para remaja. Martin dan Bush (2000) mengungkapkan bahwa individual atau kelompok dari individual
memberikan pengaruh kuat pada minat beli dan perilaku konsumen remaja. Pengaruh kuat tersebut berasal dari pengaruh langsung yaitu dari orang tua, guru, dan/atau teman sebaya, atau vicarious (favorit artis atau favorit atlet) yang memberikan pengertian pada pola sosialisasi para remaja. Penelitian ini menggunakan sampel para siswa berusia antara 13 sampai 18 tahun. Banyaknya sampel yang dipakai sebesar 218 responden dengan menggunakan metode convenience sample. Alat analisis yang digunakan adalah regresi, dengan mengukur pengaruh role model yaitu father, mother, athlete, and entertainer, dan dari hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa pengaruh father sangat besar terhadap minat beli dan perilaku para remaja. Maka dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat penting pengaruhnya terhadap minat beli dan perilaku para remaja dalam menentukan pilihan. Pengaruh sikap dan norma subyektif terhadap niat beli juga diteliti oleh Sigit (2006). Dalam penelitian tersebut, Sigit menguji pengaruh secara langsung dari sikap konsumen dan norma subyektif terhadap niat untuk membeli produk pasta gigi Close Up. Sampel ditentukan dengan metode convenience sampling dari populasi mahasiswa Universitas Islam Indonesia. Sampel yang digunakan sebanyak 100 responden mahasiswa yang belum pernah membeli produk pasta gigi Close Up. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Regresi Linear Berganda. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa sikap dan norma subyektif berpengaruh terhadap niat beli. Hal ini mendukung theory of reasoned action dari Ajzen dan fishbein yang menyatakan bahwa niat sangat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Pada tahun 2007, Grace dan Furuoka melakukan penelitian yang menguji tentang
karakteristik endorser dan hubungannya dengan image
produk konsumen. Penelitian tersebut menguji multiple dimensi pada celebrity endorser, yaitu celebrity credibility, celebrity attractiveness, celebrity likeability, and celebrity meaningfulness dan hubungannya terhadap brand image produk. 300 kuesioner diberikan kepada mahasiswa dari 2 universitas di Malaysia, dan setelah 4 minggu, hanya 267 kuesioner yang kembali. Alat analisis yang digunakan adalah multiple regression analysis untuk menguji hubungan karakteristik endorser dengan brand image produk konsumen. Dari hasil yang diperoleh terdapat hubungan yang signifikan positif antara lima dimensi dan brand image produk dengan pengaruh paling tinggi adalah dimensi credibility. Credibility disini mencakup expertise dan trustworthiness, dengan sub variabel meliputi experience, knowledge, skilled, honest, dan reliable. Wood dan Herbst (2007), meneliti seberapa besar pengaruh celebrity endorsement pada keputusan para pemilih pemula dalam pemilihan Presiden U.S tahun 2004. Dalam penelitian ini, karakteristik celebrity endorser yang digunakan adalah expertise, trustworthiness, dan attractiveness, selain itu ada juga pengaruh subjective norms yang mempengaruhi keputusan pada pemilih pemula. Responden berasal dari salah satu universitas di United States, responden yang digunakan sebanyak 506 mahasiswa yang baru pertama kali mengikuti pemilu di United States. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square analyses. Penelitian ini membandingkan dua kelompok responden yaitu responden partai demokrat dan responden partai republikan. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam menentukan keputusan pilihan seluruh responden dipengaruhi oleh subjective norms yang dalam hal ini adalah keluarga. Sedangkan, untuk pengaruh celebrity endorser,
responden pendukung partai republikan lebih cocok mempercayakan pilihan dari referensi keluarga dan teman, hal ini berbeda dengan para responden pendukung partai demokrat yang mempercayakan pilihan dari referensi celebrity yang turut dalam kampanye para calon. Maka, dalam pemilihan presiden U.S tahun 2004, dapat disimpulkan bahwa peran selebriti dapat diterima tetapi pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap keputusan memilih para pemilih pemula. Pease dan Brewer (2008) melakukan eksperimen untuk menguji pengaruh berita tentang dukungan Oprah terhadap Obama. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa kebanyakan berita tidak mempengaruhi tingkat dimana partisipan menguntungkan dalam opini terhadap Obama atau tingkat dimana mereka melihat Obama sebagai orang yang menyenangkan. Di sisi lain, memahami tentang endorsement, pasti partisipan akan melihat Obama lebih baik memenangkan nominasi dan berkata bahwa mereka dengan senang hati memilih dia. Terdapat 134 mahasiswa yang rata-rata berusia 20 tahun di Midwest yang menjadi partisipan dalam eksperimen ini. Eksperimen dilakukan setelah Oprah Winfrey mengumumkan bahwa dia menjadi anggota aktif pada kampanye Obama tetapi sebelum dia melakukannya di Iowa, South Carolina, dan New Hampshire. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa celebrity endorser tidak berpengaruh secara luas saat pencalonan Obama, tetapi mereka lebih melihat dari sisi kesukaan mereka terhadap Obama. Maka, dalam penelitian celebrity endorsement harus mempertimbangkan tidak hanya pengaruh pada dukungan kandidat tetapi juga pengaruh lainnya seperti penilaian kelangsungan hidup.
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini menunjukkan arah penyusunan penelitian. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Norma Subjectif (Subjective Norm) H1
Karakteristik Endorser
H2a
Expertise
Minat Pilih
H2b Trustworthiness H2c Attractiveness
H3 Gambar II. 1 Kerangka Pemikiran Sumber : (Wood dan Herbst, 2007) Perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah norma subyektif (subjective norm). Norma subyektif adalah suatu fungsi keyakinan individu dalam hal menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tertentu (Refiana, 2002), dan untuk menyetujui/tidak menyetujui suatu perilaku, kondisi tersebut didasari oleh suatu keyakinan yang dinamakan dengan
keyakinan
normatif.
Terdapat
beberapa
faktor
yang
akan
mempengaruhi minat pilih seorang pemilih pemula dalam menentukan pilihan mereka terhadap sosok pemimpin. Faktor-faktor tersebut adalah (1) keluarga yang terdiri dari orang tua dan saudara, (2) teman sebaya, teman yang
dimaksud adalah teman sekolah atau teman dengan kegiatan yang serupa, dan (3) lingkungan sekitar, yang terdiri dari teman sepermainan di lingkungan tempat tinggal seorang pemilih. Selain norma subyektif, karakteristik endorser juga mempengaruhi minat pilih pada pemilih pemula. Endorser adalah individu yang dipercaya untuk mendukung suatu produk baik barang atau jasa, menyampaikan pesan dalam iklan, dimana ia disebut sebagai sumber yang dapat dipercaya dan berbicara atas dasar pengalamannya untuk mempengaruhi sasaran iklan tersebut. Dalam hal ini, endorser yang dimaksud adalah para calon presiden dan wakil presiden yang masuk sebagai kandidat dalam Pemilu Presiden 2009. Endorser dalam periklanan umum harus memiliki atribut dasar yang berpengaruh terhadap efektivitas endorsement yaitu daya tarik dan kredibilitas (Shimp, 2003: 468). Endorser yang memiliki karakteristik expertise, attractiveness, dan trustworthiness akan mempengaruhi minat pilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009.
D. Hipotesis Norma subyektif merupakan kecenderungan yang dipelajari dari konsumen melalui keyakinannya bahwa referen yang dapat berupa anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya, berpikir tentang sesuatu yang akan dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1997). Konsumen dapat mengambil banyak sikap, nilai, atau perilaku dari anggota kelompok dimana mereka berada didalamnya.
Norma subyektif juga berpengaruh terhadap niat beli para konsumen yang hendak membeli produk pasta gigi Close Up (Sigit, 2006). Penelitian ini mengemukakan bahwa sikap dan norma subyektif secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap niat membeli pasta gigi Close Up. Hal ini mendukung theory of reasoned action dari Ajzen dan fishbein yang menyatakan bahwa niat sangat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Martin dan Bush (2000) mengungkapkan bahwa individual atau kelompok dari individual memberikan pengaruh kuat pada minat beli dan perilaku konsumen remaja. Pengaruh kuat tersebut berasal dari pengaruh langsung yaitu dari orang tua, guru, dan/atau teman sebaya, atau vicarious (favorit artis atau favorit atlet) yang memberikan pengertian pada pola sosialisasi para remaja. Maka, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat penting pengaruhnya terhadap minat beli dan perilaku para remaja dalam menentukan pilihan. Wood dan Herbst (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam menentukan keputusan pilihan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan di United States, para pemilih pemula dipengaruhi oleh subjective norms yang dalam hal ini adalah keluarga. Berdasarkan telaah teori dan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Silvera dan Austad, 2003 (dalam Hapsari, 2008) menjelaskan tentang pendapat konsumen mengenai kesukaan endorser dengan produk yang didukung dan mengembangkan model tentang karakteristik endorser dengan
hubungannya dalam menprediksi sikap konsumen terhadap produk yang didukung. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menguji faktor yang mempengaruhi keefektifan celebrity endorsement yang salah satunya adalah credibility dalam periklanan. Credibility diukur dengan menggunakan indikator expertise dan trustworthines. Sedangkan satuan ukurnya untuk expertise adalah tingkat intelektualitas endorser dan tingkat pengetahuan endorser akan produk. Selanjutnya, satuan ukurnya untuk trustworthiness adalah tingkat kepercayaan konsumen akan endorser (Hapsari, 2008). Grace dan Furuoka (2007) menguji pengaruh multiple dimensi pada celebrity endorsers dan hubungannya terhadap brand image produk. Salah satu dimensinya adalah celebrity credibility. Credibility disini mencakup expertise dan trustworthiness, dengan sub variabel meliputi experience, knowledge, skilled, honest, dan reliable. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa credibility paling berpengaruh terhadap brand image produk. Berdasarkan telaah teori dan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H2a : Expertise berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. H2b : Trustworthiness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Hapsari
(2008)
dalam
penelitiannya
juga
menguji
variabel
attractiveness yang diukur dengan menggunakan indikator similarity, familiarity dan likeability. Satuan ukur untuk similarity adalah tingkat kesamaan gaya hidup endorser dengan konsumen. Familiarity diukur dengan
satuan ukur tingkat ketenaran endorser dan tingkat keseringan endorser tampil dimata konsumen. Likability, satuan ukurannya adalah tingkat penampilan fisik endorser dan tingkat penampilan non fisik endorser. Tanggapan positif pada selebriti dalam iklan dapat mempengaruhi minat konsumen pada produk secara efektif Grace dan Furuoka (2007) juga menguji pengaruh multiple dimensi yang terdiri dari celebrity attractiveness, celebrity likeability, and celebrity meaningfulness pada celebrity endorsers dan hubungannya terhadap brand image produk. Hasil penelitian ini menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara semua dimensi dan brand image produk. Dengan demikian, dari pemikiran diatas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H2c : Attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Ohanian (1991) menyatakan bahwa selebriti yang dipersepsikan dengan keahlian dibidangnya yang secara signifikan mempengaruhi responden untuk membeli suatu produk. Terdapat tiga faktor yang ada pada selebriti yang bisa
mempengaruhi
responden
untuk
membeli,
yaitu
attractiveness,
trustworthiness, dan expertise. Hasilnya, attractiveness dan trustworthiness sangat kecil pengaruhnya. Sedangkan expertise yang paling signifikan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Dari karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness. Expertise paling berpengaruh signifikan terhadap minat pilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Magelang. Subyek penelitian ini adalah para pemilih pemula yang sesuai dengan Undang-Undang Pemilu No. 42 tahun 2008 yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah Kota Magelang, karena dapat dijadikan sebagai pasar potensial yang perlu diketahui persepsinya mengenai karakteristik endorser. 1. Tujuan Penelitian Tujuan studi dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk menguji hipotesis apakah minat pilih para pemilih pemula terhadap Pemilu Presiden 2009 secara signifikan dipengaruhi oleh karakteristik endorser dan subjective norms. Berdasarkan data yang diperoleh, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dikemukakan untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak sehingga dari hasil penelitian ini dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. 2. Lingkungan (setting) Penelitian Lingkungan (setting) dalam penelitian ini adalah berupa studi lapangan, yaitu dengan subyek penelitian menggunakan para pemilih pemula yang sesuai dengan UU Pemilu No.42 tahun 2008, yang baru pertama kali berminat untuk berpartisipasi dalam Pemilu Presiden 2009.
Studi lapangan merupakan tipe penelitian yang menguji hubungan korelasional antar variabel dengan kondisi lingkungan penelitian yang natural dan tingkat keterlibatan penelitian yang minimal (Indriantoro dan Supomo, 1999). 3. Horison Waktu Studi penelitian ini adalah studi cross-sectional. Studi crosssectional dapat dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan, mungkin selama periode harian, mingguan, atau bulanan, dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2006:177). 4. Hubungan Antar Variabel Tipe hubungan variabel yang ada adalah hubungan sebab-akibat (kausalitas). Penelitian kausalitas yaitu penelitian yang diadakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel, variabel yang satu menyebabkan atau menentukan nilai variabel yang lain (Sugiono, 2000). 5. Unit Analisis Unit analisis merupakan tingkat regresi data yang dianalisis dalam penelitian (Indriantoro dan Supomo, 1999). Unit analisis merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap analisis data selanjutnya (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini, unit data yang dianalisis berupa individu yaitu data yang berasal dari individu pemilih pemula.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang berkepentingan yang ingin diteliti (Sekaran, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah para pemilih pemula yang sesuai dengan Undang-Undang Pemilu No. 42 tahun 2008 yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah Kota Magelang yang baru pertama kali berminat untuk berpartisipasi dalam Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan 8 Juli 2009.
2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki. Jumlah elemen dalam sampel lebih sedikit daripada elemen populasinya (Djarwanto, 1996). Beberapa hal yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan besarnya presentase sampel (Suparmoko, 1999): a. Bila popoulasi N besar, presentase kecil saja sudah dapat memenuhi syarat. b. Besarnya sampel hendaknya jangan kurang dari 30. c. Sampel sebaiknya sebesar mungkin selama dana dan waktu masih dapat menjangkau. Menurut Sekaran (2006) ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 sudah representatif untuk kebanyakan penelitian survey.
Sampel penelitian ini adalah responden para pemilih pemula yang sesuai dengan Undang-Undang Pemilu No. 42 tahun 2008 yaitu mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudah/pernah menikah, yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah Kota Magelang yang baru pertama kali berminat untuk berpartisipasi dalam Pemilu Presiden 2009 yang dilaksanakan 8 Juli 2009. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 200 responden.
3. Teknik Sampling Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling yaitu desain pengambilan sampel dimana elemen dalam populasi tidak mempunyai peluang yang diketahui atau ditentukan sebelumnya untuk terpilih sebagai subjek sampel (Sekaran, 2006:240), dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel non probabilitas dengan kriteria yang ditentukan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survey pada responden dengan cara melakukan wawancara langsung yang dipandu dengan kuesioner yang didesain. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kaseriusan dalam pengisian kuesioner sehingga diharapkan mendapatkan data yang akurat. Adapun kriteria yang ditentukan dari sampel adalah sebagai berikut: a. Mengetahui kandidat calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan umum 2009. b. Mengetahui peraturan sistem Pemilu Presiden 2009 yang baru.
c. Pernah melihat iklan atau debat capres dan cawapres di televisi, atau kampanye terbuka para kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden. d. Berminat untuk berpartisipasi dalam Pemilu Presiden 2009 yang diadakan pada tanggal 8 Juli 2009. e. Setiap responden hanya mempunyai satu kali kesempatan untuk disurvei. f. Responden bebas menerima atau menolak survei, dan tidak ada ikatan kekerabatan, intimidasi dalam bentuk apapun yang dapat menurunkan derajat keyakinan terhadap kualitas data yang dikumpulkan.
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional adalah suatu definisi yang dilakukan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut (Nasir, 2003). Definisi operasional ini akan memberikan batasan, ciri atau indikator suatu variabel yang merinci hal-hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut. 1.
Variabel Bebas (independent variable) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, entah secara positif atau negatif. Dengan kata lain, varians
variabel terikat ditentukan oleh variabel bebas (Sekaran, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: a. Norma Subjektif Norma
subyektif
(subjective
norms)
mencerminkan
pengaruh sosial, yaitu persepsi seseorang terhadap tekanan sosial (masyarakat, orang-orang sekitar) untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tingkah laku. Faktor lingkungan keluarga (ayah, ibu, saudara) merupakan orang yang dapat mempengaruhi tindakan individu. Norma subyektif dapat ditentukan dan diukur sebagai suatu
kumpulan
keyakinan
normatif
mengenai
kesetujuan/ketidaksetujuan acuan yang signifikan terhadap suatu perilaku (Wood dan Herbst, 2007). Indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Keinginan mengikuti pendapat keluarga dalam memilih presiden dan wakil presiden. 2) Keinginan mengikuti pendapat teman sebaya dalam memilih presiden dan wakil presiden. 3) Keinginan mengikuti pendapat lingkungan sekitar dalam memilih presiden dan wakil presiden. b. Expertise Mengacu pada pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan yang dimiliki seorang endorser yang berhubungan dengan topik iklannya.
Jadi
seorang
endorser
harus
memiliki
tingkat
pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang tinggi (Grace dan Furuoka, 2007). Indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Tingkat pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden yang berhubungan dengan pesan yang disampaikan. 2) Pandangan khalayak sasaran terhadap kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai endorser. 3) Tingkat kesesuaian kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dalam memimpin dengan yang diharapkan oleh pemilih pemula. 4) Pandangan pemilih pemula terhadap keahlian kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dalam menghadapi suatu masalah. c. Trustworthiness Mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang sumber. Seorang endorser harus memiliki kejujuran, dapat dipercaya,
dan
ketulusan
di
mata
pemilih
pemula
saat
menyampaikan pesan melalui media massa (Grace dan Furuoka, 2007). Indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Reputasi objektif kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dalam penyampaian pesan. 2) Kehandalan kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dalam menyampaikan pesan. 3) Tingkat kepercayaan pemilih pemula akan kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden.
4) Pandangan pemilih pemula terhadap tingkat ketulusan kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden. d. Attractiveness Mengacu pada seorang endorser harus menarik. Konsep umum dari daya tarik terdiri dari tiga ide yang berhubungan: persamaan (similarity), pengenalan (familiarity), dan penyukaan (liking) (Belch dan Belch, 2001; Grace dan Furuoka, 2007). Indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Tingkat kesamaan gaya hidup kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilih pemula (untuk similarity). 2) Tingkat ketenaran dan keseringan kandidat calon Presiden dan Wakil
Presiden
tampil
dimata
pemilih
pemula
(untuk
familiarity). 3) Tingkat penampilan fisik dan non fisik kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden (untuk likability). 4) Kesan yang ditampilkan oleh kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden yang berwibawa, elegan dalam penyampaian pesannya. 5) Kesesuaian karakteristik kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden dengan kesesuaian yang diharapkan para pemilih pemula. 2.
Variabel Terikat (dependent variable) Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti. Variabel terikat merupakan variabel utama yang menjadi
faktor yang berlaku dalam penelitian, variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Sekaran, 2006). Variabel terikat (dependent variable) adalah minat pilih para pemilih pemula. Minat memilih pemilih pemula adalah tahap dimana pemilih pemula membentuk pilihan mereka diantara beberapa kandidat calon presiden yang tergabung dalam perangkat pilihan, kemudian pada akhirnya melakukan suatu pemilihan pada suatu alternatif yang paling disukainya yang didasari oleh bermacam-macam pertimbangan (Walsh et al, 2008). Indikatornya adalah sebagai berikut: a. Pencarian informasi dan mempertimbangkan pilihan terhadap satu alternatif kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden. b. Besarnya pengaruh referen terhadap pilihan kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden. c. Kemungkinan pilihan yang dipengaruhi oleh karakteristik endorser.
D. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer yaitu data yang dikumpulkan dari penelitian secara langsung dari obyeknya (Sekaran, 2000). Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama dari perorangan seperti hasil dari wawancara atau pengisian kuesioner. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban responden yang disebarkan melalui kuesioner dengan tipe tertutup, yaitu
dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden dan responden memilih alternatif jawaban yang tersedia, responden tidak diberi kesempatan menjawab yang lain diluar jawaban yang telah disediakan (Nasir, 2003). Metode penyebaran
pengumpulan
kuesioner
data
kepada
yang
responden
digunakan yang
adalah
dengan
memenuhi
kriteria.
Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner langsung kepada responden yaitu para pemilih pemula yang berminat untuk berpartisipasi dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 di wilayah Kota Magelang. Penyebaran kuesioner dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama, peneliti menyebar 40 kuesioner untuk pengujian pendahuluan (pretest) untuk menguji validitas dan reliabilitas. Setelah kuesioner dinyatakan valid dan reliabel, berarti kuesioenr yang disusun layak untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, maka tahap kedua peneliti melakukan penyebaran kuesioner pada sampel besar sebanyak 200 kuesioner kepada responden terpilih.
E. Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran Instrumen
penelitian
ini
berupa
kuesioner
dengan
metode
pengumpulan data yaitu dengan cara studi lapangan. Artinya data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner jenis tertutup yaitu responden tidak diberi kesempatan untuk memberi jawaban selain yang sudah disediakan oleh peneliti. Kuesioner penelitian dibagikan kepada 200 responden.
Format jawaban adalah pembobotan pada item-item kuesioner yang menggunakan teknik skoring. Teknik skoring yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert, yaitu pertanyaan yang memberikan alternatif jawaban dan diberikan skor. Digunakan Skala Likert dalam penelitian ini karena data tidak dapat diukur dengan satuan yang pasti. Pemberian skor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Untuk jawaban sangat setuju diberi skor 4 2. Untuk jawaban setuju diberi skor 3 3. Untuk jawaban tidak setuju diberi skor 2 4. Untuk jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1 Hal
ini
karena,
sebagian
responden
seringkali
memilih
menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya, atau takut untuk berpendapat, sehingga mereka memilih untuk berada di posisi tengah. Agar lebih obyektif dan untuk menghilangkan kecenderungan sentral, maka angka netral dihilangkan.
F. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Instrumen Uji validitas digunakan untuk mengetahui seberapa tepat dan cermat suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dianggap memiliki validitas tinggi jika dapat memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan tujuannya. Pengujian validitas meliputi
validitas konvergen dan validitas diskriminan yang dilihat dari factor loading (Malhotra, 1993). Validitas konvergen mengindikasi kemampuan indikan dalam mengukur konstruk yang diukurnya yang ditunjukkan oleh nilai factor loading yang relatif besar, sedangkan validitas diskriminan mengindikasi ketidakmampuan indikan dalam mengukur konstruk yang harus diukurnya yang ditunjukkan oleh nilai factor loading yang kecil. Penelitian
ini
akan
menggunakan
uji
validitas
dengan
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software SPSS for Windows versi 12. Analisis faktor konfirmatori digunakan untuk menguji apakah suatu konstruk atau indikator-indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau variabel (Ghozali, 2006). Dalam uji validitas dengan CFA setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading > 0,40 (Hair et al, 1998). a. Uji Validitas Pretest Pada penelitian ini, peneliti melakukan pretest terlebih dahulu sebelum penyebaran kuesioner pada sampel besar. Pretest dilakukan untuk pengujian pada item-item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur apakah instrumen penelitian benar-benar mampu mengukur konstruk yang digunakan dan konsisten. Jumlah responden yang digunakan sebanyak 40 responden.
Tabel III.1 Hasil Uji Validitas Pretest Component 1
2
3
4
NS1
.665
NS2
.736
NS3
.792
5
EX1
.711
EX2
.678
EX3
.783
EX4
.571
TR1
.764
TR2
.870
TR3
.786
TR4
.769
TR5
.712
AT1
.619
AT2
.666
AT3
.757
AT4
.646
AT5
.705
AT6
.698
MNT1
.718
MNT2
.825
MNT3
.887
MNT4
.546
MNT5
.599
MNT6
.726
Sumber: Data primer yang diolah, 2009 Pada tabel III.1 diatas dapat dilihat terdapat satu indikator (MNT 3) yang tidak terekstrak sempurna, namun pertanyaan tersebut tidak dikeluarkan. Peneliti mengambil langkah membenahi redaksional kalimat (wording). Maka, peneliti melanjutkan dengan menyebar kuesioner pada sampel besar yaitu 200 responden.
b. Uji Validitas Sampel Besar Setelah melakukan pretest dengan penyebaran kuesioner kepada 40 responden dan mengubah pertanyaan pada indikator MNT 3, maka langkah selanjutnya adalah penyebaran kuesioner pada sampel besar dengan 200 responden. Tabel III.2 Hasil Uji Validitas Sampel Besar Component 1
2
3
4
5
NS1
.747
NS2
.795
NS3
.803
EX1
.770
EX2
.759
EX3
.806
EX4
.544
TR1
.751
TR2
.838
TR3
.868
TR4
.712
TR5
.710
AT1
.588
AT2
.714
AT3
.746
AT4
.679
AT5
.560
AT6
.561
MNT1
.703
MNT2
.822
MNT3
.654
MNT4
.749
MNT5
.745
MNT6
.681
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Dari tabel III.2 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat satu indikator yaitu MNT 3 yang tidak terekstrak secara sempurna, sehingga item pertanyaan tersebut dikeluarkan karena tidak memenuhi
persyaratan validitas dan dengan pertimbangan masih terdapat 5 indikator lain dalam variabel tersebut. Berdasarkan item yang dikeluarkan maka diperoleh faktor analisis yang terekstrak sempurna, yaitu: Tabel III.3 Hasil Uji Validitas Sampel Besar Component 1
2
3
4
5
NS1
.755
NS2
.844
NS3
.807
EX1
.763
EX2
.753
EX3
.806
EX4
.561
TR1
.733
TR2
.841
TR3
.859
TR4
.731
TR5
.712
AT1
.571
AT2
.723
AT3
.732
AT4
.670
AT5
.578
AT6
.567
MNT1
.752
MNT2
.810
MNT4
.717
MNT5
.737
MNT6
.681
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan dan sejauh mana
hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban terhadap pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Untuk mengukur reliabilitas alat pengukuran yang digunakan adalah Teknik Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS for Windows 12, Sekaran (2000) mengatakan bahwa nilai Cronbach Alpha dapat dikatakan reliabel apabila nilainya > 0,60. Dengan demikian, prosedur pengujian ini dapat memberikan jaminan bahwa datanya memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis dengan menggunakan metode statistik yang lain. a. Uji Reliabilitas Pretest Tabel III.4 Hasil Uji Reliabilitas Pretest Variabel Cronbach’s Alpha Norma Subyektif 0,669 Expertise 0,737 Trustworthiness 0,842 Attractiveness 0,791 Minat Pilih 0,620 Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pretest pada tabel III.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa semua instrumen dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha > 0,60. Dengan demikian, data memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis dengan metode statistik yang lain. Peneliti melanjutkan dengan menyebar kuesioner pada sampel besar yaitu 200 responden.
b. Uji Reliabilitas Sampel Besar Tabel III.5 Hasil Uji Reliabilitas Sampel Besar Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan Norma Subyektif 0,7504 Reliabel Expertise 0,8002 Reliabel Trustworthiness 0,8932 Reliabel Attractiveness 0,8023 Reliabel Minat Pilih 0,8799 Reliabel Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Berdasarkan hasil uji reliabilitas sampel besar pada tabel III.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa semua instrumen dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha > 0,6 dan cenderung baik karena nilai reliabilitas terletak pada indeks yang tinggi. Dengan demikian, data memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis dengan metode statistik yang lain.
G. Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis
deskriptif
adalah
analisa
yang
berfungsi
untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagai mana adanya, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2004). Analisis deskriptif merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang konsumen. Analisis dilakukan dengan cara menyebar kuesioner guna diisi oleh responden yang menjadi sampel penelitian.
2. Uji Regresi Linier Berganda Penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh antara lebih dari satu variabel independen pada suatu variabel dependen (Djarwanto, 2005: 175). Uji ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan attractiveness terhadap variabel minat pilih para pemilih pemula dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 8 Juli 2009, yang dirumuskan sebagai berikut: Y1 = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
(Djarwanto, 2005)
Dimana: Y1 = Minat Pilih X1 = Variabel Norma Subyektif X2 = Variabel Expertise X3 = Variabel Trustworthiness X4 = Variabel Attractiveness b0 = Konstanta (intercept) e
= Error Sebelum dilakukan uji regresi linear berganda, terlebih dahulu
peneliti melakukan uji asumsi klasik sebagai uji persyaratan untuk menggunakan regresi linear berganda dengan bantuan SPSS for Windows 12. Uji asumsi klasik yang secara minimal perlu dilakukan antara lain:
a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Peneliti menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) untuk menguji normalitas residual. b. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2006). Salah satu cara melihat ada tidaknya multikolonieritas adalah dengan melihat dari nilai tolerance dan Variance inflation factor (VIF). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Dengan kata lain, apabila nilai tolerance
subjective
norm,
expertise,
trustworthiness,
dan
attractiveness lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas (Ghozali, 2006). c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi pada suatu periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006). Peneliti menggunakan run test untuk mendeteksi autokorelasi.
Statistik run test bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya autokorelasi sebuah persamaan regresi. Ketentuan mengambil keputusan yang tepat dengan uji run test adalah (Ghozali, 2006): Ho : r ≤ 0,05 (ada autokorelasi) HA : r > 0,05 (tidak ada autokorelasi) d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2006). Peneliti menggunakan uji park untuk menguji heteroskedastisitas.
3. Kriteria Goodness-of-Fit a. Uji t (t-test) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh varibel independen secara individual terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, ttest digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen (norma subyektif,
expertise,
trustworthiness,
individual
terhadap
variabel
dan
dependen
attractiveness) secara (minat
pilih).
Kriteria
pengujiannya adalah: 1)
Apabila signifikan > 0,05 dengan menggunakan level signifikan 5% berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
2)
Apabila signifikan < 0,05 dengan menggunakan level signifikan
5% berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Uji F (F-test) Uji
F
digunakan
untuk
mengetahui
pengaruh
variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Kriteria pengujiannya adalah: 1)
Apabila signifikan > 0,05 dengan menggunakan level signifikan 5% berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
2)
Apabila signifikan < 0,05 dengan menggunakan level signifikan 5% berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) mengukur besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1. Nilai R2 yang kecil berarti semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai yang mendekati 1 berarti semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006).
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas hasil-hasil survey yang telah dilakukan peneliti yang diawali dengan analisis deskriptif tentang karakteristik responden dan tanggapan responden, pemaparan uji asumsi klasik, serta pengujian hipotesis. Untuk pengujian hipotesis penelitian, bab ini akan membahasnya menggunakan analisis model regresi linear berganda.
A. Analisis Deskriptif Responden Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui profil responden yang di studi. Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula pada Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden di Daerah Kota Magelang yang diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria tertentu. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 responden. Karakteristik responden diperoleh dari data diri yang terdapat dalam kuesioner pada bagian identitas responden yang meliputi jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Dari total kuesioner yang disebar tersebut, jumlah yang kembali adalah sebanyak 200 set kuesioner. Hal ini berarti bahwa tingkat pengembalian (respon rate) kuesioner oleh responden sebesar 100%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa responden untuk mengisi kuesioner
penelitian dan mengembalikannya adalah tinggi. Dalam hal ini peneliti menyebar sejumlah 200 kuesioner sendiri untuk memastikan pengembalian kuesioner oleh responden. Gambaran umum responden dapat dilihat dalam tabel berikut ini: 1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-Laki 87 43,5% Perempuan 113 56,5% Jumlah 200 100% Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Berdasarkan tabel IV.1 di atas, dapat diketahui dari 200 responden, terdapat 87 responden atau 43,5% responden berjenis kelamin laki-laki, dan 113 responden atau 56,5% responden berjenis kelamin perempuan. Sehingga jumlah sampel terbanyak adalah perempuan. 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia Tabel IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia Usia Frekuensi 17 22 18 63 19 27 20 32 21 56 Jumlah 200 Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009
Persentase 11% 31,5% 13,5% 16% 28% 100%
Tabel IV.2 di atas, menerangkan bahwa dari 200 responden, terdapat 11% atau 22 responden yang berusia 17 tahun; 31,5% atau 63 responden berusia 18 tahun; 13,5% atau 27 responden berusia 19 tahun; 16% atau 32 responden yang berusia 20 tahun; dan 28% atau 56 responden
yang berusia 21 tahun. Sehingga jumlah sampel terbanyak adalah responden dengan usia 18 tahun. 3. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Saat Ini Tabel IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Saat Ini Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase SMA 34 17% Perguruan Tinggi 166 83% Jumlah 200 100% Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Berdasarkan tabel IV.3 di atas, dari 200 responden terdapat 17% atau 34 responden dari SMA, dan 83% atau 166 responden dari perguruan tinggi.
B. Analisis Data Penelitian Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda. Ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model struktural dengan pendekatan regresi linear berganda yaitu sebagai berikut:
1. Hasil Pengujian Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Penelitian ini untuk menguji normalitas residual menggunakan uji statistic non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Tabel IV. 4 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N Normal Parameters(a,b)
200 Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Absolute
.0000000 .49969279 .071
Positive
.057
Negative
-.071
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
1.008 .262
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Hasil uji pada Tabel IV.4 menjelaskan besarnya KolmogorovSmirnov Z adalah 1,008 dan signifikan pada 0,262. Hal ini berarti bahwa data residual model regresi terdistribusi normal.
2. Hasil Pengujian Multikolonieritas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk menganalisis derajat multikolinieritas dengan mengevaluasi nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Regresi yang bebas multikolinieritas ditandai dengan nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 (Ghozali, 2006).
Tabel IV.5 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients(a) Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients
Model
B 1
(Constant) Norma Subjektif
Std. Error
.364
.268
t
Sig.
1.359
.176
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
-.119
.056
-.117
-2.112
.036
.937
1.067
Expertise
.211
.072
.186
2.928
.004
.717
1.395
Trustworthiness
.291
.068
.277
4.262
.000
.680
1.471
.500
.085
.366
5.880
.000
.742
1.347
Attractiveness
a Dependent Variable: Minat Pilih
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Nilai tolerance pada Tabel IV.5 lebih dari 0,1 dan nilai VIF dari masing-masing variabel kurang dari 10. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi pada penelitian ini tidak terjadi multikolinieritas dan dapat digunakan dalam penelitian.
3. Hasil Pengujian Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi pada suatu periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Peneliti menggunakan run test untuk mendeteksi autokorelasi. Statistik run test bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya autokorelasi sebuah persamaan regresi. Ketentuan mengambil keputusan yang tepat dengan uji run test adalah (Ghozali, 2006): Ho : r ≤ 0,05 (ada autokorelasi) HA : r > 0,05 (tidak ada autokorelasi)
Tabel IV.6 Hasil Uji Autokorelasi
Test Value(a) Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardize d Residual .04024 100 100 200 89 -1.701 .089
a Median
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Hasil uji pada Tabel IV.6, menjelaskan bahwa nilai tes (test value) adalah 0,04024 dengan probalilitas 0,089 tidak signifikan pada 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada autokorelasi dalam model ini.
4. Hasil Pengujian Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2006). Peneliti menggunakan uji park untuk menguji heteroskedastisitas. Tabel IV.7 Hasil Uji Heterokedastisitas Unstandardized Coefficients
Model
1
(Constant)
Standardized Coefficients
B -1.133
Std. Error 1.288
t
Sig.
Beta -.880
.380
.062
.847
.398
.347
-.013
-.154
.878
-.038
.329
-.010
-.117
.907
-.739
.409
-.148
-1.804
.073
Norma Subjektif Expertise
.230
.271
-.053
Trustworthiness Attractiveness a Dependent Variable: LN
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009
Uji Park pada Tabel IV.7 menunjukkan bahwa variabel independen memiliki nilai uji t yang tidak signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang diuji tidak mengindikasi terjadinya heteroskedastisitas.
5. Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda Penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh antara lebih dari satu variabel independen pada suatu variabel dependen (Djarwanto, 2005: 175). Berikut ini tabel hasil uji regresi linear berganda: Tabel IV.8 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Coefficients(a) Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients
Model
B 1
(Constant) Norma Subjektif
Std. Error
.364
.268
t
Sig.
1.359
.176
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
-.119
.056
-.117
-2.112
.036
.937
1.067
Expertise
.211
.072
.186
2.928
.004
.717
1.395
Trustworthiness
.291
.068
.277
4.262
.000
.680
1.471
Attractiveness
.500
.085
.366
5.880
.000
.742
1.347
a Dependent Variable: Minat Pilih
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda pada tabel IV.8 di atas, menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0,364 – 0,119X1 + 0,211X2 + 0,291X3 + 0,500X4 + e thitung
(-2,112)
(2,928)
(4,262)
(5,880)
Signifikansi
(0.036)
(0,004)
(0,000)
(0,000)
Adjusted R Square = 0,427 F
VIF
= 38,017
Dari persamaan regresi linier berganda diatas dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Nilai konstanta bernilai positif (0,364), hal ini menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel norma subyekif, expertise, trustworthiness, dan attractiveness terhadap minat memilih, maka minat memilih dimungkinkan tetap baik.
b.
Koefisien regresi variabel norma subyektif (X1) sebesar (β1 = - 0,119) dan memiliki nilai signifikansi 0,036 dibawah α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel norma subyektif memiliki pengaruh negatif terhadap minat memilih dengan signifikansi 0,036, dan memberikan makna bahwa semakin tinggi faktor norma subyektif maka semakin rendah minat memilih para pemilih pemula.
c.
Koefisien regresi variabel expertise (X2) sebesar (β2 = 0,211) dan memiliki nilai signifikansi 0,004 dibawah α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel expertise memiliki pengaruh positif terhadap minat memilih, dan memberikan makna bahwa semakin tinggi tingkat faktor expertise, maka semakin tinggi pula minat memilih para pemilih pemula.
d.
Koefisien regresi variabel trustworthiness (X3) sebesar (β3 = 0,291) dan memiliki nilai signifikansi 0,000 dibawah α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel trustworthiness memiliki pengaruh positif terhadap minat memilih, dan memberikan makna bahwa semakin tinggi tingkat faktor trustworthiness, maka semakin tinggi
pula minat memilih para pemilih pemula. e.
Koefisien regresi variabel attractiveness (X4) sebesar (β4 = 0,500) dan memiliki nilai signifikansi 0,000 dibawah α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel attractiveness memiliki pengaruh positif terhadap minat memilih, dan memberikan makna bahwa semakin tinggi faktor attarctiveness, maka semakin tinggi pula minat memilih para pemilih pemula.
6. Uji Koefisien Regresi Parsial (t-test) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh varibel independen secara individual terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, t-test digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen (norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan attractiveness) secara individual terhadap variabel dependen (minat memilih). Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai t dikatakan signifikan jika nilai p <0,05. Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda pada tabel IV.8 di atas, dapat dilihat bahwa seluruh variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan dengan yaitu dibawah α (0,05). Dalam perhitungan tabel IV.8 diketahui pula bahwa variabel attractiveness memiliki pengaruh terbesar. Hal tersebut diketahui dari thitung
yang terbesar yaitu 5,880
dibandingkan dengan variabel norma subyektif yaitu -2,112, variabel expertise yaitu 2,928 dan variabel trustworthiness yaitu 4,262.
7. Uji F (F-test) Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan attractiveness) terhadap variabel dependen (minat memilih) secara bersama-sama dengan level of significant (α) sebesar 5% atau 0,05. Tabel IV.9 Hasil F-test Model 1
Sum of Squares Regressio n Residual Total
df
Mean Square
38.749
4
9.687
49.689
195
.255
88.438
199
F
Sig.
38.017
.000(a)
a Predictors: (Constant), Attractiveness, Norma Subjektif, Expertise, Trustworthiness b Dependent Variable: Minat Pilih
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Hasil uji F pada tabel IV.9 menunjukkan bahwa probabilitas nilai F sebesar 0,000 lebih kecil dari level signifikan yang digunakan, yaitu 0,05. Ini berarti bahwa variabel norma subyektif, expertise, trustworthiness, dan attractiveness secara bersama – sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat memilih.
8. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa besar pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1.
Tabel IV.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model 1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.662(a) .438 .427 .50479 a Predictors: (Constant), Attractiveness, Norma Subjektif, Expertise, Trustworthiness b Dependent Variable: Minat Pilih
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009 Hasil uji koefisien determinasi pada tabel IV.10, menunjukkan bahwa nilai secara umum (R) sebesar 0,662, sedangkan nilai R square yang telah disesuaikan (adjusted R square) sebesar 0,427. Hal ini berarti bahwa 42,7% varibel dependen (minat memilih) dipengaruhi oleh variabel independen
(norma
subyektif,
expertise,
trustworthiness,
dan
attractiveness). Sedangkan sisanya sebesar 57,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam model penelitian ini.
C. Pembahasan 1. Pengaruh Norma Subyektif terhadap minat pilih para pemilih pemula. H1 : Subjective norms berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Hipotesis 1 bertujuan untuk menguji apakah norma subyektif berpengaruh terhadap minat memilih. Berdasarkan hasil perhitungan pengujian regresi linear berganda pada tabel IV.8, diketahui bahwa norma subyektif memiliki nilai signifikansi (0,036) < nilai α (0,05), koefisien regresi norma subyektif sebesar -0,119, dan nilai thitung -2,112. Dengan
demikian norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap minat memilih, sehingga hipotesis 1 diterima. Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wood dan Herbst (2007), namun berbeda arahnya, dalam penelitian tersebut subjective norm (norma subyektif) berpengaruh signifikan positif. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam menentukan keputusan pilihan pada pemilih pemula, subjective norms (keluarga) menjadi pengaruh yang paling kuat dalam pemilihan Presiden U.S tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa norma subyektif yang terdiri dari keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar berpengaruh signifikan terhadap minat memilih. Akan tetapi, norma subyektif berpengaruh signifikan secara negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengaruh norma subyektif, maka akan semakin rendah minat memilih para pemilih pemula dalam Pemilu Presiden 2009. Hal ini dapat dikarenakan adanya perbedaan budaya dan cara pandang terhadap politik oleh masyarakat Indonesia khususnya para pemilih pemula dengan budaya dan cara pandang terhadap politik para pemilih pemula di Negara Amerika Serikat seperti pada penelitian yang dilakukan Wood dan Herbst (2007). Dengan bergantinya sistem Pemilu di Indonesia yaitu masyarakat berperan penuh dalam menentukan pemimpin melalui Pilihan Langsung, perilaku pemilih yang lebih rasional semakin meningkat di tengah semangat keterbukaan yang berkembang selama 10 tahun terakhir.
Masyarakat saat ini sudah lebih mampu melihat performa pimpinan dan partai politik. Melalui berbagai media yang jauh lebih terbuka dan mudah diakses saat ini, publik bisa menilai kelompok elite dan partai politik yang akan bertarung dalam dunia politik. Meningkatnya kekritisan masyarakat berdampak pada perilaku pemilih yang lebih rasional dalam menentukan pilihannya. Karakter pemilih yang seperti ini lebih banyak mendominasi kelompok pemilih muda (Kompas, 2008). Selain itu, para pemilih pemula yang tergolong remaja juga memiliki beberapa karakteristik sikap yaitu perilaku beresiko, perubahan suasana hati yang cepat, dan konflik dengan orang tua (Laugesen, 2003), serta remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity) (Ali & Asrori, 2004). Rasa ingin tahu ini menyebabkan remaja ingin mencoba hal-hal yang belum pernah dialaminya. Hal itu yang menyebabkan para pemilih pemula lebih kritis dalam menentukan pilihan sesuai dengan apa yang mereka lihat dan yang mereka cermati.
2. Pengaruh karakteristik endorser terhadap minat pilih para pemilih pemula. H2a : Expertise berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. H2b : Trustworthiness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. H2c : Attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Hipotesis 2 bertujuan untuk menguji apakah karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness
berpengaruh terhadap minat memilih. Berdasarkan hasil perhitungan pengujian regresi linear berganda pada tabel IV.8, diketahui bahwa expertise memiliki nilai signifikansi (0,004) < nilai α (0,05), koefisien regresi expertise sebesar 0,211, dan nilai thitung 2,928; trustworthiness memiliki nilai signifikansi (0,000) < nilai α (0,05), koefisien regresi trustworthiness sebesar 0,291, dan nilai thitung 4,262; dan attractiveness memiliki nilai signifikansi (0,000) < nilai α (0,05), koefisien regresi attractiveness sebesar 0,500, dan nilai thitung 5,880. Dengan demikian karakteristik endorser berpengaruh signifikan terhadap minat memilih, sehingga hipotesis 2a, 2b, dan 2c diterima. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Semakin tinggi tingkat karakteristik endorser yang dalam penelitian ini adalah para kandidat Calon Presiden dan Wakil Presiden, maka semakin tinggi pula minat para pemilih pemula untuk memilih dalam Pemilu Presiden 2009. Expertise mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keahlian yang dimiliki oleh kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden yang disampaikan selama masa kampanye, trustworthiness mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang pemimpin yang mencalonkan diri pada Pemilu Presiden 2009, dan attractiveness mengacu pada daya tarik bukan hanya berarti daya tarik fisik, tetapi meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat para pemilih pemula dalam diri para kandidat calon presiden dan wakil presiden.
Hasil ini mendukung penelitian Ohanian (1991) yang menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang ada pada selebriti yang bisa mempengaruhi responden secara signifikan untuk membeli suatu produk yaitu attarctiveness, trustworthiness, dan expertise.
3. Karakteristik endorser yang paling berpengaruh terhadap minat pilih para pemilih pemula H3 : Dari karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness. Expertise paling berpengaruh signifikan terhadap minat pilih para pemilih pemula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hipotesis 3 bertujuan untuk menguji karakteristik endorser apakah yang paling berpengaruh terhadap minat pilih. Berdasarkan hasil perhitungan pengujian regresi linear berganda pada tabel IV.8, diketahui bahwa seluruh variabel independen karakteristik endorser memiliki pengaruh yang signifikan yaitu dibawah α (0,05) dengan koefisien regresi expertise sebesar 0,211, dan nilai thitung
2,928; koefisien regresi
trustworthiness sebesar 0,291, dan nilai thitung 4,262; dan koefisien regresi attractiveness sebesar 0,500, dan nilai thitung 5,880. Variabel attractiveness memiliki pengaruh terbesar yang dapat dilihat dari thitung yang terbesar yaitu 5,880 dibandingkan dengan variabel lainnya. Dengan demikian, variabel attractiveness paling berpengaruh signifikan terhadap minat pilih, sehingga hipotesis 3 ditolak. Hasil ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan Ohanian (1991) yang menyatakan bahwa variabel expertise yang paling signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa variabel attractiveness paling berpengaruh terhadap minat pilih para pemilih pemula dalam Pemilu Presiden 2009. Attractiveness disini mengacu pada daya tarik tidak hanya daya tarik fisik tetapi juga sejumlah karakteristik yang dapat dilihat para pemilih pemula dalam diri para kandidat calon presiden dan wakil presiden seperti penampilan yang berwibawa dan bersahaja, penampilan fisik yang menarik, karakter yang sesuai harapan, serta keseringan para calon tampil di depan khalayak. Media massa, baik elektronik maupun cetak, menjadi sarana komunikasi yang sangat efektif saat ini. Sejumlah hasil riset membuktikan, iklan yang paling banyak direspons publik adalah yang ditayangkan di televisi. Bagi calon presiden atau calon wakil presiden, popularitas dan peningkatan elektabilitas, yakni daya tarik untuk dipilih sangatlah penting (Suara Karya, Sabtu, 9 Agustus 2008). Adapun pendapat publik tentang syarat seorang calon presiden, faktor yang dianggap publik paling penting untuk dimiliki seorang pemimpin adalah karisma bukan keahlian khusus tertentu, apalagi gelar formal seperti sarjana. Jadi, calon presiden yang paling mungkin dipilih oleh publik adalah mereka yang memiliki karisma sebagai seorang pemimpin (Indobarometer, 2008). Menurut Kurniawan (2009), di Indonesia ada empat (4) fase model perilaku memilih sejak tahun 1955 hingga sekarang yaitu model sosiologis dan politik aliran pada pemilu 1955, model ideologi dominan pada masa orde baru, model sosiologis dan politik aliran jilid 2 pada
pemilu tahun 1999. Pasca tahun 1999 faktor psikologis dan ketokohan semakin menguat, terutama pada pemilu 2009. Hal ini menjelaskan bahwa popularitas seorang tokoh menjadi penting dalam memenangkan pemilu di Indonesia. Jika pada tahun 1999, perilaku memilih masih didasarkan pada politik identitas dan politik aliran, maka pada pemilu kali ini banyak tokoh melihat terjadi pergeseran ke model psikologis kedekatan dengan tokoh politik tertentu. Pilihan responden terhadap figur calon lebih didasari oleh persepsi dan respons responden terhadap kemampuan, kepribadian dan sikap para kandidat serta kemampuan calon dalam mensosialisasikan visi, program dan rencana-rencana kebijakan ekonomi mereka yang populer pada saat masa kampanye (Aziz, 2009).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan
yang telah dilakukan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Norma subyektif yaitu keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Akan tetapi, norma subyektif berpengaruh signifikan secara negatif. Maka hipotesis pertama (H1) diterima. 2. Karakteristik endorser yang terdiri dari expertise, trustworthiness, dan attractiveness berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Maka hipotesis kedua (H2a, H2b, H2c) diterima. 3. Variabel attractiveness paling berpengaruh signifikan terhadap minat memilih para pemilih pemula pada Pemilu Presiden 2009. Maka hipotesis ketiga (H3) ditolak.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pendidikan politik masih perlu ditingkatkan. Pendidikan politik dilaksanakan dalam rangka untuk membangun budaya dan kesadaran para pemilih pemula terhadap politik Indonesia. Pendidikan pemilih merupakan
bagian dari pendidikan politik. Pendidikan pemilih (Voter education) di sini menjadi penting untuk membangun persepsi politik yang lebih baik. Jika persepsi pemuda terhadap politik positif, minat atau rasa ingin tahu mereka bisa jadi akan meningkat. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan di sekolah-sekolah menengah yang dikemas semenarik mungkin mengenai pendidikan politik, pemberian booklet atau stiker yang menarik untuk mengajak mereka sadar akan politik, dan dapat juga dengan menyediakan situs forum diskusi politik bagi remaja sehingga mereka dapat bebas berpendapat tentang politik didalamnya. 2. Dari penelitian ini diketahui bahwa variabel attractiveness adalah variabel yang paling signifikan, maka diharapkan dalam mengemas informasi, para kandidat dapat meningkatkan daya tarik baik fisik maupun karakteristik lain yang dapat dilihat para pemilih pemula seperti kepribadian yang bersahaja dan berwibawa, sehingga dapat meningkatkan minat pilih mereka, seperti pencitraan positif para kandidat calon melalui iklan, meningkatkan kewibawaaan dan bersahajanya para kandidat calon, atau debat capres dan cawapres yang dikemas semenarik mungkin dengan menghadirkan tokoh-tokoh politik muda. 3. Melalui uji determinasi diketahui bahwa masih terdapat 57,3% yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel–variabel bebas dalam penelitian ini, maka diharapkan pada penelitian mendatang bisa menambah variabel–variabel
lain yang berpengaruh terhadap minat memilih para pemilih pemula dalam Pemilu Presiden.
C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya para pemilih pemula di wilayah Kota Magelang, sehingga generalisasi hasil penelitian ini terbatas hanya untuk pemilih pemula yang berada di Wilayah Kota Magelang. 2. Penelitian ini hanya dilakukan di wilayah Kota Magelang, sehingga dimungkinkan belum dapat mewakili perilaku pemilih pemula di berbagai wilayah di Indonesia. 3. Dalam penelitian ini hanya meneliti dua faktor variabel pengaruh yang mempengaruhi minat pilih para pemilih pemula yaitu norma subyektif dan karakteristik endorser. 4. Terbatasnya literatur yang membahas tentang perilaku pemilih pemula serta hal-hal yang mempengaruhinya dalam menentukan pilihan pada Pemilu Presiden secara mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Assael, Henry. 2001. Consumer Behavior and Marketing Action. Australia: Thomson. Dharmmamesta, dan Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty. Durianto, Darmadi dan Ceicilia Liana. 2004. Analisis Efektivitas Iklan Televisi Softener Soft dan Fresh di Jakarta dan Sekitarnya Dengan Menggunakan Consumer Decision Model. Jurnal Penelitian Ekonomi, Bisnis, dan Pembangunan, Volume. 2, Edisi Maret. Djarwanto, PS dan Pangestu Subagyo. 1996. Statistik Induktif. Yogyakarta: BPFE. Djarwanto, PS dan Pangestu Subagyo. 2005. Statistik Induktif, Edisi Kelima. Yogyakarta: BPFE. Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Grace, Phang & Furouka, Fumitaka. 2007. An Examination Of The Celebrity Endorsers Characteristics And Their Relationship With The Image Of Consumer Products. Journal of Marketing. Vol.3, No.2. Hair, Joseph F, Rolp Anderson, Ronal Tatham, and William C Black. 1998. Multivariate Data Analysis. 5th Edition. USA: Prentice Hall International Inc. Hapsari, Ajeng Peni. 2008. CelebrityEndorser, Typical-Person Endorser Iklan Televisi dan Brand Image Produk (Studi Kasus Pada Pond’s Age Miracle). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran. Hertanto & Mukhlis, Maulana. 2009. Orientasi Politik Pemilih Pemula Perkotaan dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009. Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. http://www.dumadia.wordpress.com http://www.ditpolkom.bappenas.go.id
http://www.erabaru.or.id. Juli 3, 2009. http://www.fenomenapolitik.com. Februari 20, 2009. http://www.google.com/plannedbehaviorajzen . 30 Juli, 2008. http://www.harianpikiranrakyat.com. April 7, 2009. http://www.indobarometer.com. 1Juli 2008. http://www.management.fe.unpad.ac.id. 2008. http://www.pemilu-online.com. November 24, 2008. http://www.proquest.com/pqdweb http://www.republikaonline.com. April 2, 2009. http://www.vivanews.com Indriantoro, Nur dan Bambang Sopomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Jajuk. 2003. Iklan dan Komunikasi Massa. Jurnal Mitra Bisnis. Vol.2, No.2, Agustus. Jefkins, Frank. 1996. Periklanan edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafitti. Kotler, Philip and Gary Armstrong. 2001. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid 1. Terjemahan Drs. Alexander Sindoro. Jakarta: Prenhallindo. Kotler, Philip dan Susanto, A. B. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Martin, Craig A & Bush, Alan J. 2000. Do Role Models Influence Teenagers’ Purchase Intentions and Behavior?. Journal of Consumer Marketing. Vol.17. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugroho, Aries Prayudi. 2007. Analisis Pengaruh Karakteristik Bintang Idola Iklan (Celebrity Endorser) Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Pada Salah Satu Merek Sabun Kecantikan di Kalangan Mahasiswa Program S1 Non-Reguler Fakultas Ekonomi UNS). Skripsi Sarjana tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS.
Nugroho, J Setiadi. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media. Ohanian, Roobina. 1990. Construction and Validation of a Scale to Measure Celebrity Endorsers’ Perceived Expertise, Trustworthiness, and Attractiveness. Journal of Advertising. Vol. 19. Pease, Andrew & Brewer, Paul R. 2008. The Oprah Factor: The Effects of a Celebrity Endorsement in a Presidential Primary Campaign. Journal of Political Marketing. Schiffman, L.G and L.L. Kanuk. (1997). Consumer Behavior 6thed. New Jersey: Prentice Hall International Inc. Sekaran, Uma. 2006. Research Method for Business (Metodologi Penelitian untuk Bisnis). Edisi 4. Buku 2. Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta : Salemba Empat. Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu edisi 5. Jakarta: Erlangga. Sigit, Murwanto. 2006. Pengaruh Sikap Dan Norma Subyektif Terhadap Niat Beli Mahasiswa Sebagai Konsumen Potensial Produk Pasta Gigi Close Up. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 11, No. 1. Sriraharso. 2008. Memprediksi Perilaku Di Bank Syariah Via Planned Behavior Ajzen. Artikel Manajemen Kontemporer untuk Efektivitas dan Efisiensi Organisasi. Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta. Suhartono, dkk. 2008. Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada; Suatu Refleksi School-Based Democracy Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi Banten dan Jawa Barat). Penelitian Mahasiswa Pascasarjana UPI. Wood, Natalie T & Herbst, Kenneth C. 2007. Political Star Power and Political Parties: Does Celebrity Endorsement Win First-Time Votes?. Journal of Political Marketing. Vol. 6 (2/3).