ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 i
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Hepi Prayudiawan SE.,Ak.,M.si
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010
ii
Hari ini Rabu Tanggal 17 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Sidang Skripsi atas nama Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657 dengan judul
skripsi
GOVERNANCE
“ANALISIS
PENGARUH
TERHADAP
MEKANISME
MANAJEMEN
LABA
CORPORATE
(Studi
Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)“. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Maret 2010
Tim Penguji Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Ketua
Hepi Prayudiawan, SE, Ak, MM Sekretaris
Dr. Amilin, Ak, M.Si Penguji Ahli 1
Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si Penguji Ahli 2
iii
Hari ini Jumat Tanggal 05 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657 dengan judul
skripsi
GOVERNANCE
“ANALISIS
PENGARUH
TERHADAP
MEKANISME
MANAJEMEN
LABA
CORPORATE
(Studi
Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI) “. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 05 Maret 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Fitri Damayanti, SE, M.Si
Dr. Amilin, Ak, M.Si Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I.
Biodata Pribadi 1.
Nama Lengkap
: Dinda Dwi Wahyuni
2.
Tempat / Tanggal Lahir
: Jakarta, 21 Agustus 1987
3.
Alamat
: Jl. Anggrek III Blok B6/3 Ciputat, Tangerang Selatan.
4.
Agama
: Islam
5.
Kewarganegaraan
: Indonesia
6.
Motto
: Your Most Unhappy Experience is Your Greatest Source to Learn
II.
III.
Pendidikan Formal 1.
SD Negeri Benda Baru III, Pamulang, Tangerang, Banten
(1993-1999)
2.
SMP Negeri 2 Pamulang, Tangerang , Banten
(1999-2002)
3.
SMA 1 Cenderawasih, Jakarta Selatan
(2002-2005)
4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2005-2010)
Pendidikan Informal Lembaga Pendidikan Bahasa ILP Ciputat, Tangerang.
IV.
Pengalaman Kerja PT. Bank Central Asia Tbk, Customer Service Officer (Des. 2009 – Des. 2010)
v
Abstract The purpose of this research is to examine the impact of corporate governance mechanism, namely institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director and audit committee to earning management. This study take sample from 22 public listed companies in the financial sector at Indonesia Stock Exchange, which were published in financial report from 2005-2008. Analysis method is multipled regression method. The result of this research show that (1) institutional ownership had negative significant influence to earnings management, (2) managerial ownership had not significant influence to earnings management, (3) presence of independent of director had not significant influence to earnings management, (4) audit committee had not significant influence to earnings management, (5) simultaneously of institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director and audit committee had significant influence to earnings management.
Keywords: institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director, audit committee, earnings management
Abstrak vi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh mekanisme corporate governance, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Penelitian ini mengambil sampel dari 22 perusahaan go public di sektor perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang dipublikasikan dan laporan keuangan dari tahun 2005-2008. Model analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, (2) kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (3) proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (4) komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (5) kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba. Kata Kunci: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, komite audit, manajemen laba
Kata Pengantar vii
Bismilaahirrahmaanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia yang telah diberikanNya, serta shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI)” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan strata satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak kekurangan yang dapat dikoreksi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini bukan hanya semata-mata hasil jerih payah penulis sendiri, melainkan berkat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak ternilai harganya. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis mengucapkan kepada Ibu (“the most amazing and super mom in the world”) yang selalu memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati untuk memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang tak terhingga dan terutama untuk doa yang tiada pernah putus. My brothers Aa’ Ilham Indrawan dan Andre Subagja. This is my present for you. Atas dasar itu penulis dengan tulus ikhlas mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan setiap masalah yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini kepada:
viii
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. sebagai pembimbing I dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang selalu memberikan kepercayaan, motivasi dan dukungan setiap penulis menghadapi permasalahan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. 2. Bapak Hepi Prayudiawan, SE, Ak, MM. sebagai pembimbing II atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing dan memberi motivasi dan bantuan selama penyempurnaan skripsi ini. 3. Bapak Afif Sulfa, SE, Ak., Msi. selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan dosen pembimbing akademik. Terima kasih untuk bantuan bapak yang sangat banyak kepada saya. 4. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi, dan yang telah banyak membantu penulis sehingga penulis bisa lulus dan wisuda di bulan April. Terima kasih banyak ya bu… 5. Bapak Dr. Amilin, Ak, M.Si dan Ibu Fitri Damayanti, SE, M.Si, selaku dosen penguji ujian komprehensif. 6. Seluruh Staf pengajar beserta Asisten Dosen dan Karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Ekonomi yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 7. Teman-teman “GM”, Ita, Upi, Epi, Dara, terima kasih untuk persahabatan yang telah dijalin selama ini, susah seneng selalu bareng-bareng, ngerjain tugas kampus yang setumpuk, belajar buat UTS dan UAS. We have so many beautiful moments and someday we’ll miss those moments.
ix
8. Arief Fahruri, SE., terima kasih untuk doa, semangat, waktu yang telah diberikan, serta bantuan hingga skripsi ini bisa selesai. Mulai dari ngajarin SPSS, ngajarin kompre, sampe sesi belajar financial planning (tetep gratis kan yaa..?). 9. Ahmad Rizki Noviansyah, Amd., thank you for everything, your care and love, patient to face a girl like me, always there for me in happiness or sadness and especially for all ur pray, greatest spirit, encourage, wish we could reach our dreams together. Love ya much much. 10. Teman teman seperjuangan ujian komprehensif, Mba Husnun, Badru Tamam, Ilham onta, Andre ndut, Syaiful Qothi. 11. Teman-teman seperjuangan ujian skripsi, Syarif, Riza, Devi Endah, Badru, Lion, Andriansyah, March 17th 2010 on Wedenesday was our day and the day that we could be an economics bachelor. 12. Ade Istianah SE, “Ms. Mobile information”, apa-apa tanya ade, daftar skripsi tanya ade, daftar wisuda tanya ade, makasih ya ade udah dengan sabar dan ikhlas bantuin teteh.. 13. Sahabat-sahabat ku baby Fira, ina, riris ndutt pacarku..makasiih ya sayang buat doa dan support kalian. Buat fira yang udah bantuin ngirimin skripsiku ke Kalimantan buat di acc Pak Hepi, Ina temenku dari SMP, SMA yang selalu doain via Twitter (hehhee), Riris nduut yang selalu kasih support, semangat, doa, dan ternyata nasib kita hampir mirip ya ndut, but we still being happy. Love you all. 14. Teman-teman angkatan 2005 kelas akuntansi B dan kelas konsentrasi Akuntansi Manajemen dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
x
15. Keluarga besar H.Edhi Soebardjo, terima kasih atas perhatian dan doa yang telah dicurahkan, we are a big happy family forever. 16. Teman-teman di BCA KCU Serpong, Bu Ella, Mba Ani, Pak Djoni, Bu Ratna, Bu Linda Riris, Tya, Nita, Devy, Sulis, dan Hanwi. Thanks for support and the unforgettable experiences. 17. Ojek langganan yang setia nganterin buat bimbingan di rumah Pak Hepi, bolak balik kampus, kantor nganterin kemana-mana (lebih setia daripada pacar deh), bang eman dan bang ndut. Makasiih banyak ya.. 18. Serta pihak-pihak lain yang telah memberikan banyak doa dan dukungan kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kepada pihak-pihak yang telah disebutkan atas bantuan yang telah diberikan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini kepada semua pihak yang berkepentingan, dengan harapan skripsi ini dapat bermanfaat.
Tangerang, 25 Februari 2010
Dinda Dwi Wahyuni
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING....................................
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ......................................
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................
iv
ABSTRACT.................................................................................................
v
ABSTRAK ...................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR.................................................................................
vii
DAFTAR ISI................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang Penelitian .....................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
9
D. Manfaat Penelitian ................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................
11
A. Teori Keagenan .....................................................................
11
B. Asimetri Informasi ................................................................
13
C. Pengertian dan Konsep Dasar Corporate Governance .........
14
D. Prinsip Utama Corporate Governance .................................
16
xi
E. Prinsip Corporate Governance Perbankan ...........................
19
F. Struktur Kepemilikan............................................................
22
1. Kepemilikan Institusional ...............................................
22
2. Kepemilikan Manajerial..................................................
24
G. Governance Structure ...........................................................
25
1. Komisaris Independen ....................................................
25
2. Komite Audit ..................................................................
27
H. Definisi Manajemen Laba.....................................................
29
I. Faktor-faktor Pendorong Manajemen Laba ..........................
33
J. Teknik Manajemen Laba ......................................................
36
K. Pola Manajemen Laba...........................................................
37
L. Model-model Pendeteksian Manajemen Laba......................
38
M. Discretionary Accrual...........................................................
41
N. Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................
42
O. Kerangka Pemikiran..............................................................
51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
58
A. Ruang Lingkup Penelitian.....................................................
58
B. Metode Penentuan Sampel....................................................
58
C. Metode Pengumpulan Data...................................................
59
1. Jenis Data ........................................................................
59
2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data..........................
60
D. Metode Analisis Data...........................................................
60
1. Model Analisis ................................................................
61
xii
2. Metode Analisis Data......................................................
61
a. Analisis Deskriptif ....................................................
61
b. Pengujian Asumsi Klasik ..........................................
62
1) Uji Normalitas.....................................................
62
2) Uji Multikolinearitas ...........................................
62
3) Uji Autokorelasi..................................................
62
4) Uji Heterokedastisitas .........................................
63
c. Pengujian Hipotesis ..................................................
63
1) Uji Individu (t – Statistik) ...................................
63
2) Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F).................
64
3) Koefisien Determinasi ........................................
64
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ..............
66
1. Kepemilikan Institusional ...............................................
66
2. Kepemilikan Manajerial..................................................
66
3. Proporsi Dewan Komisaris Independen..........................
66
4. Keberadaan Komite Audit ..............................................
67
5. Manajemen Laba.............................................................
67
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...........................................
70
A. Deskripsi Objek Penelitian ...................................................
70
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................
71
1. Variabel Dependen (Manajemen Laba) ..........................
71
2. Variabel Independen .......................................................
72
a. Kepemilikan Institusional .........................................
72
xiii
b. Kepemilikan Manajerial............................................
73
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen....................
74
d. Komite Audit ............................................................
75
C. Analisis dan Pembahasan......................................................
77
1. Hasil Uji Asumsi Klasik .................................................
77
a. Uji Normalitas Data .................................................
77
b. Uji Multikolinearitas .................................................
78
c. Uji Autokorelasi........................................................
79
d. Uji Heteroskedastisitas..............................................
80
2. Hasil Pengujian Hipotesis ...............................................
81
a. Uji Individu (t – Statistik) .........................................
81
b. Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F).......................
87
c. Uji Koefisien Determinasi ........................................
88
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI .........................................
90
A. Kesimpulan ...........................................................................
90
B. Implikasi ..............................................................................
91
C. Keterbatasan dan Saran.........................................................
92
1. Keterbatasan....................................................................
92
2. Saran ...............................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
94
LAMPIRAN..................................................................................................
97
xiv
DAFTAR TABEL Nomor
Keterangan
Hal
2.1
Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud..............................................
2.2
Penelitian Terdahulu ................................................................................... 47
3.1
Pengukuran Variabel................................................................................... 69
4.1
Rincian Sampel Penelitian .......................................................................... 70
4.2
Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian................................... 70
4.3
Statistik Deskriptif Discretionary Accrual ................................................. 72
4.4
Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional ............................................ 73
4.5
Statistik Deskriptif Kepemilikan Manajerial .............................................. 74
4.6
Statistik Deskriptif Proporsi Dewan Komisaris Independen ...................... 74
4.7
Statistik Deskriptif Komite Audit ............................................................... 76
4.8
Hasil Uji Multikolinearitas.......................................................................... 78
4.9
Hasil Uji Autokorelasi ................................................................................ 79
4.10
Hasil Uji Parameter Individual (Uji Statistik t) .......................................... 81
4.11
Hasil Uji Anova .......................................................................................... 87 xv
32
4.12
Koefisien Determinasi................................................................................. 88
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Keterangan
Hal
2.1
Model Penelitian ......................................................................................... 57
4.1
Grafik Normality Probability Plot .............................................................. 77
4.2
Grafik Hasil Uji Heterokedastisitas ............................................................ 80
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Keterangan
Hal
1
Nama-nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian......................... 97
2
Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2005.. 98
3
Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2006. 99
4
Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2007.. 100
5
Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2008.. 101
6
Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2005........................... 102
7
Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2006........................... 103
8
Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2007........................... 104
9
Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2008........................... 105
10
Variabel Penelitian ...................................................................................... 106
11
Hasil Uji Asumsi Klasik ............................................................................. 110 xviii
12
Hasil Uji Regresi Linear Berganda ............................................................. 112
xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Corporate governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk terus dikaji oleh para pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan, dan lain sebagainya. Pemahamaan praktik corporate govarnance terus berevolusi dari waktu ke waktu. Masalah corporate governance timbul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Kirana, 2007). Pemisahan tersebut berimbas pada timbulnya konflik kepentingan antara para pemegang saham dengan pihak manajemen dalam struktur kepemilikan perusahaan. Dengan pemisahan ini, pemilik (principal) akan memberikan kewenangan pada pengelola (manajer) untuk mengurus keberlangsungan perusahaan, seperti mengelola dana dan memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dan bertumpu pada agency theory (Wolfhensohn, 1999). Hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Kirana, 2007). Agency theory mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan berperilaku, karena pada dasarnya antara pemilik dan pengelola (manajer) memiliki perbedaan kepentingan.
1
Manajer berkewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham, namun di sisi lain manajer juga menginginkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut masalah keagenan (agency conflict). Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan (agency conflict) dikenal sebagai biaya keagenan (agency cost). Agency cost ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk ‘bonding expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan
kepentingan
manajemen
dengan
pemegang
saham
(Wolfhensohn, 1999). Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problems tetap ada karena adanya pemisahan antara kepengurusan dengan kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik. Perilaku manipulasi oleh manajer dengan melakukan manajemen laba berawal dari konflik keagenan, karena adanya perbedaan kepentingan. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan kepada pemilik terkadang 2
tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimmetry information (Iskandar,2007). Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba. Hal tersebut dapat saja terjadi karena manajer memiliki informasi mengenai perusahaan yang tidak atau belum diketahui oleh pemilik perusahaan. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management ). Tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer terhadap informasi laba dapat merubah kandungan informasi atas laba yang dihasilkan perusahaan. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan, hal tersebut perlu diwaspadai oleh pengguna laporan keuangan, karena informasi yang telah mengalami penambahan atau pengurangan tersebut dapat menyesatkan keputusan yang akan diambil. Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen dengan melakukan manajemen laba adalah corporate governance. Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para 3
pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Khomsiyah et al.,2004). Salah satu kasus yang berhubungan dengan praktek manipulasi laporan keuangan adalah kasus Bank Century. Bank Century melakukan rekayasa akuntansi agar laporan keuangan bank menunjukkan kecukupan modal atau rasio CAR, nilai CAR Bank Century yang sebenarnya adalah sebesar -132,5% (minus seratus tiga puluh dua koma lima persen), karena ada asset berupa SSB (Surat-surat Berharga) yang berkualitas rendah atau tergolong macet, nilai tersebut telah melanggar ketentuan Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio CAR bank umum minimal 8%. Bank Century tidak melakukan penyisihan atau pengakuan kerugian terhadap hal tersebut, Bank Century memasukkan SSB yang dikategorikan macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet, sehingga tidak menggerus modalnya dan nilai CAR bank menunjukkan nilai yang positif (Yohanes,2009). Bank Century telah melanggar beberapa peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pertama, Bank Century telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan BI tentang penyisihan terhadap SSB kategori macet, yakni PBI No.7/2/PBI/2003 yang mengatur bahwa SSB yang tidak diperdagangkan di BEI, tidak terdapat informasi nilai pasar, dan tidak memiliki peringkat investasi, maka SSB tersebut dinilai macet dan harus dibentuk Penyisihan 4
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sebesar 100%. Kedua, Bank Century melakukan pelanggaran Bank Indonesia, yakni PBI No.3/21/PBI/2001 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum yang mengatur bahwa bank yang tidak dapat memenuhi modal minimum atau CAR 8% akan dikategorikan sebagai bank dalam perhatian khusus (Yohanes,2009). Salah satu penyebab kondisi dimana perusahaan masih melakukan manipulasi keuangan adalah kurangnya penerapan corporate governance. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya akan menguntungkan banyak pihak. Penelitian ini mengambil sampel pada industri perbankan, dikarenakan industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat, seperti criteria minimum CAR untuk menentukan apakah bank termasuk bank sehat atau tidak. Oleh karena adanya peraturan tersebut, manajer memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba atau manipulasi laporan keuangan agar dapat memenuhi ketentuan Bank Indonesia. Selain itu, industri perbankan merupakan industri “kepercayaan”, jika investor berkurang kepercayaannya Karena laporan keuangan yang bias karena adanya manajemen laba, maka mereka akan melakukan penarikan dana bersama-sama yang akan mengakibatkan rush, Nasution dan Setiawan (2007).
5
Penelitian terkait dengan praktek mekanisme corporate governance juga banyak dilakukan. Veronica dan Utama (2005) meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan, yang dibagi menjadi dua (kepemilikan keluarga dan kepemilikan institusional), ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance yang diukur dengan menggunakan tiga variabel (kualitas audit yang diukur melalui ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) terhadap pengelolaan laba (earnings management). Penelitian ini menggunakan data empiris dari Bursa Efek Jakarta dengan sampel sebanyak 144 perusahaan untuk periode tahun 1995-1996, 1999-2002. Boediono (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme corporate governance yang diukur melalui kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris dampaknya terhadap manajemen laba. Penelitian ini menggunakan analisis jalur dengan sampel penelitian sebanyak 96 perusahaan. Cornett et al. (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap praktek manajemen laba. Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kepemilikan saham oleh institusi (kepemilikan institusional), dan proporsi dewan komisaris independen. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 perusahaan besar di Amerika Serikat. Wijayanti (2009) melakukan penelitian untuk menguji perbedaan manajemen
laba
sebelum
dan
setelah
Peraturan
Bank
Indonesia
No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi 6
Bank Umum. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh negatif proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Populasi penelitian ini adalah 62 perusahaan di sektor perbankan pada Bursa Efek Indonesia, yang telah mempublikasikan laporan tahunan dari tahun 2005-2007. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sensus dan data longitudinal. Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh pelaksanaan corporate governance terhadap tindak manajemen laba. Mekanisme corporate governance diukur melalui komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan komite audit. Dalam penelitiannya, Nasution dan Setiawan (2007) memberikan bukti empiris tentang dampak mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan dengan populasi penelitian seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta selama periode 2000-2004. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) serta penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007). Dimana penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan, konsep indikator mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian tersebut menggunakan sampel penelitian sebanyak 30 perusahaan sektor manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2004. Sementara itu 7
penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) menguji dampak mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan dengan populasi penelitian seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta selama periode 2000-2004. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu, yaitu : 1. Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2005-2008. Alasan peneliti menggunakan tahun 2005 sampai dengan 2008, yaitu (1) untuk menghindari periode krisis dan (2) periode tersebut menunjukkan kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti. 2. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada industri perbankan dengan tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh perbedaan industri. 3. Pada penelitian ini, mekanisme corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :
8
1. Sejauh mana pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba? 2. Sejauh mana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba? 3. Sejauh mana pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba? 4. Sejauh mana pengaruh keberadaan komite audit terhadap manajemen laba? 5. Sejauh mana pengaruh mekanisme corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba ?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai: 1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba. 2. Pengaruh kepemilikan manajerial berpengaruh manajemen laba. 3. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. 4. Pengaruh keberadaan komite audit terhadap manajemen laba. 5. Pengaruh corporate governance yang diukur melalui kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba.
9
D.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian mengenai corporate governance dan imbasnya terhadap manajemen laba serta kinerja keuangan. 2. Memberikan pemahaman serta kesadaran perusahaan mengenai pentingnya pelaksanaan mekanisme Good Corporate Governance. 3. Memberikan
manfaat
bagi
praktisi
perusahaan
untuk
dapat
meningkatkan kinerja perusahaan melalui pelaksanaan corporate governance. 4. Dapat dijadikan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Keagenan (Agency Theory) Dalam rangka memahami corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara principal dan agent, Jensen dan Meckling (1976) dalam Khomsiyah et al. (2004). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan (di pihak principal/investor) dan pengendalian (di pihak agent/manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan. Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory, yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati (Mursalim, 2005). Secara khusus teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda, Khomsiyah et al.(2004) mengemukakan jika antar pihak principal (pemilik) dan agent (manajer)
11
memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict), DuCharme et al. (2000) dalam Kirana (2007). Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat dasar manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat dasar manusia, yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded nationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektifitas, dan adanya asimetri informasi antar principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan, Eisanhardt (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007). Agency conflict sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu : (1) agency conflict antara pemegang saham dan manajer. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang
berkaitan
dengan
bagaimana
dana
yang
diperoleh
tersebut
diinvestasikan. (2) agency conflict antara pemegang saham dan kreditor (Kirana, 2007).
12
B. Asimetri Informasi Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham), manajer berkewajiban memberikan informasi terkini mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan itu sendiri untuk pengambilan keputusan. Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder
pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Menurut
Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman.
Sehingga,
manajer
dapat
melakukan
tindakan
diluar 13
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
C. Pengertian dan Konsep Dasar Corporate Governance. Pengertian corporate governance amat beragam. Pada dasarnya ia diartikan sebagai tata kelola yang berhubungan dengan masyarakat. Cadbury Committee (2003) dalam Zarkasyi (2008) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut : “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.” Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP117/M-MBU/2002 dalam Surya dan Yustiavandana (2008) corporate governance adalah suatu proses dari stuktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Nasution dan Setiawan (2007) mendefinisikan corporate governance sebagai konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan 14
keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat, Nasution dan Setiwan (2007). Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan malalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya,
berdasarkan
kerangka
aturan
dan
peraturan
yang
berlaku
(Wolfensohn,1999). Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. GCG dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera (Zarkasyi,2008).
15
D. Prinsip Utama Corporate Governance Menurut Wolfensohn (1999) terdapat empat prinsip utama yang terkandung dalam mekanisme corporate governance untuk terselenggaranya praktik good gorporate governance, yaitu : fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Prinsip tersebut juga dianut oleh perusahaan perbankan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 1. Fairness (Kewajaran) Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan pandangan yang berlaku. Fairness mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambilalihan perusahaan lain. Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaaan terhadap praktek 16
korporasi yang merugikan seperti disebutkan diatas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil diantara beragam kepentingan dalam perusahaan. 2. Transparancy (keterbukaan informasi) Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan, maupun dalam menggunakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan transparansi itu sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saaat diperlukan. Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui resiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya
efisiensi
pasar.
Selanjutnya,
jika
prinsip
transparansi
dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen. 17
3. Accountability (akuntabilitas) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan pada perusahaanperusahaan di Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan dan komisaris. Atau justru sebaliknya, komisaris utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan. Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran). 4.
Responsibility (Pertanggungjawaban). Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan 18
eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. Endri (2008) menambahkan satu prinsip corporate governance, yakni
independency,
dimana
perusahaan
bertindak
hanya
untuk
kepentingan perusahaannya saja, tidak dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas yang mengarah pada timbulnya conflict of interest.
E. Prinsip Corporate Governance Perbankan Pedoman corporate governance perbankan ini merupakan pelengkap dan bagian dari prinsip umum atau prinsip utama yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dan dimaksudkan sebagai pedoman khusus bagi perbankan untuk memastikan terciptanya bank dan sistem perbankan yang sehat (Zarkasyi, 2008). Sebagai lembaga intermediasi yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut bank menghadapi berbagai resiko, baik resiko kredit, resiko pasar, resiko operasional, maupun resiko reputasi. Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam rangka melindungi masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk
19
memenuhi modal minimum sesuai dengan kondisi masing-masing bank, menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang “highly-regulated”. Dalam
menjalankan
usahanya
bank
harus
menganut
prinsip
keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha
dan
strategi
bank
sebagai
pencerminan
akuntabilitas
bank
(accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness). Menurut Zarkasyi (2008) dalam hubungan dengan prinsip tersebut bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Transparency (Keterbukaan) Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, pengelolaan resiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendali intern, status kepatuhan, sistem dan
20
pelaksanaan good corporate governance serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut. 2. Accountability (Akuntabilitas) Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masingmasing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Bank harus meyakini bahwa organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. Dalam perusahaan perbankan, bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaannya. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajarannya berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan, sasaran usaha, serta strategi dan memiliki rewards and punishment system. 3.
Independency (Indepedensi) Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta
21
bebas dari benturan kepentingan. Bank dalam mengambil keputusan harus objektif dan bebas dari segala tekanan pihak manapun. 4. Fairness (Kewajaran) Bank harus senantiasa memperhatikan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukkan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
F. Struktur Kepemilikan Struktur
kepemilikan
perusahaan
memiliki
pengaruh
terhadap
perusahaan. Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses yang membentuk motivasi manajer. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu mengoptimalkan kinerja perusahaan (Kartikawati, 2009). Dalam hal ini struktur kepemilikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional : 1. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking (Veronica dan Utama, 2005). Investor institusional 22
yang sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non instusional. Balsam et al (2002) dalam Veronica dan Utama (2005) menemukan hubungan yang negatif antar discretionary accrual yang tidak diekspektasi dengan imbal hasil di sekitar tanggal pengumuman karena investor institusional mempunyai akses atas sumber informasi yang lebih tepat waktu dan relevan yang dapat mengetahui keberadaan pengelolaan laba lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor individual. Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen (Kartikawati, 2009). Tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah pengelolaan laba dapat bersifat efisien, tidak selalu oportunis. Jika pengelolaan laba tersebut efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi justru akan meningkatkan pengelolaan laba (berhubungan positif), tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi pengelolaan laba (berhubungan negatif) (Veronica dan Utama, 2005). 23
2. Kepemilikan Manajerial Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut sebagai
kepemilikan
manajerial
(managerial
ownership).
Adanya
kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masing-masing periode pengamatan. Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Dengan memperbesar
kepemilikan
saham
perusahaan
oleh
manajemen
(managerial ownership) kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer Jensen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007). Namun, tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian, adanya
kesulitan
bagi
para
pemegang
saham
eksternal
untuk
mengendalikan tindakan manajer (Ujiyantho dan Pramuka,2007). 24
G. Governance Structure 1. Komisaris Independen Istilah independen pada komisaris independen maupun direksi independen bukan menunjukkan bahwa komisaris atau direksi lainnya tidak independen. Istilah komisaris independen menujukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili kepentingan investor (Surya dan Yustiavandana, 2008). Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen maka harus ada sistem yang baik yaitu good corporate governance yang mewajibkan keberadaaan komisaris independen. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Peraturan BEI mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jajaran anggota dewan komisaris yang dapat dipilih melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sebelum pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat (Surya dan Yustiavandana, 2008). Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaaan (Surya dan Yustiavandana, 2008). 25
Kriteria komisaris independen menurut Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli 2004 dalam Surya dan Yustiavandana (2008), yaitu : 1. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. 2. Komisaris independen tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. 3. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari perusahaan tercatat bersangkutan. 4. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan. 5. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan tercatat. 6. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik. 7. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
26
8. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pegang Saham (RUPS). Bank
Indonesia
juga
mengeluarkan
Peraturan
Bank
IndonesiaNo.8/4/PBI/2006 dalam Wijayanti (2009) tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang salah satunya mengatur keberadaan dewan komisaris independen sebesar minimal 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh dewan komisaris. Berbagai peraturan tersebut merupakan sinyal bahwa keberadaan dewan komisaris independen di perusahaan sangat penting dalam mewujudkan good corporate governance. Dengan demikian, terlihat bahwa komisaris independen memiliki peranan untuk menjamin strategi perusahaan, serta terlaksananya akuntabilitas. Komisaris independen merupakan suatu mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. 2. Komite Audit Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan.
27
Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor (Surya dan Yustiavandana, 2008). Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris, Hasnati (2003) dalam Surya dan Yustiavandana (2008). Pentingnya komite audit dalam suatu perusahaan terbuka dikuatkan dengan ketentuan Surat Edaran Ketua Bapepam No.SE-03/PM/2000 dalam Surya dan Yustiavandana (2008) tentang Komite Audit. Dalam ketentuan tersebut mewajibkan setiap perusahaan publik atau emiten untuk memiliki komite audit. Ketentuan ini menyebutkan bahwa komite audit bertugas membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat profesional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, FCGI dan YPPMI Institut (2002) dalam Surya dan Yustiavandana (2008), yaitu :
28
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting) Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. 2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. 3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan system pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
H. Definisi Manajemen Laba Sugiri (1998) dalam Ubadah et al. (2008) membagi definisi earnings management atau manajemen laba menjadi dua, yaitu : 1. Definisi sempit Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi, manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan 29
sebagai
perilaku
manajer
untuk
“bermain”
dengan
komponen
discretionary accrual dalam menentukan besarnya earnings. 2. Definisi luas Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan
utilitasnya
dalam
menghadapi
kontrak
kompensasi, kontrak utang dan political costs (opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting
(Efficient
Earnings
Management),
dimana
manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Perspektif efesiensi menyatakan bahwa manajer melakukan pilihan atas kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang cash flow yang akan datang dan untuk meminimalkan agency cost yang terjadi karena konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer, Jiambalvo (1996) dalam Ubadah et al (2008). Tindakan manajemen laba dilakukan oleh manajer ketika manajer memiliki akses terhadap informasi yang tidak dimiliki oleh pihak luar. Manajemen laba adalah campur tangan 30
dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa, Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati et al. (2006). Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Ujiyantho (2007), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgement) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Healy dan Wahlen (1999) dalam Ujiyantho (2007) juga menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgement yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti 31
metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Satu hal yang perlu diketahui bahwa manajemen laba berbeda dengan fraud. Untuk itu tabel 2.1 menggambarkan perbedaan antara fraudulent accounting dengan manajemen laba. Keduanya memang dilakukan secara sengaja dan melalui proses manipulasi. Perbedaan pokok bahwa manajemen laba tidak berhubungan dengan penciptaan bukti-bukti palsu atau pun transaksi fiktif yang sifatnya melanggar hukum, sedangkan fraud berhubungan dengan hal-hal tersebut, (Mayangsari, 2001). Tabel 2.1 Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud Pilihan Metode Akuntansi Konservatif
Transaksi Arus Kas
Sesuai PSAK 1. Terlalu agresif mengakui provisi atau cadangan.
1. Menunda penjualan 2. Adanya pengeluaran iklan
2. Pembebanan yang besar pada biaya R&D Earnings “Netral”
Sesuai PSAK Earnings yang diperoleh dari proses operasi normal
Akuntansi “Agresif”
1. Terlalu rendah mencatat kas piutang tak tertagih
1. Menunda pengeluaran R&D atau iklan
2. Menurunkan cadangan
2. Meningkatkan penjualan
32
Tabel 2.1 (Lanjutan) Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud Pilihan Metode
Transaksi Arus Kas
Pelanggaran PSAK
Fraudulent Accounting
1. Mancatat penjualan fiktif 2. Mencatat persediaan fiktif 3. Membuat ulang tagihan yang sudah lunas Sumber : Dechow dan Skinner (2000) dalam Mayangsari (2001)
I. Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, Watt dan Zimmerman (1986) dalam Rahmawati et al. (2006), yaitu:
1.
Bonus Plan Hypothesis Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
33
2. Debt Covenant Hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung
memilih
metode
akuntansi
yang
memiliki
dampak
meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. 3. Political Cost Hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil
tindakan,
misalnya,
mengenakan
peraturan
antitrust,
menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba : 1. Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini. 2. Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkanpada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
34
3. Taxation Motivations Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. 4. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 5. Initital Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. 6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Dalam ubadah et al. (2008) dua motivasi utama para manajer melakukan manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan informasi (signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan pemakai
laporan
keuangan
karena
informasi
yang
disampaikan
manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai 35
fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (yakni suatu kondisi yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu dalam melaporkan
kinerja
yang
menguntungkan
dirinya
sendiri
dalam
menghadapi situasi tertentu). Tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitannya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan masa datang.
J. Teknik Manajemen Laba Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati et al. (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara
manajemen
mempengaruhi
laba
melalui
judgement
(perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
36
2.
Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akunatansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
K. Pola Manajemen Laba Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara: 1.
Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2.
Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
37
3.
Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
4.
Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
L. Model-Model Pendeteksian Manajemen Laba Terdapat beberapa metode pendeteksian manajemen laba. Jones memberikan sebuah model untuk membantu mengidentifikasi perusahaan yang melakukan manajemen laba. Tujuan model Jones adalah untuk memisahkan akrual kelolaan dan non kelolaan. Model modifikasi Jones mengestimasi tingkat akrual yang diharapkan (akrual non kelolaan) sebagai fungsi perbedaan antara perubahan pendapatan dan perubahan dalam piutang dagang serta aktiva tetap. Perhitungan total akrual dengan pendekatan arus kas dan laporan rugi laba dihitung dengan rumus sebagai berikut, Sloan (1996) dalam Rahmawati (2007): TAt = Earnt – CFOt Dimana: TA = total akrual Earn = earnings 38
CFO = Arus kas operasi Seluruh persamaan diatas dibagi dengan menggunakan total aktiva awal tahun pada perusahaan yang diobservasi. Model-model pemisahan akrual menjadi akrual kelolaan dan non kelolaan yang dibandingkan oleh Dechow et al. (1996) dalam Rahmawati (2007) adalah sebagai berikut: 1. The Healy Model Pengujian
Healy
untuk
manajemen
laba
dengan
cara
membandingkan rata-rata total akrual (dibagi total aktiva periode sebelumnya). Healy (1985) dalam Rahmawati (2007) menganggap non discretionary accrual (NDA) tidak dapat diobservasi. Model untuk non discretionary accrual adalah sebagai berikut: NDA = 0 sehingga TA = NDA 2.
The De Angelo Model Model De Angelo (1986) dalam Wijayanti (2009) menguji manajemen laba dengan menghitung perbedaan awal dalam total akrual dan dengan asumsi bahwa perbedaan pertama tersebut diharapkan nol, yang berarti tidak ada manajemen laba. Model ini menggunakan total akrual periode terakhir (dibagi total aktiva periode sebelumnya) untuk mengukur non discretionary accrual. NDAt = TAt-1 Keterangan: NDAt = estimasi non discretionary accrual TAt-1 = total accrual dibagi total aktiva 1 tahun sebelum tahun t 39
3. The Modified Jones Model. Model Modified Jones yang merupakan perkembangan dari model Jones dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya. Model Perhitungannya sebagai berikut : TACCit
= EBXTit – OCFit
TACCit/TAi,t-1 = 1(1/TAi,t-1) + 2(( REVit- RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit /TAi,t1) Dari persamaan regresi diatas, NDACC dapat dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien : NDACCit = 1(1/TAi,t-1) + 2(( REVit- RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit /TAi,t-1) DACCit = (TACCit/TAi,t-1) – NDACCit Keterangan : TACCit = Total Accrual perusahaan i pada periode ke t. EBXTit = Earning Before Extraordinary Items perusahaan i pada periode ke t. OCFit = Operating Cash Flow perusahaan i pada periode ke t. TAi,t-1 = Total Aktiva perusahaan i pada periode t-1. REVit = Revenue perusahaan i pada periode ke t. RECit = Receivable perusahaan I pada periode ke t
40
4. The Cross-Sectional Models Baik model Jones cross-sectional dan model Jones modifikasi cross-sectional adalah sama dengan model Jones dan model Jones modifikasi,
kecuali
bahwa
parameter
model
diestimasi
dengan
menggunakan data cross-sectional bukan data time series, Defond dan Jiambalvo (1994) dalam Wijayanti (2009). Model crosssectional dan time series berbeda asumsi. Model cross-sectional mengasumsikan bahwa korelasi antara akrual non kelolaan dan penentuan akrual, seperti perubahan dalam pendapatan dan PPE (bruto), ditentukan oleh kelompok industri dan situasi ekonomi sekarang sedangkan model time-series mengasumsikan bahwa korelasi ditentukan oleh karakteristik spesifik perusahaan. Pada penelitian ini digunakan model modifikasi Jones dalam mendeteksi manajemen laba. Penggunaan model modifikasi Jones dikarenakan model ini runtun waktu dan secara statistik paling baik dibandingkan model-model lainnya, Dechow , et al. (1996) dalam Wijayanti (2009).
M. Discretionary Accrual Discretionary accrual (kebijakan akuntansi akrual) adalah suatu cara untuk mengurangi pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual, misalnya dengan cara menaikkan biaya amortisasi dan depresiasi, mencatat kewajiban yang besar atas jaminan produk (garansi), kontinjensi dan potongan harga, dan mencatat 41
persediaan yang sudah usang, Surifah (2001) dalam Wijayanti (2009). Lebih lanjut, akrual adalah semua kejadian yang bersifat operasional pada suatu tahun yang berpengaruh terhadap arus kas. Perubahan piutang dan hutang merupakan akrual, juga perubahan persediaan. Biaya depresiasi juga merupakan
akrual
negatif.
Akuntan
memperhitungkan
akrual
untuk
menandingkan biaya dengan pendapatan, melalui perlakuan transaksi yang berkaitan dengan laba bersih sesuai dengan yang diharapkan, Scott (1997) dalam Wijayanti (2009).
N. Hasil Penelitian Sebelumnya Veronica dan Utama (2005) meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan, yang dibagi menjadi dua (kepemilikan keluarga dan kepemilikan institusional), ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance yang diukur dengan menggunakan tiga variabel (kualitas audit yang diukur melalui ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) terhadap pengelolaan laba (earnings management). Hasil dari penelitiannya menunjukkan
bahwa
ukuran
perusahaan
dan
kepemilikan
keluarga
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan untuk variabel lainnya, seperti kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, serta komite audit terbukti tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Proporsi komisaris independen yang tinggi dan keberadaan komite audit tidak terbukti dapat membatasi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Menurut Veronica dan Utama (2005) mengenai 42
hasil penelitiannya, dewan komisaris independen dan komite audit belum efektif dalam menjalankan tugasnya. Sehingga, keberadaannya belum bisa menekan praktik manajemen laba. Boediono (2005) meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance yang diukur melalui kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris dampaknya terhadap manajemen laba. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang mampu mempengaruhi
tindakan
manajemen
laba.
Hasil
penelitian
variabel
kepemilikan institusional menunjukkan pengaruh yang positif. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin tinggi besaran manajemen laba pada laporan keuangan, kuatnya pengaruh langsung ini dapat diinterpretasikan bahwa kepemilikan institusional pengaruhnya lemah. Lebih lanjut dalam penelitian Boediono (2005) untuk hasil penelitian variabel kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba menunjukkan pola hubungan yang positif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran manajemen
laba
pada
laporan.
Interpretasi
terhadap
koefisien
ini
menunjukkan bahwa pengaruh langsung mekanisme kepemilikan terhadap manajemen laba adalah sangat lemah. Hasil penelitian untuk variabel komposisi dewan komisaris menunjukkan pola hubungan positif. Artinya semakin besar keanggotaan dewan komisaris berasal dari luar perusahaan 43
akan semakin meningkatkan tindakan manajemen laba. Ada kemungkinan penempatan atau penambahan anggota dewan dari luar perusahaan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang saham mayoritas (pengendali/ founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan tidak meningkat bahkan bisa menurun. Cornett et al. (2006) meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance, dalam hal ini kepemilikan saham oleh institusional dan proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 100 perusahaan besar di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Cornett et al., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan
sehingga
akan
mengurangi
perilaku
opportunistic
atau
mementingkan diri sendiri. Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen dapat mengurangi tindak manajemen laba. Wijayanti (2009) Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan manajemen
laba
sebelum
dan
setelah
Peraturan
Bank
Indonesia
No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh negatif proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Hasil penelitian 44
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan manajemen laba sebelum dan setelah Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Namun, penelitian ini tidak berhasil membuktikan hipotesis pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan ada anggota dewan selain dewan komisaris independen dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap perbedaan manajemen laba sebelum dan setelah peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh pelaksanaan corporate governance terhadap tindak manajemen laba di industri perbankan. Mekanisme corporate governance diukur melalui komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, komite audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara individual, komposisi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan. Selain itu disimpulkan pula bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Lebih lanjut menurut Nasution dan Setiawan (2007) dalam hasil penelitiannya, dewan komisaris yang lebih sedikit jumlahnya lebih efektif dalam mengurangi tindak manipulasi laba, karena jumlah personel yang sedikit dalam perusahaan dapat menghambat munculnya masalah keagenan yang bila dibiarkan akan berdampak pada kurangnya pengawasan terhadap manajemen untuk melakukan manajemen laba. Keberadaan komite audit 45
dalam perusahaan ternyata juga mampu mengurangi manajemen laba, hal tersebut terbukti dengan hasil pengujian secara parsial variabel keberadaan komite audit terhadap akrual kelolaan yang menunjukkan bahwa pengaruh negatif variabel ini signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa komite audit telah melakukan tugasnya dengan baik. Ujiyantho dan Pramuka (2007) meneliti tentang mekanisme corporate governance, manajemen laba dan kinerja keuangan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa (1) kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, (2) kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, (3) proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen laba, (4) jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, (5) pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, (6) manajemen laba (discretionary accrual) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan. Berikut ini penulis paparkan hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
46
(Tabel Penelitian Terdahulu dalam File Terpisah, terlampir)
47
48
49
50
O. Kerangka Pemikiran 1. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen perusahaan, sehingga dapat mengurangi tindakan manajen laba. Kartikawati (2009) menyatakan adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Selain itu, Kartikawati (2009) menyatakan struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu mengoptimalkan kinerja perusahaan. Kepemilikan
institusional
memiliki
kemampuan
untuk
mengendalikan pihak manajemen melalui proses pengawasan secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Cornett et al. (2006) 51
dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi perilaku para manajer. Sehingga tindakan pengawasan atau monitoring tersebut dapat mendorong manajer untuk lebih berorientasi kepada kepentingan pemegang saham dan mengurangi tindakan oportunis yang hanya mementingkan kepentingan sendiri. Dapat disimpulkan disini kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi pengelolaan laba yang bersifat oportunis. 2. Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Manajemen Laba Manajemen
laba
amat
ditentukan
oleh
motivasi
manajer
perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan tingkat manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang tidak sebagai pemegang saham, dengan manajer yang sekaligus sebagai pemegang saham. Hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dengan porsi kepemilikan seorang manajer terhadap saham di perusahaannya, maka diharapkan manajer akan lebih dapat bertindak secara bijak dan arif dalam mengambil suatu keputusan, khususnya keputusan dalam memberi informasi yang sebenarnya mengenai kondisi perusahaan, tidak hanya mementingkan kepentingan sebagai manajer, karena dalam hal ini mereka juga merupakan pihak pemegang saham. Oleh karena itu,
persentase
52
tertentu
kepemilikan
saham
oleh
pihak
manajemen
cenderung
mempengaruhi tindakan manajemen laba. 3. Hubungan
Proporsi
Dewan
Komisaris
Independen
dengan
Manajemen Laba Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi oleh pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan komisaris lain, dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun hubungan kekeluargaan, FCGI (2001) dalam Wijayanti (2009). Tujuan menghadirkan seorang komisaris independen adalah sebagai penyeimbang pengambilan keputusan dalam susunan keanggotaan dewan komisaris serta menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen (terutama CEO) dalam pengelolaan perusahan melalui fungsi pengawasannya, Amirudin (2004) dalam Wijayanti (2009). Regulator di Indonesia telah menekankan pentingnya peranan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris independen dalam mewujudkan good corporate governance. Peraturan Pencatatan Efek BEI Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Kriteria Komisaris Independen, dimana perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk memiliki dewan komisaris independen dengan jumlah komisaris independen minimum 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Bapepam juga menerbitkan Surat
Edaran
(SE-03/PM/2000)
dalam
Wijayanti
(2009)
yang
menghimbau agar emiten dan perusahaan publik mempunyai komite audit dan harus memiliki sekurang-kurangnya satu komisaris independen. Bank 53
Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank IndonesiaNo.8/4/PBI/2006 dalam Wijayanti (2009) tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang salah satunya mengatur keberadaan dewan komisaris independen sebesar minimal lima puluh persen (50%) dari seluruh dewan komisaris Sehingga diharapkan dengan adanya dewan komisaris yang independen dapat mempengaruhi kecenderungan terjadinya kecurangan laporan keuangan melalui praktek manajemen laba. Luasnya pengaruh tersebut juga ditentukan oleh karakteristik dewan, khususnya proporsi dewan komisaris independen dalam perusahaan. Proporsi dewan komisaris yang independen di perusahaan dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005). 4. Hubungan Keberadaan Komite Audit dengan Manajemen Laba Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001 dalam Nasution dan Setiawan (2007), keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota 54
komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua. Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 dalam Nasution dan Setiawan (2007) yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain : 1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan,seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya. 2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
di
bidang
pasar
modal
dan
peraturan
perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. 3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal. 4. Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi. 5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten. 6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan. Penelitian mengenai komite audit diantaranya penelitian oleh Fitriasari (2007) yang menganalisis pengaruh aktivitas dan financial literacy komite audit terhadap manajemen laba. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efektivitas komite audit yang diukur dengan indeks 55
komite audit memberikan hasil bahwa efektivitas komite audit dari sisi input dan prosesnya terbukti tidak bisa membuat jenis manajemen laba yang dilakukan perusahaan menjadi lebih efisien. Aktivitas rapat komite audit dengan auditor eksternal memberikan hasil yang tidak konklusif, yang kemungkinan karena adanya multikolinearitas
dalam
model.
Namun
apabila
aktivitas
rapat
ini
diinteraksikan dengan akrual diskresioner dan diuji secara individual maka aktivitas rapat ini terbukti dapat meningkatkan manajemen laba perusahaan menjadi lebih efisien.
Veronica dan Utama (2005) dalam penelitiannya mengenai dampak mekanisme corporate governance terhadap pengelolaan laba memberikan hasil bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan. Kalbers & Fogarty (1993) dalam Fitriasari
(2007)
menyebutkan
tiga
faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas/kompetensi anggota komite audit. Effendi (2005) dalam Fitriasari (2007) menambahkan masalah komunikasi dengan komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal serta pihak lain sebagai aspek yang penting dalam
keberhasilan
kerja
komite
audit.
Dengan
kewenangan,
independensi, kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait , diharapkan fungsi dan peran dari komite audit
56
lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang oportunistik.
Gambar 2.1 Model Penelitian Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Manajerial Manajemen Laba Proporsi Dewan Komisaris Independen
Keberadaan Komite Audit
Ha1. Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba Ha2. Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba Ha3. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba Ha4. Keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Ha5. Mekanisme Corporate Governance dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba. 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pusat Referensi Pasar Modal atau Capital Market Reference Center dengan mengambil data keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2008. Penelitian ini merupakan penelitian kausal karena tujuan penelitian ini adalah meneliti hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel independen terhadap variabel dependen. Konsep indikator mekanisme corporate governance atau dalam hal ini merupakan variabel independen, peneliti membatasi pada indikator kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan keberadaan komite audit. Penelitian ini dibatasi dengan menganalisa laporan tahunan perusahaan pada tahun 2005-2008 . B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005-2008. Penelitian ini menggunakan laporan keuangan per 31 Desember 2007 sampai dengan 31 Desember
2008
sebagai
sampel.
Tahun
2005-2008
dipilih
karena
menggambarkan kondisi yang relatif baru di pasar modal Indonesia. Dengan 58
menggunakan kondisi yang relatif baru diharapkan hasil penelitian akan lebih relevan untuk memahami kondisi yang aktual di Indonesia. Metode sampel yang diterapkan adalah metode purposive sampling. Alasan penggunaan metode purposive (judgment) sampling didasari pertimbangan agar sampel data yang dipilih memenuhi kriteria untuk diuji. Perusahaan sampel diseleksi dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan perbankan yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2005-2008. 2. Menerbitkan laporan keuangan tahunan periode 31 Desember 2005-2008 yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). 3. Data yang tersedia lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada publikasi periode 31 Desember 2005-2008), baik data mengenai indikator mekanisme corporate governance perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini dan data yang diperlukan untuk mendeteksi manajemen laba.
C. Metode Pengumpulan Data 1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), dan jurnal-jurnal atau artikel-artikel yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
59
2. Sumber dan teknik pengumpulan data Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Sumber data diperoleh dengan mendownload di situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Secara rinci, data laporan keuangan yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Persentase kepemilikan saham institusional dari seluruh saham yang beredar. 2. Persentase kepemilikan saham manajerial dari seluruh saham yang beredar. 3. Persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan (komisaris independen) dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. 4. Keberadaan komite audit (jumlah anggota komite audit).
D. Metode Analisis Data Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software pengolah data statistik SPSS Ver.14. Sedangkan untuk tahapan analisis data terlebih dahulu harus dilakukan uji persyaratan data, yakni dengan melakukan uji asumsi klasik normalitas dan homogenitas data. Setelah data terbukti 60
bersifat normal dan homogen barulah dapat dilakukan analisis data dengan menggunakan model analisis regresi berganda :
1. Model Analisis Pengujian hipotesis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (Ha1,Ha2,Ha3,Ha4) digunakan alat regresi berganda. Model persamaan regresi tersebut sebagai berikut : DA
= βo + β1INSTOWN + β2MGROWN + β3BOARDINDP + β4AUDCOMT + e
Keterangan : DA
= Discretionnary Accruals
INSTOWN
= Kepemilikan institusional
MGROWN
= Kepemilikan manajerial
BORDINDP
= Proporsi dewan komisaris independen
AUDCOMT
= Keberadaan komite audit
βo
= Konstanta
β1 - β4
= Koefisien Regresi
e
= error
2. Metode Analisis Data a. Analisis Deskriptif 61
Penggunaan metode statistik deskriptif memiliki tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data, yang diantaranya dilihat dari rata-rata, dan standar deviasi (Ghozali, 2006). Analisa ini mendeskripsikan data sampel yang telah terkumpul tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. b. Pengujian Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi,
variabel
dependen
dan
variabel
independen
mempunyai distribusi data normal atau tidak dengan menggunakan Normal P-P Plot. Model regresi yang baik adalah adalah mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, sehingga model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2006) 2) Uji Multikolinearitas Metode
yang
digunakan
untuk
mendeteksi
adanya
multikolinearitas dalam penelitian ini menggunakan Tolerance and Variance Inflation Factor atau VIF. Jika VIF < 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 maka variabel tersebut tidak mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas yang lainnya. 3) Uji Autokorelasi 62
Uji autokorelasi ini ditujukan untuk mengidentifikasi adanya korelasi antara kesalahan pengganggu yang terjadi antar periode yang diujikan dalam model regresi. Adapun kriteria untuk uji DurbinWatson (Ghozali, 2006) adalah: DW < -2
= ada autokorelasi positif
-2 < DW < 2 = tidak ada autokorelasi DW > 2
= ada autokorelasi negatif
4) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain dengan menggunakan grafik Scatterplot. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2006). Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang tertatur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
c. Pengujian Hipotesis 1) Uji Individu (t- Statistik) 63
Uji t bertujuan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual yaitu: biaya kesejahteraan karyawan dan biaya untuk komunitas dalam menerangkan variasi variabel dependen, yaitu kinerja keuangan. Untuk dapat mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing independen terhadap variabel dependen, maka nilai signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya. Apabila sig t lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Demikian pula sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima. Bila Ha diterima ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006) 2) Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F) Analisis regresi secara multivariate dengan menggunakan metode uji-F dengan taraf signifikansi 5% untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen secara serentak atau simultan terhadap variabel dependen. Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah keseluruhan variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap 1 variabel dependen. Menurut Ghozali (2006) dapat disimpulkan bahwa jika nilai signifikan > 0,05 maka Ha ditolak, namun jika nilai signifikasi < 0,05 maka Ha diterima. 3) Koefisien Determinasi (R2)
64
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur persentase variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh semua variabel bebasnya. Untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas, digunakan adjusted R2 sebagai koefisien determinasi, Santoso (2004). Nilai koefisien determinasi terletak antara 0 dan 1 (0< R2<1), dimana semakin tinggi nilai R2 suatu regresi atau semakin mendekati 1, maka hasil regresi tersebut semakin baik. Hal ini berarti variabelvariabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel bebas maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Oleh karena itu digunakanlah adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi. Tidak seperti R2, nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel bebas ditambahkan ke dalam model. Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati (2003) jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2 = 1 maka adjuste 1 R2 = R2 = 1 sedangkan jika nilai R2 = 0 maka adjusted R2 = (1-k) / (n-k). Jika k > 1, maka adjusted R2 akan berniali negatif. 65
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi, Beiner et al. (2003) dalam Kirana (2007). Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar. 2. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola, Boediono (2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. 3. Proporsi Dewan Komisaris Independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan, Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007). Proporsi dewan komisaris independen 66
diukur menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. 4. Keberadaan Komite Audit Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Komite audit dapat diukur dengan mencatat jumlah anggota komite audit yang ada di perusahaan tersebut. 5. Manajemen Laba Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut, Ubadah et al. (2008). Ukuran manajemen laba pada penelitian ini adalah nilai absolut discretionary accrual (DA) yang dideteksi dengan menggunakan model modifikasi Jones. Digunakan nilai absolut karena yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah besaran dari pengelolaan laba (discretionary accrual) tersebut, bukan arahnya yang positif atau negatif, Veronica dan Utama (2005). Dalam penelitian ini variabel manajemen laba menggunakan skala pengukuran rasio.Penggunaan discretionary 67
accrual sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model, Dechow et al. (1995) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007). Model Modified Jones yang merupakan perkembangan dari model Jones dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya. Model Perhitungannya sebagai berikut : TACCit
= EBXTit – OCFit
TACCit/TAi,t-1 = 1(1/TAi,t-1) + 2((REVit-RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit /TAi,t-1) Dari persamaan regresi diatas, NDACC dapat dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien. NDACCit = 1(1/TAi,t-1) + 2((REVit-RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit/ TAi,t-1) DACCit
= (TACCit/TAi,t-1) – NDACCit
Keterangan : TACCit = Total Accrual perusahaan i pada periode ke t. EBXTit = Earning Before Extraordinary Items perusahaan i pada periode ke t. OCFit = Operating Cash Flow perusahaan i pada periode ke t. TAi,t-1 = Total Aktiva perusahaan i pada periode t-1. REVit = Revenue perusahaan i pada periode ke t. RECit = Receivable perusahaan i pada periode ke t.
68
Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Variabel Dependen
Pengukuran
Skala
Discretionary accrual
Rasio
Manajemen Laba
Independen Kepemilikan Institusional
Persentase jumlah kepemilikan saham institusional dari seluruh saham yang beredar
Kepemilikan manajerial
Persentase jumlah kepemilikan saham manajerial dari seluruh saham yang beredar
Proporsi dewan komisaris independen
Persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
Komite Audit
Jumlah anggota komite audit perusahaan
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
69
BAB IV HASIL PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Pada tahun 2005-2008, perusahaan yang terdaftar dan go public di BEI sejumlah 436 perusahaan. Dari 436 perusahaan tersebut diambil sampel secara purposive sampling, kemudian diperoleh sampel sejumlah 22 perusahaan. Tabel 4.1 merupakan rincian sampel yang berhasil diperoleh. Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian Total
Kriteria Perusahan yang terdaftar di BEI Perusahaan non perbankan Perusahaan dengan data tidak lengkap Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria
436 (406) (8) 22
Sumber:Data Sekunder yang diolah
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 22 perusahaan,yaitu: Tabel 4.2 Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6
Kode INPC BBKP BNBA BABP BBCA BCIC
NamaPerusahaan PT Bank Artha Graha International Tbk. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bumi Arta Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. PT Bank Century Tbk. 70
7 8
BDMN BEKS
PT Bank Danamon Tbk. PT Bank Eksekutif International Tbk. Tabel 4.2 (Lanjutan) Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kode BNII BKSW BMRI MAYA MEGA BBNI BNGA NISP BBNP PNBN BNLI BBRI BSWD BVIC
Nama Perusahaan PT Bank International Indonesia Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Mayapada International Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank CIMB Niaga Tbk. PT Bank OCBC NISP tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank PAN Indonesia Tbk. PT Bank Permata Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Swadesi Tbk. PT Bank Victoria International Tbk.
Sumber : Data sekunder yang diolah
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian 1. Variabel Depeden (Manajemen Laba) Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Ukuran manajemen laba pada penelitian ini adalah nilai absolut discretionary accrual (DA) yang dideteksi dengan menggunakan model modifikasi Jones. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 22 perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI ( times series untuk 4 tahun ). 71
Pada tabel 4.2 dapat diketahui rata-rata Descrectionary Accrual (DA) sebagai indikator manajemen laba pada perusahaan sektor perbankan yang menjadi objek penelitian, dengan periode observasi tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Discretionary Accrual Perusahaan D
2005
2006
2007
2008
0.48
0.47
0.57
0.60
Perbankan Rata-rata
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tren rata-rata discretionary accrual pada perusahaan perbankan meningkat, meskipun sempat terjadi penurunan di tahun 2005 ke tahun 2006. Nilai rata-rata discretionary accrual tertinggi berada di tahun 2008, yakni sebesar 0,60. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat manajemen laba tergolong cukup tinggi, karena masih jauh dari titik nol. 2. Variabel
Independen
(Kepemilikan
Institusional,
kepemilikan
Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen) a. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh suatu institusi, semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen, sehingga dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. 72
Pada tabel 4.3 ditunjukkan nilai kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi dengan periode obervasi tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional Perusahaan
2005
2006
2007
2008
0.65
0.64
0.65
0.69
Perbankan Rata-rata
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah )
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kecenderungan kepemilikan nilai saham oleh institusi cenderung meningkat, dimulai dari tahun 2005, nilai rata-rata kepemilikan saham institusional sebesar 65% dan kemudian meningkat hingga di akhir periode penelitian, yakni di tahun 2008 sebesar 69%. b. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan
manajerial
merupakan
persentase
tertentu
kepemilikan saham oleh pihak manajemen di suatu perusahaan yang dikelolanya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. Tabel 4.4 menunjukkan tingkat atau persentase kepemilikan saham oleh manajer di tahun penelitian, yakni tahun 2005 sampai dengan tahun 2008.
73
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Kepemilikan Manajerial Perusahaan
2005
2006
2007
2008
0.17
0.24
0.22
0.15
Perbankan Rata-rata
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Dapat dilihat pada tabel 4.4 rata-rata kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang paling tinggi berada di tahun 2006 sebesar 24% dan rata-rata terendah kepemilikan manajerial ada di tahun 2008, yakni sebesar 15%. c.
Proporsi Dewan Komisaris Independen Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan komisaris lain, dan perusahaan sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun kekeluargaan. Pada tabel 4.5 menunjukkan jumlah dewan komisaris yang independen dalam suatu perusahaan di sektor perbankan dalam tahun penelitian 2005-2008. Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Proporsi Dewan Komisaris Independen Perusahaan
2005
2006
2007
2008
0.27
0.28
0.36
0.37
Perbankan Rata-rata
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata anggota dewan komisaris yang independen di suatu perusahaan jumlahnya cenderung meningkat 74
di setiap periode penelitian. Dimulai dari tahun 2005 dimana rata-rata porsi dewan komisaris independen di perusahaan sektor perbankan sebesar 27% dan terus meningkat di akhir periode penelitian, dimana pada tahun 2008 rata-rata persentase dewan komisaris yang independen sebesar 37%. Rata-rata perusahaan perbankan telah memenuhi peraturan yang diterbitkan oleh Bapepam dan BEI yang mensyaratkan setidaknya dalam satu perusahaan memiliki dewan komisaris independen dengan jumlah komisaris independen minimum 30%. Namun rata-rata perusahaan perbankan di Indonesia belum memenuhi Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dalam Wijayanti (2009) tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang salah satunya mengatur keberadaan dewan komisaris independen sebesar minimal lima puluh persen (50%) dari seluruh dewan komisaris. d. Komite Audit Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk
melakukan
tugas
pengawasan
pengelolaan
perusahaan. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya tiga anggota dan seorang di antaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite. Sebaliknya, pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. 75
Pada tabel 4.6 menunjukkan jumlah anggota komite audit di perusahaan sektor perbankan pada tahun penelitian 2005 sampai dengan tahun 2008. Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Komite Audit Perusahaan
2005
2006
2007
2008
2.09
2.27
3.05
3.50
Perbankan Rata-rata
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Dari tabel 4.6 dapat dilihat rata-rata anggota komite audit cenderung meningkat. Dimana pada tahun 2005 dan 2006 rata-rata anggota komite audit perusahaan sektor perbankan sebanyak dua orang dan meningkat di tahun berikutnya menjadi rata-rata anggota komite audit sebanyak tiga orang. Hal tersebut menggambarkan bahwa rata-rata perusahaan perbankan yang sudah terdaftar di BEI telah memenuhi regulasi pemerintah dimana berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/122001 dalam Nasution dan Setiawan (2007), keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit.
76
C. Analisis dan Pembahasan 1. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model berdistribusi data normal atau tidak. Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan Normal P-Plot dapat dilihat pada gambar 4.1. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah terdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas. Gambar 4.1 Grafik Normality Probability Plot
Sumber: Data sekunder yang diolah
77
b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk menguji ada tidaknya korelasi antara variabel bebas digunakan metode Tolerance and Variance Factor atau VIF. Pengujian multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Regresi yang terbebas dari problem multikolinearitas apabila nilai VIF <10 dan tolerance >0,10, maka data tersebut tidak ada multikolinearitas. Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas Colinearity Statistic
Model
Kesimpulan
Tolerance
VIF
Kepemilikan Institusional
0.938
1.066
Tidak terjadi multikolinearitas
Kepemilikan Manajerial
0.994
1.066
Tidak terjadi multikolinearitas
Proporsi Dewan Komisris Independen
0.797
1.254
Tidak terjadi multikolinearitas
Komite Audit
0.772
1.295
Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.7 terlihat bahwa tidak ada korelasi yang cukup tinggi antar variabel independen sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. 78
Hasil perhitungan nilai tolerance pada tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 ( sebelumnya ). Uji autokorelasi menggunakan pengujian Durbin-Watson ( DW ). Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi
Model
1
R Square
R
.328(a)
.108
Adjusted R Square
.065
Std. Error of the Estimate
.23401
DurbinWatson
Change Statistics R Square Change .108
F Change 2.501
df1 4
df2 83
Sig. F Change .049
a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
Sumber: Data sekunder yang diolah
Adapun kriteria untuk uji Durbin-Watson (Ghozali, 2006) adalah: DW < -2
= ada autokorelasi positif
-2 < DW < 2 = tidak ada autokorelasi 79
1.285
DW > 2
= ada autokorelasi negatif
Dari tabel 4.8 diperoleh nilai DW sebesar 1,285, hal ini berarti bahwa tidak ada autokorelasi karena nilai terletak pada -2 < DW < 2. d. Uji Heterokedastisitas Gambar 4.2 merupakan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot untuk data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan uji tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini tidak mengalami problem heteroskedastisitas. 80
2. Hasil Pengujian Hipotesis a. Uji Individu (t – Statistik) Adapun uji yang dilakukan sebelum membuat suatu hipotesis adalah uji korelasi dan regresi berganda. Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear berganda, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Data yang telah memenuhi keempat uji asumsi klasik, maka dapat dilakukan pengujian lanjut dengan regresi berganda. Tabel 4.10 Hasil Uji Parameter Individual (Uji Statistik t)
Model
Unstandardiz ed Coefficients
1
B .276
Std. Error .089
.220
.099
.060
.189
(Constant) KEPEMILIKAN INSTITUSION AL KEPEMILIKAN MANAJERIAL
Standardized Coefficients
PROPORSI DEWAN .030 .019 KOMISARIS INDEPENDEN KOMITE .009 .015 AUDIT Sumber : Data Sekunder yang diolah
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Correlations Zeroorder
Partial
Part
Tolera nce
VIF
3.083
.003
.238
2.226
.029
.244
.237
.231
.938
1.066
.033
.317
.752
.028
.035
.033
.994
1.006
.179
1.545
.126
.194
.167
.160
.797
1.254
.071
.601
.550
.193
.066
.062
.772
1.295
Tabel 4.8 merupakan hasil pengujian antara variabel dependen manajemen laba dengan variabel independen secara individu/parsial yang dilakukan uji t. Hasil dari pengujian tersebut adalah:
81
1) Hasil Pengujian Variabel Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Hasil
pengujian
variabel
kepemilikan
institusional
mempunyai angka signifikasi 0,029 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) dan penelitian Cornett et al. (2006). Temuan ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang dapat menekan praktik manajemen laba. Emiten yang dianalisis dalam penelitian ini termasuk memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi pada suatu institusi
yang
memiliki
porsi
saham
cukup
besar
yang
mencerminkan kekuasaan. Menurut Boediono (2005) dengan kepemilikan saham yang tinggi, institusi mempunyai kemampuan untuk melakukan intervensi terhadap jalannya perusahaan dan mengatur proses penyusunan laporan keuangan. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual untuk mendapatkan informasi. Selain itu, investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan (Zarkasyi, 2008). 82
Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan-perusahaan investasi dan kepemilikan oleh
institusi-institusi
lain
akan
mendorong
peningkatan
pengawasan yang lebih optimal serta dapat meningkatkan akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih hati-hati dalam pengambilan keputusan 2) Hasil Pengujian Variabel Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba Hasil
pengujian
variabel
kepemilikan
manajerial
mempunyai angka signifikasi 0,752 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten terhadap penelitian Boediono (2005) dan penelitian Isnanta (2008). Namun, hasil penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007). Jika dilihat dari pola hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba yang positif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran manajemen laba pada laporan (Boediono, 2005). Tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi sehingga
manajer
mempunyai
posisi
yang
kuat
untuk 83
mengendalikan perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian, adanya kesulitan bagi para pemegang saham eksternal untuk mengendalikan tindakan manajer (Isnanta, 2008). 3) Hasil
Pengujian
Variabel
Proporsi
Dewan
Komisaris
Terhadap Manajemen Laba Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris indepeden mempunyai angka signifikansi 0,126 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009), penelitian Veronica dan Utama (2005), dan juga penelitian yang dilakukan oleh Isnanta (2008). Beberapa alasan proporsi dewan komisaris independen tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba adalah terdapat bukti empirik yang menunjukkan rata-rata proporsi dewan komisaris independen pada periode penelitian relatif rendah, yaitu sebesar 27% di tahun 2005, 28% di tahun 2006, 36% di tahun 2007, dan terakhir sebesar 37% di tahun 2008. Sehingga, secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris independen tersebut juga belum memenuhi syarat Peraturan Bank Indonesia No 8/4/PBI/2006 tentang Good 84
Corporate Governance yang mengharuskan minimum proporsi dewan komisaris independen sebesar 50%. Alasan kedua, menurut Effendi (2008) dalam Wijayanti (2009)
terdapat kendala yang cukup menghambat kinerja
komisaris independen karena sebagian komisaris independen masih lemah kompetensi dan integritasnya. Hal ini menurut Wijayanti (2009) dapat terjadi karena pengangkatan komisaris independen sebagian hanya didasarkan atas penghargaan semata, adanya hubungan keluarga, atau kenalan dekat (nepotisme). Alasan
ketiga,
menurut
Boediono
(2005),
ada
kemungkinan penempatan atau penambahan anggota dewan dari luar perusahaan hanya sekedar memenuhi ketentuan regulasi saja dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance dalam perusahaan, sementara pemegang saham mayoritas (pengendali/founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan tidak meningkat bahkan bisa menurun. 4) Hasil Pengujian Variabel Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Hasil pengujian variabel komite audit mempunyai angka signifikansi 0,550 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten terhadap hasil penelitian Veronica dan Utama (2005) dan hasil penelitian Fitriasari (2007), namun 85
kontradiktif dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007). Beberapa alasan mengapa komite audit terbukti belum dapat menekan praktek manajemen laba adalah dikarenakan pengangkatan komite audit masih sebatas pemenuhan regulasi saja, belum benar-benar dimaksudkan untuk menegakkan praktek good corporate governance. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE008/BEJ/12-2001
dalam
Nasution
dan
Setiawan
(2007),
keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Berdasarkan analisis deskriptif penelitian, rata-rata jumlah anggota komite audit di perusahaan perbankan yang sudah go public pada tahun 2005 dan 2006 sebanyak dua orang, jumlah tersebut belum memenuhi ketentuan dari regulasi yang ditetapkan, yakni sebanyak minimal tiga orang. Jumlah anggota komite audit yang telah memenuhi ketentuan terlihat pada periode penelitian tahun 2007 dan 2008, dimana perusahaan perbankan yang sudah go public rata-rata telah memiliki jumlah anggota komite audit sebanyak tiga orang. Hal ini menunjukkan perusahaan perbankan yang sudah go public baru memenuhi ketentuan berkaitan dengan jumlah anggota komite audit yang semestinya di dua tahun terakhir saja. Periode kerja dirasa masih terlalu singkat sehingga belum efektif dalam melakukan tindakan monitoring di perusahaan. 86
b. Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F) Analisis regresi secara multivariate dengan menggunakan metode uji-F dengan taraf signifikansi 0,05 untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen secara serentak atau simultan terhadap variabel dependen. Tabel 4.11 Hasil Uji Anova Model 1
Regression
Sum of Squares .548
df 4
Mean Square .137 .055
Residual
4.545
83
Total
5.093
87
F 2.501
Sig. .049(a)
a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai signifikasi sebesar 0,049 yang memiliki nilai lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2005), dimana dalam penelitian tersebut variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan proporsi
dewan
komisaris
independen
secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap manajemen laba.
87
c. Uji Koefisien determinasi ( R2 ) Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Tabel 4.12 Koefisien Determinasi
Model 1
R
R Square
,328(a)
Adjusted R Square
,108
Std. Error of the Estimate
,065
,23401
a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
Sumber: Data sekunder yang diolah
Pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square adalah sebesar 0,065, hal ini berarti 6,5% variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Sedangkan sisanya (100% - 6,5% = 93,5%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar penelitian ini. Angka koefisien korelasi (R) pada tabel 4.10 sebesar 0,328 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah lemah karena memiliki nilai koefisien korelasi di bawah 0,5. Lemahnya
hubungan
antara
kepemilikan
institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris indepeden, dan komite audit sebagai salah satu indikator corporate governance dikarenakan rata-rata kepemilikan manajerial di suatu perusahaan yang 88
menjadi objek penelitian masih tergolong rendah. Proporsi komisaris independen yang tinggi dan keberadaan komite audit tidak terbukti dapat membatasi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Ada
beberapa
penjelasan
atas
hal
tersebut.
Pertama,
pengangkatan komisaris independen dan komite audit oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan. Kedua, ketentuan minimum dewan komisaris independen sebesar 30% mungkin belum cukup tinggi untuk menyebabkan para komisaris independen tersebut dapat mendominasi kebijakan yang diambil oleh dewan komisaris. Jika komisaris independen merupakan pihak mayoritas (> 50%) maka mungkin dapat lebih efektif dalam menjalakan peran monitoring dalam perusahaan (Veronica dan Utama, 2005). Ketiga, keharusan perusahaan untuk membentuk komite audit baru ada sejak tahun 2001, sehingga mungkin karena periode kerja masih terlalu singkat sehingga belum efektif dalam melakukan tindakan monitoring di perusahaan.
89
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari indikator corporate governance, yakni kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2008. Dari hasil pengujian terhadap 22 sampel perusahaan dan selama tahun periode penelitian diperoleh sebagai berikut : 1. Hasil pengujian variabel kepemilikan institusional memiliki angka signifikansi 0,029 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. 2. Hasil pengujian variabel kepemilikan manajerial memiliki angka signifikansi 0,752 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 3. Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen memiliki angka signifikansi 0,126 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. 4. Hasil pengujian variabel komite audit memiliki nilai signifikansi 0,550 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa 90
keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. 5. Hasil pengujian kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit terhadap manajemen laba memiliki angka signifikansi 0,049 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit secara bersama- sama berpengaruh terhadap manajemen laba.
B. Implikasi 1. Bagi dunia usaha, dengan dilakukannya penelitian mengenai penerapan corporate
governance
tidak
menjadi
sebuah
beban
dalam
mengimplementasikan good corporate governance. Akan tetapi, penerapan good corporate governance dapat menjadi sebuah strategi perusahaan untuk mencapai visi dan misi serta keberlangsungan usaha (sustainability) perusahaan di masa yang akan datang. 2. Bagi investor dan calon investor, dengan dilakukannya penelitian mengenai penerapan corporate governance dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan yang menerapkan corporate governance. 3. Pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat regulasi khusus terkait penerapan corporate governance oleh perusahaanperusahaan besar di Indonesia. 91
4. Bagi dunia pendidikan/akademisi, penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi hasil temuan akademik yang berkaitan dengan penerapan corporate governance terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan.
C. Keterbatasan dan Saran 1. Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu variabel corporate governance diwakilkan oleh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Dalam penelitian ini karakteristik komisaris independen dan komite audit secara spesifik tidak disertakan, misalnya kompetensi, keahlian, dan pengalaman komisaris independen dan komite audit, komunikasi dengan komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal, serta pihak lain sebagai aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite audit. Dengan kewenangan,
independensi,
kompetensi
dan
komunikasi
melalui
pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang oportunistik, Effendi (2005) dalam Fitriasari (2007). 2. Saran Bertitik tolak pada keterbatasan yang dihadapi peneliti pada studi ini, maka dapat diberikan beberapa saran dengan maksud untuk 92
meningkatkan
mutu
penelitian
selanjutnya.
Untuk
itu
penelitian
selanjutnya sebaiknya : 1. Menambah periode penelitian menjadi lebih panjang agar efek dari mekanisme corporate governence dapat lebih dirasakan dalam mengurangi manajemen laba di perusahaan. 2. Menambahkan sampel perusahaan dengan tidak hanya meneliti pada perusahaan sektor perbankan. 3. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel kontrol lain yang lebih berpengaruh terhadap manajemen laba misalnya profitabilitas dan ukuran perusahaan. 4. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan karakteristik dewan komisaris yang lain misalnya kompetensi dewan komisaris independen, frekuensi pertemuan rapat dewan komisaris, kompetensi, keahlian dan latar belakang pendidikan komite audit, dan pengalaman komisaris independen.
93
DAFTAR PUSTAKA Boediono, Gideon, “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005. Cornett M., J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H, “Earning Management,Corporate Governance, and True Financial Performance”, Artikel diakses tanggal 23 Desember 2009 dari http:// papers.ssrn.com/ sol3/ papers.cfm?abstract_id=886142,2006.
Endri, “Penerapan Good Corporate Governance Dalam Perbankan Syariah”, Artikel diakses tanggal 20 Januari 2009 dari http:// www.tazkiaonline.com / ? view=articles&id=13&detail=yes,2008 Fitriasari, Debby, “Pengaruh Aktivitas dan Financial Literacy Komite Audit Terhadap Jenis Manajemen Laba”, Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar 26-28 Juli 2007, 2007. Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Menggunakan Program SPSS”, Semarang : Universitas Diponegoro, 2006. Hamid, Abdul, “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Isnanta,Rudi, “Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”, Artikel diakses tanggal 12 Januari 2010 dari http:// rac.uii.ac.id/ server/ document/ Public/ 2008080708584504312069.pdf,2008. Kartikawati, “Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”, Artikel diakses tanggal 20 Desember 2009 dari http://hana3.wordpress.com/2009/05/17/pengaruh-kepemilikaninstitusional- terhadap-kinerja-keuangan-perusahaan/,2009. Khomsiyah, Deni Darmawati, dan Rika Gelar Rahayu, “Hubungan CorporateGovernance dan Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi VII,IAI,2004. 94
Kirana,Ani, “Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost”, Artikel diakses tanggal 21 Desember 2008 dari http://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2007/11/02/pengaruh-corporate governance-dan-struktur-kepemilikan-terhadap-agency-costs/,2007. Mayangsari,Sekar, “Manajemen Laba dan Motivasi Manajemen”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi Vol 1, No.2 Agustus 2001,2001. Mursalim, “Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada Investor di BEJ”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI,2005. Nasution,Marihot.,dan Doddy Setiawan., “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”, Simposium Nasional Akuntansi 10 Unhas Makassar 26-28 Juli 2007, 2007. Rahmawati, Yocob Suparno, dan Nurul Qomariyah, “Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi IX Padang 23-26 Agustus 2006, 2006. Sabang,Iskandar, “Manajemen Laba” , Artikel diakses tanggal 11 Januari 2009 dari http :/ / sabangiskandar.blogspot.com/ 2007/ 09 / manajemen - laba. html,2007. Santoso, Singgih, “SPSS Statistik Komputindo:Jakarta,2007.
Parametrik”,
PT
Elex
Media
Scott,William, “Financial Accounting Theory.Second Edition”, Canada:Prentice Hall,2000. Suaryana,Agung, “Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba”, Artikel diakses tanggal 12 Januari 2010 dari http://ejournal.unud.ac.id, 2008. Indra, Surya dan Ivan Yustiavandana, “Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha.Edisi Pertama”, Jakarta:Kencana Media Group, 2008. 95
Ubadah,saad, Hirvan, Abraham Firdaus, Alfian, “Analisis Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Relevansi Fluktuasi Harga Saham”, Presentasi Proposal Skripsi Kelompok Akuntansi Manajemen 6 Juni 2008, 2008. Ujiyantho,Arief, “Asimetri Informasi dan Manajemen Laba:Suatu Tinjauan dalam Hubungan Keagenan”, Artikel diakses tanggal 25 Februari 2009 dari http://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-pricipal-agenttheory/muh-arief-ujiyantho/,2007. Ujiyantho,Arief dan Bambang Agus Pramuka, “Mekanisme Corporate Governance,Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”, Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar 26-28 Juli 2007,2007. Veronica, Sylvia, dan Siddharta Utama, “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba(Earnings Management)”, Simposium Nasional Akuntansi VIII,IAI, 2005,2005. Wijayanti, “Peranan Dewan Komisaris Independen dalam Mengurangi Praktek Manajemen Laba pada Sektor Perbankan Publik di Indonesia”, Artikel diakeses tanggal 10 Januari 2010 dari http:// www.scribd.com/ doc /24700005 /Peranan-Dewan-Komisaris-InDepend-En-Dalam MengurangiPraktek-Manajemen-Laba-Pada-Sektor-Perbankan-Publik-DiIndonesia,2009. Wolfensohn,James D, “Pengertian dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance”, Artikel diakses tanggal 16 Oktober 2008 dari http://madaniri.com/files/Bab%201%GCG.doc,1999. Yohanes, “Ringkasan Audit BPK Atas Kasus Bank Century”, Artikel diakses tanggal 10 Januari 2010 dari http:// www.facebook.com/ topic.php?uid =18589022499&topic=11499,2009. Zarkasyi,Wahyudin Moh, “Good Corporate Governance pada Badan Usaha Manufaktur,Perbankan, dan Jasa Keuangan Laninnya”, Bandung:Alfabeta CV, 2008.
96
Lampiran 1 : Nama-nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian Periode 2005-2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Indeks INPC BBKP BNBA BABP BBCA BCIC BDMN BEKS BNII BKSW BMRI MAYA MEGA BBNI BNGA NISP BBNP PNBN BNLI BBRI BSWD BVIC
Nama Perusahaan PT Bank Artha Graha International Tbk. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bumi Arta Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. PT Bank Century Tbk. PT Bank Danamon Tbk. PT Bank Eksekutif International Tbk. PT Bank International Indonesia Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Mayapada International Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank CIMB Niaga Tbk. PT Bank OCBC NISP tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank PAN Indonesia Tbk. PT Bank Permata Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Swadesi Tbk. PT Bank Victoria International Tbk.
97
Lampiran 2 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2005 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.99 0.00 0.43 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.86 0.00 0.50 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.91 0.00 0.00 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.15 0.00 0.50 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.50 6 PT Bank Century Tbk 0.42 0.30 0.60 7 PT Bank Danamon Tbk 0.76 0.01 0.00 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.53 1.00 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.68 0.00 0.40 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.90 0.00 0.33 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.83 0.00 0.43 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.82 0.45 0.00 13 PT Bank Mega Tbk. 0.57 0.00 0.33 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.97 0.05 0.00 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.04 0.00 0.56 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.79 0.00 0.30 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.63 0.00 0.33 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.74 0.00 0.67 19 PT Bank Permata Tbk. 0.98 0.00 0.30 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.58 0.00 0.43 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.79 0.02 0.00 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.48 0.00 0.00
KA 0 3 3 2 0 3 0 0 5 2 5 3 3 0 3 0 0 3 4 5 2 0
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen KA (Komite Audit)
98
Lampiran 3: Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2006 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.99 0.00 0.43 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.86 0.00 0.43 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.91 0.00 0.00 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.06 0.00 0.29 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.43 6 PT Bank Century Tbk 0.42 0.00 0.43 7 PT Bank Danamon Tbk 0.76 0.00 0.00 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.53 0.29 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.62 0.00 0.71 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.64 0.00 0.14 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.83 0.00 0.43 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.82 0.45 0.00 13 PT Bank Mega Tbk. 0.52 0.00 0.29 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.97 0.05 0.00 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.37 0.00 0.57 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.80 0.15 0.43 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.41 0.00 0.14 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.71 0.00 0.29 19 PT Bank Permata Tbk. 0.98 0.00 0.43 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.58 0.00 0.43 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.89 0.02 0.00 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.60 0.00 0.00
KA 0 3 3 3 0 3 0 0 5 2 5 3 3 0 4 0 0 3 5 5 0 3
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit)
99
Lampiran 4 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2007 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.02 0.00 0.29 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.58 0.00 0.43 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.73 0.00 0.00 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.73 0.00 0.29 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.43 6 PT Bank Century Tbk 0.45 0.00 0.14 7 PT Bank Danamon Tbk 0.74 0.04 0.57 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.53 0.29 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.69 0.00 0.71 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.89 0.00 0.14 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.83 0.00 0.71 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.91 0.00 0.00 13 PT Bank Mega Tbk. 0.55 0.00 0.29 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.92 0.04 0.43 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.58 0.00 0.43 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.80 0.00 0.57 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.87 0.00 0.43 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.75 0.00 0.29 19 PT Bank Permata Tbk. 0.89 0.00 0.57 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.58 0.00 0.57 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.93 0.02 0.14 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.55 0.00 0.29
KA 3 0 3 3 3 3 0 0 5 2 5 3 3 7 4 5 0 3 3 5 4 3
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit)
100
Lampiran 5 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2008 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.53 0.00 0.43 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.85 0.00 0.43 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.91 0.00 0.00 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.73 0.00 0.43 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.43 6 PT Bank Century Tbk 0.33 0.00 0.00 7 PT Bank Danamon Tbk 0.68 0.00 0.57 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.51 0.29 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.98 0.00 0.43 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.72 0.00 0.29 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.49 0.00 0.57 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.69 0.00 0.00 13 PT Bank Mega Tbk. 0.58 0.00 0.29 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.92 0.04 0.57 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.94 0.00 0.43 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.82 0.00 0.57 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.91 0.00 0.43 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.75 0.00 0.29 19 PT Bank Permata Tbk. 0.89 0.00 0.57 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.55 0.00 0.57 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.93 0.02 0.43 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.63 0.00 0.29
KA 3 3 3 4 4 2 3 0 3 2 4 3 3 8 7 5 0 3 4 6 4 3
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit)
101
102
Lampiran 6 : Discretionary Accrual Perusahaan Periode 2005 No Nama Perusahaan DA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PT Bank Artha Graha International Tbk. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bumi Arta Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. PT Bank Century Tbk PT Bank Danamon Tbk PT Bank Eksekutif International Tbk. PT Bank International Indonesia Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Mayapada International Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank CIMB Niaga Tbk. PT Bank OCBC NISP Tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank PAN Indonesia Tbk. PT Bank Permata Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Swadesi Tbk. PT Bank Victoria International Tbk.
0.71 0.55 0.64 0.59 0.23 0.05 0.61 0.44 0.46 0.29 0.27 0.67 0.38 0.34 0.81 0.56 0.49 0.37 0.99 0.51 0.45 0.28
Keterangan :
DA (Discretionary Accrual)
102
Lampiran 7 : Discretionary Accrual Perusahaan Periode 2006 No Nama Perusahaan DA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PT Bank Artha Graha International Tbk. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bumi Arta Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. PT Bank Century Tbk PT Bank Danamon Tbk PT Bank Eksekutif International Tbk. PT Bank International Indonesia Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Mayapada International Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank CIMB Niaga Tbk. PT Bank OCBC NISP Tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank PAN Indonesia Tbk. PT Bank Permata Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Swadesi Tbk. PT Bank Victoria International Tbk.
0.60 0.56 0.02 0.80 0.34 0.22 0.37 0.34 0.40 0.85 0.32 0.64 0.14 0.26 0.68 0.67 0.40 0.45 0.84 0.44 0.58 0.51
Keterangan :
DA (Discretionary Accrual)
103
Lampiran 8 : Discretionary Accrual PerusahaanPeriode2007 No Nama Perusahaan DA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PT Bank Artha Graha International Tbk. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bumi Arta Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. PT Bank Century Tbk PT Bank Danamon Tbk PT Bank Eksekutif International Tbk. PT Bank International Indonesia Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Mayapada International Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank CIMB Niaga Tbk. PT Bank OCBC NISP Tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank PAN Indonesia Tbk. PT Bank Permata Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Swadesi Tbk. PT Bank Victoria International Tbk.
0.61 0.61 0.29 0.66 0.34 0.12 0.54 0.47 0.54 0.57 0.37 0.91 0.38 0.33 1.15 0.72 0.53 0.64 0.83 0.72 0.58 0.68
Keterangan :
DA (Discretionary Accrual)
104
Lampiran 9 : Discretionary Accrual Perusahaan Periode 2008 No Nama Perusahaan DA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PT Bank Artha Graha International Tbk. PT Bank Bukopin Tbk. PT Bank Bumi Arta Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. PT Bank Century Tbk PT Bank Danamon Tbk PT Bank Eksekutif International Tbk. PT Bank International Indonesia Tbk. PT Bank Kesawan Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Mayapada International Tbk. PT Bank Mega Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank CIMB Niaga Tbk. PT Bank OCBC NISP Tbk. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT Bank PAN Indonesia Tbk. PT Bank Permata Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Swadesi Tbk. PT Bank Victoria International Tbk.
0.79 0.66 0.40 0.67 0.44 0.08 0.54 0.04 0.56 0.67 0.46 0.70 0.62 0.53 1.28 0.44 0.68 0.55 1.03 0.72 0.96 0.38
Keterangan :
DA (Discretionary Accrual)
105
Lampiran 10 : Variabel Penelitian No
Indeks Perusahaan
1
INPC
2
3
4
5
6
7
BBKP
BNBA
BABP
BBCA
BCIC
BDMN
Tahun
KI (dalam %)
KM (dalam %)
PDKI (dalam %)
KA
DA
2005
0.99
0.00
0.43
0
0.71
2006
0.99
0.00
0.43
0
0.60
2007
0.02
0.00
0.29
3
0.61
2008
0.53
0.00
0.43
3
0.79
2005
0.86
0.00
0.43
3
0.55
2006
0.86
0.00
0.43
3
0.56
2007
0.58
0.00
0.43
0
0.61
2008
0.85
0.00
0.43
3
0.66
2005
0.91
0.00
0.00
3
0.64
2006
0.91
0.00
0.00
3
0.02
2007
0.73
0.00
0.00
3
0.29
2008
0.91
0.00
0.00
3
0.40
2005
0.15
0.00
0.29
2
0.59
2006
0.06
0.00
0.29
3
0.80
2007
0.73
0.00
0.29
3
0.66
2008
0.73
0.00
0.43
4
0.67
2005
0.51
0.00
0.29
0
0.23
2006
0.51
0.00
0.43
0
0.34
2007
0.51
0.00
0.43
3
0.34
2008
0.51
0.00
0.43
4
0.44
2005
0.42
0.30
0.43
3
0.05
2006
0.42
0.00
0.43
3
0.22
2007
0.45
0.00
0.14
3
0.12
2008
0.33
0.00
0.00
2
0.08
2005
0.76
0.01
0.00
0
0.61
106
8
9
10
11
12
13
14
BEKS
BNII
BKSW
BMRI
MAYA
MEGA
BBNI
2006
0.76
0.00
0.00
0
0.37
2007
0.74
0.04
0.57
0
0.54
2008
0.68
0.00
0.57
3
0.54
2005
0.00
0.53
0.29
0
0.44
2006
0.00
0.53
0.29
0
0.34
2007
0.00
0.53
0.29
0
0.47
2008
0.00
0.51
0.29
0
0.04
2005
0.68
0.00
0.57
5
0.46
2006
0.62
0.00
0.71
5
0.40
2007
0.69
0.00
0.71
5
0.54
2008
0.98
0.00
0.43
3
0.56
2005
0.90
0.00
0.14
2
0.29
2006
0.64
0.00
0.14
2
0.85
2007
0.89
0.00
0.14
2
0.57
2008
0.72
0.00
0.29
2
0.67
2005
0.83
0.00
0.43
5
0.27
2006
0.83
0.00
0.43
5
0.32
2007
0.83
0.00
0.71
5
0.37
2008
0.49
0.00
0.57
4
0.46
2005
0.82
0.45
0.00
3
0.67
2006
0.82
0.45
0.00
3
0.64
2007
0.91
0.00
0.00
3
0.91
2008
0.69
0.00
0.00
3
0.70
2005
0.57
0.00
0.14
3
0.38
2006
0.52
0.00
0.29
3
0.14
2007
0.55
0.00
0.29
3
0.38
2008
0.58
0.00
0.29
3
0.62
2005
0.97
0.05
0.00
0
0.34
2006
0.97
0.05
0.00
0
0.26
107
2007 15
16
17
18
19
20
21
BNGA
NISP
BBNP
PNBN
BNLI
BBRI
BSWD
0.92
0.04
0.43
7
0.33
2008
0.92
0.04
0.57
8
0.53
2005
0.04
0.00
0.71
3
0.81
2006
0.37
0.00
0.57
4
0.68
2007
0.58
0.00
0.43
4
1.15
2008
0.94
0.00
0.43
7
1.28
2005
0.79
0.00
0.43
0
0.56
2006
0.80
0.15
0.43
0
0.67
2007
0.80
0.00
0.57
5
0.72
2008
0.82
0.00
0.57
5
0.44
2005
0.63
0.00
0.14
0
0.49
2006
0.41
0.00
0.14
0
0.40
2007
0.87
0.00
0.43
0
0.53
2008
0.91
0.00
0.43
0
0.68
2005
0.74
0.00
0.57
3
0.37
2006
0.71
0.00
0.29
3
0.45
2007
0.75
0.00
0.29
3
0.64
2008
0.75
0.00
0.29
3
0.55
2005
0.98
0.00
0.43
4
0.99
2006
0.98
0.00
0.43
5
0.84
2007
0.89
0.00
0.57
3
0.83
2008
0.89
0.00
0.57
4
1.03
2005
0.58
0.00
0.43
5
0.51
2006
0.58
0.00
0.43
5
0.44
2007
0.58
0.00
0.57
5
0.07
2008
0.55
0.00
0.57
6
0.72
2005
0.79
0.02
0.00
2
0.45
2006
0.89
0.02
0.00
0
0.58
2007
0.93
0.02
0.14
4
0.58
108
22
BVIC
2008
0.93
0.02
0.43
4
0.96
2005
0.48
0.00
0.00
0
0.28
2006
0.60
0.00
0.00
3
0.51
2007
0.55
0.00
0.29
3
0.68
2008
0.63
0.00
0.29
3
0.38
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit) DA (Discretionary Accrual)
109
Lampiran 11 Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas 110
Coefficients(a) Unstandardiz ed Coefficients
Model
1
(Constant)
B .276
Std. Error .089
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
.220
.099
KEPEMILIKAN MANAJERIAL
.060
PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN KOMITE AUDIT
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Correlations Zeroorder
Partial
Part
Tolera nce
VIF
3.083
.003
.238
2.226
.029
.244
.237
.231
.938
1.066
.189
.033
.317
.752
.028
.035
.033
.994
1.006
.030
.019
.179
1.545
.126
.194
.167
.160
.797
1.254
.009
.015
.071
.601
.550
.193
.066
.062
.772
1.295
a Dependent Variable: DA
3. Uji Heteroskedastisitas
111
Lampiran 12 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN(a)
.
Method
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: DA
Model Summary(b)
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
DurbinWatson
Change Statistics R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
.328 .108 .065 .23401 .108 2.501 4 83 .049 1.285 (a) a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
112
Coefficients(a) Unstandardiz ed Coefficients
Model
1
(Constant)
B .276
Std. Error .089
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
.220
.099
KEPEMILIKAN MANAJERIAL
.060
PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN KOMITE AUDIT
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Correlations Zeroorder
Partial
Part
Tolera nce
.003
.238
2.226
.029
.244
.237
.231
.938
1.066
.189
.033
.317
.752
.028
.035
.033
.994
1.006
.030
.019
.179
1.545
.126
.194
.167
.160
.797
1.254
.009
.015
.071
.601
.550
.193
.066
.062
.772
1.295
Sum of Squares .548
df
a Dependent Variable: DA
ANOVA(b)
Model 1
Regression Residual
VIF
3.083
4.545
4
Mean Square .137
83
.055
F 2.501
Sig. .049(a)
Total
5.093 87 a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
113
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti Boediono (2005)
Judul Penelitian “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur.”
Persamaan
Perbedaan
Variabel Eksogen : kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial.
Alat Analisis
Variabel Eksogen: komposisi dewan komisaris
Analisis jalur (path analysis)
Variabel Independen : kepemilikan keluarga, ukuran perusahaan, ukuran KAP.
Analisis regresi berganda
Variabel Dependen : Kinerja Keuangan
Analisis regresi berganda
Variabel Endogen : Manajemen Laba
2
Veronica dan Utama (2005)
“Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba.”
Variabel Independen: kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,komite audit. Variabel Dependen: manajemen laba
3
Cornett et al. (2006)
“Earning Management, Corporate Governance,and True Financial Performance.”
Variabel Independen: kepemilikan institusional,proporsi dewan komisaris independen.
47
Hasil Penelitian Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhdapa manajemen laba, komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Kepemilikan institusional, komite audit, proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran perusahaan dan kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap manajemen laba. Kepemilikan Institusional dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Alat Analisis
Variabel Dependen: Manajemen Laba
Hasil Penenlitian manajemen laba.
Analisis regresi Kepemilikan institusional Variabel Indepeden: berganda tidak berpengaruh ukuran dewan terhadap manajemen komisaris. laba,kepemilikan manajerial dan proporsi Variabel dewan komisaris Dependen: kinerja independen berpengaruh keuangan terhadap manajemen laba. Manajemen laba tidak Variabel Dependen: berpengaruh signifikan manajemen laba terhadap manajemen laba.
4
Ujiyantho dan Pramuka (2007)
“Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”
Variabel Independen: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen.
5
Nasution dan Setiawan (2007)
“Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”
Variabel Indepeden: Komite audit. Variabel Depeden : manajemen laba
48
Variabel Indepeden : komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris.
Analisis regresi berganda
Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhdap manajemenlaba
Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian Terdahulu No 6
Peneliti Fitriasari (2007)
Judul Penelitian “Pengaruh Aktivitas dan Financial Literacy Komite Audit Terhadap Jenis Manajemen Laba”
Persamaan
Perbedaan
Variabel Independen : komite audit, proporsi dewan komisaris independen. Variabel Dependen: manajemen laba
Variabel Independen: auditor eksternal.
Alat Analisis
Hasil Penenlitian
Analisis regresi berganda.
Komite audit dan proporsi dewan komisaris tidak dapat mengurangi tindak manajemen laba
Variabel Dependen : kinerja perusahaan (profitabilitas). Variabel Kontrol: ukuran perusahaan dan debt.
7
Suaryana (2008)
“Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba”
Variabel Independen : komite audit
Variabel Dependen: kualitas laba
Analisis regresi
Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba
8
Isnanta (2008)
“Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”
Variabel Eksogen : kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, komite audit.
Variabel Eksogen:struktur kepemilikan.
Analisis Structural Equation Model (SEM)
Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, namun berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan.
Variabel Endogen : manejemen laba
49
Variabel Endogen : kinerja keuangan
Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian Terdahulu No. 9
Peneliti Wijayanti (2009)
Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Alat Analisis
Hasil Penelitian
“Peranan Dewan Komisaris Independen dalam Mengurangi Praktek Manajemen Laba pada Sektor Perbankan Publik di Indonesia”
Variabel Independen: proporsi dewan komisaris independen.
Penelitian ini meneliti perbedaaan manajemen laba sebelum dan setelah Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance pada bank umum.
Analisis uji beda paired sample ttest dan analisis regresi berganda
Proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dan terdapat perbedaan manajemen laba sebelum dan sesudah peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006.
Variabel Dependen : manajemen laba
Sumber : Data sekunder yang diolah
50