PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN LIKUIDITAS TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI) Oleh Nur Diana*) dan Phramitta Cindie Ulfa **)
Abstract The purpose of this study are a) to determine the effect of corporate governance mechanisms that include quality auditors, institutional ownership, managerial ownership, the proportion of commissioners and liquidity simultaneously on earnings management, and b) to determine the effect of corporate governance mechanisms that include quality auditors, institutional ownership , managerial ownership, the proportion of commissioners and liquidity partially on earnings management. The population in this study are all manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI), sampling in this study was purposive sampling method with a total sample of 103 companies. Statistical analysis techniques used in this study is the linear regression. The results showed that: a) simultaneous corporate governance mechanism that includes quality auditors, institutional ownership, managerial ownership, the proportion of commissioners and liquidity simultaneously on earnings management, b) Quality Auditor significant negative effect on earnings management. This is evidenced by the sig. t statistic is below 0.05, c) Managerial Ownership does not affect earnings management. This is evidenced by the sig. t statistic is above 0.05, d) Institutional Ownership significant positive effect on earnings management. This is evidenced by the sig. t statistic is below 0.05, e) Proportion of independent commissioners had no effect on earnings management. This is evidenced by the sig. t statistic is above 0.05, and f) Liquidity significant positive effect on earnings management. This is evidenced by the sig. t statistics are below 0.05. Keywords: corporate governance, quality auditors, institutional ownership, managerial ownership, the proportion of commissioners, liquidity and earnings management
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun disisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management. Faktanya, perhatian pemakai laporan keuangan sering hanya ditujukan pada informasi laba, sehingga membuat para pemakai laporan keuangan utamanya investor tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba. Perhatian yang lebih penting terhadap laba dikarenakan laba mengandung informasi yang penting, antara lain : berfungsi sebagai dasar pengenaan pajak yang akan diterima untuk menghitung dividen yang akan dibagikan kepada pemilik menjadi pedoman penentuan kebijakan investasi sebagai dasar dalam peramalan laba perusahaan di masa yang akan datang dan untuk menilai prestasi atau kinerja perusahaan (Rohmawati, 2008). Dasar penyusunan dan pentingnya informasi laba inilah yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba. Manajemen laba dapat disebabkan adanya JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
1
asymmetric information atau informasi yang tidak simetri antara manajemen dengan pemilik sehingga memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (Richardson,2000:326). Dalam teori keagenan (agency theory) hubungan agensi ditimbulkan ketika pemilik memperkerjakan agen (manajer) dan memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada manajer tersebut. Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan pemilik. Hal ini dikarenakan manajer terlibat secara langsung terhadap keputusan operasional dan keputusan investasi perusahaan. Manajemen laba dapat bersifat positif maupun negatif. Manajemen laba bersifat positif ketika dapat memberikan informasi yang informatif bagi stakeholders, dimana tujuan dari manajemen laba yang bersifat positif ini adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan yang merupakan tujuan utama bisnis perusahaan. Manajemen laba bersifat negatif terjadi ketika manajer melaporkan laba secara opportunis untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya. Praktik manajemen laba yang bersifat negatif akan sangat merugikan bagi pengguna informasi laporan keuangan utamanya para investor yang menggunakan laporan keuangan dalam analisis saham untuk memprediksi prospek laba dimasa yang akan datang. Manajemen laba dapat dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah Corporate Governance dan Likuiditas (Chrosia: 2009:2). Governance dapat diartikan sebagai tata kelola yang berhubungan dengan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat. Representasi inside dan outside, dengan mensejajarkan kepentingan manajer dan shareholder dapat dicapai dengan meningkatkan representasi direktur outside. Peneliti Judge dan Zeithami Judge (1992) dalam Rahim (2003) membuktikan bahwa tingginya rasio outside pada dewan dapat memperluas dasar keahlian dan CEO, mendorong obyektivitas pertimbangan dewan, memperkuat system check and balance korporasi, dan meningkatkan independensi direktur. Hal ini dapat memperbaiki kemampuan dewan untuk melaksanakan secara efektif fungsi pengendaliannya dan mendorong eksekutif untuk mengikuti entrepreneurship korporasi Zahra dan Pearce (1989) dalam Rahim (2003). Jika eksekutif juga sebagai owner, maka eksekutif lebih memperbaiki kinerja jangka pendek daripada memaksimumkan nilai jangka panjangnya, karena kompensasi didasarkan pada kinerja finansial jangka pendek Tosi dan Gomez-Mejia (1994) dalam Rahim (2003). Ini berarti ada hubungan antara kepemilikan eksekutif dengan entepreneurship korporasi Jones dan Buttler (1992); Hasan dan Hill (1991) dalam Rahim (2003). Shleifer dan Visnhy (1986) dalam Rahim (2003) menyatakan bahwa pemegang saham mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer perusahaan. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan maka para pemegang saham besar seperti institusional investors akan dapat memonitor tim manajemen secara efektif, dan dapat meningkatkan nilai perusahaan jika terjadi takeover. Dengan demikian, tingkat kepemilikan institusional yang tinggi dari prosentase saham yang dimiliki oleh institusional investor akan menyebabkan tingkat monitor lebih efektif Gler dan Zychowicz (1994) dalam Rahim (2003) yang dapat meningkatkan perilaku entrepreneurship. Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek disebut dengan likuiditas yang merupakan faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap manajemen laba. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas, yang meliputi kas, surat berharga, piutang dan persediaan. Dari rasio likuiditas ini banyak pandangan ke dalam yang bisa didapatkan mengenai kompetensi keuangan dan kemampuan perusahaan untuk tetap 2
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
survive jika terjadi masalah. Adanya biaya agensi akan meningkatkan pengawasan dan informasi laporan keuangan perusahaan dapat digunakan untuk menurunkan biaya agensi, sehingga perusahaan dengan tingkat likuiditas tinggi akan memiliki biaya agensi yang lebih tinggi dan membutuhkan pengawasan yang lebih besar (Chrosia 2009:15) 1.2 Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh mekanisme corporate governance yang diproksikan dengan kualitas auditor, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan likuiditas terhadap manajemen laba ? 2. Bagaimana pengaruh likuiditas terhadap manajemen laba ? 1.3 Tujuan Penelitian dan Kontribusi Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance yang meliputi kualitas auditor, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan likuiditas berpengaruh terhadap manajemen laba. 2. Untuk mengetahui pengaruh likuiditas terhadap manajemen laba. 1.3.2 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memahami corporate governance dan likuiditas serta praktek manajemen laba sehingga dapat meningkatkan nilai dan pertumbuhan perusahaan. 2. Sebagai upaya untuk memperdalam ilmu di bidang akuntansi keuangan. Khususnya untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh corporate governance dan likuiditas terhadap manajemen laba. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengertian Corporate Governance Corporate governance adalah keseluruhan set aransemen legal, kebudayaan, dan institusional yang menentukan apa yang dapat dilakukan perusahaan public, siapa yang mengendalikan, bagaimana pengendalian dilakukan dan bagaimana resiko dan return dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan (Blair,1995 dalam Nurhayani,2003). Sedang menurut Mayer (1996) mendefinisikan corporate governance berkenaan dengan cara untuk membawa kepentingan agen (manajer) dan prinsipal (investor) sejalan dan menjamin agar perusahaan dijalankan bagi kemanfaatan principal (investor) (Nurhayani,2003) Shleiver dan Vishny (1997) dalam Dharmawati (2004:383), Corporate Governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak-pihak minoritas (outside investors/minority shareholders) dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham pengendali (insider) dengan penekanan pada mekanisme legal. Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak-pihak minoritas (outside investors / minority shareholders) dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham pengendali (insider) dengan penekanan pada mekanisme legal. Melvil (2000) dikutip oleh Andayani (2001) mendefinisikan Good Corporate Governance (GCG) sebagai sebuah sistem guna mengontrol dan mengarahkan JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
3
perusahaan. Selanjutnya Finance Committee on Corporate Governance Malaysia mendefinisikan bahwa GCG sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas korporat dengan tujuan akhir menaikkan nilai saham dengan memperhitungkan stakeholders lain. Menteri Negara Pasar Modal dan Me urut Surat Edaran Menteri Negara Pasar Modal dan Pengawas BUMN No.S.106/M.PM P.BUMN/2000, Good Corporate Governance adalah segala hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung adanya pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif, serta pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya. Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya, kedua kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,tepat waktu,transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder. (Hantika, 2011:16) Dari berbagai definisi diatas dapat dijelaskan bahwa pihak yang diperhatikan dalam corporate governance tidak hanya pemegang saham dan kreditor akan tetapi sudah semakin luas yaitu stakeholders. Penekanan corporate governance juga tidak hanya sebatas pada akuntabilitas atau pertanggungjawaban akan tetapi juga pengembangan perusahaan. 2.1.2 Likuiditas Pengertian likuiditas sebenarnya mengandung dua dimensi (Sartono 2001:116). Pertama, waktu yang diperlukan untuk mengubah aktiva menjadi kas, yang kedua adalah kepastian harga yang akan terjadi. Apabila terdapat manipulasi dalam penyajian laporan keuangan, maka kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek belum tentu dapat terpenuhi. Manajemen yang melakukan manajemen laba tidak akan memperhatikan kelangsungan perusahaan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas akan berpengaruh terhadap manajemen laba. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai opersional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu perusahaan investee yang memiliki likuiditas baik maka memungkinkan pembayaran deviden yang lebih pula (Suharli dan Oktorina,2005:291). Menurut Hanafi dan Halim (2006:77) salah satu rasio yang dapat digunakan adalah rasio likuiditas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya. Sedangkan menurut Sartono (2000:121) “rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Ukuran likuiditas terdiri dari 3 alat ukur yaitu: 1. Current Ratio Current ratio merupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan utang jangka pendek. Current Ratio = Aktiva lancar Hutang lancar
4
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
2. Quick Ratio Quick ratio merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukkan alat likuid yang paling cepat yang bisa digunakan untuk memenuhi hutang lancar. Quick Ratio = Aktiva lancar – Persediaan Hutang lancar 3. Cash Ratio Cash ratio merupakan rasio yang membandingkan rasio kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dan hutang lancar. Cash Ratio = Kas+Efek Hutang lancar Rasio likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan untuk membayar kewaijban financial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang dan persediaan. Salah satu dari rasio likuiditas yang paling umum dan sering digunakan adalah rasio lancar (current ratio). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. 2.1.3 Manajemen Laba Menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Kusindratno (2005:211), Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Scott (1997) menyebutkan bahwa manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun laporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi, membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi sebagai salah satu alat komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dan kelemahan inheren akuntansi yang melibatkan judgement. Faktor-faktor pemicu manajemen laba dalam kaitannya dengan pihak-pihak yang berkepentingan tersebut adalah pemakaian informasi akuntansi yaitu dalam kontrak antara manajer dan pemilik (melalui kompensasi), sebagai sumber informasi bagi investor di pasar modal, dalam kontrak uang, dalam penetapan pajak oleh pemerintah, oleh pesaing untuk penentuan keputusan ambil alih ataupun untuk penetapan strategi persaingan, oleh karyawan untuk meminta kenaikan upah (Setiawati dan Na’im,2000). Scott(2002:302) dalam Rahmawati, Suparno dan Qomariyah (2007:71) mengemukakan beberapa faktor yang memotivasi terjadinya manajemen laba : a. Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakuka manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy,1985).
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
5
b.
Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. Taxation Motivations Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi yang digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. Initial Publik Offering (IPO ) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai agar perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
c.
d.
e.
f.
2.1.4 Kualitas Auditor dan Manajemen Laba Kualitas Auditor adalah bentuk monitoring yang digunakan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (band holder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini auditor merupakan penunjang pasar modal yang berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan melakukan go public. Auditor Big Four adalah auditor yang memiliki keahlian dan memilki reputasi yang tinggi disbanding auditor Non Big Four. Jika auditor ini tidak dapat mempertahankan reputasinya, maka masyarakat tidak akan member kepercayaankepada auditor Big Four sehingga auditor ini akan tiada dengan sendirinya. Ini terjadi pada KAP Arthut Andersen yang terlibat dalam kasus Enron (Sanjaya, 2008). Meutia (2004) yang meneliti tentang hubungan antara kualitas auditor dengan manajemen laba menemukan bahwa semakin tinggi kualitas auditor maka semakin rendah manajemen laba pada perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan Sanjaya (2008) yang menyatakan bahwa KAP Big Four yang memiliki kualitas auditor yang tinggi di mata masyarakat akan dapat mencegah manajemen laba. 2.1.5 Kepemilikan Institusional dan Manajemen Laba Kepemilikan Institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terhadap aktualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Gideon,2005). McConell dan Servaes (1990), Nesbitt (1994), Smith (1996), delGuercio dan Hawkins (1999), dan Hartzell dan Starks (2003) dalam Cornett et al,(2006) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya 6
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi pelaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Institusional Ownership menunjukkan proporsi saham yang dimiliki institusional pada akhir tahun yang diukur dalam % (Wahidawati,2002). Kepemilikan Institusional adalah pemegang saham dari pihak perorangan atau perusahaan yang menyertakan saham atau modalnya pada perusahaan, Djakman (1996) dalam Indrawansyah (2004). Menurut Subardi (2004), Institusional Ownership adalah pemegang saham dari pihak perusahaan besar yang mengkhususkan diri dalam bidang yang menyertakan saham atau modalnya dalam suatu perusahaan. Institusional ownership yang diwakili kepemilikan saham oleh kelompok pemegang saham, menunjukkan bahwa nilai shareholder yamg kecil berarti kepemilikan saham pada perusahaan semakin menyebar. Semakin menyebarnya kepemilikan saham akan menimbulkan masalah yang dikarenakan kesulitan para pemegang saham untuk melakukan kontrol pada perusahaan. Kepemilikan Institusional menggambarkan tingkat kepemilikan saham oleh institusional dalam perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar pada pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Dengan tingkat institusi yang tinggi akan mengurangi agency cost sehingga diharapkan memiliki koefisien yang negatif terhadap kepemilikan insider (managerial ownership). 2.1.6 Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang bukan sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba karena kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Gideon, 2005). Warfield et al (2005) menemukan adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi dalam laba. Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris), (Wahidawati,2002). Menurut Sartono (2001) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai persentase suara yang berkaitan dengan saham yang dimiliki manajerial dan direksi suatu perusahaan. Sedangkan menurut Moh’d Penry dan Rimbey (2005) dalam susilawaty (2000) berpendapat bahwa semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak lebih hati-hati karena mereka akan ikut bertanggungjawab menanggung konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Secara matematik nilai insider ownership diperoleh dari persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh direksi dan komisaris. Potensi masalah moral hazard, dimana para manajer melakukan tindakan yang tak teroservasi demi kepentingan mereka sendiri timbul karena sebenarnya tak mungkin bagi pemegang saham memonitor semua tindakan manajer. Suatu solusi moral hazard, adalah membuat agar pihak manajemen juga memilki saham dalam perusahaan. JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
7
Kepemilikan saham manajerial ini dapat memperkecil dorongan para manajer untuk mengkonsumsi perquisites, mengambil alih kekayaan para pemegang saham dan perilaku non maximizing (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan adanya kepemilkan manajerial akan memperlihatkan nilai pasar saham perusahaan tersebut yang lebih tinggi sebab proporsi kepemilikan manajerial cukup dapat membuat kepentingan para pemegang saham dan paar manajer menyatu (Jensen dan Meckling, 1976 : Leland dan Pyle,1977 dalam Umar,2003). 2.1.7 Proporsi Dewan Komisaris Independen dengan Manajemen Laba Fama dan Jensen (dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menyatakan bahwa non executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi antara manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris Independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good orporate governance. Penelitian mengenai keberadaan dewan komisaris telah dilakukan diantaranya Peasnell et al.(1998) menunjukkan bahwa keberadaan komisaris independen membatasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba, Wedari(2004), penelitian tersebut menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berhubungna negatif signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan penelitian Nasution dan Setiawan (2007) disimpulkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Menurut Surat Edaran No.9/12/DPNP tentang CGC di Bank, mengharuskan tiap bank memiliki 50% anggota komisaris independen dari jumlah total anggota dewan komisaris. 2.2 Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori dan hasil penelitian terdahulu maka diajukan hipotesis sebagai berikut : H1 : Kualitas Audit, Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris dan likuiditas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. H1a : Kualitas Audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba H1b : Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba H1c : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba H1d : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba H1e : Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2002 : 115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
8
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Arikunto, 1998). Adapun kriteria yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah termasuk dalam jenis perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2007-2009. b. Perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial pada tahun 2007-2009. c. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional pada tahun 2007-2009. d. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan secara konsisten dari tahun 20072009. 3.2 Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Variabel dependen Y = manajemen laba Manajemen laba sebagai variabel dependen diproksi dengan discretionary accruals dan dihitung dengan The Modified Jones Model. Alasan pemilihan model Jones yang dimodifikasi ini karena model ini dianggap sebagai model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan dengan model lain serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et al., 1995; Sutrisno, 2002). TAit = NI – CFO TAit = NDAit + DAit Modified jones model : TAit /Ait-1 = α1 (1/Ait-1) + α2 (∆revit/Ait-1) + α3 (PPEit/Ait-1) + ℮ Dengan menggunakan koefisien regresi diatas, nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus: NDAit = α1 (1/Ait-1) + α2 ((∆revit-∆recit)/Ait-1) + α3 (PPEit/Ait-1) DAit = (TAit /Ait-1) – NDAit Keterangan : TAit : total akrual NI : net income (laba bersih) CFO : cash flow from operation (kas dari operasi) NDait : non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t DAit : discretionary accruals perusahaan i pada tahun t Ait-1 : total aktiva perusahaan i pada tahun t-1 ∆revit : pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi dengan pendapatan tahun t-1 ∆recit : piutang dagang bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi dengan piutang dagang bersih tahun t-1 PPEit : property, plan, and equipment (aktiva tetap) perusahaan i pada tahun t α1, α2, α3 : koefisien regresi ℮ : error 3.2.2 Variabel Independen Variabel bebas dalam penelitian ini ada 5 yaitu kualitas audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris dan likuiditas. Definisi operasional kelima variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kualitas Auditor adalah bentuk monitoring yang digunakan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (band holder) JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
9
dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini auditor merupakan penunjang pasar modal yang berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan melakukan go public. Kualitas auditor dihitung dengan menggunakan dummy variable, variabel ini ditentukan dengan menggunakan skala 1 untuk auditor yang prestigious dan 0 untuk auditor yang nonprestigious, yaitu diukur berdasarkan pertimbangan pangsa pasar auditor di Indonesia. Pangsa pasar di Indonesia pada saat ini banyak dikuasai oleh 5 KAP besar (The Big Five) yang merupakan afiliasi Kantor Akuntan Publik Internasional, yaitu : Purwantono, Sarwoko, Sandjaja, Osman Bing Satrio, Sidharta Sidharta, Widjaja, Haryanto Sahari, dan Prasetio Utomo & Co 2. Kepemilikan Manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah presentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh kapital saham perusahaan yang beredar (Boediono;179). 3. Kepemilikan Institusional adalah jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap jumlah saham yang beredar. Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator presentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh kapital saham yang beredar (Boediono;179). 4. Dewan Komisaris merupakan organ perusahaan yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan penuh atas pengurusan perusahaan. Fungsi dewan okmisaris termasuk di dalamnya komisaris independen antara lain : melakukan pengawasan terhadap direksi dalam pencapaian tujuan perusahaan dan memberhentikan direksi untuk sementara jika diperlukan (Warsono et al, 2009). 5. Likuiditas merupakan salah satu variabel rasio keuangan yang banyak digunakan dalam melakukan penilaian kinerja perusahaan. Rasio likuiditas biasanya diukur dengan cara rasio aktiva lancar dibagi dengan utang lancar. Makin tinggi rasionya menunjukkan semakin tinggi posisi likuiditasnya (Rochmawati;51). Dengan rumus: Current Ratio = Aktiva lancar Hutang lancar 3.3 Model Penelitian Berdasarkan tinjauan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat dibuat model penelitian sebagai berikut : Corporate Governance Kualitas Auditor Gambar 2.1(X1)
Kerangka konseptual
Kepemilikan Manajerial (X2)
Kepemilikan Institusional (X3)
Manajemen Laba
Proporsi Dewan Komisaris (X4) Likuiditas (X5)
3.4 Metode Analisis Data Teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Sedangkan model analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + ℮ 10
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Keterangan : Y : manajemen laba β 0 : elemen konstanta β 1,…, β3 : koefisien arah regresi X1 : kualitas audit X2 : kepemilikan manajerial X3 : kepemilikan institusional X4 : proporsi dewan komisaris X5 : likuiditas ℮ : error (variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model). 3.3.1 Uji Normalitas Menurut Kuncoro (2003:153), “tujuan dan normalitas adalah untuk mengetahui apakah data yang diteliti berdistribusi normal atau tidak”. Untuk menganalisis normalitas data digunakan metode Kolmogorov Smirnov dengan bantuan program SPSS ver 11.0. Distribusi data yang baik adalah berdistribusi data normal atau mendekati normal. Pedoman dalam pengambilan keputusan : a. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. b. Apabila nilai probabilitas diatas 0,05 maka data berdistribusi normal. 3.3.2
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien regresi yang baik dan tidak biasa. Sehingga perlu dilakukan bebrapa tes yang memungkinkan mendeteksi pelanggaran tersebut. Beberapa pelanggaran asumsi biasanya adalah multikolinearitas, heterokedastisitas (Purwanto dan Suhardi, 2004:528). a. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dideteksi dengan melihat nilai tolerance atau VIF (Variance Inflation Factor) dari masing-masing variabel. Dengan kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut: 1) Jika nilai toleransi < 0,10 atau VIF > 10 maka terdapat multikolinieritas. 2) Jika nilai toleransi > 0,10 atau VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas. Nilai VIF kurang dari 10 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa ditolerir (Ghozali,2006:92). Selain menggunakan nilai VIF dan tolerance, pendeteksian masalah multikolinieritas juga dapat menggunakan matriks korelasi. Jika nilai korelasi dibawah 95% maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas yang serius (Ghozali,2006:93). b. Uji Heteroskedastisitas Untuk mengetahui ada tidaknya gejala heterokedastisitas, maka dalam penelitian digunakan metode Glejser Test. Adapun kriteria dalam uji asumsi ini adalah 1) Apabila p-value variabel bebas < 0,05 maka menunjukan adanya masalah heterokedastisitas. 2) Sebaliknya jika p-value variabel bebas > 0,05 maka tidak ada masalah heterokedastisitas. 3.3.3 Pengujian Hipotesis Pengujian model dilakukan secara statistic melalui beberapa rangkaian tahapan pengujian antara lain :
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
11
a. Uji F Pada hipotesis pertama diduga terdapat pengaruh corporate governance (yang diwakili oleh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) dan likuiditas secara simultan terhadap manajemen laba. Uji f digunakan untuk mengetahui pengaruh dari seluruh variabel independent secara simultan terhadap variabel dependen. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : R2 / k F ............( Maholtra ,2005;235) 1 R / n k 1 keterangan : F = f hitung 2 R = koefisien determinasi N = jumlah sampel K = jumlah variabel bebas Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh, maka dilakukan dengan cara berikut (Suliyanto,2006;198) : - Ho diterima jika sig. f > 0,05 - H1 diterima jika sig. f < 0,05 b. Uji t Pada hipotesis kedua diduga terdapat pengaruh corporate governance (yang diwakili oelh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) dan likuidasi secara parsial terhadap manajemen laba. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : b t .........(Suliyanto,2006;198) Se Keterangan : b : koefisien regresi Se : standart error of regression coeficient Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh, maka dilakukan dengan cara berikut : - Ho diterima jika sig. t > 0,05 - H1 diterima jika sig. t < 0,05 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sampel Penelitian Proses Pemilihan perusahaan sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut: Tabel 4.1 Proses Perhitungan Sampel No Keterangan Jumlah 1 Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007 s/d 2009 382 2 Perusahaan tidak termasuk dalam perusahaan manufaktur (229) 3 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2007-2009 153 4 Menggunakan mata uang asing (34) 5 Memiliki data yang tidak lengkap (16) 6 Perusahaan yang layak dijadikan sampel penelitian dalam penelitian ini 103 Sumber : data diolah, 2011
12
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 sebanyak 382 perusahaan. Dari 382 perusahaan, sebanyak 229 perusahaan tidak termasuk dalam perusahaan manufaktur. Jadi perusahaan Manufaktur yang listed selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan 2009 sebanyak 153 perusahaan. Dari 153 perusahaan, sebanyak 34 perusahaan mempublikasikan laporan keuangan dengan mata uang asing, dan 16 perusahaan memiliki data yang tidak lengkap. Sehingga dapat diketahui bahwa jumlah perusahaan yang layak untuk dijadikan sampel penelitian dalam penelitian ini sebanyak 103 perusahaan. 4.1.2 Statistik Deskriptif Hasil statistik deskriptif variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Minimum Kualitas Auditor Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Proporsi Dewan Komisaris Independen Likuiditas Manajemen Laba
0 0 0 0
Maximum 1 70 99,920 1
Mean 0,25 2,294 70,774 0,168
Std. Deviation 0,433 8,333 20,196 0,375
0,112 -112,006
13,865 16,033
2,604 0,000
2,557 6,462
Sumber : data diolah, 2011 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel Kualitas Auditor memiliki rata-rata sebesar 0,246 dengan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1, sedangkan standar deviasinya sebesar 0,431. Rata-rata Kualitas Auditor sebesar 0,246 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan menggunakan KAP non Big Five. Kepemilikan Manajerial memiliki rata-rata sebesar 2,294 dengan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 70, sedangkan standar deviasinya sebesar 8,333. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan manajerial pada perusahaan sampel sangat rendah. Kepemilikan Institusional memiliki rata-rata sebesar 71,130 dengan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 99,920, sedangkan standar deviasinya sebesar 19,897. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan institusional pada perusahaan sampel tergolong tinggi. Proporsi Dewan Komisaris Independen memiliki rata-rata sebesar 0,168 dengan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1, sedangkan standar deviasinya sebesar 0,375. Proporsi Dewan Komisaris Independen memiliki rata-rata sebesar 0,168. Likuiditas memiliki rata-rata sebesar 2,604 dengan nilai minimum sebesar 0,112 dan nilai maksimum sebesar 13,865, sedangkan standar deviasinya sebesar 2,557. Likuiditas memiliki rata-rata sebesar 2,604 menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menjamin setiap 1 rupaih hutang lancarnya dengan 2,604 rupiah aktiva lancar yang dimilikinya. Manajemen Laba memiliki rata-rata sebesar 0,000 dengan nilai minimum sebesar -112,006 dan nilai maksimum sebesar 16,033, sedangkan standar deviasinya sebesar 6,462.
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
13
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengujian Hipotesis Pengujian hiptotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Regresi Berganda. Sebelum dilakukan analisis, perlu terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan uji asumsi klasik dengan hasil sebagai berikut : a. Uji Normalitas Data Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini: Tabel 4.3 Uji Normalitas Kolmogorov- Asymp. Sig. Variabel Smirnov Z (2-tailed) Kualitas Auditor 0,826 0,562 Kepemilikan Manajerial 1,030 0,267 Kepemilikan Institusional 0,771 0,524 Proporsi Dewan Komisaris Independen 0,878 0,519 Likuiditas 0,958 0,336 Manajemen Laba 1,085 0,208 Sumber: Data diolah, 2011 Berdasarkan uraian diatas, tampak bahwa seluruh variabel memiliki asymp. Sig > 0,05. Ini mengindikasikan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal. b. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Multikolinieritas Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut : Tabel 4.4 Uji Multikolinieritas Variabel Kualitas Auditor Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Proporsi Dewan Komisaris Independen Likuiditas
Tolerance 0,928 0,831 0,848 0,960 0,938
VIF 1,077 1,204 1,179 1,041 1,066
Sumber : Data diolah, 2011 Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa masing-masing variabel bebas memiliki VIF < 10. Hal ini menunjukkan bahwa model bebas dari masalah multikolinieritas. 2) Uji Autokorelasi Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5 Uji Autokorelasi dL
dU
4-dU
Durbin-Watson
1,571
1,679
2,321
1,886
Sumber data : data diolah, 2011 Berdasarkan hasil analisis sebagaimana tampak pada lampiran, didapatkan dw statistik sebesar 1,886. Dengan n = 309 dan k = 4 didapatkan dL sebesar 1,571 Dan dU sebesar 1,679. Maka dw statistik terletak pada range dU < 14
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
dw statistik < 4 – dU (1,679 < 1,886 < 2,321). Dengan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa model bebas dari masalah autokorelasi. 3) Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Glejser Test dengan hasil sebagaimana tampak pada tabel 4.6 sebagai berikut : Tabel 4.6 Uji Heteroskedatisitas Variabel Kualitas Auditor Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Proporsi Dewan Komisaris Independen Likuiditas
t statistik -0,599 -0,210 0,139 -0,422 -0,262
Sig 0,549 0,834 0,889 0,673 0,793
Sumber : Data diolah, 2011 Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa masing-masing variabel bebas memiliki tingkat signifikansi > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi non heteroskedastisitas terpenuhi. c. Analisis Regresi Berganda Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel Kualitas Auditor Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Proporsi Dewan Komisaris Independen Likuiditas Konstanta R R Square F Statistik Sig. F
Koef. Regresi (b) -2,385 0,014 0,039 0,015 0,538
t Statistik -2,737 0,302 1,990 0,015 3,660
Sig 0,007 0,763 0,047 0,988 0,000 0,462 0,214 3,363 0,002
Sumber : Data diolah, 2011 Berdasarkan tabel 4.7 diatas, maka dapat dituliskan model persamaan regresi sebagai berikut : DA = -2,966-2,385KA+0,014KM+0,039KI+0,015PDKI+0,538LQ+e (0,007) (0,763) (0,047) (0,988) (0,000) d. Uji F Berdasarkan hasil sebagaimana tampak pada tabel 48, didapatkan F statistik sebesar 3,363 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002. Oleh karena tingkat signifikansi < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan Kualitas Audit, Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris dan likuiditas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Dengan demikian H1 pada penelitian ini dapat diterima Hasil ini mendukung Fauziyah (2010) yang juga menemukan bahwa tidak terdapat bukti statistik bahwa secara simultan variabel Kualitas Audit, Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris dan likuiditas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba e. R Square R square sebesar 0,214, menunjukkan bahwa sebesar 21,4% perubahan Manajemen Laba dapat dijelaskan oleh variabel Kualitas Audit, Kepemilikan JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
15
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris dan likuiditas. Sedangkan sisanya sebesar 78,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. f. Uji t 1) Kualitas Auditor Variabel Kualitas Auditor memiliki t-uji sebesar -2,737 dengan tingkat signifikansi 0,007. Oleh karena tingkat signifikansi < dari 0,05 , maka dapat dikatakan bahwa Kualitas Auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap Manajemen Laba. Dengan hasil ini maka H1a yang menyatakan Kualitas Auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba dapat diterima. Ini mengindikasikan bahwa bila perusahaan menggunakan auditor bereputasi baik akan menurunkan kecenderungan perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang Fauziyah (2010) yang juga dapat membuktikan secara statistik bahwa Kualitas Auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap Manajemen Laba. 2) Kepemilikan Manajerial Variabel Kepemilikan Manajerial memiliki t-uji sebesar -0,302 dengan tingkat signifikansi 0,763. Oleh karena tingkat signifikansi > dari 0,05 , maka dapat dikatakan bahwa Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Dengan hasil ini maka H2 yang menyatakan Kepemilikan manajerial negatif berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang Chroasia (2009), Werdhiwiyanti (2008:144) dan Primawati (2008:129) yang juga tidak dapat membuktikan secara statistik bahwa pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Manajemen Laba. 3) Kepemilikan Institusional Kepemilikan Institusional memiliki t-uji sebesar 1,990 dengan tingkat signifikansi 0,047. Oleh karena tingkat signifikansi < dari 0,05 , maka dapat dikatakan bahwa Kepemilikan Institusional berpengaruh positif signifikan terhadap Manajemen Laba. Dengan hasil ini maka H1c yang menyatakan Kepemilikan institusional positif signifikan terhadap manajemen laba dapat diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi Kepemilikan institusional pada suatu perusahaan akan semakin meningkatkan kecenderungan perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang Lutfi (2009) dan Fauziyah (2010) yang juga dapat membuktikan secara statistik bahwa Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap Manajemen Laba. 4) Proporsi Dewan Komisaris Independen Variabel Proporsi Dewan Komisaris Independen memiliki t-uji sebesar 0,015 dengan tingkat signifikansi 0,988. Oleh karena tingkat signifikansi > dari 0,05 , maka dapat dikatakan bahwa Proporsi Dewan Komisaris Independen tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Dengan hasil ini maka H1d yang menyatakan Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba laba ditolak. 16
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang Werdhiwiyanti (2008:144) yang juga tidak dapat membuktikan secara statistik pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba. 5) Likuiditas Variabel Likuiditas memiliki t-uji sebesar 3,660 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena tingkat signifikansi < dari 0,05 , maka dapat dikatakan bahwa Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap Manajemen Laba. Dengan hasil ini maka H1e yang menyatakan Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba dapat diterima. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin likuid sebuah perusahaan, akan meningkatkan kecenderungan perusahaan untuk melakukan manajemen laba Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang Fauziyah (2010) yang juga dapat membuktikan secara statistik pengaruh likuiditas terhadap Manajemen Laba. 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Corporate Governance dan Likuiditas Terhadap Manajemen Laba. Berdasarkan pembahasan dan analisis data dari, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kualitas Auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Ini dibuktikan dengan nilai sig. t statistik yang berada dibawah 0,05. 2. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ini dibuktikan dengan nilai sig. t statistik yang berada diatas 0,05. 3. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Ini dibuktikan dengan nilai sig. t statistik yang berada dibawah 0,05. 4. Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ini dibuktikan dengan nilai sig. t statistik yang berada diatas 0,05. 5. Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Ini dibuktikan dengan nilai sig. t statistik yang berada dibawah 0,05. 5.2 Saran-saran Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat dikemukakan sebagai suatu bahan pertimbangan dan sebagai bahan telaah bagi pihak-pihak yang berkepentingan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang akan datang diharapkan dapat menggunakan seluruh jenis perusahaan yang terdaftar di BEI secara proporsional sebagai sampel penelitian. Sehingga hasilnya dapat lebih baik secara statistik 2. Variabel independen perlu ditambahkan untuk memperoleh model yang lebih komprehensif seperti misalnya tingkat leverage, profitabilitas dan lain sebagainya, sehingga dapat diketahui lebih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba DAFTAR PUSTAKA Andayani, 2001. Good Corporate Governance Sebagai Syarat Perusahaan Publik Untuk Mendapatkan Dana Investasi, Universitas Brawijaya Malang, Lintasan Ekonomi Vol.18.No.2,Juli.Hal 37-39.
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
17
Chrosia, 2009, Pengaruh Corporate Governance dan Likuiditas Terhadap Laba Manajemen (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEI Tahun 2005-2007), skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Darmawati Khomsiyah, dan Rahayu. 2004, Hubungan Corporate Governancedan Kinerja Perusahaan, Makalah dipresentasikan, Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar-Bali,2-3 Desember 2004. Dwi, Ariesta, 2010, Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di BEI), Skripsi, tidak dipublikasikan, Malang, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang Faizal, 2004, Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan MekanismeCorporate Governance, Makalah dipresentasikan, Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar-Bali,2-3 Desember 2004. Fauziyah, 2010, Pengaruh Corporate Governance dan Likuiditas Terhadap Laba Manajemen (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdafatar Di BEI), skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Juanda, Ahmad, 2009, Analisis Konseptual Good Corporate Governance, naskah dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Kusindratno, Rian dan Sumarta, 2005, Studi Mengenai Indikasi Manajemen Laba dalam Laporan Keuangan di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Ekonomi Universitas Merdeka Malang Vol.9.No.1 Januari.Hal 207-208. Munawir, S, 2002, Analisis Laporan Keuangan, Yogyakarta, Liberty. Nuryanah, 2004, Analisis Ketaatan Emiten Terhadap Aturan Board Governance Studi Kasus Tahun 2002, Makalah dipresentasikan, Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar-Bali,2-3 Desember 2004. Rahayu, 2003, Analisis Rasio Likuiditas, Solvabilitas dan Provitabilitas guna mengetahui kondisi keuangan pada PT.Semen Gresik (Persero) Tbk, skripsi, tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang. Rahmawati, Lutfi, 2008, Pengaruh Corporate Governance, Likuiditas dan Konsentrasi Pasar Terhadap Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2001-2005), skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Rohmawati, Suparno dan Qomariyah, 2007, Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Publik Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal riset Akuntansi Indonesia, Vol.10.No.1.Januari.Hal 7172. Veronica dan Siddharta, 2006, Pengaruh Struktur Kepemilikan, ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management), Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.9 No.3 September. Hal 321. Hantika, 2011, Pengaruh Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Dengan Nilai Perusahaan, Skripsi, tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang.
*) Nur Diana adalah dosen tetap pada Prodi Akuntansi FE Unisma **) Phramitta Cindie Ulfa adalah alumni Prodi Akuntansi FE Unisma
18
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012