ANALISIS PENGARUH KESIAPAN PEMERINTAH KOTA PALEMBANG DALAM MENERIMA PENGALIHAN PBB P2 DAN BPHTB SEBAGAI PAJAK DAERAH TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK Siti Khairani 1, Trisnadi Wijaya 2 Program Studi Akuntansi, STIE Multi Data Palembang Email:
[email protected] 1 Program Studi Akuntansi, STIE Multi Data Palembang Email:
[email protected] 2
ABSTRACT This study aims to see the effect of Palembang city government readiness in accepting the transfer of PBB-P2 and BPHTB as a local tax on the taxpayer's compliance. It is attemtpted to answer the question whether there is an influance Palembang city government readiness in accepting the transfer of PBB-P2 and BPHTB as a local tax on the taxpayer's compliance. Methods of data collection using questionnaire with a sample of 100 respondents of taxpayer, interviews and observation. The analysis technique used in the research is multiple linear regression analysis. The results showed that the variables Regulation, Cooperation, Facilities and Infrastructure, Human Resources and Organization, Socialization and Funding simultaneously significant effect on the Taxpayer's compliance variables. However, a significant effect is only partially shown by variable Human Resources and Organization and Socialization of the Taxpayer's compliance. Based on the results of the analysis that resources and organization, and sosialization have a positif and significan effect to taxpayer's compliance. Keyword: Palembang city government readiness, PBB P2 dan BPHTB, taxpayer's compliance 1.
PENDAHULUAN Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundangan (UU No. 32 Tahun 2004). Sedangkan desentralisasi adalah tidak hanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tetapi juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Mardiasmo,2009 hal. 24). Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan dapat mengatur urusan daerah masing-masing, dan berperan aktif dalam kegiatan pembangunan nasional. Pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mulai dilaksanakan tanggal 1 Januari 2011. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan PBB-P2 dan BPHTB sampai 31 Desember 2013. Namun
mulai tahun 2014 pengelolaan PBB menjadi tanggung jawab Kab/Kota (http://ekonomi.kompasiana, 2013). Kebijakan ini tentunya menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Bagi daerah-daerah yang memiliki sumber daya yang besar, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam kebijakan ini merupakan kesempatan yang besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, dimana salah satu sumber yang memberikan kontribusi yang cukup besar pada PAD adalah dari pajak. Dengan pengalihan PBBP2 dan BPHTB menjadi pajak daerah maka, kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBBP2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Kab/Kota) Pemerintah Kota Palembang menerima pengalihan pengelolaan BPHTB pada tanggal 1 Januari 2011 sedangkan untuk PBB-P2 pada tanggal 1 Januari 2012. Dengan menerima pengalihan ini artinya Pemerintah
Kota Palembang harus mampu menciptakan sistem informasi perpajakan yang baik sebagaimana yang sudah dijalankan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, mempunyai peraturan daerah/SOP tetntang PBB dan BPHTB, mensosialisasikan perubahan perubahan yang mungkin ada, serta dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (wajib pajak PBB dan BPHTB). Dengan pelayanan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak PBB dan BPHTB sangat erat terkait terhadap persepsi masyarakat tentang pajak. Pelayanan yang baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak. Keramahan dalam memberikan informasi yang jelas dan kemudahan dalam sistem informasi perpajakan termasuk pelayanan perpajakan. 2.
KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Undang βUndang No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah disahkan pada tanggal 15 September 2009 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2010. Undang β Undang ini menggantikan Undang β Undang sebelumnya ( UU No 34 Tahun 2000). Hal penting dalam UU No. 28 /2009 ini adalah dengan dimasukkannya 2 (dua) jenis pajak pusat yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan untuk sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah. Ini merupakan perubahan besar dalam mendukung otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. (Ananda, 2012 hal. 1) Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undangundang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: 1. meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah 2. memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah), 3. memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah, 4. memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan
5.
menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah. 6. Dengan pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 dan BPHTB akan sepenuhnya masuk ke pemerintah kabupaten/kota sehingga diharapkan mampu meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 % dan BPHTB hanya mendapatkan 64%. Setelah pengalihan ini, semua pendapatan dari sektor PBB-P2 dan BPHTB akan masuk ke dalam kas pemerintah daerah. Salah satu contoh daerah yang mengalami kenaikan pendapatan asli daerah pasca pengalihan PBB-P2 dan BPHTB adalah kota Surabaya. Walikota Surabaya, Ir. Tri Rismaharini, MT. menyatakan bahwasanya pada tahun 2010, PAD kota Surabaya hanya Rp.1 Triliun. Di tahun 2011, PAD kota Surabaya akan menjadi Rp.2 Triliun. Beliau manambahkan bahwa penyebab kenaikan PAD tersebut berasal dari PBB dan BPHTB. (Media Keuangan Vol. V No. 40/Desember/2010, hal. 8). Dengan diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka pemerintah daerah harus melakukan persiapan untuk menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai pajak daerah. Untuk Pemerintah Daerah dapat mengadopsi beberapa hal dimiliki dan telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat (DJP) sebagai berikut: (Direktorat Jenderal Pajak, 2012) 1. Sarana dan prasarana, 2. Struktur organisasi dan tata kerja, 3. Sumber daya manusia, 4. Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan SOP, 5. Kerja sama dengan pihak terkait, antara lain, Kantor Pelayanan Pajak, perbankan, Kantor Pertanahan, dan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan 6. Pembukaan rekening penerimaan PBBP2 pada bank yang sehat. Penelitian mengenai kesiapan pemerintah kota/kabupaten dalam menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai
pajak daerah belum banyak dilakukan, dikarenakan kebijakan ini baru dilaksanakan oleh beberapa daerah saja dan masih banyak daerah yang belum siap menerima pengalihan ini. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Padang (2012) yang meneliti tentang kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam menerima pengalihan PBB Perkotaan dan Perdesaan serta BPHTB: Tinjauan Perspektif New Institutional Economics (NIE) mengungkapkan bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB. Penelitian Ananda dkk 2012 dengan judul Analisis Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah menyimpulkan bahwa permasalahan data merupakan permasalahan mendesak termasuk pemutakhiran data yang ada pada database pemerintah daerah selain itu peran SDM sangat penting dalam operasionalisasi pengelolaan BPHTB di daerah. Untuk itu perlu dikembangkan kerjasama dengan lembaga lain (KPP) untuk pengembangan dan penguatan SDM di pemerintah daerah. Kerjasama yang baik dengan lembaga terkait seperti Notaris, PPAT, BPN, KPP, serta Pemda sendiri sangat penting untuk mendapatkan nilai transaksi yang mendekati nilai sebenarnya dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Dari kondisi yang sudah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian ini yaitu Ha1 : Kesiapan Pemerintah Kota Palembang mempunyai pengaruh secara parsial terhadap persepsi wajib pajak. Ha2 : Kesiapan Pemerintah Kota Palembang mempunyai pengaruh secara simultan terhadap persepsi wajib pajak. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris pengaruh kesiapan Pemerintah Kota Palembang dalam menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHT sebagai pajak daerah terhadap kepatuhan wajib pajak Manfaat yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah: Untuk memberikan masukan bagi Dinas Pendapatan Asli Daerah (DISPENDA) Kota Palembang mengenai
kesiapan menerima pengalihan PBB P2 dan BPHTB sebagai pajak daerah terhadap kepatuhan wajib pajak. Untuk menambah literatur penelitian terhadap pengalihan PBB P2 dan BPHTB dimana selama ini penelitian yang dilakukan kebanyakan hanya dinilai dari sisi pemerintah daerahnya saja dan tidak menilai dari sisi wajib pajak. 3. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini jumlah populasi wajib pajak PBB tercatat di Dispenda Kota Palembang pada tahun 2014 adalah 305.586 wajib pajak dari 16 kecamatan di Kota Palembang. Jadi kalau dimasukan dalam rumus Slovin adalah 305.586 π= 1 + 305.586 Γ 0.12 = 99,96 = 100 wajib pajak Operasional Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah: X1 : Peraturan X2 : Kerjasama X3 :Sarana dan Prasarana X4 : SDM dan Organisasi X5 : Sosialisasi X6 : Pendanaan Sedangkan variabel independen yaitu kepatuhan wajib pajak. Teknik Analisis Analisis data yang digunakan dalamm penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang diangkakan, yaitu dengan penjabaran dan penilaian hasil penyebaran kuisioner kemudian diangkakan (scoring). Analisis kualitatif yaitu menjelaskan apakah ada pengaruh kesiapan pemerintah kota palembang dalam menerima pengalihan PBB P2 dan BPHTB sebagai pajak daerah terhadap persepsi wajib pajak. Data dihitung berdasarkan hasil pernyataan yang berupa jawaban responden dan dinilai dengan menggunakan skala likert menurut Sugiono (2006 h. 86). SS : Sangat Setuju : skor 5 S : Setuju : skor 4 R : Ragu-ragu : skor 3 TS : Tidak Setuju : skor 2
STS : Sangat Tidak Setuju : skor 1 Teknik analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis statistik yaitu uji hipotesis (uji t dan uji f). Untuk memudahkan penghitungan statistik tersebut akan digunakan program SPSS (Statistical Program and Service Solution) Versi 17. Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan sebagai berikut: Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang berdistribusi normal. Analisis data mensyaratkan data berdistribusi normal untuk menghindari bias dalam analisis data. Data outlier (tidak normal) harus dibuang karena menimbulkan bias dalam interprestasi dan memengaruhi data lainnya. Menurut Bimo (2011) Uji KolmogorovSmirnov termasuk dalam uji nonparametrik untuk kasus satu sample (one sample Kolmogorov-Smirnov). Uji ini dilakukan untuk menguji asumsi normalitas data. Tes dalam uji ini adalah tes goodness of fit yang mana tes tersebut untuk mengukur kesesuaian antara distribusi serangkaian sampel (data observasi) dengan distribusi frekuensi tertentu. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila varians dari setiap kesalahan pengganggu tidak bersifat konstan. Dampak yang akan ditimbulkan adalah asumsi yang masih tetap tidak bias, tetapi tidak lagi efisien. Heteroskedastisitas terjadi jika scatter plot ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola yang teratur (bergelombang, melebar, dan menyempit) Uji Multikolinieritas Multikolinearitas timbul sebagai akibat adanya hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih atau adanya kenyataan bahwa dua variabel penjelas atau lebih bersama-sama dipengaruhi oleh variabel ketiga yang berada di luar. Untuk medeteksi adanya multikolinearitas nilai variance inflation factor tidak lebih dari 10 maka model bebas dari multikolinearitas. Uji Autokolerasi Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi antara residual pada satu pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian ysng akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji Durbin-Watson (Dwi 2009, h.47) Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pada penelitian ini yang peneliti gunakan yaitu
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Secara Simultan (Uji F) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X1,X2,X3,X4,X5,X6) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y). Berdasarkan nilai F
hitung dan tingkat signifikan, maka dapat diketahui pengaruh dari variabel X terhadap variabel Y. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil Uji F pada tabel di bawah ini
Tabel 1 Output Uji-F ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
7569.372
6
1261.562
Residual
5597.628
93
60.190
Total 13167.000 a. Predictors: (Constant), x6, x4, x1, x2, x5, x3 b. Dependent Variable: y Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa nilai F hitung (20,960) lebih besar daripada nilai F tabel (2,198) pada Ξ± = 0,05 dan df = (7 β 1); (100 β 7) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Peraturan (X1), Kerjasama (X2), Sarana dan Prasarana (X3), SDM dan organisasi (X4), Sosialisasi (X5) dan Pendanaan (X6) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel kepatuhan Wajib Pajak (Y). Hal ini tidak sejalan dengan Pengujian Secara Parsial (Uji t) Uji t pada dasarnya diperlukan untuk mengatahui seberapa jauh pengaruh dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t yang signifikan menunjukkan bahwa variasi variabel terikat dijelaskan
F 20.960
Sig. .000a
99
penelitian Padang (2012) bahwa bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB.
sekian persen oleh variabel bebas secara parsial adalah benar-benar nyata dan bukan terjadi karena kebetulan. Berikut hasil pengujian secara parsial (Uji t) dengan bantuan SPSS Versi 19.
Tabel 2 Output Uji t Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
14.853
4.937
x1
.636
.494
x2
.916
x3
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
3.008
.003
.128
1.288
.201
.535
.169
1.713
.090
.781
.516
.155
1.513
.134
x4
1.145
.211
.410
5.426
.000
x5
.957
.483
.189
2.082
.052
x6
-.069
.514
-.014
-.134
.893
a. Dependent Variable: y Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen sabagai berikut: 1. Nilai t hitung dari variabel Peraturan (X1) lebih kecil daripada t tabel (1,128) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung < ttabel (1,288 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Peraturan (X1) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). 2. Nilai t hitung dari variabel Kerjasama (X2) lebih kecil daripada t tabel (1,713) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung < ttabel (1,713 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Kerjasama (X2) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). 3. Nilai t hitung dari variabel Sarana dan Prasarana (X3) lebih kecil daripada t tabel (1,513) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 t hitung < ttabel (1,513 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Sarana dan Prasarana (X3) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). 4. Nilai t hitung dari variabel SDM dan Organisasi (X4) lebih besar daripada t tabel (5,426) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung > ttabel (5,426 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa
SDM dan Organisasi (X4) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). 5. Nilai t hitung dari variabel Sosialisasi (X5) lebih besar daripada t tabel (2,082) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung < ttabel (2,082 > 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa SDM dan Organisasi (X5) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). 6. Nilai t hitung dari variabel Pendanaan (X6) lebih kecil daripada t tabel (-0,134) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung < ttabel (-0,134 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Pendanaan (X6) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Pengaruh Peraturan, Kerjasama, Sarana dan Prasarana, SDM dan Organisasi, Sosialisasi dan Pendanaan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan bahwa variabel peraturan, kerjasama, sarana dan prasarana, SDM dan Organisasi, sosialisasi, dan pendanaan dan kepatuhan wajib pajak menunjukkan hasil berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak yang dapat dilihat dari nilai F hitung (20,960) lebih besar daripada nilai F tabel (2,198) pada Ξ± = 0,05 dan df = (7 β 1); (100 β 7).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Padang (2012) bahwa bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB.
pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB.
Pengaruh Peraturan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Peraturan (X1) lebih kecil daripada t tabel (1,128) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 t hitung < ttabel (1,288 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Peraturan (X1) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). ). Hasil penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian Padang (2012) bahwa bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB. Namun tidak sejalan dengan penelitian Masfita (2012) yang menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi kesiapan dalam menerima pengalihan PBB P2 salah satunya pemerintah daearah harus mempunyai peraturan yang jelas yang mempunyai kekuatan hukum baik peraturan derah, peraturan kepala daerah, dan SOP.
Pengaruh Sarana dan Prasarana Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Sarana dan Prasarana (X3) lebih kecil daripada t tabel (1,513) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung < ttabel (1,513 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Sarana dan Prasarana (X3) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Padang (2012) bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitan Masfita (2012). Penelitian Mafsita menyatakan bahwa untuk menilai kesiapan pengalihan PBB P2 dapat dilihat dari tersedianya sarana dan prasarana antara lain ruang pelayanan, ruang server dan pengolahan data, pengadaan software dan hardware komputer, dan pengadaan barang-barang cetakan. Dengan tersedianya sarana dan prasarana pendukung proses pengalihan dapat berjalan dengan baik.
Pengaruh Kerjasama Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Kerjasama (X2) lebih kecil daripada t tabel (1,713) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 t hitung < ttabel (1,713 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Kerjasama (X2) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Hasil penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian Padang (2012) bahwa bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah
Pengaruh SDM dan Organisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Nilai t hitung dari variabel SDM dan Organisasi (X4) lebih besar daripada t tabel (5,426) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung > ttabel (5,426 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa SDM dan Organisasi (X4) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Padang (2012) bahwa tidak
ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB. Namun sejalan dengan penelitian Utami (2012 ) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin baik kualitas pelayanan maka akan cenderung meningkat tingkat kepatuhan wajib pajak. Pengaruh Sosialisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Sosialisasi (X5) lebih besar daripada t tabel (2,082) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 t hitung < ttabel (2,082 > 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa SDM dan Organisasi (X5) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). . Hal ini tidak sejalan dengan penelitan Padang (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB. Hasil penelitian Ramadhan (2013) menyimpulkan bahwa sosialisasi perubahan peraturan PBB P2 sangat diperlukan oleh wajib pajak salah satunya dengan memberi simulasi perhitungan sederhana kepada masyarakat wajib pajak terutama perhitungan antara aturan baru dan lama karena tidak semua wajib pajak dapat memahami begitu saja perubahan peraturan tersebut. Pengaruh Pendanaan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Pendanaan (X6) lebih kecil daripada t tabel (-0,134) pada Ξ± = 0,05 dan df = n β k = 100 β 7 = 93 thitung < ttabel (-0,134 < 1,986) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Pendanaan
(X6) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y). Hal ini sejalan dengan penelitan Padang (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada persepsi responden sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 serta BPHTB. Dan tidak ada pengaruh signifikan antara regulasi, asimetri informasi, biaya transaksi, hak kepemilikan, dan sumber daya manusia (SDM) terhadap kesiapan pemerintah sebelum dan sesudah menerima pengalihan PBB-P2 dan BPHTB. Hasil penelitian Masfita (2012) menyatakan bahwa penyediaan dana oleh pemerintah kabupaten menjadi salah satu faktor pendukung dalam kegiatan persiapan pengaliahan PBB P2, karena dengan adanya dana yang memadai maka rencana yang telah disusun diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik. 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan menganai pengaruh kesiapan pemerintah Kota Palembang dalam menerima pengalihan PBB P2 dan BPHTB terhadap kepatuhan wajib pajak, maka dapat disimpulkan: 1. Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara kesiapan Pemerintah Kota Palembang dalam menerima pengalihan PBB P2 dan BPHTB terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan demikian Ha1 diterima. 2. Secara parsial hanya ada dua variabel independen yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel SDM dan Organisasi dan variabel Sosialisasi, sedangkan variabel peraturan, kerjasama, sarana dan prasaran serata variabel pendanaan tidak berpengaruh secara signifikan. Saran Saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya: 1. Sebaiknya dapat menambah jumlah sampel yang lebih banyak dengan karakteristik yang berbeda. 2. Dapat menggunakan indikator-indikator lain yang berhubungan dengan kesiapan pemerintah dalam menerima pengalihan PBB P2 dan BPHTB sebagai pajak
daerah, dan juga agar dapat meninjau dari periode pengamatan sebelum dan sesudah.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda,Fajri Chandra, dkk, 2012, Analisis Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah, Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Dewi Riangga Mira, 2011, Persepsi Wajib Pajak atas Pengenaan Pajak Penghasilan: Anteseden dan Konsekuensinya, Universitas Diponegoro, Semarang Direktorat Jenderal Pajak, Nopember 2012, Pengalihan PBB P2 Sebagai Pajak Daerah, Hermawan Budi, 2005, Metodologi Penelitian Bisnis, FE Universitas Putra Indonesia, Jakarta Iqbal M. Hasan, 2008, Pokok-Pokok Materi Statistik II, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/201 3/01/08/pengalihan-pajak-bumi-dan bangunan-perdesaan-dan-perkotaanpbb-p2-sebagai-pajak-daerah523430.html. (diakses pada tanggal 18 April 2013) Vitriana
Masfita, 2012, Perencanaan Pemerintah Kabupaten Kudus Dalam Mempersiapkan Pengaliahan PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daearah, Wacana, Vol.15 No. 3 Universitas Brawijaya, Malang
Padang Tandi Abigail, 2012, Kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam Menerima Pengalihan PBB Perkotaan dan Perdesaan Serta BPHTB: Tinjauan Prespektif New Institutional Economics (NIE), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Resmi Siti, 2011, Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi 6, Buku 1, Salemba Empata, Jakarta. Ramadhan Fahrisal Jogi, 2013, Pengaruh Pelimpahan Pemungutan PBB Sektor Pedesaan dan Perkotaan Menjadi Pajak Daerah Terhadap Realisasi Penerimaannya di Kota Surabaya, Jurnal Online Ubiversitas Negari Surabaya Sugiono, 2006, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta Bandung. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Utami, Sri Rizki, 2012, Pengaruh FaktorFaktor Eksternal Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serang, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. www. depkeu. go.id www. djp.go.id .