ANALISIS PENGARUH INJEKSI POLYMER HEC – AM TERHADAP PEROLEHAN MINYAK (STUDI LABORATORIUM) Oleh Ryanty Sari Yuliana * Prof.Dr.Ir.Septoratno Siregar ** Sari Dalam meningkatkan produksi minyak, metode EOR ( Enhanced Oil Recovery ) sangat diperlukan untuk mendapatkan perolehan minyak yang lebih banyak. Salah satu metode EOR yang dapat digunakan untuk menambah perolehan minyak adalah injeksi polimer. 2 tipe dasar polimer yang banyak digunakan yaitu polisakarida (biopolimer) dan poliakrilamid. Polimer membuat perbandingan mobilitas air terhadap minyak menjadi semakin kecil karena meningkatnya viskositas air, sehingga air dengan viskositas yang lebih besar dapat mendesak minyak dengan baik.Polimer HEC-AM digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam alternatif polimer yang dapat digunakan di lapangan karena polimer HEC-AM dibuat dari bahan – bahan yang terdapat di Indonesia yaitu selulosa ( tandan kosong sawit, kulit pisang, atau kapas ), Etilen oksida, dan akrilamida. Tujuan dari studi laboratorium ini adalah untuk mengetahui besarnya perolehan minyak dari sebuah core buatan setelah dilakukan injeksi polimer HEC-AM dan melakukan perbandingan terhadap hasil perolehan minyak yang didapat setelah injeksi air dan polymer komersil HPAM. Dari hasil pengukuran reologi yang dilakukan di laboratorium dapat disimpulkan larutan polimer HEC-AM adalah fluida non-newtonian. Untuk injeksi polimer HEC-AM digunakan larutan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan larutan polimer komersil HPAM untuk mencapai nilai viskositas tertentu. Dari hasil studi laboratorium dapat disimpulkan bahwa larutan polimer HEC lebih tahan terhadap perubahan salinitas dibawah 20000 ppm. Untuk core set 1, perolehan minyak dari proses injeksi air sangat rendah, kemungkinan disebabkan oleh saturasi air yang tinggi sehingga minyak sulit mengalir. Sementara RF dari core yang diinjeksi HEC-AM sangat tinggi kemungkinan disebabkan oleh keberadaan channel yang tidak dapat disumbat oleh molekul polimer. Untuk core set 3, RF dari core yang diinjeksi air lebih tinggi dibanding core yang diinjeksi polimer kemungkinan juga disebabkan oleh adanya channel.
Kata Kunci : Polimer, HEC-AM, RF, HPAM, mobilitas, viskositas, channel Abstract Enhanced Oil Recovery is proven to be the most robust method in improving oil production. One of the EOR methods which is considered to be the most effective in gaining recovery factor is polymer injection. There are two basic types of polymer used in this method; polysaccharide (biopolymer) and polyacrylamide. The role of polymer is to produce a lower water to oil mobility ratio. This could happen because of the increase of water viscosity which better squeeze the oil out. The HEC-AM is an alternative polymer and also considered applicable to be used in field because of its base material. It is made from variety of materials which available abundantly in Indonesia; cellulose (empty palm-oil stem, banana skin, and cotton), ethylene oxide, and acrylamyde. The objective of this laboratory study is to observe how much oil can be recovered from a synthetic HEC-AMinjected core and compare the result to the one recovered from water and HPAM commercial polymer. From the reology measurement in the laboratory, it can be concluded that HEC-AM polymer solution is a nonnewtonian fluid. For the HEC-AM injection, a solution with a higher concentration than a commercial HPAM polymer solution is used to reach certain value of viscosity. From the observation it is proven that HEC polymer solution is more resistant to salinity change under 20000 ppm. For core set 1, the amount of recovered oil is very
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
1
low, it is possibly caused by a high water saturation which made the oil more difficult to flow. Meanwhile, the value of recovery factor from the HEC-AM injected core is very high which possibly caused by the existence of channel that cannot be corked by the polymer molecule. For core set 3, the recovery factor observed is higher than the polymer-injected core, this is also most possibly because of the existence of a channel. Keywords : Polymer, HEC-AM, RF, HPAM, mobility, viscosity, channel. *Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB **Pembimbing/Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB
I. Pendahuluan 1.3 Pembatasan Masalah 1.1 Latar Belakang Untuk mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju maka kebutuhan akan sumber energi juga semakin bertambah karena hampir semua kegiatan manusia memerlukan bahan bakar. Untuk memenuhi permintaan akan bahan bakar maka produksi bahan bakar juga harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan produksi bahan bakar terutama minyak bumi, diperlukan metode EOR (Enhanced Oil Recovery ) terutama untuk lapangan – lapangan yang produksi airnya sudah sangat tinggi. Salah satu metode EOR yang sering digunakan adalah injeksi polimer. Biasanya injeksi polimer dilakukan bersamaan dengan injeksi surfactant. Injeksi surfactant dimaksudkan untuk mengurangi tegangan permukaan antara minyak dan pori – pori batuan. Sedangkan injeksi polimer bertujuan untuk membuat mobilitas air terhadap minyak mengecil. Pemberian polimer akan membuat viskositas air menjadi semakin besar. Pada saat injeksi beberapa hal seperti heterogenitas reservoir, perbandingan mobilitas air dan minyak, serta perubahan sifat reologi polimer terhadap salinitas, shear rate, dan suhu dapat mempengaruhi keberhasilan injeksi polimer. 1.2 Tujuan Studi laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui besarnya recovery factor setelah diinjeksikan polimer HEC-AM ke sebuah core buatan. Selain itu tujuan lainnya adalah untuk membandingkan recovery factor yang di dapat setelah injeksi air, polimer HPAM, dan polimer HEC ke dalam beberapa core artifial yang memiliki karakteristik batuan yang hampir sama.
Studi laboratorium ini hanya memperhitungkan faktor porositas pada core buatan, jenis polimer, dan konsentrasi polimer yang akan diinjeksikan serta hasil recovery factor yang diperoleh setelah injeksi air, injeksi polimer HPAM, dan injeksi polimer HEC-AM satu dimensi. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat fisik minyak Karakteristik minyak di reservoir yang biasanya cocok untuk penggunaan injeksi polimer adalah minyak yang tergolong minyak berat. Untuk percobaan injeksi polimer HEC-AM, digunakan minyak lapangan X dengan spesifik gravity 19 API dan viskositas 26 cp. Alasan mengapa biasanya injeksi polimer dilakukan di lapangan yang memiliki minyak berat karena biasanya pada saat produksi, air cenderung untuk mendahului minyak saat mengalir. Oleh karena itu banyak saturasi minyak yang tertinggal di dalam reservoir dan yang terproduksi ke permukaan hanya air dan sebagian kecil minyak. Apabila minyak yang ada di reservoir adalah minyak berat, kecenderungan minyak tersebut untuk mengalir akan jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan minyak ringan. Oleh karena itu polimer di injeksikan sehingga viskositas air akan semakin besar dan perbandingan mobilitas air dan minyak akan semakin kecil. Dengan membesarnya viskositas air maka air akan mengalir di belakang minyak dan pada saat produksi, air tersebut akan membantu mendorong minyak sehingga minyak akan terproduksi lebih banyak ke permukaan.
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
2
2.2 Polimer HEC 2.2.1 HEC-AM HEC ( Hidroxyethylcellulose) adalah polimer yang terbuat dari akrilamid, selulosa (sumbernya bisa dari tandan kosong sawit, kulit pisang, kapas atau batang pohon pisang) kemudian dilakukan proses hidroksietilasi dengan menambahkan monomer Etilen Oksida (epoxy). Setelah dicampurkan selama kurang lebih 12 jam dalam keadaan vakum, campuran yg terbentuk dibilas dengan aseton sehingga menjadi butiran-butiran HEC. Setelah terbentuk HEC untuk membuat polimer yg kita inginkan (HEC-graft-AM) HEC yg telah disintesis tadi dilarutkan di air selama setengah jam kemudian tambahkam polyacrilamida ke dalam larutan HEC. setelah itu tambahkan inisiator amonium sulfit dan sodium persulfat agar terjadi reaksi redok pada sistem tadi. fungsi inisiator sendiri unutk "menyambungkan" antara gugusgugus HEC dengan Acrilamida (AM) sehingga bisa didapatkan senyawa cangkok (graft) yang merupakan kombinasi dari kedua senyawa tersebut. 2.2.2 Reologi polimer HEC Sebelum diinjeksikan maka reologi polimer yang akan digunakan harus diuji terlebih dahulu di laboratorium. Hal yang terutama harus diuji adalah viskositas polimer karena polimer adalah fluida non newtonian. Yang akan diuji adalah perubahan viskositas polimer terhadap suhu, salinity, dan shear rate saat di injeksikan kedalam core. Selain itu akan diuji juga perbandingan antara banyaknya konsentrasi HEC dan acrylamide sehingga didapatkan perbandingan yang tepat untuk membuat polimer yang memiliki viskositas yang besar dan lebih tahan terhadap perubahan suhu, salinity, dan shear rate.
3.1 Alat a. core flood apparatus b. Fann VG viscometer c. Palu d. Neraca digital e. Sieve f. Jangka sorong g. PVC paralon h. Pompa vakum i. Pycnometer j. Gelas kimia k. Gelas ukur l. Penjepit m. Labu elemeyer dan sumbat n. Labu elemeyer berisi kapur o. Oven
3.2 Bahan a. b. c. d. e. f.
Pasir dari mesh 35-50 Semen Polimer HEC-AM Polimer HPAM Air formasi lapangan X Crude oil lapangan X
IV. PERSIAPAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN Persiapan yang pertama kali dilakukan pengukuran properti fluida yaitu mengukur densitas minyak dan air formasi lapangan X dengan menggunakan rumus : berat. picnometer
fluida
berat. picnometer
volume. picnometer
2.3 Karekteristik core buatan Core yang akan digunakan untuk injeksi polimer HEC-AM, air, dan HPAM adalah core yang memiliki nilai porositas yang hampir sama. 2.4 Metode injeksi polimer di laboratorium Untuk penginjeksian polimer di laboratorium digunakan alat core flood apparatus. Injeksi polimer ke dalam core artificial memerlukan tekanan yang didapat dari pompa. Banyaknya polimer yang dinjeksikan adalah 0.5 PV (pore volume ) untuk setiap core setelah itu di injeksikan air 3 PV.
....(1)
Didapatkan data sebagai berikut : Densitas minyak lapangan X = 0.9154 gr/cc Densitas air formasi lapangan X =0.9970 gr/cc Pengukuran densitas minyak dan air formasi dilakukan pada suhu yang sama dengan lapangan X yaitu 550C. Sedangkan untuk viskositas minyak dan air formasi lapangan X dihitung dengan alat Ostwald Viscometer. Setelah itu masuk ke tahapan yang kedua yaitu mengukur reologi polimer HEC dengan alat Fann VG. Dengan alat Fann VG ini polimer HEC diukur perubahan viskositasnya terhadap perubahan salinitas, suhu, dan shear rate. Prosedur
III. ALAT DAN BAHAN
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
3
Keterangan: μa : apparent viscosity (cp) θN : dial reading @ N RPM (derajat) N : kecepatan rotor (RPM) …………………( 3 ) Keterangan: μp : plastic viscosity (cp) θ600 : dial reading pada 600 RPM θ300 : dial reading pada 300 RPM Tahap selanjutnya adalah membuat core artificial. Pada studi laboratorium ini diperlukan sekitar 15 core artificial yang memiliki karekteristik hampir sama. Untuk itu digunakan perbandingan pasir dan semen yang sama untuk pembuatan setiap core. Perbandingan semen dan pasir yang digunakan adalah 20:80. Setelah core buatan selesai dibuat kemudian core diukur dimensinya untuk mendapatkan volume bulk, dengan cara :
Volume.bulk
1 2 d L.........................(2) 4
Setelah dimensi core diukur kemudian core dijenuhi dengan crude oil lapangan x, lalu volume pori dari masing-masing core diukur sehingga didapatkan porositas dari masing-masing core.
berat.basah berat.ker ing ...(3) .crude.oil Volume. pori 100...................................(4) Volume.bulk
Volume. pori
Setelah core terjenuhi 100% oleh air formasi maka dilakukan injeksi oil hingga diperoleh nilai Swc. Setelah itu dilakukan injeksi air, polimer HECAM,dan polimer HPAM untuk 3 set core. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil studi laboratorium 5.1.1 Properti core dan fluida Fluida Brine Oil
ρ (gr/ml) 0.997 0.915
µ (cp) 0.523 15.092
Tabel 5.1 Properti Fluida Pada Temperatur 55° C
Core A 1 5 D 2 7 I 10 8
Porositas(%) 0.198 0.299 0.322 0.185 0.313 0.316 0.233 0.295 0.321
Swc 0.787 0.357 0.336 0.375 0.319 0.383 0.358 0.287 0.312
Soi 0.213 0.643 0.664 0.625 0.681 0.617 0.719 0.688 0.7135
Tabel 5.2 Properti core buatan 5.1.2 Rheologi polimer 25 20 Viskositas ( cp )
pengukuran reologi polimer dengan Fann VG viscometer : 1. Siapkan larutan polimer dengan berbagai macam perbandingan konsentrasi antara HEC dan acrylamide. 2. Nyalakan heater sesuai dengan suhu yang diinginkan. 3. Masukkan larutan polimer kedalam cup dan nyalakan rotor dengan kecepatan RPM 600, 300, 200, 100. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali supaya mendapatkan data yang lebih akurat.Catat dial reading untuk setiap RPM. 4. Viskositas polimer dapat dihitung dengan rumus :
15
78 F 100 F
10
150 F 5
180 F
0 0
500
1000
1500
Shear rate (1/s)
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
4
Gambar 5.1 Gambar shear rate vs viskositas HECAM 7500 ppm pada salinitas 0 ppm
40 35 30 25 20 15
12
10
10
5
8
0 0
6
Viskositas (cP)
4
73 F
2
500
1000
1500
Shear rate (1/s) 100 F
150 F
180 F
Gambar 5.4 Hubungan shear rate dengan viskositas HPAM 1500 ppm salinitas 0 ppm
0 0 Viskosit as (cP)
500
1000
1500
100 F
150 F
180 F
Gambar 5.2 Hubungan shear rate dengan viskositas HPAM 500 ppm pada salinitas 0 ppm
25 Viskositas (cp)
72 F
HECAM 7500 ppm HPAM 500 ppm
30
Shear rate (1/s)
20 15
HPAM 1000 ppm
10 5
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
0 0
500
1000
1500
HPAM 1500 ppm
Shear rate (1/s) Gambar 5.5 Perbandingan viskositas polimer terhadap shear rate pada salinitas 0 ppm 25 RPM 100
Viskositas (cp)
20
RPM 200
15
0
500
Viskositas (cP)
73 F
1000
1500
Shear rate (1/s) 100 F
150 F
10
RPM 300
5
RPM 600
180 F
0 Gambar 5.3 Hubungan shear rate dengan viskositas HPAM 1000 ppm pada salinitas 0 ppm
0
100 Temperatur (F)
200
Gambar 5.6 Viskositas vs T HEC-AM 7500 ppm salinitas 0 ppm
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
5
Viskositas (cp)
25
RPM 100
20
RPM 200
15
8
HEC 0.5 PV
0.321
0.312
64.3%
10
HEC 0.5 PV
0.295
0.287
55.5%
Tabel 5.3 Hasil core flooding
10 RPM 300
5
80% 70%
0 0
RPM 600
100 200 Temperatur (F)
18
HPAM 500 ppm
16
Viskositas (cp)
14 12
HPAM 1500 ppm
4 2 0 100 Temperatur (F)
200
HECAM 7500 ppm
Gambar 5.8 Perbandingan viskositas polimer @RPM 600 vs Temperatur untuk salinitas 0 ppm 5.1.3 Recovery factor setiap core
Core A 1 5
2 7 I
Injeksi Air 3 PV Air 3 PV Air 3 PV HPAM 0.5 PV+ air 3 PV HPAM 0.5 PV+ HPAM 0.5 PV HEC 0.5 PV
Porositas (%) Swc RF 0.198 0.787 18.75% 0.299 0.357 35.71% 0.322 0.336 51.73%
0.185
0.375 62.00%
0.313
0.319 50.71%
0.316 0.233
0.383 28.42% 0.358 66.67%
35.71%
30% 20%
28.42%
18.75%
10% 0% Set core 1
Set core 2
Set core 3
Injeksi air 3 PV HPAM 0,5 PV diikuti air 3 PV HEC-AM 0,5 PV diikuti air 3 PV
8 6
64.30% 51.73% 50.71% 55.57%
40%
HPAM 1000 ppm
10
D
60% 50%
Gambar 5.7 Viskositas vs temperatur HPAM 1000 ppm salinitas 0 ppm
0
66.67% 62.00%
Gambar 5.9 Perbandingan RF dari setiap core 5.2 Pembahasan Studi laboratorium ini membahas berbagai aspek. Aspek pertama yang akan dibahas adalah mengenai perbandingan konsentrasi antara larutan polimer HEC dan larutan polimer HPAM. Untuk larutan polimer HEC digunakan perbandingan massa 1:3 antara massa HEC dan massa AM. Pada saat pengukuran reologi dengan Fann VG digunakan larutan polimer HEC 1:3 sebanyak 4 larutan dengan masing – masing larutan memiliki konsentrasi 2500 ppm, 7500 ppm, 10000 ppm, dan 20000 ppm. Untuk pengukuran dengan Fann VG, pengukuran dimulai dengan RPM 600, RPM 300, RPM 200, dan RPM 100 dan pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali agar mendapatkan data yang lebih akurat. Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa larutan polimer HEC tahan terhadap shear rate yang tinggi. Shear rate dan viskositas selalu berbanding terbalik. Jika nilai shear rate bertambah besar maka nilai viskositas akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena gaya gesekan yang ditimbulkan oleh rotor membuat larutan polimer menjadi terdegradasi. Dari grafik antara viskositas vs shear rate dapat disimpulkan bahwa larutan polimer HEC lebih tahan terhadap perubahan shear
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
6
rate karena grafik larutan polimer HEC mengalami penurunan yang lebih landai dibandingkan dengan grafik larutan polimer HPAM. Selain perbandingan konsentrasi, studi laboratorium ini juga meneliti perubahan viskositas larutan polimer terhadap salinitas. Akan tetapi karena keterbatasan waktu dan bahan untuk larutan polimer 1:3 tidak dilakukan pengukuran pengaruh perubahan salinitas terhadap viskositas. Pengukuran hanya dilakukan pada larutan polimer 1:2. Besarnya nilai recovery factor yang didapat dari hasil injeksi air, polimer HEC, dan polimer HPAM adalah hal terakhir yang diteliti pada studi laboratorium ini. Pada saat injeksi dilakukan digunakan 3 set core artifial yang memiliki porositas yang hampir sama dan dibuat dengan bahan pasir, perbandingan pasir dan semen yang sama,serta ukuran butir yang sama sehingga kita dapat mengasumsikan bahwa core artificial tersebut memiliki permeabilitas yang sama juga.Selain itu dibuat 3 set core agar didapatkan data yang lebih akurat karena perhitungan yang dilakukan lebih dari sekali. Secara teori harga recovery factor yang didapatkan dari hasil injeksi polimer pasti lebih besar dari injeksi air. Karena fungsi dari polimer adalah membuat mobilitas antara air dan minyak menjadi semakin kecil dengan cara memperbesar viskositas air. Akan tetapi pada saat studi laboratorium hasil yang didapatkan tidak selalu demikian. Pada studi laboratorium ini didapatkan data pada core set 3 bahwa hasil recovery faktor dari injeksi air lebih besar dari hasil injeksi polimer HPAM, yaitu pada core 5. Hal ini mungkin diakibatkan karena perbedaan permeabilitas dan ukuran pori pada core yang dibuat.Dugaan yang timbul adalah kemungkinan ukuran pori yang lebih kecil pada core yang diinjeksi HPAM (core 7) sehingga molekul polimer justru menyumbat aliran dalam pori.Sedangkan untuk core set 2 dapat dilihat bahwa RF yang didapat dari injeksi polimer komersil HPAM lebih kecil daripada injeksi polimer HEC-AM,hal ini bisa diakibatkan karena viskositas HEC-AM lebih tinggi daripada HPAM. Penyumbatan pada core X jauh lebih baik daripada core II karena konsentrasi polimer HEC-AM jauh lebih besar dari polimer HPAM,sehingga molekul – molekul HEC-AM lebih banyak yang dapat menyumbat channel daripada polimer HPAM. Sedangkan pada studi laboratorium ini tidak dihitung besarnya nilai permeabilitas karena tidak
ada alat yang dapat menghitung nilai permeabilitas dilaboratorium. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pada saat membuat core artificial komposisi perbandingan antara semen dan pasir harus diperhatikan karena semakin banyak semen yang digunakan porositas core akan semakin kecil karena semen dapat mengisi pori-pori core sehingga mengakibatkan porositas mengecil. 2. Polimer HEC merupakan fluida non-newtonian dimana viskositasnya akan mengecil karena pengaruh suhu, salinitas, dan shear rate. 3. Heterogenitas reservoir seperti perbedaan besarnya permeabilitas dan adanya rekahan berpengaruh sangat penting terhadap hasil perolehan minyak. 4. Untuk mencapai nilai viskositas tertentu,HECAM memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dari pada polimer HPAM. 5. HEC-AAM menunjukkan ketahanan terhadap perubahan shear rate yang lebih baik dari polimer HPAM. 6. HEC-AM memiliki ketahanan terhadap perubahan temperatur yang relatif sama dengan polimer HPAM 7. Banyaknya channel, besarnya porositas, besarnya permeabilitas, dan konsentrasi polimer mempengaruhi nilai RF dari hasil injeksi polimer. 6.2 Saran Studi laboratorium lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan nilai EOR lebih baik. Perhitungan data permeabilitas sangat diperlukan untuk menganalisa hasil recovery factor dengan lebih spesifik. Selain itu pembuatan core yang heterogen juga perlu dilakukan supaya dapat diketahui kinerja dari polimer HEC-AM dalam meningkatkan sweep efisiensi. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian apakah terjadi reaksi antara polimer dan batuan serta perlu ditinjau masalah keekonomian dari segi pembuatan polimer HEC-AM sehingga polimer HEC-AM dapat digunakan di lapangan dengan harga yang cukup ekonomis.
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
7
DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar, S. : “Teknik Peningkatan Perolehan”, DepartemenTeknik Perminyakan ITB, 2000 2. Lake, L.W. : “Enhanced Oil Recovery”, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey (1989) 3. Permadi, A.K : “Diktat Teknik Reservoir I”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, 2004
4. Canbolat, S.; Bagci, S. : “Adsorption of Anionic Surfactant in Limestone Medium During Oil Recovery”, Turkey 2004
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
8
Lampiran A Hasil Pengamatan dan Perhitungan Untuk Reologi Polimer Rumus – rumus yang digunakan selama perhitungan :
Keterangan:
)
A.1
HPAM 500 ppm, salinitas 0 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 11,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
55,847
5,4623
300
7,0
511,2
35,539
6,9521
200
5,5
340,8
27,924
8,1935
100
4,0
170,4
20,308
11,9178
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 7,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
38,078
3,7243
300
5,5
511,2
27,924
5,4623
200
4,5
340,8
22,847
6,7038
100
3,0
170,4
15,231
8,9384
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
T = 100 °F
T = 150 °F Kecepatan rotor (RPM)
Dial reading
γ (1/s)
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
9
600
6,0
1022,4
30,462
2,9795
300
4,0
511,2
20,308
3,9726
200
3,5
340,8
17,770
5,2141
100
2,5
170,4
12,693
7,4487
T = 180 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 5,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
25,3850
2,4829
300
3,5
511,2
17,7695
3,4760
200
3,0
340,8
15,2310
4,4692
100
2,0
170,4
10,1540
5,9589
A.2
HPAM 1000 ppm, salinitas 0 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 21,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
106,617
10,4281
300
15,0
511,2
76,155
14,8973
200
11,0
340,8
55,847
16,3870
100
8,0
170,4
40,616
23,8357
T = 100 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 16,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
81,232
7,9452
300
11,5
511,2
58,386
11,4213
200
9,5
340,8
48,232
14,1524
100
7,5
170,4
38,078
22,3460
T = 150 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 12,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
63,463
6,2072
300
9,5
511,2
48,232
9,4350
200
8,0
340,8
40,616
11,9178
100
6,0
170,4
30,462
17,8768
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
10
T = 180 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 10,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
50,770
4,9658
300
8,5
511,2
43,155
8,4418
200
7,5
340,8
38,078
11,1730
100
5,5
170,4
27,924
16,3870
A.3
HPAM 1000 ppm, salinitas 15.000 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 8,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
43,155
4,2209
300
6,0
511,2
30,462
5,9589
200
5,5
340,8
27,924
8,1935
100
3,5
170,4
17,770
10,4281
T = 180 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 4,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
22,847
2,2346
300
3,0
511,2
15,231
2,9795
200
2,5
340,8
12,693
3,7243
100
2,0
170,4
10,154
5,9589
A.4
HPAM 1000 ppm, salinitas 20.000 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 8,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
43,155
4,2209
300
6,0
511,2
30,462
5,9589
200
5,0
340,8
25,385
7,4487
100
3,5
170,4
17,770
10,4281
T = 180 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 4,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
20,308
1,9863
300
2,5
511,2
12,693
2,4829
200
2,0
340,8
10,154
2,9795
100
1,5
170,4
7,616
4,4692
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
11
A.5
HPAM 1000 ppm, salinitas 25.000 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 8,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
40,616
3,9726
300
6,0
511,2
30,462
5,9589
200
5,0
340,8
25,385
7,4487
100
3,5
170,4
17,770
10,4281
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 4,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
22,847
2,2346
300
3,0
511,2
15,231
2,9795
200
2,5
340,8
12,693
3,7243
100
1,5
170,4
7,616
4,4692
T = 180 °F
A.6
HPAM 1000 ppm, salinitas 30.000 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 7,5
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
38,078
3,7243
300
6,0
511,2
30,462
5,9589
200
5,0
340,8
25,385
7,4487
100
3,0
170,4
15,231
8,9384
T = 180 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 4,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
20,308
1,9863
300
2,5
511,2
12,693
2,4829
200
2,0
340,8
10,154
2,9795
100
1,5
170,4
7,616
4,4692
A.7
HPAM 1500 ppm, salinitas 0 ppm T = 72 °F
Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 33,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
167,541
16,3870
300
23,0
511,2
116,771
22,8425
200
19,0
340,8
96,463
28,3049
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
12
100
12,5
170,4
63,463
37,2433
T = 100 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 27,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
137,079
13,4076
300
19,0
511,2
96,463
18,8699
200
16,0
340,8
81,232
23,8357
100
12,0
170,4
60,924
35,7535
T = 150 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 22,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
111,694
10,9247
300
15,5
511,2
78,694
15,3939
200
12,5
340,8
63,463
18,6216
100
9,5
170,4
48,232
28,3049
T = 180 °F Kecepatan rotor (RPM) 600
Dial reading 20,0
γ (1/s)
ζ(dyne/cm2)
μ (cP)
1022,4
101,540
9,9315
300
15,0
511,2
76,155
14,8973
200
13,0
340,8
66,001
19,3665
100
9,5
170,4
48,232
28,3049
A.8 HEC-AM 7500 ppm, salinitas 0 ppm
T
600 300 200 100
78 °F hi °F ζ(dyne/cm2) Dial γ Up Down 1/s Up Down 24.5 24.5 1022.4 124.3865 124.3865 14.5 14.5 511.2 73.6165 73.6165 10.5 10.5 340.8 53.3085 53.3085 6.5 6.5 170.4 33.0005 33.0005
600 300 200 100
100 °F hi °F ζ(dyne/cm2) Dial γ Up Down 1/s Up Down 18.5 18.5 1022.4 93.9245 93.9245 10.5 11 511.2 53.3085 55.847 8 8 340.8 40.616 40.616 5 4.5 170.4 25.385 22.8465
rpm
T rpm
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
μ (cp) Up 12.16613 14.40072 15.64217 19.36649
Down 12.16613 14.40072 15.64217 19.36649
μ (cp) Up 9.186669 10.42811 11.91784 14.8973
Down 9.186669 10.92469 11.91784 13.40757 13
T
600 300 200 100
150 °F hi °F ζ(dyne/cm2) Dial γ Up Down 1/s Up Down 14.5 15.5 1022.4 73.6165 78.6935 8 9 511.2 40.616 45.693 6.5 6.5 340.8 33.0005 33.0005 4 4 170.4 20.308 20.308
600 300 200 100
180 °F hi °F ζ(dyne/cm2) μ (cp) Dial γ Up Down 1/s Up Down Up 12 12.5 1022.4 60.924 63.4625 5.95892 7.5 7.5 511.2 38.0775 38.0775 7.44865 6 6 340.8 30.462 30.462 8.93838 4 4 170.4 20.308 20.308 11.91784
rpm
T rpm
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
μ (cp) Up 7.200362 7.945227 9.683245 11.91784
Down 7.696939 8.93838 9.683245 11.91784
Down 6.207209 7.44865 8.93838 11.91784
14
Set
Core
Diameter (cm)
Tinggi (cm)
Berat basah (gr)
Volume bulk (cc)
Volume pori (cc)
Porositas
3.880
Berat kering (gr) 39.164
1
A
2.490
42.910
18.894
3.750
0.198
2
1
2.480
4.525
40.225
46.750
21.858
6.532
0.299
3
5
2.582
4.640
42.920
50.740
24.295
7.829
0.322
1
D
2.642
3.952
44.554
48.550
21.658
4.000
0.185
2
2
2.590
3.740
34.300
40.460
19.704
6.167
0.313
3
7
2.600
3.675
34.220
40.370
19.512
6.157
0.316
1
I
2.54
3.5583
34.33
38.53
18.030341
4.20462508
0.23319
2
10
2.61
3.55
33.44
39.04
18.993248
5.6061667
0.29516
3
8
2.572
4.01
37.01
43.69
20.8341689
6.6873560
0.320980
Lampiran B Properti Core
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
15
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010
16