Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
ANALISIS PENGARUH INFORMASI KERAS PADA ANALISIS KREDIT BPR TERHADAP KUALITAS KOLEKTIBILITAS KREDIT NASABAH Novita Sulistiowati Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Gunadarma
[email protected]
ABSTRAK Pada proses analisis kredit, informasi keras sangat dibutuhkan untuk menentukan kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Informasi keras adalah informasi yang dapat diukur secara kuantitatif. Informasi keras diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan nasabah melunasi kreditnya kelak. Dalam penelitian ini informasi keras diproksikan dengan rasio kelengkapan berkas administrasi yang harus dipenuhi oleh nasabah. Rasio ini diuji terhadap kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Hipotesis yang dibangun adalah terdapat hubungan positif antara rasio kelengkapan berkas dengan kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Survei dilakukan terhadap 36 BPR yang dipilih secara acak mewakili 6 propinsi di pulau Jawa, berbadan hukum perseroan terbatas dan anggota perbarindo. Unit analisis penelitian ini adalah 2.268 berkas rekening kredit nasabah. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan statistik frekuensi dan tabulasi silang, sedangkan analisis verifikatif dilakukan dengan menggunakan regresi logistik biner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelengkapan berkas memiliki hubungan positif dengan kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Hal ini menunjukkan bahwa informasi keras menentukan kemampuan nasabah untuk melunasi kreditnya. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa dalam BPR harus meningkatkan kualitas analisis terhadap informasi keras nasabah karena hal ini dapat membantu BPR untuk memilih nasabah yang memiliki kemampuan untuk melunasi kreditnya. Kata Kunci: analisis kredit, infomasi keras, kualitas kolektibilitas kredit nasabah
PENDAHULUAN Seiring dengan konsentrasi pengembangan kredit pada kredit UMKM dan kredit konsumsi, maka Bank Indonesia (BI) melalui Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 2006 mencanangkan bahwa BPR menjadi salah satu pilar penting dalam sistem keuangan mikro Indonesia. Hal ini sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki BPR, yaitu BPR memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, proses yang cepat, dan skim kredit yang lebih mudah disesuaikan. Selain itu, BPR juga unggul dalam hal pelayanan kepada nasabah yang mengutamakan B14
pendekatan personal dan ‘jemput bola’, lokasi kantor yang dekat dengan nasabah, serta lebih memahami ekonomi dan masyarakat setempat. Data akhir bulan Juli 2006 menyebutkan bahwa rata-rata saldo tabungan, deposito dan kredit per rekening nasabah BPR adalah masing-masing sebesar Rp699 ribu, Rp29,5 juta dan Rp6,7 juta. Hal tersebut mencerminkan karakteristik nasabah dan fokus layanan BPR pada masyarakat menengah kebawah serta para pengusaha mikro dan kecil (UMK). Kinerja bank dalam menyalurkan dana kredit kepada Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
masyarakat dapat dilihat dari angka LDR (Loan to Deposit Ratio atau LDR), yaitu rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank. Jika dibandingkan dengan bank umum, BPR memiliki angka LDR yang lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum. Gambar 1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2003-2007 rata-rata LDR BPR mencapai 80,93% dibandingkan dengan Bank Umum yang hanya mencapai 56,20%. Kemudian pada gambar 2 diperlihatkan bahwa khusus tahun 2008, kinerja LDR BPR masih menunjukkan angka yang lebih baik dibandingkan dengan bank umum. Rata-rata LDR BPR pada tahun 2008 mencapai 81,67% sedangkan rata-rata LDR Bank Umum hanya menunjukkan angka 73,86%. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara umum kemampuan BPR untuk menyalurkan dana kredit kepada masyarakat lebih baik dibandingkan dengan bank umum. Kinerja LDR Bank Umum dan BPR 2003-2007 87.37%
82.00%
80.73%
74.50%
80.03% 66.32%
61.56%
59.66% 49.95%
43.52%
2003
2004
2005
2006
Bank Umum
2007
BPR
Gambar 1. Kinerja LDR Bank Umum dan BPR Periode Tahun 2003-2007 (Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2008, diolah) Kinerja LDR Bank Umum dan BPR 2008 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00%
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
Namun tingginya angka kemampuan BPR dalam menyalurkan dana kreditnya dibarengi dengan angka kredit bermasalah yang cukup tinggi pula. Hal ini bisa dilihat dari angka NPL (Non Performing Loan atau NPL) BPR, yaitu penetapan kualitas kredit sebagai salah satu aktiva produktif bank berdasarkan kolektibilitasnya. Rata-rata NPL Bank Umum periode tahun 20032007 adalah 5,80% sedangkan rata-rata NPL pada periode yang sama mencapai 8,25%. Secara rinci NPL Bank Umum dan BPR periode 2003-2007 disajikan pada gambar 3. Kemudian gambar 4 menunjukkan NPL Bank umum dan BPR selama periode 12 bulan pada tahun 2008. Dari data tersebut terlihat bahwa angka NPL BPR tetap berada di atas angka NPL Bank Umum yang menunjukkan tingginya kegagalan kredit yang terjadi pada BPR. Rata-rata NPL BPR pada tahun 2008 mencapai 8,11% yang meningkat 0,13% dari ratarata NPL BPR pada tahun 2007. Sementara itu Bank Umum mencatat tingkat kegagalan kredit yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan BPR. Selama 12 bulan pada tahun 2008 ratarata NPL Bank Umum hanya mencapai 3,63%. Keseluruhan data NPL ini menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan BPR memiliki tingkat kegagalan kredit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Umum. Hal ini harus menjadi perhatian khusus, mengingat kegagalan kredit merupakan hambatan bagi BPR untuk menyalurkan kembali dana kreditnya untuk masyarakat lain yang lebih membutuhkan.
Des
Bank Umum 67.06 67.89 70.66 71.65 72.80 73.89 76.00 79.02 77.72 77.48 77.60 74.58
BPR
79.14 77.94 78.15 76.85 81.25 82.55 82.55 84.33 85.17 84.77 84.79 82.54 Bank Umum
Kinerja NPL Bank Umum dan BPR 2003-2007
BPR 9.73%
Gambar 2. Kinerja LDR Bank Umum dan BPR Periode Januari-Desember 2008 (Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2008, diolah)
Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
7.96% 6.78%
7.59%
7.56%7.97%
7.98% 6.07%
4.50%
2003
2004
4.07%
2005
Bank Umum
2006
2007
BPR
Gambar 3.
B15
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009 Kinerja NPL Bank Umum dan BPR Periode Tahun 2003-2007 (Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2008, diolah) Kinerja NPL Bank Umum dan BPR 2008 15.00% 10.00% 5.00% 0.00%
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Bank Umum 4.24% 4.21% 3.75% 3.82% 3.76% 3.54% 3.50% 3.42% 3.32% 3.34% 3.49% 3.20% BPR
8.08% 8.08% 8.08% 7.66% 7.46% 7.35% 7.17% 7.04% 6.94% 9.68% 9.95% 9.88% Bank Umum
BPR
Gambar 4. Kinerja NPL Bank Umum dan BPR Periode Januari-Desember 2008 (Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2008, diolah)
BI melalui peraturannya No. 8/19/PBI/2006 berusaha melakukan antipasi masalah kegagalan kredit dengan menegaskan bahwa penyediaan dana BPR dalam aktiva produktif wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian yang meliputi penilaian atas kondisi usaha dan kemampuan membayar debitur dengan memperhatikan faktor-faktor character, capital, capacity, condition of economy dan collateral atau yang dikenal dengan faktor-faktor 5C. Namun tataran operasional, manifestasi faktor-faktor 5C diuraikan menjadi indikatorindikator analisis kredit yang bervariasi antara satu BPR dengan BPR lainnya. Hal ini mengingat nasabah BPR adalah nasabah mikro sehingga menuntut fleksibilitas penerapan faktor-faktor 5C dalam proses analisis kredit. Tentunya fleksibilitas tersebut jangan sampai melupakan prinsip kehati-hatian karena akan menurunkan kemampuan BPR untuk menilai probabilitas pembayaran kredit nasabahnya sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas kolektibilitas kredit nasabah dan menimbulkan kegagalan kredit yang justru merugikan BPR. Pada penelitian mengenai NPL BPR yang dilakukan oleh Djohanputro dan Ronny (2007), disimpulkan bahwa B16
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit dengan lebih baik dan konsisten. NPL tinggi karena kurang disiplinnya penerapan 5C dalam analisis kredit terutama karena masalah kompetensi pegawai BPR kurang tersedianya data/ dokumen nasabah, dan kurangnya pemeriksaan ulang oleh direksi. Pada dasarnya kegiatan analisis kredit adalah melakukan observasi terhadap data indikator-indikator analisis kredit yang diperoleh dari nasabah. Hasil observasi merupakan sinyal-sinyal sebagai informasi bagi probabilitas kejadian pelunasan kredit oleh nasabah (Spence, 1973). Atas dasar informasi ini keputusan pemberian kredit diambil oleh bank. Scott (2006) menyatakan bahwa ada dua jenis informasi, yaitu informasi lunak (soft information) dan informasi keras (hard information). Informasi lunak adalah informasi yang sulit dikuantifikasi (misalnya karakter nasabah), sebaliknya informasi keras adalah informasi yang dapat dikuantifikasi (misalnya keuangan nasabah). Pada prakteknya BPR mengharuskan setiap nasabah yang mengajukan kredit untuk memenuhi persyaratan beberapa berkas administratif berupa berkas kependudukan, kepegawaian, kepemilikan agunan dan pemakaian fasilitas publik. Persyaratan berkas administratif ini diharapkan dapat mendukung analisis kredit yang dilakukan oleh petugas kredit BPR dan mempertajam keputusan BPR dalam memilih nasabah yang mampu melunasi kreditnya. Pada penelitian ini akan diuji pengaruh informasi keras pada analisis kredit BPR terhadap kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Informasi keras diproksikan melalui rasio kelengkapan berkas yang dapat dipenuhi oleh nasabah. Proksi ini diuji Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
pengaruhnya terhadap kualitas kolektibilitas kredit nasabah sebagai proksi probabilitas kemampuan nasabah melunasi kreditnya. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara rasio kelengkapan berkas dengan kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Kerangka Teori Luenberger (1995) menyatakan bahwa informasi memiliki hubungan dengan ketidakpastian karena informasi menentukan tingkat ketidakpastian suatu kejadian. Pada dasarnya informasi dapat dijelaskan oleh kumpulan deskripsi pernyataan dari ketidakpastian yang membentuk struktur informasi. Informasi mengenai ketidakpastian suatu kejadian dapat diperoleh dengan melakukan observarsi terhadap nilai variabel-variabel yang berkaitan. Hasil observasi terhadap suatu variabel tersebut adalah sinyal (signal). Beberapa sinyal dapat digabungkan menjadi kerangka informasi dan mendefinisikan sebuah struktur informasi. Baye (2009) menjelaskan bahwa pihak yang memiliki informasi dapat mengirimkan sinyal berupa indikator-indikator mengenai karakteristiknya kepada pihak yang lain. Hal ini merupakan usaha yang dilakukan pihak yang memiliki informasi untuk mengungkapkan karakteristiknya yang tersembunyi. Scott (2006) menyatakan bahwa keputusan bank memberikan kredit kepada nasabah dapat didasarkan atas informasi lunak (soft information) dan informasi keras (hard information) yang diperoleh. Informasi lunak adalah informasi yang sulit dikuantifikasi (misalnya karakter nasabah), sebaliknya informasi keras adalah informasi yang dapat dikuantifikasi (misalnya keuangan nasabah). Kedua jenis informasi ini adalah informasi pribadi (private information) yang tidak dipublikasi Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
secara umum. Keterbatasan perolehan informasi pribadi ini mengakibatkan bank tidak mampu mengukur tingkat risiko nasabah dan sebaliknya nasabah juga akan memiliki akses yang sangat terbatas menuju pasar kredit. Jehle dan Reny (2001) menjelaskan bahwa konsumen dan perusahaan dalam teori neoklasik memiliki informasi yang sempurna mengenai kualitas dan daya tahan barang yang akan mereka beli atau perusahaan memiliki informasi yang sempurna mengenai produktifitas dari input produksi yang mereka butuhkan. Dalam situasi bahwa semua pihak memiliki informasi yang sama disebut dengan informasi simetrik. Namun kualitas dan daya tahan barang bukan ditentukan oleh faktor luar melainkan ditentukan oleh produsen. Konsumen tidak dapat melakukan observasi kualitas suatu barang sebelum membeli, sehingga mendorong produsen untuk hanya memproduksi barang dengan kualitas rendah. Dengan demikian konsumen menduga bahwa setiap barang pasti berkualitas rendah. Situasi dalam hal pihak-pihak yang bertransaksi memiliki informasi yang berbeda dikatakan sebagai informasi asimetrik. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Obyek penelitian ini adalah pengaruh informasi keras pada analisis kredit BPR terhadap kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Pengukuran dilakukan terhadap sampel unit analisis berkas rekening kredit pada unit penelitian BPR. Penelitian ini menggunakan rasio kelengkapan berkas sebagai proksi informasi keras nasabah kemudian menguji pengaruhnya terhadap kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Sesuai dengan PBI Nomor: 8/19/PBI/2006 bahwa kualitas aktiva B17
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
produktif kredit berdasarkan kolektibilitasnya terdiri dari 4 golongan, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Namun dalam penelitian ini kualitas kolektibilitas kredit nasabah dikelompokkan menjadi 2, yaitu lancar dan bermasalah. Kualitas kolektibilitas kredit bermasalah meliputi kurang lancar, diragukan dan macet. Metode analisis data penelitian ini adalah deskriptif verifikatif. Pengumpulan data dilakukan dengan survei ke kantor-kantor BPR yang terpilih untuk memberikan sampel. Perangkat lunak aplikasi yang digunakan untuk mengolah data dengan teknik analisis regresi logistik adalah SPSS 13.0 for Windows. Data dan Metode Pengumpulan Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah indikatorindikator analisis kredit. Data primer ini diperoleh dengan melakukan survei ke seluruh kantor-kantor BPR yang berlokasi di propinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta serta surat menyurat dengan sampel BPR yang berlokasi di propinsi Jawa Timur. Indikator-indikator analisis diperoleh dari beberapa formulir yang digunakan BPR dalam proses analisis kredit sebagai berikut. 1. Formulir aplikasi kredit, yaitu formulir pengajuan kredit yang diisi oleh nasabah. 2. Formulir survei nasabah, yaitu formulir hasil survei nasabah di lapangan yang diisi oleh petugas BPR. 3. Formulir analisis kredit, yaitu formulir hasil analisis pengajuan kredit berdasarkan data nasabah dan hasil survei lapangan yang diisi oleh petugas BPR. 4. Surat kontrak kredit, yaitu perjanjian kredit antara BPR dan B18
5.
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
nasabah yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dokumen-dokumen administrasi kredit berupa salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) nasabah dan pasangan, salinan Kartu Keluarga (KK), bukti kepemilikan jaminan, bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bukti pembayaran listrik, telpon dan air minum, bukti penerimaan gaji, serta bukti kepegawaian, yang merupakan syarat administratif pemberian kredit.
Populasi dan Metode Penarikan Sampel Populasi obyek penelitian ini adalah seluruh berkas rekening kredit yang ada di BPR pulau Jawa, namun dalam penelitian ini perhitungan dilakukan dari bagian unit populasi. Teknik yang digunakan adalah survei sampel yaitu keterangan diambil dari wakil populasi yang disebut sampel (Nasir, 1999). Kerangka sampel untuk penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. BPR berlokasi di pulau Jawa. 2. Badan hukum BPR berbentuk Perseroan Terbatas. 3. BPR anggota Perbarindo. 4. Dari 510 BPR yang berlokasi di pulau Jawa, berbadan hukum Perseroan Terbatas dan anggota Perbarindo kemudian ditentukan jumlah sampel BPR sebagai berikut. 2 ⎡ Zα σ ⎤ n = ⎢ 2 ⎥ (Walpole,1995) ⎢ e ⎥ ⎣⎢ ⎦⎥ 5. Secara proporsional dihitung jumlah sampel BPR per propinsi. 6. Secara acak dipilih 36 BPR yang mewakili ke-6 propinsi. Dari masing-masing BPR diambil 10% dari total jumlah rekening kredit yang dimiliki oleh BPR. Total Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
jumlah sampel rekening kredit dari 36 BPR adalah 3.344 rekening yang terdiri dari 2.931 rekening dengan kualitas kolektibilitas lancar dan 413 rekening dengan kualitas kolektibilitas bermasalah (kurang lancar, diragukan, macet). Hasil dan Pembahasan Analisis Deskriptif Rasio kelengkapan berkas kredit adalah variabel yang mencatat angka rasio jumlah berkas yang dikumpulkan nasabah terhadap jumlah berkas yang seharusnya dipenuhi nasabah sebagai persyaratan administrasi pengajuan kredit. Persyaratan administratif ini terdiri dari berkas kependudukan (KTP, KK), kepegawaian (SK Pengangkatan), penghasilan (slip gaji, catatan arus kas), kepemilikan agunan (BPKB, SHM, Ijin Dagang, Ijin Trayek) dan pemakaian fisilitas publik (PLN, PAM, Telkom). Semakin kecil angka rasio ini artinya nasabah semakin tidak mampu memenuhi persyaratan administrasi aplikasi kredit. Data menunjukkan bahwa angka rata-rata rasio kelengkapan berkas kredit nasabah adalah 0,50. Artinya rata-rata nasabah BPR hanya memenuhi 50% berkas administrasi kredit yang dibutuhkan dalam proses analisis kredit. Berdasarkan angka rasio ini nasabah yang menjadi sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah nasabah yang memenuhi persyaratan berkas administrasi kredit kurang dari 50% (rasio<0,5). Kelompok kedua adalah nasabah yang memenuhi persyaratan berkas administrasi kredit lebih dari 50% (rasio>0,5). Dalam hal ini semakin tinggi angka rasio ini, maka semakin lengkap berkas persyaratan administrasi kredit yang bisa dipenuhi nasabah. Gambar 5 menunjukkan komposisi 2 kelompok nasabah Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
berdasarkan rasio kelengkapan berkas kredit. Sebanyak 37,60% nasabah dapat memenuhi persyaratan berkas administrasi kredit kurang dari 50% dan 62,40% nasabah dapat memenuhi persyaratan berkas administrasi kredit sama atau lebih dari 50%. Komposisi Rasio Kelengkapan Berkas Kredit Nasabah
Rasio<0.5, 37.60%
Rasio>=0.5, 62.40%
Gambar 5. Komposisi Rasio Kelengkapan Berkas Kredit Nasabah
Gambar 6 menunjukkan komposisi kualitas kolektibilitas kredit untuk kelompok nasabah hanya dapat memenuhi persyaratan berkas administrasi kredit kurang dari 50%. Pada kelompok nasabah tersebut, kualitas kolektibilitas kredit lancar terjadi pada 89,87% nasabah dan kualitas kolektibilitas kredit bermasalah terjadi pada 10,13% nasabah. Komposisi Kualitas Kolektibilitas Kredit Nasabah dengan Rasio Kelengkapan Berkas Kredit <0.5
Bermasalah, 10.13%
Lancar, 89.87%
Gambar 6. Komposisi Kualitas Kolektibilitas Kredit Nasabah dengan Rasio Kelengkapan Berkas Kredit <0,5
Sedangkan untuk kelompok nasabah yang dapat memenuhi persyaratan berkas administrasi kredit sama dengan atau lebih dari 50%, komposisi kualitas kolektibilitas kredit dapat dilihat pada gambar 7. Pada kelompok nasabah tersebut, kualitas kolektibilitas kredit lancar terjadi pada 90,34% nasabah dan kualitas B19
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
kolektibilitas kredit bermasalah terjadi pada 9,66% nasabah. Komposisi Kualitas Kolektibilitas Kredit Nasabah dengan Rasio Kelengkapan Berkas Kredit >= 0.5
Bermasalah, 9.66%
Lancar, 90.34%
Gambar 7. Komposisi Kualitas Kolektibilitas Kredit Nasabah dengan Rasio Kelengkapan Berkas Kredit >=0,5
Dari keseluruhan komposisi kualitas kolektibilitas kredit kelompok nasabah berdasarkan rasio kelengkapan berkas, dapat disimpulkan bahwa kelompok nasabah yang dapat memenuhi sama dengan atau lebih dari 50% persyaratan berkas administrasi kredit memiliki kualitas kolektibilitas kredit yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok nasabah yang hanya dapat memenuhi kurang dari 50% persyaratan berkas administrasi kredit. Analisis Verifikatif Pengujian terhadap variabel rasio kelengkapan berkas menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Tabel 1 menunjukkan variabel rasio ini signifikan pada alpha 0,05 dengan probabilitas signifikansi 0,000. Koefisien asli variabel ini 3,439 dengan transformasi logaritma 31,153. Hal ini berarti setiap unit kenaikan variabel rasio kelengkapan berkas akan meningkatkan odds kualitas kolektibilitas kredit lancar nasabah sebesar 3015,3% ((31,1531)x100%=31,153%). Tabel 1. Hasil Pengujian Rasio Kelengkapan Berkas B
B20
S.E.
Wal d
d f
Si g.
Exp (B)
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
Rasio Kelengkapan Berkas
3.4 39
.788
19.0 27
1
.00 0
31.1 53
Kelengkapan berkas persyaratan kredit terdiri dari berkas kependudukan (KTP, KK), kepegawaian (SK Pengangkatan), penghasilan (slip gaji, catatan arus kas), kepemilikan agunan (BPKB, SHM, Ijin Dagang, Ijin Trayek) dan pemakaian fisilitas publik (PLN, PAM, Telkom). Berkas kependudukan menyatakan validitas domisili nasabah. Hal ini memberikan kepastian menetapnya nasabah di suatu tempat, sehingga kecil kemungkinan nasabah akan melarikan diri untuk menghindari penagihan angsuran kredit. Berkas pemakaian fasilitas publik memberikan gambaran kepatuhan nasabah melunasi kewajiban dengan tepat waktu. Karakter yang sama diharapkan terjadi dengan rutinitas pembayaran angsuran kreditnya. Bukti kepemilikan agunan memberikan kepastian status kepemilikan agunan yang dijaminkan nasabah. Hal ini mempermudah proses likuidasi ketika terjadi kegagalan pembayaran angsuran kredit. Berkas penghasilan memberikan kepastian penghasilan nasabah yang menjadi sumber pembayaran angsuran kredit nasabah. Hal ini meyakinkan BPR bahwa nasabah memiliki sumber penghasilan yang cukup yang akan menjadi sumber pembayaran angsuran kredit tepat waktu setiap bulannya. Semua bukti tersebut memberikan gambaran bahwa semakin tinggi angka rasio kelengkapan berkas maka artinya nasabah dapat memberikan semakin banyak bukti yang mendukung pelunasan kreditnya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kenaikan angka rasio kelengkapan berkas maka akan meningkatkan odds kualitas kolektibilitas kredit lancar nasabah BPR, atau dengan kata lain terdapat Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
hubungan positif antara rasio kelengkapan berkas dengan kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Analisis deskriptif juga menunjukkan hasil yang konsisten bahwa nasabah yang dapat memenuhi lebih dari 50% berkas persyaratan administrasi kredit memiliki kualitas kolektibilitas kredit yang lebih baik dibandingkan dengan nasabah yang hanya dapa memenuhi kurang dari 50% berkas persyaratan administrasi kredit. KESIMPULAN Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa informasi keras yang diperoleh dari berkas administratif yang dapat dipenuhi oleh nasabah merupakan informasi yang mampu memberikan prediksi mengenai kualitas kolektibilitas kredit nasabah. Dengan kata lain hasil analisis terhadap informasi keras ini dapat membantu BPR untuk memilih nasabah yang memiliki kemampuan untuk melunasi kreditnya. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas analisis terhadap informasi keras nasabah. Seiring dengan hal tersebut, BPR perlu memperhatikan kelengkapan berkas yang harus dipenuhi oleh nasabah. Oleh karena itu, konsistensi petugas kredit untuk mewajibkan nasabah memenuhi kelengkapan berkasnya harus terus ditingkatkan. Sementara itu, sosialisasi persyaratan pengajuan kredit kepada nasabah juga perlu dilakukan sebagai bagian dari program edukasi perbankan bagi masyarakat. Pada akhirnya diharapkan tingkat kegagalan kredit BPR akan terus menurun tanpa mempersempit ruang penyaluran kredit BPR. Dengan demikian peran BPR sebagai penggerak roda ekonomi mikro dapat tercapai sesuai dengan yang dicanangkan oleh BI pada Cetak Biru BPR.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14] Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
Bank Indonesia, 2003, Arsitektur Perbankan Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia, 2006, Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat, Jakarta. Bank Indonesia, 2007, Statistik Bank Perkreditan Rakyat, Jakarta. Baye, Michael R., 2009, Managerial Economics and Business Strategy, Sixth Edition, McGraw Hill International Edition Cochran, William G., Alihbahasa: Rudiansyah, Erwin R. Osman, 1991, Teknik Penarikan Sampel, Cetakan Pertama, Edisi ke-3, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Djohanputro, Brahmantyo dan Ronny Kountur, 2007, Laporan Penelitian: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR), GTZ dan Bank Indonesia. Frame, W. Scott, Michael Padhi, dan Lynn Woosley, 2001, The Effects Of Credit Scoring on Small Business Lending in Low and Moderate Income Areas, Federal Reserve Bank of Atlanta. Ghozali, Imam, 2006, Analisis Multivariate Lanjutan Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hair et al, 2006, Multivariate Data Analysis, Sixth Editional, Prentice Hall, New Jersey. Jehle, Geoffrey A., and Reny, Philip J., 2001, Advanced Microeconomic Theory, Second Edition, Addison Wesley, United States of America. Luenberger, David G., 1995, Microeconomic Theory, McGrawHill, Inc, United States of America. Nasir, Mohammad, 1999, Metode Penelitian, Cetakan Keempat, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Okurut, Nathan; Schombee, Andrie; Van der Berg, Servaas; 2004, Credit Demand and Credit Rationing in The Informal Financial Sector In Uganda, Forum Paper, African Development and Poverty Reduction: The Macro-Micro Linkage. Perbarindo, 2005, Direktori Perbarindo 2005, Jakarta. B21
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma – Depok, 21-22 Oktober 2009
[15] Pindyck, Robert S and Rubinfeld, Daniel L, 1992, Microeconomics, Second Edition, MacMillan Publishing Company, New York. [16] Retnadi, Djoko; 2006, Arah Penyaluran Kredit Pasca PAKJAN BI 2006, Economic Review No. 203, Jakarta. [17] Riskayanto dan Novita Sulistiowati, 2006, Determinan Penyaluran Kredit Pada Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui BPR, Jurnal Ilmiah Ekonomi & Bisnis, Lembaga Penelitian Universitas Gunadarma, Depok. [18] Rivai, Veithzal, 2007, Credit Management Handbook, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta [19] Scott, Jonathan .A, 2006, Loan Officer Turnover and Credit Availability for Small Firms, Journal of Small Business management. [20] Spence, Michael, 1973, Job Market Signaling, The Quarterly Journal of Economics, Vol. 87, No. 3, pp. 355374 [21] Stiglitz, Joseph E, 1977, Symposium on Economics of Information: Introduction, The Review of Economic Studies, Vol. XLIV (3). [22] Subbotin, Aleksandr; 2005, Determinants of Access to Credit for Corporate Farms in Russia, Comparative Economic Studies, Moscow.
B22
Vol.3 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559
[23] Sutojo, Siswanto, 1997, Analisa Kredit Bank Umum; Konsep & Teknik, Cetakan II, Penerbit Lembaga PPM – PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. [24] Sutojo, Siswanto, 2000, Strategi Manajemen Kredit Bank Umum; Konsep, Teknik & Kasus, Cetakan ke1, Penerbit Damar Mulia Pustaka, Jakarta. [25] Tawaf, Tjukria P., 1999, Audit Intern Bank, Edisi ke-1, Cetakan ke-1, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. [26] Tobink, Riduan Dan Bill NikholausFanuel, 2003, Kamus Istilah Perbankan, Penerbit Atalya Rileni sudeco Jakarta, Indonesia. [27] Uyanto, Stanislaus S., 2006, Pedoman Analisis Data Dengan SPSS, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. [28] Walpoe, Ronald E., Alihbahasa: Ir. Bambang Sumantri, 1995, Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [29] Zeller, Manfred; 1994, Determinants of Credit Rationing: A Study of Informal Lenders and Formal Credit Groups in Madagascar, Food Consumption and Nutrition Division, International Food Policy Research Institute, Washington DC., USA.
Analisis Pengaruh Informasi Keras (Novita Sulistiowati)