ANALISIS PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED DAN KUALITAS LABA TERHADAP PRICE BOOK VALUE (Studi Pada Emiten di Bursa Efek Indonesia)
Disusun Oleh:
Muhammad Jauji 103082039460
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI & ILMU SOSIAL UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
ANALISIS PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED DAN KUALITAS LABA TERHADAP PRICE BOOK VALUE (Studi pada Emiten di Bursa Efek Indonesaia)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh MUHAMMAD JAUJI NIM: 103082029460
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
DR. Wiwik Utami, Ak, M.Si NIP. 131 664 643
Amilin, SE, Ak, M.Si NIP. 150 370 232
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
Hari ini Senin Tanggal Delapan Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Tujuh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Muhammad Jauji Wardhana NIM : 103082029460 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED DAN KUALITAS LABA TERHADAP PRICE BOOK VALUE (Studi pada Emiten di Bursa Efek Indonesia)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 May 2009 Tim Penguji Ujian Komperehensif
Amilin, SE, Ak, M. Si Ketua
Rini, SE, M.Si Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
ANALISIS PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED DAN KUALITAS LABA TERHADAP PRICE BOOK VALUE (Studi pada Emiten di Bursa Efek Indonesaia)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh MUHAMMAD JAUJI NIM : 103082029460
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
DR. Wiwik Utami, Ak, M.Si NIP. 131 664 643
Amilin, SE, Ak, M.Si NIP. 150 370 232
Penguji Ahli
RAHMAWATI SE, MM NIP.150 377 441
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI Nama
: Muhammad Jauji Wardhana
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 22 Mei 1981 Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Kucica JH 13 No. 3 Bintaro Tangerang
B. PENDIDIKAN FORMAL 1. SD IKAL MEDAN
: 1989 - 1995
2. SMP WIDYASANA UTAMA MEDAN
: 1995 - 1998
3. SMUN 31 PRAMUKA JAKARTA
: 1998 - 2001
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
: 2003 – 2008
C. PENGALAMAN KERJA 1. KAP JAMALUDIN ISKAK
: 2006 - 2007
2. KAP SALAKI-SALAKI
: 2007 - Sekarang
ABSTRACT
The purpose of this research are knowing and analyzing to influence of economic value added and income quality toward the price book value company that registered in Indonesia Stock Exchange with the period of the research on 2005 and 2006. Sampling method that use in this research in non probabilistic sampling with the judgment sampling. The purposive sampling is a kind of the technique in sampling method based on a certain judgment. The population in this research is 89 companies and divided into 9 groups in business area. From the population, they are just the hypothesis show is multiple regression analysis. The result of this research show that the independent variable which the economic value added and income quality have the influence to ward the price book value. Mean while the income quality doesn’t have the influence to ward the debt ratio. Keyword : economic value added, income quality, price book value.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Economic Value Added dan Kualitas Laba Terhadap Price Book Value pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode penelitian tahun 2005 dan 2006. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non probabilistic sampling, dengan teknik yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (judgement sampling) yaitu salah satu teknik pengambilan sampel non probabilistic yang dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 89 perusahaan yang terbagi menjadi 9 kelompok bidang usaha. Metode analisis yang akan digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linier berganda (multiple regression analyisis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independent yaitu Economic Value Added dan kualitas laba secara serempak berpengaruh terhadap Price Book Value. Berdasarkan hasil uji F diperoleh tingkat signifikasi 0,049 atau dengan Fhitung sebesar 3,119 dan berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil Economic Value Added mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Price Book Value, sedangkan kualitas laba tidak berpengaruh terhadap Price Book Value. Kata kunci : nilai tambah perusahaan, kualitas laba dan nilai perusahaan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirramhmaanirrahim Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanhu wa Ta’ala, yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya serta limpahan kasih sayang yang tak pernah terputus. Sujud syukur penulis haturkan karena berkat pertolonganNya dan segala kemudahan yang diberikan akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semua kesulitan yang datang selalu berdampingan dengan kemudahanNya. Begitu banyak himah dan manfaat di setiap cobaan yang engkau berikan. Ya Allah hanya Engkaulah penolongku, memberiku jalan keluar dengan cahaya dan petunjukMu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, sang qudwah kita, khatamul nabiyyin yang membawa kita kejalan kebenaran, serta keluarga, sahabat dan umatnya yang istiqomah hingga yaumil akhir kelak. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi & Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang menjelaskan tentang pengaruh Economic Value Added Dan Kualitas Laba terhadap Price Book Value emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penulis dengan segala kekurangannya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini karena skripsi ini amat jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun amat kami harapkan
Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit kendala yang penulis hadapi, namun dengan bantuan dan dukungan dari berbagaipihak akhirnya dapat teratasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada: 1. Mami tersayang yang telah banyak berkorban demi penulis dengan setiap
keringat dan air mata, Semoga Allah SWT
selalu
melindungimu dan menyangimu sebagaimana engkau melindungi dan menyayangiku sewaktu kecil. 2. Papi tersayang (Almarhum) yang telah membesarkan penulis walaupun kini kau tak sempat melihatku beranjak dewasa. Semoga Allah SWT menerima seluruh amal shaleh dan Ibadah mu disisi NYA, dan selalu melindungi dan menyangi mu sebagaimana engkau melindungi dan menyayangiku sewaktu kecil. 3. Buat keluarga penulis, Mamak putri, Bapak Thomas, Adiku tersayang Narita yang telah banyak membantu penulis, Semoga Allah SWT memberikan Pahala yang berlipat bagi mereka. 4. Bapak Drs M.Faisal Badroen,MBA., Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. 5. Bapak Drs Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA., selaku Ketua Jurusan Akuntansi. 6. Ibu DRWiwik Utami Akt., selaku Dosen pembimbing I yang dengan sabar membibing penulis.
7. Bapak Amilin, SE, Ak, M.Si., Selaku pembimbing II. Dengan ketekunanya memeriksa skripsi ini menjadikan lebih sempurna 8. Teman-teman akuntansi D, Yuli, Orie, Roems, Sophie, Lele, Yasmin, Ulfa, Dika, Nova, Farid, Ruhyan, Iwan, Ntie,Uwie, Fauzah, Nadiroh, Club PS Eko, Agus, Wahid, Liqo2 Subki, Andri, Oki, Deki, Yophie, Sobat seperjuanganku feril.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI …………………………………. i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF………………. ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ……………………...... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………...…… iv ABSTRACT…………………………………………………………… v ABSTRAK ……………………………………………………………. vi KATA PENGANTAR ………………………………………………...vii DAFTAR ISI …………………………………………………………... x DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xii DAFTARA TABEL ……………………………………………………xi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………...…xv BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Penelitian …………………………...…. 1 B. Perumusan Masalah ………………………………………9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………….10 1. Tujuan Penelitian……………...…………………10 2. Manfaat Penelitian……………………………….10
BAB II : TINJAUAN PUSATAKA……………………………… … 11 A. Landasan Teori …………………………………………….. 11 1. Pengukuran Kinerja Keuangan……………………… 12
2. Economic Value Added……………………………. 14 3. Laba ………………………………………………… 25 4. Kualitas Laba ………………………………………..40 B. Penelitian Terdahulu…………………………………………43 C. Kerangka Pemikiran………………………………………….44 D. Hipotesis……………………………………………………...45 BAB III : METODELOGI PENELTIAN………………………………………..46 A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………46 B. Metode Penentuan Sampel…………………………………...46 C. Metode Analisis……………………………………………...48 1. Uji Asumsi Klasik…………………………………....48 2. Metode Aanalisi Data………………………………...51 3. Pengujian Hipotesis…………………………………..52 E. Operasional Variabel Penelitian……………………………...54 1. Variabel Terikat……………………………………...55 2. Variabel Bebas……………………………………….56 BAB IV : Hasil dan Pembahasan ………………………………………………..60 A. Hasil dan Pembahasan………………………………………..60 1. Kondisi umum Price Book Value dan Variabel-Variabel yang mempengaruhinya ……………………………. 61 2. Hasil Analisis……………………………………...…64 a. Statistik Deskriptif……………………………….64 b. Uji Asumsi Klasik………………………………..65
c. Model Analisi Regresi Berganda……………...…69 3. Hasil Pengujian Hipotesis……………………………70 a. Hasil Uji Adjusted R2……………………………71 b. Hasil Uji F (Pengujian Secara Simultan)………...72 c. Hasil Uji t (Pengujian Secara parsial)……………73 4. Pembahasan hasil Penelitian…………………………74 BAB V : PENUTUP……………………………………………………………..75 A. KESIMPULAN………………………………………………………75 B. IMPLIKASI…………………………………………………………..76 C. SARAN……………………………………………………………....77 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………78 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR 2.1 Konsep Laba 2.2 Celah-Celah Manajemen Laba 2.3 Hubungan Prilaku manajer dengan manajemen laba 2.4 Motivasi dan sasaran manajemen laba 2.5 Kerangka pemikiran 4.1 Grafik PP Plot 4.2 Grafik Scetter Plot
DAFTAR TABEL 3.1 Jumlah Populasi Penelitian 3.2. Operasionalisasi Variabel 4.1 Proses Pemilihan Sampel 4.2 Perusahaan yang masuk kriteria sampel 4.3 Statistik Deskriptif 4.4 Coefficients 4.5 Model Summary 4.6 CoefficientsI (Model Regresi Berganda) 4.7 Model Summary (Hasil Uji R Square) 4.8 Anoa (Hasil Uji F)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Net Income After Tax – biaya bunga perusahaan tahun 2005 dan 2006 Lanpiran 2 : Data keuangan Perusahaan tahun 2005 dan 2006 Lampiran 3 : Perhitungan Waighted Average Cost of Capital Lampiran 4 : Perhitungan Invested Capital Lampiran 5 : Perhitungan Economic Value added Lampiran 6 : Perhitungan Kualitas Laba Lampiran 7 : Perhitungan Price Book Value
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Tujuan utama didirikan sebuah perusahaan selaku entitas bisnis adalah mendapatkan keuntungan yang digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dengan demikian baik manajemen dan pemegang saham ingin dapat menikmati keuntungan yang stabil pada priode yang lama, sehingga di era globalisasi sekarang semua pihak cenderung menilai kinerja perusahaan dari besarnnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Namun laba juga tidak dapat dijadikan ukuran kinerja yang baik karena tidak mempertimbangkan besamya modal disetor untuk mendapatkan laba tersebut Sebagai contoh dua perusahaan yang berbeda, perusahaan X dan Y, menghasilkan laba yang sama dan mempunyai pertumbuhan laba yang sama pula. Misalkan perusahaan X harus investasi lebih banyak modal daripada perusahaan Y untuk menjaga tingkat pertumbuhan labanya. Dalam hal ini, perusahaan X cenderung untuk berinvestasi dalam segala bentuk asalkan pertumbuhan laba yang dihasilkan tetap. Tetapi perusahaan Y menjadi unggul
karena
ditinjau
dari
penggunaan
modalnya,
perusahaan
Y
menggunakan modalnya untuk kegiatan operasional adalah lebih efisien. Laba yang besar pun tidak menjamin besarnya nilai deviden kas yang diterima pemegang saham karena apabila laba yang dihasilkan perusahaan laba yang terkandung memiliki banyak akrual ketimbang arus kas masuk dari
1
aktivitas operasi. Hal ini terjadi kemungkinan karena perusahaan melakukan manajemen laba, yaitu proses manipulasi laba sedemikian rupa akan tetapi masih tetap berada dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dengan demikian menurut Dewi (2006) laba yang dihasilkan perusahaan tidak memiliki kualitas baik sebab didalam laba dilaporkannya terdapat lebih banyak akrual dibandingkan jumlah kas yang sebenarnya yang dilaporkan. Kualitas laba dapat ditentukan dengan mengacu pada nilai yang menunjukan pada seberapa besar laba tersebut dapat menghasilkan uang kas. Kualitas laba diukur dengan membandingkan aliran kas operasi dengan laba akuntansi (laba agregat) saat ini, seperti yang dilakukan oleh Djamitko (1999) dalam Dewi (2006). Maka dari itu, tujuan menghasilkan laba yang sebesar-besarnnya sudah tidak relevan lagi di masa sekarang karena tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada pemilik saja, namun juga kepada stakeholders karena keputusan startegi yang diambil juga berdampak pada stakeholders tersebut yang meliputi: para pelanggan, pemasok, manajer perusahaan, pegawai, pekerja, kreditor, pemerintah dan masayarakat luas karena maksimalisasi keuntungan hanya akan menguntungkan kepada satu pihak dan cenderung tidak memperhatikan pihak lainnya. Sudah saatnya tujuan perusahaan berubah dari maksimalisasi laba menjadi maksimalisasi nilai atau value. Adanya agency cost yang timbul akibat hubungan principal dan agent menuntut pemilik perusahaan untuk dapat menetapkan tujuan sehingga agency cost tersebut dapat dikurangi karena adanya sistem penilaian yang tepat terhadap kinerja
perusahaan, Dengan demikian tujuan maksimalisasi nilai lebih tepat daripada maksimalisasi laba. Value building berfokus pada jangka panjang dan profit maximization bersifat jangka pendek. Maka dari itu, diperlukan pengukuran kinerja yang berdampak positif bagi seluruh stakeholders yaitu yang memberikan perencanaan yang matang terhadap penggunaan modal perusahaan, Sehingga pertumbuhan tanpa komitmen terhadap perencanaan modal yang baik adalah awal dari jatuhnya suatu perusahaan. Stewart (1993) dalam Utomo (1999) menyatakan bahwa “In sum, rapid growth can be misleading indicator of added value because it can be generated simply by pouring capital into a business. Earning an acceptable rate of return is essential to creating value. Growth adds to value only when it is accompanied by an adequate rate of return”. Selama ini alat populer untuk mengukur kinerja keuangan adalah melalui analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan yaitu: rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio pertumbuhan, Namun kemudian disadari bahwa rasio ini memiliki kelemahan. Kelemahan utamanya adalah rasio tersebut mengabaikan biaya modal sehingga sulit mengetahui apakah perusahaan telah menciptakan nilai tambah atau tidak dan adanya distorsi akuntansi dimana manajemen mempunyai kontrol penuh atas metode penilaian yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan, menyebabkan pengukuran kinerja berdasarkan laporan keuangan tidak dapat diandalkan. Contoh nyata adalah penggunaan metode penyusutan secara garis lurus, saldo menurun atau jumlah angka tahun. Metode saldo menurun akan menghasilkan
laba bersih lebih besar pada periode akhir usia kegunaan sebuah aktiva. Sementara penggunaan metode garis lurus untuk penyusutan aktiva menyebabkan biaya penyusutan yang relatif stabil sepanjang usia kegunaan aktiva tersebut. Berbagai metode untuk penilaian persediaan antara lain berdasarkan FIFO, LIFO, atau Weighted Average. Dalam kondisi ekonomi yang berkembang dimana harga-harga barang dan jasa cenderung naik, penggunaan LIFO akan memberikan beban pokok penjualan (Cost of Goods Sold) yang lebih rendah dibandingkan dengan metode lain. Jelas bahwa pajak dan laba bersih juga akan terpengaruh akibat penggunaan metode ini. Dengan adanya distorsi akuntansi ini maka pengukuran kinerja berdasarkan laba per saham (earning per share), tingkat pertumbuhan laba (earnings growth) dan tingkat pengembalian (rate of return) tidak efektif lagi. Adanya Economic Value Added (EVA) menjadi relevan untuk mengukur kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena EVA adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. Dengan adanya EVA, maka pemilik perusahaan hanya akan memberi imbalan (reward) aktivitas yang menambah nilai dan membuang aktivitas yang merusak atau mengurangi nilai keseluruhan suatu perusahaan. Aktivitas yang value added dapat dipisahkan dari aktivitas nonvalue added berdasarkan proses value added assessment. Diharapkan pemilik perusahaan dapat mendorong manajemen untuk mengambil actions atau strategi yang value added karena hal ini memungkinkan perusahaan untuk beroperasi dengan baik. Manajemen akan
digaji dalam jumlah besar, jika mereka menciptakan nilai tambah yang besar pula. Banyak hal lain dalam perusahaan dimana EVA juga berperan. Economic Value Added membantu manajemen dalam hal menetapkan tujuan internal perusahaan supaya tujuan berpedoman pada implikasi jangka panjang dan bukan jangka pendek saja. Dalam hal investasi EVA memberikan pedoman untuk keputusan penerimaan suatu project (capital budgeting decision), dan dalam hal mengevaluasi kinerja rutin (performance assessment) manajemen, EVA membantu tercapainya aktivitas yang value added. EVA juga membantu adanya sistem penggajian atau pemberian insentif (incentive compensation) yang benar dimana manajemen didorong untuk bertindak sebagai owner. Ada tiga hal utama yang membedakan EVA dengan tolok ukur keuangan yang lain (Mc Daniel, Gadkari dan Fiksel 2000) dalam Yulius dan Pradono (2004) yaitu: (1) EVA tidak dibatasi oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pengguna EVA bisa menyesuaikan dengan kondisi spesifik, (2) EVA dapat mendukung setiap keputusan dalam sebuah perusahaan, mulai dari investasi modal, kompensasi karyawan dan kinerja unit bisnis, (3) Struktur EVA yang relatif sederhana membuatnya bisa digunakan oleh bagian engineering, environmental dan personil lain sebagai alat yang umum untuk mengkomunikasikan aspek yang berbeda dari kinerja keuangan. Menurut Utomo (1999) menunjukan bahwa Economic Value Added dapat menjadi pengukuran kinerja yang lebih baik karena tidak semua perusahaan meskipun menghasilkan laba namun belum tentu menghasilkan
nilai tambah dari modal yang ditanam oleh investor, Fernandez dalam Pradhono (2004) menunjukan bahwa petumbuhan Economic Value Added sering dengan pertumbuhan Market Value Added. Namun Sasongko dan Wulandari (2006) menunjukan bahwa Economic Value Added tidak berpengaruh terhadap return saham yang diterima. Sedangkan menurut Dewi (2006) menunjukan bahwa manajemen laba berdampak negatif dan signifikan terhadap kualitas laba, perusahaan yang melakukan manajemen laba akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas laba perusahaan tersebut dan pasar bereaksi positif dan signifikan terhadap kuantitas laba ketimbang kualitas laba, sehingga laba yang tinggi tidak menjamin memiliki rasio deviden pay out yang tinggi pula, sebab laba yang dimiliki perusahaan tersebut memiliki kandungan banyak akrual ketimbang laba kas yang diterima dari aktivitas operasi perusahaan. Pada perusahaan publik nilai perusahaan dikaitkan dengan nilai saham yang beredar di pasaran apakah maksimalisasi nilai yang dilakukan oleh manajemen berdampak terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini akan menganalisis pengukuran kinerja perusahaan melalui economic value added dan Kuanitas laba yang dihasilkan perusahaan berpengaruh terhadap nilai suatu perusahaan. dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh economic value added dan Kualitas laba Terhadap Price Book Value”. Dengan menggunakan objek penelitian pada semua jenis perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada priode pelaporan keuangan 2005 dan 2006.
Penelitian ini merupakan replikasi dan integrasi dari beberapa penelitian yaitu: Penelitian Dewi (2006), Megawati (2007), Sasongko dan Wulandari (2006), Yulius dan Pradono (2004). Untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya maka penelitian ini merubah beberapa faktor lainnya: 1) Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah Economic Value Added dan kualitas laba terhadap nilai perusahaan (Price Book Value). Sedangkan
dalam
Penelitan
Sasongko
dan
Wulandari
(2006)
menggunakan variabel Economic Value Added terhadap harga saham, Penelitian Yulius dan Pradono (2004), Megawati (2007) menggunakan variabel Economic Value Added terhadap return saham dan penelitian Dewi (2006) menggunakan variabel Manajemen Laba terhadap Kualitas Laba dan Return Saham. Variabel ini digunakan dalam penelitian ini dikarenakan peneliti sebelumnya belum pernah menemukan penelitian sebelumnya yang menguji hubungan antar variabel tersebut. 2) Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitan adalah Economic Value Added pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan berbagai jenis bidang industri namun dibatasi oleh annual report perusahaan yang dapat menyediakan data untuk penelitian ini, sedangakan dalam penelitian Sasongko dan Wulandari (2006), Yulius dan Pradono (2004), Megawati (2007) menggunakan objek penelitian terbatas pada perusahaan industri manufaktur.
3) Periode Penelitian Periode penelitian ini meliputi periode pelaporan keuangan 2005 dan 2006, sedangakan Yulius dan Pradono (2004) menggunakan data tahun 2000 sampai dengan 2002, Dewi (2006) menggunakan data tahun 2000 sampai dengan 2003 dan penelitian Sasongko dan Wulandari (2006) menggunakan data 2001 sampai dengan 2002.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah Economic Value Added dan Kualitas Laba berpengaruh terhadap Price Book Value perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
C. Tujuan dan Manfaat 1) Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Economic Value Added dan Kualitas Laba berpengaruh terhadap Price Book Value perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2) Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan; Diharapkan dengan penelitian dapat membantu pihak perusahaan untuk memahami bagaimana mengevaluasi kinerja perusahaan. b. Bagi Pemegang saham dan Manajer; Penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan objektif dan relevan terhadap pemberian insentif kepada manajemen dari kinerja perusahaan yang dihasilkan.
c. Bagi investor; Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi investor sebelum melakukan pilihan investasi pembelian saham suatu perusahaan dengan mengamati nilai tambah dan kualitas laba yang dihasilkan perusahaan. d. Bagi Akademisi dan Pembaca; Dapat dijadikan referensi, bacaan, dan dapat dibandingkan antara penelitian ini, dan penelitian sebelumnya serta penelitian yang akan datang mengenai topik yang dibahas dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori Laporan keuangan menurut IAI dalam PSAK (2006:2) merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang meliputi: a) Laporan Laba Rugi Menggambarkan penghasilan yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan serta laba rugi yang diperoleh selama priode tertentu. b) Laporan Perubahan Ekuitas Merupakan Perubahan Saldo laba Perusahaan dalam suatu priode akuntansi. c) Neraca Menggambarkan keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu dan diklasifikasikan menurut Aktiva, Kewajiban dan Modal. d) Laporan Arus Kas Menggambarkan arus kas perusahaan selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan perdagangan. e) Catatan atas laporan Keuangan Merupakan penjelasan terhadap kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan pada posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
11
1. Pengukuran Kinerja Perusahaan Setiap perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan dari pemegang sahamnya, pengukuran kinerja diperlukan untuk menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tersebut. Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan laporan keuangan banyak menggunakan rasio keuangan. Kelebihan pengukuran tersebut adalah kemudahan dalam perhitungan selama data historis tersedia. a. Financial Ratio Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah financial ratio, yang dianalisis dari laporan keuangan perusahaan. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan menghitung berbagai macam rasio. Emery dan Finnerty (1997) dalam Iramani dan Febrian (2005) mengelompokkan rasio keuangan dalam enam kelompok, yaitu: liquidity ratio, asset activity ratio, leverage ratio, coverage ratio, profitability ratio dan market value ratio. Penggunaan financial ratio sangatlah penting, terutama dalam analisis fundamental. Analisis ini mencakup keadaan fundamental dari perusahaan yang dianalisis serta industri baik industri perusahaan yang dianalisis maupun industri lain yang terkait. Financial ratio membantu perusahaan dalam mengidentifikasi berbagai kekuatan dan kelemahan perusahaan (Keown 1996: 94) dalam Iramani dan Febrian (2005). Selanjutnya, menurut Keown terdapat dua cara untuk membandingkan data keuangan perusahaan,
yakni: (1) dengan analisis trend, yaitu membandingkan financial ratio antar waktu dan (2) dengan analisis comparative, yaitu membandingkan financial ratio suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Kelebihan dari penggunaan financial ratio sebagai pengukur kinerja keuangan adalah karena mudahnya dalam proses perhitungannya, selama data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap. Namun disisi lain terdapat kelemahan financial ratio karena perhitungannya berdasarkan data akuntansi. Salah satu kelemahan dari pengukur akuntansi adalah rasio-rasio tersebut dihasilkan dari nilai buku. Menurut Yanindya (1998) dalam Iramani dan Febrian (2005) bahwa nilai kinerja keuangan tidak mencerminkan nilai yang ada di pasar. Misalnya, jika terdapat dua perusahaan yang identik, baik asset maupun struktur modalnya, namun berbeda waktu pendiriannya, maka perusahaan yang lebih dulu berdiri memiliki laba bersih yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berdiri kemudian. Hal ini tentu saja dapat dipahami, karena perusahaan yang lebih dahulu berdiri cenderung memiliki nilai penyusutan lebih yang lebih kecil. Distorsi lain dari penggunaan data akuntansi adalah penggunaan metode penyusutan maupun metode dalam menilai persediaan. Metode penyusutan saldo menurun akan menghasilkan laba bersih lebih besar pada akhir umur ekonomis aktiva sedangkan metode garis lurus untuk penyusutan aktiva akan mengakibatkan biaya penyusutan yang relatif stabil sepanjang umur aktiva tersebut. Dalam kondisi dimana harga
barang cenderung naik, penggunaan LIFO dalam menilai persediaan akan menyebabkan beban pokok penjualan menjadi rendah sehingga pajak dan laba perusahaan juga akan terpengaruh, akibat penggunaan metode ini. Dari uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa penggunaan metode yang berbeda baik metode penyusutan maupun metode dalam menilai persediaan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya akan menghasilkan
keuntungan
yang
berbeda
pula.
Sehingga
sulit
membandingkan kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan financial
ratio
manakala
perusahaan
yang
diperbandingkan
menggunakan metode yang berbeda. Akibatnya pengukuran kinerja dengan rasio-rasio berdasarkan laporan keuangan tidak menghasilkan nilai pengukuran yang akurat. Accounting profit tidak mencerminkan dengan baik economic profit dari suatu perusahaan. 2. Economic Value Added EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (Cost of Capital). "Economic Value Added (EVA) is a residual income measure that subtract the cost of capital (c *) from the operating profits generated in the business." (Stewart, 1993: 118) dalam Iramani dan Febrian (2005), sedangkan Residual income adalah "the difference between
operating income and the minimum dollar return required on a company's operating assets." (Hansen and Mowen, 1994: 834) seperi yang dikutip Iramani dan Febrian (2005) EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Manajemen dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut Stewart (1993) dalam Utomo (2005): 1) Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal. 2) Menginvestasikan modal baru ke dalam project yang mendapat return lebih besar dari biaya modal yang ada. 3) Menarik
modal
dari
aktivitas-aktivitas
usaha
yang
tidak
menguntungkan. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal berarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Selain itu, dengan berinvestasi ke project-project yang menerima return lebih besar daripada biaya modal (cost of capital) yang digunakan berarti manajemen hanya mengambil project yang bermutu dan meningkatkan nilai perusahaan. Economic Value Added (EVA) juga mendorong manajemen untuk berfokus pada proses dalam perusahaan yang menambah nilai dan mengeliminasi aktivitas atau
proses yang tidak menambah nilai. Perhitungan EVA suatu perusahaan merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena perusahaan harus menentukan terlebih dahulu biaya modalnya. 1) Manfaat Economic Value Added Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah perusahaan. Menurut Tunggal (2001) dalam Iramani dan Febrian (2005) beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain: a) EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan (trend). b) Hasil
perhitungan
EVA
mendorong
pengalokasian
dana
perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah. Sedangkan
menurut
Utama
(1997:10)
dalam
Iramani
dan
Febrian(2005), manfaat EVA adalah: a) EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value creation). b) EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur modal. c) EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaximumkan
tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaximalkan dan. d) EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya. Selain Keunggulan yang telah dijelaskan diatas, EVA merupakan pengukuran yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai signal terjadinya Financial Distress pada suatu perusahaan Salmi dan Virtanen (2001) dalam Iramani dan Febrian (2005). Jika suatu perusahaan tidak dapat memperoleh profit di atas required of return, maka EVA akan menjadi negatif, dan hal ini merupakan warning akan terjadinya Financial Distress bagi perusahaan tersebut.
2) Keunggulan dan Kelemahan Economic Value Added Menurut Iramani dan Febrian (2005) salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah: a) EVA
memfokuskan
penilaian
pada
nilai
tambah
dengan
memperhitungan beban sebagai konsekuensi investasi. b) Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur
modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku. c) Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian (4) Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts dan. d) Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis. Keunggulan EVA sebagai pengukur kinerja juga terletakpada kemampuannya untuk menyatukan tiga fungsi pentingmanajemen, yaitu: capital budgeting, performance appraisal danincentive compensation (Higgins
1998).
Keputusan capital budgeting didasarkan pada
discounted EVA, kinerja unit bisnis bisa diukur dengan EVA dan kompensasi insentif bisa tergantung pada unit EVA relatif terhadap target yang tepat.
Tetapi EVA sebagai ukuran kinerja juga mempunyai beberapa keterbatasan antara lain: a) Sebagai ukuran kinerja masa lampau EVA tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa depan perusahaan. b) Sifat pengukurannya merupakan potret jangka pendek, sehingga manajemen cenderung enggan berinvestasi jangka panjang, karena bisa mengakibatkan penurunan nilai EVA dalam periode yang bersangkutan. Hal ini bisa mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan di masa depan. c) EVA mengabaikan kinerja non keuangan yang sebenarnya bisa meningkatkan kinerja keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (2001),
tanpa
balanced
scorecard,
strategi
value
based
management memang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan intensitas aktiva tetapi akan kehilangan kesempatan menciptakan tambahan nilai, yaitu strategi pertumbuhan pendapatan jangka panjang melalui investasi pelanggan, inovasi, perbaikan proses, teknologi informasi dan kemampuan karyawan. d) Tidak cocok diterapkan pada industri tertentu. Penggunaan EVA untuk mengevaluasi kinerja keuangan mungkin tidak tepat untuk beberapa perusahaan,
misalkan perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi seperti pada sektor teknologi (Dierks dan Patel 1997).
e) Tidak bisa diterapkan pada masa inflasi. De Villiers (1997) mengindikasikan bagaimana inflasi akan mengakibatkan distorsi pada EVA dan menunjukkan bahwa EVA tidak dapat digunakan selama periode inflasi untuk mengestimasi profitabilitas aktual
3) Cost of Capital Biaya modal atau cost of capital adalah tingkat pengembalian minimum yang diharapkan oleh pemegang saham (pemilik) perusahaan dalam investasinya. Untuk praktisi bidang keuangan, istilah cost of capital dalam Utomo (1999) ini digunakan: a) Sebagai tarif diskonto (discount rate) untuk membawa arus kas masa mendatang suatu project ke nilai sekarang (present value). b) Sebagai tarif minimum yang diinginkan untuk menerima project baru. c) Sebagai biaya modal (capital charge) dalam perhitungan economic value added. d) Sebagai bandingan (benchmark) untuk menaksir tarif biaya pada modal yang digunakan. Cost of capital sangat dipengaruhi oleh hubungan antara risiko (risk) dan tingkat pengembalian (return), dimana semakin besar risiko yang ditanggung oleh investor semakin tinggi pula tingkat pengembalian yang dikehendaki sebelum nilai tambah dapat diciptakan dan semakin
tinggi biaya modal yang timbul. Komponen cost of capital terdiri dari biaya ekuitas (cost of equity) dan biaya hutang (cost of debt). Cost of equity adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki investor karena adanya
ketidakpastian tingkat laba. Kewajiban
membayar bunga dan pokok hutang membuat laba bersih perusahaan lebih bervariasi (naik turun) daripada laba operasi, dan sehingga menyebabkan timbulnya tambahan risiko. Jadi biaya ekuitas ini mencakup adanya risiko bisnis (business risk) dan risiko financial (financial risk). Business risk adalah risiko yang berhubungan dengan tidak stabilnya laba atau profit, sedangkan financial risk adalah risiko kesulitan financial dalam hal pembayaran biaya bunga dan pokok pada hutang. Biaya hutang (cost of debt) adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki karena adanya risiko kredit (credit risk), yaitu risiko perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan pokok hutang. Dengan kata lain, cost of debt adalah tarif yang dibayar perusahaan untuk memperoleh tambahan hutang baru jangka panjang di pasar sekarang. Perusahaan Standard & Poor's dan Moody's adalah dua perusahan Amerika yang memberikan rating pada obligasi yang dijual oleh perusahaan publik. Semakin tinggi rating yang diberikan (misalnya rating AAA atau A) maka semakin kecil kemungkinan perusahaan penerbit obligasi untuk default dalam pembayaran bunga dan pokoknya.
Kedua komponen biaya modal diatas digunakan untuk menentukan biaya modal tertimbang rata-rata (weighted average cost of capital WACC) atau c* dalam perhitungan EVA. WACC adalah biaya ekuitas dan biaya hutang masing-masing dikalikan dengan persentase ekuitas dan hutang dalam struktur modal perusahaan. Biaya bunga (interest) dapat dikurangkan dari penghasilan dalam rangka menentukan pendapatan kena pajak (interest on debt is tax deductible), maka cost of debt dalam perhitungan WACC adalah aftertax cost of debt. Supaya menambah nilai dalam perusahaan, sebuah investasi atau project harus memperoleh tingkat pengembalian yang lebih besar daripada WACC. Strategi manajemen dalam berinvestasi seyogyanya mempertimbangkan ada tidaknya penciptaan nilai tambah ekonomis dari investasi baru tersebut. G. Bennet Stewart (Stewart, 1993: 138139) dalam Utomo (1999) mengidentifikasikan tiga strategi oleh manajemen dalam upaya menciptakan nilai yaitu: a) Improve operating efficiency b) Achieve profitable growth, or c) Rationalize
and
exit
unrewarding
business:
liquidate
unproductive capital or curtail investment in unrewarding projects. Untuk
meningkatkan
efisiensi
operasional,
manajemen
memisahkan value added activities dari non-value added activities. Proses-proses yang tidak menambah nilai kepada stakeholder 6
(khususnya customer) dihilangkan dan memperbaiki proses yang menciptakan nilai sesuai dengan Value Added Assessment Process. Dengan
membatasi
investasi
di
project-project
yang
kurang
menguntungkan diharapkan manajemen dapat menggunakan modalnya secara lebih baik untuk investasi di project yang menambah nilai dan tingkat pertumbuhan perusahaan.
4) EVA and Perform Asessment Pada suatu perusahaan, pemilik perusahaan akan menunjuk dan memberi wewenang kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan sehari-hari. Manajemen cenderung mempunyai kontrol penuh atas segala strategi atau tindakan yang dilakukan meskipun masih ada campur tangan dari pemilik. Pada perusahaan yang besar dimana
kepemilikan
tersebar
ke
banyak
pemegang
saham,
manajemenlah yang mengontrol dan bertanggung jawab penuh atas operasional sehari-hari. Pemisahan antara kepemilikan dan kontrol ini menyebabkan terjadinya conflict of interest antara pemilik sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Untuk memperkecil biayabiaya yang timbul akibat agency problem maka dibentuklah suatu sistem performance assessment yang memberi insentif pada strategi atau tindakan manajemen yang menambah nilai. Perencanaan sistem evaluasi kinerja dan prestasi yang benar sangat penting karena hal tersebut berhubungan dengan sistem penggajian atau kompensasi.
Penentuan kriteria-kriteria yang dipakai sebagai pedoman evaluasi akan mempengaruhi cara kerja dan sebagai motivator kerja manajemen. Sejalan dengan adanya desentralisasi pada kontrol dan pengambilan keputusan dalam perusahaan, pemilik memerlukan suatu kontrol dalam unit-unit yang ada untuk memastikan tindakan-tindakan yang
dilakukan
konsisten
dengan
tujuan
perusahaan
secara
keseluruhan. Kontrol dapat dicapai melalui penetapan tujuan dan evaluasi kinerja. Faktor-faktor dalam pengukuran kinerja bergantung pada tingkat desentralisasi suatu pengambilan keputusan dalam perusahaan. Faktor kuantitatif umum digunakan untuk pedoman keberhasilan suatu manajemen, adapun faktor kualitatif juga tidak dapat dipisahkan. Penggunaan anggaran atau budget sebagai pedoman ukuran keberhasilan manajemen sudah tidak relevan lagi untuk tujuan value building, karena hal tersebut berfokus pada angka-angka akuntansi. Seperti dikatakan dalam buku The Quest for Value: "The use of budgets for bonuses is a vestige of an archaic accounting model that emphasizes earnings over cash flow, control over delegation, variances instead of vision, and questions instead of answers. That model must go." Stewart (1993: 5) dalam Utomo (1999). Tujuan perusahaan untuk maksimalisasi nilai memerlukan pedoman atau alat ukur dimana penciptaan nilai perusahaanlah yang melandasi kriteria nantinya. Jadi Economic Value Added sangat sesuai
untuk masuk dalam kriteria pengukuran keberhasilan kinerja manajemen. 3. Laba Menurut Sofyan Safri Harahap (1999:151), laba akuntansi adalah perbedaan antara penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada priode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan. 1) Konsep Laba Laba menurut akuntansi adalah selisih pengukuran antara pendapatan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Laba hanya merupakan angka artikulasi dan tidak didefinisikan secara ekonomik seperti aktiva atau hutang. IAI tidak menterjemahkan income dengan istilah laba, tetapi dengan istilah penghasilan yaitu : kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Konsep laba tersebut adalah: a) Pendapatan/laba fisik (phisical income). Menunjukkan konsumsi barang/jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan dan keinginan individu. b) Pendapatan/laba nyata (real income). Menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang ditunjukkan oleh kenaikan cost of living.
c) Pendapatan/laba uang (money income). Menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber-sumber ekonomi yang digunakan untuk konsumsi dengan biaya hidup (cost of living).
Konseonsep Laba
Laba Fisik
Laba Nyata
Laba Uang
Gambar 2.1 Konsep Laba *Sumber : Suhendah (2005) Laba akuntansi memiliki karakteristik sebagai berikut (1) didasarkan pada transaksi aktual yang berasal dari penjualan barang dan jasa, (2) Mengacu pada kinerja perusahaan selama periode tertentu, (3)
Didasarkan pada prinsip
pendapatan yang memerlukan
pemehaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan, (4) memerlukan pengukuran biaya yang relevan.
2) Agency Relationship and Costs Hubungan antara pemilik perusahaan sebagai pihak yang melimpahi wewenang (principal) dan manajemen sebagai pihak penerima wewenang (agent) dinamakan principal-agent relationship. Pemilik sebagai principal memberikan wewenang kepada manajemen untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari, dan menajemen sebagai penerima wewenang tersebut diharapkan dapat bertindak sesuai
dengan keinginan para pemilik perusahaan. Karena kepemilikan sebuah perusahaan besar dapat disebarkan diantara banyak shareholders, maka berarti pemegang saham tidak dapat mengawasi secara teratur dan efektif jalannya operasional perusahaan. Agency problem muncul karena adanya conflict of interest antara principal dan agent. Biaya-biaya yang ditimbulkan oleh adanya conflict of interest ini dinamakan agency costs. Agency costs dapat berupa monitoring costs yaitu biaya untuk mengontrol dan memonitor kegiatan operasi perusahaan akibat adanya informasi yang tidak seimbang antara pemilik dan manajemen, dan residual losses yaitu kerugian yang diderita pemilik perusahaan akibat dari kelakuan manajemen yang menyimpang.
3) Manajemen Laba Manajemen laba adalah konsep yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak memiliki kualitas (quality financial reporting). Suhendah (2005) laporan keuangan yang paling sering dimanipulasi oleh perusahaan adalah laporan rugi laba. Perusahaan cenderung mengelola bottom line dari laporan rugi laba karena investor akan melihat bottom line laporan rugi laba sebagai usaha memperoleh EPS (earning per share/laba perlembar saham) yang dapat menunjukan tingkat pengembalian (return) dari investasi.
Manajemen laba merupakan suatu proses yang disengaja, menurut standar akuntansi keuangan untuk mengarah pelaporan laba pada tingkat tertentu. Menurut Suhendah (2005) yang termasuk kategori manajemen laba adalah (1) Rekayasa kebijakan Akuntansi akrual (discretionary Accrual), (2) Praktik Penataran Laba (income smoothing), (3) Manipulasi alokasi pendapatan dan biaya (4) Perubahan akuntansi struktur modal. Manajemen laba memiliki cakupan luas di bandingkan dengan income smoothing karena manajemen percaya reaksi pasar didasarkan atas pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga prilaku laba merupakan aspek penentuan resiko pasar usaha. Manajemen usaha juga dapat diartikan macam – macam dalam oleh Suhendah (2005) dapat diartikan bermacam – macam, tergantung dari sisi perspektif atau cara pandang. Beberapa definisi tentang manajemen laba adalah : a) Dari sudut etika menurut Rockness et, al (1994) manajemen laba diartikan sebagai “Any action on the part of mananjemen which affect reported income and which provides no true economics advantage to the organization and may in fact the long term be detrimental”. b) Ayeress (1994) mengartikan manajemen laba sebagai “an intentional structuring of reporting or production/investments decisions around the bottom impact. It encompasses income smoothing behavior but also includes any attempt to alter reported income that would not
occour unless manajemen was concerned with financial reporting implications”. c) Schipper (1989) mengartikan manajemen laba sebagai “disclosure management in the sense of purposeful intervention in the eksternal reporting process, with intent of obtaining some private gain”. d) Fischer et, al (1994) mengartikan manajemen laba sebagai “the actions of manager that are intended to increase (decrease) current reported earning of the unit for which the manager is responsible without generating a corresponding increase decrease) in the long term of economic profitability of the unit”. e) Securities Exchange Commission (SEC) mengartikan manajemen laba sebagai “practive by which reflect the desires of management rather than the under lying financial performance of the company “. f) Wahlen et, al (1999) mengartikan manajemen laba sebagai “earning management occours when managers use judgement in financial reporting and in structuring transaction to alter financial report to either mislead some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influence actual outcomes that depend on reperted accounting numbers”. Definisi keenam dari manajemen laba diatas memiliki arti yang luas dibandingkan definisi-definisi lainnya, karena mengandung tiga aspek penting yaitu (1) ada banyak alasan atau justifikasi yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi laporan keuangan perusahaan (2)
manajemen laba digambarkan sebagai sesuatu yang tidak sebenarnya kepada pemegang saham tentang kinerja ekonomi perusahaan dan justifikasi yang digunakan manajemen laba pada manfaat dan biaya. 1) Pola Manajemen Laba Menurut Scott (2006:345) Manajemen mungkin melakukan bebagai pola untuk melakukan manajemen laba, namun pada umumnya berpola sebagai berikut: a) Taking a bath, pola ini dilakukan ketika pada priode reorganisasi suatu perusahaan. Apabila manajemen akan melaporkan suatu kerugian, lebih baik melaporkannya dalam jumlah besar sebagai akibatnya hal ini akan meningkatkan kemungkinan keuntungan yang besar di kemudian hari disebabkan
oleh
penarikan
beban-beban
pada
priode
mendatang. b) Income minization, pola ini dilakukan ketika suatu perusahaan memiliki keuntungan
yang besar,
sehingga
perusahaan
cenderung melakukan pembenanan pada biaya yang dapat dikapitalisasi, menghitung rugi selisih kurs namun tidak menghitung juga laba selisih kurs perusahaan perubahan penggunaan metode akuntansi seperti depresiasi, sebagai akibatnya meskipun laba kas perusahaan tinggi namun pajak perusahaan dapat ditekan.
c) Income maximation, Berdasarkan pada positive accounting theory manajemen melakukan pola peningkatan laba bersih perusahaan atas tujuan bonus. d) Income Smoothing, pola ini dilakukan manajemen dengan mengatur beban antar priode pelaporan akuntansi sehingga laba dapat dipertahankan stabil.
2) Celah dan teknik manajemen laba Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari berbagai asumsiasumsi akuntansi. Adanya asumsi-asumsi tersebut memberikan kesempatan untuk dilakukannya manajemen laba. Manajemen laba mungkin terjadi dalam rangka manipulasi laporan keuangan yang berbentuk laporan laba rugi dengan tujuan meningkatkan laba. Diantara asumasi-asumsi akuntansi mungkin adanya manajemen laba adalah : a) Pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi dan estimasi. Hal ini berkaitan dengan metode kebijakan akuntansi yang dipilih oleh perusahaan dengan bebas sepanjang tidak menyimpang dari
standar
akuntansi
keuangan.
Pemilihan
persedian
perusahaan yang menginginkan laba yang tinggi pada awal tahun dapat menggunakan metode penyusutan garis lurus (straight line method). Perbedaan dalam metode penilaian persediaan seperti FIFO, LIFO Average akan berpengaruh pada
harga pokok penjualan dan laba bersih perusahaan. Kebijakan estimasi dapat diaplikasi dengan mengatur masa manfaat suatu aktiva, misalnya suatu aktiva memiliki masa manfaat 5 tahun dan bukannya 3 tahun. b) Pengakuan pendapatan (revenue) dan beban (expense). Konsep ini mengacu pada konsep matching principle dimana expense ditandingkan dengan konsep revenue. Laporan keuangan dalam akuntansi disusun atas dasar akrual (accrual basis) sehingga revenue diakui pada saat dihasilkan dan expense diakui pada saat terjadi karena perusahaan bebas menentukan kapan ingin mengakui pendapatan (revenue) dan beban (expense), misalnya perubahan dapat menghapus piutang pada periode tahun buku sekarang (current period) atau pada saat tahun. c) Discretionary items. Berkenaan dengan cara perusahaan dalam mengelola pengeluaran-pengeluaran yang akan membawa manfaat di masa depan. Contoh discretionary items yang dapat dikelola perusahaan adalah biaya penelitian pengembangan (research and development cost), biaya perawatan mesin dan peralatan, (peralatan and maintenance cost), biaya pemasaran dan iklan (marketing and advertising expense). Perusahaan dapat menunda atau mengurangi suatu biaya jika ingin memperoleh laba yang lebih besar dari suatu periode akuntansi.
d) Nonrecurring and non operating items. Hal ini berkaitan dengan jenis pendapatan dan pengeluaran/beban yang bukan berasal dari kegiatan operasional normal suatu perusahaan dan transaksi ini jarang terjadi (non recurring) contoh non recurring items adalah perusahaan memperoleh keuntungan (gain) dengan menjual aktivanya. Menurut Merchant yang dikutip oleh Baharudin (2004), manajemen
laba
dapat
diklasifikasikan
dalam
operating
manipulations and accounting manipulations. Manipulasi operasi berkaitan dengan usaha untuk merubah keputusan operasionil yang mempengaruhi aliran dana dan pendapatan bersih untuk suatu periode. Manipulasi akuntansi berkenaan dengan penggunaan fleksibilitas dalam standar akuntansi keuangan untuk merubah besarnya
pendapatan.
Instrumen
yang dikembangkan
oleh
Merchant (1998) yaitu 13 skenario manajemen laba, terdiri dari 6 manipulasi operasionil dan 7 manipulasi akuntansi. A. Manipulasi operasionil: a) Masukan pengeluaran yang sebelumnya direncanakan untuk tahun depan ke tahun sekarang, karena laba tahun pengeluaran yang tidak penting sehingga perusahaan terlihat mempunyai laba pada tahun sekarang. b) Menunda pengeluaran dari Februari dan Maret sampai April untuk memenuhi target perkuartalan.
c) Menunda pengeluaran dari November dan Desember ke Januari
tahun
berikutnya
untuk
memenuhi
target
perkuartalan. d) Menawarkan kondisi penjualan yang menarik pada akhir tahun untuk menarik penjualan tahun depan ke tahun sekarang agar memenuhi target penjualan sekarang. e) Memproduksi dengan lembur untuk sedapat mungkin mengirim produk sebelum akhir tahun. f) Menjual asset yang berlebih untuk memperoleh tambahan laba. B. Manipulasi akuntansi a) Tidak melakukan pembelian yang diterima dalam bulan Desember sampai Februari tahun depan. b) Bila laba melebihi target tahun ini, manajer memutuskan untuk membayar di muka pengeluaran tahun depan dan mencatatnya sebagai pengeluaran tahun ini. c) Bila laba melebihi target tahun ini, maka manajer memutuskan
untuk
menghapuskan
inventori
yang
sebetulnya dapat dijual pada masa mendatang dengan harga wajar. d) Di tahun depan, inventori yang sudah dihapus tersebut itu ada yang membeli. Manajer mengabaikan penghapusan
terdahulu agar dapat melaksanakan proyek pengembangan yang mungkin telah ditunda karena keterbatasan anggaran. e) Sama seperti no (d) tetapi untuk alasan memenuhi target laba. f) Untuk memenuhi target laba, manajer meminta konsultan yang saat ini melakukan konsultasi pada perusahaan untuk tidak mengirimkan tagihan sampai tahun depan walaupun jumlah tagihan tidak seberapa. g) Sama seperti no (f) tetapi jumlah tagihan yang cukup signifikan.
Asumsi-asumsi akuntasi • Pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi, estimasi • Pengkuan pendapatan dan beban • Pengluaran yang memberikan manfaat di masa depan • Pendapatan dan beban yang bukan berasal dati operasi normal perusahaan
Tingkah laku manajer
Manajemen laba
Pelaporan keuangan Gambar.2.2 Celah-Celah Manajemen Laba * Sumber : Suhendah (2005)
3) Manajemen Laba dan Asimetri Informasi Menurut Scott yang dikutip oleh Suhendah (2005) jika beberapa pihak yang terkait dalam transaksi bisnis memiliki lebih banyak informasi dibanding dengan pihak lainnya maka kondisi seperti itu dinamakan sebagai asimetri informasi (information asymetri). Manajer sebagai penyaji laporan keuangan memiliki informasi yang lebih dibandingkan dengan para pemilik dan pemakai laporan keuangan lainnya. Perilaku disfungsional para manajer akibat adanya asimetri informasi akuntansi dalam penyajian laporan keuangan tidak terlepas dari pertimbangan konsekuensi ekonomi menurut zeff yang dikutip oleh Suhendah (2005) adalah dampak laporan akuntansi pada perilaku pengambilan keputusan bisnis atau pemerintah, perkumpulan atau investor dan kreditor. Tinjauan konsekuensi
ekonomi
terhadap
pilihan
alternatif
prosedur
akuntansi yang berbeda, berasal dari pengembangan beberapa faktor yang dapat menjelaskan perbedaan prosedur akuntansi diantara berbagai perusahaan, misalnya pajak, hubungan kontrak dan pengendalian kepemilikan merupakan faktor-faktor yang memotivasi manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menambah atau mengurangi laba yang dilaporkan. Salah satu bentuk perilaku disfungsional yang berkaitan dengan asimetri informasi adalah praktik perataan laba (income
smoothing). Perataan laba merupakan salah satu aspek dalam manajemen laba. Koch yang dikutip oleh Suhendah (2005) mengartikan perataan laba sebagai salah satu cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan melalui metode akuntansi (secara artificial) atau melalui transaksi (secara real). Bentuk lain dari perilaku disfungsional manajer adalah melakukan pemilihan metode akuntansi. Manajer melakukan pemilihan metode depresiasi garis lurus atau yang dipercepat untuk menentukan besar atau kecilnya laba yang dilaporkan pada keuangan akuntansi baik secara efisien dapat memaksimalkan nilai suatu perusahaan atau secara oportunistik. Perilaku Manajer
Fungsional
Konsekuensi Ekonomi
Disfungsional Asimetri Informasi
Manajemen Laba
Pemilihan Metode Akutandsi
Oportunistik
Praktik Penataan Laba (Income smooting)
Efisien
Artificial
Gambar 2.3 Hubungan antara perilaku manajer dengan manajemen laba * Sumber : Suhendah (2005)
Real
4) Motivasi dan Sasaran manajemen laba Menurut Healy et, al yang dikutip oleh Suhendah (2005) ada tiga motivasi atau alasan yang mendasari terjadinya manajemen laba, yaitu: a) Motivasi Pasar Modal (capital market motivations). Motivasi yang dilakukan dengan alasan pasar modal disebabkan adanya anggapan bahwa laba merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan oleh investor dalam menilai harga sahamnya. Oleh karen itu manajer berusaha membuat laporan keuangan dalam menilai harga saham. Oleh karena itu, manajer berusaha membuat laporan keuangan tampak sehat dan baik dengan maksud untuk mempengaruhi kinerja harga saham dalam jangka pendek. b) Motivasi Kontrak (contracting motivations). Dikaitkan dengan kegunaan data akuntansi untuk membantu memonitor dan meregulasi kontrak manajemen secara implisit dan eksplisit berhubungan dengan kinerja perusahaan. c) Motivasi peraturan (regulatory motivations). Bagi penerapan standar manajemen laba penting karena dapat mengarah kepada penyajian laporan keuangan yang tidak benar (missleading) dan mempengaruhi alokasi sumber-sumber yang ada.
Manajemen laba dapat terjadi karena adanya asimetri informasi antara investor dengan manajer yang membuka peluang untuk melakukan window dressing lewat pengaturan kebijakan akrual. Kebanyakan akrual digunakan sebagai ukuran rekayasa kebijakan yang mengarahkan suatu kepentingan pihak manajemen perusahaan. Hal lain yang mendorong terjadinya manajemen laba adalah adanya teori keagenan yang menyatakan bahwa kontrak antara agen dengan principal sama-sama memberikan dorongan untuk menguntungkan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik. Praktik manajemen laba yang dilakukan mempunyai tiga sasaran,
yaitu
minimalisasi
biaya
politis
(political
cost
minimization), maksimalisasi kesejahteraan para manajer (manager wealth maximizatiuon), minimisasi biaya finansial (manager of financing cost). Sasaran manajemen laba cukup komprehensif karena mencakup cukup banyak aspek dalam perusahaan baik demi keuntungan pribadi manajer atau perusahaan secara keseluruhan. Cormkier et, al yang dikutip oleh Suhendah (2005). Manajemen laba
Motivasi : • Pasar modal • Kontrak • Peraturan • Asimetri Informasi • Keagenan Minimisasi biaya
Maksimasi kesejahteraan manajer
Gambar 2.4 Motivasi dan sasaran manajemen laba *Sumber : Suhendah (2005)
Minimisasi biaya finansial
4.
Kualitas Laba Tindakan manajemen untuk membuat laporan keuangan menarik bagi para
pengguna ada kalanya hanya memperhatikan kuantitas, Khususnya pada laba, dibandingkan dengan kualitasnya. Kualitas laba sangat dipengaruhi oleh perilaku manajemen dalam menyiapkan angka-angka dalam laporan keuangan. Laba dikatakan berkualitas jika tidak terdapat penyimpangan dari fakta sesungguhnya dalam pemprosesan perolehannya, meskipun secara teori tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang berlaku, sehingga keputusan yang diambil oleh penggunanya tidak menimbulkan bias. Banyak perusahaan-perusahaan yang memiliki laba tinggi tetapi ternyata tidak mampu membayar deviden, tidak mampu membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, tidak mampu berinvestasi dan malahan diantara mereka bangkrut dan harus dibubarkan. Perusahaan-perusahaan demikian menggambarkan laba yang mereka laporkan dengan arus kas yang mereka hasilkan. Perusahaan-perusahaan yang melaporkan laba yang tidak diimbangi dengan arus kas yang hampir identik itu, dapat dikatakan laba yang berkualitas rendah. Laba yang berkualitas (Quality of income) menggambarkan hubungan antara laba usaha (accounting activities). Semakin tinggi korelasi antara laba usaha dan arus kas semakin baik kualitas laba Djatmiko yang dikutip oleh Dewi (2005). Konsep kualitas laba menunjukkan kesadaran bahwa laba usaha mengandung banyak akrual dan deffered non kas dan hal ini memberikan indikasi kualitas likuiditas yang baik. Manajemen secara subjektif dapat melakukan
kebijaksanaan akuntansi yang berpengaruh besar dalam penentuan laba, tetapi tidak menghasilkan adanya arus kas, sehingga yang diperoleh oleh para investor hanyalah laba di atas kertas. Perlu dilakukannya pengukuran atas kualitas laba timbul dari kebutuhan akan perbandingan antar perusahaan untuk memahami perbedaan kualitas yang digunakan sebagai penilaian yang didasarkan pada laba. Kualitas laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, namun terdapat pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dapat digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas laba. Pendekatan kuantitatif yang menggunakan rasio sedangkan pendekatan kualitatif menggunakan pendapat (judgment) atau pandangan yang berlandaskan dengan logika, pengalaman dan wawasan. Kualitas laba tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat laba yang dilaporkan, melainkan menurut siegel yang dikutip oleh Dewi (2005) meliputi understatement dan overstatement dari laba bersih, stabilitas dan komponen-komponen dalam laporan laba rugi, realisasi resiko asset, pemeliharaan atas modal, dan dapat merupakan predikator dalam masa depan (predictive value). Pendeteksian awal atas kualitas laba perusahaan-perusahaan yang memiliki karakteristik berikut ini dapat diindikasikan memiliki kualitas laba yang rendah. Perusahaan dengan resiko usaha tinggi diyakini dapat memiliki kualitas laba yang rendah. Risiko usaha yang tinggi ini diantaranya dapat dilihat dari pertumbuhan laba yang meningkat secara drastis, perusahaan sering melakukan pergantian auditor, perusahaan sering melakukan insider transaction, perusahaan yang melakukan kebijakan akuntansinya. Yang kurang atau bahkan tidak realistis
sesuai dengan substansi ekonominya dapat dinggap memiliki kualitas laba dan pelaporan yang rendah, Perusahaan yang menggunakan manajemen laba juga mengindikasikan kualitas laba yang rendah karena laba tidak disajikan sebagaimana mestinya, Penurunan discretionary cost juga mengindikasikan penurunan kualitas laba. Pemeliharaan yang tidak layak pada barang-barang modal seperti (bangunan, mesin dan peralatan) juga menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan berkualitas rendah, demikian pula dengan laba yang tidak diimbangi oleh arus kas dapat dikatakan laba yang berkualitas rendah. Kualitas laba dapat dibangun melalui sifat time series dari laba seperti persistensi (persistence). Persistensi mengacu pada kemampuan laba yang konsisten atau mampu untuk bertahan pada tingkat laba yang diperolehnya. Laba yang memiliki kecenderung naik turun secara drastis bukanlah dari tipe laba persisten. Prediktibilitas menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan harus dapat memprediksi laba yang akan datang yang sesuai dengan proses dan tujuan yang diprediksikan. Variabilitas juga menggambarkan kualitas laba dimana kualitas laba yang baik dihubungkan dengan laba perlahan-lahan (smoothness). Salah satu pendekatan untuk menaksir kualitas laba dengan variabilitas adalah dengan melihat antara pendapatan dan aliran kas dari aktivitas operasi.
B. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai Economic Value Added menunujukan Economic Value Added dapat menjadi pengukuran kinerja yang lebih baik karena tidak semua perusahaan meskipun menghasilkan laba namun belum tentu menghasilkan nilai tambah dari modal yang ditanam oleh investor Utomo (1999), dan pada penelitian penelitian Sasongko (2006) menunjukan bahwa Economic Value Added tidak berpengaruh terhadap harga saham, dan pada penelitian Pradhono (2004) tidak berpengaruh terhadap return saham yang diterima. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai manajemen laba dan kualitas laba mengungkapakan manajemen laba muncul ketika proses penawaran saham perdana (Gumanti, 2001), (Assih et,al 2005). dan manajemen laba berpengaruh terhadap kualitas laba Dewi (2005), dan pada penelitian Boediono (2005), Sialgan et, al (2005) menyimpulkan komponen good corporate governance yang paling berpengaruh terhadap kualitas laba adalah komite audit. Hal ini sesuai dengan penelitian surata et, al bahwa komite audit berpengaruh positif untuk meredam praktek manajemen laba. Penelitian suryana (2005) menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit memiliki kualitas laba yang lebih baik dari perusahaan yang tidak memiliki komite audit. Dari berbagai penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba memiliki kualitas laba yang rendah.
C. Kerangka Pemikiran Laba yang dilaporkan sering digunakan oleh manajemen sebagai signal bagi investor mengenai kinerja perusahaan, namun tidak semua laba berkualitas laba yang baik karena laba yang mengadung banyak akrual ketimbang laba dari arus kas, tidak dapat memprediksikan laba dimasa depan, tidak persisten. Hal ini disebabkan oleh prilaku manajemen laba karena melakukan manipulasi laba dan juga laba yang besar juga tidak menunjukan kinerja manajemen yang baik karena tidak memperhaikan besaran modal yang digunakan untuk mendapatkan laba tersebut. Namun apakah setiap peningkatan Economic value Added dan kualitas laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Price Book Value). Economic value added Variabel Independen
Price Book Value Variabbel Dependen
Kualitas laba Variabel Independen
Gambar.2.5 Skema Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Dari penjelasan tersebut maka peneliti membuat hipotesis atau dugaan sementara atas suatu hubungan, sebab akibat dari kinerja variabel yang perlu dibuktikan kebenarannya. H1 : Economic Value Added dan kualitas laba berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan (Price Book Value) H2 : Economic Value Added berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Price Book Value). H3 : Kualitas Laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Price Book Value).
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 dan 2006. Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu laporan keuangan selama dua tahun berturut-turut agar mendapatkan jumlah sampel yang representatif. Alasan dipilihnya tahun 2005 dan 2006 untuk melakukan penelitian berdasarkan data yang paling baru ketimbang penelitian terdahulu. Data-data yang akan digunakan dalam proses perhitungan dalam penelitian ini merupakan data skunder kuantitatif, yang berupa angka-angka dari laporan keuangan perusahaan dan diukur dan diuji secara statistik. Diperoleh dari Pusat Preferensi Pasar Modal (PPRM) Indonesia di BEI dan web site http://www.isx.co.id.
B. Metode Penentuan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non probabilistic sampling, yaitu pengambilan sampel yang bersifat tidak acak, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling atau judgement sampling) yaitu salah satu teknik pengambilan sampel non probabilistic yang dilakukan
46
berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu dalam Supomo dan Indriantono (2002:120). Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari berbagai jenis industri pada periode tahun 2005 dan 2006. Masing-masing kelompok bidang perusahaan ini terdiri dari beberapa perusahaan terbuka yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian Bidang Usah Perusahaan
No.
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertambangan 10 Pertanian dan Perkebunan 11 Industri Dasar dan Kimia 53 Industri Otomotif & Elektronika 46 Industri Makanan dan Minuman 37 Properti dan Real Estate 35 Keuangan 65 1nfrastruktur, Utilitas & Tranportasi 20 Perdagangan, jasa dan investasi 71 Jumlah Populasi 348 * Sumber Indonesian Capital Market Directory tahun 2005 dan 2006.
Sampel yang akan ditarik dalam penelitian ini, harus memenuhi kriteria-kriteria yang dibutuhkan, yakni sebagai berikut: 1. Perusahaan mempunyai laporan keuangan yang berakhir 31 Desember. 2. Mempunyai
Annual
Report
yaÿÿ
peÿÿÿÿpaÿÿsardm peÿÿ Desember.ÿÿ lt1m3.
berÿÿikan
Perusahaan
berubah sektor industrinya selama dilakukan penelitian ini.
C. Metode Analisis
data
harga tidak
Metode analisis yang akan digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah metode analilis regresi linier berganda (multiple regresion analysis). Regresi linier berganda bertujuan untuk menguji dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui kelinieran pengaruh secara bersamaan Economic Value Added, Kualitas Laba terhadap Nilai Perusahaan (Price Book Value). 1. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian regresi linier berganda, terlebih dahulu
dilakukan
uji
asumsi
klasik
meliputi
uji
normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedasitas. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2007:82) mengatakan model yang baik dan representatif harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation) sehingga memenuhi asumsi dasar klasik, yaitu: a. Tidak ada Multikolinearitas diantara variabel yang dijelaskan. b. Tidak terjadi heteroskedastisiitas. c. Tidak ada autokorelasi. d. Data yang digunakan dalam penelitian ini harus berdistribusi normal.
Dalam penelitian ini, uji asumsi klasik yang digunakan diantaranya:
a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut Ghozali (2007:112) uji normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut: 1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan distribusi pola normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. b. Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (Ghozali, 2007:92). Untuk
mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Apabila tolerance mendekati 1 atau nilai VIF di sekitar angka 1 maka tidak terjadi multikolinearitas. c. Uji Autokorelasi Menurut Ghozali (2007) Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan penggunaan pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Dalam mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson, dimana hipotesis yang diuji adalah : Ho : tidak ada autokorelasi (r = 0) Ha : ada autokorelasi (r ≠ 0) Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut : 1) Bila nilai Darwin Watson dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif; 2) Bila nilai Darwin Watson diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi; 3) Bila nilai Darwin Watson diatas +2, berarti ada autokorelasi negatif;
d. Uji Heteroskedasitas Uji Heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari satu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedasitas.
Untuk
menguji
ada
atau
tidaknya
heteroskedasitas dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterlot antara SPRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yaN telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi –Y sesungguhnya) yang telah distudentized (Ghozali ,2007). Dengan dasar analisis jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedasitas. 2. Metode Analisis Data Analisis data
dalam
penelitian
ini dapat dilakukan dengan
menggunakan model persamaan regresi berganda (Ghozali 2007:85). Regresi linier berganda memiliki rumus sebagai berikut: Y = α + b1EVA + b2KL + ε
Keterangan : Y
= Nilai Perusahaan (Price Book Value)
α
= Konstanta
b l, b 2
= Koefisien Regresi
EVA
= Nilai Tambah Perusahaan (economic value added)
KL
= Kualitas Laba
ε
= error term
3. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan melalui dua tahap yaitu : pengujian hipotesis pertama dengan uji adjusted R2 (koefisien determinasi), uji F, dan uji t (Ghozali:2007). Dan merangking standardized coefficients beta yang diperoleh dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS versi 15.00. Pengujian hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini yaitu, diduga adanya pengaruh yang signifikan dan positif antara Economic Value Added dan Kualitas Laba Terhadap Nilai Perusahaan (Price Book Value) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1) Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Untuk mengetahui seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square). Jika Adjusted R Square adalah sebesar 1 maka fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R Square berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.
Sebaliknya, jika nilai Adjusted R Square semakin mendekati 0, berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen (Ghozali:2007:83) 2) Uji F (pengujian secara Simultan) Uji F dilakukan untuk mengetahui variabel independen secara bersamasama (simultan atau serempak) terhadap variabel dependen, maka digunakan uji F dengan melihat Fhitung lebih besar dari Ftabel dan tingkat signifikan lebih kecil dari pada alpha(0.05). Jika Fhitung lebih besar dari Ftabel dan tingkat signifikan lebih kecil dari pada alpha, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Sebaliknyaa, jika Fhitung lebih kecil dari pada Ftabel dan tingkat signifikan lebih besar dari pada alpha, maka variabel independen secara bersamasama tidak mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2007:84). 3) Uji t (Pengujian secara Parsial) Uji t dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen, dan untuk mengetahui arah hubungan variabel independen terhadap variabel dependen, apakah mempunyai hubungan yang positif atau hubungan yang negatif terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui apakah setiap
variabel independen
mempunyai pengaruh yang positif atau negatif, maka pertama-tama dilihat taraf signifikannya. Jika lebih kecil dari pada alpha (0.05), maka variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel independen. Dan jika lebih besar dari pada alpha (0.05), maka
variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Untuk melihat arah hubungan variabel independen terhadap variabel dependen, maka dilihat dari t hitung, jika t hitungnya positif maka mempunyai arah hubungan yang positif yang artinya jika variabel independen naik maka variabel dependen juga naik. Sebalikanya jika t hitungnya negatif maka mempunyai arah hubungan yang negatif yang artinya jika variabel independen naik maka variabel dependen akan turun (Ghozali, 2007:48).
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini diukur melalui instrumeninstrumen yang telah dikembangkan dan digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Namun sebelumnya dilakukan terlebih dahulu transformasi data untuk
menormalkan
data
variabel
penelitian
menggunakan
bentuk
transformasi Log Natural (LN) (Ghozali, 2007:33), Hal ini disebabkan nilai yang terlalu jauh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Penggunaan instrumen-instrumen dari penelitian-penelitian terdahulu dimungkinkan karena telah teruji tingkat validitas dan reabilitasnya. Berkaitan dengan tema diatas maka terdapat tiga variabel penelitian, yaitu:
1. Variabel dependen (dependent Variable)
Dependent variable adalah variabel tidak bebas yang keadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai Perusahaan (Price Book Value). Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh dengan membandingkan nilai buku per lembar saham dengan harga pasar per lembar saham. Semakin tinggi harga pasar ketimbang nilai buku per lembar saham maka semakin besar nilai perusahaan, sebaliknya jika semakin rendah harga pasar ketimbang nilai buku per lembar saham maka semakin kecil nilai perusahaan Brigham (1999) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006:10). Variabel ini diberi simbol (PBV). Variabel Price Book Value dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Harga Pasar Per Lembar Saham Price Book Value
= Nilai Buku Per Lembar
Variabel Independen (Independent Variable) Independent variable adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini yang menjadi independent variable adalah economic value added dan kualitas laba, dengan penjelasan sebagai berikut: a) Economic Value Added (XI)
Dalam penelitian mi digunakan Rumus Perhitungan Economic Value Added untuk mengukur kinerja perusahaan berdasarkan penelitian Dwitayanti (2005) dalam megawati (2007). Dengan rumus sebagai berikut : Eva = NOPAT – CAPITAL CHARGER
=NOPAT-(WACC χ INVESTED CAPITAL
NOPAT adalah Laba bersih dikurangi dengan Pajak ditambah Biaya bunga atas pinjaman dari lembaga keuangan. CAPITAL CHARGES adalah aliran dana yang dibutuhkan untuk mengganti para investor atas resiko usaha dari modal yang ditanamkan. Weighted Average Cost of Capital adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal yang diberikan bobot sesuai dengan penggunaannya dalam struktur perusahaan
WACC = {Dx rd (1-Tax)} + (Ex re)
(D) Menghitung tingkat modal dari hutang, Dimana dari perbandingan antara hutang dengan junlah hutang ditambah ekuitas. Total hutang D = Total hutang + Ekuitas
(Rd) Menghitung biaya hutang (Cost of debt), diketahui dari perbandingan antara beban bunga dengan jumlah hutang dari lembaga keuangan atau sejenisnnya seperti obligasi.
Rd
Biaya bunga Total Hutang
=
(Tax) Merupakan tingkat pajak perusahaan dari dalam laporan laba rugi maka diketahui bahwa pajak perusahaan berasal dari beban pajak berbanding terbalik dengan laba seelum pajak. Tax
=
Total Ekuitas Total Hutang + Ekuitas
(E) Menghitung tingkat modal aari ekuitas diketahui dari perbandingan antara total ekuitas dengan jumlah hutang dan ekuitas. Total Ekuitas E
= Total hutang + Ekuitas
(Re) Menghitung cost equity diketahui dari 1/PER dimana PER diketahui dari annual report. 1 Re
= Price Earnings Ratio
Invested Capital = Total Hutang + Ekuitas – Pinjaman Jangka pendek tanpa bunga interprestasi hasil sebagai berikut:
•
Jika EVA > 0 hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
•
Jika EVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
•
Jika EVA = 0 hat ini menunjukkan posisi impas karena laba telah
digunakan
untuk
membayar
kewajiban
kepada
penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham. b) Kualitas Laba (X2) Pendekatan yang sederhana untuk mengevaluasi kualitas laba adalah rasio yang membandingkan arus kas dari aktivitas operasi dengan laba usaha. Rasio ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi atas perbedaan antara arus kas dan pendapatan yang dilaporkan. Pada penelitian ini pengukuran kualitas laba menggunakan rumus yang telah dilakukan oleh Djamitko (1999) dan dikutip oleh Dewi (2005), yang menilai kualitas laba dengan membandingkan antara aliran kas dari aktivitas operasi dengan laba bersih perusahaan, dimana semakin tinggi korelasi antara laba usaha dengan arus kas maka semakin baik pula kualitas laba perusahaan tersebut.
CFO QI
= Net Income
CFO
= Arus kas dari aktivitas operasi untuk
perusahaan i tahun t. Net Income
= Laba bersih untuk perusahaan i tahun t.
Rasio lebih dari 1 menandakan bahwa laba yang dilaporkan memiliki kualitas yang tinggi, sebab menandakan tiap satu rupiah dihasilkan oleh satu rupiah cash. Rasio dibawah 1 menandakan kualitas laba yang rendah. Definisi dan pengukuran variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut: Tabel.3.2 Operasionalisasi Variabel Variabel EVA
Jenis Variabel Deskripsi Nilai tambah yang Independen
Megawati (2007)
dihasilkan dari modal
Indikator = NOPAT - (WACC x
Skala Rasio
INVESTED CAPITAL)
Disetor Kualitas Laba
Independen
Dewi (2005)
Laba yang memiliki
Arus kas dari
kandungan kas lebih
aktivitas operasi /laba
banyak daripada
bersih Perusahaan
Rasio
kandungan akrual
Price Book Value
Dependen
Menggambarkan
Harga Pasar per Lembar
Wahyudi dan
Besamya
Saham/ Nilai Buku per
Pawestri (2006)
Nilai Perusahaan
lembar Saham
BAB IV
Rasio
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses pemilihan Sampel Berdasarkan kriteria pada bab tiga maka dipilih sebanyak 89 sampel dari berbagai perusahaan berlatar bidang industri yang berbeda atau sebanyak 26 %, sedangkan yang tidak termasuk dalam kriteria sampel penelitian ini sebanyak 259 perusahaan atau 74 %. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut: Tabe1 4.1 Proses Pemilihan Sampel No Keterangan 1 Perusahaan Publik yang listing di BEI. 2 Perusahan Publik yang tidak sesuai dengan criteria sampel. 3 Perusahaan Publik yang mengeluarkan Annual Report
Jumlah % 348 100 259 74 89
26
yang berisikan data yang dibutuhkan dalam penelitian Setelah proses pemilihan sampel penelitian tersebut, maka terpilih 89 sampel perusahaan dari berbagai jenis usaha. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 3.3 berikut:
Tabel. 4.2
Perusahaan yang sesuai dengan kriteria sampel. No.
Bidang Usaha Perusahaan
Jumlah
1 Pertambangan
4
2 Pertanian dan Perkebunan
2
3 Industri Dasar dan Kimia
2
4 Industri Otomotif & Elektronika
2
5 Industri Makanan Dan Minuman
1
6 Properti Dan Real Estate
7
7 Keuangan
25
8 Infrastruktur, Utilitas & Transportasi
9
9 Perdagangan, Jasa dan Investasi
37 Jumlah sampel
89
B. Hasil dan Pembahasan 1. Kondisi Umum Nilai Perusahaan (Price Book Value) dan Variabelvariabel yang Mempengaruhinya Ketika pasar saham menentukan Nilai Perusahaan (Price Book Value), maka sebelumnya perusahaan seharusnya mempertimbangkan variabel-variabel yang mempengaruhinya, dengan demikian perusahaan dapat menentukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitian variabel yang ingin diuji apakah mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan (Price Book Value) adalah Economic Value Added dan kualitas laba. Berikut ini adalah gambaran kondisi umum masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
a) Nilai Perusahaan (Price Book Value)
Rasio Price Book Value diukur dengan membagi harga pasar saham dengan nilai buku saham (1999) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006:10). Semakin tinggi nilai pasar ketimbang nilai buku saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut. Berdasarkan perhitungan bahwa secara umum rata-rata rasio Price Book Value selama periode penelitian tahun 2005 dan 2006 sebesar 2,83 dari hasil tersebut 26 perusahaan yang memiliki rasio Price Book Value diatas rata-rata periode penelitian 2005 dan 2006 sedangkan 63 perusahaan lainnya memiliki rasio Price Book Value di bawah rata-rata. b) Kualitas Laba (Income Quality) Rasio ini dimaksudkan untuk menilai kualitas laba dengan membandingkan antara aliran kas dari aktivitas operasi dengan laba bersih perusahaan, dengan demikian semakin tinggi rasio antara laba usaha dengan arus kas maka semakin baik pula kualitas laba perusahaan tersebut karena laba bersih perusahaan dipengaruhi dari aktivitas operasi perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa secara umum rata-rata rasio Kualitas Laba selama periode penelitian tahun 2005 dan 2006 sebesar 2,41, terdapat 24 perusahaan yang memiliki rasio kualitas laba diatas rata-rata periode penelitian 2005 dan 2006 sedangkan 65 perusahaan lainnya memiliki rasio kualitas laba di bawah rata-rata. Data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata perusahaan di bursa efek memiliki kualtas kualitas laba yang baik,
namun sebagian besar perusahaan masih belum memiliki kualitas laba yang baik. c) Economic Value Added Rasio ini ingin mengukur berapa nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan dari modal yang disetor oleh investor dengan mengurangi laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (Cost of Capital) (Stewart, 1993: 118) dalam Iramani dan Febrian (2005). Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa secara umum rata-rata rasio Economic Value Added selama periode penelitian tahun 2005 dan 2006 perusahaan lainnya memiliki di bawah rata-rata. Data diatas dapat disimpulkan bahwa ratarata Economic Value Added perusahaan pada Bursa Efek Indonesia masih rendah.
C. Hasil Analisis
1.
Statistik Deskriptif Tabel berikut menyajikan statistik deskriptif dari variabel
penelitian selama periode penelitian tahun 2005 dan 2006. Tabe14.3 Statistics EVA
N
IQ
PBV
Mean Median Mode Std. Deviation Variance
178 0 -.6141 .2700 .46 3.99829 15.986
178 0 2.4126 .9650 .81 10.84294 117.569
178 0 2.7029 1.5400 1.40 3.06951 9.422
Sum
-109.31
429.44
481.12
Valid Missing
Berdasarkan tabel di atas, maka jumlah data yang dinyatakan valid adalah 178 observasi, yang merupakan jumlah sampel selama periode penelitian tahun 2005 dan 2006. Penjelasan untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1) Economic Value Added (Nilai Tambah perusahaan) Rasio EVA menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan dari modal disetor oleh investor. Nilai rata-rata EVA selama tahun 2005 dan 2006 diperoleh sebesar -0,6141 dengan standar deviasi sebesar 3,999829 dan varian sebesar 15,986. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya nilai tambah dari perusahaanperusahaan di Bursa Efek Indonesia memiliki rata-rata -0,6141. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnnya perusahaan-perusahaan di Bursa
Efek Indonesia tidak menghasilkan nilai tambah dari modal yang disetor oleh Investor. 2) Income Quality (kualitas laba) Rasio ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi atas perbedaan antara arus kas dan pendapatan yang dilaporkan. Dari Tabel diatas dapat diamati bahwa milai rata-rata dari Income Quality sudah baik karena memiliki nilai rata 2.4126 (diatas 1) dengan satandar deviasi sebesar 10,84294 dan varian sebesar 117.569 3) Price Book Value (Nilai Perusahaan) Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh. Dan' tabel diatas dapat dilihat nilai rata-rata price book value 2.7029 dengan satandar deviasi 3,06951 dan varian sebesar 9.422 hal ini menunjukan harga pasar saham perusahaan cukup tinggi di Bursa Efek Indonesia. 2. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk memperoleh nilai penduga yang tidak bisa dan efisien dari persamaan regresi dengan metode penafsiran kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square), sehingga dalam melaksanakan analisis
data
harus
memenuhi asumsi
klasik,
yaitu
terbebas
dari
multikolinearitas, heterokedastisitas, autokorelasi, dan data harus terdistribusi normal.
1) Uji Normalitas Hasil uji normalitas ditunjukkan pada grafik berikut:
Gambar. 4.1
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: PBVNEW
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Dari grafik tersebut diatas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi ini telah layak dipakai untuk memprediksi kebijakan utang berdasarkan masukan variabelvariabel independennya, karena data telah terdistribusi normal dengan demkikian model regresi ini memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Multikolinearitas Hasil pengujian ditunjukkan pada tabel berikut: Tabe14.4 Coefficients a
Model 1
(Constant) EVANEW IQNEW
Unstandardized Coefficients B Std. Error .525 .066 .277 .112 -.033 .067
Standardized Coefficients Beta .244 -.049
t 7.901 2.466 -.495
Sig. .000 .015 .622
Collinearity Statistics Tolerance VIF .998 .998
1.002 1.002
a. Dependent Variable: PBVNEW
Berdasarkan diatas nilai Tolerance EVA 0,998 > 0,1 dan nilai VIF 1,002 < 10, maka dapat disimpulkan penelitian ini terbebas dari multikolinieritas. 3) Uji Autokorelasi Tabe14.5 b Model Summary
Change Statistics Adjusted Std. ErrorRofSquare DurbinModel R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2Sig. F Change Watson 1 .247a .061 .041 .40986 .061 3.119 2 96 .049 1.702 a.Predictors: (Constant), IQNEW, EVANEW b.Dependent Variable: PBVNEW
Berdasarkan grafik tersebut diatas, terlihat angka D-W sebesar 1,702. Hal ini berarti tidak terdapat masalah autokorelasi, karena angka D-W berada diantara -2 sampai +2.
4) Uji Heteroskedastisitas Hasil
pengujian
tentang
ada
tidaknya
heterokedastisitas
ditunjukkan pada grafik berikut. Scatterplot
Dependent Variable: PBVNEW
Regression Standardized Residual
3
2
1
0
-1
-2
-3 -4
-2
0
2
Regression Standardized Predicted Value
gambar scatterplot di atas menunjukkan penyebaran titik data sebagai berikut: 1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0 2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3. Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4. Penyebaran titik-titik data tidak berpola. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik heteoskedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian.
3. Model Analisis Regresi Linier Berganda Untuk mengolah data dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dimana masing-masing variabel diberi simbol sebagai berikut: Economic Value Added (X1), Kualitas laba (X2), dan Price Book Value (Y). Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabe1 4.6 Coefficientsa
Model 1
(Constant) EVANEW IQNEW
Unstandardized Coefficients B Std. Error .525 .066 .277 .112 -.033 .067
Standardized Coefficients Beta .244 -.049
t 7.901 2.466 -.495
Sig. .000 .015 .622
Collinearity Statistics Tolerance VIF .998 .998
1.002 1.002
a. Dependent Variable: PBVNEW
Berdasarkan hasil regresi linier berganda diatas, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = α + β1 X 1 + β 2 X 2 + ε Y = 0,525 + 0,277 X1 -0,033 X2 + E Adapun interpretasi dari persamaan regresi linear ganda tersebut adalah: 1) βο = 0,525 Nilai ini merupakan konstanta, yaitu estimasi Price Book Value. Nilai konstanta ini menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel Economic
Value Added dan kualitas laba (X1 dan X2 = 0), maka Price Book Value akan turun sebesar 0,525. Dalam arti kata Price Book Value akan turun
sebesar 0,525 sebelum atau tanpa adanya variabel Economic Value Added dan kualitas laba (X1 dan X2 = 0) atau cateris paribus. 2) β 1 = 0,277 Nilai parameter atau koefisien beta 1( β1 ) ini menunjukkan bahwa setiap variabel Economic Value Added (X1) meningkat 1%, maka Price Book
Value (Y) akan meningkat sebesar 0,277 atau dengan kata lain setiap peningkatan Price Book Value, akan dibutuhkan variabel Economic Value
Added sebesar 0,277 dengan asumsi variabel bebas yang lain (X2 = 0) atau cateris paribus. 3) β 2 = -0,033 Nilai parameter atau koefisien beta 2( β 2 ) ini menunjukkan bahwa setiap variabel kualitas Laba (X2) meningkat 1%, maka Price Book Value (Y) akan menurun sebesar -0,033 dengan kata lain setiap penurunan Price
Book Value dibutuhkan variabel Kualitas Laba sebesar 0,033 asumsi variabel bebas yang lain (X1 = 0) atau cateris paribus. 4. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis ini mencakup uji adjusted R2, Uji F, dan uji t. Masing-masing pengujian hipotesis dijelaskan satu persatu dibawah ini. a. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model regresi linier berganda dalam menjelaskan variabilitas variabel terikatnya. Jika Adjusted
R Square adalah sebesar 1 maka fluktuasi variabel dependen seluruhnya
dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R Square berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai Adjusted R
Square semakin mendekati 0, berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan varaibel dependen (Ghozali, 2002:45). Hasil perhitungan koefisien korelasi (R) dan koefisien determinasi (R2) disajikan pada tabel berikut: Tabe1 4.7 b Model Summary
Change Statistics Adjusted Std. ErrorRofSquare DurbinModel R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 Watson df2Sig. F Change 1 .247a .061 .041 .40986 .061 3.119 2 96 .049 1.702 a.Predictors: (Constant), IQNEW, EVANEW b.Dependent Variable: PBVNEW
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi
(Adjusted R Square) sebesar 0,041 atau 4,1%. Hal ini menunjukkan bahwa 4,1% variasi dari Price Book value bisa dijelaskan oleh variasi dari variabel independen (Economic value Added dan kualitas Laba). Sedangkan sisanya (100% - 4,1% = 95,9%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau variabel-variabel lain diluar penelitian.
b. Uji F (Pengujian secara Simultan) Uji F dimaksudkan untuk melihat pengaruh secara simultan atau bersama-sama variabel Economic Value Added dan kualitas laba terhadap Price Book Value. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan perhitungan nilai Fhitung dan Ftabel. Tabel berikut menggambarkan hasil uji F. Tabel 4.8 ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.048 16.127 17.175
df 2 96 98
Mean Square .524 .168
F 3.119
Sig. .049a
a. Predictors: (Constant), IQNEW, EVANEW b. Dependent Variable: PBVNEW
autoÿÿ013028ÿÿn360id4218824Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pengujian secara bersama-sama antara variabel independen dan variabel dependen menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dengan nilai Fhitung sebesar 3,119 dengan signifikan 0,049. Dengan mencari pada Ftabel dengan dfl = 2 dan df2 = 96, diperoleh Ftabel sebesar 3,07. Dengan kondisi dimana Fhitung lebih besar dari Ftabel dan signifikasi lebih kecil dari pada alpha (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama semua variabel independen diatas secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang terhadap terhadap variabel Price Book Value. c. Hasil Uji t (Pengujian secara Parsial)
Uji t dimaksudkan untuk melihat pengaruh dari variabel bebas secara individual (pasial) terhadap variabel terikatnya. Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji t sebagai berikut. Tabe14.9 Coefficientsa
Model 1
(Constant) EVANEW IQNEW
Unstandardized Coefficients B Std. Error .525 .066 .277 .112 -.033 .067
Standardized Coefficients Beta .244 -.049
t 7.901 2.466 -.495
Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF .000 .015 .998 1.002 .622 .998 1.002
a. Dependent Variable: PBVNEW
Dari tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Economic Value Added = 2,466 Variabel Economic Value Added dengan nilai t hitung sebesar 7,901 dan nilai Ttabel = 1,6607 yang berasal dan df = 96. Karena Thitung 2,466 > Ttabel 1,6607 dan signifikasi 0,015 pada taraf signifikasi a = 0,05 maka Ht diterima dan H0 ditolak, yang berarti variabel Economic
Value Added berpengaruh secara signifikan terhadap Price Book Value. b. Kualitas laba = -0,495 Variabel Kualitas laba dengan nilai t hitung sebesar -0,495 dan nilai Ttabel =1,6607 yang bersasal dari df = 96. Karena Thitung - 0,495 < Ttabel 1,6607 dan signifikasi 0,622 pada taraf signifikan a = 0,05 maka Ho diterima dan H, ditolak, yang berarti variabel kualitas Laba tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Price Book
Value.
3. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil pengujian terhadap variabel Economi Value Added perusahaan menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Price Book
Value. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitan Sasongko dan Wulandari (2006) yang menyimpulkan bahwa Economic Value Added tidak berpengaruh terhadap harga saham dan Penelitian Yulius dan Pradono (2004) yang menyimpulkan bahwa Economic Value Added tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Hal ini disebabkan karena penggunaan variabel Price Book Value baru dilakukan pada penelitian ini berbeda dengan variabel penelitian Sasongko dan Wulandari (2006) menggunakan harga penutupan saham dan pada penelitian Yulius dan Pradono (2004) menggunakan variabel return saham, Sehingga dalam jangka pendek
Economic Value Added tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan namun dalam jangka panjang Economic Value Added berpengaruh terhadap nilai perusahaan seiiring dengan pertumbuhan Hasil
pengujian
terhadap
variabel
kualitas
laba
perusahaan
menunjukkan tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap Price Book Value hal mi sesuai dengan penelitian Dewi (2001 ) bahwa pasar
cenderung lebih bereaksi positif terhadap kuantitas laba ketimbang kualitas laba perusahaan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Economic Value Added dan kualitas laba terhadap Price Book value perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dan hasil uraian tentang beberapa variabel yang mempengaruhi Price Book Value pada periode 2005 dan 2006 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kedua variabel independen yaitu Economic Value Added (X1) dan kualitas laba (X2) secara serempak berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu Price Book Value (Y). 2. Variabel independen Economic Value Added (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price Book Value (Y) 3. Variabel independen kualitas Laba (X2) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu Price Book Value (Y).
75
B. Implikasi 1. Economic Value Added mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Price Book Value. Hal ini terjadi seining dengan pertumbuhan perusahaan maka nilai saham akan meningkat dibandingkan dengan nilai bukunya. 2. Kualitas laba tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price Book
Value dengan demikian pasar bereaksi positif terhadap kuantitas laba dan kurang memperhatikan kualitasnya (Laba Kas). 3. Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya Economic
Value Added dabn Kulitas Laba belum mendapatkan reaksi yang cukup dari pasar, karena pasar bereaksi terhadap Economic Value Added hanya berdasarkan jangka panjang seiring dengan berkembangnya perusahaan namun tidak jangka pendek hal tersebut terlihat dari penelitian sebelumnya Sasongko dan Wulandari (2006) dan Yulius dan Pradono (2004) yang menggunakan variabel return saham yang tidak bereaksi terhadap peningkatan Economic Value Added dan pasar juga tidak bereaksi terhadap kualitas laba namun cenderung bereaksi pada kuantitas laba perusahaan meskipun pada akhirnya laba tersebut belum tentu menghasilkan deviden kas yang tinggi, dengan demikian para investor di Bursa Efek Indonesia masih berpengaruh terhadap transaksi jangka pendek dan besaran laba perusahaan.
C. Saran 1. Adanya pengukuran Economic Value Added dapat menjadi pengukuran yang efektif mengenai penggunaan modal secara efisien sehingga dapat dijadikan alat bagi pemegang saham untuk pemberian kompensasi terhadap kinerja manajemen dan calom investor untuk menilai kinerja dari perusahaan tersebut, Maka dari itu diharapkan setiap perusahaan melampirkan hasil Economic Value Added di dalam annual report perusahaan sebagai alat informasi untuk pemegang saham, calon investor dengan demikian diharapkan pasar lebih bereaksi dengan adanya peningkatan Economic Value Added terdebut. 2. Kualitas laba tidak terlalu diperhatikan oleh pemegang saham dan calon investor karena masih berorientasi terhadap besaran laba , namun besaran laba tersebut belum tentu menghasilkan besaran deviden kas, karena adanya laba akrual namun penulis menyarankan kepada peneliti lain agar dapat meneliti pengaruhnya kualitas laba perusahaan terhadap Deviden
pay out Ratio.
DAFTAR PUSTAKA
Assih Prihat, Parawiyati Dan Hastuti, Hambar, Pengaruh Manajemen Laba Pada Nilai Dan Kinerja Perusahaan, Konfrensi nasional Akuntansi, 2001 Baharudin Ihsar dan Satyanugraha Heru, Faktor faktor yang memepengaruhi Persepsi Profesi Akuntan Terhadap Praktek Earnings Management, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, VOL 4, No 1, 2004 Dewi Rosiyana, Manajemen Laba, Kualitas Laba dan Kredibilitas Laporan kuangan, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi Vol 5, No 1, 2005 _______________. Dampak Manajemen Laba Terhadap Kualitas Laba Dan Reaksi Pasar, Konfrensi Nasional Akuntansi, 2001 Iramani dan Febrian, Financial Value Added Suatu Paradigma Dalam Pengukuran Kinerja dan Nilai Tambah Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan VOL 7. No 1. 2005 Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, UNDIP Semarang, Jawa Timur, 2002. Gumanti, Tatang, Earnings Management Dalam Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, VOL 4, No 2, 2001 Hamid, Abdul. Panduan Penulisan Skripsi, FEIS UIN Press, Jakarta, 2005. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. Metodelogi Penelitian Bisnis (Untuk Akuntansi dan Manajemen), BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 2002. Kieso, Donald E dan Jerry J, Weygandt. Intermediate Accounting, 10th edition, Buku Satau, John Willey and sons ine, 2002. Megawati, Hubungan Economic Value Added dengan Return Saham Pada Industri Manufaktur, Skripsi FE Trisakti 2007 Suhendah Rousilita. Earnings Management Jurnal IX/02/Mei/2005
Akuntansi/
Th.
Suranta, Eddy dan Midiastuty, Puspa, Pengaruh Good Coorporate Governance Terhadap Praktek Manajemen Laba, Konfrensi Nasional Akuntansi, 2001
Utomo L Lisa, Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja Manajemen Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 1,No 1, 1999 Sasongko Noer dan Wulandari Nila, Pengaruh EVA dan Rasio-Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham, Empirika, VOL. 19 No 1, 2006
William R Scott, Financial accounting theory, Pearson prentice hall, toronto, 2006 Wahyudi Untung dan Hartini Prasetyanin Pawestri, Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan keuangan Sebagai Variabel Intervening, Seminar Nasional Akuntansi, 2006 Yulius Christiawan G dan Pradhono, Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earnings Dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham. Jurnal Ekonomi Akuntansi dan keuangan VOL 6,No 2, 2004