ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) DAN NILAI OUTPUT INDUSTRI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009-2011 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh: RAVINDRA BRAMASTYO REZKINOSA NIM: 1110084000018
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap
: Ravindra Bramastyo Rezkinosa
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Sleman, 5 Agustus 1992
3. Alamat
: Pinus Barat VI B2/68 RT003/RW024 Perum Sasmita Jaya, Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang Selatan.
4. Telepon
: 08891507880
5. E-mail
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1.
SD Negeri 13 Cilandak Barat
Tahun 1998-2004
2.
SMP Negeri 85 Pondok Labu
Tahun 2004-2007
3.
SMA Negeri 66 Pondok Labu
Tahun 2007-2010
4.
S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2010-2014
III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Wakil Karang Taruna RW 024 Perum Sasmita Jaya
i
IV.SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Workshop Islamic Economy Revivalism: Between Theory and Practice, UIN Jakarta, 2012 2. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Industri Keuangan dan Perbankan Syariah, UIN Jakarta, 2012 3. Studium General Jurusan IESP, UIN Jakarta, 2012 4. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, 2012
V. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Mustriyono Mustadjab
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Mojokerto, 10 Juni 1962
3. Ibu
: Sayu Ngurah Christina S.P
4. Tempat/Tanggal Lahir
: Yogyakarya, 15 April 1968
6. Alamat
: Pinus Barat VI B2/68 RT 003/RW024 Perum Sasmita Jaya, Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang Selatan.
7. Telepon
: 081381730135
8. Anak ke dari
: Anak Pertama
ii
ABSTRACT This study aims to gain insight about the effect of industrial agglomeration, labor force participation rate (LFPR), and Industrial Output Value to economic growth in Central Java Province. Data were obtained from the literature and digital printed Statistics 2009-2012. This study uses panel data regression with Fixed Effect Model, using data from a population of 35 districts / cities in Central Java Province. Analysis of the results showed that the industrial agglomeration has no significant effect on economic growth, which is in line with research from Jamzani Sodik and Didin Nuryadin 2011. Subsequently variable LFPR and Industrial Output Value have significant positive effect on economic growth in Central Java Province. Keywords: Economic Growth, Industrial Agglomeration, LFPR and Industrial Output Value.
iii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh aglomerasi industri, tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK), dan Nilai Output Industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Data penelitian diperoleh dari studi pustaka tercetak dan digital Badan Pusat Statistik periode 2009-2012. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel dengan Fixed Effect Model, dengan menggunakan data populasi 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Hasil Analisis menunjukkan bahwa aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini sesuai dengan penelitian Didin Nuryadin dan Jamzani Sodik 2011. Selanjutnya variabel TPAK dan Nilai Output Industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi, Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr, Wb. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolonganNya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb. 2. Keluarga terbaik dan tersayang yang saya miliki, Ibunda Sayu yang selalu memberikan yang terbaik dan mencurahkan segala perhatiannya selama ini, Ayahanda Mustriyono yang telah bekerja keras demi anak-anak dan
v
keluarga, yang selalu menghibur serta memberikan dukungan di saat suka maupun duka. Tanpa didikan, dukungan dan pengorbanan kalian saya tidak akan menjadi pribadi seperti sekarang. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan. 4. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan. 5. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang dengan
kerendahan
hatinya
bersedia
meluangkan
waktu
untuk
memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan
yang
Bapak
berikan
selama
proses
penulisan
hingga
terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak. 6. Ibu Fitri Amalia S.Pd, M.Si. selaku dosen Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang ibu berikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu.
vi
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah selalu memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu saya selama perkuliahan 8. Hanny Narulita , yang selalu meluangkan waktunya untuk menghibur saya ketika jenuh mengerjakan skripsi, menjadi sandaran ketika orang lain tidak mau mendengarkan dan memberikan support serta doanya. Keluarga Hanny Narulita, Ayah Bambang, Bunda Nurul dan Adik Ghazi serta Jauza yang selalu memberikan motivasi dan dukungan akan terselesaikannya penulisan ini. 9. Sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki, Oblak’s Squad (Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Bagus Adetya Akbar, Alfian Isnan, Ricky Fajar Adiputra, Muhammad Burhanuddin) yang dalam suka dan duka selalu menghibur dan memberikan dukungan yang teramat sangat. 10. Seluruh
Teman-teman
IESP
2010
terkhusus
kelas
Konsentrasi
Pembangunan Muhammad Adi Rahman, Muhammad Reza Hermanto, Fita Rahmawati, Nonni Setianingsih, Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Izzatun Purnami, Umar Adi Syahputra, Denny Iswanto, Muhammad Yusuf Muharram, Sigit Aji Pambudi, Dio Syahrullah, Wildan Hidayatullah, Fajrul Syam Arzani dan Agus Setiawan.
vii
11. Teman-teman Band “The Wall”, Haris Sudrajat, Akhmad Reiza Armando, Eki Rizky Triputra, Uti Ramadina, Panji Pradipta Singgih, Gesit Pudyardhana dan Christianto Ario Wibowo yang telah memberikan motivasi non akademis dan berbagi pengalaman hidup yang sangat berarti “Show Must Go On, Dude”. 12. Kelompok
KKN
Mentari
–
Desa Cigudeg Bogor,
yang telah
menghabiskan waktu hidup satu bulan bersama dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup yang sangat berguna bagi saya. 13. Kakak-kakak jurusan IESP yang dengan kerendahan hati telah berbagi ilmu dan memberikan banyak saran dan dukungan bagi saya selama perkuliahan maupun penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis.Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak. Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Tangerang Selatan, Juni 2014
Ravindra Bramastyo Rezkinosa
viii
DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah Daftar Riwayat Hidup .................................................................................... i Abstract .......................................................................................................... iii Abstrak ........................................................................................................... iv Kata Pengantar ............................................................................................... v Daftar Isi......................................................................................................... ix Daftar Lampiran ............................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 12 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 14 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 15 A. Landasan Teori ................................................................................... 15 1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi.................................................... 15 a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik .............................. 18 b. Teori Pertumbuhan Baru ....................................................... 19 c. Teori Basis Ekonomi .............................................................. 20 d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) .............................. 21 e. Teori Pertumbuhan Kuznet ..................................................... 23 ix
2. Teori Aglomerasi ......................................................................... 24 a. Konsep Aglomerasi ................................................................ 25 b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ......... 26 3. TPAK ........................................................................................... 27 a. Pengertian TPAK ................................................................... 27 b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi ................. 32 4. Konsep dan Pengertian Nilai Output ........................................... 32 a. Konsep Nilai Output ............................................................. 32 b. Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................ 34 B. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 35 C. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 40 D. Hipotesis Penelitian............................................................................ 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 45 A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 45 B. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 45 C. Metode Analisis Data ......................................................................... 46 1. Metode Data Panel ....................................................................... 46 2. Model Estimasi Regresi Data Panel ............................................. 47 a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (PLS)....................................... 47 b. Pendekatan Efek Tetap (FEM) ............................................... 48 c. Pendekatan Efek Acak (REM) ............................................... 48 3. Pemilihan Metode Data Panel ...................................................... 49
x
a. Uji Chow Test ........................................................................ 49 b. Uji Hausman Test ................................................................... 50 4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik ........................................ 51 a. Uji Normalitas ........................................................................ 51 b. Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 52 c. Uji Multikolineritas ................................................................ 52 d. Uji Autokorelasi ..................................................................... 53 5. Uji Statistik................................................................................... 54 a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) ......................................... 54 b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) .................................... 55 c. Koefisien Determinasi (R2) ................................................... 56 6. Operasional Variabel Penelitian ................................................... 56
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 60 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 60 B. Analisa dan Pembahasan .................................................................... 66 1. Analisa Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah ............ 66 2. Analisa Deskriptif Aglomerasi di Jawa Tengah........................... 68 3. Analisa Deskriptif TPAK di Jawa Tengah ................................... 69 4. Analisa Deskriptif Nilai Output di Jawa Tengah ........................ 70 C. Estimasi Modal Data Panel ................................................................ 71 1. Uji Chow ...................................................................................... 71 2. Uji Hausman................................................................................. 72
xi
D. Uji Asumsi Klasik .............................................................................. 73 1. Hasil Uji Multikolonieritas .......................................................... 73 2. Hasil Uji Autokorelasi................................................................. 74 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 75 4. Hasil Uji Normalitas ................................................................... 76 E. Pengujian Hipotesis ............................................................................ 77 1. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis ............................................. 78 2. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis............................................ 81 3. Koefisien Determinasi (R2) .......................................................... 82 4. Analisis Ekonomi ......................................................................... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 87 A. Kesimpulan ....................................................................................... 87 B. Saran................................................................................................. 89 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 90 LAMPIRAN ................................................................................................... 92
xii
Daftar Tabel No 1.1
Judul
Hal
Tabel laju pertumbuhan ekonomi di asean china dan india
2
Tabel PDRB Propinsi-propinsi di pulau jawa Atas dasar harga 1.2
konstan
5
1.3
Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah
7
1.4
Angkatan Kerja Yang Bekerja Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa
8
1.5
Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah
9
Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja 1.6
dan Nilai Output Industri di Jawa Tengah
10
2.1
Penelitian Terdahulu
36
3.1
Uji Durbin Watson
52
3.2
Operasional Variabel Penelitian
56
4.1
Wilayah Aglomerasi Di Propinsi Jawa Tengah
71
4.2
Uji Multikolinieritas
72
4.3
Uji Autokorelasi
74
4.4
Uji Normalitas
78
xiii
Daftar Gambar No
Gambar
Hal
2.1
Bagan Tenaga Kerja
28
2.2
Kerangka Pemikiran
41
4.1
Geografis Propinsi Jawa Tengah
58
4.2
Distribusi Presentase PDRB Prop Jawa Tengah
60
4.3
Penduduk Jawa Tengah Berdasar Usia
62
Angkatan Kerja di Jawa Tengah Menurut Status 4.4
Pekerjaan
63
4.5
Diagram Pertumbuhan Ekonomi Prop Jawa Tengah
65
4.6
Aglomerasi Industri Propinsi Jawa Tengah
67
4.7
Rata-Rata TPAK di Propinsi Jawa Tengah
68
xiv
Daftar Lampiran No Lampiran
Hal
1 Data Observasi
89
2 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2009
94
3 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2010
95
4 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2011
96
5 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2009
97
6 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2010
98
7 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2011
99
8 Presentase TPAK Jawa Tengah 2009
100
9 Presentase TPAK Jawa Tengah 2010
102
10 Presentase TPAK Jawa Tengah 2011
104
11 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2009
106
12 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2010
107
13 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2011
108
14 Uji Chow dan Uji Hausman
109
Hasil Uji multikolinierasitas, Autokol dan 15 Normalitas
110
16 Hasil Uji FEM
111
17 Perhitungan Aglomerasi
112
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, pembangunan ekonomi meliputi usaha masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan memperbesar tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dalam mencapai percepatan pembangunan, terjadi suatu keadaan dimana terdapat suatu pergeseran secara sektoral yang memperlihatkan bahwa pada awalnya sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian suatu wilayah yang selanjutnya bergeser kepada sektor lain seiring perubahan zaman dan tuntutan akan percepatan pembangunan disuatu negara. Perkembangan akan pembangunan ekonomi tersebut memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan 2010:57) adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis-jenis barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Sedangkan menurut Tarigan (2005 : 46) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu keadaan dimana terjadi pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan di suatu wilayah tertentu, atau dapat dikatakan kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi.
1
Tabel 1.1 Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN China dan India Tahun (2003-2012)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Indonesia Singapura Thailand Filipina Malaysia Myanmar Vietnam Brunei Darussalam China India
2003 2004 4.8 5.0 4.6 9.2 7.1 6.3 4.9 6.7 5.8 6.8 13.8 13.6 7.3 7.8 2.9 0.5 10.0 10.1 6.9 7.6
2005 5.7 7.4 4.6 4.8 5.0 13.6 8.4 0.4 11.3 9.1
2006 2007 5.5 6.3 8.7 8.8 5.1 5.0 5.3 6.7 5.6 6.3 13.1 11.9 8.2 8.5 4.4 0.2 12.7 14.1 9.6 10.0
2008 6.0 1.7 2.5 4.2 4.9 3.6 6.3 (-1.9) 9.6 7.0
2009 4.6 (-1.3) (-2.3) 1.1 (-1.5) 5.1 5.3 (-1.7) 9.2 5.9
2010 6.1 14.7 7.7 7.6 7.2 5.4 6.8 2.6 10.4 10.1
2011 2012 6.5 6.1 4.9 2.1 0.1 5.6 4.0 4.9 5.1 4.4 5.5 6.2 5.9 5.1 2.2 2.7 9.2 7.9 6.9 4.9
Sumber : International Monetary Fund, World Economic Database, October 2012
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui pertumbuhan perekonomian di Indonesia dalam kurun waktu 2003 sampai dengan tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat dari krisis global. Indonesia mengalami penurunan akibat terjadinya krisis global. Pada saat krisis global perekonomian Indonesia mengalami penurunan dikarenakan terjadinya (1) tekanan kepada nilai tukar rupiah, (2) kinerja neraca pembayaran yang menurun, (3) dorongan pada laju inflasi (Seketariat Negara Republik Indonesia, 2010). Dalam menyikapi hal ini Bank Indonesia mengambil beberapa kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi melalui kebijakan stimulus moneter dan fiskal. Kebijakan ini menguatkan daya tahan perekonomian domestik serta membuat efek yang baik bagi perekonomian Indonesia (Sekertariat Negara Republik Indonesia). 2
Ratarata 6.11 6.50 4.70 5.39 5.65 10.39 7.67 1.62 11.36 8.26
Perekonomian Indonesia secara umum tahun 2009 mampu melewati tantangan krisis global meskipun pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari tahun 2008. Perekonomian Indonesia tahun 2009 mencapai 4,5% dan tertinggi di dunia setelah India dan China. Mulai awal 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 6,10%. Selanjutnya berturut-turut pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari tahun 2011 hingga 2012 yaitu sebesar 6,5 menjadi 6,7%. Dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi terbaik se-Asia Tenggara. John Maynard Keynes (dalam Tarigan 2005:48), untuk
berpendapat bahwa
menjaga tingkat pertumbuhan yang efisien diperlukan adanya campur
tangan pemerintah dan pengawasan langsung. Kaitan dari pendapat Keynes dalam fenomena ini adalah usaha pemerintah untuk mengurangi sektor primer dan menambah peran sektor non primer. Sektor non primer dalam hal ini yang perlu ditingkatkan adalah sektor industri yang menyumbang PDB sebesar 9,3% tahun 1972 yang akhirnya menjadi 28,34% pada tahun 2008. Terjadinya transformasi struktur
ekonomi
di Indonesia dari tahun 1972 hingga dekade 90an
menyebabkan naiknya tingkat pertumbuhan di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7% per tahun sehingga Indonesia masuk kedalam kelompok negara HPAES (High Performing Asian Economies).
3
Proses industrialisasi dan pengembanagan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam dua pengertian sekaligus. Pertama adalah tingkat hidup yang lebih maju. Kedua, menjadikan taraf hidup yang lebih berkualitas, atau dapat dikatakan bahwa pembangunan industri itu sendiri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteran masyarakat, bukan merupakan kegiatan mandiri yang hanya sekedar berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik belaka (Arsyad, 2010:442). Pada dasarnya, pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai kondisi fisik saja. Adanya industrialisasi atau pembangunan industri di suatu wilayah, tentu akan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat dalam arti akan mengubah tingkat hidup yang lebih maju dan bermutu. Pergesaran sektor dari sektor primer ke sektor non primer merupakan salah satu strategi pemerintah untuk dapat mempercepat pembangunan industrialisasi. Dalam hal ini peran pemerintah sangat besar untuk dapat mempermudah modal asing masuk ke Indonesia, yang pada akhirnya akan dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat
di
wilayah
yang menjadi
tempat
terjadinya
pembangunan
industrialisasi tersebut. Kegiatan perindustrian cenderung berlokasi di dalam dan disekitar kota. Kecenderungan konsentrasi juga didukung oleh penelitian Kuncoro (2002) dengan menggunakan
indeks
entropy
untuk
mengukut
konsentrasi
industri
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Kesimpulan hasil studinya bahwa daerah-daerah industri utama di Pulau Jawa terletak di bagian barat (Jabodetabek dan sebagian 4
Jawa Barat) serta bagian Timur (Surabaya, Jawa Timur). Adapun daerah Industri di Jawa Tengah adalah Semarang dan sekitarnya serta daerah di sekotar Kota Surakarta (Solo). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai macam aspek seperti kekayaan sumber daya alam, angkatan kerja usia muda yang berpendidikan, pasar domestik yang luas dan tumbuh secara cepat, serta kondisi sarana dan prasarana yang lengkap. Aspek inilah yang menjadi faktor keunggulan Pulau Jawa. Tabel 1.2 Tabel PDRB Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2011 No
Propinsi
2009
2010
2011
2012
Rata-rata
1
DKI Jakarta
371.469
395.622
422.237
449.821
409.787
2
Jawa Barat
303.405
322.224
343.111
364.405
333.286
3
Banten
83.454
88.552
94.207
100.000
91.553
4
Jawa Tengah
176.673
186.993
198.270
210.848
193.196
5
DI.Yogyakarta
20.064
21.044
22.132
23.309
21.637
6
Jawa Timur
320.861
342.281
366.983
393.666
355.948
Sumber : BPS Indonesia 2012 Tabel diatas menjelaskan nilai PDRB dari Propinsi yang berada di Pulau Jawa. Jika dilihat, PDRB terbesar dari Propinsi yang berada di Pulau Jawa adalah Propinsi DKI Jakarta dengan rata-rata sebesar Rp. 409.787 Milyar. Kemudian PDRB Propinsi Jawa Tengah dengan rata-rata sebesar Rp. 193.196 Milyar. Dari tabel dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan dimana pola pemusatan terjadi di daerah yang sudah lengkap dengan sarana dan prasarana. Menurut Tarigan (2005:154) suatu tempat dengan konsentrasi penduduk dan kegiatannya
5
dinamakan sebagai kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan serta daerah nodal. Aktivitas perekonomian yang terjadi dalam suatu wilayah disebabkan oleh berbagai fasilitas dan kemudahan. Apabila aktivitas-aktivitas ekonomi tersebut mengelompok karena dorongan berbagai faktor, maka akan membentuk yang dinamakan aglomerasi ekonomi. Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang berdekatan letaknya dengan perusahaan lain serta penyedia jasa-jasa (Kuncoro, 2002 : 24). Keuntungan pengelompokan (aglomerasi) tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan suatu wilayah, namun disisi lain aglomerasi tersebut juga dapat menyebabkan dampak negatif seperti banyaknya perpindahan masyarakat dari desa ke kota dan pada akhirnya akan menyebabkan wilayah perkotaan menjadi semakin padat. Selanjutnya, dalam melakukan pengembangan wilayah, Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor dan komoditi yang diperkirakan dapat tumbuh dengan cepat di wilayah tersebut. Sektor yang telah dipilih tersebut tentu saja merupakan sektor yang memiliki prospek untuk dapat dikembangkan secara besar-besaran, yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi (Tarigan 2005 : 66) .
Di
Jawa
Tengah dapat dikatakan telah terjadi fenomena pergeseran sektor dari sektor pertanian kepada sektor lain (industri) hal ini terlihat pada tabel di bawah ini.
6
Tabel 1.3 Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2009-2012 No
Jenis
2009
2010
2011
2012
1
Pertanian
19,89
18,69
17,85
17,41
2
Pertambangan dan Galian
1,11
1,12
1,11
1,12
3
Industri Pengolahan
30,81
32,83
33,01
32,73
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,84
0,86
0,86
0,86
5
Bangunan
5,86
6,11
5,93
5,96
6
Perdagangan, Hotel dan Restaurant
21,49
19,5
21,77
22,16
7
Pengangkutan dan Komunikasi
5,27
5,92
5,37
5,45
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3,81
3,58
3,78
3,89
9
Jasa-Jasa
10,89
10,49
10,32
10,42
100
100
100
100
Total
Sumber : BPS Jawa Tengah 2012 Tabel diatas menjelaskan bahwa sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan yang besarnya tiap tahun lebih dari 30%. Pada tahun 2009 sektor industri pengolahan mencapai 30,81% dari total PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kemudian pada tahun 2010 naik menjadi 32,83% selanjutnya pada tahun 2011 naik menjadi 33,01%. Pada tahun 2012 kontribusi sektor industri pengolahan menurun sebesar 0,28% dan menjadi 32,73%. Pertumbuhan sektor industri pengolahan di Propinsi Jawa Tengah yang terus meningkat menyebabkan terjadinya perubahan struktural yang dapat dijelaskan dengan teori dari Hollis B Chenery. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural dalam perekonomian suatu wilayah antara lain adalah kelancaran transisi dari pola perekonomian agraris ke perekonomian industri, kesinambungan akumulasi modal fisik dan manusia, perubahan jenis
7
permintaan konsumen, perkembangan daerah perkotaan berkat migrasi para pencari kerja dan daerah pertanian di pedesaan dan kota kecil. Selanjutnya, transformasi struktural hanya akan berjalan baik jika diikuti dengan pemerataan kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk dan menurunnya derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa. Faktor lain yang mempengaruhi PDRB suatu wilayah adalah angkatan kerja yang bekerja atau dengan kata lain dapat kita sebut sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Angkatan kerja yang bekerja ini akan terbentuk menjadi besar apabila suatu daerah mempunyai jumlah penduduk yang besar juga. Pertumbuhan penduduk yang besar memiliki kecenderungan membawa pertumbuhan ekonomi yang lambat apabila tidak dapat mengatasi masalah angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan. Tabel 1.4 Angkatan Kerja Yang Bekerja Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2009-2011 (satuan jiwa) No Provinsi 2009 2010 2011 1 DKI Jakarta 4.118.390 4.689.761 4.588.418 2 Jawa Barat 16.901.430 16.942.444 17.454.781 3 Jawa Tengah 15.835.382 15.809.447 15.916.135 4 DI Yogyakarta 1.895.648 1.775.148 1.798.595 5 Jawa Timur 19.305.056 18.698.108 18.940.340 6 Banten 3.704.778 4.583.085 4.529.660 Sumber: Statistik Indonesia. 2012
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa angkatan kerja di propinsi-propinsi yang berada di Pulau Jawa cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Propinsi dengan jumlah angkatan kerja terbesar adalah Jawa Timur selanjutnya
8
Jawa Barat dan di posisi ketiga terbesar adalah Jawa Tengah. Hal ini tentu saja sesuai dengan luas wilayah dari propinsi-propinsi tersebut yang juga besar, sehingga menghasilkan jumlah angkatan kerja yang bekerja juga besar. Salah satu indikator telah terjadinya perubahan struktural dalam suatu wilayah perekonomian adalah dengan melihat akan nilai output dari sektor baru yang menjadi sektor unggulan. Nilai output atau hasil dari kegiatan industri pengolahan merupakan salah satu penyumbang pada PDRB di suatu wilayah. Nilai output ini tentu saja dibarengi dengan adanya kesinambungan antara modal fisik dan manusia yang dalam hal ini dapat diartikan bahwa modal fisik merupakan suatu input atau dana dalam menjalankan kegiatan produksi dalam perekonomian. Dengan adanya kesinambungan antara modal fisik dan modal manusia yang baik maka akan menghasilkan siklus kegiatan industri yang berkelanjutan dan pada akhirnya akan menghasilkan nilai output yang cukup baik. Berikut ini merupakan tabel total output industri pengolahan yang ada di Jawa Tengah. Tabel 1.5 Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah 2009-2011 (dalam ribu rupiah) 2009
2010
2011
rata-rata
141.798.575.132 151.027.992.932 165.341.778.648 152.722.782.237 Sumber : BPS Jawa Tengah
Fenomena yang terjadi dalam proses pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah dapat disimpulkan karena terjadi beberapa hal. Pertama, adalah terjadinya
9
pergeseran struktural, yaitu sektor yang merupakan sektor basis yang dalam hal ini adalah pertanian berubah menjadi sektor industri. Dari perubahan sektor tersebut menyebabkan terjadinya fenomena aglomerasi industri (pengelompokan industri) di wilayah yang ada dalam Propinsi Jawa Tengah. Terjadinya aglomerasi di Jawa Tengah ditunjukkan dengan perhitungan menggunakan Indeks Balassa, dimana nilai indeks lebih dari 1 ini berarti wilayah tersebut terjadi aglomerasi. Pergeseran sektor menjadi sektor industri juga didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari struktur demografi penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu proporsi jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) lebih besar dibanding
usia 0-10 tahun dan 65 tahun keatas.
Selanjutnya, nilai output industri di Propinsi Jawa Tengah juga cukup memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dimana nilai output industri tersebut didukung oleh sumber daya yang ada di Jawa Tengah baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Beberapa fenomena diatas ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel 1.6 Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja dan Nilai Output Industri Di Jawa Tengah Tahun 2009-2011 Tahun
Aglomerasi
Usia 15-64
2009
1,03537
65,71%
Nilai Output Industri 141.798.575.132
2010
1,03577
66,52%
151.027.992.932
2011
1,02164
67,35%
165.341.778.648
Sumber : BPS Jateng (diolah)
10
Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Eko Wicaksono Pambudi (2012 : 7) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah) menunjukkan hasil analisis yang menyatakan bahwa variabel aglomerasi negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari beberapa uraian singkat diatas dapat dikatakan bahwa pola pemusatan atau aglomerasi dapat terjadi karena adanya perbedaan spesialisai antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain itu, keuntungan pola pemusatan atau aglomerasi diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Sementara itu dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi variabel Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri dapat dikatakan memberikan kontribusi walaupun tidak terlalu besar. Dengan ditemukannya fenomena yang terjadi dari uraian diatas, maka penelitian ini bermaksud untuk menganalisa kondisi tersebut, dengan mengambil judul “PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR, TINGKAT PARTISIPASI
ANGKATAN
KERJA
(TPAK)
DAN
NILAI
OUTPUT
11
INDUSTRI
MANUFAKTUR
TERHADAP
LAJU
PERTUMBUHAN
EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009-2011” B. Perumusan Masalah Suatu
aktivitas
perekonomian
akan
menghasilkan
perkembangan
perekonomian yang tentunya akan berdampak pada wilayah dimana aktivitas perekonomian itu berlangsung. Selain itu, wilayah yang berada di sekitarnya juga akan terkena dampak serta imbasnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak yang dapat terjadi memiliki kemungkinan positif dan negatifnya, dalam hal ini dampak positif yang akan terjadi adalah adanya peningkatan kegiatan perekonomian di wilayah tersebut sedangkan dampak negatifnya adalah kerugian sosial. Kerugian sosial dalam hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya pola pemusatan (aglomerasi) maka akan menimbulkan permasalahan akan kepadatan di wilayah perkotaan akibat dari perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang mencari pekerjaan di sektor industri di wilayah perkotaan. Selain itu, semakin bertambahnya jumlah industri manufaktur di Jawa Tengah tentu saja akan menambah keuntungan eksternal yaitu adanya penghematan aglomerasi. Aktivitas perekonomian tersebut juga ditunjang dengan adanya sarana penunjang baik fisik maupun materil untuk dapat mempermudah mobilisasi baik orang maupun barang. Selanjutnya dalam penelitian ini fenomena mengenai pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah dapat dijelaskan karena terjadinya beberapa hal. Pertama adalah terjadinya pergeseran sektor dari sektor pertanian ke sektor
12
industri yang selanjutnya menyebabkan terjadinya pemusatan industri-industri tersebut di Jawa Tengah atau dengan kata lain terjadi aglomerasi industri. Kegiatan perindustrian yang memberikan sumbangsih terbesar dalam PDRB di Jawa Tengah tersebut didasarkan oleh struktur demografi penduduk di Jawa Tengah yang didominasi oleh penduduk usia kerja (15-64th) dengan rata-rata sebesar 65 persen dari jumlah penduduk total di Jawa Tengah. Kemudian aspek output nilai industri di Jawa Tengah yang didukung oleh ketersediaan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Berdasarkan uraian masalah yang disampaikan diatas, maka dapat ditulis pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah? 2) Sejauh mana pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ? 3) Sejauh mana pengaruh nilai output industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ? 4) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri, TPAK dan nilai output industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah?
13
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah. 2. Menganalisis pengaruh TPAK terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 3. Menganalisis pengaruh Nilai Output Industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 4. Menganalisis pengaruh Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian Kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumber masukan yang bermanfaat bagi pengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 2. Sebagai tambahan referensi atau wawasan terhadap perkembangan Propinsi Jawa Tengah, terutama mengenai industri manufaktur.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori Pembangunan ekonomi pada saat ini merupakan salah satu syarat mutlak apabila suatu wilayah ingin mengalami pertumbuhan ekonomi. Suatu wilayah dikatakan sejahtera apabila dilihat dari pertumbuhaan ekonominya mengalami peningkatan
yang signifikan dibandingkan
dengan wilayah
yang lain.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya diikuti dengan terjadinya pemerataan pendapatan pada masyarakatnya. Menurut Boediono, pertumbuhan ekonomi merupakan output perkapita dalam jangka panjang, yang dapat diartikan bahwa presentase pertambahan output tersebut harusnya lebih besar daripada presentase jumlah penduduk (dalam Tarigan 2005 : 46) 1. Konsep dan Teori Pertumbuhan Ekonomi Dalam pandangan ekonom klasik, sedikitnya terdapat empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu a) Luas tanah dan kekayaan alam, b) Jumlah penduduk, c) Jumlah stok barang dan modal, d) Tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2006 : 268). Faktor tersebut dapat dikatakan sebagai faktor yang cukup dominan dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
15
Model pertumbuhan ekonomi neoklasik yang dikemukakan oleh Solow menyatakan bahwa persediaan modal dan angkatan yang bekerja dan asumsi bahwa produksi memiliki pengembalian konstan merupakan hal-hal yang mempengaruhi besaranya output. Model pertumbuhan Solow juga dirancang untuk mengetahui apakah tingkat tabungan, stok modal, tingkat populasi dan kemajuan teknologi mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Tarigan, 2005 : 52). Terdapat beberapa asumsi dari model pertumbuhan Solow yang antara lain meliputi faktor produksi yang tersedia yaitu buruh dan modal digunakan sesuai dengan kemampuannya, buruh terpekerjakan secara penuh, stok modal juga digunakan secara penuh serta kemajuan teknik bersifat netral (Jhingan 2012:275). Menurut Todaro (2006 : 124), Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu : 1. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja Pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang
notabenya merupakan salah satu faktor yang akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi seberapa besar perekonomian dapat menyerap angkatan kerja yang bekerja produktif.
16
2. Akumulasi Modal Akumulasi modal merupakan gabungan dari investasi baru yang di dalamya mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya manusia yang digabung dengan pendapatan sekarang untuk dipergunakan memperbesar output pada masa datang. 3. Kemajuan Teknologi Kemajuan
teknologi
menurut
para
ekonom
merupakan
faktor
terpenting dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi memberikan dampak besar karena dapat memberikan cara-cara baru dan menyempurnakan cara lama dalam melakukan suatu pekerjaan. Menurut
Kuznet (dalam Jhingan, 2000 : 57) pertumbuhan ekonomi
adalah proses peningkatan kapasitas produksi dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua aspek yang dipisahkan. Pendapatan
Pertumbuhan Domestik
ekonomi
Regional
dapat
Bruto (PDRB)
dilihat
tidak
dapat
dari pertumbuhan
menurut
harga konstan.
Pertumbuhan ekonomi di daerah dapat dilihat menggunakan PDRB per kapita sehingga diketahui apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai atau belum. Ada beberapa model pertumbuhan ekonomi yang berkembang
dan
relevan dengan penelitian ini, yaitu : Teori Pertumbuhan Ekonomi NeoKlasik, Teori Basis Ekonomi dan Teori Pertumbuhan Kuznet. 17
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada beberapa aspek yang menjadi faktor penentu di dalamnya yaitu unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan tingkat output (Tarigan 2005:52). Dalam penjelasan selanjutnya dikatakan bahwa dapat terjadi suatu substitusi antara tenaga kerja (L) dengan kapital (K). Dalam teori ini dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi didasarkan pada tiga hal yang antara lain akumulasi modal, penawaran terhadap tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Peningkatan teknologi terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktifitas per kapita dapat meningkat. Teori neoklasik juga membagi tiga jenis input yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu : 1. Pengaruh modal dalam pertumbuhan ekonomi 2. Pengaruh teknologi dalam pertumbuhan ekonomi 3. Pengaruh angkatan kerja yang bekerja dalam pertumbuhan ekonomi Teori neoklasik memiliki pandangan dari sudut yang berbeda dari teori klasik yaitu dari segi penawaran. Pertumbuhan ekonomi ini bergantung kepada fungsi produksi : Y = 𝑇𝐾𝑡𝑎 𝐿1−𝑎 𝑡
18
Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja dan T adalah teknologi. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen maka model neoklasik Solow juga disebut model pertumbuhan eksogen. Model Solow memiliki beberapa kekurangan dan untuk memperbaikinya dengan memecah total faktor produksi dengan memasukan variabel lain, dimana variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model ini disebut model pertumbuhan endogen. Model
pertumbuhan
endogen
beranggapan
bahwa
perdagangan
internasional penting sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Model perdagangan internasional diukur
melalui aktifitas ekspor dan impor,
yaitu: Y = F (𝐴𝑖 𝐾𝑖 𝐿𝑖 ) Dimana Y adalah output, A adalah produktifitas, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja, i adalah tahun, sedangkan indeks produktifitas (A) adalah fungsi dari ekspor (X) dan impor (M), yaitu : 𝐴𝑖 = F (𝑋𝑖 𝑀𝑖 ) b. Teori Pertumbuhan Baru Ada beberapa ahli ekonom seperti Mankiw, Romer dan Weil melakukan studi penyempurnaan model pertumbuhan ekonomi neoklasik untuk memperjelas dan menambahkan dasar teoritis bagi sumber pertumbuhan ekonomi (Eko Wicaksono Pambudi, 2012: 44). Model Solow hanya dapat menerangkan
19
hubungan modal dan angkatan kerja yang bekerja saja, sehingga ditambahkan lagi variabel mutu modal manusia untuk membantu menjelaskan pola pertumbuhan ekonomi selain modal dan angkatan kerja yang bekerja, yaitu : Y = 𝑇𝐾𝑡𝑎 𝐿1−𝑎 𝐻1−𝑎−𝑏 𝑡 Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, T adalah teknologi dan H adalah modal manusia. Lebih dalam lagi, menurut Paul Romer inovasi dan perubahan teknologi merupakan faktor utama bagi pertumbuhan ekonomi hal ini didasarkan pada pandangan bahwa inovasi dan perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas kapital dan tenaga kerja. (Abdul Hakim, 2010:106) c. Teori Basis Ekonomi Teori ini dikemukakan oleh Harry W Richardson yang
menjelaskan
bahwa terdapat suatu faktor penentu akan terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Permintaan barang dan jasa dari luar daerah tersebut dikategorikan salah satu contoh dari kegiatan ekspor. Namun, secara lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan ekspor tidak hanya mencakup penjualan barang dan jasa keluar daerah tetapi masyarakat luar yang datang dan membeli barang dan jasa di daerah tersebut (Tarigan, 2005 : 56). Pertumbuhan industri-industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya lokal baik tenaga kerja maupun bahan baku akan menghasilkan peluang kerja serta menghasilkan kekayaan daerah.
20
d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) Teori ini dapat diartikan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan fungsional dan pendekatan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat
hubungannya
memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga
mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (wilayah sekitarnya). Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah tersebut serta masyarakat akan dengan senantiasa datang memanfaatkan fasilitas yang disediakan di daerah tersebut. Tarigan (2005: 162) mengatakan bahwa tidak semua kota dapat diartikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan memiliki empat ciri khusus yang antara lain adalah : 1) Adanya hubungan internal dari berbagai kegiatan yang memiliki nilai ekonomi. Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Terdapat keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, akan terlihat kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan
21
menciptakan
sinergi
untuk
saling
mendukung
terciptanya
pertumbuhan. 2) Adanya efek pengganda (Multiplier Effect) Keberadaan
sektor-sektor
yang
saling
terkait
dan
saling
mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa bebrapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut. Karena kegiatan berbagai sektor di kota meningkat maka kebutuhan kota akan bahan baku dan tenaga akan meningkat. 3) Adanya Konsentrasi Geografis Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan
efisiensi
di
antara
sektor-sektor
yang
saling
membutuhkan juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Masyarakat yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan sehingga akan terjadi penghematan akan waktu, tenaga, dan biaya. Volume transaksi yang terjadi di wilayah tersebut maka akan meniongkat dan akan menciptakan economic of scale.
22
4) Bersifat mendorong wilayah belakangnya (sekitarnya) Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang harmonis antara kota dengan wilayah belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku serta tenaga kerja dari wilayah belakang maupun sekitarnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila keadaan yang harmonis ini semakin maju dan berkelanjutan maka tidak dapat dipungkiri wilayah disekitar kota akan menjadi tumbuh juga.
Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam (di antara berbagai sektor di kota tersebut) maupun keluar (ke wilayah belakang serta sekitarnya).
e. Teori Pertumbuhan Kuznet Pertumbuhan ekonomi Kuznet menunjukan adanya kemampuan jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan barangbarang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai ketika terjadi keadaan dimana adanya perubahan struktural yang ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi, kelembagaan dan penyesuaian idiologi.
23
Teori pertumbuhan Kuznet menuliskan dalam analisinya menambahkan enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu : 1. Tingginya tingkat pendapatan perkapita. 2. Tingginya produktifitas tenaga kerja. 3. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi. 4. Tingginya faktor transformasi sosial idiologi. 5. Kemampuan perekonomian untuk melakukan perluasan pasar. 6. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.
2.
Teori Aglomerasi Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu pertumbuhan
ekonomi di tiap-tiap wilayah Indonesia tidaklah sama. Hal ini sesuai dengan konsepsi Perroux tentang aglomerasi yang menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi pada semua tempat, namun hanya sebagian tempat tertentu saja. Biasanya akan terjadi fenomena
daerah
yang
mempunyai
pertumbuhan
ekonomi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah sehingga akan berdampak pada
munculnnya aglomerasi. Aglomerasi bisa diartikan sebagai kegiatan
ekonomi terpusat pada wilayah-wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan antar wilayah.
24
a. Konsep Aglomerasi Menurut Kuncoro (2002: 26), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan karena penghematan akibat dari perusahaan yang letaknya saling berdekatan dan akibat dari kalkulasi perusahaan secara individual. Selanjutnya Marshall merupakan salah satu pencetus dari istilah aglomerasi yang disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Industri yang terlokalisir muncul karena sebuah industri akan memilih tempat dimana tempat tersebut akan menjamin proses produksi akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama ( Mc Donald, 1997:37). Salah satu manfaat yang ditimbulkan oleh kegiatan aglomerasi adalah penghematan skala (scale economies). Menurut Tarigan (2005 : 159-160) aglomerasi berdasarkan penghematan skala (economic of scale) adalah keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya lebih efisien. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih efisien maupun karena biaya tetap (fixed cost) tidak bertambah, walaupun jumlah produksi ditingkatkan (sampai batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak sebesar kenaikan produksi). Salah satu cara perhitungan aglomerasi industri adalah dengan indeks balassa yang merupakan suatu perhitungan rasio (perbandingan) dari jumlah tenaga kerja industri di suatu wilayah (kab/kota di Jawa Tengah) dengan total tenaga kerja industri di wilayah yang lebih besar (Propinsi Jawa Tengah) (Sbergami dalam Sodik, 2007: 7). Penggunaan Indeks Balassa didasarkan pada kekhususan untuk dapat membedakan faktor spesialisasi 25
yang mana dalam penelitian ini diwakili oleh jumlah atau besaran tenaga kerja. Selain itu, dalam pengertian New Ecomonical Geographic atau Teori Geografi Ekonomi Baru salah satu faktor utama penentu lokasi akan terjadinya aglomerasi industri adalah adanya keadaan dimana terkonsentrasinya pasar tenaga kerja yang dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masuk dalam usia kerja di suatu wilayah. b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Richardson (dalam Tarigan 2005 : 55), berpendapat bahwa dengan adanya persaingan antar industri maka akan meningkatkan harga bahan baku dan faktor produksi, dan mengakibatkan biaya per unit mulai naik yang berdampak relokasi aktifitas ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai skala produksi maksimum. Dengan adanya aglomerasi ekonomi di suatu wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena akan tercipta efisiensi produksi, sedangkan wilayah lain yang tidak sanggup untuk bersaing akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya. Jamie Bonet (2006 : 63), menjelaskan bahwa aglomerasi (pemusatan kegiatan) produksi digunakan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk mengetahui kesenjangan wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam perekonomian. Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa aglomerasi merupakan suatu sekumpulan kluster wilayah yang
26
merupakan konsentrasi dari kegiatan ekonomi dan disebabkan oleh adanya penghematan yang terjadi di lokasi yang saling berdekatan. Selanjutnya, aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara, pertama adalah dengan menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut dan yang kedua adalah dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi. Penelitian ini menggunakan konsep aglomerasi produksi yang diukur menggunakan proporsi jumlah tenaga kerja di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah tenaga kerja industri manufaktur di tiap-tiap Kab/kota di Propinsi Jawa Tengah. 3.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) a. Pengertian TPAK Penduduk dibedakan menjadi dua golongan yakni tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan masyarakat luas. Yang tergolong dalam pengertian tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan atas dasar batas usia kerja. Bank Dunia menyatakan bahwa batas usia kerja adalah 15 sampai 64 tahun. Namun di Indonesia batas usia kerja adalah 10 tahun keatas (sejak 1971-1999). Pemilihan umur 10 tahun tersebut didasari oleh kenyataan bahwa di daerah 27
pedasaan sudah banyak penduduk yang bekerja pada usia 10 tahun. Sejak tahun 2001 Indonesia mengikuti anjuran dari International Labour Organization (ILO), yauti mengubah batas minimal usia tenaga kerja di Indonesia dari 10 tahun menjadi 15 tahun. Selanjutnya, angkatan kerja merupakan salah satu faktor positif dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dijelaskan dengan pengertian bahwa semakin banyak partisipasi angkatan kerja yang bekerja, akan meningkatkan tingkat produksi yang akhirnya akan berimbas pada naiknya pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa klasifikasi dalam angkatan kerja, yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Gambar 2.1 Bagan Tenaga Kerja A. Penduduk Umur 15+ tahun
C. Bukan Angkatan Kerja
B. Angkatan Kerja (Labour Force)
(not in labour force)
Sekolah
Ibu Rumah Tangga
Pensiun
Lain-lain
D. Bekerja E. Mencari Pekerjaan/ Menganggur
28
Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang sedang mencari kerja. Sedangkan penduduk yang termasuk dari bukan angkatan kerja adalah penduduk yang masuk dalam usia kerja namun sedang tidak bekerja seperti ibu rumah tangga, pensiunan, siswa sekolah maupun perguruan tinggi dan lain-lain. Dalam gambar diatas yang dikatakan dengan TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan rasio dari label huruf B dan A , dimana dalam bagan tersebut terlihat jelas bahwa bagan dengan label huruf
B merupakan jumlah angkatan yang dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia 15-64. Untuk mendapatkan perhitungan matematis mengenai presentase TPAK maka dengan cara membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah total penduduk usia 15-64th. Manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alokasi SDM yang efektif merupakan awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga perekonomian tetap tumbuh. Dapat dikatakan bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan ekonomi. Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki, kelompok wanita, kelompok tenaga kerja terdidik, kelompok umur 15-19 tahun. Tidak semua penduduk dalam usia kerja terlibat dalam pekerjaan atau mencari
29
pekerjaan sebagian bersekolah atau mengurus rumah tangga dan lain-lain. Menurut Mulyadi Subri (2002:60) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur tersebut.
Menurut Payaman Simanjuntak (2001:36) TPAK merupakan ukuran tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan kerja yang dapat memberikan gambaran yang jelas sampai seberapa jauh sebenarnya penduduk yang termasuk usia kerja (sepuluh tahun keatas) benar-benar aktif dalam bekerja dan tidak aktif bekerja. Jadi TPAK adalah perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk dalam usia kerja.
Formulasi dalam perhitungan TPAK merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 (usia kerja) formulasinya adalah sebagai berikut : TPAK =
𝑋 x 100% 𝑌
Dimana : X = Angkatan Kerja (baik yang bekerja ataupun yang sedang mencari pekerjaan Y= Jumlah Penduduk Usia Kerja (15-64tahun)
30
Faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya TPAK antara lain yaitu : a) Jumlah penduduk bersekolah dan mengurus rumah tangga Hubungan TPAK dan jumlah penduduk yang masih bersekolah adalah semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil jumlah angkatan kerja yang berarti TPAK semakin kecil. b) Tingkat Umur Umur berkaitan dengan TPAK, dengan adanya kenyataan bahwa penduduk berumur muda umumnya mempunyai tanggung jawab yang tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan mereka umumnya bersekolah. c) Tingkat Upah Kaitan antara tingkat upah dengan TPAKadalah melalui kenyataan bahwa semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak anggota keluarga yang tertarik untuk masuk ke pasar kerja atau dengan kata lain TPAK akan meningkat. d) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berhubungan dengan TPAK karena semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk bekerja.
31
b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi Dalam pengertiannya, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja dengan penduduk usia kerja (usia 15-64 tahun). Dapat dikatakan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan bagian dari tenaga kerja dan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berlangsungnya serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terlaksana dengan baik apabila jumlah dan mutu dari tenaga kerja itu baik. Dengan mutu penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka akan menghasilkan angkatan kerja yang baik pula. Selain itu dengan adanya pertambahan penduduk, maka akan menaikkan jumlah tenaga kerja yang kemudian menambahkan kemungkinan untuk dapat
lebih banyak lagi
berproduksi. (Sadono, 2004 : 429)
4. Konsep dan Pengertian Nilai Output Industri a. Konsep Nilai Output Industri Badan Pusat Statistik (BPS, 2000) mendefinisikan bahwa nilai output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah atau (negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal usul pelaku produksi maupun bentuk usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya
32
dihitung sebagai bagian dari output wilayah tersebut, oleh karena itu output sering disebut sebagai produk domestik. Wujud produk yang dihasilkan dapat berupa barang dan jasa, maka perkiraan output untuk produksi berupa barang diperoleh dengan cara mengalikan produksi dengan harga per unit. Sedangkan yang berupa jasa, output didasarkan pada penerimaan dari jasa yang diberikan pihak lain.
Produk yang dihasilkan oleh sektor menurut sifat teknologi yang digunakan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu produk utama, produk ikutan, dan produk sampingan. Produk utama adalah produk yang pada umumnya mempunyai nilai dan atau kuantitas yang paling dominan diantara produk-produk yang dihasilkan. Produk ikutan adalah produk yang secara otomatis terbentuk saat menghasilkan produk utama, teknologi yang digunakan untuk menghasilkan produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal. Sedangkan yang dimaksud produk sampingan adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda.
Secara umum untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan dimasukkan sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan produk
sampingan
masih
tergantung
pada
karakteristiknya.
Apabila
karakteristiknya sama, maka masuk sebagai output sektor yang bersangkutan dan apabila berbeda karakteristiknya maka masuk pada sektor lain. Pada beberapa sektor penghitungan output relatif berbeda, seperti sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan dan sektor pemerintahan.
33
b) Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi Dalam pembentukan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terdapat sembilan macam sektor yang memiliki kontribusi. Salah satu sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan, yang mana nilai sektor industri pengolahan tersebut dapat dikatakan merupakan bagian dari pembentuk nilai PDRB yang ada. Nilai output industri yang merupakan bagian pembentukan nilai PDRB tersebut, memberikan dampak, pada besar atau kecilnya nilai PDRB di suatu wilayah. Penggunaan nilai output industri yang lebih efektif adalah dalam hubungannya dengan
penyelidikan pengaruh pengembangan satu kegiatan
tertentu terhadap kegiatan lainnya yang merupakan sektor perekonomian secara keseluruhan.
di dalam kegiatan
Dalam menyelidiki pengaruh tersebut
anggapan yang paling penting ialah bahwa daerah yang akan dipelajari dianggap sebagai daerah tertutup. Dengan demikian berarti bahwa hubungan antar daerah disusun ke dalam dua sektor utama, yaitu ekspor dan impor. Hal ini disebabkan karena kita ingin menyelidiki pengaruh tersebut terhadap suatu daerah tunggal. B. Penelitian Terdahulu Nuryadin dan Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 34
Pambudi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel aglomerasi menujukan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Qisthi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan 1986-2009” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari variabel modal dan pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan. Sumiyati (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Modal Tetap Dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” menyatakan bahwa hasil penelitian dalam jurnalnya menunjukkan bahwa Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indosia baik secara parsial maupun simultan. Aldilla (2011) Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah menyatakan dalam hasilnya bahwa variabel tenaga kerja dan nilai output industri berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.
35
Quigley (1993) dalam tulisannya yang berjudul Urban diversity and Economic Growth menyatakan bahwa aglomerasi memiliki sedikitnya tiga keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, antara lain skala ekonomi, penghematan bahan baku dalam produksi, dan kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang berbagai macam aspek produksi menjadi lebih besar. Stuart S. Rosenthal dan William C. Strange (2001) dalam tulisannya yang berjudul Determinant of Agglomeration menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi (yang dijelaskan dengan meningkatnya produktifitas) di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan faktor-faktor produksi lainnya.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penulis Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik
Tahun Judul 2007 Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia
Variabel Aglomerasi Angkatan Kerja Laju Inflasi Ekspor Netto Human Capital
Metode Metode Regresi Linear Berganda
Hasil Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan Ekonomi
36
Eko 2013 Wicaksono Pambudi
Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah)
Aglomerasi Investasi Ketimpangan Wilayah Modal Tenaga Kerja
Wildan Qisthi
Pengaruh Modal, Tenaga Kerja dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan 19862009
Modal Tenaga Kerja Pendapatan Asli Daerah Pertumbuhan Ekonomi
2011
Metode Data Hasil penelitian Panel 175 menunjukkan observasi bahwa variabel aglomerasi menunjukkan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Ordinary Dalam Least Square penelitiannya (OLS) dijelaskan variabel modal, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dengan P.E
37
Penulis Euis Ety Sumiyati
Tahun Judul 2008 Pengaruh Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Variabel Pertumbuhan Ekonomi Modal Tenaga Kerja
Metode Ordinary Least Square (OLS)
Hasil Modal tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara parsial maupun simultan
Reza Aldilla
2011
Tenaga Kerja Nilai Output Pertumbuhan Ekonomi Indeks Ketimpangan
Variabel tenaga kerja dan nilai output berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah
Quigley
1993
Menjadikan variabel pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderating dengan ordinary least square (OLS) Ordinary Least Square (OLS)
Pengaruh Tenaga Kerja dan Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta pengaruhnya terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah Urban Diversity And Economic Growth
Aglomerasi wilayah Jumlah Penduduk Pertumbuhan Ekonomi
Aglomerasi memiliki beberapa keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah antara lain skala ekonomi
38
Penulis
Tahun Judul
Variabel
Stuart S. Rosenthal dan Willian C Strange
2001
Spillovers Labour Market Pooling Input Sharing Product Shipping Cost Natural Advantage
Determinant Of Agglomeration
Metode
Hasil bahan baku produksi, dan kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang produksi menjadi lebih besar Ordinary Terdapat Least Square hubungan (OLS) positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi (yang dijelaskan dengan meningkatnya Produktifitas) di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan faktor-faktor produksi lainnya
Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian
Dari beberapa uraian mengenai penelitian terdahulu diatas dapat dijelaskan perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK) dan Nilai Output Industri yang dijadikan sebagai variabel independen dengan variabel dependen Laju Pertumbuhan Ekonomi Di Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
39
Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dari penelitian ini. Selain itu dapat dijadikan ciri perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain. C. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator keberhasilan suatu negara dalam rangka mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi terjadinya perkembangan GNP potensial yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan meningkatkan standar hidup masyarakat (Asfia Murni, 2007:173). Dalam mengambangkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara, terdapat beberapa faktorfaktor pendukungnya. Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Y) yaitu faktor aglomerasi industri (X1), jumlah tenaga kerja (X2) dan infrastruktur penunjang (X3). Faktor-faktor tersebut akan diteliti secara simultan maupun parsial yang diukur dengan alat analisis regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya. Menurut Hoover dan Giarratani (dalam Sumodiningrat 2004 : 12) menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu keadaan meningkatnya keuntungan-keuntungan sebagai akibat dari pemusatan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya akibat adanya penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk. Aglomerasi dapat dikatakan sebagai suatu faktor pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena adanya unsur spasial didalamnya. Penghematan yang terjadi tentu saja akan merangsang
40
kegiatan perekonomian menjadi lebih besar dan berakibat pada tingkat pertumbuhan ekonomi.
Akibat adanya aglomerasi khususnya aglomerasi industri, maka akan dapat membuka lapangan kerja baru. Hal ini dikarenakan kegiatan industri memerlukan berbagai macam sumber daya baik alam maupun sumber daya manusia dan dalam hal ini sumber daya manusia adalah tenaga kerja. Tenaga kerja yang ada di suatu wilayah khususnya di Propinsi Jawa Tengah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tenaga kerja yang bekerja dan tidak bekerja. Dalam penelitian ini Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja atau angkatan kerja yang bekerja yang akan diteliti.
Kegiatan industri merupakan kegiatan yang saling terkait. Kegiatan industri yang terjadi di Propinsi Jawa Tengah tentu saja memberikan kontribusi terhadap nilai PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Dalam penelitian ini nilai output industri merupakan salah satu yang dapat dikatakan memiliki pengaruh atau kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Dari beberapa uraian diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut ini.
41
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2009-2011 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik menjelaskan bahwa suatu pertumbuhan ekonomi dapat terjadi apabila memenuhi faktor-faktor pendukung yang antara lain adalah modal (K). Tenaga kerja (K), dan Teknologi (T). Dasar pemikiran tersebut yang dijadikan sebagai latar belakang penelitian ini dengan pemilihan tiga variabel bebas Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri.
Aglomerasi Industri (X1)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X2)
Nilai Output Industri (X3)
Laju Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Model Regresi Data Panel (Uji Chow) (Uji Hausman)
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji Heterokedastisitas Uji Multikolinieritas Uji Autokorelasi
Uji Statistik Uji Secara Parsial (Uji t) Uji Secara Simultan (Uji F) Koefisien Determinasi
Hasil, Kesimpulan dan Saran
42
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa diduga terjadi hubungan antara Aglomerasi Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah . Dalam hal ini hubungan tersebut dapat diartikan bahwa adanya Aglomerasi Industri atau pemusatan kegiatan industri menunjang akan terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang mana dijelaskan oleh adanya fenomena perubahan struktur di Propinsi Jawa Tengah dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Selanjutnya variabel TPAK diduga memiliki pengaruh serta hubungan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang didasarkan pada unsur demografi penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu usia 15-64 tahun yang merupakan usia tenaga kerja lebih mendominasi daripada usia 0-10 tahun dan usia 65 tahun keatas. Dengan kata lain Propinsi Jawa Tengah memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup banyak. Variabel nilai output industri dalam gambar diatas diduga memiliki hubungan serta pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang didasarkan pada besaran nilai output industri yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Propinsi Jawa Tengah D. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah pendapat sementara dari suatu penelitian serta pedoman dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori terkait dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih.
43
Dari uraian mengenai hubungan antar variabel diatas, maka dapat dituliskan hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Aglomerasi Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 3. Nilai
Output
Industri
diduga
berpengaruh signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. 4. Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Batasan atau
ruang lingkup penelitian terdapat pada variabel
dependen dan variabel independen. Variabel dependen atau variabel tidak terikat dalam penelitian ini adalah
laju pertumbuhan ekonomi di tiap
kab/kota di Jawa Tengah yang selalu berfluktuasi dan variabel independen dalam penelitian ini adalah aglomerasi industri, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan nilai output industri manufaktur. Penelitian ini merupakan penelitian populasi karena data yang digunakan adalah seluruh data dari kabupaten atau kota di Propinsi Jawa Tengah. Periode penelitian didasarkan pada data yang digunakan dalam analisis meliputi tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode data panel. Sedangkan jenis data yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari hasil pengolahan pihak kedua. Adapun data yang digunakan merupakan data tahunan.
B. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data diperoleh dengan cara dokumentasi, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan kategori klasifikasi data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian dari berbagai sumber antara lain buku-buku, jurnal, serta website publikasi yang ada.
45
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang bersumber dari Buku Jawa Tengah Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, serta data yang berasal dari sumber-sumber lain. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Library Research
Data yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal koran dan hal lain yang berhubungan dengan aspek penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid.
C. Metode Analisis Data 1. Metode Data Panel Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data panel. Analisis data panel merupakan kombinasi dari deret waktu (time series) dengan kerat lintang (cross section). Menurut Baltagi (2005:125), keunggulan penggunaan data panel dibandingkan deret waktu dan kerat lintang adalah: a. Data panel membuat data lebih informatif, lebih bervariasi dan mengurangi kolinearitas antar variabel sehingga lebih efisien. b. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan studi berulang dari cross section. c. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks.
46
d. Data Panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series dan data cross-section. e. Estimasi data panel dapat menunjukan adanya heterogenitas dalam setiap individu. Data panel dapat dibedakan menjadi dua, balanced panel dan unbalanced panel. Balanced panel terjadi jika panjangnya waktu untuk setiap unit cross section sama. Sedangkan unbalanced panel terjadi jika panjangnya waktu tidak sama untuk setiap unit cross section.
2. Model Estimasi Regresi Data Panel a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Merupakan teknik pendekatan yang paling sederhana dengan mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukan kondisi yang sesungguhnya yaitu menggabungkan (pooled) seluruh data time series dan cross section dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS). Hasil analisis regresi ini dianggap berlaku pada semua objek pada semua waktu. Kelemahan asumsi ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek tersebut pada waktu yang lain. (Wing Wahyu Winarno, 2007:9.14).
47
b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model) Model ini dapat menunjukkan perbedaan konstan antar objek, meskipun dengan koefisien regressor yang sama. Model ini juga memperhitungkan kemungkinan bahwa peneliti menghadapi masalah omitted variables yang mungkin membawa perubahan pada intercept time series atau cross section. Model FEM dengan efek tetap maksudnya adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian pula dengan koefisien regresinya yang besarnya tetap dari waktu ke waktu (time variant). (Wing Wahyu Winarno, 2007 : 9.14) c. Pendekatan Efek Acak (Random Effect Model) Pendekatan random effect digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Namun terdapat satu syarat untuk menganalisis dengan menggunakan efek random yaitu objek data silang harus lebih besar dari banyaknya koefisien. (Wing Wahyu Winarno, 2007:915).
48
3. Pemilihan Metode Data Panel Dalam pengolahan data panel, mekanisme uji untuk menentukan metode pemilihan data panel yang tepat yaitu dengan cara membandingkan metode pendekatan PLS dengan pendekatan FEM terlebih dahulu. Jika hasil yang diperoleh menunjukan model pendekatan PLS yang diterima, maka model pendekatan PLS yang akan dianalisa. Jika model pendekatan FEM yang diterima, maka melakukan perbandingan lagi dengan model pendekatan REM. Untuk melakukan model mana yang akan dipakai, maka dilakukan pengujian diantaranya :
a. Uji Chow Test (PLS VS FEM) Yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji F-restricted atau uji Chow Test. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: Ho : Model PLS (Restricted) Hi : Model Fixed Effect (Unrestricted) Dasar penolakan pada hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan FStatistic seperti yang dirumuskan oleh Chow sebagai berikut: CHOW= (RRSS-URSS)/(N-1) URSS/ (NT-N-K)
49
Dimana : RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square/common intercept). URSS = Unrestricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect). N= Jumlah data cross section T= Jumlah data time series K= Jumlah Variabel penjelas Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai F-Test atau Chow Statistic (F-Statistik) hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect.
b. Uji Hausman Test (FEM VS REM) Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed effect atau random effect yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : Model Random Effect Hi : Model Fixed Effect
50
Dasar Penolakan Ho adalah dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi Square. Jika Chi Square Statistik > Chi Square Tabel, maka Ho ditolak (model yang digunakan adalah fixed effect).
4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik Untuk mengupayakan hasil model yang efisien, maka diperlukan pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi model yaitu gangguan antar waktu dan gangguan antar individu. Untuk menghasilkan nilai parameter model penduga yang lebih tepat, maka diperlukan pendeteksian apakah model tersebut menyimpang dari asumsi klasik atau tidak, deteksi tersebut terdiri dari : a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak pada variabel terikat dan variabel bebas. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji normalitas diantaranya dilakukan dengan cara mambandingkan probabilitas dari hasil pengujian. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5% maka data dikatakan terdistribusi normal.(Wing Wahyu, 2011 : 5.375.39)
51
b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka
disebut
homokedastisitas
dan
jika
berbeda
disebut
heterokedastisitas. Metode GLS pada intinya memberikan pembobotan pada variasi
data
yang
digunakan,
sehingga
dapat
dikatakan
dengan
menggunakan GLS maka masalah heterokedastisitas dapat diatasi. Masalah heterokedastisitas dapat disembuhkan dengan metode WLS yang ada pada GLS yang memberikan pembobotan pada varians yang digunakan. (Widarjono dalam Wibowo, 2013: 58).
c. Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independent variabel). Uji multikolinieritas terjadi hanya pada regresi ganda. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi tinggi diantara variabel bebas. Bila terjadi hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi maka dikatakan terdapat masalah multikolinieritas dalam model tersebut. Masalah multikolinieritas mengakibatkan adanya kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan.
52
Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi parsial. Metode ini dimunculkan oleh Farrar dan Glaubel, metodenya adalah dengan melihat nilai R square dari model utama yang diestimasi dengan nilai R square dari regresi antar variabel bebasnya.
d. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara anggota serangkaian observasi runtut waktu atau ruang. Salah satu cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin Watson (D-W test). Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson Ada autokorelasi positif 0
Tidak dapat Tidak ada Tidak dapat Ada diputuskan autokorelasi diputuskan autokorelasi negatif dl du 4-du 4dl
1,10
1,54
2
2,46
2,90
Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut tidak terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. (Wing Wahyu, 2009:5.27) Hipotesanya adalah : Ho : Tidak ada autokorelasi positif Ho* : Tidak ada autokorelasi negatif
53
Kriteria Pengujiannya adalah sebagai berikut. 1. Bila nilai D-W statistik terletak antara 0 < d < dl, Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif ditolak 2. Bila nilai D-W statistik terletak antara 4-dl < d < 4, Ho* yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif ditolak. 3. Bila nilai D-W statustuk terletak antara du < d < 4-du, Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif maupun Ho* yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif diterima. 4. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila dl < d < du 5. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila du < d < 4-dl
5. Uji Statistik a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan. Uji t menggunakan hipotesis sebagai berikut (Gujarati, 2003) : H0 : bi = b H1 : bi ≠ b Dimana bi adalah koefisien variabel inddependen ke-1 sebagai nilai parameter hipotesis. Nilai b biasanya dianggap nol, artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Penolakan H0 terjadi apabila
54
-thitung < -ttabel atau jika nilai thitung > ttabel. Hal ini berarti bahwa variabel bebas yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Nilai thitung dirumuskan dengan : t hitung =
(𝑏𝑖−𝑏) 𝑆𝑏
Dimana : bi
= Koefisien bebas ke-i
b
= Nilai hipotesis nol
Sb
= Simpangan baku dari variabel bebas ke-i
b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) Uji F diperuntukkan guna melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Dengan demikian, secara umum hipotesisnya dituliskan sebagai berikut : H0 : β1 , β2 , β3 , β4 ,................................................= β𝑘 = 0 H1 : Tidak demikian (setidaknya ada satu slope yang tidak sama dengan 0) Dimana k adalah banyaknya variabel bebas. Adapun cara pengujiannya yaitu dengan tabel ANOVA (Analysis Of Variance), dimana setelah didapatkan F hitung, maka langkah selanjutnya adalah membandingkannya dengan tabel F dengan df sebesar k dan n-k-1. Jika : F
hitung
> F𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka tolak H0 atau dengan kata lain bahwa
paling tidak ada satu slope regresi yang signifikan secara statistik (Nachrowi D Nachrowi, 2006 :17).
55
c. Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan nol (R2 = 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara jika R2 = 1, artinya variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X, dengan kata lain bila R2 = 1 maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi, dengan demikian baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2 – nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu (Nachrowi D Nachrowi, 2006:20).
6. Operasional Variabel Penelitian Berdasarkan dari permasalahan dalam penelitian, maka ada beberapa definisi operasional yang perlu dijelaskan : 1. Variabel Dependen a. Pertumbuhan ekonomi digunakan PDRB yang merupakan PDRB atas dasar harga konstan yang menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Dalam penelitian ini digunakan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000.
56
2. Variabel Independen a. Aglomerasi Industri yaitu suatu pengelompokan dalam kegiatan industri yang dihitung dari rasio perbandingan tenaga kerja sektor industri dengan tenaga kerja keseluruhan di suatu wilayah. b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan suatu kelompok penduduk tertentu yaitu perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. c. Nilai output industri manufaktur merupakan sebuah nilai dari hasil kegiatan industri manufaktur. Dalam penelitian ini digunakan nilai output industri manufaktur besar dan sedang.
57
Tabel 3.2 OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN Variabel Laju Pertumbuhan
Definisi Satuan Pertambahan pendapatan masyarakat yang Presentase
Ekonomi
terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya (%) kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di
wilayah
tersebut.
Pertambahan
pendapatan menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) dimana pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga konstan). Hal ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. (Tarigan) Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data laju pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap kab/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Aglomerasi
Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari
Angka Indeks
aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan,
Balassa (1- 4)
58
karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen. (Montgomery dalan Kuncoro), untuk mencari tingkat aglomerasi, penelitian ini menggunakan indeks balassa. Tingkat Partisipasi
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Presentase
Angkatan Kerja
(TPAK), merupakan suatu rasio
(%)
(TPAK)
perbandingan dari jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Dalam penelitian ini digunakan data penduduk usia 15-64 (usia kerja) dan data angkatan kerja di tiap kab/kota di Prop Jawa Tengah.
Nilai Output
Nilai input industri manufaktur merupakan
Miliyar
Industri
suatu nilai besaran akibat dari hasil kegiatan
Rupiah
Manufaktur
industri manufaktur. Dalam penelitian ini digunakan data nilai output industri manufaktur sedang dan besar di tiap kab/kota di Propinsi Jawa Tengah.
59
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Propinsi yang ada di Pulau Jawa, terletak pada 50 40′ dan 80 30′ Lintang Selatan dan antara 1080 30′ dan 1110 30′ Bujur Timur. Propinsi ini diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara administratif, Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Kabupaten tersebut antara lain
adalah
Kabupaten
Cilacap,
Kabupaten
Banyumas,
Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo Gambar 4.1 Kondisi Geografis Propinsi Jawa Tengah
60
Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten
Semarang,
Kabupaten
Temanggung,
Kabupaten
Kendal,
Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes serta 6 Kota di Jawa Tengah antara lain adalah Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Propinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang secara administratif berbatasan dengan :
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Jawa Timur
Sebelah Selatan : Samudra Hindia Sebelah Barat
: Jawa Barat
Secara umum kondisi perekonomian di Propinsi Jawa Tengah dilihat salah satunya melalui laju pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan PDRB dihitung dalam persen dengan menghitung nilai PDRB tanpa migas atas dasar harga Konstan 2000. Dihitung atas dasar harga konstan 2000 karena pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan lebih bisa menggambarkan pertumbuhan yang sebenarnya jika dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga konstan
61
menggunakan harga tetap dari tahun ke tahun sehingga perubahan harga tidak berpengaruh terhadap perhitungan. Menurut uraian dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2011 sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 33 persen. Selanjutnya sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restaurant sebesar 22 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap PDRB di Jawa Tengah sebesar 18 persen yang menempatkannya pada posisi ketiga dalam kontribusi terhadap PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Gambar 4.2 Distribusi Presentase PDRB Propinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertanian Pertambangan dan Galian
4% 5%
Industri Pengolahan 10%
18%
1% Listrik, Gas dan Air Bersih
22%
Bangunan 33% 6%
Perdagangan, Hotel dan Restaurant 1%
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2011
62
Berdasarkan Angka Sementara Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 33,27 juta jiwa atau sekitar 13,52 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini menempatkan Jawa Tengah sebagai propinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 98,34 persen. Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tahun 2012 tercatat sebesar 1022 jiwa setiap kilometer persegi, dan wilayah terpadat adalah Kota Surakarta dengan tingkat kepadatan lebih dari 11 ribu orang setiap kilometer persegi. (Jawa Tengah Dalam Angka 2012)
Tenaga Kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi. BPS merujuk pada konsep/definisi ketenagakerjaan yang direkomendasikan oleh International Labour Organization (ILO). Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, dan dibedakan sebagai Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh pada pertumbuhan angkatan kerja. Gambar dibawah ini menunjukkan pengelompokan penduduk berdasarkan
63
usia di Propinsi Jawa Tengah tahun 2011. Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa Propinsi Jawa Tengah didominasi oleh penduduk dengan usia 15-64 tahun sebesar 67 persen, dimana kelompok umur tersebur merupakan kelompok umur yang masuk ke dalam kategori tenaga kerja. Selanjutnya didominasi oleh kelompok umur 0-14 tahun sebesar 25 persen dan yang terakhir sebesar 7 persen merupakan kelompok umur 65 tahun keatas. Gambar 4.3 Penduduk Jawa Tengah Berdasarkan Usia Tahun 2011
0% 7% 26%
Usia 0-14 Usia 15-64 67%
Usia 65+
Sumber : BPS Jawa Tengah (diolah)
Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2012 mencapai 17,10 juta orang atau naik sebesar 1,04 persen dibanding tahun sebelumnya. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 71,43 persen. Sedangkan angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebesar 5,63 persen. Bila dibedakan menurut status pekerjaannya, buruh/karyawan sebesar 30,63 persen. Status pekerjaan ini
64
lebih besar dibanding status pekerjaan lain. Sedangkan berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, berusaha dibantu buruh tidak tetap, berusaha sendiri dibantu buruh tetap dan pekerja lainnya masing-masing tercatat sebesar 16,46 persen, 19,51 persen, 3,23 persen dan 30,17 persen. Sektor pertanian menyerap sekitar 31,39 persen pekerja dan merupakan sektor terbanyak menyerap tenaga kerja. Hal ini dikarenakan sektor tersebut tidak memerlukan pendidikan khusus. Sektor berikutnya yaitu sektor perdagangan dan sektor industri, masing-masing menyerap tenaga kerja sebesar 31,27 persen dan 20,44 persen. (BPS Jawa Tengah 2012) Gambar 4.4 Angkatan Kerja DI Jawa Tengah Menurut Status Pekerjaannya Tahun 2011
Buruh/Karyawan 30%
3%
31%
20%
16%
Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Lain-lain
Sumber : BPS Jawa Tengah
Menurut uraian dari BPS Jawa Tengah pembangunan sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi tanpa mengabaikan pembangunan sektor lain. Sektor industri dibedakan menjadi industri besar
65
dan sedang serta industri kecil dan rumah tangga. Definisi yang digunakan BPS, industri besar adalah perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja 20 orang sampai 99 orang, industri kecil dan rumah tangga adalah perusahaan dengan tenaga kerja 5 sampai 19 orang, dan industri rumah tangga adalah perusahaan dengan tenaga kerja 1-4 orang. Selanjutnya, perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 3.850 unit perusahaan dengan 73203 ribu orang tenaga kerja. Berarti dari tahun sebelumnya jumlah perusahaan industri besar dan sedang turun 0,95 persen dan jumlah tenaga kerja turun sebesar 0,39 persen. Pada tahun yang sama, nilai output industri sedang dan besar mencapai 165 triliyun rupiah, lebih tinggi 9,48 persen dari nilai total output tahun 2010. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, terdapat 645 ribu industri kecil dan menengah pada tahun 2012 atau naik relatif kecil (0,10 persen) dibandingkan jumlah perusahaan tahun sebelumnya dan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 2,85 juta orang.
B. Analisa dan Pembahasan 1. Analisa Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Tengah Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah dihitung dalam persen dengan menghitung delta PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan 2000. Pemilihan perthitungan dengan menggunakan dasar harga konstan 2000 diharapkan mampu memberikan keadaan yang
66
sesungguhnya di lapangan, karena dengan harga konstan 2000 naik turunnya harga tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Gambar 4.5 Diagram Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Tengah 2009-2011 Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan Atas Dasar Harga Berlaku 16 14 12 10 8
ADHK ADHB
6 4 2 0 PDRB 2009
PDRB 2010
PDRB 2011
Sumber : BPS Jawa Tengah (diolah)
Dari gambar diatas didapati hasil dalam kurun waktu 2009-2011 pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan dan cenderung ke arah yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan yang selalu menunjukkan angka yang positif.
67
2. Analisa Deskriptif Aglomerasi di Propinsi Jawa Tengah Analisis Aglomerasi dalam penelitian ini menggunakan Indeks Balassa, semakin tinggi nilai Indeks Balassa menunjukkan aglomerasi yang semakin kuat. Aglomerasi dikatakan kuat apabila angka indeks balassa diatas 4, rata-rata atau sedang bila nilainya antara 2 dan 4, lemah bila nilainya diantara 1 sampai 2, sedangkan nilai 0 sampai 1 berarti tidak terjadi aglomerasi atau wilayah tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif untuk terjadinya aglomerasi. Tabel 4.1 Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah Aglomerasi Kuat (>4)
Wilayah
Sedang (24)
Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan
Lemah (12)
Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab Sukoharjo, Kab Semarang, Kab Batang, Kab Pekalongan, Kota Semarang,
Sumber: BPS Jawa Tengah (diolah)
Dilihat dari tabel pengukuran klasifikasi indeks balassa diatas bahwa tidak semua wilayah di Jawa Tengah mengalami aglomerasi. Mayoritas wilayah di Jawa Tengah hanya mencapai tingkat aglomerasi lemah dan sedang. Secara global, aglomerasi industri di Propinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun ditunjukkan oleh tabel berikut.
68
Gambar 4.6 Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Propinsi Jawa Tengah 2009-2011
1.04 1.035 1.03 1.025
Indeks Balassa
1.02 1.015 1.01 2009
2010
2011
Sumber : BPS Jawa Tengah (Diolah)
Tingkat aglomerasi industri besar dan sedang di Jawa Tengah tahun 2009-2011 masih tergolong sangat lemah, atau bisa dikatakan Jawa Tengah bukan merupakan daerah industri, ini dikarenakan Jawa Tengah masih dominan dengan sektor pertanian.
3. Analisa Deskriptif TPAK di Propinsi Jawa Tengah Mulyadi Subri (2002:60) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan suatu cara penggambaran dari jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur tersebut. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dihitung dengan membandingkan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja
69
(usia 15-64 tahun). Propinsi Jawa Tengah rata-rata mencapai TPAK sebesar 70 persen. Gambar 4.7 Rata-Rata TPAK di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011
79% 79% 78% 78% 77% Rata-rata TPAK
77% 76% 76% 75% 75% 2009
2010
2011
Sumber: BPS Jawa Tengah (diolah)
Jika dilihat dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa Jumlah TPAK di Jawa Tengah relatif menurun. Hal ini dikarenakan adanya peralihan jumlah penduduk usia kerja yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Sehingga dalam hal ini menurunkan presentase dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja(TPAK) di Propinsi Jawa Tengah.
4. Analisa Deskriptif Nilai Output di Propinsi Jawa Tengah Nilai Output merupakan suatu nilai atau hasil dari suatu kegiatan Industri. Dalam Penelitian ini, Nilai Output yang digunakan adalah nilai output industri besar dan sedang di tiap-tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah.
70
Dari uraian BPS Propinsi Jawa Tengah, perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 3.850 unit perusahaan dengan 732,03 ribu orang tenaga kerja. Berarti dari tahun sebelumnya jumlah perusahaan industri besar dan sedang turun 0,95 persen dan jumlah tenaga kerja turun sebesar 0,39 persen. Pada tahun yang sama, nilai output industri sedang dan besar mencapai 165 triliyun rupiah, lebih tinggi 9,48 persen dari nilai total output tahun 2010. C. Estimasi Model Data Panel 1. Uji Chow Metode ini membandingkan apakah model bersifat fixed effect atau common effect dengan cara membandingkan F-statistik dan F-Tabel. Sebelum membandingkan F-Statistik dan F-Tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut : H0 : Model PLS H1 : Model Fixed Effect Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model dan Pool Least Square diperoleh F- Statistik yakni sebagai berikut : Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 40.843871
d.f.
Prob.
(34,67)
0.0000
Sumber : Lampiran 14
71
Berdasar hasil pengujian diperoleh nilai F-statistik adalah 40.843871 dan nilai F-Tabel dengan α = 5% adalah 1,83 sehingga nilai F-Statistik > F-tabel, maka H0 ditolak, sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
2. Uji Hausman Untuk mengetahui model panel yang digunakan, maka digunakan uji F-Chi-Square dengan cara membandingkan Chi-Square statistik dan Chi-square tabel. Sebelum membandingkan F-Chi-Square statistik dan Chi-Square tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya, yaitu : H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
11.880669
3
0.0078
Sumber : Lampiran 14
Berdasar hasil pengujian diperoleh nilai Chi-Sq statistik adalah 11.880669 dengan nilai Chi-square tabel pada d.f. (3) α = 5% adalah 7,81 sehingga nilai Chi-Sq statistik > dari Chi-square tabel, maka Ho ditolah, sehingga model yang digunakan Fixed Effect Model.
72
D. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolonieritas
Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinieritas
AGLOMERASI TPAK OUTPUT
AGLOMERASI 1.000000 -0.280357 0.385508
TPAK -0.280357 1.000000 -0.122904
OUTPUT 0.385508 -0.122904 1.000000
Sumber: Lampiran 15
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tidak ada masalah multikolinearitas. (correlation
Hal
matrix)
ini dari
dikarenakan semua
nilai
variabel
matriks kurang
korelasi dari
0,8.
Multikolinieritas biasanya terjadi pada estimasi data runtut waktu (time series). Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section mengakibatkan
masalah
multikolinieritas
secara
teknis
dapat
dikurangi. Penelitian ini menggunakan data panel, sehingga secara teknis sudah dapat masalah multikolinieritas sudah tidak ada. Hal tersebut dapat diperkuat dengan hasil estimasi model semua variabel yang digunakan signifikan dan nilai 𝑅2 yang tinggi, sehingga dengan sendirinya model ini sudah terbebas dari multikolinearitas.
73
2. Hasil Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya (Winarno, 2007:5.14). Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Salah satu cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin Watson (D-W test). Tabel 4.2 Hasil Pengujian Autokorelasi R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.964400 0.944740 0.146864 49.05459 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.908496 4.923446 1.445131 2.458796
Sumber : Lampiran 15
Dari tabel lampiran diatas didapatkan hasil pengujian autokorelasi dengan melihat besaran dari nilai Durbin Watson Stat sebesar 2,45. Dalam hal ini nilai 2,45 merupakan nilai yang berada ditengah antara batas bawah maupun batas atas untuk dapat menerangkan bahwa data terbebas dari asuksi autokorelasi.
74
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Metode GLS pada intinya memberikan pembobotan pada variasi
data
yang
digunakan,
sehingga
dapat
dikatakan
dengan
menggunakan GLS maka masalah heterokedastisitas dapat diatasi. Masalah heterokedastisitas dapat disembuhkan dengan metode WLS yang ada pada GLS yang memberikan pembobotan pada varians yang digunakan. (Widarjono dalam Wibowo, 2013: 58).
4. Hasil Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan membandingkan nilai probabilitas dengan tingkat signifikansi 5% (0,05). Jika nilai probabilitas hasil pengujian lebih besar dari tingkat signifikansi 5% (0,05) maka dapat dikatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Dari hasil pengujian normalitas di bawah ini didapatkan nilai probabilitas lebih besar daripada nilai signifikansi 5% (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
75
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Normalitas Kab/Kota
PE
Aglomerasi
TPAK
Output
5%
Kab Cilacap
0.804255
0.823545
0.855140
0.786961
0,05
Kab Banyumas
0.850896
0.766812
0.843532
0.795274
0,05
Kab Purbalingga
0.787504
0.795715
0.773136
0.824385
0,05
Kab Banjarnegara
0.772472
0.847194
0.781452
0.766765
0,05
Kab Kebumen
0.810323
0.768792
0.868144
0.868035
0,05
Kab Purworejo
0.786522
0.823022
0.811067
0.861832
0,05
Kab Wonosobo
0.772472
0.867944
0.797394
0.845187
0,05
Kab Magelang
0.857372
0.830809
0.783567
0.850791
0,05
Kab Boyolali
0.769696
0.795404
0.815714
0.864925
0,05
Kab Klaten
0.772057
0.768101
0.858703
0.802124
0,05
Kab Sukoharjo
0.853794
0.778641
0.856834
0.785696
0,05
Kab Wonogiri
0.831479
0.832530
0.841744
0.822790
0,05
Kab Karanganyar
0.767635
0.777712
0.767781
0.827406
0,05
Kab Sragen
0.784242
0.774432
0.865152
0.828947
0,05
Kab Grobogan
0.766850
0.787549
0.868487
0.794728
0,05
Kab Blora
0.767930
0.775971
0.855252
0.774943
0,05
Kab Rembang
0.781215
0.808359
0.815332
0.766822
0,05
Kab Pati
0.863016
0.845946
0.862400
0.865773
0,05
Kab Kudus
0.773047
0.767251
0.824333
0.768950
0,05
Kab Jepara
0.866378
0.769109
0.861625
0.776894
0,05
Kab Demak
0.774084
0.802367
0.786236
0.770232
0,05
Kab Semarang
0.864991
0.862353
0.801886
0.866078
0,05
Kab Temanggung
0.854781
0.773488
0.863895
0.863526
0,05
Kab Kendal
0.766894
0.866121
0.864118
0.862210
0,05
Kab Batang
0.791994
0.862954
0.767433
0.776929
0,05
Kab Pekalongan
0.769283
0.799829
0.866955
0.794571
0,05
Kab Pemalang
0.830969
0.817947
0.823325
0.868652
0,05
Kab Tegal
0.800498
0.868419
0.826419
0.867618
0,05
Kab Brebes
0.856490
0.768569
0.813703
0.783369
0,05
Kota Magelang
0.838768
0.768755
0.818357
0.851893
0,05
Kota Surakarta
0.829382
0.831341
0.786137
0.799989
0,05
Kota Salatiga
0.830702
0.766811
0.868815
0.830241
0,05
Kota Semarang
0.832050
0.816703
0.821342
0.866969
0,05
Kota Pekalongan
0.768604
0.766948
0.791123
0.868811
0,05
Kota Tegal
0.769636
0.766944
0.779532
0.798514
0,05
Sumber : Lampiran 15
76
E. Pengujian Hipotesis HASIL REGRESI MODEL FIXED EFFECT
Dependent Variable: P__E__ Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/20/14 Time: 09:53 Sample: 2009 2011 Periods included: 3 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 105 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AGLOMERASI TPAK OUTPUT
1.006105 -0.063717 0.005390 0.044800
0.192088 0.040100 0.002454 0.006077
5.237728 -1.588955 2.196322 7.372086
0.0000 0.1168 0.0315 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.964400 0.944740 0.146864 49.05459 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.908496 4.923446 1.445131 2.458796
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.615008 1.835229
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1.556464 2.667674
Sumber : Lampiran 16
Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut : PE = 1.006105 – 0.063717(Aglomerasi) + 0.005390(TPAK) + 0.044800(Output) + e
77
Dimana : Y
: PE (Pertumbuhan Ekonomi)
X1
:Aglo (Aglomerasi)
X2
:TPAK (Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja)
X3
:Output (Nilai Output Industri)
e
: error term
1. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas (aglomerasi, TPAK, dan nilai output) berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikatnya (PDRB), yaitu dengan membandingkan masing-masing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%, df = 31, maka diperoleh t-tabel 1,695. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut : a. 𝐻0 : variabel aglomerasi (𝑋1 ) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y) 𝐻1 : variabel aglomerasi (𝑋1 ) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y) b. 𝐻0 : variabel TPAK (𝑋2 ) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y) 𝐻1 : variabel TPAK (𝑋2 ) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
78
c. 𝐻0 : variabel nilai output (𝑋3 ) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y) 𝐻1 : variabel nilai output (𝑋3 ) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y) Berdasarkan hasil regresi diatas, maka dapat menentukan hipotesis sebagai berikut : a. Variabel Aglomerasi memiliki -t hitung < -t tabel yang berarti 𝐻0 pada hipotesis a diterima. b. Variabel TPAK memiliki t hitung > t tabel yang berarti 𝐻0 pada hipotesis b ditolak. c. Variabel Nilai Output Industri memiliki t hitung > t tabel yang berarti 𝐻0 pada hipotesis c ditolak.
Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel aglomerasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini sesuai dengan hasil temuan dari jurnal penelitian Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik (2007:12), bahwa untuk Indonesia yang bukan merupakan negara industri maju, aglomerasi bukan menjadi ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya dari hasil analisis aglomerasi di 35 kabupaten atau kota di Propinsi Jawa Tengah didapatkan hasil bahwa tingkat aglomerasi yang terjadi di 35 kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Tengah hanya berada
79
pada tingkat aglomerasi lemah dan sedang. Hasil tersebut ditampilkan dalam tabel hasil berikut ini. Tabel 4.1 Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah Aglomerasi
Wilayah
Kuat (>4)
Sedang (24)
Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan
Lemah (12)
Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab Sukoharjo, Kab Semarang, Kab Batang, Kab Pekalongan, Kota Semarang
Sumber: Lampiran 17
Pada variabel TPAK menunjukan hasil yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang berarti kenaikan jumlah tingkat partisipasi angkatan kerja akan berbanding lurus dengan kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen TPAK akan menaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.0053 persen. Hasil ini didukung oleh penelitian Eko Wicaksono Pambudi (2012) dalam penelitiannya mengenai kaitan antara angkatan kerja yang berkerja dan pertumbuhan ekonomi menggunakan analisis panel data 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan model fixed effects menemukan bahwa angkatan
80
kerja yang bekerja atau dapat dikatakan partisipasi angkatan kerja memberikan pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada variabel nilai output industri menunjukkan hasil yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang berarti kenaikan jumlah nilai output industri akan berbanding lurus dengan kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi juga menunjukan bahwa setiap kenaikan 1 persen nilai output industri akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.0448 persen. Hasil ini didukung oleh penelitian dari Reza Aldilla (2011:13) dalam penelitiannya mengenai kaitan antara nilai output industri dengan pertumbuhan tingkat industri dan ekonomi di Jawa Tengah menemukan bahwa nilai output industri memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan tingkat industri.
2. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikatnya, maka digunakan uji-F dengan cara membandingkan F hitung dengan F tabel. Dari hasil regresi didapatkan nilai F hitung sebesar 49.05459, pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 4, dan n = 105, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu sebesar 2,69. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut :
81
𝐻0 : variabel aglomerasi industri (𝑋1 ), TPAK
(𝑋2 ), dan Nilai Output
Industri (𝑋3 ) secara bersama -sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (Y) 𝐻1 : avariabel aglomerasi industri (𝑋1 ), TPAK (𝑋2 ), dan Nilai Output Industri (𝑋3 ) secara bersama -sama berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (Y). Dimana:
𝑋1 : Aglomerasi Industri 𝑋2 : TPAK 𝑋3 : Nilai Output Industri Y : Pertumbuhan Ekonomi
Maka terlihat bahwa F
hitung
> F
tabel,
maka 𝐻0 ditolak, artinya bahwa
variabel aglomerasi industri (𝑋1 ), TPAK (𝑋2 ), dan Nilai Output Industri (𝑋3 ) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (Y) pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 5%).
3. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐 ) Nilai Koefisien Determinasi (R2 ) menggambarkan kemampuan variabel independent menjelaskan variabel dependennya, sedangkan nilai diluar koefisien determinasi (1-R2 ) dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Dari model yang diestimasi didapat nilai R2 sebesar 0.964400, hal ini berarti variabel independen yang ada dalam model dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi sebesar 96,44% sedangkan 3,56% sisanya
82
dijelaskan oleh variabel diluar model. Hal ini cukup baik karena nilai R2 adalah ukuran suatu model yang baik untuk digunakan.
4. Analisis Ekonomi Berdasarkan hasil perhitungan statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah periode 20092011. Namun dari seluruh variabel yang diteliti, tidak semua variabel berpengaruh signifikan dan positif, tetapi terdapat variabel yang tidak signifikan dan berpengaruh negatif. a. Pengaruh Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah Aglomerasi merupakan suatu fenomena yang terjadi akibat adanya pemusatan kegiatan ekonomi. Dalam penelitian ini aglomerasi yang diteliti merupakan aglomerasi industri di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Pemusatan kegiatan ekonomi yang terjadi dikarenakan adanya berbagai macam fasilitas serta kemudahan untuk menunjang proses produksi. Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
penulis,
pengaruh
aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah secara langsung tidak berpengaruh signifikan dan negatif. Hasil tidak signifikan ini disebabkan karena tingkat aglomerasi yang terjadi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah tergolong
83
cukup kecil. Dari perhitungan dengan menggunakan indeks balassa hanya terdapat 12 kab/kota dari 35 kab/kota yang ada di Propinsi Jawa Tengah yang dikatakan mengalami fenomena aglomerasi. Tiga Kabupaten/kota diklasifikasikan mengalami aglomerasi sedang dan 9 kab/kota sisanya diklasifikasikan mengalami aglomerasi rendah. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Didin Nuryadin dan Jamzani Sodik yang meneliti mengenai Aglomerasi Dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran karakteristik regional di Indonesia. Dimana dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa aglomerasi bukanlah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, karena Indonesia bukanlah negara industri maju. b. Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan suatu besaran dari banyaknya penduduk di suatu wilayah yang sudah memasuki usia kerja dan sudah bekerja atau mendapatkan pekerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut dapat dikatakan memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena salah satu faktor terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah adanya sumber daya manusia yang mencukupi untuk melakukan kegiatan ekonomi khususnya produksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di
84
Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah secara langsung berpengaruh signifikan dan positif. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kab/kota di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini didukung oleh penelitian dari Wildan Qisthi yang meneliti tentang Pengaruh Modal, Tenaga Kerja Yang Bekerja, dan PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kab Pekalongan 1986-2009. Dimana dalam penelitian ini ditemukan bahwa tenaga kerja yang bekerja atau dengan nama lain tpak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. c. Pengaruh Nilai Output Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kab/ Kota Propinsi Jawa Tengah Nilai Output Industri merupakan suatu besaran nilai yang diperoleh dari hasil pengolahan nilai input (modal). Nilai Output Industri dapat dikatakan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan nilai output industri merupakan salah satu penyumbang dalam pembentukan PDRB yang merupakan indikator perhitungan pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, didapatkan hasil bahwa nilai output industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi
85
peningkatan nilai output industri maka akan terjadi peningkatan pada pertumbuhan ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah. Hasil tersebut didukung dengan penelitian Reza Aldilla yang meneliti mengenai Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah.
86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Periode 2009-2011 sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel dengan Fixed Effect Model (FEM) menjelaskan bahwa secara simultan aglomerasi industri, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan Nilai Output Industri berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah periode 2009-2011 pada tingkat kepercayaan 95 persen. 2. Secara parsial hasil estimasi data panel dengan Fixed Effect Model (FEM) menjelaskan bahwa aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah periode 2009-2011, hal
ini
dikarenakan tingkat
aglomerasi
yang ada
di
Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah relatif kecil. Secara keseluruhan aglomerasi di Propinsi di Jawa Tengah juga relatif kecil atau dapat dikatakan tingkat aglomerasinya lemah. Hal ini
87
sesuai dengan penelitian dari Mudrajad Kuncoro (2002) yang menyatakan bahwa aglomerasi di Indonesia secara nasional terpusat di Pulau Jawa. Namun aglomerasi tersebut tidak serta merta menyebar secara merata di Pulau Jawa dan hanya berada di sekitar Jabodetabek. Selain itu Indonesia bukanlah negara industri maju, sehingga aglomerasi industri dirasa belum mampu
untuk
mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi.
Kemudian variabel tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan Nilai Output industri berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah periode 2009-2011.
88
B. Saran 1. Aglomerasi Industri sebaiknya dapat ditingkatkan dengan memberikan sarana-sarana pendukung yang dapat dilakukan dengan memperbaiki dan menambah fasilitas baik fisik maupun non fisik agar tercapai kemudahan dalam menjalankan kegiatan. 2. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pelatihan serta perbaikan fasilitas pendidikan yang bertujuan
untuk
dapat
meningkatkan
keterampilan
dan
mengembangkan kreatifitas agar angkatan kerja yang ada memiliki daya saing dengan kualitas baik. 3. Pemerintah diharapkan dapat memberikan kebijakan serta pengawasan agar Nilai Output Industri tetap terjaga dalam menghadapi berbagai masalah perekonomian yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik
89
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. UPP STIM YKPN Yogyakarta. Boediono. 1998. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.4 : Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE. Bonet, Jaime. 2006. Decentralization and Regional Income Disparities: Evidence from The Coloumbian Experience. The Annals of Regional scince, Vol. 40. BAPPEDA. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka Full. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah BAPPEDA. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka Full. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah BAPPEDA. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka Full. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah BPS. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah BPS. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah BPS. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah Ervani, Eva. 2008. Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit Ratio, Dan Biaya Operasional Bank Terhadap Profitabilitas Bank Go Public Di Indonesia Periode 2000-2007 Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics, Fourth Edition, Tim McGrawHill. Gujarati, Damodar,. “Ekonometrika Dasar”. Erlangga. Jakarta. 2007. Hakim, Abdul. “Ekonomi Pembangunan”. EKONISIA. Yogyakarta. 2010 Jhinghan, ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Jhingan. M.L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo Persada Jakarta
90
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional : Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. UPP-AMP YKPN : Yogyakarta. Kuncoro , Mudrajad.2010. Ekonomika Pembangunan : Masalah ,Kebijakan, dan Politik. ERLANGGA : JAKARTA Nuryadin, Didi dan Sodik, Jamzoni. Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran dan Karakteristik Regional di Indonesia. Journal Ekonomi. Simanjuntak, Payaman. 2001. PENGANTAR ILMU EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA. LPFE UI. JAKARTA 2001 Subri, Mulyadi. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia. RAJA GRAFINDO PERSADA. JAKARTA 2002. Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta : Prenada Media Group. Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Modern. Raja Grafindo. Jakarta. Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Rajawali Pers. Jakarta. Sumarsono, Sony. 2007. Ekonomi Menejemen Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sumodiningrat, Gunawan. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta. LP3ES. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Todaro, Michael. Erlangga
2006.
Ekonomi
Pembangunan
Jilid
Satu.
Jakarta:
Winarno, Wing, Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”. Unit penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manejemen YKPN, Yogyakarta 2007. Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Teori dan Aplikasi, untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia. Wibowo, Wisnu Ari. 2013. Pengaruh Faktor Aglomerasi Industri, Angkatan Kerja Dan Tingkat Upah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Periode 2005-201 91
Lampiran 1 : Data Observasi Penelitian No
Kab/Kota
1
Cilacap_2009
5,25
Cilacap_2010
2
3
4
5
6
7
P. E % Aglomerasi
TPAK
Output
0,9843
74,64
5918892217
5,65
0,7526
71,86
6461076825
Cilacap_2011
5,77
1,079
78,91
3243262975
Banyumas_2009
5,49
1,1569
74,97
401814537
Banyumas_2010
5,77
1,1576
77,64
466403502
Banyumas_2011
5,94
1,2183
76,7
724238662
Purbalingga_2009
5,61
1,283
79,38
1756803194
Purbalingga_2010
5,95
1,3747
79,59
1404767130
Purbalingga_2011
6,02
1,7372
77,4
1902454203
Banjarnegara_2009
5,11
0,7373
78,65
195779354
Banjarnegara_2010
4,89
0,8812
81,86
196599676
Banjarnegara_2011
4,91
0,4864
78,11
303283389
Kebumen_2009
3,94
1,2572
80,83
177325147
Kebumen_2010
4,15
1,2372
80,14
250138031
Kebumen_2011
4,22
1,5998
79,51
316145309
Purworejo_2009
4,96
0,8433
76,97
217445086
Purworejo_2010
5,01
0,7363
79,4
265090812
Purworejo_2011
5,02
0,4725
80,22
300402013
Wonosobo_2009
3,85
0,7426
81,83
331294597
Wonosobo_2010
4,45
0,5294
81,19
492119765
Wonosobo_2011
4,51
0,3372
78,75
781027928
92
8
9
10
11
12
13
14
15
Magelang_2009
4,72
0,8718
83,73
1282428747
Magelang_2010
4,51
0,8879
82,93
1477865852
Magelang_2011
4,2
0,8363
78,53
1800297159
Boyolali_2009
5,16
0,8429
89,87
2272783140
Boyolali_2010
3,6
0,8735
86,93
3006107147
Boyolali_2011
5,27
0,9953
78,84
3921077118
Klaten_2009
4,24
1,3004
82,14
2264716673
Klaten_2010
1,73
1,3091
76,48
2640838723
Klaten_2011
1,95
1,493
78,8
3945316774
Sukoharjo_2009
4,76
1,3482
78,39 11551599943
Sukoharjo_2010
4,65
1,5185
76,78 11467818930
Sukoharjo_2011
4,58
1,5439
75,7
11981244557
Wonogiri_2009
4,73
0,3014
93,55
284791535
Wonogiri_2010
5,87
0,3731
85,75
476921306
Wonogiri_2011
2,24
0,5274
81,62
421613133
Karanganyar_2009
3,59
0,9263
84,19
9004794427
Karanganyar_2010
5,42
0,8969
83,92 10136712441
Karanganyar_2011
5,49
1,1326
77,38 12756218177
Sragen_2009
6,01
0,7861
89,52
7166864258
Sragen_2010
6,09
0,7968
85,05
5042065770
Sragen_2011
6,52
0,6948
79,51
4103527017
Grobogan_2009
5,03
0,2665
88,52
258675181
Grobogan_2010
5,05
0,2913
83,18
285078675
93
16
17
18
19
20
21
22
23
Grobogan_2011
3,59
0,4116
77,49
391781262
Blora_2009
5,08
0,1947
89,84
423515394
Blora_2010
5,19
0,2575
83,8
102425924
Blora_2011
2,59
0,2019
79,86
63454285
Rembang_2009
4,46
0,5481
79,06
872697284
Rembang_2010
4,45
0,563
78,37
643100177
Rembang_2011
4,39
0,5019
76,46
645867383
Pati_2009
4,69
0,843
82,37
4115878429
Pati_2010
5,11
0,898
77,03
3250540292
Pati_2011
5,43
0,7453
79,32
5167692085
Kudus_2009
3,78
2,2195
76,4
41989833901
Kudus_2010
4,16
2,2268
77,57 44056845128
Kudus_2011
4,2
1,967
73,57 44182199767
Jepara_2009
5,02
2,6546
75,48
2236346419
Jepara_2010
4,52
2,6309
76,7
4465874435
Jepara_2011
5,44
2,2539
74,58
4198098889
Demak_2009
4,08
0,791
75,11
2565994577
Demak_2010
4,12
0,8644
73,72
2430598562
Demak_2011
4,47
0,5376
73,95
4325992956
Semarang_2009
4,37
1,2922
83,11
9123608637
Semarang_2010
4,9
1,4308
84,99 10666189382
Semarang_2011
5,56
1,1074
76,56 11948335988
Temanggung_2009
4,09
1,1553
81,79
1019921649
94
24
25
26
27
28
29
30
Temanggung_2010
4,31
0,8759
86,36
1356206902
Temanggung_2011
4,65
1,1278
78,23
1792018519
Kendal_2009
4,1
0,7268
79,19
5686917614
Kendal_2010
5,95
0,6687
77,85
6835861605
Kendal_2011
5,98
0,7966
76,14
8372863324
Batang_2009
3,72
1,3491
75,74
1852699525
Batang_2010
4,97
1,2283
79,01
1824992434
Batang_2011
5,26
1,441
75,63
2055299277
Pekalongan_2009
4,3
2,1736
75,49
2182744123
Pekalongan_2010
4,27
1,989
76,27
2230402881
Pekalongan_2011
4,76
1,9381
74,82
2423690460
Pemalang_2009
4,78
0,6952
72,77
521660248
Pemalang_2010
4,94
0,7295
71,34
605282253
Pemalang_2011
4,83
0,8207
76,28
441701435
Tegal_2009
5,49
1,0314
71,82
2045893433
Tegal_2010
4,62
0,934
69,89
1080108008
Tegal_2011
4,81
0,9844
76,35
1533659487
Brebes_2009
4,99
0,2669
71,98
442228935
Brebes_2010
4,94
0,1787
77,74
451868367
Brebes_2011
4,96
0,2623
76,24
505252496
Magelang_2009
5,11
0,6409
70,84
217646718
Magelang_2010
6,12
0,8415
75,2
383751497
Magelang_2011
5,45
0,6293
76,85
486215878
95
31
32
33
34
35
Surakarta_2009
5,9
1,0161
73,24
1501285171
Surakarta_2010
5,94
1,099
72,38
1610942317
Surakarta_2011
6,03
1,0421
73,41
2007373126
Salatiga_2009
4,48
0,9369
70,58
1131442356
Salatiga_2010
5,01
0,9408
68,26
1355510202
Salatiga_2011
5,25
1,2812
72,9
1853559590
Semarang_2009
4,7
1,0785
73,88 19611798993
Semarang_2010
5,87
1,2121
71,27 22528494580
Semarang_2011
6,41
1,0292
72,01 25035306475
Pekalongan_2009
4,18
2,2005
75,74
584380727
Pekalongan_2010
5,51
2,209
74,95
469439399
Pekalongan_2011
5,44
1,7457
71,47
700165773
Tegal_2009
5,04
0,7757
73,89
586090963
Tegal_2010
4,61
0,8582
76,27
609954002
Tegal_2011
4,58
0,7772
74,21
591141779
96
Lampiran 2 LAJU PDRB JAWA TENGAH 2009 Kab/Kota Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
2008 11689092,9 4171468,95 2257392,77 2619989,61 2721254,09 2737087,13 1741148,31 3761388,59 3899372,86 4567200,96 4540751,53 2770435,78 4900690,4 2729450,32 2948793,8 1913763,35 2093412,59 4162082,37 11683819,7 3889988,85 2787524,02 5079003,74 2219155,63 4822465,28 2169854,55 2970214,98 3142808,7 3286263,44 4998528,19 993835,2 4549342,95 832154,88 19156814,3 1887853,7 1166587,87
2009 12303308,3 4400542,23 2384014,04 2753935,73 2828395,07 2872723,29 1808247,18 3938764,68 4100520,26 4761018,67 4756902,5 2901577,44 5076549,87 2893427,19 3097093,25 2010908,67 2186736,49 4357144,04 12125681,8 4085438,36 2901151,51 5300723,41 2309841,53 5020087,37 2250616,82 3098072,64 3293056,25 3466785,57 5247897,41 1044650,24 4817877,63 869452,99 20057621,9 1966751,15 1225424,73
T - (T-1) 614215,44 229073,28 126621,27 133946,12 107140,98 135636,16 67098,87 177376,09 201147,4 193817,71 216150,97 131141,66 175859,47 163976,87 148299,45 97145,32 93323,9 195061,67 441862,06 195449,51 113627,49 221719,67 90685,9 197622,09 80762,27 127857,66 150247,55 180522,13 249369,22 50815,04 268534,68 37298,11 900807,56 78897,45 58836,86
Hasil Presentase 0,05255 5,25 0,05491 5,49 0,05609 5,61 0,05112 5,11 0,03937 3,94 0,04955 4,96 0,03854 3,85 0,04716 4,72 0,05158 5,16 0,04244 4,24 0,0476 4,76 0,04734 4,73 0,03588 3,59 0,06008 6,01 0,05029 5,03 0,05076 5,08 0,04458 4,46 0,04687 4,69 0,03782 3,78 0,05024 5,02 0,04076 4,08 0,04365 4,37 0,04087 4,09 0,04098 4,10 0,03722 3,72 0,04305 4,30 0,04781 4,78 0,05493 5,49 0,04989 4,99 0,05113 5,11 0,05903 5,90 0,04482 4,48 0,04702 4,70 0,04179 4,18 0,05044 5,04
97
Lampiran 3 LAJU PDRB JAWA TENGAH 2010 Kab/Kota 2009 2010 Kab Cilacap 12302308,34 12998128,79 Kab Banyumas 4400542,23 4654634,02 Kab Purbalingga 2384014,04 2525872,73 Kab Banjarnegara 2753935,73 2888524,12 Kab Kebumen 2828395,07 2945829,46 Kab Purworejo 2872723,29 3016597,82 Kab Wonosobo 1808247,18 1888808,28 Kab Magelang 3938764,68 4116390,07 Kab Boyolali 4100520,26 4248048,24 Kab Klaten 4761018,67 4843247,26 Kab Sukoharjo 4756902,5 4978263,31 Kab Wonogiri 2901577,44 3071963,79 Kab Karanganyar 5172268,33 5452435,49 Kab Sragen 2893427,19 3069751,14 Kab Grobogan 3097093,25 3253398,56 Kab Blora 2010908,67 2115369,93 Kab Rembang 2186736,49 2283965,7 Kab Pati 4357144,04 4579852,54 Kab Kudus 12144952,38 12651591,64 Kab Jepara 4085438,36 4270256,9 Kab Demak 2901151,51 3020821,04 Kab Semarang 5300723,41 5560551,9 Kab Temanggung 2309841,53 2409386,4 Kab Kendal 5090286,6 5394079,29 Kab Batang 2250616,82 2362482,41 Kab Pekalongan 3098072,64 3230351,23 Kab Pemalang 3293056,25 3455713,42 Kab Tegal 3466785,57 3627198,2 Kab Brebes 5247897,41 5507402,71 Kota Magelang 1044650,24 1108603,69 Kota Surakarta 4817877,63 5103886,24 Kota Salatiga 869452,99 913020,04 Kota Semarang 20180577,85 21365817,8 Kota Pekalongan 1978082,25 2087114,17
T - (T-1) 695820,4 254091,8 141858,7 134588,4 117434,4 143874,5 80561,1 177625,4 147528 82228,59 221360,8 170386,4 280167,2 176324 156305,3 104461,3 97229,21 222708,5 506639,3 184818,5 119669,5 259828,5 99544,87 303792,7 111865,6 132278,6 162657,2 160412,6 259505,3 63953,45 286008,6 43567,05 1185240 109031,9
Hasil Presentase 0,05656 5,66 0,057741 5,77 0,059504 5,95 0,048871 4,89 0,04152 4,15 0,050083 5,01 0,044552 4,46 0,045097 4,51 0,035978 3,60 0,017271 1,73 0,046535 4,65 0,058722 5,87 0,054167 5,42 0,060939 6,09 0,050468 5,05 0,051947 5,19 0,044463 4,45 0,051113 5,11 0,041716 4,17 0,045238 4,52 0,041249 4,12 0,049018 4,90 0,043096 4,31 0,059681 5,97 0,049704 4,97 0,042697 4,27 0,049394 4,94 0,046271 4,63 0,049449 4,94 0,06122 6,12 0,059364 5,94 0,050109 5,01 0,058732 5,87 0,05512 5,51
98
Lampiran 4 LAJU PDRB JAWA TENGAH 2011 Kab/Kota Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
2010 2011 T - (T-1) Hasil 12998128,79 13749105,22 750976,4 0,057776 4654634,02 4931433,05 276799 0,059467 2525872,73 2678085,09 152212,4 0,060261 2888524,12 3030542,04 142017,9 0,049166 2945829,46 3070381,16 124551,7 0,042281 3016597,82 3168113,4 151515,6 0,050227 1888808,28 1974114,16 85305,88 0,045164 4116390,07 4292354,46 175964,4 0,042747 4248048,24 4472217,01 224168,8 0,05277 4843247,26 4938050,65 94803,39 0,019574 4978263,31 5206646,65 228383,3 0,045876 3071963,79 3140855,16 68891,37 0,022426 5452435,49 5752136,99 299701,5 0,054967 3069751,14 3270052,52 200301,4 0,06525 3253398,56 3370343,7 116945,1 0,035946 2115369,93 2170194,81 54824,88 0,025917 2283965,7 2384459,23 100493,5 0,044 4579852,54 4828723,12 248870,6 0,05434 12651591,64 13184051,12 532459,5 0,042086 4270256,9 4502689,29 232432,4 0,054431 3020821,04 3156126,24 135305,2 0,044791 5560551,9 5869949,71 309397,8 0,055642 2409386,4 2521439,03 112052,6 0,046507 5394079,29 5717086,83 323007,5 0,059882 2362482,41 2486765,6 124283,2 0,052607 3230351,23 3384387,72 154036,5 0,047684 3455713,42 3622635,53 166922,1 0,048303 3627198,2 3801779,47 174581,3 0,048131 5507402,71 5780877,86 273475,2 0,049656 1108603,69 1169060,42 60456,73 0,054534 5103886,24 5411912,32 308026,1 0,060351 913020,04 961024,62 48004,58 0,052578 21365817,8 22736136,19 1370318 0,064136 2087114,17 2200827,78 113713,6 0,054484 1281528,2 1340227,74 58699,54 0,045804
Persen 5,78 5,95 6,03 4,92 4,23 5,02 4,52 4,27 5,28 1,96 4,59 2,24 5,50 6,53 3,59 2,59 4,40 5,43 4,21 5,44 4,48 5,56 4,65 5,99 5,26 4,77 4,83 4,81 4,97 5,45 6,04 5,26 6,41 5,45 4,58
99
Lampiran 5 Perhitungan Aglomerasi Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Indeks Balassa
Kabupaten atau
Tenaga Kerja Sektor
Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Sektor
Tenaga Kerja
Kota di JATENG
Industri Kab/Kota
Kab/Kota
Industri Jateng
Jateng
Kab Cilacap
113855
689485
2656673
15835382
0,9843
Kab Banyumas
132072
680460
2656673
15835382
1,1569
Kab Purbalingga
86492
401829
2656673
15835382
1,283
Kab Banjarnegara
53268
430667
2656673
15835382
0,7373
Kab Kebumen
117505
557099
2656673
15835382
1,2572
Kab Purworejo
48282
341263
2656673
15835382
0,8433
Kab Wonosobo
47438
380776
2656673
15835382
0,7426
Kab Magelang
87823
600436
2656673
15835382
0,8718
Kab Boyolali
72494
512635
2656673
15835382
0,8429
Kab Klaten
126082
577901
2656673
15835382
1,3004
Kab Sukoharjo
93651
414058
2656673
15835382
1,3482
Kab Wonogiri
27853
550876
2656673
15835382
0,3014
Kab Karanganyar
64931
417838
2656673
15835382
0,9263
Kab Sragen
61502
466332
2656673
15835382
0,7861
Kab Grobogan
32221
720700
2656673
15835382
0,2665
Kab Blora
14947
457502
2656673
15835382
0,1947
Kab Rembang
27792
302260
2656673
15835382
0,5481
Kab Pati
83466
590171
2656673
15835382
0,843
Kab Kudus
151515
406909
2656673
15835382
2,2195
Kab Jepara
237572
533446
2656673
15835382
2,6546
Kab Demak
65677
494917
2656673
15835382
0,791
Kab Semarang
102040
470675
2656673
15835382
1,2922
Kab Temanggung
72244
372741
2656673
15835382
1,1553
Kab Kendal
59645
489173
2656673
15835382
0,7268
Kab Batang
73089
322932
2656673
15835382
1,3491
Kab Pekalongan
150417
412482
2656673
15835382
2,1736
Kab Pemalang
66225
567795
2656673
15835382
0,6952
Kab Tegal
102188
590539
2656673
15835382
1,0314
Kab Brebes
340,49
760,43
2656673
15835382
0,2669
Kota Magelang
6033
56107
2656673
15835382
0,6409
Kota Surakarta
42065
246768
2656673
15835382
1,0161
Kota Salatiga
12365
78668
2656673
15835382
0,9369
Kota Semarang
127304
703602
2656673
15835382
1,0785
Kota Pekalongan
49221
133326
2656673
15835382
2,2005
Kota Tegal
13350
102585
2656673
15835382
0,7757
100
Lampiran 6 Perhitungan Aglomerasi Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Kabupaten atau Kota di JATENG Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
Tenaga Kerja Sektor Industri Kab/Kota 92218 151234 102565 71033 118494 44718 35955 99502 78863 127913 108310 32913 77896 65804 35713 20240 29639 93075 156381 251474 75821 128091 61783 53249 77261 142369 66822 97409 25851 8050 46189 12388 156423 53099 16447
Tenaga Kerja Kab/Kota 688049 733609 418945 452617 537808 341033 381326 629239 506987 548672 400526 495295 427435 463749 688296 441334 304638 581998 394361 536754 492570 502705 396063 447120 353214 401931 515127 585618 812098 53719 235998 73329 724687 134984 107613
Tenaga Kerja Sektor Industri Jateng 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292 2815292
Tenaga Kerja Jateng 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447 15809447
Indeks Balassa 0,7526 1,1576 1,3747 0,8812 1,2372 0,7363 0,5294 0,8879 0,8735 1,3091 1,5185 0,3731 0,8969 0,7968 0,2913 0,2575 0,563 0,898 2,2268 2,6309 0,8644 1,4308 0,8759 0,6687 1,2283 1,989 0,7295 0,934 0,1787 0,8415 1,099 0,9408 1,2121 2,209 0,8582
101
Lampiran 7 Perhitungan Aglomerasi Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011 Kabupaten atau Kota di JATENG Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
Tenaga Kerja Sektor Industri Kab/Kota 164730 177488 136373 39965 171125 31245 23879 94586 88100 161421 121628 48953 88430 57673 51152 16431 28833 86044 144368 227589 52059 98736 77862 68091 95917 146094 92969 123313 41406 7098 49748 20572 151878 43830 17138
Tenaga Kerja Kab/Kota 797518 761034 410082 429193 558785 345383 369940 590807 462374 564784 411536 484858 407869 433620 649149 424989 300096 603103 383399 527480 505834 465735 360636 446514 347725 393783 591728 654335 824449 58919 249368 83879 770886 131158 115187
Tenaga Kerja Sektor Industri Jateng 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724 3046724
Tenaga Kerja Jateng 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135 15916135
102
Indeks Balassa 1,0790 1,2183 1,7372 0,4864 1,5998 0,4726 0,3372 0,8363 0,9954 1,4931 1,5439 0,5274 1,1326 0,6948 0,4116 0,2020 0,5019 0,7453 1,9671 2,2540 0,5376 1,1075 1,1279 0,7966 1,4410 1,9381 0,8208 0,9845 0,2624 0,6293 1,0422 1,2812 1,0292 1,7457 0,7773
Lampiran 8 TPAK JAWA TENGAH 2009 No Kabupaten/Kota 1 Kab Cilacap
usia 15-64 1.043.137
angkatan kerja 778.660
TPAK
Presentase
0,74646 74,6459957
2 Kab Banyumas
987.023
740.042 0,749772 74,9771788
3 Kab Purbalingga
530.884
421.467 0,793897 79,3896595
4 Kab Banjarnegara
576.786
453.660 0,786531
5 Kab Kebumen
750.062
606.340 0,808387 80,8386507
6 Kab Purworejo
466.378
359.011 0,769785 76,9785453
7 Kab Wonosobo
482.781
395.068 0,818317 81,8317208
8 Kab Magelang
754.419
631.689 0,837319 83,7318519
9 Kab Boyolali
603.633
542.533
10 Kab Klaten
751.322
617.172 0,821448 82,1448061
11 Kab Sukoharjo
575.841
451.417 0,783926 78,3926466
12 Kab Wonogiri
620.017
580.035 0,935515 93,5514671
13 Kab Karanganyar
540.926
455.446 0,841975 84,1974688
14 Kab Sragen
552.864
494.956 0,895258 89,5258147
15 Kab Grobogan
866.756
767.310 0,885266 88,5266442
16 Kab Blora
547.427
491.863
0,8985 89,8499709
17 Kab Rembang
405.107
320.318
0,7907 79,0699741
18 Kab Pati
776.063
639.265 0,823728 82,3728228
19 Kab Kudus
574.841
439.215 0,764063 76,4063454
78,653088
0,89878 89,8779556
103
20 Kab Jepara
739.221
558.008
21 Kab Demak
698.877
524.939 0,751118 75,1117865
22 Kab Semarang
614.737
510.942 0,831155 83,1155437
23 Kab Temanggung
475.872
389.225
24 Kab Kendal
654.654
518.428 0,791911 79,1911452
25 Kab Batang
459.014
347.665 0,757417 75,7416985
26 Kab Pekalongan
570.207
430.475 0,754945 75,4945134
27 Kab Pemalang
889.274
647.167 0,727748 72,7747578
28 Kab Tegal
905.975
650.691 0,718222 71,8221805
1.166.237
839.546 0,719876 71,9875977
30 Kota Magelang
93.117
65.970 0,708464 70,8463546
31 Kota Surakarta
376.180
275.546 0,732484 73,2484449
32 Kota Salatiga
125.161
88.342 0,705827 70,5826895
1.065.969
787.565 0,738825 73,8825426
34 Kota Pekalongan
192.600
145.890 0,757477 75,7476636
35 Kota Tegal
164.756
121.753
29 Kab Brebes
33 Kota Semarang
0,75486 75,4859508
0,81792 81,7919525
0,73899 73,8989779
104
Lampiran 9 TPAK JAWA TENGAH 2010
No Kabupaten/Kota
usia 15-
angkatan
64
kerja
TPAK
Presentase
1 Kab Cilacap
1.060.759
762.347 0,71868068
71,868068
2 Kab Banyumas
1.020.006
792.012 0,77647779
77,647779
3 Kab Purbalingga
547.270
435.598 0,79594716
79,594716
4 Kab Banjarnegara
570.535
467.074 0,81865968
81,865968
5 Kab Kebumen
729.490
584.684 0,80149694
80,149694
6 Kab Purworejo
444.605
353.027 0,79402391
79,402391
7 Kab Wonosobo
489.422
397.392 0,81196187
81,196187
8 Kab Magelang
781.961
648.484 0,82930479
82,930479
9 Kab Boyolali
606.834
527.581 0,86939921
86,939921
10 Kab Klaten
751.227
574.549
0,7648141
76,48141
11 Kab Sukoharjo
563.298
432.526 0,76784579
76,784579
12 Kab Wonogiri
606.057
519.702
0,8575134
85,75134
13 Kab Karanganyar
545.409
457.756 0,83928941
83,928941
14 Kab Sragen
568.489
483.526 0,85054592
85,054592
15 Kab Grobogan
867.344
721.475 0,83182105
83,182105
16 Kab Blora
557.247
466.977
0,8380072
83,80072
17 Kab Rembang
408.685
320.291 0,78371117
78,371117
18 Kab Pati
805.651
620.602 0,77031121
77,031121
105
19 Kab Kudus
542.051
420.513 0,77578125
77,578125
20 Kab Jepara
733.234
562.402 0,76701571
76,701571
21 Kab Demak
708.408
522.266 0,73723899
73,723899
22 Kab Semarang
630.873
536.204 0,84993969
84,993969
23 Kab Temanggung
475.711
410.860 0,86367563
86,367563
24 Kab Kendal
608.225
473.515 0,77851946
77,851946
25 Kab Batang
478.014
377.700 0,79014422
79,014422
26 Kab Pekalongan
549.104
418.843 0,76277536
76,277536
27 Kab Pemalang
815.451
581.757 0,71341748
71,341748
28 Kab Tegal
905.584
632.931 0,69892025
69,892025
1.137.982
884.757 0,77747891
77,747891
30 Kota Magelang
82.370
61.945 0,75203351
75,203351
31 Kota Surakarta
357.220
258.573 0,72384805
72,384805
32 Kota Salatiga
119.651
29 Kab Brebes
0,6826019
68,26019
1.117.088
796.186 0,71273346
71,273346
34 Kota Pekalongan
193.651
145.149 0,74953912
74,953912
35 Kota Tegal
164.463
125.452 0,76279771
76,279771
33 Kota Semarang
81.674
106
Lampiran 10 TPAK JAWA TENGAH 2011
No(11) Kab/Kota
usia 15-
angkatan
64
kerja
TPAK
Presentase
1 Kab Cilacap
1.081.073
853.137 0,789157624
78,915762
2 Kab Banyumas
1.043.797
800.633 0,767038993
76,703899
3 Kab Purbalingga
560.861
434.130 0,774042053
77,404205
4 Kab Banjarnegara
581.882
454.525 0,781129164
78,112916
5 Kab Kebumen
741.179
589.330 0,795125064
79,512506
6 Kab Purworejo
451.121
361.917 0,802261478
80,226148
7 Kab Wonosobo
498.366
392.465 0,787503562
78,750356
8 Kab Magelang
800.158
628.377
0,78531615
78,531615
9 Kab Boyolali
618.822
487.936 0,788491683
78,849168
10 Kab Klaten
764.131
602.176 0,788053357
78,805336
11 Kab Sukoharjo
575.181
435.414 0,757003448
75,700345
12 Kab Wonogiri
614.971
501.982 0,816269385
81,626939
13 Kab Karanganyar
557.771
431.653 0,773889284
77,388928
14 Kab Sragen
578.181
459.766 0,795193893
79,519389
15 Kab Grobogan
883.586
684.731 0,774945506
77,494551
16 Kab Blora
566.779
452.639 0,798616392
79,861639
17 Kab Rembang
417.150
318.985 0,764676975
76,467697
18 Kab Pati
820.751
651.095 0,793291754
79,329175
107
19 Kab Kudus
555.598
408.790 0,735765787
73,576579
20 Kab Jepara
754.463
562.700
0,74582849
74,582849
21 Kab Demak
725.288
536.414 0,739587585
73,958758
22 Kab Semarang
647.962
496.109 0,765645208
76,564521
23 Kab Temanggung
486.497
380.592 0,782311093
78,231109
24 Kab Kendal
621.084
472.944 0,761481539
76,148154
25 Kab Batang
488.638
369.571 0,756328816
75,632882
26 Kab Pekalongan
560.558
419.446 0,748265122
74,826512
27 Kab Pemalang
828.089
631.743 0,762892636
76,289264
28 Kab Tegal
920.370
702.720
0,76351902
76,351902
1.158.123
882.972 0,762416427
76,241643
30 Kota Magelang
83.581
64.238 0,768571805
76,85718
31 Kota Surakarta
362.737
266.308 0,734162768
73,416277
32 Kota Salatiga
122.904
89.609 0,729097507
72,909751
1.150.016
828.235 0,720194328
72,019433
29 Kab Brebes
33 Kota Semarang 34 Kota Pekalongan
197.914
141.466
0,71478521
71,478521
35 Kota Tegal
167.148
124.049 0,742150669
74,215067
108
Lampiran 11 NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kab/Kota Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Total
Input Output Nilai Tambah 2.654.282.235 5.918.892.217 3.264.609.982 271.389.288 401.814.537 130.425.249 797.824.920 1.756.803.194 958.978.274 132.352.401 195.779.354 63.426.953 126.299.369 177.325.147 51.025.778 179.830.516 217.445.086 37.614.570 203.687.466 331.294.597 127.607.131 752.014.068 1.282.428.747 530.414.679 1.522.141.547 2.272.783.140 750.641.593 1.721.073.410 2.264.716.673 543.643.263 7.473.403.995 11.551.599.943 4.078.195.948 170.894.059 284.791.535,00 113.897.476 6.530.692.948 9.004.794.427 2.474.101.479 5.667.196.565 7.166.864.258 1.499.667.693 210.579.061 258.675.181 48.096.120 114.953.245 423.515.394 308.562.149 441.853.063 872.697.284 430.844.221 1.928.230.423 4.115.878.429 2.187.648.006 31.736.125.720 41.989.833.901 10.253.708.181 1.094.674.949 2.236.346.419 1.141.671.470 1.335.063.073 2.565.994.577 1.230.931.504 5.413.587.328 9.123.608.637 3.710.021.309 553.073.485 1.019.921.649,00 466.848.164 3.303.359.870 5.686.917.614 2.383.557.744 1.095.908.992 1.852.699.525 756.790.533 1.510.783.282 2.182.744.123 671.960.841 341.323.795 521.660.248 180.336.453 1.010.022.395 2.045.893.433 1.035.871.038 301.365.549 442.228.935 140.863.386 165.412.018 217.646.718 52.234.700 861.019.075 1.501.285.171 640.266.096 540.838.588 1.131.442.356 590.603.768 13.554.324.410 19.611.798.993 6.057.474.583 310.074.460 584.380.727 274.306.267 344.776.871 586.090.963 241.314.092 94.370.432.439 141.798.593.132 47.428.160.693
109
Lampiran 12 NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kab/Kota Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Total
Input Output Nilai Tambah 2.915.133.945 6.461.076.825 3.545.942.880 283.145.021 466.403.502 183.258.481 579.835.435 1.404.767.130 824.931.695 147.451.850 196.599.676 49.147.826 159.045.771 250.138.031 91.092.260 182.269.154 265.090.812 82.821.658 311.991.183 492.119.765 180.128.582 894.076.949 1.477.865.852 583.788.903 1.787.267.985 3.006.107.147 1.218.839.162 1.649.337.827 2.640.838.723 991.500.896 6.259.889.750 11.467.818.930 5.207.929.180 213.814.307 476.921.306 263.106.999 6.378.339.201 10.136.712.441 3.758.373.240 3.481.730.622 5.042.065.770 1.560.335.148 213.789.948 285.078.675 71.288.727 65.961.757 102.425.924 36.464.167 480.426.999 643.100.177 162.673.178 1.902.821.827 3.250.540.292 1.347.718.465 30.538.676.520 44.056.845.128 13.518.168.608 1.197.320.038 4.465.874.435 3.268.554.397 1.478.214.067 2.430.598.562 952.384.495 5.917.179.181 10.666.189.382 4.749.010.201 825.597.745 1.356.206.902 530.609.157 4.809.280.028 6.835.861.605 2.026.581.577 949.805.792 1.824.992.434 875.186.642 1.529.207.797 2.230.402.881 701.195.084 413.260.555 605.282.253 192.021.698 776.227.127 1.080.108.008 303.880.881 279.986.463 451.868.367 171.881.904 199.311.822 383.751.497 184.439.675 944.027.476 1.610.942.317 666.914.841 765.038.986 1.355.510.202 590.471.216 14.391.785.425 22.528.494.580 8.136.709.155 290.771.834 469.439.399 178.667.565 352.478.393 609.954.002 257.475.609 93.564.498.780 151.027.992.932 57.463.494.152
110
Lampiran 13 NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kab/Kota Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Kebumen Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Klaten Kab Sukoharjo Kab Wonogiri Kab Karanganyar Kab Sragen Kab Grobogan Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Kudus Kab Jepara Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Total
Input Output Nilai Tambah 1.583.916.347 3.243.262.975 1.659.346.628 502.104.702 724.238.662 222.133.960 794.388.074 1.902.454.203 1.108.066.129 155.170.635 303.283.389 148.112.754 224.909.836 316.145.309 91.235.473 242.477.429 300.402.013 57.924.584 325.646.069 781.027.928 455.381.859 1.248.489.489 1.800.297.159 551.807.670 2.631.560.596 3.921.077.118 1.289.516.522 2.905.579.601 3.945.316.774 1.039.737.173 7.006.790.696 11.981.244.557 4.974.453.861 244.342.866 421.613.133 177.270.267 8.822.299.570 12.756.218.177 3.933.918.607 2.691.223.982 4.103.527.017 1.412.303.035 273.188.005 391.781.262 118.593.257 45.384.275 63.454.285 18.070.010 405.701.518 645.867.383 240.165.865 2.756.261.348 5.167.692.085 2.411.430.737 29.632.589.762 44.182.199.767 14.549.610.005 2.155.896.848 4.198.098.889 2.042.202.041 1.497.546.579 4.325.992.956 2.828.446.377 6.100.095.101 11.948.335.988 5.848.240.887 1.022.780.995 1.792.018.519 769.237.524 6.132.469.601 8.372.863.324 2.240.393.723 979.099.880 2.055.299.277 1.076.199.397 1.705.308.525 2.423.690.460 718.381.935 253.232.148 441.701.435 188.469.287 1.084.923.085 1.533.659.487 448.736.402 340.800.840 505.252.496 164.451.656 251.243.750 486.215.878 234.972.128 1.236.879.942 2.007.373.126 770.493.184 1.217.924.581 1.853.559.590 635.635.009 15.918.188.274 25.035.306.475 9.117.118.201 400.332.631 700.165.773 299.833.142 436.440.844 591.141.779 254.700.935 103.225.188.424 165.221.778.648 62.096.590.224
111
Lampiran 14 Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
40.843871
d.f.
Prob.
(34,67)
0.0000
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
11.880669
3
0.0078
112
Lampiran 15 Hasil Uji Multikolinieritas
AGLOMERASI
TPAK
OUTPUT
AGLOMERASI
1.000000
-0.280357
0.385508
TPAK
-0.280357
1.000000
-0.122904
OUTPUT
0.385508
-0.122904
1.000000
Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Autokorelasi R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.964400 0.944740 0.146864 49.05459 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.908496 4.923446 1.445131 2.458796
113
Hasil Uji Normalitas Kab/Kota
PE
Aglomerasi
TPAK
Output
5%
Kab Cilacap
0.804255
0.823545
0.855140
0.786961
0,05
Kab Banyumas
0.850896
0.766812
0.843532
0.795274
0,05
Kab Purbalingga
0.787504
0.795715
0.773136
0.824385
0,05
Kab Banjarnegara
0.772472
0.847194
0.781452
0.766765
0,05
Kab Kebumen
0.810323
0.768792
0.868144
0.868035
0,05
Kab Purworejo
0.786522
0.823022
0.811067
0.861832
0,05
Kab Wonosobo
0.772472
0.867944
0.797394
0.845187
0,05
Kab Magelang
0.857372
0.830809
0.783567
0.850791
0,05
Kab Boyolali
0.769696
0.795404
0.815714
0.864925
0,05
Kab Klaten
0.772057
0.768101
0.858703
0.802124
0,05
Kab Sukoharjo
0.853794
0.778641
0.856834
0.785696
0,05
Kab Wonogiri
0.831479
0.832530
0.841744
0.822790
0,05
Kab Karanganyar
0.767635
0.777712
0.767781
0.827406
0,05
Kab Sragen
0.784242
0.774432
0.865152
0.828947
0,05
Kab Grobogan
0.766850
0.787549
0.868487
0.794728
0,05
Kab Blora
0.767930
0.775971
0.855252
0.774943
0,05
Kab Rembang
0.781215
0.808359
0.815332
0.766822
0,05
Kab Pati
0.863016
0.845946
0.862400
0.865773
0,05
Kab Kudus
0.773047
0.767251
0.824333
0.768950
0,05
Kab Jepara
0.866378
0.769109
0.861625
0.776894
0,05
Kab Demak
0.774084
0.802367
0.786236
0.770232
0,05
Kab Semarang
0.864991
0.862353
0.801886
0.866078
0,05
Kab Temanggung
0.854781
0.773488
0.863895
0.863526
0,05
Kab Kendal
0.766894
0.866121
0.864118
0.862210
0,05
Kab Batang
0.791994
0.862954
0.767433
0.776929
0,05
Kab Pekalongan
0.769283
0.799829
0.866955
0.794571
0,05
Kab Pemalang
0.830969
0.817947
0.823325
0.868652
0,05
Kab Tegal
0.800498
0.868419
0.826419
0.867618
0,05
Kab Brebes
0.856490
0.768569
0.813703
0.783369
0,05
Kota Magelang
0.838768
0.768755
0.818357
0.851893
0,05
Kota Surakarta
0.829382
0.831341
0.786137
0.799989
0,05
Kota Salatiga
0.830702
0.766811
0.868815
0.830241
0,05
Kota Semarang
0.832050
0.816703
0.821342
0.866969
0,05
Kota Pekalongan
0.768604
0.766948
0.791123
0.868811
0,05
Kota Tegal
0.769636
0.766944
0.779532
0.798514
0,05
114
Lampiran 16 Hasil Uji Fixed Effect
Dependent Variable: LNP__E__ Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/20/14 Time: 09:53 Sample: 2009 2011 Periods included: 3 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 105 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AGLOMERASI TPAK OUTPUT
1.006105 -0.063717 0.005390 0.044800
0.192088 0.040100 0.002454 0.006077
5.237728 -1.588955 2.196322 7.372086
0.0000 0.1168 0.0315 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.964400 0.944740 0.146864 49.05459 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.908496 4.923446 1.445131 2.458796
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.615008 1.835229
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1.556464 2.667674
115
Lampiran 17 Hasil Analisis Aglomerasi Tabel 4.1 Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah Aglomerasi Kuat (>4)
Wilayah
Sedang (24)
Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan
Lemah (12)
Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab Sukoharjo, Kab Semarang, Kab Batang, Kab Pekalongan, Kota Semarang
116