Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
ANALISIS PENERAPAN KONSEP GREEN BUILDING PADA KONTRAKTOR DI SURABAYA Cecep Pribadi Program Studi Pasca Sarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected]/
[email protected] ABSTRAK Green building merupakan suatu konsep bangunan ramah lingkungan yang diimplementasikan untuk mengantisipasi/meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh bangunan. Saat ini minat masyarakat dalam hal bangunan ramah lingkungan cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan banyak bermunculan pembangunan dengan konsep green building. Oleh karena itu, peran kontraktor dalam membangun bangunan ramah lingkungan sangat penting. Karena bangunan dapat dikatakan green building memiliki beberapa aspek-aspek yang harus dipenuhi. Bangunan dapat dikatakan green building memiliki 6 aspek yaitu tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material, kualitas udara dan kenyamanan ruang, dan manajemen lingkungan bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pada kontraktor dalam penerapan konsep green building di Surabaya. Untuk mengetahui seberapa jauh kontraktor dalam penerapan konsep green building di Surabaya. Penelitian awal dilakukan dengan studi literatur penelitian terdahulu. Kemudian pengumpulan data dengan penyebaran kuisoner pada pelaku industri konstruksi yaitu kontraktor di Surabaya tentang penerapan konsep green building. Data hasil kuisoner dikumpulkan dan diolah untuk dianalisa menggunakan uji statistik analisis faktor. Hasil menunjukkan dari 22 variabel menjadi 17 variabel setelah direduksi. Kemudian dihasilkan 5 faktor baru yaitu faktor pertama penggunaan sumber daya, yang mempunyai nilai sebesar 46,435%, faktor kedua manajemen lingkungan bangunan, yang mempunyai nilai sebesar 11,288%, faktor ketiga teknologi lingkungan bangunan, yang mempunyai nilai sebesar 7,618%, faktor keempat manajemen sampah konstruksi, yang mempunyai nilai sebesar 6,321%, faktor kelima manajemen limbah padat, yang mempunyai nilai sebesar 5,943% terhadap penerapan konsep green building pada kontraktor di Surabaya. Kata kunci: Green Building, Kontraktor, Surabaya, Konstruksi.
PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan dalam dunia konstruksi di Indonesia seperti perumahan, bangunan industri, bangunan perkantoran, bangunan komersial dan bangunan properti lain saat ini berkembang pesat. Pembangunan bangunan yang meningkat berakibat pada padatnya bangunan dan berkurangnya area terbuka. Berbagai fakta dengan fenomena tersebut dapat menimbulkan antara lain meningkatnya suhu udara dan perubahan iklim yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan pemanasan global yang berkelanjutan. Hal tersebut diperkuat bahwa kenyataannya 33% seluruh emisi CO2 yang ada di dunia dihasilkan oleh bangunan (World Green Building Council, 2008). Dalam Kompas (2009) oleh Priatman, bahwasanya salah satu perusak lingkungan adalah perumahan / bangunan yang mengkonsumsi 72% energi Nasional, oleh karena itu, untuk mengantisipasi / meminimalisir kerusakan lingkungan yaitu ISBN : 978-602-70604-0-1 B-2-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
salah satunya mengimplementasikan suatu konsep bangunan ramah lingkungan atau yang disebut green building. Green building mengacu pada praktek untuk meningkatkan efisiensi pada bangunan dengan menggunakan sumber daya energi, air dan bahan sekaligus mengurangi dampak bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup selama siklus hidup bangunan, melalui desain dan konstruksi yang lebih baik, operasional, pemeliharaan dan pengurangan waste (Frej, 2005). Green building dapat menawarkan tingkat resiko lebih rendah dan memberikan tanggapan positif pada lingkungan (Shiers, 2000). Bahwasanya green building adalah lebih baik yang diharapkan dengan semua hal yang dipertimbangkan (Kato dan Rask, 2008). Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan penelitian dengan melakukan pendekatan inovatif melalui pengetahuan berkelanjutan. Pendekatan inovatif melalui pengetahuan berkelanjutan itu sangat penting, bahwa pengetahuan terbaik terjadi dan berkembang di arena negosiasi, kerjasama, dan penciptaan, dimana tujuan berkelanjutan adalah konstan, tetapi masukan, ide, dan saran bersifat pendekatan yang situasional (Riley dkk, 2006). Penggunaan green building menghasilkan hubungan efek langsung yang mana pemahaman atau pengetahuan meningkat dan mengubah perilaku seperti kesehatan, kepuasan dan produktifitas kerja menjadi meningkat (Kato dkk, 2009). Bahwasanya tingkat pendidikan mempengaruhi akan kesadaran terhadap lingkungan (Lynn, 2011). Maka, kesadaran lingkungan akan membangun bangunan yang ramah lingkungan atau green building adalah penting untuk dimiliki. Minat masyarakat dalam hal bangunan ramah lingkungan cukup tinggi saat ini. Mulai banyak bermunculan pembangunan bangunan yang dilakukan pelaku konstruksi seperti kontraktor dengan konsep green building. Tetapi pada kenyataannya, kondisi di kota Surabaya khususnya masih dalam keadaan panas, suhu meningkat dan berbagai dampak kerusakan lainnya. Karena suatu bangunan dapat dikatakan green building memiliki beberapa poin-poin atau aspek-aspek yang harus dipenuhi. Suatu bangunan dapat dikatakan green building memiliki beberapa aspek yaitu tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material, kualitas udara dan kenyamanan ruang, dan manajemen lingkungan bangunan. Green building mengacu pada praktek untuk meningkatkan efisiensi pada bangunan mulai dari tahap desain sampai dengan penggunaan bangunan. Maka, konsep green building dapat terwujud oleh berbagai pihak atau pelaku konstruksi yang terlibat mulai desain bangunan oleh konsultan, pelaksanaan konstruksi bangunan oleh kontraktor, dan berbagai pihak lain. Jika dilihat dari konteks bangunan yang memperhatikan kelestarian lingkungan, menurut Hwang dan Ng (2000), green building dapat disebut juga green construction yang mengandung arti cara atau proses dalam membangun bangunan konstruksi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Konsultan sebagai perencana desain bangunan dan kontraktor berperan sebagai pelaksana bangunan. Kontraktor melaksanakan atau membangun bangunan sesuai dengan desain yang telah direncanakan oleh konsultan. Akan tetapi, meski peranan mereka berbeda dalam menciptakan bangunan ramah lingkungan atau konstruksi, keduanya saling berkaitan mulai dari tahap desain sampai pelaksanaan konstruksi. Kontraktor yang berperan sebagai pelaksana konstruksi, mempunyai banyak peranan dan sebagai aktor penting dalam terciptanya bangunan green sesuai desain yang direncanakan oleh konsultan. Bagaimana pelaksanaan cara penggunaan dan siklus material, penggunaan teknologi dan peralatan konstruksi, manajemen lingkungan bangunan, manajemen sampah konstruksi dan lain sebagainya yang telah kontraktor kerjakan dan bangun. Apakah sudah sesuai dengan desain yang telah direncanakan, atau apakah sudah membangun bangunan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu, kontraktor mempunyai peran ISBN : 978-602-70604-0-1 B-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
besar dalam penerapan atau implementasi konsep green building supaya dapat membangun bangunan yang dapat dikategorikan green. Maka, ada peluang untuk dilakukan penelitian pada kontraktor sejauh mana bangunan yang telah dibangun dalam pemenuhan kriteria bangunan ramah lingkungan atau green. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sejauh mana yang dapat dilakukan oleh kontraktor dalam penerapan konsep bangunan yang green berdasarkan dengan berbagai studi literatur. Diharapkan dapat mengetahui aspek-aspek konsep green building apa saja yang sudah bekerja dan yang belum bekerja pada penerapan konsep green building oleh kontraktor di Surabaya. Penelitian awal dilakukan dengan studi literatur penelitian terdahulu Rashid dkk (2012), Kato dkk (2009), Armitage dkk (2011), Shiers (2000), Ofori dkk (2011), Riley dkk (2006), Low dan Goh (2010), DeLisle dkk (2012), Hwang dan Ng (2012), Lam dkk (2009), Hartanto (2000), Lam dkk (2009), Zhang dkk (2011). Maka, pembangunan keberlanjutan sebagai cara terbaik untuk mengatasi masalah kompleks terkait dengan kerusakan lingkungan merupakan tidak hanya untuk kepentingan generasi sekarang dan masa depan, melainkan untuk keutuhan masa depan planet kita (Ofori dkk, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini diangkat agar penelitian pendukung dan sebagai sumber informasi. METODE Variabel penelitian terdiri dari 22 variabel yaitu penggunaan material sisa, material ecolabel, material yang dapat diperbaharui dan didaur ulang, material local, material import, material kayu yang ecolabel, lokasi material dekat, material kadar VOC rendah, material kadar formaldehida rendah, material kadar merkuri rendah, penggunaan alat berat dengan teknologi ramah, pengelolaan limbah padat, pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah organic dan anorganik, penerapan komisioning dan testing, penerapan program ramah lingkungan, pengalaman proyek terkait, pengetahuan proyek terkait, sikap untuk kesadaran, konsep sebagai perubahan, aplikasi konsep sebagai teknologi dan aplikasi konsep sebagai trend. Populasi pada penelitian ini adalah para manager atau pimpinan proyek yang ada pada perusahaan kontraktor menengah ke atas yang ada di LPJK yang berpengalaman di bidang konstruksi bangunan perumahan, perkantoran, pergudangan dan bangunan konstruksi lainnya yang ada di wilayah Surabaya. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu pemilihan sampel secara non probabilistik, yang mana penunjukan langsung pada perusahaan kontraktor yang ada di wilayah Surabaya, karena tidak semua kontraktor menangani proyek bangunan gedung atau properti. Pengumpulan data melalui kuisoner dimana responden memberikan penilaian penerapan konsep green building pada konstruksi yang telah selesai dikerjakan. Dalam menganalisa data, penelitian ini menggunakan metode analisis inferensial untuk melihat seberapa besar penerapan konsep green building pada kontraktor di Surabaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan data untuk 22 variabel (X) dengan analisis faktor menggunakan perhitungan statistik program SPSS 20.0. KMO dan Bartlett’s Test merupakan dua uji kesesuaian data yang harus dilakukan sebelum menginterpretasikan hasil analisis faktor. Measure of Sampling Adequacy (MSA) adalah nilai statistik yang mengindikasikan proporsi keragaman pada variabel yang dapat dibuat landasan penggunaan analisis faktor. Jika nilai MSA > 0.50, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih ISBN : 978-602-70604-0-1 B-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
lanjut, atau dengan kata lain jika nilai MSA dari indikator nilainya < 0.5, maka indikator tersebut akan direduksi pada analisis faktor selanjutnya. Bartlett’s Test digunakan untuk menguji apakah indikator yang digunakan saling berkorelasi. Jika Bartlett’s Test menghasilkan nilai signifikansi < 0.05 (α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut saling berkorelasi. Nilai KMO, signifikansi Bartlett’s Test serta nilai MSA yang dihasilkan dari analisis faktor dengan menggunakan 22 indikator penelitian. Bahwa terdapat 5 indikator yang memiliki MSA < 0.5 yaitu indikator X1, X4, X5, X7 dan X22, sehingga indikator-indikator tersebut akan direduksi pada analisis selanjutnya. Nilai KMO, signifikansi Bartlett’s Test serta nilai MSA yang dihasilkan setelah kelima indikator dengan MSA < 0.5 direduksi. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSA pada setiap indikator nilainya di atas 0.5, sehingga lebih lanjut analisis faktor akan dilakukan dengan 17 indikator yang tersisa. Nilai KMO sebesar 0.728 > 0.5, menunjukkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut. Juga menunjukkan bahwa Bartlett’s Test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0.05 (α=5%), yang menunjukkan bahwa indikator-indikator yang digunakan saling berkorelasi dan sesuai untuk digunakan analisis faktor. Communalities (komunalitas) menunjukkan seberapa besar keragaman variabel asal yang dapat dijelaskan oleh indikator-indikator yang terbentuk. Dimana menunjukkan bahwa nilai komunalitas dari 17 indikator yang digunakan masing-masing bernilai di atas 0.5, hal ini dapat diartikan bahwa indikator-indikator yang terbentuk bisa menjelaskan minimal 50% dari keragaman data di variabel asal. Banyaknya faktor atau komponen yang terbentuk dapat dilihat dengan Total Variance Explained. Faktor yang menghasilkan nilai eigen yang lebih besar dari 1 adalah faktor-faktor yang dihasilkan dari analisis ini, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa terbentuk 5 faktor baru yang dalam konteks penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam mencapai keberhasilan kontraktor dalam penerapan konsep Green Building. Diketahui bahwa faktor yang mempunyai nilai eigen lebih besar dari 1 adalah sebanyak 5 faktor. Total kumulatif keragaman variable asal yang dapat dijelaskan oleh kelima faktor tersebut di atas adalah sebesar 77.605%. Pada grafik nampak bahwa faktor (komponen) yang memiliki nilai eigen lebih besar dari 1 adalah sebanyak 5 faktor, sedangkan sisanya memiliki nilai eigen dibawah 1. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 22 variabel/indikator awal yang berpengaruh terhadap penerapan konsep green building pada perusahaan kontraktor di Surabaya, dapat direduksi menjadi 17 variabel yang selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor. Faktor pertama terbeentuk dari 6 variabel/ indikator. Keenam variabel/indikator dapat dikelompokkan kedalam faktor penggunaan sumber daya, yang mempunyai nilai sebesar 46.435% terhadap penerapan konsep green building pada perusahaan kontraktor di Surabaya. Faktor kedua terbentuk dari 4 variabel/ indikator. Keempat variabel/indikator dapat dikelompokkan kedalam faktor manajemen lingkungan bangunan, yang mempunyai nilai sebesar 11.288% terhadap penerapan konsep green building pada perusahaan kontraktor di Surabaya. Faktor ketiga terbentuk dari 4 variabel/ indikator. Keempat variabel/indikator dapat dikelompokkan kedalam faktor teknologi lingkungan bangunan yang mempunyai nilai sebesar 7.618% terhadap penerapan konsep green building pada perusahaan kontraktor di Surabaya. ISBN : 978-602-70604-0-1 B-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Faktor keempat terbentuk dari 2 variabel/ indikator. Kedua variabel/indikator dapat dikelompokkan kedalam faktor manajemen sampah konstruksi, yang mempunyai nilai sebesar 6.321% terhadap penerapan konsep green building pada perusahaan kontraktor di Surabaya. Faktor kelima terbentuk dari satu variabel/ indikator. Variabel/indikator tersebut dapat dikelompokkan kedalam faktor manajemen limbah padat, yang mempunyai nilai sebesar 5.943% terhadap penerapan konsep green building pada perusahaan kontraktor di Surabaya. DAFTAR PUSTAKA Abdalla, G., Maas, G. and Huyghe, J. (2009), “Barriers to Zero Energy Construction (ZEC)”, PLEA 2009 – 26th Conference on Passive and Low Energy Architecture”, Quebec City, Canada, pp. 22-24. Armitage, L., Murugan, A. and Kato, H. (2011), “A User Perception Survey of Green Office”, Journal of Corporate Real Estate, Vol.13, No.3, pp. 169-180. DeLisle, J., Grissom, T. and Hogberg, L. (2011), “Sustainable Real Estate”, An Empirical Study of the Behavioural Response of Developers and Investors to the LEED Rating System, Journal of Property Investment & Finance, Vol. 31, No. 1, pp. 10-40. Eichholtz, P., Kok, N. and Quigley, J. M. (2009), “The Economics of Green Building”, Environmental Economics Review, Vol. 2. Frej, A. (2005), “Green Office Buildings: A Practical Guide to Development”, The Urban Land Institute, Washington, D.C, pp. 4–8. Green Building Council Indonesia, (2012), “Greenship for New Building V 1.1”, Green Building Council Indonesia: Divisi Rating dan Teknologi. Hartanto, R. A. (2012), “Peranan Kontraktor dalam Konsep Green Building pada Fase Konstruksi”, Skripsi dalam http://dewey.petra.ac.id. Heerwagen, J. (2000),“Green Buildings, Organizational Success and Occupant Productivity”, Building Research and Information,Vol.28,No.5/6, pp.353-67. Hodgkinson, S. (1993), “Environmental Issues and the Workplace”, in Duffy, F., Laing, A. and Crisp, V. (Eds), The Responsible Workplace, Architectural Press, London, pp. 98111. Hoffman, A. J. and Henn, R. (2008), “Overcoming the Social and Psychological Barriers to Green Building”, Journal of Organization and Environmental, Vol. 21, No. 4, pp. 390419. Hopkins, R. (2002), “A Natural Way of Building”, Transition Culture, Retrieved: 2007-03-30, dalam http://transitionculture.org. Hwang, B. G. dan Ng, W. J. (2012), “Project Management Knowledge and Skills for Green Construction: Overcoming Challenges”, Sciverse Science Direct, Vol. 84, pp. 45-63. Jones Lang & Wootton, McKenna & Company, Gardiner & Theobald (1991), “A New Balance Buildings and the Environment”, A Guide for Property Owner and Developers, Vol. 25, pp. 63-81. Kato, H., Too, L. and Rask, A. (2009), “Occupier Perceptions of Green Workplace Environment: The Australian Experience”, Journal of Corporate Real Estate, Vol. 11, No. 3, pp. 95-183. ISBN : 978-602-70604-0-1 B-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Lam, P. T. I., Chan, E. H. W., Chau, C. K., Poon, C. S. and Chun, K. P. (2009), “Integrating Green Specifications in Construction and Overcoming Barriers in Their Use”, American Society of Civil Engineers, Vol. 21, pp. 60-71. Lynn, P. (2011), “Environmental Attitudes and Behaviour: Who Cares About Climate Changes?”, Understanding Society, dalam www.iser.essex.ac.uk. Low, S. P. and Goh, X. T. (2010), “Exploring Outer Space Technologies for Sustainable Buildings”, International Journal of Facilities, Vol. 28, No. 1/2, pp. 31-45. Ofori, A., Owusu, D. G., Edwards, D. and Holt, G. (2011), “Exploration of Management Practices for LEED Projects”, Lessons from Successful Green Building Contractor, Structural Survey, Vol. 30, No. 2, pp. 145-162. Ofori, G. (1998), “Sustainable Construction: principles and a framework attainmentcomment”, Construction Management Economic, Vol. 16, pp. 141-5.
for
Priatman, J. (2009), “LEED dalam Green Living and Design”, Property Community Gathering, Surabaya, Kompas. Rashid, M., Spreckelmeyer, K. and Angrisano, N. J. (2012), “Green Buildings, Environmental, Awareness, and Organizational Image”, Journal of Corporate Real Estate, Vol. 14, No. 1, 2012, pp. 21-49. Rask, A. and Kato, H. (2008), “Enhancing Performance of Green Buildings: Report 2008, Occupiers of Green Star Rated Building Experience on How to Make the Best Use of It”, Bond University’s Mirvac School of Sustainable Development in collaboration with the Green Building Council Australia, Gold Coast, Vol. 2. Riley, D. R., Thatcher, C. E. and Workman, E. A. (2006), “Developing and Applying Green Building Technology in an Indigenous Community: An Engaged Approach to Sustainability Education”, International Journal of Sustainability in High Education, Vol. 7, No. 2, pp. 142-157. Shiers, D. E. (2000), “Green Developments Environmentally Responsible Buildings in the UK Commercial Property Sector”, Journal of Property Management, Vol. 18, No. 5, pp. 352-362. Shrisvastava, P. (1995), ”Environmental Technologies and Competitive Advantage”, Strategic Management Journal, Vol. 19, No. 3, Hal. 279-292. U.S. Environmental Protection Agency (2009), “Green Building Basic Information”, dalam http://www.epa.gov. U.S. General Services Administration (2009), “GSA Public Buildings Service Assessing Green Building Performance”, Vol.2, dalam www.epa.gov. World Green Building Council (2008), “World Green Building Trends”, dalam www.worldgbc.org. Zhang, X., Shen, L., Wu, Y. and Qi, G. (2011), “Barriers to Implement Green Strategy in the Process of Developing Real Estate Projects”, The Open Waste Management Journal, Vol. 4, Hal. 33-37.
ISBN : 978-602-70604-0-1 B-2-6