ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG YANG MENGGUNAKAN BENIH SERTIFIKAT DAN NON SERTIFIKAT DI DESA GIRIJAYA KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT
ADETIA SUHARTINI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016
Adetia Suhartini NIM H34134043
ABSTRAK ADETIA SUHARTINI. Analisis Pendapatan Usahatani kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA. Meningkatnya kebutuhan benih kentang mendorong pemerintah untuk menciptakan benih kentang yang bermutu dan bersertifikat supaya dapat memenuhi kebutuhan dan ketersediaan benih serta meningkatkan produktivitas kentang Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keragaan usahatani antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat, menganalisis besaran penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani antara petani yang menggunakan benih sertifiakt dan non sertifikat. Data dianalisis menggunakan analisis pendapatan usahatani dan uji statistik mann-whitney guna menganalisis pendapatan dan perbandingan pendapatan usahatani penggunaan benih kentang yang lebih menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kentang benih sertifikat menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hal tersebut didukung oleh hasil uji beda statistik yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih sertifikat dengan non sertifikat pada variabel produktivitas, penerimaan, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, dan R/C atas biaya total Kata Kunci: benih, kentang, pendapatan, sertifikat, usahatani ABSTRACT ADETIA SUHARTINI. Analysis Farming Income Using Potato Seed of Certificates and Non Certificates in the Girijaya Village, Cikajang Subdistrict, Garut District. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA. The increasing demand of seeds potato encourage the government to create seed potato high quality and certified in order to meet the needs and the availability of seeds and increase productivity potato in Indonesia. This study attempts to described farming activity between the that uses seed certificates and non certificates, analyze the revenue, the cost and income farming between the that uses seed certificates and non certificates. The method of analyze using analysis income farming and statistical tests mann-whitney to analyze income and comparison income farming the use of seeds potato more favorable. The research results show that farming potato seed certificates generating revenue more favorable compared with farmers who uses seed non certificates. This is supported by test different statistics stating that there are differences significantly between the using seed certificate and non certificates on the productivity, revenue, income over cost cash, revenue for the total cost, and R/C over the total cost Keywords: certificates, farming, income, potatoes, seed
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG YANG MENGGUNAKAN BENIH SERTIFIKAT DAN NON SERTIFIKAT DI DESA GIRIJAYA KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT
ADETIA SUHARTINI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 sampai Desember 2015 ini ialah pendapatan usahatani. Judul penelitian adalah Analisis Pendapatan usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku pembimbing serta Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM yang telah memberikan arahan dan banyak saran kepada penulis terkait dengan topik yang dipilih selama penyusunan. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada saat seminar proposal, saudari Galuh Tri Pangesti selaku pembahas dalam seminar hasil penelitian, Bapak Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama, dan Bapak Feryanto, SP, MSi selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para penyuluh pertanian di BP3K Kecamatan Cikajang, Bapak Ir Dias Sudiana selaku Penangkar kentang dan Ketua Asosiasi Penangkar Benih Kentang di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut, serta Bapak Dada Armada selaku Kepala Desa Girijaya yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman Alih Jenis Agribisnis atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
Adetia Suhartini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Besaran Penerimaan Usahatani Kentang Besaran Biaya Usahatani Kentang Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Efisiensi Pendapatan Usahatani Kentang Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep usahatani Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis Konsep Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pemilihan Responden Analisis Usahatani Analisis efisiensi pendapatan usahatani Analisis R/C Uji Mann-Whitney Definisi Operasional KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Administtratif dan Kondisi Wilayah Potensi Wilayah Pertanian Potensi Sumberdaya Lahan Potensi Sumber Daya Manusia Karakteristik Petani Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Benih Kentang Bersertifikat Keragaan Usahatani Kentang di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Pemilihan Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat Usahatani Kentang di Desa Girijaya Penggunaan Input pada Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Benih Pupuk Obat-obatan
vi vi vi 1 1 4 6 6 6 6 7 8 9 10 11 11 11 14 14 17 17 17 17 17 18 20 20 21 22 22 22 23 24 25 26 30 30 31 35 38 38 39 41
Tenaga kerja Peralatan Analisis Penerimaan Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Analisis Besaran Biaya Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Biaya tunai Biaya non tunai Biaya total Analisis Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Hasil Uji Beda Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
42 44 44 47 47 48 49 50 52 54 54 55 55 57 63
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013 1 Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia 1 Jumlah produksi kentang di Indonesia 2 Jumlah produksi kentang menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 2 Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut 3 Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012 4 Luas panen, jumlah produksi, produktivitas tanaman kentang berdasarkan tingkat kecamatan tahun 2013 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang tahun 2014 5 Perhitungan analisis pendapatan usahatani 20 Luas panen, luas panen, produksi, dan produktivitas padi dan sayuran di Kecamatan Cikajang tahun 2014 23 Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang tahun 2014 24 Jumlah dusun, RW, dan RT di Kecamatan Cikajang tahun 2014 25 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan tingkat pendidikan terakhir tahun 2014 26 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian tahun 2014 26 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkatan umur 27
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan Karakteristik petani responden berdasarkan luas penguasaan lahan Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Alasan pemilihan benih kentang sertifikat dan non sertifikat Harga benih kentang bersertifikat Jumlah rata-rata produksi, luasan lahan, dan produktivitas benih kentang sertifikat dan non sertifikat per hektar Sebaran petani pengguna jenis generasi benih tanaman kentang bersertifikat Harga benih kentang sertifikat dan non sertifikat Perbandingan jumlah penggunaan rata-rata pupuk benih sertifikat dan non sertifikat per ton/ha Jumlah rata-rata penggunaan obat-obatan pada petani benih sertifikat dan non sertifikat Jumlah penggunaan rata-rata tenaga kerja pada benih sertifikat dan non sertifikat per ha/musim tanam Penerimaan rata-rata benih sertifikat per ton /ha /musim tanam Penerimaan rata-rata benih non sertifikat per ton/ ha /musim tanam Besaran rata-rata biaya yang dikeluarkan petani benih sertifikat dan non sertifikat per ha/musim tanam Nilai pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat per ha/ musim tanam Hasil uji beda pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat
28 28 29 29 30 35 35 36 38 39 40 42 43 45 45 47 50 53
DAFTAR GAMBAR
1 Alur pemikiran operasional 2 Alur produksi budidaya kentang benih sertifikat dan non sertifikat
16 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 2
Penggunaan input yang digunakan pada petani benih sertifikat dan non sertifikat 59 Hasil output uji beda statistik benih sertifikat dan non sertifikat 60
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dari beberapa sub sektor pertanian yang ikut berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Jenis tanaman hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Salah satu jenis hortikultura yang merupakan komoditi unggulan dalam agribisnis adalah sayuran. Hal tersebut dapat dilihat pada jumlah kontribusi nilai PDB sayuran yang menduduki peringkat kedua setelah buah pada tahun 2013 (Tabel 1). Rata-rata pertumbuhan komoditi sayuran meningkat sebesar 5.54 persen dengan nilai PDB pada tahun 2013 adalah senilai Rp33 136.76 milyar. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditi sayuran berperan dalam mendukung perekonomian nasional. Tabel 1 Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013 Komoditi Nilai PDB (Milyar Rp) Rata-rata pertumbuhan (%) 2011 2012 2013 Buah 48 436.70 45 481.89 46 735.62 -0.14 Sayuran 30 505.71 31 244.16 33 136.76 5.54 Tanaman hias 5 494.24 6 173.97 5 983.89 5.78 biofarmaka 5 494.24 6 173.97 5 983.89 -7.69 Total 89 930.89 89 073.99 91 840.16 1.85 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dibudidayakan di Indonesia. budidaya tanaman kentang layak untuk diprioritaskan karena kentang memiliki potensi untuk dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik yang berskala kecil, menengah, maupun besar karena kentang merupakan bahan pangan alternatif dan bahan baku industri makanan. Hal ini didukung oleh luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang yang mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir (Tabel 2). Tabel 2 Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2008 64 151 1 071 543 16.70 2009 71 238 1 176 304 16.51 2010 66 531 1 060 805 15.94 2011 59 882 955 488 15.96 2012 65 989 1 094 232 16.58 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013
Sentra produksi kentang di Indonesia tersebar di 5 provinsi dengan jumlah produksi yang berfluktuasi. Provinsi Jawa barat menduduki urutan pertama sebagai penghasil kentang terbesar di Indonesia tahun 2012 dengan jumlah
2
produksi tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu sebesar 261 967 ton dengan rata-rata pertumbuhan senilai 18.99 persen (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat sebagai sentra produksi kentang di Indonesia dibandingkan provinsi lainnya. Tabel 3 Jumlah produksi kentang di Indonesia Provinsi Jumlah produksi (Ton) 2011 2012 Jawa Barat 220 155 261 967 Jawa Tengah 250 404 252 607 Jawa Timur 85 520 162 039 Sumatera Utara 123 078 128 965 Sulawesi utara 114 548 116 415 Jambi 89 102 85 535
Rata-rata pertumbuhan (%) 18.99 0.88 89.47 4.78 1.63 -4.00
Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2014
Jawa barat sebagai sentra produksi kentang di Indonesia terdapat 13 kabupaten yang pada umumnya sebagai penghasil kentang. Garut merupakan daerah sentra penghasil kentang terbesar yang berada di Jawa Barat. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Garut dapat menghasilkan jumlah produksi terbesar dibandingkan dengan Kabupaten lainnya dengan jumlah persentase yaitu 50 persen atau memenuhi hampir sebagian dari jumlah produksi yang dihasilkan pada tingkat provinsi (Tabel 4). Tabel 4 Jumlah produksi kentang menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 No Kabupaten Jumlah Produksi (ton) 1 Garut 129.083 2 Bandung 108.631 3 Majalengka 14.357 4 Sumedang 1.194 5 Sukabumi 928 6 Cianjur 268 7 Kuningan 149 8 Bogor 85 9 Tasikmalaya 123 10 Subang 120 Sumber.: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2014
Kabupaten Garut menjadi salah satu sentra produksi kentang di provinsi Jawa Barat karena kondisi lahan dan iklim yang mendukung dalam pertumbuhan tanaman kentang mengingat Kabupaten Garut merupakan daerah dataran tinggi dan memiliki iklim yang dingin. Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Garut. Kabupaten Garut memiliki beberapa jenis komoditas sayuran yang merupakan komoditas unggulan yang salah satunya terdapat komoditas kentang sebagai penghasil terbesar komoditi sayuran setelah kubis di kabupaten Garut (Tabel 5)
3
Tabel 5 Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut Komoditi Jumlah produksi (Ton) 2010 2011 2012 Kubis 125 707 134 677 130 474 Kentang 143 341 127 090 128 018 Terung 17 043 16 732 18 601 Bawang Daun 35 887 36 529 34 503 Cabe besar 79 491 80 390 79 032 Cabe rawit 17 182 22 628 22 649 Sumber: Pemerintah Kabupaten Garut, 2014
Perkembangan jumlah produksi dan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yaitu salah satunya adalah benih. Penggunaan benih kentang bersertifikat merupakan salah satu upaya pemerintah untuk dapat meningkatkan jumlah produksi dan mencukupi ketersediaan serta kebutuhan varietas benih unggul kepada para petani. Penggunaan benih kentang bersertifikat dapat menghasilkan produksi kentang yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan benih non sertifikat. Pada sertifikasi benih kentang, Dirjen Perbenihan Hortikultura (2012) membagi benih kentang bersertifikat menjadi beberapa kelas, diantaranya adalah G-0 (Benih Penjenis/Breeder Seed), G-2 (Benih Dasar), G-3 (Benih Pokok), dan G-4 (Benih Sebar). Potensi dari benih kentang yang bersertifikat ini dapat menghasilkan jumlah produksi rata-rata 30 ton/ha (Litbang Pertanian, 2015). Benih kentang bersertifikat tersedia di penangkar kentang. Penyaluran distribusi benih melalui penangkar kentang sudah diatur oleh Undang-Undang pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.48/Permentan/SR.120/8/2012 tentang produksi, sertifikasi, dan pengawasan peredaran benih hortikultura. Keberadaan benih kentang saat ini masih kurang. Pemerintah baru bisa mencukupi kebutuhan benih kentang sekitar 15 persen1. Hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya kapasitas produksi Balai Benih yang menimbulkan dampak dikeluarkannya kebijakan alur distribusi, kelas, bentuk, jumlah, tempat, dan harga benih (Ridwan et al. 2010). Hal tersebut mendorong pemerintah untuk dapat terus meningkatkan jumlah produksi benih kentang terutama benih kentang sertifikat agar dapat memenuhi kebutuhan benih di tingkat petani. Menurut Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) luas areal, produksi, dan produksi per hektar usahatani benih kentang bersertifikat di Jawa Barat mengalami fluktuasi seperti yang tercantum pada tabel 6. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa produksi benih kentang pada tahun 2011-2012 mengalami penurunan hasil produksi. Penurunan tersebut dikarenakan faktor penyusutan pada saat pasca panen. Menurut Sunarjono (2004), penggunaan benih kentang berkualitas seperti benih unggul yang bebas virus berimplikasi dengan produktivitas yang dihasilkan, sehingga semakin turun kelas benih yang djadikan sebagai sumber benih maka kualitas kentang yang dihasilkan akan menurun. Hal ini berdampak pada jumlah produksi yang dihasilkan pada kegiatan usahatani kentang. Apabila benih kentang 1
http://bisnis.tempo.co/read/news/2011/10/26/090363387/indonesia-kekurangan-benih-kentangunggul [diakses tanggal 27 Januari 2016]
4
dapat digunakan oleh para petani maka akan dapat meningkatkan jumlah produksi secara optimal. Kabupaten Garut yang juga sebagai daerah sentra sangat mendukung adanya peredaran benih brsertifikat ke petani sebagai solusi dalam menghadapi permasalahan dalam keterbatasan benih kentang dan kualitas benih yang kurang bermutu. Tabel 6 Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012 Kelas Luas panen Produksi Produktivitas benih (Ha) (ton) (Ton) 2011 2012 2011 2012 2011 2012 G-1 1.82 2.99 40 670 39 529 22 370.74 13 238.11 G-2 26.86 27.34 357 322 208 275 13 303.13 7 616.84 G-3 79.35 106.75 841 946 647 278 10 610.54 6 063.49 G-4 96.37 132.22 863 205 508 962 8. 957.20 3 849.36 Sumber: Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Jawa Barat, 2014 (Data diolah)
Rumusan Masalah Kecamatan Cikajang merupakan daerah sentra tanaman kentang yang ada di Kabupaten Garut. Jumlah luas panen, produksi, dan produktivitas diantara tiga daerah sentra produksi tanaman kentang, Kecamatan Cikajang menduduki posisi pertama dengan jumlah produksi hingga 31 252.4 ton pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Cikajang memiliki potensi dalam pengembangan usahatani kentang (Tabel 7). Desa Girijaya merupakan salah satu desa penghasil kentang di Kecamatan Cikajang dari dua belas desa yang memiliki keunggulan dalam pengembangan agribisnis sayuran. Desa girijaya merupakan daerah sentra produksi kentang kedua setelah desa simpang yang ada di Kecamatan Cikajang (Tabel 8). Tabel 7 Luas panen, jumlah produksi, produktivitas tanaman kentang berdasarkan tingkat kecamatan tahun 2013 Kecamatan Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Cikajang 1 442 31 252.4 21.67 Cigedug 879 17 786.2 20.23 Cisurupan 740 14 781.6 19.97 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut, 2014
Faktor iklim dan lingkungan yang mendukung membuat desa Girijaya memiliki potensi dalam pengembangan agribisnis kentang. Di Desa Girijaya, terdapat petani kentang yang menggunakan jenis input produksi berupa benih sertifikat dan benih non sertifikat. Pemilihan benih dilakukan didasarkan pada pertimbangan dan keadaan masing masing petani dengan perbandingan jumlah petani yang jauh berbeda yaitu benih non sertifikat yang lebih banyak digunakan oleh petani. Menurut BP3K Kecamatan Cikajang, petani yang menggunakan benih kentang bersertifiikat di Desa Girijaya hanya sekitar 40 persen dari total keseluruhan petani kentang yang ada di Desa Girijaya.
5
Tabel 8 Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang tahun 2014 Desa Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Simpang 173.85 3 477 Girijaya 150 3 013.4 Cikandang 139.08 2 781.6 Cikajang 81.13 1 622.6 Cibodas 69.54 1 390.8 Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang, 2015 (Data diolah)
Kabupaten Garut terdapat 35 orang penangkar kentang yang yang masih aktif menjualbelikan benih kentang yang ada di berbagai wilayah di Garut, Jawa Barat. Adanya penangkar tentu sangat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan benih kentang yang berkualitas, tetapi tidak sebanding dengan kebutuhan benih yang diperlukan oleh para petani. Petani masih kesulitan mencari kebutuhan benih yang bersertifikat karena ketersediaanya masih kurang. Petani yang membeli pada penagkar kentang di Kabupaten Garut tidak hanya dari wilayah Garut tetapi juga petani yang berasal dari luar wilayah Garut. Di sisi lain, harga benih kentang yang lebih mahal juga membuat sebagian besar para petani tidak mampu untuk membeli benih kentang yang bersertifikat. Menurut informasi dari BP3K Kecamatan Cikajang, maraknya isu mengenai benih kentang bersertifikat yang palsu membuat petani kentang khawatir jika jumlah produksinya menurun dan harus menanggung risiko kerugian. Hal ini membuat petani tidak mau beralih untuk membeli benih yang bersertifikat, sehingga membuat para petani kentang mencari benih kentang ke petani yang lain yang tidak diketahui dengan pasti kualitas dari benih dan kelas generasi dari benih yang diperoleh. Harga benih kentang non sertifikat lebih rendah dibandingkan dengan harga benih kentang yang bersertifikat yang membuat petani lebih memilih menggunakan benih kentang non sertifikat untuk menghemat biaya produksi. Terdapat dua jenis penggunaan benih kentang yaitu yang bersertifikat dan non sertifikat dengan perbedaannya yaitu terlihat dari harga beli benih. Benih kentang merupakan salah satu faktor input produksi yang sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dari setiap petani. Penggunaan benih kentang baik sertifikat maupun non sertifikat tentu membawa dampak bagi pendapatan petani, sehingga perlu diuji apakah penggunaan benih kentang mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani karena benih merupakans salah satu faktor yang penting yang dibutuhkan oleh petani dalam kegiatan usahatani kentang. Adanya penggunaan benih kentang antara benih kentang yang bersertifikat dan non sertifikat akan mempengaruhi pendapatan dan keuntungan yang diperoleh petani. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan perbedaan pada kegiatan usahatani kentang dengan penggunaan benih sertifikat maupun benih non sertifikat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan benih yang menguntungkan dilihat dari struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani baik pada penggunaan benih sertifikat maupun non sertifikat. Adanya dua jenis input produksi berupa benih sertifikat dan benih non sertifikat pada kegiatan usahatani kentang yang menjadikan adanya pilihan yang
6
dapat dipilih petani dalam pemilihan input produksi. Berdasarkan penjelasan dalam rumusan masalah yang berkaitan dengan penggunaan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat, yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1 2 3
Bagaimana keragaan usahatani petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat? Bagaimana struktur penerimaan dan biaya pada kegiatan usahatani antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat? Apakah tingkat pendapatan usahatani antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat menguntungkan atau tidak?
Tujuan Penelitian 1
2
3
Mendeskripsikan keragaan usahatani petani kentang yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat melalui penggunaan input dalam kegiatan usahatani kentang Menganalisis besaran penerimaan dan biaya dengan membandingkan antara petani yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat Menganalisis dan membandingkan pendapatan usahatani petani kentang yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat Ruang Lingkup Penelitian
Penggunaan benih kentang sertifikat adalah petani yang memiliki usahatani kentang yang membeli langsung benihnya kepada penangkar kentang dan diketahui dengan jelas generasi tanamannya serta tingkatan kelas benihnya dengan pencantuman label sebagai identitas yang ditempel pada kemasan benih kentang bersertifikat. Penggunaan benih kentang non sertifikat adalah petani yang memiliki usahatani kentang yang membeli benihnya kepada petani yang lain dan tidak terdapat label pada kemasan benih kentangnya serta tidak jelas generasi tanaman pada benih kentang tersebut. Wawancara yang dilakukan kepada petani mengenai usahatani kentang pada saat musim tanam terakhir di bulan Juni hingga Agustus tahun 2015. Pada saat musim tanam tersebut sedang musim kemarau dan wawancara mengenai usahatani kentang dilakukan hanya untuk satu kali musim tanam.
TINJAUAN PUSTAKA
Besaran Penerimaan Usahatani Kentang Penerimaan usahatani merupakan hasil balas jasa yang diperoleh petani dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Biaya yang telah dikeluarkan oleh petani
7
harus diimbangi dengan imbalan yang diharapkan, imbalan terhadap pengorbanan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani oleh petani dapat diartikan sebagai penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani kentang yang dihasilkan dapat dipengaruhi dari jenis varietas benih yang digunakan, keadaan alam, perlakuan dalam kegiatan budidaya, dan harga jual yang berlaku. Peneltian Maulia (2012) menganalisis penerimaan usahatani kentang yang berbeda varietas, terbukti bahwa kentang varietas Atlantic memperoleh hasil penerimaan lebih besar daripada kentang varietas Granola karena untuk kentang varietas Atlantic harga sudah ditetapkan oleh pihak industri (kemitraan) sehingga harga jual tetap dan tidak terpengaruh oleh harga pasar, selain itu harga rata-rata relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga kentang varietas Granola. Pada penelitian Ratnawati (2001) membuktikan bahwa kegiatan budidaya sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Hasil penelitian Ratnawati (2001) bahwa penerimaan usahatani kentang pada petani binaan lebih besar daripada petani non binaan karena teknik budidaya untuk petani binaan pengelolaannya diawasi langsung oleh pihak kemitraan sehingga para petani binaan selalu mendapatkan bimbingan mengenai teknik budidaya dari pihak kemitraan. Penelitian Ridwan et al (2010) menunjukkan penerimaan usahatani yang dihasilkan pada benih kentang G4 bersertifikat di dua lokasi yang berbeda menunjukkan hasil yang lebih besar daripada petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikat, sehingga faktor penggunaan input produksi juga sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Lokasi juga mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan yang akan berdampak pada penerimaan yang didapat. Pada penelitian Hakim (2013) yang membandingkan pendapatan usahatani kentang yang berbeda, penerimaan tertinggi yang dihasilkan adalah pada lokasi yang memiliki curah hujan paling rendah dan struktur tanahnya relatif lebih subur sehingga lebih optimal untuk pertumbuhan tanaman kentang. Berdasarkan hasil perbandingan terhadap penelitian yang pernah dilakukan seluruh peneliti bahwa penerimaan usahatani kentang bernilai positif yang artinya penerimaan usahatani kentang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Besaran Biaya Usahatani Kentang Struktur biaya merupakan korbanan yang harus dikeluarkan dalam kegiatan produksi untuk mendapatkan suatu hasil yang diperoleh dari curahan korbanan yang dikeluarkan. Studi mengenai analisis usahatani kentang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan lokasi penelitian dan waktu yang berbeda. berdasarkan penelitian terdahulu, jenis biaya dibagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya non tunai. biaya tunai terdiri dari benih, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida, fungisida, sewa lahan, pajak lahan, dan biaya tenaga kerja (Ratnawati 2001, Maulia 2012, Hakim 2013, dan Ridwan et al 2010). Biaya non tunai terdiri dari penyusutan alat, sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga (Maulia 2012). Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani pada usahatani kentang adalah penggunaan benih karena benih merupakan input utama dalam kegiatan usahatani kentang (Ratnawati 2001, Maulia 2012, Hakim 2013, dan Ridwan et al 2010).
8
Biaya tunai terbesar kedua setelah penggunaan benih yaitu pupuk kandang (Hakim 2013 dan Maulia 2012). Hal tersebut karena petani ingin menjaga keadaan tanah yang digunakan untuk kegiatan usahatani terjaga kesuburannya. Pupuk kandang juga lebih tahan lama dibandingkan dengan pupuk kimia dan membuat tanah lebih gembur. Penggunaan pupuk kandang lebih besar digunakan pada petani yang menggunakan jenis varietas Granola ( Maulia 2012 dan Hakim 2013). Selain itu lokasi dan jenis benih juga menjadi kebiasaan petani dalam menggunakan input produksi. Pada penelitian Ridwan (2010) total biaya tunai terbesar kedua pada pengguanaan benih kentang sertifikat dan non sertifikat di Kabupaten Pangalengan adalah obat-obatan. Pada petani yang menggunakan benih kentang G4 sertifikat di Kabupaten Batur adalah tenaga kerja dan penggunaan benih kentang non sertifikat biaya tunai terbesar kedua adalah pupuk. Berbeda halnya pada biaya tunai terbesar kedua lainnya adalah penggunaan obat-obatan (Maulia 2012 dan Ratnawati 2001). Hal tersebut karena petani berusaha mengantisipasi serangan penyakit terhadap tanaman kentang dengan memberikan penyemprotan semaksimal mungkin yang membuat biaya yang dikeluarkan menjadi besar. (Ratnawati 2001). Pada penelitian Maulia (2012) jenis varietas Atlantic yang memiliki biaya tunai terbesar kedua yaitu obat-obatan karena penyemprotan yang dilakukan pada varietas Atlantic lebih sering dibandingkan dengan varietas Garanola. Menurut penelitian Ridwan et al (2010) jenis biaya non tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih kentang sertifikat dan non sertifikat di Kabupaten Batur adalah penyusutan alat sedangkan di Kabupaten Pangalengan adalah sewa lahan. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi dari karakteristik petani diantara dua lokasi yang berbeda. Menurut penelitian Maulia (2012) biaya non tunai terbesar pada penggunaan benih varietas Granola adalah benih sedangkan pada penggunaan benih varietas Atlantic adalah biaya tenaga kerja keluarga. Hal tersebut disebabkan karena petani yang menggunakan benih varietas Granola lebih jarang untuk membeli benih baru dan lebih sering menggunakan benih dari hasil musim panen sebelumnya (Maulia 2012). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan benih kentang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya struktur biaya dalam usahatani kentang walaupun penelitian dilakukan pada wilayah, waktu, dan peneliti yang berbeda.
Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Pendapatan usahatani akan mendorong petani untuk mengalokasikan penerimaan yang dihasilkan dari nilai produksi setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi nilai pendapatan adalah dari jumlah produksi yang dihasilkan, harga yang berlaku pada saat itu, dan penggunaan input usahatani yang dibutuhkan (Hakim 2013, Ridwan et al 2010, dan Ratnawati 2001). Berbeda halnya dengan penelitian Maulia (2012) bahwa nilai pendapatan dipengaruhi oleh harga jual yang berlaku pada varietas Granola dan harga jual tetap bagi varietas Atlantic pada petani kemitraan. Nilai pendapatan yang dihasilkan pada setiap penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan nilai yang positif yang berbarti bahwa usahatani kentang menguntungkan. Pada penelitian Ridwan et al (2010) untuk pendapatan atas biaya
9
total usahatani kentang yang menggunakan benih G4 bersertifikat di Pangalengan sebesar Rp33 374 384 dan untuk petani yang menggunakan benih tidak bersertifikat sebesar Rp24 224 677 per hektar per musim tanam. Sedangkan, hasil perhitungan pendapatan usahatani kentang yang menggunakan benih G4 bersertifikat di Batur sebesar Rp43 411 814 dan petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikat sebesar Rp28 749 170 per hektar per musim tanam. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan benih kentang G4 sertifikat memiliki nilai pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan benih kentang sertifikat. Sama seperti halnya pada penelitian Hakim (2013) yang menunjukkan bahwa nilai pendapatan usahatani kentang diantara tiga desa menunjukkan bahwa Desa Karyamekar memperoleh nilai pendapatan tertinggi yaitu senilai Rp29 953 722 karena biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tidak lebih besar dari desa lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan input mempengaruhi nilai pendapatan usahatani kentang (Hakim 2013 dan Ridwan et al 2010) Penelitian yang dilakukan oleh Maulia (2012) juga menyatakan hal yang sama bahwa penggunaan benih kentang varietas Atlantic nilai pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan penggunaan benih kentang Granola. Nilai pendapatan tunai sebesar Rp24 284 053 untuk kentang varietas Granola (non contract farming) dan Rp34 950 063 untuk kentang varietas Atlantic (contract farming) per hektar per musim tanam. Pendapatan total yang dihasilkan untuk kentang dengan varietas Granola (noncontract farming) sebesar Rp33 256 875 dan Rp42 206 449 untuk usahatani kentang varietas Atlantic (contract farming). Menurut penelitian Ratnawati (2001) hasil perhitungan pada pendapatan total usahatani kentang untuk petani binaan sebesar Rp21 539 675 dan untuk pendapatan total usahatani kentang petani non binaan sebesar Rp16 849 349. Nilai pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani binaan menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai pendapatan petani non binaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem kemitraan memberikan pengaruh terhadap nilai pendapatan usatani kentang (Maulia 2012 dan Ratnawati 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa usahatani kentang memiliki prospek yang baik karena dianggap menguntungkan dengan hasil perolehan pendapatan memiliki nilai lebih besar dari nol. Efisiensi Pendapatan Usahatani Kentang Usahatani kentang secara ekonomi menguntungkan, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan perhitungan nilai R/C ratio dalam kegiatan usahatani kentang yang menghasilkan nilai lebih dari satu. Nilai R/C ratio dipengaruhi oleh perbandingan dari penerimaan yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Maulia (2012) menghasilkan nilai R/C ratio yang diperoleh atas biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani kentang pada varietas Granola (noncontract farming) dan varietas Atlantic (contract farming) masing-masing memperoleh 1.60 dan 1.54 sedangkan untuk nilai R/C atas biaya total untuk usahatani kentang pada varietas Granola (noncontract farming) dan varietas Atlantic (contract farming) masing-masing memperoleh 1.55 dan 1.62. Ratnawati (2001) memperoleh nilai R/C ratio pada penelitiannya yaitu untuk petani binaan memperoleh nilai R/C atas biaya total sebesar 2.08
10
sedangkan untuk petani non binaan sebesar 1.93. Nilai R/C atas biaya total pada sistem kemitraan menunjukkan jumlah biaya yang dikeluarkan lebih besar tetapi nilai penerimaan yang didapatkan juga lebih besar daripada non kemitraan (Ratnawati 2001). Pada nilai R/C atas biaya tunai menunjukkan jumlah biaya yang dikeluarkan pada petani sistem non kemitraan lebih kecil karena petani menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya dibandingkan dengan sistem kemitraan yang membuat nilai R/C atas biaya tunai menjadi lebih besar pada petani sistem non kemitraan (Maulia 2012) Menurut penelitian Ridwan (2010) menghasilkan nilai R/C ratio pada petani yang menggunakan benih kentang G4 bersertifikat di Pangalengan sebesar 1.90 dan untuk petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikatnya sebesar 1.82. sedangkan, untuk petani yang menggunakan benih kentang G4 bersertifikat di Batur nilai R/C ratio sebesar 2.83 dan untuk petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikatnya sebesar 2.27. Pada penelitian Hakim (2013) nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total tertinggi yaitu desa Sarimukti senilai 3.31 dan 3.15 dibandingkan dengan dua desa lainnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda karena benih yang digunakan menggunakan varietas yang sama dengan penggunaan input yang sama dan nilai penerimaan yang menggunakan harga jual pasar (Hakim 2013 dan Ridwan et al 2010). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa semua usahatani kentang yang pernah diteliti menghasilkan nilai R/C ratio lebih besar dari satu yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang sudah dikeluarkan.
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang Analisis perbandingan yang digunakan dibantu dengan menggunakan uji statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara suatu objek yang diteliti terhadap beberapa variabel pendapatan. Pada penelitian Hakim (2013) uji beda yang digunakan menggunakan uji beda Anova yang membandingkan nilai pendapatan dan efisiensi diantara tiga desa yang diteliti. Pada penelitian Ridwan et al (2010) uji beda yang digunakan menggunakan uji beda t yang membandingkan nilai penerimaan, total biaya, dan pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa nilai penerimaan, total biaya, dan pendapatan terdapat perbedaan yang nyata atau tolak Ho karena dipengaruhi oleh penggunaan input dan perlakuan petani dalam budidaya (Hakim 2013 dan Ridwan et al 2010). Pada penelitian Hakim (2013) variabel eifisiensi menujukkan tidak adanya perbedaan yang nyata atau terima Ho karena nilai efisiensi tidak jauh berbeda diantara ketiga desa tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa variabel penerimaan, total biaya, dan pendapatan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata disebakan dari penggunaan input dan perlakuan petani dalam budidaya. Hal tersebut mempengaruhi pemilihan dalam kegiatan usahatani kentang secara keseluruhan untuk dapat memperoleh pendapatan secara maksimal
11
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep usahatani Menurut Suratiyah (2015) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Ilmu usahatani juga mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Suatu usahatani dapat dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang dikuasai) sebaikbaiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi 2002). Dapat disimpulkan ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. Menurut Hernanto (1989) unsur pokok yang selalu ada pada usahatani atau sering juga disebut dengan istilah lain yaitu faktor produksi terdiri dari : 1 Tanah Pada umumnya tanah merupakani faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata, sehingga tanah memiliki beberapa sifat diantaranya adalah luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan dan atau diperjuanbelikan. Pada dasarnya, terdapat empat golongan petani berdasarkan tanahnya, yaitu golongan petani luas (lebih dari dua hektar), sedang (0.5 hingga dua hektar), sempit (0.5 hektar), dan buruh tani tidak bertanah. Tanah milik petani atau yang dapat dikelola dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu membeli, menyewa, menyakap, pemberian Negara, warisan, wakaf, atau membuka lahan sendiri. 2 Tenaga kerja Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dapat dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Satuan ukuran yang umum digunakan untuk mengatur tenaga kerja adalah : 1 Jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja dari sejak persiapan sampai panen dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total) 2 Jumlah setara pria (Men Equivalen). Ukuran ini menghitung jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi diukur dengan ukuran hari kerja pria. Hal ini berarti harus
12
menggunakan konversi tenaga kerja menurut Yang (1955) mengacu dalam Hernanto (1989), yaitu membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan, atau disetarakan dengan pria, seagai berikut : 1 pria = 1 hari kerja pria 1 ternak= 2 hari kerja pria 1 wanita= 0.7 hari kerja pria 1 anak = 0.5 hari kerja pria 3
4
Modal Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barangbarang baru, yaitu produksi pertanian. Modal dapat dibedakan berdasarkan dari dua sifat yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu yang lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan yang berarti nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. Modal bergerak diartikan sebagai modal yang habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, saudara, tetangga, dan lain-lain), hadiah warisan, usaha lain, dan kontrak sewa. Pengelolaan (management) Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari usahanya. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan
Pada umunya usahatani pada skala yang luas bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, dan lebih bersifat komersial. Sebaliknya, usahatani skala kecil umunya bermodal kecil, teknologi tradisional, serta lebih bersifat subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri (Soekartawi 2002). Konsep penerimaan usahatani Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah penerimaan kotor usahatani (gross farm income) yang didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual (tunai) maupun tidak dijual (non tunai). Penerimaan kotor yang mencakup penerimaan tunai merupakan semua produk yang dijual sedangkan yang mencakup penerimaan non tunai adalah produk yang dikonsumsi rumah tangga petani, bibit atau pakan ternak yang disimpan. Konsep biaya usahatani Biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani (Soekartawi 2002). Biaya didalam usahatani digolongkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
13
usahatani. Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Adapun biaya tidak tunai adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit yang dimasukan kedalam pengeluaran (Soekartawi 2006). Apabila didalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap biaya tidak tunai. Biaya total usahatani adalah jumlah dari biaya tunai dengan biaya tidak tunai usahatani. Biaya dikelompokan dalam empat kategori, yaitu: (Hernanto 1989) 1 Biaya tetap (fixed costs); dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya-biaya yang tergolong dalam kelompok biaya ini meliputi pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat dan bangunan pertanian. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya, atau tidak adanya penawaran untuk itu, terutama untuk usahatani maupun di luar usahatani 2 Biaya variabel (variable costs), dimana besar kecilnya dipengaruhi oleh biaya skala produksi. Biaya yang tergolong dalam kelompok biaya ini meliputi biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, tenaga kerja luar keluarga, biaya pengolahan tanah baik yang berupa kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah. 3 Biaya tunai; dimaksudkan biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar secara tunai. Biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah sedangkan untuk biaya variabel berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. 4 Biaya tidak tunai (diperhitungkan); dimaksudkan biaya yang dikeluarkan petani tidak dalam bentuk uang tunai, tetapi merupakan biaya yang diperhitungkan. Biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat–alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel) dan biaya lainnya yang hanya diperhitungkan. Konsep pendapatan usahatani Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani yang dilakukan berdasarkan dari nilai pendapatan yang diperoleh (Soekartawi 2002). Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai sedangkan pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi 1986). Faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani menurut Hernanto (1989) yaitu, luas usaha, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja. Konsep imbangan penerimaan dan biaya Analisis R/C (return cost ratio) merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dengan biaya dalam satu kali periode produksi usahatani. R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan, semakin tinggi nilai R/C maka
14
semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b) menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain perhitungan total biaya produksi (Soekartawi 2002). Kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 menunjukkan maka kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani (Soekartawi 2002). Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis Analisis pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan bisnis digunakan dengan menggunakan suatu uji statistik nonmatrik yang merupakan teknik statistika dalam pengambilan keputusan bisnis. Analisis pengambilan keputusan bisnis dilakukan dengan menguji dua variabel yang dibahas dalam penelitian. Analsis hubungan dua variabel bertujuan untuk menyimpulkan apakah satu variabel independent, berpengaruh terhadap satu variabel dependent. Penarikan kesimpulan untuk permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui (1) metode statistika deskriptif, yaitu melalui penyajian grafis atau melalui tabulasi maupun model matematis (2) metode statistika inferensia, yakni melalui pengujian hipotesis, apakah variabel independent berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent di populasinya (Firdaus et al. 2011). Analisis hubungan kausal dua variabel nonmetrik digunakan untuk kasus dua sampel bebas. Uji statistik yang digunakan ialah uji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah dapat disimpulkan bahwa usahatani kentang dengan penggunaan benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat ataupun sebaliknya yang merupakan kasus dua sampel bebas. Uji MannWhitney dipilih karena memenuhi kriteria dalam sebaran normal. Konsep Pemikiran Operasional Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi kentang di Indonesia. Hal tersebut emndorong pemerintah untuk dapat menciptakan benih unggul yang berkualitas dan bersertifikat untuk dapat mengoptimalkan jumlah penerimaan yang dihasilkan. Kebutuhan benih kentang bersertifikat di Indonesia saat ini baru terpenuhi sebesar 15 persen. Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kentang di Jawa Barat. Petani kentang yang berada di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang merasa kesulitan dalam memperoleh benih kentang sertifikat. Permasalahan lain yang terjadi adalah maraknya isu benih bersertifikat yang palsu yang membuat petani tidak mau beralih untuk menggunakan benih ketnang bersertifikat. Menurut informasi dari BP3K Kecamatan Cikajang, petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat di Desa Girijaya sekitar 40 persen dari keseluruhan petani kentang dan sisanya menggunakan benih kentang non sertifikat. Perbedaan dalam penggunaan benih kentang antara benih sertifikat dan non sertifikat tersebut akan dianalisis dari sisi pendapatan usahataninya untuk mengetahui perbedaan struktur biaya, penerimaan, pendapatan, efisiensi
15
pendapatan yang meliputi analisis R/C ratio, dan perbandingan pendapatan antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat. Penerimaan merupakan hasil dari jumlah output dan harga output yang diperoleh petani dalam kegiatan usahataninya. Besar kecilnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah output dan harga output, kedua variabel tersebut dikalikan yang akan menghasilkan nilai penerimaan antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat. Biaya dan penerimaan merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani. Pendapatan diperoleh dengan menghitung penerimaan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan dalam satu kali kegiatan produksi. Pendapatan yang dihitung terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan usahatani sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya maupun penerimaan yang dihasilkan. Input sebagai faktor produksi diidentifikasi penggunaannya dari setiap petani yang menjadi responden. Input tersebut antara lain terdiri dari benih, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani kentang. Penggunaan input tersebut akan mempengaruhi struktur biaya dalam kegiatan usahatani yang dilakukan. Perbedaan penggunaan input, akan mempengaruhi jumlah biaya yang dikeluarkan dalam satu kali kegiatan produksi antara penggunaan benih kentang yang bersertifikat dan non sertifikat. Struktur biaya dihitung berdasarkan biaya tunai dan non tunai dari setiap petani. Perhitungan analisis usahatani antara benih kentang besertifikat dan non sertfikat berdasarkan dari jumlah nilai penerimaan dengan jumlah nilai biaya yang dikeluarkan. Efisiensi pendapatan untuk mengukur berhasil atau tidaknya kegiatan usahatani dilihat melalui analisis R/C. Kemudian, setelah diketahui pendapatan antara penggunaan benih sertifikat dan non sertifikat lalu kemudian dilakukan perbandingan pendapatan melalui uji statistik Mann Whitney. Selanjutnya, hasil analisis dan perhitungan akan dijelaskan secara deskriptif. Hasil analisis dapat juga dijadikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam penggunaan input antara penggunaan benih bersertifikat dan non sertifikat.
16
1
2 3
Upaya pemerintah menciptakan benih kentang bresertifikat untuk dapat memenuhi kebutuhan benih, meningkatkan jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia Ketersediaan benih kentang besertifikat di Indonesia hanya 15 persen Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kentang yang petaninya turut menggunakan benih kentang bersertifikat
1 2 3
Penggunaan benih kentang bersertifikat di Desa Girijaya hanya sekitar 40 persen. Maraknya isu mengenai benih kentang bersertifikat yang palsu Harga benih kentang bersertiifikat lebih mahal dibandingkan dengan non sertifikat
Usahatani benih kentang sertifikat
Penerimaan
Usahatani benih kentang non sertifikat
penerimaan
Biaya
Biaya
Pendapatan usahatani benih kentang non sertifikat
Pendapatan usahatani benih kentang sertifikat
Analisis R/C ratio
Analisis R/C ratio
Perbandingan Pendapatan (Uji Mann Whitney)
Kesimpulan
Gambar 1 Alur pemikiran operasional
17
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Lokasi penelitian merupakan salah satu sentra produksi kentang di Kecamatan Cikajang dengan luas lahan pertanian yang banyak diusahakan untuk kegiatan budidaya komoditas sayuran. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena merupakan salah satu sentra produksi kentang di Kabupaten Garut. Desa ini menjadi desa percontohan oleh Balai Penelitian Sayuran (BALITSA) sebagai desa yang dijadikan lokasi untuk melakukan program budidaya yang terkait dengan tanaman kentang. Waktu pengambilan data dilakukan selama jangka waktu dua bulan yakni pada bulan November Desember 2015. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan yaitu data kuantitatif maupun kualitatif. Sumber datanya yaitu primer dan data sekunder yang diambil sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data-data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara petani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan benih kentang yang non sertifikat. Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak terkait seperti, penangkar kentang, petani kentang, BP3K Kecamatan Cikajang, Kantor Kecamatan Cikajang, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari studi literatur, buku-buku yang relevan dengan tujuan, artikel, dan browsing internet. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data primer adalah wawancara dan observasi. Kegiatan wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian dan diskusi dengan pihak terkait untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian. Observasi dilakukan dengan cara pencatatan langsung di lokasi penelitian tentang aktivitas usahatani yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi literatur, wawancara, dan mencari data yang bersumber dari internet. Metode Pemilihan Responden Jumlah total responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 46 orang. Penentuan jumlah responden tersebut ditetapkan berdasarkan metode sampel tidak acak (non random) karena keterbatasan dalam pencarian data bagi petani yang menanam kentang dengan menggunakan benih sertifikat maupun benih non sertifikat. Dalam pencarian informasi responden benih sertifikat, digunakan metode sensus dibantu oleh penangkar kentang yang mengarahkan kepada responden yang sering melakukan pembelian benih kentang bersertifikat di tempat
18
penangkar dari Desa Girijaya. Bagi responden yang tidak menggunakan benih bersertifikat pencarian informasi responden dibantu oleh RW setempat yang mengetahui kondisi masyarakat yang menanam benih kentang yang tidak bersertifikat untuk memilih responden yang dianggap paling baik memberikan informasi dan dapat menjelaskan seputar kegiatan usahatani kentang. Kemudian, responden yang sudah terpilih akan menunjukkan ke responden lain dengan menggunakan metode snowball yang menanam kentang dengan menggunakan benih non sertifikat. Rincian jumlah responden yang menggunakan benih kentang bersertifikat adalah sebanyak 20 orang dan jumlah responden yang menggunakan benih kentang non sertifikat adalah sebanyak 26 orang. Pemilihan jumlah responden pada petani yang emnggunakan benih sertifikat disesuaikan dengan penggunaan benih kentang sertifkat yang benar-benar membeli benih dari penangkar. Pemilihan jumlah responden bagi petani yang menggunakan benih non sertifikat yang benar-benar membeli benih antar petani dan pembelian benih pada kemasan tidak terdapat label bersertifkat. Sampel petani responden untuk yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat adalah petani yang mengusahakan kentang pada periode Juni 2015 hingga Agustus 2015 dengan masa panen terakhir dalam satu kali musim tanam. Metode Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran deskriptif untuk menggambarkan kondisi umum lokasi usahatani yang dijadikan objek penelitian. Analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel perhitungan dan dihitung serta diolah dengan menggunakan metode analisis usahatani. Analisis kuantitatif diolah dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan dengan bantuan komputer yaitu menggunakan software Microsoftexcel 2007 dan SPSS 16 Analisis Usahatani Analisis usahatani digunakan untuk melihat seberapa besar pendapatanusahatani yang diperoleh dari kegiatan produksi yang dihasilkan oleh petani. Analisisusahatani dihitung berdasarkan analisis pendapatan dan efisiensi pendapatan yangdipengaruhi oleh penerimaan dan biaya. Data dan informasi yang telah dikumpulkandiolah dengan bantuan kalkulator, komputer dan disajikan dalam bentuk deskriptifdan tabulasi data. Perhitungan untuk berbagai komponen dalam kegiatan usahatanisecara umum adalah sebagai berikut: (Soekartawi 2006) 1
Penerimaan usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual yang dirumuskan sebagai berikut: TR = P x Q Keterangan: TR = Total penerimaan P = Harga kentang
19
Q = Jumlah kentang yang dihasilkan 2
Biaya usahatani Biaya Usahatani adalah penjumlahan biaya secara keseluruhan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani baik biaya tunai maupun non tunai dan dijumlahkan secara keseluruhan. Perhitungan biaya usahatani adalah sebagai berikut: TC = C + NC Keterangan: TC = Total Biaya C = Total Biaya Tunai (cash) NC = Total Biaya Non tunai (non cash)
3
Penyusutan Penyusutan dilakukan untuk menghitung biaya yang hilang atas penggunaan alat-alat untuk melakukan suatu kegiatan produksi dalam usahatani. Dalam penelitian ini penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan dihitung karena adanya pengurangan nilai inventaris dalam penggunaan peralatan). Perhitungan penyusutan dihitung sebagai berikut: (Suratiyah 2015) Penyusutan = Nilai beli – Nilai sisa Usia Ekonomis
4
Pendapatan Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya usahatani. Pendapatan dibedakan atas perhitungan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Analisis pendapatan usahatani dihitung berdasarkan dari produksi dan nilainya, pengeluaran (biaya), dan pendapatan (Tabel 9). Perhitungan pendapatan tunai dan pendapatan total dapat dirumuskan sebagai berikut: Perhitungan pendapatan tunai: tunai = NP – BT Perhitungan pendapatan total: total = NP – (BT+BD) Keterangan : tunai : Tingkat pendapatan atas biaya tunai (Rp) total : Tingkat pendapatan atas biaya total (Rp) NP : Nilai produk yang merupakan hasil perkalian jumlah output (ton) dengan harga (Rp) BT : Biaya tunai (Rp) BD : Biaya diperhitungkan (Rp)
20
Tabel 9 Perhitungan analisis pendapatan usahatani Uraian Jumlah fisik Harga (Rp) Penerimaan 1 Penerimaan tunai 2 Penerimaan tidak tunai Total penerimaan Biaya tunai Total biaya tunai Biaya diperhitungkan Total biaya diperhitungkan Total biaya Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
satuan Nilai (Rp)
(1) (2) (3) (2+3) = (4) (1-2) (1-4) (1)/(2) (1)/(4)
Sumber: Soekartawi, 2006
Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani Analisis R/C Besarnya penerimaan terhadap biaya yang dikeluarkan dihitung dengan menggunakan analisis R/C ratio. Setiap usaha dikatakan ekonomis dibandingkan dengan usaha lain apabila rasio output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan lebih menguntungkan. Dalam penelitian ini, efisiensi pendapatan usahatani yang dihitung berdasarkan R/C ratio dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: (Soekartawi 2006) R/C Ratio atas biaya tunai: R/C Atas Biaya Tunai =
Total Penerimaan Total Biaya Tunai
R/C Ratio atas biaya total: R/C Atas Biaya Total =
Total Penerimaan Total Biaya
Analisis efisiensi pendapatan usahatani digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya. Rasio ini merupakan perbandingan antara penerimaaan kotor yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan terdiri dari analisis R/C ratio atas biaya tunai dan analisis R/C ratio atas biaya total. R/C ratio atas biaya tunai menghitung besarnya penerimaan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan secara tunai sedangkan analisis R/C ratio atas biaya total tidak hanya menghitung penerimaan atas biaya tunai, tapi juga atas biaya yang diperhitungkan. Hasil analisis R/C ratio menunjukan efisiensi pendapatan dari usahatani yang dijalankan. Hasil analisis R/C ratio dikategorikan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :
21
a
b c
R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akanmenghasilkan tambahan yang lebih besar dari pada tambahan biayaatau secara sederhana kegiatan usaha tani tersebut menguntungkandan layak dilaksanakan. R/C < 1, artinya usahatani tersebut tidak menguntungkan atau tidaklayak untuk dilaksanakan. R/C = 1, artinya kegiatan usahatani yang dijalankan berada padakondisi keuntungan normal yang mengindikasikan bahwa usahataniyang dilakukan tidak untung dan tidak rugi secara ekonomis namuntetap saja merugi dari segi waktu dan tenaga yang dikeluarkan. Uji Mann-Whitney
Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Uji statistik yang digunakan merupakan analisis hubungan kausal dua variabel untuk menganalisis hubungan kausal (dependency) dari dua variabel bebas, untuk membantu dalam pengambilan keputusan bisnis. Uji statistik yang dilakukan ialah menggunakan uji mann-whitney untuk menyimpulkan dan membuktikan apakah hubungan kausal antara dua variabel berbeda secara signifikan untuk jumlah data yang bersifat nonmetrik. Uji mannwhitney dilakukan untuk mengetahui apakah dapat disimpulkan bahwa pendapatan yang dihasilkan petani dengan penggunaan benih sertifikat lebih efisien dibandingkan dengan benih non sertifikat. Uji mann-whitney cocok untuk permasalahan ini karena keduanya merupakan kasus dua sampel bebas (usahatani kentang dengan benih sertifikat dan benih non sertifikat). Hipotesis statistik yang digunakan dalam Uji mann-whitney yaitu (Firdaus et al. 2011) : H0: Variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat tidak berbeda dengan variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat. H1: Variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat berbeda dengan variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat. Karakteristik petani responden yang diuji dengan uji statistik adalah variabel produktivitas, penerimaan, biaya tunai, biaya non tunai, biaya total, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, R/C atas biaya tunai, dan R/C atas biaya total. Hipotesis statistik diuji melalui statistic uji dengan model sebagai berikut :
√ Keterangan: n1: Ukuran sampel dari populasi 1 (usahatani kentang benih sertifikat) n2: Ukuran sampel dari populasi 2 (usahatani kentang benih non sertifikat)
22
Analisis dilakukan dengan alat analisis SPSS dan disimpulkan melalui output SPSS. Taraf nyata yang digunakan ialah (α =10%). Pada output SPSS dapat dilihat pada informasi nilai Exact Sig (1-tailed). Apabila nilai Exact Sig (1-tailed) lebih kecil dari nilai α maka dapat disimpulkan tolak H0 dan terima H1. Tolak H0 dan terima H1 mengindikasikan bahwa pendapatan usahatani kentangbenih sertifikat berbeda dengan benih non sertifikat. Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian diantaranya yaitu: 1 Luas lahan, berupa luasan lahan yang digunakan petani untuk melakukan usahatani dengan menggunakan benih sertifikat dan benih non sertifikat, satuan yang digunakan yaitu berdasarkan luasan lahan per hektar. 2 Benih, yaitu penggunaan benih yang digunakan oleh petani yaitu benih sertifikat dan non sertifikat dalam melakukan produksi kentang, satuan yang digunakan ton per hektar. 3 Pupuk, yaitu jumlah dan jenis pupuk yang digunakan petani baik petani benih sertifikat maupun petani non sertifikat dengan satuan yang digunakan yaitu ton per hektar. 4 Obat padat, yaitu jumlah insektisida dan fungsida yang digunakan dalam membasmi hama dan penyakit selama proses produksi kentang dengan menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat dengan satuan yang digunakan yaitu ton per hektar. 5 Obat cair yaitu jumlah insektisida dan fungisida yang digunakan dalam membasmi hama dan penyakit selama proses produksi kentang yang menggunaakn benih sertifikat maupun non sertifikat dengan satuan liter per hektar. 6 Tenaga kerja dalam keluarga, yaitu jumlah anggota keluarga yang membantu dalam proses produksi usahatani kentangdengan menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat, satuan yang digunakan yaitu berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK. 7 Tenaga kerja luar keluarga, yaitu jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan usahatani kentangbenih sertifikat dan non sertifikat diluar anggota keluarga. Satuan yang digunakan yaitu berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK. 8 Status kepemilikan lahan, yaitu lahan yang digunakan dalam melakukan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat apakah kepemilikan lahan tersebut milik sendiri atau menyewa.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Administtratif dan Kondisi Wilayah Kecamatan Cikajang merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan letak administratif , Kecamatan Cikajang berbatasan dengan beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Garut. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisurupan dan Kecamatan Cigedug, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarwangi dan Kecamatan
23
Cigedug, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pakenjeng dan Kecamatan Cihurip, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pamulihan. Wilayah Kecamatan Cikajang memiliki luas lahan sekitar 12 495 hektar dan terletak pada ketinggian antara 1 200 sampai 1 300 meter di atas permukaan laut. Topografi Kecamatan Garut terdiri dari daratan seluas 1 881 hektar atau 15.06 persen, landai seluas 5 077 hektar atau 40.63 persen, dan pegunungan seluas 5 537 hektar atau 44.31 persen. Jenis tanah di Kecamatan Cikajang berterkstur lempung berpasir seluas 9 179 hektar (28.94 persen) dan sisanya memiliki jenis tanah liat seluas 3 316 hektar (71.06 persen). Tingkat keasaman tanah (pH) antara 5.5 sampai 6.5. berdasarkan kondisi wilayah, Kecamatan Cikajang merupakan wilayah pegunungan atau dataran tinggi dan berpotensi untuk mengembangkan usahatani kentang. Potensi Wilayah Pertanian Kecamatan Cikajang merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi dalam pengembangan agribisnis. Kondisi iklim dan lingkungan yang mendukung membuat sebagian besar Kecamatan Cikajang banyak mengusahakan kegiatan pertanian. Jenis tanaman yang diusahakan di wilayah ini berbagai macam dari tanaman pangan hingga hortikultura dengan luas lahan dan kegiatan produksi yang beragam (Tabel 10) Tabel 10 Luas panen, luas panen, produksi, dan produktivitas padi dan sayuran di Kecamatan Cikajang tahun 2014 No Komoditas Luas tanam Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha) I Padi 1 Padi sawah 708 681 3 477 5.1 2 Padi Gogo 151 151 483 3.2 Jumlah II Sayuran 1 Kentang 948 889 20 463 23 2 Kubis 802 761 19 033 25 3 Tomat 546 502 14 071 28 4 Cabe besar 442 418 6 270 15 5 Cabe rawit 139 123 1 485 12 6 Wortel 586 521 10 960 21 7 Buncis 219 213 3 197 15 8 Bawang daun 192 184 2 770 15 9 Petsai/Sawi/Caisin 221 214 4 284 20 10 Kacang merah 184 174 1 570 9 11 Kacang panjang 21 16 218 13 12 Labu siam 72 71 2 202 31 13 Mentimun 26 25 400 16 14 Paprika 5 5 55 11 15 Bawang merah 23 16 167 10 16 Terung 8 6 88 13 Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang 2015
24
Berdasarkan dari data berbagai macam komoditas yang meliputi tanaman padi dan sayuran, komoditas sayuran merupakan komoditas yang paling banyak diproduksi di Kecamatan Cikajang. Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak diproduksi dengan luas tanam,jumlah produksi, dan luas panen terbesar diantara komoditas yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Cikajang memiliki potensi besar dalam pengembangan usahatani kentang. Potensi Sumberdaya Lahan Kecamatan Cikajang terdiri atas 12 desa dengan luas dan penggunaan lahan yang beragam. Penggunaan lahan darat yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian sebesar 11 395 hektar yang terdiri dari tegalan, pekarangan, perkebunan, padang/semak, kolam, dan hutan PHBM, lahan sawah sebesar 364 hektar, hutan sebesar 426 hektar, pemukiman sebesar 297 hektar, serta industri sebesar 10 hektar. Luas lahan dan penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada tabel 8. Berdasarkan data menunjukkan bahwa penggunaan lahan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian di lahan darat yang memiliki jumlah presentase terbesar yaitu 91.21 persen. Penggunaan lahan tegalan dan hutan PHBM dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk kegiatan usahatani karena kondisi iklim yang berada di dataran tinggi sehingga cocok ditanam berbagai jenis sayuran. (Tabel 11) Tabel 11 Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang tahun 2014 Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%) Lahan darat Tegalan 6 753 54.05 Pekarangan 1 106 8.83 Perkebunan 519 4.15 Padang/ semak 16 0.12 Kolam 56 0.44 Hutan PHBM 2 945 23.57 Jumlah 11 395 91.21 Lahan sawah 364 2.91 Hutan 426 3.41 Pemukiman 297 2.37 Industri 10 0.08 Jumlah 12 492 100 Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang 2015
Desa yang ada di kecamatan Cikajang berjumlah 12 desa. Setiap desa memiliki beberapa dusun. Dusun merupakan bagian wilayah di dalam desa yang masuk ke dalam lingkungan kerja pelaksanaan pemerintah desa. Selain itu, dalam menjaga kerukunan setiap warganya, terdapat 107 Rukun Warga dan 483 Rukun Tetangga yang dibentuk di Kecamatan Cikajang (Tabel 12) Desa yang dijadikan lokasi penelitian adalah Desa Girijaya. Desa Girijaya merupakan salah satu dari 12 desa yang terletak di Kecamatan Cikajang,
25
Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Giriawas, sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekarjaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibodas dan Desa Simpang, serta sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cipangramatan. Luas wilayah Desa Girijaya seluas 448 hektar. Tabel 12 Jumlah dusun, RW, dan RT di Kecamatan Cikajang tahun 2014 Nama Desa Dusun RW Cipangramatan 4 4 Mekarjaya 3 7 Girijaya 3 7 Giriawas 3 11 Cibodas 3 10 Cikajang 3 7 Padasuka 3 7 Mekarsari 3 9 Simpang 2 9 Cikandang 3 13 Margamulya 2 14 Karamatwangi 3 6 Total luasan 35 107
RT 35 42 57 43 46 23 36 34 61 40 34 32 483
Sumber : Profil Desa Girijaya, 2015
Potensi Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk desa Girijaya adalah sejumlah 7 805 orang. Potensi sumberdaya manusia di Desa Girijaya dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pekerjaan. Potensi sumberdaya manusia di Desa Girijaya adalah sebagai berikut : 1
2
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan data profil desa, Desa Girijaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 7 805 orang yang terdiri dari 3 675 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan 4 130 orang yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Girijaya adalah 2 509 Kepala Keluarga yang sebagian besar merupakan Kepala Keluarga Tani. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting yang cukup diperhatikan oleh pemerintah. Akses pendidikan di Desa Girijaya sangat mudah dan dengan jarak yang dekat terlebih lagi untuk tingkat taman kanak-kanak dan Sekolah Dasar.Pada tabel dapat dilihat bahwa tingkat lulusan yang paling besar adalah tamat SD dan hanya sedikit lulusan dari perguruan tinggi sehingga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Desa Girijaya masih rendah. (Tabel 13)
26
Tabel 13 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan tingkat pendidikan terakhir tahun 2014 No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak tamat SD 22 1.07 2 Tamat SD 1 084 52.80 3 Tamat SMP 434 21.14 4 Tamat SMA 474 23.09 5 Tamat D-1 13 0.63 6 Tamat D-2 9 0.44 7 Tamat D-3 17 0.83 Total 2 053 100 Sumber : Profil Desa Girijaya 2015 (Data diolah)
3
Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan Berdasarkan data profil desa (2014), mata pencaharian penduduk yaitu sebagai petani, pengrajin industri, pedagang, PNS, TNI, pensiunan, dan peternak. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Girijaya adalah petani dan buruh tani, dapat dilihat pada tabel bahwa presentase jumlah penduduk dengan mata pencaharian tertinggi adalah petani sebesar 86.60 persen. Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani karena dari sumberdaya alamnya yang mendukung dan kegiatan pertanian yang telah berlangsung secara turun temurun sehingga menjadikan pertanian merupakan suatu kegiatan usaha yang sudah melekat pada masyarakat dan banyak diusahakan sebagai sumber penghasilan utama. (Tabel 14) Tabel 14 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian tahun 2014 No Jenis pekerjaan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 Petani 1 919 86.60 2 PNS 43 1.94 3 Pengrajin industri rumah tangga 5 0.23 4 Pedagang keliling 45 2.03 5 Peternak 192 8.66 6 TNI 4 0.18 7 Pengusaha besar 6 0.27 8 Pensiunan 2 0.09 Total 2 216 100 Sumber : Profil Desa Girijaya 2015 (Data diolah)
Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden sangat mempengaruhi kepada keberlangsungan dari kegiatan usahatani yang dijalankan. Karakteristik petani kentang di Desa Girijaya yang dijadikan responden dalam penelitian yaitu berupa umur petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, luas penggunaan lahan, pengalaman usahatani, status usahatani, dan junlah tanggungan keluarga.
27
Umur petani responden Berdasarkan klasifikasi usia terdapat perbedaan kelompok umur antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan petani yang menggunakan benih non sertifikat (Tabel 15). Pada petani yang menggunakan benih sertifikat kelompok usia yang paling mendominasi adalah umur 40 hingga 49 tahun sebesar 50 persen sejumlah 10 orang. Kelompok usia yang paling rendah adalah pada kelompok usia di bawah 30 tahun yaitu lima persen sejumlah satu orang. Pada petani yang menggunakan benih non sertifikat kelompok usia yang paling mendominasi adalah petani yang berumur 40-49 tahun sebanyak 38 persen atau sejumlah 10 orang. Kelompok usia yang paling rendah yaitu berumur kurang dari 30 tahun sebanyak 12 persen atau tiga orang. Perbandingan kelompok usia antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat hampir sebagian besar petani responden berumur di atas 40 tahun dan merupakan kalangan orang tua. Tabel 15 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkatan umur Kelompok umur Petani benih sertifikat Petani benih non sertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) < 30 1 5 3 12 31-39 5 25 7 27 40-49 10 50 10 38 50-59 5 20 6 23 Jumlah 20 100 26 100 Tingkat pendidikan terakhir petani responden Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dari tingkat SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), dan Perguruan Tinggi (Tabel 16). Perbedaan terlihat pada tingkat pendidikan terakhir untuk petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat. Tingkat pendidikan yang paling mendominasi pada pada petani yang menggunakan benih sertifikat adalah di tingkat SMA/SMK yaitu terdapat delapan orang atau sebesar 40 persen. Tingkat pendidikan yang paling rendah pada petani yang menggunakan benih sertifikat adalah di tingkat Perguruan Tinggi yaitu lulusan diploma sejumlah satu orang atau sebesar lima persen. Petani yang menggunakan benih non sertifikat, tingkat pendidikan terakhir yang paling mendominasi adalah tingkat SD yaitu sejumlah 17 orang atau 65 persen. Tingkat pendidikan terakhir yang paling rendah pada petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah tingkat Perguruan Tinggi yaitu sejumlah satu orang atau empat persen. Hal tesebut berarti bahwa tingkat pendidikan pada petani yang menggunakan benih sertifikat masih lebih baik daripada petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah untuk dapat menerima suatu hal berupa teknologi baru ataupun informasi. Informasi baru yang berkaitan dengan usahatani dapat memudahkan petani untuk mengembangkan usahatani kentangnya
28
dibandingkan dengan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Tabel 16 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Petani benih sertifikat Petani benih non sertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Tamat SD 7 35 17 65 Tamat SMP 4 20 6 23 Tamat SMA/SMK 8 40 2 8 Tamat Perguruan Tinggi 1 5 1 4 Jumlah 20 100 26 100 Status kepemilikan lahan Status penguasaan lahan petani responden yang menggunakan benih kentang sertifikat maupun non sertifikat terbagi ke dalam dua jenis yaitu pemilik dan penggarap. Petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan HGU (Hak Guna Usaha) dari pihak pemerintah kehutanan. Lahan tersebut merupakan lahan kosong milik pemerintah kehutanan yang dimanfaatkan oleh petani untuk diolah dengan membudidayakan berbagai macam jenis sayuran. Petani tersebut tidak harus membayar pajak ataupun menyewa lahan milik kehutanan, pihak kehutanan juga tidak menuntut petani untuk membayar sewa atau pajak. Lahan tersebut sudah menjadi hak guna usaha bagi petani semenjak tahun 2000. Tabel 17 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan Status kepemilikan Petani benih sertifikat Petani benih non sertifikat lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Lahan milik (HGU) 14 70 22 85 Lahan sewa 6 30 4 15 Jumlah 20 100 26 100 Petani penggarap yaitu petani yang tidak memiliki lahan dan menggarap lahan orang lain serta menyewa lahan tersebut. Ketentuan petani penggarap adalah harus membayar biaya operasional pada setiap musim tanam. Sistem pembayaran dalam bentuk uang setiap satu musim tanam yaitu sebesar 200 000 hingga 250 000 per 400 meter persegi luas lahan untuk setiap musim tanam (Tabel 17). Petani pemilik lahan HGU untuk petani responden yang menggunakan benih kentang bersertifikat yaitu sejumlah 14 orang atau sebesar 70 persen. Petani yang menggunakan benih non sertifikat, pemilik lahan HGU yaitu sejumlah 22 orang atau sebesar 85 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan benih non sertifikat, status kepemilikan lahan yang paling mendominasi adalah lahan milik (HGU). Penggunaan lahan yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat rata-rata berjumlah 0.38 hektaar. Lahan yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih non sertifikat rata-rata berjumlah 0.17 hektar
29
Luas penguasaan lahan petani responden Luas penguasaan lahan yang digunakan petani responden baik yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat beragam dan tidak terlalu besar. Jumlah yang paling mendominasi sebagian besar luas penguasaan lahannya yaitu kurang dari 2 900 m2. Pada responden petani yang mengggunakan benih sertifikat luas penguasaan lahan terbanyak adalah kurang dari 2 900 m2 sejumlah Sembilan orang atau 45 persen. Petani responden yang menggunakan benih non sertifikat luas penguasaan lahan terbanyak adalah kurang dari 2 900 meter persegi sejumlah 23 orang atau sebesar 88 persen (Tabel 18). Tabel 18 Karakteristik petani responden berdasarkan luas penguasaan lahan Luas penguasaan Petani benih sertifikat Petani benih non sertifikat lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Meter persegi) (orang) (%) (orang) (%) < 2 900 9 45 23 88 3 000 – 5 900 7 35 3 12 6 000 – 8 900 3 15 0 0 9 000 – 9 200 1 5 0 0 Jumlah 20 100 26 100 Pengalaman usahatani petani responden Pengalaman usahatani yang dimiliki para petani menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan penggunaan benih kentang yang sertifikat atau non sertifikat. Pengalaman bertani sangat berpengaruh terhadap kebiasaan petani dalam melakukan kegiatan usahatani dan keputusan petani dalam menggunakan input dalam kegiatan budidaya usahatani. Tabel 19 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Pengalaman usahatani Petani benih sertifikat Petani benih non sertifikat (Tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) < 10 8 40 5 19 11-20 9 45 7 27 21-30 2 10 12 46 31-40 1 5 2 8 Jumlah 20 100 26 100 Rata-rata pengalaman bertani petani responden yang paling mendominasi adalah pengalaman bertani di atas 10 tahun. Pengalaman usahatani untuk petani yang menggunakan benih sertifikat paling mendominasi adalah petani yang memiliki pengalaman 11 hingga 20 tahun berjumlah sembilan orang atau sebesar 45 persen. Petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat paling mendominasi adalah petani yang memiliki pengalaman 21 sampai 30 tahun sejumlah 12 orang atau sebesar 46 persen (Tabel 19).
30
Jumlah anggota keluarga petani responden Karakteristik pada jumlah anggota keluarga ini penting untuk diketahui sebagai gambaran dari tingkat kesejahteraan petani. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi pola konsumsi dari tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan benih non sertifikat yang paling mendominasi adalah jumlah anggota keluarga sebanyak empat hingga enam orang. Petani yang menggunakan benih kentang sertifikat memiliki jumlah anggota keluarga empat hingga enam orang sejumlah 10 orang atau 50 persen. Petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat memiliki jumlah anggota keluarga empat hingga enam orang sejumlah 11 orang atau sebesar 42 persen. Jumlah anggota keluarga terendah adalah lebih dari tujuh orang bagi petani yang menggunakan benih sertifikat maupun petani yang menggunakan benih non sertifikat (tabel 20). Tabel 20 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah anggota Petani benih sertifikat Petani benih non sertifikat keluarga Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (orang) (%) (orang) (%) 1-3 8 40 8 31 4-6 10 50 11 42 >7 2 10 7 27 Jumlah 20 100 26 100
HASIL DAN PEMBAHASAN
Benih Kentang Bersertifikat benih kentang bermutu adalah yang memenuhi standard mutu sesuai persyaratan kelas masing-masing di bawah pengawasan tenaga ahli dan pengawas benih. Benih yang lulus pemeriksaan diberi sertifikasi. Beberapa persyaratan yang dipenuhi dalam pemilihan benih bermutu, yaitu : 1) varietas benar, artinya varietas tidak tercampur atau sesuai dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh BPSB (Badan Pengawas Sertifikasi Benih), 2) kualitas (benih sehat, tidak cacat atau ada kerusakan mekanis, terserang hama atau penyakit), 3) ukuran (ukuran benih sesuai, tidak terlalu besar atau terlalu kecil), 4) benih telah pecah dormansi atau sudah bertunas dan keadaan tunas baik (vigour /kekar), 5) harga benih benih sesuai dengan kelas benih, (6) distribusi benih tepat dengan saat tanam (Balitsa, 2015). Benih kentang bermutu dimulai dari kelas benih penjenis (BS), benih super (G0), benih super elit (G1), benih dasar (G2), benih pokok (G3), dan benih sebar (G4) dengan klasifikasi sebagai berikut : (Ditjen Hortikultura 2005) : 1
Benih Super/ Basic Seed (A)/ G0 Basic Seed/ Benih Super/ G0 dihasilkan dari perbanyakan mother plant/ pre basic seed atau kelas diatasnya, yang ditanam di rumah kasa, dengan
31
2
3
4
5
media tanah yang telah diberi perlakuan panas pada lingkungan yang terkontrol/ terisolasi dari hama penyakit, dan dengan pengawasan dari tenaga ahli. Benih ini harus memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan untuk kelas benih super/ basic seed (A)/ S/ G0. Tingkat toleransi kelas benih ini terhadap serangan penyakit virus 0.01 persen sampai 0.03 persen dan tingkat toleransi terhadap serangan bakteri 0 (zero). Benih super elit/ basic seed (B)/ G1 Benih ini berasal dari perbanyakan G0 (atau kelas yang lebih tinggi) di rumah kasa, dengan media tanah yang sudah diberi perlakuan panas dengan lingkungan yang terkontrol/ terisolasi dari hama penyakit dan dengan pengawasan dari tenaga ahli. Tingkat toleransi benih super terhadap penyakit virus 0.03 persen dan terhadap serangan penyakit bakteri 0 (zero). Benih Dasar/ foundation seed/ G2 Benih yang memenuhi standar mutu kelas benih dasar yang dihasilkan dari penanaman G1 (atau kelas yang lebih tinggi) di lapangan yang terisolasi, dengan pengawasan dan pemeriksaan dari tenaga ahli dan atau petugas BPSB. Tingkat toleransi benih ini terhadap penyakit virus adalah 0.1 persen dan terhadap penyakit bakteri 0.5 persen. Benih Pokok/ Stock Seed/ G3 Benih pokok berasal dari turunan G2 (benih dasar) atau kelas yang lebih tinggi lagi, yang memenuhi standar mutu kelas benih pokok. Tingkat toleransi benih ini terhadap penyakit virus 0.5 persen dan terhadap penyakit bakteri pada kondisi tertentu boleh 0.5 persen. Benih sebar/ Extension Seed/ G4 Benih ini berasal dari turunan G3 (benih pokok) atau kelas yang lebih tinggi yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar. Diproduksi di bawah pengawasan BPSBTPH. Tingkat toleransi benih sebar terhadap penyakit virus sebesar dua persen dan terhadap penyakit bakteri satu persen.
Salah satu upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan benih bermutu adalah melakukan teknik perbanyakan varietas benih kentang yang dilakukan oleh para penangkar (produsen benih). Para penangkar ini melakukan teknik perbanyakan langsung diawasi oleh BPSB (Balai Pengawasan Sertifikasi Benih) dan diwajibkan untuk memiliki sertifikat kompetensi dan sertifikat manajemen sistem manajemen mutu di bidang perbenihan hortikultura sebagai bentuk pembuktian bahwa benih yang diproduksi adalah benih yang bermutu. Pengawasan oleh pihak BPSB (Balai Pengawasan Sertifikasi Benih) dilakukan dari awal produksi hingga benih siap dijual, jika setiap tahap produksi telah lulus uji pemeriksaan oleh BPSB maka benih tersebut akan diberikan label pada kemasan benih kentang sebagai identitas dan bukti bahwa benih kentang bermutu. Keragaan Usahatani Kentang di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Pada umumnya kegiatan usahatani kentang yang dilakukan oleh petani baik yang menggunakan benih kentang bersertifikat maupun yang tidak
32
bersertifikat sama, yang membedakan adalah penggunaan input pada kegiatan budidaya seperti benih, pupuk, dan pestisida. Kegiatan usahatani yang dilakukan para petani dalam melakukan budidaya tanaman kentang meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemupukan susulan, pengendalian hama dan penyakit, dan panen.
Persiapan lahan
Pembibitan
Panen
Penanaman
Pemeliharaan (Penyiraman, penyingan dan pembubunan, pemupukan susulan)
Gambar 2 Alur produksi budidaya usahatani kentang benih sertifikat dan benih non sertifikat
Persiapan lahan Kegiatan persiapan lahan diawali dengan pengolahan tanah terlebih dahulu dengan menggunakan bantuan cangkul hingga tanahnya gembur supaya perkembangan akar dan pembesaran umbi kentang berlangsung optimal. Setelah lahan selesai diolah, kemudian lahan yang sudah diolah tersebut dibiarkan selama dua minggu untuk memperbaiki keadaan tata udara dan dapat menghilangkan gasgas beracun yang memungkinkan berada di dalam tanah serta panas hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman. Tahap berikutnya, tanah dibuat lebih tinggi dari dasar permukaan tanah dan berguna untuk menutupi umbi kentang yang akan dihasilkan yang disebut dengan pembuatan guludan atau bedengan. Guludan atau bedengan dibuat oleh responden dengan lebar sebesar 50 hingga 60 cm, tinggi 30 hingga 35 cm, dan jarak antar guludan/bedengan adalah 50 hingga 70 cm. Ukuran dalam pembuatan guludan/bedengan ini disesuaikan dengan luas lahan yang digarap oleh setiap petani. Selanjutnya, memberikan pupuk dasar pada guludan atau bedengan yang sudah disiapkan. Pupuk dasar yang digunakan berupa pupuk organik dan anorganik. Pupuk dasar organik yang digunakan oleh petani responden adalah pupuk kandang. Pupuk anorganik diberikan lima hingga tujuh hari setelah pemberian pupuk kandang pada waktu saat penanaman. Tujuan dari pemberian pupuk dasar adalah untuk mencukupi kebutuhan unsur hara yang dapat diserap oleh benih kentang secara optimal.
33
Pembibitan Pembibitan merupakan proses perlakuan tambahan yang dilakukan oleh petani dalam menangani benih kentang hasil dari panen sebelumnya untuk kemudian ditanam kembali pada musim tanam berikutnya. Menurut hasil wawancara, sebagian besar petani menyimpan hasil panen umbi kentang yang berukuran 35 hingga 45 mm untuk dijadikan benih kentang pada musim tanam selanjutnya. Indikator dalam pemilihan kentang yang akan dibibitkan kembali harus yang sehat (warna kulit dari kentang tidak menghitam atau tidak berwarna hijau), tidak rusak, dan juga bebas hama dan penyakit. Perlakuan tambahan yang dilakukan oleh petani dalam menangani benih kentang yang dibibitkan kembali adalah dengan menggunakan pestisida untuk mencegah dari timbulnya hama yang menyerang benih kentang, kemudian benih kentang disimpan di dalam gudang sekitar tiga hingga empat bulan. Benih kentang siap ditanam dengan menunjukkan ciri-ciri yaitu sudah tumbuh tunas dengan panjang tunas antara dua hingga tiga cm dan mengeluarkan tiga hingga lima mata tunas. Penanaman Penanaman dilakukan kurang lebih satu minggu setelah lahan disiapkan. Lubang tanam disiapkan dengan kedalaman seukuran dengan bibit atau kira-kira 7.5 hingga 10 cm. Jarak antar tanaman pada setiap barisan rata-rata oleh responden sekitar 35 hingga 40 cm. Waktu tanam yang digunakan oleh responden adalah pada pagi hari. Musim tanam yang digunakan pada saat penelitian adalah musim kemarau. Cara penanaman yang dilakukan oleh responden adalah dengan meletakkan benih kentang pada lubang tanam yang sudah dibuat kemudian diberikan pupuk dasar anorganik yaitu pupuk ZA, TSP, dan KCL dengan dicampurkan dan diletakkan diantara bibit yang sudah ditanam dan ditimbun oleh tanah kembali. Pemeliharaan Pemeliharaan sudah mulai dilakukan pada saat benih sudah ditanam untuk menjaga pertumbuhan tanaman kentang normal dan tetap sehat. Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan susulan, dan pengendalian hama penyakit. 1 Penyiraman Penyiraman mulai dilakukan pada saat selesai penanaman. Kegiatan penyiraman pada musim kemarau dilakukan setiap empat hari sekali untuk memenuhi kebutuhan air hingga usia tanaman 85 hari agar menghindari dari terjadinya tanaman layu yang dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan tanaman kentang yang terhambat. 2 Penyiangan dan pembubunan Penyiangan dilakukan ketika unur tanaman mulai memasuki umur 20 hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman kentang dengan menggunakan cangkul lalu rumput-rumput liar dicabut dengan menggunakan tangan tanpa menggunakan alat bantuan. Penyiangan yang dilakukan oleh responden umunya hanya satu kali dalam satu musim tanam. Pembubunan merupakan kegiatan menambahkan tanah di setiap bedengan untuk membentuk guludan dengan menggunakan cangkul. Tujuan dari dibentuk guludan adalah untuk
34
merangsang pembentukan akar baru, melindungi umbi kentang agar tidak terpapar sinar matahari secara langsung, dan memperkokoh berdirinya batang tanaman kentang. Umumnya responden petani melakukan kegiatan penyiangan dan pembubunan dilakukan secara bersamaan karena untuk meminimalkan pengeluaran biaya tenaga kerja dan mengefisienkan waktu. 3 Pemupukan susulan Pemupukan susulan dilakukan pada saat umur 25 hingga 30 hari setelah tanam. Pupuk susulan yang diberikan oleh petani adalah pupuk ZA, TSP, KCL, dan NPK. Tidak semua jenis pupuk tersebut digunakan, sebagian besar petani hanya memberikan pupuk NPK atau pupuk ZA dan TSP saja dalam melakukan kegiatan pemupukan susulan ini. Jenis pupuk dan dosis pemberian pupuk yang digunakan oleh responden baik yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat dilakukan secara berbeda pada setiap kegiatan pemupukan tergantung dari kebutuhan masing-masing petani. Pemupukan susulan dilakukan dengan cara mencampurkan pupuk dan meletakkan di antara tanaman kentang lalu kemudian ditimbun kembali oleh tanah. 4 Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan tergantung dengan keadaan tanaman kentang tersebut. Sebagian besar responden petani mulai memberikan pestisida dan fungisida jika sudah terlihat adanya hama yang mulai menyerang atau penyakit yang dapat menyebabkan tanaman layu. Pada musim tanam kemarau responden jarang melakukan pengobatan, frekuensi pengobatan pada musim kemarau adalah satu minggu sekali tergantung dari tingkat serangan hama penyakit. Semakin banyak serangan hama penyakit, maka frekuensi pengobatan yang dilakukan akan semakin sering. Waktu penyemprotan dimulai pada saat tanaman berumur 15 hingga 80 hari setelah tanam, sehingga dalam satu musim tanam penyemprotan yang dilakukan petani pada waktu musim kemarau sebanyak 12 hingga 13 kali baik untuk petani yang menggunakan benih sertifikat maupun benih non sertifikat. Panen Tanaman kentang yang dipanen oleh responden petani berumur.100 hingga 120 hari atau setelah tiga bulan setelah tanam. Ciri-ciri tanaman kentang yang siap dipanen adalah daunnya berwarna kekuningan dan kulit umbi kentang tidak mudah terkelupas. Pemanenan dilakukan dengan membongkar bedengan dan mengambil umbi kentang dari dalam tanah menggunakan tangan agar tidak merusak umbi. Kemudian, setelah umbi kentang tersebut sudah diambil lalu dikumpulkan dan dilakukan penanganan pasca panen yaitu sortasi dan grading. Namun, beberapa petani ada yang tidak melakukan sortasi dan grading hanya dikumpulkan dan langsung dijual ke tengkulak. Kegiatan sortasi dan grading dilakukan untuk memisahkan umbi kentang sesuai dengan ukuran dan menyortir umbi yang rusak atau cacat agar tidak terjual. Kentang hasil panen juga dipisahkan untuk dijual dan ditanam kembali untuk menghasilkan benih yang akan ditanam kembali.
35
Pemilihan Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat Usahatani Kentang di Desa Girijaya Kegiatan usahatani kentang yang dilakukan di Desa Girijaya dalam penggunaan input produksi yaitu pupuk, pestisida, fungisida, dan tenaga kerja umumnya sama, namun yang membedakan adalah dari penggunaan benihnya. Penggunaan benih kentang oleh petani di Desa Girijaya terbagi ke dalam dua jenis yaitu benih sertifikat dan benih non sertifikat. Penggunaan benih yang berbeda oleh petani dilatar belakangi atas berbagai macam alasan petani dalam memilih benih (Tabel 21). Tabel 21 Alasan pemilihan benih kentang sertifikat dan non sertifikat Alasan dalam pemilihan Benih kentang Benih ketnang non benih sertifikat sertifikat Harga Tinggi Rendah Kualitas Produktivitas tinggi Produktivitas rendah Asal benih Penangkar kentang Antar petani Kemudahan memperoleh Melalui pesanan Mudah didapatkan benih terlebih dahulu Berdasarkan hasil wawancara dengan petani yang menggunakan benih kentang sertifikat maupun non sertifikat, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi petani dalam melakukan pemilihan benih kentang. Harga Harga benih kentang sertifikat dan non sertifikat berbeda. Pada benih kentang bersertifikat, perbedaan harga berdasarkan atas generasi benihnya. Kelas benih kentang bersertifikat dimulai dari G0, G1, G2, G3, dan G4. Angka pada kelas benih menunjukkan berapa kali benih tersebut diperbanyak. Benih yang dijual oleh penangkar kentang dari mulai benih G2, G3, dan G4 karena pada benih G0 dan G1 dihasilkan oleh balai benih. Harga benih kentang bersertifikat yang ditawarkan oleh penangkar kentang beragam (Tabel 22) Tabel 22 Harga benih kentang bersertifikat Generasi benih kentang bersertifikat G2 G3 G4
Harga (Rp/Kg) 24 000 17 000 12 000
Harga yang berbeda tersebut disesuaikan dengan generasi benihnya, karena semakin rendah generasi benihnya maka harga benih akan semakin tinggi dengan tingkat risiko terinfeksi hama dan penyakit lebih kecil. Pada kemasan benih kentang bersertifikat dicantumkan label sebagai identitas dan informasi asal mula benih tersebut diproduksi yang meliputi informasi penangkar, generasi tanaman, jenis varietas, ukuran benih, tanggal panen benih yang diproduksi, dan tanggal pemasangan label (Lampiran 1). Harga dari benih kentang non sertifikat adalah Rp8 000 sampai Rp10 000/kg. Harga benih kentang non sertifikat ini lebih rendah dibandingkan dengan
36
benih kentang sertifikat karena pada benih non sertifikat tidak diketahui dengan jelas dan pasti generasi benih dan mutu benihnya. Benih kentang non sertifikat juga rentan terkena hama dan penyakit disebabkan generasi benih tersebut yang sudah lebih lanjut. Benih non sertifikat secara teknis tidak mendapatkan perlakuan khusus seperti benih kentang sertifikat. Pengemasan pada benih non sertifikat tidak dicantumkan label sebagai informasi generasi benih dan mutu benih. Kualitas Penggunaan benih sertifikat memiliki jumlah produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat. Produktivitas benih sertifikat dapat mencapai 30 ton/Ha (Balitsa, 2015). Jumlah produksi yang dihasilkan mempengaruhi pada nilai produktivitas antara benih sertifikat dan non sertifikat (Tabel 23). Hal tersebut terbukti bahwa pada benih sertifikat nilai produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat karena jumlah produksi yang dihasilkan oleh benih kentang sertifikat lebih tinggi. Produktivitas yang tinggi pada benih sertifikat dipengaruhi oleh kualitas benih. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dari benih sertifikat adalah ketahanan terhadap virus penyakit. Virus penyakit dalam benih kentang bersertifikat memiliki ketahanan dari tingkat dua persen hingga delapan persen sesuai dengan kelas benih atau tingkat generasi benihnya. Semakin tinggi tingkat generasi benih maka ketahanan terhadap virus penyakit akan semakin rendah. Hal tersebut membuat benih kentang sertifikat dianjurkan untuk dapat diganti dengan benih yang baru jika benih kentang sudah memasuki turunan generasi tanaman G5. Berbeda halnya dengan benih kentang sertifikat yang tidak diketahui dengan jelas generasi benih sehingga tidak dapat diketahui bagaimana ketahanan terhadap virus penyakit. Sebagian besar benih kentang non sertifikat selalu digunakan pada setiap musim tanam yang membuat jumlah produksi lebih rendah dibandingkan dengan jumlah produksi yang dihasilkan oleh benih sertifikat. Penggunaan benih yang tersu digunakan setiap musim tanam juga membuat ketahanan terhadap virus penyakit lebih rendah Tabel 23 Jumlah rata-rata produksi, luasan lahan, dan produktivitas benih kentang sertifikat dan non sertifikat per hektar Jenis Benih Jumlah rata-rata Luasan Produktivitas produksi (Ton) lahan (Ha) (Ton/Ha) Benih sertifikat 7.78 0.38 20.22 Benih non sertifikat 2.55 0.17 15.33 Kelas benih juga dapat menentukan tingkat jumlah produksi. Puncak jumlah produksi tertinggi yaitu pada benih kentang G4. Menurut petani, turunan benih kentang bersertifikat G4 masih bisa berproduksi sampai G5, tetapi pada turunan benih kentang G5, jumlah produkinya menurun. Penurunan jumah produksi tersebut disebabkan oleh degenerasi tanaman. Asal benih Petani membeli benih sertifikat melalui penangkar kentang. Penangkar kentang yang ada di wilayah Desa Girijaya berjumlah dua orang. Alasan petani membeli benih kentang sertifikat ke penangkar kentang yaitu kualitas benih yang
37
terjamin, lebih tahan terhadap infeksi virus, mendapat pengawasan langsung dari BPSB (Badan Pengawas Sertifikasi Benih), dan dicantumkan label informasi pada kemasan bahwa benih tersebut bersertifikat. Petani yang menggunakan benih non sertifikat membeli benih dari petani lain karena mudah didapatkan, faktor kepercayaan, dan sudah terbiasa menggunakan benih non sertifikat yang dianggap masih tetap menguntungkan untuk diusahakan. Sebagian besar petani benih non sertifikat pernah membeli benih sertifikat tetapi petani merasa tertipu menggunakan benih sertifikat. Hal tersebut karena benih telah dicampur oleh benih yang sudah tidak layak untuk ditanam, sehingga jumlah produksinya rendah. Hal tersebut membuat petani mengalami kerugian karena harga benih yang mahal hasilnya tidak sesuai dengan jumlah penerimaan yang diterima oleh petani, sehingga membuat petani non sertifikat tidak mau beralih lagi untuk menggunakan benih sertifikat. Kemudahan memperoleh benih Petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dalam memperoleh benih dilakukan melalui pemesanan langsung ke penangkar kentang. Benih kentang sertifikat tergolong sulit ditemukan di toko-toko pertanian karena benih kentang akan cepat busuk dan membutuhkan perlakuan khusus jika tidak langsung ditanam. Pemesanan tersebut dilakukan supaya petani tidak kehabisan benih kentang karena benih kentang yang diproduksi oleh penangkar ketersediaannya terbatas. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya permintaan benih dari wilayah lain. Petani langsung memesan benih ke tempat penangkar untuk mengetahui keadaan benih secara langsung sesuai dengan kebutuhan petani. Berbeda halnya dengan petani non sertifikat, petani tersebut menggunakan benih yang diproduksi oleh petani yang lain. Pembelian benih dilakukan oleh petani dengan menghubungi rekan petani yang biasa menjual benih kentang yang ada di sekitar tempat tinggal petani responden secara individu. Sebagian besar petani di Desa Girijaya memiliki usahatani kentang, sehingga tidak sulit untuk dapat membeli benih kentang. Menurut hasil wawancara, petani non sertifikat dalam melakukan pembelian benih secara bebas atau tidak memiliki langganan tetap karena petani membeli benih kentang tidak rutin setiap musim tanam sehingga petani membeli benih pada saat sedang dibutuhkan. Petani yang menggunakan benih non sertifikat juga sudah memiliki rasa kepercayaan kepada penjual benih tersebut karena petani membeli benih kepada rekan petani yang memang sudah dikenal, sehingga petani yang menggunakan benih non sertifikat tidak khawatir terhadap benih yang dibeli. Petani yang menggunakan benih non sertifikat dalam memenuhi kebutuhan benih tidak selalu membeli benih yang baru, tetapi menggunakan benih yang disimpan dari hasil panen pada musim tanam sebelumnya. Para petani responden yang menggunakan benih non sertifikat jarang melakukan pembelian benih yang baru. Hal tersebut disebabkan karena petani menghemat biaya produksi dan belum akan membeli benih baru jika hasil produksinya masih dirasa cukup tinggi. Berbeda halnya dengan petani yang menggunakan benih sertifikat, petani tersebut membeli benih kentang sesuai dengan tingkat generasi benihnya. Jika benih kentang yang ditanam sudah mulai memasuki turunan G4 petani harus mulai memesan untuk membeli benih yang baru karena turunan benih G4 jumlah produksinya sudah mulai menurun dan rentan terkena infeksi virus.
38
Setiap petani memiliki pertimbangan tersendiri untuk memilih input produksi yang digunakan. Perbandingan penggunaan benih kentang antara benih bersertifikat dan non sertifikat akan dibahas dan dilihat berdasarkan penerimaan, biaya tunai, biaya total, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, serta efisiensi pendapatan yang dilihat dari nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Hasil perhitungan tersebut akan menunjukkan penggunaan benih yang lebih menguntungkan antara benih kentang bersertifikat dan non sertifikat. Penggunaan Input pada Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Penggunaan input dalam kegiatan suahatani sangat penting untuk dianalisis. Hal tersebut karena sangat mempengaruhi terhadap biaya yang dikeluarkan petani dan juga ouput yang dihasilkan. Input-input dalam kegiatan usahatani kentang yang digunakan terdiri dari benih, lahan, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Benih Benih yang digunakan oleh petani responden terdiri atas dua macam, yaitu benih sertifikat dan non sertifikat. Varietas benih yang digunakan bagi petani yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat adalah Granola L. Benih yang digunakan dapat berasal dari hasil panen pada musim tanam sebelumnya atau membeli benih baru. Benih yang ditanam oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat dapat dilihat berdasarkan dari generasi tanaman atau kelas benihnya. Sebagian besar petani yang menggunakan benih kentang sertifikat menggunakan benih G2, G3, dan G4 (Tabel 24). Tabel 24 Sebaran petani pengguna jenis generasi benih tanaman kentang bersertifikat Jenis Generasi Benih tanaman Jumlah petani (orang) Persentase (%) bersertifikat G2 2 10 G3 12 60 G4 6 30 Jumlah 20 100 Petani yang menggunakan benih sertifikat membeli benih dari penangkar yang sudah terdaftar dan diawasi budidaya benih kentangnya oleh BPSBTPH. Petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat membeli benih ke petani lain yang membudidayakan benih kentangnya sendiri secara individu. Harga benih baik yang bersertifikat dan non sertifikat berbeda. Perbedaan harga antara benih sertifikat dengan non sertifikat disebabkan oleh perlakuan dalam proses produksi pembibitan yang dilakukan. Benih kentang bersertifikat dalam proses produksinya diawasi langsung oleh BPSB (Balai Pengawas Sertifikasi Benih) dan diberikan label sebagai identitas atau informasi benih bagi petani sedangkan benih non sertifikat dalam proses produksi pembibitan dilakukan oleh petani dengan melakukan budidaya secara individu tanpa diawasi oleh pihak BPSB (Balai Pengawas Sertifikasi Benih). Pada benih
39
non sertifikat juga tidak dicantumkan label dalam kemasan benih. Benih sertifikat, harga yang berbeda disesuaikan dengan generasi benihnya karena ketahanan terhadap virus semakin tinggi generasi benihnya maka harga menjadi semakin rendah dengan tingkat risiko terinfeksi virus lebih besar (Tabel 25). Tabel 25 Harga benih kentang sertifikat dan non sertifikat Kelas benih Harga benih Kelas benih non sertifikat sertifikat (Rp/Kg) sertifikat G2 24 000 Benih lokal G3 17 000 G4 12 500 -
Harga benih non sertifikat (Rp/Kg) 8 000 – 10 000 -
Kebutuhan benih kentang yang ditanam setiap petani berbeda tergantung dari jarak tanam dan ukuran benih. Secara umum, rata-rata kebutuhan benih untuk luasan lahan satu hektar pada jarak tanam 70x30 cm adalah 1 300 hingga 1 500 kg/ha (Idawati, 2012). Jarak tanam antara benih kentang sertifikat dan non sertifikat tidak jauh berbeda. Rata-rata jarak tanam benih kentang sertifikat adalah 35 hingga 40 cm sedangkan pada benih non sertifikat jarak tanamnya yaitu 25 hingga 30 cm. Jumlah rata-rata penggunaan benih kentang sertifikat berbeda dengan benih non sertifikat. Rata-rata penggunaan benih petani yang menggunakan benih sertifikat yaitu 1 497.40 ton/ha dan untuk penggunaan benih kentang non sertifikat yaitu 1 377.19 ton/ha. Ukuran benih yang ditanam oleh petani responden baik yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat berbeda yaitu untuk petani benih bersertifikat bobotnya sekitar 30 hingga 40 gram dan pada petani non sertifikat ukuran bobotnya sekitar 10 hingga 20 gram. Ukuran benih kentang non sertifikat relatif lebih kecil dibandingkan dengan benih non sertifikat karena penggunaan benih non sertifikat terus digunakan setiap musim tanam dan tidak jelas sudah berapa kali benih tersebut dijadikan benih kembali di musim tanam selanjutnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan benih sertifikat lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan benih non sertifikat. Jarak tanam juga berpengaruh terhadap kebutuhan benih karena semakin jauh jarak tanam maka kebutuhan benih ketnang akan semakin rendah. Pupuk Pupuk yang digunakan oleh petani benih sertifikat dan non sertifikat terdiri dari dua macam yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang yang digunakan oleh petani benih sertifikat dan non sertifikat adalah pupuk yang berasal dari kotoran ayam. Pupuk kandang diperoleh petani dari kios-kios pertanian yang ada di sekitar Desa Girijaya. Pupuk kandang ini digunakan oleh petani sebagai pupuk dasar pada kegiatan persiapan lahan saat sebelum penanaman. Pupuk kandang yang dibeli petani umumnya menggunakan ukuran per karung dengan harga Rp15 000 hingga Rp17 000 per karung. Setiap karung berisi 35 hingga 40 kg. Rata-rata penggunaan pupuk kandang dalam kegiatan usahatani pada benih sertifikat yaitu 17 368.83 kg/ha sedangkan pada benih non sertifikat yaitu 22 755.76 kg/ha (Tabel 26) Pengggunaan pupuk kandang benih sertifikat lebih rendah dibandingkan dengan non sertifikat karena petani benih non sertifikat tidak bisa mengontrol
40
penggunaan pupuk kandang dengan baik. Petani benih non sertifikat menggunakan pupuk kandang berlebihan karena dengan menggunakan pupuk kandang yang lebih tinggi akan dapat menjaga kesuburan tanah dan membuat tanah menjadi gembur. Hal tersebut dapat menjaga pertumbuhan tanaman kentang dengan baik. Tabel 26 Perbandingan jumlah penggunaan rata-rata pupuk benih sertifikat dan non sertifikat per ton/ha Jenis pupuk Jumlah rata-rata Jumlah rata-rata penggunaan penggunaan pupuk benih pupuk benih non sertifikat sertifikat (ton/ha) (ton/ha) Kandang 17 368.83 22 755.76 ZA 525.97 763.25 TSP 558.44 770.39 KCL 120.13 74.88 NPK 181.82 305.86 Saprodap 44.16 3.46 Pupuk kimia yang digunakan pada benih sertifikat maupun non sertifikat adalah pupuk ZA, TSP, KCL, NPK, dan Saprodap (Tabel 26). Pupuk kimia tersebut diperoleh petani dari kios-kios pertanian di sekitar Desa Girijaya. Dalam penggunaan pupuk kimia, baik petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat maupun non sertifikat pemberian pupuk kimia dilakukan dua kali yaitu pada saat setelah penanaman dan pemupukan susulan dengan umur tanaman 25 hinggaa 30 hari setelah tanam. Pupuk ZA digunakan petani untuk memenuhi unsur hara Nitrogen. Pupuk ZA diperoleh petani dari kios-kios pertanian dengan harga Rp1 800 hingga Rp2 200/kg. Jumlah rata-rata pupuk ZA yang digunakan untuk petani yang menggunakan benih sertifikat adalah 525.97 ton/ha dan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat adalah 763.25 ton/ha. Pupuk TSP digunakan petani untuk dapat menjaga pertumbuhan dan pembentukan perakaran sehingga dapat memperkuat tanaman serta meningkatkan penyerapan unsur hara dan air serta menjaga pembentukan umbi dan kandungan zat pati. Pupuk TSP ini dibeli oleh petani dari kios-kios pertanian dengan harga rata-rata yaitu Rp1 800 hingga Rp2 200/kg. Jumlah rata-rata penggunaan pupuk TSP pada petani benih sertifikat sebesar 558.44 ton/ha sedangkan pada petani benih non sertifikat sebesar 770.39 ton/ha. Pupuk KCL digunakan petani untuk membentuk karbohidrat dalam umbi, meningkatkan penyerapan air untuk mencegah tanaman layu, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, dan memperbesar umbi. Pupuk KCL diperoleh petani di kios pertanian dengan harga Rp2 000 hingga Rp3 000/kg. Rata-rata penggunaan pupuk KCL pada petani benih sertifikat adalah 120.13 ton/ha sedangkan pada petani non sertifikat adalah 74.88 ton/ha. Jenis pupuk NPK yang paling banyak digunakan petani adalah jenis NPK Mutiara dan NPK Phonska. Penggunaan jenis pupuk NPK banyak digunakan oleh petani baik yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat adalah jenis pupuk NPK Phonska karena harga pupuk NPK Phonska lebih rendah dibandingkan dengan harga pupuk NPK Mutiara. Pupuk NPK Phonska adalah
41
Rp2 500 sampai Rp3 000/ kg sedangkan harga pupuk NPK Mutiara adalah Rp8 000 hingga Rp10 000/kg. Pembelian pupuk NPK diperoleh dari kios-kios pertanian. Jumlah penggunaan rata-rata pupuk NPK pada petani yang menggunakan benih sertifikat adalah 181.82 ton/ha dan pada petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah 305.86 ton/ha. Pupuk Saprodap merupakan jenis pupuk yang digunakan petani guna meningkatkan pertumbuhan, kekuatan batang, dan meningkatkan warna daun serta kualitas akar. Petani memperoleh pupuk Saprodap dari kios-kios pertanian di sekitar lingkungan desa Girijaya. Harga pupuk Saprodap adalah Rp7 000 hingga Rp8 000/kg. Pengunaan rata-rata pupuk Saprodap pada petani yang menggunakan benih sertifikat adalah 44.16 ton/ha dan pada petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah 3.46 ton/ha. Hasil perbandingan jumlah penggunaan rata-rata pupuk kandang dengan pupuk kimia yaitu, pupuk kandang yang paling besar jumlah penggunaannya dibandingkan dengan pupuk kimia. Hal tersebut karena pupuk kandang digunakan pada saat pengolahan lahan dan digunakan sebagai pupuk dasar sebelum mulai penanaman. Pupuk kadnang dibutuhkan jumlah pupuk yang besar untuk memberikan unsur hara di dalam tanah dan membuat tanah menjadi lebih gembur. Komposisi penggunaan pupuk yang digunakan pada benih sertifikat lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan pupuk pada benih non sertifikat karena petani yang menggunakan benih sertifikat mengikuti arahan dan panduan teknik budidaya yang disampaikan oleh penangkar agar sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh pemerintah. Penggunaan pupuk yang digunakan oleh petani non sertifikat jumlahnya lebih tinggi karena petani tersebut menggunakan pupuk secara asal berdasarkan dari tingkat pengalaman bertani dan pengetahuan yang dimiliki masing-masing petani. Penggunaan pupuk yang berlebihan mengakibatkan unsur hara pada tanaman menjadi berlebihan sehingga jumlah produksi tidak optimal dan biaya yang dikeluarkan petani dalam pembelian pupuk menjadi lebih besar. Obat-obatan Pengobatan yang dilakukan dalam kegiatan usahatani bertujuan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Dalam pencegahannya, petani menggunakan obat-obatan dalam bentuk padat maupun cair untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang. Obat-obatan yang digunakan terbagi menjadi dua macam yaitu fungisida dan insektisida. Penggunaan fungisida digunakan untuk mengurangi penyakit yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang seperti Phytophthora infestans penyebab busuk daun, Alternaria solani penyebab bercak kering, dan Fusarium oxysporum penyebab tanaman layu. Penggunaan insektisida digunakan untuk mencegah hama yang sering menyerang seperti lalat penggorok daun, kutu daun, dan trips. Penggunaan obat padat pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat maupun non sertifikat beragam karena setiap petani menggunakan merek dagang yang berbeda. (Tabel 27). Hal tersebut disebabkan dari kebutuhan, pengalaman petani lain, dan kemampuan petani untuk membeli. Merek dagang yang paling banyak petani gunakan baik yang menggunakan benih kentang bersertifikat maupun non sertifikat adalah Daconil, Antracol, Indotan, Sirkus, dan Curzete.
42
Petani memperoleh berbagai macam obat padat di kios-kios pertanian. Rata-rata penggunaan obat padat pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat adalah 37.67 ton/ha, sedangkan untuk petani yang menggunakan benih kentang non setifikat adalah 63.87 ton/ha dengan rata-rata harga obat padat yaitu Rp70 000 hingga Rp100 000/kg. Tabel 27 Jumlah rata-rata penggunaan obat-obatan pada petani benih sertifikat dan non sertifikat Jenis pupuk Jumlah rata-rata Jumlah rata-rata penggunaan obat benih penggunaan obat benih non sertifikat sertifikat Obat padat 37.67 ton/ha 63.87 ton/ha Obat cair 5.68 ltr/ha 13.53 ltr/ha Penggunaan obat cair yang digunakan petani baik yang menggunakan benih kentang sertifikat maupun non sertifikat adalah untuk mengurangi atau mencegah hama yang sering menyerang seperti lalat penggorok daun, kutu daun, dan trips. Obat cair yang digunakan petani responden beragam dengan merk dagang yang berbeda. Merek dagang yang paling banyak digunakan petani baik yang menggunakan benih kentang bersertifikat maupun non sertifikat adalah Demolish, Callicron, Curacron, Agrimec, dan Prevathon. Rata-rata penggunaan obat cair pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat adalah 5.68 lt/ha sedangkan pada petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah 13.53 lt/ha. Penggunaan obat-obatan pada petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat tergantung dari serangan hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman. Jika serangan hama dan penyakit semakin tinggi pada tanaman, maka penggunaan obat-obatan akan ditingkatkan dosisnya oleh petani. Penggunaan obat-obatan pada benih sertifiakt lebih rendah dibandingkan dengan benih non sertifikat. Hal tersebut membuktikan bahwa benih kentang sertifikat lebih tahan terhadap virus penyakit dibandingkan dengsn benih kentang non sertifikat. Tenaga kerja Kegiatan budidaya kentang yang dilakukan petani meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan yang terdiri dari penyiraman, penyiangan, pemupukan susulan dan pengobatan serta pemanenan. Penggunaan tenaga kerja pada setiap kegiatan berbeda, disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kentang adalah tenaga kerja manusia yang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja berasal dari dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Jam kerja yang digunakan petani baik yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat dari pukul 07.00 hingga 12.00 WIB. Upah kerja yang diberikan terbagi menjadi dua jenis yaitu upah borongan dan upah harian. Upah borongan dilakukan pada saat kegiatan persiapan lahan yang meliputi pengolahan lahan atau mencangkul, pemberian pupuk dasar, dan pembuatan guludan. Kegiatan persiapan lahan tersebut dilakukan hingga lahan siap tanam. Jumlah upah borongan berbeda tergantung dari luasan lahan, di Desa Girijaya jumlah upah borongan yaitu Rp300 000 sampai Rp1 000 000, semakin luas lahan yang
43
akan diolah, maka akan semakin tinggi nilai upahnya. Total keseluruhan dari petani responden baik yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat, ada 24 persen yang menggunakan upah borongan. Upah harian merupakan upah yang diberikan setiap hari setiap setelah selesai melakukan pekerjaan. Jumlah upah harian yang diberikan untuk setiap jenis pekerjaan adalah sama yang membedakan adalah jumlah upah untuk tenaga kerja laki-laki dan wanita. Perbedaan pembayaran upah tenaga kerja yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena adanya perbedaan kapasitas pekerjaan yang dibebankan. Upah yang diberikan setiap satu hari kerja yaitu Rp25 000 hingga Rp30 000 untuk pria dan Rp17 000 hingga Rp22 000 untuk wanita. Tabel 28 Jumlah penggunaan rata-rata tenaga kerja pada benih sertifikat dan non sertifikat per ha/musim tanam Komponen input Benih kentang Benih kentang non sertifikat sertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (HOK) (%) (HOK) (%) Tenaga kerja luar keluarga Pengolahan lahan 74.71 24.56 73.59 17.32 Penanaman 22.10 7.27 16.42 3.86 Penyiraman 22.18 7.29 47.35 11.14 Penyiangan 17.55 5.77 20.37 4.79 Prmupukan susulan 6.94 2.28 5.01 1.17 Penyemprotan 38.26 12.58 25.63 6.03 Panen 56.20 18.48 39.12 9.20 Total tenaga kerja luar 237.94 78.22 227.49 53.54 keluarga Tenaga kerja dalam keluarga Pengolahan lahan 6.18 2.03 60.37 14.21 Penanaman 5.92 1.95 12.09 2.84 Penyiraman 8.95 2.94 25.03 5.89 Penyiangan 4.05 1.33 21.77 5.12 Pemupukan susulan 1.13 0.43 2.33 0.54 Penyemprotan 29.00 9.53 38.97 9.17 Panen 10.84 3.56 36.79 8.66 Total tenaga kerja dalam 66.24 21.78 197.36 46.45 keluarga Total Tenaga kerja 304.18 100 424.84 100 Total jumlah penggunaan tenaga kerja pada usahatani kentang yang menggunakan benih sertifikat yaitu sebesar 304.18 HOK sedangkan pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat yaitu sebesar 424.84 HOK (Tabel 28). Berdasarkan nilai HOK yang digunakan, petani yang menggunakan benih sertifikat memiliki nilai HOK lebih rendah dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih sertifikat. Hal ini disebabkan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh petani yang menggunakan benih non sertifikat masih secara manual.
44
Peralatan pertanian yang dimiliki oleh petani non sertifikat membutuhkan jumlah orang yang cukup banyak agar bisa digunakan seperti halnya dalam kegiatan penyemprotan dan penyiraman. Mesin semprot yang dimiliki oleh petani benih non sertifikat untuk pengobatan membutuhkan tiga orang tenaga kerja agar bisa digunakan, selain itu sebagian besar para petani tidak memiliki pompa air, sehingga membutuhkan dua orang yang bekerja mengambil air dari sungai untuk menyiram tanaman. Penggunaan tenaga kerja pada petani benih non sertifikat masih belum efisien, karena peralatan pertanian yang dimiliki oleh petani tergolong masih tradisional dan masih membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar untuk dapat digunakan. Usahatani kentang yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Hal tersebut disebabkan karena ada beberapa kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk dapat mengefisienkan waktu. Kegiatan persiapan lahan dan panen merupakan kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja yang jumlahnya cukup banyak. Hal tersebut disebabkan karena pada tahap persiapan lahan banyak kegiatan yang dilakukan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kegiatan panen juga membutuhkan banyak tenaga kerja karena petani harus memanen kentang dengan cepat untuk mencegah kerusakan pada kentang. Peralatan Kegiatan usahatani kentang pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat maupun non sertifikat menggunakan peralatan pertanian dalam membantu kegiatan usahataninya. Umumnya, peralatan yang digunakan oleh petani benih sertifikat dan non sertifikat sama. Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, mesin obat, ember, dan selang air. Cangkul digunakan para petani untuk mencangkul tanah dalam kegiatan pengolahan lahan. Mesin obat digunakan petani untuk menyemprot obat-obatan pada musim tanam. Ember digunakan petani untuk mencampur bahan obat-obatan yang akan digunakan oleh petani sebelum dimasukkan ke dalam mesin obat dan juga sebagai tempat untuk menyortir kentang untuk dijadikan benih selanjutnya pada saat panen. Selang air digunakan petani untuk menyiram tanaman. Analisis Penerimaan Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Penggunaan input produksi berupa benih yang berbeda ikut mempengaruhi penerimaan yang dihasilkan oleh petani. Perbedaan jumlah output produksi yang dihasilkan pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih non sertifikat mempengaruhi perbedaan penerimaan yang dihasilkan antara keduanya. Penerimaan yang dihasilkan pada usahatani kentang dengan menggunakan benih kentang sertifikat dan non sertifikat dapat dilihat pada tabel 29 dan tabel 30. Perhitungan penerimaan usahatani kentang baik yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan non tunai (penerimaan diperhitungkan). Penerimaan tunai merupakan penerimaan atas hasil yang dijual petani ke pasar atau tengkulak. Penerimaan tunai yang didapatkan baik benih sertifikat maupun non sertifikat adalah hasil penjualan
45
kentang ukuran ABC (besar), hasil penjualan kentang ukuran DN (kecil), dan hasil penjualan benih kentang. Penerimaan non tunai (penerimaan diperhitungkan) adalah benih kentang yang disimpan dan dibudidayakan sendiri untuk digunakan sebagai benih kembali pada musim tanam selanjutnya. Benih kentang yang disimpan tersebut diasumsikan sebagai pembelian benih baru yang akan ditanam pada musim tanam selanjutnya dengan harga yang disesuaikan dengan harga yang berlaku di lapang baik benih sertifikat maupun non sertifikat. Tabel 29 Penerimaan rata-rata benih sertifikat per ton /ha /musim tanam Komponen penerimaan Jumlah Harga Nilai (ton/ha) (Rp/kg) (Rp/ha) Penerimaan tunai Penjualan kentang ABC (besar) 15.76 5 595 94 148 052 Penjualan kentang DN (Kecil) 0.93 950 1 384 416 Penjualan bibit kentang 1.41 2 400 20 415 584 Total penerimaan tunai 115 948 052 Penerimaan non tunai Penyimpanan benih 2.17 8 050 19 402 597 Total penerimaan 135 350 649 Tabel 30 Penerimaan rata-rata benih non sertifikat per ton/ ha /musim tanam Komponen penerimaan Jumlah Harga Nilai (ton /ha) (Rp/kg) (Rp/ha) Penerimaan tunai Penjualan kentang ABC (besar) 12.86 4 981 63 435 949 Penjualan kentang DN (kecil) 0.82 681 1 453 180 Penjualan bibit kentang 0 0 0 Total penerimaan tunai 64 889 129 Penerimaan non tunai Penyimpanan benih 2.09 4 231 10 184 332 Total penerimaan 75 073 461 Petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat rata-rata total penerimaan tunai yang dihasilkan adalah Rp115 948 052/ha/musim tanam lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat yaitu Rp64 889 129/ha/musim tanam. Hal tersebut disebabkan karena jumlah produksi pada benih bersertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hal tersebut juga didukung dengan nilai produktivitas benih sertifikat yang lebih tinggi dibandingkan dengan non sertifikat. Pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat maupun non sertifikat jumlah penerimaan tertinggi yaitu penjualan kentang ukuran ABC (Besar). Harga yang diberlakukan oleh tengkulak dalam membeli kentang pada petani tidak berbeda bahkan relatif sama, sehingga benih tidak menjadi indikator bagi petani untuk mendapatkan harga jual yang tinggi. Besaran penerimaan tunai kedua terbesar setelah penjualan kentang ukuran ABC (besar) pada petani yang menggunakan benih sertifikat adalah jumlah penjualan benih kentang yaitu sebesar Rp20 415 584/ha/musim tanam. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang menggunakan benih sertifikat memiliki
46
kemampuan untuk mendapatkan penerimaan lebih besar tidak hanya dari hasil penjualan kentang ke pasar atau tengkulak tetapi juga ke petani lain dari hasil penjualan benih kentangnya. Hasil panen yang diperoleh petani benih sertifikat sebagian sengaja disisihkan untuk dilakukan pembibitan kembali oleh petani secara individu. Terlebih lagi jika benih tersebut masih dalam generasi benih di tingkat G2 hingga G4. Petani yang menggunakan benih sertifikat sebagian besar sudah memiliki pelanggan tetap yang biasa membeli benih sehingga tidak kesulitan dalam melakukan penjualan. Petani juga secara tidak langsung ikut membantu memenuhi kebutuhan benih kentang bagi petani kentang karena sudah menjual benih kentang turunan dari benih sertifikat kepada petani lain yang merasa kesulitan dalam melakukan pembelian benih langsung ke penangkar. Benih kentang yang dijual tersebut tidak dilengkapi dengan label dan tidak diawasi oleh pihak BPSB (Balai pengawas Sertifikasi Benih) seperti halnya benih yang dijual oleh penangkar. Petani melakukan penjualan bibit kentang sebagai tambahan penerimaan tunai karena merasa jumlah produksi yang dihasilkan cukup besar sehingga petani mampu untuk melakukan penjualan bibit kentang. Pelanggan yang membeli benih kentang pada petani terebut merasa terbantu karena dapat memenuhi kebutuhan benih kentang bagi kegiatan usahataninya walaupun kualitas dan jumlah produksinya tidak lebih baik dibandingkan dengan benih kentang sertifikat. Harga jual bibit yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari harga jual bibit kentang yang biasa dijual oleh penangkar karena responden petani menjual bibit masih dalam generasi kelas benih G4 hingga F1. Berbeda halnya dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat, petani yang menggunakan benih non sertifikat tidak ada yang melakukan penjualan benih kentang. Hal tersebut disebabkan karena petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat menggunakan benih kentang hanya untuk kepentingan sendiri. Benih tersebut juga nantinya akan digunakan kembali pada musim tanam selanjutnya sehingga benih tidak dijual. Pada penerimaan non tunai (penerimaan diperhitungkan), benih yang disimpan oleh petani yang menggunakan benih kentang sertifikat yaitu Rp19 402 597/ha/musim tanam lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat yaitu sebesar Rp10 184 332/ha/musim tanam. Perbedaan tersebut disebabkan karena petani yang menggunakan benih sertifikat memiliki jumlah produksi yang lebih tinggi sehingga petani dapat menyisihkan hasil panen dengan jumlah yang lebih besar untuk dijadikan bibit kembali dan dapat mengehmat biaya produksi. Hal tersebut juga dilakukan oleh petani yang menggunakan benih non sertifikat, tetapi penyimpanan benih tersebut hanya untuk kepentingan sendiri bukan untuk dijual agar dapat menghemat biaya tunai dalam pembelian benih yang baru. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu harga jual bibit. Sebagian besar petani yang menggunakan benih sertifikat pada penyimpanan benih jika dijual harganya relatif tinggi berkisar antara Rp10 000 hingga Rp12 000/kg sedangkan petani yang menggunakan benih non sertifikat harga jual bibitnya kurang dari Rp8 000/kg. Hal tersebut membuat nilai penerimaan non tunai pada benih sertifikat lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat.
47
Analisis Besaran Biaya Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahataninya dibedakan atas biaya tunai dan biaya non tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tersebut dibedakan berdasarkan atas penggunaan input produksi yang digunakan selama satu musim tanam. Biaya tunai terdiri dari biaya pupuk, benih, obatobatan, sewa lahan, dan biaya tenaga kerja luar keluarga sedangkan untuk biaya non tunai terdiri dari biaya benih (benih yang disimpan oleh petani dari hasil panen pada musim tanam sebelumnya), tenaga kerja keluarga, penyusutan, dan biaya sewa lahan milik pribadi (lahan HGU yang diizinkan pengelolaannya dari pemerintah kehutanan kepada petani) yang diasumsikan sebagai biaya non tunai (Tabel 31). Perhitungan biaya yang dilakukan adalah berdasarkan luasan lahan satu hektar. Luas lahan rata-rata petani yang menggunakan benih sertifikat adalah 0.38 ha dan luas lahan rata-rata petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah 0.17 ha. Tabel 31 Besaran rata-rata biaya yang dikeluarkan petani benih sertifikat dan non sertifikat per ha/musim tanam Komponen Biaya Benih kentang sertifikat Benih kentang non sertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Rp) (%) (Rp) (%) Biaya tunai Pupuk kandang 9 269 481 15.85 13 734 447 24.04 Pupuk kimia 3 803 701 6.50 3 249 032 5.69 Obat padat 4 743 052 8.11 6 778 802 11.86 Obat cair 1 617 143 2.77 1 813 594 3.17 Tenaga kerja luar 5 949 896 10.17 5 540 518 9.70 keluarga Bensin 229 091 0.39 388 940 0.68 Sewa lahan 1 428 571 2.44 385 945 0.68 Pembelian benih 7 636 364 13.06 311 060 0.54 Total biaya tunai 34 677 299 59.29 32 202 339 56.36 Biaya non tunai Sewa lahan HGU 4 230 519 7.23 5 138 249 8.99 Penyimpanan benih 15 974 026 27.31 11 107 373 19.44 Tenaga kerja keluarga 1 424 821 2.44 5 290 023 9.26 Penyusutan alat 2 177 430 3.72 3 403 485 5.96 Total biaya non tunai 23 806 797 40.71 24 939 130 43.64 Total Biaya 58 484 096 100 57 141 469 100 Biaya tunai Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Biaya tunai terdiri dari biaya input pupuk kandang, pupuk kimia, obat padat, obat cair, upah tenaga kerja luar keluarga, bensin, sewa lahan, dan pembelian benih kentang. Berdasarkan hasil perhitungan, biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani kentang sertifikat lebih
48
tinggi yaitu sebesar Rp34 677 299/ha/musim tanam dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani non sertifikat yaitu sebesar Rp32 202 339/ ha/musim tanam. Besarnya biaya kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat terdapat perbedaan dalam besarnya biaya yang dikeluarkan. berdasarkan persentase biaya, besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat adalah 59.29 persen dari keseluruhan biaya. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah 56.36 persen dari keseluruhan biaya. Komponen biaya tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat adalah biaya pupuk kandang yaitu sebesar 15.85 persen dari keseluruhan biaya bagi petani yang menggunakan benih sertifikat dan 24.04 persen dari keseluruhan biaya bagi petani yang menggunakan benih non sertifikat. Besarnya biaya pupuk kandang karena penggunaan pupuk pada kegiatan usahatani kentang cukup besar dan sangat penting terutama dalam proses pengolahan lahan karena untuk membuat tanah lebih gembur dan mengembalikan unsur hara dalam tanah agar petumbuhan tanaman kentang menjadi subur. Pada petani benih non sertifikat biaya yang dikeluarkan untuk pupuk kandang lebih tinggi dibandingkan dengan benih sertifikat. Hal tersebut karena penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak sesuai dengan aturan standar yang seharusnya diberikan sehingga membuat biaya pupuk kandang menjadi lebih besar. Besarnya biaya tunai lainnya setelah komponen pupuk kandang adalah biaya pembelian benih bagi petani yang menggunakan benih sertifikat sebesar 13.06 persen. Hal tersebut disebabkan karena pada petani yang menggunakan benih sertifikat ada 37 persen yang membeli benih kepada penangkar dengan ratarata jumlahnya yaitu 0.1 ton. Pembelian benih kentang tersebut adalah benih dengan generasi G2 dan G3 sehingga mempengaruhi biaya tunai secara keseluiruhan. Berbeda halnya dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat, obat padat merupakan komponen biaya terbesar kedua setelah pupuk kandang yaitu sebesar 11.86 persen. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan obat padat yang digunakan oleh petani benih non sertifikat lebih boros. Petani non sertifikat cenderung melakukan penyemprotan hama apabila hama tersebut telah menyerang, bukan sebagai tindakan antisipasi. Biaya non tunai Biaya non tunai merupakan biaya yang tetap diperhitungkan walaupun tidak dikeluarkan secara tunai dalam kegiatan usahatani. Biaya non tunai terdiri dari biaya kepemilikan lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang diasumsikan sebagai lahan sewa, biaya bibit yang dibudiadayakan sendiri, biaya tenaga kerja dalam keluarga, serta nilai penyusutan. Berdasarkan dari hasil perhitungan biaya non tunai yang dikeluarkan oleh petani benih sertifikat lebih rendah yaitu sebesar Rp23 806 797/ha/musim tanam dibandingkan dengan non sertifikat yaitu sebesar Rp24 939 130/ha/musim tanam. Pada persentase biaya, besarnya biaya non tunai yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat adalah 40.71 persen dari keseluruhan biaya. Besarnya biaya non tunai yang dikeluarkan oleh
49
petani yang menggunakan benih non sertifikat adalah 43.64 persen dari keseluruhan biaya. Komponen biaya non tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat adalah biaya penggunaan benih yang dibudidayakan sendiri. Jumlahnya yaitu sebesar 27.31 persen dari keseluruhan biaya bagi petani yang menggunakan benih sertifikat dan 19.44 persen dari keseluruhan biaya bagi petani yang menggunakan benih non sertifikat. Perbedaan tersebut disebabkan karena jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani benih sertifikat lebih besar dibandingkan dengan benih non sertifikat, sehingga benih yang disimpan oleh petani benih sertifikat lebih tinggi. Terlebih lagi sebanyak 70 persen petani responden benih sertifikat menggunakan benih G2 dan G3 yang benihnya masih bisa disimpan untuk musim tanam selanjutnya agar dapat menghasilkan keturunan benih G4. Perbedaan lainnya yaitu pada petani yang menggunakan benih bersertifikat. Benihnya ada yang dijual karena dapat menguntungkan dan menambah biaya penerimaan, didukung juga dengan kualitas benih yang baik. Berbeda halnya dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat, penyimpanan benih banyak dilakukan untuk nantinya akan dibudidayakan sendiri agar dapat menghemat biaya tunai yang dikeluarkan. Besarnya biaya non tunai lainnya setelah komponen benih yang dibudidayakan sendiri adalah biaya kepemilikan lahan HGU yang diusahakan sewa lahan. Bagi petani yang menggunakan benih sertifikat, biaya kepemilikan lahan HGU sebesar 8.03 persen. Perbedaan tersebut disebabkan karena bagi petani yang menggunakan benih sertifikat kepemilikan lahan rata-rata seluas 0.38 ha dengan persentase lahan kepemilikan HGU adalah 15 orang dari total 20 orang responden petani. Hal tersebut membuat biaya sewa lahan HGU menjadi lebih besar karena luasnya lahan membuat biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar. Sementara itu, bagi petani yang menggunakan benih non sertifikat, biaya non tunai terbesar setelah benih yang dibudidayakan sendiri adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar 10.66 persen. Hal tersebut disebabkan petani benih non sertifikat tidak mampu untuk membayar upah tenaga kerja dari luar keluarga sehingga setiap kegiatan usahatani melibatkan keluarga seperti istri atau anak dari petani itu sendiri. Biaya total Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh petani yang terdiri dari biaya tunai dan non tunai. Biaya total bagi petani bersertifikat adalah Rp58 484 096/ha sedangkan biaya total bagi petani non sertifikat adalah Rp57 141 469/ha. Biaya total bagi petani bersertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan biaya total petani benih non sertifikat. Hal ini disebabkan karena pada biaya tunai, biaya pembelian benih dan biaya tenaga kerja luar keluarga lebih besar dibandingka dengan non sertifikat. Hal tersebut mempengaruhi jumlah biaya secara keseluruhan. Benih merupakan perbedaan yang dianalisis dalam kajian ini, berdasarkan hasil analisis, benih banyak dikeluarkan petani baik sertifikat maupun non sertifikat sebagai biaya non tunai yang digunakan petani untuk menghemat biaya pembelian, tetapi cukup mempengaruhi besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh petani. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan
50
oleh Maulia (2012), Ratnawati (2001), dan Ridwan (2010) yang menghasilkan biaya benih banyak dikeluarkan sebagai biaya tunai daripada biaya non tunai. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Hasil analisis pendapatan usahatani kentang menunjukan besarnya selisih antara penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan usahatani kentang dihitung berdasarkan pendapatan atas biaya total dan pendapatan atas biaya tunai. Besaran rata-rata pendapatan usahatani kentang dengan menggunakan benih kentang bersertifikat menghasilkan pendapatan atas biaya total yaitu sebesar Rp76 866 553/ha/musim tanam. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat yaitu sebesar Rp17 931 992/ha/ musim tanam (Tabel 32). Tabel 32 Nilai pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat per ha/ musim tanam Komponen Pendapatan usahatani kentang Benih sertifikat (Rp) Benih non sertifikat (Rp) Pendapatan atas biaya total 76 866 553 17 931 992 Pendapatan atas biaya tunai 100 673 351 42 871 122 R/C atas biaya total 2.31 1.31 R/C atas biaya tunai 3.90 2.33 Jumlah rata-rata pendapatan atas biaya total yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Total penerimaan yang dihasilkan oleh petani benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan benih sangat berpengaruh terhadap jumlah pendapatan petani. Pada total penerimaan menunjukkan penerimaan tunai dan non tunai benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat. Hal tersebut karena pada penerimaan tunai petani benih sertifikat rata-rata menjual benihnya, sehingga mempengaruhi biaya tunai yang dikeluarkan karena petani benih sertifikat lebih sering melakukan pembelian benih yang baru dengan harga yang cukup mahal untuk dapat menjaga kualitas dari benih kentang itu sendiri. Bebeda halnya pada petani yang menggunakan benih non sertifikat, petani tidak menjual benih tersebut dan disimpan untuk digunakan kepentingan sendiri pada musim tanam selanjutnya. Hal tersebut mempengaruhi biaya tunai yang dikeluarkan karena petani benih non sertifikat jarang melakukan pembelian benih yang baru. Jika petani yang menggunakan benih non sertifiakt melakukan pembelian beih yang baru, biaya yang dikeluarkan juga lebih rendah karena harga benih sertifiakt yang lebih murah dibandingkan membeli benih kentang sertifikat dari penangkar. Selain benih, komponen lain pada penerimaan maupun biaya tidak jauh berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada komponen penerimaan non tunai yang menunjukkan bahwa antara benih sertifikat maupun non sertifikat sama-sama melakukan penyimpanan benih untuk menghemat biaya produksi. Pada komponen
51
biaya, penggunaan tenaga kerja juga tidak jauh berbeda. Pada benih sertifikat, biaya yang dikeluarkan untuk komponen tenaga kerja luar keluarga lebih besar dibandingkan dengan petani non sertifikat. Berbeda halnya pada petani benih non sertifikat, komponen biaya non tunai yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan benih sertifikat. Sehingga, nilai pendapatan atas biaya total pada benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan non sertifikat. Hal tersebut dipengaruhi oleh total penerimaan benih sertifikat yang lebih tinggi dibandingkan dengan non sertifikat yang membuat selisih antara penerimaan terhadap biaya menjadi lebih besar walaupun jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani benih sertifikat lebih tinggi. Faktor lain selain benih yang dapat mempengaruhi pendapatan yaitu pengalaman bertani dan ilmu pengetahuan yang dimiliki petani. Sebagian besar petani benih sertifikat mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan dari penangkar mengenai teknik budidaya kentang dan diterapkan pada kegiatan usahatani kentangnya sehingga berpengaruh ke dalam penggunaan input dan dapat menghemat biaya produksi Sementara itu pada petani yang menggunakan benih non sertifikat, sebagian besar petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya bergantung dari pengalaman bertani. Pengalaman bertani yang dimiliki oleh petani membuat petani yakin untuk dapat menjalankan kegiatan usahataninya dengan baik dan menguntungkan, tetapi dengan penggunaan input yang tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan, membuat jumlah biaya yang dikelurkan menjadi lebih besar. Pendapatan atas biaya tunai pada benih sertifikat menunjukkan jumlah rata-rata yang lebih tinggi yaitu senilai Rp100 673 351/ha/musim tanam dibandingkan dengan benih non sertifikat yaitu senilai Rp42 871 122/ha/musim tanam. Hal tersebut disebabkan karena pada petani benih sertifikat penerimaan tunai yang dihasilkan lebih tinggi walaupun biaya tunai yang dikeluarkan lebih besar. Petani benih sertifikat, mendapatkan jumlah penerimaan tambahan dari penjualan bibit kentang. Harga bibit kentang yang dijual oleh petani yang menggunakan benih sertifikat yaitu sebesar Rp10 000/kg sampai Rp12 000/kg tergantung dari kelas benihnya. Di sisi lain, biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani benih sertifikat lebih besar jumlahnya disebabkan karena pada komponen biaya tunai pembelian benih harganya cukup mahal. Berbeda halnya dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat, walaupun penerimaaan tunainya lebih rendah tetapi biaya tunai yang dikeluarkan juga lebih kecil disebabkan karena petani benih non sertifikat jarang dalam melakukan pembelian benih dan harga benihnya pun tergolong murah. Hal inilah yang membuat petani lebih memilih benih non sertifikat dibandingkan dengan benih sertifikat. Besaran rasio biaya dan penerimaan dapat dihitung berdasarkan dari nilai R/C. Nilai R/C dibedakan menjadi dua macam yaitu R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai. Nilai R/C menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima petani atas setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Rata-rata, nilai R/C atas biaya total pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat adalah 2.31 sedangkan pada petani benih non sertifikat adalah 1.31. Hal ini berarti bahwa setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan dari biaya tunai maupun biaya non tunai pada usahatani kentang akan menghasilkan penerimaan sebesar 2.31 (bagi petani benih sertifikat) dan 1.31 (bagi petani benih non
52
sertifikat). Hal tersebut menyatakan bahwa usahatani yang dilakukan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat menguntungkan dan biaya total yang digunakan sudah efisien. Nilai R/C atas biaya total pada benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat. Hal tersebut disebabkan karena total penerimaan yang dihasilkan oleh petani benih sertifikat lebih tinggi dengan total biaya yang dikeluarkan juga lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hal tersebut disebakan karena produktivitas yang dihasilkan oleh petani benih sertifikat membuat jumlah produksi lebih besar. Penjualan bibit juga menambah penghasilan bagi petani benih sertifikat, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat ditutupi dengan jumlah penerimaan yang didapatkan. Penggunaan input juga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan input yang digunakan oleh petani benih sertifikat tidak berlebihan sehingga dapat lebih menekan biaya yang dikeluarkan. berbeda halnya dengan benih non sertifikat, total penerimaan hanya dari penjualan kentang ukuran ABC (besar) dan ukuran DN (kecil) dan biaya yang dikeluarkan juga cukup besar karena penggunaan input yang berlebihan. Hal tersebut membuat petani yang menggunakan benih sertifikat memperoleh nilai R/C atas biaya total lebih kecil dibandingkan dengan petani benih sertifikat. Nilai R/C atas biaya tunai pada petani yang menggunakan benih kentang sertifikat adalah 3.90 sedangkan pada petani benih non sertifikat adalah 2.33. Hal ini berarti bahwa setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan dari biaya tunai akan menghasilkan pennerimaan sebesar 3.90 (bagi petani benih sertifikat) dan 2.33 (bagi petani benih non sertifikat). Kedua nilai R/C atas biaya tunai yaitu samasama menguntungkan karena memiliki nilai R/C lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai pada benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat. Hal tersebut dikarenakan pada benih sertifikat terdapat tambahan penerimaan dari hasil penjualan bibit kentang tetapi dengan biaya tunai yang lebih besar dan lebih sering melakukan pembelian benih baru karena untuk menjaga kualitas benih. Berbeda halnya dengan benih non sertifikat, tidak terdapat tambahan penerimaan tetapi biaya yang dikeluarkan juga lebih sedikit karena jarang melakukan pembelian benih. Jika melakukan pembelian benih, harga benih juga cenderung lebih murah sehingga dapat lebih mengehemat biaya produksi. Hal tersebut membuat petani lebih memilih untuk menggunakan benih kentang non sertifikat. Berdasarkan hasil analisis R/C dari usahatani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat, baik dari biaya tunai maupun biaya total keduanya sama-sama menguntungkan. Dilihat bahwa keduanya memiliki nilai R/C lebih dari satu yang artinya kegiatan usahatani ini layak untuk dilanjutkan karena setiap biaya yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan yang lebih besar.
Hasil Uji Beda Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Hasil perhitungan pendapatan pada usahatani kentang dengan benih sertifikat dan non sertifikat selanjunya dilakukan uji statistik untuk mengetahui
53
apakah hasil perhitungan dapat dibuktikan secara statistik. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab metode dan analisis pengolahan data, uji statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan pendapatan dengan melakukan uji beda menggunakan uji mann-whitney. Jika nilai sig pada uji beda lebih dari nilai alpha yaitu sebesar 10 persen maka terima H0 atau variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat tidak berbeda dengan variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat. Namun, jika nilai sig kurang dari nilai alpha 10 persen maka tolak H0 atau variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat berbeda dengan variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat. Berdasarkan dari hasil uji, dapat diketahui bahwa hasil uji statistik pada seluruh variabel, ada lima variabel yaitu produktivitas, penerimaan, pendapatan atas biaya total, pendapatan atas biaya tunai, dan R/C ats biaya total yang hasilnya adalah tolak H0. Hal tersebut yang berarti menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dengan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat (Tabel 33). Tabel 33 Hasil uji beda pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat Analisis Pendapatan usahatani kentang Exact-sig (2 tailed) Kesimpulan Tolak H0 Produktivitas 0.052 Tolak Ho Penerimaan 0.005 Tolak H0 Pendapatan atas biaya total 0.004 Tolak H0 Pendapatan atas biaya tunai 0.019 Tolak Ho R/C atas biaya total 0.004 Hal ini terbukti jika dilihat dari produktivitas yang dihasilkan antara benih sertifikat dan non sertifikat yang emnunjukkan bahwa produktivitas benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan non sertifikat. Hal tersebut menyebabkan jumlah produksi yang berbeda dimana jumlah produksi benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan non sertifikat sehingga mempengaruhi jumlah penerimaan yang dihasilkan. Terlebih lagi petani yang menggunakan benih sertifikat mendapatkan tambahan penerimaan tunai dari hasil penjualan benih kentang yang membuat adanya perbedaan yang nyata antara penerimaan yang didapatkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat dengan non sertifikat. Berbeda halnya dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat yang hanya medapatkan penerimaan tunai dari hasil penjualan kentang ukuran ABC (besar) dan DN (kecil) saja. Variabel pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total juga menunjukkan hasil yang sama yaitu tolak Ho yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara benih kentang sertifikat dan non sertifikat. Hal tersebut telah terbukti bahwa jumlah pendapatan atas biaya tunai dan jumlah pendapatan atas biaya total petani yang menggunakan benih sertifikat jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat. Sama halnya pada nilai R/C atas biaya total yang
54
menunjukkan adanya perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih sertifikat dengan non sertifikat. Hal tersebut karena perbandingan antara total penerimaan degan total biaya yang dikeluarkan petani benih sertifikat lebih tinggi sehingga menunjukkan nilai yang lebih besar walapun memiliki total biaya yang lebih besar dibandingkan benih non sertifikat. Dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata hasil uji beda statistik antar variabel menunjukkan pada usahatani kentang benih sertifikat berbeda dengan pendapatan usahatani kentang non sertifikat. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan selisih antara penerimaan yang didapatkan dengan total biaya yang dikeluarkan antara petani sehingga berpengaruh kepada hasil pendapatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pada petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan benihnon sertifikat, maka dapat disimpulkan bahwa : 1 Pemilihan benih kentang antara benih sertifikat dan non sertifikat oleh para petani dilatarbelakangi oleh harga benih, kualitas benih, asal benih, dan kemudahan memperoleh benih. Budidaya usahatani kentang yang dilakukan antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat memiliki perlakuan yang sama, hanya dibedakan berdasarkan penggunaan input seperti benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Secara rata-rata penggunaan input pada petani yang menggunakan benih non sertifikat masih berlebihan. 2 Total penerimaan yang dihasilkan pada benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat. Hal tersebut karena pada penerimaan tunai terdapat penerimaan tambahan dari penjualan benih kentang. Biaya total yang dikeluarkan oleh petani kentang sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat. Hal tersebut disebabkan karena pada biaya tunai, pembelian benih yang baru bagi petani benih sertifikat lebih mahal dibandingkan dengan benih non sertifikat dengan nilai persentase 13.06 persen. Pada biaya non tunai, biaya tenaga kerja dalam keluarga yang dikeluarkan oleh petani benih non sertifikat senilai 9.26 persen lebih tinggi dibandingkan dengan benih sertifikat sehingga biaya tunai yang dikeluarkan lebih kecil 3 Analisis rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan total usahatani kentang dengan menggunakan benih kentang sertifikat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan non sertifikat. Hasil analisis ratio menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya tunai dan total yang dihasilkan oleh petani yang menggunakan benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Nilai R/c atas biaya tunai dan total yaitu sama-sama menguntungkan karena memiliki nilai R/C lebih dari satu. Pada uji beda statistik menggunakan uji Mann Whitney.
55
Variabel yang menunjukkan tolak H0 yaitu variabel produktivitas, penerimaan, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, dan R/C atas biaya total. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dengan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat. Saran Petani yang masih menggunakan benih non sertifikat sebaiknya mengganti benihnya menggunakan benih kentang bersertifikat. Hal tersebut karena total penerimaan yang didapatkan lebih tinggi walaupun jumlah total biaya yang dikeluarkan lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
[Balitsa]. Balai Penelitian Sayuran. 2015. Pemilihan Benih Kentang harus Memenuhi Syarat. [Internet]. [Diakses 2015 Jun 3]. Tersedia pada http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/380pemilihan-benih-kentang-harus-memenuhi-syarat.html [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2013. Jumlah Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Garut tahun 2013. [Internet]. [diakses 2014 Okt 3]. Tersedia pada http://garutkab.bps.go.id/index.php/Publikasi [BPSPTH] Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat.. 2013. Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012. Dinas Pertanian: Jawa Barat [Disperta]. Dinas Pertanian Jawa Barat Kabupaten Garut. 2013. Sentra Produksi Sayuran Unggulan di Jawa Barat. [Internet]. [diakses 2014 Sep 21]. Tersedia pada http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/545 [Dirjenhorti]. Direkotrat Jenderal Hortikutura. 2005. Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Benih Kentang, Pedoman untuk Pengawas Benih Tanaman. Jakarta (ID) : Penebar swadaya [Dirjenhorti]. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Produk Domestik Bruto Hortikutura tahun 2011-2013. Jakarta (ID); Penebar Swadaya Firdaus, M. Harmini, Farid, M A. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Press. Hakim. 2013. Analisis Perbandingan Usahatani Kentang Tiga Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Hernanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. [Dinas Pertanian]. 2013. Budidaya Tanaman Kentang. [Internet]. [diakses 2014 Okt 4]. Tersedia pada http://cybex.deptan.go.id/lokalita/budidaya-tanamankentang
56
[Institut Pertanian Bogor]. 2013. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi ke-3. Bogor (ID): IPB PRESS Idawati, N. 2012. Pedoman Lengkap Bertanam Kentang. Yogyakarta (ID): Pustaka Baru Press. Maulia, S. 2012. Analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Pemerintah Kabupaten Garut]. 2013. Produk Unggulan Pertanian. [Internet]. [diakses 2014 Sep 21]. Tersedia pada: http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/sda_pertanian [Pusdatin]. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Produksi Kentang di Indonesia. [Internet]. [Diunduh 2014 Okt 25]; Volume 4 No. 1 tahun 2013. Tersedia pada: http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/BuletinKonsumsi-editTW1-2013.pdf Ratnawati, DA. 2001. Analisis pendapatan usahatani dan sistem pemasaran kentang di Desa Alamendah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ridwan, AB, Sabari, Hilman Y. 2010. Analisis Finansial Penggunaan Benih Kentang G4 Bersertifikat dalam Meningkatkan Pendapatan Usahatani Petani Kentang. Jurnal Hortikultura Vol. 20 No. 2 September 2010: 196206. Tersedia pada: http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/131/135 Soenarjo, H. 2004. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Bogor (ID): Agromedia Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Press Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management Research for Small Development. Soekartawi, 2006. Analisis Usahatani. Jakarta (ID) : Penebar swadaya. Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani (Edisi Revisi). Jakarta (ID) : Penebar swadaya
57
LAMPIRAN
58
59
Lampiran 1 Penggunaan input yang digunakan pada petani benih sertifikat dan non sertifikat
Benih Kentang non sertifikat
Benih kentang bersertifikat
Contoh label pada benih kentang sertifikat
Contoh label benih sertifikat pada kemasan benih
Pupuk yang digunakan benih sertifikat dan non sertifikat
Jenis pestisida dan fungisida yang digunakan petani benih sertifikat dan non sertifikat
60
Lampiran 2 Hasil output uji beda statistik benih sertifikat dan non sertifikat 1 Variabel produktivitas Ranks Kelompok Petani Produktivitas
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Benih sertifikat
20
27,88
557,50
Benih non sertifikat
26
20,13
523,50
Total
46
a
Test Statistics
Produktivitas Mann-Whitney U
172,500
Wilcoxon W
523,500
Z
-1,941
Asymp. Sig. (2-tailed)
,052
a. Grouping Variable: Kelompok Petani
2 Variabel penerimaan Ranks Kelompok Petani Penerimaan
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Benih sertifikat
20
29,78
595,50
Benih non sertifikat
26
18,67
485,50
Total
46
Test Statistics
a
Penerimaan Mann-Whitney U
134,500
Wilcoxon W
485,500
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-2,781 ,005
a. Grouping Variable: Kelompok Petani
61
3 Variabel pendapatan atas biaya total Ranks Kelompok Petani Pendapatan atas biaya total
Test Statistics
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Benih sertifikat
20
30,00
600,00
Benih non sertifikat
26
18,50
481,00
Total
46
a
Pendapatan atas biaya total Mann-Whitney U
130,000
Wilcoxon W
481,000
Z
-2,881
Asymp. Sig. (2-tailed)
,004
a. Grouping Variable: Kelompok Petani
4 Variabel pendapatan atas biaya tunai Ranks Kelompok Petani Pendapatan atas biaya tunai Benih sertifikat
Test Statistics
Sum of Ranks
28,80
576,00
Benih non sertifikat
26
19,42
505,00
Total
46
a
atas biaya tunai Mann-Whitney U
154,000
Wilcoxon W
505,000
Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Rank 20
Pendapatan
Z
N
-2,349 ,019
a. Grouping Variable: Kelompok Petani
62
5 Variabel R/C atas biaya total Ranks Kelompok Petani R/C atas biaya total
Sum of Ranks
20
30,08
601,50
Benih non sertifikat
26
18,44
479,50
Total
46
a
R/C atas biaya total Mann-Whitney U
128,500
Wilcoxon W
479,500
Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Rank
Benih sertifikat
Test Statistics
Z
N
-2,914 ,004
a. Grouping Variable: Kelompok Petani
63
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 April 1992 dari ayah Nano Suryano dan ibu Dede Bariah. Penulis adalah putri pertama ari dua bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari Program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Manajemen Agribisnis dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB pada Program Alih Jenis IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu FASTER (Forum of Agribusiness Transfer Student) selama dua periode sebagai anggota Departemen Kewirausahaan dan anggota Badan Internal.