ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN PPP LAMPASING (STUDI KASUS NELAYAN PURSE SEINE DAN PAYANG)
CICI ANGGARA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Nelayan PPP Lampasing (studi kasus nelayan purse seine dan payang), adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Cici Anggara NIM C44080030
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.
ABSTRAK
CICI ANGGARA, C44080030. Analisis Pendapatan Nelayan Pelabuhan Perikanan Pantai Lampasing (studi kasus nelayan purse seine dan payang). Dibimbing oleh RETNO MUNINGGAR dan DINARWAN. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat berlabuh dan berlindung kapal, tempat pendaratan hasil tangkapan, pemberangkatan kapal, memberikan pelayanan lain yang dibutuhkan oleh pengguna pelabuhan, membantu kelancaran jasa perdagangan dan sebagainya. PPP Lampasing Lampung merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap di Kota Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini adalah menghitung pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapan melalui TPI dan di luar TPI, mengkaji hak nelayan dari retribusi lelang yang dibayarkan di TPI, serta mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di TPI adalah sebesar Rp8.231.803,00 sedangkan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp9.030.400,00. Pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di TPI adalah sebesar Rp3.915.392,00 sedangkan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp4.430.080,00. Pembagian dan penggunaan hasil penerimaan retribusi pelelangan ikan sesuai dengan PP No 03 tahun 2012 yang di kelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung adalah sebesar 2,40% yang penggunaan dan pembagiannya adalah 1,20% sebagai penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung dan 1,20% untuk dana peningkatan kesejahteraan nelayan yang penggunaan dan pembagiannya adalah 0,25% untuk tabungan nelayan, 0,25% untuk tabungan bakul, 0,45% untuk dana sosial/kecelakaan laut, 0,05% untuk dana pengembangan organisasi nelayan dan 0,20% untuk dana asuransi nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh tinggi terhadap pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah kriteria peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan dengan nilai faktor sebesar 19.59, sedangkan faktor yang berpengaruh paling rendah adalah kriteria penegakan kebijakan pemerintah dengan nilai factor sebesar 1. Kata kunci : Pendapatan nelayan, retribusi, tempat pelelangan ikan.
ABSTRACT CICI ANGGARA, C44080030. Income Analysis of Fishermen in Lampasing Coast Area (case studies of purse seine and payang fishermen). Supervised by RETNO MUNINGGAR and DINARWAN. Fishing port serves as berths and shelter boats, landing and departure of vessels catches, providing other services needed by the port users, help smooth trade services and etc. PPP Lampasing Lampung is the center of fishing activities in the city of Bandar Lampung. This study aimed to calculate the income of fishermen who sell their catch through and beyond TPI (fish auction area), examines the rights of fishermen from auction fees payable at the TPI, and to know the most influential factor of fishermen selling their catch outside the TPI. The results showed that the net incomes of purse seine fishermen who sell their catch at the inside and outside TPI are amounted 8.231.803 and 9.030.400 rupiahs respectively. Meanwhile, net incomes of payang fishermen are 3.915.392 and 4.430.080 rupiahs for selling inside and outside TPI. Distribution and use of retribution in TPI was coherence to Regulation No.03/ 2012 which is managed by the District / City of Bandar Lampung up to 2.40% where 1.20% was distributed as District/ City incomes of Bandar Lampung, 1.20% was used to fund fishermen welfare, 0.25% for fisherman savings, 0.25% for baskets savings, 0.45% for charity/ marine accidents, 0.05% to develop fishermen associations and another 0.20% to fund fisherman insurance. The highest factor affecting the fishermen sell the catch outside TPI is improvement in the lives and welfare of fishermen with influence level value of 19.59, while the lowest factor is government policy enforcement with level value 1. Keywords: fishermen income, retribution, the auction fish.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN PPP LAMPASING (STUDI KASUS NELAYAN PURSE SEINE DAN PAYANG)
CICI ANGGARA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PRAKATA
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan di PPP Lampasing Lampung pada bulan Juni 2012 ini Analisis Pendapatan Nelayan PPP Lampasing (studi kasus nelayan purse seine dan payang). Ucapan terimaksih penulis sampaikan kepada : 1) Retno Muninggar, S.Pi. ME dan Dr. Ir. Dinarwan, MS yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai akhir penulisan; 2) Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini; 3) Pihak Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, UPTD dan KUD Mina Jaya PPP Lampasing Lampung yang telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan penulis; 4) Orangtua dan keluarga yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian; 5) Rekan-rekan seperjuangan Forum keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan (FKM-C) yang telah memberikan banyak pelajaran kehidupan kepada penulis; 6) Rekan-rekan se-angkatan PSP 45 yang telah menemani dalam suka dan duka dalam menjalani proses perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini. 7) Rekan-rekan seperjuangan seluruh aktivis dakwah IPB yang telah banyak memberikan inspirasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 8) Aryo Sarjono S.Pi sebagai guru spiritual yang telah membina dan memberi dukungan secara moril kepada penulis; 9) Saudara saya dalam lingkaran tarbiyah akhuna jenal, dwi okta priandi, fajar sidik, wahid, kak fidel dan kak ilaman; 10) Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Januari 2013 Cici Anggara
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
viii ix ix 1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan Perikanan Peran Pelabuhan Perikanan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Tempat Pelelangan Ikan Pelelangan Ikan Retribusi Dasar hukum retribusi daerah Manfaat retribusi daerah Sifat-sifat retribusi daerah Retribusi pelelangan ikan Sistem pemungutan retribusi pelelangan ikan dan besarnya retribusi Retribusi Daerah Kota Bandar Lampung Penjualan Hasil Tangkapan di Luar TPI Pendapatan Nelayan Metode Multi Criteria Analysis (MCA)
3 3 3 4 5 5 7 7 8 9 9 10 10 11 11 13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Sumber Data Metode Pengumpulan Data Analisis Data Analisis pendapatan nelayan Analisis hak nelayan dari retribusi yang dibayarkan di TPI Analisis Multi Criteria Analysis (MCA)
14 14 14 15 15 16 17 17 18 19
KEADAAN UMUM Letak Geografis Sejarah dan Perkembangan PPP Lampasing Lampung Struktur Organisasi
22 22 22 24
Sarana PPP Lampasing Lampung Fasilitas pokok Fasilitas fungsional Fasilitas penunjang
25 25 26 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendapatan Nelayan Alat tangkap purse seine Alat tangkap payang Faktor nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI Retribusi Pelelangan Ketentuan retribusi Pelaksanaan pengambilan retribusi Bagian retribusi yang diterima nelayan
28 28 28 35 42 47 47 48 49
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
51 51 52
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
53 57
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Perhitungan pendapatan nelayan 2 Skala nilai (Skala likert) MCA 3 Hasil tangkapan nelayan purse seine yag menjual hasil tangkapan di dalam TPI per trip 4 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap purse seine yang di jual di TPI 5 Total penerimaan kotor hasil tangkapan purse seine yang menjual di dalam TPI 6 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di TPI 7 Hasil tangkapan nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI 8 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap purse seine yang Menjual hasil tangkapan di luar TPI 9 Selisih harga dari masing-masing jenis ikan yang di jual di TPI dan di luar TPI
18 21 30 31 31 32 32 33 33
10 Total penerimaan kotor hasil tangkapan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI 33 11 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di TPI 34 12 Hasil tangkapan nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI per trip 37 13 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap payang yang di jual di TPI 37 14 Total penerimaan kotor hasil tangkapan payang yang menjual di dalam TPI 37 15 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan Di TPI 38 16 Hasil tangkapan nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI per trip 39 17 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap payang yang Menjual hasil tangkapan di luar TPI 39 18 Selisih harga dari masing-masing jenis ikan yang di jual di TPI dan di luar TPI 40 19 Total penerimaan kotor hasil tangkapan payang yang menjual hasil Tangkapan di luar TPI 40 20 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI 41 21 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria pihak pengelola TPI 43 22 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria fasilitas pelelangan ikan 44 23 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria tingkat pendapatan nelayan 45 24 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria kebijakan derah terkait pelaksanaan pelelangan Ikan 46 25 Kriteria gabungan faktor yang menyebabkan nelayan menjual hasil Tangkapan di luar TPI 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 2 3 4
Peta lokasi penelitian Struktur pelabuhan perikanan Provinsi Lampung Kapal purse seine yang sedang bersandar di PPP Lampasing Lampung Kapal payang yang sedang bersandar di PPP Lampasing Lampung
14 25 30 36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Aktivitas nelayan purse seine dan payang 2 Perhitungan standarisasi kriteria dengan nilai fungsi menggunakan Multi Kriteria Analysis (MCA) 3 Diagram alir penelitian 4 Produksi perikanan tangkap unit penangkapan ikan purse seine di PPP Lampasing Lampung berdasarkan statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung 5 Produksi perikanan tangkap unit penangkapan ikan payang di PPP Lampasing Lampung berdasarkan statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung
58 60 76
77
78
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan. Fungsi tersebut didukung oleh adanya Tempat Pelelangan Ikan (TPI), sehingga perlu adanya suatu mekanisme penjualan yang dapat menciptakan keteraturan dan kelancaran bertransaksi antara penjual dan pembeli, yaitu pelelangan ikan agar pemasaran berjalan dengan lancar. Pelelangan ikan merupakan salah satu aktivitas penting sebagai awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan. Sistem pelelangan yang diterapkan oleh pelabuhan perikanan bertujuan untuk menjaga harga ikan agar dalam kondisi stabil. Aktivitas pelelangan ikan oleh pihak pelabuhan dan nelayan akan memberikan retribusi yang telah ditentukan guna dimanfaatkan kembali untuk nelayan. (Marwan 2010) menyatakan bahwa selain sebagai suatu mekanisme yang menjamin kesejahteraan nelayan, adanya pelelangan ikan juga dapat meningkatkan dan menambah pendapatan daerah melalui retribusi pelelangan ikan. Pada kenyataannya beberapa nelayan di Pelabuhan Perikanan Lampasing Lampung menjual hasil tangkapannya di luar TPI yang memungkinkan berdampak negatif terhadap kesejahteraan nelayan dan pemerintah daerah. Dampak dari nelayan yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI antara lain, harga di tentukan oleh pembeli; pembayaran tidak dilakukan secara kontan; Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari subsektor perikanan khususnya pelelangan rendah. Seperti halnya yang terjadi di pelabuhan lain misalnya di PPN Palabuhan Ratu berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa nelayan merugi antara Rp2000,00 sampai Rp5000,00/kg apabila hasil tangkapannya dijual kepada tengkulak. Lubis et all (2012). Aktivitas pelelangan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampasing dilaksanakan secara resmi oleh pihak pelabuhan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diharapkan semua nelayan akan menjual hasil tangkapannya di TPI. Tetapi yang terjadi adalah ada sebagian nelayan yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI yaitu menjual ikan kepada tengkulak. Sistem tengkulak di PPP Lampasing terjadi karena adanya ketergantungan modal antara nelayan dengan pedagang pengumpul, misalnya terjadi pada nelayan purse seine dan payang yang merupakan alat tangkapan dominan di PPP Lampasing. Dari uraian diatas, perlu di kaji mengenai pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapan di TPI dan di luar TPI serta faktor-faktor yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI. Kajian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pengelolaan TPI agar peran TPI dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dapat optimal.
2
Tujuan • • •
Menghitung pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapan melalui TPI dan di luar TPI. Mengkaji hak nelayan dari retribusi lelang yang dibayarkan di TPI. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pihak-pihak pemegang kebijakan di PPP Lampasing terkait dengan tingkat kesejahteraan nelayan. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pendapatan dan kebijakan retribusi pelelangan di PPP Lampasing sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan yang tepat.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan merupakan pusat perpaduan antara aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian ke daerah konsumen sehingga pelabuhan perikanan selalu harus menjamin hasil tangkapan yang didaratkan agar dalam kualitas yang baik. Menurut Undang-Undang No 45 tahun 2009 tentang perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (UU No 45 Tahun 2009). Fungsi pelabuhan perikanan dapat ditinjau berdasarkan berbagai kepentingan, salah satunya yaitu sebagai fungsi komersil. Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan sebagai tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi ikan melalui transaksi pelelangan ikan. Proses pendistribusian dapat dilakukan sebagai berikut : ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya, setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau bak plastik selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan dicatat hasil transaksinya (Lubis 2006).
Peran Pelabuhan Perikanan
(Lubis 2008) menyatakan bahwa pelabuhan perikanan sangat penting peranannya terhadap perikanan tangkap, karena pelabuhan perikanan merupakan centre baik ketika ikan selesai di tangkap dari fishing ground maupun ketika akan dipasarkan lebih lanjut. Peran utama pelabuhan perikanan adalah berkaitan dengan pelayanan jasa-jasa untuk kapal-kapal yang telah selesai menangkap ikan dari daerah penangkapan (sarana pendaratan ikan yang aman, pemeliharaan) dan untuk hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan perikanan (penanganan, pengolahan, pemasaran, dan lain-lain). (Lubis 2008) menyatakan bahwa pelabuhan perikanan sangat berperan terhadap : 1) Hasil tangkapan yang didaratkan, yaitu mampu : (1) Mempertahankan mutu ikan serta dapat memberikan nilai tambah terhadap produksi hasil tangkapan yang didaratkan. (2) Melakukan pembongkaran secara cepat dan menseleksi ikan secara cermat.
4 (3) Memasarkan ikan yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun pedagang melalui aktivitas pelelangan ikan. (4) Melakukan pendataan produksi hasil tangkapan yang didaratkan secara akurat melalui sistem pendataan yang benar. 2) Para pelaku di pelabuhan perikanan (1) Sebagai pusat dan tukar menukar informasi antar pelaku pelabuhan. (2) Mampu meningkatkan pendapatan para pelaku di pelabuhan antara lain dengan adanya pelaksanaan pelelangan ikan. (3) Mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi pelaku untuk beraktivitas di pelabuhan. 3) Perkembangan pelabuhan, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya (1) Mampu meningkatkan perekonomian Kota/Kabupaten sehingga dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). (2) Terdapatnya beragam budaya akibat keheterogenan penduduk dengan adanya urbanisasi. (3) Menyerap tenaga kerja berkaitan dengan aktivitas kepelabuhan. Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional, maupun internasional (Lubis 2006).
Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Dalam pelaksanaan peranannya, PP/PPI harus dilengkapi dengan fasilitas, diantaranya (Lubis 2006) : 1) Fasilitas Pokok (infrastruktur) Fasilitas pokok yang berfungsi untuk melindungi kegiatan umum di pelabuhan perikanan dari segenap gangguan alam seperti gelombang, arus, angin, pengendapan lumpur/pasir dan sebagainya. Fasilitas pokok dapat berbentuk alur pelayaran, kolam pelabuhan, penahan gelombang (breakwater), dermaga/jetty dan tanah untuk industri. 2) Fasilitas Fungsional (suprastruktur) Fasilitas fungsional merupakan pelengkap fasilitas pokok guna memperlancar pekerjaan/memberikan pelayanan jasa di pelabuhan perikanan serta meninggikan nilai guna fasilitas pokok, fasilitas tersebut adalah terdiri dari tempat pelelangan ikan (TPI), balai pertemuan nelayan, tangki BBM, tangki air, alat komunikasi, instalasi listrik, pabrik es, cold storage, dock kapal dan bengkel. 3) Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang memiliki fungsi secara tidak langsung menunjang kelancaran fungsi pelabuhan perikanan seperti kantor untuk administrasi pelabuhan, syahbandar, beacukai, aparat keamanan, jalan di dalam komplek, perumahan lokal/warung serba ada (waserba), MCK umum dan tempat beribadah.
5 Tempat Pelelangan Ikan
(Lubis 2006) menyatakan bahwa tempat pelelangan ikan adalah tempat untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Tempat pelelangan ikan merupakan tempat yang membantu nelayan dalam memasarkan ikan hasil tangkapan melalui pelelangan. Letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu, sehingga apabila aliran produk ini terganggu, maka akan meyebabkan penurunan mutu ikan. Kegiatan yang biasanya dilakukan digedung TPI antara lain : 1) Menyortir, membersihkan dan menimbang ikan-ikan yang dibongkar dan dipersiapkan untuk dilelang (ruang sortir). 2) Memperagakan dan melelang ikan (ruang lelang). 3) Mengepak ikan yang telah dilelang untuk siap didistribusikan (ruang pengepakan). 4) Sebagai ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum (Lubis 2006). Tempat pelelangan ikan mempunyai nilai strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat yang berada disekitar. Pemerintah Provinsi Lampung memberikan pelayanan lelang di TPI, sehingga diharapkan harga yang terjadi diperoses lelang tersebut merupakan harga yang optimal yang dapat diperoleh nelayan. Sesuai dengan tujuan pendiriannya, tempat pelelangan ikan mempunyai fungsi untuk (Anonimous 2007) 1) Melaksanakan aktivitas lelang yang dapat melindungi nelayan agar diperoleh harga penjualan yang wajar. 2) Sumber informasi pasar yaitu untuk mengetahui perkembangan harga ikan harian maupun jenisnya. 3) Fungsi statistik dan produksi yaitu untuk mengetahui ketersediaan produksi ikan dalam rangka keamanan pangan.
Pelelangan Ikan
Aktivitas pelelangan ikan di TPI merupakan salah satu aktivitas di suatu pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peranan yang cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna
6 mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang disepakati bersama (Mahyuddin 2001). Berdasarkan peraturan beberapa daerah, penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin dari gubernur. Pemberi izin dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan pelelangan ikan. Izin diberikan kepada KUD mina yang memenuhi syarat, yaitu yang memenuhi kriteria sehat pengurus, sehat organisasi, dan sehat manajemen. Jika di lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat, penyelenggaraan pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas yang menangani perikanan pada Kabupaten/Kota setempat dan hanya bersifat sementara (Marwan 2010). Pemerintah daerah berdasarkan kewenangan yang ada, mengatur, mengurus, dan mengawasi pelelangan ikan dengan tujuan meningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan nelayan; mendapatkan kepastian pasar dan harga ikan yang layak bagi nelayan maupun konsumen; memberdayakan koprasi nelayan; meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan nelayan (Yustiarani 2008). Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pelelangan ikan diantaranya : 1) Manager, yang bertugas mengatur dan mengontrol kegiatan pelelangan. 2) Juru karcis, yang bertugas memberi karcis bagi yang ingin ikut kegiatan pelelangan. 3) Juru lelang, yang bertugas melelang ikan hasil tangkapan. 4) Juru catat, yang bertugas mendampingi juru lelang dan mencatat setiap transaksi yang dihasilkan. 5) Juru timbang, yang bertugas menimbang ikan yang akan dilelang. 6) Nelayan, selaku penjual ikan. 7) Bakul/pedagang/pembeli ikan. Beberapa daerah belum menjalankan kegiatan pelelangan ikan salah satu kendalanya adalah karena belum adanya aturan pelelangan ikan secara khusus dan rinci dan karena ketidaktahuan masyarakat tentang pelelangan ikan (Marwan 2010). Sistem lelang dalam pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan suatu harga yang wajar sehingga dapat menguntungkan baik bagi penjual maupun pembeli. Dalam sistem lelang, peserta lelang sangat beragam, baik yang membeli ikan untuk dijual kembali ke pasar-pasar, para pengumpul ikan untuk disetorkan ke restoran, para supplier ikan untuk hotelhotel, juga untuk para exportir hasil perikanan. Beragamnya peserta lelang tersebut memberikan kemungkinan terjadinya persaingan penawaran secara ketat sehingga pada akhirnya akan diperoleh harga penawaran yang cukup optimal. Dalam mekanisme lelang, dilakukan penawaran harga ikan secara terbuka kepada para pembeli mulai dari harga standar pasar pada hari itu. Pada saat penawar masih lebih dari satu orang, akan terus dilakukan peningkatan harga sehingga penawar tinggal satu orang, dan penawar tertinggi itulah yang keluar sebagai pemenang lelang atau pembeli ikan. Setelah memenangkan lelang, pembeli tersebut harus segera menyetorkan uang pembelian ikan kepada penyelanggara pelelangan ikan. Melalui mekanisme tersebut harga penjualan ikan relatif cukup tinggi dan keamanan uang hasil penjualan ikannya terjamin.
7 Retribusi
Dasar hukum retribusi daerah
Mekanisme pemasaran melalui pelelangan ikan memiliki beberapa prosedur yang harus dipatuhi oleh nelayan dan pembeli yang ikut serta dalam lelang ikan tersebut, salah satunya adalah pembayaran retribusi pelelangan ikan. Retribusi diperlukan agar dapat menjamin keberlangsungan aktivitas lelang ikan. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ada beberapa jenis retribusi, diantaranya: retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Undang-Undang No. 34/2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah, maka retribusi TPI merupakan jenis dari retribusi jasa usaha. Menurut cara pengenaan atau pemungutan, retribusi dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu : 1) Retribusi daerah langsung Retribusi daerah langsung yaitu jenis retribusi yang kewajibannya tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Secara administrasi yang tergolong ke dalam retribusi yang secara pemungutannya secara berkala atau periodik, contohnya adalah retribusi parkir. 2) Retribusi daerah tidak langsung Retribusi daerah tidak langsung adalah yang dipungut jika peristiwa seperti penyerahan barang bergerak atau barang tidak bergerak, sebagai contoh dalam pembuatan akte tanah atau akte kelahiran. Pungutan retribusi daerah merupakan pengahasilan sumber-sumber keuangan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat yang digunakan untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan untuk membiayai pembangunan daerah. Dalam pungutan retribusi daerah yang dilakukan pemerintah daerah terdapat beberapa ketentuan yang harus mendapat suatu perhatian. Pungutan tersebut bagi pemerintah paling sedikit harus ditetapkan undang-undang, maka dalam hal ini pungutan daerah didasarkan pada : 1) Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 pasal 82, tentang pemerintah daerah disebut bahwa pajak dan retribusi ditetapkan dengan undang-undang. 2) Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. 3) Pasal 5 ayat (2) UUD 1945. 4) Undang-Undang nomor 18 tahun 1987 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2000. 5) Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah.
8 6) Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang berisi tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7) Peraturan Daerah. Menurut Undang-Undang nomor 34 tahun 2000, pungutan daerah merupakan pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Manfaat retribusi daerah
Retribusi memberikan manfaat yang sangat berarti bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dana retribusi digunakan untuk perbaikan fasilitas dan memenuhi kebutuhan lain yang dianggap perlu. Selain itu, dana retribusi juga dapat dipakai sebagai dana awalan (investasi) suatu sistem baru. Retribusi dari kegiatan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) akan sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan pelabuhan khususnya dan pemerintah pada umumya (Marwan 2010). (Yustiarani 2008) menyatakan bahwa hak-hak yang diterima nelayan dari retribusi pelelangan ikan diantaranya adalah tabungan nelayan dan tabungan bakul berlaku untuk nelayan dan bakul penetap; asuransi jiwa; mendapat dana paceklik; dapat menjadi anggota HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia); dapat meminjam modal usaha kepada koprasi; dapat menghindari RAT (Rapat Anggota Tahunan) dan mendapatkan SHU (Sisa hasil usaha) pada akhir tahunnya. Dalam upaya peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan nelayan, serta untuk menciptakan harga yang layak bagi konsumen sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), maka semua hasil penangkapan ikan di laut perlu dijual secara lelang di tempat pelelangan ikan (TPI). Dengan kata lain, pelaksanaan pelelangan ikan, selain dapat menciptakan kepastian pasar dan harga ikan yang layak bagi nelayan maupun konsumen, pasar akhirnya akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan. Fungsi retribusi pelelangan ikan secara langsung adalah sebagai pemasukan pendapatan bagi kas daerah dan pendapatan bagi koperasi perikanan Mina Jaya yang berperan sebagai penyelenggara pelelangan ikan dan secara tidak langsung adalah untuk mensejahterakan para nelayan, karena pada saat nelayan melaksanakan pelelangan ikan, mereka membayar retribusi, dan retribusi itulah yang nantinya akan kembali lagi ke nelayan dalam bentuk bantuan dana sosial.
9 Sifat-sifat retribusi daerah
Menurut Kaho (1985) diacu dalam Dewi (2002), ada beberapa ciri retribusi yaitu : 1) Retribusi dipungut oleh Negara. 2) Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis. 3) Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk. 4) Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh Negara. Menurut Setyaningsih (2009) bahwa berdasarkan sifatnya, retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1) Sifat pemungutan Dilihat dari sifat pemungutannya hanya berlaku untuk orang tertentu yaitu bagi yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk, yang merupakan timbal balik atas jasa atau barang yang telah disediakan oleh pemerintah setempat. 2) Sifat paksaannya Pemungutan retribusi yang berdasarkan atas peraturan-peraturan yang berlaku umum, dan dalam pelaksanaan, yaitu barangsiapa yang ingin mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah, maka mambayar retribusi. Jadi sifat paksaan pada retribusi daerah bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya diserahkan pihak yang bersangkutan untuk membayar/tidak.
Retribusi Pelelangan Ikan
Berdasarkan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, tempat pelelangan ikan adalah termasuk ke dalam retribusi jasa usaha. Di dalam penjelasannya disebutkan bahwa tempat pelelangan ikan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan dan hasil hutan, termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Berdasarkan pasal 9, disebutkan bahwa prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroprasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
10 Sistem Pemungutan Retribusi Pelelangan Ikan dan Besarnya Retribusi
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang disamakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antaralain berupa karcis masuk, kupon, dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 21 point b dan Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 pasal 9, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah terkhusus untuk retribusi jasa usaha yaitu didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroprasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
Retribusi Daerah Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2007 pasal 18 bahwa penerimaan retribusi dibagi dan diberikan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta untuk biaya penyelenggaraan lelang dan dana kesejahteraan sosial nelayan. Pasal ini juga menyebutkan pembagian dan penggunaan hasil penerimaan retribusi yang diterima oleh Pemerintah Provinsi Lampung adalah sebesar 2,6 % (dua koma enam persen), yang pembagian dan penggunaannya diatur sebagai berikut : 1) 0,80% (nol koma delapan puluh persen) sebagai penerimaan Pemerintah Provinsi 2) 1,80%) (satu koma delapan puluh persen) untuk dana penyelenggaraan pelelangan ikan dengan perincian sebagai berikut : (a) 0,20% (nol koma dua puluh persen) untuk biaya Perawatan dan Kebersihan Tempat Pelelangan Ikan. (b) 1,10% (satu koma sepuluh persen) untuk biaya Penyelenggara, Petugas Keamanan dan Administrasi Lelang. (c) 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) untuk Dana Peceklik Nelayan. (d) 0,05% (nol koma nol lima persen) untuk Dana Pengembangan Organisasi Nelayan. (e) 0,20% (nol koma dua puluh persen) untuk Dana Pemupukan Modal Badan Penyelenggara Lelang.
11 Penjualan Hasil Tangkapan di Luar TPI
Pelelangan ikan yang di selenggarakan oleh pihak pengelola TPI tentunya memiliki manfaat bagi nelayan dan pihak terkait dalam pelaksanaan pelelangan ikan. Namun dalam pelaksanaanya terdapat nelayan yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI bahkan secara liar menjual hasil tangkapannya sebelum didaratkan. Bahkan, ketika ada kapal masuk ke TPI mereka tidak membongkar hasil tangkapan ke TPI tetapi langsung menjual hasil tangkapan mereka ke bakul-bakul besar yang sudah menanti. Faktor-faktor yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapannya di luar TPI adalah karena sistem pembayaranya cepat, setelah ikan di bongkar langsung di bayar. Bahkan, sebelum ikan di bongkar ikan sudah di bayar terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena adanya tengkulak-tengkulak di TPI yang secara langsung memberikan pinjaman modal untuk membeli kebutuhan melaut. Faktor lain yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah faktor pihak pengelola TPI dari sistem yang di berlakukan, faktor fasilitas yang disediakan pada saat aktivitas pelelangan ikan, dan faktor pendapatan yang diperoleh nelayan, waktu yang dibutuhkan oleh nelayan untuk bongkar hasil tangkapan dari daerah penangkapan ikan menuju tempat pelelangan ikan membutuhkan waktu yang lama sehingga bisa menyebabkan kerusakan pada hasil tangkapan. Penjualan hasil tangkapan di luar TPI berdampak pada tidak adanya pamasukan retribusi ke pemerintah yang kemudian berdampak kepada penurunan PAD suatu daerah dan mematikan aktivitas pelelangan ikan.
Pendapatan Nelayan
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori nelayan (Monintja 1989). Menurut curahan waktu kerja, nelayan di klasifikasikan sebagai berikut (Monintja 1989): 1) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 2) Nelayan Sambilan Utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 3) Nelayan Sambilan Tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Pendapatan nelayan berasal dari dua sumber, yaitu: pendapatan dari usaha penangkapan ikan dan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan. Sumber
12 pendapatan utama bagi nelayan yaitu berasal dari usaha penangkapan ikan sedangkan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan, biasanya lebih rendah (Sayogyo 1996). Peningkatan pendapatan nelayan sangat terkait dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan ikan tergantung pada potensi sumberdaya perikanan juga tergantung pada faktor-faktor berikut : 1) Biaya tetap sebagai modal investasi (pengadaan perahu dan alat tangkap lain). 2) Biaya bahan dan lain-lain (biaya perawatan, bahan bakar, dan lain-lain). 3) Penggunaan tenaga kerja. 4) Jenis alat tangkap yang digunakan. 5) Angin. 6) Musim. 7) Perilaku dari masing-masing nelayan. 8) Pengalaman nelayan. 9) Inisiatif dalam menangkap ikan oleh nelayan. Tingkat pendapatan juga dipengaruhi oleh sosial budaya nelayan. Sosial budaya khususnya kelembagaan adalah dalam bentuk sistem hubungan kerja, sistem bagi hasil, dan ikatan sosial ekonomi antar nelayan dengan lembaga tataniaga pemberi modal. Kelembagaan yang berlaku akan berbeda antara nelayan tradisional dengan nelayan modern, begitu pula keterikatan nelayan dengan lembaga pemberi kredit akan berbeda antara nelayan tradisional dengan nelayan modern (pengemanan 1994). Pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi. Pendapatan itu sendiri terdiri atas (BPS, 1998): 1) Pendapatan dari upah atau gaji, yang mencakup upah atau gaji yang diterima seluruh rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut, baik uang maupun barang atau jasa. 2) Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3) Pendapatan lainnya, yaitu pendapatan diluar upah atau gaji yang menyangkut usaha dari: (1) perkiraan sewa rumah milik sendiri; (2) bunga, deviden atau royalti, sewa atau kontrak, gedung, bangunan, peralatan dan sebagainya; (3) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan yang dijual); (4) pensiunan dan klim asuransi jiwa; (5) kiriman family atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa, dan sebagainya. Pendapatan yang diterima oleh nelayan tergantung pada hasil tangkapan atau produksi dan harga yang berlaku, dimana teknologi akan sangat menentukan terhadap hasil usaha penangkapan diantaranya perlengkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan seperti motor. Selain itu dipengaruhi oleh daerah penangkapan ikan (fishing ground), cuaca saat itu dan efektivitas alat tangkap yang digunakan (Hermanto 1986).
13 Metode Multi Criteria Analysis (MCA) Multi Criteria Analysis (MCA) adalah salah satu dari beberapa alat pengambilan keputusan yang dibuat untuk menganalisa persoalan yang bersifat multi kriteria dan komplek dengan memasukkan aspek kualitatif dan atau kuantitatif. Dalam kondisi dimana terdapat banyak kriteria, maka harus dilakukan suatu proses penilaian logis yang terstruktur. MCA menyediakan suatu ruang untuk mencapai kesepakatan multi sektoral dalam menentukan nilai kepentingan relatif dari masingmasing kriteria ini (Irnayasari 2009). MCA dapat diterapkan pada sistem yang kompleks, seperti sistem perikanan. Pendekatan MCA memiliki kemungkinan manfaat sebagai berikut : 1) Dapat diterapkan pada kumpulan bermacam-macam data (kuantitatif dan kualitatif) termasuk opini-opini pelaku kegiatan. 2) Pendekatan MCA merupakan suatu struktur yang baik sehingga mendukung rencana kerja sama dan mendukung pengambilan keputusan. 3) Metode MCA sangatlah sederhana, intuitif dan terbuka bila didukung teknik dan teori pada prosesnya.
14
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Lampasing, Lampung.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Bahan dan Alat Bahan Alat
: Kuesioner : Komputer/laptop serta peralatan lainnya yang digunakan dalam membantu pengumpulan data dan pengolahan data.
15 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Studi Kasus tentang Analisis pendapatan nelayan PPP Lampasing (studi kasus nelayan purse seine dan payang).
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dan data sekunder yang bersifat kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak bernilai numerik atau nilai bukan angka, sedangkan data kuantitatif adalah data yang nilainya berbentuk numerik atau angka. Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah. 1) Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari objeknya, sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung dari objeknya. 2) Sumber data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari para informan yang telah ditentukan oleh peneliti. Sumber data ini berupa hasil wawancara dengan pihak pengelola pelabuhan, nelayan, pengelola TPI dan koperasi nelayan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung yang terkait dengan pengadaan pelelangan. (2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh selain dari data primer yang berupa arsip, buku, peraturan perundang-undangan, serta dokumendokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini yang berasal dari beberapa instansi yang terkait yaitu : 1) Tempat pelelangan ikan (1) Sarana dan prasarana yang ada. (2) Data tingkat pendidikan nelayan di TPI PPP Lampasing Lampung. (3) Data pendapatan rata-rata nelayan di TPI PPP Lampasing Lampung dalam kurun waktu 5 tahun. (4) Jenis alat tangkap yang digunakan oleh kapal perikanan yang berbasis di TPI PPP Lampasing Lampung. (5) Struktur alokasi dana retribusi pelelangan ikan di TPI PPP Lampasing Lampung. 2) PPP Lampasing
16 (1) Data produksi dan nilai produksi selama 5 tahun terakhir 20082012). (2) Keadaan umum daerah perikanan Kota Bandar Lampung. (3) Jumlah TPI di Kota Bandar Lampung. (4) Jumlah nelayan, jenis perahu dan alat tangkap yang digunakan di TPI PPP Lampasing Lampung. (5) Tata letak TPI PPP Lampasing Lampung. (6) Keadaan umum aktivitas pelelangan di TPI PPP Lampasing Lampung. 3) Badan Pusat statistik (BPS) (1) Data keadaan umum daerah Kota Bandar Lampung selama 5 tahun terakhir. (2) Data demografi dan tingkat pendidikan penduduk Kota Bandar Lampung.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi pustaka dan studi lapang. Studi pustaka untuk menunjang penelitian, data yang dikumpulkan berupa literatur yang berhubungan dengan topik permasalahan penelitian baik dalam bentuk buku, artikel, ensiklopedi, kamus, dokumen-dokumen atau arsip-arsip dan sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian. Pengumpulan data melalui studi lapang dilakukan dengan cara : 1) Observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung objek yang diteliti, dalam hal ini adalah tempat pelelangan ikan di TPI PPP Lampasing Lampung. Hal yang akan diamati antara lain adalah kondisi tempat pelelangan ikan, aktivitas pelelangan, fasilitas yang tersedia di tempat pelelangan ikan, proses penanganan dan pelelangan ikan yang meliputi kebersihan peralatan yang digunakan, dan lantai TPI serta frekuensi dan waktu pelelangan ikan. 2) Wawancara, wawancara dilakukan dengan berdialog langsung dengan pihak yang terkait baik tulis maupun lisan kepada pihak pengelola pelabuhan, nelayan, pengelola TPI dan koperasi nelayan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung yang terkait dengan pengadaan pelelangan maupun pihak terkait lainnya. Wawancara dilakukan dengan disertai pengisian daftar pertanyaan (quesioner) terhadap responden. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling yang dapat mewakili tujuan penelitian. Wawancara yang dilakukan antara lain : 1) Nelayan Untuk melihat dampak pelelangan terhadap pendapatan nelayan, nelayan yang diambil sebagai sampel adalah nelayan yang menjual hasil tangkapan di TPI dan nelayan yang menjual hasil tangkapan diluar TPI. Nelayan yang dijadikan sampel adalah nelayan yang dominan di PPP
17 Lampasing yaitu nelayan Payang dan purse seine. Jenis nelayan yang diambil sebagai sampel adalah nelayan pemilik, nahkoda dan ABK. Informasi yang diperoleh berupa biaya operasional, volume, jenis dan hasil tangkapan yang diperoleh per trip, harga ikan per kilogram, biaya retribusi yang dikeluarkan setiap melelang hasil tangkapan, jenis hasil tangkapan yang didaratkan, bagian retribusi yang kembali pada nelayan pada saat nelayan membutuhkannya, lama trip, pendapatan bersih dan kotor yang diterima, faktor penyebab yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di dalam TPI dan diluar TPI. 2) Pihak Pengelola TPI Informasi yang diperoleh berupa sistem penjualan ikan, sistem administrasi lelang ikan, proses pelelangan, lamanya pelelangan, jumlah keranjang dan retribusi pelelangan, besarnya retribusi yang didapat pihak pengelola TPI dari proses pelelangan ikan, besarnya retribusi yang kembali ke nelayan, besarnya retribusi yang masuk ke KUD dan alokasi penggunaan retribusi, faktor penyebab yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di dalam dan diluar TPI. 3) Pihak Koperasi Nelayan Informasi yang diperoleh pada saat wawancara antara lain persen retribusi yang dikenakan oleh nelayan dan penjual pada saat melakukan pelelangan ikan, persen retribusi yang diterima oleh pihak KUD, persen retribusi yang dikembalikan ke nelayan, biaya operasional dalam penyelenggaraan pelelangan ikan dan kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan untuk pelelangan ikan. 4) Pemerintah Kota Bandar Lampung Informasi yang diperoleh adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari biaya retribusi pelelangan, besarnya retribusi dari pelelangan ikan yang diterima pihak Pemerintah Kota Bandar Lampung, alokasi penggunaan retribusi.
Analisis Data
Analisis pendapatan nelayan Untuk mengkaji pendapatan nelayan di PPP Lampasing dapat dilakukan dengan menganalisis pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapan di TPI dan diluar TPI. Komponen untuk menghitung pendapatan nelayan ada pada Tabel 1.
18 Tabel 1 Perhitungan pendapatan nelayan Pendapatan nelayan di TPI 1) Total penerimaan per trip dihitung dengan mengalikan antara jumlah hasil tangkapan dengan harga ikan per kilogram. 2) Total penerimaan yang didapat tersebut, dikurangi biaya retribusi pelelangan ikan sebesar 2,5%. 3) Setelah penerimaan tersebut dipotong biaya retribusi, kemudian menghitung biaya operasional atau biaya operasional yang dikeluarkan nelayan pada saat trip dilakukan. 4) Untuk menghitung pendapatan bersih yang akan diterima nelayan, maka perlu dihitung selisih antara total penerimaan setelah dipotong biaya retribusi lelang dengan biaya-biaya operasional yang telah dihitung sebelumnya. 5) Pendapatan tersebut dibagikan kepada pemilik kapal, nahkoda dan para ABK yang ikut melaut dengan persentase yang telah ditentukan sebelumnya.
1)
2)
3)
4)
Pendapatan nelayan diluar TPI Total penerimaan per trip dihitung dengan mengalikan antara jumlah hasil tangkapan dengan harga ikan per kilogram. Setelah penerimaan didapat kemudian menghitung biaya operasional biaya operasional yang dikeluarkan nelayan pada saat trip dilakukan. Untuk menghitung pendapatan bersih yang akan diterima nelayan, maka perlu dihitung selisih antara total penerimaan dengan biaya-biaya operasional yang telah dihitung sebelumnya. Pendapatan tersebut dibagikan kepada pemilik kapal, nahkoda dan para ABK yang ikut melaut dengan persentase yang telah ditentukan sebelumnya.
(Yustiarani 2008) menyatakan bahwa Pendapatan bersih (π) nelayan dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan total (total revenue/TR) dengan biaya total (total cost/TC) dengan rumus: π = TR-TC kriteria yang digunakan : π > 0 = untung, π < 0 = rugi π = pendapatan bersih TR = Total Revenue atau total penerimaan TC = Total Cost atau total biaya Contoh perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalamnya dan besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan.
19 Analisis hak nelayan dari retribusi lelang yang di bayarkan di TPI Prosentase retribusi pelelangan ikan di PPP Lampasing dianalisis melalui metode deskriptif dengan cara mentabulasi perbandingan jenis atau bagian retribusi yang diterima nelayan dengan kenyataan di lapangan yang diterima oleh nelayan. Dari pendapatan nelayan akan dipotong untuk membayar biaya retribusi berdasarkan jenis retribusi yang telah ditentukan. Setelah mengetahui berapa biaya retribusi yang akan diterima kembali nelayan, maka akan dilakukan perbandingan dengan biaya retribusi yang benar-benar diterima atau dirasakan oleh nelayan. Setelah itu, mencocokkan antara jawaban yang diberikan oleh nelayan dan jawaban yang diberikan oleh pihak Koperasi Nelayan.
Multi Criteria Analysis (MCA) Secara teoritis karakteristik responden yang di jadikan objek penelitian mencakup : pihak pengelola TPI, fasilitas pelelangan ikan, pendapatan nelayan, dan kebijakan daerah. Pengamatan langsung di lapangan dan wawancara terstruktur dengan responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun yang ditujukan kepada nelayan, pihak pengelola TPI, pihak koperasi nelayan, pemerintah daerah kota Bandar lampung. Langkah-langkah Analisis MCA adalah sebagai berikut : 1) Membuat daftar indikator yang memungkinkan. Berdasarkan hasil kajian literatur yang telah dilakukan didapatkan beberapa indikator/alternatif. Indikator atau alternatif dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Pihak Pengelola TPI Menunjukkan faktor yang dilihat dari pihak pengelola TPI yang terdiri dari 1) Sistem pelelangan ikan, yaitu apakah sistem pelelangan ikan yang ada di PPP Lampasing Lampung memudahkan birokrasi nelayan dalam menjual hasil tangkapan atau sistem yang ada menyulitkan dan membuat nelayan tidak efisien dalam waktu (Lubis 2008). 2) Proses pelelangan ikan, yaitu apakah proses pelelangan yang di jalankan oleh pihak pengelola TPI sudah sesuai dengan tujuan yang tepat atau tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi lampung No 2 Tahun 2007 Bab II yang menyatakan bahwa proses pelelangan ikan memperlancar pelaksanaan pemasaran ikan dari proses pelelangan dan menjamin keamanan dan kenyamanan dalam proses pelelangan (Lubis 2008). 3) Waktu pelelangan, yaitu indikator yang dilihat dari aspek efisiensi waktu, Ketika dalam proses pelelangan ikan tidak memberikan keefektifan waktu maka nelayan akan beralih menjual hasil tangkapan diluar TPI bahkan
20 menjual hasil tangkapan sebelum didaratkan di TPI dengan alasan mengejar target penangkapan. 4) Retribusi pelelangan, yaitu apakah sistem retribusi yang ada dirasa meningkatkan kesejahteraan nelayan atau tidak. Dalam hal pembagian retribusi apakah sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi lampung No 2 Tahun 2007. (2) Fasilitas Pelelangan Ikan Merujuk pada fasilitas yang tersedia dalam aktivitas pelelangan ikan. 1) Kelengkapan Fasilitas yang ada, yaitu berdasarkan studi literatur yang ada bahwa suatu pelabuhan setidaknya ada 3 fasilitas yang terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Indikator yang dilihat adalah apakah di PPP Lampasing sudah memenuhi kelengkapan fasilitas atau tidak yang kemudian mempengaruhi nelayan dalam menjual hasil tangkapan (Lubis 2008). 2) Kelayakan fasilitas, yaitu apakah fasilitas yang ada memenuhi standar layak pakai atau tidak dan apakah fasilitas yang ada bisa terpakai atau tidak (Lubis 2008). 3) Sanitasi lingkungan, yaitu apakah pihak pengelola TPI sudah menjaga kebersihan fasilitas yang ada atau tidak misal membersihkan Tempat Pelelangan Ikan setelah terjadinya proses pelelangan ikan (Lubis 2008). (3) Kesejahteraan nelayan/pendapatan Menunjukkan faktor yang dilihat dari : 1) Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, yaitu indikator ini dilihat dari ketika nelayan menjual hasil tangkapan diluar TPI apakah lebih meningkatkan pendapatan nelayan atau tidak di bandingkan menjual hasil tangkapan di dalam TPI (beritajatim.com). 2) Keterikatan nelayan terhadap tengkulak, yaitu indikator yang dilihat dari motivasi nelayan dalam menjual hasil tangkapan apakah terikat kepada pemilik modal atau tidak baik modal untuk kebutuhan melaut atau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (beritajatim.com). (4) Kebijakan Daerah Terkait Pelaksanaan Pelelangan Ikan Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung No 3 Tahun 2011 Menunjukkan faktor yang dilihat dari : 1) Penegakan kebijakan pemerintah daerah, yaitu apakah kebijakan yang ada dalam proses pelelangan sudah diterapkan atau belum. 2) Peningkatan Pendapatan Asli daerah, yaitu indikator yang dilihat apakah kegiatan menjual hasil tangkapan diluar TPI akan meningkatkan PAD atau tidak. 2) Jajaki indikator yang layak dan pilih indikator kinerja terbaik Setelah diperoleh indikator yang layak maka akan dipilih indikator kinerja yang terbaik dengan kriteria pemilihan. Responden diminta untuk melakukan penilaian apakah indikator tersebut relevan untuk menjadi indikator suatu pengukuran dengan skala nilai(skala likert) antara 1-5 yaitu:
21 Tabel 2 Skala nilai (skala likert) MCA Skala numerik (skala likert) 1 2 3 4 5
Skala penilaian verbal Kecil pengaruhnya Cukup pengaruhnya Sedang pengaruhnya Besar pengaruhnya Sangat besar pengaruhnya
3) Setelah diketahui nilai rata-rata tiap kriteria, maka untuk menentukan tingkat ketergantungan data tersebut diolah dengan menggunakan model Multi Criteria Analysis (MCA) yang distandarisasi dengan fungsi nilai. Model ini menggunakan persamaan (Mangkusubroto dan Trisnadi 1955 Vide Isvae, 2007)
Keterangan : = Fungsi nilai dan kriteria X = Fungsi nilai dan alternatif A = Nilai terendah kriteria X = Nilai tertinggi kriteria X = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria i = Variabel x = Kriteria ke-i = 1, 2, 3 dan 4 Penentuan urutan prioritas faktor yang paling berpengaruh terhadap nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI berdasarkan kritreria yang telah ditentukan, ditetapkan secara urut dari kriteria yang mempunyai fungsi nilai tertinggi sampai kriteria yang mempunyai fungsi nilai rendah. Diagram alir penelitian terlampir (Lampiran 3)
22
KEADAAN UMUM PPP LAMPASING
Letak Geografis
Lokasi PPP Lampasing tepat berada pada wilayah kelurahan suka maju, kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung dengan luas wilayah 749 hektar yang berada pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut. Curah hujannya antara 2500-3000 milimeter/tahun dan suhu udara rata-ratanya yaitu 180 sampai 300 C (kelurahan Suka Maju Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, 2010). Penduduk kelurahan sukamaju berjumlah 4.249 orang yang terdiri dari 1170 KK. PendudukKelurahan Suka maju pada umunya berprofesi sebagi petani dan nelayan. Secara administratif Kelurahan Suka Maju memiliki batas-batas wilayah, yaitu (kelurahan Suka Maju Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, 2010). 1. Sebelah Utara : Kelurahan Keteguhan 2. Sebelah Selatan : Desa Suka jaya, Kabupaten Lampung Selatan 3. Sebelah Barat : Desa Suka Jaya, Kabupaten Lampung Selatan 4. Sebelah Timur : Laut Pelabuhan Perikanan Pantai Lampasing secara geografis terletak pada 05029’ sampai 15,0” Lintang Selatan dan 105015’ sampai 12,5” Bujur Timur. Luas kawasan PPP Lampasing secara keseluruhan adalah 42.500 m2 yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut (UPTD Pelabuhan Perikanan Provinsi Lampung, 2010) 1. Sebelah Utara : Desa Hanura, Kabupaten Lampung Selatan 2. Sebelah Selatan : Kelurahan Suka Maju 3. Sebelah Barat : Lampung Selatan 4. Sebelah Timur : Laut Ditinjau dari letaknya, lokasi PPP Lampasing sangat strategis karena jaraknya kurang lebih 5 km dari Kota Bandar Lampung.
Sejarah dan Perkembangan PPP Lampasing
Tujuan pembangunan pelabuahn perikanan ini adalah berawal dari semakin berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kota Bandar Lampung. Selain itu, semakin meningkatnya permintaan, masyarakat Kota Bandar Lampung khusunya dan masyarakat Provinsi Lampung pada umumnya terhadap kebutuhan ikan segar dari tahun ke tahun. Perencanaan pembangunan PPP Lampasing sudah mulai dilakukan pada tahun 1982 berikut studi kelayakannya dan sampai tahun 2003 sudah mengalami 10 tahap pembangunan. Tahapan-tahapan pembangunan tersebut adalah (UPTD Pelabuhan Perikanan Lampasing Provinsi Lampung,2010) :
23 1) Pembangunan tahap I (1982) Pembangunan di tahap ini meliputi perencanaan pembangunan dan analisis studi kelayakan. 2) Pembangunan tahap II (Tahun 1982-1988) Pembangunan di tahap ini meliputi pembebasan dan penyediaan lahan untuk lokasi PPP Lampasing. 3) Pembangunan tahap III (Tahun 1989) Pembangunan di tahap ini meliputi pembangunan dermaga,kolam pelabuhan, kantor administrasi, gedung pelelangan, areal perbaikan jaring, penyediaan sumber air tawar, mesin genset/instalasi, bengkel, drainase, rumah mesin, jalan masuk ke lingkunganPPP Lampasing, pos jaga dan pagar. 4) Pembangunan tahap IV (Tahun 1992) Pembangunan di tahap ini melputi pembangunan gedung pengepakan, slipway, pengerukan kolam pelabuhan, balai pertemuan nelayan, dan tempat ibadah. 5) Pembangunan tahap V (Tahun 1994) Pembangunan di tahap ini hanya melakukan penambahan panjang dermaga. 6) Pembanguna tahap VI (Tahun 1995) Pembangunan di tahap ini meliputi pembangunan turap yang berada di sekitar areal bengkel. 7) Pembanguna tahap VII (Tahun 1997) Pembangunan di tahap ini melakukan penambahan luas areal pada dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pelelangan, gedung pengepakan, areal parkir, drainase, jalan menuju lingkungan PPP Lampasing. 8) Pembangunan tahap VIII (Tahun 2000) Pembangunan di tahap ini melakukan penambahan panjang dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar, bengkel, depot es, depot BBM, genset, listrik PLN, gedung WASKI, MCK, drinase, pagar dan pembelian kendaraan pelabuhan perikanan. 9) Pembangunan tahap IX (Tahun 2001) Pembangunan di tahap ini melakukan penambahan panjang dermaga, perluasan tanah, gedung pelelangan, bangsal pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar, bengkel, areal parkir, SPBM, jaringan air bersih, water treatment plant dan drainase 10) Pembangunan tahap X (tahun 2002) Pembangunan di tahap ini meliputi pendirian kantor administrasi, perlengkapan pelelangan, drainase, gapura, bak sampah, gerobak sampah, plang himbauan, dan jalan masuk ke lingkungan PPP Lampasing. Pengelolaan PPP Lampasing mulai dilakukan pada tahun 1989 dan mulai beroperasi secara penuh 1992. Kemudian pada tahun 2001 dibentuklah pengelolaan PPP Lampasing dibawah kelembagaan Unit Pelaksana teknis Daerah (UPTD) pelabuhan perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Pengelolan tersebut sesuai keputusan Gubernur Lampung No. 03 Tahun 2001 tentang pembentukan Organisasi dan Tata kerja UPTD pada dinasdinas Provinsi Lampung dan keputusan kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung Nomor 808/410/III.17-TU/2003 tentang pembentukan organisasi dan Tata kerja Satuan Pelaksanaan UPTD Pelabuhan Perikanan di
24 Provinsi Lampung (UPTD Pelabuhan Perikanan Lampasing Provinsi Lampung, 2010). Pengelolaan pelabuhan perikanan tersebut tidak hanya mencakup PPP Lampasing saja, melainkan seluruh PPP yang ada di Provinsi Lampung. Hal ini searah dengan penerapan otonomi daerah, sehingga dikeluarkan Keputusan Gubernur Lampung Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan klasifikasi dan wawenang Pengelolaan Pelabuhan Perikanan di Provinsi Lampung, yaitu dari 5 (lima) pelabuhan perikanan kelas C yang ditetapkan kemudian ditindak lanjuti dengan evaluasi oleh Tim Teknis dan Direktorat Jendral Perikanan Tangkap diperoleh keputusan bahwa dari 5 (lima) PelabuhanPerikananPantai (PPP) yang kewenangannya dan tanggung jawabnya berada di bawah pemerintahan Provinsi Lampung, kemudian diperkuat dengan surat menteri kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 340/MEN-KPVII/2003 perihal penetapan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai yang dimaksud adalah : 1) PPP Lampasing Kota Bandar Lampung 2) PPP Labuhan Maringgai di Kabupaten Lampung Timur 3) PPP Kotaagung di Kabupaten Tanggamus 4) PPP Teladas di Kabupaten Tulang Bawang Sebagai dasar dari Pelaksanaan Pelayan jasa di PPP, digunakan peraturan daerah Provinsi Lampung, yaitu (UPTD Pelabuhan Perikanan Lampasing Provinsi lampung, 2010) : 1) Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2000 tentang Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2) Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pendaratan Kapal Perikanan. 3) Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Pemakaian Kelayakan Daerah.
Struktur Organisasi
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya kepala PPPLampasing bertanggung jawab kepada Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Provinsi Lampung dimana Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Provinsi Lampung bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. UPTD Pelabuhan Perikanan dalam penyelenggaraannya memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Kelautan dan Perikanandi bidang pengembangan, pembangunan, pengelolaan pelabuhan perikanan, pengawasan penangkapan ikan dan pelayanan teknis kapal perikanan. Selain itu, UPTD Pelabuhan Perikanan juga mempunyai fungsi (UPTD Pelabuhan Perikanan Lampasing Provinsi Lampung, 2010) : 1) Perencanaan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan serta koordinasi pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan. 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran pelabuhan. 3) Pengawasan penangkapan.
25 4) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, kebersihan serta pengawasan mutu hasil perikanan. 5) Pelaksanaan urusan ketatausahaan. KEPALA UPTD PROVINSI LAMPUNG
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUB BAG TATA USAHA
SEKSI TATA PENGUSAHAAN
SEKSI KESYAHBANDARAN
Ka. PPP Lampasing
Ka. PPP Kotaagung
Ka. PPP LabuhanMaringgai
Ka. PPP Teladas
Gambar 2 StrukturPelabuhanPerikananProvinsi Lampung
Sarana PPP Lampasing
Sarana yang ada di PPP Lampasing terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang (Laporan Tahunan UPTD Pelabuhan Perikanan Provinsi Lampung, 2010).
Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok adalah fasilitas pokok/utama yang diperlukan oleh PPP Lampasing guna memperlancar aktivitas yang ada di PPP Lampasing. 1) Dermaga Dermaga di PPP Lampasing merupakan dermaga tipe wharf atau quay dimana letak kontruksi bangunannya sejajar dengan garis pantai. Pantai dermaga di PPP Lampasingyaitu 275 m . 2) Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan yang ada di PPP Lampasing menjadi satu bagian dengan Teluk Lampung karena terletak di perairan Teluk Lampung. 3) Turap/rivetment
26 turap yang dibangun di PPP Lampasing memiliki panjang 87 m yang berfungsi sebagai batas kolam pelabuhan. Bahan-bahan penyusun turap yaitu berupa lapisan batu pecah yang ditempatkan secara tidak beraturan. 4) Menara pengawas Pihak PPP Lampasing sampai saat ini baru menyediakan 1 unit fasilitas menara pengawas.
Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang memiliki nilai lebih bagi keberadaan fasilitas pokok sesuai kebutuhan PPP Lampasing. 1) Fasilitas untuk penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, antaralain : (1) Gedung pelelangan ikan Tempat pelelangan ikan di PPP Lampasing seluas 570 m2 (panjang 57 m, lebar 10 m) dengan kemiringan lantai sebesar 30 dan dibagian sisi-sisi lantainya terdapat saluran pembuangan. (2) Gedung dan bangsal pengepakan Gedung dan bangsal pengepakan yang dimiliki PPP Lampasing masingmasing seluas 3800 m dan yang digunakan oleh para pedagang dan pengusaha ikan untuk mengepak ikan sebelum diangkut ke atas mobil untuk di distribusikan ke daerah tujuan. (3) Unit pengolahan limbah Unit pengolahan limbah yang dimiliki PPP Lampasing sebanyak 2 unit yang berasal dari BLN pada tahun 2000 dan 2001. (4) Sumber air tawar/air bersih Sumber air tawar/air bersih yang ada di PPP Lampasing disuplai setiap harinya dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berada di Kota Bandar Lampung dengan menggunakan tengki air yang berkapasitas 1.500 liter. 2) Fasilitas untuk pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat tangkap, antaralain : (1) Areal perbaikan jaring Area perbaikan jaring seluas 200 m2 dan areal untuk penjemuran jaring seluas 300 m2 dimana lantai untuk memperbaiki dan menjemur jaring terbuat dari bahan batako yang disusun dengan bahan perekat berupa pasir. (2) Slipway dan bengkel Panjang slipway yang dimilki PPP Lampasing adalah 90 m dengan jumlah sebanyak 2 unit. Sedangkanuntuk areal bengkel memiliki luas bangunan sebesar 200 m2. Pengelolaan slipway dan bengkel oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dengan pelaksana teknisnya berasal dari pengelola PPP Lampasing untuk masaalah perbaikan mesin, sedangkan untuk perbaikan lambung dan lunas kapal dikerjakan sepenuhnya oleh pemilik kapal. (3) Genset/instalasi dan listrik PLN
27 Kekuatan genset dengan ukuran 18 m2 dan listrik PLN yang dimiliki PPP Lampasing berkekuatan 13.000 watt. 3) Fasilitas untuk perbekalan, antaralain : (1) Depot es Adanya fasilitas berupa depot es sangat membantu para nelayan di PPP Lampasing dalam menyiapkan perbekalan melaut. Luas bangunan depot es yang dimiliki PPP Lampasing yaitu 42 m2. (2) Depot BBM Depot BBM yang dimiliki PPP Lampasing berupa Stasiun Pengisian Bakar Nelayan (SPBN) yang dikelola oleh Dinas kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung melalui KUD Mina Jaya dan pihak swasta dengan luas bangunan yaitu 42 m2(panjang 7 m, lebar 6 m). SPBN PPP Lampasing mampu menampung kurang lebih 10.000 liter untuk masingmasing bahan bakar solar dan minyak tanah, sedangkan bensin dan oli ditampung pada drum-drum berkapasitas kurang lebih 200 liter. 4) Fasilitas untuk memperlancar komunikasi yang tersedia di PPP Lampasing yaitu SSB (single Side Band).
Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang disediakan pihak pengelolaan PPP Lampasing dalam menciptakan rasa nyaman bagi para pelaku yang melakukan aktivitas di PPP Lampasing. 1) Musholla Musholla yang dimiliki PPP Lampasing memiliki luas bangunan seluas 36 m2 (panjang 6 m, lebar 6 m) 2) Jalan komplek PPP Lampasing Panjang jalan komplek PPP Lampasing yaitu 400 m dengan lebar 4-5 m terhitung mulai dari pintu gerbang masuk ke PPP Lampasing. Tersedianya fasilitas ini sangat membantu aktivitas transfortasi di PPP Lampasing. 3) Areal parkir Areal parkir yang dimiliki PPP Lampasing adalah seluas 4.254 m2. Tempat ini membantu terciptanya kerapihan lingkungan PPP Lampasing 4) MCK Pihak PPP Lampasing sampai saat ini baru menyediakan 1 unit MCK dengan luas bangunan 15 m2 (panjang 3 m, lebar 5 m). 5) Kantor administrasi Kantor administrasi yang berada di PPP Lampasing memiliki luas bangunan sebesar 132 m2. Gedung ini merupakan pusat kegiatan administrasi dua instansi pemerintah yaitu UPTD Pelabuhan Perikanan Provinsi lampung dan PPP Lampasing. 6) Gedung WASDI/WASKI Luas gedung WASDI yang dimiliki PPP Lampasing adalah 120 m2. Terletak berdekatan dermaga dan TPI. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
28 pemantauan aktivitas di PPP Lampasing. Gedung WASDI ditempati oleh beberap instansi pemerintah seperti polisi air, petugas keamanan laut, dan syahbandar PPP Lampasing. 7) Balai pertemuan nelayan Balai pertemuan nelayan yang dimiliki PPP Lampasing memiliki luas banguanan 200 m2 yang mampu menampung sebanyak kurang lebih 200 orang. 8) Pos jaga Pos jaga yang dimiilki PPP Lampasing memiliki luas bagunan seluas 6 m2. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat para petugas kemanan, ketertiban dan kebersihan lingkungan PPP Lampasing.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendapatan Nelayan
Penelitian ini mengkaji pendapatan nelayan alat tangkap purse seine dan payang yang menjual hasil tangkapan di TPI dan di luar TPI.
Alat tangkap Purse Seine
Purse seine tergolong dalam alat tangkap jaring lingkar dengan menggunakan tali kerut (purse line) yang terletak di bagian bawah jaring. Dengan adanya tali kerut memungkinkan jaring ditutup seperti pundi-pundi terbalik dan mengurung ikan yang tertangkap. Pukat cincin dapat berukuran sangat besar dan dioperasikan oleh satu atau dua buah kapal. Biasanya purse seine dioperasikan oleh satu kapal dengan atau tanpa bantuan kapal pembantu (Nedelec 2000). Menurut Subani dan Barus (1989), purse seine biasa disebut juga dengan jaring kantong karena bentuk jaring tersebut waktu dioperasikan menyerupai kantong. Pukat cincin kadang-kadang juga disebut jaring kolor karena pada bagian bawah jaring (tali ris bawah) dilengkapi dengan tali kolor yang gunanya untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kolor tersebut. Pukat cincin digunakan untuk menangkap ikan yang bergerombol (scholling) di permukaan laut. Oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap purse seine adalah jenis-jenis ikan pelagis yang hidupnya bergerombol seperti layang, lemuru, kembung, sardinella, tuna. Ikan-ikan yang tertangkap dengan purse seine dikarenakan gerombolan ikan tersebut dikurung oleh jaring sehingga pergerakannya terhalang oleh jaring dari dua arah, baik pergerakan ke samping maupun ke arah dalam. Alat tangkap purse seine adalah alat tangkap yang dominan beroperasi di PPP Lampasing Lampung. Alat tangkap purse seine yang dioperasikan di PPP Lampasing Lampung berukuran antara 9 GT oleh nelayan dengan jumlah ABK 10 orang, yang sebagian besar nelayannya adalah nelayan pendatang dari luar daerah Lampung. Sebagian besar nelayan yang mengoperasikan purse seine adalah nelayan buruh yang berpendidikan SD yang bekerja kepada pemilik kapal. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung Tahun 2005-2010, hasil tangkapan alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap terbanyak ke-7 dari 27 unit penangkapan yang ada di PPP Lampasing Lampung. Rata-rata hasil tangkapan nelayan purse seine berkisar antara 400-500 kg dalam sekali trip. Hasil tangkapan dari alat tangkap purse seine di PPP Lampasing Lampung adalah ikan kembung, cumi-cumi, ikan tenggiri, ikan gentongan dan ikan
30 tongkol. Hasil tangkapan ini diakumulasikan sebagai hasil tangkapan utama sedangkan hasil tangkapan lain yang tidak bernilai ekonomis penting tidak di hitung sebagai hasil tangkapan karena tidak terdata oleh juru catat lelang yang ada di PPP Lampasing Lampung. Produksi perikanan tangkap unit penangkapan ikan purse seine di PPP Lampasing Lampung berdasarkan statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung dapat di lihat pada Tabel 3 (Lampiran 4).
Gambar 3 Kapal Purse seine yang sedang bersandar di PPP Lampasing Lampung
Tabel 4 Hasil tangkapan nelayan purse seine yag menjual hasil tangkapan di dalam TPI per trip Jenis ikan
Kapal A (Kg)
Kapal B (Kg)
Kapal C (Kg)
Kapal D (Kg)
Kapal E (kg)
Rata-Rata (Kg)
Kembung 100 100 130 90 130 110 Cumi-cumi 25 25 30 27 30 27 Tenggiri 80 80 100 100 85 89 Gentongan 100 100 125 120 125 114 Tongkol 50 50 50 50 60 52 Sumber : Data primer diolah kembali (data per trip penangkapan purse seine di PPP Lampasing).
Hasil tangkapan yang di daratkan oleh nelayan purse seine terjadi pada waktu dini hari sampai pagi hari. Hal ini berseberangan dengan waktu terjadinya aktivitas pelelangan di PPP Lampasing Lampung, sehingga mengakibatkan sebagian nelayan menjual hasil tangkapannya di luar TPI disebabkan lamanya waktu pelelangan. Kondisi ini kemudian menjadikan pendapatan nelayan purse seine yang berbeda antara nelayan yang menjual hasil tangkapan didalam TPI dan di luar TPI. Berdasarkan studi literatur, aktivitas pelelangan diupayakan untuk menciptakan suatu harga yang wajar baik bagi nelayan maupun pembeli. Adanya persaingan harga sehingga bisa menguntungkan bagi nelayan. Harga ikan dari hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di TPI dapat dilihat pada Tabel 5.
31 Tabel 5 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap purse seine yang di jual di TPI Jenis ikan
Kapal A (Rp/Kg)
Kapal B (Rp/Kg)
Kapal C (Rp/Kg)
Kapal D (Rp/Kg)
Kapal E (Rp/Kg)
Rata-rata (Rp/kg)
kembung 20.000,00 14.000,00 20.000,00 16.000,00 20.000,00 18.000,00 Cumi-cumi 31.000,00 31.000,00 30.000,00 32.000,00 32.000,00 31.200,00 Tenggiri 35.000,00 35.000,00 45.000,00 35.000,00 35.000,00 37.000,00 Gentongan 16.000,00 20.000,00 18.000,00 20.000,00 20.000,00 18.800,00 Tongkol 25.000,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00 Sumber : Data primer diolah kembali (data per trip penangkapan purse seine di PPP Lampasing).
Berdasarkan Tabel 4 dan 5 didapatkan total penerimaan kotor per trip alat tangkap purse seine yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI adalah sebesar Rp9.571.080,00 dengan perhitungan seperti yang di jelaskan pada Tabel 6. Tabel 6 Total penerimaan kotor hasil tangkapan purse seine yang menjual di dalam TPI Jenis ikan
Rata-rata hasil tangkapan (Kg)
Rata-rata harga ikan (Rp)
kembung
110
18.000,00
1.980.000,00
Cumi-cumi 27 Tenggiri 89 Gentongan 114 Tongkol 52 Jumlah total penerimaan Sumber : Data primer diolah kembali.
31.200,00 37.000,00 18.800,00 25.000,00
854.880,00 3.293.000,00 2.143.200,00 1.300.000,00 9.571.080,00
Pendapatan kotor (Rp)
Tempat pelelangan ikan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan. Aktivitas pelelangan ikan berdasarkan Paraturan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung No 03 Tahun 2011 menyebutkan bahwa ada biaya retribusi tempat pelelangan ikan yang harus di bayar nelayan kepada pihak pengelola pelelangan ikan sebesar 2,5 %. Nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI wajib membayar retribusi TPI sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang ditetapkan. Jumlah retribusi TPI yang di bayar nelayan adalah sebesar Rp239.277,00 yang di peroleh dari penerimaan kotor nelayan purse seine dikalikan dengan persentase retribusi pelelangan sebesar 2,5 %. Setiap kali melaut para nelayan akan membutuhkan biaya operasional untuk dapat melakukan penangkapan ikan dengan baik. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi jika menginginkan hasil tangkapan yang maksimal. Biaya operasional rata-rata yang dikeluarkan oleh nelayan purse seine per trip adalah sebesar Rp1.100.00,00. Pendapatan bersih nelayan didapat setelah pendapatan kotor dari hasil penjualan ikan pada saat dilelang dikurangi dengan retribusi pelelangan ikan dan
32 total biaya operasional melaut. Pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan didalam TPI adalah sebesar Rp8.231.803,00. Dari pendapatan bersih secara keseluruhan tersebut 40% untuk pemilik kapal, 30% untuk nahkoda dan ABK (15% nahkoda dan 15% ABK) dan sisa 30% dialokasikan untuk perbekalan melaut pada saat nelayan tidak ada modal untuk melakukan penangkapan ikan atau pada saat musim paceklik, perbaikan kapal dan perbaikan alat tangkap. Bagi hasil dari pendapatan bersih nelayan purse seine dapat dilihat pada Tabel 7 berikut Tabel 7
Bagi hasil pendapatan bersih nelayan Purse seine yang menjual hasil tangkapan di TPI
Pemilik kapal Nahkoda
Jumlah (orang)
Persentase
1 1
40% 15%
3.292.721,00 1.234.770,00
15%
123.477,00
ABK 10 Sumber : Data primer diolah kembali
Pendapatan Bersih (Rp)
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa pendapatan yang diterima oleh pemilik kapal adalah sebesar RP3.292.721,00-/trip, pendapatan yang diterima oleh nahkoda sebesar Rp1.234.770,00-/trip dan pendapatan yang diterima oleh ABK adalah sebesar Rp123.477,00-/orang/trip dengan jumlah ABK 10 orang. Aktivitas pelelangan diharapkan dapat memberikan retribusi yang telah ditentukan guna dimanfaatkan kembali oleh nelayan. Selain itu diharapkan akan terbentuk harga yang stabil antara pembeli dan penjual karena adanya kompetisi harga. Pada kenyataannya ada sebagian nelayan di PPP Lampasing Lampung yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI. Tabel 8 Hasil tangkapan nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI per trip Jenis ikan
Kapal A (Kg)
Kapal B (Kg)
Kapal C (Kg)
Kapal D (Kg)
Kapal E (kg)
Rata-rata (kg)
Kembung 100 100 130 90 130 110 Cumi-cumi 25 25 30 27 30 27 Tenggiri 80 80 100 100 85 89 Gentongan 100 100 125 120 125 114 Tongkol 50 50 50 50 60 52 Sumber : Data primer diolah kembali (data per trip penangkapan purse seine di PPP Lampasing).
Dalam waktu yang bersamaan harga yang diberikan tengkulak kepada nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI lebih tinggi. Karena pada saat itu kebutuhan ikan oleh konsumen tinggi sehingga banyak tengkulak yang mencari ikan.
33 Tabel 9 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI Jenis ikan
Kapal A (Rp/Kg)
Kapal B (Rp/Kg)
Kapal C (Rp/Kg)
Kapal D (Rp/Kg)
Kapal E (Rp/Kg)
Rata-rata (Rp/Kg)
kembung 25.000,00 23.000,00 23.000,00 21.000,00 20.000,00 22.400,00 Cumi-cumi 35.000,00 30.000,00 35.000,00 35.000,00 30.000,00 33.000,00 Tenggiri 35.000,00 35.000,00 45.000,00 30.000,00 50.000,00 39.000,00 Gentongan 20.000,00 16.000,00 20.000,00 20.000,00 20.000,00 19.200,00 Tongkol 30.000,00 25.000,00 25.000,00 26.000,00 25.000,00 26.200,00 Sumber : Data primer diolah kembali (data per trip penangkapan purse seine di PPP Lampasing).
Dari Tabel di atas dapat kita ketahui bahwa adanya perbedaan harga ikan yang terbentuk di luar TPI dan di dalam TPI. Nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI disebabkan karena harga ikan yang terbentuk di luar TPI lebih tinggi daripada harga yang terjadi di TPI dan waktu pelelangan yang lama sehigga menyebabkan nelayan harus menjual hasil tangkapan di luar TPI. nelayannelayan yang memilih untuk menjual hasil tangkapan di luar TPI mendapat harga yang lebih tinggi namun tidak mendapat hak dari retribusi pelelangan ikan di TPI. Selisih harga ikan dari masing-masing jenis ikan yang di jual di TPI dan dalam TPI dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Tabel selisih harga dari masing-masing jenis ikan yang di jual di TPI dan di luar TPI Luar TPI (Rp)
Dalam TPI (Rp)
22.400,00 33.000,00 Tenggiri 39.000,00 Gentongan 19.200,00 Tongkol 26.200,00 Sumber : Data primer diolah kembali.
18.000,00 31.200,00 37.000,00 18.800,00 25.000,00
Jenis Ikan Kembung Cumi-cumi
Selisih harga (Rp) 4.400,00 1.800,00 2.000,00 400,00 1.200,00
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa selisih harga jenis ikan kembung adalah Rp4.400,00 jenis ikan cumi-cumi adalah Rp1.800,00 ikan tongkol adalah Rp2.000,00, jenis ikan gentongan adalah Rp400,00, dan jenis ikan tongkol adalah Rp1.200,00. Selisih tersebut lebih mahal di luar TPI dibandingkan di dalam TPI. Berdasarkan Tabel 8 dan 9 di dapatkan total penerimaan kotor per trip alat tangkap purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp10.390.400,00 dengan perhitungan seperti yang di jelaskan pada Tabel 11. Tabel 11 Total penerimaan kotor hasil tangkapan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI Jenis ikan Ikan kembung
Rata-rata hasil tangkapan (Kg) 110
Rata-rata harga ikan (Rp)
Pendapatan kotor (Rp)
22.400,00
2.464.000,00
34 Cumi-cumi Ikan tenggiri Ikan gentongan
27 89 114
33.000,00 39.000,00 19.200,00
904.200,00 3.471.000,00 2.188.800,00
Ikan tongkol 52 jumlah Total penerimaan Sumber : Data primer diolah kembali.
26.200,00
1.362.400,00 10.390.400,00
Nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak dikenakan retribusi TPI seperti yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini menyebabkan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak mendapatkan hak kesejahteraan nelayan dari pemerintah. Biaya operasional yang di keluarkan oleh nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI dalam sekali trip adalah sebesar Rp1.360.000,00. Pendapatan bersih nelayan didapat setelah pendapatan kotor dari hasil penjualan ikan pada saat dilelang dikurangi dengan total biaya operasional melaut. Pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp9.030.400,00. Dari pendapatan bersih secara keseluruhan tersebut 40% untuk pemilik kapal, 30% untuk nahkoda dan ABK (15% nahkoda dan 15% ABK) dan sisa 30% dialokasikan untuk perbekalan melaut pada saat nelayan tidak ada modal untuk melakukan penangkapan ikan atau pada saat musim paceklik, perbaikan kapal dan perbaikan alat tangkap. Tabel 12 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan Purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI Jumlah (orang)
Persentase
Pemilik kapal 1 Nahkoda 1 ABK 10 Sumber : Data primer diolah kembali
40% 15% 15%
Pendapatan Bersih (Rp) 3.612.160,00 1.354.560,00 135.456,00
Pendapatan yang diterima oleh pemilik kapal adalah sebesar Rp3.612.160,00/trip, pendapatan yang diterima oleh nahkoda sebesar Rp1.354.560,00-/trip dan pendapatan yang diterima oleh ABK adalah sebesar Rp135.456,00-/orang/trip dengan jumlah ABK 10 orang. Pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual di dalam TPI adalah sebesar Rp8.231.803,00 sedangkan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp9.030.400,00. Selisih pendapatan antara nelayan yang menjual hasil di dalam TPI dan di luar TPI dari nelayan purse seine adalah sebesar Rp798.597,00 lebih tinggi yang menjual hasil tangkapan di luar TPI di bandingkan di dalam TPI. Jika dilihat dari sisi pendapatan per trip, nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di luar TPI lebih menguntungkan di bandingkan yang menjual di dalam TPI. Faktor yang menyebabkan perbedaan pendapatan bersih yang menjual di
35 TPI dan di luar TPI adalah karena adanya faktor harga ikan yang terbentuk di pasar lebih tinggi di luar TPI di bandingkan di TPI. Akan tetapi jika dilihat dari hak yang di dapatkan nelayan dari pemerintah seperti dana sosisal, tabungan nelayan, dana paceklik, asuransi nelayan dan lain-lain, nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak mendapatkan hak nya. Kondisi ini merupakan fakta berbeda yang terjadi di pelabuhan lain. Misalnya di PPN pelabuhan ratu nelayan merugi antara Rp2000,00 sampai Rp5000,00/kg apabila hasil tangkapannya dijual kepada tengkulak Lubis et all (2012). Kondisi ini juga terjadi pada salah satu Pelabuhan Perikanan di Yogyakarta selisih harga penjualan di TPI dengan penjualan diluar TPI bisa mencapai Rp25.000,00 per kilogram, sesuai jenis dan kualitas ikan misalnya, untuk jenis bawal putih kelas A yang sebelum lelang hanya laku pada kisaran harga Rp95.000,00 per kilogram, kini dibeli seharga Rp110.000,00 per kilogram. Bawal kelas B naik dari Rp53.000,00 menjadi Rp80.000,00 per kilogram, kelas C naik dari Rp26.000,00 menjadi Rp52.000,00 per kilogram (http://krjogja.com/read/104217/). Harga ikan yang terbentuk di TPI PPP Lampasing Lampung lebih rendah dari luar TPI sehingga nelayan dirugikan, TPI seharusnya memberikan harga yang lebih kompetetif agar sistem tengkulak tidak dipilih nelayan dalam pemasaran hasil tangkapannya.
Alat tangkap payang
Alat tangkap payang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 bagian sayap, badan dan kantong jaring. Bagian jaring yang terpanjang dan terletak di ujung depan dari pukat kantong payang. Sayap jaring terdiri dari sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). Kontruksi alat tangkap payang terdiri dari sayap, badan jaring, tali ris atas, dan tali ris bawah. Payang dioperasikan melingkari gerombolan ikan yang berada di permukaan perairan dengan menggunakan tali selambar yang panjang. Penarikan tali selambar dengan tujuan untuk menarik dan mengangkat pukat kantong payang ke atas geladak kapal. Penarikan tali selambar dilakukan dengan atau tanpa menggunakan mesin bantu penangkapan (fishing machinery). Penurunan jaring dilaksanakan dari salah satu sisi lambung bagian buritan kapal, dengan gerakan maju kapal membentuk lingkaran yang bertujuan melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar (50 m – 100 m) dengan kecepatan kapal antara 1 knot – 1,5 knot. Penggunaan sayap jaring dan tali selambar yang panjang dengan tujuan untuk memperoleh lingkaran payang yang besar, dan jarak lipatan / tarikan payang yang panjang. Penarikan dan pengangkatan jaring dilakukan dari sisi lambung kapal atau buritan kapal tanpa atau dengan menggunakan mesin bantu penangkapan (fishing machinery) dan kedudukan kapal berlabuh jangkar atau kedudukan kapal terapung (drifting), agar supaya tidak terjadi gerakan mundur kapal yang berlebihan, diupayakan kapal bergerak maju dengan kecepatan kapal lambat, sesuai beban / kecepatan penarikan payang.
36 Alat tangkap payang adalah alat tangkap yang dominan ke-3 beroperasi di PPP Lampasing Lampung setelah alat tangkap purse seine dan gardan. Alat tangkap payang yang dioperasikan di PPP Lampasing Lampung berukuran 4 GT yang dioperasikan oleh nelayan dengan jumlah ABK 7 orang, yang sebagian besar nelayannya adalah nelayan pendatang dari luar daerah Lampung. Sebagian besar nelayan yang mengoprasikan payang adalah nelayan buruh yang berpendidikan SD yang bekerja kepada pemilik kapal.
Gambar 4 Kapal Purse seine yang sedang bersandar di PPP Lampasing Lampung
Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung tahun 2005-2010, hasil tangkapan alat tangkap payang merupakan alat tangkap terbanyak dari 27 unit penangkapan yang ada di PPP Lampasing Lampung. Rata-rata hasil tangkapan nelayan payang adalah berkisar antara 200-300 kg dalam sekali trip. Hasil tangkapan dari alat tangkap payang adalah ikan simba, ikan teri, ikan waliran, ikan bernong, ikan bernasi, ikan layur, ikan tanjan dan ikan tongkol. Hasil tangkapan ini diakumulasikan sebagai hasil tangkapan utama sedangkan hasil tangkapan lain yang tidak bernilai ekonomis penting tidak di hitung sebagai hasil tangkapan karena tidak terdata oleh juru pencatat lelang yang ada di PPP Lampasing Lampung. Produksi perikanan tangkap unit penangkapan ikan payang di PPP Lampasing Lampung berdasarkan statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung dapat di lihat pada Tabel 13 (Lampiran 5). Sama halnya dengan nelayan purse seine, hasil tangkapan yang di daratkan oleh nelayan payang terjadi pada waktu pagi dan sore hari. Hal ini terkadang tidak bertepatan dengan waktu terjadinya aktivitas pelelangan di PPP Lampasing Lampung, sehingga mengakibatkan sebagian nelayan yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI disebabkan lamanya waktu pelelangan. Kondisi ini kemudian menjadikan pendapatan nelayan payang yang berbeda antara nelayan yang menjual hasil tangkapan didalam TPI dan di luar TPI.
37 Tabel 14 Hasil tangkapan nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI per trip Jenis ikan
Kapal A (Kg)
Kapal B (Kg)
Kapal C (Kg)
Kapal D (Kg)
Kapal E (kg)
Rata-rata (Kg)
50 75 20 15 15 20 40 25
60 75 25 25 18 20 45 25
50 75 25 20 15 20 50 25
52 75 22 18 16 20 43 25
Simba 50 50 Teri 75 75 Waliran 20 20 Bernong 15 15 Bernasi 15 15 Layur 20 20 Tanjan 40 40 Tongkol 25 25 Sumber : Data primer diolah kembali.
harga ikan dari hasil tangkapan payang yang didaratkan di TPI adalah sebagai berikut. Tabel 15 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap payang yang di jual di TPI Kapal A (Rp/Kg)
Kapal B (Rp/Kg)
Kapal C (Rp/Kg)
Kapal D (Rp/Kg)
Kapal E (Rp/Kg)
Rata-rata (Rp/Kg)
25.000,00 10.000,00 10.000,00
25.000,00 10.000,00 12.000,00
25.000,00 10.000,00 10.000,00
25.000,00 10.000,00 12.000,00
25.000,00 10.000,00 12.000,00
25.000,00 10.000,00 11.200,00
Bernong 8.000,00 8.000,00 Bernasi 10.000,00 10.000,00 Layur 7.000,00 7.000,00 Tanjan 30.000,00 30.000,00 Tongkol 20.000,00 20.000,00 Sumber : Data primer diolah kembali.
8.000,00 10.000,00 7.000,00 30.000,00 20.000,00
8.000,00 13.000,00 7.500,00 30.000,00 20.000,00
8.000,00 13.000,00 7.500,00 30.000,00 20.000,00
8.000,00 11.200,00 7.200,00 30.000,00 20.000,00
Jenis ikan Simba Teri Waliran
Berdasarkan Tabel 14 dan 15 di dapatkan total penerimaan kotor per trip alat tangkap payang yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI adalah sebesar Rp4.549.120,00 dengan perhitungan seperti yang di jelaskan pada Tabel berikut Tabel 16 Total penerimaan kotor hasil tangkapan payang yang menjual di dalam TPI Jenis ikan
Rata-rata hasil tangkapan (Kg)
Simba Teri Waliran Bernong Bernasi Layur
52 75 22 18 16 20
Rata-rata harga ikan (Rp) 25.000,00 10.000,00 11.200,00 8.000,00 11.200,00 7.200,00
Pendapatan kotor (Rp) 1.300.000,00 750.000,00 246.400,00 144.000,00 174.720,00 144.000,00
38 Tanjan 43 30.000,00 1.290.000,00 Tongkol 25 20.000,00 500.000,00 jumlah Total penerimaan 4.549.120,00 Sumber : Data primer diolah kembali (data per trip penangkapan payang di PPP Lampasing).
Sama halnya dengan nelayan purse seine, nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI wajib membayar retribusi TPI sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang ditetapkan. Jumlah retribusi TPI yang dibayar nelayan sebesar Rp113.728,00 yang di peroleh dari penerimaan kotor nelayan purseine dikalikan dengan persentase ratribusi pelelangan sebesar 2,5 %. Setiap kali melaut nelayan akan membutuhkan biaya operasional untuk dapat melakukan penangkapan ikan dengan baik. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi jika menginginkan hasil tangkapan yang maksimal. Biaya operasional ratarata yang dikeluarkan oleh nelayan payang per trip adalah sebesar Rp520.000,00. Pendapatan bersih nelayan didapat setelah pendapatan kotor dari hasil penjualan ikan pada saat dilelang dikurangi dengan retribusi pelelangan ikan dan total biaya operasional melaut. Pendapatan nelayan payang yang menjual hasil tangkapan didalam TPI adalah sebesar Rp3.915.392,00. Dari pendapatan bersih secara keseluruhan tersebut 40% untuk pemilik kapal, 30% untuk nahkoda dan ABK (15% nahkoda dan 15% ABK) dan sisa 30% dialokasikan untuk perbekalan melaut pada saat nelayan tidak ada modal untuk melakukan penangkapan ikan atau pada saat musim paceklik, perbaikan kapal dan perbaikan alat tangkap. Tabel 17 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di TPI Jumlah (orang)
Persentase
Pemilik kapal 1 Nahkoda 1 ABK 7 Sumber : Data primer diolah kembali
40% 15% 15%
Pendapatan Bersih (Rp) 1.566.157,00 587.309,00 83.901,00
Pendapatan yang diterima oleh pemilik kapal adalah sebesar Rp1.566.157,00/trip, pendapatan yang diterima oleh nahkoda sebesar Rp587.309,00-/trip dan pendapatan yang diterima oleh ABK adalah sebesar Rp83.901,00-/orang/trip dengan jumlah ABK 7 orang. Kondisi nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI ternyata tidak hanya terjadi pada nelayan purse seine tetapi juga terjadi pada nelayan payang. Faktor yang menyebabkan nelayan payang menjual hasil tangkapan di luar TPI pada dasarnya sama dengan yang terjadi pada nelayan purse seine. Nelayan payang yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI disebabkan karena harga harga ikan yang terbentuk di luar TPI lebih tinggi daripada harga yang terjadi di TPI dan waktu pelelangan yang lama sehigga menyebabkan mereka harus menjual hasil tangkapan di luar TPI.
39 Tabel 18 Hasil tangkapan nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI per trip Jenis ikan Simba Teri
Kapal A (Kg)
Kapal B (Kg)
Kapal C (Kg)
Kapal D (Kg)
Kapal E (kg)
Rata-rata (kg)
50 75
50 75
50 75
60 75
50 75
52 75
20 15 15 20 40 25
25 25 18 20 45 25
25 20 15 20 50 25
22 18 16 20 43 25
Waliran 20 20 Bernong 15 15 Bernasi 15 15 Layur 20 20 Tanjan 40 40 Tongkol 25 25 Sumber : Data primer diolah kembali.
Dalam waktu yang bersamaan harga yang diberikan tengkulak kepada nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI lebih tinggi. Karena pada saat itu kebutuhan ikan oleh konsumen tinggi sehingga banyak tengkulak yang mencari ikan. Tabel 19 Harga dari setiap jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI Jenis ikan
Kapal A (Rp/Kg)
Kapal B (Rp/Kg)
Simba 30.000,00 30.000,00 Teri 10.000,00 10.000,00 Waliran 12.000,00 12.000,00 Bernong 8.000,00 8.000,00 Bernasi 10.000,00 10.000,00 Layur 7.000,00 7.000,00 Tanjan 35.000,00 35.000,00 Tongkol 20.000,00 20.000,00 Sumber : Data primer diolah kembali.
Kapal C (Rp/Kg)
Kapal D (Rp/Kg)
Kapal E (Rp/Kg)
25.000,00 10.000,00 12.000,00 8.000,00 10.000,00 7.000,00 35.000,00 20.000,00
30.000,00 13.000,00 13.000,00 8.000,00 12.000,00 8.000,00 30.000,00 20.000,00
28.000,00 10.000,00 12.000,00 8.000,00 12.000,00 8.000,00 30.000,00 20.000,00
Rata-rata (Rp/kg) 28.600,00 10.600,00 12.200,00 8.000,00 10.800,00 7.400,00 33.000,00 20.000,00
Nelayan payang yang menjual hasil tangkapannya di luar TPI disebabkan karena harga ikan yang terbentuk di luar TPI lebih tinggi daripada harga yang terjadi di TPI dan waktu pelelangan yang lama sehigga menyebabkan nelayan harus menjual hasil tangkapan di luar TPI. nelayan-nelayan yang memilih untuk menjual hasil tangkapan di luar TPI mendapat harga yang lebih tinggi namun tidak mendapat hak dari retribusi pelelangan ikan di TPI. Selisih harga ikan dari masing-masing jenis ikan yang di jual di TPI dan di luar TPI dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Selisih harga dari masing-masing jenis ikan yang di jual di TPI dan di luar TPI Jenis Ikan
Luar TPI (Rp)
Dalam TPI (Rp)
Selisih harga (Rp)
40 Ikan samba Ikan teri Waliran Bernong
28.600,00 10.600,00 12.200,00
25.000,00 10.000,00 11.200,00
3.600,00 600,00 1.000,00
8.000,00 Bernasi 10.800,00 Layur 7.400,00 Tanjan 33.000,00 Tongkol 20.000,00 Sumber : Data primer diolah kembali
8.000,00 11.200,00 7.200,00 30.000,00 20.000,00
0,00 -400,00 200,00 3.000,00 0,00
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa selisih harga jenis ikan simba adalah Rp3.600,00; jenis ikan tongkol adalah Rp600,00;jenis ikan waliran adalah Rp1.000,00;jenis ikan layur adalah Rp200,00;jenis ikan tanjan adalah Rp3.000,00 lebih mahal di luar TPI dibandingkan di dalam TPI. Jenis ikan bernong dan tongkol tidak ada selisih harga sedangkan bernasi adalah Rp400,00 lebih mahal di dalam TPI di bandingkan di luar TPI. Berdasarkan Tabel 18 dan 19 di dapatkan total penerimaan kotor per trip alat tangkap payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp4.930.080,00 dengan perhitungan seperti yang di jelaskan pada Tabel 21. Tabel 21
Total penerimaan kotor tangkapan di luar TPI
Jenis ikan Simba Teri Waliran Bernong Bernasi Layur Tanjan Tongkol
hasil tangkapan payang yang menjual hasil
Rata-rata hasil tangkapan (Kg) 52 75 22 18 16 20 43 25
Rata-rata harga ikan (Rp) 28.600,00 10.600,00 12.200,00 8.000,00 10.800,00 7.400,00 33.000,00 20.000,00
Pendapatan kotor (Rp) 1.487.200,00 795.000,00 268.400,00 144.000,00 168.480,00 148.000,00 1.419.000,00 500.000,00
Jumlah Total Penerimaan 4.930.080,00 Sumber : Data primer diolah kembali (data harian penangkapan payang di PPP Lampasing)
Nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak dikenakan kontribusi retribusi TPI seperti yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini menyebabkan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak mendapatkan hak kesejahteraan nelayan dari pemerintah. Dalam sekali trip rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp500.000,00. Pendapatan bersih nelayan didapat setelah pendapatan kotor dari hasil penjualan ikan pada saat dilelang dikurangi dengan total biaya operasional melaut.
41 Pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp4.430.080,00. Dari pendapatan bersih secara keseluruhan tersebut, 40% untuk pemilik kapal, 30% untuk nahkoda dan ABK (15% nahkoda dan 15% ABK) dan sisa 30% dialokasikan untuk perbekalan melaut pada saat nelayan tidak ada modal untuk melakukan penangkapan ikan atau pada saat musim paceklik, perbaikan kapal dan perbaikan alat tangkap. Tabel 22 Bagi hasil pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI Jumlah (orang)
Persentase
Pemilik kapal 1 Nahkoda 1 ABK 7 Sumber : Data primer diolah kembali
40% 15% 15%
Pendapatan Bersih (Rp) 1.772.032,00 664.512,00 94.930,00
Pendapatan yang diterima oleh pemilik kapal adalah sebesar Rp1.772.032,00/trip, pendapatan yang diterima oleh nahkoda sebesar Rp664.512,00-/trip dan pendapatan yang diterima oleh ABK adalah sebesar Rp94.930,00-/orang/trip dengan jumlah ABK 7 orang. Pendapatan nelayan payang yang menjual di dalam TPI adalah sebesar Rp3.915.392,00 sedangkan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp4.430.080,00. Selisih pendapatan antara nelayan yang menjual hasil di dalam TPI dan di luar TPI dari nelayan payang adalah sebesar Rp514.688,00 lebih besar yang menjual hasil tangkapan di luar TPI di bandingkan di dalam TPI. Jika dilihat dari sisi pendapatan per trip, nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di luar TPI lebih menguntungkan di bandingkan yang menjual di dalam TPI. Faktor yang menyebabkan perbedaan pendapatan bersih yang menjual di TPI dan di luar TPI adalah karena adanya faktor harga ikan yang terbentuk di pasar lebih tinggi di luar TPI di bandingkan di TPI. Akan tetapi jika dilihat dari hak yang di dapatkan nelayan dari pemerintah seperti dana sosisal, tabungan nelayan, dana paceklik, asuransi nelayan dan lain-lain, nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak mendapatkan hak nya. Kondisi ini merupakan fakta berbeda yang terjadi di pelabuhan lain. Misalnya di PPN pelabuhan ratu nelayan merugi antara Rp2000,00 sampai Rp5000,00/kg apabila hasil tangkapannya dijual kepada tengkulak Lubis et all (2012). Kondisi ini juga terjadi pada salah satu Pelabuhan Perikanan di Yogyakarta selisih harga penjualan di TPI dengan penjualan diluar TPI bisa mencapai Rp25.000,00 per kilogram, sesuai jenis dan kualitas ikan misalnya, untuk jenis bawal putih kelas A yang sebelum lelang hanya laku pada kisaran harga Rp95.000,00 per kilogram, kini dibeli seharga Rp110.000,00 per kilogram. Bawal kelas B naik dari Rp53.000,00 menjadi Rp80.000,00 per kilogram, kelas C naik dari Rp26.000,00 menjadi Rp52.000,00 per kilogram (http://krjogja.com/read/104217/). Harga ikan yang terbentuk di TPI PPP Lampasing Lampung lebih rendah dari luar TPI sehingga
42 nelayan dirugikan, TPI seharusnya memberikan harga yang lebih kompetetif agar sistem tengkulak tidak dipilih nelayan dalam pemasaran hasil tangkapannya.
Faktor Nelayan Menjual Hasil Tangkapan di Luar TPI
PPP Lampasing Lampung berdasarkan Peraturan Pemerintah No 03 Tahun 2011 mengadakan aktivitas pelelangan ikan yang bertujuan memperlancar pelaksanaan pemasaran ikan melalui pelelangan ikan, mengusahakan stabilitas harga ikan, dan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan. Untuk menjaga kelancaran dan tata tertib penyelenggaraaan pelelangan ikan, pemerintah provinsi menyediakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan perlengkapannya serta menjamin terciptanya ketertiban, keamanan, dan kebersihan pada pelabuhan perikanan pantai. Aktivitas pelelangan di PPP Lampasing Lampung terjadi dua kali dalam satu hari yaitu pada pukul 03.00-09.00 dan pada pukul 19.00-24.00. Mekanisme pelelangan di PPP Lampasing Lampung tidak begitu rumit, saat kapal mendaratkan hasil tangkapannya kemudian langsung diangkut ke TPI, kemudian pihak pelaksana pelelangan ikan mengumpulkan pembeli kemudian pelelangan dimulai. Nelayan yang terlibat dalam aktivitas pelelangan di PPP Lampasing Lampung adalah nelayan purse seine, nelayan pancing, nelayan payang, nelayan rampus, pedagang dan pengelola pelelangan. Sistem administrasi nelayan dan para pembeli yang ingin mengikuti pelelangan juga tidak begitu rumit dalam hal birokrasi, nelayan melakukan administrasi ketika ingin melelangkan hasil tangkapannya sedangkan para pembeli setiap melelang harus mendaftar dengan pengelola pelelangan dan memberikan jaminan uang tunai minimal 2 juta. Berdasarkan hasil wawancara nelayan, kegiatan pelelangan di TPI berjalan lancar jika dilihat dari intensitas kegiatan hariannya dan dalam hal teknis pelaksanaan. Namun dari sisi kenyamanan belum memberikan kepuasan terhadap nelayan misalnya tempat pelelangan yang kotor, fasilitas yang minim, adanya pemungutan liar di sekitar TPI dan lain-lain. Nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Lampasing Lampung tidak semuanya menjual hasil tangkapannya di dalam TPI. Sebagian nelayan menjual hasil tangkapannya di luar TPI. Kondisi ini tentunya memiliki dampak terhadap nelayan, pemerintah dan pihak pengelola TPI. Harga yang terbentuk di luar TPI di tentukan oleh pembeli sehingga harga ikan tidak pasti, terkadang tinggi dan juga terkadang rendah. Biasanya para pembeli tidak secara langsung membayar kepada para nelayan sehingga hal ini memberatkan nelayan karena mereka membutuhkan uang untuk kebutuhan seharihari dan kebutuhan melaut kembali. Selain itu Pendapatan Asli daerah (PAD) dari subsektor perikanan khususnya pelelangan rendah. Kondisi nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI tentu memiliki faktorfaktor yang mempengaruhi nelayan. Faktor yang mempengaruhi nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI dapat diketahui melalui beberapa kriteria yang telah di tentukan berdasarkan studi literatur. Faktor-faktor tersebut dilihat dari pihak
43 pengelola TPI dengan kriteria sistem pelelangan, proses pelelangan, waktu pelelangan, dan retribusi pelelangan. Faktor berikutnya dilihat dari fasilitas pelelangan dengan kriteria kelengkapan fasilitas TPI, kelayakan dari fasilitas yang ada dan sanitasi lingkungan. Kemudian faktor yang dilihat dari sisi tingkat pendapatan nelayan dengan kriteria harga ikan dan ketergantungan nelayan terhadap tengkulak. Faktor kebijakan daerah terkait pelaksanaan pelelangan ikan dengan kriteria penegakan kebijakan oleh pemerintah daerah dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1) Pihak Pengelola TPI Kriteria pertama untuk melihat faktor yang mempengaruhi nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah dilihat dari kepuasan nelayan terhadap pengelola TPI yang melaksanakan aktivitas pelelangan ikan. Tabel 23 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria pihak pengelola TPI Kriteria
Nilai kriteria
Waktu pelelangan ikan Proses pelelangan ikan Sistem pelelangan ikan Retribusi pelelangan ikan Sumber : Data primer diolah kembali
18,34 10 8,59 7,34
Prioritas 1 2 3 4
Berdasarkan Tabel di atas rata-rata perhitungan dari nilai kriteria dari nelayan menunjukkan bahwa waktu pelelangan dengan nilai kriteria 18,34 urutan prioritas ke1, proses pelelangan ikan dengan nilai kriteria 10 urutan prioritas ke-2, sistem pelelangan ikan dengan nilai kriteria 8,59 urutan prioritas ke-3 dan retribusi pelelangan dengan nilai kriteria 7,34 urutan prioritas ke-4. Waktu pelelangan dilihat dari efisiensi waktu pelelangn, waktu pelelangan di TPI dengan waktu pendaratan hasil tangakapan tidak bersamaan sehingga menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI. Sebagian nelayan purse seine dan payang mendarat di pelabuhan rentang waktu pukul 23.00-24.00 sedangkan pelelangan mulai pukul 03.00, sehingga nelayan beranggapan lebih baik menjual hasil tangkapannya di luar TPI dengan alasan efisiensi waktu nelayan untuk istirahat dan menjaga kesegaran hasil tangkapan jika harus menunggu pelelangan sehingga peran TPI dalam hal ini adalah bagaimana mengatur waktu pelelangan yang sesuai dengan waktu pendaratan hasil tangkapan oleh nelayan. Proses pelelangan ikan yang dijalankan oleh pihak pengelola TPI dilihat dari kelancaran proses pelelangan, keamanan dan kenyamanan dalam proses pelelangan. Proses pelelangan di PPP Lampasing Lampung secara umum berjalan dengan lancar, setiap hari berjalan aktivitas pelelangan. Pihak UPTD telah memberikan wawenang kepada badan pengawas pelelangan dalam menjaga keamanan dalam kegiatan pelelangan ikan. Selain itu adanya petugas kepolisian yang ditugaskan untuk menjaga keamanan di PPP Lampasing Lampung. Kenyamanan pada saat terjadi pelelangan ikan dirasakan
44 oleh nelayan sangat kurang hal ini disebabkan adanya anak-anak yang mengambil ikan dari keranjang-keranjang ikan, para pembeli yang saling berebutan dan tidak teratur. Sistem pelelangan ikan dinilai apakah sistem pelelangan yang diterapkan di PPP Lampasing Lampung menyulitkan nelayan atau tidak, sistem pelelangan ikan di PPP Lampasing Lampung tidak membuat rumit nelayan. Nelayan yang akan mengikuti pelelangan secara langsung membawa hasil tangkapan di TPI dan mendaftar kepada juru lelang. Retribusi pelelangan di nilai apakah retribusi yang dikenakan kepada nelayan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan atau tidak, selain itu apakah retribusi tersebut membebani nelayan sehingga menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI. Retribusi yang di bayar nelayan akan kembali dalam bentuk dana kesejahteraan oleh KUD Mina Jaya. Dana kesejahteraan nelayan ini diberikan dalam bentuk dana sosial, dana tabungan, dana paceklik yang diberikan setiap bulan dan dalam kondisi-kondisi tertentu. Berdasarkan wawancara nelayan, mereka tidak pernah merasa terbebani dengan adanya retribusi yang mereka bayar setiap kali melelang hasil tangkapan di TPI. 2) Fasilitas Pelelangan Ikan Kriteria yang kedua untuk melihat faktor nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah fasilitas yang ada di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Tabel 24 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria fasilitas pelelangan ikan Kriteria
Nilai kriteria
Kelengkapan fasilitas 5,75 Kelayakan fasilitas 3,75 Sanitasi lingkungan 2,75 Sumber : Data primer diolah kembali
Prioritas 1 2 3
Berdasarkan Tabel di atas rata-rata perhitungan dari nilai kriteria dari nelayan menunjukkan bahwa kelengkapan fasilitas dengan nilai kriteria 5,75 urutan prioritas ke-1, kelayakan fasilitas dengan nilai kriteria 3,75 urutan prioritas ke-2 dan sanitasi lingkungan dengan nilai kriteria 2,75 urutan prioritas ke-3. Kelengkapan fasilitas di nilai apakah di PPP Lampasing Lampung sudah memenuhi kelengkapan fasilitas atau tidak yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas yang ada di PPP Lampasing Lampung belum memenuhi kebutuan pelelangan. Fasilitas yang ada hanya lori pengangkut, timbangan, MCK, air bersih, lantai tempat pelelangan, dan microphone. Fasilitas yang ada belum memenuhi standar suatu pelabuhan. Namun demikian faktor ini tidak berpengaruh kepada nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI. Fasilitas yang ada di TPI pelabuhan PPP Lampasing Lampung masih layak digunakan dalam membantu kelancaran aktivitas pelelangan. Penilaian sanitasi lingkungan di lihat dari tingkat kebersihan Tempat Pelelangan Ikan. Kebersihan di TPI PPP Lampasing Lampung masih sangat rendah.
45 3) Pendapatan nelayan Kriteria yang ketiga untuk melihat faktor nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah pendapatan nelayan . Tabel 25 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria pendapatan nelayan Kriteria
Nilai kriteria
Prioritas
19,59 12,5
1 2
Harga ikan Keterikatan modal dengan tengkulak Sumber : Data primer diolah kembali
Berdasarkan Tabel di atas rata-rata perhitungan dari nilai kriteria dari pendapatan nelayan menunjukkan bahwa harga ikan dengan nilai kriteria 19,59 urutan prioritas ke-1 dan Keterikatan dengan tengkulak dengan nilai kriteria 12,5 urutan prioritas ke-2 . Pendapatan nelayan di nilai apakah nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI lebih meningkatkan pendapatan atau tidak di bandingkan menjual hasil tangkapan di dalam TPI. Berdasarkan hasil penelitian perbandingan pendapatan nelayan yang menjual hasil tangkapan di TPI dan di luar TPI nelayan purse seine dan payang menunjukkan bahwa menjual hasil tangkapan di luar TPI lebih tinggi daripada di dalam TPI. Faktor ini yang menjadi faktor terbesar yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI. harga ikan yang terbentuk di pelelangan tidak memberikan yang kompetitif kepada nelayan sehingga peran TPI perlu meningkatkan harga yang lebih kompetitif agar nelayan merasa diuntungkan ketika menjual hasil tangkapan di TPI. Keterikatan modal dengan tengkulak di nilai dari apakah motivasi nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI sudah terikat dengan nelayan atau tidak misalnya keterikatan modal untuk kebutuhan melaut, hutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan lain-lain. Faktor ini cukup mempengaruhi nelayan dalam mempengaruhi nelayan dalam menjual hasil tangkapan di luar TPI. 4) Kebijakan Derah Terkait Pelaksanaan Pelelangan Ikan Kriteria yang ke empat untuk melihat faktor nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah Kebijakan Derah Terkait Pelaksanaan Pelelangan Ikan Tabel 26 Nilai kriteria faktor penyebab nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI dari sub kriteria Kebijakan Derah Terkait Pelaksanaan Pelelangan Ikan Kriteria Penegakan kebijakan pemerintah daerah Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Sumber : Data primer diolah kembali
Nilai kriteria
Prioritas
1 4,09
2 1
Berdasarkan Tabel di atas rata-rata perhitungan dari nilai kriteria dari nelayan menunjukkan bahwa kriteria penegakan kebijakan pemerintah daerah yang sesuai dengan PP No 03 tahun 2011 dengan nilai kriteria 1 urutan prioritas ke-2 dan
46 peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan nilai kriteria 4,09 urutan prioritas ke-1. Penegakan kebijakan pemerintah daerah dinilai apakah yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI disebabkan karena pemerintah tidak menggalakkan kebijakan yang ada sehingga nelayan secara bebas menjual hasil tangkapan di lauar TPI. Kebijakan-kebijakan yang ada memang dirasa kurang di sosialisasikan kepada nelayan, sebagian besar nelayan tidak mengetahui tentang peraturan-peraturan yang sudah di tetapkan pemerintah. Dengan demikian faktor ini tidak berpengaruh mengapa nelayan menjual hasil tangakpan di luar TPI. Kriteria peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) di nilai apakah menjual hasil tangkapan di luar TPI dapat meningkatkan PAD atau tidak. PAD bersumber dari retribusi yang di bayar nelayan kepada pengelola TPI berdasarkan Peraturan Pemerintah yang sudah di tetapkan. Nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak membayar retribusi sehingga tidak mempunyai peran terhadap peningkatan PAD. 5) Krtiteria Gabungan Faktor yang paling berpengaruh terhadap nelayan yang menyebabkan menjual hasil tangkapan di lauar TPI dapat diketahui dengan menggabungkan seluruh kriteria yang ada. Tabel 27
kriteria gabungan faktor yang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI Kriteria
Nilai Kriteria
Prioritas
Harga ikan Waktu pelelangan ikan Keterikatan modal dengan tengkulak Proses Pelelangan ikan Sistem pelelangan ikan Retribusi pelelangan
19,59 18,34 12,5 10 8,59 7,34
1 2 3 4 5 6
Kelengkapan fasilitas Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kelayakan fasilitas Sanitasi lingkungan Penegakan kebijakan pemerintah daerah Sumber : Data primer diolah kembali
5,75 4,09 3,75 2,75 1
7 8 9 10 11
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI berdasarkan prioritas nilai kriteria tertingggi adalah kriteria peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan sedangkan prioritas nilai terendah adalah kriteria penegakan kebijakan pemerintah daerah.
47 Retribusi Pelelangan
Ketentuan retribusi
Retribusi memberikan manfaat yang berarti bagi nelayan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dana retribusi digunakan untuk perbaikan fasilitas, dan memenuhi kebutuhan lain yang dianggap perlu. Retribusi dari kegiatan pelelangan ikan sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan pelabuhan dan pemerintah. Retribusi juga memberikan kesejahteraan nelayan dimana ada hak retribusi yang diterima oleh nelayan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Provinsi Lampung No 03 Tahun 2011 Tentang Retribusi pasal 62 tarif retribusi pelelangan ikan sebesar 5% dari nilai lelang ikan yang ditetapkan saat itu dengan rincian 2,5% di pungut dari nelayan penjual/pemilik ikan dan 2,5% di pungut dari pembakul pembeli/pedagang ikan. Retribusi pelelangan di PPP Lampasing Lampung di kelola oleh KUD Mina Jaya. KUD Mina Jaya yang mengelola segala bentuk keuangan hasil dari retribusi pelelangan sampai pendistribusian hasil retribusi kepada nelayan. Mekanisme penyerahan dana retribusi pelelangan dari pihak TPI kepada KUD Mina Jaya adalah ketika nelayan menjual hasil tangkapan di TPI kemudian juru catat memberikan catatan jumlah lelang dari semua hasil penjualan nelayan beserta besarnya retribusi yang dibayar nelayan kepada petugas TPI. Setelah itu data di rekap dan di serahkan kepada Dinas Perikanan untuk dibukukan sebagai pendapatan dari aktivitas pelelangaan, kemudian pihak Dinas Perikanan menyerahkan data dan dana retribusi kepada pihak KUD Mina Jaya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Provinsi Lampung No 03 Tahun 2011 Tentang Retribusi pasal 110 Hasil penerimaan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan dibagi dan diberikan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat. PPP Lampasing Lampung di kelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung. Pembagian dan penggunaan hasil penerimaan Retribusi yang di kelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung adalah sebesar 2,40% yang penggunaan dan pembagiannya adalah 1,20% sebagai penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung dan 1,20% untuk dana peningkatan kesejahteraan nelayan yang penggunaan dan pembagiannya adalah 0,25% untuk tabungan nelayan, 0,25% untuk tabungan bakul, 0,45% untuk dana sosial/kecelakaan laut, 0,05% untuk dana pengembangan organisasi nelayan dan 0,20% untuk dana asuransi nelayan. Dalam proses pengelolaan dana retribusi di PPP Lampasing Lampung tidak semua dana retribusi di kelola oleh KUD Mina Jaya. KUD Mina jaya hanya mengelola retribusi pelelangan ikan, sedangkan retribusi seperti tambat labuh, retribusi sandar kapal. Retribusi uji kapal di kelola oleh petugas yang di tunjuk UPTD PPP Lampasing Lampung. Dana retribusi yang akan dikembalikan kepada nelayan dalam bentuk dana tabungan, dana paceklik, dana asuransi dan dan sosial bersumber dari ratribusi pelelangan yang dibayar nelayan pada saat melakukan pelelangan ikan.
48
Pelaksanaan pengambilan retribusi
Pelaksanaan pengambilan retribusi langsung diatur oleh pihak TPI, dimana setelah selesai melakukan pelelangan ikan, nelayan yang melakukan pelelangan langsung membayar kepada kasir TPI PPP Lampasing Lampung sebesar 2,5% dari hasil penjualan hasil tangkapan. Berdasarkan hasil wawancara nelayan, sebagian besar nelayan yang menjadi sampel penelitian menyatakan bahwa nelayan tidak mengetahui tentang peraturan retribusi yang harus mereka bayarkan, hal ini disebabkan minimnya sosialisasi pihak UPTD terhadap nelayan. Dalam satu tahun hanya satu kali pihak UPTD melakukan sosialisasi terkait dengan peraturan pemerintah mengenai kewajiban nelayan harus membayar retribusi, sehingga menyebabkan nelayan tidak mengetahui adanya hak nelayan yang harus diterima berupa dana tabungan, dana paceklik, dana sosial dan lain-lain. Dalam pelaksanaan sosialisasi kepada nelayan, pihak UPTD meminta perwakilan dari setiap kapal yang ada di PPP Lampasing Lampung terutama kepada kapal yang sudah tercatat dalam buku induk TPI sebagai peserta lelang. Biaya-biaya retribusi yang dibayar nelayan adalah retribusi pelelangan 2,5 %, retribusi jasa angkut Rp10.000, ratribusi sandar kapal Rp5.000 dan retribusi untuk mushola di wilayah TPI Rp20.000. Retribusi yang dibayar tersebut tidak semua secara legal dari pemerintah, hanya retribusi pelelangan dan ratribusi sandar kapal yang yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Provinsi yang dikenakan kepada nelayan. Sedangkan retribusi jasa angkut hasil tangkapan dan retribusi mushola di luar pihak pengelola TPI dan di bayar secara sukarela. Selain itu ada juga pungutan liar kepada nelayan oleh masyarakat setempat berupa uang keamanan yang diminta secara sukarela. Aktivitas pelelangan seringkali diawasi oleh pengawas kepolisian, hal ini terkadang dimanfaatkan oleh pengawas untuk meminta bagian berupa hasil tangkapan. Setiap kali melelang pihak TPI memberikan nota ratribusi yang berisi besarnya retribusi yang harus dibayar sesuai dengan jumlah hasil tangkapan. Dalam proses pembayaran retribusi langsung di potong dari hasil penjualan hasil tangkapan sehingga tidak ada sistem hutang dalam proses penarikan dana retribusi dari nelayan. Hubungan antara pendapatan nelayan dan retribusi pelelangan adalah bagian dari pendapatan nelayan dari hasil penjualan hasil tangkapan di TPI yang dikenakan untuk retribusi seharusnya kembali kepada nelayan. Semakin banyak hasil tangkapan yang diperoleh, akan banyak pula retribusi yang dibayarkan. Kenaikan atau penurunan hasil penjualan nelayan akan sangat mempengaruhi nilai retribusi.
49 Bagian retribusi yang diterima nelayan
Nelayan yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI mengharuskan nelayan untuk membayar retribusi pelelangan. Retribusi pelelangan tersebut di kelola oleh KUD sebagai dana retribusi. Dana retribusi yang di bayar nelayan kepada pihak pengelola TPI memiliki hak yang harus dikembalikan kepada nelayan. Dana retribusi yang dikembalikan kepada nelayan berupa dana sosial/kecelakaan laut, tabungan bakul, dana pengembangan organisasi nelayan (HNSI), dana tabungan nelayan dan dana asuransi nelayan. Nelayan yang menjual hasil tangkapan di dalam TPI dan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI jika dilihat dari pendapatan bersih lebih tinggi dan menguntungkan nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI. Hal ini di sebabkan karena harga ikan yang yang terbentuk di luar TPI di tentukan oleh para tengkulak, akan tetapi kondisi ini tidak selalu menunjukkan bahwa harga di luar TPI akan selalu tinggi dibandingkan harga yang terbentuk di dalam TPI ketika terjadi aktivitas pelelangan ikan. Karena para tengkulak di luar TPI membeli ikan sesuai kebutuhan. Sedangkan harga yang terbentuk di dalam TPI relatif stabil walaupun memiliki perbedaan, tetapi tidak jauh berbeda dengan harga yang terbentuk di luar TPI. Nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak mendapatkan dana kesejahteraan seperti yang didapatkan oleh nelayan yang ikut melelang dan memberikan biaya retribusi pelelangan. Dana kesejahteraan ini diberikan kepada nelayan yang tercatat dalam setiap aktivitas pelelalangan, dengan demikian nelayan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI tidak mendapatkan dana kesejahteraan tersebut. Mekanisme pemberian dana kesejahteraan diberikan oleh KUD kepada nelayan berdasarkan skala kebutuhan masyarakat sehingga tidak semuanya dana kesejahteraan tersebut diberikan berupa uang tunai tetapi bisa sembako, bantuan pada armada penangkapan, serta dana sosial/kecelakaan laut yang diberikan secara kondisional jika terjadi kecelakaan pada nelayan atau ketika keluarga nelayan yang sedang terkena musibah seperti sakit, kebakaran, kehilangan dan lain-lain. Dana paceklik diberikan pada saat musim paceklik misalnya dengan memberikan beras, kebutuhan memasak dan lain-lain. Dana tabungan nelayan diberikan setahun sekali kepada nelayan misalnya pada saat hari raya. Tabungan bakul tidak semua diberikan KUD kepada nelayan, hanya nelayan-nelayan penetap yang merupakan anggota KUD Mina Jaya. Berdasarkan hasil wawancara kepada nelayan sebagian besar nelayan purse seine dan payang adalah nelayan yang menetap di daerah Lampung, sehingga mereka terdaftar sebagai anggota KUD Mina jaya PPP Lampasing Lampung. Hak nelayan selain yang disebutkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Provinsi No 03 tahun 2011, berdasarkan kesepakatan pengurus HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonseia), nelayan dapat meminjam modal keda KUD Mina Jaya, dapat mengadiri RAT (Rapat Anggota Tahunan) dan mendapatkan SHU (sisa hasil usaha) pada akhir tahunnya. Menurut kepala UPTD PPP Lampasing Lampung retribusi pelelangan yang diselenggarakan pemerintah sangat membantu dalam meningkatkan PAD pemerintah
50 provinsi. Target hasil PAD dari retribusi pelelangan PPP Lampasing Lampung sebesar 300 juta/tahun yang dapat digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Hal ini yang belum diketahui oleh para nelayan yang tidak menginginkan menjual hasil tangkapan di TPI sehingga perlu adanya pencerdasan kembali oleh pemerintah agar nelayan bisa memahami mengapa mereka harus menjual hasil tangakpannya di TPI. Berdasarkan hasil wawancara nelayan purse seine dan payang 80% menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima dana kesejahteraan nelayan dari KUD Mina Jaya. Nelayan bahkan tidak mengetahui bahwa dari retribusi yang mereka bayar kepada TPI ada hak nelayan yang akan di kembalikan berupa dana kesejahteraan. Selain disebabkan karena kurangnya sosialisasi Peraturan Pemerintah No 03 Tahun 2011 yang membahas rincian dana yang kembali kepada nelayan oleh pihak UPTD hal ini juga disebabkan karena tingkat pendidikan nelayan yang rendah. Sebagian besar nelayan juga tidak tahu tentang Peraturan Pemerintah tersebut. Sosialisasi yang dilakukan pihak UPTD juga tidak dilakukan kepada semua nelayan tetapi hanya kepada nahkoda setiap kapal. Nelayan beranggapan bahwa dana kesejahteraan yang diberikan KUD Mina Jaya hanya berupa uang tunai sehingga nelayan merasa tidak pernah merasa diberikan dana kesejehteraan tersebut. Beberapa nelayan yang di wawancarai menyatakan bahwa mereka pernah mendapat bantuan berupa sembako, bantuan armada penangkapan kapal, pinjaman uang untuk kebutuhan melaut, bantuan ketika terjadi musibah pada keluarga mereka. Menurut kepala KUD Mina Jaya jika nelayan selalu diberikan bantuan berupa uang tunai, nelayan berpeluang menghambur-hamburkan uang tersebut. Menurut hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas koperasi dan para nelayan, pihak KUD Mina Jaya telah memberikan dan kesejahteraan tersebut kapada para nelayan walaupun sebagian besar nelayan tidak merasakan karena mereka beranggapan semua dana kesejahteraan berupa uang tunai.
51 SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Pendapatan bersih nelayan purse seine yang menjual hasil tangkapan di TPI adalah sebesar Rp8.231.803,00 sedangkan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp9.030.400,00. Pendapatan bersih nelayan payang yang menjual hasil tangkapan di TPI adalah sebesar Rp3.915.392,00 sedangkan yang menjual hasil tangkapan di luar TPI adalah sebesar Rp4.430.080,00. Hal ini di sebabkan karena faktor harga ikan yang terbentuk di pasar lebih tinggi di luar TPI di bandingkan di TPI selain itu juga waktu pendaratan hasil tangkapan oleh nelayan tidak bertepatan dengan waktu kegiatan pelelangan oleh TPI. 2. Tarif retribusi pelelangan ikan sebesar 5% dari nilai lelang ikan yang ditetapkan saat itu dengan rincian 2,5% di pungut dari nelayan penjual/pemilik ikan dan 2,5% di pungut dari pembakul pembeli/pedagang ikan. PPP Lampasing Lampung di kelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung. Pembagian dan penggunaan hasil penerimaan retribusi yang di kelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung adalah sebesar 2,40% yang penggunaan dan pembagiannya adalah 1,20% sebagai penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota Bandar Lampung dan 1,20% untuk dana peningkatan kesejahteraan nelayan yang penggunaan dan pembagiannya adalah 0,25% untuk tabungan nelayan, 0,25% untuk tabungan bakul, 0,45% untuk dana sosial/kecelakaan laut, 0,05% untuk dana pengembangan organisasi nelayan dan 0,20% untuk dana asuransi nelayan. Bagian retribusi yang diterima oleh nelayan adalah berupa dana sosial/kecelakaan laut, tabungan nelayan, tabungan bakul, pengembangan organisasi nelayan dan dana asuransi nelayan. 3. Berdasarkan fungsi nilai dari seluruh kriteria, kriteria harga ikan memiliki tingkat faktor pengaruh tertinggi dengan nilai 19.59, urutan kedua kriteria waktu pelelangan dengan nilai 18.34, urutan ketiga kriteria keterikatan modal dengan nelayan dengan nilai 12.5, urutan keempat kriteria proses pelelangan ikan dengan nilai 10, urutan kelima sistem pelelangan ikan dengan nilai 8.89, urutan keenam kriteria retribusi pelelangan ikan dengan nilai kriteria 7.34, urutan ketujuh kriteria kelengkapan fasilitas dengan nilai 5.75, urutan kedelapan kriteria peningkatana Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan nilai 4.09, urutan kesembilan kriteria kelayakan fasilitas dengan nilai 3.75, urutan kesepuluh kriteria sanitasi lingkungan dengan nilai kriteria 2.75 dan urutan dengan tingkat faktor pengaruh terendah adalah kriteria penegakan kebijakan pemerintah dengan nilai kriteria 1.
52 Saran
Saran untuk penelitian ini adalah perlu adanya ketegasan dalam penegakan hukum terkait dengan pelaksanaan pelelangan ikan berdasarkan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan sehingga semua nelayan dapat menjual hasil tangkapan di TPI yang kemudian akan berdampak kepada pemerintah daerah dalam bentuk pemasukan PAD dari retribusi pelelangan ikan yang dibayar nelayan. kemudian pihak pengelola TPI perlu menyesuaikan waktu pelelangan dengan waktu pendaratan hasil tangkapan ketika nelayan mendaratkan hasil tangkapannya serta perlu adanya peningkatan harga yang lebih kompetitif sehingga nelayan tidak memilih menjual hasil tangkapannya di luar TPI.
53
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 1998. Statistik Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Biro Pusat Statistik. 180 hlm. Desiwardani S. 2006. Pemasaran Hasil Tangkapan dan Kondisi Kesejahteraan Nelayan di Desa Sungai buntu Karawang Jawa barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dewi E. 2002. Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. [online]. http://digilib.usu.ac.id/download/fe/ manajemen-elite.pdf. [16 februari 2009]. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan . 2007. Pedoman Pelaksanaan Pelelangan Ikan di tempat pelelangan ikan muara angke. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pelaksana teknis Pengelolaan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pengkalan Pendaratan Ikan. 236 hlm. Dwiyanti H. 2010. Kajian Pengelolaan Aktivitas Pelelangan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. DKP. 2012. UU No 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan. http://www.google.co.id [31 Mei 2012] Hermanto. 1986. Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi kasus di Muncar Banyuangi). Bogor: Pusat Penelitian Agroekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Depertemen Pertanian. Irnayasari. 2009. Ketergantungan Nelayan Terhadap Usaha Penangkapan Ikan di PPP cilauteureun Kabupaten Garut [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Isvie P. 2007. Teknologi Pilihan untuk Pemanfaatan Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk [skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
54 Jarot S. 2012. Nelayan Mendapatkan Harga Bagus Dengan Sistem Lelang. http://krjogja.com. [17 April 2012]. Lubis E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan Institut Pertanian Bogor. Laborotarium Pelabuhan Perikanan. Depertemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E. 2008. Perencanaan Tata Letak Fasilitas Pelabuhan Perikanan. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Laborotarium Pelabuhan Perikanan. Depertemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E, Pane AB, Muninggar R dan Hamzah A. 2012. Besaran Kerugian Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Maspari Journal. 4 (2): 159-167. Mahyuddin B. 2001. Peranan Pelelangan Ikan Dalam Meningkatkan Pelelangan Nelayan (Kasus Pelelangan Ikan Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu). Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. Marwan UM. 2010. Proyeksi Dampak Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan. Ikan Pontap Kota Palopo Sulawesi Selatan [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Monintja D. 1989. Pengantar Perikanan Tangkap di Indonesia. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nedelec C. 2000. Definisi Dan Klasifikasi Alat Tangkap Ikan. Published by Arrangement with the Food and Agriculture Organization of The United Nation. Diterjemahkan oleh Bagian Proyek Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan Semarang. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Pengemanan JF. 1994. Tingkat Kesejahteraan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di Pesisir Pantai Sulawesi Utara [Tesis]. Bogor: Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. [PP] Peraturan Daerah. 2001. Peraturan Daerah No 66 pasal 9 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Bandar Lampung (ID): PP.
55 [PP] Peraturan Daerah. 2007. Peraturan Daerah No 2 pasal 18 tahun 2007 tentang Retribusi Daerah. Bandar Lampung (ID): PP. [PP] Peraturan Daerah. 2007. Peraturan Daerah No 02 tahun 2007 tentang Retribusi Daerah. Bandar Lampung (ID): PP. [PP] Peraturan Daerah. 2011. Peraturan Daerah No 03 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. Bandar Lampung (ID): PP. [PPP Lampasing] Pelabuhan Perikanan Pantai Lampasing. 2010. Dokumen kelurahan suka maju 2010. Teluk Betung (ID): Bandar Lampung. Rahmatullah R. 2009. Menanggulangi Kemiskinan nelayan. http://www.dkp.go.id. [17 April 2012]. [RI] Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Jakarta (ID): RI. [RI] Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Jakarta (ID): RI. [RI] Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No 02 tahun 2007 pasal 21 poin b tentang Retribusi Daerah. Jakarta (ID): RI. [RI] Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 tentang Retribusi Daerah. Jakarta (ID): RI. Sajogyo. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Yogyakarta: Aditya Media. 11 hlm. Savari H. 2009. Tengkulak Kuasai Nelayan Pamengkasan. http://www.google.co.id. [24 Mei 2012]. Setyaningsih A. 2009. Evaluasi Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Surakarta. [online]. http://digilib.ums.ac.id/download/fe/ manajemen-elite.pdf. [16 februari 2009]. Suhendra, 2011. Kesejahteraan nelayan. [26 (http://www.beritajatim.com/detailnewes.php/8/peristiwa/2011-06). Juni 2012] [UPTD] Unit Pelaksana Teknis Daerah. 2010. Dokumen UPTD Provinsi Lampung. Teluk Betung (ID): Bandar Lampung. [UPTD] Unit Pelaksana Teknis Daerah. 2010. Laporan tahunan UPTD Provinsi Lampung. Teluk Betung (ID): Bandar Lampung. Yustiarani, A. 2008. Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
56 Perikanan. Bogor.
Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut Pertanian
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1 Aktivitas nelayan purse seine dan payang
59
2 1
Retribusi pelelanagn
kelengkapan fasilitas
D
E
keterikatan modal dengan tengkulak
penegakan kebijakan pemerintah daerah
J
K
Sistem pelelangan ikan
proses Pelelangan ikan
Waktu Pelelangan ikan
Retribusi pelelanagn
kelengkapan fasilitas
A
B
C
D
E
Kriteria Penilaian
3
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
I
Fungsi
2
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan
H
4
1
5
5
4
Resp 7
1
5
1
kelayakan fasilitas
sanitasi lingkungan
F
G
2
5
4
proses Pelelangan ikan
Waktu Pelelangan ikan
C
3
Resp 1
B
Sistem pelelangan ikan
A
Kriteria Penilaian
Resp 8
4
2
3
5
4
1
3
1
5
1
1
1
2
5
4
3
Resp 3
1
3
2
5
1
2
3
2
5
3
2
Resp 4
1
3
1
5
1
2
2
2
5
3
3
Resp 5
1
1
4
4
3
Resp 9
3
1
4
1
1
Resp 10
1
1
4
4
2
Resp 11
Skala Numerik Nelayan Purse seine
1
1
1
5
1
2
1
1
5
4
3
Resp 2
Skala Numerik Nelayan Payang
1
3
5
3
4
Resp 12
1
3
1
5
1
2
1
2
5
3
3
Resp 6
Lampiran 2 Perhitungan standarisasi kriteria dengan nilai fungsi menggunakan Multi Kriteria Analysis (MCA)
Fungsi
60 60
keterikatan modal dengan tengkulak
penegakan kebijakan pemerintah daerah
K
4 2
sanitasi lingkungan
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
keterikatan modal dengan tengkulak
penegakan kebijakan pemerintah daerah
G
H
I
J
K
2
5
2
3
2
3
kelengkapan fasilitas
Retribusi pelelanagn
D
5
kelayakan fasilitas
Waktu Pelelangan ikan
C
2
1
resp 13
F
proses Pelelangan ikan
B
2
5
3
4
1
4
1
1
1
5
4
1
1
4
3
3
1
1
1
3
3
1
3
resp 14
1
3
2
3
3
2
1
1
1
1
3
resp 15
Skala NumerikPemerintah Kota
1
4
E
Sistem pelelangan ikan
A
Kriteria Penilaian
1
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
I
J
Fungsi
5
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan
H
1
sanitasi lingkungan
G
1
kelayakan fasilitas
F
1
1
1
5
1
1
2
1
1
5
1
1
1
4
2
5
2
3
3
5
4
1
1
resp 16
1
4
2
4
3
2
3
5
4
3
2
resp 17
1
4
2
5
1
3
2
2
5
4
3
resp 18
Skala Numerik Pengelola TPI
1
1
1
5
4
1
61
61
A B C D E F G H I J K
Fungsi
62
Sistem pelelangan ikan proses Pelelangan ikan Waktu Pelelangan ikan Retribusi pelelanagn kelengkapan fasilitas kelayakan fasilitas sanitasi lingkungan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) keterikatan modal dengan tengkulak penegakan kebijakan pemerintah daerah
Kriteria Penilaian 1 1 4 2 2 3 2 5 2 5 1
resp 19 3 3 5 3 3 2 1 5 2 5 1
resp 20 2 2 5 3 3 2 1 5 2 5 2
resp 21
Skala Numerik KUD mina jaya
62
63
Perhitungan Responden 1 X0 = 1 X1 = 5
Responden 2 X0 = 1 X1 = 5
V1(A) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V2(A) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V1(B) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V2(B) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V1(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V2(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V1(D) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V2(D) =
(1-1) (5-1)
= 0
V1(E) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V2(E) =
(1-1) (5-1)
= 0
V1(F) =
(1-1) (5-1)
= 0
V2(F) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V1(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V2(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V1(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V2(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V1(I) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V2(I) =
(1-1) (5-1)
= 0
V1(J) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V2(J) =
(1-1) (5-1)
= 0
V1(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
V2(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
64
Responden 4 X0 = 1 X1 = 5
Responden 3 X0 = 1 X1 = 5 V3(A) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V4(A) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V3(B) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V4(B) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V3(C) =
(5-1) (5-1)
= 0,25
V4(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V3(D) =
(2-1) (5-1)
= 0
V4(D) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V3(E) =
(1-1) (5-1)
= 0
V4(E) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V3(F) =
(1-1) (5-1)
= 0
V4(F) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V3(G) =
(1-1) (5-1)
= 1
V4(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V3(H) =
(5-1) (5-1)
= 0.5
V4(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V3(I) =
(1-1) (5-1)
= 0
V4(I) =
(2-1) (5-1)
= 0.25
V3(J) =
(3-1) (5-1)
= 0
V4(J) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V3(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
V4(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
65
Responden 5 X0 = 1 X1 = 5 V5(A) =
V5(B) =
V5(C) =
V5(D) =
V5(E) =
V5(F) =
V5(G) =
V5(H) =
V5(I) =
(3-1) (5-1) (3-1) (5-1) (5-1) (5-1) (2-1) (5-1) (2-1) (5-1) (2-1) (5-1) (1-1) (5-1) (5-1) (5-1) (1-1) (5-1)
V5(J) =
(3-1) (5-1)
V5(K) =
(1-1) (5-1)
Responden 6 X0 = 1 X1 = 5 = 0,5 V6(A) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V6(B) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V6(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V6(D) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V6(E) =
(1-1) (5-1)
= 0
V6(F) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V6(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V6(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V6(I) =
(1-1) (5-1)
= 0
V6(J) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V6(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
= 0,5
= 1
= 0,25
= 0,25
= 0,25
= 0
= 1
= 0
= 0,5
= 0
66
Responden 8 X0 = 1 X1 = 5
Responden 7 X0 = 1 X1 = 5 V7(A) =
V7(B) =
V7(C) =
V7(D) =
V7(E) =
V7(F) =
V7(G) =
V7(H) =
V7(I) =
V7(J) =
V7(K) =
(4-1) (5-1) (5-1) (5-1) (5-1) (5-1) (1-1) (5-1) (4-1) (5-1) (1-1) (5-1) (1-1) (5-1) (5-1) (5-1) (1-1) (5-1) (4-1) (5-1) (1-1) (5-1)
V8(A) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V8(B) =
(5-1) (5-1)
= 1
V8(C) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V8(D) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V8(E) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V8(F) =
(4-1) (5-1)
= 0, 75
V8(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V8(H) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V8(I) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V8(J) =
(5-1) (5-1)
= 1
V8(K) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
= 0,75
= 1
= 1
= 0
= 0,75
= 0
= 0
= 1
= 0
= 0,75
= 0
67
Responden 9 X0 = 1 X1 = 5 V9(A) =
V9(B) =
V9(C) =
V9(D) =
V9(E) =
V9(F) =
V9(G) =
V9(H) =
V9(I) =
V9(J) =
V9(K) =
Responden 10 X1 = X0 = 1 5
(3-1) (5-1)
= 0,5
(4-1) (5-1)
= 0,75
(4-1) (5-1)
= 0,75
(1-1) (5-1)
= 0
(1-1) (5-1)
= 0
(1-1) (5-1)
= 0
(4-1) (5-1)
= 0,75
(5-1) (5-1)
= 1
(1-1) (5-1)
= 0
(1-1) (5-1)
= 0
(1-1) (5-1)
= 0
V10(A) =
(1-1) (5-1)
= 0
V10(B) =
(1-1) (5-1)
= 0
V10(C) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V10(D) =
(1-1) (5-1)
= 0
V10(E) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V10(F) =
(1-1) (5-1)
= 0
V10(G) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V10(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V10(I) =
(1-1) (5-1)
= 0
V10(J) =
(1-1) (5-1)
= 0
V10(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
68
Responden 11 X1 = X0 = 1 5
Responden 12 X1 = X0 = 1 5
V11(A) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V12(A) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V11(B) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V12(B) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V11(C) =
(4-1) (5-1)
= 0.75
V12(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V11(D) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(D) =
(3-1) (5-1)
0,5
V11(E) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(E) =
(1-1) (5-1)
= 0
V11(F) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(F) =
(1-1) (5-1)
= 0
V11(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V11(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V12(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V11(I) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(I) =
(1-1) (5-1)
= 0
V11(J) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(J) =
(1-1) (5-1)
= 0
V11(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
V12(K) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
69
Responden 13 X1 = X0 = 1 5 V13(A) =
V13(B) =
V13(C) =
V13(D) =
V13(E) =
V13(F) =
V13(G) =
V13(H) =
V13(I) =
V13(J) =
V13(K) =
(1-1) (5-1) (2-1) (5-1) (5-1) (5-1) (3-1) (5-1) (2-1) (5-1) (3-1) (5-1) (2-1) (5-1) (4-1) (5-1) (2-1) (5-1) (5-1) (5-1) (2-1) (5-1)
Responden 14 X1 = X0 = 1 4 = 0 V14(A) =
(3-1) (4-1)
= 0,67
V14(B) =
(1-1) (4-1)
= 0
V14(C) =
(3-1) (4-1)
= 0,67
V14(D) =
(3-1) (4-1)
= 0.67
V14(E) =
(1-1) (4-1)
= 0
V14(F) =
(1-1) (4-1)
= 0
V14(G) =
(1-1) (4-1)
= 0
V14(H) =
(3-1) (4-1)
= 0,67
V14(I) =
(3-1) (4-1)
= 0,67
V14(J) =
(4-1) (4-1)
= 1
V14(K) =
(1-1) (4-1)
= 0
= 0,25
= 1
= 0,5
= 0,25
= 0,5
= 0,25
= 0,75
= 0.25
= 1
= 0,25
70
Responden 15 X1 = X0 = 1 4 V15(A) =
(3-1) (4-1)
V15(B) =
(1-1) (4-1)
V15(C) =
(3-1) (4-1)
V15(D) =
(3-1) (4-1)
V15(E) =
(1-1) (4-1)
V15(F) =
(1-1) (4-1)
V15(G) =
(1-1) (4-1)
V15(H) =
(3-1) (4-1)
V15(I) =
(3-1) (4-1)
V15(J) =
(4-1) (4-1)
V15(K) =
(1-1) (4-1)
Responden 16 X0 = 1 X1 =5 V16(A) =
(1-1) (5-1)
= 0
V16(B) =
(1-1) (5-1)
= 0
V16(C) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V16(D) =
(5-1) (5-1)
= 1
V16(E) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V16(F) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V16(G) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V16(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V16(I) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V16(J) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V16(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
= 0,67
= 0
= 0,67
= 0,67
= 0
= 0
= 0
= 0,67
= 0,67
= 1
= 0
71
Responden 17 X1 = X0 = 1 5 V17(A) =
V17(B) =
V17(C) =
V17(D) =
V17(E) =
V17(F) =
V17(G) =
V17(H) =
V17(I) =
V17(J) =
V17(K) =
(2-1) (5-1) (3-1) (5-1) (4-1) (5-1) (5-1) (5-1) (3-1) (5-1) (2-1) (5-1) (3-1) (5-1) (4-1) (5-1) (2-1) (5-1) (4-1) (5-1) (1-1) (5-1)
Responden 18 X1 = X0 = 1 5 = 0,25 V18(A) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V18(B) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V18(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V18(D) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V18(E) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V18(F) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V18(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V18(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V18(I) =
(2-1) (5-1)
= 0.25
V18(J) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V18(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
= 0,5
= 0,75
= 1
= 0,5
= 0,25
= 0.5
= 0,75
= 0,25
= 0,75
= 0
72
Responden 19 X1 = X0 = 1 5
Responden 20 X1 = X0 = 1 5
V19(A) =
(1-1) (5-1)
= 0
V20(A) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V19(B) =
(1-1) (5-1)
= 0
V20(B) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V19(C) =
(4-1) (5-1)
= 0,75
V20(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V19(D) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V20(D) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V19(E) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V20(E) =
(3-1) (5-1)
= 0.5 ,
V19(F) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V20(F) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V19(G) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V20(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V19(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V20(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V19(I) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V20(I) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V19(J) =
(5-1) (5-1)
= 1
V20(J) =
(5-1) (5-1)
= 1
V19(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
V20(K) =
(1-1) (5-1)
= 0
73
Responden 21 X1 = X0 = 1 5 V21(A) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V21(B) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V21(C) =
(5-1) (5-1)
= 1
V21(D) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V21(E) =
(3-1) (5-1)
= 0,5
V21(F) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V21(G) =
(1-1) (5-1)
= 0
V21(H) =
(5-1) (5-1)
= 1
V21(I) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
V21(J) =
(5-1) (5-1)
= 1
V21(K) =
(2-1) (5-1)
= 0,25
Resp 12 0,75 0,5 1 0,5 0 0 0
nelayan Purseine Resp 9 Resp 10 Resp 11 0,5 0 0,25 0,75 0 0,75 0,75 0,75 0,75 0 0 0 0 0,5 0 0 0 0 0,75 0,75 0
Resp 7 0,75 1 1 0 0,75 0 0
Resp 8 0,75 1 0,5 0,25 0,75 0,75 0
Sistem pelelangan ikan proses Pelelangan ikan Waktu Pelelangan ikan Retribusi pelelangan kelengkapan fasilitas kelayakan fasilitas sanitasi lingkungan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) keterikatan modal dengan tengkulak penegakan kebijakan pemerintah daerah
Kriteria Penilaian
v(A) v(B) v(C) v(D) v(E) v(F) v(G) v(H) v(I) v(J) v(J)
Fungsi
Kriteria Gabungan
Resp 2 0,5 0,75 1 0 0 0,25 0 1 0 0 0
Pemerintah kota resp 13 resp 14 resp 15 0 0,67 0,67 0,25 0 0 1 0,67 0,67 0,5 0,67 0,67 0,25 0 0 0,5 0 0 0,25 0 0
Resp 1 0,5 0,75 1 0,25 0.25 0 0 1 0,25 0,5 0
resp 16 0 0 0,75 1 0,5 05 0,25
Resp 5 0,5 0,5 1 0,25 0,25 0,25 0 1 0 0,5 0
Resp 6 0,5 0,5 1 0,25 0 0,25 0 1 0 0,5 0
Pengelola TPI resp 17 resp 18 0,25 0,5 0,5 0,75 0,75 1 1 0,25 0,5 0,25 0,25 0,5 0 0,5
Nelayan payang Resp 3 Resp 4 0,5 0,25 0,75 0,5 1 1 0,25 0,25 0 0,5 0 0,25 0 0 1 1 0 0,25 0,5 0,5 0 0
75
74
1
0,75 05 1 0,25
1 0 0 0
KUD mina jaya resp 19 resp 20 resp 21 0 0,5 0,25 0 0,5 0,25 0,75 1 1 0,25 0,5 0,5 0,25 0,5 0,5 0,5 0,25 0,25 0,25 0 0 1 1 1 0,25 0,25 0,25 1 1 1 0 0 0,25
0 0,75 0
76
1 0 0 0
8,59 10 18,34 7,34 5,75 3,75 2,75 19,59 4,09 12,5 1
kriteria gabungan
1 0 0 0
Urutan prioritas 5 4 2 6 7 9 10 1 8 3 11
1 0 0 0,25
0,75 0,25 1 0,25
0,67 0,67 1 0
0,67 0,67 1 0
1 0,25 0,75 0
0,75 0,25 0,75 0
1 0,25 0,75 0
75
Kesejahteraan nelayan
Analisis deskriptif
Multi Criteria Analysis (MCA)
Fasilitas pelabuhan
Menghitung pendapatan π = TR-TC
Analisis deskriptif
Pelaksanaan pengambilan retribusi
Hak nelayan yang diterima nelayan
Retribusi pelelangan ikan PP No 03 Tahun 2011
Kebijakan daerah
Faktor yang mempengaruhi nelayan menjual hasil tangkapan diluar TPI
Ketentuan retribusi
Nelayan yang menjual hasil tangkapan diluar TPI
Pihak pengelola TPI
Menghitung pendapatan π = TR-TC
Nelayan yang menjual hasil tangkapan di TPI
Pendapatan nelayan
Analisis Pendapatan Nelayan PPP Lampasing Lampung (Studi Kasus Nelayan Purse seine dan Payang
Lampiran 3 Diagram Alir Penelitian
77 76
137,727.80
Jumlah
133,546.00
110.17
-
38.10
5,212.50
403.42
690.40
57.60
2,951.60
1,028.03
15,867.10
19.28
3,461.86
4,101.09
1,173.86
109.98
2,134.84
12,679.88
13,093.23
704.79
7,756.71
3,534.33
1,515.01
19,516.90
5,163.34
5,416.88
3,867.17
22,106.42
831.51
2006
135,214.20
6.10
-
0.10
13,206.00
676.00
4.80
63.20
1,956.30
213.10
12,931.10
-
2,578.40
1,370.00
813.10
-
1,056.60
7,184.70
15,899.40
1,462.00
14,613.60
533.00
1,904.40
14,472.30
7,717.60
3,350.50
13,463.20
19,738.70
-
2007
Sumber : Statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung
-
21.30
9,138.10
87.60
96.40
Perangkap lainnya
24
538.20
441.90
Lainnya (Jala, tombak)
Bubu
23
27
Jermal
22
857.70
3,994.90
Muroami
Sero
21
26
Pancing tonda
20
13,210.60
Alat pengumpul kerang
Pancing yang lain
19
-
3,947.70
Alat pengumpul R.Laut
Huhate
18
26
Rawai tetap
17
2,468.00
857.70
285.10
446.30
17,084.10
12,696.00
721.80
2,181.70
25
Rawai tuna
Rawai hanyut lain
16
14
15
Serok
Jaring angkat lainnya
13
Bagan perahu
Trammel net
Bagan Tancap
Jaring insang tetap
9
10
12
8,823.00
Jaring klitik
8
11
4,493.20
Jaring lingkar
7
8,147.40
17,224.10
Pukat Cincin
Jaring insang Hanyut
6
4,167.10
4,033.60
21,764.30
-
2005
5
Dogol
Pukat Pantai
Payang
2
4
Pukat udang
1
3
Jenis alat tangkap
No.
Kabupaten/Kota Bandar Lampung
144,856.27
24.47
-
-
280.60
1,507.16
1,299.08
-
1,552.40
607.62
14,520.00
-
1,200.72
2,171.27
1,589.77
-
1,313.83
6,000.23
20,436.85
-
20,839.16
3,974.78
258.01
20,972.24
10,876.52
9,693.25
5,227.15
20,511.16
-
2008
164,551.16
5,531.78
-
-
101.81
836.52
1,461.36
-
1,677.04
546.93
14,157.51
-
3,578.69
3,183.58
2,778.19
-
2,321.97
5,027.63
8,843.31
7,826.07
19,844.96
6,047.22
775.62
28,312.38
12,633.47
8,039.63
11,943.18
15,877.35
3,204.96
2009
143,602.10
2,713.10
-
-
617.10
-
1,718.10
-
1,633.60
948.30
15,889.10
-
2,087.70
2,790.50
539.20
-
702.00
3,626.50
4,351.70
8,566.90
26,463.40
4,892.30
1,168.40
18,099.30
9,152.50
1,003.40
8,479.30
25,436.80
2,722.90
2010
4.73
5681.84
-98.08
-12.80
126.64
6726.41
-45.01
-18.11
28.93
2.85
26.70
26.17
44.10
-61.42
107.23
-25.45
-0.91
180.13
28.54
147.90
27.33
16.84
17.48
41.02
77.83
-6.95
285.44
Rata-rata Peningkatan (%)
859,497.53
8,482.02
-
59.50
28,556.11
3,510.70
5,711.94
562.70
13,765.84
4,201.68
86,575.41
19.28
16,855.07
16,084.44
7,751.82
395.08
7,975.54
51,603.04
75,320.49
19,281.56
98,340.83
23,474.83
7,803.14
118,597.22
53,690.83
31,670.76
47,013.60
125,434.73
6,759.37
Jumlah
Lampiran 4 Produksi perikanan tangkap unit penangkapan ikan purse seine di PPP Lampasing Lampung berdasarkan statistik perikanan tangkap
78
77
79
Bagan Tancap
Serok
Jaring angkat lainnya
Rawai tuna
12
13
14
15
Alat pengumpul R.Laut
Muroami
Lainnya (Jala, tombak)
26
26
27
Jumlah
Perangkap lainnya
23
Alat pengumpul kerang
Bubu
22
25
Jermal
21
24
Pancing tonda
Sero
20
Pancing yang lain
Bagan perahu
11
Huhate
Trammel net
10
19
Jaring insang tetap
9
18
Jaring klitik
8
Rawai hanyut lain
Jaring lingkar
7
Rawai tetap
Jaring insang Hanyut
6
17
Pukat Cincin
5
16
Dogol
Pukat Pantai
4
2
3
Pukat udang
Payang
1
Jenis alat tangkap -
137,727.80
96.40
-
21.30
9,138.10
87.60
538.20
441.90
3,994.90
857.70
13,210.60
-
3,947.70
2,468.00
857.70
285.10
446.30
17,084.10
12,696.00
721.80
8,823.00
4,493.20
2,181.70
17,224.10
8,147.40
4,167.10
4,033.60
21,764.30
2005
133,546.00
110.17
-
38.10
5,212.50
403.42
690.40
57.60
2,951.60
1,028.03
15,867.10
19.28
3,461.86
4,101.09
1,173.86
109.98
2,134.84
12,679.88
13,093.23
704.79
7,756.71
3,534.33
1,515.01
19,516.90
5,163.34
5,416.88
3,867.17
22,106.42
831.51
2006 -
135,214.20
6.10
-
0.10
13,206.00
676.00
4.80
63.20
1,956.30
213.10
12,931.10
-
2,578.40
1,370.00
813.10
-
1,056.60
7,184.70
15,899.40
1,462.00
14,613.60
533.00
1,904.40
14,472.30
7,717.60
3,350.50
13,463.20
19,738.70
2007
Sumber : Statistik perikanan tangkap kabupaten/kota Bandar lampung
No. -
144,856.27
24.47
-
-
280.60
1,507.16
1,299.08
-
1,552.40
607.62
14,520.00
-
1,200.72
2,171.27
1,589.77
-
1,313.83
6,000.23
20,436.85
-
20,839.16
3,974.78
258.01
20,972.24
10,876.52
9,693.25
5,227.15
20,511.16
2008
164,551.16
5,531.78
-
-
101.81
836.52
1,461.36
-
1,677.04
546.93
14,157.51
-
3,578.69
3,183.58
2,778.19
-
2,321.97
5,027.63
8,843.31
7,826.07
19,844.96
6,047.22
775.62
28,312.38
12,633.47
8,039.63
11,943.18
15,877.35
3,204.96
2009
143,602.10
2,713.10
-
-
617.10
-
1,718.10
-
1,633.60
948.30
15,889.10
-
2,087.70
2,790.50
539.20
-
702.00
3,626.50
4,351.70
8,566.90
26,463.40
4,892.30
1,168.40
18,099.30
9,152.50
1,003.40
8,479.30
25,436.80
2,722.90
2010
4.73
5681.84
-98.08
-12.80
126.64
6726.41
-45.01
-18.11
28.93
2.85
26.70
26.17
44.10
-61.42
107.23
-25.45
-0.91
180.13
28.54
147.90
27.33
16.84
17.48
41.02
77.83
-6.95
285.44
Rata-rata Peningkatan (%)
859,497.53
8,482.02
-
59.50
28,556.11
3,510.70
5,711.94
562.70
13,765.84
4,201.68
86,575.41
19.28
16,855.07
16,084.44
7,751.82
395.08
7,975.54
51,603.04
75,320.49
19,281.56
98,340.83
23,474.83
7,803.14
118,597.22
53,690.83
31,670.76
47,013.60
125,434.73
6,759.37
Jumlah
Lampiran 5 Produksi perikanan tangkap unit penangkapan ikan payang di PPP Lampasing Lampung berdasarkan statistik perikanan tangkap Kabupaten/Kota Bandar Lampung
78
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekon Kesugihan pada tanggal 24 Juni 1991 dari Bapak Asmani dan Ibu Khoirani. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA N 1 Kotaagung pada tahum 2008 dan pada tahun yang sama lulus IPB (USMI). Penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi diantaranya BEM TPB IPB kepengurusan 2009-2010 sebagai staff departemen advokasi, PRAMUKA IPB kepengurusan 2010-2011 sebagai kepala divisi kominfo, Organisasi Mahasiswa Daerah Lampung (KEMALA) kepengurusan 2010-2011 sebagai ketua umum, FKM-C kepengurusan 2011-2013 sebagai ketua dapertemen PSDM, KOMTI PSP angkatan 45 dan HIMAFARIN kepengurusan 2011-2012 sabagi staff PSDM. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah pendidikan agama islam Tingkat Persiapan Bersama (TPB).