ANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2009-2011
FERRY IRAWAN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2009-2011 (Analysis the Achievement of Community Nutrition Program in Musi Banyuasin District in 2009 until 2011) 1 Ferry Irawan , Evy Damayahti2, Leily Amalia3 Abstract The aim of this research was to analyze the achievement of community nutrition programs in Musi Banyuasin District in 2009 until 2011. Cross-sectional design was used in this study. Data retrieval is performed in the Dinas Kesehatan of Musi Banyuasin in July 2012 which is derived from the data 25 Clinics in 11 town in Musi Banyuasin. Research results on average index W/U 10.39%. TB/U index 45.31%, the index W/TB 11.84%. Of achievement an Breast feeding 38.38%. In achievement of Fe-I in pregnant women 85.44%. In achievement of Fe-III in pregnant women 78,53%. Achievement of vitamin A blue capsules for baby in February 83.59%, August 75.37%, while achievement of vitamin A red capsules in February 86.81%, August 80.99%. The average achievement toddler having KMS (K/S) 79.02%. The average achievement of community participation (D/S) 61.62%. The average achievement toddler is his weight (N/D) 51.81%. The average achievement program weighing scope (D/K) 61.62%. Policies of nutrition program have reached the target, but for some programs still need more intensive treatment-related increases of the achievement program through the scaling up nutrition through collaboration between Government, private sector, cross through in CSR program and community empowerment through nongovernmental organizations. Key words: breast milk, Fe tablets, nutritional status, performance nutrition
program (SKDN), vitamin A
RINGKASAN FERRY IRAWAN. I14104039. Analisis Pencapaian Program Gizi Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011, Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI, LEILY AMALIA Data Statistik WHO 2010 menyatakan bahwa gizi salah di seluruh dunia menyumbang 11% dari beban global penyakit, menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, kemiskinan, kecacatan, gangguan pendidikan dan gangguan perkembangan. Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan masih besarnya prevalensi gizi kurang pada anak balita seperti kurang energi protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia kurang zat besi dan Kurang Yodium. Prevalensi KEP pada periode 1989-1999 menurun dari 29.5% menjadi 27.5% atau rata-rata terjadi penurunan 0.40% per tahun, namun pada periode 2000-2005 prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) meningkat kembali dari 24.6% menjadi 28.0%. (Riskesdas 2007) Secara umum tujuan penelitian ini adalah Analisis pencapaian program gizi masyarakat untuk Kesiapan Gerakan Scaling up Nutrition (SUN) di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. Tujuan khusus (1) Menganalisis status gizi balita di Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2009-2011 (2) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program perbaikan status gizi di Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2009-2011 (3) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program pemberian kapsul vitamin A pada balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (4) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamildi Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (5) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (6) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian hasil kinerja program gizi (SKDN) Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada 8 indikator keluaran yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan khususnya bidang perbaikan gizi yaitu; 100% balita gizi buruk ditangani/dirawat, 85% balita ditimbang berat badannya, 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium, 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A, 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, 100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi, dan 100% penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana. Di Indonesia, anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kekurangan energi protein (KEP) dan defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi Fe. Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya (Sediaoetama 2004). Data sekunder yang digunakan bersumber dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. Data-data tersebut meliputi data hasil survey Penilaian Status Gizi dari 25 Puskesmas yang tersebar di 11 kecamatan, jumlah bayi yang mendapat ASI Esklusif, jumlah ibu hamil yang mendapat tablet besi, jumlah bayi balita yang mendapat kapsul vitamin A, dan kinerja program gizi melalui penimbangan balita (SKDN) di posyandu. Berdasarkan indeks BB/U tahun 2009 (9.34%), 2010 (9.58%), 2011 (5,56%) standar WHO < 10% pertahun, rata-rata indek BB/U pertahun mengalami penurunan angka KEP total berdasarkan standar acuan yang ditetapkan. Berdasarkan indeks TB/U status gizi pendek tahun 2009 (31.62%), 2010 (12.50%), 2011 (3.56%), standar WHO < 20%, Balita Pendek mengalami
penurunan dari tahun ketahun. Berdasarkan indeks BB/TB sangat kurus dan kurustahun 2009 (12.54%), 2010 (8.76%), 2011(3.4%) standar WHO 10,1-15, Balita dengan status gizi sangat kurus dan kurus mengalami penurunan dari tahun ketahun. Pencapaian program pemberian ASI Esklusif di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (38.38%) kurang baik. Pencapaian pemberian tablet Fe1 pada ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (85.44%) kurang baik. Pencapaian program pemberian tablet Fe3 pada ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (78.53%) kurang baik dan tidak mencapai target dari tahun ke tahun. Pencapain pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin pada bulan Februari 2009-2011 (83.59%) rata-rata baik, bulan Agustus 2009-2011 (75.37%) rata-rata kurang baik. Pencapaian program pemberian kapsulvitamin A merah pada balita bulan Februari 2009-2011 (86.81%), bulan Agustus 2009-2011(80.99%) rata- rata baik dan memenuhi target, pencapaian program pemberiankapsulvitamin A merah pada balita memenuhi target yang diharapkan. Pencapaian K/S Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 adalah kurang baik (79.02%), pencapaian rata-rata K/S belum memenuhi target yang diharpkan.PencapaianD/S Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 adalah kurang baik (61.62%), pencapaian rata- rata D/S tahun 2009-2011 belum memenuhi target yang ditetapkan. PencapaianN/D Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 adalah baik (84.09%), pencapaian rata-rata N/D telah memenuhi target yang diharapkan.PencapaianD/K Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (75.55%) kurang baik, pencapaian rata-rata D/K belum memenuhi target yang diharapkan. Secara keseluruhan Analisis pencapaian program gizi dilihat berdasarkan (1). Status gizi balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 indeks BB/U pertahun mengalami penurunan angka KEP total berdasarkan (standar WHO 10%), indeks TB/U Balita Pendek mengalami penurunan (standar WHO < 20%), indeks BB/TB sangat kurus dan kurus mengalami penurunan (standar WHO 10.1-15%). (2). Pencapaian target program ASI Esklusif, Tablet Fe-I, Tablet Fe-III masih termasuk kategori kurang baik. Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Februari 2009-2011 termasuk kategori baik, sedangkan Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Agustus pada bayi katagori kurang baik, sedangkan pada balita katagori baik. Pencapaian target K/S, D/S, D/K termasuk kategori kurang baik, sedangkan N/D termasuk kategori baik.
ANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2009-2011
FERRY IRAWAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Pencapaian Program Gizi Masyarakat Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Nama
: Ferry Irawan
NIM
: I141040039
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS
Leily Amalia,STP,MSi
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 10 Februari 1976 dari pasangan Bapak H. Matcik, BBA dan Ibu Paiqoh. Penulis menamatkan SD Negeri No 42 tahun 1988, dan SMP Negeri 13 tahun 1991 dan menamatkan SMA Negeri 02 tahun 1995, dan Jenjang Diploma III di Akademi Gizi Palembang tahun 1999. Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan bekerja di PT Kimia Farma, Tbk sampai dengan tahun 2005, dan pada tahun 2005 tersebut Penulis mendapat kesempatan mengabdi di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sampai dengan sekarang, dan penulis juga mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu (S1) di Institut Pertanian Bogor (IPB) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 dengan mendapat beasiswa dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin.
PRAKATA Bismillahirrohmanirrohim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangnya yang telah tercurah dan tidak terhingga banyaknya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pencapaian Program Gizi Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011”. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk mendapat gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah memberikan kesempatan, motivasi, bimbingan, dan arahan sejak awal penelitian dan penulisan skripsi ini. Leily Amalia, STP, MSi.selaku dosen pembimbing II yang telah senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi. Dr. Ir. Cecilia Meti, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan sejak masa awal perkuliahan. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati. MS selaku dosen penguji skripsi yang telah berkenan menjadi penguji skripsi saya. Keluarga tercinta : (Alm) kedua orangtua, (Alm) Bapak dan ibu mertua, istri, dan anak-anak, saudara-saudara tercinta yang penulis sayangi, yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan, semangat, kesabaran, ketulusan,
kasih sayang dan do’anya. Teman-teman
seperjuangan Alih Jenis Gizi Masyarakat angkatan 44 tahun 2010 dan temanteman satu bimbingan. Sejawat penulis di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pihakpihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya. Penulis juga menyadari dan berharap hasil penelitian ini dapat terlaksana dengan baik sehingga bermanfaat bagi semua. aamiin
Bogor, Maret 2013
Ferry Irawan
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 4 Manfaat ................................................................................................................ 4 TINJAUAN PUSTAKA Sasaran Pembangunan Gizi ................................................................................ .5 Penilaian Status Gizi .............................................................................................. 7 Gizi Buruk ............................................................................................................. 8 Pemberian ASI Eksklusif...................................................................................... 10 Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil................................................................... 11 Pemberian Kapsul Vitamin A ............................................................................... 13 Kinerja Program Gizi (SKDN) di Posyandu .......................................................... 14 Surveilaince Gizi ................................................................................................. 16 Tugas Pokok dan Fungsi ..................................................................................... 16 Program dan Target Program .............................................................................. 18 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 19 METODE PENELITIAN Desain, waktu, dan tempat .................................................................................. 22 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 22 Pengolahan Data ................................................................................................. 22 Pengkategorian Variabel Penelitian ..................................................................... 22 Analisis Data ....................................................................................................... 22 Definisi Operasional............................................................................................. 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah ................................................................................... 26 Balita dan Ibu Hamil............................................................................................. 28 Status Gizi Balita ................................................................................................. 29 Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur. ............................... 29 Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur ............................... 32
ii
Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan .................... 33 Program Pemberian ASI Esklusif ......................................................................... 35 Pencapaian Program Pemberian ASI Esklsusif ................................................... 36 Program Pemberian Tabet Besi (Fe) Pada Ibu Hamil .......................................... 39 Distribusi Tablet Besi (Fe) ................................................................................... 40 Target Program Pemberian Tablet Besi (Fe) ....................................................... 40 Pencapaian Program Pemberian Tablet Besi (Fe) ............................................... 40 Program Pemberian Kapsul Vitamin A ................................................................. 43 Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Biru ..................................... 44 Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Merah .................................. 46 Kinerja Program Gizi (SKDN)............................................................................... 48 Pencapaian K/S .................................................................................................. 48 Pencapaian D/S ................................................................................................... 49 Pencapaian N/D .................................................................................................. 51 Pencapaian D/K ................................................................................................... 53 Rekomendasi Perbaikan Program Gizi ................................................................ 54 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................................... 56 Saran ................................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 58 LAMPIRAN .......................................................................................................... 62
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kategori Status Gizi ....................................................................................... 8 2. Program dan Target Program Gizi di Kabupaten Musi Banyuasin .................. 18 3. Pengkategorian Variabel ................................................................................ 23 4. Distribusi Jumlah Penduduk .......................................................................... 27 5. Jumlah Posyandu .......................................................................................... 28 6. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................. 28 7. Distribusi Balita Berdasarkan Umur................................................................ 29 8. Distribusi Ibu Hamil ........................................................................................ 29 9. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator BB/Umur ......................... 31 10. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator TB/Umur.......................... 33 11. Distribusi StatusGizi Balita Berdasarkan Indikator BB/TB ............................. 35
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Prioritas Pembangunan pada Scaling Up Nutrition
6
2.
Tumbuh Kembang Janin dan Bayi
7
3.
Alur Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Surveilance Program Gizi ............... 16
4.
Kerangka Konsep............................................................................................ 21
5.
Persentase Gizi Buruk di Kecamatan .............................................................. 30
6.
Persentase Gizi Kurang di Kecamatan ............................................................ 31
7.
Persentase Gizi Pendek di Kecamatan ........................................................... 32
8.
Persentase Gizi Sangat Kurus di Kecamatan .................................................. 34
9.
Persentase Gizi Kurus di Kecamatan .............................................................. 34
10. Persentase Pencapaian Program ASI Esklusif di Kecamatan ........................ 36 11. Analisis Pencapaian Program ASI Esklusif di Kabupaten ................................ 37 12. Persentase Pencapaian Program Pemberian Tablet Fe-I di Kecamatan ......... 41 13. Persentase Pencapaian Program Pemberian Tablet Fe-III di Kecamatan ....... 42 14. Analisis Pencapaian Program Pemberian Tablet Fe-I dan Fe-III di Kabupaten....................................................................................................... 42 15. Program Pemberian Kapsul Vitamin A ............................................................ 43 16. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Biru Bulan Februari di Kecamatan .................................................................................... 44 17. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Biru Bulan Agustus di Kecamatan ................................................................................... 44 18. Analisis Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Biru Bulan Februari dan Agustus di Kabupaten ................................................................ 45 19. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Merah Bulan Februari di Kecamatan .................................................................................... 46 20. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Merah Bulan Agustus di Kecamatan .................................................................................... 46 21. Analisis Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Merah Februari dan Agustus di Kabupaten .............................................................................. 47 22. Persentase Pencapaian K/S di Kecamatan ..................................................... 48 23. Analisis cakupan dan pencapaian program K/S di Kabupaten......................... 49 24. Persentase Pencapaian D/S di Kecamatan ..................................................... 49 25. Analisis Cakupan dan Pencapain program D/S di Kabupaten ......................... 50
v
26. Persentase Pencapaian N/D di Kecamatan.................................................... 51 27. Analisis Cakupan dan Pencapaian N/D di Kabupaten ..................................... 52 28. Persentase Pencapaian D/K di Kecamatan .................................................... 53 29. Analisis Cakupan dan Pencapaian D/K di Kabupaten ..................................... 53
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Masalah dan Penaganan Masalah Gizi di Kabupaten ....................... 62 2. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan Renstra Tahun 2012 – 2017 Kabupaten Musi Banyuasin ............................................ 64 3. Renstra SKPD Badan Ketahanan Pangan Daerah(BKPD) Kabupaten Musi Banyuasin............................................................................ 66 4. Distribusi Jumlah Puskesmas, Posyandu, dan Kader Posyandu .................... 67 5. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ..................................... 68
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Data Statistik WHO (2010) menyatakan bahwa gizi salah di seluruh dunia menyumbang 11% dari beban global penyakit, menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, kemiskinan, kecacatan, gangguan pendidikan dan gangguan perkembangan. Sebanyak 186 juta anak-anak di seluruh dunia mengalami gangguan pertumbuhan. Beberapa faktor penyebab masalah tersebut diantaranya yaitu gizi buruk, berat badan rendah, pemberian ASI yang tidak optimal, kekurangan vitamin dan mineral, khususnya vitamin A, zat besi, yodium dan seng yang berpengaruh terhadap 3,9 juta kematian (35% dari total kematian) dan 144 juta cacat yang hidup (33% dari jumlah cacat hidup) pada anak kurang dari lima tahun (Soekirman 2012). Menurut WHO (2010) anak pendek adalah anak yang tinggi badannya pada umur tertentu lebih rendah dari standar WHO yang telah disepakati menjadi patokan yang berlaku universal. Misalnya anak perempuan umur 4 tahun tingginya 94 cm adalah pendek karena kurang 8,6 cm dari standar seharusnya yaitu 102,6 cm (standar WHO) (Soekirman 2012). Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan masih besarnya prevalensi gizi kurang pada anak balita seperti kurang energi protein (KEP), kurang Vitamin A (KVA), anemia kurang zat besi dan kurang Yodium. Prevalensi KEP pada periode 1989-1999 menurun dari 29.5% menjadi 27.5% atau rata-rata terjadi penurunan 0.40% per tahun, namun pada periode 20002005 prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) meningkat kembali dari 24.6% menjadi 28.0% (Riskesdas 2007). Dari 23 juta anak balita di Indonesia, menurut data Kementerian Kesehatan (2010) 7,6 juta di antaranya (36%) adalah pendek. Dengan jumlah tersebut menurut WHO Indonesia tercatat menduduki peringkat ke 5 terbanyak anak pendek di dunia. Ilmu pengetahuan mutakhir dan diakui oleh lembagalebaga PBB, faktor utama pendek adalah lingkungan yang tidak mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak sejak usia janin. Faktor lingkungan yang dominan di negara berkembang dan miskin adalah kekurangan gizi dan penyakit infeksi. Faktor tersebut menjadi penyebab sepertiga sampai separuh ibu hamil sejak awal kehamilan kekurangan gizi dan tidak sehat.
2
Keadaan ini menyebabkan anak kekurangan gizi sejak dalam kandungan (janin), bayi dan berlangsung terus sampai usia 2 tahun (Soekirman 2012). Menurut penelitian di Inggris berbagai kegiatan atau intervensi gizi yang spesifik sektor kesehatan (Posyandu, PMT, gizi seimbang, kapsul vitamin A, tablet Besi, taburia, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan dan lain-lainnya) hanya 30% efektif mengatasi masalah gizi. Sisanya (70%) memerlukan intervensi lintas sektor untuk kegiatan yang secara tidak langsung dan sensitif berdampak pada gizi anak pada 1000 hari pertama (Soekirman 2012). Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) bermaksud untuk memadukan dan mengarahkan intervensi gizi spesifik dan sensitif menjadi suatu gerakan kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat yang terpadu dan konvergen menuju sasaran sama yaitu mencegah dan mengatasi masalah gizi, baik kekurangan gizi, kegemukan maupun penyakit tidak menular (PTM). Undang-undang
Republik
Indonesia
No.36 tahun
2009 tentang
Kesehatan Bab.XIII pasal 167 mengenai Pengelolaan Kesehatan menyatakan bahwa : Pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pengelolaan Kesehatan dilakukan secara berjenjang di Pusat dan di Daerah serta dibuat dalam suatu Sistem Kesehatan Nasional. Untuk mempercepat hasil pemerataan pembangunan telah dikeluarkan Undang-Undang RI No. 22 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 33 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom. Undang-undang tersebut memberikan keleluasaan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk menentukan prioritas pembangunan di daerahnya, dengan demikian daerah diharapkan memiliki kemampuan memilih prioritas penanggulangan masalah gizi sesuai dengan masalah dan sumber daya yang tersedia.
3
Berbagai upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menangani masalah gizi yang pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat. Namun demikian penanggulangan tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa 2002) Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Musi
Banyuasin
melalui
Dinas
Kesehatan telah berupaya mengumpulkan data cakupan program perbaikan gizi masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Hal tersebut tercermin pada data tahun 2003 yang telah dipublikasikan, dimana cakupan kapsul vitamin A balita bulan Februari dan Agustus 88,90%, cakupan vitamin A bayi bulan Februari dan Agustus 66,95%, cakupan ibu hamil mendapat tablet tambah darah (Fe) 75,9%, cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 41,1%, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan dibagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 71,93%. Kabupaten Musi Banyuasin menargetkan cakupan penimbangan balita di posyandu mencapai 90% (Direktorat Gizi Masyarakat 2005). Data Cakupan vitamin A bayi bulan Februari dan Agustus 2006 (83,80%), cakupan kapsul vitamin A balita bulan Februari dan Agustus (86,08%), KEP balita tahun 2006 (9,7%), data penimbangan tahun 2006 Kabupaten Musi Banyuasin yaitu K/S (77%), D/S (55%), D/K (72%), N/D (65%) (Dinkes Musi Banyuasin). Data cakupan BB/U balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2007 (20%), cakupan TB/U balita (37%), cakupan BB/TB balita (20,1%), total vitamin A (61,6%), cakupan penimbangan (19,4%), kepemilikan kartu menuju sehat (KMS) sebesar (25%) (Riskesdas 2007). Data Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2008 yaitu cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita 2 x pemberian (82,34%), ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (5,17%), cakupan ASI Esklusif (44,22%) (Dinkes Musi Banyuasin 2008). Dengan masih rendahnya hasil cakupan dan pencapaian program gizi di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun ke tahun maka penulis tertarik untuk menganalisis program gizi masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin selama tiga tahun berjalan apakah sudah tercapai atau belum dan bagaimana cara meningkatkan cakupan dan pencapaian program tersebut, sehingga target yang diharapkan dapat tercapai.
4
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pencapaian program gizi masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi dan menganalisis status gizi balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian program pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian program pemberian kapsul vitamin A di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. 4. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian program pemberian ASI Ekslusif yang telah dilaksanakan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. 5. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian kinerja program gizi (SKDN) di Posyandu. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini : 1. Bagi Pengambil Kebijakan Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan data cakupan program perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin, masukan atau pertimbangan bagi penyusun dan penentu kebijakan dalam mengupayakan peningkatan pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat. 2. Bagi Peneliti Menambah informasi tentang cakupan program perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin. 3. Bagi Institusi Pendidikan Menambah literatur kepustakaan tentang cakupan program perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin.
5
TINJAUAN PUSTAKA Sasaran Pembangunan Gizi WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, anak, remaja, dewasa, dan umur lanjut, makanan yang memenuhi syarat gizi merupakan kebutuhan utama untuk pertahanan hidup, pertumbuhan fisik, perkembangan mental, prestasi kerja, kesehatan dan kesejahteraan (Soekirman 2000). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan, yaitu; 1) Meningkatkan Umur Harapan Hidup menjadi 72 tahun; 2) Menurunkan Angka Kematian Bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup; 3) Menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup; dan 4) Menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan menurunkan prevalensi balita pendek menjadi 32%. Untuk mencapai sasaran RPJMN Tahun 2010-2014 bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, yang memuat indikator keluaran yang harus dicapai, kebijakan dan strategi. Di bidang perbaikan gizi telah ditetapkan 8 indikator keluaran, yaitu; 100% balita gizi buruk ditangani/dirawat, 85% balita ditimbang berat badannya, 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium, 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A, 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, 100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi, dan 100% penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana (Kemenkes 2010). Di Indonesia, anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kekurangan kalori protein (KKP) dan defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi Fe. Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya (Sediaoetama 2004). Selain itu Indonesia juga menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium) (Almatsier 2009).
6
Arah pembangunan Gizi sesuai dengan UU 17/2007 : Rencana Pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005-2025 menitikberatkan pada pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor, yang meliputi : 1) produksi,
2) pengolahan, 3) distribusi, 4) konsumsi pangan, 5)
kandungan gizi yang cukup seimbang, 6) terjamin keamanannya. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita antara lain karena faktor kemiskinan sehingga orang tua tidak mampu memberikan makanan bergizi, faktor ketidaktahuan ibu tentang makanan bergizi, serta faktor penyakit yang diderita balita hingga menyebabkan nafsu makan berkurang (Siswono 2006). Selain itu faktor penyebab lain timbulnya gizi kurang pada anak balita lebih komplek, maka upaya penanggulangannya memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi. Artinya tidak cukup dengan memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola pengasuhan, pendidikan ibu, air bersih dan kesehatan lingkungan, mutu pelayanan kesehatan dan sebagainya (Soekirman 2000). Dalam pelaksanaan program perbaikan gizi dan prioritas pembangunan pada gerakan
Scaling Up Nutrition (SUN) memiliki beberapa program yang
dapat dilihat pada Gambar 1: Kebijakan Dengan Prioritas pada pangan, gizi, dan jaminan kesehatan untuk semua Cakupan Luas Pada
Pengarusutamaan
Intervensi gizi
pembangunan gizi pada lintas sektor
Sumber : Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Gambar 1 Prioritas Pembangunan pada Scaling Up Nutrition
Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa prevalensi KEP Nasional pada balita dimana prevalensi status gizi buruk sebesar 4.9% dan status gizi kurang sebesar 13%. Program Scaling Up Nutrition (SUN) movement merupakan upaya global dari berbagai negara dalam rangka memperkuat komitment dan rencana aksi percepatan perbaikan gizi, khususnya penanganan gizi sejak 1000 hari dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun. Periode tumbuh kembang janin dan bayi
7
apabila tidak ditangani dengan baik dapat berdampak jangka pendek dan jangka panjang ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut : Dampak jangka pendek
Gizi pada 1000 hari pertama
Dampak jangka panjang Kognitif dan
Perkembangan
prestasi belajar
Otak
kehidupan
Pertumbuhan massa
( janin dan bayi)
tubuh dan komposisi
2 tahun)
badan Metabolisme glukosa,
Kekebalan Kapasitas kerja Diabetes, Obesitas, Penyakit jantung dan pembuluh darah,
lipids, protein,
Mati
Hormon/receptor/gen
kanker, stroke, dan disabilitas
Sumber : Short and long term effect of early nutrition ( James et al 2000) Gambar 2 Tumbuh Kembang Janin dan Bayi
Penilaian Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabelvariabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari kondisi ketersediaan zat gizi dalam seluruh tubuh (Supariasa, 2002). Status gizi merupakan salah saru faktor yang menentukan sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi (Riyadi 2001). Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif Cara lain yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi yaitu dengan cara biokimia, antropometri ataupun secara klinis (Baliwati dan Khomsan 2004). Saat ini pengukuran antropometri (ukuran – ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non – fat mass) Khomsan 2004).
(Baliwati dan
8
Indikator status gizi balita (bawah lima tahun) merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan tingkat sosial ekonomi suatu wilayah. Saat ini kegiatan pemantauan status gizi (PSG) secara Nasional dilakukan melalui dua kegiatan yaitu pengumpulan data antropometri dalam Survey Sosial Ekonomi Sosial (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan kedua Pengumpulan data Antropometri melalui Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. Pelaksanaan Pemantauan Status
Gizi (PSG) di Kabupaten Musi
Banyuasin Tahun 2006, dimaksudkan untuk menyediakan informasi status gizi balita yang akurat dan tepat secara berkala untuk membantu penentu kebijakan dan perencanaan program pangan dan gizi di Kabupaten Musi Banyuasin. Selain itu hasil PSG juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai tingkat keberhasilan suatu program yang terkait dengan peningkatan status gizi masyarakat (Profil Gizi Kab. Musi banyuasin 2006) Tabel 1 Kategori Status Gizi dengan didasarkan pada nilai Z-nya Kategori Ambang Batas (cut off point) > 2 SD - 2 SD s/d + 2 SD < -2 SD < -3 SD
BB/U Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
TB/U Normal Pendek Pendek Sekali
BB/TB Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus
Sumber: (Adisasmito, 2007) Gizi Buruk Balita adalah anak usia dibawah 5 tahun (anak usia 0-59 bulan) yang ada di wilayah kerja pada kurun waktu tertentu, Gizi buruk adalah status gizi berdasarkan indeks berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) dengan nilai Z-score < -3 SD dengan atau tanpa gejala klinis, ditangani/dirawat adalah tindakan yang diberikan kepada balita gizi buruk yang ditemukan mulai dari rujukan, klarifikasi dan konfirmasi, pengobatan dan pemberian makanan tambahan yang disertai dengan penyuluhan, baik rawat jalan maupun rawat inap. Menurut Sediaoetama (2008), anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Khomsan (2004) bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut balita termasuk sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan
9
zat gizi termasuk KEP. Terjadinya gizi kurang pada anak balita tidak selalu didahului dengan terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan sehingga upaya penangulangannya memerlukan pendekatan. Salah satunya adalah dengan memperbaiki aspek makanan. Anak yang menderita KEP terutama pada tingkat berat (gizi buruk) mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, daya tahan terhadap penyakit menurun sehingga meningkatkan angka kesakitan dan risiko kematiannya cukup tinggi. Risiko Relative (RR) angka kematian bagi penderita KEP berat 8.4 kali, KEP sedang 4.6 kali dan KEP ringan 2,4 kali dibandingkan
dengan
gizi
baik
(Soekirman,
2000).
Ketidakseimbangan
(kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia. Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi). Secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan
gizi).
Overnutrition
adalah
suatu
keadaan
tubuh
akibat
mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu yang relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005). Notoadmojdo (2007), menyatakan bahwa salah satu kondisi yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan adalah anak balita sudah mulai bermain di tanah atau di luar rumahnya sendiri. Dengan demikian anak-anak balita lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terkena berbagai penyakit. Munculnya kasus gizi buruk dimasyarakat seharusnya dapat dicegah dan diketahui secara dini melalui kegiatan penimbangan bulanan balita di Posyandu (Soekirman, 2000). Untuk itu tugas yang harus dilakukan oleh pengelolah program gizi yaitu selain menggabungkan data kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat dari Puskesmas, pengelola kegiatan gizi juga perlu melakukan kompilasi laporan kasus gizi buruk yang dirawat di RS atau informasi dari masyarakat dan media. Bila ada laporan kasus gizi buruk dari masyarakat atau media, pengelola gizi perlu melakukan klarifikasi ke puskesmas mengenai laporan atau informasi tersebut untuk melakukan konfirmasi status gizinya. Klarifikasi laporan kasus gizi buruk dapat dilakukan melalui telepon dan sms. Bila hasil konfirmasi ternyata balita tersebut benar gizi buruk (BB/PB atau
10
BB/TB <-3 SD dengan atau tanpa gejala klinis) maka perlu dilakukan pelacakan atau penyelidikan kasus. Pelacakan kasus meliputi waktu kejadiannya, tempat/lokasi kejadian dan identitas orangnya termasuk umur, jenis kelamin dan penyebab terjadinya kasus gizi buruk. Pelacakan kasus gizi buruk dilakukan apabila: Kasus gizi buruk belum mendapatkan penanganan, kasus gizi buruk terkonsentrasi pada satu wilayah, dicurigai kemungkinan adanya rawan pangan (pedoman survailance gizi). Keluaran yang diharapkan dari langkah pengumpulan data adalah adanya rekapitulasi laporan terkait dengan jumlah puskesmas yang melapor, ketepatan waktu, kelengkapan dan kebenaran data yang dilaporkan (Dinkes Muba 2006). ASI Eksklusif ASI adalah satu-satunya makanan yang lengkap mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, ASI juga mengandung zat kekebalan atau anti-body yang melindungi anak dari infeksi terutama diare dan ISPA. Menurut UNICEF pada tahun 1997 kurang lebih 95 persen bayi Indonesia pernah diberi ASI, dan hanya lima persen atau kurang lebih 200.000 bayi yang sama sekali tidak pernah mendapat ASI. Dari 95 persen bayi yang mendapat ASI hanya sebagian kecil yang memperoleh ASI eksklusif atau ASI penuh tanpa diberikan makanan atau minuman lain (Soekirman 2000). Definisi ASI eksklusif bermacam-macam tetapi definisi yang sering digunakan adalah definisi WHO yang menyebutkan ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan. Beberapa studi menggunakan definisi ASI ekslusif yang berbeda seperti sebagai pemberian hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir: 1). Bayi 0–6 bulan adalah seluruh bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang ada di wilayah kerja pada kurun waktu tertentu, 2). ASI Esklusif 0–6 bulan adalah ASI saja yang diberikan kepada bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari tanpa makanan/cairan lain selama sehari sebelum dilakukan pencatatan (recall 24 jam), 3). Bayi usia 0–6 bulan yang diberikan ASI Eksklusif adalah bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang diberikan ASI saja selama sehari sebelum dilakukan pencatatan (recall 24 jam) yang ada diwilayah kerja pada kurun waktu tertentu ( Riskesdas 2010).
11
ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara esklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, la harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2005). Gizi seimbang memerlukan keanekaragaman makanan oleh karena tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan manusia, kecuali air susu ibu (ASI) untuk bayi sampai umur enam bulan. Beberapa jenis makanan kaya akan zat gizi tertentu, sedang jenis makanan lain kaya akan zat gizi lainnya. Dengan makan yang beraneka ragam berarti kekurangan zat gizi dari sesuatu makanan dapat diisi oleh zat gizi dari makanan lain (Soekirman 2000). Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui program perbaikan gizi masyarakat telah menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80%. Namun demikian angka ini sangat sulit untuk dicapai bahkan kecenderungan prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke tahun terus menurun. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40.2% pada tahun 1997 menjadi 39.5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (BPS 2002-2007). Studi kualitatif (Fikawati & Syafiq 2009) melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor predisposisi yaitu pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan Inisiasi Menyusui Dini. Pemberian Tablet Fe pada Ibu hamil Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses yang dikonsumsi sehari-hari. Zat besi secara alamiah dapat diperoleh dari makanan, Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau setara dengan 10 – 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi
12
pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya, yaitu 20 – 30% sedangkan dari sumber nabati hanya 1 – 6% (Anonim 2006). Menurut Almatsier (2002), makan besi heme dan non heme secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi non heme. Daging, ayam, dan ikan mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, dan telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu penyerapan besi. Anemia Gizi Besi (AGB) terutama banyak diderita oleh wanita hamil, wanita menyusui, dan wanita usia subur pada umumnya, karena fungsi kodrati. Peristiwa kodrati wanita adalah haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Karena itu menyebabkan kebutuhan Fe atau zat besi relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Kelompok lain yang rawan AGB adalah anak balita, anak usia sekolah, dan buruh serta tenaga kerja berpenghasilan rendah. Tablet Fe-I adalah Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung 60 mg elemenental iron dan 250 mcg asam folat, sedangkan Fe-III tablet adalah tablet tambah darah Fe yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet sampai masa nifas. (Kemenkes 2010) Anemia gizi besi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat ringan sampai berat. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko: mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Pada ibu hamil lebih banyak terjadi perdarahan kronis, yaitu perdarahan sedikit-sedikit tetapi terus menerus dalam waktu yang lama (Riyadi, Hardinsyah, & Anwar 1997). Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor langsung, tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat besi, kurangnya mengkonsumsi promotor absorbsi zat besi non heme serta adanya infeksi parasit. Adapun kurang diperhatikannya keadaan ibu pada waktu hamil merupakan faktor tidak langsung. Namun secara mendasar anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih rendah (Darlina 2003). Di Indonesia dari laporan depkes (2005) prevalensi anemia pada remaja wanita (15-19 tahun) 26.5%, dan pada wanita subur 26.9%. Masalah anemia gizi
13
besi tidak hanya terjadi pada remaja tetapi juga terjadi pada kelompok usia lainnya, misalnya prevalensi pada balita (47%), ibu hamil (40.1%) termasuk kategori defesiensi tingkat berat, dan bahkan pada manula 45.8%. Data nasional (SUSENAS) menunjukkan prevalensi rumah tangga yang defisit zat gizi (< 50% AKG) cukup besar, yaitu untuk zat besi 37.9%, vitamin C 53.8%, dan Vitamin A (35.3%) dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsumsi pangan. Pemberian kapsul vitamin A Balita 6-59 bulan adalah balita usia 6-59 bulan yang ada di wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Kapsul vitamin A adalah kapsul yang mengandung vitamin A dosis tinggi (100.000 SI warna kapsul biru untuk bayi usia 6-11 bulan dan 200.000 SI warna kapsul merah untuk anak balita 12-59 bulan). Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup tiga fungsi, yaitu fungsi dalam proses melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Program penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan pemberian vitamin A secara cuma-cuma melalui Puskesmas atau Posyandu (Notoatmodjo 2003). Program penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA) telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an dan sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Masalah vitamin A subklinis masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, karena dari hasil survai xeroftalmia tahun 1992 menunjukkan bahwa 50% anak balita mempunyai kadar serum vitamin A dibawah standar kecukupan yang ditentukan oleh WHO (< 20 mg/ dl ). Sejak tahun 1980-an diketahui bahwa angka kematian meningkat pada anak balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum terlihat adanya tanda-tanda xerophthalmia. Di banyak negara pemberian atau suplemen vitamin A dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi sebanyak 19.0 persen hingga 54.0 persen dan menurunkan resiko kematian akibat penyakit campak. Diperkirakan sekurang-kurangnya satu juta anak dapat dicegah dengan meningkatkan konsumsi vitamin A (Soekirman 2000). Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006 memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20 μg/dl adalah sebesar 14.6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A Tahun 1992 yang menunjukkan 50% balita mempunyai serum retinol kurang dari 20 μg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin A (KVA)
14
sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi karena berada di bawah 15% (batasan IVACG). Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan strategi penanggulangan KVA dengan pemberian suplementasi Vitamin A yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A). Strategi penanggulangan kurang vitamin A di Kabupaten Musi Banyuasin masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6-11 bulan), balita (1-5 tahun) dan ibu nifas. Distribusi vitamin A dilakukan secara serentak pada bulan promosi vitamin A di 11 Kecamatan dan 25 Puskesmas dalam Kabupaten Musi Banyuasin (profil Gizi Kab. Musi Banyuasin 2006). Kinerja program gizi di Posyandu Sistem yang digunakan di Posyandu adalah menggunakan sistem balok SKDN. SKDN adalah hasil penimbangan balita di posyandu yang merupakan data berupa pencatatan dan pelaporan pada lingkungan kelurahan. Kegiatan bulanan di posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk :
(a)
memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan kartu menuju sehat (KMS), (b) memberikan konseling gizi, (c) memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan. Dalam KMS berat badan balita hasil penimbangan akan diisikan dengan titik dan dihubungkan dengan garis, sehingga membentuk garis pertumbuhan anak. Berdasarkan garis pertumbuhan ini dapat dinilai apakah berat badan anak hasil penimbangan dua bulan berturutturut = NAIK (N) atau TIDAK NAIK (T) dengan cara yang telah ditetapkan dalam panduan penggunaan KMS (Depkes, 2005). Berat badan adalah indikator kesehatan yang penting bagi setiap orang. Oleh karena itu penting menimbang berat badan secara teratur dan mengetahui apakah berat badannya sudah ideal, kurang, atau lebih. Berat badan yang ideal menunjukkan status gizi yang baik atau normal (Soekirman 2000). Anak yang berumur antara empat bulan sampai dengan tiga tahun sebaiknya ditimbang setiap bulan, karena pada periode umur tersebut merupakan penyesuaian dengan makanan orang dewasa, asupan makanan sering tidak mencukupi, dan ASI mulai tidak mencukupi kebutuhan anak karena anak mulai disapih, dan anak masih rentan terhadap penyakit sehingga sering terjadi gangguan pertumbuhan (Soetjiningsih 1995).
15
Hasil Penimbangan Balita di Posyandu yang dilakukan setiap bulan menghasilkan data penimbangan, yaitu: • Jumlah balita (S) yang ada di wilayah desa. • Jumlah balita yang memiliki KMS (K). • Jumlah balita yang datang ditimbang (D) pada bulan penimbangan. • Jumlah balita yang naik berat badannya (N) pada bulan penimbangan. • Jumlah anak balita Bawah Garis Merah (BGM). • Jumlah balita yang tidak naik berat badannya (T). • Jumlah balita yang datang bulan ini, tetapi bulan lalu tidak datang (O). • Jumlah balita baru yang datang (B). Dari data hasil penimbangan tersebut dapat dihasilkan cakupan kinerja program gizi, Cakupan hasil program gizi di Posyandu tersebut adalah sebagai berikut : 1). Cakupan Program (K/S) Cakupan program (K/S) adalah Jumlah Balita yang memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah balita diwilayah tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan program di daerah tersebut telah tercapai. 2). Cakupan Partisipasi Masyarakat (D/S) Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai. 3). Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) adalah Rata–rata jumlah balita yang naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa besar hasil penimbangan didaerah tersebut yang telah tercapai. 4). Cakupan Kelangsungan Penimbangan (D/K) Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K) adalah Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang telah memiliki KMS kemudian dikali 100%. Persentase D/K disini, menggambarkan berapa besar kelangsungan penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai (Depkes 2008).
16
Surveilance Gizi Manfaat umum surveilans (Thacker, 2000) adalah perencanaan, implementasi, dan evaluasi kegiatan kesehatan masyarakat. Adapun manfaat khusus surveilance adalah memperkirakan kuantitas masalah, menggambarkan riwayat alamiah penyakit, mendeteksi wabah/KLB, menggambarkan distribusi masalah kesehatan, memfasilitasi penelitian dan epidemiologis dan laboratoris, membuktikan hipotesis, menilai kegiatan pencegahan dan penanggulangan, memonitor perubahan agen infeksius, memonitor upaya isolasi, mendeteksi perubahan kegiatan, merencanakan kegiatan. Dibawah ini adalah alur kegiatan surveilans: Pengumpulan Data
Pengolahan dan
Analisis dan
penyajian data
Interpretasi data
Pembuatan Laporan, Tindakan pencegahan dan
rekomendasi tindak lanjut
penanggulangan
dan diseminasi informasi Sumber:
Sumber : (Hidajah 2007) Gambar 3 Alur Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Surveilance Program Gizi (Dinkes Muba 2009) Tugas Pokok dan Fungsi Tugas pokok Dinas Kesehatan Musi Banyuasin di bidang pelayanan kesehatan meliputi penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu anak, gizi masyarakat dan institusi. Melalui bidang pelayanan kesehatan dengan membawahi beberapa seksi diantaranya yaitu Seksi Kesga mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan KIA-Gizi masyarakat dan institusi b. Menyelenggarakan pelayanan KIA-Gizi masyarakat dan institusi c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan KIA-Gizi masyarakat dan institusi. Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana maksud diatas, maka program Gizi mempunyai uraian tugas sebagai berikut : a. Menyusun rencana kegiatan program gizi masyarakat dan institusi setiap tahunnya dan langkah-langkahnya.
17
b. Menyiapkan usulan dana penyelenggaraan pemberian pelayanan program gizi masyarakat dan institusi. c. Melaksanakan
koordinasi
dengan
instansi
lain
yang
terkait
dalam
pelaksanaan pelayanan gizi masyarakat dan institusi. d. Menyiapkan dan melaksanakan monitoring pelaksanaan pelayanan program gizi masyarakat dan institusi. e. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan pelayanan program gizi masyarakat dan institusi. f. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas kegiatan setiap tahunnya. g. Melaksanakan koordinasi kegiatan monitoring dan pembinaan dengan lintas program dalam rangka perbaikan gizi masyarakat. h. Memberikan saran pertimbangan dan informasi untuk bahan penetapan garis kebijakan umum Bidang Pelayanan Kesehatan. i. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi program Gizi maka kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2009, 2010 dan 2011 antara lain : 1. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) melalui kegiatan penimbangan balita setiap bulan di posyandu, distribusi tablet tambah darah (tablet Fe) 2. untuk ibu hamil serta distribusi kapsul vitamin A untuk bayi, balita dan ibu nifas. 3. Pemantauan status gizi balita melalui kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB). 4. Pencegahan dan penanggulangan balita gizi buruk melalui kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) 5. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). 6. Peningkatan cakupan ASI Eksklusif melalui kegiatan Pelatihan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif bagi petugas Puskesmas. 7. Penilaian kinerja Posyandu setiap tahunnya. 8. Penilaian petugas gizi teladan setiap tahunnya. Disamping tugas pokok dan fungsi di atas program gizi memiliki kegiatan rutin yang harus dilaksanakan setiap bulan yaitu pengumpulan, pengolahan dan analisa data program perbaikan gizi masyarakat dan hasil pemantauan status gizi yang dilaporkan oleh masing-masing petugas pelaksana gizi puskesmas se-Kabupaten Musi Banyuasin setiap bulannya. Selanjutnya,
18
laporan puskesmas tersebut direkap, diolah, dan dianalisis. Kemudian hasilnya dikirimkan ke Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Program dan Target Program Gizi Program Perbaikan Gizi diarahkan tercapainya keadaan gizi yang optimal bagi seluruh penduduk yang dicerminkan dengan semakin meningkatnya jumlah keluarga yang berperilaku gizi seimbang. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan tersebut, ditentukan beberapa indikator yang disertai dengan target pencapaian program, dengan tujuan untuk memantau dan mengevaluasi jalannya kegiatan. Tabel 2 Program dan Target Program Gizi tahun 2009-2011 di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Program
Upaya Perbaikan Gizi Keluarga ( UPGK )
Pencegahan dan Penanggulangan Balita Gizi Buruk
Indikator K/S D/S N/S D/K N/D Fe-I Fe-III ASI Esklusif Vitamin A Bayi Vitamin A Balita Gizi Buruk BGM Gizi Buruk mendapat Perawatan MP-ASI Baduta Gakin BGM Kecamatan Bebas Rawan Gizi
2009
Target 2010
2011
80% 80% 80% 80% 80% 90% 90% 80% 80% 80% < 20 % < 15 %
80% 80% 80% 80% 80% 90% 90% 80% 80% 80% < 20 % < 15 %
80% 80% 80% 80% 80% 90% 90% 80% 80% 80% < 20 % < 15 %
100%
100%
100%
100%
100%
100%
80%
80%
80%
Sumber : Bidang Yankes Dinas Kesehatan Musi Banyuasin S = Jumlah balita disuatu wilayah, K = Jumlah balita disuatu wilayah yang memiliki kartu menuju sehat (KMS), D= Jumlah Balita yang ditimbang disuatu wilayah, dan N= Jumlah Balita disuatu wilayah yang naik timbangannya.
19
KERANGKA PEMIKIRAN Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan masih besarnya prevalensi gizi kurang pada anak balita, kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi. Prevalensi gizi kurang pada periode 1989-1999 menurun dari 29.5% menjadi 27.5% atau rata-rata terjadi penurunan 0.40% per tahun, namun pada periode 2000-2005 terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang dari 24.6% menjadi 28.0% (Depkes 2008). Penduduk sasaran program kesehatan sangatlah beragam sesuai dengan karakteristik kelompok umur tertentu atau didasarkan pada kondisi siklus kehidupan yang terjadi. Beberapa upaya program kesehatan memiliki sasaran ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas atau ibu menyusui, sedangkan beberapa program lainnya dengan penduduk sasaran terfokus pada bayi, anak balita, anak usia sekolah, wanita usia subur, usia lanjut dan lain-lain. Bagi petugas kesehatan, data sasaran program tersebut diperlukan untuk menyusun rencana kegiatan tahunan atau menghitung pencapaian indikator dalam rangka evaluasi keberhasilan upaya kesehatan (Depkes 2009). Pelaksanaan program gizi atau surveilans gizi di Kabupaten/Kota meliputi : 1. Pemantauan kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita. 2. Pemantauan pertumbuhan balita (K/S), (D/S), (N/D) dan (D/K) yang merupakan cerminan tingkat cakupan program, partisipasi masyarakat, hasil penimbangan dan keberlangsungan program penimbangan. 3. Pemantauan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. 4. Pemantauan pemberian kapsul vitamin A pada balita. 5. Pemantauan pemberian Fe 90 tablet pada ibu hamil. Input dari Pemantauan tersebut didapat dari berbagai laporan diantaranya laporan rutin bulanan Rumah Sakit atau Puskesmas, dan direkapitulasi setiap tahun oleh Dinas Kesehatan Musi Banyuasin. Selain itu untuk memudahkan pencatatan dan pelaporan yang diharapkan. Kementrian Kesehatan telah menyediakan formulir standar baku pelaporan mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap bulan oleh setiap puskesmas yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Formulir standar baku tersebut yaitu Formulir LB3/FIII Gizi yang berfungsi sebagai formulir pencatatan, pelaporan dan rekapitulasi hasil kegiatan sebagai indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat di tingkat Kabupaten/Kota.
20
Proses dari hasil pemantauan tersebut perlu dianalisis sehingga menghasilkan data-data dasar berupa data gizi buruk, data distribusi kapsul vitamin A, data distribusi tablet Fe, data penimbangan (SKDN), dan data ASI eksklusif. Setelah data-data tersebut tersedia dari hasil proses pemantauan yang telah dilakukan, diharapkan adanya output berupa besaran cakupan program gizi, dimana dari hasil cakupan program ini data yang ada mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Keberhasilan program yang diharapkan berhasil dengan baik ditetapkan berdasarkan target yang hendak dicapai yaitu kasus gizi buruk < 20%, cakupan Kurang Vitamin A ≥ 80%, cakupan pemberian tablet Fe ≥ 90%, SKDN ≥ 80%, Cakupan ASI Eksklusif ≥ 80%. Adapun penyajian data yang dijadikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.
21
input
Proses
1. Laporan RS/Puskesmas/ Masyarakat (from Analisis Data
Lap. KLB Gizi RS dan From lap.Bulanan
Output
Cakupan Program
Target
Keluaran
Gizi buruk 2. Laporan Puskesmas (LB3/FIII Gizi) 3. Laporan Puskesmas (from ASI esklusif)
Data Dasar 1. Data Gizi Buruk 2. Data Distribusi Kapsul Vit. A 3. Data Distribusi Tablet Fe 4. Data SKDN 5. Data ASI Esklusif
Hasil Tindakan
Keputusan Tindakan
Data Dasar 1. Analisis Data Gizi Buruk 2. Analisis Data Distribusi Kapsul Vit. A 3. Analisis Data Distribusi Tablet Fe 4. Analisis Data SKDN 5. Analisis Data ASI Esklusif
Penerimaan
Target 1. Gizi Buruk <20% 2. KVA ≥ 80% 3. Anemia Gizi Besi≥ 90% 4. Penimbangan 80% 5. Asi Eksklusif ≥ 80%
Acuan
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti LB3/FIII adalah formulir pencatatan, pelaporan dan rekapitulasi hasil kegiatan sebagai indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat di tingkat Kabupaten/Kota
Gambar 4 Kerangka konsep, Status Gizi Balita, Cakupan SKDN, Cakupan Vitamin A, Cakupan Fe Bumil, Cakupan ASI Esklusif, di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
22
METODE PENELITIAN Desain, Waktu danTempat Rancangan penelitian yang digunakan pada data cakupan program gizi masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin ini adalah crosssectional study dimana antara variabel independen dan variabel dependen diukur pada
saat
yang
sama.
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif
menggunakan data sekunder yaitu untuk mendapat gambaran status gizi balita, cakupan pemberian ASI Esklusif pada bayi 0-6 bulan, cakupan pemberian tablet Fe bumil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, cakupan informasi posyandu (SKDN) anak balitadi Kabupaten Musi Banyuasin. Pengambilan data dilakukan
di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin bulan Juli Tahun 2012 yang berasal dari data 25 Puskesmas dalam 11 Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin. Jenis dan Cara pengumpulan Data Data-data tersebut meliputi data hasil survey Penilaian Status Gizi dari 25 Puskesmas yang tersebar di 11 kecamatan, dimana data yang dikumpulkan adalah kualitas subyek ( umur, jenis kelamin ), status gizi (BB/U, PB/U, dan BB/PB), cakupan SKDN, jumlah ibu hamil yang mendapat tablet besi, jumlah bayi balita yang mendapat kapsul vitamin A, dan jumlah bayi yang mendapat ASI Esklusif. Data tersebut di dapatkan dari hasil laporan penimbangan tiap bulan. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Excel 2007. Data Sekunder untuk nilai z-score ditentukan berdasarkan BB/TB, BB/U danTB/U. Pengkatagorian Variabel Pengkatagorian variabel pada penelitan ini dapat dilihat pada tabel 3. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang data cakupan kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Tujuannya adalah untuk menetapkan daerah prioritas untuk pembinaan wilayah. Analisis Analitik Analisa analitik dimaksudkan untuk memberikan gambaran hubungan antar 2 (dua) atau lebih indikator yang saling terkait, sehingga bila antar dua
23
variabel tersebut mengalami penurunan maka perlu dilakukan suatu tindakan sehingga wilayah tersebut perlu mendapat prioritas dalam kegiatan pembinaan gizi. Tabel 3 Cara pengkategorian variable No Subyek Data
Kategori Pengukuran
Sumber Acuan
1. Karakteristik Umur
Nominal 1. 00-06 bulan 2. 06-11 bulan 3. 12-59 bulan Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan
Jenis kelamin
2.
3.
4.
Anak balita
Anak Balita
Penilaian Status gizi
Cakupan ASI Esklusif
Anak balita Pemberian Kapsul Vit A
5.
Ibu hamil
Pemberian Tablet Fe
6.
Anak Balita SKDN
Indikator BB/U Ordinal Gizi buruk Z-skor < -3.0 Gizi Kurang Z-skor ≥ -3.0 s/d Z-skor < -2.0 Gizi Baik Z-skor ≥ -2.0 s/d Z-skor ≤ 2.0 Gizi lebih Z-skor ≥ 2.0 Indikator PB/U Normal Z-skor - 2,0 s/d + 2 SD Pendek/Stunted Z-skor -3 s/d< -2,0 SD ) Sangat Pendek <-3 SD Indikator BB/PB Gemuk Z-skor > 2,0 Normal Z-skor (- 2,0 s/d + 2,0 ) Kurus / wasted Z-skor (< - 2,0 s/d – 3,0) Sangat Kurus Z-skor (< - 3,0) Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 80% dari populasi - Kurang apabila <80% dari populasi Ordinal :
Depkes (2008)
Depkes (2008) Depkes RI (2008)
SPM (2010)
SPM (2010)
- Baik apabila cakupan ≥ 80% dari populasi - Kurang apabila < 80% dari populasi Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 90% dari populasi - Kurang apabila < 90% dari populasi Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 80% dari populasi - Kurang apabila < 80% dari populasi
SPM (2010)
24
Definisi Operasional Status gizi adalah gambaran keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dilakukan dengan pengukuran BB/U, PB/U, dan BB/TB Gizi Buruk adalah status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan Z-score <−3, dan atau dengan tandatanda klinis : marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor. Defisiensi vitamin A adalah suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl. Anemia gizi besi adalah kondisi tubuh akibat kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan yang ditandai dengan kada HB serum ˂ 12 mg/dl. Anemia Gizi Besi (AGB) terutama banyak diderita oleh wanita hamil, wanita menyusui, dan wanita usia subur pada umumnya, karena fungsi kodrati. Sistem informasi posyandu (SKDN) adalah hasil penimbangan balita di posyandu yang merupakan data berupa pencatatan dan pelaporan pada lingkungan kelurahan atau desa. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan. Penilaian status gizi adalah penafsiran informasi yang diperoleh dari berbagai cara penilaian, yakni antropometri, konsumsi makanan, laboratorium dan klinik. Informasi digunakan untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi dan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh. Cara penilaian status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri. Antropometri digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Dibawah ini adalah pengkategorian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Cakupan Gizi Buruk adalah persentase balita gizi buruk ditangani/dirawat adalah jumlah balita gizi buruk yang ditangani dibagi dengan jumlah balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja puskesmas pada kurun waktu tertentu.
25
Cakupan Kapsul Vitamin A adalah persentase balita 6-59 bulan dapat kapsul vitamin A adalah jumlah balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dibagi dengan jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. CakupanTablet Fe adalah persentase ibu hamil mendapat tablet Fe 90 adalah jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD dibagi dengan jumlah seluruh ibu hamil trimester 3 yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan SKDN adalah diantara kegiatan sistem informasi posyandu yaitu ketrampilan dalam pengisian KMS, KMS adalah suatu pencatatan lengkap tentang kesehatan seorang anak. KMS harus dibawa ibu setiap kali ibu menimbang anaknya atau memeriksa kesehatan anak dengan demikian pada tingkat keluarga KMS merupakan laporan lengkap bagi anak yang bersangkutan, sedangkan pada lingkungan kelurahan bentuk pelaporan tersebut dikenal dengan SKDN. Pengertiannya S adalah jumlah balita yang ada di wilayah posyandu, K adalah jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS, D adalah jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini, N adalah jumlah balita yang naik berat badanya. Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat cakupan kegiatan penimbangan (K/S), kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu (D/K),
tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
kegiatan
(D/S),
kecenderungan status gizi (N/D), efektifitas kegiatan (N/S). Cakupan Asi Ekslusif adalah persentase bayi usia 0 – 6 bulan mendapat ASI Eksklusif yaitu jumlah bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang diberikan ASI saja selama sehari sebelum dilakukan pencatatan (recall 24 jam) dibagi dengan jumlah bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang ada pada saat dilakukan pencatatan di wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Kondisi Geografis Berdasarkan data dasar profil Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009, 2010 dan 2011, Kabupaten Musi Banyuasin berada di wilayah Propinsi Sumatera Selatan yang memiliki luas wilayah ± 14.265,96 km
atau sekitar 15 persen dari
luas propinsi Sumatera Selatan setelah terjadi pemekaran menjadi Kabupaten Musi Banyasin dan Banyuasin. Secara geografis Kabupaten Musi Banyuasin terletak antara 1.3 sampai dengan 4 Lintang Selatan dan 103 sampai dengan 105 40’ Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin. Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai iklim trofis dan basah dengan variasi curah hujan antara 26.5 – 251.0 mmdengan curah hujan tidak menentu.Di sebelah Timur dari Kabupaten Musi Banyuasin adalah Kecamatan Sungai Lilin, sebelah Barat Kecamatan Bayung Lincir kemudian di daerah pinggiran aliran Sungai Musi sampai ke Kecamatan Babat Toman tanahnya terdiri dari rawarawa dan dipengaruhi oleh pasang surut. Daerah rawa-rawa tersebut luasnya mencapai 53% dan selebihnya 35% tanah datar, serta12% tanah bergelombang. Gambaran Administrasi Pemerintahan Sejak terbentuknya otonomi daerah Kabupaten Musi Banyuasin dibagi menjadi 9 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 203 desa. Tahun 2006 terjadi pemekaran beberapa desa dan kecamatan sehingga jumlah kecamatan bertambah menjadi 11 kecamatan dan jumlah desa menjadi 218 desa. Kabupaten Musi Banyuasin terbagi dalam 11 Kecamatan, yakni: (1) Kecamatan Sangadesa, (2) Kecamatan Babat Toman, (3) Kecamatan Plakat Tinggi, (4) Kecamatan Batanghari Leko, (5) Kecamatan Sungai Keruh, (6) Kecamatan Sekayu, (7) Kecamatan Lais, (8) Kecamatan Sungai Lilin, (9) Kecamatan Keluang, (10) Kecamatan Bayung Lencir, (11) Kecamatan Lalan. Pada awal tahun 2012 telah terjadi pemekaran beberapa desa dan kecamatan sehingga jumlah kecamatan bertambah menjadi 14 kecamatan dan jumlah desa menjadi 239 desa.
27
Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin dilihat dari sebaran penduduk di masing-masing Kecamatan termasuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu padat dibandingkan dengan luas wilayah hampir 15 ribu km2. Jumlah penduduk akhir tahun 2009 mencapai 473210 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2009 adalah 33 jiwa/km². Jumlah penduduk akhir tahun 2010 mencapai 523025 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2010 adalah 37 jiwa/km². Jumlah penduduk akhir tahun 2011 mencapai 609773 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2011 adalah 43 jiwa/km². Jumlah dan distribusi penduduk dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Distribusi jumlah penduduk di Kecamatan di Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2009- 2011 NO
KECAMATAN
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk 2009
2010
2011
1
Sanga Desa
1523
27685
31112
31050
2
Babat Toman
247
49437
50649
54424
3
Plakat Tinggi
2108
24785
21450
22790
4
Batang Hari Leko
317
17407
23174
21873
5
Sungai Keruh
629
35285
35204
41971
6
Sekayu
702
61513
77026
83411
7
Lais
756
54492
57125
81302
8
Sungai Lilin
885
68037
72499
88651
9
Keluang
401
24431
28105
29303
10
Bayung Lincir
5668
74095
88155
116084
11
Lalan
1031
36043
38526
38914
Jumlah
14266
473210
52025
607664
Sumber : BPS Kabupaten Musi Banyuasin (2009-2011) Sarana Kesehatan Puskesmas binaan diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebanyak 25 buah terdiri dari lima puskesmas dengan perawatan dan 20 tanpa perawatan yang tersebar di seluruh wilayah Kecamatan. Jumlah rumah sakit sebanyak tiga buah rumah sakit terdiri dari satu rumah sakit tipe C dan dua rumah sakit tipe D. Selain itu sarana kesehatan yang dibangun oleh masyarakat antara lain pada tahun 2009 posyandu yang terdaftar ada 465, pada tahun 2010 posyandu yang terdaftar ada 500 buah, dan pada tahun 2011 posyandu yang terdaftar ada 501 buah. Rasio sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk tahun 2009 (0.098%), tahun 2010 (0.096%), tahun 2011 (0.082%). Dengan
28
melihat perbandingan rasio tersebut kecenderungan daya dukung sarana kesehatan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin sehingga memerlukan perhatian yang khusus untuk menambahan sarana pelayanan kesehatan. Tabel 5 Jumlah posyandu yang melapor di Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Jumlah Posyandu tahun 2009
No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sanga desa Babat Toman Plakat Tinggi Batanghari Leko Sungai Keruh Sekayu Lais Sungai Lilin Keluang Bayung Lencir Lalan
Terdaftar
Jumlah Posyandu tahun 2010
Lapor
20 39 27 20 40 48 40 53 42 70 66
Terdaftar
18 28 25 18 34 48 33 53 41 70 66
Lapor
20 38 28 23 40 52 55 53 44 74 73
Jumlah Posyandu tahun 2011 Terdaftar
18 38 25 18 33 52 40 49 44 74 73
465 434 500 464 Jumlah Sumber: Bidang Yankes Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
Lapor
23 38 28 19 44 52 41 54 44 85 73
21 38 25 19 37 52 36 50 44 84 71
501
477
Balita dan Ibu Hamil Jumlah contoh Balita yang dikumpulkan dalam penelitian ini didasarkan rekapitulasi hasil laporan bulanan selama tiga tahun di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun 2009-2011. Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan 50.48% dan laki-laki 49.52% pada tahun 2009, berjenis kelamin perempuan 48.90% dan laki-laki 51.10% pada tahun 2010, dan berjenis kelamin perempuan 51.24% dan sisanya adalah laki-laki 48.76% seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6 Distribusi balita berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Jenis Kelamin
2009
2010
2011
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
34073
49.52
35523
51.10
35031
48.76
Perempuan
34738
50.48
33998
48.90
36819
51.24
Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara 0 bulan hingga 60 bulan. Pada tabel 7 terlihat bahwa sebagian besar umur contoh termasuk ke
29
dalam kategori 12-59 bulan 81.15% (2009), 78.45% (2010), dan 77.51% (2011) dengan umur minimum 0-6 bulan sedangkan umur maksimum 59 bulan. Ratarata umur contoh adalah 38.6 bulan dengan standar deviasi 11.1 bulan. Tabel 7 Distribusi balita berdasarkan umur di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Umur Balita
2009
2010
2011
n
%
n
%
n
%
0-6 bulan
4132
6.00
6359
9.15
6935
9.65
6-11 bulan
8836
12.84
8620
12.40
9221
12.83
12-59 bulan
55843
81.15
54542
78.45
55694
77.51
Jumlah balita akhir tahun 2009 mencapai 68.088 jiwa yang terdiri dari bayi 0-6 bulan sebesar 4132, bayi 6-11 bulan sebesar 8836, dan balita 12-59 bulan sebesar 55843. Jumlah Balita akhir tahun 2010 mencapai 69.516 jiwa yang terdiri dari bayi 0-6 bulan sebesar 6359, bayi 6-11 bulan sebesar 8620, dan balita 12-59 bulan sebesar 54542. Jumlah Balitanya akhir tahun 2010 mencapai 68.088
jiwa yang terdiri dari bayi 0-6 bulan sebesar 6935, bayi 6-11 bulan
sebesar 9221, dan balita 12-59 bulan sebesar 47869. Pada tabel 8 jumlah ibu hamil berturut-turut berjumlah 12961 di tahun 2009, 25044 di tahun 2010, dan 13759 di tahun 2011. Tabel 8 Distribusi ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Ibu hamil Total
2009 n 12961
% 2.74
2010 n 25044
% 4.79
2011 n % 13759 2.26
Status Gizi Balita Status Gizi Balita berdasarkan Berat Badan menurut Umur Pengukuran status gizi pada balita dan anak dapat dilakukan dengan menggunakan indeks antropometri sebagai berikut : 1). Indeks berat badan menurut umur (BB/U), 2). Indeks berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB) 3). Indeks panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U) 4). Indeks gabungan (BB/U, BB/TB,TB/U) 5). Lingkar Lengan Atas (LILA) 6). Indeks lingkar kepala menurut Umur (LK/U) 7). Tebal lipatan lemak dibawah kulit (TLBK) (Baliwati dan Khomsan 2004). Penilaian Skor gizi kurang balita di Kabupaten Musi Banyuasin ditentukan dari prevalensi gizi kurang menurut berat badan terhadap umur (BB/U) di bawah minus dua standar deviasi (<-2 SD) di Kabupaten bersangkutan.
30
Selanjutnya ditentukan 4 skor dengan memperhatikan nilai rata-rata prevalensi gizi kurang. Tahun 2003, nilai rata- rata prevalensi gizi kurang adalah 27.5%. Secara nasional, skor 1 ditentukan jika prevalensi gizi kurang < 20%, skor 2 jika prevalensi antara 20 s/d 29.9%, skor 3 jika prevalensi antara 30-39.9%, dan skor 4 jika prevalensi antara ≥ 40%. Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri untuk balita dan anak yaitu pengukuran dengan menggunakan pengukuran berdasarkan Indeks BB/U a. Gizi Lebih (> 2.0 SD baku WHO NCHS) b. Gizi Baik (- 2.0 SD s/d + 2.0 SD) c. Gizi Kurang (< - 2.0 SD) d. Gizi Buruk (< - 3.0 SD) (Baliwati dan Khomsan 2004) Indeks BB/U mencerminkan status gizi saat ini karena berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sensitif terhadap perubahan yang mendadak, seperti infeksi otot dan tidak cukup makan (Tarwotjo & Djuwita 1990).
% gizi buruk
6,00 5,00
2009
4,00
2010
3,00
2011
2,00 1,00 0,00
Gambar 5 Persentase gizi buruk di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase jumlah gizi buruk di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 5 dapat ditunjukkan bahwa jumlah kasus gizi buruk tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Batanghari Leko sebesar 5.00% dan terendah Kecamatan Plakat Tinggi dan Keluang sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi buruk tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Batanghari Leko sebesar 3.45% dan terendah pada Kecamatan Sanga Desa, Babat Toman, Lais, Sungai Lilin, Keluang, dan Lalan
31
sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi buruk tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 1.28% dan terendah Kecamatan Sanga Desa, Lais,
% gizi kurang
dan Keluang sebesar 0.00%. 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
2009 2010 2011
Gambar 6 Persen gizi kurang di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase jumlah gizi kurang di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 6 dapat ditunjukkan bahwa jumlah kasus gizi kurang tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 18.00% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi kurang tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 13.57% dan terendah pada Kecamatan Keluang sebesar 4.38%. Jumlah kasus gizi kurang tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 13.07% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 0.94%. Tabel 9 Distribusi status gizi balita berdasarkan indikator BB/U di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Status gIzi Balita BB/U Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Jumlah
2009 n 29 145 1584 105 1863
% 1.56 7.78 85.02 5.64 100
2010 n 19 306 2980 87 3392
% 0.56 9.03 87.85 2.56 100
2011 n 68 1180 20708 458 22414
% 0.30 5.26 92.39 2.05 100
Berdasarkan jumlah status gizi balita KEP menurut Indeks BB/U di Kabupaten Musi Banyuasin didapat persentase balita KEP sebesar 9.34% terjadi pada tahun 2009, persentase balita KEP sebesar 9.58% terjadi pada tahun 2010, dan persentase balita KEP sebesar 5.56% terjadi pada tahun 2011. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Deni Wismaati (2002) disimpulkan bahwa ada
32
hubungan antara kejadian KEP Balita dengan tingkat pencapaian D/S Posyandu. Berdasarkan acuan WHO KEP total yaitu sebesar 10%. Jumlah kasus gizi buruk di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan terjadinya penurunan, hasil ini disebabkan upaya dan program-program yang dilaksanakan terus-menerus oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu dengan mengadakan pelacakan gizi buruk yang terjadi dan menanggulangi kejadian-kejadian kasus gizi buruk di wilayahnya. Status Gizi Balita berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) mencerminkan status gizi masa lalu karena pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek (Supariasa et al. 2002). Penilaian Status Gizi balita berdasarkan indeks TB/U di setiap kecamatan di kabupaten yang bersangkutan. Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri untuk balita dan anak yaitupengukuran dengan menggunakan pengukuran berdasarkan Indeks PB/U. a). Normal (≥ - 2.0 SD baku WHO NCHS)
% pendek
b). Pendek / Stunted (< -2.0 SD)(Baliwati,Khomsan 2004) 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
2009 2010
Gambar 7 Persentase status gizi pendek di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase status gizi pendek di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 7 dapat ditunjukkan bahwa jumlah kasus gizi balita pendek (stunting) tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 75.00% dan terendah Kecamatan Lais sebesar 9.47%. Jumlah kasus gizi balita pendek (stunting) tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 26.67% dan terendah Kecamatan Sanga Desa sebesar 2.28%. Jumlah kasus gizi balita pendek (stunting) tertinggi tahun 2011
33
terjadi pada Kecamatan Bayung Lencir sebesar 5.30% dan terendah Kecamatan Sanga Desa sebesar 0.00%. Menurut Salimar et al. (2009), prevalensi balita pendek tertinggi berada di pedesaan (65.1%). Tabel 10 Distribusi status gizi balita berdasarkan PB/U di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Status gizi Balita PB/U
2009
2010
2011
n
%
n
%
n
%
Normal
1274
68.38
2968
87.5
21616
96.44
Pendek
589
31.62
424
12.5
798
3.56
Jumlah
1863
100
3392
100
22414
100
Berdasarkan jumlah status gizi balita pendek menurut Indeks PB/U pada tabel 10 didapat persentase balita dengan status gizi pendek sebesar 31.62% pada tahun 2009, persentase balita dengan status gizi pendek sebesar 12.50% pada tahun 2010, dan persentase balita dengan status gizi pendek sebesar 3.56% pada tahun 2011. Berdasarkan acuan WHO kependekan yang ditetapkan sebesar 10%. Indeks PB/U digunakan untuk mengetahui status gizi yang dipengaruhi oleh pemenuhan gizi di masa lalu. Riyadi (2001) menyatakan bahwa defisit TB/U menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal. Status Gizi Balita berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi Badan Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini, karena pada keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa et al. 2002). Penilaian status gizi balita berdasarkan indeks BB/TB di dilakukan disetiap Kecamatan di Kabupaten yang bersangkutan. Indeks BB/TB merupakan indikator kurang gizi akut yang paling sensitif dan paling umum digunakan. Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri untuk balita dan anak yaitupengukuran dengan menggunakan pengukuran berdasarkan Indeks BB/PB a. Gemuk (> 2.0 SD baku WHO NCHS) b. Normal (- 2.0 SD s/d + 2.0 SD) c. Kurus / wasted (< - 2.0 SD s/d – 3.0 SD) d. Sangat Kurus (< - 3.0 SD) (Baliwati dan Khomsan 2004)
34
% gizi sangat kurus
6,00 5,00
2009
4,00
2010
3,00
2011
2,00 1,00 0,00
Gambar 8 Persentase status gizi sangat kurus di setiap Kecamatan di Kabupaten tahun 2009- 2011 Berdasarkan persentase status gizi sangat kurus di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 8 dapat ditunjukkan bahwa jumlah kasus gizi balita sangat kurus tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Sekayu sebesar 5.08% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko, Keluang dan Lalan sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi balita sangat kurus tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 3.49% dan terendah Kecamatan Lais, Sungai Lilin, dan Keluang sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi balita sangat kurus tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 0.80% dan terendah Kecamatan Sanga Desa, Babat Toman, Sungai
% gizi kurus
Lilin dan Keluang sebesar 0.00%. 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
2009 2010 2011
Gambar 9 Persentase status gizi kurus di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase jumlah status gizi kurus di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 9 dapat ditunjukkan bahwa jumlah kasus gizi balita kurus tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 15,86 % dan terendah Kecamatan Batanghari
35
Leko sebesar 0.00 %. Jumlah kasus gizi balita kurus tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 11.48 % dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 3.19 %. Jumlah kasus gizi balita kurus tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 6.05% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 0.50%. Tabel 11 Distribusi status gizi balita berdasarkan BB/PB menurut Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Status gizi Balita BB/PB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah
2009 n 44 171 1312 336 1863
% 2.36 9.18 70.42 18.04 100
2010 n 41 256 2911 184 3392
% 1.21 7.55 85.82 5.42 100
2011 n 53 701 20816 844 22414
% 0.24 3.13 92.87 3.77 100
Berdasarkan status gizi balita dari tabel 11 didapat proporsi status gizi balita dalam rumah tangga berdasarkan Indeks BB/PB dengan status gizi sangat kurus dan kurus di Kabupaten Musi Banyuasin
tahun 2009 tercatat sebesar
11.54% balita. Proporsi status gizi balita dalam rumah tangga berdasarkan Indeks BB/PB dengan status gizi kurus sekali dan kurus di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2010 tercatat sebesar 8.76% balita. Proporsi status gizi balita dalam rumah tangga berdasarkan Indeks BB/PB dengan status gizi sangat kurus dan kurus di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2011 tercatat sebesar 3.37% balita. Indeks BB/PB merupakan indikator penentuan status gizi yang paling baik karena menggambarkan pemenuhan gizi pada masa sekarang dan pemenuhan gizi di masa lalu. Berdasarkan acuan badan WHO urusan pengungsi (UNHCR) yaitu 10.1-15%. Berdasarkan kriteria WHO, masalah gizi dan kesehatan masyarakat tergolong sangat tinggi apabila prevalensi kurus (wasting) di atas 15.0%, maka masalah gizi dan kesehatan pada penelitian ini tergolong sangat tinggi. Riyadi (2001) menyatakan bahwa wasting secara luas digunakan untuk menjelaskan proses yang mengarah pada terjadinya kehilangan berat badan, sebagai konsekuensi dari kelaparan akut dan atau penyakit berat. Program Pemberian ASI Esklusif di Kabupaten Musi Banyuasin Prevalensi ASI eksklusif menurut data SDKI hanya 32.7% menurut penelitian Mercy Corps sebesar 7.4% (ASI predominan pada bayi usia 0-5 bulan) dan 28.9% (ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi usia 0-5 bulan)
36
(Anonim
2009), dan penelitian awal sehat untuk hidup sehat sebesar 9.2%
(Fikawati, Syafiq 2003). Survei yang dilakukan oleh Helen Keller International menyebutkan bahwa rata-rata bayi di Indonesia hanya mendapatkan ASI eksklusif selama 1.7 bulan. (Syafiq, Fikawati 2007). Perlu upaya yang terarah untuk mencapai target yang diharapkan salah satu cara yang di lakukan oleh Pemerintan Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2011 dalam meningkatkan pengetahuan anggota keluarga, tenaga kesehatan dan masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI adalah melalui pelatihan konselor ASI Eksklusif, khususnya kepada para tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan terdepan dalam hal ini rumah sakit. Pencapaian Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin Survey yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and Health Surveillance System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Semarang,Makasar) dan 8 pedesaan (Sumatera Barat, Lampung, Banten, JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan), menunjukkan bahwa pencapaian pemberian ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-25%. Pencapaian ASI Eksklusif 5-6 bulan di perkotaan antara 1-13%, sedangkan dipedesaan 2-13% (Depkes RI, 2004). Pesentase pencapaian program pemberian ASI eksklusif di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin
% ASI Eksklusif
tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Gambar 10. 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
2009 2010 2011
Gambar 10 Pesentase pencapaian program ASI eksklusif di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian ASI eksklusif tahun 2009-2011 pada Gambar 10 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 78.65% dan terendah
37
Kecamatan Lalan sebesar 12.26%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 88.67% dan terendah Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 10.09%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 70.66% dan terendah Kecamatan Sungai Lilin sebesar 8,26%. Hasil pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan menurun. Alasan yang menjadi penyebab kegagalan praktek ASI eksklusif bermacam-macam seperti misalnya budaya memberikan makanan pralaktal, memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar, menghentikan pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja, serta ibu ingin mencoba susu formula, bidan tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sehingga air susu ibu sering sulit keluar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Roesli, 2005) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menyusui adalah (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini (early initiation), (3) posisi menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi (on demand), dan (5) diberikan secara eksklusif. ASI Eksklusif atau lebih tepat disebut pemberian ASI secara eksklusif, artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan. Masih rendahnya pencapaian program pemberian ASI eksklusif di masing-masing
wilayah
Kecamatan
tersebut,
menyebabkan
Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin terus berupaya untuk menanggulangi rendahnya pencapaian pemberian ASI eksklusif
yang terjadi di wilayahnya dengan
melaksanakan program pojok ASI pada ibu yang bekerja dalam lingkup instansi pemerintah, penyuluhan-penyuluhan disetiap posyandu tentang manfaat
ASI.
Pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Gambar 11. % ASI Eksklusif
50
42.32
40.56 34.66
40 30 20 10 0 2009
2010
2011
Gambar 11 Pencapaian program ASI eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
38
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 11 didapat persentase sebesar 20.74% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 47.49% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik, dan 42.32% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Masih rendahnya pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin dapat menyebabkan angka kematian bayi semakin meningkat ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Edmond et al (2005) menunjukkan bahwa 16% kematian bayi baru lahir seharusnya dapat diselamatkan dengan pemberian ASI pada hari pertama dan meningkat 22% jika menyusui dimulai pada 1 jam pertama setelah melahirkan. Selain itu Wiryo (2007) menyatakan bahwa bayi yang
tidak
pernah
mendapat
kolostrum
akan
mudah
terkena
infeksi
gastrointestinal dan diare karena bayi tidak mendapatkan senyawa-senyawa imun yang terkandung dalam kolostrum. Penelitian Anita, di salah satu rumah sakit pusat rujukandi Jakarta Pusat menunjukkan hubungan yang signifikan antara bidan yang mempunyai sikap positif terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan penerapan praktik Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Artinya bidan yang bersikap positif akan lebih besar kemungkinan pasienyauntuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Sikap positif bidan terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD) antara lain adalah bidan merasa senang bila ibu mengerti akan pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD), bidan mau menyebarluaskan informasi tentang pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD), bidan mau membantu melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dan bidan tidak mau memberikan susu botol kepada bayi. Upaya peningkatan pemberian ASI selama ini mulai memberikan hasil yang menggembirakan. Data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) tahun 2007 menunjukkan telah terjadi peningkatan cakupan pemberian ASI secara eksklusif pada bayi dibawah 6 bulan (0-6 bulan) dari 58.5% pada tahun 2006 menjadi 62.2% pada tahun 2007. Cakupan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan sebesar 21.2% pada tahun 2006 meningkat menjadi 28.6% pada tahun 2007. Secara nasional pencapaian pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan menunjukan kecenderungan menurun selama tiga tahun terakhir. Pencapaian pemberian ASI eksklusif 0–6 bulan turun dari 62.2% tahun 2007 menjadi 56.2% pada tahun 2008. Pencapaian pemberian ASI eksklusif
39
pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28.6% tahun 2007 menjadi 24.3% pada tahun 2008 (Susenas 2007– 2008). Target pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 80%, Propinsi Sumatera Selatan yaitu sebesar 71.8% (susenas 2010), dan Nasional sebesar 80%. Program Pemberian Tablet Besi pada Ibu Hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh di antaranya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2009). Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% (Riswan M, 2003). Anemia gizi besi merupakan salah satu dari 4 (empat) masalah gizi utama di Indonesia. Program penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil dan WUS ditujukan dalam rangka mempersiapkan kondisi fisik wanita usia subur (WUS), sebelum dan selama kehamilan, agar ibu hamil dan WUS siap menjadi ibu yang sehat, dan pada saat hamil tidak menderita anemia serta mencegah pendarahan pada saat melahirkan. Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini masih terfokus pada pemberian tablet besi (Fe) atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai tablet tambah darah. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya (Kemenkes, 2010). Suatu penelitian menunjukan bahwa wanita hamil yang tidak minum pil besi mengalami penurunan ferritin (cadangan besi) cukup tajam sejak minggu ke 12 usia kehamilan (Khomsan, 2003). Suplementasi pemberian tablet besi dalam program penanggulangan anemia gizi telah dikaji dan diuji secara ilmiah efektifitasnya apabila dilaksanakan sesuai dengan dosis dan ketentuan. Namun, program pemberian tablet besi pada wanita hamil yang menderita anemia kurang menunjukan hasil yang nyata. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1). Kepatuhan minum tablet besi yang tidak optimal; dan 2). Status besi Wanita Usia Subur (WUS) sebelum hamil sangat rendah, sehingga jumlah tablet besi yang dikonsumsi tidak cukup untuk meningkatkan Hemoglobin (Hb) dan simpanan besi (Depkes, 2002). Menurut
40
Riyadi et al. (1997), konsumsi zat besi ibu hamil dibedakan antara konsumsi rendah (<15mg/kapita/hari) dan konsumsi tinggi (>15mg/kapita/hari). Distribusi Tablet Besi di Kabupaten Musi Banyuasin Distribusi tablet Fe-I dan Fe-III dilaksanakan di seluruh desa dalam Kabupaten Musi Banyuasin yang berjumlah 218 Desa yang termasuk dalam 25 wilayah kerja puskesmas. Dalam hal pendistribusian tablet besi, Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin pada bagian obat (gudang farmasi) tidak mendistribusikan langsung ke tiap puskesmas. Tetapi puskesmas yang mengambil tablet besi ke gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi banyuasin. Tablet besi dibagikan atau didistribusikan ke tiap puskesmas pada awal tahun, dengan bentuk sachet (1 sachet berisi 30 tablet Fe). Jumlah tablet Fe yang akan didistribusikan ke tiap puskesmas dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan di tiap wilayah puskesmas, yaitu dengan cara setiap puskesmas mengajukan usulan permintaan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan masingmasing puskesmas yang bersangkutan. Berdasarkan hasil pengamatan pada program gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, pendistribusian kebutuhan Puskesmas dilakukan dengan cara puskesmas langsung mengambil tablet besi ke gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sangat efisien dikarenakan selain mengambil tablet besi pihak puskesmas pun sekaligus mengambil kebutuhan program lain untuk kebutuhan selama 1 tahun. Padahal menurut Depkes (1999) pendistribusian tablet besi di tingkat Kabupaten, didistribusikan dari gudang farmasi Kabupaten ke tiap puskesmas. Faktor utama yang menyebabkan sulitnya penurunan prevalensi anemia ini antara lain karena rendahnya cakupan distribusi dan kepatuhan ibu mengkonsumsi tablet besi. Survei Kesehatan Rumah Tangga melaporkan bahwa distribusi tablet besi sebesar 27% dan kepatuhan ibu mengkonsumsi tablet besi sebanyak 23% (Ernawati, 2000). Target Pencapaian Program Pemberian Tablet Besi pada Ibu Hamil Program KIA-Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, pada tahap ini yang menjadi sasaran dalam evaluasi program adalah berupa keluaran (output) dari program pemberian tablet besi yaitu berupa besaran jumlah cakupan dan pencapaian program pemberian tablet besi pada ibu hamil. Untuk target cakupan dan pencapain program pemberian tablet Fe-I adalah 90% dan Fe-III adalah 90%.
41
Program KIA-gizi pada dinas kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin yang telah berjalan hanya mengacu pada hasil laporan yang dikirimkan ke dinas kesehatan Propinsi Sumatera Selatan dalam bentuk output untuk semua program kesehatan termasuk salah satunya program pemberian tablet besi yang dilaporkan ke dinas kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Untuk pengamatan proses pelaksanaan (pemberian tablet Fe kepada ibu hamil) dan dampak dari adanya pelaksanaam program untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat kurang dievaluasi. Menurut Mantra dalam Santri (2010), evaluasi pada tahap proses dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang berjalan telah sesuai dengan rencana atau tidak atau apakah telah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program. Evaluasi dampak menurut Notoatmodjo (2003), ditujukan untuk menilai sejauh mana program itu mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Evaluasi terhadap dampak dilakukan dengan cara melihat apakah prevalensi anemia dari tahun ke tahun menurun atau semakin meningkat.
Pencapaian Pemberian Tablet Fe-I di Kabupaten Musi Banyuasin Pencapaian ibu hamil mendapat tablet besi adalah pencapaian ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja
% Fe-I
pada kurun waktu tertentu. 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
2009 2010 2011
Gambar 12 Persentase pencapaian pemberian tablet Fe-I di Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian Fe-I tahun 2009-2011 pada Gambar 12 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Bayung Lencir sebesar 108.27% dan terendah Kecamatan Lalan sebesar 38.73%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan
42
Sanga Desa sebesar 98.75% dan terendah pada Kecamatan Batanghari Leko sebesar 61.08%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan sebesar 112.28% dan terendah Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 71.81%. Pencapaian Pemberian Tablet Fe-III di Kabupaten Musi Banyuasin Fe-III tablet adalah tablet tambah darah Fe yang diberikan kepada ibu
% Fe-III
hamil sebanyak 90 tablet sampai masa nifas. 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
2009 2010 2011
Gambar 13 Persentase pencapaian pemberian tablet Fe-III di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian Fe-III tahun 2009-2011 pada Gambar 13 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Bayung Lencir sebesar 99.57% dan terendah Kecamatan Lalan sebesar 35.59%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sanga Desa sebesar 98.47% dan terendah pada Kecamatan Lalan sebesar 32.43%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi
% Fe-I dan Fe-III
sebesar 101.29% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 64.37%. 100
92.08
80.43
80
88.31
84.73
73.72
81.43
60
2009
40
2010
20
2011
0 Fe-I
Fe-III
Gambar 14 Pencapaian pemberian tablet besi Fe-I dan Fe-III pada ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian tablet besi Fe-I pada Gambar 14 didapat persentase sebesar 92.08% ibu hamil di tahun 2009 termasuk kategori baik, 80.43% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik, 88.31% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Hal ini
43
menunjukkan bahwa masih rendahnya cakupan Fe-I dalam dua periode, walaupun sebagian sudah memenuhi target pencapaian. Hal ini disebabkan masih rendahnya distribusi Fe-I dimasing-masing wilayah oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terus berupaya untuk menanggulangi rendahnya pencapaian Fe-I yang terjadi diwilayahnya dengan cara melakukan penyuluhan ke posyandu-posyandu oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian tablet besi Fe-III pada Gambar 14 didapat persentase sebesar 84.73% terjadi pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 73.72% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik, dan 81.43% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian Fe-III di Kabupaten Musi Banyuasin masih rendah. Akibat masih rendahnya pencapaian total Fe-III pada Ibu Hamil di Kabupaten Musi Banyuasin yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya pernyataan ibu hamil yang merasa mual ketika mengkonsumsi Fe tablet yang dibagikan gratis dari Puskesmas, adanya ibu hamil baru melakukan pemeriksaan setelah usia kehamilan trimester III, sehingga mempengaruhi hasil pencapaian program pemberian tablet besi yang masih dibawah target yang akan dicapai sebesar 90 % untuk Fe-I dan Fe-III. Program Pemberian Kapsul Vitamin A Masih rendahnya cakupan suplementasi vitamin A ini mengindikasikan bahwa manajemen dan sosialisasi program vitamin A tingkat Kabupaten/Kota belum berjalan optimal. Berkaitan hal tersebut diperlukan pelatihan penyegaran terkait dengan manajemen suplementasi vitamin A bagi petugas dalam rangka meningkatkan cakupan program khususnya pada Kabupaten/Kota dengan pencapaian rendah. Hasil survei menunjukkan bahwa di provinsi Kalimantan Barat cakupan vitamin A pada bayi (6-11bulan) adalah sebesar 55.8% dan anak balita (12-59 bulan) sebesar 56.6%, sementara untuk provinsi Lampung cakupan pada bayi adalah 82.4% dan anak balita 80.4%, dan Sulawesi Tenggara adalah 70.5% pada bayi dan anak balita sebesar 62.2%. Hasil survei juga menemukan bahwa sebanyak 70.2% bayi umur 6-11 bulan dan 13.9% anak balita umur 12-59 bulan mendapatkan suplementasi vitamin A dengan dosis yang tidak sesuai umur (Kemenkes 2009)
44
Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Biru tahun 2009-2011 % vitamin A biru
120,00 100,00
2009
80,00
2010
60,00
2011
40,00 20,00 0,00
Gambar 15 Persentase pencapaian vitamin A biru di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin bulan Februari 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian vitamin A biru bulan Februari 2009-2011 pada gambar 15 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 100% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 80.20%. Pencapaian tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 96.92% dan terendah pada Kecamatan Keluang sebesar 49.16%. Pencapaian tertinggi pada tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 98.75% dan terendah Kecamatan Bayung Lencir sebesar 81.70%.
% vitamin A biru
120,00 100,00 80,00 60,00 40,00
2009 2010 2011
20,00 0,00
Gambar 16 Persentase pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin bulan Agustus 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian kapsul vitamin A biru bulan Agustus 2009-2011 pada gambar 16 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Lais sebesar
45
91.57% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 32.49%. Pencapaian tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 101.82% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 63.65%. Pencapaian tertinggi pada tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sekayu sebesar 92.82% dan terendah Kecamatan Bayung Lencir sebesar 70.36%.
% vitamin A biru
100,00 80,00
88.46
87.43 75.35
84.47
80.87
65.78
60,00
2009
40,00
2010 2011
20,00 0,00 Februari
Agustus
Gambar 17 Pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 17 didapat persentase sebesar 88.46% bayi pada bulan Februari 2009 termasuk kategori baik, 65.78% pada bulan Agustus 2009 termasuk kategori kurang baik, terjadi penurunan yang tidak sesuai dengan target. Hal ini disebabkan ketersediaan vitamin A biru dosis 100.000 IU tidak mencukupi serta pendistribusian kapsul vitamin A kepada kelompok sasaran juga mengalami penurunan, dimana ibu balita yang mempunyai bayi dan balita tidak datang ke posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi sebesar 75.35% pada bulan Februari 2010 termasuk kategori kurang baik, 84.47% pada bulan Agustus 2010 termasuk kategori baik. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi sebesar 87.43% pada bulan Februari 2011 termasuk baik, 80.87% pada bulan Agustus 2011 termasuk kategori baik sesuai dengan target walaupun hasilnya mengalami penurunan. Sedangkan untuk hasil cakupan dan pencapaian program pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin dalam periode tahun 2009-2011 terdapat sebesar 77.78% pada tahun 2009, 79.88% pada tahun 2010, dan 84.07% pada tahun 2011, terdapat adanya tren kenaikan hasil yang dicapai seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat.
46
Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Merah tahun 2009-2011 120,00
% vitamin A merah
100,00 2009
80,00
2010 60,00
2011
40,00 20,00 0,00
Gambar 18 Persentase pencapaian program kapsul vitamin A merah di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin bulan Februari 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian kapsul vitamin A merah bulan Februari 2009-2011 pada gambar 18 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 95.43% dan terendah Kecamatan Sanga Desa sebesar 64.97%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 95.43% dan terendah pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 58.58%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 99.80% dan terendah Kecamatan Bayung Lencir sebesar 75.60%.
% Vitamin A merah
120,00 100,00 80,00 60,00 2009 40,00
2010
20,00
2011
0,00
Gambar 19 Persentase pencapaian vitamin A merah di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin bulan Agustus 2009-2011
47
Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian kapsul vitamin A merah bulan Agustus tahun 2009-2011 pada gambar 19 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 91.62% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 75.89%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 96.37% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko sebesar 70.67%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sungai Lilin sebesar 92.88% dan terendah Kecamatan Lais sebesar 41,22%.
% Vitamin A merah
90
87.11 85.86 87.46
85
86.53 84.39
2009 2010
80
76.12
2011
75 70 Februari
Agustus
Gambar 20 Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah pada balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian kapsul vitamin A merah di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 20 didapat persentase sebesar 87.11% balita pada bulan Februari 2009 termasuk kategori baik, 86.53% pada bulan Agustus 2009 termasuk kategori baik sesuai target yang diharapkan. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah sebesar 85.86% pada bulan Februari 2010 termasuk kategori baik, 84.39% pada bulan Agustus 2010 termasuk kategori baik sesuai target walaupun sedikit mengalami penurunan. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah sebesar 87.82% pada balita bulan Februari 2011 termasuk kategori baik, 79.44% pada bulan Agustus 2011 termasuk kategori kurang baik dimana terjadi penurunan yang tidak sesuai dengan target. Kecenderung terjadinya penurunan cakupan dan pencapaian program ini diakibatkan oleh rendahnya distribusi kapsul vitamin A, dan balita yang datang ke posyandu pada saat bulan vitamin A, dimana daerah-daerah tertentu di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin sudah masuk waktunya musim tanam dan banyak ibu-ibu yang tinggal dan menetap ditalangtalang untuk menyadap getah karet sehingga ibu-ibu yang mempunyai balita jarang membawa balitanya ke posyandu.
48
Kinerja Program Gizi (SKDN) di Posyandu Hasil analisis data di kelompok penimbangan yang dilakukan setiap bulan berguna sebagai survailance gizi untuk pemantauan perkembangan balita ditingkat posyandu. Indikator yang ada di kelompok penimbangan meliputi tingkat partisipasi masyarakat (D/S), D merupakan jumlah balita yang ditimbang sedangkan S adalah jumlah seluruh balita. Tingkat keberhasilan program (N/D), N merupakan jumlah balita yang ditimbang yang berat badannya naik. Keterjangkauan program (K/S) dan pencapaian program (D/K), K adalah jumlah balita yang memiliki kartu. Pencapaian K/S Pencapaian program (K/S) adalah: Jumlah Balita yang memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah balita diwilayah tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan program di daerah tersebut telah tercapai. Cakupan K/S juga merupakan salah satu indikator di kelompok penimbangan yang menggambarkan besarnya akses/ keterjangkauan dalam kegiatan penimbangan di posyandu. 120,00
% K/S
100,00 80,00
2009
60,00
2010
40,00
2011
20,00 0,00
Gambar 21 Persentase pencapaian K/S di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian K/S tahun 2009-2011 pada Gambar 21 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian K/S tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 80.02% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 40.18%. Pencapaian K/S tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sanga Desa sebesar 45.29% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 10.81%. Pencapaian K/S tertinggi tahun 2011 terjadi pada
49
Kecamatan Keluang sebesar 101.65% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 54.25%. 100
82.44
% K/S
80 58.42
60 40
17.8
20 0 2009
2010
2011
Gambar 22 Pencapaian K/S di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program K/S total di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 22 didapat persentase sebesar 58.42% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik. Pencapaian rata-rata K/S total sebesar 17.8% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik. Pencapaian rata- rata K/S total sebesar 82.44% pada tahun 2011 termasuk kategori baik. Masih rendahnya pencapaian K/S di Kabupaten Musi Banyuasin disebabkan ketersediaan KMS yang tidak mencukupi, dan juga disebabkan terjadinya perubahan KMS lama ke KMS baru, serta banyaknya KMS yang hilang oleh ibu balita. Pencapaian D/S Pencapaian
D/S
merupakan
wujud
partisipasi
(keikutsertaan)
masyarakat pada kegiatan Posyandu adalah merupakan bentuk dari perilaku masyarakat
terhadap
kesehatan.
Indikator
D/S
menggambarkan
tingkat
% D/S
partisipasi masyarakat di kelompok penimbangan. 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
2009 2010 2011
Gambar 23 Persentase pencapaian D/S di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009- 2011
50
Berdasarkan persentase pencapaian D/S tahun 2009-2011 pada Gambar 23 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian D/S tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 70.46% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 17.32%. Pencapaian D/S tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sanga Desa sebesar 40.48% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko sebesar 8.48%. Pencapaian D/S tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 90.79% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 38.64%. 70
61.15
60
% D/S
50
45.94
40 30 15.52
20 10 0 2009
2010
2011
Gambar 24 Pencapaian D/S di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program D/S total di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada gambar 24 didapat persentase sebesar 45.94% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik. 15.52% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik. 61.15% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik.
Partisipasi masyarakat (D/S) adalah
indikator keberhasilan penimbangan balita di Posyandu yang didapatkan dari hasil : jumlah Balita yang ditimbang (D) dibagi dengan semua jumlah Balita yang ada (S) dikali 100 dan hasilnya dalam bentuk persentase. Menurut Soekirman (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kasus kurang gizi pada masyarakat karena tidak berfungsinya lembaga – lembaga sosial dalam masyarakat seperti Posyandu. Walaupun untuk tingkat pencapaian D/S total di Kabupaten Musi Banyuasin masih rendah disebabkan sebagian besar balita hanya aktif dibawa posyandu sebelum mendapatkan imunisasi lengkap, tetapi setelah balita berumur 9 bulan atau telah mendapatkan imunisasi lengkap, sebagian besar ibuibu tidak lagi melakukan penimbangan secara rutin sehingga pencapaian penimbangan atau partisipasi masyarakat di kelompok penimbangan untuk usia di atas 9 bulan tidak mencapai target akan tetapi untuk target pada pada tingkat
51
Kecamatan masih ada yang melampaui target yang telah ditentukan. Ini sejalan dengan hasil penelitian Satoto dkk (2002)
menunjukkan bahwa sekitar 35%
desa di Indonesia masih melaksanakan Posyandu sampai sekarang dan sebagian masyarakat miskin masih menggunakan Posyandu sebagai tempat pelayanan kesehatan. Teori yang menyatakan bahwa ada 3 faktor utama yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam bidang kesehatan yaitu : (a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, norma sosial dan unsur – unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. (b) faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya (c) faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Keberadaan Posyandu dalam hal ini masuk dalam faktor pendukung (enabling factors) (Sarwono, 2004). Pencapaian N/D Pencapaian Hasil Penimbangan (N/D) adalah : Rata–rata jumlah balita yang naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa besar hasil penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai. 120,00 100,00
2009
% N/D
80,00
2010 60,00
2011
40,00 20,00 0,00
Gambar 25 Persentase pencapaian N/D di setiap Kecamatan di kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian N/D tahun 2009-2011 pada Gambar 25, dapat ditunjukkan bahwa pencapaian N/D tertinggi tahun 2009
52
terjadi pada Kecamatan Sanga Desa sebesar 90.00% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 56.97%. Pencapaian N/D tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Babat Toman sebesar 93.91% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko sebesar 43.68%. Pencapaian N/D tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sanga Desa sebesar 97.64% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 80.79%. 100
% N/D
80
86.05
90.14
2010
2011
75.02
60 40 20 0 2009
Gambar 26 Pencapaian N/D di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 Indikator N/D di gunakan untuk menilai tingkat keberhasilan program di kelompok penimbangan. Hal ini berarti setiap balita yang ditimbang diharapkan ada kenaikan berat badan. Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program N/D total di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 26 didapat proporsi rata- rata pencapaian N/D total Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 75.02% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik. 86.05% pada tahun 2010 termasuk kategori baik. 90.14% pada tahun 2011 termasuk kategori baik. Pencapaian N/D tahun 2009, 2010, dan 2011 cenderung mengalami kenaikan walaupun pencapaian N/D Kabupaten Musi Banyuasin secara total masih belum memenuhi target yang diharapkan yaitu setiap balita yang ditimbang mengalami peningkatan berat badannya. Belum tercapainya target hasil penimbangan disebabkan masih adanya balita yang tidak rutin melakukan penimbangan sehingga tidak dapat dinilai kenaikan berat badan balita tersebut, dan juga disebabkan beberapa desa di Kecamatan ini merupakan daerah terpencil sehingga pencapain N/D masih sangat rendah.. Tetapi dalam dua tahun terakhir adanya peningkatan dengan adanya kenaikan yang melampaui target. Hal ini disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk menimbang balitanya di posyandu dan juga adanya peran aktif dari petugas kesehatan dengan dibantu oleh peran serta masyarakat.
53
Pencapaian D/K 120,00 100,00
2009
% D/K
80,00
2010
60,00
2011
40,00 20,00 0,00
Gambar 27 Persentase pencapaian D/K di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Berdasarkan persentase pencapaian D/K tahun 2009-2011 pada gambar 27, dapat ditunjukkan bahwa pencapaian D/K tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Sungai Lilin sebesar 100.00% dan terendah Kecamatan Babat Toman sebesar 43.11%. Pencapaian D/K tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 96.84% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko sebesar 63.04%. Pencapaian D/K tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 96.69% dan terendah Kecamatan Lais sebesar 65.80%. Cakupan dan pencapaian D/K tahun 2009, 2010, dan 2011 cenderung berubah-ubah. Cakupan dan pencapaian D/K total tingkat Kecamatan belum mencapai target, dimana diharapkan setiap balita yang datang mempunyai KMS sebagai rapor dalam pemantauan pertumbuhan balita.
% pencapaian
90
87.19
85 78.64
80
75.55
75 70 65 2009
2010
2011
Gambar 28 Pencapaian D/K di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 Indikator memberikan
D/K dikelompok
gambaran
besarnya
penimbangan dapat
digunakan untuk
pencapaian
penimbangan
program
di
posyandu. Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program N/D total di
54
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 28 didapat persentase D/K total Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 78.64% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik. 87.19% pada tahun 2010 termasuk kategori baik. 75.55% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Masih rendahnya pencapaian D/K disebabkan ketersediaan KMS yang ada belum mampu memenuhi jumlah balita yang datang, sehingga masih ada balita yang datang dan ditimbang tidak mempunyai KMS sebagaimana mestinya. Dari
analisis
program
yang
telah
dilaksanakan
perlu
adanya
pengawasan dan pembinaan yang lebih intensif yaitu dengan melakukan pemberdayaan dan peningkatan kemampuan petugas, fasilitas pelayanan kesehatan, kader posyandu, dan masyarakat serta pentingnya promosi kesehatan yang berkaitan erat dengan pelaksanaan program gizi di daerah yang dapat dilihat pada lampiran 1. Rekomendasi Perbaikan Program Gizi Pelaksanaan program gizi yang telah dilaksanakan di Kabupaten Musi Banyuasin masih terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dan memerlukan program tindaklanjut yang berkesinambungan, dimana Menurut Notoatmodjo (2003) evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap tiga hal, yakni evaluasi terhadap proses pelaksanaan program, evaluasi terhadap hasil program, dan evaluasi terhadap dampak program. Melihat hasil yang telah diperoleh perlu dilakukan evaluasi yang berkelanjutan terhadap program-program yang telah dilaksanakan. Menurut Notoatmodjo (2003), evaluasi inii ditujukan untuk menilai sejauh mana program itu mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Dalam melaksanakan program-program perlu dilakukan pendekatan-pendekatan yang berkesinambungan. Manfaat yang diperoleh dari hasil evaluasi adalah setiap informasi yang ada dapat menghasilkan suatu keputusan yang tepat bersifat rasional dan realistik. Rasional artinya dilandasi oleh gagasan yang baik. Bersifat realistik artinya mempertimbangkan kenyataan yang ada. Keputusan yang baik adalah gagasan yang baik berdasarkan iformasi yang dapat dipercaya meliputi 1) Perencanaan 2). Pemantauan 3). Evaluasi dan 4) intervensi. Peranan lintas sektor yang ada diharapkan dapat menerapkan program perbaikan gizi masyarakat tercemin pada rencana strategis daerah (Renstra) pada masing-masing steakholder atau (SKPD) sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat yang cukup baik jumlah, mutu, aman, merata dan
55
terjangkau, dan berkurangnya angka penduduk miskin dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.
56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan indeks BB/U di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 9.34% balita KEP tahun 2009, 9.58% tahun 2010, 5.56% tahun 2011. Berdasarkan indeks TB/U terdapat balita pendek 31.62% tahun 2009, 12.50% tahun 2010, 3.56% tahun 2011. Indeks BB/TB terdapat 12.54% tahun 2009 balita kurus dan kurus sekali, 8.76% tahun 2010, 3.4% tahun 2011. Pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 20.74% bayi yang memperoleh ASI eksklusif tahun 2009, 47.49% tahun 2010, 42.32% tahun 2011, pencapaian program pemberian ASI eksklusif ini termasuk kategori kurang baik. Pencapaian program
Fe-I di
Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 92.08% ibu hamil tahun 2009 termasuk kategori baik, 80.43% tahun 2010 kurang baik, 88.31% tahun 2011 kurang baik. Terjadi penurunan dari tahun ketahun untuk cakupan total Fe-I. Pencapaian FeIII terdapat 84.73% ibu hamil tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 73.72% tahun 2010 kurang baik, 81.43% tahun 2011 kurang baik, pencapaian Fe-III tidak mencapai target dari tahun ke tahun. Pencapaian program pemberian kapsul vitamin A biru di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 88,46% bayi pada bulan Februari 2009 termasuk kategori baik, 65.78% bulan Agustus 2009 kurang baik. 75.35% bayi pada bulan Februari 2010 termasuk kategori kurang baik, 84.47% bulan Agustus 2010 baik. 87.43% bayi pada bulan Februari 2011 termasuk kategori baik, 80.87% bulan Agustus 2011 baik. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 87.11% balita pada bulan Februari 2009 termasuk kategori baik, 86.53% bulan Agustus 2009 baik. 85.86% bayi pada bulan Februari 2010 termasuk kategori baik, 84.39% bulan Agustus 2010 baik, 8.82% pada bulan Februari 2011 termasuk kategori baik, 79.44% bulan Agustus 2011 kurang baik, pencapaian program pemberian kapsul vitamin A ini terjadi penurunan yang tidak sesuai dengan target. Pencapaian K/S di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 58.42% balita pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 17.8% tahun 2010 kurang baik, 82.44% tahun 2011 baik. Pencapaian D/S di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 45.94% balita tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 15.52% tahun 2010 kurang baik, 61.15% tahun 2011 kurang baik. Pencapaian N/D di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 75.02% balita tahun 2009 termasuk kategori kurang
57
baik, 86.05% tahun 2010 baik, 90.14% tahun 2011 baik. Pencapaian D/K di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 78.64% balita tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 87.19% tahun 2010 baik, 75.55% tahun 2011 kurang baik. Secara keseluruhan Analisis pencapaian program gizi dilihat berdasarkan (1). Status gizi balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 indeks BB/U pertahun mengalami penurunan angka KEP total berdasarkan standar WHO 10%, Indeks TB/U balita pendek mengalami penurunan standar WHO < 20%, indeks BB/TB sangat kurus dan kurus mengalami penurunan standar WHO 10,1-15%. (2). Pencapaian target program ASI Esklusif, Tablet Fe-I, Tablet Fe-III masih termasuk kategori kurang baik. Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan Vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Februari 2009-2011 termasuk kategori baik, sedangkan Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan Vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Agustus pada bayi katagori kurang baik, sedangkan pada balita katagori baik. Pencapaian target K/S, D/S, D/K termasuk kategori kurang baik, sedangkan N/D termasuk kategori baik.
Saran Sebaiknya seluruh steakholder melakukan pemantauan dan evaluasi yang terus menerus, dan memberikan
penyuluhan dan pengetahuan ke
posyandu-posyandu tentang pentingnya gizi dan program gizi yang dilaksanakan demi tercapainya status gizi yang berkualitas, baik pada bayi, Balita, Ibu hamil dan Ibu menyusui, dan melakukan program intervensi bagi wilayah-wilayah yang dianggap rawan akan permasalahan yang berkaitan dengan gizi. Perlu adanya kerjasama antarlembaga-lembaga, baik itu Dinas Kesehatan maupun lintas sektor yang terkait dengan permasalahan yang terjadi khusunya masalahan gizi di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin sehingga permasalahan yang terjadi dapat diatasi dengan baik.
58
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada Anonim.
2001.
Mabuk Pagi,
Ibu Hamil Bisa
Kurang Gizi.
terhubung
berkala.http://www.indomedia.com/intisari/2001/Sept/warna_hamil.htm. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2003. Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2007. Baliwati, Yayuk Farida dan Ali Khomsan. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.Jakarta. Penebar Swadaya. Bapenas 2012. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Inisiatif Global Scaling Up Nutrition (SUN). Jakarta Darlina. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizipada Ibu Hamil (skipsi). Bogor : Departemen Gizi Masyarakat danSumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Departemen Kesehatan. 2004 Petunjuk Teknis Standar pelayanan Minimal, Jakarta Departemen Kesehatan. 2005 Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), Jakarta Departemen Kesehatan. 2005 Gizi Dalam Angka, Jakarta Departemen Kesehatan. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-GIZI BURUK Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta Departemen Kesehatan. 2008. Petunjuk Teknis bantuan sosial (bansos) perbaikan gizi masyarakat. Jakarta Departemen Kesehatan. 2009. Data penduduk Sasaran Program Kesehatan tahun 2007-2011. Jakarta Departemen Kesehatan. 2009. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. Jakarta Departemen Kesehatan. 2011. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dinas Kesehatan 2006. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin Dinas Kesehatan 2009. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin
59
Dinas Kesehatan 2010. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin Dinas Kesehatan 2011. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin Edmond, K.M., C. Zandoh, M.A. Quigley, S.A. Etego, S.O. Agyei, B.R. Kirkwood., 2006. Delayed Breastfeeding Initiation Increases Risk of Neonatal Mortality, Pediatrics 117, p. 380-386. Fikawati S, Syafiq A. Hubungan antara Immediate Breastfeeding dan ASI eksklusif 4 bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti 2003; 22(2): 47-55. Fikawati S, Syafiq A. Praktik pemberian ASIeksklusif, penyebab-penyebab keberhasilan dankegagalannya. Jurnal Kesmas Nasional 2009;4(3):120131. Gibson RS, 2005. Principle of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press. New York. James, P., Norum, K. R., Smitasiri, S., Swaminathan, M. S., Tagwireyi, J., Uauy, R. & Haq, M. U. (2000) The selection of reference data in the assessment of growth: the new World Health Organization reference. Ending malnutrition by 2020: an agenda for change in the millennium. Final Report to the ACC/SCN by the Commission on the Nutrition Challenges of the 21st Century . Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Surveilance Gizi di Kabupaten dan kota, Jakarta Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoajmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Riyadi H. 2001. Metode penilaian status gizi secara antropometri. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H, Hardinsyah, F Anwar. 1997. Faktor-faktor Resiko Anemia pada IbuHamil. Media Gizi dan Keluarga tahun XXI No 2. Roesli, U., 2005, Mengenal ASI Eksklusif, Trubus Agriwidya, Jakarta, hal. 2-47. Rusnita A. Faktor-faktor yang Berhubungandengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini diKamar Bersalin IGN RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo
60
Jakarta November 2008. Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat, UniversitasIndonesia. Indonesia, 2008. Salimar et al. 2009. Karakteristik masalah pendek (stunting) pada balita di seluruh wilayah Indonesia. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 3 (67), 63-74. Satoto, A.B. Jauhari dan Soekirman., 2002, Growth Data From Posyandu in Indonesia: Precision, Accuracy, Reliability and Utilization. Jakarta : Gizi Indonesia 2002, 26:17 – 23 : http: // www.Gizi net. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat, Jakarta. Sediaoetama. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Dian Rakyat. Soekirman. 2000. ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat . Dirjen Dikti, Depdiknas, Jakarta. Soekirman. 2012. Kurang Gizi, Anak Bertubuh Pendek. Opini dan Editorial Suara Pembaruan, Jakarta. Soetjiningsih, 2001, Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya. Supariasa IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Suhardjo.
1989.
Sosio
danKebudayaan,
Budaya Direktorat
Gizi.
Bogor:
Jenderal
Departemen
Pendidikan
Pendidikan
Tinggi,
Pusat
antarUniversitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suhardjo 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta. Syafiq A, Fikawati S. Mercy Corps Healthy Start Baseline Survey North Jakarta, Indonesia, Final Report. Depok: Center For Health Research University of Indonesia, 2007. Syahrul, Fachriani dan Hidajah, A. C. (2007) Bahan Ajar Dasar Epidemiologi. Surabaya: FKM UNAIR Tarwotjo, R Djuwita. 1990. Penerapan prinsip epidemiologi dalam penilaian status gizi. Gizi Indonesia, X/V (2), hlm 15-25. Undang- undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan Bab.XIII pasal 167 UNICEF, WHO. 2006. Baby-Friendly Hospital Initiative: Revised, Updated and Expanded for Integrated Care. New York.
61
Utomo, B., 2000, The Slowing Progress of Breastfeeding Promotion Program in Indonesia: Causes and Recommendation, KumpulanMakalah Diskusi Pakar bidang Gizi tentang ASI-MP ASI,Antropometri, dan BBLR, Kerjasama antara Persatuan Ahli GiziIndonesia, LIPI, dan UNICEF. WHO. 2010. Infant and young chlid nutrition. New York.
Wiryo, H., 2007, The Effect of Early Solid Food Feeding and The Absence of Colostrum Feeding On Neonatal Mortality, FK Universitas Udayana. Diakses
pada
tanggal
www.tempointeraktif.com.
03
Oktober
2012,
dari
62 Lampiran 1 Analisis masalah dan penanganan masalah gizi di Kabupaten Musi Banyuasin Indikator Status Gizi
Analaisis Masalah dan penanganan masalah
Masalah
Puskesmas/ Kecamatan
BB/U (KEP) ↗
a. Klarifikasi dan konfirmasi data
TB/U (Pendek) ↗
b. Penanganan Balita apabila
BB/PB ( Sangat Kurus dan Kurus ) ↗
terjadi gizi buruk c. Pemberian PMT d. Merujuk apabila tdk tertangani
Dinkes a. Meningkatkan kemampuan petugas
Pemda Anggaran
puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan surveilans gizi. b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan
Anggaran
dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi buruk. c. Memberikan PMT pemulihan untuk
Anggaran
balita gizi buruk rawat jalan dan pasca rawat. d. Melakukan pemantauan kasus yang
Anggaran
lebih intensif pada daerah dengan risiko tinggi terjadinya kasus gizi buruk. e. Melakukan penyelidikan kasus
Anggaran
bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait ASI Esklusif
Pencapain Rendah
Pembentukan KP-ASI atau
1. Meningkatkan kemampuan, kinerja
kelas ibu
petugas puskesmas dan rumah sakit
Anggaran
dalammelakukan konseling ASI. Pemberian bimbingan Konseling
2. Meningkatkan promosi dan advokasi
oleh konselor
tentang Peningkatan Pemberian Air
Anggaran
Susu Ibu (PP ASI). 3. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih.
Anggaran
63
Analisis masalah dan penanganan masalah gizi di Kabupaten Musi Banyuasin Indikator Vitamin A
Masalah Pencapaian Rendah
Analaisis Masalah dan penanganan masalah Puskesmas/ Kecamatan 1. Penyuluhan ttg manfaat kapsul
Dinkes
Pemda
1. Penyuluhan ttg manfaat kapsul vitamin A
Anggaran
2. Menyediakan kapsul vitamin A
Anggaran
1. penyuluhan manfaat TTD
1. Penyuluhan ttg manfaat TTD
Anggaran
2. Sweeping ibu hamil yg belum
2. Menyediakan TTD
vitamin A 2. Sweeping balita yg Belum mendapat kapsul vitamin A 3. Evaluasi stok kapsul vitamin A Fe1 dan Fe3
Pencapaian Rendah
mendapat TTD 3. Evaluasi stok TTD SKDN
K/S Rendah
1. Koordinasi dengan camat dan PKK
D/S Rendah
2. Pembentukan wadah pembinaan
N/D Rendah D/K Rendah
berupa forum-forum di desa c. Promosi manfaat kegiatan posyandu
3. Melakukan koordinasi dengan
Anggaran
program KIA dan program lain 1. Melakukan koordinasi dengan Camat
Anggaran
dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. b. Memanfaatkan kegiatan pada
Anggaran
forum-forum yang ada di desa, yang bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu
Anggaran
64
Lampiran 2 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan Renstra Tahun 2012 - 2017 Kabupaten Musi Banyuasin TABEL. STRATEGI VISI :
Terwujudnya Ketahanan Pangan di Kabupaten Musi Banyuasin dengan Penganekaragaman Pola Komsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Menuju Permata Muba 2017
MISI : 1.
Memantapkan ketersediaan pangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara bijaksana dan berkelanjutan serta mencegah dan menanggulangi kerawanan pangan
2.
Meningkatkan Kemampuan Masyarakat dalam Mengelola Produk Pangan Lokal Berbasis Sumber Daya Lokal Tujuan
1.1.
Terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat yang cukup baik jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau
Sasaran
Strategi
Arah kebijakan
1.1.1.
Meningkatnya Ketahanan Pangan Masyarakat
1.1.1.
Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat rumah tangga
1.1.1.
Peningkatan Ekonomi Kerakyatan
1.1.2.
Berkurangnya jumlah penduduk rawan pangan 1 % pertahun
1.1.2.
Menumbuhkembangkan koordinasi ketersedian pangan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan
1.1.2.
Mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis
1.1.3.
Terwujudnya keanekaragaman & keamanan pangan
1.1.3.
Menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi dalam upaya gerakan percepatan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang serta melakukan pengawasan keamanan pangan masyarakat.
1.1.3.
Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang makanan beragam, bergizi, berimbang serta mutu dan keamanan pangan
65
MISI II : 2.1.
Meningkatkan Kualitas dan Kinerja SDM yang memadai dan mampu menjadi akselelator dan dinamisator pembangunan Tujuan Sasaran Strategi Meningkatnya kinerja aparatur
Arah kebijakan
2.1.1.
Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana aparatur
2.1.1.
Tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan aparatur
2.1.1.
Memberikan pertanggung jawaban atas pelaksanaan program kerja
2.1.2.
Meningkatnya kualitas aparatur
2.1.2.
Memberdayakan sarana dan prasarana yang tersedia
2.1.2.
Mengoptimalkan pemenuhan sarana dan prasarana aparatur
2.1.3.
Meningkatnya Kinerja Aparatur
2.1.3.
Mendorong aparatur untuk meningkatkan kinerja
2.1.3.
Mendorong dan memfasiltasi upaya peningkatan SDM
66 Lampiran 3 Renstra SKPD Badan Ketahanan Pangan Daerah(BKPD) Kabupaten Musi Banyuasin No 1 1.
2. 3.
4. 5. 6.
7. 9.
10.
11.
Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi SKPD 2 Ketersediaan Energi dan Protein /Kapita/Tahun Penguatan Cadangan Pangan Ketersediaan Informasi Pasokan,Harga dan Akses Pangan di Daerah Stabilitas Harga dan Pasokan Pangan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan Penanganan Daerah Rawan Pangan Tingkat pemenuhan jasa administrasi perkantoran Tingkat ketersediaan sarana dan prasarana aparatur Prosentase aparatur yang mempunyai kompetensi dibidangnya
2008
2009
2010
2011
2012
2008
2009
2010
2011
2012
4
Target Indikator Lainnya 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
90
-
-
0
E : 4.605 K P : 57,6 Gr
E : 4.387 K P : 84,6 Gr
E : 3.772 K P : 102 Gr
E: 3.379
0
E:4.824 K P : 63Gr
E:4.558K P : 88 Gr
E: 4.231 K P : 114Gr
E: 3.955 K P : 105 g
60
-
-
0
15 Ton
30 Ton
45 Ton
60 Ton
0
40 Ton
70 Ton
115 Ton
215 Ton
90
-
-
0
25%
50%
75%
90%
0
82%
87%
86%
89%
90
-
-
0
25%
50%
75%
90%
0
85%
87%
87%
89%
90
-
-
0
80,8
82,6
89,2
79,3
0
79,1
83,8
74,1
86,10
80
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
60
-
-
0
30%
35%
40%
45%
0
25%
25%
25%
35%
-
-
100
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
-
-
100
100%
100%
100%
100%
100%
75%
80%
85%
90%
90%
-
-
100
100%
100%
100%
100%
100%
70%
75%
80%
85%
85%
Target SPM
Target IKK
3
Target Renstra SKPD Tahun ke-
Realisasi Capaian Tahun ke-
67
Lampiran 4 Distribusi Jumlah Puskesmas, Posyandu, dan Kader Posyandu Menurut Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Sanga desa Babat Toman Plakat Tinggi Batanghari Leko Sungai Keruh Sekayu Lais Sungai Lilin Keluang Bayung Lencir Lalan Jumlah
Jumlah Posyandu tahun 2009
Jumlah Posyandu tahun 2010
Jumlah Posyandu tahun 2011
Terdaftar
Lapor
Terdaftar
Lapor
Terdaftar
Lapor
20 39 27 20 40 48 40 53 42 70 66
18 28 25 18 34 48 33 53 41 70 66
20 38 28 23 40 52 55 53 44 74 73
18 38 25 18 33 52 40 49 44 74 73
23 38 28 19 44 52 41 54 44 85 73
21 38 25 19 37 52 36 50 44 84 71
465
434
500
464
501
477
Sumber : Bidang Yankes Dinas Kesehatan Musi Banyuasin
68
Lampiran 5 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan di Kab. Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
NO
KECAMATAN
Penduduk 2009 Perempuan
Penduduk 2010 Laki-laki
Perempuan
jumlah
Penduduk 2011 Perempuan 15.303
jumlah
1
Sanga Desa
13.852
13.833
27.685
15.734
15.378
31.112
Laki-laki 15.747
2
Babat Toman
27.329
22.108
49.437
25.615
25.034
50.649
27.506
3
Plakat Tinggi
12.747
12.038
24.785
10.848
10.602
21.450
11.651
11.139
22.790
4
Batang Hari Leko
8.817
8.590
17.407
11.720
11.454
23.174
11.350
10.523
21.873
5
Sungai Keruh
17.929
17.356
35.285
17.804
17.400
35.204
21.288
20.683
41.971
6
Sekayu
31.213
30.300
61.513
38.954
38.072
77.026
41.126
40.176
81.302
7
Lais
27.730
26.762
54.492
28.890
28.235
57.125
41.126
40.176
81.302
8
Sungai Lilin
35.225
32.812
68.037
36.665
35.834
72.499
9
Keluang
12.513
11.918
24.431
14.212
13.893
28.105
45.486 15.061
14.242
29.303
10
Bayung Lincir
39.029
35.066
74.095
44.582
43.573
88.155
61.206
54.878
116.084
11
Lalan
19.171
16.872
36.043
19.484
19.042
38.526
20.470
18.444
38.914
245.555
227.655
473.210
264.508
258.517
523.025
312.017
295.647
607.664
Jumlah
Laki-laki
jumlah
26.918
43.165
Sumber : Dinas transmigrasi dan kependudukan 2009, Badan Pusat statistik 2010, dan 2011 Kabupaten Musi Banyuasin
31.050 54.424
88.651
69
70