ANALISIS PEMBERIAN KOMPENSASI MELALUI TIP: STUDI KASUS PADA KOMITMEN KARYAWAN RESTORAN DI SURABAYA Irra Chrisyanti Dewi Abstract Economic and social pressures are forcing managers to examine how people get paid and what difference it makes. The foodservice industry use tipping as a compensation method for many of its job. Research on tipping has focused on role conflict, views of the parties involved in the tipping process, and the relationship of tip size and other variables. The currect research takes a fresh approach from the existing research on tipping to look at the relationship between tipping as an employee’s compensation method and commitment to their organization. Data were collected from 1336 foodservice employees. The finding support that compensating employee through tips does have an effect on their commitment. Keywords: compensation, tipping, organizational commitment, foodservice employees.
Pendahuluan Banyak karyawan di industri jasa makanan menerima kompensasi melalui tip yang ditinggalkan oleh customer. Pemberian tip ini sangat menonjol di 99% dari semua penyedia jasa makanan (Frumpkin, 1988). Meskipun banyak penelitian yang dilakukan di industri-industri lain telah memfokuskan perhatian pada dampak praktek-praktek kompensasi terhadap organisasi dan karyawan-karyawannya, para peneliti di industri jasa makanan pada umumnya mengabaikan isu manajerial yang penting ini. Barangkali ada beberapa alasan yang mendasarinya, antara lain: 1) industri jasa makanan dianggap memiliki pasokan pekerja yang tak pernah habis; 2) pekerja di industri jasa makanan biasanya tidak terlalu terdidik dibandingkan dengan populasi secara umum dan seringkali tidak terorganisir untuk mendapatkan dukungan dari kondisi-kondisi kerja yang lebih baik; 3) industri ini terlihat oleh kemudahan untuk masuk dan keluar bagi pekerja, serta dianggap banyak karyawan sebagai peluang untuk mendapatkan pemasukan dalam jangka pendek, sambil bekerja untuk memperoleh ketrampilan yang dibutuhkan di bidang-bidang lain. Cepatnya konsolidasi organisasi penyedia jasa makanan tengah mengubah bentang industri ini, dari suatu industri yang didominasi oleh operator-operator independen ke konglomerat-konglomerat internasional yang secara bersamaan mengoperasikan banyak brand di sejumlah besar pasar. Pergeseran ini memberikan tantangan bagi industri jasa makanan untuk membentuk suatu angkatan kerja yang produktif dan efisien. Di samping itu, menyusutnya kumpulan tenaga kerja memperberat tantangan guna mempekerjakan tenaga kerja yang berkomitmen dan mampu mencapai tujuan-tujuan organisasi. Menurut Tableside Operators Survey yang diselenggarakan oleh National Restaurant Association (NRA),
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 4, Desember 2010: 317-327
merekrut dan mempertahankan karyawan adalah salah satu di antara tantangan terberat (NRA, 2003). Bahkan dalam kondisi-kondisi ekonomi kontrak, hampir 50% dari operator layanan penuh menyatakan bahwa mereka menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menemukan karyawan yang memiliki kualifikasi, yang menghasilkan lamanya lowongan kerja dapat terisi. Tenaga kerja di Indonesia semakin diharapkan untuk memikul resiko bisnis dengan menerima pengurangan kompensasi terjamin yang mereka terima. Perusahaan-perusahaan menawarkan paket-paket kompensasi yang memberikan resiko semakin besar bagi gaji karyawan. Secara tradisional, di industri-industri non-hospitality (yaitu industriindustri selain seperti penyedia jasa makanan dan perhotelan), banyak perusahaan menanggung sendiri resiko ini. Konsekuensi dari pergeseran ini tidak sepenuhnya jelas, dan banyak orang mengungkapkan kekuatiran bahwa hasil-hasilnya akan memiliki dampak negatif terhadap loyalitas dan komitmen karyawan (Conlon & Parks, 1990). Sebaliknya, industri penyedia jasa makanan memiliki sejarah panjang dalam mengharapkan banyak karyawannya menanggung besarnya resiko untuk kompensasi mereka. Beberapa literatur menunjukkan adanya kasus penggunaan pemberian tip dalam industri jasa makanan didasarkan pada sifat tak berwujud dan penyesuaian pribadi dari interaksi antara penyedia jasa dan customer, yang menempatkan organisasi-organisasi dalam suatu posisi yang sulit untuk mengendalikan kualitas transaksi tersebut (Bodvarsson & Gibson, 1988; Berry & Parasuraman, 1991; Ogbonna & Harris, 2002). Dan karenanya, menyarankan kepada manajemen untuk menggeser tanggung jawab kendali mutu transaksi layanan ke pundak customer. Meskipun demikian, masalah dalam strategi ini terletak pada bukti-bukti penelitian yang menyatakan bahwa besarnya tip tidak berkaitan dengan kualitas layanan. Lynn & McCall (1998), dalam penelitian meta analisisnya mengenai pemberian tip, menyimpulkan bahwa hubungan antara besarnya tip dan kualitas layanan yang diberikan ternyata lemah. Jika besarnya tip tidak terkait dengan kualitas layanan, maka strategi ini bisa jadi cacat. Selain itu, jika kita berpendapat bahwa besarnya tip pelayan berkaitan dengan kualitas layanan, bagaimana manajemen dapat memastikan dengan tepat waktu kualitas dari pemberian layanan jika konsumen menilai layanan tersebut berdasarkan besarnya tip yang ditinggalkan customer di atas meja. Haruskah manajemen mengevaluasi karyawan berdasarkan besarnya tip yang diterima? Tujuan penelitian ini adalah meneliti apakah komitmen karyawan terhadap organisasi mereka dipengaruhi oleh metode pemberian kompensasi yang mereka terima. Komitmen terhadap organisasi didefinisikan sebagai identifikasi individu dengan sebuah organisasi yang dicirikan oleh sebuah keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan-tujuan organisasi tersebut. 318
Irra Chrisyanti Dewi Analisis Pemberian Kompensasi Melalui Tip
Praktek pemberian kompensasi bagi karyawan melalui pemberian tip tidak hanya didapati di industri penyedia jasa makanan. Pemberian tip ditemukan dalam pekerjaan-pekerjaan lain seperti pengemudi taksi, penata rambut, musisi, dan lain-lain. Penelitian-penelitian empiris telah merinci banyak teori mengenai konsekuensi-konsekuensi negatif dari pemberian tip, meskipun hanya sedikit peneliti yang memperhatikan dampak pemberian tip atau kompensasi atas komitmen karyawan terhadap organisasi. Lynn, dkk. (1993) dalam temuan penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian kompensasi kepada karyawan melalui tip akan menurunkan kepuasan kerja. Asal-muasal pemberian tip ini tidak jelas, namun banyak yang menyatakan bahwa kebiasaan pemberian tip ini adalah agar pelayan termotivasi untuk memberikan layanan dengan cepat (TIP–To Insure Promptness/untuk memastikan kecepatan). Dewasa ini, pengusahapengusaha restoran mematuhi aturan-aturan gaji di 42 negara bagian dengan membayar pelayan kurang dari upah minimum, dengan pemahaman bahwa tip yang diberikan oleh customer ditambah dengan upah yang dibayar oleh pengusaha akan memenuhi atau bahkan melampaui upah minimum. Di 8 negara bagian sisanya, aturan-aturan mengenai upah tidak memungkinkan praktek-praktek semacam itu, dan mengharuskan semua pengusaha untuk membayar setidaknya upah minimal, terlepas apakah karyawan mereka menerima tip dari customer atau tidak. Masalah pemberian kompensasi kepada karyawan secara adil dengan menggunakan tip lebih lanjut diperparah oleh kebingungan di kalangan konsumen dan suatu sikap yang tidak realistis. Hal yang harus dipahami oleh setiap orang adalah bahwa tip bukanlah sesuatu yang pasti diterima oleh pelayan, dan rekomendasi kami adalah jika Saudara benar-benar merasa tidak puas, berikan tip 10% dan jangan pernah kembali lagi. Yang harus dijamin bagi pelayan adalah peluang untuk mendapatkan suatu upah yang adil dan haruskah ini diputuskan oleh customer. Di samping itu, sikap untuk tidak sekedar membayar layanan yang diberikan dan pergi karena buruknya kualitas, akan mengurangi efektivitas manajemen dalam mengidentifikasi masalahmasalah dalam pengiriman barang dan jasa. Tidak ada satupun yang akan menyarankan bahwa jika sebuah produk yang berwujud dibeli maka konsumen sekedar tidak membayar harga yang diminta dan keluar dari tempatnya membeli sambil membawa produk tersebut. Komitmen karyawan terhadap organisasi adalah sebuah topik yang telah memunculkan minat penelitian yang besar dalam industri-industri lain, namun tidak banyak diberi perhatian dalam industri penyedia jasa makanan. Penting bagi kesuksesan organisasi penyedia jasa makanan di masa akan datang untuk memiliki suatu angkatan kerja yang berkomitmen. Karena itu, akan penting bagi industri ini untuk menyadari konsekuensikonsekuensi penggunaan pemberian tip sebagai suatu metode kompensasi terhadap komitmen karyawan-karyawannya. Perlu diidentifikasi hubungan 319
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 4, Desember 2010: 317-327
antara komitmen karyawan dan pemberian kompensasi bagi mereka karena alasan-alasan berikut ini: 1) kompensasi adalah sebuah isu yang penting bagi karyawan maupun pengusaha, upah adalah batu pijakan dari apa yang mendorong perekonomian kita dan organisasi-organisasi penyedia jasa harus memperhatikan dampak dari besarnya kompensasi maupun metode yang digunakan untuk memberikan kompensasi kepada karyawan mereka; 2) komitmen terhadap organisasi dari karyawan dianggap sebagai sebuah konstruk multi-dimensi, ada banyak anteseden potensial yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan. Banyak organisasi penyedia jasa makanan memfokuskan upaya-upaya mereka dalam menciptakan suatu keunggulan kompetitif melalui layanan yang diberikan oleh karyawan mereka. Seiring dengan semakin kaburnya layanan-layanan jasa makanan yang ditawarkan oleh pesaing di pasar, maka karyawan dan layanan yang diberikanlah yang akan membedakan organisasi di pasar. Penelaahan atas hubungan kompensasi dan komitmen terhadap organisasi akan memperdalam pemahaman kita mengenai salah satu faktor yang mungkin memberi kontribusi pada konstruk tersebut. Pemberian Kompensasi Dengan Tips Pemberian tip sebagai suatu metode pemberian kompensasi tidak banyak diulas oleh para peneliti, bahkan buku-buku teks terkemuka dalam manajemen kompensasi tidak membahas pemberian tip sebagai suatu metode untuk memberikan bayaran bagi karyawan. Industri perjalanan dan pariwisata adalah industri terbesar saat ini. Organisasi-organisasi yang diklasifikasikan sebagai “tempat makan dan minum” adalah kontributor ekonomi terbesar dalam industri ini, dan diperkirakan memghasilkan milyaran rupiah dalam pemasukan dan jutaan dalam pekerjaan pada setiap tahunnya. Pekerjaan-pekerjaan ini mencakup pelayan, bartender, host, service assistants, dan karyawan dapur. Secara tradisional, karyawan bagian penyedia jasa makanan diberi kompensasi melalui suatu gaji pokok (karyawan yang tidak menerima tip), atau gaji pokok yang lebih kecil, yang ditambah oleh customer dalam bentuk “uang persenan” (karyawan yang menerima tip), atau kombinasi bayaran dari gaji upah berikut komisi atau insentif-insentif yang didasarkan pada penjualan, kinerja, atau keduanya (karyawan kena pajak). Kompensasi adalah sebuah masalah yang luas dan kompleks. Kebijakan-kebijakan kompensasi harus dikembangkan dan dikelola oleh semua organisasi, apapun ukurannya. Ada banyak isu terkini seputar cara pembayaran bagi pekerja. Banyak dari isu ini disoroti oleh persepsi stakeholder. Masyarakat menuntut agar bayaran disetarakan (Milkovich & Newman, 2005). Setiap perusahaan harus menangani ketidaksetaraan dalam keputusan-keputusan pembayaran untuk memastikan keadilan bagi kelas-kelas pekerja yang dilindungi. Konsumen mencari barang dan jasa berkualitas tinggi dengan harga terendah, dan tidak menganggap bahwa upah yang tinggi sebagai keuntungan bagi mereka. Karyawan menganggap 320
Irra Chrisyanti Dewi Analisis Pemberian Kompensasi Melalui Tip
pembayaran sebagai ganti rugi atas kerja keras mereka dan sebagai suatu penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Manajer memiliki taruhan dalam kompensasi dan memandangnya dari dua perspektif, yaitu: 1) mereka menganggap kompensasi sebagai pengeluaran besar yang harus dikontrol; 2) mereka menyadari bahwa pembayaran berpotensi mempengaruh terhadap sikap dan perilaku karyawan (Milkovich & Newman, 2005). Selama beberapa dasawarsa, dunia usaha telah berubah secara dramatis; meskipun demikian, praktek-praktek pembayaran di banyak organisasi tidak demikian (Lawler, 2000). Angkatan kerja semakin terdidik, semakin berani mempertanyakan kewenangan dan kontrol, dan lebih beragam. Metode kompensasi bagi karyawan dalam industri keramahan mulai dilirik oleh para peneliti. Dalam industri jasa makanan, wajar bagi karyawan yang memberi tip untuk tidak menerima tunjangan dan untuk menerima kenaikan gaji secara berkala, jika ada. Pemberian kompensasi karyawan penyedia jasa makanan melalui pemberian tip sebagian besar merupakan sebuah fenomena sosial yang didasarkan pada tradisi alih-alih kebutuhan ekonomi (Lynn dkk., 1993). Selain itu, pemberian tip berbeda dari transaksi-transaksi ekonomi lainnya karena customer membayar jumlah tak wajib atas sebuah layanan yang telah diterima (Lynn dkk., 1993), dan karenanya meningkatkan resiko kompensasi yang tak setara bagi karyawan. Falsafah di balik penggunaan pemberian tip adalah dianggap sebagai suatu bentuk kompensasi insentif. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa insentif-insentif individu dapat memberikan suatu dampak positif terhadap kinerja, meskipun manfaat potensial dari setiap metode kompensasi harus ditangani dalam hubungannya dengan struktur organisasi yang bersangkutan. Agar pembayaran insentif dapat menjadi efektif, sang karyawan harus mempersepsinya dapat diperoleh dan diketahui. Mowday, dkk. (1982) berpendapat bahwa para praktisi yang menggunakan insentif sebagai bagian dari reward system mereka dan menyarankan agar karyawan harus memandang reward yang diberikan oleh setiap organisasi dapat dicapai, karena pemberian tip adalah suatu kontribusi suka rela dari customer bagi penyedia layanan, pencapaian reward tersebut dapat dipertanyakan, dan dapat mendatangkan hasil-hasil yang kadangkala bertentangan dengan tujuan-tujuan organisasi. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah kekuatan relatif dari identifikasi seorang individu dengan sebuah organisasi yang dicirikan oleh suatu keyakinan yang kuat dan penerimaan sasaran dan tujuan organisasi, suatu kesediaan untuk memberikan upaya keras atas nama organisasi, dan suatu keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi (Mowday, dkk., 1982). Dari sudut pandang organisasi, penelitian mengenai variabelvariabel penjelas dari fenomena ini tampaknya sangat berharga. Banyak 321
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 4, Desember 2010: 317-327
ilmuwan perilaku organisasi telah meneliti hubungan-hubungan individu dari anteseden-anteseden untuk komitmen terhadap organisasi, kepuasan kerja, dan turnover. Para peneliti telah memberikan bukti-bukti yang mendukung dalam literatur bahwa tingkat pembayaran atau metode pembayaran tidak secara negatif mempengaruhi komitmen karyawan dalam organisasi tersebut (Mowday dkk., 1982; Morris dan Steers, 1980). Komitmen terhadap organisasi adalah sebuah konstruk yang multi dimensi (Meyer, Allen, & Smith, 1993). Meyer dan Allen menyatakan bahwa ada tiga komponen yang memiliki konsekuensi bagi organisasi dalam kaitannya dengan dipertahankannya karyawan, antara lain: 1) komitmen afektif mengidentifikasi karyawan yang tetap bertahan di organisasi tersebut karena mereka menginginkannya; 2) komitmen berkelanjutan didapati pada karyawan yang tinggal karena mereka harus melakukannya; 3) komitmen normatif ditunjukkan oleh karyawan yang bertahan di sebuah organisasi karena merasa bahwa mereka harus melakukannya (Meyer, dkk., 1993). Metode Penelitian Dalam penelitian ini, komitmen terhadap organisasi dari karyawan penyedia jasa makanan diukur dengan menggunakan sebuah kuesioner komitmen yang dikembangkan oleh Meyer, dkk. (1993). Dalam sebuah meta analisis dari penelitian mengenai komitmen, Meyer, dkk. (1993) menyimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi adalah suatu indikator yang lebih baik atas turnover karyawan di masa akan datang dibandingkan dengan kepuasan kerja. Data-data mereka menunjukkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa saat ini dan karenanya kurang stabil dibandingkan komitmen. Karena itu dampak kepuasan kerja karyawan cenderung memiliki durasi yang lebih singkat dan kurang merupakan suatu indikator dari lamanya masa kerja daripada suatu ukuran komitmen karyawan terhadap organisasi. Instrumen survei ini terdiri dari berbagai pertanyaan yang menguji komitmen afektif, kontinuan, dan normatif dari partisipan terhadap organisasi. Data-data dihasilkan dari kuesioner yang diberikan kepada para mahasiswa yang mengikuti kursus hospitality yang juga memiliki pekerjaan di sebuah organisasi penyedia jasa makanan. Data-data yang dikumpulkan dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan metode kompensasi. Kelompok-kelompok tersebut adalah karyawan yang diberi kompensasi melalui tip (karyawan yang menerima tip) dan yang hanya dibayar dengan upah per jam (tidak menerima tip). Penelitian ini memberikan penjelasan eksploratif mengenai dampak dimensi-dimensi pembayaran terhadap komitmen karyawan penyedia jasa makanan. Karena ini adalah sebuah penelitian eksploratif, peneliti menggunakan data dengan menggunakan suatu teknik convenience sampling, yang didefinisikan sebagai cara pengambilan sampel dengan berdasarkan kemudahan pengumpulan informasi yang relevan dengan 322
Irra Chrisyanti Dewi Analisis Pemberian Kompensasi Melalui Tip
penelitian dari anggota populasi yang diteliti. Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Responden diambil sebagai sampel karena kebetulan responden ada di situ (saat bekerja di restoran) atau kebetulan mengenal responden tersebut, dan diminta mengisi kuesioner. Sampel yang didapat dalam penelitian ini adalah karyawan penyedia jasa sejumlah 1336 orang, yang akan mengukur komitmennya terhadap organisasinya Pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen penelitian ini diuji untuk mengetahui tiga faktor komitmen pekerjaan: afektif, kontinuan, dan normatif (Meyer dkk.,1993). Skala-skala yang digunakan dalam survei tersebut terdiri dari enam pertanyaan untuk masing-masing tipe komitmen, dan karenanya mengidentifikasi tiga bentuk komitmen terhadap organisasi. Respons untuk butir-butir tersebut dinilai dengan suatu skala Likert yang terdiri dari 7 poin, mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 7 (sangat setuju). Di samping itu, kuesioner tersebut meminta responden untuk mengemukakan metode pembayaran untuk posisi mereka di restoran tersebut (mendapat tip, tidak mendapat tip), berapa persentase pendapatan yang diperoleh dari tip (jika ada), apakah posisi di restoran tersebut adalah pekerjaan utama mereka, berapa lama mereka telah bekerja di restoran tersebut, dan banyaknya jam kerja dalam posisi mereka per minggunya. Bagian akhir survei tersebut meminta para partisipan untuk memberikan informasi demografis, seperti usia, gender, tingkat pendidikan, status perkawinan, etnis, dan pemasukan yang diperoleh dari posisi mereka di restoran yang bersangkutan. Analisis dan Interpretasi Data Tabel 1 menyajikan suatu tinjauan atas statistik deskriptif dari para partisipan penelitian ini. Hampir 67,28% partisipan telah bekerja untuk perusahaan mereka selama setidaknya lebih dari satu tahun, dan kompensasi melalui tip adalah metode kompensasi untuk 54,25% dari semua partisipan tersebut. 56,81% dari partisipan bekerja lebih dari 25 jam per minggu dalam posisi mereka saat ini, dan 55,53% dari responden melaporkan bahwa posisi mereka di penyedia jasa makanan tersebut adalah pemasukan utama mereka. Terakhir, 69,24% partisipan yang menerima tip menyatakan bahwa tip tersebut mencakup kurang dari 50% kompensasi total mereka. Tabel 2 menyajikan skor rata-rata dari ke-18 pertanyaan untuk instrumen survei yang menunjukkan komitmen partisipan terhadap organisasi, yang dipisahkan berdasarkan metode kompensasi. Untuk ketiga komponen komitmen, yang diidentifikasi oleh Meyer & Allen (1993), komitmen afektif dan normatif didapati berbeda secara signifikan antara karyawan yang menerima tip dan yang tidak ketika membandingkan rataratanya dengan menggunakan sebuah t-test pada p ≤ 0,01. 323
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 4, Desember 2010: 317-327
Tabel 1. Metode Kompensasi dan Masa Jabatan Partisipan Frekuensi
Prosentase
Tips
688
51,49%
Upah per jam
648
48,50%
Metode Kompensasi
Masa Jabatan di Perusahaan < 6 bulan
258
19,31%
6 bulan – 1 tahun
179
13,39%
1 tahun – 2 tahun
246
18,41%
2 tahun – 3 tahun
170
12,72%
> 3 tahun
483
36,15%
< 25 jam
577
43,18%
> 25 jam
759
56,81%
Ya
742
55,53%
Tidak
594
44,46%
Jam Kerja per Minggu
Pendapatan Utama
Prosentase Pendapatan Berdasarkan Tips < 10%
411
11% - 20%
334
30,76% 25%
21% - 30%
71
5,31%
31% - 40%
44
3,29%
41% - 50%
90
6,73%
> 50%
186
13,92%
Sumber: data diolah, 2009
Selain itu, komitmen terhadap organisasi secara keseluruhan juga didapati berbeda secara signifikan antara kedua metode kompensasi tersebut, pada tingkat kepercayaan 99%. Saat melakukan analisis lebih lanjut atas data dengan memisahkan partisipan berdasarkan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan mereka saat ini, didapati bahwa semakin lama karyawan tersebut bekerja di perusahaan penyedia jasa makanan yang bersangkutan, semakin besar komitmen para responden ini, terlepas dari metode kompensasinya. Para partisipan yang bekerja lebih dari 25 jam per minggu dilaporkan secara signifikan lebih berkomitmen terhadap organisasi-organisasi mereka daripada para responden yang bekerja kurang dari 25 jam per minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para partisipan yang melaporkan posisi mereka di penyedia jasa makanan bukanlah pekerjaan utama mereka secara signifikan lebih berkomitmen terhadap perusahaan mereka dibandingkan yang pendapatan satu-satunya berasal dari bekerja di perusahaan penyedia jasa makanan yang bersangkutan. Jadi, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam komitmen organisasi yang ditemukan 324
Irra Chrisyanti Dewi Analisis Pemberian Kompensasi Melalui Tip
antara responden saat melakukan pelaporan persentase pendapatan mereka yang berasal dari tip. Tabel 2. Hasil T-Test Independen Antara Pemberian Tips dan Karyawan Per Jam Pertanyaan
Karyawan yang diberi Tips
Saya merasa sangat senang menghabiskan karir di organisasi ini Saya merasakan sesungguhnya jika ada masalah pada organisasi ini Saya tidak merasakan kuatnya perasaan memiliki organisasi ini Saya tidak merasa emosional pada organisasi ini
3.83
Karyawan yang tidak menerima Tips 4.39
4.45
4.53
2.74
3.05
3.43
3.63
Saya tidak merasa menjadi bagian dari keluarga pada organisasi ini Organisasi ini memiliki pengertian terhadap personal Komitment Afektif
2.71
3.04
3.51
3.80
3.42
3.74
Saat ini, bertahan pada organisasi ini adalah keterpaksaan Ada keinginan keras meninggalkan organisasi
4.05
4.22
4.86
5.07
Kehidupan saya jadi kacau jika meninggalkan organisasi ini sekarang Saya merasa memiliki sedikit pilihan untuk memutuskan meninggalkan organisasi Saya memutuskan bekerja di tempat lain
5.32
5.36
5.40
5.36
5.15
5.33
5.08
5.05
4.96
5.05
3.88
4.11
4.77
4.95
4.80
5.02
Ada sedikit konsekuensi negatif meninggalkan organisasi Komitmen Kontinuan Saya tidak berkewajiban tinggal bersama karyawan baru Jika ada tantangan, saya tidak ingin meninggalkan organisasi sekarang Saya merasa bersalah jika meninggalkan organisasi sekarang Organisasi ini pantas menerima loyalitas kita
3.78
4.18
Saya tidak meninggalkan organisasi sekarang karena saya memiliki kewajiban pada semua orang Saya memiliki hubungan dengan organisasi
4.07
4.46
3.95
4.28
Komitmen Normatif
4.23
4.53
Komitmen Organisasi
4.22
4.46
Sumber: data diolah, 2009
325
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 4, Desember 2010: 317-327
Tabel 3. Demografi Profil Responden Frekuensi
Prosentase
< 25 tahun
860
64,37%
> 25 tahun
476
35,62%
Menikah
367
27,47%
Belum Menikah
969
72,52%
Usia
Status
Sumber: data diolah, 2009
Kesimpulan Temuan penelitian ini mendukung literatur bahwa kompensasi mungkin merupakan suatu anteseden bagi komitmen karyawan terhadap organisasi. Komitmen terhadap organisasi adalah sebuah konstruk banyak sisi dan kemungkinan mencakup lebih banyak faktor daripada sekedar metode kompensasi. Meskipun demikian, hasil penelitian eksploratif ini menunjukkan bahwa pemberian tip mungkin merugikan komitmen karyawan dan karenanya mempengaruhi secara negatif masa kerja terhadap organisasi jika diberi kompensasi dengan penggunaan tip. Hasil penelitian ini harus diperlakukan dengan hati-hati karena partisipan dalam penelitian ini masih muda dan tengah berusaha memperoleh gelar sarjana. Karena akan masuk akal bahwa terlepas dari metode kompensasi mereka, para partisipan ini mungkin akan merasa kurang berkomitmen terhadap organisasi mereka ketimbang para tenaga kerja yang tidak memiliki banyak pilihan atau yang bekerja di posisi-posisi lini sebagai tujuan karir mereka. Temuan penelitian ini mulai memunculkan pertanyaan mengenai konsekuensi-konsekuensi penggunaan pemberian tip sebagai metode kompensasi, sampel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup para mahasiswa yang biasanya menganggap bahwa diri mereka hanya sementara bekerja di pasar tenaga kerja untuk pekerjaan-pekerjaan di penyedia jasa makanan, dan mungkin memiliki dampak tak terduga terhadap hasil-hasilnya. Meskipun demikian, tenaga kerja dengan jumlah terbanyak di organisasi perusahaan penyedia jasa makanan biasanya kalangan kaum muda. Penelitian-penelitian selanjutnya harus mengeksplorasi mengenai anteseden-anteseden lain dari komitmen karyawan terhadap organisasi di samping metode kompensasi, seperti usia, prestasi pendidikan, dan status pernikahan. Faktor-faktor lain mungkin ditemukan untuk mengurangi dampak negatif komitmen karyawan melalui tip-tip komitmen organisasi seperti tunjangan, pengembangan karyawan dan pengembangan peluang untuk menepati janji.
326
Irra Chrisyanti Dewi Analisis Pemberian Kompensasi Melalui Tip
Daftar Pustaka Berry, L. & Parasuraman, A. 1991. Marketing Services: Competing Through Quality. New York. Free Press. Bodvarson, O. & Gibson, W. 1988. Towards an Economic Theory of Tipping: A Transaction Cost View. Los Angeles. Western Economic Association. Conlon, E.J. & Parks, J.M. 1990. Effects of Monitoring and Tradition on Compensation Arrangements: An Experiment Witk Principal Agent Dyads. Academy of Management Journal, Vol. 33, pp 603-622. Frumpkin, P. 1988. The Great Tipping Debate. Restaurant Business, July 20, pp 113120. Kuntjoro, Z.S. 2002. Komitmen Organisasi. http://www.epsikologi.com. Lawler, E.E. 2000. Pay Strategy: New Thinking for The New Millenium. Compensation and Benefits Review, Jan/Feb, pp 7-12. Lynn, M. & McCall, M. 1998. Beyond Gratitude and Gratuity: A Meta Analytic Review of The Predictors of Restaurant Tipping. School of Hotel Administration. Lynn, M., Zinkhan, G.M. & Harris, J. 1993. Consumer Tipping: A Cross Country Study. Journal of Consumer Research, Vol. 20, pp 478-488. Meyer, J.P., Allen, N.J. & Smith, C.A. 1993. Commitment to Organizations and Occupations: Extension and Test of a Three Component Conceptualization. Journal of Applied Psychology, Vol. 78, pp 538-551. Milkovich, G.T. & Newman, J.M. 2005. Compensation. 8th Edition. Chicago. Irwin. Morris, K. & Steers, R.M. 1980. Structural Influences on Organizational Commitment. Journal of Vocational Behavior, Vol. 17. pp 50-57. Mowday, R.T., Porter, L.W. & Steers, R.M. 1982. Employee Organization Linkages. New York. Academic Press. National Restaurant Association. 2003. State of The Industry Workforce: An Overview. Washington. NRA Research and Information Services Division. Ogbonna, E. & Harris, L. 2002. Institutionalization of Tipping as a Source of Managerial Control. British Journal of Industrial Relations, Vol. 40, pp 725752.
327